Dinamika Lingkungan , Juli 2018, p 84-96 Dinamika LingkunganVolume Indonesia5, Nomor84 2 ISSN 2356-2226

Analisis Status Mutu Air Sungai Berdasarkan Metode STORET Sebagai Pengendalian Kualitas Lingkungan (Studi Kasus: Dua Aliran Sungai di Kecamatan Tembilahan Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, )

Masykur HZ1*, Bintal Amin2, Jasril3, Sofyan Husein Siregar2

1Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Jl Akasia No.02 Tembilahan Riau 2Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau Jalan Binawidya KM 12,5 Simpang Panam 3Fakultas FMIPA Universitas Riau Kampus Bina widya Panam KM 12.5 Pekanbaru.

Abstract: District of Tembilahan Hulu is the capital of Indragiri Hilir Regency which has two rivers, namely the Sungai Parit 11 and Sungai Parit 13. These rivers has a tidal type with the estuary on the Indragiri River. The function of these rivers is used as a rain water drainage that existence is not be separated from human activities around the watershed. Characteristics of rivers that cross urban areas are susceptible to decreasing water quality and environmental pollution from the effects of high anthropogenic activities. This study aims to analyze the status of water quality in two rivers that cross district of Tembilahan Hulu, Indragiri Regency. Sungai Parit 11 as the research area has a length of ±5 km and Sungai Parit 13 has a length of ±6 km, each of which is divided into 3 locations of sampling points representing the condition of tides and low tides. The placement of each sampling point is determined based on the representation of the upstream, middle and downstream of the river. Analysis of water quality status of the rivers is made using STORET method which comprehensive by Decree of the Minister of Environment of the Republic of Indonesia Number 115 Year 2003. The results showed the status of water quality of Sungai Parit 11 and Sungai Parit 13 in District of Tembilahan Hulu, Indragiri Hilir regency in heavily polluted conditions.

Key words: Anthropogenic activities, river quality status, STORET Index.

Kerusakan sumber daya perairan yang terjadi jika terjadi perubahan pada salah satu komponen pada saat ini adalah terjadinya pencemaran maka akan berpengaruh terhadap komponen sungai. Sungai merupakan badan air yang yang lainnya (Rudiyanti, 2011). bersifat terbuka dan mudah menerima limbah Sungai yang mengalir di Kecamatan berbagai aktivitas manusia dari daerah Tembilahan Hulu terdiri dari Sungai Parit 11 permukiman, pertanian dan industri di sekitar dan Sungai Parit 13 dengan bermacam aktifitas daerah aliran sungai (DAS). Masukan pencemar antropogenik di sepanjang bantaran sungai dari secara langsung ke sungai akan menimbulkan hulu hingga ke hilirnya. Sebagaimana sungai- penurunan kualitas air berupa terjadinya sungai yang mengaliri kawasan perkotaan, perubahan parameter fisika, kimia dan biologi kedua sungai ini juga mengalami tekanan dari perairan sungai. bermacam aktivitas antropogenik perkotaan. Salah satu indikator terjadinya degradasi Secara geografis, kedua sungai ini terletak pada terhadap air sungai dapat dilihat dari adanya koordinat 0°19'4.20" LS - 0°19'33.55" LS dan perubahan parameter kualitas air. Perubahan 103°8'15.18" BT - 103°9'44.67" BT dengan arah tersebut dapat disebabkan oleh adanya aktivitas aliran bermuara ke Sungai Indragiri. Sungai- pembuangan limbah, baik limbah sungai ini bertipe pasang surut, kondisi pabrik/industri, pertanian, maupun limbah lingkungan sangat fluktuatif karena dipengaruhi dosmetik dari suatu pemukiman penduduk ke oleh kondisi pasang dan surut yang terjadi di dalam badan air suatu perairan. Perairan Sungai Indragiri. merupakan satu kesatuan (perpaduan) antara Pertumbuhan penduduk dan komponen-komponen fisika, kimia, dan biologi perkembangan Kota Tembilahan yang demikian dalam suatu media air pada wilayah tertentu. pesat telah memicu terjadinya alih fungsi Ketiga komponen tersebut saling berinteraksi, bantaran sungai menjadi areal permukiman, Dinamika Lingkungan Indonesia 85 pasar, perbengkelan, perhotelan dan rumah Berdasarkan latar belakang di atas, maka sakit. Dampak dari bermacam-macam aktivitas tujuan penelitian dalam penelitian ini mengkaji tersebut adalah terjadinya pencemaran sungai kondisi kualitas air dan status mutu air di kedua akibat limbah yang dibuang secara langsung ke Sungai yang mengaliri Kecamatan Tembilahan sungai sehingga menyebabkan menurunnya Hulu Kabupaten Indragiri Hilir serta kualitas air sungai baik secara fisika, kimia kesesuaiannya terhadap baku mutu air sesuai maupun biologi. Kasry (2005) menyatakan peruntukannya bahwa limbah yang dibuang langsung ke sungai cepat atau lambat akan menyebabkan BAHAN DAN METODE terlampauinya kemampuan sungai untuk membersihkan diri sendiri (self purification), Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif sehingga akan menimbulkan permasalahan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan pada bulan yang serius yaitu pencemaran perairan. Perairan Mei hingga Juni 2017, bertempat di Kabupaten yang tercemar akan berpengaruh negatif Indragiri Hilir tepatnya di Sungai Parit 11 dan terhadap kehidupan biota perairan dan kesehatan Sungai Parit 13 yang berada di Kecamatan masyarakat yang memanfaatkan air sungai Tembilahan Hulu. Alat-alat yang digunakan tersebut. dalam penelitian ini yaitu: 1) GPS Garmin CSx, Badan Lingkungan Hidup Provinsi tahun untuk menentukan titik koordinat lokasi 2015 merilis beberapa data parameter kualitas pengambilan sampel (lintang, bujur dan elevasi) fisika dan kimia air Sungai Indragiri yang pada peta; 2) thermometer sebagai alat untuk diketahui telah melampaui baku mutu air kelas mengukur suhu perairan; 3) horiba water IV berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. quality sebagai alat untuk mengukur pH dan Parameter-parameter tersebut antara lain TDS, oksigen terlarut; 4) secchi disk sebagai alat TSS, BOD, NO3, NH3, Fecal dan total Coliform untuk mengukur kecerahan perairan; 5) current (BLH Provinsi Riau, 2015). Kondisi ini drogue sebagai alat untuk mengukur kecepatan mengindikasikan bahwa telah terjadi penurunan arus; 6) hand Refaktometer Atago sebagai alat kualitas air yang ditandai dengan terjadinya untuk mengukur salinitas; 7) botol sampel 500 penurunan status mutu air dari kondisi normal. dan 1000 ml sebagai tempat sampel air; 8) Ice Aktivitas industri, limbah perkotaan di box sebagai tempat pengawetan sampel air; dan sepanjang perairan sungai akan memberikan 9) kertas label dan alat tulis yang digunakan dampak buruk terhadap perairan tersebut yang untuk mencatat hasil pengamatan. ditandai dengan masuknya sejumlah beban Penentuan titik pengambilan sampel air pencemar ke dalam lingkungan perairan yang menggunakan metode purposif sampling, yaitu menyebabkan terganggunya ekosistem dan cara penentuan titik pengambilan sampel air degradasi lingkungan (Delgado dalam Agustina, dengan melihat pertimbangan-pertimbangan et al., 2012). yang dilakukan oleh peneliti antara lain didasari Status mutu air adalah tingkat kondisi atas kemudahan askes, biaya maupun waktu mutu air yang menunjukan kondisi cemar atau dalam penelitian. Berikut ini merupakan 6 kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu (enam) titik lokasi pengambilan sampel air tertentu dengan membandingkan dengan baku sungai di Sungai Parit 11 dan Sungai Parit 13 mutu air yang ditetapkan. Penentuan status mutu yang dibagi menjadi stasiun-stasiun dalam air dapat dilakukan salah satunya dengan penelitian ini sebagaimana yang disajikan pada menggunakan Metode STORET. Metode Tabel 1. STORET merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui parameter yang memenuhi atau melampaui Baku Mutu Air dengan cara membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan kelas dan peruntukannya merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air (KLH, 2003). Dinamika Lingkungan Indonesia 86

Tabel 1. Koordinat Stasiun Pengamatan Penelitian Koordinat Stasiun Keterangan BT LS 1 103009’11.6” 00019’05.3” Mewakili daerah bagian hulu Sungai Parit 11 Kecamatan Tembilahan Hulu 2 103009’05.3” 00019’39.9” Mewakili daerah bagian tengah Sungai Parit 11 Kecamatan Tembilahan Hulu 3 103009’08.7” 00019’44.9” Mewakili daerah bagian hilir Sungai Parit 11 Kecamatan Tembilahan Hulu 4 103009’43.0” 00019’31.3” Mewakili daerah bagian hulu Sungai Parit 13 Kecamatan Tembilahan Hulu. 5 103009’00.0” 00019’32.4” Mewakili daerah bagian tengah Sungai Parit 13 Kecamatan Tembilahan Hulu. 6 103009’36.0” 00019’21.5” Mewakili daerah bagian hilir Sungai Parit 13 Kecamatan Tembilahan Hulu.

Pengambilan sampel pada air sungai Penanganan sampel air berupa pengamanan diambil dengan cara pengambilan sampel sesaat sampel dilapangan (pemberian label pada setiap (grab sample) yang mewakili kondisi pasang wadah sampel), pengawetan sampel dan surut. Sampel sesaat atau grab sample yaitu (pendinginan dan penambahan bahan kimia) dan sampel yang diambil secara langsung dari badan transportasi sampel (dari lokasi pengambilan air yang sedang dipantau, sampel ini hanya sampel ke laboratorium). Pengawetan sampel menggambarkan karakteristik air pada saat dimaksudkan agar tidak terjadi perubahan pengambilan sampel (Effendi, 2003). Setelah secara fisika dan kimia. Sebaran stasiun proses pengambilan sampel air pada setiap pengambilan sampel air dapat dilihat pada stasiun pengambilan yang telah ditentukan, Gambar 1. untuk sampel yang dilakukan pengujian di laboratorium, maka perlu adanya penanganan sampel sesuai standar yang ditetapkan.

Gambar 1. Lokasi Stasiun Pengamatan Penelitian dan Pengambilan Sampel Air Sungai Dinamika Lingkungan Indonesia 87

Pengujian kualitas air sungai dalam dapat dilihat pada Tabel 2. Data yang telah penelitian ini untuk parameter pH dan suhu didapat dari hasil pengujian parameter fisik dan pengujian dilakukan langsung di lapangan kimia air Sungai, baik itu di lapangan maupun dengan menggunakan alat ukur pH dan suhu air. di laboratorium, kemudian dilakukan analisa Sedangkan untuk parameter TSS, DO, COD, kualitas air Sungai Parit 11 dan Sungai Parit 13 BOD, Phosfat dan Nitrat dilakukan pengujian di dengan membandingkan hasil pengujian dengan Laboratorium Ekologi Perairan, Jurusan baku mutu air kelas III berdasarkan Peraturan Menajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pengujian kualitas air dilakukan dengan Pencemaran Air. menggunakan metode sesuai ketentuan standar yang berlaku. Metode pengujian kualitas air

Tabel 2. Metode Pengujian Kualitas Air Parameter Satuan Metode Keterangan Fisika Suhu 0C SNI 06-6989.23-2005 Pengujian In situ TSS mg/l APHA. 2540 D-2005 (Gravimetri) Pengujian di Laboratorium Kimia pH - SNI 06-6989.11-20041 Pengujian In situ DO mg/l QI/LKA/02 (Elektrometri) Pengujian In situ BOD5 mg/l APHA. 5210 B-1998 Pengujian di Laboratorium COD mg/l QI/LKA/19 (Spektrofotometri) Pengujian di Laboratorium Nitrat (NO3) mg/l QI/LKA/65 Pengujian di Laboratorium Phosfat (PO4) mg/l SNI 19-2483-199 Pengujian di Laboratorium Sumber: Laboratorium Ekologi Perairan dan Laboratorium Ilmu Kelautan Faperika UR (2017).

Penentuan status mutu air sungai dalam lain yang mensyaratkan mutu air yang sama penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dengan kegunaan tersebut (KLH, 2001). metode Indeks STORET mengacu pada Penentuan Status Mutu Air dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup menggunakan Metode STORET dilakukan Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) Penentuan Status Mutu Air. Metode STORET Melakukan pengumpulan data kualitas air dan merupakan metode yang digunakan untuk debit air secara periodik; (b) Membandingkan mengetahui parameter yang memenuhi atau data hasil pengukuran dari masing-masing melampaui Baku Mutu Air. Secara prinsip parameter air dengan nilai baku mutu yang Metode STORET adalah membandingkan sesuai dengan kelas air; (c) Jika hasil antara data kualitas air dengan baku mutu air pengukuran memenuhi nilai baku mutu air yang disesuaikan dengan kelas dan (hasil pengukuran < baku mutu) maka diberi peruntukannya merujuk pada Peraturan skor 0; (d) Jika hasil pengukuran tidak Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang memenuhi nilai baku mutu air atau (hasil pengelolaan kualitas air dan pengendalian pengukuran > baku mutu ) maka diberi skor pencemaran air. Pada penelitian ini klasifikasi sesuai dengan Tabel 3; (e) Jumlah negatif dari kelas mutu air yang digunakan adalah kelas III, seluruh parameter dihitung dan ditentukan status yaitu air yang dapat digunakan untuk mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air menggunakan sistem nilai Tabel 4. untuk mengairi tanaman dan atau peruntukan Dinamika Lingkungan Indonesia 88

Tabel 3. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air dengan Metode STORET Jumlah Parameter Nilai Contoh Fisika Kimia Biologi Maksimum -1 -2 -3 < 10 Minimum -1 -2 -3 Rata-rata -3 -6 -9 Maksimum -2 -4 -6 ≥ 10 Minimum -2 -4 -6 Rata-rata -6 -12 -18 Sumber: Kepmen LH Nomor 115 Tahun 2003.

Tabel 4. Sistem Nilai Penentuan Status Mutu Air No Kategori Skor Status 1 Kelas A Baik sekali 0 Memenuhi Baku Mutu 2 Kelas B Baik -1 s/d -10 Cemar Ringan 3 Kelas C Sedang -11 s/d -30 Cemar Sedang 4 Kelas D Buruk > -31 Cemar Berat Sumber: Kepmen LH Nomor 115 Tahun 2003.

HASIL

Kondisi Kualitas Air Sungai dan kimia (pH, DO, COD, BOD, Phosfat dan Analisis kualitas air dilakukan untuk nitrat) pada masing-masing stasiun pengamatan mengetahui kesesuaian air untuk peruntukan dalam penelitian ini, selanjutnya dibandingkan tertentu dengan membandingkan dengan baku dengan baku mutu air kelas III berdasarkan PP mutu air sesuai kelas air. Berdasarkan Nomor 82 Tahun 2001. Hasil analisa terhadap peruntukannya, Sungai Parit 11 dan Sungai Parit masing-masing parameter kualitas air sungai 13 merupakan golongan air kelas III, maka hasil secara rinci disajikan pada Tabel 5. pemantauan parameter fisika (suhu dan TSS)

Tabel 5. Kualitas air sungai yang mengalir di Kecamatan Tembilahan Hulu Kabupaten Indragiri Hilir Suhu TSS DO COD BOD Posfat Nitrat Stasiun pH (0C) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l) Kondisi Pasang 1 29,98 182,00 6,78 2,50 35,39 0,30 0,26 0,63 2 30,34 194,00 6,79 1,25 30,34 0,66 0,36 0,65 3 30,09 230,00 6,92 1,23 65,73 0,81 0,37 0,67 4 29,48 344,00 6,97 1,69 35,39 0,86 0,16 0,61 5 30,35 358,00 7,10 1,20 48,03 0,89 0,22 0,62 6 30,50 438,00 6,73 1,12 37,92 0,92 0,29 0,62 Kondisi Surut 1 28,64 64,00 7,08 3,14 28,80 18,72 1,16 0,09 2 30,73 92,00 7,07 1,98 16,80 10,92 1,30 0,10 3 30,78 731,00 6,69 1,58 36,00 23,04 1,36 0,11 4 31,50 36,00 7,68 4,52 62,40 40,56 0,24 0,11 5 31,97 264,00 7,39 2,04 64,80 42,12 1,12 0,12 6 32,19 696,00 6,97 1,35 57,60 37,44 2,28 0,12 Dinamika Lingkungan Indonesia 89

Status Mutu Air Sungai suhu, pH dan Nitrat. Sedangkan nilai parameter Status mutu air adalah tingkat kondisi TSS, BOD, COD, DO dan Phosfat diketahui mutu air yang menunjukan kondisi cemar atau relatif sudah tidak sesuai dengan baku mutu dan kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu peruntukannya. Selanjutnya, dilakukan analisis tertentu dengan membandingkan dengan baku status mutu untuk parameter kualitas air di mutu air yang ditetapkan. Parameter yang kedua aliran sungai dengan menggunakan digunakan dalam penelitian yaitu TSS, pH, DO, metode indeks STORET. Metode ini bertujuan COD, BOD, Phosfat dan nitrat. Baku mutu air untuk mengetahui tingkat pencemaran perairan yang digunakan yaitu baku mutu air kelas III di wilayah pengamatan secara komprehensif. berdasarkan PP No. 82 Tahun (Tabel 6). Hasil perhitungan status mutu air Sungai Parit Parameter yang masih berada pada ambang 11 dan Sungai Parit 13 menggunakan metode batas yang ditetapkan oleh baku mutu air kelas STORET (Tabel 7). III berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 yaitu

Tabel 6. Parameter Kualitas Air yang Tidak Memenuhi Baku Mutu Air Kelas III (x) di Dua Aliran Sungai Kecamatan Tembilahan Hulu Parameter Sungai Kondisi Stasiun Suhu TSS pH BOD COD DO Phosfat Nitrat Hulu x x x x Pasang Tengah x x x x Hilir x x x x Parit 11 Hulu x x x x Surut Tengah x x x Hilir x x x x Hulu x x x Pasang Tengah x x x x Hilir x x x x Parit 13 Hulu x x x x Surut Tengah x x x x Hilir x x x x x

Tabel 7. Status Mutu Kualitas Air Menurut Sistem Nilai STORET di Dua Aliran Sungai Kecamatan Tembilahan Hulu Bagi Peruntukan Air Kelas III (PP 82/2001) Hasil Pengukuran Baku Rata- Parameter Satuan Sungai Rata- Skor** Mutu* Maks Min rata rata TSS mg/l 50 Parit 11 480,5 123 248,83 -10 10 Parit 13 567 190 356 -10 pH mg/l 6-9 Parit 11 6,93 6,81 6,89 0 0 Parit 13 7,33 6,86 7,14 0 BOD mg/l 3 Parit 11 11,93 5,79 9,08 -20 20 Parit 13 21,15 19,18 20,47 -20 COD mg/l 25 Parit 11 50,87 23,57 35,51 -20 20 Parit 13 56,42 47,76 51,02 -20 DO mg/l 4 Parit 11 2,82 1,41 1,95 -16 14,66 Parit 13 3,11 1,24 1,99 -20 Phosfat mg/l 0,2 Parit 11 0,86 0,71 0,8 -20 18,66 Parit 13 0,67 0,37 0,72 -20 Nitrat mg/l 10 Parit 11 0,39 0,36 0,37 0 0 Parit 13 0,36 0,37 0,37 0 Keterangan: * = Baku Mutu PP No. 82 Tahun 2001; ** = KLH No. 115 Tahun 2001. Dinamika Lingkungan Indonesia 90

PEMBAHASAN Analisa Kualitas Air Sungai Identifikasi Sumber Pencemaran Sungai 1) Suhu Hasil identifikasi terhadap Sungai Parit 11 dan Berdasarkan hasil pemantauan parameter Sungai Parit 13 diketahui bahwa sumber suhu air Sungai pada masing-masing stasiun pencemaran perairan di kedua sungai ini terbagi pengamatan menunjukan bahwa tidak terjadi atas dua yaitu sumber pencemar yang bersifat perbedaan yang besar atau relatif stabil yang terpusat (point source) dan sumber pencemar berkisar antara 29,48 - 32,27 0C pada saat yang bersifat tersebar (non-point/diffuse 0 pasang dan 28,64 – 32,19 C pada saat kondisi source). Sumber pencemar point source surut. Suhu terendah pada saat kondisi pasang bersumber dari kegiatan pertanian dan industri berada pada bagian hulu Sungai Parit 13 dan skala kecil yang terdapat di sekitar bantaran suhu tertinggi berada pada bagian hilir Sungai sungai. Sedangkan sumber pencemar nonpoint Parit 13. Sedangkan suhu terendah pada kondisi source berasal dari limpasan areal pertanian surut berada pada bagian hulu Sungai Parit 11 yang mengandung pestisida dan pupuk di dan suhu tertinggi tetap berada pada bagian hilir bagian hulu sungai, limpasan limbah dari Sungai Parit 13. Jika dibandingkan dengan baku permukiman (domestik) dan limpasan dari mutu air kelas III berdasarkan PP Nomor 82 daerah perkotaan. Tahun 2001 yaitu deviasi 3 dari keadaan Berdasarkan aktivitas disekitar bantaran alamiah, maka kondisi kualitas air Sungai Parit sungai, masukan limbah di Sungai Parit 11 pada 11 dan Sungai Parit 13 ditinjau dari parameter bagian tengah hingga ke hilir didominasi oleh suhu masih dalam batas baku mutu air sesuai limbah aktivitas Puskesmas, rumah bersalin, peruntukannya. hotel/penginapan, permukiman dan kegiatan Suhu suatu perairan dapat pengepulan barang bekas yang berasal dari luar mempengaruhi kelulushidupan organisme yang negeri. Demikian pula masukan limbah pada berada di dalamnya termasuk plankton. Menurut bagian tengah hingga hilir di Sungai Parit 13 Barus (2001) hal itu terjadi karena suhu suatu yang di dominasi oleh aktivitas perbengkelan, perairan akan mempengaruhi kelarutan oksigen rumah makan, hotel/penginapan, permukiman yang sangat diperlukan organisme akuatik untuk dan beberapa klinik kesehatan. Sedangkan metabolismenya. Semakin tinggi suhu suatu masukan limbah pada bagian hulu dari kedua perairan, kelarutan oksigennya semakin sungai ini di dominasi oleh kegiatan pertanian menurun. Peningkatan suhu juga menyebabkan dan perladangan padi. terjadinya peningkatan dekomposisi bahan Sumber pencemar dari beberapa organik oleh mikroba. Kisaran suhu optimum kegiatan antropogenik di kedua sungai secara bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan umum menghasilkan limbah organik dan 0 0 adalah 20 C – 30 C (Effendi, 2003). Sehingga anorganik. Limbah organik merupakan limbah suhu air di Sungai Parit 11 dan Sungai Parit 13 yang tergolong dapat terdegradasi/terurai secara dapat dikatakan masih mendukung dalam hal sendiri atau self purification (apabila debit pertumbuhan fitoplankton. limbah organik < debit sungai). Sedangkan apabila limbah cair yang dihasilkan banyak 2) TSS (Total Suspended Solid) namun debit sungai kecil maka limbah cair Berdasarkan hasil pemantauan parameter organik tidak akan dapat terdegradasi/terurai TSS pada setiap stasiun pengamatan dengan sendirinya dan akan diakumulasi oleh menunjukan terjadinya peningkatan dari hulu ke biota perairan. Adanya keterkaitan antara hilir sungai. Kisaran nilai TSS yang diperoleh konsentrasi limbah di badan sungai dengan selama pengamatan yaitu 182 – 438 mg/l pada debit air mengindikasikan bahwa kondisi pasang saat pasang dan 64 – 696 mg/l pada kondisi dan surut sungai akan berpengaruh signifikan surut. Merujuk pada baku mutu air kelas III terhadap konsentrasi bahan pencemar di Sungai berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 yaitu 50 Parit 11 dan Sungai Parit 13. mg/l, maka kondisi kualitas air Sungai Parit 11 dan Sungai Parit 13 ditinjau dari parameter TSS telah jauh melampaui ambang batas maksimum Dinamika Lingkungan Indonesia 91 baku mutu air dan sudah tidak sesuai hilifr sungai maupun limbah yang berasal dari peruntukannya. aktivitas pertanian di bagian hulu sungai yang Relatif tingginya nilai TSS sangat terkait masuk ke badan Sungai. Air normal yang dengan karakteristik sungai rawa yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan dipengaruhi pasang surut yang menyebabkan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5 (Wardhana, terjadinya proses pengadukan sedimen dasar 2004). Nilai pH air yang tidak tercemar perairan. TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus biasanya mendekati netral (pH 7) dan serta jasad-jasad renik, yang disebabkan oleh memenuhi kehidupan hampir semua organisme kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke air (Syofyan et al., 2011). Sehingga nilai pH air badan air (Effendi, 2003). Adanya peningkatan pada bagian hulu dan tengah Sungai Parit 11 nilai TSS air Sungai Parit 11 dan Sungai Parit dan Sungai Parit 13 pada kondisi surut telah 13 terutama pada bagian tengah hingga hilir melampaui syarat nilai parameter pH untuk perairan, dikarenakan tingginya alih fungsi kehidupan organisme air. lahan menjadi daerah terbangun/ permukiman di sekitar DAS, sehingga menyebabkan padatan- 4) DO padatan tanah yang memasuki aliran sungai Parameter oksigen terlarut dapat melalui run off semakin meningkat. Tingginya digunakan sebagai indikator tingkat kesegaran nilai TSS di kedua Sungai akan berpengaruh air (Sutriati, 2011). Oksigen memegang peranan secara signifikan terhadap kepentingan penting sebagai indikator kualitas perairan, perikanan yang mensyaratkan nilai TSS antara karena oksigen terlarut berperan dalam proses 25 – 80 mg/l (Effendi, 2003). oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Karena proses oksidasi dan reduksi 3) pH inilah maka peranan oksigen terlarut sangat Hasil pemantauan parameter pH pada penting untuk membantu mengurangi beban setiap stasiun pengamatan berkisar antara 6,73 – pencemaran pada perairan secara alami (Salmin, 7,10 saat kondisi pasang dan 6,69 – 7,68 saat 2005). Hasil pemantauan parameter DO pada kondisi surut. Nilai pH terendah pada saat setiap stasiun pengamatan berkisar antara 1,12 – kondisi pasang berada pada bagian hilir Sungai 2,50 mg/l saat kondisi sungai pasang dan 1,35 – Parit 13 dan nilai pH tertinggi berada pada 4,52 mg/l saat kondisi surut. Nilai DO terendah bagian tengah Sungai Parit 13. Pada kondisi pada saat kondisi pasang berada pada bagian surut nilai pH terendah terdapat pada bagian hilir Sungai Parit 13 dan nilai DO tertinggi hilir Sungai Parit 11 dan nilai pH tertinggi berada pada bagian hulu Sungai Parit 11. berada pada bagian hulu Parit 13. Apabila Demikian pula halnya pada saat kondisi surut, dibandingkan dengan baku mutu air kelas III diketahui nilai DO terendah berada di bagian berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 yaitu hilir Sungai Parit 13 dan nilai DO tertinggi berkisar antara 6 - 9, maka kondisi kualitas air terdapat pada Hulu Sungai Parit 13. Sungai Parit 11 dan Sungai Parit 13 ditinjau dari Hasil pengamatan terhadap konsentrasi parameter pH masih dalam batas baku mutu air DO pada masing-masing stasiun pengamatan sesuai peruntukannya. menunjukkan konsentrasi DO yang relatif Terjadinya perbedaan nilai pH pada rendah. Menurut Barus (2001) nilai DO masing-masing stasiun pengamatan diduga diperairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mg/l. akibat adanya masukan limbah organik dan Terlihat kecenderungan penurunan konsentrasi anorganik dari kegiatan antropogenik yang ada DO dari bagian hulu ke bagian tengah dan hilir di sepanjang bantaran sungai. Hal ini sesuai sungai. Hal ini diprediksi akibat semakin dengan pendapat Yuliastuti (2011) yang tingginya masukan limbah seiring dengan menyatakan bahwa fluktuasi nilai pH semakin padatnya aktivitas antropogenik pada dipengaruhi oleh adanya buangan limbah bagian tengah dan hilir sungai. Pada umumnya organik dan anorganik ke sungai. Peningkatan air yang telah tercemar kandungan oksigennya nilai pH air di kedua Sungai pada saat kondisi sangat rendah, makin banyak bahan buangan surut menjadi indikasi bahwa adanya aktivitas organik di dalam air makin sedikit sisa pembuangan limbah organik yang bersumber kandungan oksigen yang terlarut di dalam air dari limbah domestik pada daerah tengah dan (Wardhana, 2004). Aktivitas manusia seperti Dinamika Lingkungan Indonesia 92 pertanian dan pembuangan limbah, surut juga mempengaruhi fluktuasi nilai COD di menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen kedua sungai. Hal ini selaras dengan pendapat terlarut (Blume et al., 2010). Ali et al., (2013) yang menyatakan bahwa Jika dibandingkan dengan baku mutu air keberadaan COD di Sungai biasanya bersumber kelas III untuk parameter DO berdasarkan PP dari limbah domestik, limbah industri, limbah Nomor 82 Tahun 2001 yaitu sebesar 4 mg/l, ternak dan limbah agroindustri. maka kondisi kualitas air sungai ditinjau dari Angka COD yang tinggi, parameter DO di hampir seluruh stasiun mengindikasikan semakin besar tingkat pengamatan telah berada dibawah baku mutu pencemaran yang terjadi (Yudo, 2010). Perairan dan tidak sesuai dengan peruntukannya. yang memiliki nilai COD tinggi tidak Terkecuali pada Stasiun 4 yang merupakan diinginkan bagi kepentingan perikanan dan bagian hulu Sungai Parit 13 yang memiliki nila pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak DO sebesar 4,52 mg/l pada kondisi air surut. tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, Hal ini menandakan bahwa kualitas air Sungai sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih Parit 11 dan Sungai Parit 13 berdasarkan dari 200 mg/l (Effendi, 2003). Dengan demikian parameter DO, memiliki tingkat pencemaran maka kualitas air Sungai Parit 11 dan Sungai yang tinggi. Parit 13 untuk parameter COD, sudah tidak 5) Chemical Oxygen Demand (COD) dapat mendukung kepentingan perikanan dan COD adalah banyaknya oksigen yang pertanian karena dalam kondisi tercemar. dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik secara kimia (Yudo, 2010). Hasil 6) Biochemical Oxygen Demand (BOD) pemantauan parameter COD pada setiap stasiun BOD adalah jumlah oksigen terlarut pengamatan berkisar antara 30,34 – 65,73 mg/l yang dibutuhkan oleh bakteri pengurai untuk saat kondisi sungai pasang dan 16,80 – 64,80 menguraikan bahan pencemar organik dalam mg/l saat kondisi surut. Nilai COD terendah air. Makin besar kosentrasi BOD suatu perairan, pada saat kondisi pasang berada pada bagian menunjukan konsentrasi bahan organik di dalam tengah Sungai Parit 11 dan nilai COD tertinggi air juga tinggi (Yudo, 2010). Hasil pemantauan berada pada bagian hilir Sungai Parit 11. Pada parameter BOD air sungai saat kondisi pasang saat kondisi surut nilai COD tertinggi berada di berkisar 0,30 – 0,92 mg/l dan 10,92 – 42,12 bagian tengah Sungai Parit 13 dan nilai COD mg/l pada saat kondisi surut. Nilai BOD terendah terdapat di bagian tengah Sungai Parit terendah pada saat kondisi pasang berada pada 11. Merujuk pada ketentuan PP Nomor 82 bagian hulu Sungai Parit 11 dan nilai BOD Tahun 2001 tentang baku mutu air kelas III, tertinggi berada pada bagian hilir Sungai Parit kisaran konsentrasi COD saat kondisi pasang 13. Pada saat kondisi surut nilai BOD terendah maupun surut telah melewati nilai ambang batas terdapat pada bagian tengah Sungai Parit 11 dan baku mutu yang ditetapkan yaitu sebesar 25 nilai BOD tertinggi terdapat pada bagian tengah mg/l terkecuali pada bagian tengah Sungai Parit Sungai Parit 13. Merujuk pada ketentuan PP 11 pada saat kondisi surut. Nomor 82 Tahun 2001 tentang baku mutu air Hasil pemantauan konsentrasi COD kelas III untuk parameter BOD yaitu sebesar 3,0 memperlihatkan kecenderungan peningkatan mg/l, maka kondisi kualitas air sungai pada konsentrasi COD dari bagian hulu ke hilir kondisi pasang masih dalam batas baku mutu air sungai baik pada saat kondisi pasang maupun yang ditetapkan, sedangkan kondisi parameter surut. Hal ini disebabkan oleh masukan beban BOD sungai pada saat kondisi surut telah jauh pencemaran yang berasal dari limbah domestik, melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan rumah makan, pasar, penginapan dan industri dan sudah tidak sesuai peruntukannya. skala kecil dan klinik pelayanan kesehatan. Tingginya nilai parameter BOD dan Terintroduksinya beban pencemaran dari limbah adanya kecenderungan peningkatan konsentrasi domestik, rumah makan dan penginapan melalui BOD dari hulu ke hilir sungai membuktikan saluran air maupun saluran drainase di bahwa masukan limbah organik dari aktivitas sepanjang aliran Sungai juga mempengaruhi antropogenik di sepanjang Sungai Parit 11 dan besarnya fluktuasi nilai COD. Faktor Sungai Parit 13 relatif tinggi. Kondisi sungai pengukuran pada waktu pasang dan pada waktu surut menyebabkan bahan pencemar organik Dinamika Lingkungan Indonesia 93 mengalir menuju muara sungai sehingga nilai Sungai Parit 11. Pada saat kondisi surut nilai BOD di daerah hilir akan cenderung meningkat Phosfat terendah berada pada bagian hulu dibandingkan daerah tengah dan hulu sungai. Sungai Parit 13 dan nilai Phosfat tertinggi Sebaliknya, kondisi pasang air sungai akan terdapat di bagian hilir Sungai Parit 13. Merujuk menyebabkan terjadi pencampuran debet air pada ketentuan PP Nomor 82 Tahun 2001 yang berasal dari Sungai Indragiri dan tentang baku mutu air kelas III untuk parameter terdistribusi ke seluruh sungai-sungai yang ada Phosfat yaitu sebesar 0,2 mg/l, nilai kisaran di Kota Tembilahan, sehingga nilai BOD relatif Phosfat pada masing-masing stasiun lebih kecil dibandingkan pada waktu surut. pengamatan sudah jauh melampaui ambang Tingginya nilai BOD pada bagian tengah batas baku mutu yang ditetapkan kecuali pada Sungai Parit 13 diakibatkan oleh tingginya saat kondisi pasang dimana didapati konsentrasi kandungan bahan organik di perairan yang Phosfat pada bagian hulu Sungai Parit 13 masih diprediksi berasal dari limbah rumah tangga dan berada dibawah ambang batas baku mutu yang pasar. Peningkatan angka BOD di perairan pada ditetapkan. Sedangkan menurut PHILMINAQ umumnya berasal dari bahan-bahan organik dari (2013) konsentrasi Phosfat untuk kegiatan limbah domestik dan limbah lainnya (Rahayu akuakultur pada perairan tawar harus lebih kecil dan Tontowi, 2009). Pembuangan limbah dari dari 0,10 mg/l. Berdasarkan ketentuan tersebut, permukiman dan lahan pertanian ke sungai maka kondisi kualitas air Sungai Parit 11 dan biasanya akan meningkatkan nilai BOD perairan Sungai Parit 13 dalam kondisi tercemar dan (Anhwange et al., 2012). sudah tidak mendukung kegiatan akuakultur. Semakin tinggi konsentrasi BOD di Pribadi (2005) menyatakan bahwa suatu perairan mengindikasikan bahwa perairan kenaikan konsentrasi Phosfat menyatakan tersebut telah tercemar. Kadar BOD dalam air adanya zat pencemar akibat masukan limbah yang tingkat pencemarannya masih rendah dan organik. Fluktuasi konsentrasi Phosfat di kedua dapat dikategorikan sebagai perairan yang baik sungai memiliki kecenderungan peningkatan berkisar 0 – 10 ppm (Salmin, 2005). Kualitas air konsentrasi dari hulu ke hilir terutama pada saat Sungai Parit 11 dan Sungai Parit 13 saat kondisi kondisi surut. Pada saat kondisi surut debet air surut telah jauh melampaui rentang atau batas Sungai Indragiri tidak terlalu mempengaruhi tersebut. Semakin meningkatnya konsentrasi kondisi perairan sungai-sungai yang mengalir di BOD dari hulu ke hilir mengindikasikan bahwa Kecamatan Tembilahan Hulu. Sehingga bahan ke dua sungai yang mengalir di Kecamatan pencemar akan terkonsentrasi pada tubuh air Tembilahan Hulu telah tercemar akibat buangan dan bermuara ke bagian hilir sungai. Kondisi limbah domestik dan pertanian yang tersebar inilah yang menyebabkan nilai Phosfat bagian pada disekitar sempadan bagian tengah dan hulu hilir relatif lebih tinggi dibanding bagian tengah sungai. dan hulu sungai. Pada bagian hulu sungai, konsentrasi Phosfat diprediksi berasal dari 7) Phosfat bahan pupuk dari aktivitas pertanian yang Phosfat merupakan bentuk fosfor yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. aliran air hujan. Hal ini sesuai dengan Winata, Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan et. al (2000) yang menyatakan bahwa unsur-unsur utama lain yang merupakan konsentrasi n Phosfat di dalam perairan sungai penyusun biosfer karena unsur ini tidak terdapat biasanya berasal dari buangan pertanian, pupuk, di atmosfer dan sangat mudah larut dalam air kotoran hewan dan manusia. Konsentrasi serta bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari Phosfat yang relatif lebih kecil dibandingkan proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di daerah tengah dan hilir diduga akibat terjadinya perairan (Effendi, 2003). Konsentrasi Phosfat proses pengenceran secara alami sepanjang yang didapat selama penelitian berkisar antara aliran Sungai sehingga kosentrasi bahan 0,16 – 0,37 mg/l saat kondisi pasang dan 0,24 – pencemar mengalami penurunan. 2,28 mg/l saat kondisi surut. Konsentrasi Phosfat terendah pada saat kondisi pasang 7) Nitrat berada pada bagian hulu Sungai Parit 11 dan Nitrat mewakili produk akhir dari nilai Phosfat tertinggi berada pada bagian hilir pengoksidasian zat yang bersifat nitrogen. Dinamika Lingkungan Indonesia 94

Nitrogen di perairan terdapat dalam berbagai Tembilahan Hulu menunjukkan kondisi - bentuk seperti gas (N2), nitrit (NO2 ), nitrat tercemar. Kondisi perairan yang tercemar - + (NO3 ), ammonia (NH3) dan amonium (NH4 ) disebabkan oleh keberadaan beberapa parameter serta sejumlah besar N yang berikatan dalam kualitas fisika dan kimia air yang tidak sesuai organik kompleks (APHA dalam Mayani, dengan baku mutu. Hasil perhitungan status 2000). Hasil pemantauan parameter nitrat pada mutu air dengan metode indeks STORET setiap stasiun pengamatan berkisar antara 0,61 – tersebut diatas terlihat bahwa kualitas air Sungai 0,67 mg/l saat kondisi sungai pasang dan 0,09 – Parit 11 dan Sungai Parit 13 secara umum telah 0,12 mg/l saat kondisi surut. Konsentrasi nitrat mengalami pencemaran. Pencemaran yang terendah pada saat kondisi pasang berada pada terjadi di kedua sungai dapat dilihat dari bagian hulu Sungai Parit 13 dan nilai nitrat beberapa parameter seperti konsentrasi TSS tertinggi berada pada bagian hilir Sungai Parit dengan status tercemar ringan. Sedangkan 11. Pada saat kondisi surut nilai nitrat terendah parameter BOD, COD, DO dan Phosfat saat ini berada di bagian hulu Sungai Parit 11 dan nilai masuk dalam kategori tercemar sedang. Hasil nitrat tertinggi terdapat pada bagian tengah dan perhitungan nilai konsentrasi paramater kualitas hilir Sungai Parit 13. Merujuk pada ketentuan air pada masing-masing stasiun pengamatan PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang baku mutu selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan Indeks air kelas III untuk patrameter nitrat yaitu sebesar STORET dengan cara menjumlahkan semua 10 mg/l, konsentrasi nitrat perairan baik pada skor yang diperoleh dari masing-masing saat pasang maupun surut masih dibawah parameter. Hasil klasifikasi status mutu perairan ambang batas baku mutu yang ditetapkan. berdasarkan nilai skor Indeks STORET di kedua sungai yang mengalir di Kecamatan Tembilahan Analisa Status Mutu Air Sungai Hulu dapat dilihat pada Gambar 2. Secara umum kondisi kualitas air di kedua sungai yang mengaliri Kecamatan

Gambar 2. Klasifikasi Status Mutu Perairan Dua Aliran Sungai di Kecamatan Tembilahan Hulu Berdasarkan Indeks STORET

Hasil klasifikasi mutu perairan Sungai mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Parit 11 dan Sungai Parit 13 Kecamatan Sehingga diperlukan upaya pengelolaan air di Tembilahan Hulu menggunakan indeks kedua sungai tersebut, agar dapat tetap STORET diketahui bahwa kedua sungai bermanfaat bagi kehidupan biota perairan tersebut telah dalam kategori tercemar berat maupun masyarakat sekitar sungai. (skor ≥ -31). Dengan demikian maka kualitas air di kedua sungai tersebut sudah tidak dapat SIMPULAN dimanfaatkan sesuai peruntukan air kelas III yaitu untuk pembudidayaan ikan air tawar, 1. Kondisi kualitas air di kedua sungai yang peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan mengalir di Kecamatan Tembilahan Hulu atau peruntukan lain yang mempersyaratkan yaitu Sungai Parit 11 dan Parit 13 Dinamika Lingkungan Indonesia 95

berdasarkan parameter TSS, BOD, COD, DO Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau. 2015. dan Phosfat sudah tidak memenuhi ketentuan Tabel SD-14.5. Kualitas Air Sungai baku mutu golongan air kelas III. Sedangkan Indragiri. Badan Lingkungan Hidup parameter Suhu, pH dan Nitrat masih Provinsi Riau, Pekanbaru. memenuhi ketentuan baku mutu air dan Barus, T.A., 2001. Pengantar Limnologi Suatu masih sesuai peruntukannya. Studi Tentang Ekosistem. Fakultas MIPA 2. Kondisi status mutu air di kedua sungai yang USU. Medan. mengalir di Kecamatan Tembilahan Hulu menunjukkan kondisi “cemar berat” dengan Blume, K.K., J.C. Macedo, A. Meneguzzi, L.B. nilai skor indeks STORET -86 untuk Sungai Silva, D.M. Quevedo, and M.A.S. Parit 11 dan -90 untuk Sungai Parit 13 (> - Rodrigues. 2010. Water Quality 31). Assessment of the Sinos River, Southern Brazil. Journal of Biology. Vol. 70: 1185- UCAPAN TERIMA KASIH 1193. Ucapan terima kasih kami sampaikan Kepada Effendi, H., 2003. Telaah kualitas air, bagi Laboratorium Ekologi Perairan, Jurusan pengelolaan sumber daya dan lingkungan Menajemen Sumberdaya Perairan dan perairan. Kanisius. Laboratorium Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Kasry, A., 2005. Air untuk Kehidupan. dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, atas ijinnya Presented at the Makalah dalam Rangka dalam menggunakan alat laboratorium untuk Peringatan Hari Air Sedunia 30-Maret- keperluan pengambilan sampel air sungai dan 2005 Provinsi Riau. Pekanbaru. melakukan pengujian sampel air sungai. Kepada ananda Arifin, S.Pi dan adinda Syaiful Kementerian Lingkungan Hidup. 2001. Ramadhan Harahap, S.Pi., M.Si, terima kasih Peraturan Pemerintah Republik Indonesia kami ucapkan atas bantuannya dalam penelitian Nomor 82 Tahun 2001 tentang ini. Dan yang terakhir, kami juga mengucapkan Pengelolaan Kualitas Air dan terima kasih yang sebesar-besar kepada Pendendalian Pencemaran Air. pengelola Jurnal Dinamika Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup. 2003. Indonesia, yang telah berkenan menerima dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup menerbitkan artikel ini. Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.

DAFTAR PUSTAKA Mayani, I. 2000. Kesuburan Perairan Berdasarkan Kandungan Unsur Hara dan Analisis Beban dan Indeks Pencemar di Tinjau P serta Struktur Komunitas Fitoplankton Dari Parameter Logam Berat di Sungai di Situ Citayam, Bojong Gede, Bogor, Siak Kota Pekanbaru.Jurnal Ilmu Jawa Barat. Program Manajemen Lingkungan. Vol. 6(2): 162-172. Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Ali, A., Soemarno dan Purnomo, M. 2013. Bogor. Bogor. Kajian Kualitas Air dan Status Mutu Air Sungai Metro di Kecamatan Sukun Kota PHILMINAQ (2013). Annex 2 Water Quality Malang. Jurnal Bumi Lestari. Vol. 13(2): Criteria and Standards for Freshwater and 265-274. Marine Aquaculture. Mitigating Impact from Aquaculture in the Philippines. Anhwange, B.A., E.B. Agbaji, and E.C. Gimba. 2012. Impact Assessment of Human Pribadi, M.A. 2005. Evaluasi Kualitas Air Activities and Seasonal Variation on River Sungai Way Sulan Kecil Kabupaten Benue, within Makurdi Metropolis. Selatan. Departemen Konservasi Journal of Science and Technology. Vol. Sumberdaya Hutan dan Ekowisata 2: 248- 254. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Dinamika Lingkungan Indonesia 96

Rudiyanti, S., 2011. Kualitas Perairan Sungai Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Banger Pekalongan Berdasarkan Indikator Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta. Biologis. J. Saintek Perikanan. Vol. 4(2): Winata, I.N.A., Siswoyo, A dan Mulyono, T. 46–52. 2000. Perbandingan Kandungan P dan N Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Total Dalam Air Sungai di Lingkungan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Perkebunan dan Persawahan. Jurnal Ilmu sebagai Salah Satu Indikator Untuk Dasar. Vol. 1: 24-28. Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Yudo, S. 2010. Kondisi Kualitas Air Sungai Oseana. Vol. 30: 21-26. di Wilayah DKI ditinjau Syofyan, I., Usman, dan P. Nasution. 2011. dari Parameter Organik, Amoniak, Fosfat, Studi Kualitas Air Untuk Kesehatan Ikan Deterjen dan Bakteri Coli. Jurnal Dalam Budidaya Perikanan Pada Aliran Akuakultur Indonesia. Vol. 6: 34-42. Sungai Kampar Kiri”. Jurnal Perikanan Yuliastuti, E. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai dan Kelautan. Vol. 16: 64-70. Ngringo Karanganyar dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.