Bangunan Masjid Agung Banten Sebagai Studi Sosial Dan Budaya

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bangunan Masjid Agung Banten Sebagai Studi Sosial Dan Budaya PATTINGALLOANG © Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan Bangunan Masjid Agung Banten sebagai Studi Sosial dan Budaya Hanifa Rizky Indriastuty 1, Aulia Rachman Efendi2, Alwi Ibnu Saipudin3 Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UHAMKA Email: [email protected] , [email protected], 3 [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas tentang keunikan bangunan Masjid Agung Banten. Bangunan ini memiliki perpaduan 3 kebudayaan dan nilai-nilai sosial yang tampak dari arsitektur bangunan tersebut. Bangunan Masjid Agung Banten merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Banten. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data diperoleh melalui observasi, wawancara narasumber, jurnal dan buku. Hasil penelitian ini membahas tentang bangunan Masjid Agung Banten sebagai studi nilai-nilai sosial dan budaya. Nilai sosial terlihat dari toleransi beragama (kerukunan) dan golongan disekitar. Hal tersebut terwujud dengan adanya bangunan Masjid Agung Banten dan Vihara Avelokitesva yang saling berdekatan. Nilai budaya yang tercermin dari arsitektur bangunan menara Masjid Agung Banten perpaduan 3 budaya yaitu Arab, China, Eropa. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat potensi lain dari bangunan Masjid Agung Banten yang mayoritas dijadikan sebagai tempat ibadah, wisata religi, dan rekreasi. Namun bangunan masjid Agung Banten dapat dijadikan sebagai studi social budaya. Kata kunci : Masjid Agung Banten, sosial, budaya Abstrack This research discusses the uniqueness of the building of the Great Mosque of Banten. This building has a combination of 3 cultures and social values that can be seen from the architecture of the building. The building of the Great Mosque of Banten is one of the legacies of the Sultanate of Banten. This study uses a qualitative method. Data collection is obtained through observation, interviewing sources, journals and books. The results of this study discuss the building of the Great Mosque of Banten as a study of social and cultural values. Social value can be seen from religious tolerance (harmony) and the surrounding groups. This was realized with the building of the Great Mosque of Banten and Vihara Avelokitesva which were close to each other. Cultural values that are reflected in the architecture of the tower building of the Great Mosque of Banten, a combination of 3 cultures, namely Arabic, Chinese, and European. The purpose of this research is to see the other potentials of the Great Mosque of Banten, the majority of which are used as places of worship, religious tourism, and recreation. However, the Great Banten mosque building can be used as a socio-cultural study Keyword: Great Mosque of Banten, social, culture Vol. 7, No.2 Agustus 2020, 119-132 |119 PATTINGALLOANG © Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan A. Pendahuluan serambi serta kompleks pemakaman Sultan Banten dan keluarganya. Kesultanan Banten adalah salah Seni budaya bisa dilihat dari satu kerajaan Islam yang ada di Provinsi bagunan Masjid Agung Banten Banten dan pada awal mulanya berada (Tumpang Lima) dan juga beberapa di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. bangunan gapura yang ada di Kaibon Namun, kemudian Banten melepaskan Benteng. Selain itu, istana yang diri dari Kerajaan Demak, dan dibangun Jan Lucas Cardeel seorang pemimpin pertama ialah Sultan berkebangsaan Belanda yang Hassanuddin yang memiliki periode merupakan pelarian dari Batavia dan pemerintahan dari tahun 1522 sampai memeluk Agama Islam. Istana ini dengan 1570 M. Jika dilihat dari letak terlihat seperti istana Eropa dan situs geografisnya, Kejaraan Banten ada di peninggalan lainnya. bagian utara. Kerajaan Banten terletak Masjid Agung Banten paling ujung pulau Jawa dan pada merupakan peninggalan pada masa awalnya wilayah dari kesultanan Banten Kesultanan Maulana Hasanuddin tahun masuk ke dalam wilayah kerajaan 1552 yang kini menjadi cagar budaya Sunda. serta menjadi tempat yang wajib Kesultanan Banten pada masa dikunjung ke daerah Banten dan masih pemerintahan Sultan Abdulfatah atau digunakan untuk beraktivitas baik Sultan Ageng Tirtayasa mencapai keagamaan maupun pendidikan yang puncaknya dalam bidang politik, mencerminkan keberagaman toleransi perekonomian, perdagangan, dan aspek sosial budaya berupa keagamaan, dan kebudayaan. Dalam peninggalan bangunan Masjid yaitu bidang perdagangan internasional makin Masjid Agung Banten, memiliki dikembangkan dengan negeri-negeri keunikan dalam arsitektur dengan Iran, Hindustan, Arab, Inggris, akulturasi 3 aspek kebudayaan yaitu Perancis, dam Cina. Bagian Arab, Cina dan Eropa. Masjid Agung Selama Kesultanan Banten Banten berdekatan dengan Vihara berkuasa, kerajaan ini meninggalkan Avalokitesvara dan kerajaan Kaibon. beberapa peninggalan bersejarah di Tahun 2015, Masjid Agung Banten Banten yang sebagian masih berdiri direvitalisasi oleh Gubernur Banten kokoh hingga sekarang. Masjid Agung untuk memperbaiki dari sektor Banten merupakan peninggalan bangunan, fasilitas sarana, dan Kerajaan Banten sebagai kerajaan Islam prasarana, serta keamanan sebagai di Nusantara yang berada di desa wujud perhatian dan kepedulian Banten Lama, kecamatan Kasemen dan Pemerintah Daerah pada situs Masih berdiri sampai sekarang. Masjid peninggalan Banten Lama (Firdausi, ini dibangun pada tahun 1652 M pada 2020) . masa pemerintahan putra pertama Menara Masjid ini mempunyai Sunan Gunung Djati yakni Sultan ciri khas ialah dari atap bangunan utama Maulana Hassanuddin dan menjadi yang bertumpuk lima, mirip dengan salah satu masjid tertua di Nusantara. pagoda cina. Selian menara juga, Masjid ini mempunyai menara yang terdapat sebuah konstruksi tembok terlihat seperti mercusuar dan bagian persegi delapan yang dikenal dengan atapnya seperti pagoda Cina, sedangkan nama istiwa, bencet, atau mizwalah. pada bagian kiri dan kanan Masjid ada Bangunan masjid ini ditopang oleh dua Vol. 7, No.2 Agustus 2020, 119-132 |120 PATTINGALLOANG © Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan puluh empat tiang. Dinding timur akulturasi masyarakat nusantara memisahkan ruang utama dengan membentuk, memanfaatkan, dan serambi timur yang mempunyai bentuk mengubah budaya Islam (Arab) sesuai atap limas. Pada dinding ini terdapat dengan kebutuhannya (Hasan Mua’rif empat buah pintu masuk yang posisinya Ambary, 1998). Ketika kebudayaan rendah, memaknai setiap orang yang dipahami sebagai keseluruhan sistem masuk ke dalam ruang utama harus gagasan (ideas), sistem perilaku dan menundukkan kepala, meski ia berasal tindakan, sistem sosial (social system), dari status sosial tertentu, ketika serta benda fisik karya manusia memasuki masjid semuanya sama. (material cultur), maka di dalamnya Arsitektur Islam adalah sebuah terkandung unsur keindahan (estetis). karya seni bangunan yang terpancar dari 1) Teori Nilai aspek fisik dan metafisik bangunan Munandar Sulaiman (1992) melalui konsep pemikiran islam yang Nilai adalah segala sesuatu yang bersumber dari Al-Qur'an, Sunnah dipentingkan manusia sebagai Nabi, Keluarga Nabi, Sahabat, para subjek, menyangkut segala sesuatu Ulama maupun cendikiawan muslim. yang baik atau buruk sebagai Pemikiran islam di sini termasuk di abstraksi, pandangan, atau maksud dalamnya adalah nilai-nilai ajaran islam dari berbagai pengalaman dengan seperti penghambaan pada Allah, seleksi perilaku yang ketat. Dari hubungan baik sesama makhluk hidup, pendapat tersebut dapat dikatakan, dan nilai-nilai Islam lainnya. Dalam hal bahwa dalam kehidupan ini, arsitektur islam tidak hanya masyarakat nilai merupakan berbicara tentang bentuk-bentuk, lebih sesuatu untuk memberikan dari itu berbicara tentang tanggapan atas perilaku, tingkah kebermanfaatan bagi orang banyak, laku, dan segala sesuatu yang suasana yang ada pada bangunan berkaitan dengan aktivitas tersebut, serta fungsi dari bangunan itu masyarakat baik secara kelompok sendiri, sesuai dengan nilai-nilai Islam maupun individu. Nilai yang yang sudah disebut tadi. muncul tersebut dapat bersifat Masjid merupakan salah satu positif apabila akan berakibat baik, produk arsitektur Islam. Gaya dan namun akan bersifat negatif jika bentuk masjid sangat terpengaruh oleh berakibat buruk pada obyek yang budaya, suku, dan etnis pada daerah diberikan nilai tersebut (Munandar sekitar tempat di mana masjid itu Sulaiman, 1992). dibangun pada masanya. Masjid Agung Menurut Isna (2001) Berbagai Banten yang merupakan sebuah masjid nilai yang sudah ada tersebut perlu dengan perpaduan tiga budaya dan penting untuk dapat arsitektur yang berbeda, yaitu Jawa, dikembangkan semaksimal Cina, dan Belanda. mungkin. Munculnya nilai dikarenakan adanya dorongan dari dalam diri manusia, diantaranya B. Kajian Pustaka adalah dorongan untuk memenuhi Pada bab ini menjelaskan proses kebutuhan fisik untuk penyebaran agama dan budaya Islam di kelangsungan hidupnya, kebutuhan Nusantara pada dasarnya terjadi dalam rasa aman, kebutuhan akan rasa kerangka akulturasi. Dalam proses cinta kasih, kebutuhan akan Vol. 7, No.2 Agustus 2020, 119-132 |121 PATTINGALLOANG © Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan penghargaan dan dikenal orang berfungsi sebagai tempat manusia lain, kebutuhan akan pengetahuan melakukan kegiatannya, baik dan pemahaman, kebutuhan akan hunian atau tempat tinggal, kegiatan keindahan dan aktualitas diri (Isna, keagamaan, kegiatan usaha, 2001). kegiatan sosial, budaya, maupun Menurut Chabib Thoha kegiatan khusus. (1996) nilai merupakan sifat yang Masjid Agung Demak dan melekat pada sesuatu (sistem Cirebon memiliki atap bertumpang Kepercayaan) yang telah tiga bersusun yang memiliki makna berhubungan
Recommended publications
  • Book of Abstrak SIM#1
    KATA PENGANTAR Pendekatan multi disiplin dalam memecahkan persoalan keberlanjutan dan kelayakan ruang huni diperlukan sehingga capaian dapat ditinjau dari berbagai aspek. Oleh karena itu dibutuhkan forum yang memberi peluang semua pihak saling membagi pengetahuan dan gagasan. Seminar adalah sebuah wadah yang sesuai bagi para akademisi, professional, penentu kebijakan serta kelompok pemerhati lainnya untuk mempublikasikan hasil karya kreatif dan mengkomunikasikan gagasan inovatif, sebagai upaya bersama meningkatkan kualitas keberlanjutan dan kelayakan ruang huni melalui pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Seminar yang diselenggarakan adalah seminar nasional serial dengan penamaan Seminar Intelektual Muda. 11 April 2019 merupakan momen penting untuk mengawali penyelenggaraan Seminar Intelektual Muda #1 dengan tema : “Keberlanjutan Ruang Layak Huni Berbasis Kearifan Lokal: Inovasi Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Terbangun”. Tema tersebut terinspirasi dari kesadaran tentang perlunya kesiapan intelektualitas komunitas muda dalam menghadapi era globalisasi dan perkembangan IPTEKSEN dengan mempertimbangkan kearifan lokal sehingga bermanfaat untuk kepentingan rekayasa lingkungan terbangun. Komunitas intelektual muda adalah garda depan dan generasi penerus bangsa yang memiliki tanggung jawab besar untuk melahirkan inovasi-inovasi kreatif sehingga dapat memberlanjutkan dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat di masa datang. Berkarya dan terus berinovasi secara bersama, dari
    [Show full text]
  • The Influence of Hindu, Buddhist, and Chinese Culture on the Shapes of Gebyog of the Javenese Traditional Houses
    Arts and Design Studies www.iiste.org ISSN 2224-6061 (Paper) ISSN 2225-059X (Online) Vol.79, 2019 The Influence of Hindu, Buddhist, and Chinese Culture on the Shapes of Gebyog of the Javenese Traditional Houses Joko Budiwiyanto 1 Dharsono 2 Sri Hastanto 2 Titis S. Pitana 3 Abstract Gebyog is a traditional Javanese house wall made of wood with a particular pattern. The shape of Javanese houses and gebyog develop over periods of culture and government until today. The shapes of gebyog are greatly influenced by various culture, such as Hindu, Buddhist, Islamic, and Chinese. The Hindu and Buddhist influences of are evident in the shapes of the ornaments and their meanings. The Chinese influence through Islamic culture developing in the archipelago is strong, mainly in terms of the gebyog patterns, wood construction techniques, ornaments, and coloring techniques. The nuance has been felt in the era of Majapahit, Demak, Mataram and at present. The use of ganja mayangkara in Javanese houses of the Majapahit era, the use of Chinese-style gunungan ornaments at the entrance to the Sunan Giri tomb, the saka guru construction technique of Demak mosque, the Kudusnese and Jeparanese gebyog motifs, and the shape of the gebyog patangaring of the house. Keywords: Hindu-Buddhist influence, Chinese influence, the shape of gebyog , Javanese house. DOI : 10.7176/ADS/79-09 Publication date: December 31st 2019 I. INTRODUCTION Gebyog , according to the Javanese-Indonesian Dictionary, is generally construed as a wooden wall. In the context of this study, gebyog is a wooden wall in a Javanese house with a particular pattern.
    [Show full text]
  • Islamic Ornaments on Trans Studio Bandung Grand Mosque
    BANDUNG CREATIVE MOVEMENT 2015 2nd International Conference on Creative Industries “Strive to Improve Creativity“ 8 – 9 September 2015 Islamic Ornaments on Trans Studio Bandung Grand Mosque Tri Wahyu Handayai1, 1 ST. INTEN Bandung, [email protected] Abstract:A mosque can be a signage of a region considering its particular function as a center of worship and symbols of the mosque‘s prosperity. The mosque which is located in tourist areas and shopping centers becomes ambiguous. Because as an activity and a business center for the region, the goal is for secular activities, not religious ones. Trans Studio Bandung (TSB) Grand Mosque seems to be a balance between profane and sacred, let alone shape adapted form of the Prophet's Mosque in Madinnah that makes the TSB Grand Mosque looks special. Through observation and qualitative analysis, the authors compare the elements of the TSB Grand Mosque and the Prophet's Mosque to identification of Islamic oranaments. Keywords: mosque, building element, Islamic ornaments 1. Introduction The peak of civilization of a nation characterized by the presence of architectural works. Even the level of complexity of the architectural work is the symbol of the complexity of its nation. Although in the present it is uncommon for a work in one place to be easily repeated with a similar form elsewhere. With a few changes and the use of different materials, a work can inspire others to create a masterpiece. The higher level of a civilitation, the higher needs of facilities and buildings. Public buildings are markers of a region, or even a marker of a city landmark.
    [Show full text]
  • Denis Micheal Rohan Ushering in the Apocalypse Contents
    Denis Micheal Rohan Ushering in the Apocalypse Contents 1 Denis Michael Rohan 1 1.1 Motives .................................................. 1 1.2 Response ................................................. 2 1.2.1 Israeli Chief Rabbinate response ................................. 2 1.2.2 Arab/Muslim reactions ...................................... 2 1.3 See also .................................................. 3 1.4 References ................................................. 3 1.5 External links ............................................... 3 2 Mosque 4 2.1 Etymology ................................................. 5 2.2 History .................................................. 5 2.2.1 Diffusion and evolution ...................................... 6 2.2.2 Conversion of places of worship ................................. 9 2.3 Religious functions ............................................ 10 2.3.1 Prayers .............................................. 11 2.3.2 Ramadan events .......................................... 11 2.3.3 Charity .............................................. 12 2.4 Contemporary political roles ....................................... 12 2.4.1 Advocacy ............................................. 13 2.4.2 Social conflict ........................................... 14 2.4.3 Saudi influence .......................................... 14 2.5 Architecture ................................................ 15 2.5.1 Styles ............................................... 15 2.5.2 Minarets .............................................
    [Show full text]
  • Disaster Response Shelter Catalogue
    Disaster Response Shelter Catalogue Disaster Response Shelter Catalogue Disaster Response Shelter Catalogue Copyright 2012 Habitat for Humanity International Front cover: Acknowledgements Sondy-Jonata Orientus’ family home was destroyed in the 2010 earthquake We are extremely grateful to all the members of the Habitat for Humanity that devastated Haiti, and they were forced to live in a makeshift tent made of network who made this publication possible. Special thanks to the global tarpaulins. Habitat for Humanity completed the family’s new home in 2011. © Habitat Disaster Response community of practice members. Habitat for Humanity International/Ezra Millstein Compilation coordinated by Mario C. Flores Back cover: Editorial support by Phil Kloer Top: Earthquake destruction in Port-au-Prince, Haiti. © Habitat for Humanity International Steffan Hacker Contributions submitted by Giovanni Taylor-Peace, Mike Meaney, Ana Cristina Middle: Reconstruction in Cagayan de Oro, Philippines, after tropical storm Washi. Pérez, Pete North, Kristin Wright, Erwin Garzona, Nicolas Biswas, Jaime Mok, © Habitat for Humanity Internationa/Leonilo Escalada Scarlett Lizana Fernández, Irvin Adonis, Jessica Houghton, V. Samuel Peter, Bottom: A tsunami-affected family in Indonesia in front of their nearly completed Justin Jebakumar, Joseph Mathai, Andreas Hapsoro, Rudi Nadapdap, Rashmi house. © Habitat for Humanity International/Kim McDonald Manandhar, Amrit Bahadur B.K., Leonilo (Tots) Escalada, David (Dabs) Liban, Mihai Grigorean, Edward Fernando, Behruz Dadovoeb, Kittipich Musica, Additional photo credits: Ezra Millstein, Steffan Hacker, Jaime Mok, Mike Meaney, Nguyen Thi Yen. Mario Flores, Kevin Kehus, Maria Chomyszak, Leonilo (Tots) Escalada, Mikel Flamm, Irvin Adonis, V. Samuel Peter, Sara E. Coppler, Tom Rogers, Joseph Mathai, Additional thanks to Heron Holloway and James Samuel for reviewing part of Justin Jebakumar, Behruz Dadovoeb, Gerardo Soto, Mihai Gregorian, Edward the materials.
    [Show full text]
  • Transformasi Atap Masjid Raya Bandung
    Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 1, A 533-538 https://doi.org/10.32315/sem.1.a533 Transformasi Atap Masjid Raya Bandung Zuhrissa Putrimeidia Aswati Mahasiswa Program Sarjana, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung. Korespondensi: [email protected] Abstrak Masjid Raya Bandung, yang saat ini berstatus sebagai masjid provinsi Jawa Barat diperkirakan berdiri pada tahun 1812, telah mengalami perubahan berkali-kali. Eksterior bangunan terlihat berbeda pada masa kolonial Belanda dan masa setelah kemerdekaan RI. Atap menjadi salah satu bagian dari Masjid Raya Bandung yang banyak mengalami perubahan dari sejak masjid didirikan hingga sekarang. Salah satu perubahan yang mencolok terjadi ketika karakteristik masjid Priangan seperti atap tumpang yang dimiliki oleh Masjid Raya Bandung pada masa kolonial berubah menjadi atap berbentuk kubah seperti bawang bergaya timur tengah bersamaan dengan berlangsungnya Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Tulisan ini bertujuan untuk membahas transformasi atap pada Masjid Raya Bandung dari masa ke masa. Hasil tulisan ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi berkali-kali pada atap Masjid Raya Bandung banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti teknologi, sumber daya, serta kondisi ekonomi, sosial, dan budaya pada masa itu. Kata-kunci : masjid, Bandung, perubahan, atap Pendahuluan Masjid Raya Bandung, yang dulu dikenal sebagai Masjid Agung Bandung, berstatus sebagai masjid provinsi Jawa Barat. Masjid ini diperkirakan berdiri pada tahun 1812 bersamaan dengan dipindahkannya pusat kota Bandung dari Krapyak, sekitar sepuluh kilometer selatan kota Bandung ke pusat kota sekarang. Sejak didirikan, Masjid Raya Bandung telah mengalami delapan kali renovasi pada abad ke-19 kemudian lima kali pada abad ke-20, hingga direnovasi kembali pada tahun 2001 hingga peresmian oleh Gubernur Jawa Barat saat itu, H.R.
    [Show full text]
  • Adzan Pitu? Syncretism Or Religious Tradition: Research in Sang Cipta Rasa Cirebon Mosque
    HTS Teologiese Studies/Theological Studies ISSN: (Online) 2072-8050, (Print) 0259-9422 Page 1 of 7 Original Research Adzan Pitu? Syncretism or religious tradition: Research in Sang Cipta Rasa Cirebon mosque Authors: Adzan Pitu is one form of the legacy of Syarif Hidayatullah in spreading Islam in Cirebon. 1,2 Wawan Hermawan One of the ways in which Sunan Gunung Jati spread Islam is by building mosques. Linda Eka Pradita1,2 The construction of the Sang Cipta Rasa mosque aims to centre the spread of Islam in Cirebon Affiliations: and surrounding areas. A Mosque is symbolised not only as a place of worship but also as a 1Doctoral Student Indonesian place of studying Islam. This is what underlies the construction of the Sang Cipta Rasa mosque Language Education, Sebelas by Syarif Hidayatullah which is now in the Kasepuhan palace complex in Cirebon. The noble Maret University, Surakarta, goal is constrained by the evil intentions of the Mataram envoy who wished to thwart the Indonesia. construction of the mosque. Until today, when the People of Cirebon are affected by an epidemic such as measles, they have to perform Adzan Pitu to repel the outbreak and sacrifices 2Faculty of Teacher Training and Education, Majapahit as a condition to purify the spell that was spread by the envoy of Mataram. Adzan Pitu is a call Islamic University, Mojokerto, to prayer with seven people at the same time. It is a form of mixing of Islamic and Hindu Indonesia. culture. Adzan Pitu has character values in it, which include religious values, hard work and social care.
    [Show full text]
  • The Elements of Local and Non-Local Mosque Architecture for Analysis of Mosque Architecture Changes in Indonesia
    The International Journal of Engineering and Science (IJES) || Volume || 7 || Issue || 12 Ver.I || Pages || PP 08-16 || 2018 || ISSN (e): 2319 – 1813 ISSN (p): 23-19 – 1805 The Elements of Local and Non-Local Mosque Architecture for Analysis of Mosque Architecture Changes in Indonesia Budiono Sutarjo1, Endang Titi Sunarti Darjosanjoto2, Muhammad Faqih2 1Student of Doctoral Program, Department of Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia 2Senior Lecturer, Department of Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia Corresponding Author : Budiono Sutarjo --------------------------------------------------------ABSTRACT---------------------------------------------------------- The mosque architecture that deserves to use as a starting point in the analysis of architectural changes in Indonesian mosques is the Wali mosque as an early generation mosque in Indonesia. As a reference, the architectural element characteristic of Wali mosque (local mosque) needs to be known, so that this paper aims to find a description of a local mosque (Wali mosque), and also description of architectural elements of non- local mosques (mosques with foreign cultural context) because one of the causes of changes in mosque architecture is cultural factors. The findings of this paper are expected to be input for further studies on the details of physical changes in the architectural elements of mosques in Indonesia. The study subjects taken were 6 Wali mosques that were widely known by the Indonesian Muslim community as Wali mosques and 6 non-local mosques that were very well known and frequently visited by Indonesian Muslim communities. Data obtained from literature studies, interviews and observations. The analysis is done by sketching from visual data, critiquing data, making interpretations, making comparisons and compiling the chronology of the findings.
    [Show full text]
  • 46 Mohammad Imam Farisi Bhinneka Tunggal Ika [Unity in Diversity]
    Journal of Social Science Education ©JSSE 2014 DOI 10.2390/jsse.v14.i1.1261 Volume 13, Number 1, Spring 2014 ISSN 1618–5293 Mohammad Imam Farisi Bhinneka Tunggal Ika [Unity in Diversity]: From Dynastic Policy to Classroom Practice The purpose of this article is to discuss the concept of Bhinneka Tunggal Ika, in its narrowest sense, a policy on religious tolerance, as it is operationalized in social studies textbooks and in classroom practice in Indonesia. The focus of the research is on six electronic textbooks used by students aged 7‐12 years, in Indonesian elementary schools which are further considered in the context of Indonesian teachers’ actual experience of the operationalization of Bhinneka Tunggal Ika in a classroom setting. The study shows that the textbooks and classroom practice are able to describe and transform a concept such as Bhinneka Tunggal Ika into a real and meaningful concept or practice for students as practiced in the family, the school, the wider community and at a national level as well as in religious ceremonies, architecture, and gotong‐royong (or reciprocal) activities. However, the state also has a political goal and this concept should also be viewed as underlying cultural policy designed to build a character and civilization appropriate to a pluralistic Indonesian nation. Keywords: Bhinneka tunggal ika, dynastic policy, textbook, social Bhinneka Tunggal Ika is a concept dating back to the studies, elementary school third century which was central to the religious politics of 1 the ruling dynasty . It was later adopted by the Indonesian government as a motto of national unity.
    [Show full text]
  • Maudu': a Way of Union With
    MAUDU’ A Way of Union with God MAUDU’ A Way of Union with God MUHAMMAD ADLIN SILA Published by ANU Press The Australian National University Acton ACT 2601, Australia Email: [email protected] This title is also available online at press.anu.edu.au National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Creator: Sila, Muhammad Adlin, 1970- author. Title: Maudu’ : a way of union with God / Muhammad Adlin Sila. ISBN: 9781925022704 (paperback) 9781925022711 (ebook) Series: Islam in Southeast Asia. Subjects: Muslims--Indonesia--Sulawesi Selatan. Group identity--Indonesia--Sulawesi Selatan. Ethnic groups--Indonesia--Sulawesi Selatan. Islam--Indonesia--Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan (Indonesia)--History. Sulawesi Selatan (Indonesia)--Civilization. Dewey Number: 305.800959847 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Cover design and layout by ANU Press. Printed by Griffin Press This edition © 2015 ANU Press Islam in Southeast Asia Series Theses at The Australian National University are assessed by external examiners and students are expected to take into account the advice of their examiners before they submit to the University Library the final versions of their theses. For this series, this final version of the thesis has been used as the basis for publication, taking into account other changes that the author may have decided to undertake. In some cases, a few minor editorial revisions have made to the work. The acknowledgements in each of these publications provide information on the supervisors of the thesis and those who contributed to its development.
    [Show full text]
  • Claude Guillot
    B a n t e n in 1678 Claude Guillot Cities undergo a continual change under the action of men, especially when they grow into successful centers of trade and communication where new ideas flow as well as gold and silver. And the passing of time does not diminish this truth—which explains the precise date given in the title above. Banten in 1678 was no longer the town that the Company of Comelis de Houtman had discovered eighty years before, as modem Jakarta is no longer the ancient city that it was at the turn of this century. Though it may seem an arbitrary choice, the year 1676 meets four requirements: Banten was still independent; the 1670s defi­ nitely were the most prosperous period in the history of this kingdom which was able to adapt itself to a new political and economic situation, with the growing participation of Westerners in the Asian seaborne trade; Sultan Ageng—the old sultan, according to the accurate translation of his contemporaries—had not yet given full authority to his eldest son, who already was his heir and viceroy and would later be known as Sultan Haji, but was still called the young sultan—sultan anom—at this time; and this transfer of power would modify even the appearance of the town; furthermore, in 1678, the conflict with Batavia about Cirebon broke out, conflict that would end with the fall of the Javanese kingdom. Banten on a map looked the ideal port. The city was located on the confluence of two great international seaways, the Malacca and Sunda straits, which were kept under almost total control by Bantenese possessions in the south of Sumatra.
    [Show full text]
  • DAFTAR FUSTAKA Buku Dan Jurnal Aboebakar, H, 1955. Sedjarah
    204 DAFTAR FUSTAKA Buku dan Jurnal Aboebakar, H, 1955. Sedjarah Mesdjid dan Amal Ibadah Dalamnja, Toko Buku Fadil : DJakarta Daulima , Farha ,1971. Mengenal Situs/ Benda Cagar Budaya di Provinsi Gorontalo, Galeri Budaya Daerah “LSM MBU’I BUNGALE : provinsi Gorontalo Dorno, Jeksi , 2014. Bentuk dan Makna Simbolik Ornamen Ukir pada Interior Masjid Gedhe Yogyakarta, Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni : Universitas Negeri Yogyakarta Edy , Kartika Purnomo,2017. Bentuk dan Makna Simbolik Pada Mihrab Masjid Raya Al-muttaqun Prambanan Klaten, Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni :Universitas Negeri Yogyakarta Djalari, Yusuf Efendi , 1991. Arsitektur, Badan Pelaksana Festival Istiqlal, : Bandung Gazalba Sidi , 1975. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Pustaka Antara :Jakarta Gunawan, Tjahjono, 2002. Arsitektur ,Indonesian Heritagei, buku antar bangsa untuk Grolier international : jakarta Hidayatullah ,Syarif IAIN, 2002 . Ensiklopedi Islam Indonesia Jilid II, : Djambatan 205 Hoop, Van der A.N.J. Th. A Th, 1949. Indonesische Siermoiteven Ragam –ragam Perhiasan Indonesia, : Batavia Gennotscahp Israr, Chazanatul,1978 . Sejarah Kesenian Islam , Bulan bintang, Cetakan kedua: Jakarta Kaluku, Syamsuri. Sejarah Masjid Hunto Sultan Amay Gorontalo 886 H/ 1495 M : Yayasan Hunto Heriyanto Talib Ramadhan Bagus Panuntun, Imam, 2018. Bentuk dan Makna pada Ragam Hias masjid Jami’ Piti Muhammad Cheng Hoo Purbalingga, Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan Jurusan Pendidikan Seni rupa Fakultas Bahasa dan Seni : Universitas Negeri Yogyakarta Rochym, Abdul, 1983. Masjid Dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia , Angkasa : Bandung Rochym, Abdul,1983. Sejarah Arsitektur Islam , Angkasa : Bandung Rohidi ,Tjetjep Rohendi, 2011. Metodologi Penelitian Seni, Cipta Prima Nusantara Rony h. 2014. Kajian Ikonografi Arsitektur dan Interior Masjid Kristal Khadija ,Yayasan Budi Mulia dua , Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta: Yogyakarta Setiawan , Agus, 2009.
    [Show full text]