JURNAL VOLUME 1 E-BOOK.Indd
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 INTERAKSI HUKUM LOKAL DAN HUKUM NASIONAL DALAM URUSAN PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Interac on of Local Law and Na onal Law in Ma er of Land in Yogyakarta) Tyas Dian Anggraeni, S.H., M.H. Kepala Sub Bidang Peneli an Kebutuhan Hukum Bidang Substansi Hukum Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional BPHN Abstrak Tanah dalam konsep budaya Jawa menjadi hal yang amat sakral dan pen ng. Bagi masyarakat Jawa, tanah memiliki nilai yang setara dengan harga diri manusia. Seper halnya di Daerah Is mewa Yogyakarta (DIY), tanah memiliki nilai tersendiri, termasuk juga sistem pengelolaannya. Bahkan Undang-undang Nasional dak mampu menembus sistem pengelolaan tanah di DIY. Tulisan ini akan mengkaji lebih jauh tentang sejarah keis mewaan urusan pertanahan di Kasultanan dan Paku Alaman Yogyakarta dan realitasnya dalam menyikapi Rancangan Undang-Undang keis mewaan Yogyakarta. Dengan menggunakan metode yuridis norma f, sejarah penguasaan dan pemilikan tanah oleh raja atau Sultan Yogyakarta dan Paku Alam merupakan pelaksanaan kesepakatan dari perjanjian Giyan yang dikukuhkan kembali dalam amanat penggabungan diri Sultan dan Paku Alam ke dalam Pemerintahan Republik Indonesia. Dengan demikian Yogyakarta mempunyai sistem pengelolaan tanah yang khusus, ada yang mengiku hukum pertanahan nasional, dan ada pula yang masih diatur oleh Rijksblad Kasultanan dan Rijksblad Paku Alaman. Agar dak menimbulkan masalah atau polemik baru dalam dinamika poli k dan sejalan dengan sistem hukum nasional, masalah pertanahan di DIY perlu mendapat perha an khusus. Kata kunci: agraria, kesultanan Yogyakarta, keis mewaan daerah, poli k Abstract Land in the concept of Javanese culture into something that is sacred and important. For the Javanese, the land has a value equivalent to human dignity. As in the Special Region of Yogyakarta (DIY), the land has value, including its management system. Even the Na onal Law can not penetrate the soil management systems in the province. This paper will examine further features of the history of land aff airs in the Sultanate of Yogyakarta and Paku Alaman and reality in the bill addressing the privilege of Yogyakarta. By using a norma ve juridical methods, the history of the control and ownership of land by the king or the Sultan of Yogyakarta and Paku Alam is an implementa on of the agreement Giyan agreement which reaffi rmed the mandate of merging himself Sultan and Paku Alam to the Government of the Republic of Indonesia. Thus Yogyakarta has a special system of land management, there are following the na onal land laws, and some are s ll governed by the Sultanate and Rijksblad Rijksblad Paku Alaman. In order not to cause any problems or new polemical and poli cal dynamics in line with the na onal legal system, problems of land in the province needs special a en on. KeywordsJurnal: agrarian, land, the RechtsVindingsultanate of Yogyakarta, the privilege, poli cs BPHN 53 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 A. Latar belakang Kasultanan dan Pakualaman. Penguasaan dan penggunaan tanah ini diatur berdasarkan Tanah dalam konsep dan budaya Jawa Rijksblad Kasultanan dan Pakualaman. menjadi hal yang amat pen ng sebagaimana Terdapat lembaga di Keraton yang diungkapkan dalam pepatah “Sakdhumuk mengurusi tentang pertanahan yaitu bathuk sanyari bhumi, ditohi pa , pecahing lembaga Kawedanaan Ageng Purnakawan dhadha wutahing ludira”. Makna dari Wahono Sarto Griyo.Suatu lembaga yang ungkapan tersebut bahwa kedudukan tanah ada di Keraton yang menetapkan kebijakan bagi masyarakat Jawa yang agraris nilainya mengenai tanah Keraton. setara dengan harga diri manusia yang Sedangkan untuk pengurusan sehari-hari dicerminkan dengan dahi, akan dikukuhi atau operasionalnya tanah milik Kasultanan sampai pecahnya dada, dan tumpahnya dan Pura Pakualaman dilakukan oleh Pani darah.1 Kismo.Pani Kismo adalah sejumlah abdi Daerah Is mewa Yogyakarta (DIY) dalem yang tergabung dalam satuan khusus, dikenal mempunyai sistem pengelolaan bertugas melakukan pengelolaan tanah tanah yang khusus. Undang-Undang Pokok Kasultanan dan Paku Alaman. Organisasi Agraria (UUPA) seakan dak mampu ini mempunyai struktur yang cukup rapi menembus sistem pengelolaan tanah yang sampai di ngkat desa dan mempunyai khusus dan mandiri tersebut. Sebagai bekas otoritas penuh dalam pengelolaan serta wilayah Kasultanan dan Pura Pakualaman, pemanfaatan tanah Kasultanan dan Pura DIY mempunyai ga kelompok status Paku Alaman untuk berbagai kepen ngan tanah dengan sistem hukum yang berbeda dan kesejahteraan rakyat di Yogyakarta. pengaturannya. Pertama, tanah bekas hak Hingga saat ini keberadaan tanah barat yang dipunyai oleh orang-orang Eropa Kasultanan dan Pura Paku Alaman tersebut dan Timur Asing. Tanah model ini telah terhampar luas di berbagai daerah dikonversi menjadi salah satu hak atas tanah di Yogyakarta. Tanah-tanah tersebut menurut UUPA dan tunduk pada ketentuan dipergunakan untuk kepen ngan rakyat, hukum agraria nasional. Kedua, tanah milik seper digunakan atau ditempa sebagai Kasultanan dan Pakualaman yang telah rumah nggal, gedung sekolah, perkantoran, diberikan menjadi milik perorangan atau lahan pertanian, penghijauan, tempat desa. Tanah ini diatur dengan Peraturan ibadah, dan pemakaman. Rakyat berhak Daerah. Ke ga, tanah milik Sultan dan menggunakan tanah tersebut, namun dak Pakualam yang berada di bawah kewenangan bisa mengambil alih hak kepemilikannya. 1 SoedargoJurnal, Hukum Agraria dalam RechtsVinding Era Pembangunan, Prisma, nomor 6, tahun 1973, hal. 47. BPHN 54 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 Dari sini dapat dilihat bahwa Sultan dan oleh Pemerintah Daerah dengan kebijakan Paku Alam mempunyai hak milik penuh atas yang tertuang dalam Instruksi Kepala Daerah seluruh tanah Kasultanan dan Pura Paku Is mewa Yogyakarta No. K./898/I/A/75. Alaman (domein verklaring). Hingga saat ini belum ada WNI non pribumi Rakyat yang kebetulan menempa yang diberikan hak milik atas tanah. tanah-tanah Kasultanan dan Pura Paku Seorang WNI non pribumi yang ingin Alaman dibekali dengan Serat Kekancingan membeli tanah milik rakyat, harus melalui sebagai tanda bahwa dia mempunyai hak proses administrasi yang cukup panjang. untuk nggal di tanah tersebut. Kaitannya Tahapan proses yang harus dilalui dimulai dengan pajak, berbekal Serat Kekancingan dengan proses pelepasan hak atas tanah yang dikeluarkan oleh keraton tersebut, oleh rakyat. Proses ini mengakibatkan tanah rakyat yang memanfaatkan tanah tersebut tersebut kembali menjadi tanah negara yang terbebas dari pungutan pajak tanah dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Kemudian sebagaimana diatur dalam hukum agraria pihak yang berkepen ngan mengajukan nasional. Bahkan rakyat pun dak perlu permohonan pemberian hak kepada Kepala menyerahkan Glondhong Pengarem-arem Daerah Is mewa Yogyakarta. Hak yang atau semacam uang terima kasih kepada diberikan juga bukan hak milik atas tanah pihak keraton karena boleh menggunakan tersebut, namun hak yang bisa diberikan tanah tersebut. Dengan kata lain tanah untuk WNI non pribumi adalah Hak Guna milik Kasultanan dan Pura Pakualaman Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan tersebut digunakan secara gra s oleh rakyat (HGB). Yogyakarta serta diperkenankan untuk bisa Langkah tersebut bukan merupakan menempa tanah itu secara turun temurun. ndakan diskriminasi namun lebih kepada Disinilah terletak hubungan erat antara perlindungan terhadap rakyat, terutama sultan dengan rakyatnya. Sultan berharap rakyat kecil yang hidup sebagai petani. dapat berbagi rasa dengan rakyatnya melalui Per mbangan atas ndakan tersebut sistem penataan tanah yang dak saling dikarenakan WNI non pribumi biasanya membebani. mempunyai ngkat kehidupan ekonomi yang Selain penggunaan tanah untuk lebih nggi dari pada golongan pribumi. kesejahteraan rakyatnya secara langsung, Per mbangan lain adalah mengingat Sultan juga menerapkan prinsip larangan wilayah Yogyakarta yang sempit. Pemberian pengasingan tanah atau memperalihkan hak milik bagi WNI non pribumi, dikhawa rkan tanah kepada Warga Negara Indonesia (WNI) akan menyebabkan rakyat kecil menjadi non pribumi (saat ini disebut WNI keturunan). terdesak. Bahkan dikhawa rkan rakyat ini Prinsip ini diatur dalam Rijksblad Kasultanan nan nya hanya menjadi kaum buruh di tanah danJurnal Pura Pakualaman dan RechtsVinding telah diadopsi mereka sendiri. Kebijakan BPHN yang dilakukan 55 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 tersebut merupakan bagian dari budaya luhur Yogyakarta (RUU Keis mewaan DIY) yang “Tahta untuk Rakyat” yang sangat dijaga oleh diusulkan oleh pemerintah. Sultan. Tanah lahirkan tahta, tahta untuk Terdapat beberapa pasal yang terkait rakyat, dimana rajanya bercermin di kalbu dengan masalah pertanahan dalam RUU ini. rakyat. Demikianlah singgasana bermartabat Pertama, Pasal 26 yang secara utuh mengatur berdiri kokoh untuk mengayomi rakyat.2 mengenai pertanahan. Kemudian Pasal 7, Budaya adiluhur yang mengedepankan Pasal 35 dan Pasal 37 . kesejahteraan rakyat tersebut wajib Mengenai kewenangan urusan di bidang dilestarikan. Namun dak dapat dipungkiri pertanahan dalam draf RUU Keis mewaan bahwa budaya tersebut seakan bertentangan DIY yang diajukan oleh pemerintah, diatur dengan prinsip hukum nasional, yaitu UUPA dalam Pasal 7 ayat (2) d dan Undang-Undang Kewarganegaraan. “Kewenangan dalam urusan is mewa Banyak kalangan terutama jajaran pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pertanahan dan penataan pusat berharap bahwa, budaya adiluhur ruang”. tersebut dapat dirasionalisasikan sesuai dengan nilai-nilai modernitas dan berjiwa Sedangkan dalam