LAPORAN PENELITIAN TAHUN ANGGARAN 2019 SKEMA PENELITIAN PUSAT STUDI HUKUM DAN HAM (PUSHAM)
JUDUL PENELITIAN
POLA PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN UNRI PANAM AKIBAT TUKAR GULING DALAM MENUNDUKUNG JAMINAN HAK ASASI MASYARAKAT RIAU DIBIDANG PENDIDIKAN TINGGI
KETUA: DR. MUKHLIS R,SH.,MH NIDN : 0015057907 Anggota 1: Tengku Arif Hidayat Anggota 2: Dean Prakasa Hanif
Sumber Dana : DIPA Universitas Riau Tahun 2019 Nomor Kontrak: 211/UN.19.5.1.3/PT.01.03/2019
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS RIAU 2019
HALAMAN RINGKASAN PENELITIAN
Tanah mempunyai multiple value, maka sebutan tanah air dan tumpah darah dipergunakan oleh bangsa Indonesia, secara konstitusi dinyatakan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan bumi atau tanah, maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Dasar Agraria. Pentingnya Lahan bagi kepentingan dunia pendidikan sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945 Menegaskan, ayat (1) hak mendapat pendidikan, Pada ayat (3) kewajiban Pemerintah, selain merupakan Hak Asasi sebagaimana Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945, tentang Hak Asasi di bidang pendidikan. Demikian pentingnya pendidikan dan sarana yang menunjang pelaksanaan system pendidikan nasional, khususnya pendidikan tinggi, sehingga perlu jaminan ketersediaan tanah untuk menunjang pembangunan fasilitas pendidikan tinggi secara berkelanjutan. Sering kali karena pentingnya peran tanah dalam kehidupan manusia, tanah menjadi objek yang rawan terhadap perselisihan atau sengketa antar manusia bahkan terjadinya berbagai tindak pidana disebabkan oleh faktor tanah sebagai objek kepemilikan, hal ini terjadi karena kebutuhan manusia akan tanah semakin meningkat, namun persediaan tanah relatif tetap. Kondisi obyektif tersebutlah yang menimbulkan berbagai konflik dan bentuk tindak pidana di bidang pertanahan yang terjadi, begitu juga halnya konflik pertanahan yang terjadi di atas lahan kampus UNRI Panam, yang berdiri di atas lahan setifikas 14 milik Pemerintah Provinsi Riau dan Lahan sertifikat 15 Milik Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penelitian ini akan mengambil lokasi di Kota Pekanbaru, karena lokasi Kampus Universitas Riau yang bersengketa diPinggir Jalan Nagasakti Pekanbaru.Penelitian ini diperkirakan akan membutuhkan waktu maksimal selama 6 (enam) bulan pada tahun 2019. Untuk mendapatkan data primer dengan melakukan survey dan wawancara secara mendalam terhadap informan yang dipilih sesusai dengan criteria yang telah ditetapkan oleh peneliti (teknik purposive sampling). Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh dari sumber utama (informan) secara langsung. Data sekunder adalah data yang sudah jadi/tersaji
sedemikian rupa. Data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier(Bahan hukum penunjang). Data yang telah terkumpul melalui studi lapangan dan studi kepustakaan selanjutnya akan dilakukan klasifikasi dan disistematisasi sesuai dengan masalah yang diteliti, untuk selanjutnya di interpretasi dan dianalisa secara kualitatif, kemudian disimpulkan dan disajikan secara deskriptif. Sebagai kesimpulan: Kampus UNRI dengan luas 345.617 Ha., terdiri dari dua sertifikat (sertifikat Nomr 14 tahun 2002 dan nomor 15 Tahun 2002), yang masing masing selaku pemegang hak adalah Pemerintah Provinsi Riau dan Departemen Pendidikan Nasional, sedangkan UNRI sebagai pemegang Hak pakai, untuk menjamin UNRI sebagai lembaga pendidikan tinggi negeri di Riau yang dikenal sebagai jantung hati masyarakat Riau perlu diberikan jaminan akan kepastian hak dari segala bentuk gangguan dan sengketa lahan dari pihak manapun. Untuk menyelesaiakan sengketa lahan akibat adanya kebijakan tukar guling yang dilakukan oleh Pimpinan Universitas Riau masa lalu, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai pola penyelesaian sengketa berupa: Mastikan Dasar Hukum alas Hak masyarakat terhadap lahan yang di klem sebagai hasil tukar guling, Mendorong Pemerintah Daerah Provinsi Riau untuk mencarikan langkah solutif dan antisipatif yang cepat dan berkeadilan, Memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa UNRI bukan pemilik yang dapat mengeluarkan surat yang berkekuatan hukum sama seperti pemilik yang sesungguhnya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur terlebih dahulu Penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang senantiasa melimpahkan rakhmat dan hidayah-Nya, dan Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
Junjungan Alam Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan Para Sahabatnya. Sehingga dengan susah payah penulis mampu melaksanakan proses penelitian dengan skema Pusat Studi
Hukum dan HAM Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Riau dan membuat laporan hasil penelitian sebaik-baiknya dengan judul : “ POLA
PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN UNRI PANAM AKIBAT TUKAR GULING
DALAM MENUNDUKUNG JAMINAN HAK ASASI MASYARAKAT RIAU
DIBIDANG PENDIDIKAN TINGGI ”.
Dalam penulisan hukum ini, penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan yang harus diperbaiki. Penulisan hukum ini bukan akhir, melainkan hanya kepingan proses dalam pengayaan pengetahuan yang tak akan pernah berhenti selama hayat masih dikandung badan. Oleh karena itu penulis sangat berharap adanya kritik dan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan dan pemahaman kedepan.
Dalam masa penelitian ini, Penulis mendapatkan bantuan dan dorongan Moriil maupun
Materiil dari berbagai pihak, baik dari Pimpinan Universitas dan Fakultas Hukum Universitas
Riau, khususnya Pimpinan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Riau dan semua pihak yang telah memberikan masukan dan pandangannya melalui wawancara mendalam dan studi literatur yang menjadi rangkaian proses penelitian ini.
Akhirnya kepada segenap handai taulan yang telah membantu, yang tidak disebutkan
satu-persatu Penulis mohon maaf, semoga amal bantuan tersebut mendapatkan pahala di hadirat
ALLAH SWT. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan siapapun yang berminat mempelajarinya.
Pekanbaru, November 2019 Ketua,
Dr.MUKHLIS R.,S.H.,M.H.
DAFTAR ISI
- Halaman Judul ………………………………………………………….i - Halaman Pengesahan …………………………………………………………ii - Halaman Ringkasan Penelitian ……………………………………………………iii - Kata Pengantar …………………………………………………………v - Halaman Daftar Isi …………………………………………………vii - Halaman Daftar Tabel …………………………………………………ix - Halaman Daftar Gambar …………………………………………………………x - Halam Daftar Lampiran …………………………………………………………xi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ...... 1 1.2 Perumusan Masalah ...... 6 1.3 Makdus dan Tujuan Penelitian...... 6 1.4 Luaran/Manfaa Penelitian ...... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Toeri Yang Relevan...... 8 2.2 Penelitian Terdahulu ...... 37 2.3 Kerangka Pemikiran...... 39
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...... 40 3.2 Cara Penentuan Ukuran Sampel ...... 41 3.3 Jenis dan Sumber Data ...... 41 3.4 Teknik Pengumpulan Data ...... 43 3.5 Teknik Anallisa Data ...... 43
BAB IV. KEADAAN UMUM TEMPAT/DAERAH PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kota Pekanbaru...... 44 4.1.1.Letak Geografis ...... 44 4.1.2. Kondisi Demografis ...... 47 4.1.3. Kondisi Topografi ...... 48 4.2 Sejarah Pekanbaru ...... 50
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHAN 5.1 Luas Lahan Kampus Universitas Riau………………..……………………. 56 5.2 Penguasaan Lahan Kampus Universitas Riau hasil Tukar Guling…………..48 5.3 Pola Penyelesaian Lahan Kampus Universitas Riau Hasil Tukar Guling .….65
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan …………………………………………………………………70 6.2 Saran-saran ………………………………………………………………...70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Uraian Halaman
1.1 Target luaran hasil penelitian 7
2.1 Jumlah Perkara pertanahan di Bagian Bangunan dan 37 Pertanahan reskrim Polresta pekanbaru 3.1 Jadwal Penelitian 40 4.1 Luas Wilayah Kecamatan yang Ada di Kota Pekanbaru 46
5.1 Hasil Survey Penguasaan Lahan Hasil Tukar Guling 59
5.2 Hasil Survey Penguasaan Lahan Hasil Tukar Guling 60
5.3 Hasil Survey Penguasaan Lahan Hasil Tukar Guling 61
5.4 Hasil Survey Penguasaan Lahan Hasil Tukar Guling 61
DAFTAR GAMBAR
No. Uraian Halaman
4.1 Peta Kota Pekanbaru 46
4.2 Jumlah Penduduk Kota Pekanbaru 47
4.3 Luas Kelas Kemiringan Kota Pekanbaru 49
5.1 Lahan UNRI pada sertifikat Nomor 14 Tahun 2002 56
5.2 Lahan UNRI pada sertifikat Nomor 15 Tahun 2002 57
5.3 Foto Udara Kawasan/Lahan Kampus Univesitas Riau Panam 58
DAFTAR LAMPIRAN
1. Foto Dokumentasi Penelitian 2. Surat Tugas Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATARBELAKANG PERMASALAHAN
Tanah mempunyai multiple value, maka sebutan tanah air dan tumpah
darah dipergunakan oleh bangsa Indonesia untuk menyebutkan wilayah
negara dengan menggambarkan wilayah yang didominasi tanah, air, dan
tanah yang berdaulat. Arti penting tanah bagi manusia sebagai individu
maupun negara sebagai organisasi masyarakat yang tertinggi, secara
konstitusi dinyatakan bahwa1 :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat”.
Sebagai tindak lanjut dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
1945 yang berkaitan dengan bumi atau tanah, maka dikeluarkanlah Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Dasar Agraria yang
selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan UUPA. Tujuan pokok dari UUPA
adalah :
1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum Agrarian Nasional, yang merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan Rakyat, terutama rakyat dalam rangka masyarakat adil dan makmur. 2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. 3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
1 Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
1
4. Karena dalam kehidupan masyarakat khususnya di daerah pedesaan, tanah merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting, karena tanah merupakan salah satu sumber hidup dan kehidupan mereka. di samping itu tanah-tanah adat sering dihubungkan dengan nilai kosmis-magis-religius.
Hubungan ini bukan saja antara individu dengan tanah, tetapi juga
antar sekelompok anggota masyarakat suatu persekutuan hukum adat di
dalam hubungan dengan hak ulayat.2 Bagi negara Indonesia, sebagai
negara yang agraris keberadaan tanah memiliki fungsi yang sangat penting
bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Di negara seperti
Indonesia fungsi tanah kian meningkat dan mempunyai nilai ekonomis
yang sangat tinggi. Dari sekian banyak bidang yang menyangkut tanah,
bidang ekonomi nampak mendominasi aktivitas manusia atas tanah. Hal
ini berkaitan dengan kelangsungan hidup manusia, dimana pertumbuhan
penduduk serta pertumbuhan ekonomi yang melaju pesat. Disamping itu
yang tidak kalah penting adalah penggunaan lahan sebagai sarana dibidang
pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional dalam alenia ke 4
Pembukaan UUD 1945 “ ….. Mencerdaskan kehidupan bangsa,…..”
Pasal 31 UUD 1945 Menegaskan, ayat (1) Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan, Pada ayat (3) disebutkan: Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-
undang. Selain Pasal 31 diatur juga pada Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945,
2 Pasal 18B ayat (2) , Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945
2 tentang Hak Asasi di bidang pendidikan, yang menyebutkan : Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat Manusia.
Demikian pentingnya pendidikan dan sarana yang menunjang pelaksanaan system pendidikan nasional, khususnya pendidikan tinggi, sehingga perlu jaminan ketersediaan tanah untuk menunjang pembangunan fasilitas pendidikan tinggi secara berkelanjutan. Sering kali karena pentingnya peran tanah dalam kehidupan manusia, tanah menjadi objek yang rawan terhadap perselisihan atau sengketa antar manusia bahkan terjadinya berbagai tindak pidana disebabkan oleh faktor tanah sebagai objek kepemilikan, hal ini terjadi karena kebutuhan manusia akan tanah semakin meningkat, namun persediaan tanah relatif tetap. Kondisi obyektif tersebutlah yang menimbulkan berbagai konflik dan bentuk tindak pidana di bidang pertanahan yang terjadi, begitu juga halnya konflik pertanahan yang terjadi di atas lahan kampus UNRI Panam, yang berdiri di atas lahan setifikas 14 milik Pemerintah Provinsi Riau dan
Lahan sertifikat 15 Milik Kementerian Pendidikan Nasional Republik
Indonesia. Dan terhadap dua sertifikat tanah tersebut UNRI merupakan pemegang sertifikat hak pakai berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh
Badan Pertanahan Kota Pekanbaru Tahun 2002.
3
Sengketa tanah dan tindak pidana dibidang pertanahan di Kota
pekanbaru setiap tahun semakin meningkat dan kondiri ini terjadi hampir
di seluruh daerah di Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Kasus pertanahan yang sering terjadi bila dilihat dari konflik kepentingan
para pihak dalam sengketa pertanahan antara lain:3
1. Rakyat berhadapan dengan birokrasi
2. Rakyat berhadapan dengan perusahaan negara
3. Rakyat berhadapan dengan perusahaan swasta
4. Konflik antara rakyat
Kota Pekanbaru sebagai kota metropolis, dan merupakan ibu kota
Propinsi Riau, tentu saja tanah sangat penting bagi perkembangan kota,
disamping sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, sehingga tanah yang
dulunya belum bernilai tinggi, setelah menjadi pusat kota dan pusat bisnis
dan pusat pendidikan harga tanah meningkat bahkan sampai 500 %,
sehingga banyak sekali modus operandi dari tindak pidana dibidang
pertanahan dikota pekanbaru, baik karena perluasan wilayah akibat
otonomi, maupun tanah yang tidak dihuni pemiliknya, atau penguasaan
tanah oleh pemerintah.4
Jika dilihat statistic kriminal untuk kasus Pidana Pertanahan(Sub
bagian Tanah dan Bangunan Polresta Pekanbaru) cendrung meningkat
setiap tahun, disamping itu timbulnya sistem otonomi daerah dengan
3 Maria S.W.Sumardjono,2005, Konflik pertanahan di Indonesia,Ghalia Indonesia,Jakarta : hal.182 4 wawancara dengan Bapak Warno,kanit Reskrim Polresta Pekanabru,20 April 2012
4
adanya pemekeran wilayah, baik pemekaran Kelurahan, Kecamatan,
bahkan Kabupaten menjadikan persoalan tindak pidana dibidang
pertahanan semakin komplek, hal ini dapat dilihat jumlah Kasus
pertanahan di Polresta Pekanbaru tahun 2011 berjumlah 65 Kasus.5
Kasus sengketa Lahan Universitas Riau di Jalan Bina Widya Subrantas
Panam Pekanbaru, juga tidak lepas dari danpak otonomi daerah, yang dulu
termasuk wilayah Administrasi Kampar dan sekarang menjadi wilayah
Administrasi Kota Pekanbaru. Munculnya Konflik di lahan universitas
Riau, selain dengan Gugatan PT.Hasrta Tata Jaya yang menggugat
Pemerintah Daerah (Pemprov, Pemda Kampar, dan Pemda Kota
Pekanbaru) dan Dengan Departemen Pendidikan Nasional/Dikti dan
Universitas Riau, dengan dasar alas hak SKGR lima persil lahan yang ada
disertifikat 14 dan 15. Selain itu menculnya pembangunan Gedung Badan
Pertanahan Kota Pekanbaru di Lahan Sertifikat 14, juga menjadi polemic
tersendiri. Dan Konflik Lain yang selalu menagih janjinya kepada
pimpinan UNRI adalah akibat adanya kebijakan Pimpinan UNRI pada
masa lalu, mengakomodir kelompok Bapak Saragih dan beberapa anggota
masyarakat yang mengklem Tanah Unri sebagai Haknya, dengan
melakukan Tukar Guling dengan perjanjian, dengan memindahkan mereka
ke pinggir kawasan Kampus(Jalan Naga Sakti). Hal itu membuat status
kepemilikan lahan mereka menjadi tidak jelas, dan tidak dapat mengrus
5 Sumber data Polresta Pekanbaru Tahun 2012.
5
Administrasi pertanahan tersebut menjadi milik mereka karena berada di
Sertifikat Tanah Provinsi Riau Nomor 14.
Berdasarkan latarbelakang tersebut di atas perlu dilakukan
penelitian tentang Pola Penyelesaian Sengketa Lahan Unri Panam Akibat
Tukar Guling Dalam Menundukung Jaminan Hak Asasi Masyarakat Riau
Dibidang Pendidikan Tinggi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasar gambaran latarbelakang tersebut diatas perlu dikaji
tentang bentuk hak kepemilikan masyarakat atas lahan UNRI yang
menjadi dasar tukar guling, Keabsahan Perjanjian Tukar Guling yang
dilakukan atas Lahan UNRI sertifikat 14, serta Pola Penyelesaian Sengketa
Lahan Unri Panam Akibat Tukar Guling Dalam Menundukung Jaminan
Hak Asasi Masyarakat Riau Dibidang Pendidikan Tinggi.
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian adalah: 1. Untuk mengetahui apa saja bentuk hak kepemilikan masyarakat atas lahan UNRI yang menjadi dasar tukar guling 2. Untuk mengetahui keabsahan Perjanjian Tukar Guling yang dilakukan atas Lahan UNRI sertifikat 14. 3. Untuk mengetahui Pola Penyelesaian Sengketa Lahan Unri Panam Akibat Tukar Guling Dalam Menundukung Jaminan Hak Asasi Masyarakat Riau Dibidang Pendidikan Tinggi. Adapun maksud yang diharapkan dari penelitian ini yaitu: 1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik perkembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan
6
hukum pidana pada khususnya, serta lebih khusus tindak pidana dibidang pertanahan. 2. Secara ilmiah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Universitas Riau, Pemerintah Daerah Provinsi Riau, dan Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 3. Secara praktis penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi masyarakat yang ingin melakukan penelitian lanjutan tentang konflik Lahan Universitas Riau di tempat yang lain, bahkan menjadi pedoman bagi Universitas lain di Indonesia jika terjadi konflik yang polanya memiliki kesamaan. 1.4 LUARAN/MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini selain akan menghasilkan laporan Penelitian, target luaran lain adalah sebagai berikut: Tabel : 1.1 Target Luaran Hasil Penelitian No Jenis Luaran Indikator 1 Publikasi Ilmiah Jurnal Ilmu Ada Hukum FH UNRI 2 Pemakalah dalam Temu Seminar Ada Ilmiah Nasional 3 Pengkayaan Bahan Ajar Mata Kuliah Ada Delik Delik Dalam KUHP Hukum Pidana
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Yang Relevan
2.1.1 Tinjauan Umum Hak Atas Tanah
a. Pengertian Hak Atas Tanah
Tanah adalah suatu bagian yang ada dibumi ini yang masyarakat
dapat menggunakan dan memanfaatkannya sebaik mungkin dengan
tidak melanggar peraturan yang berlaku di indonesia. Telah diatur
dalam Pasal 4 ayat 1 undang-undang pokok agraria yang berbunyi
sebagai berikut : “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang
dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan
orang-orang lain serta badan-badan hukum.
Hak negara menguasai bumi sepanjamg wilayah kedaulatan nya
terdiri atas lapisan permukaan bumi dan dibawah perut bumi.
Berdasarkan hak mengusai tersebut dikenal dengan adanya bermacam
macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang orang, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain atau badan hukum.6
6 Ali Ahmad Chomsah, Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2002 hlm 2
8
Tanah yang dulu dipandang dari sudut sosial, yang tercakup dalam
lingkup hukum adat, hak ulayat dan fungsi sosial, kini mulai dilihat
dari sudut ekonomi, sehingga tepat apabila Perserikatan Bangsa-
bangsa mensinyalir bahwa saat ini masalah pertanahan tidak lagi
menyangkut isu kemasyarakatan tetapi telah berkembang menjadi isu
ekonomi.7
Hak atas tanah merupakan hak penguasaan atas tanah yang
berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi
pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki.
Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang
merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolok
pembeda diantara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam
hukum tanah.8
Menyangkut dengan hak –hak atas tanah maka, kita perlu
mengkaitkannya dengan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
1945, makna “dikuasai” oleh negara bukan berarti bahwa tanah
tersebut harus “dimiliki” secara keseluruhan oleh Negara, tetapi
pengertian “dikuasai” itu membawa wewenang kepada negara sebagai
organisasi kekuasaan dari Bangsa Indonesia untuk tingkatan tertinggi.9
1. Mengatur dan menyelenggarakan tanah untuk penggunaan,
persediaan, dan pemeliharaannya;
7 Muhammad Yamin dan Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, Halaman 26. 8 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2007, hal.283. 9 G. Kartasapoetra, Masalah Pertanahan Indonesia, PT Bineka Cipta. Jakarta. 1992. Hlm 2.
9
2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas
bagian dari bumi, air, dan ruang angkasa di atas tanah itu;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang dan perbuatan hukum antara orang mengenai bumi, air,
dan ruang angkasa di atas tanah itu
Boedi Harsono mengemukakan bahwa berdasarkan penjelasan
dalam pasal 8 UUPA disebutkan karena hak-hak atas tanah itu hanya
memberi hak atas permukaan bumi, maka wewenang-wewenang yang
bersumber daripadanya tidaklah mengenai kekayaan-kekayaan alam
yang terkandung dalam tubuh bumi, air dan ruang angkasa. Oleh
karena itu maka pengambilan kekayaan yang dimaksudkan itu
memerlukan pengaturan tersendiri. Ketentuan ini merupakan pangkal
bagi perundang-undangan pertambangan dan lain-lainnya.10
Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
BPN Nomor 3 tahun 1999 jo Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri
Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 ditegaskan bahwa
yang dimaksud dengan pemberian hak atas tanah adalah penetapan
Pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara,
perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak, perubahan hak,
termasuk pemberian hak di atas Hak Pengelolaan.
Dengan adanya hak menguasai dari negara sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu bahwa: “Atas dasar
10 Boedi Harsono Op. Cit hlm 19
10 ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh masyarakat.”
Atas dasar ketentuan tersebut, negara berwenang untuk menentukan hak hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh dan atau diberikan kepada perseorangan dan badan hukum yang memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kewenangan tersebut diatur dalam Pasal
4 ayat (1) UUPA, yang menyatakan bahwa:
“Atas dasar hak mengusai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum.”
Sedangkan dalam ayat (2) dinyatakan bahwa:
“Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberikan wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penatagunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi.”
AP. Parlindungan menyatakan bahwa Alas hak atau dasar penguasaan atas tanah sebagaimana diatur dalam UUPA dapat diterbitkan haknya karena penetapan Pemerintah atau ketentuan peraturan perundang-undangan, maupun karena suatu perjanjian khusus yang diadakan untuk menimbulkan suatu hak atas tanah di atas
11
hak tanah lain (misalnya Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik) dan
juga karena ketentuan konversi hak, sedangkan ketentuan pengakuan
maupun karena kadaluarsa memperoleh suatu hak dengan lembaga
uitwijzingprocedure sebagaimana diatur dalam pasal 548 KUH Perdata
tidak dikenal dalam UUPA, sungguhpun pewarisan merupakan juga
salah satu alas hak.11
“Hak” pada hakekatnya adalah kekuasaan yang diberikan oleh
hukum kepada Seseorang terhadap sesuatu (benda/prestasi), sehingga
menimbulkan hubungan hukum antara keduanya (hubungan subjek
objek). Jadi apabila seseorang memperoleh sesuatu hak atas tanah,
maka pada orang tersebut telah melekat kekuasaan atas tanah yang
disertai pula dengan kewajiban yang diperintahkan oleh hukum, dan
perolehan hak atas tanah pada prinsipnya dapat dibedakan dalam:
a. Perolehan secara originair, yaitu perolehan secara asli, misalnya
dengan membuka tanah ( okupasi )
b. Perolehan secara derivatif, adalah perolehan karena terjadinya
peralihan hak secara yuridis, misalnya jual - beli, tukar -
menukar dan lain sebagainya
Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala BPN Nomor 3
Tahun 1997, alas hak tersebut diberi istilah data yuridis, yakni
11 AP. Parlindungan, Beberapa Masalah Dalam UUPA, Mandar Maju, Bandung, 2003. Hlm 69
12
keterangan mengenai status hukum bidang tanah, pemegang haknya,
dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria
Nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk :
a. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas
tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh
seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan
dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli
warisnya seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU),
Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai.
b. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak-hak
atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain, contoh HGB
atas tanah hak pengelolaan, HGB atas tanah Hak Milik, HP
atas tanah hak pengelolaan, HP atas anah hak milik Hak
sewa untuk bangunan, hak gadai, Hak usaha Bagi Hasil, Hak
menumpang dan Hak sewa anah pertanian. b. Jenis- Jenis Hak Atas Tanah
1. Hak Milik
Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA bahwa yang dimaksud
dengan Hak Milik adalah “Hak turun temurun, terkuat, dan
terpenuh yang dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan Pasal 6.
13
Hak milik atas tanah berdasarkan UUPA tidak sama dengan hak eigendom berdasarkan BW atau sekalipun hampir sama juga tidak persis sama dengan hak milik menurut Hukum Adat.
Perbedaan dimaksud tidak lain bahwa hak milik berdasarkan
UUPA tidak diperkenalkan sebagai hak kebendaan dimana pemegang haknya diberi keleluasaan mengambil nikmat dengan lebih mengutamakan kepentingan individu si pemilik dari kepentingan sosial/masyarakat, demikian pula hak milik berdasarkan UUPA itu tidak melekat atasnya hak ulayat sebagaimana pada Hukum Adat, tetapi hak menguasai Negara.
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dijumpai oleh orang atas tanah dengan mengingat pasal
6 UUPA. Terkuat dan terpenuh yang dimaksud disini adalah hak milik itu bukan berarti merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan tidak bisa diganggu gugat, di samping itu juga kata "terkuat" dan "terpenuh" itu dimaksudkan untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan lain sebagainya.
Walaupun sifatnya yang paling kuat dimiliki oleh seseorang, tetap terikat pada ketentuan pasal 6 UUPA, yaitu tanah harus berfungsi sosial, artinya bila kepentingan umum menghendaki, maka kepentingan pribadi harus dikorbankan (tentu dengan jalan ganti kerugian yang layak).
14
Ciri hak milik sebagaimana disebut pada Pasal 20 UUPA
adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang mempunyai
fungsi sosial. Turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat
berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila
pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan
oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak
milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan
dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu
tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak
mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah memberi
wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan
hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah
yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan
dengan hak atas tanah yang lain.
Hal ini sejalan dengan definisi yang diberikan Boedi
Harsono yang mendefinisikan Hak Milik adalah “hak turun
temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah
dan memberi kewenangan untuk menggunakannya bagi segala
macam keperluan selama waktu yang tidak terbatas sepanjang tidak
ada larangan khusus untuk itu”.12
Hak milik dapat hapus karena beberapa alasan, hal ini
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 UUPA yang berbunyi:
12 Boedi Harsono, Op. Cit, Hal. 292
15
a. tanahnya jatuh kepada negara
1. Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18/Untuk
kepentingan umum
2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
3. Karena diterlantarkan
4. Karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2),
b. Tanahnya musnah
2. Hak Guna Usaha
Hak Guna Usaha atau HGU diatur dalam Pasal 28 ayat (1)
UUPA yang berbunyi: Hak Guna Usaha adalah hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara,
dalam jangka waktu sebagai mana tersebut dalam pasal 29,
guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Untuk hak ini merupakan hak yang baru diciptakan dalam
Undang-Undang Pokok Agraria, jadi tidak seperti hak milik
yang telah dikenal sudah sejak jaman dahulu kala, sebab hak
guna usaha dan hak guna bangunan semula tidak dikenal oleh
masyarakat kita sebab tidak ada persamaannya dalam hukum
adat dan kedua hak di atas itu untuk memenuhi keperluan
masyarakat moderen dewasa ini.
Hapusnya Hak Guna Usaha adalah sebagai berikut :
a. Jangka waktu berakhir
16
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena
sesuatu syarat tidak terpenuhi
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktunya berakhir
d. Dicabut untuk Kepentingan Umum
e. Diterlantarkan
f. Tanahnya Musnah
g. Ketentuan Dalam Pasal 30 ayat (2)
3. Hak Guna Bangunan
Yang dimaksud dengan hak guna bangunan tercantum
dalam pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Pokok
Agraria yang berbunyi :
1. Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan
miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun
2. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat
keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka
waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan
waktu 20 tahun.
Hapusnya hak bangunan ini disebabkan oleh sebagai berikut :
a. Jangka waktu telah berakhir
b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena
sesuatu syarat tidak terpenuhi
17
c. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu
berakhir
d. Dicabut untuk kepentingan umum
e. Diterlantarkan
f. Tanahnya Musnah
g. Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2)
4. Hak Pakai
Hak Menurut ketentuan Pasal 41 ayat (1) UUPA, bahwa yang
dimaksud dengan hak pakai adalah:
Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang
lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya,
yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian
pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan
jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang.
Dengan demikian hak ini merupakan hak atas tanah, baik
tanah maupun bangunan yang dapat diberikan pemerintah dan
juga oleh pemilik tanah, hak pakai ini tidak seperti hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan yang dapat digunakan atau
dijadikan jaminan untuk hipotik dan credietverband tetapi hak
18
pakai ini dapat dijadikan jaminan untuk utang karena
mempunyai nilai ekonomi juga dapat dipindah tangankan.
5. Hak Pengelolaan
Hak Pengelolaan termasuk kepada hak yang bersifat
sementara juga disebut hak lainnya. Yang dimaksud dengan hak
lainnya itu adalah hak-hak yang tidak diatur dalam Undang-
Undang Pokok Agraria tetapi diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang lain. Maka yang dimaksud dengan
hak pengelolaan ialah hak khusus untuk perusahaan-perusahaan
milik pemerintah guna menyelenggarakan usaha industrial
estate, pembangunan perumahan dan perusahaan pada
umumnya.
Untuk pemberiannya tidak disertai dengan penentuan
jangka waktu yang artinya tanah yang bersangkutan boleh
dikuasai dan digunakan terus menerus selama masih
diperlukan.
2.1.2 Tinjauan Umum Mekanisme Peralihan Tanah
Hukum tanah di Indonesia pada jaman penjajahan bersifat dualisme, yakni di satu sisi diatur dengan produk hukum kolonial, sedang di sisi lain diatur dengan hukum adat, yakni untuk tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat dan orang-orang Indonesia Asli (pribumi).
Dualisme tersebut kemudian diakhiri dengan dibentuknya UU No. 5 Tahun
19
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria atau disebut juga
dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi
yang disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan
mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah
satu aspeknya yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak.
Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1)
UUPA yaitu atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud
dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi
yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-
orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-
badan hukum.13
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah Penjualan,
tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan
hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain
Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan untuk
kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.14 Ada
beberapa perbuatan hukum yang dapat melakukan peralihan hak atas tanah
diantaranya adalah perbuatan hukum berdasarkan Jual Beli, Hibah,
Warisan dan Wakaf.
13 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, Hlm 10 14 I Gusti Ayu Putu Oka Cahyaning Mustika Sari, Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Hibah Wasiat Oleh Pelaksana Wasiat, Acta Comitas Jurnal Hukum Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana Vol.3 No. 1 2018, hlm 166.
20
Hal tersebut diatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pasal tersebut menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peralihan hak atas tanah bisa terjadi karena pewarisan tanpa wasiat dan perbuatan hukum pemindahan hak, yakni akan diterangkan sebagai berikut :
a. Pewarisan tanpa wasiat
Menurut hukum perdata, jika pemegang sesuatu hak atas tanah
meninggal, maka hak tersebut karena hukum beralih kepada
ahli warisnya.
b. Pemindahan hak
Berbeda dengan beralihnya hak atas tanah karena pewarisan
tanpa wasiat yang terjadi karena peristiwa hukum dengan
meninggalnya pemegang hak, dalam perbuatan hukum
pemindahan hak, hak atas tanah yang bersangkutan sengaja
dialihkan kepada pihak lain. Bentuk pemindahan haknya dapat
berupa :
21
1. Pewarisan dari ayah atau ibu kepada anak atau dari kakek-
nenek kepada cucu atau dari adik kepada kakak atau
sebaliknya kakak kepada adiknya dan lain sebagainya.
2. Hibah yaitu pemberian dari seseorang kepada orang lain
3. Jual beli yaitu tanah tersebut dijual kepada pihak lain.
Acara jual beli banyak tergantung dari status subjek yang
ingin menguasai tanah dan status tanah yang tersedia
misalnya apabila yang memerlukan tanah merupakan suatu
Badan Hukum Indonesia sedangkan tanah yang tersedia
berstatus Hak Milik maka secara acara Jual Beli tidak bisa
dilaksanakan karena akan mengakibatkan jual belinya batal
demi hukum, karena Badan Hukum Indonesia tidak dapat
menguasai tanah Hak Milik. Namun kenyataannya dalam
praktek, cara peralihan hak dengan jual beli adalah yang
paling banyak ditempuh.
4. Tukar menukar antara bidang tanah yang satu dengan
bidang tanah yang lain, dalam tukar menukar ini bisa ada
unsur uang dengan suatu pembayaran yang merupakan
kompensasi kelebihan atas nilai/harga tanah yang satu
dengan yang lainnya, bisa juga tanpa ada unsur uang karena
nilai tanah yang satu dengan yang lainnya sama.
5. Pembagian hak bersama bisa terjadi karena hak yang ada
terdaftar atas nama beberapa orang sehingga untuk lebih
22
memperoleh kepastian hukum, para pihak melakukan
pembagian atas bidang tanah yang mereka miliki bersama-
sama.
6. Pemasukan dalam perseroan yang menyebabkan hak atas
tanahnya berubah menjadi atas nama perseroan dimana
seseorang tersebut menyerahkan tanahnya sebagai setoran
modal dalam perseroan tersebut
7. Pelepasan hak, dilakukan karena calon pemegang hak yang
akan menerima peralihan hak atas tanah tersebut adalah
bukan orang atau pihak yang merupakan subjek hukum
yang dapat menerima peralihan hak atas tanah yang akan
dialihkan tersebut, sebagai contoh, tanah yang akan
dialihkan kepada suatu Badan Hukum Indonesia adalah
tanah dengan status hak milik, ini tidak bisa dilakukan
karena Badan Hukum Indonesia bukanlah subjek hukum
yang dapat menerima peralihan hak atas tanah dengan
status hak milik.
8. Lelang, umumnya dilakukan jika tanah yang akan dialihkan
tersebut susah untuk menemukan calon pembeli atau tanah
tersebut merupakan jaminan pada bank yang sudah
dieksekusi lalu mau dijual.
23
9. Peralihan karena penggabungan atau peleburan perseroan
yang menyebabkan ikut beralihnya hak atas tanah yang
merupakan asset perseroan yang diambil alih tersebut.
Jual beli, tukar menukar, hibah, dan pemasukan dalam perusahaan, demikian juga pelaksanaan hibah wasiat, dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT, yang bertugas untuk membuat aktanya, dengan demikian perbuatan hukum yang bersangkutan di hadapan PPAT terpenuhi. Untuk memperoleh surat bukti yang lebih kuat dan lebih luas daya pembuktiannya, pemindahan haknya didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat, letak tanah tersebut berada, dengan tujuan :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak yang terdaftar haknya, agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang
bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk Pemerintah, agar dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah tertentu dan
Satuan Rumah Susun yang terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria dinyatakan bahwa hak atas tanah dapat
24 beralih dan dialihkan. Dua (2) bentuk peralihan hak atas tanah dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Beralih
Berpindah hak atas tanah dari pemegang haknya kepada pihak
lain karena pemegang haknya meninggal dunia atau melalui
pewarisan . peralihan hak atas tanah ini terjadi karena hukum,
artinya dengan meninggalnya pemegang hak (subjek), maka
ahli warisnya memperoleh hak atas tanah tersebut. Dalam hal
ini, pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat
sebagai pemegang (subjek) hak atas tanah.
b. Dialihkan/pemindahan hak
Berpindahnya hak atas tanah dari pemegang (subjek) haknya
kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum yang sengaja
dilakukan dengan tujuan agar pihak lain memperoleh hak
tesebut. Perbuatan hukum tersebut dapat berupa jual-beli,
tukar-guling, hibah, penyertaan dalam modal perusahaan,
pemberian dengan wasiat lelang. Dalam peralihan hak disini,
pihak yang mengalihkan/memindahkan hak harus berhak dan
berwenang memindahkan hak, sedangkan bagi pihak yang
memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai pemegang hak
atas tanah.
Untuk pelaksanaan pemindahan hak atas Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) wajib menyampaikan akta PPAT kepada Kantor Badan
25
Pertanahan dalam 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana di maksud dalam Pasal
40 Ayat (1) dan Ayat (2) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24” “Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Peralihan hak atas tanah, dan khususnya hak milik atas tanah tersebut dapat terselenggara secara benar, maka seorang PPAT yang akan membuat pengalihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut,dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut. Sehubungan dengan obyek hak atas tanah yang dipindahkan PPAT harus memeriksa kebenaran dari dokumen-dokumen:
a. Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas
satuan rumah susun, sertifikat asli hak yang bersangkutan.
Dalam hal serifikat tidak diserahkan atau sertifikat yang
diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor
Pertanahan.
b. Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar:
1. Surat bukti yang membuktikan hak atas tanah yang lama
yang belum dikonversi atau surat keterangan Kepala Desa/
Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan
menguasai bidang tanah tersebut dengan itikad baik, dan
tidak pernah ada permasalahan yang “timbul sehubungan
dengan penguasaan tanahnya tersebut.
26
2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah
yang bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor
Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang
jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak
yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/
Kelurahan dan dalam hal surat tersebut tidak dapat
diserahkan maka PPAT wajib menolak membuat akta
pemindahan hak atas tanah tersebut termasuk hak milik atas
tanah yang akan dialihkan tersebut. Apabila pemegang hak
tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan tanahnya baik
berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat
dipercaya, maka pembukuan hak dapat dilakukan tidak
berdasarkan kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti
penguasaan fisik tanah, dengan syarat:
1. Telah dikuasai selama 20 tahun atau lebih secara
berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-
pendahulunya.
2. Penguasaan dilakukan dengan itikad baik dan secara
terbuka.
3. Diperkuat dengan kesaksian orang yang dapat
dipercaya.
4. Penguasaan tidak dipermasalahkan atau tidak dalam
keadaan sengketa.
27
Peralihan hak atas tanah dapat hapus dikarenakan sebagai berikut :
a. Berakhirnya jangka waktu yang bersangkutan sebagaimana
ditetapkan dalam sertifikat haknya menjadi hapus.
b. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang karena tidak
dipenuhinya oleh pemegang hak yang bersangkutan kewajiban-
kewajiban tertentu atau dilanggarnya suatu larangan, tidak
dipenuhinya syarat-syarat atas kewajiban-kewajiban yang
tertuang dalam perjanjian-perjanjian pemberian pemegang hak
dan putusan pengadilan.
c. Bila subjek hak tidak lagi memenuhi syarat atau tidak
dipenuhinya suatu kewajiban dalam waktu satu tahun
pemindahan / peralihan hak milik atas tanah tidak dilepaskan
atau tidak dialihkan, maka hapus karena hukum.
d. Dilepaskan atau diserahkan dengan sukarela oleh pemegang
haknya.
e. Pencabutan haknya.
f. Tanah yang bersangkutan musnah, karena proses alamiah
ataupun bencana alam.
g. Tanahnya diterlantarkan.15
15 Peraturan Pemerintah RI tentang Pendaftaran Tanah, PP Nomor 24 tahun 1997, LN No. 59 Tahun 1997, TLN No. 3696, Pasal 3
28
2.1.3 Tinjauan Umum tentang Tukar Guling secara hukum dalam
peralihan hak atas tanah
Tukar guling termasuk didalam peralihan hak atas tanah yang
dialihkan dari pihak satu ke pihak yang lain, dimana diantara kedua belah
pihak nantinya akan melahirkan perjanjian yang memberikan hak dan
kewajiban yang telah diatur dalam pasal 1541 sampai dengan pasal 1546
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dahulu ketika
jaman penjajahan Belanda, Masyarakat Indonesia lebih mengenal istilah
tukar menukar dengan kata Tukar Guling atau Ruislag yang menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut tukar lalu, yang artinya bertukar
barang dengan tidak menambahkan uang.
Adanya peristiwa tukar menukar tentu saja melahirkan suatu
hubungan antara kedua pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Perikatan
tersebut didasarkan atas perjanjian yang telah disepakati kedua pihak.
Berdasarkan asas perjanjian, maka syarat sahnya perjanjian tukar menukar
juga mengikuti syarat sahnya perjanjian pada umumnya.
Tukar menukar berbeda dengan jual-beli, kalau dalam hal jual beli
ada pembeli yang membayar sejumlah uang dan penjual menyerahkan
tanah miliknya. Maka dalam tukar menukar satu pihak yang mempunyai
hak milik atas tanah menukarkan dengan tanah atau barang lain milik pihak
lain. Dan sejak penyerahan itu, maka hak milik atas tanah pihak yang
semula berpindah kepada pihak yang baru.16
16 Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1977 hlm 34
29
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tukar menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik Negara/daerah yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antara pemerintah daerah, atau antar pemerintah pusat/daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.
Di Indonesia telah di undangkan beberapa aturan yang berkaitan dengan tukar menukar tanah antara lain :
a. Pasal 26 Undang-undang Pokok Agraria
“Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan
wasiat, pemberian menurut adat, dan perbuatan-perbuatan lain
yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta
pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah.”
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
“Tukar menukar barang milik daerah/tukar guling adalah
pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang dilakukan
antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat, antar
Pemerintah Daerah, atau antara Pemerintah Daerah dengan
pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang,
sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang.”
30 c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.
“Tukar menukar barang milik negara/daerah dilaksanakan
dengan pertimbangan:
1. untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan
pemerintahan
2. untuk optimalisasi barang milik negara/daerah
3. tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Daerah.
Pendaftaran peralihan hak atas tanah secara tukar guling
Dasar Hukumnya saat ini adalah UU No.1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan PP Nomor 38 Tahun 2007,
sebelumnya diatur melalui pasal 13 Keppres No.25 Tahun 1995
dan Peraturan Menteri Keuangan No. 30/KMK/1995 prosedur
dari pendaftaran peralihan hak atas tanah adalah sebagai
berikut:
a. Dilakukan Penilaian (kondisi ril) terhadap tanah atau
bangunan yang akan dilakukan tukar guling
b. Mengajukan Usulan dari Instansi/lembaga pengguna
Anggaran (pemkab/pemkot) kepada propinsi dan mendagri
dimintakan persetujuan menteri keuangan. setelah
mendapatkan persetujuan dilanjutkan kembali ke propinsi
dari propinsi ke pemkab/pemkot. adapun prinsip penilaian:
31
1. tidak merugikan negara
2. Bangunan bersifat “idle”
3. Terkena ketentuan UU Tata Ruang dan
4. Negara tidak mempunyai anggaran
2.1.4 Bentuk tindak pidana di bidang pertanahan yang terjadi dan
modus operandi dalam melakukan kejahatannya.
Hukum Pidana adalah salah satu dari sub sistem dalam sistem
hukum yang ada di suatu negara, apa itu hukum pidana ?, ada dua istilah
yaitu hukum dan pidana. Hukum menurut Prof,Dr.Van Kan Hukum adalah
keseluruhan peratuan hidup yg bersifat memaksa untuk melindungi
kepentingan manusia dalam masyarakat.
Pidana juga terdapat beberapa pengertian menurut para ahli.
Menurut Profesor Van Hamel pidana atau straf adalah : “Suatu
penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan
yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai
penanggung jawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar,
yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan
hukum yang harus ditegakan oleh negara”.6
Menurut prof.Simons, pidana atau straf adalah: ”Suatu penderitaan
yang oleh undang-undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran
6 P.A.F Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Penerbit Amrico, Bandung : 2002, hal. 47.
32
terhadap suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan
bagi seserang yang bersalah”7.
Untuk menjatuhkan pidana terhadap pelaku tentu perlu ditetapkan
perbuatan apa saja yang termasuk dalam kategori tindak pidana, sesuai
dengan Prinsip atau asas legalitas :
“ Tiada satu perbuatanpun yang dapat dipidana melainkan
karena kekuatan aturan pidana yang ada sebelum perbuatan
tersebut dilakukan”.8
Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu
pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, yang di bentuk oleh kesadaran
dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.9
Di dalam perundang-undangan, dipakai istilah perbuatan pidana,
peristiwa pidana, dan tindak pidana, yang juga sering di sebut delict.10 Apa
yang dimaksud dengan istilah tindak pidana itu atau dalam bahasa Belanda
Strafbaar feit sebenarnya merupakan peristiwa resmi yang terdapat dalam
straf weitboek atau dalam kitab undang-undang hukum pidana yang
sekarang berlaku di Indonesia. Adapun dalam istilah bahasa asing adalah
delict.
Menurut Wirjono Prodjodikoro: Tindak pidana berarti suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana, dan
7 ibid,hal 48 8 Pasal 1 ayat 1 KUHP 9 Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, Penerbit. Pustaka Setia, Bandung : 2000, Hal. 51. 10 Ibid.
33
pelakunya ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana.11 Didalam
WVS dikenal dengan istilah Strafbaar feit, sedangkan dalam kepustakaan
dipergunakan istilah delik. Pembuat undang-undang menggunakan istilah
peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana.12
Istilah-istilah itu mendapat tanggapan dari Prof. Moeljatno yaitu :
perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum
yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi mereka yang
melanggar aturan tersebut. Menurut Simons, tindak pidana adalah suatu
tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-
undang, bertentangan dengan hukum dan dilakukan dengan kesalahan oleh
seseorang yang mampu bertanggung jawab. Sementara moeljatno
menyatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana, terhadap barang siapa melanggar aturan tersebut.
Perbuatan itu harus dirasakan pula oleh masyarakat sebagai suatu
hambatan tata pergaulan yang dicita-citakan oleh masyarakat.13
Dengan demikian, menurut Moeljatno seperti dikemukakan diatas,
diketahui unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :
1. Perbuatan itu harus merupakan perbuatan manusia,
2. perbuatan itu harus dilarang dan diancam dengan pidana,
3. perbuatan itu bertentangan dengan undang-undang,
11 Wirjono Prodjodjokro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Penerbit. Eresco, Jakarta-Bandung : 1981, Hal. 50 12 Samidjo, Ringkasan dan Tanya Jawab Hukum Pidana, Penerbit. Armico, Bandung : 1985, Hal. 77. 13 Moeljatno,Asas-Asas Hukum Pidana,Sinar Grafika Jakarta.1993.hal 122
34
4. harus dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggung
jawabkan,
5. perbuatan itu harus dapat dipersalahkan kepada si pembuat.14
Sedangkan menurut EY Kanter dan SR Sianturi, unsur-unsur tindak pidana adalah :
1. Subjek
2. Kesalahan
3. Bersifat melawan hukum (dan tindakan)
4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-
undang/ perundangan dan terhadap pelanggarannya diancam
dengan pidana
5. waktu, tempat dan keadaan (unsur objektif lainnya).15
Selain secara teori tindak pidana dan unsure-unsurnya di atas,
penegakkan hukum sebagaimana dimaksud tentu harus melihat factor-faktor
yang mempengaruhinya, sebagaimana diungkapkan oleh L. Fridman17 yaitu
substansi hukum, aparat penegak hukum dan budaya hukum masyarakat.
Selain L. Fridman juga ada Soerjono soekanto menyebutkan penegakan
hukum itu tergantung pada materi hukum, aparat penegak hukum, sarana dan
prasarana serta budaya hukum masyarakat.18
Karena Hukum Pidana merupakan hukum publik, sesuai dengan teori
kedualatan negara maka, ketika ada pelanggaran terhadap hukum negara,
14 Ibid. Hal.122. 15 Ibid. 17 Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor Penegakan Hukum, Sinar Gfrafika Jakarta, 2004, hal, .
18 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1983, hlm.24
35
maka negara akan bekerja melalui aparatnya untuk menegakkan hukum
negara. Oleh negara tidak bisa sewenang wenang dalam menghukum warga
masyarakat maka ditetapkan system pembuktian dengan negative wettelijke
Theory , yang berarti bahwa Negara dapat menghukum pelaku hanya
berdasarkan pada dua alat bukti secara minimal dan ditambah keyakinan
hakim.
Jika proses pembuktian sebagaimana dimaksud terbukti secara sah dan
meyakinkan terdakwa bersalah dan tidak ada alasan penghapusan pidana
terhadap dirinya, maka terdakwa wajib dihukum sesuai dengan teori
pembalasan, sebagaimana diungkap beberapa ahli : 19
Imanuel Kant:”Kejahatan itu mengakibatkan ketidakadilan kepada orang lain,maka harus dibalas pula dengan ketidakadilan berupa pidana kepada penjahatnya,pidana merupakan tuntutan mutlak dari hukum dan kesusilaan,disebut teori pembalasan etis” Hegel:”Hukum atau keadilan itu merupakan kenyataan kemerdekaan,sehubungan denganitu kejahatan merupakan ketidakadilan yg berarti tantangan terhadap hukum dan keadilan,oleh karena itu tantangan harus dilenyapkan dengan ketidakadilan pula yaitu dengan pidana,disebut teori pembalasan dialektis.” Herbart:”Kejahatan itu menimbulkan ketidakpuasan kepada masyarakat,untuk melenyapkan ketidakpuasaan tersebut,orang yang menimbulkan ketidakpuasan harus dijatuhi pidana,dengan demikian masyarakat akan merasa puas kembali. Disebut teori pembalasan aestetis.” Stahl :”Tuhan menciptakan negara sebagai wakil-Nya didunia utk menyelenggarakan ketertiban hukum didunia,hukum merupan tata tertib yg diciptakan,kejahatan merupakan pelanggaran terhadap tata tertib itu,untuk meniadakan kejahatan kepada negara diberikan kekuasaan utk menjatuhkan pidana pada pelaku kejahatan20
19 Bahan Ajar matakuliah Hukum Pidana Fak.Hukum Universitas Riau, 201 3. 20 H.A.K.Moch Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku III),
Jilid I, Alumni.Bandung.hal ..
36
2.2. Penelitian Terdahulu
Pada tahun 2012 telah melakukan penelitian tentang tindak pidana
dibidang pertanahan di Kota Pekanbaru, sebagai Kota Metropolitan
kejahatan yang cukup marak di Pekanbaru adalah dibidang pertanahan,
karena perkembangan kota yang semakin lama semakin pesat membuat
kebutuhan akan tanah di kota pekanbaru meningkat sehingga
menimbulkan motif ekonomi, dimana karna banyaknya permintaan
sehingga harga menjadi tinggi, hal inilah salah satu pendorong munculnya
berbagai kejahatan di bidang pertanahan di Kota pekanbaru.
Jika kita Lihat Jumlah kasus/laporan polisi untuk kasus pertanahan
pada tahun 2011 di Kota pekanbaru dapat kita lihat sebagai berikut :
Tabel : 2.1
Jumlah Perkara pertanahan di Bagian Bangunan dan Pertanahan reskrim Polresta
pekanbaru
Bulan Jan Feb Mar Apri Mei Jun Juli Agu Sept Okt Nop Des Ket
l st
Jumla 9 8 9 3 3 6 2 4 2 6 7 6 h
Total 65 Kasus
Sumber data Polresta pekanbaru thn 2012
Tingginya kasus penyerobotan tanah dikota pekanbaru secara umum ada beberapa modus operandi yang terjadi :16
16 Wawancara dengan kanit polresta pekanbaru Warno tanggal 16 Oktober 2012
37
1. Modus umum, yang terjadi adalah pemalsuan terdiri dari, pemalsuan tandatangan pejabat,pemalsuan tandatangan saksi sepadan, pemalsuan tandatangan penjual. 2. Modus danpak pemekaran wilayah, dengan adanya pemekaran wilayah misalnya sebelum pemekaran daerah termasuk wilayah administrasi Kampar kemudian terjadi pemekaran wilayah pekanbaru, tanah yang sebelumnya temasuk wilayah kampar telah memiliki alas hak, kemudian setelah terjadi pemekaran menjadi wilayah adminstrasi kota pekanbaru, pemerintah (camat atau BPN) yang sebelumnya tidak melaporkan kepada pemerintah kota pekanbaru tentang data-data alas-alas hak/pemilik tanah yang telah berpindah menjadi wilayah adminsitrasi kota pekanbaru, sehingga oleh pemerintah kota pekanbaru dianggap lahan/tanah tidak ada pemiliknya sehingga ketika ada yang mengkleim memiliki hak dan mengurus sertifikat hak milik oleh pemerintah(BPN) kota pekanbaru dikeluarkan sertifikat baru, yang mana sebelumnya ditanah yang sama sudah ada sertifikat yang dikeluarkan oleh Camat/BPN Kampar. Sehingga terjadilah sengketa. 3. Menjual tanah lebih dari satu kali, misalnya A menjual tanah kepada B, dengan memberikan panjar/DP sejumlah uang tertentu kepada A sampai sertifikat jadi, kemudian oleh A sebelum sertifikat jadi tanah tersebut telah dijual lagi kepada orang lain ,misalnya C. 4. Meminjam Tanah untuk ditanami atau ditempati, misalnya untuk tempat pondok-pondok, sementara pemilik tanah tidak tinggal dilokasi bahkan tinggalnya jauh misalnya di Jakarta, ternyata dikemudian hari karena yang meminjam tanah tersebut sudah ada dalam waktu yang lama, sehingga RT/RW mengetahui pemilik tanah tersebut adalah si penyewa, sehinga ketika penyewa meminta surat keterangan sampai pada pengurusan surat baru oleh RT/RW dikeluarkan. 5. Pada obyek tanah yang sama terdapat 2 atau lebih surat tanah, contoh termasuk tanah Pemda yang di GarudaSakti. 6. Membeli tanah tetapi yang dikuasai adalah tanah yang letaknya berbeda letak tanah yang dijual, biasanya dalam kasus seperti ini tanah yang dikuasai adalah tanah yang letaknya strategis, misalnya letaknya dipinggir jalan. 7. Menguasai tanah melebihi dari luas tanah sebagaimana yang tercantum di dalam surat tanah, hal ini biasanya terjadi terhadap surat tanah yang lama yang dulunya menggunakan ukuran depa. 8. Modus lain adalah bersengketa ditanah milik orang lain, hal ini terjdi dengan modus, pemilik tanah adalah A dia memiliki surat SKGR yang sah, kemudian datang siB mengkleim bahwa tanah yang dimiliki oleh A adalah milik siB dengan mengajukan juga surat bukti kepemilikan (SKGR), kemudian datang lagi si C adalah Kawan si B mengkleim tanah si A tersebut juga tanah milik dia dengan menunjukkan bukti surat, kemudian Si B dan si C saling mengkleim dan si B menggugat ke Pengadilan, kemudian oleh pengadilan dimenangkanlahsi B, kemudian dengan bukti putusan pengadilan tersebut si B yang dimenangkan tersebut
38
meningkatkan SKGR tersebut menjadi sertifikat, kemudian siB menjual tanah tersebut kepada orang lain. Hasil penjualan tersebut antara si B dan si C membagi hasil penjualan tanah tersebut. 9. Menggadaikan Tanah (menjadikan sebagai jaminan Utang), modus kasus pertanahan ini , pelaku dengan mengurus surat keterangan hilang,ke Kepolisian atas sertifikat tanahnya, kemudian berdasarkan surat keterangan hilang dari kepolisian, pelaku mengurus sertifikat baru, kemudian setelah sertifikat baru keluar dijual kepada orang lain,sementara sebelumnya dengan sertifikat awal telah dijadikan jaminan utang di Bank dan ketika Pihak Bank melakukan eksekusi karena kredit macet, tetapi tanah tersebut telah memiliki pemilik yang baru. 10. Surat ada tetapi tidak terregister pada buku register lurah atau camat.
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran dapat dideskripsikan, Lahan memiliki nilai
ekonomi yang berpotensi konflik atau terjadinya tindak pidana, banyak
factor dan modus operandi para pihak untuk menguasai secara legal
dan non legal, untuk menjaga keberlanjutan proses pendidikan di
perguruan tinggi lahan kampus perlu dilindungi untuk menjaga
keamanan dan keberlanjutan pembangunan dibidang pendidikan, hal
ini sesuai dengan amanat konstitusi yang termuat dalam alenia ke IV
Pembukaan, Pasal 28 C dan Pasal 31 UUD 1945, demi terwujudnya
kecerdasan bangsa dan kesejahteraan sosial.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan mengambil lokasi di Kota Pekanbaru, karena lokasi Kampus Universitas Riau yang lahannya bersengketa akibat tukar guling terletak di Jalan Bina Widya Soebrantas Panam Pekanbaru/Pinggir Jalan Nagasakti Pekanbaru dan Pihak-pihak yang terlibat sengketa ada di Kota Pekanbaru.
b. Jadwal Penelitian:
Penelitian ini diperkirakan akan membutuhkan waktu maksimal selama 6 (enam) bulan, untuk turun ke lapangan hingga seminar hasil penelitian, mulai dari bulan Juni 2019 sampai dengan November tahun 2019. Secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian N 1 2 3 4 5 6 Kegiatan o 1 Seminar Usulan √ Penelitian 2 Persiapan Penelitian √ Lapangan 3 Penelitian Lapangan √ √ 4 Pengolahan Hasil √ √ √
40
Penelitian 5 Interpretasi dan √ √ Komparasi 6 Penyusunan Laporan √ √ √ Hasil Penelitian 7 Seminar Hasil Penelitian √ √
3.2 Metode Sampling
Untuk mendapatkan data primer dengan melakukan survey dan wawancara
secara mendalam terhadap informan yang dipilih sesusai dengan criteria
yang telah ditetapkan oleh peneliti (teknik purposive sampling), dari
berbangai unsur yang terkait dalam upaya mencari alternative solusi
sengketa lahan akibat adanya tukar guling di lahan Kampus Universitas
Riau Panam.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh dari sumber
utama (informan) secara langsung. Yang akan menjadi sumber data primer
dalam penelitian ini adalah informan yang dipilih secara purposive
sampling, yang terdiri dari unsur-unsur: Pemerintahan Daerah Provinsi
Rau dan Universitas Riau, Serta Kejaksaan Tinggi Selaku Jaksa Pengacara
Negara, dan Masyarakat sebagai pihak yang terkait tukar guling..
Data sekunder adalah data yang sudah jadi/tersaji sedemikian rupa.
Data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tertier(Bahan hukum penunjang).
41
1. Bahan hukum primer adalah semua aturan hukum yang
dibentuk dan/atau dibuat secara resmi oleh suatu lembaga
Negara, dan/atau badan-badan pemerintahan, yang demi
tegaknya akan diupayakan berdasarkan daya paksa yang
dilakukan secara resmi pula oleh aparat negara.21
2).Bahan hukum sekunder adalah semua informasi yang relefan
dengan permasalahan hukum, namun tidak dapat dihilangkan
sebagai aturan-aturan hukum yang pernah diundangkan atau
diumumkan sebagai produk bahan-bahan legislatif, yudikatif
dan eksekutif, dan/atau administrasi negara.22 Bahan hukum
sekunder, yakni buku-buku teks, laporan penelitian hukum
(baik yang doctrinal maupun non doctrinal), berbagai jurnal
hukum yang memuat kritik para ahli dan para akademisi
terhadap berbagai produk hukum perundang-undangan dan
putusan pengailan, notulen-notolen seminar hukum, memori-
memori yang memuat opini hukum, monograp-monograp,
buletin-buletin, dan terbitan-terbitan lain yang memuat
perdebatan-perdebatan dan hasil dengar pendapat diparlemen,
dan deklarasi-deklarasi dan lain-lain bahan hukum yang dapat
diakses melaului internet/web.23
21 Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Konsep dan Metode, Malang: Setara Press,2013,Hal 67 22 ibid hal 69 23 Ibid hal 69
42
3).Bahan Hukum tersier, adalah bahan-bahan yang termuat dalam
kamus hukum, berbagai terbitan yang memuat indeks hukum,
dan semacamnya.24
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini, yakni data primer dan data sekunder, maka pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Data sekunder yang dikumpulkan terutama terkait dengan berbagai peraturan perundang-undang dan pandangan pakar dalam berbagai karya literature yang telah terdokumentasi. Untuk mendapatkan data primer dengan melakukan survey dan wawancara secara mendalam terhadap informan yang dipilih sesusai dengan criteria yang telah ditetapkan oleh peneliti(teknik purposive sampling).
3.5 Teknik Analisa Data
Data yang telah terkumpul melalui studi lapangan dan studi kepustakaan
selanjutnya akan dilakukan klasifikasi dan disistematisasi sesuai dengan
masalah yang diteliti, untuk selanjutnya di interpretasi dan dianalisa secara
kualitatif, kemudian disimpulkan dan disajikan secara deskriptif.
24 Ibid hal 70
43
BAB IV KEADAAN UMUM TEMPAT/DAERAH PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Kota Pekanbaru
4.1.1.Letak Geografis
Kota Pekanbaru berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 1987 tentang perubahan batas wilayah Kota Madya Daerah Tingkat
II Pekanbaru dan Kabupaten Tingkat II Kampar. Pada tanggal 7 september
1987, terdiri dari delapan wilayah kecamatan dari lima Kecamatan yang
ada sebelumnya, dengan luas wilayah 446,5 Km2 , setelah diadakan
pengukuran dan pematokan oleh Badan Pertanahan Nasional Riau, luas
Kota Pekanbaru selanjutnya diverifikasi menjadi 632,26 Km2 .
Terciptanya tertib pemerintahan serta pembinaan pada wilayah
yang cukup luas ini, maka dibentuklah kecamatan baru yang ditetapkan
berdasarkan Perda Kota Pekanbaru No.3 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kecamatan Marpoyan Damai, Kecamatan Tenayan Raya,
Kecamatan Payung Sekaki, dan Kecamatan Rumbai Pesisir sehingga
menjadi 12 kecamatan. Demikian pula dengan kelurahan/desa dimekarkan
menjadi 58 (dari 45 kelurahan/desa yang ada sebelumnya) berdasarkan
Perda Kota Pekanbaru No 04 Tahun 2003 tentang pembentukan Kelurahan
Labuai, Kelurahan Maharatu, Kelurahan Tuah Karya, Kelurahan Air
Hitam, Kelurahan Delima, Kelurahan Palas, Kelurahan Srimeranti, dan
Kelurahan Limbungan Baru.
44
Letak Kota Pekanbaru sangan dipengaruhi oleh keberadaan Sungai
Siak yang membelah kota menjadi dua wilayah. Sungai Siak ini pulalah yang kemudian menjadi acuan orientasi Utara-Selatan kota, dimana wilayah di atas Sungai Siak, diidentifikasikan sebagai daerah utara kota dan sebaliknya daerah dibawah Sungai Siak diidentifikasikan sebagai daerah Selatan Kota.
Kota Pekanbaru secara geografis terlatak antara 1010 14’ – 1010
34’ BT dan 00 25’ – 00 45’ LU, dengan batas administrasi sebagai berikut:
• Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Siak dan
Kabupaten Kampar
• Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Kampar
dan Kabupaten Pelalawan
• Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Siak dan
Kabupaten Pelalawan
• Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Kampar
Secara spasial Pekanbaru memiliki lokasi yang sangat strategis sebagai kota transit yang menghubungkan kota-kota utama di pulau
Sumatera. Keuntungan lokasional ini, harus dicermati sebagai potensi dan masalah yang harus diantisipasi agar pembangunan kota ke depan benar- benar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya, dan mereduksi kemungkinan dampak/pengaruh negatif yang akan ditimbulkan.
Kota Pekanbaru terdiri dari 12 Kecamatan dan 58 Kelurahan, dengan luas 632,26 km2 . Untuk lebih jelasnya lihat Tabel dibawah ini :
45
Tabel 4.1
Luas Wilayah Kecamatan yang Ada di Kota Pekanbaru
Sumber : Draft RTRW Pekanbaru tahun 2012
Berdasarkan diatas bahwa Kecamatan Tenayan Raya
Tenayan Raya adalah kecamatan yang terluas yaitu 171,27 km2 dengan persentase 27,09% dari luas Kota Pekanbaru. Sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Pekanbaru Kota yaitu 2,26 km2 dengan persentase 0,36% dari luas Kota Pekanbaru.
4.1 Peta Kota Pekanbaru
46
4.1.2 Kondisi Demografi
Jumlah penduduk di Kota Pekanbaru mencapai 1.117.359 jiwa
pada tahun 2018. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 15,63 persen
dari tahun 2015. Kepadatan penduduknya mencapai 1.767 jiwa/km2 ,
dengan kecamatan terpadat adalah Sukajadi sebesar 12.612 jiwa/km2 .25
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Pekanbaru
Laju Pertumbuhan Kepadatan 2015 2018 No Kelurahan Penduduk tahun Penduduk ( Jiwa) (Jiwa) (%) 2010-2018 Per-KM2
1 Tampan 201 182 307 947 7,57 5 149
2 Payung Sekaki 101 128 91 255 0,61 2 110
3 Bukit Raya 109 382 105 177 1,63 4 770
4 Marpoyan 146 221 131 550 0,52 4 423
Damai
5 Tenayan Raya 148 013 167 929 3,84 980
6 Lima Puluh 44 481 41 466 0,04 10 264
7 Sail 23 124 21 492 0,03 6 592
8 Pekanbaru 27 224 25 103 0,02 11 108
Kota
9 Sukajadi 49 650 47 420 0,06 12 612
25 https://pekanbarukota.bps.go.id/, diakses tanggal 2 desember 2019
47
10 Senapelan 38 340 36 581 0,05 5 501
11 Rumbai 74 977 67 654 0,52 525
12 Rumbai Pesisir 74 397 73 784 1,59 469
Pekanbaru 1 038 118 1 117 359 2,70 1 767
Pekanbaru dalam angka 2019
4.1.3.Kondisi Topografi
Secara umum kondisi wilayah Kota Pekanbaru sebagian besar
arealnya mempunyai kelas lereng datar dengan luas 38.624 Ha, yang
terdiri dari 2 kelas kemiringan lereng. Yaitu kemiringan lerengnya 0 – 2%
dengan luas 27.818 Ha dan sekitar 10.806 Ha kemiringan lereng 2 – 8%
yang sesuai untuk pengembangan pembangunan kota. Kemiringan 0 – 2%
ini terletak di daerah bagian selatan, sedangkan kemiringan lereng 2 – 8%
terletak menyebar di bagian tenggara Kota Pekanbaru dan sebagian lagi di
daerah Utara. Untuk kemiringan dengan kelas kelerengan 26 – 40% yang
merupakan daerah agak curam mempunyai luasan terkecil yaitu 2.917 Ha,
yang terletak di daerah utara dan juga daerah tenggara Kota Pekanbaru,
tepatnya di Kecamatan Rumbai, Rumbai Pesisir, dan Kecamatan Tenayan
Raya. Lahan dengan kondisi morfologi demikian umumnya cenderung
memiliki faktor pembatas yang cukup tinggi terutama untuk kegiatan
terbangun, oleh karena itu pada lokasi dengan tipikal kemiringan seperti
ini pengembangannya lebih diarahkan sebagai kawasan konservasi.
48
Tabel 4.3
Luas Kelas Kemiringan Kota Pekanbaru
No Kemiringan Lereng Luas (Ha) Presentase (%)
1 Datar < 2% 27.818 44,00
2 Agak Landai 2-15 % 10.806 17,09
3 Landai 15-40 % 13.405 21,20
4 Sangat Landai 8.280 13,10
5 Agak Curam 2.917 4,61
Total 63.226 100,00
Sumber: Draft RTRW Kota Pekanbaru, 2012
Berdasarkan keadaan topografi, maka pengembangan wilayah Kota
Pekanbaru adalah sebagai berikut :
1. Kemiringan 0 – 2% (datar), lahan pada interval ini masuk
dalam klasifikasi sangat layak bagi pengembangan semua
kegiatan budidaya kerena kondisi permukaan tanah yang datar.
Wilayah dengan kemiringan ini memanjang dari Barat ke
Timur di sepanjang Sungai Siak yang mencakup Kecamatan
Payung Sekaki, Tampan, Marpoyan Damai, Bukit Raya,
Pekanbaru Kota, Sail, Senapelan, Sukajadi, Lima Puluh, dan
sebagaian Kecamatan Rumbai, sebagian Rumbai Pesisir, serta
sebagian Kecamatan Tenayan Raya
2. Kemiringan 2 – 15% (datar s/d landai), memiliki kelayakan
fisik bagi pengembangan kegiatan budidaya. Wilayah yang
49
tercakup kedalamnya adalah sebagian di Kecamatan Rumbai,
Rumbai Pesisir, Tenayan Raya dan Bukit Raya.
3. Lahan dengan kemiringan 15 – 40% (agak landai s/d agak
curam), pemanfaatan lahan pada interval ini masih
memungkinkan bagi pengembangan kegiatan budidaya
terbangun secara terbatas, yang meliputi Kecamatan Rumbai,
Rumbai Pesisir, dan Tenayan Raya seluas 2.917 Hektar
(4,61%).
4.2.Sejarah Pekanbaru
Nama Pekanbaru dahulunya dikenal dengan nama “Senapelan” yang saat itu dipimpin oleh seorang Kepala Suku disebut Batin. Daerah ini terus berkembang menjadi kawasan pemukiman baru dan seiring waktu berubah menjadi Dusun Payung Sekaki yang terletak di muara Sungai
Siak. Pada tanggal 9 April tahun 1689, telah diperbaharui sebuah perjanjian antara Kerajaan Johor dengan Belanda (VOC) dimana dalam perjanjian tersebut Belanda diberi hak yang lebih luas. Diantaranya pembebasan cukai dan monopoli terhadap beberapa jenis barang dagangan.Selain itu Belanda juga mendirikan Loji di Petapahan yang saat itu merupakan kawasan yang maju dan cukup penting.Karena kapal
Belanda tidak dapat masuk ke Petapahan, maka Senapelan menjadi tempat perhentian kapal-kapal Belanda, selanjutnya pelayaran ke Petapahan dilanjutkan dengan perahu-perahu kecil.
50
Dengan kondisi ini, Payung Sekaki atau Senapelan menjadi tempat penumpukan berbagai komoditi perdagangan baik dari luar untuk diangkut
16 ke pedalaman, maupun dari pedalaman untuk dibawa keluar berupa bahan tambang seperti timah, emas, barang kerajinan kayu dan hasil hutan lainnya. Terus berkembang, Payung Sekaki atau Senapelan memegang peranan penting dalam lalu lintas perdagangan.Letak Senapelan yang strategis dan kondisi Sungai Siak yang tenang dan dalam membuat perkampungan ini memegang posisi silang baik dari pedalaman Tapung maupun pedalaman Minangkabau dan Kampar. Hal ini juga merangsang berkembangnya sarana jalan darat melalui rute Teratak Buluh (Sungai
Kelulut), Tangkerang hingga ke Senapelan sebagai daerah yang strategis dan menjadi pintu gerbang perdagangan yang cukup penting.
Perkembangan Senapelan sangat erat dengan Kerajaan Siak Sri
Indra Pura. Semenjak Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah menetap di
Senapelan, beliau membangun Istana di Kampung Bukit dan diperkirakan
Istana tersebut terletak disekitar lokasi Mesjid Raya sekarang. Sultan kemudian berinisiatif membuat pekan atau pasar di Senapelan namun tidak berkembang. Kemudian usaha yang dirintis tersebut dilanjutkan oleh putranya Raja Muda Muhammad Ali yang bergelar Sultan Muhammad Ali
Abdul Jalil Muazamsyah meskipun lokasi pasar bergeser di sekitar
Pelabuhan Pekanbaru sekarang.Akhirnya menurut catatan yang dibuat oleh
Imam Suhil Siak, Senapelan yang kemudian lebih popular disebut
Pekanbaru resmi didirikan pada tanggal 21 Rajab hari Selasa tahun 1204 H
51 bersamaan dengan 23 Juni 1784 M oleh Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil
Muazamsyah dibawah pemerintahan Sultan Yahya yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Pekanbaru.Sejak ditinggal oleh 17
SultanMuhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah, penguasaan Senapelan diserahkan kepada Datuk Bandar yang dibantu oleh empat Datuk besar yaitu Datuk Lima Puluh, Datuk Tanah Datar, Datuk Pesisir dan Datuk
Kampar. Mereka tidak memiliki wilayah sendiri tetapi mendampingi
Datuk Bandar.
Keempat Datuk tersebut bertanggungjawab kepada Sultan Siak dan jalannya pemerintahan berada sepenuhnya ditangan Datuk Bandar.
Selanjutnya perkembangan tentang pemerintahan di Kota Pekanbaru selalu mengalami perubahan:
a. SK Kerajaan Bershuit van Inlandsch Zelfbestuur van Siak No. 1
tanggal 19 Oktober 1919, Pekanbaru bagian dari Kerajaan Siak
yang disebut District.
b. Tahun 1932 Pekanbaru masuk wilayah Kampar Kiri dipimpin oleh
seorang Controleor berkedudukan di Pekanbaru.
c. Tanggal 8 Maret 1942 Pekanbaru dipimpin oleh seorang Gubernur
Militer Go Kung, Distrik menjadi GUM yang dikepalai oleh
GUNCO.
d. Ketetapan Gubernur Sumatera di Medan tanggal 17 Mei 1946 No.
103, Pekanbaru dijadikan daerah otonom yang disebut Haminte
atau Kota B.
52
e. UU No.22 tahun 1948 Kabupaten Pekanbaru diganti dengan
Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru diberi status Kota Kecil.
f. UU No.8 tahun 1956 menyempurnakan status Kota Pekanbaru
sebagai Kota Kecil. 18
g. UU No.1 tahun 1957 status Pekanbaru menjadi Kota Praja.
h. Kepmendagri No. 52/1/44-25 tanggal 20 Januari 1959 Pekanbaru
menjadi Ibukota Propinsi Riau.
i. UU No.18 tahun 1965 resmi pemakaian sebutan Kotamadya
Pekanbaru.
j. UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebutan
Kotamadya berubah menjadi Kota Pekanbaru.
5. Pekanbaru Sebagai Ibu Kota Provinsi
Berdasarkan Penetapan Gubernur Sumatera di Medan No 103 tanggal 17 Mei 1956, Kota Pekanbaru dijadikan Daerah Otonomi yang disebut Harminte (Kota Baru) sekaligus dijadikan Kota Praja Pekanbaru dan pada tahun 1958, Pemerintah Pusat yang dalam hal ini Kementerian
Dalam Negeri RI mulai menetapkan ibukota Provinsi Riau secara permanen. Sebelumnya Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau ditunjuk sebagai ibu kota propinsi hanya bersifat sementara. Dalam hal ini Menteri
Dalam Negeri RI telah mengirim surat kawat kepada Gubernur Riau tanggal 30 Agustus 1958 No. Sekr.15/15/6.
Untuk menanggapi maksud surat kawat tersebut, dengan penuh pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka Badan Penasehat
53 meminta kepada Gubernur supaya membentuk suatu Panitia Khusus.
Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Swatantra tingkat I
Riau tanggal 22 September 1958 No. 21/0/3-D/58 dibentuk panitia
Penyelidik Penetapan Ibukota Daerah Swantantra Tingkat I Riau.
19 Panitia ini telah berkeliling ke seluruh daerah di Riau untuk mendengar pendapat pemuka masyarakat, penguasa Perang Riau Daratan dan Penguasa Perang Riau Kepulauan. Dari angket langsung yang diadakan panitia tersebut, maka diambillah ketetapan bahwa kota
Pekanbaru terpilih sebagai ibukota Propinsi Riau. Keputusan ini langsung disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri RI. Akhirnya tanggal 20
Januari 1959 dikeluarkan Surat Keputusan dengan No. Des 52/1/44-25 yang menetapkan Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau sekaligus
Pekanbaru memperoleh status Kotamadya Daerah Tingkat II Pekanbaru.
Untuk merealisasi ketetapan tersebut, pemerintah pusat membentuk
Panitia Interdepartemental, karena pemindahan ibukota dari
Tanjungpinang ke Pekanbaru menyangkut kepentingan semua
Departemen. Sebagai pelaksana di daerah dibentuk suatu badan di
Pekanbaru yang diketuai oleh Penguasa Perang Riau Daratan Letkol.
Kaharuddin Nasution.
Sejak itulah mulai dibangun Kota Pekanbaru dan untuk tahap pertama mempersiapkan sejumlah bangunan dalam waktu singkat agar dapat menampung pemindahan kantor dan pegawai dari Tanjungpinang ke
Pekanbaru. Sementara persiapan pemindahan secara simultan terus
54 dilaksanakan, perubahan struktur pemerintahan daerah berdasarkan
Panpres No. 6/1959 sekaligus direalisasi.Gubernur Propinsi Riau Mr. S.
M. Amin digantikan oleh Letkol Kaharuddin Nasution yang dilantik digedung Sekolah Pei Ing Pekanbaru tanggal 6 Januari 1960.Karena Kota
Pekanbaru mempunyai gedung yang representatif, maka dipakailah gedung sekolah Pei Ing untuk tempat upacara.
55
BAB V HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Luas Lahan Kampus Universitas Riau
Lahan Kampus Univeritas Riau yang terletak di Jalan Simpang Baru
Kecamatan Tampan Panam Pekanbaru berdasarkan sertifikat Nomor 14 Tahun
2002 memiliki luas 245,217 Ha, dengan Nama Pemegang Hak adalah Pemerintah
Provinsi Riau, Universitas Riau merupakan pemegang Hak Pakai dengan tanggal berakhirnya hak: selama di Gunakan untuk kampus UNRI. Sertifikat Nomor 14 ini berdasarkan Keputusan Kepala BPN Kota Pekanbaru tertanggal 8 April 2002 dengan Nomor: 8/HP/BPN/2002, yang ditandatangani oleh Kepala Kantor BPN
Kota Peknabaru Drs.H.teddy Rukfiadi, dengan surat ukur tertanggal 22 Agustus
2000, Nomor 334/Simp.Baru/2000, seluas 245,217 Ha.
Berdasarkan Secara skala 1: 20.000 Lahan UNRI pada sertifikat 14 tahun
2002, dapat digambarkan berdasarkan sertifikat dan batas-batasnya sebagai berikut:
Gambar 5 1: Lahan UNRI pada sertifikat Nomor 14 Tahun 2002.
56
Lahan di Kampus Universitas Riau yang kedua terdapat disertifikat Lahan
Nomor 15 tahun 2002 dengan luas 100,400 Ha, tertanggal 19 Juni 2002, yang merupakan pemegang Hak adalah Departemen Pendidikan Nasional (DIKNAS).
Universitas Riau pada sertifikat Hak Pakai Nomor 15 ini hanyak memiliki hak pakai, dengan tanggal berakhirnya hak tertuang: selama di gunakan untuk kepentingan UNRI. Sertifikat Nomor 15 berdasarkan Keputusan Ka BPN Tanggal
6 Mei 2002 Nomor: 16/HP/BPN/2002. Surat ukur Tertanggal 22 Agustus 2000,
Nomor: 335/Sp.Baru/2002, dengan Luas 100,400 Ha.ditandatangani oleh Kepala
Kantor BPN Kota Pekanbaru Drs.H.Teddy Rukfiady.
Berdasarkan Secara skala 1: 20.000 Lahan UNRI pada sertifikat 15 tahun
2002, dapat digambarkan berdasarkan sertifikat dan batas-batasnya sebagai berikut:
Gambar 5. 2
Lahan UNRI pada sertifikat Nomor 15 Tahun 2002.
57
Secara keseluruhan luas lahan Kampus Universitas Riau dari dua sertifikat tersebut (sertifikat Nomr 14 dan nomor 15 Tahun 2002), seluas 345.617 Ha.
Lahan yang sangat luas tersebut berasal dari dua pemegang Hak, yaitu Pemerintah
Provinsi Riau dan Departemen Pendidikan Nasional, sedangkan Universitas Riau hanya memegang Hak Pakai selama digunakan untuk kepentingan UNRI. Secara keseluruhan Gambar Peta Udara keseluruhan Luas Lahan Universitas Riau dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 5.3 :
Foto Udara Kawasan/Lahan Kampus Univesitas Riau Panam
5.2 Penguasaan Lahan Kampus Universitas Riau Hasil Tukar Guling
Secara objektif pihak yang menguasai lahan hasil tukar guling pimpinan
UNRI sebelumnya setelah peneliti melakukan survey terhadap lahan UNRI yang
58 ada di sepanjang Pinggir Jalan Nagasakti, terdapat pihak yang menguasai sebagai berikut: ,
Yang pertama: dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.1
Hasil Survey Penguasaan Lahan Hasil Tukar Guling
URAIAN SURVEY KETERANGAN Nama SYAHRIAL ( PENYEWA ITA 085355525477 )
No. Hp / Kontak KANTOR CAMAT TAMPAN / POLSEK TAMPAN Pemilik / AhliWaris PEMILIK
Bukti Kepemilikan SERTIFIKAT
Ukuran Lahan 2,5 Ha
Lama Tinggal di Lokasi
FotoBuktiPenguasaanLahan
Dari data yang berhasil diperoleh oleh peneliti, yang menempati lahan pertama adalah PENYEWA yang bernama ITA, dengan Nomor HP
085355525477, dan Pemiliknya SYAHRIAL dengan bukti sertifikat, lahan yang
59 dikuasai 2,5 Ha, dengan membuka usaha penjualan Tanaman Hias dan Bibit buah- buahan sebagaimana terdapat foto di atas.
Yang kedua: dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.2
Hasil Survey Penguasaan Lahan Hasil Tukar Guling
URAIAN SURVEY KETERANGAN Nama HENDRO ( PENJAGA : ARI 089623592552 )
No. Hp / Kontak
Pemilik / AhliWaris AHLI WARIS
Bukti Kepemilikan TUKAR GULING
UkuranLahan 2 Ha
Lama Tinggal di Lokasi
FotoBuktiPenguasaanLahan
Berdasarkan Tabel 5.2 di atas Dari data yang berhasil diperoleh oleh peneliti, yang menempati lahan kedua adalah Penjaga yang bernama Ari , dengan Nomor
HP 089623592552, dan Pemiliknya Ahli waris (Hendro) dengan bukti Surat
Tukar Guling, lahan yang dikuasai 2 Ha, dengan membuka usaha berjualan sebagaimana terdapat foto di atas.
60
Yang Ketiga: dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.3
Hasil Survey Penguasaan Lahan Hasil Tukar Guling
URAIAN SURVEY KETERANGAN Nama RIA SARAGIH ( PENJAGA RONI )
No. Hp / Kontak
Pemilik / AhliWaris AHLI WARIS
BuktiKepemilikan SKGR
UkuranLahan 2,5 Ha
Lama Tinggal di Lokasi
FotoBuktiPenguasaanLahan
Berdasarkan Tabel 5.3 di atas Dari data yang berhasil diperoleh oleh peneliti, yang menempati lahan ketiga adalah Penjaga yang bernama Roni , dan
Pemiliknya Ahli waris (RIA SARAGIH) dengan bukti SKGR, lahan yang dikuasai 2,5 Ha.
Yang keempat: dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.4
Hasil Survey Penguasaan Lahan Hasil Tukar Guling
URAIAN SURVEY KETERANGAN Nama AMBO
No. Hp / Kontak 0812 6719 4954
61
Pemilik / AhliWaris PEMILIK
BuktiKepemilikan
UkuranLahan 800 M2
Lama Tinggal di Lokasi
Foto Bukti Penguasaan Lahan
Berdasarkan Tabel 5.4 di atas Dari data yang berhasil diperoleh oleh peneliti, yang menempati lahan keempat adalah Pemiliknya ambo dengan nomor HP:
0812 6719 4954, lahan yang dikuasai 800 M2.
Berdasarkan Sertifikat Nomor 14 dan 15 tersebut di atas Universitas Riau selaku pemegang Hak Pakai diatas lahan dengan pemegang Hak milik adalah
Pemerintahan Provinsi Riau pada Sertifikat Nomor 14 dan Departemen
Pendidikan Nasional pada sertifikat Nomor 15 tahun 2002. Hak milik Menurut
Pasal 20 ayat (1) UUPA bahwa yang dimaksud dengan Hak Milik adalah “Hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6.
Hak milik atas tanah berdasarkan UUPA tidak sama dengan hak eigendom berdasarkan BW atau sekalipun hampir sama juga tidak persis sama dengan hak milik menurut Hukum Adat. Perbedaan dimaksud tidak lain bahwa hak milik berdasarkan UUPA tidak diperkenalkan sebagai hak kebendaan dimana pemegang
62 haknya diberi keleluasaan mengambil nikmat dengan lebih mengutamakan kepentingan individu si pemilik dari kepentingan sosial/masyarakat, demikian pula hak milik berdasarkan UUPA itu tidak melekat atasnya hak ulayat sebagaimana pada Hukum Adat, tetapi hak menguasai Negara.
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dijumpai oleh orang atas tanah dengan mengingat pasal 6 UUPA. Terkuat dan terpenuh yang dimaksud disini adalah hak milik itu bukan berarti merupakan hak yang mutlak, tak terbatas dan tidak bisa diganggu gugat, di samping itu juga kata
"terkuat" dan "terpenuh" itu dimaksudkan untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan lain sebagainya. Walaupun sifatnya yang paling kuat dimiliki oleh seseorang, tetap terikat pada ketentuan pasal 6 UUPA, yaitu tanah harus berfungsi sosial, artinya bila kepentingan umum menghendaki, maka kepentingan pribadi harus dikorbankan (tentu dengan jalan ganti kerugian yang layak).
Ciri hak milik sebagaimana disebut pada Pasal 20 UUPA adalah hak turun- temurun, terkuat, dan terpenuh yang mempunyai fungsi sosial. Turun temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak
63 atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.
Hak milik dapat hapus karena beberapa alasan, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 27 UUPA yang berbunyi: tanahnya jatuh kepada Negara:
1. Karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18/Untuk kepentingan umum,
2.Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya,3.Karena diterlantarkan, 4.
Karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan 26 ayat (2), dan sebab Tanahnya musnah.
Sementara itu Universitas hanya sebagai pemegang hak Pakai, masa berlaku sesuai yang tertera padav sertifikat kedua bidang lahan tersebut (sertifikat 14 dan
15 tahun 2002), Selaku pemegang hak pakai Universita Riau dibatas sepanjang digunakan untuk keperluan UNRI, hak pakai akan tetap dipegang oleh Universitas
Riau.
Hak pakai secara konsep Menurut ketentuan Pasal 41 ayat (1) UUPA, bahwa yang dimaksud dengan hak pakai adalah: Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang.
Dengan demikian hak ini merupakan hak atas tanah, baik tanah maupun bangunan yang dapat diberikan pemerintah dan juga oleh pemilik tanah, hak pakai
64 ini tidak seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan yang dapat digunakan atau dijadikan jaminan untuk hipotik dan credietverband tetapi hak pakai ini dapat dijadikan jaminan untuk utang karena mempunyai nilai ekonomi juga dapat dipindah tangankan.
5.3 Pola Penyelesaian Lahan Kampus Universitas Riau Hasil Tukar Guling
Berdasar hasil wawancara dengan beberapa responden yang penulis pilih secara purposive( Asisten Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Tinggi Riau,
Jaksa dan Tim Lahan Universitas Riau, dapat sajikan pola penyelesaian Kasus lahan UNRI yang telah ditukar guling oleh pimpinan masa lalu, dapat dilakukan tahapan sebagai berikut.
1. Mastikan Dasar Hukum alas Hak masyarakat
Masyarakat yang datang ke Universitas Riau untuk meminta surat
keteranagn untuk pengurusan surat/dokumen kepemilikan masyarakat atas
lahan yang dimilikinya dalam kawasan lahan Kampus Universitas Riau di
Panam, perlu dipastikan dasar pengakuan mereka atas lahan yang
dimaksud, apakah mereka memiliki dokumen surat dari Rektor Universitas
Riau yang lalu dan melihat subsansi isinya, dengan meminta dokumen
masyarakat yang memiliki SKGR/SKT untuk diperiksa keasliannya di
kantor Kelurahan atau kecamatan yang telah mengeluarkan Dokumen
tersebut, apakah dokumen tersebut secara sah terregistrasi sebagai
dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah atau tidak.
Seperti data yang dapat dihimpun peneliti yang dimiliki oleh IKADI Riau
atas Nama Dr.Jon Pamil,MA, Telah menguasai lahan 500 M2 yang dibeli
65
dari Hendri Rustam berdasarkan SKGR Nomor 773/036-KT/V/1998.dan
Menguasai Lahan Dari wakaf ahli waris Dra.Dasni Syafril seluas 1000 M2
berdasarkan SKGR Nomor 413/036-KT/IV/1998, tanggal 25 -4-98.
Demikian juga ahli waris S.Saragih, meminta ketegasan UNRI untuk
kepastian haknya atas lahan tukar Guling dengan Dr.H.Muhammad Diah
Med, selaku Rektor Universitas Riau Tahun 1997,dengan perjanjian
mengalihkan lahan S Saragih yang terletak di RT.04/RW 01 Desa
Simpang Baru Pekanbaru ke Lokasi Tanah Kampus Bina Widya milik
Universitas Riau.
2. Mendorong Pemerintah Daerah Provinsi Riau
Persoalan Lahan Universitas Riau Panam yang ditukar gulingkan
oleh pimpinan UNRI masa lalu, telah terjadi pada masa kepemimpinan
Rektor UNRI 1997, (melihat ketersediaan data masyarakat yang mendapat
tukar guling (belum ditemukan data secara menyeluruh). Pimpinan UNRI
mesti berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Riau, karena persoalan
ini adalah produk masa lalu yang perlu dicarikan jalan keluarnya, sehingga
semua pihak mendapat kepastian akan hak milik atas lahan yang ditempati
dari hasil tukar guling tersebut.
Persoalan ini sudah berlangsung lama sehingga akan menjadi
persoalan yang sewaktu waktu dapat muncul dan mengganggu kepastian
bagi Universitas Riau untuk menata sekaligus melanjutkan proses
pembangunan fasilitas pendidikan tinggi dilahan kampus Panam ini.
66
Pimpinan UNRI perlu mengingatkan kepada Pemerintah Provinsi
Riau akan kemungkinan gangguan dari masyarakat tersebut dan
memastikan bahwa pemerintah sebagai pemilik lahan untuk membantu
UNRI menyelesaikan sengketa yang muncul atau memberikan
kepercayaan kepada UNRI untuk mengurus lahan tersebut secara penuh
dan otonom dengan menghibahkan Lahan pada sertifikat nomor 14 tahun
2002 tersebut kepada Universitas Riau,sehingga secara penuh legal
standing Universitas Riau memiliki kedudukan yang kuat sebagai pihak
yang memiliki lahan untuk berjuang secara litigasi maupun secara non
litigasi.
3. Memberikan penjelasan kepada masyarakat
Masyarakat yang datang ke Universitas Riau, untuk meminta
keterangan dari UNRI dalam upaya mereka mengurus surat kepemilikan
lahan yang mereka tempati dari hasil tukar guling perlu diberikan
pemahaman, Oleh Pimpinan UNRI atau Badan Konsultasi Bantuan
Hukum UNRI atau Tim Hukum Yang ditunjuk oleh Rektor, untuk
memiliki pemahaman dan pandangan yang sama kepada masyarakat,
bahwa UNRI adalah pemegang hak pakai sehingga secara legal standing
tindak memiliki kedudukan yang kuat untuk memberikan keterangan
kepada masyarakat tentang hak kepemilikan Lahan, hal tersebut
berdasarkan bukti formil bahwa lahan tersebut masih dimiliki oleh
Pemerintah Provinsi Riau sesuai dengan yang tertera di Sertifikat Tanah
Nomor 14 tahun 2002. Sehingga masyarakat seharusnya meminta
67 kejelasan kepada Pemerintah Provinsi Riau tentang kejelasan hak atau bahkan untuk melakukan gugatan ke Pengadilan.
Langkah tersebut sangat perlu dilakukan sesegera mungkin mengingat Universitas Riau sebagai lembaga pendidikan tinggi Negeri di
Riau, perlu mendapat kepastian dari segi hukum akan lahan kampus yang bebas dari konflik, hal tersebut tentu sejalan dengan tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945 “ …..
Mencerdaskan kehidupanbangsa,…..” , sebagai aktualisasi hak konstitusional warga Negara akan pendidikan ditegaskan kembali dalam
Pasal 31 UUD 1945 Menegaskan, ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, Pada ayat (3) disebutkan: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang- undang.
Selain Pasal 31 diatur juga pada Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945, tentang Hak Asasi di bidang pendidikan, yang menyebutkan : Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat Manusia.
Demikian pentingnya pendidikan sebagai modal pembangunan nasional, dalam mempersiapkan generasi mendatang atau sumber daya
68 pembangunan nasional, maka Universitas Riau selaku jantung hati mayarakat melayu perlu diberikan jaminan kepastian hukum akan hak pengelolaan Kampus yang bebas dari persengketaan lahan, hal tersebut menjadi perhatian serius bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, karena Universitas Riau sebagai sarana pemenuhan Hak Asasi Manusia
Indonesia di Bidang pendidikan secara khusus bagi masyarakat melayu.
69
BAB VI
PENUTUP
1.Kesimpulan a. Kampus UNRI dengan luas 345.617 Ha., terdiri dari dua sertifikat (sertifikat
Nomr 14 tahun 2002 dan nomor 15 Tahun 2002), yang masing masing selaku pemegang hak adalah Pemerintah Provinsi Riau dan Departemen Pendidikan
Nasional, sedangkan UNRI sebagai pemegang Hak pakai, untuk menjamin UNRI sebagai lembaga pendidikan tinggi negeri di Riau yang dikenal sebagai jantung hati masyarakat Riau perlu diberikan jaminan akan kepastian hak dari segala bentuk gangguan dan sengketa lahan dari pihak manapun. b. Untuk menyelesaiakan sengketa lahan akibat adanya kebijakan tukar guling yang dilakukan oleh Pimpinan Universitas Riau masa lalu, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai pola penyelesaian sengketa berupa: Mastikan Dasar
Hukum alas Hak masyarakat terhadap lahan yang di klem sebagai hasil tukar guling, Mendorong Pemerintah Daerah Provinsi Riau untuk mencarikan langkah solutif dan antisipatif yang cepat dan berkeadilan, Memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa UNRI bukan pemilik yang dapat mengeluarkan surat yang berkekuatan hukum sama seperti pemilik yang sesungguhnya.
2.Saran-Saran a. Pimpinan UNRI harus segera mengambil langkah untuk memastikan pihak- pihak yang mendapat tukar guling dari pimpinan UNRI masa lalu dan memastikan dokumen sebagai alas haknya.
70 b. Pimpinan UNRI perlu segera mengajukan permohonan kepada Pemerintah
Provinsi Riau untuk menghibahkan Lahan dengan sertifikat 14 Tahun 2002 kepada UNRI. c. Pimpinan UNRI perlu segera mencari solusi bersama antara masyarakat yang menguasai lahan atas dasar hasil tukar guling dengan pemerntah Provinsi Riau selaku pemilik lahan dengan sertifikat No.14 tahun 2002.
71
72
1
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Barda Nawawi., 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditia Bakti. Atmasasmita, Romli., 1995, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Bandung: Mandar Maju. Chomsah, Ali Ahmad, 2002, Hukum Pertanahan, Jakarta: Prestasi Pustaka. Dalio, JB., 2001, Pengantar Hukum, Jakarta: PT Prenhalindo. Erdianto, 2001, Pertanggungjawaban Pidana Presiden Republik Indonesia menurut Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Palembang. Fuad Usfa, A,2004, Pengantar Hukum Pidana, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Fuady, Munir,2013, Teori-teori besar dalam hukum, Prenada Media Grup,Jakarta. Hadikusuma, Hilman,1955,:Metode Penelitian Hukum, Sinar Grfika jakarta. Harahap, M. Yahya., 2000, Pembahasan Penerapan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika. Hamzah, Andi., 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar grafika. ------,1983, Asas-asas Hukum Pidana, Penerbit. Rasanta, Jakarta. Harsono,Budi,2007, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, Jakarta. Kartasapoetra,G,1992, Masalah Pertanahan Indonesia,Jakarta: PT Bineka Cipta.. Lamintang, P.A.F., 1997, Dasar-dasar Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditia Bakti. ______,2002, Hukum Penitensier Indonesia, Penerbit Amrico, Bandung. Moch Anwar, H.A.K, 1982, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku III), Jilid I, Alumni.Bandung. Moeljatno, 1993, Dasar-dasar Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta. Parlindungan,AP.,2003, Beberapa Masalah Dalam UUPA,Bandung: Mandar Maju. Poernomo,Bambang,1993, Asas-asas Hukum Pidana, Penerbit. Ghalia Indonesia, Jakarta. Prodjodjokro,Wirjono, 1981,Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Penerbit. Eresco, Jakarta- Bandung. Rahardjo, Satjipto,1983, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung. Riawan Tjandra, W, 2008, Hukum Acara Pidana dalam teori dan Praktek, Ghalia Indonesia Jakarta. Saleh, Wantjik,1977, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta: Ghalia Indonesia. Santoso,Urip,2007, Hukum Agraria dan Hak-hak atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Soesilo,R 1985,Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Politeia, Cetakan ke-8, Bogor. Soekanto, Soerjono, 2004, Faktor-Faktor Penegakan Hukum, Sinar Gfrafika Jakarta. Samidjo, 1985, Ringkasan dan Tanya Jawab Hukum Pidana, Penerbit. Armico, Bandung Sumardjono, Maria S.W.2005, Konflik pertanahan di Indonesia,Ghalia Indonesia,Jakarta Sugandhi,R, 1980, KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional,Surabaya. Syarifin, Pipin, 2000, Hukum Pidana di Indonesia, Penerbit. Pustaka Setia, Bandung. Waluyo,Bambang,2004, Pidana dan Pimidanaan, Penerbit. Sinar Grafika, Jakarta Wignjosoebroto, Soetandyo,2013, Hukum Konsep dan Metode, Setara Press, Malang. Yamin, Muhammad, dan Rahim Lubis,2004, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Medan: Pustaka Bangsa Press. I Gusti Ayu Putu Oka Cahyaning Mustika Sari, Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Hibah Wasiat Oleh Pelaksana Wasiat, Acta Comitas Jurnal Hukum Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana Vol.3 No. 1 2018. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Amandemennya. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana /KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Lembaran Negara R.I. Tahun 1999 Nomor 74. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana/ KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Lembaran Negara R.I. Tahun 1999 Nomor 74 dan Tambahan Lembaran Negara R.I. Tahun 1999 Nomor 3850. Peraturan Pemerintah RI tentang Pendaftaran Tanah, PP Nomor 24 tahun 1997, LN No. 59 Tahun 1997, TLN No. 3696. http://adamichazawi.blogspot.com/2011/06/pemalsuan-surat-pasal-263-Kuhp.html,terakhir dikunjungi tanggal 2 Oktober 2012