Kementerian Agama Kabupaten Tegal

SEJARAH KEBUDAYAAN

Untuk Siswa Kelas IX MTs.

. Mujayanah, S.Ag, M.SI

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 1

Hak Cipta pada Mujayanah, S.Ag, M.S.I

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM UNTUK SISWA KLS IX MTs.

Penulis : Mujayanah, S.Ag, M.S.I Editor : Drs. A. Sholahuddin, Dipl.Ed Perancang Kulit : Islamudin Akbar, S.Kom Ilustrasi, Tata Letak : Drs. A. Sholahuddin, Dipl.Ed Ukuran Buku : 21,59 x 27,94 cm

MJY., Mujayanah,

Sejarah Kebudayaan Islam, untuk siswa Kls IX MTs/ Mujayanah, S.Ag, M.S.I; Editor: Drs. A. Sholahuddin, Dipl.Ed. — Tegal : MTs. Negeri Slawi, Kementerian Agama Kabupaten Tegal, 2015.

ISBN-13 : 978- ISBN-10 :

Diterbitkan Oleh: FGP Press Tahun 2015

2 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan buku Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) untuk siswa Kelas IX SMP/MTs ini. Buku Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) ini dikembangkan oleh penulis dalam kaitannya dengan kegiatan proyek peningkatan mutu pendidikan dasar, khususnya dalam mempersiapkan siswa-siswi kelas IX SMP/MTs dalam memahami apresiasi seni dan budaya lokal maupun manca negara, karena disusun berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Bahan ajar ini juga telah diuji-cobakan di MTs. Negeri Slawi dan madrasah-madrasah di Provinsi jawa Tengah sejak tahun 2015. Buku pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) ini telah dinilai Kepala dan oleh teman sejawat, dan dinyatakan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai buku pennjang siswa MTs. Negeri Slawi dalam kegiatan belajar dan diharapkan dapat menggunakan buku Seni Budaya ini dengan sebaik- baiknya sehingga dapat meningkatkan meningkatkan kelulusan siswa- siswinya madrasah. Saran perbaikan untuk penyempurnaan buku pelajaran ini sangat diharapkan. Terimakasih setulus-tulusnya disampaikan kepada para penulis yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku pelajaran ini, baik pada saat awal pengembangan bahan ajar, ujicoba terbatas, maupun penyempurnaan sehingga dapat tersusunnya buku pelajaran ini. Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya penerbitan buku pelajaran ini.

Slawi, 01 April 2015 Penulis,

Mujayanah, S.Ag, M.S.I

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………….…………….………...... ……...…. ii Daftar Isi …………………………………………………….…………………...... ……...… iii Bab 1 A. Teori Masuknya Islam Ke ……………..…………..…….....…………. 1 B. Perkembangan Islam di Indonesia …………………...... …...... 2 Uji Kompetensi ...... 3

Bab 2 KERAJAAN ISLAM NUSANTARA A. Sejarah Kerajaan Islam di Jawa .....………………….....…...………...….………. 6 B. Sejarah Kerajaan Islam di ………………...... …….……… 10 C. Sejarah Kerajaan Islam di Sulawesi ...... 10 Uji Kompetensi ...... 11

Bab 3 WALISONGO A. Sejarah Singkat Wali Songo …………..……...... ……….………….....……... 13 B. Wali Songo …………...... ……...... ……... 14 Uji Kompetensi ...... 22

Bab 4 SYAIKH ABDUR RAUF AS SINGKILI A. Riwayat Hidup ……...... …..……....…………. 24 B. Pemikian dan Karya …………...... ……. 25 Uji Kompetensi ...... 29

Bab 5 SYAIKH ARSYAD AL BANJARI A. Riwayat Hidup …………...... ……....….…..……...…….…… 31 B. Pemikiran dan Karya ……….………...... …...... …….…… 32 Uji Kompetensi ...... 36

Bab 6 KH. HASYIM ASY’ARI A. Riwayat Hidup dan Pendidikan ………….....……....….……...... …… 38 B. Pemikiran dan Karya ………………...... …..…...... ….…… 39 Uji Kompetensi ...... 40

Bab 7 KH. A. Riwayat Hidup dan Pendidikan ...... ……....….….....……..….….…… 43 B. Pengalaman Oganisasi ...... ………………...... …..…….…… 44 Uji Kompetensi ...... 45

Ulangan Akhir Semester Gasal ...... 47 Daftar Pustaka ...... 53 Biodata Penulis

4 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 5

BAB 1 ISLAM NUSANTARA

A. Teori Masuknya Islam Ke Indonesia Perkembangan Islam di Indonesia berlangsung dengan sangat cepat. Hal ini tentu tidak terlepas dari peran para pedagang muslim yang berasal dari Gujarat (India), Persia, dan Arab. Hubungan erat antar pedagang muslim dan pedagang Nusantara di masa silam menimbulkan pengaruh terhadap masuknya agama Islam di Indonesia. Secara geografis, Indonesia terletak di kawasan yang sangat strategis dalam saluran perdagangan masa silam. Hal ini menyebabkan Islam dengan mudah masuk ke wilayah Indonesia. Lantas, kapan Islam pertama kali datang ke Indonesia. Ada beberapa teori tentang masuknya Islam ke Indonesia. Teori tersebut antara lain teori Gujarat, teori Persia, dan teori Arab. Berikut ini pemaparan dari masing-masing teori masuknya Islam ke Indonesia tersebut.

1. Teori Gujarat Teori gujarat adalah teori masuknya Islam ke Indonesia yang pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje dan J. Pijnapel. Dalam teori ini disebutkan bahwa Islam di Indonesia sebetulnya berasal dari Gujarat, India dan mulai masuk sejak abad ke 8 Masehi. Islam masuk ke Indonesia melalui wilayah-wilayah di anak benua India, seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar. Seperti diketahui bahwa Bangsa Indonesia pada masa itu memang telah menjalin hubungan dagang dengan India melalui saluran Indonesia- Cambay. Bukti lain yang mendukung teori masuknya Islam ke Indonesia adalah munculnya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Perlak yang diteruskan oleh Kerajaan Samudra Pasai. Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan bercorak paham Syafi‘i yang kala itu dianut banyak penduduk Mesir dan Mekah. Berdasarkan teori ini, masuknya Islam ke Indonesia ini diyakini berasal dari Gujarat karena didasarkan pada adanya bukti berupa batu nisan Sultan Samudera Pasai Malik as-Saleh berangka tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Selain itu, teori gujarat juga didasarkan pada corak ajaran Islam yang cenderung memiliki warna tasawuf. Ajaran ini dipraktikan oleh orang muslim di India Selatan, mirip dengan ajaran Islam di Indonesia pada awal berkembangnya Islam.

2. Teori Persia Teori persia adalat teori masuknya Islam ke Indonesia yang dikemukakan oleh Hoessein Djajadiningrat. Dalam teori ini dikemukakan bahwa Islam yang

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 1

masuk ke Indonesia adalah Islam yang berasal dari Persia (Iran). Islam di yakini dibawa oleh para perdagang Persia mulai pada abad ke 12 M. Teori persia berlandaskan pada bukti maraknya paham Syiah pada awal masuknya Islam ke Indonesia. Selain itu, ada kesamaan tradisi budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia. Pe ringatan 10 Muharam atau hari Asyura di Iran dengan upacara atau Tabut di Sumatera Barat dan Jambi sebagai lamang mengarak jasad Husein bin Ali bin Abi Thalib yang terbunuh dalam peristiwa Karbala menjadi satu contohnya. Bahkan kuatnya tradisi Syiah masih terasa hingga saat ini. Adanya suku Leran dan Jawi di Persia menunjukan bukti bahwa orang-orang Persia yang membawa Islam ke Indonesia. Suku ini disinyalir merujuk pada orang- orang Leran dari Gresik dan suku Jawa. Selain itu, dalam suku Jawa dikenal dengan tradisi penulisan Arab Jawa atau Arab Pegon sebagaimana diadopsi oleh masyarakat Persia atas Tulisan Arab. Hal ini diperkuat dengan istilah Jer yang lazim digunakan masyarakat Persia.

3. Teori Arab atau Teori Mekah Berdasarkan teori Arab, masuknya Islam ke Indonesia diyakini berasal dari Arab, yaitu Mekkah dan Madinah pada abad perama Hijriah atau abad ke 7 Masehi. Pendapat ini didasarkan pada adanya bukti perkampungan Islam di Pantai Barus, Sumatera Barat, yang dikenal sebagai Bandar Khalifah. Wilayah ini disebut dengan wilayah Ta-Shih. Ta-Shih adalah sebutan orang-orang China untuk orang Arab. Bukti ini terdapat dalam dokumen dari Cina yang ditulis oleh Chu Fan Chi yang mengutip catatan seorang ahli geografi, Chou Ku-Fei. Dia mengatakan adanya pelayaran dari wilayah Ta-Shih yang berjarak 5 hari perjalanan ke Jawa. Dalam dokumen China keberadaan komunitas muslim Arab di Pantai Barus tercatat sekitar tahun 625 Masehi. Menilik tahun tersebut, berarti hanya sembilan tahun dari rentang waktu ketika Rasululloh menetapkan dakwah Islam secara terbuka kepada penduduk Mekkah. Beberapa sahabat telah berlayar dan membentuk perkampungan Islam di Sumatera. Pelayaran ini sangat mungkin terjadi mengingay adanya perintah Rasululloh agar kaum muslimin menuntut ilmu ke negeri Cina. Hal ini berarti Islam masuk ke Indonesia saat Rosululloh masih hidup. Bukti arkeologis juga ditemukan di Barus, berupa sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus. Pada salah satu batu nisannya tertulis nama Syekh Rukunuddin yang wafat pada tahun 672 M. Para arkeolog dari Ecole Francaise D‘extreme-Orient Prancis dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional menyatakan bahwa sekitar abad 9 sampai 12 Masehi, Barus menjadi sebuah perkampungan dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, Cina, Tamil, Jawa, Bugis, dan Bengkulu. Bukti lain yang mendukung teori masuknya Islam ke Indonesia adalah munculnya kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Perlak yang diteruskan oleh Kerajaan Samudra Pasai. Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan bercorak paham Syafi‘i yang kala itu dianut banyak penduduk Mesir dan Mekah. Demikianlah beberapa teori masuknya Islam ke Indonesia seperti yang diutarakan oleh beberapa ahli. Ketahui pula bagaimana proses masuknya Islam ke Indonesia melalui beberapa saluran pada artikel selanjutnya. Semoga bermanfaat.

B. Perkembangan Islam di Indonesia Sejak awal abad Masehi, wilayah Indonesia telah banyak didatangi oleh para pedagang dari berbagai negara. Hal ini karena Indonesia merupakan rangkaian

2 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

hubungan perdagangan dan pelayaran antara Asia Barat, Asia Selatan, dan Asia Timur. Seiring dengan makin berkembangnya hubungan perdagangan dan pelayaran, maka agama Islam yang lahir di jazirah Arab pada awal abad ke 7 Masehi segera menyebar melalui jalur perdagangan. Para pedagang Arab, Persia, dan Gujarat (India) yang sudah menganut agama Islam lebih dulu, selain berdagang, mereka juga aktif menyebarkan agama Islam kepada masyarakat di daerah yang mereka kunjungi dan memulai sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Pada abad ke 7 Masehi, agama Islam sudah masuk ke wilayah Indonesia. Daerah yang pertama kali menerima pengaruh Islam ini adalah Samudra Pasai yang letaknya berada di pesisir Aceh Utara. Pengaruh Islam makin meluas di kalangan masyarakat terutama di daerah pesisir. Samudra Pasai berkembang sebagai pusat perdagangan dan kerajaan Islam pertama di Indonesia pada tahun 1285. Daerah lain yang banyak dikunjungi oleh para pedagang muslim adalah Malaka. Malaka mempunyai letak yang sangat strategis dalam hubungan perdagangan dan pelayaran Asia Barat, Asia Selatan, dan Asia Timur. Malaka berkembang menjadi pusat

perdagangan terbesar di kawasan Asia Tenggara. Akibatnya, agama Islam berkembang pesat di wilayah ini. Dari Malaka, sejarah perkembangan Islam di Indonesia pun dimulai. Islam tersebar luas ke berbagai wilayah antara lain Pulau Jawa, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat. Pada tahun 1511, Malaka jatuh ke tangan Portugis. Para pedagang muslim banyak yang mengalihkan rute perdagangan dan pelayaran. Mereka tidak lagi berdagang di Bandar Malaka. Para pedagang muslim lebih memilih Aceh sebagai tempat persinggahan perdagangannya. Dari Aceh mereka melakukan kegiatan perdagangan di sepanjang Pantai Barat Sumatera melewati Selat Sunda dan akhirnya sampai di Pantai Utara Pulau Jawa. Sampai abad ke 18, agama Islam sudah tersebar luas di berbagai wilayah di Indonesia, namun belum semua wilayah itu menerima pengaruh Islam.

Uji Kompetensi

A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d!

1. Pedagang Venes ia yang pemah singgah di Aceh tahun 1292 bernama …. a. Marcopolo c. Maveopolo b. Macciopolo d. Nicopolo 2. Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peranan para pedagang yang berasal dari negara berikut ini, kecuali …. a. Arab c. Persia b. Yunani d. Gujarat

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 3

3. Raja Demak pertama ialah …. a. Pati Unus c. Benowo b. Trenggono d. Raden Parah 4. Kerajaan bercorak Islam pertama di Indonesia adalah …. a. Aceh c. Demak b. Samudera Pasai d. Malaka 5. Pernyataan berikut ini cocok untuk menggambarkan kerajaan Samudera Pasai, kecuali …. a. terletak di Lhoksemawe, Aceh Utara b. merupakan kerajaan maritim dan per¬ dagangan c. pernah mendapat kunj u ngan dari Ibnu Batutah pada 1345 d. didirikan oleh Paramisora atau Sultan Iskandar Syah 6. Islam masuk ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu: a. jalur utara dan selatan c. jalur lautan dan daratan b. jalur barat dan timur d. jalur pernikahan dan perdagangan 7. Kerajaan Islam yang pertama kali berdiri di Indonesia adalah.... a. Kerajaan Samudra Pasai c. Kerajaan Goa Tallo b. Kerajaan Demak Bintoro d. Kerajaan Cirebon 8. Teori masuknya Islam ke Indonesia yang menyebutkan bahwa Islam berasal dari pedagang dari Gujarat (India) adalah definisi dari teori... a. teori Makkah c. teori India b. teori Persia d. teori Gujarat 9. Teori masuknya Islam ke Indonesia yang menyebutkan bahwa Islam berasal dari pedagang dari Persia yang singgah ke Gujarat (India) sebelum masuk ke Indonesia adalah definisi dari teori... a. teori Makkah c. teori India b. teori Persia d. teori Gujarat 10. Teori masuknya Islam ke Indonesia yang menyebutkan bahwa Islam berasal dari pedagang muslim dari Makkah langsung adalah definisi dari teori... a. teori Makkah c. teori India b. teori Persia d. teori Gujarat 11. Menurut teori Gujarat, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke - .... a. 7 M. b. 9 M c. 11 M. d. 13 M 12. Menurut teori Makkah, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke - .... a. 7 M. b. 9 M c. 11 M. d. 13 M 13. Bukti tertua tentang masuknya Islam di Indonesia adalah ditemukannya sebuah batu nisan Fatimah binti Maimun. Di manakah makam tersebut? a. Desa Leran Gresik c. Desa Keran Gresik b. Desa Keran Gresik d. Desa Kleran Gresik 14. Pada batu nisan Fatimah binti Maimun, tertulis angka berapa? a. 1080 M. c. 1082 M. b. 1081 M. d. 1083 M.

B. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan lengkap dan jelas! 1. Bagaimana proses Islam masuk ke Indonesia? ......

4 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

2. Sebutkan salah satu bukti tertua Islam masuk ke pulau Jawa! ......

3. Sebutkan Jawablah dengan lengkap dan jelas!eberapa faktor yang menyebabkan Islam erkembang dengan pesat di Nusantara? ......

4. Sebutkan tiga teori masuknya Islam ke Nusantara?......

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 5

BAB 2 KERAJAAN ISLAM NUSANTARA

A. Sejarah Kerajaan Islam di Jawa Di wilayah Pulau Jawa, Islam sudah mulai masuk pada abad ke 7 Masehi. Sejarah perkembangan Islam di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa mengalami perkembangan pesat saat Majapahit mulai mengalami kemunduran pada awal abad ke 15 Masehi. Seluruh wilayah di Pulau Jawa sampai abad ke 18 telah menerima pengaruh Islam. Agama Islam pertama kali berkembang di daerah pesisir utara Jawa. Kota-kota pelabuhan di daerah pesisisr utara berkembang menjadi pusat pengembangan islam, antara lain Gresik, Surabaya, , Jepara, Demak, Cirebon, dan Banten. Dari pulau Jawa, terutama dari Gresik dan Demak, agama Islam menyebar ke berbagai wilayah seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

1. Kerajaan Demak Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Para ahli memperkirakan Demak berdiri pada tahun 1500. Letak kerajaan di Bintoro di dekat muara sungai Demak. Pusat kerajaan terletak antara pelabuhan Bergota dan Jepara. Raja-raja yang memerintah di Demak yaitu: Raden Fatah sebagai pendiri dan Raja pertama, Pati Unus, Sultan Trenggono, Sunan Prawoto. Demak berperan besar dalam penyebaran agama Islam di Jawa dan wilayah Nusantara bagian timur. Di pusat kota kerajaan Demak didirikan Masjid Agung Demak oleh Walisongo yang masih kokoh berdiri sampai sekarang. Dengan bantuan para wali daerah kekuasaan Demak diperluas hingga meliputi: Jepara, Pati, Rembang, Semarang, kepulauan di Selat Karimata dan beberapa daerah di Kalimantan. Demak menguasai beberapa pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, dan Gresik.

6 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

2. Kerajaan Mataram Islam Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1586 dengan Raja pertamanya Sutawijaya yang bergelar Penembahan Senopati (1586-1601). Pada masa pemerintahan Penembahan Senopati, Mataram banyak menerima cobaan. Pemberontakan-pemberontakan silih berganti, mulai dari bupati Surabaya, Ponorogo, Madiun, Galuh, Pati, dan Demak. Semenjak awal berdirinya Mataram, Penembahan Senopati dapat melampaui masa-masa krisis ini dengan memadamkan pemberontakan demi pemberontakan. Penambahan Senopati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Kotagede Yogyakarta. Ia digantikan putranya yang bernama: Mas Jolang (1601-1613), Raden Mas Rangsang (Sultan Agung) tahun 1613-1645. Mataram mencapai kejayaan pada masa Sultan Agung. Pengaruh Mataram memudar setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 M. Selanjutnya, Mataram pecah menjadi dua, sebagaimana isi perjanjian Giyanti (1745) berikut: •Mataram timur yang dikenal Kasunanan Surakarta Hadiningrat di bawah kekuasaan Paku Buwono III dengan pusat pemerintahan di Surakarta. •Mataram barat yang dikenal dengan Kesultanan Ngayogyokarto Hadiningrat di bawah kekuasaan Raja Mangkubumi (adik dari Paku Buwono II) yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I dengan pusat pemerintahannya di Yogyakarta. Pada tahun 1757, berdasarkan Perjanjian Salatiga, Kerajaan Mataram dibagi menjadi tiga, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran. Daerah Mangkunegaran diperintah oleh Raden Mas Said yang diberi gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegaran. Pada tahun 1813 Kesultanan Yogyakarta dibagi menjadi dua kerajaan, yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kerajaan Pakualaman, yang diperintah oleh Raja Paku Alam I yang semula adalah Adipati Kesultanan Yogyakarta. Dengan demikian, Kerajaan Mataram dibagi menjadi empat kerajaan kecil, yaitu Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kerajaan Mangkunegaran, dan Kerajaan Pakualaman.

3. Kerajaan Cirebon Terdapat dua pendapat mengenai asal-usul nama Cirebon. Menurut Babad Cirebon, bahwa kata Cirebon berasal dari kata ci dan rebon (udang kecil). Nama tersebut berkaitan dengan kegiatan para nelayan di Muara Jati, Dukuh Pasambangan, yaitu membuat terasi dari udang kecil (rebon). Adapun versi lain yang diambil dari kitab Nagarakertabhumi menyatakan bahwa kata Cirebon adalah perkembangan kata Caruban yang berasal dari istilah sarumban yang berarti pusat percampuran penduduk. Pada awal abad ke-16, Cirebon masih di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Pangeran Walangsungsang ditempatkan oleh raja Pajajaran sebagai juru labuhan di Cirebon. Ia bergelar Cakrabumi. Setelah cukup kuat, Walangsungsang memproklamasikan kemerdekaan Cirebon dan bergelar Cakrabuana. Ketika pemerintahannya telah kuat, Walangsungsang dan Nyai Rara Santang melaksanakan ibadah haji ke Mekah. Sepulang dari Me kah ia memindahkan pusat kerajaannya ke Lemahwungkuk. Di sanalah kemudian didirikan keraton baru yang dinamakannya Pakungwati. Pendiri Kerajaan Cirebon adalah Walangsungsang, namun orang yang berhasil meningkatkan statusnya menjadi sebuah kesultanan adalah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), Sunan Gunung Jati adalah keponakan merangkap pengganti Pangeran Cakrabuana sebagai Penguasa Cirebon. Dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten.

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 7

Pada tahun 1479, Pangeran Cakrabuana mengundurkan diri dari tampuk pimpinan kerajaan Pakungwati. Kedudukannya kemudian digantikan putra adiknya, Nyai Rarasantang dari hasil perkawinannya dengan Syarif Abdullah dari Mesir, yakni Syarif Hidayatullah (1448-1568) yang setelah wafat dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada Kesultanan Cirebon dimulai ketika dipimpin oleh Sunan Gunung Jati, yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang menyebarkan agama Islam di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Sunan Gunung Jati juga dikenal sebagai pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten. Tahun 1568 Sunan Gunung Jati wafat. Fatahillah kemudian naik tahta menggantikan beliau. Fatahillah menduduki tahta kerajaan Cirebon hanya dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun 1570. Fatahillah dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung. Pada mulanya calon kuat pengganti Sunan Gunung Jati ialah Pangeran Dipati Carbon, Putra Pangeran Pasarean, cucu Sunan Gunung Jati. Namun, Pangeran Dipati Carbon meninggal lebih dahulu pada tahun 1565. Sepeninggal Fatahillah, oleh karena tidak ada calon lain yang layak menjadi raja, tahta kerajaan jatuh kepada Pangeran Emas putra tertua Pangeran Dipati Carbon atau cicit Sunan Gunung Jati. Pangeran Emas kemudian bergelar Panembahan Ratu I dan memerintah Cirebon selama kurang lebih 79 tahun hingga tahun 1649. Saat kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Cirebon dibagi dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman. Pangeran Martawijaya diangkat menjadi Sultan Keraton Kasepuhan dan memerintah hingga 1703, Sedangkan Pangeran Kartawijaya diangkat menjadi Sultan Keraton Kanoman dan memerintah hingga tahun 1723.

4. Kerajaan Banten Pada awalnya kawasan Banten --yang juga dikenal dengan Banten Girang- - merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut, selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Di samping, dipicu oleh adanya kerja sama Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi dan politik., hal yang dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Maka, sultan Trenggana, Maulana Hasanudin bersama dengan Fatahillah, Maulana melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Kelapa pada sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda. Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut. Selain itu, ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut. Seiring dengan kemunduran Demak, terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten yang sebelumnya di bawah kekuasaan Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf putra dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570 dan melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran pada tahun 1579. Kemudian, ia digantikan putranya yaitu Maulana

8 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

Muhammad, yang mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di Nusantara. Namun gagal karena ia meninggal dalam penaklukkan tersebut. Pada masa Pangeran Ratu putra dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau Jawa yang mengambil gelar ―Sultan‖ pada tahun 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir. Pada masa ini, Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yang ada pada waktu itu. Di antaranya, diketahui terdapat surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 kepada Charles I. Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara dan Kesultanan Banten berkembang pesat, hingga menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina, dan Jepang. Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya, Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), yang sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten. Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, akibat perebutan kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji. Perpecahan ini dimanfaatkan oleh VOC yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tidak dapat dielakkan. Sementara dalam memperkuat posisinya, Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar juga sempat mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja Inggris di London tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan serta bantuan persenjataan. Dalam perang ini, Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa. Namun, pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng bersama putranya yang lain, Pangeran Purbaya dan Syaikh Yusuf dari Makasar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Lalu, pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng tertangkap kemudian ditahan di Batavia. Sementara VOC terus mengejar dan mematahkan perlawanan pengikut Sultan Ageng yang masih berada dalam pimpinan Pangeran Purbaya dan Syaikh Yusuf. Pada 5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan beserta pasukan Balinya, bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur, di mana pada 14 Desember 1683 mereka berhasil menawan Syaikh Yusuf. Sementara setelah terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyatakan menyerahkan diri. Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya. Dan, dalam perjalanan membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Willem Kuffeler. Namun, terjadi pertikaian di antara mereka. Puncaknya pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan,

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 9

dan berikutnya Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC. Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7 Februari 1684 sampai di Batavia.

B. Sejarah Kerajaan Islam di Sumatra Di wilayah Sumatera, Islam mulai masuk ketika zaman kekuasaan Sriwijaya pada abad ke 7 Masehi. Ketika Sriwijaya mengalami kemunduran pada abad ke 11, sejarah perkembangan Islam di Indonesia melaju dengan sangat pesat. Hingga pada abad ke 18, hampir semua wilayah di pantai Sumatera menerima pengaruh Islam termasuk daerah pedalamannya seperti Batak, Nias, Mentawai, dan sebagian daerah Bengkulu. 1. Samudera Pasai Samudera Pasai diperkirakan tumbuh berkembang antara tahun 1270 dan 1275, atau pertengahan abad ke-13. Kerajaan ini terletak lebih kurang 15 km di sebelah timur Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam, dengan sultan pertamanya bernama Sultan Malik as-Shaleh (wafat tahun 696 H atau 1297 M). Dalam kitab Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai, diceritakan bahwa Sultan Malik as-Shaleh sebelumnya adalah seorang kepala gampong (sebuah sistem pembagian wilayah administratif di Provinsi Aceh berdasarkan asal usul dan istiadat setempat yang diakui dan dihormati) Samudera bernama Meurah Silu. Setelah menganut agama Islam, ia berganti nama menjadi Malik as-Shaleh. Berikut ini merupakan urutan para Raja-Raja yang memerintah di Kesultanan Samudera Pasai: Sultan Malik as-Shaleh (696 H/1297 M); Sultan Muhammad Malik Zahir (1297-1326); Sultan Mahmud Malik Zahir (± 1346- 1383); Sultan Zainal Abidin Malik Zahir (1383-1405); Sultanah Nahrisyah (1405-1412); Abu Zain Malik Zahir (1412); Mahmud Malik Zahir (1513-1524).

2. Kesultanan Aceh Darussalam Kerajaan Aceh didirikan Sultan pada tahun 1530 setelah melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pidie. Tahun 1564 Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Sultan Alaudin al-Kahar (1537-1568). Sultan Alaudin al-Kahar menyerang kerajaan Johor dan berhasil menangkap Sultan Johor, namun kerajaan Johor tetap berdiri dan menentang Aceh. Pada masa kerajaan Aceh dipimpin oleh Alaudin Riayat Syah, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman datang untuk meminta izin berdagang di Aceh. Penggantinya adalah Sultan Ali Riayat dengan panggilan Sultan Muda. Yang berkuasa dari tahun 1604-1607. Pada masa inilah, Portugis melakukan penyerangan karena ingin melakukan monopoli perdagangan di Aceh. Tapi usaha ini tidak berhasil. Setelah Sultan Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Muda dari tahun 1607-1636, kerajaan Aceh mengalami kejayaan dalam perdagangan. Banyak terjadi penaklukan di wilayah yang berdekatan dengan Aceh seperti Deli (1612), Bintan (1614), Kampar, , Minangkabau, Perak, Pahang, dan Kedah (1615-1619). Gejala kemunduran Kerajaan Aceh muncul saat Sultan Iskandar Muda digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (Sultan Iskandar Sani) yang memerintah tahun 1637-1642. Iskandar Sani adalah menantu Sultan Iskandar Muda. Tak seperti mertuanya (Sultan Iskandar Muda), ia lebih mementingkan pembangunan dalam negeri dari pada ekspansi ke luar negeri. Dalam masa pemerintahannya yang singkat, empat tahun, Aceh berada dalam keadaan

10 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

damai dan sejahtera, hukum syariat Islam ditegakkan, dan hubungan dengan kerajaan-kerajaan bawahan dilakukan tanpa tekanan politik ataupun militer.

C. Sejarah Kerajaan Islam di Sulawesi Di wilayah Sulawesi, pengaruh Islam mulai muncul pada abad ke 16. Wilayah pertama yang menerima pengaruh Islam adalah Gowa. Dalam sejarah perkembangan Islam di Indonesia, penyebar agama Islam yang terkenal di daerah itu adalah Dato‘ RI Bandan dan Dato‘ Sulaiman. Dari wilayah Gowa, Islam menyebar ke wilayah Gorontalo. Wilayah Sulawesi Tenggara mendapat pengaruh Islam dari Ternate. Wilayah di Sulawesi sampai abad ke 18 yang mendapat pengaruh Islam makin meluas. Hanya wilayah Sulawesi Tengah (Toraja) dan Sulawesi paling utara-lah yang belum dipengaruhi oleh Islam.

1. Kerajaan Gowa Tallo Kesultanan Gowa, atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan terbesar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero, dan Kalili. Sejak Gowa Tallo sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini menjalin hubungan dengan Ternate yang sudah menerima Islam dari Gresik. Raja Ternate yakni Baabullah mengajak Raja Gowa Tallo untuk masuk Islam, tapi gagal. Baru pada masa Datu Ri Bandang datang ke Kerajaan Gowa Tallo, agama Islam mulai masuk ke kerajaan ini. Setahun kemudian, hampir seluruh penduduk Gowa Tallo memeluk Islam. Mubalig yang berjasa menyebarkan Islam adalah Abdul Qadir Khatib Tunggal yang berasal dari Minangkabau. Kerajaan ini mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653–1669). Daerah kekuasaan Makasar luas; seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai Raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya, kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.

Uji Kompetensi A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d!

1. Di bawah ini yang termasuk kerajaan Islam di Jawa adalah .... a. Singasari b. Sriwijaya c. Majapahit d. Demak 2. Kerajaan Islam di Jawa yang paling lama berkuasanya adalah …. a. Demak b. Mataram c. Pajang d. Banten

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 11

3. Kerajaan Islam di Jawa yang kemajuannya lebih menonjol adalah .... a. Banten b. Pajang c. Mataram d. Demak 4. Di bawah ini yang termasuk kerajaan Islam di Sumatera adalah .... a. Samudera Pasai c. Buton b. Demak d. Ternate dan Tidore 5. Kerajaan Islam di Sumatera yang paling lama berkuasanya adalah …. a. Aceh Darussalam c. Samudera Pasai b. Perlak d. Johor 6. Kerajaan Islam di Sumatera yang kemajuannya lebih menonjol adalah .... a. Samudera Pasai c. Aceh Darussalam b. Johor d. Perlak 7. Di bawah ini yang termasuk kerajaan Islam di Sulawesi adalah .... a. Ternate b. Mataram c. Gowa d. Tidore 8. Kerajaan Islam di Sulawesi yang paling lama berkuasanya adalah …. a. Ternate b. Bone c. Gowa d. Tallo 9. Kerajaan Islam di Sulawesi yang kemajuannya lebih menonjol adalah .... a. Aceh Darussalam c. Perlak b. Gowa dan Tallo d. Ternate dan Tidore 10. Di bawah ini yang termasuk kerajaan Islam di Jawa adalah .... a. Samudera Pasai b. Demak c. Cirebon d. Gowa

B. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan lengkap dan jelas!

1. Sebutkan 3 bukti perkembangan Islam pada kerajaan Islam di Jawa ! ......

2. Sebutkan 3 bukti perkembangan Islam pada kerajaan Islam di Sumatera! ......

3. Sebutkan 2 bukti perkembangan Islam pada kerajaan Islam di Sulawesi ! ......

4. Coba bandingkan pendekatan yang digunakan dalam mensyiarkan Islam di 3 kerajaan (Jawa, Sumatera dan Sulawesi)! ......

12 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

BAB 3 WALI SONGO

Walisongo berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana ,, , , Sunan Dradjad, , , Sunan Muria, Serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Maulana Malik Ibrahim adalah wali yang tertua diantara sembilan wali. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.

Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak- Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 13

Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai "paus dari Timur" hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha

1. Maulana Malik Ibrahim Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi. Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke -10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw. Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden . Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya. Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik. Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung.

14 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri terse but masih kerabat istrinya. Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.

2. Sunan Ampel Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang). Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang.

Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya. Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari perkimpoiannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan . Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M. Di Ampel Denta yang berawa-, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia membangun mengembangkan pondok . Mula-mula ia merangkul masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa dan Madura. Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah "Mo Limo" (moh main, moh

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 15

ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk "tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina." Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.

3. Sunan Giri Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya--seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma). Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.

Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah "giri". Maka ia dijuluki Sunan Giri. Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit - konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata. Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se -Tanah Jawa. Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18. Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau. Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu

16 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.

4. Sunan Bonang Ia anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir diperkirakan 1465 M dari seorang perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban. Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha. Ia kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer timur kota Rembang.

Di desa itu ia membangun tempat pesujudan/zawiyah sekaligus pesantren yang kini dikenal dengan nama Watu Layar. Ia kemudian dikenal pula sebagai imam resmi pertama Kesultanan Demak, dan bahkan sempat menjadi panglima tertinggi. Meskipun demikian, Sunan Bonang tak pernah menghentikan kebiasaannya untuk berkelana ke daerah-daerah yang sangat sulit. Ia acap berkunjung ke daerah-daerah terpencil di Tuban, Pati, Madura maupun Pulau Bawean. Di Pulau inilah, pada 1525 M ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Tuban, di sebelah barat Masjid Agung, setelah sempat diperebutkan oleh masyarakat Bawean dan Tuban. Tak seperti Sunan Giri yang lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat gersang. Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat 'cinta'('isyq). Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin Rumi. Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid utamanya, Sunan Kalijaga. Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra be rupa suluk, atau tembang tamsil. Salah satunya adalah "Suluk Wijil" yang tampak dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr (wafat pada 899). Suluknya banyak menggunakan tamsil cermin, bangau atau burung laut. Sebuah pendekatan yang juga digunakan oleh Ibnu Arabi, Fariduddin Attar, Rumi serta . Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 17

sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang "" adalah salah satu karya Sunan Bonang. Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir- tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa ditafsirkan Sunan Bonang sebagai peperangan antara nafi (peniadaan) dan 'isbah (peneguhan).

5. Sunan Kalijaga Dialah "wali" yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban - keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam. Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden Abdurrahman. Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang disandangnya.

Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk berendam ('kungkum') di sungai (kali) atau "jaga kali". Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari bahasa Arab "qadli dzaqa" yang menunjuk statusnya sebagai "penghulu suci" kesultanan. Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.

18 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pe ndiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga. Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede - Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.

6. Sunan Gunung Jati Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati. Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra' Mi'raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii). Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M.

Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina. Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati. Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya "wali songo" yang memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan. Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar wilayah. Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan Banten.

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 19

Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15 kilometer sebelum kota Cirebon dari arah barat.

7. Sunan Drajat Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin ini lahir pada tahun 1470 M. Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran- Lamongan. Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya: langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria. Terutama seni suluk. Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah "berilah tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang telanjang'. Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.

8. Sunan Kudus Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang. Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali yang kesulitan mencari

20 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk teguh-menunjuknya. Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus. Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus. Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan tablighnya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarahyang berarti "sapi betina". Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus, masih menolak untuk menyembelih sapi. Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat masyarakatnya.Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan Adipati Jipang, Arya Penangsang.

9. Sunan Muria Ia putra Dewi Saroh --adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus. Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.

Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 21

Uji Kompetensi

A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d!

1. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik dikenal juga dengan nama Maulana Magribi ( Syeh Magribi ) yang berasal dari magribi yang berada di negara : a. Palestina c. Afrika Selatan b. Irak d. Afrika Utara 2. Sunan Giri mendidik anak – anak melalui permainan yang bernafaskan keagamaan. Dibawah ini yang tidak termasuk ciptaan Sunan Giri adalah: a. Jamuran c. Tembang sinom b. Ilir – ilir d. Cublak – cublak suweng 3. Sunan Kalijaga adalah seorang bangsawan, yakni putra bupati…… a. Demak b. Pajang c. Tuban d. Cirebon 4. Berasal dari suku manakah Sunan Kalijaga.. a. Suku Sunda b. Suku Jawa c. Suku Batak d. Suku Demak 5. Dimanakah Sunan Giri ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyiarkan agama islam..... a. Blambangan c. Jawa Barat b. Sumatera d. Jawa Tengah 6. Siapakah yang menciptakan aneka cerita wayang yang bernafaskan islam a. Sunan Kalijaga c. Sunan Muria b. Sunan Giri d. Sunan Bonang 7. Sunan Giri adalah putra dari….. a. Maulana Malik c. Maulana Magribi b. Maulana Ishak d. Maulana Makhdum 8. Dalam strategi dakwahnya, Sunan Drajat menciptakan tembang sebagai salah satu medianya. Tembang yang dimaksud adalah… a. Sinom b. Kinanti c. Pangkur d. Dunma 9. Sunan Ampel wafat pada tahun 1948 dan dimakamkan di… a. Gresik c. Bukit Muria, Jepara b. Demak d. Masjid Ampel, Surabaya 10. Siapa pendiri dinasti kesultanan Banten. a. Sunan Ampel c. Sunan Drajat b. Sunan Giri d. Sunan Gunung Jati

B. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan jelas dan singkat !

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan wali songo ! ......

2. Kenapa Sunan Ampel tidak setuju terhadap adat istiadat jawa ? ......

22 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

......

3. Apa tujuan Sunan Gresik berdakwah secara intensif dan bijaksana ? ......

4. Sebutkan dua tembang yang diciptakan Sunan Muria sebagai sarana berdakwah ! ......

5. Apa yang menyebabkan Sunan Qudus di gelari wali Al-Ilmi oleh para wali songo? ......

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 23

BAB 4 SYAIKH ABDUR RAUF AS SINGKILI

A. Riwayat Hidup Ada dua legenda yang dikaitkan dengan Abdur Rauf Singkel. Legenda pertama menyatakan bahwa ia adalah mubaligh pertama yang mengislamkan Aceh (lihat Liaw Yock Fang, 1975: 198 dan Braginsky, 1998: 474). Legenda kedua menyatakan bahwa khotbah-khotbahnya telah membawa ―para pelacur‖ dari ―bordil‖, yang konon dibuka oleh Hamzah Fansuri di ibukota Aceh, untuk kembali ke jalan yang benar (Snouck Hurgronje dalam Braginsky, 1998: 474). Braginsky (1998) menegaskan bahwa kedua legenda itu tentu saja tidak sesuai dengan kebenaran sejarah.Namun, tentang peranan Abdu Rauf sebagai mualim, ulama dan pendakwah yang berpengaruh dalam kedua legenda tersebut, tentu saja tidak bisa disangkal. Arah gagasannya selalu praktis. Sebagai seorang mualim ia selalu menaruh perhatian besar pada murid- muridnya. Karya-karyanya selalu bertolak dari perhatiannya yang demikian itu, yaitu untuk membantu mereka memahami Islam dengan lebih baik lagi, menasehati mereka supaya tidak tertimpa musibah, memperteguh kesalehan mereka, dan menghindarkan mereka dari tindakan salah dan tidak toleran (A. Johns dalam Braginsky, 1998: 474). Abdur Rauf Singkel, yang bernama panjang Syeh Abdur Rauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri al-Singkili, lahir di Fansur, lalu dibesarkan di Singkil pada awal abad ke-17 M. Ayahnya adalah Syeh Ali Fansuri, yang masih bersaudara dengan Syeh Hamzah Fansuri. A. Rinkes memperkirakan bahwa Abdul Rauf lahir pada tahun 1615 M. Ini didasarkan perhitungan, ketika Abdur Rauf kembali dari Mekah, usianya antara 25 dan 30 tahun (lihat Abdul Hadi WM, 2006: 241). Namun, Abdul Hadi WM (2006) menyatakan bahwa perkiraan itu bisa meleset, karena Abdul Rauf berada di Mekah sekitar 19 tahun, dan kembali ke Aceh pada 1661. Bila dalam usia 30 tahun ia kembali dari Mekah, berarti ia dilahirkan pada 1630. Selama sekitar 19 tahun menghimpun ilmu di Timur Tengah, Abdur Rauf tidak hanya belajar di Mekah saja. Ia juga mempelajari ilmu keagamaan dan tasawuf di bawah bimbingan guru-guru yang termasyhur di Madinah. Di kota ini, ia belajar kepada khalifah (pengganti) dari tarekat Syattariyah, yaitu Ahmad Kusyasyi dan penggantinya, Mula Ibrahim Kurani (Braginsky, 1998: 474). Dalam kata penutup salah satu karya tasawufnya, Abdur Rauf menyebutkan guru- gurunya. Data yang cukup lengkap tentang pendidikan dan tradisi pengajaran yang diwarisinya ini merupakan data pertama tentang pewarisan sufisme di kalangan

24 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

para sufi Melayu. Ia juga menyebutkan beberapa kota Yaman (Zabit, Moha, Bait al-Fakih, dan lain-lain), Doha di Semenanjung Qatar, Madinah, Mekah, dan Lohor di India. Di samping itu, ia juga menyebutkan daftar 11 tarekat sufi yang diamalkannya, antara lain: Syattariyah, Kadiriyah, Kubrawiyah, Suhrawardiyah, dan Naqsyabandiyah (Braginsky, 1998: 474). Sepeninggal Ahmad Qusyasyi, Abdur Rauf memperoleh izin dari Mula Ibrahim Kurani untuk mendirikan sebuah sekolah di Aceh. Sejak 1661 hingga hampir 30 tahun berikutnya, Abdul Rauf mengajar di Aceh. Liaw Yock Fang (1975) menyebutkan bahwa muridnya ramai sekali dan datang dari seluruh penjuru Nusantara. Dan, karena pandangan-pandangan keagamaannya sejalan dengan pandangan Sultan Taj Al-‗Alam Safiatun Riayat Syah binti Iskandar Muda (1645- 1675), Abdur Rauf kemudian diangkat menjadi Syeikh Jamiah al-Rahman dan Mufti atau Kadi dengan sebutan Malik al-Adil, menggantikan Syeh Saif Al-Rijal yang wafat tidak lama setelah ia kembali ke Aceh (Abdul Hadi WM, 2006: 241- 242). Selain itu, ia juga bersikap keras terhadap orang-orang yang menolak berkuasanya seorang Raja perempuan (lihat Mat Piah et.al, 2002: 61). Walaupun disibukkan oleh tugas mengajar dan pemerintahan, Abdur Rauf masih sempat menulis berbagai karya intelektual dan juga karya sastra berbentuk syair—banyak di antaranya yang masih tersimpan sampai sekarang. Mulanya, ketika dititahkan oleh Sultanah untuk menulis Mir‗at al-Tullab pada 1672, Ia tidak bersedia karena merasa kurang menguasai bahasa Melayu setelah lama bermukim di Haramain (Arab Saudi). Tetapi setelah mempertimbangkan perlunya kitab semacam ini ditulis dalam bahasa Melayu, Ia pun mengerjakannya, dengan dibantu oleh dua orang sabahat (Zalila Sharif dan Jamilah Haji Ahmad dalam Abdul hadi WM, 2006: 243). Oman Fathurrahman (dalam Osman, 1997: 242) mencatat bahwa karyanya tidak kurang dari 36 kitab berkenaan dengan fikih dan syariat, tasawuf, dan tafsir Al-Qur‗an dan hadis. Pengaruh Abdur Rauf juga mencapai umat Islam di Jawa. Braginsky (1998) menyebutkan bahwa Abdul Rauf pernah berkunjung ke Banten. Sedangkan Liaw Yock Fang (1975) menyebutkan bahwa salah satu karya Abdur Rauf dikutip dalam sebuah risalah sufi yang terkenal di Jawa. Sementara itu, tarekat Syattariyah, yang juga banyak penganutnya di Jawa, membubuhkan nama Abdur Rauf dalam silsilah para sufi besar penganut tarekat tersebut. Sehingga, Abdur Rauf jelas dikenal oleh orang-orang Jawa yang menganutnya. Barangkali yang paling diingat orang tentang Abdur Rauf adalah bahwa ia berpenting sekali dalam menengahi silang pendapat antara Nuruddin al-Raniri dan Hamzah Fansuri tentang aliran wujudiyyah. Braginsky (1998) telah menguraikan pendekatan Abdul Rauf yang lebih sejuk dan damai terhadap aliran yang diajarkan oleh Hamzah Fansuri tersebut. Ketika wafat pada tahun 1693, Abdur Rauf dimakamkan di muara sebuah sungai di Aceh, di samping makam Teuku Anjong yang dikeramatkan oleh orang Aceh (Abdul Hadi WM, 2006: 246), sehingga ia dikenal juga sebagai Syeh Kuala atau Tengku di Kuala (Liaw Yock Fang, 1975: 198).

B. Pemikiran dan Karya 1. Tasawuf Dalam banyak tulisannya, Abdur Rauf Singkel menekankan tentang transendensi Tuhan di atas makhluk ciptaan-Nya. Ia menyanggah pandangan wujudiyyah yang menekankan imanensi Tuhan dalam makhluk ciptaan-Nya.

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 25

Dalam karyanya yang berjudul Kifayat al-Muhtajin, Abdul Rauf berpendapat bahwa sebelum Tuhan menciptakan alam semesta, Dia menciptakan Nur Muhammad. Dari Nur Muhammad inilah Tuhan kemudian menciptakan permanent archetypes (al-a‗yan al-kharijiyyah), yaitu alam semesta yang potensial, yang menjadi sumber bagi exterior archetypes (al-a‗yan al-kharijiyyah), bentuk konkret makluk ciptaan.

Makam Syaikh Abdurrauf al -singkili alias Syiah Kuala (bercungkup) di desa Deah Raya di muara Krueng Aceh di Banda Aceh

Selanjutnya, Abdur Rauf menyimpulkan bahwa walaupun a‗yan Al- kharijiyyah adalah emanasi (pancaran) dari Wujud Yang Mutlak, Ia tetap berbeda dari Tuhan. Abdul Rauf mengumpamakan perbedaan ini dengan tangan dan bayangannya. Walaupun tangan sangat sukar untuk dipisahkan dari banyangannya, tetapi bayangan itu bukanlah tangan yang sebenarnya (lihat dalam Osman, 1997: 174). Secara umum, Abdur Rauf ingin mengajarkan harmoni antara syariat dan sufisme. Dalam karya-karyanya ia menyatakan bahwa tasawuf harus bekerjasama dengan syariat. Hanya dengan kepatuhan yang total terhadap syariat-lah maka seorang pencari di jalan sufi dapat memperoleh pengalaman hakikat yang sejati. Pendekatannya ini tentu saja berbeda dari pendekatan Nuruddin al-Raniri yang tanpa kompromi. Abdur Rauf cenderung memilih jalan yang lebih damai dan sejuk dalam berinteraksi dengan aliran wujudiyyah. Maka, walaupun ia menentang aliran yang diajarkan oleh Hamzah Fansuri itu, ia tidak menyatakannya secara terbuka. Lagipula, ia juga tidak setuju dengan cara-cara radikal yang ditempuh oleh Nuruddin (lihat Azyumardi Azra dalam Osman, 1997: 174). Menariknya, dalam karya-karyanya ia tidak menyebut Nuruddin al-Raniri, yang karya-karyanya mungkin sekali telah dikenalinya, tetapi seolah-olah mengisyaratkan peristiwa tragis yang pernah terjadi, melalui kutipan sebuah hadis: ―Jangan sampai terj adi seorang muslim menyebut muslim lain sebagai kafir. Karena jika ia berbuat

26 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs demikian, dan memang demikianlah kenyataannya, lalu apakah manfaatnya. Sedangkan jika ia salah menuduh, maka tuduhan ini akan dibalikkan melawan ia sendiri‖ (Johns dalam Braginsky, 1998: 476). Dengan caranya yang lebih damai ini, ia dapat menahan berkembangnya heterodoksi dalam Islam yang disebabkan oleh tafsir yang kurang tepat terhadap ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as- Sumatrani (Abdul Hadi WM, 2006: 241). Penekanannya tentang pentingnya syariat dalam tasawuf muncul dalam Umdat al-Muhtajin ila Suluk Maslak al-Mufradin (Pijakan bagi Orang-orang yang Menempuh Jalan Tasawuf). Di dalam kitab ini, Abdur Rauf menguraikan masalah zikir. Zikir adalah dasar dari tasawuf dan karena itu merupakan metode yang penting dalam disiplin kerohanian sufi. Abdur Rauf membagi zikir menjadi dua, yaitu zikir hasanah dan zikir darajat. Zikir yang pertama tidak mengikuti aturan tertentu, sedangkan zikir yang kedua terikat aturan yang ketat (Abdul Hadi WM, 2006: 241). Zikir darajat dilakukan setelah seseorang bertobat, kemudian menjalani upacara tertentu seperti duduk bersila menyilangkan dua kaki dan berpakaian bersih, menghadap kiblat, memilih tempat yang gelap agar dapat berkonsentrasi dan memejamkan mata. Setelah itu ia mulai berzikir, mengucapkan kalimat La Ila ha Illallah. Kalimat ini dibaca dengan irama tertentu sambil menggoyang- goyangkan kepala. Zikir dilakukan dengan nafas teratur, lidah menyentuh langit- langit bagian belakang, sembari mengucapkan kalimat la ilaha Illa Allah dengan pikiran. Biasanya 24 kalimat itu diucapkan baru nafas dihela (Abdul Hadi WM, 2006: 244). Abdur Rauf mengajarkan dua metode zikir, yaitu zikir keras (jabr) dan zikir pelan (sirr). Zikir keras dimulai dengan zikir nafiy (pengingkaran) dan isbat (penegasan), yaitu mengucap la ilaha Illa Allah berulangkali. Zikir ini mengandung penegasan untuk mengingkari selain Tuhan dan peneguhan bahwa satu-satunya Tuhan adalah Allah Ta‗ala. Ini dapat dibaca juga dalam Syair Perahu. Di samping itu terdapat zikir gaib dengan mengucap Hu Allah dan zikir penyaksian (al - syahadah) dengan mengucapkan Allah, Allah. Zikir pelan dilakukan dengan nafas teratur, dengan membayangkan kalimat la ilaha saat menghela nafas dan illa Allah saat menarik nafas ke dalam hati. Tujuan zikir ini adalah pemusatan diri, bukan untuk membayangkan kehadiran gambar Tuhan seperti dalam praktik Yoga Pranayama (Abdul Hadi WM, 2006: 244-245). Semua ajaran tasawuf didasarkan pada gagasan sentral Islam yang sama, yaitu tauhid, tetapi para sufi mempunyai beragam cara dalam menafsirkannya. Dasar pandangan Abdur Rauf tentang tauhid antara lain tertera dalam kitab Tanbih al-Masyi. Ia mengajarkan agar murid-muridnya senantiasa mengesakan al- Haq (Yang Maha Benar) dan menyucikan-Nya dari hal-hal yang tidak layak baginya, yaitu dengan mengucap la ilaha Illa Allah. Kalimat ini mengandung empat tingkatan tauhid. Pertama, penegasan penghilangan sifat dan perbuatan pada diri yang tidak layak disandang Allah. Tiga tingkatan tauhid berikutnya adalah uluhiya, yaitu mengesakan ketuhanan Allah, sifat, yaitu mengesakan sifat-sifat Allah, dan zat, mengesakan Zat Tuhan (Othman Mohd. Isa dalam Abdul Hadi WM, 2006: 245- 246). Menurut Abdul Rauf, ―Salah satu bukti keesaan Allah SWT adalah tidak rusaknya alam. Allah berfirman, ‗Sekiranya di langit dan di bumi ini ada tuhan- tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak dan binasa.‖ Berangkat dari pengetahuan inilah kemudian ia membicarakan hubungan ontologis atau kewujudan antara Pencipta dan ciptaan-ciptaan-Nya, antara Yang Satu dan ―yang

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 27

banyak‖, antara al-wujud dan al-maujudat. Alam adalah wujud yang terikat pada sifat-sifat mumkinat atau serba mungkin. Oleh karena itu alam disebut sebagai sesuatu selain Al-Haq (Oman Fathurrahman dalam Abdul Hadi WM, 2006: 246).

2. Syariat Abdur Rauf Singkel juga menulis kitab dalam bidang syariat. Yang terpenting adalah Mirat al-Turab fi Tashil Ma‗rifah Al-Ahkam Al-Syar‗iyyah li al-Malik al- Wahab (Cermin Para Penuntut Ilmu untuk Memudahkan Tahu Hukum-hukum Syara‗ dari Tuhan, bahasa Melayu). Kitab ini merupakan kitab Melayu terlengkap yang membicarakan syariat. Sejak terbit, kitab ini menjadi rujukan para kadi atau hakim di wilayah Kesultanan Aceh. Dalam kitabnya ini, Abdur Rauf tidak membicarakan fikih ibadat, melainkan tiga cabang ilmu hukum Islam dari mazhab Syafii, yaitu hukum mengenai perdagangan dan undang-undang sipil atau kewarganegaraan, hukum perkawinan, dan hukum tentang jinayat atau kejahatan (Ali Hasmy dalam Abdul Hadi WM, 2006: 243). Bidang pertama termasuk fikih muamalah dan mencakup urusan jual beli, hukum riba, kemitraan dalam berdagang, perdagangan buah-buahan, sayuran, utang-piutang, hak milik atau harta anak kecil, sewa menyewa, wakaf, hukum barang hilang, dan lain-lain. Bidang yang berkaitan dengan perkawinan mencakup soal nikah, wali, upacara perkawinan, hukum talak, rujuk, fasah, nafkah, dan lain- lain. Sedangkan jinayat mencakup hukuman pemberontakan, perampokan, pencurian, perbuatan zinah, hukum membunuh, dan lain-lain (Ali Hasmy dalam Abdul Hadi WM, 2006: 243).

3. Tafsir Dalam bidang tafsir, Abdur Rauf menghasilkan karya berjudul Tarjuman al- Mustafid. Pada hakikatnya, karya ini merupakan terjemahan Melayu dari kitab tafsir yang lain, yaitu tafsir al-Jalalain. Karya ini diselesaikan oleh muridnya, Daud Rumi, dan beberapa pengarang belakangan lainnya, dengan mengambil agak banyak bagian dari tafsir al-Baidawi dan al-Kazin (Riddel dalam Braginsky, 1998: 275). Walaupun kitab ini tergolong sebagai tafsir, tetapi Braginsky (1998) menganggapnya sebagai terjemahan lengkap Al-Qur‗an dalam bahasa Melayu yang pertama, yang seperti lazimnya berbentuk sebagai tafsir dan bukan karangan eksegesis yang rinci.

4. Sastra Walaupun kuatrin terpisah-pisah, yang tidak lain merupakan bait-bait syair, terkadang terdapat dalam Bustan as-Salatin karya Nuruddin al-Raniri, tetapi penerus tradisi penulisan ―syair religius-mistik‖ adalah Abdur Rauf Singkel. Braginsky (1998: 491-484) telah membahas syair-syair tesebut dan menyimpulkan bahwa dalam syair-syairnya, Abdur Rauf Singkel menegaskan tentang Sifat Kekekalan (Kadim) Tuhan di satu pihak, dan sifat kemakhlukan (muhadas) manusia di pihak lain, yang menyebabkan adanya perbedaan mutlak di antara keduanya. Jadi, karya sastra Abdur Rauf yang berupa syair ini masih memiliki hubungan yang sangat erat dengan keyakinan tasawufnya. Dalam sebuah naskah yang disalin di Bukit Tinggi pada 1859, diberitakan bahwa Abdur Rauf-lah yang telah mengarang Syair Makrifat. Dalam syair ini, dibahas tentang empat komponen agama Islam, yaitu iman, Islam, tauhid, dan makrifat, dan tentang makrifat sebagai pengenalan sufi yang memahkotai keempat komponen itu. Syair ini juga menegaskan bahwa hanya orang yang paham akan makna semuanya yang layak disebut sebagai orang yang telah menganut agama yang sempurna.

28 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

C. Karya Oman Fathurrahman (dalam Osman, 1997: 242) mencatat tidak kurang dari 36 kitab berkenaan dengan fikih dan syariat, tasawuf, dan tafsir Al-Qur‗an dan hadis, di antaranya adalah: 1. Daka‗ik al-Huruf (Kehalusan-kehalusan Huruf), dikutip dalam al-Tuhfa al- mursala ila ruh al-nabi, risalah ilmu tasawuf yang sangat penting di Jawa. 2. Tafsir Baidhawi (terjemahan, 1884, diterbitkan di Istambul). 3. Mirat Al-Turab Fi Tashil Ma‗rifah al-Ahkam al-Syar‗iyyah li al-Malik al- Wahab (Cermin Para Penuntut Ilmu untuk memudahkan Tahu Hukum- hukum Syara‗ dari Tuhan, bahasa Melayu). 4. Umdat Al-Muhtajin ila Suluk Maslak al-Mufradin (Pijakan bai Orang-orang yang Menempuh Jalan Tasawuf). 5. Tanbih Al-Masyi al-Mansub ila Tariq al-Qusyasyi (Pedoman bagi Penempuh Tarekat al-Qusyasyi, bahasa Arab). 6. Bayan Al-Arkan (Penjelasan tentang Rukun-rukun Islam, bahasa Melayu). 7. Bidayah Al-Baligah (Permulaan yang Sempurna, bahasa Melayu). 8. Sullam al-Mustafiddin (Tangga Setiap Orang yang Mencari Faedah, bahasa Melayu). 9. Piagam tentang Zikir (bahasa Melayu). 10. Tarjuman al-Mustafid bi al-Jawy. 11. Syarh Latif ‗Ala Arba‗ Hadisan li al-Imam al-Nawawiy (Penjelasan Terperinci atas Kitab empat Puluh Hadis karangan Imam Nawawi, bahasa Melayu). 12. Al-Mawa‗iz al-Ba‗diah (Petuah-petuah Berharga, bahasa Melayu). 13. Kifayat al-Muhtajin. 14. Bayan Tajilli (Penjelasan tentang Konsep Manifestasi Tuhan). 15. Syair Makrifat. 16. Al-Tareqat al-Syattariyah (Untuk Memahami jalan Syattariyah). 17. Majmu al-Masa‗il (Himpunan Petranyaan). 18. Syam al-Ma‗rifat (Matahari Penciptaan).

Uji Kompetensi

A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d!

1. Syaikh Abdur Rauf as-Singkili pertama kali pergi ke tanah Arab, untuk mempelajari agama, pada tahun berapakah beliau ke tanah Arab? a. 1643 M. b. 1644 M. c. 1645 M. d. 1646 M. 2. Syaikh Abdur Rauf as-Singkili, terkenal dengan Ulama Sufi yang membawa salah satu aliran Tarikat dan mengembangkannya di Indonesia. Tarekat apakah yang di maksud? a. Syadziliyah b. Qodiriyah c. Naqsabandiyah d. Sattariyah 3. Syaikh Abdur Rauf as-Singkili memiliki 21 karya tertulis, yang terdiri dari karya di bidang kitab Tafsir, Hadist, Fikih, dan Tasawuf. Ada berapa kitab Tafsirkah karya beliau? a. 1 kitab b. 2 kitab c. 3 kitab d. 4 kitab

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 29

4. Syaikh Abdur Rauf as-Singkili memiliki 21 karya tertulis, yang terdiri dari karya di bidang kitab Tafsir, Hadist, Fikih, dan Tasawuf. Ada berapa kitab Hadiskah karya beliau? a. 1 kitab b. 2 kitab c. 3 kitab a. 4 kitab 5. Syaikh Abdur Rauf as-Singkili memiliki 21 karya tertulis, yang terdiri dari karya di bidang kitab Tafsir, Hadist, Fikih, dan Tasawuf. Ada berapa kitab Fikihkah karya beliau? a. 1 kitab b. 2 kitab c. 3 kitab d. 4 kitab 6. Kitab Tarjuman al-Mustafid adalah salah satu karya Syaikh Abdur Rauf as- Singkili, membahas bidang apakah kitab tersebut? a. Tafsir b. Hadis c. Fikih d. Tasawuf 7. Pada tahun berapakah Syaikh Abdur Rauf as-Singkili wafat? a. 1693 M. b. 1694 M. c. 1694 M. d. 1695 M. 8. Pada umur berapakah Syaikh Abdur Rauf as-Singkili wafat? a. 70 tahun. b. 71 tahun. c. 72 tahun. d. 73 tahun. 9. Di manakah Syaikh Abdur Rauf as-Singkili dimakamkan? a. Sulatanah Safiatuddin b. Sulatanah Safiatuddin Tajul c. Sulatanah Tajul alam d. Sulatanah Safiatuddin Tajul alam 10. Syaikh Abdur Rauf as-Singkili pernah menjabat sebagai mufti kerajaan Aceh, pada masa raja siapakah beliau di angkat menjadi Mufti? a. 1080 M. b. 1081 M. c. 1082 M. d. 1083 M

30 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

BAB 5 SYAIK MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI

A. Riwayat Hidup Beberapa penulis biografi Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, antara lain Mufti Kerajaan Indragiri Abdurrahman Siddiq, berpendapat bahwa ia adalah keturunan Alawiyyin melalui jalur Sultan Abdurrasyid Mindanao. Nasabnya ialah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali

Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama‟ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja‟far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu‟minin Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW. 1. Masa Kecil Diriwayatkan, pada waktu Sultan Tahlilullah (1700 - 1734 M) memerintah Kesultanan Banjar, suatu hari ketika berkunjung ke kampung Lok Gabang. Sultan melihat seorang anak berusia sekitar 7 tahun sedang asyik menulis dan menggambar, dan tampaknya cerdas dan berbakat, dicerita-kan pula bahwa ia telah fasih membaca Al- dengan indahnya. Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan meminta pada orang tuanya agar anak tersebut sebaiknya tinggal di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan. 2. Menikah dan menuntut ilmu di Mekkah. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Kemudian ia dikawinkan dengan seorang perempuan bernama Tuan Bajut. Hasil perkawinan tersebut ialah seorang putri yang diberi nama Syarifah. Ketika istrinya mengandung anak yang pertama, terlintaslah di hati Muhammad Arsyad suatu keinginan yang kuat untuk menuntut ilmu di tanah suci Mekkah. Maka disampaikannyalah hasrat hatinya kepada sang istri tercinta. Meskipun dengan berat hati mengingat usia pernikahan mereka yang masih muda, akhirnya isterinya mengamini niat suci sang suami dan mendukungnya dalam meraih cita-cita. Maka, setelah mendapat restu dari sultan berangkatlah Muhammad Arsyad ke Tanah Suci

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 31

mewujudkan cita-citanya. Deraian air mata dan untaian doa mengiringi kepergiannya. Di Tanah Suci, Muhammad Arsyad mengaji kepada syeikh terkemuka pada masa itu. Di antara guru beliau adalah Syeikh „Athoillah bin Ahmad al- Mishry, al-Faqih Syeikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan al-„Arif Billah Syeikh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani. Syeikh yang disebutkan terakhir adalah guru Muhammad Arsyad di bidang tasawuf, dimana di bawah bimbingannyalah Muhammad Arsyad melakukan suluk dan khalwat, sehingga mendapat ijazah darinya dengan kedudukan sebagai khalifah. Setelah lebih kurang 35 tahun menuntut ilmu, timbullah kerinduan akan kampung halaman. Terbayang di pelupuk mata indahnya tepian mandi yang di arak barisan pepohonan aren yang menjulang. Terngiang kicauan burung pipit di pematang dan desiran angin membelai hijaunya rumput. Terkenang akan kesabaran dan ketegaran sang istri yang setia menanti tanpa tahu sampai kapan penentiannya akan berakhir. Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya, Martapura, pusat Kesultanan Banjar pada masa itu. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah, seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan Tahmidullah II menyambut kedatangan beliau dengan upacara adat kebesaran. Segenap rakyatpun mengelu-elukannya sebagai seorang ulama ―Matahari Agama‖ yang cahayanya diharapkan menyinari seluruh Kesultanan Banjar. Aktivitas beliau sepulangnya dari Tanah Suci dicurahkan untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang diperolehnya. Baik kepada keluarga, kerabat ataupun masyarakat pada umumnya. Bahkan, sultan pun termasuk salah seorang muridnya sehingga jadilah dia raja yang „alim lagi wara‟. Selama hidupnya ia memiliki 29 anak dari tujuh isterinya. 3. Hubungan dengan Kesultanan Banjar Pada waktu ia berumur sekitar 30 tahun, Sultan mengabulkan keinginannya untuk belajar ke Mekkah demi memperdalam ilmunya. Segala perbelanjaanya ditanggung oleh Sultan. Lebih dari 30 tahun kemudian, yaitu setelah gurunya menyatakan telah cukup bekal ilmunya, barulah Syekh Muhammad Arsyad kembali pulang ke Banjarmasin. Akan tetapi, Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantunya telah wafat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I, yaitu cucu Sultan Tahlilullah. Sultan Tahmidullah II yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam di kerajaannya. Sultan inilah yang meminta kepada Syekh Muhammad Arsyad agar menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh), yang kelak kemudian dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin.

B. Karya dan Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Sekembalinya ke kampung halaman dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakannya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar, yang kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut ilmu agama Islam. Ulama-ulama

32 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

yang dikemudian hari menduduki tempat-tempat penting di seluruh Kerajaan Banjar, banyak yang merupakan didikan dari suraunya di Desa Dalam Pagar. Di samping mendidik, ia juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar tapi sampai ke-seluruh Nusantara dan bahkan dipakai pada perguruan- perguruan di luar Nusantara dan juga dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam. 5. Karya-karyanya Kitab karya Syekh Muhammad Arsyad yang paling terkenal ialah Kitab Sabilal Muhtadin, atau selengkapnya adalah Kitab Sabilal Muhtadin lit-tafaqquh fi amriddin, yang artinya dalam terjemahan bebas adalah ―Jalan bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk mendalami urusan-urusan agama‖. Syeikh Muhammad Arsyad telah menulis untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, beberapa kitab serta risalah lainnya, diantaranya ialah: a) Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh, b) Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat, c) Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri, d) Kitabul Fara-idl, semacam hukum-perdata.

Dari beberapa risalahnya dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan. Sedangkan mengenai bidang Tasawuf, ia juga menuliskan pikiran- pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah. Setelah ± 40 tahun mengembangkan dan menyiarkan Islam di wilayah Kerajaan Banjar, akhirnya pada hari selasa, 6 Syawwal 1227 H (1812 M) Allah SWT memanggil Syekh Muh. Arsyad ke hadirat- Nya. Usia beliau 105 tahun dan dimakamkan di desa Kalampayan, sehingga beliau juga dikenal dengan sebutan Datuk Kalampayan. 1. Pengarang Sabil al-Muhtadin Nama lengkap Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari bin Saiyid Abu Bakar bin Saiyid Abdullah al-'Aidrus bin Saiyid Abu Bakar as-Sakran bin Saiyid Abdur Rahman as-Saqaf bin Saiyid Muhammad Maula ad-Dawilah al-'Aidrus, dan seterusnya sampai kepada Saidina Ali bin Abi Thalib dan Saidatina Fatimah binti Nabi Muhammad s.a.w. Riwayat kedatangan datuk nenek Syeikh Muhammad Arsyad ke dunia Melayu terjadi pertikaian pendapat. Ada riwayat mengatakan bahwa yang pertama datang ialah Saiyid Abdullah bin Saiyid Abu Bakar as-Sakran. 2. Beliau telah datang ke Filipina, dan berhasil mendirikan Kerajaan Mindano. Menurut H.M Syafie bahwa ayah Abdullah bernama Saiyid Abu Bakar (berarti datuk kepada Syeikh Muhammad Arsyad) adalah Sultan Mindano. Abdullah pula pernah sebagai pemimpin peperangan melawan Portugis, kemudian ikut melawan Belanda lalu melarikan diri bersama isterinya ke Lok Gabang (Martapura). Dalam riwayat yang kurang jelas, apakah Saiyid Abu Bakar as-Sakran atau pun Saiyid Abu Bakar bin Saiyid `Abdullah al-'Aidrus, dikatakan berasal dari Palembang pindah ke Johor, selanjutnya ke Brunei Darussalam, Sabah dan Kepulauan Sulu. Yang terjadi pertikaian pendapat pula nama ayah Abdullah, selain dikatakan Abdullah bin Abdur Rahman dan Abdullah bin Saiyid Abu Bakar, ada lagi riwayat yang menyebut bahwa

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 33

Abdullah itu adalah anak Kerta Suta. Kerta Suta anak Muslihuddin. Muslihuddin anak Muhammad Aminuddin. 3. Pendidikan Muhammad Arsyad al-Banjari lahir pada malam Khamis, pukul 3.00 (waktu sahur), 15 Safar 1122 H/17 Mac 1710 M, wafat pada 6 Syawal 1227 H/3 Oktober 1812 M. Pendidikannya ketika kecil tidak begitu jelas, tetapi pendidikannya dilanjutkan ke Mekah dan Madinah. Sangat popular bahwa beliau belajar di Mekah sekitar 30 tahun dan di Madinah sekitar lima tahun. Sahabatnya yang paling penting yang banyak disebut oleh hampir semua penulis ialah Syeikh `Abdus Shamad al-Falimbani, Syeikh Abdur Rahman al- Mashri al-Batawi dan Syeikh Abdul Wahhab Bugis, yang terakhir ini menjadi menantu beliau. Gurunya pula yang banyak disebut ialah Syeikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, Syeikh `Athaullah dan Syeikh Muhammad bin Abdul Karim as-Sammani al-Madani. Selama belajar di Mekah Syeikh Muhammad rsyad bin Abdullah al-Banjari tinggal di sebuah rumah yang dibeli oleh Sultan Banjar. Rumah tersebut terletak di kampung Samiyah yang disebut juga dengan Barhat Banjar. Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dan kawan-kawannya selain belajar kepada ulama-ulama bangsa Arab, juga belajar kepada ulama- ulama yang berasal dari dunia Melayu. Di antara guru mereka yang berasal dari dunia Melayu ialah: Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin Pauh Bok al- Fathani, Syeikh Muhammad Zain bin Faqih Jalaluddin Aceh dan Syeikh Muhammad `Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani, dan barangkali banyak lagi. Hampir semua ilmu keislaman yang telah dipelajari di Mekah dan Madinah mempunyai sanad atau silsilah yang musalsal mulai dari beliau hingga ke atasnya. Hal ini cukup jelas seperti yang ditulis oleh Syeikh Yasin Padang dalam beberapa buah karya beliau. Lama masa belajar di Mekah dan Madinah, dalam jumlah pelajaran dan jenis kitab yang banyak dipelajari, ditambah lagi belajar kepada ulama yang benar-benar ahli di bidangnya masing-masing, di tempat sumber agama Islam itu sendiri, serta diperoleh daripada ulama-ulama yang warak, maka tidak diragukan bahwa Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari akhirnya menjadi seorang ulama besar tanah Jawi atau dunia Melayu. Kewarakannya diakui oleh ulama-ulama yang datang kemudian daripada beliau karena banyak bukti-buktinya. Selain bukti berupa karya-karyanya, juga dapat diambil tentang jasa- jasanya mencelikkan mata terutama rakyat Banjar atau seluruh dunia Melayu melalui karangannya yang paling terkenal Sabil al-Muhtadin. Selain itu ternyata keturunan beliau sangat banyak yang menjadi ulama. Ini sebagai bukti bahwa Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari telah berhasil membasmi kejahilan selain untuk dirinya pribadi, untuk keturunannya, keluarga besar Banjar, bahkan juga pengaruhnya dirasakan di seluruh dunia Melayu. Hal ini dikarenakan memang hampir tidak ada ulama dunia Melayu yang tidak kenal dengan karyanya Sabil al-Muhtadin tersebut. 4. Sahabat-sahabat Walaupun nama-nama sahabatnya yang banyak disebut oleh beberapa orang pengarang, namun untuk melengkapi maklumat ini, di bawah ini beberapa sederet nama sahabatnya yang telah diketahui. Mereka ialah: b) Syeikh `Abdus Shamad al-Falimbani. c) Syeikh `Abdur Rahman al-Mashri al-Batawi, iaitu datuk kepada Saiyid `Utsman Mufti Betawi yang terkenal.

34 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

d) Syeikh `Abdul Wahhab Sadenreng Daeng Bunga Wardiyah berasal dari Bugis, yang kemudian menjadi menantu dari Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al Banjari. e) Syeikh Ahmad Razzah orang Mesir. f) Syeikh Muhammad Nafis bin Idris al-Banjari, pengarang kitab ad-Durr an- Nafis. g) Syeikh Mahmud bin Kinan al-Falimbani. h) Syeikh Muhammad `Asyiquddin bin Shafiyuddin al-Falimbani. i) Syeikh Muhammad Shalih bin `Umar as-Samarani (Semarang) yang digelar dengan Imam Ghazali Shaghir (Imam Ghazali Kecil). j) Syeikh `Utsman bin Hasan ad-Dimyati. k) Syeikh `Abdur Rahman bin `Abdullah bin Ahmad at-Tarmasi l) Syeikh Haji Zainuddin bin `Abdur Rahim bin `Abdul Lathif bin Muhammad Hasyim bin `Abdul Mannan bin Ahmad bin `Abdur Rauf al-Fathani. m) Kiyai Musa Surabaya dan ramai lagi.

5. Penulisan Tradisi kebanyakan ulama, ketika mereka belajar dan mengajar di Mekah, sekaligus menulis kitab di Mekah juga. Lain halnya dengan Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari, walaupun dipercayai bahwa beliau juga pernah mengajar di Mekah, namun karya yang dihasilkannya ditulis di Banjar sendiri. Lagi pula nampaknya beliau lebih mencurahkan khidmat darma baktinya di tempat kelahirannya sendiri yang seolah-olah tanggungjawab rakyat Banjar terbeban di bahunya. Ketika mulai pulang ke Banjar, memang beliau sangat sibuk mengajar dan menyusun segala macam bidang yang bersangkut- paut dengan dakwah, pendidikan dan pentadbiran Islam. Walaupun begitu beliau masih sempat menghasilkan beberapa buah karangan. Karangannya yang sempat dicatat adalah seperti berikut di bawah ini : a) Tuhfah ar-Raghibin fi Bayani Haqiqah Iman al-Mu'minin wa ma Yufsiduhu Riddah ar-Murtaddin, diselesaikan tahun 1188 H/1774 M b) Luqtah al-'Ajlan fi al-Haidhi wa al-Istihadhah wa an-Nifas an-Nis-yan, diselesaikan tahun 1192 H/1778 M. c) Sabil al-Muhtadin li at-Tafaqquhi fi Amri ad-Din, diselesaikan pada hari Ahad, 27 Rabiulakhir 1195 H/1780 M d) Risalah Qaul al-Mukhtashar, diselesaikan pada hari Khamis 22 Rabiulawal 1196 H/1781 M. e) Kitab Bab an-Nikah. f) Bidayah al-Mubtadi wa `Umdah al-Auladi g) Kanzu al-Ma'rifah h) Ushul ad-Din i) Kitab al-Faraid j) Hasyiyah Fat-h al-Wahhab k) Mushhaf al-Quran al-Karim l) Fat-h ar-Rahman m) Arkanu Ta'lim as-Shibyan n) Bulugh al-Maram o) Fi Bayani Qadha' wa al-Qadar wa al-Waba' p) Tuhfah al-Ahbab q) Khuthbah Muthlaqah Pakai Makna. Kitab ini dikumpulkan semula oleh keturunannya, Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari. Dicetak oleh Mathba'ah Al-Ahmadiah, Singapura, tanpa dinyatakan tarikh cetak.

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 35

Ada pun karyanya yang pertama, iaitu Tuhfah ar-Raghibin, kitab ini sudah jelas atau pasti karya Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari bukan karya Syeikh `Abdus Shamad al-Falimbani seperti yang disebut oleh Dr. M. Chatib Quzwain dalam bukunya, Mengenal Allah Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syeikh Abdus Samad AI-Falimbani, yang berasal daripada pendapat P. Voorhoeve. Pendapat yang keliru itu telah saya bantah dalam buku Syeikh Muhammad Arsyad (l990). Dasar saya adalah bukti-bukti sebagai yang berikut: 1. Tulisan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, ``Maka disebut oleh yang empunya karangan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imanil Mu'minin bagi `Alim al-Fadhil al-'Allamah Syeikh Muhammad Arsyad.'' 2. Tulisan Syeikh `Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari dalam Syajaratul Arsyadiyah, ``Maka mengarang Maulana (maksudnya Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, pen:) itu beberapa kitab dengan bahasa Melayu dengan isyarat sultan yang tersebut, seperti Tuhfatur Raghibin ...'' Pada halaman lain, ``Maka Sultan Tahmidullah Tsani ini, ialah yang disebut oleh orang Penembahan Batu. Dan ialah yang minta karangan Sabilul Muhtadin lil Mutafaqqihi fi Amrid Din dan Tuhfatur Raghibin fi Bayani Haqiqati Imani Mu'minin wa Riddatil Murtaddin dan lainnya kepada jaddi (Maksudnya: datukku, pen :) al-'Alim al-'Allamah al- 'Arif Billah asy-Syeikh Muhammad Arsyad bin `Abdullah al-Banjari.'' 3. Pada cetakan Istanbul,

Uji Kompetensi

A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d!

1. Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari lahir pada tahun? a. 1710 M. c. 1712 M. b. 1711 M d. 1713 M 2. Di manakah Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari lahir? a. Lok Gabang c. Aceh Raya b. Banda Aceh d. Lok Gobang 3. Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari sejak kecil, sudah mempunyai bakat di bidang seni menulis kaligrafi Arab, di sebut apakah seni tersebut? a. Khat b. Gambar c. Lukis d. Pahat 4. Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjar sudah menjadi anak angkat sultan Banjar karena bakat seni menulis Kaligrafi Arabnya yang gemilang. siapakah nama sultan banjar yang di maksud? a. Sultan Tahmidullah c. Sultan Tauhidullah b. Sultan Tamjidullah d. Sultan Tasbillah 5. Pada tahun berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari meninggal? a. 1812 M b. 1814 M c.1813 M d. 1815 M 6. Pada umur berapakah Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari meninggal? a. 102 b. 103 c.104 d. 105 7. Di bawah ini yang bukan termasuk guru Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari ketika di Mekkah adalah..... a. Syaikh „Athoillah bin Ahmad al Mishry,

36 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

b. al Faqih Syaikh Muhammad bin Sulaiman al Kurdi c. al „Arif Billah Syaikh Muhammad bin Abd. Karim al Samman al Hasani d. Syaikh Abd. Rahman Mesri 8. Di manakah makam Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari? a. Desa Kalampayan c. Banda Aceh b. Desa Banjar d. Lok Gabang 9. Berapa lamakah Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari belajar di Mekkah? a. 32 tahun c. 34 tahun b. 33 tahun d. 35 tahun 10. Ketika Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari baru pulang dari Mekkah, beliau di sambut dengan upacara adat kebesaran, dan mendapat julukan. apa julukan yang di maksud? a. Matahari Banjar c. Mataharai Agama b. Matahari Aceh d. Matahari Bersinar

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 37

Bab 6 KH. HASYIM ASY’ARI

A. Riwayat Hidup dan Pendidikan KH Hasyim Al Asy‘ari adalah seorang ulama pendiri (NU), organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia. Ia juga pendiri pesantren Tebuireng, Jawa Timur dan dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato. Haji Moham-mad Hasjim Asy'arie bagian belakangnya juga sering dieja Asy'ari atau Ashari (lahir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, 10 April 1875 – meninggal di Jombang, Jawa Timur, 25 Juli 1947 pada umur 72 tahun; 4 Jumadil Awwal 1292 H- 6 Ramadhan 1366 H; dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang) adalah salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia[1] yang merupakan pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Di kalangan Nahdliyin dan ulama pesantren ia dijuluki dengan sebutan Hadratus Syeikh yang berarti maha guru.

K.H Hasjim Asy'ari adalah putra ketiga dari 10 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asy'ari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Sementara kesepuluh saudaranya antara lain: Nafi'ah, Ahmad Saleh, Radiah, Hassan, Anis, Fatanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi dan Adnan. Berdasarkan silsilah garis keturunan ibu, K.H. Hasjim Asy'ari memiliki garis keturunan baik dari Sultan Pajang Jaka Tingkir juga mempunyai keturunan ke raja Hindu Majapahit, Raja Brawijaya V (Lembupeteng). Berikut silsilah berdasarkan K.H. Hasjim Asy'ari berdasarkan garis keturanan ibu: Hasjim Asy'ari putra Halimah putri Layyinah putri Sihah Putra Abdul Jabar putra Ahmad putra Pangeran Sambo putra Pengeran Benowo putra Joko Tingkir (Mas Karebet) putra Prabu Brawijaya V (Lembupeteng).

38 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

Ia menikah tujuh kali dan kesemua istrinya adalah putri dari ulama. Empat istrinya bernama Khadijah, Nafisah, Nafiqah, dan Masrurah. Salah seorang putranya, adalah salah satu perumus Piagam Jakarta yang kemudian menjadi Menteri Agama, sedangkan cucunya, , menjadi Presiden Indonesia. K.H. Hasjim Asy'ari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, ia berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo. Pada tahun 1892, K.H. Hasjim Asy'ari pergi menimba ilmu ke Mekah, dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz at- Tarmasi, Syekh Ahmad Amin Al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf, dan Sayyid Husein Al-Habsyi. Di Makkah, awalnya K.H. Hasjim Asy'ari belajar di bawah bimgingan Syaikh Mafudz dari Termas (Pacitan) yang merupakan ulama dari Indonesia pertama yang mengajar Sahih Bukhori di Makkah. Syaikh Mafudz adalah ahli hadis dan hal ini sangat menarik minat belajar K.H. Hasjim Asy'ari sehingga sekembalinya ke Indonesia pesantren ia sangat terkenal dalam pengajaran ilmu hadis. Ia mendapatkan ijazah langsung dari Syaikh Mafudz untuk mengajar Sahih Bukhari, di mana Syaikh Mahfudz merupakan pewaris terakhir dari pertalian penerima (isnad) hadis dari 23 generasi penerima karya ini.[6]. Selain belajar hadis ia juga belajar tassawuf (sufi) dengan mendalami Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. K.H. Hasjim Asy'ari juga mempelajari fiqih madzab Syafi'i di bawah asuhan Syaikh Ahmad Katib dari Minangkabau yang juga ahli dalam bidang astronomi (ilmu falak), matematika (ilmu hisab), dan aljabar. Pada masa belajar pada Syaikh Ahmad Katib inilah K.H. Hasjim Asy'ari mempelajari Tafsir Al-manar karya monumental Muhammad Abduh. Pada prinsipnya ia mengagumi rasionalitas pemikiran Abduh akan tetapi kurang setuju dengan ejekan Abduh terhadap ulama tradisionalis. Gurunya yang lain adalah termasuk ulama terkenal dari Banten yang mukim di Makkah yaitu Syaikh Nawawi al-Bantani. Sementara guru yang bukan dari Nusantara antara lain Syaikh Shata dan Syaikh Dagistani yang merupakan ulama terkenal pada masa itu.

B. Karya dan Pemikiran K.H. Hasjim Asy'ari banyak membuat tulisan dan catatan-catatan. Sekian banyak dari pemikirannya, setidaknya ada empat kitab karangannya yang mendasar dan menggambarkan pemikirannya; kitab-kitab tersebut antara lain: a) Risalah Ahlis-Sunnah Wal Jama'ah: Fi Hadistil Mawta wa Asyrathis-sa'ah wa baya Mafhumis-Sunnah wal Bid'ah (Paradigma Ahlussunah wal Jama'ah: Pembahasan tentang Orang-orang Mati, Tanda-tanda Zaman, dan Penjelasan tentang Sunnah dan Bid'ah). b) Al-Nuurul Mubiin fi Mahabbati Sayyid al-Mursaliin (Cahaya yang Terang tentang Kecintaan pada Utusan Tuhan, Muhammad SAW). c) Adab al-alim wal Muta'allim fi maa yahtaju Ilayh al-Muta'allim fi Ahwali Ta'alumihi wa maa Ta'limihi (Etika Pengajar dan Pelajar dalam Hal-hal yang Perlu Diperhatikan oleh Pelajar Selama Belajar).

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 39

d) Al-Tibyan: fin Nahyi 'an Muqota'atil Arham wal Aqoorib wal Ikhwan (Penjelasan tentang Larangan Memutus Tali Silaturrahmi, Tali Persaudaraan dan Tali Persahabatan)[8] e) Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam‘iyyat Nahdlatul Ulama. Dari kitab ini para pembaca akan mendapat gambaran bagaimana pemikiran dasar dia tentang NU. Di dalamnya terdapat ayat dan hadits serta pesan penting yang menjadi landasan awal pendirian jam‘iyah NU. Boleh dikata, kitab ini menjadi ―bacaan wajib‖ bagi para pegiat NU. f) Risalah fi Ta‘kid al-Akhdzi bi Mazhab al-A‘immah al-Arba‘ah. Mengikuti manhaj para imam empat yakni Imam Syafii, Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, tentunya memiliki makna khusus sehingga akhirnya mengikuti jejak pendapat imam empat tersebut dapat ditemukan jawabannya dalam kitab ini. g) Mawaidz. Adalah kitab yang bisa menjadi solusi cerdas bagi para pegiat di masyarakat. Saat Kongres NU XI tahun 1935 di Bandung, kitab ini pernah diterbitkan secara massal. Demikian juga Prof Buya harus menterjemah kitab ini untuk diterbitkan di majalah Panji Masyarakat, edisi 15 Agustus 1959. h) Arba‘ina Haditsan Tata‘allaqu bi Mabadi‘ Jam‘iyyat Nahdlatul Ulama. Hidup ini tak akan lepas dari rintangan dan tantangan. Hanya pribadi yang tangguh serta memiliki sosok yang kukuh dalam memegang prinsiplah yang akan lulus sebagai pememang. Kitab ini berisikan 40 hadits pilihan yang seharusnya menjadi pedoman bagi warga NU. i) Al-Tanbihat al-Wajibat liman Yushna‘ al-Maulid bi al-Munkarat. Kitab ini menyajikan beberapa hal yang harus diperhatikan saat memperingati maulidur rasul.[9]

Uji Kompetensi

A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d!

1. K.H. Hasyim Asy‘ari adalah putera K.Asy‘ari yang ke…. a. Tiga b. Empat c. Lima d. Enam 2. Saudara K.H. Hasyim Asy‘ari berjumlah…. a. 8 b. 9 c. 10 d. 11 3. K.H. Hasyim Asy‘ari lahir pada tanggal…. a. 11 Februari 1871 c. 13 Februari 1871 b. 12 Februari 1871 d. 14 Februari 1871 4. K.H. Hasyim Asy‘ari lahir di kota…. a. Semarang b. Jombang. c. Banten d. Surabaya 5. Ayah K.H. Hasyim Asy‘ari adalah seorang kiai dari…. a. Surabaya b. Banten c. Jombang d, Demak 6. Nama asli ibu K.H. Hasyim Asy‘ari adalah…. a. Halimah b. Fatimah c. Zulaikhah d. Ny.Ageng Manila 7. Istri K.H. Hasyim Asy‘ari bernama…. a. Zulaikhah b. Chadijah c. Maisaroh d. Sofiyah 8. Pondok Pesantren yang didirikan oleh K.H. Hasyim Asy‘ary adalah…. a. Lirbayo b. Tebu ireng c. Bendo d. Gontor

40 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

9. Pada awalnya santri tebu ireng hanya berjumlah…orang. a. 2 b. 5 c. 6 d. 7 10. K.H.Hasyim Asy‘ari mempunyai spesialisasi dalam bidan Ilmu…. a. Nahwu b. Sharaf c. Hadis d. Astronomi 11. K.H.Kholil dikenal dengan tokoh Ilmu …. a. Nahwu b. Fiqih c. Hadits d. Sharaf 12. Salah satu kitab peninggalan K.H.Hasyim Asy‘ary adalah…. a. Tarih c. Ihyau Amali Fudhala b. Mabadi fiqih d. Wasoya 13. Hasyim Asy‘ary mulai belajar ke Pesantren-pesantren sejak berusia…. a. 5 tahun b. 10 tahun c. 14 tahun d. 20 tahun 14. Pondok pesantren tebu ireng terletak di kota…. a. Jombang b. Gersik c. Kediri d. Malang 15. K.H. Hasyim Asy‘ary menikah pada usai…. a. 21 tahun b. 22 tahun c. 23 tahun d. 24 tahun 16. Chadidjah istri Hasyim Asy‘ary adalah putera dari…. a. K. Khatib c. Syekh Mahfuz b. K.H. Ya‘kub d. K. Mansyur 17. Selama kurang lebih 7 tahun K.H. Hasyim Asy‘ary belajar ilmu agama di…. a. Mesir b. Kairo c. Madinah d. Mekah 18. Ponpes Tebu ireng didirikan pada tanggal…. a. 24 Rabiul Awal 1317 c. 25 Rabiul Awal 1317 b. 26 Rabiul Awal 1317 d. 27 Rabiul Awal 1317 19. Guru K.H. Hasyim Asy‘ary yang mashur adalah…. a. K. Hasyim b. K. Mansyur c. K. A. Khatib d. K. Chalil 20. K.H. Hasyim Asy‘ary dikenal dengan sebutan Hadrotus syekh yang berarti…. a. Guru besar. c. Guru Agama b. Guru Umum d. Guru Nahwu 21. Salah Satu Ponpes yang bukan asuhan alumni dari Tebu ireng adalah…. a. Ponpes Lirboyo c. Ponpes Lasem b. Ponpes Denayar d. Ponpes Langitan 22. Metodologi yang diterapkan K.H.Hasyim Asy‘ary di Pesantrennya adalah system…. a. Penugasan dan dril c. Musyawarah b. Ceramah d. Muhafadhah 23. Berdasarkan SK Presiden No.29/1964, K.H.Hasyim Asy‘ary ditetapkan sebagai Pahlawan…. a. Kemerdekaan Nasional c. Revolusi b. Ampera d. Reformasi 24. K.H.Hasyim Asy‘ary pergi ke Mekah kedua kalinya pada tahun…. a. 1839 b. 1893 c. 1938 d. 1983 25. Ponpes yang pertama kali menerapkan system diskusi adalah…. a. Lasem b. Lirboyo c. Tebuireng d. Denanyar

B. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jawaban yang jelas dan benar !

1. Sebutkan kitab yang ditulis K.H.Hasyim Asy‘ary Yang berisi tentang perlunya berhati-hati memasuki dunia tarekat ! ......

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 41

2. Apa isi kitab Ihyau Amali Fudala Muqaddimah Qonun Asasi ? ......

3. Kapan K.H.Hasyim Asy‘ary pulang ke rahmatullah, dan dimana beliau dimakamkamkan ? ......

4. Sebutkan 2 tangkatan diakusi yang diterapkan di Ponpes Tebuireng ! ......

5. Sebutkan tiga Pesantren yang diasuh oleh alumni Ponpes Tebuireng Jombang ! ......

42 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

Bab 7 KH. AHMAD DAHLAN

Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putra keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.

A. Riwayat Hidup Dan Pendidikan Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.[1] Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan). Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan di kampung , Yogyakarta. Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri . Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.[1] Di samping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putra dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 43

Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan meninggal pada tahun 1923 dan dimakamkan di pemakaman KarangKajen, Yogyakarta.

B. Pengalaman Organisasi Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat. Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksana-kan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pem-baruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al- Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan , dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut. Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi

44 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-Iain telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Berbagai perkumpulan dan jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, di antaranya ialah Ikhwanul-Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi. Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu Kiai Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya. Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921. Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).

Uji Kompetensi

A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d!

1. K.H. Ahmad Dahlan lahir pada … a. 1285 H b. 1825 H c. 1868 H d. 1528 H 2. Ayah K.H. Ahmad Dahlan bernama … a. KH. Abu Bakar c. KH. Ibrahim b. KH. Hasan d. KH. Masmansyur 3. KH. Ahmad Dahlan menikah dengan seorang anak penghulu yang bernama … a. Siti Khodijah c. Siti Aisyah b. Siti Walidah d. Siti Masyitoh Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 45

4. Pernikahan KH. Ahmad Dahlan dikarunia … anak. a. 5 b. 7 c. 6 d. 4 5. KH. Ahmad meninggal pada tanggal 23 Pebruari 1923 M atau 7 Rajab 1340 H pada waktu berusia … a. 65 tahun b. 70 tahun c. 50 tahun d. 55 tahun 6. KH. Ahmad Dahlan pada masa kanak-kanak telah taman Al-Qur‘an ketika ia berusia …. Tahun. a. 7 tahun b. 8 tahun c. 9 tahun d. 10 tahun 7. Kata persyarikatan jika diartikan hamper sama maknanya dengan … a. Organisasi b. perdamaian c. pertandingan d. permusyawaratan 8. KH. Ahmad Dahlan ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh kepres no.6571/ 27 Desember pada tahun … a. 691 b. 1961 c. 1912 d. 1819 9. KH. Ahmad Dahlan pada silsilah .beliau termaksuk keturunan Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan sebutan sunan …. a. Sunan Kudus c. Sunan Kalijaga b. Sunan Gresik ` d. Sunan Muria 10. Gerakan pembahruan Islam dan kebangkitan umat islam di Indonesia muncul karena … a. Kesadaran ulama dan tokoh masyarakat b. Konsep Westernized Indonesia c. Hancurnya kekuatan Islam d. Konsep diktonomi

46 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

Ulangan Akhir Semester Gasal

A. Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d!

1. Berikut ini yang tidak termasuk penerima ajaran Islam dari golongan ellite adalah .... a. Raja c. Pengusaha b. Penguasa d. Bangsawan 2. Masyarakat Indonesia telah menganut ber¬bagai aliran dan kepercayaanjauh sebelum Islam masuk ke Indonesia, di antaranya .... a. animisme clan dinamisme b. dinamisme c. Hindu dan Budha d. animisme 3. Golongan pembawa agama Islam ke Indonesia adalah kaum pedagang. Hal ini sangat beralasan karena .... a. pedagang adalah satu-satunya profesi yang ada pada saat itu b. perdagangan merupakan satu-satunya cara menyebarkan agama Islam c. dengan berclagang dapat memperoleh banyak keuntungan d. pada mass itu pelayaran clan perdagangan Internasional sangat berkembang 4. Berikut ini yang bukan merupakan faktor¬faktor yang menyebabkan agama Islam dapat berkembang dengan cepat di Indonesia, adalah .... a. penyebaran agama Islam dilakukan dengan damai b. sifat bangsa Indonesia ramah tamah c. Islam tidak memaksa pemeluknya untuk beribadah d. agama Islam tidak mengenal kasta 5. Penyebaran agama Islam di Kalimantan dapat diketahui dari Hikayat Banjar yang dimiliki oleh kerajaan .... a. Banjar c. Malaka b. Aceh Darussalam d. Samudra Pasai 6. Penyebaran agama Islam di pulau Kalimantan dapat diketahui dari .... a. Hikayat Daha b. Hikayat Hang Tuah c. Hikayat Pajang d. Hikayat Banjar 7. Sultan Alaudin salah satu raja Aceh Darussalam yang aktif menyebarkan pengaruh Islam dengan mengirimkan pars ahli dakwah ke pulau Jawa. Salah satunya adalah Syarif Hidayatullah yang dikenal pula dengan sebutan .... a. Sultan Agung Jati b. Sunan Kalijaga c. Maulana Malik Ibrahim d. Sunan Pandanaran 8. Pemeluk agama Islam di Indonesia yang pertama kali adalah penduduk pesisir pantai. Hal ini menunjukkan bahwa pembawa Islam ke Indonesia berasal dari kelompok .... a. pedagang b. nelayan c. bangsawan d. pembesar kerajaan Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 47

9. Dalam perkembangannya, kerajaan Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam yang besar ditunjang dengan diberlakukannya hukum atau syariah Islam yang diterapkan dalam a. kehidupan bernegara b. kehidupan bermasyarakat c. kehidupan bermasyarakat clan ber¬negara d. kehidupan beragama 10. Kerajaan Islam kedua di Indonesia setelah Samudra Pasai adalah kerajaan Malaka yang menguasai wilayah Semenanjung Malaya clan Riau dengan raja pertamanya yang terkenal adalah .... a. Iskandar Syah b. Sultan Mansyur Syah c. Iskandar Muda d. Sultan Muzafar Syah 11. Kerajaan Islam kedua di Indonesia setelah kerajaan Samudra Pasai adalah .... a. Kerajaan Pajajaran b. Kerajaan Aceh Darussalam c. Kerajaan Demak d. Kerajaan Malaka 12. Kerajaan Malaka merupakan kerajaan maritim yang mengandalkan pemasukan negara dari sektor.... a. kelautan c. perindustrian b. pertanian d. perkebunan 13. Maulana Muhammad adalah salah satu penguasa kerajaan Banten yang menyerang kerajaan Palembang pada tahun 1.596 M. dengan tujuan .... a. menguasai perdagangan clan kerajaan Palembang b. menguasai jalur perdagangan hasil bumi di Sumatra c. melancarkan jalur perdagangan hasil bumi clan rempah-rempah dari Sumatra d. menguasai jalur perdagangan rempah¬rempah di Sumatra 14. Raja Aceh Darussalam yang aktif menyebar¬kan pengaruh Islam dengan mengirimkan para ahli dakwah ke pulau Jawa adalah .... a. Sultanate Laksamana Adi Sucipto b. Sultan Alaudin Ri'ayat Syah c. Sultan Iskandar Muda d. Sultan Iskandar Sani 15. Berkat keberaniannya untuk menentang penjajah Belanda di Makassar menyebabkan Sultan Hasanudin dijuluki .... a. Tuan dan tujuh puluh dua pulau b. Singa jantan yang lapar c. Sang penakhluk dari timur d. Ayam jantan dari timur 16. Kerajaan Malaka merupakan kerajaan Islam kedua setelah kerajaan Samudra Pasai yang wilayah kekuasaannya meliputi .... a. Kalimantan Utara b. Sumatra bagian Selatan c. Semenanjung Malaya dan Riau d. Aceh dan Sumatra Utara, 17. Kerajaan Banten dapat mencapai keber¬hasilannya di bidang perdagangan terutama setelah pemerintahan Banten menerapkan sistem .... a. perdagangan bebas b. monopoli dagang

48 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

c. perekonomian barn d. perdagangan tradisional 18. Faktor utama penyebab berdirinya kerajaan di Indonesia dengan menerapkan sistem pemerintahan yang Islami adalah .... a. masyarakat Indonesia sudah bosan dengan kerajaan Hindu b. banyaknya permasalahan yang muncul pada pemerintahan kerajaan sebelum¬nya c. kerajaan-kerajaan sebelumnya sudah tidak sejalan dengan kemajuan zaman d. pemeluk agama Islam di Indonesia makin bertambah 19. Penyebab terjadinya kemunduran kerajaan Demak pada masa pemerintahan Sultan Trenggono adalah .... a. terjadinya perebutan kekuasaan b. terjadinya pemberontakan c. terjadinya perpecahan clikalangan raja d. rakyat ingin hidup bebas 20. Sepeninggal Amangkurat II, berdasarkan perjanjian Giyanti, kerajaan Mataram dibagi menjadi dua, yaitu daerah .... a. Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Pajang b. Kesultanan Yogyakarta dan Kerajaan Pakualaman c. Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Mangkunegaran d. Kesultanan Yogyakarta clan Kasunanan Surakarta 21. Sehubungan Abu Mufakhir belum cukup dewasa untuk menggantikan kedudukan ayahnya, Maulana Muhammad maka untuk sementara waktu roda pemerintahan di¬jalankan o!eh baclan perwalian yang cliketuai oleh.... a. Jayanegara clan Nyai Emban Rangkung b. Kertanegara clan Jayanegara c. Kertajasa clan Kertanegara d. Kertanegara dan Nyai Emban Rangkung 22. Kedatangan Belanda dengan mendirikan benteng-benteng di kerajaan Mataram clan tindakannya yang sewenang-wenang terhadap rakyat Mataram menimbulkan berbagai perlawanan dan pemberontakan, di antaranya bangsawan dari Madura yang bernama .... a. Pangeran Sutawijaya b. Pangeran Trunajaya c. Pangeran Brawijaya d. Pangeran Hadiwijaya 23. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Sani, pengaruh agama Islam di bidang kesusasteraan Aceh Darussalam sangat besar sebaimana ditunjukkan dalam hasil karya sastra yang berjudul .... a. Bustanussalam dan Hikayat Putrau Gumbok Meuh b. Bustanussalatin clan Hikayat Laksamana Hang Tuah c. Bustanussalatin clan Hikayat Putaru Gumbok Meuh d. Bustanul Athfal clan Hikayat Putrau Gumbok Meuh 24. Dalam mengadopsi hukum dan ajaran Islam, pemerintahan kerajaan Makassar juga aktif menjalin hubungan kerja sama antarkerajaan Islam, seperti .... a. Ternate dan Tidore b. Demak dan Malaka c. Aceh Darussalam dan Samudra Pasai d. Banten dan Mataram

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 49

25. Kehidupan sosial beragama masyarakat Maluku sangat dipengaruhi oleh datangnya pedagang-pedagang asing, khususnya dari a. Spanyol dan Portugisp, b. Inggris dan Belanda c. Portugis dan Belanda d. Belanda dan Spanyol 26. Tanah Maluku dikenal sebagai Spice Island oleh dunia Internasional karena .... a. Maluku kaya akan rempah-rempah b. Maluku memiliki hasil hutan rempah¬I rempah c. Maluku merupakan pasar perdagangan rempah-rempah d. Maluku merupakan tujuan utama para pedagang internasional 27. Salah satu peninggalan kerajaan Demak adalah masjid Agung Demak yang salah satu tiang utamanya adalah terbuat dari pecahan kayu-kayu yang dinamakan .... a. Soko Papan c. Soko Tatal b. Soko Pilar d. Soko Guru 28. Sultan Haji adalah penguasa kerajaan Banten yang menjalin hubungan kerja sama dengan.... a. Belanda c. Portugis b. Inggris d. Spanyol 29. Pada tahun 1511 Masehi Kerajaan Malaka jatuh ke tangan .... a. Belanda c. Spanyol b. Inggris d. Portugis 30. Sebagai kerajaan Maritim, perekonomian kerajaan Malaka sangat bertumpu pada bidang.... a. pert6nian dan perikanan b. perdagangan dan pelayaran c. industri perkapalan d. perkebunan rempah-rempah 31. Berkat kejayaan tanah Maluku akan rempah¬rempah yang melimpah ruah sangat menarik minat balk para pedagang lokal maupun pedagang manta hingga diibaratkan Maluku sebagai .... a. ladang emas b. ladang pangan c. ladang minyak d. ladang perak 32. Kerajaan Islam pertama di Jawa adalah Demak dengan raja pertamanya Raden Patah yang bergelar .... a. Raden Senopati JimbunAnomAbdurrahman Sayidin Panatagama b. Kanjeng Raden Panembahan Senopati Jimbun Anom Sayyidin Panatagama c. Raden Panembahan Senopati Jimbun Ngabdurrahman Sayyidin Panatagama d. Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama 33. Salah seorang wall songo yang mengang¬kat raden Patah sebagai raja Demak yang pertama adalah .... a. Sunan Kalijaga b. Sunan Bonang c. d. Sunan Ampel 34. Setelah tumbuh menjadi kerajaan besar yang berhasil menguasai jalur perdagancan alternatif, kerajaan Aceh Darussalam mampu menyaingi monopoli perdagangan ....

50 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

a. Belanda di Batavia b. Portugis di Maluku c. Spanyol di Maluku d. Kerajaan-kerajaan di sekitarnya 35. Salah seorang raja terbesar kerajaan Mataram yang mempunyai cita-cita untuk menyatukan pulau Jawa adalah .... a. Panembahan Sedo Krapyak b. Suhunan Pakubuwono III c. Panembahan Senopati d. Sultan Agung Hanyokrokusuma 36. Laksamana kerajaan Malaka yang begitu berjasa pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah hingga diabadikan dalam sebuah kisah terkenal yang berjudul .... a. Hikayat Laksamana Sukardi b. Hikayat Laksamana Hang Tuah c. Hikayat Laksamana Adi Sucipto d. Hikayat Laksamana Samudra 37. Masuknya agama Islam ke pulau Jawa diperkirakan pada abad ke -XI M. Sebagai buktinya adalah .... a. prasasti Trowulan b. bangunan menara dan masjid Kudus c. makam Sunan Ampel d. batu Nisan Fatimah binti Maimun di Gresik 38. Kebudayaan Islam di Indonesia telah melahirkan bentuk-bentuk berikut ini, kecuali a. perkembangan ilmu pengetahuan b. sistem keamanan c. sistem kemasyarakatan d. sistem politik 39. Penjelajah asal Italia yang pernah singgah di Kerajaan Samudra Pasai dalam pelayaran¬nya kembali ke Eropa dari Cina adalah .... a. Marcopolo b. Bartolomeuz Diaz c. Amerigo Vespucci d. Ibnu Battutah 40. Salah satu contoh pengaruh Islam di kalangan istana adalah a. pembuatan gending b. pembuatan pakaian batik c. pembangunan alun-alun d. penggunaan gelar sultan 41. Kebudayaan Islam menghasilkan bentuk¬bentuk .... a. sistem pertahanan dan keamanan b. sistem politik, kemasyarakatan, dan perkembangan ilmu pengetahuan c. sistem perekonomian dan keamanan d. sistem pendidikan, kebudayaan, pertahanan, dan keamanan 42. Salah satu bukti masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke -7 M adalah catatan sejarah Cina yang menceritakan tentang masuknya Islam ke Indonesia berasal dari mass .... a. Dinasti Qing c. Dinasti Ming b. Dinasti Han d. Dinasti Tang

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 51

43. Berkat ramainya lalu lintas perdagangan laut pad a abad ke -7 M hingga abad ke- 61 M, sehingga pars pedagang muslim yang berdagang ke Indonesia semakin banyak dan akhirnya membentuk sebuah perkampungan yang disebut .... a. pedesaan c. pecinan b. pekojan d. kauman 44. Berikut ini yang bukan merupakan bentuk¬bentuk sistem yang dihasilkan oleh kebudayaan Islam adalah .... a. sistem kemasyarakatan b. sistem politik c. sistem perekonomian d. perkembangan ilmu pengetahuan 45. Kerajaan persekutuan antara sembilan bersaudara yang wilayahnya meliputi pulau Tidore, Makyan, Jalilobo, dan pulau-pulau di daerah tersebut sampai Papua adalah kerajaan .... a. Ternate c. Gowa b. Tidore d. Tallo 46. Perayaan upacara adat kerajaan Mataram yang dirayakan pada setiap hari rays Idul Fitri adalah .... a. Grebeg Syawal c. Grebeg Maulid b. Grebeg Agung d. Grebeg Ngasura 47. Di samping menjadi kerajaan maritim yang menguasai jalur perdagangan laur Nusantara yang sangat terkenal, kerajaan Makassar jugs menjalin hubungan diplomasi yang baik dengan.... a. Kerajaan Gowa b. Kerajaan Tallo c. Kerajaan Ternate d. Kerajaan Tidore 48. Setelah sepuluh tahun lamanya, Portugis akhirnya berhasil mendirikan benteng Sao Paolo yang terletak di a. Kerajaan Tidore b. Kerajaan Malaka c. Kerajaan Ternate d. Kerajaan Makassar 49. Selain membentuk jalur perdagangan laut Nusantara yang sangat terkenal pada abad ke-16 hingga 17 M, kerajaan Makassar juga dengan.... a. Kerajaan-kerajaan di Ambon menjalin hubungan diplomasi yang baik fi b. Kerajaan Ternate dan Tidore c. Kerajaan-kerajaan Islam di sekitarnya d. Kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi 50. Salah satu faktor pendukung kerajaan Makassar menjadi salah satu kerajaan maritim terbesar di Indonesia adalah .... a. Kerajaan Makassar berhasil menguasai kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya b. Makassar memiliki hubungan diplomasi yang baik dengan kerajaan Ternate di Maluku c. Majunya perdagangan membuat kehidupan masyarakat Makassar menjadi sederhana d. rakyat Makassar memiliki kemampuan yang handal membuat kapal-kapal yang kokoh dan kuat

52 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1986. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: CV.Toha Putra.

Hajmy, A. 1973. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta : Bulan Bintang

Misbaah, Ma‘ruf. 1988, Sejarah Peradaban Islam, Semarang : Wijaya Wicaksana

Yatim, Badri. 2001. Sejarah Peradaban Islam Dirosah Islamiah II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

M. Mahbubi, 2015. Sejarah Kebudayaan Islam, Untuk Siswa Madrasah Tsanawiyah Kelas IX- Jakarta: Kementerian Agama.

Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs | 53

54 | Sejarah Kebudayaan Islam, Kelas IX MTs