Local Wisdom of Talang Mamak Tribe, Riau, Indonesia in Supporting Sustainable Bioresource Utilization
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Load more
Recommended publications
-
Evaluasi Pemanfaatan Sempadan Sungai Indragiri Di Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau
1 |Antologi Geografi Volume 3 Nomor 2, September 2015 EVALUASI PEMANFAATAN SEMPADAN SUNGAI INDRAGIRI DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROPINSI RIAU S. E. Putra, D. Rohmat *), Jupri *) Departemen Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia Email : [email protected] ABSTRAK Sungai Indragiri Terletak di Provinsi Riau dengan Panjang Kurang lebih (500 km) dan kedalaman 6-8 m. Sungai ini mengaliri tiga kabupaten yaitu Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Indragiri Hulu, dan Kabupaten Indragiri Hilir. Saat ini masih banyak dijumpai bentuk pemanfaatan sempadan sungai yang belum sesuai dengan peraturan yang ada di Kabupeten Indragiri Hilir. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kondisi sempadan Sungai Indragiri saat ini sangat kurang baik yang dipengaruhi oleh kondisi fisik sempadan sungai dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sempadan sungai. Sempadan Sungai Indragiri yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir memiliki luas sebesar 2.000 hektar. Sebanyak 63,65% atau seluas 1.873 hektar wilayahnya dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya berupa kawasan perkebunan dan sebanyak 6,35% atau seluas 127 hektar wilayahnya dimanfaatkan sebagai kawasan permukiman. Berdasarkan data Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, arahan pola pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir difungsikan kedalam 2 kawasan, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Jenis pemanfaatan sempadan sungai yang sesuai dengan kebijakan peraturan pemerintah yaitu pemanfaatan sempadan sungai sebagai kawasan budidaya berupa kawasan perkebunan, sedangkan jenis pemanfaatan sempadan sungai yang tidak sesuai dengan kebijakan peraturan pemerintah yaitu pemanfaatan sempadan sungai sebagai kawasan budidaya berupa permukiman yang berada tepat di sempadan Sungai Indragiri. Kata kunci : Sungai, Sempadan Sungai, Pemanfaatan sempadan. *) Penulis Penanggung Jawab 2 |Antologi Geografi Volume 3 Nomor 2, September 2015 ABSTRACT The Indragiri river located in Riau Province with 500 meters approximately in length and 6-8 meters in depth. -
Laporan Penelitian Pusham
LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 SKEMA PENELITIAN PUSAT STUDI HUKUM DAN HAM (PUSHAM) JUDUL PENELITIAN POLA PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN UNRI PANAM AKIBAT TUKAR GULING DALAM MENUNDUKUNG JAMINAN HAK ASASI MASYARAKAT RIAU DIBIDANG PENDIDIKAN TINGGI KETUA: DR. MUKHLIS R,SH.,MH NIDN : 0015057907 Anggota 1: Tengku Arif Hidayat Anggota 2: Dean Prakasa Hanif Sumber Dana : DIPA Universitas Riau Tahun 2019 Nomor Kontrak: 211/UN.19.5.1.3/PT.01.03/2019 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS RIAU 2019 HALAMAN RINGKASAN PENELITIAN Tanah mempunyai multiple value, maka sebutan tanah air dan tumpah darah dipergunakan oleh bangsa Indonesia, secara konstitusi dinyatakan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan bumi atau tanah, maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Dasar Agraria. Pentingnya Lahan bagi kepentingan dunia pendidikan sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945 Menegaskan, ayat (1) hak mendapat pendidikan, Pada ayat (3) kewajiban Pemerintah, selain merupakan Hak Asasi sebagaimana Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945, tentang Hak Asasi di bidang pendidikan. Demikian pentingnya pendidikan dan sarana yang menunjang pelaksanaan system pendidikan nasional, khususnya pendidikan tinggi, sehingga perlu jaminan ketersediaan tanah untuk menunjang pembangunan fasilitas pendidikan tinggi secara berkelanjutan. Sering kali karena pentingnya peran tanah dalam kehidupan manusia, tanah menjadi objek yang rawan terhadap perselisihan atau sengketa antar manusia bahkan terjadinya berbagai tindak pidana disebabkan oleh faktor tanah sebagai objek kepemilikan, hal ini terjadi karena kebutuhan manusia akan tanah semakin meningkat, namun persediaan tanah relatif tetap. Kondisi obyektif tersebutlah yang menimbulkan berbagai konflik dan bentuk tindak pidana di bidang pertanahan yang terjadi, begitu juga halnya konflik pertanahan yang terjadi di atas lahan kampus UNRI Panam, yang berdiri di atas lahan setifikas 14 milik Pemerintah Provinsi Riau dan Lahan sertifikat 15 Milik Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. -
Meijer Biological University Lexington Dealing Species General Piece
429 FLORA MALESIANA BULLETIN 9/4 (1987) XIV. Key to the Sumatran species of Red Meranti (Shorea subgen. Rubroshorea) based on vegetative characters Yusuf Jafarsidik & W. Meijer Forest Research Institute, Bogor School of Biological Sciences Indonesia University of Kentucky Lexington KY 40506, U.S.A. Red merantis (Shorea subgen. Rubroshorea) are the most important commercial trees of the Dipterocarpaceae. In Sumatra at least 23 of the 55 species of Shorea belong to this group. Other groups are the Yellow merantis, White merantis, and the Meranti balau. We here give a key to the Red merantis based on characters of bark, twigs, and leaves. Some information on the distribution of the species in and outside the island has been added. We have found it difficult with the data available in the published record to make distributions as detailed as possible. Desch (1936, 1941) and Symington (1943) have divided Shorea Gaertn. into four groups based on timber and field characters, respectively. These groups were treated as subgenera by Meijer (1963), who gave the name Rubroshorea to the most the well-known group of Red Meranti. Anatomical studies by Gottwald and Parames- waran (1966) have confirmed the soundness of this classification. Before we can use these keys we have to be sure of course that we are dealing with a species of Shorea. In general we will find damar on the boles of the trees and in a small cross-section of a piece of timber we can see the tangential lines of the resin canals. Trees are never stilt-rooted or provided with flying buttresses, as in some species of Hopea. -
Shoot Died in the Unexpected Terroris in Review of Catching Processes from the Principle of Due Process of Law Pjaee, 17 (10) (2020)
SHOOT DIED IN THE UNEXPECTED TERRORIS IN REVIEW OF CATCHING PROCESSES FROM THE PRINCIPLE OF DUE PROCESS OF LAW PJAEE, 17 (10) (2020) SHOOT DIED IN THE UNEXPECTED TERRORIS IN REVIEW OF CATCHING PROCESSES FROM THE PRINCIPLE OF DUE PROCESS OF LAW July Wiarti1 , Heni Susanti2 1,2Faculty of Law, Universitas Islam Riau Kaharuddin Nasution Street, Pekanbaru, Riau, Indonesia, Email: [email protected], [email protected] July Wiarti , Heni Susanti. Shoot Died In The Unexpected Terroris In Review Of Catching Processes From The Principle Of Due Process Of Law-- Palarch‟s Journal Of Archaeology Of Egypt/Egyptology 17(10), 294-304. ISSN 1567-214x Key Words: Dead Shoot; Suspected Terrorist; Arrest; Due Process Of Law ABSTRACT The act of shooting dead is one of the actions that are often taken by the authorities in carrying out the process of arresting those suspected of being terrorists. Shooting dead means taking the life rights of a person even though it is uncertain whether they are indeed considered guilty or not. This means that they are sentenced not to go through the judicial process. In this case, it should also apply the name Due Process of Law. The issue raised is How are Arrangements about the Action of Dead Shoot According to Applicable Law? How is the shooting action on suspected terrorists in the Arrest process in terms of the Due Process of Law Principle? The results obtained by the author are actions that can be taken by the authorities in the use of weapons. Its use is also because there will be a harmful impact on the authorities and the community, there is no other way that can be done to stop the perpetrators, and to prevent the perpetrators from running. -
Report on Biodiversity and Tropical Forests in Indonesia
Report on Biodiversity and Tropical Forests in Indonesia Submitted in accordance with Foreign Assistance Act Sections 118/119 February 20, 2004 Prepared for USAID/Indonesia Jl. Medan Merdeka Selatan No. 3-5 Jakarta 10110 Indonesia Prepared by Steve Rhee, M.E.Sc. Darrell Kitchener, Ph.D. Tim Brown, Ph.D. Reed Merrill, M.Sc. Russ Dilts, Ph.D. Stacey Tighe, Ph.D. Table of Contents Table of Contents............................................................................................................................. i List of Tables .................................................................................................................................. v List of Figures............................................................................................................................... vii Acronyms....................................................................................................................................... ix Executive Summary.................................................................................................................... xvii 1. Introduction............................................................................................................................1- 1 2. Legislative and Institutional Structure Affecting Biological Resources...............................2 - 1 2.1 Government of Indonesia................................................................................................2 - 2 2.1.1 Legislative Basis for Protection and Management of Biodiversity and -
The Impact of Forest and Peatland Exploitation Towards Decreasing Biodiversity of Fishes in Rangau River, Riau-Indonesia
I J A B E R, Vol. 14, No. 14 (2016): 10343-10355 THE IMPACT OF FOREST AND PEATLAND EXPLOITATION TOWARDS DECREASING BIODIVERSITY OF FISHES IN RANGAU RIVER, RIAU-INDONESIA Yustina* Abstract: This survey study was periodically conducted in July, 6 times every year. There were 3 periods: 1st period (2002); 2nd period (2008) and 3rd period (2014). It sheds light on the impact of forest and peat land exploitation on decreasing biodiversity of fishes in Rangau River, Riau- Indonesia. Using some catching tools such as landing net, fishing trap, fishnet stocking and fishing rod. The sampling activity was administered at eight stations which were conducted by applying “catch per unit effort technique” in primary time: 19.30-07.30, for 3 repetitions for each fish net measurement within 30 minutes at every station, at position or continuously casting. The sampled fish were selected which were relatively in minor size but had represent their features and species. The fish were labelled and were preserved with 40% formalin. The determination and identification of fish were conducted at laboratory. Secondary data was collected by mean of interviewing the local fishermen about the surrounding environment condition of Rangau river. Data analysis consisted of biodiversity data, biodiversity index and fish existence frequency. The finding in 1st period, in 2002, total caught fish were 60 species: 36 genera and 17 families. In 2nd period in 2008, total caught fish were 38 species which consist of 30 genera and 16 families. In 3rd period, in 2014, there were 23 of fish species were found comprising 17 genera, 12 families. -
Contribution to the Development of Kaharuddin Nasution Regional Riau (1960-1966)
1 CONTRIBUTION TO THE DEVELOPMENT OF KAHARUDDIN NASUTION REGIONAL RIAU (1960-1966) Kiki Amalia*, Drs. Kamaruddin, M.Si**, Bunari, S.Pd, M.Si*** Email: [email protected], [email protected], [email protected] Cp: 081365097432 History Education Studies Program Education Department of Social Sciences Faculty of Teacher Training and Education University of Riau Abstract: Kaharuddin Nasution was a military man who had served as governor of Riau. Its success in the insurgency in Riau made he was appointed Governor of Riau and replaces SM Amin on January 6, 1960. Methods used ini writing this is a historical method is Heuristic (Collection Source), Verification (Feedback Source), Interpretation, and the last is Historiography (Writing). Heuristic on stage using two authors is methods references dan methods field. Of research indicates that Kahruddin Nasution figures are a society which was instrumental in Riau regional development. At the time of Governor Riau, he was appointed, he built start of facilities and infrastucture. As for the construction of is Jalan Sudirman Pekanbaru, Jalan Gajah Mada, Jalan Diponegoro, University of Riau, Islamic University of Riau, Mosque An-Nur, Dwikora Stadium, and other like. Kaharuddin Nasution known to the public as a highly idealistic. Not only that, Kaharuddin Nasution also referred to as The Father of Riau Architecture. Keyword: Contribution, Kaharuddin Nasution, Development, Riau 2 KONTRIBUSI KAHARUDDIN NASUTION TERHADAP PEMBANGUNAN DAERAH RIAU (1960-1966) Kiki Amalia*, Drs.Kamaruddin, M.Si**, Bunari,S.Pd,M.Si*** Email: [email protected], [email protected], [email protected] Cp: 081365097432 Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau Abstrak: Kaharuddin Nasution adalah seorang militer yang pernah menjabat sebagai gubernur di Riau. -
Case Study of Riau Province, the Original Districts of Kampar and Indragiri Hulu1
DRAFT The Effect of Indonesia’s Decentralisation on Forests and Estate Crops: Case Study of Riau Province, the Original Districts of Kampar and Indragiri Hulu1 Lesley Potter and Simon Badcock DISCLAIMER: This report is a DRAFT that is currently under review for publication by the Center for International Forestry Research (CIFOR). The editors anticipate that the report will be revised further before it is published. CIFOR has decided to make this draft available in its present form in order to ensure that the information contained is readily accessible to individuals and organizations involved in Indonesia’s ongoing decentralization process. The opinions expressed in the report are the views of the author(s) and do not necessarily represent the official policy or position of CIFOR. CENTER FOR INTERNATIONAL FORESTRY RESEARCH (CIFOR) Office address: Jalan CIFOR, Situ Gede, Sindang Barang, Bogor 16680, Indonesia Mailing address: P. O. Box 6596 JKPWB, Jakarta 10065, Indonesia Tel.: +62 (251) 622622; Fax.: +62 (251) 622100 E-mail: [email protected] Website: http://www.cifor.cgiar.org 1 Comments may be sent to the authors at [email protected] and [email protected] DRAFT – OCTOBER 16, 2001 1 PART 1 RIAU PROVINCE: RESOURCES AND LAND USE 1.1 THE STUDY AND ITS MAJOR FINDINGS From 1 January 2001, the Indonesian government implemented a policy of regional autonomy and decentralisation. The provincial and district governments have been handed responsibility to raise revenues locally to fund regional activities and development. The centre has retained some revenue raising powers and full details of the process of devolution have yet to be fully spelt out. -
The Effects of Indonesia's Decentralisation on Forests and Estate Crops: Case Study of Riau Province, the Original Districts
cvr_all case 7/31/02 2:05 PM Page 4 (1,1) case studies Case Studies on Decentralisation and Forests in Indonesia 6 & 7 The Effects of Indonesia's Decentralisation on Forests and Estate Crops in Riau Province: Case Studies of the Original Districts of Kampar and Indragiri Hulu Lesley Potter and Simon Badcock AUSTRALIAN CENTRE FOR INTERNATIONAL AGRICULTURAL RESEARCH CIFOR REPORTS ON DECENTRALISATION AND FORESTS IN INDONESIA Synthesis of Major Findings Barr, C. and Resosudarmo, I.A.P. 2002. Decentralisation of forest administration in Indonesia: Implications for forest sustainability, community livelihoods, and economic development. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia. District and Provincial Case Studies Case Study 1. McCarthy, J.F. 2001. Decentralisation, local communities and forest management in Barito Selatan District, Central Kalimantan. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia. Case Study 2. McCarthy, J.F. 2001. Decentralisation and forest management in Kapuas District, Central Kalimantan. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia. Case Study 3. Barr, C., Wollenberg, E., Limberg, G., Anau, N., Iwan, R., Sudana, I.M., Moeliono, M., and Djogo, T. 2001. The impacts of decentralisation on forests and forest-dependent communities in Malinau District, East Kalimantan. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia. Case Study 4. Casson, A. 2001. Decentralisation of policies affecting forests and estate crops in Kutai Barat District, East Kalimantan. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia. Case Study 5. Casson, A. 2001. Decentralisation of policymaking and administration of policies affecting forests and estate crops in Kotawaringin Timur District. Central Kalimantan. Center for International Forestry Research, Bogor, Indonesia. Case Studies 6 and 7. -
Desain Dan Tata Letak Peralatan Dapur Di Ruang Makan Griya Satria Pusdiklatpassus Batujajar
DESAIN DAN TATA LETAK PERALATAN DAPUR DI RUANG MAKAN GRIYA SATRIA PUSDIKLATPASSUS BATUJAJAR TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh Ujian Akhir Program Diploma III Oleh: DELLA MARFIAN Nomor Induk: 201319302 JURUSAN HOSPITALITI PROGRAM STUDI MANAJEMEN TATA BOGA SEKOLAH TINGGI PARIWISATA BANDUNG 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan dan minuman adalah salah satu kebutuhan utama bagi manusia untuk melangsungkan hidup. Manusia yang hidup di abad ke-21 sekarang ini lebih memilih untuk menikmati makan di luar rumah dibandingkan dengan zaman dahulu. Saat ini, berbagai jenis makanan dan minuman banyak tersedia untuk dinikmati. Tempat pelayanan makanannya pun bermacam – macam, seperti di restoran, café, kedai, dan ada pula tempat kerja yang menyediakan fasilitas ruang makan untuk para pegawainya. Sebagai contoh, makanan yang tersedia di tempat kerja sebagian besar pelayanannya disajikan oleh jasa catering. Namun, ada pula yang menggunakan jasa pelayanan dari tim dapur untuk mengolah makanannya di kantor ataupun institusi pemerintah. Seperti yang diungkapkan Lawson (2002:2) bahwa pelayanan makanan dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu: a. Bersifat Komersil (commercial food service or consumer catering). b. Bersifat Non-komersil (institutional food service). Dalam hal ini pelayanan makanan yang bersifat non-komersil melayani konsumen yang berbeda dengan pelayanan yang bersifat komersil. Pelayanan 1 2 komersil melayani konsumen umum yang tiap harinya akan berbeda dan berupa badan usaha yang mencari keuntungan. Sedangkan pelayanan non-komersil dimana konsumennya merupakan penghuni tetap seperti yang ada di kantor, pabrik dan juga markas militer tanpa mencari keuntungan. Pelayanan yang ada di markas militer memiliki karakteristik yang berbeda dengan pelayanan di restoran ataupun institusi lainnya. -
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama Pemerintahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama pemerintahan Orde Baru, TNI dan Polri yang menyatu dalam ABRI, telah terjadi dominasi militer pada hampir di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Militer juga difungsikan sebagai pilar penyangga kekuasaan. Konsep ini muncul sebagai dampak dari implementasi konsep dwifungsi ABRI yang telah menjelma menjadi multifungsi. Akibatnya peran ABRI dalam kehidupan bangsa telah melampaui batas-batas konvensional keberadaannya sebagai alat negara di bidang pertahanan dan keamanan. Integrasi status Polri yang berwatak sipil ke dalam tubuh ABRI dapat dikatakan sebagai pengingkaran terhadap prinsip demokrasi. Pengukuhan ABRI sebagai kekuatan sosial politik baru terjadi secara legal formal setelah keluarnya UU No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara. Lahirnya UU ini untuk lebih memantapkan landasan hukum dwifungsi ABRI, yang sebelumnya hanya diatur dalam Ketetapan MPR. Dalam UU No. 20 Tahun 1982 ditegaskan bahwa pengaturan peran sosial politik ABRI adalah sebagai kekuatan sosial yang bertindak selaku dinamisator dan stabilisator. Hal ini sebenarnya merupakan sebuah contradiction in terminis, karena bagaimana mungkin dinamisator dan stabilisator sekaligus dipegang oleh orang yang sama. Setidak-tidaknya ada dua pasal yang mendukungnya. Pasal 26 menyebutkan, Angkatan Bersenjata mempunyai fungsi sebagai kekuatan 1 2 pertahanan keamanan dan sebagai fungsi kekuatan sosial. Pasal 28 ayat (1) menegaskan, Angkatan Bersenjata sebagai kekuatan sosial bertindak selaku dinamisator dan stabilisator yang bersama-sama kekuatan sosial lainnya memikul tugas dan tanggungjawab mengamankan dan mensukseskan perjuangan bangsa dalam mengisi kemerdekaan. Sementara itu dalam ayat (2) menyatakan, bahwa dalam melaksanakan fungsi sosial, Angkatan Bersenjata diarahkan agar secara aktif mampu meningkatkan dan memperkokoh ketahanan nasional dengan ikut serta dalam pengambilan keputusan mengenai masalah kenegaraan dan pemerintahan, serta mengembangkan Demokrasi Pancasila dan kehidupan konstitusionil berdasarkan UUD 1945. -
Blografl Tokoh Perempuan Dari Surnatera
b I do .run\ 801) v k 1 all( Vd/aalr - ~J(s) '* ya D. If2 2ed b 1 :' 1. , --L BlOGRAFl RANGKAYO H.J= SYAMSJDAR YAHYA (1914-1975) Tokoh Perempuan dari Surnatera Pusat Kajian iosialdudaya & Ekonorni (PKSBE), Fakultas Ilmu-llmu Sosial (FIS), Universitas Negeri Padang '2010 BIOGRAFI RANGKAYO HJ. SYAMSIDAR YAHYA (191 4-1 975) Tokoh Perempuan Sumatera KATA ASKAH asli tulisan ini berasal dari serangkaian penelitian pendahuluan yang dikerjakan dalam beberapa tahap sejak pertengahan 2008. Mula-mula kami meminta kesediaan Sdr. Ferawati S.S., anggota tim peneliti freelance di Pusat Kajian Sosial-Budaya & Ekonomi (PKSBE), FIS, Universitas Negeri Padang untuk melakukan riset lapangan. Sembari melengkapi data penelitiannya, sejak pertengahan 2008 Ferawati sudah mulai membuat catatan- catatan lepas ke dalam draf -draf kasar dalam beberapa bab yang belurn lengkap datanya. Masih banyak bagian-bagian yang kosong, tetapi bagiamanapun ia sudah berhasil mengmpulkan sejumlah informasi awal yang dapat digunakan untuk memulai penulisan draft pertama pada akhir 2009. Draf awal naskah ini baru dapat dirampungkan akhir 2008. Itu pun masih ada sejumlah data lapangan yang mesti dilengkapi sambil meneruskan studi pustaka tankahan sekedarnya sebelum naskah ini dapat disempurnakan. Draf kedua mengalami penundaan karena Sdr Ferawati makin terlibat dengan kesibukan barunya , menyiapkan studi lanjutan dan kursus-kursus Inggris untuk ke Belanda. Tadinya saya sangat mengharapkan kesediaan Sdr Dr. Siti Fatimah,M.Hwn untuk menuntaskan buku ini. Terlebih lagi karena keahliannya dalam women studies. Namun karena keterikatannya dengan kesibukan yang tak terelakkan, beliau 'membenar ' kepada saya agar dicarikan yang lain saja, yang memiliki cukup waktu untuk melanjutkan riset ini. PKSBE akhirnya menemukan orang yang tepat untuk tugas in2 tatkala menemukan orang muda yang enerjetik.