Pengaturan Calon Independen Pada Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Padang Lawas

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Pengaturan Calon Independen Pada Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Padang Lawas Jurnal Ilmu Administrasi Publik 2 (2) (2014): 129-136 Jurnal Administrasi Publik http://ojs.uma.ac.id/index.php/publikauma Pengaturan Calon Independen Pada Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Padang Lawas Afri Azwar Hasan Harahap, Rosmala Dewi * Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Medan Area, Indonesia Diterima Agustus 2014; Disetujui Oktober 2014 Dipublikasikan Desember 2014 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mngetahui pengaturan pencalonan independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan calon independen tidaklah bertentangan dengan undang-undang dasar tahun 1945 pasal 18 ayat(4), yang bukan merupakan perbuatan darurat ketatanegaraan yang terpaksa harus dilakukan, dimana pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah agar sesuai dengan sistem demokrasi. Dalam tata cara pencalonan independen pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah: surat pencalonan ditanda tangani calon, berkas dukungan yang dilampiri fotocopy KTP dan surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai calon tanpa adanya alasan yang tepat. Apabila sudah mencalonkan sebagai calon independen jabatan sementara sebelum mencalonkan akan dinonaktifkan sampai selesai pemilihan kepala daerah serta jika pencalonan sudah selesai ternyata dinyatakan kalah, maka jabatan yang sebelumnya kembali dijabatnya dengan alasan tidak adanya masalah dalam pemilihan yang telah berlangsung. Kata Kunci : Calon independen; Pemilihan Umum; Pemerintah Daerah Abstract This research aims to know regulation independent candidate.The results of the study indicate that the regulation of independent candidates is not contradictory to the 1945 Constitution article 18 paragraph (4), which is not an emergency act of state administration which must be done, where the nomination of regional head and deputy head of region to be in accordance with democracy. In the procedure of independent nomination of candidacy for regional head and vice regional head: candidate nomination letter signed by candidate, supporting document accompanied by photocopy of identity card and letter of statement will not resign as a candidate without proper reason, if already nominate as independent candidate of interim position before nominating Will be deactivated until the election of regional head. If the nomination is completed and the independent candidate fails (declared defeated) then the position that was previously re-occupied by reason of no problem in the election that has been going on. Keywords: Independent candidate; General election; Local Goverment How to Cite : Afri Azwar Hasan Harahap, Rosmala Dewi (2014). Pengaturan Calon Independen Pada Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Padang Lawas Padang Lawas 2 (2): 129-136 *Corresponding author: P-ISSN-2549-9165 E-mail: [email protected] e-ISSN-2580-2011 129 Afri Azwar Hasan Harahap, Rosmala Dewi (2014). Pengaturan Calon Independen Pada Komisi PENDAHULUAN mengajukan diri dan turut dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara provinsi, Kabupaten/Kota memberikan suatu Republik Indonesia tahun 1945 pasal 2 ayat dimensi tentang perubahan tatanan sistem (1) menyatakan bahwa “kedaulatan berada di politik di Indonesia. Berpeluang majunya tatangan rakyat dan dilaksanakan Undang- calon independen dalam Pilkada berdasarkan Undang Dasar. Perubahan tersebut keputusan Mahkamah merupakan realitas bermakna bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi politik yang harus diterima semua pihak. dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi Dengan pengesahan itu, calon independen dilaksanakan menurut ketentuan Undang- memiliki kedudukan setara dengan calon Undang Dasar. dari parpol atau gabungan partai politik. Berdasarkan perubahan tersebut Pilkada dapat dipahami sebagai “institusi seluruh anggota DPR, DPD, Presiden dan Politik” baru dengan “konstituen” massa wakil Presiden, DPRD provinsi dan DPRD rakyat yang harus dihimpun dan diyakinkan kabupaten/kota dipilih melalui pemilihan sebagaimana parpol menghimpun dan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, meyakinkan anggota konstituennya. Oleh dan adil setiap lima tahun sekali. Demikian karenanya, calon independen yang akan maju juga halnya Kepala daerah baik itu Provinsi dalam pilkada harus memenuhi persyaratan maupun Kabupaten/Kota dilakukan sebagaimana calon dari parpol atau pemilihan secara langsung. Pemilihan Kepala gabungan partai politik. daerah (Pilkada) secara langsung telah Keberadaan calon independen dalam diterima penting bagi proses demokratis pelaksanaan pilkada semakin kuat dengan ditingkat lokal. Praktek Pilkada langsung ini disahkan revisi Undang-Undang Nomor 32 telah banyak memberikan dampak positif tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan negatif. Dikatakan positif karena oleh DPR-RI menjadi Undang-Undang pemilihan (masyarakat) dapat menentukan Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan secara langsung melalui suara terbanyak kedua atas Undang-Undang Nomor 32 siapa yang akan menjadi Kepala daerahnya. Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dan dikatakan negatif karena Pilkada Dalam Undang-Undang ini peluang calon menjadi salah satu pemicu peningkatan independen lebih terbuka dalam pilkada, konflik di Daerah, serta biaya sebagai syarat kisaran dukungan antara 3 penyelenggaraan Pilkada yang sangat tinggi. sampai dengan 6,5 %. Revisi tersebut juga Pada bulan Juli 2007, Mahkamah memuat syarat lain, diantaranya usia calon Konstitusi telah memutus permohonan kepala daerah dan wakil kepala daerah pengujian Undang-Undang Nomor 32 tahun sekurang-kurangnya 25 tahun dari semula 2004 tentang pemerintah daerah, khususnya 30 tahun. yang berkaitan dengan permohonan yang Meskipun keberadaan calon menunjukkan supaya calon perseorangan independen memberikan akibat terhadap dapat menjadi salah satu kontestan pilkada. polemik politik di Indonesia, khususnya Calon perseorangan, yaitu disebut oleh keberadaan partai yang merasa dikebiri, beberapa orang sebagai calon independen maka keputusan Mahkamah Konstitusi wajib dijadikan sebagai alternative calon di luar dihormati sebagai keputusan hukum yang yang dicalonkan melalui mekanisme partai harus ditaati oleh semua pihak. Putusan MK politik. yang mengabulkan dan memberikan Dengan dikabulkannya permohonan kesempatan bagi pasangan calon independen pengujian Undang-Undang Nomor 32 tahun yang tidak diusung/dicalonkan oleh partai 2004, diperbolehkannya calon independen politik maupun gabungan parpol untuk ikut 130 Jurnal Ilmu Administrasi Publik 2 (2) (2014): 129-136 pilkada merupakan terobosan hukum dalam ini, yang perlu dilakukan saat ini adalah demokrasi Indonesia sesuai amanat UUD membuka peluang bagi calon independen 1945, maka keberadaan calon independen untuk menarwakan alternative pilihan dalam pilkada di Indonesia sebenarnya masih politik. menuai perdebatan pro dan kontra atau realita politik yang ada bagi pihak yang pro METODE PENELITIAN terhadap calon independen, merasa calon Penelitian ini menggunakan independen dapat menjadi salah satu solusi pendekatan kualitatif dengan jenis atas permasalahan kepemimpinan yang penelitian deskriptif. Penelitian kualitatif kerap kali dihadapi bangsa. Kalangan pro menurut Lexy J. Moleong (2007: 6) adalah merasa adanya calon independen dapat penelitian yang bermaksud untuk menjadi refreshment bagi piliihan pemimpin memahami fenomena tentang apa yang di dari tawaran-tawaran yang diajukan oleh alami oleh subjek penelitian misalnya partai politik. Kalangan pro calon partai perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. politik sudah tidak dapat diandalkan, Secara holistic dan dengan cara deskripsi sehingga melalui calon independen dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada diharapkan muncul semangat pembaharuan suatu konteks khusus yang alamiah dan dalam memimpin daerah. Semangat yang dengan memanfaatkan berbagai metode akan membawa perbaikan yang fundamental alamiah. bagi daerah yang dipimpin. Jenis penelitian ini merupakan Sementara bagi pihak yang kontra atas penelitian deskriptif yang mana peneliti calon independen menilai bahwa calon akan mendeskripsikan penelitian ini secara independen akan berpotensi menimbulkan menyeluruh dengan menganalisis inefficiency pemerintahan selain itu calon fenomena, peristiwa, sikap, pemikiran dari independen tentu tidak akan memiliki bekal orang secara individu maupun kelompok, pendidikan politik dalam menyelenggarakan baik yang diperoleh dari data wawancara. pemerintahan bagi pihak kontra. Mekanisme Peneliti mendeskripsikan tentang check and balance antara eksekutif dan bagaimana Pelaksanaan Pengelolaan legislative dalam calon independen Kebijakan Alokasi Dana Nagori di dikhawatirkan tidak akan berjalan baik, Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten karena kegagalan calon independen untuk Simalungun, dengan maksud memahami dapat meyakinkan legislatif. Dengan melalui realita yang ada. lembaga politik seorang calon pemimpin Penelitian kualitatif bertujuan kepala daerah akan mudah untuk menyerap memperoleh gambaran seutuhnya aspirasi – apirasi yang berkembang di mengenai suatu hal menurut pandangan tengah masyarakat, sehingga memudahkan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif bagi kepala daerah untuk mengarahkan roda berhubungan dengan ide, persepsi, pemerintahan. Sebenarnya mengenai pendapat atau kepercayaan orang yang perdebatan calon independen harus diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur ditanggapi secara professional dalam artian, dengan angka. tidak dapat di pungkiri bahwa hingga saat Kita ketahui sendiri bahwa sampel itu ini sudah menjadi rahasia umum bahwa merupakan bagian dari populasi, menurut dalam rekrutmen
Recommended publications
  • SINTESIS Sampul Muka
    NAMA YANG TAK TERLUPAKAN: TIGA PENULIS AWAL CERITA PENDEK BERBAHASA MELAYU: SELAYANG PANDANG Christopher A. Woodrich Sarjana Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Master of Arts FIB Universitas Gadjah Mada Email:[email protected] ABSTRAK Sejarah cerita pendek (cerpen) di Indonesia masih tidak pasti. Menurut catatan sejarah umum, cerpen baru muncul di wilayah yang kini menjadi Indonesia pada tahun 1920-an, ketika sejumlah karangan diterbitkan dalam majalah Pandji Pustaka; menurut pandangan ini, kumpulan cerpen pertama di Indonesia adalah Teman Doedoek (1936) karya M. Kasim. Namun, sebelum ini sudah banyak cerita pendek berbahasa Melayu yang diterbitkan, termasuk kumpulan cerpen. Nama- nama pengarangnya, bilamana dicantumkan, tidak banyak diketahui oleh pembaca sekarang. Oleh karena itu, tulisan ini menguraikan riwayat hidup tiga orang penulis cerpen yang cukup menonjol pada awal abad kedua puluh, yaitu H. F. R. Kommer, Juvenile Kuo, dan Marco Kartodikromo, sebagai usaha untuk melihat ciri-ciri umum yang mungkin melatarbelakangi usaha orang menggunakan bentuk cerpen yang masih baru pada tahun-tahun itu. Diperlihatkan ragam latar sosio-budaya yang dimiliki penulis-penulis ini, serta pekerjaan pokok mereka sebagai wartawan. Digambarkan pula kedudukan penulis-penulis ini dalam rangka masyarakat kontemporer dan mengapa mereka jarang mendapatkan perhatian dalam pembahasan sejarah sastra Indonesia. Kata kunci: H.F.R. Kommer, Juvenile Kuo, Marco Kartodikromo, Sejarah cerpen 1. PENGANTAR Namun, jika dilacak lebih jauh ternyata pendapat sedemikian rupa tidak benar. Teman Doedoek karya Muhammad Kasim Sebelum Teman Doedoek, dan bahkan kerap diakui sebagai kumpulan cerita pendek sebelum Pandji Poestaka, sudah ada cerpen (cerpen) pertama di Indonesia, dengan cerita- dalam bahasa Melayu dan bahasa-bahasa cerita yang dimuat dalam majalah Pandji lain.
    [Show full text]
  • INDO 23 0 1107118712 39 58.Pdf (950.7Kb)
    PERCEPTIONS OF MODERNITY AND THE SENSE OF THE PAST: INDONESIAN POETRY IN THE 1920s Keith Foulcher Nontraditional Malay poetry in Indonesia, the forerunner of "modern Indonesian poetry," is generally said to have begun in the decade be­ tween 1921 and 1931 in the publications of three young Dutch-educated Sumatrans, Muhammad Yamin (born in Sawahlunto, Minangkabau, 1903), Rustam Effendi (born in Padang, 1903), and Sanusi Parid (born in Muara Sipongi, Tapanuli, 1905). Through their writing of Western-influenced poetry in Malay or Bahasa Indonesia, all three saw themselves as con­ tributing to the birth of a modern Sumatran (later Indonesian) culture, the basis of a new Sumatran (later Indonesian) nation. As such, they were among those who laid the foundation of the cultural nationalism which in the repressive conditions of the 1930s came to represent an alternative to the overtly political expression of Indonesian national­ ism . In the following pages, I wish to suggest (1) that through their writing Yamin, Rustam, and Sanusi all articulated a cultural stance which involved both a response to what they knew of European culture and their sense of an indigenous cultural heritage; (2) that there were important differences between the stances of Yamin and Rustam in this regard; and (3) that the poetry of Sanusi Pan6, evolving out of Yarnin's, established an approach to modernity which became the conventional stan­ dard for the burgeoning "Indonesian" poets of the 1930s. * * * CINTA Galiblah aku duduk bermenung Melihatkan langit penuh cahaya Taram-temaram bersuka raya Melenyapkan segala, fikiran nan renung. Apa dikata hendak ditenung Hatiku lemah tiada bergaya Melihatkan bintang berseri mulia Jauh di Sana di puncak gunung.
    [Show full text]
  • View Annual Report
    2014 Annual Report SUSTAINABLE COMPETITIVE GROWTH Through Digital Business SUSTAINABLE COMPETITIVE GROWTH THROUGH DIGITAL BUSINESS Investing in the digital business is a necessity for us to improve our competitiveness while maintaining sustainable growth in the future. In 2014, one of our main programs was to continue developing infrastructure to support growth of the digital business. We have continued to develop our optical fiber-based access network, which at the end of 2014 had 13.2 million homes passed. Subsequently, weplan to deploy optical fiber connections to homes and buildings to revive ourfixed line business. In the cellular business unit, during 2014 we have built 15,556 new BTS, 75% of which are 3G/4G BTS. At the end of 2014, we had 85,420 BTSs, of which 45% were 3G/4GBTSs. Our BTS infrastructure demonstrates our superiority in terms of coverage and capacity and also reflects our commitment to provide the best digital experience. Telkomsel is the first commercial operator in Indonesia to provide 4G services to further enhance the digital experience of our customers. In addition, we have also installed 170,000 Wi-Fi access points to help off-load our mobile customer data traffic. Our fixed line broadband services and Telkomsel's cellular services are supported by a superior backbone network. At the end of 2014, we have built 76,700 kilometers of fiber-optic backbone network. We are continuing to build our backbone network so as to eventually reach all parts of the archipelago. We have also built a 54,800 m2 data center to support cloud computing services (cloud services).
    [Show full text]
  • ASPECTS of INDONESIAN INTELLECTUAL LIFE in the 1930S
    PUDJANGGA BARU: ASPECTS OF INDONESIAN INTELLECTUAL LIFE IN THE 1930s Heather Sutherland Pudjangga Baru, the "New Writer," was a cultural periodical put out in the colonial capital of Batavia by a group of young Indonesian intellectuals from 1933 until the invasion of the Netherlands Indies by Japan in 1942.1 In Bahasa Indonesia, the term pudjangga means "literary man, man of letters; author, poet; linguist, philologist."2 34 The choice of this term for the title of the monthly was no doubt also influenced by an awareness of its historical connotations, for the word can be traced back through such Old Javanese forms as bhujanga to an original Sanskrit root associated with sacred and priestly learning. It implied nobility and integrity as well as literary ability; and it is therefore no accident that the writings appearing in it claimed high idealism and a sense of mission. The purpose proclaimed by Pudjangga Baru became more fervent as the years passed. In the beginning, it described itself simply as a literary, artistic, and cultural monthly. At the start of its third year it declared itself a "bearer of a new spirit in literature, art, culture, and general social affairs."^ At the beginning of its fifth year it claimed to be the "leader of the new dynamic spirit to create a new culture, the culture of Indonesian unity."1* In 1928, when the second All-Indonesia Youth Congress swore the famous oath to work for "one fatherland, one people, and one language" Pudjangga Baru pledged itself to work for the development of the national language and also to strive for a national culture, adding "one culture" to its 1.
    [Show full text]
  • W. Sykorsky Some Additional Remarks on the Antecedents of Modern Indonesian Literature
    W. Sykorsky Some additional remarks on the antecedents of modern Indonesian literature In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 136 (1980), no: 4, Leiden, 498-516 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com09/29/2021 01:51:04PM via free access W. V. SYKORSKY SOME ADDITIONAL REMARKS ON THE ANTECEDENTS OF MODERN INDONESIAN LITERATURE The sociological bias of the last decade, which is manifest in Western European literary criticism, has led philologists to pay attention to many formerly ignored facts and phenomena of the literary process, including a vast body of urban Indonesian literature written around the turn of the century mainly in "Low" Malay. In an article entitled 'Some Preli- minary Remarks on the Antecedents of Modern Indonesian Literature' (BKI 1971/127-4:417-433), C. W. Watson presents a general analysis of this most interesting phenomenon. He refers to some 30 books published between 1875 and 1924. Thirteen of these are introduced by the author from the originals. The rest are drawn from indirect sources, i.e. advertisements, catalogues, 'and the like. Watson is preoccupied with the "language principle", and is not always aware that 'this period falls into two quite distinct phases ideo- logically, i.e. that prior to and that af ter the beginning of the second decade of this century. The body of works of the first phase is extremely amorphous and contradictory fout is, on the whole, saturated with a spirit of democracy. It is the real antecedent of national Indonesian literature. The works of the second phase, reflecting as they do the awakening of a national consciousness and the growth of political activity on the part of Indonesians, no longer constitute an antecedent to but mark the very beginning of Indonesian literature.1 There is, of course, strong continuity between the two phases with respect to style, figurative language and plot.
    [Show full text]
  • ROMANTISISME DI INDONESIA DAN BELANDA PADA AWAL ABAD KE-20 Abstrak
    ROMANTISISME DI INDONESIA DAN BELANDA PADA AWAL ABAD KE-20 Almas Aprilia Damayanti E-mail: [email protected] Abstrak Keberadaan Romantisisme di Indonesia menjadi sangat istimewa semenjak masuknya aliran romantisisme pada awal abad 20, sedangkan romantisisme di Belanda sendiri sudah ada sejak abad 18 yang terus berkembang hingga awal abad 20. Angkatan Pujangga Baru di Indonesia banyak mendapat pengaruh dari bacaan dan karya sastra dari Belanda sehingga karya-karya literatur mereka terpengaruh angkatan 80. Sebagaimana diketahui, karya sastra romatisisme telah berlangsung jauh lebih dulu di Belanda, tepatnya pada akhir abad 17 hingga awal 18, jika dibandingkan di Indonesia yang baru masuk pada abad 19. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap sejarah pengaruh bacaan karya sastra dari Belanda bagi angkatan pujangga baru di Indonesia. Kata kunci: Angkatan Pujangga Baru; Angkatan 80; Romantisisme 1. Pendahuluan Romantisisme adalah sebuah gerakan seni, sastra dan intelektual yang berasal dari Eropa Barat abad ke18-, tepatnya pada masa Revolusi Industri. Istilah romantik dan romantisisme berasal dari kata romans, yakni bahasa (dialek) rakyat Prancis pada abad Pertengahan (1800‒1851). Istilah tersebut kemudian berkembang dan dimaknai sebagai cerita khayalan yang aneh 59 60 ALMAS APRILIA DAMAYANTI dan menarik, cerita yang penuh petualangan, serta cerita-cerita yang mengandung unsur percintaan (Ratna, 2005, hlm. 48). Romantisisme merupakan aliran dalam sastra yang menekankan pada ungkapan perasaan sebagai dasar perwujudannya. Aliran ini lahir dan berkembang pada abad ke-18 di Eropa sebagai gerakan untuk menentang klasikisme, yaitu aliran yang mengutamakan keteraturan dalam berpikir, bersikap, dan bersifat konvensional. Istilah romantik boleh dikatakan tidak dapat dilepaskan begitu saja dari kebudayaan Eropa. Kalaupun kita ingin memahami dan mencari ciri-ciri romantisisme dalam tradisi sastra Indonesia, mau tidak mau kita harus berurusan dengan perkembangan tradisi kesusastraan Eropa yang memperkenalkan istilah romantisisme tersebut.
    [Show full text]
  • The Poetic Power of Place
    The PoeTic Power of Place comparative perspectives on austronesian ideas of locality The PoeTic Power of Place comparative perspectives on austronesian ideas of locality edited by James J. fox a publication of the department of anthropology as part of the comparative austronesian project, research school of pacific studies the australian national university canberra ACT australia Published by ANU E Press The Australian National University Canberra ACT 0200, Australia Email: [email protected] Web: http://epress.anu.edu.au Previously published in Australia by the Department of Anthropology in association Australian National University, Canberra 1997. National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry The poetic power of place: comparative perspectives on Austronesian ideas of locality. Bibliography. Includes Indeex ISBN 0 7315 2841 7 (print) ISBN 1 920942 86 6 (online) 1. Place (Philosophy). 2. Sacredspace - Madagascar. 3. Sacred space - Indonesia. 4. Sacred space - Papua New Guinea. I. Fox, James J., 1940-. II. Australian National University. Dept. of Anthropology. III. Comparative Austronesian Project. 291.35 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Typesetting by Margaret Tyrie/Norma Chin, maps and drawings by Keith Mitchell/Kay Dancey Printed at National Capital Printing, Canberra © The several authors, each in respect of the paper presented, 1997 This edition © 2006 ANU E Press Inside Austronesian Houses Table of Contents Acknowledgements ix Chapter 1. Place and Landscape in Comparative Austronesian Perspective James J. Fox 1 Introduction 1 Current Interest in Place and Landscape 2 Distinguishing and Valorizing Austronesian Spaces 4 Situating Place in a Narrated Landscape 6 Topogeny: Social Knowledge in an Ordering of Places 8 Varieties, Forms and Functions of Topogeny 12 Ambiguities and Indeterminacy of Place 15 References 17 Chapter 2.
    [Show full text]
  • Inherited Vocabulary of Proto-Austronesian in the Banjarese Language
    ISSN: 2186-8492, ISSN: 2186-8484 Print Vol. 2 No. 2 May 2013 ASIAN JOURNAL OF SOCIAL SCIENCES & HUMANITIES INHERITED VOCABULARY OF PROTO-AUSTRONESIAN IN THE BANJARESE LANGUAGE Rustam Effendi Faculty of Teacher Training and Education, Lambung Mangkurat University, Banjarmasin, INDONESIA. [email protected] ABSTRACT This paper attempts to present a reflection of the Proto-Austronesian language in the Banjarese language (BL). Used in the South, Central Kalimantan and East Kalimantan, it is was a lingua franca of trade in the past. Almost all Dayak speech communities are have knowledge of it. In addition, it is also spoken in certain regions of Sumatra, including Tembilahan (Riau) and Sabak Bernam (Malaysia). As a language covering wide area of users, it has many dialects and sub-dialects. Linguists still have different opinions in terms of the BL dialect. Hapip, Suryadikara and Durasid state that BL consists of two dialects. They are the Hulu or the upper- stream dialect and the Kuala or the down-stream dialect. Meanwhile, Kawi claims that there are three Banjarese dialects namely the Hulu Dialect, Kuala dialect, and Bukit or the mountain-range dialect. BL belongs to the family of the Austronesian language. The question is: How are the elements of the Proto-Austronesian (PA) language reflected in Banjarese? In relation to the question, this research is done to describe the reflection of the PA in BL using comparison method and was done by arranging a set of characteristics of the Banjarese vocabulary that correspond the PA etimon. The research result shows that: (a) generally the PA etimony are represented unimpairedly in the BL, (b) the PA’s phonemes are inherited in the BL without any changes, (c) the reflection forms of some words shows some changes; however these changes seem to be sporadic; (d) the phonetic changes tend to refer to the similarities of the articulatory circumference; and (e) not all of the PA etimony is reflected in the BL.
    [Show full text]
  • Unity in Diversity’: a Reading of Ken Arok and Ken Dedes Narratives1
    Surviving Legend, Surviving ‘Unity in Diversity’: a Reading of Ken Arok and Ken Dedes Narratives1 Novita Dewi (National University of Singapore) Abstrak Tulisan ini mengkaji interpretasi-interpretasi ulang atas cerita Ken Arok dan Ken Dedes dalam drama yang ditulis oleh Muhammad Yamin, Ken Arok dan Ken Dedes (1928) dan Pramoedya Ananta Toer novel Arok Dedes (1999). Kedua teks ditafsirkan dengan berlatarbelakang masalah-masalah di Indonesia saat ini, yaitu pelestarian ideologi nasional yang dirumuskan berdasarkan prinsip bhinneka tunggal ika. Pembahasan berkisar seputar alasan-alasan reproduksi narasi tersebut untuk melihat apakah beragam representasi yang terkandung di dalamnya merefleksikan ketegangan dalam sejarah, masyarakat, dan politik Indonesia. Yamin menjadikan kebudayaan Jawa sebagai dasar dari karyanya, sedangkan Pramoedya menggunakan bahan yang sama dengan beberapa pemikiran baru. Sementara fokus drama Yamin adalah pada kesatuan nasional, Arok Dedes karya Pramoedya menekankan pada sikap kritisnya terhadap kondisi politik. Dalam hal ini jelaslah, wacana seringkali mengabaikan kenyataan bahwa ide-ide lokal dibentuk sebagai tanggapan terhadap berbagai bentuk otoritas. Myths, legends, hikayat, babad2 and vari- and socio-political messages were woven into ous other types of folk stories from the ancient these court texts at the time of production. As kingdoms have become familiar backdrops in such, these texts can be treated as referential literary works and stage performances through- and meaningful through the specific cultural, out Indonesian archipelago. Moral, cultural religious and political environments that pro- duced them. 3 Given that these folk stories travel 1 This article is a revised version of the paper pre- sented in the panel on: ‘Unity in Diversity in Folk- lore’ at the 3rd International Symposium of the Jour- tween two controversial heroes, Hang Tuah (embodi- nal ANTROPOLOGI INDONESIA: ‘Rebuilding Indo- ment of loyalty to authority) and Hang Jebat (symbol nesia, a Nation of “Unity in Diversity”: Towards a of outlawry).
    [Show full text]
  • TRACES of MAGMA an Annotated Bibliography of Left Literature
    page 1 TRACES OF MAGMA An annotated bibliography of left literature Rolf Knight Draegerman Books, 1983 Vancouver, British Columbia, Canada page 2 Traces of Magma An annotated bibliography of left literature Knight, Rolf Copyright © 1983 Rolf Knight Canadian Cataloguing in Publication Data ISBN 0-86491-034-7 1. Annotated bibliography 2. Left wing literature, 20th century comparative Draegerman Books Burnaby, British Columbia, V5B 3J3, Canada page 3 Table of Contents Introduction 5 Canada, United States of America, Australia / New Zealand 13 Canada 13 United States of America 24 Australia and New Zealand 51 Latin America and the Caribbean 57 Mexico 57 Central America 62 Colombia 68 Venezuela 70 Ecuador 71 Bolivia 74 Peru 76 Chile 79 Argentina 82 Uruguay 85 Paraguay 86 Brazil 87 Caribbean-Spanish speaking 91 Dominican Republic 91 Puerto Rico 92 Cuba 93 Caribbean- Anglophone and Francophone 98 Europe: Western 102 Great Britain 102 Ireland 114 France 118 Spain 123 Portugal 131 Italy 135 Germany 140 Austria 151 Netherlands and Flanders 153 Denmark 154 Iceland 157 Norway 159 Sweden 161 Finland 165 Europe: East, Central and Balkans 169 U.S.S.R .(former) 169 Poland 185 Czechoslovakia (former) 190 Hungary 195 Rumania 201 Bulgaria 204 Yugoslavia (former) 207 Albania 210 Greece 212 page 4 Near and Middle East, North Africa 217 Turkey 217 Iran 222 Israel 225 Palestine 227 Lebanon, Syria, Iraq 230 Egypt 233 North Africa and Sudan 236 Sub-Saharan Africa 241 Ethiopia and Somalia 241 Francophone Africa 244 Anglophone Africa 248 Union of South Africa 253 Mozambique and Angola 259 India and Southeast Asia 262 India 262 Pakistan 274 Sri Lanka, Burma, Thai1and 275 Viet Nam 277 Malaya 279 Indonesia 281 Phi1ippines 284 East Asia 288 China 288 Korea 296 Japan 299 Bibliographic Sources 311 Authors’ Index 330 page 5 INTRODUCTION This is basically an annotated bibliography of left wing novels about the lives of working people during the 20th century.
    [Show full text]
  • Peran Muhammad Yamin Dalam Meraih Kemerdekaan Indonesia
    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERAN MUHAMMAD YAMIN DALAM MERAIH KEMERDEKAAN INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh: Herkulana NIM : 131314030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERAN MUHAMMAD YAMIN DALAM MERAIH KEMERDEKAAN INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh: HERKULANA NIM : 131314030 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2018 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEMBAHAN Sebagai ungkapan syukur, skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus, dan Bunda Maria. 2. Ayah saya tercinta yang selalu mendukung lewat kerja kerasnya, untuk ibu (alm) yang selama 16 tahun mendampingi saya, dan untuk saudara/i saya yang sudah memotivasi. 3. Keluarga besar kakek Dogan dan juga kakek Ropinus Tahar yang sudah mendukung saya selama ini. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO “Dia mengerti, Dia peduli persoalan yang kita alami, namun satu yang Dia minta agar kita percaya sampai mukjizat menjadi nyata”. (Issac Arief) “Dihadapan Tuhan kita semua setara dan sama, yang membedakan itu akhlak kita”. (Albert Einstein) “Janganlah berdoa untuk hidup yang mudah, tetapi berdoalah untuk menjadi manusia yang tangguh”. (John F. Kennedy) v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
    [Show full text]
  • Bab Iii Konsep Pancasila Dalam Pemikiran Mohammad Yamin
    BAB III KONSEP PANCASILA DALAM PEMIKIRAN MOHAMMAD YAMIN 1945 3.1 Kehidupan Keluarga dan Pendidikan Mohammad Yamin Mohammad Yamin dilahirkan di Sawahlunto pada tanggal 23 Agustus 1903. Sawahlunto sebuah kotamadya di daerah Sumatera Barat, yang juga dikenal sebagai kota tambang, terletak di suatu lembah yang dikelilingi oleh bukit-bukit. Mohammad Yamin merupakan putra dari Ustman Baginda Khatib dan Sa’adah yang masing-masing berasal dari Sawahlunto dan Padang panjang. Ayahnya bekerja sebagai Matri kopi pada zaman penjajahan Belanda di Indonesia. Mohammad Yamin menikah dengan Raden Ajeng Sundari Metro Amodjo pada tahun 1934, beliau dikaruniai seorang putra laki-laki bernama Dang Rehadian Sinajangsih Yamin.48 Jenjang pendidikan Mohammad Yamin tidak berjalan lurus, bukan karena Mohamamd Yamin sulit belajar, sehingga tidak dapat naik kelas yang lebih tinggi tepat pada waktunya, tetapi karena keadaan sekolah pada waktu itu belum tersebar seperti zaman sekarang. Mohammad Yamin selalu memilih sekolah dengan pelajaran dan suasana yang benar-benar cocok dan serasi dengan hati nuraninya. Selain itu keadaan lingkungan keluarga mempunyai pengaruh yang besar pada pendidikan Mohammad Yamin, karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit, 48 Sutrisno Kuntoyo. Prof. H. Muhammad Yamin. Op.Cit. Hlm 1-3. 36 37 apa lagi keadaan pada saat itu berada dalam belenggu jajahan pemerintah Hindia Belanda.49 Mohammad Yamin mula-mula belajar di Sekolah Melayu atau Sekolah Dasar Bumi Putra Angka II. Mohammad Yamin pindah sekolah, ia pindah ke Hollandsch Inlandsche School (HIS), dan pada tahun 1918 Mohammad Yamin menamatkan sekolahnya di HIS. Setelah tamat dari HIS, Mohammad Yamin ingin melanjutkan sekolahnya ke bogor untuk memasuki Sekolah Dokter Hewan. Ternyata ia tidak tertarik pada pelajaran tentang hewan-hewan dan penyakitnya, tidak lama kemudian Mohammad Yamin pindah ke Sekolah Pertanian di daerah Bogor.
    [Show full text]