"Nasionalisme Papua" Di Irian Jaya Mempunyai Sejarah Yang Panjang Dan Pahit

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

OPERASI MILITER PAPUA Kondisi Politik Papua Sebelum Menjadi Wilayah Indonesia. Tumbuhnya paham "nasionalisme Papua" di Irian Jaya mempunyai sejarah yang panjang dan pahit. Sebelum dan selama Perang Dunia II di Pasifik, nasionalisme secara khas dinyatakan melalui gerakan millinerian, mesianic dan "cargo-cultis". Mungkin yang paling terbuka dari gerakan seperti itu adalah gerakan "koreri" di kepulauan Biak, gerakan "were atau wege" yang terjadi di Enarotali dan gerakan "Simon Tongkat" yang terjadi di Jayapura. Berhadapan dengan kebrutalan Jepang pada waktu itu, gerakan koreri di Biak mencapai titik kulminasinya pada 1942 dengan sebuah proklamasi dan pengibaran bendera.1 Dengan masih didudukinya sebagian besar kepulauan Indonesia oleh Jepang, pemerintah Belanda di Nieuw Guinea dihadapkan kepada kekurangan personil yang. terlatih di berbagai bidang pemerintahan dan pembangunan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, pada tahun 1944 Resident J.P. van Eechoud yang terkenal dengan nama "vader der Papoea's" (Bapak orang Papua) mendirikan sebuah sekolah Polisi dan sebuah sekolah Pamongpraja (bestuurscbool) di Jayapura (Hollandia), dengan mendidik 400 orang antara l944 sampai 1949. Sekolah inilah yang melahirkan elit politik terdidik (borjuis kecil terdidik) di Nieuw Guinea. Residen J.P. van Eechoud mempunyai misi khusus untuk menanamkan nasionalisme Papua dan membuat orang Papua setia kepada pemerintah Belanda. Untuk itu setiap orang yang ternyata pro-Indonesia ditahan atau dipenjarakan dan dibuang ke luar Irian Jaya sebagai suatu tindakan untuk mengakhiri aktivitas pro Indonesia di IrianJaya. Beberapa orang yang menempuh pendidikan Eechoud dan kemudian meniadi terkemuka dalam aktivitas politik antara lain: Markus dan Frans Kaisiepo, Nicolaas Jouwe, Herman Wajoi, Silas Papare, Albert Karubuy, Mozes Rumainum, Baldus Mofu, Elieser Jan Bonay, Lukas Rumkorem, Martin Indey, Johan Ariks, Herman Womsiwor dan Abdullah Arfan. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 ikut mempengaruhi para pemuda terdidik tersebut di atas yaitu antara lain Silas Papare, Albert Karubuy, dan Martin Indey. Pada tahun 1946 di Serui, Silas Papare dan sejumlah pengikutnya mendirikan organisasi politik pro-Indonesia yang bernama Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII). Di Manokwari pada 17 Agustus 1947 dilakukan upacara penarikan bendera merah putih yang dipimpin oleh Silas Papare. Upacara itu dihadiri antara lain oleh Johans Ariks, Albert Karubuy, Lodewijk dan Barent Mandatjan, Samuel Damianus Kawab, dan Franz Joseph Djopari. Upacara tersebut untuk memperingati Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Akibatnya, seluruh peserta tersebut di atas harus masuk tahanan Polisi Belanda selama lebih dari tiga bulan. Pemerintah Belanda menghadapi tentangan yang berat dari organisasi PKII sebab mereka mengklaim seluruh Indonesia Timur termasuk West Nieuw Guinea (Irian Barat/Jaya) adalah wilayah Republik Indonesia. Dua nasionalis Papua lainnya yaitu Frans Kaisiepo dan Johan Ariks bergabung dengan Silas Papare. Johan Ariks kemudian menjadi orang yang sangat anti-Indonesia setelah mengetahui bahwa ada usaha dari Indonesia untuk mengintegrasikan Irian Jaya dengan Republik Indonesia dan bukan sebaliknya membantu kemerdekaan Irian Jaya sendiri. Pada 16-24Juli 1946 dilakukan konferensi Malino, hadir pada konferensi tersebut tokoh nasionalis Papua Frans Kaisiepo yang memperkenalkan nama "Irian" bagi West Nieuw 1 Bagian dari penjelasan fakta-fakta ini dikutip dari John RG Djopari, Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1993. Cerita tentang kehidupan pada Abad XIX di kawasan Papua dilukiskan secara lengkap dengan menarik oleh Kal Muler. Lihat Kal Muller, Mengenal Papua, Daisy World Book, Jayapura, 2008. Guinea dan secara tegas menuntut West Nieuw Guinea ke dalam Indonesia Timur. Tuntutan itu disampaikan dalam konferensi yang dipimpin oleh wakil pemerintah Belanda Dr. HJ. van Mook, namun hal ini ditolak oleh van Mook karena Belanda masih berkepentingan dengan Nieuw Guinea. Selain gerakan politik PKII, maka terdapat juga suatu gerakan pro-Indonesia yang disebut gerakan nasionalis dari Soegoro Admoprasodjo yang pada waktu itu menjabat sebagai direktur pendidikan pamongpraja di Kotanica-Hollandia. Soegoro membina dan menghimpun semua orang Jawa, Sumatera, Makassar, Bugis, dan Buton yang ada di Nieuw Guinea sebagai kekuatan yang pro-Indonesia. Kegiatannya itu kemudian diketahui oleh pemerintahan Belanda dan sebagai konsekuensinya, aktivitasnya dilarang. Ia diberhentikan sebagai direktur dan dikirim ke Batavia/Jakarta oleh Resident van Eechoud. Berbeda dengan PKII yang dibina Dr. Sam Ratulangi yang tengah menjalani pembuangan oleh Belanda ke Serui, maka pada 1954 dokter Gerungan mendirikan suatu gerakan politik di Hollandia yang bernama Komite Indonesia Merdeka (KIM). Gerakan atau organisasi politik itu dipimpin oleh sejumlah pemimpin Papua yaitu Marten Indey, Nicolaas Jouwe, dan Korinus Krey. Nicolaas Jouwe kemudian menjadi seorang pemimpin Papua yang anti- Indonesia. Untuk mewujudkan dan menumbuhkan nasionalis Papua sebagai suatu misi dan cita-cita, van Eechoud melarang aktivitas PKII dan KIM, dan juga menangkap para pemimpinnya serta membuang mereka ke Makassar, Jawa,dan Sumatera. Mereka yang dibuang yaitu Silas Papare, Albert Karubuy, N.L. Suwages, Lukas Rumkorem dan Raja Rumagesang. Namun kegiatan PKII dan KIM terus berlanjut di bawah tanah dengan dipimpin oleh beberapa tokoh seperti Steven Rumbewas, Korinus Krey, Martin Indey, Abraham Koromat, Samuel Damianus Kawab, Elieser Jan Bonay, dan EIi Ujo. Untuk itu, Marten Indey, Kawab, Krey, dan Ujo pernah menikmati penjara untuk beberapa saat, tapi semangat perjuangan itu terus hidup dan dilanjutkan di bawah tanah, yaitu semangat pro-Indonesia atau semangat ingin menggabungkan Nieuw Guinea dengan Indonesia. ElieserJan Bonay kemudian menjadi Gubernur pertama Irian Jaya untuk kurang dari satu tahun (1961-1964) yang kemudian pada 1970 meninggalkan Irian Jaya dan menjadi pendukung dan tokoh OPM serta berdomisili di Belanda. Bonay pada mulanya adalah tokoh yang pro-Indonesia. Pada awal integrasi, ia dijadikan sebagai Gubernur Irian Jaya yang pertama. Namun, pada 1964, ia mendesak agar segera dilakukan Act of Free Choice di Irian Jaya bagi Kemerdekaan Irian Jaya sendiri dan desakan itu disampaikan ke PBB. Ia diberhentikan sebagai Gubernur dan diganti oleh Frans Kaisiepo. Pemberhentian tanpa menduduki posisi lain dalam jajaran pemerintahan apalagi status kepegawaiannya tidak diperhatikan oleh pemerintah dan akhirnya ia mengkoordinir berbagai kegiatan dan rapat "gelap" di Jayapura dan melakukan hubungan "rahasia" dengan para tokoh OPM di luar negeri. Setelah mengetahui bahwa ia akan ditangkap oleh pihak keamanan karena kegiatannya yang membantu OPM, maka ia memutuskan diri lari ke Belanda melalui Papua New Guinea. Untuk menghadapi PKII dan KIM, maka pemerintah Belanda mendirikan Gerakan Persatuan Nieuw Guinea dengan satu-satunya tujuan untuk menentang pengaruh Indonesia. Gerakan ini mempunyai sejumlah tokoh Papua yang terkenal, yaitu Markus Kaisiepo, Johan Ariks, Abdullah Arfan, Nicolaas Jouwe, dan Herman Womsiwor, di mana mereka itu kemudian menjadi pendukung yang kokoh bagi pemerintah Belanda dan nasionalisme Papua. Pada 1960 dibentuklah suatu "uni perdagangan" yang pertama di Nieuw Guinea yang bernama Christelijk Werkneemers Verbond Nieuw Guinea (Serikat Sekerja Kristen Nieuw Guinea) yang pada mulanya hanya berhubungan dengan pemerintah Belanda dan pekerja- pekerja kontraktor Eurasia, dan dalam waktu yang singkat keanggotaan orang Papua menjadi 3.000 orang. Organisasi ini yang pada gilirannya bersama Gerakan Persatuan Nieuw Guinea membentuk dasar dan pemimpin dari Partai Nasional. Dalam tiga bulan menjelang akhir 1960, pemerintah Belanda membentuk beberapa partai dan organisasi atau gerakan politik sebagai perwujudan dari kebijakan politik dari Kabinet De Quay untuk mempercepat pembentukan Nieuw Guinea Raad melalui pemilihan umum, yaitu realisasi dari politik dekolonisasi untuk Nieuw Guinea yang dilakukan secara bertahap. Adapun berbagai partai dan organisasi atau gerakan politik tersebut adalah:2 (1) Partai Nasional (Parna) (Ketua Umum: Hermanus Wajoi) (2) Democratische Volks Partij (DVP) (Ketua: A. Runtuboy) (3) Kena U Embay (KUD) (Ketua: Essau Itaar) (4) Nasional Partai Papua (Nappa) (Anggota: NMC Tanggahma) (5) Partai Papua Merdeka (PPM) (Ketua: Mozes Rumainum) (6) Committee Nasional Papua (CNP) (Ketua: Willem Inury) (7) Front Nasional Papua (FNP) (Ketua: Lodewijk Ayamiseba) (8) Partai Orang Nieuw Guinea (PONG) (Ketua: Johan Ariks) (9) Eenheids partij Nieuw Guinea (APANG) (Ketua: L. Mandatjan) (10) Sama-Sama Manusia (SSM) (11) Persatuan Kristen Islam Radja Ampat (Perkisra) (Ketua: M.N. Majalibit) (12) Persatuan Pemuda-Pemudi Papua (PERPEP) (Ketua : AJF Marey). Partai Nasional (Parna) dipimpin oleh orang-orang yang beraliran nasionalis Papua yang menghendaki suatu pemerintahan sendiri dan secara tegas menolak penggabungan dengan Indonesia. Propaganda anti-Indonesia terus ditingkatkan, dimana pada saat itu West Nieuw Guinea akan diberikan pemerintahan sendiri (kemerdekaan) oleh Belanda pada 1970 dimana bentuk dan isi dari pemerintahan itu kemudian akan ditentukan. Janji ini yang menyebabkan sebagian dari pemimpin Papua tidak mengungsi ke negeri Belanda pada saat Belanda harus meninggalkan Irian Jaya, tapi mereka memutuskan untuk tinggal dan ingin memilih dan menerima kenyataan janji itu setelah Irian Jaya digabungkan dengan Indonesia. Beberapa pemimpin Parna yang terkenal adalah Markus Kaisiepo,
Recommended publications
  • National Heroes in Indonesian History Text Book
    Paramita:Paramita: Historical Historical Studies Studies Journal, Journal, 29(2) 29(2) 2019: 2019 119 -129 ISSN: 0854-0039, E-ISSN: 2407-5825 DOI: http://dx.doi.org/10.15294/paramita.v29i2.16217 NATIONAL HEROES IN INDONESIAN HISTORY TEXT BOOK Suwito Eko Pramono, Tsabit Azinar Ahmad, Putri Agus Wijayati Department of History, Faculty of Social Sciences, Universitas Negeri Semarang ABSTRACT ABSTRAK History education has an essential role in Pendidikan sejarah memiliki peran penting building the character of society. One of the dalam membangun karakter masyarakat. Sa- advantages of learning history in terms of val- lah satu keuntungan dari belajar sejarah dalam ue inculcation is the existence of a hero who is hal penanaman nilai adalah keberadaan pahla- made a role model. Historical figures become wan yang dijadikan panutan. Tokoh sejarah best practices in the internalization of values. menjadi praktik terbaik dalam internalisasi However, the study of heroism and efforts to nilai. Namun, studi tentang kepahlawanan instill it in history learning has not been done dan upaya menanamkannya dalam pembelaja- much. Therefore, researchers are interested in ran sejarah belum banyak dilakukan. Oleh reviewing the values of bravery and internali- karena itu, peneliti tertarik untuk meninjau zation in education. Through textbook studies nilai-nilai keberanian dan internalisasi dalam and curriculum analysis, researchers can col- pendidikan. Melalui studi buku teks dan ana- lect data about national heroes in the context lisis kurikulum, peneliti dapat mengumpulkan of learning. The results showed that not all data tentang pahlawan nasional dalam national heroes were included in textbooks. konteks pembelajaran. Hasil penelitian Besides, not all the heroes mentioned in the menunjukkan bahwa tidak semua pahlawan book are specifically reviewed.
    [Show full text]
  • Praktik Pengalaman Lapangan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan SD Negeri Locondong
    Praktik Pengalaman Lapangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan SD Negeri Locondong PENGGUNAAN METODE COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN TEMA 5 PAHLAWANKU SUBTEMA 3 SIKAP KEPAHLAWANAN Nuf Anggraeni*1, Galuh Rahayuni2 Universitas Nahdlatul Ulama Al-Ghazali (UNUGHA) Cilacap Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar A. Pendahuluan Pembelajaran yang dilakukan pada tema 5 Pahlawanku Subtema 3 Sikap Kepahlawanan Pembelajaran 1 menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning. Metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran yaitu, Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab dan Permainan. Pembelajaran yang dilakukan di kelas IV B dilakukan selama 3 jam pembelajaran, dimana 1 jam pelajaran 35 Menit. Satu pertemuan dilakukan selama 105 Menit untuk kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Jumlah siswa di kelas IV B adalah 20 siswa. Materi yang digunakan menggunakan sumber dan buku siswa dan buku guru Tema 5 Pahlawanku Subtema 3 Sikap Kepahlawanan Pembelajaran 1. Mata pelajaran yang termuat didalamnya yaitu IPA, IPS dan Bahasa Indonesia. Mata pelajaran IPA mengenai materi cermin cembung dan cermin cekung, dan pata pelajaran IPS mengenai materi nama Pahlawan Nasional Indonesia. Mata pelajaran Bahasa Indonesia mengenai materi menulis informasi dari teks non fiksi. Penanganan terhadap siswa yang mengalami kesulitan pada saat pembelajaran adalah mendekati dan memberikan bimbingan kepada siswa secara langsung. Kegaduhan yang ditimbulkan oleh siswa ditangani dengan menggunakan beberapa tepuk semangat jilid dua dan tepuk konsentrasi agar konsentrasi kembali pada pembelajaran. Selain itu pada jumlah siswa yang banyak maka dalam pembelajaran harus menggunakan suara yang keras. B. Pembahasan 1. Materi Pembelajaran yang dilakukan di kelas IV B memuat 3 mata pelajaran yaitu IPA, IPS dan Bahasa Indonesia.
    [Show full text]
  • Pengumuman-Tahap-1-Ppdb
    YAYASAN ARDHYA GARINI PENGURUS PUSAT YAYASAN ARDHYA GARINI SMA PRADITA DIRGANTARA PENGUMUMAN Nomor : Peng / 2 / III / 2021/SMAPD HASIL SELEKSI TAHAP 1 PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU SMA PRADITA DIRGANTARA TAHUN PELAJARAN 2021/2022 1. Berdasarkan hasil sidang penentuan akhir yang dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 19 Maret 2021 tentang penetapan hasil seleksi tahap 1 Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Pradita Dirgantara Tahun Ajaran 2021/2022, dengan ini diberitahukan ketentuan sebagai berikut : a. Hasil seleksi tahap 1 Penerimaan Peserta Didik Baru SMA Pradita Dirgantara Tahun Pelajaran 2021/2022 yang dinyatakan LULUS dan memenuhi syarat, sebagaimana tersebut dalam lampiran pengumuman ini. b. Bagi yang dinyatakan lulus agar segera melakukan konfirmasi dan melaporkan ke Lanud terdekat. c. Batasan konfirmasi adalah hari Kamis tanggal 25 Maret 2021 pukul 12.00 WIB, bila tidak memberikan konfirmasi dinyatakan mengundurkan diri. d. Pelaksanaan seleksi pusat akan diumumkan lebih lanjut melalui pengumuman tersendiri. 2. Demikian disampaikan, agar para siswa segera melakukan konfirmasi pengumuman ini, atas perhatiannya diucapkan terimakasih. A.n. Ketua Umum Ketua PPDB SMA Pradita Dirgantara Ny. Sondang Khairil Lubis Lampiran Pengumuman Daftar Nama Peserta Lolos Seleksi Tahap 1 NO KODE DAFTAR NAMA JK ASAL PANDA 1 2 3 4 5 1 PRAK-83JQEKIC Az Zahra Leilany Widjanarka P Lanud Abdul Rachman Saleh (ABD), Malang 2 PRAK-8TM1YQGC Glenn Emmanuel Abraham L Lanud Abdul Rachman Saleh (ABD), Malang 3 PRAK-202101-0879 Kayana Nur Ramadhania P Lanud Abdul
    [Show full text]
  • From Paradise Lost to Promised Land: Christianity and the Rise of West
    School of History & Politics & Centre for Asia Pacific Social Transformation Studies (CAPSTRANS) University of Wollongong From Paradise Lost to Promised Land Christianity and the Rise of West Papuan Nationalism Susanna Grazia Rizzo A Thesis submitted for the Degree of Doctor of Philosophy (History) of the University of Wollongong 2004 “Religion (…) constitutes the universal horizon and foundation of the nation’s existence. It is in terms of religion that a nation defines what it considers to be true”. G. W. F. Hegel, Lectures on the of Philosophy of World History. Abstract In 1953 Aarne Koskinen’s book, The Missionary Influence as a Political Factor in the Pacific Islands, appeared on the shelves of the academic world, adding further fuel to the longstanding debate in anthropological and historical studies regarding the role and effects of missionary activity in colonial settings. Koskinen’s finding supported the general view amongst anthropologists and historians that missionary activity had a negative impact on non-Western populations, wiping away their cultural templates and disrupting their socio-economic and political systems. This attitude towards mission activity assumes that the contemporary non-Western world is the product of the ‘West’, and that what the ‘Rest’ believes and how it lives, its social, economic and political systems, as well as its values and beliefs, have derived from or have been implanted by the ‘West’. This postulate has led to the denial of the agency of non-Western or colonial people, deeming them as ‘history-less’ and ‘nation-less’: as an entity devoid of identity. But is this postulate true? Have the non-Western populations really been passive recipients of Western commodities, ideas and values? This dissertation examines the role that Christianity, the ideology of the West, the religion whose values underlies the semantics and structures of modernisation, has played in the genesis and rise of West Papuan nationalism.
    [Show full text]
  • I the INFLUENCE of on the JOB TRAINING
    THE INFLUENCE OF ON THE JOB TRAINING, PRODUCTIVE SUBJECT ACHIEVEMENT, SOCIAL ENVIRONMENT AND MOTIVATION TO WORK TOWARD THE READINESS OF ENTERING JOB MARKET OF STUDENT CLASS XII ACCOUNTING SMKN 2 MAGELANG ACADEMIC YEAR 2017/2018 UNDERGRADUATE THESIS This undergraduate thesis is submitted in partial fulfillment of the requirements to obtain the degree of Bachelor of Education in Faculty of Economics Yogyakarta State University By : FRIDA KUSUMASTUTI 14803241051 ACCOUNTING EDUCATION DEPARTMENT FACULTY OF ECONOMICS YOGYAKARTA STATE UNIVERSITY 2018 i APPROVAL PAGE ii VALIDATION I, the undersigned: Name : Frida Kusumastuti NIM : 14803241051 Study Program : Accounting Education Undergraduate thesis title : THE INFLUENCE OF ON THE JOB TRAINING, PRODUCTIVE SUBJECT ACHIEVEMENT, SOCIAL ENVIRONMENT, AND MOTIVATION TO WORK TOWARD THE READINESS OF ENTERING JOB MARKET OF STUDENT CLAS XII ACCOUNTING SMK N 2 MAGELANG ACADEMIC YEAR 2017/2018 Hereby I declare that this umdergraduate thesis is my own original work. According to my knowledge, there is no work or opinion written or published by others, except as reference or citation by following the prevalent procedure of scientific writing. Yogyakarta, April 2nd, 2018 Author, Frida Kusumastuti iii DECLARATION OF AUTHENTICITY iv MOTTO “Fainnama’al usri yusra.. Innama’al usri yusra” (QS. Al Insyirah 5:6) “Do not lose hope, nor be sad. You will surely be victorious if you are true in faith” (QS. Al Imran 139) “Those who are pessimistic will always see difficulty in every opportunity, while those who are optimistic will always see opportunity in every difficulty” (Winston Curchill) “Do not stop when you fail, but stop when you have got it” (Author) v DEDICATION Subhanallah .
    [Show full text]
  • 1 Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 46
    LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 46/Permentan/HK.340/8/2010 TANGGAL : 4 Agustus 2010 I. TEMPAT-TEMPAT PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA HAMA DAN PENYAKIT HEWAN KARANTINA DAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN KARANTINA KE DALAM WILAYAH NEGARA RI (IMPOR) A. Bandar Udara No. Bandar Udara Lokasi UPT Sultan Iskandar Banda Aceh SKP Kelas I Banda Aceh 1. Muda 2. Maimun Saleh Sabang SKP Kelas I Banda Aceh 3. Polonia Medan BKP Kelas II Medan 4. Hang Nadim Batam BKP Kelas I Batam Sultan Syarif Pekanbaru BKP Kelas I Pekanbaru 5. Kasim II Raja Haji Tanjung Pinang BKP Kelas II Tg. Pinang 6. Fisabilillah 7. Minangkabau Padang BKP Kelas I Padang Sultan Mahmud Palembang BKP Kelas I Palembang 8. Badaruddin II 9. Soekarno-Hatta Tangerang BBKP Soekarno Hatta Halim Jakarta BBKP Soekarno Hatta 10. Perdanakusuma Husein Bandung SKP Kelas I Bandung 11. Sastranegara 12. Ahmad Yani Semarang BKP Kelas I Semarang 13. Adi Sucipto Yogyakarta BKP Kelas II Yogyakarta 14. Adi Sumarmo Surakarta BKP Kelas II Yogyakarta 15. Juanda Surabaya BBKP Surabaya 16. Supadio Pontianak BKP Kelas I Pontianak 17. Sepinggan Balikpapan BKP Kelas I Balikpapan 18. Juwata Tarakan BKP Kelas II Tarakan 19. Ngurah Rai Denpasar BKP Kelas I Denpasar 20. Selaparang Mataram BKP Kelas I Mataram 21. Eltari Kupang BKP Kelas I Kupang 22. Hassanudin Makassar BBKP Makassar 23. Sam Ratulangi Manado BKP Kelas I Manado 24. Pattimura Ambon SKP Kelas I Ambon 25. Sentani Jayapura BKP Kelas I Jayapura 1 26. Mopah Merauke SKP Kelas I Merauke 27. Frans Kaisiepo Biak SKP Kelas I Biak 28. Moses Kilangin Timika SKP Kelas I Timika B.
    [Show full text]
  • Teuku Mohammad Hasan (Sumatra), Soetardjo Kartohadikoesoemo (Jawa Barat), R
    GUBERNUR PERTAMA DI INDONESIA GUBERNUR PERTAMA DI INDONESIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA GUBERNUR PERTAMA DI INDONESIA PENGARAH Hilmar Farid (Direktur Jenderal Kebudayaan) Triana Wulandari (Direktur Sejarah) NARASUMBER Suharja, Mohammad Iskandar, Mirwan Andan EDITOR Mukhlis PaEni, Kasijanto Sastrodinomo PEMBACA UTAMA Anhar Gonggong, Susanto Zuhdi, Triana Wulandari PENULIS Andi Lili Evita, Helen, Hendi Johari, I Gusti Agung Ayu Ratih Linda Sunarti, Martin Sitompul, Raisa Kamila, Taufik Ahmad SEKRETARIAT DAN PRODUKSI Tirmizi, Isak Purba, Bariyo, Haryanto Maemunah, Dwi Artiningsih Budi Harjo Sayoga, Esti Warastika, Martina Safitry, Dirga Fawakih TATA LETAK DAN GRAFIS Rawan Kurniawan, M Abduh Husain PENERBIT: Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jalan Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta 10270 Tlp/Fax: 021-572504 2017 ISBN: 978-602-1289-72-3 SAMBUTAN Direktur Sejarah Dalam sejarah perjalanan bangsa, Indonesia telah melahirkan banyak tokoh yang kiprah dan pemikirannya tetap hidup, menginspirasi dan relevan hingga kini. Mereka adalah para tokoh yang dengan gigih berjuang menegakkan kedaulatan bangsa. Kisah perjuangan mereka penting untuk dicatat dan diabadikan sebagai bahan inspirasi generasi bangsa kini, dan akan datang, agar generasi bangsa yang tumbuh kelak tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter. Oleh karena itu, dalam upaya mengabadikan nilai-nilai inspiratif para tokoh pahlawan tersebut Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan kegiatan penulisan sejarah pahlawan nasional. Kisah pahlawan nasional secara umum telah banyak ditulis. Namun penulisan kisah pahlawan nasional kali ini akan menekankan peranan tokoh gubernur pertama Republik Indonesia yang menjabat pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia. Para tokoh tersebut adalah Teuku Mohammad Hasan (Sumatra), Soetardjo Kartohadikoesoemo (Jawa Barat), R. Pandji Soeroso (Jawa Tengah), R.
    [Show full text]
  • State Societyand Governancein Melanesia
    THE AUSTRALIAN NATIONAL UNIVERSITY Research School of Pacific and Asian Studies State, Society and Governance in Melanesia StateSociety and in Governance Melanesia DISCUSSION PAPER Discussion Paper 2005/6 DECENTRALISATION AND ELITE POLITICS IN PAPUA ABSTRACT INTRODUCTION JAAP TIMMER This paper focuses on conflicts in the Province For a number of reasons ranging from Dutch of Papua (former Irian Jaya) that were stimulated nationalism, geopolitical considerations, and self- by the recent devolution of power of administrative righteous moral convictions, the Netherlands functions in Indonesia. While the national Government refused to include West New decentralisation policy aims at accommodating Guinea in the negotiations for the independence anti-Jakarta sentiments in the regions and of Indonesia in the late 1940s (Lijphart 1966; intends to stimulate development, it augments Huydecoper van Nigtevecht 1990; Penders 2002: contentions within the Papuan elite that go hand Chapter 2; and Vlasblom 2004: Chapter 3). At the in hand with ethnic and regional tensions and same time, the government in Netherlands New increasing demands for more sovereignty among Guinea initiated economic and infrastructure communities. This paper investigates the histories development as well as political emancipation of of regional identities and Papuan elite politics the Papuans under paternalistic guardianship. In in order to map the current political landscape the course of the 1950s, when tensions between in Papua. A brief discussion of the behaviour of the Netherlands and Indonesia grew over the certain Papuan political players shows that many status of West New Guinea, the Dutch began to of them are enthused by an environment that guide a limited group of educated Papuans towards is no longer defined singly by centralised state independence culminating in the establishment control but increasingly by regional opportunities of the New Guinea Council (Nieuw-Guinea Raad) to control state resources and to make profitable in 1961.
    [Show full text]
  • List of English and Native Language Names
    LIST OF ENGLISH AND NATIVE LANGUAGE NAMES ALBANIA ALGERIA (continued) Name in English Native language name Name in English Native language name University of Arts Universiteti i Arteve Abdelhamid Mehri University Université Abdelhamid Mehri University of New York at Universiteti i New York-ut në of Constantine 2 Constantine 2 Tirana Tiranë Abdellah Arbaoui National Ecole nationale supérieure Aldent University Universiteti Aldent School of Hydraulic d’Hydraulique Abdellah Arbaoui Aleksandër Moisiu University Universiteti Aleksandër Moisiu i Engineering of Durres Durrësit Abderahmane Mira University Université Abderrahmane Mira de Aleksandër Xhuvani University Universiteti i Elbasanit of Béjaïa Béjaïa of Elbasan Aleksandër Xhuvani Abou Elkacem Sa^adallah Université Abou Elkacem ^ ’ Agricultural University of Universiteti Bujqësor i Tiranës University of Algiers 2 Saadallah d Alger 2 Tirana Advanced School of Commerce Ecole supérieure de Commerce Epoka University Universiteti Epoka Ahmed Ben Bella University of Université Ahmed Ben Bella ’ European University in Tirana Universiteti Europian i Tiranës Oran 1 d Oran 1 “Luigj Gurakuqi” University of Universiteti i Shkodrës ‘Luigj Ahmed Ben Yahia El Centre Universitaire Ahmed Ben Shkodra Gurakuqi’ Wancharissi University Centre Yahia El Wancharissi de of Tissemsilt Tissemsilt Tirana University of Sport Universiteti i Sporteve të Tiranës Ahmed Draya University of Université Ahmed Draïa d’Adrar University of Tirana Universiteti i Tiranës Adrar University of Vlora ‘Ismail Universiteti i Vlorës ‘Ismail
    [Show full text]
  • Improving the Use of Frans Kaisiepo Airport Through
    Prosiding Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Kedirgantaraan : Peran Teknologi untuk Revitalisasi Bandara dan Transportasi Udara, Yogyakarta, 10 Desember 2019 SENATIK 2019, Vol. V, ISBN 978-602-52742-1-3 DOI: 10.28989/senatik.v5i0.366 IMPROVING THE USE OF FRANS KAISIEPO AIRPORT THROUGH ALTERNATIVE ELECTION DEVELOPMENT OF REGIONAL POTENTIALS OF BIAK NUMFOR REGENCY (CASE STUDY: BIAK NUMFOR DISTRICT, PAPUA) Muhammad Nur Roviq1), Uyuunul Mauidzoh2), Eko Poerwanto3) Program Studi Teknik Industri Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta Jl. Janti Blok-R Lanud Adisutjipto Yogyakarta Email : [email protected] Abstract Frans Kaisiepo Airport is the airport with the first international status in the Papua region with the airport managing agency PT. Angkasa Pura I (Persero) and has runway specifications and airport facilities that are fairly good and complete. The airport is located in the Biak Numfor-Papua district, where the district has regional potential that can be developed to increase the utilization of the Frans Kaisiepo airport such as tourism, fisheries, industry and Biak Numfor as a place / space research facility. In this research, it is intended to choose alternative potential of the Biak Numfor district area to be developed in order to improve the utilization of the Frans Kaisiepo Biak Numforairport. In this study, the Analytical Hierarchy Process (AHP) method is used to choose the best alternative potential for the region from the existing potential areas, with the steps in the AHP are (1) Problem decomposition (2) Matrix preparation (3) Assessment /weighting for compare elements (4) Normalization (synstesis) of priorities and consistency tests and (5) Decision making / decision making. Then given suggestions for efforts to develop the potential of selected areas using SWOT analysis.
    [Show full text]
  • Klasifikasi Dan Pemeringkatan Perguruan Tinggi Indonesia
    KLASIFIKASI DAN PEMERINGKATAN PERGURUAN TINGGI INDONESIA Kualitas Kode Kualitas Kualitas Keg No. Nama PT Kualitas SDM Penelitian & Skor Total Peringkat Cluster PT Manajemen Mahasiswa Publikasi 1 2001 Institut Teknologi Bandung 3.93 3.9 1.9 4.0 3.743 1 1 2 1001 Universitas Gadjah Mada 3.99 4.0 4.0 3.0 3.690 2 1 3 2003 Institut Pertanian Bogor 4.00 3.9 1.8 3.1 3.490 3 1 4 1002 Universitas Indonesia 3.86 3.9 1.6 3.0 3.412 4 1 5 2002 Institut Teknologi Sepuluh Nopember 3.76 4.0 2.3 2.5 3.289 5 1 6 1019 Universitas Brawijaya 3.68 3.8 2.0 2.5 3.217 6 1 7 1007 Universitas Padjadjaran 3.58 3.8 0.3 2.7 3.075 7 1 8 1004 Universitas Airlangga 3.74 3.7 1.4 2.3 3.064 8 1 9 1027 Universitas Sebelas Maret 3.63 3.9 0.2 2.6 3.035 9 1 10 1008 Universitas Diponegoro 3.59 3.8 0.4 2.4 2.983 10 1 11 1005 Universitas Hasanuddin 3.59 3.8 0.0 2.6 2.978 11 1 12 1006 Universitas Andalas 3.61 3.6 0.2 1.9 2.753 12 2 13 1033 Universitas Negeri Malang 3.89 3.8 0.3 1.4 2.742 13 2 14 1038 Universitas Negeri Yogyakarta 3.74 3.5 0.6 1.7 2.726 14 2 15 71002 Universitas Kristen Petra 3.22 3.9 0.0 1.7 2.655 15 2 16 1023 Universitas Jenderal Soedirman 3.34 3.4 0.5 1.6 2.543 16 2 17 1041 Universitas Negeri Semarang 3.59 3.2 0.4 1.5 2.541 17 2 18 5018 Politeknik Elektronik Negeri Surabaya 3.49 4.0 0.1 0.9 2.516 18 2 19 1034 Universitas Pendidikan Indonesia 3.68 3.2 0.3 1.4 2.498 19 2 20 1017 Universitas Riau 3.59 3.0 0.1 1.6 2.477 20 2 21 1039 Universitas Negeri Surabaya 3.64 3.2 0.1 1.3 2.453 21 2 22 1026 Universitas Lampung 3.60 3.4 0.0 1.1 2.440 22 2 23 1009 Universitas Sriwijaya
    [Show full text]
  • By David Webster
    1 Regimes in motion: the Kennedy administration and Indonesia’s New Frontier, 1960-62 David Webster, Bishop’s University, [email protected] Published as David Webster, “Regimes in Motion: The Kennedy Administration and Indonesia’s New Frontier, 1960-1962,” Diplomatic History 33 no. 1 (January 2009): 92-123. doi:10.1111/j.1467-7709.2008.00748. During its first two years in office, President John F. Kennedy’s administration had to direct more sustained crisis management attention to Indonesia than to Vietnam. Alongside the mounting Indochina conflict, policymakers also had to face the threat of a war for control of the western half of the island of New Guinea (also known as Papua and West Irian).1 Kennedy’s foreign policy toward Southeast Asia has been hotly disputed, but even the harshest assessments hail his government’s mediation of the West New Guinea dispute as a success.2 The Netherlands had retained West New Guinea as a colony when it recognized Indonesian independence in 1949; Indonesia demanded the territory be “returned to the fold of the motherland” and threatened an irredentist war. By pressuring both sides into an American-authored agreement, the Kennedy administration felt it had managed to avoid a Dutch-Indonesian clash that would have benefited only the Soviet Union, and also hoped to maintain stability in Southeast Asia at a time when it was increasing American commitments in the region. American involvement in the dispute ignored the local population entirely. Yet West New Guinea remains in dispute between the Indonesian government and a nationalist movement among the indigenous Papuan population, a conflict rooted in the aborted decolonization process.
    [Show full text]