PEMANFAATAN BIT SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA PUTU AYU, UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZINYA

SKRIPSI

OLEH

CLAODIA ROSANNA NIM : 131000445

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PEMANFAATAN BIT SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA KUE PUTU AYU, UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZINYA

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

CLAODIA ROSANNA NIM : 131000445

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

“PEMANFAATAN BIT SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA KUE PUTU

AYU, UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZINYA” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2018

Claodia Rosanna

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK

Kue putu ayu adalah salah satu kue tradisional yang mengunakan bahan alami dari air perasan daun pandan. Seiring berjalannya waktu, manusia memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat disekitarnya. Dimana dalam pembuatan kue putu ayu bisa digantikan bahan pewarna alami dari sari buah bit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Mengetahui daya terima kue putu ayu yang ditambahkan sari bit, cita rasa, dan komposisi zat gizi. Jenis penelitian adalah eksperimen, dengan penambahan sari bit pada kue putu ayu, dengan konsentrasi 20 % dan 40 %. Peneliti melakukan uji Organoleptik terhadap 30 panelis tidak terlatih yaitu Mahasiswa FKM USU, serta uji kandungan gizi seperti, Analisis Kadar Serat menggunakan Metode Crude Fiber, Analisis Kadar Lemak menggunakan Metode Sokhletasi, Analisis Kadar Air Metode Thermogravimetri, Analisis Kadar Abu Metode Destruksi, Analisis Kadar Zat Besi menggunakan Metode AAS ( Atomic Absorbtion Spektrofotometry ). Hasil penelitian uji daya terima terhadap aroma, dan rasa kue putu ayu yang disukai oleh panelis adalah kue putu ayu dengan penambahan sari buah bit 20%, sedangkan uji daya terima terhadap warna dan tekstur kue putu ayu yang disukai oleh panelis adalah kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40%. Hasil uji kandungan gizi Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% memiliki kadar serat dan kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan sari bit 20%, sedangkan kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20 % memiliki kadar lemak, kadar air, dan zat besi (Fe) yang lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan sari bit 40 %. Masyarakat menjadikan kue putu ayu dengan penambahan sari bit sebagai alternatif variasi pewarna pangan yang bisa digunakan ditingkat rumah tangga ataupun tingkat industri.

Kata kunci : Kue putu ayu, sari buah bit, Uji daya terima, Kandungan Gizi

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRACT

Putu Ayu Cake is one of the traditional cake that uses natural ingredients from the extract of pandan leaves. In the course of time humans began to utilize the natural resources that exist around him for example is a food coloring material. One of the material that can be used as a food coloring is a beetroot. The purpose of this study was to determine the effect of acceptance, taste, and nutrient composition on Putu Ayu cake that uses beetroot extract. The type of this study was experiment with the addition of beetroot ectract in Putu Ayu cake with concentration 20% and 40%. The researcher did the acceptance test of 30 untrained panelists, Students of Public Health Faculty North Sumatra University and nutrition content and tested nutrient content as Analysis of fiber content used Metode Crude Fiber, Analysis of Fat Content used metode Sokhletasi, Water content Analysis used Metode Thermogravimetri, Analysis of Ash Content used Metode Destruksi, and Analysis of Iron Levels used Metode ASS (Atomic Absorbtion Spektrofotometry) The result of the acceptance test on the aroma and taste of Putu Ayu Cake favored by the panelist is the Putu Ayu with the concentration of 20% beetroot extract while the acceptance test to the color and texture of Putu Ayu Cake favored by the panelist is a putu ayu with the concentration of 40% beetroot extract. The results of nutrient content test of Putu Ayu Cake with 40% beetroot extract concentration have higher fiber and ash content compared with Putu Ayu with 20% beetroot extract concentration, while the cake with 20% beetroot extract concentration has fat, water , and iron ( Fe) content which is higher than cake with 40% beetroot extract concentration. Suggested people to make Putu Ayu Cake with the addition of beetroot extract as an alternative of food variation can be used at household or industrial level.

Keywords: Putu Ayu cake, beetroot extract, acceptance test, nutrient content

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PEMANFAATAN BIT SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA KUE

PUTU AYU, UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZINYA” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat.

Pada kesempatan ini penulis menghanturkan ucapan terimakasih kepada kedua orangtua tersayang Berkat Purba (Alm) dan Siti Situmorang yang telah membesarkan, mendidik, dan memberikan kasih sayang yang begitu berharga serta memberi dukungan dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan penulisan skripsi ini.

Penulis juga banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

3. Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan

Masyarakat FKM USU yang telah memberikan saran dan masukan dalam

penyelesaian skripsi ini.

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Prof.Dr.Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Fitri

Ardiani, SKM, MPH selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

5. Dr.Ir Zulhaida Lubis M.kes selaku dosen penguji I dan Ir. Etti Sudaryanti,

M.K.M,Ph.D selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik dan

saran yang dapat membangun skripsi ini menjadi lebih baik.

6. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K selaku dosen pembimbing akademik.

7. Bapak Marihot, selaku staf Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat yang

telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis

dalam memberikan informasi yang penulis butuhkan.

8. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Akademik Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan

ilmu dan bantuan selama masa perkuliahan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

9. Ibu penulis yang telah banyak memberikan dukungan motivasi dan doa

kepada penulis.

10. Kepada Saudara/i penulis Ester, Mikhael, Ruth,Gabriel yang selalu

mendengarkan curahan hati penulis, memotivasi, menguatkan, dan

memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman yang selalu dari semester satu Theresia, Vivi, Sinta dan

Siska yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12. Teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah bersama-

sama menuntut ilmu selama masa perkuliahan.

13. Teman-teman seperjuangan Pengalaman Belajar Lapangan

Sanny,Mei,Vivie, dan Yoan di Desa Mungkur, Kecamatan Siempat Rube

Pakpak Bharat.

14. Sahabat Penulis Maria, Rafika dan Ratna yang selalu memberi dukungan

kepada penulis.

15. Teman- teman Pengurus Masa Bakti 2016-2017 GMKI Komisariat FKM

USU yang selalu memberikan masukan dan motivasi.

16. Teman- teman dan Senior GMKI yang selalu membantu dan memberi

masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

memberikan dukungan dan bantuan selama penulisan skrispi.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Medan, Juli 2018

Claodia Rosanna

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...... i HALAMAN PENGESAHAN ...... ii ABSTRAK ...... iii ABSTRACT ...... iv KATA PENGANTAR ...... v DAFTAR ISI ...... viii DAFTAR TABEL ...... x DAFTAR GAMBAR ...... xi DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...... xii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Rumusan Masalah...... 6 1.3 Tujuan Penelitian ...... 6 1.4 Manfaat Penelitian ...... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 8 2.1 Putu Ayu ...... 8 2.1.1 Jenis- Jenis Kue Putu Ayu ...... 9 2.1.2 Bahan Pembuatan Putu Ayu ...... 12 2.1.3 Resep dan Cara Pembuatan Putu Ayu ...... 14 2.1.4 Kandungan Gizi pada Kue Putu Ayu ...... 15 2.2 Pewarna Pangan ...... 16 2.3 Bit ( Beta Vulgaris L) ...... 18 2.3.1 Manfaat Bit ( Beta Vulgaris L) ...... 19 2.3.2 Jenis Bit ( Beta Vulgaris L) ...... 23 2.3.3 Komponen Kimia Bit ( Beta Vulgaris L) ...... 23 2.3.4 Pigmen Warna Bit ...... 24 2.4 Uji Organoleptek dan Panelis ...... 27 2.4.1 Uji Organoleptik ...... 27 2..4.2 Panelis ...... 28 2.5 Kerangka Konsep ...... 30

BAB III METODE PENELITIAN...... 31 3.1 Jenis Penelitain ...... 31 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...... 31 3.2.1 Tempat Penelitian ...... 31 3.2.2 Waktu Penelitian ...... 32 3.3 Objek Penelitian ...... 32 3.4 Defenisi Operasional ...... 32 3.5 Alat dan Bahan ...... 33 viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.5.1 Alat ...... 33 3.5.2 Bahan ...... 34 3.6 Tahap Penelitian ...... 35 3.6.1 Proses Pembuatan Sari Bit ...... 35 3.6.2 Proses Pembuatan Kue Putu Ayu ...... 35 3.6.2 Uji Daya Terima ...... 38 3.7 Analisis Kimia ...... 40 3.7.1 Analisis Kadar Serat (Metode Crude Fiber) ...... 40 3.7.2 Analisis Kadar Lemak (Metode Sokhletasi) ...... 41 3.7.3 Analisis Kadar Air (Metode Thermogravimetri) ...... 41 3.7.4 Analisis Kadar Abu (Metode Destruksi) ...... 42 3.7.5 Analisis Kadar Zat Besi (Metode ASS) ...... 42 3.8 Pengolahan dan Analisa Data ...... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN ...... 44 4.1 Karakteristik Kue Putu Ayu dengan Penambahan Sari Bit ...... 44 4.2 Deskriptif Panelis ...... 44 4.3 Analisis Organoleptik Aroma Kue Putu Ayu dengan Penambahan Sari Bit ...... 45 4.4 Analisis Organoleptik Warna Kue putu ayu dengan Penambahan Sari Bit ...... 46 4.5 Analisis Organoleptik Rasa Kue Putu Ayu dengan Penambahan Sari Bit ...... 47 4.6 Analisis Organoleptik Tekstur Kue putu ayu dengan Penambahan Sari Bit ...... 48 4.7 Analisis Kandungan Zat Gizi Kue Putu ayu dengan Penambahan Sari Bit ...... 49

BAB V PEMBAHASAN ...... 51 5.1 Karakteristik Kue putu ayu yang Dihasilkan ...... 51 5.2 Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Kue putu ayu ...... 52 5.3 Daya Terima Panelis Terhadap Warna Kue Putu Ayu ...... 54 5.4 Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Kue Putu Ayu ...... 55 5.5 Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Kue putu ayu ...... 56 5.5.1 Analisis Kadar air pada Kue Putu Ayu ...... 56 5.5.2 Analisis Kadar Abu pada Kue Putu Ayu ...... 58 5.5.3 Analisis Kadar Serat pada Kue Putu Ayu ...... 59 5.5.4 Analisis Kadar Lemak pada Kue Putu Ayu ...... 60 5.5.5 Analisis Kadar Zat Besi pada Kue Putu Ayu ...... 61 5.7 Analisis Nilai Ekonomis Kue Putu Ayu dengan Penambahan Bit …62

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...... 64 6.1 Kesimpulan ...... 64 6.2 Saran ...... 65 ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA ...... 66 DAFTAR LAMPIRAN

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan gizi Kue Putu Ayu ...... 15

Tabel 2.2 Warna Alamiah Bit ...... 17

Tabel 2.3 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Bit ...... 19

Tabel 2.4 Kandungan Gizi Bit ...... 24

Tabel 3.1 Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Pengetahuan...... 31

Tabel 3.2 Jumlah Pemakaian Bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Putu

Ayu Hasil Modifikasi Resep ...... 34

Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Konsumen ...... 38

Tabel 3.4 Interval Presentase dan Kriteria Kesukaan ...... 43

Tabel 4.1 Karakteristik Kue putu ayu dengan Penambahan Sari Bit ...... 44

Tabel 4.2 Analisis Organoleptik Aroma Kue Putu ...... 45

Tabel 4.3 Analisis Organoleptik Warna Kue Putu ...... 46

Tabel 4.4 Analisis Organoleptik Rasa Kue Putu ...... 47

Tabel 4.5 Analisis Organoleptik Tekstur Kue Putu...... 48

Tabel 4.6 Hasil Analisis Kandungan Zat Gizi Kue putu ayu ...... 50

Tabel 5.1 . Perhitungan Biaya Kue Putu ayu dengan Penambahan Sari Bit 40 % dalam 1050 gr adonan ...... 63

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kue Putu Ayu ...... 8

Gambar 2.2 Bit ( Beta Vulgaris L) ...... 18

Gambar 2.3 Struktur Senyawa Betasianin ...... 24

Gambar 4.1 Kue Putu ayu dengan penambahan sari bit ...... 45

Gambar 4.2 Histogram Hasil Analisis Organoleptik Aroma Kue Putu ayu ...... 46

Gambar 4.3 Histogram Hasil Analisis Organoleptik Warna Kue Putu ayu ...... 47

Gambar 4.4 Histogram Hasil Analisis Organoleptik Rasa Kue Putu ayu ...... 48

Gambar 4.5 Histogram Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Kue Putu ayu ...... 50

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR RIWAYAT HIDUP Claodia Rosanna lahir di Jambi pada tanggal 2 November 1995. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, anak dari pasangan Bapak B. Purba

(alm) dan Ibunda Siti Situmorang. Beragama Kristen Prostestan. Bertempat tinggal di Jalan Bunga Cempaka VIII B no 4B Pasar 3 Padang Bulan Kecamatan

Medan Selayang.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SDN 134 Kota

Jambi yang tamat tahun 2007. Kemudian melanjutkan ke SMPN 4 Kota Jambi pada tahun 2010, dan melanjutkan ke SMAS Nommensen Kota Jambi yang tamat pada tahun 2013. Pada tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan S1 di

Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kesehatan Masyarakat, program studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat dan selesai pada tahun 2018.

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia kaya akan berbagai macam kue tradisional, Kue tradisional atau jajanan pasar memang tidak pernah lekang ditelan zaman. Walaupun banyak kue modern diberbagai tempat. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kue tradisional juga merupakan bahan yang mudah dapat seperti santan, beras, tepung ketan, ubi dan singkong. Meski sebagian kalangan menganggap kuno namun cita rasa yang lezat menjadikan kue warisan nenek moyang tetap istimewa. ( Wibowo dan Noorkhairani , 2013)

Salah satu jajanan tradisional adalah kue putu ayu, jenis kue ini sudah tak asing lagi bagi penikmat jajanan pasar, kue putu ayu di olah dengan cara dikukus dalam pengolahannya. Ada 4 jenis kue putu, yaitu kue putu, kue putu cangkir, kue putu mayang dan kue putu ayu. Walaupun mempunyai nama yang hampir sama namun bahan dan cara penggolahannya berbeda. Kue Putu Ayu merupakan kue yang terdapat dipasaran dengan sangat mudah dan relatif murah. Pangan ringan yang enak, fleksibel, dan ekonomi. Biasanya resep produk ini diperkaya dengan lemak, protein, karbohidrat dan pewarna makanan sintetis.

Kue putu ayu terbuat dari tepung beras yang diberi air daun suji atau pandan hijau, telur, santan yang kemudian dikukus dan atasnya diberi parutan kelapa. Putu ayu ini biasanya berbentuk mangkok. Setelah dikukus saat diangkat dari kukusan maka putu ayu pasti mengeluarkan aroma pandan.

Kue putu ayu mempunyai ciri yang khas yaitu, warnanya yang hijau dan beraroma pandan karna warna yang dihasilkan adalah dari daun pandan yang

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2

diolah secra alami. Namun, belakangan ini masyarakat lebih memilih pewarna buatan seperti pasta pandan karna lebih praktis dibandingkan penggunaan bahan pewarna alami yang menghabiskan waktu cukup lama karna melalui proses penghalusan daun pandan sebanyak 20 lembar kemudian diperas dan dicampurkan dalam adonan, tetapi warna yang dihasilkan kurang menarik jika dibandingkan dengan pewarna buatan, itulah yang menyebabkan masyarakat lebih memilih pasta pandan dalam adonan pembutananya.

Pengetahuan manusia dengan memanfaatkan tanaman yang terdapat disekitarnya sangat sempit. Hal ini menyebakan manusia hanya ingin menggunakan bahan–bahan yang terdapat dipasaran tanpa memikirkan dampak pengguanaan bahan-bahan tersebut. Pemanfaatan secara bijaksana yaitu memanfaatkan sumber daya alam dengan memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar. Kreatif yaitu memanfaatkan sumber daya alam dengan kreasi-kreasi baru dikombinasikan dengan pemanfaatan teknologi tertentu sehingga dihasilkan produk yang lebih menarik, terjangkau dalam segala kalangan dan bernilai ekonomi tinggi. (Yuliarti, 2009).

Bit merupakan salah satu bahan pangan yang sangat bermanfaat. Salah satu manfaatnya adalah memberikan warna alami dalam pembuatan produk pangan. Pigmen yang terdapat pada bit merah adalah betalain. Betalain merupakan golongan antioksidan. Pigmen betalain sangat jarang digunakan dalam produk pangan dibandingkan dengan antosianin dan betakaroten (Wirakususmah,

2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3

Bit salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami karna warna yang dihasilkan sangat menarik, Bit memiliki kandungan antioksidan yang disebut dengan betalain, yang diklasifikasikan menjadi betacyanin yang berwarna merah keunguan dan betaxhantin yang berwarna jingga yang keduanya terdapat dalam bit. Bit memiliki konsentrasi betalains yang tinggi dan sering digunakan sebagai pewarna atau sebagai bahan tambahan pangan karena dapat meningkatkan kesehatan. Betalain merupakan zat yang larut dalam air yang memiliki efek antimikroba dan antivirus serta dapat menghambat proliferasi dari sel tumor. Betalain stabil dan cocok pada makanan dengan pH rendah atau asam. ( Nugraheni 2014)

Bit dapat diolah menjadi bahan pewarna kue putu ayu walaupun dalam penggunaan bit warna yang dihasilkan adalah merah keunguan bukan hijau namun, warnanya yang pekat dapat menarik perhatian, sekaligus menimbulkan kreatifitas masyarakat akan keanekaragaman pewarna alami. Penggunaan bit juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan tanaman yang ada disekitarnya.

Pengolahan buah bit sebagai pewarna alami dapat dilakukan dengan mengupas kulit buah ini terlebih dahulu kemudian dipotong dadu sehingga mudah untuk dihaluskan. Setelah itu masukan potongan buah bit kedalam blender dan tambahkan sedikit air lalu haluskan. Setelah halus maka saringlah hasl buah bit yang sudah dihaluskan. Kemudian hasil buah bit bisa digunakan sebagai pewarna merah pada makanan. Jangan disimpan terlalu lama karna hal tersebut dapat berbahaya bagi kesehatan tubuh. ( Nugraheni 2014)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4

Kestabilan pigmen pada bit merah yang berperan sebagai komponen bioaktif dipengaruhi oleh nilai pH. Pigmen di dalam bit merah lebih stabil pada kondisi asam rendah, yaitu pH 4,5. Penurunan pH akan menyebabkan perubahan pigmen merah menjadi warna ungu, sedangkan kenaikan pH menyebabkan perubahan menjadi kuning kecokelatan. (Ananda, 2008).

Betasianin merupakan pigmen berwarna merah atau merah-violet dalam buah bit merah merupakan turunan dari betalain (Andersen dan Markham, 2006).

Hingga saat ini pigmen betasianin yang telah diproduksi dalam skala besar hanya berasal dari buah bit (Beta vulgaris L). Betasianin dari buah bit (Beta vulgaris L) telah diketahui memiliki efek antiradikal dan aktivitas antioksidan yang tinggi

(Mastuti, 2010). Warna merah bit segar disebabkan oleh pigmen betasianin, suatu senyawa yang mengandung nitrogen.

Bit juga mengandung betaxantin, suatu pigmen berwarna kuning. Kedua pigmen ini beragam dan dapat berubah karena kondisi lingkungan. Tingkat warna merah menunjukkan bahwa kandungan betaxantinnya sedikit, warna kuning menunjukkan bahwa tidak terdapat betasianin,dan warna putih menunjukkan tidak terdapatnya kedua pigmen tersebut (Rubatzky, 1998).

Pigmen merah keunguan ini dijumpai pada beberapa jenis tanaman seperti buah naga dan umbi bit merah (Beta vulgaris L). Pigmen utama yang ada di dalam umbi bit merah (Beta vulgaris L) adalah betasianin (mengandung 75 %-95 % betanin), sedangkan betaxantin berada dalam jumlah yang lebih sedikit.

Betaxantin yang dominan di dalam bit merah yaitu Vulgaxantin I, sekitar 95 %

(Stintzing, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5

Betasianin memiliki sifat mudah larut dalam pelarut air, sehingga betasianin sangat baik dikembangkan sebagai pewarna alami. Pada tumbuh- tumbuhan , betasianin terdapat pada bagian bunga, buah, dan daun yang memiliki warna merah keunguan (Strack, et al.,2003). Betasianin sangat sensitif terhadap beberapa faktor. Adapun faktor yang memperngaruhi kestabilan senyawa betasianin, yaitu suhu, pH, cahaya, oksigen dan ion logam (Herbach, 2006).

Menurut (Wirakusumah, 2007) beberapa nutrisi yang terkandung dalam umbi bit yaitu, vitamin A, B, dan C dengan kadar air yang tinggi. Selain vitamin, umbi bit juga mengandung karbohidrat, protein, dan lemak yang berguna untuk kesehatan tubuh. Disamping itu juga ada beberapa mineral yang terkandung dalam umbi bit seperti zat besi, kalsium dan fosfor.

Bit merupakan sumber yang potensial akan serat pangan serta berbagai vitamin dan mineral yang dapat digunakan sebagai sumber antioksidan yang potensial dan membantu mencegah infeksi. Kandungan pigmen yang terdapat pada bit, diyakini sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit kanker, terutama kanker kolon (usus besar) (Santiago dan Yahlia 2008).

Bit merupakan sumber mineral yang baik. Dalam 100 gr buah bit mengandung Asam folat 34% yang berfungsi menumbuhkan dan mengganti sel- sel yang rusak, vit C 10,2% yang berfungsi menumbuhkan jaringan dan menormlakan saluran darah, kalium 14,8% yang berfungsi memperlancar keseimbangan cairan didalam tubuh, zat besi 7,8% yang berfungsi sebagai metabolism energy dan system kekebalan tubuh, dan banyak kandungan lainnya.

(Redaksi sehat, 2016 ).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6

Dalam penelitian ini dilakukan percobaan sebanyak 4 kali sehingga mendapat formulasi 20% dan 40%, dimana dalam percobaan pertama dengan konsentrasi sari buah bit 10% akan tetapi warna kue putu ayu yang dihasilkan pucat tetapi tekstur kuenya lembut, kemudian percobaan kedua dengan konsentrasi sari bit 30% dimana kue putu ayu yang dihasilkan memiliki warna yang menarik dan teksturnya lembut, selanjutnya percobaan ketiga dilakukan dengan konsentrasi 50% namun warna kue putu ayu yang dihasilkan menarik namun, tekstur kue putu ayu tidak mengembang (bantet). Kemudian percobaan terakhir dilakukan formulasi 20% dan 40% dimana dalam percobaan yang dihasilkan mulai dari tekstur dan warna menarik dan kue yang dihasilkan tidak bantet. Maka, peneliti mengambil kesimpulan untuk meneliti dalam konsentrasi

20% dan 40%.

1.2 Rumusan Masalah

Bit memiliki pigmen alami yaitu betalain. Betalain yang ada dalam kandungan bit merah dapat berfungsi sebagai antioksidan. Kandungan antioksidan bit merah cukup tinggi. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, terdapat beberapa rumusan masalah antara lain :

a. Bagaimana daya terima dan nilai gizi terhadap kue Putu Ayu dengan

penambahan sari buah bit ?

b. Bagaimana zat gizi kue Putu Ayu yang diberi pewarna alami ?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui daya terima kue putu ayu, cita rasa, dan komposisi zat gizi

dengan penambahan sari buah bit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7

1.3 Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Penulis dapat menerapkan ilmu gizi yang telah diperoleh selama perkuliahan. Sebagai tambahan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis dalam pengamatan dan pengembangan ilmu gizi, sebagai tambahan ilmu gizi dalam memanfaatkan tumbuhan yang berada disekitarnya.

2. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan pertimbangan untuk menggunakan bahan pewarna alami dan kandungan gizi didalam bahan makanan tersebut. Memberi pengetahuan untuk masyarakat dalam memanfaatkan tanaman holtikultural.

3. Bagi Ilmu-ilmu Kesehatan

Menambah referensi perpustakaan sebagai bahan penelitian mahasiswa dan mahasiswi dalam pengembangan ilmu gizi dan memberikan aplikasi baru dalam ilmu bahanpangan untuk menciptakan produk-produk makanan selingan yang bergizi dan memanfaatkan tanaman yang ada disekitar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Putu Ayu

Gambar 2.1 Kue Putu Ayu Sumber : dokumentasi pribadi

Kue putu ayu adalah kue tradisional asli , kue putu ayu merupakan salah satu koleksi dari kue jajanan pasar yang di miliki oleh indonesia.

Walaupun memiliki nama yang hampir sama dengan kue putu, namun sebenarnya bahan dasar untuk pembuatan kue putu ayu sangatlah berbeda dengan kue putu yang hanya menggunakan tepung beras untuk adonannya. Dalam pembuatan kue putu ayu biasanya menggunakan beberapa bahan yang biasa di gunakan untuk membuat . Persamaan dari kedua kue ini hanyalah pada pemakaian kelapa sebagai hiasannya.

Walaupun dalam kue putu ayu, kelapa parut di gunakan sebagai toping bukan sebagai taburan. Rasa Kue Putu Ayu yang manis dan gurih bisa di jadikan alternatif sebagai hidangan pada acara keluarga ataupun sebagai cemilan. Kue putu biasanya di hidangkan pada acara-acara keluarga seperti selametan, hajatan, dll. Cara pembuatannya yang mudah dan ibu-ibu di pedesaan sering membuat kue tersebut. Maka dari itu saya terinpirasi mengambil kue ini karna masyarakat yang terlihat sering memakan dan membuatnya dan banyak yang dipasarkan.

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9

2.1.1 Jenis-Jenis Kue Putu

Kue putu adalah jajan kue basah yang menjadi ciri khas makanan

Tradisional Indonesia dari resep turun temurun dan menciptakan ciri khas dari suatu daerah. Ada berbagai macam jenis kue putu, berikut beberapa diantaranya :

1. Kue Putu

Sejauh ini tidak ada literatur yang menjabarkan secara jelas arti dari nama

putu untuk kue berwarna hijau ini. Namun yang pasti kue putu telah lama

ada dalam kehidupan masyarakat kita. Cara membuat kue putu pun cukup

unik caranya adalah siapkan bahan yang terdiri dari tepung beras, tepung

sagu, garam, baking powder, panili dan pewarna makanan hijau, tetapi

akan lebih bagus jika menggunakan daun pandan sebagai pewarna.

Campur tepung beras dengan tepung sagu, setelah rata sisihkan

sebentar. Kemudian larutkan garam kedalam air putih, tambahkan juga

pewarna makanan atau air perasan daun pandan, baking powder dan

panili, aduk rata hingga terbentuk larutan berwarna hijau. Proses

selanjutnya tuang larutan ke dalam campuran tepung dan tepung sagu tadi.

Uleni dengan tangan hingga menjadi gumpalan padat. Setelah itu gosokan

adonan diatas saringan khusus hingga menjadi bulir-bulir halus.

Selain adonan tepung ada juga gula jawa yang sudah digerus dan

kelapa parut. Untuk mencetaknya para penjual kue ini biasanya

memasukan sedikit adonan pada cetakan bambu, tambahkan gula jawa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 10

atau gula merah, lalu tutupi lagi dengan tepung. Inilah yang membuat kue

putu mudah dikenali dari kue lain. Bunyi berupa siulan pada saat proses

membuatnya menjadi salah satu ciri tersendiri. Begitu matang lantas kue

putu disajikan dengan parutan kelapa yang gurih.

2. Kue Putu Ayu

Kue ini memiliki tampilan yang cantik, karena berbentuk seperti

bunga. Serta dihiasi parutan kelapa di bagian atasnya. Biasanya putu ayu

berwarna hijau, tetapi anda bisa juga mencoba variasi warna lain jika suka.

Bahan-bahan kue untuk membuat putu ayu sedikit lebih banyak dari bahan

untuk membuat kue putu biasa. Ada tepung terigu, baking powder, garam,

mentega cair, telur, gula pasir, pengembang kue, pewarna makanan, serta

kelapa parut.

Tetapi tidak perlu khawatir karena prosedur dan prosesnya sangat

mudah. Pertama-tama masukan telur, gula dan pengembang kue kedalam

mangkuk mixer, nyalakan mesin dan biarkan mixer mengaduk adonan

sampai mengembang. Sambil menunggu campurkan tepung terigu dengan

baking powder pada mangkuk terpisah, aduk keduanya hingga rata. Jika

adonan sudah mengembang maka matikan mesin dan tuangkan pada

mangkuk lain. Tambahkan mentega cair dan aduk dengan tangan.

Selanjutnya anda dapat mencampurkan tepung terigu pada adonan dan

aduk kembali secara perlahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 11

Saatnya mencetak adonan, siapkan cetakkan khusus putu ayu, lalu

beri kelapa parut di bagian dasarnya, tetapi ingat jangan terlalu ditekan

agar kelapa parut tidak menempel di bagian dasar cetakan. Tuang masing-

masing adonan pada cetakkan terpisah sampai penuh, putu ayu pun siap

dimasak. Masukan ke panci kukusan, lalu masak selama setengah jam.

Sedapnya kue putu ayu paling pas disantap saat santai bersama keluarga.

Kue ini juga tidak terlalu manis, gurihnya kelapa parut, justru semakin

menambah cita-rasa.

3. Kue Putu Cangkir

Kue yang menyandang nama putu berikutnya berasal dari daerah

Sulawesi Selatan. Masyarakat setempat mengenalnya dengan sebutan putu

cangkir. Tidak sulit menebak kenapa kue ini disebut putu cangkir, kue

khas Sulawesi Selatan ini memang memiliki bentuk layaknya alas cangkir.

Dengan rasanya yang gurih dan manis, kue ini selalu disuka siapa saja.

4. Kue Putu Mayang

Putu mayang adalah kue tradisional yang dibuat dari tepung kanji

atau tepung beras yang berbentuk seperti mi, dengan campuran santan

kelapa, dan disajikan dengan kinca atau gula jawa cair.

Di Indonesia kue ini merupakan bagian dari seni kuliner Betawi.

Akan tetapi, asal mula kue ini mungkin terkait dengan kue putu mayam

yang berasal dari India Selatan. Kedua-duanya memiliki bentuk adonan

tepung kanji atau tepung beras yang dicetak menyerupai gumpalan mi.

Namun putu mayang Indonesia sedikit berbeda dibandingkan putu mayam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12

India yang juga dapat ditemukan di , Malaysia, dan Singapura.

Gumpalan putu mayang Indonesia lebih menyatu dan tebal dengan ukuran

gumpalan yang kecil, sementara putu mayam India memiliki helai seperti

mi yang lebih halus dan ukuran yang lebih lebar.

2.1.2 Bahan Pembuatan Putu Ayu

Adapun jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan kue Putu Ayu ini adalah :

1. Tepung terigu

Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan putu ayu dan

memengaruhi proses pembuatan adonan. Fungsi tepung adalah sebagai

struktur putu ayu. Sebaiknya dalam pembuatan putu ayu menggunakan

tepung terigu protein rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis

ini akan menghasilkan kue yang empuk.

2. Gula

Dalam pembuatan putu ayu gula yang digunakan sebaiknya menggunakan

gula halus atau tepung gula. Di dalam pembuatan putu ayu, gula berfungsi

sebagai pemberi rasa dan berperan dalam menentukan penyebaran dan

struktur rekahan kue.

3. Telur

Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari fungsi

emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Telur digunakan untuk

menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13

karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai

pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk.

4. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang

digunakan dalam pembuatan putu ayu. Sebenarnya jumlah garam yang

ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang

dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan

lebih banyak garam karena garam akan memperkuat protein.

5. Kelapa Parut

Kelapa digunakan sebagai topping untuk mempercantik kue putu ayu,

diletakkan bawah wadah sehinga pada saat disajikan, parutan kelapa akan

menjadi hiasan diatas kue putu ayu

6. Santan

Santan ditambahkan untuk meningkatkan rasa gurih dan lembut dalam

pembuatan kue putu ayu.

7. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok

senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah

satu leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah

baking powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar

dan tahan selama pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk

meng“aerasi” adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan

biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14

8. Pewarna Pandan tambahan

Pewarna pandan tambahan ini ditambahkan untuk menghasilkan warna hijau

dalam kue putu ayu, saat ini sangat banyak warna lain yang digunakan untuk

menghasilkan warna dalam putu ayu, namun pada dasarnya kue putu ayu

berwarna hijau.

2.1.3 Resep dan Cara Pembuatan Putu Ayu

Resep dalam pembuatan Putu Ayu :

 200 gr tepung terigu  200 gr gula pasir  1 sendok teh cake emulsifier ( SP/TBM )  200 ml santan kelapa kental  3 butir telur ayam  1/2 sendok teh garam halus  pewarna makanan hijau pandan secukupnya  kelapa parut secukupnya

Cara Membuat Kue Putu Ayu :

1. kocok telur, gula pasir, garam secukupnya dan cake emulsifier sampai

mengembang dan pucat menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi

2. kecilkan kecepatan mixer lalu masukkan tepung terigu sambil diaduk rata

3. tuang santan sedikit demi sedikit, aduk sampai tercampir rata

4. tambahkan beberapa tetes pewarna makanan hijau pandan kedalam

adonan, aduk hingga merata

5. campur kelapa parut dengan garam dalam satu wadah, aduk rata

6. masukkan kedasar cetakan sambil ditekan sampai padat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 15

7. tuang adonan kue putu ayu kedalam cetakan diatas kelapa parut sampai

penuh

8. kukus adonan selama 20 menit atau sampai matang dan empuk

9. angkat dan sajikan

2.1.3 Kandungan Gizi pada Kue Putu Ayu

Berdasarkan Informasi rincian komposisi kandungan Nutrisi / Gizi pada kue putu ayu adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Kue Putu Ayu

Komponen Gizi Kadar Protein 0,3 gr Lemak 0,6 gr Karbohidrat 3,7 gr Kalsium 0,01 gr Zat Besi 0,12 gr Fosfor 0 mg Serat 1,2 gr Sumber : Tabel kandungan gizi kue putu (Ester, 2016)

2.2 Pewarna Pangan

Warna-warni makanan, terutama sayur dan buah-buahan, sangat berkhasiat untuk kesehatan, terutama untuk mencegah kanker. Pada makanan dengan warna spesifik, terdapat zat gizi spesifik pula. Semakin kuat warna sayur dan buah, kandungan zat gizinya juga semakin banyak. Sayur dan buah berwarna merah kaya likopen, yang mampu mengurangi risiko terjadinya kanker. Contohnya tomat dan semangka. Jingga. Makanan berwarna jingga mengandung alfa dan beta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 16

karoten, yang dapat mencegah terjadinya timbunan kolesterol di dalam pembuluh darah sehingga mengurangi risiko terjadinya stroke. (Astawan,M, 2008)

Menurut peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MEN KES/PER/IX/88 tentang bahan tambahan makanan, “Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.(Lembaran Negara,

1992).Penggunaan pewarna bertujuan untuk memperkuat warna asli dan memberikan tampilan makanan lebih menarik”.

FDA (Food and Drug Administration) mendefinisikan pewarna tambahan sebagai pewarna, zat warna atau bahan lain yang dibuat dengan cara sintetik atau kimiawi atau bahan alami dari tanaman, hewan atau sumber lain yang diekstrak, ditambahkan atau digunakan ke bahan makanan, obat atau kosmetik bisa menjadi bagian dari warna bahan tersebut.

Pembuatan bahan pewarna alami sebenarnya sangatlah mudah. Bahan- bahan yang dapat digunakan sebagai pewarna alami ditumbuk, dapat pula menggunakan blender atau penumbuk biasa dengan sedikit ditambah air, lalu diperas dan disaring dengan alat penyaring. Agar warnanya cerah dapat ditambah sedikit air kapur atau air jeruk nipis. Setelah diperoleh air perasan pewarna, lalu disimpan di dalam lemari es atau freezer jika menginginkan disimpan lebih lama

(Hidayat dan Saati 2006).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 17

Tabel 2.2 Zat Warna Alami

Warna Sumber Utama Senyawa Zat Warna

Merah Kubis ungu ( Brassica oleracea ), ubi Antosianin keunguan ungu (Ipomea batatas ), bunga rosella sabdariffa), bunga sepatu (Hibiscus rosasinensis) (Hibiscus) Merah Umbi bit Merah (Beta Vulgaris) Betalain Orange Biji Kesumba kling(Bixa ollerana) Biksin Orange Orange Kayu secang(Caesalpinia Brazilin sappan)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tumbuhan penghasil zat warna mengandung senyawa- senyawa berwarna. Senyawa zat warna yang paling dominan penggunaanya sebagai indicator titrasi asam basa adalah antosianin karena zat tersebut paling banyak diperoleh dari bunga bunga berwarna.

Antosianin mempunyai sifat larut dalam air membentuk zat warna. Dalam suasana asam berwarna merah dan lebih stabil. Dalam suasana basa berwarna biru. (Siti

Marwati,2010). Selain antosianin, warna merah juga dihasilkan dari senyawa betalain yang mengandung nitrogen dan larut dalam air. Betalain terdiri dari senyawa betasantin dan betasianin. Betasantin bersifat larut dalam air membentuk larutan berwarna merah. Stabil dalam larutan panas (60oC), cahaya dan udara terbuka. Senyawa tersebut lebih stabil pada kondisi pH 3,5-5,0.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 18

2.3 Bit (Beta vulgaris L)

Gambar 2.2 Bit (Beta vulgaris L) Sumber : Dokumentasi pribadi

Bit ialah buah asli India dari jaman dahulu kala sudah dianggap sebagai tanaman obat. Bit berbentuk bundar dan menyerupai apel kayu. Bit seukuran bola normal. Rasanya manis, mengandung banyak biji dan menguatkan tubuh, kandungan betaine dari gua bit membantu dalam membersihkan lambung dan usus. ( Jasawala, 2007)

Umbi bit adalah salah satu bahan pangan yang berwarna merah keunguan.

Pigmen yang memengaruhi warna merah keungunan pada bit adalah pigmen betalain yang merupakan kombinasi dari pigmen ungu betacyanin dan pigmen kuning betaxanthin. Kandungan pigmen pada bit diyakini sangat bermanfaat mencegah penyakit kanker, terutama kanker kolon. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan membuktikan bahwa bit berpotensi sebagai penghambat mutasi sel pada penderi ta kanker (Astawan, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 19

Lembar daun bit berbentuk oblong atau segitiga. Kultivar daun dapat memiliki sembir daun bergelombang atau lurus, dan permukaan daun rata atau keriting. Tangkai daun bit ramping dan panjangnya beragam. Sistem perakaran bit sangat efisien dan menyebabkan tanaman agak toleran terhadap kekeringan

(Rubatzky, 1998). Bit hanya dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1.000 dpl, terutama bit merah. Akan tetapi jenis bit putih dapat ditanam pada daerah dengan ketinggian 500 dpl. Walaupun dapat tumbuh, namun bit yang ditanam di dataran rendah tidak mampu membentuk umbi

(Sunarjono, 2016).

Bit (Beta vulgaris L) tergolong dalam sayuran umbi ( bit, wortel, dan lobak ), sebuah tanaman berbunga dalam familia Chenopodiaceae, yang aslinya berasal dari pesisir barat dan selatan Eropa, dan Swedia selatan dan Kepulauan

Britania ke selatan Laut Mediterania. Bagian tanaman yang dimakan adalah umbi yang bentuknya bulat hampir menyerupai gasing. ( Nugraheni 2014)

Dalam taksonomi tumbuhan, Beta vulgaris L diklasifikasikan sebagai berikut :

Tabel 2.3. Klasifikasi Ilmiah Tanaman Bit Klasifikasi Ilmiah Kingdom Plantae (tumbuhan) Subkingdom Tracheobionta(tumbuhan berpembuluh) Super Divisi Spermatophyta (mengandung biji) Divisi Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas Magnoliopsida Sub Kelas Hamamelidae Ordo Caryophyllales Famili Chenopodiaceae Genus Beta Spesies Beta vulgaris L Sumber : ( Nugraheni Mutiara,2014)

2.3.1 Manfaat Bit (Beta vulgaris L)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 20

Bit merupakan sumber yang potensial akan serat pangan serta berbagai vitamin dan mineral yang dapat digunakan sebagai sumber antioksidan yang potensial dan membantu mencegah infeksi. Kandungan pigmen yang terdapat pada bit, diyakini sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit kanker, terutama kanker kolon (usus besar) (Santiago dan Yahlia 2008).

Bit bisa digunakan untuk membuat gula bit. Rasanya manis dengan warna merah tua. Bit banyak mengandung potasium. Setiap setengah mangkok mengandung potasium 261 mg dan zat besi 1 mg. daunnya mirip dengan bayam dan banyak mengandung provitamin A, kalsium, dan zat besi, bias dibuat jus tunggal maupun dicampur dengan wortel atau bayam. Manfaat lainnya sebagai antioksidan, antikanker, menjaga kesehatan mata, dan mengandung kadar hemoglobin.

Menurut Kelly (2005) bit sangat baik untuk membersihkan darah dan membuang deposit lemak sehingga sangat baik dikonsumsi bagi mereka yang menderita kecanduan obat, penyakit hati, premenopause, dan kanker. Bit sangat berkhasiat membersihkan hati, juga membantu pembentukan sel darah dan merupakan obat pencahar yang baik karena mampu berfungsi sebagi serat dan membantu kerja usus. Di Eropa timur, bit digunakan untuk pengobatan leukemia.

Tanaman dengan nama latin Beta Vulgaris ini masih merupakan tanaman baru di Indonesia yang belum banyak dimanfaatkan. Padahal di balik warna merah tuanya, bit menyimpan banyak kandungan gizi yang bermanfaat. Adapun beberapa manfaat dari bit adalah sebagai berikut (Lingga, 2010) : a. Memperkuat Susunan Tulang

Bit mengandung banyak kalium (Potassium). Kadarnya sebesar 518,6 mg/cup dan masuk dalam kategori unggul. Keberadaan kalium dalam bit dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 21

memperkokoh matrik tulang. Tanpa kalium yang cukup, tulang yang terbentuk tidak dapat tumbuh sempurna karena ikatan antarselnya longgar.

b. Pembersih Darah yang Ampuh

Umbi bit mampu membersihkan darah dari racun, seperti logam berat, alkohol, dan zat kimia beracun. Bit juga mampu melakukan detoksifikasi hati yang tercemar oleh obat beracun, yaitu berbagai macam obat terlarang, obat yang tidak diresepkan oleh dokter, alkohol dan zat adiktif makanan yang berbahaya. c. Memaksimalkan Perkembangan Otak Bayi

Bit mengandung folat dalam jumlah cukup banyak sehingga berguna bagi perkembangan janin. Folat diperlukan pada minggu-minggu awal kehamilan dalam jumlah memadai agar perkembangan otak bayi normal. d. Mengatasi Anemia

Folat yang terkandung dalam bit juga bermanfaat untuk pembentukan darah merah. Bit merupakan obat alami yang ampuh untuk anemia dan memperkuat daya tahan tubuh. e. Antikanker

Bit mengandung betasianin yang dikenal sebagai fitokimia antikanker.

Dalam menghambat kanker betasianin bekerja sama dengan beberapa mineral dan fitokimia yang berperan sebagai antikanker. Ada beberapa macam fitokimia pada umbi bit, yaitu betain, betalain, allatine, farnesol, asam salisilat, dan saponin.

Berdasarkan uji ilmiah, diketahui bahwa mekanisme antikanker yang dilakukan oleh fitokimia pada umbi bit sangatlah kompleks. Uji laboratorium membuktikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 22

bahwa senyawa antikanker tersebut berperan untuk mencegah pertumbuhan sel kanker, khususnya kanker prostat, kanker payudara, dan kanker darah (leukemia).

Sebuah studi yang dilakukan di Howard University membuktikan bahwa ekstrak bit mampu menghambat kanker kulit, kanker paru-paru, dan kanker hati tikus melalui proses detoksifikasi. f. Menu Rendah kalori

Umbi bit sering direkomendasikan ahli nutrisi dalam daftar menu diet bagi pengidap hiperkolesterol (kelebihan kolesterol dalam darah) dan hiperlipemia

(akibat kelainan metabolisme lemak darah). Rujukan ini diberikan karena bit merupakan menu rendah kalori. Energi yang diberikan per satuan beratnya rendah, tetapi tetap mengenyangkan karena mengandung cukup banyak serat. g. Menurunkan Kadar Lemak dan Kolesterol

Bit juga mampu menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam tubuh. Uji laboratorium pada binatang menunjukkan bahwa mengonsumsi bit secara teratur dapat menurunkan kadar kolesterol total sebesar 30%. Penurunan kolesterol total diikuti dengan peningkatan jumlah kolesterol baik (HDL). Penelitian lain membuktikan bahwa dengan mengonsumsi bit secara rutin, kadar trigliserida dalam darah akan mengalami penurunan secara nyata. h. Melancarkan BAB

Umbi bit mengandung selulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai obat wasir. Selulosa adalah serat makanan larut dalam air yang berfungsi meningkatkan peristaltik usus besar sehingga BAB menjadi lancar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 23

Bit merupakan sumber vitamin C. Selain itu bit juga mengandung vitamin

B dan sedikit vitamin A sehingga baik untuk kesehatan tubuh. Oleh karena itu, bit pun dianjurkan dimakan dalam jumlah yang banyak bagi penderita darah rendah.

Kegunaan lain dari bit, terutama umbinya yaitu dapat dijadikan campuran salad atau direbus sebagai lalapan. ( Sunarjono, 2016)

2.3.2 Jenis Bit (Beta vulgaris L)

Bit merupakam tanaman semusim yang berbentuk rumput, batang bit sangat pendek hamper tidak terlihat. Akar tunggangnya tumbuh menjadi umbi.

Daunnya tumbuh terkumpul pada leher akar tunggang ( pangkal umbi ) dan berwarna kemerahan (Hendro, 2016)

Menurut Setiawan (1995) ada beberapa jenis bit. Jenis itu dikelompokkan menjadi dua sebagai berikut :

1. Bit Putih atau Bit Potong (Beta vulgaris L. Var. cicla L)

Tanaman ini ditanam khusus untuk menghasilkan daun besar, berdaging renyah, separuh keriting, dan mengkilat ketimbang umbinya. Tulang daunnya besar dan berwarna. Warna tulang daun biasanya putih, merah atau hijau. Warna lembar daun berkisar dari hijau muda hingga hijau tua. Dimana umbinya berwarna merah keputih-putihan.

2. Bit merah (Beta vulgaris L. Var. Rubra L)

Varietas yang warna umbinya merah tua. Jenis bit ini sudah banyak ditanam di beberapa daerah dataran tinggi di Indonesia.

2.3.3 Komposisi Kimia Bit (Beta vulgaris L)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 24

Bit mempunyai kandungan gizi yang baik, berikut adalah kandungan gizi bit dalam 100 gram bdd (bagian yang dapat dimakan) :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 25

Tabel 2.4. Kandungan Gizi Bit Komponen Gizi Kadar Air (g) 87,6 Energi (kkal) 41 Protein (g) 1,6 Lemak Total (g) 0,1 Karbohidrat (g) 9,6 Abu (g) 1,1 Serat (g) 13,6 Vitamin C (mg) 10 Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009)

2.3.4 Pigmen Warna Bit

Betasianin adalah zat warna yang berfungsi memberikan warna merah dan berpotensi menjadi pewarna alami untuk bahan pangan yang lebih aman bagi kesehatan dibanding pewarna sintetik. Betasianin dapat digunakan sebagai pewarna alami dalam bentuk ekstrat, akan tetapi penggunaan pelarut air dalam proses pemekatan dengan panas dapat mengakibatkan kerusakan karena titik didih air cukup tinggi (100oC) sedangkan stabilitas betasianin semakin menurun pada pemanasan suhu 70 dan 80oC (Havlikovaet 1983).

Gambar 2.3. Struktur Senyawa Betasianin.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 26

Senyawa betasianin pada gambar di atas merupakan senyawa fenol yang tersubstitusi oleh gugus glikosida pada posisi orto dan mempunyai gugus kromofor. Gugus-gugus fungsional yang ada dapat berinteraksi dengan anion yang mampu menghasilkan perubahan warna. Selain itu senyawa ini memiliki kegunaan sebagai senyawa chemosensor dalam indikator asam-basa, sensor anion, sensor beberapa senyawa basa, dan reagendalam deteksi kerusakan bahan pangan.

Umbi bit kaya akan pigmen betalain. Betalain merupakan pigmen yang pada awalnya di kategorikan sebagai antosianin bernitrogen karena terdapat nitrogen pada struktur cincinnya dan juga mengandung residu glikosida. Seiring dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan, kini betalain tidak lagi digolongkan sebagai bagian antosianin. Pigmen betalain berdiri sendiri sebagai sebuah jenis pigmen dan merupakan induk dari kelompok betasianin yang bewarna merah violet dan betaxantin yang bewarna kuning. Dalam banyak kasus, tidak mungkin membedakan betalain dan antosianin pada tumbuhan hanya secara visual.

Dibutuhkan serangkaian tes untuk membedakan kedua jenis pigmen ini.

Namun demikian, keberadaan pigmen betalain disuatu tanaman tidak mungkin bersamaan dengan adanya antosianin. Saat ini diketahui bahwa perbedaan paling mencolok antara betalain dan antosianin adalah distribusinya di tanaman.

Antosianin atau flavonoid tersebar luas dalam dunia tumbuhan, sedangkan betalain secara eksklusif hanya terdapat pada kelompok Angiospermae, khususnya

Caryophyllales (termasuk didalamnya tumbuhan bit). Kelompok betalain terdiri dari sekitar 50 pigmen merah betasianin dan 20 pigmen kuning betaxantin

(Andarwulan, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 27

Penggunaan pigmen betalain perlu dilakukan yang tepat, karna pigmen ini sensitif pada kondisi lingkungan seperti pH, pemanasan, cahaya, kelembaban dan oksigen. Factor lingkungan memiliki efek langsung dan pigmen bias berubah pada kondisi yang tidak sesuai. Nilai pH optimum untuk betasianin dan betaxanthin adalah pH 5. Warna ekstrak umbi bit berubah dari merah menjadi biru hingga pH mendekati 7. Pada kondisi basa pH (7,5-8,5) pigmen mengalami diskolorisasi.

Pigmen warna bit meninggalkan warna ungu tua dalam larutan asam seperti asam cuka. Pemanasan betalain dapat menyebabkan perubahan warna menjadi coklat jika dipanaskan secara bertahap pada suhu tinggi, dan ditambah lagi dengan kondisi pH yang basa dan intensitas cahaya yang tinggi akan mempercepat diskolorisasi pigmen. (Nugraheni 2014)

Betalain yang terdapat dalam bit merupakan pewarna alami penting dalam industri makanan. Pigmen betalain dijual kepada industri makanan dalam bentuk konsentrat sari buah maupun bentuk bubuk. Betanin memiliki intensitas warna yang lebih kuat dibandingkan berbagai macam pewarna sintetik makanan lainnya.

Pewarna merah alami dari bit telah diterima dan dikomersialkan baik di Eropa dan

Amerika maupun di Asia. Secara sederhana, warna merah bit dapat diperoleh dengan merebus bit. Pigmen betalain akan terekstrak ke air rebusan dan membuat bewarna merah sehingga dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Selain itu bit juga dapat diblender dengan penambahan air. Bubur bit dapat digunakan langsung sebagai campuran adonan atau terlebih dahulu disaring untuk mendapatkan air yang bewarna merah baru kemudian diaplikasikan ke bahan makanan (Andarwulan, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 28

2.4 Uji Organoleptik dan Panelis

2.4.1 Uji Organoleptik

Menurut Soekarto (2002) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif. Menurut Rahayu (1998), sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data. Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.

Uji organoleptik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 29

disebut orang skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka.

2.4.2 Panelis

Menurut Rahayu (1998), dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih,panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

1. Panel Perseorangan

Penel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan

spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan

yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan

cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode

analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis

ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien.

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi

sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-

faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan

pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

3. Panel Terlatih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 30

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu.

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia

3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 31

2.5 Kerangka Konsep

Cita Rasa Putu Ayu

(Aroma, warna, rasa, tekstur) Putu Ayu

(Tepung Terigu + Pewarna

Bit)

Kandungan gizi Putu ayu ( Kadar serat, kadar lemak, kadar abu, kadar air dan kadar zat besi)

Dalam pembuatan( Kue Putu Ayu ini terdiri dari tepung terigu dan penambahan sari bit dengan perbandingan pada masing-masing adonan kue putu ayu yaitu 20 % dan 40 %. Dari putu ayu akan dilihat daya terimanya yang meliputi aroma, warna, rasa, tekstur dan juga akan dilihat kandungan zat gizi dari putu ayu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penilitian Penelitian ini menggunakan jenis eksperimen, dimana hanya memilki satu perlakuan yaitu penambahan sari bit pada pembuatan kue putu ayu, yang berbeda hanya konsentrasi yang digunakan dalam penelitian. Konsentrasi yang dipilih yaitu 20 % dan 40 %. Selanjutnya konsentrasi tersebut diberi kode P1, dan P2.

Tabel 3.1 Rician Perilaku Perilaku (P) Ulangan (Y) 1 2

P1 Y11 Y12 P2 Y21 Y22 Keterangan : P1 : Penambahan sari bit 20 % P2 : Penambahan sari bit 40 % Y11 : Perlakuan P1 pada ulangan ke-1 Y12 : Perlakuan P1 pada ulangan ke-2 Y21 : Perlakuan P2 pada ulangan ke-1 Y22 : Perlakuan P2 pada ulangan ke-2

3.2. Tempat dan waktu penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian untuk pembuatan Putu Ayu dilakukan dirumah peneliti.

Pelaksanaan uji daya terima kue putu ayu dilakukan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan untuk pengujian zat gizi putu ayu di lakukan di Balai Riset dan Standarisasi (Baristand) Industri Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian kandungan gizi di Balai Riset dan Standarisasi (Baristand)

Industri Medan. pada tanggal 14 Maret- 19 April 2018 dan penelitian uji daya terima kepada panelis dilakukan pada tanggal 27-28 Maret 2018.

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 33

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah kue putu ayu dengan penambah sari bit dengan konsentrasi 20 % dan 40 %. Batas bawah ditentukan dengan konsentrasi 20 % hal ini disesuaikan dengan jumlah air yang digunakan yaitu sama dengan jumlah sari bit, sedangkan untuk batas atas ditentukan dengan konsentrasi 40 % yaitu untuk menghasilkan warna yang lebih merah pada kue putu ayu.

3.4. Definisi Operasional

1. Putu ayu adalah kue basah jajanan tradisional yang dibuat dari adonan tepung terigu, kelapa parut, santan, gula, garam, telur, santan, pengembang makanan dan pewarna. Putu ayu dibuat dengan mengukus adonan yang sudah diberi kelapa parut didalam adonan.

2. Tepung terigu adalah tepung adalah tepung/bubuk halus yang berasal dari biji gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mi, , dan pasta.

Sebaiknya dalam pembuatan putu ayu menggunakan tepung terigu protein rendah

(8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue yang empuk.

3. Uji daya terima adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik empat titik acuan.

- Sangat suka : 4 - Suka : 3 - Kurang suka : 2 - Tidak suka : 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 34

4. Warna adalah corak rupa yang dihasilkan oleh putu ayu yang dirasakan secara subyektif oleh indera pengelihatan.

5. Rasa adalah daya terima panelis terhadap kerupuk yang dirasakan secara subyektif oleh indera pengecap.

6. Aroma adalah bau khas yang dihasilkan oleh kerupuk yang dibedakan oleh indera penciuman.

7. Tekstur adalah tingkat empuk dari putu ayu.

3.5. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan Putu ayu dengan penambahan sari bit dalam penelitian ini yaitu :

3.5.1. Alat

Alat untuk pembuatan kerupuk merah :

1. Kompor 2. Cetakan put ayu 3. Baskom 4. Panci 5. Dandang 6. Pisau 7. Mixer 8. Spatula 9. Sendok 10. Timbangan 11. Saringan

3.5.2. Bahan

Penggunaan bahan di dalam eksperimen ini, dipilih bahan yang berkualitas baik, misalnya kondisi bahan masih baik, tidak busuk, tidak berubah warna dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 35

tidak kadaluarsa. Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kerupuk dalam penelitian ini terdiri dari tepung terigu, air, garam dan sari bit.

Tabel 3.2. Pemakaian Bahan dalam Pembuatan Putu Ayu Hasil Modifikasi Resep Perlakuan Bahan P1 P2 Tepung Terigu 200 gr 200 gr Gula pasir 200 gr 200 gr Santan 200 ml 200 ml Sari bit 150 ml 300 ml Telur ( 3 butir ) 150 gr 150 gr SP/TBM ½ sdt ½ sdt Garam ½ sdt ½ sdt

3.6. Tahapan Penelitian 3.6.1. Proses Pembuatan Sari Bit Prosedur pembuatan sari bit dapat dilihat pada gambar 3.1

Bit Segar

Pengupasan Kulit

Pencucian

Penghalusan

Penyaringan

Sari buah bit

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Sari Bit

Bagan diatas menjelaskan bahwa pembuatan sari bit dimulai dengan mengupas 300gr bit terlebih dahulu. Kemudian bit di cuci dan setelah itu bit diblender dengan air sebanyak 100 ml (untuk membantu menghaluskan bit yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 36

keras). Bubur bit yang diperoleh dari pemblenderan disaring sehingga hanya tinggal ampas dan diperoleh sari bit.

3.6.2. Proses Pembuatan Kue Putu Ayu

Proses pembuatan kue putu ayu dengan penambahan sari bit sebagai bahan pewarna dalam penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu : tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian.

1. Tahap Persiapan a. Menyiapkan semua alat, bahan utama dan bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan kue putu ayu dengan penambahan sari bit sebagai pewarna. b. Menimbang bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan kue putu ayu.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam pembuatan kue putu ayu dengan penambahan sari bit sebagai pewarna meliputi tahap pembuatan adonan, pencetakan, pengukusan, dan penyajian

a. Pembuatan adonan

kocok telur, gula pasir, garam secukupnya dan cake emulsifier sampai

mengembang dan pucat menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi, lalu

masukan tepung sedikit demi sedikit kemudian aduk dengan spatula,

tuangkan jiga santan secara bertahap, kemudian masukkan sari buah bit

kedalam adonan dan aduk hingga merata.

b. Pencetakan adonan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 37

Cetakan kue putu kemudian diisi parutan kelapa yang sudah dicampur

dengan sedikit garam dan ditekan sehingga padat kemudian masukan

adonan kedalam cetan

c. Pengukusan adonan

Adonan kue putu ayu kemudian dikukus selama 20 menit hingga kue putu

ayu mengembang kemuadian angkat dan dinginkan.

d. Penyajian

Kue putu ayu yang sudah dikukus dan sudah didinginkan kemudian

lepaskan dari cetakan dan kue putu ayu sudah siap disajikan

3. Tahap Penyelesaian

a. Kue Putu ayu dimasukkan kedalam kemasan sesuai dengan kelompoknya.

b. Dilakukan uji daya terima kue putu ayu (aroma, warna, rasa dan tekstur).

Uji daya terima dilakukan dengan menggunakan panelis tidak terlatih, yaitu Mahasiswa/i Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

(FKM-USU). Pelaksanaan uji daya terima diawali dengan memberikan penjelasan bagaimana cara pengisian formulir uji kesukaan, membagikan 2 sampel kue putu ayu dan air minum kemasan, serta mempersilahkan panelis untuk mencicipi sampel putu ayu dan meminta panelis untuk memberikan penilaian pada formulir uji kesukaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 38

Proses pembuatan kue putu ayu dapat dilihat pada gambar 3.2.

- Sari buah bit 20% Tepung Terigu (200gr), santan (200ml), gula - Sari buah bit 40% (200gr), telur (150gr)

Garam ( ½ sdt) dan

SP/TBM (1/2 sdt) Pembuatan adonan (

Pencetakan adonan

Penambahan kelapa parut didalam cetakan

Pengukusan adonan selama 10 menit

Penyajian kue putu ayu

Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Kue Putu Ayu

3.6.3. Uji Daya Terima

Untuk mengetahui hasil dari percobaan perlu dilaksanakan penilaian kepada masyarakat dengan uji daya terima (uji organoleptik). Jenis uji daya terima yang digunakan adalah uji kesukaan atau hedonik menyatakan suka atau tidak sukanya terhadap suatu produk. Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala empat titik acuan yaitu dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 39

paling tinggi adalah 4. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan Tabel 3.3. berikut :

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Konsumen Organoleptik Uji Hedonik Skala Numerik

Warna Sangat menarik 4 Menarik 3 Kurang menarik 2 Tidak menarik 1 Rasa Sangat suka 4 Suka 3 Kurang suka 2 Tidak suka 1 Aroma Sangat suka 4 Suka 3 Kurang suka 2 Tidak suka 1 Tekstur Sangat suka 4 Suka 3 Kurang suka 2 Tidak suka 1

Untuk penilaian organoleptik suatu produk diperlukan alat instrument, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel di sebut panelis.

Panelis dalam penelitian ini adalah panelis yang tidak terlatih yang diambil dari mahasiswa/i Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebanyak 30 orang dengan kriteria sebagai berikut : a. Sehat lahir dan batin (terutama organ untuk menguji) b. Tidak sakit c. Tidak lelah d. Bisa bekerja sama

Adapun langkah-langkah dalam melakukan uji organoleptik yaitu : a. Memperkenalkan diri dan memberitahukan maksud peneliti kepada panelis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 40

b. Membagikan sampel, air minum dalam kemasan, formulir penilaian dan alat tulis. c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisian formulir. d. Memberikan kesempatan kepada panelis satu per satu untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar formulir penilaian. e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis. f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis.

3.7 Analisis Kimia

3.7.1. Analisis Kadar Serat (Metode Crude Fiber)

Cara kerja : 1. Dimasukkan sampel yang telah dihilangkan kandungan lemaknya kedalam beaker glass

2. Ditambahkan 50 ml H2S04 1,25 %

3. Dididihkan selama 30 menit sambil ditutup dengan cawan petri

4. Ditambahkan 50 ml NaOH 3,25 %

5. Dididihkan selama 30 menit sambil ditutup dengan cawan petri

6. Disaring dengan kertas saring whatman No 41

7. Dicuci dengan H2S04 1,25 % panas

8. Dicuci dengan aquades

9. Dicuci dengan etanol 96 %

10. Dimasukkan kedalam cawan timbang yang telah diketahui beratnya

11. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C

12. Didinginkan didalam desikator

13. Ditimbang sampai berat konstan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 41

14. Dihitung kadar seratnya

Perhitungan: % Kadar serat = W1− W0 X 100 % Ws Berat residu = berat serat kasar

Keterangan: Wo : Berat kertas saring

Wi : Berat kertas saring + berat residu

Ws : Berat sampel.

3.7.2. Analisis Kadar Lemak (Metode Sokhletasi)

Cara kerja : 1. Dibungkus sampel yang telah dihilangkan kandungan airnya dengan menggunakan kertas saring biasa

2. Dimasukkan kedalam alat sokhlet

3. Diekstraksi dengan menggunakan larutan n-heksan selama 6 jam pada suhu 80°C

4. Didestilasi larutan n-heksan dan ekstrak lemak pada suhu 100-105°C

5. Didinginkan didalam desikator

6. Ditimbang hingga berat sampel konstan

7. Dihitung kadar lemaknya

Perhitungan: % Kadar Lemak = W1− W0 X 100 % Ws Keterangan : Wi : Berat labu talas + ekstrak lemak Wo : Berat labu talas Ws : Berat sampel

3.7.3. Analisis Kadar Air (Metode Thermogravimetri)

Cara kerja : 1. Dimasukkan 2 gram sampel kedalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 42

2. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 3 jam

3. Didinginkan dalam desikator selama 30 menit

4. Ditimbang berat sampel kering

5. Diulangi sampai berat konstan

6. Dihitung kadar airnya

Perhitungan: % Kadar Air = ( w0+ ws) – wi X 100 % Ws

3.7.4. Analisis Kadar Abu (Metode Destruksi)

Cara kerja : 1. Ditimbang sampel sebnayak 3 gram

2. Ditimbang cawan kosong

3. Dikeringkan dalam oven selama 3 jam pada suhu 105°C

4. Didinginkan dalam desikator

5. Ditanur selama 2 jam pada suhu 600°C

6. Ditimbang berat abu

Perhitungan: % Kadar Abu = W − W 1 0 X 100 % Ws

Keterangan : Wo : Massa cawan Wi : Massa cawan + Massa abu Ws : Massa sampel

3.7.5. Analisis Kadar Zat Besi (Metode ASS)

Cara kerja : 1. Timbang serbuk besi sebanyak 0,1 gram dengan teliti

2. Larutkan dengan HNO3 pekat dalam gelas kimia

3. Masukkan dalam labu takar 100mL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 43

4. Kemudian tambahkan aquades sampai tanda batas

5. Tambahkan aquades sampai tambah batas

6. Selanjutnya, timbang sebanyak 0,25 gram dan masukkan dalam erlenmeyer 250mL

7. Tambahkan aquaregia 25mL 8. Kemudian larutan sampel dianalisis kadarnya dengan spektrofotometri AAS.

Perhitungan = M1 x V1 = M2 x V2

3.8. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang sudah dikumpulkan diolah secara manual kemudian di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif

(Hanafiah, 2014). Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut :

n % = N x100% Keterangan : % = Skor persentase n = Jumlah skor yang diperoleh N = Skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis) Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisisnya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut : Nilai tertinggi = 4 (suka) Nilai terendah = 1 (tidak suka) Jumlah kriteria yang ditentukan = 4 Jumlah panelis = 30 orang a. Skor maximum = jumlah panelis x nilai tertinggi = 30 x 4 = 120 b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah = 30 x 1 = 30 c. Persentase maximum = 푠푘표푟 푚푎푥푖푚푢푚 푠푘표푟 푚푎푥푖푚푢푚 x100% = 120 x100%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 44

120 = 100% d. Persentase minimum = s푘표푟 푚푎푥푖푚푢푚 푠푘표푟 푚푎푥푖푚푢푚 x100% = 30 x100% 120 = 25 % e. Rentangan = persentase maximum - persentase minimum = 100% - 25% = 75% f. Interval persentase = rentangan : jumlah kriteria = 75% : 4 = 18,75% Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka dapat dibuat interval persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut.

Tabel 3.4. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan Presentasi ( % ) Kriteria Kesukaan

81,25 – 100,00 Sangat suka/Sangat menarik 62,50 – 81,24 Suka/Menarik 43,75 – 62,49 Kurang suka/Kurang menarik 25,00 – 43,74 Tidak suka/Tidak Menarik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Kue Putu Ayu

Berdasarkan kedua perlakuan yang telah dilakukan terhadap kue putu ayu dengan penambahan sari bit maka dihasilkan kue putu ayu yang berbeda.

Perbedaan tersebut dapat dilihat pada gambar dan tabel 4.1 berikut ini :

P1 (20 %) P2 (40%) Gambar 4.1. Kue Putu Ayu dengan penambahan sari bit

Tabel 4.1. Karakteristik Kue putu ayu dengan Penambahan Sari Bit

Karakteristik Kue Putu Ayu P1 P2 Aroma Khas Putu ayu Khas Putu ayu Warna Merah muda Merah Rasa Manis khas putu ayu Manis khas putu ayu Tekstur Empuk Empuk Keterangan : P1 : Putu Ayu dengan penambahan sari bit 20% P2 : Putu Ayu dengan penambahan sari bit 40%

4.2. Deskripsi Panelis

Panelis adalah 30 orang mahasiswa/i Fakultas Kesehatan Masyarakat

(FKM) Universitas Sumatera Utara (USU) yang masih aktif kuliah baik S1 maupun S2. Panelis terdiri dari 25 orang perempuan dan 5 orang laki-laki. Umur panelis berkisar 18-26 tahun, dan pada saat diminta tanggapan/penilaian. secara 45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 46

visual panelis tidak dalam keadaan sakit, tidak mengalami cacat fisik pada organ yang dipakai untuk menilai dan dalam keadaan emosional yang stabil.

4.3. Analisis Organoleptik Aroma Kue Putu Ayu dengan Penambahan Sari Bit Hasil analisis organoleptik aroma kue putu Ayu dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut ini :

Tabel 4.2. Analisis Organoleptik Aroma Kue Putu

Kriteria Perlakuan Kesukaan P1 P2 n % n % Sangat Suka 8 26,6 9 30,0 Suka 15 37,5 10 25,0 Kurang suka 5 8,3 10 16,6 Tidak suka 2 1,6 1 0,83 Total 30 74 30 72,43 Keterangan : P1 : Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% P2 : Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% n : Jumlah skor yang diperoleh

Berdasarkan tabel 4.2. diatas dapat dilihat dari total skor kedua perlakuan dalam uji organoleptik terhadap aroma, kue putu ayu dengan penambahan sari bit

20% dan 40% memiliki kriteria yang sama yaitu kriteria suka, namun tetap ada selisi antara keduanya yang mana nilai tertinggi dihasilkan dari kue putu ayu yang memiliki sari bit 20% lebih tinggi yaitu 89 ( 74%) sedangkan yang 40% yaitu 87

( 72,43%) Untuk melihat perbedaan persentase jumlah skor setiap sampel dapat dilihat seperti pada gambar 4.2. berikut ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 47

40.00 35.00 30.00 P1 25.00 P2 20.00

15.00 Persentasi 10.00 5.00 0.00 Sangat Suka Suka Kurang Suka Tidak Suka Kriteria

Gambar 4.2. Histogram Hasil Analisis Organoleptik Aroma Kue Putu ayu 4.4. Analisis Organoleptik Warna Kue putu ayu dengan Penambahan Sari Bit Hasil analisis organoleptik warna Kue putu ayu dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut ini :

Tabel 4.3. Analisis Organoleptik Warna Kue Putu

Kriteria Perlakuan Kesukaan P1 P2 n % n % Sangat Suka 2 6,6 15 50,0 Suka 24 60,0 10 25,0 Kurang suka 4 6,6 5 8,3 Tidak suka 0 0 0 0 Total 30 73,2 30 83,3

Keterangan : P1 : Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% P2 : Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% n : Jumlah skor yang diperoleh

Berdasarkan tabel 4.3. diatas dapat dilihat dari total skor kedua perlakuan dalam uji organoleptik terhadap warna, Kue putu ayu dengan penambahan sari bit

40 % memiliki total skor tertinggi yaitu 100 (83,3%) dengan kriteria sangat menarik, sedangkan Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20 % memiliki

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 48

kriteria menarik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai warna Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40 %. Untuk melihat perbedaan persentase jumlah skor setiap sampel dapat dilihat seperti pada gambar 4.3. berikut ini.

60 50 40 30 P1 p2

Persentasi 20 10 0 Sangat Suka Suka Kurang suka Tidak Suka Kriteria

Gambar 4.3. Histogram Hasil Analisis Organoleptik Warna Kue Putu ayu

4.5. Analisis Organoleptik Rasa Kue Putu Ayu dengan Penambahan Sari Bit

Hasil analisis organoleptik rasa kue putu ayu dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.4. berikut ini :

Tabel 4.4. Analisis Organoleptik Rasa Kue Putu

Kriteria Perlakuan Kesukaan P1 P2 n % n % Sangat Suka 10 33,3 11 36,6 Suka 15 37,5 10 25,0 Kurang suka 5 8,3 8 13,0 Tidak suka 0 0 1 0,83 Total 30 79,1 30 75,43 Keterangan : P1 : Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% P2 : Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% n : Jumlah skor yang diperoleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 49

Berdasarkan tabel 4.4. diatas dapat dilihat dari total skor kedua perlakuan dalam uji organoleptik terhadap aroma, kue putu ayu dengan penambahan sari bit

20% dan 40% memiliki kriteria menarik, tetapi hasil sari buah bit 20% memiliki nilai lebih tinggi yaitu 95 ( 79,1%) sedangkan yang sari buah bit 40% memiliki nilai yaitu 91 ( 75,43%) . Untuk melihat perbedaan persentase jumlah skor setiap sampel dapat dilihat seperti pada gambar 4.4. berikut ini.

40

30 P1 20 P2 Persentasi 10

0 Sangat Suka Suka Kurang Suka Tidak Suka Kriteria

Gambar 4.4. Histogram Hasil Analisis Organoleptik Rasa Kue Putu ayu

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Kue putu ayu dengan Penambahan Sari Bit Hasil analisis organoleptik tekstur kue putu ayu dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.5. berikut ini :

Tabel 4.5. Analisis Organoleptik Tekstur Kue Putu

Kriteria Perlakuan Kesukaan P1 P2 n % n %

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 50

Sangat Suka 12 40,0 13 43,3 Suka 17 42,5 12 30,0 Kurang suka 1 1,6 4 6,6 Tidak suka 0 0 1 0,83 Total 30 84,1 30 80,73 Keterangan : P1 : Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% P2 : Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% n : Jumlah skor yang diperoleh

Berdasarkan tabel 4.5. diatas dapat dilihat dari total skor kedua perlakuan dalam uji organoleptik terhadap Tekstur Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20 % memiliki total skor tertinggi yaitu 101 (84,1%) dengan kriteria sangat menarik, sedangkan Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40 % memiliki kriteria menarik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai warna Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20 %. Untuk melihat perbedaan persentase jumlah skor setiap sampel dapat dilihat seperti pada gambar 4.5. berikut ini.

50 40

30 P1

20 P2 Persentasi 10 0 Sangat Suka Suka Kurang Suka Tidak suka Kriteria

Gambar 4.5. Histogram Hasil Analisis Organoleptik Rasa Kue Putu ayu

4.7. Analisis Kandungan Zat Gizi Kue Putu ayu dengan Penambahan Sari Bit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 51

Hasil analisis kandungan gizi kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20

% dan 40 %, dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini :

Tabel 4.6. Hasil Analisis Kandungan Zat Gizi Kue putu ayu

Perlakuan Zat Gizi P1 P2 Serat (b/b) 4,20 gr 4,31 gr Lemak (b/b) 8,02 gr 8,41 gr Kadar abu (b/b) 0,61 gr 0,65 gr Kadar air (b/b) 45,7 gr 47,7gr Zat besi (Fe) 2,14 mg 2,3 8 mg

Dilihat dari hasil analisis kandungan zat gizi pada 100gr kue putu ayu dengan penambahan sari bit, kadar serat, kadar abu, pada kue putu ayu meningkat sesuai dengan semakin tinggi konsentrasi sari bit dalam pembuatan kue putu ayu sedangkan kadar lemak, kadar air dan zat besi (Fe) lebih tinggi pada kue putu ayu

P1 dari pada kue putu ayu P2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V PEMBAHASAN

5.1. Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Kue putu ayu

Aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan, karena ragamnya yang begitu besar dan karena terdapat banyak sekali jenis bebauan yang dapat dikenali oleh panca indera penciuman yaitu sekitar 17.000 senyawa volatile (senyawa kimia yang berperan memberikan rasa bau, memberikan kesan awal dan menguap dengan cepat) dengan tingkat kepekaan yang lebih tinggi dibanding indera pencicipan (10.000 kali)

(Setyaningsih, 2010).

Berdasarkan penilaian terhadap daya terima aroma kue putu ayu oleh panelis menunjukkan bahwa kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% dan

40% memiliki kriteria yang sama yaitu kriteria suka, namun tetap ada selisi antara keduanya yang mana nilai tertinggi dihasilkan dari kue putu ayu yang memiliki sari bit 20% lebih tinggi yaitu 89 ( 74%) sedangkan yang 40% yaitu 87

( 72,43%). Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% dan kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% menghasilkan aroma seperti aroma kue putu ayu pada umumnya. Pada dasarnya bit memiliki bau yang langu, namun pada proses pembuatan kue putu ayu yang ditambahkan dengan santan, salah satu bahan utamanya maka aroma langu dari bit tidak begitu tampak dan juga dikarenakan proses pemasakan kue. Sesuai dengan Astawan (2009) bahwa bau langu dapat hilang ketika terkena suhu panas atau proses pemasakan dengan suhu tinggi.

Perbedaan pendapat disebabkan setiap orang memiliki perbedaan penciuman,

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 53

meskipun mereka dapat membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan.

5.2. Daya Terima Panelis terhadap Warna Kue Putu Ayu

Warna merupakan atribut fisik yang dinilai terlebih dahulu dalam penentuan mutu makanan dan terkadang bisa dijadikan ukuran untuk menentukan cita rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat mikrobiologis (Nurhadi, 2010). Warna makanan yang menarik dapat mempengaruhi dan membangkitkan selera makan konsumen, bahkan warna dapat menjadi petunjuk bagi kualitas makanan yang dihasilkan. Warna juga mempunyai peran dan arti yang sangat penting pada komoditas pangan karena memengaruhi penerimaan konsumen terhadap komoditas tersebut Winarno (1997).

Dari hasil penilaian terhadap daya terima warna kue putu ayu oleh panelis menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai warna kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% dengan total skor yaitu 100 (83,3%) dengan kriteria

Sangat suka . Hal ini dikarenakan kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% memiliki warna yang lebih merah dibandingkan kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20%. Perbedaan warna yang dihasilkan pada kedua perlakuan dikarenakan kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% lebih banyak konsentrasi pencampuran sari buah bit kedalam adonan kue putu ayu dibandingkan yang 20% sehingga menghasilkan warna yang lebih menarik.

Menurut Winarno (1992) warna pada bahan pangan dapat berasal dari pigmen alami bahan pangan itu sendiri, reaksi karamelisasi, reaksi maillard, reaksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 54

senyawa organik dengan udara, dan penambahan zat warna, baik alami maupun sintetik. Karakteristik warna bahan pangan sangat berhubungan dengan kualitas bahan tersebut. Perubahan warna yang terjadi pada bahan pangan melibatkan reaksi-reaksi kimia seperti hidrolisis dan oksidasi.

Warna merah yang dihasilkan pada kue putu ayu ini dipengaruhi oleh bahan yang digunakan yaitu bit. Secara umum pewarna makanan digolongkan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis. Apabila ditinjau dari segi keamanan, pewarna sintetis dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan karena mengandung senyawa karsinogen yang berpotensi memicu suatu penyakit

(Tarigan, 2010). Salah satu sumber pewarna alami yang dapat digunakan sebagai pewarna makanan adalah pigmen betalain yang terdapat pada bit. Betalain yang terkandung dalam bit telah digunakan sebagai pewarna makanan, seperti pada es krim dan makanan penutup beku (Rahayu, 2010). Hal ini dibuktikan dengan dengan tidak adanya efek karsinogenik atau efek toksik lainnya sehingga bit aman sebagai pewarna makanan (Francis, 2002). Pigmen betalain dari bit menunjukan sifat antiradikal dan antioksidan yang tinggi. Kandungan betalain pada bit juga bermanfaat untuk mencegah penyakit kanker, terutama kanker kolon (usus besar).

Penentuan mutu pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Tetapi sebelum faktor- faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan terkadang sangat menentukan, selain faktor yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan (Winarno, 2004).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 55

5.3. Daya Terima Panelis terhadap Rasa Kue Putu Ayu

Rasa adalah suatu sensasi yang muncul dan disebabkan oleh komponen kimia yang volatil atau non volatil yang berasal dari alam ataupun sintetis dan timbul pada saat makan atau minum. Komponen volatil adalah komponen yang memberikan rasa bau, memberikan kesan awal dan menguap dengan cepat.

Komponen non volatil memberikan sensasi pada rasa manis, pahit, asam dan asin.

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik terhadap rasa kue putu ayu oleh panelis menunjukkan bahwa panelis menyukai rasa kue putu ayu dengan penambahan penambahan sari bit 20% dan 40% memiliki kriteria menarik, tetapi hasil sari buah bit 20% memiliki nilai lebih tinggi yaitu 95 ( 79,1%) sedangkan yang sari buah bit 40% memiliki nilai yaitu 91 ( 75,43%). Walaupun hasil penilaian kedua perlakuan berada pada kriteria suka, tetapi apabila dilihat dari total skor, kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% memiliki total skor lebih tinggi. Rasa pada kue putu ayu dalam penelitian ini dihasilkan dari penggunaan gula, santan dan telur. Secara alami bit mengandung sukrosa sehingga memiliki rasa manis. Perbedaan rasa pada kue putu ayu terjadi karena adanya penambahan sari bit yang berbeda pada setiap perlakuan.

Hal tersebut disebabkan, karena semakin tinggi proporsi penambahan sari bit juga akan mempengaruhi rasa dari kue putu ayu. Menurut Hidayat (2006) rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa lain. Menurut Solihin (2005) bahwa umumnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 56

bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa tetapi merupakan gabungan dari berbagai macam rasa terpadu, sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh.

Rasa suatu makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan daya terima konsumen terhadap suatu produk. Rasa makanan merupakan gabungan dari rangsangan cicip, bau dan pengalaman yang banyak melibatkan lidah (Winarno,

2002). Menurut Setyaningsih (2010) pada kenyataanya, manusia selalu memberikan respon yang berbeda-beda terhadap rangsangan yang sama.

Perbedaan sensasi yang terjadi di antara dua orang dapat disebabkan oleh adanya perbedaan sensasi yang diterima, karena perbedaan tingkat sensitivitas organ penginderaanya atau karena kurangnya pengetahuan terhadap rasa tertentu.

5.4. Daya Terima Panelis terhadap Tekstur Kue Putu Ayu

Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri dari tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometrik (berpasir, beremah), dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih, 2010). Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada waktu digigit, dikunyah, dan ditelan) ataupun perabaan dengan jari (Kartika, 1998). Berdasarkan hasil pengujian organoleptik terhadap tekstur kue putu ayu oleh panelis menunjukkan bahwa panelis menyukai tekstur kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% memiliki total skor tertinggi yaitu 101 (84,1%) dengan kriteria sangat menarik, sedangkan Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% memiliki skor

90 (80,73%) dengan kriteria menarik. Kue putu ayu dengan penambahan sari bit

20% memiliki total skor lebih tinggi. Tekstur kue putu ayu yang empuk disebabkan oleh telur, gula dan pengembang kue dimana pada tahap mixer

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 57

pertama dalam adonan ini harus menghasilkan adonan yang putih pucat dan terlihat sedikit kaku, sehingga kue yang akan dihasilkan akan mengembang sempurna. Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% dan 40% memiliki keempukan yang baik dan hampir sama, dikarenakan penggunaan tepung, telur, santan, dan gula dengan konsentrasi yang sama.

Menurut Winarno (1997), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan memengaruhi cita rasa yang ditimbulkan bahan tersebut karena dapat memengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur.

5.5. Hasil Analisis Kandungan Gizi Kue Putu Ayu dengan Penambahan Sari

Bit

Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama, dan sesudah proses pengolahan.

Umumnya selama proses pengolahan terjadi kerusakan gizi secara bertahap pada bahan pangan. Kandungan gizi pada kue putu ayu dengan penambahan sari bit merupakan gabungan dari bahan bit itu sendiri dan kandungan gizi yang diperoleh dari adonan kue putu ayu pada umumnya.

5.5.1 Kadar Air pada Kue Putu Ayu

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan menentukan kesegaran dan daya tahan bahan tersebut

(Winarno, 2002). Oleh karena itu dilakukan analisa kadar air dengan tujuan untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 58

mengetahui jumlah air yang terdapat pada produk kue putu ayu yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil analisis laboratorium, dapat dilihat perbedaan kadar air dalam kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% dan 40%. Kadar air pada kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% sebesar 45,7 gr dalam 100gr kue putu ayu , sedangkan kadar air pada kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% sebesar

47,7gr dalam 100gr kue putu ayu.

Berdasarkan hasil analisis laboratorium, dapat dilihat kadar air dalam kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% dan 40%, apabila dibandingkan dengan kue putu ayu menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), Kadar air dari kue putu ayu dengan penambahan sari bit pada kedua perlakuan (20% dan 40%) yaitu sebesar 45,7 gr dan 47,7gr, melebihi ketentuan SNI yaitu sebesar maksimal 40% kandungan air pada kue basah, maka dari itu kue putu ayu tidak bisa disimpan dalam waktu yang lama.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kadar air yaitu jenis bahan dan komponen yang ada di dalamnya, serta cara dan kondisi pemasakan makanan, seperti alat, suhu, ketebalan bahan dan lama pengukusan. Pada pembuatan kue putu ayu ini proses pemasakan diolah dengan cara dikukus sehingga kadar air dalam kue putu ayu ini tinggi pada kedua perlakuan. Menurut Winarno (2004), suatu bahan pangan yang tinggi kadar airnya akan semakin cepat busuk daripada bahan pangan dengan kadar air yang rendah.

5.5.2 Kadar Abu pada Kue Putu Ayu

Abu merupakan partikel halus dan bewarna putih yang merupakan residu proses pembakaran bahan-bahan organik atau merupakan zat anorganik yang tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 59

terbakar selama proses pembakaran pada suatu bahan pangan. Kadar abu dipengaruhi unsur-unsur mineral yang ada dalam suatu bahan pangan (Winarno,

2008).

Berdasarkan hasil analisis laboratorium, dapat dilihat kadar abu dalam kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% dan 40% memiliki kadar yang tidak terlalu jauh yaitu pada kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% memiliki nilai 0,61 gr dalam 100gr kue putu ayu sedangkan pada kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% memiliki nilai 0,65 gr dalam 100gr kue putu ayu.

Apabila dibandingkan dengan kue basah menurut Standar Nasional Indonesia

(SNI), kadar abu dari kue putu ayu dengan penambahan sari bit pada kedua perlakuan (20% dan 40%) yaitu sebesar 3%, masih dalam ketentuan SNI.

Penentuan kadar abu dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan (Budiyanto, 2002). Menurut

Muchtadi (2013) kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut. Kandungan kadar abu yang kecil pada produk kue putu ayu yang dihasilkan, disebabkan adanya proses pemanasan yang dilakukan dengan pengukusan, sehingga tidak menghasilkan zat anorganik yang merupakan sisa-sisa hasil pembakaran suatu bahan organik (Budiyanto, 2002).

5.5.3 Kandungan Serat pada Kue Putu Ayu

Secara alami serat makanan ada di dalam sumber makanan yang berasal dari tumbuhan. Serat makanan adalah komponen dalam tanaman yang tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 60

tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang tidak diserap oleh saluran pencernaan manusia (Rimbawan, 2004). Serat sangat penting dalam proses pencernaan makanan dalam tubuh. Kekurangan serat dapat menyebabkan konstipasi, kanker koloni, penyakit jantung koroner, batu ginjal, dan diabetes mellitus. Kekurangan serat juga dihubungkan dengan berbagai penyakit gastrointestinal (Almatsier, 2003).

Berdasarkan hasil analisis laboratorium, dapat dilihat perbedaan kadar serat dalam kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20% dan 40%, dimana kadar serat kue putu ayu per 100 gram yaitu pada penambahan sari bit 20% sebesar 4,20 gr dan pada penambahan sari bit 40% sebesar 4,31gr. Bila dibandingkan dengan kue putu ayu tanpa bit serat yang dihasilkan sebesar 1,2 gr, sehingga dengan penambahan bit meningkatkan serat 3 gr untuk penambahan bit

20% dan 3,11gr untuk penambahan bit 40%.

Kadar serat yang terkandung pada kue putu ayu ini dipengaruhi oleh kandungan serat dalam bit, semakin tinggi konsentrasi penambahan sari bit pada kue putu ayu, semakin tinggi pula kandungan serat yang terkandung pada kue putu ayu. Perbedaan kadar serat pada tiap perlakuan kue putu ayu ini diakibatkan oleh konsentrasi sari bit yang berbeda antara kue putu ayu P1 dan kue putu ayu

P2.

Angka kecukupan serat yang dianjurkan bagi anak-anak sebanyak 26 gram per hari, remaja laki-laki sebanyak 35 gram per hari dan 30 gram per hari untuk remaja perempuan, laki-laki dewasa sebanyak 38 gram per hari dan 30 gram per hari untuk wanita dewasa (PUGS, 2014). Konsumsi tiap 100 gram kue putu ayu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 61

dengan penambahan sari bit bisa membantu sekitar 15-20% kebutuhan serat harian, sehingga mengkonsumsi kue putu ayu dengan penambahan sari bit dapat diskonsumsi karna masih sesuai standar dan mampu menambahkan kebutuhan serat sehari hari dan bisa dikonsumsi disemua kalangan umur.

5.5.4 Kandungan Lemak pada Kue Putu Ayu

Lemak yang terdapat didalam makanan, berguna untuk meningkatkan jumlah energi, membantu penyerapan vitamin A, D, E dan K, serta menambah lezatnya hidangan. Konsumsi makanan yang mengandung lemak secara berlebihan dapat meningkatkan nilai persen lemak tubuh dan berakibat pada kegemukan (Winarti, 2010).

Berdasarkan hasil analisis laboratorium, dapat dilihat perbedaan kadar lemak dalam kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20 % dan 40 %. Dimana kadar lemak kue putu ayu per 100 gram pada penambahan sari bit 20 % lebih tinggi yaitu sebesar 8,02 % dibandingkan kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40 % yaitu sebesar 8,41 %. Kadar lemak pada kue putu ayu tidak terlalu tinggi, ini diakibatkan proses pemasakan kue ini dengan cara dikukus beda halnya jika suatu produk makanan digoreng, maka akan menghasilkan lemak yang tinggi.

Adanaya lemak pada kue putu ayu disebabkan oleh penambahan santan dan telur kedalam adonan kue putu ayu.

Anjuran konsumsi lemak dan minyak tidak boleh lebih dari 25 % atau sekitar 60 gr dari kebutuhan energi sehari-hari (PUGS, 2014). Konsumsi tiap 100 gram kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20 % dapat memberikan kontribusi lemak sebesar 8,02 gr sedangkan penambahan sari bit 40 % dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 62

memberikan kontribusi lemak sebesar 8,41 gram, sehingga mengkonsumsi kue putu ayu dengan penambahan sari bit kebutuhan dikonsumsi karna masih sesuai standar dan mampu menambahkan kebutuhan lemak sekitar 7-10% dari keseluruhan kebutuhan harian lemak.

5.5.5. Kandungan Fe ( Besi) pada Kue Putu Ayu

Besi (Fe) merupakan unsur vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, dan merupakan komponen penting pada sistem enzim pernafasan. Pada metabolisme besi perlu diketahui komposisi dan distribusi besi dalam tubuh, cadangan besi tubuh, siklus besi, absorbsi besi dan transportasi besi.

Menurut Muchtadi (2009) peranan zat besi sangat penting bagi pertumbuhan anak. Kekurangan zat besi bisa menyebabkan anemia, yang dapat menyebabkan kelelahan, kelemahan, dan mudah marah. Zat besi juga dapat mempengaruhi perkembangan otak pada anak, anemia dapat menyebabkan masalah perkembangan kognitif jangka panjang.

Berdasarkan hasil analisis laboratorium, dapat dilihat perbedaan kadar

Vitamin Fe ( Besi) dalam kue putu ayu dengan penambahan sari bit 20 % dan 40

%. Dimana kadar lemak kue putu ayu per 100 gram pada penambahan sari bit 20

% lebih tinggi yaitu sebesar 2,14 mg dibandingkan kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40 % yaitu sebesar 2,38 mg. Bila dibandingkan dengan kue putu ayu tanpa bit kandungan zat besi yang dihasilkan sebesar 0,12mg sehingga dengan penambahan bit meningkatkan nilai kandungan zat besi sebesar 2,02mg untuk penambahan bit 20% dan 2,26mg untuk penambahan bit 40%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 63

Zat besi penting untuk fungsi tubuh, dan memiliki peran penting dalam sistem imun dan dalam transport oksigen. Sumber zat besi yang baik antara lain ikan dan daging merah, juga kacang-kacangan, oats, dan gandum. Beberapa orang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena defisiensi zat besi, termasuk orang yang mengalami perdarahan, seperti pada wanita usia produktif, yang dapat mengalami perdarahan karena menstruasi yang berat. Pada kasus defisiensi, suplemen zat besi mungkin dibutuhkan. Wanita hamil juga memiliki peningkatan kebutuhan zat besi.

Wanita hamil membutuhkan 27 mg zat besi per hari, dibandingkan dengan

15-18 mg per hari pada wanita yang tidak sedang hamil. Sehingga mengkonsumsi kue putu ayu dengan penambahan sari bit kebutuhan dikonsumsi karna masih sesuai standar dan mampu menambahkan kebutuhan zat besi (Fe) dari keseluruhan kebutuhan harian zat besi (Fe).

5.6. Analisa Nilai Ekonomis Kue Putu ayu dengan Penambahan Sari Bit

Pada pembuatan kue putu ayu dengan penambahan bit 40% diperlukan

200 gr bit segar untuk dapat menghasilkan 300 cc sari bit. Kemudian ditambahkan

200 gr Tepung terigu, 200gr Gula halus, 200ml santan, 3 butir telur (150gr) sehingga dapat menghasilkan ± 1050 gr adonan Perhitungan biaya kue putu ayu dengan penambahan sari bit dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Perhitungan Biaya Kue Putu ayu dengan Penambahan Sari Bit 40 % dalam 1050 gr adonan. Bahan- bahan Jumlah Harga Tepung Terigu 200 gr Rp. 2000,- Gula Halus 200 gr Rp. 3600,- Telur 3 butir Rp. 3300,- Buah bit 300 gr Rp. 4500,- Santan 200 ml Rp. 2400,-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 64

Garam ¼ sendok - SP/TBM ½ sendok - Total Rp.15.800,-

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa total biaya kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40 % adalah Rp.15.800,- per 1050 adonan putu ayu mentah.

Dalam adonan kue putu ayu ini bisa menghasilkan 30 buah kue putu ayu dengan ukuran yang sama, jika dibandingkan dengan harga kue putu ayu biasanya dijual dipasaran dengan harga Rp.1.000,- maka jika dilihat dari harga dalam pembuatan kue putu ayu dengan Penggunaan sari bit masih layak dijual dengan harga yang sama dimana menggunakan modal Rp. 15.800,- bisa menghasilkan keuntungan

Rp.30.000,.

Kue putu ayu sebagai pewarna pada pembuatan kue putu ayu secara tidak langsung juga akan mempengaruhi nilai ekonomis dari kue putu ayu. Perubahan yang diharapkan adalah dengan ditambahkannya sari bit pada pembuatan kue putu ayu dapat menggantikan pewarna berbahaya yang biasa digunakan pada pembuatan kue putu ayu, walaupun biaya yang dibutuhkan sedikit lebih mahal dibandingkan biaya kue putu ayu yang ada dipasaran. Namun, bila ditinjau dari segi keamanan dan nilai gizi yang dikandung, kue putu ayu dengan menggunakan sari bit sebagai pewarna alami memiliki mutu yang lebih tinggi dari pada kue putu ayu yang dibuat dengan menggunakan pewarna tekstil yang berbahaya dan dapat berdampak buruk terhadap kesehatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan uji daya terima terhadap aroma, dan rasa dan tekstur terhadap

kue putu ayu yang disukai oleh panelis adalah kue putu ayu P1 dengan

penambahan sari buah bit 20% sedangkan uji daya terima terhadap warna

kue putu ayu yang disukai oleh panelis adalah kue putu ayu P2 yaitu kue

putu ayu dengan penambahan sari bit 40%.

2. Kue putu ayu dengan penambahan sari bit 40% memiliki kadar serat,

kadar lemak, kadar abu kadar air, dan zat besi (Fe) yang lebih tinggi

dibandingkan dengan penambahan sari bit 20%.

3. Kue putu ayu terbaik diperoleh dari kue putu ayu P1 yaitu kue putu ayu

dengan penambahan sari bit 20%, yang menghasilkan kue putu ayu dengan

warna merah, beraroma khas kue putu ayu, berasa manis serta empuk.

4. Selain bisa digunakan sebagai alternatif pewarna pangan lain, kue putu ayu

dengan penambahan sari buah bit juga mengandung serat yang mampu

menyumbangkan 15-20% kebutuhan sehari – hari.

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 66

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Agar masyarakat menjadikan kue putu ayu dengan penambahan sari bit

sebagai alternatif variasi pangan ditingkat rumah tangga ataupun

tingkat industri.

2. Perlu dilakukan upaya untuk lebih memperkenalkan kue putu ayu

dengan penambahan sari bit sebagai pewarna yang aman kepada

masyarakat seperti bekerjasama dengan pedagang kue tradisional kue

putu ayu untuk memproduksi kue putu ayu dengan menggunakan

pewarna dari bit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 67

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S.2008. “Penuntun Diet” edisi baru.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Ananda, L. 2008. “Karakteristik fisikokimia serbuk bit merah (Beta vulgaris L.)”. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.

Andarwulan, N dan Faradila, RH. F. 2012. “Pewarna Alami Untuk Pangan”. Bogor : South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor Andersen, Q.M., and Markham, K.R., 2006, “Flavanoid; Chemistry, Biochemsitry and Aplication”, CRC Press, USA, 2-11.

Astawan, M. 2008. “Khasiat Warna-Warni Makanan”. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

______, M. 2009. “Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian”. Depok : Penebar Swadaya

Budiyanto, M. A. K. 2002. “Dasar-dasar Ilmu Gizi”. UMM Press. Malang. 149 hlm.

Farida, A .2008. “Patiseri Jilid 2”. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Francis, F.J. 2002. “Food Colourings.DalamColour in Food Improving Quality. Macdougall, D.B. (Ed), 297-327”. CRC Press, Boca Raton

Hanafiah, K. A. 2005. “Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikasi”. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Herbach, K.M..,F.C. Stinizing and R. Carle. 2006. Betalain stability and degradation structural and chromatic aspects. J. Sci. of food. Vol, 71.Nr.4. CRC Press, Boca Raton

Hidayat, N dan Saati, E.A. 2006.” Membuat Pewarna Alami”. Cetakan Pertama. Surabaya : Trubus Agrisarana

Jasawala. 2007. “Diet Jus Untuk Kesehatan Sempurna”. Prestasi Pustaka. Jakarta. Kartika, . 1988. “Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan”. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Kelly, Tracey. 2005. ” 50 Rahasia Alami Detoks”. Penerbit Erlangga. Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 68

Lingga, L. 2010. “Cerdas Memilih Sayuran. Cetakan Pertama”. Jakarta : Agro Media Pustaka Mastuti., Yizhong Cai., Harold Corke. 2010. “Identifikasi Pigmen Betasianin PadaBeberapa Jenis Inflorescence Celosia”, Jurnal Biologi UGM, 669:667 Muchtadi, T. R dan Sugiyono,. 2013. “Prinsip Proses dan Teknologi Pangan”. Afabeta. Bandung.

Nugraheni, M. 2014. “Pewarna Alami”. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

Rahayu, W.P. 1998. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik”. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

______. 2010. “Kultur Kalus Sebagai Penghasil Betalain Secara In Vitro. Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam” Universitas Brawijaya, Malang

Redaksi Sehat. 2016. “Kitab Jus Buah & Sayur”. Cetakan keempat. Yogyakarta : Second Hope

Rimbawan S. 2004. “Indeks Glikemik Pangan”. Penebar Swadaya. Jakarta

Rubatzky,Vincent E., (1998), “Sayuran Dunia 2”, Penerbit ITB, Bandung.

Santiago, E.C. and E.M. Yahlia. 2008. “Identification and Quantification of Betalains from the Fruits of 10 Mexian Prickly Pear Cultivars by High- Performance Liquid Chromatography and Electrospray Ionization Mass Spectrometry”. J. Agric. Food Chem.

Setiawan, Iwan Ade. 1995. “Sayuran Dataran Tinggi”. Penebar Swadaya. Jakarta. Setyaningsih, Sari MP. 2010.” Analisis Sensoriuntuk Industri Pangan dan Agro”. Bogor:IPB. Pes.

Siti Marwati, (2010), “Aplikasi Beberapa Bunga Berwarna sebagai Indikator Alami Titrasi Asam Basa, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan”. MIPA FMIPA UNY. SNI (Standar Nasional Indonesia). “Uji Bahan Makanan dan Minuman”.Badan Standardisasi Nasional SNI 01-2891-2011.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 69

Soekarto, S. 2002. “Penilaian organoleptik untuk Industri Pangandan Hasil Pertanian”. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Solihin, M.A. 2005.”Subsitusi Tepung Terigu dengan Pati Sagu Dalam Proses Pembuatan Cake”. Skripsi.: Fakultas Teknologi Agrikultur Universitas Riau.

Suhardjo dkk. 2006. “Pangan Gizi dan Pertanian”. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)

Sunarjo, Hendro. 2016. “Bertanam 36 Jenis Sayur”. Cetakan Keempat. Jakarta: Penebar Swadaya

Stintzing, F.C., Carle, R. 2007. “Betalainsemerging prospects for food scientists”.Tends Food Sci. Technol. 18: 514 – 525.

Wibowo dan Noorkhairani. 2013. “Koleksi Resep Jajanan Pasar”. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G. 1997. “Kimia Pangan dan Gizi”. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Wirakusumah, Emma. 2007. “Cantik Awet Muda Dengan Buah Sayur dan Herbal”. Jakarta: Penebar Swadaya

Yuniarti,Y., 2009. “Pengaruh Penambahan Konsentrasi Buah Bit Terhadap Mutu Organoleptik Dan Aktivitas Antioksi dan Kukus. Skripsi Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat”. Universitas Esa Unggul. Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA