JURNAL VOLUME 1 E-BOOK.Indd

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

JURNAL VOLUME 1 E-BOOK.Indd Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 INTERAKSI HUKUM LOKAL DAN HUKUM NASIONAL DALAM URUSAN PERTANAHAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Interac on of Local Law and Na onal Law in Ma er of Land in Yogyakarta) Tyas Dian Anggraeni, S.H., M.H. Kepala Sub Bidang Peneli an Kebutuhan Hukum Bidang Substansi Hukum Pusat Peneli an dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional BPHN Abstrak Tanah dalam konsep budaya Jawa menjadi hal yang amat sakral dan pen ng. Bagi masyarakat Jawa, tanah memiliki nilai yang setara dengan harga diri manusia. Seper halnya di Daerah Is mewa Yogyakarta (DIY), tanah memiliki nilai tersendiri, termasuk juga sistem pengelolaannya. Bahkan Undang-undang Nasional dak mampu menembus sistem pengelolaan tanah di DIY. Tulisan ini akan mengkaji lebih jauh tentang sejarah keis mewaan urusan pertanahan di Kasultanan dan Paku Alaman Yogyakarta dan realitasnya dalam menyikapi Rancangan Undang-Undang keis mewaan Yogyakarta. Dengan menggunakan metode yuridis norma f, sejarah penguasaan dan pemilikan tanah oleh raja atau Sultan Yogyakarta dan Paku Alam merupakan pelaksanaan kesepakatan dari perjanjian Giyan yang dikukuhkan kembali dalam amanat penggabungan diri Sultan dan Paku Alam ke dalam Pemerintahan Republik Indonesia. Dengan demikian Yogyakarta mempunyai sistem pengelolaan tanah yang khusus, ada yang mengiku hukum pertanahan nasional, dan ada pula yang masih diatur oleh Rijksblad Kasultanan dan Rijksblad Paku Alaman. Agar dak menimbulkan masalah atau polemik baru dalam dinamika poli k dan sejalan dengan sistem hukum nasional, masalah pertanahan di DIY perlu mendapat perha an khusus. Kata kunci: agraria, kesultanan Yogyakarta, keis mewaan daerah, poli k Abstract Land in the concept of Javanese culture into something that is sacred and important. For the Javanese, the land has a value equivalent to human dignity. As in the Special Region of Yogyakarta (DIY), the land has value, including its management system. Even the Na onal Law can not penetrate the soil management systems in the province. This paper will examine further features of the history of land aff airs in the Sultanate of Yogyakarta and Paku Alaman and reality in the bill addressing the privilege of Yogyakarta. By using a norma ve juridical methods, the history of the control and ownership of land by the king or the Sultan of Yogyakarta and Paku Alam is an implementa on of the agreement Giyan agreement which reaffi rmed the mandate of merging himself Sultan and Paku Alam to the Government of the Republic of Indonesia. Thus Yogyakarta has a special system of land management, there are following the na onal land laws, and some are s ll governed by the Sultanate and Rijksblad Rijksblad Paku Alaman. In order not to cause any problems or new polemical and poli cal dynamics in line with the na onal legal system, problems of land in the province needs special a en on. KeywordsJurnal: agrarian, land, the RechtsVindingsultanate of Yogyakarta, the privilege, poli cs BPHN 53 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 A. Latar belakang Kasultanan dan Pakualaman. Penguasaan dan penggunaan tanah ini diatur berdasarkan Tanah dalam konsep dan budaya Jawa Rijksblad Kasultanan dan Pakualaman. menjadi hal yang amat pen ng sebagaimana Terdapat lembaga di Keraton yang diungkapkan dalam pepatah “Sakdhumuk mengurusi tentang pertanahan yaitu bathuk sanyari bhumi, ditohi pa , pecahing lembaga Kawedanaan Ageng Purnakawan dhadha wutahing ludira”. Makna dari Wahono Sarto Griyo.Suatu lembaga yang ungkapan tersebut bahwa kedudukan tanah ada di Keraton yang menetapkan kebijakan bagi masyarakat Jawa yang agraris nilainya mengenai tanah Keraton. setara dengan harga diri manusia yang Sedangkan untuk pengurusan sehari-hari dicerminkan dengan dahi, akan dikukuhi atau operasionalnya tanah milik Kasultanan sampai pecahnya dada, dan tumpahnya dan Pura Pakualaman dilakukan oleh Pani darah.1 Kismo.Pani Kismo adalah sejumlah abdi Daerah Is mewa Yogyakarta (DIY) dalem yang tergabung dalam satuan khusus, dikenal mempunyai sistem pengelolaan bertugas melakukan pengelolaan tanah tanah yang khusus. Undang-Undang Pokok Kasultanan dan Paku Alaman. Organisasi Agraria (UUPA) seakan dak mampu ini mempunyai struktur yang cukup rapi menembus sistem pengelolaan tanah yang sampai di ngkat desa dan mempunyai khusus dan mandiri tersebut. Sebagai bekas otoritas penuh dalam pengelolaan serta wilayah Kasultanan dan Pura Pakualaman, pemanfaatan tanah Kasultanan dan Pura DIY mempunyai ga kelompok status Paku Alaman untuk berbagai kepen ngan tanah dengan sistem hukum yang berbeda dan kesejahteraan rakyat di Yogyakarta. pengaturannya. Pertama, tanah bekas hak Hingga saat ini keberadaan tanah barat yang dipunyai oleh orang-orang Eropa Kasultanan dan Pura Paku Alaman tersebut dan Timur Asing. Tanah model ini telah terhampar luas di berbagai daerah dikonversi menjadi salah satu hak atas tanah di Yogyakarta. Tanah-tanah tersebut menurut UUPA dan tunduk pada ketentuan dipergunakan untuk kepen ngan rakyat, hukum agraria nasional. Kedua, tanah milik seper digunakan atau ditempa sebagai Kasultanan dan Pakualaman yang telah rumah nggal, gedung sekolah, perkantoran, diberikan menjadi milik perorangan atau lahan pertanian, penghijauan, tempat desa. Tanah ini diatur dengan Peraturan ibadah, dan pemakaman. Rakyat berhak Daerah. Ke ga, tanah milik Sultan dan menggunakan tanah tersebut, namun dak Pakualam yang berada di bawah kewenangan bisa mengambil alih hak kepemilikannya. 1 SoedargoJurnal, Hukum Agraria dalam RechtsVinding Era Pembangunan, Prisma, nomor 6, tahun 1973, hal. 47. BPHN 54 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 Dari sini dapat dilihat bahwa Sultan dan oleh Pemerintah Daerah dengan kebijakan Paku Alam mempunyai hak milik penuh atas yang tertuang dalam Instruksi Kepala Daerah seluruh tanah Kasultanan dan Pura Paku Is mewa Yogyakarta No. K./898/I/A/75. Alaman (domein verklaring). Hingga saat ini belum ada WNI non pribumi Rakyat yang kebetulan menempa yang diberikan hak milik atas tanah. tanah-tanah Kasultanan dan Pura Paku Seorang WNI non pribumi yang ingin Alaman dibekali dengan Serat Kekancingan membeli tanah milik rakyat, harus melalui sebagai tanda bahwa dia mempunyai hak proses administrasi yang cukup panjang. untuk nggal di tanah tersebut. Kaitannya Tahapan proses yang harus dilalui dimulai dengan pajak, berbekal Serat Kekancingan dengan proses pelepasan hak atas tanah yang dikeluarkan oleh keraton tersebut, oleh rakyat. Proses ini mengakibatkan tanah rakyat yang memanfaatkan tanah tersebut tersebut kembali menjadi tanah negara yang terbebas dari pungutan pajak tanah dikuasai oleh Pemerintah Daerah. Kemudian sebagaimana diatur dalam hukum agraria pihak yang berkepen ngan mengajukan nasional. Bahkan rakyat pun dak perlu permohonan pemberian hak kepada Kepala menyerahkan Glondhong Pengarem-arem Daerah Is mewa Yogyakarta. Hak yang atau semacam uang terima kasih kepada diberikan juga bukan hak milik atas tanah pihak keraton karena boleh menggunakan tersebut, namun hak yang bisa diberikan tanah tersebut. Dengan kata lain tanah untuk WNI non pribumi adalah Hak Guna milik Kasultanan dan Pura Pakualaman Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan tersebut digunakan secara gra s oleh rakyat (HGB). Yogyakarta serta diperkenankan untuk bisa Langkah tersebut bukan merupakan menempa tanah itu secara turun temurun. ndakan diskriminasi namun lebih kepada Disinilah terletak hubungan erat antara perlindungan terhadap rakyat, terutama sultan dengan rakyatnya. Sultan berharap rakyat kecil yang hidup sebagai petani. dapat berbagi rasa dengan rakyatnya melalui Per mbangan atas ndakan tersebut sistem penataan tanah yang dak saling dikarenakan WNI non pribumi biasanya membebani. mempunyai ngkat kehidupan ekonomi yang Selain penggunaan tanah untuk lebih nggi dari pada golongan pribumi. kesejahteraan rakyatnya secara langsung, Per mbangan lain adalah mengingat Sultan juga menerapkan prinsip larangan wilayah Yogyakarta yang sempit. Pemberian pengasingan tanah atau memperalihkan hak milik bagi WNI non pribumi, dikhawa rkan tanah kepada Warga Negara Indonesia (WNI) akan menyebabkan rakyat kecil menjadi non pribumi (saat ini disebut WNI keturunan). terdesak. Bahkan dikhawa rkan rakyat ini Prinsip ini diatur dalam Rijksblad Kasultanan nan nya hanya menjadi kaum buruh di tanah danJurnal Pura Pakualaman dan RechtsVinding telah diadopsi mereka sendiri. Kebijakan BPHN yang dilakukan 55 Volume 1 Nomor 1 Januari-April 2012 tersebut merupakan bagian dari budaya luhur Yogyakarta (RUU Keis mewaan DIY) yang “Tahta untuk Rakyat” yang sangat dijaga oleh diusulkan oleh pemerintah. Sultan. Tanah lahirkan tahta, tahta untuk Terdapat beberapa pasal yang terkait rakyat, dimana rajanya bercermin di kalbu dengan masalah pertanahan dalam RUU ini. rakyat. Demikianlah singgasana bermartabat Pertama, Pasal 26 yang secara utuh mengatur berdiri kokoh untuk mengayomi rakyat.2 mengenai pertanahan. Kemudian Pasal 7, Budaya adiluhur yang mengedepankan Pasal 35 dan Pasal 37 . kesejahteraan rakyat tersebut wajib Mengenai kewenangan urusan di bidang dilestarikan. Namun dak dapat dipungkiri pertanahan dalam draf RUU Keis mewaan bahwa budaya tersebut seakan bertentangan DIY yang diajukan oleh pemerintah, diatur dengan prinsip hukum nasional, yaitu UUPA dalam Pasal 7 ayat (2) d dan Undang-Undang Kewarganegaraan. “Kewenangan dalam urusan is mewa Banyak kalangan terutama jajaran pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pertanahan dan penataan pusat berharap bahwa, budaya adiluhur ruang”. tersebut dapat dirasionalisasikan sesuai dengan nilai-nilai modernitas dan berjiwa Sedangkan dalam
Recommended publications
  • CHAPTER IV FINDING and ANALYSIS A. the Succession of the Governor in Yogyakarta Special Region 1. the Governor's Election Syste
    CHAPTER IV FINDING AND ANALYSIS A. The Succession of the Governor in Yogyakarta Special Region 1. The Governor's Election System in DIY According to the Indonesian Government system, the system of Indonesian Government consists of three levels, namely: central government, regional government consisting of provincial and district/ city, and village government.53 The regional government is the Head of Region and the Vice Head of Region as an element of the regional government which guarantees the implementation of the government affairs which is the authority of the autonomous region.54 Article 18 of 1945 Constitution determines that the territory of Indonesia is divided into provincial areas, and the provinces are divided into districts and cities. Each province, district, and city have local government as determined by Law. In regulating the form and structure of regional government, the state recognizes and respects to the special regional government units which will be regulated by Law.55 Before the amendment of 1945 Constitution or since the proclamation of independence on August 17th, 1945, there are at least some provinces 53 Suharizal, Muslim Chaniago, 2017, Hukum Pemerintahan Daerah Setelah Perubahan UUD 1945, Yogyakarta: Thafa Media, p. 52 54 Andi Pangerang Moenta, Syafa‟at Anugrah Pradana, 2018, Pokok-Pokok Hukum Pemerintahan Daerah, Depok: Rajawali Pers, p. 26. 55 Ibid., p. 50. 22 with special status or special region, namely: DIY, Nanggroe Aceh Darussalam, and Jakarta.56 The Governor, the Regent, the Mayor, and the regional apparatus are the element of local government administration. Each region is led by the Head of Government called the Head of Region.
    [Show full text]
  • Menyiapkan Sultan Perempuan: Legitimasi Langit Dan Efektivitas Rezim Sultan Hamengkubuwono X1
    DDC: 321.5 MENYIAPKAN SULTAN PEREMPUAN: LEGITIMASI LANGIT DAN EFEKTIVITAS REZIM SULTAN HAMENGKUBUWONO X1 Bayu Dardias Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Email: [email protected] Diterima: 17-3-2016 Direvisi: 29-3-2016 Disetujui: 4-4-2016 ABSTRACT Sultan Hamengkubuwono (HB) X of Yogyakarta has chosen his eldest daughter as his successor in a traditionally patrilineal Sultanate. This paper discusses the controversy surrounding Sultan HB X’s decision by measuring the impact of his proclamations and orders for the Sultanate’s long-term regime effectiveness. I argue that Sultan HB X’s proclamations and orders based, which were based on mysticism and a sense of divinity, have been ineffectual for maintaining regime effectiveness inside and outside of the Sultanate. Within the Sultanate, the Sultan’s siblings have argued that his decisions contradict the Sultanate’s centuries-long tradition of rules (paugeran). Outside the palace walls, broader society has been divided over Sultan HB X’s choice. One group supports Sultan HB X’s decision, while the other group is determined to hold on firmly to their patriarchal cultural and historical traditions. While Sultan HB X’s proclamations and orders have been ineffectual in maintaining the Sultanate and its influence, his decisions have even brought about an enormous challenge to the survival prospects of the Sultanate itself. Keywords: political legitimation, regime, Sultan Hamengkubuwono, Yogyakarta Sultanate ABSTRAK Pada 2015, Sultan Hamengkubuwono (HB) X mengeluarkan empat kali Sabda dan Dawuh Raja yang berkaitan dengan suksesi kepemimpinan di Kasultanan Yogyakarta. Tanpa memiliki putra laki-laki, Sultan HB X menunjuk putri sulungnya sebagai penerus takhta yang menganut patrilineal.
    [Show full text]
  • Download Download
    Vol. 15, 2021 A new decade for social changes ISSN 2668-7798 www.techniumscience.com 9 772668 779000 Technium Social Sciences Journal Vol. 15, 602-610, January, 2021 ISSN: 2668-7798 www.techniumscience.com Jemparingan as a source of local wisdom in Mataram: the role of Indonesian traditional arrows in forming the character of nationality Aziz, Abd.1, Winarsih, Nining2 1The chancellor of university, Islamic University of Zainul Hasan, Indonesia, 2College of Social Education, Islamic University of Zainul Hasan, Indonesia [email protected] Abstract. This article aims to examine the role of natural nails VIII in the development of Indonesian archery sport. The method used is the historical research method which includes heuristic, criticism, interpretation and historiography stages. This study describes the philosophical aspects of the typical Mataram archery sport known as jemparingan. the role of Paku Alam VIII in thearrow sport jemparingan, as well as the character value of the jemparingan and its implementation for the younger generation. This paper will provide insight to the public to get to know more about the jemparingan and portrait of the struggle of natural nail VIII in historical studies in Indonesian history. Keywords. Jemparingan, archery sport, character value, history 1. Introduction Bows and arrows have a long history in the world (Okawa et al., 2013). Archery is the oldest weapon used by humans to protect themselves. Archaeologists estimate that from the cave paintings, arrows were used since 50,000 years ago(Zhang, 2018). Archery is a symbol of strength and power. Countries in the world that are known as reliable archers are from England and France who use a crosbow or crossbow during the war in Hasing and Roses(Alofs, 2014; Crombie, 2011; Ganter et al., 2010).
    [Show full text]
  • Edisi 6 / 2018 Buletin Pelestarian Warisan Budaya Dan Cagar Budaya MAYANGKARA Edisi 6 / 2018
    ISSN 2502-1567 Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya MAYANGKARA Edisi 6 / 2018 Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya MAYANGKARA Edisi 6 / 2018 Sampul Depan: Gedhong Purwaretna, Pura Pakualaman Rubrik Uneg-uneg Redaktur KORI: rubrik pembuka berisi informasi mengenai sejarah dan penjelasan tema buletin edisi kali ini. SUSUNAN REDAKSI PENDHAPA: tajuk utama dalam buletin. PENANGGUNG JAWAB: Drs. Umar Priyono, M. Pd. PLATARAN: rubrik ringan yang berisi perjalanan ataupun informasi situs warisan budaya di berbagai tempat, khususnya Salam Budaya, di DIY. PEMIMPIN REDAKSI: Dian Lakshmi Pratiwi, S.S.,, M.A PRINGGITAN: rubrik berisi kajian maupun penelitian yang membahas mengenai tema Buletin Mayangkara edisi kali ini. Perkembangan pembangunan modern yang terjadi di Yogyakarta khususnya di Kawasan REDAKTUR: EMPU: rubrik wawancara interaktif dengan tokoh-tokoh yang Cagar Budaya Pakualaman membawa berbagai dampak salah satunya identitas kawasan yang Aris Wityanto, S.IP berpengaruh dalam pelestarian warisan budaya dan cagar tergerus. Oleh sebab itu, sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya yang diprioritaskan oleh budaya. pemerintah, perlu adanya langkah khusus dalam mempertahankan karakter Kawasan Cagar EDITOR: PAWARTOS: rubrik berisi berita-berita pelestarian warisan Joy Jatmiko Abdi, S.S. budaya dan cagar budaya. Budaya Pakualaman sebagai salah satu bentuk pelestarian kota heritage. Anglir Bawono, S.S. PAGELARAN: rubrik mengenai kegiatan masyarakat dalam Edisi ke 6 buletin Mayangkara akan membahas lebih dalam mengenai Pelestarian Warisan upaya pelestarian terhadap warisan budaya dan cagar budaya REPORTER: di Kotabaru. Budaya dan Cagar Budaya serta nilai-nilai penting yang terkandung di dalam Kawasan Cagar Ria Retno Wulansari, S.S Budaya Pakualaman. Pembaca akan menemukan rubrik-rubrik yang menambah wawasan SRAWUNG: rubrik berisi serba-serbi mengenai warisan budaya FOTOGRAFER: dan cagar budaya.
    [Show full text]
  • Unitary, Federalized, Or Decentralized?: P-ISSN: 2655-2353, E-ISSN: 2655-6545 the Case Study of Daerah Istimewa
    Article Info: Received : 02 – 07 – 2019 http://dx.doi.org/10.18196/iclr.1210 Revised : 02 – 08 – 2019 Accepted : 20 – 08 – 2019 Volume 1 No 2, June 2019 Unitary, Federalized, or Decentralized?: P-ISSN: 2655-2353, E-ISSN: 2655-6545 The Case Study of Daerah Istimewa Yogyakarta as The Special Autonomous Regions in Indonesia Ming-Hsi Sung 1, Hary Abdul Hakim2 1, 2 Department of Financial and Economic Law, Asia University, Taiwan E-mail: [email protected] 2 [email protected] 1Assistant Professor & Director, East Asia Law Center, Department of Financial and Economic Law, Asia University, Taiwan P 2Research Assistant, PAIR Labs; Assistant Research Fellow, East Asia Law Center, Department of Financial and Economic Law, Asia University, Taiwan Abstract granting autonomy to Daerah Istimewa Yogyakarta as a case study to The professed constitutional unitary argue for the latter, asserting that the case merely exemplifies the state claim has been highly debated. decentralization characteristic embedded in the Constitution. This paper Some argue that Indonesia shall be a first examines the political features of federalism through a historical unitary state in name, pursuant to legal perspective, showing that the current state system in Indonesia is Article 1 Para. III of the Indonesian decentralized but not federalized. This paper concludes that the Constitution, but Constitutional recognition of Daerah Istimewa Yogyakarta as an autonomous region is reforms after 1998 when the autocratic simply a practice of constitutional decentralization. This paper also President Gen. Soeharto stepped down higlights that with recent political development, echoing that the granted broad authority to local decentralization theory is not a product of legal interpretation, but a government, leading Indonesia to a constitutional and political reality.
    [Show full text]
  • The Election Position of Governor and Vice Governor of Yogyakarta Special Region in the Perspective of Pancasila Democracy in Indonesia
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 192 1st International Conference on Indonesian Legal Studies (ICILS 2018) The Election Position of Governor and Vice Governor of Yogyakarta Special Region in the Perspective of Pancasila Democracy in Indonesia Martitah1a, Slamet Sumarto2b 1 Faculty of Law, Universitas Negeri Semarang (UNNES), Indonesia 2 Faculty of Social Sciences, Universitas Negeri Semarang (UNNES), Indonesia a [email protected], b [email protected] Abstract— The election of the Governor and/or Vice Governor directly in the democratic system in Indonesia faces great challenges. In the context of the Special Region of Yogyakarta, direct elections contradict the legal historical election of Governor and Vice Governor carried out from generation to generation through the establishment of Sultan Hamengku Buwono and Paku Alam. Yogyakarta people also reject direct election. The rejection of the governor and/or vice-governor election of Yogyakarta by the people is in two dimensions at once, not only because of the historical provisions which do not allow direct election to be held but also because of the democratic expression of the people of Yogyakarta which insists that the election is not necessary directly. The real problem is the implementation of a democratic system of universality and particularity. The entry of local direct election clause in the Privileges of Yogyakarta Bill prior to the enactment of Law Number 13 of 2012 in line with the principle of universality. However, the rejection of direct elections is a particular aspect of the democratic process. The logic of the people of Yogyakarta must also be understood in terms of what is called the proper role of the state.
    [Show full text]
  • European Journal of Education Studies HYBRIDITY of BEKSAN FLORET PURA PAKUALAMAN YOGYAKARTA
    European Journal of Education Studies ISSN: 2501 - 1111 ISSN-L: 2501 - 1111 Available on-line at: www.oapub.org/edu doi: 10.5281/zenodo.3877516 Volume 7 │ Issue 5 │ 2020 HYBRIDITY OF BEKSAN FLORET PURA PAKUALAMAN YOGYAKARTA: POSTCOLONIAL STUDY Feri Catur Harjanta1i, Kuswarsantyo2 1Magister Student of Art Education Study Program, Graduate Program of Yogyakarta State University, Yogyakarta, Indonesia 2Lecturer of Art Education Study Program, Graduate Program of Yogyakarta State University, Yogyakarta, Indonesia Abstract: During the British colonial era, there was an important momentum in the city of Yogyakarta. The important moment was the birth of a kingdom called Pura Pakualaman or Pakualaman Palace where Prince Notokusumo was known as Sri Paku Alam I. He could not be separated from the political contract between the British government and Sri Sultan Hamengku Buwono II. During the reign of Sri Paduka Paku Alam IV, he was very close to the Dutch government so that most of the art of dance at that time was influenced by Dutch culture. The artworks of Sri Paku Alam IV include Srimpi Nadheg Putri, Beksan Floret, Beksan Sabel, Beksan Inum and Beksan Penthul Tembem. The object of this research was Beksan Floret. Meanwhile the method used in this study was a qualitative method with a post-colonial approach. In this study, a theory from Homi K Bhabha which explains hybridity was used. Post-colonial representations have several characteristics, including power relations, identity, ambivalence, and mimicry. Based on the results of post-colonial representation, it can be further elaborated as follows: (1). Beksan Floret reflects a split identity, (2) There is a power relation, which is legitimate, emancipatory, hierarchical and dominative, (3) Mimikri Beksan Floret itself gives birth to ideas about dynamic, creative and independent especially in costume and choreography, (4).
    [Show full text]
  • Religious Identification and Social Distance Between Religious Groups in Yogyakarta
    HUMANIORA VOLUME 27 No. 2 Juni 2015 Halaman 141-155 RELIGIOUS IDENTIFICATION AND SOCIAL DISTANCE BETWEEN RELIGIOUS GROUPS IN YOGYAKARTA Cahyo Pamungkas* ABSTRAK Artikel ini menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan politik, keagamaan, dan ekonomi di Yogyakarta berpengaruh terhadap proses pembentukan identitas agama dan penciptaaan jarak sosial antar kelompok umat beragama di daerah tersebut. Fenomena menguatnya identitas agama di daerah ini terjadi pada masa Perang Diponegoro (1825-1830) ketika isu agama digunakan dalam mobilisasi masa untuk melawan kekuasaan kolonial. Penyebaran agama Nasrani pada akhir abad ke- 19 telah menimbulkan ketegangan antara misionaris dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam, namun tidak berkembang menjadi konflik kekerasan. Walaupun kota Yogyakarta berkembang pesat sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi, hubungan antar kelompok agama atau suku di daerah ini relatif harmonis. Namun, sejak tahun 1980-an, identitas agama kembali menguat baik di kalangan perkotaan maupun perdesaan seiring dengan proses modernisasi kehidupan masyarakat. Lembaga-lembaga dakwah kampus menjadi penggerak kehidupan keagamaan di perkotaan. Reformasi 1998 justru menandai bangkitnya gerakan-gerakan fundamentalisme keagamaan yang pada tingkatan tertentu berkontribusi pada penciptaan jarak sosial antar umat beragama. Kata kunci: perubahan sosial, identitas agama dan suku, jarak sosial ABSTRACT This paper explains how political, religious, and economic changes in Yogyakarta affect the formation of religious identity and social distance between different religious groups. The strengthening of religious identity in this area took place in the period of the Diponegoro War (1825- 1830) when religious issues were used in the mobilization against the Dutch colonialist. Then, the spread of Christianity in Java at the end of 19th led to several tensions between missionaries and several Islamic organizations, but never developed into communal violence.
    [Show full text]
  • Kata Pengantar
    KATA PENGANTAR Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan mengamanatkan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) untuk melaksanakan pengelolaan arsip statis berskala nasional yang diterima dari lembaga negara, perusahaan, organisasi politik, kemasyarakatan dan perseorangan. Pengelolaan arsip statis bertujuan menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban nasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Arsip statis yang dikelola oleh ANRI merupakan memori kolektif, identitas bangsa, bahan pengembangan ilmu pengetahuan, dan sumber informasi publik. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu pengolahan arsip statis, maka khazanah arsip statis yang tersimpan di ANRI harus diolah dengan benar berdasarkan kaidah-kaidah kearsipan sehingga arsip statis dapat ditemukan dengan cepat, tepat dan lengkap. Pada tahun anggaran 2016 ini, salah satu program kerja Sub Bidang Pengolahan Arsip Pengolahan I yang berada di bawah Direktorat Pengolahan adalah menyusun Guide Arsip Presiden RI: Sukarno 1945-1967. Guide arsip ini merupakan sarana bantu penemuan kembali arsip statis bertema Sukarno sebagai Presiden dengan kurun waktu 1945-1967 yang arsipnya tersimpan dan dapat diakses di ANRI. Seperti kata pepatah, “tiada gading yang tak retak”, maka guide arsip ini tentunya belum sempurna dan masih ada kekurangan. Namun demikian guide arsip ini sudah dapat digunakan sebagai finding aid untuk mengakses dan menemukan arsip statis mengenai Presiden Sukarno yang tersimpan di ANRI dalam rangka pelayanan arsip statis kepada pengguna arsip (user). Akhirnya, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pimpinan ANRI, anggota tim, Museum Kepresidenan, Yayasan Bung Karno dan semua pihak yang telah membantu penyusunan guide arsip ini hingga selesai. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa membalas amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara berikan.
    [Show full text]
  • Asthabrata's Leadership Value in the Beksan Manggalatama
    International Journal of Humanities Social Sciences and Education (IJHSSE) Volume 8, Issue 7, July 2021, PP 258-266 ISSN 2349-0373 (Print) & ISSN 2349-0381 (Online) https://doi.org/10.20431/2349-0381.0807028 www.arcjournals.org Asthabrata’s Leadership Value in the Beksan Manggalatama Pakualaman Palace Damar Kasyiyadi1*, Hajar Pamadhi2 1,2Program Studi Magister Pendidikan Seni, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia *Corresponding Author: Damar Kasyiyadi, Program Studi Magister Pendidikan Seni, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia Abstract: This research was descriptive qualitative research; describe Beksan Manggalatama Pakualaman Palace using the semiotic approach of Charles Sanders Pierce. The subjects in this study were Beksan Manggalatama Pakualaman Palace. Material objects are in the form of presentation which includes; motion, accompaniment, make-up, fashion, props, and floor patterns. The formal object of this research was the meaning contained in the form of presentation, including motion, accompaniment, make-up, clothing, property, and floor patterns. Data obtained through the process of interpreting the meaning of motion documentation, accompaniment, make-up, clothing, property, and floor patterns. The results of the study found that: (1) The Teachings of the Asthabrata Leadership Pakualaman Palace are a depiction of the idealized king/leader character based on the eight divine characteristics; (2) The leadership teachings of Asthbarata in the form of eight divine attributes
    [Show full text]
  • Patriotisme Paku Alam Viii Dalam Hidup Berbangsa Dan Bernegara (Bidang Politik, Sosial Budaya Dan Hankam)
    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PATRIOTISME PAKU ALAM VIII DALAM HIDUP BERBANGSA DAN BERNEGARA (BIDANG POLITIK, SOSIAL BUDAYA DAN HANKAM) MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh: Oscar Damarino Pradipta 131314013 PRORAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2018 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PATRIOTISME PAKU ALAM VIII DALAM HIDUP BERBANGSA DAN BERNEGARA (BIDANG POLITIK, SOSIAL BUDAYA DAN HANKAM) MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh: Oscar Damarino Pradipta 131314013 PRORAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2018 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEMBAHAN Dengan segala puji syukur kepada Tuhan, Makalah ini ku persembahkan kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus 2. Kedua Orangtuaku 3. Pacarku 4. Sahabat-sahabatku iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO “Agar sukses, kemauanmu untuk berhasil harus lebih besar dari ketakutanmu akan kegagalan” (Bill Cosby) v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ABSTRAK PATRIOTISME PAKU ALAM VIII DALAM HIDUP BERBANGSA DAN BERNEGARA (BIDANG POLITIK, SOSIAL
    [Show full text]
  • Mixed Review Regional Government Yogyakarta
    ISSN 2621-5357 Surakarta Law and Society Journal E-ISSN 2621-5365 FORM AND COMPOSITION OF LOCAL GOVERNMENT: MIXED REVIEW REGIONAL GOVERNMENT YOGYAKARTA Triwahyuningsih Ahmad Dahlan University Yogyakarta Email: [email protected] Abstract This study aims to analyze and explain shape and composition of government Special Region of Yogyakarta that is privileged, reviews mixed government. This study is a normative legal research. The results of the study that Yogyakarta Special region has a shape and structure of government is unique in nature. DIY Local Government consists of Local Government and DPRD DIY DIY. DIY Local Government headed by the Governor who once was a king who reigns as the lane, who held the position for five (5) years and are not bound to the provisions of 2 (two) times periodization tenure as stipulated in the law on local government. DIY DPRD have the status, composition, duties and authority as provided for in the legislation Regional Government, as applicable also to Parliament in another province. However, in addition to duty and authority as specified Local Government Act, DIY Parliament is authorized to determine governor and vice governor and shaping legislation and Perdais with the Governor. The combination of the Governor of Yogyakarta as the king who reigns in the Sultanate along with a DIY parliament democratically elected government raises mixture (mixed government) in the form of democratic monarchy. Keywords: Local Government; Mixed Government; Yogyakarta Special Region. INTRODUCTION existence of the Unitary Republic of The only area that since the Indonesia, but also symbolic and actual filling beginning of independence has been granted Indonesiaan vision more concrete.
    [Show full text]