Arsitektur Tradisional Nias Selatan Di Ambang Kepunahan

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Arsitektur Tradisional Nias Selatan Di Ambang Kepunahan KALPATARU, Majalah Arkeologi Vo.27 No.2, November 2018 (105-116) OMO HADA: ARSITEKTUR TRADISIONAL NIAS SELATAN DI AMBANG KEPUNAHAN Traditional Architecture in South Nias on the Verge of Extinction Nasruddin1 dan Fadhlan S. Intan2 1Pusat Penelitian Arkeologi Nasional [email protected] 2Pusat Penelitian Arkeologi Nasional [email protected] Naskah diterima : 10 Agustus 2018 Naskah diperiksa : 14 Oktober 2018 Naskah disetujui : 5 November 2018 Abstract. The cultural heritage of South Nias is preserved in the form of both traditional and megalithic architectures. Those bring aesthetic values as well as a source of local wisdom for the people. This precious legacy must be preserved for the future. Nonetheless, people’s view towards their cultural heritage has changed as if those sacred values and local wisdom are no longer important for their lives. In order to find answer for the issue, this research used ethno- archeological approach to focus on architectural aspect of omo oada, including its megalithic remains. The research was conducted through field observation to cultural objects and social aspect so that it gave more lucid views of architectural components and ornaments related to the cultural context of South Nias in the past. Keywords: Traditional architecture, Megalithic, Cultural heritage Abstrak. Warisan budaya Nias Selatan yang dipresentasikan lewat peninggalan artefak, berupa bangunan berarsitektur tradisional maupun beragam bangunan batu megalit dengan segala rupa bentuknya, merupakan karya budaya leluhur yang tidak hanya mengandung nilai estetika, keunikan dan seni semata, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal masyarakat pendukungnya. Warisan yang penting dan sangat berharga ini wajib dipelihara dan dilestarikan. Namun, sikap dan pandangan masyarakat terhadap warisan budayanya sedang berubah, seakan tidak lagi memiliki nilai-nilai sakral, bahkan nilai kearifan lokal pun mulai luntur seiring perjalanan waktu. Dari berbagai masalah warisan budaya Nias Selatan yang sedang dihadapi itu, penelitian ini mencoba menyoroti aspek arsitektur tradisional omo hada, termasuk unsur megalitik yang menyertainya, sebagai subyek yang penting untuk didalami dan dikaji dengan pendekatan etnoarkeologi. Penekanan pada metode ini terletak pada observasi melalui pengamatan langsung terhadap obyek- obyek budaya material dan aspek sosial di lokasi penelitian. Cara ini memudahkan kita mengamati secara langsung dan detail bentuk-bentuk arsitektur dan komponennya, baik eksterior dan interior maupun ragam hias dalam konteks budaya masa lalu Nias Selatan. Kata kunci: Arsitektur tradisional, Megalitik, Warisan budaya 1. Pendahuluan Ruang lingkup arsitektur yang akan dibahas Fokus penulisan ini menyangkut tidak semata fisik dan bentuk, tetapi meliputi arsitektur tradisional masyarakat Nias yang ruang, tempat, dan makna karena bahasan sebagian masih kokoh berdiri, tetapi sebagian arsitektur tidak hanya terbatas pada bentuk dan lagi tidak lagi terpelihara, rusak, dan roboh. langgam serta susunan kolom bangunan, tetapi 105 Omo Hada: Arsitektur Tradisional Nias Selatan di Ambang Kepunahan, Nasruddin dan Fadhlan S. Intan sudah meluas tentang kualitas ruang dan kesan memahami karya budaya masyarakatnya. tempat yang dihasilkan dari penataan berbagai Penulisan ini bertujuan mengungkapkan unsur bangunan tersebut. kehidupan budaya masyarakat Nias Penghuni pulau ini menyebut dirinya Selatan, khususnya yang berkaitan dengan ono Niha (orang Nias). Sebagian antropolog pola pemukiman, bentuk rumah, dan ciri dan arkeolog meyakini bahwa keturunan arsitekturnya yang sangat unik dibanding Nias berasal dari puak Austronesia (leluhur dengan bentuk rumah tradisional lainnya di Nusantara) yang datang paling awal dari Nusantara. daratan Asia sekitar (abad 9-10). Tapi sebelum Kata “tradisi” dan “arsitektur tradisional” itu, diperoleh data penghunian masa prasejarah memiliki pengertian yang berbeda. "Tradisi sekitar 12000 tahun lalu di situs Gua Togi "merupakan sebuah kata sifat, sedangkan Ndrawa (Forestier, dkk 2005, 3). "arsitektur tradisional" merupakan sebuah Keunikan masyarakat Nias Selatan bukan objek. Tradisi dengan arsitektur vernakular semata-mata lingkungan alamnya, tetapi memiliki hubungan sebab-akibat. Tradisi lebih dari itu adalah warisan budaya yang membentuk sebuah arsitektur vernakular dimilikinya dalam bentuk rumah tradisional melalui kesinambungan tatanan sebuah yang membedakan dengan etnis-etnis lainnya arsitektur menggunakan sistem persepsi ruang di Nusantara. Sayangnya, potensi budaya yang tercipta, bahan, dan jenis konstruksinya. itu mengalami banyak perubahan yang Arsitektur tradisional dan arsitektur vernakular dapat diartikan terjadinya degradasi atau merupakan objek, oleh karena itu kedua kata penurunan pemeliharaan dan pelestariannya. tersebut memiliki objek yang sama, tetapi dengan Mengacu kepada kenyataan tersebut, maka tujuan yang berbeda (Gunawan 1998, 33). yang menjadi permasalahan adalah potensi Arsitektur vernakular memiliki konsistensi budaya yang demikian penting ternyata berupa aturan, bentuk, penggunaan bahan, belum difungsikan secara optimal untuk ornamen, dan dimensi. Konsistensi tersebut kepentingan kepariwisataan, bahkan banyak membutuhkan kesepakatan atau persetujuan rumah adat yang mengalami kerusakan dan dari masyarakat pendukungnya. Kesepakatan diubah bentuk aslinya menjadi lebih modern, atau persetujuan tentunya didapat melalui proses adanya bahan material lain pengganti kayu penerimaan, menjadikan sebuah peraturan dan rumbia mengindikasikan bahwa adanya tersendiri dalam kehidupan sehari-hari yang kesulitan biaya yang harus ditanggung dikenal dengan tradisi (Wuisman 2009, 11). masyarakat dalam rangka pemeliharaan Banyak batasan yang diberikan para rumah adat. Permasalahan lainnya adalah ahli tentang arsitektur tradisional ini, di melemahnya tingkat kesadaran masyarakat antaranya adalah suatu bangunan dari segi Nias Selatan terhadap kekayaan budaya dan bentuk, struktur, fungsi, ragam hias, dan tradisi yang dimilikinya sebagai identitas yang cara pembuatannya diwariskan secara turun membedakannya dengan suku bangsa lain. temurun, serta dapat dipakai untuk melakukan Bertolak dari permasalahan di atas, aktivitas kehidupan dengan sebaik-baiknya. dan mengingat sektor kebudayaan menjadi Pengertian lain arsitektur dapat dilihat sebagai tren baru dalam dunia pelestarian warisan suatu bangunan yang dipergunakan sebagai budaya, maka dokumentasi, penelitian, dan tempat berlindung yang memberi rasa aman inventarisasi data, terutama yang berkaitan terhadap pengaruh alam seperti hujan, panas, dengan rumah tradisional yang memiliki nilai dan serangan binatang pemangsa. Sebagai kearifan lokal, arsitektur tradisional dan ilmu suatu bangunan hasil karya manusia, arsitektur pengetahuan, perlu dilakukan untuk lebih dapat dibagi atas beberapa komponen, yakni 106 KALPATARU, Majalah Arkeologi Vo.27 No.2, November 2018 (105-116) bentuk, struktur, fungsi, ragam hias serta cara Ciri khas dari metode penelitian etnografi pembuatannya yang diwariskan secara turun adalah sifatnya yang holistik-integratif, temurun. deskripsi yang dalam, dan analisis kualitatif dalam rangka mendapatkan pandangan- 2. Metode pandangan masyarakat yang diteliti. Ciri itu Metode penelitian merupakan cara ilmiah dibangun melalui teknik pengumpulan data yang digunakaan dalam mengumpulkan data dalam bentuk wawancara dan observasi- untuk mencapai tujuan penelitian. Dalam partisipasi, yang dilakukan dalam jangka waktu tulisan ini penulis bermaksud membahas yang relatif lama–bukan kunjungan singkat pandangan masyarakat Nias dalam kaitannya dengan kuesioner seperti dalam penelitian dengan perkampungan tradisional dan rumah survei. tradisional melalui pendekatan etnoarkeologi. Teknik pengumpulan data dalam kajian Sebelum memahami pengertian etnoarkeologi ini dilakukan melalui pengamatan, wawancara, yang akan diterapkan dalam penelitian dan penelaahan dokumen. Metode pangamatan ini, perlu kita lihat kembali dua kata yang arkeologi dilakukan melalui pengamatan membentuk istilah itu, yakni etnografi dan langsung tehadap objek yang diteliti. arkeologi, lalu gabungan keduanya sebagai Pengamatan terdiri atas tiga unsur, yaitu tempat sebuah kajian. (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity). Etnografi berarti tulisan atau laporan Dalam kajian ini, tempat adalah situs yang tentang other cultures, yang ditulis oleh terdapat di kawasan Baumataluo. Di lokasi ini antropolog berdasarkan catatan lapangan. Etno akan diamati berbagai aktivitas dan interaksi juga sering diartikan sebagai etnis atau suku interaksi sosial yang terjadi antara anggota bangsa. Namun, perlu dicatat bahwa saat ini masyarakat dan antara kelompok suku dalam etnografi tidak hanya dibatasi pada studi tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, juga diamati other cultures atau tentang masyarakat kecil berbagai upacara, tradisi, dan aktivitas yang yang terisolasi dan hidup dengan teknologi berkaitan dengan adat istiadat maupun religi sederhana, melainkan telah menjadi alat yang dan upacara ritual. Sementara itu, actor adalah fundamental untuk memahami masyarakat kita masyarakatnya (Nias) itu sendiri. sendiri dan masyarakat multikultural di mana Sesuai dengan tema dan masalah pun. Karenanya, etnografi juga bisa diartikan penelitian, dalam penelitian ini dipakai beberapa sebagai sebuah metode penelitian. metode untuk mengumpulkan data yaitu: Penelitian etnografi melibatkan aktivitas a. Kepustakaan, yaitu cara yang dipakai belajar mengenai dunia masyarakat secara memperoleh dan mempelajari bahan-bahan timbal-balik:
Recommended publications
  • Same Planet, a Different World
    The following is a firsthand account of a medical-relief mission to western Indonesia that Dennis Whitehead, MD ’75, undertook in March 2005 in response to severe earthquakes that devastated the region only months after the tsunami struck. As this issue of Buffalo Physician was going to press, Hurricane Katrina hit the Gulf Coast. We contacted Whitehead and asked him if he had been involved in relief efforts following the storm. We learned he had just Same Planet, a Different World returned from six days of working with the Louisiana Department of Health and Hospitals to support search-and- rescue efforts in downtown New Orleans, assist boat crews in the flooded areas, treat rescue workers, complete MEDICAL RELIEF IN INDONESIA, POST-TSUNAMI AND EARTHQUAKE EMS site surveys and examine shelter patients in rural St. Tammany Parish, northeast of New Orleans. By DENNIS C. WHITEHEAD, MD ’75 At our request, Whitehead agreed to report on his Gulf Coast experience in the next issue of Buffalo Physician. —S. A. UNGER, EDITOR All that remains of Banda Aceh’s densely populated residential area. The hills in the background shielded most of the downtown business district. Nias Island Same Planet, a Different World India Indian Ocean Cambodia My thirtieth medical class reunion took place this past April, and I was looking forward to it very much. I have greatly enjoyed seeing my Sumatra classmates every five years and catching up on their lives. My former room- Malaysia mate, Jack Freer, MD ’75, now a clinical professor of medicine at UB, was 8.7 earthquake coordinator for our class this year and I promised him I would be there for the festivities.
    [Show full text]
  • Hans Harmakaputra, Interfaith Relations in Contemporary Indonesia
    Key Issues in Religion and World Affairs Interfaith Relations in Contemporary Indonesia: Challenges and Progress Hans Abdiel Harmakaputra PhD Student in Comparative Theology, Boston College I. Introduction In February 2014 Christian Solidarity Worldwide (CSW) published a report concerning the rise of religious intolerance across Indonesia. Entitled Indonesia: Pluralism in Peril,1 this study portrays the problems plaguing interfaith relations in Indonesia, where many religious minorities suffer from persecution and injustice. The report lists five main factors contributing to the rise of religious intolerance: (1) the spread of extremist ideology through media channels, such as the internet, religious pamphlets, DVDs, and other means, funded from inside and outside the country; (2) the attitude of local, provincial, and national authorities; (3) the implementation of discriminatory laws and regulations; (4) weakness of law enforcement on the part of police and the judiciary in cases where religious minorities are victimized; and (5) the unwillingness of a “silent majority” to speak out against intolerance.2 This list of factors shows that the government bears considerable responsibility. Nevertheless, the hope for a better way to manage Indonesia’s diversity was one reason why Joko Widodo was elected president of the Republic of Indonesia in October 2014. Joko Widodo (popularly known as “Jokowi”) is a popular leader with a relatively positive governing record. He was the mayor of Surakarta (Solo) from 2005 to 2012, and then the governor of Jakarta from 2012 to 2014. People had great expectations for Jokowi’s administration, and there have been positive improvements during his term. However, Human Rights Watch (HRW) World Report 2016 presents negative data regarding his record on human rights in the year 2015, including those pertaining to interfaith relations.3 The document 1 The pdf version of the report can be downloaded freely from Christian Solidarity Worldwide, “Indonesia: Pluralism in Peril,” February 14, 2014.
    [Show full text]
  • CHAPTER V CLOSING 5.1 Conclusion Ethnic Minority Entrepreneurship Has Become a Phenomenon That Is Widely Found in All Parts of T
    CHAPTER V CLOSING 5.1 Conclusion Ethnic minority entrepreneurship has become a phenomenon that is widely found in all parts of the world. This type of entrepreneurship is driven by migration out of the place of origin to get better opportunities in other areas. The movement that occurs causes people from one ethnic group to join with other ethnic groups in the destination. This assimilation causes ethnic migrants to be outnumbered by local ethnic groups in the destination that have been there for a long time. This has led to the term ethnic minority. Efforts to earn income through doing business by ethnic minority then formed the term ethnic minority entrepreneurship. Nias is an ethnic who has a long history with West Sumatra area, especially the city of Padang. Although still outnumbered by Minangkabau ethnicity, Nias people in Padang City already have strong roots because of the nature of Nias people who have a strong sense of kinship. From an economic standpoint, over time, progressive changes have been found in the economic order of the Nias community in the city of Padang. In the past Nias people only worked as farmers, becoming fishermen or laborers in the city of Padang. Now, Nias people in Padang who are a minority have found livelihoods in various fields, including entrepreneurship. Those who originally came with limited language differences, mediocre education and did not have the capital managed to make a 132 decent living and raise the dignity of their ancestors who had set foot first in the city of Padang with low standard of life.
    [Show full text]
  • North Nias Regency
    LAFAU BEACH MAP NORTH NIAS REGENCY NORTH NIAS REGENCY NIAS ISLAND NIAS ISLAND WEST NUSA TENGGARA PROVINCE Pasir Berbunyi Beach Tureloto Beach Lotu Lafau Beach Gunung Sitoli C. TURELOTO BEACH Binaka Airport Coordinate : 1°25’49,65‘’ N & 97°8‘29,95’‘E Tourism Business Opportunities (including the investment code for every business ield): Gido a. Star hotel (5511) Lahomi b. Food and Beverages Service : Restaurant (56101), Café (56303) & Bar (56301) c. Spa (96122) and Villa (55194) Lolomatua Mountain d. Sport Facilities: Tennis Field (93116) and Golf Course (93112) e. Recreational Park (93232) and Theme Park (93210) f. Organization of Meeting, Incentive, Conference and Exhibition (82301) g. Enclave Management (91022) of the “Living Road history” ethnic village Hinako Archipelago INVITATION TO INVEST IN TOURISM BASED COMMUNITY DEVELOPMENT AT : Teluk Dalam ADDRESS Deputy for Tourism Destination and Tourism Industry Development Sapta Pesona Building, 4th Floor Contact Us : INDONESIA Jl. Merdeka Barat No. 17 [email protected] Jakarta Pusat 10110 [email protected] Indonesia T : +62 21 3838040, 3838029 www.kemenpar.go.id F : +62 21 34833865 www.indonesia-tourism-investment.com PRESENTING NORTH NIAS REGENCY, NIAS ISLAND, NORTH SUMATRA PROVINCE. MARKETING 2. TOURISM DEVELOPMENT In order to optimize the tourism development in Nias 1. DEVELOPMENT OVERVIEW Island, the local government implemented several marketing strategy as follows: a. Quality and quantity improvement of the Nias A. PASIR BERBUNYI BEACH Island tourism marketing program through a Coordinate : 1°29’22,71‘’ N & 97°20‘54,73’‘E wide variety of media promotion and extend its Tourism Business Opportunities (including the reach.
    [Show full text]
  • Tiga Tipe Tata Ruang Desa Tradisional Di Nias Selatan, Sumatera Utara
    KALPATARU, Majalah Arkeologi Vol. 28 No.2, November 2019 (45-60) TIGA TIPE TATA RUANG DESA TRADISIONAL DI NIAS SELATAN, SUMATERA UTARA Three Types of Spatial Patterns in South Nias Traditional Villages, North Sumatera Elyada Wigati Pramaresti Museum Ullen Sentalu, Jalan Boyong KM. 25, Kaliurang Barat, Hargobinangun, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta [email protected] Naskah diterima : 31 Juli 2019 Naskah diperiksa : 10 Agustus 2019 Naskah disetujui : 29 Oktober 2019 Abstract. South Nias is one of many regions in Indonesia that still mantains the existence of traditional settlement. Villages in this regency have unique characteristic shown from their linear forms with two rows of houses facing each other. Although the villages all seem similar, but in fact, there are three different spatial patterns. This research would be related with the disparity of these traditional settlement patterns. Qualitative method was used in this research by obtaining data through field observations, interviews, and literature study. The result reveals that the traditional settlement patterns were in the shapes of branched linear, I-shaped linear, and T-shaped linear. This classification was based on the variation of shapes and location of the village material components. Another purpose in this research is to do a documentation about South Nias traditional villages including their original components which become scarce nowadays due to being damaged by natural factors or deliberately replaced by modern components. Keywords: South Nias, Traditional Village, Spatial Pattern Abstrak. Nias Selatan adalah salah satu wilayah di Indonesia yang masih mempertahankan keberadaan permukiman tradisional. Desa-desa yang ditemukan di kabupaten tersebut memiliki karakteristik yang unik, yaitu berbentuk linear dengan dua baris rumah yang saling berhadapan.
    [Show full text]
  • Circumnavigation of Sumatra an In-Depth Exploration of the Wonders of Sumatra Aboard the MS Caledonian Sky 8Th to 24Th October 2016 Clown Fish Lake Toba
    LAUNCH OFFER - SAVE UP TO £1000 PER PERSON Circumnavigation of Sumatra An in-depthaboard exploration the MSth ofOctober Caledonian the wonders 2016 Sky of Sumatra 8th to 24 Clown Fish Lake Toba oin us for a rare event, a circumnavigation of the world’s Our View sixth largest island. Opportunities to visit Sumatra, a land of After our successful voyages MALAYSIA J Gunung Leuser history and mystery are scarce and are usually limited to one around Sumatra in 2013, we Banda Aceh National Park region of the island. Our visit in the autumn of 2016 will be all are delighted to be returning Belawan once again with an in-depth Medan encompassing and include opportunities to see orangutans in Simeulue Islands Malacca exploration of the island. Lake Toba Nias Island their natural habitat, to snorkel over coral reefs, to visit remote Separated from mainland Asia Singapore Bukittinggi by the Strait of Malacca and from islands where native indigenous people still live in isolation, SUMATRA free to practice their timeless tribal lore and to explore where Java by the Strait of Sunda, Sumatra Siberut Island Padang lies at the heart of geological and few have been before. Our voyage will be one of contrasts, Bengkulu Belitung cultural crossroads. Spectacular Islands from lush rainforests to diverse cultures, spectacular wildlife volcanoes and mysterious calderas Krakatau and an intriguing history, all of which will be made all the more are many along the Barisan Island captivating by our onboard expedition team who are experts in Mountains, the long spinal range of Marco Polo and is often the island following Sumatra’s west referred to as the Isle of Gold: the natural world.
    [Show full text]
  • Bracing Sebagai Teknologi Kontrol Seismik Pada Struktur Rumah Tradisonal Sumatra
    E-ISSN : 2621-4164 Vol. 01 No 02 Desember 2018 BRACING SEBAGAI TEKNOLOGI KONTROL SEISMIK PADA STRUKTUR RUMAH TRADISONAL SUMATRA Mohammad Ihsan 1Universitas Bakrie *)Kawasan Rasuna Epicentrum, Jl. H. R. Rasuna Said No.Kav. C-22, RT.2/RW.5, Karet Kuningan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12940 Abstract Sumatra Island is earthquake hazard area in Indonesia, because two continental plates generate subduction zone. In Sumatra there are many traditional house, function of traditional house is dwellings as well as community meeting halls because that have cultural and historical values. The ancestors have also learned a lot about natural events they have experienced, from this experience they can make earthquake resistant structures for large earthquake, the result is that the Traditional Houses can still stand firm. One of the seismic control technologies in Sumatran traditional house is bracing. In this paper the structure of Sumatran Traditional Houses modeled by numerical analysis and analyzed dynamically behavior from its structure. The analysis revealed the secrets of seismic bracing control in the structure of the Sumatran Traditional House. Keywords: Sumatran Traditional House, Earthquake, Bracing Abstrak Pulau Sumatra merupakan salah satu daerah rawan gempa di Indonesia karena terdapatnya pertemuan dua lempengan benua. Di Pulau Sumatra masih banyak Rumah Tradisional baik yang difungsikan sebagai tempat tinggal maupun sebagai Rumah Adat yang mempunyai nilai budaya dan historis dan seringkali berfungsi sebagi balai pertemuan masyarakat. Para leluhur juga telah banyak belajar dengan kejadian alam yang pernah mereka alami sehingga mereka dapat membuat struktur tahan gempa dan jika terjadi gempa besar Rumah Tradisional masih dapat berdiri kokoh.
    [Show full text]
  • Kajian Awal Keaslian Struktur Dari Arsitektur Tradisional Di Sumatera
    Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 4, 001-008, Februari 2020 https://doi.org/10.32315/sem.4.001 Kajian Awal Keaslian Struktur dari Arsitektur Tradisional di Sumatera Ari Siswanto Korespondensi : [email protected] Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya Abstrak Arsitektur dan struktur dari beberapa tipe rumah tradisional di Sumatera memiliki keaslian yang tidak disadari karena belum banyak penelitian tentang hal tersebut. Keaslian yang tidak mendapatkan pengaruh dari budaya di luar Indonesia karena memang kontekstual dengan budaya dan lingkungan setempat. Rumah tradisional berbentuk panggung menggunakan struktur kayu tanpa paku yang memiliki fleksibilitas gerakan jika terjadi goncangan akibat gempa bumi yang akrab di wilayah Sumatera Bagian Barat. Keaslian arsitektur dan struktur tradisional di Sumatera merupakan mahakarya di bidang bangunan yang membanggakan dan memperoleh apresiasi mendalam secara global. Sebaliknya, penghargaan dari bangsa Indonesia terhadap arsitektur dan struktur asli Indonesia masih sangat kurang. Beberapa tipe rumah tradisional di Sumatera menunjukkan keaslian arsitektur dan struktur yang mengagumkan dan sesuai dengan prinsip arsitektur dan struktur masa kini. Prinsip dan filosofi struktur bagian bawah asli Indonesia masih tetap relevan dan dapat menjadi inspirasi bagi para arsitek dan ahli struktur secara lokal maupun global. Kata-kunci: arsitektur, keaslian, struktur, Sumatera, tradisional Pendahuluan Hindu, Buddha, Kristen, Islam, Cina dan Eropa (Barat) yang telah mempengaruhi arsitektur Pulau Sumatera dihuni oleh beberapa suku tradisional di Sumatera bahkan di Indonesia. bangsa yang memiliki berbagai tipe arsitektur Walaupun demikian, masih terdapat beberapa tradisional yang telah melekat dengan arsitektur tradisional di Sumatera yang tidak kehidupan mereka selama beberapa generasi mendapatkan pengaruh dari kebudayaan luar, secara turun temurun (Alain & Viaro, 2007; Ari, setidak-tidaknya struktur bagian bawah 2009; Mukhtar, Pangarsa, & Wulandari, 2013).
    [Show full text]
  • BAB IV RUANG KETIGA PERJUMPAAN NIAS PADANG KRISTEN DAN MINANGKABAU MUSLIM 4.1. Pendahuluan Salah Satu Bukti Yang Dapat Menunjukk
    76 BAB IV RUANG KETIGA PERJUMPAAN NIAS PADANG KRISTEN DAN MINANGKABAU MUSLIM 4.1. Pendahuluan Salah satu bukti yang dapat menunjukkan kuatnya pengaruh Islam di kota Padang adalah ketiadaan tersedianya pilihan mata pelajaran agama lain selain Islam di sekolah negeri. Akibatnya ketika jadwal mata pelajaran agama berlangsung maka tidak jarang siswa dan siswi non-muslim diberi izin ke perpustakaan untuk menggunakan jam pelajaran tersebut atau bahkan diperbolehkan pulang duluan jikalau jadwalnya terletak di akhir jam pelajaran. Hal ini menuntut siswa dan siswi non-muslim harus memiliki cara lain untuk mendapatkan haknya yaitu memperoleh ilmu dari mata pelajaran agama yang merupakan mata pelajaran wajib. Situasi ini juga dialami oleh anak-anak Nias Padang Kristen yang memilih bersekolah di sekolah negeri. Masalah ini pun ditanggapi oleh pihak gereja yang merupakan lembaga keagamaan dan bekerjasama dengan departemen agama kota Padang. Gereja BNKP yang ada di Padang memberikan solusi kepada anggota jemaat yang menjadi siswa dan siswi sekolah negeri dengan menyediakan tenaga pengajar untuk mata pelajaran agama Kristen. Selain itu, departemen agama juga mengeluarkan blanko penilaian yang sah kepada pihak gereja untuk dapat memenuhi kebutuhan siswa dan siswi dalam penilaian raport di sekolah negeri. Sikap ini 77 merupakan satu dari sekian banyak hal yang terjadi di dalam ruang ketiga orang Nias Padang Kristen. Tindakan ini menjadi strategi yang mampu membantu mereka untuk dapat bertahan sebagai masyarakat diaspora dan minoritas. Bhabha mengatakan dalam teorinya bahwa hal yang dilakukan oleh pihak terjajah di dalam ruang ketiga merupakan sesuatu yang “beyond” dimana ia tidak meninggalkan masa lalu namun juga tidak sepenuhnya menyerahkan diri kepada hal yang baru.
    [Show full text]
  • A STUDY of the NIAS REVIVAL in INDONESIA Julia Theis Dermawan 1. Introduction in the Years Betwe
    [AJPS 6:2 (2003), pp. 247-263] A STUDY OF THE NIAS REVIVAL IN INDONESIA Julia Theis Dermawan 1. Introduction In the years between 1915 and 1940, the Niasan church in Indonesia rapidly grew. During this twenty-five year period, between the Golden Jubilee and the Diamond Jubilee, the number of baptized believers in Nias increased from about 20,000 to 135,000. The great revival movement that occurred in the island caused this phenomenal growth. Known as the Fangesa Dodo (“the Great Repentance”),1 it manifested a great conviction for and confession of sin. This paper is a historical report on the Nias revival from available sources and will show how it contributed to the overall growth of the church. This paper has also a pragmatic purpose: to remind all Asian Christians of the importance of the outpouring of the Holy Spirit for the growth of Christianity in Asia today. 2. The Location of the Revival 2.1 Geography Nias is the largest of a chain of Indonesian islands in the Indian Ocean off the west coast of Sumatra. It has an area of 1,569 square miles (or 4,064 sq. km) and is subject to earthquakes. The chief town is Gunung Sitoli on the northeast coast.2 1 Lee Ira Bruckner, “The History and Character of the Niasan People Movement in Indonesia, 1865-1940” (D.Miss. dissertation, Fuller Theological Seminary, 1979), p. 86. 2 “Nias,” The Encyclopedia Americana International Edition (Danbury, Conn.: Grolier, c1997), vol. 20, p. 300. 248 Asian Journal of Pentecostal Studies 6:2 (2003) 2.2 People Most of the 400,000 people are descendants of Proto-Malays who built megalithic tombs all over the island.
    [Show full text]
  • Riwayat Hidup Seseorang) Juga Merupakan Bagian Dari Obyek Penelitian Sejarah
    Analisis Sejarah, Volume 7, No. 1, 2018 © Labor Sejarah, Universitas Andalas GAGASAN STUDI KOMPARATIF PENELITIAN DAN PENULISAN SEJARAH KEPULAUAN NIAS1 Anatona Gulo (Ketua Jurusan Sejarah, Fak. Ilmu Budaya Universitas Andalas; Penasehat DPD HIMNI Provinsi Sumatera Barat) Email : [email protected] Abstrak Biografi (riwayat hidup seseorang) juga merupakan bagian dari obyek penelitian sejarah. Seperti kisah-kisah sejarah pada umumnya, para sejarawan dan penulis sejarah juga sudah banyak yang melakukan penelitian dan menulis biografi. Dari karya biografi ini, dapat diketahui nama, daerah asal dan riwayat hidup lengkap seseorang, yang pada umumnya mereka ini dikategorikan sebagai tokoh. Dari sekian banyak biografi tokoh yang sudah ditulis, sebagian di antaranya diusulkan dan sudah mendapatkan gelar sebagai pahlawan. Gelar pahlawan yang disematkan kepada seorang tokoh, sangat erat kaitannya dengan aktivitas perjuangan yang dilakukan oleh tokoh tersebut semasa hidupnya. Di Indonesia, gelar pahlawan diberikan kepada tokoh-tokoh pejuang, baik yang berjuang pada masa pergerakan Nasional dalam merebut kemerdekaan, maupun yang berjuang untuk mempertahan dan mengisi kemerdekaan. Kata Kunci : Nias 1 Disampaikan dalam forum Rapat Kerja Nasional (Rakernas) DPP Himpunan Masyarakat Nias Indonesia (HIMNI), Jakarta, 15-16 Juli 2017. Dengan judul asli Penelitian Dan Penulisan Sejarah Kepulauan Nias Secara Komprehensif Serta Biografi Tokoh-Tokoh Masyarakat Nias: Sebuah Gagasan ~ 1 ~ Analisis Sejarah, Volume 7, No. 1, 2018 © Labor Sejarah, Universitas Andalas sejarah Mesir di Afrika, sejarah I. PENGANTAR Persia, Asyria dan Babylonia di “JASMERAH”. Jangan sekali-kali Timur Tengah, peradaban lembah melupakan sejarah!”. Demikian salah Sungai Indus di India dan lembah satu statemen yang pernah Sungai Hoang Ho di China, sejarah diucapkan oleh proklamator kebudayaan suku Indian di Amerika sekaligus Presiden Republik dan suku Aborigin di Australia atau Indonesia pertama, Ir.
    [Show full text]
  • Originating Outside the Island, Westerners As Well As Non-Westerners, on the Other
    ACCULTURATION IN TANG NIHA (THE ISLAND OF NIAS)I James Danandj aj a University of Indonesia, Djakarta Acculturation on' Nias is discussed with special attention to religion and the role of missionaries as agents of change. The traditional social organization and religion are reviewed, followed by an examination of the processes of Dutch colonization and missionization by German Protest- ants. The role of an indigenous revitalization movement in the Christianization of Nias is dis- cussed at length. Finally, the Nias case is placed within a broader framework of acculturation and change. (acculturation, Christianity, colonial- ism, culture change, culture contact, Indonesia, Nias, religion, revitalization movements) I. INTRODUCTION The topic of this paper is acculturation on the island of Nias. Nias is a small island of 4,000 square kilometers, located off the west coast of Sumatra in the Republic of Indonesia. By acculturation I mean what Robert Redfield, Ralph Linton, and Melville J. Herskovits (1936) defined as: "Those phenomena which result when groups of individuals having different cultures come into continuous first-hand contact, with subsequent changes in the original cultural patterns of either or both groups." I shall discuss acculturation in terms of the culture of the indigenous people of Nias on the one hand, and the cultures of immigrants originating outside the island, Westerners as well as non-Westerners, on the other. The Westerners include Dutch and British colonial officers (civil as well as military) and German Protestant missionaries. The non-Westerners include other Indonesian ethnic groups, such as the Atjehnese traders and slavers, Minangkabau traders, Buginese migrants, Mr.
    [Show full text]