<<

“SAWERAN SEBAGAI BENTUK INTERAKSI SIMBOLIK ANTARA PEMAIN DAN PENONTON DALAM TARI GONDORIYO PADA KESENIAN BARONGAN SINGO LODRO DI DESA TODANAN KECAMATAN TODANAN KABUPATEN BLORA”

SKRIPSI untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S1)

Oleh:

Nama : Selvi Widya A NIM : 2501412154 Program Studi : Pendidikan Seni Tari Jurusan : Pendidikan Seni Drama Tari dan Musik

JURUSAN SENI DRAMA TARI DAN MUSIK (PENDIDIKAN TARI) FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Saweran Sebagai Bentuk Interaksi Simbolik Antara

Pemain Dan Penonton Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada Kesenian Barongan

Singo Lodro Di Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora” telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Kripsi

Semarang, 11 Agustus 2017

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Bintang Hanggoro P. M. Hum.. Restu Lanjari, S.Pd, M.Pd. NIP. 196002081987021001 NIP. 196112171986012001

ii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Seni Drama, Tari dan Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang pada hari : Jumat tanggal : 11 Agustus 2017

Panitia Ujian Skripsi

Prof. Dr. Agus Nuryatin, M. Hum. (196008031989011001)

Ketua

Abdul Rachman, S.Pd.M.Pd (198001202006041002)

Sekertaris

Dra. Eny Kusumastuti, M.Pd (196804101993032001)

Penguji I

Restu Lanjari, S.Pd, M.Pd (196112171986012001)

Penguji II/Pembimbing II

Drs. Bintang Hanggoro P, M. Hum. (196002081987021001)

Penguji III/Pembimbing I

Prof. Dr. Agus Nuryatin, M. Hum. (196008031989011001)

Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi yang berjudul

“Saweran Sebagai Bentuk Interaksi Simbolik Antara Pemain Dan Penonton

Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada Kesenian Barongan Singo Lodro Di Desa

Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.

Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 11 Agustus 2017

Selvi Widya Astuti NIM. 2501412154

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

Sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan, maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusanmu yang lain. Berangkat dengan penuh keyakinan, berjalan dengan penuh keikhlasan, bersabar dalam menghadapi cobaan (Selvi Widya Astuti)

Persembahan:

1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak

Widodo dan Ibu Winarni

2. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan

Sendratasik Fakultas Bahasa dan

Seni, Universitas Negeri Semarang

3. Adiku Agung Wisnu Aji

4. UNNES Semarang

v

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmad dan hidayah-Nya yang telah memberikan kelancaran penulis dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Saweran Sebagai Bentuk Interaksi Simbolik Antara Pemain

Dan Penonton Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada Kesenian Barongan Singo Lodro

Di Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora.”

Berkat bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik. Penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rochman, M.Hum., Rektor UNNES yang telah

memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi S1 di Universitas

Negeri Semarang.

2. Prof. Agus Nuryatin, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin untuk

melaksanakan penelitian.

3. Dr. Udi Utomo, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Sendratasik FBS

Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin untuk

melaksanakan penelitian.

4. Drs. Bintang Hanggoro Putra, M. Hum., Dosen Pembimbing I yang telah

mencurahkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyelesaikan

tugas akhir skripsi.

5. Restu Lanjari, S.Pd, M. Pd, Dosen Pembimbing II yang telah membimbing

dan memberikan saran-saran dalam penyusunan skripsi.

vi

6. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni,

Universitas Negeri Semarang

7. Seluruh keluarga besar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten

Grobogan yang telah membantu dalam memperoleh data untuk

menyelesaikan tugas akhir skripsi penulis.

8. Widodo, Ketua grup Kesenian Barongan Singo Lodro yang telah banyak

memberikan informasi dan membantu dalam proses pengambilan data

9. Seluruh keluarga besarku yang telah memberi semangat dan dorongan

dalam menyelesaikan pendidikan S1.

10. Teman-teman Pendidikan Seni Tari angkatan 2012 yang telah berjuang

bersama untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

11. Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sehingga menambah khasanah pengetahuan tentang Kesenian.

Semarang,Agustus 2017

Penulis

Selvi Widya Astuti

vii

SARI

Astuti, Selvi Widya. 2017. Saweran Sebagai Bentuk Interaksi Simbolik Antara Pemain Dan Penonton Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada Kesenian Barongan Singo Lodro Di Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora. Skripsi. Jurusan Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs. Bintang Hanggoro Putra, M.Hum. , Pembimbing II: Restu Lanjari, S.Pd, M.Pd

Kata Kunci: Saweran Sebagai Interaksi Simbolik, Tari Reog Gondoriyo, Todanan

Tari Reog Gondoriyo merupakan salah satu Tari kreasi baru yang berkembang di Kabupaten Grobogan. Tari Reog Gondoriyo merupakan gambaran dari seorang bapak yang sedang menimang anaknya, oleh karena itu pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana bentuk penyajian Tari Reog Gondoriyo, Bagaimana bentuk saweran sebagai interaksi simbolik antara pemain dengan penonton pada Tari Reog Gondoriyo. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bentuk penyajian Tari Reog Gondoriyo dan bagaimana bentuk saweran sebagai interaksi simbolik antara pemain dengan penonton pada Tari Reog Gondoriyo di Kesenian Barongan Singo Lodro di Desa Todanan, Kecamatan Todanan Kabupaten Blora. Penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan metode kulitatif yang menghasilkan data deskriptif dengan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosial. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi, serta triangulasi yang sekaligus sebagai teknik keabsahan data. Data yang dikumpulkan berupa informasi yang berkaitan tentang saweran sebagai interaksi simbolik antara penari dan penonton dalam Tari Reog Gondoriyo yang membagi analisis data menjadi tiga bagian yaitu reduksi data, paparan data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hasil penelitian mengemukakan bahwa bentuk penyajian Tari Reog Gondoriyo pada Kesenian Barongan Singo Lodro di Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora dapat dilihat dari aspek: tema, pelaku, gerak, musik/iringan, tata rias, tata busana, pola lantai. Saweran sebagai bentuk interaksi simbolik Tari Reog Gondoriyo pada Kesenian Barongan Singo Lodro di Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora meliputi : Bentuk Saweran tahun 50-an, bentuk saweran pada Tari Reog Gondoriyo di tahun 50-an para penonton memberi uang saweran dengan cara melemparkan uang dibawah para penari, bentuk saweran pada Tari Reog Gondorio pada tahun 2016 cara pemberian saweran dari penonton ke penari sama-sama menggunakan mulut. Saran penelitian yaitu bagi seniman Tari Reog Gondoriyo, adanya kreativitas seniman untuk memperindah sajian Tari Reog Gondoriyo baik gerak atau bentuk saweran, yang khususnya memperjelas bagaimana bentuk saweran yang sebagaimana mestinya. Bagi generasi muda untuk mau mempelajari Tari daerah yaitu Tari Reog Gondoriyo. Bagi pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan perkembangan Tari Reog Gondoriyo karena Tari Reog Gondoriyo merupakan Kesenian lokal daerah Grobogan.

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...... iii

PERNYATAAN ...... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...... v

SARI ...... vi

PRAKATA ...... vii

DAFTAR ISI ...... ix

DAFTAR TABEL ...... xiii

DAFTAR GAMBAR ...... xiv

DAFTAR BAGAN ...... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...... xvii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 4

1.3 Tujuan Penelitian ...... 4

1.4 Manfaat Penelitian ...... 5

ix

1.5 Sistematika Penulisan ...... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS ...... 8

2.1 Tinjauan Pustaka ...... 8

2.2 Landasan Teori ...... 11

2.2.1 Kesenian Tradisi ...... 11

2.2.2 Tari ...... 12

2.2.3 Bentuk Penyajian ...... 14

2.2.4 Pelaku ...... 17

2.2.5 Penonton ...... 18

2.2.6 Interaksi Simbolik ...... 19

2.2.6.1 Proses dan bentuk komunikasi ...... 25

2.3 Kerangka Berpikir ...... 33

BAB III METODE PENELITIAN ...... 35

3.1 Pendekatan Penelitian ...... 36

3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian ...... 37

3.2.1 Lokasi Penelitian ...... 37

3.2.2 Sasaran Penelitian ...... 37

3.3 Data dan Sumber Data Penelitian ...... 37

3.3.1 Data Penelitian ...... 37

3.3.2 Data Primer ...... 38

3.3.3 Data Sekunder ...... 38

3.3.4 Sumber Data Penelitian ...... 39

3.4 Teknik Pengumpulan Data ...... 41

3.4.1 Observasi ...... 42

x

3.4.2 Wawancara ...... 44

3.4.3 Dokumen ...... 47

3.4.4 Triangulasi ...... 47

3.5 Teknik Analisis Data ...... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 51

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...... 51

4.1.1 Letak dan Kondisi Geografis Kecamatan Todanan ...... 51

4.1.2 Lokasi Penelitian ...... 53

4.1.3 Keadaan Penduduk Dan Kepercayaan ...... 55

4.1.4 Mata Pencaharian ...... 58

4.1.5 Keberadaan Kesenian Barongan Singo Lodro Di Todanan ...... 59

4.2 Latar Belakang Penciptaan Tari Reog Gondoriyo ...... 61

4.3 Bentuk Penyajian Tari Reog Gondoriyo ...... 66

4.3.1 Tema ...... 67

4.3.2 Pelaku ...... 67

4.3.3 Gerak ...... 70

4.3.4 Musik ...... 82

4.3.5 Tata Rias...... 88

4.3.6 Tata Busana ...... 93

4.3.7 Tata Pentas ...... 101

4.3.8 Tata Lampu ...... 101

4.3.9 Pola Lantai ...... 102

4.4 Interaksi simbolik ...... 104

4.4.1 Perubahan Bentuk Saweran Tahun 50-an dan Masa Kini ...... 106

xi

4.4.1.1 Bentuk Saweran Tahun 50-an ...... 106

4.4.1.2 Bentuk Saweran Tahun 2016 ...... 109

4.4.2 Interaksi Simbolik Antara Penari dan Penonton ...... 113

4.4.3 Penonton ...... 120

BAB V PENUTUP ...... 122

5.1 Kesimpulan ...... 122

5.2 Saran ...... 123

DAFTAR PUSTAKA ...... 124

LAMPIRAN ...... 127

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

4.1 Jumlah Penduduk Tiap RW Desa Todanan ...... 56

4.2 Strktur Penduduk Menurut Pendidikan ...... 56

4.3 Mata Pencaharian ...... 59

4.4 Penari Kesenian Barongan Singo Lodro ...... 68

4.5 Pemusik Kesenian Barongan Sngo Lodro ...... 69

4.6 Deskripsi Tari Reog Gondoriyo ...... 71

4.7 Tata Busana Pada Tari Reog Gondoriyo ...... 96

4.8 Desain Lantai Pada Tari Reog Gondoriyo ...... 103

4.9 Bentuk Pengambilan Saweran Tari Reog Gondoriyo Tahun 50-an ...... 108

xiii

DAFTAR FOTO

Halaman

4.1 Lokasi Penelitian Rumah Bapak Widodo ………...... 55

4.2 Ragam Gerak Jalan Mundur ...... 71

4.3 Ragam Gerak Geyolan ...... 72

4.4 Ragam Gerak Sindetan ...... 73

4.5 Ragam Gerak Pentangan ...... 74

4.6 Ragam Gerak Gedrug ...... 76

4.7 Ragam Gerak Laku Telu ...... 76

4.8 Ragam Parikan ...... 77

4.9 Ragam Gerak Amploan ...... 78

4.10 Ragam Gerak Dengklaan ...... 78

4.11 Ragam Gerak Angkatan ...... 79

4.12 Ragam Gerak Lenggan ...... 79

4.13 Ragam Gerak Lenggaan ...... 80

4.14 Ragam Gerak Alihan ...... 80

4.15 Ragam Gerak Puteran ...... 81

4.16 Ragam GerakAmbil Saweran ...... 81

4.17 Alat Musik ...... 83

4.18 Alat Musik Bonang ...... 85

4.19 Alat Musik Saron ...... 85

4.20 Alat Musik Demung ...... 86

4.21 Alat Musik Bonang ...... 87

4.22 Alat Musik Gong ...... 87

4.23 Alat Rias Pada Tari Reog Gondoriyo...... 91

4.24 Tata Rias Wajah Penari Reog Gondoriyo Tampak Depan ...... 92

xiv

xv

4.25 Tata Rias Rambut Penari Reog Gondoriyo Tampak Depan ...... 93

4.26 Tata Busana Baju Singklet ...... 96

4.27 Tata Busana Celana Panjen ...... 97

4.28 Tata Busana Jarit ...... 97

4.29 Tata Busana Sabuk ...... 97

4.30 Tata Busana Kacip ...... 98

4.31 Tata Busana Stagen ...... 98

4.32 Tata Busana Amben ...... 98

4.33 Tata Busana Sampur ...... 98

4.34 Tata Busana Kelat Bahu ...... 99

4.35 Tata Busana Kaos ...... 99

4.36 Tata Busana Celana Krembol...... 99

4.37 Tata Busana Rapek ...... 99

4.38 Tata Busana Tari Reog Gondoriyo Tampak Depan ...... 101

4.39 Bentuk Inteaksi Simbolik………………………...... 105

4.40 Ragam Pengambilan Saweran Dari Depan Bawah ...... 108

4.41 Ragam Pengambilan Saweran Dari Kayang ...... 108

4.42 Ragam Pengambilan Saweran Dari Depan Atas ...... 108

4.24 Cara Menghindari Kenakalan Penonton Pada Saweran Tari Reog Gondoriyo Sekarang ...... 112

4.25 Bentuk Inteaksi Simbolik Penari dan Penonton ……………………….. 119

4.26 Penonton ………………………...... 120

xv

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Instrumen Penelitian...... 127

2. Transkip Wawancara ...... 132

3. Jadwal Observasi dan Jadwal Wawancara ...... 144

4. Surat Keputusan Dosen Pembimbing...... 146

5. Surat Izin Penelitian ...... 147

6. Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian ...... 148

7. Foto Tari Reog Gondoriyo ...... 149

8. Biodata Penulis ...... 151

9. Biodata Narasumber ...... 152

xvi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesenian adalah salah satu unsur dalam kebudayaan yang merupakan

pedoman hidup bagi masyarakat pendukungnya dalam mengadakan kegiatan yang

berisi tentang sistem simbol dalam masyarakat. Sistem simbol dalam masyarakat

digunakan secara selektif oleh masyarakat pendukungnya sebagai media

berkomunikasi, melestarikan, menghubungkan pengetahuan, dan bersikap serta

bertindak (Rohidi 2000:29).

Kesenian sangat erat hubungannya dengan tradisi. Menurut Jennifer

Lindsay (dalam Wadiyo 2008:61) Kesenian tradisi dalam masyarakat berkaitan dengan faktor ruang lingkup wilayah, waktu, status sosial penyangganya, serta unsur-unsur estetis didalamnya. Kesenian tradisional adalah suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasaa sebagai milik sendiri oleh masyarakat serta lingkunganya.

Konotasi tentang tradisi, tentang Kesenian dalam pikiran orang Belanda yang terdahulu. Kesenian tradisional adalah suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasa sebagai milik sendiri oleh masyarakat serta lingkunganya. Pengolahannya berdasarkan atas cita-cita masyarakat pendukungnya. Cita rasa disini mempunyai pengertian yang luas, termasuk nilai keindahan tradisi, pandangan hidup, pendekatan falsafah, rasa etis dan estetis

(Wadiyo 2008:61).

1

2

Seni tumbuh dan berkembang lebih banyak merupakan hasil ekspresi dan kreativitas masyarakat pemiliknya. Masyarakat dan seni merupakan kesatuan yang satu sama lain saling terkait dan berkaitan. Oleh karenanya hadirnya suatu kelas atau golongan tertentu, menghadirkan gaya seni yang tertentu pula sesuai dengan bentuk masyarakat yang ada pada saat itu. Oleh karena itu tumbuh dan berkembangnya kesenian disuatu daerah sangat ditentukan oleh perhatian masyarakatnya terhadap kesenian tersebut (Maizarti, 2013: 37).

Sama halnya dengan seni tari, tari dalam masyarakat tradisional pedesaan telah dicirikan dengan sifat sama derajat. Mereka menganggap bahwa tari berasal dari mereka dan untuk mereka sendiri. Sifat kebersamaan itu dapat terlihat dari berbagai macam pelembagaan tari yang sifatnya komunal, dan tidak ada perbedaan penokohan yang prinsipil (Hadi 2005:60). Pelembagaan Kesenian tradisional masyarakat pedesaan sering disebut “kerakyatan” atau Kesenian rakyat

(Hadi 2005:54). Sama halnya dengan Barongan, Barongan adalah seni pertunjukan yang dianggap sebagai Kesenian rakyat yang muncul dari masyarakat pedesaan. Sebagai seni Tari rakyat yang tumbuh di pedesaan, tentu saja dalam

Kesenian Barongan muncul fenomena-fenomena baik dari pelaku seninya ataupun dari para penontonya.

Kesenian Barongan merupakan salah satu Kesenian tradisional yang diwariskan secara turun temurun yang ada di beberapa daerah, seperti Blora, Pati dan Demak. Kesenian Barongan yang ada didaerah tersebut masing-masing memiliki ciri khas tersendiri sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakatnya.

Menurut hasil wawancara dengan Bapak Widodo selaku ketua grup Kesenian 3

Barongan Singo Lodro, Kesenian Barongan adalah suatu bentuk Tari rakyat yang sangat terkenal di daerah Jawa Tengah khususnya di daerah Blora, yang biasa disajikan dalam bentuk drama Tari atau fragmen yang ceritanya mengambil dari

Cerita Panji atau Menak.

Selain Kesenian Barongan bisa disajikan dalam bentuk drama tari atau fragmen, seiring perkembanganya telah muncul fenomena lain yaitu dengan menambahkan beberapa tarian dalam penyajianya, agar dalam penyajian Kesenian

Barongan Blora khususnya dalam grup Kesenian Barongan Singo Lodro terlihat lebih ramai, hal ini juga dilakukan untuk menarik perhatian penonton. Salah satunya yaitu dengan diadakanya Tari Reog Gondorio yang berasal dari

Kabupaten Grobogan.

Tari Reog Gondorio merupakan tarian yang berasal dari daerah Purwodadi yang kini sedang berkembang di Kesenian Barongan Singo Lodro. Tari Reog

Gondoriyo merupakan bentuk tarian yang dilakukan oleh dua orang penari, yaitu laki-laki dan perempuan. Tari Reog Gondorio memiliki keunikan yaitu pada bentuk Nyawernya (saweran ). Bentuk nyawer merupakan wujud dari bentuk interaksi simbolik antara pemain dengan penonton melalui pemberian dan penganbilan uang saweran dengan menggunakanakan mulut.

Sebuah kehidupan seni di masyarakat yang didekati menggunakan kacamata sosiologi atau biasa disebut dengan sosiologi seni, yang dipelajari atau yang dikaji adalah bukan seninya tetapi masyarakatnya atau sekelompok masyarakat yang menggunakan kesenian tersebut. Pentingnya mempelajari kehidupan kelompok dalam sebuah kehidupan sosial masyarakat untuk 4

mengetahui bagaimana kesenian digunakan sebagai sarana berinteraksi atau hubungan sosial antar individu, kelompok, dan unsur sosial yang lain berdasar pada pranata sosial yang dijadikan pedoman atau acuan dalam bersikap dan bertindak (Hadi 2005:54).

Berdasarkan latar belakang Saweran sebagai bentuk Interaksi Simbolik antara pemain dan penonton, peneliti tertarik pada Saweran Tari Reog Gondorio.

Tari Reog Gondorio memiliki keunikan bentuk Nyawer yang berbeda dengan Tari

Tayub, Dangdut, dan yang lain. Bentuk Nyawer yang menggunakan mulut menjadi ciri khas Tari Reog Gondoriyo didaerah Purwodadi. Dari berbagai alasan yang ada topik penelitian yang dikaji dalam penelitian ini yaitu “Saweran Sebagai

Bentuk Interaksi Simbolik Antara Pemain Dan Penonton Dalam Tari Reog

Gondoriyo Pada Kesenian Barongan Singo Lodro Di Desa Todanan Kecamatan

Todanan Kabupaten Blora”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang a dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana bentuk penyajian Tari Reog Gondoriyo?

2. Bagaimana saweran sebagai bentuk interaksi simbolik antara pemain

dan penonton?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan yang dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk penyajian Tari Reog Gondoriyo, saweran sebagai bentuk interaksi simbolik antara pemain dan penonton pada Tari Reog 5

Gondorio di Kesenian Barongan Singo Lodro di Desa Todanan, Kecamatan

Todanan Kabupaten Blora.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi pada penelitian

berikutnya.

2. Memberikan informasi tertulis bagi masyarakat umum, khususnya

generasi muda sebagai pewaris serta penerus kebudayaan bangsa sehingga

dapat lebih mengenal dan mampu melestarikan Tari Reog Gondoriyo.

1.4.2 Manfaat Praksis

1. Bagi Penulis, diharapkan agar penulis mendapatkan wawasan tentang

bentuk saweran dalam Tari Reog Gondoriyo.

2. Bagi Pemerintah Kabupaten Grobogan, hasil penelitian ini dapat

dimanfaatkan sebagai perbendaharaan kesenian, khususnya kesenian

tradisional. Serta dapat mengembangkan Kesenianya di daerahnya sendiri.

3. Bagi grup Kesenian Barongan Singo Lodro, penelitian ini dapat digunakan

sebagai patokan yang benar dalam memotifasi anak-anak muda untuk

mengembangkan serta melestarikan Tari Reog Gondoriyo.

4. Bagi mahasiswa pendidikan seni Tari Universitas Negeri Semarang,

diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya peningkatan

apresiasi seni pada mahasiswa serta data dimanfaatkan sebagai landasan

dan motivasi untuk mengambangkan serta melestarikan kesenian

tradisional. 6

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan proposal skripsi bertujuan untuk memberikan gambaran serta mempermudah pembaca dalam mengetahui garis-garis besar dari skripsi ini, yang berisi sebagai berikut:

1.5.1 Bagian Awal

Bagian awal skripsi terdiri dari atas Halaman Judul, Persetujuan

Pembimbing, Pengesahan Kelulusan, Pernyataan, Motto dan Persembahan, Sari,

Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Gambar, dan Daftar Lampiran.

1.5.2 Bagian Pokok

Bagian pokok dalam skripsi terbagi atas bab Pendahuluan, Landasan

Teori, Metode Penelitian, Hasil Penelitian, dan pembahasan.

BAB I Pendahuluan

Bab pendahuluan digunakan peneliti sebagai pengantar pembaca untuk mengetahui apa yang diteliti. Dalam bab pendahuluan memuat uraian tentang 1)

Latar Belakang, 2) Rumusan Masalah, 3) Tujuan Penelitian, dan 4) Manfaat penelitian.

Bab II Kajian Pustaka dan Landasan Teoretis

Berisi tentang teori-teori dan konsep-konsep yang digunakan untuk landasan kerja penelitian. Penelitian Saweran Sebagai Bentuk Interaksi Simbolik dalam Tari Reog Gondoriyo landasan teori yang digunakan meliputi tentang Tari, intraksi simbolik, bentuk penyajian (gerak, musik, tata rias, tata busana, dan pola lantai), bentuk saweran dan kerangka berfikir dalam penelitian.

7

Bab III Metoode Penelitian

Berisi mengenai pendekatan penelitian, data dan sumber data, lokasi penelitian, sasaran penelitian, teknik pengumpulan data (observasi, wawancara, dan dokumentasi, teknik keabsahan data, dan teknik analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian

Berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian dan kajian Saweran sebagai bentuk interaksi simbolik antara pemain dan penonton dalam Tari Reog

Gondoriyo yang meliputi proses terjadinya interaksi antara pemain dan penonton dan deskripsi bentuk Tari Reog Gondoriyo

Bab V Penutup

Merupakan bab terakhir dalam bagian pokok skripsi yang berisi simpulan

(berdasarkan hasil penelitian) dan saran (berdasarkan kesimpulan yang ada).

1.5.3 Bagian Akhir

Bagian akhir dalam skripsi terdiri dari daftar pustaka dan lampiran, dan

biografi penulis.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.1 Tinjauan Pustaka

Tari merupakan hasil karya manusia. Tari diciptakan melalui proses penciptaan sehingga menjadi bentuk Tari yang dapat dinikmati. Sebelum membahas tentang landasan teori yang digunakan sebagai pedoman penelitian “F

Saweran Sebagai Bentuk Interaksi Simbolik Dalam Tari Reog Gondoriyo”.

Peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap penelitian terdahulu yang sejenis untuk dijadikan bahan pertimbangan penelitian yang diteliti dengan penelitian sebelumnya, selain sebagai bahan pertimbangan, penelitian terdahulu juga menjadi bahan referensi untuk menulis penelitian. Berikut adalah beberapa penelitian yang relevan yang digunakan sebagai bahan pertimbagan dan referensi dalam penelitian.

Pertama, penelitian yang dilakukan Nur Rachma Permatasary (2015) dengan judul “Interaksi Sosial Penari Bujangganong Pada Sale Creative

Community Di Desa Sale Kabupaten Rembang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi sosial penari Bujangganong pada Sale creative Community

(SCC) di Desa Sale Kabupaten Rembang. Objek penelitian ini adalah penari

Bujangganong karena banyak anggapan bahwa kelompok kesenian memiliki fenomena interaksi sosial yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya dan adanya pernyataan lain bahwa antara penari satu dengan penari lainnya memiliki karakter yang berbeda untuk dapat menyesuaikan dalam sebuah kelompok

Kesenian Bujangganong Sale Creative Community (SCC) dengan kelompok

8

9

Kesenian Bujangganong lainnya yang mempunyai gerakan yang khas dan tujuan yang berbeda dari masing-masing kelompok untuk dapat berkolaborasi.

Persamaan dari Penelitian ini sama-sama meneliti tentang interaksi. Perbedaan dari penelitian ini yang membedakan antara lain interaksi sosial dan interaksi simbolik.

Skripsi yang kedua dari Izzatul Makrifa (UNNES 2015) yang berjudul

“Bentuk dan Fungsi Kesenian Topeng Purba di Dusun Kurahan Cawangsar Desa

Borbudur Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang”. Bentuk pertunjukan

Topeng Purba sangat menarik, hal ini dilihat dari bentuk gerak dan pola lantai yang variatif untuk menghidupkan suasana pertunjukan sehinga penonton tetap melihat pertunjukan dari awal sampai selesai. Bentuk pertunjukan Kesenian

Topeng Purba terbentuk dari berbagai aspek-aspek pertunjukan yang menjadi kesatuan. Aspek-aspek pendukung pertunjukan Kesenian Topeng Purba antara lain : pelaku (penari) gerak, iringan musik, rias dan busana, tata pentas, tata lampu, tata suara, dan properti.

Kesenian ini memiliki dua fungsi, yaitu sebagai sarana keagamaan. Fungsi

Kesenian Topeng Purba sebelumnya adalah sebagai sarana upacara adat di dusun

Kurahan Cawangsari Kabupaten Magelang misalnya Upacara pembangunan masjid, nyadran, sedekah desa. Fungsi yang dimaksud adalah selain digunakan sebagai sarana interaksi sosial juga digunakan sebagai salah satu penunjang sarana ekonomi masyarakat Dusun Krahan Desa Borobudur Magelang. Fungsi Kesenian

Topeng Purba sebagai sarana interaksi sosial bagi masyarakat Desa Borobudur dan fungsi sebagai hiburan semata. 10

Persamaan dari Bentuk dan Fungsi Kesenian Topeng Purba di Dusun

Kurahan Cawangsar Desa Borbudur Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang yang dilakukan oleh Izzatul Makrifa dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terletak pada penelitian fungsi suatu Kesenian sebagai sarana interaksi sosial. Sedangkan perbedaannya terletak pada fungsi yang dikaji oleh peneliti lebih fokus pada fenomena yang terjadi akibat interaksi antar penari dan penonton dan objek penelitian yang berbeda, yakni peneliti meneliti Tari Reog Gondoriyo.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Eny Kusumastuti (2006) dengan judul “Laesan sebuah Fenomena Kesenian Pesisir: Kajian Interaksi Simbolik antara Pemain dan Penonton “. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan menjelaskan bentuk kesenian Laesan, proses terjadinya interaksi simbolik antara pemain dan penonton, dan menjelaskan simbol-simbol yang ada dan digunakanakan untuk membentuk interaksi simbolik antara pemain dan penonton . Hasil penelitian menunjukan bahwa kesenian Laesan mempunyai bentuk penyajian yang meliputi (a) tiga bagian penyajian yaitu awal pertunjukan, inti pertunjukan, akhir pertunjukan, (b) unsur-unsur perlengkapan pentas, (c) iringan, (d) rias dan busana, (e) gerak Tari representasional dan non representasional. Proses interaksi simbolik terjadi pada setiap bagian pertunjukan.

Simbol-simbol yang membentuk proses interaksi simbolik meliputi dupa, sesaji, nyanyian pengiring, makna trance dalam Laesan. Persamaan penelitian ini sama- sama meneliti tentang interaksi simbolik, meneliti tentang interaksi simbolik antara pemain dan penonton, Perbedaan penelitian ini anatara lain peneliti ini meneliti tentang kesenian sedang kajian dalam penelitian ini adalah Tari. 11

2.2 Landasan Teoretis

2.2.1 Kesenian Tradisi

Konotasi tentang tradisi Kesenian dalam pikiran orang Belanda yang terdahulu adalah (kepribumian, keaslian), kesinambungan dan kekunoan (Lindsay,

1991). Jennifer Lindsay memuat diskusi panjang mengenai istilah Kesenian tradisi yang dikaitkan dengan faktor ruang lingkup wilayah, waktu, status sosial penyangganya, serta unsur-unsur estetis di dalamnya.

Kesenian tradisional adalah suatu bentuk seni yang bersumber dan berakar serta telah dirasa sebagai milik sendiri oleh masyarakat serta lingkunganya.

Pengolahannya berdasarkan atas cita-cita masyarakat pendukungnya. Cita rasa disini mempunyai pengertian yang luas, termasuk nilai keindahan tradisi, pandangan hidup, pendekatan falsafah, rasa etis dan estetis (Wadiyo 2008:61).

Seni tumbuh dan berkembang lebih banyak merupakan hasil ekspresi dan kreativitas masyarakat pemiliknya. Masyarakat dan seni merupakan kesatuan yang satu sama lain saling terkait dan berkaitan. Oleh karenanya hadirnya suatu kelas atau golongan tertentu, menghadirkan gaya seni yang tertentu pula sesuai dengan bentuk masyarakat yang ada pada saat itu. Oleh karena itu tumbuh dan berkembangnya kesenian disuatu daerah sangat ditentukan oleh perhatian masyarakatnya taerhadap kesenian tersebut Maizarti (2013, 37). Sama halnya dengan seni Tari, Tari dalam masyarakat tradisional pedesaan telah dicirikan dengan sifat sama derajat. Mereka menganggap bahwa Tari berasal dari mereka dan untuk mereka sendiri. Sifat kebersamaan itu dapat terlihat dari berbagai macam pelembagaan Tari yang sifatnya komunal, dan tidak ada perbedaan 12

penokohan yang prinsipil (Hadi 2005:60)

2.2.2 Tari

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat, dan bahasa yang berbeda. Keanekaragaman budaya yang ada melahirkan beragam seni budaya.

Salah satu keanekaragaman budaya yaitu seni Tari. memiliki seni Tari dari berbagai daerah dengan ciri khas yang berbeda, hal inilah yang membuat

Indonesia kaya seni daerah.

Tari adalah salah satu bidang seni yang merupakan bagian dari manusia.

Tari sebagai karya seni merupakan alat ekspresi dan sarana komunikasi seorang seniman kepada orang lain (penonton/penikmat). Sebagai alat ekspresi, Tari mampu mencipt untaian gerak yang dapat membuat penikmatnya peka terhadap sesuatu yang terjadi (Jazuli 2008:1-4).

Menurut Hidajat (2005:1-2) Tari sebagai bentuk seni merupakan aktivitas khusus yang bukan hanya sekedar ungkapan gerak yang emosional atau mengungkapkan perasaan dalam wujud gerak tanpa arah dan tujuan atau hanya menyalurkan kelebihan energi. Kehadiran Tari bermula dari rangsangan (stimulus) yang mempengaruhi organ saraf kinetik manusia dan dengan tujuan tertentu lahir sebagai sebuah perwujudan pola-pola gerak yang bersifat konstruktif.

Menurut Maizarti (2013:1) Tari merupakan salah satu bentuk aktivitas budaya masyarakat, dimana segala bentuk dan fungsi selalu berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat tempat Tari itu tumbuh dan berkembang. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa seni tari adalah salah satu bentuk seni yang merupakan bagian penting dalam masyarakat yang merupakan 13

bagian dari aktivitas manusia, yaitu sebagai ritual keagamaan, upacara adat, hiburan, komunikasi, dan lain-lain, yang diungkapkan lewat gerak yang indah dan penuh makna.

Di Indonesia terdapat berbagai macam Tari dari Sabang sampai Merauke yang masing-masing memiliki ciri khas, dari yang sederhana sampai yang rumit.

Menurut Soedarsono (1977:28-29) berdasarkan pola garapnya tari dibedakan menjadi dua golongan, yaitu tari tradisional dan tari kreasi.

(1) Tari Tradisional

Tari Tradisional ialah semua tari yang telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup lama, yang selalu bertumpu pada pola-pola tradisi yang ada.

Berdasarkan nilai artistik garapannya, tari tradisional dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Tari Sederhana

Tari Sederhana adalah Tari ungkapan kehendak dan keyakinan yang bersifat magis dan sakral atau suci.

2. Tari Rakyat

Tari rakyat adalah Tari yang pola garapnya berpijak pada unsur budaya tradisional dan lebih merupakanakan ungkapan kehidupan rakyat pada umumnya yang berfungsi sebagai Tari pergaulan.

3. Tari Klasik

Tari klasik adalah Tari yang semula berkembang di kalangan raja dan bangsawan dan telah mencapai kritalisasi artistik yang tinggi dan telah pula menempuh jalan sejarah yang cukup panjang sehingga dalam tari klasik juga terdapat nilai tradisional yang melekat. 14

(2) Tari Kreasi

Tari kreasi adalah Tari yang mengarah kepada kebebasan dalam mengungkapkan, tidak berpijak pada pola tradisi, dan lebih merupakan garapan baru yang tidak berpijak pada standart yang telah ada.

Tari dalam masyarakat memiliki peranan penting. Seperti yang dikat oleh

Hadi (2005:12-13) bahwa, kehadiran tari baik itu tari tradisional, tari kerakyatan, dan tari modern atau tari kreasi baru tidak lepas dari masyarakat pendukungnya.

Tari Reog Gondoriyo kehadirannya dalam masyarakat disajikan dengan pola garap bebas dengan mengutam keindahan serta kreatifitas, hal ini dikarena Tari

Reog Gondoriyo merupakan tari kreasi yang tidak berpatokan pada pola tradisi.

2.2.3 Bentuk Penyajian

Unsur-unsur pendukung/pelengkap sajian tari antara lain adalah: gerak, iringan, tema, desain lantai, tata busana, tata rias, dan tempat pertunjukan (Jazuli

2008: 8).

2.2.3.1 Gerak

Gerak adalah peralihan tempat atau kedudukan (Suharso, 2012: 155).

Gerak di dalamnya terkandung tenaga/energi yang melibatkan ruang dan waktu.

Artinya gejala yang menimbulkan gerak adalah tenaga. Gerak di dalam tari adalah gerakan yang maknanya indah , yang didalamnya merupakan suatu penggambaran dari dunia nyata, kemudian diwujudkan dalam bentuk gerak-gerak di dalam suatu tarian. Gerakan yang ada dalam garapan tarian adalah suatu gerak yang sudah diolah , dan disusun serta mengandung suatu nilai estetis didalamnya. Timbulnya gerak tari berasal dari hasil proses pengolahan yang telah mengalami stilasi 15

(digayakan) dan distorsi (pengubahan), yang kemudian melahirkan dua jenis gerak, yaitu gerak murni dan gerak maknawi (Jazuli 2008: 8).

2.2.3.2. Iringan atau Musik

Musik adalah suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan terutama dari suara yang dihasilkan dari alat-alat yang dapat menghasilkan irama Walaupun musik adalah sejenis fenomena intuisi, untuk mencipta, memperbaiki dan mempersembahkannya adalah suatu bentuk seni. Gerak dan ritme merupakan unsur utama dari suatu tarian. Selain gerakan, musik atau iringan merupakan unsur lain yang memegang peranan penting di dalam suatu karya tari. Musik dan tari merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu dorongan atau naluri ritmis. Musik memiliki fungsi yaitu : (1)

Sebagai pengiring, (2) Sebagai pemberi suasana tari, (3) Sebagai ilustrasi dan pengantar. Dalam hal ini musik tersebut bukan hanya sekedar sebagai iringan saja tetapi juga pelengkap tari yang sangat terkait, yang dapat memberikan suasana yang ditinggalkan dan mendukung suasana alur cerita (Jazuli 2008 : 13).

2.2.3.3. Tema

Tema adalah pokok pikiran, gagasan utama atau ide dasar. Tema biasanya merupakan suatu ungkapan atau komentar mengenai kehidupan. Tema lahir dari pengalaman hidup seorang seniman tari yang telah diteliti dan dipertimbangkan agar bisa dituangkan atau diungkapkan ke dalam gerakan-gerakan tari (Jazuli

2008 : 16).

16

2.2.3.4. Desain Lantai

Desain lantai adalah garis-garis yang dilalui oleh seorang penari atau garis garis di lantai yang dibuat oleh formasi penari kelompok (Jazuli 2008 :

18).

2.2.3.5. Tata Busana

Tata busana adalah seni pakaian dan segala perlengkapan yang menyertai untuk menggambarkan tokoh. Fungsi busana tari adalah untuk mendukung tema atau isi tari, dan untuk memperjelas peran-peran dalam suatu sajian tari. Fungsi fisik adalah penutup dan pelindung tubuh. Fungsi artistik menampilkan aspek seni rupa melalui garis, bentuk, corak dan warna busana. Busana tari yang baik bukan hanya sekedar untuk menutup tubuh semata, melainkan juga harus dapat mendukung desain ruang pada saat penari sedang menari (Jazuli 2008 : 20).

2.2.3.6. Tata Rias

Tata rias adalah kegiatan mengubah penampilan dari bentuk asli sebenarnya dengan bantuan bahan dan alat kosmetik. Tata rias panggung berbeda dengan rias untuk sehari-hari. Tata rias dalam pertunjukan memperlihatkan kejelasan dalam garis-garis wajah serta ketebalannya, karena diharapkan dapat memperkuat garisgaris ekspresi wajah dan memberikan bentuk karakter. Fungsi tata rias antara lain mengubah karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang sedang dibawakan untuk memperkuat ekspresi dan untuk menambah daya tarik penampilan (Jazuli 2008 : 23).

17

2.2.3.7. Tempat Pertunjukan atau Panggung

Panggung adalah tempat berlangsungnya sebuah pertunjukan dimana interaksi antara kerja penulis lakon, sutradara, dan aktor ditampilkan di hadapan penonton. Suatu pertunjukan apa pun bentuknya selalu memerlukan tempat atau ruangan guna menyelenggarakan pertunjukan itu sendiri. Di Indonesia kita dapat mengenal bentuk-bentuk tempat pertunjukan (pentas), seperti di lapangan terbuka atau arena terbuka, di pendhapa, dan pemanggungan.

Ada beberapa bentuk pertunjukan yang dikenal di Indonesia yaitu : 1.

Panggung Proscenium yaitu panggung yang hanya dapat disaksikan dari satu arah panggung saja. 2. Panggung Tapal Kuda yaitu panggung yang dapat disaksikan oleh penonton dari sisi depan dan samping kanan dan kiri. 3. Panggung Leter L yaitu panggung yang dapat disaksikan dua sisi memanjang dan sisi melebar. 4.

Pendhapa yaitu tempat pertunjukan berbentuk segi empat yang biasa digunakanakan untuk pertunjukan tradisional Jawa dan Kraton. 5. Tempat petunjukan OD yaitu tempat di luar ruangan atau tempat terbuka dapat berupa lapangan, tanah atau rumput (Jazuli 2008 : 13-25).

2.2.4 Pelaku

Pelaku seni dalam tari bentuk biasanya disebut penari. Penari adalah seorang yang menyajikan sebuah keindahan gerak tubuhnya dengan melibatkan daya tafsir dari ide estetik pada sebuah koreografi hampirpun imajinasinya. Penari yang baik adalah penari yang mampu menyalurkan tenaga dengan cermat dan penuh semangat di dalam membawakan suatu tarian (Garha 1979: 68). Hubungan antara pecipta tari dan penari tidak dapat dipisahkan, karena diperlukan kerja 18

sama yang menyeluruh dalam memberikan arti pada penataannya dan ekspresi sebagai sasaran (Parani 1986: 54).

Faktor-faktor esensial yang harus dimiliki penari yaitu : (1) wiraga atau kemampuan peragaan yang meliputi penguasaan kelenturan tehnik tenaga, ruang serta ungkapan gerak yang jelas dan bersih, (2) Wirama yaitu pengaturan tempo dan ritme yang penting yang erat sekali hubungannya dengan irama, baik irama yang diatur sendiri oleh penari ataupun irama dari iringan tari, dan (3) Wirasa atau penguasaan jiwa yaitu aspek bersifat rohaniah yang memberikan keseluruhan pada tarian yang sedang dibawakan, melalui pemusatan pikiran, rasa, mental atau laku yang luluh disertai adanya keseimbangan dan kesinambungan dari berbagai unsur atau elemen-elemen tari (Garha 1979: 64-71).

2.2.3 Penonton

Penonton adalah orang-orang yang bergerombol atau mengerumuni sebuah kejadian atau pertunjukan di suatu tempat. Pertunjukan mengandung pengertian untuk mempertunjukkan suatu yang bernilai seni pada penonton.Penonton akan mempunyai kesan setelah menikmati pertunjukan dan akan merasakan kepuasan pada dirinya, sehingga menimbulkan perubahan dalam diri penonton yang ditunjukkan dengan diperoleh wawasan dan pengalaman baru, kepekaan dalam menangkap sesuatu sehingga bermakna (Jazuli 1994:60).

19

2.2.4 Interaksi Simbolik

Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang berinteraksi yang tidak hanya melalui interaksi secara ekslusif antar manusia, tetapi juga inklusif dengan seluruh mikrokosmos. Terkadang manusia dalam interaksi sosialnya disadari hampirpun tidak sering menampakkan fenomena-fenomena yang berupa simbol- simbol dan mempunyai banyak pemaknaan yang beragam antar individu.

Fenomena berupa simbol-simbol yang bisa ditangkap dan dimaknai di masyarakat merupakan refleksi dari fenomena interaksionisme simbolis. Pemaknaan tersebut didasarkan pada pemaknaan atas sesuatu yang dihadapinya lewat proses yang oleh

Blumer disebut self-indication. Proses self-indication adalah proses komunikasi pada diri individu yang dimulai dari mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna tersebut (George

2012: 632-633).

Teori interaksi simbolik pada saat kemunculannya mendapat tempat utama dan mengalami perkembangan pesat hingga saat ini. Max Weber (dalam

Soeprapto 2002: 46-48) adalah orang yang turut berjasa besar dalam memunculkan teori interaksi simbolik, yang pertama kali mendefinisikan tindakan sosial sebagai sebuah perilaku manusia pada saat orang memberikan suatu makna subyektif terhadap perilaku yang ada. Sebuah tindakan bermakna sosial manakala tindakan tersebut timbul dan berasal dari kesadaran subyektif dan mengandung makna intersubyektif. Artinya terkait dengan orang di luar dirinya. Teori interaksi simbolik dipengaruhi oleh struktur sosial yang membentuk atau menyebabkan perilaku tertentu yang kemudian membentuk simbolisasi dalam interaksi sosial 20

masyarakat. Teori interaksi simbolik menuntut setiap individu mesti proaktif, refleksif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang unik, rumit dan sulit diinterpretasikan. Teori interaksi simbolik menekankan dua hal. Pertama, manusia dalam masyarakat tidak pernah lepas dari interaksi sosial. Kedua ialah bahwa interaksi dalam masyarakat mewujud dalam simbol-simbol tertentu yang sifatnya cenderung dinamis (Mika 2012: http://www.academia.edu/6766895).

Teori interaksi simbolik ini akan berhubungan dengan struktur-struktur sosial, bentuk-bentuk kongkret dari perilaku individual atau sifat-sifat batin yang bersifat dugaan, Interaksionisme simbolik memfokuskan diri pada hakekat interaksi, pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan hubungan sosial. Paham interaksi simbolis ditujukan untuk mempelajari cara sekumpulan orang membentuk makna suatu objek. Interaksi simbolis (SI-Symbolic Interactionism) merupakan sebuah cara berpikir mengenai pikiran, individu, dan masyarakat yang memiliki peranan yang cukup besar pada tradisi sosiokultural dalam teori komunikasi. Dengan adanya landasan dalam bidang sosiologi SI menjelaskan bahwa selama seorang individu berinteraksi dengan individu lainnya, mereka tengah bertukar pemahaman mengenai tindakan dan situasi tertentu. Interaksi antara tari individu melibatkan suatu pertukaran simbol. Ketika seseorang berinteraksi dengan yang lainnya, seseorang secara konstan mencari “petunjuk” mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu dan mengenai bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain.

Salah satu kebutuhan dasar manusia dalam hidupnya adalah kebutuhan terhadap simbol. Proses terjadinya simbol adalah apabila subjek berhadapan 21

dengan realitas. Untuk dapat menangkap simbol, orang harus mengambil jarak terhadap realitas karena pada saat subjek berhadapan dengan realitas akan terjadi transformasi pengalaman. Pada Hakikatnya, komunikasi merupakan kegiatan primer yang tidak akan lepas dari seluruh manusia. Komunikasi memilki pengertian yakni proses penyampaian maksud atau pesan dari sang komunikator kepada komunikan baik dalam bentuk satu arah atau dua arah, dengan menggunakan media (alat bantu) hampirpun tidak, dengan tujuan terwujudnya mutual understanding, perubahan pemikiran dan perilaku.

Komunikasi memiliki dua jenis dalam bentuk penyampaiannya, yakni verbal dan non verbal. Verbal itu mencakup lisan dan tulisan, sedangkan non verbal mencakup mimik wajah dan bahasa tubuh. Komunikasi ini juga memiliki turunan teori dalam menyampaikan maksud dan tujuan dari komunikator kepada komunikan yakni interaksi simbolik. Esensi dari interaksi simbolik yakni adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana 2003: 59). Paham interaksionisme simbolik memberikan banyak penekanan pada individu yang aktif dan kreatif ketimbang pendekatan-pendekatan teoritis lainnya. Paham interaksionisme simbolik menganggap bahwa segala sesuatu tersebut adalah virtual. Semua interaksi antar individu manusia melibatkan suatu pertukaran simbol. Ketika individu berinteraksi dengan yang lainnya, secara konstan mencari “petunjuk” mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu dan mengenai bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain.

Interaksionisme simbolik, mengarahkan perhatian kita pada interaksi antar 22

individu, dan bagaimana hal ini dipergunakan untuk mengerti apa yang orang lain katakan dan lakukan kepada kita sebagai individu.

Simbol mewakili sumber acuannya dalam cara yang konvensional. Kata- kata pada umumnya adalah simbol. Tetapi penanda hampirpun sebuah objek, suara, sosok, dapat bersifat simbolik (Danesi 2011: 38). Simbol yang bersifat abstrak yang maknanya diberikan oleh orang yang menggunakan simbol. Simbol dapat berbentuk antara lain benda-benda, warna, suara, atau gerak suatu benda.

Manusia hidup di tengah-tengah tiga lingkungan, salah satunya lingkungan simbolik, yang dimaksud lingkungan simbolik ialah segala sesuatu yang meliputi makna dan komunikasi, seperti kata, bahasa, mite, nyanyian, seni, upacara, tingkah laku, benda-benda, konsep, dan sebagainya (Kuntowijoyo 2006: 89).

Manusia mempelajari simbol-simbol dan juga makna-makna di dalam interaksi sosial.

Sementara manusia merespons tanda-tanda tanpa pikir panjang, manusia merespons simbol-simbol di dalam cara yang penuh pemikiran. Menurut Ritzer

(2012: 630) kata-kata adalah simbol-simbol digunakanakan untuk melambangkan benda-benda lain, kata-kata membuat semua simbol lain menjadi mungkin.

Tindakan-tindakan, objek-objek dan kata-kata lain ada dan mempunyai makna hanya karena manusia ada dan dapat dilukiskan melalui penggunaan kata-kata.

Simbol-simbol sangat penting dalam memungkinkan orang bertindak di dalam cara-cara manusiawi yang khas.

Makna dan simbol-simbol memberi karakteristik yang khas pada tindakan sosial (yang meliputi suatu aktor tunggal) dan interaksi sosial (yang meliputi dua 23

atau lebih aktor yang terlibat di dalam tindakan sosial bersama) manusia. Proses interaksi sosial, orang mengkomunikasikan secara simbolis makna-makna kepada orang-orang yang terlibat. Makna merupakan segala hal (tindakan, ucapan, gerakan dan benda) yang menandai atau mewakili sesuatu Kusumawardani (2012:

3), karena itu makna merupakan sesutu hal yang dianggap penting bagi manusia dan mempunyai nilai (value).

Para pencipta seni dalam menuangkan gagasan idenya tentu saja dilandasi oleh makna yang tertuang dalam bentuk simbol-simbol. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh manusia sebagai makluk yang bersimbol, homo symbolicum dan beraktvitas dalam dunia simbol (Jazuli 2011: 95). Simbol adalah sesuatu yang diciptakanakan oleh manusia dan secara konvensional digunakanakan bersama, teratur, dan benar-benar dipelajari, sehingga memberi pengertian hakikat “karya seni”, yaitu suatu kerangka yang penuh arti untuk mengorientasikan dirinya kepada yang lain, kepada lingkungan, dan pada dirinya sendiri, sekaligus sebagai produk dan ketergantungannya dalam interaksi sosial (Hadi 2007: 22). Dalam analisis simbolik terhadap karya seni, dapat dipahami bahwa sistem simbol sebagai suatu sistem penandaan. Maka terdapat hubungan antara penanda dan petanda yang bersifat atbitrer (manasuka) atau sewenang-wenang sesuai kesepakatan bersama masyarakat pemilik atau pembuat simbol (Hadi 2007: 91).

Kreativitas manusia sepanjang sejarah meliputi banyak kegiatan, di antaranya dalam organisasi sosial dan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan proses simbolis. Proses simbolis, yaitu pada kegiatan manusia dalam menciptakan makna yang merujuk pada realitas yang lain daripada pengalaman sehari-hari. Proses 24

simbolis meliputi bidang-bidang agama, filsafat, seni, ilmu, sejarah, mitos, dan bahasa (Kuntowijoyo 2006: 3).

Perwujudan kesenian senantiasa terkait dengan penggunaan kaidah dan simbol. Penggunaan simbol dalam seni, sebagaimana dalam bahasa, menyiratkan suatu bentuk pemahaman bersama diantara masyarakat pendukungnya.

Perwujudan seni, sebagai suatu kesatuan karya, dapat menjadi ekspresi individual, sosial, hampirpun budaya, yang bermuatan isi sebagai subtansi ekspresi yang merujuk berbagai tema, interpretasi, atau pengalaman hidup penciptanya. pertama karya seni berisikan pesan dalam idiom komunikasi, dan kedua merangsang semacam perasaan misteri; yaitu sebuah perasaan yang lebih dalam dan kompleks daripada apa yang tampak dari luar karya tersebut (Bahari 2008: 105-106).

Simbol-simbol dalam kesenian adalah simbol ekspresif yang berkaitan dengan perasaan atau emosi manusia yang digunakanakan ketika mereka terlibat dalam kegiatan atau komunikasi seni. Dunia pertunjukan, seni membutuhkan interaksi atau komunikasi, selain interaksi seni juga membutuhkan unsur-unsur pendukung saat pertunjukan berlangsung.

Pengrawit menyampaikan pesan musikal kepada penonton tetapi tidak pernah penonton menyampaikan pesan musikal terhadap pengrawit, karena penonton tidak mempunyai kompetensi yang diperlukan untuk menyampaikan pesan tersebut. Apalagi penonton tidak mengadakan dialog musikal, tetapi para penonton menerima dan mencerna pesan tersebut dengan cara masing-masing, yang diyakni dapat mewujudkan kesan yang relevan bagi kehidupan mereka.

Ketiga, komunikasi musikal mempersyaratkan pemahaman estetik yaitu 25

pemahaman yang menuntut kemampuan refleksi dan imajinasi yang lebih dalam sehingga walaupun penonton kelihatannya tidak terlibat dengan intensif, terutama ketika penonton tidak mengekspresikan reaksinya secara eksplisit pada saat pertunjukan.

Proses tersebut menyiratkan bahwa komunkasi musikal bukanlah proses tanpa pemahaman oleh pengrawit dan penonton hampirpun proses yang terjadi secara instan, tetapi merupakan proses yang memerlukan persiapan, pengertian, dan tidak Jarang perenungan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan kreatif dari kedua belah pihak. Proses tersebuat tidak hanya memerlukan ketajaman berfikir tetapi juga kepekaan terhadap indiom yang digunakanakan dalam pertunjukan serta kebiasaan untuk memahami “struktur dan makna” pertunjukan gamelan, sehingga memerlukan proses yang lama. Dengan perkataan lain, penonton adalah orang-orang yang mempunyai keunggulan dalam komunikasi musikal (Santosa 2012: 54-55).

2.2.6.1 Proses dan Bentuk Komunikasi

Secara singkat interaksi ialah apabila A dan B sedang bercakap-cakap. A berbicara dan B mendengar. Kemudian B interaksi diartikan sebagai proses di mana orang-orang yang berkomunikan saling mempengaruhi dalam pikiran dan dalam tindakan (Lawang dalam Raho 2014: 63). Hal yang terpenting dalam proses itu ialah adanya pengaruh timbal balik. Contoh berbicara dan A mendengar dan seterusnya. Proses iteraksi itu dapat dipahami dari kata interaksi itu sendiri. Secara etimologis, interaksi terdiri dari dua kata, yakni action (aksi) inter (antara). Jadi, 26

interaksi adalah tindakan yang dilakukan di antara dua atau lebih orang atau tindakan yang berbalas-balasan (Raho 2014: 63).

Interaksi sosial juga memiliki jenis-jenis. Berdasarkan obyek-obyeknya, ada interaksi yang berfokus dan adapula interaksi yang tidak terfokus. Berikut ini akan diuraikan pengertian dari masing-masing jenis interaksi-interaksi tersebut.

1. Interaksi tanpa kata: interaksi dapat terjadi walaupun di dalamnya para pelaku

atau aktor tidak menggunakan kata-kata. Dalam menukar informasi atau arti,

mereka menggunakan expresi pada wajah atau gerak-gerak tubuh. Orang

sederhana menyebut dengannya bahasa tubuh. Menggangguk, menggeleng,

mengangkat bahu, membelalakan mata atau menutup mata adalah contoh-

contoh dari interaksi tanpa kata.

2. Interaksi dengan menggunakan kata-kata: Sekalipun kita bisa berinteraksi

dengan menggunakan bahasa tubuh, namun kebanyakan sosiologi

berpendapat bahwa interaksi melalui kata-kata atau percakapan merupakan

unsur yang sangat penting dalam kehidupan sosial. Kata-kata menjadi penting

justru karena tidak semua gerak-gerik tubuh atau bahasa isyarat bisa

dimengerti dengan jelas. Gerak-gerak atauekpresi wajah tidak bisa

menjelaskan konsep. Tetapi kata-kata bisa menjelaskan gagasan yang sulit

diterangkan hanyadengan menggunakan bahasa tubuh.

3. Interaksi tidak terfokus: Interaksi seperti ini terjadi apabila dalam setting

ataulatarbelakang tertentu individu-individumenyadari kehadiran orang-orang

yang lahir pada tempat yang samanamun tidak memusatkan perhatian pada

apa yang dipercakapan oleh orang-orag itu. Hal ini biasanya terjadi dalam 27

situasi-situasi di mana banyak orang berkumpul dengan interaksi yang sangat

terbatas.

4. Interaksi yang terfokus: Interaksi yang seperti ini terjadi ketika individu-

individu memusatkan perhatian pada apa yang dikatakan atau diperbuat oleh

orang lain. Dalam hal ini, perhatian seseorang tertuju kepada sesuatu itu,

entah kepada perkataan ataupun tingkah laku tertentu dari seseorang (Raho

2014: 66-67).

Perspektif interaksi simbolik sebenarnya berada di bawah payung perspektif yang lebih besar yang sering disebut perspeksif fenomenologis atau perspektif interpretif. Selanjutnya pandangan fenomenologis atas realitas sosial menganggap dunia intersubjektif dalam aktivitas kesadaran yang salah satu hasilnya adalah ilmu alam. Interaksionisme simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupaakan kegiatan sosial dinamis manusia (Mulyana 2001:59-61).

Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang yang memungkinkan manusia membentuk dan mangatur perilaku dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi.

Manusia bertindak hanya berdasarkan definisi atau penafsiran atas objek-objek di sekeliling. Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan Blumer, proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan 28

dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial

(Mulyana 2001: 68-70).

Menurut teori interaksi simbolik kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Secara ringkas, interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut: pertama, individu merespon suatu situasi simbolik. Merespon lingkungan, termasuk objek fisik dan sosial berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut. Kedua, adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.

Ketiga, makna dipresentasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasiyang ditemukan dalam interaksi sosial.

Orang umumnya sepakat bahwa ketika pertunjukan gamelan berlangsung, termasuk ketika diselenggarakan pementasan wayanng, Tari, teater, Jaran Kepang,

Tayub, Orang, hampirpun Kentrung, terjadi aksi dan reaksi antara pengrawit (atau seniman pada umumnya) dengan penonton. Proses itu berkangsung di dalam konteks khusus, yaitu dalam ranah estetik bukan ranah diskursif seperti pada interaksi sosial dalam kehidupan kelompok masyarakat dengan gejala yang nampak jelas dan mudah diamati.

Misalnya, ketika pertunjukan gamelan para penonton segera menghentikan pembicaraan dengan penonton lain didekatnya, penonton mulai melakukan tindakan-tindakan khusus untuk mengikuti irama gamelan, menirukan melodi 29

instrumen hampirpun vokalis, mengangguk-angguk ketika mendengar alunan lagu pesindhen, selain itu juga mengadakan asosiasi dari suara yang didengar dan kemungkinan juga merenungkan berbagai kemungkinan dampak pertunjukan terhadap kehidupan pribadi dan sosial di samping menikmati aspek estetik yang merupakan daya tarik kuat dari pertunjukan itu. Hal ini menunjukan bahwa kontak antara para pengrawit dengan penonton memang cukup intensif dan bisa meliputi berbagai ranah kehidupan seperti rasa, logika, konsep, keyakinan pribadi, pandangan dunia, pemahaman tentang kehidupan, hubungan mikro-makro kosmos, dasar-dasar keidupan jiwa, hampirpun sikaphidup individual dala konteks masyarakatnya. Proses yang terjadi memang tidak sederhana namun kompleks sesuai dengan dinamikaaspek-aspek yang terlibat dalam pertunjukan (Santosa

2012: 46-47).

Salah satu proses komunikasi yang dekat dan mempunyai kesamaan dengan proses ini adalah komunikasi verbal, yaitu bentuk komunikasi yang paling banyak kita temui dan lakukan dalam kehidupan masyarakat, beragama, berpolitik, hampirpun mengadakan kegiatan ekonomi. Proses komunikasi jenis inilah yang dianggap paling mapan “benar” dalam kehidupan sosial (Santosa

2012: 50).

Komunikasi bentuk dan prosesnya lebih kompleks dari pada komunikasi verbal dan komunikasi tulis, yang pemahaman pesannya dapat dilakukan terutama dengan penalaran dan pemaknaan kata-kata secara diskursif. Komunikasi verbal dan tulis tidak termasuk sastra dan puisi yang memerlukan proses pemahaman serupa dengan komunikasi musikal, faktor logika lebih lebih ditonjolkan 30

sedangkan faktor lain bisa tidak menjadi prioritas bahkan kadang-kadang sama sekali tidak perlu ada. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan sebagai berikut.

Pertama, komunikasi musikal terjadi melalui beberapa lapis yang setiap lapis memerlukan proses tersendiri serta berada di dalam ranah yang berbeda dengan komunikasi bentuk lain. Kedua, pengiriman pesan dalam komunikasi musikal terjadi dari satu pihak ke pihak lain, dan tidak seperti pada komunikasi tidak terjadi pada arah yang berbeda atau sebaliknya. Ketiga, komunikasi musikal mempersyaratkanpemahaman estetik yaitu pemahaman yang menuntut kemampuan refleksi dan imajinasi yang lebih dalam sehingga walaupun penonton kelihatannya tidak terlibat dengan intensif terutama ketika mereka tidak mengekspresikan reaksinya secara eksplisit pada saatpertunjukan, namun kenyataannya mereka mengalami proses psikologi dengan intensitas tinggi dalam mencerna pesan pertunjukan (Santosa 2012: 54-55).

Kontak sosial pada dasarnya aksi dari individu atau kelompok dan mempunyai makna pada pelakunya, yang kemudian ditanggap oleh invidu atau kelompok lain. Interaksi sosial mengandung makna tentang kontak secara timbal balik dan respon antara individu-individu dan kelompok-kelompok (Taneko

1993). Interaksi sosial oleh Young dan Raymond (dalam soekanto 1990) diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara perorangan, antar kelompok-kelompok manusia, maupun orang perorangan dengan kelompok manusia. Bertran (dalam Faisal 1980) mengartikan interaksi sosial sebagai suatu hubungan timbal balik yang telah menamp aksi dan reaksi diantara orang-orang yang berhubungan. 31

Dari beberapa pengertikan yang dikemuk oleh para ahli tersebut, dapat dimengerti dalam bentuk konsep kasar bahwa, interaksi sosial adalah suatu hubungan sosial manusia, baik individu-individu dan kelompok-kelompok dan atau individu dengan kelompok dengan ditunjukan adanya suatu ciri telah terjadi suatu aksi dan reaksi diantara mereka yang berhubungan (Wadiyo 2008:59)

Soekanto (1990) menyatakan bahwa Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu :

1. Kontak sosial antara orang perorangan

2. Kontak sosial antara orang perorangan dengan suatu kelompok

manusia atau sebaliknya.

3. Kontak sosial antara suatu kelompok manusia dengan kelompok

manusia lain.

Terjadinya suatu interaksi sosial karena adanya kontak sosial dan komunikasi (Wadiyo 2008:60). Menurut Effendy (1986) komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau untuk mengubah sikap, pendapat dan atau perilaku.

Dalam konteks berkesenian seni Tari, ketika sebuah kelompok penari beratraksi di panggung pertunjukan dan penontonya menyaksikan begitu seksama, maka disitu telah terjadi sebuah interaksi sosial antara kelompok penari dengan para penontonnya. Interaksi sosial juga otomatis terjadi karena telah ada aksi dan reaksi, yakni aksi dari pencipta dan reaksi dari orang yang merespon Tarian atau merespon proses penciptaan Tarian itu (Wadiyo 2008:63) 32

Adanya dua sisi berkait dengan berkesenian sebagai interaksi sosial disatu pihak dan pemanfaatan produk seni sebagai sarana interaksi sosial yang terpisah dari kegiatan berkesenian dipihak lain, menunjukan betapa besar manfaat

Kesenian bagi kehidupan manusia. Jika Kesenian telah terintegrasi dalam sistem kebudayaan, berarti ia menjadi pedoman bagi masyarakat pendukungnya untuk melakukan kegiatan yang di dalamnya terdapat perangkat-perangkat model kognisi, sistem simbol, dan pemberian makna yang terjalin secara menyeluruh.

Sistem simbol itu kemudian digunakan swecara selektif oleh masyarakat pendukungnya untuk berkomunikasi, melestarikan, menghubungkan pengetahuan, bersikap dan bertindak untuk memenuhi kebutuhan integratif yang bertalian dengan pengungkapan atau penghayatan estetik dalam menghadapi lingkungan dengan sumber daya yang tersedia. Jika masyarakat pendukung dimanfaatkan untuk berkomunikasi, melestarikan, menghubungkan pengetahuan, bersikap dan bertindak memenuhi kebutuhan integratifnya, berarti pertunjukan tersebut memuat fungsi social yang mampu mencipt kebersamaan masyarakat pendukungnya

(Irianto 2005:108).

33

2.3 KERANGKA BERFIKIR

TARI REOG GONDORIYO

Bentuk Penyajian Proses Interaksi Simbolik

1. Tema 1. Penari dengan penonton 2. Gerak 3. Iringan 4. Rias 5. Kostum 6. Tata pentas

7. Tata Lampu 8. Pola Lantai 9. Pelaku 10. Penonton

Bentuk Interaksi Simbolik

1. Saweran

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir (Sumber: Selvi Widya A, September 2016)

Penelitian ini mendeskripsikan tentang Saweran Sebagai Bentuk Interaksi

Simbolik Antara Pemain Dan Penonton Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada

Kesenian Barongan Singo Lodro Di Desa Todanan Kecamatan Todanan 34

Kabupaten Blora. Kajian yang dikaji oleh peneliti menjelaskan tentang bentuk penyajian Tari Reog Gondoriyo yang meliputi gerak, iringan, tema, desain lantai, tata busana, tata rias, dan tempat pertunjukan dan bentuk interaksi simbolik antara pemain dan penonton. Sehingga menghasilkan Saweran Sebagai Bentuk Interaksi

Simbolik Antara Pemain Dan Penonton Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada

Kesenian Barongan Singo Lodro Di Desa Todanan Kecamatan Todanan

Kabupaten Blora.

122

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada Saweran Sebagai Bentuk Interaksi

Simbolik Antara Pemain Dan Penonton Dalam Tari Reog Gondoriyo Pada

Kesenian Barongan Singo Lodro Di Desa Todanan Kecamatan Todanan

Kabupaten Blora dapat ditarik kesimpulan bahwa : Bentuk penyajian Tari Reog

Gondoriyo pada Kesenian Barongan Singo Lodro di Desa Todanan Kecamatan

Todanan Kabupaten Blora dapat dilihat dari aspek :Tema, pelaku, gerak, musik/iringan, tata rias, tata busana, pola lantai

Bentuk interaksi simbolik Tari Reog Gondoriyo pada Kesenian Barongan

Singo Lodro di Desa Todanan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora meliputi :

Bentuk Saweran tahun 50-an, bentuk saweran pada Tari Reog Gondoriyo di tahun 50-an para penonton memberi uang saweran dengan cara melemparkan uang dibawah para penari, baik di jalan, panggung ataupun dilayar yang kemudian diambil dengan menggun mulut, dari bentuk saweran tahun 50-an yang kemudian mengalami perubahan dimana bentuk saweran pada Tari Reog

Gondorio pada cara pemberian saweran dari penonton ke penari sama-sama menggunakan mulut, seperti dilihat pada tahun 2016. Hasil dari proses interaksi yang terjadi dalam sebuah pertunjukan akan menjadi sebuah bentuk, dimana bentuk interaksi simbolik terdiri dari verbal dan non verbal yang akan dituangkan melalui tanda, simbol, dan kata-kata.

122

123

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti ingin memberikan saran dan masukan kepada pihak-pihak yang terkait sebagai berikut:

1. Bagi ketua atau pendamping Kesenian Barongan Singo Lodro diperlukan

adanya kreativitas seniman untuk memperindah sajian Tari Reog Gondoriyo

baik gerak atau bentuk saweran yang khususnya memperjelas bagaimana

bentuk saweran yang sebagaimana mestinya, bagaimana tehnik untuk

menghindari kenakalan dari penonton supaya tidak adanya kejenuhan dan

pemikiran negatif dari penonton setiap melihat pertunjukan Tari Reog

Gondoriyo.

2. Bagi masyarakat penikmat seni maupun masyarakat awam dalam melihat suatu

pertunjukan seni dianjurkan tidak sekedar melihat atau menikmati, melainkan

mencermati lebih dalam bagaimana isi sajian yang semestinya.

3. Bagi Dinas Kabupaten Grobogan atau instansi yang berkaitan dengan

kebudayaan perlu adanya pelesTarian terhadap Tari Reog Gondoriyo dengan

cara terus menggun Tari Reog Gondoriyo dalam acara apapun baik di daerah

Grobogan bahkan luar daerah Grobogan.

124

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi .2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT RINEKA CIPTA _____, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Bahari, Nooryan.2008. Kritik Seni: Wacana Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Berger, Asa.Artur.2010. Pengantar Semiotika. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Danesi, Marcel.2011. Pesan Tanda, dan Makna.Yogyakarta: JALASUTRA.

Djelantik. 1999. Estetika Sebuah Pengantar. Jakarta : Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: Mandar Maju. Kamus. 2001. Faisal, Sanapiah. 1980. Sosiologi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional, t.t.

Hadi, Sumandiyo. 2005. Sosiologi Tari (Sebuah Pengenalan Awal). Yogyakarta: Pustaka.

_____, Sumandiyo. Y. 2007. Kajian Tari Teks dan Konteks. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher

Irianto, Agus Maladi. 2005. Erotika Petani Jawa Memuja Dewi (Tayub, Antara Ritualitas dan Sensualitas). Semarang: Lengkongcilik Press. Jazuli, Muhammad, 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang Press

_____, M. 2008. Pendidikan Seni Budaya (Suplemen Pembelajaran Seni Tari). Semarang: UNNES PRESS _____.2011. Sosiologi Seni Pengantar dan Model Studi Seni.Surakarta: Sebelas Maret University.

Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT RINEKA CIPTA. _____. 1970. Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Kuntowijoyo.2006. Budaya dan Masyarakat .Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. 124

125

Kusumastuti, Eny. 2006. “ Laesan sebuah fenomena Kesenian Pesisir : kajian interaksi Simbolik Antar pemain dan penonton”. Harmonia Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni. Vol. VII. No.3/September-Desember 2006. Hlm 10-17. Semarang : Jurusan Pendidikan Sendratasik, FBS,UNNES

Makrifa,Izzatul. 2015. Bentuk dan Fungsi Kesenian Topeng Purba di Dusun Kurahan Cawangsar Desa Borbudur Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang. Skripsi. Semarang. UNNES Maryono. 2011. Penelitian Kualitatif Seni Pertunjukan. Surakarta:ISI Press Solo

Miles, matthew B dan A.Michael Huberman.2009. Analisis Data Kualitatif. Penerjemah Tjejep Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press. . Moleong, Lexy, J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mujiarti.2015. Interaksi Simbolik Pemain Campursari “Sekar Ayu Laras” Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Semarang. Mulyana,Dedi. 2003. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Parani Yuliyanti.1986. Penari. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan Kesenian Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ratna, Nyoman Kutha.2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Raho, Bernard. 2014.Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Goerge, Ritzer.2012. Toeri Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Rohidi, Tjetjep R. 2000. Ekspresi Seni Orang Miskin. Semarang: Yayasan Nuansa Cendekia. Santosa. 2012. Komunikasi Seni - Aplikasi Dalam Pertunjukan Gamelan. Surakarta: ISI Press

Sayodih, N. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Simatumpang,Lono.2013.Pergelaran.Yogyakarta:JALASUTRA. Soedarsono. 1972. Jawa dan Bali “Dua Pusat Pengembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia”. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. 126

Soegito, A.T. 2003. Pendidikan pancasila. Semarang: UNNES Press Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. _____., 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta,Cv.

_____. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi suatu Penganta. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suharso. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya.

Taneko, L. Soleman. 1993. Struktur dan Proses Sosial. Jakarta: CV Rajawali

Wadiyo. 2008. Sosiologi Seni (Sisi Pendekatan Multi Tafsir). Semarang: UNNES PRESS. Widaryanto,F.X.2007. Antropologi Tari.Bandung:PRESS STSI

Zuriah, Nurul. 2009. Metodologi Peneltian Sosial dan Pendidikan Teori – Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara Sumber lain : http://mika-punya.blogspot.co.id/2012/05/teori-simbolik.html. Diunduh senin 11/9/2017 (19.00 WIB) http://www.academia.edu/6766895/TEORIINTERAKSI_SIMBOLIK.Diunduh senin 11/9/2017 (19.00 WIB)