<<

MELAYU DALAM WILAYAH BUDAYA SERDANG, SUMATERA UTARA : KAJIAN TERHADAP ASPEK SEJARAH, FUNGSI, DAN STRUKTUR

Tesis

Oleh

Muhammad Husein NIM. 097037008

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 1

Universitas Sumatera Utara ZAPIN MELAYU DALAM WILAYAH BUDAYA SERDANG, SUMATERA UTARA : KAJIAN TERHADAP ASPEK SEJARAH, FUNGSI, DAN STRUKTUR

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh Muhammad Husein NIM. 097037008

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 1

Universitas Sumatera Utara Judul Tesis : ZAPIN MELAYU DALAM WILAYAH BUDAYA SERDANG, SUMATERA UTARA : KAJIAN TERHADAP ASPEK SEJARAH, FUNGSI, DAN STRUKTUR Nama : Muhammad Husein Nomor Pokok : 097037008 Program Studi : Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Drs. Irwansyah Harahap, M.A. Drs. Fadlin, M.A. NIP. 196212211997031001 NIP. 196102201989031003

Ketua Anggota

Program Studi Magister (S2) Fakultas Ilmu Budaya Penciptaan dan Pengkajian Seni Dekan, Ketua,

Drs. Irwansyah Harahap, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 196212211997031001 NIP. 195110131976031001

Tanggal lulus: 16 Agustus 2011

Universitas Sumatera Utara Telah diuji pada Tanggal 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS

Ketua : Drs. Irwansyah Harahap, M.A. ( ______)

Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. ( ______)

Anggota I : Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( ______)

Anggota II : Drs. Irwansyah Harahap, M.A. ( ______)

Anggota III : Drs. Fadlin, M.A. ( ______)

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

In speaking of Zapin writer is inseparable from an understanding of history because it starts from the origin, the entry process, adaptation, to exist until now which is a periodization of history. The meaning of history is that events, incidents,etc, that occurred in the past. So in this case i will record, records, data on the history of Zapin through the previous Zapin experts, particularly in the area of Serdang, North . First of all the authors will provide an understanding of Zapin, that is, etymologically, the word Zapin derived from the word “Zafn” is foot steps, where as according to the author’s own understanding Zapin is a dance that promotes the performinng arts aspect of the foot in dance accompanied by instrument which consisted of out / lute, marwas, and drum master. Zapin performing arts is one of ’s cultural heritage is derived through a process of diffussion and acculturation from the Middle East Therefore, in the whole movement on the dance Zapin this implies many shades of Islam, as well as with the use of musical instruments used to accompany dance Zapin is partly derived from the Middle East Then the authors discuss Zapin can not be sparated from the context of the , because it is common that this performing arts belong to the Malay community that exist in this world.

Zapin it self according to the Malay is “tandak” or dance, while the scientists looked particularly ethnomusicologist Zapin was a unian between music and dance, so in this study the authors will discuss the understanding of the history, function and structure, the performing arts in the Zapin Serdang

Universitas Sumatera Utara culture, and who became one of the authors is the location of the object market research workshop, Perbaungan Subdistrict, Deli Serdang regency and

Nibung Scorched, Tanjung Tiram, Coal District.

At first Zapin art comes from Hadhramaut. Now the Hadhramaut region of

Yemenis located in the State, precisely in the southern Peninsula Arabiah. The people of this Hadramaut or commonly known Hadrami came to the archipelago in the century-the 13th century. Further around the 18th century Arab traders arrive, where one of them is Sayid (among those of Arab descent and are considered as zuriat than the Prophet Muhammad) of Hadramaut to Serdang, he was a captain ond owner of the ship. He is the descendant of Sayyid Ahmad Ibn

Isa Al Muhaji who moved from Basra (Iraq) to Hadramout (South Yemen). Well one of his brother than Sayid is married sister Johanshah of Serdang

Kingdom, and many descendants of these Sayid who live in the king domain the kingdom of Deli Serdang. Zapin who came to the archipelago is estimated at arrival to the spread of Islam in this region, whose density is so massively in the

13th century. Which ever occurs first region to receive Zapin in the archipelago are not yet many expressed by experts on the history of art. However, according to the wave archipelago Islamization, the region west of the is most likely receive the first performing arts of Islam. Despite the historical evidence in that direction still needs to be extracted and searched.

As is known in general that the Zapin it is a function performing arts entertainment for weddings, circumcision, birthday of the Prophet and other religious events, especially the religion of Islam. So the media enculturation Zapin

Universitas Sumatera Utara useful for propagation of Islam. Furthermore, the structure of music and dance in the show Zapin can not be separated because they are walking along in the show.

In this sense that structure is defined as the art of building structures in the terminology of this thesis is an art of building (in which consists of text, dance, and music) which consists of parts taht are smaller, which form a unity. The structure of art is embodied in the dimension of time and space. The structure of text, dance, and music intertwine with each other Zapin establish a perdorming arts has its own characteristics and identity. And for more details, readers can view the contents of this thesis further.

Keywords : Zapin, Malay, Serdang, History, Function, Structure, Diffusion,

Acculturation, Exist.

Universitas Sumatera Utara INTISARI

Dalam berbicara mengenai zapin penulis tidak terlepas dari pengertian sejarah karena mulai dari asalnya, proses masuk, adaptasi, hingga eksis sampai sekarang ini yang merupakan periodisasi sejarah. Yang dimaksud dengan sejarah ialah peristiwa, kejadian, dan sebagainya yang terjadi pada masa lalu. Jadi dalam hal ini penulis akan merekam, mencatat, data-data mengenai sejarah zapin melalui para pakar-pakar zapin terdahulu, khususnya di daerah Serdang, Sumatera Utara.

Pertama sekali penulis akan memberikan pengertian tentang zapin, yaitu secara etimologis, kata zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "Zafn" yaitu langkah kaki, sedangkan pengertian zapin menurut penulis sendiri ialah suatu seni pertunjukan tari yang mengutamakan aspek kaki dalam menarikannya diiringi dengan alat musik utama yang terdiri dari oud/gambus, marwas, dan gendang induk. Seni pertunjukan Zapin ini adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang berasal melalui proses Difusi dan Akulturasi dari Timur Tengah. Oleh karena itu dalam seluruh gerakan pada tarian Zapin ini banyak menyiratkan nuansa keislaman, begitu juga halnya dengan penggunaan alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi tari Zapin ini sebagian berasal dari Timur Tengah.

Kemudian dalam membicarakan zapin penulis tidak bisa terlepas dari konteks

Melayu, karena sudah umum bahwa seni pertunjukan ini adalah kepunyaan masyarakat Melayu yang ada di dunia ini.

Zapin itu sendiri menurut orang melayu adalah “tandak” atau tarian, sementara kalangan ilmuwan khususnya etnomusikolog memandang zapin itu suatu kesatuan antara musik dan tari, jadi dalam penelitian ini penulis akan

Universitas Sumatera Utara membahas pengertian sejarah, fungsi dan struktur, pada seni pertunjukan Zapin yang ada di wilayah budaya Serdang, dan yang menjadi salah satu lokasi objek penelitian penulis ialah pasar bengkel, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Deli

Serdang dan desa Nibung Hangus, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten

Batubara.

Pada mulanya kesenian zapin berasal dari Hadhramaut. Kini kawasan

Hadhramaut itu berada di Negara Yaman, tepatnya di selatan Jazirah Arabiah.

Orang-orang Hadramaut ini atau yang lazim disebut Hadhrami datang ke

Nusantara di abad-abad ke-13. Selanjutnya sekitar abad ke-18 berdatanganlah para pedagang Arab, dimana salah satunya yaitu Sayid (golongan orang-orang keturunan Arab dan dianggap sebagai zuriat daripada Nabi Muhammad) dari

Hadramaut ke Serdang, beliau ini adalah seorang Nahkoda kapal yang sekaligus pemilik kapal. Beliau ini adalah keturunan dari Sayid Ahmad Ibnu Isa Al Muhaji yang pindah dari Basra (Iraq) ke Hadramaut (Yaman Selatan). Nah salah seorang saudara daripada Sayid ini kawin dengan saudara perempuan Sultan Johanshah dari Kerajaan Serdang, dan banyak keturunan Sayid ini yang tinggal di wilayah

Kerajaan Deli dan Kerajaan Serdang. Zapin yang datang ke Nusantara ini diperkirakan sama datangnya dengan persebaran Islam di kawasan ini, yang densitasnya begitu masif di abad ke-13. Kawasan mana yang lebih dahulu menerima zapin di Nusantara ini belumlah banyak diungkap oleh para pakar sejarah seni. Namun demikian, sesuai dengan gelombang pengislaman Nusantara, maka kawasan Dunia Melayu sebelah barat kemungkinan besar lebih dahulu

Universitas Sumatera Utara menerima seni-seni pertunjukan Islam. Walau bukti-bukti sejarah ke arah itu masih perlu terus digali dan dicari.

Seperti yang diketahui secara umum bahwa Zapin itu adalah sebuah seni pertunjukan hiburan yang berfungsi untuk acara pernikahan, sunatan, maulid Nabi dan acara keagamaan lainnya, khususnya agama Islam. Jadi Zapin berguna untuk media enkulturasi dakwah Islam. Selanjutnya struktur musik dan tari dalam pertunjukan zapin tidak dapat dipisahkan karena mereka ini berjalan seiring dalam pertunjukannya. Dalam hal ini pengertian struktur adalah bangunan seni Yang dimaksud dengan terminologi struktur dalam tesis ini adalah suatu bangunan seni

(yang di dalamnya terdiri dari teks, tari, dan musik) yang terdiri dari bagian- bagian yang lebih kecil, yang membentuk satu kesatuan. Struktur seni ini diwujudkan dalam dimensi waktu dan ruang. Struktur teks, tari, dan musik zapin saling jalin menjalin menjadi sebuah pertunjukan seni yang memiliki identitas dan ciri khas tersendiri. Dan untuk lebih jelasnya pembaca dapat melihat isi tesis ini selanjutnya.

Kata kunci : Zapin, Melayu, Serdang, Sejarah, Fungsi, Struktur, Difusi,

Akulturasi, Eksis.

Universitas Sumatera Utara PRAKATA

Puji dan syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhana

Wataala atas segala limpah karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini hingga dituangkan dalam bentuk tulisan ilmiah, dan penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara . Selepas itu selawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, yang telah menuntun penulis dengan Islam dan iman, semoga syafaat beliau kelak penulis dapatkan di yaumil jaza’.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Drs. Sofyan Effendi dan

Emak, dr.Hamzidar. Keduanya telah bersusah payah membesarkan, mendidik, dan menyekolahkan saya sampai jenjang yang lebih tinggi, khususnya di tingkat magister ini. Semua yang ayah dan ibu berikan tidak mampu saya balas dengan apapun. Hanya tesis inilah yang dapat saya berikan sebagai tanggung jawab anak kepada orang tuanya. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada kakak saya, Shanti Rosita S.E. dan Dewi Santanasari S.S. atas dorongan, dan semangat yang diberikan kepada saya. Dan juga kepada istri saya Syafridayani Dalimunthe yang juga turut serta membantu penulis menyelesaikan tesis ini

Secara akademis, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.

Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan

Universitas Sumatera Utara fakultas Ilmu Seni dan Budaya. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar- besarnya kepada Ketua Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Drs. Irwansyah, M.A., yang juga merupakan Dosen Pembimbing I dan sekertaris Bapak Drs. Torang

Naiborhu, M.Hum, yang telah memberi masukan dan materi serta tehnik penulisan yang belum sempurna hingga akhir penyelesaian tesis. Juga terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Fadlin, M.A. selaku Dosen

Pembimbing II dan Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D., yang telah memberi masukan dan materi serta tehnik penulisan yang belum sempurna hingga akhir penyelesaian tesis, dan juga semua tuntunan, petuah-petuah, agar penulis tetap terus maju dan selalu optimis dalam menjalankan hidup ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua dosen yang ada di Program Studi

Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni : Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D.,

Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Dra. Rithaony, M.A., Drs. Setia Dermawan Purba,

M.Si., Dra. Frida Deliana, M.Si., Drs. Bebas Sembiring, M.Si. atas segala ilmu yang telah diberikan selama ini. Begitu juga Drs. Ponisan S.S., sebagai pegawai

Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara, atas segala bantuannya selama ini. Dan yang terakhir dalam penyelesaian masalah transkripsi lagu dalam karya ini, penulis dibantu oleh saudara Bambang dan Saidul, untuk itu saya ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. Selain itu dapat menjadi sumbangan untuk ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang etnomusikologi.

Universitas Sumatera Utara Oleh sebab itu, kepada semua pihak, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun pada tesis ini.

Medan, Augustus 2011

Penulis

Muhammad Husein

Universitas Sumatera Utara DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Muhammad Husein

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 25 September 1977

Alamat : Komplek perumahan Taman Perkasa Indah, blok F.

No.11, pasar II, Tanjungsari, Medan.

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Dosen Honor di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

Pendidikan : Sarjana Seni (S.Sn) dari Fakultas Sastra Universitas

Sumatera Utara, Jurusan Etnomusikologi, lulus tahun

2004.

Pada tahun akademi 2009/2010 diterima menjadi mahasiswa pada

Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 16 Agustus 2011

Muhammad Husein NIM: 097037008

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i

HALAMAN PENGESAHAN...... ii

ABSTRACT...... iv

INTISARI ...... vii

PRAKATA...... x

HALAMAN PERNYATAAN...... xiv

DAFTAR ISI...... xv

DAFTAR TABEL ...... xx

DAFTAR PETA ...... xx

DAFTAR NOTASI...... xx

DAFTAR BAGAN...... xxi

BAB I PENDAHULUAN...... 1

1.1 Latar Belakang Masalah...... 1

1.2 Pokok Permasalahan...... 29

1.3 Tujuan Penelitian...... 30

1.4 Tinjauan Pustaka ...... 31

1.5 Landasan Teori ...... 33

1.6 Metode Penelitian...... 37

1.7 Teknik Mengumpulkan dan Menganalisa Data...... 38

1.8 Sistematika Penulisan...... 40

Universitas Sumatera Utara BAB II ETNOGRAFI DELI SERDANG DALAM KONTEKS DUNIA

MELAYU DAN SUMATERA UTARA, INDONESIA ...... 71

2.1 Seputar Etnografi dan Wilayah Budaya ...... 71

2.2 Dunia Melayu ...... 88

2.3 Alam Melayu ...... 92

2.4 Indonesia dan Perjalanan Kebudayaannya ...... 96

2.5 ...... 110

2.6 Singapura ...... 114

2.7 Pattani ...... 120

2.8 Darussalam ...... 124

2.9 Sumatera Utara ...... 133

2.10 Kesultanan Sumatera Timur ...... 148

2.10.1 Kerajaan di Sumatera Timur ...... 149

2.10.2 Kesultanan Deli...... 167

2.10.3 Kesultanan Serdang...... 172

2.10.4 Kesultanan Langkat...... 189

2.10.5 Kesultanan Asahan...... 191

BAB III SEJARAH ZAPIN DI SERDANG...... 194

3.1 Pengertian Sejarah...... 194

3.2 Sejarah sebagai Ilmu Pengetahuan...... 195

3.3 Teori ...... 197

3.4 Metode ...... 202

Universitas Sumatera Utara 3.5 Sejarah Zapin dalam Wilayah Budaya Serdang...... 206

3.6 Konsep Kebudayaan dalam Islam...... 212

3.7 Ciri-ciri Kebudayaan Islam...... 226

3.8 Hukum Seni dalam Islam...... 229

3.9 Hukum Lagu dan Tari dalam Islam ...... 232

3.10 Kedudukan Lagu (Musik) dalam Islam ...... 234

3.11 Gambaran Umum Musik di Dunia Islam dan Melayu...... 238

3.12 Seni dalam Filsafat Islam dan Melayu...... 254

3.13 Zapin di Wilayah Budaya Serdang ...... 266

BAB IV FUNGSI DAN GUNA ZAPIN ...... 278

4.1 Pengertian Fungsi dan Guna dari Para Ilmuwan ...... 278

4.2 Penggunaan Zapin ...... 287

4.2.1 Upacara Pesta Kawin ...... 287

4.2.2 Upacara Pesta Khitan ...... 304

4.2.3 Untuk Upacara Menabalkan Anak...... 306

4.2.4 Untuk Perlombaan dan Festival ...... 308

4.3 Fungsi Zapin...... 308

4.3.1 Integrasi Sosiobudaya ...... 309

4.3.2 Kelestarian Budaya ...... 313

4.3.3 Pendidikan...... 314

4.3.4 Hiburan...... 318

4.3.5 Dakwah Agama Islam...... 319

Universitas Sumatera Utara 4.3.6 Mata Pencarian...... 321

4.3.7 Ekspresi Individu ...... 322

4.3.8 Ekspresi Kelompok ...... 325

4.3.9 Ekspresi Emosi...... 328

BAB V STRUKTUR TEKS, TARI, DAN MUSIK ZAPIN ...... 330

5.1 Tentang Struktur...... 330

5.2 Struktur Teks Lagu-lagu Zapin...... 331

5.3 Struktur Tari Zapin...... 342

5.3.1 Struktur Tari Melayu...... 342

5.3.2 Teknik Gerak Tari Melayu ...... 349

5.3.3 Tata Susila Tari Melayu ...... 350

5.3.4 Busana Tari Zapin ...... 355

5.3.5 Deskripsi Gerak Tari Zapin...... 357

5.4 Struktur Musik Zapin ...... 358

5.4.1 Alat-alat Musik Melayu dan yang Digunakan dalam ensambel

Zapin ...... 358

5.4.2 Peranan Alat Musik dan Tekstur ...... 360

5.4.3 Hubungan Musik dan Tari Zapin...... 361

5.5 Struktur Melodi Lagu-lagu Zapin...... 369

5.5.1 Notasi dan Transkripsi...... 369

5.5.2 Sampel Lagu...... 371

5.5.3 Tangga Nada...... 377

5.5.4 Nada Dasar ...... 378

Universitas Sumatera Utara 5.5.5 Wilayah Nada ...... 383

5.5.6 Jumlah Nada ...... 384

5.5.7 Interval...... 386

5.5.8 Pola Kadensa ...... 387

5.5.9 Formula Melodi ...... 391

5.5.10 Kontur...... 396

BAB VI PENUTUP ...... 397

6.1 Kesimpulan...... 397

6.2 Saran ...... 400

KEPUSTAKAAN ...... 401

GLOSARIUM...... 407

LAMPIRAN 1 : DAFTAR INFORMAN ...... 410

LAMPIRAN 2 : FOTO PENARI DAN PEMUSIK ZAPIN DI

PERBAUNGAN ...... 412

LAMPIRAN 3 : FOTO SULTAN DAN ISTANA SERDANG ...... 425

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sepuluh Ras Dunia...... 82

Tabel 3.5.2 Konstruksi Sejarah Zapin di Serdang...... 211

Tabel 5.4.3.2 Lagu-lagu Zapin yang Umum Dipertunjukan dalam Dunia Melayu ... 368

Tabel 5.5.4.1 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Lancang Kuning... 381

Tabel 5.5.4.2 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Bulan

Mengambang...... 382

Tabel 5.5.4.3 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Ya Salam ...... 382

Tabel 5.5.4.4 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Selabat Laila...... 383

DAFTAR PETA

Peta 2.1 Lingkaran-lingkaran Hukum di Indonesia...... 76

Peta 2.3 Dunia Melayu ...... 95

Peta 2.10 Sumatera Timur dekade 1940-an ...... 149

Peta 3.5.1 Negara Yaman, Asal Seni Zapin...... 208

DAFTAR NOTASI

Notasi 3.11 Sistem Maqam (Tangga Nada) dan Ritme (Iqaat) dari Budaya Islam

di Asia Barat (Timur Tengah)...... 247

Notasi 5.4.3 Rentak Dasar Zapin ...... 366

Notasi 5.4.3.1 Teknik Interloking dalam Permainan Rentak Zapin...... 367

Universitas Sumatera Utara Notasi 5.5.2.1 Lagu Zapin Lancang Kuning...... 373

Notasi 5.5.2.2 Lagu Zapin Bulan Mengambang ...... 374

Notasi 5.5.2.3 Lagu Zapin Ya Salam ...... 375

Notasi 5.5.2.4 Lagu Zapin Selabat Laila ...... 376

DAFTAR BAGAN

Daftar Bagan Kabupaten dan Kota yang ada di Sumatera Utara...... 143

Daftar Foto dan Nama Gubernur di Sumatera Utara ...... 144

Daftar Bagan 2.10.3.1 Bagan Silsilah Kesultanan Serdang...... 186

Daftar Bagan 2.10.3.2 Bagan Silsilah Kesultanan Serdang...... 187

Daftar Bagan 2.10.3.3 Bagan Silsilah Kesultanan Serdang...... 188

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

In speaking of Zapin writer is inseparable from an understanding of history because it starts from the origin, the entry process, adaptation, to exist until now which is a periodization of history. The meaning of history is that events, incidents,etc, that occurred in the past. So in this case i will record, records, data on the history of Zapin through the previous Zapin experts, particularly in the area of Serdang, . First of all the authors will provide an understanding of Zapin, that is, etymologically, the word Zapin derived from the Arabic word “Zafn” is foot steps, where as according to the author’s own understanding Zapin is a dance that promotes the performinng arts aspect of the foot in dance accompanied by major instrument which consisted of out / lute, marwas, and drum master. Zapin performing arts is one of Indonesia’s cultural heritage is derived through a process of diffussion and acculturation from the Middle East Therefore, in the whole movement on the dance Zapin this implies many shades of Islam, as well as with the use of musical instruments used to accompany dance Zapin is partly derived from the Middle East Then the authors discuss Zapin can not be sparated from the context of the Malays, because it is common that this performing arts belong to the Malay community that exist in this world.

Zapin it self according to the Malay is “tandak” or dance, while the scientists looked particularly ethnomusicologist Zapin was a unian between music and dance, so in this study the authors will discuss the understanding of the history, function and structure, the performing arts in the region Zapin Serdang

Universitas Sumatera Utara culture, and who became one of the authors is the location of the object market research workshop, Perbaungan Subdistrict, Deli Serdang regency and village

Nibung Scorched, District Tanjung Tiram, Coal District.

At first Zapin art comes from Hadhramaut. Now the Hadhramaut region of

Yemenis located in the State, precisely in the southern Peninsula Arabiah. The people of this Hadramaut or commonly known Hadrami came to the archipelago in the century-the 13th century. Further around the 18th century Arab traders arrive, where one of them is Sayid (among those of Arab descent and are considered as zuriat than the Prophet Muhammad) of Hadramaut to Serdang, he was a captain ond owner of the ship. He is the descendant of Sayyid Ahmad Ibn

Isa Al Muhaji who moved from Basra (Iraq) to Hadramout (South Yemen). Well one of his brother than Sayid is married sister Johanshah Sultan of Serdang

Kingdom, and many descendants of these Sayid who live in the king domain the kingdom of Deli Serdang. Zapin who came to the archipelago is estimated at arrival to the spread of Islam in this region, whose density is so massively in the

13th century. Which ever occurs first region to receive Zapin in the archipelago are not yet many expressed by experts on the history of art. However, according to the wave archipelago Islamization, the region west of the Malay World is most likely receive the first performing arts of Islam. Despite the historical evidence in that direction still needs to be extracted and searched.

As is known in general that the Zapin it is a function performing arts entertainment for weddings, circumcision, birthday of the Prophet and other religious events, especially the religion of Islam. So the media enculturation Zapin

Universitas Sumatera Utara useful for propagation of Islam. Furthermore, the structure of music and dance in the show Zapin can not be separated because they are walking along in the show.

In this sense that structure is defined as the art of building structures in the terminology of this thesis is an art of building (in which consists of text, dance, and music) which consists of parts taht are smaller, which form a unity. The structure of art is embodied in the dimension of time and space. The structure of text, dance, and music intertwine with each other Zapin establish a perdorming arts has its own characteristics and identity. And for more details, readers can view the contents of this thesis further.

Keywords : Zapin, Malay, Serdang, History, Function, Structure, Diffusion,

Acculturation, Exist.

Universitas Sumatera Utara INTISARI

Dalam berbicara mengenai zapin penulis tidak terlepas dari pengertian sejarah karena mulai dari asalnya, proses masuk, adaptasi, hingga eksis sampai sekarang ini yang merupakan periodisasi sejarah. Yang dimaksud dengan sejarah ialah peristiwa, kejadian, dan sebagainya yang terjadi pada masa lalu. Jadi dalam hal ini penulis akan merekam, mencatat, data-data mengenai sejarah zapin melalui para pakar-pakar zapin terdahulu, khususnya di daerah Serdang, Sumatera Utara.

Pertama sekali penulis akan memberikan pengertian tentang zapin, yaitu secara etimologis, kata zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "Zafn" yaitu langkah kaki, sedangkan pengertian zapin menurut penulis sendiri ialah suatu seni pertunjukan tari yang mengutamakan aspek kaki dalam menarikannya diiringi dengan alat musik utama yang terdiri dari oud/gambus, marwas, dan gendang induk. Seni pertunjukan Zapin ini adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang berasal melalui proses Difusi dan Akulturasi dari Timur Tengah. Oleh karena itu dalam seluruh gerakan pada tarian Zapin ini banyak menyiratkan nuansa keislaman, begitu juga halnya dengan penggunaan alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi tari Zapin ini sebagian berasal dari Timur Tengah.

Kemudian dalam membicarakan zapin penulis tidak bisa terlepas dari konteks

Melayu, karena sudah umum bahwa seni pertunjukan ini adalah kepunyaan masyarakat Melayu yang ada di dunia ini.

Zapin itu sendiri menurut orang melayu adalah “tandak” atau tarian, sementara kalangan ilmuwan khususnya etnomusikolog memandang zapin itu suatu kesatuan antara musik dan tari, jadi dalam penelitian ini penulis akan

Universitas Sumatera Utara membahas pengertian sejarah, fungsi dan struktur, pada seni pertunjukan Zapin yang ada di wilayah budaya Serdang, dan yang menjadi salah satu lokasi objek penelitian penulis ialah pasar bengkel, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Deli

Serdang dan desa Nibung Hangus, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten

Batubara.

Pada mulanya kesenian zapin berasal dari Hadhramaut. Kini kawasan

Hadhramaut itu berada di Negara Yaman, tepatnya di selatan Jazirah Arabiah.

Orang-orang Hadramaut ini atau yang lazim disebut Hadhrami datang ke

Nusantara di abad-abad ke-13. Selanjutnya sekitar abad ke-18 berdatanganlah para pedagang Arab, dimana salah satunya yaitu Sayid (golongan orang-orang keturunan Arab dan dianggap sebagai zuriat daripada Nabi Muhammad) dari

Hadramaut ke Serdang, beliau ini adalah seorang Nahkoda kapal yang sekaligus pemilik kapal. Beliau ini adalah keturunan dari Sayid Ahmad Ibnu Isa Al Muhaji yang pindah dari Basra (Iraq) ke Hadramaut (Yaman Selatan). Nah salah seorang saudara daripada Sayid ini kawin dengan saudara perempuan Sultan Johanshah dari Kerajaan Serdang, dan banyak keturunan Sayid ini yang tinggal di wilayah

Kerajaan Deli dan Kerajaan Serdang. Zapin yang datang ke Nusantara ini diperkirakan sama datangnya dengan persebaran Islam di kawasan ini, yang densitasnya begitu masif di abad ke-13. Kawasan mana yang lebih dahulu menerima zapin di Nusantara ini belumlah banyak diungkap oleh para pakar sejarah seni. Namun demikian, sesuai dengan gelombang pengislaman Nusantara, maka kawasan Dunia Melayu sebelah barat kemungkinan besar lebih dahulu

Universitas Sumatera Utara menerima seni-seni pertunjukan Islam. Walau bukti-bukti sejarah ke arah itu masih perlu terus digali dan dicari.

Seperti yang diketahui secara umum bahwa Zapin itu adalah sebuah seni pertunjukan hiburan yang berfungsi untuk acara pernikahan, sunatan, maulid Nabi dan acara keagamaan lainnya, khususnya agama Islam. Jadi Zapin berguna untuk media enkulturasi dakwah Islam. Selanjutnya struktur musik dan tari dalam pertunjukan zapin tidak dapat dipisahkan karena mereka ini berjalan seiring dalam pertunjukannya. Dalam hal ini pengertian struktur adalah bangunan seni Yang dimaksud dengan terminologi struktur dalam tesis ini adalah suatu bangunan seni

(yang di dalamnya terdiri dari teks, tari, dan musik) yang terdiri dari bagian- bagian yang lebih kecil, yang membentuk satu kesatuan. Struktur seni ini diwujudkan dalam dimensi waktu dan ruang. Struktur teks, tari, dan musik zapin saling jalin menjalin menjadi sebuah pertunjukan seni yang memiliki identitas dan ciri khas tersendiri. Dan untuk lebih jelasnya pembaca dapat melihat isi tesis ini selanjutnya.

Kata kunci : Zapin, Melayu, Serdang, Sejarah, Fungsi, Struktur, Difusi,

Akulturasi, Eksis.

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Kesenian adalah ekspresi kebudayaan manusia. Kesenian dapat hidup, tumbuh, dan berkembang karena didukung oleh masyarakatnya, baik kelompok seniman (komposer, pencipta lagu, koreografer, penari, pemusik, pekerja seni), budayawan, pemimpin politik, dan masyarakat secara umum. Kesenian muncul dalam kebudayaan manusia di seluruh dunia ini, karena pada dasarnya manusia memerlukan pemuasan dan kebutuhan akan keindahan (estetika). Sama juga halnya dengan manusia yang membutuhkan bahasa dalam rangka komunikasi verbal sesamanya, manusia juga membutuhkan pendidikan supaya ia pintar dan dapat mengelola alam sekitarnya. Begitu juga manusia memerlukan mata pencaharian hidup untuk memenuhi keperluan sehari-harinya seperti makan, minum, pakaian, perumahan, dan lainnya. Dengan demikian, manusia memerlukan berbagai kebutuhan, yang kemudian menghasilkan kebudayaan.

Kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan universal manusia. Dalam sebuah kelompok masyarakat, kesenian ini ada yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut, tidak dipengaruhi oleh kesenian dari luar. Kesenian yang demikian ini merupakan hasil dari proses inovasi para senimannya. Namun di sisi lain, ada juga beberapa genre seni yang merupakan peminjaman atau adopsi dari kesenian luar, atau unsur-unsur kesenian tersebut diambil dari kebudayaan luar. Kesenian yang

Universitas Sumatera Utara sedemikan ini dapat dikatakan sebagai hasil dari proses akulturasi1, yaitu percampuran dua kebudayaan menjadi satu kebudayaan baru.

Sebagai contoh, dalam kebudayaan masyarakat di Sumatera Utara, beberapa genre kesenian yang mengekspresikan aspek inovasi internal (dalam hal ini maksudnya kolaborasi seniman terhadap beberapa seni pertunjukan yang ada di wilayah Sumatera Utara) adalah genre seni , gordang sambilan, berbagai jenis ende di Mandailing, tortor Batak Toba, nyanyian permangmang

Karo, tari faluaya Nias, tradisi ahoi Melayu, permainan kalondang Dairi, dan masih banyak lagi yang lainnya. Di sisi lain, ada pula seni yang merupakan hasil akulturasi kebudayaan masyarakat Sumatera Utara dengan kebudayaan luar.

Misalnya seni keroncong, dangdut, keyboard khas Sumatea Utara (Karo, Melayu,

Jawa), marhaban, barzanji, zapin2, dan lain-lain. Kesenian yang terakhir ini, yaitu zapin tumbuh dan berkembang di dalam kebudayaan Melayu pada umumnya, yang kemudian juga menjadi identitas kepada kesenian Islam. Untuk itu perlu dipahami apa itu Melayu.

Menurut Ismail Husein3 Melayu adalah sebuah terminologi yang dapat diartikan sebagai kelompok etnik, ras, kebudayaan, atau wilayah budaya.

Pengertian Melayu bisa menyempit dan bisa juga meluas. Dalam pengertian etnik,

1 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (: Rineka Cipta, 1990), hal., 247- 248. 2 Dalam tesis ini istilah zapin yang diserap dari bahasa Arab, ditulis dengan huruf miring (italic) hanya ada pemunculan pertamanya saja. Setelah itu, istilah ini akan ditulis dengan huruf biasa untuk mengefektifkan penulisan dan memenuhi standar dan norma-norma dalam penulisan ilmiah. Istilah zapin ini tentu saja akan muncul secara repetitif di semua tempat, kemungkinan besar di semua halaman. Jadi para pembaca mestila memahami teknik penuisan yang penulis maksud tersebut. 3 Ismail Husein, The Study of Traditional Malay Literature with Selected Bibliography, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1978), hal., 3-4.

Universitas Sumatera Utara Melayu merupakan salah satu kelompok etnik (atau ras) besar di dunia.

Berdasarkan penyebaran dan perpindahannya, asal mula penduduk sebagian besar di Asia Tenggara dan Polinesia adalah Melayu. Ini dapat ditinjau dari sejarah persebarannya yang disebut Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutro Melayu

(Melayu Muda). Etnik Melayu mendiami beberapa negara seperti Malaysia,

Filipina (bagian selatan), Singapura, Myanmar, Brunei Darussalam, dan

Indonesia.

Di Indonesia4, etnik Melayu terdapat di beberapa provinsi, yaitu: daerah

Tamiang di Daerah Istimewa Aceh sekarang Nanggroe Aceh Darussalam, Pesisir

Timur Sumatera Utara, , Barat, , dan Sumatera Selatan. Di

Pesisir Timur Sumatera Utara, dahulu masuk wilayah Sumatera Timur, wilayah budaya etnik Melayu berdasarkan pemekarannya meliputi Kabupaten/Kota:

Langkat, Binjai, Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Asahan,

Tanjung Balai, Batubara, dan Labuhan Batu (Labuhan Batu Utara dan Labuhan

Batu Selatan), dan Siak Sri Indrapura.

Secara teoretis, orang Melayu bisa saja berasal dari setiap suku bangsa, asalkan ia menganut agama Islam, berbicara dalam bahasa Melayu dan hidup sesuai dengan adat-istiadat Melayu dalam kehidupan sehari-hari5. Kemudian

Judith A. Nagata berpendapat seperti yang dikutip oleh Tengku Luckman Sinar, mengemukakan hal yang sama yaitu bahwa yang disebut dengan etnik Melayu itu adalah seseorang yang beragama Islam, yang dalam lingkungannya berbahasa

4 Tentang wilayah budaya Melayu ini dapat dilihat dari tulisan-tulisan: (1) Tengku Luckman Sinar (1994); (2) Ismail Hussein (1984:3-4); (3) J. C. van Eerde (1920:17-20) dan (4) C. Lekkerkerker (1916:119). 5 Hirako Sasamoto, “Suatu Tinjauan dari Aspek Masyarakat Majemuk,” Skripsi Sarjana USU, 1991, hal., 3.

Universitas Sumatera Utara Melayu, yang menerapkan tingkah laku adat Melayu, dan memenuhi berbagai syarat setempat. Selanjutnya menurut Lah Husni, yang disebut suku Melayu itu berdasarkan falsafah hidupnya, terdiri dari lima dasar, yaitu: Islam, beradat, berbudaya, berturai, dan berilmu6.

Arti kata Melayu secara etimologis, ada beberapa pendapat, antara lain seperti dikemukakan oleh Burhanuddin (informan) yang mengatakan bahwa defenisi Melayu secara harfiah adalah negeri yang mula-mula. Selanjutnya menurut Zein bahwa yang dimaksud dengan Melayu adalah bangsa yang menduduki sebahagian besar pulau Sumatera serta pulau-pulau Riau-Lingga,

Bangka, Belitung, Semenanjung Melaka, dan pantai laut Kalimantan. Lebih lanjut

Zein mengatakan bahwa istilah Melayu adalah kependekan dari Malayapura, yang artinya adalah kota di atas bukit Malaya, kemudian menjadi Malaiur, dan akhirnya menjadi Melayu7. Dengan demikian, Melayu sangat berkaitan dengan identitas kebudayaan, yang dilandasi oleh Islam yang universal (syumul), termasuk terapan zapin dalam masyarakat Melayu di Serdang, Sumatera Utara, yang menjadi fokus perhatian penulis dalam tesis ini.

Pada tulisan ini saya akan membahas tentang zapin Melayu dalam wilayah budaya Serdang yang mengkaji aspek sejarahnya, fungsi bagi masyarakatnya, struktur musik dan tari, serta kajian teks lagunya. Zapin merupakan produk masa lalu, dan telah menjadi salah satu genre seni tari yang berlanjut sampai saat ini

6 Tengku Lah Husni dalam Muhammad Takari, “Kesenian Hadrah pada Kebudayaan melayu Deli Serdang dan Asahan: Studi Deskriptif Musikal,” Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan, 1990, hal., 90. 7 St. Muhmmad Zein dalam Muhammad Takari, “Kesenian Hadrah pada Kebudayaan melayu Deli Serdang dan Asahan: Studi Deskriptif Musikal,” Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan, 1990, hal., 33.

Universitas Sumatera Utara sebagai salah satu bagian dari tradisi seni pertunjukan bersifat kontekstual seremoni dalam kehidupan masyarakat Melayu sehari-hari. Berdasarkan hal itu, maka wajar kiranya terutama masyarakat pendukung tradisi seni zapin melanjutkan eksistensinya dengan segala kemungkinan akan dinamika perubahan, atau merancang perubahan untuk masa mendatang. Sehingga genre zapin yang baru dalam berbagai kemungkinan wajah seni dapat diwujudkan sebagai pemenuh citra estetika manusia ke depan.

Zapin menurut penjelasan para informan di kawasan budaya Melayu

Serdang adalah tari (tandak). Sedangkan para ilmuwan yang telah meneliti zapin pengertiannya ialah seni pertunjukan tari yang diiringi dengan musik zapin. Jadi dari sini didapatlah pengertian etik dan emik. Pengertian etik itu adalah pandangan orang luar terhadap suatu seni pertunjukan atau budaya, sedangkan emik adalah pandangan orang dalam atau masyarakat pendukung dari suatu kebudayaan itu atau seni pertunjukan itu sendiri.

Zapin merupakan salah satu genre dalam seni pentas pertunjukan Melayu yang di dalamnya mencakup musik (rentak atau ritme), tari, serta lagu. Apabila rentak zapin itu didendangkan, maka musik itu dinamakan dengan musik zapin.

Seperti apa yang dikatakan oleh Fadlin (wawancara Januari 2011), bahwa struktur rentak atau ritem zapin di Sumatera Utara khususnya di Medan, dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori : (1) rentak induk atau dasar dan (2) rentak anak atau peningkah. Rentak induk dibentuk oleh tanda birama 4/4 dengan pola ritme khas zapin, sedangkan rentak peningkah dikembangkan berdasarkan rentak induk dengan struktur mengikut estetika para pemain musiknya.

Universitas Sumatera Utara Musik zapin di kawasan Serdang Sumatera Utara, biasa juga disebut musik gambus, yang alat musik utamanya adalah gambus, di samping alat musik marwas dan musik pengiring yang lain seperti biola, akordeon, gendang ronggeng

(frame drum), dan vokal. Sedangkan dari struktur melodi, zapin mempergunakan unsur-unsur budaya musik Melayu, Arab, India, dan Barat.

Zapin memiliki struktur musik yang cukup jelas. Zapin mempunyai bahagian pembuka yang biasa jadi improvisasi solo gambus yang free meter

(taksim), bahagian tengah yang diulang-ulang untuk lagu dasar, dan variasi gendang (tahtum). Dengan demikian zapin dapat pula digolongkan sebagai seni pertunjukan Melayu yang berdasar pada kesenian Islam. Oleh karena itu, maka seni zapin sangat menarik untuk dikaji dari sisi seni pertunjukan, dan juga dengan berbagai disiplin lain seperti etnomusikologi, etnokoreologi, antropologi, sosiologi, sejarah, semiotik, dan lain-lain.

Kajian pertunjukan (performing art studies) adalah sebuah disiplin baru, sebuah pendekatan interdisipliner yang mempertemukan berbagai disiplin, antara lain: kajian teater, antropologi, antropologi tari, etnomusikologi, folklor, semiotika, sejarah, linguistik, koreografi, kritik sastra, dan lain-lain. Sasaran kajian pertunjukan tidak terbatas hanya kepada tontonan yang dilakukan di atas panggung, tetapi yang juga terjadi di luar panggung; olahraga, permainan sirkus, karnaval, perjalanan ziarah, nyekar (ziarah kubur), dan ritual (dalam kebudayaan

Melayu disebut adat istiadat). Ada beberapa tokoh tentang seni pertunjukan ini antara lain ialah Victor Turner dan Richard Schechner (aktor, sutradara teater,

Universitas Sumatera Utara pakar pertunjukan, dan editor The Drama Review), Sal Murgiyanto, dan R.M.

Soedarsono.(wawancara dengan Torang, 2010)

Turner dan Bruner (1982) mengatakan, sebuah ritual harus dilakukan, sebuah mite harus diceritakan, sebuah narasi harus diucapkan, sebuah novel dibaca, sebuah drama dipentaskan, karena lakonan, resitasi, penceritaan, pembacaan, dan pertunjukanlah yang membuat sebuah teks transformatif dan memungkinkan kita mengalami kembali warisan budaya kita. Di sini kita berhubungan dengan teks yang dipertunjukkan, yang menyadarkan kita bahwa antropologi (seni) pertunjukan adalah bagian dari antropologi (seni) pengalaman.

Kemudian menurut R.M. Soedarsono8 secara garis besar fungsi seni pertunjukan ialah: (a) sebagai sarana upacara; (b) sebagai tontonan; dan (c) sebagai hiburan pribadi.(wawancara dengan Torang, 2010)

Selain itu, pendekatan pertunjukan juga mengambil pelajaran dari disiplin semiotik dalam usahanya memahami bagaimana makna sebuah peristiwa pertunjukan. Pelopornya, Ferdinand de Saussure (Amerika Serikat), dan Charles

Sanders Peirce (Swiss)9. Dalam semiotik ada 3 hal yang saling berkaitan yang perlu diperhatikan; representatum (penyaji), interpretant (pengamat), dan objek.

Objek yang dipertunjukkan memuat berbagai lambang yang harus diinterpretasikan oleh pemain ataupun penonton dalam usahanya memahami proses pertunjukan.

8 R.M. Soedarsono, 1985. “Peranan Seni Budaya dalam Sejarah Kebudayaan Manusia Kontinuitas dan Perubahannya”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 9 Oktober 1985. hal. 18-21. dalam Etnomusikologi, Jurnal Ilmu Pengetahuan Seni, Nomor 7, Medan : Departemen Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara, 4 Maret, 2008. hal.44. 9 Makalah “Aplikasi Teori Semiotika dalam Seni Pertunjukan” oleh Abdul Latif Abu Bakar, dalam etnomusikologi, vol.2, no.1, Mei 2006, hal., 28.

Universitas Sumatera Utara Lambang ini oleh Peirce dibedakan atas 3 jenis: ikon, indeks, dan simbol.

Ikon adalah lambang yang wujudnya menyerupai yang dilambangkan, seperti sebuah foto. Indeks adalah tanda yang menunjukkan akan adanya sesuatu yang lain. Asap adalah tanda akan adanya api. Sedangkan simbol adalah lambang yang tak menyerupai yang dilambangkan; burung garuda sebagai simbol bangsa

Indonesia.(wawancara dengan Torang, 2010)

Defenisi seni pertunjukan adalah suatu bentuk ekspresi komunal yang penting dan berfungsi sebagai jembatan dialog atau komunikasi10: (a) antara

Tuhan dan ciptaannya, (b) antara pemuka adat dan masyarakatnya, dan (c) antara sesama manusia. Seni Pertunjukan tradisional terbagi atas dua (2) bagian: 1. seni pertunjukan sakral, yaitu seni pertunjukan yang masih memiliki hubungan dengan upacara keagamaan, baik bersifat komunal sakral, 2. seni pertunjukan sekuler, seni pertunjukan yang memiliki aspek hiburan, pergaulan, serta penonton dapat terlibat dalam pertunjukan.

Jadi menurut paparan di atas dapat dilihat bahwa pengaruh unsur budaya

Arab sangat tampak sekali kelihatannya dari penggunaan alat musik gambus di dalamnya. Oleh karena itu, walaupun zapin ini yang katanya berasal dari Arab, oleh orang-orang Melayu, zapin dikembangkan dan disesuaikan dengan cita rasa seni dan keperluan kebudayaan etnik Melayu. Bahkan di Alam Melayu dikenal dua jenis zapin yaitu zapin Arab dan zapin Melayu.

10 R.M. Soedarsono, 1999. Metode Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. hal. 49-50. dalam Etnomusikologi, Jurnal Ilmu Pengetahuan Seni, Nomor 7, Medan : Departemen Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara, 4 Maret, 2008. hal.45.

Universitas Sumatera Utara Jadi mengingat adanya semangat untuk menunjukkan kreativitas, maka selalu ada variasi gerak yang khas yang membedakan tarian zapin dari satu daerah dengan zapin dari daerah lain. Di situlah sesungguhnya keanekaragaman variasi gerak zapin, yang memperlihatkan perbedaan dan kekayaan lokal genius wilayah budaya setempat, termasuk juga perbedaan penamaannya. Dalam konteks itulah kemudian kita mengenal zapin Arab –yang masih mempertahankan aura padang pasirnya, zapin –yang kini berkembang begitu cepat, zapin Pelan, zapin

Tengku, zapin Brunei (jipin tar dan jipin Laila Sembah), zapin Bengkalis (zapin

Tepung), zapin gelek sagu, dan sederet panjang nama lain yang menyertai variasi gerak zapin. Bahkan, di Pulau Rupat, pernah pula ada tarian zapin sambil bermain bola api. Orang pun kemudian menyebutnya sebagai zapin api11.

Selain itu, di beberapa daerah di wilayah Nusantara ini, zapin dikenal dengan nama yang lain. Di Jambi, , dan misalnya, zapin dikenal dengan nama dana, yang di disebut bedana, sedangkan di Nusa

Tenggara disebut dana-dani. Di Brunei, zapin lebih dikenal dengan nama jipin, yang hampir sama dengan di Kalimantan yang menamakannya jepin, yang di

Sulawesi disebut jippeng, sedangkan di Maluku dikenal dengan nama jepen12.

Zapin Bengkalis, konon, mulai berkembang selepas Kesultanan Siak Sri

Indrapura tidak lagi memainkan peranan penting dalam kehidupan pemerintahan.

Tarian zapin kemudian tidak lagi dapat dipertahankan sebagai kesenian eksklusif yang hanya dimainkan di kalangan istana dan kerabat kesultanan. Sebagaimana lazimnya kesenian yang tumbuh dan berkembang di kalangan istana, pakem zapin

11 http://www. mahayana – mahadewa.com 12 Ibid.

Universitas Sumatera Utara yang semula begitu ketat dengan gerakan yang sangat menonjolkan kehalusan dan langkah kaki yang rapat, kini mulai disusupi dengan menekankan kelincahan dan kepiawaian gerak. Penari perempuan–yang dalam zapin awal tidak diizinkan— kini justru menjadi bagian yang sama pentingnya dengan penari laki-laki. Dengan demikian, zapin mengalami perubahan fungsi dari konteks hiburan istana menjadi konteks hiburan rakyat. (wawancara dengan Muslim, Desember 2010).

Menurut Sal Murgiyanto13, tari adalah salah satu saka guru seni pertunjukan tradisi Indonesia. Tari yang merupakan cabang seni pertunjukan tertua lahir bersamaan dengan lahirnya kebudayaan manusia. Ironisnya, sebagai disiplin studi, tari justru merupakan disiplin yang paling muda. Menurutnya jenis- jenis tari yang diamatinya tidak terbatas pada tari-tari Melayu Riau dan Sumatera

Utara yang disebut sebagai daerah asal dan pusat budaya Melayu, tetapi juga kelompok Melayu dari Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, bahkan yang berasal dari Malaysia.

Tari adalah salah satu ekspresi budaya yang sangat kaya, tetapi paling sulit untuk dianalisis dan diinterpretasikan. Mengamati gerak laku sangat mudah, tetapi tidak mengetahui maknanya. Tari dapat diinterpretasikan dalam berbagai tingkat persepsi. untuk memahami maksud yang hendak dikomunikasikan dari sebuah tarian, orang perlu tahu tentang kapan, kenapa, dan oleh siapa tari dilakukan.

Dalam mengukur kedalaman sebuah tarian atau menjelaskan sebuah pertunjukan

13 Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan,” makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal. 1.

Universitas Sumatera Utara dari kebudayaan lain, dituntut pemahaman cara dan pandangan hidup masyarakat yang menciptakan dan menerima tarian tersebut14.

Selanjutnya dalam pembicaraan tentang estetika atau keindahan tari, jenis- jenis tari yang dilakukan sebagai pelepas kekuatan emosional dan fisik tidak akan dibahas.

Keterampilan gerak biasanya dikuasai secara instingtif dan intuitif. Tari sebagai ungkapan seni mulai hadir ketika orang mulai sadar akan pentingnya teknik atau keterampilan gerak, dan ketika itu orang mulai mengatur gerak, artinya mulai ada tuntutan keteraturan atau bentuk. Sejalan dengan pertumbuhan itu mulai tumbuh kepekaan nilai pengalaman dan perasaan yang dihayati secara lebih mendalam. Masalah dasar dalam kesenian adalah pengaturan yang terkendali dari suatu medium dalam rangka mengkomunikasikan imaji-imaji dari pengalaman manusia15.

Sebuah gerakan dinilai baik jika tujuan gerak tersebut dapat dipenuhi dengan efisiensi maksimal dengan usaha yang sekecil-kecilnya, sehingga gerakan tersebut dapat dilakukan dengan mudah dan terkendali tanpa gerak tambahan yang tidak perlu. Ellfeldt16 (1976: 136) menyebutkan bahwa yang melahirkan gerakan- gerakan yang gemulai, anggun, indah adalah pengendalian tenaga dalam melakukan gerak.

14 H. Kuper dalam A.F. Synder, 1984, “Examining the Dance Event From A World Perspective”, Ceramah di Grand Salon, Renwick Gallery, hal. 5, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 2. 15 Ellfeldt, L. Dance: From Magic to Art. Dubuque, (Iowa: W.C. Brown, 1976), hal. 160, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 4. 16 Ellfeldt, L. Dance: From Magic to Art. Dubuque, (Iowa: W.C. Brown, 1976), hal. 136, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 2.

Universitas Sumatera Utara Salah satu hal yang membuat kita dapat merasakan keindahan sebuah gerak tari adalah ketika pelakunya mampu menarikan dengan kekuatan, kelenturan, dan koordinasi yang sempurna, sehingga rasa gerak yang dilakukan merambat dan dirasakan oleh penonton. Kalau penari menggambarkan gerakan terbang, maka penonton pun seakan-akan ikut terbang bersama penari.

Faktor pertama yang mempengaruhi estetika gerak tari adalah keterampilan atau kemahiran melaksanakan gerak. Penari Jawa menyebutnya wiraga dan dalam literatur Barat disebut teknik gerak atau teknik tari. Berbeda dengan gerakan dalam olahraga, gerakan tari bukan saja harus dilakukan secara benar, tetapi “bagaimana gerakan itu dilakukan” harus terpenuhi. Dengan kata lain, “kualitas” dan “gaya” dalam melakukan gerakan menjadi hal yang sangat penting17.

Sebagaimana halnya tari tradisi lain, ada dua hal utama dalam membicarakan tari tradisi Melayu. Pertama, adanya pola-pola gerak yang menjadi dasar penyusunan tari. Kedua, adanya aturan dan konvensi yang menentukan pengaturan pola-pola yang membangun ragam-ragam gerak18. Teknik dalam tari tradisi dimaksudkan sebagai keterampilan mengkoordinasikan gerakan-gerakan tubuh untuk melakukan ragam gerak sesuai dengan aturan dan konvensi yang berlaku dalam tarian yang bersangkutan. Sebagai contoh, keterampilan penari zaman dahulu diukur dari kemampuannya melakukan ragam gerak catuk. Diduga gerak ini diilhami dari cara ayam mencatuk makanan. Penilaian tersebut dilakukan

17 Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 7. 18 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978/1979: hal. 239, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 5.

Universitas Sumatera Utara dengan menyuruh dua penari pria menari dengan sebatang rokok pada masing- masing mulutnya. Seorang penari dengan rokok yang sudah menyala, penari lain dengan rokok yang belum menyala. Pada waktu membawakan ragam tari catuk, penari dengan rokok yang belum menyala harus menghidupkan rokoknya dengan jalan mencatukkan rokoknya ke rokok pasangannya. Mencatuk hanya boleh dilakukan sebanyak tiga kali dan apabila penari belum berhasil menghidupkan rokok di mulutnya, ia dianggap belum cukup terampil sebagai penari zapin19.

Penilaian keindahan gerak tari tradisi sering dipengaruhi oleh faktor sosial, kesukuan, emosional, agama, dan kepercayaan setempat. Dalam menarikan tari tandak dan tari zapin misalnya, pasangan penari pria dan wanita bergerak berdekatan, tetapi tidak boleh saling bersentuhan. Dalam tari Melayu juga dibedakan gerak tari ideal pria dan tari wanita. Mansur20 berpendapat, penari wanita sebaiknya menonjolkan sikap badan dan gerakan yang lemah lembut, sedangkan penari pria dengan sikap badan dan gerakan yang gagah. Dalam zapin, penari pria menari dengan tempo lebih cepat daripada gerak penari wanita.

Medium tari adalah gerak, sedangkan alat yang digerakkan adalah tubuh.

Oleh karena itu, untuk dapat memahami tari, orang harus memahami bagaimana menggunakan “alat” tersebut. Esensi tari adalah integrasi tubuh dan jiwa, serta integrasi antara pengalaman batiniah dan pengalaman lahiriah secara konseptual

19 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978/1979: hal. 157, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 5. 20 Mansur, T. N. A. t.t. “Meninjau Beberapa Jenis Tari Melayu”. Naskah lepas, dalam Sal.Murgiyanto, “Cara Menilai Seorang Penari “, Kompas 19 Juli 1977, Jakarta, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 5.

Universitas Sumatera Utara dan estetika. Proses sebuah tarian diawali dengan pengalaman jasmaniah yang secara naluriah mengatur dirinya secara ritmik. Dengan demikian pengaturan ritmik merupakan unsur pokok tari. Seorang penari harus mendengarkan bunyi gendang, dan bila benar-benar memperhatikan dan mendengarkan bunyi gendang, maka dalam dirinya akan hadir gema gendang dan baru dapat benar-benar menari21.

Dalam berkata-kata kita memerlukan jeda atau perhentian, cepat lambat, dan intonasi suara agar dapat menghadirkan kalimat yang bermakna. Dalam tari pun demikian juga. Gerak sebagai penyusun ragam tari dapat dihasilkan karena pengaturan irama cepat lambat, jeda atau perhentian, awal pengembangan, dan klimaks dari tiga unsur gerak (ruang, waktu, dan tenaga). Pengaturan irama semacam ini sangat membantu penari dalam mengingat dan menghafalkan rangkaian gerak, sehingga penari dapat melakukannya dengan penghayatan maksimal. Pengaturan semacam ini juga memudahkan penonton dalam mengikuti dan memahami ungkapan-ungkapan gerak yang dilakukan penari.

Menurut Tengku Luckman Sinar22 dalam tulisannya menjelaskan rentak- rentak sebagai berikut. Pertama, tari lagu senandung, berirama pelan dengan

21 R.F. Thompson, 1974. African Art in Motion. Berkeley: University of California Press, hal. 262, dan A.F. Snyder, 1984. Examining the Dance Event From A World Perspective. Ceramah di Grand Salon, Renwick Gallery, hal. 9, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 6. 22 Tengku Luckman Sinar, 1982, “Latar Belakang Sejarah dan Perkembangan Seni Tari Melayu di Sumatera Timur”, makalah seminar Pekan Penata Tari dan Komponis Muda Dewan Kesenian Jakarta. hal. 1-2, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 6-7.

Universitas Sumatera Utara nyanyian dan nasib yang dibawakan oleh penari. Peralatan musik yang digunakan adalah biola atau akordeon, dua buah gendang ronggeng bulat satu sisi yang terdiri dari induk dan anak, dan sebuah atau tawak-tawak. Irama senandung ini khas Melayu dan sudah ada dalam makyong yang masuk ke Tanah

Melayu pada abad ke-16. Dalam rentak senandung lebih diutamakan gerakan tangan dan jari yang lemah gemulai daripada gerakan kaki. Kedua, tari lenggang , dilakukan dengan tempo dan lagu yang dinyanyikan dalam empat baris khorus. Gerak lenggang tangan yang lemah gemulai dikembangkan dengan memegang saputangan atau selendang dan temponya dipercepat. Salah satu variasinya adalah lagu Cek Minah Sayang.

Ketiga, tari lagu dua, dilakukan dengan irama 2/4 yang bernada gembira dengan pantun-pantun jenaka. Dalam tarian bertempo cepat ini gerakan kaki yang dihenjut-henjutkan dan agresif lebih diutamakan, terutama bagi laki-laki. Kadang- kadang langkah kaki berbunga (double step) seolah-olah tidak menjejak dan badan seperti melayang. Angkatan tangan sebatas pinggang hingga bahu. Salah satu variasi rentak lagu dua adalah pulau sari. Pulau sari merupakan rentak lagu dua yang kecepatannya dilipatkan sehingga tidak pernah diiringi nyanyian lagi.

Gerakan kaki penari yang meloncat-loncat ringan sangat diutamakan.

Selanjutnya, pusat-pusat pemerintahan atau Kerajaan-kerajaan Melayu hampir seluruhnya terletak di tepi sungai atau di tepi pantai. Sejak dahulu orang

Melayu ahli berdagang. Kedua hal ini menyebabkan kebudayaan Melayu terbuka terhadap pengaruh luar. Salah satu pengaruh besar yang kemudian meresap dalam bidang religi adalah pengaruh Arab-Islam. Pengaruh ini seakan-akan menghapus

Universitas Sumatera Utara budaya Hindu dan Budha, sehingga budaya Hindu-Budha tinggal penghias dalam kebudayaan Melayu. Kesenian zapin (gambus), kasidah, (barodah), dan zikir barat adalah pengaruh dari kebudayaan Islam tersebut23.

Menurut Sinar, jauh sebelum Islam masuk, hubungan Melayu dengan

Siam sudah terbina cukup baik. Pengaruh Siam yang masuk melalui dan

Perlis terlihat dalam bentuk pertunjukan Makyong, , dan Mendu di wilayah Luhak Teluk Aru di Langkat dan di Kerajaan Deli Serdang. Pengaruh

India, dalam hal ini Keling atau Tamil, India Selatan, terus berlanjut, sesudah

Islam identik dengan Melayu. Pada akhir abad ke-19 pengaruh India ditandai dengan berkembangnya pertunjukan Parsi, , dan sebagainya.

Kemudian Luckman Sinar24 membagi tari-tarian Melayu dalam empat kelompok. Pertama, kelompok tari yang masih bersifat magis-religius. Tari dipimpin oleh pawang yang mengucapkan mantra-mantra tertentu, seperti yang dilakukan dalam upacara mengambil madu lebah, jamu laut, jamu bendang atau dalam tarian keliling sambil menginjak-injak padi yang disebut ahoi. Dalam pertunjukan makyong, pawang mendapat bagian yang menghadap rebab. Kedua, kelompok tari perang. Tari yang termasuk jenis ini adalah tari dan tari pedang yang ditarikan oleh laki-laki dengan memakai senjata (pisau, keris, atau pedang).

Tarian ini dilakukan untuk menyambut tamu penting atau untuk mengarak

23 Tengku Luckman Sinar, 1982, “Latar Belakang Sejarah dan Perkembangan Seni Tari Melayu di Sumatera Timur”, makalah seminar Pekan Penata Tari dan Komponis Muda Dewan Kesenian Jakarta. hal. 3, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 2. 24 Tengku Luckman Sinar, 1982, “Latar Belakang Sejarah dan Perkembangan Seni Tari Melayu di Sumatera Timur”, makalah seminar Pekan Penata Tari dan Komponis Muda Dewan Kesenian Jakarta. hal. 5-12, dalam Sal Murgiyanto, 1 Januari 2010, “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”, makalah seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, Tanjung Pinang Riau. hal., 3.

Universitas Sumatera Utara pengantin. Tari dengan gerakan silat sambil memegang lilin yang ditarikan di depan pelaminan dalam “malam berinai besar” termasuk dalam kelompok ini.

Ketiga, tari pertunjukan. Tari ini dibedakan menjadi tari yang bersifat semireligius dan tari yang semata-mata bersifat hiburan. Barodah dan zikir barat yang menyanyikan syair pemujaan kepada Allah dan Rasullulah dalam bahasa Arab dan bersumber dari kitab Barzanji, termasuk dalam tari semireligius. Adapun tari yang bersifat hiburan semata-mata yaitu zapin. Keempat, kelompok tari-tari ronggeng untuk menandak, antara lain tari lagu senandung, tari lagu dua, tari lenggang mak inang/cek minah sayang, tari pulau sari, tari patam-patam, dan gubang. Tari lagu senandung, tari lagu dua, tari lenggang mak inang/cek minah sayang, dan tari pulau sari ini sering dilakukan dalam satu rangkaian dan disebut sebagai tari Melayu empat serangkai.

Selanjutnya saya akan membicarakan masalah penyebaran tradisi zapin di

Asia Tenggara yang dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: Thailand Selatan,

Singapura, pantai timur Sumatera, kepulauan Riau, dan daerah pesisir yang didominasi Melayu- (termasuk Brunei, beberapa bagian dan

Sabah, dan Kalimantan) dalam hal ini mencerminkan hubungan erat antara

Melayu maritim dan Islam. Sangat menarik bahwa tradisi zapin dapat ditemukan hanya di antara Melayu muslim yang pernah kontak sejarah dengan orang-orang

Arab dan budaya Arab. Ada kemungkinan bahwa beberapa suku Melayu mungkin telah meminjam atau mengembangkan tradisi zapin setelah mengamati kelompok suku Melayu yang lain. Meskipun kinerja gaya zapin di antara berbagai kelompok

Universitas Sumatera Utara melayu di Asia Tenggara bervariasi, iringan musik dan tarian bagian dasar tetap hampir sama bentuknya.

Menurut Mohd Anis Md Nor25, unsur-unsur universal dalam tradisi zapin yang paling jelas adalah dominasi pra-gambus atau 'ud sebagai instrumen terkemuka. Penggunaan marwas dan pola interlocking, dengan improvisasi free meter sebagai pembuka, didominasi oleh solo pemain gambus, dengan koda (khas tradisi zapin), dan tidak adanya gerakan kaki pada hitungan pertama frase tarian tari dasar.

Sekitar tahun 1720, rangkaian perang di Sumatera timur, yang mencerminkan perpecahan di kesultanan Deli, menyebabkan pembentukan

Kesultanan Serdang. Pembentukan kesultanan baru dan kontraksi di wilayah bekas antara kerajaan-kerajaan Melayu di Sumatera Timur dan di Kepulauan

Melayu memfasilitasi penyebaran tradisi adat Melayu dari satu kerajaan ke kerajaan yang lain. Ini juga merupakan periode ekspansi nilai-nilai budaya

Melayu-Islam dan tradisi, termasuk zapin di antara negara-negara bagian

Malaysia di wilayah Johor.

Keterkaitan erat yang telah terjalin di antara semua kerajaan Melayu pada kedua sisi Selat Melaka dari periode kejatuhan kerajaan Melaka tercermin dalam keluarga mereka yang saling aristokrat. Para bangsawan dari , ,

Trengganu, dan hari ini Johor dapat ditelusuri ke bangsawan Melaka tua. Perkawinan campuran antara keluarga kerajaan Malaysia dari negara-negara

25 Mohd Anis Md Nor, The Zafin Melayu Dance of Johor: From Village to A National Performance Tradition. disertasi doctoral. Michigan: The University of Michigan, 1990, hal., 66.

Universitas Sumatera Utara ini adalah biasa seperti di masa lalu. Sebelum pecahnya dunia Melayu ke entitas yang terpisah oleh kekuasaan kolonial di tahun 1824, perkawinan campuran antara pangeran dan putri dari kesultanan Melayu di selat Melaka adalah umum. Pertukaran pengantin kerajaan antara dan Riau, Siak dan

Johor, bangsawan dari Deli Serdang dan istana Langkat dan mereka di

Semenanjung Melayu juga umum. Tradisi konsolidasi kekuasaan dan gengsi melalui afinitas (tarik menarik) antar kerajaan juga memberikan kontribusi terhadap penyebaran tradisi antara rumah tangga kerajaan. Itu adalah hal yang umum bagi keluarga pengantin perempuan untuk mengirim pelayan untuk menemaninya ke rumah mempelai pria. Rombongan terdiri dari beberapa inang pengasuh (perawat basah), dayang-dayang (wanita yang menunggu), atau pendayangan (pelayan wanita di suatu tempat). Kadang-kadang, penghibur istana juga termasuk dalam rombongan kerajaan.

Pangeran Melayu yang tinggal dengan pengantin wanita biasanya disertai oleh beberapa hulubalang (penjaga kerajaan), dan rombongan kerajaan juga kadang-kadang disertai oleh musisi dan penghibur dari istana pengantin pria. Di mana pun pasangan kerajaan akhirnya tinggal, pengawal pribadi mereka, petugas istana, pembantu istana, dan penghibur biasanya tetap bersama mereka. Dengan cara ini, pertunjukan baru diperkenalkan ke dalam istana-istana kerajaan pasangan. Selanjutnya unsur paling penting dalam tradisi zapin dari Penyengat adalah perlindungan gaya atau aliran yang diterima dari Raja Melayu berikutnya di Riau-Lingga. Zapin adalah tradisi yang paling sering dilakukan untuk hiburan kaum bangsawan di istana sultan. Meskipun tidak ada catatan mengenai kapan

Universitas Sumatera Utara zapin ditemukan, tapi fakta perlindungan kerajaan di Penyengat menunjukkan bahwa zapin bukan sebuah tradisi rakyat biasa. Keturunan penyanyi zapin yang hidup saat ini di desa Bulang, di pulau Penyengat, menyandang gelar

(Raja) sebelum nama mereka. Hal ini menunjukkan bahwa pemain zapin sendiri milik kelas bangsawan. Kelompok sisa penyanyi zapin di Penyengat adalah dari keluarga Raja Daud bin Abu Bakar Raja, dirinya seorang penari zapin yang tekun.

Anggota tertua dari kelompok zapin adalah pemain gambus, Raja

Mahmud, yang belajar bermain gambus dari lingkaran keluarga bangsawan ketika ia masih muda. Kelangsungan anggota keluarga Raja dalam pertunjukan zapin, menyarankan tradisi zapin yang dipertahankan dan dipromosikan oleh anggota kelas penguasanya sendiri. Bukti elemen umum yang kuat dalam tradisi zapin ini ialah menampilkan gaya tari. Tari zapin gaya Penyengat sangat mirip dengan lenga di dan Johor. Terminologi yang digunakan untuk mengidentifikasi motif tari zapin beberapa di Penyengat juga mirip dengan yang digunakan di

Muar, lenga, dan di pantai timur Sumatera. Istilah yang paling umum adalah titi batang, ayak-ayak, loncat tiong, pusa belanak atau loncat belanak, dan tahtim.

Semua persyaratan untuk ungkapan tari zapin diberi nama setelah gerakan bergaya yang mensimulasikan tindakan manusia atau alam.

Dalam motif tari titi batang, penari pindah ke cara melintasi jembatan (titi) yang terbuat dari batang pohon (batang). Ayak-ayak mewakili gerakan tari yang merupakan simbol dari satu analisis saringan tepung sagu. Loncat tiong adalah gerakan yang meniru melompat dan melompat (loncat) dari burung Myna bukit

(tiong). Pusa atau loncat Belanak mengacu pada memutar-mutar (pusar) atau

Universitas Sumatera Utara lompatan ikan Belanak yang umum ditemukan di tepi sungai berlumpur. Tahtim adalah koda tari zapin. Penggunaan istilah yang serupa untuk menggambarkan gerakan atau variasi motif tari yang identik di bagian lain Sumatera Timur menunjukkan bahwa tradisi zapin menyebar bersama-sama dengan Islam dan hegemoni politik kerajaan Melaka-Johor.

Gaya tarian dari Penyengat juga ditemukan di kabupaten lain di Propinsi

Riau-Sumatera, yaitu di daerah Pemerintahan Kampar, Bengkalis, Indragiri, dan daerah di sekitar ibu kota provinsi, . Semuanya termasuk motif tari

Penyengat, bersama-sama dengan motif tari lainnya, dalam repertoar mereka.

Sebuah deskripsi singkat dari motif-motif tari dapat disajikan untuk menggambarkan sifat dari beberapa kesamaan. Umum untuk semua kabupaten ini adalah konvensi dari segmentasi gaya zapin menjadi tiga bahagian. Bahagian pertama terdiri dari motif tarian tarian pembukaan dikenal sebagai salam pembukaan (salam perkenalan) dilakukan terhadap penonton. Gerakan-gerakan ini terdiri atas salam Melayu tradisional dengan memberikan salam dengan kedua tangannya menggenggam di depan dahi. Gerakan yang dibuat di awal dan akhir penonton dengan seorang raja, seorang sultan, atau ahli waris kepada takhta.

Bagian kedua terdiri dari gerakan zapin yang sebenarnya. Ungkapan-ungkapan ini mencakup semua motif tarian zapin Penyengat serta yang lain dikategorikan di bawah alif (abjad pertama tulisan Arab), pecah (istirahat atau fragmentasi), langkah (langkah atau langkah), sut (mungkin suatu penyesuaian dari suara empat belas surat abjad Arab, tapi yang lain tidak ada artinya), patah ayam (ayam yang patah kaki), atau tahto (penyesuaian dari tahtim atau koda) keanekaragaman. Ini

Universitas Sumatera Utara semua adalah variasi pada motif tari dasar. Bagian ketiga bentuk koda untuk menari.

Pada akhir abad kedelapan belas, seorang keturunan Arab dengan nama

Sayid Ali telah menjadi penguasa Siak. Dia mengambil gelar kerajaan Sultan

Sharif Ali Assyaidis Abdul Jalil Shaifuddin dan menjadi Sultan Siak pertama keturunan Arab-Melayu. Peran Hadhramis dalam penyebaran zapin juga penting. Hadhramis, yang sudah dikenal dengan kemampuan perdagangan mereka, adalah kelompok perdagangan berpengaruh yang sering diberikan hak- hak komersial khusus oleh penguasa Melayu karena mereka dianggap ras yang sama seperti Nabi. Mungkin Hadhramis juga bertanggung jawab untuk pengembangan versi Siak dari zapin setelah penobatan Sayid Ali sebagai Sultan

Siak kedelapan. Ada kemungkinan bahwa perluasan repertoar zapin Siak adalah hasil dari hubungan khusus antara Sultan yang berkuasa dan ahli waris dan para pedagang Hadhrami. Para hadhramis mungkin telah menyediakan pemain zapin

Siak dengan ide-ide baru untuk penciptaan dan inovasi dalam motif tari dan frase untuk lagu-lagu mereka.(wawancara dengan Muslim, 2010)

Sebuah elemen penting dalam hubungan antara kaum bangsawan dan tari zapin adalah salam pembukaan (ucapan dan salam) motif tari. Motif ini jarang dilakukan dalam tradisi tarian rakyat Melayu kecuali bangsawan atau pejabat negara yang hadir. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan rasa hormat dan untuk menghormati tamu istimewa.

Universitas Sumatera Utara Menurut Mohd Anis Md Nor26 variasi dari motif tari salam ada di tradisi zapin Deli Serdang, dan gerakan salam juga ditemukan dalam zapin Johor dan

Riau. Mungkin penggunaan ini isyarat tertentu dalam memberikan bukti lebih lanjut tentang hubungan antara zapin dan rumah-rumah kerajaan Melayu. Hal ini sangat mungkin untuk dalil tentang peran Istana dalam penyebaran tradisi zapin di

Sumatera timur. Tarian pembukaan dari motif salam pembukaan berisi versi bergaya bentuk ucapan pengantar oleh biasa kepada penguasa. Meskipun motif salam bervariasi dalam gaya dari satu daerah ke daerah lainnya. Semuanya dilakukan sesuai dengan kode ketat etika penghormatan atau penghormatan untuk keluarga Raja Melayu, seperti dalam menyembah, benar-benar motif tradisional

Melayu (salam atau penghormatan) dipraktikkan dalam adat istiadat diraja

Melayu.

Motif tari salam dilakukan sesuai dengan salah satu dari tiga cara menyembah, sebagaimana digambarkan oleh Alwi bin Sheikh Alhady27 sebagai berikut. (a) Ratu: bawalah tangan bersama-sama dan dengan jari tertutup dan telapak tangan menyentuh, membesarkan mereka ke dahi sampai ujung ibu jari menyentuh dahi antara alis. (b) Untuk baik Yang Di-Pertuan Muda atau Raja

Muda [Pewaris-Jelas]: Dengan tangan dan jari seperti di atas, mengangkat tangan dengan cara yang sama, sampai ujung ibu jari menyentuh ujung hidung. (c) Untuk para Bendahara atau Temenggong: Sama halnya seperti di atas, mengangkat tangan sampai ujung ibu jari menyentuh ujung dagunya.

26 Ibid, hal., 86. 27 Ibid, hal., 87.

Universitas Sumatera Utara Meskipun tidak satu pun dari kelompok zapin yang diwawancarai bisa menjelaskan secara meyakinkan mengapa satu gaya tertentu menyembah dipilih untuk lagu-lagu tari mereka. Pendapat umum adalah bahwa gaya menyembah mewakili era ketika zapin sering dilakukan untuk para sultan, anak-anak raja, dan anggota bangsawan lain di istana. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran dari tradisi zapin sepanjang pantai timur Sumatera berkaitan dengan perlindungan dari sultan. Era terbaru perlindungan kerajaan pada zapin di Sumatera bisa dilacak ke kesultanan Deli Serdang di Provinsi Sumatera Utara. Sultan-Sultan Serdang adalah penguasa Malaysia di akhir abad kesembilan belas yang memiliki kepentingan dalam tradisi Melayu.

Sultan Sulaiman Shariful Alamshah28, telah dilantik sebagai penguasa

Serdang tahun 1881 pada usia delapan belas tahun. Zapin sudah menjadi tarian terkenal di kalangan orang Melayu-Deli Serdang oleh 1881. Ini dilakukan saat perayaan sosial yang memiliki beberapa arti agama, yaitu, pada hari-hari keberuntungan dalam kalender Islam, seperti ulang tahun Nabi. Kompetisi zapin diadakan di istana sultan, dengan piala untuk para pemenang. Kelompok favorit

Sultan sering diperintahkan untuk melakukan pertunjukan untuk para tamu di istana. Istana zapin Serdang juga memiliki sendiri kelompok yang dikenal sebagai

Gambus Jamratul 'Uz. dipimpin oleh Sultan Sulaiman, kelompok yang berada di bawah pengawasan yang ketat dari Tengku gambus telah diangkat oleh sultan untuk mengurus kesejahteraan para pemain.

28 Ibid, hal., 89.

Universitas Sumatera Utara Pemain marwas dipimpin Wak Pian yang datang dari . Jagoan tari adalah Haji Razali, yang berasal dari Jawa tetapi telah menghabiskan dua belas tahun masa mudanya di Mekah dan Hadhramaut. Para pemain musik dan penari diminta untuk berlatih keras dan tidak diperbolehkan untuk maju ke ungkapan tari yang lebih rumit sampai sultan sendiri merasa puas. Pada tahun 1930-an, ada banyak kompetisi zapin yang dikenal sebagai kongres. Kelompok zapin dari

Medan, Deli, Langkat, Binjai, dan Labuhan akan bertemu di

Serdang. Memenangkan kongres adalah obsesi utama Jamratul Gambus 'Uz dari istana Serdang.

Motif tari di Serdang mirip dengan yang ada di Riau dan Siak, instrumen musik juga serupa. Gambus atau 'ud adalah instrumen terkemuka, dan disertai oleh harmonium, tiga atau empat marwas, , dan sebuah markas

(maraca). Lagu-lagu zapin juga identik, Anak Ayam yang sedang populer dan

Lancang Kuning. Setiap lagu diawali dengan memainkan gambus tunggal non- metred sebagai pembuka dan diakhiri dengan interlocking marwas. Variasi dan repertoar koreografi tari zapin sering didasarkan pada lagu yang mengiringi tarian. Jadi, zapin Anak ayam atau zapin Lancang Kuning adalah zapin yang dilakukan untuk lagu-lagu dari judul yang sama.

Meskipun secara luas diketahui bahwa zapin di Sumatera Timur dan

Kepulauan Riau itu sebelumnya dilakukan di dalam dan di dekat istana sultan, genre itu tidak pernah terbatas pada istana sendirian. Bahkan setelah revolusi 1946 anti kerajaan di Sumatera, zapin tetap populer di kalangan orang-orang biasa. Ini menunjukkan bahwa tradisi tari telah mendapatkan dukungan publik yang kuat

Universitas Sumatera Utara bahkan sebelum runtuhnya kekuasaan dan martabat sultan di Sumatera Timur.

Zapin sudah menjadi tradisi rakyat pada saat itu dan kehilangan perlindungan kerajaan Melayu29.

Mohd Anis mengatakan kinerja paling menonjol di Sumatera adalah zapin dilakukan pada upacara pernikahan. Juga dilakukan untuk upacara sunatan

(sunat), khatam Qur'an (penyelesaian belajar bacaan dari Al-Qur'an), dan cukur rambut (cukur rambut bayi). Popularitas dari genre dengan ritual dari bagian orang Melayu Sumatera ini paralel dalam masyarakat Melayu Kepulauan Riau dan Semenanjung Malaysia.

Beberapa asumsi dapat dibuat tentang penyebaran zapin Melayu di Asia

Tenggara. Pertama, tradisi yang dikembangkan dari pengaruh tradisi budaya Islam dan Arab yang dapat ditelusuri kembali ke tanah air orang Arab dari Hadramaut, menjadi sebuah tradisi yang diturunkan dari Arab, zapin telah diberikan gengsi sosial tinggi karena Arab di Asia Tenggara adalah sangat dihargai untuk kekayaan mereka dan pengetahuan mereka tentang Islam.

Kedua, sangat mungkin bahwa pengakuan diberikan bangsawan kerajaan

Melayu dan perlindungan pada zapin Melayu ketika tradisi menjadi lebih halus; itu kemudian menikmati status yang lebih tinggi daripada tradisi tari lain Melayu.

Ketiga, bahkan jika kekuatan penguasa Melayu tidak memainkan peran sentral dalam penyebaran tradisi zapin Melayu di seluruh dunia, masyarakat umum sendiri mungkin telah menjadi sarana bagi penyebaran tradisi tari.

29 Ibid, hal., 92-95.

Universitas Sumatera Utara Apakah penyebaran tradisi zapin sepanjang Selat Melaka dapat secara historis dihubungkan dengan perlindungan yang diberikan oleh penguasa Melayu atau penyebaran Islam, atau bersatu di suatu tempat dari masyarakat umum di kesultanan Melayu dalam posisi politik yang stabil? Jelas zapin yang melampaui batas-batas politik dan geografis di sepanjang Selat Melaka. Zapin Melayu saat ini dianggap sebagai persamaan budaya umum dari negara-negara kontemporer

Malaysia, Indonesia, dan Singapura.

Sebagai aliran tari dan musik, zapin hari ini ada di hampir seluruh Asia

Tenggara maritim. Meskipun zapin dikenal sebagai tradisi Melayu Islam, zapin telah mendapatkan popularitas bahkan di antara kaum muslimin non-Brunei,

Indonesia, Malaysia, dan Singapura sejak pertengahan abad kedua puluh.

Zapin telah menjadi pertunjukan yang dapat disaksikan langsung kepada masyarakat, baik sebagai sebuah fragmen dari cerita di film-film atau sebagai sebuah pertunjukan tari dalam program-program hiburan televisi. Selama ini daerah geografis yang luas mungkin memiliki nama genre yang sedikit berbeda karena perbedaan dialektis dalam bahasa Melayu, dan juga gaya yang sedikit berbeda.

Unsur-unsur umum universal zapin adalah sebagai berikut: 1. Satu set alat musik yang terdiri dari: (a) gambus atau 'ud (b) marwas (c) harmonium atau biola

2. Musik dibagi menjadi tiga segmen: (i) pendahuluan improvisasi free metred, didominasi oleh gambus, harmonium, atau biola (ii) pola interlocking dari marwas

(iii) koda terdiri dari pola interlocking marwas. 3. Tarian ini dibagi menjadi tiga segmen: (i) motif tari pengantar, (ii) tari yang tepat, (iii) tahtim atau tahto, atau

Universitas Sumatera Utara frasa tari tahtom, yang merupakan koda untuk menari. 4. Gerakan tari dasar: (i) jumlah tari empat mengalahkan di semua bagian tari (ii) menjembatani urutan tarian oleh frasa tari dasar dan mengulangi urutan tarian dalam tarian yang tepat

(iii) tahtim, tahto, atau motif tari tahtom merupakan bentuk berbeda nyata bagian tari dari ujung gerakan tari30.

Unsur-unsur ini berada di bawah keseragaman bangsa atau keseragaman genre zapin yang sebangun dengan gagasan keseragaman atau keseragaman alam yang Melayu (Dunia Melayu). Gagasan luas dari alam sebagai dunia orang-orang dan lingkungan mereka merupakan interpretasi komprehensif dari Melayu dan dunianya. Di dalam Alam Melayu (Dunia Melayu), bahwa Melayu merasa bersatu sebagai rumpun, yang secara harafiah berarti gumpalan atau sekelompok rumput, yang kesatuan Dunia Melayu itu dapat disamakan. Dalam konteks ini bahwa

Alam Melayu mengacu kepada orang-orang berkumpul dalam Melayu sebagai ras yang berbagi bahasa yang serupa dan gaya hidup. Keseragaman juga tercermin dalam tradisi kinerja Melayu, di aspek seperti cara dan gaya berpakaian artis. Semua penyanyi zapin biasanya memakai gaun Melayu dikenal sebagai baju melayu atau baju teluk belanga, celana (seluar, serawa, atau sarwa), sarung dikenakan di atas celana panjang dan kepala meliputi sepotong kain diikat bulat dahi atau kepala gaun dikenal sebagai songkok atau peci. Jadi para artis zapin berpakaian dengan cara yang mencerminkan keseragaman dari Alam

Melayu.

30 Ibid, hal., 98-99.

Universitas Sumatera Utara Contoh lain dari universalitas zapin Melayu menurut Mohd Anis31 adalah zapin lagu, pantun atau quatrain. Ini dinyanyikan di versi Melayu atau campuran

Melayu dan ayat Arab, tetapi biasanya yang terlebih dahulu (versi

Melayu). Dengan menampilkan ekspresi seni yang umum ditemukan di mana pun, tradisi zapin menjadi batu loncatan untuk rasa memiliki, tidak hanya di kalangan kelompok-kelompok kecil seperti orang-orang dari dialek yang sama atau desa, tetapi juga antara negara-negara atau bangsa yang membentuk masyarakat luas dunia Melaka Alam Melayu.

1.2 Pokok Permasalahan

1. Bagaimana sejarah zapin Melayu dalam wilayah budaya Serdang? Yang

dimaksud dengan sejarah di sini penulis akan mengarahkan bagaimana

seni zapin melintasi dimensi waktu dan ruang di dalam kebudayaan

Melayu Serdang. Dimensi waktu akan diukur menurut besaran seperti

abad, dekade, tahun, bulan, hari, dan seterusnya. Kemudian dimensi ruang

ini mencakup orang-orang atau pelaku sejarah, seperti pihak kesultanan,

pemusik, penari, koreografer, tempat pertunjukan, ruang budaya

masyarakat Melayu Serdang, dan hal-hal sejenis.

2. Bagaimana guna dan fungsi zapin Melayu bagi masyarakat Melayu itu

sendiri? Yang dimaksud dengan guna dan fungsi di dalam kajian pada

tesis ini adalah sesuai dengan konsep yang ditawarkan oleh Alan P.

31 Ibid, hal., 101

Universitas Sumatera Utara Merriam32. Merriam memberikan contoh jika sebuah lagu digunakan

untuk memikat hati kekasihnya oleh seorang lelaki, maka guna lagu ini

adalah untuk memikat hati kekasih. Selanjutya secara lebih terintegrasi

dan mendalam, melalui lagu tersebut kedua insan berpacaran, berkenalan,

dan melangsungkan pernikahan. Akhirnya mereka memiliki anak-anak.

Jadi fungsi lagu seperti ini adalah untuk meneruskan generasi umat

manusia.

3. Sejauh apa struktur musik dan tari zapin yang menjadi identitas orang

Melayu? Yang dimaksud struktur dalam pokok masalah ini adalah

mencakup struktur musik yang dibangun oleh dimensi waktu dan ruang.

Dimensi waktu mencakup tempo zapin, rentak zapin yang khas, tanda

birama, aksentuasi, senting (pukulan kuat), interloking, pola-pola ritme,

dan sejenisnya. Sementara dimensi ruang terdiri dari tangga nada atau

maqam, wilayah nada, nada dasar, motif melodi, frase melodi, bentuk

melodi, pola-pola kadensa, kontur, interval, nada-nada yang digunakan,

dan hal-hal sejenis. Demikian pula untuk struktur tarinya dibentuk oleh

waktu, ruang, dan tenaga. Dimensi waktu dalam tarian zapin disusun oleh

tempo tari, siklus tari, ritme, perubahan ritme, dan hal-hal sejenis. Dimensi

ruang tari terdiri dari pola-pola tari, pola lantai, deskripsi gerak tari, motif

tari, frase, bentuk, pecah tari, dan hal-hal sejenis. Dimensi tenaga

mencakup seberapa jauh penari menggunakan tenaganya dalam menari.

32 Alan P. Merriam, The Anthropology of Music. (Chicago Nortwestern University, 1964), hal., 219-226.

Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah :

(1) Mengkaji kesejarahan seni pertunjukan Zapin Melayu dalam wilayah

budaya Serdang, Sumatera Utara.

(2) Mengkaji bagaimana guna dan fungsi tari zapin dalam kebudayaan

masyarakat Melayu di kawasan budaya Serdang.

(3) Mengkaji struktur musik, tari, dan teks lagu Zapin Melayu dalam wilayah

budaya Serdang, Sumatera Utara.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penulis melakukan studi kepustakaan untuk mempelajari literatur yang berkaitan dengan objek pembahasan. Studi ini penting untuk mendapatkan teori, konsep, dan informasi yang diperlukan nantinya sebagai perbandingan ataupun acuan untuk penelitian ini.

Pada tulisan ini saya menggunakan beberapa literatur yang berkaitan dengan penulisan saya, di antaranya adalah sebagai yang diuraikan berikut ini.

1. Mohd Anis Md Nor, dalam bukunya yang berjudul The Zapin Melayu

Dance of Johor: From Village to A National Performance Tradition,

yang ditulis pada tahun 1990, dalam rangka menyelesaikan program

doktoralnya di The University of Michigan, Amerika Serikat. Disertasi

ini dibentuk oleh delapan bab kajian, yaitu dimulai dari bab satu

berupa pendahuluan, bab dua zapin di Johor, kemudian bab tiga Zapin

Universitas Sumatera Utara di Alam Melayu, bab empat Zapin di Era Pra Perang Dunia Kedua; bab

lima Zapin di Dasawarsa 1950an; bab enam Tradisi Zapin Lama dan

Baru; bab tujuh Zapin Kontemporer, dan bab delapan Kesimpulan.

Walaupun disertasi ini mengkaji asal-usul zapin di alam Melayu secara

umum, dan penelitian dilakukan Anis di berbagai tempat, namun

akhirnya fokus perhatian adalah proses kesejarahan perkembangan

zapin di daerah Melayu Johor saja.

2. Mohd Anis Md Nor, dalam bukunya yang berjudul “Zapin Melayu di

Nusantara” yang didalamnya beliau membahas tentang Zapin baik itu

struktur tari, musik, dan sebagainya, yang ada di Nusantara.

3. Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, S.H. (Sultan Serdang atau

Kepala Adat Kesultanan Negeri Serdang) dalam artikelnya

“Zapin/Gambus di Wilayah Kabupaten Deli-Serdang (Sumatera Utara)

yang di dalamnya secara umum menjelaskan asal usul zapin yang ada

di daerah Serdang.

4. Muhammad Takari, di dalam artikelnya “Zapin Melayu dalam

Peradaban Islam: Sejarah, Struktur Musik, dan Lirik” dimana di

dalamnya membahas konsep budaya Islam, difusi budaya Islam,

sampai kepada sejarah zapin di Nusantara.

5. Muhammad Takari dan Heristina Dewi dalam bukunya yang berjudul

Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara yang didalamnya

membahas tentang keberadaan seni pertunjukan dalam kebudayaan

Melayu Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara 6. H. Jose Rizal Firdaus, dalam artikelnya “Zapin di Sumatera Utara.”

Karena latar belakang beliau adalah sebagai penari dan pencipta tari,

maka fokus kajian Jose Rizal Firdaus adalah pada tari zapin.

Mempertegas aspek sejarah, Jose Rizal Firdaus mengatakan bahwa

zapin berasal dari Hadramaut, dan ada yang langsung dan ada pula

yang melalui Gujarat. Gerak tari zapin Melayu yang umum adalah

angkat, tekuk, patah, dan seret. Penampilan zapin biasanya dimulai

dengan tahsim, kemudian gerak alif, gerak pecah, dan di ujung penari

minta tahtum atau minta tahto. Itulah norma pertunjukan zapin yang

umum di Sumatera Utara. Makalah ini bagi penulis memberikan

gambaran dasar bagaimana tari zapin di Sumatera Utara.

7. Muslim dalam artikelnya “Zapin.” Menurutnya zapin adalah salah satu

jenis tari tradisional yang terdapat dan berkembang dalam masyarakat

Melayu, seperti di Riau, Deli, Jambi, Malaysia, dan Brunei. Di Riau

tari ini hidup dan berkembang hampir di sebahagian besar daerah Riau

terutama di kawasan pesisirnya. Beliau ini adalah sarjana dan magister

seni tari yang menyoroti zapin di Riau dari aspek etnokoreologi.

Bagaimanapun tulisan Muslim ini dapat penulis gunakan untuk

menjadi rujukan bagaimana gambaran umum zapin di Riau.

1.5 Landasan Teori

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teori – teori seperti yang diuraikan berikut ini.

Universitas Sumatera Utara (1) Teori evolusi kebudayaan yang dikemukakan oleh Alan P.Merriam

untuk mengkaji sejarah seni pertunjukan zapin, yang pada hakekatnya

dapat melihat perkembangan dan pergeseran kebudayaan.

(2) Teori difusi yang ditawarkan W.H.R Rivers (1864-1922), beliau ialah

seorang dokter yang kemudian tertarik terhadap ilmu antropologi,

rivers mengatakan bahwa apabila seorang peneliti datang kepada suatu

masyarakat, maka sebagian besar bahan keterangannya diperoleh dari

para informan dengan cara metode wawancara dengan mengajukan

pertanyaan mengenai kaum kerabat dan nenek moyang para individu

sebagai pangkal, maka seorang peneliti dapat mengembangkan suatu

wawancara yang luas sekali mengenai berbagai macam peristiwa yang

menyangkut kaum kerabat dan nenek moyang tadi dengan pertanyaan

yang bersifat konkret. Dalam hal ini saya akan melakukan wawancara

terhadap kaum kerabat dan senioran ahli Zapin dalam wilayah budaya

Serdang.

(3) Teori fungsi Malinowski, A. Radcliffe-Brown, dan Talcott Parsons

untuk mengkaji sejauh mana fungsi dan guna Zapin pada masyarakat

Melayu dan struktur masyarakat Melayu dalam wilayah budaya

Serdang, dan menurut Talcot Parsons setiap masyarakat tersusun dari

sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan struktur maupun

berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas dan

salah satu fungsi yang harus dimiliki adalah adaptasi dari budaya Arab

ke ranah budaya Melayu dan setelah mengalami proses diterima

Universitas Sumatera Utara menjadi salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia pada umumnya

dan suku Melayu khususnya.

(4) Teori etnosains untuk mengkaji bagaimana pandangan masyarakat

pendukung terhadap seni pertunjukan zapin itu sendiri, pada dasarnya

teori ini mencoba membuat aturan-aturan mengenai cara berpikir yang

melatarbelakangi suatu kebudayaan berdasarkan analisis logis dari

data-data etnografis yang didapati di lapangan.

(5) Teori Semiotika Ferdinand De Sausurre seorang ahli bahasa dari Swiss

dan Charles Sanders filosof dari Amerika Serikat. Menurut pakar

linguistik, Ferdinand De Sausurre, semiotika adalah kajian mengenai

“kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-

tanda itu. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat

lambang bahasa itu sendiri dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau

signifer yang berhubungan dengan konsep (signifed). Peirce juga

menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dati

dari 3 bagian yang saling berkaitan : (1) respresentatum, (2) pengamat

(interpretant) dan (3) objek. Dalam kajian kesenian kita harus

memperhitungkan peranan seniman pelaku dan penonton sebagai

pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita untuk memahami

proses pertunjukan atau proses penciptaan. Sedangkan secara saintifik,

istilah semiotika berasal dari perkataan Yunani semion. Dalam

kaitannya teori semiotika untuk mengkaji teks lagu zapin, maka

Universitas Sumatera Utara penulis mengutip pendapat van Zoest33. Menurutnya di dalam sebuah

teks terdapat ikon, apabila adanya persamaan suatu tanda tekstual

dengan acuannya. Segalanya mempunyai kemungkinan untuk

dianggap sebagai suatu tanda. Penyusunan kalimat-kalimat dalam

sajak (keteraturan suku kata, pengulangan fonetik, ataupun hanya

wujud satu susunan tipografi tertentu) adalah tanda: penanda “ini

adalah sebuah sajak”. Adanya kalimat yang panjang-panjang adalah

tanda. Banyaknya kata sifat, pergantian vokalisasi dalam sebuah cerita,

panjang pendeknya sebuah teks, semua itu bisa dianggap sebagai

tanda. Semua yang dapat diamati dan diidentifikasikan dapat menjadi

tanda, baik hal yang sangat kecil seperti atom, maupun yang bersifat

kompleks karena terdiri atas sejumlah besar tanda lainnya yang lebih

kecil. Pada kekhasan teks hanya tampak setelah dilakukan analisis

struktural yang mendalam.

(6) Teori weighted scale (bobot tangga nada) untuk mendeskripsikan

struktur musik yang terdapat didalam seni pertunjukan Zapin. Teori ini

penulis kutip dari Malm34. Malm menawarkan 8 unsur melodi yang

akan dianalisis dengan pendekatan etnomusikologi, yaitu:

i. Tangga nada (scale),

ii. Nada dasar (pitch center),

33 Panuti Sudjiman dan Aart Van Zoest (peny.) 1992. Serba-serbi Semiotik. (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), hal., 11. 34 William P. Malm, 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, (Medan : Universitas Sumatera Utara Press, 1993).

Universitas Sumatera Utara iii. Wilayah nada (range),

iv. Jumlah nada-nada (frequency of note),

v. Jumlah interval (prevalent interval),

vi. Pola-pola kadensa (cadence patterns),

vii. Formula melodik (melodic formulas), dan

viii. Kontur (contour).

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode penelitian kualitatif berwujud data yang bersifat konsep atau pengertian abstrak dalam meneliti fakta-fakta sosial dengan fokus utama pada sejarah budaya, fungsi dan strukturnya. Pada dasarnya penelitian kualitatif umumnya ditujukan untuk mempelajari kehidupan kelompok manusia. Namun demikian, penelitian ini juga memerlukan data-data yang bersifat kuantitatif mengacu kepada pernyataan S.

Nasution35 bahwa setiap penelitian baik itu kualitatif ataupun kuantitatif harus direncanakan. Dan untuk itu perlu desain penelitian. Desain penelitian adalah rencana tentang cara pengumpulan dan menganalisa data agar dapat dilakukan secara ekonomis dan serasi dengan tujuan penelitian itu. Dalam desain ini harus dilakukan antara lain:

(a) Populasi sasaran,

(b) Metode sampling,

(c) Besar sampling,

35 S. Nasution, Metode Research. (Bandung: Jemmars, 1982), hal., 29.

Universitas Sumatera Utara (d) Prosedur pengumpulan data,

(e) Cara-cara menganalisis data setelah terkumpul,

(f) Perlu tidaknya menggunakan statistik,

(g) Cara mengambil keputusan,

dan sebagainya.

Edi Sedyawati36 juga mengungkapkan perlunya tahapan-tahapan dalam meneliti seni tari, sebagai berikut :

Penelitian seni tari juga dapat kita bagi kedalam tiga macam atau tahap, yaitu :

(1) Pengumpulan,

(2) Penggolongan, dan

(3) Penganalisaan dan penulisan.

Khusus untuk seni tari, ada satu lagi yang dapat kita sebut sebagai tahap nomor empat, yaitu pengolahan atau pemanggungan.

1.7 Teknik Mengumpulkan dan Menganalisis Data

Dalam hal mengumpulkan data, penulis melakukan kerja lapangan dan kerja laboratorium. Kerja lapangan maksudnya penulis mengambil data-data langsung di lapangan yang bertujuan agar penulis dapat terlibat langsung dengan objek atau kelompok yang akan diteliti. Di dalam kerja lapangan ini penulis membaginya dalam empat bagian, yaitu : observasi, wawancara, rekaman, dan kerja laboratorium.

36 Edi Sedyawati, Aspek-aspek Komunikasi Budaya yang Diekspresikan dalam Tari. Analisis Kebudayaan. (Tahun II) (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984), hal., 116.

Universitas Sumatera Utara Observasi (pengamatan), yaitu penulis mengamati semua kejadian secara langsung, yang bertujuan untuk memperoleh data-data yang tidak didapat melalui wawancara. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti yang terjadi dalam kenyataan.

Wawancara yaitu penulis mengajukan pertanyaan kepada narasumber objek penelitian, dalam hal ini yang dimaksud ialah keluarga Almarhum Singah

Zakaria, yang berdomisili di daerah pasar bengkel, Kecamatan Perbaungan,

Kabupaten Deli Serdang dan Bapak Lay Tami (kepala desa) yang berdomisili di desa Nibung Hangus, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara.

Wawancara ialah untuk memperoleh data-data yang tidak didapatkan melalui observasi seperti konsep-konsep etnosainsnya tentang estetika pada gerakan- gerakan Zapin dan teknis musikalnya. Wawancara yang digunakan adalah wawancara yang sifatnya terfokus yaitu yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak mempunyai struktur tertentu, tetapi terpusat kepada suatu pokok tertentu.

S. Nasution membagi wawancara sebagai berikut37. Berdasarkan fungsinya : (1) diagnostik, (2) terapeutik, (3) penelitian. Berdasarkan jumlah respondennya : (1) individual, (2) kelompok. Berdasarkan lamanya wawancara :

(1) singkat, (2) panjang. Berdasarkan pewawancara dan responden: (1) terbuka, tak berstruktur, bebas, non direktif atau client centered; (2) tertutup, berstruktur.

Dalam melakukan penelitian ini, berdasarkan fungsinya penulis menggunakan jenis wawancara penelitian. Berdasarkan jumlah responden penulis

37 S. Nasution, Metode Research. (Bandung: Jemmars, 1982), hal., 31.

Universitas Sumatera Utara menggunakan wawancara individu dan kelompok. Berdasarkan lamanya penulis menggunakan wawancara panjang. Berdasarkan peranan peneliti dan nara sumber adalah wawancara terbuka, tak berstruktur, bebas dan nondirektif.

Rekaman, untuk dokumentasi wawancara dan audiovisual penulis menggunakan Digital Video Camera Recorder Sony (DCR-TRV285SE) dengan menggunakan kaset SONY Hi8 durasi 120 menit dan kamera digital Canon

(PC1226). Sedangkan kerja laboratorium, semua data yang penulis dapatkan dari studi kepustakaan dan kerja lapangan, diproses dengan cara mengklarifikasikannya sesuai dengan data apa yang penulis perlukan. Kerja laboratorium ini bertujuan untuk mengorganisasikan data-data yang telah diperoleh dan sekaligus mengkoreksi data-data yang belum didapat ataupun yang belum ditanyakan. Laboratorium yang dimaksud disini adalah khas etnomusikologi seperti : handycam, kamera digital, tape rekorder dan sejenisnya.

1.8 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pengertian dalam hal membaca tesis ini, maka penulis membagi tesis ini menjadi 6 bab, yaitu :

BAB I

Dalam bab ini penulis akan berbicara mengenai apa itu kesenian, apa itu

Melayu, dan zapin secara garis besarnya saja.

Kesenian adalah ekspresi kebudayaan manusia dan juga salah satu unsur kebudayaan universal manusia. Selanjutnya Melayu dalam pengertian etnik

Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu kelompok etnik (atau ras) besar di dunia. Ditinjau dari sejarah persebarannya maka Melayu dapat dikategorikan kedalam, Proto Melayu

(Melayu Tua) dan Deutro Melayu (Melayu Muda).

Kemudian yang dimaksud dengan tari adalah salah satu ekspresi budaya yang sangat kaya, tetapi paling sulit untuk dianalisis dan diinterpretasikan.

Mengamati gerak laku sangat mudah, tetapi tidak mengetahui maknanya. Tari dapat diinterpretasikan dalam berbagai tingkat persepsi. untuk memahami maksud yang hendak dikomunikasikan dari sebuah tarian, orang perlu tahu tentang kapan, kenapa, dan oleh siapa tari dilakukan. Zapin menurut penjelasan para informan di kawasan budaya Melayu Serdang adalah tari (tandak). Sedangkan para ilmuwan yang telah meneliti zapin pengertiannya ialah seni pertunjukan tari yang diiringi dengan musik zapin. Jadi dari sini didapatlah pengertian etik dan emik. Pengertian etik itu adalah pandangan orang luar terhadap suatu seni pertunjukan atau budaya, sedangkan emik adalah pandangan orang dalam atau masyarakat pendukung dari suatu kebudayaan itu atau seni pertunjukan itu sendiri. Zapin merupakan salah satu genre dalam seni pentas pertunjukan Melayu yang di dalamnya mencakup musik (rentak atau ritme), tari, serta lagu. Apabila rentak zapin itu didendangkan, maka musik itu dinamakan dengan musik zapin.

Selanjutnya penulis membahas pokok permasalahan di dalam bab ini, adapun permasalahannya antara lain :

1) Bagaimana sejarah zapin Melayu dalam wilayah budaya Serdang?

2) Bagaimana guna dan fungsi zapin Melayu bagi masyarakat Melayu itu

sendiri?

Universitas Sumatera Utara 3) Sejauh apa struktur musik dan tari zapin yang menjadi identitas orang

Melayu?

Selanjutnya yang menjadi tujuan penelitian tulisan ini adalah :

1) Mengkaji kesejarahan seni pertunjukan Zapin Melayu dalam wilayah

budaya Serdang, Sumatera Utara.

2) Mengkaji bagaimana guna dan fungsi tari zapin dalam kebudayaan

masyarakat Melayu di kawasan budaya Serdang.

3) Mengkaji struktur musik, tari, dan teks lagu Zapin Melayu dalam wilayah

budaya Serdang, Sumatera Utara.

Selanjutnya dalam melakukan studi kepustakaan penulis mempelajari literatur yang berkaitan dengan objek pembahasan, antara lain :

1) Mohd Anis Md Nor, dalam bukunya yang berjudul The Zapin Melayu

Dance of Johor: From Village to A National Performance Tradition, yang

ditulis pada tahun 1990, dalam rangka menyelesaikan program

doktoralnya di The University of Michigan, Amerika Serikat.

2) Mohd Anis Md Nor, dalam bukunya yang berjudul “Zapin Melayu di

Nusantara”.

3) Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, S.H. (Sultan Serdang atau Kepala

Adat Kesultanan Negeri Serdang) dalam artikelnya “Zapin/Gambus di

Wilayah Kabupaten Deli-Serdang (Sumatera Utara).

4) Muhammad Takari, di dalam artikelnya “Zapin Melayu dalam Peradaban

Islam: Sejarah, Struktur Musik, dan Lirik”.

Universitas Sumatera Utara 5) Muhammad Takari dan Heristina Dewi dalam bukunya yang berjudul

Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara.

6) H. Jose Rizal Firdaus, dalam artikelnya “Zapin di Sumatera Utara.”.

7) Muslim dalam artikelnya “Zapin.”.

Selanjutnya landasan teori yang penulis gunakan, antara lain :

1) Teori evolusi kebudayaan yang dikemukakan oleh Alan P.Merriam.

2) Teori difusi yang ditawarkan W.H.R Rivers.

3) Teori fungsi Malinowski, A. Radcliffe-Brown, dan Talcott Parsons.

4) Teori etnosains.

5) Teori Semiotika Ferdinand De Sausurre.

6) Teori weighted scale (bobot tangga nada).

Selanjutnya metode penelitian yang akan digunakan penulis adalah metode penelitian kualitatif berwujud data yang bersifat konsep atau pengertian abstrak dalam meneliti fakta-fakta sosial dengan fokus utama pada sejarah budaya, fungsi dan strukturnya. Dan dalam mengumpulkan data, penulis melakukan kerja lapangan dan kerja laboratorium. Di dalam kerja lapangan ini penulis membaginya dalam empat bagian, yaitu : observasi, wawancara, rekaman, dan kerja laboratorium. Sedangkan kerja laboratorium, semua data yang penulis dapatkan dari studi kepustakaan dan kerja lapangan, diproses dengan cara mengklarifikasikannya sesuai dengan data apa yang penulis perlukan.

Universitas Sumatera Utara BAB II

Dalam bab ini penulis akan berbicara mengenai apa itu etnografi, alam

Melayu, dunia Melayu, negara-negara yang berhubungan dengan Melayu itu sendiri seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Pattani Thailand.

Kemudian dilanjutkan dengan Kesultanan yang ada di Sumatera Timur, yang terdiri dari : Kesultanan Deli, Kesultanan Serdang, Kesultanan Asahan., dan

Kesultanan Langkat.

.Yang dimaksud dengan etnografi adalah jenis karya antropologi khusus dan penting yang mengandung bahan-bahan kajian pokok dari pengolahan dan analisis terhadap kebudayaan satu suku bangsa atau kelompok etnik. Oleh karena itu, untuk mengkaji budaya Melayu misalnya, yang mencakup berbagai negara bangsa, maka seorang antropolog boleh saja memilih etnografi masyarakat

Melayu Desa Batang Kuis, atau lebih besar sedikit, masyarakat Melayu

Kabupaten Serdang Bedagai, atau masyarakat Melayu Labuhan Batu, dan seterusnya. Kemudian ada pula istilah yang mirip dengan etnografi, yaitu etnologi.

Arti etnologi berbeda dengan etnografi. Istilah etnologi adalah dipergunakan sebelum munculnya istilah antropologi. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaannya di seluruh dunia, sama maknanya dengan antropologi, yang lebih lazim dipakai dibelakang hari oleh para ilmuwannya atau dalam konteks sejarah ilmu pengetahuan manusia.

Selanjutnya penulis juga akan membatasi masalah dengan pembatasan deskripsi tentang sebuah kebudayaan suku bangsa dalam satu karya etnografi, yang memerlukan metode dalam menentukan asas-asas pembatasan. Selain itu,

Universitas Sumatera Utara dibicarakan juga bagaimana unsur-unsur dalam kebudayaan suatu suku bangsa yang menunjukkan persamaan dengan unsur-unsur sejenis dalam kebudayaan suku-suku bangsa lain. Untuk itu dilakukan perbandingan satu dengan lain. Perlu membuat suatu konsep yang mencakup persamaan unsur-unsur kebudayaan antara suku-suku bangsa menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar lagi. Konsep itu adalah konsep "daerah kebudayaan" atau culture area.

Sebuah "daerah kebudayaan" atau culture area merupakan penggabungan atau penggolongan (yang dilakukan oleh ahli-ahli antropologi) dari suku-suku bangsa yang dalam masing-masing kebudayaannya yang beraneka warna38.

Namun mempunyai beberapa unsur dan ciri mencolok yang serupa. Satu sistem penggolongan daerah kebudayaan sebenarnya adalah suatu sistem klasifikasi yang mengkelaskan beraneka warna suku bangsa yang tersebar di suatu daerah atau benua besar, ke dalam golongan-golongan berdasarkan atas beberapa persaranaan unsur dalam kebudayaannya. Hal ini untuk memudahkan gambaran menyeluruh dalam rangka penelitian analisis atau penelitian komparatif terhadap suku-suku bangsa di daerah atau benua tertentu.

BAB III

Di dalam bab ini penulis akan membahas tentang pengertian sejarah, sejarah zapin dalam wilayah budaya Serdang, konsep kebudayaan dalam Islam, dan zapin di wilayah budaya Serdang.

38 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 271-272.

Universitas Sumatera Utara Menurut salah seorang pakar sejarah yang bernama Garraghan, sejarah itu adalah peristiwa-peristiwa mengenai manusia pada masa lampau ataupun aktifitas pada masa lalu, kemudian rekaman mengenai manusia di masa lampau atau rekaman tentang aktualitas masa lampau, dan yang terakhir adalah proses atau teknik membuat rekaman sejarah. Sedangkan yang dimaksud dengan sains yaitu suatu bentuk kebenaran umum yang mengacu pada suatu bidang telaah dan dibentuk oleh metode yang efektif. Dan selanjutnya dalam konteks ilmu sejarah sebagai sains maka ada 4 hal yang mendukungnya, yaitu: (1) ilmu sejarah memiliki sistematisasi sebagai sebuah disiplin ilmu, baik mencakup susunan, organisasi, dan pengklasifikasian; (2) ilmu sejarah memiliki metode yang efektif, yaitu metode yang bertujuan memecahkan masalah-masalah kesejarahan; (3) ilmu sejarah memiliki bidang telaah atau lingkup kajian tertentu; (4) ilmu sejarah memiliki rumusan dalam mengacu kepada kebenaran umum yang sifatnya rasional39.

Kemudian korelasi pembahasan diatas dengan topik yang penulis buat adalah seni pertunjukan zapin dalam wilayah budaya Serdang ini berasal dari timur tengah (Yaman) melalui jalur laut yang dibawa oleh para Sayid yang mampir ke Nusantara ini dalam rangka perdagangan. Dan ini mutlak diakui baik oleh tokoh zapin yang ada di wilayah budaya Serdang maupun masyarakat pendukungnya.

Selanjutnya pembahasan mengenai konsep kebudayaan dalam pandangan

Islam, sebelumnya penulis akan membahas apa itu budaya, budaya menurut

39 Gilbert J Garraghan, S.J., 1957. A Guide to Historical Method. East Fordham Road, (New York: Fordham University Press, 1957), hal., 38-39.

Universitas Sumatera Utara penulis dapat didefenisikan sebagai hasil karya cipta manusia melalui proses belajar, yang mana pernyataan ini mengacu kepada apa yang dikemukakan

Koentjaraningrat40 (1980) yang mengutip pendapat Claude Kluckhohn, bahwa kebudayaan adalah sebagai seluruh ide, gagasan, dan tindakan manusia dalam rangka memenuhi keperluan hidup sehari-hari, yang diperoleh melalui proses belajar mengajar (learned action).

Kemudian ditinjau secara umum, budaya terdiri dari dua dimensi, yaitu wujud dan isi. Dalam dimensi wujud, budaya terdiri dari tiga unsur, yaitu: (1) wujud dalam bentuk ide atau gagasan, (2) wujud dalam bentuk aktivitas atau kegiatan, dan (3) wujud dalam bentuk benda-benda atau artifak. Ditinjau dari dimensi isi, atau sering disebut tujuh unsur kebudayaan universal, maka kebudayaan terdiri dari tujuh unsur yaitu: (1) sistem religi, (2) bahasa, (3) teknologi dan peralatan hidup, (4) sistem mata pencaharian, (5) sistem organisasi sosial, (6) pendidikan, dan (7) kesenian. Unsur kebudayaan yang terakhir, yaitu kesenian sering juga disinonimkan dengan istilah seni budaya.

Dalam kajian budaya, sering pula dikenal istilah peradaban (sivilisasi), yaitu unsur-unsur kebudayaan yang maju, halus, dan tinggi41. Kata ini, biasa merujuk kepada peradaban-peradaban seperti: Sumeria, Assiria, Indus, Babilonia,

Inca, Oriental, Oksidental, Harappa, Mahenjo-Daro, dan lain-lain. Istilah peradaban itu sendiri merupakan unsur serapan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab yaitu dari akar kata adab. Umumnya pengertian budaya menurut para ilmuwan Barat seperti yang dikemukakan dalam antropologi dan sosiologi, adalah

40 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 180. 41 www.marxists.org/reference/archive/morgan-lewis/ancient-society

Universitas Sumatera Utara bahwa agama atau sistem religi sebagai bagian dari unsur kebudayaan yang sejajar dengan unsur budaya lain. Dalam Islam, agama memiliki dimensi Ilahiyah atau wahyu, dalam dimensi sedemikian rupa tidak termasuk dalam budaya, bahkan budaya wajib berasaskan kepada wahyu. Sebaliknya, kreativitas manusia dalam rangka mengisi budaya dapat dikategorikan sebagai budaya. Yang intinya agama itu tidak termasuk kedalam budaya dalam konsep kepercayaan umat Islam.

Zapin adalah bahagian dari budaya dan kesenian Islam. Dalam Islam, jika dibicarakan istilah kesenian dan budaya, biasanya selalu merujuk kepada kandungan makna pada kata-kata atau istilah yang sejenis, seperti: millah, ummah, tahaqafah, tamadun. Istilah ini digunakan dalam seluruh kurun waktu sepanjang sejarah Islam. Millah artinya adalah agama, syariat, hukum, dan cara beribadah, ummah artinya orang-orang muslim dalam bentuk masyarakat kolektif, tahaqafah artinya adalah pikiran atau akal seseorang itu menjadi tajam, cerdas, atau mempunyai keahlian yang tinggi dalam bidang-bidang tertentu, tamadun artinya peradaban.

Zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "Zafn" yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan khasanah tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah

Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. Jadi kesenian Zapin ini ialah media enkulturasi dakwah Islam. Ensambel musik terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi adalah musik petik (gambus atau ‘ud) dan pembawa ritme yaitu tiga buah alat pukul kecil (maksudnya gendang marwas). Awalnya

Universitas Sumatera Utara ditarikan oleh lelaki, namun setelah berakulturasi dengan budaya Melayu yang ada di Nusantara ini, maka mulailah ditarikan oleh perempuan, ataupun campuran laki-laki dan perempuan. Sementara menurut Anis yang dikutipnya dari Winsted, kata zapin berasal dari bahasa Arab, yang banyak digunakan oleh orang Melayu

Johor. Zapin dalam bahasa Arab ini menurut Wilkinson adalah tarian yang dilakukan dua orang penari laki-laki. Kata turunan zapin yaitu zaffa maknanya adalah sehelai kain yang dibawa oleh pengantin wanita kepada mempelai lelaki dalam prosesi pernikahan. Kemungkinan besar pula istilah zapin ini disesuaikan dengan lidah Melayu sehingga kemungkinan bisa memiliki arti lain. Namun arti- arti itu jika ditelusuri dari bahasa Arab memiliki makna yang dekat, seperti maknanya adalah upacara pernikahan atau menari untuk upacara pernikahan. Kata zapin ini pula tidak dapat dihubungkan dengan kegiatan menari yang bertujuan memperoleh uang yang disebut dengan kegiatan raqasa. Zapin berhubung erat dengan tari yang dipersembahkan pada upacara pernikahan. Dengan demikian, zapin memuat penuh ajaran-ajaran Islam, yaitu memperbolehkan menari di majelis pernikahan (walimatul ursy).

Sedangkan di daerah Serdang sangat populer sejak dahulu seni musik dan tari Islam yang kemudian dianggap sebagai milik orang Melayu karena telah beradaptasi dengan ciri dan jati diri orang Melayu disini. Sudah merupakan suatu kenyataan bahwa seni musik dan tari Islam didapatkan melalui proses pembelajaran baik oral maupun tulisan dari pesantren-pesantren yang ada di wilayah Serdang. Di Serdang selain musik “Barodah” (Hadrah) sejak zaman dahulu telah populer tarian Zapin yang artinya dalam bahasa Arab ialah tarian

Universitas Sumatera Utara yang menghentakkan kaki dengan keras.(wawancara dengan Tengku Luckman

Sinar 28 Desember 2010). Tarian Zapin ini sangat erat hubungannya dengan

Gambus bahkan tarian itu di Serdang dikenal dengan nama tarian Gambus.

Gambus ialah alat musik petik yang mempunyai tiga senar ganda dan satu senar tunggal, yang berasal dari Yaman (Timur Tengah), sedangkan di Zanzibar bernama Gabbus dan si Asia Tengah bernama Kopuz. Menurut cerita Hamzah

Ahmed (Tempo, 29 Desember 1984)42, istilah Zapin muncul pada sekitar abad ke-

6 M, ketika terjadi peperangan dengan orang-orang kafir Mekah, dimana pada waktu itu puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi Muhammad untuk hijrah ke

Madinah, namun Nabi Muhammad menolaknya, sehingga terjadi perdebatan, namun tak lama kemudian Nabi menunjuk Saidina Ali untuk menjadi wali pengasuh puteri Saidina Hamzah, yang kemudian Saidina Ali dengan girangnya menari dengan mengangkat kaki. Begitulah ceritanya menurut Hamzah.

Kemudian hal yang menyatakan bahwasanya Zapin itu berasal dari Arab (Timur

Tengah) adalah pernyataan dari wawancara T. Luckman Sinar, S.H., dengan

Tengku Muzier yakni seorang pemimpin band kelompok musik brass band

Tuanku Sultan Sulaiman yang telah berusia 75 tahun pada tahun 197543. Beliau mengatakan bahwa menurut cerita yang diperolehnya dari orang-orang tua dahulu sewaktu ia masih kanak-kanak, Zapin ini dibawa oleh saudagar-saudagar Arab dari India ke Serdang. Nah pernyataan ini memperkuat seperti yang telah saya

42 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., 28 Desember 2010, “Zapin/Gambus di Wilayah Kabupaten Deli – Serdang (Sumatera Utara)”, makalah Seminar & Bengkel Tari Zapin Nusantara, di Hotel Tiara Convention Center, Medan, hal., 14. 43 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., 28 Desember 2010, “Zapin/Gambus di Wilayah Kabupaten Deli – Serdang (Sumatera Utara)”, makalah Seminar & Bengkel Tari Zapin Nusantara, di Hotel Tiara Convention Center, Medan, hal., 15.

Universitas Sumatera Utara paparkan pada Bab II dalam tulisan ini mengenai Kerajaan Haru, bahwa pendiri dari pada Kerajaan Deli, nenek moyang Sultan Serdang dan Sultan Deli ialah

Tuanku Sri Paduka Gocah Pahlawan berasal dari India.

Di daerah Serdang ini juga ditemukan nama-nama yang ada kaitannya dengan Islam seperti, ada nama kampung di Serdang yang bernama “Firdaus”,

“Bandar Khalipah”, dan sebagainya. Kesenian Zapin di masa Kesultanan

Sulaiman Syariful Alamsyah yang tidak lain adalah pemegang tahta kesultanan

Serdang yang ke-V periode 1866 – 1946, adalah masa keemasan bagi kesenian

Zapin. Di masa inilah setiap tahun oleh Tuanku Sultan Sulaiman diadakan festival

Zapin group-group musik dan penari Zapin/Gambus, dimana para pemenangnya selain diberi hadiah dapat tampil dalam Istana Kota Galuh yaitu Istana Kesultanan

Tuanku Sulaiman, dan juga diangkat sebagai kelompok Zapin dari Istana yang diatur oleh petugas khusus Istana yang bernama Tengku Gambus. Selanjutnya penulis juga melakukan wawancara terhadap Singah bin Zakaria, seorang tokoh

Zapin dari Serdang, namun berhubung beliau sudah meninggal dunia maka penulis mewawancarai keluarga Singah bin Zakaria yang masih hidup yaitu : istrinya yang bernama Dauwiyah binti Alang yang telah berusia 72 tahun.

Almarhum Singah bin Zakaria ini adalah sorang polisi dulunya.

Beliau lahir pada tanggal 01 Februari 1922 dan meninggal sekitar tahun

2000, dan dikuburkan di belakang Mesjid Istiqamal, Perbaungan. Beliau ini dulunya bertugas sebagai polisi merangkap guru, penari, dan yang terakhir diangkat sebagai Penghulu atau Kepala desa di daerah Perbaungan. Beliau pensiun dari polisi sekitar tahun 1968-1969 dan kemudian diangkat sebagai

Universitas Sumatera Utara penghulu sampai tahun 1985. Sedangkan istrinya bekerja sebagai perawat dan merangkap penyanyi Zapin. Almarhum Singah bin Zakaria ini mempunyai delapan orang anak yang bernama: (1) Charul Bakti bin Singah bin Zakaria, (2)

Ridwan Bakti bin Singah bin Zakaria; (3) Edi Anwar Bakti bin Singah bin

Zakaria; (4) Yuspita binti Singah bin Zakaria (Almarhum); (5) Muhammad Zen bin Singah bin Zakaria; (6) Khaidir bin Singah bin Zakaria; (7) Mak Bob bin

Singah bin Zakaria; (8) Ilham bin Singah bin Zakaria

Ibu Dauwiyah ini bercerita bahwa suaminya ini belajar Zapin dari Ayah dari ibu Dauwiyah itu sendiri yang tidak lain adalah mertua almarhum Singah bin

Zakaria. yakni Datuk Alang atau dinamakan juga Wak Alang yang pada masa

Kesultanan Tuanku Sulaiman, Raja Serdang yang ke-V, bekerja sebagai tukang pangkas Istana. Datuk Alang ini pandai menari dan bermusik Zapin dan kemudian mengajari menantunya berZapin. Begitulah ceritanya maka Almarhum Singah bin

Zakaria ini menjadi tokoh Zapin di Serdang. Kemudian anak-anaknya yang juga sebagai penari Zapin di wilayah pasar bengkel, Perbaungan, yakni : Chairul Bakti bin Singah bin Zakaria dan Edi Anwar Bakti. Mereka ini tergabung kedalam komunitas seni Zapin dari bengkel yang mempunyai anggota, antara lain bernama:

(1) Nasri Effhaz bin A. Saari alias bang Cici (pemain Gambus); (2) H. Abubakar

(pemain biola); (3) Rizky Faisal (pemain marwas); (4) Hendra Irawan (pemain marwas); (5) Heru Winarto (pemain gendang), dan (6) Hilmi Nazla (pemain marwas).

Kemudian pernyataan ini diperkuat lagi dengan ibu Dauwiyah (wawancara

11 Juni 2011) yang merupakan isteri Alamrhum Singah bin Zakaria bahwa zapin

Universitas Sumatera Utara yang ada di Kesultanan Serdang datang langsung dari Tanah Arab. Ibu Dauwiyah juga bercerita bahwa dulu ada seorang Melayu keturunan Jawa pergi ke Tanah

Suci Mekah di abad ke-19 belajar ilmu agama dan seni termasuk zapin dari sana dan kemudian mengembangkannya di Serdang. Tokoh itu bernama Haji Razali.

Namun Beliau ini hanyalah rakyat biasa dan tidak termasuk ke dalam kelompok kesenian Zapin Istana. Dan kemudian ketika ibu Dauwiyah ini pergi naik Haji ke

Mekah pada tahun 1994, ibu ini bertemu dengan cucu dari Haji Razali yang berada dan berdomisili di Mekah. Bahkan pendapat Almarhum Singah bin Zakaria tentang seni zapin ini dikutip oleh Mohd Anis Md Noor44 sebagai berikut.

Kami menari untuk Tuanku sekurang-kurangnya dua kali sebulan. Tuanku suka sekali sama Gambus. Ada tempat seperti kotak di hadapan singgasana, dari Kepala Gajah. Tuanku mau melihat semua pemain: Wak Pian, Alang, Ja’apar Buta, Noh, Mail semuanya peningkah. Tengku Tobo, pemusik semua duduk di muka. Kami harus di samping, tidak dibenarkan seorang pun memberi belakang kepada penonton. Kotak tempat kami bermain itu dipagar keliling dan diikat sama kain kuning. Itu satu penghormatan menari di muka Tuanku, tapi kami ngeri. Tuanku kuat disiplin. Kami terpaksa kerja keras. Kalau saja kami juara satu dalam pertandingan, Tuanku mengadakan perayaan selama dua hari dua malam. Kami makan roti jala, kari, dan meronggeng. Hebat waktu itu.

Demikian penjelasan Almarhum Singah bin Zakaria mengenai sedikit memorinya sebagai penari zapin yang menari di muka Sultan Serdang saat itu.

Tampak dari penjelasannya bahwa Sultan Serdang sangat gemar dengan kesenian.

Selain itu menurut Yose Rizal Firdaus (wawancara 28 Desember 2010) bahwa Zapin adalah genre kesenian Melayu yang berasal dari Jazirah Arab yang

44 Mohd Anis Md Nor, “The Zafin Melayu Dance of Johor: From Village to A National Performance Tradition.” disertasi doctoral. Michigan: The University of Michigan, 1990, hal., 90.

Universitas Sumatera Utara masuk ke wilayah Nusantara bersamaan dengan berkembangnya agama Islam di

Nusantara ini. Menurut beliau ini ada dua jenis zapin yang ada di Nusantara ini, yaitu : zapin yang langsung datang dari Yaman atau Hadralmaut yang dikenal dengan sebutan zapin Arab atau Sarah atau Hadralmaut, dengan ciri-ciri sebagai berikut, gerakannya sangat dominan pada gerakan kaki, dinamis, cenderung maju, mundur, dan berputar, mengikuti irama dari ritem gendang. Irama musiknya cepat atau kencang. Syairnya berisi tentang riwayat Rasulullah. Penari dan pemusiknya laki-laki. Repertoar lagu umumnya berbahasa Arab. Sedangkan yang kedua datang dari Arab tetapi tidak langsung ke Nusantara, melainkan melalui India oleh para pedagang dan pelaut Gujarat, baru ke Nusantara. Ciri-ciri zapin yang kedua ini adalah gerakan tarinya dipengaruhi gerakan-gerakan dari India serta bercampur dengan gerakan yang ada di daerah dimana tari tersebut masuk. Sudah ada gerakan tangan meskipun lebih dominan gerakan kaki. Lagu iringannya sudah berbahasa Melayu tetapi syairnya tetap berisi tentang riwayat Rasulullah. Bentuk yang kedua ini disebut dengan zapin Melayu.

Jadi jelas dari beberapa paparan diatas mengenai silsilah daripada zapin yang ada di wilayah budaya Serdang adalah dari Arab (Yaman), Timur Tengah, dan penulis sangat menyetujuinya.

BAB IV

Pada bab ini penulis akan membahas tentang pengertian fungsi dan guna dari para ilmuwan, penggunaan zapin, dan fungsinya.

Universitas Sumatera Utara Pengertian fungsi dan guna dari ilmuwan antara lain, menurut Lorimer et al.45, teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang digunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan kepada kebergantungan institusi dengan kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar.

Dalam masyarakat yang lebih sederhana, masyarakat tribal, penyertaan dalam upacara keagamaan berfungsi untuk mendukung kesatuan sosial dalam kelompok manusia yang berhubungan kekerabatannya. Sebagai contoh, masyarakat Melayu di wilayah budaya Serdang, agama dan pihak kesultanan mendukung nilai-nilai seni yang ada pada kesenian zapin difungsikan untuk mendukung kegiatan politik kesultanan, hajatan perkawinan, dakwah agama, proses sunatan, dan sebagainya.

Kemudian Dalam membicarakan fungsi dan guna zapin penulis tidak terlepas dari

2 pakar fungsionalisme yaitu, dalam bidang sosiologi ada Talcott Parson dan

Robert Merton, kemudian dalam disiplin antropologi ada Malinowski dan

Radcliffe-Brown yang dipandang sebagai pendiri teori fungsionalisme, maka dalam etnomusikologi ada seorang tokoh fungsionalisme yang sangat penting, dan menjadi rujukan utama jika mengkaji fungsi musik (kesenian atau kebudayaan) dalam konteks masyarakat pendukungnya. Dia adalah Alan P. Merriam, etnomusikolog dari Amerika Serikat.

45 Lawrence T. Lorimer et al., 1991, Grolier Encyclopedia of Knowledge (vol 1-20). Danburry, Connecticut: Grolier Inc.hal., 112-113, dalam Ben.M.Pasaribu, “Arkeomusikologi”, Balai Arkeologi Medan, 2008, hal., 64-64.

Universitas Sumatera Utara Malinowski46 membedakan fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi, yaitu: (1) fungsi sosial dari suatu adat, institusi sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau kesannya terhadap adat, prilaku manusia dan institusi sosial yang lain dalam masyarakat; (2) fungsi sosial dari suatu adat, institusi sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau kesannya terhadap keperluan suatu adat atau institusi lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang terlibat; dan (3) fungsi sosial dari suatu adat atau institusi sosial pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau kesannya terhadap keperluan mutlak untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial tertentu.

Selanjutnya malinowski juga menggagas suatu teori baru yang bernama teori belajar, atau learning theory, teori inilah yang memberi dasar pasti bagi pemikirannya terhadap hubungan-hubungan berfungsi dari unsur-unsur sebuah kebudayaan. Seperti yang publik telah ketahui, ketika Malinowski awal kali menulis karangan-karangannya tentang pelbagai aspek masyarakat Trobiand sebagai satu kesatuan, dia tidak sengaja mengenalkan pandangan yang baru dalam ilmu antropologi. Namun reaksi dari kalangan ilmu itu memberinya dorongan untuk mengembangkan suatu teori tentang fungsi dari unsur-unsur kebudayaan manusia. Oleh karena itu, dengan menggunakan learning theory sebagai dasarnya,

Malinowski mengembangkan teori fungsionalismenya, yang baru terbit sesudah ia meninggal dunia. Bukunya bertajuk A Scientific Theory of Culture and Other

Essays. Dalam buku ini Malinowski mengembangkan teori tentang fungsi unsur-

46 Malinowski, “Teori Fungsional dan Struktural,” dalam Sejarah Teori Antroplologi I Koentjaraningrat (ed.), (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1987). hal., 167.

Universitas Sumatera Utara unsur kebudayaan yang sangat kompleks47. Namun inti dari teori itu adalah pendirian bahwa segala kegiatan kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan satu rangkaian kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur kebudayaan, terjadi karena manusia ingin memuaskan keperluan nalurinya akan keindahan. Nah inti daripada pemikiran pemikiran Malinowski ini adalah aspek prilaku sosial yang berkembang adalah untuk memuaskan keinginan individu. Jadi dalam kaitannya dengan tulisan saya ini, di dalam zapin ini terdapat aspek keindahan, terutama gerakan tarinya, jadi pada dasarnya masyarakat Melayu berzapin untuk memuaskan keinginannya akan menari, selain ingin dapat tampil di hadapan Raja pada waktu dulunya (dalam hal ini merupakan suatu kebanggaan jika dapat tampil di dalam Istana), sampai pada kebutuhan untuk perhelatan perkawinan, sunat rasul, dakwah, dan sebagainya, dalam masyarakat Melayu wilayah budaya Serdang khususnya.

Sedangkan Arthur Reginald Radcliffe-Brown48 merasa bahwa pelbagai aspek prilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan keinginan individual, tetapi justru timbul untuk mempertahankan struktur sosial masyarakat.

Struktur sosial sebuah masyarakat adalah keseluruhan jaringan dari hubungan- hubungan sosial yang ada. Jadi kaitannya pada tulisan saya ini adalah dengan diadakannya zapin pada perhelatan perkawinan, sunat rasul, dakwah, dan

47 Malinowski, “Teori Fungsional dan Struktural,” dalam Sejarah Teori Antroplologi I Koentjaraningrat (ed.), (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1987). hal., 171. 48 Radcliffe-Brown, “Teori Fungsional dan Struktural,” dalam Sejarah Teori Antroplologi I Koentjaraningrat (ed.), (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1987). hal., 180-183.

Universitas Sumatera Utara sebagainya, adalah untuk mempererat dan menjaga kesatuan sistem kekerabatan pada masyarakat Melayu dalam wilayah budaya Serdang khususnya.

Selanjutnya penulis juga menggunakan teori fungsi Talcott Parsons. Ia melahirkan teori fungsional tentang perubahan. Komponen utama pemikiran

Parsons adalah adanya proses diferensiasi. Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekelompok subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya.

Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan. Bahasan tentang struktural fungsional Parsons49 ini akan diawali dengan empat fungsi yang penting untuk semua sistem tindakan.

Suatu fungsi adalah kelompok kegiatan yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Parsons menyampaikan empat fungsi yang harus dimiliki oleh sebuah sistem agar mampu bertahan, yaitu:

1. Adaptasi, sebuah sistem harus mampu menanggulangi situasi eksternal

yang gawat. Sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

2. Pencapaian, sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan

utamanya.

49 www.wikipedia.org

Universitas Sumatera Utara 3. Integrasi, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang

menjadi komponennya. Sistem juga harus dapat mengelola hubungan

antara ketiga fungsi penting lainnya.

4. Pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan

memperbaiki motivasi individual maupun pola-pola kultural yang

menciptakan dan menopang motivasi.

Kaitannya dalam tulisan saya ini adalah dalam hal adaptasi, zapin yang berasal dari Arab (Yaman) telah beradaptasi ketika sampai di Nusantara ini, sesuai dengan di wilayah mana ia masuk. Kemudian zapin juga terintegrasi dengan baik pada masyarakat Melayu di Dunia Melayu maupun dalam wilayah budaya

Serdang khususnya.

Dan yang terakhir penulis ingin paparkan ialah Alan P. Merriam yaitu, etnomusikolog dari Amerika Serikat, dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktek yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian dari pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya

Universitas Sumatera Utara dengan aktivitas-aktivitas lain50. Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut,

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a perticular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves.

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagiannya. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seseorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu dapat dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia—[yaitu untuk memenuhi keinginan biologis bercinta, kawin dan berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia]. Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut berhubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual dan kegiatan-kegiatan upacara.

50 Allan. P Merriam, The Anthropology of Music. (Chicago Nortwestern University, 1964), hal., 210.

Universitas Sumatera Utara “Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, selaras dengan Merriam, menurut penulis penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.

Dari kerangka berpikir di atas, selanjutnya Merriam mendeskripsikan bahwa sampai tahun 1964, penelitian yang dilakukan para etnomusikolog tentang fungsi musik dalam kehidupan masyarakat, memperlihatkan adanya 10 fungsi.

Kesepuluh fungsi musik itu adalah51: (1) sebagai pengungkapan emosional, (2) sebagai penghayatan estetika, (3) sebagai hiburan, (4) sebagai komunikasi, (5) sebagai perlambangan, (6) sebagai reaksi jasmani, (7) sebagai yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (8) sebagai pengabsahan lembaga sosial dan upacara agama, (9) sebagai kesinambungan kebudayaan, dan (10) sebagai pengintegrasian masyarakat. Merriam menyatakan bahwa fungsi musik termasuk genre musik mungkin kurang dari sepuluh fungsinya atau boleh saja meluas lebih dari sepuluh fungsi tersebut.

Penggunaan lagu dan tari zapin di kawasan Serdang Sumatera Utara mencakup berbagai aktivias seperti: memeriahkan suasana pesta pernikahan, memeriahkan suasana pesta khitanan, festival-festival budaya, untuk mengiringi acara-acara peresmian, dan lain-lain.

51 Allan. P Merriam, The Anthropology of Music. (Chicago Nortwestern University, 1964), hal., 219-226.

Universitas Sumatera Utara Sedangkan seni zapin Melayu ini juga memiliki fungsi dalam konteks sosial dan budaya. Lagu dan tari zapin dalam budaya Melayu Serdang ini hidup karena fungsi-fungsi sosial, antara lain : (a) integrasi sosiobudaya, (b) kelestarian dan stabilitas budaya, (c) pendidikan, (d) hiburan, (e) mengabsahkan berbagai ibadah dan upacara keagamaan Islam, (f) sebagai sarana dakwah Islam, (g) sebagai sarana komunikasi, (h) sebagai pencerminan spiritualitas Islam, (i) sebagai pendukung mata pencaharian dan lain-lainnya.

BAB V

Didalam bab ini penulis akan membahas tentang struktur teks lagu-lagu

Zapin, tari, dan musik Zapin. Yang dimaksud dengan terminologi struktur dalam tesis ini adalah suatu bangunan seni (yang di dalamnya terdiri dari teks, tari, dan musik) yang terdiri dari bahagian-bahagian yang lebih kecil, yang membentuk satu kesatuan. Struktur seni ini diwujudkan dalam dimensi waktu dan ruang.

Struktur teks, tari, dan musik zapin saling menjalin menjadi sebuah pertunjukan seni yang memiliki identitas dan ciri khas tersendiri.

Dalam konteks budaya Melayu istilah zapin mengandung pengertian satu genre seni yang di dalamnya mencakup: (a) teks, (b) tari, (c) musik, yang berakar dari peradaban Yaman di Asia Barat, dan mengandung nilai-nilai ajaran Islam.

Unsur teks zapin, dalam kebudayaan Melayu terdiri dari bahasa Arab, bahasa campuran Melayu dan Arab, dan bahasa Melayu sendiri. Teks ini disusun ada yang berdasarkan pantun atau baris-baris teks bebas yang mendukung temanya.

Teks zapin bagaimanapun dapat dikelompokkan kepada jenis lagu, karena

Universitas Sumatera Utara mengikuti melodi yang ada. Teks ini ada yang disampaikan secara eksplisit, namun tidak jarang pula yang disampaikan secara implisit. Teks-teks lagu zapin memiliki makna-makna kebudayaan, yang hanya dapat dipahami berdasarkan pengalaman empiris budaya, terutama budaya Melayu.

Untuk tari zapin, gerak-gerak yang digunakan sepenuhnya berakar dari kosa gerak tarian Melayu. Struktur gerak ini mengikuti rentaknya yang biasa dilakukan dalam siklus hitungan empat sebagaimana musiknya. Tari zapin ini biasanya dalam persembahan terdiri dari bahagian pembuka, isi, dan penutupnya. Tari zapin di

Serdang gerakan-gerakannya merupakan imitasi alam seperti gerak nelayan di laut, atau orang sedang bercocok tanam di lahan pertanian, atau menirukan flora dan fauna di sekelilingnya. Bagaimanapun gerak-gerak tari zapin ini memiliki makna-makna eksplisit maupun implisit.

Di lain sisi, musik zapin terdiri dari unsur-unsurnya seperti instrumentasi dengan menggunakan alat-alat musik tertentu di dalam kebudayaan Melayu.

Selain itu musik ini disusun oleh dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang terdiri dari tangga nada, wilayah nada, nada-nada dasar, interval, formula melodi, pola- pola kadensa, kontur, dan lain-lainnya. Sementara di sisi lain dimensi waktu disusun oleh pola ritme, birama atau meter, cepat lambatnya musik atau tempo, kuat lembutnya ketukan atau aksentuasi, siklus ritme, motif ritme, dan pola ritme, dan hal-hal sejenisnya. Tiga besaran inilah yang akan penulis uraikan dalam bab ini. Lagu-lagu zapin di kawasan Serdang yang dipraktekkan oleh para senimannya umumnya menggunakan teks-teks bahasa Melayu. Ada juga sedikit yang menggunakan bahasa Arab, atau campuran bahasa Melayu dan Arab. Lagu-lagu

Universitas Sumatera Utara ini memiliki berbagai tema, tetapi umumnya adalah filsafat-filsafat Melayu dan

Islam, seperti bagaimana menjalani hidup, pujian kepada Allah dan Nabi, hubungan antara sesama manusia, cinta yang universal yang perlu dibina, dan lain-lainnya. Intinya adalah mencerminkan pandangan hidup manusia Melayu di bawah bimbingan ajaran Ilahi.

Dalam menampilkan lagu-lagu zapin Melayu biasanya menggunakan lirik.

Tapi dalam sesuatu hal bisa saja hanya untuk mengiringi tarian, dan liriknya tidak dinyanyikan, atau disebut juga dengan instrumentalia (hanya bunyi musiknya saja). Sejauh pengamatan penulis, lirik yang digunakan dalam lagu-lagu zapin mengacu kepada pantun atau ada unsur-unsur pantun di dalamnya. Lagu-lagu zapin Melayu adalah lebih mengutamakan garapan teks dibandingkan garapan melodi atau instrumentasinya. Hal ini dapat dilihat dari garapan teks yang terus menerus berubah, sedangkan melodinya sama atau hampir sama. Dengan demikian musik Melayu ini dapat dikategorikan sebagai musik logogenik.

Teksnya berdasar kepada pantun empat baris, kuatrin, yang terdiri dari dua baris sampiran dan dua baris isi. Kecenderungan mempergunakan ulangan-ulangan apakah itu sampiran atau isinya.

Selanjutnya konsep tari dalam budaya Melayu biasanya diungkapkan melalui beberapa istilah yang mengandung makna denotasi atau konotasi tertentu.

Menurut Sheppard, konsep tentang tari dalam budaya Melayu, diwakili oleh empat terminologi yang memiliki arti yang bernuansa, seperti yang diuraikannya berikut ini.

There are four different words meaning ‘dance’ in the : Tandak emphasizes the dancer’s steps, Igal means

Universitas Sumatera Utara posturing or dancing with emphasis on body movement, Liok is applied to low bending and swaying of the body, and Tari describes dancing in which the graceful movement of arms, hands, and fingers plays the chief part. The Malays attach so much importance to the fourth of these that Tari is always used to mean the Malay style of dancing52.

Dari pernyataan Sheppard di atas, terlihat dengan jelas bahwa konsep tari dalam kebudayaan Melayu, yang diwakili oleh istilah-istilah tandak, igal, liok, dan tari, perbedaan maknanya ditentukan oleh dua faktor, yaitu: (1) penekanan gerak

yang dilakukan anggota tubuh penari dan (2) tekniknya. Tandak selalu dihubungkaitkan dengan gerakan langkah yang dilakukan oleh kaki; igal gerakan

yang secara umum dilakukan oleh tubuh (terutama pinggul); liok atau liuk teknik menggerakkan badan ke bawah dan biasanya sambil miring ke kiri atau ke kanan, gerakan ini sering juga disebut dengan melayah; dan tari selalu dikaitkan dengan gerakan tangan, lengan, dan jari jemari dengan teknik lemah gemulai.

Selaras dengan pendapat Sheppard yang banyak mengkaji keberadaan tari di Semenanjung Malaysia, maka Tengku Lah Husni53 dari Sumatera Utara, mengemukakan bahwa secara taksonomis, tari Melayu Pesisir Timur Sumatera

Utara, dapat diklasifikasikan ke dalam tiga konsep gerak, yaitu: (1) tari, merupakan gerak yang dilakukan oleh lengan dan jari tangan; (2) tandak, yaitu gerak yang dilakukan oleh wajah, leher, lengan, jari tangan, dan kaki; dan

(3) lenggang yang berupa gerakan lenggok atau liuk pinggang dan badan yang disertai ayunan tangan dan jari.

52 Mubin Sheppard, Taman Indera: Malay Decorative Arts and Pastimes. (London: Oxford University Press, 1972), hal., 82. 53 Tengku Lah Husni, 1985. “Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu.” Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, di Medan. hal., 84.

Universitas Sumatera Utara Menurut Goldsworthy54 tari-tarian Melayu didasarkan kepada adat- istiadat, dan dibatasi oleh pantangan adat. Para penari perempuan disarankan untuk menjaga kehormatan dan harga dirinya. Mereka tidak diperkenankan mengangkat tangan melebihi bahunya, dan tidak diperkenankan menampakkan giginya pada saat menari. Mereka tidak boleh menggoyang-goyangkan pinggulnya, kecuali dalam pertunjukan . Para penari wanita sebahagian besar mengutamakan sopan-santun, tidak menantang pandangan penari mitra prianya.

Penari wanita mengekspresikan sikap jinak-jinak merpati atau malu-malu kucing. Penari wanita gerakan-gerakannya menghindari penari pria.

Dengan melihat konsep-konsep tentang tari dalam budaya Melayu seperti tersebut di atas, maka ditemui berbagai persamaan dan perbedaan. Konsep tari yang dikemukakan Sheppard sama dengan yang dikemukakan Husny. Lenggang yang dikemukakan Husny pengertiannya mencakup igal dan liuk yang dikemukakan oleh Sheppard. Tandak yang dikemukakan Husny pengertiannya lebih luas dari yang dikemukakan Sheppard, mencakup gerak wajah, leher, lengan, jari tangan, dan kaki. Namun demikian, dari kedua pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam budaya tari Melayu dikenal beberapa konsep tentang tari yang maknanya menekankan pada gerakan anggota tubuh tertentu seperti teknik gerak. Konsep-konsep tari seperti itu dipergunakan juga dalam ronggeng Melayu. Misalnya gerak tari pada ronggeng, maknanya menekankan kepada gerakan lengan, tangan, dan jari-jari tangan. Gerak tandak berarti

54 David J. Goldsworthy, “Melayu Music of North Sumatra: Continuities and Changes.” Canberra: Monash University. Disertasi Doktoral, 1979, hal., 343.

Universitas Sumatera Utara menekankan kepada gerakan kaki terutama sering dikaitkan dengan tari lagu dua yang memang mengutamakan gerakan kaki. Begitu juga dengan liuk yang berarti melayahkan badan ke bawah pada saat antara penari ronggeng bertukar posisi.

Demikian pula untuk tari-tari yang lain seperti Serampang Dua Belas, Mak Inang

Pulau Kampai, Zapin Kasih dan Budi, Zapin Bulan Mengambang, dan lain- lainnya.

Dalam tari zapin, ada berbagai aspek yang hendak dikomunikasikan. Tari zapin umumnya terdiri dari tiga fase, yaitu: (a) pembuka yang terdiri dari sembah

(sembah duduk, berdiri langkah sebelah, dan langkah belakang); (b) isi yang terdiri daripada gerak ragam (ragam satu, ragam dua, ragam tiga, ragam empat, ragam lima, ragam enam, ragam langkah belakang, ragam siku keluang; gerak anak (anak ayam, anak ikan, buang anak); gerak lompat (lompat kecil, pisau belanak, pisau belanak kecil, pisau belanak besar); gerak pecah (pecah dua, pecah empat, pecah enam, pecah lapan, pecah sepuluh, pecah dua belas); dan (c) bagain variasi, yaitu tahto dan tahtim. Adapun yang hendak dikomunikasikan dalam tari zapin ini adalah bahwa siapapun yang hendak melakukan persembahan mestilah memberi hormat kepada penonton sesuai dengan panduan budaya Melayu.

Kemudian dalam persembahan para pemain terikat oleh norma-norma tarian yang digariskan oleh adat dan budaya Melayu. Namun selain itu sebagai manusia kita juga perlu mengekspresikan kebebasan yang sopan, yang diberikan saat tahtim dan tahto (tahtum). Di ujung persembahan musik memainkan bahagian tahtim atau tahto sebagai coda persembahan. Suara gendang dalam densitas kuat atau

Universitas Sumatera Utara senting. Kemudian berakhirlah persembahan satu repertoar tari dan musik zapin tersebut. Ini pola umum pertunjukan zapin di Alam Melayu.

Dalam kebudayaan musik Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara, alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi idiofon adalah: tetawak, gong, canang, calempong, ceracap (kesi), dan gambang. Alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi membranofon adalah: gendang ronggeng, gendang rebana (hadrah, taar), kompang, gendang silat (gendang dua muka), gedombak, tabla, dan baya.

Alat-alat musik kordofon di antaranya adalah: ‘ud, gambus, biola, dan rebab.

Alat-alat musik aerofon di antaranya adalah: akordion, bangsi, seruling, nafiri, dan puput batang padi.

Dari keberadaan alat-alat musik yang dipergunakan, kita dapat melihat bahwa etnik Melayu mempunyai alat-alat musik yang berciri khas dari alur utama kebudayaannya dan juga menyerap musik luar dengan tapisan budaya.

Transformasi yang terjadi adalah untuk pengkayaan khasanah. Keberadaan alat- alat musik tersebut juga mengalami proses kesejarahan. Misalnya alat musik pra-

Islam contohnya adalah gong, tetawak, dan gendang ronggeng. Kemudian selepas masuknya Islam mereka juga menyerap alat-alat musik khas Islam seperti ‘ud dan gedombak (darabuka). Kemudian dengan masuknya Portugis, Inggris, dan

Belanda, mereka menyerap alat musik akordion dan biola. Kemudian diteruskan dengan mengambil alat musik saksofon, klarinet, trumpet, drum trap set, gitar akustik, gitar elektronik, dan yang terkini adalah keyboard.

Walaupun mempergunakan alat musik dari budaya luar, namun struktur musiknya khas garapan Melayu. Selain itu, musik dari luar ini dianggap menjadi

Universitas Sumatera Utara bagian dari musik tradisi Melayu. Dari keadaan ini tampaklah bahwa proses transformasi sosiobudaya musik mengikuti sejarah budaya seperti yang telah diuraikan dia atas.

Ensambel musik zapin yang terdapat di wilayah budaya Melayu Serdang biasanya menggunakan: (a) satu buah gambus atau ‘ud (yang lebih sering adalah gambus); (b) satu buah akordon atau harmonium; (c) satu buah biola; (d) empat sampai tujuh buah gendang marwas; (e) satu atau dua buah gendang ronggeng.

Alat-alat musik inilah yang menjadi musik khas zapin di kawasan Serdang.

Seiring bergulirnya waktu, dan terjadi modernisasi ada juga di antara kelompok- kelompok zapin di Serdang yang menggunakan alat musik keyboard yang diprogram untuk iringan tarian zapin.

Dari alat-alat musik di atas, peran utama alat-alat musik dapat dikelompokkan ke dalam dua bahagian yaitu alat musik pembawa melodi dan alat musik pembawa ritme atau rentak. Yang paling menonjol pembawa melodi adalah gambus dan yang paling menonjol membawakan ritme adalah alat musik marwas.

Tekstur yang dihasilkan oleh musik zapin di kawasan Serdang adalah heterofoni, yaitu masing-masing alat pembawa melodi dan kadang disertai vokal membentuk jalinan melodi yang hampir sama garis dasarnya namun dengan menggunakan variasi-variasi individual dan kemampuan virtuoso para pemainnya, yang memperkaya garapan melodis. Ekspresi spontanitas dalam melakukan hiasan melodi ini juga menjadi bahagian penting dalam menghasilkan heterofoni tersebut.

Universitas Sumatera Utara Jadi pada akhirnya hubungan musik dengan tari adalah sama-sama menggunakan meter empat. Siklus hitungan empat ini, ditambah dengan pola ritme dan gerak tari muncul dalam pertunjukan zapin. Sejauh pengamatan penulis rentak zapin dan gerak dasar zapin inilah yang menjadi ciri utama kenapa seni pertunjukan Islam ini disebut dengan zapin.

Khusus untuk rentak zapin dalam gendang, secara garis besar menggunakan dua onomatope yaitu tung dan tak. Tung dipukul agak ke tengah gendang, sedangkan tak dipukul di bahagian tepi membran gendang.

BAB VI

Didalam bab ini adalah bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran atas penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara BAB II

ETNOGRAFI DELI SERDANG DALAM KONTEKS DUNIA MELAYU

DAN SUMATERA UTARA, INDONESIA

2.1 Seputar Etnografi dan Wilayah Budaya

Deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan isi dari sebuah karangan etnografi55. Namun karena ada suku bangsa yang besar sekali, yang terdiri dari berjuta-juta penduduk (seperti suku bangsa Jawa), maka ahli antropologi yang mengarang sebuah etnografi sudah tentu tak dapat mencakup keseluruhan hal etnografis suku bangsa besar itu dalam deskripsinya.

Maka biasanya ia hanya melukiskan sebahagian dari kebudayaan suku bangsa itu.

Etnografi tentang kebudayaan Jawa misalnya hanya akan terbatas kepada kebudayaan Jawa dalam suatu desa atau beberapa desa tertentu. Atau kebudayaan

Jawa dalam suatu daerah dialek dan sosiolek Jawa yang tertentu (Pesisiran,

Kasultanan, atau Kasunanan), kebudayaan Jawa dalam suatu kabupaten tertentu,

55 Etnografi berasal dari istilah ethnic yang arti harfiahnya suku bangsa dan graphein yang artinya mengambarkan atau mendeskripsikan. Etnografi adalah jenis karya antropologis khusus dan penting yang mengandung bahan-bahan kajian pokok dari pengolahan dan analisis terhadap kebdayaan satu suku bangsa atau kelompok etnik. Oleh karena di dunia ini ada suku-suku bangsa yang jumlahnya relatif kecil, dengan hanya beberapa ratus ribu warga, dan ada pula kelompok etnik yang berjumlah relatif besar, berjuta-juta jiwa, maka seorang antropolog yang membuat karya etnografi tidak dapat mengkaji keseluruhan aspek budaya suku bangsa yang besar ini. Oleh karena itu, untuk mengkaji budaya Melayu misalnya, yang mencakup berbagai negara bangsa, maka seorang antropolog boleh saja memilih etnografi masyarakat Melayu Desa Batang Kuis, atau lebih besar sedikit, masyarakat Melayu Kabupaten Serdang Bedagai, atau masyarakat Melayu Labuhan Batu, dan seterusnya. Ada pula istilah yang mirip dengan etnografi, yaitu etnologi. Arti etnologi berbeda dengan etnografi. Istilah etnologi adalah dipergunakan sebelum munculnya istilah antropologi. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaannya di seluruh dunia, sama maknanya dengan antropologi, yang lebih lazim dipakai belakang hari oleh para ilmuwannya atau dalam konteks sejarah ilmu pengetahuan manusia.

Universitas Sumatera Utara kebudayaan Jawa di pegunungan atau kebudayaan Jawa di pantai, atau kebudayaan Jawa dalam suatu lapisan sosial tertentu.

Selain mengenai besar-kecilnya jumlah penduduk dalam kesatuan masyarakat suku bangsa, seorang ilmuwan antropologi tentu juga menghadapi soal perbedaan asas dan kompleksitas dari unsur kebudayaan yang menjadi pokok penelitian atau pokok deskripsi etnografinya. Dalam kaitan ini, para ilmuwan antropologi, biasanya membedakan kesatuan masyarakat suku-suku bangsa di dunia berdasarkan kepada kriteria mata pencaharian dan sistem ekonomi, yang mencakup enam macam56: (1) masyarakat pemburu dan peramu, atau hunting and gathering societies; (2) masyarakat peternak atau pastoral societies; (3) masyarakat peladang atau societies of shifting cultivators; (4) masyarakat nelayan, atau fishing communities, (5) masyarakat petani pedesaan, atau peasant communities; dan (6) masyarakat perkotaan yang kompleks, atau complex urban societies.

Pembatasan deskripsi tentang sebuah kebudayaan suku bangsa dalam satu karya etnografi, memerlukan metode dalam menentukan asas-asas pembatasan.

Selain itu, dibicarakan bagaimana unsur-unsur dalam kebudayaan suatu suku bangsa yang menunjukkan persamaan dengan unsur-unsur sejenis dalam kebudayaan suku-suku bangsa lain. Untuk itu dilakukan perbandingan satu dengan lain. Perlu membuat suatu konsep yang mencakup persamaan unsur-unsur kebudayaan antara suku-suku bangsa menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar lagi. Konsep itu adalah konsep "daerah kebudayaan" atau culture area.

56 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 266.

Universitas Sumatera Utara Sebuah "daerah kebudayaan" atau culture area merupakan penggabungan atau penggolongan (yang dilakukan oleh ahli-ahli antropologi) dari suku-suku bangsa yang dalam masing-masing kebudayaannya yang beraneka warna57.

Namun mempunyai beberapa unsur dan ciri mencolok yang serupa. Satu sistem penggolongan daerah kebudayaan sebenarnya adalah suatu sistem klasifikasi yang mengkelaskan beraneka warna suku bangsa yang tersebar di suatu daerah atau benua besar, ke dalam golongan-golongan berdasarkan atas beberapa persaranaan unsur dalam kebudayaannya. Hal ini untuk memudahkan gambaran menyeluruh dalam rangka penelitian analisis atau penelitian komparatif terhadap suku-suku bangsa di daerah atau benua tertentu.

Saran-saran pertama untuk perkembangan sistem culture area berasal dari seorang pelopor ilmu antropologi Amerika, Frans Boas. Namun demikian, para pengarang tentang kebudayaan masyarakat suku-suku bangsa Indian pribumi

Benua Amerika abad ke-19 telah mempergunakan sistem klasifikasi berdasarkan daerah-daerah geografi di Benua Amerika yang menunjukkan banyak persamaan dengan sistem klasifikasi culture area di Amerika Utara yang kita kenal sekarang.

Walaupun benih-benih untuk sistern klasifikasi culture area itu sudah lama ada pada para pengarang etnografi di Amerika Serikat, tetapi murid Boas, bernama

Clark Wissler58, seorang ahli museum, adalah yang membuat konsep itu populer, terutama karena bukunya The American Indian (1920). Dalam karya ini Wissler membicarakan berbagai kebudayaan suku bangsa Indian Amerika Utara dalam sembilan buah culture area.

57 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 271-272. 58 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 272.

Universitas Sumatera Utara Suatu daerah kebudayaan terbentuk berdasarkan atas persamaan dengan sejumlah ciri mencolok dalam kebudayaan- kebudayaan yang membentuknya.

Ciri-ciri yang menjadi alasan untuk klasifikasi itu tidak hanya berwujud unsur kebudayaan fisik saja, seperti alat-alat berburu, alat-alat bertani, alat-alat transpor, senjata, bentuk-bentuk ornamen perhiasan, bentuk- bentuk dan gaya pakaian, bentuk-bentuk tempat kediaman, alat-alat musik, properti tari dan teater, dan sebagainya, tetapi juga unsur-unsur kebudayaan yang lebih abstrak dari sistem sosial atau sistem budaya, seperti unsur-unsur organisasi kemasyarakatan, sistem perekonomian, upacara-upacara keagamaan, cara berpikir, filsafat, adat-istiadat, dan lainnya. Ciri-ciri mencolok yang sama dalam berbagai kebudayaan menjadi alasan untuk klasifikasi. Biasanya hanya beberapa kebudayaan di pusat dari suatu culture area itu menunjukkan persamaan-persamaan besar dari unsur-unsur alasan tadi. Semakin kita menjauh dari pusat, makin berkurang pula jumlah unsur-unsur yang sama, dan akhirnya persamaan itu tidak ada lagi, sehingga pengkaji masuk ke dalam culture area tetangga. Dengan demikian, garis-garis yang membatasi dua culture area itu tidak pernah terang, karena pada daerah perbatasan itu unsur-unsur dari kedua culture area itu selalu tampak tercampur.

Sifat kurang eksak dari metode klasifikasi culture area tadi telah menimbulkan banyak kritik dari kalangan ilmuwan antropologi sendiri.

Kelemahan-kelemahan metode ini memang telah lama dirasakan oleh para sarjana, dan suatu verifikasi yang lebih mendalam rupa-rupanya tidak akan mempertajam batas-batas dari culture area, tetapi malah akan mengaburkannya.

Walau demikian, metode klasifikasi diterapkan oleh para sarjana lain terhadap

Universitas Sumatera Utara tempat-tempat lain di muka bumi, dan masih banyak dipakai sampai sekarang karena pembagian ke dalam culture area itu memudahkan gambaran keseluruhan dalam hal menghadapi suatu daerah luas dengan banyak aneka warna kebudayaan di dalamnya. Daerah kebudayaan ini boleh saja luas atau boleh juga lebih sempit.

Contoh daerah kebudayaan Alam Melayu, mencakup Taiwan, Malaysia,

Indonesia, Thailand, Vietnam, Kamboja, Filipina, Madagaskar, dan Polinesia.

Daerah kebudayaan Dunia Melayu ini boleh diperkecil lagi menjadi daerah kebudayaan Kalimantan, daerah kebudayaan Pattani dan , daerah kebudayaan (Sumatera dan ), dan seterusnya.

Kemudian perlu dideskripsikan tentang keberadaan suku bangsa di Indonesia.

Indonesia wajib mengenal bentuk-bentuk masyarakat dan kebudayaan di wilayah Indonesia, di mana ia berada dan sebagai warganya. Wilayah Indonesia ini meliputi Papua. Mengapa demikan? Dalam ilmu antropologi Papua wilayah

Indonesia dan Papua Niugini digolongkan menjadi satu dengan kebudayaan- kebudayaan penduduk Melanesia. Dipelajari secara mendalam oleh para ahli antropologi dengan kekhususan atau kejuruan Melanesia atau Oseania. Selain memfokuskan kajian terhadap wilayah Indonesia, seorang ilmuwan antropologi

Indonesia wajib pula mengetahui dengan mendalam mengenai berbagai masyarakat dan kebudayaan di wilayah negara tetangga, yaitu: Malaysia,

Singapura, Brunai Darussalam, Filipina, Kamboja, Laos, dan kawasan Asia

Tenggara lainnya.

Sampai sekarang ini, klasifikasi terhadap aneka warna suku bangsa di wilayah Indonesia, masih berdasarkan kepada sistem lingkaran-lingkaran hukum

Universitas Sumatera Utara adat yang awalnya disusun oleh seorang ilmuwan pakar hukum adat Belanda Van

Vollenhoven59. Menurutnya lingkaran hukum adat di Indonesia terdiri dari 19 kawasan, seperti pada Peta 2.1 dan keterangannya berikut ini.

Peta 2.1 Lingkaran-lingkaran Hukum Adat di Indonesia

sumber: Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi.(Jakarta: Rineka Cipta, 1990), p.303.

Keterangan Peta 2.1 1. Aceh 11. Sulawesi Selatan 2. Gayo-Alas dan Batak 12. Ternate 2a. Nias dan Batu 13. Ambon Maluku 3. Minangkabau 13a. Kepulauan Baratdaya 3a. Mentawai 14. Irian (Papua) 4. Sumatera Selatan 15. Timor 4a. Enggano 16. Bali dan Lombok 5. Melayu 17. Jawa Tengah dan Timur 6. Bangka dan Biliton 18. dan Yogyakarta 7. Kalimantan 19. Jawa Barat

59 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 301.

Universitas Sumatera Utara 8a. Sangir-Talaud 9. 10. Toraja

Dari peta di atas dapat terlihat bahwa, setiap pulau besar di Indonesia, terdiri dari berbagai lingkaran hukum adat sekaligus suku bangsa, yang didukung oleh pulau-pulau kecil di sekitarnya. Di pulau Sumatera dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, terdapat suku bangsa: Aceh, Gayo-Alas-Batak, Nias dan Batu,

Minangkabau, Mentawai, Enggano, Melayu, serta Bangka dan Biliton. Di pulau

Jawa dan pulau-pulau sekitarnya terdapat suku bangsa Jawa (Tengah, Timur,

Surakarta, Yogyakarta), dan Jawa Barat. Sementara Kalimantan hanya terdiri dari suku bangsa Kalimantan saja. Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya terdiri dari:

Sangir-Talaud, Gorontalo, Toraja, Sulawesi Selatan, Ternate, Ambon Maluku, dan

Kepulauan Barat Daya. Kemudian disusul oleh suku bangsa dalam lingkaran hukum adat Bali dan Lombok. Papua yang begitu besar pun hanya terdiri dari satu lingkaran hukum adat atau suku bangsa Papua (Irian). Kemudian Nusa Timur didiami suku bangsa Timor yang sama etnisitasnya dengan orang di negara Timor

Leste sekarang ini.

Mengenai lokasi suku-suku bangsa di Indonesia yang masih berdasar kepada peta bahasa karya J. Esser60, mesti diperhatikan bahwa terutama untuk daerah-daerah seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur, bahkan untuk beberapa bagian Sumatera, masih menyisakan berbagai keragu-raguan. Biasanya dalam konteks penelitian antropologi tentang lokasi suku bangsa di Indonesia selalu terjadi perbedaan pendapat antara para ahlinya. Demikian sekilas tentang

60 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 301.

Universitas Sumatera Utara keberadaan suku bangsa di Indonesia, yang mendukung keberadaan kesenian- kesenian yang begitu kaya dan eksotik dari Sabang sampai ke Merauke.

Etnik Melayu Sumatera Utara khususnya dalam tulisan ini, menyadari bahwa mereka ialah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam konteks berbangsa dan bernegara. Tetapi sebelumnya saya juga ingin menyampaikan beberapa konsep tentang masyarakat, ras, defenisi etnik.

Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari-hari adalah masyarakat. Padanannya dalam bahasa Inggris adalah society yang berasal dari kata Latin socius, yang berarti "kawan.” Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti "ikut serta, berpartisipasi.”61 Masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling "bergaul,” atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi.” Satu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui apa warga-warganya dapat saling berinteraksi. Suatu negara modern misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan berbagai macam prasarana, yang memungkinkan para warganya untuk berinteraksi secara intensif.

lkatan sosiobudaya yang membuat suatu kesatuan manusia itu menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku (behaviour) yang khas mengenai semua faktor kehidupan. Pola itu harus bersifat mantap dan kontinu. Harus menjadi adat-istiadat yang khas. Selain ikatan adat-istiadat khas yang meliputi sektor kehidupan serta suatu kontinuitas dalam waktu, suatu masyarakat manusia harus juga mempunyai ciri lain, yaitu sebuah rasa identitas di antara para warga

61 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropolgi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 143- 144.

Universitas Sumatera Utara atau anggotanya. Mereka memang merupakan suatu kesatuan khusus yang berbeda dari kesatuan-kesatuan manusia lainnya.

Suatu negara, atau suatu kota, maupun desa, misalnya merupakan kesatuan manusia yang memiliki ciri-ciri: (a) interaksi antara warga-warganya, (b) adat-istiadat, (c) norma-norma, (d) hukum dan aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku warga negara kota atau desa; (e) kontinuitas dalam waktu; dan (f) memiliki rasa identitas kuat yang mengikat semua warga. Itulah sebabnya suatu negara atau desa dapat kita sebut masyarakat dan kita memang sering berbicara tentang masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat

Belanda, masyarakat Amerika, masyarakat Jakarta, masyarakat Medan, masyarakat Solo, masyarakat Balige, masyarakat Desa Ciamis, atau masyarakat desa Trunyan. Dari uraian di atas dapat didefenisikan istilah masyarakat dalam konteks antropologi: masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifiat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama62.

Defenisi itu menyerupai defenisi yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P.

Gillin dalam buku mereka Cultural Sociology (1954:139), yang merumuskan bahwa masyarakat atau society adalah: ... the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative." Unsur grouping dalam defenisi itu menyerupai unsur "kesatuan hidup" dalam defenisi kita, unsur common customs, traditions, adalah unsur "adat-istiadat", dan unsur "kontinuitas" dalam defenisi kita, serta unsur common attitudes and feelings of unity adalah

62 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 146-147.

Universitas Sumatera Utara sama dengan unsur "identitas bersama.” Sebuah tambahan dalam defenisi Gillin adalah unsur the largest, yang "terbesar," yang memang tidak kita cantumkan dalam defenisi ini. Walaupun demikian konsep itu dapat diterapkan pada konsep masyarakat sesuatu bangsa atau negara, seperti misalnya konsep masyarakat

Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika, dalam contoh di atas63.

Kesatuan wilayah, kesatuan adat-istiadat, rasa identitas komunitas, dan rasa loyalitas terhadap komunitas sendiri, merupakan ciri-ciri suatu komunitas, dan pangkal dari perasaan seperti patriotisme, nasionalisme, dan sebagainya, yang biasanya bersangkutan dengan negara. Memang, suatu negara merupakan wujud dari suatu komunitas yang paling besar. Selain kesatuan-kesatuan seperti kota, desa, suatu Rukun Warga. atau juga dapat cocok dengan defenisi mengenai komunitas, sebagai suatu kesatuan hidup manusia, yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat, serta yang terikat oleh suatu rasa identitas komunitas64. Kesatuan hidup manusia di suatu negara, desa, atau kota, juga kita sebut "masyarakat."

Apakah dengan demikian konsep masyarakat sama dengan konsep komunitas?

Kedua istilah itu memang bertumpang-tindih, tetapi istilah masyarakat adalah istilah umum bagi suatu kesatuan hidup manusia. Oleh karena itu, bersifat lebih luas dibandingkan istilah komunitas. Masyarakat adalah semua kesatuan hidup

63 Gillin, J.L., J.P. Gillin, Cultural Sociology, 1954, hal. 139, New York : The Mac Millan Company, dalam Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 147. 64 R.M. Maciver dan C.H. Page, An Intructory Analysis, 1937, hal. 8-9, New York : Rineheart and Company, dalam Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 148.

Universitas Sumatera Utara manusia yang bersifat mantap dan yang terikat oleh satuan adat-istiadat dan rasa identitas bersama, tetapi komunitas bersifat khusus karena ciri tambahan ikatan lokasi dan kesadaran wilayah tadi.

Jadi dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat dikatakan bahwa etnik

Melayu Sumatera Utara merasa bahwa mereka adalah bahagian dari Dunia

Melayu, yang meliputi berbagai bangsa yang menggunakan kebudayaan Melayu.

Oleh karena itu maka etnik Melayu yang ada di Sumatera Utara ini beranggapan bahwa mereka adalah satu kesatuan budaya dengan orang-orang Melayu yang ada di Malaysia, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan, dan Brunei

Darussalam.

Selanjutnya dalam ilmu antropologi, ras (race) mendapat perhatian serius dari para ahlinya. Yang dimaksud dengan ras adalah ciri-ciri umum fisik manusia65. Misalnya ras Kaukasoid, bermata biru, berkulit putih, ukuran badan yang relatif besar, dan seterusnya. Ras Mongoloid, berkulit sawo matang, ukuran badannya relatif sedang, berambut hitam lurus, bundaran biji mata hitam, dan seterusnya.

Berdasarkan kajian-kajian para pakar ilmu antropologi, ras di dunia ini dibagi ke dalam 10 kelompok. (1) Yang pertama adalah ras Kaukasoid, terdiri dari: Indo-Iranian, Mediteranian, Dinarian, Alpin, Nordik, Baltik, Uralik, dan

Armenik. (2) Kedua adalah ras Mongoloid yang terdiri dari: Mongoloid Tenggara

(Malayan Mongoloid), Mongoloid Siberia Selatan, Mongoloid Asia Timur

(Classic Mongoloid), Mongoloid Asia Utara, Mongoloid Kutub (Arctic

65 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 90.

Universitas Sumatera Utara Mongoloid, bersama dengan Mongoloid Asia Timur minus orang Tionghoa), dan

Mongoloid Amerika. (3) selanjutnya ras Negroid yang terdiri atas: Negroid

Umum, Nilote, dan Negrito (di Afrika, Andaman, dan Filipina). (4) Ras

Australoid yang terdiri dari: Australoid Khusus dan Weddoid. (5) Kelima adalah ras Polinesia. (6) Keenam adalah Ras Melanesia. (7) Yang ketujuh adalah Ras

Mikronesia. (8) Kedelapan ras Ainu yang ada di Jepang. (9) Kesembilan adalah ras Dravida di India Selatan, dan (10) adalah ras Bushmen.

Tabel 2.1 Sepuluh Ras Dunia

1. Kaukasoid 3. Negroid Indo-Iranian 3.1 Negroid Umum Mediteranian 3.2 Nilote Dinarian 3.3 Negrito (Aftrika, Andaman, Alpin Filipina) Nordik 4. Australoid Baltik 4.1 Australoid Khusus Uralik 4.2 Weddoid Armenik 2. Mongoloid 5. Polinesia 2.1 Mongoloid Tenggara 6. Melanesia (Malayan Mongoloid) 7. Mokronesia Mongoloid Siberia Selatan 8. Ainu Mongoloid Asia Timur (Classic 9. Dravidia Mongoloid) 10. Bushmen Mongoloid Asia Utara Mongoloid Kutub (Arctic Mongoloid, sering disebut Classic Mongoloid Asia Timur minus Tionghoa) Mongoloid Amerika

sumber: Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi. (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), p.321.

Dalam konteks Indonesia atau Asia Tenggara pada umumnya, masyarakatnya memiliki ras Mongoloid Melayu. Namun seiring datangnya

Universitas Sumatera Utara migrasi dari China ke wilayah ini ada juga mereka yang memiliki ras Mongoloid

Asia Utara dan Timur. Sementara untuk wilayah budaya Papua mereka memiliki ras Melanesoid. Kadang orang-orang Indonesia secara umum disebut rasnya ras

Melayu Tua dan Melayu Muda. Di mana istilah ini merujuk kepada gelombang migrasi mereka dari daratan Asia Tenggara ke Indonesia. Ras Melayu Tua migrasi lebih dahulu, baru disusul oleh ras Melayu Muda.

Dalam penelitian-penelitian kebudayaan, terjadi penggunaan istilah-istilah yang agak berbeda antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya.

Misalnya dalam ilmu linguistik kelompok ras Mongoloid Melayu dan kelompok ras Polinesia sering disatukan, karena secara linguistik mereka memiliki hubungan-hubungan baik dari kosa kata struktur gramatik, semantik, sintaksis, dan lainnya. Sehingga mereka disebut keluarga ras Melayu-Polinesia. Dalam ilmu arkeologi pula, kelompok ras Mongoloid Melayu dan ras Polinesia, sering disebut dengan kelompok ras Melayu-Austronesia, karena adanya berbagai alur budaya yang sama dalam artefak-artefak yang mereka tinggalkan.

Selanjutnya kelompok etnik atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku pun ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut dan oleh kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku atau ciri-ciri biologis.

Menurut pertemuan internasional tentang tantangan-tantangan dalam mengukur dunia etnik pada tahun 1992, etnisitas adalah sebuah faktor

Universitas Sumatera Utara fundamental dalam kehidupan manusia. Ini adalah sebuah gejala yang terkandung dalam pengalaman manusia. Meskipun defenisi ini seringkali mudah diubah-ubah.

Yang lain, seperti antropolog Fredrik Barth dan Eric Wolf66, menganggap etnisitas adalah sebagai hasil interaksi, dan bukan sifat-sifat hakiki sebuah kelompok.

Proses-proses yang melahirkan identifikasi seperti itu disebut etnogenesis67. Secara keseluruhan, para anggota dari sebuah kelompok suku bangsa mengklaim kesinambungan budaya melintasi waktu, meskipun para sejarawan dan antropolog telah mendokumentasikan bahwa banyak dari nilai- nilai, praktek-praktek, dan norma-norma yang dianggap menunjukkan kesinambungan dengan masa lalu itu pada dasarnya adalah temuan yang relatif baru.

Anggota suatu suku bangsa pada umumnya ditentukan menurut garis keturunan ayah (patrilinial) seperti suku bangsa Batak, menurut garis keturunan ibu (matrilineal) seperti suku Minangkabau, atau menurut keduanya seperti suku

Jawa, Sunda, dan Melayu. Adapula yang menentukan berdasarkan percampuran ras seperti sebutan orang peranakan untuk campuran bangsa Melayu dengan

Tionghoa, orang Indo sebutan campuran bule (kulit putih) dengan bangsa Melayu, orang Mestiso untuk campuran Hispanik dengan bumiputera, orang Mulato campuran ras Negro dengan ras Kaukasoid, Eurosia, dan sebagainya. Adapula ditentukan menurut agamanya, sebutan Melayu di Malaysia untuk orang bumiputera yang muslim, orang Serani bagi yang beragama Nasrani (peranakan

66 Encyclopaedia Britannica, 2007. 67 Ibid.

Universitas Sumatera Utara Portugis seperti orang Tugu), suku Muslim di Bosnia, orang Moro atau Bangsa

Moro di Filipina Selatan, dan sebagainya68.

Menurut Narroll69, kelompok etnik atau suku bangsa didefenisikan sebagai populasi yang: (1) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam sebuah bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.

Dalam konteks menganalisis kelompok etnik ini adalah pentingnya asumsi bahwa mempertahankan batas etnik tidaklah penting, karena hal ini akan terjadi dengan sendirinya, akibat adanya faktor-faktor isolasi seperti: perbedaan ras, budaya, sosial, dan bahasa. Asumsi ini juga membatasi pemahaman berbagai faktor yang membentuk keragaman budaya. Ini mengakibatkan seorang ahli antropologi berkesimpulan bahwa setiap kelompok etnik mengembangkan budaya dan bentuk sosialnya dalam kondisi terisolasi. Ini terbentuk karena faktor ekologi setempat yang menyebabkan berkembangnya kondisi adaptasi dan daya cipta dalam kelompok tersebut. Kondisi seperti ini telah menghasilkan suku bangsa dan bangsa yang berbeda-beda di dunia. Setiap bangsa memiliki budaya dan masyarakat pendukung tersendiri.

Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai satu komunitas desa, kota, kelompok kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa menampilkan suatu corak khas yang terutama

68 Encyclopaedia Britannica, 2007. 69 R. Naroll, 1965. “Ethnic Unit Classification”, Current Anthropology, volume 5, No. 4. hal. 32.

Universitas Sumatera Utara terlihat oleh orang luar yang bukan warga masyarakat bersangkutan. Seorang warga dari suatu kebudayaan yang telah hidup dari hari ke hari di dalam lingkungan kebudayaannya biasanya tidak melihat lagi corak khas itu. Sebaliknya, terhadap kebudayaan tetangganya, ia dapat melihat corak khasnya, terutama mengenai unsur-unsur yang berbeda mencolok dengan kebudayaan miliknya sendiri.

Corak khas sebuah kebudayaan dapat tampil karena kebudayaan itu menghasilkan satu unsur kecil berupa suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk yang khusus. Atau karena di antara pranata-pranatanya ada suatu pola sosial yang khusus. Dapat juga karena warganya menganut suatu tema budaya yang khas.

Sebaliknya, corak khas dapat disebabkan karena adanya kompleks unsur-unsur yang lebih besar. Berdasarkan atas corak khususnya tadi, suatu kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan yang lain.

Pokok perhatian dari suatu deskripsi etnografi adalah ke- budayaan-kebudayaan dengan corak khas seperti itu. Istilah etnografi untuk suatu kebudayaan dengan corak khas adalah "suku bangsa,” atau dalam bahasa Inggris ethnic group (kelompok etnik). Koentjaraningrat70 menganjurkan untuk memakai istilah “suku bangsa" saja, karena istilah kelompok di dalam hal ini kurang cocok.

Sifat kesatuan dari suatu suku bangsa bukan sifat kesatuan "kelompok," melainkan sifat kesatuan "golongan."

Konsep yang tercakup dalam istilah "suku bangsa" adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan "kesatuan kebudayaan,"

70 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 263-264.

Universitas Sumatera Utara sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga. Dengan demikian "kesatuan kebudayaan" bukan suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, misalnya oleh seorang ahli antropologi, ahli kebudayaan, atau lainnya, dengan metode-metode analisis ilmiah, tetapi oleh warga kebudayaan itu sendiri. Dengan demikian, misalnya kebudayaan

Minangkabau merupakan suatu kesatuan, bukan karena ada peneliti-peneliti yang secara etnografi telah menentukan bahwa kebudayaan Minangkabau itu suatu kebudayaan tersendiri yang berbeda dari kebudayaan Jawa, Makasar, atau Bali, tetapi karena orang-orang Minangkabau sendiri sadar bahwa di antara mereka ada keseragaman budaya, yaitu budaya Minangkabau yang mempunyai kepribadian dan jati diri khusus. Berbeda dengan budaya-budaya etnik lainnya dalam wilayah

Indonesia. Apalagi bahasa Minang berbeda dengan bahasa Jawa atau Bali, maka akan lebih mempertinggi kesadaran akan kepribadian khusus tadi.

Dalam kenyataan, konsep "suku bangsa" lebih kompleks daripada apa yang terurai di atas. Ini disebabkan karena dalam kenyataan, batas kesatuan manusia yang merasakan diri terikat oleh keseragaman kebudayaan itu, dapat meluas atau menyempit, tergantung pada keadaan. Misalnya, penduduk native

Sumatera Utara yang terdiri dari orang Karo, Simalungun, Toba, Pakpak-Dairi,

Nias, Melayu, Pesisir, Lubu, Siladang, dan lainnya. Kepribadian khas dari setiap suku bangsa ini dikuatkan oleh bahasa-bahasa suku bangsa yang khusus.

Walaupun demikian, kalau orang Sumatera Utara berada di Jakarta, yang menyebabkan mereka harus berhadapan dengan kelompok lain dalam konteks kekejaman perjuangan hidup di kota besar, maka mereka akan merasa bersatu

Universitas Sumatera Utara sebagai Putra Sumatera Utara (atau yang dikonsepkan sebagai anak Medan), dan tidak sebagai orang Karo, Simalungun, Toba, Pakpak-Dairi, Nias, Melayu, Pesisir,

Lubu, dan Siladang.

2.2 Dunia Melayu

Pemahaman dan pengertian Melayu itu selalu berbeda-beda menurut ilmuwan maupun orang awam, namun dari perbedaan itulah didapatkan makna yang luas ataupun sedikit mengikuti konsep dan defenisi yang akan dipergunakan.

Menurut Ismail Hussein71 kata Melayu ialah kata yang bermakna luas dan agak kabur. Maksud kata yang bermakna luas itu ialah Melayu itu merangkumi suku bangsa serumpun di Nusantara yang pada dahulu kala dikenal oleh orang Eropa sebagai bahasa dan suku bangsa yang terkenal dalam bidang perniagaan.

Masyarakat Melayu juga dikenal handal dan mahir dalam bidang pelayaran dan juga turut berperan dalam aktivitas pertukaran barang dan kesenian di berbagai belahan dunia.

Sementara menurut Tengku Thyrhaya Zain Sinar72, istilah Melayu asli digunakan oleh orang-orang Melayu di Sumatera Utara yang maknanya merujuk kepada orang Melayu yang kedua orangtuanya adalah keturunan atau berdarah

Melayu. Sedangkan kategori kedua ialah orang-orang yang menganggap dirinya sendiri dan dipandang sebagai Melayu karena faktor perkawinan dengan golongan

Melayu asli. Secara genealogis mereka adalah keturunan etnik-etnik di seluruh

71 Ismail Husein, 1984. Antara Dunia Melayu dengan Dunia Indonesia. (Kuala Lumpur: University Kebangsaan Malaysia, 1984), hal., 3-4. 72 Tengku Thyrhaya Zain Sinar, “Kajian Linguistik Fungsional Sistemik terhadap Representasi Ideologi Ketuhanan, Alam, dan Manusia dalam budaya Teks Melayu Serdang.” Disertasi Doktoral, Program Studi Linguistik, Universitas Sumatera Utara, 2010, hal., 85.

Universitas Sumatera Utara Nusantara. Kelompok kedua ini lazim disebut dengan Melayu Semenda, dan selanjutnya kelompok ketiga yang disebut dengan Melayu Seresam, maksudnya mereka ini secara genealogis berasal dari etnik-etnik rumpun Melayu di Nusantara dan tidak terikat oleh perkawinan dengan keturunan Melayu asli, namun mereka ini diakui sebagai orang Melayu menurut beliau.

Oleh karena itu maka muncul istilah Dunia Melayu atau Alam Melayu serta Dunia Melayu Dunia Islam, terutama yang digagas oleh para pakar kebudayaan dan ahli politik dari Negeri Melaka, Malaysia dan Gabungan

Persatuan Penulis Nasional Malaysia atau yang lebih dikenal dengan istilah

GAPENA.

Menurut Salazar73, istilah Melayu artinya selalu merujuk kepada

Kepulauan Melayu yang mencakup kepulauan di Asia Tenggara, yang bermakna sebagai etnik atau orang Melayu Sumatera dan Semenanjung Tanah Melayu.

Sementara menurut Belwood74 Melayu juga sering dihubungkan dengan kepulauan Melayu yang mencakup kepulauan di Asia Tenggara dan ditafsirkan menurut tempat dan kawasan yang berbeda seperti Sumatera. Melayu dikaitkan dengan masyarakat yang tinggal di Palembang sekitarnya. Di Borneo

(Kalimantan) perkataan Melayu selalu ditafsirkan dengan yang beragama Islam.

Sedangkan yang di semenanjung Malaysia dikaitkan Melayu itu dengan orang yang berkulit coklat atau sawo matang. Lain pula halnya dengan Hall75, ia

73 Z.A. Salazar, 1989, “The Malay, Malayan, and Malay Civilization: A Cultural and Anthropological Concepts in the Philippines”. Jurnal Budaya 1, hal., 28-29. 74 Peter Belwood, Prehistory of the Indo – Malaysian Archipelago, (Sydney: Academic Press Australia, 1985), hal., 49. 75 D.G.E. Hall, 1968, A History of South-East Asia, St. Martin's Press, New York. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, D.G.E. Hall, Sejarah Asia Tenggara, 1988,

Universitas Sumatera Utara mengatakan bahwa istilah Melayu berasal dari bahasa Sanksekerta yang dikenal sebagai Malaya, yakni daratan yang dikelilingi oleh lautan.

Kelompok ras Melayu digolongkan sebagai kumpulan Melayu Polinesia atau ras berkulit coklat yang mendiami Gugusan Kepulauan Melayu, Polinesia, dan Madagaskar. Menurut Gathercole76 seorang antropolog bangsa Inggris yang telah melihat bukti-bukti arkeologi, linguistik, dan etnologi yang menunjukkan bahwa golongan Melayu Polinesia ialah golongan pelaut yang pada waktu dahulu pernah menguasai kawasan perairan Pasifik dan Hindia, menurutnya ras Melayu

Polinesia ini adalah kelompok penjajah yang dominan pada waktu dahulu yang meliputi kawasan disebelah barat hingga ke Madagaskar dan sebelah timur hingga ke kepulauan Easter, sebelah utara hingga ke Hawai, dan sebelah selatan hingga ke Selandia Baru. Sementara itu menurut Wan Hasim77 mengatakan bahwa

Melayu dikaitkan dengan beberapa hal, seperti sistem ekonomi, politik, dan budaya. Dari segi ekonomi, Melayu Polinesia ialah masyarakat yang masih menggunakan tradisi pertanian dan perikanan hingga saat ini. Dari segi ekonomi, orang Melayu adalah pelaut dan pedagang yang handal di lautan Hindia dan

Pasifik, jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa. Dari segi politik sistem kerajan

Melayu menganut pola pemerintahan beraja, yang dimulai di Campa (Kamboja pada masa kini) dan Funan, tepatnya di Kamboja dan Vietnam Selatan di awal abad masehi. Dari kerajaan Melayu tua ini berkembang pula kerajaan Melayu di

diterjemahkan oleh I.P. Soewasha dan terjemahan disunting oleh M. Habib Mustopo, Surabaya: Usaha Nasional. hal., 77-78. 76 Peter Gathercole, 1983, Pacific Adventure, The Unisco Courier Civilizations of The Sea, hal., 88-91. 77 Wan Hashim, Dunia Melayu dan Tersebar Luasnya Rumpun Bangsa Melayu, dalam Mohd Yusof Hasan, Dunia Melayu, (Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991), hal., 15- 19.

Universitas Sumatera Utara Segenting Kra dan di sepanjang pantai timur tanah Melayu, yang termasuk didalamnya Kelantan dan Trengganu. Kerajaan ini dikenal dengan nama Kerajaan

Langkasuka dan kemudian menjadi Pattani.

Dalam menentukan kawasan kebudayaan Melayu, digunakan dua kriteria, yaitu kriteria kawasan dan kriteria bahasa. Dari sudut wilayah, Dunia Melayu tidak terbatas pada Asia Tenggara saja namun meliputi kawasan sebelah barat yang merangkumi Gugusan Kepulauan Melayu-Mikronesia dan Paskah di Lautan

Pasifik, kira-kira 103,6 kilometer dari Amerika Selatan; di sebelah selatan meliputi Selandia Baru; dan disebelah Utara melingkupi kepulauan Taiwan dan

Hokkaido, Jepang78.

Sementara dari sudut bahasa, Melayu memiliki ciri-ciri persamaan dengan rumpun keluarga bahasa Melayu-Austronesia (istilah arkeologi) atau keluarga

Melayu-Polinesia (istilah linguistik)79. Sementara keberadaan masyarakat Melayu di Sumatera Utara, orang Melayu menyadari mereka berada di wilayah Negara

Indonesia, dan menjadi bahagian dari Dunia Melayu, dan merasa memiliki kebudayaan Melayu. Mereka merasa bersaudara secara etnisitas dengan masyarakat Melayu di berbagai tempat. Secara budaya baik bahasa dan wilayah, memiliki alur budaya yang sama, namun tetap memiliki varian-varian yang menjadi ciri khas atau identitas setiap kawasan budaya Melayu. Secara geopolitik,

Dunia Melayu pada umumnya dihubungkan dengan Negara-negara bangsa yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan alur budaya utama Melayu, antar lain :

78 Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu, 1994. 79 Haziyah Husein, Motif Alam dalam Batik dan Melayu, (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka, 2006), hal., 6.

Universitas Sumatera Utara Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand Selatan, Filipina Selatan, dan sebahagian etnik Melayu di Kamboja dan Vietnam dan tempat lainnya.

2.3 Alam Melayu

Secara antropologis masyarakat ras Mongoloid Melayu Asia Tenggara memiliki sebuah wilayah budaya yang lazim disebut sebagai wilayah budaya

Melayu (Malay culture area). Wilayah budaya ini, pada masa sekarang terdiri dari pecahan-pecahan negara bangsa: Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunai

Darussalam, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Kesatuan budaya ini telah berlaku dalam arti yang sangat luas ditinjau dari ilmu antropologi. Keadaan itu kekal hingga sekarang, walau telah berpecah ke dalam berbagai negara bangsa, berbatasan, dan memiliki kedaulatan nasional sendiri. Kesatuan wilayah budaya ini diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan seluruh bangsa di dunia.

Penelitian bentuk-bentuk kebudayaan (cultural formations) oleh ahli-ahli antropologi, di wilayah geopolitik Asia Tenggara termasuk Taiwan, adalah merupakan satu kesatuan yang dikenal sebagai wilayah kebudayaan Melayu. Hal itu mengingatkan kita kepada kesatuan dan keutuhan wilayah budaya sejak ribuan tahun hingga kini, sebelum dipecahkan oleh negara-negara bangsa. Orang Yunani yang mewakili sudut pandang orang Eropa kuno sejak zaman Claudius Ptolomeus menulis kitab Geografica pada tahun 165 di Iskandariah, yang melihat kawasan

Pulau Sumatera ini sebagai “the golden chersonese”80 (semenanjung atau

80 Di kalangan bangsa Yunani purba, Pulau Sumatera sudah dikenali dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Claudius Ptolomeus, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika beliau menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolomeus menulis bahwa di Pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri

Universitas Sumatera Utara kepulauan emas). Pengetahuan tentang sumber emas di wilayah ini, diperoleh dari

India oleh para ahli dan ilmuwan Yunani kuno.

Sementara itu, bagi ilmuwan dan agamawan India yang banyak mempengaruhi kawasan Melayu ini, dari awal sudah mengenal wilayah kita ini sebagai suvarnabhumi (tanah emas) atau juga javadwipa (pulau Jawa) dan svarnadvipa (pulau Sumatera). Kedatangan para pedagang Arab mengenal kesatuan wilayah ini sebagai Jawi, yang pastinya berlandaskan tanah Jawa.

Ilmuwan-ilmuwan China pula mengenal kawasan ini sebagai Nan Yang (Laut

Selatan) yang dihuni oleh manusia berkulit hitam atau k’un lun. Di zaman pengembaraan bangsa Eropa ke timur pada abad keenam belas mereka menemukan kesatuan wilayah ini sebagai kepulauan Melayu (Malay

Archipelago). Sejak akhir-akhir ini masyarakat Asia Tenggara sendiri menyebut wilayahnya sebagai Alam Melayu, Dunia Melayu, atau Nusantara (dengan mengingat cita-cita “imperialisme" Patih Gadjah Mada) akan kesatuan wilayah taklukan Majapahit81.

Bukan sekedar persepsi luaran bangsa-bangsa dunia kuno melihat kesatuan wilayah ini, bahkan pelbagai bahan budaya dari sejak zaman prasejarah neolitik telah memperlihatkan kesatuan wilayah berbudaya sama. Sekurang-kurangnya antropologi ragawi (fisik) telah menggolongkan wilayah kelautan Asia Tenggara, khususnya wilayah Melayu sebagai sebahagian dari lanskap buatan manusia

Mongoloid Melayu. Secara khusus pula, para ahli linguistik sejarawi yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus, yang juga tumpuan para pedagang Mesir Kuno untuk mendapatkan rempah-rempah bagi mengawetkan mumia misalnya.Naskah Yunani tahun 70 Masehi, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki Chryse Nesos (the golden chersonese), yang artinya Pulau Emas. (www.© 2011 Kebangkitan 2011 Era Kasih Sayang.) 81 Ibid.

Universitas Sumatera Utara menggolong-kan manusia Austronesia (Melayu-Polinesia) sebagai pembawa peradaban pertanian ke kawasan ini melalui migrasi utara-selatan. Hall82 misalnya memberikan beberapa ciri persamaan bagi manusia Austronesia yang menghuni wilayah dari Taiwan hingga seluruh Nusantara (termasuk Malaysia, Indonesia,

Thailand, serta Vietnam). Bellwood pula menganggap kelompok Austronesia juga yang menaklukkan Lautan Pasifik serta pulau Madagaskar.

Pastilah kebijaksanaan dan jenius lokal manusia Austronesia ini telah membangun sebuah peradaban (sivilisasi) dengan memberi nama dan jati diri mereka kepada seluruh wilayah kelautan Asia Tenggara sehingga menjadi satu wilayah budaya yang sama lamanya sebelum muncul pengaruh luar dari India,

China, atau Barat (Arab, Persia, dan Eropa).

Peta 2.3 Dunia Melayu

82 D.G.E. Hall, 1968, A History of South-East Asia, St. Martin's Press, New York. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, D.G.E. Hall, Sejarah Asia Tenggara, 1988, diterjemahkan oleh I.P. Soewasha dan terjemahan disunting oleh M. Habib Mustopo, Surabaya: Usaha Nasional. hal., 95-99.

Universitas Sumatera Utara Sumber: The Encyclopedia of Malay (jilid 4, p. 76)

Hall83 meletakkan ciri seperti shamanisme, animisme, batik, gamelan, perahu, dan kerajinan logam seperti persenjataan sebagai ciri menyatukan seluruh wilayah Nusantara. Jadi lama sebelum terciptanya negara bangsa, kesan dari penjajahan dan kolonialisme Eropa ke Dunia Melayu, bahwa seluruh wilayah ini adalah satu wilayah yang didiami dan dibangun identitas kebudayaan dan kemanusiaannya bersama oleh orang-orang Austronesia atau Melayu-Polinesia.

Dari kesatuan budaya ini lahir kesatuan kenegaraan yang muncul sejak abad kedua Masehi, hasil dari perkembangan pedesaan dan penempatan di muara- muara serta kuala sungai yang kemudian menerima sekian banyak pengaruh budaya luar, terutama India, hingga membangun negara adalah petanda kepada

83 Ibid.

Universitas Sumatera Utara wujudnya peradaban tinggi yang memerlukan organisasi besar dan luas bagi penguasaan total dan tuntas terhadap alam yang ditempatinya. Kesatuan ini diperteguh pula oleh kesamaan akar bahasa yang terdiri dari banyak jenis dalam satu rumpun besar yang dikenal sebagai rumpun Austronesia atau Melayu-

Polinesia. Pada masa sekarang wilayah budaya Melayu yang luas ini didukung oleh sub-sub suku bangsa yang tergabung dalam ras Melayu-Polinesia.

2.4 Indonesia dan Perjalanan Kebudayaannya

Indonesia adalah sebuah Negara bangsa yang dibentuk berdasarkan realitas keberagaman, baik itu agama, etnik, ras, maupun golongan. Sejak awal, pembentukan Indonesia telah dirintis oleh para pendiri bangsa untuk menjadi sebuah Negara yang plural, namun diikat oleh berbagai persamaan. Konsep

Bhinneka Tunggal Ika, yang artinya berbeda-beda tetapi satu juga, adalah yang dipandang paling sesuai untuk berdirinya Negara Indonesia yang merdeka. Dalam sejarah perjuangan bangsa, ummat Islam yang mayoritas, dengan berbesar hati merelakan Piagam Jakarta digantikan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945. Indonesia bukan Negara agama, namun Negara yang mewajibkan ummatnya beragama.

Secara harafiah, Indonesia berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu Indo yang artinya Hindia, dan Nesos yang artinya pulau-pulau. Jadi hakekatnya

Indonesia adalah Pulau-pulau Hindia. Yang pertama sekali menciptakan istilah

Indonesia ialah seorang bangsa Inggris yang bernama James Richard Logan pada

Universitas Sumatera Utara tahun 185084, saat itu ia menerbitkan jurnal yang berjudul Journal of the India

Archipelago and Eastern Asia, di pulau Pinang, Malaya. Jurnal ini terbit mulai tahun 1847-1859. Selain itu ada juga yang menggunakan istilah ini yaitu seorang

Inggris juga yang bernama Sir William Edward Maxwell, ia adalah seorang pakar hukum, pegawai pamongpraja, dan sekaligus menjabat sebagai jendral Straits

Settlements, dan kemudian menjabat sebagai Gubernur Panatai Emas (Goudkust).

Beliau ini memakai istilah Indonesia dalam bukunya dengan judul The Islands of

Indonesia (1897).

Yang paling mempopulerkan istilah Indonesia dikalangan ilmuwan yaitu

Prof. Adolf Bastian85, seorang pakar etnologi yang terkenal, dalam bukunya yang berjudul Indonesien Order die Inseln des Malayeschen Archipels (1884-1894), ia menegaskan arti kepulauan ini. Dalam tulisannya ia mengatakan bahwa kepulauan

Indonesia meliputi suatu daerah yang sangat luas, termasuk didalamnya

Madagaskar di Barat, sampai Formosa di timur. Nusantara adalah pusatnya.

Selanjutnya pengertian istilah Indonesia ini juga dipakai oleh William Marsden

(1754-1836), seorang gewestelijk secretaries Bengkulen. Gubernur Jendral Jawa di era pendudukan Inggris (1811-1816), Sir Stamford Raffles (1781-1826) dalam bukunya yang berjudul The History of , yang menyebut juga istilah

Indonesia, dengan pengertian yang sama. Dulunya istilah Indonesia hanya digunakan sebagai istilah dalam ilmu pengetahuan saja, namun saat pergerakan

Nasional terjadi di Indonesia maka nama tersebut muncul dan resmi digunakan

84 Muhammad Takari, 18 Desember 2010, “Nilai Multikultural Kesenian di Medan”, makalah seminar Pelestarian Budaya Masyarakat Kota Medan Menuju Kota Metropolitan, di Hotel Grand Antares, Medan, hal., 2. 85 Ibid.

Universitas Sumatera Utara para pemuda Indonesia untuk mengganti istilah Nederlandsch – Indie. Pada waktu penjajahan Belanda, para tokoh Nasional di Indonesia mencoba untuk mengganti istilah Nederlandsch – Indie, Inboorling, Inlander, Inheemsche, dengan istilah

Indonesia, namun pemerintah Belanda tetap tidak mau dengan alasan yuridiksi.

Namun setelah Undang – undang Dasar Belanda diubah, sejak 20 September

1940, istilah Nederlandsch – Indie berubah menjadi Indonesie. Selain itu dikenal juga istilah lain yang juga merujuk kepada pengertian Indonesia yakni istilah

Nusantara, yang dikemukakan/diciptakan oleh Maha Patih Gajah Mada, pada abad ke-12, beliau ini ialah seorang panglima perang Zaman Kerajaan Majapahit.

Istilah ini diikrarkan tatkala Sumpah Palapa dikumandangkan. Istilah ini mengandung makna kawasan pulau-pulau yang terletak diantara dua Samudera dan dua Benua. Secara historis Nusantara pernah dikuasai oleh dua kerajaan besar yang namanya terkenal di seantero kawasan Asia yaitu : Kerajaan Sriwijaya

(Melayu) dan Kerajaan Majapahit (Jawa).

Indonesia adalah sebuah negara bangsa yang merdeka pada tanggal 17

Agustus 1945. Indonesia sebelumnya adalah kawasan-kawasan kepulauan yang mempunyai berbagai sistem pemerintahan kerajaan yang berdiri sendiri.

Kemudian dilanjutkan dengan masa kepercayaan Animisme-Dinamisme, selanjutnya barulah masuk Agama dimulai dari Hindu, Budha, Islam, dan Kristen.

Selanjutnya barulah masuk ekspansi Negara-negara Eropa ke Indonesia dimulai dari Portugis, disusul Belanda dan Inggris menjajah kawasan ini sejak kurun abad keenam belas. Yang paling lama menjajah Indonesia adalah Belanda, kurang lebih

Universitas Sumatera Utara sekitar tiga setengah abad. Kemudian terjadi pula penjajahan secara singkat oleh

Jepang yaitu tahun 1942 sampai 1945.

Masa animisme ditandai dengan kepercayaan kepada roh-roh terutama nenek moyangnya. Selain itu di tempat-tempat tertentu terdapat kekuatan supernatural, kepercayaan ini disebut dengan dinamisme. Pada masa animisme ini, seni-seni ritual mendapat penekanan yang intens. Biasanya upacara ritual animisme dipimpin oleh seorang guru ritual dengan berbagai sebutan, misalnya di

Mandailing disebut dengan sibaso, di Nias disebut dengan ere, pada masyarakat

Melayu disebut dengan bomoh, di dalam masyarakat Batak Toba disebut datu, begitu juga di tempat lainnya. Contoh-contoh seni yang masih tersisa hingga hari ini yang memperlihatkan aspek animisme adalah sebagai berikut. Pada masyarakat Karo terdapat seni ritual jinujung yang bertujuan untuk menghormati roh-roh nenek moyang. Pada masyarakat Mandailing-Angkola terdapat upacara penghormatan kepada para leluhur setiap acara peresmian perkawinan, dengan diiringi ensambel gordang sambilan. Pada masyarakat Melayu terdapat upacara melepas lancang yaitu menghormati dan meminta tolong kepada penguasa laut agar tidak menimpakan bala kepada penduduk desa. Masyarakat Jawa sebahagian masih percaya bahwa sebuah desa itu dijaga oleh makhluk-makhluk ghaib yang disebut danyang. Pada masyarakat Batak Toba masih terdapat ritus yang berkaitan dengan memuja roh nenek moyang untuk mengobati penyakit yang diakibatkan oleh unsur ghaib. Upacara ini disebut dengan pasiarhon jujungan. Pada masyarakat Minangkabau, jika ada seekor harimau mati, maka harimau tersebut dihormati dengan iringan upacara. Masih banyak contoh-contoh seni terutama

Universitas Sumatera Utara ritual yang berhubungan dengan era animisme dan dinamisme. Mungkin sebahagian ritual itu telah mati ditelan zaman karena perubahan masyarakat. Masa animisme dan dinamisme ini, dalam kajian-kajian sejarah sering pula diistilahkan dengan masa prasejarah, yang mana masyarakat kita belum mengenal tulisan pada saat itu. (wawancara dengan Fadlin, Februari 2011)

Masa Hindu-Budha diperkirakan berlangsung dari abad pertama atau kedua sampai abad ke-13. Dua kerajaan besar atau kerajaan nasional mewakili dua agama yang berasal dari India ini, yaitu Kerajaan Majapahit sebagai kerajaan

Hindu dan Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan Budha. Kronik-kronik yang berasal dari China melaporkan bahwa di abad-abad tersebut telah muncul kerajaan bercorak Hindu dan Budha di Nusantara. Misalnya Kerajaan Kutai Kertanegara di

Kalimantan Timur; Tarumanegara di Jawa Barat, dan Sriwijaya di Sumatera

Selatan. Walau pengaruhnya besar di pulau Jawa namun berbagai peninggalan

Hindu-Budha ini juga terdapat di luar pulau Jawa. Misalnya di wilayah budaya

Mandailing terdapat candi Portibi yang bergaya Hindu.

Masyarakat Nusantara memasuki masa Islam sekitar dasawarsa 1250-an.

Walaupun sejak abad ke-7 Islam telah masuk ke kawasan pesisir barat Sumatera, tepatnya di daerah Barus, namun para arkeolog dan sejarawan tampaknya menitikberatkan pada perkembangan yang pesat di abad ke-13 dimulai dari

Kerajaan Peureulak dan Samudra Pasai di wilayah utaranya, tepatnya di Nanggroe

Aceh Darussalam sekarang. Dari sini Islam disebarkan ke seantero Nusantara, seperi Melaka, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Ciri utama Islam pada saat awal perkembangannya adalah dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam. Selain

Universitas Sumatera Utara Peureulak dan Samudra Pasai, di pulau Sumatera berdiri beberapa kerajaan Islam, di antaranya adalah kesultanan: Langkat, Deli, Serdang, Asahan, Kota Pinang,

Kualuh, Panai, Merbau, di Sumatera Utara. Di Riau terdapat Kesultanan Siak Sri

Inderapura. Di pulau Jawa terdapat kesultanan Demak, Mataram Islam yang kemudian menjadi Kesultanan Surakarta dan Yogyakarta, Kesultanan Banten,

Kesultanan Cirebon, dan lainnya. Di Kalimantan terdapat kesultanan Kutai, di

Sulawesi Kesultanan Bone, Tidore, Bacan, Jailolo, dan lainnya.

Umumnya setiap istana Islam di Indonesia, memiliki para pujangga yang bekerja untuk kepentingan Islam dan kesultanan sekaligus. Di Aceh misalnya muncul ulama Islam yang bernama Syech Nuruddin Araniri, Hamzah Fansuri, dan

Al-Singkili. Karya-karya tentang kekuasaan politik dalam Islam seperti Bustanus

Salatin, Sulalatus Salatin, Hikayat Melayu, menjadi rujukan kerajaan-kerajaan

Islam di Nusantara. Di Jawa Islam disebarkan oleh wali songo (sembilan aulia).

Dalam dakwahnya mereka masuk melalui jalur budaya, bahkan Sunan Bonang dan Kalijaga selalu menggunakan medium seni dalam dakwah Islam di Jawa.

Selain sunan, perkembangan Islam di Jawa juga turut didukung oleh para sultan dan sastrawan (pujangga) istana, yang terkenal adalah Raden Ronggo Warsito.

(wawancara dengan Takari, Januari 2011)

Seni (al-fann) Islam yang berkembang pesat di Indonesia adalah arsitektur, terutama untuk mesjid, yang merupakan perpaduan arsitektur Dunia Islam Timur

Tengah, Turki, atau India, dan arsitektur daerah setempat di Nusantara. Begitu juga dengan kaligrafi menjalani masa keemasannya dalam masa Islam ini.

Berbagai buku ditulis dengan menggunakan tulisan Arab-Melayu atau dikenal

Universitas Sumatera Utara juga dengan tulisan Jawi. Berbagai gaya kaligrafi dari Timur Tengah diserap para seniman kaligrafi muslim di kawasan ini. Dalam dekade-dekade akhir para ahli khat ini mengembangkan pula gaya khas kaligrafi Nusantara.

Di bidang musik, tak ketinggalan pula seniman di kawasan Indonesia mengembangkannya baik secara akulturatif maupun inovatif. Di Sumatera Utara misalnya sejak pertengahan abad ke-20 muncul seniman musik Islam Haji Ahmad

Baqi, dengan Orkes El Surayya yang melanglangbuana ke luar negeri terutama di negeri-negeri Dunia Melayu, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunai

Darussalam. Kini pimpinan orkes ini diteruskan oleh anaknya Haji Ahmad Sauqi, serta pengembangannya oleh Zulfan Effendi Lubis dan kawan-kawan. Begitu juga dengan Orkes Al-Wathan pimpinan Mukhlis. Selanjutnya di dekade tujuh puluhan muncul nasyid Nurul Asiah dipimpin oleh Dra. Hj. Nur Asiah Jamil seorang qariah tingkat internasional di Medan. Ia selanjutnya dikuti oleh berbagai kelompok nasyid putri di seluruh Sumatera Utara bahkan Indonesia. (wawancara dengan Takari, Januari 2011)

Pada masa penjajahan Barat ini, berbagai seni yang berasal dari budaya

Barat, diadopsi oleh bangsa Indonesia. Misalnya genre musik untuk para militer, diadopsi oleh kesultanan Yogyakarta dan Surakarta yang lazim disebut musik prajurit keraton. Musik jenis ini dipertunjukkan dalam berbagai upacara kerajaan.

Musik lainnya yang diadopsi dari budaya Barat adalah genre musik keroncong, yang awalnya tumbuh dan berkembang di daerah Tugu Jakarta, dan kemudian menyebar ke seluruh Nusantara, terutama dibawa oleh orang-orang Jawa. Bagi masyarakat Nusantara yang beragama Kristen, mereka terbiasa menggunakan

Universitas Sumatera Utara musik-musik Kristen yang bergaya Barat, dan dampaknya berbagai genre musik mereka garap dari jenis musik ini. Misalnya saja musik-musik populer yang disajikan dalam empat suara (sopran-alto-tenor-bas).

Di bidang tari berbagai jenis tari dari budaya Barat ini diadopsi oleh masyarakat Indonesia, dalam setiap perkembangan sejarah budaya mereka.

Misalnya saja tarian wals, salsa, rumba, balet, dan lain-lainnya.

Di masa-masa awal kemerdekaan terjadi revolusi fisik, yaitu perang dengan Belanda yang ingin menguasai lagi Indonesia, yang menumpang kepada tentara sekutu. Selain itu, masalah dasar ideologi juga menjadi faktor utama tegaknya Indonesia. Sebahagian umat Islam merasa bahwa mereka mengalah untuk kepentingan minoritas dengan menghapus kata-kata “dengan mewajibkan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Sebahagian yang lain menerima hal ini sebagai konsekuensi wajar, yang penting adalah substansi bukan formalisasi Islam. Namun akhirnya di bawah wewenang Soekarno, Pancasila seperti sekarang inilah yang menjadi dasar ideologi negara kita. Kemudian berbagai peristiwa ideologis juga melanda bangsa Indonesia, Soekarno mengarahkan ideologi nasakom (nasionalis, agama, dan komunis)—tak kalah ketinggalan komunis memanfaatkan situasi ini dengan menggunakan popularitas

Bung Karno. Akhirnya 30 September 1965, komunis Indonesia melakukan kudeta

(coup d’etat), dan kemudian menaikkan Soeharto menjadi presiden. Dimulailah awal pemerintahan Orde Baru.

Pada masa Orde Lama, Soekarno yang “anti” Barat mengarahkan kebudayaan nasional untuk mencari jatidiri ke dalam budaya sendiri. Misalnya

Universitas Sumatera Utara tari serampang dua belas dari kebudayaan Melayu diarahkannya untuk menjadi tari nasional, dan ternyata berhasil. Namun saat ini para seniman yang mengacu kepada kebudayaan Barat, mendapat tanggapan sinis dari kelompok kiri. Sebut saja misalnya Koes Ploes dianggap sebagai antek-antek budaya Barat, yang gayanya mengkikut kelompok musik The Beatles dari Inggris. Mereka pun dipenjara. Ada juga polemik dan persaingan di bidang budaya antara kelompok budayawan kiri yang tergabung dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dengan Manifesto Kebudayaan (Manikebu). Jadi kesenian yang tumbuh saat Orde

Lama sebenarnya lebih bersifaat sebagai kooptasi politik di bidang seni, di mana politik dan ideologi saat ini menjadi panglima. Di masa Orde Lama, Indonesia dihadapkan kepada masalah ideologi yang dampaknya adalah berupa pemberontakan-pemberontakan dan perebutan kekuasaan. Pada saat ini Belanda pun masih ingin menguasai Indonesia. Dengan berbagai usaha mereka ingin menjajah kembali. Mereka berintegrasi dengan pasukan sekutu yang telah memenangkan perangnya dengan Jepang, Italia, dan Jerman. Namun sekali lagi berkat atas rahmat Tuhan, maka Indonesia mampu mempertahankan kemerdekaannya. Bahkan mampu membebaskan Irian Jaya (Papua) dari penjajahan Belanda. Puncak dari berakhirnya era Orde Lama ini adalah masalah komunisme, yang akhirnya menjadikan Soeharto menjadi presiden tahun 1966.

Sejak ini dimulailah masa Orde Baru.

Orde Baru hadir tahun 1965 setelah gagalnya kudeta Partai Komunis

Indonesia, yang kemudian menempatkan Soeharto sebagai presiden. Saat ini, yang diutamakan adalah pertumbuhan ekonomi, walaupun pertumbuhan yang terjadi

Universitas Sumatera Utara bersifat semu, yakni hanya dirasakan oleh sekelompok kecil konglomerat, dengan masalah pada pemerataan kesejahteraan. Demokrasi Pancasila menjadi alasan untuk memberangus setiap perbedaan. Partai politik juga difungsikan hanya menjadi tiga saja, satu dominan dan dua yang lainnya hanya sebagai

“penggembira.” Pertumbuhan ekonomi memang signifikan, namun tak punya daya tahan yang tinggi dan rentan terhadap gejolak moneter dan invansi pialang dunia. Apalagi korupsi, kolusi, dan nepotisme begitu tumbuh subur saat ini.

Akhirnya setelah lebih dari tiga dasawarsa Orde Baru terutama elitnya menyerah pada tuntutan demokrasi rakyat yang dipimpin oleh para kelompok civitas akademika kampus di seluruh Indonesia. Pada masa Orde Baru pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat baik. Pada saat ini pembangunan diprioritaskan di bidang ekonomi. Akhirnya memunculkan para konglomerat yang mampu menyumbang pembangunan perekonomian. Pemerintah Orde Baru menerapkan sistem rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Akhirnya pemerintahan yang “otoriter” ini, harus menyelesaikan tugasnya selepas 32 tahun berkuasa.

Beberapa tahun menjelang runtuhnya Orde Baru ditandai dengan hancurnya sistem perekonomian Indonesia. Akhirnya 1998 muncullah pemerintahan Orde

Reformasi, yang menginginkan demokratisasi dibuka.

Saat Orde Baru ini di bidang budaya memang ada berbagai konsep yang baik, misalnya kembali kepada jatidiri bangsa. Saat ini muncul berbagai kesenian tradisional atau kesenian populer yang berciri Indonesia, seperti wayang atau seni dangdut. Namun masih seperti Orde Lama, seniman-seniman yang kritis terhadap pemerintah maupun kehidupan pribadi penguasa harus terpaksa menerima dirinya

Universitas Sumatera Utara untuk dipenjara. Sebut saja W.S. Rendra, H. Rhoma Irama, Iwan Fals, dan kawan- kawan menjadi langganan tahanan saat ini. Sampai akhirnya datang Era

Reformasi.

Era Reformasi dilahirkan dari masalah rakyat tidak lagi tahan terhadap gaya otoritarianisme Orde Baru serta berbagai peristiwa politik baik dalam negeri maupun luar negeri. Era ini ditandai dengan euforia politik, di mana setiap orang bebas mengekspresikan semua keinginannya, walaupun itu melanggar kepentingan orang lain. Ekspresi unjuk rasa sangat dominan di awal Era

Reformasi ini. Secara ketatanegaraan, saat ini UUD 1945 diamandeman, kedudukan eksekutif, legislatif, dan yudikatif ditata ulang, dengan menyeimbangkan porsi kekuasaan di antara ketiganya. Pemilihan umum digelar, dan sepanjang sejarah Indonesia merdeka empat presiden tampil dalam kurun

1998 sampai 2009, sedangkan Orde Lama dan Orde Baru masing-masing hanya melahirkan satu presiden dengan kekuasaannya yang mendekati absolut.

Kesenian pada Era Reformasi, banyak menggulirkan berbagai kritik yang tajam. Bahkan salah seorang presiden gayanya ditirukan oleh sekelompok seniman lawak walau akhirnya meminta maaf, yang itu belum pernah terjadi di era sebelumnya. Seni memelesetkan syair yang dianggap sakral juga terjadi di negara ini, salah seorang seniman dari Bandung memelesetkan kata-kata lagu nasional Garuda Pancasila. Dengan alasan demi seni, berbagai seniman sudah biasa menampilkan erotisme atau seksualisme. Di era ini memang terjadi kebebasan berekspresi di bidang seni, namun sebagian seniman menganggap itu adalah ekpresi yang keterusan (kebablasan).

Universitas Sumatera Utara Masa Reformasi diwarnai oleh semakin demokratisnya sistem politik nasional. Namun ekonomi masih belum pulih di bawah tiga masa pemerintahan presidennya. Namun berbagai perkembangan menarik terjadi, yaitu perdamaian

Aceh dengan pemerintah. Begitu juga berkembangnya demokratisasi. Sistem pemerintahan yang langsung ditentukan oleh rakyat membawa secerca harapan.

Namun di tengah perjuangan ini, harga minyak dunia melambung tinggi, yang memberikan dampak kepada perekonomian nasional dan juga global. Kini

Indonesia telah merdeka lebih dari enam dasawarsa.

Pada masa sekarang ini, Indonesia sebagai sebuah negara bangsa merupakan sebuah negara yang bentuk pemerintahannya adalah republik, dengan sistem yang dianut demokrasi. Landasan ideologinya Pancasila dan landasan konstitusionalnya Undang-undang Dasar 1945. Pemerintahan dan negara langsung dipimpin seorang presiden, dengan sistem kabinet presidensial. Indonesia secara kewilayahan adalah terbentang dari 6 derajat Lintang Utara sampai 11 derajat

Lintang Selatan, serta 95 derajat Bujur Timur sampai 145 derajat Bujur Timur86.

Terbentang dari Sabang sampai Merauke, serta Rote sampai ke Talaud.

Indonesia adalah sebagai satu kesatuan ideologi, politik, sosial, ekonomi, pertahanan, dan kemanan nasional. Jumlah penduduk Indonesia sekarang ini adalah sekitar 250 juta jiwa. Agama resmi di Indonesia ialah Islam, Katolik,

Protestan, Hindu, Budha, ditambah aliran-aliran kepercayaan seperti Pemena,

Pelebegu, Karahyangan, Kejawen, Parmalim, dan lain-lainnya.

86 www.wikipedia.org

Universitas Sumatera Utara Republik Indonesia ialah negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di Asia Tenggara, melintang di khatulistiwa antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Karena letaknya yang berada di antara dua benua, dan dua samudera, ia disebut juga sebagai Nusantara

(Kepulauan Antara). Indonesia berbatasan dengan Malaysia di pulau Kalimantan, berbatasan dengan Papua Nugini di pulau Papua dan berbatasan dengan Timor

Timur di pulau Timor. Sejak bekas provinsi Indonesia ini (Timor Timur) memutuskan memisahkan diri dan membentuk negara tersendiri sebagai hasil referendum tahun 1999, daerah itu berganti nama yaitu Timor Leste.

Indonesia saat ini memiliki 33 provinsi (termasuk 2 Daerah Istimewa (DI) dan satu Daerah Khusus Ibukota (DKI). Kedua DI tersebut adalah Nanggroe

Aceh Darussalam dan Daerah Istimewa Yogyakarta sedangkan Daerah Khusus

Ibukotanya adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sebelum era Reformasi,

Indonesia hanya memiliki 27 provinsi, yang mana Timor Timur sebagai provinsi ke-27 ini memisahkan diri melalui referendum menjadi negara Timor Leste.

Indonesia memiliki 17.504 pulau besar dan kecil87, sekitar 6000 di antaranya tidak berpenghuni, yang menyebar disekitar khatulistiwa, memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia atau Oseania. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan antara pulau- pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia menjadi 1,9 juta mil². Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana setengah populasi Indonesia hidup.

87 Ibid.

Universitas Sumatera Utara Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km²,

Sumatra dengan luas 473.606 km², Kalimantan dengan luas 539.460 km²,

Sulawesi dengan luas 189.216 km², dan Papua dengan luas 421.981 km². Lokasi

Indonesia juga terletak di lempeng tektonik yang berarti Indonesia sering terkena gempa bumi dan juga menimbulkan tsunami. Indonesia juga banyak memiliki gunung berapi, salah satu yang sangat terkenal adalah gunung Krakatau, terletak antara pulau Sumatra dan Jawa88.

Penduduk Indonesia dapat dibagi secara garis besar dalam dua kelompok.

Di bagian barat Indonesia penduduknya kebanyakan adalah ras Melayu sementara di timur adalah ras Papua, yang mempunyai akar di kepulauan

Melanesia. Banyak penduduk Indonesia yang menyatakan dirinya sebagai bagian dari kelompok suku yang lebih spesifik, yang dibagi menurut bahasa dan asal daerah, misalnya Jawa, Sunda, atau Batak.

Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 85,2% penduduk

Indonesia, yang menjadikan Indonesia negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Sisanya beragama Protestan (8,9%), Katolik (3%), Hindu

(1,8%), Buddha (0,8%), dan lain-lain (0,3%). Kebanyakan penduduk Indonesia bertutur dalam bahasa daerah sebagai bahasa ibu, namun bahasa resmi Indonesia, bahasa Indonesia, diajarkan di seluruh sekolah-sekolah di negara ini dan dikuasai oleh hampir seluruh penduduk Indonesia89.

88 Ibid. 89 Ibid.

Universitas Sumatera Utara 2.5 Malaysia

Malaysia terletak di jantung Asia Tenggara, yaitu di ujung selatan daratan

Asia bagian tenggara. Negara Malaysia berbentuk bulan sabit dengan letaknya di garis 0 (khatulistiwa) dan 7 Lintang Utara, dan 100 dan 119 Bujur Timur.

Malaysia terdiri atas dua bagian, yaitu Malaysia Barat dan Malaysia Timur.

Malaysia Barat yang lebih dikenal Semenanjung Malaysia, memanjang dari

Segenting Kra ke Selat Johor, sedangkan Malaysia Timur terdiri dari dan

Serawak di barat laut pulau Kalimantan90.

Kedua wilayah barat dan timur ini, dipisahkan oleh Laut China Selatan yang jaraknya adalah 750 kilometer. Negara Malaysia di sebelah utara berbatasan dengan Thailand (Muang Thai). Di sebelah selatan dihubungkan dengan bendungan jalan (Tambak Johor) ke Republik Singapura. Di sebelah barat dipisahkan oleh Selat Melaka dengan Pulau Sumatera (Republik Indonesia), sedangkan kepulauan Filipina terletak di sebelah Timur Laut Sabah. Luas

Malaysia seluruhnya 330.434 kilometer persegi. Semenanjung Malaysia luasnya

131.587 kilometer persegi, sedangkan Sabah dan Serawak masing-masing 74,.398 dan 124.449 kilometer persegi91.

Garis pantai Malaysia memanjang hampir 4.830 kilometer dari Samudera

India ke Laut China Selatan. Pantai barat Semenanjung Malaysia mudah dilalui oleh alat transportasi laut karena Selat Melaka terlindung. Melalui pantai timurnya, selama musim angin Monsun atau musim Tengkujuh (Oktober sampai

90 Lawrence T. Lorimer et al., 1991, Grolier Encyclopedia of Knowledge (vol 1-20). Danburry, Connecticut: Groller Incorporated. hal. 68. 91 Ibid.

Universitas Sumatera Utara Februari) adalah sulit untuk dilalui alat trasportasi laut. Panjang pantai Sabah dan

Serawak kurang lebih 2.100 kilometer. Iklim Malaysia dipengaruhi oleh

Samudera Hindia dan Laut China Selatan.

Setiap tahun terjadi dua musim, yaitu musim Monsun Barat Daya dan

Musim Monsun Timur Laut. Musim Monsun Timur Laut berlangsung pada bulan

Oktober sampai Februari dan membawa hujan ke pantai timur Semenanjung

Malaysia dan daerah pantai Sabah dan Serawak. Musim Monsun Barat Daya berlangsung pada pertangahan bulan Mei hingga September. Rata-rata curah hujannya antara 2.030 mm sampai 2.540 mm per tahun, sedangkan suhu setiap hari di seluruh Malaysia berkisar antara 21 sampai 23 Celcius. Di Cameron

Highland dan Gunung Kinabalu, suhu yang paling tinggi dan paling rendah adalah

26 dan 2 Celcius, dengan kelembaban udara 80%92.

Malaysia adalah negara koloni Inggeris, yang merdeka tahun 1957.

Malaysia adalah sebuah negara Persekutuan (Federasi) yakni gabungan antara negara-negara bagian. Ada 13 negara bagian dan satu daerah persekutuan

(federal). Negara bagian dan federal itu adalah: (1) Perak, (2) Johor, (3) Selangor,

(4) Negeri Sembilan, (5) Melaka, (6) Pulau Pinang, (7) Wilayah Persekutuan

Kuala Lumpur, (8) Pahang, (9) Kelantan, (10) Trengganu, (11) Kedah, (12) Perlis,

(13) Sabah, dan (14) Serawak.

Malaysia dihuni oleh berbagai kelompok etnik. Etnik Melayu berjumlah

50% lebih dari seluruh penduduknya, yang umumnya bermukim di kawasan pedesaan, dan secara tradisional mempunyai pengaruh paling besar di bidang

92 Ibid.

Universitas Sumatera Utara politik. Masyarakat China berjumlah 32% dari keseluruhan penduduknya, yang migrasi secara besar-besaran dari Daratan China pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Umumnya masyarakat China menguasai bidang perekonomian.

Masyarakat India berjumlah 8% dari seluruh penduduk Malaysia. Mereka datang sejak masa kolonialisasi Inggris abad ke-19, yang pada awalnya menjadi buruh penyadap pohon karet. Masyarakat Dayak berjumlah 8% dari seluruh penduduk

Malaysia, dan umumnya tinggal di Malaysia Timur93.

Bahasa resmi adalah bahasa Malaysia, yang ditulis dengan huruf Romawi ataupun huruf Arab. Bahasa Inggris juga luas dipergunakan. Bahasa China dan

India dipergunakan oleh masyarakat China dan India. Orang Melayu umumnya beragama Islam, sekte Sunni, mazhab Syafi’i, seperti juga di Indonesia. Orang- orang China umunya beragama Budha atau Taoisme dan orang-orang India umumnya beragama Hindu94. Di antara orang China dan India, serta sebagian masyarakat Dayak beragama Kristen.

Sistem pemerintahan di Malaysia mengambil model sistem pemerintahan

Inggris yang dimodifikasi, yaitu sistem federal digabung dengan sistem monarki.

Kepala negara federal adalah seorang sultan, dan seluruh sultan dikepalai oleh

Yang Dipertuan Agong, yang dipilih lima tahun sekali oleh masing-masing sultan.

Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dengan sistem kabinet parlementer.

93 Ibid. 94 Lawrence T. Lorimer et al., 1991, Grolier Encyclopedia of Knowledge (vol 1-20). Danburry, Connecticut: Groller Incorporated. hal. 69.

Universitas Sumatera Utara Sejak merdeka sampai sekarang, partai politik yang berkuasa di Malaysia adalah

Barisan Nasional, sebagai aliansi partai-partai politik yang berlandas multietnik.95

Berdasarkan sejarah, Malaysia mempunyai kaitan dengan Kerajaan

Sriwijaya di Sumatera Selatan. Malaysia pernah diperintah oleh Kerajaan

Sriwijaya sejak abad ke-9 sampai abad ke-13. Sejak abad ke-14, mereka mulai menganut agama Islam. Kemudian tahun 1511 Melaka jatuh ke kuasaan Portugis.

Tahun 1786 Inggeris menguasai Pulau Pinang, dan secara bertahap mereka menguasai Malaysia. Tahun 1895 Inggeris membentuk Malaysia sebagai salah satu koloninya, dengan sistem Negara Federasi. Di bawah pemerintahan Inggris

Malaysia menjadi negeri yang paling banyak menghasilkan karet. Tahun 1957

Malaysia merdeka, dan membentuk Negera Federasi Malaya, dengan Perdana

Menteri Tunku Abdul Rahman. Kemudian tahun 1963, Negera Federasi Malaya berangotakan lebih luas, yaitu: Malaya, Singapura, Sabah, dan Serawak.

Singapura kemudian memisahkan diri dari Federasi ini tahun 1965, menjadi sebuah republik.

Masyarakat Melayu di Sumatera Utara, merasa bahwa Malaysia juga memiliki hubungan kultural dengan mereka. Dalam bidang kesenian misalnya, masyarakat Melayu Sumatera Utara banyak mengadopsi lagu-lagu Malaysia, kemudian lagu tersebut dibuatkan tariannya. Contoh hubungan kebudayaan

95Pada masa sekarang ini di dasawarsa pertama abad kedua puluh satu, Malaysia mengalami gesekan politik yang begitu kuat. Terutama tahun 2008 ini. Adapun penyebabnya adalah perseteruan politis antara kelompok Barisan Nasional dan Barisan Alternatif. Barisan Nasional (BN) adalah aliansi dari beberapa partai politik, terutama dimotori oleh United Malay Nation Organization (UMNO), Organisasi Kebangsaan Melayu, ditambah Malaysian India Community (MIC), dan Malaysian Chinese Association (MCA). Sementara kelompok Barisan Alternatif terdiri dari partai-partai oposisi seperti Parti Keadlian Rakyat (PKR) di bawah komnando Anwar Ibrahim yang beraliansi dengan Parti Agama Islam Se-Malaysia (PAS), Democratic Aliance Party (DAP) yang berbasis masyarakat China dan India, dan lain-lainnya. (www.wikipedia.org)

Universitas Sumatera Utara lainnya adalah masyarakat Melayu di Semenanjung Malaysia juga merasa bahwa kebudayaan di Sumatera Utara ini memiliki hubungan dengan kebudayaan di

Semenanjung Malaysia. Kesenian seperti (Aceh dan Melayu) ada pula di kedua kawasan khususnya Aceh, Sumatera Utara, Kedah dan Perlis. Tari

Persembahan atau Tari Makan Sirih umum dijumpai di kawasan Sumatera Utara dan Semenanjung Malaysia.

Aspek patun, syair, puisi dan lainnya juga dijumpai di kedua kawasan.

Pahlawan nasional, raja penyair pujangga baru dan tokoh kebudayaan Melayu dari

Sumatera Utara, Allahyarham Tengku Amir Hamzah, karya-karya puisinya yang terangkum dalam Buah Rindu dan Nyanyi Sunyi menjadi bahan kajian sastra di peringkat sekolah menengah di Malaysia. Orang-orang Melayu di Sumatera Utara dengan orang-orang Melayu di Semenanjung Malaysia banyak yang memiliki hubungan darah, bahkan di beberapa kawasan di Sumatera, bahasa Melayu

Malaysia digunakan oleh penduduk kawasan ini. Dengan demikian, secara negara memang terpisah, namun secara budaya mereka terus berinteraksi dan berkomunikasi. Selanjutnya akan dikaji hubungan kebudayaan Melayu Singapura dengan Sumatera Utara.

2.6 Singapura

Republik Singapura adalah sebuah republik merdeka dan independent di

Asia Tenggara, yang terdiri dari satu pulau penting yaitu pulau Tumasek dan 50 pulau kecil lainnya, Pulau utamanya, berbatasan dengan Selat Johor, yang dihubungkan langsung dengan jalan raya dan kereta api ke kota Johor Baru. Di

Universitas Sumatera Utara selatan, Singapura berbatasan dengan Kepulauan Riau, dan sebagai pelabuhan penting di Asia Tenggara yang berhubungan dengan Lautan Hindia dan Laut

China Selatan96.

Republik Singapura (bahasa Inggris: Republic of ; Tionghoa pinyin: Xīnjīapō Gònghéguó; dalam bahasa Tamil: disebut dengan Cingkappūr

Kudiyarasu) adalah sebuah negara kota di Asia Tenggara yang terletak di penghujung Semenanjung Malaysia, berbatasan dengan Johor (Malaysia) dan

Kepulauan Riau (Indonesia).

Republik Singapura terletak 137 kilometer dari jalur khatulistiwa. Pada awalnya pulau Singapura merupakan kampung nelayan yang dihuni oleh suku

Melayu atau Bumiputra. Sejak kemerdekaan, standar kehidupan di negara

Singapura meningkat secara tajam. Investor asing dan perusahaan pemerintahan dalam bidang industri telah ekonomi modern dalam sektor elektronik dan perakitan.

Berdasarkan GDP (Gross Domestic Product), Singapura merupakan negara terkaya di dunia dalam peringkat ke 18. Meskipun Singapura memiliki wilayah dan relatif kecil, Singapura mempunyai simpanan dana cadangan sebesar

US$139 miliyar. Data survei dari Mercer Human Resource Consulting menyatakan bahwa Singapura menduduki urutan ke-5 di Asia dalam standar kehidupan termahal; dan dalam urutan ke 14 di dunia97.

Republik Singapura dipandang sebagai Negara Kota sebab sebahagian besar teritorialnya adalah pulau utama yang menjadi bahagian dari metropolis

96 Richard Ulack, Encyclopædia Britannica. Ultimate Reference Suite. (Chicago: Encyclopædia Britannica, 2007). 97 www.wikipedia.org

Universitas Sumatera Utara Singapura. Pulau ini sangat padat penduduknya, terutama di kawasan selatannya, yang menjadi pusat bisnis dan pelabuhan utama. Sekitar tiga perempat penduduknya yang disebut Singaporean adalah etnik China—ditambah etnik

Melayu dan India dengan posisi yang juga penting98.

Luas keseluruhan kawasan Singapura, termasuk pulau utama dan pulau- pulau kecilnya adalah 685,4 kilometer. Pulau-pulau yang lebih kecil lainnya adalah tempat untuk memancing, seperti pulu Tekong, Ubin, dan Sentosa.

Singapura terdiri dari pulau-pulau yang landai, yang paling tinggi adalah kawasan

Bukit Timah pada 176 meter di atas permukaan laut. Oleh karena Singapura berada di utara garis khatulistiwa maka iklimnya secara umum adalah tropis.

Temperatur rata-rata adalah 27°C (81°F) dan rata-rata turun hujan 2.400 milimeter99.

Pada saat sensus tahun 1990, Singapura memiliki penduduk 2,705,115 jiwa—kemudian dalam bancian tahun 2000 penduduknya menjadi 4.017.733.

Tahun 2005 diperkirakan penduduknya mencapai 4.425.720 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut, tiga perempatnya adalah etnik China, sisanya adalah etnik

Melayu, dan India. Agama-agama yang dianut penduduk Singapura adalah:

Budha, Taoisme dan Kristian. Orang Melayu umumnya beragama Islam, sementara keturunan India umumnya beragama Hindu dan Islam100.

Mayoritas rakyat Singapura menganut agama Buddha (31,9%) dan Tao

(21,9%)--14,9% rakyat Singapura menganut agama Islam, 12,9% menganut

98 Richard Ulack, Encyclopædia Britannica. Ultimate Reference Suite. (Chicago: Encyclopædia Britannica, 2007). 99 Ibid. 100 Ibid.

Universitas Sumatera Utara agama Kristen, 3,3% Hindu, dan lainnya 0,6%, sedangkan sisanya (14,5%) tidak beragama. Singapura mempunyai empat bahasa resmi, yaitu: Inggris, Mandarin,

Melayu, dan Tamil. Bahasa Melayu adalah bahasa nasional Singapura tetapi lebih bersifat simbolis; ia digunakan untuk menyanyikan lagu kebangsaan (Majulah

Singapura) dan juga sewaktu latihan dan dalam perbarisan pasukan tentara dan polisi. Pemerintah People Aliance Party (PAP) lebih cenderung dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar (lingua franca) dan penggunaan bahasa Melayu hanya terbatas kepada kaum Melayu saja. Hanya segelintir dari kaum Tionghoa dan India yang fasih dalam bahasa nasional

(mayoritas dari mereka telah melewati masa Singapura sebelum merdeka).

Berdasarkan legenda etnik Melayu, nama Singapura diberikan oleh Sang

Nila Utama, pangeran dari Sumatera pada awal abad ke 14. Ketika Sang Nila

Utama berlayar di laut, terjadi badai dan angin kencang yang mengakibatkan perahunya terdampar di sebuah pulau. Saat di pulau, melihat seekor binatang yang menyerupai singa. Oleh karena itu, pulau tersebut dinamakan Singapura. Sejarah Singapura bermula pada abad ke-14 Masehi. Pada masa itu, Singapura dikenal sebagai Temasek, salah satu pelabuhan dan kota terpenting di rantau Nusantara. Ia berada di bawah pemerintahan kerajaan

Sriwijaya yang pada masa itu sedang mengalami kemunduran. Setelah hilangnya kekuasaan Sriwijaya terhadap Temasik, ia dituntut oleh kerajaan Majapahit dan kerajaan Ayuthaya (Siam).

Namun kubu pertahanan kota tersebut berhasil menghalang serangan

Siam. Pada waktu itu juga, nama Temasik berubah menjadi Singha Pura, atau

Universitas Sumatera Utara "Kota Singa" dalam bahasa Sansekerta. Inggris tiba di Singapura pada tahun 1819 dan Sir Thomas Stamford Raffles menetapkannya sebagai sebuah pusat perdagangan. Dari abad ke-19 hingga 20, Singapura merupakan jajahan Inggris dan menjadi salah satu anggota Negeri-Negeri Selat () bersama

Pulau Penang dan Melaka.

Singapura berada di bawah penjajahan Jepang pada tahun 1942 sampai dengan 1945 yaitu pada saat Inggris kalah perang pada Perang Dunia II.

Singapura dikembalikan kepada kerajaan Inggris pada akhir Perang Dunia. Pada tahun 1959 diberi hak oleh Inggris untuk memerintah sendiri. Pada September

1963, Singapura berbentuk kesatuan dengan Persekutuan Malaysia, tetapi persekutuan itu terpecah dan Singapura dikeluarkan pada 7 Agustus 1965.

Penyebabnya, konflik antara UMNO (partai berkuasa di Malaysia) dan Partai Aksi

Rakyat Singapura (PAP) pimpinan Lee Kuan Yew. Pada tanggal 9 Agustus 1965,

Singapura merdeka dan berdiri sebagai negara republik. Malaysia menjadi negara pertama yang mengakui Singapura sebagai negara merdeka. Singapura membangun dengan pesat dan menjadi sebuah negara yang sukses dari segi ekonomi. Ia mempunyai perhubungan dagang yang kuat, sebuah pelabuhan yang sibuk, dan PDB per kapita yang setara dengan negara-negara Eropa Barat. Pada tahun 1990, Goh Chok Tong menggantikan Lee Kuan Yew sebagai perdana menteri di Singapura. Beliau berhasil mencegah segala krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997. Putra tertua Lee Kuan Yew, Lee Hsien Loong

Universitas Sumatera Utara menggantikan Goh Chok Tong. Saat ini Lee Hsien Loong menjabat sebagai perdana menteri ketiga di Singapura101.

Konstitusi Singapura berdasarkan sistem Westminster karena Singapura merupakan bekas jajahan Inggris. Posisi Presiden adalah simbolis dan kekuasaan pemerintahan berada di tangan perdana menteri yang merupakan ketua partai politik yang memiliki kedudukan mayoritas di parlemen. Arena politik dikuasai oleh Partai Aksi Rakyat (PAP) yang telah memerintah sejak Singapura merdeka.

Pemerintah PAP sering dikatakan memperkenalkan undang-undang yang tidak memberi kesempatan tumbuhnya penumbuhan partai-partai oposisi yang efektif.

Cara pemerintahan PAP dikatakan lebih cenderung kepada otoriter dari demokrasi yang sebenarnya. Namun, cara pemerintahan tersebut berhasil menjadikan

Singapura sebuah negara yang maju, bebas dari korupsi dan memiliki pasar ekonomi yang terbuka. Para ahli politik menganggap Singapura sebuah negara yang berideologi Demokrasi Sosialis.

Dalam konteks hubungannya dengan masyarakat Melayu di Sumatera

Utara. Beberapa seniman dan budayawan Melayu Singapura belajar ke Sumatera

Utara secara informal dan mengembangkan kesenian itu di Singapura. Yang paling menonjol adalah datangnya seniman dari kumpulan Som Said belajar seni tari Melayu, khususnya Serampang Dua Belas dan kemudian mengembangkannya di Singapura. Malah di Singapura ini terdapat pula gaya tari Serampang Dua

Belas Singapura. Beberapa guru musik dan tari dari Sumatera Utara juga digaji untuk mengajar orang-orang Singapura dalam bidang ini. Selanjutnya dikaji

101 www.wikipedia.org

Universitas Sumatera Utara hubungan antara masyarakat Melayu Sumatera Utara dengan masyarakat Melayu

Thailand (Pattani).

2.7 Pattani Thailand

Thailand merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang mayoritas penduduknya yaitu sebesar 80% beragama Budha dan 20% terdiri dari agama

Islam, Kristen dan Hindu. Di antara 20% itu, Islam adalah yang paling ramai penganutnya. Jumlah penduduk muslim Thailand menurut laporan Pejabat Hal

Ehwal Agama Islam Thailand/Samnakngan kamkam Islam Heng Prathit Thai, sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan rakyat Thailand, yaitu kira-kira 6 juta jiwa, dan Islam merupakan agama kedua terbesar selepas agama Budha102.

Kerajaan Thailand (nama resmi: Ratcha Anachak Thai; juga Prathēt Thai), kadangkala juga disebut Mueang Thai, adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang berbatasan dengan Laos dan Kamboja di timur, Malaysia dan Teluk Siam di selatan, dan Myanmar dan Laut Andaman di barat. Thailand dahulu dikenal sebagai Siam sampai tanggal 11 Mei 1949. Kata "Thai" berarti "kebebasan" dalam bahasa Thailand, namun juga dapat merujuk kepada suku Thai, sehingga menyebabkan nama Siam masih digunakan di kalangan orang Thai terutama kaum minoritas Tionghoa103.

Asal mula Thailand secara tradisional dikaitkan dengan sebuah kerajaan yang berumur pendek, Kerajaan Sukhothai yang didirikan pada tahun 1238.

Kerajaan ini kemudian diteruskan Kerajaan Ayutthaya yang didirikan pada

102 Abdullah Hayeesaid, 1991, “Sejarah Perkembangan Pattani”, makalah seminar Dunia Melayu di Fakultas Sastra USU, Medan, hal., 1. 103 Ibid.

Universitas Sumatera Utara pertengahan abad ke-14 dan wilayah dan kekuasaanya lebih besar dibandingkan

Sukhothai. Kebudayaan Thailand dipengaruhi dengan kuat oleh Tiongkok dan

India. Hubungan dengan beberapa negara besar Eropa dimulai pada abad ke-16 namun meskipun mengalami tekanan yang kuat, Thailand tetap bertahan sebagai satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh negara

Eropa, meski pengaruh Barat, termasuk ancaman kekerasan, mengakibatkan berbagai perubahan pada abad ke-19 dan diberikannya banyak kelonggaran bagi pedagang-pedagang Inggris.

Sebuah revolusi tak berdarah pada tahun 1932 menyebabkan dimulainya monarki konstitusional. Sebelumnya dikenal dengan nama Siam, negara ini mengganti namanya menjadi Thailand pada tahun 1939 dan untuk seterusnya, setelah pernah sekali mengganti kembali ke nama lamanya pasca Perang Dunia II.

Pada perang tersebut, Thailand bersekutu dengan Jepang; tetapi saat Perang Dunia

II berakhir, Thailand menjadi sekutu Amerika Serikat. Beberapa kudeta terjadi dalam tahun-tahun setelah berakhirnya perang, namun Thailand mulai bergerak ke arah demokrasi sejak tahun 1980-an.

Kalender Thailand didasarkan pada Tahun Budha, yang lebih cepat 543 tahun dibandingkan kalender Masehi Barat. Tahun 2000 Masehi sama dengan tahun 2543 dalam kalender Thailand. Pada 26 Desember 2004, pesisir barat

Thailand diterjang tsunami setinggi 10 meter setelah terjadinya gempa bumi

Samudra Hindia 2004, menewaskan 5.000 orang di Thailand, dan setengahnya merupakan wisatawan.

Universitas Sumatera Utara Thailand dibagi kepada 76 provinsi (changwat), yang dikelompokkan ke dalam 5 kelompok provinsi. Nama tiap provinsi berasal dari nama ibu kota provinsinya. Provinsi-provinsi tersebut kemudian dibagi lagi menjadi 795 distrik

(amphoe), 81 sub-distrik (king amphoe) dan 50 distrik Bangkok (khet) (jumlah hingga tahun 2000), dan dibagi-bagi lagi menjadi 7.236 komunitas (tambon),

55.746 desa (), 123 kotamadya (tesaban), dan 729 distrik sanitasi

(sukhaphiban) (jumlah hingga tahun 1984).

Thailand merupakan tempat terletaknya beberapa wilayah geografi yang berbeda. Di sebelah utara, keadaannya bergunung-gunung, dan titik tertingginya berada di Doi Inthanon (2.576 m). Sebelah timur laut terdiri dari Hamparan

Khorat, yang dibatasi di timur oleh sungai Mekong. Wilayah tengah negara didominasi lembah sungai Chao Phraya yang hampir seluruhnya datar, dan mengalir ke Teluk Thailand. Di sebelah selatan terdapat Tanah Genting Kra yang melebar ke Semenanjung Melayu. Cuaca setempat adalah tropis dan bercirikan monsun. Ada monsun hujan, hangat dan berawan dari sebelah barat daya antara pertengahan Mei dan September, serta monsun yang kering dan sejuk dari sebelah timur laut dari November hingga pertengahan Maret. Tanah genting di sebelah selatan selalu panas dan lembab. Kota-kota besar selain ibu kota Bangkok termasuk Nakhon Ratchasima, Nakhon Sawan, Chiang Mai dan Songkhla.

Secara keseluruhannya muslim di Thailand bukan saja berketurunan

Melayu seperti di Pattani, bahkan ia terdapar dari berbagai suku bangsa dan keturunan yang tersebar di seluruh negara Thai. Misalnya muslim keturunan

Siam, muslim keturunan China, muslim keturunan Arab-Parsi, muslim keturunan

Universitas Sumatera Utara India Pakistan. Muslim keturunan Indonesia dan muslim keturunan Melayu

Pattani.

Muslim keturunan Melayu Pattani tinggal di empat provinsi, yaitu: Pattani,

Yala, Narathiwat dan Satun atau dikenal dengan Pattani. Di keempat provinsi itu mereka berjumlah 77%, mereka ini adalah orang Melayu dari segi etnik, budaya, dan bahasa. Dari segi sejarah golongan ini merupakan penduduk tetap yang tinggal beberapa abad lamanya di kawasan tersebut, mereka adalah muslim yang memang tinggal dari zaman berzaman di kawasan itu104.

Walaupun Islam di Pattani bertapak dan berkembang pada abad ke-10, namun ia baru menjadi agama resmi negara pada abad ke-15, yaitu pada tahun

1457. Menjelang abad ke-16 sampai ke-17, Pattani benar-benar merupakan sebuah negara yang aman dan makmur serta memainkan peranan yang penting di Asia

Tenggara, sama ada dalam bidang politik, perdagangan dan pendidikan.

Mengenai perdagangan di pelabuhan Pattani, Ijzerman seorang pedagang

Belanda menyatakan bahwa Pattani adalah pintu masuk bagi pedagang-pedagang yang ingin berdagang di China dan sekitarnya. Sebagai sebuah negara yang subur dan kaya dengan hasil bumi. Pada tahun 1612, semasa pemerintahan raja Hijau,

Peter Flores yang turut bersama dalam lawatan ke Pattani dengan menaiki kapal

The Globe melaporkan tentang kemajuan yang dicapai oleh Pattani. Ketika menghadap raja Pattani, beliau dan kumpulannya memuji keindahan dan kemakmuran yang dicapai kerajaan Pattani, dan melaporkan bahwa Pattani mempunyai hubungan perdangan dengan semua negeri di Asia Tenggara.

104 Ibid.

Universitas Sumatera Utara Selain dari kemajuan yang dicapai dalam bidang politik dan perniagaan,

Pattani juga muncul sebagai pusat pengajian Islam terpenting di Asia Tenggara, terutama setelah kejatuhan Samudera Pasai dan Melaka. Ini terjadi akibat dari kedatangan alim ulama dari negeri Melayu untuk menyambung kembali tradisi intelektualnya yang telah terancam oleh kekuasaan asing di kedua kerajaan

Melayu tersebut. Walau bagaimanapun, zaman kegemilangan dan kemakmuran kerajaan Pattani hanya bertahan lebih kurang dua abad saja, pada perkembangan selanjutnya Pattani mengalami masa kemunduran dan akhirnya tahun 1786 kerajaan Melayu Pattani jatuh ke kuasaan Thailand105.

Dalam konteks hubungan kultural antara Thailand dengan kawasan

Sumatera Utara, beberapa kesenian di Sumatera Utara memiliki hubungan sejarah dengan Pattani dan Malaysia bahagian utara. Misalnya saja makyong yang terdapat di Kesultanan Serdang adalah diambil dari wilayah ini. Begitu juga dengan ensambel nobat di Deli dan Serdang memiliki hubungan dengan wilayah

Thailand Selatan dan Malaysia bahagian utara. Selanjutnya kita lihat aspek etnografi Brunei Darussalam.

2.8 Brunei Darussalam

Brunei Darussalam adalah sebuah negara kecil yang sangat makmur di bagian utara Pulau Borneo/Kalimantan dan berbatasan dengan Malaysia. Brunei terdiri dari dua bagian yang dipisahkan di daratan oleh Malaysia. Nama Borneo

105 Abdullah Hayeesaid, 1991, “Sejarah Perkembangan Pattani”, makalah seminar Dunia Melayu di Fakultas Sastra USU, Medan, hal., 3.

Universitas Sumatera Utara berdasarkan nama negara ini, sebab pada zaman dahulu kala, negeri ini sangat berkuasa di pulau Kalimantan.

Silsilah kerajaan Brunei didapatkan pada Batu Tarsilah yang menuliskan silsilah Raja-Raja Brunei yang dimulai dari Awang Alak Betatar, raja yang mula- mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin

(Sultan Brunei ke-19, memerintah antara 1795-1804 dan 1804-1807). Brunei adalah sebuah negara tua di antara kerajaan-kerajaan Melayu. Keberadaan Brunei

Tua ini diperoleh berdasarkan kepada catatan Arab, China, dan tradisi lisan.

Dalam catatan Sejarah China dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan Bunlai. Dalam catatan Arab dikenali dengan Dzabaj atau Randj106.

Catatan tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan bahwa Brunei berasal dari perkataan baru nah yaitu setelah rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai

Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru. Selepas saja mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh bukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun mengucapkan perkataan baru nah yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan.

Kemudian perkataan baru itu lama kelamaan berubah menjadi Brunei.

Replika stupa yang dapat ditemukan di Pusat Sejarah Brunei menjelaskan bahwa agama Hindu-Buddha pada suatu masa dahulu pernah dianut oleh penduduk

106 www.wikipedia.org

Universitas Sumatera Utara Brunei. Sebab telah menjadi kebiasaan dari para musafir agama tersebut, apabila mereka sampai di suatu tempat, mereka akan mendirikan stupa sebagai tanda serta pemberitahuan mengenai kedatangan mereka untuk mengembangkan agama tersebut di tempat itu. Replika batu nisan P'u Kung Chih Mu, batu nisan Rokayah binti Sultan Abdul Majid ibni Hasan ibni Muhammad Shah Al-Sultan, dan batu nisan Sayid Alwi Ba-Faqih (Mufaqih) pula menggambarkan mengenai kedatangan agama Islam di Brunei yang dibawa oleh musafir, pedagang dan mubaligh- mubaliqh Islam, sehingga agama Islam itu berpengaruh dan mendapat tempat, sama ada penduduk tempatan maupun keluarga kerajaan Brunei107.

Para peneliti sejarah telah mempercayai terdapat sebuah kerajaan lain sebelum berdirinya Kesultanan Brunei kini, yang disebut orang China sebagai Po- ni. Catatan orang China dan orang Arab menunjukkan bahwa kerajaan perdagangan kuno ini ada di muara Sungai Brunei awal abad ke-7 atau ke-8.

Kerajaan itu memiliki wilayah yang cukup luas meliputi Sabah, Brunei, dan

Sarawak yang berpusat di Brunei. Kesultanan Brunei juga merupakan pusat perdagangan dengan China. Kerajaan awal ini pernah ditaklukkan Kerajaan

Sriwijaya yang berpusat di Sumatra pada awal abad ke-9 Masehi dan seterusnya menguasai Kalimantan utara dan gugusan kepulauan Filipina. Kerajaan ini juga pernah dijajah Kerajaan Majapahit yang berpusat di pulau Jawa tetapi berhasil membebaskan dirinya dan kembali sebagai sebuah negeri yang penting.

Pada awal abad ke-15, Kerajaan Malaka di bawah pemerintahan

Parameswara telah menyebarkan pengaruhnya dan kemudian mengambil alih

107 Ibid.

Universitas Sumatera Utara perdagangan Brunei. Perubahan ini menyebabkan agama Islam tersebar di wilayah Brunei oleh pedagangnya pada akhir abad ke-15. Kejatuhan Melaka ke tangan Portugis pada tahun 1511, telah menyebabkan Sultan Brunei mengambil alih kepimpinan Islam dari Melaka, sehingga Kesultanan Brunei mencapai zaman kegemilangannya dari abad ke-15 hingga abad ke-17 sewaktu memperluas kekuasaannya ke seluruh pulau Kalimantan dan ke Filipina di sebelah utaranya.

Semasa pemerintahan Sultan Bolkiah (1473-1521) yang terkenal, disebabkan pengembaraan baginda di laut, malah pernah seketika menaklukkan Manila. kesultanan Brunei memperluas pengaruhnya ke utara hingga ke Luzon dan Sulu serta di sebelah selatan dan barat Kalimantan. Pada zaman pemerintahan sultan yang kesembilan, Hassan (1605-1619), ia membangun susunan aturan adat istiadat kerajaan dan istana yang masih kekal hingga hari ini108.

Pada tahun 1658 Sultan Brunei menghadiahkan kawasan timur laut

Kalimantan kepada Sultan Sulu di Filipina Selatan sebagai penghargaan terhadap

Sultan Sulu dalam menyelesaikan perang saudara di antara Sultan Abdul Mubin dengan Pengeran Mohidin. Persengketaan dalam kerajaan Brunei merupakan satu faktor yang menyebabkan kejatuhan kerajaan tersebut, yang bersumber dari pergolakan dalam disebabkan perebutan kuasa antara ahli waris kerajaan, juga disebabkan timbulnya pengaruh kuasa penjajah Eropa di rantau sebelah sini, yang menggugat corak perdagangan tradisi, serta memusnahkan asas ekonomi Brunei dan kesultanan Asia Tenggara yang lain. Pada Tahun 1839, James Brooke dari

Inggris datang ke Serawak dan menjadi raja disana seerta menyerang Brunei,

108 Ibid.

Universitas Sumatera Utara sehingga Brunei kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Sebagai balasan, ia dilantik menjadi gubernur dan kemudian "Raja" Sarawak di Barat Laut

Kalimantan sebelum meluaskan kawasan di bawah pemerintahannya.

Pada tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan dan sekitarnya diserahkan kepada James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunei jatuh ke tangan Inggris melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahnya sampai wilayah Brunei kelak berdiri sendiri di bawah protektorat Inggris sampai berdiri sendiri tahun

1984. Pada masa yang sama, Persekutuan Borneo Utara Britain sedang meluaskan penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada tahun 1888, Brunei menjadi sebuah negeri di bawah perlindungan kerajaan Britania dengan mengekalkan kedaulatan dalam negerinya, tetapi dengan urusan luar negara tetap diawasi Britania. Pada tahun 1906, Brunei menerima suatu lagi langkah perluasan kekuasaan Britania saat kekuasaan eksekutif dipindahkan kepada seorang residen

Britania, yang menasihati baginda Sultan dalam semua perkara, kecuali yang bersangkut-paut dengan adat istiadat setempat dan agama.

Pada tahun 1959, Brunei mendeklarasikan kerajaan baru yang berkuasa memerintah kecuali dalam isu hubungan luar negeri, keamanan dan pertahanan di mana isu-isu ini menjadi tanggung jawab Britania. Percobaan untuk membentuk sebuah badan perundangan pada tahun 1962 terpaksa dilupakan karena terjadi pemberontakan oleh partai oposisi yaitu Partai Rakyat Brunei dan dengan bantuan

Britania, pemberontakan ini berhasil diberantas. Pada akhir 1950 dan awal 1960, kerajaan Brunei ketika itu menolak cadangan (walaupun pada awalnya menunjukkan minat) untuk bergabung dengan Singapura, Sabah, Sarawak, dan

Universitas Sumatera Utara Tanah Melayu untuk membentuk Malaysia dan akhirnya Sultan Brunei ketika itu bercadang untuk membentuk sebuah negara yang merdeka. Pada 1967, Omar Ali

Saifuddin III telah turun dari takhta dan melantik putra sulungnya Hassanal

Bolkiah, menjadi Sultan Brunei ke-29. Baginda juga berkenan menjadi Menteri

Pertahanan setelah Brunei mencapai kemerdekaan penuh dan disandangkan gelar

Paduka Seri Begawan Sultan. Pada tahun 1970, pusat pemerintahan negeri Brunei

Town, telah diubah namanya menjadi Bandar Seri Begawan untuk mengenang jasa baginda. Baginda mangkat pada tahun 1986. Pada 4 Januari 1979, Brunei dan

Britania Raya telah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Pada

1 Januari 1984, Brunei Darussalam telah berhasil mencapai kemerdekaan sepenuhnya. Saat ini Brunei memiliki wilayah yang lebih kecil dari masa lalu, dengan berbatasan dengan Serawak dari sebelah barat sampai timur wilayah itu, serta sebelah utara berbatasan dengan Laut China Selatan.

Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara yang memiliki corak pemerintahan monarki konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai

Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri. Sultan Hassanal Bolkiah yang gelarnya diturunkan dalam wangsa yang sama sejak abad ke-15, ialah kepala negara serta pemerintahan

Brunei. Baginda dinasihati oleh beberapa majelis dan sebuah kabinet menteri, walaupun baginda secara berkesan merupakan pemerintah tertinggi. Media amat memihak kerajaan, dan kerabat kerajaan melestarikan status yang dihormati di dalam negeri. Brunei tidak memiliki dewan legislatif, namun pada bulan

Universitas Sumatera Utara September 2000, Sultan bersidang untuk menentukan Parlemen yang tidak pernah diadakan lagi sejak tahun 1984. Parlemen ini tidak mempunyai kuasa selain menasihati sultan.

Disebabkan oleh pemerintahan mutlak Sultan, Brunei menjadi salah satu negara yang paling stabil dari segi politik di Asia. Pertahanan Keamanan Brunei mengandalkan perjanjian pertahanan dengan Inggris di mana terdapat pasukan

Gurkha yang terutama ditempatkan di Seria. Jumlah pertahanan keamanannya lebih kecil bila dibandingkan dengan kekayaannya dan negara-negara tetangga.

Secara teori, Brunei berada di bawah pemerintahan militer sejak pemberontakan yang terjadi pada awal dasawarsa 1960-an.

Pemberontakan itu dihancurkan oleh laskar-laskar Britania Raya dari

Singapura. Brunei memiliki dengan hubungan luar negeri terutama dengan negara negara ASEAN dan negara-negara lain serta ikut serta sebagai anggota PBB.

Kesultanan ini juga terlibat konflik Kepulauan Spratly yang melibatkan hampir semua negara ASEAN (kecuali Indonesia, Kamboja, Laos, dan Myanmar), China, dan Taiwan. Selain itu terlibat konflik perbatasan laut dengan Malaysia terutama masalah daerah yang menghasilkan minyak dan gas bumi. Brunei menuntut wilayah di Sarawak, seperti Limbang. Banyak pulau kecil yang terletak di antara

Brunei dan Labuan, termasuk Pulau Kuraman, telah dipertikaikan oleh Brunei dan

Malaysia. Bagaimanapun, pulau-pulau ini diakui sebagai sebagian Malaysia di tingkat internasional.

Universitas Sumatera Utara Brunei terdiri dari dua bagian yang tidak berkaitan109; 97% dari jumlah penduduknya tinggal di bagian barat yang lebih besar, dengan hanya kira-kira

10.000 orang tinggal di daerah Temburong, yaitu bagian timur yang bergunung- gunung. Jumlah penduduk Brunei 383.000 orang. Dari bilangan ini, lebih kurang

46.000 orang tinggal di ibukota Bandar Seri Begawan. Sejumlah kota utama termasuk kota pelabuhan Muara, serta kota Seria yang menghasilkan minyak, dan

Kuala Belait, kota tetangganya. Di daerah Belait, kawasan Panaga ialah kampung halaman sejumlah besar ekspatriat, disebabkan oleh fasilitas perumahan dan rekreasi Royal Dutch Shell dan British Army. Klub Panaga yang terkenal terletak di sini. Iklim Brunei ialah tropis khatulistiwa, dengan suhu serta kelembapan yang tinggi, dan sinar matahari serta hujan lebat sepanjang tahun. Kira-kira dua pertiga jumlah penduduk Brunei adalah orang Melayu. Kelompok etnik minoritas yang paling penting dan yang menguasai ekonomi negara ialah orang China yang menyusun lebih kurang 15% jumlah penduduknya.

Etnik-etnik ini juga menggambarkan bahasa-bahasa yang paling penting: bahasa Melayu yang merupakan bahasa resmi, serta bahasa China. Bahasa Inggris juga dituturkan secara meluas, dan terdapat sebuah komunitas ekspatriat yang agak besar dengan sejumlah besar warga negara Britain dan Australia. Islam ialah agama resmi Brunei, dan Sultan Brunei merupakan kepala agama negara itu.

Agama-agama lain yang dianut termasuk agama Budha (terutamanya oleh orang

Tionghoa), agama Kristen serta agama-agama orang asli, dalam komunitas yang kecil.

109 Ibid.

Universitas Sumatera Utara Hubungan budaya antara masyarakat Melayu Sumatera Utara dengan

Brunei adalah sama dengan hubungannya dengan masyarakat Melayu Kalimantan pada umumnya. Masyarakat Melayu Sumatera Utara memiliki seniman-seniman dan budayawan yang selalu dijemput ke Brunei untuk mempersembahkan kesenian. Selain itu, ketika terjadi pesta budaya Melayu di Sumatera Utara, tak lupa pula mereka selalu menjemput seniman-seniman dari Brunei ini. Demikian sekilas hubungan berbagai hal antara masyarakat Melayu Sumatera Utara dengan

Dunia Melayu. Selain itu, eksistensi kesenian Melayu di Sumatera Utara tak lepas dari pengaruh gagasan kebudayaan nasional terutama Indonesia dan Malaysia.

Seni tari Serampang Dua Belas adalah salah satu contoh sumbangan kebudayaan etnik Melayu Sumatera Utara kepada bangsa Indonesia, sebagai tari nasional.

Selain itu, gagasan dan terapan kebudayaan nasional Malaysia juga digunakan oleh etnik Melayu, misalnya tari nasional Malaysia zapin dan joget, dipergunakan pula oleh etnik Melayu di Sumatera Utara.

Masyarakat Melayu di Sumatera Utara memiliki budaya lagu dan tari yang difungsikan ke dalam berbagai aktivitas sosial. Lagu dan tari Melayu Sumatera

Utara ada yang umum dijumpai di kawasan Dunia Melayu, namun ada pula yang khas menjadi identitas kawasan ini. Lagu dan tari Melayu, mencerminkan gagasan-gagasan kebudayaan yang diwariskan secara turun menurun dari generasi ke generasi. Contoh lagu Melayu Sumatera Utara yang umum dijumpai di Dunia

Melayu adalah Seri Mersing, Damak, Dayang Sinandung, Gunung Sayang

(), Seri Banang, Jalak Lenteng, Serampang Laut dan lain-lainnya.

Sementara contoh lagu yang khas kawasan ini adalah Gubang, Sinandung Siair,

Universitas Sumatera Utara Dedeng Padang Rebah, Zapin Menjelang Maghrib, Zapin Deli dan lain-lainnya.

Begitu pula dengan tarian, yang umum terdapat di dalam Dunia Melayu contohnya adalah Tari Makan Sirih atau Persembahan, Tari Zapin, Tari Dabus,

Tari Joget dan lainnya. Sementara tarian yang khas kawasan ini adalah Serampang

Dua Belas, Tari Gubang, Tari Gebuk, Tari Ulah Rentak Angguk Terbina, Tari

Semenda dan lain-lain. (wawancara dengan Takari, Januari 2011)

2.9 Sumatera Utara

Sumatera Utara mempunyai masyarakat yang heterogen terdiri dari beraneka ragam etnis. Ibukota Sumatera Utara ialah Medan. Provinsi Sumatera

Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km².

Sumatera Utara merupakan provinsi yang keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 1990 penduduk

Sumatera Utara pada tanggal 31 Oktober 1990 (hari sensus yang diperingati di

Indonesia) berjumlah 10,81 juta jiwa, dan pada tahun 2002, jumlah penduduk

Sumatera Utara adalah seramai 11,85 juta jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera

Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 165 jiwa per km², sedangkan kadar peningkatan pertumbuhan penduduk

Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 persen per tahun.

Universitas Sumatera Utara Kadar Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sumatera Utara setiap tahunnya tidak tetap. Pada tahun 2000 TPAK di daerah ini sebesar 57,34 persen, tahun 2001 naik menjadi 57,70 persen, tahun 2002 naik lagi menjadi 69,45 persen. Sumatra

Utara pada dasarnya dapat dibagi atas: (a) Pesisir Timur, (b) Pegunungan Gukit

Barisan, (c) Pesisir Barat, dan (d) Kepulauan Nias. Batas wilayah daripada

Sumatera Utara ialah sebagai berikut110:

Utara Provinsi Aceh dan Selat Malaka

Selatan Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat, dan Samudera Indonesia

Barat Provinsi Aceh dan Samudera Indonesia

Timur Selat Malaka

Terdapat 419 pulau di propisi Sumatera Utara. Pulau-pulau terluar adalah pulau Simuk (kepulauan Nias), dan pulau Berhala di selat Sumatera (Malaka).

Pulau-pulau lain di Sumatera Utara: Imanna, Pasu, Bawa, Hamutaia,

Batumakalele, Lego, Masa, Bau, Simaleh, Makole, Jake, dan Sigata, Wunga.

Luasnya 94.583 km² atau sekitar 20% dari luas pulau Sumatera (Pelzer 1985:31).

Di Sumatera Utara saat ini terdapat dua taman nasional, yakni Taman

Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Batang Gadis. Menurut Keputusan

Menteri Kehutanan, Nomor 44 Tahun 2005, luas hutan di Sumatera Utara saat ini

110 www.wikipedia.org

Universitas Sumatera Utara 3.742.120 hektare (ha). Yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam/Kawasan

Pelestarian Alam seluas 477.070 ha, Hutan Lindung 1.297.330 ha, Hutan Produksi

Terbatas 879.270 ha, Hutan Produksi Tetap 1.035.690 ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 52.760 ha. Namun angka ini sifatnya secara de jure saja. Sebab secara de facto, hutan yang ada tidak seluas itu lagi. Terjadi banyak kerusakan akibat perambahan dan pembalakan liar. Sejauh ini, sudah

206.000 ha lebih hutan di Sumut telah mengalami perubahan fungsi. Telah berubah menjadi lahan perkebunan, transmigrasi. Dari luas tersebut, sebanyak

163.000 ha untuk areal perkebunan dan 42.900 ha untuk areal transmigrasi111.

Selanjutnya Provinsi Sumatera Utara juga tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi ini. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara.

BUMN Perkebunan yang arealnya terdapat di Sumatera Utara, antara lain PT

Perkebunan Nusantara II (PTPN II), PTPN III dan PTPN IV. Selain itu dalam bidang perkebunan Sumatera Utara juga menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau yang tersebar di: Deli

Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan Tapanuli Selatan.

Kemudian di Sumatera Utara juga ada tiga perusahaan tambang terkemuka yaitu: (a) Sorikmas Mining (SMM); (b) Newmont Horas Nauli (PTNHN), dan (c)

Dairi Prima Mineral.

Berbicara mengenai Medan kita tidak pernah terlepas dengan istilah

“horas”, “ini medan bung”, “lae”, dan sebagainya. Tapi itulah budaya sapa yang

111 Ibid.

Universitas Sumatera Utara ada di kota Medan ini. Medan saat ini adalah kota yang sangat ramai dan padat penduduknya. Medan mempunyai 2 terminal angkutan darat, yaitu terminal

Amplas dan terminal Pinang Baris. Begitu juga dengan angkutan udara, kota

Medan mempunyai bandara udara yang bernama Polonia dan satu-satunya bandara udara di Indonesia yang masih berada di dalam kota. Dan pelabuhan

Belawan yang melayani keperluan angkutan laut. Selanjutnya yang mendirikan kota Medan ini ialah Guru Patimpus, yakni nenek moyang Datuk Hamparan Perak dan Suka Piring, yang merupakan nenek dari empat Kepala Suku Kesultanan Deli

(wawancara dengan Sinar, Desember 2010).

Selanjutnya pada masa penjajahan Belanda, di Sumatera Utara terdapat dua provinsi (afdeling) yaitu: Sumatera Timur dan Tapanuli. Ada perbedaan pengertian antara Sumatera Utara dengan Sumatera Timur. Wilayah Sumatera

Timur atau dalam bahasa Belandanya Oostkust van Sumatra, yang jika diterjemahkan kata per kata ialah : Oost → Pantai, kust → Timur, van → dari,

Sumatra → Sumatera, jadi artinya adalah pantai timur dari Sumatera, mencakup

Provinsi Sumatera Utara sekarang di luar Tapanuli, ditambah daerah Bengkalis

Provinsi Riau, secara budaya termasuk pula Tamiang Provinsi Daerah Istimewa

Aceh112.

Berdasarkan letak geografinya maka kebudayaan Melayu meliputi berbagai Negara yang terbentang di kawasan Asia Tenggara antar lain : Indonesia,

Malaysia, Singapura, Thailand (khusunya di daerah Pattani), dan Brunei

Darussalam. Di Indonesia sendiri etnik Melayu mendiami daerah budaya : Pesisir

112 Blink, Sumatra’s Oostkust: In Here Opkomst en Ontwikkelings Als Economisch Gewest. (S’Gravenhage: Mouton & Co, 1918), hal., 1 dan 9.

Universitas Sumatera Utara Timur Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, dan pesisir Kalimantan. Etnik

Melayu Pesisir Timur Sumatera, dapat dikelompokkan lagi kedalam daerah :

Langkat, Deli, Serdang, Asahan, dan Labuhan Batu.

Pada masa Kesultanan Melayu di kawasan ini, wilayah mereka lebih dikenal dengan sebutan Sumatera Timur, dan setelah masa kemerdekaan disebut dengan Sumatera Utara, dimana pada wilayah ini ada 3 suku besar yang mendiami yaitu : Melayu, Batak, dan Nias, mengacu pada pernyataan Goldsworthy.113

Sementara sub-etnis yang ada dimulai dari Melayu, yaitu ada : Melayu Langkat,

Melayu Deli, Melayu Serdang, Melayu Asahan, dan yang terakhir Melayu

Labuhan Batu. Sedangkan Batak sub-etnisnya terbagi atas : Karo(Karo Julu dan

Karo Jahe), Simalungun, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pakpak-Dairi.

Sedangkan Nias sub-etnisnya terbagi atas Nias Utara dan Nias Selatan. Dan ditambah oleh etnis pendatang seperti : Aceh, Jawa, Minang, Banjar, Tamil,

Benggali, dan Tionghoa114

Kelompok etnik Batak yang lebih luas ini mempunyai organisasi sosial yang sama yaitu berdasarkan atas sistem patrilineal yaitu garis keturunan dari

Ayah/Bapak dan klen eksogamus yaitu sistem kemasyarakatan dalam sebuah

113 David, J Goldsworthy, 1979, Melayu Music of North Sumatra: Continuities and Changes. Sydney: Monash University. Disertasi Doktoral.hal.6. The three major (North) Sumatran ethnic group are the Batak, coastal Malay and Niasan…North Sumatera often divide the indigeneous (that is, non-imigrant) population of the into nine more narrowly defined ethnic groups (suku-suku). …The broad Batak ethnic group is ussualy divided into six main communities – Pakpak-Dairi, Toba, Angkola-Sipirok, Mandailing, Karo, and Simalungun. All six have a broadly similar social organitation (patrilineal, exogamus dans) and related languages, but important social, religious and linguistic differences also divide them. The sharpest linguistic division is between the Karo/Pakpak-Dairi Dairi groups in the North and West and the Toba/Mandailing/Angkola-Sipirok groups in the South. The Simalungun group falls between the two extreme points of contrast. 114 Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. ( Jakarta: LP3ES, 1994), hal., 35.

Universitas Sumatera Utara suku, yang norma pemilihan pasangan hidupnya berasal dari kelompok luar tertentu115. Sejak dekade 1950-an Sumatera Timur berubah menjadi Provinsi

Sumatera Utara, yang didalamnya terdiri dari Afdeeling Sumatera Timur dan

Afdeeling Tapanuli. Sehingga ketika berada dalam Sumatera Timur, etnik setempat hanya terbagi 3, yaitu : Melayu, Simalungun, dan Karo. Sementara ketika menjadi Provinsi Sumatera Utara, bertambah luas wilayah dan etnisnya, ditambah banyaknya migrasi masyarakat Nusantara dan Dunia ke Sumatera Utara.

Pada saat sekarang ini Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak, Nias, dan Melayu sebagai penduduk asli wilayah ini. Daerah pesisir timur Sumatera Utara, pada umumnya dihuni oleh orang-orang Melayu.

Pantai barat dari Barus hingga Natal, banyak bermukim orang Minangkabau.

Wilayah tengah sekitar Danau Toba, banyak dihuni oleh Suku Batak yang sebagian besarnya beragama Kristen. Suku Nias berada di kepulauan sebelah barat. Sejak dibukanya perkebunan tembakau di Sumatera Timur, pemerintah kolonial Hindia Belanda banyak mendatangkan kuli kontrak yang dipekerjakan di perkebunan. Pendatang tersebut kebanyakan berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa.

Pusat penyebaran suku-suku di Sumatra Utara, sebagai berikut116:

1. Suku Melayu Deli : Pesisir Timur, terutama di Kabupaten Deli Serdang,

Serdang Bedagai, dan Langkat,

2. Suku Batak Karo: Kabupaten Karo,

3. Suku Batak Toba: Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir,

115 Paul B Horton, dan Chester L Hunt, 1984, Sosiologi, jilid 1. Terj. Aminuddin Ram dan Tita Sobari., (Jakarta: Erlangga, 1993), hal., 400. 116www.wikipedia.org

Universitas Sumatera Utara 4. Suku Batak Pesisir: Tapanuli Tengah, Kota Sibolga,

5. Suku Batak Mandailing/Angkola: Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang

Lawas, dan Mandailing Natal,

6. Suku Batak Simalungun: Kabupaten Simalungun,

7. Suku Batak Pakpak: Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat,

8. Suku Nias: Pulau Nias,

9. Suku Minangkabau: Kota Medan, Pesisir barat,

10. Suku Aceh: Kota Medan,

11. Suku Jawa: Pesisir Timur dan Barat,

12. Suku Tionghoa: Perkotaan Pesisir Timur dan Barat.

Perbedaan linguistik juga terdapat masyarakat Batak terutama antara kelompok Karo dan Pakpak-Dairi di Utara dan Barat – dengan kelompok Toba,

Mandailing-Angkola, dan Sipirok di Selatan. Sedangkan Simalungun berada diantara keduanya.

Pada dasarnya, bahasa yang dipergunakan secara luas adalah bahasa

Indonesia. Suku Melayu Deli mayoritas menuturkan bahasa Indonesia karena kedekatan bahasa Melayu dengan bahasa Indonesia. Pesisir timur seperi wilayah

Serdang Bedagai, Pangkalan Dodek, Batubara, Asahan, dan Tanjung Balai, memakai Bahasa Melayu Dialek "O" begitu juga di Labuhan Batu dengan sedikit perbedaan ragam. Di kabupaten Langkat masih menggunakan bahasa Melayu

Dialek "E" yang sering juga disebut bahasa Maya-maya. Masih banyak keturunan

Jawa Kontrak (Jadel - Jawa Deli) yang menuturkan bahasa Jawa117.

117 Ibid.

Universitas Sumatera Utara Di kawasan perkotaan, suku Tionghoa lazim menuturkan bahasa

Hokkian selain bahasa Indonesia. Di pegunungan, suku Batak menuturkan bahasa

Batak yang terbagi atas 4 logat (Silindung-Samosir-Humbang-Toba). Bahasa Nias dituturkan di Kepulauan Nias oleh suku Nias. Sedangkan orang-orang Pesisir

Pantai Barat Sumut, seperti Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah serta

Aceh dan Natal Madina menggunakan Bahasa Pesisir.

Di Sumatera Utara terdapat 5 agama dan 2 aliran kepercayaan yang dianut, lihat berikut ini. (a) Islam: terutama dipeluk oleh suku Melayu, Pesisir,

Minangkabau, Jawa, Aceh, suku Batak Mandailing, sebagian Batak Karo,

Simalungun dan Pakpak, (b) Kristen (Protestan dan Katolik): terutama dipeluk oleh suku Batak Karo, Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing dan Nias, (c)

Hindu: terutama dipeluk oleh suku Tamil di perkotaan, (d) Buddha: terutama dipeluk oleh suku Peranakan di perkotaan, (e) Konghucu : terutama dipeluk oleh suku Peranakan di perkotaan, (f) Parmalim: dipeluk oleh sebagian suku Batak yang berpusat di Huta Tinggi, (g) Animisme: masih ada dipeluk oleh suku Batak, yaitu Pelebegu Parhabonaron dan kepercayaan sejenisnya.

Di Sumatera Utara bidang seni rupa yang menonjol adalah arsitektur rumah adat yang merupakan perpaduan dari hasil seni pahat dan seni ukir serta hasil seni kerajinan. Arsitektur rumah adat terdapat dalam berbagai bentuk ornamen. Pada umumnya bentuk bangunan rumah adat pada kelompok adat batak melambangkan "kerbau berdiri tegak". Hal ini lebih jelas lagi dengan menghias pucuk atap dengan kepala kerbau.

Universitas Sumatera Utara Rumah adat suku bangsa Batak bernama ruma Batak. Berdiri kokoh dan megah dan masih banyak ditemui di Samosir. Rumah adat Karo kelihatan besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Atapnya terbuat dari ijuk dan biasanya ditambah dengan atap-atap yang lebih kecil berbentuk segitiga yang disebut "ayo-ayo rumah" dan "tersek". Dengan atap menjulang berlapis-lapis itu rumah Karo memiliki bentuk khas dibanding dengan rumah tradisional lainnya yang hanya memiliki satu lapis atap di Sumatera Utara.

Bentuk rumah adat di daerah Simalungun cukup memikat. Kompleks rumah adat di desa Pematang Purba terdiri dari beberapa bangunan yaitu rumah bolon, balai bolon, jemur, pantangan balai butuh, dan lesung. Bangunan khas

Mandailing yang menonjol adalah yang disebut "Bagas Godang" (rumah Namora

Natoras) dan "Sopo Godang" (balai musyawarah adat). Rumah adat Pesisir

Sibolga kelihatan lebih megah dan lebih indah dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Rumah adat ini masih berdiri kokoh di halaman Gedung Nasional

Sibolga.

Selain arsitektur, tenunan merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah, kesenian, dan sebagainya. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami. Warna ulos biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu. Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan.

Universitas Sumatera Utara Pada suku Pakpak ada tenunan yang dikenal dengan nama oles. Biasanya warna dasar oles adalah hitam kecokelatan atau putih. Pada suku Karo ada tenunan yang dikenal dengan nama uis. Biasanya warna dasar uis adalah biru tua dan kemerahan. Pada suku Pesisir ada tenunan yang dikenal dengan nama Songket Barus. Biasanya warna dasar kerajinan ini adalah Merah Tua atau

Kuning Emas. Kemudian juga ada Songket Batubara.

Sedangkan di bidang kuliner makanan khas di Sumatera Utara sangat bervariasi, tergantung dari daerah tersebut. Saksang dan babi panggang sangat familiar untuk mereka yang melaksanakan pesta maupun masakan rumah.

Misalkan seperti didaerah Pakpak Dairi, pelleng adalah makanan khas dengan bumbu yang sangat pedas. Ditambah lagi dengan “bika Ambon”, “bolu Meranti”,

“dodol pasar bengkel” yang juga tak kalah popular di Kota Medan, dan yang uniknya “bika Ambon” ini sendiri, dari etimologi kata, sama sekali tidak berhubungan dengan kota Ambon, dan kuliner ini hanya terdapat di kota Medan.

Di tanah Batak sendiri adalah dengke naniarsik yang merupakan ikan yang digulai tanpa menggunakan kelapa. Untuk cita rasa, tanah Batak adalah surga bagi pecinta makanan santan dan pedas juga panas. Pasituak Natonggi atau uang beli nira yang manis adalah istilah yang sangat akrab disana, menggambarkan betapa dekatnya tuak atau nira dengan kehidupan mereka.

Pada saat sekarang ini Sumatera Utara telah mengalami pengembangan wilayah yang terdiri dari 25 Kabupaten dan 8 Kota, 325 kecamatan, dan

5.456 kelurahan/desa (akan tetapi dalam tulisan ini hanya Kabupaten dan Kota saja yang dipaparkan, karena jika dipaparkan Kecamatan dan Desa tulisan ini

Universitas Sumatera Utara akan sangat panjang sekali, jadi diharap maklum). Berikut daftar bagan

Kabupaten dan Kota yang ada di Sumatera Utara118:

No. Kabupaten/Kota Ibu kota

1 Kabupaten Asahan Kisaran 2 Kabupaten Batubara Limapuluh 3 Kabupaten Dairi Sidikalang 4 Kabupaten Deli Serdang Lubuk Pakam 5 Kabupaten Humbang Hasundutan Dolok Sanggul 6 Kabupaten Karo Kabanjahe 7 Kabupaten Labuhanbatu Rantau Prapat 8 Kabupaten Labuhanbatu Selatan Kota Pinang 9 Kabupaten Labuhanbatu Utara Aek Kanopan 10 Kabupaten Langkat Stabat 11 Kabupaten Mandailing Natal Panyabungan 12 Kabupaten Nias Gunung Sitoli 13 Kabupaten Nias Barat Lahomi 14 Kabupaten Nias Selatan Teluk Dalam 15 Kabupaten Nias Utara Lotu 16 Kabupaten Padang Lawas Sibuhuan 17 Kabupaten Padang Lawas Utara Gunung Tua 18 Kabupaten Pakpak Bharat Salak 19 Kabupaten Samosir Pangururan 20 Kabupaten Serdang Bedagai Sei Rampah 21 Kabupaten Simalungun Raya 22 Kabupaten Tapanuli Selatan Sipirok 23 Kabupaten Tapanuli Tengah Pandan 24 Kabupaten Tapanuli Utara Tarutung 25 Kabupaten Toba Samosir Balige 26 Kota Binjai Binjai Kota 27 Kota Gunungsitoli -

118 Ibid.

Universitas Sumatera Utara 28 Kota Medan - 29 Kota Padangsidempuan - 30 Kota Pematangsiantar - 31 Kota Sibolga - 32 Kota Tanjungbalai - 33 Kota Tebing Tinggi -

Sumber dari : www.wikipedia Ensiklopedi Bebas.

Berikut ini adalah daftar foto dan nama Gubernur (Kepala Daerah) di

Sumatera Utara yang pertama hingga sekarang119 :

No. Foto Nama Dari Sampai Sutan Muhammad Amin 1 Desember 1. 18 Juni 1948 Nasution 1948

31 Januari 2. Ferdinand Lumban Tobing 1 Desember 1948 1950

25 Januari 3. Sarimin Reksodiharjo 14 Agustus 1950 1951 23 Oktober 4. Abdul Hakim 25 Januari 1951 1953 Sutan Muhammad Amin 12 Maret 5. 23 Oktober 1953 Nasution 1956 1 April 6. Sutan Kumala Pontas 18 Maret 1956 1960 5 April 7. Raja Djundjungan Lubis 1 April 1960 1963 8. Eny Karim 8 April 1963 15 Juli 1963 16 9. 15 Juli 1963 November 1965

119 Ibid.

Universitas Sumatera Utara 31 Maret 10. PR. Telaumbanua 16 November 1965 1967

12 Juni 11. Marah Halim Harahap 31 Maret 1967 1978 Edward Waldemar Pahala 13 Juni 12. 12 Juni 1978 Tambunan 1983

13 Juni 13. 13 Juni 1983 1988

15 Juni 14. 13 Juni 1988 1998

5 15. 15 Juni 1998 September 2005

10 Maret Rudolf Pardede (penjabat) 5 September 2005 2006

Universitas Sumatera Utara 16 Juni 16. Rudolf Pardede 10 Maret 2006 2008

21 Maret 17. Syamsul Arifin 16 Juni 2008 2011

Gatot Pujonugroho 21 Maret 2011 sekarang (penjabat)

Wakil Gubernur:

. 15 Juni 1998 - 10 Maret 2006 : Rudolf Pardede . 16 Juni 2008 - 21 Maret 2011 : Gatot Pudjo Nugroho

Selanjutnya Provinsi Sumatera Utara juga tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi ini. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara.

BUMN Perkebunan yang arealnya terdapat di Sumatera Utara, antara lain PT

Perkebunan Nusantara II (PTPN II), PTPN III dan PTPN IV. Selain itu dalam bidang perkebunan Sumatera Utara juga menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau yang tersebar di: Deli

Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan Tapanuli Selatan.

Universitas Sumatera Utara Kemudian di Sumatera Utara juga ada tiga perusahaan tambang terkemuka yaitu:

Sorikmas Mining (SMM), Newmont Horas Nauli (PTNHN), dan Dairi Prima

Mineral

Menurut Fisher120, Di Indonesia, etnik Melayu mendiami daerah Tamiang di daerah Istimewa Aceh, pesisir Timur Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat,

Jambi, dan Sumatera Selatan. Sumatera adalah salah satu pulau terbesar di

Indonesia yang terdiri dari ± 3l.000 pulau-pulau. Pulau Sumatera mencakup wilayah sebesar 473,606 kilometer.

Pulau Sumatera atau yang dijuluki juga dengan nama pulau Andalas ini mempunyai panjang lebih dari 1.920 kilometer yang membentang dari Barat laut hingga ke Tenggara, dan mempunyai lebar ± 384 kilometer. Pulau Sumatera terletak di sebelah Barat Indonesia, yang terletak pada 6º LU(Lintang Utara) sampai 6º LS(Lintang Selatan) dan 95º sampai 110º BT(Bujur Timur)121.

Struktur geologis daripada pulau Sumatera ini didominasi oleh rangkaian pegunungan Bukit Barisan. Rangkaian pegunungan ini membentang hingga selat

Sunda. Sumatera tediri atas 7 provinsi atau Daerah Tingkat I yaitu : Aceh,

Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Palembang, dan Lampung.

120 C.A. Fisher, 1977. “Indonesia: Physical and Social Geography.“ The Far East and Australasian 1977-78: A Survey and Directory of Asia and Pacific. (London: Europe Publications Ltd, 1977), hal., 99. 121 W.A. Withington, 1963. “The Distribution of Population in Sumatra, Indonesia, 1961.” The Journal of Tropical Geography, hal., 17.

Universitas Sumatera Utara 2.10 Kesultanan Sumatera Timur

Berdasarkan sejarah, kesultanan-kesultanan yang berada di Sumatera

Timur adalah (wawancara dengan Sinar, Desember 2010) : (a) Kesultanan Deli,

(b) Kesultanan Serdang, (c) Kesultanan Langkat, (d) Kesultanan Asahan, (e)

Kesultanan Panai, (f) Kesultanan Kualuh, (g) Kesultanan Kota Pinang, (h)

Kesultanan Merbau. Ditambah empat Kedatuan di Batubara, yang memiliki kekuasaan otonomi pada masa pemerintahannya. Kini kesultanan itu ada yang berlanjut seperti Kesultanan Deli dan Serdang, yang masih memiliki sultan sebagai pemangku adat saja. Namun banyak pula yang pupus sejak revolusi sosial

1946. Selanjutnya saya akan membahas Kesulatanan Deli, Serdang, Langkat, dan

Asahan. Namun sebelumnya saya ingin mengulas tentang sejarah Kerajaan Haru di Sumatera Timur.

Peta 2.10

Universitas Sumatera Utara Sumatera Timur dekade 1940-an

Sumber : Langenberg, 1976, National Revolution in North Sumatra: Sumatra

Timur and Tapanuli 1942-1950, hal., 45.

2.10.1 Kerajaan di Sumatera Timur

Pada awalnya agama Islam telah diyakini disebarkan oleh para pedagang- pedagang Islam dari Persia maupun Arabia yang sedang menuju Tiongkok tetapi dalam perjalanan singgah di Sumatera. Kapal dari India meninggalkan Cambay bulan Januari dan pulang ke India bulan Juni. Kisah tentang Islam di Kerajaan

Universitas Sumatera Utara Haru yang wilayahnya meliputi Tamiang (Aceh Timur) hingga Rokan (Provinsi

Riau), barulah ditemukan dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan dalam Sejarah

Melayu, pada pertengahan abad ke-13 M. (wawancara dengan Sinar, Desember

2010)

Adapun “Sejarah Melayu” dan “Hikayat Raja-raja Pasai” adalah sebagai berikut. Disebutkan bahwa rombongan Nahkoda Ismail dan Fakir Muhammad pertama sekali mengIslamkan fansuri (Barus sekarang), kemudian Lamiri

(Lamuri, Ramni) selanjutnya ke Haru dari sana barulah Raja Samudera Pasai yang bernama MERAH SILAU yang kemudian menjadi Sultan Malikussaleh di

Islamkan. Ini terjadi pertengahan abad ke-13, dan Marco Polo bertemu dengan

Malikussaleh pada tahun 1292 M ketika mengunjungi Pasai. Batu Nisan Sultan yang bertarikh 1297 M dan masih dijumpai di Pasai, menguatkan dalil ini122.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Haru (Sumatera Timur) telah Islam setidak-tidaknya pada masa pertengahan abad ke-13. Nama “Haru” tersebut untuk pertama kalinya muncul dalam catatan Tiongkok ketika Haru mengirimkan misi ke Tiongkok pada tahun 1282 M pada Zaman pemerintahan Kublai Khan123.

Setidaknya dalam periode sampai dengan masa penyerangan dari Singosari (1275

M), maka kota Cina yang terletak diantara sungai Buluh Cina dan sungai Belawan merupakan Bandar perdagangan dari kerajaan Haru, terutama ketika masa dinasti

Sung Selatan (antara abad ke-13 dan 15) yang kapal-kapal Tiongkok langsung berniaga dengan jajahan-jajahan Sriwijaya dan melihat pula pembuktian hasil

122 T.Luckman Sinar, SH.,”Beberapa catatan tentang perkembangan Islam di Sumatera Utara”, paper dalam Seminar Dakwah Islam se-Sumatera Utara, tanggal 29-31 Maret 1981. hal., 6. (Lihat juga harian Analisa tanggal.10 April 1981) 123 T.Luckman Sinar, SH.,”The Kingdom of Haru and the Legend of Puteri Hijau”, paper seminar IAHA ke -7 di Bangkok tanggal 25-27 Agutus 1977. hal., 12.

Universitas Sumatera Utara penggalian yang ditemukan di kota Cina tersebut (wawancara dengan Sinar,

Desember 2010).

Dalam suatu penyerangan yang dikenal dengan nama “Ekspedisi

Pamalayu” dan dituliskan dalam kronik “Pararaton” yang tercatat pula disitu bahwa “Haru itu bermusuhan”. Tetapi setelah pulih dari penjajahan Jawa Timur ini, Haru kembali jaya dan perdagangan makmur. Hal ini dicatat oleh pedagang

Persia, Fadiulah bin Abdul Khadir Rasyiduddin dalam bukunya “Jamiul tawarikh”, bahwa negeri utama di Sumatera selain di samping Lamuri juga

Samudera, Barlak (perlak), dan Dalmyan (Tamiang) lalu adalah Haru pada tahun

1310 M124. Tetapi tidak lama kemudian musibah yang kedua menimpa Haru kembali. Tepatnya tahun 1350 M. Kerajaan Hindu Majapahit dari Jawa Timur berambisi juga menaklukkan seluruh Negeri dalam Kepulauan Nusantara ini.

Didalam kronik Negarakertagama karangan Empu Prapanca125 dalam strophe 13 :

1 disebut bahwa disamping “Pane” (“Pannay” dari zaman Indrakola dewa),

“kampe”(Kompay) juga, “Harw”(Haru) ditaklukkan. Fey Sin menulis : “bahwa pada tahun 1436 M. Haru terletak didepan pulau sembilan dan dengan angin yang baik kapal layar dapat sampai kesitu dari Melaka dalam waktu 3 hari 3 malam”.

Adapun hasil negeri itu hanya kopra dan pisang. Hasil-hasil ditukar melalui kapal asing dengan sutera berwarna, keramik, manik-manik, dan lain-lain. Keterangan

Fey Sin126 ini dibenarkan oleh kronik Dinasti Ming, di dalam buku 325 yang

124 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 12-13. 125 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 13. 126 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 13.

Universitas Sumatera Utara menceritakan bahwa di masa pemerintahan Kaisar Hyung Lo, Sultan Husin dari

Haru mengirimkan misi ke Tiongkok. Pada tahun 1412 M Laksamana Cheng Ho diutus oleh Kaisar Tiongkok untuk mengunjungi negeri-negeri di Nusantara dan

Beliau juga mengunjungi Haru.

Diceritakan127 bahwa pengganti/putera dari Sultan Husin yang bernama

Tuanku Alamsyah, kemudian mengirimkan pula misinya ke Tiongkok, berturut- turut pada tahun 1419, 1421, 1423 M. Pada tahun 1431 Cheng Ho kembali mengunjungi Haru dan membawa Rajanya ke Cina untuk membawa persembahan, tetapi setelah misi ini tidak ada lagi terdengar misi untuk dikirimkan ke Tiongkok. Ma Huan mencatat didalam Ying-Yai-Sheng-Lan bahwa pada tahun 1451 M128, Haru dapat dicapai dari Melaka dalam waktu pelayaran 4 hari 4 malam. Pada saat memasuki negeri tersebut ada Teluk air tawar. Di sebelah

Barat, ada pegunungan besar dan di sebelah Selatan keadaan tanahnya datar, dimana masyarakat disekitar itu bercocok tanam padi sebagai mata pencaharian utamanya. Mereka menggunakan sepotong kain yang disebut K’aoni sebagai alat pembayaran. Raja dan rakyat disini beragama Islam. Menurut Anderson pada tahun 1823129, saat kapal Cina memasuki Deli melalui sesuatu fresh water canal

(terusan air tawar), tiba awal bulan Januari dan pulang akhir bulan Juni (Muson

Tenggara). Kapal dari Jawa datang pada bulan September dan kembali awal bulan

127 “Pien-I- Tien”, (1386-1643 M); “Ming Shih”, hal 7919 baris ke dua. dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 13. 128 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 13. 129 John Anderson, 1826, Mission to the Eastcoast of Sumatera, Edinburg, hal. 13 dan 110, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 13 dan 16.

Universitas Sumatera Utara Januari. Masa dagang yang paling ramai adalah antara bulan Desember – Maret di daerah pantai Timur Sumatera. Didalam kumpulan peta-peta yang disebut – Pei –

Shih (±1433 M), disebut bahwa ada kapal-kapal Cina pulang dari arah Barat menuju Tiongkok melalui : (a) Su – Men – Ta – La (Samudera); (b) Chu – Shui –

Wan (Lhokseumawe); (c) Pa – Li – T’ou (Perlak = Diamond point); (d) Kan – Pei

– Chiang (Temiang); (e) Ya – Lu (Haru); (f) Tan – Hsu (pulau Berhala – varela);

(g) Shuang – Shu (kepulauan the brothers); (h) Chi – Ku – Shu (kepulauan

Aru/Aroa)

J.V. Mills130 setelah mengamati pergerakan kapal Cina itu, akhirnya menyimpulkan bahwa lokasi Ibukota Haru terletak dekat muara delta sungai Deli atau menurut perkiraan Giles pada 3º 47’Lintang Utara dan 98º 41’Timur. Jadi tepatlah jika diperkirakan bahwa kota Cina (Labuhan Deli) adalah Bandar

Kerajaan Haru hingga akhir abad ke -13 dan Bandar tersebut hancur, baik kemungkinan saat penyerangan Majapahit 1350 M ataupun ketika meletusnya gunung Sibayak, sehingga mendatangkan gempa dahsyat dan tertimbunnya semua peninggalan Candi Budha di kota Cina itu sedalam ± 1 meter. Adanya pendudukan tentara Majapahit kemari tersirat juga dalam cerita rakyat (folklore).

Di hulu sungai Ular (Serdang) masih ada kampong “kota Jawa”. Nama “timbun tulang “ menurut legenda di teluk Haru menunjukkan adanya lokasi penimbunan tulang tentara Majapahit yang dalam suatu pesta diracuni oleh gadis-gadis disana.

130 J.V. Mills, 1937, “Malaya in the Wu-pei-shih charts, JMBRAS, Vol.XV, part III, hal. 42, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 16.

Universitas Sumatera Utara Anderson juga mencatat bahwa saat berada di Deli pada tahun 1823131 melukiskan tentang peninggalan bersejarah tersebut, “ada suatu tempat yang disebut dengan nama Kota Bangun, tiga hari pelayaran mengitari sungai Deli disana ada sisa-sisa peninggalan sebuah benteng batu dengan lukisan orang dan harimau didindingnya. Ukurannya kira-kira 60 kaki². Penduduk tidak menyimpan catatan sejarah mengenai benteng tua ini”. “Lalang kota Jawa adalah peninggalan benteng tua orang Jawa, ditempat tersebut adalah markas besar Sultan dalam pertempuran akhir-akhir ini dengan Raja pulau Brayan. Di kota Jawa ada sisa peninggalan benteng Jawa dimana saya berkesempatan melihatnya. Luas benteng ini kira-kira 1 Mil atau 1 ¼ luasnya. Disini dahulu kala ada tempat menetap 5000 orang Jawa”.

Di Deli Tua ada peninggalan sebuah benteng kuno terbuat dari batu -batu besar 4 persegi, dindingnya tinggi 30 kaki dan 200 fathom”. Di Medan, sedikit naik keatas, ada sebuah sumur berdempet dengan sebuah mesjid, dulunya dibangun dari granit 4 persegi yang diasah, panjangnya dua kaki dan satu kaki besarnya”. “ Di Kota China ada batu yang panjang sekali, dengan inskrpsi diatasnya dalam aksara yang tak diketahui oleh penduduk”. Pada tahun 1974 ditemukan disini sisa bangunan candi, 4 arca Budha Amitabha abad ke-11 gaya

Tamil dan arca Wisnu bertangan 4 dan arca Dewi Sri. Tentu di pelabuhan Haru ini banyak pedagang Tamil dan China. Juga ditemukan keramik China zaman Sung

131 J.V. Mills, 1937, “Malaya in the Wu-pei-shih charts, JMBRAS, Vol.XV, part III, hal. 269, 272, 293, dan 294, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 16.

Universitas Sumatera Utara (awal abad ke-10), Yuan (abad ke-13), Islamic glasses, alat-alat logam dan lain – lain.

Pada abad ke-15, kerajaan Haru telah menjadi kerajaan besar setaraf dengan Malaka dan Pasai, seperti yang diceritakan dalam Sejarah Melayu Bab-

13132. semua surat – surat yang datang dari Raja – raja Haru dan Pasai harus diterima di Malaka dengan upacara resmi kenegaraaan dimana semua alat – alat kebesaran kerajaan Malaka digunakan. Masing – masing Raja dari ketiga kerajaan ini saling menyebut dirinya “Kakanda”. Dalam Bab-24133 disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sultan Alauddin I, Malaka (1477-1488 M), nama Raja Haru pada waktu itu adalah Maharaj Diraja putera Sultan Sujak. Ia ini mungkin adalah cicit dari Sultan Husin yang disebut dalam kronik Ming Dinasti, Buku 325 yang mengirim misi ke China pada tahun 1407. Pada pertengahan abad ke-15 Haru ingin menghancurkan Pasai (di Utara) dan Malaka (di Selatan) serta mengambil alih posisi Sriwijaya zaman dahulu kala ketika mendominasi Selat Malaka. Tetapi

Malaka dilindungi oleh Tiongkok. Meskipun Haru lebih dahulu Islam daripada

Malaka, tetapi penyebaran Islam malahan berpusat di Malaka untuk seluruh

Nusantara. Pada abad ke-15 ini mungkin kota China telah di tinggalkan dan ibu kota Haru naik lagi ke atas sunagi Deli (Deli Tua).

Seorang Laksamana Turki, Sidi Ali Celebi, dalam bukunya Al Muhit (1554

M) menyebut adanya Aru dan Bandar Kota “Medina” yaitu kota Medan yang sekarang selaku Bandar. Setelah melewati Bandar ini maka kapal akan sampai ke

132 Ibid. 133 Ibid.

Universitas Sumatera Utara Pulau Berhala134. Bandar Medan terletak diantara pertemuan Sungai Deli dengan

Sungai Babura. Bagaimana strategisnya kedudukan Medan itu dapat kita lihat dari laporan seorang Belanda yang bekerja sebagai planter (pengusaha perkebunan) tembakau pada tahun 1989.

Di zaman dahulu Medan135 adalah merupakan pertahanan orang – orang pribumi yang mempertahankan diri dari kemungkinan serangan Aceh.

Peninggalan – peninggalan masa lalu itu adalah sebuah dinding tebal melingkar, yang panjangnya sampai keseberang sungai dan mengurung delta. Selanjutnya banyak kuburan orang yang dianggap keramat yang diteduhi oleh pohon – pohon besar dan didalam pekarangan tanah kuburan tersebut pernah ditemukan uang emas Aceh kuno.

Di seberang sungai tersebut terletak kampong Melayu Medan (Schetsen

1889:58). Medan (artinya lapangan) bisa jadi bandar dan kemudian menjadi kancah pertempuran antara Haru dan Aceh pada abad ke-16 M. ketika Malaka diduduki oleh Portugis pada tahun 1511 M, maka Haru juga membantu Portugis untuk menghancurkan Pasai pada tahun 1514 M136. Kalau di Pasai, orang Portugis kemudian dapat diusir oleh Imperium Aceh yang baru lahir, tetapi di Malaka,

Portugis ingin bercokol untuk selama – lamanya. Karena dikelilingi oleh musuh,

134 G.Ferrand, 1914, Relation de Voyage, vol. II, hal. 484, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 17. 135 Eigenhaard, 1889, Delische Schetsen, hal. 58, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 18. 136 Jose de Baros, Decada de Asia, III, LivroV.Capitule II. Lihat juga Mark Dion, Sumatra through Portugis Eyes : Excerpts from J. de Baross Decada da Asia”, hal 147-150. Harta rampasan dari Melaka 1511 M. dimuat di kapal Flor de La Mar dan sakat di Pulau Berhala, didepan Haru, terpecah dua sehingga tenggelam, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 18.

Universitas Sumatera Utara maka Haru memindahkan ibukotanya lebih jauh ke pedalaman. Penulis Portugis,

Tome Pires137 menulis tentang Haru ini sebagai berikut. Haru adalah kerajaan yang terbesar di Sumatera, rakyatnya banyak tetapi tidak banyak arena perdagangan. Ia banyak mempunyai kapal – kapal kencang dan sangat terkenal karena daya penghancurnya. Raja Haru beragama Islam dan berdiam dipedalaman dan negeri ini punya banyak sungai-sungai yang berawa- sehingga sulit dimasuki. Raja tinggal dinegerinya. Sejak Melaka lahir, Haru tetap dalam keadaan perang dengan Malaka dan banyak merampas orang dan harta di Melaka. Tiba – tiba saja Haru menyergap sebuah kampung dan mengambil apa-apa yang berharga, tidak ketinggalan para nelayan dan orang-orang Malaka selalu berjaga- jaga terhadap serangan Haru itu karena perusuhan mereka itu sejak lama. Rakyat

Haru ini suka berperang. Haru banyak menghasilkan mutiara, padi, daging, ikan, buah – buahan dan arak, kapur barus yang berkualitas tinggi, emas, benzoin, apothecary’s ignaloes, rotan, lilin, madu, budak-budak dan sedikit saja pedagang.

Haru memperoleh bahan – bahan dagangannya melalui Pasai, Pedir, Fansur dan

Minangkabau. Dan Haru mempunyai pula sebuah kota pasar budak yang disebut

Arqat (= Rantau Prapat sekarang).

Kerajaan Haru yang meliputi wilayah pesisir Sumatera Timur yaitu dari batas Temiang sampai Sungai Rokan, sudah mengirimkan beberapa misi ke

Tiongkok yang dimulai pada tahun 1282 M zaman pemerintahan Kublai Khan138.

Hasil-hasil penggalian di Kota China ( Labuhan Deli ) juga membuktikan wilayah

137 Tome Pires, 1994, Suma Oriental, Tome V(1512-1515), dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 18. 138 T.Luckman Sinar, SH.,”The Kingdom of Haru and the Legend of Puteri Hijau”, paper seminar IAHA ke -7 di Bangkok tanggal 25-27 Agutus 1977.

Universitas Sumatera Utara itu merupakan wilayah ekonomi yang potensial dalam perniagaan dengan China

(McKinnon dan Luckman Sinar 1974). Kerajaan Haru ini juga pernah ditaklukkan oleh Kartanegara. Dalam ekspedisi Pamalayu (1292 M), ditulis di dalam

Pararaton “Haru yang bermusuhan”. Tetapi setelah itu Haru pulih kembali dan menjadi makmur sebagaimana dicatat oleh orang Persia, Fadiullah bin Abdul

Kadir Rashiduddin dalam bukunya Jamiul Tawarikh (1310 M). Kemudian datang lagi musibah menimpanya yaitu Majapahit menaklukkannya pada tahun 1365 M seperti tertera dalam syair Negarakertagama strophe 13 : 1, “disamping Haru

(“Harw”), juga ditaklukkan Panai (“Pane”) dan Kompai (“Kampe)” di teluk

Haru”. Di dalam laporan Tiongkok abad ke-15 juga disebut berkali – kali Haru yang Islam itu Mengirim misi ke China139. Baik dari laporan – laporan China maupun dari laporan – laporan Portugis yang ditulis kemudian, menunjukkan sekitar Sungai Deli menjadi pusat Kerajaan Haru dengan bandarnya Kota China dan Medina (Medan) sebagaimana disebut – sebut oleh Laksamana Turki Ali

Celebi dalam Al Muhit140.

Dalam abad ke-15 M itu Haru sudah merupakan kerajaan yang terbesar di

Sumatera dan memiliki kekuatan yang dapat menguasai lalu lintas perdagangan di

Selat Malaka. Oleh karena itu Haru menduduki Pasai dan menyerang Malaka berkali – kali seperti yang diuraikan dalam “Sejarah Melayu”. Kebesaran Haru ini

139 E.E. McKinnon & T.Luckman Sinar, SH. : Kota Cina, notes on further developments at Kota China, Sumatera Research Bulletin, Hull University, vol, no 1, Oct.1974, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 19. 140 J.V. Mills, 1937, “Malaya in the Wu-pei-shih charts”, JMBRAS, Vol.III, part I, hal. 31-39, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 19.

Universitas Sumatera Utara dibenarkan oleh Portugis141 yang tetap berusaha menjalin persahabatan dengan

Melayu Malaka. Tetapi ketika mantan Sultan Malaka, Sultan Mahmudsyah ke-1 diserang oleh Portugis ditempat pengungsian di Bintan, maka Sultan Haru yang bernama Sultan Husin datang membantu.

Akhirnya beliau dikawinkan puteri Sultan yang bernama Raja Putih pada tahun 1520 M. Beribu orang dari Johor dan Bintan mengiringkan tuan puteri kesayangan Sultan Mahmudsyah itu pindah ke Haru. Hal ini memperkuat proses

“Melayunisasi di Haru”142. Seperti disebut dalam cerita ke-24 dalam “Sejarah

Melayu”, nama Sultan Haru pada periode 1477-1488 M adalah “Maharaja Diraja” putera Sultan Sujak,” .. yang turun daripada Batu Hilir dikata Hulu, Batu Hulu dikata Hilir”, mungkin pada kalimat tersebut terdapat kesalahan tulis antara

“waw” pada akhir “Batu” dengan “kaf”, sehingga seyogianya harus dibaca “yang turun dari Batak Hilir dikatakan Hulu, Batak Hulu dikatakan Hilir” atau mungkin saja kata “Batak” sengaja dihilangkan untuk menghindarkan anggapan penghinaan karena masa itu nama “Batak” merujuk kepada sesuatu dipedalaman yang terbelakang dan belum Islam. Dengan kalimat tersebut mungkin dimaksudkan bahwa orang Haru itu asalnya dari Gunung, turunan Batak, yang kemudian tinggal dipesisir menjadi “Melayu” (Masuk Melayu = Islam). Memang diantara nama pembesar – pembesar Haru yang disebut – sebut dalam Sejarah

141 Tome Pires, 1994, Suma Oriental, Tome V(1512-1515), dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 19. 142 Sejarah Melayu bab IV, dalam C.O. Blagden, An-Unpublished Variant Version of the , dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 19.

Universitas Sumatera Utara Melayu antara lain “Serbanyaman”, “Raja Purba”, “Raja Kembat”, mirip dengan nama – nama yang terdapat dalam masyarakat Karo.

Ada pula daerah Urung “Serbanyaman” di hulu Deli yang merupakan salah satu dari Raja urung Melayu asal Karo di Deli. Tak dapat dipungkiri bahwa kedatangan ratusan abdi kerajaan Melayu dari Bintan yang mempercepat proses

Melayunisasi di Haru tersebut. Dalam “sejarah Melayu” disebut adanya kontrak sosial antara Demang Lebar Daun (mewakili rakyat) dengan Sri Tri Buana (Raja) asal Raja Melayu : Raja harus memerintah dengan adil, maka ia harus menghormati Hak Azazi rakyatnya, (tidak boleh menghina dan menindas rakyat) jika mereka salah harus dihukum menurut hukum Syarak, dan bukan dengan sesuka hati Raja ; dan jika Raja Melayu melanggar hukum Allah (Syarak), penentangan mungkin terjadi143. Hubungan yang dekat antara Haru dengan

Imperium Melayu di Riau – Johor itu akan membawa malapetaka bagi keduanya karena akan membuat panas hati Imperium Aceh yang baru muncul kemudian.

Utusan Portugis, Ferdinand Mendes Pinto, menceritakan tentang masa penyerangan Sultan Aceh Al Qahhar ini ke Haru pada tahun 1539 M144. Dalam penyerangan Aceh itu dua kali yaitu, pada bulan Januari dan November, 1539 M.

Pinto menyatakan : “setelah lima hari berlayar dari Melaka sampailah ke sungai

Panetican dimana terletak Ibukota Haru, Raja Haru sedang sibuk mempersiapkan

143 DR. Cheah Boon Kheng, 1998, “The rise and fall of the great Malaccan Empire : Moral Judgement in Tun Bambang’s, Sejarah Melayu”, JMBRAS LXXI,2, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 20. 144 Peregrinacao. Lihat juga H.Cogan, The Voyages and Adventure of F.Mendes Pinto the Portuguese, Abridge edition.London 1892, hal 28-77. Menurut DR.P.A. Tiele.”De Europeers in den Maleischen Archipel.BKI, 2 de Deel 1879, hal 27 meriam Haru itu berasal dari Kapal Prancis yang kandas pada tahun 1529, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 20.

Universitas Sumatera Utara pertahanan dan benteng-benteng dikiri – kanan sungai. Letak Istana kira-kira 1

Km kedalam”.

Haru yang mempunyai sebuah meriam besar, meriam Raja Haru yang dibeli dari seorang pelarian Portugis di Pasai. Mendengar akan tibanya armada

Aceh, maka Sultan Haru memerintahkan agar mengungsikan para wanita dan anak-anak dan termasuk Permaisurinya Anche Sinny (Encik Sini?) ke hutan, 39

Km dari Ibukota. Aceh banyak sekali mengunakan tentara bayaran (orang-orang

Gujarat, Malabar, Hadramaut, Lanun dan tawanan orang Belanda anak buah de

Houtman145. Setelah dikepung selama 17 hari, maka orang Aceh berhasil menghancurkan dinding-dinding kubu pertahanan dan kemudian menghancurkan dua buah kubu kecil di sebelah Selatan jalan masuk. Karena banyaknya korban yang jatuh maka Aceh memakai siasat menyuap Panglima-panglima Haru dengan uang emas agar mereka meninggalkan penjagaan disalah satu benteng utama sehingga dapat direbut. Dalam pertempuran tersebut Sultan Haru tewas. Pasukan

Aceh membangun kembali benteng tersebut dan meninggalkan 800 laskar untuk menjaga benteng tersebut. Walaupun Permaisuri Haru kemudian membentuk pasukan gerilya, tetapi tidak berhasil merebut benteng itu kembali. Akhirnya dengan sejumlah pengikut ia naik perahu dari sebuah sungai 34 km dari situ dan berlayar menuju Melaka. Disana ia diterima dengan baik oleh Gubernur Portugis tetapi ia tidak dibantu dengan pemberian senjata seperti yang diharapkannya.

Menurut Jose de Barros, sebenarnya Portugis tidak membantu Haru karena Aceh

145 Lihat C. de Houtman yang ditawan Aceh : “Nae een stedeken genaempt sytan omtrent arrow”, dalam “Cort Verhael”, hal.23, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 20.

Universitas Sumatera Utara telah membebaskan tawanannnya, Antonio Caldera. Hal ini menunjukkan maksud baik Aceh.

Akhirnya Permaisuri Haru diam-diam bertolak menuju Bintan dimana bersemayam Raja Melayu Riau – Johor, yaitu Sultan Alauddin Riayatsyah II putera almarhum Raja Melaka, Sultan Mahmudsyah. Disana Permaisuri Haru disambut baik. Johor bersedia membantu merebut wilayah Haru kembali dari tangan Aceh, dengan syarat Permaisuri Haru bersedia menjadi Sultan Alauddin

Riayatsyah II. Setelah perjanjian ini disetujui maka armada Johor lalu dikerahkan menuju perjalanannya ke Haru dan merebut Haru dari tangan Aceh pada tahun

1540 M. Sultan Haru yang tewas dalam penyerangan Aceh 1539 M, itu adalah putera dari Sultan Husin ipar Sultan Alauddin Riayatsyah II dari Johor itu (Raja

Tun Putih). Raja Tun Putih mungkin sudah mangkat sebelum 1539 M dan menurut laporan Pinto Sultan Ali Boncar (Sultan Haru), kawin dengan Anche

Sinny (angie sinie ?) alias Puteri Hijau yaitu Permaisuri yang berdarah Karo dan berasal daerah Siberaya. Duta Aru dan Batak dating ke Melaka minta bantuan

Portugis untuk melawan serangan Aceh ke Kerajaan mereka. Gubernur Pedro de

Faria mengirim bantuan tetapi terlambat, karena Aceh telah menyerang Haru dengan 12.000 prajurit diangkut dengan kapal dan dari darat menggunakan kendaraan gajah. Ratu Haru tiba di Melaka. Lalu ia ke Bintan dan menikah dengan Raja Johor. Raja Johor mengirim 200 kapal perang dan berhasil merebut benteng Aceh di Puniticam (sungai Petani) dan membunuh 1400 prajurit Aceh

Universitas Sumatera Utara seperti telah diceritakan diatas146. Menurut versi lain; Puteri Hijau lahir di gunung

Lintang, dekat Sei Tuntungan. Ia muncul dekat Uruk langkah, Raja Aceh lalu naik ke sungai Tuntungan untuk menculiknya147. Kalau dibandingkan cerita Pinto ini dengan “Hikayat Puteri Hijau” yang populer dikalangan penduduk Karo sekitar

Deli Tua dan di kalangan penduduk Melayu Deli, maka kalau menurut legendanya

: dekat Hulu sungai Petani (sungai Deli) ada kampung Siberaya. Konon lahirlah seorang puteri yang amat cantik bersama saudara-saudara kembarnya, seekor

Naga (Ular Simangombus) dan sebuah meriam (meriam Puntung), lalu sang

Puteri diberi nama Puteri Hijau.

Rakyat Siberaya tak sanggup lagi menyediakan bahan makanan untuk

Naga ini, sehingga sang Puteri Hijau bersama saudara-saudaranya memutuskan untuk pindah ke Hilir dan menetap di Deli Tua. Rakyatnya lalu membangun benteng yang kuat. Dengan demikian negerinya menjadi makmur. Pada suatu hari bala tentara Aceh datang untuk meminang Puteri Hijau, tetapi ditolaknya. Raja

Aceh murka dan segera memerintahkan tentaranya untuk menyerang benteng tetapi tidak berhasil merebutnya. Lalu orang Aceh membuat akal dengan menembakkan ribuan uang emas kepada yang bertahan dan lalu sibuk memungut uang emas tersebut, dan mereka meninggalkan pintu gerbang, sehinggga benteng

146 Danvers, 1511, “The Portuguese in India”, data diambil dari arsip Portugal “Archivo da Torre do Tombo”, di perpustakaan Lisabon dan Evora, chap. XVI.pp.1539, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 21. 147 Neumann, 1926, “Bijdrage tot de Geschiedenis der Karo Batakstammen”, BKI.82, hal 31, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 21.

Universitas Sumatera Utara dengan mudah dapat dikuasai tentara Aceh. Pertahanan akhir adalah meriam yang karena ditembakkan terus menerus dan menjadi panas dan terbelah dua.

Moncongnya terlempar ke kampung Sukanalu (dan sisa meriam itu kini ada dihalaman Istana Maimoon Medan). Setelah melihat situasi yang tidak menguntungkan ini, sang naga menaikkan Puteri Hijau ke atas punggungnya dan menyelamatkan diri melalui sebuah terusan (Jalan Puteri Hijau sekarang di

Medan) memasuki sungai Deli dan langsung ke Selat Melaka yang menurut legenda, mereka itu sampai sekarang tinggal didasar laut dekat pulau Berhala148.

Persamaannya Hikayat “Puteri Hijau” dengan “Anche Sinny” adalah sebagai berikut:

. Puteri Hijau dibawa sang adiknya sang Naga. “Anche Sinny” menurut Pinto

mengungsi dari Haru dengan menggunakan perahu. Sedang perahu pada

zaman itu memakai lambang Kepala Naga149.

. Adik Puteri Hijau adalah meriam menurut Pinto, mungkin satu-satunya

meriam besar yang dimiliki Sultan Haru, diberi dari Pasai dan kemudian

dianggap keramat (yang kini disimpan di Istana Maimun Medan).

. Adanya kisah penyuapan uang emas yang dilakukan terhadap para Panglima

Haru dan Aceh yang menimbulkan kekacauan sehingga memudahkan

benteng Deli Tua untuk direbut.

148 Middendrop, “Oude Verhalen een Nieuw Geschiedbron”, Feestbundel BGKW-II, hal.164, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 22. 149 Penemuan penggalian di Langkat Hulu (kuburan Singalaya) perahu kenaikan raja berkepala naga. Cat. Der Ethnologische Afd.V.museum V.H. Bataafse Gennootschap No.61, 1880 (Van der Chijs), dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 22.

Universitas Sumatera Utara . Hanya di kampung Siberaya terdapat sisa orang-orang Karo bermarga Karo

Sekali yang menganggap dirinya Karo asli. Penduduk asli Asahan juga

berasal dari marga Haro-haro. Di Temiang, Rokan, dan Panai ada terdapat

suku Haru. Kemungkinan dari sini mencullah nama “Haru” dan mereka

adalah sisa-sisa penduduk aslinya.

Adapun bukti tentang letaknya Ibukota Haru di Deli Tua penulis mengacu kepada pernyataan Sinar (wawancara, Desember 2010), beliau mengatakan bahwa salah satu nenek moyang Sultan Langkat yang disebut “Marhom Guri” juga ditunjukkan makamnya di sekitar wilayah Hamparan Perak. Ia itu mungkin

“Merah Miru”. Di perkebunan Klumpang (Hamparan Perak) telah ditemukan sebuah kuburan tua yang di batu Nisannya tertulis nama Imam Saddik bin Abullah meninggal dunia 23 Sya’ban 998 Hijriah = 27 Juni 1590 M150. Pada akhir abad ke-16 Haru atau Gori telah lenyap dan lahirlah nama Deli. Kerajaan ini adalah kerajaan orang Karo yang Islam di Deli Tua, sebagaimana ada dalam legenda di

Senembah. Tetapi dapat dipastikan dengan datangnya Agama Islam pada penduduk Pesisir Sumatera Timur, sekaligus datangnya orang Melayu dari Riau, semenanjung tanah Melayu dan orang-orang Batak yang “masuk Melayu” (masuk

Islam sekaligus memakai budaya Melayu) telah lahirlah kerajaan Melayu di muara-muara sungai besar. Mereka inilah yang kemudian mengembangkan budaya Melayu tersebut juga ke pedalaman di kalangan kerabat dan Puak

150 J.P. Moquette, 1922, “De Grafsteen van Kloempang”, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 27.

Universitas Sumatera Utara mereka151. Didalam Sejarah, Haru dikenal perang berkali-kali melawan Melaka dan kemudian dipertengahan abad ke-16 berteman dengan Riau-Johor melawan penetrasi Aceh yang baru muncul, sebagai kekuatan disekitar Selat Melaka.

Meskipun pada tahun 1539 Haru dapat ditaklukkan Aceh, tetap saja wilayah itu berkali-kali memberontak terhadap dominasi Aceh akhir abad ke-16 nama Haru telah berubah menjadi Ghuri dan kemudian di awal abad ke-17 menjadi “Deli” tetap berkali-kali pula Aceh mengirimkan ekspedisi militer yang kuat untuk menaklukkan Deli (bekas wilayah Haru atau Sumatera Timur).

Pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda, tepatnya pada tahun

1619 & 1642, kembali Deli berontak terhadap Aceh, sehingga menurut legenda seorang Panglima Aceh yang perkasa di tempatkan di Deli sebagai Wakil Aceh yaitu yang bernama Sri Paduka Gocah Pahlawan, yang kemudian menjadi cikal bakal Raja-raja di Deli dan di Serdang. Peperangan yang berkali-kali di wilayah

Haru, membuat rakyatnya banyak diambil untuk kerja paksa di Aceh152. Keadaan ini membuat kekurangan penduduk dan membuat wilayah tersebut menjadi sarang bajak laut. Periode awal abad ke-17 ini membuat berbagai gelombang perpindahan suku-suku Karo ke wilayah Pesisir Langkat, Deli, dan Serdang, dan suku Simalungun ke pesisir Batubara dan Asahan, serta dari Tapanuli Selatan ke

Pesisir Kualuh, Kota Pinang, Panai, dan Bilah. Pada masa itu Urung di wilayah

Deli (Medan) dibangun menjadi salah satu Kuta yaitu Urung XII Kuta. Ada

151 Mengenai proses “Melayunisasi”, penduduk Karo, Simelungun dan Mandailing serta Perdambanan di pesisir Sumatera Timur lihat T.Luckman Sinar, SH.: Jatidiri Melayu, penerbit (LK.MABMI Medan 1994), hal., 58. 152 W. Marsden, 1818, “History of Sumatera”, hal.443, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 27.

Universitas Sumatera Utara pendapat bahwa Tuanku Sri Paduka Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana

Kuda Bintan itu tidak lain adalah Laksamana Malem Dagang yang memimpin armada Aceh melawan Portugis pada tahun 1629 dan yang menaklukkan Pahang

(1617), Kedah (1620), dan lain-lain (Cowan 1940) yang pernah didekati oleh

Laksamana Beaulieu dari Prancis dengan hadiah-hadiah153.

2.10.2 Kesultanan Deli

Kesultanan Deli Terletak di antara selat Melaka, dari muara Sungai Labu dalam utara perbatasan Langkat sampai sungai Pematang Oni di selatan berbatasan dengan Serdang, yakni pada daerah 457’ sampai 439’ Lintang Utara, dan 9825’ sampai 98 47’ Bujur Timur154.

Menurut Hikayat Deli (1923)155, putera seorang Raja di India yang bernama Muhammad Dalikhan merantau ke wilayah Nusantara, namun dalam perjalanan kapalnya karam didekat Kuala Pasai sehingga ia terdampar di Pasai.

Kala itu di Pasai ada upacara besar, dikarenakan Rajanya baru mangkat.

Muhammad Dalikhan diberi makan nasi di atas daun pisang oleh orang pasai, tetapi ia tak mau memakannya. Maka orang pasai pun mengerti bahwa ia bukan dari keturunan rakyat biasa. Kemudian tidak lama setelah peristiwa tersebut ia pun

153 DR. T. Iskandar, 1959. De Hikayat Atjeh. (thesis Doctor Den Haag), hal.46-49, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 27. 154 V.J. Veth, 1977. “Het Landschaap Deli op Sumatra.” Tijdschrift vn het Koninklijk Nederlandsch Aardrijskunding Genootschap. Del II, hal.153. 155 Buku Hikayat Deli ditulis T.Panglima Besar Deli dan diberikan oleh Sultan Makmun Alrasyid Deli kepada tuan Volker dari AVROS dan dikirimkan kepada tuan Andreae dari Ooskust van Sumatera Instituut (kini Instituut voor de Tropen) pada tahun 1923, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 49.

Universitas Sumatera Utara pergi ke Negeri Aceh. Pada waktu Sultan Aceh yang bernama Sultan Iskandar

Muda sedang mendapat kesulitan menaklukkan 7 orang Rum yang mengacau negeri Aceh. Kemudian Muhammad Dalikhan membantu Sultan dengan membunuhi satu persatu para pengacau tersebut. Ia menyaru dengan nama Lebai

Hitam. Atas jasanya membunuh para pengacau tadi, maka Sultan Aceh mengaruniakan gelar Laksmana Kuda Bintan dan ia diangkat menjadi Laksamana

Aceh. Kemudian ia dapat pula mengalahkan gajah “gandasuli”. Maka dinaikkan pangkatnya lagi menjadi Gocah Pahlawan untuk mengepalai orang-orang besar dan Raja-raja taklukan Aceh. Gocah Pahlawan berhasil lagi mengalahkan Negeri

Bintan dan Pahang dan Negeri-negeri Melayu lainnya. Maka ia diberi gelar Sri

Paduka Gocah Pahlawan Laksmana Kuda Bintan. Istrinya difitnah mempunyai affair dengan putra Sultan Aceh, maka Sri Paduka Gocah Pahlawan Laksamana

Kuda Bintan pergi meninggalkan Aceh dan membuka Negeri baru didesa Sungai

Lalang Percut. Atas kata percut adalah “pocut”, dan menurut kisahnya timbangan air sungai ini sama beratnya dengan air sungai krueng daroy yang membelah kerajaan Aceh. Kekuasaan diberikan oleh Aceh kepadanya waktu itu sebagai wakil Sultan Aceh untuk wilayah eks Kerajaan Haru dari batas Tamiang sampai ke sungai Rokan Pasir Ayam Denak yaitu dengan gelar Panglima Deli. Kekuasaan ini diberi oleh Aceh dengan misi: (a) menghancurkan sisa-sisa perlawanan Haru

(yang dibantu Portugis); (b) Mengembangkan Misi Islam ke wilayah pedalaman;

(c) Mengatur pemerintahan yang menjadi bagian dari Imperium Aceh.

Universitas Sumatera Utara Sri Paduka Gocah Pahlawan Laksamana Kuda Bintan156 kawin dengan adik raja Sunggal, yaitu Datuk Itam Surbakti yang bernama Puteri Nang Baluan beru Surbakti, sekitar tahun 1632 M. Pada saat itu wilayah Urung asal Karo di

Deli ialah Sepuluh Dua Kuta Hamparan Perak; Sukapiring; Patumbak (Senembah) dan Sunggal. Maka Kerajaan Sunggal yang paling kuat. Oleh karena perkawinan ini, wilayah Pesisir diserahkan kepada Gocah Pahlawan selaku anak beru dari

Sunggal. Sedikit demi sedikit Beliau memperluas kekuasaannya dengan mendirikan kampong Gunung Klarus, Sempali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota

Jawa, Kota Rengas, Percut, dan Sigara-gara. Beliau Mangkat pada tahun 1641 M

(makamnya terletak di Batu Jergok, Deli Tua). Tapi ada juga yang mengatakan makamnya terletak dikota Bangun (wawancara dengan Sinar, Desember 2010).

Selaku pemegang kuasa Sultan Aceh Iskandar Muda yang perkasa pada waktu itu, semua empat kerajaan Karo tersebut bersama-sama mengangkatnya selaku

Keuvorst atau Vrederechter atau lazim juga disebut Patih atau Perdana Menteri.

Dengan berlindung pada kebesaran Imperium Aceh, Sri Paduka Gocah

Pahlawan memantapkan pengaruh dan Kekuasaannya ke wilayah kecamatan

Percut Sungai Tuan dan kecamatan Medan Deli sekarang. Dalam catatan

Laksamana Prancis Augustine de Beaulieu yang mengunjungi Aceh dicatat juga mengenai seorang Panglima di Deli yang gagah perkasa sebagai berikut :

… en celuy da deli, quest une tress-forte place qui estoit deferendue par un person-age, qui avoir beacoup de reputation acquise pasa valeur, en forte que les Portugais en faisoient grant estimo et le Gouverneur de Malaca l’ayant este’voir et reconnue comme il avoit fortifie’cette place dit a’ceuxquil accompagnoient, qu’il croyoit que

156 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 49-50.

Universitas Sumatera Utara le Roy d’achem viendroit plusstost about de Malaca que non pas de Deli …”.157

Dalam kalimat di atas Laksamana Prancis ini mengatakan bahwa Raja atau

Panglima Deli datang berasal dari Melaka dan bukannya Deli. Kemudian setelah

Gocah Pahlawan mangkat, digantikan oleh puteranya yang bernama Tuanku

Panglima Perunggit menurut kisahnya, bergelar “Panglima Deli”(lahir 1634-1700

M).

Panglima Perunggit kawin dengan adik Raja Sukapiring. Kemungkinan beliau perang merebut Kesawan, yang terjadi pada waktu pemerintahan

Muhammad Syah di XII Kuta dan Marah Umar di Sukapiring. Di dalam peperangan ini menurut ceritanya dipergunakan pasukan berkuda (kavaleri) yang pertama sekali. Disebutkan bahwa Deli diancam oleh “Raja Karau”, tetapi kemudian Raja ini dapat ditaklukkan Panglima Perunggit. Selanjutnya kekuasaan

Aceh melemah setelah mangkatnya Sultan Iskandar Muda, dan kemudian Aceh diperintah oleh Raja-raja perempuan. Pada 1669 M, Panglima Perunggit memproklamirkan Deli merdeka dari Aceh dan selanjutnya menjalin hubungan dengan Belanda di Melaka.

Asal mula kata Deli adalah berasal dari kata Delhi, yang merupakan tempat asalnya yaitu India. Dapat dilihat bahwa nama Deli sangat berkaitan

157 M. Thevenot, “Relations de divers voyages curieux”, Tom II, Paris 1666 – 1672, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 50.

Universitas Sumatera Utara dengan Delhi, bahwa asal mereka berasal dari negri Hindustan (India). Itulah kaitannya maka kerajaan yang didirikannya di beri nama Deli158.

Mengenai adat dan kebudayaan yang di pakai di negri Deli adalah adat dan budaya Melayu, yang menapis dan memasukkan juga unsur-unsur kebudayaan lainnya yang positif ke dalam kebudayaan Melayu guna mencapai perpaduan masyarakat yang kompak dan harmonis.

Dalam konteks seni zapin, beberapa insan dari Kesultanan Deli ada juga yang aktif sebagai seniman dan pencipta tari dan lagu-lagu zapin. Yang paling cukup menonjol adalah Tengku Sitta Saritsyah. Ia adalah seorang penari dan sekaligus juga pencipta tari zapin. Di antara ciptaan tari zapin beliau yang terkenal adalah Zapin Deli. Musik iringan tarian ini dibawakan oleh para pemusik Sri

Indra ratu (SIR). Zapin yang mereka bawakan biasanya dipertunjukkan di kawasan Medan dan sekitarnya. Adakalanya juga dipertunjukkan di luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Afrika Selatan, Belanda, Jerman, dan lainnya. Bagaimanapun karya-karya tari dan lagu zapin di istana Kesultanan

Deli ini cukup memberikan inspirasi musikal bagi seniman Melayu yang berdomisili di Kota Medan. Selanjutnya kita lihat bagaimana eksistensi

Kesultanan Serdang, yaitu kesultanan yang sangat aktif membina dan mengembangkan kesenian-kesenian Melayu, termasuklah di antaranya zapin.

158 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 51.

Universitas Sumatera Utara 2.10.3 Kesultanan Serdang

Di kawasan lain Sumatera Timur, berjarak lebih kurang 39 kilometer dari

Kota Medan menuju ke arah timur, terdapat kesultanan Serdang. Kesultanan ini berbatasan dengan sebelah utara kesultanan Langkat dan Selat Melaka, sebelah selatan dengan Simalungun dan Kesultanan Deli, sebelah timur dengan kesultanan

Asahan dan Selat Melaka, sebelah barat dengan Tanah Karo dan Tapanuli.

Nama “Serdang” berasal dari nama sebuah pohon “Serdang”, daunnya dipergunakan untuk atap rumah159. Berkisar pada tahun 1723 terjadi perang suksesi perebutan tahta di Deli. Maka salah seorang putera dari Tuanku Panglima

Paderap, bernama Tuanku Umar Johan Pahlawan Alamsyah, bergelar Kejeruan

Junjongan (1713-1782) tidak berhasil merebut haknya atas tahta Deli. Tuanku

Umar selaku putera gahara (permaisuri) menurut adat prioritas pertama menjadi

Raja, maka terjadi Konflik dalam perebutan dengan abangnya yaitu Panglima

Pasutan, karena ia masih kecil menderita kekalahan lalu diungsikan bersama ibunya, Tuanku Puan Sampali, (permaisuri) pindah dan mendirikan Kampung

Besar (Serdang). Peristiwa perpindahan ini berkisar pada tahun 1723160. Menurut adat Melayu yang benar, Tuanku Umar yang seharusnya menjadi pengganti ayahandanya sebagai Raja Deli, karena baginda putera Gahara (permaisuri),

Baginda disingkirkan abangnya karena masih dibawah umur. Atas perlakuan kepada Tuanku Umar tersebut, maka 2 orang dari Orang Besar Deli,

159 Di Kerajaan Selangor (Malaysia), yang selalu dikunjungi orang-orang dari daerah Serdang, ada nama daerah (distrik) “SERDANG”. 160 Sementara menurut kisah Tuanku Umar Kejeruan Junjungan (atau Raja Osman) mangkat antara lain karena ia tak mau tunduk ke Siak ataupun Aceh masa itu. Ia tewas dalam peperangan. Lihat M.V.O. Kontelir Serdang, J. de Ridder Tgl. 2-9-1933, dalam Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 55.

Universitas Sumatera Utara yaitu Raja Urung Sunggal dan Raja Urung Senembah serta bersama dengan seorang Raja Urung Batak Timur yang menghuni wilayah Serdang bagian Hulu

Tanjung Merawa dan juga seorang pembesar dari Aceh (Kejeruan Lumu), merajakan Tuanku Umar, selaku Raja Serdang yang pertama diangkat yaitu pada tahun 1723 M itu agar tidak terjadi perang saudara. Pada masa itulah ditetapkan peranan Raja Serdang yaitu: (a) sebagai Kepala Pemerintahan Kerajaan Serdang;

(b) sebagai Kepala Agama Islam (Khalifatullah fi’l ardh); dan (c) sebagai Kepala

Adat Melayu161.

Salah seorang turunan Panglima Paderap162 yang lain yaitu Tuanku Tawar

(Arifin), gelar Kejeruan Santun, turut juga membuka negeri di Denai, kemudian meluas sampai ke Serbajadi dan dia juga mengungsi dari Deli dan lalu tunduk kepada Serdang. Adapun Kampung Kelambir dan Kampung Durian disepanjang

Sungai Serdang didirikan bersama masanya dengan Pulau Pinang pada tahun

1786. Tuanku Umar mempunyai 3 orang anak yaitu, yang tertua bernama Tuanku

Malim (menolak menjadi raja dan tidak kawin), Tuanku Ainan Johan Alamsyah dan Tuanku Sabjana (Pangeran Kampung Kelambir). Sejak mangkatnya Tuanku

Umar ditabalkanlah puteranya Tuanku Sultan Ainan Johan Alamsyah sebagai

Raja Serdang (1767-1817) dan Sabjana sebagai Pangeran Muda. Pada masa pemerintahan raja yang ke-2, Tuanku Sultan Ainan Johan Alamsyah (1767-1817), tersusunlah Lembaga Orang Besar Berempat di Serdang yang berpangkat Wazir

Sultan yaitu: (a) Pangeran Muda di Sungai Tuan; (b) Datuk Maha Menteri

161 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 55. 162 Ibid.

Universitas Sumatera Utara berwilayah di Araskabu; (c) Datuk Paduka Raja wilayahnya di Batangkuis ialah keturunan Kejuruan Lumu; (d) Sri Maharaja berwilayah di Ramunia.

Baginda memperkokoh institusi 4 Orang Besar selaku Wazir Utama itu berdasarkan fenomena alam dan hewan yang melambangkan kekuatan seperti 4 penjuru alam (Barat – Timur – Selatan – Utara) dan kokohnya 4 kaki binatang dan azas Tungku Sejarangan163 (4 batu penyangga untuk masak makanan) yaitu juga azas sendi kekeluargaan pada masyarakat Melayu Sumatera Timur : suami – istri

– anak beru (menantu) dan Puang (mertua) yaitu keempat oknum inilah menentukan didalam upacara perkawinan maupun perhelatan yang besar.

Hal ini mempunyai hubungan karena Raja Urung Sunggal kembali ke Deli sedangkan Raja Urung Senembah dan Raja Urung Tanjung Morawa tetap menjadi raja diwilayah mereka dan tetap takluk ke Serdang. Dalam menjalankan pemerintahan Sultan Ainan Johan Alamsyah dibantu oleh Syahbandar dan

Temenggong sebagai kepala polisi dan keamanan dan Panglima Besar. Sultan

Serdang menjalankan hukum kepada rakyat berdasaarkan Hukum Syariah Islam dan Hukum Adat hal ini mengacu makna filosofis pepatah Adat Melayu bersendikan Hukum Syara’ Hukum Syara’ bersendikan Kitabullah. Pada masa pemerintahan Sultan Johan Alamsyah inilah diperkeras peraturan adat istiadat kerajaan yaitu: (a) Adat Sebenar Adat sesuai Hukum Alam seperti api itu panas, air itu dingin, hidup-mati, siang-malam, lelaki perempuan dan lain-lain. (b) Adat

Yang Diadatkan Lahir dari suatu kebiasaan kemudian diikuti terus menerus oleh masyarakat sehingga menjadi resam, dan kemudian dijadikan Hukum Adat

163 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 56.

Universitas Sumatera Utara dengan sanksi jika dilanggar; (c) Adat-istiadat ceremony yang dirujuk dari ketentuan yang berlaku di Istana raja. Setiap pergantian seorang Raja, mungkin saja istiadat ini berubah164.

Kenyataan pelaksanaan sikap Sultan tersebut sesuai dengan hasil kajian.

Kemudian oleh Van Vollenhoven dan Ter Haar pakar Hukum Adat Indonesia165 yang menyatakan Adat itu berasal dari perilaku kebiasaan (zeden en gewoonten) dan jika kebiasaan itu diikuti orang banyak terus menerus, maka itu sudahlah menjadi Adat. Apabila Adat tadi ada yang melanggar, maka masyarakat dan pemerintah melakukan beberapa sanction (sanksi) yang boleh bersifat sanksi sosial (misalnya dikecam atau dikucilkan) dan ada juga yang bersifat sanksi pidana (criminal law) misalnya dihukum pidana oleh Kerapatan Adat. Tetapi jika dianggap sangat berat dapat juga dikenakan hukuman mati atau dibuang dari negeri, jika durhaka hukumnya dibunuh, rumahnya dibakar dan abunya dibuang kelaut, ini disebut hukum adat. Pada masa pemerintahan baginda diperkeras kekuatan adat dikatakan: hidup dikandung Adat, mati dikandung tanah; tiada

Raja, tiada Adat; biar mati anak daripada mati Adat. Mati anak gempar serumah, mati Adat gempar sebangsa.

Baginda Sultan Ainan Johan Alamsyah mempunyai istri bernama Tuanku

Puan Sri Alam, puteri dari Raja Perbaungan. Raja Perbaungan ini keturunan dari

Tuan Puti Awan Tasingek binti Yang Dipatuan Bakilap Janggo, Raja Daulat

Pagar Ruyung (Minangkabau). Kerajaan Perbaungan kemudian tidak lagi

164 Ibid. 165 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 57.

Universitas Sumatera Utara meninggalkan keturunan laki-laki, oleh karena itu Perbaungan masuk kedalam

Kerajaan Serdang bukan takluk dalam peperangan, tetapi hubungan perkawinan.

Puteri baginda yang tertua Tuanku Zainal Abidin diangkat menjadi Tengku

Besar166. Beliau pergi berperang membantu mertuanya yang sedang terlibat perang saudara merebut tahta Langkat. Beliau akhirnya terbunuh di Pungai

(Langkat) dan digelar Marhom Mangkat di Pungai. Setelah Sultan Johan

Alamsyah mangkat maka puteranya yang kedua diangkat oleh Dewan Orang

Besar menjadi raja pengganti yaitu Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarshah memerintah 1817-1850 M, dan bukan putera dari Tuanku Zainal Abidin yang ketika itu masih kecil. Hal itu terjadi karena:

 Ketika Tuanku Zainal Abidin (Tengku Besar) meninggal dunia karena tewas dalam peperangan di Pungai (Langkat), ayahandanya Sultan Johan

Alamsyah masih hidup memerintah; meskipun Tengku Zainal meninggalkan putera.

 Ketika itu calon pengganti raja berpindah kepada putera baginda yang kedua selaku Tengku Besar.

 Ketika baginda Sultan Johan Alamsyah mangkat (digelar Marhom

Kacapuri) maka otomatis putera kedua baginda itu, Sultan Thaf Sinar Basarshah, menjadi pengganti menurut Adat dinobat tabalkan oleh Orang Besar Berempat.

Berdasarkan peristiwa suksesi yang berakhir kepada Adat tersebut, menurut Adat Melayu Serdang. Tidak perlu otomatis keturunan dari putera tertua mesti menjadi Raja. Oleh karena Sultan Thaf Sinar Basarshah ingin berdiri

166 Ibid.

Universitas Sumatera Utara sendiri, Serdang diserang angkatan perang Siak pada tahun 1814167. Dimasa pemerintahan Tuanku Serdang telah meluaskan wilayahnya sampai ke Sungai

Tuan, Percut, Padang, Bedagai, Batak Timur dan Senembah. Penambahan daerah tidaklah selalu dilakukan dengan peperangan tetapi juga sering dengan jalan damai melalui perkawinan seperti halnya dengan Perbaungan.

Yang Dipertuan Panjang dari Perbaungan berasal dari Minangkabau ia hasil perkawinan Puti Awan Tasingik binti Daulat Yang Dipertuan Tuanku

Bakilap Janggo Pagaruyung168 dengan “Marhom Kuala Air Hitam” dan ia masuk menjadi bahagian dari Kerajaan Serdang karena perkawinan Tuanku Ainon Johan dengan puterinya Tuanku Puam Seri Alam. Tuanku Puan Seri Alam saudara dari

Sutan Usalli, Raja Perbaungan yang berkedudukan di sungai air Hitam (Pantai

Cermin). Setelah Tuanku Sultan Ainan Johan Alamsyah tersebut mangkat, maka ia digantikan puteranya yang kedua, Tuanku Thaf Sinar. Baginda memperoleh gelar dari Siak, bergelar Sultan Thaf Sinar Basarshah (1790-1850), atau lebih dikenal Sultan Besar yang dinobatkan para wazir dan pengangkatannya dibacakan oleh Orang Kaya Sunggal selaku “Ulun janji”. Masa pemerintahan Baginda Sultan

Besar Serdang menjadi aman tenteram dan makmur karena perdagangannya. Pada tahun 1823169 John Anderson sebagai utusan Kerajaan Inggeris dari Pulau Pinang mengunjungi Serdang mencatat bahwa: (a) Perdagangan antara Serdang dan Pulau

Pinang sangat ramai, terutama lada dan hasil hutan. (b) Sultan Thaf Basarshah, juga bergelar Sultan Besar, memerintah dengan lemah lembut (mild), suka

167 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 58. 168 Ibid. 169 Ibid.

Universitas Sumatera Utara memajukan ilmu pengetahuan dan mempunyai kapal sendiri untuk berdagang. (c)

Industri rakyat dimajukan dan banyak pedagang dari Pantai Barat Sumatra (Orang

Alas) yang melintasi pegunungan Bukit Barisan menjual dagangannya keluar negeri melalui Serdang. (d) Baginda mempunyai sifat toleransi dan suka bermusyawarah dengan negeri-negeri yang tunduk kepada Serdang, termasuk orang-orang Batak dari Pedalaman. (e) Cukai di Serdang cukup moderat.

Oleh karena itu baginda berpegang kepada pepatah Adat Melayu yang mengatakan170 :

Secupak menjadi segantang,

Yang keras dibuat ladang,

Yang becek dilepaskan itik,

Air yang dalam dipelihara ikan.

(a) Genggam bara, biar sampai menjadi arang (sabar menderita mencapai

kejayaan)

(b) Cencaru makan petang, bagai menghimpun madu (meskipun lambat tetapi

kerja keras maka pembangunan terlaksana)

(c) Hati Gajah sama dilapah, hati kuman sama dicecah (melaksanakan kerja

pembangunan dengan hasil baik bersama-sama).

Pada masa pemerintahan Baginda Adat Melayu yang bersendikan Islam dijunjung tinggi, mengutamakan budi yang mulia (budi daya, budi bahasa, budi pekerti dan lain-lan) sebab ketinggian budi akan menunjukkan ketinggian

170 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 58-59.

Universitas Sumatera Utara peradaban suatu bangsa171. Maka, banyak sekali rakyat Batak Hulu yang masuk

Melayu (Islam). Menurut sumber Belanda sejak berdirinya, Serdang bertikai dengan Deli pertikaian karena daerah-daerah, seperti Denai dan Percut. Oleh karena dibawah pemerintahan baginda Serdang makmur, maka luas kerajaan

Serdang bertambah sampai ke wilayah Serbajadi, Percut, Dolok (bekas kerajaan

Timur Raya), Padang, Bedagai dan Senembah, bahkan pengaruh- pengaruhnya sampai ketanah Alas dan Singkel.

Serdang dapat menjalin hubungan dengan Aceh dan Siak. Hubungan diantara Serdang dengan Aceh dan Siak sangat erat pada masa itu tidak pernah terjadi penyerangan secara langsung terhadap daerah dan kedaulatannya. Dalam perlawanan Anderson ke Serdang pada tahun 1823 yang ditemuinya Sultan Besar ini. Menurut Anderson, dalam memegang tampuk pemerintahan umum, baginda dibantu oleh beberapa orang besar seperti: Pangeran Muda Sri Diraja Mattakir sebagai Raja Muda, Tuanku Ali Usman (gelar Panglima Besar Negeri Serdang) di

Sungai Tuan (Kampung Klambir), Tuanku Tunggal (gelar Sri Maharaja) di

Kampung Durian dan Datuk Akhirullah gelar Pakerma Raja Tanjung Morawa.

Sultan Besar ini berusia waktu itu kira-kira 32 tahun, berbadan gemuk, kulitnya putih dan bertubuh agak pendek. Ia berkarakter sebagai seorang raja yang baik, lembut dan bijaksana dalam memerintah. Baginda juga sangat banyak memperoleh keuntungan dari perdagangan. Baginda mempunyai banyak perahu sangat gemar dan rajin belajar. Menurut kisah, Sultan Besar turut membantu dengan megirimkan beberapa jumlah prajurit dan panglima Serdang membantu

171 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 59.

Universitas Sumatera Utara Sultan Kedah, Sultan Tajuddin Halimsyah-II, pada tahun 1838 sewaktu Sultan

Kedah itu berkelana mencari bantuan kedaerah- daerah pantai Timur Sumatera, untuk membebaskan Kedah dari penjajahan Siam. Diutus Sultan Kedah pada tahun 1838 itu puteranya T. Abdullah dan kemanakannya Tengku Mohd. Said kedaerah sini. Baginda juga membantu Denai dengan mengutus Raja Graha 1823

(gelar Tengku Panglima Besar Serdang) untuk merebut Pulau Brayan yang merupakan wilayah asal dari Kejeruan Santun. Zaman pemerintahan Sultan Besar ini dikenal dengan zaman ketentraman, karena kemakmuran Serdang dikenal dinegeri-negeri lain sampai ke Semenanjung Tanah Melayu. Banyak daerah yang meminta proteksi atas kekuatan bala tentaranya, seperti Padang, Bedagai dan

Senembah. Didalam salah satu naskah perjanjian yang tersimpan di Istana

Serdang (telah terbakar dizaman Revolusi), tercantum Pernyataan Bersama antara

Sultan Besar ini dengan Sultan Panglima Mangedar Alam dari Deli yang berbunyi sebagai berikut: (a) Kedua Kerajaan ini masing-masing berdaulat, merdeka dan berdiri sendiri. (b) Cukai Pelabuhan Labuhan Deli dibagi dua antara Serdang dan

Deli. Dalam Pernyataan Sultan Deli 15 Sya’ban 1242 (1823) itu disebutkan juga

Sultan Deli mengaku akan membayar kepada Sultan Serdang setiap tahun

M$.600,- (lihat surat Residen Sumatera Timur Kroesen di Bengkalis kepada

Gubernur Jendral di Betawi 24-1-1882 No. 173)172.

Beliau ini menikah dengan puteri dari Raja Perbaungan Sutan

Rahmadsyah yang bernama Tuanku Puan Sri Indera Kuala. Mempunyai empat orang anak yaitu : Tuanku Sultan Basyarudin Syaiful Alamsyah, Tan Sidik, T.H.

172 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, (Medan : Yayasan Kesultanan Serdang, 2006), hal., 60.

Universitas Sumatera Utara Mat Yasin dan T. Mustafa. Baginda mangkat pada tahun 1850 M dan dimakamkan di Makam Diraja di Kampung Besar Serdang. Beliau ini diberi gelar

“Marhom Besar”.

Selanjutnya Serdang dipimpin oleh Sultan Basyarudin Syaiful Alamsyah.

Tuanku Sultan Basyaruddin Syaiful Alamsyah adalah pemegang mahkota kesultanan Serdang yang ke-IV173. Beliau menikah dengan orang biasa yang bernama Encik Rata dan hanya mempunyai seorang putera yang bernama Tengku

Sulaiman. Pada masa pemerintahan Beliau ini Serdang mencapai puncak kejayaan karena kekuatan senjata dan laskarnya maka wilayah penaklukan Serdang sampai ke Batubara (Lima Laras) dan seluruh Senembah dan ke pedalaman kabupaten

Deli-Serdang, yaitu wilayah etnis Karo dan Batak Timur sesuai dengan gelarnya

“Syaiful Alamsyah” (Pedang Alam).

Dimasa pemerintahan Beliau ini terdapat perlengkapan adat istiadat yang terkenal yaitu, keris pusaka Kerajaan peninggalan Seri Paduka Gocah Pahlawan yang bernama “Rajawali”, gong kebesaran yang bernama “gong semboyan”,

Pedang “Bawar” dari Sultan Aceh, Nafiri, Payong kebesaran, Cap Kerajaan,

Nobat dan perlengkapan-perlengkapan lainnya, dan Bentara Kiri174. Beliau mangkat pada tahun 1880 M dan dimakamkan di Makam Diraja. Beliau ini diberi gelar “Marhom Kota Batu”175.

173 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, (Medan : Yandira Agung, 2003), hal., 14. 174 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, (Medan : Yandira Agung, 2003), hal., 18. 175 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, (Medan : Yandira Agung, 2003), hal., 26.

Universitas Sumatera Utara Kemudian masuklah masa pemerintahan Tuanku Sultan Sulaiman Syariful

Alamsyah yakni pemegang tahta kesulatanan Serdang yang ke-V. Beliau ini ditabalkan menjadi Raja Serdang ketika masih dibawah umur sehingga diangkatlah seorang wali untuk membimbingnya menjalankan pemerintahan yang bernama Tengku Raja Muda Mustafa yang tak lain adalah pamannya sendiri176.

Beliau mempunyai empat orang istri yang mana dari istri pertama yaitu permaisuri

Tengku Darwisyah (cucu dari Pahlawan Nasional Sultan Bagagarsyah

Pagaruyung) pada tanggal 21-3-1891, tetapi tak mempunyai keturunan.

Perkawinannya ini merupakan perkawinan politik. Tengku Darwisyah adalah saudara tiri Sultan Deli, yang ketika itu sering berselisih dengan Kesultanan

Serdang karena soal batas kerajaan. Untuk menyelesaikan masalah wilayah ini pemerintah Belanda campur tangan melalui perkawinan antara Sultan Sulaiman dengan Tengku Darwisyah.

Kemudian dari istri yang kedua, ketiga, dan keempatlah beliau ini mempunyai anak. Para istri yang mempunyai anak ini adalah sebagai berikut177 :

1. Encik Kurnia br. Purba : (1) Tengku Puteri Nazry

(2) Tengku Putera Mahkota Rajih

Anwar

2. Encik Raya br. Purba : (1) Tengku Zahry (pr.)

(2) Tengku Shahrial

3. Encik Hj. Zaharah : (1) Tengku Zainabah (pr.)

176 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, (Medan : Yandira Agung, 2003), hal., 32. 177 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, (Medan : Yandira Agung, 2003), hal., 33.

Universitas Sumatera Utara (2) Tengku Abunawar

(3) Tengku Luckman Sinar

(4) Tengku Abukasim

Kehidupan istana Serdang tidak ketat dengan adat upacara yang rumit.

Upacara besar dalam istana adalah penabalan sultan. Sultan Serdang lebih senang berpergian ke tempat tertentu untuk menonton seni pertunjukan. Putra Mahkota

Tengku Rajih Anwar adalah seorang pemusik yang sangat berbakat. Baginda pandai memainkan piano, gendang, serunai, dan terutama gesekan biolanya yang khas. Baginda juga pernah sekolah musik ke Jerman.

Bentuk penyelenggaraan birokrasi kesultanan Melayu Sumatera Timur bercorak patrimonial, dan mengutamakan status sosial dalam hirarki jabatan. Pada masa pemerintahan beliau inilah didirikan Istana Perbaungan (Kraton Kota Galuh) dan Mesjid Raya Sulaimaniyah pada tahun 1896178. Istana Perbaungan ini bertingkat enam, dimana lantai pertama dan kedua adalah tempat untuk menghadap Sultan, tingkat ketiga untuk menyimpan senjata-senjata dan alat-alat kebesaran Kerajaan, tingkat keempat untuk tempat bermain para tuan puteri dan menyimpan baju-baju kebesaran, tingkat kelima untuk tempat bersantai dan tingkat keenam dinamakan “pucuk”. Kemudian ada lagi istana dibelakangnya untuk Tengku Permaisuri namun tidak besar, dan disamping istana kecil itu terdapat taman yang akrab dinamakan dengan nama “Taman Sari”.

Di zaman pemerintahan beliau ini juga terjadi perkembangan kesenian di kalangan kerajaan Serdang yaitu Baginda Sultan Sulaiman ini mendirikan

178 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, (Medan : Yandira Agung, 2003), hal., 35-36.

Universitas Sumatera Utara kelompok opera teater bangsawan yang bernama “Indera Ratu”179. Kelompok ini juga sering menghibur rakyat dengan gratis dipelosok Serdang, dengan maksud memberikan pengetahuan umum kepada masyarakat Serdang, karena pementasan opera teater bangsawan ini banyak membawakan cerita-cerita tentang adat-istiadat melayu, kepahlawanan, penegakan keadilan, dan sebagainya. Disamping itu beliau ini juga menghidupi para pemain kelompok teater tradisional “Makyong”, dan kelompok “ Jawa” yang dihadiahkan oleh Sultan

Hamengkubuwono-VIII180. Setiap tahun diadakan sayembara permainan

Gambus(Zapin) dan silat dari perkumpulan yang ada di kampung-kampung yang mana yang terbaik akan dapat kesempatan untuk tampil di Istana. Semua permainan dana acara-acara kesenian ini ditampilkan di halaman Istana

Perbaungan pada hari Raya dan hari besar lainnya secara gratis. Pada era beliau memerintah di Serdang ini banyak ahli tari dan musik yang bermunculan, salah satunya ialah Guru Sauti, anak Melayu Perbaungan, pencipta tari Perbaungan

Nasional yaitu Serampang XII. Sultan Sulaiman ini mangkat pada usia 80 tahun tepatnya tanggal 13 Oktober 1946, beliau dimakamkan di pekuburan raja-raja di sebelah mesjid Raya Perbaungan. Beliau mendapat gelar “Marhom

Perbaungan”181.

Para sultan yang memerintah Negeri Serdang adalah: (1) Raja Osman atau

Tuanku Umar; (2) Sultan Pahlawan Alamsyah; (3) Sultan Thaf Sinar Basarsyah

179 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, (Medan : Yandira Agung, 2003), hal., 41. 180 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, (Medan : Yandira Agung, 2003), hal., 42. 181 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, (Medan : Yandira Agung, 2003), hal., 69.

Universitas Sumatera Utara (1790-1850); (4) Sultan Basyarudin Syariful Alamsyah (1809-1880); (5) Sultan

Sulaiman Syariful Alamsyah (1862-1946), Sultan Sulaiman ini ditetapkan oleh

Belanda menjadi Sultan Serdang pada tanggal 29 Januari 1887; (6) Tengku Putera

Mahkota Rajih Anwar, (7) Tuanku Abu Nawar Sinar Syariful Alam Al-Haj,

Sultan pemangku budaya Melayu Serdang berikutnya adalah Tengku Luckman

Sinar Basharshah II, S.H., Al-Haj. Kemudian setelah beliau meninggal, yaitu tepatnya pada tanggal 8 Januari 2011 yang baru lalu, ia digantikan oleh Drs.

Ahmad Thala’a putra dari Almarhum Tengku Abunawar Sinar, Al-Haj, melalui kerapatan adat Negeri Serdang. Kini sebagian Pengurus Besar Majelis Adat dan

Budaya Melayu Indonesia (PB MABMI Sumatera Utara) terdiri dari para warga

Serdang ini. Nah ada sesuatu yang menarik dari tulisan ini yaitu, pola pengangkatan pemimpin atau pemangku adat yang ada pada kesultanan Serdang ini menggunakan sistem kerapatan adat, jadi tidak harus seorang ketua atau pemimpin adat itu harus dari kalangan Bangsawan, seperti di kesultanan lainnya yang masih memakai sistem kebangsawanan Melayu.

Dalam konteks zapin, maka di antara kesultanan-kesultanan Melayu di

Sumatera Timur, peranan Kesultanan Serdang dalam membina dan mengembangkan seni zapin sangatlah begitu meononjol. Terutama di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah. Zapin yang terdapat di Negeri

Serdang ini, menurut pendapat masyarakat dan beberapa pakar Melayu datang langsung dari Tanah Arab, khususnya Negeri Yaman.

Selanjutnya penulis membuat bagan sejarah kesultanan Serdang, sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara Daftar Bagan 2.10.3.1

“ BAGAN SILSILAH KESULTANAN SERDANG”

TUANKU UMAR KEJERUAN JUNJUNGAN (I)

SULTAN JOHAN ALAMSYAH (II) TUANKU SABJANA (MARHOM KACAPURI) (PANGERAN RAJA MUDA)

TWK.ZAINAL ABIDIN SULTAN THAF T. ALI (T. BESAR) SINAR BASYARIAH TWK. TUNGGAL T. MATTAKIR TWK. HARUM (T. PANGLIMA BESAR MARHOM MANGKAT (III) (SRI MAHARAJA) (PANGERAN RAJA MUDA) SEI TUAN) DI PUNGAI (MARHOM BESAR)

SULTAN BASYARUDDIN TAN AMAN SYAIFUL ALAMSYAH T. ALADDIN (RAJA MUDA (IV) (T.SRI MAHARAJA) SRI MAHARAJA) (MARHOM KOTA BATU)

TAN SIDIK T. IBRAHIM (TEMENGGONG)

T.H. MAT YASIN (PANGERAN T. MANSYUR MANGKUNEGARA BATAK TIMUR)

T. MUSTAFA T. AMRY, S.H. (RAJA MUDA) (SRI MAHARAJA)

Sumber : Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan

Serdang, (Medan : Yandira Agung, 2003), hal., 99.

Universitas Sumatera Utara

Daftar Bagan 2.10.3.2

“ BAGAN SILSILAH KESULTANAN SERDANG”

SULTAN THAF SINAR BASYARIAH (III) (MARHOM BESAR)

SULTAN BASYARUDDIN T.H. MAT YASIN SYAIFUL ALAMSYAH TAN SIDIK (PANGERAN T. MUSTAFA (IV) (TEMENGGONG) MANGKUNEGARA (RAJA MUDA) (MARHOM KOTA BATU) BATAK TIMUR) SULTAN SULAIMAN SYARIFUL ALAMSYAH TAN IDRIS T.M. NUR (V) (PANGERAN (T. BENDAHARA (MARHOM PERBAUNGAN) L. PAKAM) PERBAUNGAN) T.RAJIH ANWAR T.M.HANIF PUTERA MAHKOTA PROF.DR T. AMIN (PANGERAN RIDWAN (VI) PERBAUNGAN) (KEPALA ADAT)

TWK. ABU NAWAR T. ATAILLAH SYARIFUL ALAM (VII) (HOOFD V (PEMANGKU ADAT) PERBAUNGAN)

TUANKU LUCKMAN SINAR BASARSYAH, SH (VIII) T. DZULHAM (KEPALA ADAT (RAJA USALLI) KESULTANAN SERDANG)

T. TEH NASRUN (TENGKU BENTARA)

T. NURDIN (SESEPUH MASYARAKAT MELAYU)

Sumber : Ibid.

Universitas Sumatera Utara Daftar Bagan 2.10.3.3

“ BAGAN SILSILAH KESULTANAN SERDANG”

SULTAN SULAIMAN SYARIFUL ALAMSYAH (V) (MARHOM PERBAUNGAN)

TUANKU LUCKMAN T.RAJIH ANWAR SINAR TWK. ABU NAWAR PUTERA MAHKOTA BASARSYAH, SH (VIII) SYARIFUL ALAM (VII) (VI) (KEPALA ADAT (PEMANGKU ADAT) (KEPALA ADAT) KESULTANAN SERDANG)

DRS. T. AHMAD TALA’A T. BASYARUDDIN T. PETER AZWAR T. SULAIMAN A (TIMBALAN KEPALA SHOUCKRY (PANGERAN ADAT (RAJA MUDA) (YAMTUAN MUDA SRI MANGKUBUMI) PANGERAN SRI MAHKOTA) DIRAJA)

Sumber : Ibid.

Universitas Sumatera Utara 2.10.4 Kesultanan Langkat

Kesultanan Langkat memliki batas-batas teritorialnya : sebelah utara dan barat berbatasan dengan daerah Aceh, sebelah timur dengan Selat Malaka, dan sebelah selatannya berbatasan dengan Kesultanan Deli (ENI, II 1918:1530).

Wilayah Kesultanan Langkat berada pada 3414 sampai 4031’ Lintang Utara dan

9052’ sampai 9845’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 45 Meter di atas permukaan laut182.

Kata Langkat itu sendiri dahulunya berasal dari pohon yang buahnya hampir serupa dengan buah langsat sehingga pohon tersebut dinamakan dengan

Langkat183. Namun demikian, menurut orang Karo Jahe kata Langkat itu berasal dari bahasa Karo yaitu lang ku angkat yang artinya tidak ku angkat, lama-lama menjadi Langkat. Lalu manakah yang benar antara keduanya sulit bagi kita untuk menentukannya.

Raja Langkat yang pertama kali adalah Quri, setelah beliau meninggal dunia, maka Langkat memiliki dua kerajaan yaitu yang pertama Kerajaan Jentera

Malay yang menjadi rajanya adalah Tan Qatar, dan yang kedua adalah Kerajaan

Bahorok yang menjadi rajanya adalah Tan Husun, mereka merupakan saudara kandung yang keduanya sama-sama ingin memajukan negeri Langkat dan di sekitarnya. (wawancara dengan Takari, Januari 2010)

Sedangkan sultan yang pertama kali mendapat gelar sultan di Langkat adalah Sultan Musa Akhalidy Almu Azamsyah. Pada masa itu berdirilah sebuah kampung yang bernama Tanjung Pura. Beliaulah yang mendirikan istana yang

182 www.langkatkab.go.id 183 Ibid.

Universitas Sumatera Utara berada di Tanjung Pura, dan beliau berusaha betul agar daerah Langkat itu tetap dalam keadaan yang aman dan sejahtera, dengan berbagai pembangunan untuk kepentingan rakyat yang di bangunnya.

Raja-raja Langkat adalah raja yang terkaya di daerah pesisir Sumatera

Timur, sebab bumi Langkat mengandung tambang minyak yang cukup besar. Hal itu di ketahui oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah Belanda tahu hal itu, mulailah dilakukannya penelitian secara ilmiah dan kemudian terbukti bahwa bumi Langkat mengandung minyak. Demikianlah lebih kurang 100 tahun yang lalu ditemukanlah sumur minyak di Telaga Said, dan untuk memperingati tempat itu, maka membuat sebuah tugu di Telaga Said itu.

Setelah keadaan negeri Langkat aman dan sejahtera, Sultan Musa menjalankan ibadah Haji ke Mekah, sepulangnya dari Mekah beliau menggalakkan pengembangan ajaran Islam ke penduduk Langkat dan merencakanan membangun sebuah mesjid yang sangat baik di Tanjung Pura.

Setelah Sultan Musa wafat pada tahun 1898 Masehi, kedudukannya sebagai sultan digantikan oleh anaknya yang bernama Tengku Abdul Aziz, dan pembangunan masjid itu diteruskan oleh Sultan Aziz maka dari itulah nama mesjid itu diberi nama Masjid Azizi, suatu masjid yang bermutu tinggi dengan arsitek yang sempurna. Ternyata di samping tambang minyak yang besar, Tanjung Pura juga kaya akan bangunan dan arsitekturnya.

Masjid Azizi dibangun pada tahun 1902 bertepatan pada 13 Rabiul Awal

1320 H, diatas tanah seluas 2,4 hektar, dan menelan biaya yang cukup besar yaitu sebesar 200.000 ringgit Singapura, pada waktu itu diperkirakan uang Republik

Universitas Sumatera Utara Indonesia lebih kurang 4 miliyar rupiah, dengan gaya mozaik Persia. Sultan

Kedah sewaktu melewati negeri Langkat, terpesona akan keindahan Mesjid Azizi ini, sehingga beliau membangun model yang sama dengan masjid Azizi di Kedah

Malaysia. Setelah sultan Langkat yang terakhir mangkat yaitu Sultan Tengku

Mahmud Aziz pada tahun 1946 Masehi, maka setelah itu tidak ada lagi pengangkatan sultan, setelah Indonesia menyatakan kemerdekaanya.

Seperti diketahui oleh umum, bahwa Kesultanan Langkat adalah sebagai pusat Islam di Sumatera Timur. Di Langkat terdapat pusat tarikat Naqsabandiyah, yang jamaahnya menyebar ke seluruh kawasan Asia Tenggara. Tokoh sastrawan sufi yang terkenal dari kawasan ini, yaitu Tengku Amir Hamzah. Bagaimanapun zapin di kawasan Langkat berkembang selaras dengan perkembangan Islam di kawasan ini. (wawancara dengan Takari, Januari 2010)

2.10.5 Kesultanan Asahan

Kerajaan Asahan letaknya di antara Batubara, Simalungun, Kualuh, Tanah

Toba, dan Selat Malaka. Di sebelah utara berbatasan dengan Simalungun dan

Batubara, di sebelah timur berbatasan dengan selat Melaka, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Labuhan Batu dan Tapanuli.

Nama Asahan dibuat oleh masyarakat Batak Toba Kuno, karena penduduk daerah Asahan umumnya berasal dari sebelah hulu sungai Asahan. Sedangkan terminologi Asahan itu sendiri berasal dari kata sahan yakni suatu alat yang dibuat dari tanduk kerbau, yang di dalamnya berisi air yang digunakan untuk menyiram tubuh ibu-ibu, terutama ibu yang mandul, dan di anggap sebagai

Universitas Sumatera Utara “saluran bahagia.” Air yang terpancar dari sahan tersebut diibaratkan sebagai air terjun yang mengalir dari Tao Toba, pangkalnya agak besar dan lebar, akan tetapi semakin ke hilir semakin sempit dan kecil serta deras, dan terjun ke dalam Ngarai

Sigura-gura dan Siarimo, lalu lepas memutih seperti kapas menjadi air terjun raksasa. Dari sinilah kata Asahan sebagai nama tempat, termasuk Kesultanan

Asahan184.

Daerah Asahan memiliki 3 luhak yaitu: (1) Tanjung Balai di kepalai oleh Tengku

Majid, anakanda sari paduka Tengku regent cucuanda almarhumTengku

Mohd.Adil. (2) Bandar Pulau diketuai oleh Tengku Dewak cucuanda almarhum

Tengku Muhammad Adil. (3) Kisaran di kepalai oleh T. Adenan, anakanda

Almarhum Tengku Mantri, cucuanda Almarhum Tengku Pangeran Dasar Muda.

(wawancara dengan Takari, Januari 2010)

Terminologi Asahan dan Tanjung Balai merupakan negeri dan Bandar yang termasuk tertua di Sumatera Timur. Sekarang Asahan merupakan kabupaten.

Sedangkan Tanjung Balai merupakan pemerintahan kota yang secara administratif pemerintahannya berdiri sendiri di luar Kabupaten Asahan.

Di kawasan Melayu Asahan ini terdapat juga seni zapin yang difungsikan untuk kegiatan-kegiatan agama Islam. Zapin Asahan terdapat di beberapa tempat seperti di Tanjungbalai, Kisaran, Air Joman, dan lainnya. Zapin di Asahan menurut keterangan para informan berasal dari Arab. Zapin yang ada di Asahan juga terdapat di kawasan-kawasan dunia Melayu lainnya. Pada Zapin Asahan ada

184 Batara Sangti. Sejarah Batak. (Balige: Karl Sianipar, 1977), hal., 61

Universitas Sumatera Utara teks lagunya yang diciptakan menggunakan bahasa Arab dan ada pula yang menggunakan bahasa Melayu dialek Asahan.

Universitas Sumatera Utara BAB III

SEJARAH ZAPIN DI SERDANG

3.1 Pengertian Sejarah

Manusia hidup dalam ruang dan waktu yang ditempuh selama hidupnya.

Untuk mengembangkan peradaban atau sivilisasinya, manusia belajar, baik secara formal maupun informal. Manusia juga selalu belajar dari sejarah. Di Indonesia kita sering mengucapkan dan menghayati frase: belajarlah dari sejarah, atau jangan sekali-kali melupakan sejarah (kadang diakronimkan dengan jas merah) yang merupakan slogan dari Presiden Republik Indonesia yang pertama yaitu

Soekarno. Sadar atau tidak manusia terikat oleh sejarah, baik dalam lingkup pribadi, kelompok kecil seperti keluarga, masyarakat desa, maupun yang lebih besar dalam kelompok bangsa, perhimpunan bangsa, atau dunia. Indonesia misalnya terbentuk dari proses sejarah budaya yang kompleks, berbagai inovasi dari dalam atau pengaruh dari luar dalam bentuk penjajahan atau pengaruh pemikiran dan ideologi, membentuk negara Indonesia. Perang dan perdamaian juga digoreskan dalam sejarah, dan pengaruh sosialnya dirasakan setiap anak bangsa. Demikian pentingnya sejarah. “Apa itu sejarah?” Pertanyaan yang sering dilontarkan baik oleh kalangan awam maupun para ilmuwan sejarah ini, memiliki berbagai mosi. Menurut Garraghan185, yang dimaksud sejarah itu memiliki tiga

185 Gilbert J Garraghan, S.J., A Guide to Historical Method. East Fordham Road, (New York: Fordham University Press, 1957), hal., 3.

Universitas Sumatera Utara makna yaitu: (1) peristiwa-peristiwa mengenai manusia pada masa lampau; aktualitas masa lalu; (2) rekaman mengenai manusia di masa lampau atau rekaman tentang aktualitas masa lampau; dan (3) proses atau teknik membuat rekaman sejarah. Kegiatan sejarah tersebut berkaitan erat dengan disiplin ilmu pengetahuan. Lengkapnya adalah sebagai berikut.

The term history stands for three related but sharply differentiated concepts: (a) past human events; past actuality; (b) the record of the same; (c) the process or technique of making the record. The Greek , which gives us the Latin historia, the French histoire, and English history, originally meant inquiry, investigation, research, and not a record of data accumulated thereby—the usual present-day meaning of the term. It was only at a later period that the Greeks attached to it the meaning of “a record or narration of the results of inquiry.” In current usage the term history may accordingly signify or imply any one of three things: (1) inquiry; (2) the objects of inquiry; (3) the record of the results of inquiry, corresponding respectively to (c), (a), and (b) above.

Kita sebagai ilmuwan sejarah kadang sering lupa, bahwa untuk menulis atau merekam sejarah ternyata tak semudah yang dibayangkan masyarakat awam.

Sejarah adalah salah satu disiplin ilmu, yang menghendaki proses-proses ilmiah baik dalam penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan penulisan sebagai hasil penelitian sejarah. Kegiatan keilmuan sejarah ini, paling tidak mencakup dua hal penting, yaitu teori sebagai sebuah hasil dan didukung oleh metode yang merupakan teknik kerja kesejarahan.

3.2 Sejarah Sebagai Ilmu Pengetahuan

Pertanyaan apakah sejarah itu termasuk kepada sains (ilmu pengetahuan) dapat dijawab dengan tegas, walau kadang muncul respons yang negatif.

Universitas Sumatera Utara Perbedaan opini terhadap frase pertanyaan tersebut biasanya berkaitan erat dengan kenyataan apa yang dilakukan oleh para sejarawan atau ilmuwan sejarah. Menurut

John Burry186 sejarah termasuk ke dalam sains, tak lebih dan tak kurang. Goldwin

Smith187 yang saat itu menjabat sebagai Presiden Asosiasi Sejarah Amerika, juga menyatakan bahwa sejarah dipandang sebagai sains. Hal senada walau dengan sedikit kritikan diungkapkan oleh Bernard J. Muller-Thym188: In practically all instances where the claim of history to be a science is denied, the denial is based on the assumtion hat the term science necesarily denoes an exact science. Thus, for Henry Adams all sciences was the exact type. ... In the main of adams, history could become a science only by having its rigorously-operating and immutable laws.

Apakah yang dimaksud sains? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, elok dilihat konteksnya dalam ilmu sejarah. Sejarah, khususnya dalam praktek pendidikan secara konvensional dikelompokkan ke dalam “ilmu sosial,” suatu disiplin yang perhatian utamanya adalah mengenai manusia dan hubungan sosialnya. Dalam ilmu sosial ini terdapat berbagai disiplin seperti antropologi, sosiologi, ekonomi, dan lainnya. Selanjutnya yang dimaksud sains, seperti yang dikemukakan oleh John F.X. Pyne189 adalah: “A systemized body of general

186 Diskusi dalam suatu acara pengukuhan guru besar di Universitas Cambridge, oleh sejarawan Inggris John B.Bury, 26 Januari 1903, dalam Gilbert J Garraghan, S.J., A Guide to Historical Method. East Fordham Road, (New York: Fordham University Press, 1957), hal., 37. 187 Gilbert J Garraghan, S.J., A Guide to Historical Method. East Fordham Road, (New York: Fordham University Press, 1957), hal., 38. 188 Bernard J. Muller-Thym, 1940, “Of History as a Calculus Whose Term is Science”, The Modern Schoolman, hal. 41 dan 73, dalam Gilbert J Garraghan, S.J., A Guide to Historical Method. East Fordham Road, (New York: Fordham University Press, 1957), hal., 38. 189 John F.X. Pyne, 1926, The Mind, New Jersey, hal.20, dalam Gilbert J Garraghan, S.J., A Guide to Historical Method. East Fordham Road, (New York: Fordham University Press, 1957), hal., 38.

Universitas Sumatera Utara truths concerning a definite subject matter and established by an efficient

[effective] method.” Artinya sains itu adalah suatu bentuk kebenaran umum yang mengacu pada suatu bidang telaah dan dibentuk oleh metode yang efektif. Dalam konteks ilmu sejarah sebagai sains maka ada 4 hal yang mendukungnya, yaitu: (1) ilmu sejarah memiliki sistematisasi sebagai sebuah disiplin ilmu, baik mencakup susunan, organisasi, dan pengklasifikasian; (2) ilmu sejarah memiliki metode yang efektif, yaitu metode yang bertujuan memecahkan masalah-masalah kesejarahan; (3) ilmu sejarah memiliki bidang telaah atau lingkup kajian tertentu;

(4) ilmu sejarah memiliki rumusan dalam mengacu kepada kebenaran umum yang sifatnya rasional190. Namun demikian ilmu sejarah sebagai sains masuk ke dalam ilmu sosial humaniora bukan ke dalam ilmu eksakta.

Ilmu sejarah dalam operasionalnya selalu memakai ilmu-ilmu bantu

(auxiliary sciences). Di antara ilmu-ilmu bantu yang sering dipergunakan oleh para ilmuwan sejarah adalah: filsafat, bibliografi, antropologi, bahasa, geografi, kronologi, diplomatik, sigilografi dan heraldri, palaeografi, arkaeologi, epigrafi, numismatik, dan genealogi. Demikian sekilas tentang sejarah sebagai ilmu.

Selanjutnya dikaji tentang metodologi (teori) dalam ilmu sejarah191.

3.3 Teori

Teori atau metodologi merupakan landasan yang paling penting dalam ilmu sejarah. Dalam metodologi terkandung makna mengenai teori,

190 Gilbert J Garraghan, S.J., A Guide to Historical Method. East Fordham Road, (New York: Fordham University Press, 1957), hal., 39. 191 Gilbert J Garraghan, S.J., A Guide to Historical Method. East Fordham Road, (New York: Fordham University Press, 1957), hal., 81.

Universitas Sumatera Utara pengembangan teori, penelitian, lingkup kajian, dan lain-lain. Definisi metodologi menurut Machlup adalah sebagi berikut :

The study of principles that guide student of any field of knowledge, and specially of any branch of higher learning (science) in deciding wheter to accept or reject certain proposition as a part of the body of ordered knowledge in general or their own discipline (science)192.

Metodologi menurut Machlup adalah kajian mengenai prinsip-prinsip yang mengarahkan para penuntut ilmu kepada berbagai lapangan ilmu, dan khususnya berbagai cabang atau pelajaran yang lebih tinggi (yang sering disebut sains) dalam rangka memutuskan secara pasti untuk menerima atau menolak proposisi sebagai bagian dari pengembangan pengetahuan secara umum atau khusus disiplin yang dikajinya.

Metodologi membahas aturan-aturan tertentu dalam konteks prosedur intelektual dalam komunitas ilmiah termasuk di dalamnya pembentukan konsep-konsep, membangun model-model, merumuskan hipotesis-hipotesis, dan menguji teori- teori.

Sejarawan Reiner berpendapat bahwa nosi metodologi adalah sama dengan nosi flilsafat sejarah (Geschichtsphilosophie) yang formal seperti yang dikemukakan oleh Bauer, yaitu meneliti logika dan epistimologi sejarah sebagai sebuah disiplin. Filsafat sejarah yang formal ini oleh Walsh, seorang guru besar filsafat dari Universitas Edinburg, dinamakan filsafat sejarah kritis, yang di dalamnya dikaji empat permasalahan sejarah: (a) sejarah dan bentuk-bentuk

192 Fritz Machlup, The production and distribution of knowledge in the United States, (United States of America : Princeton University Press, 1973), hal., 55.

Universitas Sumatera Utara pengetahuan lain; (b) kebenaran dan fakta dalam sejarah; (c) objektivitas sejarah; dan (d) eksplanasi dalam sejarah193.

Metodologi atau filsafat sejarah formal, yang menurut konsep Bauer atau disebut filsafat sejarah kritis, menarik minat Nash, seorang guru besar filsafat di

Western Kentucky University. Bidang kajian yang dibahasnya adalah: (1) positivisme dan idealisme, yaitu penekanan pada masalah pemahaman sejarah: (2) masalah eksplanasi sejarah; (3) masalah objektivitas sejarah; (4) masalah sebab- sebab dalam sejarah; dan (5) determinisme sejarah194.

Dalam tulisan mengenai filsafat sejarah, Ankersmit195 mengemukakan antara lain mengenai filsafat sejarah kritis, yang di dalamnya juga dibahas mengenai teori pengetahuan atau epistemologi sejarah. Buku ini dalam judul aslinya adalah Denken over Geschiedenis: Een overzicht van moderne geschiedfilosofische opvattiegn, 1984, diterjemahkan dengan baik oleh Pater Dick

Hartoko dari Indonesia, dengan judul Refleksi tentang Sejarah: Pendapat-pendapat

Modern tentang Sejarah (Gramedia, 1987).

Kemudian menurut seorang antropolog ternama, Pelto, perlu dibedakan antara teknik-teknik penelitian yaitu hal-hal yang menyangkut masalah pragmatis dalam koleksi data dengan metodologi. Menurut Pelto, “methodology denotes

‘logical in-use’ involved in selecting particular observational techniques,

193 Teuku Ibrahim Alfian, 1968, “Acheh Sultanate under Sultan Muhammad Daudsjah and Duth War”, (International Conference on Asian History, 5th-10th August). hal., 3. 194 Teuku Ibrahim Alfian, 1968, “Acheh Sultanate under Sultan Muhammad Daudsjah and Duth War”, (International Conference on Asian History, 5th-10th August). hal., 4. 195 Teuku Ibrahim Alfian, 1968, “Acheh Sultanate under Sultan Muhammad Daudsjah and Duth War”, (International Conference on Asian History, 5th-10th August). hal., 17.

Universitas Sumatera Utara assering their yield of data, and relating these data to theoretical propositions196.

Jadi ringkasnya, metodologi berkaitan dengan masalah filsafat fundamental dalam ilmu sejarah, sedangkan metode berkaitan dengan cara atau teknik membangun disiplin ilmu sejarah. Selanjutnya kita kaji teori dalam ilmu sejarah.

Seperti sudah dideskripsikan di atas, metodologi berkaitan erat dengan masalah teori. Teori dalam disiplin sejarah sering juga disebut dengan kerangka referensi, atau kadangkala disebut skema referensi atau presuposisi atau personal equation—yang merupakan suatu perangkat kaidah yang memandu sejarawan

(ilmuwan sejarah) untuk menyelidiki atau meneliti masalah yang akan diteliti, alam menyusun bahan-bahan yang telah diperolehnya dari analisis sumber, kemudian mengevaluasi hasil temuannya197.

Hook mencatat ada empat hal tentang kerangka referensi (teori) dalam ilmu sejarah ini, yaitu:

Kerangka referensi adalah hipotesis yang menjelaskan faktor(-faktor) apa yang menentukan terjadinya sebuah situasi sejarah;

Kerangka referensi juga menentukan hipotesis mana yang harus diseleksi oleh seorang sejarawan, dan kadang-kadang juga seleksi mengenai jenis masalah sejarah yang hendak ditelitinya;

Kerangka referensi dapat juga menunjukkan lingkup (scoupe) minat sejarawan.

Misalnya sejarah sosial, intelektual, budaya, atau politik;

196 Pelto, Pertty J dan Gretel H., Anthropological Research : The Structure of Inquiry. Second Edition. (London : Cambridge University Press, 1978), hal., 4. 197 Teuku Ibrahim Alfian, 1968, “Acheh Sultanate under Sultan Muhammad Daudsjah and Duth War”, (International Conference on Asian History, 5th-10th August). hal., 26.

Universitas Sumatera Utara Kerangka referensi adalah filsafat hidup atau nilai yang dianut oleh sejarawan yang tercermin di dalam kara-karyanya198.

Sementara Sartono Kartodirdjo tidak memakai kata kerangka referensi tetapi mempergunakan istilah kerangka analitis untuk menjelaskan pendekatan yang dipakainya199. Sebaliknya, seorang sejarawan Amerika Serikat, Berkhofer, Jr. mempergunakan istilah kerangka konseptual200 (conceptual frameworks), yang mengacu pada makna teori dalam ilmu sejarah.

Fungsi teori dalam disiplin sejarah, adalah sama dengan yang terdapat dalam disiplin-disiplin lain, yaitu untuk mengidentifikasi masalah yang hendak diteliti, menyusun kategori-kategori untuk mengorganisasikan hipotesis-hipotesis, dan melalui proses tersebut berbagai-bagai macam interpretasi data dapat diuji, serta memperlihatkan ukuran-ukuran atau kriteria yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu. Teori tidak dapat memberikan jawaban kepada peneliti, akan tetapi teori dapat membekali peneliti dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya terhadap fenomena yang hendak ditelitinya.

Jika seorang sejarawan mengemukakan teorinya secara eksplisit dalam penelitiannya, maka tidaklah sulit bagi pembaca karyanya untuk menyimak keseluruhan teori yang dipakainya itu. Kita dapat melihat apakah teori itu dapat dibuktikan dalam kajiannya ataukah ia hanya dapat membuktikan sebahagiannya saja.

198 Teuku Ibrahim Alfian, 1968, “Acheh Sultanate under Sultan Muhammad Daudsjah and Duth War”, (International Conference on Asian History, 5th-10th August). hal., 30. 199 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), hal., 4. 200 Robert F. Berkhofer, Jr., A Behavioral Approach to Historical Analysis, (New York: Free Press, 1971), hal., 5 dan 23.

Universitas Sumatera Utara 3.4 Metode

Ahli-ahli sejarah terkemuka yang membantu mengembangkan metode kajian sejarah antara lain: Leopold von Ranke, Lewis Bernstein Namier, Geoffrey

Rudolf Elton, G. M. Trevelyan, dan A. J. P. Taylor201. Pada tahun 1960an, para ahli sejarah mulai meninggalkan narasi sejarah yang bersifat epik nasionalistik, dan memilih menggunakan narasi kronologis yang lebih realistik.

Ahli sejarah dari Perancis memperkenalkan metode sejarah kuantitatif202.

Metode ini menggunakan sejumlah besar data dan informasi untuk menelusuri kehidupan orang-orang dalam sejarah. Ahli sejarah dari Amerika, terutama mereka yang terilhami zaman gerakan hak asasi dan sipil, berusaha untuk lebih mengikutsertakan kelompok-kelompok etnis, suku, ras, serta kelompok sosial dan ekonomi dalam kajian sejarahnya.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, ilmuwan posmodernisme dengan keras mempertanyakan keabsahan dan perlu tidaknya dilakukan kajian sejarah.

Menurut mereka, sejarah semata-mata hanyalah interpretasi pribadi dan subjektif atas sumber-sumber sejarah yang ada. Dalam bukunya yang berjudul In Defense of History (terj: Pembelaan akan Sejarah), Richard J. Evans203, seorang profesor bidang sejarah modern dari Univeritas Cambridge di Inggris, membela pentingnya pengkajian sejarah untuk masyarakat.

Jika kita berbicara teori atau metodologi maka ia terkait erat dengan masalah filosofi fundamental dalam sebuah disiplin sains. Untuk mendukung teori ini, maka dalam aplikasinya, sebuah disiplin ilmu mau atau tidak mau harus

201 www.wikipedia.org 202 Ibid. 203 Ibid.

Universitas Sumatera Utara menggunakan metode (teknik atau cara) kerja para ilmuwan disiplin tertentu di lapangan kajiannya. Yang dimaksud dengan metode adalah teknik penelitian atau peralatan (tool) untuk mengumpulkan data.

Berlainan dengan metodologi sejarah, metode sejarah sebagaimana yang dikemukakan oleh Gilbert J. Garraghan adalah seperangkat azas dan kaidah- kaidah yang sistematis yang digubah untuk membantu secara efektif mengumpulkan sumber-sumber sejarah, menilainya secara kritis, dan menyajikan sebuah sintesis hasil yang dicapai, pada umumnya dalam bentuk tertulis.

Secara eksplisit Garraghan yang juga mengutip pendapat Richard F. Clarke mengemukakan arti metode dalam ilmu sejarah adalah sebagai berikut :

Every science, when it becomes an art by being reduced to practice, follows certain rules and directions which insure or help to insure accuracy of result. The complex of these rules and directionss we call method, or technique.

Surgical science has its method of performing a given operation; the musician has a method of handling his instrument; and succes in the classroom is very much a matter of effective method. So also with the art of history, the direct aimof which is the attainment of historical truth. ...

Historical method may therefore be defined as a systematic body of principles and rules designed to aid effectively in gathering the source materials of history, appraising them critically, and presenting a synthesis (generally in

Universitas Sumatera Utara written form) a result achieved. More briefly it may be defined as “a system of right procedure for attainment of [historical truth] (Clarke 1927:462)204.

Dari kutipan di atas jelaslah bagi kita bahwa metode atau teknik dalam sebuah disiplin ilmu adalah sejumlah peraturan dan arah untuk hasil yang akurat.

Dalam konteks ilmu sejarah metode adalah seperangkat prinsip dan aturan yang sistematis, yang dirancang untuk membantu secara efektif pengumpulan sumber- sumber sejarah, dan kemudian melakukan kritik sumber, dan menampilkannya dalam sebuah karya sintesis, yang biasanya berupa tulisan. Dalam pengertian yang lebih ringkas metode sejarah adalah sebuah sistem dengan prosedur yang benar untuk mendukung kebenaran sejarah.

Buku mengenai metode sejarah yang terkenal di Indonesia adalah karya

Louis Gottschalk, Understanding History, diterjemahkan oleh Nugroho

Notosusanto. Buku yang paling banyak dijadikan sumber metode sejarah secara internasional adalah bertajuk A Guide to Historical Method karya Gilbert J.

Garraghan, S.J. Tulisan ini selanjutnya mengutip pokok-pokok pikiran buku tersebut.

Adapun metode dalam ilmu sejarah di antaranya adalah menggunakan sumber-sumber heuristik205. Selain itu, metode sejarah selalu menggunakan tulisan-tulisan yang bersifat klasifikasi baik dari segi asal-usul, isi, maupun tujuan sumber. Kemudian penggunaan tipe sejarah naratif, rekaman-rekaman sejarah

204 Gilbert J Garraghan, S.J., A Guide to Historical Method. East Fordham Road, (New York: Fordham University Press, 1957), hal., 33. 205 Pengumpulan data dilakukan dari buku-buku, majalah, artikel, dan sumber-sumber lain yang relevan dengan obyek kajian dan pembahasan ini.

Universitas Sumatera Utara resmi, sumber-sumber lisan (tradisi), sumber-sumber piktorial dan figur (gambar); sumber-sumber tulisan.

Sementara itu mekanisme untuk membantu penelitian sejarah di antaranya adalah dengan menggunakan sistem dan teknik catatan wawancara; kuesioner; wawancara; kepustakaan, arsip, dan museum; dan penentuan topik di bidang tertentu.

Kemudian, metode lainnya yang lazim digunakan oleh sejarawan adalah menafsirkan sumber-sumber sejarah. Adapun cara menafsirkan itu mencakup penafsiran verbal, teknik menafsirkan, penafsiran yang logis, menafsirkan dengan pendekatan psikologis, dan penafsiran faktual.

Dalam membuat kajian sejarah, yang umumnya dalam bentuk tulisan yang bersifat sintesis, maka metodenya dapat dibagi dua, yaitu sintesis eksternal dan sintesis internal. Dalam sintesis eksternal ditentukan masalah seleksi dan organisasi data. Pada sintesis internal ditentukan masalah sintesis umum karya sejarah; sebab-sebab terjadinya sejarah; determinisme materialistik dalam sejarah; berbagai faktor kondisi dan makna dalam sejarah; perubahan dalam sejarah; kedudukan tokoh sejarah di masa lalu; dan filsafat sejarah.

Dalam menyusun karya sejarah, seorang sejarawan mestinya memiliki metode dalam menulis. Metode itu mencakup bagaimana mengutip referensi; menulis catatan kaki secara rasional; teknik menulis catatan kaki; bibliografi atau daftar pustaka; apendiks dokumenter; sumber-sumber berbentuk buku dan konsekutif. Metode lainnya adalah tampilkan karya sejarah secara efektif, dengan cara rekonstruksikan masa lalu, elemen literal sejarah, tulis secara menarik;

Universitas Sumatera Utara pandangan sintesis; catatan langsung atau tidak langsung. Sejarah itu pada prinsipnya adalah tulisan dan akan ditulis kembali.

Demikian sekilas uraian mengenai teori dan metode dalam ilmu sejarah, yang menjadi tanggung jawab para sejarawan dalam menjawab tantangan- tantangan sosiobudaya, yang begitu berdensitas padat pada akhir-akhir ini.

3.5 Sejarah Zapin dalam Wilayah Budaya Serdang

Para pakar sejarah seni umumnya sepaham bahwa zapin yang datang ke

Nusantara ini berasal dari Hadhramaut. Kini kawasan Hadhramaut itu berada di

Negara Yaman, tepatnya di selatan Jazirah Arabiah. Orang-orang Hadramaut ini atau yang lazim disebut Hadhrami datang ke Nusantara di abad-abad ke-13.

Masuknya zapin ke Nusantara ini pada abad ke-13 ditulis oleh Tom Ibnur sebagai berikut.

Zapin reached the archipelago in parallel with the region's Islamic rise in the 13th century. Arabic and Gujarati traders came with Muslim missionaries and artists, plying their trade in the archipelago. Some of them stayed on and others returned back to their homeland when their trade and business were done. Those that stayed assimilated into the local community by marrying the locals. Zapin, among other Muslim arts and culture, was introduced by these traders, which then flourished among the Muslim communities. Now, we can find Zapin throughout the region, such as Northern Sumatra, the , Jambi, southern Sumatra, Bangka, Belitung, Bengkulu, Lampung, Jakarta, northwestern and southern Java, Nagara, Mataram, Sumbawa, Maumere, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Ternate and Ambon. In the neighbouring , Zapin can be found in Brunei Darussalam, Malaysia and Singapore. In the region, zapin consists of two forms, Zapin Arab (Arabic Zapin), which does not change much since, and still practiced by local . The second form is Zapin Melayu (Malay Zapin) which was derived from its original form and modified to suit the local communities. Zapin Arab only has one form whereas Zapin Melayu

Universitas Sumatera Utara consists of a variety of forms and styles. The terminology was also diversified, depending on the language and local dialects of the region. The terminology Zapin is used in North Sumatra and Riau, and in Jambi, Southern Sumatra and Bengkulu, beside called Zapin it is known as Dana. Zapin is known as Bedana in Lampung, and in Java it is called Zafin. Kalimantan is inclined to call it Jepin or Jepen, in Sulawesi it is Jippeng and in Maluku Jepen. In Nusatenggara, it is known as Dana-Dani. Zapin is performed in occasions such as weddings, circumcision, thanksgiving, village festivals, even Islam's major celebrations. Generally, Zapin dancers are males. The dance is accompanied by a musical ensemble comprising of marwas, gendang, flute, violin, accordion, dumbuk, harmonium and vocal. The dance is moderate and repetitive. Its movement is inspired from human nature and the environment. For example : titi batang, anak ayam patah, siku keluang, sut patin, pusing tengah, alif and others. Zapin performance generally inspire the performers to showcase their dance skills and craftsmanship by improvising with the accompanying music. For hundreds of years, Zapin has been a source of entertainment to local communities as well as conveying good advice to its audience with its (verses, quatrains) and songs. Even if the art form have been changed, its evolution comes naturally. Problems with continuity for traditional arts and crafts, culture, religious implications and other factors are some of the reasons hampering the progress of this art form. (Tom Ibnur dalam http://sriandalas.multiply. com/journal/ item/25)

Peta 3.5.1

Negara Yaman, Asal Seni Zapin

Universitas Sumatera Utara (Sumber: nadziraa.blog.friendster.com)

Selanjutnya sekitar abad ke-18 berdatanganlah para pedagang Arab, dimana salah satunya yaitu Sayid (golongan orang-orang keturunan Arab dan dianggap sebagai zuriat daripada Nabi Muhammad) dari Hadramaut ke Serdang, beliau ini adalah seorang Nahkoda kapal yang sekaligus pemilik kapal. Beliau ini adalah keturunan dari Sayid Ahmad Ibnu Isa Al Muhaji yang pindah dari Basra

(Iraq) ke Hadramaut (Yaman Selatan). Nah salah seorang saudara daripada Sayid ini kawin dengan saudara perempuan Sultan Johanshah dari Kerajaan Serdang, dan banyak keturunan Sayid ini yang tinggal di wilayah Kerajaan Deli dan

Kerajaan Serdang206.

206 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., 28 Desember 2010, “Zapin/Gambus di Wilayah Kabupaten Deli – Serdang (Sumatera Utara)”, makalah Seminar & Bengkel Tari Zapin Nusantara, di Hotel Tiara Convention Center, Medan, hal., 8-9.

Universitas Sumatera Utara Di Kerajaan Siak, tatkala pemerintahan Sultan Yahya (keturunan terakhir

Raja Kecil, Sultan Abdul Jalil Rahmat Shah, Raja Siak yang pernah memerintah pada masa Kerajaan Riau-Johor sekitar tahun 1699 M). Namun karena fisiknya yang lemah dan agak kurang waras maka terjadilah kudeta yang dilakukan oleh menantunya sendiri yang bernama Sayid Ali bin Shihab207 pada tahun 1791 M dimana pada tahun 1790 M Sayid Ali ini pindah kedaerah Bedagai dimana beliau ini disitu menghimpun kekuatan seperti merekrut pasukan dan dana sembari berdagang, dan terjadilah pergeseran kekuasaan yang dikuasai oleh menantunya yang kemudian diangkat menjadi Raja dengan gelar Sultan Abduljalil

Khaliluddin. Kemudian adiknya yang bernama Sayid Abdulrahman diangkat pula menjadi Raja Muda dan diberi wilayah kekuasaan meliputi Pelalawan (Kampar) dan ada adiknya lagi yang bernama Sayid Ahmad (Tengku Busu) diangkat menjadi Panglima Besar. Selanjutnya Sayid Ali ini menyerang Kerajaan Serdang dan Deli. Nah selanjutnya setiap keturunan Raja-raja Deli dan Serdang selalu ada yang kawin dengan Sayid dari Hadramaut dan menetap disitu. Memang para

Sayid yang berasal dari Hadramaut ini banyak sekali yang pindah dan menetap di

Nusantara ini, khususnya di daerah Serdang, Sumatera Utara. Adapun keturunan dari para Sayid yang ada di Serdang dan Deli ialah :

a) Al Sagaf

b) Aqil

c) Sihabudin (Shihab)

d) Jamalulail

207 Ibid.

Universitas Sumatera Utara e) Muthahar

f) Aidid

Dalam berbicara mengenai Zapin maka tidak dapat dipungkiri bahwa seni pertunjukan ini tidak dapat terlepas dengan hubungan Islam, maka pada tulisan selanjutnya saya akan membahas Dunia Islam dan aplikasinya pada Masyarakat

Melayu. Selanjutnya penulis membuat konstruksi sejarah zapin di Serdang, sebagai berikut :

Tabel 3.5.2

Konstruksi Sejarah Zapin di Serdang

Universitas Sumatera Utara

Pada abad ke-13 mulailah berdatangan para pedagang dari Arab ke Nusantara, untuk berdagang dan sekaligus syiar agama Islam.

Kemudian kurun waktu abad ke-13 sampai abad ke- 18 maka sampailah para pedagang Arab yang berasal dari Yaman ke daerah Serdang melalui jalur pelayaran, saat inilah diperkirakan masuknya seni pertunjukan Zapin ke daerah Serdang dibawa oleh para Sayid yang berasal dari Hadramaut.

Selanjutnya seni pertunjukan Zapin ini mulai berkembang di Serdang hingga ke wilayah Kesultanan Serdang, mulai dari Sultan Serdang yang Pertama hingga mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Serdang yang ke-5 (1862-1946).

Selanjutnya setelah masa Sultan Serdang yang ke V, seni pertunjukan Zapin ini terus berkembang hingga masa sultan Serdang yang ke-8 yaitu Tengku Luckman Sinar Basharshah II, S.H., Al- Haj ( 1946-2011).

Dan setelah mangkatnya Tengku Luckman Sinar Basharshah II, S.H., Al-Haj, pada tanggal 8 Januari 2011, seni pertunjukan Zapin mulai samar-samar eksistensinya hingga saat ini.

Universitas Sumatera Utara 3.6 Konsep Kebudayaan dalam Islam

Istilah kebudayaan memang tak asing bagi kita khususnya yang berkecimpung di dunia ini, apakah itu sebagai agamawan, budayawan, seniman, penikmat budaya, pelaku budaya dan seni dan lainnya. Namun kita juga sering bertanya apakah setiap agama, masyarakat, ras, dan etnik, memiliki persepsi sendiri tentang kebudayaan. Apakah terdapat persepsi yang sifatnya umum atau khusus dalam memandang budaya? Begitu juga halnya dengan agama Islam.

Bagaimaan konsep kebudayaan dalam pandangan Islam?

Secara saintifik, kebudayaan dibahas secara luas dan mendalam dalam sains antropologi ataupun sosiologi. Seperti yang diuraikan di dalam antropologi, banyak para pakar kebudayaan mendefinisikan kata kebudayaan atau dalam padanan Inggrisnya culture. Sampai tahun 1950 paling tidak ada 179 definisi kebudayaan yang dikemukakan oleh para ahli. Namun kemudian, dari berbagai definisi itu didapati berbagai kesamaan, paling tidak kebudayaan memiliki dua dimensi yaitu isi dan wujud. Seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat208 yang mengutip pendapat Claude Kluckhohn, bahwa kebudayaan adalah sebagai seluruh ide, gagasan, dan tindakan manusia dalam rangka memenuhi keperluan hidup sehari-hari, yang diperoleh melalui proses belajar mengajar (learned action). Kemudian ditinjau secara umum, budaya terdiri dari dua dimensi, yaitu wujud dan isi. Dalam dimensi wujud, budaya terdiri dari tiga unsur, yaitu: (1) wujud dalam bentuk ide atau gagasan, (2) wujud dalam bentuk aktivitas atau kegiatan, dan (3) wujud dalam bentuk benda-benda atau artifak. Ditinjau dari

208 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal., 180.

Universitas Sumatera Utara dimensi isi, atau sering disebut tujuh unsur kebudayaan universal, maka kebudayaan terdiri dari tujuh unsur yaitu: (1) sistem religi, (2) bahasa, (3) teknologi dan peralatan hidup, (4) sistem mata pencaharian, (5) sistem organisasi sosial, (6) pendidikan, dan (7) kesenian. Unsur kebudayaan yang terakhir, yaitu kesenian sering juga disinonimkan dengan istilah seni budaya209.

Dalam kajian budaya, sering pula dikenal istilah peradaban (sivilisasi), yaitu unsur-unsur kebudayaan yang maju, halus, dan tinggi210. Kata ini, biasa merujuk kepada peradaban-peradaban seperti: Sumeria, Assiria, Indus, Babilonia,

Inca, Oriental, Oksidental, Harappa, Mahenjo-Daro, dan lain-lain. Istilah peradaban itu sendiri merupakan unsur serapan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab yaitu dari akar kata adab. Umumnya pengertian budaya menurut para ilmuwan Barat seperti yang dikemukakan dalam antropologi dan sosiologi, adalah bahwa agama atau sistem religi sebagai bagian dari unsur kebudayaan yang sejajar dengan unsur budaya lain. Dalam Islam, agama memiliki dimensi Ilahiyah atau wahyu, dalam dimensi sedemikian rupa tidak termasuk dalam budaya, bahkan budaya wajib berasaskan kepada wahyu. Sebaliknya, kreativitas manusia dalam rangka mengisi budaya dapat dikategorikan sebagai budaya.

Zapin adalah bahagian dari budaya dan kesenian Islam. Dalam Islam, jika dibicarakan istilah kesenian dan budaya, biasanya selalu merujuk kepada kandungan makna pada kata-kata atau istilah yang sejenis, seperti: millah, ummah,

209 Ibid, hal., 202. 210 www.marxists.org/reference/archive/morgan-lewis/ancient-society

Universitas Sumatera Utara tahaqafah, tamadun, hadharah, dan adab. Istilah ini digunakan dalam seluruh kurun waktu sepanjang sejarah Islam.

Istilah millah ( ), yang bentuk jamaknya milal ( ), terdapat dalam

Al-Qur’an, yang digunakan untuk merujuk keadaan kebudayaan yang berhubungan dengan syariat Nabi Ibrahim Alaihissalam. Millah artinya adalah agama, syariat, hukum, dan cara beribadah. Millah seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, maknanya ditujukan umat Islam, atau golongan manusia yang suci, yang berpegang teguh kepada agama Allah, serta mengamalkan sistem syariat, serta mereka yang menjalankan tugas-tugas rohaniah dalam hidup dan peradabannya.

Selain itu, ada satu istilah lagi yang lazim digunakan dalam Islam, dalam kaitannya dengan kebudayaan, yaitu ummah ( ). Istilah ini mengandung makna sebagai orang-orang muslim dalam bentuk masyarakat kolektif. Istilah ini yang pluralnya adalah umam digunakan dalam Al-Qur’an untuk menyebut umat

Islam, sebagai umat terbaik.

Artinya: “Kamu (wahai umat Muhammad) adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi (faedah) umat manusia, (karena) kamu menyuruh berbuat kepada segala perkara yang baik dan melarang dari segala perkara yang salah (buruk dan keji) serta kamu beriman kepada Allah (dengan sebenar-benar iman) dan kalaulah Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) itu beriman (sebagaimana yang semestinya), tentulah (iman) itu menjadi baik

Universitas Sumatera Utara bagi mereka. (Tetapi) di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka orang-orang yang fasik.” 211.

Kata lain yang maknanya merujuk kepada kebudayaan dalam Islam adalah atahaqafah ( ), yang biasanya digabung dengan al-Islamiyah, artinya adalah keseluruhan cara hidup, berpikir, nilai-nilai, sikap, institusi, serta artefak yang membantu manusia dalam hidup, yang berkembang dengan berasaskan kepada syariat Islam dan sunah Nabi Muhammad. Dalam bahasa Arab, atahaqafah artinya adalah pikiran atau akal seseorang itu menjadi tajam, cerdas, atau mempunyai keahlian yang tinggi dalam bidang-bidang tertentu. Selanjutnya istilah taqafah ( ) berarti membetulkan sesuatu, menjadi lebih baik daripada keadaan yang dulunya tidak begitu baik, ataupun menjadi berdisiplin. Kata taqafah artinya adalah ketajaman, kecerdasan, kecerdan akal, dan keahlian yang tinggi, yang diperoleh melalui proses pendidikan. Jadi istilah ini, menekankan kepada manusia untuk selalu menggunakan pikirannya, sebelum bertindak dan menghasilkan kebudayaan.

Terminologi al-hadarah ( ) digunakan untuk menyebut kehidupan manusia secara kolektif dan peradaban yang tinggi. Istilah al-hadarah berasal dari kata dasar, hadhara, yahduru, dan hadaratan, yang artinya adalah bermukim dalam kawasan negeri atau tempat yang ramai yang membedakannya dari negeri atau tempat yang sunyi, badiyah. Istilah hadar dan hadarah dalam bahasa Arab klasik bermaksud kawasan yang didiami oleh manusia berupa perkotaan atau kehidupan yang relatif maju. Istilah ini memiliki makna bahwa indikator

211 Al-Quran, surah Ali-Imran: ayat 110

Universitas Sumatera Utara kebudayaan yang dianggap maju dan tinggi adalah dengan munculnya kota-kota dengan sistem sosial yang kompleks. Namun bagaimanapun pedesaan tetap diperlukan dalam sebuah peradaban, sebagai mitra dari kota-kota. Ekspresi al- hadarah dalam kesenian Islam, diwujudkan dalam genre hadrah. Hadrah ini sejak abad kelima belas menjadi bahagian dari kesenian sufi, khususnya tariqat

Rifaiyah.

Tamaddun ( ) atau bentuk jamaknya tamaddunan ( ) berasal dari bahasa Arab212, yang maknanya sering disejajarkan dengan istilah civilization dalam bahasa Inggris. Sivilisasi sendiri awalnya berasal dari bahasa Perancis.

Hingga tahun 1732, kata ini merujuk kepada proses hukum. Pada akhir abad ke-

18, istilah ini memiliki pengertian yang meluas tidak hanya sebatas sebagai hukum, tetapi juga tahapan paling maju dari sebuah masyarakat. Konsep kebudayaan dalam Islam juga melibatkan istilah at-tamaddun, dan kebudayaan

Islam disebut at-tamaddun al-Islami. Istilah ini merujuk kepada karangan terkenal

Tarikh at-Tamaddun al-Islami213 yang ditulis oleh Jurzi Zaidan. Istilah ini berasal dari kata dasar maddana, yamduru, dan mudunan, yang artinya adalah datang ke sebuah bandar, yang bermakna menduduki suatu tempat, maddana pula artinya membangun bandar-bandar atau kota-kota, atau menjadi kaum atau seseorang yang mempunyai peradaban. Dari istilah maddana ini muncul istilah lanjutan madinah yang artinya adalah kota dan madani yang berasal dari kata al- madaniyah yang berarti peradaban dan kemakmuran hidup. Istilah ini awalnya

212 Ensiklopedi Islam (8jilid), P.T. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta, 2008. 213 Ibid.

Universitas Sumatera Utara digunakan oleh Ibnu Khaldun214, seorang sosiolog Islam terkenal. Dalam perkembangan sosial di Asia Tenggara, istilah madani begitu giat dipopulerkan oleh Anwar Ibrahim, mantan Timbalan Perdana Menteri Malaysia. Pengertian istilah ini merangkum tingkah laku yang beradab seperti orang perkotaan, bersifat halus dalam budi bahasa, serta makmur dalam pencapaian material.

Di antara istilah-istilah yang berkaitan dengan konsep kebudayaan dalam

Islam, yang selalu digunakan oleh para cendekiawan, termasuk di Asia Tenggara, adalah istilah adab ( ) atau kata bentukannya peradaban. Ismail Faruqi215 menyatakan bahwa adab itu berarti culture atau kebudayaan. Dalam konteks ini kita kaji Hadits Nabi Muhammad s.a.w. yang bermaksud: “Tuhan telah memberikan kepadaku pendidikan adab, addabani, dan Tuhan telah memperbaiki atau menyempurnakan pendidikan adab terhadapku.” Adab yang dimaksud adalah adab dalam pengertian yang paling luas, yang merangkumi kemampuan meletakkan sesuatu itu pada tempat yang sewajarnya, yaitu sifat yang timbul dari kedalaman ilmu dan disiplin seseorang. Sifat ini jika disebarkan ke dalam masyarakat dan kehidupan budaya, maka akan menimbulkan kesan yang alamiah dan menyeluruh di dalam kehidupan kolektif. Kesadaran tentang makna adab yang menyeluruh itu tercermin dalam kitab-kitab Islam, seperti Adab ad-Dunya wad-Din karya Abul Hasan Al-Mawardi216. Juga analisis tentang kehidupaan yang beradab dalam kitab karangan Imam Al-Ghazali Ihya ‘Ulumuddin.

Selain itu, dalam peradaban Islam sering juga digunakan istilah ad-din

( ) yang berarti agama dalam pengertian yang paling luas, dengan sifat-sifat

214 Ibid. 215 Ibid. 216 Ibid.

Universitas Sumatera Utara universalnya, baik itu segi akidah maupun amal. Oleh karena itu, istilah ini bersamaan maknanya dengan syariat sebagaimana yang dicatat di dalam kitab

Tajul ‘Arus dan kepercayaan tentang mentauhidkan Allah, serta sifat-sifat ketakwaan dan kewarakan orang-orang saleh. Din juga berarti hukum atau aturan-aturan tertentu. Istilah din juga berarti amalan ataupun upacara yang dilakukan, yang diwarisi dari beberapa generasi yang lalu. Dalam pengertian ini maka din sama maknanya dengan tradisi.

Ad-dinul Islam sebagai agama adalah satu-satunya kerangka umum kehidupan yang benar, dan oleh karenanya harus dilaksanakan secara total tanpa ada aspeknya yang tertinggal satu pun. Islam sebagai keimanan, hukum agama

(syariat), dan pengembangan pola-pola aspek kehidupan, pada keseluruhanya berfungsi sebagai jalan hidup yang akan membawakan kesejahteraan bagi umat manusia.

Islam adalah agama tauhid yang dalam ajaran-ajarannya menekankan kepada keesaan Allah S.W.T. Dengan demikian segala konsep maupun kegiatan apapun yang dilakukan umat Islam selalu dikaitkan dengan Allah Yang Maha Esa, termasuk dalam kesenian. Seni (al-fann) dalam Islam, menurut Syed Qutb adalah pertemuan antara keindahan dan kebenaran. Keindahan adalah hakikat alam semesta dan kebenaran adalah puncak dari keindahan.

Seorang penulis seni dalam peradaban Islam yang ternama, Seyyed

Hossein Nasr217 berpandangan bahwa tujuan akhir dari seni Islam, adalah untuk mengingat Allah. Kemudian Nasr menyatakan bahwa seni tidak akan berfungsi

217 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan seni Islam, terj. Sutedjo, (Bandung : Mizan, 1994), hal., 16-17.

Universitas Sumatera Utara spiritual jika ia tidak dihubungkan dengan bentuk dan kandungan wahyu Islam.

Nasr menguraikan bahwa Islam dibentuk oleh beberapa bangunan syariah, tarikat, dan hakikat. Ia mengemukakan bahwa syariat Islam memberikan sumbangan peranan penting dalam memberikan dasar kepada seni Islam. Juga menyediakan batasan-batasan tertentu atau garisan untuk seni Islam itu. Nasr memberikan arahan polarisasi, bahwa sumber spiritual Islam tentu saja berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Tanpa dua mata air yang bersumber dari Al-Qur’an dan barakah Nabi

Muhammad, tidak akan ada seni Islam. Satu karya seni dapat dikategorikan sebagai seni Islam, bukan hanya diciptakan oleh seorang muslim, tetapi juga dilandasi oleh wahyu Allah. Nasr lebih jauh menyatakan bahwa spiritualitas Islam itu tentu saja akan lahir dari jiwa seniman yang Islam dan suci.

Dalam konteks ini ia memberikan terminologi homo Islamicus, yang artinya adalah manusia mempunyai dua peranan, yaitu sebagai abdullah hamba

Allah dan khalifatullah yaitu wakil atau khalifah Allah di muka bumi. Spritualitas dalam seni Islam menurut Nasr hanya akan lahir dari seniman yang taat jiwanya kepada Allah. Inilah yang menganehkan kita, sebahagian pendukung pluralisme di negara-negara Islam dengan begitu ghairah mengangkat Hossein Nasr sebagai antara pendukung falsafah perennial (filsafat abadi) tetapi ternyata keikhlasan golongan ini berhak diragukan. Alasannya mereka mau saja menerima falsafah perennial Hossein Nasr selaras dengan “agama baru” mereka yaitu pluralisme218.

218 Sebagaimana watak pemikiran posmodernime yang selalu mengaitkan pemikiran dengan kekuasaan, gerakan Islam liberal tampaknya mengikuti gaya ini. Oleh karena itu salah satu hasil pemikiran dalam Islam liberal adalah politik adalah salah satu agenda penting. Dalam kenyataannya pemikiran Islam liberal memulai gerakannya dengan perhatian utama pada membendung kekuatan arus pemikiran yang diistilahkan dengan fundamentalisme. Beberapa pemikir dari gerakan liberalisme dalam Islam, ada juga yang mengistilahkan kelompok fundamentalisme tadi dengan sebutan Islam literal, Islam tekstual, Islam garis keras, Islam ortodoks, dan Islam salafi. Teknik gerakan liberalisme menghadang kelompok fundamentalisme

Universitas Sumatera Utara Kesenian di dalam kehidupan boleh saja disuntikkan dengan spiritual

Islam. Hossein Nasr merujuk kepada seni pertunjukan hari ini yang melibatkan teater, tari, dan musik, yang berasal dari mitos, korban untuk dewa-dewa, ketegangan langit dan bumi sebagai daya tarik ketika ia mula-mula berkembang di wilayah Yunani kuno, India, dan Eropa. Seni pentas ini telah diberi perspektif

Islami dan menjadi aspek spiritual Islam seperti yang ditunjukkan dalam ta'ziyah seni teaterikal masyarakat Syiah yang berkembang ketika masa Dinasti Safawi dan Qajar di Iran dan India. Malah ketika dunia sunni mengucilkan seni, aliran

Syiah dalam Islam memberi nafas yang segar kepada seni pentas. Seni seperti ini menurut Nasr meskipun tidak tercipta di pusat Islam dan bukan seni suci, dapat dilihat sebagai seni religus karena hubungan antara spiritual Islam sehingga seni

Islam itu tidak harus dilihat secara terbatas semata-mata219.

cenderung frontal, konfrontatif, dan tidak persuasif. Tokoh-tokoh pemikir liberal di kalangan masyarakat Dunia Islam muncul dengan ide-ide menyerang pemikiran alur utama (mainstream) umat Islam. Pandangan- pandangan mereka terhadap kelompok salafi yang mereka anggap sebagai kelompok fundamentalis lebih keras--ketimbang kritik mereka terhadap para pemikir Barat. Disebabkan oleh sejak awal mereka mengusung ide pluralisme agama, maka dampaknya mereka lebih keras mengkrikik umat dan ajaran Islam dibandingkan dengan umat dan agama lain. Padahal dalam ajaran Islam sesama muslim adalah saudara, saling bekerjasama menegakkan ajaran Allah. Terminologi fundamentalisme muncul pertama kali pada tahun 1920, yang dikemukakan oleh Curtis Lee Laws, yang maknanya merujuk kepada golongan American Protestant Christian (Kristen Protestan Amerika) yang menentang modernisme dan liberalisme, terutama Darwinisme. Fanatisme mereka terhadap Christianity dan penentangan terhadap pembaharuan ini menjadi ciri utama fundamentalisme golongan Kristen ini. Oleh karena itu, istilah fundamentalisme ini sinonim dengan fanatik, ekstrimis, dan militan. Sehingga akhirnya terminologi tersebut memiliki konotasi dan denotasi negatif, mencemooh, dan memojokkan. Penggunaan terminologi fundamentalisme dalam Dunia Islam muncul dan menjadi populer setelah revolusi Iran, 1979, yang maknanya merujuk kepada aktivis militan golongan Shi’ah di Iran, yang memprotes segala aktivitas Barat, mempromosikan penentangan terhadap kepentingan Barat. Bahkan kemudian berkembang pula makna fundamentalisme ini yang dikaitkan dengan aksi-aksi terorisme. Menurut Veitch istilah fundamentalisme telah digunakan dengan sewenang-wenang oleh media dan penulis-penulis Barat—sehingga tidak hanya melingkupi golongan radikal dan ekstrim saja, tetapi mencakup pula golongan reformis dan revivalis (Veitch 1993). Selaras dengan pandangan Veitch, Khursid Ahmad menyangkal dimasukkannya gerakan revivalis ke dalam kategori fundamentalis, fanatik, dan militan. Karena gerakan-gerakan tersebut tidak bersifat demikian. (Ensiklopedi Islam (8jilid), P.T. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta, 2008) 219 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan seni Islam, terj. Sutedjo, (Bandung : Mizan, 1994), hal., 84-88.

Universitas Sumatera Utara Dari situ Nasr menyimpulkan bahwa seni Islam bersifat tenang220, mudah difahami, terstruktur, dan berkarekter spiritual tinggi. Nasr juga mengkritik segelintir seniman dan sejarawan Islam yang terikut-ikut dengan sarjana Barat yang mengabaikan makna spiritual seni Islam. Beliau menegaskan di bahagian akhir tulisannya bahwa seni Islam itu selain untuk merenungkan kembali hakikat tertinggi yang menuntun menuju Hakikat Terakhir, juga secara jelas berperan penting sebagai penopang dan pembantu ajaran Al-Qur’an, dengan bertindak sebagai pendukung untuk mencapai tujuan Islam.

Bagi orang-orang Islam, segala ciptaan seni wajib dihubungkaitkan dengan kebesaran Allah S.W.T., karena manusia tidak dapat menciptakan sesuatu tanpa pertolongan-Nya. Segala perbuatan manusia itu pun adalah anugerah Allah.

Manusia hanya sekedar mengubah dan mengolah hasil ciptaan Allah. Dengan demikian seni dalam Islam mempunyai kedudukan hukum (syar’i) tertentu yang diatur oleh ajaran-ajaran Islam. Kesenian dalam Islam berkembang seiring dengan perkembangan umat. Perkembangan kesenian ini dilandasi oleh hukum tertentu, sesuai dengan fungsinya. Menurut Ibrahim Ismail221 kesenian Islam mempunyai ciri-ciri khas yang membedakannya dengan kesenian agama lain. Kesenian Islam diciptakan sesuai dengan firman Allah di dalam Al-Qur’an: “Aku menciptakan mereka supaya mereka tunduk kepada-Ku.”

Menurut Imam Al-Ghazali, mendengar musik itu ada lima hukumnya: harus, sunat, wajib, makruh, dan haram. Untuk musik Islam, Al-Ghazali mengkategorisasikannya ke dalam tujuh fungsi: (1) lagu yang membangkitan

220 Ibid, hal., 94. 221 Abdul Ghani Shamsudin, Ishak Haji Sulaiman, Engku Ibrahim Ismail, Seni dalam Islam, (Selangor : Intel Multimedia and Publication, 2001), hal., 34.

Universitas Sumatera Utara kerinduan untuk menziarahi tempat-tempat suci seperti Mekkah an Medinah; (2) lagu yang mengobarkan semangat untuk berjuang mempertahankan akidah dan negara; (3) lagu yang isinya bertema pertarungan dan sikap jantan yang pantang menyerah di saat-saat genting; (4) mengenang peristiwa masa lalu, sehingga mengingatkan diri tentang hakekat hidup; (5) lagu yang menyifatkan keadaan ketika sukacita untuk menghargai suasana tersebut dan menikmati kenangannya selama mungkin; (6) lagu ghazal yang sopan, yaitu yang berisikan tema tentang kisah cinta dan membayangkan harapan untuk bertemu dan pertautan yang lebih erat di masa yang akan datang; dan (7) lagu yang berisikan tema tentang keagungan dan sifat-sifat Allah S.W.T., memuji serta mentahmidkan kebesaran-

Nya222.

.Dari konsep tentang kebudayaan dalam Islam seperti uraian di atas, maka menurut penulis, zapin adalah salah satu seni Islam. Artinya seni ini dalah wujud dari konsep-konsep ajaran Islam. Di dalamnya terkandung nilai-nilai, filsafat, bahkan adat, estetika, etika, dan semua hal yang berkait dengan seni Islam. Di dalam zapin terkandung kultur Islam, yang kemudian disesuaikan dengan jiwa lokal, yakni Alam Melayu, sebagai salah satu kawasan yang menyumbang peradaban Dunia Islam, yang runduk di bawah arahan wahyu Allah. Ini semua tidak lepas dari keinginan Allah Yang Maha Berkehendak, yakni tegaknya agama

Allah di muka bumi, melalui proses difusi dalam sejarah.

Seni zapin adalah bahagian dari kebudayaan Islam. Seni zapin di Alam

Melayu juga memperlihatkan bagaimana proses masuk dan berkembangnya zapin

222 Al – Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad., 1998, Ihya’ Ulum al – Din. Qahirah : Maktabah Misr. hal., 280-284.

Universitas Sumatera Utara di kawasan persebaran Islam. Oleh karena itu, perlu kita telusuri bagaimana perkembangan dan difusi kebudayaan Islam.

Kebudayaan Islam merupakan salah satu peradaban besar dalam sejarah peradaban manusia. Berbanding dengan beberapa peradaban besar lainnya yang telah hilang seperti Indus, Huang Ho, Mesir, Yunani, Romawi, Inca, dan lainnya, maka peradaban Islam masih terus berkembang, dari abad ke-6 sampai kini.

Eksistensi peradaban Islam yang kontinu ini bukan saja mencerminkan kegemilangannya namun juga memperlihatkan bahwa peradaban Islam mampu mengikuti perkembangan sang waktu. Peradaban Islam yang awalnya berasal dari

Semenanjung Arabia, kini tersebar ke seluruh dunia dengan berbagai proses adaptasinya yang menarik.

Kebudayaan Islam adalah kebudayaan yang melintasi wilayah etnik dan bangsa. Ia adalah milik seluruh umat Islam di dunia. Kebudayaan Islam meletakkan agama Islam sebagai dasar terpenting dalam perkembangannya.

Berawal dari Mekah dan Madinah, berkembang ke seluruh Jazirah Arab dan keluar dari Tanah Arab ke seluruh penjuru dunia. Perkembangannya sangat pesat, hingga akhirnya Islam mampu muncul sebagai kekuatan penting di beberapa kawasan seperti: Asia Tengah, Benua Kecil India, China, Afrika, Asia Tenggara, dan sebahagian Eropa.

Nabi Muhammad sejak awal telah membentuk generasi pertama Islam yang dijuluki sebagai al-jilu al-Rabbaniyu al-muntazim atau mereka yang menghayati dan mengamalkan setiap arahan Allah. Keadaan ini kemudian diteruskan di masa Khulafaur Rasyidin. Dalam periode ini, Islam berkembang

Universitas Sumatera Utara pesat meliputi seluruh Jazirah Arab, begitu juga wilayah kekuasaan Romawi dan

Persia lambat-laun menjadi kawasan Islam.

Seiring dengan perkembangan wilayah, maka pembentukan peradaban juga tidak dilupakan. Untuk ini didirikan berbagai perkotaan sebagai pusat peradaban Islam, seperti Damaskus di Syria, Basrah, Kufah, Fustat di Mesir,

Jerussalem di Palestina, dan lainnya.

Setelah era Khulafaur Rasyidin, perkembangan kebudayaan Islam digerakkan dan dimotivasi oleh beberapa kerajaan Islam. Kerajaan Bani Umayyah dan Abbasyiah muncul sebagai kekuasaan penting dalam mengembangkan syiar

Islam. Oleh beberapa pakar politik, dianalisisi bahwa saat pemerintahan dinasti ini, aspek keduniawian lebih menonjol dibanding era Khulafaur Rasyidin. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah Islam mencapai kawasan Asia, Afrika, dan

Eropa.

Pada abad ke-8, beberapa kawasan Asia Tengah telah berada di dalam kekuasan Islam. Kemudian dilanjutkan dengan penyebaran Islam ke Bukhara,

Samarkand, Khawarizmi, Farghnah, dan lainnya. Panglima Qutaibah bin Muslim telah berhasil menaklukkan Sinkiang dan Kansu. Tahun 713 seorang utusan muslim diterima oleh Maharaja Hsuan Tsung. Peristiwa ini adalah babak awal dalam perkembangan Islam di China223. Di Afrika, Islam masuk dibawa oleh

Hassan bin Nukman al-Ghassoni, yang kemudian diangkat sebagai gubernur

223 Hj. Mahayudin Yahaya, Tamadun Islam. (Shah Alam Selangor Dahrul Ehsan: Penerbit Fajar Bakti Sdn Bhd, 2001), hal., 25.

Universitas Sumatera Utara pertama Afrika Utara dan Maghribi kemudian digantikan oleh Musa bin

Nusair/Amir Qairawan224.

Spanyol adalah gerbang utama masuknya Islam ke Eropa (Barat).

Masuknya Islam di kawasan ini adalah melalui penaklukan yang dipimpin Musa bin Nusair dan Tariq bin Ziad. Mereka menguasai beberapa kota penting seperti

Carmona, Sevilla, Toledo, Granada, dan lainnya. Kekuasaan Islam bertapak di kawasan ini dari tahun 711 sampai 1492.

Di Timur Tengah (Asia Barat), selain Arab terdapat suku lain seperti

Persia, Turki, dan Kurdi. Mereka ini setelah masuk Islam mendirikan beberapa kerajaan seperti Tahiriyah di Khurasan, Saffariyah di Fars, Samaniyah di

Trensonxania, Sajidiyah di Azerbaijan, Ziyariyah di Jurjun, dan Buwaih di Irak.

Begitu juga muncul kerajaan Islam antara abad ke-9 sampai 12 di Turki, Mesir,

Turkestan, Asia kecil, dan lainnnya. Di India muncul kerajaan Islam Ghori, Kilji,

Tughluq, Lodi, dan Mughal225. Di Asia Tenggara muncul kerajaan Perlak,

Samudera Pasai, Melaka, Kutai, Demak, Mataram, Ternate, Tidore, dan lain- lainnya. Di kerajaan-kerajaan ini diperkirakan tumbuh dan berkembangnya seni zapin. Pada masa sekarang ini Islam telah menyebar ke seluruh dunia dengan densitas serta pemahaman yang berbeda-beda, namun satu dalam ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam yang senasib dan sepenanggungan).

224 Ibid, hal., 27. 225 Abul Hasan Ali Hasani Nadwi, Malamih al-Mujtama’ al-Islami al- Ladhi Nanshuduh. (Qahirah: Maktabah Wahbah, 1993), hal., 33.

Universitas Sumatera Utara Perkembangan Islam dari Jazirah Arab ke seluruh penjuru Dunia, termasuk ke Alam Nusantara ini dapat diperkirakan turut pula membawa kesenian-kesenian termasuk zapin dari ujung selatan jazirah tersebut. Dalam seni zapin ini bagaimanapun terdapat unsur-unsur musik Islam dari Asia Barat, dengan sistem-sistemnya seperti maqamat dan iqaat. Semua itu tidak bisa dilepaskan dari keberdaan musik dan tarian Islam yang terdapat di berbagai kawasan Islam.

Khususnya adalah wilayah Hadhramaut atau Yaman sekarang ini yang diyakini para ilmuwan seni dan budaya Islam, sebagai awal tumbuhnya seni zapin di Dunia

Islam. Oleh karenanya, perlu kita lihat bagaimana budaya musik Islam itu, terutama di kawasan Asia Barat, Afrika Utara, Persia, dan lain-lain negeri Islam untuk menambah wawasan keilmuan kita.

3.7 Ciri-ciri Kebudayaan Islam

Adapun ciri-ciri kebudayaan Islam adalah berdasarkan kepada ajaran- ajaran agama Islam dengan dua sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Dengan demikian segala kegiatan atau hasil budaya wajib merujuk kepada ajaran agama.

Ciri lain kebudayaan Islam adalah menyeimbangkan antara keperluan dunia

(materi) dan akhirat (ukhrawi).

Menurut para pakar kebudayaan, ciri-ciri sebuah kebudayaan (peradaban) adalah: penyebaran teknik pertanian, pengairan yang sistematik, peternakan, pengkhususan kerja, urbanisasi, terbentuknya negara, munculnya kelas sosial,

Universitas Sumatera Utara tulisan, perdagangan, dan revolusi penciptaan226. Ciri-ciri ini juga menjadi bagian kebudayaan Islam.

Selain itu, ciri lain kebudayaan Islam adalah meletakkan tiga hal sebagai dasar, yaitu: akidah, akhlak, dan ilmu. Akidah sebagai kepercayaan sepenuhnya kepada Keesaan Allah. Ciri ini sangat penting dalam kebudayaan Islam karena ia melahirkan masyarakat yang tidak hanya menekankan kepada aspek kebendaan saja, tetapi juga menekankan aspek rohani, menyeimbangkan kepentingan kedua- duanya. Akidah yang sama ini menjadi dasar dalam hubungan antara semua muslim dunia, sebagai satu saudara. Akhlak dan ilmu menjadi penting juga dalam kebudayaan Islam. Kedua aspek itu membentuk pemikiran yang paling penting dalam kebudayaan Islam sejak zaman Nabi Muhammad hingga kini. Bahkan masalah akhlak diberikan penekanan yang intensif di dalam Al-Qur’an.

Ciri-ciri lain kebudayaan Islam ialah sifatnya yang universal, terbuka, mampu melewati semua zaman, toleransi, serta integrasi dalam berbagai perbedaan yang alamiah. Islam menyumbangkan dasar bagi bersatunya berbagai perbedaan bangsa, bahasa dan ras. Telah dibuktikan sejarah bahwa kebudayaan

Islam telah melintasi ruang dan waktu sepanjang zaman serta memberikan sumbangan bagi peradaban dunia. Pandangan Islam terhadap manusia dan kebudayaannya adalah seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an berikut ini227 :

226 Hj. Mahayudin Yahaya, Tamadun Islam. (Shah Alam Selangor Dahrul Ehsan: Penerbit Fajar Bakti Sdn Bhd, 2001), hal., 37. 227 Al-Quran, surah Al-Hujurat : ayat 13

Universitas Sumatera Utara

Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Kami menjadikan kamu bangsa dan puak supaya kamu berkenal-kenalan, sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang yang bertakwa di antara kamu.”

Konsep kebudayaan dalam Islam adalah bahwa kebudayaan wajib berdasar kepada ajaran-ajaran agama Islam. Agama Islam adalah agama wahyu yang diturunkan Allah kepada umat manusia melalui perantara malaikat Jibril dan tugas kerasulan yang diemban Nabi Muhammad. Islam sebagai wahyu adalah bukan bagian dari kebudayaan tetapi sebagai pendorong terbitnya kebudayaan yang diridhai Allah. Kebudayaan sebagai hasil umat manusia, dalam rangka pemenuhan keperluan hidupnya, wajib berdasar kepada ajaran-ajaran Islam.

Dalam persepsi ajaran-ajaran Islam terdapat berbagai terminologi yang berkaitan erat dengan istilah kebudayaan yaitu: millah, ummah, hadarah, at- tahaqofah, tamaddun, adab dan lainnya—yang intinya adalah merujuk kepada kebudayaan masyarakat yang islami. Kebudayaan dalam Islam adalah menyeimbangkan antara aspek materi dan rohani serta tujuan hidup adalah dunia ini sendiri dan akhirat kelak. Demikian kira-kira uraian mengenai konsep kebudayaan dalam Islam.

Universitas Sumatera Utara 3.8 Hukum Seni dalam Islam

Untuk menganalisis hukum seni dalam Islam, tentu harus merujuk kepada sumber hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadits (Sunnah)228. Selain itu juga digunakan pandangan-pandangan berbagai sekte Islam, khususnya dalam konteks tulisan ini, yang terintegrasi ke dalam masyarakat Islam ahlussunah wal jama’ah, yaitu: Syafi’i, Hambali, Maliki, dan Hanafi229.

Islam adalah agama samawi (langit) yang diturunkan oleh Allah melalui

Nabi Muhammad. Wahyu Allah itu kemudian dimushafkan dalam Kitab Suci Al-

Qur’an. Sumber ajaran Islam lainnya di samping Al-Qur’an adalah Hadits, berupa sunnah dalam bentuk perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia, baik di dunia ataupun di akhirat. Ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, seperti akidah, teologi, ibadah, hukum (syara’), tasawuf (mistisisme), filsafat, politik, pembaruan, dan kesenian.

Allah menciptakan manusia untuk mengabdikan dan beribadat kepada-

Nya. Jadi, setiap apa yang dilakukan manusia perlu menjuruskan kepada hakikat

228 Hadits, hadits atau hadis (bahasa Arab: hadīth mufrad; ahādīth jamak); adalah tradisi-tradisi berkaitan kata-kata dan perbuatan bagi nabi Muhammad s.a.w. Koleksi-koleksi hadis dianggap sebagai alat penting untuk menentukan Sunnah, atau cara hidup Islam, oleh semua sekolah-sekolah tradisional perundangan. Hadis dijadikan sumber hukum dalam Islam selain Al-Qur’an, Ijma dan Qiyas. Ada banyak ulama periwayat hadis, namun yang sering digunakan dalam fiqh Islam ada tujuh yaitu Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah. Sumber:(http://ms.wikipedia.org/wiki/Hadits) 229 Penjelasan secara rinci tentang keempat Mazhab Sunni, dalam hal ini persamaannya yaitu: kecintaan mereka terhadap ilmu pengetahuan, pembelaan mereka terhadap Al-Qur’an dan Hadits, keberanian dalam mengungkapkan kebenaran, jauh dari sifat mengelabui umat. Perbedaan-perbedaan mereka hanyalah dari segi ijtihad terhadap ajaran Islam, yaitu dengan dasar: (1) Mazhab Hanafi berdasar kepada Kitab Allah (Al-Qur’an), Sunnah Rasulullah S.A.W. dan atsar yang sahih serta masyhur di antara para ulama yang ahli, fatwa-fatwa para sahabat Nabi; qiyas, istihsan; adat atau tatacara yang telah berlaku dalam masyarakat Islam; (2) Mazhab Maliki berdasar kepada kitab Allah S.W.T. (Al-Qur’an), sunnah Rasulullah S.A.W. yang telah dipandang syah oleh Imam Maliki; ijma’ para ulama ahli Medinah di kala itu; qiyas; istishlah atau mashalihul mursalah; (3) Mazhab Syafi’i berdasarkan kepada menurut bunyi dzahirnya ayat Al-Qur’an; sunnah Rasulullah S.A.W. dan Hadits yang ahad selama perawinya memenuhi dan mencukupi syarat yang ditentukan oleh Imam Syafi’i; ijma’ dengan syarat tidak menimbulkan perselisihan bagi segenap para ulama dan wali; qiyas; dan istidlal. (4) Mazhab Hambali berdasar kepada: Nash Al-Qur’an dan Hadits Shalih fatwa-fatwa para sahabat Nabi Muhammad (ijma’ sahabi); fatwa sahabat Nabi yang masih diperselisihkan dipilihnya yang lebih dekat kepada Al-Qur’an atau Sunnah; Hadits mursal dan Hadits dhaif serta qiyas. (Ensiklopedi Islam (8jilid), P.T. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta, 2008)

Universitas Sumatera Utara penciptaan. Islam memberikan kebebasan sesuai dengan tabii atau sunatullah, asalkan tidak lari dari landasan asal konsep takwa.

Sayyid Qutb, menguraikan seni Islam230 semestinya dilahirkan oleh seniman muslim yaitu seseorang yang dapat mengungkapkan secara serius kesenian Islam agar dapat menimbulkan kesadaran kepada individu dan masyarakat terhadap alam kehidupan dan realiti peristiwa alam. Dalam konteks lebih luas, dapat mengungkapkan peristiwa itu dengan keupayaan pernyataan bahasa yang indah dan dalam waktu yang sama ia hidup dalam tasawwuf Islam.

Sarjana Islam meringkaskan tujuan kesenian Islam kepada lima yaitu: (1) membantu manusia mengenal jati diri, bukan memancar keluar diri; (2) menjadi hamba Allah dan khalifah makhluk; (3) menyadari kemuliaan dan ketinggian azali manusia; (4) mengelakkan dari konsep idola makhluk, dan (5) selari secara vertikal kesenian zahir, batin serta rohani.

Secara khususnya ia memperlihatkan kepentingan seni Islam dalam proses memenuhi keperluan hidup manusia yang menghubungkan manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Ia dalam satu hubungan secara sebahagian atau menyeluruh yang tidak mengetepikan hubungan manusia sebagai hamba kepada-Nya.

Timbulnya seni adalah sebahagian dari fitrah manusia yang suka melihat dan mendengar perkara indah. Ketelitian dan ketekunan terhadap sesuatu kerja seni memberikan satu kepuasan dan merangsang minat untuk mengakui nikmat dikaruniakan Allah. Selagi hasil seni itu tidak memperlihatkan sesuatu

230 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan seni Islam, terj. Sutedjo, (Bandung : Mizan, 1994), hal., 45-50.

Universitas Sumatera Utara bertentangan dengan roh Islam, maka ia menjadi sebahagian dari seni Islam.

Sebaliknya, hasil seni yang melambangkan keangkuhan dan memutuskan hubungan dengan Allah dan manusia yang lain, dilarang sama sekali diamalkan.

Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al-Din231, membincangkan secara terperinci mengenai hukum bermain musik dan nyanyian. Di antara perkara yang dinukilkannya dalam membuat huraian itu: jiwa yang sihat ialah jiwa yang segar apabila mendengar suara petikan biola, segar apabila melihat bunga mekar sekitar taman. Sebaliknya jiwa yang rusak, ialah yang gagal menikmati suara petikan biola, jiwa yang tidak terhibur sekali pun dikelilingi taman yang penuh bunga-bungaan. Ketenangan dan kepekaan jiwa amat penting bagi memahami perkara dalam urusan agama dan kehidupan. Sebab itu dipentingkan jiwa yang hidup dan dapat menerima hakikat dalam keadaan terbuka dan bukannya jumud.

Jiwa yang jumud dan tertutup sebenarnya jiwa yang mati. Yakinlah semua ciptaan

Allah memperlihatkan unsur seni yang cantik, menarik dan tidak ada yang cacatnya. Allah menginginkan setiap manusia memperhatikan, menghargai, dan memanfaatkan setiap ciptaan-Nya.

Yusuf Al-Qardawi232, menggariskan panduan yang mengharuskan permainan musik dan nyanyian. Pertama Lirik lagu dan pertunjukannya tidak bertentangan akidah Islam dan hukum syarak. Lirik lagu yang mempermasalahkan akidah Islam dan kebesaran Allah, tidak harus didengar. Kedua persembahan

231 al – Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad., 1998, Ihya’ Ulum al – Din. Qahirah : Maktabah Misr. hal., 122-127. 232 Yusuf Al-Qaradawi, The Lawful and the Prohibited in Islam. (Indianapolis: American Trust Publications, 1950), hal., 78-80.

Universitas Sumatera Utara hendaklah dalam bentuk sopan. Ia tidak melibatkan pergerakan yang membangkitkan nafsu dan melalaikan. Ketiga tidak melibatkan pergaulan bebas lelaki dan perempuan, tidak diadakan di tempat yang boleh mendatangkan fitnah, tidak diadakan di tempat yang gelap atau separuh gelap yang boleh memberi ruang kepada syaitan mempengaruhi perkara tidak baik. Keempat tidak dilakukan secara keterlaluan sehingga mendatangkan berbagai perkara buruk. Yang lebih penting tidak melalaikan manusia dari melakukan perintah Allah.

Pada dasarnya Islam telah mengarahkan umatnya untuk melakukan musik mana yang boleh dan mana yang haram.

3.9 Hukum Lagu dan Tari dalam Islam

Untuk membahas masalah lagu dan tari dalam Islam, tentu saja mesti merujuk kepada sumber hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Selain itu dipergunakan pula pandangan-pandangan berbagai sekte Islam, khasnya yang terintegrasi di dalam masyarakat Islam ahlussunah waljamaah, yaitu: Syafi’i,

Hambali, Maliki dan Hanafi. Masyarakat Melayu Islam di Sumatera Utara sendiri pada masa sekarang umumnya menggunakan mazhab Syafi’i, sebuah mazhab dalam agama Islam yang umum dianut masyarakat di Asia Tenggara.

Adapun kajian ini dilakukan karena seni pertunjukan Melayu di Sumatera

Utara sangat kuat mengekspresikan kesenian Islam, yang berasas kepada nilai- nilai keuniversalan Islam. Di sisi lain, Islam tetap menghargi variasi-variasi kebudayaan sesuai dengan situasi, kondisi, dan tempat di mana kesenian itu hidup.

Universitas Sumatera Utara Selain itu, dalam tahap ide, kegiatan maupun budaya materialnya, para pendukung seni persembahan wajib berpedoman kepada-konsep Islam.

Islam adalah agama samawi (langit) yang diturunan oleh Allah S.W.T. menerusi rasulullah Muhamad S.A.W. Wahyu Allah ini kemudiannya dimushafkan (dibukukan) dalam Kitab Suci Al-Qur’an di masa Khalifah Umar.

Sumber ajaran Islam lainnya, di samping Al-Qur’an adalah Hadits, berupa sunah dalam bentuk perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia sama ada di dunia maupun akhirat. Ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia seperti akidah, teologi, ibadah, hukum (syara’), tasawuf (sufisme), falsafah, politik (siyasah), tajdid, kesenian dan lainnya.

Islam adalah agama tauhid yang dalam ajaran-ajarannya menekankan kepada keesaan Allah. Dengan demikian segala takrif dan kegiatan apapun yang dilakukan umat Islam selalu dikaitkan dengan Allah S.W.T., termasuk kesenian.

Seni (al-Fann) dalam Islam mengikut Syed Qutb adalah penyempurnaan pertemuan antara keindahan dan kebenaran. Keindahan adalah hakikat alam semesta dan kebenaran adalah puncak dari keindahan.

Bagi umat Islam, segala ciptaan seni harus dihubungkan dengan kekayaan dan kebesaran Allah, karena manusia tidak boleh menciptakan sesuatu tanpa pertolongan Allah. Segala perbuatan manusia itu adalah anugerah dari Allah

SWT. Manusia hanya sekedar mengubah dan mengolah hasil ciptaan Allah.

Dengan demikian seni (lagu dan tari) dalam Islam mempunyai kedudukan hukum tertentu, yang diatur oleh ajaran-ajaran agama Islam sama ada yang terdapat di

Universitas Sumatera Utara dalam Al-Qur’an, Hadits, maupun pendapat-pendapat para ulama dari berbagai mazhab dalam Islam.

Kesenian dalam Islam berkembang seiring dengan perkembangan umat.

Perkembangan kesenian ini dilandasi dengan hukum tertentu, selaras dengan fungsinya. Mengikut Ibrahim Ismail kesenian Islam memiliki ciri-ciri khas yang membedakannya dengan kesenian lain. Kesenian Islam diciptakan sebagai bahagian dari ibadah untuk mematuhi perintah Allah, selaras dengan perintahNya di dalam Al-Qur’an: “Aku menciptakan mereka untuk tunduk kepada-Ku.”

Sebahagian orang muslim mengatakan bahwa Islam tidak bertentangan, apalagi melarang seni. Namun sebahagian yang lain mengharamkannya. Pendapat yang mendukung seni ini adalah berdasar kepada dalil aqliyah (berpikir logis) bahwa Al-Qur’an sendiri mengandung nilai-nilai keindahan dan kesejarahan yang sangat tinggi. Hingga kini tilawah (teknik membaca Al-Qur’an) dan khat

(kaligrafi) tersebar luas di dunia. Dalam memposisikan seni, umat Islam juga berdasar kepada dalil naqliyah (berdasar kepada wahyu Allah), dan Al-Qur’an maupun Hadits. Di antaranya adalah Hadits yang mengatakan.

“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.”

3.10 Kedudukan Lagu (Musik) dalam Islam

Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang secara implisit berkaitan dengan seni musik. Dibandingkan dengan Hadits, maka relatif sedikit Al-Qur’an

Universitas Sumatera Utara yang menjelaskan kedudukan seni musik dalam Islam. Ayat-ayat Al-Qur’an itu di antaranya adalah seperti yang diturunkan berikut ini.

“Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.”

Ayat di atas sangat berhubungan dengan seni bacaan Al-Qur’an.

Sehubungan dengan itu perlu pula dikutip Hadits yang berbunyi:

“Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu...”

Ayat Al-Qur’an dan Hadits di atas, sama-sama membicarakan tentang seni baca Al-Qur’an yang mengisyaratkan kepada umat Islam supaya membaca Al-

Qur’an dengan sebaik-baiknya, dengan suara yang bagus, dan mengikut tajwid233 yang benar. Apabila ada yang merusakkan, menambah, atau mengurangi huruf- huruf Al-Qur’an maka itu diangap suatu bid’ah.

Selanjutnya ada nash-nash yang menunjukkan atas diperbolehkannya mendengar suara yang bagus sebagai anugerah Allah kepada hambaNya, sebagai berikut.

233 Tajwid bacaan al-Quran yang mengandungi berbagai hukum bacaan antaranya Izhar, Idgham, Iqlab dan sebagainya yang telah membuktikan bahwa al-Quran dibaca dengan menggunakan alunan dan rentak tertentu. Alunan-alunan tersebut menggambarkan bacaan al-Quran adalah sebahagian daripada seni muzik. Terdapat tokoh ulama’ yang telah menghubungkaitkan kalimah ‘muzik’ dengan aspek ibadah antaranya Syeikh Ahmad Hassan al-Baquri, bekas Mufti Mesir. Dalam satu tulisan beliau yang bertajuk ‘Seni Tajwid Adalah Suatu Muzik al-Qur’an” telah diterbitkan di dalam sebuah majalah Arab yang kemudiannya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu dan diterbitkan pula di dalam majalah al-Manar, keluaran Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya. Lihat Syeikh Ahmad Hassan al-Baquri (1997), “Seni Tajwid Adalah Suatu Muzik al-Qur’an”, Prof Madya Wan Yahya Wan Ahmad (terj.), al-Manar, Akademi Pengajian Islam, UM, Edisi Jun 1997, hlm. 114.

Universitas Sumatera Utara

“Dan Allah S.W.T. menambah aada makhlukNya apa yang Dia Kehendaki.”

“Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai.”

Berdasarkan pengertian yang dipahami dari kedua ayat di atas, bahwa

Allah memberikan anugerah suara yang bagus kepada hambaNya, tentu saja apabila suara tersebut dipergunakan kepada jalan yang dikehendaki Allah. Dengan demikian diisyaratkan juga bahwa baik dalam bernyanyi maupun berbicara semestinya dengan suara yang lunak dan lembut, janganah memekik-mekik atau meringis seperti suara keledai, karena Al-Qur’an menganggap bahwa suara keledai adalah sebagai suara yang paling buruk.

Seterusnya terdapat sebuah firman Allah yang mengisyaratkan bahwa haramnya bermain musik atau bernyanyi apabila dilakukan di luar batas kewajaran, seperti ayat berikut ini.

Universitas Sumatera Utara “Dan desak serta bujuklah (wahai iblis) siapa yang engkau dapat membujuknya dengan shautika (suaramu).”

Perkataan shautika (suara engkau) yang ditujukan kepada iblis, mengikut tafsiran mujahid yaitu nyanyian atau hiburan yang digunakan oleh iblis dalam menggoda dan membujuk manusia untuk melakukan perbuatan maksiat. Berbeda dengan tafsiran mujahid tersebut, Al-Baghdadi mengkaitkan perkataan shautika dengan berbagai jenis hiburan yang kadarnya melampaui batas-batas yang dibenarkan oleh syara’, seperti main musik dan beryanyi pada wktu shalat Jumat, atau pada peristiwa-perisiwa yang disenangi setan seperti pada pesta yang bercampur antara kaum laki-laki dan perempuan, disertai dengan judi dan minum- minuman keras.

Pada dasarnya Allah S.W.T. mencintai keindahan, sebab Al-Jamil (Yang

Indah) itu sendiri adalah salah satu asma sekaligus sifat Allah. Sehubungan dengan ayat-ayat di atas, sesungguhnya Al-Qur’an tidak melarang musik, sejauh musik tersebut tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran yang ada di dalamnya.

Bahkan Allah S.W.T. menyerukan untuk membaca Al-Qur’an dengan suara yang merdu. Allah menerusi Al-Qur’an melarang umatNya untuk bermain musik apabila melampaui batas-batas yang telah ditentukan.

Universitas Sumatera Utara 3.11 Gambaran Umum Musik di Dunia Islam dan Melayu

Berikut ini dideskripsikan keberadaan musik Islam di Dunia Islam secara umum. Adapun dekripsi ini dikutip dari tulisan Malm234. Penduduk Afrika Utara, sebelum masuknya Islam, didominasi oleh masyarakat Berber. Islam muncul abad ke-7 dan pada abad ke-11 terjadi migrasi besar-besaran masyarakat Badui

Arab ke daerah ini. Pada masa sekarang masyarakat Berber telah beragama Islam.

Kebudayaannya adalah hasil dari dialog antara budaya setempat dengan Islam.

Selain dari masyarakat Berber, di Afrika Utara juga terdapat masyarakat

Tuareg, yang berdasarkan kepada konsep budaya monogami. Seperti halnya masyarakat Minangkabau di Sumatera, mereka berdasarkan kepada keturunan pihak wanita (matriachart). Dalam memainkan musik, tampak unsur yodelling

(manipulasi suara daerah glotal) wanita Arab. Mereka memiliki dua buah alat musik perkusi, yaitu berbentuk ketel satu sisi yang disebut tendi, membrannya adalah kulit rusa betina, dimainkan dengan dua telapak tangan dengan teknik demping (memukul dan kemudian menekan secara halus). Alat musik perkusi yang satu lagi adalah mangkuk besar yang diisi air, yang dipukul dengan dua stik, membawa ritme-ritme dasar. Secara tradisional, yang menjadi pemusik adalah wanita, sedangkan laki-laki adalah sebagai penyanyi terutama untuk hiburan dalam konteks bertani (ahal). Biasanya tema nyanyiannya adalah cinta, dengan ornamentasi yang eksotik, diiringi dengan alat musik amzhad (spike fiddle).

Selama bulan suci Ramadhan, masyarakat Tuareg, Berber, Arab, atau kulit hitam

234 William P. Malm., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press. hal., 74.

Universitas Sumatera Utara lainnya, menari dan bernyanyi bersama di oase-oase—sebagai syukur atas bulan yang penuh berkah. Setelah tarawih (shalat sunat pada malam bulan puasa), mereka biasanya juga menyajikan musik sufi hingga dalam keadaan trance

(wadj).

Di sepanjang pantai dan pegunungan Afrika Utara terdapat musik pan-

Islam. Awalnya, selama perkembangan budaya Islam di Spanyol, beberapa seniman di istana di Maroko, Tunisia, dan Algeria banyak belajar musik klasik

Arab dari para seniman Hispanik. Di sepanjang daerah pantainya, terdapat praktek musik dan tari yang menceritakan tentang kepahlawanan dalam Islam, serta diiringi alat musik qasaba (flute). Musik rakyat dalam peradaban pan-Islam yang paling banyak adalah vokal, disajikan secara solo atau responsorial (solo disahuti kelompok penyanyi), disertai tepuk angan, meter dupel, alat musik pengiring tamburin dengan berbagai sebutan seperti duff, taar, dan bendair. Jenis musik vokal ini disajikan dalam upacara pernikahan, nyanyian tentang kepahlawanan, nyanyian cinta, atau mengiringi tari berbentuk garis (debka), atau nyanyian untuk kafilah naik unta (huda).

Nyanyian-nyanyian untuk upacara pernikahan merupakan bahagian penting pada musik wanita Islam. Biasanya dipertunjukkan oleh para penyanyi profesional, yang diundang dan dibayar pada saat tertentu. Pada upacara pernikahan alat musik yang sering digunakan adalah aerofon reed ganda yang disebut zukra, zamr, atau gaita di Maghribi; di Persia surnay, dan di Turki zurna.

Kemudian juga dipergunakan alat musik klarinet ganda yang disebut argul atau yarul. Ada tiga jenis alat musik membranofon (penggetar utamanya membran)

Universitas Sumatera Utara dalam peradaban musik Islam, yaitu: tabl gendang berbentuk silindris; naqqara gendang berbentuk ketel; serta darbuka gendang berbentuk goblet.

Musik sufi dijumpai hampir di seluruh kawasan budaya Islam. Misalnya pada tarikat Mawaliyah (Mevlevi) yang menggunakan modus-modus trance (zikir dan sama’), dengan iringan doa dan musik instrumental. Di Iran juga terdapat kelompok sufi yang disebut dengan zurkhaneh yang juga melibatkan tari dan musik. Para penyair sering pula melantunkan qasidah yaitu nyanyian yang memuji-muji Nabi Muhammad atau sahabat235.

Alat musik kordofon (penggetar utamanya senar) adalah alat musik utama dalam musik klasik Islam. Istilah umum untuk menyebutkan alat musik lute yang digesek (spike fiddle) adalah kamanja—memiliki dua sampai empat senar. Di

Persia disebut dengan kamanchay, di Maroko disebut rabab. Lute petik dengan leher panjang yang disebut tambur muncul dalam musik klasik Islam. Dari keseluruhan alat musik lute petik, yang paling terkenal adalah ‘ud (kwitra atau lauta). Alat musik ini menjadi instrumen utama dalam ensambel musik zapin di

Nusanara. Alat musik ini memiliki senar ganda tanpa menggunakan fret. Alat-alat musik harpa dan lira tidak begitu banyak dipergunakan di Timur Tengah. Di

Nurestan dan Asia Tengah lainnya terdapat harpa lengkung yang disebut vaji.

Musik klasik Islam memiliki teori-teori baku yang selalu menjadi panduan bagi para pemain dan komponis muslim. Seperti diketahui bahwa dari keseluruhan wilayah peradaban Islam, terdapat beberapa pusatnya: (1) Persia dengan pusatnya di Iran; (2) Arab dengan pusatnya di Mesir; (3) Andalusia dengan pusatnya di

235 Ibid, hal., 98.

Universitas Sumatera Utara Afrika Utara; dan (4) Turki. Para seniman musik di Alam Melayu umumnya belajar teori musik baku dari Mesir, yang sekaligus biasanya menimba ilmu agama Islam juga.

Di Timur Tengah (Asia Barat), musik untuk para golongan aristokrat, biasanya terdapat di istana-istana maupun pedesaan sebelum datangnya Islam.

Masyarakat Badui sangat antusias terhadap syair yang dinyanyikan, begitu pula dengan hiburan yang melibatkan para penari wanita (gaynat). Setelah lahirnya

Islam terjadi transformasi di sana-sini, disesuaikan dengan ajaran-ajaran Islam yang bermuara kepada ketundukan manusia kepada Allah.

Dengan dijiwai ketauhidan kepada Allah, maka di Dunia Islam muncul beberapa sarjana musik. Al-Kindi (194-260 H atau 809-873M.) dan Al-Farabi

(wafat 350 Hijriah atau 961 M.), mencoba mengkombinasikan konsep-konsep musik Yunani, Persia, dan Arab—dengan hasil yang menakjubkan. Al-Farabi menghasilkan teori musik yang ditulisnya dalam Kitab Al-Musiqi Al-Kabir, yang menjadi sebuah karya monumental tentang teori musik, yang dipelajari di Dunia

Timur dan Barat. Begitu juga dengan Ibnu Sina (370-428 H. Atau 980-1037M) menulis berbagai bidang ilmu termasuk musik. Ziryab (musik ‘Ud), pemusik

Islam abad ke-19 bekerja di Spanyol dan mengajarkan berbagai teori musik Islam di sana. Safiuddin Al-Mukmin (wafat 1294) menyebarkan pengetahuan musik

Islamnya di Baghdad. Begitu pula dengan Abdul Qadir Ghaibi al-Maraghi (wafat

1453), sebagai ahli teori dan pemain musik Islam dari Persia dan kemudian mengembangkannya di Turki.

Universitas Sumatera Utara Dalam musik klasik Islam terdapat dua teori penting tentang musik, yaitu maqam (untuk dimensi ruang) dan iqa’at (dimensi waktu). Teori maqam pada umumnya membicarakan tangga nada atau modus. Maqam dapat didefinisikan sebagai deretan tangga nada heptatonik (tujuh nada) dengan sebuah nada oktafnya, yang dibagi ke dalam dua unit tetrakord (kumpulan empat nada).

Maqam ini termasuk ke dalam tangga nada devisif, yaitu cara menghasilkan nada diperoleh melalui pembagian panjang senar yang diukur secara matematis.

Pembagian ini kadang dihubungkan dengan bentuk geometris sesuai dengan posisi jari tangan pada alat musik ‘ud dalam menghasilkan asabi, seperti lingkaran, bintang, dan poligon—yang juga berkaitan dengan konsep siklus waktu, hari, musim, wana, dan lainnya. Satu oktaf dapat dibagi ke dalam beberapa hitungan interval seperti 25, 22, 17, dan seterusnya. Pada tahun 1932 ketika dilakukan penelitian tentang maqamat ini, Mesir memiliki 52 maqam, Syria memiliki jumlah yang sama, Afrika Utara 18 (16 di antaranya ada di Mesir); Irak memiliki 37 maqam (15 di antaranya ada di Mesir); dan Iran mempunyai 7 maqam.

Iqa’at dalam musik Islam adalah sebuah teori tentang dimensi waktu, yang mempergunakan modus-modus ritmik yang diturunkan dari kombinasi berbagai bentuk puisi. Ide-ide modus ritmik ini disebut dengan iqa’at di Arab Timur; durub di Mesir; usul di Turki; dan mazim di Maghribi. Setiap negara mempunyai berbagai pola ritmik—baik dalam teori maupun prakteknya. Pola-pola ritmik musik Islam umumnya empat, delapan atau kelipatannya, yang paling panjang mencapai 50 ketukan dasar dalam satu pola. Yang jelas, musik Islam selalu

Universitas Sumatera Utara berkaitan dengan aspek matematika, estetika, filosofis, dan yang paling penting ajaran-ajaran agama Islam.

Musik Islam dilakukan dalam berbagai bentuk. Salah satu di antaranya adalah bentuk vokal yang biasa mempergunakan puisi-puisi Arab atau Persia.

Syair-syair pujian kepada Nabi dan sahabat, yang disebut qasidah, merupakan nyanyian strofik (melodi diulang dengan teks berbeda) terdapat di berbagai tempat kawasan Islam. Begitu juga penyajian dalam bentuk pengutamaan ritme, yang disebut dengan muwashshah, dipakai oleh beberapa kelompok sufi. Nyanyian layali menggunakan ritme bebas, biasanya untuk pertunjukan solo diiringi oleh

‘ud dengan menekankan pada aspek improvisasi. Di Turki terdapat nyanyian klasik Islam dalam bentuk beste dan sarki. Di Persia terdapat seni gusheh yaitu campuran musik vokal dan instrumental. Begitu juga dengan nawba atau nuba adalah bentuk suita yang lahir pada abad ke-16 di Andalusia. Di Turki disebut dengan fasil. Gaya yang umum adalah melakukan modulasi-modulasi

(perpindahan nada dasar) dan kembali ke maqam semula. Pada penyajian musik

Islam selalu dijumpai improvisasi solo yang disebut dengan taqzim atau taksim, dilanjutkan dengan musik vokalnya yang disebut gazel, yang diresitalkan secara solo. Di Afrika Utara terdapat ensambel dan paduan suara yang disebut abyat dan barwal. Di Turki bentuk sejenis disebut dengan pesrev atau bashraf236.

Di Alam Melayu, berbagai teori musik klasik Islam juga dipergunakan.

Begitu juga dengan beberapa genre musik Islam diserap para ulama seni Islam.

Sistem maqamat diterapkan dalam mengaji Al-Qur’an, azan, kasidah, marhaban,

236 Ibid, hal., 125.

Universitas Sumatera Utara barzanji, dan lain-lainnya. Sistem maqam ini dipelajari oleh orang-orang Islam di

Asia Tenggara, melalui pendidikan agama di pesantren atau pondok. Juga di sekolah-sekolah umum, atau juga pendidikan informal dan nonformal.

Para seniman musik Islam di Asia Tenggara, seperti Haji Ahmad Baqi,

Hajjah Nurasiah Jamil, Nanang Qosim, Fadzil Ahmad, Grup Bimbo, dan lainnya menerapkan konsep-konsep musik Islam yang berasal dari Asia Barat tersebut.

Yang menarik, mereka kemudian mengolah musik Islam yang khas Asia

Tenggara, seperti mengolahnya dengan menggunakan bahasa Melayu atau bahasa etnik Nusantara, mengolah dalam tangga nada pentatonik tempatan, bahkan sampai memasukkan unsur harmonik. Ini yang menjadi begitu menarik untuk dikaji dari sudut akulturasi, adaptasi, estetik, maupun struktural.

Dari semua pengaruh yang bertapak kuat dalam budaya Melayu adalah peradaban Islam. Islam sendiri merupakan ajaran dalam bentuk wahyu Ilahi.

Dalam keadaan sedemikian, ia bukan budaya tetapi wahyu. Dalam bentuk aktivitas masyarakat Islam ia akan lahir sebagai sebuah tamadun Islam, termasuk dalam budaya Melayu.

Para pedagang Arab telah aktif mengadakan hubungan perdagangan dengan orang-orang di kepulauan Nusantara sejak belum lahir dan turunnya agama Islam237 dan juga mungkin para nelayan Melayu telah mengadakan hubungan persahabatan dengan orang-orang Arab sebelum datangnya agama Islam. Setelah lahirnya agama Islam di Timur Tengah, agama

237 J.D. Legge, Indonesia. Englewood Cliffs, (New Jersey: Prentice Hall, 1964), hal., 44.

Universitas Sumatera Utara ini menyebar secara luas di dunia, termasuk ke Gujarat dan daerah Barat Laut

India.

Islam yang masuk ke Asia Tenggara diperkirakan melalui baik langsung dari orang-orang Arab atau dari India. Masuknya Islam yang berdensitas padat ke

Asia Tenggara yang tercatat dalam sejarah adalah pada abad ketiga belas. Marco

Polo mencatat bahwa tahun 1292 di Sumatera Utara telah berdiri kerajaan

Islam yang bernama Perlak238. Dalam abad-abad ini Islam menyebar ke daerah lainnya. Pada awal abad kelima belas, kerajaan Aru di pesisir timur Sumatera

Utara merupakan suatu kerajaan yang rakyatnya sebagian besar beragama

Islam239, sehingga Islam berpengaruh kuat sejak saat ini.

Bandar Melaka menjadi pusat perdagangan maritim, sekali gus sebagai

pusat persebaran agama Islam ke seluruh kepulauan di kawasan ini. Melaka merupakan bandar yang letaknya strategis dan tidak memiliki saingan sehingga begitu maju240. Penguasa Melaka menganut Islam pada awal dasawarsa abad

kelima belas. Sejak abad ini Melaka menjadi pusat dan persebaran Islam ke seluruh Asia Tenggara241.

Di Pesisir Timur Sumatera Utara pada abad ke-15 dan ke-16 terdapat tiga kesultanan Islam yang besar, yaitu: Langkat, Deli, dan Serdang—yang berada di kawasan bekas Kerajaan Aru pada masa sebelumnya. Kesultanan ini merupakan

238 A.H. Hill, 1968. “The Coming of Islam to North Sumatra,” Journal of Southeast Asian History, hal., 8. 239 G. Coedes, 1930, “Les Insciptions Malaises de Criwijaya.” Bulletin de l’Ecole Francaise d’Extreme-Orient, hal., 235. 240 Mubin Sheppard, Taman Indera: Malay Decorative Arts and Pastimes. (London: Oxford University Press, 1972), hal., 14. 241 A.H. Hill, 1968. “The Coming of Islam to North Sumatra,” Journal of Southeast Asian History, hal., 213-214.

Universitas Sumatera Utara kerajaan Islam yang penting di Sumatera. Pada abad ke-16 dan ke-17, Aru menjadi rebutan antara Aceh dan Johor. Kerajaan Aru berada di Deli Tua, berdiri abad ke-16. Sesudah tahun 1612, kerajaan ini lebih dikenal sebagai Kerajaan Deli.

Kemudian Serdang memisahkan diri dari Kesultanan Deli tahun 1720242.

Kemungkinan besar seni zapin masuk di era kesultanan-kesultanan Islam di

Pesisir Timur Sumatera Utara ini. Bagaimanapun selain ajaran Islam, masyarakat

Melayu juga menerima seni-seni Islam seperti zapin, yang diperkenalkan oleh para penyiar agama Islam sebagai sarana dakwah. Jadi abad ke-17 ini kemungkinan berdasarkan fakta sejarah masuknya seni-seni Islam di kawasan

Sumatera Timur.

Pada masa sebelumnya seni diislamisasi oleh masyarakat Melayu. Pada masa kini, mantera-mantera yang berciri khas animisme, yang dapat dilihat melalui teksnya seperti memuja kayu, sungai, laut, atau hewan, telah diubah dengan teks yang berciri kebudayaan Islam seperti menggunakan kata pembukaan

Bismillahirrahmanirrahiim atau Berkat Laa ilaaha ilallah. Selain itu, kata-kata yang mengandung unsur animisme itu dan sejenisnya, diganti dengan sebutan

Allah, Nabi Muhammad, Nabi Khaidir, Nabi Sulaiman, dan lainnya sesuai dengan ajaran-ajaran dalam agama Islam. Dengan keadaan seperti ini, dapat dikatakan telah terjadi penyesuaian budaya era animisme dengan era Islam. Selanjutnya menjadi spesifikasi peralihan budaya Islam pada umumnya di Nusantara.

242 Tengku Luckman Sinar, SH., 1986. “Perkembangan Sejarah Musik dan Tari Melayu dan Usaha Pelestariannya.” Makalah dalam Seminar Budaya Melayu Indonesia, di Stabat, Langkat, hal., 6-7.

Universitas Sumatera Utara

Notasi 3.11

Sistem Maqam (Tangga Nada) dan Ritme (Iqaat) dari Budaya Islam di Asia Barat

(Timur Tengah)

Sumber dari : Muhammad Takari dan Heristina Dewi, Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara, (Medan : USU Press, 2008), hal., 85.

Unsur-unsur kesenian Islam yang terdapat di dalam kebudayan Melayu, antara lain adalah: zikir, bazanji, marhaban, rodat, ratib, hadrah, nasyid, irama

Universitas Sumatera Utara padang pasir, dan lainnya. Dalam kebudayaan musik, dapat dilihat dengan dipergunakannya alat-alat musik khas budaya Islam, seperti: rebab, biola (melalui budaya Barat), gendang nobat, nafiri, serunai, gambus, ‘ud, dan lain-lainnya.

Konsep musik Islam juga turut diserap oleh etnik Melayu di kawasan ini.

Apalagi kosep adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah turut mengabsahkan proses ini. Di kawasan Islam di Timur Tengah dan sekitarnya, konsep-konsep dimensi ruang (modus) dalam musik, dikenal dengan istilah maqam di Turki, datsgah di Persia, naghmah di Mesir, dan taba di Afrika Utara.

Sedangkan ide ritme dikenal denagn iqaat di Arab Timur, durub di Mesir, usul di

Turki, dan mazim di Maghribi.

Kita juga dapat melihat penyerapan unsur musik Islam dalam bentuk gaya- gaya ritmik yang tak terikat ke dalam metrum, terutama dalam melodi-melodi pembuka musik Islam seperti pada zapin dan nasyid. Di dalam musik Islam teknik demikian dikenal dengan sebutan avaz atau taqsim.

Setiap negeri Islam mempunyai sejumlah pola ritme dalam teori dan praktek—tetapi pada umumnya dari beberapa ketukan dasar (beat) sampai 50 ketukan dasar dalam satu siklusnya. Dalam musik Islam, pola-pola ritme secara umum selalu ditulis dan dihubungkan dengan gendang tamburin, dengan mempergunakan mnemonik atau onomatopeik dalam proses belajarnya.

Seni membaca Al-Qur’an sendiri mengandung unsur-unsur musikal, walau pada prinsipnya kegiatan membaca Al-Qur’an (termasuk azan dan iqamat), tidak dapat disamakan dengan musik, dalam pemahaman Islam ia “lebih” dari pengertian musik secara konvensional. Di Alam Melayu konsep-konsep musik

Universitas Sumatera Utara Islam dalam teori dan prakteknya mereka serap dari budaya Islam lainnya. Hal ini merupakan penerapan dari konsep bahwa sesama muslim di seluruh dunia adalah saudara.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat dilihat beberapa maqam yang mereka serap sebagai dasar pengembangan melodi musik-musik Islam, seperti: rast, bayati, husaini, hijaz, yaman hijaz, sikahira, ushaq, sama’ani, nilwan, nahawan, dan lain-lain. Maqam-maqam inilah yang menjadi dasar pengembangan melodi musik-musik Islam, seperti: nasyid, hadrah, marhaban, barzanji, qasidah, dan sejenisnya. Teks lagu-lagunya umumnya berdasar kepada Kitab Al-

Barzanji243 dan karya-karya seniman Melayu di kawasan ini. Dalam setiap festival

(pesta) budaya Melayu berbagai seni musik Islam ini selalu dipertunjukkan.

Dalam konteks seni tari, Islam memberikan kontribusi ke dalam berbagai jenis tari, seperti pada tari zapin. Dengan berbagai normanya seperti

243 Al Barzanji adalah sebutan lain dari kitab ilqd al-Jawahir (Kalung Permata), sebuah kayra tulis seni sastra yang memuat kehidupan Nabi Muhammad SAW. Karya sastra ini di baca dalam berbagai upacara keagamaan di dunia Islam, sebagai bagian yang menonjol dalam kehidupan agama tradisional. Al-Barzanji juga mengisahkan sifat yang dimiliki Rasulullah dan perjuangannya dalam menyiarkan Islam dan menggambarkan kepribadiannya yang agung untuk dijadikan teladan umat manusia. Kitab iqdl al-Jawahir ditulis oleh Syekh Jafair Al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim yang lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal di sana tahun 1766. Nama Al-barzanji dibangsakan kepada nama penulisnya, yang juga diambil dari tempat asal keturunannya yaitu didaerah Barzinj atau Kurdistan. Nama Al-Barzanji menjadi populer tahun 1920-an ketika Syekh Mahmud al-Barzanji memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak. Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW dan meningkatkan ghirah umat. Dalam kitab itu riwayat Nabi SAW dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi dan prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik. Secara garis besar, paparan Al-Barzanji dapat diringkas sebagai berikut: (1) Sislilah Nabi adalah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kitab bin Murrah bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Nizar bin Maiad bin Adnan. (2) Pada masa kecil banyak kelihatan luar biasa pada dirinya. (3) Berniaga ke Syam (Suraih) ikut pamannya ketika masih berusia 12 tahun. (4) Menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun. (5) Diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun, dan mulai menyiarkan agama sejak saat itu hingga umur 62 tahun. Rasulullah meninggal di Madinah setelah dakwahnya dianggap telah sempurna oleh Allah SWT. Kitab Al-Barzanji dalam bahasa aslinya (Arab) dibacakan pada kegiatan, antara lain peringatan Maulid, Upacara pemberian nama, Khitanan, Pernikahan, dan berbagai syukuran. (Ensiklopedi Islam (8jilid), P.T. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta, 2008)

Universitas Sumatera Utara adanya gerak sembah atau salam, gerak ragam-ragam (langkah belakang, siku keluang), anak ayam, anak ikan, buang anak, lompat kecil, lompat tiung, pisau

belanak, pecah, tahto, tahtim, dan lain-lainnya. Begitu juga dengan genre hadrah,

yang menggunakan gerak-gerak selepoh, senandung, ayun, sembah, dan lainnya.

Berbagai unsur tari sufisme juga muncul dalam kebudayaan Melayu. Gerak-gerak simbolik seperti alif, mim, atau ba, merupakan bagian dari tradisi sufi di kawasan ini. Dengan demikian, kontinuitas dan perubahan tari Melayu menuruti perubahan internal dalam budaya Melayu sendiri atau perubahan eksternal dari luar.

Pada prinsipnya, lagu-lagu dan tari Melayu, berasas kepada ajaran-ajaran

Islam. Dalam rangka menggagas dan menerapkan kesenian atau kebudayaan pada umumnya, orang Melayu telah mengambil keputusan bahwa adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah. Artinya adalah bila terdapat adat atau budaya yang tidak sesuai dengan syarak, maka budaya tersebut harus disesuaikan menurut Islam, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, jika terdapat sebarang persanggahan dengan Islam, budaya mestilah mengikut ajaran Islam.

Sementara itu, Islam yang dianut masyarakat Melayu, tidak memutus mata rantai sejarah budaya. Islam memberikan ruang dan tolak angsur bagi kebudayaan pra-Islam di kawasan Melayu ini. Pada masa kini orang-orang Melayu menganut agama Islam, sekte Sunni, khasnya mengikut mazhab Imam Syafi’i. Ada pula di antara mereka yang bergabung ke dalam kumpulan pergerakan keagamaan Islam

Jamaah Al-Washliyah, Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, atau banyak pula yang tak termasuk ke dalam pergerakan keagamaan di atas, cukup memasukkan dirinya

Universitas Sumatera Utara sebagai umat Islam saja. Gerakan-gerakan keagamaan di atas, tidak memutus keberadaan kebudayaan Melayu sebelum Islam. Kesemua organisasi agama tersebut hanya menganjurkan agar kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran

Islam harus disesuaikan dengan ajaran Islam. Bagaimanapun, kebudayaan sebelum datangnya Islam menjadi bahagaian dari jati diri umat Melayu. Oleh karena itu, cara yang sebaik-baiknya ditempuh oleh orang Melayu adalah menyesuaikan budaya dengan agama Islam yang dianggap universal atau syumul itu.

Dalam konteks menerapkan ajaran-ajaran Islam dalam berkesenian, maka beberapa pakar budaya dan seni Melayu mengemukakan pendapatnya. Dari hasil wawancara diketahui bahwa, asas yang paling mendasar adalah ajaran Islam, kemudian budaya Melayu yang diislamisasi, selepas itu adalah kebudayaan Dunia

Islam, baik dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia Tengah, Eropa Timur, Turki,

Afrika, maupun yang lainnya. Barulah kebudayaan dunia yang juga harus diislamisasi.

Menurut Anjang Nurdin bin Paitan, gagasan dan terapan kesenian Melayu dan kaitannya dengan ajaran Islam, dikemukakannya sebagai berikut.

Menurut saya, sebagai seorang seniman, dan juga seorang muslim, kesenian Melayu memang ada yang bertentangan dengan ajaran Islam, terutama kesenian yang berunsur animisme dan dinamisme. Namun setelah Islam datang ke kawasan ini, kesenian tersebut ada yang mati dan ada pula yang kekal dengan cara menyesuaikannya dengan konsep-konsep dan arahan Islam. Islam sendiri pun tidak mematikan kebudayaan-kebudayaan yang ada sebelumnya. Hanya saja Islam itu kemudian mengarahkan kebudayaan seluruh dunia ini, termasuk kebudayaan Melayu, untuk menjadi rahmat kepada seluruh alam. Oleh kerana itu harus dilakukan pengislaman. Misalnya, dahulu di sekitar Ka’bah banyak

Universitas Sumatera Utara patung-patung yang disembah oleh orang Arab, oleh Nabi Muhammad patung ini kemudian dimusnahkan, dan manusia diarahkan untuk menyembah Allah yang Ahad. Kita boleh berikhtiar dari contoh-contoh kebijakan kebudayaan yang dilakukan oleh Rasul, khulafaurrasyidin, khalifah Islam, dan seterusnya. Pada prinsipnya Islam itu agama damai yang memberi kesejukan. Bagi kita di Sumatera Utara ini, terutama seniman, maka kita wajib memasukkan nilai-nilai Islam dalam kesenian Melayu sebagai bahagian kita berjihad di bidang seni. Karena bagaimana pun seni itu kadang lebih tajam ketimbang pedang, dalam rangka dakwah Islam. (Wawancara Takari dengan Anjang Nurdin bin Paitan di Tanjungmorawa 23 September 1987)244.

Lebih jauh menurut Anjang Nurdin bahwa kesenian Melayu itu dan kesenian Islam itu telah bersebati (menyatu) secara alamiah. Islam menjadi asas pokok dalam kesenian Melayu. Islam telah mengatur dan mengarahkan kesenian yang dirahmati Allah. Dalam kesenian ada kebenaran. Indah dan benar adalah dua hal yang saling berkaitan dalam rangka menerapkan kesenian Islam dalam kebudayaan Melayu. Sebagaimana yang dituturkan beliau kepada penulis berikut ini.

Musik Melayu itu adalah musik yang merupakan peniruan alam sekitar kita. Pada hakekatnya, musik Melayu menirukan alunan ombak (terutama Selat Melaka), gerak tari juga bagaikan nyiur yang melambai atau daun nyiur mencecah air laut. Keindahan dalam musik Melayu yang kita sebut gerenek adalah perwujudan dari dalam diri penyanyi yang mengikuti gerak dan kejadian alam di sekitaran kita. Nada-nada hias dalam musik Melayu, adalah cetusan rasa, apakah itu sedih, haru, bahagaia, ketegaran hidup, dan seterusnya. Kesedihan yang diekspresikan dalam musik Melayu tidak harus menyenyeh-nyenyeh, namun ada ketegasan dalam nada yang dipersembahkan. Sedih boleh tapi tidak meratap sifatnya, hanya sekedar meluahkan perasaan seketika. Apalagi dalam pandangan Islam kita dilarang sedih berterusan, walau ditinggal mati orang yang kita cintai sekali pun. Dalam falsafah hidup saya, musik Melayu adalah mencerminkan ajaran-ajaran Islam yang damai, rahmat kepada seluruh alam, dan

244 Hasil transkrip wawancara Takari dengan Anjang Nurdin bin Paitan dalam Takari, “Bentuk dan Fungsi Komunikasi, dalam Lagu dan Tari Melayu Sumatera Utara,” Disertasi Doktoral, Kuala Lumpur : University Malaya, 2010, p.522.

Universitas Sumatera Utara sekali gus memiliki jati diri kawasan. Namun juga sesama muslim adalah saudara dan sesama manusia di seluruh dunia harus kita jaga hubungan sosial yang baik. Jadi sebenarnya Islam dan Melayu adalah bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi, dalam kaitannya dengan budaya Melayu. (Wawancara Takari dengan Anjang Nurdin bin Paitan di Tanjungmorawa 23 September 1987)245.

Dari konsep-konsep kesenian dan hubungannya dengan Islam, yang diwakili informan tersebut di atas, maka dalam kenyataannya pada masa sekarang ini masyarakat Melayu mencoba mengislamkan keseniannya, termasuk lagu dan tari.

Lagu dan tari yang mengandung unsur-unsur animisme dan Hindu kemudian diislamkan. Misalnya seperti tarian Lukah Menari di Asahan dan

Batubara, sekarang ini diangkat ke bentuk seni persembahan. Tidak lagi sebagai sarana pemujaan kepada jembalang (jin). Para ulama Islam melarang dipujanya jin dalam kegiatan kesenian ini. Begitu juga Tari Gebuk di Serdang Bedagai, yaitu tarian untuk mengobati orang yang kena puaka (semacam kutukan warisan), maka doa-doa diambil dari ajaran Islam, mengobatinya juga secara Islam. Banyak lagi contoh-contoh lainnya yang diislamisasikan, sepert tari-tarian dan acara buka panggung dalam teater makyong di Serdang Sumatera Utara. Upacara jamu laut juga diupayakan untuk dihilangkan unsur-unsur animismenya.

Sementara pengaruh-pengaruh luar terutama idea-idea sekularisme dari budaya Barat, dicoba untuk diislamisasi dan dimelayukan oleh orang-orang

Melayu di kawasan ini. Pengaruh luar dalam bidang alat musik juga telah dipandang hal lumrah dalam budaya Melayu. Misalnya alatan musik seperti biola, akordion, drum trap set, dijadikan sebagai bahagian dari budaya musik Melayu.

245 Ibid.

Universitas Sumatera Utara Namun dalam hal ini, orang-orang Melayu kreatif dalam menciptakan musik dan tarinya yang selari dengan estetika dan jiwa orang Melayu. Hasilnya boleh kita lihat seperti yang ada sekarang ini. Demikian kira-kira uraian mengenai sejarah dan konsep peradaban Islam di Alam Melayu.

3.12 Seni dalam Filsafat Islam dan Melayu

Banyak pengkaji Islam menilai bahwa salah satu ciri-ciri kesenian Islam adalah adanya faktor keindahan. Dalam Dunia Islam, kata filsafat diadopsi dari bahasa Yunani. Dalam bahasa Arab, kata ini merupakan kata benda-kerja

(mashdar) yang diturunkan dari kata philosophia, yang merupakan gabungan dari philos dan sophia; yang pertama berarti cinta dan yang kedua berarti kebijkasanaan. Dengan demikian filsafat dapat diartikan sebagai cinta kebijaksanaan. Plato246 menyebut Socrates sebagai philoshopos (filosof), yakni sorang pecinta kebijaksanaan. Oleh karena itu, kata filsafat merupakan hasil

Arabisasi, suatu mashdar yang berarti kerja atau pencarian yang dilakukan oleh para filosof.

Sebelum Islam lahir, berbagai pikiran dan filsafat telah tumbuh, namun dalam arah yang simpang-siur. Dalam menjawab arah filsafat tersebut Islam meletakkan sendi filsafatnya kepada asas: Tidak ada Tuhan selain Allah dan

Muhammad itu utusan Allah. Asas ini menentukan apakah seseorang itu Islam atau tidak. Namun Islam tidak membatasi orang berfikir, karena Islam dibentuk berdasarkan atas akal sehat, yang tentu saja berfikir sehat pula. Nabi Muhammad

246 Dr. Abu Hanifah, Rintisan Filsafat, Filsafat Barat ditilik dengan Djiwa Timur, (Jakarta, Balai Pustaka, 1950), hal., 15.

Universitas Sumatera Utara pernah menyatakan bahwa agama ialah akal. Oleh karena itu filsafat Yunani-

Romawi banyak berdasar kepada mitologi, maka awalnya umat Islam tidak begitu berminat terhadap filsafat mereka. Setelah wahyu Allah telah cukup diturunkan dan Islam dijamin sebagai agama yang sempurna, maka kemudian orang-orang

Islam menggali filsafat Yunani-Romawi. Bahkan dalam konteks sejarah dunia,

Islam yang mengenalkan filsafat Yunani-Romawi ini ke seluruh dunia.

Universitas Islam yang termasyhur mengkaji filsafat adalah Universitas Nizamyah di Baghdad, yang didirikan oleh Nizamul Muluk. Selain itu, dalam dunia Islam, ada pula universitas lain, seperti Universitas Sishapur, Universitas Damaskus,

Universitas Kairo, dan Universitas Aleksandria.

Dalam sejarah Islam muncullah beberapa filosof ternama, misalnya Al-

Kindi (194-260 H atau 809-873 M), Al-Farabi (meninggal 961), Ibnu Sina (370-

428 H atau 980-1037 M), Imam Ghazali (450-505 H atau 1058-1111 M), dan

Ibnu Rusyid (520-595 H atau 1126-1198 M)247. Filsafat yang mereka hasilkan umumnya adalah memperkuat ajaran Islam yang tertuang di dalam Al-Quran dan

Hadits, misalnya risalah filsafat Al-Kindi yang memuat: (a) adanya Tuhan membentuk adanya alam, (b) kegiatan Tuhan berlangsung antara langit dan bumi,

(c) jiwa bumi adalah daya gerak Tuhan, (d) jiwa bumi telah menyebabkan terjadinya langit dan bintang-bintang di cakrawala, (e) jiwa manusia adalah panncaran jiwa bumi, (f) manusia bersifat dualis, yaitu saat hidup ia dipengaruhi langit dan bintang-bintang, namun setelah meninggal, ia mendapat kemerdekaan,

(g) kemerdekaan abadi hanya dapat dicapai dalam dunia akal budi, dan (h) orang

247 Dr. Abu Hanifah, Rintisan Filsafat, Filsafat Barat ditilik dengan Djiwa Timur, (Jakarta, Balai Pustaka, 1950), hal., 33.

Universitas Sumatera Utara yang hendak mencapai kemerdekaan dan keabadian, harus mengembangkan kekuatan akalnya dengan jalan ilmu ketuhanan dan alam semesta. Al-Farabi dalam filsafatnya mengemukakan bahwa alam ini dijadikan Tuhan dengan suatu maksud, yang hanya Tuhan sajalah yang mengetahui maksud tersebut, seperti yang difirmankan Allah dalam Al-Quran248. Ibnu Sina mengemukakan pula filsafatnya bahwa: (a) dasar pokok adalah Allah; (b) akal pertama adalah mengetahui sari nyawa dan sumbernya nyawa, (c) akal kedua terdiri dari jiwa dan tubuh yang terdiri dari sembilan daerah, sendi akal kedua terdiri dari wajib dan mumkin, (d) akal ketiga terdiri dari jiwa dan tubuh yang dipengaruhi oleh alam.

Sebelum Socrates, ada sekelompok orang yang menyebut diri mereka kaum sopist yang berarti para cendekiawan. Mereka mempersepsi manusia sebagai ukuran realitas (kebenaran hakikat) dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan-kesimpulan mereka. Secara bertahap kata sopist atau sopisthes kehilangan arti aslinya dan kemudian menjadi berarti seseorang yang menggunakan hujah-hujah (perdebatan) keliru. Dengan demikian, kita mempunyai kata sophistry (cara berfikir yang menyesatkan), yang mempunyai kata yang sama dalam bahasa Arab, yaitu safsathah, dengan arti yang sama.

Socrates249, karena kerendahan hati dan mungkin juga keinginan menghindarkan diri dengan kaum sophis, melarang orang menyebut dirinya seorang sophis, seorang cendekiawan. Oleh karena itu, ia menyebut dirinya seorang filosof (philosophos), pecinta kebijaksanaan, pecinta kebenaran, menggantikan sophistes yang berarti sarjana. Gelar yang terakhir ini merosot

248 Al-Quran Surah 3 ayat 191 dan Surah 46 ayat 3. 249 Dr. Abu Hanifah, Rintisan Filsafat, Filsafat Barat ditilik dengan Djiwa Timur, (Jakarta, Balai Pustaka, 1950), hal., 17-18.

Universitas Sumatera Utara derajatnya menjadi orang yang menggunakan penalaran yang salah. Filsafat

(philosophia) kemudian menjadi sama artinya dengan kebijkasanaan (kearifan).

Oleh karena itu, philosophos (folosof) sebagai suatu istilah teknis tidak dipakaikan pada seorang pun sebelum Socrates, dan begitu juga sesudahnya.

Istilah philosophia juga tidak mempunyai arti yang definitif pada zaman itu, bahkan Aristoteles pun tidak menggunakannya. Belakangan, penggunaan istilah philosophia (filsafat) dan philoshopos (filosof) semakin meluas.

Sebahagian cendekiawan Islam mengambil kata filsafat dari bahasa

Yunani. Lalu mereka memberi sighat (bentuk) dan menggunakannya untuk mengartikan pengetahuan rasional murni. Filsafat menurut pemakaian para filosof muslim secara umum tidak merujuk kepada disiplin sains tertentu. Ia meliputi semua sains rasional, bukan ilmu yang diwahyukan atau yang diriwayatkan seperti etimologi, retorika, sharaf, tafsir, hadis, dan hukum. Oleh karena itu, hanya orang yang menguasai semua sains rasional termasuk di dalamnya matematika, ekonomi, etika, teologi, yang dapat disebut sebagai filosof250.

Ketika kaum muslim mengembangakan klasifikasi ilmu Aristoteles, mereka memasukkan kata filsafat atau hikmah. Mereka mengatakan bahwa filsafat adalah sains rasional mempunyai dua bagian, teoretis dan praktis. Filsafat teoretis menggambarkan sesuatu sebagaimana adanya sedangkan filsafat praktis menggambarkan perilaku manusia sebagaimana seharusnya. Filsafat teroritis terdiri dari tiga bagian: teologi (filsafat tinggi), matematika (filsafat menengah), dan ilmu-ilmu alam (filsafat rendah). Filsafat tinggi mempunyai dua disiplin, yaitu

250 Dr. Abu Hanifah, Rintisan Filsafat, Filsafat Barat ditilik dengan Djiwa Timur, (Jakarta, Balai Pustaka, 1950), hal., 60 dan 65.

Universitas Sumatera Utara fenomenologi umum dan teologi itu sendiri. Matematika terdiri dari empat bagian: aritmatika, geometri, astronomi, dan musik.

Seni bukanlah hal yang mati, tetapi seni tumbuh di dalam jiwa manusia dari zaman ke zaman yang menapaki kemajuannya sendiri. Islam memberi tunjuk ajar dan menuntut agar kesenangan dalam seni yang dibentuk tidak merusakkan keselamatan, tetapi perlu mengikuti syariat Islam yang telah ditetapkan. Pada umumnya, kesenian Islam adalah usaha dan ide umat Islam untuk menghasilkan sesuatu yang indah dan estetis. Setiap keindahan yang dihasilkan oleh seniman

Islam wajib mengekspresikan ajaran Islam. Seni adalah bagian dari budaya. Seni

Islam lebih mengutamakan intelektual dibandingkan emosi. Seni mempunyai konsep yang mampu menyeimbangkan pertanyaan dengan jawaban. Sebenarnya kesenian dalam konsep Islam adalah pengabdian diri kepada Allah SWT.

Ciri utama kesenian adalah keindahan. Seni timbul karena ia merupakan sebahagian fitrah manusia yang menyukai hal-hal yang indah. Banyak pengkaji kesenian berpendapat bahwa salah satu ciri kesenian Islam ialah indah. Sidi

Gazalba251 menyatakan bahwa seni Islam adalah bagian dari kebudayaan dan sekaligus berasas kepada agama.

Sesuatu karya dapat dikatakan indah jika lahir dari perasaan yang dihayati oleh manusia ketika mengkaji karya tersebut. Sifat keindahan yang lahir menimbulkan rasa kesenangan atau kepuasan dalam diri kita yang disebut estetika. Konsep keindahan mencakup rasa yang menggembirakan, menyenangkan, memuaskan, baik, dan dihargai.

251 Sidi Gazalba, Sidi. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. (Jakarta: Penerbit Indonesia, 1989), hal., 27.

Universitas Sumatera Utara Ciri seni yang lain adalah unsur moral. Seni dan moral adalah berkaitan dalam Islam. Dengan adanya unsur-unsur agama dalam seni, maka seni harus mengandung moral. Islam menghendaki agar seni diciptakan menurut akhlak

Islam, yaitu bebas dari nilai-nilai negatif. Islam mementingkan keadilan. Akhlak yang baik dibentuk melalui ajaran Al-Quran dan Hadis. Kesenian Islam adalah berdasarkan kepada akidah, akhlak, serta niat. Kesenian yang dicetuskan dengan niat adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah. Keanekaragaman dalam kesatuan agama Islam pada hari ini dianut oleh berbagai bangsa atau etnik.

Dan selanjutnya ada juga ciri lain seni Islam yaitu hubungan antara agama dan estetika. Hubungan antara yang indah dan baik juga telah diatur dalam agama

Islam, termasuk estetika dan seni. Hubungan ini bukan terjalin antara agama dengan seni atau agama dengan estetika, malah ia juga sebagai ekspresi hubungan antara seni dan estetika. Seni berkedudukan penting dalam masyarakat Islam karena ia menguatkan semangat tauhid umat Islam. Di dunia ini terdapat dua aliran dalam dunia seni yaitu: (a) seni untuk seni yang dipergunakan untuk kepentingan seni itu sendiri. Ia memerlukan kebebasan untuk menghasilkan daya cipta. Aliran ini hanya mengabdikan diri kepada seni saja. Demi seni semuanya dibolehkan asal tidak melanggar prinsip seni. Aliran ini juga dipandang sebagai seni liberal, seni kapitalis, dan individualistik karena tidak memfungsikan kepada masyarakat melainkan kepada seni itu sendiri. (b) Seni untuk sesuatu yang lain, yang memberikan tumpuan kepada yang selain seni, seperti agama, masyarakat, dan politik Dalam aliran kedua inilah seni Islam wujud dan didasari dengan niat untuk mengagungkan Allah melalui keindahan. Keindahan bukan menjadi tujuan

Universitas Sumatera Utara utama, tetapi sebagai salah satu cara untuk mencapai nilai-nilai tauhid. Seterusnya kita kaji bagaimana filsafat seni dalam bidang seni pertunjukan Islam dan Melayu khususnya musik.

Musik dalam Dunia Islam dan Melayu merupakan sarana dalam rangka tauhid kepada Allah. Musik di setiap negeri Islam memiliki ciri khasnya sendiri.

Namun antara negera itu saling memberikan pengaruh, terutama setelah berkembangnya agama Islam ke seluruh penjuru dunia. Yang perlu disadari setiap muslim (mukmin) di dunia adalah bahwa seni (musik) Islam adalah sebagai satu kesatuan dalam keanekaragaman. Dunia Melayu adalah sebagai salah satu dari dunia Islam yang memiliki seni musiknya sendiri. Namun, alangkah baiknya kita kaji dahulu bagaimana gambaran seni musik melalui pandangan-pandangan para tokoh atau ilmuwan Islam. Di antaranya yang paling banyak meluangkan perhatiannya dalam musik adalah Al-Farabi.

Dalam dunia Islam, tokoh filosof yang paling banyak mengkaji tentang estetika di dalam musik adalah Al-Farabi. Nama lengkapnya adalah Abu Nasir

Muhammad Ibnu Al-Farakh Al-Farabi, lahir di desa Wasij, dekat Farab di

Turkistan tahun 259 H (870 M), wafat 950 M dalam usia 80 tahun252.

Kampungnya kini masuk ke dalam bagian Republik Uzbekistan di Asia Tengah.

Ayahnya seorang jenderal militer dan memiliki status sosial yang relatif baik.

Namun sejak kecil lagi, Al-Farabi meninggalkan kampung Farab menuju

Baghdad, untuk menimba ilmu bahasa Arab dan logika dari gurunya Abul Bashar

Matta. Kemudian dia juga belajar filsafat dari Yuhanna Ibnu Khailan di daerah

252 Ensiklopedi Islam (8jilid), P.T. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta, 2008

Universitas Sumatera Utara Harran. Kemudian ia juga mendalami ilmu-ilmu Aristoteles melalui Yuhanna. Ia paling gemar mengkaji pikiran Aristoteles yang tertuang dalam buku Anima dan

Physica.

Kemudian ia mengembara ke Syiria, terus ke Mesir, dan akhirnya sampai ke Damaskus. Dalam pengembaraan ini, secara ekonomis ia begitu miskin, akhirnya ia dibantu secara finansial oleh Pangeran Saif Al-Dawlah dari

Damaskus. Ia belajar, mengarang, mensyarah, mengkritik, dan bergulat di dunia sastra. Ia terkenal sampai ke Eropa bukan hanya filsafatnya tetapi juga logika dan metafisikanya. Di bidang musik, dengan dijiwai oleh ajaran Islam ia mengolah kembali model dan logika berpikir Yunani dalam musik, disertai dengan praktek musik kontemporer saat itu. Ia juga mencipta dan mengolah sistem-sistem musik yang berasal dari Timur Tengah. Bagaimanapun, Al-Farabi secara tegas membedakan manusia di dunia ini menurut Al-Quran, yaitu manusia yang bertakwa dan manusia yang tidak bertakwa.

Al-Farabi menghasilkan sebuah buku teori musik yang secara historis sangat fenomenal dalam dunia Islam dan global, yang bertajuk Kitabul Musiqil

Kabir253 (Kitab Besar tentang Musik). Buku ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama memusatkan perhatian pada musik, bagian kedua pada alat-alat musik, dan pada bagian ketiga mengenai komposisi musik. Ada dua tempat dalam buku itu yang membicarakan gerakan melodi dalam musik: satu tempat di bagian pertama dan satu lagi di tempat ketiga. Dalam buku itu ia menceritakan bagaimana proses melakukan komposisi musik. Tujuan utama Al-Farabi mengkaji

253 Ibid.

Universitas Sumatera Utara dan menjelaskan komposisi musik adalah untuk membantu dan memberi arah kepada para komposer dalam menciptakan melodi. Ia menjelaskan bahwa setelah komposer memilih unsur-unsur melodi, selanjutnya dapat berkonsultasi dengan tabel-tabel konsonan dan gerak melodi yang dibuatnya, begitu juga dengan wilayah nada atau suara penyanyi. Kemudian disesuaikan dengan modus-modus ritmik yang telah disusun secara logis.

Dalam membentuk gerak melodi ini ia menawarkan konsep-konsep interval satu nada ke nada berikutnya dengan memakai konsonan dan disonan dalam sistem modal. Saat transisi melodi seharusnya menggunakan interval konsonan. Al-Farabi menggunakan interval konsonan ke dalam tiga jenis254: (a) konsonan besar, seperti oktaf dan balikannya, disajikan bersama atau melodis, (b) konsonan medium, yaitu kuint, kuart, antara oktaf dan kuint, serta antara oktaf dan kuart, disajikan secara bersama atau melodis, dan (c) konsonan kecil yang terdiri dari sekunde mayor (dengan rasio 9/8) atau interval lain yang lebih kecil dari kuart.

Menurut Al-Farabi, melodi dapat didefinisikan sebagai sejumlah nada tertentu, yang semuanya atau sebagian besar berjalin berdasarkan interval konsonan, yang dirancang dalam kelompok tertentu, dan dipergunakan dalam sebuah genus (tetrakord) tertentu, interval-intervalnya berada dalam tonalitas tertentu; yang bergerak melalui sebuah modus ritmik yang pasti pula. Satu rangkaian melodi menggunakan satu tetrakord ditambah satu langkah penuh. Jika seorang komposer menggunakan interval kuint, ia harus mengimbanginya dengan

254 Ibid.

Universitas Sumatera Utara interval yang lebih kecil. Sebuah melodi nyanyian disebutnya tidak lengkap, apabila ambitusnya tidak mencapai satu oktaf. Jika sampai satu oktaf disebut melodi yang lengkap, dan jika mencapai dua oktaf disebut sangat lengkap. Dalam menyusun melodi sebaiknya menggunakan interval-interval yang berbeda.

Al-Farabi menyebut gerak melodi dengan istilah al-intiqal255, yang secara harfiah artinya bergerak dari satu titik ke titik lainnya. Al-intiqal ini menurutnya adalah transisi yang dapat terjadi antara satu nada dengan nada lain, dari interval yang satu ke interval lain, dari satu genus ke genus lain, jika kelompok nada itu terdiri dari tetrakord, kelompok nada, dan tonalitas yang berbeda. Namun tetap terdapat satu nada nukleus. Selanjutnya, Al-Farabi membuat kategori-kategori gerak melodi dalam bahasa Arab, yaitu256: (1) al-nuqlah ‘ala istiqamah, artinya adalah gerak langsung atau rektilinier, yaitu gerakan yang tidak kembali ke nada awalnya; (2) al-nuqlah ‘ala in’itaf, artinya gerak berlipat, bertukar, melengkung, dan berkeliling. Artinya dalam melodi adalah kembali ke nada awal; (3) al-nuqlah

‘ala istidarah, artinya gerakan sirkular, berputar. Dalam melodi artinya kembali ke nada awal dan gerakannya terus diulang; (4) al-nuqlah ‘ala in’iraj, artinya adalah gerakan pembiasan atau deviasi—dalam melodi maksudnya adalah kembali ke nada awal, tetapi tidak sejauh gerak-gerak pertamanya; (5) al-nuqlah bi-in gerak melodi yang memperluas gerak sebelumnya, baik ke arah atas maupun ke bawah dengan nada awal yang berubah-ubah pula. Menurut Al-Farabi, gerak-gerak melodi di atas boleh saja saling dipadukan dengan menjaga rasa musik.

255 Ibid. 256 Ibid.

Universitas Sumatera Utara Dalam membahas teori, selain sistem modal dengan menggunakan tetrakord dalam tangga nada heptatonik, Al-Farabi juga menganalisis sistem-sistem maqam yang ada di dunia Islam, seperti maqam: rast, bayati, husaini, jiharkah, hijaz, sikkah, dukah, sikahirah, dan lainnya yang menjadi dasar komposisi musik dunia

Islam. Ia juga mengkaji modus-modus ritmik seperti: ramal maia, wahdah wa nifs

(maksum), cahar mezarb, zarbi, iqa’at, durub, usul, dan mazim. Dalam membahas alat-alat musik, ia memfokuskan kajian secara detil tentang alat musik ‘ud (lute petik) sebagai asas dari penciptaan maqam dan melodi. Alat seperti ini yang diuraikannya dapat menurunkan tangga-tangga nada seperti yang dilakukan oleh

Phytagoras dari Yunani dengan membagi proporsi matematis senarnya. Sistem ini kemudian dalam etnomusikologi dikategorikan sebagai sistem devisif

(pembagian). Dalam buku ini, memang unsur logika memang begitu menonjol dituangkannya, namun ia juga berharap bahwa jangan melupakan unsur perasaan dan spiritualitas dalam mengembangkan seni musik. Bagaimanapun, musik itu adalah bagian dari totalitas ajaran Islam dalam rangka tauhid kepada Allah.

Demikian menurut pandangan Al-Farabi. Selanjutnya bagaimana konsep-konsep estetika musik dunia Melayu.

Dalam musik Melayu, estetikanya secara umum dikonsepkan sebagai lembut menyahdu. Artinya ialah bahwa suara musik yang dihasilkan adalah berdinamik lirih, dengan ayunan nada-nada sedemikian rupa, dan dapat menggetarkan perasaan seniman maupun pendengarnya. Selain itu dalam dunia

Melayu yang terdiri dari kawasan kepulauan, alam sekitar menjadi bagian dalam mengkonsepkan estetika musik. Mereka menyebutnya dengan kembali ke alam

Universitas Sumatera Utara semula jadi, atau alam terkembang menjadi guru. Pukulan-pukulan rebana atau alat musik perkusi lain, serta gesekan rebab dan biola umumnya adalah mengikuti dan mengimitasi suara-suara alam sekitar. Dalam menghasilkan melodi, orang- orang Melayu selalu mengimitasi alunan ombak atau desir pohon-pohon nyiur di pantai, yang kemudian dikenali sebagai gerenek, cengkok, dan patah lagu.

Gerenek adalah sebuah ide estetika musik dalam menghasilkan melodi dengan densitas nada yang relatif rapat, cengkok dengan alunan nada-nada, dan patah lagu adalah memberikan tekanan ritme pada nada-nada terutama yang terletak pada pukulan down beat.

Dalam bidang tempo musik, orang Melayu mengenal pembagian tempo yang lambat, sedang, dan cepat. Tempo ini menggambarkan rentak dalam kehidupan manusia di dunia ini. Tempo lambat contohnya diwakili oleh rentak senandung atau asli. Tempo sedang diwakili rentak inang atau mak inang, zapin, dan ghazal. Rentak yang cepat diwakili oleh rentak joget dan ronggeng. Seniman

Melayu mengakui bahwa dalam hidup ini harus terus maju seperti majunya siklus rentak dalam musik, dinamis dan kreatif.

Keindahan bunyi-bunyian dalam musik Melayu umumnya diwakili oleh musik pembawa melodi, pembawa ritme, dan pembawa fungtuasi ritme. Ide naturalisme ini juga terdapat dalam konsep pelarasan alat-alat musik melodis yang disebut dengan istilah adun. Adun adalah sebuah ide pelarasan alat-alat musik pembawa melodi dalam budaya Melayu, yang merupakan imitasi dari suara-suara yang ada di alam. Misalnya untuk melaras senar rebab, dikenal dengan istilah suara mersik dan garau—untuk senar satu dan dua. Untuk biola dikenal suara

Universitas Sumatera Utara mersik, garau, garau alang, dan gahung, untuk masing-masing senar satu, dua, tiga, dan empat. Di Eropa, untuk senar biola ini standarnya adalah nada E,A,D, dan G. Istilah mersik, garau, garau alang, dan gahung adalah imitasi dari suara yang ada di alam ini. Mersik suara yang melengking, garau dan garau alang adalah gesekan antara pepohonan atau semak belukar, dan gahung adalah bunyi bulat semacam gong. Selanjutnya kita lihat apakah zapin itu?

3.13 Zapin di Wilayah Budaya Serdang

Dalam sejarah Islam di Asia Tenggara, khususnya Dunia Melayu, zapin menyebar ke semua penjuru Nusantara, seperti di Semenanjung Malaysia, Riau,

Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Jambi, Lampung, Sumatera Selatan, Bangka

Belitung, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan lain-lainnya. Persebaran zapin ini amatlah didukung oleh para penyebar agama Islam di Nusantara, karena zapin dipandang sebagai ekspresi seni Islam. Kini salah satu negeri Melayu yaitu Johor menetapkan zapin sebagai tarian identitas kawasan itu yang juga telah menjadi tarian nasional Malaysia. Kawasan-kawasan lain juga tidak tinggal diam dalam konteks mewarisi seni zapin ini. Setiap kali ada festival tari atau musik Melayu, berbagai kawasan Dunia Melayu selalu mempagelarkan seni zapin sebagai identitas kawasannya. Misalnya dalam kegiatan Pesta Gendang Nusantara di

Melaka, Festival Tari Melayu di Palembang, Festival Zapin di Johor, Pesta

Khatulistiwa di Kalimantan Barat, Pesta Budaya Melayu di Medan, dan lain- lainnya. (wawancara Takari, Januari 2011)

Universitas Sumatera Utara Secara etimologis, kata zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki berbagai makna. Kata zapin sendiri berkaitan dengan kata-kata turunan seperti zafa, zaffa, zafana, zaffan, dan lain-lainnya. Kalau ditelisik lebih jauh, memang kesemua kata itu dalam bahasa Arab memiliki hubungan dengan kata tari dalam bahasa Melayu. Namun sebelum dibedah maknanya, alangkah baik kita lihat dahulu apa arti zapin dalam wikipedia Indonesia.

Zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "Zafn" yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan khasanah tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. Musik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari Zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapinnya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung Malaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam (sumber: http//id.wikipedia. org/wiki/Zapin)

Berdasarkan kutipan seperti terurai di atas, maka dapat dikatakan bahwa istilah zapin berasal dari bahasa Arab. Kemudian zapin adalah salah satu tari

Melayu, yang diadopsi dari Arab. Zapin adalah media enkulturasi dakwah Islam.

Ensambel musik terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi adalah musik petik (gambus atau ‘ud) dan pembawa ritme yaitu tiga buah alat pukul kecil

(maksudnya gendang marwas). Awalnya ditarikan lelaki, akhirnya perempuan, atau campuran laki-laki dan perempuan. Ragam tari berkembang dan tari ini muncul di Alam Melayu. Kemudian seorang profesor tarian Melayu Mohd Anis

Universitas Sumatera Utara Md Nor menguraikan secara panjang lebar tentang arti kata zapin ini dan kata- kata turunannya.

Menurut kajian Mohd Anis Md Nor257, bahwa di Dunia Melayu zapin adalah sebuah genre seni pertunjukan yang di dalamnya menampilkan tarian dan musik sekaligus. Biasanya tarian zapin dipersembahkan oleh penari lelaki. Seperti yang dikutipnya dari Winsted, kata zapin berasal dari bahasa Arab, yang banyak digunakan oleh orang Melayu Johor. Zapin dalam bahasa Arab ini menurut

Wilkinson adalah tarian yang dilakukan dua orang penari laki-laki. Kata turunan zapin yaitu zaffa maknanya adalah sehelai kain yang dibawa oleh pengantin wanita kepada mempelai lelaki dalam prosesi pernikahan. Kemungkinan besar pula istilah zapin ini disesuaikan dengan lidah Melayu sehingga kemungkinan bisa memiliki arti lain. Namun arti-arti itu jika ditelusuri dari bahasa Arab memiliki makna yang dekat, seperti maknanya adalah upacara pernikahan atau menari untuk upacara pernikahan. Kata zapin ini pula tidak dapat dihubungkan dengan kegiatan menari yang bertujuan memperoleh uang yang disebut dengan kegiatan raqasa. Zapin berhubung erat dengan tari yang dipersembahkan pada upacara pernikahan. Dengan demikian, zapin memuat penuh ajaran-ajaran Islam, yaitu memperbolehkan menari di majelis pernikahan (walimatul ursy)

Dalam ajaran agama Islam, lagu dan tari boleh dilakukan pada tempat dan situasi tertentu, atas panduan Rasulullah s.a.w. Antara diperbolehkannya kegiatan menyanyikan lagu dan tari itu menurut perspektif Islam, dapat dilihat dalam dua hadits yang dikutip berikut ini.

257 Mohd Anis Md Nor. Zapin Melayu di Nusantara, (Kuala Lumpur: Yayasan Warisan Johor, 2000), hal., 84-85.

Universitas Sumatera Utara

Artinya: Diriwayatkan oleh Abu Hurairah: “Bahawa Umar melihat Hassan menyanyikan lagu di dalam masjid, langsung ditegurnya, tetapi Hassan menjawab: “Saya pernah menyanyi dan orang yang lebih baik (Rasulullah SAW..) dari kamu berada di sampingku.” (Hadits Riwayat Muslim, Fadlail Shahabah: 4539).

Artinya: Dari Abi Hurairah berkata: “Rasulullah s.a.w. masuk ke masjid, di situ ada para habasyah/negro sedang menari-nari (mempersembahkan tari), diherdiklah mereka oleh Umar.” Nabi s.a.w. mengatakan: “Biarkanlah hai Umar, mereka adalah Bani Arfidah.” (Hadis Riwayat Ahmad: 10544).

Sesuai dengan asal-usul katanya, zapin jelas menjadi bahagian dari kebudayaan Islam, yaitu tarian dalam konteks upacara perkawinan. Namun di

Nusantara ini, selain istilah zapin, lazim juga digunakan istilah marawis.

Pertunjukannya sama dengan zapin dan merujuk seni yang sama dengan zapin, namun menggunakan istilah yang berbeda saja. Kalau zapin maknanya adalah

Universitas Sumatera Utara lebih menekankan kepada tarian, maka marawis adalah lebih menekankan kepada salah satu alat musik membranofon dua sisi yang lazim digunakan dalam seni zapin. Apa itu marawis, lihat kutipan berikut ini.

Marawis adalah salah satu jenis "band tepuk" dengan perkusi sebagai alat musik utamanya. Musik ini merupakan kolaborasi antara kesenian Timur Tengah dan Betawi, dan memiliki unsur keagamaan yang kental. Itu tercermin dari berbagai lirik lagu yang dibawakan yang merupakan pujian dan kecintaan kepada Sang Pencipta. Kesenian marawis berasal dari negara timur tengah terutama dari Yaman. Nama marawis diambil dari nama salah satu alat musik yang dipergunakan dalam kesenian ini. Secara keseluruhan, musik ini menggunakan hajir (gendang besar) berdiameter 45 Cm dengan tinggi 60-70 Cm, marawis (gendang kecil) berdiameter 20 Cm dengan tinggi 19 Cm, dumbuk (sejenis gendang yang berbentuk seperti dandang, memiliki diameter yang berbeda pada kedua sisinya), serta dua potong kayu bulat berdiameter sepuluh sentimeter. Kadang kala perkusi dilengkapi dengan tamborin atau krecek. Lagu-lagu yang berirama gambus atau padang pasir dinyanyikan sambil diiringi jenis pukulan tertentu Dalam Katalog Pekan Musik Daerah, Dinas Kebudayaan DKI, 1997, terdapat tiga jenis pukulan atau nada, yaitu zapin, sarah, dan zahefah. Pukulan zapin mengiringi lagu-lagu gembira pada saat pentas di panggung, seperti lagu berbalas pantun. Nada zapin adalah nada yang sering digunakan untuk mengiringi lagu-lagu pujian kepada Nabi Muhammad SAW (shalawat). Tempo nada zafin lebih lambat dan tidak terlalu menghentak, sehingga banyak juga digunakan dalam mengiringi lagu-lagu Melayu. Pukulan sarah dipakai untuk mengarak pengantin. Sedangkan zahefah mengiringi lagu di majlis. Kedua nada itu lebih banyak digunakan untuk irama yang menghentak dan membangkitkan semangat. Dalam marawis juga dikenal istilah ngepang yang artinya berbalasan memukul dan ngangkat. Selain mengiringi acara hajatan seperti sunatan dan pesta perkawinan, marawis juga kerap dipentaskan dalam acara-acara seni-budaya Islam.Musik ini dimainkan oleh minimal sepuluh orang. Setiap orang memainkan satu buah alat sambil bernyanyi. Terkadang, untuk membangkitkan semangat, beberapa orang dari kelompok tersebut bergerak sesuai dengan irama lagu. Semua pemainnya pria, dengan busana gamis dan celana panjang, serta berpeci. Uniknya, pemain marawis bersifat turun temurun. Sebagian besar masih dalam hubungan darah--kakek, cucu, dan keponakan. Sekarang hampir di setiap wilayah terdapat marawis (sumber: http://id.wikipedia.org)

Universitas Sumatera Utara Jadi marawis seperti kutipan di atas, adalah sama pertunjukannya dengan zapin, namun marawis ini lebih bergaya zapin Arab, belum masuk ke dalamnya zapin Melayu. Istilah marawis itu sendiri adalah alat musik pembawa ritme, semenara arti zapin lebih cenderung bermakna tariannya. Dua istilah untuk menyebutkan hal yang sama ini, mungkin saja terjadi dalam bidang kesenian. Jadi dengan demikian antara zapin dengan marawis secara harfiah memang memiliki makna yang berbeda, namun secara budaya memiliki makna dan konteks yang sama atau hampir sama.

Zapin yang datang ke Nusantara ini diperkirakan sama datangnya dengan persebaran Islam di kawasan ini, yang densitasnya begitu masif di abad ke-13.

Kawasan mana yang lebih dahulu menerima zapin di Nusantara ini belumlah banyak diungkap oleh para pakar sejarah seni. Namun demikian, sesuai dengan gelombang pengislaman Nusantara, maka kawasan Dunia Melayu sebelah barat kemungkinan besar lebih dahulu menerima seni-seni pertunjukan Islam. Walau bukti-bukti sejarah ke arah itu masih perlu terus digali dan dicari.

Pada tahun 1950 residensi Sumatera Timur digabung dengan residensi

Tapanuli di pantai barat Sumatera menjadi Propinsi Sumatera Utara dengan ibukotanya di Lubuk Pakam (bekas ibukota Kerajaan Serdang).

Di daerah Serdang sangat populer sejak dahulu seni musik dan tari Islam yang kemudian dianggap sebagai milik orang Melayu karena telah beradaptasi dengan ciri dan jati diri orang Melayu disini. Sudah merupakan suatu kenyataan bahwa seni musik dan tari Islam didapatkan melalui proses pembelajaran baik oral maupun tulisan dari pesantren-pesantren yang ada di wilayah Serdang. Di Serdang

Universitas Sumatera Utara selain musik “Barodah” (Hadrah) sejak zaman dahulu telah populer tarian Zapin yang artinya dalam bahasa Arab ialah tarian yang menghentakkan kaki dengan keras.(wawancara dengan Tengku Luckman Sinar 28 Desember 2010). Tarian

Zapin ini sangat erat hubungannya dengan Gambus bahkan tarian itu di Serdang dikenal dengan nama tarian Gambus. Gambus ialah alat musik petik yang mempunyai tiga senar ganda dan satu senar tunggal, yang berasal dari Yaman

(Timur Tengah), sedangkan di Zanzibar bernama Gabbus dan si Asia Tengah bernama Kopuz. Menurut cerita Hamzah Ahmed (Tempo, 29 Desember 1984)258, istilah Zapin muncul pada sekitar abad ke-6 M, ketika terjadi peperangan dengan orang-orang kafir Mekah, dimana pada waktu itu puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi Muhammad untuk hijrah ke Madinah, namun Nabi Muhammad menolaknya, sehingga terjadi perdebatan, namun tak lama kemudian Nabi menunjuk Saidina Ali untuk menjadi wali pengasuh puteri Saidina Hamzah, yang kemudian Saidina Ali dengan girangnya menari dengan mengangkat kaki.

Begitulah ceritanya menurut Hamzah. Kemudian hal yang menyatakan bahwasanya Zapin itu berasal dari Arab (Timur Tengah) adalah pernyataan dari wawancara T. Luckman Sinar, S.H., dengan Tengku Muzier yakni seorang pemimpin band kelompok musik brass band Tuanku Sultan Sulaiman yang telah berusia 75 tahun pada tahun 1975259. Beliau mengatakan bahwa menurut cerita yang diperolehnya dari orang-orang tua dahulu sewaktu ia masih kanak-kanak,

258 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., 28 Desember 2010, “Zapin/Gambus di Wilayah Kabupaten Deli – Serdang (Sumatera Utara)”, makalah Seminar & Bengkel Tari Zapin Nusantara, di Hotel Tiara Convention Center, Medan, hal., 14. 259 Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., 28 Desember 2010, “Zapin/Gambus di Wilayah Kabupaten Deli – Serdang (Sumatera Utara)”, makalah Seminar & Bengkel Tari Zapin Nusantara, di Hotel Tiara Convention Center, Medan, hal., 15.

Universitas Sumatera Utara Zapin ini dibawa oleh saudagar-saudagar Arab dari India ke Serdang. Nah pernyataan ini memperkuat seperti yang telah saya paparkan pada Bab II dalam tulisan ini mengenai Kerajaan Haru, bahwa pendiri dari pada Kerajaan Deli, nenek moyang Sultan Serdang dan Sultan Deli ialah Tuanku Sri Paduka Gocah

Pahlawan berasal dari India.

Di daerah Serdang ini juga ditemukan nama-nama yang ada kaitannya dengan Islam seperti, ada nama kampung di Serdang yang bernama “Firdaus”,

“Bandar Khalipah”, dan sebagainya260. Kesenian Zapin di masa Kesultanan

Sulaiman Syariful Alamsyah yang tidak lain adalah pemegang tahta kesultanan

Serdang yang ke-V periode 1866 – 1946, adalah masa keemasan bagi kesenian

Zapin. Di masa inilah setiap tahun oleh Tuanku Sultan Sulaiman diadakan festival

Zapin group-group musik dan penari Zapin/Gambus, dimana para pemenangnya selain diberi hadiah dapat tampil dalam Istana Kota Galuh yaitu Istana Kesultanan

Tuanku Sulaiman, dan juga diangkat sebagai kelompok Zapin dari Istana yang diatur oleh petugas khusus Istana yang bernama Tengku Gambus. Selanjutnya penulis juga melakukan wawancara terhadap Singah bin Zakaria, seorang tokoh

Zapin dari Serdang, namun berhubung beliau sudah meninggal dunia maka penulis mewawancarai keluarga Singah bin Zakaria yang masih hidup yaitu : istrinya yang bernama Dauwiyah binti Alang yang telah berusia 72 tahun.

Almarhum Singah bin Zakaria ini adalah sorang polisi dulunya. (wawancara pada bulan Maret, 2011)

260 Ibid.

Universitas Sumatera Utara Beliau lahir pada tanggal 01 Februari 1922 dan meninggal sekitar tahun

2000, dan dikuburkan di belakang Mesjid Istiqamal, Perbaungan. Beliau ini dulunya bertugas sebagai polisi merangkap guru, penari, dan yang terakhir diangkat sebagai Penghulu atau Kepala desa di daerah Perbaungan. Beliau pensiun dari polisi sekitar tahun 1968-1969 dan kemudian diangkat sebagai penghulu sampai tahun 1985. Sedangkan istrinya bekerja sebagai perawat dan merangkap penyanyi Zapin. Almarhum Singah bin Zakaria ini mempunyai delapan orang anak yang bernama: (1) Charul Bakti bin Singah bin Zakaria, (2)

Ridwan Bakti bin Singah bin Zakaria; (3) Edi Anwar Bakti bin Singah bin

Zakaria; (4) Yuspita binti Singah bin Zakaria (Almarhum); (5) Muhammad Zen bin Singah bin Zakaria; (6) Khaidir bin Singah bin Zakaria; (7) Mak Bob bin

Singah bin Zakaria; (8) Ilham bin Singah bin Zakaria

Ibu Dauwiyah ini bercerita bahwa suaminya ini belajar Zapin dari Ayah dari ibu Dauwiyah itu sendiri yang tidak lain adalah mertua almarhum Singah bin

Zakaria. yakni Datuk Alang atau dinamakan juga Wak Alang yang pada masa

Kesultanan Tuanku Sulaiman, Raja Serdang yang ke-V, bekerja sebagai tukang pangkas Istana. Datuk Alang ini pandai menari dan bermusik Zapin dan kemudian mengajari menantunya berZapin. Begitulah ceritanya maka Almarhum Singah bin

Zakaria ini menjadi tokoh Zapin di Serdang. Kemudian anak-anaknya yang juga sebagai penari Zapin di wilayah pasar bengkel, Perbaungan, yakni : Chairul Bakti bin Singah bin Zakaria dan Edi Anwar Bakti. Mereka ini tergabung kedalam komunitas seni Zapin dari bengkel yang mempunyai anggota, antara lain bernama:

(1) Nasri Effhaz bin A. Saari alias bang Cici (pemain Gambus); (2) H. Abubakar

Universitas Sumatera Utara (pemain biola); (3) Rizky Faisal (pemain marwas); (4) Hendra Irawan (pemain marwas); (5) Heru Winarto (pemain gendang), dan (6) Hilmi Nazla (pemain marwas).

Alat-alat musik yang dipergunakan dalam komunitas Zapin yang ada di pasar bengkel ini antara lain ialah: satu buah gambus; satu buah akordeon; lima buah marwas; satu buah marakas; satu buah tambourine; satu buah gendang ronggeng; satu buah biola; dan satu buah seruling

Menurut penjelasan ibu Dauwiyah (wawancara 11 Juni 2011) yang merupakan isteri Alamrhum Singah bin Zakaria bahwa zapin yang ada di

Kesultanan Serdang datang langsung dari Tanah Arab. Ibu Dauwiyah juga bercerita bahwa dulu ada seorang Melayu keturunan Jawa pergi ke Tanah Suci

Mekah di abad ke-19 belajar ilmu agama dan seni termasuk zapin dari sana dan kemudian mengembangkannya di Serdang. Tokoh itu bernama Haji Razali.

Namun Beliau ini hanyalah rakyat biasa dan tidak termasuk ke dalam kelompok kesenian Zapin Istana. Dan kemudian ketika ibu Dauwiyah ini pergi naik Haji ke

Mekah pada tahun 1994, ibu ini bertemu dengan cucu dari Haji Razali yang berada dan berdomisili di Mekah.

Bahkan pendapat Almarhum Singah bin Zakaria tentang seni zapin ini dikutip oleh Mohd Anis Md Noor261 sebagai berikut.

Kami menari untuk Tuanku sekurang-kurangnya dua kali sebulan. Tuanku suka sekali sama Gambus. Ada tempat seperti kotak di hadapan singgasana, dari Kepala Gajah. Tuanku mau melihat

261 Mohd Anis Md Nor, “The Zafin Melayu Dance of Johor: From Village to A National Performance Tradition.” Disertasi Doktoral. Michigan: The University of Michigan, 1990, hal., 90.

Universitas Sumatera Utara semua pemain: Wak Pian, Alang, Ja’apar Buta, Noh, Mail semuanya peningkah. Tengku Tobo, pemusik semua duduk di muka. Kami harus di samping, tidak dibenarkan seorang pun memberi belakang kepada penonton. Kotak tempat kami bermain itu dipagar keliling dan diikat sama kain kuning. Itu satu penghormatan menari di muka Tuanku, tapi kami ngeri. Tuanku kuat disiplin. Kami terpaksa kerja keras. Kalau saja kami juara satu dalam pertandingan, Tuanku mengadakan perayaan selama dua hari dua malam. Kami makan roti jala, kari, dan meronggeng. Hebat waktu itu.

Demikian penjelasan Almarhum Singah bin Zakaria mengenai sedikit memorinya sebagai penari zapin yang menari di muka Sultan Serdang saat itu.

Tampak dari penjelasannya bahwa Sultan Serdang sangat gemar dengan kesenian.

Selain itu menurut Yose Rizal Firdaus (wawancara 28 Desember 2010) bahwa Zapin adalah genre kesenian Melayu yang berasal dari Jazirah Arab yang masuk ke wilayah Nusantara bersamaan dengan berkembangnya agama Islam di

Nusantara ini. Menurut beliau ini ada dua jenis zapin yang ada di Nusantara ini, yaitu : zapin yang langsung datang dari Yaman atau Hadralmaut yang dikenal dengan sebutan zapin Arab atau Sarah atau Hadralmaut, dengan ciri-ciri sebagai berikut, gerakannya sangat dominan pada gerakan kaki, dinamis, cenderung maju, mundur, dan berputar, mengikuti irama dari ritem gendang. Irama musiknya cepat atau kencang. Syairnya berisi tentang riwayat Rasulullah. Penari dan pemusiknya laki-laki. Repertoar lagu umumnya berbahasa Arab. Sedangkan yang kedua datang dari Arab tetapi tidak langsung ke Nusantara, melainkan melalui India oleh para pedagang dan pelaut Gujarat, baru ke Nusantara. Ciri-ciri zapin yang kedua ini adalah gerakan tarinya dipengaruhi gerakan-gerakan dari India serta bercampur dengan gerakan yang ada di daerah dimana tari tersebut masuk. Sudah ada gerakan tangan meskipun lebih dominan gerakan kaki. Lagu iringannya sudah

Universitas Sumatera Utara berbahasa Melayu tetapi syairnya tetap berisi tentang riwayat Rasulullah. Bentuk yang kedua ini disebut dengan zapin Melayu.

Universitas Sumatera Utara BAB IV

FUNGSI DAN GUNA ZAPIN

4.1 Pengertian Fungsi dan Guna dari Para Ilmuwan

Menurut Lorimer et al.262, teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang digunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan kepada kebergantungan institusi dengan kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar. Dalam masyarakat yang lebih sederhana, masyarakat tribal, penyertaan dalam upacara keagamaan berfungsi untuk mendukung kesatuan sosial dalam kelompok manusia yang berhubungan kekerabatannya.

Sebagai contoh, masyarakat Melayu di wilayah budaya Serdang, agama dan pihak kesultanan mendukung nilai-nilai seni yang ada pada kesenian zapin difungsikan untuk mendukung kegiatan politik kesultanan, hajatan perkawinan, dakwah agama, proses sunatan, dan sebagainya.

Dalam membicarakan fungsi dan guna zapin penulis tidak terlepas dari 2 pakar fungsionalisme yaitu, dalam bidang sosiologi ada Talcott Parson dan Robert

Merton, kemudian dalam disiplin antropologi ada Malinowski dan Radcliffe-

Brown yang dipandang sebagai pendiri teori fungsionalisme, maka dalam etnomusikologi ada seorang tokoh fungsionalisme yang sangat penting, dan menjadi rujukan utama jika mengkaji fungsi musik (kesenian atau kebudayaan)

262 Lawrence T. Lorimer et al., 1991, Grolier Encyclopedia of Knowledge (vol 1-20). Danburry, Connecticut: Grolier Inc.hal., 112-113, dalam Ben.M.Pasaribu, “Arkeomusikologi”, (Balai Arkeologi Medan, 2008), hal., 64-64.

Universitas Sumatera Utara dalam konteks masyarakat pendukungnya. Dia adalah Alan P. Merriam, etnomusikolog dari Amerika Serikat.

Malinowski membedakan fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi, yaitu:

(1) fungsi sosial dari suatu adat, institusi sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau kesannya terhadap adat, prilaku manusia dan institusi sosial yang lain dalam masyarakat; (2) fungsi sosial dari suatu adat, institusi sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau kesannya terhadap keperluan suatu adat atau institusi lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang terlibat; dan (3) fungsi sosial dari suatu adat atau institusi sosial pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau kesannya terhadap keperluan mutlak untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial tertentu.263

Kemudian Malinowski264 juga mengemukakan teori fungsional tentang kebudayaan. Kegemaran Malinowski terhadap ilmu psikologi juga tampak ketika dia mengujungi University Yale di Amerika Serikat selama setahun, pada tahun

1935. Di sana dia bertemu dengan ahli-ahli psikologi seperti J. Dollard, yang ketika itu sedang mengembangkan serangkaian penelitian mengenai proses belajar. Menurut sarjana psikologi dari Yale itu, dasar dari proses belajar adalah tidak lain ulangan-ulangan dari reaksi-reaksi suatu organisme terhadap gejala- gejala dari luar dirinya, yang terjadi sedemikian rupa sehingga salah satu keperluan naluri dari organisme tadi dapat dipuaskan. Teori belajar, atau learning

263 Malinowski, “Teori Fungsional dan Struktural,” dalam Sejarah Teori Antroplologi I Koentjaraningrat (ed.), (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1987), hal., 167. 264 Ibid, hal., 170.

Universitas Sumatera Utara theory, ini sangat menarik perhatian Malinowski, sehingga dipakainya untuk memberi dasar pasti bagi pemikirannya terhadap hubungan-hubungan berfungsi dari unsur-unsur sebuah kebudayaan.

Seperti yang publik telah ketahui, ketika Malinowski awal kali menulis karangan-karangannya tentang pelbagai aspek masyarakat Trobiand sebagai satu kesatuan, dia tidak sengaja mengenalkan pandangan yang baru dalam ilmu antropologi. Namun reaksi dari kalangan ilmu itu memberinya dorongan untuk mengembangkan suatu teori tentang fungsi dari unsur-unsur kebudayaan manusia.

Oleh karena itu, dengan menggunakan learning theory sebagai dasarnya,

Malinowski mengembangkan teori fungsionalismenya, yang baru terbit sesudah ia meninggal dunia. Bukunya bertajuk A Scientific Theory of Culture and Other

Essays (1944)265. Dalam buku ini Malinowski mengembangkan teori tentang fungsi unsur-unsur kebudayaan yang sangat kompleks. Namun inti dari teori itu adalah pendirian bahwa segala kegiatan kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan satu rangkaian kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu usur kebudayaan, terjadi karena manusia ingin memuaskan keperluan nalurinya akan keindahan. Ilmu juga timbul karena keperluan naluri manusia untuk ingin tahu.

Teknologi muncul karena manusia ingin mudah dalam melakukan aktivitasnya,

Namun banyak juga kegiatan kebudayaan terjadi karena kombinasi dari beberapa macam keperluan itu. Dengan paham ini, kata Malinowski, seseorang peneliti dapat mengkaji dan menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat

265 Ibid, hal., 171.

Universitas Sumatera Utara dan kebudayaan manusia. Seterusnya, yang terpenting dari inti pemikiran

Malinowski ini adalah aspek prilaku sosial yang berkembang adalah untuk memuaskan keinginan individu.

Dalam kaitannya dengan tulisan saya ini, di dalam zapin ini terdapat aspek keindahan, terutama gerakan tarinya, jadi pada dasarnya masyarakat Melayu berzapin untuk memuaskan keinginannya akan menari, selain ingin dapat tampil di hadapan Raja pada waktu dulunya (dalam hal ini merupakan suatu kebanggaan jika dapat tampil di dalam Istana), sampai pada kebutuhan untuk perhelatan perkawinan, sunat rasul, dakwah, dan sebagainya, dalam masyarakat Melayu wilayah budaya Serdang khususnya.

Sedangkan Arthur Reginald Radcliffe-Brown merasa bahwa pelbagai aspek prilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan keinginan individual, tetapi justru timbul untuk mempertahankan struktur sosial masyarakat.

Struktur sosial sebuah masyarakat adalah keseluruhan jaringan dari hubungan- hubungan sosial yang ada266.

Sebuah contoh nyata pendekatan yang bersifat struktural-fungsional dari

Radcliffe-Brown adalah kajiannya mengenai cara penanggulangan ketegangan sosial yang terjadi di antara orang-orang yang terikat karena faktor perkawinan, yang terdapat dalam pelbagai masyarakat yang berbeda. Untuk mengurangi kemungkinan ketegangan di antara orang-orang yang mempunyai hubungan kekerabatan karena perkawinan, misalnya orang beripar atau berbesanan. Dia menjelaskan bahwa masyarakat bisa melakukan satu dari dua cara sebagai berikut:

266 A.R. Radcliffe-Brown, “Teori Fungsional dan Struktural,” dalam Sejarah Teori Antroplologi I, Koentjaraningrat (ed.), (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1987), hal., 180- 183.

Universitas Sumatera Utara pertama dibuat peraturan yang ketat yang tidak membuka kesempatan bertemu muka antara orang yang mempunyai hubungan ipar atau mertua seperti halnya pada suku Indian Navaho di Amerika Serikat267, yang melarang seorang menantu laki-laki bertemu muka dengan mertua perempuannya dan kasus seperti ini juga sama persis terjadi di Indonesia khususnya pada etnik Karo di Sumatera Utara.

Kemudian, yang kedua, hubungan itu dianggap sebagai hubungan berkelakar seperti yang terdapat pada orang-orang Amerika kulit putih yang mengenal banyak lelucon tentang ibu mertua. Dengan begitu, konflik di antara anggota keluarga dapat dihindarkan, dan norma budaya, yaitu aturan ketat pada orang

Navaho dan lelucon pada orang kulit putih Amerika, berfungsi dalam menjaga kesatuan sosial masyarakatnya. Dan kaitannya pada tulisan saya ini dengan diadakannya zapin pada perhelatan perkawinan, sunat rasul, dakwah, dan sebagainya, adalah untuk mempererat dan menjaga kesatuan sistem kekerabatan pada masyarakat Melayu dalam wilayah budaya Serdang khususnya.

Selanjutnya penulis juga menggunakan teori fungsi Talcott Parsons. Ia melahirkan teori fungsional tentang perubahan. Seperti para pendahulunya,

Parsons juga menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya pertumbuhan pada mahkluk hidup. Komponen utama pemikiran Parsons adalah adanya proses diferensiasi. Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekelompok subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika

267 www.google.com

Universitas Sumatera Utara masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya.

Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan. Bahasan tentang struktural fungsional

Parsons268 ini akan diawali dengan empat fungsi yang penting untuk semua sistem tindakan. Suatu fungsi adalah kelompok kegiatan yang ditujukan pada pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Parsons menyampaikan empat fungsi yang harus dimiliki oleh sebuah sistem agar mampu bertahan, yaitu:

5. Adaptasi, sebuah sistem harus mampu menanggulangi situasi eksternal

yang gawat. Sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

6. Pencapaian, sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan

utamanya.

7. Integrasi, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang

menjadi komponennya. Sistem juga harus dapat mengelola hubungan

antara ketiga fungsi penting lainnya.

8. Pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan

memperbaiki motivasi individual maupun pola-pola kultural yang

menciptakan dan menopang motivasi.

Kaitannya dalam tulisan saya ini adalah dalam hal adaptasi, zapin yang berasal dari Arab (Yaman) telah beradaptasi ketika sampai di Nusantara ini, sesuai dengan di wilayah mana ia masuk. Kemudian zapin juga terintegrasi dengan baik

268 www.wikipedia.org

Universitas Sumatera Utara pada masyarakat Melayu di Dunia Melayu maupun dalam wilayah budaya

Serdang khususnya.

Alan P. Merriam yaitu, etnomusikolog dari Amerika Serikat, dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para ahli etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan

(the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktek yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian dari pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain. Lebih jauh

Merriam269 menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut,

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and particularly the broader purpose which it serves.

269 Allan. P Merriam, The Anthropology of Music. (Chicago Nortwestern University, 1964), hal., 210.

Universitas Sumatera Utara Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagiannya. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu dapat dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia—[yaitu untuk memenuhi keinginan biologis bercinta, kawin dan berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia]. Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut behubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual dan kegiatan-kegiatan upacara.

“Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, selaras dengan Merriam, menurut penulis penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.

Dari kerangka berpikir di atas, selanjutnya Merriam mendeskripsikan bahwa sampai tahun 1964, penelitian yang dilakukan para etnomusikolog tentang fungsi musik dalam kehidupan masyarakat, memperlihatkan adanya 10 fungsi.

Kesepuluh fungsi musik itu adalah: (1) sebagai pengungkapan emosional, (2) sebagai penghayatan estetika, (3) sebagai hiburan, (4) sebagai komunikasi, (5)

Universitas Sumatera Utara sebagai perlambangan, (6) sebagai reaksi jasmani, (7) sebagai yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (8) sebagai pengabsahan lembaga sosial dan upacara agama, (9) sebagai kesinambungan kebudayaan, dan (10) sebagai pengintegrasian masyarakat270. Merriam menyatakan bahwa fungsi musik termasuk genre musik mungkin kurang dari sepuluh fungsinya atau boleh saja meluas lebih dari sepuluh fungsi tersebut.

Selain itu fungsi seni juga dikaji di bidang etnokoreologi (antropologi tari). Soedarsono seorang pakar sejarah seni dan ahli etnokoreologi, yang melihat fungsi seni, terutama dari hubungan praktis dan integratifnya, mereduksi tiga fungsi utama seni pertunjukan271, yaitu: (1) untuk kepentingan sosial atau sarana upacara; (2) sebagai ungkapan perasaan pribadi yang dapat menghibur diri dan (3) sebagai penyajian estetika. Pendapat Soedarsono ini sifatnya adalah induktif dan dia menggeneralisasikan pelbagai fungsi sosiobudaya seni.

Dalam bidang tari dan teater pula, fungsi tari bisa saja kita lihat sebagai ritual pubertas, sarana memohon hujan turun kepada Tuhan, menunjukkan keberadaan jenis kelamin tertentu, sebagai sarana komunikasi dengan roh-roh nenek moyang atau dunia gaib, sebagai simbol status sosial, sebagai pengiring ritual kelahiran, perkawinan, berkhitan, kematian, sarana perkenalan, ekspresi dorongan seksual, upacara kesuburan perempuan atau tanah, dan masih banyak

270 Ibid, hal., 219-226. 271 Soedarsono, R.M., 1985. “Peranan Seni Budaya dalam Sejarah Kebudayaan Manusia Kontinuitas dan Perubahannya”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 9 Oktober 1985. hal. 18-21. dalam Etnomusikologi, Jurnal Ilmu Pengetahuan Seni, Nomor 7, Medan : Departemen Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara, 4 Maret, 2008. hal., 44.

Universitas Sumatera Utara lagi yang lainnya. Demikian sekilas tentang teori fungsi di bidang etnomusikologi dan ilmu pertunjukan budaya lainnya.

4.2 Penggunaan Zapin

Penggunaan lagu dan tari zapin di kawasan Serdang Sumatera Utara mencakup pelbagai aktivias seperti: memeriahkan suasana pesta pernikahan, memeriahkan suasana pesta khitanan, festival-festival budaya, untuk mengiringi acara-acara peresmian,dan lain-lain. Berikut penulis akan menguraikan penggunaan zapin tersebut.

4.2.1 Upacara Pesta Kawin

Dalam kebudayaan Melayu Sumatera Utara, pernikahan merupakan kegiatan yang bersifat keagamaan dan adat sekaligus. Pernikahan secara konseptual, adalah penyatuan jasmani dan rohani antara lelaki dan perempuan yang diabsahkan sama ada oleh agama maupun norma-norma sosial. Dalam kebudayaan masyarakat Melayu Sumatera Utara pada upacara nikah kawin ini terdapat beberapa tahapan kegiatan: merisik kecik, merisik rasmi dan peminangan, menyorong tanda, jamu sukut, pernikahan menurut agama, berinai, perasmian secara adat, menghantar pengantin lelaki bersanding, dan mandi bedimbar272.

Penggunaan zapin dalam budaya Melayu Serdang Sumatera Utara dalam upacara pernikahan adalah pada saat kedua mempelai duduk di atas pelaminan.

Biasanya juga menggunakan seni joget atau ronggeng Melayu yang dilaksanakan

272 Tengku Lah Husni, Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986), hal., 120-181.

Universitas Sumatera Utara setelah lebih dahulu dipertunjukan seni barzanji, marhaban, dan nasyid. Para pengunjung meminta giliran untuk turut serta menari dan menyanyi ronggeng dengan menuliskan pada secarik kertas. Kemudian pembawa acara akan memanggil sesuai dengan giliran masing-masing pengunjung atau tetamu yang ingin menyanyi atau menari. Dalam konteks upacara nikah kawin ini, pengunjung yang menari tidak diwajibkan membeli tiket, karena biasanya pihak tuan rumah yang punya hajat, telah membayar honor kelompok joget.

Upacara perkawinan adat Melayu adalah sebagai suatu aktivitas yang menjadi identitas khas masyarakat Melayu. Di Sumatera Utara upacara perkawinan ini memiliki tahapan-tahapan khas. Aktivitas-aktivitas itu adalah seperti yang diuraikan berikut ini.

(a) Merisik kecil. Apabila sebuah keluarga mempunyai seorang anak laki- laki yang telah dewasa, maka biasanya orang tua selalu membicarakan jodoh anaknya. Umumnya pihak laki-laki yang akan mencari pasangan hidupnya, sedangkan pihak perempuan hanya menunggu datangnya seorang jejaka yang dapat menjadi pasangan hidupnya. Jika kedua orang tua daripada seorang pemuda telah mendapatkan calon jodoh untuk anaknya, maka secara diam-diam memanggil seorang wanita tua yang sudah biasa mengerjakan tugas sebagai telangkai (penghubung)273. Tugas wanita tua tersebut antara lain adalah melihat tingkah laku si gadis dan melihat kemungkinan penerimaan peminangan.

Menurut penjelasan informan peneliti, Encik Tairani, merisik tidak resmi ini dilakukan oleh penghulu telangkai tidak resmi, sedangkan penghulu telangkai

273 Syed Alwi bin Sheikh Al- hadi, Adat Resam Melayu dan Adat Istiadat, (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Tanah Melayu, 1960), hal., 20-22.

Universitas Sumatera Utara rasmi274 diangkat oleh pihak yang berkuasa, yaitu pihak keluarga yang memberi tugasan, dan tidak diberi upah. Biasanya sebagai jerih payahnya ia diberi sebuah kain selepas suatu upacara nikah kawin selesai.

Umumnya penghulu telangkai rasmi meneruskan pekerjaan yang dilakukan oleh penghulu telangkai tidak rasmi. Pertanyaan atau pembicaraan tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau diam-diam melainkan secara berterus terang oleh pihak laki-laki. Untuk merisik itu pun dilakukan oleh wanita tua sebagai perantara antara pihak perempuan dan laki-laki. Penghulu telangkai dikatakan sebagai jembatan maksud oleh pihak laki-laki atau perempuan.

Penghulu telangkai dan pihak perempuan serta pihak laki-laki yang mengiringinya memakai busana Melayu termasuk seni persembahan Melayu.

Setelah penghulu telangkai pulang, maka bermufakatlah keluarga si gadis apakah pinangan tersebut diterima atau tidak dengan sangat rahasia, tidak boleh didengar oleh orang luar, sebab kemungkinan ada pihak keluarga lain yang mempunyai anak gadis ingin menjodohkan anaknya juga. Sebelum keputusan diambil, maka keluarga si gadis tersebut mengirim seorang kepercayaannya untuk mencari keterangan asal-usul dan keadaan keluarga dari si pemuda untuk menjadi partimbangan. Apabila keterangan tersebut memuaskan, maka pihak si gadis memanggil beberapa kerabat dekat untuk meminta partimbangan dan keputusan.

Jika keputusan tersebut menerima risikan pertama, maka dikhabarkan kepada

274 Dalam kebudayaan Melayu Serdang Sumatera Utara, para penghulu telangkai ini membentuk sebuah organisasi sosial yaitu Persatuan Penghulu Telangkai Sumatera Utara, yang pada masa kini dipimpin oleh Tengku Syahdan. Mereka dapat hidup dan berkembang karena fungsi sosial dalam masyarakat Melayu Sumatera Utara yang memerlukan mereka dalam setiap upacara nikah kawin.

Universitas Sumatera Utara wanita penghulu telangkai pihak lelaki untuk datang ke rumah si gadis tersebut.

Selanjutnya diteruskan ke acara merisik rasmi dan meminang.

Merisik rasmi dan meminang275 ini menurut adat Melayu Sumatera Utara dilakukan oleh penghulu telangkai rasmi. Saat ini tentu saja pihak laki-laki ingin mengetahui apa saja syarat-syarat menurut adat dan agama Islam yang harus dipikul dan dipenuhi. Hal-hal yang menyangkut persyaratan tersebut diajukan dengan pasti oleh pihak perempuan kepada penghulu telangkai rasmi.

Selepas mendengar dan menerima keputusan daripada pihak perempuan, maka pihak laki-laki mengadakan mesyuarat di antara sanak keluarga untuk membicarakan masalah merisik dan meminang secara rasmi yang harinya telah disepakati bersama antara kedua belah pihak. Merisik dan meminang menurut adat dilakukan terpisah, masing-masing dilaksanakan dengan waktu yang berbeda, namun yang lazim dilakukan oleh orang banyak biasanya dilakukan sekaligus mengingat waktu dan tenaga yang besar. Oleh itu, banyak yang melakukan pekerjaan ini agar ringkas.

Risikan dan peminangan dilakukan oleh anak beru (menantu lelaki dan perempuan) serta beberapa orang tua laki-laki dan perempuan yang telah berumah tangga, jumlahnya sekitar 10 orang. Penghulu telangkai tugasnya adalah sebagai saksi sebab penghulu tersebut dahulunya sudah bertugas sebagai penghubung rasmi. Pada kunjungan acara risikan (peminangan), pihak laki-laki membawa tepak sirih yang akan ditujukan untuk acara tersebut. Jumlah tepak sirih276 yang

275 Syed Alwi bin Sheikh Al- hadi, 1960, Adat Resam Melayu dan Adat Istiadat, (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Tanah Melayu, 1960), hal., 24-30. 276 Ibid.

Universitas Sumatera Utara dibawa sedikitnya 5 buah, adakalanya 7 buah atau lebih. Di antara tepak tersebut adalah: (1) tepak pembuka atau tepak merisik; (2) tepak meminang; (3) tepak janji; (4) tepak bertukar tanda dan (5) beberapa tepak pengiring. Selanjutnya di rumah pihak perempuan telah menanti tepak: (a) tepak nanti; (2) tepak janji; dan

(3) tepak bertukar tanda.

Pada semua aktivitas merisik rasmi dan meminang ini dalam budaya

Melayu setiap orang diwajibkan memakai busana Melayu. Setelah selesainya acara tersebut, dan pihak perempuan menerima risikan rasmi dan peminangan, maka acara selanjutnya adalah menyorong tanda atau bertunangan.

Pada acara menyorong tanda atau bertunangan, pihak laki-laki menghantarkan cincin pada sebuah kotak, yang telah dihiasi dengan kain berwarna kuning, dengan manik-manik keemasan sehingga kelihatan indah.

Cincin beserta tempatnya tersebut, diberikan kepada pihak perempuan bersama sebuah tepak pengiring.

Demikian juga pihak perempuan menyorongkan sebuah tanda dalam satu wadah yang telah dihiasi pula dan disertai sebuah tepak. Tanda tersebut boleh berupa cincin (biasanya emas) atau perhiasan lainnya seperti gelang, kalung dan lainnya. Tidak jarang pula hantaran itu dilengkapi dengan kain songket untuk calon mempelai perempuan, lengkap untuk baju dan kainnya. Perhiasan hantaran ini lazim disebut dengan luah. Perhiasan tersebut berfungsi sebagai tanda bahwa kedua calon mempelai terikat pada tali pertunangan. Cincin tersebut beserta tempatnya, diberikan kepada pihak perempuan bersama uang.

Universitas Sumatera Utara Dengan selesainya aktivitas ini, maka acara peminangan telah pun selesai, dan pihak perempuan melakukan acara jamuan makan bagi semua yang terbabit, disertai dengan doa selamat. Biasanya tepak dan tanda ikat janji atau hantaran peminangan tersebut ditepungtawari oleh pihak perempuan setelah selesai acara ini. Selanjutnya dilakukan acara jamu sukut.

Acara jamu sukut adalah acara untuk memberitahukan pada pihak keluarga masing-masing. Setelah peminangan secara rasmi diterima oleh pihak wanita, sama ada ayah dan emak dari calon pengantin perempuan maupun orang tua dari calon pengantin lelaki masing-masing mengadakan sebuah jamuan atau kenduri untuk memberitahukan keluarga masing-masing tentang peminangan yang baru diterima. Acara seperti ini di Sumatera Utara disebut dengan jamu sukut. Selepas itu acara diteruskan kepada akad nikah.

Pada acara akad nikah ini aktivitasnya dapat dilakukan pada pagi hari ataupun malam, tergantung kepada muafakat bersama. Pada acara tersebut calon pengantin lelaki diantar oleh beberapa orang keluarganya ke rumah pihak perempuan untuk mengucapkan akad nikah. Biasanya pakaian calon pengantin pada saat menikah haruslah sesuai dengan apa yang telah dijanjikan. Di Sumatera

Utara pakaian ini lazim terbuat dari kain songket. Pada saat ini juga pihak lelaki membawa uang mahar yang dibungkus dalam kain tiga lapis yang berlainan warna, kadang-kadang ada juga yang membuatnya sampai sembilan lapis, dengan ditambahi bartih yaitu beras yang digoreng tanpa menggunakan minyak makan, beras kuning yaitu beras yang direndam pada air kunyit, dan bunga rampai yaitu beraneka ragam bunga-bungaan, serta uang ringgit. Lalu dibungkus dan diikatkan

Universitas Sumatera Utara dengan benang aneka warna yang diikat dengan simpul hidup. Kemudian uang yang telah dibungkus itu dimasukkan ke dalam cepu (peti kecil), yang kemudian cepu ini dibungkus baik-baik pada sehelai kain panjang, dan diletakkan di atas dulang kecil yang dinamakan semerip. Perlengkapan lainnya yang dibawa adalah: pahar (tempat yang terbuat dari tembaga berbentuk bulat ceper), yang berisi pulut kuning, ayam panggang, dan sebuah tepak nikah, di dalamnya dimasukkan sebagian biaya nikah untuk tuan kadhi. Biasanya biaya nikah dibayar oleh kedua pihak calon mempelai.

Di rumah pihak perempuan telah menanti sebuah tepak sirih dan sebuah balai pulut kuning. Balai tersebut nantinya ditukarkan sewaktu hendak pulang.

Acara pernikahan ini biasanya mengambil tempat di ruang bagian dalam rumah pihak perempuan. Ketika rombongan pihak laki-laki telah sampai di rumah perempuan, maka kaum laki-laki dipersilahkan duduk di ruang muka, dan kaum ibu di ruang dalam.

Calon mempelai lelaki duduk di atas tilam (katil) yang diapit kiri kanan oleh para keluarga yang telah berpengalaman, agar pelaksanaan pernikahan tersebut tidak ada halangan apa-apa. Di hadapan pengantin lelaki duduk seorang tuan kadhi dan disertai dua orang saksi untuk mendengar akad nikah tersebut.

Keluarga yang lain duduk menyaksikan upacara tersebut, lalu tuan kadhi mengucapkan doa nikah. Selepas itu berkata, yang nantinya dijawab oleh pengantin lelaki.

Hamba nikahkan akan tuan dengan Siti Halimah, yang berwakil walinya kepada hamba dengan mahar sebuah gelang emas tunai.

Universitas Sumatera Utara Sambil menarik sedikit demi sedikit telunjuk pengantin lelaki, yang artinya calon pengantin tersebut menjawab perkataan tuan kadhi.

Hamba terima nikah Siti Halimah dengan maharnya sebentuk gelang emas tunai.

Kalau ucapan ini lancar dan terang didengar oleh tuan kadhi dan dua orang saksi, maka sahlah nikah kawin itu. Sering juga akad nikah ini tidak dapat dilakukan dengan sempurna dan diulang-ulang beberapan kali. Hal ini biasanya ada sesuatu gangguan, seperti masalah gangguan makhluk halus terhadap calon pengantin yang dikirim oleh orang-orang yang senang. Apabila nikah telah selesai, tuan kadhi membacakan doa selamat, dilanjutkan dengan jamuan makan.

Pada waktu pulang, pihak lelaki membawa pulut kuning yang disediakan pihak pengantin wanita.

Acara selanjutnya adalah berinai277. Sehari sebelum menikah, kedua pengantin, sama ada lelaki maupun perempuan, di rumah masing-masing menerima berkat dan doa restu daripada sanak keluarga yang menepungtawarinya terlebih dahulu. Malamnya diadakan upacara berinai, yaitu upacara ritual yang pada asasnya menempelkan daun inai yang telah ditumbuk halus ke kuku-kuku jari tangan dan kaki kedua pengantin, sampai semua kuku berwarna merah tua.

Menurut penjelasan para informan dalam adat Melayu, guna inai ini adalah menjaga kedua pengantin daripada gangguan makhluk-makhluk halus, yang jahat tersebut boleh saja menyerupai pengantin, sehingga mengecohkan pasangan pengantin lainnya.

277 Ibid, hal., 31-32.

Universitas Sumatera Utara Malam berinai278 biasanya dilakukan sampai tiga malam, yakni: (1) malam pertama dinamakan malam inai curi; (2) malam kedua dan ketiga dinamakan malam inai adat. Pada waktu malam inai curi, calon pengantin diberi inai oleh teman-temannya sewaktu ia tidur. Pada saat malam berinai adat, calon pengantin dihiasi menurut ketentuan adat, yakni memakai pakaian pengantin

(termasuk seni persembahan Melayu). Pengantin perempuan didudukkan di atas pelaminan. Di hadapannya duduk beberapa kerabat serta teman-teman dekatnya.

Di saat pengantin duduk di pelaminan inilah tari inai dan kesenian- kesenian Melayu lainnya seperti rodat, hadrah dan gambus dimainkan untuk memeriahkan acara tersebut. Menurut penjelasan Encik Tairani (informan), tari inai dipersembahkan di depan pelaminan, gunanya untuk menghibur dan menghormati pengantin, menambah kekuatan dan ketahanan jasmani dan rohani.

Menurut mereka, pada masa ini inai diartikan sebagai penambah tenaga jasmani dan rohani yang memakainya serta menolak marabahaya, terutama bahaya yang ditimbulkan oleh makhluk-makhluk halus yang jahat. Masyarakat Melayu pada umumnya percaya bahwa penyakit awal kali datang dari ujung kaki dan tangan, maka pada bahagian inilah ditempelkan inai.

Upacara selanjutnya adalah menghantar pengantin. Pada masa lalu, yang lazim dilakukan orang Melayu, setelah pengantin perempuan duduk di pelaminan, maka dikirimlah utusan ke rumah pihak pengantin laki-laki untuk menyatakan bahwa pengantin perempuan telah siap untuk bersanding di pelaminan. Pada siang harinya, pengantin laki-laki dihantar ke rumah pengantin perempuan bersama-

278 Ibid.

Universitas Sumatera Utara sama dengan sanak keluarga dan handai taulan. Pengantin lelaki berpakaian adat

Melayu lengkap mulai dari destar, baju, kain sesamping, celana (seluar) dan sendal, keris, sirih genggam yang terbuat daripada perak. Demikian pula di atas pelaminan, pengantin perempuan lengkap memakai pakaian yang terbuat daripada seni persembahan Melayu dihiasi dengan pelbagai perhiasan, dan memegang sirih genggam. Kedua sirih genggam ini kemudian saling dipertukarkan nantinya.

Di hadapan rumah pengantin perempuan, sebelum sampai ke atas pelaminan, pengantin lelaki diapit oleh dua anak kecil yang disebut gading- gading, yang nantinya bekerja mengipasi kedua pengantin. Pengantin lelaki yang datang, diarak beramai-ramai dengan aktivitas seni musik. Sebuah balai, yaitu bangunan berupa kotak papan, semakin ke atas semakin kecil yang bilangannya ganjil, diisi pulut kuning, seekor ayam yang dipanggang, dan beberapa buah telur yang dibungkus dan dihiasi oleh kertas minyak, beberapa tepak sirih dan bunga sirih, serta uang, dibawa oleh anak beru di barisan hadapan. Pada bahagian depan rombongan ini ada beberapa orang lelaki bersilat untuk menjaga-jaga apabila ada sesuatu gangguan terhadap perarakan tersebut. Pengantin lelaki di barisan bahagian tengah, ditandu di atas sebuah kerusi. Yang mengangkatnya adalah anak beru pihak pengantin lelaki. Pada barisan paling belakang, adalah kaum perempuan dan lelaki. Mereka ini semua menurut norma adat Melayu wajib memakai busana Melayu, yang diantaranya terbuat daripada songket Melayu.

Kaum wanita memakai baju kebaya panjang, kain songket Melayu dan selendang.

Kaum lelaki memakai baju teluk belanga, seluar (celana) panjang, kain sesamping serta peci atau destar (tengkuluk) untuk penutup kepala.

Universitas Sumatera Utara Di depan pintu masuk pekarangan rumah pengantin wanita, telah menunggu dan berjaga-jaga beberapa anak beru pihak pengantin wanita. Selembar kain panjang ataupun seutas tali yang berbunga direntangkan mereka, sehingga rombongan pengantin lelaki tidak dapat masuk. Kelompok prosesi (perarakan) pihak pengantin lelaki berhenti, tidak dapat berjalan masuk, karena ditahan oleh kelompok pengantin perempuan. Peristiwa penahanan prosesi kelompok pengantin lelaki oleh kelompok pengantin perempuan ini secara adat disebut dengan gatang-gatang, yang merupakan hak adat anak beru pengantin perempuan.

Dengan berpura-pura marah, sambil menggertak anak beru pihak pengantin laki-laki maju menghadap mereka dan bertanya apa sebabnya arak- arakan ini tidak boleh masuk. Pihak anak beru perempuan sebahagian besar tersenyum saja, kain penghambat jalan tetap tidak dibuka, dan salah satu di antara mereka berucap:

Tuan-tuan, adat diisi, lembaga dituang. Di mana ranting dipatah, di situ air disauk, di mana tanah dipijak, di situ langit dijunjung, siapa melanggar akan dilanggar, penyelesaian hanya diperoleh jika adat dipenuhi.

Maka terjadilah pertengkaran yang “dibuat-buat” dan tawar-menawar tentang penyelesaian adat. Akhirnya pihak pengantin laki-laki membayar uang batang-batang sebesar seperempat mahar. Setelah uang batang-batang ini dipenuhi, kain penghalang (disebut juga kain penghalang pintu) ini dibuka, dan perarakan rombongan pihak pengantin lelaki diteruskan oleh pihak pengantin perempuan. Di depan pintu pekarangan telah ada tiga orang untuk mengangkat pengantin lelaki dan disertai dua gading-gading (anak dara belia) yang

Universitas Sumatera Utara menghantar sampai ke depan pintu rumah pengantin wanita. Di tempat inilah mereka diturunkan. Di depan pintu telah menanti pula beberap impal. Mereka berhak atas adat hempang pintu sebesar seperempat mahar pula. Sebelum uang adat tersebut dibayar, pengantin lelaki tidak dibenarkan masuk—maka timbullah pertengkaran yang dibuat-buat. Pihak impal pengantin wanita ini berkata:

Datuk-datuk yang kami muliakan, Tinggilah terbang burung kenari, Hinggap kelana di atas dahan, Apakah maksud datang kemari, Adat yang mana tuan bawakan, Impal larangan menghempang pintu, Bahu membahu berbanjar-banjar, Menuntut bagian adat dahulu, Rela berkorban kalau dilanggar.

Pihak pengantin laki-laki pun menjawab sebagai berikut.

Datuk-datuk yang handalan, Serta keluarga yang kami muliakan, Tatkala dulu burung terbang, Panji sudah kita tanamkan, Orang kini mendapatkannya, Tatkala dahulu kami datang, Janji sudah kita simpulkan, Sekarang kami menepatinya,

Sudah berkembang payung adat, Sudah tersusun pulut balai, Sudah beriring bunga sirih, Disambut dengan tepung tawar,

Maka itu kami datang membawa adat, Hempang pintu minta diurai, Inilah uncang orang yang letih, Hak impal seperempat mahar.

Pihak pengantin wanita pun menyambutnya.

Sudah terdinding kain tabir, sudah terbentang langit-langit, sudah terbentang tikar tikar ciau, sudah berdiri pelaminan, sudah tersimpuh

Universitas Sumatera Utara mempelai puteri, hutang adat telah dibayar, hutang letih ditepung tawar, kain hempang kami turunkan, silahkan pengantin masuk ke dalam.

Hempang pintu telah dibuka, pengantin lelaki serta rombongan masuk ke ruangan tengah, dipimpin oleh anak beru perempuan pihak pengantin laki-laki.

Kaum bapak tidak boleh masuk, malainkan duduk di ruang hadapan. Setelah berada di ruang tengah, pengantin laki-laki dan rombongan (terdiri dari kaum ibu) ditahan lagi—karena belum membayar adat, yaitu penahan tabir pendinding pelaminan yang dijaga oleh pihak anak beru pihak pengantin perempuan. Pada saat ini terjadi lagi “pertengkaran.” Apabila pihak pengantin lelaki membayar uang adat sebesar seperdelapan mahar, maka dibukalah tabir pendinding pelaminan.

Selepas itu, pengantin lelaki menuju pelaminan, tetap antara dua sampai tiga meter kembali berhenti, karena tikar dan kain belum dibentangkan, untuk menjadi tempat berjalan pengantin. Tikar tersebut dijaga oleh saudara-saudara ibu pengantin wanita. Pada saat ini saudara-mara ibu pengantin wanita mempunyai hak adat yang disebut kembang tikar dan pihak pengantin lelaki harus membayar seperdelapan mahar lagi. Setelah dibayar, maka tikar pun dikembangkan dan pengantin lelaki dibawa ke pelaminan. Sebelum menginjakkan tikar, terlebih dahulu menginjakkan sebuah talam sebagai lambang membersihkan kaki. Setelah selesai didudukkanlah pengantin tersebut pada kerusi pelaminan, di sebelah kanan pengantin perempuan, yang dari semula telah duduk di kerusi pelaminan. Pada saat ini, wajah pengantin wanita masih ditutupi dengan kipas, dipegang oleh isteri dari saudara laki-laki daripada pengantin wanita.

Universitas Sumatera Utara Maka pihak laki-laki dan hadirin yang saling bertanya-tanya pertengkaran berpura-pura pun terjadi. Pihak pengantin wanita menyatakan bahwa hak adat yang terakhir belum dipenuhi, yakni membayar seperdelapan mahar lagi, untuk hak adat hempang kipas. Setelah mahar diberikan, maka kipas yang menutupi wajah pengantin wanita dibuka—dan hadirin dapat melihat kedua pengantin di pelaminan. Sirih genggam kedua pengantin tersebut ditukarkan. Pada sisi kiri dan kanan pengantin, duduk orang yang menjaga dan mengatur masing-masing pengantin. Maka bersandinglah kedua mempelai beberapa lama, dikipas oleh kedua anak gading-gading dan dilihat beramai-ramai oleh sanak keluarga, tetangga, handai taulan dan segenap yang hadir.

Di atas tangga pelaminan sebelah bawah terletak sebuah tepak sirih, yaitu simbol menyambut mereka yang datang. Balai pulut yang dibawa oleh pihak pengantin laki-laki diletakkan sejajar dengan balai pulut pihak perempuan.

Kemudian kedua pengantin ditepungtawari.

Menurut Lah Husni telah menjadi adat kebiasaan pula, bahwa puak

Melayu memakai tepung tawar pada beberapa upacara dan kejadian-kejadian penting, seperti perkawinan, pertunangan, bersunat, seseorang yang kembali dengan selamat dari suatu perjalanan, atau terlepas dari marabahaya, atau mendapat rahmat dari Tuhan di luar dugaannya. Menurut Husni istilah tepung tawar ini berasal daripada kata tampung tawar yang maknanya tangan menampung penawar atau ubat. Susunan tepung tawar yang biasa digunakan masyarakat Melayu Sumatera Utara secara umum terdiri daripada tiga bahagian pokok: (1) ramuan penabur yang terdiri daripada: a. beras putih yang

Universitas Sumatera Utara melambangkan kesuburan, b. beras kuning yang melambangkan kemuliaan dan kesungguhan, c. bartih yang melambangkan perkembangan, d. bunga rampai yang melambangakan keharuman nama, e. tepung beras yang melambangkan kebersihan hati; (2) ramuan rinjisan yang terdiri daripada daun kalinjuhang

(silinjuhang); tangkai dan daun pohon pepulut (sipulut); daun gandarusa atau daun sitawar; daun jejerun (jerun-jerun), daun sepenuh, daun sedingin serta pohon dan akar sembau; (3) perdupaan yang terdiri dari kemenyan atau setanggi yang dibakar—yang dapat diartikan doa kepada Yang Maha Kuasa279.

Acara berikutnya setelah tepung tawar adalah makan nasi hadap-hadapan.

Yang pertama adalah sulang-sulangan, maksudnya agar kedua pengantin saling tolong menolong. Lalu sambil memberikan minuman dan keduanya saling berlumba mengambil hidangan berupa seekor ayam yang telah dimasak, dimasukkan pada kotak ditimbuni dengan nasi minyak atau nasi lemak, yaitu nasi yang telah dimasak dengan santan kelapa. Di atas nasi tersebut dihiasi bunga- bungaan yang terbuat daripada buah-buahan dan sayur-sayuran.

Dalam falsafah adat Melayu, aktivitas ini merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara kedua mempelai dan keluarganya—karena pada mulanya mereka kedua pengantin tidak saling kenal. Berbeda dengan jaman sekarang, umumnya mereka menentukan pilihan mereka sendiri, serta saling kenal sebelum beranjak ke jenjang perkawinan.

Keesokan harinya kedua pengantin dihiasi dengan pakaian pengantin kembali, untuk mengadakan sembah keliling yaitu duduk memperjumpakan

279 Tengku Lah Husni, Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986), hal., 74-79.

Universitas Sumatera Utara keduanya dengan ayah, bunda, dan kaum keluarga dari pihak perempuan yang ada di rumah tersebut. Keduanya pun menyembah dengan bergantian dan memberikan cemetuk (hadiah) kepada sanak keluarga yang telah membantu pelaksanaan perkawinan tersebut. Selepas itu dilanjutkan dengan acara para kaum kerabat memberikan nasihat-nasihat kepada kedua pengantin.

Setelah semua selesai maka acara selanjutnya adalah meminjam pengantin, yaitu membawa kedua pengantin diupacarai di rumah pengantin lelaki. Yang datang menjemput pengantin, biasanya tiga orang anak beru perempuan dari pihak pengantin lelaki. Yang menemani pengantin wanita adalah tiga orang keluarganya pula. Apabila rombongan pengantin sampai ke rumah mertua pengantin wanita, maka kedua pengantin mencuci kaki di dekat pintu rumah, dilakukan di atas talam. Lalu pengantin wanita diperlihatkan beberapa bahan baku makanan yang telah disiapkan oleh pihak pengantin laki-laki, seperti: asam, garam, beras dan lesung batu. Tujuannya adalah pengantin wanita telah menjadi bahagian daripada keluarga pihak pengantin lelaki dan dipersilahkan nantinya masak seperti yang dilakukan di rumahnya sendiri.

Pada saat ini salah satu daripada keluarga pengantin lelaki berkata: “Inilah beras, asam, garam di rumah mertua; kalau datang sekali lagi jangan malu-malu, masaklah sendiri.” Kata-kata itu diartikan bahwa pengantin perempuan harus menganggap rumah keluarga suaminya sebagai rumahnya sendiri.

Di rumah pihak pengantin laki-laki, kedua pengantin didudukkan juga di atas pelaminan dan ditepungtawari oleh pihak pengantin laki-laki. Setelah itu diadakan sembah keliling seperti yang dilaksanakan di rumah pihak pengantin

Universitas Sumatera Utara wanita. Setelah tiga malam berada di rumah pengantin laki-laki, dan adat-istiadat telah dijalani, maka kedua pengantin baru diantar kembali pulang ke rumah keluarga pengantin wanita. Dengan selesainya adat meminjam pengantin ini, maka adat perkawinan telah selesai dikerjakan—tinggal kedua pengantinlah yang paling menentukan dalam mengarahkan perjalanan rumah tangganya. Demikian sekilas deskripsi upacara perkawinan adat Melayu di Sumatera Utara, yang melibatkan penggunaan lagu dan tari Melayu.

Yang penting dari aktivitas upacara perkawinan adat Melayu ini adalah penggunaan pakaian adat Melayu yang sepertinya menjadi suatu keharusan dalam kebudayaan Melayu. Pakaian adat ini secara lengkap dipakai oleh kedua pengantin dalam bentuk baju, sarung, tengkuluk atau destar, kain sesamping, dan lainnya. Selain itu seni persembahan Melayu ini dipakai pula sebagai bahan dasar busana Melayu yang dipakai oleh penghulu telangkai, mak bidan pengantin, pihak pengantin lelaki dan perempuan, anak beru, impal larangan dan impal langgisan, para tetamu dan hadirin yang menghadiri sebuah upacara perkawinan adat

Melayu.

Dalam upacara perkawinan ini penggunaan seni persembahan Melayu adalah sebagai upaya meramaikan jalannya upacara. Adapun genre kesenian yang umum digunakan adalah marhaban dan barzanji, joget atau ronggeng, pakpung, hadrah, silat, inai, nasyid dan Zapin. Daripada semua genre seni persembahan tersebut, tampaknya yang paling menjadi ciri khas seni dalam upacara perkawinan di kawasan Serdang Sumatera Utara adalah seni pertunjukan Zapin dan tari inai.

Adapun lagu-lagu yang paling sering dikumandangkan adalah Anak Ayam Patah

Universitas Sumatera Utara 9, Lancang Kuning dan Selabat Laila. Pada masa sekarang ini popular pula penggunaan musik keyboard dalam upacara nikah kawin Melayu di Sumatera

Utara. Melalui keyboard ini pelbagai lagu tradisional Melayu, lagu popular

Indonesia dan Malaysia, maupun lagu popular Barat dapat saja dinyanyikan oleh mereka yang memiliki kesenangan bernyanyi. Dengan demikian, upacara perkawinan adat Melayu selalu menggunakan pelbagai lagu dan tari Melayu.

Selain itu semua aktivitas upacara perkawinan selalu menggunakan komunikasi lisan dan bukan lisan, yag dipandu oleh para penghulu telangkai. Berikutnya lagu dan tari Melayu digunakan pula untuk memeriahkan suasana pesta khitanan

(bersunat).

4.2.2 Upacara Pesta Khitan

Acara berkhitan (sunat Rasul atau sirkumsisi) merupakan salah satu aktivitas dalam tamadun Islam. Berdasarkan hukum Islam, berkhitan adalah wajib ‘ain— wajib dilakukan oleh setiap individu muslim, sesuai ajaran Nabi Muhammad. Usia untuk berkhitan tidak ada ketentuannya, tetapi biasanya untuk anak perempuan dilakukan setelah berusia lebih setahun, anak lelaki lebih dari tujuh tahun menjelang akil baligh (usia remaja).

Biasanya pada saat anak dikhitan, disertai acara yang berhubungan dengan adat-istiadat, yaitu kenduri sebagai rasa syukur dan mohon keselamatan kepada

Allah. Dalam budaya Melayu, acara khitan ini dilaksanakan menurut hari baik dan bulan baik, biasanya Sya’ban, Syawal, Zulhijjah atau Zulkaidah. Sesuai dengan penanggalan Islam, berdasarkan pada siklus tahun qamariah (siklus bulan

Universitas Sumatera Utara mengedari bumi),280 dimulai dari tahun awal kali Nabi Muhammad dan pengikutnya hijrah (migrasi sementara) dari Mekkah ke Medinah.

Acara khitan untuk anak lelaki biasanya dilangsungkan dengan meriah.

Sehari sebelum anak dikhitan, ia diarak keliling kampung, didandani seperti layaknya seorang pengantin, dan ditepungtawari, yaitu aktivitas memercikkan air rinjisan281 ke tubuh yang dituju agar selamat. Anak ini ditandu di atas balai-balai

(tandu yang dihias) atau kerusi yang dihias. Pada saat perarakan (prosesi) biasanya dipersembahkan seni silat dan hadrah yang secara konseptual dianggap sebagai pembuka jalan iring-iringan tersebut.

Pada hari yang ditentukan, anak tersebut dikhitan. Setelah selesai dikhitan ditidurkan di sebuh ranjang. Beberapa masa kemudian, didudukkan di pelaminan.

Di depan pelaminan disediakan nasi balai (ketan kuning yang telah dimasak, ayam panggang dan telur rebus, yang ditempatkan pada kotak-kotak bartingkat).

Saat anak didudukkan di pelaminan inilah biasanya dipersembahkan pelbagai kesenian Melayu seperti zapin, hadrah, silat, nasyid, joget, pakpung dan lain-lainnya. Kesenian zapin, hadrah, dan nasyid dianggap sebagai bahagian daripada seni Islam. Manakala seni silat pula dipandang sebagai ketangkasan wira

280Di dunia ini ada pelbagai sistem kalender yang digunakan oleh manusia. Ada yang menurut sistem bumi mengedari matahari seeparti kalender Masihi. Ada pula yang menurut bulan mengelilingi bumi seperti kalender Islam dan Jawa. Ada juga kalender-kalender lain seperti China, Thailand, Batak Toba, Karo, Simalungun dan lainnya. 281Air rinjisan adalah air yang dicampur dengan ramuan-ramuan berupa irisan-irisan kecil daun silinjuhang (kalinjuhang), sepenuh, sedingin, beras dan kunyit. Secara adat, ramuan rinjisan ini dipercayai mengandung kekuatan gaib. Akan mendatangkan keberuntungan bagi mereka yang dirinjisi (diperciki) dalam sebuah upacara. Setiap upacara dalam budaya Melayu selalu ada bagian yang disebut tepung tawar, yaitu salah satu kegiatan yang dilakukan untuk memberi semangat, “obat,” atau menghormati seseorang—seperti akan menunaikan ibadah haji, menabalkan anak, menyambut seorang yang baru kembali yang selama ini dianggap hilang, khitanan, pernikahan dan sejenisnya. Ramuan rinjisan ini biasanya dipergunakan dalam acara tepung tawar tersebut. Dalam konteks Sumatera Utara sekarang, acara tepung tawar dilakukan tidak hanya pada acara ritual masyarakat Melayu, tetapi sudah meluas sampai ke pelbagai upacara tradisional etnik Jawa, Sunda, Mandailing-Angkola, Aceh, Pesisir dan Banjar.

Universitas Sumatera Utara Melayu dalam melindungi orang-orang yang perlu dilindunginya. Sementara seni joget dan pakpung adalah mengekspresikan rasa sukacita dalam menghibur diri.

Dengan demikian, seni pertunjukan Melayu tetap dilakukan dalam aktivitas khitanan ini. Seterusnya lagu dan tari Melayu juga digunakan untuk kepentingan upacara menabalkan anak di Serdang Sumatera Utara.

4.2.3 Untuk Upacara Menabalkan Anak

Sesuai dengan ajaran Islam, seorang anak yang dilahirkan wajib bagi orang tua yang mampu untuk mengakikahkan dan menabalkan nama. Akikah ini adalah merupakan sedekah kepada sesama umat, dengan cara memotong kambing.

Untuk anak lelaki dikorbankan dua ekor kambing dan untuk anak perempuan dikorbankan seekor kambing. Kambing yang dikurbankan juga dipilih yang berkualitas baik dan memenuhi syarat. Adapun harganya pada saat penyelidikan ini dilakukan berkisar antara tujuh ratus ribu sampai dua juta rupiah per ekornya.

Selepas dipotong, daging kambing dimasak dan kemudian dilakukan kenduri menjemput masyarakat sekitar untuk menikmatinya.

Dalam budaya Melayu upacara mengakikahkan anak ini sekaligus juga disertai dengan upacara pemberian nama atau menabalkan nama dan kadang juga diiringi upacara turun tanah. Upacara menabalkan nama adalah memberikan nama yang baik kepada anak, sedangkan upacara turun tanah adalah menjejakkan anak ke tanah sebagai awal dari ia hidup dunia ini, yang nantinya akan mandiri dengan takdirnya menjadi manusia dengan pekerjaan tertentu di dunia ini.

Universitas Sumatera Utara Adapun dalam ajaran Islam dan Melayu anak mestilah diberi nama menurut nama-nama yang baik. Karena bagaimanapun nama yang baik akan menimbulkan motivasi yang kuat untuk ia menjadi manusia yang baik. Dalam budaya Melayu, nama-nama itu biasanya menurut tradisi Melayu dan juga Islam.

Misalnya Awang Abdullah bin Jafar Sidik. Kata Awang tentu saja merujuk kepada istilah Melayu, Abdullah yang berarti hamba Allah merujuk kepada nama- nama Islami, Jafar Sidik adalah nama ayah anak tersebut.

Sementara itu, upacara turun tanah adalah suatu simbol bahwa anak itu kelak harus mandiri dengan bekerja sesuai di bidangnya. Adapun perlengkapan yang digunakan adalah kelapa, uang logam (syiling), gula-gula dan tumpukan tanah.

Prosesnya adalah pertama dibacakan doa oleh alim ulama, kemudian anak kakinya dipijakkan ke tanah, diajari melangkah. Lantas setelah itu uang logam dan gula-gula diperebutkan kepada anak-anak lain yang hadir. Mengekspresikan kegembiraan dan rasa syukur kepada Allah.

Pada saat menabalkan anak ini selalu pula dipergunakan zapin Melayu serta marhaban dan barzanji. Adapun lagu-lagu yang biasa dipergunakan dalam upacara ini adalah lagu Anak Ikan, Dodoi Didodoi dan lainnya. Lagu Melayu pula selalu digunakan untuk upacara melepas dan menyambut haji terutama genre zapin, barjanzi, dan marhaban.

Universitas Sumatera Utara 4.2.4 Untuk Perlombaan dan Festival

Seni zapin selalu digunakan untuk pelbagai perlombaan dan festival seni budaya, baik di lingkungan Serdang, Sumatera Utara, Indonesia, maupun di Dunia

Melayu yang lebih luas. Beberapa kawasan di Dunia Melayu ini seperti Provinsi

Riau, Riau Kepulauan (Kepri), Jambi, Sumatera Selatan, Negeri Johor Malaysia,

Kalimantan, selalu menyelenggrakan festival zapin. Maka dari Serdang dan

Sumatera Utara biasanya selalu melibatkan diri untuk menyertai perlombaan dan festival itu. Perlombaan ini diikuti oleh kelompok-kelompok zapin seperti dari

Patria, Perbaungan, Pantai Labu, Lubuk Pakam, dan lain-lainnya.

Di Kota Medan sendiri setiap tahunnya dilakukan festival budaya Melayu yang biasanya salah satu kegiatannya adalah lomba tari zapin dan serampang dua belas. Para seniman dari Serdang dan wilayah-wilayah Melayu lainnya seperti

Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Batubara, dan Labuhan Batu selalu menyertai perlombaannya. Bukan juara yang mereka inginkan tetapi yang lebih esensi adalah memelihara keberadaan budaya dan kesenian Melayu.

Demikian sekilas uraian tentang guna zapin di dalam kebudayaan masayarakat

Melayu Serdang. Selanjutnya akan dikaji bagaimana fungsi zapin ini dalam masyarakat Melayu di kawasan budaya Serdang.

4.3 Fungsi Zapin

Seni zapin Melayu juga memiliki fungsi dalam konteks sosial dan budaya.

Lagu dan tari zapin dalam budaya Melayu Serdang ini hidup karena fungsi-fungsi sosial. Misalnya marhaban dan barzanji hidup karena ia difungsikan dalam

Universitas Sumatera Utara aktivitas-aktivitas sosial, seperti nikah kawin, khitan, menghantar menyambut haji dan lain-lainnya. Jamu laut hidup karena masyarakat Melayu masih mengamalkan sistem kosmologi yang diwarisinya dari masa sebelum Islam, dan kemudian diislamisasi.

Lagu dan tari Melayu memiliki fungsi-fungsi sebagai: (a) integrasi sosiobudaya, (b) kelestarian dan stabilitas budaya, (c) pendidikan, (d) hiburan, (e) mengabsahkan pelbagai ibadah dan upacara keagamaan Islam, (f) sebagai sarana dakwah Islam, (g) sebagai sarana komunikasi, (h) sebagai pencerminan spiritualitas Islam, (i) sebagai pendukung mata pencaharian dan lain-lainnya.

4.3.1 Integrasi Sosiobudaya

Fungsi lagu dan tari zapin dalam budaya Melayu Serdang lainnya adalah

untuk integrasi masyarakat Melayu atau yang lebih luas masyarakat Sumatera

Utara yang majemuk, Indonesia yang beraneka ragam dan Dunia Melayu.

Berkenaan dengan fungsi seni sebagai sumbangan untuk integrasi masyarakat,

Merriam282 menjelaskannya seperti yang diuraikan berikut ini.

Music, then, provides a rallying point around which the members of society gather to engage in activities which require the cooperation and coordination of the group. Not all music is thus performed, of course, but every society has occasions signalled by music which draw its members together and reminds them of their unity (Merriam, 1964:227).

282 Allan. P Merriam, 1964. The Anthropology of Music. (Chicago Nortwestern University, 1964), hal., 227.

Universitas Sumatera Utara Menurut Merriam, salah satu fungsi musik adalah sebagai wahana untuk berkumpul para anggota masyarakatnya. Musik seperti ini biasanya mengajak para warga masyarakatnya untuk turut serta beraktivitas. Dalam konteks itu, mereka saling memerlukan kerjasama dan koordinasi kelompok. Walaupun demikian, Merriam juga tidak menyatakan bahwa semua musik berfungsi sebagai kontribusi untuk integrasi, tetapi setiap kelompok masyarakat mempunyai musik seperti yang digambarkannya itu. Melalui musik ini para anggota masyarakatnya diajak untuk beraktivitas bersama, dan mengingatkan akan pentingnya mereka sebagai satu kesatuan kelompok.

Konsep yang dikemukakan Merriam tersebut sangat tepat dalam menggambarkan salah satu fungsi yang terjadi dalam lagu dan tari Melayu. Dari serangkaian fungsi lagu dan tari Melayu, menurut penulis, fungsinya yang utama adalah memberi sumbangan kepada integrasi masyarakat. Masyarakat di Sumatera

Utara, terdiri dari pelbagai kelompok etnik, agama, ras dan golongan sosial.

Mereka berkelompok-kelompok berasaskan persamaan-persamaan tersebut.

Akibatnya antara kelompok selalu terjadi konflik sosial, yang terbawa dalam pelbagai aktivitas, termasuk kesenian. Namun di sisi lain, mereka juga menyedari akan bahaya yang diakibatkan apabila konflik-konflik sosial tersebut tidak diselesaikan hingga pada tahapan harmoni sosial. Oleh karena itu, mereka perlu berintegrasi, yang dilandasi oleh semangat sosial, berbeda-beda dalam satu kesatuan. Perlunya integrasi itu didukung pula dengan kondisi mereka yang berada dalam satu negara bangsa, provinsi, yang menginginkan kerjasama sosial dalam pelbagai kegiatan, termasuk kesenian zapin Melayu.

Universitas Sumatera Utara Lagu dan tari Melayu ternyata mampu memberikan sumbangan bagi terciptanya integrasi masyarakat Serdang dan Sumatera Utara yang beraneka ragam (heterogen). Lagu dan tari zapin Melayu sebagai salah satu contoh kesenian yang mengekspresikan budaya heterogen. Menurut penulis, sumbangan lagu dan tari zapin Melayu tehadap integrasi sosial sangat berkait erat dengan identitas etnik, dan kelenturan masyarakat Melayu. Selain itu juga didukung oleh faktor keadaan Sumatera Utara yang tidak memiliki budaya dominan. Lagu dan tari

Melayu juga mampu memberikan jati diri khas daerah Sumatera Utara (Timur).

Norma-norma dalam penyerapan lagu dan tari yang dipergunakan juga tidak membatasi hanya kepada musik dan tari yang sudah ada, tetapi tampaknya lebih bersifat menghimpun secara luas segenap unsur budaya, walaupun juga tetap memelihara konsistensi internal dan identitas kemelayuannya. Dengan demikian, lagu dan tari zapin Melayu merupakan wahana dari melting pot (percampuran) antara pelbagai budaya yang berbeda. Lagu dan tari zapin Melayu di Sumatera

Utara ini adalah salah satu contoh dari seni yang mencerminkan budaya integrasi yang terlaksana dengan baik di rantau ini. Apabila kondisi integrasi ini terjadi dalam lingkup yang lebih luas, maka akan terasa kebersamaan dan saling memerlukan antara manusia di dunia ini, sebagai makhluk sosial.283

283 Contoh lain fungsi seni yang memberikan sumbangan untuk integrasi masyarakat adalah tarian yang terdapat pada masyarakat Andaman, yang dideskripsikan Radcliffe-Brown seperti berikut: The Andamanese dance (with its accompanying song) may therefore be described as an activity in which, by virtue of the effect of rhythm and melody, all the members of a community are able harmoniously to cooperate and act in unity ... The pleasure that the dancer feel irradiates itself over everything arouns him and he is filled with geniality and good-will towards his companions. The sharing with others of an intense pleasure, or rather the sharing in a collective expression of pleasure, must ever incline us to such expansive feelings. ... In this way the dance produces a condition in which the unity, harmony and concord of the community are at a maximum, and in which they are intensely felt by every member. It is also produce this condition. I would maintain, that is the primary social function of the dance. The well-being, or indeed the existence, of the society depends on the unity and harmony that obtain in it, and the dance, by making that unity intensely felt,

Universitas Sumatera Utara Fungsi lagu dan tari Melayu sebagai integrasi sosiobudaya, artinya adalah bahwa masyarakat Melayu atau yang lebih luas seluruh umat manusia, memiliki pelbagai perbedaan ras, bangsa (nasional), status sosial dan ekonomi, agama, kepercayaan, sekte, stereotipe, jenis kelamin, dan lain-lainnya. Mereka yang berbeda ini, perlu berkomunikasi dan saling berhubungan sosial, karena makhluk manusia itu memerlukan manusia lain. Dalam konteks sedemikian rupa mereka memerlukan integrasi sosial, agar terjalin hubungan antara individu atau kelompok manusia, yang diatur oleh hukum atau norma-norma sosial yang ada.

Salah satu fungsi seni zapin Melayu adalah untuk mewujudkan integrasi sosiobudaya. Bahwa masyarakat Melayu itu sendiri memiliki pelbagai perbedaan.

Oleh karenanya mereka perlu mengadakan integrasi sosiobudaya dalam tingkat dunia atau kawasan. Selain itu juga, Islam sebagai panduan etnik Melayu di

Sumatera Utara, secara konseptual adalah sebuah agama dengan gagasan dan melakukan konsep rahmat kepada seluruh sekalian alam. Jadi Islam tentu saja harus toleran dan menghargai perbedaan-perbedaan sesama umat manusia dan lingkungan alam. Agama lain tentu saja diberikan hak dan kewajiban untuk melakukan ritualnya. Islam mengakui perbedaan agama ini dalam konsep: untukmu agamamu dan untukku agamaku. Integrasi sesama umat Islam, tercermin dalam lagu dan tari zapin.

is a menas of maintaning it. For the dance affords an opportunity for the direct action of the community upon the individual, and we have seen that it exercises in the individual those sentiments by which the social harmony is maintained (A.R. Radcliffe-Brown, 1952., Structure and Function in Primitive Society. Glencoe: Free Press.hal :249-252).

Universitas Sumatera Utara 4.3.2 Kelestarian Budaya

Berkenaan dengan fungsi sumbangan musik untuk kelestarian dan stabilitas kebudayaan, Merriam menjelaskan bahwa tidak semua unsur kebudayaan memberikan tempat untuk mengekspresikan emosi, hiburan, komunikasi, dan seterusnya. Musik adalah perwujudan kegiatan untuk mengekspresikan nilai-nilai.

Dengan demikian fungsi musik ini menjadi bahagian dari pelbagai ragam pengetahuan manusia lainnya, seperti sejarah, mite, dan legenda. Berfungsi menyumbang kesinambungan kebudayaan, yang diperoleh melalui pendidikan, pengawasan terhadap perilaku yang salah, menekankan kepada kebenaran, dan akhirnya menyumbangkan stabilitas kebudayaan284.

Lagu dan tari zapin Melayu Serdang di Sumatera Utara berfungsi pula memberikan sumbangan untuk kelestarian dan stabilitas kebudayaan Melayu dan etnik lainnya di Sumatera Utara. Di dalam lagu dan tari zapin Melayu Sumatera

Utara terkandung unsur-unsur sejarah, mite dan legenda, yang pada saatnya mampu memberikan sumbangan untuk kelestarian kebudayaan. Melalui lagu dan tari Melayu boleh dipelajari perilaku-perilaku yang dipandang benar dan salah oleh masyarakat pendukungnya. Di dalam lagu dan tari zapin Melayu terkandung nilai-nilai moral. Usaha untuk mewujudkan kelestarian dan stabilitas kebudayaan

Melayu melalui lagu dan tari zapin, bisa dilihat dari konsep-konsep: tak Melayu hilang di bumi, esa hilang dua terbilang, sekali layar terkembang surut kita

284 Allan. P Merriam, The Anthropology of Music. (Chicago Nortwestern University, 1964), hal., 225.

Universitas Sumatera Utara berpantang, yang terdapat dalam pantun-pantun dalam lagu zapin Melayu Serdang di Sumatera Utara.

Fungsi seni pertunjukan zapin Melayu Sumatera Utara lainnya adalah sebagai sarana untuk kelestarian budaya. Bahwa seperti dicontohkan di dalam ajaran agama, kebudayaan manusia itu boleh saja mati, dan ada juga yang lestari.

Contoh pelbagai kebudayaan yang musnah itu adalah: Ad, Tsamud, Madyan, Ur, dan lainnya—dan yang lestari adalah beberapa umat Nabi Nuh, dan tentu saja umat Islam, sejak Nabi Adam Alaihissalam hingga kini. Melalui seni budaya

Melayu Islam, ajaran-ajaran Islam akan terus lestari melalui rentak dimensi ruang dan waktu. Bahwa kebudayaan Islam itu harus diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya agar tidak pupus ditelan zaman. Seni budaya Islam ini diajarkan melalui pelbagai institusi sosial, misalnya pesantren atau makhtab, sekolah umum, kelompok remaja masjid, kelompok pemuda anshar, dan lain- lainnya. Generasi muda haruslah dikawal dan dipandu agar mereka meneruskan dan melestarikan kebudayaan Islam ini ke generasi-generasi mendatang.

4.3.3 Pendidikan

Zapin dalam kebudayaan Melayu berfungsi untuk pendidikan. Misalnya di

Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, para mahasiswa bisa memilih salah mata kuliah Praktek Tari Melayu Sumatera Timur,

I, II, III dan IV. Dosennya adalah Syainul Irwan dan Datuk Ahmad Fauzi. Begitu juga mata kuliah Praktek Musik Sumatera Timur I, II, III dan IV yang dosennya

Universitas Sumatera Utara adalah Fadlin dan Datuk Ahmad Fauzi.Masing-masing mata kuliah di atas memiliki jam kuliah sebesar dua SKS (sistem kredit semester). Dalam mata kuliah ini diajarkan tari-tarian dan musik Melayu Sumatera Utara, termasuk zapin.

Dengan diajarkannya mata kuliah ini kepada mahasiswa maka pendidikan terhadap kesenian Melayu berlangsung dan akhirnya akan lestarilah budaya

Melayu itu.

Begitu juga dengan sanggar Patria di Tanjungmorawa, wilayah budaya

Serdang. Gerak-gerik dasar tarian Melayu diajarkan di awal sekolah, kemudian diteruskan kepada praktek dan teori tentang seni tari Melayu Sumatera Utara, seperti senandung, mak inang, lagu dua, zapin, hadrah, rodat, serampang dua belas dan lainnya. Begitu juga dengan musik Melayu seperti praktek gendang ronggeng

Melayu, praktek biola, praktek gambus, praktek akordion, praktek gendang silat, praktek serunai, praktek ensambel makyong dan lainnya. Begitu juga dengan teori-teori musik Melayu, yang diajarkan kepada setiap pelajar di sekolah ini.

Misalnya teori tentang gerenek, patah lagu, cengkok, singkopasi, silabik, melismatik dan lain-lainnya.

Selain sekolah formal, di Sumatera Utara diselenggarakan pula sekolah- sekolah bukan formal, terutama yang dilakukan oleh sanggar-sanggar kesenian.

Jenis pendidikan seperti ini biasanya dikelola sendiri oleh masyarakat Melayu di

Sumatera Utara. Pelbagai sanggar seni yang melakukan pendidikan seni (lagu dan tari) bermunculan di Sumatera Utara. Misalnya Lembaga Kajian Tari Patria, Sinar

Budaya Grup, Dahlia Grup, Sri Indera Ratu, Dara Melati, Anugerah Seni Medan,

Universitas Sumatera Utara Al-Kanon dan masih banyak lagi yang lainnya. Kesemua grup ini biasanya mengajarkan materi seni zapin, baik mencakup musik maupun tarinya.

Lebih jauh, sumbangan komunikasi dalam lagu dan tari Melayu bagi pendidikan dalam budaya Melayu Serdang di Sumatera Utara adalah sebagai sarana untuk belajar pantun-pantun, musik, tari, yang mengandung norma-norma dan sistem nilai yang berlaku dalam budaya Melayu, yang boleh ditransformasikan di era globalisasi sekarang ini. Pantun-pantun, musik, dan tari, boleh memperkuat jatidiri warga Melayu atau sarana belajar bagi etnik lain untuk memahami siapa orang Melayu itu. Sehingga pada masanya akan terjadi sikap menghargai dan menyatu dalam budaya yang diperlukan di Serdang, Sumatera

Utara, Indonesia, atau Dunia Melayu.

Negeri-negeri Melayu, hingga ke hari ini menggalakkan kebudayaan

Melayu sebagai identitas kebangsaan. Seni pertunjukan Melayu adalah sebagai salah satu bidang yang berfungsi mendidik masyarakat Melayu pada umumnya.

Di dalam lagu dan tarian zapin terdapat pelbagai sarana untuk mendidik masyarakat. Pendidikan yang terdapat di dalam lagu dan tari zapin Melayu merangkum tunjuk ajar Melayu, mulai daripada cara bergaul, estetika dalam budaya, moralitas, ajaran-ajaran agama Islam yang mencakupi bidang ibadah, hukum syarak, makrifat, tarikat, budi bahasa, kepemimpinan, adat dan masih banyak lagi yang lainnya. Pentingnya ketekunan belajar atau enkulturasi budaya ini tercermin dari pantun lagu zapin berikut ini.

Universitas Sumatera Utara Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah faham hai kuranglah faham, Alamatlah kapal alamatlah kapal Akan tenggelam Lancang Kuning berlayar malam Lancang Kuning berlayar malam.

Pergi ke pulau membawa bekal, Bekal dibawa bersama-sama, Kalau ilmu hanya sejengkal, Dalam laut tak mungkin diduga (Sumber: Nasri Effhaz bin A. Saari, dalam wawancara 11 Juni

2011)

Lebih jauh sumbangan lagu dan tari bagi pendidikan di dalam budaya

Melayu adalah sebagai sarana untuk belajar pantun-pantun, musik, tarian yang mengandung norma-norma dan sistem nilai yang berlaku dalam budaya Melayu, yang bisa ditransformasikan di era globalisasi sekarang ini. Pantun-pantun, musik, teks, dan tarian dalam seni persembahan zapin Melayu dapat memperkuat jatidiri warga Melayu atau sebagai sarana belajar bagi masyarakat bukan Melayu untuk memahami siapa orang Melayu itu. Sehingga pada masanya akan terjadi saling menghargai perbedaan dan persatuan budaya yang dikehendaki dalam Dunia

Melayu.

Universitas Sumatera Utara 4.3.4 Hiburan

Berkaitan dengan fungsi seni untuk hiburan, Merriam285 membicangkannya seperti yang dikemukakannya berikut ini.

Music provides an entertainment function in all societies. It needs only to be pointed out that a distinction must be probably be drawn between “pure” entertainment, which seems to be a particular feature of music in Western society, and entertainment combined with other functions. The latter may well be a more prevalent feature of nonliterate societies.

Lagu dan tari zapin Melayu Sumatera Utara salah satu fungsinya adalah untuk hiburan. Di Serdang Sumatera Utara lagu dan tari zapin tetap hidup karena salah satunya adalah berfungsi untuk hiburan. Kelompok-kelompok seni pertunjukan biasanya melakukan kegiatannya di kedai-kedai minum, hotel, atau pentas persembahan. Fungsi utamanya dalam konteks ini adalah menghibur pengunjung. Bentuk hiburan ini di antaranya adalah pengunjung menyanyi atau menari secara berpasangan. Adapun sistem yang digunakan pengunjung yang ingin menyanyi atau menari membeli tiket. Biasanya pihak penyelenggara mengemukakan bahwa tujuan diselenggarakannya pertunjukan seni musik dan tari zapin Melayu ini, bukan tujuan perniagaan tetapi adalah untuk melestarikan salah satu warisan tradisi Melayu. Namun demikian, menurut penulis, faktor ekonomi juga melandasi eksisnya kesenian ini.

Fungsi seni budaya Melayu lainnya adalah sebagai hiburan. Istilah hiburan di sini, bukanlah bermakna hiburan yang terlepas dari ajaran Islam. Justru hiburan

285 Ibid, hal., 223.

Universitas Sumatera Utara di sini adalah untuk memenuhi keinginan dasar manusia akan rasa keindahan melalui pelbagai dimensinya. Bahwa manusia secara alamiah, menyukai keindahan. Sesudah menikmati keindahan ia akan terhibur, dan jiwanya terisi oleh aspek-aspek ruqiyah dan pencerahan (aufklärung). Pelbagai contoh keinginan manusia akan hiburan, dapat kita lihat pada kebudayaan masyarakat modern. Di kota-kota dapat dijumpai tempat-tempat hiburan seperti mal, karaoke, senam, dunia fantasi, gedung-gedung teater dan film, olah raga, dan lain-lainnya. Dengan demikian seni budaya Islam termasuk seni zapin, juga mengandung fungsi sebagai hiburan, yang berasas kepada fitrahnya dan sebagai salah satu anugerah dan nikmat yang diberikan oleh Allah.

4.3.5 Dakwah Agama Islam

Fungsi lagu dan tari zapin Melayu salah satunya adalah untuk mengabsahkan pelbagai ibadah dan upacara keagamaan Islam. Dalam upacara nikah kawin dalam budaya Melayu misalnya, zapin, barzanji, dan marhaban selalu berfungsi untuk mengabsahkan upacara ini, terutama ketika kedua pengantin duduk bersanding di pelaminan, pada saat ini biasanya disertai acara tepung tawar (atau tampung tawar). Dalam sebuah seni pertunjukan biasanya dilakukan pula doa-doa yang ditujukan kepada Allah agar jalannya pertunjukan berhasil dengan baik, yang diistilahkan dengan doa buka panggung. Sehingga doa ini dapat dikategorikan sebagai pengabsahan upacara.

Fungsi seni zapin Melayu lainnya adalah untuk sarana dakwah atau syiar

Islam. Seni zapin ini biasanya mempergunakan teks-teks yang mentransmisikan

Universitas Sumatera Utara ajaran-ajaran Islam. Ada yang disampaikan menggunakan komunikasi verbal, dan ada pula yang mengunakan komunikasi nonverbal. Ada yang disajikan dalam bentuknya yang eksplisit maupun yang tersamar. Teks-teks dalam seni zapin

Melayu seperti ini diekspresikan melalui pelbagai genrenya, misalnya pantun, syair, talibun, gurindam, dan lain-lainnya. Fungsi seni budaya Islam sebagai sarana dakwah ini, umumnya dipergunakan bersama-sama dengan da’i yang memberikan dakwahnya, kadang langsung saja dipertunjukkan di depan masa.

Selain itu tak kalah pentingnya adalah dakwah Islam pada masa kini juga menggunakan media massa seperti televisi, radio, internet dan lainnya.

Selain itu, seni zapin Melayu di Serdang Sumatera Utara berfungsi sebagai ekspresi spiritualitas Islam. Bahwa seni Islam tidak hanya menghargai bentuk, material dan fisiknya saja. Seni Melayu terdiri dari aspek spiritualitas dan fisik sekaligus. Kedua-duanya berjalan selaras dan seiring. Spiritualitas dalam seni

Islam adalah memancarkan hakikat kebenaran dan kesempurnaan. Bahwa dimensi spiritualitas dalam seni Melayu mencerminkan jiwa seniman muslim melalui karyanya, didasari oleh nilai-nilai kebenaran yang diarahkan dan dibimbing oleh

Allah sebagai Tuhan semesta alam. Dengan demikian, spiritulitas dalam seni

Melayu dibimbing oleh hakikat ketuhanan. Nilai-nilai spiritualitas ini melampaui batas-batas bentuk dan fisik.

Universitas Sumatera Utara 4.3.6 Mata Pencaharian

Fungsi seni persembahan zapin Melayu lainnya adalah sebagai pendukung mata pencarian atau ekonomi. Bahwa seni adalah salah satu dari tujuh unsur kebudayaan universal manusia. Seni juga dapat dijadikan bidang pekerjaan umat manusia. Pelbagai pekerjaan di bidang seni di antaranya adalah: seni kaligrafi

(khat), seni menjilid buku, seni bina (teknik sipil dan arsitektur), seni menjahit pakaian, seni musik, seni tarian, seni drama (sastra), seni rupa (lukis), seni pertamanan (lanskap), termasuk seni perfileman, seni pertelevisian, seni media rekam, seni reklame (poster), dan lain-lainnya. Cabang-cabang seni di atas, termasuk zapin, tentu saja dapat menjadi tumpuan mata pencaharian hidup individu Melayu yang ahli di bidangnya. Atau bisa pula menjadi sumber pendapatan sekunder di samping pekerjaaan utamanya. Tentu saja kemahiran dan pengalaman menjadi modal utama untuk membuat salah satu cabang seni dimaksud menjadi bahagian dari mata pencarian hidup seseorang.

Untuk memenuhi guna dan fungsi itulah seni pertunjukan Melayu diadakan oleh masyarakat pendukungnya. Oleh itu, karena fungsi ini pula beberapa kelompok kesenian Melayu hidup terus di Serdang dan Sumatera Utara, dalam rangka memenuhinya. Termasuk salah satu yang kekal dan terus ada adalah seni zapin.

Namun demikian, penggunaan dan fungsi zapin di wilayah budaya Melayu

Serdang Sumatera Utara tidak terbatas hanya seperti yang penulis huraikan di

Universitas Sumatera Utara atas. Bisa saja lebih luas, atau lebih sempit selari sudut pandang dan pengalaman pengkajinya. Hal ini dikemukakan oleh Merriam286:

It is quite possible that list of the functions of music may require condensation or expansion, but in general it summarizes the role of music in human culture. Music is clearly indispensable to the proper promulgation of the activities that constitute a society; it is a universal human behavior—without it, it is questionable that man could truly be called man, with all that implies.

Menurut pendapat Merriam di atas fungsi-fungsi musik bisa saja menyempit namun dapat pula meluas. Namun secara umum fungsi-fungsi musik ini boleh menyimpulkan peranan musik dalam budaya manusia. Musik sangatlah diperlukan untuk membertahukan secara tepat pelbagai aktivitas yang terdapat dalam satu masyarakat. Musik adalah sebuah perilaku manusia yang universal.

Manusia tanpa musik, akan menimbulkan pertanyaan, benarkan manusia seperti itu dapat disebut manusia, dengan semua pernyataan yang tidak langsung.

4.3.7 Ekspresi Individu

Komunikasi dalam zapin Melayu ini juga menggunakan tanda, signal, dan lambang-lambang tertentu yang boleh didekati dan dirasakan sama ada oleh orang

Melayu atau bukan Melayu. Komunikasi melalui lagu dan tari ini sedikit- banyaknya adalah untuk mengekspresikan wujud individu (bisa jadi penyanyi, pencipta lagu, penari, penonton dan semua orang yang terbabit dalam seni persembahan zapin Melayu).

286 Ibid, hal., 227.

Universitas Sumatera Utara Seorang seniman yang baik, tentu saja harus bisa berkomunikasi lisan kepada orang lain. Dalam kebudayaan Melayu, komunikasi lisan dalam seni persembahan ini sangat diperlukan, karena bagaimanapun selain adanya pembawa acara yang umumnya pandai berpantun, seorang penyanyi atau penari juga harus bisa berpantun atau berbahasa dengan baik, seperti yang terungkap dalam pepatah

Melayu di Sumatera Utara ini.

Yang kurik kundi, Yang merah saga, Yang baik budi, Yang indah bahasa.

Seniman telangkai dan pembawa acara juga diakui eksistensinya karena kepiawiannya dalam berpantun dalam pelbagai peristiwa adat Melayu. Di kawasan ini terbentuk persatuan penghulu telangkai yang difungsikan di setiap upacara nikah kawin Melayu yang sangat fungsional secara sosiobudaya.

Beberapa telangkai dan pembawa acara ini bahkan mendapat penghargaan secara nasional. Contohnya adalah Amir Arsyad sebagai pembawa acara pelbagai kegiatan yang diselenggarakan secara nasional, karena kehandalannya dalam berpantun—terutama disertai dengan gaya individunya sebagai intelektual.

Sehingga honorariumnya pun sedikit di atas penghulu telangkai rata-rata. Begitu juga dengan Datuk Fauzi, selain ia sebagai penghulu telangkai ia juga seniman serba bisa, ia bisa bermain alat musik biola, gendang Melayu, menarikan tarian

Melayu dan Simalungun, sehingga banyak pekerjaan seni yang dikerjakannya, dan dampaknya ia memperoleh penghasilan lumayan sebagai seniman Melayu di

Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara Ekspresi eksistensi individu ini mendapat tempat yang penting juga dalam konteks seni pertunukan zapin dalam kebudayaan Melayu. Seorang penyanyi misalnya akan dihargai, dihormati, dan dibagi upah yang memadai menurut keahlian pertunjukan dan sekaligus moralitasnya. Dalam kebudayaan Melayu

Sumatera Utara, eksistensi individu dengan keahlian bernyanyi misalnya diberikan masyarakat Melayu kepada penyanyi-penyanyi seperti Nurainun dengan teknik bernyanyi virtuosonya yang dianggap paling estetik di kalangan penyanyi wanita Melayu. Demikian pula Laila Hasyim penyanyi wanita Melayu dengan gaya cengkok dan sengau khasnya menjadi identitas sendiri bagi beliau. Di kalangan penyanyi laki-laki Saiful Amri juga mendapat apresiasi luas dalam masyarakat Melayu, karena gaya khas gereneknya. Di kalangan pemusik misalnya

Ahmad Setia (Ahmad Kidal) diakui sebagai pemain akordion karena handal khasnya dalam mengiringi tari-tarian Melayu. Selain itu Zulfan Effendi juga memiliki kekhasan sebagai seorang individu pemusik Melayu yang handal dalam bermain akordion terutama untuk lagu-lagu Melayu Islam. Mereka ini semuanya terlibat langsung dalam praktek pertunjukan seni zapin di Sumatera Utara.

Selain melalui gaya, komunikasi yang mencerminkan ekspresi individu dalam konteks sosial lainnya, di kalangan seniman-seniman Melayu Serdang dan

Sumatera Utara adalah dengan cara komunikasi bukan lisan lainnya. Misalnya cara berbusana, menurut kesopanan Melayu, menarikan tarian Melayu dengan norma-norma Melayu, perilaku di atas dan di luar panggung, menjaga moralitas pribadi dan perilaku-perilaku lainnya. Pada prinsipnya dalam kebudayaan Melayu di Sumatera Utara perwujudan individu dihargai bila memenuhi syarat-syarat dan

Universitas Sumatera Utara norma-norma sosial yang ada, yang ditanam di benak para warga masyarakat

Melayu, yang diperolehi melalui pengalaman-pengalaman berinteraksi sesamanya.

Komunikasi dalam lagu dan tari zapin Melayu sebagai ekspresi individu ini juga, mendapatkan apresiasi berdasarkan tingkat pendidikan seseorang. Jika ia seorang sarjana, maka masyarakat telah faham bahwa honorariumnya akan lebih besar ketimbang seorang seniman yang berpendidikan di bawahnya. Walaupun ini hanya sebuah faktor saja.

4.3.8 Ekspresi Kelompok

Selain fugsi komunikasi dalam seni zapin Melayu Sumatera Utara sebagai ekspresi indvidu, tidak kalah pentingnya adalah fungsi komunikasi sebagai ekspresi kelompok. Melalui media lagu dan tari etnik Melayu di kawasan ini ingin diakui eksistensinya. Masyarakat Melayu adalah etnik tempatan sebagai tuan rumah dan pemiliki kawasan Melayu (Sumatera Timur), etnik Melayu menerima keberagaman sebagai sesuatu yang alamiah, etnik Melayu memiliki adat yang terangkum dalam adat sebenar adat, adat yang teradat, adat yang diadatkan dan adat-istiadat. Institusi adat ini begitu penting dalam rangka kelestarian budaya

Melayu. Di kawasan ini terbentuk Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia

(MABMI).

Melalui media seni zapin komunikasi ditujukan untuk mengakui eksistensi etnik Melayu dengan pelbagai kelebihan-kelebihan dan kekurangannya secara steretipe. Sebagai sebuah kelompok etnik atau juga masyarakat, orang-orang

Universitas Sumatera Utara Melayu menerima etnik lain untuk menjadi etnik Melayu, dengan syarat masuk

Melayu—artinya masuk Islam dan mengamalkan budaya Melayu. Ini telah terjadi berabad-abad lamanya, pelbagai etnik masuk menjadi Melayu dan kemudian oleh sultan-sultan Melayu di kawasan ini mereka diberi tanah dan hak-hak yang sama dengan warga Melayu lainnya. Tanah yang diberikan kepada mereka ini disebut tanah jaluran. Di samping itu ada pula tanah ulayat yang diwarisi mengikut hukum dan adat Melayu.

Cerminan eksistensi kelompok etnik Melayu dalam lagu-lagu zapin

Melayu tercermin dalam teks berikut.

Apa tanda Melayu jati, Orangnya bersopan dan baik budi, Apa tanda Melayu jati, Ikut resam adat dipakai. Kuala Deli airnya pun tenang, Tempat nak dara mencuci kain, Bila merantau tanah dikenang, Janganlah cari si orang lain. Berlayar menuju si Pulau Perca, Bawakan kami buah kuini, Ingat kata pepatah Hang Tuah, Tak kan Melayu hilang di bumi Kalau meletus Gunung Sibayak, Kota Medan menjadi abu, Angin berhembus layarku koyak, Ke mana arah hendak dituju. (Sumber: Nasri Effhaz bin A. Saari, dalam wawancara 11 Juni 2011)

Pada bait (stanza) pertama tercermin sikap dan prilaku orang Melayu yang bersandar pada adat, dan adat bersandar pada agama Islam. Dengan demikian orang Melayu itu adalah orang Islam, yang wajib melaksanakan ajaran-arajan

Islam dan menjauhi larangan Tuhan. Jadi orang Melayu wajib untuk menjadi orang yang bertakwa. Kemudian pada bait kedua, mengingatkan bahwa orang

Universitas Sumatera Utara Melayu jangan melupakan kampung halaman, dalam hal ini diwakili Kuala

Sungai Deli dengan airnya yang tenang (kini sudah tercemari oleh kilang-kilang di

Medan), dan jangan pula lupa kepada kekasih jika merantau ingat-ingatlah dan suntinglah ia setelah berjanji sehidup-semati. Pada pantun ketiga orang Melayu itu wajib meneruskan pepatah Hang Tuah sebagai ikon wira Melayu di Dunia

Melayu, agar Melayu itu itu tak hilang di dunia harus didukung oleh semua warga

Melayu dan mengamalkan adat Melayu. Dengan demikian setiap orang Melayu wajib memiliki nilai-nilai perjuangan dan kewiraan dalam hidupnya. Hidup ini penuh dengan perjuangan. Untuk dapat berkembang dan bertahan di dunia ini kita harus bekerja keras dan menanamkan sikap optimisme. Pada pantun stanza keempat pula tercermin hidup ini penuh tantangan, yang dilambangkan oleh angin berhembus dan layar perahu koyak, sehingga ke mana arah harus dituju. Dalam menghadapi situasi yang sedemikian rupa hendaknya seorang Melayu itu berusaha menambal layar yang koyak untuk dapat menuju arah yang telah ditentukan sebelumnya. Jangan berpangku tangan, dan berdiam diri, harus berusaha. Kira- kira demikian tafsiran penulis terhadap komunikasi dalam lagu zapin Melayu di wilayah Serdang Sumatera Utara yang mengekspresikan eksistensi kelompok etnik Melayu.

Universitas Sumatera Utara 4.3.9 Ekspresi Emosi

Fungsi komunikasi dalam lagu dan tari zapin Melayu Sumatera Utara

adalah sebagai sarana ekspresi emosi. Bagaimana keadaan ekspresi emosi dalam

bidang musik, Merriam287 menjelaskan sebagai berikut.

An important function of music, then, is the opportunity it gives for variety of emotional expression—the release of otherwise unexpres-sible thoughts and ideaas, the correlation of a idea variety of emotional music, of the opportunity to “let off steam” and perhaps to resolve social conflict, the explosion of creativity itself, and the group of expression of hostilities. It is quite possible that a much widear variety of emotional expressions could be cited, but the examples given here indicate clearly the importance of this function of music.

Menurut Merriam, salah satu fungsi musik yang penting, adalah ketika musik itu menyediakan atau memberikan pelbagai variasi ekspresi emosi. Hal yang tidak dapat diekspresikan dalam pikiran dan ide, hubungan dari pelbagai variasi emosi dalam musik. Juga kesempatan untuk “mengelarkan amarah” dan kemungkinan-kemungkinan untuk meredakan atau meniadakan konflik sosial, meledakkan kreativitas itu sendiri serta meledakkan sekelompok ekspresi permusuhan. Sangat dimungkinkan, bahwa pelbagai variasi ekspresi emosi yang luas dapat dikaji, tetapi contoh-contoh itu mengindikasikan secara jelas pentingnya fungsi emosi ini dalam musik.

Dalam perspektif Islam, Imam Al-Ghazali288 menyatakan bahwa sifat dendam bersumber dari sifat marah. Bahkan lebih jauh emosi marah pula terhasil dari emosi lain seperti terhina, malu, dan iri hati. Emosi kausal ini lahir

287 Ibid, hal., 222-223. 288 Ensiklopedi Islam (8jilid), P.T. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta, 2008

Universitas Sumatera Utara disebabkan sebuah gejala utama yaitu ketidakadilan. Wajah ketidakadilan itu terbentuk dari pelbagai sebab seperti kekuasaan dan kasih sayang.

Demikian pula fungsi komunikasi dalam lagu dan tari zapin Melayu adalah untuk mengekspresikan pelbagai macam emosi, yang diungkapkan melalui bahasa verbal yang dinyanyikan atau gerak-gerik.

Seterusnya ekspresi emosi gembira atau riang lagi sedang bercinta juga diekspresikan dalam lagu-lagu zapin Melayu Sumatera Utara. Misalnya dalam bait-bait pantun berikut ini yang umum dinyanyikan di kawasan Sumatera Utara.

Tujuh lubuk sembilan kolam, Anak jangkar hanyut terapung, Ku lepas merbuk ku tangkap balam, Mana bertuah belum ku tahu. Kalu menebang si pohon jati Papan di Jawa kami dirikan, Pertama kasih kedua budi, Yang mana satu nak ku turutkan. (Sumber: Nasri Effhaz bin A. Saari, dalam wawancara 11 Juni

2011)

Universitas Sumatera Utara BAB V

STRUKTUR TEKS, TARI,

DAN MUSIK ZAPIN

5.1 Tentang Struktur

Yang dimaksud dengan terminologi struktur dalam tesis ini adalah suatu bangunan seni (yang di dalamnya terdiri dari teks, tari, dan musik) yang terdiri dari bagian-bagian yang lebih kecil, yang membentuk satu kesatuan. Struktur seni ini diwujudkan dalam dimensi waktu dan ruang. Struktur teks, tari, dan musik zapin saling jalin menjalin menjadi sebuah pertunjukan seni yang memiliki identitas dan ciri khas tersendiri.

Dalam konteks budaya Melayu istilah zapin mengandung pengertian satu genre seni yang di dalamnya mencakup: (a) teks, (b) tari, (c) musik, yang berakar dari peradaban Yaman di Asia Barat, dan mengandung nilai-nilai ajaran Islam.

Unsur teks zapin, dalam kebudayaan Melayu terdiri dari bahasa Arab, bahasa campuran Melayu dan Arab, dan bahasa Melayu sendiri. Teks ini disusun ada yang berdasarkan pantun atau baris-baris teks bebas yang mendukung temanya.

Teks zapin bagaimanapun dapat dikelompokkan kepada jenis lagu, karena mengikuti melodi yang ada. Teks ini ada yang disampaikan secara eksplisit, namun tidak jarang pula yang disampaikan secara implisit. Teks-teks lagu zapin memiliki makna-makna kebudayaan, yang hanya dapat dipahami berdasarkan pengalaman empiris budaya, terutama budaya Melayu.

Universitas Sumatera Utara Untuk tari zapin, gerak-gerak yang digunakan sepenuhnya berakar dari kosa gerak tarian Melayu. Struktur gerak ini mengikuti rentaknya yang biasa dilakukan dalam siklus hitungan empat sebagaimana musiknya. Tari zapin ini biasanya dalam persembahan terdiri dari bagian pembuka, isi, dan penutupnya. Tari zapin di

Serdang gerakan-gerakannya merupakan imitasi alam seperti gerak nelayan di laut, atau orang sedang bercocok tanam di lahan pertanian, atau menirukan flora dan fauna di sekelilingnya. Bagaimanapun gerak-gerak tari zapin ini memiliki makna-makna eksplisit maupun implisit.

Musik zapin disusun oleh dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang terdiri dari tangga nada, wilayah nada, nada-nada dasar, interval, formula melodi, pola- pola kadensa, kontur, dan lain-lainnya. Sementara dimensi waktu disusun oleh pola ritme, birama atau meter, cepat lambatnya musik atau tempo, kuat lembutnya ketukan atau aksentuasi, siklus ritme, motif ritme, dan pola ritme, dan hal-hal sejenisnya.

5.2 Struktur Teks Lagu-lagu Zapin

Lagu-lagu zapin di kawasan Serdang yang dipraktekkan oleh para senimannya umumnya menggunakan teks-teks bahasa Melayu. Ada juga yang menggunakan bahasa Arab, atau campuran bahasa Melayu dan Arab. Lagu-lagu ini memiliki berbagai tema, tetapi umumnya adalah filsafat-filsafat Melayu dan

Islam, seperti bagaimana menjalani hidup, pujian kepada Allah dan Nabi, hubungan antara sesama manusia, cinta yang universal yang perlu dibina, dan

Universitas Sumatera Utara lain-lainnya. Intinya adalah mencerminkan pandangan hidup manusia Melayu di bawah bimbingan ajaran Ilahi.

Dalam menampilkan lagu-lagu zapin Melayu biasanya menggunakan lirik.

Tapi dalam sesuatu hal bisa saja hanya untuk mengiringi tarian, dan liriknya tidak dinyanyikan, atau disebut juga dengan instrumentalia (hanya bunyi musiknya saja). Sejauh pengamatan penulis, lirik yang digunakan dalam lagu-lagu zapin mengacu kepada pantun atau ada unsur-unsur pantun di dalamnya.

Penggunaan pantun banyak mendapatkan peran utama dalam lagu-lagu zapin Melayu. Oleh karena itu, pantun menjadi ciri khas dari sebuah pertunjukan musik Melayu. Lagu-lagu yang digarap berdasarkan pantun, teksnya selalu diubah terus-menerus. Perubahan teks tersebut menjadi karakteristik khas musik Melayu.

Untuk lagu yang berjudul sama, oleh seorang penyanyi yang sama, dalam selang waktu beberapa menit, jika diulang, biasanya akan menghasilkan teks yang berbeda.

Lagu-lagu zapin Melayu adalah lebih mengutamakan garapan teks dibandingkan garapan melodi atau instrumentasinya. Hal ini dapat dilihat dari garapan teks yang terus menerus berubah, sedangkan melodinya sama atau hampir sama. Dengan demikian musik Melayu ini dapat dikategorikan sebagai musik logogenik289. Teksnya berdasar kepada pantun empat baris, kuatrin, yang terdiri

289Jika sebuah genre musik mengutamakan aspek melodi dan ritme saja, dapat dikategorikan sebagai musik melogenik. Contoh pertunjukan musik yang dikategorikan sebagai logogenik adalah pertunjukan ronggeng dan joget Melayu yang memang mengutamakan teks berbentuk pantun yang disajikan oleh ronggeng dan pengunjung. Aspek jual beli pantun secara spontanitas merupakan ruh pertunjukan ronggeng. Sementara contoh pertunjukan musik melogenik, yang hanya mengutamakan aspek nada atau ritme saja, misalnya adalah pertunjukan gonrang bolon di Simalungun, yang tanpa menggunakan vokal penyanyi, hanya mengutamakan melodi sarune bolon dan bunyi gonrang sipitu-pitu, serta gong.( William P Malm., 1977, 1-10)

Universitas Sumatera Utara dari dua baris sampiran dan dua baris isi. Kecenderungan mempergunakan ulangan-ulangan apakah itu sampiran atau isinya.

Menurut Harun Mat Piah290, pantun ialah sejenis puisi pada umumnya, yang terdiri dari: empat baris dalam satu rangkap, empat perkataan sebaris, mempunyai rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi dan kekecualian. Tiap-tiap rangkap terbagi ke dalam dua unit: pembayang (sampiran) dan maksud (isi).

Setiap rangkap melengkapi satu ide. Ciri-ciri pantun Melayu dapat dibicarakan dari dua aspek penting, yaitu eksternal dan internal. Aspek eksternal adalah dari segi struktur dan seluruh ciri-ciri visual yang dapat dilihat dan didengar, yang termasuk hal-hal berikut ini.

(1) Terdiri dari rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap rangkap terdiri dari baris-baris yang sejajar dan berpasangan, 2, 4, 6, 8, 10 dan seterusnya, tetapi yang paling umum adalah empat baris (kuatrin). (2) Setiap baris mengandung empat kata dasar. Oleh karena kata dalam bahasa Melayu umumnya dwi suku kata, bila termasuk imbuhan, penanda dan kata-kata fungsional, maka menjadikan jumlah suku kata pada setiap baris berjumlah antara 8-10. Berarti unit yang paling penting ialah kata, sedangkan suku kata adalah aspek sampingan. (3) Adanya klimaks, yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau perkataan ada dua kuplet maksud. (4) Setiap stanza terbagi kepada dua unit yaitu pembayang

(sampiran) dan maksud (isi); karena itu sebuah kuatrin mempunyai dua kuplet: satu kuplet pembayang dan satu kuplet maksud. (5) Adanya skema rima yang tetap, yaitu rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi a-a-a-a. Mungkin juga

290 Harun Mat Piah, 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan Genre dan Fungsi. (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1989), hal., 91, 123, 124.

Universitas Sumatera Utara terdapat rima internal, atau rima pada perkataan-perkataan yang sejajar, tetapi tidak sebagai ciri penting. Selain rima, asonansi juga merupakan aspek yang dominan dalam pembentukan sebuah pantun. (6) Setiap stanza pantun, apakah itu dua, empat, enam, dan seterusnya, mengandung satu pikiran yang bulat dan lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan.

Aspek-aspek internal adalah unsur-unsur yang hanya dapat dirasakan secara subjektif berdasarkan pengalaman dan pemahaman pendengar, termasuk:

(7) Penggunaan lambang-lambang yang tertentu berdasarkan tanggapan dan dunia pandangan (world view) masyarakat. (8) Adanya hubungan makna antara pasangan pembayang dengan pasangan maksud, baik itu hubungan konkret atau abstrak atau melalui lambang-lambang291.

Dalam lagu-lagu zapin Melayu, ciri-ciri pantun seperti yang dikemukakan

Harun Mat Piah tersebut juga berlaku. Namun, karena pantun ini disajikan secara musikal, ada beberapa lagi ciri pantun lagu-lagu Melayu, yaitu: (1) pantun biasanya disajikan berulang-ulang mengikuti ulangan-ulangan melodi. (2) Walau prinsipnya teks lagu-lagu Melayu mempergunakan pantun, namun pantun ini tidak sembarangan dimasukkan, misalnya untuk lagu-lagu seperti Ya Salam dan Zapin

Bunga Hutan, sudah ada melodi yang khusus dipergunakan untuk teks yang menjadi ciri utama lagu-lagu tersebut. Pada bagian ini pantun tak boleh masuk. (3)

Pantun dalam lagu-lagu zapin Melayu juga selalu dapat diulur atau dipadatkan sesuai dengan kebutuhan melodi musik yang dimasukinya. (4) Pantun-patun

291 Ibid.

Universitas Sumatera Utara dalam lagu-lagu zapin Melayu juga dapat disisipi oleh kata-kata seperti: ala sayang, sayang, hai, ala hai, abang, bang, Tuan, Puan, Pak Ucok, Bang Ucok, akak, abah, juga judul-judul lagu seperti Gunung Sayang, Dondang Sayang,

Serampang Laut, dan lain-lainnya, di tempat-tempat awal, tengah, atau akhir baris.

(5) Selain itu, dalam satu baris tidak harus mutlak terdiri dari empat kata atau sepuluh suku kata, tetapi bisa lebih melebar dari ketentuan pantun secara umum.

Hal ini memungkinkan terjadi, karena teks tersebut disampaikan secara melodis, bukan dalam gaya berpantun. Misalnya untuk memperpanjang beat, dapat dipergunakan dengan teknik melismatik, sebaliknya dengan teknik silabik dengan durasi yang relatif pendek. Keadaan seperti ini terjadi pada keseluruhan repertoar lagu zapin Melayu, yang berdasarkan kepada pantun. Sifatnya lebih fleksibel terhadap tata aturan pantun, dibanding dengan seni pantun yang disampaikan dengan cara berpantun.

Berikut adalah kerja analisis terhadap salah satu lagu Zapin Melayu yaitu lagu Lancang Kuning. Lagu ini penulis analisis melalui teori semiotik yang lazim digunakan dalam ilmu-ilmu seni. Lagu ini menjadi pilihan karena sangat luas dikenal masyarakat Melayu atau rumpun Melayu. Lagu ini memiliki identitas kemelayuan yang kuat, baik ditinjau dari tangga nada maupun ornamentasi yang digunakan di dalamnya. Selain itu, syair lagu Lancang Kuning ini juga syarat dengan makna-makna budaya yang dianut oleh sebagian besar masyarakat

Melayu. Lagu ini juga bisa dikatakan sebagai ungkapan sistem simbol yang lazim digunakan oleh orang-orang Melayu dalam konteks komunikasi budaya.

Universitas Sumatera Utara Berikut ini adalah analisis dari tiga lagu zapin yang lazim digunakan dalam kebudayaan Melayu di wilayah Serdang Sumatera Utara.

(a) Lancang Kuning

Lancang kuning lancang kuning belayar malam belayar malam Lancang kuning lancang kuning belayar malam belayar malam Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam Lancang kuning belayar malam Lancang kuning belayar malam Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga Lancang kuning belayar malam Lancang kuning belayar malam Kalau nahkoda kalau nahkoda kuranglah paham hai kuranglah paham Kalau nahkoda kalau nahkoda kuranglah paham hai kuranglah paham Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam Alamatlah kapal alamatlah kapal akan tenggelam Lancang kuning belayar malam Lancang kuning belayar malam (Sumber: Nasri Effhaz bin A. Saari, dalam wawancara 11 Juni 2011)

Teks lagu Lancang Kuning ini juga mengandung lambang dalam konteks budaya Melayu. Lancang Kuning itu adalah lambang orang Melayu dan kebudayaannya dalam mengarungi dunia ini, termasuk dangan teks sebagai berikut: Lancang kuning berlayar malam berlayar malam; Haluan menuju haluan menuju ke laut dalam; Lancang kuning berlayar malam. Teks ini coba menyampaikan pesan bahwa lancang kuning (perahu tradisional yang berwarna kuning, sebagai simbol kebudayaan Melayu) sedang berlayar malam, yang itu lebih berbahaya ketimbang berlayar siang hari, malam gelap, perlu suluh, lampu atau penerangan yang cukup agar boleh berlayar malam. Sementara haluannya

Universitas Sumatera Utara pun menuju laut dalam bukan laut tepi, sehingga perlu berhati-hati seluruh anak kapalnya, terutama nakhoda. Teks ini melambangkan kebudayaan Melayu yang dihimpit oleh berbagai-bagai tekanan budaya asing.

Bait kedua menggambarkan lebih jauh tekanan kebudayaan asing kepada budaya Melayu menerusi teks sebagai berikut ini. Lancang kuning lancang kuning menentang badai hai menentang badai; Tali kemudi tali kemudi berpilin tiga;

Lancang kuning berlayar malam. Dalam pelayaran lancang kuning menghadapi lautan, yang perlu diatasi dengan perjuangan seluruh awak kapal. Keadaaan ini menggambarkan sekian besarnya tantangan yang dihadapi masyarakat dan kebudayaan Melayu dalam merentas dan menjalani hidup di dunia ini. Namun pada ayat berikutnya disebutkan bahwa tali kemudi berpilin tiga, artinya untuk menghadapi caraan budaya ini masyarakat Melayu sudah bersiap-siap dengan pilinan tali kemudi berjumlah tiga. Maknanya dalam menghadapi tantangan tamadun, masyarakat Melayu sudah menyiapkan unsur ulama, pemerintah , dan rakyat yang bekerja bersama-sama.

Bait ketiga lagu ini mengingatkan pentingnya kewaspadaan keberpihakan pihak penguasa (pemerintah atau kerajaan) kepada rakyat yang dipimpinnya, dengan berasaskan kepada kepahaman ilmu yang diturunkan oleh generasi pendahulu orang-orang Melayu. Dalam hal ini nakhoda harus paham akan ilmu kelautan, ke arah mana yang hendak dituju, bagaimana mengahadapi gelombang.

Dalam arti lain, pemimpin Melayu harus paham dengan sistem pendidikan

Melayu yang tercakup dalam adat Melayu, seperti yang dikonsepkan dalam adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah. Dengan mengikuti ajaran

Universitas Sumatera Utara ini, Insya Allah pimpinan dan rakyat Melayu akan selamat menghadapi gelombang zaman, seperti yang tercermin dalam teks berikut: Kalau nakhoda kalau nakhoda kuranglah paham hai kuranglah paham; Alamat kapal alamat kapal akan tenggelam; Lancang kuning berlayar malam.

Dalam kebudayaaan Melayu, untuk memohon kepada Allah agar sebuah kampung terhindar daripada musibah dan malapetaka, maka masyarakat Melayu hingga saat ini mengadakan upacara yang disebut melepas lancang. Upacara ini dilakukan pada masa-masa ketika sebuah desa mengalami musibah, seperti beberapa warganya hilang dilaut, banjir besar, wabah penyakit dan sebagainya.

Jadi lancang (perahu) mempunyai makna dan lambang tersendiri dalam kebudayaan Melayu. Demikian kira-kira makna lagu ini dalam konteks Melayu.

(b) Zapin Ya Salam

Ya salam, ya salam, ya salam Menentang awan di waktu petang Hai menentang gelap di waktu petang Kalaulah tuan kalaulah tuan pergi melepas Akar dililit aduhai sayang si pohon jati Kalau dipandang kalau dipandang sekali lintas Rasa berdebar aduhai sayang di dalam hati Kalu dipandang kalau dipandang sekali lintas Rasa berdebar aduhai sayang di dalam hati (Sumber: Nasri Effhaz bin A. Saari, dalam wawancara 11 Juni 2011)

Teks lagu Ya salam tersebut sebenarnya adalah bertemakan tentang cinta yang universal di dalam kebudayaan Melayu. Lagu ini dimulai dengan kata ya salam, atau sebenarnya adalah sublimasi dari kata assaamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Artinya adalah semoga keselamatan dari Allah kepada kamu. Kata- kata menentang awan di waktu petang, kalaulah tuan kalaulah tuan pergi melepas,

Universitas Sumatera Utara akar dililit aduhai sayang si pohon jati. Dilanjutkan kalau dipandang kalau dipandang sekali lintas, rasa berdebar aduhai sayang di dalam hati. Kata-kata tersebut menggambarkan tentang perasaan cinta kepada seseorang. Walau hanya sekali pandang tetapi rasa itu berdebar di dalam hati. Bagaimanapun lagu zapin ini bertemakan cinta universal, dalam hal ini perasaan cinta manusia.

(c) Zapin Serdang

Ini lagu hai zapin Serdang hai zapin Serdang Ini lagu hai zapin Serdang hai zapin Serdang Maian anak mainan anak di waktu petang Mainan anak mainan anak di waktu petang Mari kita mari kita berdendang hai kita berdendang Mari kita mari kita berdendang hai kita berdendang Selamatlah datang selamatlah datang di Kesultanan Serdang Selamatlah datang selamatlah datang di Kesultanan Serdang

Adil makmur hai makmur selamat sentosa sentosa Semogalah Allah semogalah Allah memberkatinya Adil makmur hai makmur selamat sentosa sentosa Semogalah Allah semogalah Allah memberkatinya (Sumber: Nasri Effhaz bin A. Saari, dalam wawancara 11 Juni 2011)

Lagu Zapin Serdang tersebut di atas temanya adalah tentang kegiatan seni yaitu berdendang , dan selamat datang ke Negeri Serdang sebagai sebuah negeri

Melayu yang kaya dengan seni budaya, baik lagu, musik, tari, teater, dan lain- lainnya. Keadaan Negeri Serdang sebagai negeri budaya memang diakui di kawasan ini. Terutama di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Syariful Perkasa

Alamsyah, negeri ini menjadi pusat kesenian dalam budaya Melayu di Sumatera

Timur. Daerah ini menghasilkan seni dan seniman yang berperingkat internasional. Serampang dua belas adalah contoh tarian Melayu yang menjadi tarian nasional. Begitu juga dengan seni zapinnya yang menjadi dikenal luas di

Universitas Sumatera Utara Dunia Melayu. Kata-kata berikutnya adil makmur hai makmur selamat sentosa sentosa, Semogalah Allah semogalah Allah memberkatinya, memberikan dan menggambarkan suasana bagaimana kerajaan negeri Serdang merupakan sebuah negeri Melayu yang adil dan makmur sesuai dengan pemerintahan menurut Islam, yaitu negeri yang madani. Kata-kata semoga Allah memberkatinya juga pengharapan rakyat Serdang agar negeri ini mendapat petunjuk, rahmat, hidayah dari Allah Subhana Wata’ala. Jadi meskipun makmur secara ekonomis, rakyat negeri Serdang juga mengharapkan ridha Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Itulah kira-kira makna teks yang terkandung di dalam lagu Zapin Serdang ini.

(d) Zapin Menjelang Maghrib

Tujuhlah lubuk sembilan kolam Banyaklah jangkar hanyut terapung Lepaslah merbuk alahai adekku ganti balam Mana bertuah mana bertuah belum ku tahu. (Alahai si bunga melur ahai si bunga kenanga) Nasi lah lemak buah di dara Daun selasih saya larutkan Tinggallah emak tinggal saudara Lantaran kasih saya turutkan (alahai si bunga melur aduh dek ahai si bunga kenanga) Alah hatiku hancur aduh dek karena lirikan matanya Anak ikan ku panggang saja Hendakku pindang tiada berkunyit Anaklah orang kupandang saja Hendakku pinang tiada berduit (alahai si bunga melur ahai si bunga kenanga Alah hatiku hancur aduh dek karena ulahnya dia) Pancinglah ikan ke tengah laut Dapat ikan si merah mata Tidurlah malam alahai emak terkejut-kejut Angin berhembus kusangka dia (Tinggilah bukit mandi angin tempat bertapa si anak naga Tuan sepantun kilah cermin aduh dek di balik gunung Nampaklah juga...... )

Universitas Sumatera Utara (Sumber: Nasri Effhaz bin A. Saari, dalam wawancara 11 Juni 2011)

Lagu Zapin Menjelang Maghrib di atas adalah ciptaan bersama Rizaldi

Siagian dan Anjang Nurdin bin Paitan dari Pantai Labu Serdang. Lagu ini bertemakan cinta dengan dasar-dasar pantun Melayu empat baris. Pada bagian awal: Tujuhlah lubuk sembilan kolam; Banyaklah jangkar hanyut terapung;

Lepaslah merbuk alahai adekku ganti balam; Mana bertuah belum ku tahu.

Artinya dalam hidup ini seseorang itu selalu melakukan hal-hal yang tidak pasti apa yang bakal terjadi, termasuk dalam memilih cinta dan jodohnya. Teks ini diperkuat dengan kuatrin kedua, yaitu: Nasilah lemak buah di dara; Daun selasih saya larutkan; Tinggallah emak tinggal saudara; Lantaran kasih saya turutkan.

Kuatrin kedua ini menjelaskan kepada pendengar bahwa kasih di atas segalanya.

Biarlah tinggal sanak saudara yang penting kasih di dalam genggaman. Pada bait ketiga ada sedikit ejekan bahwa walaupun kita sudah saling mencintai karena ketiadaan harta maka hal itu bisa tinggal kenangan seperti yang diungkapkan secara eksplisit dalam pantunnya: Anak ikan ku panggang saja; Hendakku pindang tiada berkunyit; Anaklah orang kupandang saja; Hendak ku pinang tiada berduit. Pada bait berikutnya, memberikan ulasan dan penjelasan bahwa karena sedang dirundung cinta, angin berhembus pun disangka kekasih yang datang kepadanya; Pancinglah ikan ke tengah laut; Dapat ikan si merah mata; Tidurlah malam alahai emak terkejut-kejut; Angin berhembus kusangka dia

Dari empat contoh lagu-lagu zapin di atas, dapat digambarkan bahwa lagu- lagu zapin mengungkapkan sistem filsafat hidup masyarakat Melayu Serdang, yang digunakan oleh seniman musik dan tari Melayu Kerajaan Serdang. Filsafat

Universitas Sumatera Utara hidup ini mencakup semua aspek dengan landasan ajaran-ajaran silam yang dianut masyarakat Kesultanan Serdang. Jadi lagu-lagu zapin di Serdang secara umum adalah ekspresi kebudayaan masyarakat Serdang.

5.3 Struktur Tari Zapin

5.3.1 Struktur Tari Melayu

Seni tari dalam kebudayaan Melayu mencakup ide, aktivitas, maupun estetikanya. Seni tari mengekspresikan kebudayaan secara umum. Seni tari juga mengikuti norma-norma yang digariskan oleh adat Melayu. Berbagai gerak mencerminkan halusnya budi orang-orang Melayu, yang menjadi bagian integral daripada diri sendiri maupun alam sekitar, seperti yang tercermin dalam ungkapan

Melayu: “Kembali ke alam semula jadi.” Hal ini dapat ditelusuri melalui konsep- konsep tari dalam budaya Melayu.

Konsep tari dalam budaya Melayu biasanya diungkapkan melalui beberapa istilah yang mengandung makna denotasi atau konotasi tertentu292. Menurut

Sheppard, konsep tentang tari dalam budaya Melayu, diwakili oleh empat terminologi yang memiliki arti yang bernuansa, seperti yang diuraikannya berikut ini.

There are four different words meaning ‘dance’ in the Malay language: Tandak emphasizes the dancer’s steps, Igal means posturing or dancing with emphasis on body movement, Liok is applied to low bending and swaying of the body, and Tari

292Di Sumatera Utara, selain masyarakat Melayu, etnik lain di kawasan ini juga memiliki istilah-istilah yang berkaitan dengan tari. Pada masyarakat Batak Toba, Mandailing-Angkola, istilah gerak dalam kebudayaannya adalah tortor. Pada masyarakat Karo disebut dengan landek. Kemudian etnik Pakpak-Dairi menyebutnya dengan tatak. Sementara istilah tari dari bahasa Melayu juga mereka gunakan, terutama dalam konteks berinteraksi dengan sesama suku di Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara describes dancing in which the graceful movement of arms, hands, and fingers plays the chief part. The Malays attach so much importance to the fourth of these that Tari is always used to mean the Malay style of dancing 293.

Dari pernyataan Sheppard di atas, terlihat dengan jelas bahwa konsep tari dalam kebudayaan Melayu, yang diwakili oleh istilah-istilah tandak, igal, liok, dan tari, perbedaan maknanya ditentukan oleh dua faktor, yaitu: (1) penekanan gerak

yang dilakukan anggota tubuh penari dan (2) tekniknya. Tandak selalu dihubungkan dengan gerakan langkah yang dilakukan oleh kaki; igal gerakan

yang secara umum dilakukan oleh tubuh (terutama pinggul); liok atau liuk teknik menggerakkan badan ke bawah dan biasanya sambil miring ke kiri atau ke kanan, gerakan ini sering juga disebut dengan melayah; dan tari selalu dikaitkan dengan gerakan tangan, lengan, dan jari jemari dengan teknik lemah gemulai.

Selaras dengan pendapat Sheppard yang banyak mengkaji keberadaan tari di Semenanjung Malaysia, maka Tengku Lah Husni294 dari Sumatera Utara, mengemukakan bahwa secara taksonomis, tari Melayu Pesisir Timur Sumatera

Utara, dapat diklasifikasikan ke dalam tiga konsep gerak, yaitu: (1) tari, merupakan gerak yang dilakukan oleh lengan dan jari tangan; (2) tandak, yaitu gerak yang dilakukan oleh wajah, leher, lengan, jari tangan, dan kaki; dan

(3) lenggang yang berupa gerakan lenggok atau liuk pinggang dan badan yang disertai ayunan tangan dan jari.

293 Mubin Sheppard, Taman Indera: Malay Decorative Arts and Pastimes. (London: Oxford University Press, 1972), hal., 82. 294 Tengku Lah Husni, 1985. “Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu.” Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, di Medan. hal. 84.

Universitas Sumatera Utara Menurut Goldsworthy295 tari-tarian Melayu didasarkan kepada adat- istiadat, dan dibatasi oleh pantangan adat. Para penari perempuan disarankan untuk menjaga kehormatan dan harga dirinya. Mereka tidak diperkenankan mengangkat tangan melebihi bahunya, dan tidak diperkenankan menampakkan giginya pada saat menari. Mereka tidak boleh menggoyang-goyangkan pinggulnya, kecuali dalam pertunjukan joget. Para penari wanita sebagian besar mengutamakan sopan-santun, tidak menantang pandangan penari mitra prianya.

Penari wanita mengekspresikan sikap jinak-jinak merpati atau malu-malu kucing. Penari wanita gerakan-gerakannya menghindari penari pria.

Dengan melihat konsep-konsep tentang tari dalam budaya Melayu seperti tersebut di atas, maka ditemui berbagai persamaan dan perbedaan. Konsep tari yang dikemukakan Sheppard sama dengan yang dikemukakan Husni. Lenggang yang dikemukakan Husni pengertiannya mencakup igal dan liuk yang dikemukakan oleh Sheppard. Tandak yang dikemukakan Husni pengertiannya lebih luas dari yang dikemukakan Sheppard, mencakup gerak wajah, leher, lengan, jari tangan, dan kaki. Namun demikian, dari kedua pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam budaya tari Melayu dikenal beberapa konsep tentang tari yang maknanya menekankan pada gerakan anggota tubuh tertentu seperti teknik gerak. Konsep-konsep tari seperti itu dipergunakan juga dalam ronggeng Melayu. Misalnya gerak tari pada ronggeng, maknanya menekankan kepada gerakan lengan, tangan, dan jari-jari tangan. Gerak tandak berarti

295 David J. Goldsworthy, “Melayu Music of North Sumatra: Continuities and Changes.” Canberra : Monash University, 1979, Disertasi Doktoral. hal., 343.

Universitas Sumatera Utara menekankan kepada gerakan kaki terutama sering dikaitkan dengan tari lagu dua yang memang mengutamakan gerakan kaki.

Begitu juga dengan liuk yang berarti melayahkan badan ke bawah pada saat antara penari ronggeng bertukar posisi. Dalam budaya tari Melayu terdapat pemisahan peran ekspresi berdasarkan jenis kelamin (jantina). Seorang penari pria mempunyai tata gerak yang berbeda dengan seorang penari wanita.

Keanggunan wanita yang diekspresikan melalui gerak gemulainya dalam tari

Melayu, akan lebih alamiah bila didampingi oleh ekspresi sikap gagah penari pria.

Dalam tari berpasangan, gerak-gerak yang diekspresikan penari pria adalah melindungi penari wanita. Pada waktu menari berpasangan, penari pria mengitari penari wanita, sebagai ekspresi menjaga penari wanita dari gangguan orang lain.

Penari wanita tidak diperkenankan melangkah terlalu lebar dan lebih menonjol gerakannya dibanding penari pria. Penari wanita melakukan gerakan- gerakan yang mengekspresikan kelembutan, yaitu gerak halus dan sedikit malu- malu. Pinggul penari wanita tidak boleh digoyangkan dengan sesuka hati, sehingga menimbulkan rangsangan erotis bagi yang melihatnya. Hinjut kaki seorang penari wanita tidak boleh terlalu keras dan kuat, sedangkan penari lelaki melangkah dengan mantap. Begitulah sifat tari Melayu yang ditarikan dari zaman ke zaman296.

Untuk tetap menjaga tata susila, norma-norma adat mengatur para penari

Melayu bagaimana seharusnya menggerakkan tangan dan jari-jari tangan.

Lambaian, lenggang, dan lenggok tangan, pada saat menari sambil berjalan,

296 Mohd Anis Md Nor, “Lenggang dan Liuk dalam Tari Pergaulan Melayu”, Tirai Panggung, jilid 1, nomor 1, 1995, hal., 30-32.

Universitas Sumatera Utara mengikuti aturan-aturan tertentu. Bagi seorang penari wanita, lenggangan

tangannya tidak boleh melebihi sisi bahu sehingga nampak ketiaknya. Walaupun berbusana kebaya atau baju kurung, lenggangan tangan yang terlalu luas dan tinggi, tidak saja akan menghilangkan kesan keindahan busana, tetapi juga mencerminkan sifat angkuh, yang lari jauh dari sifat wanita Melayu, yang sederhana, seperti yang dikehendaki oleh norma-norma adat. Pada saat menari, lenggangan tangan seharusnya distilisasi dengan gerakan ayunan lemah gemulai, bukan sebagai gerak sehari-hari. Gerak tangan yang meniru gerak kelakuan sehari-hari seperti menata dan menyisir rambut, distilisasi dalam gerak tari.

Corak-corak yang distilisasi itu, menghasilkan motif-motif tari yang indah.

Dalam jenis tari senandung, lenggangan tangan yang melahirkan bentuk- bentuk gerak yang distilisasi sangat dipengaruhi oleh sifat lemah gemulai wanita

Melayu. Lenggangan yang terlalu tinggi akan menimbulkan suasana yang berlawanan dengan rentak lagu yang lembut perlahan. Namun keindahan gerak lenggang akan terwujud bila bunga (improvisasi) tari pada tiap-tiap ujung frase melahirkan motif yang indah sebelum gong berbunyi. Gerak tari senandung bersifat mengalir terus. Pada setiap ketukan gong, gerak tidak diputus, tetapi harus disambung dengan lenggangan tangan, masuk pada hitungan pertama dan kedua pada setiap frase tari297.

Berkaitan dengan tata susila dan estetika tari senandung, Goldsworthy298 menjelaskannya sebagai berikut.

297 Ibid. 298 David J. Goldsworthy, “Melayu Music of North Sumatra: Continuities and Changes.” Canberra: Monash University, 1979, Disertasi Doktoral. hal., 344.

Universitas Sumatera Utara In all dances classified into one category, a set of characteristic movements are typical. Graceful, swaying body movements with outstreched hand and delicately

curved, upturned fingers (dilentikkan) are typical of sinandung dances. One of

Malay writer compares these movements to the swaying of a cocnut tree at the waters edge. ... The wrist movement called gemulai tangan is most characterictic

of sinandung. Although it is also found in other dance-types. ... It consist of an outwards twist of the wrist with fingers splayed and upturned. Two other movement typical of sinandung dances are called legar and bisik. Legar walking space means walking with the left hand resting on the left thigh and the righ hand

streched horizontally with the shoulders and fingers extended and upturned. In the bisik movement, the two dancers bend in opposite directions, with heads cocked on the side and the right hand behind the ear, suggesting a listening movement.

Menurut Goldworthy, seperti kutipan di atas, tari senandung diekspresikan dalam gerakan lemah gemulai, dan jari tangan dilentikkan.Gerakan ini dikonsepkan sebagai pohon nyiur melambai, yang daunnya menyentuh permukaan air. Gerakan yang menjadi ciri tari senandung lainnya adalah legar dan bisik. Legar adalah gerakan melangkah, tangan kiri diletakkan di paha dan tangan kanan direntangkan sejajar dengan bahu, kemudian telapak tangan kanan diputar, jari-jari dikuakkan dan dikembangkan terbuka.

Gerakan bisik adalah dua penari berada dalam posisi berhadapan, kepala

dimiringkan ke kanan, telapak tangan kanan ditempatkan pada posisi dekat dengan telinga kanan, sebagai ekspresi mendengar.

Universitas Sumatera Utara Dalam jenis tari mak inang, lenggangan tangan seorang penari wanita tidak boleh terlalu luas, ayunan tangan tidak boleh terlalu tinggi dan cepat, sehingga menimbulkan kesan seolah-olah sedang diburu oleh kecepatan rentak.

Lenggangan tangan dalam tari mak inang tetap berdasar kepada ekspresi gerak

sederhana, walaupun motif geraknya lebih banyak dihiasi oleh gerak-gerak yang distilisasi. Rentak lagu mak inang yang agak cepat seperti Mak Inang China dan

Canggung tidak boleh dianggap memaksa kecepatan lenggangan tangan penari.

Menurut Goldworthy299, tari mak inang menekankan kepada gerakan kaki dan tangan yang mengalir. Kaki kiri dan kanan digerakkan ke atas dan ke bawah secara bergantian, tangan digerakkan dengan gemulai. Tiga tipe gerak tari mak inang adalah, gelak, singsing, dan pinggang. Gelak dan singsing adalah gerakan ulangan-ulangan mundur dan maju. Pada gerakan gelak, penari berjalan mundur,tangan kiri memegang bagian busana pada lengan kiri atas, lengan kanan diayunkan. Pada gerakan singsing penari berjalan ke depan seperti sedang meniti, baju diangkat sedikit dipegang oleh kedua tangan. Kecak pinggang adalah gerakan pada tari mak inang yang dilakukan oleh penari pria, yaitu telapak tangan kiri ditempatkan di pinggang dan tangan kanan direntangkan ke kanan.

Dalam jenis tari lagu dua, ayunan tangan penari wanita merupakan lenggangan ke arah samping tubuh dan bukan ayunan ke depan atau ke belakang tubuh. Kedua telapak tangan dalam keadaan digenggam yang mengekspresikan

pepatah "genggam tak sudah." Lenggangan tangan dengan jari digenggam harus

mengalir, tidak terpatah-patah mengikuti gerak tapak kaki penari. Gerakan tari

299 David. J Goldsworthy, “Melayu Music of North Sumatra : Continuities and Changes,” Canberra : Monash University, 1979, Disertasi Doktoral. hal., 345.

Universitas Sumatera Utara lagu dua mempunyai ciri khas, terdiri dari gerakan henjut pada kaki dan gerakan relatif cepat, sedangkan lenggangan tangan diayun sambung menyambung ke samping kanan dan kiri tubuh penari. Sesekali penari menundukkan badan sedikit ke depan, sebagai ekspresi merendahkan diri dan menghormati pasangannya.

Langkah dasar tari lagu dua dibentuk oleh gerakan tumit dan jari kaki ke depan dan ke belakang. Tangan bergerak ke atas dan ke bawah, membentuk motif-motif yang diulang-ulang. Beberapa gerakan tari lagu dua diambil dari tari- tarian Portugis, misalnya gerakan meloncat, yang diikuti posisi telapak tangan kiri ditempatkan di pinggul dan telapak tangan kanan di bahu300.

Demikian pula untuk tari-tari yang lain seperti Serampang Dua Belas,

Zapin Kasih dan Budi, Zapin Bulan Mengambang, dan lain-lainnya.

5.3.2 Teknik Gerak Tari Melayu

Di dalam kebudayaan tari Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara, menurut

Takari (wawancara Desember 2010), terdapat istilah-istilah teknis gerak, seperti:

(1) legar, yaitu gerakan badan berputar menyambar; (2) geser, yaitu gerak menggeserkan kaki; (3) limbung, yaitu gerak yang membentuk pola lantai setengah lingkaran; (4) jengket, yaitu penari berdiri di atas jari kaki, yang menjadi ciri khas tari zapin; (5) jengget, yaitu gerakan seperti orang yang berjalan pincang;

(6) jingkat, yaitu gerakan telapak bagian ujung jari kaki yang dicecahkan di lantai;

(7) sambar, yaitu gerak luncur berpapasan; (8) melayah, yaitu gerak

300 Ibid, hal., 347.

Universitas Sumatera Utara membungkukkan badan; (9) ogah-agih, yaitu gerakan badan bergoyang seperti pohon pinang ditiup angin; (10) angguk-angguk, gerak kepala ditundukkan; (11) buka, gerakan memperlihatkan keseluruhan telapak tangan; (12) kuak, gerakan tangan bersilang kemudian diarahkan ke sampingkiri dan kanan; (13) sayap, gerakan kedua tangan dikembangkan sepanjang lengan kiri dan kanan; (14) senandung, gerakan tangan lemah-lembut melambai; (15) jentik, menjentikkan induk jari dengan jari tengah tangan; (16) lambai, menjentik dengan ujung jari dari dalam ke luar tapak tangan; (17) gamit, menjentik dengan ujung jari dari luar ke dalam; (18) jendit, memukul ibu jari dengan telunjuk atau jari tengah sambil menggesernya, sehingga mengeluarkan suara; (19) lentik, yaitu melengkungkan dan melendutkan jari-jari ke luar sejauh mungkin seperti alun air memecah pantai; dan masih banyak lagi yang lainnya.

5.3.3 Tata Susila Tari Melayu

Menurut Goldsworthy301 tari-tarian Melayu didasarkan kepada adat- istiadat, dan dibatasi oleh pantangan adat. Para penari wanita disarankan untuk menjaga kehormatan dan harga dirinya. Mereka tidak diperkenankan mengangkat tangan melebihi bahunya, dan tidak diperkenankan menampakkan giginya pada saat menari. Mereka tidak boleh menggoyang-goyangkan pinggulnya. Para penari wanita sebagian besar mengutamakan sopan santun, tidak menantang pandangan penari mitra prianya. Penari wanita mengekspresikan jinak-jinak merpati atau malu-malu kucing. Penari wanita gerakan-gerakannya menghindari penari pria.

301 David J. Goldsworthy, op. cit., hal., 343.

Universitas Sumatera Utara Sejalan dengan pendapat Goldsworthy, Mohd Anis Md Noor302 mengemukakan bahwa salah satu aspek penting dalam mengekspresikan gerak dalam tari tradisional Melayu, adalah berdasarkan kepada kehalusan budi orang-orang

Melayu. Sebagaimana etnik lain di dunia, tari Melayu juga berdasar kepada estetika masyarakat pendukungnya. Dinamika gerak tari Melayu pada umumnya mengikuti gemulai langkah kaki dan tangan. Pada budaya tari Melayu terdapat pemisahan peran ekspresi berdasarkan jenis kelamin (jantina). Seorang penari pria mempunyai tata gerak yang berbeda dengan seorang penari wanita.

Keanggunan wanita yang diekspresikan melalui gerak gemulainya dalam tari Melayu, akan lebih alamiah apabila didampingi oleh ekspresi sikap gagah penari pria. Dalam tari berpasangan, gerak-gerak yang diekspresikan penari pria adalah melindungi penari wanita. Pada waktu menari berpasangan, penari pria mengitari penari wanita, sebagai ekspresi menjaga penari wanita dari gangguan orang lain. Penari wanita tidak diperkenankan melangkah terlalu lebar dan lebih menonjol gerakannya dibanding penari pria. Penari wanita melakukan gerakan- gerakan yang mengekspresikan kelembutan, yaitu gerak halus dan sedikit malu- malu. Pinggul penari wanita tidak boleh digoyangkan dengan sesuka hati, sehingga menimbulkan rangsangan erotis bagi yang melihatnya. Langkah kaki seorang penari wanita tidak boleh terlalu keras dan kuat, sedangkan penari laki- laki melangkah dengan mantap dan pasti. Begitulah sifat tari Melayu dari zaman ke zaman303.

302 Mohd Anis Md Nor, op. cit., hal., 30-32. 303 Ibid.

Universitas Sumatera Utara Untuk tetap menjaga tata susila, norma-norma adat mengatur para penari

Melayu bagaimana seharusnya menggerakkan tangan dan jari-jari tangan.

Lambaian, lenggang, dan lenggok tangan, pada saat menari sambil berjalan, mengikuti aturan-aturan tertentu. Bagi seorang penari wanita, lenggangan tangannya tidak boleh melebihi sisi bahu sehingga nampak ketiaknya. Walaupun berbusana kebaya atau baju kurung, lenggangan tangan yang terlalu luas dan tinggi, tidak saja akan menghilangkan kesan keindahan busana, tetapi juga mencerminkan sifat angkuh, yang jauh dari sifat wanita Melayu, yang sederhana, seperti yang dikehendaki oleh norma-norma adat. Pada saat menari, lenggangan tangan seharusnya distilisasi dengan gerak ayunan lemah gemulai, bukan sebagai gerak sehari-hari. Gerak tangan yang meniru gerak kelakuan sehari-hari seperti menata dan menyisir rambut, distilisasi dalam gerak tari. Corak gerak yang distilisasi dalam frase-frase tari itu, akan menghasilkan motif-motif tari yang indah.

Dalam jenis tari senandung, gerak lenggangan tangan sangat dipengaruhi oleh sifat lemah gemulai wanita Melayu. Lenggangan yang terlalu tinggi akan menimbulkan suasana yang berlawanan dengan rentak lagu yang lembut dan perlahan. Namun demikian, keindahan gerak lenggang akan terwujud apabila bunga (improvisasi) tari pada tiap-tiap ujung frase melahirkan motif yang indah sebelum gong berbunyi. Gerak tari senandung bersifat “mengalir” terus. Pada setiap ketukan gong, gerak tidak diputus, tetapi harus disambung dengan lenggangan tangan, masuk pada hitungan pertama dan kedua pada setiap frase tari.

Universitas Sumatera Utara Berkaitan dengan tata susila dan estetika tari senandung, Goldsworthy menjelaskannya sebagai berikut.

In all dances classified into one category, a set of characteristic movements are typical. Graceful, swaying body movements with outstreched hand and delicately curved, upturned fingers (dilentikkan) are typical of sinandung dances. One Malay writer compares these movements to the swaying of a coconut tree at the water edge. ... The wrist movement called gemulai tangan is most characteristic of sinandung, although it is also found in other dance- types. ... It consist of an outwards twist of the wrist with fingers splayed and upturned. Two other movement typical of sinandung dances are called legar and bisik. Legar walking space means walking with the left hand resting on the left thigh and the right hand streched horizontally with the shoulders and fingers extended and upturned. In the bisik movement, the two dancers bend in opposite directions, with heads cocked on the side and the right hand behind the ear, suggesting a listening movement 304.

Menurut Goldsworthy seperti kutipan di atas, bahwa tari senandung diekspresikan dalam gerakan lemah gemulai, dan jari tangan dilentikkan. Gerakan ini dikonsepkan sebagai pohon nyiur melambai, yang daunnya menyentuh permukaan air. Gerakan yang menjadi ciri tari senandung lainnya adalah legar dan bisik. Legar adalah gerakan melangkah, tangan kiri diletakkan di paha dan tangan kanan direntangkan sejajar dengan bahu, kemudian telapak tangan kanan diputar, jari-jari dikuakkan dan dikembangkan terbuka. Gerakan bisik adalah dua penari berada dalam posisi berhadapan, kepala dimiringkan ke kanan, telapak tangan kanan ditempatkan pada posisi dekat dengan telinga kanan, sebagai ekspresi mendengar.

Dalam jenis tari mak inang, lenggangan tangan seorang penari wanita tidak boleh terlalu luas. Ayunan tangan tidak boleh terlalu tinggi dan cepat,

304 David J. Goldsworthy, op. cit., hal., 344.

Universitas Sumatera Utara sehingga menimbulkan kesan seolah-olah sedang diburu oleh kecepatan rentak.

Lenggangan tangan dalam tari mak inang tetap berdasar kepada ekspresi gerak sederhana, walaupun motif geraknya lebih banyak dihiasi oleh gerak-gerak yang distilisasi. Rentak lagu mak inang yang agak cepat seperti Mak Inang China dan

Canggung tidak boleh dianggap memaksa kecepatan lenggangan tangan penari.

Menurut Goldsworthy305, tari mak inang menekankan kepada gerakan kaki dan tangan yang mengalir. Kaki kiri dan kanan digerakkan ke atas dan ke bawah secara bergantian, tangan digerakkan dengan gemulai. Tiga tipe gerak tari mak inang adalah gerak gelak, singsing, dan kecak pinggang. Gelak dan singsing adalah gerakan mundur dan maju. Pada gerakan gelak, penari berjalan mundur, tangan kiri memegang bagian busana pada lengan kiri atas, lengan kanan diayunkan. Pada gerakan singsing penari berjalan ke depan seperti sedang meniti, baju diangkat sedikit dipegang oleh kedua tangan. Kecak pinggang adalah gerakan pada tari mak inang yang dilakukan oleh penari pria, yaitu telapak tangan kiri ditempatkan di pinggang dan tangan kanan direntangkan ke kanan.

Dalam jenis tari lagu dua, ayunan tangan penari wanita merupakan lenggangan ke arah samping tubuh dan bukan ayunan ke depan atau ke belakang tubuh. Kedua telapak tangan dalam keadaan digenggam yang mengekspresikan pepatah genggam tak sudah. Lenggangan tangan dengan jari digenggam harus mengalir, tidak terpatah-patah mengikuti gerak tapak kaki penari. Gerakan tari lagu dua mempunyai ciri khas, terdiri dari gerakan hinjut pada kaki dan gerakannya relatif cepat. Sedangkan lenggangan tangan diayun sambung-

305 David J. Goldsworthy, op. cit., hal., 345.

Universitas Sumatera Utara menyambung ke samping kanan dan kiri tubuh penari. Sesekali penari menundukkan badan sedikit ke depan, sebagai ekspresi merendahkan diri dan menghormati pasangannya.

Langkah dasar tari lagu dua dibentuk oleh gerakan tumit dan jari kaki ke depan dan ke belakang. Tangan bergerak ke atas dan ke bawah, membentuk motif-motif yang diulang-ulang. Beberapa gerakan tari lagu dua diambil dari tari- tarian Portugis, misalnya gerakan meloncat, yang diikuti posisi telapak tangan kiri ditempatkan di pinggul dan telapak tangan kanan di bahu.

Semua gaya dan dasar-dasar tari Melayu seperti disebutkan di atas sebenarnya terdapat juga dalam tari zapin. Gaya tari zapin secara umum adalah mengikuti tata susila dan norma-norma gerak tarian Melayu. Tari zapin Melayu menurut penjelasan para informan berdasar kepada gerak-gerik yang diolah orang

Melayu sendiri. Tari zapin Melayu bukanlah seperti yang terdapat dalam zapin

Arab.

5.3.4 Busana Tari zapin

Busana menjadi bagian penting dalam pertunjukan tarian Melayu di

Sumatera Utara, termasuk tari zapin. Busana menjadi karir seorang penari

Melayu. Perhiasan berupa anting-anting, gelang, kancing baju yang terbuat dari emas, menjadi bagian dari gengsi dan martabat seorang ronggeng. Busana yang dikenakan penari Melayu, biasanya terdiri dari dua jenis baju, yaitu baju kebaya dan baju kurung, disertai dengan kain, selendang, dan sandal.

Universitas Sumatera Utara Warna yang dipergunakan bebas. Biasanya warna-warna yang menyala, seperti hijau daun, hijau muda, merah, biru, kuning, perak, dan sejenisnya. Baju itu menurut aturan tradisional panjangnya harus melebihi lutut pemakainya, agar dipandang sopan. Secara tradisional, bisanya penari wanita Melayu menggunakan sanggul. Namun pada zaman sekarang, terutama penari-penari muda, tidak lagi menggunakan sanggul. Penari senior menyelipkan bunga (biasanya mawar atau melati) di sela-sela antara daun telinga sisi atas dan rambut, yang tujuannya adalah menandakan bahwa merekalah sebagai ibu asuh dari keseluruhan penari yang lebih muda. Make-up dipersiapkan dari rumah atau salon, biasanya menggunakan bedak, lipstick, dan hairspray. Tidak jarang pula mereka menggunakan minyak wangi.

Penari laki-laki juga memakai busana adat Melayu. Kepala ditutup dengan peci pada umumnya atau khas Sumatera Utara. Badan mengenakan baju gunting

China atau kecak musang. Bagian bawah, kaki mengenakan seluar atau celana. Di bagian atasnya dilapisi dengan kain sesamping yang dijalin mengikuti selera estetika pemakainya. Ada yang disimpul berbentuk bunga, ada dengan lipatan biasa, ada pula menggunakan pending, dan lain-lainnya. Sementara kaki menggunakan sandal atau kasut. Kadang ketika menari, penari wanita dan pria ini tidak pakai alas kaki. Warna-warna yang digunakan penari laki-laki juga bebas, seperti penari wanita.

Universitas Sumatera Utara 5.3.5 Deskripsi Gerak Tari Zapin

Umumnya tarian zapin ini dibagi menjadi tiga segmen: (i) motif tari pengantar (ii) tari yang tepat (iii) tahtim itu, tahto, atau frasa tari tahtom. Ini yang merupakan koda untuk menari.

Gerakan tari dasar: (i) jumlah tari empat mengalahkan di semua bagian tari

(ii) menjembatani urutan tarian oleh frasa tari dasar dan mengulangi urutan tarian dalam tarian yang tepat (iii) tahtim itu, tahto, atau motif tari tahtom merupakan bentuk berbeda nyata bagian tari dari sisa gerakan tari306.

Dalam tari zapin, ada berbagai aspek yang hendak dikomunikasikan. Tari zapin umumnya terdiri dari tiga fase, yaitu: (a) pembuka yang terdiri dari sembah

(sembah duduk, berdiri langkah sebelah, dan langkah belakang); (b) isi yang terdiri daripada gerak ragam (ragam satu, ragam dua, ragam tiga, ragam empat, ragam lima, ragam enam, ragam langkah belakang, ragam siku keluang; gerak anak (anak ayam, anak ikan, buang anak); gerak lompat (lompat kecil, pisau belanak, pisau belanak kecil, pisau belanak besar); gerak pecah (pecah dua, pecah empat, pecah enam, pecah lapan, pecah sepuluh, pecah dua belas); dan (c) bagian variasi, yaitu tahto dan tahtim. Adapun yang hendak dikomunikasikan dalam tari zapin ini adalah bahwa siapapun yang hendak melakukan persembahan mestilah memberi hormat kepada penonton sesuai dengan adat budaya Melayu. Kemudian dalam persembahan para pemain terikat oleh norma-norma tarian yang digariskan oleh adat dan budaya Melayu. Namun selain itu sebagai manusia kita juga perlu

306 Mohd Anis Md Nor, “The Zafin Melayu Dance of Johor: From Village to A National Performance Tradition.” disertasi doctoral. Michigan: The University of Michigan, 1990, hal., 98-99.

Universitas Sumatera Utara mengekspresikan kebebasan yang sopan, yang diberikan saat tahtim dan tahto

(tahtum). Di ujung persembahan musik memainkan bagian tahtim atau tahto sebagai coda persembahan. Suara gendang dalam densitas kuat atau senting.

Kemudian berakhirlah persembahan satu repertoar tari dan musik zapin tersebut.

Ini pola umum pertunjukan zapin di Alam Melayu.

5.4 Struktur Musik Zapin

5.4.1 Alat-alat Musik Melayu dan yang Digunakan dalam Ensambel Zapin

Berdasarkan sistem klasifikasi yang ditawarkan oleh Curt Sachs dan Eric

M. Von Hornbostel307, maka keseluruhan alat-alat musik Melayu Sumatera Utara dapat dikelompokkan ke dalam klasifikasi: (1) idiofon, penggetar utamanya badannya sendiri; (2) membranofon, penggetar utamanya membran; (3) kordofon, penggetar utamanya senar; dan (4) aerofon, penggetar utamanya kolom udara.

Dalam kebudayaan musik Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara, alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi idiofon adalah: tetawak, gong, canang, calempong, ceracap (kesi), dan gambang. Alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi membranofon adalah: gendang ronggeng308, gendang rebana (hadrah, taar), kompang, gendang silat (gendang dua muka), gedombak, tabla, dan baya.

307 Curt Sachs, dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. “Systematik der Musikinstrumente.” Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga terjemahannya dalam bahasa Inggeris, Curt Sachs dan Eric M. von Hornbostel, “Classification of Musical Instruments.” Terjemahan Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An Introduction. Helen Myers (ed.). (New York: The Macmillan Press, 1992). 308Dalam konteks Dunia Melayu, alat musik gendang ronggeng ini memiliki penyebutan yang berbeda-beda. Di Riau, Jambi, dan Palembang, alat musik ini disebut dengan gendang Medan, karena mereka banyak membeli gendang ini dari Medan, buatan Yusuf Wibisono, Ahmad Setia, Syahrial Felani, Retno Ayumi dan lainnya. Sementera di Semenanjung Malaysia, alat musik gendang ronggeng ini lazim disebut dengan rebana. Dari semua tempat di kawasan Dunia Melayu, gendang ronggeng buatan orang-orang dari Medan dianggap memiliki kualitas yang relatif baik, dan disertai dengan ornamentasi yang khas pula.

Universitas Sumatera Utara Alat-alat musik kordofon di antaranya adalah: ‘ud, gambus, biola, dan rebab.

Alat-alat musik aerofon di antaranya adalah: akordeon, bangsi, seruling, nafiri, dan puput batang padi.

Dari keberadaan alat-alat musik yang dipergunakan, kita dapat melihat bahwa etnik Melayu mempunyai alat-alat musik yang berciri khas dari alur utama kebudayaannya dan juga menyerap musik luar dengan tapisan budaya.

Transformasi yang terjadi adalah untuk pengkayaan khasanah. Keberadaan alat- alat musik tersebut juga mengalami proses kesejarahan. Misalnya alat musik pra-

Islam contohnya adalah gong, tetawak, dan gendang ronggeng. Kemudian selepas masuknya Islam mereka juga menyerap alat-alat musik khas Islam seperti ‘ud dan gedombak (darabuka). Kemudian dengan masuknya Portugis, Inggris, dan

Belanda, mereka menyerap alat musik akordeon dan biola309. Kemudian diteruskan dengan mengambil alat musik saksofon, klarinet, trumpet, drum trap set, gitar akustik, gitar elektronik, dan yang terkini adalah keyboard.

Walaupun mempergunakan alat musik dari budaya luar, namun struktur musiknya khas garapan Melayu. Selain itu, musik dari luar ini dianggap menjadi bagian dari musik tradisi Melayu. Dari keadaan ini tampaklah bahwa proses transformasi sosiobudaya musik mengikuti sejarah budaya seperti yang telah diuraikan dia atas.

309Para penganut teori difusi di dalam etnomusikologi meyakini bahwa alat musik biola Barat berasal dari alat musik spike fiddle Muslim, yang secara umum disebut rebab. Kemudian menjadi bowed lute Eropa pada abad pertengahan, yang disebut rebec sampai kemudian berkembang menjadi biola modern (violin). Kemudian kedua jenis alat musik yang memiliki asal- usul sama ini, sampai juga ke Dunia Melayu (Nusantara), tetapi melalui dua peradaban yang berbeda—biola dari Eropa dan rebab dari Timur Tengah. Lebih jauh lihat Albert Seay (1975:75).

Universitas Sumatera Utara Dengan bergulirnya waktu, maka teknologi elektronika dunia turut pula diserap oleh etnik Melayu. Pada masa kini ensambel musik ronggeng, peranan musikalnya sering pula diganti dalam bentuk band (orkes) dan kombo Melayu, dengan menggunakan alat-alat musik yang berasal dari Barat. Pada pesta-pesta pernikahan, kalau pada mulanya disajikan musik dan tari inai, silat, hadrah, marhaban, dan joget, kini telah digantikan secara “efektif” dengan keyboard buatan Jepang, dengan berbagai merek (seperti KN Technic 1000, 2000, 6000).

Alat musik ini dapat menghasilkan berbagai jenis suara alat musik, membutuhkan hanya seorang pemain alat musik. Berbagai lagu bisa diprogram dalam alat musik ini, melalui sistem MIDI atau sejenisnya.

Ensambel musik zapin yang terdapat di wilayah budaya Melayu Serdang biasanya menggunakan: (a) satu buah gambus atau ‘ud (yang lebih sering adalah gambus); (b) satu buah akordon atau harmonium; (c) satu buah biola; (d) empat sampai tujuh buah gendang marwas; (e) satu atau dua buah gendang ronggeng.

Alat-alat musik inilah yang menjadi musik khas zapin di kawasan Serdang.

Seiring bergulirnya waktu, dan terjadi modernisasi ada juga di antara kelompok- kelompok zapin di Serdang yang menggunakan alat musik keyboard yang diprogram untuk iringan tarian zapin.

5.4.2 Peranan Alat Musik dan Tekstur

Dari alat-alat musik di atas, peran utama alat-alat musik dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu alat musik pembawa melodi dan alat musik pembawa ritme atau rentak. Yang paling menonjol pembawa melodi adalah

Universitas Sumatera Utara gambus dan yang paling menonjol membawakan ritme adalah alat musik marwas.

Tekstur yang dihasilkan oleh musik zapin di kawasan Serdang adalah heterofoni, yaitu masing-masing alat pembawa melodi dan kadang disertai vokal membentuk jalinan melodi yang hampir sama garis dasarnya namun dengan menggunakan variasi-variasi individual dan kemampuan virtuoso para pemainnya, yang memperkaya garapan melodis. Ekspresi spontanitas dalam melakukan hiasan melodi ini juga menjadi bagian penting dalam menghasilkan heterofoni tersebut.

5.4.3 Hubungan Musik dan Tari Zapin

Zapin memiliki struktur tari dan musik, yang dihasilkan oleh sistem estetika di mana ia tumbuh dan berkembang Struktur musik zapin dapat dilihat dari instrumentasi ensambel, tangga nada, wilayah nada, nada dasar, ambitus, pola ritme, metrum, dan sejenisnya. Struktur musik dan struktur tari memiliki kaitan yang sangat erat.

Pertunjukan zapin biasanya dimulai dengan bunyi alat musik pembawa maqam dalam gaya free meter. Ini disebut dengan taksim. Pada saat ini biasanya penari masuk ke pentas dengan disertai gerak sembah. Selepas itu masuklah lagu dan tari zapin secara bersamaan yang diikat dalam rentak zapin dan meter empat secara siklusnya. Tari di sini dikembangkan dengan berbagai ragam gerak seperti alif, pecah, langkah, sut, anak ayam, dan tahto.

Dalam tari zapin, ada berbagai aspek yang hendak dikomunikasikan. Tari zapin umumnya terdiri dari tiga fase, yaitu: (a) pembuka yang terdiri dari sembah

(sembah duduk, berdiri langkah sebelah, dan langkah belakang); (b) isi yang

Universitas Sumatera Utara terdiri daripada gerak ragam (ragam satu, ragam dua, ragam tiga, ragam empat, ragam lima, ragam enam, ragam langkah belakang, ragam siku keluang; gerak anak (anak ayam, anak ikan, buang anak); gerak lompat (lompat kecil, pisau belanak, pisau belanak kecil, pisau belanak besar); gerak pecah (pecah dua, pecah empat, pecah enam, pecah lapan, pecah sepuluh, pecah dua belas); dan (c) bagian variasi, yaitu tahto dan tahtim. Adapun yang hendak dikomunikasikan dalam tari zapin ini adalah bahwa siapapun yang hendak melakukan persembahan mestilah memberi hormat kepada penonton sesuai dengan panduan budaya Melayu.

Kemudian dalam persembahan para pemain terikat oleh norma-norma tarian yang digariskan oleh adat dan budaya Melayu. Namun selain itu sebagai manusia kita juga perlu mengekspresikan kebebasan yang sopan, yang diberikan saat tahtim dan tahto (tahtum). Di ujung persembahan musik memainkan bagian tahtim atau tahto sebagai coda persembahan. Suara gendang dalam densitas kuat atau senting.

Kemudian berakhirlah persembahan satu repertoar tari dan musik zapin tersebut.

Ini pola umum pertunjukan zapin di Alam Melayu.

Ensambel musik zapin di Alam Melayu dikembangkan dari gabungan dua jenis alat musik, yaitu alat musik pembawa melodi dan alat musik pembawa ritme

(rentak). Alat musik pembawa melodi untuk mengiringi zapin adalah: (a) gambus

Melayu atau ‘ud Arab, (b) harmonium, (c) akordeon, dan (d) biola.

Gambus zapin Melayu ini adalah alat musik menyerupai ud (oud) di Timur

Tengah berbentuk seludang kelapa yang dibuat dari batang nangka. Pada tengah- tengah resonatornya ditutup dengan kulit sapi, kerbau atau kulit kambing yang sudah diraut tipis. Jumlah dawai gambus selodang ini adalah 7 (tujuh) yang terdiri

Universitas Sumatera Utara dari tiga senar ganda dan satu senar tunggal, yang semuanya disetel berpasangan kecuali senar paling atas (nada paling rendah) batang petikan, tetapi pada akhir- akhir ini ada kemungkinan bertambah menjadi 9 (sembilan) atau 11 (sebelas), seperti pada ud Arab. Pada mulanya dawai ud Arab dibuat dari usus binatang (gut) atau dari sutera yang pernah dikerjakan oleh orang Persia-Perbatasan Cina, tetapi senar ud pada masa kini telah digantikan oleh nilon. Sedangkan gambus selodang sekarang ini senarnya memakai dawai gitar atau juga tali nilon. Penyetelan dawai biasanya menggunakan nada C atau D untuk senar kesatu, yakni ADGC atau

BEAD, dengan masing-masing jarak 2 ½ nada, yaitu interval jarak dari nada awal menuju ke bawah (makin rendah), disebut kwart murni.

Pemetik biasanya menggunakan ‘pic’ yang terbuat dari tanduk yang diraut sehingga fleksibel ketika dimainkan dengan tangan kanan. Orang Arab menamakan ‘pic’ ini dengan nama risha, dan mizrap oleh orang Turki. Biasanya juga digunakan bahan dari plastik, map, atau juga sekarang dipakai pemetik gitar yang agak lembut. Ud kemungkinan berasal dari Persia, yang merupakan alat musik keemasan bangsa Arab. Sedangkan gambus selodang, biarpun asal- muasalnya dari Timur Tengah juga, tetapi sudah merupakan milik orang Melayu.

Menurut cerita mitos yang didapat oleh Sarkam dari Wan Syeikh Ali310, berasal dari Nabi Daud, yang meniru betis perempuan (isterinya) yang terlihat ketika sedang menari di depan Daud. Kepala gambus disebut dengan istilah tapak-kuda atau merupakan telapak kaki perempuan, sedangkan badan gambus yang berfungsi sebagai resonator berasal dari meniru betis perempuan.

310 http://www.pasulukanlokagandasasmita.com

Universitas Sumatera Utara Bisa dipilih salah satu atau gabungan antara alat-alat musik pembawa melodi itu. Orientasi garapan musik adalah melodis yang membentuk tekstur heterofoni. Masing-masing alat pembawa melodi membentuk melodi yang sama dan saling memberikan improvisasi. Sementara alat musik pembawa rentak adalah: (a) beberapa (2 atau lebih) gendang marwas, (b) dok (gendang silindris),

(c) gendang ronggeng, (d) marakas, (e) nekara, dan lainnya.

Marwas, atau disebut juga dengan meruas, merwas, adalah alat musik jenis gendang yang sangat berfungsi dan berarti sebagai pengatur tempo atau rentak. Dalam satu ensembel musik zapin biasanya memakai tiga marwas atau lebih. Sebagai pengatur tempo, alat musik marwas yang dalam kebudayaan

Melayu digunakan untuk mengiringi tari zapin bersamaan dengan alat musik gambus selodang yang disebut dengan ‘ud di Semenanjung Arab. Jika dilihat dari sejarah awalnya, musik rentak ini berasal dari kawasan Timur-Tengah, tepatnya

Kuwait dengan istilah tempo atau rentak iramanya disebut dengan quwati.

Bentuk alat musik perkusi marwas ini terdiri dari dua muka. Bahan yang dipergunakan untuk membuat badan marwas atau gendang zapin yang berfungsi sebagai resonator umumnya dibuat dari batang kayu cempedak, ciku, atau durian, dengan diameter lebih-kurang 15 hingga 20 sentimeter. Penutup kulit badan marwas terbuat dari kulit kambing atau kulit sapi yang ditipiskan, diikat dengan tali rotan, tali kambing, atau tali yang terbuat dari kulit sapi, pada lingkaran penarik yang dilingkar dengan kawat pada kedua permukaannya. Alat musik marwas termasuk ke dalam klasifikasi alat musik membranophones (sumber bunyi selaput atau kulit) dua sisi, yang dipukul dengan telapak tangan pemainnya.

Universitas Sumatera Utara Jadi, bahan untuk membuat marwas terdiri dari: (1) batang pohon cempedak, ciku, atau durian yang berfungsi sebagai badan marwas; (2) kulit kambing yang berfungsi sebagai membran; (3) rotan, tali yang terbuat dari kulit sapi atau kambing, atau tali nilon, yang berfungsi sebagai pengikat antara membran muka satu dengan muka dua; (4) tali yang terbuat dari kain atau sumbu kompor, yang berfungsi sebagai pemegang marwas untuk ibu jari tangan kiri.

Struktur ritme yang dibangun berdasarkan kepada teknik interloking.

Setiap pemain alat musik ritme ini memainkan pola ritmenya sambil membentuk pola-pola ritme gabungan. Pemain alat musik perkusi juga harus memahami kapan densitas lemah, sedang, atau kuat yang diistilahkan sebagai senting.

Hubungan musik dengan tari adalah sama-sama menggunakan meter empat. Siklus hitungan empat ini, ditambah dengan pola ritme dan gerak tari muncul dalam pertunjukan zapin. Sejauh pengamatan penulis rentak zapin dan gerak dasar zapin inilah yang menjadi ciri utama kenapa seni pertunjukan Islam ini disebut dengan zapin.

Khusus untuk rentak zapin dalam gendang, secara garis besar menggunakan dua onomatope yaitu tung dan tak. Tung dipukul agak ke tengah gendang, sedangkan tak dipukul di bagian tepi membran gendang. Adapun ritme atau rentak dasar gendang dalam seni zapin adalah sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara Notasi 5.4.3

Rentak Dasar Zapin

Rentak dasar tersebut menjadi panduan keseluruhan pemain musik dan penari zapin dalam pertunjukan zapin. Struktur rentak dasar itu terdiri dari not seperempat yang menggunakan onomatope tum (tung) kemudian dilanjutkan dengan tanda istirahat seperdelapan ditambah not seperdelapan yang menggunakan onomatope tak, jatuh pada pukulan up-beat. Ini terjadi pada ketukan kedua. Kemudian pada ketukan ketiga, rentak diisi oleh tanda istirahat seperdelapan dan seperelapan not yang menggunakan onomatopeik tung. Ketukan keempat pula diteruskan dengan durasi tanda istirahat seperdelapan ditambah dengan not seperdelapan dalam pukulan up-beat yang menggunakan onomatope tak. Demikian seterusnya rentak dasar ini menjadi ruh kepada pertunjukan musik dan tari zapin. Kalau diperhatikan secara seksama, maka yang unik di dalam rentak dasar zapin ini adalah hitungan ganjil dan genap yang saling mengisi, dan menjadikan rentak ini harus menuju ke pukulan pertama karena adanya stressing up-beat pada pukulan dua, tiga, dan empat. Kalau dihitung berdasarkan not seperdelapan, rangkaian rentak dasar zapin adalah 3 + 2 + 2 + 1 not perdelapanan, atau digambarkan dalam pecahan taktus sebagai berikut (*** + ** + ** + *).

Universitas Sumatera Utara Untuk membentuk rentak gabungan yang sifatnya interloking dan ostinato, maka setiap pemain memainkan pola-pola ritme yang berbeda. Inilah yang dikembangkan oleh para pemain gendang dalam pertunjukan zapin di Nusantara.

Setiap pemain memiliki kreativitas sendiri dalam mengembangkan pola-pola ritme zapin itu. Berikut adalah salah satu contoh ritme gabungan dari teknik interloking yang terjadi dalam persembahan zapin di Nusantara.

Notasi 5.4.3.1

Teknik Interloking dalam Permainan Rentak Zapin

Sumber dari : Nasri Effhaz bin A. Saari, dalam wawancara 11 Juni 2011

Lagu-lagu yang dipergunakan dalam pertunjukan zapin Melayu di

Nusantara adalah lagu-lagu yang diolah dan diciptakan oleh seniman Melayu di

Nusantara ini. Ada yang hanya dalam bentuk melodi saja, namun ada pula yang disertai dengan teks atau lirik lagu. Lagu-lagu zapin Melayu ini diolah menjadi khas musik Melayu. Namun demikian untuk zapin Arab atau marawis, lagu-lagu

Universitas Sumatera Utara yang digunakan umumnya adalah lagu-lagu Arab. Setiap kawasan di Dunia

Melayu memiliki lagu-lagu andalan dan menjadi ciri khas daerah setempat.

Sebagai contoh dari Riau terdapat lagu Zapin Lancang Kuning dan Persebatian.

Di Serdang terdapat lagu Zapin Bulan Mengambang. Sementara di Johor terdapat

lagu Zapin Bunga Hutan dan Ya Salam. Di Palembang pula terdapat lagu Zapin

Palembang. Di antara lagu-lagu zapin yang umum digunakan dalam zapin Melayu adalah seperti pada Tabel 5.4.3.2 ini,

Tabel 5.4.3.2

Lagu-lagu Zapin yang Umum Dipertunjukan

dalam Dunia Melayu

No Judul Keterangan

1 Anak Ayam Lagu zapin tradisi Melayu 2 Bulan Mengambang Lagu zapin tradisi Serdang 3 Bunga Hutan Lagu zapin tradisi Melayu Johor 4 Gambus Palembang Lagu zapin tradisi Melayu Palembang 5 Kamaruzzaman Lagu zapin tradisi Arab 6 Lancang Kuning Lagu zapin tradisi Melayu dari Kepulauan Riau 7 Maulana Lagu zapin tradisi Melayu 8 Naamsidi Lagu zapin tradisi Arab 9 Persebatian Lagu zapin tradisi Riau 10 Selabat Laila Lagu zapin tradisi Arab 11 Ya Salam Lagu zapin tradisi Melayu 12 Zapin Deli Lagu zapin Melayu Deli 13 Zapin Kasih dan Budi Lagu zapin Melayu, ciptaan Ngah Suhaimi 14 Zapin Menjelang Maghrib Lagu ciptaan Rizaldi Siagian, tari Yose Rizal Firdaus 15 Zapin Serdang Lagu zapin Melayu Serdang

Universitas Sumatera Utara 5.5 Struktur Melodi Lagu-lagu Zapin

Sebelum menganalisis struktur melodi lagu-lagu zapin yang umum dipergunakan para seniman Melayu kawasan Serdang, maka langkah utama penulis adalah mentranskripsi lagu-lagu zapin ini dengan pendekatan etnomusikologis. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut ini.

5.5.1 Notasi dan Transkripsi

Untuk melakukan analisis musik, perlu dilakukan visualisasi bunyi kedalam simbol-simbol bunyi yang disebut notasi. Ini dilakukan untuk mempermudah setiap orang dalam melakukan analisis musik. Visualisasi atau pemindahan dimensi bunyi ke dalam bentuk visual tersebut, penulis pindahkan kedalam bentuk notasi balok dalam garis paranada. Garis paranada terdiri dari 4 spasi dan 5 garis, ditambah garis-garis dan spasi-spasi bantu di atas dan di bawahnya. Kunci dari garis paranada ini adalah kunci G, karena vokal yang disajikan biasa menggunakan tanda kunci G, atau trebel.

Dalam kerja etnomusikologi, tujuan penggunaan notasi balok, yaitu untuk mencatat semua karakter-karakter musik baik secara umum (preskriptif) maupun secara detail dan mendalam (deskriptif). Kedua jenis notasi ini memiliki keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan masing-masing. Sebaiknya pemilihan bentuk notasi ini disesuaikan dengan tujuan menganalisis musik dan transfer pengetahuan kepada para pembaca dan penganalisis musik lainnya.

Dalam suatu komposisi musik terdapat dua jenis notasi yang ditawarkan oleh

Universitas Sumatera Utara Charles Seeger311, yaitu notasi preskriptif dan deskriptif. Dalam penulisan notasi ini, penulis memilih pendekatan preskriptif untuk mencatat bunyi yang didengar secara umum saja.

Proses visualisasi bunyi musikal ini dalam ilmu etnomusikologi dinamakan transkripsi. Dengan mentranskripsikan bunyi kedalam bentuk notasi, maka setiap orang dapat melihat dan memainkan kembali apa yang ia dengar.

Untuk mempermudah kerja notasi ini, penulis tidak menuliskan semua instrumen yang dipakai dalam ensambel musik zapin Melayu, yang terdiri dari gambus, akordeon, gendang ronggeng, marwas, dan biola. Penulis hanya mentranskripsi musik vokal atau nyanyian dan melodi utama bagi zapin instrumentalia. Jadi pengalaman ini sangat membantu penulis dalam mentranskripsi lagu-lagu zapin di

Serdang.

Untuk mendapatkan transkripsi lagu-lagu zapin di Serdang, ada beberapa langkah yang penulis lakukan, sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan rekaman lagu-lagu zapin Melayu Serdang, penulis

merekam langsung lagu-lagu dalam konteks pertunjukan zapin, di berbagai

peristiwa seni di wilayah budaya Serdang.

2. Rekaman tersebut didengarkan secara berulang-ulang agar mendapatkan

hasil yang maksimal, dan kemudian ditranskripsikan ke dalam bentuk

notasi balok Barat dengan memodifikasinya.

3. Pendekatan transkripsi yang dilakukan adalah pendekatan preskriptif, yaitu

menuliskan perjalanan melodi secara makro dan garis besar saja.

311 Charles Seeger, Prescriptive and Descriptive Music-Writing, Source: The Musical Quarterly, Vol. 44, No. 2, (Oxford University Press, 1958), hal., 184-195.

Universitas Sumatera Utara Tujuannya adalah untuk memperlihatkan bagaimana struktural umum

lagu-lagu zapin yang lazim dipertunjukan dalam kebudayaan Melayu

Serdang.

4. Melodi lagu-lagu zapin Melayu Serdang ditulis dengan notasi Barat agar

dapat lebih mudah dimengerti, karena dalam notasi Barat, tinggi atau

rendahnya nada, pola ritem, dan simbol-simbol, terlihat lebih jelas

ditransmisikan kepada para pembaca, melalui tanda-tanda dalam garis

paranada.

5.5.2 Sampel Lagu

Sejauh pengamatan dan penelitian penulis, sejauh ini lagu-lagu zapin dalam kebudayaan Melayu Serdang, bak yang berasal dari kawasan ini atau dari

Alam Melayu lainnya, jumlahnya mencapai puluhan. Namun ada lagu-lagu zapin yang banyak digunakan dalam mengiringi tarian zapin di kawasan ini yaitu salah satunya adalah lagu Zapin Lancang Kuning. Di samping itu ada juga yang khas berasal dari kawasan ini seperti lagu Zapin Bulan Mengambang, Zapin Ya Salam, dan Zapin Selabat Laila. Empat lagu ini sangat umum dikenal dalam kebudayaan

Melayu di daerah Serdang Sumatera Utara. Keempat lagu ini menjadi identitas khas lagu zapin Melayu di kawasan ini. Oleh karena itu, maka keempat lagu zapin ini penulis jadikan sampel dalam penelitian yang penulis lakukan

Adapun keempat lagu zapin Melayu yang cukup terkenal dan mewakili identitas khas kebudayaan Melayu Serdang, selengkapnya dideskripsikan sebagai berikut ini.

Universitas Sumatera Utara (1) Zapin Lancang Kuning, diperkirakan datang dari kawasan Melayu Riau.

Zapin ini sangat dikenal di daerah-daerah budaya Melayu, termasuk di

Sumatera, Malaysia, dan Kalimantan.

(2) Zapin Bulan Mengambang, adalah zapin yang selalu disajikan dalam

bentuk instrumentalia, dan tidak pernah disajikan dengan vokal dan

disertai teks lagu. Diperkirakan lagu ini adalah anonim (tanpa diketahui

pengarangnya), tumbuh dan berkembang di daerah Pantai Labu, kawasan

Serdang.

(3) Zapin Ya Salam, adalah zapin yang biasa dipertunjukkan oleh para

seniman Serdang yang diilhami oleh lagu zapin Ya Salam baik dari Riau

maupun Johor, tetapi dengan teks dan melodi yang berbeda dengan lagu

Ya Salam dari Johor dan Riau.

(4) Zapin Selabat Laila. Diperkirakan lagu zapin ini berasal dari Arab, yang

dibawa oleh para pedagang dan seniman Arab khususnya dari Hadramaut

Yaman. Lagu ini aslinya adalah dalam bahasa Arab, namun kemudian

diolah oleh para seniman Melayu Serdang dengan menggunakan bahasa

Melayu. Ada juga yang menyebutnya dengan Zapin Serdang, karena

menggunakan teks yang bertemakan tentang Kesultanan Serdang.

Dengan menggunakan teknik transkripsi seperti telah diuraikan di atas, maka keempat lagu zapin Melayu Serdang, hasilnya adalah seperti yang dapat dilihat dalam empat notasi lagu berikut ini.

Universitas Sumatera Utara Notasi 5.5.2.1

Lagu Zapin Lancang Kuning

Universitas Sumatera Utara Notasi 5.5.2.2

Lagu Zapin Bulan Mengambang

Notasi 7.

Lagu Zapin Bulan Mengambang

Notasi 8.

Universitas Sumatera Utara Notasi 5.5.2.3.

Lagu Zapin Ya Salam

Universitas Sumatera Utara Notasi 5.5.2.4

Lagu Zapin Selabat Laila

Universitas Sumatera Utara 5.5.3 Tangga Nada

Setelah mentranskripsikan keempat sampel lagu kedalam bentuk notasi, maka langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah menganalisis struktur musiknya. Untuk menentukan tangga nada, penulis melakukan pendekatan weighted scale, seperti yang dikemukakan oleh William P. Malm312. Dari hasil transkripsi, maka ditemukan tangga nada pada keempat lagu tersebut.

1. Tangga nada lagu Zapin Lancang Kuning

Nada: D – E – Fis – G – A – B – Cis - D

Laras: 1 – 1 – ½ - 1 – 1 – 1 - ½

2. Tangga nada lagu Zapin Bulan Mengambang

Nada: A – B – C – D – E – F – Gis - A

Laras: 1 – ½ – 1 - 1 – ½ - 1 ½ - ½

312 William P. Malm, 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terjemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press, 1993, hal., 8-10.

Universitas Sumatera Utara 3. Tangga nada lagu Zapin Ya Salam

Nada: B – Cis – D – E – Fis – G – Ais - B

Laras: 1 – ½ – 1 ‐ 1 – ½ ‐ 1 ½ ‐ ½

4. Lagu Zapin Selabat Laila

Nada: Gis – A – Bis – Cis – Dis – E – Fis – Gis

Laras: ½ – 1½ – ½ - 1 – ½ - 1 - ½

5.5.4 Nada Dasar

Dalam menentukan nada dasar pada keempat lagu ini, penulis menggunakan tujuh kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno

Nettl dalam bukunya Theory and Method in Etnomusicology313, yaitu sebagai berikut.

313 Bruno Nettl, Theory and Method in Etnomusicology, (New York: The Free Press of. Glencoe (Macmillan), 1964), hal., 147.

Universitas Sumatera Utara 1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering

muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi

musik

2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada

dasar, meskipun jarang dipakai

3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian

tengah komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas

tersebut.

4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun

posisi tepat berada ditengah-tengah dapat dianggap penting.

5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai

patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya,

sedangkan nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh

dianggap lebih penting.

6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa dipakai sebagai patokan

tonalitas.

7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem

tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan diatas.

Untuk mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya

adalah pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut.

Dengan melihat ketujuh kriteria diatas, maka dapat diuraikan nada dasar pada keempat sampel lagu di atas.

Universitas Sumatera Utara Lagu Zapin Lancang Kuning

1 Nada yang paling sering dipakai adalah nada: D

2 Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: D

3 Nada awal yang paling sering dipakai: A, dan nada akhir yang paling

sering dipakai: A

4 Nada yang memiliki posisi paling rendah: C

5 Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: D

6 Nada yang mendapat tekanan ritmis: D

7 Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan

besar nada dasar lagu Zapin Lancang Kuning adalah nada: D

Lagu Zapin Bulan Mengambang

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: A

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: A

3. Nada awal yang paling sering dipakai: E, dan nada akhir yang

paling sering dipakai: A

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: E

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: D

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: A

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan

besar nada dasar lagu Zapin Bulan Mengambang adalah nada: A

Lagu Zapin Ya Salam

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: B

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: B

Universitas Sumatera Utara 3. Nada awal yang paling sering dipakai: B, dan nada akhir yang

paling sering dipakai: B

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: E

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: B

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: B

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan

besar nada dasar lagu Zapin Ya Salam adalah nada: B

Lagu Zapin Selabat Laila

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Gis

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: Gis

3. Nada awal yang paling sering dipakai: Dis , dan nada akhir yang paling

sering dipakai: Gis

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: Fis

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Fis

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: Gis

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka kemungkinan

besar nada dasar lagu Zapin Selabat Laila adalah nada: Gis

Tabel 5.5.4.1 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Lancang Kuning

No Kriteria Nada

1 K1 D 2 K2 D 3 K31 A 4 K32 A

Universitas Sumatera Utara 5 K4 C 6 K5 D 7 K6 D 8 K7 D

Tabel 5.5.4.2 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Bulan Mengambang

No Kriteria Nada

1 K1 A 2 K2 A 3 K31 A 4 K32 A 5 K4 E 6 K5 D 7 K6 A 8 K7 A

Tabel 5.5.4.3 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Ya Salam

No Kriteria Nada

1 K1 B 2 K2 B 3 K31 B 4 K32 B 5 K4 E 6 K5 B 7 K6 B 8 K7 B

Universitas Sumatera Utara Tabel 5.5.4.4 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Zapin Selabat Laila

No Kriteria Nada

1 K1 D 2 K2 D 3 K31 A 4 K32 A 5 K4 C 6 K5 D 7 K6 D 8 K7 D

Keterangan

K1: Nada yang paling sering dipakai

K2: Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar

K31: Nada awal yang paling sering dipakai

K32: Nada akhir yang paling sering dipakai

K4: Nada yang memiliki posisi paling rendah

K5: Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf

K6: Nada yang mendapat tekanan ritmis

K7: Nada dasar berdasarkan pengalaman dan kecenderungan

5.5.5 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah daerah (ambitus) dari nada yang frekuensinya paling rendah, sampai pada frekuensi nada yang paling tinggi. Dari hasil transkripsi di atas, maka diperoleh ambitus suara dari keempat lagu zapin sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara Wilayah Nada Lagu Zapin LAncang Kuning

Wilayah Nada Lagu Zapin Bulan Mengambang

Wilayah Nada Lagu Zapin Ya Salam

Wilayah Nada Lagu Zapin Selabat Laila

5.5.6 Jumlah Nada

Untuk menentukan jumlah nada-nada keempat sampel lagu, terdapat dua cara yang perlu dilakukan. Pertama adalah melihat banyaknya kemunculan setiap nada tanpa melihat durasinya secara kumulatif. Kedua, melihat kemunculannya

Universitas Sumatera Utara dan menghitung durasi kumulatif. Dalam analisis ini, penulis menggunakan cara yang pertama, yaitu menghitung kemunculan nada tanpa melihat durasinya.

1. Lagu Zapin Lancang Kuning

2. Lagu Zapin Bulan Mengambang

3. Lagu Zapin Ya Salam

4. Lagu Zapin Selabat Laila

Universitas Sumatera Utara 5.5.7 Interval

Interval yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah jarak antara nada yang satu dengan nada yang lainnya dalam satu komposisi musik. Sistem pengukuran pada interval disebut “laras” dengan alat ukur “cent”. Interval pada keempat lagu ini terdapat dua jenis, yaitu melangkah (conjunct) dan melompat (disjunt) Analisis interval penulis lakukan dengan menghitung setiap interval baik yang naik, maupun turun. Dengan melihat ketentuan-ketentuan interval di atas, maka interval pada keempat sampel lagu di atas adalah, sebagai berikut.

1. Lagu Zapin Lancang Kuning

2. Lagu Zapin Buan Mengambang

3. Lagu Zapin Ya Salam

4. Lagu Zapin Selabat Laila

Universitas Sumatera Utara 5.5.8 Pola Kadensa

Pola kadensa dapat dikonsepkan sebagai rangkaian nada akhir pada setiap akhir frase dalam suatu komposisi musik. Pola-pola kadensa pada empat lagu di atas, adalah sebagai berikut.

Pola-pola Kadensa Zapin Lancang Kuning

Bar 4-5

Bar 9-10

Bar 13-14

Bar 17-18

Bar 22-2

Universitas Sumatera Utara Pola-pola Kadensa Zapin Bulan Mengambang

Bar 4-5

Bar 8-9

Bar 12-13

Bar 16-17

Universitas Sumatera Utara Pola-pola Kadensa Zapin Ya Salam

Bar 3

Bar 8-9

Bar 13

Bar 17

Bar 21

Universitas Sumatera Utara Pola-pola Kadensa Zapin Selabat Laila

Bar 5

Bar 14

Bar 23

Bar 27

Universitas Sumatera Utara 5.5.9 Formula Melodi

William P. Malm314 dalam bukunya Music Culture of the Pacific Music the Near and East Asia, menyatakan bahwa bentuk (motif) dapat dibagi ke dalam beberapa jenis, yaitu:

1. Repetitif adalah bentuk nyanyian yang diulang-ulang.

2. Literatif adalah bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang

kecil dengan kecenderungan pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.

3. Reverting adalah bentuk nyanyian yang terjadi pengulangan pada frasa

pertama setelah terjadi penyimpangan - penyimpangan melodi.

4. Progresive adalah bentuk nyanyian yang terus berubah dengan

menggunakan materi melodi yang selalu baru.

5. Strophic adalah suatu bentuk nyayian yang di ulang dengan form yang

sama, tetapi dengan teks nyanyian yang selalu berubah.

314 William P. Malm, op. cit., hal., 8-10.

Universitas Sumatera Utara Formula Melodi Zapin Lancang Kuning

Universitas Sumatera Utara Formula Melodi Zapin Bulan Mengambang

Universitas Sumatera Utara Formula Melodi Zapin Ya Salam

Universitas Sumatera Utara Formula Melodi Lagu Zapin Selabat Laila

Universitas Sumatera Utara 5.5.10 Kontur

Menurut Malm315 kontur adalah garis suatu lintasan melodi dalam sebuah lagu, yang dapat dibedakan kedalam beberapa jenis, yaitu:

1. Ascending (menaik), yaitu garis melodi yang bergerak naik dari nada yang

rendah ke nada yang tinggi.

2. Descending (menurun) adalah garis melodi yang bergerak turun dari nada

yang tinggi ke nada yang rendah.

3. Pendulous adalah garis melodi yang bergerak dengan membentuk

lengkungan (melengkung setengah lingkaran).

4. Terraced (berjenjang) adalah garis melodi yang membentuk gerakan

berjenjang seperti anak tangga.

5. Statis (level) adalah melodi yang gerakan-gerakan intervalnya terbatas

atau garis melodi yang bergerak datar atau statis.

Dari kelima jenis kontur diatas, maka kontur pada empat sampel lagu adalah:

- (a) Kontur Lagu Zapin Lancang Kuning, gabungan pendulous dan

terraced.

- (b) Kontur Lagu Zapin Bulan Mengambang, gabungan pendulous dan

discending.

- (c) Kontur Lagu Zapin Ya Salam, gabungan statis dan pendulous.

- (d) Kontur Lagu Zapin Selabat Laila, gabungaan statis dan pendulous.

315 Ibid.

Universitas Sumatera Utara BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan uraian-uraian yang telah dijabarkan tentang zapin dalam wilayah budaya Serdang, maka penulis merangkumkan beberapa kesimpulan untuk menjawab suatu pokok permasalahan dalam rangka penelitian ini yaitu bagaimana aspek sejarah Zapin Melayu, Guna dan Fungsi Zapin Melayu, dan struktur musik dan tari Zapin dalam konteks wilayah budaya Serdang.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, penulis mendapatkan kenyataan bahwa zapin dalam wilayah budaya Serdang ini semuanya adalah sama.

Jadi pada dasarnya zapin yang ada dalam wilayah budaya Serdang ini yaitu:

a) Zapin didaerah Bengkel (Perbaungan)

b) Zapin didaerah Nagur (Bedagai)

c) Zapin didaerah Petumbukan (Galang)

d) Zapin didaerah Pantai Cermin

e) Zapin didaerah Pantai Labu

Pada pertunjukan Zapin yang penulis paparkan diatas, lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringinya terdiri dari, anak ayam patah 9, zapin bulan mengambang, dan selabat laila. Kemudian pola gerakannya terdiri dari: pembukaan dimana gerakan diawali dengan “alif”, kemudian pertengahan yang didalamnya terdapat gerakan “pusing”, “pecah”, “siku keluang”, kemudian penutup yang diakhiri dengan gerakan “alif” lagi atau yang dikenal dengan istilah

Universitas Sumatera Utara tahtim atau tahto. Namun ada sedikit perbedaan pada pola gerakan yang dinamakan ragam gerak pecah 2, 4, 6, dan seterusnya. Yang dimaksud dengan gerak pecah 2 itu penarinya sepasang, sedangkan pecah 4 penarinya 2 pasang, dan seterusnya. Dan pola ini hanya berlaku pada zapin tradisi yang para penarinya harus berpasangan sewaktu menampilkannya. Sedangkan pola gerakan secara umum terdiri dari:

a) Gerakan maju dan mundur

b) Gerakan berpusing

c) Gerakan zig-zag

Hanya saja ada di beberapa daerah yang agak berbeda seperti didaerah

Bedagai, tepatnya didesa Nagur, didaerah ini dikenal zapin sarah Hadralmaut yang termasuk kedalam kategori zapin Arab, dimana gerakan tarinya lebih cepat seiring dengan tempo lagunya yang juga cepat. Dan juga telah terjadi pergeseran ataupun perubahan pada zapin yang ada didaerah ini yaitu pada fungsi gender penarinya, dimana para penarinya sudah ada yang ditarikan oleh wanita, dikarenakan menurut pak Jose (wawancara Juli 2011) bahwa didaerah tersebut sudah tidak ada lagi penari prianya, sementara menurut pakem daripada zapin

Arab yang masuk ke Nusantara ini tidaklah boleh penari pria bercampur dengan penari wanita.

Namun setelah saya mewawancarai para tokoh-tokoh zapin yang ada di wilayah ini, terutama oleh pak Jose, beliau mengingatkan agar para penari dan pemusik zapin yang ada sekarang ini jangan mencampur aduk zapin yang telah ada sebelumnya, seperti zapin tradisi, karena banyak dilihat oleh beliau pada

Universitas Sumatera Utara setiap festival zapin yang diselenggarakan di daerah Sumatera Utara ini tidak lagi menempatkan pakem-pakem zapin tradisi. Dan juga penulis melihat langsung fenomena yang ada dilapangan bahwa banyak terjadi kekeliruan pada suatu acara perhelatan zapin, dimana pihak penyelenggara tidak tahu zapin apa yang ditampilkan, sehingga masyarakat awam banyak yang semakin bingung dengan seni pertunjukan zapin yang ditampilkan itu. Dan penulis juga menemukan suatu keunikan didalam seni pertunjukan zapin dalam wilayah budaya Serdang ini, yaitu

:

1. Haji Razali yaitu seorang keturunan Jawa, yang pergi ke Mekah

untuk belajar zapin, dan kemudian kembali lagi ke pasar bengkel,

Perbaungan, Kesultanan Serdang.

2. Bahwa ciri khas lagu zapin yang ada di daerah Serdang adalah

zapin bulan mengambang yang berasal dari desa pantai Labu,

dalam hal ini melodi ini di mainkan oleh Almarhum Anjang

Nurdin bin Paitan, beliau ini juga seorang pemusik di Kesultanan

Serdang.

3. Perkembangan zapin ini hanya disebarkan atau diturunkan hanya di

lingkungan atau keluarga dan kaum kerabat saja.

4. Istilah zapin juga mengarah pada Sarah, Sulalah, Gambus, dan

sebagainya, khususnya diwilayah budaya Serdang.

5. Terjadinya pergeseran fungsi gender pada penari Zapin yang ada

didaerah Bedagai (desa Nagur), dimana figur penari pria yang

Universitas Sumatera Utara dominan dalam suatu pertunjukan zapin, telah dapat disisipkan

dengan penari wanita.

6.2 Saran

Pada waktu dahulu seni pertunjukan zapin ini merupakan suatu perhelatan yang membanggakan. Namun pada masa sekarang ini intensitas zapin ini agak sedikit berkurang dikarenakan banyak para tokoh zapin itu sendiri yang telah lanjut usia, sehingga agak sulit untuk menampilkannya. Walaupun pada masa sekarang ini banyak juga penari zapin yang ada, namun mereka ini kebanyakan menampilkan zapin modern (maksudnya sudah banyak koreografi tarinya yang dimodified)

Harapan penulis terhadap pembaca, khususnya masyarakat Melayu dan

Sumatera Utara pada umumnya dan pemerintah untuk lebih mengedepankan keberadaan daripada seni pertunjukan zapin tradisi.

Terhadap para seniman Melayu, penulis berharap agar setiap seniman

Melayu dapat terus berkreasi dan menuangkan ide-ide baru dalam seni pertunjukan tradisi, sehingga seni pertunjukan tradisi ini diminati oleh kalangan masyarakat luas. Dengan demikian kesenian Melayu akan terus berkembang dan para seniman tradisi itu sendiri memiliki nilai yang lebih tinggi.

Kiranya tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi informasi yang membantu setiap orang yang ingin meneliti lebih jauh tentang seni pertunjukan zapin, sehingga tulisan ini dapat dijadikan sebagai perbandingan dan acuan bagi mereka yang memerlukannya.

Universitas Sumatera Utara KEPUSTAKAAN

Abdul Ghani Shamsudin, Ishak Haji Sulaiman, Engku Ibrahim Ismail. 2001, Seni dalam Islam, Selangor : Intel Multimedia and Publication. Abdullah, M. Amin. 2002. Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam. Bandung: Mizan Pustaka. Adler, Mortimer J. et al. (eds.). 1983. Encyclopaedia Britannica (Vol. XII). Chicago: Helen Hemingway Benton. Adshead, Janet. 1988. Dance Analysis: Theoy and Practice. London: Dance Book. al - Baquri, Syeikh Ahmad Hassan. “Seni Tajwid Adalah Suatu Muzik al- Qur’an”, Prof Madya Wan Yahya Wan Ahmad (terj.). al-Manar, Akademi Pengajian Islam, UM, Edisi Jun 1997. Alfian, Teuku Ibrahim. 1968. “Acheh Sultanate under Sultan Muhammad Daudsjah and Duth War”, (International Conference on Asian History, 5th- 10th August). Ali Hasani Nadwi, Abul Hasan. 1993. Malamih al-Mujtama’ al-Islami al- Ladhi Nanshuduh. Qahirah: Maktabah Wahbah. al – Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. 1998, Ihya’ Ulum al – Din. Qahirah : Maktabah Misr. Al – Quran dan Al – Hadist. Al-Qaradawi, Yusuf. 1950. The Lawful and the Prohibited in Islam. Indianapolis: American Trust Publications. Anderson, John. 1971. Mission to the East Coast of Sumatra in 1823. Singapura: Oxford University Press. Anis Md Nor, Mohd. 1990. “The Zafin Melayu Dance of Johor: From Village to A National Performance Tradition.” disertasi doktoral. Michigan: The University of Michigan. ______. 1995. “Lenggang dan Liuk dalam Tari Pergaulan Melayu”, Tirai Panggung, jilid 1, nomor 1. ______. 2000. Zapin Melayu di Nusantara, Kuala Lumpur: Yayasan Warisan Johor. Belwood, Peter. 1985. Prehistory of the Indo – Malaysian Archipelago, Sydney: Academic Press Australia. Berkhofer, Robert F, Jr. 1971. A Behavioral Approach to Historical Analysis, New York: Free Press. Blink. 1918. Sumatra’s Oostkust In Here Opkomst en Ontwikkelings Als Economisch Gewest. S’Gravenhage: Mouton & Co. Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: Grafiti Pers. Eerde, J.C. van. 1920. De Volken van Nederlandsch-Indie. Amsterdam: Mij Elsevier. Ellfeldt, L. 1976. Dance: From Magic to Art. Dubuque, Iowa: W.C. Brown. Ensiklopedi Islam (8jilid). 2008. Jakarta : P.T. Ichtiar Baru – Van Hoeve.

Universitas Sumatera Utara Ensiklopedia Malaysiana. 1996. Kuala Lumpur: Anzagain. Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu. 1994. Fadlin. 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang Melayu Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan. Firdaus, Jose Rizal. 28 Desember 2010. “Zapin di Sumatera Utara”, Makalah pada Seminar dan Bengkel Zapin Nusantara, hotel Tiara, Medan. Fisher, C.A. 1977. “Indonesia: Physical and Social Geography.“ The Far East and Australasian 1977-78: A Survey and Directory of Asia and Pacific. London: Europe Publications Ltd. GAPENA, 2008. Kongres Permuafakatan Melayu: Resolusi. Kuala Lumpur: GAPENA. Garraghan, Gilbert J. S.J. 1957. A Guide to Historical Method. East Fordham Road, New York: Fordham University Press. Gathercole, Peter., 1983, Pacific Adventure, The Unisco Courier Civilizations of The Sea. Gazalba, Sidi. 1989. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Penerbit Indonesia. Geertz, C. 1975. The Interpretation of Cultures. London: Hutchinson & Co. Ltd. Goldsworthy, David J. 1979. Melayu Music of North Sumatra: Continuities and Changes. Canberra : Monash University. Disertasi Doktoral. Hall, D.G.E. 1968. A History of South-East Asia, St. Martin's Press, New York. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, D.G.E. Hall, Sejarah Asia Tenggara, 1988, diterjemahkan oleh I.P. Soewasha dan terjemahan disunting oleh M. Habib Hanifah, Abu. 1950, Rintisan Filsafat, Filsafat Barat ditilik dengan Djiwa Timur, Jakarta, Balai Pustaka. Hashim, Wan.1991. Dunia Melayu dan Tersebar Luasnya Rumpun Bangsa Melayu, dalam Mohd Yusof Hasan, Dunia Melayu, Kuala Lumpur, Dewan Bahasa dan Pustaka. Herkovits, Melville J. 1948. Man and His Work. New York: Alfred A. Knopft. Hill, A.H. 1968. “The Coming of Islam to North Sumatra,” Journal of Southeast Asian History, 4(1). Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. 1984. Sociology, edisi kedelapan. Michigan McGraw-Hill. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, 1993. Sosiologi. Terjemahan Aminuddin Ram dan Tita Sobari. Jakarta: Penerbit Erlangga. Husein, Haziyah. 2006. Motif Alam dalam Batik dan Songket Melayu, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka. Husein, Ismail. 1984. Antara Dunia Melayu dengan Dunia Indonesia. Kuala Lumpur: University Kebangsaan Malaysia. ______. 1978. The Study of Traditional Malay Literature with Selected Bibliography. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Husni, Tengku Lah. 1975. Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya Penduduk Pesisir Sumatera Timur 1612-1950. Medan: B.P. Lah Husni.

Universitas Sumatera Utara ______. 1985. “Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu.” Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, di Medan. ______. 1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas Indonesia Press. ______. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Kuper, H. 1984. “Celebration of Growth and Kingship” dalam Art d`Afrique. Langenberg, Michael van. 1976. National Revolution in North Sumatra: Sumatra Timur and Tapanuli 1942-1950. Tesis doktor falsafah. Sydney: University of Sidney. Legge, J.D. 1964. Indonesia. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Lekkerkerker, C. 1916. Land and Volk van Sumatra. The Hague: J.B. Wolters. Lorimer, Lawrence T. et al.. 1991. Grolier Encyclopedia of Knowledge (volume 1-20). Danburry, Connecticut: Groller Incorporated. Machlup, Fritz. 1973. “The production and distribution of knowledge in the United States”, United States of America : Princeton University Press. Malm,William P. 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Marsden, William. 1984. A Dictionary and Grammar of the Malayan Language. Singapura: Oxford University Press. Mat Piah, Harun. 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan Genre dan Fungsi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Chicago Nortwestern University. Muslim. 28 Desember 2010. “Zapin”, makalah seminar & Bengkel Tari Zapin Nusantara, di Hotel Tiara Convention Center, Medan. Naroll, R. 1965. “Ethnic Unit Classification”, Current Anthropology, volume 5, No. 4. Nasution, S. 1982. Metode Research. Bandung: Jemmars. Nasr, Seyyed Hossein. 1994. Spiritualitas dan Seni Islam, terj. Sutedjo, Bandung : Mizan. Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Etnomusicology, New York: The Free Press of. Glencoe (Macmillan). ______. 1992. “Ethnomusicology: Some Definitions, Problems and Directions.” Music in Many Cultures: An Introduction. Elizabeth May (ed.). California: University California Press. Pelto, Pertty J dan Gretel H. 1978. Anthropological Research : The Structure of Inquiry. Second Edition. London : Cambridge University Press. Pelly, Usman. 1985. "Menciptakan Pra Kondisi Keserasian Hidup dalam Masyarakat Majemuk: Kasus Kotamadya Medan," Medan: Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan."

Universitas Sumatera Utara ______. 1986. Lokasi Lembaga Pendidikan, Sosial, dan Agama dalam Tata Ruang Permukiman Masyarakat Majemuk yang Menopang Integrasi Sosial: Kasus Kotamadya Medan. : The Toyota Foundation. ______. 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. Jakarta: LP3ES. Pelzer, Karl J., 1978. Planters and Peasant Colonial Policy and the Agrarian Struggle in East Sumatra 1863-1847. s’Gravenhage: Martinus Nijhoff. Juga terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Karl J. Pelzer, 1985. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947. Terjemahan J. Rumbo. Jakarta: Sinar Harapan. ______. 1985. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947, terjemahan J. Rumbo, Jakarta: Sinar Harapan. Radcliffe-Brown, A.R. 1952. Structure and Function in Primitive Society. Glencoe: Free Press. Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel. 1914. “Systematik der Musikinstrumente.” Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga terjemahannya dalam bahasa Inggeris, Curt Sachs dan Eric M. von Hornbostel, 1992. “Classification of Musical Instruments.” Terjemahan Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An Inroduction. Helen Myers (ed.). New York: The Macmillan Press. Salazar, Z.A. 1989. “The Malay, Malayan, and Malay Civilization: A Cultural and Anthropological Concepts in the Philippines”. Jurnal Budaya 1. Sangti, Batara. 1977. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar. Sartono Kartodirdjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sasamoto, Hirako. 1991. “Suatu Tinjauan dari Aspek Masyarakat Majemuk,” Skripsi Sarjana USU. Saryan, Awang. 2006. “Pembudayaan Bahasa dan Pembentukan Rupa Bangsa.” Kertas Dasar Seminar Linguistik dan Pembudayaan Bahasa Melayu Kedua. Seay, Albet. 1975. Music in the Medieval World. Edisi Kedua. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Sedyawati, Edi. 1984. “Aspek-aspek Komunikasi Budaya yang Diekspresikan dalam Tari.” Analisis Kebudayaan. (Tahun II) Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ______. 1993. Ke-Islaman dalam tari Indonesia. dalam Wan Abdul Kadir & Zainal Abidin Borhan (pngr.) Fenomena 2. 60-80. Universiti Malaya: Jabatan Pengajian Melayu. Seeger, Charles. 1958. Prescriptive and Descriptive Music-Writing, Source: The Musical Quarterly, Vol. 44, No. 2, Oxford University Press. Shadily, Hassan. 1983. Ensiklopedi Indonesia Jakarta: Ikhtiar Baru-Vanhoeve. Sheikh Al- hadi, Syed Alwi bin. 1960. Adat Resam Melayu dan Adat Istiadat, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Tanah Melayu. Sheppard, Mubin. 1972. Taman Indera: Malay Decorative Arts and Pastimes. London: Oxford University Press.

Universitas Sumatera Utara Sinar, Tengku Luckman. 1990. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu. Medan: Perwira. ______. 1971. Sari Sejarah Serdang. Medan: t.p. ______. 1988. Sejarah Deli Serdang. Lubuk Pakam: Badan Penerbit Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang. ______. 1994. Jatidiri Melayu. Medan: Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia. ______. 2003, Kronik Mahkota Kesultanan Serdang, Medan : Yandira Agung. ______. 2006, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, Medan : Yayasan Kesultanan Serdang. ______. 25-27 Agutus 1977, ”The Kingdom of Haru and the Legend of Puteri Hijau”, paper dalam Seminar IAHA ke -7 di Bangkok. ______. 29-31 Maret 1981, ”Beberapa catatan tentang perkembangan Islam di Sumatera Utara”, paper dalam Seminar Dakwah Islam se-Sumatera Utara. ______. 1985. "Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu." Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, Medan. ______. 1986. “Perkembangan Sejarah Musik dan Tari Melayu dan Usaha Pelestariannya.” Makalah dalam Seminar Budaya Melayu Indonesia, di Stabat, Langkat. ______. 28 Desember 2010, “Zapin/Gambus di Wilayah Kabupaten Deli – Serdang (Sumatera Utara)”, makalah seminar & Bengkel Tari Zapin Nusantara, di Hotel Tiara Convention Center, Medan. ______. 1990. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu. Medan: Perwira. ______. 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia. Snyder, A. F. 1984. Examining the Dance Event From A World Perspective. Ceramah di Grand Salon, Renwick Gallery. Soedarsono, R.M. 1985. “Peranan Seni Budaya dalam Sejarah Kebudayaan Manusia Kontinuitas dan Perubahannya”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 9 Oktober 1985. St. Muhmmad Zein, 1957. Kamus Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Balai Pustaka. Sudjiman, Panuti dan Van Zoest, Aart. (peny.) 1992. Serba-serbi Semiotik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Takari, Muhammad. 1990. “Kesenian Hadrah pada Kebudayaan melayu Deli Serdang dan Asahan: Studi Deskriptif Musikal.” Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan. ______. 1997. “Kajian Silamg Budaya tentang Etnisitas, Identitas dan Kesenian dalam Konteks Kebudayaan Masyarakat Pesisir Sumatera Utara.” Makalah dalam Seminar Budaya Pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga di Medan 11 Oktober 1997.

Universitas Sumatera Utara ______. dan Dewi, Heristina. 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara, Medan : USU Press. ______. 1998. “Ronggeng Melayu Sumatera Utara: Sejarah, Fungsi dan Strukturnya.” Tesis S-2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. ______. 2010. Bentuk dan Fungsi Komunikasi, dalam Lagu dan Tari Melayu Sumatera Utara, Disertasi Doktoral, Kuala Lumpur : University Malaya. ______. 18 Desember 2010. “Nilai Multikultural Kesenian di Medan”, makalah seminar Pelestarian Budaya Masyarakat Kota Medan Menuju Kota Metropolitan, di Hotel Grand Antares, Medan. Thompson, R. F. 1974. African Art in Motion. Berkeley: University of California Press. Ulack, Richard. 2007. Encyclopædia Britannica. Encyclopædia Britannica 2007 Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica. Veth, V.J. 1977. “Het Landschaap Deli op Sumatra.” Tijdschrift vn het Koninklijk Nederlandsch Aardrijskunding Genootschap. Del II. Volker, T. 1928. Van Oerbosch tot Cultuurgebied. Medan: De Deli Planters Vereeniging Withington, W.A. 1963. “The Distribution of Population in Sumatra, Indonesia, 1961.” The Journal of Tropical Geography. Yahaya, Mahayudin Hj. 2001. Tamadun Islam. Shah Alam Selangor Dahrul Ehsan: Penerbit Fajar Bakti Sdn. Bhd. Yahya Wan Ahmad, Madya Wan. (terj.), al-Manar, Akademi Pengajian Islam, UM, Edisi Jun 1997. Zain Sinar, Tengku Thyrhaya. 2010. “Kajian Linguistik Fungsional Sistemik terhadap Representasi Ideologi Ketuhanan, Alam, dan Manusia dalam budaya Teks Melayu Serdang.” Disertasi Doktoral, Program Studi Linguistik, Universitas Sumatera Utara.

Internet http://www. mahayana – mahadewa.com http://www.marxists.org/reference/archive/morgan-lewis/ancient-society http://www.wikipedia.org http://www.© 2011 Kebangkitan 2011 Era Kasih Sayang http: //www.wikipedia Ensiklopedi Bebas. http: //www.google.com http://www.pasulukanlokagandasasmita.com

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Drs. Muhammad Takari, M. Hum, Ph.D Umur : 46 tahun Pekerjaan : Dosen Alamat : Desa Bangun Rejo, Dusun I, Tanjungmorawa, Kabupaten Deli Serdang

2. Nama : Dauwiyah binti Alang Umur : 72 tahun Pekerjaan : Pensiunan Perawat Alamat : pasar bengkel, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Deli Serdang

3. Nama : Bapak Lay Tami Umur : 68 tahun Pekerjaan : Kepala Desa Alamat : desa Nibung Hangus, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara

4. Nama : Bapak Jose Rizal Firdaus Umur : 65 tahun Pekerjaan : Koreografer Tari Alamat : Tanjung Morawa – Deli Serdang

5. Nama : Nasri Effhaz bin A. Saari alias bang Cici Umur : 40 tahun Pekerjaan : seniman Melayu Alamat : Tanjung Morawa – Deli Serdang

6. Nama : Chairul Bakti bin Singah bin Zakaria Umur : 48 tahun Pekerjaan : penari Melayu Alamat : pasar bengkel, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Deli Serdang

7. Nama : Edi Anwar Bakti bin Singah bin Zakaria Umur : 45 tahun Pekerjaan : penari Melayu Alamat : pasar bengkel, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Deli Serdang

Universitas Sumatera Utara 8. Nama : Heru Winarto Umur : 35 tahun Pekerjaan : seniman Melayu Alamat : Tanjung Morawa – Deli Serdang

9. Nama : Rizky Faisal Umur : 21 tahun Pekerjaan : seniman Melayu Alamat : Tanjung Morawa – Deli Serdang

10. Nama : Hilmi Nazla Umur : 23 tahun Pekerjaan : seniman Melayu Alamat : Tanjung Morawa – Deli Serdang

11. Nama : Hendra Irawan Umur : 22 tahun Pekerjaan : seniman Melayu Alamat : Tanjung Morawa – Deli Serdang

12. Nama : Encik Tairani Umur : 71 tahun Pekerjaan : bidan pengantin Alamat : Batangkuis

13. Nama : Burhanudin Umur : 55 tahun Pekerjaan : seniman Melayu Alamat : Batubara

14. Nama : Mansur Umur : 50 tahun Pekerjaan : seniman Melayu Alamat : Perbaungan

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 2

FOTO PENARI ZAPIN DI PERBAUNGAN

Gerak Alif (Pembuka)

Gerak Berdiri Langkah Sebelah dan Belakang

Universitas Sumatera Utara

Gerak Berdiri Langkah Sebelah dan Belakang

Gerak Berdiri Langkah Sebelah dan Belakang

Universitas Sumatera Utara

Gerak Ragam 1

Gerak Ragam 2

Universitas Sumatera Utara

Gerak Siku Keluang

Gerak Ragam Siku Keluang

Universitas Sumatera Utara

Gerak Buang Anak

Gerak Sut

Universitas Sumatera Utara

Gerak Pisau Belanak Kecil

Gerak Pisau Belanak Besar

Universitas Sumatera Utara

Gerak Berdiri Langkah Sebelah

Gerak Ragam Empat

Universitas Sumatera Utara

Gerak Berdiri Langkah Sebelah

Gerak Langkah Belakang

Universitas Sumatera Utara

Gerak Variasi

Gerak Anak Ayam

Universitas Sumatera Utara

Gerak Ragam

Gerak Pecah 2

Universitas Sumatera Utara

Gerak Variasi

Universitas Sumatera Utara

Bang Fadlin dan Ibu Dauwiyah

Nasri Effhaz bin A. Saari alias bang Cici (pemain Gambus)

Universitas Sumatera Utara Dokumentasi : Fadlin, 2011 Penyanyi : Ibu Dauwiyah Penari : Charul Bakti bin Singah bin Zakaria dan Edi Anwar Bakti bin Singah bin Zakaria, Anak Almarhum Singah bin Zakaria Pemusik : Nasri Effhaz bin A. Saari alias bang Cici Muhammad Takari Rizky Faisal Hendra Irawan Heru Winarto Hilmi Nazla

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 3

FOTO SULTAN DAN ISTANA SERDANG

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Sumber : Tuanku Luckman Sinar Basarshah II, SH., Kronik Mahkota Kesultanan

Serdang, (Medan : Yandira Agung, 2003).

Universitas Sumatera Utara