SISTEM PENETAPAN GUBERNUR KEPALA DAERAH ISTIMEWA DALAM SISTEM PEMILIHAN KEPALA DAERAH BERDASARKAN PASAL 18 AYAT (4) UUD 1945.

Ismu Gunadi Widodo Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya

Abstract

The Yogyakarta Specialist Region, both historical and juridical have strong legitimacy as special regions. Historically, (1) privilege status of Yogyakarta is a conscious political choice taken by the ruler of Yogyakarta, namely Sultan HB IX and Paku Alam VIII, and not the granting of national political entity; (2) Yogyakarta provide space areas and concrete for the Indonesian population early. Third, Yogyakarta became the savior when Indonesian forces in crisis situations to preserve the Declaration of Independence August 17, 1945. While legally the First, the consistency at the level that recognizes the juridical existence of a region that is special. Second, the consistency of recognition of the status of a regional specialty is not followed by a comprehensive arrangement on the substance of the privilege of an area. Special of DIY also reflected in the mechanism of filling the vacancy Guvernor and the Deputy Governor, with the appointment/establishment of Sri Sultan and Sri Pakualam directly by the President. The constitutional system of decision and Sri Pakualam, as Governor and Deputy Governor of DIY is not contradictory with the Constitution (unconstitutional) for determining the gain legitimacy from the community (community wishes).

Keywords: specialty of DIY, governor determination system, regional head of electoral systems

Abstrak

Daerah Istimewa Yogyakarta, baik secara historis maupun yuridis memiliki legitimasi yang kuat sebagai daerah istimewa. Secara historis, Pertama, status keistimewaan Yogyakarta merupakan pilihan politik sadar yang diambil penguasa Yogyakarta. Kedua, Yogyakarta memberikan ruang wilayah dan penduduk yang kongkrit bagi awal. Ketiga, Yogyakarta menjadi kekuatan penyelamat ketika Indonesia berada dalam situasi krisis untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sedangkan secara yuridis yaitu Pertama, adanya konsistensi pada level yuridis yang mengakui keberadaan suatu daerah yang bersifat istimewa. Kedua, konsistensi pengakuan atas status keistimewaan sebuah daerah, tidak diikuti oleh pengaturan yang bersifat komprehensif mengenai substansi keistimewaan sebuah daerah. Keistimwaan DIY juga tercermin dalam mekanisme pengisian jabatan Gubernur Kepala Daerah dan Wakil Gubernur, dengan sistem pengangkatan/penetapan Sri Sultan dan Sri Pakualam secara langsung oleh Presiden. Secara konstitusional sistem penetapan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY tidaklah bertentangan dengan konstitusi (inkonstitusional) selama penetapan tersebut memperoleh legitimasi dari masyarakat (masyarakat menghendakinya).

Kata Kunci: Keistimewaan DIY, sistem penetapan gubernur kepala daerah, sistem pemilihan kepala daerah

Pendahuluan demokratis maka hal ini akan membawa pada Polemik keistimewaan Yogyakarta kemba- konsekuensi terhindarnya masyarakat dari sis- li menjadi wacana serius dalam sistem ketata- tem pemerintah yang tirani, penghargaan ter- negaraan Indonesia. Pertanyaan muncul ketika hadap Hak Asasi Manusia, memberi kebebasan eksistensi “sistem pemerintahan DIY yang ber- umum, memberi pada semua orang untuk me- corak monarkhi” dewasa ini dianggap kurang nentukan nasib sendiri, memberi otonomi mo- sesuai dengan “sistem demokrasi”. Bagi negara ral, menjamin perkembangan manusia menjadi yang menyebut dirinya sebagai negara yang lebih baik dan menghargai kepemilikan priba- Sistem Penetapan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta … 317

di1. Meskipun oleh Aristoteles demokrasi dinilai perubahan yang sig-nifikan sebagai akibat Pe- sebagai sistem pemerintahan dan politik yang rubahan UUD 1945 (1999-2002) adalah bahwa paling buruk (bad government) dan mudah ter- cara pengisian jabatan dalam lembaga legislatif gelincir menjadi mobokrasi (government by dan eksekutif, baik di tataran nasional, maupun mass/mob) atau anarki, namun tidak ada suatu lokal, harus dilakukan dengan cara pemilihan, negara yang ingin disebut tidak demokratis tidak boleh dengan cara penunjukan, pengang- atau bukan negara demokrasi, kendati pun ba- katan, atau pewarisan, tentunya dengan asumsi rangkali demokrasinya diberi tambahan label akan lebih demokratis, sesuai dengan prinsip yang beraneka, misal demokrasi rakyat, demo- kedaulatan rakyat sebagaimana yang tercantum krasi terpimpin, demokrasi liberal, demokrasi dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yaitu bahwa proletar, demokrasi Pancasila, dan sebagainya, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilak- juga mungkin hakikat demokrasi dan syariat sanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Se- (mekanisme) demokrasinya berbeda2. Seperti lain itu, Indonesia telah menganut bentuk pe- halnya yang terjadi di Indonesia, gagasan ke- merintahan republik [vide Pasal 1 ayat (1) UUD daulatan rakyat dalam konstitusi dan pelak- 1945] dan pemilihan umum (Pemilu) merupakan sanaannya tidak dapat dilepaskan dari perjalan- pranata terpenting bagi pemenuhan tiga prinsip an sejarah perkembangan demokrasi di Indone- pokok demokrasi dalam pemerintahan yang sia ke dalam tiga kurun waktu yakni demokrasi berbentuk republik, yaitu kedaulatan rakyat, liberal (1945-1959), demokrasi terpimpin (1959- keabsahan pemerintahan, dan pergantian pe- 1966), dan demokrasi Pancasila (1997-sekarang) merintahan secara teratur6. Sehingga secara dengan memiliki tiga naskah konstitusi negara teoritis, pada sebuah sistem Pemilu biasanya yaitu UUD Tahun 1945, Konstitusi Republik In- berisikan pola pemberian suara, yang membe- donesia Serikat 1949, dan Undang-Undang Da- rikan kemungkinan bagi pemilih untuk menen- sar Sementara Tahun 19503. Oleh karena itu, tukan preferensinya, memilih partai atau indi- sebagai wujud dari ide kedaulatan rakyat, da- vidu yang menjadi calon dalam Pemilu. Secara lam sistem demokrasi harus dijamin bahwa konstitusional keberhasilan pemilihan umum rakyat terlibat penuh dalam merencanakan, terletak pada sejauh mana pemilu tersebut mengatur, melaksanakan, dan melakukan peng- mencerminkan kedaulatan rakyat, mulai dari awasan serta menilai pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan pe- kekuasaan4. Sebagai perwujudan demokrasi, nentuan hasil pemilu, dengan sasaran tercapai- dalam International Commission of Jurist, nya pemerintahan yang kuat (stabil dan efek- Bangkok Tahun 1965, dirumuskan bahwa “pe- tif), yang didukung oleh kekuatan politik di nyelenggaraan pemilihan umum yang bebas me- parlemen7. rupakan salah satu syarat dari enam syarat Permasalahan ini muncul, ketika orang dasar bagi negara demokrasi perwakilan di ba- nomor satu di Indonesia Presiden SBY, dalam wah rule of law”5. Di Indonesia, salah satu salah satu penjelasannya dalam sidang kabinet bidang politik, hukum dan keamanan tanggal 26 November 2010 mengeluarkan statemen bahwa 1 Suko Wiyono, “Pemilu Multi Partai dan Stabilitas Peme- rintahan Presidensial di Indonesia”, Jurnal Konstitusi sistem monarki (yang berlaku DIY) dianggap su- Universitas Wisnuwardhana, Vol. I, No. 1, 2009, hlm. 9. dah kurang sesuai lagi dengan semangat demo- 2 A. Mukthie Fadjar,”Pemilu yang Demokratis dan Ber- kualitas: Penyelesaian Hukum Pelanggaran Pemilu dan krasi yang kini sedang dilaksanakan di Indone- PHPU”, Jurnal Konstitusi, Vol. 6, No. 1, 2009, hlm. 3. sia. Sebenarnya secara subtansial pernyataan 3 Hendra Sudrajat, “Kewenangan Mahkamah Konstitusi Mengadili Perselisihan Hasil Pemilukada” Jurnal Kons- Presiden membahas tentang posisi dasar peme- titusi, Vol. 7, No. 4, 2010, hlm. 160. 4 Jimly Asshiddiqie, “Partai Politik dan Pemilihan Umum Sebagai Instrumen Demokrasi ”, Jurnal Konstitusi, Vol. 6 A. Mukthie Fadjar, op.cit, hlm. 5. 3, No. 4, 2006, hlm. 6. 7 Johan Erwin Isharyanto, ”Pemilihan Umum Dalam Pers- 5 Didik Sukriono, “Menggagas Sistem Pemilihan Umum Di pektif Budaya Hukum Berkonstiusi”, Jurnal Konstitusi Indonesia”, Jurnal Konstitusi Universitas Kanjuruhan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta , Vol. II, No. 1, Malang, Vol. II No. 1, 2009, hlm.11. 2009, hlm. 82-83. 318 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 2 Mei 2011

rintah, berkaitan dengan Undang Undang ten- rah dan sumbangsih Yogyakarta. Sistem peme- tang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta rintahan di Provinsi DIY bersifat monarki jelas atau tentang pemerintahan Daerah Istimewa salah alamat. Istilah monarki dalam konteks DIY Yogyakarta. Berkaitan dengan posisi tersebut hanyalah simbolisasi kultural Jawa, bukan mo- terdapat 3 (tiga) esensi pokok, yaitu: Pertama, narki politik. Pemerintahan DIY menerapkan pilar keistimewaan DIY bertumpu pada sistem semua prinsip demokrasi dan administrasinya nasional yaitu Negara Kesatuan Republik Indo- seperti halnya provinsi lain. Karena itu, tidak nesia yang dalam Undang Undang Dasar seba- tepat jika Presiden tidak segera mengesahkan gaimana telah diatur dengan gamblang (Pasal keistimewaan Yog-yakarta.8 18). Kedua, pemahaman keistimewaan Daerah Sementara mengenai konteks keistimewa- Istimewa Yogyakarta harus merujuk pada ben- an Joko Suryo menyatakan, ”mengenai konteks tangan sejarah, dan aspek-aspek lain yang me- keistimewaan pada masa kemerdekaan, jelas mang harus diperlakukan secara khusus, seba- tercantum dalam Amanat 5 September 1945 gaimana pula yang diatur dalam Undang- un- yang dikeluarkan HB IX dan Paku Alam (PA) VIII. dang Dasar serta harus nampak dalam struktur Amanat itu menyatakan penggabungan diri Ke- pemerintahan keistimewaan. Ketiga, meng- sultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman ingat NKRI adalah negara hukum dan negara de- ke dalam NKRI dengan status daerah istimewa mokrasi. Maka, nilai-nilai demokrasi, democra- yang memiliki kekuasaan penuh untuk meng- tic values, tidak boleh diabaikan karena tentu atur wilayahnya. Amanat itu dijawab Presiden tidak mungkin ada sistem monarki yang ber- Soekarno dengan menyerahkan Piagam Kedu- tabrakan, baik dengan konstitusi maupun de- dukan kepada HB IX dan PA VIII sebagai tanda ngan nilai-nilai demokrasi. persetujuannya pada 6 September 1945 (ter- Berdasarkan pernyataan Presiden terse- tanggal 19 Agustus 1945). Hal itu juga tercan- but, pada dasarnya terdapat 3 (tiga) pilar yang tum dalam Pasal 18 UUD 1945, sebelum per- mesti ditegakkan, dalam membangun dan me- ubahan, yang menyatakan, negara menghorma- rumuskan keistimewaan DIY, yaitu: (1) sistem ti daerah yang memiliki status istimewa.9 nasional dan NKRI yang semuanya ada dalam Joko Suryo menilai, bahwa dari sudut his- UUD 1945; (2) keistimewaan Yogyakarta itu toris, sosiologis, dan politis, pemerintahan di sendiri yang harus nyata dan ekplisit diwadahi, bawah kepemimpinan sultan adalah sistem yang dan (3) implementasi dari nilai dan sistem de- paling tepat bagi Yogyakarta, hal ini dengan mokrasi. Akibat, dari pernyataan tersebut ter- suatu pertim-bangan logis bahwa pemerintahan dapat missunderstanding sehingga kawula ngar- sultan menciptakan stabilitas bagi masyarakat sa dalem Ngayogyakarto (masyarakat Yogyakar- Yogyakarta. Kalau sistem itu diganti, justru bisa ta) angkat bicara. Mereka beranggapan, bahwa menyebabkan instabilitas.10 Hal senada juga di- peme-rintah (yang dalam hal Presiden SBY) te- nyatakan oleh Ketua Senat Akademik UGM Su- lah melakukan intervensi terhadap keistimewa- taryo yang mengatakan, bahwa tak bisa dipung- an DIY. SBY dianggap tidak memahami nilai- kiri, ruh keistimewaan DIY adalah kepemimpin- nilai keistimewaan DIY itu sendiri, baik dari an sultan sebagai kepala daerah. ”Tanpa itu, sudut pandang histories, filosofis, maupun keistimewaan tidak ada maknanya”. Berdasar- yuridis. kan beberapa pendapat tersebut, dapat disim- Menanggapi pernyataan Presiden terse- pulkan bahwa keistimewaan dagi DIY adalah but, Hotman Siahaan berpendapat: Keistime- harga mati, dan begitupun kedudukan Sri Sultan waan Yogyakarta tidak patut dipertanyakan dan Sri Paku Alam adalah ruh dan konsekuensi lagi. Pemerintah pusat juga tidak sepatutnya logis dari subtansi keistimewaan itu sendiri. menyebut Keraton Yogyakarta sebagai bagian dari monarki. ”Mereka yang mempertanyakan 8 http://indonesia-liek.blogspot.com/keistimewaan-yog- yakarta-sejarah.html.Diakses Senin 29 November 2010 keistimewaan Yogyakarta tidak mengerti seja- 9 Ibid. 10 Ibid. Sistem Penetapan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta … 319

Mengklarifikasi statemen 26 November sehingga isu hukum yang muncul adalah: (1) 2010 sebagaimaa tersebut di atas, selanjutnya Bagaimanakah makna keistimewaan DIY dalam Presiden SBY mengadakan konferensi pers pada konteks NKRI? (2) Apakah mekanisme penetap- haris Kamis 2 Desember 2010. Salah satu state- an gubernur DIY inkonstitusional karena berten- mennya adalah, bahwa: untuk kepemimpinan tangan dengan prinsip pemilihan secara demo- dan posisi gubernur DIY lima tahun mendatang kratis sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18A yang terbaik dan yang paling tepat, tetap Sri Ayat (4) UUD 1945? Untuk memberikan elabo- Sultan Hamengkubuwono X”. Pernyataan SBY rasi terhadap isu hukum tersebut, maka analisis inipun masih mengundang polemik, bagi masya- dalam kajian ini tersusun atas: (1) Pendahulu- rakat DIY, apabila statemen tersebut dicermati an; (2) Makna Keistimewaan DIY dalam konteks secara mendalam masih terdapat klausul yang NKRI; (3) Mekanisme Penetapan Gubernur DIY mempertanyakan kembali sistem penetapan Sri menurut Pasal 18A UUD 1945; (4) Penutup. Sultan Hamengkubuono dan Sri Paku Alam se- bagai Gubernur dan wakil Gubernur DIY saat se- Makna Keistimewaan Daerah Istimewa Yogya- karang. Hal ini cukup dipahami dari pernyata- karta (DIY) Dalam Konteks Negara Kesatuan an, bahwa “untuk lima tahun ke depan …”. Lalu Republik Indonesia (NKRI) bagaimana setelah lima tahun? Apakah sistem Pada bagian ini akan menganalisis perma- penetapan tersebut tidak berlaku lagi? salahan makna keistimewaan DIY dalam konteks Pembahasan tentang Keistimewaan Yog- NKRI? Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agus- yakarta dalam konteks pemerintah, semata- tus 1945, UUD 1945 telah mengalami tiga kali mata tidak sekedar menyangkut pengisian ja- keberlakuan, periode pertama 18 Agustus 1945 batan Gubernur kepala daerah, akan tetapi sampai dengan 19 Desember 1949, periode ke- menyangkut subtansi dari keistimewaan itu dua, melalui dekrit presiden tanggal 5 juli 1959 sendiri. Hal ini sebagai mana tertuang dalam sampai 19 Oktober 1999, dan periode ketiga 19 usulan RUUK DIY. Tetapi substansi yang men- Oktober 1999 hingga sekarang. Pada masa pem- jadi perdebatan adalah mengenai mekanisme berlakuan UUD 1945 ini, telah diundangkan be- pengisian jabatan Gubernur Kepala Daerah yang berapa UU tentang Pemerintah Daerah yaitu, menentukan, bahwa gubernur dan wakil guber- UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, nur DIY dipilih oleh DPRD atas persetujuan Sri UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974, Sultan Hamengku Buwono dan Sri Paku Alam. UU No. 22 Tahun 1999, dan terakhir UU No. 32 Lalu bagaimana dengan kedudukan Sri Sultan Tahun 2004. Perubahan undang-undang peme- dan Sri Paku Alam? Dalam kondisi demikian rintahan daerah inipun masih mengandung se- kedudukan Sri Sultan dan Sri Paku Alam adalah deret masalah dalam mengelola pemerintahan sebagai Gubernur dan wakil Gubernur Utama. daerah yang dalam implementasinya terdapat Jadi dalam draft ini menempatkan posisi Sri sejumlah ketim-pangan yang sering menggangu Sultan dan sri Paku Alam lebih tinggi dari pada dinamika pemerintahan daerah. Gubernur dan wakil Gubernur. Meski kedudu- Bentuk negara Indonesia adalah negara kannya lebih tinggi, tetapi dalam pemerintahan kesatuan berbentuk republik, yang dijalankan pada dasarnya keberadaan mereka tidak lebih berdasarkan desentralisasi (Pemerintahan Dae- dari sekedar simbolis kenegaraan, dan tidak rah), dengan otonomi yang seluasluasnya11. Hal memerankan diri secara aktif dalam permasa- ini dapat disimpulkan dari subtansi semua lahan lalu lintas pemerintahan. Hal ini yang undang-undang pemerintah daerah tersebut menjadi permasalahan dari sudut histories mau pada dasarnya memberikan otonomi kepada pun yuridis. daerah. Adapun pola otonomi daerah yang di- Berdasarkan uraian tersebut senyatanya baik secara historis maupun yuridis pembahasan 11 Laica Marzuki, “Prinsip-Prinsip Pembentukan Peraturan Keistimewaan DIY telah menimbulkan polemik, Daerah”, Jurnal Konstitusi, Vol. 6, No. 4, 2009, hlm. 10. 320 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 2 Mei 2011

anut sebagai berikut. Pertama, otonomi seluas- daerah istimewa. Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 luasnya kepada daerah dan sistem rumah tang- menentukan, “Negara mengakui dan menghor- ga nyata, diatur dalam UU No. 1 1945 dan UU mati satuan-satuan pemerintahan daerah yang No. 22 Tahun 1948; kedua, otonomi nyata dan bersifat khusus dan bersifat istimewa yang di- luas, diatur dalam Penpres No. 6 Tahun 1959 atur dengan undang-undang.” Apa yang dimak- dan UU No. 18 Tahun 1965; ketiga, otonomi sud “negara mengakui”? Apakah pengakuan ter- nyata dan bertanggung-jawab, diatur dalam UU sebut harus bersifat retrospektif, yaitu obyek No. 5 Tahun 1974; dan keempat, otonomi luas, yang diakui harus sudah ada lebih dulu dari nyata dan bertang-gungjawab, diatur dalam UU pada pernyataan pengakuan, atau dapat juga No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004. bersifat proaktif dan “forward-lokking” di NKRI juga mengadopsi keberadaan daerah mana obyek yang diakui baru timbul setelah istimewa maupun daerah khusus. Sebelum pe- adanya pernyataan pengakuan. rubahan UUD 1945 atau sejak proklamasi ke- Ketentuan Pasal 18B ayat (1) diadopsi ke merdekaan 17 Agustus 1945, setidaknya sudah dalam rumusan UUD 1945 pada Perubahan Ke- ada 2 (dua daerah propinsi yang berstatus dua tahun 2000, artinya pernyataan pengakuan daerah istimewa dan satu daerah yang ber- dalam Pasal 18B ayat (1) itu baru ada pada status khusus. Ke dua daerah berstatus istime- tanggal 18 Agustus 2000. Karena itu, timbul wa tersebut adalah Daerah Istimewa Aceh dan persoalan apakah satuan pemerintahan daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sedangkan khusus atau istimewa yang dimak-sudkan yang daerah khusus dimaksud adalah Daerah Khusus harus diakui dan dihormati oleh negara itu ha- Ibukota (DKI) Jakarta. Yang menjadi pertanya- nya satuan-satuan pemerintahan daerah yang an adalah apakah yang menjadi dasar keisti- bersifat khusus atau istimewa yang ada sebe- mewaan dan kekhususan daerah-daerah ter- lum tanggal 18 Agustus 2000 saja, atau dapat sebut? Aceh disebut istimewa karena memang pula bentuk-bentuk satuan pemerintahan dae- dalam sejarahnya didasarkan atas kompromi rah yang baru. Terhadap permasalahan itu ten- untuk mengadakan integrasi dengan NKRI. Aceh tu dapat berkembang dua pendapat yang ber- adalah satu-satunya wilayah NKRI yang beda. Pertama, pendapat yang menyatakan dahulunya tidak pernah mengalami penjajahan bahwa yang diakui dan dihormati hanya daerah oleh bangsa Barat seperti Belanda, Portugis yang sudah ada sebelumnya; dan Kedua, pen- maupun Inggris.12 Oleh karena itu proses inte- dapat yang menyatakan, bahwa satuan-satuan grasi dengan NKRI berbeda dengan wilayah- pemerin-tahan daerah yang baru pun dapat wilayah daerah yang lain. Yogyakarta dinama- memperolah status istimewa atau khusus. Ma- kan istimewa karena latar belakang kesultanan salah selanjutnya adalah ketika unit pemerin- sebagai bentuk pemerintahan keraton Yogya- tahan daerah yang dimaksud akan diberi status karta, dan sudah ada sebelum NKRI lahir. Se- sebagai daerah istimewa atau daerah khusus, dangkan Jakarta, dianggap daerah khusus kare- apakah Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 dapat di- na sebagai ibukota negara diperlakukan sebagai jadikan dasar konstitusional untuk memutuskan daerah popinsi yang bersifat khusus, karena hal itu? Jika bukan karena Pasal 18B ayat (1), karakternya sebagai ibukota negara memang apakah yang menjadi dasar sehingga pemerin- berbeda dari propinsi lainnya. tahan daerah yang baru dapat diberikan status Selanjutnya, setelah perubahan UUD istimewa atau khusus, semisal Propinsi Papua 194513 juga diadopsi adanya daerah khusus atau yang berstatus daerah otonomi khusus setelah berlakunya Pasal 18B ayat (1)? Hal ini tentunya berbeda dengan status istimewa yang dimiliki 12 Bandingkan dengan Jalatua Hasugian, “Kajian Kritis Historis 350 Tahun Penajajahan Belanda Di Indonesia”, oleh Aceh dan Yogyakarta. Jurnal Habonaran Do Bona, Edisi 2, Juli 2009, hlm. 5-8. 13 Perubahan UUD 1945 ini membawa perubahan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Lihat Emanuel Daerah secara Langsung, Majalah Ilmu Hukum Yuridika, Sudjatmoko, 2006, Aspek Hukum Pemilihan Kepala Vol. 21, No. 4, Juli 2006, hlm. 347 Sistem Penetapan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta … 321

Gagasan otonomi khusus Aceh dan Irian turut mengilhami lahirnya Pasal 18B UUD 1945 Jaya, bermula dari Majelis Permusyawaratan (Perubahan Kedua). Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) yang meng- Atas dasar ketentuan tersebut, maka di- amanatkan suatu koreksi terhadap berbagai bentuklah Undang-Undang Otonomi Khusus bagi penyimpangan pelaksanaan ideologi Pancasila Papua (yang sebelumnya bernama Irian Jaya)14 dan ketentuan UUD 1945. Wujud nyata dari dan Undang-Undang Otonomi Khusus Aceh (yang amanat MPR-RI tersebut adalah pengaturan dan setelah menjadi daerah otonomi khusus ber- pembentukan otonomi khusus, sebagaimana ganti nama Nangroe Aceh Darussalam).15 Seka- termuat dalam Ketetapan MPR-RI No. IV/MPR/ rang bagaiamana dengan Keistimewaan Daerah 1999 tentang Garus-Garis besar Halauan Negara Istimewa Yogyakarta (DIY)? Untuk membahas tahun 1999-2004, pada Bab IV huruf G me- keistimewaan DIY ini kita akan menganalisis da- ngenai Pembangunan Daerah dalam angka 2 an- ri dua sudut pandang yaitu historis dan yuridis. tara lain memuat kebijakan otonomi khusus bagi Aceh dan Irian Jaya. Dalam salah satu Analisis Historis Keistimewaan DIY bagian dari Ketetapan MPR-RI No. IV/MPR/2000 Dari sudut historis Daerah Istimewa tentang Rekomenasi Kebijakan dalam Penye- Yogyakarta (DIY) adalah provinsi tertua kedua lenggaraan Otonomi Daerah, Bagian III menge- di Indonesia setelah Jawa Timur, yang dibentuk nai Rekomendasi, menyatakan, “… dalam rang- oleh pemerintah negara bagian Indonesia. Pro- ka mengembangkan otonomi daerah dalam wa- vinsi ini juga memiliki status istimewa atau dah Negara kesatuan Republik Indonesia, serta otonomi khusus. Status ini merupakan sebuah untuk menyelesaikan secara adil dan menyelu- warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Ke- ruh permasalahan di daerah yang memerlukan sultanan Yogyakarta dan juga Kadipaten Paku penanganan segera dan sungguh-sungguh, maka Alaman, sebagai cikal bakal atau asal usul DIY, perlu ditempuh langkah-langkah sebagai beri- memiliki status sebagai “Kerajaan vasal/Negara kut: (1) mempertahankan integrasi Aceh de- bagian /Dependent state” dalam pemerintahan ngan menyelesaikan kasus Aceh secara berke- penjajahan mulai dari VOC , Hindia Perancis adilan dan bermartabat; (2) mempertahankan (Republik Bataav Belanda-Perancis), India Ti- integrasi Irian jaya dengan menyelesaikan kasus mur/EIC (Kerajaan Inggris), Hindia Belanda pelanggaran HAM melalui proses peradilan yang jujur dan bermartabat. 14 Provinsi Papua untuk pertama kali dibentuk berdasar- Selanjutnya Ketetapan MPR-RI No. IV kan Undang-Undang Nomor 1/Pnps/1962 tentang Pem- /MPR/2000 menetapkan, “… undang-undang bentukan Provinsi Irian Barat Bentuk Baru serta Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Otonomi Khusus Daerah Istimewa Aceh dan Iri- Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten an Jaya sesuai amanat Ketetapan Majelis Per- Otonom di Provinsi Irian Barat, (LN Tahun 1969 Nomor 47, TLN Nomor 2907). Selanjutnya nama Provinsi Irian musyawaratan Rakyat No. IV/MPR/1999 tentang Barat digantikan menjadi Provinsi Irian Jaya berdasar- Garis-Garis Besar Halauan Negara tahun 1999- kan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1973 (LN Ta- hun 1973 Nomor 9, TLN Nomor 2997). Atas dasar aspi- 2004, agar dikeluarkan selambat-lambatnya 1 rasi tersebut, nama Papua secara resmi dipakai dalam Mei 2001 dengan memperhatikan aspirasi ma- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Otsus Papua LNRI Tahun syarakat daerah yang bersangkutan …”. 2001 Nomor 135, TLN Nomor 4151). Ketetapan MPR-RI tersebut merupakan 15 Kedudukan Daerah Istimewa Aceh (Provinsi Aceh) telah diberlakukan berdasarkan UU Nomor 44 Tahun 1999 langkah penting dan mendasar peralihan prak- tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah tik penyelenggaraan pemerintahan yang sentra- Istimewa Aceh (LNRI Tahun 1999 Nomor 172, TLN No- mor 3893). Selanjutnya Daerah istimewa Aceh berstatus listik kepada sistem desentralistik. Situasi pe- sebagai daerah otonomi khusus dan berganti nama nyelenggaraan pemerintahan negara yang tidak menjadi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, yang Khusus Bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi mendasari lahirnya Ketetapan MPR-RI tersebut, Nangroe Aceh Darussalam (LNRI Tahun 2001 Nomor 114, TLN 4134) yang selanjutnya dilengkapi dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LNRI Tahun 2006 Nomor 63, TLN Nomor 4634) 322 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 2 Mei 2011

(Kerajaan Nederland), dan terakhir Tentara Setelah proklamasi 17 Agustus 1945, raja Angkatan Darat XVI Jepang (Kekaisaran Je- dari Kesultanan dan Pakualaman Yogyakarta pang). Oleh Belanda status tersebut disebut secara terpisah tetapi dengan format dan isi sebagai Zelfbestuurende Lanschappen dan oleh yang sama melalui Maklumat tanggal 5 Sep- Jepang disebut dengan Koti/Kooti. Status ini tember 1945 menyatakan integrasinya ke dalam membawa konsekuensi hukum dan politik be- Republik Indonesia dengan memilih status rupa kewenangan untuk mengatur dan me- keistimewaan. Hal ini penting dipahami karena ngurus wilayah [negaranya] sendiri di bawah dari sisi keorganisasian keduanya memiliki pengawasan pemerintah penjajahan tentunya. struktur yang lengkap dan lebih siap untuk Status ini pula yang kemudian juga diakui dan menjadi sebuah negara merdeka.16 Maklumat diberi payung hukum oleh Bapak Pendiri Bangsa (Amanat) Sri Paduka Ingkeng Sinuwun Kangjeng Indonesia Soekarno yang duduk dalam BPUPKI Sultan dan Sri Paduka Kangjeng Gusti Pangeran dan PPKI sebagai sebuah daerah bukan lagi Adipati Ario Paku Alam, secara tegas menyata- sebagai sebuah negara. kan, bahwa: Berdasarkan alasan tersebut, maka Dae- 1) Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat dan rah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki sejarah Negeri Paku-Alaman, adalah daerah is- yang khas dalam dirinya sendiri, yang sekaligus timewa dari Negara Republik Indone- sia. merupakan bagian dari sejarah survivalitas In- 2) Sebagai Kepala Daerah, Sri Sultan dan donesia sebagai sebuah bangsa dan negara. Sri Paku Alam memegang segala ke- Kekhasan ini tidak dimiliki daerah lainnya, kuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta terutama dalam kaitannya dengan kelangsung Hadiningrat dan Negeri Paku-Alaman, hidup Indonesia sebagai sebuah bangsa dan selain itu juga meliputi segala urusan pemerintahan dan kekuasaan-kekuasa- negara. Kekhasan itu menyangkut bukan saja an lainnya. kontribusi DIY dalam mendirikan dan menjaga 3) Perberhubungan antara Negari Ngajog- eksistensi NKRI, tapi juga secara simbolik dan jakarta Hadiningrat dan Paku-Alaman aktual dalam mengisi visi ke-Indonesia-an dengan Pemerintahan Pusat Negara secara lebih kongkret. Republik Indonesia bersifat langsung dan bertanggungjawab atas Negari Penelaahan atas sejarah Yogyakarta dan lansung kepada Presiden.17 Indonesia menunjukan beberapa hal. Pertama, status keisti-mewaan Yogyakarta merupakan pi- Satu hal yang perlu diketahui, bahwa ke- lihan politik sadar yang diambil penguasa Yog- putusan politik di atas diambil di tengah-tengah yakarta, yakni Sultan HB IX dan Paku Alam VIII, tawaran penguasa Belanda memberikan kekua- dan bukan pemberian dari entitas politik nasio- saan atas seluruh Jawa bagi HB IX yang ditolak nal. Pilihan politik ini memiliki akar panjang beliau18. Hal ini tentunya menunjukkan kearifan yang melekat pada sejarah perjuangan rakyat Yogyakarta. Pelacakan secara diakronik yang dilakukan Djoko Suryo menunjukkan, bahwa se- 16 Tim Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM, 2007, mangat perjuangan (fighting spirit) para pen- Draft Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, diri kerajaan merupakan fondasi dari terben- Yogyakarta: Jurusan Ilmu Pemerintahan (JIP) FISIPOL tuknya semangat juang kolektif (collective UGM Dengan Partnership For Governance Reform Indo- nesia 2007, hlm. 8 fighting spirit) dan heroismepatriotisme (hero- 17 Sujamto, 2000, Daerah Istimewa Dalam Negara Kesa- ism and patriotism spirit) masyarakat Yogya- tuan Republik Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 297-298 karta dalam sejarah perjuangan bangsa. Hal-hal 18 Berulangkali Belanda mengirim utusan menemui HB IX di atas telah menjadikan rakyat Yogyakarta untuk kepentingan ini. Tercatat misalnya, Residen E. M. Stok, Berkhuis, Kol. van Langen, Prof. Husein Jayaning- sebagai aktor kolektif (collective historical ac- rat dan Sultan Hamid yang dijadikan utusan. Tetapi ti- tors) penggerak perlawanan terhadap kekuasa- dak satupun yang dapat bertemu langsung dengan Sul- tan HB IX yang selalu mengutus salah seorang saudara- an Belanda dan revolusi kemerdekaan. nya, Pangeran Prabuningrat, Pangeran Mudaningrat atau Pangeran Bintara untuk menemui para utusan. Sistem Penetapan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta … 323

Sri Sultan dan Sri Paku Alam sebagai seorang rakyat yang kongkrit bagi Indonesia merdeka. negarawan sejati yang jauh dari sifat ambisi Penundukan diri pada kedaulatan otoritas NKRI politik. yang dipilih kedua kerajaanlah yang memberi- Dari sudut Kesultanan dan Pakualaman, kan makna kongkrit bagi pernyataan kemerde- penolakan di atas, boleh jadi tidak sepenuhnya kaan oleh Bung Karno dan Bung Hatta. bersifat altruistik bagi kepentingan penegakan Secara teoritik, unsur berdirinya negara Indonesia merdeka. Keputusan di atas juga, se- adalah rakyat atau penduduk, wilayah, peme- perti disampaikan Ichlasul Amal19, boleh jadi rintah, dan kedaulatan. Setelah Proklamasi di- lebih meng-gambarkan pilihan keduanya se- deklarasikan, lingkup wilayah dan rakyat yang bagai tokoh pergerakan nasional, bukan sebagai masuk dalam Republik Indonesia masih kabur. penguasa Kesultanan dan Pakualaman. Tetapi Pengumuman lingkup wilayah dan rakyat yang dari sudut masyarakat Yogyakarta, fakta bahwa disepakati oleh BPUPKI pada sidang tanggal 19 semangat juang dalam mempertahankan hidup Agustus 1945 adalah lebih pada klaim normatif (survival spirit) dan kelangsung (sustainability dari pada kondisi faktual. Melalui Maklumat spirit) dari Indonesia sebagai sebuah bangsa tanggal 5 September 1945 Hamengkubuwono IX dan negara adalah realitas sejarah yang telah dan Paku Alam VIII, menjadikan unsur-unsur diterima luas. Karenanya, pilihan Sultan HB IX terbentuknya negara menjadi kongkret dan dan PA VIII di atas tetap harus dibaca sebagai lengkap. Dengan Maklumat ini, wilayah dan rak- bentuk penghormatan dari penguasa dan rakyat yat yang berada di kedua kerajaan tersebut se- Yogyakarta atas Indonesia dengan implikasi cara otomatis menjadi wilayah dan rakyat dari yang luar biasa bagi eksistensi Indonesia. Kare- RI yang baru dideklarasikan yang memiliki sta- nanya, dari sudut pandang pemerintah nasio- tus istimewa pula. nal, penetapan pemerintah RI yang mengakui Lebih dari sekadar memberikan ruang dan keistimewaan Yogyakarta melalui UU No. 3 Ta- rakyat yang kongkrit bagi Indonesia awal, rak- hun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istime- yat Yogyakarta yang menjadi rakyat kongkrit wa Yogyakarta harus dibaca lebih sebagai peng- Indonesia merdeka adalah rakyat yang memiliki hormatan terhadap ketulusan dan komitmen kehendak (will) untuk hidup sebagai sebuah Yogyakarta berintegrasi dengan Indonesia ke- bangsa. Sejarah perjuangan rakyat Yogyakarta timbang pemberian keistimewaan oleh otoritas sebagaimana diungkapkan dalam berbagai do- politik nasional. Saling menghargai secara tim- kumen dan diperkuat oleh hasil FGD, forum Ahli bal-balik inilah yang menjadi pembeda penting dan forum Panel Ahli yang dilakukan TIM JIP posisi kesejarahan Yogyakarta dalam kaitannya memastikan hal ini. Realitas sejarah inilah yang dengan NKRI yang tidak dimiliki oleh daerah- menyebabkan Yogyakarta mendapatkan peng- daerah lain, termasuk bentuk-bentuk Kesultan- hormatan sebagai Kota Revolusi dan Kota Per- an dan kerajaan yang ada di berbagai daerah juangan antara tahun 1945 – 1949.20 pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Ketiga, Yogyakarta menjadi kekuatan pe- Kedua, Yogyakarta memberikan ruang wi- nyelamat ketika Indonesia berada dalam situasi layah dan penduduk yang kongkrit bagi Indo- krisis untuk mempertahankan Pro-klamasi nesia awal. Pengakuan kedua raja atas kedau- Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dijadikannya latan Indonesia di wilayah kekuasaannya telah DIY sebagai Ibukota negara ketika Jakarta tidak mengisi ruang kosong dan rakyat sebagai dua dapat dipertahankan sebagai ibu kota negara unsur kunci sebuah negara yang bernama Repu- sebagai akibat agresi militer Belanda ke-1 ta- blik Indonesia. Proklamasi 17 Agustus 1945, hun 1948 dan fakta bahwa Yogyakarta menjadi tidak secara otomatis memberikan ruang dan satu dari tiga daerah yang tetapmenjadi NKRI ketika daerah lain terpecah menjadi Republik Alasan yang selalu disampaikan adalah kesehatan beliau Indonesia Serikatsudah menjadi pemahaman yang tidak mengijinkan. 19 Ichlasul Amal dalam Tim Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM, loc. cit 20 Djoko Suryo, loc. cit. 324 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 2 Mei 2011

umum. Demikian pula fakta bahwa peristiwa didikan tinggi, tapi menjalankan fungsi sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949 yang menyebab- locus dan titik temu anak bangsa dari penjuru kan eksistensi RI tetap diakui dunia Internasio- Indonesia sehingga ia menjadi miniatur Indo- nal setelah sebelumnya dikabarkan dikuasai nesia. Di Yogyakarta sekat-sekat kedaerahan Belanda mengambil tempat di Yogyakarta dikikis dan dibangun ide tentang ke-Indonesia- dengan Sultan HB IX sebagai figur kunci.21 an secara lebih luas. Dari Yogyakartalah, ke- Akan tetapi peran yang sama penting Indonesia-an merambah pasti ke berbagai dae- yang jarang diperbincangkan adalah peran pe- rah. Eksistensi UGM tidak mungkin terwujud mersatu DIY bagi Indonesia. Pada tingkat sim- apabila tidak ada visi tentang ke-Indonesia-an bolik, peran tersebut dijalankan melalui pema- dan kebesaran jiwa dari penguasa Yogyakarta tahan mitos ketidakmungkinan penyatuan enti- kala itu, yakni Hamengkubuwono IX. tas politik yang berseberangan akibat politik Visi ke-Indonesia-an Sri Sultan Hamengku devide at empera yang diterapkan penjajah Buwono IX yang diikuti oleh kesediaannya mem- Belanda yang telah dimulai sejak periode sing- fasilitasi kehadiran UGM, juga dapat dibaca kat kolonialisme Inggris di bawah Raffles22 yang sebagai pengorbanan Sri Sultan HB IX. Hal ini memunculkan dua entitas politik di Yogyakarta, bukan saja tercermin dari kerelaan beliau me- yakni Kesultanan dan Pakualaman. Keputusan nyediakan bagian sakral di Keraton yaitu Siti politik HB IX dan PA VIII untuk keluar sebagai Hinggil dan Pagelaran menjadi salah satu ba- satu kesatuan politik di bawah NKRI yang di- ngunan awal UGM termasuk beberapa ruangan jadikan dasar oleh Tim JIP dalam merumuskan di Keraton; juga tidak terbatas pada kesediaan keduanya sebagai satu kesatuan politik dalam Sultan HB IX memberikan tanahnya di daerah RUU tentang Keistimewaan Yogyakarta ini Bulaksumur sebagai pusat dan tempat berdiri- memberikan pesan simbolik yang sangat kuat nya UGM hingga saat sekarang; ataupun pada bahwa Indonesia yang bersatu adalah mungkin. keteguhan beliau mempertahankan keberadaan Hal ini memiliki dua fungsi, yakni mematahkan UGM di Yogyakarta setelah Ibukota Negara di- mitos kedigdayaan politik pecah-belah kolonial kembalikan ke Jakarta23. dan memberikan optimisme kepada wilayah Sejak awal, warga Yogyakarta telah ber- lainnya tentang keabsahan gagasan dan praktek fungsi sebagai ”induk semang” bagi para maha- persatuan Indonesia. Hal ini, menopang eksis- siswa dan aktivis pergerakan dari berbagai dae- tensi Indonesia berikutnya. rah. Peran masyarakat ini sedemikian strategis- Keempat, pada tingkat yang lebih kon- nya terutama dalam mengintegrasikan warga krit, fungsi pemersatu atau perekat bangsa DIY dari berbagai daerah di Indonesia ke dalam satu dilakukan pasca kemerdekaan. Melalui pendiri- kesatuan identitas dan pemahaman baru de- an Universitas Gadjah Mada (UGM), nasionalis- ngan ke-Indonesia-an sebagai titik simpulnya. me dan identitas ke-Indonesia-an dilahirkan, Lewat masyarakat Yogya, kesadaran, mengenai dipelihara, dimekarkan hingga menemukan dan keharusan untuk hidup dalam kebhinekaan bentuk jadinya. UGM yang didirikan pada 19 Indonesia terbentuk di antara para mahasiswa Desember 1949 bukan semata-mata pusat pen- dan aktivis pergerakan nasional dari berbagai daerah. Fakta-fakta sejarah di atas membuk- 21 SESKOAD, 2001, Serangan UMUM 1 Maret 1949 di Yogya- tikan bahwa sejarah DIY adalah sejarah yang karta, Latar Belakang dan Pengaruhnya, Seskoad, 1989 Bandingkan dengan Chidmad, Tatag, Sri Endang diabdikan untuk menjamin eksistensi dan ke- Sumiyati dan Budi Hartono, Pelurusan Sejarah Serangan berlangsungan Indonesia, sejarah yang diabdi- Oemoem 1 Maret 1949, Media Presindo 2001. 22 Hal ini disampaikan P. J. Suwarno dalam diskusi Peme- kan untuk merawat ke-Indonesia-an. taan Pemikiran, 14 Maret 2007. Lihat juga P. J. Suwar- no, 2007, “Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta”, Makalah dipresentasikan pada diskusi mengenai Keisti- 23 Interpretasi pada bagian di atas diilhami presentasi mewaan Yogyakarta yang diselenggarakan Universitas Bambang Purwanto, sejarawan dari UGM yang disampai- Atmadjaya, Yogyakarta, 2 Juni 2007; P. J. Suwarno, kan dalam forum diskusi Pemetaan Pemikiran Tim JIP 2004, Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi Peme- dengan para ahli untuk mendapatkan input bagi pe- rintahan Yogyakarta 1942-1974, Kanisius, Yogyakarta. nyusunan naskah akademik, 14 Maret 2007. Sistem Penetapan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta … 325

perubahan dari sebuah daerah Zelfbesturende Analisis Yuridis Keistimewaan DIY Landschappen atau daerah Swapraja menjadi Berbeda dengan NAD dan Papua, Daerah sebuah daerah yang bersifat istimewa di dalam Istimewa Yogyakarta sejak perubahan UUD 1945 teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia. (sejak berlakunya Pasal 18B ayat (1) UUD 1945) Secara lebih generik, keistimewaan Yogyakarta belum memiliki UU yang mengatur ketentuan memiliki akar yang kuat dalam konstitusi. Pasal khusus sebagaimana NAD dan Papua. Meski 18 B ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 me- demikian subtansi keistimewaan bagi Daerah nentukan bahwa negara mengakui dan meng- Istimewa Yogyakarta "secara tradisional" dapat hormati satuansatuan pemerintah daerah yang dilihat dalam ketentuan, antara lain: (1). Kon- bersifat khusus atau istimewa yang diatur de- trak politik antara Nagari Kasultanan Yogyakar- ngan undang-undang. Penegasan yang lebih ta & Kadipaten Puro Pakualaman dengan Pe- gamblang lagi dapat kita telusuri dalam Kons- mimpin Besar Revolusi Soekarno sebagaimana titusi RIS tahun 194924 dan UUDS tahun 1950.25 dituangkan dalam Pidato Penobatan HB IX, 18 Seperti telah dinyatakan di depan, bahwa Maret 1940; (2) Piagam Kedudukan Sri Sultan pada tingkat yang lebih operasional, keistime- Hamengku Buwono IX & Sri Paduka Pakualam waan Yogyakarta diatur melalui Undang-Undang VIII tanggal 19 Agustus 1945; (3) Amanat 5 Sep- Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan tember 1945; Amanat 30 Oktober 1945; (4) Daerah Istimewa Yogyakarta (BN 1950 No. 48). Amanat Proklamasi Kemerdekaan NKRI-DIY, 30 Hanya saja, dalam UU ini tidak diatur secara Mei 1949; dan (5) Amanat Tahta Untuk Rakyat, jelas dan menyeluruh substansi dan ragam urus- 1986. Dipihak lain secara yuridis formal, ke- an yang secara spesifik merefleksikan keistime- dudukan DIY telah diakui dalam UUD 1945 se- waan Yogyakarta.26 Tiga belas urusan yang dite- belum amandemen melalui Penjelasan Pasal 18 tapkan melalui UU No. 3 Tahun 1950 setara de- UUD 1945 dan ditegaskan kembali dalam Pasal ngan urusan yang dimiliki daerah lain sesuai 8b ayat (1) dan (2) UUD NKRI 1945 setelah dengan Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-undang amandmeen. Nomor 22 Tahun 1948.27 Namun secara khusus keistimewaan DIY diatur tersendiri dalam Pasal 2 UU No. 3 tahun 24 Bagian III tentang Daerah Swapraja, Pasal 64 Konstitusi 1950 yang kemudian diubah dengan UU No. RIS 1949 menegaskan pengakuan atas swapraja yang 19/1950; selain itu juga UU No. 22/1948, UU sudah ada. Sementara Pasal 65 mengatur mengenai kedudukan-kedudukan daerah swapraja. No. 1/1957, UU No. 18/1965; dan saat ini, ke- 25 Sementara UUDS 1950 memberikan pengaturan yang istimewaan tersebut juga diatur dalam Pasal lebih detail dalam Bab IV tentang Pemerintah Daerah dan Daerah-daerah Swapraja yang meliputi 6 ayat yang 226 ayat (2) UU No 32/2004 yang merujuk pada disebarkan dalam 2 Pasal, yakni Pasal 131 dan 132. Pasal 122 UU No 22/1999 (berikut penjelasan- Pasal 132 ayat (2). 26 UU 3/1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa nya) yang juga merujuk pada Pasal 91 sub b UU Yogyakarta sangatlah singkat (hanya 7 pasal dan sebuah No 5/1974. lampiran daftar kewenangan otonomi). UU 19/1950 sen- diri adalah perubahan dari UU 3/1950 yang berisi Berdasarkan dasar-dasar hukum tersebut, penambahan kewenangan bagi DIY. Status keistimewa- jelaslah bahwa secara geneologis predikat ke- an Yogyakarta tidak diatur lagi dalam UU pembentukan karena telah diatur dalam UU 22/1948. Dalam UU istimewaan Yogyakarta di tataran defacto dan 3/1950 disebutkan secara tegas Yogyakarta adalah yuridis formal, dapat dirujuk pada beberapa sebuah Daerah Istimewa setingkat Popinsi B U K A N se- buah Propinsi. Walaupun nomenklaturnya mirip, namun atura hukum tersebut, selain juga amanat Sri saat itu mengandung konsekuensi hukum dan politik Paduka Ingkeng Sinuwun Kanjeng Sultan dan yang amat berbeda terutama dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerahnya (lihat UU 22/1948 di atas). Amanat Sri Paduka Kanjeng Gusti Pangeran Adi- Walau begitu DIY bukan pula sebuah monarki kons- pati Ario Paku Alam. Kedua amanat tersebut titusional 27 Catatan yang disampaikan oleh Josef Riwu Kaho dalam dapat dipreskripsikan sebagai novum hukum Forum Panel Ahli, 11 Mei 2007 menegaskan, UU No. 22 yang menyatakan bahwa status Yogyakarta, da- Tahun 1948 tidak mengenal urusan pangkal karena menggunakan ajaran rumah tangga materiel (materiele lam ranah yuridis formal, telah mengalami hoishouding begrip). Urusan pangkal hanya dikenal da- lam ajaran rumah tanggal formal (formale huishouding 326 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 2 Mei 2011

Dibandingkan dengan daerah-daerah lain, tetap berlaku sesuai UU No 3 Tahun 1950. UU UU ini mewajibkan Yogyakarta tetap harus ini bahkan secara spesifik mengatur status ke- menjalankan urusan-urusan rumah tangga dan pala daerah istimewa sebagaimana tergambar kewajiban-kewajiban lain yang telah ditetap- dalam pasal 25 dan pasal 27 tentang Kepala kan sebelum pembentukan UU No. 3 Tahun Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Daerah Isti- 1950. Selain itu, juga disebutkan bahwa peme- mewa, pasal 29 tentang Kedudukan Keuangan rintah Yogyakarta harus memikul semua hu- Kepala Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Dae- tang-piutang yang terjadi sebelum pembentuk- rah Istimewa, pasal 30 tentang Sumpah/janji an Daerah Istimewa Yogyakarta. Lima bulan Kepala Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Dae- setelah ditetapkan, Pemerintah melakukan pe- rah Istimewa, dan pasal 73 ayat (1) Peraturan rubahan atas UU No. 3 Tahun 1950, melalui UU Peralihan. Pasal-pasal tersebut, merupakan da- No. 19 Tahun 1950 (BN 1950 No. 48) yang dite- sar yuridis penting yang dapat dirujuk dalam tapkan pada tanggal 14 Agustus 1950. Perubah- mengatur substansi keistimewaan. an dilakukan pada Pasal 4 ayat (1) mengenai Berdasarkan pemahaman di atas, Soe- urusan yang wajib dilaksanakan yang diekspansi jamto merinci subtansi keistimewaan dari dae- menjadi 15 urusan disertai sejumlah perubahan rah-daerah yang menyandang status keistime- nomenklatur28. waan, termasuk Provinsi Daerah Istimewa Yog- Berbagai produk hukum yang mengatur yakarta sebagai berikut. Pertama, berlainan tentang pemerintahan daerah di Indonesia pas- dengan Kepala Daerah biasa, Kepala Daerah ca UU No 22/1948, yaitu: UU No 1 Tahun 1957, Istimewa diangkat oleh Pemerintah Pusat dari Perpres 6 Tahun 1959 (disempurnakan), Perpres keturunan keluarga yang berkuasa di Daerah itu 5 Tahun 1960 (disempurnakan), UU No 18 Ta- pada masa sebelum Republik Indonesia dan hun 1965, UU No 5 Tahun 1974, UU No 22 Tahun yang masih menguasai daerahnya, dengan 1999 dan UU No 32 Tahun 2004 tetap mem- memperhatikan syarat-syarat kecakapan, keju- berikan pengakuan kuat mengenai status keisti- juran, kesetiaan serta adat-istiadat dalam dae- mewaan Yogyakarta, walaupun secara format rah tersebut; kedua, oleh karena itu, Kepala pengaturan pemerintahan daerahnya sama de- Daerah Istimewa tidak dapat ditumbangkan ngan daerah-daerah lain. oleh DPRD; dan ketiga, mengenai gaji dan se- Keberadaan daerah-daerah yang bersi- gala penghasilan yang sah yang melekat pada fat istimewa berdasar UU No 1/1957 mempu- jabatan Kepala Daerah Istimewa tersebut di- nyai posisi yang kuat. Pengakuan atas daerah- tetapkan oleh Pemerintah Pusat, bukan oleh daerah yang bersifat istimewa dituangkan da- Daerah itu sendiri. lam pasal 1 ayat (1), (2), dan (3). Dalam pasal 1 Peneguhan secara legal formal keberada- ayat (1) ditegaskan, (Y)ang dimaksud dengan an suatu daerah yang bersifat istimewa tidak Daerah dalam Undang-undang ini ialah daerah melemah seiring dengan terjadinya perubahan yang berhak mengurus rumah tangganya sen- politik di aras nasional. Dekrit Presiden 5 Juli diri, yang disebut juga “Daerah Swatantra” dan 1959 yang mengembalikan kedudukan UUD 1945 “Daerah Istimewa”. Meskipun pasal dan ayat- sebagai konstitusi tertinggi di Indonesia, tetap ayat ini tidak secara spesifik menyebutkan memberikan ruang pengakuan yang luas bagi nama daerah-daerah yang menyandang status keistimewaan suatu daerah. Hal ini dapat di- istimewa, kesimpulan sederhana yang bisa di- lihat dalam Penpres No 6 Tahun 1959 (disem- ambil dari pengaturan di atas adalah bahwa po- purnakan), khususnya dalam pasal 3, pasal 6, sisi Yogyakarta sebagai sebuah daerah istimewa pasal 7 dan pasal 8 ayat (1), yang substansinya sama dengan UU 1/1957. UU No 18 Tahun 1965

begrip) yang baru digunakan dalam UU No. 1 Tahun yang dihasilkan kembali mempertegas penga- 1957 dengan prinsip otonomi riil dan seluas-luasnya. kuan atas keberadaan daerah-daerah yang 28 15 urusan yang diserahkan pada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat dalam UU No. 19 sifatnya istimewa sebagaimana dirumuskan tahun 1950. Sistem Penetapan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta … 327

dalam pasal 88 ayat (1). UU ini bahkan secara dan Wakil Kepala Daerah tidak tunduk pada spesifik mengatur substansi dari keistimewaan kaidah-kaidah regulasi yang berlaku bagi dae- Yogyakarta sebagaimana dapat dirujuk dalam rah-daerah lain. Pasal 88 ayat (2), sebagai berikut: Perubahan politik nasional berikutnya a) Sifat istimewa sesuatu Daerah yang yang terjadi setelah turunnya Soeharto tidak berdasarkan atas ketentuan mengingat mengakhiri pengakuan legal atas keberadaan kedudukan dan hak-hak asal-usul da- daerah yang bersifat istimewa. Pasal 122 Un- lam pasal 18 Undang-undang Dasar yang masih diakui dan berlaku hingga dang-undang Nomor 22 Tahun 1999 secara lite- sekarang atau sebutan Daerah Isti- ral mempertegas status keistimewaan Daerah mewa atas alasan lain, berlaku terus Istimewa Yogyakarta dan Aceh melalui pene- hingga dihapuskan. gasan: ”Keistimewaan untuk Propinsi Daerah b) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Dae- Istimewa Aceh dan Propinsi Daerah Istimewa rah Istimewa Yogyakarta yang seka- rang, pada saat mulai berlakunya Un- Yogyakarta, sebagaimana dimaksud dalam Un- dang-undang ini, adalah Kepala Dae- dang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, adalah te- rah dan Wakil Kepala Daerah Propinsi tap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang ti- pemerintahan Propinsi Istimewa Aceh dan Pro- dak terikat pada jangka waktu masa pinsi Istimewa Yogyakarta didasarkan pada jabatan dimaksud pada pasal 17 ayat (1) dan pasal 21 ayat (5). undang-undang ini.” Secara lebih spesifik penjelasan Pasal 122 Penelusuran kembali berbagai regulasi menegaskan, “Pengakuan keistimewaan Propin- yang menyangkut pemerintah daerah di atas si Istimewa Yogyakarta didasarkan pada asal- menegaskan, hingga tahun 1965, status keisti- usul dan peranannya dalam sejarah perjuangan mewaan suatu daerah, dan secara lebih spesifik nasional, sedangkan isi keistimewaannya adalah substansi keistimewaan diletakkan pada kedu- pengangkatan Gubernur dengan mempertim- dukan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bangkan calon dari keturunan Sultan Yogyakar- yang menjabat pada waktu itu. Hal-hal di luar- ta dan Wakil Gubernur dengan mempertim- nya yang terkait dengan jalannya roda peme- bangkan calon dari keturunan Paku Alam yang rintahan secara umum tidak diatur secara khu- memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang sus. Dengan kata lain, selain daripada keduduk- ini.” an khusus kepala daerah, pengaturan sele- Berdasarkan ketentuan-ketentuan terse- bihnya mengenai Daerah yang menyandang sta- but, subtsansi Istimewa bagi Daerah Istimewa tus istimewa tidak berbeda dengan daerah- Yogyakarta terdiri dari 3 (tiga) unsur. Pertama, daerah lain di Indonesia. Hal inilah yang mem- Istimewa dalam hal Sejarah Pembentukan bawa kami pada kesimpulan adanya kekaburan Pemerintahan Daerah Istimewa, sebagaimana makna ke-istimewaan Yogyakarta yang perlu diatur UUD 45, Pasal 18 dan Penjelasannya me- mendapat pengaturan sekarang ini. ngenai hak asal-usul suatu daerah dalam teri- Pola yang sama terus berlanjut pada pe- toir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 riode politik baru yang sama sekali berbeda. UU zelfbestuurende-landschappen & volksgemeen- No 5 Tahun 1974, sekalipun dilahirkan dalam schappen serta bukti-bukti authentik/fakta se- konteks sentralisasi pemerintahan yang sangat jarah dalam proses perjuangan kemerdekaan, kuat, setelah melalui perdebatan yang cukup baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Ke- panjang di DPR, tetap mengakui Yogyakarta se- merdekaan 17 Agustus 1945 hingga sekarang ini bagai Daerah Istimewa. Sebagaimana pengatur- dalam memajukan Pendidikan Nasional & Ke- an sebelumnya, ciri pokok keistimewaan tetap budayaan Indonesia; diletakan pada keunikan posisi Kepala Daerah Kedua, Istimewa dalam hal Bentuk Peme- dan Wakil Kepala Daerah dimana masa jabatan, rintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang ter- syarat dan cara pengangkatan Kepala Daerah diri dari penggabungan dua wilayah Kasultanan 328 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 2 Mei 2011

dan Pakualaman menjadi satu daerah setingkat lang momentum perubahan kepemimpinan lokal provinsi yang bersifat kerajaan dalam satu ke- mengungkapkan dengan jelas implikasi yang satuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indo- ditimbulkan oleh keragaman interpretasi seba- nesia (sebagaimana disebutkan dalam Amanat gai akibat dari kekaburan regulasi. Karena alas- 30 Oktober 1945, 5 Oktober 1945 & UU an-alasan inilah, kehadiran sebuah undang-un- No.3/1950); dang tentang keistimewaan Yogyakarta yang Ketiga, Istimewa dalam hal Kepala Peme- komprehensif sangat diperlukan guna memberi- rintahan Daerah Istimewa Yogyakarta yang kan jaminan hukum bagi pelaksanaan pemerin- dijabat oleh Sultan & Adipati yang bertahta tahan di Yogyakarta. (sebagaimana amanat Piagam Kedudukan 19 Berdasarkan paparan diatas dapat disim- Agustus 1945 yang ditulis secara lengkap nama, pulkan, bahwa satu hal yang tidak dapat dita- gelar, kedudukan seorang Sultan & Adipati yang war lagi adalah, bahwa DIY memiliki legitimasi bertahta sesuai dengan angka urutan bertah- yang kuat sebagai daerah istimewa dalam ke- tanya). rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang paling akhir yang meng- Keisitimewaan tersebut tidak dapat diganggu atur mengenai Pemerintahan Daerah, yakni UU gugat baik oleh kekuasaan ekssekutif maupun Nomor 32 Tahun 2004 juga memberi ruang legislatif, karena secara yuridis formal telah di afirmasi bagi predikat keistimewaan sejumlah amanatkan dalam konstitusi (UUD 1945) sebagai daerah. Hal ini dituangkan dalam pasal 2 ayat kekuasaan tertinggi sebagai pelaksana kedau- (8),”Negara mengakui dan menghormati satu- latan rakyat. an-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur de- Mekanisme Penetapan Gubernur DIY Menurut ngan undang-undang.” Jika dicermati secara Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945. seksama, rentang waktu antara tahun 1950 Bagian ini hendak menganalisis isu ke hingga tahun 2004 yang mencakup masa ber- dua, yaitu apakah mekanisme penetapan Gu- laku UU No 3 Tahun 1950 hingga UU Nomor 32 bernur DIY bertentangan dengan Pasal 18 Ayat Tahun 2004, maka dua kesimpulan umum dapat (4) UUD 1945? Merujuk pada beberapa keten- diambil. tuan perundang-undangan yang menjadi dasar Pertama, adanya konsistensi pada level hukum keistimewaan DIY, maka berkaitan de- yuridis yang mengakui keberadaan suatu daerah ngan mekanisme pengisian jabatan kepala dae- yang bersifat istimewa. Jika produk perundang- rah terdapat beberapa aturan yang memberi- undangan dipahami sebagai buah dari proses kan landasan. politik, maka hal di atas sekaligus menggam- UU No. 22 tahun 1948 merupakan UU ke- barkan adanya pengakuan dan penerimaan po- dua yang mengatur tentang UU Pokok Pemerin- litik yang terus berlanjut mengenai status keis- tahan Daerah. UU ini menggantikan UU No. 1 timewaan suatu daerah dalam kerangka NKRI. tahun 1945 yang dari segi materi terlalu seder- Yogyakarta, termasuk dalam hal ini. hana, sehingga dalam pelaksanaannya timbul Kedua, konsistensi pengakuan atas status banyak kesulitan. Dalam UU tersebut diatur su- keistimewaan sebuah daerah, tidak diikuti oleh sunan dan kedudukan Daerah Istimewa baik da- pengaturan yang bersifat komprehensif menge- lam diktum maupun penjelasannya. Berkaitan nai substansi keistimewaan sebuah daerah. Hal dengan pengisisn jabatan Kepala Daerah diatur inilah yang pada tataran operasional melahir- dalam Pasal 18 ayat (5) dan (6), bahwa: Ayat kan simpul-simpul penafsiran yang bersifat mul- (5) Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Pre- tiinterpretatif dengan segala konsekwensinya. siden dari keturunan keluarga yang berkuasa di Perkembangan Yogyakarta sejak tahun 1998 daerah itu di zaman sebelum Republik Indone- yang ditandai oleh ketidak-pastian hukum dan sia dan yang masih menguasai daerahnya, politik yang terus berulang, terutama menje- dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran dan Sistem Penetapan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta … 329

kesetiaan, dan dengan mengingat adat istiadat (3) Kepala dan Wakil Kepala Daerah Is- di daerah itu. Ayat (6) Untuk Daerah Istimewa timewa karena jabatannya adalah dapat diangkat seorang Wakil Kepala Daerah berturut-turut menjadi Ketua serta anggota dan Wakil Ketua serta Istimewa dengan mengingat syarat-syarat ter- anggota Dewan Pemerintah Daerah. sebut dalam ayat (5). Wakil Kepala Daerah Isti- mewa adalah anggota Dewan Pemerintah Dae- Ketentuan mengenai pengisian jabatan rah. Gunernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Selanjutnya Penjelasan umum UU No melalui mekanisme penetapan (pengangkatan) 22/1948 sub 29 dan 30, menyebutkan bahwa ini tetap dipertahankan pada beberapa per- tentang dasar pemerintahan di daerah istimewa aturan tentang Pemerintahan Daerah, bahkan adalah tidak berbeda dengan pemerintahan di pada suatu waktu jabatan tersebut tidak ter- daerah biasa; kekuasaan ada ditangan rakyat ikat oleh waktu (seumur hidup). Peraturan- (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Yang ber- peraturan terebut seperti antara lain PenPres beda ialah tentang angkatan Kepala Daerahnya. No 6/1959 (Pasal 6 ayat (1) dan (2)), UU No. Juga yang mengenai angkatan Wakil Kepala 18/196529, UU No. 5/1970 (Pasal 91 sub b ), UU Daerah, jikalau ada dua daerah istimewa diben- No. 22/1999 (Penjelasan Pasal 122) maupun UU tuk menjadi satu menurut Undang-undang Po- No. 32 tahun 2004 (Pasal 226 ayat (1) dan (2) kok ini, maka perlulah diadakan Wakil Kepala UU No 32/2004 Jo. UU Nomor 22 Tahun 1999). Daerah dari keturunan Raja dari salah satu dae- Berdasarkan ketentuan peraturan perundang- rah yang digabungkan tadi. Tingkatan daerah undangan yang menjadi landasan hukum keisti- istimewa sama dengan tingkatan daerah biasa. mewaan DIY, khususnya mekanisme pengisian Hasil penyelidikan itu akan menentukan apakah jabatan Gubernur pada dasarnya kesemuanya Daerah Istimewa itu masuk tingkat Provinsi, mengikuti mekanisme penetapan (peng-angka- Kabupaten, atau Desa. Djikalau masuk tingkat- tan), terkecuali ketentuan dalam UU No. 32 ta- an Kabupaten, maka Daerah Istimewa ini masuk hun 2004 yang tidak secara eksplisit menya- ke dalam lingkungan Provinsi biasa. takan tetapi tetap mengisyaratkan sistem pe- Ketentuan mengenai pengisian jabatan netapan. Gubernur Kepala Daerah Istimewa selanjutnya Satu prinsip penting dalam rangka oto- ditentukan dalam UU No 1 tahun 1957 yang nomi daerah,30 adalah bahwa melalui pelak- menggantikan UU No. 22/1948. Pasal 25 mene- sanaan otonomi daerah, peranan kepala daerah tapkan bahwa diharapkan mampu memahami perubahan yang (1) Kepala Daerah Istimewa diangkat dari terjadi secara cepat dan tepat dalam perspek- calon yang diajukan oleh DPRD dari tif nasional maupun internasional31. Keberhasil- keturunan keluarga yang berkuasa di an untuk menyesuaikan perubahan akan sangat zaman sebelum Republik Indonesia dan yang masih mengusai daerahnya,

dengan memperhatikan syarat-syarat 29 Sifat istimewa suatu daerah berlaku terus hingga diha- kecakapan, kejujuran, kesetiaan ser- puskan. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Istime- ta adat istiadat dalam daerah itu, wa Yogyakarta yang sekarang, pada saat berlakunya UU dan diangkat dan diberhentikan oleh: ini, adalah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pro- a. Presiden bagi Daerah Istimewa vinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang tidak terikat pada jangka waktu masa jabatan dimaksud dalam Pasal tingkat I. 17 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (5). Lihat Pasal 88 ayat (2) (2) Untuk Daerah Istimewa dapat diang- sub a dan b UU No 18/1965 kat calon yang diajukan oleh DPRD, 30 Hakekat Otonomi Daerah adalah penyerahan atau pe- seorang Wakil Kepala Daerah Istime- limpahan wewenang atau urusan. Lihat Sri Winarsi, 2008, “Hukum Otonomi Daerah dalam Perspektif wa yang diangkat dan diberhentikan Filsafat Ilmu”, Jurnal Konstitusi LKK Unair, Vol. 1, No. oleh penguasa yang mengangkat/ 1, November 2008, hlm. 93 memberhentikan Kepala Daerah Is- 31 Titik Triwulan Tutik, 2005, “Pemilihan Kepala Daerah timewa, dengan memperhatikan sya- Langsung dalam Perspektif Islam”, Jurnal Komunikasi dan Informasi Keagamaan, Vol. 6, No. 4 Oktober 2005, rat-syarat tersebut dalam ayat (1). Lembaga Penelitian IAIN Sunan Ampel Surabaya, hlm. 361 330 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 2 Mei 2011

ditentukan oleh kepala daerah (Gubernur, Bu- ditetapkan dalam peraturan perundang-undang- pati, dan walikota) sejauh mana dapat me- an, pasangan calon kepala daerah dan Wakil ngembangkan visi dan misi organisasi. Rakyat Kepala Daerah dapat dicalonkan baik oleh par- secara langsung melakukan transfer kedaulatan tai politik atau gabungan partai politik perserta melalui pemilkada kepada kepala daerah ter- Pemilu yang memperoleh sejumlah kursi ter- pilih untuk selanjutnya presiden berhak menge- tentu dalam DPRD dan atau memperoleh du- lola negara sesuai dengan rambu-rambu ketata- kungan suara dalam pemilu legislatif dalam negaraan sebagaimana telah ditentukan per- jumlah tertentu.34 Pemilihan yang merupakan aturan perundang-undangan32. Selain itu, de- wujud nyata demokrasi mentradisikan untuk ngan adanya Mahkamah Konstitusi sebagai ba- memilih pejabat-pejabat publik di bidang le- dan peradilan yang mengadili perkara-perkara gislatif dan eksekutif baik di pusat maupun pemilu dan pemilukada terdapat satu prinsip daerah.35 Dari pemilihan Kepala Daerah dan hukum dan keadilan yang mulai ditegakkan Wakil Kepala Daerah terdapat seleksi aktor- dalam penanganan perkara-perkara pemilu atau aktor yang dipandang cukup bersih minimal di pemilukada di MK adalah, bahwa ‘tidak seorang masa lalunya tidak melakukan korupsi, dan per- pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan buatan lainya yang dipandang merugikan nega- pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan ti- ra dan masyarakat.36 Disinilah masyarakat akan dak seorang pun boleh dirugikan oleh penyim- menjatuhkan pilihan pada peserta pemilu untuk pangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh memegang amanah pemerintahan melanjutkan orang lain’ – nullus/nemo commodum capere reformasi. Semakin sistem pemilihan kepala potest de injuria sua propria.33 daerah tersebut memberikan ruang lebih ba- Berdasarkan beberapa pendapat terse- nyak dan luas bagi rakyat untuk menentukan but, maka Kepala daerah dan wakil kepala dae- sendiri pilihannya, maka sistem tersebut akan rah mempunyai peran yang sangat strategis lebih mendekati hakekat kedaulatan rakyat37. dalam rangka pengembangan kehidupan demo- Jika proses ’recruitment’ kepala pemerintahan, krasi, keadilan, pemerataan, kesejahteraan dan cara pengambilan keputusan yang berkait- masyarakat, memelihara hubungan serasi anta- an dengan kepentingan publik dilakukan mela- ra pemerintah pusat dan daerah serta antar- lui proses demokrasi yang bermartabat dan ber- daerah untuk menjaga keutuhan Negara Kesa- keadilan, maka hasilnya bukan saja kepastian, tuan Republik Indonesia. Oleh sebab itu, diper- tetapi didalamnya terangkum keadilan dan ke- lukan figur Kepala Daerah yang mampu me- manfaatan dalam kerangka memajukan kese- ngembangkan inovasi, berwasan ke depan dan jahteraan bersama38. Di sisi lain pemilihan siap melakukan perubahan ke arah yang lebih kepala daerah secara demokratis tersebut se- baik. Konsekuensi logis dari ketentuan tersebut bagai manifestasi daripada wujud kedaulatan adalah bahwa pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah harus dilaksanakan seca- ra demokratis, dengan memperoleh legitimasi 34 Tina Sabriantina, “Pemilihan Umum Kepala Daerah masyarakat secara penuh. Kepala Daerah dan Sebagai Aktivitas Pemililihan Umum ”,Jurnal Konstitusi Pkk Fakultas Syariah Iain Antasari, Vol. II, No. 1, 2009. Wakil Kepala Daerah dipilih secara langsung 35 A. Mukthie Fadjar, Pemilu yang Demokratis dan Ber- oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya kualitas : “Penyelesaian Hukum Pelanggaran Pemilu dan PHPU”, Jurnal Konstitusi, Vol. 6, No.1, April 2009, hlm. 4. 36 Ngesti D. Prasetyo Pemilu Sebagai Pertarungan Kons- 32 Muktiono, “Penegakan Hak Atas Demokrasi Kelompok titusional dan Konsolidasi Hak-Hak Pemilih, Jurnal Rentan Dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum Di Konstitusi Universitas Brawijaya, Vol. II No. 1, 2009, Indonesia Dalam Sudut Pandang Hak Asasi Manusia”, hlm. 35. Jurnal Konstitusi, Vol. II, No. 1, Juni 2009, hlm.8. 37 Khairul Fahmi, “Prinsip Kedaulatan Rakyat Dalam Pe- 33 Widodo Ekatjahjana, “Telaah Kritik Atas Putusan Mah- nentuan Sistem Pemilihan Umum Anggota Legislatif”, kamah Konstitusi dalam Perkara Perselisihan Hasil Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 3, 2010, hlm. 121. Pemilukada Provinsi Jawa Timur”, Jurnal Konstitusi, 38 Zainal Arifin Hoesein, “Pemilu Kepala Daerah dalam Vol. 8, No. 1, 2011, hlm. 54. Transisi Demokrasi”, Jurnal Konstitusi, Vol.7, No. 6, 2010, hlm. 13. Sistem Penetapan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta … 331

rakyat pada tingkat daerah yaitu provinsi, ka- yat41. Merloe menyatakan bahwa ukuran sua- bupaten dan atau kota dalam kerangka NKRI. tu pemilu yang demokratis harus memenuhi Para pekerja demokrasi telah berhasil tiga syarat yaitu ada tidaknya pengakuan, mengakhiri kekeuasaan rezim otoriter Orba perlindungan dan pemupukan HAM, terba- yang telah bercokol dalam perpolitikan nasional ngunnya kepercayaan masyarakat terhadap selama tiga dasa warsa, dan mendorong ter- pemilu yang menghasilkan pemerintahan yang jadinya serangkaian perubahan fundamental legitimate, dan terdapat persaingan yang adil dalam Sistem politik dan pemerintahan yang dari para peserta Pemilu42. Dalam rangka pe- menjadi prasyarat bagi proses panjang demo- ngisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepa- kratisasi di masa datang39. Salah satu upaya la Daerah, kecuali UU No. 32 Tahun 2004, di- lanjutan dalam proses demokrasi adalah aman- lakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara demen Undang-Undang Dasar Negara republik bersama. Tetapi dengan mengingat Pasal 62 e Indonesia Tahun 1945 telah meletakkan dasar- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 ten- dasar kehidupan berbangsa dan bernegara de- tang Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, ngan meletakkan kedaulatan berada di tangan DPR, DPD, dan DPRD, bahwa UU ini tidak lagi rakyat yang diwujudkan melalui pengembangan mencantumkan tugas dan wewenang DPRD format politik dalam negeri dan pengembangan untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala sistem pemerintahan termasuk sistem penye- Daerah. Dengan demikian, makna pemilihan ke- lenggaraan pemerintahan daerah ke arah yang pala daerah secara demokratris sebagaimana lebih demokratris, salah satunya adalah meka- dimaksud dalam UUD 1945 dapat ditafsirklan nisme pemilihan kepala daerah. Pemilihan sebagai pemilihan secara langsung oleh rakyat. umum dalam hal ini adalah pemilihan kepala Kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui par- daerah, adalah wujud nyata demokrasi prose- tisipasinya di dalam menjalankan tata pemerin- dural, meskipun demokrasi tidak sama dengan tahan yang baik (good governance) pada saat pemilihan umum, namun pemilihan umum me- memilih siapa yang menjadi wakilnya di dalam rupakan salah satu aspek demokrasi yang sa- pemerintahan, dan juga diikuti dengan memilih ngat penting yang juga harus diselenggarakan siapa yang akan memerintah, menjadikan hak secara demokratis40. untuk memilih sebagai bagian di dalam konsep Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat 4 sistem politik yang komprehensif43. UUD 1945 menentukan bahwa Gubernur, Bupa- Meski demikian, yang menjadi pertanyaan ti, dan walikota masing-masing sebagai kepala adalah benarkah makna demokratis dalam kon- pemerintah daerah propinsi, kabupaten, dan teks Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, semata-mata kota dipilih secara demokratis. Pada tingkat hanya bermakna pemilihan secara langsung konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945 tidak oleh rakyat? DPR yang diwakili Patrialis Akbar memberikan pejelasan bagaimakah yang di- dan Lukman Hakim Saifuddin dalam keterangan maksud dengan pemilihan demokratis terse- tertulis tertanggal 14 Februari 2005 pada sidang but? Dalam konteks akademik dan undang- Mahkamah Konstitusi untuk putusan perkara undang memandang bahwa pemilihan Kepala gugatan judicial review UU No. 32 Tahun 2004 Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara de- mokratis dapat dilakukan melalui dua cara, 41 Lihat Saldi Isra’, “Peranan DPRD dalam Mewujudkan pertama; pemilihan dilakukan oleh DPRD, Otonomi Pemilhan Kepala Daerah”, Jurnal Politik Hu- kedua; pemilihan secara langsung oleh rak- kum Mahasiswa, No. 04, April-Mei 2000, Padang. Lihat pula, Saldi Isra’, 2003, Pemilihan Kepala Daerah Lang- sung: Upaya Melahirkan Pemimpin Ideal di Era Otonomi 39 Catur Adi Subagio, “Pemilihan Umum 2009 Sebuah Eks- Daerah, Jurnal Clavia, Vol. 4 No. 1, FH Universitas 45 perimentasi Demokrasi Menuju Konsolidasi Demokrasi”, Makassar Jurnal Konstitusi Universitas Muhammadiyah Magelang, 42 A. Mukthie Fadjar., op cit. hlm. 5. Vol. II No. 1, 2009 hlm. 68 43 Ronald Z. Titahelu, “Menguak Partisipasi Masyarakat 40 A. Mukthie Fadjar, “Pemilu yang Demokratis dan Ber- Dalam Pemilu Legislatif 2009”, Jurnal Konsitusi kualitas: Penyelesaian Hukum Pelanggaran Pemilu dan Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Vol. II, No. 1, PHPU”, Jurnal Konstitusi, Vol. 6, No. 1, 2009, hlm. 13. Juni 2009, hlm. 75 332 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 2 Mei 2011

terhadap UUD 1945 mengatakan bahwa lahirnya gas dan wewenang DPRD menurut Undang- kata demokratis yang dicantum dalam Pasal Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan 18 ayat (4) UUD RI Tahun 1945 ketika itu men- dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rak- jelang perubahan kedua tahun 2000. Setidak- yat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwa- tidaknya dikarenakan adanya 2 (dua) pendapat kilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat yang berbeda mengenai cara pemilihan Kepala Daerah, menyatakan antara lain bahwa DPRD Daerah. Satu pendapat menghendaki pemilihan tidak memiliki tugas dan wewenang untuk me- kepala daerah di-lakukan secara langsung oleh milih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, rakyat dan sepenuhnya mengikuti apa yang maka pemilihan secara demokratis dalam terjadi pada pemilihan presiden dan wakil Undang-Undang ini dilakukan oleh rakyat secara presiden sementara pendapat yang lain meng- langsung. hendaki tidak dilakukan secara langsung. Berdasarkan beberapa pendapat terse- Pertimbangan hukum Mahkamah Konsti- but, jelaslah bahwa dalam konteks pengisian tusi selanjutnya mengatakan: Rumusan “dipilih jabatan kepala daerah melalui pemilihan demo- secara demokratis” dalam ketentuan pilkada kratis menurut Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, juga mempertimbangkan pelaksanaan pemilih- tidak semata-mata dilakukan secara langsung an kepala daerah di daerah-daerah yang ber- oleh rakyat maupun pemilihan yang dilakukan sifat khusus dan istimewa sebagaimana dimak- oleh DPRD, tetapi juga mempertimbangkan sudkan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 .... Tetapi pelaksanaan pemilihan kepala daerah di dae- hal ini tidak dapat diartikan bahwa pilkada se- rah-daerah yang bersifat khusus dan istimewa cara langsung menjadi satu-satunya cara untuk sebagaimana dimaksudkan Pasal 18B ayat (1) memaknai frasa “dipilih secara demokratis” UUD 1945. Artinya, bahwa terdapat mekanisme yang dimuat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 (tata cara) lain dalam proses pengisian jabatan .... Namun kenyataannya dalam menjabarkan kepala daerah, seperti halnya sistem penetapan maksud “dipilih secara demokratis” dalam Gubernur Kepala Daerah dan Wakil Gubernur Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 pembuat undang- Propinsi DIY. Hal ini dengan pertimbangan, bah- undang telah memilih cara pilkada secara lang- wa karakter dan kebutuhan masing-masing sung. Sebagai konsekuensinya asas-asas dan daerah berbeda sebagaimana telah ditetapkan lembaga penyelenggara pemilu harus tercermin dalam Pasal 18 UUD 1945. Dengan demikian dalam penyelenggaraan pilkada.” sistem penetapan Hamengku Buwono X dan Sri Selanjutnya MK juga mengatakan: Kali- Pakualam, sebagai Gubernur dan Wakil Guber- mat demokratis tersebut tidak serta merta ber- nur DIY tidaklah bertentang dengan konstitusi arti dipilih langsung oleh rakyat, tetapi dapat (tidak inkonstitusional) selama penetapan ter- pula pemilihan dilakukan oleh DPRD pun berarti sebut memperoleh legitimasi dari masyarakat demokrasi apabila pelaksanaanya memang di- (masyarakat menghendakinya). lakukan secara demokratis tanpa ada intervensi dan menipulasi. Tafsir demokratis dalam Pasal Penutup 18 ayat (4) UUD 1945 sebagai “pemilihan lang- Simpulan sung oleh rakyat” berdasarkan UU Susduk MPR, Daerah Istimewa Yogyakarta, baik secara DPR, DPD, dan DPRD yang mengatakan bahwa historis maupun yuridis memiliki legitimasi yang DPRD tidak memiliki kewenangan lagi untuk kuat sebagai daerah istimewa. Keistimewaan memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala tersebut tercermin bik daru sudut histors mau Daerah. Konsideran Penjelasan Umum angka 2 pun yuridis. Secara historis, Pertama, status Pemerintah Daerah UU No. 32 Tahun 2004 keistimewaan Yogyakarta merupakan pilihan Tentang Pemerintah Daerah menentukan bahwa politik sadar yang diambil penguasa Yogya- pemilihan secara demokratis terhadap Kepala karta, yakni Sultan HB IX dan Paku Alam VIII, Daerah tersebut, dengan mengingat bahwa tu- dan bukan pemberian dari entitas politik nasio- Sistem Penetapan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta … 333

nal. Kedua, Yogyakarta memberikan ruang wi- Perselisihan Hasil Pemilukada Provinsi Ja- layah dan penduduk yang kongkrit bagi Indone- wa Timur”. Jurnal Konstitusi, Vol. 8, No. sia awal. Ketiga, Yogyakarta menjadi kekuatan 1, 2011; penyelamat ketika Indonesia berada dalam Fadjar, A. Mukthie. ”Pemilu yang Demokratis dan Berkualitas: Penyelesaian Hukum Pe- situasi krisis untuk mempertahankan Proklamasi langgaran Pemilu dan PHPU”. Jurnal Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Konstitusi, Vol. 6, No. 1, 2009; Keistimewaan secara yuridis dapat dilihat Fahmi, Khairul. “Prinsip Kedaulatan Rakyat da- dari beberapa hal. Pertama, adanya konsistensi lam Penentuan Sistem Pemilihan Umum pada level yuridis yang mengakui keberadaan Anggota Legislatif”. Jurnal Konstitusi, suatu daerah yang bersifat istimewa. Kedua, Vol. 7, No. 3, 2010; konsistensi pengakuan atas status keistimewaan Hasugian, Jalatua. “Kajian Kritis Historis 350 sebuah daerah, tidak diikuti oleh pengaturan Tahun Penajajahan Belanda Di Indone- yang bersifat komprehensif mengenai substansi sia”, Jurnal Habonaran Do Bona, Edisi 2, Juli 2009; keistimewaan sebuah daerah. Keistimwaan DIY juga tercermin dalam Hoesein, Zainal Arifin. “Pemilu Kepala Daerah dalam Transisi Demokrasi”. Jurnal Kons- mekanisme pengisian jabatan guernur Kepada titusi, Vol.7, No. 6, 2010; daerah dan Wakil Gubernur, dengan sistem pe- Isharyanto, Johan Erwin. ”Pemilihan Umum da- ngangkatan/penetapan Sri Sultan dan Sri Paku- lam Perspektif Budaya Hukum Berkons- alam. Secara konstitusional sistem penetapan tiusi”. Jurnal Konstitusi Universitas Mu- Hamengku Buwono X dan Sri Pakualam, sebagai hammadiyah Yogyakarta, Vol. II, No. 1, Gubernur dan Wakil Gubernur DIY tidaklah ber- 2009; tentang dengan konstitusi (tidak inkonstitusio- Isra’, Saldi. “Peranan DPRD dalam Mewujudkan nal) selama penetapan tersebut memperoleh Otonomi Pemilhan Kepala Daerah”. Jurnal Politik Hukum Mahasiswa, No. 04, legitimasi dari masyarakat (masyarakat meng- April-Mei 2000; hendakinya). ------. 2003. “Pemilihan Kepala Daerah Lang- sung: Upaya Melahirkan Pemimpin Ideal Saran di Era Otonomi Daerah”. Jurnal Clavia, Berdasarkan kenyataan bahwa Daerah Is- Vol. 4 No. 1, FH Universitas 45 Makassar; timewa Yogyakarta, baik secara historis mau Marzuki, Laica. “Prinsip-Prinsip Pembentukan pun yuridis memiliki legitimasi yang kuat se- Peraturan Daerah”. Jurnal Konstitusi, bagai daerah istimewa yang salah satunya ada- Vol. 6, No. 4, 2009; lah mekanisme pengisian jabatan gubernur Muktiono. “Penegakan Hak Atas Demokrasi Ke- Kepada daerah dan Wakil Gubernur, dengan sis- lompok Rentan dalam Pelaksanaan Pemi- lihan Umum Di Indonesia Dalam Sudut tem pengangkatan/penetapan Sri Sultan dan Sri Pandang Hak Asasi Manusia”. Jurnal Pakualam. Maka hendaknya semua aturan hu- Konstitusi, Vol. II, No. 1, Juni 2009; kum maupun politis merujuk pada makna ke- Prasetyo, Ngesti D. “Pemilu Sebagai Pertarung- istimewaan dengan peghormatan. an Kons-titusional dan Konsolidasi Hak- Hak Pemilih”. Jurnal Konstitusi Universi- Daftar Pustaka tas Brawijaya, Vol. II No. 1, 2009; Asshiddiqie, Jimly “Partai Politik dan Pemilihan Sabriantina, Tina. “Pemilihan Umum Kepala Umum Sebagai Instrumen Demokrasi”. Daerah Sebagai Aktivitas Pemililihan Jurnal Konstitusi, Vol. 3, No. 4, 2006; Umum”. Jurnal Konstitusi Pkk Fakultas Syariah Iain Antasari, Vol. II, No. 1, 2009; Chidmad, Tatag, Sri Endang Sumiyati dan Budi Hartono. 2001. Pelurusan Sejarah Sera- SESKOAD. 2001, Serangan UMUM 1 Maret 1949 ngan Oemoem 1 Maret 1949. Media Pres- di Yogyakarta, Latar Belakang dan Pe- indo; ngaruhnya. Jakarta: Seskoad; Ekatjahjana, Widodo. “Telaah Kritik Atas Putu- Subagio, Catur Adi. “Pemilihan Umum 2009 Se- san Mah-kamah Konstitusi dalam Perkara buah Eksperimentasi Demokrasi Menuju 334 Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 2 Mei 2011

Konsolidasi Demokrasi”. Jurnal Konstitusi Tim Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM. Universitas Muhammadiyah Magelang, 2007. Draft Naskah Akademik Rancangan Vol. II No. 1, 2009; Undang-Undang Keistimewaan Provinsi Sudjatmoko, Emanuel. “Aspek Hukum Pemilih- Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: an Kepala Daerah secara Langsung”. Jurusan Ilmu Pemerintahan (JIP) FISIPOL Majalah Ilmu Hukum Yuridika, Vol. 21, UGM Dengan Partnership For Governance No. 4, Juli 2006; Reform Indo-nesia 2007; Sudrajat, Hendra “Kewenangan Mahkamah Titahelu, Ronald Z. “Menguak Partisipasi Ma- Konstitusi Mengadili Perselisihan Hasil Pe- syarakat Dalam Pemilu Legislatif 2009”. milukada”. Jurnal Kons-titusi, Vol. 7, No. Jurnal Konsitusi Fakultas Hukum Univer- 4, 2010; sitas Pattimura, Vol. II, No. 1, Juni 2009; Sujamto. 2000. Daerah Istimewa Dalam Negara Tutik, Titik Triwulan. “Pemilihan Kepala Dae- Kesa-tuan Republik Indonesia. Jakarta: rah Langsung dalam Perspektif Islam”. Bina Aksara; Jurnal Komunikasi dan Informasi Keaga- maan, Vol. 6, No. 4 Oktober 2005, Lem- Sukriono, Didik. “Menggagas Sistem Pemilihan baga Penelitian IAIN Sunan Ampel Sura- Umum Di Indonesia”. Jurnal Konstitusi baya; Universitas Kanjuruhan Malang, Vol. II No. 1, 2009; Winarsi, Sri. “Hukum Otonomi Daerah dalam Perspektif Filsafat Ilmu”. Jurnal Konsti- Suwarno, P. J. 2004; Hamengku Buwono IX dan tusi LKK Unair, Vol. 1, No. 1, November Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakar- 2008; ta 1942-1974, Yogyakarta: Kanisius; Wiyono, Suko. “Pemilu Multi Partai dan Stabili- Suwarno, P. J. Keistimewaan Daerah Istimewa tas Peme-rintahan Presidensial di Indone- Yogyakarta. Makalah dipresentasikan pa- sia”. Jurnal Konstitusi Universitas Wisnu- da diskusi mengenai Keistimewaan Yogya- wardhana, Vol. I, No. 1, 2009 karta yang diselenggarakan Universitas Atmadjaya, Yogyakarta, 2 Juni 2007;