AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 6, No. 4 Tahun 2018

MAKNA PISOWANAN AGUNG DI TAHUN 1998-2008

AGUNG MUSTIFARIS NUGROHO Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya Email : [email protected]

Sumarno S-1 Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya

Abstrak Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki banyak budaya dan tradisi, salah satunya yaitu Pisowanan Agung. Pisowanan Agung merupakan tradisi yang menujukan hubungan antara raja/sultan dengan rakyatnya. Secara tradisional Pisowanan Agung memiliki makna sangat kental akan nuansa tradisi budayanya. Akan tetapi di era modern, Tradisi Pisowanan Agung yang diselenggarakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, yaitu pada Mei 1998, September 1998, April 2007, dan Oktober 2008 memiliki makna yang berbeda. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut : (1) Bagaimana latar belakang terselenggaranya Pisowanan Agung pertama hingga keempat tahun 1998? (2) Apakah ada perubahan makna dari Pisowanan Agung masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X? (3) Bagaimana dampak Pisowanan Agung di Yogyakarta tahun 1998-2008?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Sejarah dengan menggunakan sumber utama berupa arsip dan pemberitaan-pemberitaan media cetak dari surat-surat kabar seperti Kedaulatan Rakyat, Bernas Jogja, Jawa Pos, Kompas, serta menggunakan sumber pendukung berupa buku-buku yang berkaitan dengan penelitian. Dalam penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat perbedaan makna yang terkandung dari tradisi Pisowanan Agung tradisional dengan Pisowanan Agung di era modern. Perbedaan makna tersebut dapat dilihat melalui Pisowanan Agung yang terselenggara oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, karena dari Pisowanan Agung pertama (1998) hingga keempat (2008) terdapat kepentingan-kepentingan politik dibaliknya. Pisowanan Agung masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X memiliki makna yang kental akan nuansa poltik. Kata Kunci: Makna, Pisowanan Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Yogyakarta

Abstract Yogyakarta is an area that has many cultures and traditions, one of which is Pisowanan Agung. Pisowanan Agung is a tradition that addresses the relationship between the king / sultan and his people. Traditionally Pisowanan Agung has a very thick meaning about the nuances of its cultural traditions. However, in the modern era, Pisowanan Agung Tradition held by Sri Sultan Hamengku Buwono X, namely in May 1998, September 1998, April 2007, and October 2008 had different meanings. Based on the background of the problem, the formulation of this research problem is as follows: (1) What is the background of the implementation of the first to fourth Pisowanan Agung in 1998? (2) Is there a change in the meaning of Pisowanan Agung during the leadership of Sri Sultan Hamengku Buwono X? (3) What was the impact of Pisowanan Agung in Yogyakarta in 1998-2008? This study uses the historical research method by using the main sources in the form of archives and news media reports from newspapers such as Kedaulatan Rakyat, Bernas Jogja, Jawa Pos, Kompas, and using supporting resources in the form of books related to research. In this study, it was explained that there were differences in the meaning contained in the traditional Pisowanan Agung tradition with Pisowanan Agung in the modern era. The difference in meaning can be seen through Pisowanan Agung held by Sri Sultan Hamengku Buwono X, because from the first Pisowanan Agung (1998) to the fourth (2008) there were political interests behind it. Pisowanan Agung during the leadership of Sri Sultan had a strong meaning for political nuances. Keywords: Meaning, Pisowanan Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Yogyakarta

Alam sebagai raja dan wakilnya. Di masa sekarang, PENDAHULUAN Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono Yogyakarta merupakan ibukota dari salah satu X dan . Sri Sultan Hamengku Buwono X provinsi di yang memiliki status istimewa, yaitu sebagai raja yang juga sebagai Gubernur DIY, sedangkan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Yogyakarta Paku Alam X sebagai Wakil Gubernur DIY. merupakan salah satu kerajaan yang masih ada hingga Yogyakarta juga memiliki Kraton Yogyakarta yang sekarang. Yogyakarta dipimpin oleh Sultan dan Paku menjadi pusat kebudayaan. Dalam Kraton Yogyakarta AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 6, No. 4 Tahun 2018

memiliki banyak budaya dan tradisi, salah satunya yaitu kesempatan ini Sri Sultan Hamengku Buwono X Pisowanan Agung. Pisowanan Agung secara harfiah menyatakan kesiapan untuk dicalonkan sebagai Presiden berasal dari kata “sowan” yang artinya ketemu dan pada pemilu 2009. “ageng” atau agung artinya besar, sehingga Pisowanan Alasan penulis tertarik mengkaji Pisowanan Agung Ageng memiliki arti kata Pertemuan Agung. Pisowanan karena Pisowanan Agung merupakan tradisi yang menjadi Agung merupakan bersatunya rakyat dan sultan atau raja media penghubung rakyat kepada raja atau sultannya dan dengan Tuhan, Tuhan dengan umat-Nya. Sebuah juga sebaliknya. Dalam Pisowanan Agung masa perlambangan atau simbolisasi dari keberadaan Kraton kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai sebagai pengayom rakyat kecil, yaitu adanya pertemuan tradisi kultural yang memiliki makna dan tujuan lain antara Sultan Hamengku Buwono sebagai raja di dibaliknya. Pisowanan Agung memang memiliki makna kasultanan Yogyakarta dengan rakyat Yogyakarta. 1 secara tradisi budaya, akan tetapi pagelaran tersebut Sebenarnya tradisi Pisowanan Agung sudah ada sejak merupakan sebuah peristiwa yang penuh dengan muatan masa kerajaan, dengan istilah “Topo pepe”. Yaitu rakyat politik. Oleh sebab itu menarik untuk mengkaji mengenai menunggu raja didepan kerajaan dengan berpanas- makna yang terkandung dalam tradisi Pisowanan Agung. panasan hingga raja menemui mereka. Dari berbagai Pisowanan Agung yang Pisowanan Agung di era modern, telah empat kali dilaksanakan selama masa kepemimpinan Sri Sultan terselenggara selama pemerintahan Sri Sultan Hamengku Hamengku Buwono X merupakan peristiwa yang Buwono X, yaitu pada Mei 1998, September 1998, April bukanterjadi secara tiba-tiba, tetapi memiliki hubungan 2007, dan Oktober 2008. Pisowanan Agung pertama yang terhadap moment politik yang terjadi saat itu. Berdasarkan terselenggara pada bulan Mei 1998, bertepatan dengan Pisowanan Agung masa Sri Sultan Hamengku Buwono X aksi reformasi yang terjadi di Indonesia. Pada saat itu yang memiliki tujuan politik dibaliknya, maka penelitian berbagai elemen yang merasa tidak puas dengan ini dilakukan untuk menemukan perubahan makna dari kepemimpinan Orde Baru membangun kekuatan bersama tradisi Pisowanan Agung yang sebenarnya dengan untuk melengserkan Presiden Soeharto yang telah Pisowanan Agung masa kepemimpinan Sri Sultan berkuasa selama 32 tahun2. Sri Sultan Hamengku Buwono Hamengku Buwono X. Karena pada dasarnya tradisi X mengajak masyarakat DIY dan seluruh rakyat Indonesia Pisowanan Agung sudah ada sejak masa kerajaan yang bersama-sama mendukung gerakan reformasi dengan memiliki makna yang kental akan nuansa budaya yang mengadakan Pisowanan Agung. sakral. Pisowanan Agung kedua terjadi setelah Pada penelitian sebelumnya belum ada yang meninggalnya Sri Paduka Paku Alam VIII selaku Pejabat meneliti, adapun penelitian terdahulu yaitu Instrumen Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Modalitas Sultan Dalam Pisowanan 2008 oleh Shinta September 1998. Kekosongan jabatan Gubernur DIY Yanti Budiaman. Oleh karena itu penelitian ini sepeninggal Sri Paduka Paku Alam VIII memunculkan memfokuskan mengenai tradisi Pisowanan Agung perdebatan antara Pemerintah Pusat, Pihak Kraton tahun1998-2008, dengan judul “Makna Pisowanan Agung Yogyakarta dan Puro Paku Alaman, serta masyarakat Di Yogyakarta Tahun 1998-2008.” Yogyakarta. Atas desakan rakyat melalui Pisowanan Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat Agung, Sultan Hamengku Buwono X dan KGPAA Paku rumusan masalah, antara lain: Alam IX untuk ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil 1. Bagaimana latar belakang terselenggaranya Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.3 Pisowanan Agung di Yogyakarta tahun 1998? Setelah Pisowanan Agung 1998, kembali 2. Apakah ada perubahan makna dari Pisowanan terselenggara Pisowanan Agung ketiga pada bulan April Agung masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku 2007. Pisowanan Agung kali ini terselenggara di saat-saat Buwono X ? menjelang pemilihan Gubernur Daerah Istimewa 3. Bagaimana dampak Pisowanan Agung terhadap Yogyakarta. Pada kesempatan kali ini, Sri Sultan kehidupan politik, budaya, dan ekonomi di Hamengku Buwono X yang menyatakan untuk tidak Yogyakarta tahun 1998-2008? bersedia dicalonkan kembali sebagai Gubernur Daerah Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: Istimewa Yogyakarta. 1. Menjelaskan latar belakang dilakukannya Pernyataan politik Sultan tersebut, menimbulkan Pisowanan Agung. berbagai macam pertanyaan masyarakat serta 2. Menganalisis perubahan makna dari Pisowanan memunculkan reaksi pro dan kontra. Dengan kondisi Agung masa Sri Sultan Hamengku Buwono X. tersebut dalam jangka waktu kurang lebih satu tahun dari 3. Menganalisis dampak dari Pisowanan Agung masa Pisowanan Agung ketiga terselenggara kembali Sri Sultan Hamengku Buwono X. Pisowanan Agung keempat pada tanggal 28 Oktober 2008 yang digelar di Pagelaran Kraton Yogyakarta. Pisowanan METODE PENELITIAN Agung pada kesempatan kali ini bertepatan dengan Metode penelitian sejarah adalah proses mengkaji moment politik pemilihan presiden 2009. Dalam dan menganalisis secara kritis data sejarah untuk

1 Suryo Sakti Hadiwijoyo. 2009. Menggugat Keistimewaan 2 Djoko Dwiyanto. 2009. Kraton Yogyakarta, Sejarah, Jogjakarta, Tarik Ulur Kepentingan Konflik Elit Dan Isu Perpecahan. Nasionalisme, Dan Teladan Perjuangan. Yogyakarta: Paradigma Yogyakarta: Pinus Pers. hlm.26. Indonesia Pers. hlm. 54. 3 Suryo Sakti Hadiwijoyo. Op.cit. hlm. 196.

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 6, No. 4 Tahun 2018

mendapatkan peristiwa sejarah yang otentik dan bisa dilakukan aksi reformasi gabungan dari berbagai dipercaya. 4 Dalam penelitian sejarah terdapat empat Universitas, bahkan Universitas yang ada di luar Jawa. langkah untuk mendapatkan peristiwa jejarah yang otentik Dalam aksi di Yogyakarta tersebut terjadi bentrokan antara yakni, heuristik, kritik, intepretasi, historiografi.5 aparat dengan mahasiswa. Dalam bentrokan tersebut Tahap pertama pengumpulan sumber primer dan terdapat seorang mahasiswa yang menjadi korban. sekunder. Tahap kedua yaitu kritik sumber ( melakukan Kejadian itu membuat kondisi di Yogyakarta menjadi ferivikasi dan pengujian terhadap sumber). Tahap ketiga memanas antara massa dengan aparat. Oleh sebab itu adalah interprestasi yaitu penafsiran terhadap sumber yang pemimpin Yogyakarta yaitu Sri Sultan Hamengku telah di peroleh. Tahap keempat adalah historiografi yaitu Buwono X, melakukan orasi dan menyampaikan penulisan hasil penelitian sejarah secara kronologis dan himbauan terhadap massa yang melakukan aksi, agar tetap analisis sesuai dengan tema. tenang dan tertib dalam melakukan aksi. Hal tersebut Sumber utama dalam penulisan ini berupa koran- dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk koran sejaman yaitu Kedaulatan Rakyat, Bernas Jogja, menghindari kerusuhan-kerusuhan seperti yang terjadi di Jawa Pos, Kompas. Dan juga beberapa arsip seperti daerah-daerah lain. Maklumat 20 Mei 1998 dan pernyataan resmi tertulis Pada Mei 1998 di Yogyakarta, Sri Sultan Sultan HB X. Sedangkan sumber pendukung berupa Hamengku Buwono X menyelenggarakan acara jurnal, majalah seperti Panjebar Semangat, foto-foto, dan Pisowanan Agung pertama kali dengan tujuan meredakan berbagai buku yang bersangkutan. situasi yang sempat memanas di Yogyakarta, yang dikhawatirkan terjadi kerusuhan seperti yang terjadi di HASIL DAN PEMBAHASAN daerah-daerah lain. Melalui Pisowanan Agung, Sri Sultan A. Latar Belakang Pisowanan Agung Hamengku Buwono X membacakan maklumat yang Pada tahun 1998 terjadi aksi reformasi besar- isinya mengajak seluruh masyarakat Yogyakarta untuk besaran diseluruh Indonesia. Reformasi disebut sebagai mendukung aksi reformasi dengan aman dan tertib.8 Acara gerakan yang menginginkan adanya sebuah perubahan Pisowanan Agung menjadi acara yang sangat berpengaruh dalam tatanan kehidupan masyarakat kearah yang lebih dalam aksi reformasi di Indonesia. Karena setelah Sri baik. Tidak hanya dalam kehidupan bermasyarakat namun Sultan Hamengku Buwono X menyelenggarakan juga perubahan dalam bidang politik, sosial, hukum, dan Pisowanan Agung, Presiden Soeharto menyatakan ekonomi. Gerakan reformasi ini muncul akibat krisis yang mengundurkan diri sebagai Presiden RI dan menyerahkan melanda Indonesia sejak tahun 1997. Indonesia dilanda jabatannya kepada B.J. Habibie. Hal ini menandakan berbagai krisis mulai dari krisis ekonomi, krisis sosial, berakhirnya masa orde baru dan dimulainya masa krisis hukum, hingga krisis kepercayaan. Hal ini reformasi. disebabkan oleh pemerintahan orde baru yang tidak Pisowanan Agung ini merupakan Pisowanan mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang adil dan Agung pertama kali di era modern, yang diselenggarakan 6 makmur. Faktor-faktor inilah yang mendorong rakyat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Pisowanan Agung Indonesia menginginkan adanya pergantian merupakan tradisi budaya di Yogyakarta yang kepemimpinan sebagai langkah awal dari berakhirnya dimanfaatkan Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk pemerintahan orde baru. menyampaikan pesan kepada rakyatnya. Oleh sebab itu, Pada masa pemerintahan orde baru, presiden yang maka tradisi Pisowanan Agung di era modern menjadi menjabat yaitu Presiden Soeharto. Presiden Soeharto acara yang sangat penting untuk Sri Sultan Hamengku menjadi orang yang bertanggung jawab terhadap krisis Buwono X dalam menyampaikan pesan maupun yang terjadi di Indonesia. Aksi reformasi yang terjadi keinginan sultan/raja kepada rakyatnya. Di era modern, diseluruh Indonesia dilakukan oleh mahasiswa dari Pisowanan Agung sudah 4 kali diselenggarakan oleh Sri berbagai Universitas dan juga oleh masyarakat Indonesia. Sultan Hamengku Buwono X. Pisowanan Agung pertama Dalam aksi reformasi di Indonesia, terjadi kekacauan di kali diselenggarakan pada Mei 1998, kedua pada pada 12 Mei 1998 yang pada saat itu beberapa September 1998, ketiga pada April 2007, dan yang mahasiswa Universitas Trisakti menjadi korban keempat pada Oktober 2008. pemerintahan yang otoriter.7 Para mahasiswa ini menuntut B. Makna Pisowanan Agung Soeharto selaku Presiden Republik Indonesia untuk turun Pada dasarnya Pisowanan Agung merupakan dari jabatannya karena dianggap melakukan banyak tradisi budaya yang dimiliki kraton sebagai pusat penyelewengan untuk kepentingan dirinya sendiri. kebudayaan, dan sultan sebagai tokoh pemangku budaya. Akibat dari peristiwa Trisaksi di Jakarta, terjadi Pisowanan Agung juga sebagai budaya kraton yang kerusuhan-kerusuhan seperti penjarahan, kekerasan, memiliki simbol-simbol dan bernuansa sakral. Tradisi pembakaran, dll. Kerusuhan tersebut terjadi di Jakarta, Pisowanan Agung bermakna menyatukan masyarakat Semarang, Solo, dll. Banyak yang menjadi korban dalam dengan pemimpinnya yang memiliki dimensi kultural dan kerusuhan yang terjadi dalam aksi reformasi tersebut. Di Yogyakarta aksi reformasi termasuk yang terbesar karena

4 Louis Gostchak. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: Rajawali. 7 Adi . 2014. Sejarah Lengkap Indonesia dari Era hlm. 32. Klasik Hingga Terkini. Yogyakarta: Diva Press. hlm. 438. 5 Aminudin Kasdi. 2005. Memahami Sejarah. Surabaya: 8 Moedjanto G. 1994. Kasultanan Yogyakarta dan UNESA University Press. hlm. 10. Kadipaten . Yogyakarta: Kanisius. hlm 245. 6 Djoko Dwiyanto. Op.cit.

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 6, No. 4 Tahun 2018

sakral, sebagai upaya tetap terjalinnya hubungan maupun karena prestasi historis dan budaya yang sudah ada komunikasi antara raja dengan rakyatnya. dan kuat alasannya. Tradisi Pisowanan Agung atau Pisowanan Ageng e) Kelima, Pisowanan Agung ini merupakan sebuah merupakan tradisi yang menunjukkan hubungan batiniah fenomena untuk Indonesia. Dimana Yogyakarta antara raja dengan rakyatnya. Pada era modern saat ini, ada sebagai ke-Indonesia-an sehingga fenomena peristiwa Pisowanan Agung sudah beberapa kali tersebut perlu diperhatikan. Karena didalam negara diselenggarakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X perlu ada hubungan yang komunikatif dan intens sebagai seorang Raja Ngayogyakarta Hadiningrat dan dalam menangkap aspirasi lokal. Hal tersebut sebagai Gubernur DIY. Sebagaimana yang sudah dikarenakan sebuah kearifan lokal tidak terjadi dijelaskan diatas tercatat 4 kali Pisowanan Agung begitu saja atau tidak mudah sesuatu menjadi diselenggarakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X sebuah kearifan lokal dan tidak mudah tepatnya pada Mei 1998, September 1998, April 2007, dan meninggalkan kearifan lokal mengingat kearifan Oktober 2008. lokal merupakan hasil pergulatan sejarah yang Melalui peristiwa Pisowanan Agung pertama pada mendasar sehingga sudah teruji kekuatan dan tahun 1998 hingga yang Pisowanan Agung keempat pada manfaatnya. tahun 2008 menunjukkan kuatnya dukungan dan loyalitas f) Keenam, peristiwa yang terjadi di Yogyakarta tidak rakyat Yogyakarta terhadap Kasultanan dan Pakualaman. hanya memiliki unsur lokal tetapi juga memiliki Sri Sultan Hamengku Buwono X memiliki peran yang unsur nasional. Dimana Yogyakarta memiliki sangat penting dalam peristiwa Pisowanan Agung yang makna, masyarakatnya memiliki jasa dan integritas empat kali dilakukannya. Pisowanan Agung dari yang yang tinggi. Yogyakarta terus hadir dalam kancah pertama hingga keempat memiliki tujuan yang berbeda- Republik Indonesia, sehingga pemerintah pusat beda. atau negara harus memberikan perhatian pada Dalam Pisowanan Agung Mei 1998 bertujuan aspek-aspek lokal.9 untuk mendukung aksi Reformasi yang terjadi diseluruh Melalui ke-6 makna diatas, maka Pisowanan Indonesia, Pisowanan Agung September 1998 bertujuan Agung memiliki makna yang sangat luas. Makna agar kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Pisowanan Agung akan berubah tergantung dari tujuan DIY segera diisi, Pisowanan Agung April 2007 bertujuan ataupun alasan diselenggarakannya. untuk menanggapi pernyataan politik Sri Sultan C. Perubahan Makna Pisowanan Agung Hamengku Buwono X yang tidak bersedia kembali Adapun perbedaan tradisi Pisowanan Agung secara menjadi Gubernur DIY, dan Pisowanan Agung Oktober tradisional dan modern, yaitu sebagai berikut : 2008 bertujuan untuk mendeklarasikan kesiapan Sri Sultan 1. Makna, Pisowanan Agung tradisioanal memiliki Hamengku Buwono X maju dalam pilpres 2009. makna tradisi budaya yang menunjukkan Berdasarkan tujujan-tujuan Pisowanan Agung raja/sultan mengayomi dan melindungi rakyatnya. tersebut, dapat dipahami makna Pisowanan Agung yang Sedangkan Pisowanan Agung modern memiliki memiliki makna politik yang kuat, dimana terdapat makna yang bernuansa politik sebagai kepentingan moment-moment politik dalam terselenggaranya Pisowanan Agung. Kecerdasan berpolitik Sri Sultan pribadi sultan. Hamengku Buwono X sangat terlihat, dimana Pisowanan 2. Penyelengaraan, dalam Pisowanan Agung Agung yang merupakan tradisi menjadi media politik Sri tradisional waktu maupun tempat harus sesuai Sultan Hamengku Buwono X. dengan tradisi yang telah ditentukan oleh pihak Memaknai Pisowanan Agung terdapat 6 hal yang kraton. Sedangkan Pisowanan Agung modern dapat diambil atau dipetik, yaitu sebagai berikut : Penyelenggaraannya tidak sesuai dengan tradisi a) pertama tradisi Pisowanan Agung ini menunjukkan yang sudah ditentukan, melainkan terdapat pihak pencerminan hubungan yang sangat kuat dan intens yang berkepentingan ataupun oleh sultan pribadi. antara rakyat Yogyakarta dengan pemimpin, antara 3. Proses, dalam Pisowanan Agung tradisional kawula dengan raja/sultan. raja/sultan harus duduk di singgasana, terdapat b) Kedua, Pisowanan Agung adalah sebuah budaya pusaka yang harus dikeluarkan, diiringi gending- ekspresif dan apresiatif yang disampaikan secara gending khas kraton yang bernuansa sakral. elegan dan dengan datang bersama-sama menemui Sedangkan Pisowanan Agung modern, dalam acara raja atau pemimpinnya secara sopan. raja tidak duduk di singgasana, melainkan berdiri c) Ketiga, dalam Pisowanan Agung merupakan media di panggung ataupun duduk lesehan dengan rakyat. berdialog antara rakyat dengan sultan/raja secara Tidak ada pusaka maupun gending-gending khas langsung pemimpin mendengarkan dan kemudian kraton. sultan/raja menjelaskan hal-hal yang tidak 4. Bentuk, Pisowanan Agung tradisional memiliki dipahami rakyat. bentuk sebagai upacara adat yang bernuansa sakral. d) Keempat, lewat Pisowanan Agung dapat dilihat Seperti Sowan Padintenan, Sowan Nyirami bahwa masalah Keistimewaan Yogyakarta Kagungan Dalem Pusaka, Sowan Mauludan, merupakan mutlak dan pusat tidak boleh Sowan Ngabekten, dan Sowan Murgan. Sedangkan mengabaikan. Karena keistimewaan ini terwujud Pisowanan Agung modern tidak memiliki bentuk

9 Suryo Sakti Hadiwijoyo. Op.cit. hlm 169-170.

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 6, No. 4 Tahun 2018

yang pasti. Bentuk Pisowanan Agung modern raja yang ingin mempertahankan kekuasaan atau seperti rapat besar ataupun acara pagelaran sultan. jabatannya sebagai seorang raja dan sebagai Gubernur 5. Tujuan, Pisowanan Agung tradisional memiliki DIY. Berbeda dengan masa kerajaan, dimana sultan/raja tujuan yaitu menjalin hubungan baik (silaturahmi) akan terus menjadi pemimpin tanpa ada pemilihan, akan antara sultan dengan rakyatnya, agar rakyat merasa tetapi saat ini Yogyakarta menjadi bagian negara RI yang diayomi dan dilindungi. Sedangkan Pisowanan harus mengikuti dasar-dasar hukum, tidak terkecuali Agung modern memiliki tujuan maupun dalam sistem pemilihan pemimpin daerah. Maka melalui kepentingan pribadi sultan seperti poltik. Pisowanan Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono X Berdasarkan hal tersebut, terdapat perbedaan dalam menjadikan acara tersebut sebagai media berpolitik Pisowanan Agung tradisional dengan modern. Perbedaan dengan tujuan ingin mempertahankan jabatannya sebagai tersebut yaitu dalam makna, penyelenggaraan, proses, Pemimpin atau sebagai Gubernur DIY. bentuk, dan tujuan. Perbedaan tersebut dikarenakan Jadi dapat dikatakan bahwa tradisi Pisowanan perubahan zaman dari tradisional ke modern. Pada Agung tradisional dan modern pada dasarnya sama, akan dasarnya Pisowanan Agung tradisonal maupun modern tetapi terdapat perubahan makna dalam tradisi Pisowanan memiliki unsur yang sama yaitu unsur politik. Hanya Agung. Perubahan makna tersebut, yaitu pada Pisowanan Pisowanan Agung modern yang sangat terlihat nuansa Agung tradisional memiliki kepentingan untuk politiknya, berbeda dengan Pisowanan Agung tradisional mengayomi dan melindungi rakyat, sedangkan Pisowanan yang memiliki unsur politik dalam hal mengatasi kesulitan Agung modern memiliki kepentingan politik pribadi yang terjadi terhadap rakyat. sultan. Alasan perubahan tersebut terjadi disebabkan oleh Berdasarkan analisis melalui konsep kekuasaan perkembangan zaman, dari tradisional ke modern. jawa atau sering disebut juga sebagai doktrin atau ajaran Yogyakarta bukan lagi sebuah kerajaan yang berdiri “keagungbinataraan”, Kekuasaan raja menurut konsep sendiri melainkan telah menjadi bagian dari negara RI. Jawa itu absolut (mutlak), pemberian kekuasaan yang Oleh karena itulah Pisowanan Agung Sri Sultan besar kepada raja diimbangi dengan ketentuan bahwa raja Hamengku Buwono X bukanlah Pisowanan Agung yang harus bijaksana. 10 Tugas seorang raja adalah menjaga bernuansa kultural, melainkan seperti acara besar yang keteraturan dan ketentraman hidup rakyat supaya tercapai menjadi panggung berpolitik atau sebagai sarana suasana aman dan sejahtera. menyampaikan pesan-pesan yang bermuatan politik Di era modern, masyarakat Yogyakarta masih melalui media budaya dengan tujuan politik yang berbeda- mempertahankan raja sebagai Gubernur. Hal ini beda sesuai moment politik dalam masing-masing disebabkan adanya kepercayaan yang tercermin dalam Pisowanan Agung tersebut. ajaran keagungbinataraan, seperti proses pemilihan saat ini Berdasarkan analisi diatas, dapat ditelaah yang bersifat demokratis tidak selalu menjamin pemimpin perubahan makna Pisowanan Agung yang bukan lagi atau pemerintahan yang demokratis. Sebaliknya di menjadi tradisi budaya tetapi menjadi acara politik Sri Yogyakarta, sultan yang merupakan seorang raja dinilai Sultan Hamengku Buwono X. Terdapat penambahan nilai menjadi pemimpin yang demokratis, karena secara historis dalam memaknai pagelaran budaya Pisowanan Agung, sultan/raja yang mempelopori pemimpin atau bukan hanya sekedar tradisi budaya melainkan sebagai pemerintahan demokratis, jauh sebelum kemerdekaan sarana menyampaikan pesan-pesan dan kepentingan- diproklamasikan.11 Seperti dalam konsep kekuasaan jawa kepentingan politik dibaliknya. atau ajaran “keagungbinataraan”, secara demokratis D. Dampak Pisowanan Agung berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk Melalui hasil analisa penulis terdapat dampak rakyat, sedangkan dalam kerajaan tahta diperlambangkan poltik, budaya, dan ekonomi dalam Pisowanan Agung untuk raja.12 masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X Yogyakarta saat ini dipimpin oleh Sri Sultan yang diselenggarakan empat kali pada tahun 1998-2008. Hamengku Buwono X sebagai raja dan sebagai Gubernur 1. Dampak Politik DIY. Dalam menanggapi perubahan zaman dan Dalam kondisi politik pada tahun 1998-2008 berpartisipasi ke Republik Indonesia, Sri Sultan tepatnya pada waktu reformasi di Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono X ingin membawa perubahan menuju Hamengku Buwono X mengambil peran aktif dalam ke arah yang maju, tidak hanya untuk Yogyakarta tetapi politik lokal maupun nasional. Dualisme status Sri Sultan untuk negara dan bangsa. Hamengku Buwono X sebagai raja/sultan yang menjadi Seperti pada Pisowanan Agung ketiga (2007) dan pembangku kebudayaan dan sebagai Gubernur DIY, keempat (2008), Pisowanan Agung tersebut bertepatan menjadikan pengaruh yang sangat penting dalam tindakan dengan moment berakhirnya jabatan Sri Sultan Hamengku poltik yang diambilnya. Sikap politik yang dilakukan Sri Buwono X sebagai Gubernur DIY yang tidak Sultan Hamengku Buwono X terlihat dalam acara memungkinkan berlanjut jabatannya karena Undang- Pisowanan Agung. Pisowanan Agung telah undang yang berlaku. Oleh sebab itu tindakan dan diselenggarakan beberapa kali yang pertama pada tahun keputusan yang diambil Sri Sultan Hamengku Buwono X 1998 (Mei), kedua 1998 (September), ketiga 2007 (April), dalam acara Pisowanan Agung merupakan sikap seorang dan keempat 2008 (Oktober).

10 Moedjanto. G. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa, 11 Ibid. hlm.125. Penerapanya Oleh Raja-Raja Mataram. Yogyakarta: Kanius (Anggota 12 Atmakusumah. 1982. Tahta Untuk Rakyat, Celah-Celah IKAPI). hlm. 77. Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX. Jakarta: Gramedia. hlm 62.

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 6, No. 4 Tahun 2018

Pisowanan Agung pertama pada tahun 1998 Berdasarkan dampak politik dari masing-masing bertepatan dengan aksi reformasi besar-besaran di seluruh Pisowanan Agung, secara keseluruhan memiliki pengaruh Indonesia. Pisowanan Agung ini bertujuan untuk yang sangat menguntungkan Sri Sultan Hamengku mendukung aksi reformasi besar-besaran di Yogyakarta Buwono X. Dari Pisowanan Agung yang pertama sampai dan seluruh Indonesia dengan damai dan tertib agar keempat memiliki keterkaitan dalam politik lokal maupun terhindar dari aksi anarki dan kekerasan yang sudah terjadi nasional yang mempengaruhi status atau jabatan Sri Sultan di daerah-daerah lain seperti Jakarta, Semarang, dan Solo. Hamengku Buwono X. Keberhasilan dalam acara Pisowanan Agung ini 2. Dampak Budaya berdampak bagi politik Indonesia. Adapun dampak politik Dalam aspek budaya terdapat dampak dari dari Pisowanan Agung ini yaitu Sri Sultan Hamengku peristiwa Pisowanan Agung masa Sri Sultan Hamengku Buwono X menjadi pelopor dan tokoh reformasi di Buwono X, terjadi perubahan yang mana telah dijelaskan Indonesia. Kemudian diikuti turunnya Presiden Soeharto pada bab III yaitu adanya perubahan makna, yang dianggap sebagai penyebab krisis-krisis yang penyelenggaraan, proses, bentuk dan tujuan. menyengsarakan masyarakat Indonesia. Turunnya a) Makna, Pisowanan Agung yang awalnya memiliki Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia makna tradisi yang kental dan sakral berubah menandakan pula runtuhnya Orde Baru dan pengikut- menjadi acara Sri Sultan Hamengku Buwono X pengikutnya. Dimulainya masa reformasi di Republik yang bernuansa politik. Padahal pada Pisowanan Indonesia. Dan juga terbentuknya Undang-Undang No 09 Agung merupakan tradisi yang memiliki sudah ada tahun 1998 yaitu tentang kemerdekaan menyampaikan sejak masa kerajaan yang bermakna menunjukan pendapat di muka umum.13 hubungan batiniah antara raja dengan rakyatnya. Pisowanan Agung kedua tahun 1998, beberapa Namun hal itu berubah di era modern saat ini bulan setelah Pisowanan Agung pertama. Pisowanan kali menjadi acara yang memiliki makna yang ini membahas mengenai kekosongan jabatan Gubernur bermuatan politik. DIY karena Paku Alam VIII sebagai Gubernur DIY b) Penyelenggaraan, dalam penyelenggaraan acara meninggal dunia. Dampak Politik dari Pisowanan Agung Pisowanan Agung yang pada dasarnya ditentukan kali ini yaitu penetapan status Gubernur dan Wakil oleh pihak Kraton Yogyakarta dari waktu maupun Gubernur DIY. Melalui keppres BJ Habibie, Sri Sultan tempatnya. Akan tetapi di era modern saat ini Hamengku Buwono X diangkat sebagai Gubernur DIY. penyelenggaraannya pun tidak sama seperti Diangkatnya Paku Alam XI sebagai pengganti Paku Alam Pisowanan Agung tradisional, dimana Pisowanan VIII yang meninggal dunia, kemudian diikuti dengan Paku Agung saat ini penyelenggaraannya oleh pihak Alam XI diangkat sebagai Wakil Gubernur DIY. yang berkepentingan seperti oleh sultan pribadi Pisowanan Agung ketiga pada tahun 2007, akibat ataupun oleh pihak kraton. desakan rakyat Yogyakarta untuk meminta kejelasan c) Proses, Dalam prosesi Pisowanan Agung terdapat mengenai statement Sri Sultan Hamengku Buwono X yang perubahan seperti sultan sebagai raja harus duduk tidak bersedia kembali menjadi Gubernur DIY. Adapun di singgasananya, akan tetapi dalam masa sekarang dampak politik pada Pisowanan Agung kali ini yaitu Sri sultan tidak duduk di singgasananya melainkan Sultan Hamengku Buwono X tetap tidak bersedia kembali duduk lesehan atau pun berada di panggung. menjadi Gubernur DIY dan Sri Sultan Hamengku Buwono Adapun pusaka-pusaka yang harus dikeluarkan X siap melangkah ke panggung politik yang lebih tinggi dalam proses Pisowanan Agung, tetapi Pisowanan (maju dalam pilpres 2009). Dampak lain yaitu Agung saat ini tidak dikeluarkan. terbentuknya RUUK DIY dan juga keputusan pemerintah d) Bentuk, pada masa tradisional tradisi Pisowanan pusat mengangkat kembali Sri Sultan Hamengku Buwono Agung memiliki berbagai bentuk seperti Sowan X dan KGPAA Paku Alam IX menjadi Gubernur dan Padintenan, Sowan Nyirami Kagungan Dalem Wakil Gubernur DIY untuk tahun 2008-2013. Pusaka, Sowan Mauludan , Sowan Ngabekten, dan Pisowanan Agung keempat pada tahun 2008, Sowan Murgan.14 Namun di masa sekarang bentuk- berkaitan dengan Pisowanan Agung ketiga. Pisowanan bentuk Pisowanan Agung tersebut sudah tidak Agung kali ini mengenai kesiapan Sri Sultan Hamengku terlihat. Namun Pisowanan masa sekarang tidak Buwono X maju ke panggung politik yang lebih tinggi memiliki bentuk yang pasti, bahkan bentuk (pilpres 2009). Dampak politik dari Pisowanan Agung kali Pisowanan saat ini seperti acara besar yang ini yaitu deklarasi Sri Sultan Hamengku Buwono X siap dilakukan oleh sultan atau pihak kraton untuk menjadi Presiden RI dan maju dalam pilpres 2009. Sri menyampaikan kepentingan kepada rakyat. Sultan Hamengku Buwono X dan tim suksesnya e) Tujuan, dalam Pisowanan Agung sebenarnya bergabung dengan partai politik PDIP untuk mendapat terdapat tujuan yang memiliki nilai-nilai budaya dukungan politik. Akan tetapi Sri Sultan Hamengku yang sakral, yang mana tujuan Pisowanan Agung Buwono X tidak dipilih dalam pilpres 2009, yang dipilih yaitu sebagai perantara menjalin hubungan baik adalah Megawati. (silaturahmi) antara raja dengan rakyatnya ataupun membantu rakyatnya dalam situasi yang sulit. Di

13 Kedaulatan Rakyat. 12 November 1998. hlm 2. 14 Retno Setyowati. 2017. Dinamika Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Dalam Bingkai Keistimewaan DIY. Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana. hlm 138.

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 6, No. 4 Tahun 2018

masa saat ini Pisowanan Agung tidak menunjukan banyak tradisi-tradisi yang khas dengan budaya tujuan seperti itu, yang terlihat hanya sebuah acara kerajaannya, salah satunya yaitu Pisowanan Agung. yang diselenggarakan dalam momen-momen Pisowanan Agung merupakan tradisi budaya yang tertentu ataupun dengan tujuan-tujuan tertentu menunjukkan hubungan antara raja/sultan dengan seperti politik. rakyatnya. Tradisi Pisowanan Agung sebagai perwujudan Di era modern seperti sekarang ini acara Pisowanan dari manunggaling kawulo gusti atau bersatunya rakyat Agung menjadi acara yang memiliki suatu tujuan dan dan sultan atau raja dengan Tuhan, Tuhan dengan umat- kepentingan yang tidak berdasar pada tradisi budaya lagi. Nya. Berbeda dengan Pisowanan Agung tradisioanl atau masa Pada hakekatnya Pisowanan Agung memiliki kerajaan yang kental akan budaya yang sakral dan makna sebuah perlambangan atau simbolisasi dari memiliki bentuk-bentuk yang telah diwariskan secara keberadaan Kraton sebagai pengayom rakyat kecil, yaitu turun temurun. adanya pertemuan antara Sultan Hamengku Buwono 3. Dampak Ekonomi sebagai sultan di kasultanan Yogyakarta dengan rakyat Yogyakarta. Secara historis, Pisowanan Agung dikenal Dalam acara Pisowanan Agung yang dengan tradisi “Topo Pepe”, yaitu seseorang atau diselenggarakan Sri Sultan Hamengku Buwono X, sekelompok orang yang datang ke Alun-alun atau Kraton terdapat dampak dalam bidang ekonomi. Dalam untuk bertemu raja dan melakukan “pepe” atau menunggu Pisowanan Agung pendanaan merupakan faktor penting raja menemui mereka dengan duduk berpanas-panasan di dalam pelaksanaannya. Melalui Pisowanan Agung bawah terik matahari dengan tujuan mengadukan terdapat dampak ekonomi terhadap masyarakat permasalahan atau menyampaikan keluh kesahnya. Hal itu Yogyakarta, dari pengusaha-pengusaha, perorangan atau menunjukkan Pisowanan Agung tradisioanl memiliki swadaya, serta para pedagang-pedagang kaki lima dan makna yang sangat kental akan tradisi budayanya, dimana transportasi umum seperti tukang ojek, tukang becak, dll. tradisi Pisowanan Agung merupakan tradisi yang Pada dasarnya acara Pisowanan Agung menunjukkan hubungan batiniah yang kuat antara raja diselenggarakan menggunakan modal kraton ataupun dengan rakyatnya. sultan sebagai penguasa kraton dan pemimpin DIY. Dalam era modern, peristiwa Pisowanan Agung Namun, karena peserta Pisowanan Agung yang hadir sudah empat kali diselenggarakan oleh Sri Sultan hampir seluruh masyarakat DIY dan sekitarnya yang Hamengku Buwono X sebagai seorang Raja jumlahnya sampai ribuan, serta tamu-tamu penting yang Ngayogyakarta Hadiningrat dan sebagai Gubernur DIY. undangan, maka penggalangan dana juga dilakukan Pisowanan Agung diselenggarakan oleh Sri Sultan melalui hotel-hotel di kawasan Yogyakarta berupa Hamengku Buwono X tepatnya pada Mei 1998, makanan dan minuman, pengusaha-pengusaha dan September 1998, April 2007, dan Oktober 2008. perorangan atau swadaya.15 Tujuan penggalangan dana ini Pisowanan Agung tersebut memiliki makna yang dilakukan untuk menyewa transportasi-transportasi umum bernuansa politik, dimana terdapat moment-moment atau biaya-biaya lainnya. politik dalam terselenggaranya Pisowanan Agung. Seperti Melalui hal tersebut, para pedagang-pedagang pada Mei 1998 berkaitan dengan aksi reformasi besar seperti pedagang toko, warung, ataupun pedagang keliling besaran di Indonesia, pada September 1998 berkaitan menjadikan acara Pisowanan Agung sebagai acara untuk dengan kekosongan kursi Gubernur DIY kosong, pada mendapatkan rejeki dan menguntungkan mereka. April 2007 berkaitan dengan sultan yang tidak bersedia transportasi umum pun juga mendapat keuntungan seperti menjadi Gubernur DIY kembali, dan pada Oktober 2008 tukang becak, tukang ojek, bus, dan juga transportasi berkaitan dengan deklarasi sultan yang bersedia maju lainnya. Bukan hanya para pedagang saja yang menjadi calon presiden. mendapatkan keuntungan, tapi para pengusaha hotel yang Dalam penelitian ini, terdapat perubahan makna berada di Yogyakarta pun ikut mendapatkan keuntungan maupun kepentingan dari Pisowanan Agung secara karena banyaknya peserta Pisowanan Agung tidak hanya tradisional dengan Pisowanan Agung modern. Perubahan dari Yogyakarta saja melainnya dari daerah-daerah lain di makna terjadi dalam Pisowanan Agung masa sekitar Yogyakarta, serta tamu-tamu penting yang kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang diundang. Dapat dikatakan acara Pisowanan Agung masa kental akan nuansa poltik. Pisowanan Agung bukan lagi Sri Sultan Hamengku Buwono X merupakan acara yang menjadi acara budaya tetapi menjadi acara politik Sri menguntungkan bagi masyarakat Yogyakarta terutama Sultan Hamengku Buwono X. Terdapat penambahan nilai pedagang, pengusaha, dan transportasi umum untuk dalam memaknai pagelaran budaya Pisowanan Agung, mendapatkan rejeki yang melimpah. bukan hanya sekedar tradisi budaya melainkan sebagai

sarana menyampaikan pesan-pesan yang bermuatan PENUTUP politik. Hal itu berlawanan dengan Pisowanan Agung A. Kesimpulan tradisional yang memiliki makna tradisi budaya yang Yogyakarta merupakan kota kerajaan yang menjadi sakral dan menunjukkan hubungan batiniah antar pusat kebudayaan di Pulau Jawa. Yogyakarta juga terdapat Kraton sebagai pusat kebudayaannya yang memiliki

15 Shinta Yanti Budiaman. 2015. Instrumentasi Modalitas Sri Sultan Hamengku Buwono X Dalam Pisowanan Agung 2008. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. hlm 93.

AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 6, No. 4 Tahun 2018

raja/sultan dengan rakyatnya, sebagai bentuk mengayomi Dwiyanto, Djoko. 2009. Kraton Yogyakarta, Sejarah, dan melindungi rakyatnya. Nasionalisme, Dan Teladan Perjuangan. Jadi dapat dikatakan dalam peristiwa Pisowanan Yogyakarta: Paradigma Indonesia Pers. Agung masa Sri Sultan Hamengku Buwono X yang Sudirman, Adi. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia dari Era terselenggara empat kali pada tahun 1998-2008 di Klasik Hingga Terkini. Yogyakarta: Diva Press. Yogyakarta, telah terjadi perubahan makna maupun kepentingan dari Pisowanan Agung sesungguhnya atau Moedjanto. 1994. Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten secara tradisi budaya Kraton Yogyakarta yang sudah ada Pakualaman. Yogyakarta: Kanisius. secara turun temurun menjadi tradisi budaya yang menjadi Moedjanto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa, Penerapanya sarana atau media berpolitik Sri Sultan Hamengku Oleh Raja-Raja Mataram. Yogyakarta: Kanius Buwono X. (Anggota IKAPI). Terdapat dampak Pisowanan Agung terhadap kehidupan politik, budaya, dan ekonomi di Yogyakarta. Atmakusumah. 1982. Tahta Untuk Rakyat, Celah-Celah Dalam bidang politik, secara keseluruhan memiliki Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX. Jakarta: dampak terhadap status/jabatan Sri Sultan Hamengku Gramedia. Buwono X yang masih menjabat sebagai Gubernur DIY hingga sekarang. Dalam bidang budaya, terdapat Setyowati, Retno. 2017. Dinamika Kraton Ngayogyakarta perubahan dalam Pisowanan Agung seperti perubahan Hadiningrat Dalam Bingkai Keistimewaan DIY. dalam makna, penyelenggaraan, proses, bentuk, dan Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana. tujuan. Dalam bidang ekonomi, memiliki dampak yang Budiaman, Shinta Yanti. 2015. Instrumentasi Modalitas menguntungkan bagi pengusaha-pengusaha hotel, Sri Sultan Hamengku Buwono X Dalam Pisowanan pedagang kaki lima, dan transportasi umum (tukang becak, Agung 2008. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. tukang ojek, dll). Koran B. Saran Pada penelitian ini mengenai makna Pisowanan Kedaulatan Rakyat. 12 November 1998. Agung di Yogyakarta tahun 1998-2008, diharapkan Kedaulatan Rakyat. 21 Mei 1998. mampu menjadi acuan terhadap masyarakat Yogyakarta maupun masyarakat pada umumnya, guna membantu Kedaulatan Rakyat. 20 Mei 1998. memahami makna Pisowanan Agung sesungguhnya. Sehingga Pisowanan Agung tidak menjadi media Kedaulatan Rakyat. 30 November 1998. berpolitik oleh pihak yang berkepentingan. Kompas. 13 September 1998. Penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat dan konstribusi terhadap pembaca dan peneliti Kompas. 14 September 1998. selanjutnya. Sehingga pada penelitian yang akan datang Kedaulatan Rakyat. 17 April 2007. mengenai Pisowanan Agung di Yogyakarta dapat membahas melalui sudut pandang yang berbeda. Dengan Kedaulatan Rakyat. 18 April 2007. tujuan agar pembahasan mengenai Pisowanan Agung lebih luas lagi. Bernas Jogja. 28 Oktober 2008. Dalam penelitian ini mengenai makna Pisowanan Bernas Jogja. 29 Oktober 2008. Agung di Yogyakarta tahun 1998-2008 jauh dari kata sempurna, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali kelemahan dan masih banyak yang harus diperbaiki, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik yang membangun agar penelitian ini lebih bagus lagi. Serta diharapkan karya ini dapat menjadi refrensi bagi penulis-penulis selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA Buku Gostchak, Louis. 1986. Mengerti Sejarah, Jakarta: Rajawali. Kasdi, Aminudin. 2005. Memahami Sejarah, Surabaya: UNESA University Press. Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2009. Menggugat Keistimewaan Jogjakarta, Tarik Ulur Kepentingan Konflik Elit Dan Isu Perpecahan. Yogyakarta: Pinus Pers.