POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA PALING BERPENGARUH

Editor: Satrio Arismunandar Polemik Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh

Editor Satrio Arismunandar

Konsep dan Pengembangan Desain Futih Aljihadi

Eksekusi Heri Saparirudin (Desain Cover) Sisko Amin Pratama (Lay Out)

Cetakan Pertama, April 2015

ISBN XXX-XXX-XXXXX-X-X

Penerbit PT Cerah Budaya Indonesia Menara Kuningan lt. 9G Jalan HR. Rasuna Said Kav V Blok X-7, Selatan [email protected] | http://inspirasi.co POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH

Editor: Satrio Arismunandar

Daftar Isi

Pengantar Editor | 9

BAB 1 - Awal Polemik | 13 BAB 2 - Gerakan Kontra Baru | 81 BAB 3 - Tanggapan Peminat dan Pegiat Satra Lain terhadap buku | 219 BAB 4 - Perdebatan di Media Sosial dan Tanggapan Denny JA | 439

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH

Editor: Satrio Arismunandar

PENGANTAR DARI EDITOR

Jagat sastra Indonesia, yang biasanya terkesan adem ayem, di sepanjang tahun 2014 jadi “gonjang ganjing.” Para pegiat sastra dari berbagai daerah angkat bicara, bahkan sebagian melibatkan diri dalam aksi-aksi kampanye tertentu, terkait dengan terbitnya sebuah buku yang memancing sikap pro-kontra dan polemik panjang. Polemik ini cukup keras di media sosial.

Buku sastra Indonesia yang jadi bahan perdebatan ini adalah buku berjudul 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (Kepustakaan Populer Gramedia, 2014, 734 halaman). Buku itu disusun oleh Tim 8, yang terdiri atas 8 orang penulis. Mereka adalah: Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshauser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana, Nenden Lilis Aisyah, dan diketuai Jamal D. Rahman.

Perdebatan awalnya masih “sehat,” karena baru seputar ketidaksepakatan tentang figur sastra tertentu yang dimasukkan atau tidak dimasukkan ke dalam daftar 33 tokoh sastra paling berpengaruh. Sayangnya, polemik kemudian menjadi kurang sehat, karena ada upaya untuk mengundang

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 9 intervensi pemerintah agar melarang (walaupun “untuk sementara”) peredaran buku itu.

Terlepas dari semua ekses negatif tersebut, polemik tentang buku ini sangat penting dan bernilai bagi kemajuan dunia sastra Indonesia. Polemik ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi para pegiat, peneliti, pengkaji, peminat, dan penikmat sastra Indonesia.

Karena pertimbangan itulah, kami mencoba menerbitkan berbagai tulisan yang terserak dan termuat di media massa dalam kaitan polemik tersebut dalam satu buku utuh. Perdebatan di media sosial yang cukup gencar, yang bernada pro atau kontra terhadap buku itu, juga kami sajikan. Untuk menampilkan nuansa asli perdebatan tersebut, gaya bahasa yang ada di berbagai tulisan di media cetak, media online, dan media sosial, hanya diedit sekadarnya.

Bisa dikatakan hampir seluruh tulisan yang termuat di buku ini diambil dari dokumentasi yang sudah ada di situs inspirasi.co. Hanya sedikit proses penyuntingan dari segi bahasa yang dilakukan pada tulisan-tulisan itu. Penyunting tidak mengutak- atik kontennya. Sedangkan khusus untuk Bab 2, ini

10 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH adalah rangkuman yang dilakukan oleh penyunting atas berbagai tulisan lain, yang sudah beredar di media sosial di luar inspirasi.co.

Dengan demikian, secara umum bisa dikatakan bahwa buku ini hanya pemuatan ulang dari berbagai tulisan yang sudah beredar di media massa, terkait dengan polemik tentang buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Penyunting hanya membuat kategorisasi dalam pemuatan ulang tulisan-tulisan tersebut di buku ini, untuk memudahkan membacanya. Penerbitan buku ini juga sama sekali tidak bertujuan komersial, karena seluruh isi buku ini bisa di-download secara gratis. Penerbitan buku ini lebih sebagai upaya berkontribusi, lewat pemberian informasi bagi publik tentang polemik yang paling trendy dan hangat di dunia sastra Indonesia di sepanjang 2014.

Demikianlah, semoga buku yang sederhana ini bisa memberi sumbangan bagi pemahaman yang lebih baik, dan ikut mendorong kemajuan dunia sastra Indonesia.

Satrio Arismunandar Editor

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 11

BAB 1 Awal Polemik

33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH

Mencari Tokoh bagi Sastra

Pengantar Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh

Oleh: Tim 8

Negara lahir dari tangan penyair. Jaya dan runtuhnya di tangan para politisi. Mohammad Iqbal

Jika kekuasaan membawa orang pada arogansi. Puisi mengingatkan kita akan keterbatasan manusia. Jika kekuasaan mempersempit kepedulian kita, puisi mengingatkan mereka akan kaya dan beragamnya eksistensi manusia. Jika kekuasaan kotor, puisi membersihkannya. John F. Kennedy

Peranan kesusastraan dalam kehidupan masyarakat tidak jarang dipertanyakan, terutama saat sebuah negara sibuk dengan pembangunan ekonomi. Hal ini terjadi juga di Indonesia. Di satu sisi, para penguasa kerap merasa terganggu oleh sikap sastrawan tentang pembangunan dan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 15 beberapa kebijakan politik menyangkut aspek- aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Mereka cenderung menganggap sastrawan hanya bisa mengkritik kebijakan dan kerja keras pemerintah, mengecam para politikus busuk, dan menghujat para pejabat korup. Di lain sisi, masyarakat umum memandang bahwa peranan sastra dalam pembangunan dan kehidupan masyarakat luas tidak begitu jelas, atau bahkan menganggap sastra cuma berisi lamunan dan kata- kata indah mendayu.

Tapi John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat yang legendaris, mengemukakan bahwa jika kekuasaan membawa orang pada arogansi, puisi mengingatkan kita akan keterbatasan manusia. Jika kekuasaan mempersempit kepedulian kita, puisi mengingatkan manusia akan kaya dan beragamnya eksistensi manusia. Jika kekuasaan kotor, puisi membersihkannya. Puisi dan sastra pada umumnya di mata Kennedy adalah bagian penting dari kehidupan berbangsa sebagai pengimbang — bahkan anti toksin— bagi penguasa dan kekuasaan.

Dalam pada itu, Mohammad Iqbal, penyair dan filsuf terkenal asal Pakistan itu, mengemukakan bahwa negara lahir justru dari tangan para penyair. Untuk bangsa-bangsa pada umumnya, ungkapan

16 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH tersebut benar secara metaforis. Namun, bagi bangsa- bangsa terjajah, khususnya Indonesia, pernyataan Iqbal bahkan benar secara faktual. Kelahiran sastra Indonesia tidak dapat dipisahkan dari gejolak sosial-politik pada masa-masa berseminya gagasan tentang lahirnya negara Indonesia di awal abad ke- 20.

Konsep Indonesia sebagai sebuah negara- baru dicanangkan lewat Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Bukankah Sumpah Pemuda — bertanah air dan berbangsa satu, yaitu Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia— adalah deklarasi politik dalam bentuk puisi? Bukankah rumusan itu pula yang menggelindingkan kesadaran bersama dalam kesatuan tanah air Indonesia; kesatuan bangsa Indonesia meski terdiri dari berbagai etnis, budaya, dan agama; dan kesadaran untuk menjunjung Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan? Ya, Sumpah Pemuda —yang dikonsep oleh Muhammad Yamin— adalah puisi. Dengan demikian, Indonesia sebagai negara-baru sesungguhnya dideklarasikan lewat puisi.

Tentu saja perumusan konsep itu tidak datang seketika. Ada proses pemikiran yang terjadi sebelumnya. Dan proses itu bermula dari

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 17 sebuah puisi yang berjudul “Tanah Air” (1920) karya Muhammad Yamin, di mana sang penyair mengemukakan konsepnya tentang tanah air yang mula-mula bersifat kedaerahan, hingga akhirnya sampai pada konsep Indonesia sebagai tanah air dalam puisi “Indonesia Tumpah Darahku” (1928), yang ditulis Yamin dua hari sebelum Sumpah Pemuda dikumandangkan. Hal itu menegaskan bahwa kesusastraan lahir dari kecamuk pemikiran, bukan dari bahasa berbunga-bunga, bukan pula dari sebuah khayalan yang tidak berpijak pada realitas. Perjalanan sastra Indonesia beriringan dengan perkembangan pemikiran tentang sebuah bangsa bernama Indonesia.

Sekali lagi, Indonesia lahir dari sebuah puisi yang ditulis secara bersama-sama oleh kaum muda Indonesia, yakni Sumpah Pemuda. Tentu pada waktu itu, semua pernyataan dalam Sumpah Pemuda merupakan metafora, setidaknya masih imajinatif dan bukan kenyataan. Namun, dengan rumusan metaforis dan imajinatif itulah seluruh bangsa diajak untuk bersama-sama mengimajinasikan kemungkinan lahirnya sebuah bangsa dan tanah air baru: Indonesia. Berdasar pada Sumpah Pemuda itulah para sastrawan dari berbagai wilayah Nusantara menulis karya

18 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH sastra dalam bahasa Indonesia serta mangacu dan menggemakan satu tanah air dan bangsa yang sama: Indonesia. Lahirlah kemudian negara yang kita tinggali bersama ini. Setelah lahir dari puisi Sumpah Pemuda dan kemudian tumbuh lewat pewacanaan sastra, nasib bangsa Indonesia selanjutnya memang berada di tangan para politisi.

Di masa-masa awal nasionalisme Indonesia, hubungan politik dengan sastra sedemikian dekatnya. Saat Indonesia berada di bawah kolonialisme dan —sebagai akibatnya— pengaruh kerajaan dan/atau kesultanan di Indonesia mulai menurun, masyarakat tampak kehilangan acuan nilai. Pada saat itulah para sastrawan memainkan peranan baru, menawarkan nilai-nilai baru bagi kehidupan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendasar, antara lain menimbang ketegangan antara modernitas dan tradisi, menggali dan mendedahkan kegelisahan dan impian manusia Indonesia. Sejurus dengan itu, para sastrawan menarasikan lahirnya bangsa dan tanah air baru yang merdeka dari kolonialisme, dan hal itu mendorong terbitnya fajar nasionalisme Indonesia. Dalam konteks inilah, khususnya dari segi ide, hubungan para pendiri bangsa dengan para sastrawan sedemikian dekatnya, hubungan mana dibangun setidaknya

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 19 atas dua hal penting. Pertama, para pendiri bangsa dan para sastrawan adalah kaum intelektual yang tentu saja berbasis pada keberaksaraan (literacy). Kedua, mereka diikat oleh kegelisahan dan impian yang sama, yakni lepas dari penjajahan.

Baik pemerintah kolonial Belanda maupun Jepang memahami dengan baik potensi dan peranan strategis kesusastraan bagi sebuah bangsa. Mereka juga menyadari bahaya kesusastraan bagi kelangsungan penjajahan. Itu sebabnya dengan sadar dan terprogram pemerintah kolonial Belanda mendirikan Komisi Bacaan Rakyat yang kemudian dikenal dengan nama Balai Pustaka, sementara pemerintah pendudukan Jepang mendirikan Keimin Bunka Shidoso (Pusat Kebudayaan). Keduanya bertugas untuk mengelola sekaligus mengawasi kehidupan sastra dan para sastrawan serta kesenian pada umumnya. Dengan ketat mereka mencoba menggunakan sastra sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai mereka kepada masyarakat jajahan demi kepentingan dan kelangsungan kolonialisme di Indonesia. Lebih dari itu, lewat Keimin Bunka Shidoso Jepang bahkan berupaya menyebarkan kesadaran akan kesatuan Asia Timur Raya di kalangan masyarakat Nusantara agar mendukung peperangan mereka melawan

20 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH sekutu. Para sastrawan dan seniman pun dihimpun dan diberi fasilitas untuk mewujudkan agenda Jepang tersebut.

Namun, sastra dalam dirinya sendiri memiliki potensi memerdekakan manusia. Baik di bawah Balai Pustaka maupun Keimin Bunka Shidoso, boleh jadi para sastrawan berkarya sesuai dengan agenda yang dicanangkan kolonial. Namun pada kenyataannya, karya sastra ibarat permata dengan banyak faset. Karya sastra membuka beragam pintu dan jendela bagi kemungkinan-kemungkinan kesadaran yang tak sepenuhnya bisa dikontrol. Maka, meski ditekan dan diagendakan dengan ketat baik oleh Belanda maupun Jepang, karya sastra Indonesia mampu meloloskan diri dari berbagai tekanan, sekaligus membuka pintu dan jendela bagi kesadaran pembaca untuk membayangkan kemungkinan lain di luar kenyataan sebagai bangsa terjajah. Paling tidak untuk sebagian, adanya kesadaran akan kemungkinan-kemungkinan lain itulah yang membawa Indonesia pada semangat kemerdekaan. Demikianlah karya-karya Marah Rusli, Chairil Anwar, Idrus, Mochtar Lubis, Utuy Tatang Sontani, dan Pramoedya Ananta Toer —untuk menyebut sebagian— menyuarakan gairah revolusi kemerdekaan, sekaligus perasaan cemas, takut, dan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 21 tertekan bangsa Indonesia di zaman penjajahan, khususnya di zaman revolusi. Dikatakan dengan cara lain, kesusastraan Indonesia dengan cerdas meloloskan diri dari berbagai kontrol kolonial dan bahkan melakukan perlawanan terhadap kolonial itu sendiri, demi mewujudkan impian negara baru yang merdeka.

Peranan sastra(wan) dalam menumbuhkan perasaan cinta tanah air dan mengobarkan semangat perjuangan, baik di awal munculnya nasionalisme Indonesia maupun di masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, merupakan fakta yang sangat jelas. Sejak mula kesusastraan memainkan peranan penting dalam sejarah kebangsaan. Peranan ini, baik secara individual maupun kolektif melalui berbagai organisasi seni yang secara langsung mendukung perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, disambut baik dan dihargai sedemikian rupa khususnya oleh kaum intelektual dan tokoh-tokoh pergerakan. Dengan demikian, peranan kesusastraan bagi kehidupan masyarakat Indonesia dalam rentang sejarahnya yang panjang ditempatkan secara proporsional sesuai dengan arti dan kedudukan kesusastraan itu sendiri. Arti penting sastra khususnya secara politik masih disadari sampai penghujung Orde Lama.

22 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Tidaklah mengherankan kalau posisi sastra(wan) dan seni(man) ketika itu diperebutkan oleh kubu- kubu yang berseteru secara politik dan ideologi.

Pada masa kini, posisi kesusastraan sebenarnya tidak begitu berbeda dengan peranan yang telah dimainkannya baik di masa-masa terbitnya fajar nasionalisme maupun di masa pergerakan dan revolusi Indonesia. Namun, terdapat kecenderungan besar di Indonesia dewasa ini untuk mengabaikan hasil renungan, imajinasi, pemikiran, kiprah, dan peranan sastra(wan) Indonesia dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya secara umum. Selepas hiruk-pikuk sastra dan politik di penghujung Orde Lama, perlahan tapi pasti masyarakat menjauh dan/atau dijauhkan dari sastra. Kesusastraan tidak lagi diapresiasi secara wajar, meskipun ternyata tetap ditakuti dan diwaspadai secara politik. Penangkapan dan pemenjaraan sastrawan dan pelarangan buku sastra tetap terjadi. Dalam pada itu, masyarakat Indonesia yang belum beranjak dari kelisanan ke keberaksaraan dengan cepat memasuki era kelisanan kedua. Buku bacaan serta tradisi membaca, khususnya sastra, tidak dijadikan bagian penting dan mendasar dalam pendidikan Indonesia. Bahkan, tanpa banyak perdebatan, sastra telah digusur habis dalam Kurikulum 2013, yang

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 23 merupakan antiklimaks dari penjauhan sastra dari masyarakat dan sebaliknya.

Dilihat dari banyak segi, Indonesia cenderung durhaka pada puisi sebagai ibu kandung yang telah melahirkannya, yakni Sumpah Pemuda. Menjauhkan sastra dari masyarakat Indonesia dan/ atau sebaliknya adalah memisahkan ibu kandung dari anak kandungnya. Demikian juga sebaliknya, menjauhkan masyarakat dari sastra adalah memisahkan anak kandung dari ibu kandungnya. Jika kedurhakaan tersebut dibiarkan, apalagi terus berlanjut, maka dapat dipastikan bangsa Indonesia akan mengalami nasib sebagaimana lazimnya anak- anak durhaka.

Jika kepada masyarakat Indonesia belakangan ini ditanyakan siapakah tokoh Indonesia, bukan tidak mungkin yang segera terbayang adalah serombongan selebriti dan para politisi bermasalah. Mau bagaimana lagi, merekalah yang terus-menerus hadir dan tampil mengisi ruang pemberitaan media cetak dan terutama media elektronik. Para politisi, pejabat, dan aparat bermasalah mendapatkan porsi pemberitaan yang sangat besar. Demikian juga para pelawak, pemain sinetron, penyanyi pop maupun dangdut merupakan tokoh-tokoh utama dalam

24 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH pemberitaan media massa Indonesia belakangan ini. Nyaris seluruh sepak terjang mereka diberitakan secara rinci setiap hari. Kisah asmara mereka (mulai dari diisukan pacaran, sedang pacaran, diisukan mau menikah, menikah, bertengkar, cerai, hampir rujuk, rujuk, berebut anak, dan sebagainya) dengan rinci dan detail diberitakan, ditayangkan, bahkan dikomentari dan dibahas tuntas. Media massa menjadikan para selebriti ini tokoh-tokoh utama dalam pemberitaan, tak peduli mereka berprestasi atau tidak.

Jarang sekali bangsa Indonesia mendapat pemberitaan dan berkenalan dengan sosok-sosok yang benar-benar berprestasi dan mengabdikan dirinya di dunia ilmu pengetahuan, pemikiran, penelitian, sosial, budaya, dan kesusastraan. Para pemikir, intelektual, peneliti, penemu, dan sastrawan yang hebat tidaklah dikenal karena mereka tidak diberitakan. Demikian juga politisi, pejabat, dan aparat yang tidak bermasalah, yakni mereka yang jujur, bersih dan berprestasi, tidak jadi berita —dengan sedikit sekali pengecualian.

Sampai batas tertentu, fenomena yang sangat menonjol tersebut menunjukkan kecenderungan budaya dewasa ini untuk mengabaikan hasil-hasil

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 25 kreatif di bidang pemikiran, renungan, imajinasi, dan berbagai sumbangan budaya dalam kehidupan masyarakat, termasuk kesusastraan. Padahal, sebagaimana telah dikemukakan, ketika negara dilanda kesusahan, sastra tampil memainkan peranan. Di masa penjajahan, saat kerajaan- kerajaan lama kehilangan pamornya, sastrawan tampil ke depan merenungkan visi dan arah serta menarasikan lahirnya bangsa. Setelah kemerdekaan, saat kehidupan bernegara goyah dan nyaris hilang arah, kembali para sastrawan bersuara lewat karya mereka hingga di antara mereka harus masuk penjara. Dan sastra terus ditulis, disingkirkan maupun dibaca. Para sastrawan tetap bersikeras menjaga nurani bangsa, meski sebagian besar sastrawan kini disingkirkan terutama oleh pasar dan industri ke ruang-ruang sunyi.

Kecenderungan budaya tersebut tentu saja berbahaya. Di antara bahaya itu adalah kemungkinan terjadinya kemandegan intelektual dan kecupetan imajinasi yang pada gilirannya akan menjerumuskan Indonesia ke dalam kehidupan budaya yang kerdil. Dalam konteks inilah bisa dipahami bahwa di zaman kerajaan atau kesultanan yang maju dan beradab, sastrawan atau pujangga ditempatkan dalam posisi penting dan bermartabat, misalnya

26 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH sebagai penasehat raja/sultan atau dijadikan guru spiritual. Para pujangga itulah yang melahirkan karya, baik mengenai kiprah dan keagungan raja untuk melegitimasi kebesaran dan kekuasaan raja, maupun sebagai sumber inspirasi atau landasan etik masyarakat. Itu sebabnya para pujangga berada dalam pengayoman raja. Seluruh anggota keluarga pujangga tidak hanya mendapat perlakuan istimewa, tetapi juga dijamin kehidupan dan keselamatannya oleh kerajaan. Mereka diposisikan sebagai penasehat raja di bidang pendidikan, kebudayaan, dan agama. Makin kecil peranan pujangga pada suatu kerajaan, makin mudah kerajaan itu menjadi lemah, goyah, dan dikalahkan penjajah. Makin kecil peranan pujangga, makin kecil pula peluang suatu bangsa untuk memperluas cakrawala imajinasinya dan menemukan kemungkinan-kemungkinan baru dalam kehidupan.

***

Didasarkan pada kegelisahan atas makin terpinggirkannya posisi dan peranan sastra yang sama sekali tidak patut bagi bangsa yang hendak beradab, maka kami 8 orang yang terdiri dari sastrawan, kritikus, akademisi, dan pengamat sastra —karena itu disebut Tim 8— mengambil prakarsa

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 27 untuk memilih 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Demikianlah kami mendiskusikan dan kemudian memilih 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh. Sebagian dari mereka adalah nama-nama yang sangat dikenal, yaitu nama- nama yang berada di jalan raya sastra Indonesia; sebagian yang lain tidak begitu dikenal dan bahkan diabaikan dan dianggap berada di pinggir jalan raya sastra Indonesia itu sendiri, namun sesungguhnya memiliki pengaruh atau dampak atas kehidupan masyarakat luas. Oleh sebab itu, pemilihan 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh ini tidak hanya menimbang nama-nama yang populer dan sering disebut-sebut dalam sastra Indonesia atau pemberitaan, melainkan dengan sungguh-sungguh memperhatikan juga nama-nama yang cenderung diabaikan atau dipinggirkan, namun sesungguhnya memainkan peranan penting dalam kehidupan sastra dan budaya. Dengan peranan penting yang mereka mainkan, tentu saja mereka berhak dan patut diperhitungkan dan ditempatkan di jalan raya sastra Indonesia.

Yang dimaksud dengan tokoh sastra Indonesia yang paling berpengaruh adalah orang yang melalui karya sastranya, gagasannya, pemikirannya, kiprahnya, dan tindakannya

28 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH memberikan pengaruh dan dampak cukup luas khususnya pada dinamika kehidupan sastra, dan umumnya pada dinamika kehidupan intelektual, sosial, politik, dan kebudayaan Indonesia yang lebih luas. Di samping itu, tokoh sastra Indonesia di sini adalah warga Indonesia. Dari segi waktu, tokoh sastra yang dipertimbangkan adalah tokoh yang berkiprah dalam rentang masa sejak awal abad ke-20, yakni saat fajar kesadaran kebangsaan dan konsep nasionalisme Indonesia mulai menyingsing, sampai sekarang. Dengan demikian, tokoh-tokoh sastra Indonesia yang berasal dari negara lain tidak dipertimbangkan, meskipun mereka memberikan pengaruh dan dampak besar dalam kehidupan sastra Indonesia, seperti Prof. Dr. A. Teeuw. Demikian juga sastrawan besar di masa sebelum abad ke-20, seperti Hamzah Fansuri, Raja Ali Haji, Ranggawarsita, atau Haji Hasan Mustapa, misalnya, pun tidak dipertimbangkan.

Dengan menyebut tokoh sastra, maka ia bukan hanya sastrawan, melainkan mencakup pribadi-pribadi yang dengan satu dan lain cara memberikan pengaruh pada kehidupan sastra atau kebudayaan Indonesia secara umum. Peranan sastra dalam kebudayaan tidak hanya dimainkan oleh sastrawan, melainkan juga oleh akademisi, pemikir,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 29 kritikus, penggiat sastra, dan lain-lain. Meskipun peranan sastra dalam kebudayaan dimainkan terutama oleh karya sastra dan sastrawannya, bagaimanapun sektor-sektor lain di dunia sastra memainkan peranan yang tak kalah penting, seperti pemikiran, kritik, penerbitan, gerakan, lembaga, komunitas, berbagai kegiatan, dan lain sebagainya. Dalam konteks itu, sangat mungkin seorang sastrawan sebenarnya kurang berhasil — atau mungkin biasa saja— dalam capaian estetika karyanya, tetapi justru memicu kehebohan yang luas, menimbulkan kontroversi, mendorong munculnya semacam gerakan, dan menarik sejumlah pengikut, lantaran tindakan dan kiprahnya dalam membangun kesusastraan Indonesia. Demikian pula seorang sastrawan mungkin secara sadar mencoba melakukan pemberontakan terhadap konvensi sastra dan belakangan terbukti berhasil, sehingga corak karyanya menjadi konvensi baru dan membentuk (semacam) paradigma baru dalam perkembangan kesusastraan selanjutnya. Yang pertama-tama dipertimbangkan dari tokoh semacam ini bukan capaian estetikanya, melainkan dampak atau pengaruhnya yang luas.

Hal lain yang juga mendapat perhatian adalah situasi dan kondisi zaman, yakni bila, di mana,

30 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dalam hal apa, dan di kalangan mana tokoh sastra memainkan peranan dan memberikan dampak. Tentu saja tokoh sastra memberikan pengaruh pertama-tama dan terutama pada zamannya, dalam konteks situasi dan kondisi zamannya pula. Tingkat pengaruh dan dampak tokoh-tokoh tentu pula berbeda satu sama lain, sama halnya dengan seberapa jauh dan lama pengaruh masing-masing tokoh bagi zaman kemudian. Namun seberapa besar pengaruh seorang tokoh sastra bagaimanapun akan lebih mudah dilihat dan dipahami dari situasi dan kondisi zamannya. Pengaruh seorang tokoh sastra bagi zaman dan generasi kemudian tentu saja menunjukkan daya pengaruh tokoh itu sendiri, sebagai pengaruh lanjutan dari pengaruh besar yang telah dimainkannya terutama pada zamannya sendiri. Dirumuskan dengan cara lain, yang menjadi perhatian utama di sini adalah seberapa besar pengaruh tokoh sastra pada zamannya sebagai respons tokoh itu sendiri atas situasi dan kondisi aktual zamannya. Adapun seberapa lama pengaruhnya dipertimbangkan lebih sebagai bukti bahwa sang tokoh tetap berpengaruh hingga masa- masa kemudian.

Jadi, siapakah tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh?

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 31 Melacak rekam jejak tokoh-tokoh sastra, menelusuri masa silam jauh ke belakang, dan menelisik alur perjalanan sejarah sastra Indonesia, menjadi langkah yang mutlak perlu. Dari situ jelas bahwa sastra Indonesia tidaklah datang begitu saja dari ruang kosong. Sastra Indonesia tidak diturunkan malaikat dari langit. Terjadi pengaruh timbal-balik antara sastra dan masyarakat yang melingkarinya. Ada tarik-menarik dan saling mempengaruhi antara sastrawan dan tokoh sastra sebagai anggota masyarakat di satu pihak dengan lingkungan yang mengelilinginya, kebudayaan yang melahirkannya, dan masyarakat yang menerima atau menolaknya di lain pihak. Di situ pengaruh tokoh sastra bagi masyarakat akan terlihat relatif mudah.

Saat satu nama disebut, tentu ada dasar pemikirannya, ada alasan yang mendasarinya, dan ada pula pertimbangan atas peranan dan kiprah yang dimainkannya. Dalam kenyataannya, penyebutan satu nama memunculkan pula nama-nama lain yang kontribusinya tidak dapat diabaikan dalam peta perjalanan sastra Indonesia. Jadilah jawaban atas pertanyaan “siapakah tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh?” memunculkan begitu banyak nama. Tidak terhindarkan, tidak dapat diabaikan, bahkan tidak terbantahkan: nama-nama itu memang telah

32 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH berbuat dan melakukan sesuatu yang fenomenal. Maka, setelah melakukan penelusuran lebih jauh ke belakang, melacak rekam jejak setiap tokoh sastra, dan menelisik alur perjalanan sejarah kesusastraan Indonesia, kemunculan nama-nama itu didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:

Pertama, karya dan/atau pemikiran sang tokoh. Yang di maksud di sini adalah karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan drama) dan pemikiran sang tokoh, baik pemikiran itu dikemukakan dalam karya sastra atau esai dan sejenisnya. Pertimbangan atas hal ini dapat dirumuskan dengan sejumlah pertanyaan: seberapa penting karya dan/atau pemikirannya? Apakah karya dan/atau pemikirannya memberikan inspirasi bagi sastrawan berikutnya? Apakah karya dan/atau pemikirannya berdampak luas, berskala nasional, sehingga melahirkan semacam gerakan, baik yang berkaitan dengan sastra, maupun dengan kehidupan sosial-budaya yang lebih luas? Apakah karya dan/atau pemikirannya membuka jalan bagi munculnya tema, gaya, dan pengucapan baru yang jejaknya dapat dikembalikan pada tokoh tersebut? Apakah karya dan/atau pemikirannya menjadi semacam monumen, sehingga sulit bagi siapa pun untuk menghilangkannya dalam peta perjalanan sastra Indonesia? Apakah karya dan/atau

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 33 pemikirannya menjadi semacam pemicu lahirnya pemikiran tentang kebudayaan, kemasyarakatan, bahkan kebangsaan?

Kedua, kiprah dan kegiatan sang tokoh. Yang dimaksud di sini adalah berbagai tindakan dan kegiatan sang tokoh di bidang sastra dan budaya secara lebih luas. Pertimbangan atas hal ini dapat dirumuskan dengan sejumlah bertanyaan: seberapa penting kiprah dan kegiatannya? Apakah kiprah dan kegiatannya berdampak luas, sehingga mempengaruhi perkembangan kesusastraan dan kebudayaan Indonesia? Apakah kiprah dan kegiatannya melahirkan semacam gerakan yang sama atau berbeda, yang berdampak pada kehidupan sastra dan kehidupan sosial-budaya? Apakah kiprah dan peranannya mendapat dukungan luas, sehingga membentuk semacam aliran atau komunitas, atau sebaliknya memunculkan penolakan luas, sehingga menciptakan semacam perlawanan yang cukup besar?

Ketiga, muara dari dua pertimbangan tersebut —yang dapat diperinci melalui sejumlah pertanyaan di atas— adalah sejauhmana pengaruh sang tokoh khususnya bagi kehidupan sastra, dan umumnya bagi kehidupan sosial, budaya, dan politik di tanah air. Melihat pengaruh sejumlah

34 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH tokoh, segera tampak bahwa lingkup dan skala pengaruh mereka berbeda-beda, dari pengaruh yang relatif terbatas hingga pengaruh yang sangat luas. Beberapa tokoh berpengaruh sangat besar dan dia menempati posisi penting secara budaya di kawasan atau wilayah tertentu. Mereka memberikan dampak yang dalam bagi kehidupan masyarakat lokalnya. Sementara, beberapa tokoh lain memberikan dampak melampaui lingkup masyarakat lokal tertentu. Bahkan dapat dikatakan bahwa dalam berbagai cara dan bentuk mereka berpengaruh secara nasional.

Dalam memilih 33 tokoh paling berpengaruh, lingkup pengaruh merupakan bahan pertimbangan penting. Makin besar dan luas pengaruh seorang tokoh makin besar peluangnya untuk dipilih. Dalam kaitan ini, tidak tertutup kemungkinan pengaruh seorang tokoh pada awalnya mungkin bersifat lokal, namun tanpa tindakannya secara langsung lagi pengaruh tersebut dapat saja terus bergerak sehingga belakangan melampaui lingkup lokalnya. Jika ini terjadi, dia dipertimbangkan serius untuk dipilih sebagai tokoh sastra paling berpengaruh.

Khususnya berkaitan dengan karya sastra, yang dipertimbangkan adalah sastra “serius”, yang di sini dibedakan dengan sastra populer. Sastra populer

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 35 sengaja tidak dipertimbangkan, sebab —di samping karena perbedaan “nilai” antara keduanya— sampai batas tertentu sastra populer bisa dipastikan berpengaruh terutama karena dukungan sangat besar dari dunia industri, media, dan pasar. Demikianlah misalnya novel-novel Marga T (misalnya Badai Pasti Berlalu), Eddy D. Iskandar (misalnya Gita Cinta dari SMA), Ike Soepomo (misalnya Kabut Sutra Ungu), Habiburrahman El Shirazy (misalnya Ayat- ayat Cinta), dan Andrea Hirata (misalnya Laskar Pelangi) tidak dipertimbangkan, meskipun sangat berpengaruh dan meledak di pasar.

Dengan dasar pemikiran dan pertimbangan- pertimbangan di atas, akhirnya Tim 8 menetapkan kriteria pemilihan 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh. Tokoh sastra dinilai layak masuk dalam 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh apabila sekurang-kurangnya memenuhi satu dari empat kriteria berikut:

· Pengaruhnya berskala nasional, tidak hanya lokal. Mungkin saja pada awalnya pengaruh sang tokoh bergerak dalam komunitas yang relatif terbatas dan bersifat lokal. Tetapi dalam perkembangannya kemudian gerakan itu terus menggelinding, sehingga

36 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH pengaruhnya menyebar ke berbagai daerah dan mencapai wilayah yang begitu luas.

· Pengaruhnya relatif berkesinambungan, dalam arti tidak menjadi kehebohan temporal atau sezaman belaka. Pengaruhnya berdampak tidak hanya pada zamannya, tetapi terus bergerak melampaui zamannya, bahkan hingga beberapa dekade sesudahnya.

· Dia menempati posisi kunci, penting dan menentukan. Dalam masyarakat atau komunitas sastra, kadangkala peranan seorang sastrawan atau tokoh sastra tidak begitu menonjol, lantaran pada masanya ada sastrawan atau tokoh lain yang lebih berwibawa. Tetapi, jika tokoh sastra yang pada mulanya kalah pamor tadi melakukan sesuatu, membuat gerakan kecil atau besar, dan kemudian ternyata menjadi wacana penting, dan terus berlanjut dan berkesinambungan, maka namanya layak dimasukkan ke dalam senarai tokoh ini.

· Dia menempati posisi sebagai pencetus atau perintis gerakan baru yang kemudian melahirkan pengikut, penggerak, atau bahkan penentang, dan akhirnya menjadi

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 37 semacam konvensi, fenomena, dan paradigma baru dalam kesusastraan Indonesia.

Meskipun berbagai pertimbangan dan kriteria sudah ditetapkan, tetaplah tidak mudah memilih 33 nama. Masalahnya adalah bahwa mungkin saja seorang sastrawan tak diragukan lagi kedudukan pentingnya dalam sastra Indonesia karena karya-karyanya sangat berhasil dan meyakinkan secara estetis. Namun kenyataannya tidak semua tokoh sastra, yang karyanya mencapai tingkat estetis sangat mengesankan, memenuhi kriteria yang kami tetapkan, khususnya menyangkut lingkup pengaruhnya. Ternyata beberapa tokoh sastra(wan) sangat mengesankan dari segi karya namun, dalam pandangan kami, pengaruh dan dampaknya relatif terbatas secara sosial dan budaya. Sebaliknya, beberapa tokoh lain tidak mengesankan dari segi karya, bahkan sama sekali bukan sastrawan, namun dilihat dari lingkup pengaruhnya di bidang sastra membuat mereka menempati posisi penting bahkan tak terbantahkan sebagai tokoh sastra paling berpengaruh.

Dalam diskusi memilih 33 tokoh, dari kalangan tokoh sastra yang dipandang meyakinkan

38 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dan mengesankan dilihat dari karya sastra mereka muncullah nama-nama seperti Sitor Situmorang, Toto Sudarto Bachtiar, Ramadhan KH, Umar Kayam, Mangunwijaya, Wing Kardjo, Budi Darma, Danarto, Saini KM, D. Zawawi Imron, dan Ahmad Tohari. Dari kalangan tokoh sastra yang menonjol pengaruh dan dampaknya muncullah nama-nama seperti Utuy Tatang Sontani, Asrul Sani, A Mustofa Bisri, Ratna Sarumpaet, Rida K Liamsi, Fredie Arsi, Seno Gumira Ajidarma, dan Wiji Tukul. Namun dengan berbagai pertimbangan setelah diskusi sengit, akhirnya diputuskan mereka tidak masuk dalam senarai 33 tokoh sastra paling berpengaruh. Sebagaimana dapat diduga, diskusi memilih 33 tokoh sastra berjalan dengan penuh perdebatan, dinamika dan persilangan argumentasi, sehingga beberapa tokoh terpilih secara mulus nyaris tanpa diskusi, sebagian yang lain terpilih setelah melewati diskusi yang cukup alot, dan sebagian yang lain lagi terpilih berdasarkan prinsip mayoritas setelah diskusi dan perdebatan seru.

Sudah barang tentu siapapun anggota Tim 8 —memenuhi kriteria atau tidak—sama sekali tidak dipertimbangkan untuk dinilai dan dimasukkan dalam tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh ini.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 39 Tim 8 sepakat untuk mengurut 33 tokoh sastra berdasarkan tahun dan/atau tanggal kelahiran masing-masing tokoh. Demikian juga urutan tulisan demi tulisan dalam buku ini. Dengan demikian, urutan mereka sama sekali tidak menunjukkan skala pengaruh setiap tokoh dan sejenisnya. Buku ini memang tidak bertujuan untuk menunjukkan bahwa pengaruh seorang tokoh sastra lebih besar dibanding pengaruh tokoh-tokoh lainnya. Yang pasti, dalam pandangan kami mereka adalah tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh. Inilah 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh pilihan Tim 8:

· Kwee Tek Hoay (1886-1952) · Marah Roesli (1889-1968) · Muhammad Yamin (1903-1962) · HAMKA (1908-1981) · Armijn Pane (1908-1970) · Sutan Takdir Alisjahbana (1908-1994) · Achdiat Karta Mihardja (6 Maret 1911- 2010) · Amir Hamzah (20 Maret 1911-1946) · Trisno Sumardjo (1916-1969) · H.B. Jassin (1917-2000) · Idrus (1921-1979) · Mochtar Lubis (7 Maret 1922-2004)

40 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH · Chairil Anwar (26 Juli 1922-1949) · Pramoedya Ananta Toer (1925-2006) · Iwan Simatupang (1928-1970) · Ajip Rosidi (31 Januari 1935) · Taufiq Ismail (25 Juni 1935) · Rendra (7 November 1935-2009) · Nh. Dini (1936) · Sapardi Djoko Damono (20 Maret 1940) · Arief Budiman (3 Januari 1941) · Arifin C. Noer (10 Maret 1941-1995) · Sutardji Calzoum Bachri (24 Juni 1941) · Goenawan Mohamad (29 Juli 1941) · (1944) · Remy Sylado (1945) · Abdul Hadi W.M. (1946) · Emha Ainun Nadjib (1953) · Afrizal Malna (1957) · Denny JA (4 Januari 1963) · Wowok Hesti Prabowo (16 April 1963) · Ayu Utami (1969) · Helvy Tiana Rosa (1970).

***

Demikianlah 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh dalam perjalanan sastra Indonesia. Setelah 33 tokoh disepakati dan diputuskan, tugas

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 41 Tim 8 selanjutnya adalah menulis tentang tokoh- tokoh tersebut. Setiap anggota Tim 8 pun memilih tokoh yang akan mereka tulis. Kami sepakat bahwa penulisan setiap tokoh dilakukan tidak secara bersama-sama, melainkan oleh masing-masing anggota Tim 8. Itu sebabnya, nama penulis diterakan pada setiap tulisan, dan gaya tulisan dibiarkan sesuai dengan gaya penulis masing-masing. Dengan demikian, setiap tulisan tentang tokoh dalam buku ini pada dasarnya menjadi tanggung jawab pribadi penulisnya. Tapi bagaimanapun, secara umum buku ini merupakan satu kesatuan dan menjadi tanggung jawab bersama Tim 8.

***

Lalu, apa pentingnya nama-nama itu ditempatkan sebagai tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh? Apa pentingnya kegiatan dan buku semacam ini?

Pertama, pemilihan 33 tokoh sastra ini dilakukan dengan semangat membangun kebudayaan Indonesia yang lebih bermartabat. Sebagai produk budaya, kehidupan sastra tentu saja dibangun oleh tokoh-tokoh sastra yang juga hidup dalam lingkungan kebudayaan Indonesia.

42 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Oleh karenanya, berbagai kiprah tokoh sastra tidak bisa tidak harus ditempatkan sebagai bagian dari perjuangan untuk memajukan kebudayaan Indonesia itu sendiri, yakni untuk mencapai kebudayaan yang lebih bermartabat. Sejurus dengan itu, pemilihan 33 tokoh sastra ini kiranya memiliki arti penting dalam upaya menempatkan peranan sastra dalam memperjuangkan martabat kebudayaan Indonesia yang lebih tinggi.

Kedua, dalam hampir semua buku sejarah sastra Indonesia, sorotan utama kerap bertumpu pada data biografis pengarang berikut senarai karya-karyanya, dan kadang-kadang sedikit ulasan atas karyanya. Tidak sedikit mereka yang menulis beberapa puisi, lalu menerbitkannya sendiri dalam bentuk stensilan, fotokopian, atau cetakan atas biaya sendiri, masuk pula dalam buku-buku dimaksud. Begitu banyak nama yang tercantum di sana, tanpa uraian memadai tentang kiprah dan peranan sosial-budayanya. Sementara itu, dalam buku-buku leksikon sastra Indonesia, peristiwa- peristiwa penting hanya ditulis dalam satu-dua paragraf. Akibatnya, selain uraiannya terasa kering, ada hal penting yang terabaikan, yaitu konteks historis di mana tokoh sastra memainkan peranan sosial, politik, dan budayanya.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 43 Berbeda dengan itu, pemilihan 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh ini menitikberatkan pada pengaruh dari kiprah, karya, dan gagasan yang dihasilkan tokoh sastra —sastrawan, kritikus, pemikir, ilmuwan, dan penggiat sastra. Dengan penitikberatan tersebut, tidak bisa tidak berbagai peristiwa di sekitar tokoh sastra digunakan sebagai landasan dan latar belakang, yang sebisa mungkin dapat melihat dan menjelaskan posisi sang tokoh, peranan yang dimaikannya, berikut pengaruh yang diberikannya. Di sinilah buku ini punya arti penting, yaitu dalam upaya menempatkan tokoh-tokoh sastra dalam peranan penting mereka bagi kehidupan budaya, sosial, politik, kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketiga, pemilihan 33 tokoh sastra ini mencoba menjawab pertanyaan atau keraguan masyarakat umum tentang peranan sastra dalam kehidupan. Secara agak khusus, ia juga mencoba meluruskan pandangan yang keliru bahwa kedudukan sastra hanyalah khayalan belaka, yang tak berkaitan dengan kehidupan konkret masyarakat. Semua tokoh yang dipilih di sini menunjukkan kiprah mereka —termasuk melalui karyanya— dalam kehidupan konkret. Dengan demikian, kegiatan ini memiliki arti penting untuk mengungkapkan

44 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH fakta sejarah yang terabaikan, yakni bahwa sastra Indonesia memainkan peranan penting dalam sejarah, mulai zaman pergerakan sampai zaman modern kini.

Keempat, mengingat yang dipertimbangkan di sini adalah peristiwa atau fenomena yang berkaitan dengan sastra Indonesia, di mana tokoh- tokoh sastra memainkan peranan di dalamnya atau bahkan ditimbulkan oleh kiprah mereka, maka kegiatan ini memiliki arti penting khususnya untuk melengkapi data, fakta, peristiwa, dan fenomena kesejarahan sastra berikut fakta historisnya. Seperti terlihat dari semua tulisan dalam buku ini, dalam berbagai peristiwa dan fenomena sosial, budaya, politik, dan sejarah, sastra memainkan peranan penting yang tak bisa diabaikan. Dengan demikian, buku ini dapat pula digunakan untuk melengkapi bahan pembelajaran sastra di sekolah. Pelajaran sejarah sastra di sekolah yang selalu berkutat pada nama pengarang dan karya-karyanya, dapat dilengkapi dengan penjelasan mengenai peristiwa atau fenomena penting dalam perjalanan sejarah kesusastraan Indonesia, yang untuk sebagian adalah juga perjalanan sejarah Indonesia itu sendiri.

Kelima, kebanyakan sastrawan, sarjana dan peminat sastra Indonesia tentu mengenal cukup

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 45 baik nama-nama tokoh sastra —khususnya dari kalangan sastrawan— terdahulu atau yang sezaman dengan mereka. Tetapi, tidak sedikit dari kalangan sastrawan, sarjana dan peminat sastra Indonesia yang hanya tahu tokoh-tokoh sastra dan karya-karyanya, namun kurang mengetahui kiprah dan peranan sosial-budaya-politik mereka. Jika di kalangan sastrawan dan pemerhati sastra saja terjadi hal seperti itu, bagaimana pula di kalangan masyarakat umum yang cuma tahu sastra secara sayup-sayup. Dengan buku ini setidaknya kami berharap agar para sastrawan, sarjana sastra, peminat sastra, guru sastra, dan masyarakat pada umumnya, lebih mudah melihat peranan dan pengaruh tokoh-tokoh sastra dalam kehidupan luas.

Dalam konteks itu semua, buku ini dilengkapi dengan indeks, sehingga pada dasarnya dapat digunakan sebagai sumber informasi bersifat ensiklopedis mengenai sejarah sastra Indonesia sejak awal abad ke-20.

*** Kami menyadari, bukan tak mungkin akan muncul sejumlah kritik, keberatan, dan bahkan penolakan terhadap pilihan kami atas 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh ini. Kegiatan

46 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH sejenis ini memang cenderung polemis dan memancing kontroversi. Apalagi bila pandangan seseorang atau sekelompok orang didasarkan atas sudut pandang, perspektif, pertimbangan, dan kriteria yang berbeda. Suara apa pun sebagai tanggapan terhadap pendapat Tim 8 ini kiranya akan menyuburkan diskusi dan polemik yang akan menyehatkan tradisi intelektual kita. Perbedaan pandangan jelas memiliki arti penting khususnya untuk memperkaya wawasan dan pengetahuan kita, sekaligus untuk mendewasakan sikap kita dalam menghadapi perbedaan.

Bagaimanapun, kegiatan dan buku ini merupakan upaya menawarkan sesuatu yang baru. Bukankah dalam sejarah kesusastraan Indonesia hal semacam ini belum pernah ada? Jadi, kegiatan ini merupakan rintisan yang semoga saja dapat memberikan inspirasi bagi berbagai pihak untuk melakukan hal sejenis, baik di bidang sastra maupun bidang-bidang lain seperti teater, film, seni rupa, musik, tari, dll. Demikianlah setidaknya kami berharap. []

Cisarua, 3 Maret 2013

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 47 Tim 8

Ketua Jamal D. Rahman

Anggota Acep Zamzam Noor Agus R. Sarjono Ahmad Gaus Berthold Damshäuser Joni Ariadinata Maman S. Mahayana Nenden Lilis Aisyah

Sumber: inspirasi.co, 7 Januari 2014

48 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Penutup Buku 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh

Oleh: Tim 8

Yang Indah dan yang Luput

Setelah 33 tokoh sastra pilihan Tim 8 dipaparkan, tibalah kini penutup buku. Dalam pengantar telah dikatakan bahwa memilih 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh ternyata tidak mudah, betapapun Tim 8 telah merumuskan beberapa pertimbangan dan menetapkan kriteria. Sekali lagi, masalahnya adalah bahwa mungkin saja seorang sastrawan tak diragukan lagi kedudukan pentingnya dalam sastra Indonesia karena karya- karyanya sangat berhasil dan meyakinkan secara estetis. Namun kenyataannya tidak semua tokoh sastra yang karyanya mencapai tingkat estetis yang sangat mengesankan memenuhi kriteria yang kami tetapkan, khususnya menyangkut lingkup pengaruhnya.

Ternyata beberapa tokoh sastra(wan) sangat mengesankan dari segi karya, namun pengaruh dan dampaknya relatif terbatas secara sosial dan budaya. Sebaliknya, beberapa tokoh lain tidak begitu mengesankan dari segi karya, bahkan sama

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 49 sekali bukan sastrawan, namun dilihat dari lingkup pengaruhnya di bidang sastra, mereka menempati posisi penting bahkan tak terbantahkan sebagai tokoh sastra paling berpengaruh.

Di bawah ini adalah tokoh-tokoh sastra yang dalam perdebatan Tim 8 cukup alot didiskusikan untuk dipilih dan dimasukkan ke dalam 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh. Sebagian dari mereka jelas mencapai tingkat estetis yang sangat indah dan mengesankan, dan sampai batas tertentu berpengaruh pula. Sebagian yang lain sangat menonjol bukan terutama karena karya sastra mereka yang mengesankan, bahkan sama sekali bukan karena karya sastra mereka, melainkan karena kiprah tak kenal lelah dan dedikasi mereka yang sangat tinggi di dunia sastra.

Sampai batas tertentu jelas mereka semua berpengaruh, tapi dalam pandangan kami pengaruh mereka tidak sebesar dan seluas 33 tokoh sastra yang kami pilih. Itu sebabnya mereka luput dari pilihan kami. Bagaimanapun, mereka semua sangat kami pertimbangkan dalam pemilihan ini.

Utuy Tatang Sontani (l. 1920). Sastrawan ini menulis novel dan cerpen, namun terutama dikenal luas di masa revolusi dengan drama-dramanya.

50 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Dramanya yang terkenal adalah Suling (1948), Bunga Rumah Makan: Pertundjukan Watak dalam Satu Babak (1948), Awal dan Mira: Drama Satu Babak (1952), Sayang Ada Orang Lain (1954), Di Langit Ada Bintang (1955), Sang Kuriang: Opera Dua Babak (1955), Si Kabajan: Komedi Dua Babak (1959), Tak Pernah Mendjadi Tua (1963), Manusia Kota: Empat Buah Drama (1961). Ia juga menulis novel antara lain Tambera (1948), Selamat Djalan Anak Kufur (1956), Si Kampeng (1964), Si Sapar (sebuah novelet tentang kehidupan penarik becak di Jakarta, 1964), Kolot Kolotok. Sementara, kumpulan cerpennya adalah Orang-orang Sial: Sekumpulan Tjerita Tahun 1948- 1950 (1951), dan Menuju Kamar Durhaka (2002). Ia adalah sastrawan generasi ‘45 yang terkemuka dan dramanya banyak dipentaskan baik pada masa itu maupun masa kemudian. Namun akibat Pecahnya G30S pada 1965 di Indonesia, ia —yang bersama sejumlah pengarang dan wartawan Indonesia menghadiri perayaan 1 Oktober di Beijing atas undangan pemerintah Tiongkok— tak bisa pulang. Ia kemudian pergi ke Moskow dan menulis sambil mengajar di sana. Utuy wafat di Moscow, dan sebagai penghormatan, nisannya ditempatkan sebagai nisan pertama di pemakaman Islam pertama di Moscow. Di Bawah Langit Tak Berbintang (2001) merupakan memoar dan otobiografi mengenai kehidupannya sebagai orang usiran.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 51 Sitor Situmorang (l. 2 Oktober 1924). Di bidang puisi dia jelas maestro. Puisi-puisinya indah dan mengesankan, misalnya “Bunga di Atas Batu”, “Lagu Gadis Itali”, “Si Anak Hilang”, dan “Catedrale de Chartes.” Jumlah karya dan buku puisinya pun terbilang banyak, seperti Surat Kertas Hijau, Dalam Sajak atau Wajah Tak Bernama. Selain menulis sajak, Sitor menulis cerpen dan drama yang juga mengesankan. Dalam organisasi seniman, dia aktif sebagai Ketua Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN). Namun, sebagian besar masa kreatifnya dijalaninya di luar Indonesia, yang sedikit-banyak pastilah memutus hubungan sang penyair dengan khalayaknya, dan paling tidak untuk sebagian mengakibatkan relatif terbatasnya pengaruh Sitor Situmorang sendiri.

AA Navis (l. 17 November 1924). Dia menggebrak sastra Indonesia dengan cerpennya “Robohnya Surau Kami.” Tapi yang dia gebrak sesungguhnya adalah faham keagamaan atau cara beragama dalam tradisi Islam yang cenderung formalistik ketimbang substantif. Cerpen tersebut jelas menunjukkan pemikiran Navis yang sangat maju tentang cara beragama, dan itu dikemukakannya lewat sastra. Dan selanjutnya dia dikenal sebagai pengarang dan pemikiran yang sangat tajm dan kritis. Di samping menulis cerpen, dia novel, puisi,

52 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dan esai sosial-budaya. Buku kumpulan cerpennya, Robohnya Surau Kami (1955), Bianglala (1963), Hujan Panas dan Kabut Musim (1990), Jodoh (1999), Kabut Negeri si Dali (2001), dan Bertanya Kerbau Pada Pedati (2002). Novelnya, Kemarau (1967), Saraswati: Si Gadis dalam Sunyi (1970), dan Gerhana (2004). Sedangkan buku kumpulan puisinya, Dermaga dengan Empat Sekoci (1975). Cerpen-cerpennya kemudian dikumpulkan dalam Antologi Lengkap Cerpen A.A. Navis (2004).

Asrul Sani (l. 1926). Dia dikenal sebagai pengarang cerpen dan dramawan, selain sebagai penulis skenario dan sineas. Asrul Sani mulai dikenal lewat antologi puisinya bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin, Tiga Menguak Takdir. Dikenal pula lewat buku cerpennya, Dari Suatu Masa Dari Suatu Tempat. Puisi dan cerpennya dibicarakan secara khusus oleh kritikus M.S. Hutagalung dalam sebuah buku berjudul Tanggapan Dunia Asrul Sani. Namun, kemudian ia lebih dikenal sebagai penulis skenario film, dan berkali-kali mendapat Piala Citra, lambang supremasi perfilman Indonesia. Pengaruhnya yang besar sangat tampak di bidang film. Karya dramanya yang terkenal adalah Mahkamah. Ia juga dikenal berkat Surat Kepercayaan Gelanggang yang digagas dan dirumuskannya.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 53 Ramadhan KH (l. 1927). Dia terkenal dengan buku puisinya Priangan Si Jelita. Ia menulis novel berjudul Ladang Perminus mengenai korupsi di perusahaan minyak negara. Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan Anggota Akademi Jakarta. Melalui dua lembaga inilah dia memainkan peranan penting, tidak saja dalam dunia sastra, melainkan juga di dunia seni dan kebudayaan yang lebih umum. Dalam arti tertentu, melalui peranannya dalam dua lembaga tersebut dia memberikan pengaruh dan dampak pada sastra dan seni Indonesia. Kecuali itu, kiprah yang membuatnya lebih terkenal terutama adalah buku- buku biografinya, termasuk biografi Ali Sadikin dan biografi Soeharto. Ia pun —bersama Berthold Damshäuser— mulai membangun jembatan sastra antara Indonesia dan Jerman, misalnya melalui antologi puisi Jerman yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan antologi puisi Indonesia yang diterjemahkan ke bahasa Jerman.

Y.B. Mangunwijaya (l. 6 Mei 1929). Dia dikenal terutama melalui novelnya yang meyakinkan, Burung-Burung Manyar (1981). Novelnya yang lain adalah Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa (1983), Roro Mendut, Durga Umayi, dan Burung-Burung Rantau (1992). Dia kerap menawarkan gagasan-gagasan

54 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH baru. Dalam Burung-burung Rantau, misalnya, pria yang akrab disapa Romo Mangun ini mengajukan apa yang disebutkan generasi pasca-Indonesia, yakni generasi yang tidak hanya terkungkung oleh keindonesiaan. Bukunya Sastra dan Religiositas mendapat penghargaan buku non-fiksi terbaik di tahun 1982, dan menjadi rujukan penting setiap pembicaraan tentang relijiusitas. Dia adalah juga pembela rakyat kecil (wong cilik) yang gigih, sehingga di zaman Orde Baru dia beroposisi dengan penguasa. Dengan semua kiprahnya di bidang humaniora, demokrasi dan kemanusiaan, dia mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay dari Filipina, 1996.

Toto Sudarto Bachtiar (l. 12 Oktober 1929). Sebagai penyair, dia menghasilkan sajak-sajak master piece, misalnya ”Ibu Kota Senja”, “Gadis Peminta- minta”, “Pahlawan Tak Dikenal”, dan “Malam Laut.” Pada dasarnya penyair ini memang tidak gemar memasuki ruang yang berkaitan dengan hajat orang banyak —organisasi, komunitas, lembaga, media, dan sejenisnya. Karya-karyanya yang indah pun tidak ditulis dalam semangat avant garde atau upaya pembaruan ekstrem tertentu. Buku puisinya adalah Suara dan Etsa. Selain sebagai penyair yang bagus, Toto Sudarto Bachtiar adalah penerjemah yang

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 55 bagus sebagaimana terlihat pada terjemahannya atas novel Farewell to Arm Ernest Hemingway.

Umar Kayam (l. 1932). Kemaestroannya tak dapat diragukan lagi. Cerpen-cerpennya nyaris seluruhnya bermutu tinggi, terutama yang terkumpul dalam Seribu Kunang-kunang di Manhattan (1972) dan Sri Sumarah dan Bawuk (1975). Selain kuat, cerpen-cerpennya pun ditandai oleh kehangatan kemanusiaan dan bahasa yang memukau. Novelnya Para Priyayi menjadi perbincangan dan dianggap novel mengenai priyayi Jawa yang kuat. Guru Besar Universitas Gajah Mada yang pernah menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan RI ini juga menulis esai dan kolom. Kolom tetapnya di Kedaulatan Rakyat terbit dalam serangkaian buku, yakni Mangan Ora Mangan Kumpul, Sugih Tanpa Banda, Madhep Ngalor Sugih Ngadep Kidul Sugih, serta Satrio Piningit. Karyanya yang lain adalah buku cerita anak Totok dan Toni (1975), kumpulan cerpen Parta Karma (1997), dan novel Jalan Menikung (2000).

Wing Karjo (l. 23 April 1937). Puisi-puisi penyair ini cukup mengesankan, terutama sajak- sajaknya yang terkumpul dalam Selembar Daun (1974) dan Perumahan (1975). Kumpulan puisinya yang lain adalah Fragmen Malam (1997). Ia juga

56 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH menerjemahkan Sajak-sajak Perancis Modern dalam Dua Bahasa (1972) dan karya mashur Antoine St. Exupery, Pangeran Kecil (1979). Dia pernah menjabat Pembantu Dekan Universitas Padjadjaran, . Dan antara tahun 1984-1990 dia diundang ke Jepang sebagi Guru Besar di Tokyo University of Foreign Studies.

Budi Darma (l. 25 April 1937). Dia adalah pengarang cerpen dan novel yang sangat menonjol, di samping pengarang esai dan kritik. Cerpen- cerpennya yang khas sejak “Kritikus Adinan” sampai belakangan ini menempatkan Budi Darma sebagai sastrawan yang hebat. Ini belum ditambah dengan novelnya, terutama Olenka (1983). Kumpulan cerpennya yang memukau adalah Orang-orang Bloomington (1980). Karyanya yang lain adalah kumpulan cerpen Kritikus Adinan (2002), Fofo & Senggring (2005), dan Laki-laki Lain dalam Sepucuk Surat (2008). Novelnya yang lain adalah Rafilus (1988) dan Ny.Talis (1995). Esai-esainya pun tajam, khususnya yang terkumpul dalam Soliloqui (1983). Buku esainya yang lain adalah Sejumlah Esai Sastra (1984), Harmonium (1995), Moral dalam Sastra (1981), dan Art and Culture in : A Brief Introduction (1992). Guru Besar Universitas Negeri Surabaya yang pernah menjadi Rektor IKIP Surabaya

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 57 ini, adalah sastrawan terkemuka. Dia adalah maestro sastra Indonesia.

Saini KM (l. 1938). Tidak diragukan lagi dia adalah penyair, dramawan, maupun inspirator. Sajak- sajaknya yang konvensional dan kuat sebagaimana terlihat dalam Nyanyian Tanah Air (1968) dan Rumah Cermin (1979), misalnya, atau sajak protes sosialnya sebagaimana terkumpul dalam Sepuluh Orang Utusan (1989), menempatkan Saini KM sebagai sosok yang tidak diragukan ketokohannya. Hal ini masih ditambah dengan drama-dramanya seperti Pangeran Geusan Ulun (1963), Ben Go Tun (1977), Siapa Bilang Saya Godot (1977), Egon (1978), Serikat Kacamata Hitam (1979), Restoran Anjing (1979), Sebuah Rumah di Argentina (1980), Sang Prabu (1981), Panji Koming (1984), Ken Arok (1985), Amat Jaga (1985), Syekh Siti Jenar (1986), plus dua drama anak-anak Kerajaan Burung (1980) dan Kalpataru (1981). Esai-esainya yang telah terbit adalah Beberapa Gagasan Teater (1981), Beberapa Dramawan dan Karyanya (1985), Apresiasi Kesusastraan (1986), Protes Sosial dalam Sastra (1986), Teater Modern Indonesia dan Beberapa Masalahnya (1987), dan Puisi dan Beberapa Masalahnya (1994). Ia juga pernah menjadi redaktur majalah Mangle dan redaktur kebudayaan harian Harapan Rakyat (1967-1969).

58 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Sejak 1979 ia mengasuh kolom “Pertemuan Kecil” di Pikiran Rakyat. Tulisan-tulisannya mengenai sajak dan kepenyairan dalam kolom itu memberikan pengaruh besar pada kepenyairan dan perpuisian, terutama di Jawa Barat.

Danarto (l. 1940). Tak seorangpun akan meragukan kualitas dan nama besarnya. Kemunculannya lewat kumpulan cerita pendek Godlob (1975) menjadi fenomena tersendiri. Kumpulan cerpennya yang lain adalah Adam Ma’rifat (1982), Berhala (1987), Gergasi (1996), dan Setangkat Melati di Sayap Jibril (2000). Adapun novelnya adalah Asmaraloka (1987). Catatan perjalanan naik hajinya terbit dengan judul Orang Jawa Naik Haji (1983). Danarto adalah lambang kecemerlangan dalam menggali kebudayaan Jawa, khususnya mistisismenya, untuk sastra Indonesia modern. Karya-karyanya memadukan realisme dengan fantasi, dunia “atas” dengan dunia “bawah”, dunia lahir dengan dunia batin, bahkan manusia dengan Tuhan —dengan spirit manunggaling kawulo-Gusti. Di tangannya, apa yang tak mungkin dalam cerpen jadi mungkin; apa yang mustahil jadi niscaya.

Rida K. Liamsi (l. 17 Juli 1943). Dia mulai menulis puisi sejak usia 16 tahun ketika ia berada

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 59 di SMP dan mempublikasikan karya-karyanya di majalah sekolah. Baru pada tahun 1968 Rida K Liamsi mulai menerbitkan karya-karyanya di majalah sastra Horison, Solarium, Zaman, Aktuil dan surat kabar nasional seperti Indonesia Raya dan Suara Karya. Beberapa antologi puisinya antara lain: Jelaga (1978), Ode X (1971), Tempuling (2003), Perjalanan Kelekatu (2007), dan Rose (2013). Novelnya adalah Bulang Cahaya (2008). Sastrawan yang telah membacakan puisinya di Malaka, Kuala Lumpur, Seoul, Hanoi, dan Ha Long ini, mendirikan Yayasan Sagang. Selain menerbitkan majalah sastra Sagang, secara rutin setiap tahun yayasan tersebut memberikan penghargaan kepada penulis dan seniman yang berlatar belakang budaya Melayu. Yayasan ini juga mensponsori berbagai kegiatan budaya di Riau. Belakangan, Chairman di Riau Pos Group dan Presiden Direktur PT Jawa Pos National Network (JPNN) serta Presiden Direktur PT Indopos Media Press ini menjadi salah seorang inisiator Hari Puisi Indonesia dan dengan group Indopos-nya memberi Anugerah Hari Puisi Indonesia bagi buku puisi terbaik di Indonesia. Rida K. Liamsi tak pelak memberikan pengaruh besar dalam kehidupan sastra dan budaya di Riau khususnya, dan wilayah budaya Melayu umumnya.

60 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Kuntowijoyo (l. 18 September 1943). Menulis puisi, cerpen, novel, drama, dan esai, dia adalah sastrawan yang kuat. Di antara karya terbaiknya adalah Khotbah di Atas Bukit (1976). Dia mendapat banyak penghargaan baik dengan cerpen, novel, maupun dramanya. Di antaranya adalah Penghargaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1999), SEA Write Award (1999), dan Penghargaan Majelis Sastra Asia Tenggaran, atas novelnya Mantra Penjinak Ular (2001). Di samping dikenal sebagai sastrawan dan sejarawan, dia adalah juga pemikir sastra yang tajam. Di antara pemikirannya yang orisinal adalah apa yang disebutnya Sastra Profetik, yang didiskusikan oleh beberapa kritikus sastra dan kemudian dirumuskannya dalam sebuah esai yang bagus, “Maklumat Sastra Profetik” (Horison, Mei 2005).

Fredie Arsi (l. 20 Juli 1944). Dia adalah tokoh yang sangat jarang disebut padahal peranannya sangat besar dalam menghidupkan musikalisasi puisi di Indonesia. Di kalangan aktivis musikalisasi di berbagai wilayah Indonesia ia disapa sebagai Papa, dan mereka memang mengakuinya sebagai Bapak Musikalisasi Puisi Indonesia. Aktivitasnya yang tak putus-putus dalam menghidupkan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 61 musikalisasi puisi dimulainya dengan mendirikan kelompok musikasasi puisi bernama Davies Sanggar Matahari. Kelompok ini telah melahirkan sejumlah album musikalisasi puisi. Selepas itu, nyaris sepanjang hidupnya dia mendedikasikan diri untuk memberi bengkel kerja musikalisasi puisi dan memotivasi berbagai kelompok musikalisasi puisi di Indonesia. Selain di kalangan umum, mahasiswa, dan pelajar, ia kerap hadir di wilayah-wilayah yang terkena bencana untuk mendampingi para korban dengan musikalisasi puisi dan kegiatan budaya lainnya. Bersama sejumlah seniman, ia mendirikan Komunitas Musikalisasi Puisi Indonesia (KOMPI), dengan banyak cabang dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota bahkan kecamatan di seluruh Indonesia. Tak syak lagi, dialah tokoh sastra yang telah mengukuhkan musikalisasi puisi sebagai fenomena baru dalam sastra Indonesia modern.

A. Mustofa Bisri (l. 10 Agustus 1944). Seorang penyair yang juga ulama, atau ulama yang juga penyair. Di samping itu, dia adalah penulis cerpen, esai keagamaan, dan pelukis. Buku kumpulan cerpennya adalah Lukisan Kaligrafi. Buku puisinya antara lain Ohoi: Sajak-sajak Balsem dan Pahlawan dan Tikus. Apa yang khas pada puisi pria yang akrab disapa Gus Mus ini adalah kritik-kritik sosialnya

62 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH yang keras namun lembut, serius namun jenaka. Sebagai ulama, dia memimpin Pondok Pesantren Raudhatut Thalibin di Rembang, Jawa Tengah. Dia adalah tokoh NU yang disegani. Di samping kerap tampil membacakan pusi, tentu saja dia kerap pula memberikan ceramah agama di berbagai daerah hingga pelosok-pelosok desa. Dengan seluruh kiprahnya, tak syak lagi dia adalah tokoh yang berpengaruh. Dan dia meraih gelar Doktor Honoris Causa dari UIN Sunan Kalijogo, .

D. Zawawi Imron (l. 1946). Dia dikenal dengan sajak-sajak lirisnya, seperti Semerbak Mayang (1977), Madura Akulah Lautmu (1978), Celurit Emas (1980), Bulan Tertusuk Lalang (1982), Nenek Moyangku Airmata (1985), Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996), Lautmu Tak Habis Gelombang (1996), Madura Akulah Darahmu (1999), Lautmu Tak Habis Gelombang (2000). Ia juga menulis esai, di antaranya Sate Rohani dari Madura: Kisah-kisah Religius Orang Jelata (2001), Soto Sufi dari Madura: Perspektif Spiritualitas Masyarakat Desa (2002), dan Jalan Hati Jalan Samudera (2010). Di antara puisinya yang mengesankan adalah “Ibu”, “Madura Akulah Darahmu”, “Zikir”, dan “Sungai Kecil.” Bukunya Bulan Tertusuk Lalang menginspirasi Garin Nugroho, seorang sutradara film kenamaan,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 63 untuk filmnya yang kemudian diberinya judul Bulan Tertusuk Ilalang. Sebagai penyair, dia telah menerima sejumlah penghargaan, di antaranya SEA Write Award dari Thailand. Di samping itu, dia adalah juga mubalig yang memberikan ceramah agama di berbagai daerah di Indonesia.

Ahmad Tohari (l. 1948). Karyanya, Ronggeng Dukuh Paruk, merupakan salah satu novel Indonesia yang cemerlang. Novel ini sebelumnya terdiri dari trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala. Novel ini sudah dua kali diangkat ke layar lebar dengan judul Darah dan Mahkota Ronggeng dan Sang Penari. Novelnya yang lain adalah Kubah (1980), Di Kaki Bukit Cibalak (1986), Lingkar Tanah Lingkar Air (1995), Bekisar Merah, dan Orang-orang Proyek (2002). Selain menulis novel, Ahmad Tohari juga produktif menulis cerpen, antara lain terkumpul dalam Senyum Karyamin (1989) dan Nyanyian Malam (2000). Dia juga produktif menulis kolom. SEA Write Award adalah satu dari banyak penghargaan yang telah diterimanya.

N. Riantiarno (l. 6 Juni 1949). Dia adalah dramawan yang terkenal, sangat produktif, dan pertunjukan teaternya selalu dipadati penonton

64 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH selama berhari-hari. Karya dramanya adalah Rumah Kertas, J.J Atawa Jian Juhro, Maaf. Maaf. Maaf, Kontes, Opera Kecoa, Bom Waktu, Opera Julini, Konglomerat Burisrawa, Pialang Segitiga Emas, Suksesi, Opera Primadona, Sampek Engtay, Banci Gugat, Opera Ular Putih, RSJ atau Rumah Sakit Jiwa, Semar Gugat, Opera Sembelit, Presiden Burung-Burung, Republik Bagong, Cinta yang Serakah, dan lain-lain. Ia juga menulis novel, antara lain Percintaan Senja, Cermin Merah, Cermin Bening, Primadona, dan Cermin Cinta. Kumpulan cerpen dan noveletnya adalah Fiksi di Ranjang Bayi. Bahasannya tentang teater terbit dalam Teguh Karya dan Teater Populer, dan Menyentuh Teater: Tanya Jawab Seputar Teater Kita.

Ratna Sarumpaet (l. 16 Juli 1949). Perempuan baja ini adalah penulis naskah drama dan novel, dan sutrada Teater Satu Merah Panggung yang didirikannya tahun 1974. Juga sutradara film. Novelnya adalah Maluku Kobaran Cintaku. Di antara dramanya yang terkenal dan dipentaskan di berbagai kota di Jawa dan Sumatera adalah Marsinah Menggugat, sebuah protes atas fakta terbunuhnya Marsinah, seorang buruh di Sidoarjo, Jawa Timur, yang sangat kritis dalam memperjuangkan hak-hak buruh di zaman Orde Baru. Dia pernah menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Ratna dikenal pula

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 65 sebagai aktivis hak asasi manusia, demokrasi, dan kebebasan. Karena aktivitasnya, dia beberapa kali dipenjara dan berurusan dengan aparat keamanan. Karya-karyanya, baik drama, pentas teater, maupun novelnya adalah perlawanan terhadap berbagai hal yang mengancam kemanusiaan, demokrasi, dan kebebasan.

Hamid Jabbar (l. 27 Juli 1949). Dia penyair yang agak nyentrik khususnya dalam pembacaan puisi: memakai gendang, menyanyikan puisinya dengan gaya Minangkabau, jazz atau blues. Di antara puisinya yang indah adalah “Indonesiaku” dan “Sajak dalam Sajak.” Banyak puisinya bersifat tipografis, termasuk puisinya yang indah itu, yang tentu menunjukkan pentingnya tipografi bagi penyair ini. Dia pernah duduk di Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan menjadi redaktur senior majalah sastra Horison. Dia telah menerbitkan 6 buku puisi. Puisi- puisi terbaiknya kemudian diterbitkan dengan judul Indonesiaku (2004) setelah kepergian sang penyair, 23 Mei 2004. Dia pernah menghadiri forum-forum puisi internasional, antara lain di Belanda dan Iraq. Juga menerima penghargaan, antara lain dari Pusat Bahasa. Dia adalah salah seorang arsitek program Sastrawan Bicara Siswa Bertanya (SBSB), program Horison membawa sastra dan sastrawan ke sekolah

66 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dan pesantren di seluruh pelosok Indonesia sejak tahun 2000, yang terus berjalan sampai sekarang. Dia adalah penyair yang wafat saat membacakan puisi di kampus UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Seno Gumira Ajidarma (l. 1958). Menulis cerpen, novel, dan esai, Seno seringkali menyuarakan kritik sosial lewat karya-karyanya. Kredonya adalah “ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara.” Demikianlah ketika pers tak berani memberitakan kekerasan yang dilakukan militer di Timor Timur akibat tekanan politik penguasa, dia menulis banyak cerpen seputar tema tersebut. Tetapi cerpennya kadang lembut juga. Dia memang menonjol dalam penulisan cerpen. Di antara karyanya adalah Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (1994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), Iblis Tidak Pernah Mati (1999), Matinya Seorang Penari Telanjang (2000), Sepotong Senja untuk Pacarku (2001). Novelnya adalah Negeri Senja (2003), Jazz, Parfum & Insiden (1996), Kitab Omong Kosong (2004), Kalatidha (2007). Pada tahun 1987, Seno mendapat SEA Write Award. Pada tahun yang sama dia memperoleh Dinny O’Hearn Prize for Literary.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 67 Wiji Thukul (l. 1963). Seorang penyair yang melalui puisi-puisinya bersuara keras menentang otoritarianisme Orde Baru, sehingga dia masuk daftar para aktivis yang paling dicari aparat keamanan. Rupanya dia adalah penyair yang paling ditakuti penguasa. Bersama masyarakat, dia memprotes pencemaran lingkungan akibat pabrik tekstil di kampungnya, Solo, Jawa Tengah. Dia membacakan puisi protesnya di mana saja, dari satu ke lain tempat. Di tahun 1989 dia diundang membacakan puisi di Goethe Institut, Jakarta, dan di tahun 1991 dia ngamen di Pasar Malam Puisi di Erasmus Huis, pusat kebudayaan Belanda di Jakarta. Di tahun 1991 dia menerima Wertheim Encourage Award dari Belanda. Puisi-puisinya semula tersebar dari tangan ke tangan di kalangan para aktivis HAM dan demokrasi, teman, dan pengagumnya, kemudian dikumpulkan dalam Aku Ingin Jadi Peluru (2000). Dia akhirnya hilang dan tak diketahui keberadaannya sampai sekarang.

Adapun nama-nama lain, baik mereka yang telah mencapai prestasi estetis tinggi di bidang sastra maupun yang berkiprah penuh dedikasi selama bertahun-tahun, tak mungkin untuk disebutkan semuanya, mulai Umbu Landu Paranggi, Sori Siregar, Hamsad Rangkuti, Husni Jamaluddin, Rahman Arge,

68 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Dorothea Rosa Herliany, , Soni Farid Maulana dan lain-lain. Demikian juga anggota tim 8 (yang atas pertimbangan dasar saja tak mungkin diperhitungkan sebagai tokoh berpengaruh), seperti Jamal D. Rahman, Acep Zamzan Noor, Agus R. Sarjono, Maman S. Mahayana, dan Joni Ariadinata.

Kami juga mencatat nama para penggerak sastra yang dengan penuh dedikasi bekerja keras demi kehidupan sastra di daerah masing-masing: Gol A Gong dengan Rumah Dunianya di Serang, Banten, Tarmizi dengan Komunitas Rumah Hitamnya di Batam, Kepulauan Riau, dan Sosiawan Leak dengan berbagai aktivitasnya yang berbasis di Solo, Jawa Tengah. Juga Dorothea Rosa Herliany yang selain merupakan penyair yang cukup penting telah memberi sumbangan berarti kepada maraknya kehidupan sastra dan budaya pada umumnya, misalnya melalui jejaring dan penerbit Indonesia Tera dan sebagai organisator berbagai festival dan kegiatan budaya, khususnya di Jawa Tengah. Tokoh-tokoh ini jelas memainkan peranan dan memberikan pengaruh bagi kehidupan sastra dan budaya, khususnya di daerah mereka masing- masing.

Demikianlah tokoh-tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh pilihan Tim 8 dengan segala

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 69 diskusi dan perdebatannya yang seru. Dengan beberapa alasan dan pertimbangan yang telah dikemukakan, apa boleh buat beberapa maestro sastra akhirnya tidak masuk dalam 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Niscaya dibutuhkan buku-buku lain, dengan pertimbangan dan kriteria berbeda, tentang tokoh-tokohnya, misalnya Tokoh Sastra Paling Kritis, Tokoh Sastra Paling Romantis, Sastrawan Paling Merakyat, dsb. Atau tentang karya sastra, misalnya Karya Sastra Indonesia Paling Mengesankan, Karya Sastra Indonesia Paling Relijius, Puisi Indonesia Paling Banyak Dibaca, Novel Indonesia Paling Romantis, 99 Puisi Indonesia Terbaik, dll. Demikianlah setidaknya kami sekali lagi berharap.

Betapa banyak hal yang harus dikerjakan dalam menangani dunia sastra Indonesia, dunia yang menginspirasi lahirnya bangsa namun kerap diabaikan, dilupakan, bahkan disingkirkan oleh bangsa itu sendiri. ***

Sumber: inspirasi.co, 7 Januari 2014

70 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Buku 33 Sosok Sastra Kibarkan Panji Sastra Indonesia ke Manca Negara

Pengantar

Sastrawan Maman S. Mahayana, yang awalnya adalah anggota Tim 8 yang menyusun buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, telah mengundurkan diri dari Tim 8. Karena beberapa alasan (lihat uraiannya di Bab 2), ia merasa menyesal terlibat di Tim 8.

Di bawah ini adalah kutipan dari tulisan atau surat Maman S. Mahayana awal Januari 2014, yang ia tulis dari Seoul, Korea Selatan, ketika masih merasa sebagai bagian dari Tim 8. Surat dari Maman itu sempat dibacakan ketika konferensi pers di PDS HB Jassin tanggal 3 Januari 2014, setelah buku selesai dicetak dan diluncurkan.

Dari tulisan Maman waktu itu sangat jelas bahwa:

· Ia bangga dengan selesainya buku ini. Bahkan ia yang sedang mengajar sastra di Korea Selatan mengumumkan bahwa

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 71 buku ini telah dijadwalkan menjadi salah satu sesi dalam International Conference in Commemoration of the 50th Anniversary of the Department of Malay-Indonesian Studies, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea,14-16 Mei 2014.

Dengan semangat ia menulis: “Ini sebuah acara reputasional yang akan dihadiri para pengamat sastra Indonesia dan para Indonesianis dari mancanegara. Jadi, ayo, datanglah ke Seoul, dan kibarkanlah panji kesusastraan Indonesia di sana, di hadapan para pengamat sastra Indonesia dan para Indonesianis dari manca negara!”

· Dalam proses pemilihan 33 tokoh, pro kontra di awal soal jumlah 33 tokoh, dan siapa saja yang layak selalu menjadi perdebatan. Namun setelah jumlah dan nama ditetapkan, Maman S. Mahayana setuju dan ikut menanda tanganinya. Jika ia tak setuju, tak mungkin pula ia membiarkan namanya masuk ke dalam team 8 yang kemudian dicetak dalam buku. Apalagi buku itu sempat ia banggakan untuk membawa panji sastra Indonesia ke tingkat dunia.

72 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Kesimpulannya: tidak benar pernyataan yang mengatakan Maman S. Mahayana sampai saat buku diterbitkan tidak setuju nama Denny J.A. masuk ke dalam list 33 tokoh sastra paling berpengaruh, karena surat keputusan 33 tokoh itu ia ikut tanda tangani.

Rangkuman Surat Maman S. Mahayana dari Seoul

Berikut ini adalah surat dari Maman S. Mahayana yang ditujukan terutama kepada rekan- rekannya di Tim 8 (Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshäuser, Jamal D. Rahman, Joni Ariadinata, dan Nenden Lilis Aisyah). Surat tertanggal 1 Januari 2014 itu diberi judul “Surat dari Seoul.”

Surat dimulai Maman dengan basa-basi tentang cuaca Seoul, yang dibekap musim dingin. Salju berulang kali mengguyur Seoul menutupi jalanan, tanah lapang, dan dedaunan. Meski mengaku terbiasa dengan hawa dingin, tak urung, Maman berpakaian selalu rangkap tiga. Sesudah basa-basi, Maman menyampaikan penyesalan mendalam dan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 73 permohonan maaf atas ketidakhadirannya dalam peluncuran buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

Maman mengaku sangat ingin untuk hadir dalam acara ini. Bagaimanapun, sebagai salah seorang tim penulis buku itu, Maman mengatakan, ia ikut bertanggungjawab atas pemilihan ke-33 tokoh itu, meski pemilihan itu bukanlah legitimasi. Kehadiran secara fisik bukanlah satu-satunya bentuk pertanggungjawaban, dan salah satu bentuk pertanggungjawaban itu –tulis Maman-- adalah suara dalam bentuk surat.

Sejak awal, kata Maman, ia menyadari betul bahwa menyusun senarai tokoh-tokoh penting dan berpengaruh dalam kesusastraan Indonesia, sungguh mustahak dilakukan. Bahkan terasa mendesak manakala posisi sastrawan atau mereka yang bergulat dalam kehidupan sastra, kerap dianggap angin lalu, bahkan lebih sering ditiadakan. Seolah-olah mereka tak punya peranan apa pun dalam perjalanan sejarah bangsa ini.

“Sementara itu, masyarakat pun masih saja terpesona pada profesi yang jelas menghasilkan sesuatu yang kasatmata. Menghasilkan sesuatu yang

74 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH kongkret: uang, misalnya, atau hiburan murahan!” tulis Maman.

Maman menggambarkan kondisi saat itu, di mana media massa hiburan berkejaran mengeksploitasi berita-berita comberan dunia selebritas. Sejumlah politikus berkoar-koar membohongi rakyat dan menguras uang negara. Di tengah hiruk-pikuk berbagai peristiwa yang memuakkan itu, Maman merasa, peran sastrawan perlu lebih ditegakkan dan disampaikan kepada khalayak. Tujuannya, kata Maman, bukan agar citra sastrawan dapat menggeser peran profesi lain. Namun, buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh coba menempatkan peranan sastrawan secara proporsional; bahwa sastrawan pun ambil bagian dalam pembangunan kebudayaan bangsa Indonesia.

Dalam perbincangan awal dengan rekan di Tim 8, Maman mengaku, ia menyadari bahwa siapa pun yang dipilih sebagai tokoh penting atau berpengaruh dalam kesusastraan Indonesia, ekornya akan menciptakan kontroversi. Tetapi, buku semacam itu tetap perlu disusun untuk memberi pandangan lain tentang kontribusi sastrawan atau mereka yang berkecimpung dalam dunia sastra,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 75 bagaimana sumbangan mereka bagi kehidupan kemasyarakatan, kebudayaan, dan kebangsaan Indonesia.

Maman mengungkapkan, jika ada yang tidak setuju dan nama-nama ke-33 tokoh dianggap kontroversial, ia tentu saja dapat memahaminya. Bahkan, kontroversi itu perlu dihadirkan, agar kehidupan kesusastraan Indonesia tetap semarak dengan wacana yang sehat dan konstruktif. Oleh karena itu, menurut Maman, hal yang penting dalam penyusunan buku seperti itu adalah argumen yang melandasinya, meski juga tetap membuka kemungkinan setuju atau tak setuju.

Dengan kesadaran itu, sejak rancangan awal penyusunan buku itu, kata Maman, pandangan subjektif Tim 8 tak terhindarkan, menciptakan pertengkaran tersendiri. Tetapi, berbagai argumen yang disampaikan masing-masing memberi pintu masuk untuk melakukan kompromi.

“Jadilah ke-33 tokoh yang terhimpun dalam buku ini adalah hasil kesepakatan Tim 8 itu. Ada sejumlah nama yang langsung mendapat aklamasi, ada yang cukup sulit disepakati, bahkan beberapa nama berakhir dengan pemungutan suara,” tulis

76 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Maman. Maman menjelaskan, proses penentuan ke-33 nama itu bergerak alot dalam kancah perdebatan yang seru, namun para anggota Tim 8 menikmati pertengkaran itu sebagai guyonan yang menyehatkan.

Bisa jadi akan muncul pertanyaan pada Tim 8: “Dalam kapasitas apa kalian memilih 33 nama tokoh sastra Indonesia yang paling berpengaruh?” Menurut Maman, jawaban atas pertanyaan itu mudah saja: “Kami merasa sebagai warga sastra Indonesia. Oleh karena itu, tidak bolehkah kami memberi apresiasi, penghargaan, dan rasa terimakasih kami kepada mereka yang, menurut kami, telah memberi pengaruh penting dalam perjalanan kesusastraan Indonesia, bahkan juga sejarah bangsa ini?”

Dalam suratnya, Maman sekali lagi menggarisbawahi, buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh itu bukanlah sebuah legitimasi, meski Maman pun menyadari, tak terhindarkan adanya tendensi ke arah sana. “Tetapi ya tidak apa-apa, bukankah langkah ini tidak merugikan siapa pun, alih-alih perlu sambil sekalian berharap, semoga saja buku ini bermanfaat bagi kehidupan bangsa kita,” tegas Maman.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 77 Ditambahkan oleh Maman, jadi siapa pun boleh setuju, boleh juga tidak. Mungkin ada beberapa nama yang dianggap “lebih tepat” dimasukkan ke dalam senarai di antara ke-33 nama itu; mungkin juga ada pandangan lain, bahwa ada nama-nama yang sebenarnya “belum” tepat dimasukkan ke sana.

Segalanya serba mungkin, tutur Maman. Tetapi jangan lupa, ujarnya, penekanan buku ini jatuh pada perkara pengaruh, dan tidak semata-mata pada karya atau konsep estetik. “Nah, berdasarkan pandangan atas pengaruhnya itulah, ke-33 nama itu, menurut kami —Tim 8— layak mendapat tempat. Jadilah muncul 33 nama,” tulisnya.

Mengapa tidak 10 atau 40 atau 100 nama? Jawab Maman: jika Tim 8 memilih 10 atau 11 nama, pertanyaan yang sama akan tetap muncul. Jadi, berapa pun nama yang dimunculkan, itu perkara relatif. Tak menjadi soal benar. Yang jelas adalah, berbuat sesuatu, seperti menyusun buku ini, jauh lebih penting daripada diam membeku atau sekadar omdo (omong doang). “Itulah dasar semangat kami menyusun buku ini,” tegasnya.

Di ujung suratnya, Maman menyampaikan, bahwa buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling

78 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Berpengaruh ini telah dijadwalkan menjadi salah satu sesi dalam International Conference in Commemoration of the 50th Anniversary of the Department of Malay-Indonesian Studies, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea,14-16 Mei 2014.

Menurut Maman, ini adalah sebuah acara reputasional yang akan dihadiri para pengamat sastra Indonesia dan para Indonesianis dari mancanegara. “Jadi, ayo, datanglah ke Seoul, dan kibarkanlah panji kesusastraan Indonesia di sana, di hadapan para pengamat sastra Indonesia dan para Indonesianis dari mancanegara!” tulis Maman, mengakhiri suratnya. ***

Sumber: inspirasi.co, 17 Januari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 79

BAB 2 Gerakan Kontra Buku

33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH

Petisi Yogyakarta - Menolak Buku “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh”

Berkaitan dengan terbit dan beredarnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (KPG, 2014) susunan Tim 8 yang terdiri dari Jamal D. Rahman (Ketua), Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshäuser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana, Nenden Lilis Aisyah (anggota), sejumlah kelompok mengajukan penolakan dan protes. Salah satu kelompok pemrotes itu yang mengatasnamakan pecinta sastra, guru bahasa dan sastra, ahli/kritikus sastra dan sastrawan, mengajukan petisi.

Petisi itu mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional untuk menunda atau menghentikan sementara waktu peredaran buku tersebut. Serta mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional untuk mengadakan atau memfasilitasi pengkajian ulang isi buku tersebut, yang di dalamnya termasuk pengujian validitas metode pemilihan 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

Yang dimaksud oleh pendukung petisi sebagai pengujian validitas metode pemilihan di

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 83 sana adalah pengujian terhadap ketepatan prinsip- prinsip metode, peraturan atau kriteria, postulat atau dalil, bukti, pembuktian, dan argumentasi.

Pendukung petisi juga mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional untuk mengambil langkah tegas pada buku tersebut hingga ke bentuk pelarangan edar secara permanen, sesuai mekanisme dan prosedur yang ada, termasuk hukum, apabila hasil pengujian menunjukkan adanya kesalahan fatal metode pemilihan dan isi buku tersebut.

Ada beberapa alasan yang disebutkan sebagai landasan pengajuan petisi itu. Alasan pertama, buku itu dianggap berpotensi menyesatkan publik Ada beberapa hal yang membuat buku ini disebut berpotensi menyesatkan publik:

Hal kesatu, menyangkut klaim assersif. Pada judul buku dituliskan 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, sementara tulisan-tulisan dalam buku ini dianggap oleh pendukung petisi sebagai tak menjelaskan kesuperlatifan pengaruh tokoh-tokoh tersebut, yang artinya tak terdapat perbandingan-perbandingan dengan pengaruh- pengaruh tokoh sastra lain dan apa yang membuat

84 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH pengaruh tokoh-tokoh tersebut mengatasi yang lain secara kuantitatif dan kualitatif. Beberapa tulisan dalam buku itu mengakui kesulitan membuktikan kesuperlatifan tokoh yang dibahas.

Hal kedua, menyangkut definisi dan kriteria yang tak definitif. Definisi kata “pengaruh” dan “tokoh sastra” yang longgar sehingga menciptakan kekaburan-kekaburan, baik mengenai “pengaruh,” “pengaruh tokoh-tokoh itu sebagai tokoh sastra,” maupun “ukuran kesuperlatifan pengaruh tokoh-tokoh sastra tersebut.” Pengusung petisi mengklaim, hampir seluruh tulisan dalam buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh tak dapat membedakan antara pengaruh dengan afek, efek, dan dampak, serta pengaruh tokoh-tokoh yang dibahas sebagai tokoh sastra dengan pengaruh peran mereka yang lain, maupun kesuperlatifan pengaruh peran mereka sebagai tokoh sastra di antara pengaruh-pengaruh tokoh sastra lain. Ketidakjelasan definisi dan kriteria mengenai tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh didukung oleh pernyataan salah seorang anggota Tim 8, bahwa kriteria yang disusun sebenarnya ditujukan bagi pemilihan tokoh-tokoh fenomenal dalam sastra Indonesia.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 85 Pengusung petisi juga menuding, adanya konflik kepentingan yang membawa pada potensi kecurangan, di mana penaja buku ini adalah Denny J.A, dan Tim 8 memasukkan Denny J.A sebagai salah seorang tokoh sastra paling berpengaruh, meskipun ia tak memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam pemilihan ini.

Alasan kedua, menurut pengusung petisi, adalah buku ini mencederai integritas dan moral ahli sastra dan sastrawan, serta masyarakat Indonesia. Mempertimbangkan tiga hal yang dianggap dapat menyesatkan publik pada uraian sebelumnya, buku ini dianggap menunjukkan bahwa Tim 8 tak memiliki integritas dan tak bertanggung jawab atas pemilihan yang mereka lakukan dan buku yang mereka susun. Pertanggungjawaban terhadap pemilihan 33 tokoh sastra paling berpengaruh yang diberikan pada pengantar buku ini dianggap tidak dapat dipandang sebagai tanggung jawab, melainkan justru mengindikasikan kebalikannya.

Alasan ketiga, buku ini --dianggap pengusung petisi-- dapat menjadi preseden buruk. Buku ini dianggap dapat membuat publik berpikir bahwa klaim-klaim assersif sah untuk dilakukan, yang pada akhirnya akan memicu munculnya klaim-

86 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH klaim tak bertanggung jawab sejenis, baik yang disampaikan ke publik dalam bentuk buku maupun terbitan lainnya seperti artikel opini di media massa dan blog.

Walaupun buku ini dinyatakan oleh Tim 8 tak bertendensi menjadi buku ilmiah dan mempengaruhi sejarah, namun –menurut pengusung petisi-- pemilihan tokoh sastra paling berpengaruh, argumentasi-argumentasi dan usaha pembuktiannya dalam buku ini, bersifat kesejarahan yang ketika disebarluaskan secara masif ke masyarakat, ke sekolah-sekolah, tentu akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat akan sejarah sastra Indonesia, setidaknya menciptakan kebingungan--di sinilah sebenarnya nilai penting pemilihan dan penyusunan buku semacam ini bersifat ilmiah atau berlandaskan pada riset ilmiah. Selain itu, kata para pengusung petisi, apabila pemilihan dan buku ini tak bertendensi ilmiah, hal itu bukan berarti bebas dari keharusan menyusun atau menggunakan metode pemilihan yang valid, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kerja dan keputusan yang diambil dalam pemilihan ini, serta penyebaran buku ini ke publik.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 87 Para pengusung petisi mengajak segenap lapisan masyarakat Indonesia untuk ikut mendukung petisi ini, mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional mengambil tindakan yang telah disarankan. Masyarakat dan generasi masa depan Indonesia tidak seharusnya mendapat informasi yang salah, menjadi korban agenda dan kepentingan, kebodohan dan pembodohan, serta hilangnya integritas.

Petisi ini oleh para pengusungnya dipandang sebagai momentum untuk menyadari ketakbertanggungjawaban, immoralitas pada kasus-kasus sejenis yang selama ini telah terjadi, namun tak mendapat perhatian yang baik atau tersilap. Petisi ini diharapkan menjadi titik akhir bagi kesalahan-kesalahan serupa.

Petisi itu ditandatangani di Yogyakarta, 7 Januari 2014. Inisiator Penanda tangan Petisi ada enam orang. Mereka adalah: Saut Situmorang, Dwi Cipta, Eimond Esya, Faruk HT, Nuruddin Asyhadie, dan Wahyu Adi Putra Ginting.

Lampiran Informasi:

http://nasional.kompas.com/read/2014/01/07/1322261/ Kontroversi.Denny.JA.Masuk.33.Tokoh.Sastra.Berpengaruh.

88 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Ramai.di.Twitter http://www.tempo.co/read/kolom/2014/01/09/1032/Rekayasa- Sastra http://www.portalkbr.com/berita/nasional/3082096_4202.html http://www.portalkbr.com/berita/nasional/3082096_4202.html http://www.merdeka.com/peristiwa/sastrawan-yogya-tulis-surat- terbuka-untuk-denny-ja.html http://www.antaranews.com/berita/412387/33-tokoh-sastra- dinobatkan-paling-berpengaruh-di-indonesia http://www.kandhani.net/2014/01/6-tokoh-yang-harusnya- punya-pengaruh.html http://www.portalkbr.com/berita/nasional/3082061_4202.html http://www.portalkbr.com/berita/perbincangan/3085043_4215. html http://www.merdeka.com/peristiwa/buku-33-tokoh-sastra-kado- ulang-tahun-ke-51-denny-ja.html http://www.indopos.co.id/2014/01/dikritik-di-media-sosial- menjadi-tranding-topic.html http://boemipoetra.wordpress.com/2014/01/06/beberapa- catatan-atas-judul-33-tokoh-sastra-indonesia-paling- berpengaruh/ http://www.merdeka.com/peristiwa/sastrawan-yogya-tulis-surat- terbuka-untuk-denny-ja.html https://www.facebook.com/kyaigaulabiz/ posts/338384436302500?comment_id=1521952¬if_t=like http://tikusmerah.com/?p=1062 http://boemipoetra.wordpress.com/2012/09/15/tentang-puisi- esai/ http://indriankoto.blogspot.com/2012/06/puisi-esai-jenis- apalagi-nih-oom.html http://en.wikipedia.org/wiki/An_Essay_on_Criticism http://bukubichara.com/yang-membingungkan-di-awal-tahun- 33-tokoh-sastra-indonesia-paling-berpengaruh/

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 89 http://www.firmanvenayaksa.com/2014/01/rekayasa-sastra-koran- tempo-9-januari.html http://www.voiceofbandung.com/berita-248-ada-penistaan- terhadap-sejarah-sastra-dalam-33-tokoh-sastrawan-itu.html http://radiobuku.com/2014/01/perang-terbuka-dengan-tim-8- buku-33-tokoh-sastra-indonesia-paling-berpengaruh/ https://www.facebook.com/dwi.cipta.5/ posts/10201561563855868?comment_id=5846158&offset=0&total_ comments=110 https://www.facebook.com/eimond.esya/ posts/10202998702952274?comment_id=7738740&offset=0&total_ comments=250 https://www.facebook.com/aslaksana/posts/574524715966842 http://hrcak.srce.hr/file/83912

Sumber:

https://boemipoetra.wordpress.com/2014/01/14/ petisi-menolak-buku-33-tokoh-sastra-indonesia- paling-berpengaruh/ (14 Januari 2014)

Notes: Petisi ini juga disebarkan meluas di media sosial.

90 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Pernyataan Sikap #Sumsel Menolak Pembodohan

Selain di Yogyakarta, gerakan serupa juga muncul di Sumatera Selatan. Sebuah kelompok bernama #SUMSEL MENOLAK PEMBODOHAN memprotes penerbitan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Kelompok ini mengatasnamakan sastrawan, kritikus sastra, guru Bahasa dan Sastra, pecinta sastra, musisi, dosen, mahasiswa dan pelajar, yang berdomisi dan berasal dari Provinsi Sumatera Selatan.

Mereka mengajukan pernyataan sikap pada 8 Februari 2014, berisi gugatan dan penolakan atas peredaran buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh karena sejumlah alasan. Karena alasan yang disampaikan persis sama dengan petisi yang diusung pegiat sastra Yogyakarta, maka alasan- alasan itu tidak akan diulang di sini. Hal yang dimuat di bawah hanyalah tuntutan yang diajukan.

Kelompok #Sumsel menuntut agar Tim 8 memberikan pertanggungjawaban ilmiah, pertanggungjawaban moral, dan memverifikasi serta mengevaluasi ulang isi keseluruhan buku 33

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 91 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh tersebut. Kelompok ini juga mendesak Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia untuk menghentikan peredaran buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh tersebut dari pasar nasional dan internasional.

Terakhir, kelompok #Sumsel ini mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan seluruh pemangku kepentingan Republik Indonesia agar segera mengambil langkah tegas pada buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh hingga ke bentuk pelarangan edar secara permanen, sesuai mekanisme hukum.

Kelompok #Sumsel mengatakan, pernyataan sikap mereka dibuat bukan atas dasar kebencian personal dan pemasungan hak berpikir, berpendapat, dan berekspresi atau sebagai upaya meminjam tangan kekuasaan untuk memberangus hak individu dan warga negara, melainkan sebagai tuntutan untuk meminta pertanggungjawaban akademis dan ilmiah atas buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Pernyataan sikap ini menurut kelompok #Sumsel disusun dan disampaikan ke publik luas dengan cara-cara yang demokratis sebagai bentuk kepedulian dan kecintaan terhadap sastra Indonesia.

92 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Pernyataan sikap ini ditandatangani di Desa Pagarsari Kecamatan Lahat, Sabtu, 8 Februari 2014. Ada 32 orang yang tercatat sebagai inisiator, yaitu:

1. Jajang R Kawentar (Penulis/Koordinator Aliansi) 2. Nurhayat Arif Permana (Penulis/ Palembang) 3. Febri Al Lintani (Penulis/Palembang) 4. Yadhi Rusmiadi Jashar (Penulis/Baturaja) 5. Benny Arnas (Penulis/Lubuk Linggau) 6. Ahmad Ripani Igama (Sastrawan/ Palembang) 7. Pringadi Abdi Surya (Penulis/Palembang) 8. Guntur Alam (Penulis/Muara Enim) 9. Arnold Adib (Pekerja Teater/Baturaja) 10. Wendy Fermana (Penulis/Mahasiswa/ Palembang) 11. Rio Johan (Penulis/Baturaja) 12. Lena Munzar (Ketua FLP OKU/ Mahasiswa/Baturaja) 13. Rifan Nazhif (Penulis/Palembang) 14. Pinasti S. Zuhri (Sastrawan/Lahat) 15. Yudistio Ismanto (Sastrawan/ Lahat) 16. Chairul Sujan (Sastrawan/ Lahat) 17. Yakev (Pelajar/ Lahat) 18. Devi Setiawan (Pecinta Sastra/ Palembang)

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 93 19. Wahyu Wibowo (Penulis/Ketua FLP Musi Rawas) 20. Akmaludin (Pekerja Teater/Baturaja) 21. Maulido Armi Dwiputra (pelajar/teatris/ Baturaja) 22. Adam Yudhistira (Penulis/Muara Enim) 23. Masagus Ilham Syamsudin (Pendidik/ Prabumulih) 24. Suniar (Pendidik/Pagar Alam) 25. Dudi Irawan (Penulis/Palembang) 26. Dewi Indra Puspitasari (Penulis/ Lahat) 27. Ahmad Syahri Kurnianto (Penulis/ Lahat) 28. Agus Kurniawan (Desainer Grafis/ Lahat) 29. Fiqi Azzura AlQindi (Penulis/Inderalaya) 30. Efvhan Fajrullah (Pekerja Seni/Jurnalis/ Pagaralam) 31. Suniar (Pendidik/Pagar Alam) 32. Muhamad Rinaldy (Penulis/Palembang) 33. Ipriansyah (Dosen/Pagar Alam)

Sumber:

http://nodennyno.wordpress.com/2014/02/08/ sumsel-menolak-pembodohan/

(8 Februari 2014)

94 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Pernyataan Sikap #Ciputat Menolak Pembodohan

Reaksi protes, penolakan, dan gugatan terhadap penerbitan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh juga dilakukan oleh komunitas pegiat sastra di kawasan Ciputat. Mereka membuat pernyataan sikap berjudul “Ciputat Menolak Pembodohan: Menggugat Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.” Pernyataan sikap ini dikeluarkan di Ciputat pada 3 Februari 2014, dan didukung oleh 79 orang yang mewakili berbagai profesi. Mayoritas pendukung adalah mahasiswa, khususnya mahasiswa UIN Jakarta. Sisanya adalah dosen, guru, jurnalis, seniman (penyair, novelis, sutradara teater), pengacara, dan penikmat sastra lainnya.

Dalam paragraf pembuka pernyataan sikap itu, dikatakan: Berkenaan dengan terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014) susunan Tim 8, maka sastrawan, kritikus sastra, guru bahasa dan sastra, pecinta sastra, musisi, dosen, dan mahasiswa yang tergabung dalam #CIPUTAT

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 95 MENOLAK PEMBODOHAN mengajukan gugatan dan penolakan atas peredaran buku itu dan pencantuman nama Denny JA di dalamnya sebagai salah satu tokoh sastra paling berpengaruh.

Ada sejumlah alasan yang diajukan oleh pendukung pernyataan sikap, sebagai berikut: Pertama, Tim 8 dianggap tidak merumuskan konsep “pengaruh” dalam buku tersebut secara definitif. Apakah pengaruh yang dimaksud adalah “pengaruh” (influence), “efek/akibat” (effect) atau “dampak” (impact)―ketiga istilah ini memiliki makna dan konotasi yang berbeda. Jika yang dimaksud adalah “pengaruh” (influence), maka terdapat beberapa persoalan konseptual sebagaimana diajukan oleh Katrin Bandel—yang dalam hal ini tidak dijabarkan oleh Tim 8—sebagai berikut: Pertama, “pengaruh” adalah hal yang sangat abstrak dan tidak mudah diukur; Kedua, secara sekilas “pengaruh” mungkin berhubungkan dengan “mutu”. Namun pada dasarnya, kedua hal itu terpisah satu sama lain; Ketiga, pantas dipertanyakan mengapa persoalan “pengaruh” dibicarakan dengan fokus pada “tokoh”. Bukankah di dunia sastra yang memiliki pengaruh itu terutama sekali adalah tulisan?; Keempat, kata “berpengaruh” tanpa ada lanjutannya, dalam arti tanpa ada keterangan tentang apa atau siapa yang

96 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dipengaruhi, terkesan sangat umum dan tanpa fokus yang jelas.

Pernyataan sikap ini mengutip Daniel S. Burt menulis buku berjudul The Literature 100: A Ranking of the Most Influential Novelists, Playwrights, and Poets of All Time (New York: Infobase Publishing, 2008), hlm. xv-xvi. Dalam buku tersebut, Burt mengakui bahwa “Influence, in particular, is a tricky concept…” Namun demikian, sambil mengakui keterbatasan kerangka konseptual dari istilah “pengaruh” yang digunakan dalam buku tersebut, Burt berupaya menempuh langkah metodologis dengan cara melakukan semacam penjajakan atau survey “kecil-kecilan” sebelum merilis nama-nama sastrawan yang (dianggapnya) paling berpengaruh dalam buku tersebut.

Burt menulis:“I posed this problem to a number of my academic colleagues and student to test my own choice and to learn from theirs, with revealing result… concensus among all whom I queried was impossible, but the majority of the authors in the final selection consistently appeared on everyone’s list.” Terlepas dari itu, daftar tokoh- tokoh sastra—jika mau menyebutnya dengan istilah ini—yang disodorkan oleh Burt dalam bukunya

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 97 adalah mereka yang kontribusinya terhadap dunia sastra tidak dapat diragukan, seperti William Shakespeare, Dante Alighieri, Homer, Leo Tolstoy, T.S. Eliot, Anton Chekhov, Samuel Beckett, Albert Camus, dan sebagainya.

Kedua, Tim 8 dianggap oleh pendukung pernyataan sikap sebagai tidak menjelaskan kriteria “berpengaruh” dari masing-masing kategori tokoh sastra―sastrawan, kritikus sastra, penulis esai― yang dimasukkan ke dalam daftar 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh. Padahal, masing- masing kategori tersebut—meskipun bermukim dalam rumah identitas yang sama, yakni sastra— memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Kriteria “berpengaruh” dari masing-masing kategori seharusnya dijabarkan secara definitif.

Lantaran tidak menjelaskan kriteria “berpengaruh” dari masing-masing kategori tokoh sastra tersebut―bahkan buku tersebut sama sekali tidak menyodorkan batasan atau definisi sastrawan, kritikus sastra dan penulis esai secara clear and distinct―maka buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh cenderung terjebak pada apa yang disebut sebagai “category mistake”. Perihal konsep “category mistake” ini bisa dilihat pada buku

98 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Gilbert Ryle, The Concept of Mind (New York: Taylor & Francis e-Library, 2009).

Ketiga, pendukung pernyataan sikap berpendapat, pencantuman nama Denny JA ke dalam buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh cenderung mengecilkan dan meremehkan posisi dan kontribusi sastrawan-sastrawan lain (baik yang telah wafat maupun masih hidup, baik yang tercantum atau tidak tercantum dalam buku tersebut), yang telah mendedikasikan segenap atau sebagian besar hidupnya untuk berproses dan berkarya di wilayah sastra.

Denny JA sendiri, menurut pendukung pernyataan sikap, selama ini lebih dikenal sebagai konsultan politik dan pengusaha. Sejak 3 tahun belakangan ini Denny mulai merambah dunia sastra melalui karyanya Atas Nama Cinta, sebuah ‘genre sastra baru’ yang disebut dengan istilah “puisi esai”. Pertanyaannya, bagaimana mengukur pengaruh Denny JA dan karyanya yang satu-satunya itu, sementara dia sendiri ‘makhluk’ baru di jagat sastra? Terhadap apa dan siapa pengaruh tersebut? Sejauhmana pengaruh tersebut? Demikian sebagian dari banyak pertanyaan yang diajukan oleh kelompok pendukung pernyataan sikap.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 99 Kelompok pendukung pernyataan sikap mempertanyakan kriteria dan parameter yang digunakan untuk menjustifikasi bahwa puisi esai merupakan sebuah genre puisi baru. Lalu, kelompok ini menyimpulkan, apabila puisi esai belum dapat dikatakan sebagai genre baru dalam puisi, bagaimana mungkin Denny JA dapat dinobatkan sebagai tokoh sastra yang melakukan pembaruan dalam puisi sebagaimana dikemukakan oleh Tim 8?

Kelompok ini lebih jauh bahkan memvonis, esai yang ditulis Denny JA dan disebut sebagai puisi itu belum genap dapat dianggap sebagai sastra. Dengan demikian, tanya kelompok ini, bagaimana mungkin seorang yang membuat sesuatu yang kategorinya belum dapat dimasukkan sebagai sastra dapat dianggap sebagai sastrawan atau tokoh sastra? Apalagi masuk dalam kategori tokoh sastra paling berpengaruh.

Keempat, kelompok pendukung pernyataan sikap menganggap, penilaian untuk memasukkan nama Denny JA sebagai salah satu dari 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh didasarkan pada indikator-indikator yang validitasnya patut diragukan. Indikator-indikator dimaksud adalah sebagai berikut:

100 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Dalam tempo satu bulan setelah dipublikasikan di website, buku Atas Nama Cinta karya Denny JA telah berhasil mencatat lebih dari 1 juta hits dari pengguna internet. Mengukur pengaruh seorang tokoh atau suatu karya berdasarkan jumlah pengunjung website secara metodologis cenderung problematis, karena sangat dimungkinkan terjadi rekayasa dan manipulasi dengan cara menggunakan pelbagai strategi instan untuk meningkatkan jumlah pengunjung website.

Saat ini, banyak cara dan strategi yang dapat ditempuh untuk meningkatkan trafik blog/website baik dengan cara gratis seperti melalui blog walking, situs social bookmarking, situs social media, situs forum, guest posting di blog lain maupun dengan cara berbayar seperti memasang iklan di situs media sosial, iklan PPC, iklan di situs iklan baris online, menggunakan jasaalexatrafik.com, linkcollider.com dan sebagainya.

Menyusul terbitnya buku puisi esai Denny JA, sejumlah buku puisi esai pun terbit dengan penulis dari beragam latar belakang. Ahmad Gaus, pembaptis Denny JA sebagai tokoh sastra berpengaruh dalam buku tersebut, mencatat sembilan buku puisi esai yang telah terbit sepanjang

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 101 tahun 2013. Menariknya, buku-buku puisi esai tersebut diterbitkan oleh Jurnal Sajak, kecuali buku Imaji Cinta Halima karya Novriantoni Kahar yang diterbitkan oleh Penerbit Renebook.

Lantas kelompok pendukung pernyataan menanyakan: Siapa pemilik Jurnal Sajak? Dari mana kesembilan karya puisi esai itu bisa mencuat ke publik sastra Indonesia? Faktanya, Jurnal Sajak adalah sebuah media sastra yang disponsori oleh Yayasan Denny JA dan kesembilan buku puisi esai tersebut merupakan hasil dari sayembara sastra— dengan iming-iming hadiah yang lumayan aduhai— yang juga diinisiasi oleh Yayasan Denny JA. Alhasil, meminjam ungkapan Katrin Bandel, Denny JA sesungguhnya “menciptakan pengaruhnya sendiri lewat marketing cerdas dan sayembara yang diadakan atas inisiatif sendiri, dan, yang paling penting, dengan pendanaan yang sangat luar biasa.”

Berdasarkan pertimbangan yang tercantum dalam poin 3 dan 4 di atas, pencantuman nama Denny JA dalam buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh –oleh pendukung pernyataan sikap Ciputat—dianggap berpotensi mendistorsi dan mencederai keagungan sastra, sastrawan dan sejarah sastra Indonesia. Pendukung pernyataan

102 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH sikap Ciputat mencurigai adanya intensi-intensi subjektif dan pesan-pesan terselubung dari Denny JA, agar namanya dimasukkan―baik secara langsung maupun tidak langsung―ke dalam jajaran 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh tersebut. Alhasil, objektivitas, netralitas dan independensi Tim 8 ketika memasukkan nama Denny JA itu dipersoalkan oleh pendukung pernyataan sikap Ciputat .

Di samping alasan-alasan di atas, terdapat alasan-alasan lain, yaitu: (a) Buku ini berpotensi menyesatkan publik, karena: (1) Klaim assersif; (2) Definisi dan kriteria yang tak definitif; dan (3) Konflik kepentingan yang membawa pada potensi kecurangan; (b) Buku ini mencederai integritas dan moral ahli sastra dan sastrawan, serta masyarakat Indonesia; (c) Buku ini dapat menjadi preseden buruk.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, kelompok #CIPUTAT MENOLAK PEMBODOHAN menyatakan: Menuntut Tim 8 untuk memberikan pertanggungjawaban ilmiah―baik secara ontologis, epistemologis dan aksiologis―dan pertanggungjawaban moral kepada public atas pencantuman nama Denny JA dalam buku 33 Tokoh

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 103 Sastra Indonesia Paling Berpengaruh tersebut. Juga mendesak Tim 8 untuk mengkaji, memverifikasi dan mengevaluasi ulang pencantuman nama Denny JA dalam buku tersebut.

Selain itu, mendesak Tim 8 untuk membatalkan, mengeluarkan dan/atau menghapuskan nama Denny JA dalam buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, dan mendesak Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia untuk menghentikan sementara waktu peredaran buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh tersebut dari pasar Nasional dan Internasional.

Terakhir, mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional untuk tidak menjadikan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh tersebut sebagai bahan ajar dan/atau buku resmi dalam kurikulum nasional apabila nama Denny JA masih dicantumkan dalam buku tersebut dan/atau apabila poin-poin tuntutan di atas tidak dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait sebagaimana telah disebutkan.

Para pendukung pernyataan sikap ini mengklaim, pernyataan sikap dibuat bukan atas dasar kebencian personal dan pemasungan hak berpikir,

104 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH berpendapat, dan berekspresi atau sebagai upaya meminjam tangan kekuasaan untuk memberangus hak individu dan warga negara, melainkan sebagai tuntutan untuk meminta pertanggungjawaban akademis dan ilmiah atas buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

Nama-nama yang tercatat sebagai pendukung pernyataan sikap tersebut adalah:

1. Dr. Rahmat Hidayatullah, M.Ag (Dosen UMJ). 2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum (Dosen Fak. Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Jakarta) 3. Ahmad Zakky, M.Hum (Dosen Fak. Adab dan Humaniora UIN Jakarta) 4. Risfana Faisal, SH (Sutradara Teater) 5. Badrul Munir, SH (Pengacara) 6. Purwo Sasmito, SS (Pengusaha) 7. Hendri Yetus Siswono (Penyair) 8. Irvan Nawawi (Penyiar) 9. Dede Supriatna, S. Fil (Wartawan) 10. M. S, Wibowo, S. Fil (Wartawan) 11. M. Sholeh, S. Sos.i (pengrajin) 12. Imam Bukhori (Mahasiswa) 13. Irsyad Zulfahmi (Mahasiswa UIN Jakarta) 14. Daniel Adepi (Mahasiswa UIN Jakarta) 15. M. Gimbar Alam (Mahasiswa UIN Jakarta)

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 105 16. Fajar, S. U (Mahasiswa UIN Jakarta) 17. Sigit (Mahasiswa UIN Jakarta) 18. Efri Aditya (Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Jakarta) 19. Faliq Ayken (Mahasiswa STF Driyarkara Jakarta) 20. Hijrah Ahmad, S. Hum (Editor) 21. Iwan Buana Fr (Pemerhati Seni) 22. Abdullah Wong (Novelis) 23. Danang Hidayatullah (Guru) 24. R. Basri (Pekerja Manajemen) 25. Ulil Abshar, M. Hum (Dosen Fak. Adab dan Humaniora UIN Jakarta) 26. Maulana Achmad (Penikmat Karya Sastra) 27. Ridwan Darmawan, S.H, (Pengacara Publik) 28. Andikey Kristianto, S. Pd.i (Guru SMK Bidang Keahlian Multimedia) 29. Saiful Anwar, S.P.i (Instruktur Silat Tapak Suci) 30. Zaky Mubarak, S.S (Guru Bahasa Indonesia) 31. Edy A Effendi (Jurnalis dan Penyair) 32. Pandi Nurdiansyah (CEO Radio Tangga) 33. Taufik A. Adam (Musisi) 34. Zainal Arifin (Mahasiswa Pasca sarjana UIN Jakarta)

106 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 35. Roy Haris Chandra (Musisi) 36. M. Zubed (Direktur Sanjoboys) 37. Rosida Erawati, M.Hum. (Dosen Tarbiyah UIN Jakarta) 38. Juma Khatib, M.Hum (Dosen Univ. Ibnu Chaldun Jakarta) 39. Tri Wibowo (Mahasiswa UIN Jakarta) 40. Bambang Suwito (Penikmat Karya Sastra) 41. Ilham Khairul Anam (Guru) 42. Abdullah Alawi (Penikmat Sastra) 43. Bambang Prihadi (Sutradara Teater) 44. Lina Suhartini, S.Pd (Guru Preschool) 45. Danny Tirtana (Musisi) 46. Muzbi Wujdi, M.Hum. (staff bidang kemasyarakatan) 47. Nizar Maulana Akbar Sidiq, S.pd. (Guru dan pelatih Teater) 48. Akhmad Muzambik (Humas UMJ) 49. Fathan A. Rahman (Pekerja Sosial) 50. Adriansyah (Editor) 51. Nadia (Karyawan BUMN) 52. Zaim Rofiqi (Sastrawan) 53. Muslihin (Designer Buku dan Majalah) 54. Laily Nihayati (Wartawati dan Penulis Buku) 55. Nur Mursidi (Cerpenis) 56. Idris Muhammad

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 107 57. Wahyu Micorazon, S.E. (Percusionis) 58. Din Saja (Pembaca Puisi) 59. Darmujihanto (Tukang Kayu) 60. Sahlul Fuad (Penulis) 61. Parulian (Penata Cahaya) 62. Ahmad Fasoni (Hacker) 63. M. Ramdhan (Guru Musik, Aktor) 64. Abner Paulus Raya Midara Sanga (Mahasiswa S2 London School of PR Jakarta) 65. Hartanto Kebo Utomo (Perancang Sampul Komunitas Bambu) 66. Alan Sumanjaya (Penikmat Seni) 67. Dodi Miller (Penyair) 68. Ucok Virgo (Guru SMP) 69. Rini Clara (Wartawan) 70. Dea Malyda Atmitha Akbar (Pegawai Bank) 71. Lukman Dardiri (Guru) 72. Lulu Sahrela (Penyiar dan Reporter Radio) 73. Hendra Wijaya Putra -Paman Kwek kwek’ (Pendongen Anak) 74. Iyus bin Hasan (Olahragawan) 75. Djuhadi (Pengusaha) 76. Rizki Ahmad Ghazali (Mahasiswa Ilmu Perpustakaan UIN Jakarta) 77. Nanda Muammarsyah (Pegawai) 78. R.H. Radjendra. (Penyair)

108 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 79. Tedi Kriyanto (Photografer Freelance)

Sumber: http://angkringanwarta.blogspot. com/2014/01/pernyataan-sikap-ciputat-menolak. html (30 Januari 2014)

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 109

Aksi-aksi Kelompok Kontra

Kampanye di Grup Facebook – Aliansi Anti Pembodohan (APP)

Sebagai bagian dari gerakan kontra terhadap penerbitan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, kelompok pegiat sastra yang bersifat kontra ini mendirikan Grup Aliansi Anti Pembodohan Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh di Facebook (https://www.facebook. com/groups/aliansiantipembodohan/). Sejauh ini, sampai November 2014, sudah 4.528 orang yang menjadi anggota.

Di antara para anggotanya terdapat nama- nama seperti: Yanusa Nugroho, Jim Aditya, AS Laksana, Saut Situmorang, Mochtar Pabottingi, Kurniawan Junaedhie, Eka Budianta, Aant S. Kawisar, Afrizal Anoda, Asrizal Nur, Ucu Agustin, Iwan Soekri, Akmal Nasery Basral, Kurnia Effendi, Nadjib Kartapati Z., Heri Latief, Fakhrunnas MA Jabbar, dan Dhia Prekasa Yoedha.

Dari nama-nama tersebut tampaknya bahwa anggotanya cukup bervariasi, dari sastrawan,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 111 kritikus sastra, pegiat dan peminat sastra lain, akademisi, hingga jurnalis. Namun, patut dicatat, tidak berarti bahwa setiap anggota grup Facebook ini bisa disimpulkan bersikap anti terhadap buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Keanggotaan di grup ini lebih bersifat penunjukan minat atau ketertarikan pada isu atau tema yang diusung oleh pembuat grup bersangkutan, yakni terkait kontroversi terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

Sebagaimana pada banyak grup Facebook lainnya, dari 4.500-an anggotanya, hanya sebagian yang aktif berdiskusi membahas atau mengecam buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh serta orang-orang yang dituding berada di belakang penerbitan buku itu.

Di grup Facebook tersebut dipasang pernyataan dengan huruf kapital seluruhnya, yang berbunyi: “Kami menentang keras terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, karena menganggap buku itu cacat metode, bukti dan argumen. Kami menuntut uji validitas dan jika terbukti memiliki kecacatan pada metode, bukti dan argumen, kami menuntut pembatalan peredarannya, pemusnahannya, pendaur-ulangan kertasnya agar

112 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH bisa dipakai untuk buku yang lebih berguna. Karena ini bukan hanya tragedi sastra semata. Tapi juga tragedi intelektual yang akan berakibat buruk bagi sejarah sastra Indonesia. Selamatkan sejarah sastra Indonesia dari pembodohan!!!”

Ada sebagian anggota kubu yang kontra terhadap buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh mengatakan, permintaan mereka kepada pemerintah untuk menghentikan peredaran buku itu hanyalah bersifat sementara. Namun jika dilihat dari pernyataan terbuka di grup Facebook Aliansi Anti Pembodohan (AAP), jelas bahwa sikap antipati terhadap buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh bersifat mutlak, tanpa tawar- menawar, dan tanpa ruang untuk kompromi sama sekali.

Gerakan AAP tidak cuma terbatas pada kampanye menolak buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh di media sosial, tetapi juga melakukan aksi lapangan langsung. Grup AAP ini bahkan sempat menggelar aksi, tepat didepan pintu gedung Teater kecil, TIM Jakarta menentang buku tersebut, 19 Maret 2014.

Dalam aksi damai tersebut, para anggota grup ini membentangkan spanduk panjang

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 113 bertuliskan: Acara ini memanipulasi Sastra Indoneisa! Penunggangan! Pelacuran! Pembodohan! Bahkan pihak grup ini sudah melaporkan perkara buku yang dinilai menyesatkan ini kepada Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatiff RI, Sapta Nirwandar. Sementara itu buku ini masih beredar dengan luas.

Diskusi di TIM, Jakarta

Sejumlah sastrawan dari empat kota, yakni Yogyakarta, Jakarta, Semarang dan Bandung, mengeluarkan petisi serentak mempertanyakan keabsahan buku 33 tokoh sastra paling berpengaruh di Indonesia. Menurut pemberitaan rimanews.com (18 Januari 2014), di Jakarta, petisi itu digelar di Taman Ismail Marzuki. Hadir di sana adalah Saut Situmorang. Adapun di Yogyakarta, petisi terhadap buku tersebut dimotori oleh sastrawan muda Irwan Bajang dan Dwi Cipta.

Menurut Cipta, petisi ini dikeluarkan untuk mempertanyakan metodologi, alasan, serta kriteria yang dibuat oleh Tim 8 yang menyusun buku tersebut. “Tujuan kami mempertanyakan bagaimana keputusan alasan dan kriteria pemilihan

114 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 33 tokoh sastra. Sampai seperti Denny JA bisa masuk salah satu 33 tokoh sastra yang masuk,” kata Cipto di Bardiman Cafe, 17 Januari 2014.

Masuknya Denny JA dalam tokoh sastra paling berpengaruh di Indonesia menimbulkan pertanyaan, metode dan kriteria apa yang dipakai oleh Tim 8 untuk menentukan 33 tokoh tersebut. Menurut Irwan Bajang, masuknya nama Denny JA seolah ada rekayasa yang sengaja mengupayakan nama Denny JA masuk. Bajang menuding, Denny seperti mengusahakan benar namanya masuk dalam buku itu.

Apalagi selama ini, menurut dia, karya Denny banyak dinilai karena dia getol membuat lomba review buku dan puisi-puisinya dengan hadiah ratusan juta. “Denny JA membayar orang untuk mengakui karya-karyanya, tidak alamiah seperti karya Chairil Anwar yang diperdebatkan,” ujar Bajang.

Selain kriteria dan standar kritik yang digunakan tim 8, Cipta mengatakan petisi yang dikeluarkan ini juga karena buku tersebut berpotensi menjadi kebohongan publik. “Menentang buku itu karena adanya faktor pembohongan publik sastra,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 115 apalagi kalau sampai jadi bahan ajar di sekolah- sekolah” terang Cipta.

Juga, ada sejumlah diskusi publik digelar, sebagai kampanye anti buku. Diskusi bertajuk Mengurai Cengkeraman Rezim Pasar di Ranah Sastra & Kebudayaan, Menolak Buku 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh berlangsung pada 27 Januari 2014 di Kedai Gendhong, Jalan Sorowajan Baru, Yogyakarta.

Diskusi di Malang

Aliansi Pecinta Sastra Kota Malang, seperti diberitakan sinarharapan.co (1 Februari 2014) mempertanyakan masuknya nama Denny Januar Ali alias Denny JA dalam buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Mereka menggalang tandatangan petisi di depan patung Chairil Anwar di kawasan Kayu Tangan Jalan Basuki Rachmad Kota Malang, Jum’at, 31 Januari 2014.

Aksi serupa dilakukan di Jakarta, Yogyakarta dan sejumlah kota besar di Indonesia. ‘’Kami menuntut adanya pengujian buku tersebut, sebab dalam peta sastra Indonesia nama Denny JA tidak pernah dikenal,’’ ujar Humas aliansi, Denny Mizhar, di sela aksi.

116 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh disusun tim terdiri 8 orang yang diketuai sastrawan Jamal D Rahman. Denny JA dimasukkan dalam deretan tokoh sastra tersebut karena dinilai telah melahirkan sastra aliran baru yang disebut puisi esai. Padahal, menurut kajian para sastrawan, puisi esai sudah lama ada. ‘’Puisi esai sudah lama ada dan kebetulan tenggelam. Belakangan dimunculkan kembali oleh Denny JA,’’ tutur Denny Mizhar.

Denny JA adalah pendiri lembaga survey LSI (Lingkaran Survey Indonesia). Para pencinta sastra kota Malang menganggap penyusunan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh itu telah memenuhi ‘pesanan khusus’ dan menyebutnya sebagai perselingkuhan sastrawan dengan pemilik modal. Karenanya, buku tersebut dianggap pembodohan dan tidak layak dikonsumsi publik. Mereka berharap buku itu ditarik dan dikaji ulang. Karena jika tetap beredar dan diyakini akan ada dusta sejarah.

Diskusi dan Aksi di Yogyakarta

Seperti diberitakan tribunjogja.com, Buku berjudul 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh menuai kritikan dari para pegiat sastra

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 117 Tanah Air. Salah satunya, selain metode dalam buku ini yang disoal, juga ada nama Denny JA yang belakangan dikenal sebagai konsultan politik, masuk menjadi salah satu dari 33 tokoh sastra tersebut.

Maka sebuah diskusi sastra bertajuk “Mengurai Cengkeraman Rezim Pasar di Ranah Sastra dan Kebudayaan, Menolak Buku 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh” pun digelar pada Senin, 27 Januari 2014, di Kedai Gendhong, Jalan Sorowajan Baru, Yogyakarta. Diskusi ini menghadirkan pembicara Halim HD, Anindita S Thayf, dengan moderator Kamerad Kanjeng.

Dalam diskusi ini, Anindita antara lain menyoal kriteria yang dipakai oleh tim delapan, yakni tim yang menjaring para sastrawan sehingga masuk dalam 33 tokoh sastra tersebut. “Ada pada kata pengantar menetapkan kriteria, seakan- akan yang terjaring 33 sastrawan ini yang terpilih karena sudah terjaring, tapi tidak jelas metodenya apa, berpengaruh pada siapa, pada waktu kapan,” kupasnya.

Sementara itu, beberapa peserta diskusi turut mempertanyakan mengapa bukan Ali Akbar Navis (AA Navis) atau Romo Mangun atau sastrawan lainnya, yang justru dianggap memiliki

118 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH pengaruh cukup besar di dunia sastra Tanah Air, yang dinilai cukup pantas masuk dalam tokoh sastra berpengaruh.”Saya setuju menolak buku ini. Mengapa bukan AA Navis yang punya pengaruh besar di Sumatera Barat,” tandas Pito, salah satu peserta diskusi.

Anindita yang dikenal masih aktif menulis ini, menambahkan, menurutnya buku ini adalah buku proyekan. Lantaran ciri-cirinya, antara lain, yang penting jadi, dibuat dalam sebulan, dikasih penerbit lalu diterbitkan. “Ini lebih pas judulnya tokoh sastra dahsyat atau sensasional. Kalau berpengaruh itu butuh proses, menunjukkan wibawa,” tandasnya.

Anindita meresume isi buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh dan menyampaikan pendapat, bagaimana konsep dan kriteria yang menyebabkan pilihan Tim 8 atas tokoh sastra ‘hanya’ berjumlah 33, juga menunjukkan ketidakkonsistenan. Apalagi, masing-masing penulis di situ, menulis “sendiri-sendiri” di kamar masing-masing.

Dan kemudian, seperti dikatakan Halim Hade, tidak ada yang “berani” mengambil peran sebagai editor. Maka Jamal D. Rahman menuliskan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 119 ‘dkk’ di belakang namanya, bukan ‘editor’ misalnya. Karena sejak awal, the man behind ‘design’ itu, kata Halim, lebih penting diusut. Dan selama Tim 8 tidak muncul ke ruang publik untuk mempertanggungjawabkan karyanya, maka kredibilitas mereka dipertanyakan.

Sunardian Wirodono dalam blog pribadinya, mengomentari diskusi itu. Ia mengatakan, lahirnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh hanyalah sebuah contoh, bagaimana perspektif sejarah diabaikan, bahkan untuk melakukan kanonisasi atas perjalanan patrap kebudayaan (sastra) selama 100 tahun, yang hendak dibekukan oleh Tim 8, Jamal D. Rahman dkk. Apalagi dengan ukuran, kriteria, yang terbuka untuk digugat dan diperdebatkan. Kontroversi yang muncul tentu soal siapa mereka, dan bagaimana mereka melakukan otorisasi publik, dengan memakai institusi publik yang sudah teruji seperti PDS-HBJ dan KPG. Menjadi relevan untuk dipertanyakan bahwa Tim 8 tidak cukup representatif, hingga ia perlu digugat dan bahkan ditolak.

Sunardian menyarankan pegiat sastra untuk memikirkan cara yang pas. Apakah perlu membuat petisi, membakar, menarik buku itu dari peredaran

120 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dengan meminjam tangan kekuasaan? Diskusi di Yogyakarta adalah awalan yang bagus bagi yang menolak. Karena berbeda dengan produk obat atau makanan, yang mempunyai PPOM/POMG sebagai lembaga yang kompeten, dengan penelitian laboratorium dan klinis, belum ada lembaga semacam itu untuk buku, apalagi buku sastra.

Sunardian menyatakan, Indonesia tidak mempunyai lembaga yang legitimated untuk itu. Di Jakarta saja, masing-masing menciptakan musuh sendiri-sendiri, antara Palmerah, Salihara, Depok, Komunitas Bambu, Sastra Buruh, Sastra Boemipoetra, dan lain sebagainya. Belum pula suara- suara dari Yogyakarta, Bandung, Bali, Makasar, Medan, , Aceh, dan lain sebagainya.

Kembali ke buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, Sunardian berpendapat, semua orang tentu berhak menyampaikan pemikiran. Namun ketika masuk ke wilayah publik dengan cara-cara yang anomali dan ahistoris, akan menimbulkan persoalan serius di kemudian hari. Apalagi ketika masuk pada nilai-nilai ukuran dengan kata “paling” dan “berpengaruh”, dan dengan pembatasan jumlah. Sementara jika bicara otoritas dan legitimasi, kebebasan berkarya yang

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 121 diberikan oleh adab kebudayaan, tidak dilakukan dengan cara yang sepadan, tentang apa yang disebut ukuran atau kriteria, yang bahkan oleh Tim 8 juga tidak konsisten menjaganya.

Terakhir, kelompok anti buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh juga menyelenggarakan diskusi publik bertema “Denny JA dan Penipuan Sejarah Sastra Indonesia” di Auditorium Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada, Rabu, 19 November 2014. Tiga pembicara, yang dihadirkan dan namanya sudah tidak asing lagi di dunia sastra Indonesia, adalah Katrin Bandel (akademisi dan kritikus sastra), Dwi Cipta (salah satu inisiator Aliansi Anti-Pembodohan), dan Achmad Fawaid (peneliti buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh). Katrin banyak memberi uraian dan pandangan pada acara ini.

Aksi demo juga berlangsung di Yogyakarta, pada 26 Oktober 2014. Seperti diberitakan www. warningmagz.com (27 Oktober 2014), deretan umpatan lantang diteriakkan mengekori nama Denny JA pada 26 Oktober 2014. Denny menjadi sasaran perlawanan para sastrawan. Bunderan UGM menjadi panggung parade seni dan sastra bertajuk “Denny JA Bajingan! Stop Penipuan Sejarah Sastra”

122 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH yang diadakan oleh Aliansi Anti Penipuan Sastra. Gerakan ini adalah rangkaian perlawanan para pegiat sastra Indonesia atas usaha penipuan sejarah sastra melalui terbitnya buku “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh” oleh Tim 8.

Denny JA dan Tim 8 dianggap telah melakukan penipuan publik melalui buku tersebut dalam tiga bentuk: Pertama, membuat klaim-klaim asersif yang tidak mampu dibuktikan secara kritik sastra atas kehadiran buku. Kedua, memaksakan definisi dan kriteria yang tidak definitif, dengan memobilisasi para insan sastra melalui kucuran dana. Ketiga, berisiko memunculkan konflik kepentingan yang membawa pada potensi kecurangan.

Sebelumnya gerakan ini, pada 7 Januari 2014 lalu telah mengajukan petisi yang mendesak Kemendikbud agar segara mengambil langkah tegas pada buku ini dan sudah diunggah ke situs change. org. Tantangan debat publik dan pengkajian ulang buku tersebut juga sudah dikeluarkan, namun tidak mendapat respon dari Denny JA. Beberapa kasus hukum yang dinilai kurang tepat juga muncul dan melibatkan beberapa nama penggerak perlawanan sastra ini.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 123 Acara demo di Bunderan UGM ini dibuka dengan pembacaan kronologi kasus oleh Irwan Bajang dari Indie Book Corner yang dilanjutkan dengan orasi oleh Iwan Pangka. Yel-yel “Denny JA!” yang disambut dengan makian “Bajingan!” terdengar berulang-ulang. Lebih dari 20 komunitas sastra juga turut menyatakan dukungan lewat penampilan mereka. Komunitas Ngopi Nyastro, Lesbumi Cabang Jogja, Teater 42, Rakyat Puisi, Mediasastra.com, Bengkel Sastra dan beberapa komunitas lain, misalnya, menampilkan pembacaan puisi ataupun musikalisasi puisi. Hadir juga salah satu inisiator petisi dan acara ini, Saut Situmorang ke atas panggung untuk berorasi.

“Rencananya setelah malam ini kami akan menghubungi Bapak Faruq H.K., terus nanti akan memakai salah satu tempat di universitas, entah nanti bentuknya seminar atau apa tapi itu sebagai follow up dari gerakan ini,” ujar Padmo Adi dari komunitas Ngopi Nyastro. Menurut Padmo Adi, pelaksaan parade seni di Bunderan UGM ini juga merupakan simbol atas ironi bahwa ada beberapa pihak dari instasi pendidikan yang bahkan mengidolakan Denny JA. Selain gerakan turun ke jalan ini, perlawanan juga terus dilakukan di media sosial dan ranah hukum.

124 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Sumber: http://www.teaterpetass.com/2014/04/lebih-tahu-tentang- tentang-aliansi-anti.html#sthash.cILGLHIX.dpuf http://sinarharapan.co/news/read/31793/ pencinta-sastra-menolak-denny-ja http://www.warningmagz.com/2014/10/27/menggugat- denny-jabingan/ http://jogja.tribunnews.com/2014/01/27/masuknya-denny- ja-di-buku-33-tokoh-sastra-paling-berpengaruh-dikritik/ http://www.teraslampung.com/2014/01/heboh-tokoh- sastra-paling-berpengaruh.html

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 125

Rangkuman Pandangan Kritikus Sastra, Sastrawan, dan Peminat Sastra

Berkaitan dengan terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2014), begitu banyak reaksi dan komentar ditujukan pada buku itu, baik reaksi yang bersifat mendukung, netral, menolak, bahkan yang memprotes keras. Karena begitu banyaknya yang memberi komentar, tidak mungkin semua komentar itu dimasukkan di buku ini.

Karena pertimbangan teknis, penyunting merangkum beberapa komentar dari kritikus sastra, sastrawan, dan peminat sastra lain, yang bisa ditemukan bertebaran di media online. Tulisan mereka yang panjang lebar, dan wawancara mereka dengan media, dirangkum di sini dalam bentuk lebih ringkas. Dari sekian nama yang dimasukkan di sini dipilih dari mereka yang cenderung bersikap kritis, menolak, dan memprotes penerbitan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh tersebut. Sedangkan untuk tulisan atau artikel dari mereka yang bersikap netral atau cenderung positif terhadap penerbitsan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, dimuat di bab lain dalam buku yang sedang Anda baca ini.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 127 Yang patut dicatat juga, selain isu utama tentang buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, juga ada isu-isu “pinggiran” yang kalau mau dicari kaitannya dengan isu utama ini ya tentu saja bisa dikait-kaitkan. Misalnya, sengketa antara anggota-anggota tertentu di kubu yang kontra buku tersebut (sebutlah pegiat sastra Iwan Soekri dan Saut Situmorang) dengan Fatin Hamama. Fatin adalah perempuan penyair yang sebetulnya tidak terlibat langsung dalam penerbitan buku itu tetapi selalu dikait-kaitkan oleh Saut, dan menjadi sasaran serangan kekerasan seksual verbal di media sosial. Sebagai akibatnya, Fatin mengadu ke Komnas Perempuan, dan melaporkan Iwan Soekri dan Saut Situmorang ke polisi dan kini kasusnya bergulir di pengadilan.

Selain itu juga ada tulisan-tulisan lain, yang terkait perselisihan soal penulisan buku kumpulan puisi esai, antara pihak panitia dengan penulis-penulis tertentu. Sejumlah penulis menarik diri, mengaku merasa ditipu, dan ada yang mau mengembalikan honor (meskipun tidak pernah diminta). Penyunting menganggap ini sebagai isu-isu pinggiran, yang tidak terkait langsung dengan polemik tentang buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Oleh karena itu,

128 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH untuk menghindarkan pembahasan isu yang melebar, tulisan-tulisan yang bersifat “pinggiran” itu dipisahkan, dan tidak dimasukkan di buku ini.

Berikut di bawah ini adalah rangkuman pandangan, pendapat, dan kritik dari sejumlah kritikus sastra dan sastrawan terhadap buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

Katrin Bandel, Kritikus Sastra

Menurut Katrin Bandel, buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh pantas dan perlu dikritik. Bukan semata dari tokoh-tokoh yang dipilih, tapi ada yang lebih mendasar yakni konsep buku tersebut, seperti yang tercermin dari judulnya. Apa yang dimaksudkan dengan “tokoh sastra Indonesia yang paling berpengaruh”, dan mengapa perlu dipilih dan dibukukan?

Pertama, kata Katrin, “pengaruh” adalah hal yang sangat abstrak dan tidak mudah diukur. Penilaian kita terhadap pengaruh sesuatu atau seseorang akan tergantung pada jangka waktu terjadinya pengaruh tersebut. Misalnya, bagaimana cara membandingkan pengaruh dua peristiwa terhadap kehidupan seseorang, apabila peristiwa pertama terjadi 10 tahun lalu, sedangkan yang kedua

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 129 terjadi minggu lalu? Apakah peristiwa kedua sudah bisa diukur pengaruhnya? Dan apakah mungkin dibandingkan dengan peristiwa pertama?

Katrin, yang mengambil Kajian Indonesia untuk studi S1, S2, dan S3-nya di Jerman, mencoba menunjukkan, rumitnya membandingkan pengaruh Sutan Takdir Alisjahbana dengan pengaruh Denny JA atau Ayu Utami. Ditambahkannya, sudah pasti ada sekian tokoh yang sempat sangat berpengaruh untuk masa tertentu, namun namanya kini kehilangan gaungnya.

Kedua, secara sekilas “pengaruh” mungkin akan dihubungkan dengan “mutu”. Namun pada dasarnya, kedua hal itu terpisah satu sama lain. Katrin mengungkapkan, novel-novel Balai Pustaka dari zaman kolonial jelas sekali punya pengaruh besar sampai saat ini karena diajarkan sebagai tonggak-tonggak awal sastra Indonesia yang pantas dibanggakan. Padahal, Balai Pustaka pada masa itu merupakan institusi kolonial yang didirikan antara lain untuk menandingi dan memarjinalkan karya-karya lain yang dipandang membahayakan kekuasaan kolonial (karya Melayu Lingua Franca).

Katrin mempertanyakan, kalau kini pengaruh tersebut dirayakan ulang, bukankah dengan

130 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH demikian kanon kolonial justru dikonsolidasi sekali lagi? Sutan Takdir Alisjahbana mungkin memang lebih berpengaruh daripada, misalnya, Kwee Tek Hoay, tapi belum tentu karyanya juga lebih bermutu.

Masalah serupa juga terjadi dalam kasus- kasus yang lebih kontemporer. Misalnya, karya Ayu Utami memang berpengaruh sebab namanya sangat heboh dibicarakan di media, dan dia memenangkan beberapa penghargaan bergengsi. Populernya topik seks dalam tulisan pengarang perempuan jelas sekali dipengaruhi oleh kehebohan seputar karya Ayu tersebut. Namun belum tentu itu menandakan mutu tinggi. Menurut Katrin, begitu juga dalam kasus Denny JA, yang menciptakan pengaruhnya sendiri lewat marketing cerdas dan sayembara yang diadakan atas inisiatif sendiri.

Ketiga, tulis Katrin, pantas dipertanyakan mengapa persoalan ”pengaruh” dibicarakan dengan fokus pada ”tokoh”. Bukankah di dunia sastra yang memiliki pengaruh itu terutama sekali adalah tulisan? Katrin mempertanyakan, mengapa yang dibahas bukan ”33 karya yang paling berpengaruh”, atau ”33 media”, ”33 polemik sastra”, ”33 penerbit”, ”33 acara sastra”, dan seterusnya? Katrin menduga, ada unsur pengultusan individu di sini. Sedangkan pilihan judul “tokoh sangat berpengaruh” tersebut

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 131 mencerminkan konsep sejarah yang ketinggalan zaman, yaitu membayangkan sejarah digerakkan oleh ”orang-orang besar” tertentu, bukan oleh perkembangan wacana-wacana tertentu dan kondisi material yang mendasarinya.

Katrin yang doktor lulusan Universitas Hamburg, Jerman, masih punya gugaatan keempat, yaitu kata ”berpengaruh.” Kata itu tanpa ada lanjutannya, dalam arti tanpa ada keterangan tentang apa atau siapa yang dipengaruhi, terkesan sangat umum dan tanpa fokus yang jelas. Sekali lagi Katrin mempertanyakan, apakah yang dimaksudkan adalah pengaruh pada penulis lain atau pada karya lain? Pengaruh pada dunia seni atau intelektual secara lebih luas? Pengaruh terhadap masyarakat secara umum? Tidak adanya spesifikasi apa pun dalam judul tersebut membuatnya semakin abstrak dan sulit diukur.

Terakhir, Katrin mempertanyakan, apa tujuan penerbitan buku dengan judul ”33 Tokoh Sastra Indonesia yang Paling Berpengaruh.” Katrin mengaku dirinya curiga, jangan-jangan tidak ada niat serius untuk mempersoalkan permasalahan ”pengaruh” dalam buku tersebut. Studi yang serius mengenai pengaruh mesti berangkat dari usaha

132 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH melacak intertekstualitas, dan tidak berkaitan secara langsung dengan penilaian mutu karya atau mutu pengarang. Seandainya itu tujuan buku tersebut, tentu perayaan 33 nama besar tidak akan dibutuhkan.

Kepada www.portalkbr.com, Katrin juga mengungkapkan kritik lain terhadap buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Yang dikritik adalah selain dimasukkannya figur Denny JA dalam daftar tokoh tersebut, juga soal “genre puisi esai” yang menjadi salah satu landasan Tim 8 memasukkan nama Denny JA dalam daftar. Katrin menilai tidak ada pertanggungjawaban akademis terhadap pernyataan ini. Doktor kritik sastra itu menilai pemunculan genre sastra baru itu mengada- ada.

Menurut Katrin, puisi yang ditulis atas nama genre itu adalah puisi naratif; puisi yang agak panjang, bernarasi. Jadi, masih menurut Katrin, puisi naratif Denny JA tidak beda jauh dalam bentuk dengan puisi serupa karya Rendra dan Linus Suryadi. Bedanya hanya diberi catatan kaki yang --menurut pengamatan Katrin-- fungsinya tidak begitu jelas dan tidak benar-benar dibutuhkan. Jadi bagi Katrin, tampak ada usaha untuk sengaja membuat genre

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 133 baru supaya ada sesuatu yang heboh, padahal tidak ada yang benar-benar baru di situ.

Katrin juga mengritik kemampuan Dewan Juri untuk memilih secara objektif . Dari 8 nama dewan juri, menurut Katrin, ia tidak menemukan satupun yang mewakili unsur kritikus sastra. Padahal, Tim 8 mengklaim buku mengenai 33 sastrawan paling berpengaruh itu dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Katrin merasa, dirinya tidak melihat ada banyak akademisi dengan kompetensi membuat buku semacam itu, dengan penjelasan akademis yang konon ada di situ, karena mayoritas dewan juri adalah sastrawan.

Meskipun ada nama Berthold Damshäuser, Katrin menilai Berthold tetap tidak memiliki kompetensi kritik sastra. Berthold Damshäuser, kata Katrin, adalah pengajar di sebuah jurusan yang khusus mengenai penerjemahan, jadi dia asli penerjemahan dan bukan kritikus sastra sebetulnya.

Keterlibatan para sastrawan aktif dalam penilaian itu juga menimbulkan keraguan objektivitas penilaian. Katrin beralasan, para sastrawan tidak terdidik secara akademis untuk menjadi kritikus sastra. Menurut Katrin, pembuatan

134 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH buku seperti ini biasanya sekedar kegiatan tambahan bagi sastrawan, dan mereka tidak mendalami benar- benar secara akademis bagaimana cara melakukan kritik sastra, mempelajari teori sastra. Selain itu, kata Katrin, status sebagai sastrawan aktif di dunia sastra Indonesia membuat mereka tidak bebas dari kepentingan-kepentingan sendiri, sehingga objektifitasnya bisa diragukan, atas dasar apa mereka memilih sastrawan-sastrawan yang berpengaruh.

Katrin juga memberi catatan nama- nama sastrawan yang berpengaruh besar, yang seperti hilang begitu saja dalam buku itu. Seperti, misalnya, Wiji thukulyang jelas berpengaruh. Wiji thukuladalah nama penyair yang hilang di zaman rezim Orde Baru yang otoriter, dan diduga kuat sudah tewas dibunuh. Meskipun nama Wowok Hesti Prabowo masuk untuk mewakili sastra buruh, Katrin menilai, pengaruh Wiji thukuljauh lebih kuat dibandingkan Wowok dalam dunia sastra Indonesia.

Selain itu, Katrin meminta masyarakat mewaspadai jika penerbitan buku ini menjadi dasar dalam pengajaran sastra Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menurutnya, gerakan menentang versi tersebut perlu mendapat dukungan jika ternyata penerbitan buku 33 Tokoh

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 135 Sastra Indonesia Paling Berpengaruh menjadi dasar pembuatan kanon sastra baru.

A.S. Laksana, Sastrawan

A.S. Laksana termasuk yang mengritik keras buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Kritik A.S. Laksana berpusat pada figur Denny JA, yang dimasukkan oleh Tim 8 dalam daftar tokoh sastra paling berpengaruh. Sulak beranggapan, nama Denny JA inilah yang pada akhirnya menjadi biang keriuhan. Denny adalah seorang warga negara yang memiliki hasrat besar untuk diakui sebagai pelopor di bidang apa saja yang ia geluti. Ia konsultan politik yang urusan utamanya membuat publik melihat bahwa elektabilitas kliennya makin meningkat.

A.S. Laksana yang pernah menjadi jurnalis Tabloid DeTik mempertanyakan, kenapa nama Denny JA bisa ada di dalam daftar tokoh sastra paling berpengaruh. Pertanyaan itu dijawabnya sendiri, bahwa Denny menghendaki hal itu dan ia memiliki uang untuk mewujudkan keinginannya. Dan untuk itu ia hanya memerlukan orang-orang yang sudi bekerja mewujudkan keinginannya.

136 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH A.S. Laksana meyakini, ini adalah proyek yang sudah ada dalam rancangan Denny sejak awal, sejak terpikir olehnya untuk menerbitkan buku kumpulan puisi, yang ia sebut puisi-esai. Ketika menerbitkan buku itu, 2012, Denny meminta beberapa nama besar dalam sastra Indonesia— Sapardi Djoko Damono, Ignas Kleden, dan Sutardji Calzoum Bachri—untuk membuat tulisan mengiringi buku kumpulan puisinya.

A.S. Laksana mengaku, ia yakin ini adalah proyek yang sudah ada dalam rancangan Denny sejak awal, sejak terpikir olehnya untuk menerbitkan buku kumpulan puisi, yang ia sebut puisi-esai. Ketika menerbitkan buku itu, 2012, Denny meminta beberapa nama besar dalam sastra Indonesia— Sapardi Djoko Damono, Ignas Kleden, dan Sutardji Calzoum Bachri—untuk membuat tulisan mengiringi buku kumpulan puisinya. Kurang lebih seperti seorang penganten imut minta diiringi oleh para raksasa. Saya tahu satu orang lagi yang juga dia minta menulis ulasan tentang puisi-puisinya dan orang ini menyampaikan kritik keras. Tulisan itu tidak dipakai, tetapi si penulis tetap dibayar.

A.S. Laksana juga menuduh Denny JA melakukan pekerjaan propaganda besar-besaran,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 137 karena setelah terbitnya buku tersebut, pelbagai kegiatan diadakan. Antara lain: lomba menulis resensi, lomba penulisan puisi esai, pembacaan puisi, dan sebagainya. Berbagai artikel kampanye puisi esai terbit di Jurnal Sajak dan majalah sastra Horison. Setelah itu muncul juga buku-buku kumpulan puisi esai yang kebanyakan diterbitkan oleh Jurnal Sajak. Jadi, A.S. Laksana menyimpulkan, ini semacam pekerjaan propaganda untuk menggemparkan dan mempengaruhi kesadaran publik tentang kelahiran puisi-esai, sebuah “genre baru sastra Indonesia” dengan Denny JA sebagai pelopornya.

Menurut pandangan A.S. Laksana, Denny terus melanjutkan kampanye. Seperti, kelima puisi Denny yang ada dalam kumpulan itu difilmkan. Dalam situsweb tentang puisi esai, yang A.S. Laksana meyakini didanai oleh Denny JA, terdapat keterangan: “puisi-puisi esai karya Denny JA ini juga ditransformasikan ke dalam film di mana penulisnya, Denny JA, menggaet sineas kenamaan Hanung Bramantyo sebagai co-produser.” Selain difilmkan, diproduksi juga video klip pembacaan puisi oleh Putu Wijaya, Sutardji Calzoum Bachri, Niniek L Karim, Sudjiwo Tedjo, dan Fatin Hamama.

Jadi, A.S. Laksana menyimpulkan, penerbitan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling

138 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Berpengaruh tidak lain adalah kelanjutan belaka dari propaganda-propaganda yang sudah dilakukan sebelumnya, yang sekarang tujuannya ialah mengukuhkan nama Denny JA sebagai seorang pelopor dalam kesastraan Indonesia. Karena itulah, mau tidak mau, nama Denny harus masuk, sebab itu misi utama proyek penerbitan buku ini. Jika nama Denny tidak dimasukkan ke dalam daftar, A.S. Laksana menduga, Denny tidak akan membatalkan proyek tersebut, atau bisa saja mencari operator- operator lain, jika Denny tetap menghendaki dirinya disebut sebagai tokoh sastra paling berpengaruh.

Namun A.S. Laksana tidak ingin mengatakan Denny melakukan kejahatan. A.S. Laksana mengira, Denny hanya ingin menunjukkan bahwa jalan untuk menjadi tokoh sastra bisa dibangun dengan cara mudah, semudah meningkatkan elektabilitas para politisi yang menjadi klien Denny.

A.S. Laksana, bagaimanapun, tidak sependapat jika buku itu dianggap sebagai sebuah proyek lucu-lucuan saja dari seseorang yang memiliki banyak uang. Bagi A.S. Laksana, penerbitan buku itu adalah sebuah proyek ambisius yang didesain secara sungguh-sungguh, dan untuk itulah Denny JA mengeluarkan dana. A.S. Laksana menduga, mungkin saja buku itu nanti didiskusikan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 139 di puluhan kampus di seluruh Indonesia, atau diupayakan untuk dibawa ke Frankfurt Book Fair 2015, di mana Indonesia menjadi tamu kehormatan. Semua kemungkinan itu sangat bisa dilakukan.

Irwan Bajang, Blogger, Pemimpin Redaksi Indie Book Corner.

Irwan Bajang mengritik penerbitan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, yang mencantumkan nama Denny JA sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh tersebut. Pertama, yang dikritik Irwan adalah “genre puisi esai,” yang disebut dalam buku itu sebagai hasil kreasi Denny. Irwan mengambil analogi dengan kemunculan dan populernya jurnalisme sastrawi. Jurnalisme ini tak bisa disebut sastra, meskipun ia mengombinasikan tulisan jurnalistik dengan gaya penulisan sastra. Dua hal ini tidak sama.

Penjelasan ini, menurut Irwan, cukup untuk menjelaskan di mana letak perbedaan karya nonsastra dan sastra. Termasuk esai dan puisi. Esai berjalan dengan caranya sendiri, ditulis dengan standar dan kaidah esai. Begitu pula dengan puisi. Menggabungkan puisi dan esai bisa saja dilakukan. Namun, esai adalah esai, dan puisi adalah puisi.

140 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Irwan menuturkan, dalam karya sastra terdapat unsur fakta yang dibicarakan dengan cara fiksi, ini adalah kelebihan yang dimiliki sastra, sekaligus kekurangannya. Bagaimanapun sastra tak bisa dijadikan rujukan sahih atas sebuah fakta yang terjadi. Berbeda dengan karya jurnalistik, berbeda juga dengan karya esai yang cenderung beropini dengan menghadirkan rujukan referensi. Irwan menandaskan, sekali lagi, puisi adalah puisi dan esai tetaplah esai. Fiksi sebagai landasan utama karya sastra tak lantas membuatnya hanya berisi imaji kosong, yang datang tanpa alasan. Sebuah fiksi tak mungkin muncul begitu saja tanpa ada persentuhan si penulis dengan fakta di sekelilingnya.

Irwan mengakui, Sutardji Calzoum Bachri telah memuji Denny JA dalam satu tulisannya yang berjudul Satu Tulisan Pendek atas Lima Puisi Panjang. Tulisan ini ia alamatkan pada buku Atas Nama Cinta yang menghimpun 5 “Puisi Esai” karya Denny J.A. Bukan hanya Sutardji, tapi ada puluhan sastrawan—yang kalau bisa atau mau disebut senior—menulis untuk mengapresiasi tulisan Denny J.A. Puluhan nama lain bisa ditemukan di lomba resensi yang digelar untuk buku ini. Beberapa tulisan tersebut juga dimuat di Jurnal Sajak yang terbit setiap bulan, diasuh oleh para penyair

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 141 Indonesia. Juga banyak puisi esai ditulis di sana oleh penyair. Semua tulisan tersebut muncul dalam waktu yang sangat pendek. Tak lebih dari setahun.

Menurut Irwan, dalam waktu yang singkat, dengan caranya, Denny sudah berhasil menjadi sorotan dan bukunya menjadi ramai dibicarakan. Padahal Denny J.A. bukan penyair, bukan juga sastrawan yang lama berproses dan dikenal di wilayah sastra. Tapi respons yang muncul atas karyanya lahir begitu deras dari para ‘begawan’ sastra Indonesia. Jadi Denny J.A. adalah sebuah fenomena sastra.

Irwan memandang, jika salah satu kriterianya adalah berpengaruh—yang diartikan juga pada bagaimana respons publik akan sebuah karya/ nama—maka Denny JA tentu bukan nama yang salah. Paparan kegiatan yang diadakan untuk karya Denny ini sudah lebih dari sebuah kata berpengaruh. Kata Irwan, Denny J.A. sangat berpengaruh bahkan melebihi semua sastrawan yang pernah ada di Indonesia, jika tolok ukur ini dilihat dari jumlah buku yang terbit, ulasan, resensi, dan kritik yang timbul karenanya.

Namun Irwan mengritik bahwa fenomena sorotan pegiat sastra terhadap Denny JA itu tidaklah

142 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH alamiah. Dalam perkembangan sastra terbaru, tulis Irwan, setiap hari muncul banyak penulis baru, penulis yang bahkan sangat punya potensi untuk dibicarakan. Tapi fenomena seperti yang dialami Denny JA itu tak pernah terjadi. Dalam dunia puisi, ada Indrian Koto, Thendra BP, Ragil Sukriwul, Dea Anugrah, Rozi Kembara, Halim Bahriz, Mario Lawi, dan beberapa deret nama lainnya. Mereka menulis dengan ciri dan gaya masing-masing dan punya kecenderungan kuat, namun karya mereka tidak diperhatikan banyak orang dan tidak diulas sedemikian rupa seperti karya Denny.

Irwan memaparkan karier Denny J.A., yang populer karena seringkali berhasil memprediksi kemenangan calon pemimpin dalam pilkada atau atau pemilu, sejak 2004. Denny adalah orang yang berani mengiklankan prediksinya di media nasional, bahkan 10 hari menjelang pencoblosan. Denny J.A. diberi label King Maker oleh banyak media. Ia membantu kemenangan presiden dua kali (2004, 2009), 23 gubernur dari 33 provinsi seluruh Indonesia dan 51 bupati/walikota. Denny memenangkan semua pemilu presiden langsung yang pernah ada di Indonesia ini. Ia memenangkan lebih dari 60% gubernur seluruh Indonesia. Melalui enterpreneurshipnya, ia membuat pekerjaan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 143 “konsultan politik” menjadi profesi baru yang sangat berpengaruh bagi politik nasional. Dengan prestasi prestisiusnya ini, tulis Irwan, hampir semua partai politik besar memakai jasa survei opini publik untuk hasil pemilihan yang maksimal.

Dari situ, Irwan bertubi-tubi mempertanyakan, untuk apa Denny J.A. masuk ke ranah sastra? Kenapa Denny tidak hanya menjadi orang yang—misalnya—membuat penghargaan sastra, bikin perhelatan sastra yang besar dan acara lain yang bisa membuat banyak orang sastra berterimakasih padanya? Jaringan politisi dan bisnisnya tentu juga akan banyak mendukung kegiatan itu jika Denny mau. Untuk apa Denny menjadi penyair, dan masih kurangkah jumlah penyair di Indonesia?

Irwan menduga, mungkin Denny sedang bermain di wilayah bisnis dan politik, di mana sastra hanyalah jalan. Dalam karier dan bergaining position di dunia poiltik plus entrepreneurship, hal ini sangat penting. Denny J.A. ssedang melakukan branding, membuat sebuah alamat bagi karyanya. Ia mengadakan survei terhadap puisi-puisi yang tayang di koran nasional, sample penelitiannya adalah orang-orang yang diminta membaca dan

144 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH menilai puisi Indonesia. Hasilnya, puisi Indonesia susah dipahami, terlalu tinggi di awang-awang. Lalu, kata Irwan, Denny membuat genre baru, persis di dunia bisnis; mencari diferensiasi produk, promosi dan marketing adalah ujung tombaknya. Ia memilih banyak nama yang bisa memacu majunya sebuah brand yang ia luncurkan. Produk barunya adalah Puisi Esai.

Masih menurut Irwan, karena Denny J.A. memiliki produk puisi/sastra, maka ia juga harus mencari penyair terkenal, dramawan, sutradara, kritikus, yang harus dijadikan simbol dan brand ambassador.Tak lupa juga alih media menuju film, teater, lukisan, dan tentu saja dengan artis yang berbeda. Ini adalah cara bisnis dan promosi produk yang tepat, sehingga hasilnya sangat memuaskan. Sepuluh bulan sejak 7 Januari 2013, sejak diluncurkannya, www.puisi-esai.com telah diklik lebih dari 7 juta kali.

Hal ini, diakui Irwan, bisa menjadi catatan “kuantitatif” berapa jumlah manusia yang berkunjung dan datang membaca sajak Denny JA, walaupun “tidak alamiah.” Menurut Irwan, dengan membeli sebuah akun sajak dengan follower lebih dari satu juta, Denny mendekatkan karyanya

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 145 kepada generasi paling terbaru, dengan cara yang sangat baru. Denny memperkenalkan karyanya lewat twitter, langsung dari genggaman tangan hampir semua manusia dan remaja kelas menengah Indonesia. Menurut Irwan, kemudahan akses untuk membaca puisi itu melalui jaringan twitter, ponsel pintar dan internet adalah langkah pengenalan produk yang paling banyak dipakai para pengusaha di dunia.

Irwan menutup tulisannya dengan pertanyaan yang dijawabnya sendiri: Kenapa ramai orang menyalahkan Denny J.A? Denny hanyalah seorang yang sedang berbisnis. Itu haknya. Ia businessman, ia konsultan politik dan produknya adalah jualan jasa. Jadi, tulis Irwan, anggap saja para punggawa sastra tak lebih dari sekadar artis iklan minuman kesehatan. Denny J.A. punya produk yang menjanjikan dan artis kita mungkin sedang butuh uang.

Puthut Ea, Sastrawan

Polemik penobatan Denny JA sebagai salah satu tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh juga mendapat kecaman dan kritik dari sastrawan asal Yogyakarta, Puthut Ea, menulis surat terbuka untuk

146 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Denny JA. Berikut rangkuman dari isi surat terbuka Puthut yang berjudul “Surat untuk Pak Denny JA.”

Puthut Ea mengawali suratnya dengan gaya akrab dan banyak basa-basi, meski ia mengaku “tidak pintar berbasa-basi.” Puthut menyatakan, demokrasi Indonesia mutakhir tidak akan melupakan nama Denny JA sebagai salah satu tokoh konsultan politik di barisan awal, sekaligus sebagai salah satu maestronya. Pengamat dan konsultan politik belakangan ini yang masih berusia muda pastilah berterimakasih pada Denny JA, karena tanpa pendahulu seperti Denny JA rasanya muskil profesi pengamat dan konsultan politik ini menjadi sohor, moncer dan mentereng.

Dari narasi tentang demokrasi, Puthut masuk ke bahasan tentang pemosisian Denny JA dalam kaitannya dengan sastra. Menurut Puthut, demokrasi liberal adalah demokrasi yang riuh, dan keriuhan itu juga dibutuhkan dalam perdagangan juga, termasuk dagang gagasan. Termasuk tentu saja dalam dunia marketing politik. Mengutip tokoh pebisnis marketing politik Rizal Mallarangeng, Puthut menyatakan, hanya ada tiga kunci marketing politik: money, momentum dan media.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 147 Dari situ Puthut menduga, dalam dunia sastra yang sedang Denny JA singgahi, tiga hal tersebut tentu menjadi parameter dan pijakan. Barang siapa memiliki ketiganya, maka ia akan bisa berkibar. Namun, menurut hemat Putut, seseorang sebetulnya cukup punya satu: money. Sebab dengan uang, seseorang bisa menguasai, membeli atau terpampang di media. Dengan uang pula, ditambah sedikit saja kepintaran, seseorang bisa menciptakan momentum. Puthut menilai, Denny JA adalah orang yang sangat piawai menciptakan momentum. Itu pula yang membuat Denny JA terus bisa berselancar dalam keriuhan polemik sastra terakhir sejak terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

Puthut Ea menuding bahwa buku itu terbit disponsori Denny, dan menyeponsori hal seperti itu sebetulnya biasa, termasuk menitip nama supaya masuk. Lebih tepatnya, tulis Puthut, buku tersebut dan sejumlah nama yang lain di dalam buku tersebut hanya sebagai pelengkap. Intinya ada di Denny JA. Denny tidak bersalah dalam konteks kekinian, yang segala hal bisa diperdagangkan dan ditukar dengan uang. Kalaupun toh masih perlu orang untuk disalah-salahkan, kata Puthut, yang paling salah ya para sastrawan yang ikut mendongkrak Denny JA.

148 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Menurut Puthut, ada banyak hal yang bisa Denny JA lakukan di dalam dunia sastra, tanpa harus menyeponsori buku yang menimbulkan polemik tersebut, dan dunia sastra selalu mencatat nama-nama yang mendukung sastra tanpa melalui berkarya. Sebab sebuah karya membutuhkan sekian banyak dukungan baik langsung maupun tidak langsung. Puthut memberi contoh nama HB Jassin, kritikus dan pelaku dokumentasi yang penting dalam jagat sastra Indonesia. Ada juga Jusuf Ishak, seorang editor sekaligus salah satu inisiator Hasta Mitra, penerbit alternatif yang berani menerbitkan karya-karya Pramoedya Ananta Toer.

Ada juga Buldanul Khuri dan Bilven. Buldanul Khuri adalah mantan pemilik penerbit Bentang Budaya. Penerbit ini di saat penerbitan belum sebanyak ini, sudah punya komitmen untuk menerbitkan buku-buku sastra. Buku sastra zaman akhir dekade 80-an dan awal tahun 90-an tidak seperti sekarang yang bisa laku jutaan eksemplar. Zaman itu bisa laku 3.000 eksemplar saja sudah bisa bikin girang pihak penerbit.

Sedangkan Bilven adalah pemilik toko buku Ultimus di Bandung. Setahu Puthut, problem toko buku itu dari dulu hampir sama: terancam bangkrut

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 149 melulu. Tapi kontribusinya selama kurang-lebih 10 tahun berkiprah luar biasa. Ada banyak fora sastra dihelat di sana, tempat para sastrawan diskusi, numpang baca buku gratis, sampai numpang tidur bahkan berutang duit. Selain kedua nama-nama tersebut ada banyak nama lain yang punya jasa dalam dunia sastra tanpa harus menghasilkan karya sastra.

Dari situ Puthut menyarankan, jika Denny JA serius mau membantu dunia sastra makin berkembang dan dinamis, Denny bisa membantu anak-anak muda untuk menerbitkan karya-karya mereka. Ada banyak anak muda Indonesia yang karya-karya mereka cukup bagus, tapi tidak bisa diserap dan diterbitkan oleh penerbit di Indonesia. Mungkin karya-karya tersebut dianggap tidak diterima oleh pasar. Anda juga bisa membuat semacam sekolah singkat reguler untuk kritik sastra. Karena konon salah satu penyebab mengapa sastra Indonesia kurang bermutu adalah karena minimnya kritik sastra.

Sekolah singkat itu bisa dirancang dan diisi oleh kritikus-kritikus seperti Faruk HT, Kris Budiman, Katrin Bandel. Kalau spektrumnya mau lebih kaya, bisa ditambah Nirwan Dewanto, Nirwan

150 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Ahmad Arsuka, dan Pak Binhad Nurohmat. Tapi kalau mau lebih kaya lagi bisa ditambah dengan Jamal D Rahman dan Helvy Tiana Rosa. Menurut Puthut, dengan sekolah kritik sastra yang reguler, apalagi diampu nama-nama keren di atas, anak- anak muda berbakat macam Arman Dhani dan Dedik Priyanto bisa lebih terasah dan berdaya guna.

Usulan lain Puthut adalah Denny JA juga bisa memberi beasiswa berkarya bagi para pelaku sastra Indonesia. Ini juga keren. Kebanyakan sastrawan Indonesia masih ada problem berkarya karena harus juga mencari makan, sehingga mereka kekurangan energi, waktu dan uang untuk melakukan penelitian untuk karya-karya mereka. Kalau Denny JA melakukan itu, tulis Puthut, insyaAllah dunia sastra Indonesia akan semakin cerah, bukan malah sibuk bersengketa seperti sekarang, setelah penerbitan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

Khrisna Pabichara Marewa, Sastrawan

Membaca buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, Khrisna Pabichara mengaku bingung. Kebingungannya yang pertama berkaitan dengan soal bahasa. Yakni, penggunaan kata paling pada judul buku itu. Secara holofrasis, kata

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 151 paling tampak dominan dalam sekalimat judul itu. Artinya, kata ini sangat menentukan makna keseluruhan kalimat. Apalagi paling diikuti oleh kata megah, berpengaruh. Artinya, tokoh yang terpilih mestilah “memiliki pengaruh” atau “ada pengaruhnya”.

Dengan demikian, tulis Khrisna, paling berpengaruh dapat dimaknai sebagai “yang paling memiliki pengaruh” atau “yang terkuat pengaruhnya”. Tentu ada alasan mengapa dan bagaimana seseorang dipilih menjadi yang paling. Ini bukan tabiat sambalewa—tindak kurang hati-hati atau sembrono—karena harus melewati fase tidak berpengaruh, agak berpengaruh, berpengaruh, dan sangat berpengaruh.

Kebingungan kedua yang dinyatakan Khrisna terjadi ketika membuka halaman v-viii yang memuat Daftar Isi. Halaman ini memajang siapa saja tokoh yang paling berpengaruh bagi sastra Indonesia dan siapa yang memilihnya. Tim 8 adalah yang memilih nama-nama itu, dan memilih 33 tokoh sastra berarti pula membuka peluang penyingkiran bagi tokoh-tokoh sastra tertentu. Bisa saja, dengan sengaja atau tidak, Tim 8 telah meminggirkan tokoh yang sebenarnya layak dipilih sebagai yang paling

152 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH berpengaruh. Khrisna mempermasalahkan cara pemilihan nama-nama tokoh sastra yang dianggap Tim 8 paling berpengaruh itu.

Kriteria yang digunakan Tim 8 untuk memilih tokoh sastra paling berpengaruh adalah: (1) pengaruhnya berskala nasional, tidak hanya lokal; (2) pengaruhnya relatif berkesinambungan, dalam arti tidak menjadi kehebohan temporal atau sezaman belaka; (3) menempati posisi kunci, penting, dan menentukan; dan (4) menempati posisi sebagai pencetus atau perintis gerakan baru yang kemudian melahirkan pengikut, penggerak atau bahkan penentang, dan akhirnya menjadi semacam konvensi, fenomena, dan paradigma baru dalam kesusastraan Indonesia.

Khrisna membayangkan, karena adanya berbagai kriteria yang dinyatakan Tim 8 dalam menyeleksi tokoh sastra, Tim 8 tentunya membongkar dokumen-dokumen, menelusuri jejak kesusastraan Indonesia, dan melacak rekam jejak tokoh-tokoh sastra. Tentu bukan pekerjaan mudah. Kata Khrisna, tugas ini akan bertambah pelik tatkala Tim 8 duduk semeja, memperdebatkan mengapa Si A memilih Si B, kenapa tokoh A dinilai lebih berpengaruh dibanding tokoh B, dan silang- sengkarut lain yang berkepanjangan.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 153 Khrisna juga membayangkan terjadi kebuntuan. Si A berkeras menyebut tokoh B tidak lebih berpengaruh dan Si B menandaskan yang sebaliknya. Boleh jadi ada pemungutan suara, meskipun Khrisna mengaku tak dapat menduga- duga, bagaimana sebuah tim dengan angka genap mencari selisih suara.

Namun Khrisna menyayangkan, titik tolak yang digunakan dalam pemenuhan kriteria bukan sebanyak-banyaknya memenuhi kriteria, melainkan sekurang-kurangnya memenuhi satu dari empat kriteria—sebagaimana tercantum pada halaman xxvi. Pada bagian ini, Khrisna menduga, itu tak lebih dari dalih yang kelak dapat menjadi senjata bagi Tim 8 untuk berkilah. Si A sudah memenuhi kriteria keempat dan itu sudah cukup, misalnya. Memang namanya dikenal di Jakarta saja dan itu sudah sesuai dengan kriteria skala nasional, misalnya lagi.

Khrisna juga mempersoalkan pembubuhan kata relatif pada kriteria kedua. Relatif identik dengan tidak mutlak. Maka, relatif berkesinambungan—yang dapat dimaknai tidak harus atau tidak mutlak berkesinambungan— berbenturan dengan tidak menjadi kehebohan temporal atau sezaman belaka. Khrisna menyatakan, tak heran karena berangkat dari kriteria yang kacau

154 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH akhirnya tiba pada hasil yang juga kacau. Tak heran, bila salah seorang tokoh terpilih menantang siapa saja, tentu dengan modal sendiri, yang tidak setuju pada pilihan Tim 8 agar melakukan riset tandingan.

Penulis novel Sepatu Dahlan ini berpendapat, bahwa Tim 8, entah disengaja entah tidak, telah melabrak dan menabrak sudut pandang, pertimbangan, dan kriteria yang disusun sendiri oleh mereka. Pencantuman Denny JA, misalnya. Khrisna mengaku bingung, bagaimana bisa Tim 8 menaksir karya dan/atau pemikiran Denny JA memberikan inspirasi bagi sastrawan berikutnya hanya dalam rentang satu- dua tahun. Belum lagi bila ditambah dengan karya dan/atau pemikirannya berdampak luas, berskala nasional.

Khrisna pun menggugat sembilan butir (hlm. 654-655) yang menjadi patokan atau titik tolak Tim 8 dalam memilih Denny JA. Alasannya, buku- buku atau tulisan-tulisan dalam sembilan butir itu menyertakan nama-nama yang “akrab” dengan Tim 8. Pada butir pertama tertera nama Ahmad Gaus, yang menganggit Kutunggu Kamu di Cisadane sekaligus mengusung Danny JA. Penerbitnya, Komodo Books. Yang bikin pengantar, Jamal D. Rahman. Pada butir kedua tertera nama penerbit yang juga “ramah”

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 155 dengan Tim 8, Jurnal Sajak. Butir satu hingga delapan tercantum nama-nama seperti Ahmad Gaus, Agus R. Sarjono, Acep Zamzam Noor, Jamal D. Rahman, dan Nenden Lilis Aisyah. Hanya butir kesembilan yang agak berbeda, diterbitkan oleh Renebook.

Khrisna menuding bahwa Ahmad Gaus, salah satu anggota Tim 8, terkesan memaksakan diri dalam mencari data untuk memperkuat alasan keterpilihan Denny, karena data yang disajikan jumlahnya terbatas dan diwarnai konflik kepentingan. Atau, bisa jadi, memang hanya sebegitu data yang tersedia menyangkut pengaruh Denny terhadap sastra Indonesia. Khrisna menyatakan, ia menangkap adanya kesan ketergesaan dan keterpaksaan.

Menurut Khrisna, akan berbeda halnya apabila —dengan sudut pandang, pertimbangan, dan kriteria Tim 8— tim ini menilik kiprah dan pengaruh Y.B. Mangunwijaya, Seno Gumira Ajidarma, Wiji Thukul, Kuntowijoyo, atau nama-nama lain yang diterakan di bagian belakang buku. Pengaruh Wiji Thukul masih terasa sampai sekarang. Seno juga sama, banyak penulis dari generasi setelahnya yang mengikuti gayanya. Atau, Umbu Landu Paranggi yang disebut sekali (hlm. 718).

156 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Maman S. Mahayana, Sastrawan

Maman S. Mahayana adalah mantan anggota Tim 8, yang menyusun buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Sehingga bisa dibilang, Maman seperti halnya anggota Tim 8 lain adalah pendukung penuh penerbitan buku ini. Hal itu terlihat dari surat yang sempat ia kirim dari Seoul, Korea Selatan, pada 1 Januari 2014 yang menunjukkan kebanggaannya pada buku tersebut. Namun, ketika kemudian muncul polemik keras di antara para pegiat sastra terkait dengan penerbitan buku tersebut, Maman menyatakan mundur dari posisinya di Tim 8.

Dalam pernyataannya tanggal 6 Februari 2014, juga ditulis di Seoul, Maman menarik diri dari posisinya sebagai anggota Tim 8. Maman menjelaskan, sejak awal kesediaannya terlibat dalam penyusunan buku itu didasari oleh tiga hal. Tiga hal yang menurut Maman tidak dapat dia tolak, adalah: (1) buku tentang tokoh sastra (Indonesia); (2) sahabat Jamal D Rahman; (3) PDS HB Jassin, lembaga yang sangat ia hormati.

Tentang butir pertama, terkait tokoh sastra Indonesia, Maman menuturkan, kesediaannya

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 157 bergabung dalam tim penyusun buku itu didasari oleh kesadaran, bahwa kontribusi sejumlah sastrawan dalam kehidupan bangsa dan negara ini sesungguhnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah penjadian dan perkembangan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, peranan dan kiprah mereka perlu ditempatkan secara proporsional, seperti juga profesi lain dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan di negeri ini.

Tentang butir kedua, Maman mengakui sosok Jamal D Rahman, pimpinan Tim 8, sebagai sahabat yang ia kenal dapat saya percaya itikad dan kebaikannya dalam memaknai persahabatan.

Tentang butir ketiga, PDS HB Jassin, Maman memahami bahwa sejarah perjalanan lembaga itu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan HB Jassin, karena ia pernah terlibat dalam penyusunan buku biografi HB Jassin (Darsjaf Rahman, Antara Imajinasi dan Hukum, Jakarta: Gunung Agung, 1986). Maman memandang HB Jassin adalah guru dan salah seorang pembimbing skripsinya, sehingga ia pernah cukup intens berdiskusi dengan manusia sederhana yang sangat ia hormati itu.

158 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Maman juga mengenal baik para pengelola dan karyawan lembaga itu, karena selama beberapa bulan ia pernah menjadi volunter di PDS HB Jassin. Maka, ia mengaku cukup akrab dengan pengurus dan karyawan lembaga itu, sejak masa kepengurusan Sri Wulan Rujiati, Titis Basino, Endo Senggono, sampai Ariany Isnamurti. Mereka adalah orang-orang yang menurut Maman punya integritas, loyal, dan penuh dedikasi dalam menjalankan pekerjaan mulianya, yakni memelihara dan merawat begitu banyak arsip dan dokumen penting yang berkaitan dengan kesusastraan Indonesia.

Setelah buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh itu terbit dan kemudian mendapat begitu banyak reaksi, Maman mencermati, bahwa tiga alasan keterlibatannya dalam penyusunan buku itu tidak dapat ia pertahankan lagi. Pertimbangan Maman adalah sebagai berikut ini:

Pertama, menyangkut tokoh sastra Indonesia, yang menjadi alasan awal Maman mau bergabung di Tim 8. Maman mengaku, bahwa sejak proses pemilihan nama ke-33 sastrawan yang terhimpun dalam buku itu sampai saat pernyataan ini ditulis, ia sudah mengatakan dan tetap pada pendirian yang menolak masuknya nama Wowok Hesti Prabowo

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 159 dan Denny JA. Khusus mengenai penolakan pada nama Denny JA, Maman mengaku sudah pula menyampaikan alasannya yang menyangkut tiga hal: (i) pengaruhnya yang belum menunjukkan sesuatu yang signifikan bagi perkembangan sastra Indonesia; (ii) kiprah dan kontribusinya yang masih harus dilihat dalam tahun-tahun ke depan, dan (iii) kepantasannya jika dibandingkan sastrawan lain.

Kedua, menyangkut sahabatnya Jamal D Rahman, yang ia kenal sebagai sosok yang dapat ia percaya itikad dan kebaikannya dalam memaknai persahabatan. Belakangan, tulis Maman, ia menyadari bahwa di atas persahabatan masih ada nilai yang lebih berharga, yaitu keterbukaan dan kejujuran. Sejak awal keterlibatannya dalam penyusunan buku itu sampai keterangan Jamal D Rahman dimuat majalah Tempo, 2 Februari 2014, halaman 48-49, Maman mengaku semakin sadar, bahwa ada beberapa fakta yang sengaja disembunyikan. Menurut Maman, hal-hal itu tak sesuai dengan makna kejujuran.

Terakhir, tentang PDS HB Jassin. Menurut Maman, dalam e-mail yang dikirim Jamal D Rahman sebelum Maman terlibat dalam diskusi untuk menentukan nama-nama tokoh sastra Indonesia,

160 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dinyatakan, bahwa: “Kegiatan ini secara formal dilaksanakan oleh PDS HB Jassin. PDS HB Jassin telah memberikan mandat kepada Jamal D. Rahman untuk mengkoordinir kegiatan dimaksud.”

Ternyata, tulis Maman, PDS HB Jassin tidak terlibat secara formal dan tidak pernah memberikan mandat kepada Jamal D. Rahman dalam pelaksanaan penyusunan buku itu. Maman mengutip pernyataan Ariany Isnamurti, Kepala Pelaksana PDS HB Jassin, yang menjelaskan bahwa PDS H.B. Jassin tidak terlibat sama sekali dengan proses penyusunan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, baik dalam hal keberadaan tim penyusun (Jamal D Rahman dkk) yang sering disebut Tim 8, pemilihan 33 sastrawan yang dimaksud dalam buku tersebut, maupun penentuan judul dan ungkapan persembahan: “Diterbitkan Untuk PDS H.B. Jassin”. Semua itu adalah urusan tim penyusun/Tim 8.

Maman beralasan, dengan pencermatan pada butir kedua dan adanya pernyataan Ariany Isnamurti, Kepala Pelaksana PDS HB Jassin itu, kini tidak ada alasan lagi bagi dirinya untuk tetap berada sebagai anggota Tim 8, penyusun buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 161 Maman melanjutkan, dengan kesadaran, bahwa dirinya ikut berkewajiban (1) menjaga integritas dan apresiasi pada sastra Indonesia dan tokoh-tokoh sastra Indonesia, (2) menempatkan keterbukaan dan kejujuran di atas persahabatan, dan (3) menghormati PDS HB Jassin dan menghargai dedikasi dan pengabdian segenap pengurus dan karyawan PDS HB Jassin, maka ia menyatakan mengundurkan diri dari Tim 8.

Sebagai konsekuensi pernyataan ini, Maman meminta agar Jamal D Rahman sebagai Ketua Tim 8, mencabut lima esainya tentang (1) Marah Rusli, (2) Muhammad Yamin, (3) Armijn Pane, (4) Sutan Takdir Alisjahbana, dan (5) Achdiat Karta Mihardja dari buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Maman menambahkan, honorarium sebesar Rp 25 juta sebagai pembayaran kelima esainya itu, akan ia kembalikan segera setelah kelima esai itu dicabut dari buku tersebut.

Sihar Ramses Simatupang, Sastrawan

Sihar Ramses Simatupang termasuk pengritik buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, meski sebelumnya sempat ikut menulis puisi esai. Popularitas “genre puisi esai” ini

162 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH merupakan salah satu pertimbangan Tim 8 untuk memilih Denny JA, sebagai salah satu tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh. Pilihan ini dikritik oleh Sihar Ramses, karena menurutnya, Denny JA selama ini tidak memberikan pengaruh apa-apa di dunia estetik sastra. Kritik Sihar berfokus pada puisi esai karya Denny JA, yang menurut Sihar bukanlah sesuatu yang baru, tetapi adalah pola atau teknik gaya lama.

Menurut Sihar Rames, Denny JA dan Tim 8 tak tahu bahwa tubuh puisi esai Denny JA bukanlah karya baru di dalam dunia sastra Indonesia. Sihar mengklaim, bahkan konsep prosa liris beberapa puisi karyanya sendiri – di antaranya puisi “Kisah Pohon Asam di Tanah Jakarta” – adalah karya yang sudah dia buat sejak dua tahun yang lalu (sekitar 2012). Ditegaskan oleh Sihar, bahwa puisi esai benar- benar sama dengan prosa liris dan puisi naratif – minus footnote.

Sihar mengatakan, padahal, sungguh, tubuh puisi yang diagungkan tim 8 itu sebenarnya adalah prosa liris, prosa (bangunan imaji yang menghadirkan karakter, penokohan, protagonis dan antagonis) yang dihadirkan dengan teknik puitik – menjadi liris. Itulah persoalannya, ujar Sihar, bahwa

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 163 puisi-puisi Denny JA, kalau saja dihapus footnotenya tetap adalah prosa liris.

Sihar bahkan mengaku tak pernah menyimak puisi --yang dikatakan sebagai puisi esai itu-- pada halaman ketiga dan keempat karena isinya seperti prosa liris atau pun puisi naratif lainnya. Puisi naratif adalah puisi yang berkisah. Kata Sihar, di sinilah dua genre prosa liris dan puisi naratif dapat berbenturan.

Menurut Sihar, meski terkesan sederhana dan sepele, sebenarnya masalah puisi ini adalah perkara serius, karena seakan-akan telah menghancurkan sejarah WS Rendra, Linus Suryadi, Agus Sunyoto, Sindhunata dalam puisinya. Sejarah inilah yang, kata Sihar, ditiadakan oleh buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

Dalam pandangan Sihar, jika mau bicara pengaruh, ya tentunya pengaruh genre seperti inilah yang perlu diperbincangkan. Juga, pengaruh perjuangan, visi penyair, atau pun pendobrakan bentuk teknik sastra tertentu. Seperti: Amir Hamzah yang lebih membebaskan tradisi ketatnya pantun, Chairil Anwar yang memulai tradisi bentuk puisi modern, Sutardji Calzoum Bachri yang membentuk

164 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH puisi mantera. Ada juga puisi mbeling Remy Silado, atau puisi rupa karya Gendut Riyanto.

Sihar beranggapan, kalau pun karya atau anak imajinasi kita ternyata tak lekat di sejarah sastra Indonesia, itu tidak mengapa, karena tujuan bersastra bukan untuk mencari nama dan menempatkan kita dan karya kita di dalam sejarah sastra! Tapi berbagi dunia kata, menawarkan kata baru di jagat publik yang suntuk dengan bahasa konvensional dan bahasa jargon selama ini. Lagi pula, cukup dengan berpuisi kita sudah membela rakyat, membela negara kita, membela kaum miskin, membela orang tertindas, kaum papa, itu saja sudah hebat. Yang penting kuncinya, cobalah bersabar, dan percayailah takdir. Para tokoh pendahulu pasti tak memikirkan nama dan karyanya dalam sejarah sastra Indonesia.

Sihar menyatakan, menjadi penyair adalah hak setiap orang. Para penyair pun berbeda profesinya, ada yang dosen, pengacara, pengusaha, kerja survei, karyawan, supir, tukang tanaman, dan wartawan. Tapi, kata Sihar, janganlah mengubah sejarah dan tak menghargai perjuangan para penyair di sepanjang masa kesusasteraan Indonesia. Itulah masalah paling besar. Singkatnya, Sihar

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 165 menyarankan, agar buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh itu ditarik dan peredaran.

Sumber:

http://www.portalkbr.com/berita/ nasional/3082096_4202.html http://indoprogress.com/2014/04/katrin-bandel- yang-perlu-dibongkar-justru-ideologi-yang- menempatkan-sastra-sebagai-seni-tinggi/ http://as-laksana.blogspot.com/2014/01/33-tokoh- sastra-sebuah-kejahatan.html juga dimuat di Kolom Ruang Putih, Jawa Pos Minggu, 19 Januari 2014 http://www.puthutea.com/artikel-detail. php?id=224 http://irwanbajang.com/2014/01/denny-ja-king- maker-yang-tak-pernah-salah/ http://nodennyno.wordpress.com/author/ puisinasia/page/3/ http://nodennyno.wordpress.com/2014/02/06/ buku-itu-tidak-dapat-saya-pertahankan-lagi/ http://nodennyno.wordpress.com/2014/02/08/47/ http://nodennyno.wordpress.com/2014/02/06/ yang-membingungkan-di-awal-tahun33-tokoh- sastra-indonesia-paling-berpengaruh/#more-41

166 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH “Takut Amat Buku Itu Paling Berpengaruh?”

Eksklusif - Wawancara indonesiaseni.com dengan Jamal D. Rahman

BUKU 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh menjadi bom kontroversi di media sosial hingga melahirkan gerakan petisi penolakan peredarannya. Buku itu dinilai cacat sejarah oleh beberapa sastrawan dan kritikus sastra karena memasukkan Denny JA yang dianggap belum teruji waktu untuk kepenyairan dan konsepsi puisi esai yang dicetuskannya. Sejak 2012 Denny JA mengkampanyekan genre puisi esai melalui berbagai proyek lomba dan medium seni teater, film, lukisan, poetry reading, termasuk bunga rampai analisis para tokoh sastra.

Meluncurnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (TSIPB) pada 3 Januari 2014 di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin mengundang spekulasi politisasi sejarah sastra seorang Denny JA.

Tim 8 yang bergulat melahirkan buku itu pun dipertanyakan kapasitas dan kredibilitasnya, baik dalam memilih tokoh juga deskripsi kepengaruhan dalam dinamika sastra. Karena buku sudah telanjur diterbitkan Kelompok Pustaka Gramedia

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 167 dan didistribusikan secara nasional, gelombang penolakan dari beberapa pegiat sastra merebak keras setidaknya di media sosial.

Seorang anggota tim 8 yakni akademisi Maman S. Mahayana menyatakan mundur dan membatalkan tulisan-tulisannya, baik yang termaktub dalam buku 33 TSIPB maupun bunga rampai analisis puisi esai. Namun ketua Tim 8 yang juga dikenal sebagai pemimpin redaksi majalah sastra Horison, Jamal D Rahman, tetap tenang dengan keyakinannya bahwa apa yang sudah dikerjakannya bersama tim 8 adalah hal baik. Di tengah kesibukannya, penyair yang juga pernah menjabat komite sastra Dewan Kesenian Jakarta 2003-2006, bersedia diwawancarai Indonesia Seni lewat e-mail. Berikut wawancara lengkap kami:

1. Apakah gagasan puisi esai memenuhi kriteria konsepsi estetika sastra?

Pada dasarnya puisi esai tidak berbeda jauh dengan puisi pada umumnya. Tapi sebagai sebuah gagasan atau konsep, ia memiliki hal- hal penting dalam puisi dan kehidupan sosial kita. Pertama, ia menekankan isu sosial. Di tengah begitu dominannya puisi liris dan puisi imajis

168 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dalam perpuisian kita, ia ingin menyuarakan lebih nyaring isu-isu sosial kita dalam puisi. Itu semacam penegasan tentang tanggung jawab moral puisi dan sastra pada lingkungan sosialnya. Dengan demikian, puisi esai ingin membawa puisi ke tengah gelanggang kehidupan sosial kita, sekaligus membawa masalah sosial ke jantung puisi.

Kedua, ia menghidupkan puisi naratif. Meskipun puisi esai tidak harus naratif, namun karena puisi esai harus panjang, sejauh ini puisi esai bercorak naratif. Dengan demikian ia menghidupkan corak naratif yang nyaris hilang dalam tradisi puisi kita. Itu akan memperkaya warna puisi kita hari ini, yang secara umum cenderung liris, imajis, dan sejenisnya.

Ketiga, puisi esai merangsang penyair dan “yang bukan penyair” untuk menulis puisi. Di satu sisi, ia mendorong penyair untuk menulis masalah sosial yang barangkali selama ini dipandangnya mustahil ditulis dalam puisi dengan gaya puisi mereka selama ini. Puisi esai menunjukkan: apa yang tampaknya oleh beberapa penyair dipandang nyaris tak mungkin ditulis dalam puisi, ternyata mungkin ditulis dalam puisi esai. Di sisi lain, ia mendorong yang bukan penyair untuk juga menulis

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 169 puisi bergaya puisi esai. Dengan gaya puisi esai, orang-orang yang selama ini memiliki pengalaman atau penelitian di bidang sosial memiliki peluang untuk menulis puisi esai. Jadi, yang bukan penyair bisa ambil bagian. Tidaklah mengherankan kalau penulis puisi esai berlatar macam-macam. Selain penyair, mereka adalah intelektual, akademisi, peneliti, aktivis, dll., yang sejauh ini katakanlah bukan “bagian” dari masyarakat sastra.

Banyak orang bertanya, apanya yang baru dalam puisi esai? Saya sendiri tak menganggap klaim kebaruan itu sebagai sesuatu yang benar- benar serius. Tak ada yang baru di bawah bintang dan matahari. Termasuk catatan kaki dalam puisi esai. Tentu bukan tak ada contoh puisi yang menggunakan catatan kaki, bahkan juga cerpen dan novel. Tapi dalam puisi esailah catatan kaki wajib ada. Jika hal baru penting benar, bukankah keharusan ada catatan kaki merupakan hal baru? Dengan demikian, puisi esai analog dengan pantun. Dalam pantun, wajib ada sampiran. Kalau tak ada sampiran, bukan pantun namanya. Dalam puisi esai, wajib ada catatan kaki. Kalau tak ada catatan kaki, bukan puisi esai namanya. Tapi tidak semua puisi yang bercatatan kaki dengan sendirinya merupakan puisi esai.

170 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Orang cenderung menertawakan bahwa dalam puisi esai wajib ada catatan kaki. Silahkan saja. Tapi saya memilih memikirkan apa arti penting catatan kaki dalam puisi esai, apa konsekuensinya, dll. Puisi esai menyadarkan saya bahwa dalam beberapa kasus puisi memang wajib pakai catatan kaki, entah catatan kaki itu disediakan oleh penyairnya atau pembaca mencari sendiri catatan kaki itu. Tanpa catatan kaki, puisi tertentu benar- benar tak bisa difahami, sehingga tak bisa dinikmati dengan lebih baik. Dengan catatan kaki, puisi esai meminta penyair untuk berendah hati membantu pembaca memberikan informasi tentang hal-hal tertentu dari puisi esainya, sebab informasi itu dapat membantu pembaca memahami dan menikmati puisi esai itu sendiri.

Tapi catatan kaki hanya satu segi dari puisi esai. Banyak lagi segi-segi lain dari puisi esai yang menarik untuk didiskusikan.

Tentu saja tantangan berikutnya bagi puisi esai adalah sejauhmana ia mencapai estetika yang membanggakan. Tapi kalau kita mengikuti perkembangan puisi esai, kita akan tahu bahwa jelas ada kemajuan berarti bukan saja secara kuantitas, juga bukan saja dari keragaman tema, tapi juga dari

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 171 segi mutu puisi esai sebagai karya sastra. Beberapa buku puisi esai pemenang lomba jelas menunjukkan kemajuan itu. Saya yakin masih akan lahir lagi puisi esai yang lebih bermutu sebagai karya sastra.

2. Seandainya Denny JA tidak dimasukkan sebagai tokoh dalam buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, apakah buku yang ditulis Anda dkk (Tim 8) tetap diterbitkan?

Masuk-tidaknya Denny JA dalam buku itu sama sekali bukan persyaratan terbitnya buku. Kami memasukkannya karena kami yakin dengan pertimbangan dan argumen kami bahwa dia memang layak masuk. Sebagaimana kami tegaskan dalam buku, kami tidak menilai mutu karya sastra tokoh-tokoh sastra itu. Demikianlah maka kami tidak menilai mutu puisi esai Denny JA, kami menilai pengaruhnya. Dilihat dari mutu sastranya, puisi esai Denny tidaklah memuaskan. Namun dilihat dari pengaruhnya, puisi esai yang digagasnya jelas besar dan luas, melampaui lingkungan sastra saja.

172 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 3. Mengapa Anda berani mengusung bahkan menjadi penanggungjawab lahirnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh?

Buku itu mengusung gagasan penting, yaitu menjelaskan peran yang dimainkan sastra kita — tentu melalui tokoh-tokohnya— baik terhadap kemajuan dunia sastra maupun —dan lebih-lebih— terhadap kebudayaan yang lebih luas, masalah kebangsaan, kemerdekaan, kenegaraan, dan lain- lain. Buku itu menunjukkan peranan sastra kita dalam masalah-masalah aktual bangsa kita, sejak zaman penjajahan sampai sekarang. Yang terpenting di antaranya adalah bahwa gagasan tentang Indonesia sebagai negara-baru dideklarasikan lewat puisi, yakni Sumpah Pemuda 1928. Bahkan sebelum Sumpah Pemuda dikumandangkan, Muhammad Yamin telah menulis puisi berjudul “Indonesia Tumpah Darahku.” Dalam puisi inilah gagasan tentang Indonesia sangat jelas telah dikemukakan Yamin. Secara hiperbolik dapat dikatakan bahwa Indonesia sesungguhnya lahir dari rahim puisi.

Demikian seterusnya para sastrawan kita memikirkan Indonesia. Sutan Takdir Alisjahbana dan sastrawan serta intelektual lain memikirkan orientasi kebudayaan Indonesia sebagai sebuah

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 173 negara yang baru digagas, yang kemudian dikenal dengan Polemik Kebudayaan itu. Di zaman revolusi, mereka mengobarkan kemerdekaan, dan seterusnya. Sekarangpun, sastra kita memainkan peran dalam kehidupan kita. Sastra kita berbicara tentang isu-isu penting bangsa kita.

Hanya saja, Indonesia cenderung durhaka pada puisi yang telah melahirkannya. Sastra cenderung dipinggirkan. Sastra dilupakan dan diabaikan. Bahkan dalam Kurikulum 2013, sastra dapat dikatakan tergusur habis dari pelajaran Bahasa Indonesia. Ini menyedihkan sekali. Buku itu ingin mengingatkan, bahwa kita punya tokoh-tokoh sastra yang telah memainkan peran penting dalam masalah-masalah aktual kita dari zaman ke zaman, sehingga tidak sepatutnya Indonesia sebagai negara yang bermartabat mengabaikan sastra.

4.Kontroversi bahkan penolakan beberapa kalangan sastra terhadap buku hasil kerja keras Anda dkk nampaknya menjadi wacana nasional?

Sayangnya mereka tidak menangkap spirit buku itu. Saya menduga kebanyakan mereka yang menolak buku belum membaca buku itu sendiri.

174 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Dan saya belum melihat argumen yang meyakinkan kenapa buku tersebut mesti ditolak. Lebih aneh lagi, mereka mendesak pemerintah melarang buku itu. Bagi saya, mereka antidemokrasi. Syukurlah bahwa mereka yang antidemokrasi hanya sebagian kecil dari masyarakat sastra. Sebagian besar masyarakat sastra bagaimanapun tahu cara berdemokrasi di dunia sastra. Tapi ada hikmahnya juga. Dengan reaksi berlebihan itu, buku tersebut dicari-cari orang, termsuk dari luar kalangan sastra.

5.Benarkah buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh akan diajukan menjadi buku wajib baca di sekolah-sekolah?

Hahaha.... Selain buku ajar, mana ada buku wajib baca di sekolah-sekolah? Dan mungkinkah buku itu menjadi buku ajar? Takut amat sih buku itu jadi buku paling berpengaruh... hehehe.

6.Bagaimana sikap Tim 8 menghadapi petisi Anti Pembodohan Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh?

Bagi saya, petisi itu merupakan kemunduran luar biasa dalam demokrasi dan tradisi intelektual kita. Bagaimana mungkin lahir pikiran untuk melarang buku di tengah perkembangan demokrasi kita

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 175 sekarang? Itu adalah gejala ekstremisme dan radikalisme dalam sastra, yakni memandang gagasan yang tidak mereka setujui sebagai sesat. Karena mereka tidak setuju dengan gagasan kami, mereka menganggap gagasan kami sesat, dan karena menganggap gagasan kami sesat, mereka berusaha melarangnya. Mereka sangat beriman bahwa hanya pikiran mereka yang benar. Yang berbeda dengan mereka kafir. Untunglah itu hanya gejala sebagian kecil sekali masyarakat sastra kita. Tapi bagaimanapun, gejala itu menyedihkan.

7.Berkaitan kesempatan Indonesia menjadi tamu kehormatan pameran buku internasional 2015 di Frankfurt, Jerman, benarkah Anda dkk melakukan lobi politik agar buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh lolos seleksi dan turut dipamerkan?

Misalkan kami melakukan itu, apa yang salah?

Oleh: Akidah Gauzillah

Sumber: www.indonesiaseni.com (10 Februari 2014) Jamal D. Rahman: Puisi Esai Denny JA punya pengaruh

176 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Wawancara KoranOpini.com Jamal D. Rahman

KoPi- Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh garapan tim 8 menuai reaksi keras masyarakat sastra Indonesia. Tim 8 terdiri atas Jamal D. Rahman, Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshauser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana, dan Nenden Lilis Aisyah dianggap manipulatif menempatkan Denny Januar Ali sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh di Indonesia.

Sejumlah penggiat sastra bahkan kemudian membuat petisi dan mendorong pemerintah untuk menarik buku yang dianggap menodai sejarah sastra Indonesia. Di Mesir para aktifis sastra yang tengah studi di Kairo juga membuat petisi serupa. KoranOpini.com mememinta tanggapan Jamal D. Rahman dalam sebuah wawancara.

Ranang Aji SP (RASP): Masyarakat sastra kita guncang dengan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Ada apa dengan mereka?

Jamal D. Rahman (JDR): Reaksi terhadap buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh sungguh berlebihan. Dan reaksi berlebihan itu merupakan fenomena atau kecenderungan sebagian

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 177 masyarakat sastra dalam menyikapi suatu gagasan yang berbeda dengan gagasan mereka, atau gagasan yang tidak mereka setujui. Tapi reaksi berlebihan itu muncul terutama di media sosial. Jumlah mereka sesungguhnya relatif kecil dilihat dari masyarakat sastra yang luas, para sastrawan, kritikus, pemikir, akademisi sastra, mahasiswa sastra, guru sastra, komunitas-komunitas sastra, masyarakat umum pecinta sastra dll.

Pada hemat saya, reaksi berlebihan itu menunjukkan 3 hal. Pertama, sikap antidemokrasi pada sebagian kecil masyarakat sastra. Yang paling jelas adalah Petisi. Mereka membuat Petisi, yang intinya mendesak pemerintah melarang buku itu. Ini sangat menyedihkan. Di zaman Orde Baru kita melawan pemerintah yang melarang buku, pentas teater, film, dll. Sekarang, malah masyarakat meminta pemerintah melarang buku. Ini kemunduran luar biasa dalam demokrasi dan tradisi intelektual kita. Saya hampir tidak percaya bahwa sikap antidemokrasi justru muncul dari masyarakat sastra, bahkan meskipun hanya sebagian kecil dari mereka. Masyarakat sastra seharusnya paling siap berdemokrasi, sebab sastra pada dasarnya meniscayakan perbedaan. Bagaimanapun, Petisi itu adalah fakta bahwa sebagian masyarakat sastra kita

178 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH antidemokrasi. Syukurlah bahwa itu hanya sebagian kecil. Saya yakin sebagian besar masyarakat sastra kita tetap pro demokrasi, dan bersikap demokratis dalam menerima berbagai gagasan.

Kedua, ketidaksiapan sebagian kecil masyarakat sastra dalam menyikapi gagasan yang, katakanlah secara radikal, berbeda dengan pendapat mereka, atau gagasan yang tidak mereka setujui. Apa yang tidak mereka setujui mereka anggap salah bahkan sesat, sehingga secara apriori mereka tak mau memahaminya, dan ingin melarangnya. Karena mereka tidak setuju dengan buku itu, mereka menganggapnya sesat. Tanpa membacanya pula. Rupanya, meski Reformasi sudah berjalan 15 tahun dan demokrasi kita berkembang cukup baik, masih ada kalangan masyarakat sastra yang tidak siap menerima gagasan yang tidak mereka setujui.

Ketiga, kecenderungan sebagian kecil masyarakat sastra menggunakan “kekuasaan” dalam menolak gagasan yang tidak mereka setujui, yakni menggalang dukungan, mau meminjam tangan pemerintah, berunjuk rasa, memfitnah, mengolok- olok, menghujat, mencaci-maki, dengan berbagai prasangka, dan lain-lain. Kenapa mereka tidak menggunakan gagasan untuk menyanggah gagasan, tidak menggunakan pikiran untuk membantah

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 179 pikiran, dan tidak mau menulis buku untuk menanggapi buku? Saya dengar mereka sudah ditawari untuk menulis buku menyanggah buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, tapi mereka menolak. Aneh sekali. Rupanya ekstremisme atau radikalisme mulai menggejala dalam masyarakat sastra kita.

Keempat, sebagian kecil masyarakat sastra kita rupanya menyukai gosip di dunia sastra. Reaksi di media sosial terhadap buku itu bagaimanapun penuh gosip.

RASP: Sebenarnya bagaimana Anda dkk membuat penilaian setiap tokoh? Ada metode yang bisa dijelaskan? Apa yang dimaksud pengaruh itu?

JDR: Kami melihat kembali perjalanan sastra Indonesia dari awal abad ke-20 sampai sekarang. Jelas bahwa yang memberikan kontribusi terhadap dunia sastra bukan hanya sastrawan dan karya sastranya, melainkan juga pribadi-pribadi yang dengan satu dan lain cara berkiprah di dunia sastra. Mereka adalah kritikus, pemikir, akademisi, dokumentator, penggiat sastra, dll. Itu sebabnya kami tak hanya melihat para sastrawan, melainkan juga tokoh sastra yang memainkan pengaruh di dunia sastra. Dengan

180 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH demikian, yang dimaksud dengan tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh adalah orang yang melalui karya sastranya, gagasannya, pemikirannya, kiprahnya, dan tindakannya memberikan pengaruh dan dampak cukup luas khususnya pada dinamika kehidupan sastra, dan umumnya pada dinamika kehidupan intelektual, sosial, politik, dan kebudayaan Indonesia yang lebih luas. Jadi, tokoh sastra bukan hanya sastrawan.

Sebagaimana kami jelaskan dalam buku, ada 3 hal yang kami pertimbangkan dari tokoh sastra yang kami maksud. Pertama, karya dan/atau pemikirannya, yakni karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan drama) dan pemikiran sang tokoh, baik pemikiran itu dikemukakan dalam karya sastra atau esai dan sejenisnya. Kedua, kiprah dan kegiatan sang tokoh, yakni berbagai tindakan dan kegiatan sang tokoh di bidang sastra dan budaya secara lebih luas. Ketiga, sejauhmana pengaruh sang tokoh khususnya bagi kehidupan sastra, dan umumnya bagi kehidupan sosial, budaya, dan politik di tanah air. Makin besar dan luas pengaruh seorang tokoh makin besar peluangnya untuk dipilih.

Lalu, ada empat kriteria. Tokoh sastra dinilai layak masuk dalam 33 tokoh sastra Indonesia

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 181 paling berpengaruh apabila sekurang-kurangnya memenuhi satu dari empat kriteria berikut. Pertama, pengaruhnya tidak hanya berskala lokal, melainkan nasional. Kedua, pengaruhnya relatif berkesinambungan. Ketiga, dia menempati posisi kunci, penting dan menentukan. Keempat, dia menempati posisi sebagai pencetus atau perintis gerakan baru yang kemudian melahirkan pengikut, penggerak, atau bahkan penentang.

RASP: Apa sebenarnya yang Anda inginkan dengan buku itu?

JDR: Buku itu ingin menunjukkan apa dan sejauhmana peranan sastra dalam kebudayaan kita, di lapangan sosial, politik, dan kebangsaan kita. Bahwa sastra bukan sekadar khayalan atau imajinasi yang tak ada kena-mengenanya dengan kehidupan konkret kita. Sejak awal abad ke-20, sastra kita terlibat langsung dengan masalah kebangsaan. Bahkan gagasan tentang Indonesia dideklarasikan dalam puisi, yakni Sumpah Pemuda, yang dikonsep oleh Muhammad Yamin, penyair yang juga seorang aktivis. Dua hari sebelum Sumpah Pemuda dikumandangkan, Muhammad Yamin menulis puisi “Indonesia Tumpah Darahku.” Dalam puisi inilah Muhammad Yamin mengemukakan

182 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH impiannya tentang Indonesia, sebelum gagasan tentang Indonesia dideklarasikan lewat Sumpah Pemuda. Seterusnya Sutan Takdir Alisjahbana mengajukan gagasan tentang orientasi kebudayaan bagi Indonesia yang baru digagas, apakah kita mau mengambil kebudayaan Barat atau Timur, lalu muncullah Polemik Kebudayaan. Demikian seterusnya di zaman revolusi, sastra mendorong semangat kemerdekaan, seperti tampak misalnya dalam puisi Chairil Anwar. Sampai sekarang, sastra tetap memainkan peranan dalam kehidupan konkret kita. Dengan melihat peranan, kiprah, dan pengaruh tokoh-tokoh sastra, sumbangan sastra pada kehidupan kita kiranya tampak lebih jelas.

RASP: Menurut saya setiap tokoh punya pengaruh. Tapi yang masif hanya Chairil Anwar, Pramoedya, WS Rendra dan GM. Kalau di Amerika Latin tentu G.G. Marquez dan Borges. Denny JA adalah episentrum dari gelombang protes ini. Sebenarnya layak tidak dia menurut Anda secara jujur? Sejauh mana pengaruhnya terhadap peradaban sastra kita?

JDR: Tentu setiap tokoh sastra punya pengaruh. Dan mengukur pengaruh ini tidak mudah, karena bersifat kualitatif. Tidak bisa diukur secara pasti. Itu sebabnya, meski pertimbangan dan kriteria sudah

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 183 disetujui oleh Tim 8, pada akhirnya ada satu-dua nama yang disetujui tidak secara bulat oleh Tim 8 sendiri. Maka sejak kami memutuskan 33 nama, kami sadar tak seorang pun akan setuju seratus persen dengan 33 tokoh pilihan kami. Tapi kami anggap itu wajar, dan berharap menjadi bahan diskusi atau polemik. Diskusi yang sehat tentu saja.

Ya, Denny JA merupakan episentrum dalam gelombang protes ini. Argumen kenapa kami memilih dia telah kami kemukakan dalam buku. Intinya, dia menulis dan menggagas apa yang disebutnya puisi esai. Judul buku puisi esainya adalah Atas Nama Cinta, berisi 5 puisi panjang tentang berbagai diskriminasi di Indonesia. Penting saya kemukakan bahwa kami tidak menilai mutu puisi esai Denny, melainkan menilai sejauhmana pengaruhnya. Bagi saya sendiri, dilihat dari mutu sastranya, puisi esai Denny tidak memuaskan. Tapi bagaimanapun pengaruh Denny dengan puisi esainya sangat besar.

Ada beberapa penyair menulis puisi esai ala Denny, dan sudah terbit sebagai buku. Setidaknya sudah ada 6 buku puisi esai, ditulis oleh banyak penyair. Lalu, ada film, lukisan, pembacaan puisi, pentas teater, musik, yang dibuat berdasarkan puisi esai Denny. Jadi, puisi esai Denny tak hanya berpengaruh di

184 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dunia sastra, melainkan juga ke bidang-bidang seni yang lain.

Di samping itu, puisi esai menjadi bahan diskusi relatif luas di kalangan kritikus sastra. Ada satu buku khusus yang merupakan kumpulan tulisan tokoh-tokoh penting sastra kita, mendiskusikan tentang puisi esai. Buku itu disunting oleh Acep Zamzam Noor, berjudul Puisi Esai: Kemungkinan Baru Puisi Indonesia. Jadi, pengaruh Denny tampak pada munculnya puisi esai karya beberapa penyair, beberapa bidang kesenian, yaitu film, pembacaan puisi, lukisan, teater, dan musik, yang diciptakan berdasarkan puisi esai Denny. Juga pada diskusi sekitar gagasan puisi esai. Tentu saja, banyak juga keberatan dan kritik atas puisi esai. Tapi bagaimanapun itu menunjukkan pengaruhnya juga.

Penting ditambahkan, pengaruh Denny lewat dunia maya. Puisi esai dan karya-karya turunannya seperti film, musik, teater, pembacaan puisi diunggah di internet, termasuk Youtube. Pada tahun 2012, puisi esai Denny di dunia maya memperoleh hits 7,5 juta lebih; pada tahun 2013, 4 juta lebih. Sementara, pembacaan puisi, teater, dan musik di Youtube ditonton oleh ratusan ribu orang. Lebih dari itu, 5 film garapan Hanung Bramantyo yang diangkat dari

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 185 puisi esai Denny masing-masing ditonton oleh lebih dari sejuta orang. Tentu saja ada reduplikasi di sana. Tapi dengan asumsi maksimal reduplikasi sekali pun, angka-angka itu tetap fantastis.

RASP: Pro-kontra dalam masyarakat demokratis wajar dan pasti niscaya. Menurut Anda seberapa besar jumlah yang pro buku ini?

JDR: Betul. Pro-kontra dalam masyarakat demokratis itu wajar. Tapi dalam kasus buku itu reaksi sebagian masyarakat sastra tidak wajar, antidemokrasi, sangat emosional, bahkan tidak beradab. Namun itu hanya sebagian kecil masyarakat sastra. Itu pun hanya sebagian pula dari masyarakat sastra yang aktif di media sosial. Sementara, masyarakat sastra kita sangat luas.

Saya yakin sebagian besar masyarakat menerima buku itu secara wajar dan rasional. Apalagi sastrawan-sastrawan senior yang disegani. Itu tidak berarti mereka setuju dengan pandangan kami. Tentu saja buku itu harus disikapi secara kritis, sekritis mungkin, dibarengi dengan sikap terbuka, tidak apriori, apalagi berprasangka. Yang kita butuhkan adalah polemik atau diskusi yang konstruktif dan dewasa dalam sastra kita.

186 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH RASP: Anda ingin meyampaikan sesuatu pada yang menuduh anda dkk sebagai penindas akal sehat?

JDR: Ah, tidak.

Sumber: KoranOpini.com (28 Januari 2014)

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 187

Seputar Heboh Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh

Oleh Ahmad Gaus

Anggota Tim 8

SETELAH diluncurkan pada 3 Januari 2014 lalu di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Jakarta, buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh terus menuai polemik. Salah satu titik polemik ialah: siapa yang mendanai program buku ini? Sebagai anggota Tim 8 yang melahirkan buku tersebut, saya merasa perlu menjelaskan ini agar tidak muncul kesalahpahaman dan fitnah—yang sebenarnya sudah terjadi, bahkan merajalela.

Mula-mula polemik itu berlangsung di media sosial, terutama fesbuk dan twitter. Sebagian sastrawan dan pegiat sastra menyatakan ketidakpuasan mereka terhadap hasil kerja tim yang menghasilkan buku tersebut. Sebagian orang menulis di blog, dan ada beberapa pegiat sastra yang menulis di media cetak. Tak perlu dijelaskan rumor dan gosip yang disebar melalui broadcast messenger dan pesan pendek (SMS) yang ditujukan kepada Tim 8.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 189 Terhadap polemik-polemik itu sikap kami pertama-tama tentu harus menerima ketidakpuasan tersebut. Namun, ketika ketidakpuasan itu diekspresikan melalui hujatan, caci-maki, bahkan fitnah, kami merasa itu sudah tidak proporsional. Belakangan, sebagian pegiat sastra bahkan melangkah lebih jauh lagi dengan mengeluarkan petisi yang berisi ajakan kepada publik untuk melakukan aksi boikot, mendesak pemerintah menarik buku itu dari peredaran, bahkan juga berencana membakar buku tersebut.

Ketika diwawancarai wartawan, apa pendapat saya perihal rencana boikot dan aksi pembakaran itu, saya katakan bahwa aksi itu sangat memprihatinkan. Sastrawan seharusnya memberi pencerahan kepada masyarakat tentang bagaimana cara berbeda pendapat, bukan memberi contoh tindakan anti-intelektual dan cenderung barbar. Para penandatangan petisi itu akan dicatat oleh sejarah sebagai orang-orang yang ikut membungkam kebebasan berpendapat. Mereka tidak berhak bicara apapun lagi tentang kebebasan berkarya jika mereka sendiri ingin mengambil paksa hak itu dari orang lain, dan mereka hendak melakukan itu dengan meminjam tangan kekuasaan.

190 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Kenapa Denny J.A?

Titik krusial lain dari polemik itu adalah masuknya nama Denny J.A. ke dalam buku yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia tersebut. Kami Tim 8 terdiri dari Agus R Sarjono, Jamal D Rahman, Maman S. Mahayana, Acep Zamzam Noer, Nenden Lilis Aisyah, Berthold Damshauser, Joni Ariadinata, dan Ahmad Gaus, tentu memiliki pertimbangan mengapa nama Denny JA dianggap pantas masuk ke dalam buku tersebut. Argumen-argumen mengenai ini sudah kami jelaskan panjang lebar di dalam buku setebal 767 halaman. Namun, para pencerca itu rupanya tidak mau menerima penjelasan tersebut, atau jangan- jangan malah belum membacanya. Lebih gawat lagi ada yang menuduh kami (Tim 8) telah “dibeli” oleh Denny J.A. supaya namanya dimasukkan. Walhasil, buku tersebut dianggap tidak valid sebagai karya akademik.

Tim 8 sebetulnya dibentuk sendiri oleh beberapa orang dari kami, kemudian mengajak yang lainnya. Dananya pun tidak dimintakan kepada pemerintah (APBN), sehingga Tim ini sebenarnya tidak bertanggung jawab kepada pemerintah atau publik kecuali pertanggungjawaban akademik

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 191 karena ini karya ilmiah. Beberapa orang dari Tim 8 menghubungi para filantrofis seperti ET dan FE yang pernah berencana membuat majalah sastra namun belum terealisasi. Ternyata, mereka mau mendanai kegiatan ini. Tentu tidak etis menyebut nama lengkap orang-orang ini sampai mereka sendiri yang mengatakannya. Tapi yang pasti, di negara demokrasi masyarakat sipil mengambil inisiatif mendanai kegiatan apa saja dibolehkan, asalkan bukan kegiatan makar atau tindakan kriminal. Demikian juga kegiatan membuat ranking, misalnya ranking; 20 politisi paling kontroversial sepanjang masa, 30 pejabat negara berpakaian paling rapi, 10 artis paling dibenci, dst. Kita boleh tidak setuju, tapi tidak boleh melarang publikasi hasil ranking tersebut.

Kembali ke masalah mengapa nama Denny J.A. masuk ke dalam buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Banyak orang menanyakan hal itu kepada saya, karena sayalah yang ditunjuk oleh Tim 8 untuk menulis bagian itu. Selain menulis tentang Denny J.A., saya juga menulis artikel tentang Chairil Anwar, Sutardji Calzoum Bachri, Afrizal Malna, dan Ayu Utami. Nama yang terakhir ini pun dipersoalkan oleh beberapa penulis senior (perempuan) yang hadir dalam acara peluncuran

192 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH buku di PDS HB Jassin yang menganggapnya tidak pantas masuk ke dalam daftar tersebut. Saya jawab, baca saja dulu sampai tuntas karena di situ ada argumennya, kalau sudah membaca tetapi tidak setuju juga, berarti memang kita berbeda paham. Kalau berbeda paham, kita harus saling menghargai, dan tidak perlu memaksa kami menghapus nama itu dari buku.

Tentang pertanyaan mengapa nama Denny J.A. masuk ke dalam daftar itu, jawaban saya adalah, justru aneh kalau nama dia tidak masuk. Sebab, dialah yang paling fenomenal dengan puisi esainya sekarang ini. Denny J.A. adalah wakil kontemporer dari dinamika sastra dalam 3 tahun terakhir. Sampai saat ini saya belum mendengar ada penyair yang karya puisinya dibaca oleh begitu banyak orang seperti puisi esai yang digagas oleh Denny JA. Hanya satu tahun setelah buku puisi esainya yang berjudul Atas Nama Cinta dipublikasikan di web (2012), puisi itu dibaca oleh hampir 8 juta orang dengan ribuan respon, seperti bisa dilihat di website puisi-esai.com. Sebagai perbandingan, di kalangan selebriti saja, rekor semacam itu hanya bisa dicapai oleh Agnes Monica yang video youtube-nya “Matahariku” dihit oleh 7 juta netters.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 193 Bagi saya ini prestasi Denny J.A. yang sangat fenomenal, dan sekaligus keajaiban puisi esai yang baru berkembang namun telah memikat begitu banyak orang. Sebab saya pernah membaca sebuah buku yang di situ ditulis bahwa ada penyair yang menerbitkan buku puisinya 1.000 eksemplar, dan sudah lebih dari 20 tahun menumpuk di gudang alias tidak terjual. Artinya, masyarakat tidak meminati puisi itu. Padahal setiap puisi ditulis untuk dibaca. Denny J.A. menulis puisi yang diminati dan dibaca masyarakat, yaitu puisi esai, puisi yang bahasanya mudah dipahami, dan pesannya jelas karena berbicara tentang realitas masyarakat. Lima puisi esai Denny J.A. itu semuanya berbicara tentang isu- isu diskriminasi orientasi seksual, gender, keyakinan, ras, dan pandangan agama. Semua isu itu riil, ada dan menjadi persoalan dalam masyarakat kita.

Puisi di Era Cyber

Yang paling penting dalam puisi esai-nya Denny JA ialah mengubah isi kepala orang tentang apa yang disebut puisi. Selama ini mainstream puisi kita ialah puisi liris yang berbicara tentang daun, angin, hujan, pohon cemara, atau dalam ungkapan Rendra: “tentang anggur dan rembulan.” Puisi esai berbicara tentang manusia di dalam sejarah yang

194 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH kongkrit, tentang isu-isu yang bergetar dalam komunitas. Mungkin itu sebabnya puisi esai Denny J.A. sangat digemari (tapi sekaligus juga dibenci oleh sebagian sastrawan sehingga selalu dihujat- hujat sebagai bukan puisi).

Sekarang zaman sudah berubah. Sastra sekarang berkembang di dunia cyber. Ini juga yang mungkin tidak diperhatikan oleh para sastrawan kita. Padahal saat ini kebanyakan anak muda tidak membaca puisi kecuali di internet. Denny J.A. melihat peluang itu untuk menyosialisasikan karya- karya puisinya. Dan dia berhasil memkampanyekan temuan barunya itu (puisi esai) melalui website yang diakses oleh banyak orang.

Para penghujat seharusnya melihat dan menghargai sisi ini. Bukan melulu mempersoalkan bahwa dia bukan sastrawan, atau orang baru di dunia sastra, dan seterusnya. Apakah dunia sastra begitu sakralnya sehingga “orang luar” tidak boleh menulis puisi. Rupanya bagi mereka itu, persoalan Denny J.A. ialah dia bukan saja “orang luar” yang menulis puisi tapi juga “orang luar” yang sangat gegabah mengubah bentuk puisi yang sudah mapan. Bagi kami Tim 8, puisi-puisi esai Denny J.A. telah mencapai bentuk yang otonom sebagai

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 195 sebuah karya yang memiliki estetika yang berbeda dengan puisi lirik. Sebagai bukti bahwa inovasi itu telah absah sebagai sebuah karya yang otonom ialah lahirnya buku-buku puisi esai dari penulis lain (saat ini telah terbit 10 buku puisi esai).

Tim 8 memilih Denny J.A. karena sesuai dengan kriteria yang dibuat, terutama kriteria nomor 4 yaitu: “Dia menempati posisi pencetus atau perintis gerakan baru yang kemudian melahirkan pengikut, penggerak, atau bahkan penentang, dan akhirnya menjadi semacam konvensi, fenomena, dan paradigma baru dalam kesusastraan Indonesia.”

Saya kira sastrawan jenis ini tidak terlalu banyak. Kita bisa menyebut Chairil Anwar yang melawan konvensi bahasa Melayu ala Amir Hamzah yang notebene Raja Penyair Pujangga Baru. Kemudian WS Rendra yang mengembalikan puisi dari kata ke bahasa. Lalu Sutardji Calzoum Bachri yang membebaskan kata dari makna, dan sedikit nama lainnya. Denny J.A. membuat inovasi baru dalam penulisan puisi yang menurut John Barr, seorang pengamat sastra Amerika, sudah puluhan tahun tidak mengalami perubahan berarti.

Denny J.A. mengembalikan puisi dari kalangan elit penyair ke pangkuan khalayak. Jika

196 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dulu orang berpegang pada ungkapan Chairil Anwar: “Yang bukan penyair tidak ambil bagian.” Maka sekarang, melalui kredo puisi esainya, Denny JA menyeru: “Yang bukan penyair pun boleh ambil bagian.” Dulu tidak terbayang bahwa pengacara, hakim, pengusaha, politisi, dsb, menulis puisi karena mereka bukan penyair. Sekarang, seperti seruan Denny J.A., mereka dapat menulis puisi berdasarkan problem yang mereka temukan dalam profesinya masing-masing. Puisi esai membuka kemungkinan untuk itu, karena puisi esai pada dasarnya “cara baru beropini” melalui karya sastra.

Penutup

Tulisan ini tidak hendak membela Denny J.A. sebagai pribadi, melainkan meluruskan hujatan dan fitnah keji yang menimpa Tim 8. Denny J.A. dipilih karena dia memang layak. Dan Tim 8 tidak dibeli untuk menentukan pilihan itu. Semua nama yang dibawa oleh setiap anggota Tim ke dalam forum diperdebatkan secara bebas dan bertanggungjawab, dalam arti bisa dijelaskan dengan argumen proporsional, tidak mengada-ada. Tapi sejak awal kami memang menyadari bahwa apapun yang kami hasilkan pasti akan menimbulkan kontroversi. Hanya saja, yang tidak kami bayangkan ialah

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 197 munculnya hujatan dan cercaan yang sama sekali di luar batas nilai-nilai kebudayaan sastra.

Belum lama ini sastrawan yang karyanya tidak dipilih sebagai juara oleh tim juri Katulistiwa Literary Award (KLA) marah-marah dan menggugat keabsahan dewan juri. Polemik merebak di jejaring sosial. Sampai-sampai ada sastrawan yang menulis bahwa para juri pemilihan itu sama sekali tidak bermutu. Pilihan mereka menunjukkan rendahnya selera mereka terhadap sastra, lemahnya pengetahuan mereka, dan kurangnya wawasan mereka. Begitu dia menggugat dewan juri. Lucunya, juri KLA yang kemarin lusa digugat itu kini justru mengolok-olok kami (Tim 8). Rupanya dia sudah lupa bagaimana rasanya sebagai juri yang dihujat dan dicurigai.

Menanggapi polemik tersebut, Richard Oh yang menyelenggarakan acara tahunan KLA tersebut menulis di akun twitternya pada tanggal 27 November 2013, pk 12.05 AM, sbb: “Salah satu ketidakmajuan sastra kita di dunia rupanya bukan pada kurangnya karya-karya bagus, tapi semangat sikut-menyikut antar sastrawan.”

Sesungguhnya saya berharap bahwa apa yang dikatakan Richard Oh itu tidak benar. Dan dengan

198 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH ini saya tutup artikel ini, semoga dapat memberi penjelasan memadai sehingga tidak ada lagi fitnah dan hujatan kepada Tim 8 yang telah bersusah payah menyusun buku ini. Terima kasih.

*Sumber: blog Ahmad Gaus, yang berjudul asli Seputar Heboh Buku “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh” (Siapa Yang Mendanai Program Ini?)-- www.ahmadgaus.com, 22 Januari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 199

Buku Menu 33 Tokoh Sastra Berpengaruh Itu

Oleh Agus R. Sarjono

Menyusul kontroversi terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia yang Paling Berpengaruh, saya dalam kesempatan terpisah mendapat pertanyaan dari dua orang yang sangat saya hormati: “Mengapa semua itu dilakukan?” Saat itu, saya tidak dapat menjawab seketika, karena pertanyaan yang satu diajukan lewat sms, dan yang satu lagi diajukan dalam kesempitan waktu selepas rapat di kantor Wakil Presiden.

Ada sejumlah alasan yang mendasari pembuatan buku itu, tentu saja. Namun, pertanyaan pendek dengan nada “menyayangkan” itu lah yang memaksa saya berhari-hari merenung kembali. Mengapa melakukan semua ini? Apakah karena mencari popularitas? Saya sadari, saya bukan orang yang gemar mencari popularitas atau gemar berdiri di bawah lampu sorot. Saya pernah duduk di jabatan- jabatan yang penuh lampu sorot, dan seingat saya, saya tidak pernah memanfaatkannya.

Apakah karena uang? Jelas tidak. Saya orang yang ceroboh dan kurang pedulian soal uang. Banyak pekerjaan saya lakukan dengan gratis. Jurnal

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 201 Sajak maupun Jurnal Kritik yang kami terbitkan pun dimulai dengan uang sendiri tanpa peduli apakah uangnya akan kembali lagi. Dalam pembuatan buku ini pun tidak ada pembayaran yang aneh-aneh, satu tulisan dibayar sebagaimana lazimnya honor saya jika menjadi juri, memberi workshop, atau menulis makalah di lembaga lain.

Teman-teman saya seperti Jamal D. Rahman, Acep Zamzam Noor, Joni Ariadinata, Berthold Damshäuser, Nenden Lilis Aisyah, Ahmad Gaus, atau Maman S. Mahayana pun saya yakin melakukannya bukan untuk popularitas maupun uang. Lalu, mengapa kami merasa perlu menyusun buku semacam ini?

Sudah cukup lama saya dan teman-teman gelisah dengan situasi keberaksaraan di Indonesia belakangan ini, khususnya selepas reformasi. Masyarakat seolah disuguhi menu yang itu-itu saja: sengketa politik, pergunjingan tentang selebriti, dan sejenisnya. Maka, jika kepada masyarakat Indonesia –khususnya kaum remaja– belakangan ini ditanyakan siapakah tokoh Indonesia, yang segera terbayang adalah kaum selebriti atau para politisi bermasalah.

202 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Mau bagaimana lagi, merekalah yang terus- menerus hadir dan tampil mengisi ruang pemberitaan media massa, khususnya TV. Para politisi, pejabat, dan aparat bermasalah mendapatkan porsi pemberitaan TV yang sangat besar. Para pelawak, pemain sinetron, penyanyi pop maupun dangdut merupakan tokoh-tokoh utama dalam pemberitaan. Sepak terjang mereka diberitakan secara rinci setiap hari, mulai dari pernikahan sampai urusan berebut anak ditayangkan, dikomentari, dan dibahas tuntas, tanpa peduli adakah kehadiran mereka memberi inspirasi pada masayarakat atau tidak.

Hal ini tidak menjadi masalah andai sedikit diimbangi dengan liputan atas sosok-sosok berprestasi yang mengabdikan dirinya di dunia ilmu pengetahuan, pemikiran, penelitian, sosial, budaya, dan kesusastraan. Mereka tidak dikenal karena relatif tak pernah disajikan dalam menu perbincangan.

Sampai saat ini, saya masih percaya tradisi membaca dan menulis (literacy, keberaksaraan) merupakan pilar utama suatu masyarakat yang terbuka dan maju. Saya juga percaya bahwa sastra adalah bagian utama dari keberaksaraan itu. Maka, tanpa ragu saya menyambut ajakan Rida K. Liamsi dan kawan-kawan untuk mewujudkan adanya Hari

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 203 Puisi Indonesia. Perayaan pertama berlangsung meriah dan semoga selanjutnya makin mengakar dan menyebar.

Adalah penting untuk mengajak masyarakat Indonesia merayakan pentingnya sastra bagi bangsa ini. Saya kira semangat itu yang membuat saya tahan selama 10 tahun lebih keluar masuk sekolah, memberi workshop guru dan siswa, bahkan datang ke penjara mengenalkan sastra pada para napi kalangan muda. Dalam semangat inilah ide membuat buku untuk memperkenalkan sosok- sosok yang memberi inspirasi atau berpengaruh bagi dunia sastra, dan sekaligus menggambarkan pengaruh dunia sastra pada dunia di luar sastra, pun merupakan sesuatu yang menarik dan bersesuaian dengan apa yang selama ini saya dan teman-teman lakukan.

Bentuk buku yang dihasilkan tentu bisa bermacam-macam. Buku mengenai karya-karya masterpiece dalam sastra Indonesia, misalnya. Ini akan mengarah pada kanonisasi sastra, sesuatu yang sebenarnya harus sudah selesai dalam tradisi sastra tiap bangsa (sehingga melahirkan gerakan anti-kanon, misalnya). Kemungkinan kedua adalah membuat buku mengenai sastrawan maestro dengan ouvre yang meyakinkan secara estetik.

204 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Pilihan pertama maupun pilihan kedua di Indonesia terbentur pada tradisi penelitian, kajian, dan kritik sastra yang lemah dan tak menyakinkan. Kesulitan utama yang saya alami sebagai pemred Jurnal Kritik adalah sulitnya mendapat tulisan kritik sastra yang baik. Dengan demikian, adalah lebih longgar memilih sosok yang “berpengaruh” bagi dunia sastra dan dengan demikian sedapat mungkin —bersama itu— menyajikan pengaruh dunia sastra ke luar dunia sastra.

Tidak setiap sosok yang berpengaruh adalah sastrawan maestro dengan pencapaian estetik yang luar biasa. Sementara tidak semua sastrawan maestro, memiliki pengaruh yang luas. Pengaruh di antaranya dapat ditandai oleh kiprah, oleh wacana, atau keduanya. Chairil Anwar dan Sutardji Calzoum Bachri, misalnya, menonjol pengaruhnya di bidang pembaruan sastra yang mengubah cara baca kita atas puisi. Dalam pada itu, Mohamad Yamin karyanya tidak luar biasa jika dibandingkan . Apalagi jika dibandingkan dengan Sitor Situmorang yang berasal dari generasi sesudahnya. Namun, pengaruh Muhammad Yamin dalam mewacanakan kesadaran keindonesiaan justru menonjol.

Sejumlah tokoh dalam buku itu adalah mereka yang mengabdikan diri dan hidupnya

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 205 bagi dunia sastra. Tidak banyak masyarakat yang mengenal dengan cukup baik nama-nama Ajip Rosidi, Sutardji Calzoum Bachri, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Abdul Hadi WM, Arifin C. Noer, misalnya.

Bahkan, Rendra —penyair paling terkenal yang dimiliki Indonesia— pada saat wafatnya diliput semua stasiun TV yang merasa harus memberitakannya tanpa tahu kenapa penyair dan dramawan besar ini harus diberitakan. Mereka hanya merasa bahwa orang ini terkenal, tapi terkenal karena apa, rupanya masih misterius bagi mereka.

Maka ada sebuah stasiun TV terkenal yang dengan ajaib bisa mengawali liputannya dengan introduksi seperti ini: “Rendra, tokoh yang piawai berkata-kata ini, meninggal dunia…” Piawai berkata- kata! Apa maksudnya? Maka, memperkenalkan mereka ke wilayah di luar sastra sangatlah mendesak dan diperlukan karena lewat sosok tersebut —pintu yang mana saja— masyarakat bisa diajak masuk dan mengenal sastra.

Meski demikian, memilih sosok-sosok maupun tokoh-tokoh sastra dari masa silam tidaklah berisiko. Hal ini berbeda dengan memilih sosok-sosok dari generasi 10 tahun terakhir. Hampir

206 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH semua nama yang muncul dimasalahkan. Nama Ayu Utami, Denny JA, Wowok Hesti Prabowo, dan Helvy Tiana Rosa, misalnya, dimasalahkan dengan sengit.

Ayu Utami dengan novelnya Saman, sempat menghebohkan. Pujian dan kritikan muncul di mana-mana baik dari mereka yang sudah membaca maupun belum membaca karyanya. Tak lama setelah itu, bermunculan penulis perempuan yang mengolah dan mewacanakan tubuh sebagai tema utamanya, yang kemudian dijuluki sebagai “sastra wangi”. Kritik dan keberatan pada Ayu Utami adalah bahwa pengaruhnya sangatlah pendek dan kini pengaruh itu dianggap relatif telah berlalu.

Hal yang sama terjadi pada Denny JA dengan puisi esainya. Ia diapresiasi kurang lebih oleh tokoh yang sama dengan yang memuji Ayu Utami. Puisi esai pun melahirkan pro dan kontra, cibiran dan antusiasme. Dalam tempo singkat sejumlah puisi esai ditulis orang, baik sastrawan maupun bukan. Lepas dari penamaan “puisi esai” yang boleh diterima boleh ditolak, jendela yang dibukanya memungkinkan orang menulis tema-tema yang selama ini jarang disentuh puisi, khususnya tema anti diskriminasi, sebuah tema yang sangat “in tune” dengan situasi sosial Indonesia belakangan ini.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 207 Demikian pula dengan Wowok Hesti Prabowo. Karya-karyanya boleh saja dianggap tidak terlalu mengesankan, namun upayanya menghidupkan sastra buruh dan —terutama— kiprahnya mendirikan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) membuka jendela yang memungkinkan banyak kalangan di berbagai pelosok Indonesia yang luas ini, untuk bersastra.

Hal ini tidak akan terasa bagi mereka yang tidak pernah berkeliling ke pelosok Indonesia. Bahkan di sebuah pulau kecil di Kalimantan, saya temukan KSI sangat aktif dan menghidupkan sastra di daerahnya. Wowok tidak terlalu lama menjadi ketua KSI, tapi pengaruh dan dampaknya bagi KSI dan dunia sastra jauh lebih terasa dibanding Ahmadun Y. Herfanda yang berperiode-periode mengetuai KSI nyaris tanpa dampak berarti.

Dan Helvy Tiana Rosa? Semata dilihat dari karya-karyanya, mungkin tidak banyak yang betul- betul bagus dan berharga secara sastrawi. Tapi, para remaja mesjid yang umumnya jauh dari sastra itu lewat Forum Lingkar Pena yang dibangunnya bersama Asma Nadia telah membuat remaja mesjid membaca dan menulis sastra.

208 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Tidak hanya itu, FLP bahkan menyentuh kalangan yang sama sekali tidak terduga, misalnya para pembantu rumah tangga di rantau yang mendadak sontak aktif dan menggemari sastra, baik membaca maupun menulis. Di antara mereka semua, mungkin hanya Wowok lah yang lumayan suka menghujat. Namun, jelas bukan karena itu dia terpilih menjadi salah seorang tokoh sastra berpengaruh.

Sudah dapat diduga masuknya Denny JA dalam 33 Tokoh Sastra Berpengaruh akan menimbulkan reaksi. Dia adalah konsultan politik yang sukses dan karena itu banyak uang. Prasangka dan spekulasi macam-macam pasti akan bermunculan. Namun, seandainya Denny JA tidak masuk pun buku ini pasti akan memancing reaksi, hujatan, bahkan caci maki.

Waktu 4 Kitab Horison Sastra Indonesia dihadirkan, reaksi dan cacian pun berdatangan dengan gencarnya. Waktu Cakrawala Sastra Indonesia DKJ kami selenggarakan (tidak kurang dari 11 buku terbit saat itu) cibiran dan kecurigaan pun bermunculan. Saat Hari Puisi Indonesia dicanangkan, reaksi, cibiran dan kritikan juga cukup gencar. Bahkan Taufiq Ismail yang selama ini

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 209 tenang-tenang, segera setelah “Hari Puisi Indonesia” dideklarasikan, buru-buru mendeklarasikan “Hari Sastra Indonesia”, yang segera disusul Saut Situmorang, kemudian Korrie Layun Rampan. Semuanya hadir dan berulang, tidak ada yang baru.

Ada 33 menu masakan yang ditawarkan. Pasti tidak semuanya akan diapresiasi. Setiap orang bisa memilih menu mana yang hendak disantap dan mana yang disisihkan. Apalagi 33 nama. Sebagian menyesalkan mengapa tokoh-tokoh kami tidak masuk sementara tokoh mereka masuk. Sebagian lain beranggapan sebaliknya. Dari 33 itu, dari ketegangan kami dan mereka itu, tentulah akan ditemukan juga nama-nama yang dapat dianggap sebagai tokoh kita.

Segawat apapun sebuah buku dan suatu pikiran, saya menolak pemberangusan sebagai jalan keluar. Lagi pula, di hadapan buku, di hadapan bacaan, tak seorang pun tahu apa yang bakal terjadi. Nietsczhe dalam bukunya menyatakan “Tuhan Sudah Mati”. Iqbal yang membacanya terpengaruh habis-habisan dan melahirkan buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, dan H.B. Jassin —karena pengaruh buku itu— justru kemudian menerjemahkan Al Qur’an. Mereka

210 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH berdua tidak memilih tindakan untuk mencaci dan mengkafirkan orang, karena mereka tahu bahwa mengkotor-kotorkan orang adalah cara mudah dan murahan untuk menikmati ilusi bahwa diri sendiri adalah suci. ***

Sumber: Belum dimuat di manapun. Dikirim ke editor buku inim pada 24 November 2014.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 211

Peluncuran 5 Buku Puisi Esai oleh 23 Penyair Lima Buku Puisi Esai Oleh 23 Penyair Kondang Bersaksi Sosial Melalui Puisi Esai (dicuplik dari aneka berita media)

Apa jadinya jika para penyair memberikan kesaksian sosial melalui puisi esai? Para penyair itu pun terkesan juga menjadi aktivis sosial, yang dengan data dan argumen, melakukan protes. Wadahnya bukan puisi, bukan esai, tapi puisi esai: puisi panjang berbabak, yang menggali sisi batin, dalam sebuah konteks sosial. Tak lupa dalam puisi itu berhamburan catatan kaki selayaknya makalah akademik atau esai para intelektual.

Kita pun membaca aneka konflik batin aneka wilayah di Indonesia melalui lima buku puisi esai itu. Puisi tak lagi hanya ekspresi batin, tapi kini juga bagian dari sosialisasi sebuah perjuangan sosial.

Para penulis “kawakan” yang biasa menulis puisi lirik, penulis cerpen, atau esai kini bereksperimen menulis puisi esai. Hasilnya membuka dunia baru. Beberapa penyair yang selama hidupnya menulis puisi lirik, dengan puisi

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 213 esai ternyata menggarap tema yang sama sekali berbeda dengan tema-tema yang biasa mereka tulis.

Ahmadun Y. Herfanda yang biasa menulis puisi lirik relijius, dengan puisi esainya justru menggarap tema baru mengenai konflik sosial dan ideologi. Begitu juga dengan 22 penyair lainnya. Mereka kini fasih mengangkat tema sosial, mulai dari kisah pemberontakan komunisme, isu pelacuran, korupsi, diskriminasi sampai uraian seorang tokoh yang kini menjadi capres 2014: Jokowi.

Dalam jajaran penulis puisi esai itu, ada Sujiwo Tejo, Agus Noor, Chavchay Saefullah, Akidah Gauzillah, Anis Sholeh Ba’asyin, Dianing Widya, Ahmadun Yosi Herfanda, Anwar Putra Bayu, D. Kemalawati, Handry Tm, Mezra E. Pellondou, Salman Yoga S, Mustafa Ismail, Kurnia Effendi, Bambang Widiatmoko, Nia Samsihono, Anisa Afzal, Isbedy Stiawan ZS, Remmy Novaris, Sihar Ramses Simatupang, dan Rama Prabu.

Di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, 19 maret 2014, mereka meluncurkan lima buku puisi esai dalam satu panggung yang tak biasa. Peluncuran itu lebih mirip pertunjukan teater atau wayang modern. Masing-masing penyair membacakan

214 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH secuplik saja dari puisinya. Sujiwo Tejo selaku dalang mencoba menjahit aneka penggalan puisi itu dalam satu kisah yang mengalir selama hampir dua jam. Format pertunjukan seperti menceritakan pewayangan dengan dalangnya.

-oOo-

Sejak puisi esai ditulis Denny JA dan diterbitkan dalam buku Atas Nama Cinta, istilah puisi esai pun menjadi perdebatan di mana-mana, terutama di kalangan para penulis puisi dan sastrawan. Ada pihak yang menolak dengan keras, ada yang biasa-biasa saja, dan ada yang menyambut dengan gembira. Perdebatan menjadi lebih keras lagi setelah terbit buku 33 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sastra Indonesia terbitan Gramedia dan PDS HB Jassin. Denny JA masuk dalam list itu karena kepeloporannya dan followershipnya dalam puisi esai.

Sementara yang menyambut gembira, umumnya adalah beberapa penulis yang menulis esai, cerpen, atau tulisan lain tapi jarang atau tidak pernah menulis puisi. Mereka menganggap bahwa puisi esai adalah sebuah peluang untuk

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 215 memanfaatkan kemampuan, pengalaman, dan pengetahuannya tentang bidang yang mereka geluti selama ini untuk ditulis menjadi puisi. Selama ini mereka menganggap bahwa pengamatan, pengalaman, dan pengetahuan mereka mengenai bidang nonpuisi tidak bermanfaat untuk puisi dan tidak dapat dituliskan dalam bentuk puisi. Dengan puisi esai, mereka melihat bahwa hal itu mungkin dituliskan.

Buku puisi esai yang terbit menyusul terbitnya buku Atas Nama Cinta karya Denny JA adalah buku kumpulan puisi esai yang ditulis oleh para penulis dan intelektual yang bukan penyair. Penulis yang tidak pernah membayangkan bahwa mereka bisa dan boleh menulis puisi. Buku puisi esai itu adalah: Kutunggu Kamu di Cisadane, karya Ahmad Gaus (2012); Manusia Gerobak karya Elza Peldi Taher (2013); Imaji Cinta Halima karya Novriantoni Kahar (2013). Terakhir buku puisi esai yang memotret diskriminasi agama karya aktivis sosial Anick HT: Kuburlah Kami Hidup-Hidup.

Mereka adalah pembaca dan pencinta sastra, tapi selama ini lebih banyak bergelut dalam masalah sosial, khususnya keagamaan. Maka, dengan puisi esai, mereka dapat mengungkapkan berbagai

216 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH masalah sosial keagamaan, juga sikap mereka tentang itu dalam bentuk puisi esai. Padahal tidak terbayangkan sebelumnya bahwa bidang yang mereka geluti ternyata dapat diungkapkan dalam bentuk puisi.

Dengan terbitnya lima buku puisi esai ini, sudah terbit sekitar 18 buku puisi esai. Direncanakan bulan April 2014, akan terbit lima buku puisi esai tambahan. Dalam usianya yang relatif pendek, puisi esai terdokumentasi dalam total 23 buah buku puisi. Ini jumlah sebuah publikasi genre baru yang belum ada presedennya dalam sejarah sastra Indonesia.

Puisi esai yang dilahirkan Denny JA kini membuka dunia baru puisi. Ia kini menjadi salah satu bunga dan warna dalam aneka bunga di taman sastra Indonesia. ***

Jakarta, Maret 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 217

BAB 3 Tanggapan Peminat dan Pegiat Satra Lain terhadap buku

33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH

Para Penyair Bersaksi Sosial

(Dokumentasi Media)

Apa jadinya jika para penyair memberikan kesaksian sosial melalui puisi esai? Mereka pun terkesan seperti menjadi aktivis sosial, yang dengan data dan argumen, melakukan protes. Wadahnya bukan puisi, bukan esai, tapi puisi esai: puisi panjang berbabak, yang menggali sisi batin, dalam sebuah konteks sosial. Tak lupa dalam puisi itu berhamburan catatan kaki layaknya makalah akademik atau esai para intelektual.

Aneka konflik batin di berbagai wilayah di Indonesia terpotret apik dalam buku puisi esai itu. Sehingga, puisi pun kini tak hanya ekspresi batin, tapi kini juga bagian dari sosialisasi sebuah perjuangan sosial. Itulah suguhan menarik yang menggugah sekaligus mencerdaskan saat para penyair berkumpul dalam satu kemasan pentas peluncuran lima buku puisi esai di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Rabu Malam (19 Maret 2014).

Dikemas dalam satu panggung yang tak biasa. Peluncuran itu lebih mirip pertunjukan teater atau wayang modern. Masing-masing penyair membacakan secuplik saja dari puisinya. Sujiwo Tejo

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 221 selaku dalang mencoba menjahit aneka penggalan puisi itu dalam satu kisah yang mengalir selama hamper dua jam. Format pertunjukan seperti menceritakan pewayangan dengan dalangnya.

Para penulis “kawakan” yang biasa menulis puisi lirik, penulis cerpen, atau esai kini bereksperimen menulis puisi esai yang membuka cakrawala baru. AhmadunY. Herfanda yang biasa menulis puisi lirik relijius, dengan puisi esainya justru menggarap tema baru mengenai konflik sosial dan ideologi. Begitu juga dengan 22 penyair lainnya. Mereka kini fasih mengangkat tema sosial, mulai dari kisah pemberontakan komunisme, isu pelacuran, korupsi, diskriminasi sampai uraian seorang tokoh yang kini menjadi capres 2014: Jokowi.

Dalam jajaran penulis puisi esai itu, ada Sujiwo Tejo, Agus Noor, Chavchay Saefullah, Akidah Gauzillah, Anis Sholeh Ba’asyin, Dianing Widya, Ahmadun Yosi Herfanda, Anwar Putra Bayu, D. Kemalawati, Handry Tm, Mezra E. Pellondou, Salman Yoga S, Mustafa Ismail, Kurnia Effendi, Bambang Widiatmoko, Nia Samsihono, Anisa Afzal, Isbedy Stiawan ZS, Remmy Novaris, Sihar Ramses Simatupang, dan Rama Prabu.

222 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Menurut penulis buku puisi esai berjudul “Manusia Gerobak”, Elza Peldi Taher, sejak puisi esai ditulis Denny JA dan diterbitkan dalam buku Atas Nama Cinta, istilah puisi esai pun menjadi perdebatan di mana-mana, terutama di kalangan para penulis puisi dan sastrawan. Ada pihak yang menolak keras, ada yang biasa-biasa saja, dan ada yang menyambut dengan gembira. Perdebatan menjadi lebih keras lagi setelah terbit buku 33 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sastra Indonesia terbitan Gramedia dan PDS HB Jassin. Denny JA masuk dalam list itu karena kepeloporannya dan followershipnya dalam puisi esai.

Sementara, lanjut Elza, yang menyambut gembira umumnya adalah beberapa penulis yang menulis puisi esai, cerpen atau tulisan lain tapi jarang atau tidak pernah menulis puisi. Mereka menganggap bahwa puisi esai adalah sebuah peluang untuk memanfaatkan kemampuan, pengalaman, dan pengetahuannya tentang bidang yang mereka geluti selama ini.

Buku puisi esai yang terbit menyusulnya buku Atas Nama Cinta karya Denny JA adalah buku kumpulan puisi esai yang ditulis oleh para penulis dan intelektual yang bukan penyair. Buku

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 223 puisi esai itu adalah: Kutunggu Kamu di Cisadane, Karya Ahmad Gaus (2012); Manusia Gerobak Karya Elza Peldi Taher (2013); Imaji Cinta Halima karya Novriantoni Kahar (2013). Terakhir buku puisi esai yang memotret diskriminasi agama karya aktivis sosial Anick HT: Kuburlah Kami Hidup-Hidup.

Dengan terbitnya lima buku puisi esai ini, sudah terbit sekitar 18 buku puisi esai. Direncanakan bulan April 2014, akan terbit lima buku puisi esai tambahan. Dalam usianya yang relatif pendek, puisi esai terdokumentasi dalam total 23 buah buku puisi. Ini jumlah sebuah publikasi genre baru yang belum ada presendennya dalam sejarah sastra Indonesia.

Puisi Esai yang dilahirkan Denny JA kini membuka dunia baru puisi. Ia kini menjadi salah satu bunga dan warna dalam aneka bunga di taman sastra Indonesia. (TIF)

Sumber: Media Indonesia, 20 Maret 2014.

224 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Resensi buku:

“33 Tokoh Sastra Indonesia” Membuka Jendela

Oleh: Suherli Kusmana

Karya sastra tidak berdiri sendiri. Ia membawa buah pemikiran hasil kontemplasi pengarangnya dalam menyikapi berbagai fenomena alam dan sosial yang disaksikannya. Dalam karya sastra terdapat pemikiran, pandangan, atau gagasan pengarang yang diwakili oleh berbagai unsur dalam karya sastra tersebut. Seorang penyair atau pengarang akan selalu terusik jiwanya untuk menuangkan gagasan ke dalam guratan pena mutiara atas gagasan, kegelisahan, serta pemikirannya.

Dengan menggunakan kecerdasan berpikirnya, seorang pengarang mendeskripsikan pemikirannya secara detail. Dengan keluhuran budi yang dimiliki, pengarang membungkus gagasan- gagasan santun dalam bentuk kado indah karya sastra. Dari karya tersebut tercermin pemikiran, kegelisahan, dan mungkin juga kritik terhadap fenomena alam dan sosial yang dirasakan atau disaksikannya.

Dari itulah maka dapat dikatakan bahwa karya sastra mengusung pemikiran pengarang

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 225 sebagai wujud berperan serta dalam membangun bangsa dan tanah air dengan karya indah pemikiran berbalut bunga sastra. Sastrawan yang juga hidup di lingkungan masyarakat dengan mata batin merasakan kondisi masyarakat secara nyata atas dampak kebijakan pemerintah, sehingga kehalusan pikirnya menangkap fenomena dan mendorongnya untuk menggerakkan pemikirannya ke dalam karya sastra sebagai bingkisan untuk penguasa. Bingkisan sastra itu sebagai bentuk kesantunan sastrawan menyampaikan pemikirannya.

Di sisi lain, dunia sastra dan sastrawan juga terus berkembang. Tokoh-tokoh sastra mencoba membenahi dunianya melalui berbagai karya tulis yang menggambarkan perkembangan budaya masyarakatnya. Para sastrawan berusaha memperbaiki dunia tempat berekspresi, agar tempat itu menjadi singgasana yang memiliki tingkat kepercayaan masyarakat bahwa dari tempat itulah para sastrawan melihat dan meninjau bangsa dan masyarakatnya. Dari tempat itulah sastrawan turut serta membangun bangsanya.

Dengan demikian, mereka pun meyakinkan bahwa tempat tersebut memiliki keagungan berpikir, kejernihan hati, keluhuran budi, dan

226 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH keindahan berkarya. Karya sastra merupakan singgasana sastrawan dalam memberikan wejangan, pandangan, pemikiran, dan keberpihakan melalui berbagai gaya bersastra dan ribuan gaya berbahasa. Dari tempat itulah sastrawan memberi petunjuk sebagaimana seharusnya hal tersebut perlu dilakukan dan terjadi. Namun tempat itu juga mereka pertahankan sebagai singgasana yang dapat dipercaya bebas berdasarkan pandangan ketajaman analisis nurani, baik dari kepentingan politik maupun kepentingan kekuasaan. Bagi sastrawan, kepentingan itu hanya pada bagaimana melahirkan sebuah karya yang memiliki manfaat bagi masyarakat yang lebih banyak.

Apabila ditelisik dari keberkiprahan sastrawan, ternyata diyakini betul bahwa banyak sastrawan yang berada dalam alur sejarah perkembangan bangsa Indonesia. Di antara mereka banyak yang telah berkiprah dalam memberikan pemikiran, gagasan, dan tindakan yang dapat mempengaruhi perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat, baik dalam perkembangan intelektual, sosial, politik, dan budaya yang sangat berguna bagi bangsa Indonesia. Sastrawan juga dipandang banyak yang memiliki pengaruh cukup

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 227 besar terhadap perkembangan dan dinamika sastra Indonesia, sehingga karya sastra Indonesia bukan hanya disegani dan dihargai oleh bangsanya, tapi juga oleh bangsa-bangsa lain.

Dari pandangan itulah tampaknya lahir buku berjudul “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.” Buku ini membuka jendela tentang peran sastrawan bagi perkembangan dunianya dan kemajuan suatu bangsa. Buku tersebut membuka jendela peran kesusastraan, yang dapat menunjukkan peran sastrawan dalam membangun negara dan bangsa sehingga tidak dilabeli hanya sebagai pengkritik semata. Sastrawan memiliki peran dalam perkembangan bangsa. Jika sejarah perkembangan bangsa manyajikan tokoh-tokoh sebagai bangsawan, beberapa di antaranya ada sastrawan maka dalam “33 TSI” hanya disajikan peran sastrawan dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia.

Dalam pandangan perkembangan kebahasaan suatu bangsa, buku “33 TSI” menggambarkan pasang surut perkembangan literasi bangsa Indonesia. Dari buku tersebut tergambarkan kondisi dari masyarakat lisan bergeser

228 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH ke masyarakat tulisan (membaca), namun seiring dengan perkembangan teknologi ada pergeseran kembali ke masyarakat lisan (menyimak). Pergeseran ini tergambar dalam untaian kehadiran tokoh- tokoh sastra yang juga berkembang mengikuti perkembangan teknologi. Kehebohan “puisi esai” mencuat dan dibaca jutaan orang karena sezaman dengan perkembangan teknologi dunia maya, sekalipun sebelumnya pun sering kita menyaksikan corak puisi seperti itu.

Buku berjudul “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh” berperan menyuguhkan kenyataan bahwa sastrawan memiliki peran dalam membangun negeri ini. Peran yang diberikan oleh para politisi dalam membangun negeri ini dapat berawal dari kegelisahan para sastrawan dalam melihat berbagai fenomena, kemudian disuarakan melalui media tulis atau media panggung sastra.

Politisi mengemasnya dalam bentuk-bentuk kebijakan yang meramunya agar meminimalisasi pihak-pihak yang dirugikan dari sebuah kebijakan. Jika ilmuwan berperan dalam pengembangan keilmuan berdasarkan kajian terhadap fenomena alam dan sosial, maka sastrawan pun sesungguhnya telah berkontribusi dalam mengejawantahkan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 229 pemikiran keilmuan itu, baik untuk perkembangan ilmu sastra tersebut maupun bagi perkembangan masyarakat melalui karya sastra.

Buku berjudul “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh” dapat menginspirasi lahirnya tulisan lain sejenis dari perspektif berbeda. Dengan tidak bermaksud menyinggung angka keramat “33,” dengan pertanyaan mengapa angka itu muncul dan kenapa hanya 33? Buku ini memiliki fungsi yang cukup berarti bagi pembaca untuk mengetahui kiprah sastrawan dalam perkembangan peradaban suatu bangsa, khususnya bangsa Indonesia. Jika muncul pemikiran bahwa, ternyata jumlahnya lebih dari itu, tentu saja benar.

Namun, kembali perlu ditekankan bahwa Tim 8 yang memilih 33 orang tokoh sastra yang berpengaruh berdasarkan kriteria yang mereka tetapkan dan hasil perdebatan di kelompok tersebut. Jika muncul pemikiran tim lain, yang melihat masih terdapat sosok sastrawan yang berjasa bagi negeri ini, tentu saja dapat pula disajikan sebagai “jendela lain” yang menyodorkan kiprah para sastrawan dalam perkembangan peradaban bangsa Indonesia dari sudut pandang yang berbeda.

230 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Tentu saja hal tersebut akan sangat berguna bagi perkembangan sastra Indonesia dan tentu saja bagi masyarakat pelajar atau pemerhati sastra Indonesia, agar dapat menghindari kejenuhan menyaksikan berbagai ulah selebriti atau politisi, yang sangat banyak disuguhkan di panggung informasi media kita.

Dengan mengusung kriteria: (1) bahwa tokoh tersebut memiliki kiprah dengan skala nasional; (2) gagasan yang dihasilkan berkesinambungan; (3) memiliki karya yang cukup penting; dan (4) merupakan perintis dalam sebuah karya sastra, tim yang beranggotakan 8 orang telah mampu menyajikan “jendela sastrawan Indonesia.”

Pandangan tim yang menyatakan 33 orang sastrawan yang berkiprah bagi perkembangan sastra tentu saja tidak bebas nilai. Paling tidak terungkap sebuah pandangan bahwa sastrawan pun memiliki kiprah dalam merajut negeri ini menjadi lebih baik. Sastrawan memiliki peran dalam pembangan ilmu kesusastraan, yang dapat mengolah hasil sastra menjadi lebih bermakna bagi perkembangan politik, sosial, ekonomi, bahkan kebudayaan.

Dalam “33 TSI Paling Berpengaruh” telah digambarkan perkembangan sastra pada masa

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 231 lampau hingga masa kini. “33 TSI” menggambarkan masyarakat yang literat, yang juga menggambarkan komunikasi antara pengarang cerita dengan pembacanya dalam mengimajinasikan alur dan penokohan. Misalnya, Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yang ketika menyusun ceritera “Tenggelamnya Kapal van Der Wijk” beroleh banyak masukan dari para pembaca ketika roman tersebut masih merupakan cerita bersambung dalam salah satu majalah. Hal ini menggambarkan pula bahwa pembaca memiliki keterlibatan emosional dengan pengarang sebagai bukti bahwa pada masa itu masyarakat Indonesia sudah literat.

Pengungkapan Denny JA sebagai penggagas “puisi esai” mungkin baru kecambah. Namun kemunculan Denny JA dengan dikatakannya sebagai genre sastra baru seolah menambah deretan panjang khazanah sastra nusantara, dan membawa angin segar, terlepas kontroversi dirinya sebagai konsultan politik. Puisi esai dianggapnya sebagai jelmaan pemikiran dan pengalamannya terhadap kondisi sosial masyarakat saat ini. Sehingga memiliki peran yang berbeda dalam ragam bentuk sastra. Tetapi tetap mampu dicerna secara luas oleh masyarakat.

Menurutnya, puisi esai sekurang-kurangnya harus memenuhi tiga syarat. (1) puisi esai

232 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH mengeksplor sisi batin individu yang berada dalam sebuah konflik sosial; (2) puisi esai menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Semua perangkat bahasa seperti metafor, analogi, dan sebagainya justru bagus untuk dipilih. Namun diupayakan anak SMA sekalipun cepat memahami pesan yang hendak disampaikan puisi; dan (3) puisi esai adalah fiksi. Boleh saja puisi esai itu memotret tokoh ril yang hidup dalam sejarah. Namun realitas itu diperkaya dengan aneka tokoh fiktif dan dramatisasi. Yang dipentingkan oleh puisi esai adalah renungan dan kandungan moral yang disampaikan lewat sebuah kisah, bukan semata potret akurat sebuah sejarah.

Hal inilah yang memicu sang empunya puisi esai berani tampil beda dalam menggelorakan pemikiran dan pengalamannya melalui karya sastra. Jenis puisi tersebut kini menjadi tren sastra mutakhir yang sudah direkam dalam kurang lebih sepuluh buku. Kontroversi dan polemik berkepanjangan mengenai siapa dan apa yang pantas untuk dikategorikan sebagai tokoh sastra, mungkin Denny JA telah membuktikannya melalui karya sastra yang cukup menggugah masyarakat akan konflik sosial yang terjadi, sebab bagaimanapun sastra tidak lahir dari kekosongan budaya maupun sosial.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 233 Melalui puisi esai Atas Nama Cinta, Denny JA menyuguhkan konflik sosial berupa diskriminasi yang dialami manusia pada umumnya, seperti diskriminasi beda agama yang dialami oleh pasangan manusia dengan balutan kisah pilu dalam Bunga Kering Perpisahan; diskriminasi terhadap kaum Tionghoa dalam Sapu Tangan Fang Yin; diskriminasi paham agama dalam Romi dan Yuli dari Cikeusik; diskriminasi terhadap kaum homoseks dalam Cinta Terlarang Batman dan Robin; dan diskriminasi terhadap gender dalam Minah Tetap Dipancung.

Selain itu, terdapat pula tokoh yang dianggap kontroversi lain dan memunculkan polemik karya yang disuguhkannya, namun bermakna dan memiliki efektivitas dalam karya sastra. Sastrawan perempuan yang mengusung ideologi kaum hawa ini sebagai salah seorang dari 33 Tokoh Sastra dalam buku tersebut, yaitu Ayu Utami, sang penggagas generasi feminis.

Feminisme lahir karena pandangan ia bahwa peran serta wanita dalam lakon panggung budaya, sosial, politik, dan terutama sastra begitu minim dan cenderung dianaktirikan, dipandang sebelah mata. Oleh karena itu, gerakan feminis pada awalnya menuntut persamaan hak antara perempuan dan laki-laki terhadap aspek-aspek yang

234 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH berkaitan dengan pendidikan, ekonomi, dan politik. Perkembangan ide-ide feminis ini ditarik ke dalam dunia kesusastraan, sehingga mulai menambahkan ide-ide feminis dan pengalaman pribadinya ke dalam karya-karya yang dibuatnya.

Dalam pandangan mereka, perjuangan feminisme itu tidak selalu harus melalui upaya anarkis seperti beberapa kejadian dalam pemberitaan media massa belakangan ini, meskipun pada dasarnya ide-ide feminis lahir sebagai bentuk perlawanan terhadap kedudukan perempuan yang hanya meliputi persoalan-persoalan domestik dalam rumah tangga. Namun, tidak dapat dipungkiri, terdapat beberapa aktivis feminis yang lebih beraliran keras sehingga cenderung bersifat sebagai pembangkang terhadap kodratnya yang dituangkan dalam karya sastra.

Dalam kesusastraan, nilai-nilai feminis tidak selalu disampaikan secara langsung, namun dapat disampaikan melalui pemahaman nilai-nilai sederhana yang melatarbelakangi kehidupan pengarang si perempuan. Sedangkan sebagai gerakan modern, feminisme yang mulai berkembang pesat sekitar tahun 1960 di Amerika ini membuat masyarakat sadar akan kedudukan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 235 perempuan yang inferior. Dampak dari gerakan ini pun dapat dirasakan pada bidang sastra. Perempuan mulai menyadari bahwa dalam karya sastra pun terdapat ketimpangan tentang manusia dan tokoh- tokohnya. Hal inilah yang kemudian memunculkan pandangan tentang kritik sastra feminis yang cenderung diarahkan subjektif.

Sebagai salah seorang TSI, Ayu Utami melalui karya fenomenal novel pertamanya Saman, tampil ke puncak popularitas dan sekaligus memerankan peran penting dalam mewacanakan ide-ide pembebasan kaum perempuan secara lebih masif. Namun pertentangan demi pertentangan terhadap novel Saman mencuat karena bahasa yang disuguhkan vulgar, penggambaran erotisme cukup jelas, sehingga eksplorasi seksualitas begitu terlihat nyata. Selain bahasa dan seksualitas, tampak pula represi politik dan intoleransi beragama. Hal tersebut menjelang saat-saat jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998.

Saman juga merupakan pintu gerbang pembuka jalannya karya-karya fiksi yang menyihir para kaum hawa dalam menggelorakan feminisme. Sebut saja ada beberapa perempuan yang sebenarnya cukup layak juga untuk dipertimbangkan dalam

236 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 33 Tokoh Sastra Indonesia, di antaranya Djenar Maesa Ayu dengan novel Jangan Main-main dengan Kelaminmu; Dinar Rahayu dengan Ode untuk Leopold von Sacher Masoch; Ana Maryam dengan Mata Matahari; Ratih Kumala dengan Tabula Rasa; Maya Wulan dengan Swastika; hingga Fira Basuki dengan Jendela-jendela, dan lain-lain.

Peran Ayu Utami dengan kemunculannya dinobati penggagas sang generasi feminis, meskipun menuai kontroversi dengan karyanya tetap dikategorikan dalam “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh” karena Saman merupakan titik pembangkitan dan pemunculan karya-karya fiksi, yang hampir serupa menggelorakan kaum hawa di tengah rezim kekuasaan negeri ini terhadap berbagai aspek. Dengan demikian sastra mampu berperan ganda dalam menjawab setiap persolan kehidupan, yaitu sebagai kontroversi dan juga sebagai solusi.

Sastra, Intelektualitas, dan Popularitas

Sastra sebagai karya yang tidak serius turut menghadirkan polemik-polemik antara khayalan, mimpi, dan realitas, baik puisi, prosa, cerpen, ataupun novel. Semua karya sastra tersebut berasaskan pada pemikiran yang tidak pernah luput

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 237 dari keadaan realitas pengarang, pengalaman yang pernah dialaminya, atau sebatas imajinasi yang seolah membentuk kenyataan yang memiliki pesan moral.

Melalui olahan rasa setiap penciptanya, sastra mampu menyuguhkan karya yang berbeda dari yang lain, sehingga sastra disebut sebagai kado dengan balutan bunga-bunga indah disodorkan di meja kehidupan sehari-hari. Karya sastra memberi warna yang membuat ketidakseragaman dalam memandang sesuatu hal pada kehidupan. Sastra hadir sebagai perspektif lain dalam memandang suatu fenomena, baik alam, maupun fenomena sosial yang setiap saat disuguhkan oleh media televisi saat ini.

Keberpikiran sastrawan dalam mengolah dan mengelola karya yang begitu apik adalah pertanda bahwa sastra tidak terlepas dari intelektualitas dan kreativitas. Namun setelah kreativitas dipertunjukkan, kemudian timbul peluang yang menuai kontroversi atau polemik, maka sastra hadir dan menjelma sebagai popularitas. Setidaknya hal inilah yang terjadi pada “puisi esai” milik Denny JA, Saman milik Ayu Utami, bahkan juga buku “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh” ini

238 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH yang memunculkan hal-hal kontroversi yang akan menuai popularitas dengan tidak menghilangkan keintelektualitasan para penulisnya.

Mungkin popularitas lahir karena intelektualitas yang berkembang dan mampu menembus batas antara realitas dan khayalan si pengarang, dengan disertai bukti-bukti nyata yang mampu merangkul masyarakat dari sisi politik, budaya, dan agama. Maka dari itu, karya sastra yang bermutu hanya dapat diciptakan oleh seseorang yang memiliki tingkat intelektual yang memadai.

Sejak lama sastra diakui sebagai media pembangun kesadaran. Bahkan sastra diyakini memiliki fungsi hiburan dan edukasi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai media penanaman nilai- nilai yang berorientasi terhadap pengembangan kehidupan seseorang, masyarakat, dan bangsa. Sastra memiliki tuntutan bahwa karya yang diberikan harus bernilai dan memiliki tingkat keberpikiran yang sepadan, sehingga diharapkan mengembangkan wawasan para pembaca. Dengan adanya sastra, masyarakat mampu menyelami berbagai fenomena yang terjadi dan dapat menghayati dengan perspektif yang berbeda. Fenomena yang dihadirkan dapat berupa hubungan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 239 antarmanusia, atau dengan Penguasa semesta, ataupun konflik batin internal pembaca sendiri.

Setiap sastrawan memiliki tingkat keintelektualitasan yang berbeda, bergantung cara ia memahami suatu hal. Intelektualitas dipahami sebagai bakat untuk mempresentasikan dan mengartikulasikan pesan, pandangan, sikap, atau filsafat kepada publik. Ketika sastrawan mengartikulasikan bakat itu, intelektualitas selalu bermotivasi untuk menggugah kesadaran kritis orang lain untuk ikut juga menggunakan intelektualitasnya mencermati fenomena yang terjadi. Para sastrawan yang dihimpun dalam “33 TSI Paling Berpengaruh” pada umumnya memiliki intelektualitas tinggi dalam menyampaikan pesan kepada publik, terlepas dari kontroversi atas ke-33 TSI tersebut. Kemampuan mereka untuk menyampaikan pesan lewat karya sastra teruji dan berani, sehingga dengan alasan itulah mereka tergabung dalam “33 TSI Paling Berpengaruh” yang dihimpun Tim 8.

Dalam “33 TSI Paling Berpengaruh” dapat diketahui bahwa Goenawan Mohamad sebagai “simbol kebebasan kreatif” turut berperan serta dalam mengamati dan menyuarakan segala

240 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH fenomena yang telah terjadi dalam gemerlap panggung bangsa yang ragam konflik dan polemik. Kiprah Goenawan Mohamad pada berbagai bidang yaitu sastra, jurnalistik, budaya, maupun politik memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perjalanan panjang bangsa ini.

Salah satu karya sastra yang paling berpengaruh dalam puisi Goenawan Mohamad adalah puisi bernada liris, juga puisi yang berakar pada suasana hati. Dari pandangannya, puisi tidak hanya terdiri atas deretan kalimat, melainkan juga terdiri atas celah-celah bisu yang membayang di antara kalimat, bahkan melatarbelakangi kalimat itu. Misalnya, dalam kutipan puisi berjudul Doa Persembunyian: Tuhan yang meresap di ruang kayu/ di greja dusun/di lembah yang kosong itu/kusisipkan namamu. Betapa puisi yang terdapat makna di balik kalimat ini diciptakannya tak ‘berteriak’ namun ada makna tak terbatas pada yang tersurat. Seperti pada beberapa puisinya yang lain cenderung kontemplatif, imajis, dan meresapkan suasana.

Sebagaimana diungkapkan bahwa salah satu kriteria pemilihan 33 tokoh sastra ialah memiliki kiprah dalam sebuah karya, dan karya tersebut berpengaruh terhadap aspek kehidupan. Goenawan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 241 Mohamad dalam esainya “Seks, Sastra, Kita” turut mengungkapkan hal yang hampir sama diungkapkan oleh Ayu Utami dalam Saman dan Larung, yaitu “… yang kita butuhkan adalah semacam sikap wajar, yang mengembalikan seksualitas dalam ke dalam kehidupan, dan menerima kenyataan itu tanpa ketegangan, sebagaimana kita menerima diri kita…”

Tampaknya esai Goenawan Mohamad cukup berpengaruh terhadap terciptanya novel Saman karya Ayu Utami tersebut. Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa intelektualitas sastrawan yang menyuguhkan nuansa kehidupan sebagai dasar perenungan si pengarang memiliki pengaruh dan daya pikat dalam terciptanya proses regenerasi sebuah karya atau replikasi sastra baru.

Selain Goenawan Mohamad dengan celah kreativitas dalam penjelmaan bait-bait puisi, prosa, maupun esai pada “33 TSI Paling Berpengaruh,” hadir pula sang maestro cerita yang mampu menulis 30 halaman dalam satu hari, yaitu Putu Wijaya. Kiprahnya sebagai “Teror Mental dan Dekonstruksi Logika” patut dikategorikan sebagai salah satu tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh. Sejumlah karya sastra yang tidak lepas dari konsep-konsep intelektualitas berbalut kebudayaan tradisional Bali

242 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH begitu apik dipertunjukkan, sebut saja novel Bila Malam Bertambah Malam (1971), Telegram (1973), Perang (1990), dan lain-lain.

Sisi intelektualitas Putu Wijaya diungkapkan oleh Goenawan Mohamad sebagai sebuah dekonstruksi dengan pemikiran-pemikirannya yang tak ada habisnya, bahkan dengan ide-ide penceritaan yang terus mengalir, dan tema-tema cerita yang takkan pernah terduga oleh pembaca. Misalnya, dalam kutipan novel Telegram (1973), yaitu ketika sang tokoh terbaring sakit sendirian di perpustakaan kantor, tiba-tiba memutuskan untuk memulai sebuah perjalanan imajiner. Ia masuk ke dalam relung-relung jasadnya sendiri.

“Aku memasuki kepalaku. Kusentuh kembali organ-organnya. Otak yang putih berkerimut itu ketepuk-tepuk agar bekerja dengan baik. Seluruh saluran darah yang terjepit kubetulkan. Kumasuki rongga mulut, telinga dan mata yang sedang terkatup. Kumasuki terowongan leher. Panas sekali rasanya di sana… kuperiksa kemudian paru-paru. Ia berlumuran darah. Warnanya hijau… semak-semak liar tumbuh seperti agar-agar laut….”

“Lalu kumasuki perut. Benda-benda yang kutelan sejak pagi sudah lumat menjadi cairan yang

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 243 putih… di dalamnya bersembunyi ulat-ulat malaria. Kucoba menghalau ulat-ulat itu agar keluar. Tapi mereka cepat bersembunyi dalam lekuk-lekuk usus yang sukar sekali diuber. Aku masuk lagi. Hawa menjadi panas sekali. Dinding-dinding perut yang kulewati terasa mengepul karena panas, tercium bau busuk seperti borok. Tidak ada penerangan di sana. Aku meluncur ke bawah, tidak bisa mengendalikan diri. Segala yang kusentuh menyengat. Kukumpulkan segala kekuatan lalu menghembuskan nafas sekuat- kuatnya. Pengaruhnya luar biasa juga. Daerah itu bergolak, vangina berputar-putar. Aku terlempar ke bawah tanpa dapat mengawasi lagi apa yang terjadi.”

Logika-logika yang tersembunyi di balik setiap kalimat merupakan daya pikat utama Putu Wijaya dalam menyuguhkan aneka karya sastra yang begitu imajinatif. Maka pantas jika Ignas Kleden menjulukinya sebagai tukang cerita yang piawai dan dongeng-dongengnya yang modern. Dengan dekonstruksi logika yang ditampilkannya dari karya-karya sastra sangatlah inspiratif, tepat jika Putu Wijaya dalam buku “33 TSI Paling Berpengaruh” dinyatakan memiliki pengaruh terhadap karya sebagai bentuk imajiner dari sastra. Putu Wijaya termasuk sebagai sastrawan berpengaruh dari karya-karya yang ditulisnya,

244 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH bahkan kemampuannya berimajinasi dengan objek penceritaan pun dianggap sebagai membuka inspirasi bersastra.

Sastra dan intelektualitas dapat begitu rapat dan renggang bergantung kepiawaian sang peramu, yaitu manusia dalam mencermati celah- celah kreativitas dalam kehidupan. Intlektualitas tidak selalu harus terlahir dari sastra, melainkan dapat terlahir pada bidang-bidang lain. Namun hasil karya cipta sastra berbentuk karya tentu memiliki keintelektualitasan, yang pada akhirnya akan mendatangkan popularitas, sebagai bentuk aktualisasi terhadap kehidupan. Sastra yang diciptakan para tokoh dalam “33 TSI Paling Berpengaruh” memiliki pertanda sebagai karya yang memiliki intelektualitas sehingga dinyatakan berpengaruh, baik kepada dunia sastra maupun berpengaruh pada fenomena kehidupan lain, seperti politik, budaya, atau ekonomi.

Literasi Sastra sebagai Jendela Peradaban

Buku “33 TSI Paling Berpengaruh” membawa pembacanya untuk literat. Buku ini seolah melakukan perlawanan terhadap pergeseran budaya masyarakat dan menunjukkan peran sastrawan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 245 dalam pengembangan literasi. Perkembangan media massa pandang dengar di Indonesia yang menjamur hingga ke daerah-daerah menjadi kontra- produktif bagi pengembangan literasi, karena masyarakat dipermudah dalam menikmati suguhan batin melalui usaha yang sangat sederhana, hanya pandang dan dengar.

Pengembangan minat baca masyarakat terhadap karya-karya sastra dipandang sebagai upaya yang terlalu sulit dilakukan masyarakat, di sela-sela kesibukan bekerja dan himpitan berbagai masalah di negeri ini membuat masyarakat Indonesia ingin lebih sederhana memenuhi kebutuhan batiniyahnya, hanya pandang dan dengar. Bahkan, kondisi ini diperparah lagi dengan struktur Kurikulum 2013 yang memarginalkan sastra dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah, mulai Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah.

Jika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memprasyaratkan lulusan dengan membaca buku-buku sastra, sebanyak 9 judul (SD/MI), 16 judul (SMP/MTs), dan 16 judul (SMA/ MA), sedangkan dalam Kurikulum 2013 ketentuan tersebut tidak ada. Hal ini membuat kondisi literasi masyarakat pelajar Indonesia semakin

246 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH tidak mendapat dukungan dari struktur akademik. Kehadiran buku “33 TSI Paling Berpengaruh” dapat memberikan gambaran kepada pemangku kepentingan dan jejaring sosial.

Peralihan kondisi masyarakat lisan bergeser ke masyarakat tulisan (membaca) merupakan transformasi budaya orasi ke literasi. Namun, kenyataannya belum memadai bahwa pengguna literasi masih minim dalam wujud nyata. Membaca dan menulis, sebagai tindakan nyata yang harus dilakukan oleh setiap orang dalam meretas peradaban orasi yang mengandalkan lisan (menyimak), belum optimal dibudayakan.

Pada hakikatnya penyebaran budaya literasi meliputi budaya baca dan tulis. Sedangkan budaya orasi meliputi kebudayaan masyarakat dalam bertutur kata, dan menerima informasi. Dalam konteks keterampilan berbahasa bahwa literasi secara sederhana diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Seseorang dikatakan literat apabila bisa memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman terhadap isi bacaan tersebut.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 247 Budaya literasi juga erat kaitannya dengan pola pembelajaran di sekolah yaitu dengan ketersediaan bahan bacaan dan masyarakat gemar membaca (reading society). Namun banyaknya bahan bacaan belum menjadi penentu bahwa masyarakat gemar membaca pun sesuai banyaknya. Sebab pada kenyataannya kegiatan membaca di masyarakat masih menggangap sebagai aktivitas untuk membunuh waktu (to kill time) bukan mengisi waktu (to full time). Minat baca inilah yang perlu ditingkatkan kembali, jangan terus tertinggal oleh negara lain.

Di negara maju seperti Amerika, beberapa disiplin ilmu mempertimbangkan literasi informasi sebagai hasil utama siswa di perguruan tinggi (American Library Association, 2000:4). Literasi selalu dikaitkan dengan pembelajar seumur hidup (life long learning) sebab membangun pembelajar seumur hidup merupakan misi pendidikan tinggi. Menurut Chan Yuen Chin (2001:1), literasi informasi sangat penting untuk kesuksesan seumur hidup, literasi informasi merupakan kompetensi utama dalam era informasi, dan literasi informasi memberi kontribusi pada perkembangan pengajaran dan pembelajaran.

248 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Peradaban bangsa selama ini lebih menitikberatkan pada lisan semata atau budaya orasi bukan tulisan atau budaya literasi. Seiring perkembangan zaman yang semakin pesat, misalnya, teknologi sudah merambah pada berbagai bidang. Pemberdayaan literasi tidak cukup hanya bergantung pada banyaknya buku di pasaran tetapi bagaimana buku yang berada di pasaran yang dinikmati pembaca bisa muncul regenerasi baca- tulis atau generasi literat.

Inti literasi adalah kegiatan membaca- berpikir-menulis. Dalam kaitan itu, berpikir perlu dieksplisitkan, dengan alasan agar berpikir lebih ditonjolkan sehingga dalam praktiknya benar-benar merupakan kegiatan yang mendapat perhatian tinggi, bukan sekadar kegiatan tempelan dalam membaca dan menulis. Selain itu, para ahli juga menonjolkan berpikir dalam konteks kegiatan membaca dan mendengarkan seperti dalam frasa reading and thinking activity dan listening and thinking activity (Finn, 1993:210-212).

Kegiatan yang merupakan perluasan praktik berliterasi akan dibutuhkan hampir semua orang dalam abad ke-21, dalam masyarakat berbasis pengetahuan dan teknologi dalam pengertian yang seluas-luasnya. Praktik membaca-menulis dalam

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 249 kaitan ini lebih mengarah pada membaca menulis untuk belajar atau reading and writing to learn (Gillet, 1994:44) atau reading, writing, and critical thinking as tools for learning (Pappas, 1990; Eanes, 1997).

Berdasarkan kedua pernyataan di atas jelas bahwa literasi menjadi bagian terpenting dalam kemampuan seseorang terutama dalam berpikir dan mengaplikasikan apa yang sudah dipahami. Seseorang dikatakan literat apabila dapat memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman terhadap isi bacaan tersebut. Literasi dan sastra ibarat dua keping mata uang yang tak dapat dipisahkan sebab membaca dan menulis melekat di dalamnya. Ketika sastra hadir dalam bentuk literasi yang dapat dinikmati pembaca pada umumnya maka akan tampat kebermanfaatan meskipun hanya sekadar belajar bagaimana sastra.

Menurut Rahmanto (1998:16) ada empat manfaat belajar sastra, yaitu:

Membantu Keterampilan Berbahasa

Meliputi: kemampuan menyimak pembacaan karya sastra, kemampuan berbicara dengan bermain peran

250 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH atau menanggapi isi cerita, kemampuan membaca melalui kegiatan membaca puisi dan cerpen, dan kemampuan menulis puisi dan cerpen serta karya sastra lainnya.

Meningkatkan Pengetahuan Budaya

Sastra adalah bagian dari kebudayaan. Sebuah karya sastra memuat unsur-unsur kebudayaan, sehingga dapat mengetahui budaya suatu masyarakat.

Mengembangkan Cipta dan Rasa

Mengembangkan cipta dan rasa yang berkaitan dengan kecakapan yang bersifat indra, penalaran, afektif, sosial dan religius. Sekaligus mengembangkan kepekaan rasa dan emosi.

Menunjang Pembentukan Watak atau Karakter

Dengan belajar memahami berbagai karakter tokoh cerita, kita dapat menentukan karakter baik dan buruk. Dan mendayagunakan pengetahuan, memperkaya rohani, menjadi manusia yang berbudaya dan belajar mengungkapkan sesuatu dengan baik.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 251 Keempat manfaat yang diuraikan di atas merupakan dasar dalam memperoleh karakter yang memiliki kecerdasan melalui keindahan berbagai karya sastra. Karya sastra jika dibandingkan dengan karya tulis yang lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, yaitu keorisinalan (keaslian), keartistikan (nilai seni), serta keindahan alam, isi dan ungkapannya. Selain itu juga, dalam memahami karya sastra akan menemukan tiga aspek, yaitu keindahan, kejujuran, dan kebenaran. Keindahan dalam bentuk yang ditampilkan dalam sastra, kejujuran dalam ungkapan yang ditunjukkan dalam sastra, dan kebenaran terhadap isi yang dipahami dalam sastra.

Meskipun sastra dekat dengan keindahan, namun sastra memiliki manfaat. Penyair kuno, Horatius merumuskan manfaat sastra dengan ungkapan yang padat, yaitu dulce dan et utile yang artinya “menyenangkan dan bermanfaat.” Menyenangkan dapat diartikan dengan aspek hiburan yang diberikan sastra, sedangkan bermanfaat dapat dihubungkan dengan pengalaman hidup yang ditawarkan sastra. Dari ungkapan tersebut akan timbul pertanyaan yaitu ‘Hiburan apakah yang ditawarkan sastra?’ Jawabannya, sastra antara lain menawarkan humor. Seperti pada penggalan puisi berikut ini.

252 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Hujan Air

Hujan turunnya ke cucuran atap Kalau banjir atapnya yang turun ke air

Penderitaan

Berakit-rakit ke hulu Berenang-renang ke tepian Bersakit-sakit dahulu Bersakit-sakit berkepanjangan

Taufik Ismail (Petatah Petitih Baru, 1972)

Penggalan puisi bernada humor di atas merupakan contoh bahwa sastra mampu memberikan hiburan. Pertanyaan selanjutnya yang akan muncul ialah ‘Pengalaman apakah yang ditawarkan sastra?’ Jawabannya, sastra menawarkan pengalaman hidup yang dapat memperluas wawasan pembacanya, seperti pada puisi berikut.

Tuhan, Begitu Dekat

Kita begitu dekat

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 253 Sebagai api dengan panas Aku panas dalam apimu

Kita begitu dekat Seperti kain dengan kapas Aku kapas dalam kainmu

Kita begitu dekat Seperti angin dan arahnya

Kita begitu dekat

Dalam gelap Kini aku nyala Pada lampu padammu

(Abdul Hadi W.M.)

Pada puisi di atas, penyair Abdul Hadi ingin berbagi pengalaman religiusnya dengan pembaca. Pada suatu saat ia begitu dekat dengan Tuhan. Pada saat yang lain ia merasa tidak berarti di hadapan Tuhan, seperti nyala lampu ketika padam, musnah, hilang, ke dalam yang Maha Gaib.

Dari kedua puisi di atas menunjukkan bahwa manfaat sastra begitu dekat dan nyata. Manfaat

254 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH tersebut, yaitu mampu memberikan hiburan yang dapat menjadikan sastra begitu menyenangkan, dan mampu memberikan pengalaman hidup yang dapat menjadikan sastra begitu bermanfaat.

Selain itu makna sastra begitu luas. Bukan hanya kebermanfaatan, melainkan mampu mengasah ragam kecerdasan. Kecerdasan timbul karena kita mampu memanfaatkan dan memperkaya waktu dan wawasan. Salah satu hal yang mampu membangkitkan kecerdasan kita dalam bersastra ialah dengan membaca, seperti yang diungkapkan Taufik Ismail bahwa kecintaan membaca buku dalam bidang apapun, secara awal ditumbuhkan melalui kecintaan membaca karya sastra. Sastra memang kaya akan ide/gagasan, sastra dekat dengan situasi dan kondisi siapapun dan di mana pun kita berada.

Belajar sastra mampu mengasah ragam kecerdasan. Terdapat tiga kecerdasan yang bermanfaat dan bermakna dalam sastra, yaitu kecerdasan emosional, kecerdasan kreatif, dan kecerdasan intrapersonal & natural. Kecerdasan Emosional yaitu kecerdasan dalam memahami dan mengelola emosi yang ada di dalam diri.

Terdapat 5 aspek yang membangun kecerdasan emosi, yaitu (1) memahami emosi-

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 255 emosi sendiri, (2) mampu mengendalikan emosi- emosi sendiri, (3) memotivasi diri sendiri, (4) memahami emosi-emosi orang lain, dan (5) mampu membina hubungan sosial. Kecerdasan emosional akan terasah apabila membaca karya sastra yang mengandung unsur intrinsik dan ekstrinsik, begitu pun dengan mengenali alur cerita, konflik-konflik, dan karakter para tokoh yang ada di dalamnya.

Kecerdasan kreatif yaitu kecerdasaan yang timbul melalui cara berpikir atau imajinasi. Imajinasi akan timbul apabila sebelumnya kita membaca kemudian memiliki keinginan untuk mengalihkannya ke dalam tulisan. Membaca karya fiksi mampu membangkitkan imajinasi karena memerlukan pembacaan yang mendalam dan berulang, berbeda dengan karya nonfiksi. Hal tersebut akan mengasah cara berpikir kita, semisal, memahami puisi atau cerpen yang terdapat kata- kata simbolik, petunjuk-petunjuk yang samar, dan pesan yang tersembunyi. Dengan demikian kecerdasarkan kreatif dalam diri kita mampu ditumbuhkembangkan selama memiliki keinginan dalam membaca dan menulis.

Selanjutnya kecerdasan intrapersonal dan natural, yaitu kecerdasan yang berasal dari dalam

256 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH diri dan di luar diri. Karya sastra bisa bersumber dari dalam diri yaitu melalui perenungan. Merenungi kejadian atau peristiwa yang telah berlalu merupakan salah satu cara dalam memperoleh idea atau gagasan. Intrapersonal merupakan kecerdasan yang mampu berkomunikasi dengan diri sendiri.

Selain itu, sumber karya sastra bisa dari luar diri, yaitu lingkungan sekitar atau alam. Ide-ide yang imajinatif biasanya kita dapatkan dari alam sekitar, bisa dari rumput-rumput hijau, pegunungan, hutan, sungai, laut, dan lain-lain. Semakin dekat dengan alam sekitar, maka semakin meningkat pula kecerdasan intrapersonal dan natural yang ada di dalam diri kita.

Sastra sebagai media yang menyuarakan pola pikir yang imajiner, tanpa menghilangkan unsur realitas melalui bentuk karya indah, dapat menjadi cara dalam menghayati fenomena kehidupan yang berdampak pada proses kebudayaan, sebab sejatinya kebudayaan terdiri dari beberapa disiplin yang mencakup pengetahuan, moral, kesenian, dan lain-lain. Melalui sastralah literasi ibarat jendela peradaban yang siap untuk diberdayakan, tentu jika hal tersebut dilakukan secara berkesinambungan, sebab melalui sastra pula seseorang dapat bersikap

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 257 aktif dan progresif, memelihara kelembutan hati, kepekaan perasaan, ketajaman intuisi, kedalaman jiwa, kepedulian dan solidaritas sosial, keluasan wawasan dan pandangan hidup.

Sejumlah 33 tokoh sastra yang terdapat dalam buku tersebut sangat memiliki pengaruh dalam menyuarakan ideologi. Pengaruh tersebut merasuk pada berbagai bidang, misalnya politik, seperti Denny JA. Berkat kepiawaiannya dalam meramu pemikiran dan pengalaman konflik sosial, maka dapatlah ia memproses dan mencipta hasil karya sastra yang begitu apik dan mendapat respon luar biasa dari masyarakat. Mungkin sastra tidak mengenal “siapa” lagi tetapi “apa (karya)” yang dihasilkan namun berpengaruh. Kiprah sastrawan atau awam haruslah tampil dalam balutan karya beridentitias sastra, sebab bagaimanapun juga seorang sastrawan dilihat dari lingkup pengaruhnya di bidang sastra.

Polemik dan kontroversi yang timbul dari 33 tokoh sastra mungkin hanya melihat dari “siapa” bukan lagi “apa (karya)” yang disajikan pada khalayak. Tentunya Tim 8 lebih meninjau dari segi karya, dan berdasarkan esensi dari buku tersebut bahwa sebagian mereka jelas mencapai tingkat

258 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH estetis yang sangat indah dan mengesankan, dan sampai batas tertentu berpengaruh pula.

Sebagian yang lain sangat menonjol bukan terutama karena karya sastra mereka yang mengesankan, bahkan sama sekali bukan karena karya sastra mereka, melainkan karena kiprah tak kenal lelah dan dedikasi mereka yang sangat tinggi di dunia sastra. Sampai batas tertentu jelas mereka semua berpengaruh, tapi dalam pandangan kami pengaruh mereka tidak sebesar dan seluas 33 tokoh sastra yang kami pilih. Itu sebabnya mereka luput dari pilihan kami.

Buku bacaan sastra atau tradisi membaca, khususnya sastra, tidak dijadikan bagian penting dan mendasar dalam pendidikan Indonesia. Bahkan tanpa banyak perdebatan, sastra telah digusur habis dalam kurikulum 2013, yang merupakan antiklimaks dari penjauhan sastra dari masyarakat dan sebaliknya. Sampai batas tertentu, fenomena yang sangat menonjol tersebut menunjukkan kecenderungan budaya dewasa ini untuk mengabaikan hasil-hasil kreatif di bidang pemikiran, renungan, imajinasi, dan berbagai sumbangan budaya dalam kehidupan masyarakat, termasuk kesusastraan. Dengan peran penting yang mereka mainkan, tentu saja mereka

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 259 berhak dan patut diperhitungkan dan ditempatkan di jalan raya sastra Indonesia.

Karya sastra sebagai karya monumental hingga memunculkan polemik dan kontroversi sejatinya hanya memberikan kesan bahwa sastra ada dalam kehidupan dan akan berpengaruh pada aspek yang ada di dalamnya. Hal tersebut tidak bisa kita tawar, sebab bagaimanapun ideologi-ideologi yang bermunculan dan berkembang menambah warna dalam ranah pengetahuan terutama sastra.***

Daftar Rujukan

American Library Association. 2000. “Presidental Committee on Information Literacy: Final Report.” www.ala.org/acrl/legalis.html (28 November 2013). Chan Yuen Chin, Mandy. 2001. “Rethinking Information Literacy – A Study of Hongkong University Students.”www. cite.hku.hk/events/cities2003/Archive/Msc_presentation/ MandyChanCITERS03.ppt (30 November 2013). Finn, Patrick J. 1993. Helping Children Learn Language Art. New York: Longman. JA, Denny. 2012. Atas Nama Cinta: Sebuah Puisi Esai. Jakarta: ReneBook Pappas, Christin C; Barbara Z. Kiefer; dan Linda S. Levstik. 1990. An Integrated Language Perspective in The Elementary School. London: Longman Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Rahman, Jamal D dkk. 2014. 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling

260 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Berpengaruh. Jakarta: Gramedia. Ismail, Taufiq. 1972. Petatah Petitih Baru. Jakarta: Pustaka Jaya. Wijaya, Putu. 1973. Telegram. Jakarta: Pustaka Jaya. WM, Abdul Hadi. 2013. Antologi Puisi: Tuhan Kita Begitu Dekat. Jakarta: Komodo Books

Sumber: Inspirasi.co, 23 Februari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 261

Hati-Hati, Jangan Mem-”bully” Rumah Dunia

Saudaraku, yang sastrawan atau bukan, perbedaan pendapat tentang buku “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh” jangan sampai memecah-belah persaudaraan kita. Sebagai sastrawan (penulis) harus mau terbuka menerima sebuah gagasan baru. Kisruh ini sudah irasional, tidak mencerminkan lagi ciri-ciri sastrawan; intelektual, berbudi pekerti luhur.

Sikap saya terhadap buku “33” sudah jelas, buku itu tidak sesuai dengan selera saya. Itu versi tim 8. Jika di dalamnya ada “rekayasa sastra” (Firman Venayaksa, Koran Tempo), itu persoalan moral. Bukankah selama ini kita mengagungkan adagium “pengarang itu sudah mati”? Jika kita mengatakan buku itu lemah dalam metode, itu berarti kapasitas tim 8 sebagai penulis patut dipertanyakan. Beberapa nama juga ada yang tidak layak masuk, itu kalau versi saya.

Saya tetap menghargai buku “33” sebagai sebuah gagasan. Saya tidak setuju dengan teman-

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 263 teman yang ingin menarik buku itu dari peredaran. Tugas para akademisilah yang menguji buku itu di seminar, bukan lantas membombardir dengan caci- maki, apalagi meminta pemerintah menarik buku “33” dengan alasan sesat.

Saya sangat menyayangkan strategi dari teman-teman yang menolak buku “33” itu, yang sangat kasar, tidak beretika, sehingga jadi tidak produktif. Awalnya ingin meminta dukungan kepada kami, pada akhirnya jadi tidak bersimpati.

Saya mengalaminya. Padahal saya bukan penulis buku “33” itu. Bahkan jadi bagiannya pun tidak. Saya, Ahda Imran, Toto St Radik, Ahmadun Herfanda, Firman, Halim HaDe dan Leak Sosiawan hanya ingin “menengahi” saja dengan menggelar diskusi di Rumah Dunia pada 9 Maret. Jamal D Rahman dan Halim HD sudah bersedia, tapi sayang Katrin Bandel menolak. Alasannya, tidak tertarik dengan ide saya yang oportunis, memancing di air keruh, bahkan saya disuruh diam dengan ancaman akan menyerang Rumah Dunia.

Saya tidak paham, serangan apa yang dimaksud, karena Rumah Dunia dibangun bukan untuk menyerang sesama sastrawan, kecuali kalau ia korup merugikan masyarakat.

264 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Faruk HT yang direkomendasikan Halim menggantikan Katrin juga tidak bisa hadir, karena teman-temannya (yang menolak buku “33”) tidak setuju Faruk hadir di Komunitas Literasi Rumah Dunia.

Tapi kemudian timbul perlakuan yang tidak menyenangkan; saya dibully, oleh kelompok yang ingin menarik buku “33” di grup FB anti pembodohan “33 Tokoh Sastra.” Saya dianggap oportunis, bahkan yang paling tidak masuk akal, Rumah Dunia, komunitas yang kita bangun bersama-sama untuk menyiapkan penulis dan pembaca sastra di masa depan dituduh bagian dari DJA.

Saya menyarankan kepada teman-teman semua, agar tetap berpikir jernih. Saya hanya ingin mengingatkan, Rumah Dunia adalah perwujudan dari surat Alaq dan agama yang kami yakini; Islam. Jika ngebully saya, itu wajar dan saya anggap itu dialektika dan kritik kepada saya. Tapi jika ngebully Rumah Dunia adalah bagian dari DJA atau hal negatif lainnya, itu sama saja mencari banyak musuh, karena Rumah Dunia tidak hanya saya, tapi juga sastrawan se-Indonesia. Rumah Dunia itu sudah milik semua. Dan secara pribadi, saya tidak akan tinggal diam.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 265 Sebaiknya kita harus tetap penuh cinta, menjaga ruh kesusasteaan Indonesia agar tetap indah. Jika ada yang mengotorinya, kita harus sama- sama melenyapkannya. Kita harus buang sampah yang mengotori kesusateraan kita. Sastra itu budi pekerti.

Abdul Salam, sastrawan muda dari Banten beranalogi, “Pernah di Chili rakyatnya berpesta pora merayakan nobel Pablo Neruda, tapi di kita, yang dirayakan ‘caci maki’ seperti ini. Tidak menarik.”

Justru yang harus kita rumuskan adalah tujuan besar kita sebagai sastrawan dalam berkarya. Menurut Fakhrunnas Jabbar, sastrawan dari Riau, “Hal yang paling penting adalah mengangkat martabat sastrawan Indonesia di luar negeri, misalnya.”

Sekali lagi, status ini substansinya hanya satu: jangan ngebully Rumah Dunia. Ingat itu.

Tetap semangat, penuh cinta damai. Jayalah sastra kita.

Serang, 14 Februari 2014

266 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Gola Gong

Sumber: http://www.teraslampung.com/2014/02/ hati-hati-jangan-mem-bullyrumah-dunia. html (Februari 2014)

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 267

Kegagapan Artikulasi Dalam Kriteria Oleh: Leon Agusta 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh Oleh: Jamal D. Rahman dan kawan-kawan Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Tebal Buku: 734 halaman

Ketika memegang buku yang sangat tebal ini, kesan pertama adalah munculnya huruf-huruf merah menyala seperti mau meneriakan sesuatu yang harus diperhatikan, yaitu “ … Tokoh Sastra … Paling Berpengaruh.”

Kemudian, di dalam buku, yang pertama menarik perhatian adalah pengantar yang berjudul “Mencari Tokoh bagi Sastra” yang ditulis oleh Jamal D. Rahman, Ketua Tim 8, yang menulis buku ini bersama 7 penulis lainnya, yaitu Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshauser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana dan Nenden Lilis Aisyah. Kata “bagi” dalam “Mencari Tokoh bagi Sastra” dalam judul pengantar tersebut terasa mengganggu karena sungguh tidak perlu.

Pengantar ini dimulai dengan penjelasan mengenai peran sastra dalam sejarah Indonesia,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 269 dari masa kerajaan, penjajahan Belanda dan Jepang, dan masa kemerdekaan sampai sekarang. Menurut penulis buku ini, sepanjang sejarah peradaban tanah air, peranan utama sastra adalah menjaga hati nurani manusia. Adakalanya juga membangkitkan kesadaran kebangsaan.

Jamal D. Rahman selaku ketua Tim 8, tampaknya, dalam menulis kata pengantar ini, begitu ingin mengatakan begitu banyak hal dan terus menerus menjelaskan pikirannya sendiri hingga terkesan ia menjadi tawanan dari keinginannya itu. Hasilnya adalah sebuah kata pengantar tanpa alur, melelahkan untuk dibaca. Bukan tidak mungkin kata pengantar ini diabaikan oleh anggota tim penulis lainnya. Karena ada kesan yang kuat bahwa masing-masing penulis seperti jalan sendiri-sendiri tanpa kewajiban untuk mewibawakan buku dengan judul luar biasa ini secara kolektif.

Bagian terpenting dari pengantar ini adalah penetapan kriteria mengenai siapa di antara sastrawan Indonesia sepanjang sejarah yang pantas disebutkan sebagai tokoh sastra Indonesia yang paling berpengaruh untuk dimaklumatkan namanya dalam buku ini.

270 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Tokoh sastra dinilai layak masuk 33 tokoh sastra paling berpengaruh apablia sekurang- kurangnya memenuhi satu dari empat kriteria:

· Pengaruhnya berskala nasional, tidak hanya lokal. …

· Pengaruhnya relatif berkesinambungan dalam arti tidak menjadi kehebohan temporal, atau sezaman belaka. Pengaruh berdampak bukan hanya pada zamannya, tetapi bergerak melampai zamannya, bahkan hingga beberapa dekade sesudahnya.

· Dia menempati posisi kunci, penting dan menentukan … melakukan sesuatu, membuat gerakan kecil atau besar, dan kemudian ternyata menjadi wacana penting dan terus berlanjut …

· Dia menempati posisi pencetus atau perintis gerakan baru yang kemudian melahirkan pengikut, penggerak, atau bahkan penantang, dan akhirnya menjadi semacam konvensi, fenomena, dan paradigma baru dalam kesusastraan Indonesia.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 271 Tampaknya ada kegagapan artikulasi berpikir dalam penyusunan rumusan kriteria ini. Akibatnya bermunculan penjelasan kriteria yang membuat kriteria menjadi semakin tidak jelas, kabur dan tumpang tindih.

Mungkin lebih menyakinkan bila dalam mempertimbangkan layak tidaknya seorang tokoh bisa terpilih, sekurang-kurangnya memenuhi dua dari kriteria yang ditetapkan. Sedangkan kriteria itu sendiri cukup terdiri dari tiga kriteria saja, misalnya:

Kriteria pertama terdiri dari satu kalimat saja: Pengaruhnya berskala nasional, tidak hanya lokal.

Yang kedua sebaiknya disunting untuk menghindari kegagapan artikulasi, menjadi: Pengaruhnya berkesinambungan melampaui zamannya.

Yang ketiga dan keempat sebaiknya digabung menjadi: Dia menempati posisi kunci sebagai pencetus dan perintis gerakan baru dalam kesusastraan Indonesia.

Bila kita memakai kriteria yang diusulkan ini hasilnya akan lebih selektif dan lebih mencerminkankan keadaan yang sesungguhnya.

272 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Dari nama-nama yang terpilih didasarkan kriteria Tim 8, tidak ada satu pun yang memenuhi semua kriteria yang ditetapkan. Ada pula lima orang yang tidak memenuhi satu kriteria pun sebagai tokoh sastra yang paling berpengaruh, yaitu Arief Budiman, Kwee Tek Hoay dan Ajip Rosidi, Woko Hesti Prabowo dan Helvy Tiana Rosa.

Meskipun Arief Budiman pernah memperkenalkan satu teori kritik sastra dan ikut menganjurkan sastra kontekstual, tetapi dia tidak memperjuangkannya secara berkelanjutan. Akibatnya, jejaknya segera menghilang dan tak pernah kembali dalam khasanah sastra. Ia kemudian terkenal sebagai cendekiawan dan sosiolog jempolan (Saya pikir Arief Budiman merasa geli sendiri bila mendengar namanya disebut sebagai salah satu tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh).

Sedangkan nama Kwee Tek Hoay, meskipun jejak sejarahnya dapat dilacak dan pengaruhnya jelas pada lingkup sosial tertentu dan batas waktu tertentu pula, namun untuk menempatkannya sebagai salah satu tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh, sama sekali tidak menyakinkan. Dengan mencantumkan namanya dalam buku ini dengan pembahasan yang cukup bagus, ini

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 273 menunjukan bahwa dia perlu lebih dikenal oleh kalangan lebih luas dan diberi tempat dalam sejarah sastra Indonesia. Bukankah lebih bermakna menulis sebuah buku tentang dirinya dalam konteks sejarah sastra peranakan yang mempunyai pengaruh tersendiri pada sastra Indonesia?

Begitu juga halnya nama Ajip Rosidi yang masa penciptaannya terlalu pendek, lingkup pengaruhnya sangat terbatas dan pencapaiannya sedang2 saja. Apresiasi yang diberikan oleh H.B. Jassin terhadap puisi-puisinya sesungguhnya tidak lebih dari sekedar memberi motivasi kepada seorang pemula. Tetapi kemudian Ajip Rosidi menjadi seperti sayur yang cepat layu. Jadi, memilihnya menjadi seorang tokoh sedemikian penting dalam sejarah sastra Indonesia dengan predikat paling berpengaruh, sungguh mengada-ada.

Wowok Hesti Prabowo sepanjang pengamatan saya, pencapaian puisi-puisinya dan pemikirannya tentang sastra masih perlu dipertanyakan. Pengaruhnya pun sebatas lingkungan buruh, khususnya di daerah Tangerang. Dia terlihat samar di bawah bayang-bayang Wiji Thukul yang fenomenal.

274 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Helvy Tiana Rosa adalah satu karakter yang sangat dinamis, bersemangat, selalu mengembangkan daya initiatif untuk tumbuh menjadi seorang sastrawan. Ini membuatnya sangat produktif dan populer terutama di kalangan generasi muda. Tetapi dia belumlah dapat dikatakan sebagai tokoh sastra paling berpengaruh di Indonesia. Dia masih harus melalui satu tahapan penting dimana sejarah dan waktu akan mengujinya. Dia harus membuktikan, dalam perjalanan kariernya, apakah ia berhasil memperlihatkan pencapaian kesastraan yang terus meningkat.

Dalam hal kriteria pengaruh yang berkesinambungan, hanya nama-nama yang disebut di atas dan nama Denny JA serta Ayu Utami yang sulit masuk. Keduanya masih belum cukup lama mencatatkan keberadaannya dalam khasanah sastra untuk dijuluki sebagai tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh. Sekali lagi, sejarah dan waktu jugalah yang akan menguji konsistensi dan mencapaian mereka.

Dalam hal ketokohan dan posisi kunci sebagai pencetus atau perintis gerakan, hanya Remy Sylado yang sudah membuktikan betapa pentingnya kehadirannya dalam dunia sastra, sehingga pantas dicantumkan dalam buku ini. Remy Sylado mulai

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 275 dengan puisi mbling sejak awal tahun 70-an di Bandung. Banyak penulis muda waktu itu terbuis oleh puisi mbling ini, termasuk Sutardji Calzoum Bachri dan Abdul Hadi WM. Dan banyak penulis muda lainnya. Meskipun kemudian Remy tidak lagi menuruskan puisi mbling, namun Remy tak pernah berhenti berkarya dengan pencapaian yang memuaskan secara berkesinambungan.

Kedudukan Ayu Utami sedemikian penting dalam sejarah pertumbuhan sastra Indonesia karena ia adalah pelopor kebangkitan suara kaum perempuan yang selalu tertindas dan diabaikan. Dia adalah ujung tombak gerakan kesetaraan gender dalam sastra Indonesia. Dia adalah tokoh yang sangat inspiratif hingga mendorong lahirnya nama- nama sastrawan lainnya dalam gerakan yang sama, seperti Djenar Maesa Ayu, Okky Madasari, dan lain- lain. Meski demikian adalah terlalu cepat untuk menempatkannya di atas singasana tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh pada saat ini.

Denny JA terkenal sebagai pencetus dan tokoh kunci kehadiran puisi esai. Puisi esai adalah sebuah inovasi yang berhasil menerobos stagnasi khasanah puisi Indonesia masa kini. Kekuatan puisi esai terletak pada dua faktor: pertama,

276 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH estetika pembebasan; dan kedua, etika perlawanan terhadap diskriminasi. Menurut pengakuannya, alasan dia menulis puisi esai adalah keprihatinan melihat merajalelanya diskriminsasi dalam kehidupan masyarakat; sama sekali bukan karena ingin menjadi penyair atau dijadikan tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh.

Diperlukan satu telaah khusus yang mendalam dan luas tentang puisi esai sehubungan dengan estetika dan etika perlawanan, berikut gerakan penciptaan yang mungkin dilahirkannya. Seperti halnya Ayu Utami, kita perlu waktu untuk menguji keberadaan karya-karya Denny JA.

Pada hemat saya, akan lebih bermakna bila pembahasan tentang karya-karya sastra kontemporer seperti yang diciptakan Ayu Utami, Denny JA, Helvy Tiana Rosa, Wowok Hesti Prabowo, Djenar Maesa Ayu, Okky Madasari dan beberapa sastrawan kontemporer lainnya diterbitkan dalam edisi khusus yang menegaskan posisi, peranan dan pengaruh mereka dalam sastra Indonesia.

Dengan pertimbangan ini, memang lebih baik nama-nama yang disebutkan di atas tidak masuk dalam buku Tokoh Sastra Indonesia Paling

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 277 berpengaruh ini. Seandainya demikian, sebagai penggantinya, kita dapat mengambil nama- nama lain yang masuk diskusi pertimbangan Tim 8, seperti Asrul Sani, Y.B. Mangunwijaya, Budi Dharma, dan Wiji Thukul. Juga dapat dimasukkan nama-nama lain yang luput dari pengamatan Tim 8, namun cukup penting, seperti Hartoyo Andangjaya, Subagio Sastrowardoyo, Ibrahim Sattah, Hanna Rambe, dan Abrar Yusra, dan beberapa nama lain yang dapat dipilih secara teliti. Pada hemat saya, nama-nama ini dapat memenuhi paling tidak dua kriteria Tim 8.

Pada hemat saya angka “33”, penobatan “Paling Berpengaruh” yang tercantum pada kulit buku, tanpa mengingkari hak Tim 8 untuk memberi judul seperti itu, merupakan kegagahan yang merepotkan. Sungguh tidak mudah untuk menetapkan seorang sastrawan sebagai “paling berpengaruh.” Dengan ini ia dijadikan luar biasa, istimewa, sangat prestisius. Untuk sebagian nama-nama, julukan tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh itu mungkin terasa mengherankan, ganjil dan menggelikan. Mungkin ada juga yang merasakannya sebagai beban lantas buru-buru mau membuangnya sebab bisa mengusik domainnya yang sangat pribadi sebagai sastrawan.

278 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Ternyata buku ini juga sudah menuai reaksi beragam dari kalangan masyarakat sastra Indonesia. Termasuk yang kurang menarik karena ngawur atau berlebihan. Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak. Namun, yang namanya gading tetap saja memiliki gengsinya sendiri.

Bagaimana pun buku ini merupakan karya yang bernilai untuk dibaca. Tim 8 sudah menyajikan pembahasan tentang sejumlah tokoh. Banyak di antaranya merupakan informasi yang tidak banyak orang mengetahuinya. Ditulis dengan gaya yang tidak rumit hingga enak dibaca. Para penulisnya mempertaruhkan integritas masing-masing melalui tulisan mereka.

11 Januari 2014

Seasons City Apartment TB-11-CD

Sumber: inspirasi.co, 12 Februari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 279

Hanuman tak Masuk 33 Tokoh Oleh: Sujiwo Tejo

Seluruh makhluk dalam buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh saya kenal. Perkenalan itu andai tak langsung setidaknya melalui tulisan mereka maupun ulasan orang lain tentang sepak-terjang mereka. Tapi, tonggak- tonggak di sana sebagian besar telah saya kenali secara langsung. Banyak di antara mereka yang saya pernah sepanggung. Kami pernah sekancah dalam penjurian sastra, pembacaan puisi, sarasehan sastra, maupun sekadar mengobrol di warung-warung kopi membahas ramalan, ikan-ikan dan perempuan. Protes saya terhadap Tim 8 pimpinan Jamal D. Rahman yang menyusun buku tersebut, dengan demikian, bukan pada kok di antara 33 tokoh pilihan mereka ada yang saya tak kenal? Protes saya lebih pada ini: Kok tokoh-tokoh lain yang dalam pengenalan saya lebih berpengaruh tidak masuk dalam seranai? Tak masuk itu barang misalnya untuk menggeser atau menggantikan barang-barang lain di dalam suatu museum keberpengaruhan sastra yang memajang 33 barang.

Protes pasti aku gencarkan, tentu, bila buku ini terbit 10 tahunan lalu atau sebelumnya. Ketika

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 281 itu salah satu sastra dari lirik lagu Rhoma Irama masih kuat mengalir di nadiku: Darah Muda.

Ketika itu saya selalu masih tak mau tahu bahwa Yesus tak menjawab pertanyaan Pilatus, “Apakah kebenaran itu?” Ketika itu saya selalu masih tak mau tahu bahwa setelah Hanuman dianugerahi kesaktian bahkan sanggup melejit sampai membentur-bentur matahari untuk menegakkan kebenaran, setelah putra Dewi Anjani ini bangga bukan main untuk menggunakan kesaktiannya dalam rangka menegakkan kebenaran di mana- mana, eh, lama-lama ia merenung sepi sendiri, duduk mencangkung dia, menyandar pohon mahoni seraya tak putus-putus mengembara ke dalam dirinya melalui jalan pertanyaan, “Kebenaran itu apa ya?”

Di zaman itu, Pilatus, Hanuman dan lain-lain sudah sampai pada kesimpulan yang baru dicapai oleh orang-orang masa kini dan mereka rasakan sebagai kesimpulan baru: Kebenaran itu tak ada. Seluruh yang masih bisa diucapkan maupun ditulis maupun digambar maupun dinyanyikan maupun dilain-lainkan bukanlah kebenaran. Semuanya cuma opini atau perspektif tentang kebenaran.

282 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Demikianlah kebenaran itu. Jadi, masihkah saat ini saya perlu bertanya, “Kok tokoh-tokoh lain yang dalam pengenalan saya lebih berpengaruh tidak masuk dalam buku 734 halaman terbitan Kepustakaan Populer Gramedia tahun 2014 ini?”?

Tak perlu.

Sebab, gugatan tersebut lahir dari opini maupun perspektif saya tentang kebenaran mengenai siapa saja seyogyanya 33 pujangga paling berpengaruh. Buku susunan Tim 8 lain lagi. Ia lahir dari opini maupun perspektif kebenaran yang lain lagi.

Ia lahir dari opini maupun perspektif kebenaran bahwa di muka bumi ini ada sastra “populer” dan sastra “serius”, sedangkan yang mereka periksa untuk seleksi 33 tokoh adalah sastra “serius.” Ia lahir dari opini maupun perspektif kebenaran bahwa film dan televisi yang melambungkan tokoh sastra (wan/wati) adalah industri, tapi pencetakan resmi maupun tukang stensilan bukanlah industri. Ia lahir dari opini maupun perspektif kebenaran bahwa mutu tak ditentukan oleh banyaknya pembaca suatu karya lantaran digencarkan oleh film dan televisi, maupun sedikitnya pembaca lantaran

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 283 cuma diedarkan antar-teman dan didukung oleh mesin stensilan. Dan sebagainya.

Dari opini maupun perspektif mereka mengenai kebenaran 33 tokoh sastra paling berpengaruh lantas muncullah seranai ini, yang diurutkan mengacu tahun kelahiran : Kwee Tek Hoay, Marah Rusli, Muhammad Yamin, HAMKA, Armijn Pane, Sutan Takdir Alisjahbana, Achdiat Karta Mihardja, Amir Hamzah, Trisno Sumardjo, H.B. Jassin, Idrus, Mochtar Lubis, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Iwan Simatupang, Ajib Rosidi, Taufiq Ismail, Rendra, Nh. Dini, Sapardi Djoko Damono, Arief Budiman, Arifin C. Noer, Sutardji Calzoum Bachri, Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Remy Sylado, Abdul Hadi W.M., Emha Ainun Nadjib, Afrizal Malna, Denny JA, Wowok Hesti Prabowo, Ayu Utami dan Helvy Tiana Rosa.

Masih perlukah protes atas seranai itu?

Masih, ya, masih ...

Sejarah juga masih memerlukan Soekarni, Wikana, dan golongan taruna lainnya ketika darah muda sudah kurang mengalir lagi pada Soekarno- Hatta. Mereka “culik” kedua bung itu untuk segera membacakan puisi yang paling berpengaruh setelah

284 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH puisi Soempah Pemoeda: Proklamasi. Tanpa darah- darah muda memprotes 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, berkuranglah kemeriahan FB, Twitter dan media sosial lainnya. Media massa mainstream juga berkurang salah satu sumber beritanya.

Anak-anak muda sebaiknya, bahkan wajib, protes terhadap buku yang menghebohkan dalam riwayat sastra Nusantara ini. Mereka bisa protes tentang apa saja, misalnya tentang apa makna “pengaruh”? Apakah puisi dalam lirik lagu Gombloh dan Rhoma Irama yang banyak disenandungkan sampai di lokalisasi pekerja seks bukan fakta tentang keterpengaruhan kedua tokoh tersebut?

Di lokalisasi jalur Pantura, banyak tamu pemuda yang tak menggunakan nama asli. Mereka iseng menggunakan nama samaran yang mereka ambil dari nama-nama ke-33 tokoh tersebut. Tak satu pun nama-nama itu dikenali oleh kaum perempuan pekerja seks. Apakah itu bukti bahwa, sejatinya, tak seluruh 33 tokoh sastra tersebut mempunyai pengaruh sosial yang berarti dalam percaturan kehidupan konkret Nusantara?

Pasti darah-darah muda yang masih mengalir pada vena dan aorta generasi baru, yakni

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 285 golongan waktu yang masih yakin bahwa kebenaran itu ada, akan lebih banyak mempunyai amunisi buat protes dan mengepalkan tangan. Tadi saya cuma usul beberapa yang bisa dijadikan untuk tambah- tambah mesiu amunisi.

O ya, ini bumbu mesiu lainnya: Atas dasar apa Denny JA dimasukkan dalam seranai ini? Apakah ini tentang kemampuannya menghasilkan karya sastra atau tentang kemampuan finansialnya yang membuat para sastrawan berkarya? Apa lantaran itu buku ini tak menggunakan judul “sastrawan” tetapi “tokoh sastra” yang mungkin berarti tokoh yang membuat para sastrawan berkarya? Dan sebagainya.

Proteslah. Tapi bila tak ingin menggunakan energi untuk protes, saranku, gunakan saja energi itu untuk berkarya ... berkarya ... berkarya ... berkarya ... berkarya ... Mungkin karyaku, kalau boleh disebut karya, akan lebih banyak lagi dari yang ada sekarang andai tahun-tahun 80-an dan 90-an itu tidak kuhabiskan untuk protes sana protes sini. Tapi, siapa tahu, kurun pemrotesan itulah yang menjadi rempah-rempah dan membuatku berkarya pada kurun selanjutnya. Siapa tahu, protes sepenuh energi terhadap buku 33 Tokoh Sastra Indonesia

286 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Paling Berpengaruh inilah yang membuat mereka kelak akan produktif berkarya.

Ah, sebenarnya, tak relevan lagi mempertanyakan mana yang lebih benar: Berprotes atau berkarya?

Maka silakan saja protes. Saya ta’ senyum- senyum saja, sembari menyiapkan novel esai Rahvayana, melukis, main saksofon, mendalang dan lain-lain. O ya, apakah novel esaiku ini wujud keterpengaruhan puisi esai sebagai gejala yang dihembuskan Denny JA?

Heuheuheu ...

Ya, embuh. Tapi, itu tadi, silakan anak-anak muda protes. Bukan saya tak mau turut merayakan dan berpekik-pekik untuk itu. Saya sudah melakukannya dulu tahun 80-an ketika Rendra mementaskan Oedipus Sang Raja atas dukungan dana seorang maesenas. Saya pun protes, dengan kadar yang menurun, ketika Rendra bersama Kantata Takwa dimaesenasi oleh Setiawan Djody.

Masa’ sekarang aku akan balik lagi heboh mempertanyakan problem dunia yang selalu

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 287 berulang dan seolah-olah selalu baru. Saat ini darah muda sudah tak sepenuhnya mengalir padaku. Mulai aku belajar saat ini dari pertanyaan Pilatus. Mulai aku belajar dari permenungan Hanuman yang mengenaskan di bawah mahoni saat ini.

Sumber: inspirasi.co, 11 Februari 2014

288 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Menjawab Riuh Sastra Oleh: Fatin Hamama R. Syam

Saya bukan perantara. Saya penyair yang hampir 40 tahun menjalaninya dengan segala suka- duka, bahagia dan sedih. Saya terpanggil untuk ikut berkontribusi positif dalam derap langkah Sastra Indonesia. Dalam arus yang demikian purba saya dicincang dalam riuh huru-hara sastra yang berkembang saat ini. Sejauh mana tuduhan yang dialamatkan kepada saya tentang ‘memperdaya’ kawan-kawan sastrawan besar dalam carut-marut dunia sastra saat ini, perlu diluruskan. Dan untuk memperjelas wawancara dengan merdeka.com kemarin, 7/2. Mohon maaf karena wawancara berlangsung via telepon seluler di tengah kondisi jalan yang macet dan sinyal yang tidak mendukung.

Barangkali karena keterbatasan ruang maka beberapa bagian dari wawancara itu tidak disampaikan secara utuh. Dan tentu saja respon para pembaca bervariasi. Ada respon baik, ada respon buruk, adapula caci-maki.

Ketika ditanyakan kepada saya apakah saya memperalat Ahmadun YS, Sihar RS, Chavchay S.,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 289 dan Kurnia Effendi dalam proyek buku Antologi Puisi Esai 23 Penyair?. Saya jawab siapalah saya Fatin hamama yang bisa memperalat penyair dan sastrawan besar seperti Ahmadun YS, Sihar RS, Chavchay S., dan Kurnia Effendi? Mereka orang- orang dewasa dan berpendidikan. Saya sangat menghargai kedudukan mereka sebagai sastrawan besar dan budayawan. Dalam pandangan saya, tidaklah etis even sekedar berasumsi bahwa mereka bisa diperalat atau bahkan dibeli dengan harga paling mahal sekalipun apalagi dengan Rp. 3 juta. Dapat dibayangkan betapa remuknya Indonesia jika para sastrawan dan budayawannya bisa dibeli. Jika kemudian mereka terlibat berpartisipasi dalam lahirnya buku Antologi Puisi Esai 23 Penyair, itu karena gagasan yang saya tawarkan untuk menulis puisi esai menyangkut isu-isu yang berhubungan dengan masalah sosial dan diskriminasi dalam masyarakat. Sebagai sastrawan, jelas mereka punya kepekaan terhadap itu. Kemudian dengan senang hati menyambut niat baik saya.

Saya rasa tidak perlu lagi menyinggung masalah homor. Ahmadun sudah menyampaikannya kepada publik dan saya pun sudah menjelaskannya.

Kontroversi buku 33 Tokoh Sastra Indonesia

290 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Paling Berpengaruh menimbulkan kekhawatiran di kalangan sebagian kawan-kawan sastrawan yang ikut berparitisipasi dalam buku Antologi Puisi Esai 23 Penyair, bahwa Antologi Puisi Esai ini bisa dijadikan ‘penyanggah’ bagi ketokohan Denny JA. Menurut hemat saya, Antologi Puisi Esai tidak bisa dijadikan ‘penyanggah’ karena dua alasan: pertama, buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh sudah terlebih dahulu diluncurkan; kedua, dengan membaca karya-karya dalam Antologi Puisi Esai tersebut tampak betul keseriusan para penulisnya dan tidak ada kesan sedikitpun bahwa mereka menulis atas pesanan. Dengan segala kebebasannya mereka menuangkan apa yang seharusnya mereka sampaikan dalam bentuk puisi esai.

Walaupun demikian, Ahmadun YH, dan Sihar RS menyatakan hendak mencabut tulisannya. Alasannya, karena merasa diperdaya dan merasa dibeli. Bagaimana ini bisa terjadi? Sedangkan sejak penyampaian gagasan, dan proses penulisan hingga karya lahir, tidak pernah ada keraguan sedikitpun atau kekhawatiran bahwa karya tersebut ditulis atas pesanan atau pembelian. Sudah barang tentu kawan-kawan sastrawan punya integritas, dignity, confidence yang kuat, bertanggung jawab dan tahu benar apa yang mereka lalukan dengan sadar dan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 291 dapat memilih dan memilah dengan benar. Kawan- kawan pasti tahu bahwa ketika telah terjadi deal dan kesepakatan, tidak boleh membatalkan sepihak. Tapi ini bukan bisnis dan jual-beli. Mereka bukan pelaku bisnis melainkan pelaku kearifan. Tapi kenapa seperti terjebak dalam dunia bisnis? Mereka tahu persis apa yang mereka tulis tanpa paksaan. Mereka memilih sendiri apa yang ingin mereka tulis dengan bebas dalam rangka mengangkat tema terkait masalah sosial dan diskriminasi. Tapi terlepas dari semua itu tema-tema yang diangkat dalam puisi-puisi esai ini memang begitu siginifikan untuk diangkat dan dibaca banyak orang. Ini keterpanggilan nurani untuk menulisnya. Saya dalam hal ini menyediakan media untuk penyampaian catatan-catatan dan interaksi kawan-kawan sastrawan dalam bentuk puisi esai.

Jika direnungkan lebih seksama, terutama dengan berdasarkan pandangan bahwa dunia sastra adalah dunia kreatifitas, dunia yang begitu lapang terbuka untuk menerima setiap karya, maka kesan yang muncul bahwa “5 buku Antologi Puisi Esai menjadi ‘penyanggah’ ketokohan Denny JA” sesungguhnya terlampau dangkal. Apakah karena seseorang menulis puisi esai kemudian langsung menjadi pengikut Denny JA hanya karena

292 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Denny JA yang lebih awal menulis puisi esai? Jika demikian halnya, berarti setiap penulis belakangan hanya sekedar perpanjangan penulis sebelumnya? Ini sungguh absurd. Saya percaya kawan-kawan lebih besar dari pada keterpengaruhan itu. Lebih besar dan lebih kreatif serta memiliki karakternya sendiri-sendiri. Karena sesungguhnya ini bukan bentuk dari kemasan keterpengaruhan seseorang pada karya yang dilihat, melainkan pada inti dan pesan yang ingin disampaikan. Kita sama sama tahu masalah sosial dan diskriminasi mengendap seperti api dalam sekam dalam masyarakat baik dulu juga kini. Yang belum sepenuhnya terungkap dan tersampaikan tapi ada dan hidup dalam keseharian kita. Dan kawan-kawan adalah orang yang konsen terhadap itu.

Denny JA dalam Atas Nama Cinta mengangkat masalah-masalah sosial dan diskriminasi yang menjadi pusat perhatiannya, dalam puisi esai dengan larik dan catatan kaki penyanggah fakta untuk menyampaikan hal yang paling tabu dan berdarah- darah. Apakah sebagai sastrawan dan budayawan, bahkan bagi banyak orang terpelajar dalam membangun respon terhadap isu-isu diskriminasi dan masalah-masalah sosial kita hanya melihat kemasannya? Pastilah tidak. Jelas ada pesan nurani

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 293 di sana. Dan kita tahu bukan hanya lima kasus sosial diskriminasi yang terdapat dalam buku Denny JA yang terjadi di tengah masyarakat kita. Masih banyak cerita dan derita serta tragedi anak-anak bangsa yang tidak terbaca dan malah terlupakan. Kemudian ketika kawan-kawan menerima tawaran untuk menulis persoalan itu dalam puisi esai, jelas bukan karena dipaksa dan dibeli tapi keterpanggilan hati nurani untuk memahami hal yang sama dan menuliskannya untuk diungkapkan ke khalayak.

Apa kah ada yang salah jika kita diingatkan kembali kepada kasus-kasus dan tragedi-tragedi berdarah dan kemudian menulisnya dalam kemasan yang sama. Kita tahu sepanjang sejarah kepenulisan dimana saja interaksi dan interteks antar karya adalah wajar sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan masyarakat sekitar.

Semua tulisan itu sudah terkumpul beberapa bulan lalu. Saya amat yakin kawan-kawan menulis dengan sangat serius dan apa yang mereka tulis begitu penting untuk dinikmati masyarakat. Nantikan bukunya dan bacalah terlebih dahulu, setelah itu silahkan dinilai sendiri. Apakah nilainya ada pada kemasan atau pada isinya. Apakah nilainya pada siapa yang mendanainya atau pesan sosial

294 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH yang ingin disampaikanya? Saya berbaik sangka pada semua. Sebagai editor 5 buku Antologi Puisi tersebut tentu menjadi tanggung jawab saya.

Dalam buku 5 buku Antologi Puisi Karya 23 Penyair tersebut terangkum catatan-catatan dan interaksi kawan-kawan penyair dengan persoalan sosial masyarakat dari Aceh sampai Nusa Tenggara. Amat disayangkan jika tulisan-tulisan itu tidak sampai dibukukan dan tidak dibaca khalayak. Adalah aneh dalam dunia orang-orang terpelajar mencabut buku tersebut sebelum melihat apalagi membacanya, hanya karena pemahaman yang berbeda.

Ada kerancuan dalam memahami apa yang terjadi dan menjadi riuh dalam huru-hara sastra saat ini yang ditimbulkan kontroversi buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh dan 5 buku Antologi Puisi Esai 23 Penyair.

Antologi Puisi Esai 23 Penyair bukanlah bagian dari buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Yang disebut terakhir ini ditulis oleh Tim 8 yang diketuai Jamal D Rahman dkk. Sedang 5 buku Antologi Puisi Esai 23 Penyair saya Fatin Hamama sebagai editornya.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 295 Tidak benar ada 4 sastrawan penulis Antologi Puisi Esai mau mencabut tulisannya. Kenyataannya, hanya Ahmadun YH dan Sihar RS yang mengontak saya untuk tujuan tersebut. Sedangkan saudara Chavcay sampai saat saya menulis artikel ini belum menghubungi saya. Adapun Kurnia Effendi, sejatinya tidak menyatakan niat mau mencabut tulisan puisi esainya. Cermatilah pernyataan Kurnia Effendi. Beliau tidak mencabut tulisannya. Yang ditolaknya adalah saat saya menawarkan untuk menulis resensi buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

Kalau boleh, saya ingin memperjelas tiga hal yang berbeda di sini:

Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Saya sama sekali tidak ada kaitannya, baik dalam gagasan maupun prosesnya; 5 Buku Antologi Puisi yang ditulis oleh 23 Penyair. Ini adalah gagasan saya dan berpartisipasi penuh dalam prosesnya. Karena itu saya sebagai editor mempertanggung-jawabkan; Kumpulan resensi buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh.

Mengenai poin ketiga, resensi buku adalah keterpanggilan saya untuk mendokumentasikan pro-kontra buku ini. Saya ingin membukukan hasil pandangan masyarakat sastra terhadap buku ini,

296 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH baik yang mendukung maupun yang menolak, tentu dengan alasannya masing-masing. Saya beranggapan bahwa masyarakat sastra adalah masyarakat yang cerdas begitu juga masyarakat luas yang akrab dengan buku. Mereka bisa menelaah dengan baik dari berbagai perspektif terlepas suka atau tidak suka. Saya yakin dunia sastra adalah dunia tulis. Dan dengan tulisan itu saya harapkan menjadi dokumentasi kelak ketika tua dan tiada. Generasi selanjutnya harus tau apa yang terjadi karena bagaimana pun ini adalah sejarah.

Saya berprasangka baik kepada semua orang yang akrab dengan buku dan dunia tulis. Maka dengan segala kerendahan hati saya mintalah kawan-kawan menulis resensi untuk meresponnya. Ada respon yang positif dan ada pula respon negatif. Saya menghormati beda pendapat dan pandangan. Ada yang menerima tawaran saya ada yang menolak. Saya menghormati semuanya. Tidak ada paksaan. Jika kemudian berkembang cerita yang hendak memberi ‘kesan’ adanya upaya dari saya untuk mencari ‘dukungan’ terutama dari pihak kawan- kawan yang kontra terbitnya buku 33 maka itu sebuah bentuk manipulasi yang tidak layak muncul dari seorang yang menamakan, dan mengatasnamakan dirinya memperjuangkan sastra Indonesia. Saya

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 297 mohon kepada mereka agar bicaralah jujur dan ungkapkan maksud baik yang saya sampaikan sejak awal. Dan juga kepada kawan-kawan yang hanya mendengar sepotong-sepotong ataupun hanya pemandu sorak, hubungilah saya tanyakan apa yang sesungguhnya yang saya inginkan dari upaya mengumpulkan resensi tersebut. Mudah-mudahan dengan tulisan ini pertanyaan kawan-kawan sudah terjawab. Saya tetap memiliki kepercayaan tinggi bahwa betapapun sastrawan berbeda pendapat tetaplah merasa senasib dan sepenanggungan.

Saya bisa memahami sikap kawan-kawan yang mencincang saya membabi-buta karena mereka tidak tahu betapa saya sudah berjalan di dunia kepenyairan cukup lama semenjak kecil hingga kini. Karena itu, betapapun sikap mereka saya tetap menyebut mereka kawan-kawan baik saya. Panjang perjalanan telah kita lalui. Pertanyaan saya: siapa yang bertanggung jawab atas dunia sastra kita kawan? Bukankah itu tanggung jawab kita bersama dan semua orang Indonesia. Dengan apa kita membangun dan memperjuangkan dunia sastra ini? Pastilah dengan niat baik dan luhur. Bukan dengan caci-maki, fitnah, makar dan agitasi; bukan dengan bahasa yang tidak santun dan tanpa bermartabat. Dimana letak sastrawan sebagai jati

298 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH diri insan yang berfikir arif. Karya yang bersih lahir dari jiwa yang bersih, mengapa itu gaib dan tiada saat ini. Dan kepada siapakah kita berpihak atas perjuangan ini ? Kepada caci-maki ataukah berkarya dengan arif, dan dapat menghormati karya orang lain seperti menghormati karya sendiri?

Setahu saya dunia sastra dunia kreatif yang berjalan melewati waktu. Selalu ada perubahan namun sejarah hanya menilai dan mengapresiasi karya yang kreatif dan bermanfaat bagi semua umat manusia. Karena itu, sejatinya sastra adalah lokomotif peradaban yang digerakkan nilai-nilai luhur yang universal dan melekat sepanjang zaman. Sastrawan ada pada gerbong pertama tentunya, sebagai inti dari nurani peradaban tersebut. Sudah barang tentu pandangan ini dimiliki oleh setiap sastrawan. Maka tidak logis jika carut-marut seperti ini mewarnai dan mendominasi dunia sastra kita. Haruslah selalu ada kelapangan untuk menerima karya sesama sastrawan. Toh pada akhirnya sejarah yang mampu memastikan karya itu bernilai apa tidak. So, apa yang akan kita tinggalkan kawan?

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 299 Bukankah selalu dikisahkan

kesatria adalah orang yang bertanggung jawab atas apa yang dipilihnya. bukan meninggalkan medan ketika api berkobar dan lari berbalik pulang. Sambil berteriak menangis menyesali pilihan Kaki sudah dilangkahkan, pantang untuk surut Kecuali berjalan terus dan menapaki Salam Sastra.

Sumber: inspirasi.co, 7 Januari 2014

300 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Heboh Sastra Indonesia Oleh: Oyon Sofyan

Judul buku: 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh

Penulis: Jamal D. Rahman dkk

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), Januari 2014

Tebal: 734 + indeks

Terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Januari 2014 telah menuai kritik dari berbagai kalangan, antara lain mereka keberatan ada beberapa nama yang dianggap tidak perlu masuk dalam buku itu, antara lain: Denny J.A., Wowok Hesti Prabowo, dan Helvy Tiana Rosa. Apa pengaruh karya-karya mereka terhadap sastra Indonesia? Berapa banyak orang menulis di majalah-majalah dan surat-surat kabar tentang karya-karyanya. Ini adalah salah satu ukuran atau ciri bahwa kalau karya-karya itu mempunyai

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 301 pengaruh kepada masyarakat adalah banyak dibaca atau dibicarakan orang di majalah atau surat-surat kabar. Seperti halnya karya Chairil Anwar, Hamka, Sutan Takdir Alisjahbana, Pramoedya Ananta Toer, Achdiat Karta Mihardja, Mochtar Lubis, Rendra, Sutardji Calzoum Bachri, dan H.B. Jassin. Karya- karyanya sampai sekarang terus dibicarakan orang. Itulah salah satu ciri bahwa karya-karya mereka itu mempunyai pengaruh.

Para pengarang yang dianggap paling berpengaruh oleh Tim 8: Kwee Tek Hoay, Marah Rusli, Muhammad Yamin, Hamka, Armijn Pane, Sutan Takdir Alisjahbana, Achdiat Karta Mihardja, Amir Hamzah, Trisno Sumardjo, H.B. Jassin, Idrus, Mochtar Lubis, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Iwan Simatupang, Ajip Rosidi, Taufiq Ismail, Rendra, Nh. Dini, Sapardi Djoko Damono, Arief Budiman, Arifin C. Noer, Sutardji Calzoum Bachri, Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Remy Sylado, Abdul Hadi W.M., Emha Ainun Nadjib, Afrizal Malna, Denny J.A., Wowok Hesti Prabowo, Ayu Utami, dan Helvy Tiana Rosa. Sedangkan pada bagian “Penutup: Yang Indah dan Yang Luput” (hal. 705) hanya berisi biografi singkat dari para pengarang.

302 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Tim 8 juga mengatakan bahwa nama-nama yang di bawah ini juga punya pengaruh tetapi tidak sebesar dan seluas 33 tokoh sastra sebagaimana yang tersebut di atas yaitu: Utuy Tatang Sontani, Sitor Situmorang, A.A. Navis, Asrul Sani, Ramadhan K.H., Y.B. Mangunwijaya, Toto Sudarto Bachtiar, Umar Kayam, Wing Kardjo, Budi Darma, Saini K.M., Danarto, Rida K. Liamsi, Kuntowijoyo, Fredie Arsi, A. Mustofa Bisri, D. Zawawi Imron, Ahmad Tohari, N. Riantiarno, Ratna Sarumpaet, Hamid Jabbar, Seno Gumira Ajidarma, dan Wiji Thukul. Tulisan biografi singkat semacam ini juga hampir mirip tetapi tidak sama dengan buku Leksikon Kesusastraan Indonesia Modern (1981) karya Pamusuk, Leksikon Susastra Indonesia (2000) karya Korrie Layun Rampan, dan Ensiklopedi Sastra Indonesia (2004) karya Hasanuddin WS dkk terbitan Titian Ilmu Bandung. Jadi, Tim 8 tidak perlu bersusah payah untuk mendata dari para pengarang di atas (Yang Indah dan Yang Luput).

Ada dua nama, Rida K. Liamsi dan Fredie Arsi. Rida K. Liamsi, dianggap berjasa antara lain karena menerbitkan majalah Sagang dan secara rutin memberikan penghargaan kepada penulis dan seniman yang berlatar belakang budaya Melayu dan juga mensponsori berbagai kegiatan budaya.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 303 Saya kira sosok semacam itu tidak hanya dia, tetapi juga jauh sebelum itu, kita juga jangan melupakan Sudjati S.A., ia adalah pendiri majalah sastra pertama Kisah (Juli 1953-Maret 1957). Setiap tahun majalah ini memberikan hadiah untuk cerpen terbaik yang dimuatnya, dan juga menerbitkan majalah bulanan cerita pendek, Roman (1 Oktober 1954-November 1960) dan Tjerita (1957-1959) yang isinya khusus juga memuat cerita pendek, selain ia juga menulis di majalah Siasat (1948-1959) yang mempunyai kolom kebudayaan “Gelanggang”, dan juga majalah Sastra ( 1961-1964, 1967-1969) diterbitkan atas prakarsa Sudjati S.A., artinya ia punya peranan penting dalam sejarah sastra Indonesia. Sedangkan Fredie Arsi dianggap berjasa karena telah mempopulerkan musikalisasi puisi di mana-mana. Jadi dalam hal ini harus jelas batasannya antara cipta karya sastra dengan musikalisasi.

Ada nama-nama besar dan telah berjasa dalam sastra Indonesia tidak disebut-sebut sama sekali dalam buku itu, antara lain: Merari Siregar, Abdoel Moeis, Rustam Effendi, Nur Sutan Iskandar, Muhammad Kasim, Abu Hanifah, Anak Agung Pandji Tisna, Ali Hasjmy, Aman Datuk Madjoindo, Asmara Hadi, J.E. Tatengkeng, Saadah Alim, Selasih, Sanusi Pane, Suman H.S.,

304 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Suwarsih Djojo Puspito, Aoh K. Hadimidjaja, S. Rukiah, M. Balfas, Subagio Sastrowardojo, Harijadi S. Hartowardojo, Mohammad Diponegoro, Hartojo Andangdjaja, Nugroho Notosusanto, Gerson Poyk, Satyagraha Hoerip, Wildan Yatim, Ibrahim Sattah, Motinggo Busye, Muhammad Ali, Riyono Pratikto, Trisnojuwono, Wisran Hadi, Marianne Katoppo, dan Linus Suryadi A.G., dan masih banyak lagi nama lainnya yang tidak mungkin saya sebutkan semuanya dalam kesempatan yang sangat terbatas ini.

Dari sekian banyak tokoh sastra yang disebutkan di atas, ada 4 nama sastrawan yang tidak kalah berjasanya dengan tokoh-tokoh sastra yang ada dalam buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, antara lain: Merari Siregar dengan karyanya yang terkenal Azab dan Sengsara (1920). Dengan bukunya ini, hampir sebagian besar para pengamat sastra Indonesia mengatakan bahwa lahirnya sastra Indonesia modern dimulai pada tahun 1920-an dengan bertolak pada terbitnya Azab dan Sengsara (1920).

Abdul Muis juga tidak disinggung dalam buku itu, padahal ia salah satu tokoh sastra terkemuka, malahan hari lahirnya (3 Juli 1883)

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 305 dijadikan Hari Sastra Indonesia oleh Taufiq Ismail dkk yang kemudian disahkan oleh pemerintah melalui Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Wiendu Nuryanti pada tanggal 24 Maret 2013 di Gedung SMA 2 , Sumatera Barat dan dihadiri oleh sejumlah pengarang. Dasarnya penetapan Hari Sastra itu karena Abdoel Moeis dianggap telah berjasa menulis novel Salah Asuhan (1928), Pertemuan Jodoh (1933), Surapati (1950), Robert Anak Surapati (1953) dan juga sebagai pahlawan kemerdekaan yang pertama, 30 Agustus 1959 (sekalipun penetapan Hari Sastra itu tidak cukup mendasar sama sekali, karena di luar itu, ada nama yang lebih berjasa dari Abdul Muis, seperti Pramoedya Ananta Toer, yang karya-karyanya sudah diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa asing, dan juga H.B. Jassin, yang juga sebagian besar dari hidupnya didekasikan buat sastra Indonesia, dan peninggalannya yang luar biasa adalah membangun Pusat Dokumentasi Sastra, yang sampai sekarang terus dikunjungi banyak orang, terutama para mahasiswa dari jurusan sastra Indonesia, baik dalam negeri maupun luar negeri).

Selain itu, sosok yang tidak kalah pentingnya lagi yaitu Roestam Effendi (13 Mei 1903—24 Mei 1979) yang dikenal sebagai pembaharu dalam penulisan

306 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH drama di Indonesia dengan bukunya, Bebasari (1926) oleh para pengamat sastra dianggap sebagai bentuk drama yang pertama dalam kesusastraan Indonesia modern, dan juga Muhammad Kasim, yang oleh para pengamat sastra ia dianggap sebagai salah seorang pemula cerpen Indonesia dengan kumpulan cerpennya, Teman Duduk (1936) adalah kumpulan cerita pendek yang pertama dalam sastra Indonesia. Selain ia juga dikenal sebagai penulis cerita sastra anak-anak dengan bukunya, Si Samin (1924) yang mendapat hadiah Sayembara Buku Anak-anak Balai Pustaka tahun 1924, namanya juga tidak disebut-sebut dalam buku itu.

Dengan membaca buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, saya jadi teringat dengan beberapa buku semacam itu, antara lain: Pokok dan Tokoh dalam Kesusastraan Indonesia Baru (1952) karya A. Teeuw, Sastrawan-Sastrawan Indonesia 1-2 (1953, 1955) karya Usman Effendi, dan Kesusastraan Baru Indonesia (1957) karya Zuber Usman. Buku-buku tersebut isinya membahas para pengarang dan karyanya, artinya 50 persen hampir sama dengan buku yang ditulis oleh Tim 8. Adapun yang membedakannya hanyalah uraiannya lebih panjang dan sedikit lebih ilmiah di samping judul buku.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 307 Kalau diadakan angket kepada tokoh-tokoh sastra yang masih hidup dalam buku itu, seperti Remy Sylado, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, Ajip Rosidi, Putu Wijaya, Abdul Hadi W.M., dan Emha Ainun Nadjib, mungkin mereka kurang begitu puas dengan penulisan Tim 8 dalam buku itu karena pengolahannya dengan data-data yang kurang begitu lengkap, artinya penulisan itu kurang mencerminkan sosok yang sebenarnya, sehingga ada yang keberatan. Buktinya, Remy Sylado dan Goenawan Mohamad minta namanya dicopot dari buku itu. Dan juga tidak semua tokoh yang ditulis dalam buku itu data karya-karyanya dimuat lengkap, misalnya karya Sutan Takdir Alisjahbana, Mochtar Lubis, dan H.B. Jassin, padahal data karya-karya mereka itu penting untuk menambah pengetahuan pembaca.

Kepada Denny J.A., yang mempunyai konsep sebuah kumpulan puisi esai, Atas Nama Cinta: Sebuah Puisi Esai (April 2013), Wowok Hesti Prabowo, yang kepenyairannya dibangkitkan oleh spirit kaum buruh, dan Helvy Tiana Rosa, yang dikenal sebagai penggagas berdirinya Forum Lingkar Pena (FLP), masih banyak waktu bagi Anda untuk berkarya dan membuktikan kepada masyarakat

308 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH sastra Indonesia bahwa, kita mampu membuat karya sastra yang betul-betul monumental yang nilainya abadi bagaikan mata air yang tidak habis- habisnya ditimba dan juga banyak dibicarakan orang. Sehingga tuduhan miring sekarang ini dapat kita jawab dengan karya-karya yang punya pengaruh kepada para pembaca. Karya-karya Anda banyak dibicarakan orang dalam majalah dan surat- surat kabar dan juga menjadi bahan penelitian di berbagai perguruan tinggi, khususnya jurusan sastra Indonesia di mana saja berada.

Khusus kepada Denny J.A., saya yakin Anda dapat membuat karya sastra yang baik. Ingat bahwa Iwan Simatupang sebelum menjadi sastrawan besar, ia adalah penulis ratusan esai yang tajam dan produktif di berbagai majalah dan surat-surat kabar pada tahun 1950-an. Beberapa tahun sebelum meninggal, ia mengkhususkan diri menulis novel Merahnya Merah (1968), Ziarah (1969), Kering (1972), Kooong (1975), sehingga oleh para pengamat sastra, ia dianggap membawa corak baru dalam sastra Indonesia. Sampai sekarang karya-karyanya terus dibicarakan orang, entah sampai kapan orang berhenti membicarakannya, dan tentu lebih dahsyat lagi dengan karya-karya Chairil Anwar, pelopor sastra Angkatan 45, padahal ia hanya menulis

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 309 84 sajak dan 2 sajak saduran. Begitu juga Amir Hamzah yang dibaptis oleh H.B. Jassin sebagai raja penyair Angkatan Pujangga Baru hanya menulis 65 sajak. Karya-karya mereka masih terus dibaca dan dibicarakan orang untuk berbagai keperluan.

Karya sastra yang baik dan punya pengaruh adalah yang menimbulkan pikiran motivasi atau malahan menggerakkannya berbuat sesuatu. Sastrawan dan sastra adalah saksi mata dan cermin sejarah manusia, dan sastra juga merupakan bahagian dari ingatan sebuah bangsa. Dalam sastra modern juga diakui adanya sastra-yang esai dan esai-yang sastra. Sastra memang lain dengan filsafat atau uraian ide ilmiah. Tetapi sastra mempunyai dialektik dengan yang indah, dengan filsafat, moral, dan seterusnya. Sastra yang bermutu dapat menyentuh hati dan menggerakkan masyarakat luas, seperti halnya Max Havelaar (Lelang Kopi Maskapai Dagang Belanda) karya Multatuli yang terbit pertama kali tahun 1860.

Menurut saya tokoh-tokoh sastra Indonsia yang betul-betul punya pengaruh kepada masyarakat, antara lain: Dalam bidang prosa: Marah Rusli, Hamka, Sutan Takdir Alisjahbana, Achdiat Karta Mihardja, Idrus, dan Iwan Simatupang. Dalam

310 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH sajak, antara lain:, Amir Hamzah, Chairil Anwar, dan Sutardji Calzoum Bachri. Dalam drama, antara lain: Roestam Effendi dan Rendra. Sedangkan dalam esai atau kritik sastra adalah H.B. Jassin. Dan yang lainnya adalah epigon-epigon dari mereka.

Dalam pengantar buku ini terutama halaman xxvii-xxix, penulisan tanggal, bulan, dan tahun lahir 33 tokoh sastra juga tidak konsisten, artinya ada kesan terburu-buru, ada yang pakai tanggal lahir, bulan, dan tahun lahir, tetapi ada juga hanya dengan tahun lahir dan tahun meninggal, misalnya: Kwee Tek Hoay (1886-1952), Marah Rusli (1889- 1968), Muhammad Yamin (1903-1962), Achdiat Karta Mihardja (6 Maret 1911-2010), Amir Hamzah (20 Maret 1911-1946), dan H.B. Jassin (1917-2000). Padahal data-data tentang pengarang yang masuk dalam buku itu sudah ada dalam tulisan Tim 8. Hal-hal kecil ini mencerminkan bahwa kerja Tim 8 ada kesan terburu-buru, tidak mencerminkan kerja yang cermat atau semangat pendataan yang konsisten. Ini sangat saya sayangkan. Selain itu, pada halaman 719 mengenai nama-nama penggerak kegiatan sastra tidak perlu dimuat. Halaman ini akan lebih cantik kalau dimuat data nama-nama pengarang besar yang tidak masuk dalam “33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh” dan “Yang

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 311 Indah dan Yang Luput”, sehingga buku ini lebih mencerminkan menambah pengetahuan para pembaca.

Kasus buku ini saya kira tidak terlepas daripada mereka yang sekarang banyak mengabdi di majalah Horison. Kepada teman-teman kita itu, janganlah terulang kembali dengan kegiatan semacam itu. Masih banyak pekerjaan yang lebih baik daripada menulis buku dengan cara keroyokan, yaitu berkarya sendirian, berkarya dengan panggilan hati nurani bukan karena pesanan. Isinya akan lebih baik daripada kerja bareng-bareng ditunggu orang lain.

Terlepas dari ada beberapa kelemahan buku itu, tapi masyarakat pun jangan berlebihan memandang buku ini sebagai buku yang membuat pembodohan. Kita juga harus dapat melihatnya dari segi lain dan manfaatnya itu. Buku ini paling tidak telah memperkenalkan 33 pengarang Indonesia, sekalipun uraian isinya masih banyak yang dipertanyakan. Harus kita hormati, mereka telah bekerja berdasarkan data-data dan analisa yang mereka miliki.

Kalau Jamal D. Rahman dkk memakai judul buku dengan judul 33 Tokoh Sastra Indonesia I

312 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH (tentu ada rencana beberapa jilid) mungkin tidak akan menuai kritik dari banyak orang. Yang jadi kemarahan banyak orang adalah karena ada dua kata “Paling Berpengaruh”, ini kekurangcermatan Tim 8. Selain itu juga, dasar atau hipotesis yang dikemukakan dalam “pengantar” buku ini juga kurang mendasar atau masih ngambang.

Dengan terbitnya buku ini. Saya teringat kepada pernyataan Pramoedya Ananta Toer tentang karya-karyanya, bahwa setiap karya manusia tidak ada yang sempurna, yang sempurna hanyalah kitab suci. Makanya karya-karya Pram setelah terbit ia pantang untuk dibaca kembali karena akan menimbulkan kurang puas. Bagi Pram, karya yang sudah diterbitkan itu, biarlah ia menjadi anak-anak rohani saya hidup di masyarakat terlepas daripada kurang dan lebihnya mutu karya-karya itu.

Ini adalah pelajaran bagi kita semua

Bogor, 22 Januari 2014

Sumber: inspirasi.co, 6 Februari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 313

Hanya 3 Wanita di Buku 33 Tokoh Sastra Oleh: Akidah Gauzillah

Jamal D Rahman bersama kawan-kawannya pegiat sastra berinisiatif memelopori penulisan buku tentang tokoh-tokoh yang dianggap layak diwacanakan telah berpengaruh dalam kesusastraan Indonesia. Sayangnya dari 33 tokoh yang dianggap memenuhi kriteria, hanya ada 3 wanita dan semuanya berpredikat sastrawati dengan spesifikasi genre novel. Mereka adalah Nh. Dini, Ayu Utami, dan Helvy Tiana Rosa.

Yang telah terbukti pengaruhnya dalam jangka sangat panjang ialah penulis Nh. Dini, ditulis oleh penyair Nenden Lilis Aisyah. Seperti halnya penulisan tentang Helvy Tiana Rosa, pembaca diajak menelusuri biografi sang tokoh dari masa kecil hingga kematangan hidup dan berkarya. Ketokohan Nh. Dini dalam perspektif Nenden Lilis Aisyah yaitu telah mendobrak posisi wanita dari objek menjadi subjek. Nh. Dini mereduksi seksualitas perempuan dari male gaze (pandangan laki-laki) ke dalam kategori monolitik (semua perempuan sama atau memiliki pengalaman yang sama) dan biner (misalnya perempuan baik-baik atau

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 315 perempuan jalang). Nh. Dini dinyatakan sebagai Hulu atau Induk Novelis Perempuan Indonesia.

Yang dimaksud tokoh sastra ternyata tidak melulu artinya berkiprah sebagai sastrawan. Misalnya Arief Budiman, yang ditulis oleh Jamal D Rahman. Dalam sejarah politik sastra, Arief Budiman menandatangani Manifes Kebudayaan, juga terus mengkontribusikan pemikiran-pemikirannya untuk sastra Indonesia dengan titik pandang kritik. Salah satu hasilnya yang sangat berpengaruh sebagai teori kritik sastra baru ia namakan ganzhiet yang bersandar pada psikologi gestalt. Ganzhiet atau keseluruhan atau totalitas menelisik sebuah karya sastra bukan hanya pada unsur-unsur intrinsiknya, melainkan juga pada faktor ekstrinsik sang kreator. Sebelum teori ganzheit bergulir, metode kritik sastra konvensional memperlakukan sebuah karya sastra ibarat objek bedah anatomi yang berpotensi mencincang.

Beberapa tahun kemudian, lahir lagi wacana baru yang terkenal hingga kini dengan sebutan sastra kontekstual. Istilah yang berhasil menjadi fenomena kesusastraan Indonesia, sebenarnya digunakan pertama kali oleh Ariel Heryanto di sarasehan kesenian di Solo. Namun secara teoretis,

316 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Arief Budiman yang berhasil merumuskan apakah sastra kontekstual itu. Sebagaimana dikutip Jamal D Rahman, berikut penjabaran dari Arief Budiman:

“Sastra kontekstual adalah sastra yang tidak mengakui keuniversalan nilai-nilai kesusastraan. Nilai-nilai sastra terikat waktu dan tempat. Nilai- nilai tersebut berbeda dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, dari kelompok manusia yang lain (suku, agama, kelas sosial, dan lain-lain). Hanya dengan mengakui kenisbian nilai ini, maka sastra kita dapat berkembang di bumi yang nyata, bukan di dunia yang diidealkan.“

Di mata Arief, kontekstual karya sastra karena dia sadar bukan superman yang dapat terbang keluar dari kenyataan konteks sejarah.

Barangkali besarnya pengaruh nilai sastra kontekstual itu juga yang kemudian melahirkan gagasan puisi esai dari seorang ilmuwan sosial politik Denny JA. Dalam paparan Ahmad Gaus seputar tokoh ini, puisi esai menjadi bagian demokratisasi versi Denny JA—yang merujuk pada pandangan John Barr, pemimpin Foundation of Poetry, bahwa puisi seharusnya menjadi magnet yang dibicarakan, diapresiasi publik, dan bersinergi

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 317 dengan perkembangan masyarakat yang lebih luas. Saat itu puisi juga memotret aura dan persoalan zamannya.

Denny JA mengenalkan konsep puisi esainya dengan menerbitkan kumpulan puisi esainya lalu diuji penerimaannya oleh publik melalui transformasi film, teater, poetry reading, lukisan, social movement, dan lomba-lomba menulis puisi panjang yang harus dilengkapi catatan kaki untuk memenuhi corak esai. Dalam dua tahun, konsepsi yang diistilahkan puisi esai ini menjadi fenomena lokal yang meruak secara teknologi. Menurut catatan Ahmad Gaus dalam waktu satu bulan publikasi buku puisi esai Atas Nama Cinta di website mendapat hits 1 juta pengguna internet. Sedangkan peserta lomba mencapai 450-an peserta dan sejumlah sastrawan dan budayawan senior seperti Sapardi Djoko Damono, Leon Agusta, Ignas Kleden, dan lainnya mengapresiasi genre baru ini untuk perpuisian kontemporer.

Sayangnya hanya ada 3 wanita tokoh yakni Nh. Dini, Ayu Utami, dan Helvy Tiana Rosa dari 33 tokoh. Yang telah terbukti pengaruhnya dalam jangka sangat panjang ialah penulis Nh. Dini, ditulis oleh penyair Nenden Lilis Aisyah. Seperti halnya

318 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH penulisan tentang Helvy Tiana Rosa, pembaca diajak menelusuri biografi sang tokoh dari masa kecil hingga kematangan hidup dan berkarya. Ketokohan Nh. Dini dalam perspektif Nenden Lilis Aisyah yaitu telah mendobrak posisi wanita dari objek menjadi subjek. Nh. Dini mereduksi seksualitas perempuan dari male gaze (pandangan laki-laki) ke dalam kategori monolitik (semua perempuan sama atau memiliki pengalaman yang sama) dan biner (misalnya perempuan baik-baik atau perempuan jalang).

Tradisi dua dunia Barat (Prancis) dan Timur (Indonesia) yang diselami dalam kehidupan pribadi Nh. Dini bisa jadi membentuk sudut pandang terbuka bagi jiwa dan pikirannya. Sehingga seksualitas yang ia hadirkan dalam karya-karyanya menjadi corak kebebasan kreatif. Hal yang tabu untuk diungkapkan di dalam norma komunikasi masyarakat sosial Timur, dijadikan lazim dan wajar versi perspektif Nh. Dini. Risiko yang ditanggungnya kemudian, antara kepribadian dan kepengarangan mengerucut kepada titik nol kebebasan. Setiap kali karya fiksinya terbit, orang mengulik sisi faktanya, apakah Nh. Dini mempraktikkan imajinasi- imajinasi vulgar sebagaimana tokoh-tokoh dalam cerita. Dalam arikel halaman 434 buku 33 Tokoh

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 319 Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, Nenden Lilis Aisyah mengungkapkan Nh. Dini pernah digosipkan bergaul intim dengan Rendra. Nh. Dini tidak menyerah pada ketidakmampuan masyarakat dalam membedakan fakta dan fiksi. Prestasi dan kontroversi yang terus berjalan secara kontinyu justru mengukuhkan kepengarangannya sehingga ditengarai banyak generasi perempuan penulis terinspirasi karya dan kepengarangan Nh. Dini.

Corak dobrak kebebasan sensualitas juga menjadi penanda awal Ayu Utami dalam memasuki sastra Indonesia menjelang era reformasi 1998. Barangkali ini juga yang membuatnya dipilih sebagai salah satu tokoh sastra paling berpengaruh dalam buku karya Jamal D Rahman dkk (Tim 8). Ahmad Gaus dalam artikelnya tentang Ayu Utami dan novel kontroversialnya menyatakan, “Saman menjadi pembuka jalan bagi karya-karya fiksi yang ‘menelanjangi’ tubuh perempuan. Itu pula yang menyebabkan takdir Saman berbeda dengan karya-karya lainnya yang lazim hanya dipandang sebagai follower. Dan ketika publik merasa ‘gerah’ terhadap karya-karya jenis ini, maka Saman-lah yang ditunjuk sebagai biang keladi dan menjadi episentrum kontroversi.”

320 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Tentu bukan semata-mata kontroversi yang melambungkan itu mengantar ketokohan Ayu Utami versi buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Situasi politik Indonesia yang panas menjelang detik-detik kejatuhan rezim Orde Baru, menjadi kontekstual dengan novel Saman dan kiprah Ayu Utami sebagai jurnalis dan aktivis proreformasi. Novel yang memenangkan anugerah sastra Dewan Kesenian Jakarta 1998, mengetengahkan pemuda aktivis Saman, namun sepanjang garapan menghadirkan teknik fragmen karakter-karakter yang didominasi para perempuan berpandangan bebas. Teknik fragmen ini juga menjadi penanda kebaruan gaya menulis novel Indonesia yang sebelumnya terpaku konvensi intrinsik berpola lurus.

Berbeda dengan Nh. Dini dan Ayu Utami yang mendapat identifikasi sensual dan feminis, Helvy Tiana Rosa dikesankan sebagai anak manis yang berjuang menjadi simbol sukses di dunia kepenulisan. Nenden Lilis Aisyah lebih mencatat sisi biografis sang tokoh yang berangkat dari kemiskinan dan kemauan. Kerasnya pergulatan hidup Helvy Tiana Rosa untuk mencapai cita-cita sebagai penulis hingga kemampuannya memproyeksikan sastra kepada industri media, hal yang mungkin

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 321 barometer mengejutkan untuk idiom kesenyapan sastra di realitas peradaban. Menurut tuturan Nenden Lilis Aisyah dalam buku para tokoh sastra, majalah kisah-kisah Islami Annida saat dipimpin Helvy, tirasnya mencapai 100.000 eksemplar/bulan. Sementara Forum Lingkar Pena, organisasi penulis yang didirikan Helvy Tiana Rosa dkk pada 1997, kini telah memiliki cabang di 30 propinsi Indonesia, bahkan berkibar di beberapa negara antara lain Inggris, Kanada, Sudan, Jepang, Belanda, Korea, Pakistan, Mesir, dan Hongkong.

Helvy Tiana Rosa membuktikan sastra bisa mempunyai kekuatan mengubah hidup dan pandangan. Melalui tulisan-tulisannya baik berupa cerpen, novel, dan naskah teater, berjuta generasi muda terinspirasi menjadi penulis, menggabungkan diri ke organisasi Forum Lingkar Pena, sekaligus termotivasi mengamalkan nilai-nilai religius yang mewarnai kiprah dan kepribadian Helvy Tiana Rosa. Nenden Lilis mencontohkan sebuah cerpen Helvy di majalah Annida tahun 1993 berjudul “Ketika Mas Gagah Pergi,” para pembacanya mengirimi surat dan menyatakan keterharuan dan tergerak untuk memakai jilbab.

322 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Tendensi religi seorang Helvy Tiana Rosa yang mendukung kekuatan pengaruh karyanya pada banyak generasi muda penulis, mungkin khas yang memang takkan terdapat pada tokoh-tokoh perempuan penulis pada zamannya.

Khas per pribadi tokoh memang terlihat sangat kental membentuk angle bagaimana mereka mempengaruhi perspektif Tim 8 untuk menentukan pilihan. Oleh sebab itu, selain kebanyakan nama popular dalam kancah kesusastraan Indonesia, buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh seakan wajib mengenalkan tokoh sastra yang besar kemungkinan tidak dikenal di kalangan generasi muda, padahal ia menjadi tonggak sastra sastra Melayu produktif abad 20.

Agus R Sarjono menampilkan Kwee Tek Hoay, yang oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diberikan penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma atau Pahlawan Sastra Melayu. Sedangkan Kita selama ini pasti tak menyangka sejarah area Pecinan Glodok, yakni Kawasan China Town Kwee Tek Hoay diambil dari ketokohan seorang sastrawan. Meski jauh dari hingar-bingar yang kita dengar, Agus R Sarjono berhasil membuat kita menyadari eksistensi Kwee Tek Hoay telah berpengaruh pada

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 323 perkembangan sastra para sastrawan peranakan juga para sastrawan pribumi pada masa prakemerdekaan Indonesia. Namanya menjadi sangat fenomenal melalui naskah drama “Allah Jang Palsoe” dan novel “Boenga Roos dari Tjikembang.”

Sebagaimana ragam kontroversi dalam karya dan kiprah para tokoh terpilih, intisari ketokohan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh ini memang pada rekam jejak dan alur fenomena mereka. Tim 8 pun mengakui bahwa tarik-menarik dan saling mempengaruhi antara sastrawan dan tokoh sastra sebagai anggota masyarakat di satu pihak dengan lingkungan yang mengelilingi, kebudayaan yang melahirkan, dan masyarakat yang menerima atau menolaknya. Ya, di situlah keterpengaruhan terlihat sebagai pointers.

*Akidah Gauzillah masih melajang, lahir di Jakarta 20 Desember 1977. Pada tahun 2003 mewakili penulis muda Indonesia dalam Majelis Sastra Asia Tenggara. Menulis secara otodidak sejak kecil mulai dari cerita bergambar, prosa, puisi, naskah drama, dll. Namun menembus media nasional mulai tahun 1999, yakni puisi. Sedangkan prosa seiring karir jurnalistik, tahun 2002. Buku-buku yang memuat puisi antara lain: Antologi Surat Putih (Risalah Badai,

324 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 2001/2002/2005), Jogja 5,9 Skala Richter (Mizan Group, 2006), Oase (2010), Musi (PPN, 2011). Buku kumpulan cerpen Bila Bintang Terpetik (Mizan Grup, 2004), Lukisan Ayah (Sanggar Hati & VirtualXBook, 2009).

Sumber: inspirasi.co, 6 Februari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 325

Membongkar Kesesatan Sahlul Fuad – tentang Situs puisi-esai.com

Oleh: Wira Kusuma

Pengantar Editor

Tulisan Wira Kusuma ini sebenarnya merupakan tanggapan terhadap tulisan Sahlul Fuad berjudul “Membongkar Statistik Puisi Esai Denny JA.” Oleh karena itu, membaca tulisan Wira tanpa terlebih dahulu membaca tulisan Sahlul, mungkin saja akan membingungkan pembaca. Oleh karena itu, editor mencoba membuat ringkasan pendek dari tulisan Sahlul yang beredar di media online.

Sahlul mengaku penasaran membaca berbagai komentar, yang memuji pencapaian populer website www.puisi-esai.com, yang menjadi salah satu landasan pemberian status “salah satu tokoh sastra paling berpengaruh” pada Denny JA. Selaku orang yang pernah mempunyai hobi nge-Blog, rasa penasaran itu mendorong Sahlul mulai meng- Googling segala perangkat blog yang sudah tersedia banyak di dunia maya ini. Ia memilih www.alexa. com, www.statshow.com, www.checkpagerank.net, dan www.fortiguard.com, untuk mengetahui kondisi www.puisi-esai.com.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 327 Sahlul menuduh, angka 7 juta hit pada 2012 untuk www.puisi-esai.com adalah rekayasa, dan ia mengaku telah membuktikan dengan angka yang lebih besar dari 7 juta pun bisa. Bahkan 900 miliar pun bisa. Selanjutnya, Sahlul menafsirkan beberapa peristiwa yang mengakibatkan terjadinya lonjakan pengunjung website puisi esai yang terjadi pada: 18 Oktober 2013 (yang tercatat 407 pengunjung), yang merupakan catatan tertinggi pada tahun 2012; peristiwa tanggal 17 September 2012 yang mampu membawa 161 pengujung; hubungan website dengan peristiwa pada 14 Juni 2013 yang juga membikin lonjakan mencapai 160 pengunjung; lalu mencoba peristiwa penting lainnya yang terjadi pada 26 Oktober 2013, yang mengarahkan netter mencapai 231 pengunjung; dan angka 83,64% di google.

Sahlul mengaku telah melakukan pembongkaran angka-angka statistik yang berkaitan dengan website puisi esai Denny JA, yang hanya dari luar. Untuk memastikan isi dalamnya lagi, Sahlul mempersilahkan pengelola webiste www.puisi- esai. com untuk membuka kepada publik. “Syukur jika orang lain diperkenankan untuk mengaudit kebenaran data yang ditampilkan. Kalau tidak diperkenankan, semoga ada hacker yang berkenan untuk mengauditnya,” kata Sahlul.

328 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Dari berbagai pemaparan yang dilakukannya, Sahlul menuduh dan meyakini bahwa Tim Denny JA telah melakukan rekayasa data dan melakukan Kebohongan Publik. Dan Tim 8 Penyusun Buku 33 Tokoh Sastra yang memasukkan Denny JA sebagai salah satu dari 33 tokoh sastra yang berpengaruh di Indonesia –sekali lagi menurut Sahlul-- tidak memiliki alasan yang absah untuk menjadikan 7 juta netter sebagai pertimbangan keterpengaruhan Denny JA dalam Kesusatraan Indonesia. Itulah kesimpulan akhir Sahlul.

***

Tulisan Sahlul Fuad berjudul “Membongkar Statistik Puisi Esai Denny JA” yang belakangan ramai dibicarakan, bahkan menjadi berita di sebuah situs berita online, adalah analisis menggelikan yang pernah ada mengenai sebuah website/blog yang ramai dibicarakan. Lebih menyedihkan lagi adalah gerbong komentator yang menyukai, memuji, dan menyebarkan tulisan tersebut ke berbagai situs jejaring sosial.

Menyedihkan karena banyak di antara nama- nama pendukung analisis penuh asumsi dan fitnah yang ditulis Sahlul ini adalah para penyair, pegiat

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 329 seni, dan lainnya. Saya mengerti tulisan Sahlul didasari atas ketidaksetujuan masuknya Denny JA pada buku 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh yang menghebohkan itu, tapi membuat tulisan atau analisis yang seolah-olah argumentatif padahal penuh prasangka, asumsi, bahkan fitnah adalah tindakan menyesatkan yang tak bisa dimaafkan. Bagi para pendukung Sahlul, saya heran mengapa kebencian begitu mudah membuat mereka melupakan logika dan segera menjadi bodoh?

Dalam tulisan ini saya akan mengemukakan mengapa analisis Sahlul Fuad begitu mudah untuk dipatahkan. Pertama, Sahlul mengakui secara terang-terangan bahwa pertama-tama ia “googling” sejumlah situs web checker dan web analyzer seperti www.stathow.com, www.checkpagerank.net, dan www.fortiguard.com. Dengan tingkat pemahaman Sahlul yang seadanya itu, saya bisa mengerti bahwa dua website pertama bisa saja digunakan untuk “mengintip” statistik sebuah website/blog, tapi menggunakan fortiguard untuk melakukan itu benar-benar mengherankan. Fortiguard adalah situs penyedia jasa riset dan asistensi keamanan dan vulnerabilitas sebuah website, bukan web checker gratisan yang bisa dilakukan untuk mengecek sebuah website/blog.

330 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Anggaplah Sahlul konon bisa mengintip statistik website puisi-esai dengan dua tools yang ia sebutkan pertama, statshow dan checkpagerank, kita bisa menganggapnya sangat hebat dan seolah- olah mengerti teknologi. Tapi, come on, statshow dan checkpagerank hanyalah situs gratisan yang melakukan “estimasi”, bahkan “rough estimation”, terhadap sebuah situs berdasarkan aktivitas tertentu yang terekam situs pencarian seperti Google atau lainnya. Lagipula, hampir semua tools seperti ini tidak bisa diuji legitimasinya, karena masing-masing menggunakan cara perhitungan yang berbeda-beda: Itulah sebabnya hasil yang dikeluarkannya pun akan berbeda-beda. Situs-situs semacam ini hanya bisa dipakai untuk melihat informasi domain dan hosting secara umum, estimasi pengunjung website setiap hari dan setiap bulan (daily and monthly), estimate web value, estimate ads revenue, dan alexa rank.

Lalu apa itu alexa rank? Saya bisa menjelaskan ini panjang lebar pada Anda, juga memberikan kuliah tersendiri kepada Sahlul, tapi berikut saya berikan penjelasan sederhana: “In simple terms, Alexa Traffic Rank is a rough measure of a website’s popularity, compared with all the others out there on the internet, taking into account

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 331 both the number of visitors and the number of pages viewed on each visit” (Baca lebih lanjut: http:// en.wikipedia.org/wiki/Alexa_Internet). Dengan penjelasan itu mudah-mudahan bisa dipahami bahwa alexa rank tak bisa ujug-ujug dipakai untuk mengukur dan menganalisis sebuah website/blog dari kapan website itu lahir hingga kapan website tersebut berhenti. Alexa rank hanyalah estimasi perbandingan dari setiap kunjungan sebuah website dibandingkan dengan seluruh kunjungan ke seluruh website yang ada di dunia.

Saya akan angkat topi untuk Sahlul jika ia melakukan analisis lain yang lebih masuk akal secara teknologi, bukan sekadar “googling” dan memasukkan “kata kunci” atau “nama domain”, atau sekadar klik kanan lalu save PNG image seperti pelajaran komputer Internet pertama anak-anak Sekolah Dasar. Juga barangkali akan lebih legitimate jika Sahlul meng-hire sebuah perusahaan penyedia web analyzer atau paling tidak menggunakan jasa berbayar web checker kelas premium. Mengapa ini penting? Karena sepengetahuan saya tidak ada satupun situs penyedia layanan checking/analyzing gratisan yang menampilkan statistik pengunjung sebuah website secara penuh dan akurat day by day, month by month, year by year. Mereka hanya

332 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH menyediakan data terakhir yang bisa terlacak (recent data), yang dalam kasus website puisi- esai, pencapaian 7 juta hits terjadi pada tahun 2012 sedangkan Sahlul “berusaha menganalisisnya dengan tools gratisan” pada tahun 2014.

Kedua, dengan subjudul gagah berani “Pengujian Angka” Sahlul mencoba memvalidasi hits website puisi-esai dengan cara “right click- save-as” pada hit counter yang tersedia di web puisi-esai. Lalu ia membuka stats-counter plug-ins dan menginstallnya di blognya sendiri (saya harus menahan tertawa di sini), kemudian dengan penuh asumsi dan prasangka ia mencoba memasukkan angka tertentu bahkan hingga 9 miliar. Analisis macam apa ini?

Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa hits adalah jumlah berapa kali sebuah halaman website (web page) dipanggil (didownload) oleh sebuah web browser, jadi bukan semata-mata stats yang diasumsikan Sahlul. Hits memang tidak mencerminkan visitor bahkan unique visitor secara langsung, hits juga bukan alat ukur terbaik untuk mengukur traffic sebuah website (baca: http:// dianev.com/blog/2006/03/20/website-stats-what- are-hits/), tapi hits merupakan salah satu cara

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 333 mengukur berapa kali sebuah website diunduh content-nya (dalam bentuk text, gambar, video dan lainnya) dari sebuah browser yang digunakan pengguna internet di manapun di dunia.

Kita bisa berdebat panjang soal teknis begini, dan boleh jadi perdebatannya kurang produktif karena tidak ada satupun pihak yang bisa menjadi acuan untuk memvalidasi kebenaran datanya (setidaknya sampai ada seseorang yang membayar jasa profesional untuk melakukannya), tapi apa yang dilakukan Sahlul adalah kesesatan berpikir yang sangat menyedihkan untuk terus disebarkan. Ia melakukan analisis (atau diagnosis, meminjam bahasa Sahlul) tetapi terlebih dahulu diawali asumsi kotor dalam kepalanya. Hasilnya, ia keluar dengan sejumlah fitnah dan tuduhan yang seolah-olah benar padahal begitu rapuh. Lihatlah bagaimana Sahlul mencoba menghubung-hubungkan, utak-atik gathuk, antara apa yang terjadi di tanggal tertentu (rata-rata terjadi di 2013) dengan jumlah traffic website puisi-esai, boleh jadi itu berhubungan, tetapi sambil mempertanyakan darimana angka 7 juta hits puisi-esai.com Sahlul telah begitu saja melupakan data yang tercantum di website puisi esai bahwa hits 7 juta didapatkan pada tahun 2012.

334 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Dengan tulisan Sahlul yang penuh fitnah tersebut, jika saya jadi Denny JA, sudah cukup legal standing bagi saya untuk memperkarakan Sahlul ke jalur hukum, jika mau. Jelas sekali yang dilakukannya termasuk pencemaran nama baik. Juga, fitnah yang dilakukan Sahlul mudah sekali untuk dibuktikan. Untuk soal ini, terserah, saya tidak tahu-menahu dan tidak mau terlibat.

Akhirnya, tulisan ini dibuat untuk mengklarifikasi salah kaprah massal yang terjadi. Barangkali kita boleh tak suka pada sesuatu atau membenci sesuatu, tetapi mempertontonkan kebodohan sambil membabi buta memfitnah seseorang di depan publik adalah kesesatan yang nyata. Dan mereka yang mendukung bahkan mengagung-agungkan kebodohan itu, bisa dibayangkan tingkat kesesatan dan kebodohannya.

*Wira Kusuma, pembelajar Web Programming dan peminat isu-isu teknologi.

Sumber: inspirasi.co, 3 Februari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 335

Berkaca Pada 33 Tokoh Sastra Indonesia Oleh: Eka Budianta

Pendapat pertama tentang buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh saya dengar dari Taufiq Ismail. “Omslagnya kurang menarik,” katanya. Saya tidak mengerti, omslag apa? “Itu sampul buku yang disusun oleh Jamal D. Rahman,” tambahnya. Kebetulan Jamal berada tidak jauh dari tempat kami bicara – di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, menjelang tahun baru 2014.

Dua hari berikutnya saya coba cari buku itu di Gramedia, Kalibata, Jakarta Timur. Saya temukan buku kecil (14X20 Cm) tapi tebal (xxiiv + 734 halaman) harganya Rp120.000,-. Menurut ukuran saya, harga itu tinggi tetapi murah kalau dilihat barangnya. Saya tidak beli, karena yakin pada suatu hari pasti dapat gratis.

Benar. Dua pekan berikutnya saya mendapat tawaran meresensi buku itu dengan honorarium Rp XXX rupiah. Tentu saya tidak menolaknya. Buku ini sudah menjadi heboh. Ada yang protes, ada yang marah, ada yang menuntut permintaan maaf. Beredar rumor Goenawan Mohamad diberitakan tidak merasa pantas dimasukkan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 337 kedalamnya. Alasannya dia merasa lebih dipahami sebagai wartawan, ketimbang sebagai penyair. Remy Sylado juga dihebohkan minta dikeluarkan dari daftar itu.

Dalam sebuah posting di internet, ada foto sejumlah sastrawan memasang spanduk, menolak penyebaran buku itu sebagai buku pelajaran di sekolah. Seorang teman menyatakan sangat geli campur kecewa campur marah melihat buku itu. “Taufiq Ismail menangis, menyesalkan mengapa tidak diajak bicara sama Jamal,” katanya. Kalau Jamal mau konsultasi sedikit saja, katanya, tidak perlu ada ramai-ramai. Ratusan, kalau tidak lebih dari seribu komentar, nasihat, protes bertebaran. Dalam berita lainnya, ada surat pengunduran diri seorang redaktur majalah Horison.

Pengaruh Denny JA

Mengapa buku ini menjadi heboh?

Alasan yang paling banyak dikemukakan adalah munculnya nama Denny JA. Para pemrotes tidak melihat Denny Januar Ali adalah seorang sastrawan. Pria kelahiran Palembang, 4 Januari 1963. Buku itu diluncurkan sebagai hadiah ulang-tahunnya ke 51. Beberapa orang menulis

338 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH hal ini dan menganggapnya sebagai “Skandal Kebudayaan.” Beberapa lagi menulis dengan sinis bahwa kapitalisme dalam sastra sudah tiba. Maksudnya, buku itu terbit karena ada yang membiayai.

Jadi, ada pikiran bahwa orang bisa membeli gelar apa saja, termasuk sebagai “sastrawan yang paling berpengaruh di Indonesia.” Saya pikir itu berlebihan. Kalau judul buku itu diganti “Mengenal 33 Sastrawan” atau “Beberapa sastrawan yang tak boleh dilupakan” atau “Antologi kritik sastra oleh Kelompok 8” – saya yakin tidak ada masalah. Tidak akan ada komentar begitu ramai, sehingga kalau dikumpulkan mencapai ribuan halaman. Heboh ini membuktikan bahwa nama Denny JA memang benar-benar berpengaruh. Ia dapat membakar semangat untuk menulis protes dan mengungkapkan kekecewaan. Untuk ini saya pikir dia sukses, dan perlu mendapat ucapan terima kasih.

Saya tidak mengenalnya secara pribadi. Tetapi saya mulai melihat perannya ketika dia mensponsori kongres Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di Puncak dan mengadakan lomba menulis kritik untuk bukunya, dengan hadiah yang menggiurkan. Bukunya – antologi puisi esai katanya

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 339 – juga dibagi-bagikan kepada siapa saja yang berniat menulis kritik untuknya. Di sana jelas – ada unsur pembiayaan yang besar dalam publikasi tulisan yang disebut sebagai karya sastra. Laporan umum menggaris-bawahi, karya sastra – terutama puisi, bukan buku yang laku, apalagi laris di pasar. Berbagai diskusi santai maupun ulasan yang serius menyatakan sastra pada umumnya dan puisi pada khususnya, kurang laku di negeri ini.

Karena itu, siapapun boleh memuji Denny JA, bahwa sastra dan sastrawan bisa menjadi berita hangat, menciptakan hujan ulasan dan menggalang kegiatan. Tanpa adanya heboh dan skandal macam ini, saya ragu-ragu apakah dunia sastra Indonesia modern dibicarakan di jalan-jalan. Sedangkan dengan bermacam polemik sejak 1930-an pun, kesusasteraan tetap jauh dari kehidupan berbahasa dan berpikir sehari-hari.

Antologi Resensi Serius

Pada hemat saya, buku suntingan Jamal D. Rahman dkk. Ini adalah kumpulan resensi pilihan. Sejumlah kritikus – termasuk pengamat dari luar negeri, menyumbangkan esai yang serius. Tentu, kita boleh menduga semua muncul

340 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH berkat adanya insentif, tepatnya honorarium dari Penyandang Dana. Siapakah penyandang dana itu? Tidak perlu diperdebatkan, yang jelas hasilnya buku, dan buku itu diperlukan oleh masyarakat pencinta sastra. Dengan kata lain, buku ini penting. Mengapa? Sebab kita dikenalkan dengan nama- nama yang dinilai berpengaruh. Ada Ajip Rosidi, Pramoedya Ananta Toer, HB Jassin, dan Wowok Hesti Prabowo. Hati saya berdebar ketika membaca nama-nama yang sangat saya kenal. Mereka adalah pejuang-pejuang di bidang masing-masing. Rendra, misalnya di lapangan teater. Iwan Simatupang penulis novel dan Arief Budiman, ulasan sastra. Yang agak membuat saya sedih adalah pernyataan bahwa para pengulas sengaja tidak membahas penulis- penulis buku yang karyanya meledak di pasar, seperti Marga T, Dewi Lestari, Andrea Hirata. Tentu, sobat karib saya (alm) Motinggo Boesje dan Ahmad Fuadi – pengarang Lima Menara – pun dengan sengaja tidak diperhitungkan.

Padahal – banyak bukti bahwa mereka juga berpengaruh. Kalau saja mereka membuat buku 40 sastrawan, apalagi 100 sastrawan yang paling berpengaruh, ceritanya akan lain. Kita akan melihat Seno Gumira Adji Dharma, Sindhunata, I Nyoman Pandji Tisna, dan bapak cerita detektif Indonesia,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 341 Soeman Hasibuan dibahas panjang lebar. Demikian juga kritikus dari Kalimantan, Korrie Layun Rampan dan penyair Umbu Landu Paranggi dari Nusa Tenggara Timur, yang dihormati oleh banyak penulis muda.

Semoga dalam waktu dekat akan ada lagi buku “Limapuluh Sastrawan Berpengaruh” atau “Seratus Sastrawan Yang Mengubah Indonesia.” Kita perlu diingatkan lagi pada jasa-jasa penyair, biografer, penulis cerita perjalanan, dan pengarang cerita silat yang ikut membangun bangsa ini. Jadi, kita masih memerlukan tokoh dan penyandang dana seperti yang telah dilakukan untuk “mengorbitkan” nama Danny JA. Kita berterima kasih untuk terbitnya buku yang unik dan mengandung ulasan mendalam, dengan riset yang memadai dan argumentasi yang meyakinkan. Tinggal kita tunggu buku berikutnya. Ada beberapa nama yang kita yakini juga berjasa besar dan ikut membentuk karakter bangsa Indonesia. Pada hemat saya, itulah penjelasan mengapa seorang penulis dinyatakan berpengaruh.

Kita ingat Asmaraman Kho Ping Hoo dengan cerita silatnya yang berseri dan ditunggu oleh pembaca di kampung-kampung. Kita juga

342 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH tahu Toto Sudarto Bachtiar yang puisinya banyak dihafalkan di berbagai lomba deklamasi. Untuk pengarang cerita perjalanan, ada Adinegoro, yang pertama kali mencetak peta dunia dalam bahasa Indonesia. Dialah sastrawan besar, dengan bukunya Melawat ke Barat.

Tidak ada masalah dengan jumlah 33 atau 70 atau 330 nama pengarang. Semua perlu dikenal, dihargai, dikenang dan diteladani jasa- jasanya. Ketika membaca halaman demi halaman buku yang banyak dikecam ini, saya bisa berkaca, bagaimana wajah kita. Biografi adalah cermin kehidupan seseorang. Ulasan demi ulasan sastrawan yang dianggap paling berpengaruh itu lebih dari sekadar biografi. Buku ini kaya akan referensi, contoh-contoh, bahkan berbagai alasan yang membuat seseorang berikut karyanya menjadi penting.

Wajah demi wajah sastrawan Indonesia bermunculan melalui buku ini. Mereka mengajak kita berkaca, sekaya dan semiskin apa, sepintar dan sebodoh apa, semudah dan sesulit apa perjalanan Indonesia menjadi sebuah bangsa yang bersastra dan berbudaya. Selamat atas terbitnya buku ini, semoga pasar gembira menyambutnya, dan menjadi

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 343 sebuah buku yang berpengaruh, bahkan besar manfaatnya. ***

Sumber: inspirasi.co, 31 Januari 2013

344 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Berwisata di Taman Sastra Indonesia Oleh: Parni Hadi*

Membaca buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh karya Jamal D. Rahman dan kawan-kawan rasanya seperti berwisata di taman sastra. Bak galibnya sebuah taman, di taman ini hidup beraneka tumbuhan. Ada tanaman masa lampau yang tumbuh subur , tinggi menjulang dengan dedaunan yang rimbun sebagai tempat istirahat di bawahnya. Ada pula tanaman baru yang tumbuh subur, walau nampak kurang teratur. Kesan kuat pertama yang muncul: taman ini kurang terawat.

Sesuai julukannya taman sastra, pasti yang dimaksud pohon di sini adalah pohon pemikiran para sastrawan. Para sastrawan perintis sejak sebelum Indonesia merdeka telah menyajikan pohon-pohon pemikiran raksasa yang tetap menjadi rujukan bagi generasi sastrawan berikutnya. Pohon pemikiran sastrawan pasca 17 Agustus 1945 tidak kalah besar dan hebat. Demikian pula pohon pemikiran sastrawan jaman Orde Baru dan jaman Orde Reformasi tumbuh subur warna-warni. Tapi, sekali lagi semua pohon besar pemikiran itu kurang

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 345 dirawat, seperti tumbuh di tempat yang salah, kurang apresiasi, akibat kurang sosialisasi dan promosi.

Sayang, karena kurang diurus, berwisata ke taman sastra ini seperti ziarah ke kuburan yang sunyi-sepi. Padahal, mereka yang dimakamkan di situ sewaktu masih hidup ramai dengan pemikiran-pemikiran fenomenal dan monumental dan semuanya itu diwariskan dalam bentuk karya tulis brilyan yang hidup sepanjang jaman.

Mencermati riwayat hidup ke 33 tokoh sastra itu dan membaca sebagian dari hasil karya mereka seperti membuka halaman-halaman sejarah bangsa Indonesia. Ya, sejarah bangsa Indonesia karena negara ini lahir dari mimpi dan visi para sastrawan. Mereka adalah kaum cendekiawan, budayawan, wartawan dan pejuang sekaligus. Mengagumkan kepioniran dan dedikasi mereka untuk kemajuan bangsa melalui dunia sastra dengan segala duka- cita.

Bung Jamal bersama tujuh orang temannya, yakni Acep Zamzam Noor, Agus R Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damhauser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana dan Nenden Lilis Aisyah, menyebut diri

346 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH mereka Tim Delapan. Mereka merupakan generasi penerus sastrawan yang patut diacungi jempol, karena berhasil napak tilas, mengumpulkan bahan-bahan dan menyeleksi para sastrawan yang pantas disebut tokoh sastra. Menyeleksi ini adalah pekerjaan paling sulit dan perlu keberanian tersendiri, karena pasti penuh pro-kontra: mengapa dia masuk dan dia (baca“saya”) tidak.

Setelah terpilih 33 tokoh, tim delapan menulis rekam jejak mereka secara apik dan menyusunnya dalam bentuk buku bentuk buku setebal 734 halaman yang kemudian diterbitkan oleh Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Memang masih tersisa pertanyaan: mengapa 33, tidak 50 atau 100 tokoh sastra?

Siapakah 33 tokoh itu? Sebagian besar adalah sastrawan yang sudah dikenal dan masuk buku pelajaran dan ditulis media massa seperti Marah Rusli, Muhammad Yamin, Armyn Pane, HAMKA, Sutan Takdir Alisjahbana, HB Jassin, Rendra, Sutardji Calzoum Bachri dan Emha Ainun Nadjib. Tapi, ada juga tokoh yang sekarang hampir tak pernah disebut namanya seperti Kwee Tek Hoay. Ada juga wajah-wajah baru Wowok Hesti Prabowo dan Ayu Utami, sampai selebriti Denny JA.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 347 Mereka dipilih bukan semata karena kehebatan karya sastra mereka, tetapi dampak atau pengaruh pribadi dan karya mereka dalam menggerakkan perubahan menuju perbaikan masyarakat, bangsa negara dan kemanusiaan melalui dan juga demi kemajuan kesusastraan sendiri.

Republik Durhaka

Indonesia dilihat dari banyak segi cenderung durhaka pada puisi sebagai ibu kandung yang telah melahirkannya, yakni Sumpah Pemuda. Benarkah demikian? Setelah membaca buku ini dan mengamati keadaan sekarang, saya membenarkan sinyalemen itu.

Secara genealogis, teks Sumpah Pemuda dapat dirunut asal muasalnya pada puisi Muhammad Yamin (23 Agustus-17 Oktober 1962), yang berjudul “Tanah Air” (Jong Sumatra , Juli 1920), “Bahasa , Bangsa” (Februari 1921), “Tanah Air” (9 Desember 1922), yang lebih panjang dari puisi sebelumnya, dan “Indonesia, Tumpah Darahku”, 26 Oktober 1928.

Jika Anda perhatikan naskah aslinya, Sumpah Pemuda, yang dinyatakan 28 Oktber 1928, adalah deklarasi dalam bentuk puisi. Bangsa

348 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Indonesia mulai terbentuk sejak Sumpah Pemuda, yang menyatakan bertanah air satu Indonesia, berbangsa satu Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Muhammad Yamin sebagai budayawan dan sastrawan dengan berbagai karya monumental lainnya yang berdasar sejarah seperti Sandya Kalaning Madjapahit, Gajahmada dan Pangeran Dipanegara, kemudian menduduki posisi penting dalam pemerintahan, antara lain sebagai menteri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan.

Bentuk kedurhakaan itu adalah menjauhkan sastra dari masyarakat Indonesia dan atau sebaliknya adalah memisahkan ibu kandung dari anaknya. Demikian pula sebaliknya, menjauhkan masyarakat dari sastra adalah memisahkan anak dari ibu kandungnya. Ini jauh berbeda sekali dengan zaman kerajaan-kerajaan besar Nusantara ketika sastrawan disebut empu atau pujangga dan diangggap sebagai guru spiritual dengan status sosial dan penghormatan yang sangat tinggi.

Kurikulum 2013, menurut buku ini, justru merupakan puncak kedurhakaan itu karena sastra digusur habis tanpa banyak perdebatan. Jika

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 349 kedurhakaan ini dibiarkan terus berlanjut, maka dapat dipastikan bangsa Indonesia akan mengalami nasib seperti lazimnya anak-anak durhaka. Kisah Malin Kundang bisa jadi salah satu contohnya.

Akibat kedurhakaan itu adalah apa yang terjadi di masyarakat kita sekarang. Coba tanya siapakah tokoh Indonesia, sangat boleh jadi jawabnya adalah para selebriti, pejabat dan politisi bermasalah. Maklum, mereka yang terus hadir di panggung dan media massa, baik dalam bentuk pemberitaan, talkshow dan iklan. Mereka dielu- elukan, sementara budayawan dan sastrawan hanya dipandang sebelah mata atau bahkan tidak dilihat sama sekali, karena dianggap kaum yang lusuh dan sekaligus musuh.

Pelawak, pemain sinetron, penyanyi pop maupun dangdut juga menjadi tokoh-tokoh utama di media massa. Sebaliknya, budayawan dan sastrawan dengan buah karya mereka nyaris tidak tampil. Lihat saja, berapa halaman yang disediakan koran dan majalah untuk budaya dan sastra dan frekwensinya per minggu. Jadi, media massa, yang juga dilahirkan para budayawan, ikut berlaku durhaka.

350 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Kedurhakaan selama ini telah melahirkan praktek korupsi yang marak dari atas sampai bawah dan rusaknya lingkungan dari hulu sampai hilir, yang mengakibatkan banjir di hampir seluruh pelosok tanah air. Terbukti kata-kata Mohammad Iqbal, penyair dan filsuf terkenal dari Pakistan: “Negara lahir dari tangan penyair. Jaya dan runtuhnya di tangan politisi.”

Membersihkan kekuasaan kotor

John F Kennedy, Presiden Amerika Serikat yang legendaris, mengakui dan mengagumi kekuatan puisi sebagai pengingat, pengoreksi dan penyeimbang dalam kehidupan manusia, orang per orang, dan kekuasaan. Ia mengatakan, jika kekuasaan membawa orang pada arogansi, puisi mengingatkan kita akan keterbatasan manusia. Jika kekuasaan mempersempit kepedulian kita, puisi mengingatkan mereka akan kaya dan beragamnya eksistensi manusia. Dan, jika kekuasaan kotor, puisi membersihkannya.

Itulah yang dilakukan para budayawan, sastrawan, penyair dengan karya-karya mereka yang menggugah, membangunkan, menggugat dan membangkitkan gerakan massa untuk mengoreksi

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 351 kesalahan dan kemapanan yang merugikan sepanjang zaman.

WS Rendra, penyair dan dramawan yang terkenal dengan puisi dan dramanya yang memberontak adalah satu contohnya. Si Burung Merak ini sejak awal 1970-an menyuarakan kepedihan derita kaum miskin dan koreksi frontal kepada kekuasaan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. Ia dibuntuti intelijen, diintimidasi dan bahkan pernah ditahan karena puisi dan pementasan dramanya mengeritik telak kekuasaan. Ini adalah bukti kekuatan puisi yang ditakuti oleh penguasa.

Rendra, lahir di Solo 7 November dan wafat di Jakarta 6 Agustus 2009, adalah seorang penyair yang pantang menyerah sepanjang hidupnya untuk membela orang miskin dan menegakkan kebenaran dan keadilan.

Kisah hidup dan karya ke 31 tokoh lainnya tak kalah menarik. Tidak percaya? Harap beli buku itu dan baca sendiri deh! Ditanggung Anda tidak akan kecewa dan dijamin tidak akan digolongkan sebagai pendurhaka.

Terlepas pro dan kontra, ke 33 tokoh sastra

352 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH itu dan karya mereka wajib kita ziarahi sebagai sumber inspirasi dan wahana instropeksi.

*Wartawan/aktivis sosbudling/ pendiri Dompet Dhuafa Republika.

Sumber: inspirasi.co, 28 Januari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 353

Musafir Denny JA Oleh: Abdullah Alawi

Saya turun dari angkot dengan sisa kantuk menempel di pelupuk. Agak berat juga kepala ini. Mungkin masuk angin. Tengah malam waktu itu, di Ciawi yang basah, bekas hujan yang kini bercampur embun. Dingin menusuk sumsum. Setiap orang tampak mengatupkan jaketnya masing-masing. Mungkin mereka berharap ada api dalam kadar tertentu di jaket itu.

Saya percepat langkah ketika di depan bus menuju Kampung Rambutan ngetem. Bus hanya menyisakan beberapa jok kosong. Tapi tak penuh karena jok yang mestinya diisi tiga atau dua orang, diduduki seorang. Setiap penumpang sepertinya tak ingin teman duduk, menjauhi sesama manusia. Mereka mengisi jok sendiri-sendiri. Saya pun begitu.

Dua puluh menit kemudian, sopir bus menggeramkan mesin. Ia memutar lagu slow milik Panbers: Kucari Jalan Terbaik. Lagu ini kalau tak salah ingat pernah dinyanyikan Yuni Shara dengan baik, dan pernah ada versi dangdutnya di Album Minggu. Entah siapa yang nyanyi.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 355 Lalu lagu Nasib Cintaku. Ini lagu jika tak diputar, saya anggap tak pernah mendengarnya seumur hidup. Padahal pernah. Tapi lupa sama sekali. Saya langsung akrab dengan nada dan liriknya karena jelas pernah mendengarnya. Entah kapan. Lagu itu semacam fail lama di folder. Saya lupa menyimpan. Saking lupa hingga tak pernah menganggapnya ada, padahal ada.

Begitulah, kemudian saya ingin lagu ini awet, setidaknya sampai Kampung Rambutan. Tapi sayang, yang punya SK mengawetkan lagu ada di tangan sopir. Tapi, dalam hati, saya ucapkan juga terima kasih kepadanya karena sudah mempertemukan saya dengan fail lama. Entar kalau ketemu wifi gratis, akan saya unduh. SK di tangan saya, memutarnya seawet yang saya mau.

Lantas lagu Musafir. Ini pertama kali saya dengar saat kelas satu di sekolah menengah atas, ketika saya main ke rumah teman sebangku. Di rumah teman, ayahnya memutar lagu itu. Musafir, begini bunyi lagu itu:

Tiada tujuan yang kau harap/ Mata angin tak kau hiraukan/ Ke barat kau melangkah/ Ke

356 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH timur juga kau tuju/ Ke utara kau pergi/ Ke selatan pun engkau berlari/ Musafir, hidupmu bebas tiada ikatan/ Musafir, berkelana sepanjang waktu.

Musafir, apakah yang engkau cari?/ Musafir, apakah arti hidupmu?/ Tiada siang maupun malam/ Kau pergi sekehendak hatimu/ Musafir, hidupmu bebas tiada ikatan/ Musafir, berkelana sepanjang waktu/ Musafir, apakah yang engkau cari?/ Musafir, apakah arti hidupmu?/Musafir, apakah arti hidupmu?

Ini tiba-tiba. Tiba-tiba yang tak bisa ditolak, lirik ini mengingatkan saya kepada salah seorang tokoh dianggap paling berpengaruh di sastra Indonesia, Denny JA. Tokoh ini, sampai kini masih diperbincangkan sastrawan karena ia masuk di buku 33 tokoh sastra, pakai “paling” berikut “berpengaruh” pula. Denny kemudian menjawab duduk perkara di situsnya dengan menyebut diri sebagai “pejalan budaya.”

Dalam salah satu jawabannya ia mengatakan, “Saya adalah ‘pejalan budaya,’ yang tak pernah menetap di sebuah profesi saja. Kini saya mengunjungi sastra dan mencoba berkontribusi di

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 357 sana. Di lain waktu saya berkelana lagi mungkin ke dunia politik praktis, atau bisnis atau dunia spiritual. Dimanapun saya berkunjung, saya mencoba belajar sesuatu dan meninggalkan sesuatu.”

Hmmm...“pejalan budaya.” Tiba-tiba saja pikiran saya menghubungkan istilah ini dengan “musafir” yang sedang saya dengar di bus ini. Semula saya menolaknya, tapi tiba-tiba ini tak bisa ditolak. Hubungan itu kemudian tiba-tiba saja membetot saya pada semacam kesimpulan sementara, “pejalan budaya” adalah “musafir” dan “musafir” adalah “pejalan budaya.” Ada miripnya, meski mungkin tak sepenuhnya.

Ini tiba-tiba lagi, jika kedua itu disamakan, maka sah tiap kata “musafir” di lagu itu diujicobakan dengan kata “pejalan budaya.” Mari kita coba. Tidak usah semuanya, bait yang ini saja. Pejalan budaya, apakah yang engkau cari? Pejalan budaya, apakah arti hidupmu? Pejalan budaya, apakah yang kaucari? Pejalan budaya, apakah arti hidupmu?

Nah, sampai di situlah saya tidak tahu jawabannya, kalau lirik itu diperlakukan sebagai pertanyaan. Meski Denny sudah menjawabnya di situs itu, entah kenapa, saya menganggap bukan itu.

358 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Lalu apa? Sialnya saya tak tahu. Bagaimana dengan Saudara dan Saudari?

Rawasari, 25 Januari 2014

Sumber: inspirasi.co, 27 Januari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 359

Petisi Kepada Sebuah Buku

Dokumentasi Majalah Tempo

Peluncuran buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh memicu polemik. Nama Denny Januar Ali dinilai tidak layak.

Sejumlah pegiat sastra menolak buku 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh di depan Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 17 Januari lalu.

Sebuah spanduk dibentangkan di depan kantor Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin di kawasan Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat sore dua pekan lalu. Isinya penolakan terhadap buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh, yang diluncurkan pada awal Januari 2014. “Selamatkan sejarah sastra Indonesia! Tolak pembodohan buku 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh,” begitu tulisan di spanduk.

Inilah buku sastra yang paling kontroversial pada awal 2014. Seminggu setelah peluncurannya, belasan orang yang terdiri atas sastrawan, kritikus, pecinta buku, dan aktivis itu juga mengeluarkan petisi penolakan peredaran buku terbitan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 361 kepustakaan Populer Gramedia tersebut di situs www.change.org. Dimotori Saut Situmorang, Faruk H.T., Dwicipta, Eimond Esya, Nuruddin Asyhadie, dan Wahyu Adi Putra Ginting, petisi itu mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunda atau menghentikan sementara peredaran sang buku.

Nuruddin Asyhadie menyebutkan Tim 8 sebagai juri sekaligus penyusun buku bukanlah orang-orang yang berkompeten dalam bidang kesusastraan dan telah kehilangan integritas. Tim 8 terdiri atas Jamal D. Rahman (ketua), Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshauser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana, dan Nenden Lilis Aisyah. Ia keberatan terhadap tokoh-tokoh pilihan buku yang antara lain memasukkan nama Denny Januar Ali, yang lebih dikenal sebagai konsultan politik ketimbang sastrawan. Puisi-puisinya—yang masuk genre puisi esai—dinilai belum memberi pengaruh dan melampaui zaman.

Di buku setebal 777 halaman itu, para penulis mengupas satu per satu pengaruh 33 tokoh sastra sejak 1900-an baik dari karya maupun perilaku mereka. Tokoh-tokoh sastra yang

362 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH berangkat dari zaman Balai Pustaka, seperti Marah Roesli dan Muhammad Yamin, hingga para penulis kontemporer, seperti Ayu Utami dan Helvy Tiana Rosa.

Jamal mengatakan, buku itu digarap sejak akhir 2011. Embrionya berawal dari pertemuannya dengan Ariany Isnamurti, Kepala Pelaksana Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin. Dengan melihat limpahan dokumentasi koran di PDS, muncul keinginan kedua untuk membuat buku berdasarkan bahan yang sangat bernilai itu.

Ahmad Gaus, anggota Tim 8, mengatakan, Jamal mendapatkan mandat tertulis dengan kop surat dari PDS H.B. Jassin untuk menulis buku tersebut. Klaim itu dibantah Ariany. “Prinsipnya PDS sebagai penyedia dokumentasi bagi delapan penulis dalam rangka mereka menulis buku dan sebagai penyelenggara peluncuran buku,” ujar Ariany. Adapun biaya yang diminta PDS kepada Tim 8 meliputi biaya peluncuran buku Rp 60 juta dan biaya fotokopi dokumen.

Berbekal mandat itu, Jamal kemudian berdiskusi dengan teman-teman di kalangan sastrawan soal rencana menerbitkan buku yang

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 363 relatif baru, bukan antologi atau ensiklopedia, itu. Gaung bersambut. Rencana itu disepakati oleh delapan orang. Dari awalnya lewat e-mail, kemudian berlanjut pertemuan tatap muka untuk menetapkan nama berdasarkan kriteria yang telah mereka tetapkan.

Awalnya, kata Jamal, masuk nama sastrawan sejak 1900 hingga sekarang. Dalam menetapkan nama, pada pertemuan awal Maret 2013 di Cisarua, beberapa nama secara bulat diterima, seperti H.B. Jassin, Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah, dan Chairil Anwar. Namun memasuki angka 20-21, perdebatan nama mulai muncul. Jamal mencontohkan nama tokoh yang sama sekali bukan sastrawan, seperti Arief Budiman, tapi ada yang mengusulkan. Mereka pun akhirnya memilih tokoh sastra, bukan sastrawan.

Jamal mengakui ada beberapa nama tidak diterima secara bulat di Tim 8. Apakah Denny? “Tidak etis saya sebutkan,” ujarnya. Pada akhirnya, kata dia, 33 nama itu dipilih Tim 8. “Kami sepakat itu keputusan Tim 8.” Dia juga menolak dirinya mengusulkan nama Denny. “Saya lupa. Sebab, begitu masing-masing mengusulkan, kami masukkan ke

364 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH list,’ ucapnya. “Bagi kami tidak penting lagi siapa mengusulkan siapa.”

Yang penting, tokoh tersebut memenuhi salah satu dari empat kriteria: pengaruhnya berskala nasional dan relatif berkesinambungan; menempati posisi kunci, penting dan menentukan; menempati posisi sebagai pencetus atau perintis gerakan baru yang kemudian melahirkan pengikut, penggerak, atau bahkan penentang, dan akhirnya menjadi semacam konvensi, fenomena, dan paradigma baru dalam kesusastraan Indonesia.

Maman S. Mahayana, salah satu anggota Tim 8, ikut menandatangani hasil diskusi. Namun, “Penandatangan itu lebih merupakan bentuk penghargaan saya pada perbedaan,” ujarnya. Maman dihubungi oleh Jamal D. Rahman dan Agus R. Sarjono pada Februari 2013. PDS H.B. Jassin meminta Maman menulis buku tentang Sastrawan Indonesia yang fenomenal. Dia diminta membuat draf dasar pemikiran, kriteria, dan senarai 40-50 nama sastrawan penting untuk didiskusikan.

Maman kembali mendapat kiriman e-mail dari Jamal pada 26 Februari 2013, yang memintanya berkumpul di Cisarua atas undangan PDS H.B.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 365 Jassin. “Kegiatan ini secara formal dilaksanakan oleh PDS H.B. Jassin. PDS H.B. Jassin telah memberikan mandat kepada Jamal D. Rahman untuk mengkoordinir kegiatan dimaksud,” begitu bunyi e-mail itu.

Pada 1 Maret, Maman dijemput Jamal dan Ahmad Gaus di Bogor. Sementara itu, di Hotel Grand Ussu, Cisarua, Bogor, sudah ada Berthold Damshauser dan Agus R. Sarjono. Tapi Maman mengaku tidak menjumpai orang PDS H.B. Jassin. Malamnya, penulis lain datang sehingga lengkap delapan orang.

Dalam daftar terakhir yang dikirim Jamal sudah ada nama Denny. Namun ia sendiri menolak Denny dalam tiga hal: kiprahnya baru seumur jagung dan kontribusinya yang masih harus dilihat dalam tahun-tahun ke depan, buku Denny J.A. belum memiliki pengaruh signifikan bagi perkembangan sastra Indonesia, dan terakhir soal kepantasannya jika dibandingkan dengan sastrawan lain.

Menurut Maman, meski Jamal tidak eksplisit menyebutkan proyek itu dibiayai Denny J.A., indikasinya ke arah sana jelas. Menjelang dan seusai diskusi di Cisarua, dia menambahkan,

366 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH salah seorang dari Tim 8 menyebutkan bahwa panitia yang mengurus diskusi di Cisarua adalah orang-orang atau pegawai Denny. “Waktu itu saya tak terlalu mempersoalkannya benar. Toh, saya sudah menyatakan sikap ketidaksetujuan saya atas masuknya nama Denny J.A. dan Wowok (Wowok Hesti Prabowo, penyair buruh),” ujarnya.

Perdebatan tak berhenti di kalangan internal Tim 8. Memasuki tahap penerbitan, Candra Gautama, Manajer dan Editor Copublishing Kepustakaan Populer Gramedia, mewanti-wanti Tim 8 bahwa naskah mereka akan memicu kontroversi terkait dengan nama Denny J.A. dan Wowok Hesti Prabowo serta bangunan di pengantar yang bisa dianggap lemah. “Tapi mereka sudah menyatakan siap dan kami tetap menerbitkan buku itu untuk memberikan hak mereka untuk menyatakan pendapat di ruang publik,” katanya.

Kritik atas masuknya nama Denny J.A. dipertanyakan Ahmad Gaus. Menurut dia, Denny memiliki rekam jejak sebagai penulis, meski yang signifikan adalah puisi esai. “Saya kira obyektif, tidak hanya menciptakan, tapi dia juga mendorong untuk membuat puisi esai,” ujar penulis untuk bagian Denny J.A. ini.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 367 Gaus juga membantah kabar bahwa Denny menjadi sponsor buku itu. Menurut dia, pendanaan secara keseluruhan berasal dari sumber-sumber panitia di luar. “Ada ET, pengusaha properti, dan FE, pengusaha tambang,” ucapnya tanpa merinci lebih jauh. “Bung Denny salah satu tokoh yang dipilih, riskan kalau minta dana ke dia.

Seorang sumber mengatakan, Denny memang mengeluarkan sampai Rp 2 miliar untuk buku ini. “Jawaban saya, itu tidak benar. Terlalu banyak gosip dan fitnah di dunia sastra rupanya,” ujar Denny. Ia juga mengatakan tak pernah berjumpa dan berhubungan dengan Maman. “Saya tak kenal dia.”

Menurut Denny, buku ini harus dilihat juga secara positif karena menstimulasi sastra. “Ini sebuah ikhtiar dan hasilnya boleh tak sempurna. Generasi selanjutnya silakan menyempurnakannya,” ujarnya. Sebuah buku, ia menambahkan, bisa buruk, salah dan tak sempurna. “Ini bukan kitab suci. Kritik buku dengan buku.”

368 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Dokumentasi Majalah Tempo Edisi 27 Januari-2 Februari 2014

Penulis: Erwin Zachri, Rosalina

Sapardi Djoko Damono: Yang Tak Setuju Buku 33 Tokoh Sastra, Buatlah Buku Tandingan

Merdeka.com - Sapardi Djoko Damono menjadi salah satu dari 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh menurut versi Tim 8, juri sekaligus penulis buku yang menghebohkan itu. Pusat keriuhan itu adalah munculnya nama Denny J.A., yang lebih dikenal sebagai konsultan politik, di antara nama-nama sastrawan besar lainnya.

Oleh Tim 8, karya puisi esai Denny lewat buku Atas Nama Cinta (2012) dianggap sebagai genre baru sastra Indonesia dan mempengaruhi banyak penulis. Di buku itu juga Sapardi menuliskan pengantar bersama Sutardji Calzoum Bachri dan Ignas Kleden.

Kepada merdeka.com di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pekan lalu, penyair 73 tahun yang terkenal dengan karya ‘Hujan Bulan Juni’ (1994) itu menyampaikan pandangannya soal buku ‘33 Tokoh Sastra’ dan polemik yang ditimbulkannya.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 369 Berikut wawancara merdeka.com dengan Sapardi:

Denny J.A. masuk dalam 33 Tokoh Sastra telah memunculkan polemik. Tanggapan Anda?

Karya seni itu biasa menimbulkan polemik, biarkan saja semua ngomong, berbeda pendapat kan boleh saja. Yang tidak boleh itu orang lain harus berpendapat sama.

Bagi para penentang, buku ‘33 Tokoh Sastra’ yang memasukkan Denny J.A. dianggap menyesatkan publik. Tanggapan Anda?

Banyak buku begitu, buku pelajaran SMA menyesatkan semua. Kalau teman-teman punya pandangan lain, tulis saja sehingga terjadi dialog, lebih berguna, berkesinambungan. Kalau mulai melarang, ya gak setuju.

Alasan Tim 8 memasukkan Denny J.A. sebagai ‘33 Tokoh Sastra’ adalah karena dia dianggap memunculkan genre baru dalam sastra Indonesia: puisi esai. Anda setuju?

Kalau (puisi esai) sekadar ada catatan kaki itu biasa. Tidak selalu penyair. Tapi ini ada data-data lengkap. Itu sesuatu yang belum pernah saya lihat. Ini menurut pandangan saya.

370 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Kalau menurut Anda pribadi, apakah Denny J.A. layak masuk kategori 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh?

Saya tidak berpendapat untuk itu. Tapi bagi saya yang tidak layak itu ukuran berpengaruh atau tidak berpengaruh. Berpengaruh itu opo karepe? (apa maunya?). Itu ukuran mereka (juri). Menurut saya sih tidak, kalau orang lain nilai (berpengaruh), saya tidak usah marah. Bagaimana saya bisa membuktikan Chairil Anwar berpengaruh? Di dalam dunia kesenian, sastra, yang penting adalah konsep intertekstualitas. Intertekstualitas itu satu teks ada keterkaitan dengan teks lain, dan itu bukan pengaruh. Seorang mengatakan berpengaruh, itu agak aneh di pemikiran modern itu.

Soal pernyataan seorang anggota Tim 8 bahwa Denny J.A. yang ikut mensponsori buku itu. Apakah etis?

Tidak apa-apa, yang buat mau kok. Misalnya, saya punya duit, bikin film masuk Oscar, menang, itu sesuatu yang tidak masalah. Kesenian mau tidak mau pasti masuk ke dalam kapitalisme. Apakah itu bentuknya film, lukisan, sastra, dan teman-teman harus siap.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 371 Jadi memang sastra harus tunduk terhadap bentuk kapitalisme model begitu?

Bukan perkara tunduk dan tidak tunduk. Hegemoninya kapital, kalau dulu kan hegemoninya penguasa, raja. Jadi berpikirnya agak luas dikit begitu. Sekarang keadaannya kapitalisme kok, sudah susah. Artinya, saya kira kita harus memandang agar bersihlah dari angan-angan bahwa sastra atau kesenian itu di awang-awang, kesenian itu ajaib, kesenian itu unggul, enggak sama sekali. Kan mau dibaca orang.

Seandainya benar ada uang Denny di balik buku itu, apakah sama mensponsori untuk sebuah karya dengan mensponsori buku agar nama pemodalnya dimasukkan ke dalam barisan sastrawan besar?

Sama saja. Apalagi yang biayai orang sudah kenal, sama saja. Ya, biarkan saja mereka. Anda setuju ga? Kalau tidak setuju ya sudah. Dengan demikian sehat. Justru saya bertahan sebagai penulis karena saya berpandangan seperti itu.

Kalau ada penobatan ‘tokoh sastra paling berpengaruh’, bagaimana dengan adanya kanonisasi (penobatan karya sastra sebagai kitab wajib/kanon)?

372 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Saya tidak setuju, saya selalu melawan itu. Kanonisasi itu gombal. Orang mengagungkan Siti Nurbaya, itu jelek banget. Saya mengagungkan Pram (Pramoedya Ananta Toer), oke hanya menghargai satu karya Pram, yang lain enggak. Bukan Pasar Malam, itu karya Pram, bebas dari segala macam. Kalau karena dia masuk penjara dia jadi pahlawan, itu gombal.

Lantas apa yang produktif untuk publik sastra sekarang ini?

Kita menulis, ada yang kurang bagus ya kita bikin sayembara. Kaya ini DKJ bikin sayembara (kritik sastra), berarti penulisan sekarang tidak bagus, jika tidak diadakan sayembara. Di luar sayembara banyak novel bagus. Lewat sayembara, akan muncul novel- novel bagus. Banyak novel tidak lewat sayembara, bagus juga. Apa alasannya. Itu semuanya berjalan dengan baik. Tapi jangan melarang-larang karyanya.

Dokumen Berita ini di ambil dari www.merdeka. com dengan judul “Sapardi: Sastra mau tidak mau masuk ke dalam kapitalisme.”

Sumber: merdeka.com, 24 Januari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 373

Dari KTH sampai HTR: Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh Oleh: Bambang Widiatmoko /1/

Buku sastra Indonesia yang paling menarik diperbincangkan di awal tahun 2014 ini adalah buku berjudul 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (Kepustakaan Populer Gramedia, 2014, 734 halaman). Buku ini diterbitkan untuk Pusat Dokumentasi Sastra HB. Jassin.

Tentu telah menjadi pertimbangan tersendiri dan melalui diskusi panjang oleh Tim 8, yang terdiri atas 8 orang penulis, yakni Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshauser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana, Nenden Lilis Aisyah, dan diketuai Jamal D. Rahman. Mereka telah memutuskan 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh adalah Kwee Tek Hoay, Marah Rusli, Muhammad Yamin, Hamka, Armyn Pane, Sutan Takdir Alisyahbana, Achdiat Karta Miharja, Amir Hamzah, Trisno Sumardjo, H.B. Jassin, Idrus, Mochtar Lubis, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Iwan Simatupang, Ajip Rosidi, Taufiq Ismail, Rendra, Nh. Dini, Sapardi Djoko Damono, Arief Budiman, Arifin C. Noer, Sutardji Calzoum Bachri,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 375 Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Remy Sylado, Abdul Hadi W.M., Emha Ainun Najib, Afrizal Malna, Denny JA, Wowok Hesti Prabowo, Ayu Utami, dan Helvy Tiana Rosa.

Perdebatan panjang tentu bisa dilakukan menyangkut kehadiran 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh yang dipilih dalam buku tersebut. Apa pun wujudnya, “Buku ini merupakan salah satu diorama dalam sejarah kesusastraan Indonesia, yang dapat dipertanggungjawabkan oleh Tim 8, yang terdiri dari pakar sastra Indonesia (hal. ix). Hal itu dikatakan Dra. Ariany Isnamurti, Kepala Pelaksana Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin.

/2/

Ada yang menarik melihat tokoh-tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh, terutama dari ideologi yang dianutnya. Terutama kehadiran tiga tokoh sastra Indonesia yang memiliki ideologi yang “berseberangan” dan tampil bersama dalam buku itu, yakni Goenawan Mohamad (GM), Wowok Hesti Prabowo (WHP), dan Ayu Utami. Artinya, kehadiran Ayu Utami dalam memberikan corak penulisan prosa pun diakui oleh Tim 8, sehingga dijadikan salah satu tokoh sastra Indonesia

376 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH paling berpengaruh. Begitu pula kehadiran WHP yang sering disebut sebagai presiden penyair buruh, dan GM dengan Komunitas Utan Kayu dan Salihara.

Sosok Goenawan Mohamad, Simbol Kebebasan Kreatif ditulis oleh Nenden Lilies Aisyah. “Goenawan Mohamad membentuk dan mendirikan komunitas, yang diberi nama Komunitas Utan Kayu” (hal. 550). Sebagai bentuk perlawanan --jika dapat dikatakan demikian--Wowok Hesti Prabowo pun menerbitkan jurnal. Dalam tulisannya tentang Wowok Hesti Prabowo, Penyair Buruh dan Bangkitnya Komunitas Pinggiran, Joni Ariadinata menulis. “Djoernal Sastra Boemipoetra adalah salah satu yang cukup fenomenal karena selain dimaksudkan sebagai jurnal perlawanan (terbit berkala hingga 5 tahun terakhir ini), juga dianggap sebagai mascot dari kebangkitan komunitas “sastra pinggiran’. Djoernal Sastra Boemipoetra yang dipimpin oleh Wowok Hesti Prabowo itu, hingga sekarang tetap menjadi penjaga gawang yang setia memperjuangkan suara pinggiran, untuk tidak dilupakan” (hal. 678).

Sebagai sebuah kilas balik, saya telah membaca dengan cermat perjuangan WHP melalui jurnal BP. Bagaimana dia menafsirkan sesuatu

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 377 yang “mambu” itu adalah sampah, maka WHP telah menuliskannya di BP Edisi November - Desember 2007 dengan judul “GM Itu Sampah.” Ditulis oleh Wowok: ”Orang-orang yang menjadi agen imperialis ini sudah tentu lebih mementingkan kepentingan penjajah daripada kepentingan rakyat/ rakyat meski seolah-olah dikesankan sebaliknya. Mereka sangat fasih mengusung isu-isu yang disukai rakyat seperti isu demokrasi, HAM, kerakyatan, persamaan gender dan keragaman meskipun dalam prakteknya perilaku mereka sebaliknya! Di dunia kesusastraan khususnya dan kebudayaan pada umumnya kaum penjajah amat jeli memakai media ini untuk meracuni pikiran rakyat, bahkan sastra dan budaya sangat strategis menjadi pintu gerbang merusak kebudayaan (termasuk moral) yang pada akhirnya untuk melemahkan negara jajahan dan memutuskan niat hajat penjajah. Di kesusastraan/ kebudayaan sudah bukan rahasia lagi kalau GM dan KUKnya adalah pintu gerbang imperialis.”

Bagaimana dengan Goenawan Mohamad? Di jalan Utan Kayu 68 H, GM membentuk Teater Utan Kayu (TUK), Institut Studi Arus Informasi (ISAI). Di sini juga terdapat Galeri Lontar dan jurnal kebudayaan Kalam. Di komunitas ini lahir Jaringan Islam Liberal (JIL) dan sekolah jurnalisme penyiaran.

378 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH “Apa yang dilakukan Goenawan Mohamad dan komunitasnya ini tidak sepenuhnya disambut mulus oleh kalangan sastra dan kalangan lainnya. Sumber dana penyelenggaraan even-even di komunitas tersebut oleh beberapa pihak dipertanyakan. Hujatan-hujatan terhadap kelompok yang dimotori Goenawan Mohamad sebagai agen imperialis pun bermunculan. Polemik pun meruyak seputar politik kanoni sastra, penjajahan budaya dan sejenisnya.” (hal. 552).

Oleh beberapa kalangan GM dianggap mempengaruhi penciptaan novel pada tahun 2000- an. “Pada tahun 1999, Ayu Utami, salah seorang penulis yang bergiat di Komunitas Utan Kayu (KUK) di mana Goenawan Mohamad menjadi “kepala suku” memenangkan sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta, dengan novelnya Saman. Para kritikus sastra umumnya menganggap novel tersebut mengangkat tema seksualitas dan tubuh. Estetika dan tema seksualitas dan tubuh kemudian merebak dalam kesusastraan Indonesia, bahkan sempat menjadi semacam standar estetika dalam mengukur kualitas karya di Indonesia, terutama karya perempuan.” (hal 544-545).

Hal itulah yang kemudian ditentang “habis-habisan” oleh kelompok Wowok Hesti

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 379 Prabowo melalui jurnal BP. Mereka dengan sikap tegas menanggapi tentang tema seksualitas dalam sastra Indonesia tersebut. Katrin Bandel (BP., Edisi Januari – Maret 2010) menuliskan tanggapannya tentang karya Ayu Utami. Menurut Katrin Bandel, Ayu Utami memposisikan dirinya bertentangan dengan kecenderungan umum untuk membungkam dan menyensori (representasi) seksualitas sebagai perusuh yang berani melawan tabu dan tidak membiarkan bahasanya disensori.

Bandel (2010:3) menyatakan, meskipun “moralisme” menurut penuturannya telah merembet ke mana-mana, dirinya, entah kenapa dan bagaimana, seakan-akan berada di luar pengaruh “moralisme” tersebut sehingga dapat menertawakan dan menentangnya. Dengan kata lain, Ayu memposisikan dirinya sebagai manusia istimewa yang lebih maju dan merdeka daripada mayoritas.

Katrin Bandel mengamati gagasan-gagasan serupa yang dapat ditemukan dalam novel Saman dan Larung karya Ayu Utami. Katrin memberi contoh tokoh perempuan yang digambarkan dengan paling positif dalam dua novel itu adalah tokoh Shakuntala. Ia merujuk bagian novel Saman yang

380 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dikisahkan Shakuntala (hal. 115-155) dimulai dengan perkenalan berikut: “Namaku Shakuntala. Ayah dan kakak perempuanku menyebutku sundal.” (Saman, hal. 115).

Katrin secara kritis menulis, penilaian ayah dan kakaknya terhadap perilaku seksual Shakuntala itu kemudian dipertentangkan dengan penjelasan Shakuntala sendiri mengenai perilakunya. Setelah menerangkan bahwa dirinya telah tidur dengan beberapa laki-laki dan beberapa perempuan, dia kemudian menjelaskan apa yang mendasari perilakunya tersebut. Dikutip oleh Katrin:

“Tubuhku menari. Sebab menari adalah eksplorasi yang tak habis-habis dengan kulit dan tulang-tulangku, yang dengannya aku rasakan perih, ngilu, gigil, juga nyaman. Dan kelak ajal. Tubuhku menari. Ia mengikuti bukan nafsu melainkan gairah. Yang Sublim. Libidinal. Labirin.” (Saman, hal. 115- 116).

Dalam tulisannya Katrin mengaku kurang jelas apa sesungguhnya beda antara “nafsu” dan “libidinal.” Mungkin kata kedua bagi Ayu Utami tidak berkonotasi negatif karena merupakan kata asing. Di samping itu, tidak jelas apa fungsi kata

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 381 “labirin” dalam kutipan di atas, kecuali sebagai permainan bunyi.

Yang jelas bagi Katrin Bandel, lewat kutipan di atas maupun lewat bagian-bagian lain dalam novel Saman/Larung, Shakuntala digambarkan sebagai perempuan istimewa yang mampu sepenuhnya menyatu dengan gairah/libido alaminya tanpa dihambat oleh norma, peraturan atau konvensi apapun.

Tentu tidak berimbang rasanya jika kita tidak mendengar penjelasan Ayu Utami. Dalam wawancara dengan detikNews.com, Juli 2008 yang dikutip Katrin, ada pertanyaan mengenai popularitas tema seks dalam karya sastra setelah terbitnya novel Saman, Ayu Utami mengatakan: “Harus diketahui masa itu kita baru saja mendobrak zaman yang represif. Situasi chaos dan terjadi euphoria kebebasan setelah rezim Orba yang represif tumbang. Pada masa itu memang terjadi euphoria kebebasan, termasuk masalah seks.”

Pernyataan itu menurut Katrin semakin memperjelas betapa kelompok penulis yang diwakili Ayu Utami itu ingin menempatkan “pembebasan seksual” sebagai sebuah tindakan subversif yang berkaitan erat dengan sikap politis yang progresif

382 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dan berani. Namun kaitan antara kedua hal tersebut rupanya bagi Ayu Utami cukup diasumsikan begitu saja. Dalam Saman/Larung sama sekali tidak jelas apa kontribusi “pemberontakan seksual” yang dilakukan Shakuntala dan kawan-kawannya terhadap perjuangan politis beberapa tokoh lain (terutama tokoh laki-laki).

Dalam tulisannya Ayu Utami Gerakan Sastra Feminis, Ahmad Gaus menegaskan, dengan mengadopsi ideologi feminisme yang secara tegas memihak pada kebebasan, gerakan kesetaraan gender tidak lagi berkutat pada persoalan emansipasi. “Dalam studi budaya, novel Saman dimasukkan dalam kategori karya sastra feminis di mana tema- tema yang diangkatnya berkisar pada pertanyaan- pertanyaan kritis masalah perkawinan, pendidikan, pekerjaan, diskriminasi, dan seksualitas.” (hal. 685).

Jika penulis sastra kelamin akhirnya menjadi salah seorang dari 33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh, tentu kita bisa menanyakan ketidakhadiran tokoh-tokoh sastra yang lain. Tim 8 harus lebih jeli mengukur dan menilai tokoh-tokoh sastra Indonesia yang lain dan tidak “melupakan” sejumlah tokoh sastra lainnya yang seharusnya juga memiliki kategori untuk disebut tokoh sastra

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 383 paling berpengaruh. Sekadar contoh, tokoh Umbu Landu Paranggi melalui Persada Studi Klub (PSK) juga memenuhi syarat untuk dijadikan tokoh sastra. Melalui buku berjudul Orang-Orang Malioboro (terbitan Pusat Bahasa, 2012) beberapa penulis telah menuliskan pengakuannya terhadap kehadiran sosok Umbu Landu Paranggi yang memberikan peran besar terhadap eksistensi mereka selanjutnya. Dan beberapa penulis tersebut, di antaranya telah terpilih pula sebagai tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh.

Hemat saya, dalam bagian penutup buku tidak perlu disertakan tulisan Yang Indah dan yang Luput, karena tokoh-tokoh itu pengaruhnya dipandang tidak sebesar dan seluas 33 tokoh sastra yang dipilih oleh Tim 8. Biarlah waktu yang akan menggoreskan sejarahnya melalui kehadiran tokoh- tokoh “yang luput” tersebut, sebagaimana Denny J.A. telah menggulirkan genre penulisan puisi esai dalam kesastraan Indonesia. Semoga. ***

Sumber: inspirasi.co, 16 Januari 2014

384 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Denny JA Sang Tokoh Sastra Berpengaruh, Ini Kukembalikan Hadiahnya... Oleh Huzer Apriansyah

Awal tahun 2014, diramal akan menjadi tahun panas. Apalagi kalau bukan urusan kursi. Ya, arena politik nasional akan penuh sorak sorai, dan derai tangis di kubu yang bukan pemenang. Ternyata bukan hanya panggung politik. Dunia sastra tanah air di awal Januari, mendadak riuh. Apa pasal ?

33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh Se-abad belakangan. Tentu ini perkara bukan main-main. Ini perkara sejarah bangsa. Ini masalah catatan perjalanan dunia sastra nusantara. Bahkan jauh sebelum Indonesia eksis sebagai sebuah entitas negara-bangsa.

Apalagi hal besar dalam ranah kebudayaan nusantara ini melibatkan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin. Tak tahu persis konteks keterlibatan pusat dokumentasi ini sekedar sebagai ruang, dalam makna sesungguhnya. Tempat tim 8 melakukan rapat-rapat atau tempat tim 8 memproklamirkan 33 Tokoh Sastra. Atau Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, terlibat aktif dalam prosesnya, atau karena

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 385 8 orang anggota tim 8 itu adalah penggiat di Pusat Dokumentasi Sastra tersebut. Kita tak tahu pasti ? Termasuk kita tak tahu apakah almarhum HB Jassin rela namanya ikut dilekatkan dengan momen besar ini?

Tim 8, siapakah mereka? Jamal D. Rahman (Ketua), Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshäuser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana, dan Nenden Lilis Aisyah. Bagiku yang awam dengan sastra, nama mereka sayup-sayup saja terdengar. Tapi, tentulah itu karena aku yang kurang pengetahuan dan cetek pengalaman.

Tapi kalau Jamal D. Rahman dan Nenden Lilis Aisyah aku kenal. Karena Pak Jamal itu yang menjadi editor untuk kumpulan puisi esai 6 penyair. Kebetulan nyempil salah satu karya saya Jangan Panggil Kami Kubu! Nah, Ibu Nenden itu yang memberi pengantar untuk buku tersebut. Kritiknya bernas dan membuat aku paham sisi lemah tulisanku. Selebihnya yang bisa bilang kukenal karyanya ya Joni Ariadinata. Kastil Angin Menderu, kumpulan puisi beliau pernah mampir di rak buku di masa kuliah dulu. Selebihnya akrab dengan namanya tapi aku tak sampai membaca

386 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH karya sastra mereka. Apalagi sama satu orang asing Berthold Damshauser.

Pertanyaan sederhanaku, siapa yang memilih tim 8 ini? Ini bukan pertanyaan retoris, Tapi aku benar-benar tak tahu. Kalau ada yang tahu, silakan memberi penjelasan.

Pada tahap selanjutnya, apakah publik, termasuk orang yang awam sastra seperti penulis tapi senang sesekali membaca karya sastra dilibatkan menentukan tokoh sastra paling berpengaruh ini? Atau hanya hak prerogatif tim 8 saja? Oh ya, ada pertanyaan satu lagi yang sederhana saja, apakah tim 8 ini bekerja secara sukarela atau bagaimana ? Mohon pencerahan pula.

Kalau bicara konteks pengaruh, paling tidak ada 3 unsur di dalamnya; Apa, siapa dan sejauh mana. Apa? Ya bolehlah disebut puisi esai yang dicetus Denny J.A. sebagai apa. Lalu siapa yang dipengaruhi? Apakah orang-orang yang menulis puisi esai yang jumlahnya mungkin belum 1.000 itu? Sejauh mana pengaruh tersebut? Orang menulis puisi esai karena kesadaran yang sifatnya personal, atau ada hal lain. Lomba menulis atau bayaran, misalnya? Ini juga aspek yang harus dilihat dalam konteks pengaruh.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 387 Mengapa saya bicara hal tersebut. Paling tidak sebagai salah satu penulis yang nyempil menjadi pemenang hiburan (12 puisi menarik), merasakan hal itu. Saya menulis puisi dalam bentuk puisi esai, karena saya mengincar hadiah yang diberikan penyelenggara. Saya memilih gaya puisi esai bukan karena saya merasa gaya tersebut cocok untuk menyampaikan hasrat saya bersyair. Bukan! Atau karena saya terpengaruh karya-karya Denny J.A., membaca bukunya saja saya belum.

Maka claim tim 8 yang salah satunya ”... Sudah terbit 10 buku puisi esai yang ditulis oleh lebih 30 penyair dari Aceh hingga Papua...” untuk melegitimasi pengaruh puisi esai Pak Denny J.A., paling tidak gugur. Ya paling tidak berkurang satu itu jumlah penyairnya.

Banyak lagi hal-hal yang bisa diperdebatkan tentang hal ini. Tapi sudahlah, toh aku hanya orang awam sastra. Yang tak terlalu paham apa itu makna “pengaruh.

Tapi paling tidak aku ingin mengembalikan uang 500 ribu yang dulu diberikan Denny J.A., lewat penyelenggara kompetisi menulis esai 2012 kepadaku. Sesaat sebelum menulis tulisan ini, aku

388 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH mengirim email ke Jamal D. Rahman lewat email jurnal sajak (karena hanya akun email ini yang aku tahu), meminta nomor rekening penyelenggara untuk mengembalikan uang hadiah. Sebagai bentuk penolakan atas terpilihnya Denny J.A. sebagai 33 tokoh sastra paling berpengaruh.

Mungkin bagi sebagian kawan-kawan ini lebay, 500 rebu doang. Cari sensasi! Mungkin itu yang terlintas bagi banyak orang. Silahkan saja berpikir secara bebas. Tapi entah mengapa kalau tak mengembalikan uang tersebut, aku merasa berdosa pada Kuntowijoyo, Umar Kayam, Sindhunata, atau Seno Gumira Ajidarma yang karya-karyanya menjadi semacam “azimat” bagiku dalam belajar menulis sastra. Mereka berempat jauh lebih berpengaruh bagi hidupku tinimbang puisi esai Denny J.A. yang sampai detik ini belum pernah kubaca bukunya.

Note : Meski saya menolak Denny J.A. sebagai 33 tokoh sastra paling berpengaruh, tapi saya menolak gerakan memboikot buku “33 Sastra Paling Berpengaruh” apalagi sampai membakar buku tersebut. Apapun alasannya.... ***

Sumber: sosbud.kompasiana.com, 15 Januari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 389

“33 Sosok Sastrawan Berpengaruh” di Mata Generasi Muda

Oleh: Monica Anggi

Seberapa berpengaruhkah mereka di kalangan anak muda? Inilah respon pertama saya ketika membaca buku “33 Sosok Sastrawan Paling Berpengaruh” yang diterbitkan Gramedia atas inisiatif lembaga sastra Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin. Team 8 yang menyeleksi 33 sosok sastrawan itu tak diragukan kompetensinya di dunia sastra, baik sebagai kritikus, praktisi, ataupun pengajar sastra. Tapi apakah mereka juga menyadari seberapa besar 33 tokoh sastra itu benar-benar mempunyai pengaruh di kalangan anak muda?

Saya adalah bagian dari anak muda itu, berusia dua puluh satu tahun dan menjadi mahasiswi. Saya beruntung juga mengikuti konferensi pers ketika buku ini diluncurkan karena saya sendiri yang diminta membacakan puisi pembuka acara. Anak muda yang saya maksud adalah generasi seusia saya, para mahasiswa, dan yang lebih muda lagi. Bagaimana generasi saya ini memandang 33 sosok sastrawan itu dan berkomentar tentang pengaruh mereka dalam kehidupan sehari-hari kami.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 391 Saya tidak melakukan riset yang komprehensif dan sistematik terhadap seluruh populasi kaum muda di Indonesia. Yang saya lakukan ini sebuah kerja awal untuk memberikan impresi sementara, yang bukan kesimpulan final. Saya tanyakan ihwal 33 sosok sastawan itu ke rekan-rekan kampus? Seberapa karya sastrawan itu mempengaruhi kehidupan mereka? Seberapa jauh karya 33 sosok sastrawan itu menjadi referensi mereka?

Jawaban mereka sebenarnya tidak mengagetkan saya. Sejumlah 33 sosok sastrawan itu bukan saja tidak berpengaruh dalam kehidupan mereka. Tapi merekapun tak mengenal nama para dewa sastra itu. Dari yang saya tanya, hanya segelintir yang pernah dengar nama Chairil Anwar. Itupun lebih, karena buku Aku karya Chairil Anwar ditampilkan dalam film “Ada Apa Dengan Cinta?” Sebagian kecil lagi pernah mendengar Sutan Takdir Alisjahbana, itu juga karena memori sisa-sisa pelajaran sastra ketika SMP atau SMA. Bagaimana bisa 33 sosok sastrawan ini berpengaruh jika nama mereka saja tidak dikenal?

Bagi para peminat sastra, ini tiga kenyataan dunia anak muda yang harus mereka pahami.

392 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Pertama, tak ada lagi media popular mengenai sastra atau sastrawan yang sampai ke kalangan generasi muda. Di perguruan tinggi yang bukan fakultas sastra, misalnya tak ada pelajaran sastra yang menjadi pilihan sekalipun. Sastra mungkin hanya menjadi perbincangan kelompok kecil saja yang memang hanya berminat sangat dengan sastra dan kesenian. Sastra dan sastrawan dengan sendirinya tidak pernah masuk dalam percakapan anak-anak muda itu sehari-hari.

Kedua, umumnya anak muda tidak lagi membaca sastra, baik novel, puisi ataupun drama. Anak-anak muda sekarang ini haus akan hiburan dan pencerahan. Tapi mereka menemukannya di Studio 21, sinetron di TV, atau di masjid dan gereja. Sangat jarang sekali anak-anak muda yang menghabiskan waktu membaca sebuah novel atau puisi bermutu. Apalagi di era social media saat ini. Mereka sudah terbiasa dengan percakapan dan penulisan yang serba instan, pendek, dan tanpa renungan mendalam.

Ini bukan gejala yang unik di kalangan muda. Riset Gallup Poll mengenai perilaku publik terhadap sastra juga menunjukkan itu. Selama dua puluh tahun terakhir, menurut Gallup Poll, masyarakat

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 393 Amerika Serikat semakin tidak membaca sastra. Bahkan dalam setahun, semakin banyak populasi masyarakat Amerika Serikat yang tidak menyimak sebuah novel pun atau secarik puisi pun.

Tak ada riset serupa di Indonesia. Namun secara hipotetis bisa dikatakan gejala sastra dan sastrawan semakin terpinggirkan juga umum terjadi di Indonesia.

Ketiga, sosok sastrawan jarang yang menjadi selebriti dan idola. Sangat minim sekali, bahkan super minim, di kalangan anak muda yang bercita-cita menjadi sastrawan. Sangat jarang juga sastrawan yang menjadi selebriti atau pusat pemberitaan media. Terlebih jarang lagi sastrawan yang menjadi idola anak-anak muda. Apalagi jika anak-anak muda itu ingin menjadi kaya atau punya kesejahteraan ekstra, hampir pasti menjadi sastrawan bukan pilihan. Di kalangan anak muda, sosok sastrawan juga dekat dengan dunia yang serba kekurangan secara ekonomi, dengan aktivitas setengah menganggur.

Generasi muda sekarang adalah generasi yang ingin menikmati hiburan yang serba praktis dan mendunia, agar tidak dikenal sebagai orang

394 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH “kudet” atau kurang update informasi terbaru. Jelaslah Lady Gaga dan Justin Bieber yang hidup di benua seberang sana jauh lebih dikenal dibanding 33 sosok sastrawan, seperti Marah Rusli atau Mohamad Yamin yang hidup di tanah air sendiri. Generasi muda sekarang umumnya adalah mereka yang bermimpi hidup sejahtera.

What next? Apa yang bisa dilakukan oleh sastrawan dan peminat sastra agar karya sastra yang bermutu itu masuk ke dunia anak-anak muda? Saatnya sastra melakukan transformasi, masuk ke dalam dunia industri hiburan. Ini adalah pintu masuk untuk memperkenalkan karya sastra. Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk termasuk yang kini banyak ditonton anak muda. Mereka lalu tahu ada novelis yang bernama Hamka karena hadirnya film itu. Film, sinetron, dan video di Youtube adalah saluran baru yang bisa dijadikan sarana masuknya karya sastra. Sastra harus peduli dengan perkembangan zaman dan itu mengacu pada gadget dan information technology, yang kini telah menjadi bagian hidup dari anak muda.

Lima puisi esai Denny JA yang difilmkan dalam lima film pendek oleh Hanung Bramantyo dapat dijadikan contoh. Video film itu di-upload di

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 395 Youtube dan sudah ditonton masing-masing oleh lebih dari sejuta orang. Versi puisi esai Denny JA yang dipublikasi di social media dan internet sudah diklik lebih dari 7 juta. Denny J.A., entrepreneur yang juga terpilih sebagai 33 sosok sastra itu, menemukan cara baru memperkenalkan puisinya. Tanpa melihat kualitas puisinya, atau pembaharuan genre puisinya, hanya dengan melihat cara baru menampilkan puisi, Denny J.A. melakukan terobosan yang signifikan.

Keprihatinan atas semakin terpinggirnya sastra dan sastrawan di kalangan generasi muda akan segera teratasi jika kalangan peminat sastra sungguh- sungguh mencari solusi untuk memperkenalkan dan memasarkan sastra lewat social media dan teknologi yang ada agar lebih cair, lebih akrab dengan dunia anak muda, dan tentunya lebih populis. Sudah saatnya terjadi revolusi di dunia sastra. ***

*Monica Anggi Puspita, mahasiswi peminat seni.

Sumber: inspirasi.co, 13 Januari 2014

396 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Yang Bukan Paling Berpengaruh Tidak Ambil Bagian

Oleh: Putu Wijaya

Sebuah buku dengan judul “menghebohkan” telah hadir. Digulirkan Kepustakaan Populer Gramedia. Dicetak oleh P.T. Gramedia; diterbitkan untuk Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin Ditulis oleh “Tim 8”: Jamal D. Rahman dkk. (Acep Zamzam Noor, Agus R. Sarjono, Ahmad Gaus, Berthold Damshauser, Joni Ariadinata, Maman S. Mahayana, Nenden Lilis Aisyah).

“Buku ini merupakan salah satu diorama dalam sejarah kesusastraan Indonesia, yang dapat dipertanggungjawabkan oleh Tim 8, yang terdiri dari para pakar sastra Indonesian” tulis Dra. Ariany Isnamurti, Kepala Pelaksana PDS H.B. Jassin.

“Dan ternyata,” lanjutnya,” hasil penyeleksian tokoh yang dipilih oleh Tim 8, bukan saja kalangan sastrawan, tetapi juga tokoh dari profesi lain yang menaruh perhatian terhadap dunia sastra.”

Arus penerbitan buku di negeri ini, memang sedang panas-panasnya. Seabrek buku dari berbagai jenis, terbit setiap saat. Tapi penerbitan buku sastra, apalagi telaah sastra mati langkah.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 397 Tak mengherankan bila kehadiran 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh sangat dielu-elukan.

Hadir dengan wajah cantik, bahenol (734 halaman), diaroma sastra Indonesia itu bagai cahaya penerang bagi masyarakat sastra. Tetapi tak urung juga sekaligus diboncengi sejumlah pertanyaan.

Mengapa 33? Apakah angka itu punya arti tersendiri? Lazimnya yang “ter” atau “paling” hanya satu. Paling banyak 3. Kalau sampai 33 nampaknya ada “perkara.” Kemungkinan cakupan waktu terlalu panjang (satu abad, sejak awal 1900). Atau kandidat terlalu banyak dan berimbang, sehingga sulit dipilih. Bisa jadi aspek pengaruh yang dipakai kriteria pemilihan terlalu beragam, akibatnya memang diperlukan banyak tokoh.

Tentang siapa yang layak disebut tokoh sastra Indonesia, di samping dapat berasal dari berbagai profesi, seperti kata Ariany, berapa lama, sejauh mana, seluas apa, keterlibatan kandidat untuk layak dinobatkan sebagai”paling berpengaruh”?

Substansi “sastra” sendiri pernah mengalami perdebatan sengit yang tak kunjung muncul hasilnya. Apakah semua karya fiksi boleh disebut sastra? Atau itu hanya terbatas pada apa yang

398 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH disebut sastra “serius.” Alias karya fiksi yang tidak berkiblat pada pasar?

H.B. Jassin sendiri, di akhir-akhir aktivitasnya, banyak memperhatikan novel-novel pop. Pengaruh fiksi pop pun memang luar biasa berlipat ganda bila disandingkan dengan fiksi serius. Di beberapa kampus di Amerika yang mempelajari bahasa Indoesia, novel pop lebih dibaca dari novel serius.

Ikhwal yang dianggap paling “berpengaruh” juga membangkitkan penasaran. Seberapa jauh, luas, dalam, lama pengaruh itu untuk layak pakai bandrol “paling”? Yang sangat penting, apakah pengaruh itu sudah terjalin wajar atau direkayasa? Kalau hasil rekayasa, itu jelas pengaruh palsu, ketokohan yang semu.

Demikianlah, buku yang judulnya memakai kata “paling” ini, sebelum dibaca sudah membakar penasaran. Seandainya judulnya mau aman-aman saja, tanpa pakai kata “paling”, mungkin gigitannya kurang. Apa salahnya telaah serius sedikit “memanipulasi sensasi”? Kan intinya tetap “berisi”, daya jualnya tinggi.

Apalagi semua pertanyaan yang sudah ditunggu-tunggu Tim 8. Itu, dalam “Pengantar”

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 399 dijawab “tuntas, sigap, cantik dan cerdas.” Semua diutarakan dengan begitu tandas.

Pertanggungjawaban itu “berbau” bahasa Jamal D. Rahman, tapi isinya menunjukkan kekompakan seluruh tim. Pengantar ini tidak boleh tidak, harus dibaca, sebelum melahap isi buku. Di situ jelas terasa bagaimana Tim 8 telah bekerja maksimal dan serius. Bahwa kemudian hasilnya belum tentu disukai semua orang, itu soal lain.

Tim 8 membuka Pengantar dengan mengundang penyair besar Pakistan, Mohammad Iqbal membacakan puisinya: “Negara lahir dari tangan penyair/ jaya dan runtuhnya di tangan para politisi.”

Mantan presiden Amerika Serikat juga di panggil John F. Kennedy: “Jika kekuasaan membawa orang pada arogansi/ Puisi mengingatkan kita akan keterbatasan manusia/ Jika kekuasaan mempersempit kepedulian kita, puisi mengingatkan mereka akan kaya dan beragamnya eksistensi manusia/ jika kekuasaan kotor, puisi membersihkannya.”

Tim 8 bahkan mengingatkan Soempah Pemoeda awalnya adalah puisi Muhammad Yamin.

400 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Durhakalah mereka yang tidak memulyakan sastra. Karena sastra yang kini sering dicampakkan sebagai hiburan adalah salah satu pilar utama negara.

Bicara soal pengaruh, Tim 8 memasang 4 pagar utama. Pengaruhnya berskala nasional. Relatif berkesinambungan, dalam arti tidak menjadi kehebohan temporal. Dia harus menempati posisi kunci, penting dan menentukan. Dia harus menempati posisi sebagai pencetus atau gerakan baru yang kemudian melahirkan pengikut, penggerak atau bahkan penentang. Dan akhirnya menjadi semacam konvensi, fenomena dan paradigma baru dalam kesusastraan Indonesia.

Maka berguguranlah para raksasa sastrawan. Tokoh idola yang dikagumi masyarakat: Sitor Situmorang, Umar Kayam, Utuy Tatang Sontany, A.A. Navis, Asrul Sani, Budi Darma, N. Riantiarno, Danarto, Y.B. Mangunwijaya, Seno Gumira Ajidarma, Ahmad Tohari, Wiji Thukul.

Tim 8 bahkan juga sudah tahu, pilihannya mungkin akan menimbulkan perdebatan. Uintuk itu, mereka siap untuk bertempur, bersilat argumentasi. Soal pilihan memang bagian dari kebebasan berpikir.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 401 “Sebagai lembaga yang bertugas mendokumentasi karya-karya sastra Indonesia, buku ini tentu saja merupakan suatu karya yang menambah dan memperkaya khazanah kesusastraan Indonesia yang berisi tokoh-tokoh sastra yang berpengaruh,” tulisa Ariany.

Tim 8 sendiri menganggap karyanya sebaga upaya baru pembelajaran sastra. Karena sudah waktunya kesusastraan tidak hanya berisi nama- nama dan karya. Juga masyarakat patut mengetahui sepak terjang dan dampak serta kiprah karya dan pengarangnya dalam segala aspek kehidupan.

Saya pribadi merasa dibelajarkan oleh buku ini dengan informasi dan paradigma baru. Tapi berbeda dengan Tim 8, saya dengan tegas hanya akan memilih satu tokoh sastra Indonesia yang paling berpengaruh: Chairil Anwar.

Di lapis kedua saya hanya berani memberikan label paling berpengaruh kepada: STA, Pramoedya Ananta Tour, H.B. Jassin, Goenawan Mohamad, W.S. Rendra dan Sutardji C. Bachri.

Jakarta, 11 Januari 2014 Sumber: inspirasi.co, 12 Januari 2014

402 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Denny JA dan Puisi Esai: Mampukah Menandai Zamannya?

(Sebuah Renungan dari Pecinta Sastra)

Oleh: Syaefudin Simon

Awal tahun 80-an, ketika masih kuliah di Yogyakarta, saya pernah mengikuti orasi kebudayaan WS Rendra di aula Fakultas Ekonomi UII, Jl. Cik Ditiro, Yogyakarta. Bagi saya yang bukan penyair, saya terheran-heran mengapa WS Rendra begitu tidak menyukai puisi-puisi Emha Ainun Nadjib yang sangat saya gandrungi. Saat itu, sebagai aktivis Corps Dakwah Masjid Syuhada (CDMS), saya rajin memburu puisi-puisi Emha untuk memperkaya khasanah keislaman saya.

Tapi mengapa WS Rendra menganggap puisi-puisi Emha demikian rendah? Sungguh saya tak mengerti. Saat itu, tak ada audiens yang menyanggah atau membela Emha. Wibawa “Sang Burung Merak” sebagai penyair besar, menyurutkan orang untuk menyanggah pendegradasian Emha, padahal saat itu Emha sudah menjadi penyair idola di Yogyakarta. Yang menarik, Emha pun tak berusaha untuk mengcounter kritikan Rendra. Mungkin nama besar Rendra terlalu menyilaukan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 403 sehingga para sastrawan Yogya pun tak punya nyali untuk menyanggah pendapat-pendapat sang maestro puisi itu!

Apa yang menarik selanjutnya? Emha tetap menghormati WS Rendra. Dan Rendra pun tetap bersahabat baik dengan Emha. Bahkan ketika Rendra berada di rumah sakit, menjelang wafatnya, Emhalah orang yang paling rajin menjenguknya dan sibuk mengurusi jenasah sang penyair besar itu. Kini, sepeninggal Rendra, Emha menjadi penyair “pujaan umat” dengan musik Kyai Kanjengnya.

Kisah Rendra dan Emha sengaja saya munculkan untuk merenungkan, betapa dunia sastra itu kadang susah dipahami. Orang awam seperti saya, terus terang, hanya bisa menikmati dan merasakan – mana puisi yang enak dibaca dan mana yang bikin pening kepala. Saya sangat menikmati puisi-puisi Emha yang relijius, meski tak sedikit sastrawan yang mencemooh puisi-puisi Emha yang sarat perenungan spiritual Islam itu.

Begitu juga saya sangat menikmati “Pengakuan Pariyem”-nya Linus Suryadi AG. Prosa liris dalam Pengakuan Pariyem, kalimat- kalimatnya terasa mengalir dan enak dibaca, meski banyak idiom-idiom Jawa yang tidak saya mengerti

404 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH maksudnya. Tapi karena Linus amat pandai memilih kosa kata agar ‘mengalir’ dalam narasi-narasi prosa lirisnya, idiom-idiom Jawa itu pun tetap enak dibaca, tidak njrendul di lidah.

Kepandaian Linus dalam menyusun kosa kata, mungkin bisa ‘dinyarissamakan’ dengan kepandaian Sutardji Calzoum Bachri dalam menyusun huruf-huruf dalam “puisi bunyi”nya yang sulit dimengerti, kecuali bagi pembaca yang ingin menikmati bunyi kata tanpa hasrat memahami maknanya. Kredo Sutardji yang ingin membebaskan kata dari maknanya, sungguh sulit dipahami orang awam seperti saya yang hanya menyukai puisi – pinjam istilah KH AR Fachrudin -- yang enteng- enteng saja.

Tapi, apakah sesuatu yang enteng itu tidak berkualitas? Waktu masih menjadi wartawan harian Republika, pertengahan tahun 1990-an, saya pernah menghadiri presentase Ir. Lasminto, peneliti dari Departemen Pekerjaan Umum. Saat itu, Lasminto baru saja mendapat penghargaan sebagai insinyur berprestasi se-Asia karena penemuannya yang luar biasa: mampu memisahkan bitumin dari aspal alam asal Pulau Buton.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 405 Menurut Lasminto, penelitian untuk mengekstraksi bitumen dari aspal Buton ini sudah menghabiskan biaya jutaan dolar. Expert dari Amerika, Prancis, dan Inggris sudah didatangkan pemerintah untuk meneliti bagaimana caranya mengekstraksi bitumen untuk meningkatkan kualitas aspal Buton. Hasilnya? Nihil! Saat itu, aspal alam terbaik di dunia berasal Trinidad dan Tobago karena kandungan bituminnya tinggi. Tapi, cadangannya sedikit. Sedangkan di Buton, wow! Sebab Buton adalah pulau aspal. Orang menggali tanah untuk fondasi rumah pun sudah bertemu aspal.

Nah, bagaimana inspirasi Lasminto “mengekstraksi” bitumen dari aspal Buton ini? Sederhana. Lasminto hanya menyemplungkan aspal Buton ke dalam larutan asam chlorida pekat (HCL). Ternyata, asam itu langsung “mendidih” dan memisahkan bitumen dari komponen aspal mentahnya. Lasminto kaget! Kenapa tidak dari dulu saya menemukan hal sederhana ini?, ungkapnya. Bayangkan, ekstraksi bitumen itu bisa dilakukan pada drum bekas saja. Orang pun bisa membuat aspal dengan kualitas yang sesuai permintaan dengan cara sederhana. Cerita ini sekadar menggambarkan, bahwa

406 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH yang enteng dan sederhana itu, belum tentu kualitasnya rendah!

Kembali ke soal sastra. Saat ini, Denny J.A., penulis buku Atas Nama Cinta (ANC) yang membidani “puisi esai” tengah menjadi bulan-bulanan sebagian sastrawan. Mereka menyatakan puisi esai tak pantas masuk ranah sastra. Karena itu buku ANC pun bukan karya sastra. Dengan demikian, nama Denny J.A. tak layak masuk dalam 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh yang dinobatkan oleh Tim 8 dan Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin (PDSHJ).

Terus terang, sebagai orang awam yang hanya menyukai karya sastra, saya tak bisa bersikap “yes” or “no” terhadap keputusan Tim 8 dan PDSHJ itu. Saya pun tak mengerti apa kriterianya sehingga memasukkan nama Denny dalam deretan tokoh besar sastra Indonesia. Namun satu hal, saya sudah membaca habis buku ANC yang dijadikan alasan Tim 8 dan PDSHJ tersebut. Setelah membaca ANC, terus terang, saya kaget karena Denny yang selama ini saya kenal sebagai kolumnis, ternyata mampu membuat tulisan dengan gaya puitis. Mulanya aneh! Kenapa esai dikemas dalam puisi? Karya sastrakah ini? Setelah membaca pengantar sastrawan Sapardi

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 407 Djoko Damono di buku itu, saya baru tahu kalau ANC masuk dalam kategori karya sastra. Sebagai orang yang awam sastra, saya hanya sami’na wa ato’na terhadap penilaian Sapardi.

Setelah membaca buku ANC, saya yang selama ini hanya penikmat novel dan puisi, tiba- tiba tersadar bahwa saya punya potensi besar untuk jadi sastrawan. Ya, saya punya potensi jadi sastrawan, asal tulisannya dalam bentuk puisi esai. Jelas, ANC telah menginspirasi saya untuk menulis karya sastra, sesuatu yang sudah lama saya impikan (tapi tak berani memulai), bukan sekedar jadi penikmat saja. Saya tak peduli apakah puisi esai masuk kategori puisi genre baru Indonesia (seperti ditulis di halaman muka buku ANC) atau tidak. Itu tak penting bagi saya. Yang penting, inilah gaya penulisan puisi model baru yang memungkinkan saya sebagai penulis kolom bisa menulis puisi! Barangkali, itulah makna terpenting kehadiran buku ANC bagi saya.

Terus terang, saya tidak begitu tertarik dengan ihwal “tokoh-menokoh” dalam dunia sastra. Sekali lagi, saya hanya penikmat puisi, cerpen, dan novel yang enteng-entengan. Karena saya hanya penikmat novel yang enteng-entengan, maka

408 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH saya jarang menghabiskan waktu untuk membaca novel sampai tuntas. Sampai hari ini, mungkin hanya beberapa novel yang saya baca tuntas karena bahasanya enak, tidak njrendul, dan menginspirasi.

Di antaranya, novel Cintaku di Kampus Biru karya Ashadi Siregar (menginspirasi saya untuk kuliah di UGM), Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer (menjadikan saya mengerti kenapa buyut saya di Cirebon ketakutan kalau ada orang pakai sepatu yang berbunyi kruk kruk), Laskar Pelangi karya Andrea Hirata (menginspirasi saya untuk tak henti bermimpi, meski usia sudah kepala lima), dan novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy (menguak cakrawala saya akan perilaku orang Islam dan Kristen di Mesir, negeri para nabi). Semuanya, jelas novel enteng, kecuali Bumi Manusia-nya Pram karena masyarakat sastrawan sepakat buku itu sangat bagus dan bernilai sastra.

Saya mendapat cerita dari rekan saya, penyair Ahmadun Yosi Herfanda, ketika meloloskan novel Ayat-ayat Cinta (AAC) untuk cerita bersambung (cerbung) di Harian Republika. Kang Abik – panggilan akrab Habiburrahman – sudah menawarkan buku ini ke berbagai penerbit agar dicetak, tapi semuanya menolak. Saking capainya, Kang Abik

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 409 pun menyerahkan naskah itu ke Ahmadun dengan pesan, silahkan mau diapain novel itu.

Sebagai redaktur budaya, Ahmadun menilai buku ini lumayan bagus. Setelah berdebat dengan redaktur lain, akhirnya diputuskan novel AAC jadi cerbung di Republika. Ternyata, respon pembaca luar biasa. Setelah dibukukan, novel ini pun best seller. Ketika difilmkan, ia pun laris. Film AAC menyedot jutaan penonton. Bahkan tema cerita novel AAC (yang mengusung kisah-kisah religi dengan berbagai konfliknya dengan latar belakang Islam dan Timur Tengah) menjadi “genre baru” novel-novel Indonesia. AAC telah menginspirasi para novelis untuk menulis kisah semacam AAC. Tentu dengan setting dan kisah yang berbeda!

Tapi, apakah para sastrawan Indonesia sepakat menobatkan Habiburrahman sebagai sastrawan besar? No! Seorang sastrawan di Yogya, dalam sebuah kesempatan berbincang dengan saya, menunjukkan “ketidaksastraan” AAC. Dia bilang novel ini sampah. Ia laris karena pembacanya bukan orang yang mengerti sastra.

Hal yang nyaris sama terjadi pada novel Laskar Pelangi (LPL). Andrea nyaris akan

410 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH membuang naskah novelnya karena frustrasi disepelekan sekian penerbit. Kita tahu betapa fenomenalnya novel LPL setelah dicetak dan beredar di pasar. Novel ini sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing dan selalu mendapat apresiasi luas dari pembacanya. Bahkan Laskar Pelangi edisi Inggris (The Rainbow Troops), menjadi novel terbaik dalam “Book Festival” di New York, Oktober 2013 lalu. Lantas, apakah komunitas sastra Indonesia pernah mengakui Andrea Hirata sebagai sstrawan besar? No! Lagi-lagi, sejumlah sastrawan, menyepelekan novel ini. LPL dianggapnya bukan karya sastra, tapi hanya biografi Andrea Hirata!

Nah, jika orang seperti Habiburrahman dan Andrea yang menulis novel best seller saja disepelekan komunitas eksklusif sastra, apalagi Denny! Sekelompok sastrawan mencibir Denny dengan ANC-nya. Bahkan ada sastrawan yang akan membakar buku ANC. Tapi, apakah pencibiran terhadap Denny akan membuat masyarakat awam serta merta mencampakkan ANC ke dalam bak sampah? No! Minimal saya, mungkin juga beberapa teman wartawan dan penulis esai, merasa terinspirasi setelah membaca puisi esai ANC.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 411 Kenapa? Puisi esai dengan catatan kaki ini, tidak hanya menginspirasi “kami” yang bukan sastrawan untuk menulis esai dengan bahasa puitik yang enak dibaca (sehingga pantas disebut karya sastra oleh Sapardi Djoko Damono), tapi juga memudahkan para pembaca untuk mencari rujukan dalam menulis karya ilmiah! Denny telah membuka jalan untuk itu semua! Terserah, apakah karakteristik puisi esai semacam itu disebut genre baru atau genre jadul, saya tak peduli. Sama tak pedulinya, apakah Denny masuk dalam 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh atau tidak. Biarlah sejarah yang akan membuktikannya, apakah ANC merupakan karya avantgarde atau picisan. Sekali lagi, biarkan ‘anak zaman’ yang menilainya!

*Syaefudin Simon, wartawan dan kolumnis.

Sumber: inspirasi.co, 11 Januari 2014

412 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Skenario Menantang Denny JA

Oleh: Fahd Djibran

Belum genap seminggu diluncurkan, sejak 3 Januari 2014, buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (KPG dan PDS HB Jassin, 2013) terus melahirkan pro dan kontra. Berbagai ucapan selamat dan apresiasi serta kritik pedas dan cibiran nyinyir terus mengalir kepada buku ini. Meramaikan kembali perdebatan sastra Indonesia.

Ada dua masalah yang rupanya menjadi pangkal polemik. Pertama, legitimasi dan independensi tim 8 yang melakukan “penjurian” terhadap daftar panjang “tokoh sastra Indonesia” yang pada gilirannya menghasilkan daftar pendek “33 tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh.” Kedua, kontroversi masuknya nama Denny J.A., yang dianggap bukan—dan bahkan tidak layak—disebut sebagai sastrawan tetapi masuk kedalam daftar pendek 33 tokoh sastra paling berpengaruh itu. Saya akan memfokuskan tulisan ini pada masalah kedua.

Perlu saya tegaskan sejak awal bahwa tulisan ini sama sekali tidak bermaksud membela pihak manapun. Meskipun saya berteman akrab dengan Denny J.A. dan berkali-kali bekerjasama dengannya,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 413 saya merasa tidak perlu dan tidak punya kapasitas untuk membelanya dalam polemik ini. Tulisan ini hendak menawarkan cara pandang lain, sebuah alternatif, untuk menjadikan polemik ini sebagai tonggak baru untuk kembali meramaikan jagat sastra Indonesia, yang dalam hemat saya, tak bertaji lagi dalam dekade belakangan ini.

Ihwal keterpilihan Denny JA

Jika ditanya apakah saya setuju atau tidak setuju nama Denny JA masuk ke dalam daftar 33 tokoh sastra paling berpengaruh di Indonesia, sejujurnya, barangkali saya akan menjawab tidak setuju. Saya punya penilaian dan pertimbangan tersendiri soal ini. Bagi saya, Denny JA punya pengaruh besar bagi dinamika sastra dalam beberapa tahun belakangan ini (meski bisa diperdebatkan), melalui puisi- esai dan berbagai karya derivatifnya yang tak bisa dibilang sedikit dan cukup fenomenal, tetapi memang bukan yang “paling berpengaruh.” Perlu ada alat ukur dan metode uji yang jelas untuk menentukan “pengaruh” ini, seperti dikeluhkan banyak kritikus. Tetapi itu dia masalahnya, karena alat ukur dan metode ujinya tak bisa dipastikan, dan belum ada satupun individu atau pihak yang berani tampil ke depan untuk memformulasikannya, maka

414 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH tim 8 punya haknya sendiri untuk memasukkan nama Denny JA ke dalam 33 tokoh sastra “pilihan” mereka.

Saya kira, “pilihan” adalah kata yang tepat untuk menyebut 33 tokoh sastra ini. Kita hidup di abad demokrasi dan tim 8 punya haknya sendiri untuk menentukan pilihannya—berdasarkan penilaian dan pertimbangan yang mereka lakukan, tentu saja. Dalam logika demokrasi yang sehat, tak ada satu pun orang atau pihak yang berhak mengintervensi atau menggugat pilihan pihak lainnya, bukan? Demokrasi mempersilakan berbagai pilihan bertarung dalam sebuah kontestasi yang adil (fair), dan untuk itu pihak-pihak lain juga berhak membuat dan menentukan pilihannya sendiri. Di arena pertarungan gagasan, pilihan-pilihan itu kelak akan menguji dirinya sendiri: Mana yang diterima publik dan mana yang tidak, mana yang bertahan dan mana yang tidak. Survival of the fittest.

Bagi sebagian pihak, argumen ini boleh jadi berkesan klise, tetapi saya yakin ini layak untuk dicoba dan dilakukan. Banyak kritikus yang mengatakan bahwa argumen “Jika tidak setuju dengan kriteria dan keputusan tim 8 maka buatlah daftar tandingannya” adalah argumen murahan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 415 yang tidak bertanggung jawab. Tentu saja saya tidak setuju dengan bantahan semacam ini. Dan emosi sebagian pihak yang justru ingin “mengadili tim 8” karena pilihannya, bagi saya adalah sikap dan keputusan yang sangat ketinggalan zaman untuk era ini. Mudah saja untuk menjawabnya kembali, tradisi membuat daftar (list) atau peringkat (rank) adalah tradisi yang mengawali kebangkitan hampir seluruh produk kebudayaan—dalam kaitannya dengan industri budaya—termasuk apa yang terjadi pada dunia sastra Amerika dan Eropa (Roland Berger, Economic Scenario, 2013).

Saya kira jalan ini layak ditempuh. Bayangkan jika tersedia banyak daftar atau peringkat yang merangkum sejumlah nama (dalam hal ini dalam dunia sastra) yang dikeluarkan oleh berbagai orang, berbagai pihak, berbagai lembaga, dan seterusnya, tentu saja hal tersebut akan memperkaya khazanah pengetahuan, khususnya kesusastraan, di Indonesia. Daftar dan peringkat-peringkat ini bisa dijadikan sebagai media untuk memperkenalkan sastrawan, tokoh sastra, karya sastra atau peristiwa sastra (yang bisa dipahami juga sebagai pendidikan sastra untuk publik), dan bisa juga dijadikan sebagai alat ukur publik (public meter) untuk menguji kualitas, kapabilitas, dan kepantasan seseorang untuk masuk

416 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH atau tidak masuk kedalam daftar atau peringkat yang telah dibuat.

Dus, meskipun saya tidak sependapat dengan tim 8, saya memilih untuk tak mempermasalahkan “pilihan” mereka. Saya bisa membuat daftar pilihan saya sediri untuk memuaskan diri saya. Dan kini saya memilih sikap untuk menantang Denny JA membuktikan keberpengaruhannya bagi sastra Indonesia.

Pembuktian ke belakang dan pembuktian ke depan

Bagi mereka yang termasuk 33 tokoh sastra paling berpengaruh yang kebetulan (maaf) sudah meninggal dunia, kita bisa memberlakukan pembuktian ke belakang. Artinya, kita lihat ke belakang seberapa besar pengaruh tokoh-tokoh ini maupun karya-karyanya bagi sastra Indonesia. Untuk menyebut contoh, HAMKA dan Arifin C. Noor, misalnya. Kita punya hak untuk mengukur dan menguji seberapa berpengaruh mereka bagi sastra Indonesia selama mereka hidup hingga saat ini. Tetapi bagi nama-nama lainnya, yang masih hidup (dan barangkali masih berkarya), selalu berlaku pembuktian ke depan. Denny J.A. termasuk

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 417 di dalam kategori ini. Kita bisa lihat seberapa (akan) berpengaruh dia bagi dunia sastra Indonesia saat ini dan di masa yang akan datang. Ini yang saya maksud sebagai “skenario menantang Denny J.A.”

Mudah saja, kita tantang Denny J.A. untuk memperlihatkan seberapa besar pengaruhnya. Sejauh ini barangkali ia memang telah melakukan sejumlah hal penting sehingga masuk ke dalam kriteria penilaian tim 8 sebagai tokoh sastra paling berpengaruh. Tetapi tak ada salahnya kita menantangnya lagi untuk memperlihatkan “pengaruhnya” pada dunia sastra Indonesia (terutama bagi mereka yang konon belum merasakan dan menyaksikannya, sehingga belakangan mengritik dan menyerangnya habis-habisan).

Saya akan memulai skenario ini. Saya tertarik untuk mengajukan sebuah tantangan: Bisakah Denny J.A, dengan kualitas dan kapasitasnya sebagai seorang intelektual dan pengusaha sukses, mengubah dan membawa satra Indonesia ke era yang lebih baik? Saya akan membuat tolok ukurnya, berdasarkan imajinasi saya, misalnya: Bisakah Denny J.A. mengubah citra sastra Indonesia yang gelap dan suram menjadi lebih terang benderang? Bisakah ia (bersama-sama seluruh elemen di dunia

418 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH sastra) melakukan sebuah terobosan baru yang menegosiasikan “keagungan” sastra dengan gemerlap panggung industri sehingga sastra Indonesia tidak melulu berkesan miskin dan menjadi lebih digandrungi publik? Bisakah Denny JA menginisiasi satu gerakan (misalnya) penerbitan dan reproduksi karya-karya sastra penting untuk kemajuan sastra dan budaya Indonesia? Bisakah ada acara TV atau lainnya berisi apresiasi sastra yang dikemas secara menarik? Bisakah ia menyelenggarakan perhelatan sastra bergengsi secara berkala? Dan seterusnya.

Saya kira, jika Denny J.A. menjawab tantangan ini dan bersedia membuktikannya, polemik ini akan memasuki sebuah babak baru sekaligus tonggak sejarah baru bagi perkembangan sastra Indonesia.

Skenario itu!

Ada sebuah kutipan yang saya sukai dari Llyod Alexander, seorang penulis fiksi kenamaan asal Amerika Serikat, “…for man to be worthy of any rank, he must strive first to be a man.” Dan saya ingin menujukan kalimat itu untuk Denny J.A.

Dengan modal sosial dan modal kapital yang dimilikinya saat ini, bukan mustahil bagi Denny J.A. untuk “mewakafkan” sebagian kekayaannya untuk

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 419 mengembangkan dan membuat sastra Indonesia kembali bergeliat. Belakangan saya membaca sebuah kritik terhadap Denny J.A. yang mengatakan bahwa untuk melihat Denny J.A. kita mesti menggunakan kacamata bisnis, sebab boleh jadi Denny J.A. juga sedang berbisnis dan berinvestasi dengan di wilayah sastra, boleh jadi kritik itu benar. Maka mari kita mainkan skenario ini.

Di satu sisi, berdasarkan berbagai hal yang dilakukannya termasuk pengakuan pribadinya, Denny J.A. adalah sosok yang sangat mencintai sastra dan kebudayaan. Dia punya citarasa sastranya sendiri. Dia juga bahkan menulis dan berkarya. Dia punya passion di dunia sastra. Banyak orang mempermasalahkan bahwa Denny J.A. kebanyakan uang sehingga bisa melakukan apa saja dengan modal kapitalnya untuk “membesarkan” karyanya dan karya-karya lain di sekelilingnya, maka kini mari kita lihat hal tersebut sebagai sebuah peluang. Artinya, jika kita bisa bersama-sama menemukan kesepakatan dan merumuskan formula yang tepat, Denny J.A. bisa dijadikan kawan yang sangat baik untuk mengembangkan dan memajukan dunia sastra Indonesia—dengan berbagai modal sosial dan kapital yang dimilikinya, tentu saja.

420 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Di sisi lain, para sastrawan banyak mengeluhkan hal-hal yang ternyata ujung pangkalnya adalah tiadanya pihak yang berani berinvestasi dalam sastra: Soal jarang sekali penerbit yang mau menerbitkan buku puisi atau cerpen, soal honor puisi dan cerpen yang pas- pasan dan sering ditunggak koran, soal perhelatan sastra yang sepi sponsor, soal tiadanya peluang untuk mereproduksi sebuah karya sastra menjadi bentuk-bentuk turunan lainnya seperti film, musik, dan lainnya. Bukankah kita melihat sebuah konfigurasi supply and demand yang sempurna? Baiklah, karena ini sedang berbicara soal sastra yang bagi sebagian orang “sangat sakral”, bukankah kita melihat “yin” dan “yang”, yang jika dipertemukan akan mencapai keseimbangan yang sempurna? Bukankah kita melihat peluang-peluang untuk menyelesaikan sejumlah tantangan?

Jika kedua belah pihak bersedia menjawab tantangan ini. Saya bersedia menengahi keduanya. Kita bisa membawa polemik ini ke wilayah baru yang lebih produktif dan mencerahkan.

Tutup

Boleh jadi tulisan ini, seperti barangkali tulisan-tulisan lainnya, akan menjadi bahan ejekan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 421 atau muara kenyinyiran baru bagi sebagian orang yang tetap ingin “berperang” atau “berpolemik sampai mati” (mereka yang mungkin menikmati perang bagai “pekerjaan” agar hidup tetap seru dan layak untuk diteruskan). Terserah saja. Saya sama sekali tidak keberatan dengan pandangan apapun yang akan muncul setelah tulisan ini. Saya hanya bermaksud memberikan cara pandang lain untuk melihat masalah ini. Dan di tengah-tengah polemik yang kusut ini, saya melihat cahaya kecil yang sayang sekali jika tidak kita manfaatkan dan tidak kita tempuh. Saya melihat peluang. Saya melihat masa depan. Saya membayangkan dunia sastra kita menuju ke arah yang lebih baik, lebih bisa dihargai, dan menemukan peluang-peluang baru yang bisa memberikan kebaikan bagi banyak pihak.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya ingin berbagi sedikit pengalaman tentang apa yang pernah saya lakukan dengan Denny J.A. Sebelum mengenalnya, saya kira Denny J.A. hanyalah orang kaya yang menghabiskan uangnya untuk narsisme- narsisme yang menjengkelkan. Saya dengar tentang isu pembelian akun twitter, kenyinyiran tentang hadiah pulsa dan iPad setiap bulan untuk follower- folower-nya, event-event yang menghabiskan dana ratusan juta yang digelarnya, karya-karya budaya

422 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH yang menghabiskan dana miliaran. Dulu saya bertanya-tanya, apa yang sebenarnya dicari dan ingin dicapai seorang Denny J.A? Saya tak bisa memahaminya.

Hingga pada tahun 2012, melalui sejumlah kebetulan, kami dipertemukan dalam sebuah diskusi santai. Saat itu saya kebetulan mengemukakan gagasan saya tentang sebuah ruang digital tempat banyak orang menemukan pengetahuan dan bisa mempertemukan karya-karya mereka di Internet— untuk kemudian menjadi semacam medium apresiasi yang menumbuhkan semangat berkarya. Tanpa diduga, Denny J.A. juga memiliki visi yang sama, di samping dia juga memiliki mimpi besar ingin memindahkan perpustakaan konvensional seluruhnya ke ruang digital. Pada awalnya saya ragu untuk bekerjasama dengan Denny J.A, karena orang pasti akan mengira bahwa ini soal transaksi uang dan gagasan. That’s it. Dan apakah Denny J.A. sedang memanfaatkan situasi ini? Tetapi waktu membuktikan hal lainnya. Lama berdiskusi dan bergaul dengannya, saya dengan senang hati harus mengubah pandangan saya: Bagi saya Denny J.A. adalah seorang visioner-risk-taker yang punya gagasan besar tentang banyak hal—juga punya

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 423 kapasitas dan kapital untuk mengeksekusi hampir semua gagasan-gagasannya.

Setahun kami mempertukarkan gagasan dan mimpi-mimpi kami melalui berbagai perdebatan dan diskusi. Di akhir tahun, kami sama-sama meluncurkan inspirasi.co, sebuah situs perpustakaan digital yang sedang disiapkan untuk menjadi tempat banyak orang mempertukarkan karya-karya mereka dan menciptakan atmosfer apresiasi di dalamnya— tentu saja agar tumbuh banyak karya-karya lainnya. Situs itu juga mengoleksi berbagai puncak-puncak karya budaya yang pernah dibuat manusia. Situs itu belum selesai sepenuhnya, terus diperbaiki dan dikembangkan, seperti saya dan Denny J.A. yakin bahwa sebuah mimpi yang dianggap selesai selalu merupakan mimpi yang buruk, dan saya tahu ini sebuah perjalanan panjang. Tapi melalui perjalanan ini saya jadi melihat Denny J.A. dari sisi lainnya: Dia bukan seperti yang saya kira sebelumnya dan kami bisa bekerja sama dengan baik untuk sesuatu yang besar dan berorientasi kedepan. Dia penyuka dan penjuang gagasan.

Sudahlah, saya tak ingin memujinya. Dengan situasi sekarang, saya tahu saya akan jadi bahan ejekan baru karena memujinya. Maka mari kita tutup catatan ini—

424 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Menyaksikan perdebatan dan polemik yang sekarang terjadi, terkait Denny JA, saya merasa perlu menuliskan “tantangan” ini. Saya tahu Denny JA akan menjawabnya. Haknya untuk menyatakan “ya” atau “tidak” bagi tantangan ini. Tapi saya punya feeling bahwa ia akan mengatakan “ya.” Jika itu benar terjadi, maka barangkali tantangan ini juga berlaku untuk pihak lain yang menentangnya: Beranikah mereka menerima dan menjawab tantangan ini? Siapkah mereka jika ditantang memformulasikan sesuatu yang nyata untuk masa depan sastra Indonesia dan melakukannya bersama-sama?

Saya akan menunggu jawaban dari semuanya. Saran saya, bagi para pengritik, tetaplah menjadi pengritik yang baik, tapi jangan tergelincir menjadi para pencibir. Tak ada musuh selamanya, tak ada teman selamanya. Mungkin suatu saat kalian, kita, akan berteman. Bahkan sangat akrab. Mungkin.

Tabik!

Fahd Djibran Peminat sastra tinggal di Melbourne, Australia

Sumber: inspirasi.co, 8 Januari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 425

GM merasa tak layak masuk 33 tokoh sastra paling berpengaruh

(Dokumentasi Berita)

Merdeka.com - Goenawan Mohamad menjadi salah satu dari 33 tokoh sastra Indonesia yang dinilai paling berpengaruh. Namun, pentolan Teater Utan Kayu dan Komunitas Salihara itu merasa tak layak masuk dalam daftar sastrawan yang kiprahnya sudah ditulis dalam sebuah buku itu.

“Dengan segala hormat kepada penyusun buku itu, saya anggap saya tak layak masuk ke dalam daftar 33 orang itu,” kata pria yang biasa disapa GM itu lewat situs pribadinya, Senin (6/1).

Mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo itu menekankan komentarnya tersebut adalah serius.

“Serius. Mungkin waktu jadi wartawan, dengan kerja jurnalistik saya, dengan majalah Tempo, saya punya pengaruh. Tetapi selain saya tak aktif lagi di jurnalisme, karya puisi saya rasanya tidak ada pengaruhnya. Berbeda dengan puisi Chairil, Sitor, Rendra, Sutardji,” kata GM.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 427 “Setidaknya saya tidak melihat ada semacam ‘aliran’ baru dalam sastra Indonesia karena puisi saya,” imbuhnya.

GM mengatakan cita-citanya bukanlah menjadi sastrawan yang berpengaruh. “Cita-cita saya jadi juara maraton,” ujarnya.

Apa serius? “Ya, anggap saja serius, meskipun itu cita-cita yang pasti gagal,” ujarnya.

GM menjelaskan, lari maraton itu membutuhkan persiapan yang tidak main-main.

“Latihan lari sampai lebih 100 km tiap pekan. Siap sakit kaki. Disiplin. Fokus. Terus menerus. Dan ada ukuran yang jelas untuk menentukan mana yang unggul dan mana mana yang tidak,” ujarnya.

Dalam sastra Indonesia, kata GM, untuk menentukan mana yang unggul dan yang tidak kini lebih gampang.

“Sekarang ini orang bisa jadi sastrawan karena didukung teman-teman sendiri, atau karena gencar berpromosi atau ikut pertemuan sastrawan, atau berpolemik. Polemik itu termasuk teknik pemasaran juga,” ujarnya.

428 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Soal masuknya nama Denny J.A., yang lebih dikenal sebagai konsultan politik, dalam 33 daftar itu, GM memilih tidak berkomentar. “No comment,” ujarnya.

Seperti diberitakan, daftar 33 tokoh sastra paling berpengaruh menimbulkan polemik, salah satunya lantaran memasukkan nama Denny J.A. di dalamnya. Denny J.A. selama ini lebih dikenal sebagai konsultan politik yang juga pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI).

Tim 8 dari Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin menjelaskan Denny JA terpilih karena ia melahirkan genre baru dalam puisi Indonesia yang disebut genre puisi esai.

“Genre puisi esai ini memancing perdebatan luas di kalangan sastrawan sendiri. Aneka perdebatan itu sudah pula dibukukan. Terlepas dari pro kontra pencapaian estetik dari puisi esai, pengaruh puisi esai dan penggagasnya Denny J.A. dalam dinamika sastra mutakhir tak mungkin diabaikan siapapun,” kata Ketua Tim Juri, Jamal D. Rahman.

Berikut 33 tokoh sastra tersebut:

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 429 1. Kwee Tek Hoay 2. Marah Roesli 3. Muhammad Yamin 4. HAMKA 5. Armijn Pane 6. Sutan Takdir Alisjahbana 7. Achdiat Karta Mihardja 8. Amir Hamzah 9. Trisno Sumardjo 10. H.B. Jassin 11. Idrus 12. Mochtar Lubis 13. Chairil Anwar 14. Pramoedya Ananta Toer 15. Iwan Simatupang 16. Ajip Rosidi 17. Taufik Ismail 18. Rendra 19. NH. Dini 20. Sapardi Djoko Damono 21. Arief Budiman 22. Arifin C. Noor 23. Sutardji Calzoum Bachri 24. Goenawan Mohamad 25. Putu wijaya 26. Remy Sylado 27. Abdul Hadi W.M.

430 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 28. Emha Ainun Nadjib 29. Afrizal Malna 30. Denny JA 31. Wowok Hesti Prabowo 32. Ayu Utami 33. Helvi Tiana Rosa

Reporter: Laurencius Simanjuntak

Sumber: www.merdeka.com, 6 Januari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 431

Denny JA Sama Sekali Tidak Berpikir untuk Jadi Tokoh Sastra

(Dokumentasi Berita)

RMOL. Sama sekali Denny JA tidak terpikir untuk menjadi tokoh sastra. Tujuan pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menulis puisi esai yang kemudian menjadi genre baru dalam dunia sastra pun hanya untuk memperjuangkan Indonesia tanpa diskriminasi.

“Saya belum pantas masuk dalam list 33 tokoh sastra paling berpengaruh. Tapi saya menghargai PDS HB Jassin dan Team 8,” kata Denny JA.

Jumat sore lalu, Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin dan Tim 8 mengumumkan 33 tokoh sastra paling berpengaruh di Indonesia sejak tahun 1900 hingga kini. Ke-33 tokoh sastra yang paling berpengaruh itu merupakan hasil seleksi panjang yang dilakukan oleh Tim 8 pada tahun 2013.

Masuk dalam daftar ini adalah sastrawan besar seperti Kwee Tek Hoay, Pramoedya Ananta Toer, Chairil Anwar, dan HB Jassin. Di antara 33 sastrawan itu pun muncul nama Denny JA, yang menulis karya “Atas Nama Cinta.” Munculnya nama Denny JA pun

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 433 sempat membuat geger dunia Sastra Indonesia.

Denny J.A. pun kembali menegaskan kembali bahwa sejak awal ia tak hendak menjadi penyair. Namun gagasan diskriminasi lebih merasuk disampaikan lewat puisi esai.

“Nasib manusia yang didiskriminasi itu yang menggelisahkan saya, bukan discourse dalam sastra,” ungkap Denny J.A. dalam akun twitter-nya @DennyJA_WORLD.

“Saya menerima semua kritik, seraya mohan maaf jika ada kesalahan di pihak saya dalam berkarya dan berinisiatif,” sambung Denny J.A. lagi.

Karya Denny J.A. berjudul “Atas Nama Cinta” terdiri dari lima puisi esai. Dalam karya ini, Denny J.A. membicarakan berbagai tema mengenai diskriminasi yang kerap mewarnai perjalanan cinta anak manusia. Kelima puisi esai tersebut berjudul Sapu Tangan Fang Yin, Romi dan Yuli dari Cikeusik, Minah Tetap Dipancung, Cinta Terlarang Batman dan Robin, serta Bunga Kering Perpisahan.

Kelima naskah itu menceritakan soal kisah cinta yang terhalang dalam masyarakat Indonesia yang

434 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH diskriminatif baik secara etnik, agama, gender, maupun orientasi seksual.

Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi

Sumber: www.rmol.co, 7 Januari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 435

Tim 8: Puisi-Esai Denny JA Berpengaruh Hingga di Luar Sastra

(Dokumentasi Berita)

KBR68H, Jakarta- Penulis 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh mengaku tidak ada campur tangan untuk memasukkan nama Denny J.A. dalam daftar.

Masuknya nama penulis puisi-esai ini menuai penolakan dari para kritikus dan pegiat sastra. Ketua tim penulis Jamal D. Rahman mengatakan, karya Denny J.A. berpengaruh mempopulerkan genre puisi-esai.

“Pengaruh puisi-esai itu terhadap beberapa penulis, film, seni rupa, musik, teater. Gagasan puisi esai menjadi bahan diskusi di kalangan kritikus sastra sudah menunjukan bahwa puisi esai itu berpengaruh. Puisi-esai juga berpengaruh pada banyak penulis yang kemudian menulis puisi-esai. Banyak pelukis yang kemudian membuat lukisan berdasarkan puisi-esai itu. Hanung Bramantyo membuat film dari puisi-puisi Denny J.A. Nah, dalam tempo 1-2 tahun saja pengaruhnya sudah demikian luas,” ujar

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 437 ketua tim penulis 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh Jamal D. Rahman ketika dihubungi KBR68H, Selasa (7/1).

Ketua tim penulis 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh Jamal D. Rahman menambahkan, tim penilai memiliki kompetensi kritikus sastra. Sebab, sebagian dari mereka mengajar dan lulus dari pendidikan sastra. Sebelumnya, terbitan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin dan KPG itu menuai penolakan dari kritikus dan pegiat sastra. Pegiat sastra Dwi Cipta beralasan, buku tersebut tidak memberikan informasi yang benar mengenai sastra di Indonesia.

Ditulis oleh: Guruh Dwi Riyanto

Editor: Pebriansyah ‘Eby’ Ariefana

Sumber: www.portalkbr.com, 7 Januari 2014

438 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH BAB 4 Perdebatan di Media Sosial dan Tanggapan Denny JA

33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH

Respon Atas Terpilihnya Denny JA Dalam List 33 Tokoh Sastra Berpengaruh

Oleh Denny JA

Siapakah 33 sosok sastra paling berpengaruh di Indonesia sejak 1900? Siapapun yang terpilih pasti menimbulkan polemik. Begitu banyak sastrawan yang berdedikasi tinggi dengan kualitas yang baik. Memilih 33 dari puluhan atau mungkin ratusan selalu mengandung resiko. Apalagi jika ikut terpilih adalah Denny JA (saya sendiri), tokoh yang hanya menulis satu buku puisi esai: Atas Nama Cinta (2012).

Akan halnya penghargaan sastra diberikan kepada tokoh yang bukan sastra, tentu itu bukan hal baru. Di tahun 1953, nobel sastra diberikan kepada Sir Winston Churchill. Ia adalah politisi dan negarawan yang sama sekali tak pernah dikenal di dunia sastra. Satu satunya karya non-fiksi yang pernah ia buat adalah sebuah novel dengan kualitas biasa: Savrola (1900).

Churchill mendapatkan nobel sastra memang bukan karena karya sastranya. Tapi sumbangannya kepada gaya penulisan yang sastrawi. Churchill banyak sekali menuliskan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 441 sejenis reportase mendalam kisah pengalamannya dalam perang dunia. Ia membuat empat volume The World Crisis (1923-29); enam volume Memoirs of the Second World War (1948-1953/54). Setelah pensiun, ia juga menulis empat volume History of the English-speaking Peoples ( 1956-58). Gaya penulisannya, terutama orasi pidatonya, sangat puitik dan membela rasa kemanusian zamannya. Sejak era Churchill, penghargaan sastra kepada tokoh yang bukan sastra adalah hal yang lazim saja.

Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin menyadari kontroversi yang mungkin lahir dari kerja besarnya. Sengaja mereka membuatkan pertanggung jawaban akademik dalam buku setebal lebih dari 700 halaman untuk menjelaskan mengapa tokoh ini yang dipilih? Mengapa tidak tokoh itu? Juga dipaparkan biografi gagasan dari tokoh yang terpilih.

Juri dipilih dari kalangan yang memiliki kompetensi tinggi dalam sastra berjumlah delapan orang. Mereka mewakili akademisi dan praktisi sastra, dari wilayah yang beragam, bahkan juga pengajar sastra di negara lain. Di dalam team juri itu, antara lain Maman S Mahayana, Jamal D Rahman, Agus R Sarjono dan Berthold D, seorang pengajar

442 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH sastra Indonesia di Jerman dan berkebangsaan Jerman.

Akan halnya terpilih dewa sastra dalam list 33 sosok itu tentu hal yang lazim: Chairil Anwar, Rendra, Pramudya Ananta Toer, Sutan Takdir Alisjahbana, Sutardji Calzoum Bachri, HB Jassin, Goenawan Mohamad. Walau dengan catatan, tak semua terpilih karena karyanya yang cemerlang. Sebagian terpilih lebih karena kiprahnya, gagasan budayanya, dan kegiatannya dalam memajukan sastra.

Kontroversi bertambah karena terpilihnya Denny JA dalam list 33 sosok sastra berpengaruh itu. Apa juntrungannya? Team juri menjelaskan bahwa Denny JA terpilih karena membawa tradisi baru penulisan puisi, dalam sebuah genre yang ia sebut puisi esai. Ini puisi yang panjang dan berbabak, menggabungkan puisi dan esai. Tak lupa pula ada catatan kaki dalam puisi itu yang massif sebagaimana makalah ilmiah.

Tim 8 menyebut gaya penulisan puisi seperti ini adalah hal baru. Terlebih lagi puisi esai melahirkan generasi buku puisi yang massif. Sudah terbit 10 buku puisi esai yang ditulis oleh lebih 30

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 443 penyair dari Aceh hingga Papua. Di tahun 2014, akan terbit 10 buku puisi esai lagi. Naskah puisi esai Denny JA sudah pula dibuatkan lima film pendek oleh Hanung Bramantyo. Dikemas pula aneka video pembacaan puisi esai secara teaterikal oleh Putu Widjaya.

Bagaimana saya merespon pilihan team juri? Tentu saya berterima kasih atas penghargaan itu, walau saya merasa belum pantas masuk dalam list 33 tokoh sastra berpengaruh. Memang saya bukanlah sastrawan dalam pengertian konvensional. Saya juga seorang aktivis, peneliti, konsultan politik, juga pengusaha. Saya menggunakan puisi karena memang penyebaran gagasan Indonesia Tanpa Diskriminasi saya anggap lebih merasuk jika dikampanyekan lewat aneka karya budaya. Tapi bentuk puisi yang ada tak memenuhi keperluan saya. Saya pun menciptakan sebuah puisi esai agar bisa menampung gagasan yang hendak dikampanyekan.

Perlu saya nyatakan bahwa perhatian saya yang utama adalah manusia yang didiskriminasi, bukan bentuk sastranya. Tujuan utama saya menjadi aktivis yang melawan diskriminasi, bukan menjadi tokoh sastra.

444 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Saya lebih menganggap diri saya sebagai seorang “pejalan budaya.” Mungkin saya tak pernah menetap dan menjadi tuan rumah di satu wilayah budaya saja. Saya hanya datang berkunjung, belajar sesuatu di sana dan juga menyumbangkan sesuatu. Kini yang saya kunjungi adalah wilayah sastra. Saya belajar banyak dari sastra dan berikhtiar meninggalkan sesuatu juga di dunia sastra itu. Di era ini yang saya sumbangkan adalah puisi esai. Di lain waktu mungkin yang saya sumbangkan adalah novel atau film atau lagu atau teater. Dalam waktu dekat akan rampung pula lima novel esai saya.

Pada waktunya mungkin saya pergi lagi dari wilayah sastra, masuk ke wilayah lain. Mungkin saya akan berkelana ke dunia bisnis, dunia politik praktis ataupun dunia spiritual. Dan terus saya berjalan sampai berakhir liang kubur. Saya membayangkan diri saya sejenis Marco Polo tapi untuk dunia gagasan. Marco Polo datang dan pergi ke sebuah wilayah geografis. Umumnya di setiap wilayah yang ia tinggal, ia belajar dan meninggalkan sesuatu di sana. Sedangkan wilayah yang saya kunjungi bukan wilayah geografis, tapi dunia gagasan dan budaya. Kemanapun saya pergi, setelah mengunjungi dunia sastra, keindahan sastrawi akan tetap mewarnai panca indera saya kelak.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 445 Apapun, buku 33 sosok sastra ini sangat positif. Team delapan dan PDS HB Jassin tampil dengan argumen dan pertanggung jawaban akademik setebal tujuh ratus halaman lebih. Yang tidak setuju silahkan membuat riset dan publikasi tandingan. Pro dan kontra justru menumbuhkan dan memperkaya peradaban. Selamat!

Sumber: inspirasi.co, 7 Januari 2014

446 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Biarkan Seribu Puisi Berkembang,

Termasuk Puisi Esai

Oleh: Denny J.A.

Biarlah seribu bunga berkembang. Genre puisi esai menjadi salah satu bunga di taman puisi Indonesia. Yang bukan penyair boleh ambil bagian. Yang sudah menjadi penyair silahkan pula memetik bunganya.

Segera terbit, 5 buku baru puisi esai yang ditulis oleh 23 penyair ternama. Total buku puisi esai yang sudah terbit dengan 5 buku baru itu sebanyak 15 buku puisi esai. Tahun ini juga sekitar bulan Febuari 2014 akan terbit lagi 5 buku puisi esai pemenang lomba tahun 2013. Sebelum tengah tahun 2014, akan terbit sekitar 20 buku puisi esai, yang ditulis oleh sekitar 80 penyair dari Aceh sampai Papua.

Saya ucapkan terima kasih kepada semua kritik atas terpilihnya saya sebagai salah satu dari 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh. Dokumen pemilihan itu direkam di sebuah buku yang diterbitkan Gramedia untuk PDS HB Jassin. Team

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 447 juri yang memilih berjumlah delapan orang yang kompenten di dunia sastra, baik sebagai kritikus, praktisi ataupun pengajar sastra. Dua di antara mereka mengajar sastra di Jerman dan di Korea Selatan.

Sungguh belum pantas saya masuk dalam jajaran 33 sosok itu. Namun saya menghargai kerja Team 8 dan PDS HB Jassin yang memilihnya. Mereka sudah pula menyiapkan buku setebal 777 halaman sebagai pertanggung jawaban akademik atas pilihannya itu. Pro dan kontra hal yang biasa. Juri dimanapun tak akan bisa memuaskan semua pihak.

Lagi pula saya tidak bercita-cita menjadi tokoh sastra. Saya hanya hendak memperjuangkan isu sosial melalui puisi esai. Alhamdulilah jika puisi esai ini dianggap sebagai genre baru. Jika tidak dianggap pun, tak apa juga. Kepedulian saya memang bukan pada wacana sastra tapi nasib manusia yang hendak diperjuangkan dalam sastra itu.

Inilah list penyair dan judul puisinya. Mereka mencoba merekam batin Indonesia, dan menangkap isu sosial dengan gaya puisi esai.

448 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 1. Sujiwo Tejo: Hong 2. Ahmadun Yosi Herfanda: Grafiti Sulastri 3. Fatin Hamamah: Jelaga Kembang Raya 4. Agus Noor:Momento Memori Seorang Algojo 5. Akidah Gauzillah: Orang-orang Gila Berpuisi 6. Anis Sholeh Ba’asyin: Serat Klara Ati 7. Anwar Putra Bayu:Di Balik Cerita Sungai Musi (Mengenang hari pembantaian kaum komunis di Palembang) 8. Bambang Widiatmoko:Jali Jalut: Jula Juli Bintang Tujuh 9. Handry TM: Mestikah Kuterima Salam Itu? 10. Isbedy Stiawan ZS: Kisah dari Moro-Moro, Negeri Asing itu 11. Mustafa Ismail: Langit Sampang Merah Saga 12. Nia Samsihono: Perempuan dan Perempuan 13. Salman Yoga S: Panglima Muda Dan Kopi Ganja 14. Sihar Ramses Simatupang: Kisah Pohon Asam di Tanah Jakarta 15. Anisa Afsal: Sajak Penunggang Harimau 16. Chavchay Sayfullah: Rintih Perih Globalisasi 17. D Kemalawati: Di Babah Pinto, Syair Perempuan Sunyi 18. Dianing Widya: Kisah Luka Mutiara 19. Kurnia Effendi: Jokowi 20. Mezra E. Pellondou: Teringat Mahkamah

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 449 Konstitusi 21. Rama Prabu: Testamen di Bait Sejarah 22. Remmy Novaris: Mencari Ida yang Hilang 23. Zawawi Imron: Kanvas Merah Putih

Sumber: inspirasi.co, 12 Januari 2014

450 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Perdebatan Menarik “Meminta Pemerintah Membredel Buku 33 Tokoh Sastra.”

(Dokumen CUPLIKAN perdebatan Bung JOSS dan Faruk Tripoli)

Dokumen CUPLIKAN perdebatan Bung JOSS dan Faruk Tripoli mengenai pro kontra petisi meminta pemerintah menghentikan sementara peredaran buku 33 tokoh sastra, di facebook @puthutea

Bung JOSS:

Ironis jika sastrawan yang memerlukan kebebasan berkarya meminta pemerintah untuk menyetop sebuah karya. Di era Orde Baru kita melawan pemerintah yang acapkali membredel buku. Kini di era reformasi, kok malah kita yg meminta pemerintah membredel sebuah buku. Di negara demokrasi, setiap warga atau kelompok, bebas membuat rangking apapun, termasuk list 33 sosok sastra. Yang tak setuju juga bebas membuat list alternatif. Mereka yang meminta pemerintah membredel sebuah buku akan dicatat sejarah meminjam tangan pemerintah untuk kembali memberangus kebebasan berkarya. (Simak ini komentar Denny JA di twitternya @ DennyJA_WORLD) http://www.merdeka.com/.../ denny-ja-kritik-balik-petisi...

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 451 Faruk Tripoli:

Denny mengatakan, setiap orang dilindungi dilindungi kebebasannya untuk beropini, termasuk membuat rangking. “Seburuk apapun rangking itu, tetap saja itu bagian dari kebebasan beropini yang dilindungi di semua negara demokrasi,” ujar doktor jebolan Ohio State University, Amerika Serikat, itu. Apakah memilih dalam pemilihan umum merupakan bentuk pernyataan pendapat? Setiap orang berhak menyatakan pendapatnya kecuali dalam dua hal, yaitu money politics dan adanya tekanan dari pihak tertentu, serta juga adanya kemungkinan manipulasi. Sebuah lembaga bebas memilih pegawainya kecuali apabila terdapat potensi konflik kepentingan. setiap orang berhak mencalonkan diri dalam pemilihan umum kecuali jika dia menjadi panitia penyelenggaranya, apalagi penyandang dananya.

Bung JOSS:

Camkan! Mereka yang mendukung petisi untuk “membredel” buku apapun (termasuk buku 33 sosok sastra) akan terus tercatat, dan dicatat sejarah, pernah satu masa dalam hidupnya meminta kekuasaan pemerintah untuk memberangus

452 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH kebebasan berkarya. Saat itu ia tak bisa lagi mengklaim dirinya mendukung kebebasan berkarya atau beropini karena nyata-nyata pernah minta pemerintah memberangus kebebasan beropini (termasuk membuat rangking) pihak yang berbeda pandangan dengan dirinya. Kebebasan dalam beragama saja boleh. Masak kebebasan dalam membuat rangking sastra tak boleh?

Berpikirlah sebelum bertindak agar anda tak dicatat sejarah pernah meminta kekuasaan pemerintah membredel kebebasan berkarya dan membuat buku. Sekali anda pernah dicatat sejarah meminta pemerintah membredel sebuah buku dan membredel kebebasan berkarya, rusak sudah reputasi pribadi anda sebagai seorang pejuang kebebasan berkarya.

Faruk Tripoli:

Permintaannya tidak semena-mena. Permintaannya bersyarat. Setelah dilakukan kajian ulang terhadap buku itu. Bila ternyata dalam pengkajian ulang itu tidak ditemukan efek-efek seperti yang dinyatakan di dalam petisi, tentu saja karya itu tidak dilarang. Coba cek lagi Bang Joss isi petisinya. Ini agak aneh. Tiba-tiba issuenya, petisi ini adalah petisi untuk membreidel karya. Ada apa?

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 453 Bung JOSS:

Menjaga iklim kebebasan berkarya, dan menjaga agar pemerintah tak pernah membredel buku yang diterbitkan pihak masyarakat, itu JAUH LEBIH BESAR dan JAUH LEBIH penting bagi semua yang ingin berkarya.

Faruk Tripoli

Isi petisi itu menunjukkan syarat2nya, bersifat kondisional. Tolong cek lagi sebelum anda dicatat oleh sejarah sebagai seorang yang manipulatif dalam membaca.

Waspadai: stigmatisasi Orde Baru yang menyerupai stigmatisasi PKI. Semua yang dicap Orde Baru bisa aja nantinya akan ditangkap dan dijegal turun- temurun.

Bung JOSS:

@Bro Farruk? Mengapa anda meminta pemerintah menguji sebuah karya? Apakah itu yang anda mau? Nanti semua karya yang terbit yang tak disetujui oleh satu pihak akan terus dikaji dan diuji oleh pemerintah? Apakah anda yakin pemerintah itu wasit

454 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH yang adil? Apakah anda tak tahu begitu korupnya di dunia pemerintahan? Hati-hati anda mengundang MONSTER untuk masuk ke dunia kebebasan berkarya. Jika ingin menguji, anda sendiri dan team ahli yang menguji. Mengapa harus pemerintah? CAMKAN!

Dulu di era Orde Baru, kita tak ingin pemerintah menguji karya mana yang benar dan boleh terbit. Alasannya sederhana. Pemerintah belum tentu bisa menjadi dewa hakim yang adil. Kebebasan berkarya juga urusan masyarakat. Kok anda mengundang kembali pemerintah untuk menjadi wasit bagi perbedaan pendapat karya masyarakat. HATI_ HATI akan mengundang monster untuk kembali menjadi “BIG BROTHER” bagi kebebasan berkarya masyarakat.

Faruk Tripoli:

Pemerintah adalah lembaga yang sah dalam urusan menunda ataupun mengizinkan sebuah buku beredar ataupun tidak beredar. Kami tidak main hakim sendiri. Kedua, coba cek lagi. Tuntutan itu terkait satu sama lain. Jangan fokus pada satu aspek, melepaskan aspek lainnya. Pengujian dilakukan untuk melihat efek-efek negatif dari gejala konflik kepentingan yang kemungkinan terjadi.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 455 Coba, lihat petisi itu secara keseluruhan. Sekali lagi. Jangan tinggalkan satu butir pun.

Pemerintah tidak diminta membreidel, hanya menunda. Pemerintah tidak diminta membuat pengujian sendiri, tapi diserahkan pada mereka yang kompeten.

Bung JOSS:

@FARUK, jika buku itu buruk, masyarakat sendiri yang akan menjadi penilainya. Anda sudah merendahkan kecerdasan masyarakat seolah-olah mereka perlu dibimbing pemerintah untuk tahu buku mana yang benar dan boleh terbit. Apakah itu yang anda mau? Biarkan masyarakat memilih dan memutuskan. Buat buku tandingan. Itulah yang terjadi di dunia demokrasi yang menghargai kebebasan.

Faruk Tripoli:

Perhatikan, kalau tidak ada heboh mengenai petisi ini, kemungkinan besar Maman tidak bicara. Karena Maman bicara, bahkan indikasi kriminalitas pada buku itu sedikit terbuka.

456 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Bung JOSS:

Jika memang ujungnya tetap masyarakat yang kompetent untuk menilai, ya anda bentuk saja team penilai kompeten itu? Mengapa harus minta pemerintah turut campur seperti seorang anak meminta kepada ayahnya yang maha baik untuk menjadi dewa yang adil. Ini kerancuan berpikir yang berbahaya bagi kelangsungan kebebasan berkarya masyarakat.

Faruk Tripoli qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqk. Argumen basi. Buku lawan buku, korupsi lawan korupsi, argumentasi gaya Robinhood atau maling budiman.

Bung JOSS:

Jika itu buku yang buruk, ya pasar bebas akan meninggalkannya. Begitu banyak buku yang buruk yang oleh zaman akan ditinggalkan. Biarkan masyarakat yang menilai yang mana buku yang buruk. Kok anda minta pemerintah yang menilainya dan memutuskan buku mana yang boleh terbit, yang harus ditunda peredarannya? Anda mengundang monster untuk masuk kembali menjadi wasit dan “pengayom” bagi kebebasan berkarya masyarakat.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 457 Di sinilah keluguan para pendukung petisi yang ternyata berpikiran tak dalam soal kebebasan berkarya. Camkan!

Faruk Tripoli:

Banyak buku buruk yang tidak laku di pasaran, ditolak oleh pasar, tapi beredar di sekolah.

Bung JOSS:

Bayangkan jika ini respon pemerintah: Karena kami diminta untuk mengawasi buku mana yang boleh beredar, maka kami dengan senang hati akan melakukannya. Sesuai dengan ideologi negara, maka buku yang ditulis oleh mantan komunis ditunda dulu peredarannya sampai waktu yang ditentukan. Buku yang mengajarkan cara berpikir liberal juga kami minta ditunda peredarannya sampai dibentuk team yang kompeten. APA INI YANG ANDA MAU? CAMKAN!

Faruk Tripoli:

Tidak ada indikasi ke arah ideologi, Bung Joss. Baca lagi teks petisinya.

458 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Bung JOSS:

Petisi anda memang tak ada indikasi ke arah ideologi. Yang anda lupa, sekali pemerintah diundang masuk untuk melarang buku, pemerintah bisa menetapkan sendiri kriterianya sesuai dengan kepentingan pemerintah, bukan kepentingan anda atau kelompok anda. Ini yang anda lupa.!

Faruk Tripoli:

Itu antisipasi yang berlebihan. Kalau dia bergerak ke arah sana, lawan. Jangan berandai-andai yang terlalu jauh sambil membiarkan gajah di pelupuk mata.

Bung JOSS:

Hehehehehe..kalau anda mau lawan ya lawan dari sekarang. yaitu jangan pernah meminta pemerintah melarang buku untuk alasan apapun. Jika anda tak setuju sebuah buku, ini mekanisme yang diberikan demokrasi: 1) buat buku tandingan. 2) kampanyekan jangan membaca buku itu. 3) buat gerakan tidak membeli buku itu. Tapi jangan pernah meminta pemerintah melarang sebuah buku! INI FATAL bin Abdul FATAL bagi kebebasan berkarya. Kesalahan anda dan team adalah terlalu lugu melihat komplikasi mengundang pemerintah membredel buku. Anda

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 459 sedang mengundang BIG BROTHER untuk kembali mengawasi kebebasan berkarya. ***

Sumber: inspirasi.co, 16 Januari 2014

460 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Katakanlah Dengan Kultweet

(Beragumentasi Melalui Twitter Soal Petisi Meminta Pemerintah “Membredel” Buku 33 Sosok Sastra)

Oleh: Denny JA

Para aktivis social media, khususnya twitter, sering mengutip penggalan sajak Robert Frost: “Dalam tiga kata, aku bisa ringkaskan apapun yang kupelajari tentang kehidupan.” Jika tiga kata saja bisa menceritakan banyak hal, apalagi 144 karakter yang disediakan twitter.

Telah lahir generasi tweetfiction, sebuah genre sastra di era twitter yang mengekspresikan puisi atau prosa mini dalam tweet yang hanya memuat 144 karakter. Jika puisi pendek, ia selesai diekspresikan dalam satu tweet 144 karakter itu. Jika ia prosa pendek, ia juga selesai diekspresikan melalui serial tweet.

Tak hanya untuk tweetfiction, untuk berargumentasi juga mulai menggunakan serial tweet. Istilah populernya kultweet. Hanya melalui handset mobile yang selalu berada di saku, kitapun ter-updated perkembangan terbaru argumentasi atau kuliah singkat, tentang tema apapun.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 461 Kini sedang ramai di dunia sastra, sekelompok aktivis sastra mengajukan petisi agar pemerintah menghentikan sementara peredaran sebuah buku. Tak lain yang dimaksud adalah buku 33 Sosok Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Buku ini diterbitkan oleh Gramedia, atas inisiatif sebuah lembaga sastra sangat berwibawa PDS HB Jassin. Sosok 33 sastrawan itu dipilih oleh Team 8, para kritikus, praktisi, dan pengajar sastra yang kompeten dan sudah lama malang melintang di dunia sastra.

Banyak hal yang dipersoalkan petisi itu, mulai dari kriteria, sampai pemilihan seorang sosok, yang kebetulan saya sendiri: Denny J.A. Sejak menulis buku puisi esai, di pengantarnya jelas-jelas saya katakan tak hendak menjadi penyair. Tapi kasus diskriminasi di Indonesia akan lebih merasuk dikampanyekan lewat puisi. Sayapun menciptakan jenis penulisan puisi baru, yang menggabungkan keindahan puisi dan argumen sebuah esai, lengkap dengan catatan kaki. Saya menamakannya puisi esai.

Saya tak hendak menjadi tokoh sastra tapi hanya ingin berjuang melawan diskriminasi melalui sastra. Juga merasa belum pantas dimasukkan dalam

462 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH list 33 sosok sastra paling berpengaruh. Namun saya menghormati lembaga dan team yang memilihnya. Apalagi mereka memilih dengan argumentasi yang dibuat dalam sebuah buku setebal 777 halaman.

Pro dan kontra saya anggap biasa sebagai reaksi terbitnya buku itu. Namun gerakan petisi yang mengundang pemerintah untuk menghentikan peredaran sebuah buku yang murni dibuat masyarakat, di era kebebasan berkarya, sangat memprihatinkan. Saya perlu ikut memberikan argumentasi karena jangan sampai itu menjadi tradisi: mengundang pemerintah untuk menghentikan sebuah buku. Fundamentalisme tak hanya ada di dunia agama. Harus juga waspada. Fundamentalisme yang anti kebebasan berkarya juga ada di dunia sastra.

Di era twitter, argumentasi pun di sampaikan dalam kultweet di bawah ini.

(1) Sebuah petisi meminta pemerintah menghentikan sebuah buku yang dibuat pihak swasta “33 Sosok Sastrawan Paling Berpengaruh.”

(2) Dulu di era Orde Baru, justru kita meminta pemerintah jangan membredel sebuah buku.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 463 (3) Kita sering katakan bahwa buku lawan dengan buku. Riset lawan dengan riset.

(4) Di era reformasi, justru sekelompok pejuang yang meminta pemerintah menghentikan peredaran sebuah buku.

(5) Apakah kita lupa bahwa siapapun dilindungi kebebasannya untuk beropini, termasuk membuat rangking

(6) Seburuk apapun rangking itu, tetap saja itu bagian dari kebebasan beropini yang dilindungi di semua negara demokrasi.

(7) Yang tak setuju rangking itu, demokrasi memberikan kebebasan yang sama untuk membuat rangking alternatif.

(8) Hak sekelompok orang untuk beropini tak bisa dilarang kecuali jika itu masalah kriminal.

(9) Ironis jika mereka yang seharusnya berjuang untuk kebebasan malah berjuang untuk pembredelan

(10) Apa jadinya jika kelompok ini berkuasa? Berapa banyak buku yang akan dilarang yang tak sesuai pikiran mereka?

464 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH (11) Ketaksetujuan kita pada sebuah buku seharusnya mendorong kita membuat buku yang lebih baik lagi. Bukan melarangnya

(12) Ini prinsipnya: “Saya tak setuju pendapat tuan, tapi hak tuan menyatakan pendapat akan saya bela.”

(13) PDS HB Jassin dan Team 8 sudah menyatakan pendapatnya dengan buku setebal 777 halaman. Kita boleh tak setuju.

(14) Tapi hak mereka menyatakan pendapatnya harus dibiarkan bukan dibredel, dan dilawan dengan buku alternatif.

(15) Ironis, jika kebebasan berpendapat ingin dibredel oleh mereka yang ingin memperjuangkan kebebasan berkarya.

(16) Patut diduga, pendukung petisi penghentian sementara peredaran buku 33 sosok sastra tak akan lebih dari 100 ribu

(17) Tanpa mereka sadari, justru dengan mendukung petisi itu, mereka justru membuat buku 33 sosok sastra lebih dicari.

(18) Mereka yang mendukung petisi akan dicatat

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 465 sejarah meminjam tangan kekuasaan untuk melarang sebuah buku.

Sumber: inspirasi.co, 17 Januari 2014

466 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Ironi di Dunia Sastra

Oleh: Denny JA

Reformasi di Indonesia ternyata juga melahirkan ironi di dunia sastra!

Akan halnya ekstrimis dunia keagamaan, itu sudah sering dipercakapkan. Liberalisasi dan kebebasan dunia politik memang terjadi dalam sistem makro Indonesia. Namun di arus bawah terjadi pula primordialisasi dan komunalisasi. Kekerasan dan diskriminasi di dunia agama justru semakin tinggi. Semakin tumbuh kaum ekstrimis yang hanya ingin paham agamanya saja yang boleh hidup. Mereka tidak menerima secara damai kehadiran paham agama yang berbeda. Kaum Ahmadiyah dan Syiah kini semakin terancam.

Tak diduga, ironi serupa juga hadir di dunia sastra. Sebagaimana ekstrimis di dunia agama, kaum ini juga tak bisa menerima kehadiran opini atau karya yang berbeda dengan pahamnya. Karya yang mereka anggap berbeda, atau buruk, atau cacat, ingin mereka berangus. Namun cara memberangusnya bersifat otoriter. Mereka meminta pemerintah melarang karya itu, seperti menghentikan peredarannya, walau sementara.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 467 Itulah yang hari-hari ini ramai di dunia sastra. Telah terbit buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Buku ini terbitan Gramedia atas inisiatif dari lembaga sastra berwibawa PDS HB Jassin. Seleksi atas 33 sosok sastra paling berpengaruh itu dilakukan oleh Tim 8. Mereka yang menjadi juri adalah tokoh yang kompeten, gabungan antara kritikus sastra, praktisi sastra, dan pengajar sastra. Mereka sudah mempertanggung jawabkan pilihannya dalam buku setebal lebih dari 700 halaman.

Pro dan kontra atas buku itu lazim adanya. Pilihan siapapun tak akan pernah memuaskan semua pihak. Yang tak lazim adalah muncul petisi yang meminta pemerintah menghentikan sementara peredaran buku yang murni karya masyarakat itu. Mereka tentu boleh saja tak setuju, dengan cara memboikot atau berkampanye agar publik jangan membeli buku termaksud. Namun yang mereka lakukan adalah ingin meminjam tangan kekuasaan pemerintah untuk “membredel” buku itu.

Inilah yang membuat mereka menjadi ironis. Seolah mereka ingin buku yang boleh beredar hanyalah buku yang sesuai dengan pikiran mereka saja, yang bagus atau benar sesuai paham

468 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH mereka saja. Di luar itu, tak boleh beredar. Dan mereka meminta pemerintah harus turun tangan menghentikan peredaran buku yang tak mereka setujui, yang sesuai dengan standar kebenaran dan keindahan puisi mereka.

Para pembuat petisi sudah merencanakan demo ke Taman Ismail Marzuki Jakarta tanggal 17 Januari 2014. Mereka berencana ke kantor PDS HB Jassin. Mereka akan menurunkan ratusan penggiat sastra untuk melakukan aksi protes bersama. Ada pula yang ingin membakar buku. Dan mereka adalah para sastrawan atau yang mengklaim sastrawan.

Menurut laporan pandangan mata, ternyata yang hadir dalam aksi protes 17 Januari 2014 itu hanya sekitar 17 orang. Sebenarnya bukan jumlah yang minim itu benar yang menjadi masalah. Yang kita persoalkan adalah gagasan yang mereka hendak tumbuhkan: “meminta pemerintah turun tangan membredel sebuah buku karya masyarakat.”

Petisi itupun memang layu sebelum berkembang dilihat dari jumlah aksi protes yang hanya belasan. Dari sisi layunya saja, sebenarnya sudah tak layak lagi dibahas serius. Yang membuatnya layak dibahas serius adalah hidupnya kembali kaum ironis di dunia sastra.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 469 Kaum ironis di dunia sastra ini cukup berharga didiskusikan dan dielaborasi lebih lanjut. Di era social media, argumentasi pun dapat disampaikan melalui kultweet. Adalah pantas kita prihatin akan munculnya ekstrimisme di tanah air, baik di dunia agama ataupun politik. Sama prihatinnya kita dengan hadirnya kaum yang penuh ironi di dunia sastra.

(1) Mengapa petisi “membredel” buku 33 sosok sastrawan layu sebelum berkembang? ini banyak ditanyakan pada saya. #petisi

(2) Yang hadir dalam demo ke PDS HB Jassin kemarin kok hanya 17 orang saja, bukan ratusan spt yg mereka rencanakan? #petisi

(3) Petisi “membredel” buku 33 sosok sastra itu ditinggalkan publik karena membawa gagasan yang berbahaya bagi kebebasan berkarya. #petisi

(4) Meminta pemerintah menghentikan peredaran buku 33 sosok sastra itu gagasan era “kuda gigit besi”. Ini era kebebasan berkarya. #petisi

(5) Meminta pemerintah “membredel” buku 33 sosok sastra membuat mereka menjadi “kaum ironis” dunia sastra. #petisi

470 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH (6) Yaitu kaum yang tak bisa menerima keberagaman pendapat dan opini yang disediakan oleh demokrasi dan budaya modern. #petisi

(7) Yaitu kaum yang tak hendak memelihara tradisi yang membiarkan “seribu bunga berkembang” di dunia opini sastra. #petisi

(8) Yaitu kaum pemalas, tak ingin membalas karya dengan karya, tapi meminjam kekuasaan pemerintah memberangus karya yg tak disukai. #petisi

(9) Demokrasi membolehkan warga atau sekelompok orang membuat opini rangking soal apapun. Lalu menerbitkannya. #petisi

(10) Demokrasi juga membebaskan warga misalnya membuat rangking 33 karya terburuk sepanjang masa. Lalu menerbitkannya. #petisi

(11) Yang fatal di dunia demokrasi adalah meminta pemerintah membredel karya yang tak kita sukai atau kita anggap buruk.

(12) Menjadi aneh jika pejuang yang meminta pemerintah “membredel” buku adalah mereka yang menikmati kebebasan berkarya. #petisi

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 471 (13) Kita sadar bahwa kaum yang tak toleran tak hanya ada di dunia agama, yapi juga dunia sastra #petisi

(14) Kita sadar bahwa kaum yang anti keberagaman tak hanya ada di dunia agama tapi juga sastra. #petisi

(15) Kita sadar ternyata kaum yang anti kebebasan tak hanya ada di dunia politik tapi juga sastra. #petisi

(16) Padahal mudah saja mengalahkan buku 33 sosok sastra itu. Buatlah karya yang lebih baik. Tapi mereka malas melakukannya. #petisi

(17) Pendukung petisi “membredel” buku ini pada waktunya akan dikenang sejarah sebagai kaum ironis dunia sastra. #petisi

(18) Itulah sebabnya mengapa petisi “membredel” buku 33 sosok sastra itu layu sebelum berkembang. #petisi

(19) Dunia sastra akan terus tumbuh di tangan mereka yang berkarya, bukan mereka yang meminta pemerintah “membredel” karya. #petisi

Sumber: inspirasi.co, 18 Januari 2014

472 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Komentar “Dewa Sastra” dan Tokoh Masyarakat

Soal Puisi Esai Denny J.A.

Sangat jarang sekali sebuah buku mendapatkan komentar hiruk pikuk yang begitu gempita dan riuh di social media. Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh salah satu yang mendapatkan “berkah” itu. Bagi penerbit dan penggagas buku 33 Tokoh Sastra, keriuhan itu justru menjadi marketing paling efisien dan spontan dari komunitas sastra itu sendiri.

Mayoritas dari komentar memang seputar sosok Denny J.A. yang masuk dalam list 33 tokoh sastra itu dan puisi esai yang digagasnya. Aneka komentar sudah terhidangkan di social media. Di bawah ini adalah komentar tambahan dari para “dewa sastra” dan tokoh masyarakat tentang puisi esai yang sudah dimuat di web resmi puisi esai sejak tahun 2012. Komentar ini dapat disajikan kembali untuk memperkaya nuansa puisi dan sosok penggagasnya Denny J.A.

Sutardji Calzoum Bachri, Penyair

Bagi saya, puisi esai adalah puisi pintar. Yang dengan berbagai data, fakta, argumentasi, bisa memberikan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 473 kepintaran bagi pembacanya. Boleh dikata, semua sajak (buku) ini mengandung tema perlawanan yang beragam.

Ignas Kleden, Kritikus Budaya

Sajak Denny J.A. memperlihatkan wataknya yang menyimpang dari kebiasaan. Percobaan yang dilakukan Denny J.A. layak mendapat apresiasi kita.

Siti Musdah Mulia, Aktivis Perempuan

Saya menilai karya Denny J.A. ini luar biasa. Ini sebuah protes sosial tapi dengan cara yang menyentuh hati.

Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi

Sangat Menarik! Bagus! Denny J.A. memadukan antara fakta dan fiksi. Fiksinya penuh imajinasi, faktanya berangkat dari pengalaman kita yang tragis. Kita merasa ikut terbawa dalam emosi yang disampaikan. Saya sangat senang dengan kehadiran buku ini.

Komarudin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Puisi Denny J.A. punya sasaran, konteks yang jelas,

474 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dan disampaikan dalam bahasa yang tajam tapi lembut, lembut tapi tajam. Menggugah emosi. Tidak indoktrinatif dan tidak menggurui.

Jimly Asshidique, Tokoh Masyarakat

Ini puisi yang tidak lazim, puisi yang bernas. Berisi. Bukan hanya mengandung pesan cinta, tapi mengandung pesan sosial dan moral yang sangat mendalam.

Bondan Winarno, Penulis & Wartawan Senior

Sekalipun Denny J.A. bukan penyair, tapi dia berhasil memilih kata yang indah. Saya sempat tersendat, dan mengeluarkan air mata di beberapa bagian puisinya. Tapi di beberapa tempat dia menghentak dan mengejutkan. Kita kaget. Isinya kadang keras. Kadang kita tergelak…

Mohamad Sobary, Essais dan Novelis

Ada kesadaran teori dan filosofis dari Denny J.A. untuk membela kelompok tertindas. Ia ekspresikan itu dalam bentuk yang tak lazim: puisi yang menyentuh.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 475 Sapardi Djoko Damono, penyair

Buku puisi esai ini penting untuk dicatat dalam perkembangan puisi kita. Denny J.A. sudah menawarkan suatu cara penulisan baru.

Hanung Bramantyo, Sutradara

Tidak pernah membayangkan ada yang mengangkat peristiwa Cikeusik ke dalam sastra. Puisi esai ini membuktikan keberanian itu.

Putu Wijaya, Penulis, Seniman Teater

Tema puisi esai ini merupakan masalah kemanusiaan/ hak asasi yang universal, hangat, aktual, menyangkut semua orang. Sesuatu yang bukan tak disentuh orang lain, tapi Denny J.A. membidiknya dengan sudut pandang yang indah, dengan kasih, tanpa memihak satu blok dan terhindar dari kebencian dan keinginan menang sendiri.

Denny JA sebenarnya bukan tak memihak, tapi pihak yang dipilihnya memuliakan harmoni, damai dan persaudaraan. Sudut pandang Denny J.A. di puisi esai ini bijak, taktis dan cerdas, mengandung nilai kebangsaan, tapi tidak chauvinistik.

Puisi Denny JA naratif, mudah dicerna oleh banyak

476 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH orang. Ia menguasai pula jaringan paling panas sekarang: dunia maya.

Denny JA adalah sedikit dari begitu banyak orang yang punya uang di negeri ini, yang peduli kepada penderitaan batin masyarakat. Ia telah memberi kontribusi penting untuk pembangunan negeri kita lewat seni. Jangan berubah!

Sumber: inspirasi.co, 20 Januari 2014

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 477

Akankah Buku 33 Tokoh Sastra

Berlanjut ke Pengadilan?

(Diskusi di Facebook antara Bung Joss, Budi Palopo, Faruk Tripoli dan Sarifudin Arifin Dua)

Oleh: Denny JA

Celotehan dan diskusi soal buku 33 Tokoh Sastra Berpengaruh memasuki babak baru. Maman S. Mahayana mundur dari team delapan yang menulis buku itu. Ia juga meminta lima tulisannya dicabut. Akankah buku ini masuk ke pengadilan? Di sebuah facebook terjadi diskusi menarik antara empat facebookers. Di awali oleh Bung Joss yang memposting uraian Denny JA. Lalu ditanggapi oleh Budi Palopo, Faruk Tripoli dam Sarifudin Arifin Dua.

Diskusi di Facebook ini hanya diedit dari sisi tata bahasanya saja, seperti salah ejaan.

Bung Joss:

Dari fanpage Denny JA_World: Maman S. Mahayana dan Kisah Pelaut Yang Takut Badai.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 479 @ahmad gaus adalah anggota Tim 8 yang ikut menyusun buku sastra terheboh masa kini “33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh.” Melalui twitternya ia merespon keinginan Maman S. Mahayana, anggota Tim 8 lainnya, yang ingin mundur dari Tim 8 dan mencabut tulisannya di buku yang sudah beredar.

Padahal ketika buku itu dilaunching, Maman S. Mahayana sendiri yang bersuka cita, membuat paper khusus yg dikirim dari Seoul. Paper Maman S. Mahayana itu dibacakan di konf pers. Antara lain, Maman S. Mahayana menyatakan buku itu akan dibicarakan dalam seminar di Korsel dan membawa panji sastra Indonesia ke dunia internasional. Semua respon mamam di konf pers itu tercatat rapih dan bisa dilacak di googe.

Badaipun datang. Semua buku kontroversial selalu mendatangkan badai. Bukankah tim penulisnya seharusnya menyadari itu sejak awal. Sebagaimana seorang pelaut meyadari jika ia ingin belayar, ia mungkin menjumpai badai di tengah laut? @ ahmad gaus dengan ringan dan penuh permisalan menjawab keinginan mundur Maman S. Mahayana. Menurut Ahmad Gaus, Tim 8 itu memang tim ad hoc, bersifat sementara, yang dibentuk untuk memilih dan menuliskan buku 33 Tokoh Sastra. Ketika kerja

480 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH sudah selesai, buku sudah dilauncing, Tim 8 sudah dibubarkan dan tak ada lagi. Maman S. Mahayana mau mundur dari mana? Tim 8 sudah tak ada dan tak lagi berwenang atas buku.

Ahmad Gaus pun menyitir pelaut yang terkena badai dan takut ingin menyelamatkan diri sendiri, tega meninggalkan teman-teman seperjuangannya. Bahkan jika diserang perompak, pelaut itu ingin pindah juga ke kapal perompak. Padahal menurut Gaus, justru tindakan sang pelaut penakut itu akan mati dimakan hiu atau malah dibunuh perompak.

Debat buku 33 tokoh sastra tak hanya membuat kita belajar banyak tentang sastra. Tapi ternyata juga tentang karakter manusia. Ada yang ksatria. Ada juga pelaut yang takut badai. Jenis yang ini mungkin tega membunuh temannya sendiri agar dirinya selamat. Kalimat yang terakhir bukan kasus Maman S. Mahayana tapi untuk renungan saja.

Budi Palopo

@Bung Joss Setiap komennya direspon malah terdiam. Komen beralih ke persoalan lain, direspon lagi, juga terdiam lagi. Beda dengan saat ngobrol dengan Faruk Tripoli soal petisi tempo hari. Memangnya lagi sakit apa Bung? Jika lidah mulai agak-agak terasa kaku,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 481 segera periksa ke dokter, siapa tahu itu gejala struk. Segera obatin, supaya bisa ngobrol gayeng lagi...

Bung Joss

Ok bro budi. Soal komen apa yang perlu saya tanggapi? Anda teman diskusi yang asssyiik dan militan..

Budi Palopo

@Bung Joss... nyambung coppas pertanyaan di atas ini aja dulu: Alasan Maman S. Mahayana menarik diri apa kurang jelas? Ataukah pola penyusunan buku “33 tokoh sastra” itu ada semacam kontrak perjanjian yang telah tertandatangani, sehingga Maman punya kewajiban untuk tidak menarik diri? Monggo...!

Bung Joss

@budi: saya tak tahu soal kontrak team 8. Tapi team 8 itu tidak dibentuk sampai hari kiamat. Ia team ad hoc dibentuk hanya untuk memilih dan menulis buku 33 tokoh sastra. Itu yang saya dengar. Setelah buku dilaunching, team 8 bubar tgl 3 jan 2014 itu. Sesaat sebelum bubar, Maman S. Mahayana masih memuji buku itu. Maman mundur dari Team 8 di

482 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH awal Februari. Lho kan Team 8 sudah tak ada sejak 3 Januari sehabis launching buku? Kok ia mundur dari team yang sudah tak ada. Kan itu lucu. Team 8 juga tak punya wewenang apa-apa lagi mengubah buku karena team itu sudah bubar. Ya terima saja buku 33 tokoh sastra itu apa adanya. Silahkan berdebat, baik yang pro atau kontra. Kan begitu logikanya. Monggo...

Budi Palopo

Terus, ketika ada respon dari publik sastra tentang isi buku tersebut, siapa yang wajib menyuarakan pertanggungjawaban untuk mencerahkannya?

Bung Joss

Buku itu sebagaimana karya lain ketika dilempar ke publik, ia sudah sepenuhnya milik publik. Pengarangnya sudah mati. Siapapun bisa ambil bagian mencerca atau memujinya. Tak harus tergantung dari pengarangnya.

Masalahnya, banyak yang berkomentar tentang buku itu hanya di tingkat celotehan saja. Asal nyaring saja. Asal kenceng saja. Kita menunggu kritik yang lebih serius dalam bentuk buku juga, jika bisa.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 483 AS Laksana misalnya mengeritik buku itu sebagai bagian dari rekayasa Denny JA. Basis argumennya sebuah gosip bahwa buku itu dibiayai Denny JA. Ketika Ahmad gaus dari team 8 menyatakan biaya dari ET dan FE seketika ambruk sudah argumen AS Laksana. AS Laksana justru dapat dituduh melakukan kejahatan kultural karena sudah menuduh dengan gosip. Ia bahkan bisa dituntut secara hukum hehehehe. Kita jadi tahu begitulah kualitas AS Laksana yang berani mencerca orang walau ia tak pasti kebenaran sumber datanya. itu soal AS Laksana. Banyak lagi contoh lainnya.

Saut, Farok, dan their gank juga terjebak blunder ketika menanggapi buku 33 Tokoh Sastra. Ia boleh tak setuju dengan sebuah buku. Tapi meminta pemerintah membredelnya walau sementara, itu sama dengan bertinju dengan memukul bagian di bawah perut. Ia lupa jika hidup di era demokrasi. Buku burukpun, buku yang salahpun boleh hadir. Jangan minta itu dibredel. Terkesan mereka hanya ingin kebenaran versi mereka yang hadir di dunia publik. Ini konsekwensi aktivis sastra yang tak mengerti sistem demokrasi dan kebebasan di dalamnya.

Sementara yang lain sibuk berceloteh dengan kasar, tanpa data yang kuat. Kualitas celotehan itu tak

484 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH akan mengganggu kehadiran buku 33 Tokoh Sastra. Apalagi Denny JA dkk terus berkarya melahirkan 23 penyair menulis puisi esai, 25 pemenang lomba puisi esai, pertemuan tahunan puisi esai. Kritik versus berkarya.

Budi Palopo

Bukankah alasan Maman S. Mahayana telah menarik diri dari Tim 8 telah gamblang, dan itu tampak sebagai pertanggungjawaban pada publik sastra atas kelalaiannya? Dengan kelalaian yang telah terpaparkan secara terbuka, bukankah penerbit punya tanggungjawab untuk menarik buku tersebut dari peredaran, untuk direvisi sebelum kemudian diedarkan lagi? Monggo...!

Bung Joss

Pendapat pribadi Maman S. Mahayana tak bisa langsung diyakini sebagai kebenaran. Buku sudah dicetak dan beredar. Percetakan dan peredaran itu memerlukan banyak biaya ekstra. Jika semua penulis dibolehkan minta buku yang sudah terbit ditarik ulang, ia harus berani mengganti semua biaya percetakan buku, biaya peredarannya dan bayangan keuntungan yang diharap oleh penerbitnya.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 485 Mau atau tidak Maman memborong dan membeli seluruh buku yang sudah terbit? Terlihat betapa Maman S. Mahayana yang besar di dunia sastra hanyalah anak kemarin sore soal bisnis penerbitan. Apalagi kata Gaus ia juga seorang pelaut yang takut badai. Sedikit ada kritik, ia lari terbirit-birit. Saya dengar teman-temannya di Team 8 tak mau memberi komentar kepada pelaut yang takut badai hehehehe...

Budi Palopo

@Bung Joss, buku sudah dicetak dan diedarkan. Maman S. Mahayana adalah salah satu penulisnya. Secara terbuka, sekali lagi, Maman telah melakukan pertanggungjawaban pada publik sastra atas kelalaiannya. Dengan demikian, jelas penerbit punya tanggungjawab untuk merevisi isi buku tersebut. Soal untung-rugi dalam bisnis penerbitan, itu urusan penerbit. Itu resiko dalam berbisnis. Yang pasti, apapun alasannya, penerbit nggak bisa tidak, harus bertanggungjawab menarik buku tersebut dari peredaran, lalu merevisinya, sebelum diedarkan lagi. Oke?

Bung Joss

Bro Budi, jika logika anda diikuti rusak semua industri kreatif. Contohnya ada sebuah skenario yang ditulis

486 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH oleh 3 orang. Mereka semua sudah dibayar. Skenario itu lalu dijadikan bahan untuk membuat sebuah film kolosal menghabiskan belasan milyar. lalu ketika film diputar di hari pertama, film itu banyak dikritik. Apa jadinya jika salah satu pembuat skenario minta film dibatalkan hanya karena perut sang skenario itu mules dengan kritik?

Maman S. Mahayana bahkan bisa dituntut untuk mengembalikan semua dana yang sudah tertanam di buku itu. Ia bisa menghadapi gugatan hukum yang serius karena merusak mata rantai penerbitan buku dan bisnis penerbitannya. Sastrawan harus mengerti bisnis juga bro heheheh.

Mari berhitung simpel saja. Maman akan mengembalikan uang 25 juta jika buku itu ditarik dulu dan tulisannya dicabut. Bagaimna jika seluruh buku itu katakanlah menghabiskan biaya 500 juta, plus harapan keuntungan separuhnya 250 juta. Total yang diharap kembali 750 juta. Apakah maman berpikir dunia bisnis begitu bodohnya membuang uang 750 juta untuk ditukar 25 juta yang akan dikembalikan maman. Yang bisa terjadi, maman diminta membayar 750 juta karena ia membuat bisnis penerbitan itu rusak. Itu jika kita tinjau dari satu sisi saja: biaya yg sudah dikeluarkan. Bisa juga ditinjau dari sisi lain.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 487 Budi Palopo

@Bung Joss... Logika bening macam apa lagi yang Anda butuhkan Bung? Jelas buku tersebut merupakan karya intelektual. Jika penulisnya sudah mengakui kelalaiannya dengan paparan ke publik secara gamblang, siapapun akan mengangguk kalau saya katakan bahwa penerbit wajib merivisinya. Percayalah...!

Faruk Tripoli

Itu kalau tidak ada kebohongan dalam proses pembuatannya. Kalau ada kebohongan, misalnya maman disuruh buat skenario. dibilang produsernya adalah pds. yang akan diceritakan adalah perjalanan seorang penyair paling berpengaruh yang bernama Denny JA. Kemudian, yang ternyata terjadi adalah yang jadi produser justru si Denny JA itu sendiri. Padahal, Maman menerima tawaran itu karena rasa hormatnya pada pds. Bung joss yang ksatria, Maman menarik tulisannya bukan karena banyak kritik, tapi karena kemudian ia menemukan fakta kebohongan dalam proses produksi itu. Ksatria memang selalu manipulatif, menyelewengkan alasan maman ke arah yang empuk untuk diserang. Jadi pengusaha, bung joss, jangan hanya ngerti bisnis, tapi juga etika bisnis.

488 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Bung Joss

Bro budi dan faruk. Maman harus buktikan dulu bahwa benar ada kebohongan di sana. Belum tentu ada kebohongan di sana. Pernyataan siapapun, termasuk PDS, di media massa tak bisa dijadikan pegangan. Kalau anda mengerti hukum anda akan mengerti pernyataan di atas.

Bro, ini repotnya jika anda berdua hanya mengerti sastra tapi tak mengerti bisnis dan hukum. Ketika sebuah karya sastra diluncurkan dan digugat, ia tak hanya punya elemen sastra. Ada elemen bisnis dan hukum yang harus juga anda hitung. Itu dunia nyata. Bukan surga. jika hanya sisi sastranya saja anda bahas, anda tak pernah mengerti realitas industri kreatif. Renungkan bro. Yang saya bahas tadi baru sisi bisnisnya. Kalau sisi hukum dan intelektualnya saya bahas, nanti anda berdua tambah pusing lagi heheheh...

Faruk Tripoli

Setuju. makanya, segera dibawa saja ke pengadilan. Siapa pun bisa mulai. Entah maman yang merasa tertipu. Maupun Denny JA yang merasa maman merusak bisnis. Selesai semua urusan ini. Khusus untuk anda, karena anda sesama ksatria, segera

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 489 desak Denny JA untuk mengakhiri segala kekisruhan ini di pengadilan

Syarifuddin Arifin Dua

Harusnya, pihak2 yg merasa ter(di)tipu sehubungan dengan buku 33 tsb, mengadu ke polisi. Misalnya, Mbak Rini atas nama PDS HB.Yassin, atau Maman S. Mahayana dan minta buku itu dihentikan sebelum direvisi.

Budi Palopo

@Bung Joss...Apakah anda meragukan kemampuan berpikir seorang Maman S. Mahayana?

Faruk Tripoli

Nanti, kalau aku ketemu maman, entah melalui apa, akan kudesak juga maman membawa kasus ini ke pengadilan. Begitulah cara mengakhiri segala carut-marut pembicaraan sekarang. Saya minta, anda berhenti saja bikin komen atau tanggapan. Cuma buang waktu aja. semua nggak bisa menekan subjektivitas masing-masing. Sudah, jangan bicara sebelum pengadilan bicara.

490 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Bung Joss

Tadi kita bicara sisi bisnis. Sekarang kita bicara sisi keadilan. Ketika sebuah buku sudah tercetak, banyak stake holders di sana. Tak hanya pengarang, tapi juga penerbit. Juga investor jika ada. Pengarangpun bisa banyak seperti Team 8. Adil di sini berarti kita juga harus memperhatikan kepentingan pihak lain yang sudah bekerja di sana. Kepentingan investor harus diperhatikan. Juga kepentingan penerbit. Juga kepentingan 7 penulis lainnya. Jika anda secara umbyah gumbyah membela maman dan menihilkan semua kepentingan lain, adilkah anda? ini perlu anda renungkan bro.

Sekarang sisi hukum. Katakanlah anda ingin membawanya ke pengadilan. Yang bisa membawa kasus ini adalah yang punya legal standing. Anda berdua pasti tak bisa. Anda harus siapkan dua hal. Pertama, si penggugat harus siap digugat balik. Siapkan dana secukupnya. kedua, di pengadilan itu ada pengadilan negri, pengadilan tinggi, MA dan PK. Ada 4 tingkat pengadilan barulah kasusnya usai. pengadilan menjadi final butuh waktu 4 tahun. Dalam masa 4 tahun, buku yang beredar itu sudah habis terjual. Bagaimana lagi mau menariknya?

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 491 Faruk Tripoli

Semuanya akan berhenti bicara bila masalah ini masuk pengadilan. Jadi, tidak akan ada lagi apa yang anda anggap sebagai ketidakadilan. Sudah. Hentikan perdebatan yang nggak karuan. Anda tidak akan bisa mempengaruhi orang2 karena keberpihakan anda sangat ketara. Anda bicara tentang orde baru dsb sebenarnya non-sense aja. Sekarang ini semakin nyata bahwa anda berpihak. Jadi, sudahlah. nggak perlu diskusi lagi. Bias kepentingan terlalu kuat untuk bisa sampai pada kebenaran melalui diskusi semacam ini. Bawa saja ke pengadilan. segera. Kalau anda berhenti komen, orang juga akan diam.

Bung Joss

Lho bro faruk. Kok anda menyuruh saya berhenti bicara? Kan tadi bung budi yang mengundang saya untuk bicara karena saya diam saja. Sekarang saya bicara diminta berhenti. hehehehehe....Apa karena anda tak bisa bantah argumen saya?

Faruk Tripoli

Sudah. Siapa yang membela maman? Nggak ada. Pengadilan yang akan menentukan apakah maman perlu dibela atau tidak. juga, tentunya bukti-bukti

492 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH seperti yang anda tuntut dari maman. Sudahlah. Anda memulai pembicaraan ini dengan soal penuntutan secara hukum. Apakah anda sekarang mau mengakhiri apa yang anda mulai sendiri. Kalau begitu, anda benar-benar seorang ksatria.

Syarifuddin Arifin Dua

Bila proses pengadilan berlangsung, buku 33 tsb bisa dilakukan ‘sita tahan’, artinya dibekukan peredarannya, sampai vonis pengadilan.

Bung Joss

Katakanlah buku 33 tersebut di sita tahan. Tapi bisa terbit edisi digitalnya. Belum ada hukum yang menyentuh edisi digital. Dan edisi digital bisa lebih mudah lagi disebarkan ke publik. Berhentilah berpikir menyetop sebuah buku. Mulailah lebih kreatif: buat buku tandingan. Itu baru seru.

Kan sudah saya katakan tadi bahwa ketika buku sudah tercetak banyak dimensi yang harus diperhatikan. tak hanya sisi sastranya saja. tapi sisi bisnisnya. sisi hukumnya. Sisi keadilannya. Saya membahasnya satu persatu. Ketika saya bahas, anda protes lagi. Bung Budi mana yang minta saya bicara. Kok malah hilang dan diganti bro Faruk yang tak

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 493 punya semangat diskusi. Semua komentar Faruk: “sudahlah, jangan komentar, tunggu pengadilan saja.” Lhoooo? katanya mau diskusi. Ini saya layani, kok begitu hehehehehe....

Budi Palopo

@Bung Joss hahahaha.... Budi Palopo masih nyemak banyaknya rangkaian kata.

Bung Joss

Bro Budi apakah sudah jelas semua perkara dan kita tutup diskusi. Atau masih ada yang ingin anda tanyakan. Saya bersemangat karena ingin melayani bung Budi. Kalau Bro Faruk saya kurang semangat karena ia ingin membredel buku dengan meminjam tangan pemerintah. Faruk suka dengan kekuasaan yang membredel. ketika kekuasaan bicara, tak ada lagi diskusi.

OK karena bung Budi tak nongol lagi, padahal ia yang mengundang saya diskusi, saya pamit. Saya tak mau diskusi dengan orang yang anti diskusi model Faruk yang lebih senang pemerintah membredel buku, walau sementara. Ok sampai jumpa.

Sumber: inspirasi.co, 9 Februari 2014

494 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Prospek Puisi Esai dan Fitnah Seputarnya

Oleh: Denny JA

“Jangan ada Denny JA di antara kita. Kisah Bunda Putri Denny JA di Dunia Sastra. Denny JA Menerapkan Strategi Politik di Sastra. Aksi Tipu- Tipu Denny JA di kebudayaan. Denny JA Membeli Penghargaan Sastra Dengan Harga Murah. Sastrawan mengembalikan uang Denny JA. Kejahatan Kultural Denny JA. ” Inilah beberapa contoh topik yang berseliweran di sosial media sejak awal Januari hingga tulisan ini dibuat di awal Febuari 2014.

Perdebatan sengit mengenai isu seputar saya di dunia sastra lebih panas dan keras dari yang saya duga. Buku 33 Tokoh Sastra Paling Berpengaruh hasil Team 8 dan PDS HB Jassin menempatkan saya sebagai salah satu tokoh di antara 33 tokoh itu. Lima buku puisi esai yang ditulis oleh 23 penyair kondang menambah “desingan peluru” tepat di jantung saya. Di kalangan sebagian aktivis sastra itu seolah berkembang satu genre sastra yang baru: sastra hujat, “aku menghujat Denny JA, karena itu aku ada.”

Sejak pertama kali social media hadir di Indonesia, mungkin tak ada isu sastra atau budaya

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 495 di Indonesia yang mendapatkan perhatian, debat, polemik, celotehan, pujian, hujatan dan fitnah seintensif itu. Di social media, isu ini mungkin pula sudah mengalahkan aneka isu politik, ekonomi atau olah raga untuk bulan Januari dan Febuari 2014.

Merespon aneka desingan peluru itu, saya ingin mengekspresikan suasana batin, imajinasi dan visi saya tentang puisi esai. Saya duduk merenung di kompleks vila di Mega Mendung. Di antara suara sungai dan kicauan burung, tiga hal ini yang pertama kali berkunjung ke benak saya.

Pertama, apa yang akan terjadi dengan puisi esai di tahun mendatang?

Sebuah gambar bergerak seperti video melintas di kepala saya. Sebuah suasana tergambar dengan jelas. Itu adalah satu momen di masa depan. Saat itu tahun kelima pertemuan penyair puisi esai dari seluruh Indonesia. Semua hadirin menanti pidato kebudayaan yang dipersiapkan secara matang. Seorang tokoh berwibawa akan mengajak kita merenung bersama mengenai masalah pokok kebudayaan dan sastra yang tengah dihadapi.

Perwakilan komunitas puisi esai dari seluruh Indonesia sudah tiga hari berkumpul di situ. Mereka

496 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH di satukan oleh spirit berkarya. Mereka memberikan kesaksian isu sosial dengan menggali batin personal dan menyampaikannya melalui puisi esai. Saat itu sudah terbit lebih dari 50 buku puisi esai, yang ditulis oleh lebih dari 200 penyair dan intelektual, dari Aceh sampai Papua.

Ini pertemuan spiritual karena memberikan pencerahan batin, ujar banyak peserta. Acara ini tidak hanya segar tapi kita mengenal teman-teman seperjuangan. Alhamdulilah, komunitas kita semakin besar dan semakin berkarya, komentar yang lain. Mereka sungguh menikmati aneka pembacaan puisi, dramatic reading, lagu, film, teater, diskusi yang semuanya bersumber pada puisi esai.

Dalam pertemuan itu ada ruangan dan acara khusus untuk gerakan Indonesia Tanpa Diskriminasi. Sungguhpun topik puisi esai sudah begitu beragam, namun awalnya yang diangkat oleh puisi esai adalah topik Indonesia Tanpa Diskriminasi.

Isu diskriminasi anak batin saya sejak menjadi aktivis. Saya sudah tuangkan isu itu ke dalam kolom, makalah ilmiah, film, teater, lagu, lukisan. Namun dalam karya budaya, isu itu pertama-tama saya tuangkan dalam puisi esai. Itu sebabnya untuk batin saya pribadi, isu Indonesia

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 497 Tanpa Diskriminasi dan Puisi Esai adalah sebuah perkawinan yang terus melekat.

Kegiatan saya selaku peneliti, pengusaha dan aktivis yang berpolitik memang cukup memberikan gairah. Namun keterlibatan saya di dunia sastra memberikan aroma yang berbeda, yang lebih spiritual dan menyentuh makna hidup.

Media massa mencatat pertemuan tahunan itu sebagai tradisi baru budaya yang dilahirkan oleh generasi sastrawan, intelektual dan pengusaha di era social media.

Visual suasana ini kini agak sering mengunjungi rumah batin saya. Dengan segala tenaga saya berjuang mewujudkannya. Aneka kritik, hujatan dan fitnah yang saya alami menguap segera, seketika visi masa depan puisi esai itu hinggap kembali di sukma saya.

Kedua, isu puisi esai ditulis oleh ghost writer.

Disebarkan isu bahwa puisi esai itu ditulis oleh seorang ghost writer yang disewa Denny JA. Definisi baku dari aneka kamus tentang ghost writer itu adalah “seseorang yang menulis buku atau

498 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH karangan tapi hak serta prestise kepengarangannya diberikan kepada orang lain.” Buku itu anak batin dan pikiran dari sang ghost writer tapi secara publik ia melimpahkannya kepada orang lain.

Demi apapun, puisi esai ini adalah murni anak batin dan perenungan batin saya yang terdalam. Tak ada satu orangpun yang menjadi ghost writer dari lima puisi esai saya apalagi konsep puisi esai itu. Saya yang merumuskan format puisi esainya. Saya yang menyusun filsafat dari plot setiap cerita. Saya yang membuat drama, opening dan endingnya. Namun tentu saja saya mempekerjakan individu dan team untuk membantu riset dan penulisannya.

Sejak tahun 2010, saya sudah menceritakan kepada teman-teman dekat bahwa saya merasa sedang “hamil tua.” Ada sesuatu yang harus saya lahirkan tapi belum tahu wujudnya. Sudah lama saya berhenti dari tradisi tulis menulis dan masuk ke dalam dunia politik praktis dan bisnis.

Saya ingin menumpahkan perhatian saya tentang isu diskriminasi yang melanda Indonesia. Seseorang diperlakukan begitu buruk hanya karena ia berada dalam satu identitas sosial minoritas, entah itu agama, etnis, gender sampai orientasi seksual. Di

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 499 era reformasi, memang terjadi kebebasan di tingkat suprastruktur politik. Namun di arus bawah terjadi lebih sering aksi kekerasan komunal, primordial yang penuh diskriminasi.

Saya ingin mengekspresikan isu itu dengan cara yang menyentuh hati. Kolom, makalah ilmiah hanya berhasil memberikan analisisnya namun tidak suasana batin pihak korban yang menderita. Tak tergambarkan juga sisi interior psikologis pihak yang mendiskriminasi. Agar merasuk, saya harus masuk ke tulang sumsum dan sukma manusia. Kisahnya pun harus dramatis agar lebih menggugah pembaca.

Saya merasa bahwa kebutuhan itu hanya bisa diberikan oleh sebuah fiksi. Seringkali kita tak menemukan fakta apa adanya untuk menggali sisi batin itu. Pertautan kisah yang faktual kadang tak sedramatik yang kita butuhkan untuk lebih menyentuh hati. Fiksi adalah solusinya.

Namun fiksi yang ada, seperti puisi atau cerpen terlalu ringan untuk membawa pesan itu. Sedangkan novel itu terlalu panjang. Saya inginkan puisi yang bisa juga berargumen menampilkan data, fakta, rincian hasil riset. Puisi

500 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH itu pasti harus panjang dan berbabak. Sisi fakta harus dimasukkan ke dalam puisi, bisa di batang tubuh, atau di catatan kakinya. Catatan kaki yang biasa di makalah ilmiah menjadi sentral dalam puisi esai.

Kisah diskriminasi yang hendak saya gambarkan harus juga kental sisi human interestnya. Harus ada kisah cinta di sana. Sang korban tak harus selalu menang.

Aneka kegelisahan itulah awal dan adonan lahirnya puisi esai. Dan itu murni pergulatan batin saya berbulan-bulan ketika saya “hamil tua.”

Untuk saya yang super sibuk, tentu saya tak perlu kerja sendiri. Saya juga harus terus memimpin perusahaan saya yang berjumlah lebih dari dua puluh, yang bergerak mulai dari konsultan, properti, food and beverages hingga tambang. Saya juga harus terus memantau aneka klien baik calon presiden, gubernur atau walikota. Jika ingin berkarya di dunia sastra, saya harus mempekerjakan individu dan team agar cukup waktu saya untuk semua.

Di pengantar buku sudah saya ceritakan semua yang membantu saya, yang jumlahnya lebih dari dua puluh orang. Termasuk di dalamnya penyair

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 501 senior Sapardi Djoko Damono. Juga akademisi sastra senior Ignas Kleden. Juga teman-teman aktivis dan sastrawan mulai dari Ahmad Gaus, Fatin Hamama, Eriyanto, kawan-kawan di Ciputat School lainnya, dan peneliti di LSI. Sayapun meminta komentar yang kemudian ikut saya adopsi sarannya seperti Rocky Gerung, Effendi Gazali, Hamid Basyaib, dan belasan lainnya.

Semua hasil riset penulisan dan komentar dari individu dan team itu saya masukkan ke dalam kerangka puisi esai yang murni hasil batin saya. Kepada teman-teman dekat, saya sering menceritakan proses editing akhir yang saya lakukan. Setiap satu puisi esai, saya edit dan saya finalkan dengan diawali mengambil air wudhu. Lalu saya duduk di depan komputer, membuka sebuah puisi esai. Sebelum pikiran dan tangan saya bergerak, saya bacakan dalam hati terdalam surat Al- Fatihah. Saya sucikan diri saya. Saya kontak sumber alam gaib di dunia sana untuk menggerakkan tangan saya melakukan editing terakhir dengan mendengar aneka komentar dan saran aneka pihak yang memang saya minta.

Kadang saya mengeditnya dengan mengeluarkan air mata. Kadang saya mengetik di komputer dengan mengoceh sendiri. Saya hilang

502 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH dari dunia dan fokus tenggelam di layar komputer. Satu yang saya niatkan. Saya ingin buku puisi esai ini mengawali kembalinya saya ke dunia sosial setelah melanglang jauh ke dunia politik dan bisnis.

Sejak mahasiswa saya sudah menulis ratusan kolom di semua media nasional. Saya sudah tahunan pula menjadi host di TV dan radio. Saya sudah pula membuat ratusan makalah riset di LSI. Semua sudah dibukukan dalam buku berjumlah lebih dari dua puluh. Namun baru kali ini saya merasa memiliki medium ekspresi batin. Yaitu puisi esai.

Demi apapun, puisi esai bukan karya ghost writer sesuai definisi yang baku. Itu adalah fitnah. Info itu tentu harus diluruskan demi apa yang benar dan sesungguhnya terjadi.

Ketiga, isu puisi esai ditulis untuk target politik praktis meraih jabatan.

Aneka analisis dan prediksipun muncul menjelaskan, mengapa saya bersedia mengeluarkan dana hingga miliar untuk kerja sastra dan kebudayaan. Ada yang menyatakan Denny JA ingin menjadi presiden di 2019. Yang lain berkata, oh tidak, 2019 masih terlalu lama. Di 2014, ia ingin diangkat menjadi menteri kebudayaan. “Bukan,”

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 503 kata yang lain lagi, “targetnya bukan politik, tapi bisnis. Ia hanya ingin bargaining bisnis dan menggunakan ketokohannya di dunia sastra.” Ada pula yang menyatakan Denny JA hanya seorang megalomania yang ingin dikenang sebagai pembaharu untuk semua bidang yang ditekuninya. Dan lain sebagainya.

Penyebabnya bukan itu semua. Kepada aneka teman dekat, saya sering cerita percakapan saya dengan istri dan anak-anak. Jika hidup hanya kaya raya dan menikmati seluruh kemewahan dunia, saya tak akan mati dengan tersenyum. Mati saya tidak mesem.

Sejak kecil, saya tumbuh dengan suasana yang miskin dan sulit. Hati saya sejak remaja ingin ikut melakukan sesuatu yang bersifat sosial. Namun itu akan lebih leluasa jika saya puya dana yang cukup. Saya tekun bekerja agar mencapai financial freedom terlebih dulu. Saya sangat senang dengan pameo: “Carilah uang sebanyak-banyaknya, dan gunakan untuk membantu orang lain juga sebanyak-banyaknya.” Atau ungkapan: “Orang yang terpilih adalah orang yang kaya raya dan bekerja di jalan Tuhan.”

504 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Saya memang berupaya secara sengaja menjadi kaya raya. Namun sebagian kekayaan itu adalah hak orang lain. Hak itu saya harus kembalikan melalui kerja sosial. Istri dan anak-anak saya minta ikhlas dan mereka memang ikhlas jika sebagian dari rezeki Tuhan ini saya pulangkan kembali ke dunia sosial.

Saya ingin mewakafkan diri saya, gagasan, sebagian harta saya untuk gerakan Indonesia Tanpa Diskriminasi. Saya tahu ini kerja lintas generasi, yang tak akan selesai hanya dengan satu generasi. Namun saya ingin dalam dinding besar peradaban baru Indonesia Tanpa Diskriminasi itu saya ikut meletakkan fondasinya.

Saya senang dengan pernyataan seorang pemikir bahwa politisi itu adalah tamu dari peradaban. Tapi seorang penggagas budaya adalah tuan rumah peradaban. Politisi datang dan pergi setiap pemilu. Namun penggagas budaya bertahan di sana membangun peradaban.

Saya ingin mewakafkan diri saya menjadi penggagas budaya itu. Topik dan brandingnya sudah saya pilih dalam slogan atau tagline: Indonesia Tanpa Diskriminasi.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 505 Namun agar gagasan itu merasuk, ia harus diekspresikan dalam karya budaya: puisi, teater, lagu, film, lukisan, fotografi, dan sebagainya. Inilah awal saya masuk ke dunia sastra dan budaya.

Bukan jabatan politik yang menjadi target saya dalam bersastra tapi ikut menggaungkan isu dan perlawanan diskriminasi melalu kerja budaya. Saya tidak terlalu hirau dengan terpilih menjadi 33 tokoh sastra, atau nanti terpilih pula menjadi 50 pembaharu politik Indonesia, atau 25 aktivis sosial yang berpengaruh, atau 3 intelektual paling kaya, dan lain sebagainya. Saya hanya ingin dicatat sebagai pejuang gerakan Indonesia Tanpa Diskriminasi. Salah satunya melalui puisi esai.

Sumber: inspirasi.co, 7 Februari 2014

506 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Tingkatkan Pro Kontra Buku 33 Tokoh Sastra

ke level paper akademik

Oleh: Denny JA

Lima tahun dari sekarang, bagaimanakah perdebatan pro dan kontra buku 33 tokoh sastra ini dikenang? Apa yang akan diingat publik dan apa yang akan dilupakan? Apakah perdebatan pro dan kontra buku itu akan terdokumentasikan seperti buku polemik kebudayaan atau polemik sastra kontekstual.

Dari sisi kehebohan atas buku, mungkin ini adalah dinamika dunia sastra yang paling ramai. Terutama karena saat ini era social media. Semua individu, sastrawan atau bukan, bisa menulis sistematis atau tidak, berceloteh dengan bebas tanpa ada yang bisa mengontrolnya.

Sejak buku ini diluncurkan 3 Januari, sampai tulisan ini dibuat tanggal 15 Februari, selama satu setengah bulan, perdebatan masih ramai. Jika kita ketik di google search “33 tokoh sastra,” sudah terdaftar hampir 900 ribu files yang

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 507 memberitakannya. Dalam satu hari rata-rata 20.000 files membicarakan soal buku itu.

Namun yang lebih penting adalah pencerahan dan pembelajaran publik atas kontroversi itu. Yang akan mencerdaskan publik bukan lagi sekedar heboh dan ramai. Semakin bermutu perdebatan kontroversi itu semakin bagus. Saatnya perdebatan dan celoteh atas kontroversi itu diangkat ke level paper akademik. Ulasan yang lebih sistematik, dengan hasil riset, itu yang sangat ditunggu.

Isu mengenai kebutuhan perdebatan yang lebih akademik dan sistematik sudah mengemuka. Di bawah ini dicuplik percakapan di facebook antara bung Joss dan beberapa facebookers. Percakapannya dimulai dari soal apa yang benar dan salah di ruang publik. Kemudian isu bergeser soal ajakan bung Joss agar perdebatan diangkat ke level akademik. Debat di facebook ini diedit ejaan dan info lain agar isinya lebih terfokus:

Hanna Fransisca

Tetap damai dan bijak bersikap serta bertindak, Kang.

508 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Nuruddin Asyhadie

Hanna Fransisca kami cinta damai, tapi lebih cinta kebenaran. Perdamaian tanpa kebenaran itu palsu, sepalsu loyalitas tanpa integritas.

Bung Joss

@baguslah jika bro Nuruddin cinta kepada kebenaran. Namun tentunya bro Nur paham juga bahwa benar dan salah itu bukan ia pribadi yang memutuskan. Dunia publik membiarkan setiap orang mempunyai opini yang berbeda soal kebenaran itu. Yg repot bro Nur ingin menyeragamkan kebenaran itu. Celakanya ia minta pemerintah pula membredel buku 33 tokoh (walau sementara) untuk disesuaikan dengan kebenaran yang diyakini bro Nur. Team 8 jika ingin karyanya beredar di publik harus mengembangkan kebenaran spt yang dipahami bro Nur. Jika tidak: bredel! Inikah kebenaran versi dirimu bro? Kita tak membutuhkan sejenis FPI di dunia sastra....

Nuruddin Asyhadie

Bung Joss, MEMANGNYA KAMU TAHU APA SOAL KEBENARAN?

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 509 Yo Sugianto

Muncul lagi istilah FPI di dunia sastra. Kalau memprotes dibilang kayak FPI. Lalu jika ada sekelompok orang yang menamakan dirinya sastrawan dan kritikus ternama, dengan seenak udelnya membaptis seseorang dengan karya yang belum teruji pengaruhnya, menggunakan berbagai metodologi menyesatkan agar sah, itu disebut apa? Jika disebut PKI, nanti dianggap merembet seolah yang menyebut menganut paham marxisme, gak pancasilais, diskriminatif.

Bung Joss

@bro di dunia publik era demokrasi, versi kebenaran boleh saja beragam. Jangankan soal opini sastra mengenai siapa yang paling berpengaruh dan apa kriterianya. Soal yang suci seperti agama saja dibolehkan beragam kok. Menurut agama A, jika ingin masuk surga ini syaratnya. Menurut agama B, jika ingin surga, lain pula syaratnya. Menurut agama C, jika ingin beribadah kepada Tuhan harus seperti ini. Menurut agama D, beribadah yang benar, seperti yang lain lagi. Demokrasi membolehkan semua versi ini hidup.

510 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Lha kok anda tidak membolehkan team 8 mempunyai versi dan kriterianya sendiri untuk menentukan 33 tokoh sastra paling berpengaruh? Di agama saja orang boleh beragam, kok di sastra anda ingin menyeragamkan opini. Lebih kacau lagi anda meminta pemerintah pula menyeragamkannya? ini kah kebenaran yang anda bela?

Tan Lioe Ie

Dunia sastra? Apa iya buku dengan berbagai dusta itu dibutuhkan dunia sastra Bung Joss? Apa bukan buku itu justeru sejenis FPI?

Faruk Tripoli qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqk..

Nuruddin Asyhadie

Bung Joss kamu tak bisa membedakan antara hidup dalam perbedaan dengan ketertutupan absolut bertopeng perbedaan. =)) Kamu tak bisa membedakan antara perbedaan dalam kebenaran, dengan perbedaan antara salah dan benar. Kalau kamu ngomong 0 adalah anggota bilangan asli, itu berbeda dengan 0 adalah anggota bilangan cacah,

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 511 tapi perbedaannya adalah antara BENAR dan SALAH. Paham?

Bung Joss

Anda harus memahami buku team 8 soal tokoh sastra paling berpengaruh itu sebagai opini warga negara yang dijamin oleh konstitusi dan semua hukum demokrasi. Anda boleh tak setuju karena memang anda tidak diwajibkan setuju. Anda dan kelompok anda juga bebas membuat versi dan kriteria anda sendiri. Yang menjadi problem, kok opini orang lain ingin anda bungkam, bredel, walau sementara, dengan menggunakan tangan pemerintah?

Katakanlah buku team 8 ini buruk. Katakanlah opini team 8 itu salah. Di demokrasi, buku yang buruk dan salah itu boleh beredar kok. Apalagi jika buku itu belum tentu buruk dan salah. Inilah repotnya jika aktivis tak memahami apa yang boleh dan tak boleh di era demokrasi. Bayangan bredel buku di era orde baru kok kini ia idolakan lagi...

Nuruddin Asyhadie

Ayo Bung Joss sini diuji:

INI ADALAH DEFINISI YANG DIPAKAI UNTUK

512 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH MEMILIH DAN MENYUSUN BUKU 33: tokoh sastra Indonesia PALING berpengaruh adalah orang yang melalui karya sastra, gagasan, pemikiran, kiprah, dan tindakannya memberikan pengaruh dan dampak CUKUP LUAS khususnya pada dinamika kehidupan sastra, dan umumnya pada dinamika kehidupan intelektual, sosial, politik, dan kebudayaan Indonesia yang lebih luas. DEFINISI ITU SALAH ATAU BENAR?

Cepi Sabre

Kalau boleh ikut berkomentar, dalam sistem demokrasi, kebebasan memang dijunjung tinggi, tapi tidak berarti semua orang bebas melakukan apa saja semaunya. Itu ilusi demokrasi namanya.

Faruk Tripoli bebas mencuri dan menipu. adakah pasalnya?

Nuruddin Asyhadie

Definisi salah DI TINGKAT LEKSIKAL SAJA TIDAK TAHU, MAU SOK BICARA KEBENARAN, OPINI YANG BERBEDA, Bung Joss,

Bung Joss

Dalam agamapun, Islam dan kristen berbeda paham

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 513 soal fakta apakah nabi Isa atau Yesus disalip dan mati. Ada yang menyatakan nabi Isa disalip. Ada yang menyatakan bukan nabi ISa yang disalip. Ada yang menyatakan memang yang disalib itu nabi Isa tapi ia tak mati dan hidup di India. Untuk yang bersifat fakta saja, dan itu fakta yang berhubungan dengan keyakinan agama, oleh demokrasi dibiarkan beragam.

Semua orang dibolehkan meyakini sesuai versinya. Lha kok anda melarang team 8 meyakini versi mereka soal 33 tokoh itu. Anda boleh tak setuju. Tapi jika anda melarang hak orang lain untuk punya opininya sendiri, versi kebenarannya sendiri, siapakah anda sebenarnya?

Nuruddin Asyhadie

Bung Joss, Tak usah lari kemana-mana, ayo kita bahas mulai definisi 33 tokoh sastra paling berpengaruh.

Bung Joss

Bro Nur, hayatilah pandangan Victor Hugo ini: “Saya tak menyetujui pandangan tuan. Tapi hak tuan menyatakan pendapat tuan akan saya bela.” Inilah sikap yang lazim di dunia demokrasi. Jika diterjemahkan: “Saya tak setuju opini team 8

514 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH soal 33 tokoh sastra berpengaruh. Tapi hak team 8 menyatakan pendapatnya dan mempublikasi pendapatnya akan saya bela.” ini baru sikap yang sehat. Anda sebaliknya: yang tak anda setuju anda minta dibredel oleh pemerintah. Inikah yang anda sebut kebenaran?

Nuruddin Asyhadie

Bung Joss, Hak berbicara itu dilandaskan pada apa? MENIPU ITU DIBENARKAN OLEH HUKUM? DEFINISI SALAH BISA DITERIMA? kalau begitu SEMUA ORANG LULUS SKRIPSI, MESKIPUN SKRIPSINYA ERROR =))

Faruk Tripoli

Yang jelas ada larangan menyampaikan suara dalam pemilu karena dorongan politik uang. Suara dalam pemilu itu sama dengan opini, nggak, ya? masuk dalam kategori pendapat yang dimaksud oleh hugo, nggak, ya? mari kita baca buku Victor Hugo si bongkok dari notradame. apakah dia membela si pendeta yang punya pendapat yang berbeda dari si bongkok?

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 515 Nuruddin Asyhadie

Bung Joss KESALAHAN TAK USAH DIPAKSAKAN JADI KEBENARAN YA. ITU NAMANYA FUNDAMENTALIS. KALAU KAMU MENDEFINISIKAN FPI ADALAH FUNDAMENTALIS, MAKA PEMAKSAAN KESALAHAN MENJADI KEBENARAN ADALAH FPI.

Faruk Tripoli

Hugo membunuh pendeta itu karena si pendeta tidak berhak masuk ke alam carnival demokrasi yang berlangsung di bawah halaman gereja, karena si pendeta bersikap manipulatif terhadap jasanya pada si bongkok

Bung Joss

@bro Nur, dalam opini itu biasa orang beda pendapat. Saya sudah contohkan kisah nabi Isa yang disalib. Dari 3 versi itu kan pasti hanya salah satu yang benar. Tapi semua orang dibiarkan meyakini versinya masing-masing. Dan kini demokrasi tidak menyatakan dua versi lainnya menipu. Yang dinyatakan demokrasi: terserah publik meyakini yang mana sesuai dengan kesadarannya.

516 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Begitu pula dengan team 8 dan opini 33 tokoh sastranya. Silahkan saja anda membuat versi yang lain. Serahkan publik ingin meyakini yang mana. Yang terjadi anda yang ingin menjadi selektornya. Anda yang ingin menentukan yang mana yang boleh diyakini publik, yang mana yang tak boleh. Yang beda dengan anda: BREDEL! itukah kebenaran?

Nuruddin Asyhadie

Bung Joss BERBEDA ITU BUKAN BERARTI TAK BISA DIUJI, TAK BISA DINILAI. KALAU KAMU MENUNTUT PERBEDAAN SEMACAM ITU, ARTINYA MENUNTUT KEHARUSAN BERBEDA, ITU FASIS.

Faruk Tripoli

Si pendeta menolong untuk kepentingan dirinya sendiri. samakah si pendeta dengan orang yang memberi bantuan bagi penulisan buku agar dirinya juga masuk di dalam buku itu?

Nuruddin Asyhadie

Bung Joss Berbeda pendapat bukan berarti bahwa PENDAPAT SALAH memiliki NILAI YANG SAMA DENGAN PENDAPAT YANG BENAR. Apa konsekuensi dari pendapat yang salah?

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 517 Faruk Tripoli

Ayo, mana victor hugo yang lain?

Faruk Tripoli

Ada aturan dalam menafsirkan pernyataan victor hugo itu. namanya hermeneutik. Juga ada aturan dalam mengutip dan mempublikasikan kembali perdebatan orang. Tidak hanya didasarkan pada kepentingan diri dengan alasan kebebasan opini

Bung Joss

Bro Nurdin, soal buku team 8 itu, anda boleh berpendapat apapun. Team 8 juga boleh berpendapat apapun. Apakah ada penipuan, kesalahan, dan lain- lain di buku itu, silahkan diuji oleh masing-masing pihak dan dipublikasikan.

Anda kan tidak dilarang menuliskan dimana salahnya buku itu? Anda juga tidak dilarang meneliti dimana unsur menipu buku itu?. Anda juga tak dilarang mempublikasikan hasil kajian anda soal buku itu. Lakukan saja. Itu justru mencerdaskan.

Yang kacau kan, anda hanya berkicau. Anda tidak menuliskan kritik dan review anda secara sistematis dan mempublikasikannya. Dan anda meminta

518 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH pemerintah membredel buku 33 tokoh sastra pula. Apakah anda menangkap dimana kacaunya sikap anda?

Tan Lioe Ie

Bung Joss, penipuan terkait buku 33 itu. Bisa dibuktikan.

Nuruddin Asyhadie

Bung Joss, Itu namaya RELETIVISME, itu BUKAN DEMOKRASI, itu juga bukan KETERBUKAAN, tetapi KETERTUTUPAN ABSOLUT, itu adalah PENGHARUSAN PERBEDAAN, itu adalah FASISME. Kalau kau ngomong seperti itu maka SETIAP KEJAHATAN tak bisa dihukum.

Bung Joss

Saran saya untuk @bro Nur: anda berdiam diri dalam sebuah momen. Buatlah kritik dan review atas buku 33 tokoh itu selengkap mungkin. Jika menurut anda ada unsur penipuannya, buatkan argumen dan buktinya. Jika menurut anda ada kesalahan metodeloginya, uraikan dengan argumen. Buat selengkap mungkin. lalu publikasikan. Ini jauh lebih mencerdaskan ketimbang anda berkicau sepotong-

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 519 sepotong. Lalu berlagak punya kuasa meminta pemerintah membredel buku.

Sanggupkah anda menuliskan kritik anda secara sistematis? Saya jamin jika anda selesai menuliskan kritik anda itu, perdebatan akan lebih sehat dan akademik. Ditunggu review tertulis yang akademik. Tantangan ini untuk anda, saut, faruk, dan lainnya. Ditunggu.

Nuruddin Asyhadie

Bung Joss, Berapa kali telah kuberikan argumennya? PRODUK GAGAL BUKAN UNTUK DIREVIEW, UNTUK DITARIK..

Tan Lioe Ie

Bung Joss, kritik dan review seperti kata Anda (menolak atau menerima) tetap saja akan dianggap bukti pengaruh Denny JA. Jadi siapa yang diuntungkan, bung marketer? Ayo jawab soal lukisan Hanafi dan sanggahan Pusdok HB Jassin, jika Anda dan tim 7 punya bukti lain. Jangan cuma minta orang menulis, mana tulisan sanggahan dari Tim 7 soal itu, jika mereka punya kebenaran versi mereka tentang itu.

520 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Bung Joss

@bro Nur? Tuliskan kritikmu atas buku 33 tokoh itu dalam satu tulisan utuh dan panjang 50 halaman. Bisa? Jika untuk menulis itu anda perlu honor, saya carikan honornya. Tapi jika anda ingin menulis sukarela, demi sastra, alhamdulilah. Saya tunggu ya. Anda bisa mengkontak saya di publik atau di jalur pribadi, demi perkembangan sastra yang sehat.

Nuruddin Asyhadie

Bung Joss, Honor 50 JUTA ITU DUIT KECIL BAGIKU JOSS. PROYEK TERAKHIRKU 5 MILYAR. PROYEK ITU KUKERJAKAN DALAM SEBULAN. BERANI BAYAR? TETAPI AKU AKAN BICARA KEBENARAN, AKU TAK MENJUAL KEBENARAN. Nawari diriku cuman 50 juta, penghinaan betul. Berani 5 milyar, deal, sekarang kukerjakan, kukuliti perparagraf. HAYO, SINI, KUBIKINKAN KONTRAKNYA.

Bung Joss ayo @bro Nur. Kita move on. kita angkat perdebatan kita ke level akademik dan sistematik dalam tulisan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 521 yang panjang. Mari semua kita jangan hanya menjadi komentator kelas facebook hehehehe....

Faruk Tripoli

Setuju, bung joss. hasilnya bisa dipakai untuk menuntut ke mendikbud. Duit diterima aja dengan syarat tidak boleh mendikte pikiran penulisnya. Petisi juga bisa memanfaatkan hasil tulisan itu. bukan duitnya

Bung Joss

Buat selengkap dan seakademik mungkin. Semakin banyak kesalahan ditemukan dan dikritik, semakin baik. Saya carikan honor yang bagus dan saya terbitkan. Setuju? kita move on ya. Ditunggu.

Tan Lioe Ie

Bung Joss, pura-pura tak tahu ada tulisan Makyun Subuki yang membongkar kelemahan buku 33 itu, jawab dong tulisan Makyun Subuki jika Anda atau tim 7 menganggap itu salah?

Faruk Tripoli

semuanya urusan pribadi Nuruddin Asyhadie dengan Bung Joss yang ternyata tidak kalah kayanya dibandingkan Denny JA

522 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Nuruddin Asyhadie

Bung Joss deal 5 milyar, kuminta sekretarisku bikin kontrak. Dalam sebulan catatan per paragraf jadi.

Budi Palopo

Bung Joss giringan ‘bola’-nya mulai agak-agak cerdas... gol apa kagak ya... gol apa kagak ya... gol apa kagak ya... ha ha ha ha...

Nuruddin Asyhadie

Bung Joss, TAHU KAMU BERAPA MILYAR YANG KUKELUARKAN UNTUK MEMBANGUN SASTRA INDONESIA SELAMA 3 TAHUN INI, MEMBANGUN SUMBER DAYA MANUSIA SASTRA INDONESIA SELAMA 3 TAHUN INI AGAR TAK ADA LAGI MANUSIA2 INKOMPETEN DALAM SASTRA INDONESIA YANG KARYA2NYA AKAN MENCIPTAKAN IDIOKRASI? MAU KUBERI HITUNGANNYA? 5 M ITU TAK SAMPAI 5%NYA.

Bung Joss

@bro nur, seorang teman menyolek saya. Dengan gayamu yg meledak dan emosimu yg belum stabil, menurutnya honormu yg paling layak maksimum 500 ribu saja. Bagaimana?

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 523 Toh yang penting kan kontribusimu di sastra bukan honornya hehehehhe

Budi Palopo

Bung Joss... mulai kesel ya? Istirahat... istirahat... ngopi dulu... udud dulu... mandi dulu... biar

Eimond Esya

Bung Joss, kau ini robot atau orang? Kalau orang coba ungkap dulu siapa dirimu sebenarnya. Kasih tahu orang siapa nama kau yang sebenarnya. Dimana rumahmu?

Bung Joss

Sorry terhenti. Tadi ada tamu. Apa benar bro nur sudah menghabiskan dana puluhan miliar untuk sastra? Jika untuk hal ini saja ia berbohong, bagaimana untuk yg lebih abstrak?

Kembali ke laptop: ayo kita tingkatkan level perdebatan ke tingkat akademik. Team 8 sudah berargumen dengan lebih 700 halaman. Yg kontra silahkan menulis minimal 50 halaman, selengkap mungkin. Nanti yg anda tulis direview lagi oleh yg lain dengan tulisan panjang lagi. Kalau hanya berceloteh di facebook kelasnya hanya komentator

524 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH sastra facebook. Jika perlu honor, saya carikan honor tapi yg wajar saja sesuai kelasnya.

Untuk kelas bro nur yg emosinya saja masih meledak ledak tanda tak stabil, apalagi pikirannya, ikhlas saja menulis tanpa honor untuk perkembangan sastra. Jika perlu honor juga, 5 juta oke untuk 50 halaman. Bro faruk, saut, katrin, silahkan juga menulis. Nanti apa yg anda tulis akan ditanggapi balik. Bagaimana?

Usulan debat publik pihak aliansi anti pembodohan menarik dilakukan. Tapi debatnya supaya akademik dilandasi dulu oleh paper tertulis. Buat dulu papernya. Jika sulit bertemu wajah, debatnya di dunia virtual saja tapi paper vs paper, bukan celotehan vs celotehan.

Silahkan faruk, katrin, nur dan saut, buat papernya. Publikasikan saja di dunia virtual. Kurang dari seminggu paper kalian akan ditanggapi lagi dengan paper juga oleh pihak lain. Kita lakukan bulak balik tiga kali. Nanti itu diterbitkan sebagai dokumen debat akademik.

Jika untuk menulis itu perlu honor, honornya urusan saya mencarinya. Bolehlah satu paper 5 juta. Yg penting honornya realistik dan tulisannya akademik. Jika tidak, debat buku 33 tokoh hanya kelas celotehan

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 525 facebook dan twitter saja. Ditunggu responnya. Toh yang penting kan kontribusimu di sastra bukan honornya hehehehhe

Faruk Tripoli

qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqk. itu bukan kegiatan petisi. silahkan yang mau gabung

Bung Joss

Bro faruk. Anda bersedia menuliskan kritik anda lebih sistematik dalam tulisan panjang? Itu bagus juga untuk mencerdaskan publik. toh anda bebas menulisnya.

Faruk Tripoli

Nggak. saya bukan pribadi di lingkungan petisi. Keputusan saya serahkan pada rapat pengurus petisi

Bung Joss

Soal honor anggap saja itu biaya pengganti riset. Ya anda harus melakukan riset agar tulisan anda mendalam. Bro faruk diminta menulis sebagai pribadi, bukan sebagai anggota apapun.

Faruk Tripoli

526 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Sebagai pribadi, saya sama sekali tidak tertarik bicara, apalagi menulis, tentang buku itu. ada yang berharga untuk ditanggapi, ada juga yang tidak.

Bung Joss

Tapi anda sudah menanggapi buku itu bro faruk, walau masih di level celotehan facebook. Naikkan level tanggapannya ke paper akademik. Jika anda tak bersedia, ya sudah. Minimal publik megetahui bahwa teman-teman yg kontra sudah ditawarkan menaikkan level kritiknya dari celotehan facebook ke paper akademik. Biaya riset disediakan pula, tentu biaya yg wajar.

Faruk Tripoli

Cek lagi. saya tidak pernah menanggapi isi buku itu. yang saya tanggapi adalah pendapat, pemaknaan, opini tentangnya. dan, argumen saya tidak pernah didasarkan pada isi buku itu. Saya hanya mengembalikan argumentasi yang digunakan oleh orang yang mengemukakan pendapatnya tentang buku itu

Bung Joss

Silahkan diskusikan dgn team ya. Sampaikan juga

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 527 ajakan ini kepada saut, katrin, nur. Saatnya kita meninggalkan dokumen yg bagus perihal debat buku 33 tokoh sastra, untuk generasi sekarang ataupun akan datang. Kelasnya harus paper akademik.

Jika teman teman yg kontra tak bersedia, maka buku dokumentasi debat 33 sastra yang pasti tetap akan dibuat, tanpa representasi anda. Dan buku itu akan dicetak banyak sekali, dan dibagikan ke publik, perpustakaan, universitas, mass media, dsb. Untuk dokumentasi akademik, celotehan facebook tidak dihitung...

Nuruddin Asyhadie

Bung Joss, (honor) 5 M itu cuma biaya 9 bulan di salah satu divisi perusahaanku. Buat 1 tahun saja belum nyampe itu. Wakakakakak. Jadi 5 M itu seperti kubilang kurang dari 5% dari yang kukeluarkan selama 3 tahun ini untuk membenahi sumber daya manusia sastra Indonesia agar tak dipenuhi oleh penulis2 yang inkompeten, yang tak bisa menulis dan tak tahu seni menulis.

Budi Palopo

Bung Joss menarikan jurus rayuan ular kadut. Kira- kira barisan Tim 8 yang telah ditinggal Maman S.

528 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH Mahayana semakin tambah panjang apa nggak ya?

Bung Joss

@nur kok anda malah sibuk bicara honor sih? Bukankah perkembangan sastra yg seharusnya menjadi perhatianmu? Di samping itu, masuk akalkah kau menulis 50 halaman dibayar 5 miliar? Apakah kamu pemenang nobel sastra? Ayo untuk pembelajaran publik, tingkatkan debatnya ke paper akademik. Honor diberikan yg wajar saja sbg pengganti riset minimal. Cukup 5 juta saja per paper. Jika tak bersedia, tak apa. Akan banyak akademisi sastra lain bersedia untuk pembelajaran publik.

@budi, saya tak tahu soal team 8. Tapi saatnya bagi kita menaikkan level celotehan facebook soal sastra ke paper akademik. Itu jika kita ingin serius berdebat. Paper vs paper. Bukan celotehan vs celotehan. Bukan caci maki vs caci maki.

Catat saja di sini, saya yg menjamin paper itu ada biaya risetnya, dan pasti terbit jadi buku. Nanti publik mendapatkan pencerahan aneka argumen sastra di buku itu, yg beragam. Kan bagus sekali jika ujung dari heboh buku 33 tokoh sastra adakah dokumen perdebatan yg akademik, dan enak dibaca.

POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH 529 Ok, karena sudah tak ada lagi respon, saya pamit. Paling lambat 9 bulan dari sekarang, dokumentasi polemik buku 33 tokoh sastra akan terbit, spt buku polemik kebudayaan atau polemik sastra kontekstual.

Budi Palopo

Bung Joss... saya salut atas upayamu menggiring- geseran isu. Sayang anda dah kijenan, sehingga muncul penampakan ambisi yang seolah tutup mata tutup telinga. Sayang...!

Bung Joss

Oh ya soal pertanyaan @eimon esya soal siapa saya (bung JOSS ) dan dimana rumah saya, jawabnya petikan puisi sutardji SAMPAI.

“Kami tidak dimana mana. Kami mengatas meninggi. Jika kalian sampai ke puncak nurani, kalian sampai sebatas kami.”

Hehehehehe....rileks bro. Peace...

Sumber: inspirasi.co, 15 Februari 2014

530 POLEMIK BUKU 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING BERPENGARUH