PERAN AL-JAZEERA DALAM TRANSFORMASI POLITIK PADA PERISTIWA 2010-2011

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:

Indi Nisauf Fikry Sakila (1111022000011)

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H./2016 M.

UCAPAN TERIMA KASIH Menulis suatu karya adalah perjuangan yang melelahkan, sekaligus suatu kebanggaan tersendiri yang tak dapat diungkapkan. Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah yang telah memberikan kemudahan serta kemampuan untuk dapat menyusun kata demi kata dalam karya yang penulis sebut “Skripsi” ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada beliau yang telah memberikan kontribusinya dalam membuat skripsi ini menjadi lebih baik. Dengan kesabaran dan ketelatenannya, penulis diarahkan dan dibimbingnya untuk dapat menyempurnakan skripsi ini. Adalah Ibu Awalia Rahma, MA, yang telah menyisihkan waktu dan tenaganya demi membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drs.

Saidun Derani, MA. dan Dra.Tati Hartimah, MA. selaku pembimbing akademik yang tanpa bosan selalu memberikan semangat serta nasehatnya kepada penulis.

Sehingga tanpa jasa mereka, penulis tidak akan sampai pada titik ini.

Adapun skripsi ini sendiri tidak akan ada tanpa dukungan dan dorongan dari orang-orang terdekat penulis, khususnya Nimas dan Imas, adik tersayang yang selalu memberi semangat, teman-teman SKI 2011 yang tak hanya sebagai tempat berbagi suka duka namun juga sebagai partner bertukar ilmu – khususnya

Mulki Mulyadi yang telah membantu penulis dalam hal transliterasi sumber Arab, para senior SKI khususnya Kak Endi yang telah banyak membantu penulis dalam hal diskusi masalah skripsi dan pencarian sumber, teman-teman BJ Community dan para sahabat tercinta (Timmy, Nurul, Maya, Yeni) yang tak henti-hentinya memberi semangat serta dorongan kepada penulis, serta Ekky – teman, sahabat, sekaligus saudara yang selalu menjadi rival dan motivator penulis selama mengerjakan skripsi ini.

ii

Terakhir, tak lupa pula rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tua penulis yang selalu sabar dan tak henti-hentinya memberikan doa serta dukungannya. Penulis pun mendedikasikan skripsi ini untuk ayah dan ibu, yang tanpa ridho mereka penulis sadar tidak akan mampu melewati perjuangan yang melelahkan ini.

Indi Nisauf Fikry Sakila

iii

ABSTRAK

Indi Nisauf Fikry Sakila Peran Al-Jazeera dalam Transformasi Politik Tunisia pada Peristiwa Arab Spring 2010-2011

Al-Jazeera merupakan salah satu media internasional yang berbasis di Doha, Qatar. Didirikan pertama kali pada tahun 1996 atas inisiatif Emir Qatar, sejak saat itu Al-Jazeera secara aktif meliput peristiwa-peristiwa yang terjadi di kawasan Arab. Al-Jazeera mulai banyak mendapatkan pujian serta pengakuan dari banyak kalangan, khususnya dunia internasional saat meliput peristiwa besar seperti perang Amerika yang terjadi di Irak dan Afghanistan, menjadikan Al-Jazeera sebagai media yang mempunyai peran dan pengaruh yang besar bagi dunia Arab dan Internasional. Al-Jazeera kembali membuktikan perannya yang penting sebagai media yang terdepan saat terjadi peristiwa Arab Spring di Tunisia tahun 2010-2011. Melalui pendekatan media studies, serta metode historis, penulis mengetahui seberapa penting peran Al-Jazeera dalam peristiwa Arab Spring yang terjadi di Tunisia tahun 2010-2011. Al-Jazeera menjadi salah satu faktor terpenting munculnya revolusi yang terjadi di Tunisia sehingga dapat menyebar secara luas sampai akhirnya terjadi secara besar-besaran dan berhasil menumbangkan pemerintahan Ben Ali yang telah berkuasa selama 23 tahun. Penulis menemukan bahwa peran Al-Jazeera dalam transformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring sangatlah penting, yaitu telah menginspirasi dan menggerakkan masyarakat Tunisia melalui berita-berita yang disiarkannya sehingga mampu mempengaruhi masyarakat untuk melakukan aksi tersebut. Perannya yang lain yaitu Al-Jazeera telah menghasilkan sesuatu yang disebut diseminasi berita. Dimana dengan adanya diseminasi berita yang dibawa oleh Al- Jazeera tersebut mampu melahirkan peristiwa Arab Spring di Tunisia. Selain itu, keberadaan Al-Jazeera juga telah menginspirasi masyarakat di negara-negara MENA (Middle East and ) untuk melakukan revolusi yang sama di negaranya masing-masing.

Kata Kunci: Al-Jazeera, Revolusi, Arab Spring, Tunisia

iv

KATA PENGANTAR

Dalam era modern seperti saat ini, keberadaan media tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dengan kata lain, media memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Media memainkan perannya dalam memberikan informasi kepada masyarakat sehingga mampu mempengaruhi cara berpikir dan bagaimana mereka bertindak, khususnya dalam menanggapi masalah-masalah terkait politik, ekonomi, sosial, pemerintahan, dan masalah lainnya. Dalam dunia

Arab sendiri, keberadaan media tak ubahnya hanya sebagai „boneka‟ pemerintah, dimana media harus tunduk dan patuh kepada penguasa. Media selalu berada di bawah pengawasan dan harus melalui sensor yang ketat sebelum informasi yang mereka sajikan sampai kepada masyarakat. Sehingga tidak hanya media di Arab yang merasa terkekang, masyarakat Arab pun merasakan hal yang sama karena terbatasnya informasi yang mereka peroleh.

Tak jarang media juga menjadi faktor penting dalam setiap konflik yang terjadi di dunia Arab. Adapun kemunculan Al-Jazeera sebagai media yang independen dan bebas dari pengaruh pemerintah, telah memberikan perubahan penting dalam sejarah Arab. Media Al-Jazeera yang telah menghasilkan berita serta menyebarkan informasi tentang apa yang sedang terjadi ketika konflik, telah menempatkannya sebagai salah satu aktor penting yang tidak hanya mampu mempengaruhi kondisi masyarakat, tapi juga suatu pemerintahan. Hal tersebut selaras dengan perkataan mantan sekretaris jenderal PBB – Kofi Annan,

“Knowledge is power, information is liberating” yang artinya pengetahuan adalah sebuah kekuatan, informasi adalah sebuah kebebasan. Berkat informasi yang dibawa oleh media, masyarakat memperoleh pengetahuan tentang apa yang

v

sedang terjadi, sehingga dengan kesadaran tersebut masyarakat memiliki kekuatan untuk bertindak dan memutuskan bagaimana nasib mereka di masa depan.

Terlepas dari hal diatas, studi kali ini mengambil salah satu media di

Arab, yaitu Al-Jazeera yang berbasis di Doha – Qatar, terkait dengan revolusi yang dilakukan oleh masyarakat Tunisia terhadap pemerintahan mereka, dengan judul Peran Al-Jazeera dalam Transformasi Politik Tunisia pada Peristiwa

Arab Spring 2010-2011.

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ...... i

UCAPAN TERIMA KASIH ...... ii

ABSTRAK ...... Iv

KATA PENGANTAR ...... v

DAFTAR ISI ...... vii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

A. Latar Belakang ...... 1 B. Permasalahan ...... 10 1. Identifikasi Masalah ...... 10 2. Pembatasan Masalah ...... 11 3. Rumusan Masalah ...... 12 C. Tujuan Penelitian ...... 12 D. Manfaat Penelitian ...... 13 E. Tinjauan Pustaka ...... 13 F. Landasan Teori ...... 17 G. Metode Penelitian ...... 18 H. Sistematika Penulisan ...... 20

BAB II JARINGAN MEDIA AL-JAZEERA ...... 21

A. Sekilas Tentang Al-Jazeera ...... 22 B. Saluran dan Program Al-Jazeera ...... 29 1. Al-Jazeera English Television/AJE TV ...... 30 2. Situs Al-Jazeera Arab dan Inggris ...... 38 a. Al-Jazeera.net berbahasa Arab ...... 39 b. Al-Jazeera.com berbahasa Inggris ...... 40 C. Pengaruh Media Al-Jazeera ...... 42

vii

BAB III ZINE EL ABIDIN BEN ALI DAN TUNISIA DI BAWAH PEMERINTAHANNYA (1957-2011) ...... 47

A. Latar Belakang Sejarah Tunisia ...... 47 B. Tunisia di bawah Pemerintahan Zine El Abidin Ben Ali ...... 55

BAB IV PERAN AL-JAZEERA DALAM PERISTIWA ARAB SPRING DI TUNISIA ...... 67

A. Laporan Peristiwa Arab Spring di Tunisia akhir tahun 2010 sd 2012 oleh Al-Jazeera ...... 67 B. Peran Media Al-Jazeera ...... 80 C. Arab Spring = Revolusi Al-Jazeera? ...... 91

BAB V PENUTUP ...... 94

A. Kesimpulan ...... 94 B. Saran ...... 96

DAFTAR PUSTAKA ...... 97

LAMPIRAN ...... 109

viii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, media mempunyai peranan yang sangat penting. Dengan adanya media kita dapat saling berkomunikasi dengan mudah antara satu dengan lainnya. Melalui beberapa bukunya, seorang ilmuwan Kanada yang bernama McLuhan juga mengatakan bahwa media merupakan „wujud perluasan‟ dari manusia, sama seperti mobil, pakaian, arloji, dan berbagai benda lainnya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia1. Dengan adanya hubungan yang tak terpisahkan tersebut maka tak heran jika kemudian media menjadi salah satu alat penunjang untuk memenuhi salah satu kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan akan informasi serta hiburan. Adapun jenis-jenis media seperti koran atau surat kabar, dan majalah yang termasuk dalam media cetak telah dibuat dan terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu sampai munculnya media elektronik seperti radio, televisi, dan juga internet.

Selain sebagai sarana komunikasi, informasi dan hiburan, media juga berfungsi sebagai sarana pendidikan, serta alat pembentuk opini atau pendapat di kalangan masyarakat. Dari berbagai fungsi tersebut, media mampu membantu proses pembentukan masyarakat yang lebih dewasa dan modern. Dalam cakupan yang lebih luas, misalnya dalam sebuah pemerintahan di suatu negara, media sering dimanfaatkan sebagai wahana untuk melancarkan kegiatan propaganda2.

1 William L.Rivers, dll, Mass Media and Modern Society, edisi kedua. Diterjemahkan oleh Haris Munandar (Jakarta: Kencana, 2003), h. 37 2 Secara etimologis, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) – cetakan ketiga, propaganda berarti penerangan (paham, pendapat,dan sebagainya) yang benar atau salah, yang

1

Media menjadi wahana yang efektif untuk melakukan propaganda karena memiliki kemampuan untuk mempengaruhi masyarakat atau massa. Fungsi media lainnya dalam propaganda adalah dapat mempengaruhi hubungan sosial dalam masyarakat. Melalui media, khalayak mempelajari apa apa yang terjadi dalam masyarakat dan akan mempengaruhi opini yang berkembang dalam masyarakat, sehingga tak heran jika hal tersebut terkadang dapat menimbulkan perubahan dalam sebuah masyarakat3.

Lebih lanjut, untuk memenuhi kebutuhan informasi dengan cara yang cepat dan mudah, media elektronik seperti televisi dan media online seperti internet menjadi salah satu pilihan yang diminati oleh masyarakat. Berbeda dengan media cetak seperti koran dan majalah yang membutuhkan waktu yang lama sebelum akhirnya sampai kepada masyarakat, media elektronik dan khususnya online dapat akses secara praktis dan dapat dijangkau dengan mudah.

Selain itu masyarakat juga dapat mengakses selama 24 jam tanpa henti berita- berita hiburan ataupun informasi terkini secara cepat4. Terlebih di era teknologi yang serba canggih seperti saat ini, media online juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena seperti ini melahirkan istilah yang sering disebut dengan Aktivitas online. Aktivitas online sendiri merupakan kegiatan yang mengandalkan internet atau berbasiskan Internet, terutama dalam melakukan gerakan-gerakan politik. Aktivitas tersebut juga bertujuan untuk

dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang banyak agar menganut suatu aliran paham, sikap, atau arah tindakan tertentu; biasanya disertai dengan janji yang muluk-muluk. (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005), h.898 3 Mohammad Shoelhi, Propaganda dalam Komunikasi Internasional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012), h. 117-118 4 Winona Amanda, Beberapa Judul Berita dalam Situs Al-Jazeera.net Berbahasa Arab, Sebuah Analisis Sintaksis, Skripsi, UI Depok, 2014, h.1

2

mendokumentasikan serta menyebarkan peristiwa-peristiwa tertentu ke berbagai wilayah di dunia5.

Adapun baru-baru ini di akhir tahun 2010, di kawasan Timur Tengah6 telah terjadi sebuah fenomena yang menjadi topik hangat di seluruh dunia.

Fenomena tersebut erat kaitannya dengan adanya aktivitas online. Memanfaatkan media online, masyarakat di negara Timur Tengah telah melakukan perubahan menuntut pemerintahan yang lebih demokratis. Hal ini tidak heran karena di kawasan tersebut seperti yang telah kita ketahui banyak negara yang masih menganut sistem otoriter dimana kekuasaan tertinggi dipegang oleh raja.

Peristiwa menuntut perubahan demokrasi tersebut, secara teoritis dibedakan dalam dua fase, yaitu fase pembebasan dari pemerintahan yang otoriter dan pembentukan konstitusi yang demokratis7. Adapun fenomena perubahan terhadap demokratisasi yang diawali oleh gelombang protes pada beberapa negara

Arab Timur Tengah tersebut lebih dikenal dengan nama Arab Spring atau disebut

5 Mc Caughey M dan Ayers MD, Cyberactivism: Online Activism in Theory and Practice, (London: Routledge), h.71 6 Istilah Timur Tengah sebenarnya merupakan nama yang relatif baru. Nama ini mulai diperkenalkan oleh para sarjana Eropa semisal Mohan yang mencoba mengidentifikasi suatu wilayah yang menghubungkan antara benua Eropa dengan Asia. Benua Eropa seringkali dirujukkan dengan istilah Barat sedangkan Asia sering diistilahkan dengan Timur. Karenanya untuk menyebut wilayah tersebut Mohan menyebutnya dengan Timur Tengah (Middle East Alfred Thayer Mahan dalam Encarta Encyclopedia 2004). Lebih lanjut Definisi / Istilah Timur Tengah sesungguhnya merupakan sesuatu yang sampai sekarang masih bersifat „debatable‟ dikalangan para sejarawan sendiri. Menurut Nikki R. Keddie dalam tulisannya yang berjudul Is There a Middle East?,menjelaskan bahwa awalnya Istilah Timur Tengah adalah istilah geografi yang secara umum menggambarkan daerah yang membentang antara Maroko sampai Afghanistan, dan merupakan daerah awal taklukan kaum Mulimin ditambah daerah Anatolia/Turki. Istilah tersebut sendiri merupakan istilah yang diciptakan oleh kaum orientalis di abad ke-19 dan 20. Lebih lanjut pada perkembangannya secara historis daerah Timur Tengah ini merupakan daerah hasil taklukan 3 dinasti besar Islam, yaitu Umayyah, Abasiyyah dan Usmani. Sedangkan menurut Marshall G.S. Hodgson sendiri dalam bukunya menyebut istilah Timur Tengah sebagai istilah “Negeri atau daratan – daratan dari Nil ke Oksus”. Dikutip dari The Venture of Islam, Volume I, (Chicago Press Books, 1974), h.161 7 Humphrey Wangke, “Masyarakat Sipil dan Transisi Demokrasi di Timur Tengah”, Info Singkat Hubungan Internasional, Vol. 1, No.3, 2014, h. 6. Tersedia di http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-VI-3-I-P3DI-Februari-2014- 4.pdf, akses 28 Maret 2015, 11:24.

3

juga sebagai Musim Semi Arab, dimana awal mula munculnya peristiwa tersebut berasal dari Tunisia pada Desember 2010 sampai akhir 2011 sebelum akhirnya merambat ke Negara-negara lainnya seperti Mesir, Libya, Yaman, Syiria, Bahrain, dll (selanjutnya disebut dengan negara-negara MENA / Middle East and North

Africa)8. Selain istilah Arab Spring, gelombang protes tersebut banyak juga yang menyebutnya dengan Al-Tsawrat al-Arabiyyah dalam bahasa Arab, Kebangkitan

Arab atau The Arab Uprising/Arab Awakening, dan Revolusi Melati/Jasmine

Revolution9.

Istilah The Arab Spring sendiri dari berbagai sumber tertulis yang penulis temukan, banyak pendapat yang mengemukakan mengenai arti dari istilah tersebut. Menurut Massad, Arab Spring merupakan istilah yang terinspirasi dari

The Spring of Nations, yaitu Revolusi Eropa yang terjadi pada tahun 1848, dimana istilah Spring tersebut digunakan untuk menggambarkan perjuangan rezim liberal yang menentang pemerintahan diktator untuk membentuk negara demokrasi10.

Lebih lanjut, peneliti lain mengatakan bahwa istilah tersebut merupakan label yang diberikan oleh para pengamat politik dan media massa. Adapun istilah

„perlawanan sipil‟ atau „aksi protes‟ yang terjadi secara besar-besaran kemudian berevolusi menjadi istilah „aksi pro-demokrasi‟ yang kemudian berevolusi lagi menjadi The Arab Spring11.

8 Cosima Ungaro dan Paul Vale, “The Huffington Post: Arab Spring Timeline: 17 December 2010 to 17 December 2011” dalam http://www.huffingtonpost..co.uk/2011/12/16/arab- spring-timeline-_n_1153909.html, akses 28 Maret 2015, 10:25 9 Apriadi Tamburaka, Revolusi Timur Tengah, (Yogyakarta:Narasi, 2011), h.9 10Massed Joseph, “The Arab Spring and Other American Seasons” dalam http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2012/08/201282972539153865.html, akses 24 Maret 2015, 10:14 11 Black, Bahrain‟s Arab Spring chapter is still being Written Two Years On, dalam http://www.guardian.co.uk/world/on-the-middleeast/2013/feb/13/middleeast-bahrain-saudi-gulf, akses 24 Maret 2015, 10:17

4

Kata „Spring‟ dalam bahasa Inggris berarti musim semi. Kata tersebut biasa digunakan di negara-negara yang mempunyai 4 musim, yang diawali oleh musim panas (summer), musim gugur (fall/autumn), musim dingin (winter), dan musim semi (spring). Setelah musim dingin, tanaman-tanaman mulai tumbuh dan segar kembali. Sehingga sering disebut bahwa musim semi merupakan musim yang penuh dengan harapan baru. Sehingga tidak heran jika istilah Spring tersebut menyimbolkan aksi perlawanan yang terjadi di kawasan Arab sebagai sebuah musim baru bagi perpolitikan di Negara-negara Arab, yang mana diharapkan akan muncul harapan baru seiring dengan tumbuhnya harapan baru saat musim semi tiba.

Peristiwa Arab Spring juga mempunyai beberapa julukan lain, yaitu the

Revolution of the „street‟ atau revolusi jalanan karena sebagian besar aksi protes terjadi di jalan-jalan, dan the revolution of sabab al-feisbuk (the youth of facebook) atau revolusi facebook muda12. Besarnya peran media, baik itu seperti facebook dan twitter, serta media seperti Al-Jazeera, telah menjadi elemen utama dalam setiap revolusi yang terjadi. facebook dan twitter, begitupun juga dengan

Al-Jazeera telah menjadi alat komunikasi penting bagi demonstran dalam menyampaikan pesan serta apa-apa yang akan dan telah mereka lakukan. Untuk itu, istilah-istilah seperti Facebook Revolution, Twitter Revolution, atau Al-

Jazeera‟s Revolution, telah menjadi slogan terkenal pada masa-masa awal terjadinya revolusi.

Terlepas dari hal di atas, peristiwa revolusi yang terjadi di Tunisia disebut juga sebagai revolusi melati. Melati sebagai simbol revolusi, disematkan pada

12 Armando Salvatore, Before (and After) the „Arab Spring‟: from Connectedness to Mobilization in the Public Sphere, 2011, tersedia di http://www.jstor.org/stable/23253702, akses 13 Maret 2015, 09:58

5

peristiwa yang terjadi di Tunisia sebagai suatu refleksi nasionalisme masyarakat

Tunisia. Spesies dari bunga melati itu sendiri mulai masuk ke Tunisia pada abad ke-18, yang dibawa untuk pertama kalinya dari Andalusia (Spanyol) menuju

Tunisia dan kemudian berkembang. Sejak saat itu bunga melati dianggap sebagai bunga nasional Tunisia. Tempat terjadinya peristiwa revolusi di Tunisia pada tahun 2011 sendiri berawal dari sebuah kota kecil yang juga mempunyai nilai sejarah tersendiri bagi masyarakat Tunisia, yaitu kota . Sidi Bouzid berasal dari kata Bou Said, yang mana Bou merupakan panggilan hormat yang disematkan terhadap orang yang dituakan. Bou Said yang dikenal sebagai seorang wali yang dihormati, dulunya hidup di tempat yang sekarang dikenal sebagai kota

Sidi Bouzid tersebut. Sampai sekarang, masyarakat Tunisia masih banyak yang mengunjungi makam Bou Said di Sidi Bouzid yang merupakan tujuan wisata ziarah di Tunisia. Selain sebagai tempat yang pernah ditinggali seorang wali sekaligus tempat bermulanya revolusi, Sidi Bouzid juga merupakan tempat asal

Muhammad Bouazizi (lahir 29 Maret 1984, wafat 4 Januari 2011) yang dianggap sebagai martir / syuhada dalam peristiwa revolusi tersebut. Sehingga nilai sejarah dari Sidi Bouzid telah memberi warna tersendiri pada revolusi melati di Tunisia tahun 201113.

Adapun maksud dari Revolusi Melati disini adalah sebuah aksi protes besar-besaran masyarakat kepada pemerintah Tunisia yang bermula sejak peristiwa pembakaran diri Muhammad Bouazizi di sebuah kota kecil Sidi Bouzid, yang kemudian mampu menyebar ke kota-kota di seluruh Tunisia. Aksi protes

13 Subkhan, Revolusi Melati di Tunisia Januari 2011, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2011), h. 62-63. (Mengutip tulisan artikel Georgina Cruz dalam Cruise Travek Magazine USA yang berjudul Only a Day in Tunisia, terbitan Oktober 2007, h.32)

6

sosial tersebut akhirnya mampu menggulingkan kekuasaan Ben Ali sebagai presiden dan membuatnya angkat kaki dari Tunisia, negara yang telah dipimpinnya selama kurang lebih 23 tahun lamanya. Melihat keberhasilan aksi revolusi yang terjadi di Tunisia tersebut, banyak masyarakat dari negara-negara

Arab yang akhirnya melakukan aksi serupa. Peristiwa tergulingnya kekuasaan para pemimpin secara paksa yang terjadi di beberapa negara seperti MENA tersebut kemudian dikenal sebagai peristiwa Arab Spring atau the Arab

Awakening. Sehingga dapat dikatakan baik itu Revolusi Melati, ataupun Arab

Spring telah menjadi peristiwa yang mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat Tunisia.

Awal munculnya gelombang Arab Spring itu sendiri berawal dari aksi bakar diri salah seorang penjual buah di Tunisia yang bernama Mohammad

Bouazizi (selanjutnya disingkat dengan Bouazizi) kepada pemerintah pada tanggal

17 Desember 2010 di kota Sidi Bauzizi. Aksi protes tersebut dilakukan karena Ia merasa marah dan dizholimi oleh seorang polisi wanita yang telah menyita gerobak serta buah dagangannya dengan alasan tak ada izin berdagang14. Aksi tersebut sontak dengan cepat menyebar ke seluruh negeri melalui berbagai media.

Gelombang protes mulai dilakukan oleh berbagai masyarakat di Tunisia kepada pemerintah. Informasi tersebut bahkan sampai menyebar ke berbagai Negara di

Timur Tengah yang pada akhirnya membuat masyarakat untuk melakukan aksi protes menuntut perubahan di negaranya masing-masing.

Menurut situs the guardian, faktor penyebab terjadinya Arab Spring jauh telah ada sebelum peristiwa bakar diri Bouazizi. Memasuki abad ke-21 banyak

14 Al-Jazeera, “Man Sets Himself Ablaze in Tunisia” dalam http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2013/03/20133127575275965, akses 9 Maret 2015, 09:15

7

negara MENA yang mengalami krisis air akut, dimana persedian air tidak sebanding dengan pertumbuhan masyarakat yang semakin meningkat.

Kebanyakan negara MENA yang kaya akan minyak, mengandalkan proses desalinasi (proses yang menghilangkan kadar garam berlebih dalam air untuk mendapatkan air yang dikonsumsi binatang, tanaman, dan manusia) untuk mendapatkan pasokan air bersih. Akibatnya air menjadi sesuatu yang mahal untuk diperoleh. Ketika harga minyak dan makanan semakin mahal, masyarakat menjadi semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga kemiskinan, kelaparan, pengangguran, serta penindasan untuk saling bertahan hidup menjadi dampak yang tidak terelakkan. Kondisi tersebut kemudian menjadi salah satu faktor pemicu adanya Arab Spring di negara-negara MENA15.

Menurut Primoz Manfreda sendiri, salah seorang ahli masalah Timur

Tengah, mengatakan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan munculnya peristiwa Arab Spring adalah adanya internet, dalam hal ini adalah media sosial seperti twitter dan facebook16. Melalui media sosial tersebut, masyarakat mampu berkomunikasi dengan lainnya dan mampu menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan dan aksi kepada pemerintah. Namun kenyataannya tidak hanya twitter dan facebook, media massa lainnya seperti koran, radio dan juga televisi juga berperan dalam memberikan informasi mengenai perkembangan terbaru seputar aksi protes tersebut.

15 Damian Carrington, “The Middle East is running dry – and into the perfect storm?”, (19 Mei 2011), dalam http://www.theguardian.com/environment/damian-carrington- blog/2011/may/19/water-climate-change, akses 23 Oktober 2015, 11:21 16 Primoz Manfreda, “The Reasons for the Arab Spring ( The Root Causes of the Arab Awakening in 2011)” dalam http://middleeast.about.com/od/humanrightsdemocracy/tp/The- Reason-for-The-Arab-Spring.htm, akses 9 Maret 2015, 09:11

8

Adalah Al-Jazeera, sebuah media massa yang berbasis di Doha – Qatar, merupakan salah satu media massa internasional pertama yang memberikan liputan mengenai peristiwa protes yang terjadi di Tunisia tersebut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam mendapatkan informasi aktual secara cepat dan mudah, media adalah pilihan yang efektif. Selama 24 jam Al-Jazeera telah menyiarkan berita kepada masyarakat mengenai perkembangan terbaru seputar terjadinya protes. Baik itu melalui stasiun televisinya, maupun melalui situs website Al-Jazeera. Hal tersebut tentu menjadikan Al-Jazeera sebagai alternatif pilihan bagi masyarakat untuk dapat memperoleh informasi tersebut, khususnya bagi masyarakat yang tidak mempunyai akun twitter ataupun facebook.

Adanya peristiwa black out atau pemutusan internet oleh pemerintah yang terjadi selama beberapa hari setelah aksi protes terjadi juga turut menjadi faktor utama dipilihnya Al-Jazeera oleh masyarakat dalam memperoleh berita secara cepat dan mudah.

Berdasarkan pemaparan tersebut, tulisan ini sendiri akan membahas bagaimana terjadinya peristiwa Arab Spring di Tunisia pada bulan Desember

2010 sampai Januari 2011 lalu sebagai sebuah peristiwa sejarah, serta peran media dalam melakukan perubahan masyarakat di Tunisia, dimana peran media yang akan dibahas serta ditekankan dalam tulisan ini adalah satelit televisi Al-Jazeera, dan situs Al-Jazeera.com yang merupakan situs resmi Al-Jazeera Media Network sebagai penguat informasi yang ada.

Lebih lanjut alasan penulis memilik topik ini karena seperti yang telah penulis temukan dalam berbagai buku ataupun artikel yang membahas tentang peristiwa Arab Spring, peran media-media sosial seperti twitter dan facebook

9

lebih banyak ditekankan sebagai faktor utama dalam terjadinya peristiwa tersebut.

Namun kenyataannya kehadiran media seperti Al-Jazeera juga turut memberi andil dalam peristiwa Arab Spring melalui berita-berita yang disampaikannya.

Melalui beritanya tersebut Al-Jazeera secara tidak langsung telah mendorong masyarakat Tunisia untuk ikut berpartisipasi dan berperan aktif turun ke jalan- jalan untuk melakukan aksi protes. Sehingga dari uraian tersebut penulis memiliki ketertarikan untuk membahas lebih lanjut tentang seberapa penting peran media

Al-Jazeera dalam peristiwa Arab Spring yang terjadi di Tunisia tahun 2010-2011.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang pemikiran di atas, peneliti menemukan bahwa tidak hanya media sosial seperti twitter atau facebook, media lainnya seperti televisi Al-

Jazeera dan media online seperti situs Al-Jazeera.com juga mempunyai perannya tersendiri dalam melakukan transformasi politik pada peristiwa Arab Spring di

Tunisia. Adanya transformasi politik tersebut tidak lepas dari peran media Al-

Jazeera yang mampu menggerakkan masyarakat untuk bersama-sama melakukan perubahan. Banyaknya pemirsa yang dimiliki Al-Jazeera (khususnya dari kalangan remaja hingga dewasa umur 15-29 tahun17) telah menjadikan informasi yang disampaikan Al-Jazeera dapat menyebar secara luas. Selain itu, adanya dukungan dari berbagai kalangan dan profesi termasuk serikat buruh; konfederasi industri, kerajinan dan perdagangan; pengacara; serta kelompok hak asasi, yang masing-masing diwakili oleh Houcine Abbasi, Ouided Bouchamaoui, Mohammed

17 Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant Terrible Goes Global, (Singapore: INSEAD, 2010), h. 12. Tersedia di http://www.insead.edu/facultyresearch/faculty/documents/Al-Jazeera-w.pdf, akses 28 Maret 2015, 11:38

10

Fadhel Mahfoudh, dan Abdessattar Ben Moussa, telah berhasil mensukseskan transisi demokrasi di Tunisia secara damai. Bahkan keempat orang tersebut sampai sekarang masih aktif dalam perpolitikan di Tunisia dan baru-baru ini berhasil menerima nobel perdamaian atas kontribusi dan kiprah mereka18.

Terlepas dari hal tersebut, Al-Jazeera yang selama 24 jam terus menayangkan berita terkait Arab Spring di Tunisia secara aktual telah mempengaruhi serta mendorong masyarakat yang menontonnya untuk ikut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Melalui sumber-sumber yang diperoleh dari media sosial seperti facebook dan twitter berupa video-video, Al-Jazeera kembali menyampaikan kepada masyarakat tentang apa yang sedang terjadi, dan membuat berita yang ada menjadi lebih nyata dengan video-video yang langsung diambil dari tempat kejadian. Hal tersebut kemudian mampu membangkitkan rasa simpati dan solidaritas masyarakat yang melihatnya untuk ikut berkontribusi dalam peristiwa Arab Spring di Tunisia. Sehingga dari uraian di atas timbul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasikan, antara lain peran Al-Jazeera dalam transformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring 2010-2011.

2. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan tema penelitian yang dipilih, penulis merasa perlu untuk memberikan batasan kajian dan merumuskan terlebih dahulu masalah yang akan dibahas agar arah, tujuan dan sasaran yang akan disampaikan penulis menjadi lebih jelas dan terarah. Dengan demikian penelitian ini difokuskan pada peristiwa

Arab Spring yang terjadi di Tunisia, mulai terjadinya gelombang protes pada bulan Desember 2010, sampai bulan Januari 2011 setelah Ben Ali dilengserkan

18 Kompas, Sosok: Kuartet Dialog Nasional – Pembawa Transisi Demokrasi Tunisia, (15 Oktober 2015), h.16

11

dari kursi kepemimpinannya. Penulis juga akan membahas tentang kondisi

Tunisia pasca revolusi arab spring sampai awal tahun 2012. Adapun objek pada studi ini mencakup pembahasan mengenai proses terjadinya peristiwa Arab

Spring di Tunisia serta peran televisi Al-Jazeera dan situs Al-Jazeera.com dalam peristiwa tersebut.

3. Rumusan Masalah

Masalah pokok dalam studi ini adalah bagaimana peran Al-Jazeera dalam transformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring tahun 2010-2011?

Adapun sub masalahnya sebagai berikut:

1. Apa fungsi serta pengaruh Al-Jazeera sebagai salah satu media massa di

Timur Tengah?

2. Bagaimana kondisi Tunisia sebelum terjadinya peristiwa Arab Spring

2010-2011?

3. Bagaimana peran Al-Jazeera pada peristiwa Arab Spring di Tunisia

tahun 2010-2011?

C. Tujuan Penelitian

Dengan sejumlah permasalahn di atas, maka tujuan studi ini ingin menjelaskan seberapa penting peran Al-Jazeera dalam perubahan masyarakat pada peristiwa Arab Spring di Tunisia. Adapun tujuan secara spesifik dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui fungsi serta pengaruh Al-Jazeera sebagai salah satu

media massa di Timur Tengah

12

2. Untuk mengetahui kondisi Tunisia sebelum terjadinya peristiwa Arab

Spring tahun 2010-2011

3. Untuk mengetahui peran media Al-Jazeera pada peristiwa Arab Spring

di Tunisia tahun 2010-2011

D. Manfaat Penelitian

Studi ini pun diharapkan memiliki manfaat untuk:

1. Secara edukatif dapat menambah wawasan para pembaca, khususnya

wawasan kesejarahan, terkait media Al-Jazeera dan peristiwa Arab Spring

di Tunisia

2. Secara inspiratif dapat menjadi bahan studi dan referensi bagi mahasiswa

atau masyarakat yang ingin mengkaji lebih lanjut mengenai media Al-

Jazeera atau peristiwa Arab Spring di Tunisia.

E. Tinjauan Pustaka

Studi yang berkaitan dengan media Al-Jazeera dan peristiwa Arab Spring sudah banyak dilakukan, beberapa diantaranya yang dijadikan tinjauan pustaka ialah;

Skripsi karya Subkhan dalam repository Universitas Indonesia yang berjudul Revolusi Melati di Tunisia Januari 2011. Meskipun sama-sama membahas mengenai peristiwa Arab Spring atau yang disebut juga Revolusi

Melati, fokus kajian dalam tulisan ini berbeda dengan penelitian tersebut. Jika tulisan milik Subkhan lebih fokus kepada peran situs jejaring sosial facebook dalam peristiwa tersebut, dalam tulisan ini lebih fokus terhadap peran Al-Jazeera dalam transformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring.

13

Penulis juga menemukan tulisan lain berbentuk thesis yang berjudul Al-

Jazeera‟s Democratizing Role and the Rise of Arab Public Sphere karya

Ezzeddine Abdelmoula. Secara garis besar thesis tersebut menjelaskan tentang peran Al-Jazeera dalam proses demokrasi serta dampak politiknya di kawasan

Arab. Dalam salah satu bab pada thesis tersebut, yaitu di Bab 8 terdapat pembahasan mengenai pemberitaan melalui media televisi tentang peristiwa Arab

Spring di kawasan Arab yang dilakukan oleh Al-Jazeera. Sedangkan kajian studi ini lebih fokus ke peran serta pemberitaan Al-Jazeera terhadap peristiwa Arab

Spring di Tunisia, bukan di kawasan Arab secara umum.

Untuk masalah sumber yang berupa buku, penulis sedikit kesulitan dalam menemukan sumber buku yang membahas secara detail mengenai peristiwa tersebut dikarenakan peristiwa Arab Spring di Tunisia masih tergolong peristiwa kontemporer. Penulis sendiri banyak menemukan tulisan-tulisan berupa jurnal dan artikel, ataupun buku-buku yang berisi kumpulan dari artikel ataupun jurnal yang membahas mengenai peristiwa Arab Spring. Adapun Toby Manhire dengan karyanya yang berjudul The Arab Spring: Rebellion, revolution and a new world order (2013) merupakan salah satu karya dari sederet karya yang membahas tentang Arab Spring. Buku ini merupakan kumpulan tulisan para penulis dari situs

Guardian yang berbasis di London, Cairo, dan New York. Secara umum peristiwa

Arab Spring di berbagai Negara seperti di Tunisia, Mesir, Libya, Suriah, serta negara lainnya di Timur Tengah diceritakan dalam buku ini. Lebih lanjut dalam buku ini juga terdapat tulisan mengenai Al-Jazeera yang disebutkan sebagai sebuah revolusi dalam dunia berita.

14

Foreign Affairs Journal (USA) juga menertbitkan sebuah karya yang berisi kumpulan artikel terkait dengan kondisi wilayah Timur Tengah saat peristiwa Arab Spring terjadi. Karya tersebut diberi judul The New Arab Revolt:

What Happened, What It Means and What Comes Next (2011). Dalam karya tersebut, penulis mengambil beberapa artikel yang berkaitan dengan pembahasan penulis, seperti Morning in Tunisia: The Frustations of the Arab World Boil Over oleh Michele Penner Angrist, Demystifying the Arab Spring: Parsing the

Differences Between Tunisia, Egypt, and Libya oleh Lisa Anderson,

Understanding the Revolutions of 2011: Weakness and Resilience in Middle

Eastern Autocracies oleh Jack A. Goldstone, yang mana ketiga artikel tersebut sama-sama membahas masalah aksi protes di Tunisia khususnya, dan di kawasan

Timur Tengah itu sendiri secara umum.

Muhammad Zayani dalam bukunya yang berjudul The Al-Jazeera

Phenomenon: Critical Perspectives on New Arab Media (2005) berisi tentang kumpulan artikel serta jurnal-jurnal yang ditulis oleh para pakar Timur Tengah seputar Al-Jazeera sebagai sebuah media baru yang ada di dunia Arab. Dalam buku ini kebanyakan artikel membahas tentang latar belakang serta sejarah munculnya Al-Jazeera, peran dan posisi Al-Jazeera dalam setiap peristiwa yang terjadi di kawasan Arab, serta dampak kemunculan Al-Jazeera di wilayah Arab.

Penulis sendiri mengambil beberapa artikel yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain The Politics of Al-Jazeera or the Diplomacy of Doha oleh Olivier

Da Lage, Influence without Power: Al-Jazeera and the Arab Public Sphere oleh

Mohammad El-Oifi, dan Al-Jazeera.net:Identity Choices and the Logic of the

15

Media oleh Gloria Awad, dimana semua artikel tersebut terangkum dalam satu bab yang berjudul Al-Jazeera, Regional Politics and the Public Sphere.

Selain buku dan karya tulis lainnya, penulis juga menggunakan rujukan jurnal-jurnal sebagai sumber utama yang penulis ambil dari situs berita Al-

Jazeera.com. Dalam situs-situs tersebut, tidak hanya menyediakan berita-berita serta video footage seputar peristiwa Arab Spring secara langsung, namun juga terdapat banyak tulisan serta hasil wawancara yang dilakukan oleh para jurnalis kepada tokoh-tokoh yang bersangkutan dalam peristiwa Arab Spring tersebut.

Selain melalui situs Al-Jazeera, penulis juga menggunakan rujukan situs-situs lain seperti The Guardian, BBC serta CNN dalam pengambilan sumber-sumber yang terkait dengan penulisan ini.

Penulis juga memakai rujukan dari situs YouTube.com milik Al-Jazeera

English sebagai sumber utama yang tak kalah penting, dimana di situs tersebut telah memuat program-program unggulan dari saluran TV Al-Jazeera. Adapun beberapa program yang dijadikan rujukan penulis antara lain Inside Story: Are

Politicians Hijacking the ?, The Café: Tunisia – The Arab

Spring‟s Success Story, Empire: Tunisia – A Revolutionary Model, serta program

Talk to Al-Jazeera, episode tentang the Price of Revolution dan

Tunisia at the Crossroads.

Kesimpulan dari pemaparan di atas yang penulis lakukan dalam buku ataupun jurnal-jurnal lainnya tidak penulis temukan pembahasan atau penjelasan secara spesifik mengenai peran Al-Jazeera dalam peristiwa Arab Spring yang terjadi di Tunisia seperti dalam skripsi yang berjudul “Peran Al-Jazeera dalam

Transformasi Politik Tunisia pada Peristiwa Arab Spring 2010-2011” ini.

16

F. Landasan Teori

Studi ini menggunakan teori Jarum Suntik atau Hypodermic Needle

Theory yang menyebutkan bahwa media massa memiliki kemampuan penuh dalam mempengaruhi seseorang. Media massa dianggap lebih pintar dan lebih segalanya dibanding dengan audiens, sehingga mempunyai pengaruh yang kuat dalam pesan-pesan atau berita yang disampaikannya19. Dengan kata lain media massa mempunyai peran penting dalam mempengaruhi atau mengubah cara berpikir, bertindak, dan berperilaku manusia.

Adapun dinamakan teori jarum suntik karena media dianggap seperti jarum suntik yang langsung “menyuntikkan” pesan dan berita yang dibawanya kepada para audiensnya. Selain itu teori ini juga disebut sebagai teori peluru atau bullet theory karena apa yang disampaikan oleh media langsung sampai terhadap audiens yang dianggap pasif dalam menerima berondongan pesan dan berita dari media tersebut20.

Jadi dari uraian dimuka, penulis menggunakan teori tersebut untuk mengetahui seberapa penting peran media massa, dalam hal ini adalah media massa Al-Jazeera dalam tranformasi politik Tunisia pada peristiwa Arab Spring

2010-2011.

19 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa. (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2007), h. 65 20 Teori ini sendiri pertama kali muncul dan berkembang sekitar tahun 1930 hingga 1940an, tepatnya selama dan setelah Perang Dunia I dalam bentuk eksperimen, yang digunakan dalam penelitian Hovland dkk. untuk meneliti pengaruh propaganda sekutu dalam mengubah sikap. Teori ini pun kemudian dianggap sebagai teori media massa pertama yang ada. Lebih lanjut lihat: Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remadja Karya CV, 1989), h. 83-87. Dan Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 52-54.

17

G. Metode Penelitian

Skripsi ini menggunakan pendekatan media studies, dan metode historis.

Metode ini sendiri merupakan seperangkat aturan dan tata cara untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan mengajukannya secara sistematis hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan21.

Sebagaimana tujuan dari penelitian ini sendiri yaitu untuk mencapai penulisan sejarah, oleh karena itu upaya merekonstruksi masa lampau dari obyek yang diteliti ditempuh melalui metode sejarah dan menggunakan penelitian deskriptif analisis, yaitu mencoba untuk menjelaskan peran Al-Jazeera terhadap peristiwa

Arab Spring di Tunisia.

Adapun Deddy Mulyana menyatakan bahwa media massa secara pasti mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pikiran dan tindakan khalayak tentang dampak komunikasi massa pada pengetahuan, persepsi, sikap dan perilaku masyarakat22. Sehingga dalam studi ini penulis berusaha melihat masalah yang ada melalui pendekatan media untuk mengetahui seberapa penting peran media

Al-Jazeera dalam mempengaruhi masyarakat Tunisia.

Adapun tahap-tahap penulisan ini terdiri atas empat tahapan, yaitu:

1. Heuristik atau teknik mencari, yaitu mengumpulkan data atau sumber

(dokumen)23. Dalam hal ini, penulis mengumpulkan data-data sebagai bahan

penulisan dan melakukan kepustakaan (Library Research) dengan merujuk

kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan tema dalam skripsi ini.

Penulis mencari sumber-sumber tersebut dari beberapa perpustakaan seperti

21 Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Yogyakarta; Ar Ruzz Media), h.43-44 22 Deddy Mulyana, Nuansa – nuansa Komunikasi: Meneropong Politik dan Budaya Komunikasi Masyarakat Kontemporer, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h.121 23 Dudung Abdurahman. Metodologi Penelitian Sejarah, h. 64.

18

Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan Utama Universitas Indonesia,

serta Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Selain itu, penulis juga

mengunjungi repository atau situs-situs perpustakaan kampus di Indonesia

seperti lontar.ui.ac.id, tulis.uinjkt.ac.id, lib.uin-suka.ac.id, library.usu.ac.id dan

repository kampus dari luar negeri seperti journals.cambridge.org, ijoc.org,

jis.oxfordjournals.org, dll. Tak lupa pula situs berbayar yang dilanggan UIN

Jakarta seperti Jstor juga penulis kunjungi untuk mendapatkan sumber-sumber

berupa jurnal, e-book, dll. Selain itu, penulis juga mengambil sumber-sumber

melalui situs berita seperti Al-Jazeera.com, guardian.com, bbc.co.uk, serta

cnn.com. Adapun hasil dari proses ini penulis telah mengumpulkan sumber

sebanyak 28 buku, 36 artikel dari situs internet, dan 25 sumber yang terdiri dari

skripsi, thesis, koran, dan jurnal.

2. Tahap selanjutnya penulis melakukan kritik dan uji (verifikasi) terhadap

sumber-sumber yang telah terkumpul, baik dengan kritik internal maupun

eksternal dengan maksud untuk mengidentifikasi keabsahan sumber yang

dipakai.

3. Tahap interpretasi, yaitu pada tahap ini penulis mengkritik dan menganalisis

berbagai sumber yang telah didapat. Adapun berbagai sumber tersebut

biasanya masih memiliki perbedaan dalam hal isi, untuk itu dalam tahap

interpretasi ini penulis akan menguraikan sebab akibat peristiwa yang terjadi,

menafsirkan serta menganalisanya.

4. Tahapan terakhir adalah historiografi. Pada tahap ini penulis memaparkan dan

melaporkan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan, yang hasil akhirnya

19

disajikan sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan dari UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta24.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi ke dalam lima bab penulisan. Berikut dituliskan secara singkat bab I sampai bab V beserta sub- babnya masing-masing.

Bab I, Pendahuluan, berisi mengenai latar belakang masalah, permasalahan (identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah), tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, menjelaskan mengenai Al-Jazera, meliputi sejarah munculnya Al-

Jazeera, saluran dan program-program Al-Jazeera, serta pengaruh yang dibawa oleh Al-Jazeera.

Bab III, deskripsi Tunisia sebelum terjadinya Arab Spring (keadaan sosial, ekonomi, serta politik pemerintahan), dalam bab ini mencakup pembahasan mengenai Tunisia berada di bawah pemerintahan Ben Ali.

Bab IV, Al-Jazeera dan Arab Spring di Tunisia, meliputi laporan Al-

Jazeera terhadap peristiwa Arab Spring di Tunisia, peran Al-Jazeera dalam perubahan masyarakat Tunisia, serta pembahasan mengenai revolusi Al-Jazeera.

Bab V, penutup yang berisi kesimpulan, saran serta rekomendasi penulis mengenai penelitian ini.

24 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi (Jakarta: CeQDA, 2013/14)

20

BAB II

JARINGAN MEDIA AL-JAZEERA

Dalam tulisannya yang berjudul The Rise of Al-Jazeera, Nicholas Eliades mengatakan bahwa kemunculan Al-Jazeera merupakan salah satu fenomena media yang paling kontroversial dalam kurun waktu dekade terakhir. Terkait dengan plus minusnya, efek yang dibawanya tidak terelakkan lagi. Al-Jazeera telah melakukan apa yang sebelumnya belum mampu dilakukan oleh media lain, yaitu membawa semua Arab bersatu, di bawah satu payung, bersama-sama mengemukakan pikiran mereka25. Sejarah media di dunia Arab sendiri pada dekade-dekade sebelumnya cukup tertinggal jika dibanding dengan dunia Barat.

Adanya media di Arab cenderung selalu di bawah kontrol negara yang menaunginya, dan harus melewati sensor yang cukup ketat sebelum akhirnya sampai kepada masyarakat Arab. Akibatnya berita-berita yang tersaji tidak jarang kurang akurat karena telah mendapat campur tangan dari pemerintah.

Pembatasan serta sensor juga berlaku terhadap berita yang datang dari media luar Arab. Hal ini tentu mengakibatkan kurang leluasanya masyarakat Arab dalam mengakses dan memperoleh informasi tentang dunia di dalam dan luar

Arab, dan begitu pun sebaliknya. Selain itu ketatnya kontrol pemerintah terhadap media Arab mengakibatkan kurang dihargainya profesi seorang jurnalis oleh masyarakat. Masyarakat menganggap kebanyakan jurnalis hanyalah boneka milik para diktator yang berada dalam skenario politik mereka.

25 Nicolas Eliades, “The Rise of Al- Jazeera”, University for peace: Peace & Conflict Monitor, h.1, tersedia di http://www.monitor.upeace.org/images/Jazeera.pdf, akses 28 Maret 2016, 11:26

21

Kemunculan Al-Jazeera tentunya seperti angin segar yang akhirnya muncul dalam kering dan terbatasnya informasi di dunia Arab. Dengan membawa slogan “Bebas dari belenggu sensor dan kontrol pemerintahan” atau Free from the

Shackles of Cencorship and Government Control26, Al-Jazeera secara independen berusaha untuk keluar dari stereotip media Arab yang sangat tunduk oleh pemerintahan. Al-Jazeera pun menawarkan kepada masyarakat Arab ruang untuk bebas berpikir, berdebat serta tentunya media penyalur informasi yang lebih luas.

Sehingga dengan perspektif baru inilah tentu menjadikan Al-Jazeera berbeda dengan media lainnya.

A. Sekilas tentang Al-Jazeera

Al-Jazeera adalah salah satu stasiun televisi berbahasa Arab dan Inggris yang berbasis di Doha, Qatar. Kata Al-Jazeera sendiri dalam bahasa Arab bermakna Semenanjung (Jazirah) atau pulau. Munculnya Al-Jazeera ini berawal dari gagasan seorang Putra Mahkota Qatar – Syekh Hamad bin Khalifa Al-Thani

(lahir 1 Januari 1952) ketika Ia baru saja menduduki posisi Emir setelah menggantikan ayahnya pada tahun 199527. Dengan modal awal sebesar $137 juta yang sepenuhnya dari Emir Qatar, Al-Jazeera pun memulai siaran pertamanya

26 Kelly Kinner, Al-Jazeera.net and BBC.CO.UK: Media Framing of the Darfur Humanitarian Crisis, (University of Colorado at Boulder, 2005), h.15 27 Setelah menduduki posisi Qatar, Ia langsung berinisiatif untuk mereformasi media Negara dan pemerintahan. Sehingga dengan dimunculkannya media Emirat sebagai sarana publisitas yang baik, diharapkan akan banyak membantu mencapai keinginannya tersebut (Pierre Tristam, “Revolutionizing Middle Eastern Media and Perception – Profile: Al Jazeera” dalam http://middleeast.about.com/od/mediacultureandthearts/a/meme0080313.html, akses 1 Juni 2015, 09:11). Lebih lanjut Keinginan Syekh Hamad tersebut tidak lain dipengaruhi oleh ketertarikannya akan mudahnya memperoleh informasi secara bebas ketika Ia belajar di U.K dan lulus dari Akademi Elit Militer di Sandhurst pada tahun 1971. Syekh Hamad pun lalu mengenalkan serta menerapkan ide demokrasi dan kebebasan informasi saat masa pemerintahannya (Kelly Kinner, Al-Jazeera.net and BBC.CO.UK: Media Framing of the Darfur Humanitarian Crisis, h.15-16)

22

pada akhir 1996. Sebelumnya pada tahun yang sama di bulan April, BBC World28 berbahasa Arab yang juga berbasis di Doha-Qatar harus menutup operasinya karena mengalami masalah dengan Arab Saudi terkait penolakan sensor29.

Akibatnya 250 wartawan ahli BBC menjadi pengangguran. Melihat hal tersebut

Emir Qatar pun merekrut 120 orang wartawan dari mereka untuk bekerja di Al-

Jazeera, dan akhirnya pada tanggal 1 November 1996 Al-Jazeera untuk pertama kalinya resmi mengudara30.

Adapun sumber lain menjelaskan bahwa dengan dana sebesar $150 juta milik Emir, diharapkan setelah 5 tahun Al-Jazeera dapat berdiri sendiri pada tahun

2001. Namun ketika hal tersebut belum bisa tercapai, Emir Qatar tetap melanjutkan subsidinya. Dilihat dari kemampuan Emir Qatar dalam memback-up

Al-Jazeera, dapat dikatakan bahwa Al-Jazeera secara finansial dan politikal dikuasai oleh Emir, atau bisa juga dikatakan milik pemerintah. Namun kenyataannya, Al-Jazeera sama sekali bebas dari kontrol pemerintah. Emir Qatar justru menghapus sensor media dengan cara membubarkan Menteri Informasi,

28 Singkatan dari The British Broadcaster yang pertama kali diluncurkan pada tahun 1931 di Inggris. Konflik antara BBC dengan Arab Saudi saat itu terkait dengan penarikan dukungan financialnya dikarenakan terjadi argumen mengenai penolakan BBC untuk mensensor siaran dokumenter tentang eksekusi di Arab Saudi. 29 Adapun ketatnya kontol atas suatu media oleh pemerintah pada tahun-tahun 1990an tersebut tidak hanya terjadi di Saudi Arabia atau di negara-negara Arab lainnya. Di Indonesia sendiri media juga tak kalah mendapat kontrol yang cukup ketat. Memasuki orde baru di bawah pemerintahan Soeharto, banyak media yang berupa surat kabar atau majalah yang dibredel dan dilarang terbit karena dianggap terlalu ikut campur dengan permasalahan pemerintah. Akibatnya surat kabar dan majalah besar seperti Tempo, Detik, Sinar Harapan terpaksa harus berhenti beredar karena telah dicabut SIUP / Surat Izin Usaha Penerbitannya oleh Kementrian Penerangan yang saat itu dipimpin oleh Harmoko (http://www.kompasiana.com/fachrulkhairuddin/surat-kabar-di- indonesia_550061a2813311a219fa776 dan http://www.tempo.co.id/read/news/2015/06/21/078676972/21-tahun-pembredelan-tempo- pemberangusan-kebebasan-pers, akses 20 Desember 2015, 06:38) 30 “Al-Jazeera Satellite Channel – Company Profile, Information, Business Description, History, Background Information on Al-Jazeera Satellite Channel” dalam http://www.referenceforbusiness.com/history2/15/Aljazeera-Satellite-Channel.html, akses 1 Juni 2015, 09:12

23

sehingga Al-Jazeera menikmati kebebasan dalam hal pengeditan yang belum pernah terjadi sebelumnya31. Hal tersebut juga berbanding terbalik jika dilihat dari

Negara Qatar dan kebanyakan Negara Arab yang bersifat otokrasi, Al-Jazeera dapat menikmati pengalaman media yang bebas dibanding dengan media lainnya di dunia Arab. Keuntungan yang dimiliki Al-Jazeera tersebut tentu menjadi salah satu fakor pendukung tingginya popularitas Al-Jazeera di kalangan pemirsa Arab.

Setelah berhasil mengudara, secara bebas Al-Jazeera banyak mengkritik pemerintahan resmi di wilayah Arab, termasuk wilayah yang mensponsorinya yaitu Qatar. Tak jarang Al-Jazeera berselisih dengan pemerintahan di suatu wilayah, yang sempat berhasil membuat dunia Arab kebingungan. Sifat Al-

Jazeera yang independen serta bebas dalam mengemukakan pemikirannya ini sedikit banyak dipengaruhi oleh BBC. Adanya perekrutan sebagian besar mantan staff BBC oleh Al-Jazeera secara tidak langsung membuat Al-Jazeera mewarisi sifat BBC, yaitu “Editorial spirit, freedom and style” atau jiwa semangat yang bebas dalam pengeditan. Terlepas dari tekanan-tekanan politik yang didapat, serta penghasilan dari pajak iklan yang juga dirasa kurang mencukupi, Al-Jazeera terus berkembang dan fokus menjalankan tugasnya dalam peliputan berita, dimana kebanyakan sumber berita menggunakan sumber-sumber lokal32.

Dalam perkembangannya Al-Jazeera mulai mendirikan markas-markas di beberapa kota di Arab, termasuk juga di Israel. Hal tersebut sangat membantu Al-

Jazeera dalam memperoleh berita-berita eklusif secara langsung, dimana hal

31 Joseph Oliver Boyd-Barret and Shuang Xie, “Al-Jazeera, Phoenix Satellite Television and the Return of the State: Case studies in market liberalization, public sphre and media imperialism”, International Journal of Communication, (2008), h. 211. Tersedia di http://ijoc.org/index.php/ijoc/article/viewFile/200/134, akses 28 Maret 2015, 11:33 32 Philip Fiske de Gouveia, An African Al-Jazeera? Mass Media and the African Renaissance, (UK: The Foreign Policy Centre, 2005), h.12

24

tersebut merupakan kelebihan tersendiri dibanding dengan media lain seperti

CNN (Cable News Network). Al-Jazeera akhirnya dapat mengakses berita-berita panas terkait apa yang terjadi di Irak saat itu, tentang usaha Saddam Husein dalam melawan raja-raja Arab, atau tentang Taliban yang berhasil menghancurkan patung-patung Budha di Bamiyan, Afghanistan. Al-Jazeera bahkan berhasil meliput berita tentang pemilihan yang terjadi di Israel serta wawancaranya dengan penguasa setempat33.

Hal tersebut tentu memberikan informasi baru tentang Israel terlepas dari fokus masyarakat terhadap konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina. Pada tahun 2000, Al-Jazeera berhasil meliput Intifada yang terjadi di Palestina. Liputan tersebut banyak menarik perhatian masyarakat karena dalam berita ditampilkan video seorang anak umur 12 tahun yang meninggal dalam pelukan ayahnya dengan diiringi musik Palestina “Jerussalem will return to us”34.

Kejadian tersebut tentu berhasil melambungkan nama Al-Jazeera.

Masyarakat Arab akhirnya merasa mendapatkan berita yang disampaikan melalui sudut pandang Arab, bukan dari sudut pandang Barat melalui medianya. Dari

Arab, oleh Arab. Al-Jazeera menjadi wakil masyarakat Arab dalam membuka wawasan tentang apa yang sebenarnya terjadi di dunia Arab kepada masyarakat luar, khususnya kepada dunia Barat35. Mengingat sebelumnya berita-berita yang

33 Megan E Zingarelli, The CNN Effect and The Al-Jazeera Effect in Global Politics and Society. Thesis. Georgetown University, Washington D.C, 2010. h. 32 34 William Rugh, Arab Mass Media: Newspaper, Radio, and Television in Arab Politics, (Westport, Conn: Praeger, 2004), h. 230 35 Mohamed Zayani, The Al-Jazeera Phenomenon: Critical Perspectives on New Arab Media, (UK: Pluto Press, 2005), 173.

25

dibawa oleh Media Barat selalu disampaikan melalui sudut pandang mereka, dan demi memenuhi kepuasan orang Barat36.

Akibatnya masyarakat merasa jenuh dengan berita-berita tersebut.

Kebanyakan berita yang ada selalu menjelek-jelekkan Arab dan Islam secara khusus. Kesan negatif yang melekat kepada Arab dan Islam tentu tidak terelakkan lagi. Media Barat terus mencekoki masyarakat dengan berita-berita yang tidak jauh dari konflik, terorisme, serta liputan tentang negara Arab yang hanya unggul dalam sumber daya minyaknya yang melimpah, dibanding dengan menyajikan berita tentang sejarah serta kebudayaannya yang khas dan beragam.

Dengan kemunculan Al-Jazeera sebagai representasi media Arab, tentu sangat disambut baik oleh masyarakat. Namun lain halnya dengan para pemimpin

Arab, mereka merasa tidak nyaman dengan gaya Al-Jazeera yang berbicara soal politik secara terang-terangan. Sebagai Negara yang kebanyakan bersifat monarki, sifat Al-Jazeera yang cenderung demokrasi dianggap sebagai ancaman tersediri bagi pemerintahan mereka. Hasilnya beberapa negara Arab akhirnya melarang akses saluran Al-Jazeera dan bahkan menutup markas mereka. Namun hal tersebut tidak banyak mempengaruhi keberadaan Al-Jazeera dan bahkan Al-Jazeera semakin banyak mendapat respon positif dari dunia Barat37.

Nama Al-Jazeera kembali melambung dimata internasional ketika terjadi peristiwa pemboman gedung WTC 11 September 2001 (peristiwa 9/11). Pro kontra kembali muncul ketika Al-Jazeera menyiarkan secara langsung peristiwa konflik yang terjadi di Afghanistan terkait aktivitas kelompok Taliban, yang mana

36 Nicolas Eliades, “The Rise of Al- Jazeera”, h.7 37 Mohamed Zayani, The Al-Jazeera Phenomenon, h. 2-4

26

kelompok tersebut dituduh sebagai dalang dibalik peristiwa 9/1138. Dengan adanya markas di Kabul-Afghanistan, secara otomatis Al-Jazeera dapat meliput peristiwa secara langsung, seperti ketika terjadinya ledakan bom, jatuhnya para korban yang kebanyakan warga sipil, bahkan hasil wawancara dengan pemimpin kelompok Taliban – Osama bin Laden. Hal tersebut tentunya menimbulkan banyak reaksi negatif dimata Barat karena Al-Jazeera dianggap telah bekerja sama dengan kelompok teroris. Ditambah saat itu media Barat seperti BBC dan CNN dan yang lainnya tidak bisa mendapatkan berita seperti Al-Jazeera karena tidak mempunyai akses langsung di wilayah tersebut.

Hal yang sama juga terjadi saat perang Irak-Amerika, dimana Al-Jazeera menampilkan berita secara langsung dari tempat kejadian. Ketika kebanyakan media Barat menyajikan berita yang sudah diedit dan dikemas seperti sebuh presentasi, Al-Jazeera menampilkan apa adanya tanpa ada pengeditan. Ketika liputan berita tersebut sampai di wilayah Barat, baik itu melalui internet atau media lain, kebanyakan dari mereka merasa kaget karena selama ini mereka melihat perang dari satu sudut pandang saja39. Meskipun akhirnya tetap menimbulkan pro kontra, Al-Jazeera tak sedikit telah menarik banyak simpati masyarakat Barat atas usahanya dalam hal peliputan berita yang sangat berbeda dari media lain, khususnya media Barat. Lebih lanjut Pintak menjelaskan perbedaan liputan antara Al-Jazeera dan media barat:

38 Jika sebelumnya Al-Jazeera telah dikenal dan dipuji akan kemampuannya yang berani dalam mengkritik pemerintahan Arab dan mengangkat topik-topik yang dianggap tabu seperti seks, agama dan politik, maka setelah terjadinya peristiwa 9/11 tersebut orang Barat menganggap bahwa Al-Jazeera terlibat dalam aksi terorisme dan mendukung adanya anti-Israel dan anti- Amerika. Lihat: Kai Hafez, The Role of Media in the Arab World‟s Transformation Process, h.330. Tersedia di https://www.uni-erfurt.de/fileadmin/user- docs/philfak/kommunikationswissenschaft/files_publikationen/hafez/inhalt899_bound_hafez.pdf, akses 29 Oktober 2015, 16.45 39 Megan E Zingarelli, The CNN Effect and The Al-Jazeera Effect in Global Politics and Society, h. 35-36

27

“Al-Jazeera specialized in an up-close, in-your-face approach to covering the Muslim world‟s first television wars. Dead babies, wounded children, screaming mothers dominated the channel‟s coverage of Iraq, Afghanistan and Palestine. Almost nothing was too gruesome to show: close-ups of open wounds, limbs torn asunder, people collapsing in agony. But those pictures were largely ignored by the U.S. networks. Where audiences watching Al-Jazeera and the other broadcasters saw bleeding children and destroyed homes, Americans experienced the war as a Hollywood extravaganza on the small screen, billed in advance by the White House as certain to evoke „shock and awe”40

(Al-Jazeera secara khusus melakukan pendekatan langsung di depan muka dalam meliput siaran perang dalam dunia islam untuk pertama kalinya. Bayi-bayi yang meninggal, anak kecil yang terluka, teriakan-terian para ibu mendominasi peliputan saluran tersebut pada perang Irak, Afghanistan dan Palestina. Hampir tidak ada yang tidak mengerikan untuk diperlihatkan: luka dalam jarak dekat, anggota badan yang robek dan terbelah, orang-orang yang tak tergeletak kesakitan. Tetapi gambaran seperti itu kebanyakan diabaikan oleh jaringan Amerika Serikat. Ketika para penonton melihat Al-Jazeera dan saluran lain melihat anak-anak yang berdarah dan rumah-rumah yang hancur, Orang-orang Amerika melihat perang sebagai pertunjukan Holliwod di layar kecil, yang telah dirancang sebelumnya oleh Gedung Putih untuk menimbulkan kekejutan dan kekaguman)

Terlepas dari pemaparan di atas, seiring berkembangnya waktu Al-Jazeera terus berkembang dan semakin maju. Dengan diluncurkannya situs internet berbahasa Arab dan Inggris, serta Al-Jazeera English membuat nama Al-Jazeera semakin diakui sebagai salah satu media terbaik di Timur Tengah bahkan di dunia. Tidak hanya itu, dalam “The Top 40 Arab Brands in 2006” Forbes Arabia juga menetapkan Al-Jazeera sebagai brand nomer satu di Arab41. Adapun beberapa faktor yang menjadikan Al-Jazeera sebagai salah satu merek yang berpengaruh antara lain karena Al-Jazeera dianggap sebagai The Voice of

Voiceless (wakil suara bagi mereka yang tak memiliki hak suara), keterkaitannya

40 Lawrence Pintak, Reflections in a Bloodshot Lens: America, Islam and the War of Ideas,(Ann Arbor: Pluto, 2006), h.208-209 41 Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant Terrible Goes Global, h. 4

28

dengan masalah-masalah tabu, ulasannya tentang Perang di Irak dan Afghanistan, terlepas dari kesan misterius pada merek / brand42

Pada perkembangannya, Al-Jazeera mulai melebarkan jaringannya dengan berbagai inovasinya seperti meluncurkan Al-Jazeera English, meluncurkan situs website Al-Jazeera dalam bahasa Arab dan Inggris, serta saluran dan program- program unggulan lainnya (program-program unggulan tersebut akan dibahas dalam sub bab berikutnya). Saat ini, untuk mengakses berita-berita serta perkembangan terbaru Al-Jazeera dapat dilakukan dengan mudah. Terus meningkatnya kecanggihan di bidang teknologi yang dibarengi dengan berkembangnya sosial media, memudahkan masyarakat untuk terhubung langsung degan Al-Jazeera, antara lain melalui Facebook, Twitter, Youtube, Dailymotion, dan Aplikasi iPhone43. Bahkan pada saluran youtube sendiri, baik itu yang berbahasa Arab dan Inggris telah mempunyai lebih dari 50.000 video dengan lebih dari 700.000 pelanggan44. Hal tersebut tentu membuktikan bahwa minat masyarakat terhadap jaringan media Al-Jazeera sangatlah tinggi.

B. Saluran dan Program Al-Jazeera

Sejak pertama kali diluncurkan tahun 1996 sampai awal tahun 2000-an,

Al-Jazeera merupakan saluran TV yang hanya fokus menyajikan berita Arab dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Setelah itu Al-Jazeera mulai memperluas jaringannya sebagai saluran TV dalam berbagai bahasa di beberapa wilayah di dunia. Pada tahun 2009 Al-Jazeera mulai menawarkan berbagai program seperti

42 Penjelasan lebih lanjut lihat Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant Terrible Goes Global, h. 5-6. 43 Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant Terrible Goes Global, h.16 44 http://www.youtube.com/AlJazeeraEnglish dan http://www.youtube.com/aljazeerachannel, akses 29 Maret 2015, 13 :05

29

bincang-bincang / talk show, analisis berita dan dokumentasi45. Sebagai tambahan dari saluran asli – Al-Jazeera Arabic, jaringan lain juga ditambah seperti saluran

Al-Jazeera Amerika (AJ America), Al-Jazeera Plus (AJ +), Al-Jazeera Arab (AJ

Arabic), Al-Jazeera Balkans (AJ Balkans), Al-Jazeera Turki (AJ Turk), Al-Jazeera

Mubasher46, dan Al-Jazeera Dokumenter (AJ Documentary)47.

1. Al-Jazeera English Television / AJE TV

Al-Jazeera English yang masih saudara dengan Al-Jazeera berbahasa

Arab, adalah saluran berita internasional berbahasa Inggris 24 jam yang

berbasis di Doha - Qatar. Saluran ini tidak hanya bertujuan untuk

mengemukakan suara rakyat di suatu wilayah namun juga perspektif

global kepada pemirsa Internasional yang satu juta lebih dari mereka

berbahasa Inggris. Al-Jazeera English sendiri pertama kali diluncurkan

pada tanggal 15 November 2006 dan mempunyai stasiun pusat di Doha,

London, dan Washington DC. Sejak pertama kali diluncurkan, Al-Jazeera

English terus berkembang dan melampaui target awal dengan mencapai 80

juta pemirsa. Pada tahun 2009 Al-Jazeera English sudah dapat akses di

sebagian besar Eropa, serta dapat dinikmati oleh 130 juta pemirsa di lebih

dari 100 negara48.

Sebagai saluran berita global pertama berbahasa Inggris di dunia yang berbasis di Timur Tengah, fokus konsumennya adalah mereka yang tidak

45 Danielle Geara, Johanne Staugaard Johansen, Al-Jazeera: A Middle Eastern Enfant Terrible Goes Global, h. 2 46 Siaran langsung politik dan minat publik yang disiarkan di waktu yang tepat tanpa editan atau penjelasan. Dengan kata lain, jaringan ini didedikasikan untuk menyiarkan peristiwa- peristiwa yang terjadi tanpa adanya campur tangan bagian pengeditan / editorial interference. Jaringan yang mempunyai tugas unik tersebut pertama kali diluncurkan pada tahun 2005 dan beroperasi selama 24 jam perhari. 47 http://www.aljazeera.com/aboutus/, akses 1 Mei 2015, 20:15 48 http://www.allied-media.com/aljazeera/aljazeera-english.htm, akses 1 Juni 2015, 15:20

30

berbahasa Arab, khususnya kepada mereka yang berbicara bahasa Inggris sebagai bahasa utama mereka, dalam hal ini adalah Barat. Al-Jazeera English ingin menjadi saluran berita berbasis Internasional yang dapat bersaing dengan media- media Barat seperti CNN dan BBC, dan memberikan liputan berita yang berbeda dari perspektif kebanyakan media Barat. Tidak hanya itu, demi mencapai tujuannya dalam meliput perkembangan dunia, yang kebanyakan sering diabaikan oleh saluran global lainnya, Al-Jazeera English menyewa beberapa penyiar berita dan orang-orang yang ahli di bidang media, yang sebelumnya bekerja di saluran besar seperti BBC dan CNN49.

Dengan anggaran dana awal sebesar satu milyar dolar Amerika yang kebanyakan dari Emir Qatar, Al-Jazeera English telah mendirikan markas utamanya di beberapa negara dan membuka 21 cabang stasiun di Afrika, Amerika

Latin dan juga Asia, dimana ketiga wilayah tersebut merupakan daerah yang sering dipinggirkan dan diabaikan oleh kebanyakan media barat. Karena kepopulerannya yang semakin berkembang, Al-Jazeera English yang memiliki keuntungan penghasilan yang cukup besar, menjadikan Al-Jazeera English tidak terkena dampak dari tekanan ekonomi yang mengakibatkan menurunnya kualitas seperti kebanyakan media Barat50.

Sejak pertama kali diluncurkan sampai sekarang, Al-Jazeera English tidak hanya berhasil menarik simpati serta kesan yang baik bagi pemirsanya, namun juga telah membawa kesan tersendiri bagi para pegawai Al-Jazeera English.

49 Muhammad M. Abdul Mageed, dan Susan C. Herring, “Arabic and English News Coverage on Al-Jazeera.net”, Proceedings of Cultural Attitudes Towards Technology and Communication 2008, h.3. Tersedia di http://info.ils.indiana.edu/~herring/catac08.aljazeera.pdf, akses 29 Oktober 2015, 16.40 50 Mohammed el-Nawawy & Shawn Powers, Mediating Conflict: Al-Jazeera English and the Possibility of a Conciliatory Media, (US: Figueroa Press, 2008), h. 33-34

31

Ketika ditanya tentang apa arti Al-Jazeera English bagi mereka, Scott Furgeson – direktur acara Al-Jazeera English (AJE) mengungkapkan bahwa Al-Jazeera

English berarti kebebasan, salah satu pilihan, dan suara bagi mereka yang tak memiliki hak suara / voice of the voiceless. Jika ada seorang jurnalis, penyiar, atau mereka yang tertarik akan suatu persoalan, maka Al-Jazeera English adalah tempat yang tepat51.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Veronica Pedrosa, seorang presenter Al-Jazeera English di Kuala Lumpur yang mengatakan bahwa Al-

Jazeera English adalah saluran yang secara bebas melaporkan suatu berita tanpa peduli siapa yang melihatnya. Al-Jazeera English tidak khawatir dengan rating dan seberapa banyak yang akan melihat beritanya seperti yang dilakukan BBC dan CNN52.

Keunikan lain yang ada pada Al-Jazeera English adalah banyaknya pegawai yang berasal dari berbagai etnik dan negara. Al-Jazeera English melantik beberapa orang dan membawa lebih dari 40 etnik dengan latar belakang dan kebangsaan yang berbeda sebagai wakil. Dengan mengusung slogan voice of the voiceless sebagai konsep yang berbeda dan asing dimata banyak media Barat, Al-

Jazeera English mencoba untuk mengungkapkan suatu peristiwa yang terjadi dengan lebih dalam agar dapat dipahami. Dibanding hanya sekedar menyajikan suatu berita kepada pemirsanya, Al-Jazeera English mencoba untuk lebih

51 Mohammed el-Nawawy & Shawn Powers, Mediating Conflict: Al-Jazeera English and the Possibility of a Conciliatory Media h. 31 52 Lebih lanjut ia menceritakan pengalaman wawancaranya ketika bertanya kepada pimpinannya, “jika anda tidak khawatir dengan penonton dan uang, maka apa yang menjadi ukuran kesuksesan anda?” maka pemimpinannya menjawab, “jurnalistik dengan kualitas yang tinggi”. Lihat: Shawn Powers, Mohammed el-Nawawy, “Al-Jazeera English and Global News Network: clash of civilizations or cross-cultural dialogue?”, Media, War and Conflict Journal, 2009, h. 270-271. Tersedia di https://www.academia.edu/556089/Al- Jazeera_English_and_global_news_networks_clash_of_civilizations_or_cross-cultural_dialogue, akses 29 Oktober 2015, 19:05

32

meganalisa dan terjun langsung terhadap peristiwa-peristiwa yang sebelumnya belum diungkap atau belum pernah terpikirkan. Dengan adanya berbagai macam orang dari etnik dan nasionalitas yang berbeda sebagai pegawai, maka tugas yang diemban AlJazeera English tersebut semakin mudah53.

Hal-hal seperti itu tentu tidak hanya sebagai sesuatu yang unik yang hanya ada pada Al-Jazeera English, namun juga sesuatu yang membedakannya dari media lainnya khususnya media Barat. Tingginya dedikasi Al-Jazeera English dalam menjalankan tugasnya sebagai media yang menjunjung tinggi kualitas berita yang disajikannya tersebut, tentu telah mengantarkannya sebagai salah satu media global papan atas yang mampu disandingkan dengan media-media Barat.

Dalam persaingannya dengan media global lainnya, tak jarang Al-Jazeera

English selangkah lebih maju dibanding media lain. Dalam peliputan berita sendiri Al-Jazeera selalu berusaha terjun langsung demi mendapat sumber yang diinginkan, berbeda dengan kebanyakan media yang meliput dari jauh sehingga kurang mendapatkan berita yang memuaskan. Hal ini membuat Al-Jazeera

English dapat memberikan berita kepada para pemirsanya di pasar Barat secara langsung54.

Lebih lanjut, beberapa hal yang membedakan Al-Jazeera English dengan media Barat lainnya seperti BBC atau CNN antara lain adalah dalam cakupan wilayah peliputannya. Sebagian besar wilayah peliputan yang dilakukan media- media tersebut hanya terpusat dalam jangkauan dimana markas utama mereka berada. Seperti BBC yang markas utamanya berada di London maka cakupan

53 Shawn Powers, Mohammed el-Nawawy, “Al-Jazeera English and Global News Network: clash of civilizations or cross-cultural dialogue?”, h. 271-272 54 Shawn Powers, The Origins of , h.7. Tersedia di https://www.academia.edu/5781863/The_Origins_of_Al_Jazeera_English, akses 29 Oktober 2015, 18:10

33

wilayah peliputannya sebagian besar meliputi Eropa Barat (54%), dan CNN yang markas utamanya berada di Atlanta maka cakupan wilayah peliputannya sebagian besar meliputi Amerika Utara (34,8%). Lain halnya dengan Al-Jazeera English, meskipun markas utamanya berada di Doha, cakupan wilayah peliputannya cukup merata yaitu di Amerika Utara (24,1%), Eropa Barat (20,7%), Timur Tengah

(20,7%), dan tak luput wilayah Afrika dan juga Asia55.

Adapun beberapa fakta yang membuktikan dedikasi Al-Jazeera English antara lain pada tahun 2011, The New York Times memuji Al-Jazeera English yang meliput kerusuhan mahasiswa di Tunisia jauh sebelum media Barat memberi perhatian yang serius. Pada tahun 2006 Al-Jazeera English adalah satu-satunya saluran berita Internasional pertama yang mendirikan markas tetap di Zimbabwe.

Al-Jazeera English juga adalah satu-satunya saluran berita Internasional yang membuka markas di Port-au-Prince, Haiti, untuk mendokumentasikan kejadian gempa bumi yang sedang terjadi saat itu. Selain itu Al-Jazeera English memiliki lebih banyak markas di belahan bumi bagian selatan dibanding dengan saluran berita internasional lainnya56.

Dengan segudang prestasinya tersebut tak heran jika Al-Jazeera English menerima banyak penghargaan bergengsi dari berbagai organisasi di seluruh dunia sejak tahun pertama diluncurkan. Al-Jazeera English telah diberi kehormatan atas etos kerjanya yang cemerlang dalam mewujudkan misinya.

Selain itu tiap-tiap reporter Al-Jazeera juga tak luput mendapat pujian atas kerja

55 Michelle Henery, Why Do We See What We See? Comparison of CNN International, BBC World News and Al-Jazeera English analyzing the respective drivers influencing editorial content, (Reuters Institute Fellowship Paper, University of OXFORD, 2010), h. 23-24 56 Al-Jazeera English : Connecting the World, tersedia di http://www.aljazeera.com/mritems/Documents/2012/4/23/2012423115058508734MediaBrochure_ 2012_007.pdf, akses 1 Juni 2015, 15:40

34

keras mereka. Beberapa penghargaan terbaru tahun 2015 yang didapatkan Al-

Jazeera English antara lain penghargaan emas untuk Steve Cho sebagai reporter tebaik pada Festival New York 2015, Program investigasi-dokumentasi Afrika

(Liberia) terbaik pada penghargaan Mo Amin, penggunaan fotografi terbaik dan inovasi teknik terbaik pada penghargaan Media Online (Online Media Award), dll57.

Beralih pada acara dan program Al-Jazeera English, tidak hanya fokus pada berita terbaru dan analisa, Al-Jazeera English juga menyediakan program seperti film dokumenter, debat langsung, peristiwa-peristiwa terkini, bisnis, teknologi, dan bahkan olahraga. Berikut adalah beberapa program popular Al-

Jazeera English58: a. Program Dokumenter

1) People & Power, program dokumenter investigatif mingguan Al-Jazeera

yang fokus pada penggunaan serta penyalahgunaan sebuah kekuasaan.

2) Witness, sebuah seri dokumenter inspiratif yang mengangkat isu-isu dunia

sebagai fokus melalui cerita manusia yang menarik.

3) Fault lines, program mingguan yang menguji Amerika Serikat dan

perannya di dunia dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit yang

berpegang pada laporan yang kuat.

4) , sebuah program dokumenter tentang peristiwa terbaru yang

fokus pada keberagaman budaya di Asia dan politiknya yang bertentangan.

5) Al-Jazeera Correspondent, sebuah program dimana mulai dari kecanduan

akan perangkat digital sampai ke pencarian tentang asal-usul yoga, Al-

57 www.aljazeera.com/pressoffice/2012/2012416161854868952.htm, akses 1 Mei 2015, 20:20 58 www.aljazeera.com/programmes/, akses 1 Mei 2015, 20:17

35

Jazeera korespondensi mengajak audiensinya dalam sebuah perjalanan

penemuan hal-hal baru.

6) Viewfinder, program dimana pembuat film independen memanfaatkan

kekuatan mendongeng untuk mengungkapkan dampak peristiwa-peristiwa

global pada masyarakat lokal.

7) Africa investigates, program dimana wartawan Afrika mempertaruhkan

nyawa mereka demi mengungkapkan kebenaran tentang korupsi dan

penyalahgunaan kekuasaan di seluruh benua.

8) Al-Jazeera world, sebuah showcase mingguan yang dikemas dalam film

dokumenter berdurasi satu jam dari seluruh jaringan Al-Jazeera. b. Program Diskusi

9) Empire, kajian pemikiran politik papan atas dari seluruh dunia yang

menganalisa kekuatan global dan agenda mereka.

10) Head to head, program wawancana dengan menangkap isu-isu besar

terkini dengan Mehdi Hasan.

11) The Stream, program ini tentang mengumpulkan konten dari web atau

aplikasi lain dari sumber-sumber online atau diskusi, dan mencari cerita-

cerita yang tak pernah didengar dengan perspektif baru dan dari sudut

yang tak terhitung.

12) Inside Story, program dimana wartawan Al-Jazeera dan tamu membedah

serta mendiskusikan cerita popular harian.

13) Talk to Al-Jazeera, program dimana wartawan Al-Jazeera duduk

berkumpul dengan pembuat berita terkenal dari seluruh dunia.

36

14) The Café59, program bincang-bincang yang bertempat di kafe-kafe seluruh

dunia, dimana pemirsa diajak mendengar percakapan dari para pemimpin

lokal atau para ahli tentang suatu topik. c. Program Newsmagazine Shows

15) Upfront, program dimana dengan tarik ulur perdebatan yang sengit, Mehdi

Hasan menyinggung berita utama untuk menantang kontradiksi

kebijaksanaan yang konvensional.

16) Counting the cost, program mingguan yang memantau bisnis utama dunia

dan cerita-cerita ekonomi.

17) The Cure, program dalam bidang kesehatan yang membahas kesehatan

global tentang terobosan mutakhir dalam penemuan-penemuan yang

bermanfaat bagi kemajuan serta perawatan yang lebih efisien.

18) Innovate Africa, serial tentang bagaimana kehidupan mulai berubah di

seluruh benua dengan tumbuhnya inovasi dibidang ilmu dan pengetahuan.

19) , program mingguan yang meneliti dan membedah media

di dunia tentang bagaimana mereka beroprasi dan cerita-cerita yang

mereka tutupi.

20) Earthrise, pemenang program serial Al-Jazeera yang mengeksplorasi

solusi terhadap tantangan lingkungan saat ini.

21) Techknow, serangkaian program yang mengekplorasi bagaimana

penemuan ilmiah dan teknologi terbaru yang mengubah hidup kita.

Adapun diantara program-program populer tersebut, program-program dokumenter dan diskusi lebih banyak ditonton oleh para pemirsa Al-Jazeera, dan

59 https://www.youtube.com/show/thecafe/about, akses tanggal 24 Oktober 2015, 10:15

37

pada prakteknya banyak mempengaruhi pola pikir serta sikap masyarakat Arab, dan masyarakat global secara umum.

Saat ini Al-Jazeera English telah mencapai lebih dari 270 juta rumah tangga di lebih dari 140 negara di seluruh dunia. Dengan slogan baru “Trusted,

Respected, Valued” (Terpercaya, Dihormati, Dihargai), Al-Jazeera English fokus pada orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Al-Jazeera English membawa topik-topik yang belum dilaporkan kepada dunia, mendengarkan semua sisi cerita dan memberikan suara bagi mereka yang tidak memiliki hak suara. Liputan beritanya yang bersandarkan pada fakta-fakta yang ada telah membawa banyak pujian dan simpati dunia untuk Al-Jazeera English.

Mereka membentuk kembali media global dengan terus-menerus bekerja untuk memperkuat reputasinya sebagai salah satu saluran berita dan peristiwa terhangat yang paling dihormati di dunia60.

2. Situs Al-Jazeera Berbahasa Arab dan Inggris

Situs website Al-Jazeera berbahasa Arab Aljazeera.net pertama kali diluncurkan pada bulan Januari tahun 2001. Tidak perlu waktu lama bagi

Aljazeera.net untuk menjadi popular di kalangan pemirsa Arab yang seiring dengan berjalannya waktu, pengetahuan mereka akan informasi teknologi juga semakin meningkat. Tersedianya berbagai konten dan layanan pada situs website juga telah menarik jutaan pengunjung di seluruh dunia yang mewakili pemirsa dari berbagai kalangan umur, latar belakang, dan juga pekerjaan. Adanya topik- topik yang jarang diangkat, debat panas, serta dengan disajikannya laporan berita yang objektif dan adanya interaksi timbal balik, terlah berhasil membawa

60 www.aljazeera.com/programmes/, akses 1 Mei 2015, 20:15

38

AlJazeera.net memenangkan berbagai penghargaan, dan telah diakui sejajar dengan media berita besar lainnya seperti CNN, BBC, dan MSNBC61.

Menyusul situs website berbahasa Arab, Al-Jazeera meluncurkan situs website berbahasa Inggris pada tahun 2003. Hal tersebut sebagai respon semakin meningkatnya minat para audiens yang tidak berbahasa Arab di seluruh dunia dalam hasil liputan yang profesional oleh Al-Jazeera. Situs Aljazeera.net berbahasa Inggris memberikan pilihan rujukan baru akan berita dan informasi terhadap audiens yang tidak menggunakan bahasa Arab tersebut.

a. Aljazeera.net berbahasa Arab

Pada awal diluncurkannya situs website Aljazeera.net berbahasa Arab

pada tahun 2001, lebih dari 25 orang dari berbagai institusi media lokal

yang mempunyai reputasi baik disewa untuk menjadi pegawai, yang

kemudian terus bertambah sampai saat ini. Aljazeera.net sendiri bekerja

sama dengan iHorizons (www.ihorizons.com), sebuah internet dan

pengelola perusahaan elektronik (e-business) yang didirikan di Qatar tahun

1994 untuk membangun website berita di wilayah Arab62.

Dari awal kemunculannya Aljazeera.net telah mendapatkan sambutan

yang baik dari masyarakat luas63. Adapun salah satu layanan popular yang

61 www.allied-media.com/aljazeera/ALJAZEERA-NET-GENERAL-INFO.htm, akses 1 Juni 2015, 15:35 62 Philip J. Auter, Meeting the Needs of Multiple Audience: An Examination of the Aljazeera and English Aljazeera Websites from the Public Relations Perspective, 2004, h. 10-11. Tersedia di http://www.globalmediajournal.com/open-access/meeting-the-needs-of-multiple- audiences-an-examination-of-the-aljazeera-and-english-aljazeera-websites-from-the-public- relations-perspective.pdf, akses 1 Mei 2015, 20:20 63 Meskipun dari awal Aljazeera.net telah popular di kalangan pembacanya, setelah tanggal 11 September 2001 kepopuleran situs tersebut semakin bertambah. Dari yang awalnya 700 ribu kali dilihat menjadi 1,2 juta kali dilihat dalam sehari dengan lebih dari 40% merupakan pembaca dari Amerika Serikat. Pertambahan tersebut terus terjadi menjadi 3 juta kali dilihat perhari pada awal munculnya perang Afghanistan dan terus bertambah dengan lebih dari 10 juta kali dilihat perharinya pada akhir tahun 2002. Tak hanya berhenti sampai disitu, Aljazeera.net

39

ada pada Aljazeera.net sendiri adalah dapat aksesnya siarang langsung /

live streaming video dari program yang tayang di saluran tv Al-Jazeera.

Layanan tersebut awalnya gratis, namun masih terbatas untuk beberapa

penonton. Karena semakin besarnya minat penonton, layanan tersebut

akhirnya tidak dapat akses. Untuk mengatasi serta meningkatkan kualitas

layanan tersebut, Aljazeera.net akhirnya menunjuk perusahaan luar

(www.jumptv.com) untuk mengembangkan layanan tersebut kepada para

pemirsa online dalam bentuk berlangganan. Sebagai tambahan,

Aljazeera.net juga menawarkan banyak siaran langsung lainnya yang

gratis berupa audio dan beberapa cuplikan video yang telah tayang di

saluran tv Al-Jazeera64.

Dalam situs Aljazeera.net berbahasa Arab sendiri disajikan berbagai

liputan yang membahas tentang berita, olahraga, hiburan, teknologi,

kesehatan, seni dan juga kebudayaan yang ada di Timur Tengah dan

seluruh dunia. Sebagian besar program yang ada di Aljazeera.net

berbahasa Arab sama dengan program yang ada di Al-Jazeera TV.

b. AlJazeera.net berbahasa Inggris

Melihat kesuksesan dari situs Aljazeera.net berbahasa Arab khususnya

setelah liputannya pada perang Afghanistan, pihak direksi memutuskan

untuk meluncurkan website berbahasa Inggris. Tidak seperti website versi

bahasa Arab, peluncuran Aljazeera.net berbahasa Inggris mengalami

banyak halangan. Dijadwalkan pada akhir Maret tahun 2003 Aljazeera.net

menjadi website yang berada di peringkat atas di wilayah Arab, dan kepopulerannya terus meroket dengan lebih dari 811 juta kali dilihat dan 161 juta pengunjung hanya di tahun 2002 itu sendiri. 64 Philip J. Auter, Meeting the Needs of Multiple Audience: An Examination of the Aljazeera and English Aljazeera Websites from the Public Relations Perspective, 2004, h. 11-12

40

bahasa Inggris sudah bisa diluncurkan. Namun situs website yang

awalnya berjalan sangat lancar tiba-tiba mati karena serangan hacker yang

hebat. Akibatnya setiap pengguna yang ingin mengakses situs seringkali

gagal. Kasus pembajakan oleh hacker tersebut juga terjadi pada situs

Aljazeera.net berbahasa Arab. Setiap kali pengguna mengakses situs

tersebut akan langsung dialihkan ke halaman yang memuat slogan

patriotik Amerika Serikat atau parahnya akan dialihkan ke situs porno65.

Situs Al-Jazeera English pun kemudian berhasil diluncurkan bersamaan

dengan diluncurkannya saluran tv Al-Jazeera English pada tahun 2006.

Pada awal diluncurkannya, konten dari situs tersebut masih belum

sempurna. Tingkat dari liputan beritanya juga tidak sebagus situs versi

Arab karena masih belum stabil. Namun setelah masalah hacker dan

lainnya telah berhasil diselesaikan, perlahan Aljazeera.net berbahasa

Inggris mulai berkembang66.

Sama seperti Al-Jazeera TV, Aljazeera.net berbahasa Inggris kebanyakan

menampilkan berita yang tidak ditayangkan oleh Barat. Dan saat ini lebih

dari 20 juta pengunjung setiap bulannya mengakses situs tersebut, dimana

lebih dari 50% berasal dari Amerika Utara.

Pada perjalanannya, mengikuti jejak kesuksesan saluran TV Al-Jazeera dan Al-Jazeera English, Aljazeera.net juga menuai kesuksesan. Berbagai penghargaan mulai diraih oleh Aljazeera.net. Adapun berikut adalah beberapa fakta menarik tentang kesuksesan Aljazeera.net, antara lain: Aljazeera.net adalah

65 Philip J. Auter, Meeting the Needs of Multiple Audience: An Examination of the Aljazeera and English Aljazeera Websites from the Public Relations Perspective, 2004, h. 12-13 66 Philip J. Auter, Meeting the Needs of Multiple Audience: An Examination of the Aljazeera and English Aljazeera Websites from the Public Relations Perspective, 2004, h. 15

41

situs website yang paling banyak dikunjungi di wilayah Arab dan menjadi salah satu yang di atas diantara 200 website yang paling banyak dikunjungi di dunia menurut Alexa.com67. Aljazeera.net adalah website milik saluran yang namanya disebut dan dimasukkan ke dalam 100 orang yang paling berpengaruh di dunia oleh majalah Time. Selain itu, Aljazeera.net juga dinominasikan dalam The

Webby Award68 sebagai website berita terbaik di dunia, serta pemegang penghargaan Pan Arab sebagai website berita terbaik69.

Di balik kisah kesuksesan Aljazeera.net tersebut, sama halnya dengan stasiun TV Al-Jazeera, Aljazeera.net juga tak jarang mengalami tekanan dari para pemimpin Arab dan dimusuhi oleh pihak Barat khususnya petinggi Amerika

Serikat. Namun dibalik semua itu, simpati dan respon positif juga diberikan oleh para banyak masyarakat global yang haus akan berita-berita berkualitas tinggi.

Seiring dengan berkembangnya waktu, situs berbahasa Inggris yang sebelumnya

Aljazeera.net berubah menjadi Aljazeera.com (www.aljazeera.com). Sedangkan situs berbahasa Arab masih sama dengan alamatnya Aljazeera.net

(www.aljazeera.net/portal).

C. Pengaruh Media Al-Jazeera

Tumbuh dan berkembangnya Al-Jazeera baik versi Arab maupun Inggris telah membawa dampak besar dalam perpolitikan dunia Arab bahkan

67 Pertama kali didirikan tahun 1996, Alexa.com memiliki sejarah yang kaya dalam memberikan wawasan analitis yang mendalam untuk mematok, membandingkan, dan mengoptimalkan suatu bisnis di web. Lebih lanjut lihat: http://www.alexa.com/siteinfo/aljazeera.net, dan http://www.alexa.com/about 68 The Webby Award adalah ajang penghargaan internasional yang mengapresiasi keunggulan dalam internet yang meliputi situs website, video dan film online, media dan iklan, serta situs dan aplikasi HP. Pertama kali dibentuk pada tahun 1996 oleh International Academy of Digital Arts and Sciences (IADAS). Lihat: http://webbyawards.com/about/ 69 www.allied-media.com/aljazeera/ALJAZEERA-NET-GENERAL-INFO.htm, akses 1 Juni 2015, 15:35

42

internasional. Adalah the Al-Jazeera Effect, yang merupakan istilah yang dipakai dalam menggambarkan dampak dari munculnya media baru dalam sebuah masyarakat global, khususnya di bidang politik dan sosial. Istilah the Al-Jazeera

Effect sendiri mulai dikenal secara luas sejak 11 September 2001. The Al-Jazeera

Effect merujuk kepada kemampuan media tersebut dalam membentuk opini publik dan politik asing/luar negeri melalui penggambaran dan peliputannya yang kuat70.

Menurut El-Nawawy sendiri dalam bukunya yang berjudul “The Al-

Jazeera Effect”, istilah tersebut terkait dengan usaha Al-Jazeera dalam memperoleh penonton melalui internet yang bertujuan untuk menciptakan ruang debat melalui dunia Arab dan mengkritik pemerintahan baik di dunia Arab dan dunia Barat. Usaha serta konsekuensi yang diambil Al-Jazeera tersebutlah yang kemudian disebut dengan the Al-Jazeera Effect71. Lebih lanjut, istilah tersebut telah dipakai dalam ilmu politik atau dalam studi tentang media massa untuk mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan oleh sebuh media baru – dalam hal ini adalah Al-Jazeera – terhadap politik global, seperti mengurangi monopoli media oleh pemerintah dalam hal informasi, dan memberdayakan kelompok-kelompok yang sebelumnya memiliki keterbatasan untuk bersuara.

Dalam kasus Al-Jazeera, pengaruh yang ditimbulkannya telah memberikan sudut pandang baru, memecah belenggu sensor dan propaganda, serta telah mengirim informasi dari dunia Timur dan Selatan ke dunia Barat. Dengan kata lain, Al-Jazeera telah memainkan peran utamanya dalam me-liberalisasi media

70 Megan E Zingarelli, The CNN Effect and The Al-Jazeera Effect in Global Politics and Society,h.3 71 Jakobsen, Mette-Stine Folkmar, dll, Al Jazeera English, BBC, and CNN: Can Al Jazeera English preserve its identity when competing in a global news market?, Communication studies Spring 2013, h.6

43

Arab72. The Al-Jazeera Effect melambangkan sebuah perubahan bukan hanya bagi jaringan media itu sendiri, namun juga dalam arus informasi di Arab dan seluruh dunia. Dalam hal ini media memainkan peran terbesar dalam mewujudkan hal tersebut. Melalui berita masyarakat dapat belajar dan mengetahui tentang mana lawan dan mana kawan, tentang rasa nasionalisme dan pemberontakan, atau bahkan keduanya. Itulah sebabnya banyak dari pemerintahan yang mencoba menguasai sebuah media, karena jika media telah berada di tangannya maka negara akan dengan mudah dikontrol dan berada di bawah kekuasaannya.

Sebelum munculnya Al-Jazeera, banyak media yang berkiblat pada media

Barat seperti CNN dengan sudut pandangnya yang tentu lebih condong ke Barat.

Namun setelah kemunculannya, Al-Jazeera telah menjadi simbol tersendiri dalam dunia media massa global. Al-Jazeera mulai memberi perspektif baru terkait dunia

Arab dalam setiap beritanya. Di satu sisi hal tersebut merupakan hal yang positif, namun disisi lain Al-Jazeera dianggap sebagai tantangan tersendiri bagi pemerintahan di wilayah Timur Tengah. Tak cukup sampai disitu, setelah meletusnya perang di Irak dan Afghanistan, Al-Jazeera mulai mengembangkan pengaruhnya di tingkat Internasional. Namun resiko lain harus dihadapi ketika Al-

Jazeera harus berhadapan dengan kekuatan Amerika yang merasa Al-Jazeera hanya akan membawa citra buruk. Meskipun begitu secara keseluruhan The Al-

Jazeera Effect telah melambangkan pengaruh kebebasan media baru terhadap masyarakat global73.

Besarnya pengaruh yang dibawa oleh Al-Jazeera kepada masyarakat global tersebut tidak terlepas dari tingkat popularitasnya yang tinggi. Seperti yang

72 Mohamed Zayani, The Al-Jazeera Phenomenon, h. 66 73 Megan E Zingarelli, The CNN Effect and The Al-Jazeera Effect in Global Politics and Society, h. 47-48

44

telah dijelaskan sebelumnya, dengan mengusung visi misi dan sudut pandang yang baru, Al-Jazeera membuktikan kepada pemirsanya sebagai media yang berkualitas dan dapat dipercaya. Hal tersebut sesui dengan apa yang dikatakan oleh Faisal Qasim – mantan pegawai BBC yang kemudian menjadi pegawai Al-

Jazeera, mengatakan bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat yang ada di

Al-Jazeera, yang tidak dimiliki oleh media lain telah menjadi faktor penting kesuksesan Al-Jazeera.

"Not twenty percent of the freedom of expression available to me on the Jazeera channel was available to me on the BBC. Room for freedom on the Jazeera channel is immense, and it is one of the reasons for the success of the channel74"

(Tidak ada 20% dari kebebasan berekpresi yang tersedia untuk saya di saluran Al-Jazeera, tersedia untuk saya di BBC. Ruang kebebasan pada saluran Al-Jazeera sangatlah besar, dan itu adalah salah satu alasan bagi keberhasilan saluran tersebut)

Suksesnya Al-Jazeera juga tak lepas dari inovasi-inovasi yang diambilnya dalam menghasilkan sesuatu yang baru di dunia Arab. Dengan kondisi wilayah

Arab yang terbilang kacau karena seringnya terjadi konflik dan peperangan, banyak permasalahan mulai muncul – baik itu di bidang politik, ekonomi, ataupun hubungannya dengan negara lain – yang perlu dikaji dan dibahas bersama. Al-

Jazeera pun membuka ruang debat di kalangan masyarakat dengan mengkaji dan membahas hal-hal yang berhubungan dengan masalah seputar wilayah Arab tersebut. Dengan kuatnya kontrol pemerintah terhadap media, masyarakat yang selama ini mempunyai keterbatasan informasi akan apa yang sebenarnya terjadi, akhirnya banyak mendapatkan pencerahan serta wawasan baru. Usaha Al-Jazeera yang mendorong adanya keterbukaan serta ruang debat telah memberikan

74 Jon B. Alterman, New Media New Politics? From Satellite Television to the Internet in the Arab Wolrld, (US: Washington Institute for Near East Policy, 1998), h. 23

45

pengaruhnya yang kuat kepada masyarakat Arab. Kemudian seiring perkembangangan waktu pengaruh tersebut juga dirasakan oleh masyarakat global yang sebelumnya tertutup dengan apa yang terjadi di dunia arab.

Untuk berbagai tingkat di seluruh dunia, konektivitas media telah membawa identitas dan struktur politik global yang terus meluas. Hal tersebut mengubah cara Negara dan masyarakatnya berinteraksi satu sama lain dan memberikan individu kesempatan untuk meningkatkan tingkat intelektualnya karena ketersediaan informasi yang melimpah. Ahli Timur Tengah sendiri banyak yang mengatakan bahwa Al-Jazeera telah menaikkan tingkat perdebatan dan membuka pintu untuk berita yang lebih luas dan lebih akurat di dunia Arab75.

Dengan pengaruhnya yang besar tersebut, Al-Jazeera dianggap sebagai sebuah „hadiah‟ bagi pemirsa Arab, yang telah berjasa menyediakan jalan masuk menuju saluran berita bebas sensor di Arab, oleh Arab, dan untuk Arab, yang selama bertahun-tahun telah berada dalam dominasi saluran media asing seperti

BBC dan CNN76. Itulah mengapa seperti yang sebelumnya telah disebutkan bahwa Al-Jazeera telah menjadi simbol dalam fenomena itu sendiri. Terlepas dari pro kontranya, entah itu dianggap sebagai tuntutan yang tak beralasan atau tidak,

Al-Jazeera secara pasti telah mempengaruhi pengaruh yang kuat di tiap-tiap wilayah dunia, baik itu di bidang politik maupun sosial – masyarakat.

75 Nicolas Eliades, The Rise of Al- Jazeera, h. 13 76 Mohamed Zayani, The Al-Jazeera Phenomenon: Critical Perspectives on New Arab Media, H.68

46

BAB III

ZINE EL ABIDINE BEN ALI DAN TUNISIA DI BAWAH

PEMERINTAHANNYA (1957-2011)

A. Sejarah Tunisia

Tunisia yang dulunya merupakan rumah dari kota kuno Kartago77, pernah menjadi „pemain‟ utama di kawasan Mediterania. Berada di tengah Afrika Utara dan dekat dengan jalur utama perdagangan menjadikan Tunisia sering menjadi incaran kekuasaan-kekuasaan besar. Dominasi kekuasaan asing tersebut terus menjadikan Tunisia selalu berpindah-pindah „tangan‟ sebelum akhirnya berhasil memperoleh kemerdekaannya pada tahun 195678. Tunisia – atau yang saat ini biasa disebut dengan Republik Tunisia, adalah Negara kecil yang berada di

Afrika, tepatnya di Afrika Utara.

Bersama dengan Algeria di bagian barat dan Libya di bagian selatannya, serta dengan dua Negara lainnya yaitu Maroko dan Mauritania, lima negara tersebut kemudian terkenal dengan julukan “island of the west”/jazirat al maghrib, yaitu wilayah Maghrib (bahasa Arab dari Barat), yang mempunyai makna lain “sea of sand”, atau wilayah yang terletak antara laut dan gurun79.

Sepanjang sejarah Tunisia dikenal sebagai jembatan antara wilayah Arab barat /

77 Salah satu kota terkenal yang pernah dibangun oleh bangsa Funisia adalah Kartago. Kota ini didirikan oleh Ratu Elissa Dido dari Tyre, Libanon, yang merupakan tempat asal dari orang – orang Funisia (yang dikenal juga sebagai Kartaginia / Chartaginian). Kartago kemudian menjadi pusat Kekuasaan Funisia di Tunisia dan menjadi kota penting pada masanya yang berkuasa selama 500 tahun. Tak elak kota ini menjadi incaran kekuasaan asing seperti Kekaisaran Roma. Perang perebutan kekuasaan antara Kartaginia dan Roma, yang dinamakan Perang Punic (Punic adalah bahasa Latin dari Phoenician) sering kali terjadi, sampai akhirnya kota berhasil direbut dan dihancurkan oleh Orang Roma pada Perang Punic ke-3 pada tahun 149-146 SM. Lihat: Tunisia in Perepective, (Defense Language Institute Foreign Language Center, Oktober 2012), h.13-14 78 “Tunisia country profile – Overview”, (30 Juni 2015), dalam http://www.bbc.com/news/world-africa-14107241, akses 22 Oktober 2015, 13:25 79 Harold D. Nelson, Tunisia: a Country Study, (US: Foreign Area Studies, 1986), h. xix

47

the Maghrib dan Arab timur / the Masyriq. Letaknya yang strategis dan menonjol di kawasan Mediterania Selatan juga dianggap sebagai penghubung antara Timur dan Barat. Maka dari itu Tunisia merupakan wilayah yang berada di persimpangan penting antara Afrika, Timur Tengah dan Eropa/Barat.

Termasuk dalam negara kecil di wilayah Maghrib, Tunisia mempunyai bahasa, agama, kebudayaan, bahkan sejarah yang sama dengan negara di sekitarnya. Penduduknya sendiri merupakan campuran dari orang Arab dan

Berber80, yang merupakan suku asli dari negara tersebut dan termasuk salah satu suku kuno yang berada di Afrika Utara. Karena letaknya yang strategis dan penting, Tunisia sejak lama menjadi negeri penuh konflik. Perjalanan sejarahnya yang panjang selalu diwarnai oleh migrasi, invansi, serta perebutan wilyah. Hal tersebut dibuktikan dengan pendudukan kekaisaran asing atas Tunisia selama berabad-abad, termasuk dari Kartaginia, Romawi, Arab, Bizantium, Usmani, dan

Perancis81.

Sejarah awal menyebutkan bahwa penduduk asli Tunisia yaitu berber mulai memasuki wilayah tersebut pada millennium kedua sebelum masehi. Saat itu mayoritas wilayah didominasi oleh hutan dan rumput savanna. Namun setelah berakhirnya zaman es sekitar tahun 6000 SM, iklimpun berubah dan gurun sahara mulai mendominasi wilayah tersebut. Orang-orang mulai berdatangan dari Timur ke pusat Tunisia. Sampai berakhirnya masa Neolitikum atau zaman batu baru sekitar 2500 SM, terjadi migrasi besar-besaran dari orang-orang Timur laut

80 Nama “Berber” sendiri diambil dari bahasa Yunani yaitu bababaroi, dari bahasa Latin barbari, atau Arab barbar. Orang – orang Berber menyebut diri mereka sendiri sebagai Imazighen yang artinya manusia bebas atau seorang bangsawan. Lihat: Tunisia in Perspective, (Defense Language Institute Foreign Language Center, Oktober 2012) h.13 81 Ensiklopedia Pemerintahan dan Kewarganegaraan: Sistem dan Bentuk Pemerintahan di Dunia (judul asli: How Governments Work – The inside guide to the politics of the world), (Jakarta: PT Lentera Abadi, 2010), h. 253

48

Mediterania. Orang-orang tersebutlah yang nantinya disebut sebagai orang

Berber82.

Setelah kedatangan orang-orang Berber sebagai penduduk pertama di

Tunisia, orang-orang Funisia yang merupakan seorang pedagang laut dan penjajah, mulai menjejakkan kakinya di wilayah Tunisia pada tahun 1200 SM.

Mereka melakukan perdagangan maritim di sepanjang kota-kota tepi pantai di wilayah-wilayah yang sekarang merupakan Negara Israel, Libanon dan Syiria.

Kemudian di Tunisia mereka mulai membangun pos-pos perdagangan dan kota- kota kecil yang merupakan pembuka jaringan perdagangan di wilayah sekitar

Afrika Utara serta dijadikan sebagai tempat transit sebelum berlayar ke pelabuhan mereka di Spanyol.83

Pada abad-abad berikutnya, Tunisia berada di bawah kekuasaan yang berbeda-beda. Setelah berada di bawah kekuasaan orang-orang Funisia, Afrika

Utara termasuk Tunisia kemudian jatuh di bawah kekuasaan Roma. Kekuasaan

Kekaisaran Roma atas Tunisia sempat jatuh ke tangan Bizantium sebelum akhirnya berhasil direbut oleh Arab pada abad ke-7 dan dikuasai selama beberapa abad kemudian. Tunisia yang sebelumnya didominasi oleh agama Kristen sejak pendudukan Kekaisaran Roma, secara perlahan mulai beralih ke agama Islam.

Islam sendiri mulai masuk ke wilayah Afrika Utara – termasuk Tunisia dibawah kepemimpinan Amr bin Ash pada masa pemerintahan Umar bin Khattab.

Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan dari Dinasti Umayyah pada abad pertama Hijriah, Islam pun mulai menyebar ke wilayah Afrika Timur, dimana proses masuknya ditempuh melalui dua jalur yaitu melalui lembah sungai

82 Tunisia in Perspective, h.12-13 83 Tunisia in Perspective, h. 13

49

Nil dan melalui pesisir timur Afrika. Penyebaran Islam ke wilayah tersebut sendiri terbagi atas tiga gelombang, yang pertama dibawa oleh kelompok Khawarij

(kelompok yang keluar dari „barisan‟ Ali bin Abi Thalib), yang kedua oleh kelompok Alawiyin (keturunan Ali bin Abi Thalib), dan terakhir oleh kelompok

Umawiyin (keturunan keluarga Umawiyah) pada saat kudeta Abbasiyah terjadi84.

Selama hampir 1000 tahun, Tunisia berada di bawah naungan dinasti- dinasti Islam seperti Dinasti Umayyah, Dinasti Aghlabiyah, Dinasti Fatimiyah,

Dinasti Al-Murabithun dan Al-Muwahhidun, dan Dinasti Hafsid, sebelum akhirnya beralih kekuasaan lagi ke dalam naungan Turki Usmani85. Di bawah beragam dinasti tersebut, Tunisia kerap kali mencapai masa kesuksesaannya.

Terlebih saat di bawah pemerintahan Dinasti Hafsid, Tunisia – dalam hal ini Kota

Tunis yang merupakan ibu kota dari dinasti yang didirikan oleh orang-orang muslim Berber tersebut mengalami kemajuan yang pesat di bidang arsitektur bangunannya86.

Pada awal abad ke-16, terjadi perebutan kekuasaan atas wilayah mediterania oleh Spanyol dan Turki Usmani. Bajak laut banyak berkeliaran di tepi laut Afrika Utara yang lebih terkenal dengan sebutan Perairan Barbar / the

Barbary Coast. Ketika Barbarossa /Khair al-Din (lahir tahun 1478, wafat 4 Juli

1546), seorang komandan angkatan laut Algeria berhasil merebut wilayah

Mediterania dari Dinasti Hafsid yang bersekutu dengan Katolik Spanyol, Tunisia pun diserahkan kepada Turki Usmani. Pada tahun 1587, Turki mulai membangun pemerintahan di sekitar wilayah Maghrib, yang mana setiap pemimpin lokal yang

84 Ifriqiyya Al-Islamiyah, h.12-13 85 Timeline Tunisia – The History of Tunisia, dalam http://www.tunispro.net/tunisia/timeline-tunisia.htm, akses 22 September 2015, 12:35 86 Philip C. Naylor, North Africa: a History from Antiquity to the Present, (US: University of Texas Press, 2009), h. 97-98

50

disebut bey diberi kekuasaan otonom yang kuat. Pasukan Jannisari – pasukan Elit

Turki Usmani – bertugas mengumpulkan pajak, sementara pasukan tentara angkatan laut bertugas mengumpulkan tebusan dan budak-budak87. Aktivitas perdagangan disekitar wilayah Mediterania melalui jalur laut, termasuk Tunisia berkembang dengan pesat. Banyak negara-negara Eropa yang rela membayar pajak kepada bey sebagai perlindungan dari para bajak laut.

Di tahun 1705, seorang bey yang bernama Husain bin Ali Basya mendirikan dinasti Husainiyah di wilayah Tunisia atas bantuan pejuang suku setempat. Masyarakat Tunisia meminta kepada penguasa Turki Usmani untuk mengangkat Husain bin Ali menjadi pemimpin merka dengan diberi gelar Pasya.

Permintaan tersebut pun dikabulkan oleh pemerintah Turki Usmani. Keturunan- keturunan Husein kemudian diangkat menjadi raja oleh Turki Usmani dengan kekuasaan otonomi penuh. Sejak saat itu, banyak pemerintahan asing, khususnya

Perancis yang ingin mengambil alih kekuasaan Bani Husainiyah atas Tunisia.

Sampai akhirnya usaha mereka berhasil ketika Muhammad Sadiq Baai menandatangani perjanjian dengan Jenderal Beriar pada tahun 1881, yang menyatakan bahwa Tunisia berada di bawah kekuasaan Perancis88. Tunisia pun mejadi wilayah proktatorat Perancis selama 75 tahun sebelum akhirnya berhasil memerdekakan diri pada tahun 1956.

Memasuki awal abad ke-19, pergerakan kaum terpelajar Perancis atau yang biasa disebut Young Tunisians89, mulai muncul menolak pendudukan

87 Tunisia in Perspective, h. 17 88 Ensiklopedi Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1999), h.113 89 The Young Tunisians adalah nama dari partai politik yang dipimpin oleh Ali Bash Hamba dan Bashir Sfar. Didirikan pada tahun 1907 oleh kaum terpelajar muda berlatar belakang pendidikan Perancis yang menolak kekuasaan Perancis atas Tunisia. Mereka menuntut Tunisia untuk dapat mengatur sendiri pemerintahan, administrasi negara, serta menuntut hak – hak yang

51

Perancis atas Tunisia. Aksi penolakan mulai dilakukan melalui pidato-pidato mereka, koran-koran dan majalah. Partai-partai yang menuntut kemerdekaan

Tunisia juga mulai bermunculan. Melihat hal tersebut pemerintah Perancis tentu tidak tinggal diam. Pada tanggal 9 April 1938, terjadi aksi penembakan oleh tentara Perancis kepada para protestan yang mengakibatkan kematian lebih dari seratus korban (sampai sekarang peristwa tersebut dikenang setiap tahunnya sebagai Hari Syahid / Martyr‟s Day)90.

Terlepas dari berbagai penahanan serta pelarangan partai dan segala macam usaha yang dilakukan oleh Perancis, perjuangan masyarakat Tunisia terus berlangsung. Sampai akhirnya setelah perang dunia ke-2, Perancis mengabulkan keingininan Tunisia untuk memperoleh kemerdekannya pada tahun 1956. Tunisia sendiri mulai menjadi Negara yang berdaulat setahun setelahnya, yaitu tahun

1957.

Adalah (lahir 3 Agustus 1903, wafat 6 April 2000), seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam proses kemerdekaan Tunisia. Ia adalah sosok pemimpin dari Partai Konstitusi Baru / Neo-Destour (constitution) party, yang berhasil menandatangi kesepakatan dengan Perancis untuk memberi kemerdekaan pada Tunisia. Penandatanganan kesepakatan Perancis – Tunisia tersebut dilakukan di Paris tanggal 20 Maret 1956. Setahun kemudian tepatnya bulan Juli 1957, pemilihan presiden pertama dilakukan dan berhasil menjadikan sepadan antara masyarakat Tunisia dan para pemuda Perancis. Partai ini menarik banyak pengikut dari kalangan muda, para pelajar, para ahli muslim, akan tetapi sikap para anggotanya yang liberal dan bergaya Eropa pada akhirnya membuat anggota biasa merasa terasingkan. Protes yang dilakukan Young Tunisians kepada pemerintahan Perancis selalu berakhir ricuh. Perancis lalu mengasingkan ketua partai, termasuk Ali Bash Hamba dan Abdul Aziz ath-Thalibi pada tahun 1912 dan menjadikannya sebagai gerakan bawah tanah. Pada akhir Perang Dunia pertama, mereka mulai muncul kembal sebagai aktivis nasionalis Tunisia. Dengan dipimpin oleh ath-Thalibi, mereka me-reorganisasi kembali menjadi Partai Konstitusi / The Destour Party tahun 1920. (Amy McKenna, The History of Northern Africa, NY: Britannica Educational Publishing, 2010, h.160) 90 Tunisia in Perspective, h.18

52

Bourguiba sebagai presiden sekaligus menandai Republik Tunisia secara resmi berdiri. Habib Bourguiba (selanjutnya disingkat dengan Bourguiba) kembali terpilih sebagai presiden pada pemilihan selanjutnya tahun 1969, dan pada pemilihan-pemilihan selanjutnya tahun 1964, 1969, 1974, sampai akhirnya menjadi presiden seumur hidup91.

Mempunyai latar belakang pendidikan Perancis yang baik, Bourguiba banyak dijuluki “France‟s Man” oleh kebanyakan Nasionalis Tunisia. Setelah menjabat sebagai presiden, Bourguiba menjadi pelopor di antara pemimpin Arab dalam menyatakan keinginannya untuk membawa modernisasi sosial dalam kerangka Islam sebagai agama Negara. Merubah Islam tradisional ke Islam liberal, seperti penghapusan hukum syariah dalam pengadilan, pelegalan obat kontrol untuk keluarga berencana dan aborsi, pencabutan hukum poligami, dll92.

Bourguiba membawa Tunisia ke dalam proyek modernisasinya yang sangat sekuler dan progresif dalam kemajuan hak-hak wanita. Para wanita mulai diberikan derajat yang sama seperti laki-laki, antara lain diperbolehkan untuk bekerja, menggugat cerai suaminya yang sebelumnya hanya laki-laki yang berhak menggugat, pemberian hak kepada seorang ibu untuk mengasuh anaknya, menetapkan usia menikah minimal umur 18 tahun untuk laki-laki, dan umur 15 tahun untuk perempuan. Kebijakan tersebut merupakan salah satu kebijakan yang paling sekuler di dunia muslim saat itu93, dan membuat kaum wanita Tunisia memperoleh lebih banyak hak sosial dibandingkan dengan wanita di Negara Arab lainnya. Kebijakan tersebut dibuat karena Bourguiba menganggap bahwa untuk

91 Tunisia in Perspective, h.19 92 Harold D Nelson, Tunisia, a Country Study, h. xxii 93 Philip C. Naylor, North Africa: a History from Antiquity to the Present, h.212

53

menjadi negara modern, segala sesuatunya haruslah seperti Barat yang telah dianggap modern lebih dahulu.

Latar belakang kehidupan yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan kebudayaan Perancis, Bourguiba juga mempererat hubungannya dengan Perancis dalam berbagai hal. Hubungan dengan luar negeri khususnya dengan Perancis dan

Negara-Negara Barat lainnya pun semakin meningkat. Tidak hanya itu, ia juga banyak mengambil tradisi faham pemikiran Perancis dibanding dengan Negara-

Negara Arab Tetangganya. Hal tersebut pada akhirnya membawa kenyataan bahwa Tunisia yang sangat berbeda dengan kebanyakan Negara Arab yang bersifat otoriter adalah salah satu dampak saat Bourguiba berkuasa94. Tunisia pun akhirnya tidak hanya dianggap sebagai Negara Arab yang paling termodernisasi, tapi juga paling terwesternisasi.

Pada tiga dekade pertama masa pemerintahan Bourguiba, Tunisia menikmati tingginya tingkat stabilitas politik dan perkembangan ekonominya.

Perkembangan sosial dan ekonomi juga menjadi prioritas utamanya.

Perkembangan di bidang pendidikan pun tak kalah baiknya. Tunisia yang mempunyai pesisir pantai Mediterania menjadikan Negara tersebut sebagai tujuan pariwisata favorit bagi turis-turis Eropa. Keadaan Negara saat itu bisa dikatakan telah menjadi Negara yang makmur. Namun ketika memasuki tahun 1980an, tepatnya setelah 30 tahun Bourguiba berkuasa, rakyat Tunisia mulai jengah dan tidak sabar dengan sikapnya yang menolak untuk turun dari jabatan presiden.

94 Terrence Hopmann, William Zartman, Tunisia: Understanding Conflict 2012, (John Hopkins University – School for Advanced International Studies), h.116. Tersedia di http://pomed.org/wp-content/uploads/2012/04/POMED-Notes-Tunisia-Understang-Conflict.pdf, akses 20 September 2015, 11:50

54

Ditambah dengan kondisi kesehatan Bourguiba yang mulai menurun dan sakit- sakitan, rakyat merasa jika Bourguiba tak layak lagi memerintah rakyat Tunisia.

Di tengah-tengah mundurnya ekonomi negara, munculnya berbagai pemogokan dan demontrasi tidak dapat dielakkan lagi. Adanya penolakan dari fundamentalis muslim serta pergerakan sekuler bawah tanah menjadi pemicu utama pengunduran diri secara paksa Bourguiba dari posisi presiden pada tahun

1987 sebelum akhirnya meninggal di tahun 2000 pada umur 96 tahun95. Ketika suasana politik sedang kacau meminta pengunduran diri Bourguiba, di tahun yang sama pada bulan November, sosok Zine El-Abidine Ben Ali (selanjutnya disingkat dengan Ben Ali) yang merupakan mantan pegawai militer yang sedang menjabat sebagai Perdana Menteri saat itu mencoba mengambil alih kekuasaan melalui kudeta. Pemilihan presiden pertama sejak tahun 1974 pun kembali dilakukan. Ben Ali sebagai satu-satunya calon kandidat terpilih secara mutlak akhirnya berhasil dipilih sebagai presiden ke-2 Tunisia pada tahun 1989. Ben Ali kemudian kembali terpilih sebanyak empat kali berturut-turut, dimana pemilihan terakhir terjadi tahun 2009 dengan keberhasilannya meraih total 89% suara96.

B. Tunisia di bawah Pemerintahan

Ben Ali97 merupakan presiden ke-2 Tunisia setelah berhasil menggantikan presiden sebelumnya – Bourguiba pada tahun 1989. Sama seperti Bourguiba yang

95 F. Jeffress Ramsay, Wayne Edge, Global Studies: Africa, (McGraw-Hill, 2004), h.15 96 Promises and Challenges: The Tunisian Revolution of 2010 – 2011, (The Report of the March 2011 Delegation of Attorneys to Tunisia from National Lawyers Guild – US, Haldane Society of Socialist Lawyers – UK, and Mazlumder – Turkey, 2011), h.9. Tersedia di http://nlginternational.org/report/Tunisia-Report-2011.pdf, akses 20 September 2015, 12:03 97 Ben Ali sendiri lahir dari sebuah keluarga sederhana di dekat kota pada tanggal 3 September 1936. Ketika ia lahir Tunisia masih berada di bawah protektorat Perancis, dan ketika Tunisia berhasil medapatkan kemerdekaannya pada tahun 1956 Ben Ali telah berusia 19 tahun. Ia menempuh pendidikan militernya di Perancis dan Amerika Serikat (sumber: http://www.aljazeera.com/indepth/spotlight/tunisia/2011/01/201111502648916419.html, dan

55

menjabat sebagai presiden seumur hidup, Ben Ali juga menjabat dalam jangka waktu yang lama, yaitu selama 23 tahun. Pada saat pertama kali terpilih menjadi presiden, para pendukungnya banyak yang mengelu-elukannya sebagai penyelamat sekaligus pahlawan yang diharapkan membawa Tunisia kembali bangkit dari keterpurukan pemerintahan Bourguiba. Banyak para tahanan yang ditawan pada masa Bourguiba kembali dibebaskan oleh Ben Ali.

Hal tersebut tentu membawa harapan baru serta antisipasi yang tinggi dari masyarakat Tunisia akan masa depan pemerintahan Ben Ali. Banyak kebijakan- kebijakan yang diambil mendapat sambutan baik dari masyarakat, namun tindakannya yang membatasi kebebesan berpolitik tak urung mendapatkan banyak kritikan. Seperti halnya Bourguiba yang sukses membawa kemakmuran kepada

Tunisia di awal masa pemerintahannya, Ben Ali juga mampu melakukan hal yang sama sebelum akhirnya Ia juga dipaksa mundur dari jabatan kepresidennya seperti

Bourguiba pada peristiwa demonstrasi besar-besaran tahun 2011 yang lebih dikenal dengan peristiwa Revolusi Melati atau Musim Semi Arab.

Saat Ben Ali berhasil mengambil alih kekuasaan dari Bourguiba, ada beberapa kemajuan yang mulai dirasakan oleh masyarakat. Jika fokus utama

Bourguiba adalah modernisasi dan westernisasi, maka fokus utama Ben Ali dalam

http://www.bbc.com/news/world-africa-12196679, akses 9 Maret 2015, 10:34). Setelah menempuh pelatihan militernya, Ben Ali menjabat sebagai direktur keamanan militer pada tahun 1958-1974, dan menjadi atase militer di Maroko tahun 1974-1977. Ia diangkat sebagai direktur keamanan nasional di kementrian dalam negeri pada tahun 1977. Ben Ali juga sempat menjadi duta besar untuk Polandia selama empat tahun di awal tahun 1980-an sebelum akhirnya kembali menjabat sebagai direktur keamanan nasional pada bulan Januari 1984. Di tahun-tahun berikutnya Ben Ali berulang kali berganti jabatan seperti menjadi sekretaris negara untuk keamanan nasional, menjadi menteri keamanan nasional, menjadi menteri dalam negeri, menjadi menteri negara untuk urusan internal, dan akhirnya menjadi perdana menteri Tunisia pada tahun 1987 (sumber: "Zine al- Abidine Ben Ali." Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008)

56

pemerintahannya adalah demokratisasi dan perdamaian nasional98. Ia menjanjikan adanya kebebasan politik dan perubahan menuju negara demokrasi. Pada awalnya

Ben Ali mempromosikan adanya demoratisasi dalam pemerintahannya dan menjanjikan penurunan masa jabatan kepresidenan, pengadaan pemilihan presiden dan memperbolehkan adanya multi partai. Partai-partai yang sebelumnya dilarang oleh Bourguiba kembali dilegalkan, kecuali pergerakan Islam / MTI (the Islamic

Tendency Movement) yang kemudian berubah nama menjadi Ennahda yang artinya The Renaissance atau Kebangkitan Kembali pada tahun 198899. Namun kenyataannya itu hanyalah sekedar kedok semata yang berlangsung pada tahun- tahun pertama masa pemerintahannya. Prakteknya banyak partai-partai oposisi yang dianggap mengancam pemerintahannya dilarang. Semakin lama kebebasan berpolitik semakin dibatasi, dan korupsi serta nepotisme Negara semakin meningkat. Polisi yang ditugaskan untuk mengontrol populasi sipil, termasuk partai-partai oposisi, para jurnalis dan aktivis, menjadi strategi popular yang digunakan Ben Ali100.

Tunisia di bawah pemerintahan Ben Ali dianggap sebagai pemerintahan yang banyak mengandalkan polisi dalam mengatur urusan negara dibanding dengan negara-negara lain di dunia. Dengan jumlah polisi yang mencapai 130.000

98 Yahia H Zoubir, Haizam Amirah – Fernandez (editor), North Africa: Politics, Region, and the Limits of Transformation, (New York: Routledge, 2008), h.109 99 Tujuan MTI berubah nama dan menghilangkan “Islamist” menjadi Al-Nahda agar dapat diakui oleh pemerintah dan dapat berpartisipasi sebagai partai politik yang sah. Namun pada akhirnya dengan dalih untuk menjaga kestabilan nasional, Ben Ali kembali menolak kelegalan partai tersebut, yang mengharuskan anggotanya menjadi calon independen dalam mengikuti pemilihan. Ketika terjadi pemboman kantor RCD di tahun 1990, Al-Nahda menolak keterlibatannya akan tetapi ratusan anggotanya banyak yang ditahan dan mendapat hukuman tegas dari Ben Ali. (Tunisia in Perspective, h.20) 100 Catherine Petersson, Freedom of Expression and the Downfall of a Regime: The Tunisian revolution and the transition to democracy, h.13. Tersedia di http://lup.lub.lu.se/luur/download?func=downloadFile&recordOId=2371802&fileOId=2371803, akses 20 September 2015, 08:45

57

sampai 200.000, Tunisia sebagai negara kecil bahkan telah mengalahkan kebanyakan negara-negara Eropa yang juga mengandalkan polisi dalam urusan negaranya, yaitu dengan jumlah rasio 3 sampai 4 kali lebih banyak. Sebagai pilar utama dalam pemerintahan Ben Ali, Polisi dianggap sebagai institusi yang disegani dan ditakuti di Tunisia. Keistimewaan yang diberikan kepada polisi tak jarang menjadikan mereka berbuat sewenang-wenang kepada masyarakat sipil.

Ironisnya polisi sebagai suatu kekuatan yang banyak diandalkan oleh Ben Ali untuk menjaga kestabilan negara, buktinya malah menjadi salah satu faktor utama pemicu terjadinya revolusi besar-besaran di Tunisia. Mengingat bahwa penyebab utama munculnya Revolusi Melati/Arab Spring di Tunisia karena adanya tindakan sewenang-wenang seorang pegawai kepolisian terhadap masyarakat sipil101.

Meskipun Ben Ali menjanjikan adanya reformasi dan perubahan yang dapat dilihat pada tahun-tahun pertama, tidak lama kemudian pemerintahan menjadi kacau dan kebanyakan kegian politik hanya memberi manfaat bagi pemerintahan Ben Ali itu sendiri. Di bidang ekonomi, mayoritas sumber pendapatan dikuasai oleh keluarga Ben Ali (Keluarga Trabelsi), dalam hal ini termasuk Leila Ben Ali (lahir 24 Oktober 1956) – Istri Ben Ali dan keluarganya.

Lebih dari 50% perusahaan dimiliki oleh mereka. Adanya kebijakan penghapusan subsidi yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan fiskal, berdampak banyaknya protes karena naiknya harga bahan pangan. Tingginya tingkat pengangguran, korupsi serta nepotisme juga mewarnai pemerintahan Ben Ali.

Masyarakat tidak akan mempunyai kesempatan untuk berkecimpung di bidang politik kecuali mereka mempunyai hubungan dengan keluarga Ben Ali. Sehingga

101 Derek Lutterbeck, Tunisia after Ben Ali: Retooling the Tools of Oppression?, (Policy Brief, 2013), h.2-3, tersedia di http://www.ciaonet.org/attachments/24200/uploads, akses 20 September 2015, 08:45

58

banyak yang menganggap bahwa keluarga Ben Ali-lah yang menguasai Tunisia, bahkan tidak sedikit yang menyebut mereka sebagai keluarga kerajaan102. Adanya sentralisasi kekuasaan dari keluarga Ben Ali inilah yang nantinya berdampak pada tingginya tingkat korupsi dan nepotisme. Hal tersebut sesuai dengan istilah yang mengatakan bahwa “kekuasaan mutlak selalu diiringi dengan korupsi secara mutlak” (absolute power corrupts absolutely)103.

Bank Dunia sendiri melaporkan bahwa selama 23 tahun masa pemerintahannya, terdapat 220 perusahaan yang dimiliki oleh keluarga Ben Ali.

Dengan jumlah perusahaan sebanyak itu kenyataannya mereka hanya menyumbang 3% dari hasil ekonomi negara, padahal mereka menguasai 21% dari keuntungan bersih di sektor swasta. Dengan menyesuaikan peraturan hanya untuk memenuhi keuntungan perusahaan mereka, Ben Ali dan keluarganya memonopoli ekonomi Tunisia agar semua keuntungan jatuh pada mereka dan sekutunya. Ben

Ali sendiri sering menggunakan kekuasaannya dalam mengatur jalannya perekonomian negara dengan hukum dan peraturan yang dibuatnya. Jika ada sektor-sektor baru yang sekiranya akan menjadi saingan perusahaan keluarganya,

Ben Ali akan melarangnya dengan hukum yang dibuatnya. Sehingga sektor-sektor perusahaan keluarga Ben Ali tetap tidak tersaingi dan keuntungan hanya akan menjadi milik mereka. Dengan kata lain, hukum dan peraturan pun dibuat hanya untuk mereka sendiri. Hal ini sesuai dengan laporan Al-Jazeera dalam wawancaranya dengan Mohamed Bouebdelli, salah satu korban dari peraturan

Ben Ali. Ia terpaksa menutup sekolah swasta nirlaba yang didirikannya karena dianggap tidak memenuhi peraturan yang ada. Hal ini diduga karena sekolah yang

102 Catherine Petersson, Freedom of Expression and the Downfall of a Regime: The Tunisian revolution and the transition to democracy, h.14 103 Terrence Hopmann, William Zartman, Tunisia: Understanding Conflict 2012, h. 11

59

didirikannya telah menjadi saingan sekolah internasional yang didirikan oleh istri

Ben Ali, yaitu Leila Trabelsi.

“Ben Ali adjusted laws to serve the interests of his family and those close to him to the detriment of the rest of Tunisia,” he said. “Ben Ali‟s laws were never fair,” Bouebdelli added. “It was obvious and people were aware104”

(“Ben Ali menyesuaikan hukum untuk melayani kepentingan keluarganya dan mereka yang dekat dengannya untuk merugikan yang lainnya di Tunisia” ucapnya. “Hukum Ben Ali tidak pernah adil” Bouebdelli menambahkan. “Hal tersebut sudah jelas dan semua orang menyadarnya”) Karena adanya kondisi ekonomi yang tidak seimbang tersebut, tingkat pengangguran dan kemelaratan tumbuh menjadi salah satu faktor utama pemicu adanya revolusi. Pada tahun 2010, jumlah pengangguan yang kebanyakan melanda generasai muda Tunisia mencapai 800.000 dari total populasi 10 juta jiwa. Dengan kondisi masyarakat yang berpendidikan tinggi, kebanyakan dari para pengangguran tersebut adalah lulusan perguruan tinggi dengan jumlah mencapai 200.000 jiwa105. Hal tersebut tidak lepas dari dampak kebijakan Ben Ali di bidang pendidikan. Mengikuti kebijakan Bourguiba yang memberikan banyak investasi di bidang pendidikan, Ben Ali pun melakukan hal yang sama. Mantan presiden Bouguiba melihat bahwa pendidikan adalah solusi terbaik untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Tunisia. Ben Ali pun lantas mengadopsi hal tersebut untuk diterapkan. Ia mengeluarkan kebijakan bebas biaya pendidikan bagi seluruh masyarakat Tunisia. Alhasil, jumlah lulusan perguruan tinggi semakin membludak. Belum lagi kebijakan tentang pengurangan waktu yang di

104 Tristan Dreisbach dan Robert Joyce, “Revealing Tunisia‟s corruption under Ben Ali: New World Bank report shows how Tunisia‟s ousted Ben Ali regime tailored laws to enrich cronies at the public‟s expense”, dalam http://www.aljazeera.com/indepth/features/2014/03/revealing-tunisia-corruption-under-ben-ali- 201432785825560542.html, akses 9 Maret 2015, 08:35 105 Terrence Hopmann, William Zartman, Tunisia: Understanding Conflict 2012, h. 9-10

60

tempuh di universitas dari yang sebelumnya 4 tahun hanya menjadi 3 tahun. Hal tersebut mengakibatkan banyak lulusan universitas yang tidak dianggap oleh banyak sekolah internasional karena tidak memenuhi standar yang dipakai, membuat banyak kesempatan menjadi terbuang dan sia – sia untuk peluang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Tak heran jika kebanyakan dari mereka akhirnya menjadi pengangguran. Negara Bourguiba pun menjadi Negara Ben Ali, dimana Ben Ali dianggap gagal dalam memimpin dan menepati janjinya dalam membawa Tunisia kedalam kondisi yang lebih baik.

Di bidang politik pemerintahan, Ben Ali mengumumkan bahwa akan menghapus sistem partai tunggal dan akan melaksanakan pemilihan presiden secara rutin. Namun prakteknya Ben Ali memastikan bahwa partai-partai oposisi yang dianggap mengancam kedudukannya dilarang dan membuatnya illegal sehingga mereka tidak bisa mengikuti pemilihan umum. Adapun jika mereka tetap bersikeras ingin mengikuti pemilihan umum, maka mereka harus mendaftar sebagai calon tunggal tanpa ada embel-embel partai yang mendampinginya.

Akhirnya ketika pemilihan akan berlangsung, Ben Ali dan partai RCD106 lah menjadi satu-satunya partai dan kandidat untuk dipilih sebagai presiden. Secara tidak langsung, Ben Ali mempunyai kuasa untuk menentukan partai mana yang boleh berpartisipasi. Jika ada partai yang berlawanan dan menentang maka akan

106 RCD adalah kepanjangan dari Rassemblement Constitutionel Democratic, yang diterjemahkan sebagai Constitutional Democratic Rally / Partai Demokrasi Konstitusional, yang sebelumnya merupakan partai konstitusi baru / the neo-destour party milik Bourguiba yang telah diambil alih oleh Ben Ali dan dirubah namanya. (Lihat: Freedom of Expression and the Downfall of a Regime: The Tunisian revolution and the transition to democracy, h.13)

61

langsung dilarang dan dibubarkan. Hal tersebut tentu membuat Ben Ali dan RCD mempunyai kontrol yang kuat terhadap politik dan ekonomi negara107.

Jika sebelumnya Tunisia dipimpin dengan gaya yang sangat otoriter, maka ketika berada di bawah kepemimpinan Ben Ali semua perubahan yang dilakukannya tidak banyak memberikan keuntungan bagi negara, bahkan memberi dampak negatif bagi masyarakat. Semua yang dilakukan pada akhirnya selalu berbeda dengan apa yang telah dijanjikannya. Sebagai contoh, Ben Ali selalu dikenal sebagai sosok yang selalu berkampanye tentang pentingnya hak-hak manusia seperti kebebasan berbicara dan berpendapat diatas segalanya. Di luar negeri, ia selalu berbicara tentang pentingnya hal tersebut, namun kenyataannya di negerinya sendiri ia melakukan hal yang bertentangan dengan apa yang telah dikatakannya. Contoh lain ketika ia menganjurkan tentang adanya kebebasan serta toleransi dalam beragama, di waktu yang sama ia banyak membatasi serta melarang segala hal yang berhubungan dengan politik islam karena dianggap sebagai ancaman besar bagi sistem demokrasi negara. Ben Ali yang sebelumnya mengeluarkan kebijakan pembatasan masa jabatan kepresidenan dan menghapus kebijakan presiden seumur hidup, pada akhirnya merubah kebijakan tersebut dengan merubah umur maksimal untuk kepresidenan dari 70 menjadi 75 tahun.

Hal tersebut dilakukan agar ia bisa kembali mencalonkan diri kembali pada pemilihan terakhir. Itulah mengapa dikatakan segala hal yang telah dilakukannya pada akhirnya selalu berbeda dengan apa yang dikatakan dan dijanjikannya,

107 Salah satu contoh partai yang sangat menderita karena kebijakan tersebut adalah partai persatuan buruh / UGTT (Tunisian General Labour Union). Sebagai satu – satunya partai buruh yang menentang pemerintahan, Ben Ali pun kemudian mengganti pemimpin partai tersebut. Kasus lain adalah Ennahda, yang merupakan kelompok oposisi yang paling banyak mendapat dukungan dari masyarakat juga harus berakhir karena dilarang di awal tahun 1990an. (Lihat: Freedom of Expression and the Downfall of a Regime: The Tunisian revolution and the transition to democracy, h.15)

62

menciptakan topeng demokrasi palsu dan kesewenang-wenangan terhadap pemerintahan yang dijalankannya108.

Dalam urusan hubungan politik dan kerja sama dengan luar negeri, Ben

Ali kembali mengikuti jejak yang sama seperti Bourguiba. Dengan ketidak pastian masa depan dan ketidakstabilan negara-negara wilayah Maghrib, Tunisia fokus meningkatkan usahanya dalam hubungan ekonomi timbal balik dengan negara- negara Arab lainnya. Perjanjian dengan Uni Eropa juga dilakukan yang kemudian menguatkan posisi Tunisia dalam bidang ekonomi dan perdagangan di kawasan

Mediterania. Usahanya untuk mengembangkan perdagangan telah membawa ikatan yang kuat dengan Asia Timur dan Tenggara, dan dengan Amerika serikat109. Terlepas dari berbagai dampak negatif atas tindakan dan berbagai kebijakan Ben Ali di masa awal pemerintahannya, Ben Ali mampu mempererat hubungan kerjasama antara Tunisia dengan Amerika Serikat. Hubungan kerjasama tersebut khususnya terkait dengan pertahanan militer, dimana dilakukannya latihan militer bersama antara kedua negara tersebut. Diskusi masalah kerjasama militer serta modernisasi pertahanan negara dan masalah- masalah keamanan lainnya sering dilakukan.

Ketika terjadi peristiwa serangan 11 September 2001, Presiden Amerika –

Bush mengumumkan perang melawan teroris di seluruh dunia. Ia menyatakan kepada setiap pemimpin negara bahwa di dunia ini hanya ada dua pihak, yaitu berada di pihak Amerika bersama-sama melawan teroris atau pihak yang melawan

Amerika dan mendukung terorisme. Dalam hal ini, Tunisia tentu berada di pihak

Amerika menentang adanya anti-terorisme. Hubungan kedua negara tersebut pun

108 Catherine Petersson, Freedom of Expression and the Downfall of a Regime: The Tunisian revolution and the transition to democracy, h.15-16 109 Amy McKenna, The History of Northern Africa, h. 164-165.

63

semakin erat. Selain itu, meningkatnya hubungan kerjasama antara Tunisia dan

Amerika Serikat, juga membuat hubungan Tunisia dengan negara-negara Uni

Eropa semakin kuat110. Delegasi Amerika dan Eropa sering melakukan kunjungan ke Tunisia dalam rangka mendiskusikan masalah terorisme serta pertahanan nasional111.

Hubungan kerjasama antara Tunisia dengan Amerika dan negara Uni

Eropa kemudian semakin berkembang dan menjalar ke dalam bidang ekonomi.

Kerjasama tersebut antara lain berupa pencabutan tarif bea cukai dan hambatan perdagangan lainnya pada barang-barang manufaktur demi membentuk kawasan perdagangan bebas antara Uni Eropa dan Tunisia. Pada tahun 2010, kebijakan baru kembali dibuat yang lagi-lagi lebih menguntungkan pihak asing dan pemerintah, dan merugikan banyak masyarakat. Pemerintah Tunisia memberi hak monopoli kepada perusahaan asing dalam berbagai sektor seperti pariwisata, otomotif, distribusi, dll. Masih di tahun yang sama di bulan September, pemerintah yang bekerjasama dengan IMF / International Monetary Fund membuat kebijakan penghapusan sistem subsidi yang diharapkan dapat mencapai keseimbangan fiskal/keuangan negara112. Dengan dihilangkan subsidi tersebut, harga bahan pangan serta sandang pun menjadi mahal. Biaya hidup masyarakat menjadi semakin tinggi, sedangkan lapangan pekerjaan yang ada tidak mencukupi. Akhirnya pengangguran semakin meningkat. Tingkat kriminalitas

110 Promises and Challenges: The Tunisian Revolution of 2010 – 2011, h. 9-10 111 Menanggapi masalah kerjasama anti terorisme tersebut, Ben Ali segera mengeluarkan peraturan yang melarang adanya berbagai kegiatan yang dianggap mencurigakan yang terjadi di tempat-tempat umum seperti sekolah dan kantor-kantor pemerintahan. Hal ini tentu mendapat protes banyak kalangan karena dianggap telah melanggar hak asasi manusia dalam beraktivitas. Individu serta kelompok-kelompok yang dianggap mempunyai hubungan dengan Al-Qaeda atau yang mempunyai ideologi politik dan agama yang berbeda pun banyak yang dilarang, dibubarkan, bahkan ditahan dan dipenjara. Lihat: Promises and Challenges: The Tunisian Revolution of 2010 – 2011, h. 10 112 Promises and Challenges: The Tunisian Revolution of 2010 – 2011, h.12

64

serta korupsi juga semakin menjadi. Aksi protes masyarakat yang tidak puas akan kebijakan pemerintah pun mulai terjadi.

Sampai akhirnya pada bulan Januari 2011 terjadilah aksi protes besar- besaran menuntut mundurnya Ben Ali yang dianggap tidak becus dalam memerintah Tunisia. Aksi tersebut dipicu oleh aksi bakar diri seorang pedagang buah bernama Muhammad Bouazizi yang merasa didzalimi oleh aparat polisi yang telah menyita gerobak dan buah dagangannya sebagai satu-satunya sumber penghasilannya. Aksi tersebut sontak mengundang banyak simpati masyarakat

Tunisia dan mendorong aksi protes secara besar-besaran menuntut keadilan serta kehidupan yang lebih baik lagi bagi rakyat Tunisia. Aksi protes yang kemudian lebih dikenal dengan Revolusi Melati tersebut akhirnya dapat membuat Ben Ali mundur dari kursi kepresidenan.

Di tengah kondisi Tunisia yang sedang kacau, Ben Ali pun melarikan diri dari Tunisia dan berusaha mencari suaka perlindungan ke Amerika dan Perancis.

Terlepas dari hubungannya dekat dengan kedua negara tersebut, Amerika dan

Perancis justru menolak kedatangan Ben Ali. Presiden Amerika – Barack Obama bahkan memuji keberanian para demonstran di Tunisia. Ben Ali kemudian diterima di Arab Saudi. Selama absennya Ben Ali di Tunisia, kekuasaan sementara dipegang oleh Perdana Menteri sebelum akhirnya berhenti dan menyerahkan kekuasaan kepada ketua parlemen Tunisia –

Fouad Mebazaa (lahir 15 Juni 1933). Mebazaa kemudian menjanjikan untuk segera menyelenggarakan pemilihan umum sesuai dengan permintaan masyarakat

Tunisia113.

113 Foreign Affairs, The New Arab Revolt: What Happened, What It Means, and What Comes Next, (US: Council on Foreign Relations, 2011), h. 77-80.

65

Dengan jatuhnya kekuasaan Ben Ali setelah berkuasa selama 23 tahun lamanya, menandai berakhirnya aksi protes yang terjadi sejak Desember 2010 etrsebut. Peristiwa yang dianggap membawa keberhasilan tersebut lalu segera menginspirasi negara wilayah MENA untuk melakukan aksi protes yang sama kepada pemerintah masing-masing, yang kemudian peristiwa tersebut dikenal dengan nama Musim Semi Arab / Arab Spring / Al-Tsawrat al-Arabiyyah.

66

BAB IV

PERAN AL-JAZEERA DALAM PERISTIWA

ARAB SPRING DI TUNISIA

A. Laporan Peristiwa Arab Spring di Tunisia akhir 2010 s/d 2012 oleh

Al-Jazeera

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, protes besar-besaran yang terjadi di Tunisia tahun 2011 dipicu oleh aksi bakar diri seorang pedagang buah bernama Muhammad Bouazizi di sebuah kota kecil bernama Sidi Bouzid. Berasal dari keluarga yang sangat sederhana, Bouazizi telah menjadi anak yatim sejak umur tiga tahun. Kakaknya tinggal jauh dari keluarganya di , sebuah kota di bagian selatan Tunisia, yang merupakan kota pesisir pantai berjarak 270 km dari

Tunis. Meskipun ibunya – Menobia Bouazizi menikah lagi, namun suami keduanya tersebut sakit-sakitan sehingga tidak mempunyai pekerjaan yang tetap.

Bouazizi pun akhirnya menjadi tulang punggung keluarganya sejak berumur 10 tahun. Ia sempat menempuh pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas namun tidak sampai lulus. Berbeda dengan yang banyak diberitakan oleh berbagai media,

Bouazizi tidak pernah mengenyam bangku kuliah. Sadar akan kondisi ekonomi keluarganya yang kekurangan, Bouazizi lebih memilih untuk bekerja daripada melanjutkan sekolahnya agar dapat membiayai adik-adiknya yang sedang bersekolah114.

Mohammed Bouazizi sendiri dikenal sebagai sosok yang jujur, pekerja keras, dan juga baik hati kepada orang-orang disekitarnya. Setiap hari ia akan

114 Yasmine Ryan, “The Tragic Life of a Street Vendor – Al-Jazeera Travels to the Birthplace of Tunisia‟s Uprising and Speaks to ‟s Family”, (20 Januari 2011), dalam http://www.aljazeera.com/indepth/features/2011/01/201111684242518839.html, akses 9 Maret 2015, 07:40

67

membawa gerobak kayunya menuju ke pasar, memenuhinya dengan berbagai buah dan sayuran, dan kemudian berjalan lebih dari dua kilometer untuk menjajakan dagangannya. Teman dekatnya mengatakan bahwa tak jarang ia akan memberikan buah atau sayurannya secara gratis kepada keluarga yang sangat miskin. Sebelumnya Bouazizi pernah ditolak ketika bermaksud untuk bergabung menjadi tentara, menjadikan ia tidak mempunyai pilihan lain selain melanjutkan pekerjaannya sebagai pedagang untuk menghidupi keluarganya. Berada di lingkungan dimana pejabat tidak begitu memperhatikan nasib rakyatnya, bukan sesuatu yang baru jika ada pejabat/pegawai pemerintahan yang berbuat sewenang- wenang kepada rakyat sipil. Hal seperti itu tak terkecuali terjadi pada Muhammad

Bouazizi. Hampir setiap hari ia diganggu oleh para polisi lokal. Teman dekat

Bouazizi – Hajlaoni Jaafer mengatakan bahwa ia menyaksikan sendiri bagaimana

Boazizi selalu dipermalukan. Sejak kecil, Bouazizi selalu dianiaya sampai ia terbiasa dengan perlakuan tersebut.

“The abuse took many forms. Mostly, it was the type of petty bureaucratic tyranny that many in the region know all too well. Police would confiscate his scale and his produce, or fine him for running a stall without a permit. Six months before his attempted suicide, police sent a fine for 400 dinars ($280) to his house – the equivalent of two months of earnings115”

(Penganiayaan tersebut terbagi menjadi beberapa macam. Kebanyakan merupakan tipe kedzoliman birokrasi yang sudah banyak diketahui. Polisi akan menyita timbangan dan barang dagangannya, atau mendendanya dengan alasan tidak mempunyai izin dagang. Enam bulan sebelum aksi bunuh dirinya, polisi telah mengirim denda sebesar 400 dinar atau 280 dollar ke rumahnya – setara dengan jumlah 2 bulan penghasilannya) Sampai akhirnya pada tanggal 17 Desember 2010, tindakan para polisi tersebut dianggap terlalu berat bagi Bouazizi. Pagi harinya ketika ia dalam

115 Yasmine Ryan, “The Tragic Life of a Street Vendor – Al-Jazeera Travels to the Birthplace of Tunisia‟s Uprising and Speaks to Mohamed Bouazizi‟s Family”, (20 Januari 2011), dalam http://www.aljazeera.com/indepth/features/2011/01/201111684242518839.html

68

perjalanan menuju ke pasar, seorang polisi wanita kembali mengusiknya. Polisi tersebut meminta timbangan milik Bouzizi namun ditolaknya. Tindakan perlawanan tersebut sontak membuat sang polisi wanita marah. Mereka sempat adu mulut sampai akhirnya sang polisi menampar dan membekuknya ke tanah dengan dibantu teman polisinya. Merasa telah dipermalukan secara terang- terangan, Bouazizi pun berusaha mencari pertolongan. Ia lantas pergi ke kantor kotamadya setempat dan berniat untuk bertemu dengan pejabat. Namun usahanya tersebut sia-sia karena ia diberitahu bahwa para pejabat sedang ada rapat dan tidak bisa ditemui, yang mana hal tersebut merupakan tipe kebohongan yang menjadi rahasia umum masyarakat116.

Merasa tindakan para pejabat tersebut telah melampaui batas, Bouazizi pun akhirnya membakar dirinya sendiri di depan gedung kotamadya. Menurut

Ibunya, anaknya melakukan aksi tersebut bukan karena kemiskinan yang melandanya, namun karena ia merasa kecewa, dipermalukan dan juga didzalimi oleh pejabat pemerintah. Hal tersebut juga diungkapkan oleh seorang aktivis

Tunisia – Fidaa Al-Hammami kepada Al-Jazeera, yang mengatakan bahwa

Bouazizi mencoba bunuh diri bukan karena pengangguran dan rasa marahnya terhadap pemerintah, tapi karena harga dirinya dan merasa muak diperlakukan tidak adil oleh pejabat setempat terhadap dirinya yang hanya seorang pedagang buah dan sayuran117.

Kejadian tersebut sontak mendapat banyak simpati dari masyarakat.

Bouazizi yang masih sempat diselamatkan, segera dilarikan dan dirawat di rumah

116 Yasmine Ryan, “The Tragic Life of a Street Vendor – Al-Jazeera Travels to the Birthplace of Tunisia‟s Uprising and Speaks to Mohamed Bouazizi‟s Family”, (20 Januari 2011), dalam http://www.aljazeera.com/indepth/features/2011/01/201111684242518839.html 117 Inside Story: Are Politicians hijacking the Tunisian Revolution?, pada 04:25 – 05:20, (https://www.youtube.com/watch?v=XhOgPPNG2Ag,)

69

sakit. Butuh waktu dua minggu setelah kejadian tersebut sebelum akhirnya

Presiden Ben Ali datang menjenguknya di Pusat Traumatologi karena luka bakarnya yang parah. Ben Ali lalu mengundang keluarga Bouazizi datang ke kantornya. Menurut Menobia Bouazizi, tindakan yang dilakukan oleh Ben Ali tersebut dianggap telat dan tidak menghasilkan apa-apa. Ben Ali bahkan sempat berjanji untuk melakukan apapun demi menyelamatkan Bouazizi dan membawanya ke Perancis untuk melakukan perawatan. Namun kenyataannya janji Ben Ali hanyalah sekedar janji (Lihat hal. 66-67).

Kasus Mohamed Bouazizi sendiri bukanlah yang pertama kalinya terjadi di Tunisia. Adalah Abdesslem Trimech, salah satu nama dari banyak kasus yang melakukan protes kepada pemerintah lokal dengan cara bakar diri. Abdesslem

Trimech membakar dirinya sendiri di kota Monastir pada tanggal 3 Maret 2010 setelah menghadapi gangguan birokrasi saat sedang bekerja sebagai penjual keliling. Berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya, aksi protes yang terjadi di Sidi

Bouzid dapat menyebar luas karena adanya dokumentasi sebagai bukti. Mereka menyadari bahwa selama apapun mereka melakukan protes jika tidak ada dokumentasi maka selamanya tidak akan ada yang memperhatikan mereka118.

Pada tanggal 17 Desember 2010, Rochdi Horchani yang merupakan teman

Bouazizi serta Ali Bouazizi – sepupu Mohamed Bouazizi, mengunggah video aksi protes yang dipimpin oleh Menobia Bouazizi di depan gedung kotamadya.

Sorenya video tersebut langsung ditayangkan di saluran Mubasher Al-Jazeera.

Saat itu tim Al-Jazeera berhasil menemukan video tersebut ketika sedang mencari bahan berita dari seluruh wilayah Arab melalui facebook. Berkat penayangan

118 Yasmine Ryan, “The Tragic Life of a Street Vendor – Al-Jazeera Travels to the Birthplace of Tunisia‟s Uprising and Speaks to Mohamed Bouazizi‟s Family”, (20 Januari 2011), dalam http://www.aljazeera.com/indepth/features/2011/01/201111684242518839.html

70

tersebut, aksi protes yang sebelumnya bahkan tidak mendapat perhatian dari media lokal Tunisia akhirnya dapat diketahui oleh masyarakat luas119.

Sebagai sosok yang dikenal baik oleh banyak orang di daerahnya, aksi

Bouazizi tersebut menarik banyak perhatian masyarakat. Merasa tidak terima, masyarakat pun melakukan aksi protes meminta keadilan kepada pemerintah lokal. Berawal dari sebuah aksi lokal, aksi tersebut dengan cepat meluas ke kota - kota lain seperti , Sfax, dan Ben Guerdane. Mereka juga merasakan ketidakpuasan mereka kepada pemerintah yang tidak menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup serta sikap pemerintah yang selalu sewenang-wenang kepada rakyatnya. Dalam waktu yang cukup singkat, korban-korban mulai berjatuhan. Seperti yang telah dilaporkan oleh Al-Jazeera, pada tanggal 22

Desember seorang pemuda 22 tahun yang bernama Houcine Falhi menyetrum dirinya sendiri di tiang listrik ketika melakukan aksi demo di Sidi Bouzid setelah berteriak “No to misery, no to unemployment!” (tolak kekikiran, tolak pengangguran!). Menyusul Houcine Falhi, korban selanjutnya adalah Mohamed

Amari, seorang pemuda berumur 18 tahun yang tewas tertembak oleh polisi saat berdemo di pusat kota Menzel Bouzaiene, dan Chawki Belhoussine El-Hadri yang berumur 44 tahun juga menjadi korban tembak oleh polisi dan meninggal enam hari kemudian120.

Semakin hari aksi demonstrasi semakin memanas. Polisi berdalih bahwa mereka terpaksa menembak untuk pertahanan diri setelah mereka gagal member

119 Yasmine Ryan, “How Tunisia‟s revolution began: From day one, the people of Sidi Bouzid broke through the media blackout to spread word of their uprising”, (26 Januari 2011), dalam http://www.aljazeera.com/indepth/features/2011/01/2011126121815985483.html, akses 9 Maret 2015, 08:25 120 Ryan Rifai, “Timeline: Tunisia‟s uprising – Chronicle of nationwide demonstrations over the country‟s unemployment crisis”, (23 Januari 2011), dalam http://www.aljazeera.com/indepth/spotlight/tunisia/2011/01/201114142223827361.html, akses 9 Maret 2011, 07:58

71

tembakan peringatan kepada masa yang mengamuk dengan mengahancurkan mobil polisi dan membakar gedung. Pada tanggal 27 Desember lebih dari 1000 orang melakukan demo di ibu kota, menuntut adanya lapangan pekerjaan sebagai aksi solidaritas kepada mereka yang sedang melakukan aksi di daerah-daerah yang lebih miskin. Melihat hal tersebut Ben Ali pun angkat bicara, ia memperingatkan melalui saluran tv nasional bahwa protes yang ada tidak dapat diterima dan dapat membawa dampak negatif bagi ekonomi negara. Ben Ali menganggap para demonstran sebagai kelompok minoritas – ekstremis yang nantinya akan mendapat hukuman sesuai hukum yang berlaku. Disisi lain, ia mencoba menenangkan para demonstran dengan memecat tiga menteri dan dua gubernurnya, serta menjanjikan dana sebesar $5 milyar untuk menunjang terbukanya lapangan pekerjaan baru121. Tidak hanya itu, bahkan menteri pembangunan – Mohamed Nouri Jouini pergi langsung mengunjungi Sidi Bouzid untuk mengumumkan pemberian dana sebebsar $10 juta untuk membangun lapangan pekerjaan baru122.

Tindakan Ben Ali tersebut rupanya tidak mengobati rasa kecewa para demonstran. Jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam aksi protes semakin bertambah. Sebanyak 300 pengacara juga ikut berpartisipasi dan berkumpul di dekat istana pemerintah Tunisia sebagai aksi solidaritas. Aksi tersebut bahkan didukung oleh Federasi Persatuan Buruh Tunisia / The Tunisian Federation of

Labour Unions (sering disebut UGTT) yang juga melakukan aksi demo dan

121 Al-Jazeera, “Tunisian protester dies of burns: Mohamed Bouazizi, the 26-year-old unemployed man whose self-immolation sparked nationwide unrest, dies of severe burns”, (05 Januari 2011), dalam http://www.aljazeera.com/news/africa/2011/01/201115101926215588.html, akses 9 Maret 2011, 08:11 122 Al-Jazeera, “Protester dies in Tunisia clash: Several wounded in Sidi Bouzid as demonstrations against unemployment turn violent”, (25 Desember 2010), dalam http://www.aljazeera.com/news/africa/2010/12/20101224235824708885.html, akses 9 Maret 2015, 08:20

72

berkumpul di provinsi . Pihak berwenang pun semakin tegas dalam menanggapi aksi protes. Memasuki tahun baru tepatnya tanggal 3 Januari 2011, sebanyak 250 demonstran yang kebanyakan adalah siswa melakukan aksi demo dengan tertib di kota Thala. Namun suasana berubah menjadi keruh ketika polisi mencoba membubarkan aksi tersebut dengan tembakan gas air mata. Akibat dari peristiwa tersebut, sekitar 9 orang mengalami luka dan masyarakat yang tidak terima pun semakin marah kepada para pejabat pemerintahan123.

Sampai akhirnya ketika nyawa Bouazizi tidak dapat diselamatkan lagi dan meninggal pada tanggal 4 Januari 2011, aksi terebut telah menyebar di seluruh

Tunisia dan menjadi aksi/pergerakan nasional. Aksi protes tersebut diikuti oleh berbagai umur, kalangan, dan profesi. Setelah kematian Bouazizi banyak kalangan khususnya keluarganya merasa kehilangan. Bagi masyarakat Tunisia, Bouazizi sendiri telah dianggap sebagai seorang martyr atau syuhada. Menanggapi hal tersebut, Menobia Bouazizi mengatakan bahwa ia tidak ingin kematian Bouazizi menjadi sia-sia, karena bagaimanapun juga Bouazizi adalah kunci dari adanya revolusi tersebut124.

Tunisia sendiri banyak dipandang oleh negara Barat sebagai salah satu negara yang paling stabil di wilayah Arab. Dengan munculnya aksi protes secara besar-besaran tersebut menunjukkan keadaan masyarakat Tunisia yang sangat frustasi akan kondisi pemerintahan. Berawal dari aksi lokal dengan motif personal dan solidaritas, aksi protes kemudian menjadi aksi nasional yang menuntut kurangnya lapangan pekerjaan, kacaunya kondisi ekonomi, kurangnya kebebasan

123 Ryan Rifai, “Timeline: Tunisia‟s uprising – Chronicle of nationwide demonstrations over the country‟s unemployment crisis”, ( 23 Januari 2011), dalam http://www.aljazeera.com/indepth/spotlight/tunisia/2011/01/201114142223827361.html 124 Ayman Mohyedin dan Yasmine Ryan, dalam www.aljazeera.com/photo_galleries/africa/201112020291942350.html, akses 9 Maret 2015, 07:45

73

media, pelanggaran HAM, serta tingkat korupsi kolusi dan nepotisme yang tinggi.

Mereka menyalahkan ketidakmampuan Ben Ali dalam memerintah Tunisia setelah 23 tahun lamanya dan meminta pertanggungjawbannya125.

Menanggapi aksi protes yang semakin besar dan meluas, Presiden Ben Ali pun akhirnya angkat bicara pada tanggal 13 Januari. Melalui pidatonya ia mengatakan bahwa dirinya tidak akan mencalonkan kembali menjadi presiden setelah masa jabatannya berakhir di tahun 2014. Ia juga memerintahkan penurunan harga sembako seperti roti, susu dan gula, serta menginstruksikan kepada petugas keamanan untuk berhenti menggunakan kekerasan.

“I understand the Tunisians, I understand their demands. I am sad about what is happening now after 50 years of service to the country, military service, all the different posts, 23 years of the presidency” Ben Ali said. “Enough firing of real bullets,” he said. “I refuse to see new victims fall126”

(“Aku mengerti rakyat Tunisia, aku mengerti tuntutan mereka. Aku sedih tentang apa yang sedang terjadi saat ini setelah 50 tahun melayani negara, pelayanan militer, dalam berbagai bidang, 23 tahun masa kepresidenan” ucap Ben Ali. “Cukup dengan tembakan peluru-peluru” ucapnya. “Aku menolak untuk melihat korban-korban baru berjatuhan”)

Namun terlepas dari pengumuman yang disampaikan oleh presiden Ben

Ali, Al-Jazeera melaporkan bahwa tiga orang kembali menjadi korban tewas di

Aouina – pinggiran kota Tunis, dalam kurun waktu kurang dari satu jam sejak pidato presiden. Masyarakat juga merasa kecewa karena kenyataannya korban masih terus berjatuhan. Federasi Internasional terkait Hak Asasi Manusia / The

International Federation of Human Rights Leagues (FIDH) melaporkan bahwa

125 Al-Jazeera, “Tunisia struggles to end protests: Demonstrations over unemployment and poor living conditions continue despite president‟s warning of reprisals”, (29 Desember 2010), dalam http://www.aljazeera.com/news/africa/2010/12/20101229122733122341.html, akses 9 Maret 2015, 08:05 126 Yasmine Ryan, “Tunisia president not to run again: In bid to placate protesters, Zine El Abidine Ben Ali vows to broaden political freedoms and allow freedom of speech”, (14 Januari 2011), dalam http://www.aljazeera.com/news/africa/2011/01/2011113192110570350.html, akses 9 Maret 2015, 07:50

74

korban tewas telah mencapai 66 jiwa sejak protes pertama kali muncul pada 17

Desember 2010. Korban termasuk 7 orang yang bunuh diri saat protes berlangsung karena pengangguran dan masalah ekonomi, dan sisanya adalah korban yang terbunuh oleh petugas keamanan Tunisia. Lebih lanjut, Ben Ali kembali menjanjikan adanya kebebasan berpolitik, termasuk formasi partai politik, dan semua hal terkait sensor media dan internet juga akan dihentikan. Di satu sisi, banyak kalangan yang merasa senang dengan janji presiden Tunisia tersebut. Mereka mengantisipasi adanya kehidupan demokrasi baru yang lebih baik. Namun di sisi lain, masih banyak masyarakat yang masih ragu dan tidak yakin akan terlaksananya janji tersebut, mengingat dari pengalaman yang ada setiap janji yang diucapkan Ben Ali hanya akan menjadi sebuah janji semata127.

Pada akhirnya pidato serta janji yang disampaikan oleh Ben Ali tidak dapat meredakan aksi protes yang telah ada, bahkan anggota personil keamanannya sendiri balik melawannya. Keesokan harinya tanggal 14 Januari,

Ben Ali bersama Istrinya – Leila Traboulsi mencoba melarikan diri ke Paris.

Namun negara yang selama ini mempunyai hubungan erat dengan Tunisia tersebut justru menolak kedatangannya. Tidak mempunyai pilihan lain, ia bersama istrinya akhirnya pergi ke Arab Saudi untuk mendapatkan perlindungan dan memutuskan untuk mundur dari jabatan kepresidenannya.

Setelah kepergian Ben Ali, perdana Menteri Tunisia – Mohammed

Ghannouchi (lahir 18 Agustus 1941) mengambil alih kekuasaan sebagai presiden sementara. Ia mengumumkan pembentukan koalisi/gabungan pemerintahan baru, dimana di dalamnya termasuk pengikut setia Ben Ali yang terdiri dari menteri

127 Yasmine Ryan, “Tunisia president not to run again: In bid to placate protesters, Zine El Abidine Ben Ali vows to broaden political freedoms and allow freedom of speech”, (14 Januari 2011), dalam http://www.aljazeera.com/news/africa/2011/01/2011113192110570350.html

75

pertahanan, menteri dalam dan luar negeri. Pembentukan koalisi pemerintahan baru tersebut tentu ditolak oleh masyarakat, aksi protes pun kembali terjadi pada tanggal 18 Januari 2011. Masyarakat Tunisia tidak puas dengan pembentukan pemerintah baru tersebut. Mereka mengatakan bahwa itu adalah orang-orang yang sama dengan wajah yang baru. Mereka sadar bahwa para pejabat dalam pemerintahan baru tersebut adalah kaki tangan Ben Ali, sehingga sama saja dengan rezim yang lama atau yang biasa disebut rezim RCD. Mereka tidak peduli dengan nama-nama, tapi mereka peduli dengan rezim128.

Mayarakat meminta pembubaran koalisi pemerintahan baru dan juga pembubaran RCD. Untuk meredam aksi protes tersebut, Mohammed Ghannouchi bersama Fouad Mebazaa yang merupakan Ketua Parlemen Tunisia keluar dari partai RCD milik Ben Ali. Aksi tersebut disusul oleh keluarnya semua perdana menteri dalam koalisi pemerintahan baru dari partai RCD129. Tidak berhenti sampai disitu masyarakat yang berunjuk rasa juga meminta semua menteri yang berkaitan dengan pemerintahan Ben Ali untuk keluar dari pemerintahan sementara. Menanggapi hal tersebut, Mohamed Nouri Jouini yang menjabat sebagai menteri perencanaan dan kerjasama internasinal, dan Mohamed Afif

Chelbi yang menjabat sebagai menteri industri dan teknologi negara mengundurkan diri dari posisinya. Satu bulan kemudian, tepatnya tanggal 27

128 Inside Story: Are Politicians hijacking the Tunisian revolution?, pada 01:02 – 02:19, (https://www.youtube.com/watch?v=XhOgPPNG2Ag) 129 Al-Jazeera, “Tunisia PM forms „unity government‟ – Mohamed Ghannouchi has announced the new “national unity government”, with several key posts kept by the old guard”, (17 Januari 2011), dalam http://www.aljazeera.com/news/africa/2011/01/201111715545105403.html, akses 24 Oktober 2015, 11:10

76

Februari 2011 Mohammed Ghannouchi menyusul mengundurkan diri dari jabatan perdana menterinya dan digantikan oleh Beji Casid Essebsi130.

Pada tanggal 9 Maret 2011 partai RCD pun dibubarkan. Para anggota yang telah aktif dalam partai RCD selama sepuluh tahun terakhir juga dilarang untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum yang akan digelar. Untuk mensukseskan acara pemilihan umum, dibentuk panitia independen yang mengawas dan mengatur jalannya pemilu, yang disebut dengan ISIE / Instance Supérieure

Indépendante pour les Élections. Masyarakat yang berunjuk rasa pun semakin puas dengan terpenuhinya keinginan mereka ketika akhirnya pada tanggal 20 Juni

2011 Ben Ali dan istrinya mendapat hukuman 35 tahun penjara atas pencurian dan kepemilikan uang dan perhiasan yang tidak sah131.

Pada bulan Oktober, Tunisia mengadakan pemilihan yang untuk pertama kalinya dianggap sebagai pemilu yang benar-benar demokratis di negara tersebut.

Dengan kemenangan berada di partai islam moderat – Ennahda, Moncef

Marzouki132 (selanjutnya disingkat dengan Marzouki) yang merupakan aktivis

HAM yang sering mengkritik pemerintahan Ben Ali, telah terpilih secara resmi menjadi presiden Tunisia yang ke-3133. Marzouki telah terpilih dengan 153 suara

130 Al-Jazeera, “Two Tunisian ministers quit – Remaining ministers who served under ousted President Zine al-Abidine Ben Ali quit after protesters demand they resign”, (28 Februari 2011), dalam http://www.aljazeera.com/news/africa/2011/02/2011228183611459253.html, akses 24 Oktober 2015, 11:15 131 Al-Jazeera, “Timeline: Tunisia Elections – A look back at the nine months since massive protest toppled Tunisian ruler Ben Ali”, (27 Oktober 2011), dalam http://www.aljazeera.com/indepth/features/2011/10/2011109144814269125.html, akses 23 Oktober 2015, 12:35 132 Moncef Marzouki kembali ke Tunisia dari tempat pengasingannya di Paris pada tanggal 18 Januari 2011. Tokoh lainnya yang kembali ke Tunisia setelah diasingkan di luar negeri yaitu Rachid Ghannouchi. Mereka berdua merupakan pemimpin kongres Partai Republik dan Ennahda yang sama-sama kembali ke Tunisia setelah partai mereka dilarang oleh Ben Ali. 133 Yasmine Ryan, “Tunisia: The Uprising that started it all – Tunisians overthrew government, inspired uprisings across the region and launched their country on track to democracy”, (27 Desember 2011), dalam

77

dari total 217 anggota majelis konstitusi, dengan 3 dari 202 saksi deputi suara menolak, 2 tidak hadir, dan 44 anggota oposisi memberikan suara kosong134.

Setelah peristiwa revolusi Tunisia berakhir, dan pemilihan presiden baru telah dilaksanakan dengan terpilihnya Marzouki sebagai presiden yang baru,

Marzouki yang sebelumnya merupakan seeorang aktivis HAM segera menulis sebuah konstitusi baru untuk mencapai pemerintahan yang demokrasi sesuai dengan keinginan rakyat. Sebuah konstitusi baru yang telah disetujui oleh semua partai politik besar, dimana mereka sepakat untuk tidak menjadikan Syariah sebagai sumber utama perundang-undangan negara. Dalam wawancaranya dengan

Al-Jazeera, Marzouki mengatakan bahwa konstitusi baru yang dibawanya adalah konstitusi Sekular, sebuah konstitusi yang menjunjung tinggi hak-hak manusia, termasuk hak-hak wanita:

"I think it was a wise decision to accept to work with moderate islamists. Look what happened in Egypt. Secularists and islamists are against each other and they have a lot of problems to reach a political consensus, while in Tunisia - because we moderate secularists accepted to work with moderate islamists - we have this peaceful transition to democracy. And this is the price we have to pay, otherwise it's a kind of civil war between secularists and islamists and we don't want this in Tunisia135"

(Saya pikir itu adalah keputusan yang bijaksana untuk menerima bekerja sama dengan kelompok islam moderat. Lihatlah apa yang terjadi di Mesir. Kalangan sekuler dan Islamis menentang satu sama lain dan mereka

http://www.aljazeera.com/indepth/spotlight/aljazeeratop102011/2011/12/20111226205027882603. html, akses 9 Maret 2015, 08:25 134 Al-Jazeera, “Former dissident becomes Tunisia president: Moncef Marzouki was Ben Ali‟s bête noire throughout his political career and was forced to live in exile in France”, (13 Desember 2011), dalam http://www.aljazeera.com/news/africa/2011/12/201112122029806384.html, akses 24 Oktober 2015, 11:48 135Al-Jazeera, “Moncef Marzouki: Tunisia at the crossroads – The Tunisian president says he has „nighmares‟ of yet another revolution as a result of discontent and impatience”, (12 Mei 2012), dalam http://www.aljazeera.com/programmes/talktojazeera/2012/05/201251282833168287.html, akses 24 Oktober 2015, 11:55. Lebih lanjut lihat: Talk to Al-Jazeera: Moncef Marzouki – Tunisia at the Crossroads, dalam https://www.youtube.com/watch?v=SVm9vSOwQLE

78

mempunyai banyak masalah untuk mencapai konsensus politik, sementara di Tunisia – karena kami sekularis moderat menerima untuk bekerja sama dengan islamis moderat – kami mempunyai kondisi transisi damai ini untuk menuju demokrasi. Dan ini merupakan harga yang harus kita bayar, jika tidak maka akan menjadi perang antara sekularis dan islamis dan kami tidak ingin ini terjadi di Tunisia)

Ucapan Marzouki tersebut menyiratkan bahwa adanya kerjasama dari masyarakat, golongan islam moderat serta sekuler dengan pemerintahan tentang pencapaian konstitusi baru tersebut pada akhirnya telah berhasil mewujudkan peralihan kekuasaan secara damai menuju demokrasi. Dengan kata lain, janji dari adanya revolusi Tunisia telah tercapai dan berhasil. Suatu keberhasilan yang sulit dicapai oleh negara-negara MENA yang mengalami revolusi serupa.

Lebih lanjut, Marzuki mengemukakan dalam wawancaranya dengan Al-

Jazeera, dibanding dengan „negara Arab Spring‟ lainnya, Tunisia termasuk yang paling beruntung. Terlepas dari banyaknya jumlah korban akibat revolusi yang terjadi pada tahun 2011, harga yang harus dibayar tersebut tidaklah terlalu tinggi.

Dalam artian jumlah korban termasuk sedikit dibanding dengan negara Syiria,

Mesir, ataupun Libya. Setelah terjadinya Arab Spring, meskipun jalan yang ditempuh masyarakat Tunisia masih sangat panjang, namun mereka telah mendapat apa yang diinginkannya. Kebebasan dalam berekspresi, kebebasan dalam berasosiasi, dan keberhasilannya dalam melaksanakan pemilihan yang adil untuk pertama kalinya. Mayarakat Tunisia merasa bebas berada di negaranya, dan mereka bangga akan apa yang telah mereka capai tersebut136.

136 Al-Jazeera, “Moncef Marzouki: The Price of a revolution – Tunisia‟s president warns of forces that are intent on disrupting the country‟s peaceful movement to democracy”, (9 Februari 2013), dalam http://www.aljazeera.com/programmes/talktojazeera/2013/02/2013291281235102.html, akses 24 Oktober 2015, 12:00

79

Meskipun begitu, Marzouki mengakui bahwa keadaan sosial-ekonomi di

Tunisia masih jauh dari kata baik. Hal tersebut dikarenakan masalah sosial- ekonomi yang mencakup kemiskinan dan pengangguran adalah masalah yang lebih kompleks dan butuh waktu lama untuk menanganinya. Berbeda dengan masalah politik dimana pemilihan umum dapat dengan mudah dilakukan dan konstitusi baru dapat dicapai, masalah sosial-ekonomi di Tunisia merupakan suatu masalah yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Marzouki mengatakan bahwa setelah melakukan pemilu dan transisi pemerintahan telah terjadi, kondisi pemerintah masih sangat lemah, dan banyak permasalahan selain sosial-ekonomi yang juga harus diatasi. Namun Ia yakin seiring dengan berjalannya waktu dan pemerintah menjadi lebih stabil, masalah sosial-ekonomi tersebut juga akan dapat diatasi. Meskipun terkadang Marzouki memiliki mimpi buruk akan terulangnya peristiwa Arab Spring di Tunisia, namun Ia tetap positif karena setelah transisi pemerintahan terjadi, Tunisia telah menjadi lebih baik.

Terbukti dengan semakin sedikitnya aksi-aksi protes dibanding sebelum terjadinya Arab Spring tahun 2010-2011137.

B. Peran Media Al-Jazeera

Sejak kemunculannya pertama kali, Al-Jazeera telah menjadi fenomena tersendiri di dunia Arab. Menyandang citra sebagai media independen yang fokus membahas peristiwa-peristiwa penting dunia Arab, Al-Jazeera telah menarik perhatian masyarakat dalam mendapatkan berita-berita teraktual. Dengan reputasi dan kualitas berita yang disajikan apa adanya dan tidak memihak, tidak jarang Al-

Jazeera mendapat kritik dan membuat marah berbagai negara MENA. Mereka

137 Moncef Marzuki, Talk to Al-Jazeera: The Price of Revolution, pada 04:03 – 07:45, (https://www.youtube.com/watch?v=y-TNd5_MHmg), akses 25 Oktober 2015, 16:59

80

merasa Al-Jazeera hanya menyebar fitnah dan aib bagi negara-negara MENA138.

Dengan kata lain, Al-Jazeera dicintai oleh masyarakat dan dibenci oleh pemerintahan Arab. Namun ketidaksenangan pemerintah Arab terhadap Al-

Jazeera tersebut kenyataannya justru menambah kepopulerannya diantara masyarakat Arab.

Kepercayaan masyarakat Arab terhadap dedikasi Al-Jazeera sebagai media yang menyajikan berita-berita berkualitas mulai meningkat ketika Al-Jazeera meliput peristiwa-peristiwa penting seperti perang melawan Amerika yang terjadi di Irak dan Afghanistan. Dengan gaya liputan yang apa adanya serta tidak berat sebelah seperti yang kebanyakan media Barat lakukan, Al-Jazeera mampu memberi setiap detail kejadian berdasarkan fakta-fakta yang ada di lapangan.

Untuk itulah Al-Jazeera mampu menarik kepercaan masyarakat sehingga mampu mempengaruhi pola pikir mereka. Sehingga dengan kata lain media yang independen dan bebas – dalam hal ini Al-Jazeera, dapat mempengaruhi dan melakukan fungsi kontrol sosial / social control. Dimana yang dikontrol bukan cuma penguasa, pemerintah, parlemen, institusi pengadilan, militer, tetapi juga masyarakat itu sendiri139.

Tidak hanya pada peristiwa perang Amerika di Irak dan Afghanistan, Al-

Jazeera kembali memainkan perannya dalam peristiwa demokratisasi yang belum lama ini terjadi di beberapa negara MENA, yang mana peristiwa tersebut lebih dikenal dengan sebutan Arab Spring. Banyak sumber tertulis yang mengatakan bahwa peran Al-Jazeera dalam peristiwa Arab Spring tersebut adalah sesuatu yang

138 Mohamed Zayani, The Al Jazeera Phenomenon, h. 56 139 Jamhur Poti, “Demokratisasi Media Massa dalam Prinsip Kebebasan”, Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No.1, 2001, h.24. Diunduh dari http://digilib.unimed.ac.id, akses 28 Maret 2015, 12:18

81

belum pernah terjadi sebelumnya, khususnya pada peristiwa pemberontakan di

Tunisia dan Mesir. Masyarakat Tunisia sendiri, yang merupakan pelopor terjadinya Arab Spring memuji kecepatan serta kecekatan Al-Jazeera dalam menyalurkan berita tentang lengsernya kekuasaan Ben Ali di Tunisia. Lebih lanjut, liputan Al-Jazeera dalam peristiwa jatuhnya rezim kekuasaan di Tunisia dan Mesir semakin membantu meningkatkan kepopuleran saluran tersebut.

Bahkan dengan adanya liputan tersebut telah memberi inspirasi kepada masyarakat di Libya dan Yaman untuk melakukan aksi yang sama di negaranya masing-masing. Secara otomatis menjadikan peran Al-Jazeera, dalam hal ini satelit televisi Al-Jazeera dalam peristiwa tersebut semakin tidak diragukan lagi140.

Peristiwa Arab Spring cukup menarik banyak perhatian masyarakat dunia sebagai suatu rangkaian peristiwa revolusi di beberapa negara Arab yang berawal dari Tunisia pada Januari 2011. Sejak saat itu banyak media masa Barat yang secara sederhana menggambarkannya sebagai peristiwa aspirasi yang menuntut adanya kebebasan dan demorasi, yang diusung oleh masyarakat yang bertahun- tahun telah hidup dibawah kediktatoran kekuasaan. Padahal nyatanya, peristiwa

Arab Spring bermakna lebih dari itu. Arab Spring terjadi karena adanya kombinasi faktor alam yang berbeda, mulai dari demografi ke ekonomi, dan dari agama ke ideologi. Menyadari akan hal itu, Al-Jazeera berusaha untuk

140 Ahmad E. Souaiaia, “Qatar, Al-Jazeera, and the Arab Spring”, (17 November 2011), dalam http://mrzine.monthlyreview.org/2011/souaiaia171111.html, akses 11 April 2015, 09:10

82

memainkan peranannya dalam membungkus faktor-faktor tersebut ke dalam suatu sistematika yang rapi sebelum disampaikan kepada masyarakat luas141.

Dalam kasus Arab Spring yang terjadi di Tunisia pada tahun 2011, Al-

Jazeera telah menjadi media tak tersaingi dalam peliputan berita yang sedang berlangsung tersebut. Al-Jazeera telah menikmati popularitasnya sebagai sumber berita yang independen dan dapat dipercaya. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey kelompok penasihat Arab / the Arab Advisors Group, yang menyatakan pada tahun 2005 Al-Jazeera dianggap sebagai media yang sangat terpercaya oleh

85,7% responden di Mesir, 63,8% responden di Jordan, dan 69% responden di

Saudi Arabia142. Dominasi kepercayaan yang didapat oleh Al-Jazeera tersebut sebagian besar terjadi saat peliputannya terhadap perang Amerika di Irak dan

Afghanistan. Dimana dalam kejadian tersebut Al-Jazeera telah memainkan perannya sebagai the voice of the voiceless. Dan Al-Jazeera mampu kembali membuktikan perannya tersebut pada peristiwa Arab Spring di Tunisia.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peristiwa Arab spring di Tunisia yang diawali oleh aksi bakar diri Mohammad Bouazizi telah memicu aksi protes dari berbagai kalangan di seluruh Tunisia yang akhirnya menuntut turunnya Ben

Ali dari kekuasaannya. Aksi protes pertama kali yang terjadi di Sidi Bouzid, yang kemudian video dokumentasinya diunggah di facebook telah menarik perhatian

Al-Jazeera. Al-Jazeera yang saat itu sedang mencari bahan berita seputar dunia

Arab di facebook, secara tidak sengaja menemukan video tersebut dan sorenya langsung menayangkannya di saluran Al-Mubashir. Sejak saat itu keberadaan Al-

141 Giulia Paolo Spreafico, “The Arab Spring and „Al-Jazeera Factor‟”, (12 Februari 2014), dalam http://russiancouncil.ru/en/blogs/giuliapaola-spreafico/?id_4=969, akses 11 April 2015, 09:15 142 Giulia Paolo Spreafico, “The Arab Spring and „Al-Jazeera Factor‟”, (12 Februari 2014), dalam http://russiancouncil.ru/en/blogs/giuliapaola-spreafico/?id_4=969

83

Jazeera tidak hanya untuk menyajikan sebuah berita, namun juga berusaha untuk membuatnya tetap hidup. Al-Jazeera terus memberikan perkembangan terkini tentang apa yang sedang terjadi di Tunisia melalui video-video, foto-foto, serta hal-hal lain yang bersangkutan kepada pemirsanya. Ketika peristiwa tersebut sedang berlangsung, Al-Jazeera bahkan sempat menghentikan beberapa programnya dan fokus menyajikan perkembangan berita revolusi tersebut agar masyarakat dapat memperoleh informasi secara maksimal.

Sama seperti halnya sepupu Bouazizi yang sadar dengan diunggahnya video dokumentasi protes ke facebook dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat akan apa yang sebenarnya sedang terjadi, Al-Jazeera juga sadar dengan membuat sebuah berita menjadi selalu hidup maka selama itu pula peristiwa tersebut akan diketahui oleh banyak orang. Karena jika berita tersebut telah mati, maka peristiwa revolusi tersebut secara otomatis juga akan mati dan tidak akan berkembang bahkan akan musnah. Hal tersebut sesuai dengan apa yang ditulis dalam sebuah thesis oleh Ezzeddine Abdelmoula melalui wawancaranya dengan Jurnalis Mohamed Lemine, yang mengatakan tentang peran penting Al-

Jazeera dalam menjaga tetap hidupnya sebuah berita:

“The most important thing, regardless of the nature and quality of its coverage, is that Al-Jazeera, from the first moments of the Arab revolutions, especially in Tunisia, was able to capture that symbolic moment of Bouazizi setting himself on fire and opened up the skies on it. If story died, I believe the Arab revolutions would have died consequently143” (Yang paling penting, terlepas dari sifat dan cakupannya, adalah bahwa Al-Jazeera dari saat-saat pertama dari revolusi Arab, khususnya di Tunisia, mampu menangkap momen simbolis Bouazizi yang membakar dirinya dan

143 Ezzeddine Abdelmoula, Al-Jazeera‟s Democtratizing Role and the Rise of Arab Public Sphere, (University of Exeter, a thesis for the degree of Doctor of Philosophy in Politics, July 2012), h. 240

84

membuka langit diatasnya. Jika cerita tersebut mati, saya percaya konsekuensinya revolusi Arab juga akan mati)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Abderrahim Foukara, kepala stasiun

Al-Jazeera di Washington dalam wawancaranya dengan Lawrence Pintak – jurnalis majalah Foreign Policy mengenai keistimewaan Al-Jazeera dalam menyajikan sebuah berita kepada pemirsanya. Ia mengatakan bahwa kejeniusan satelit TV Arab – dalam hal ini Al-Ajazeera adalah kepekaannya dalam menangkap sesuatu yang eksistensial yang sering disebut perasaan Arab / Arab sensibility dan merubahnya ke dalam suatu gambaran cerita yang mewakili hati

Arab144.

Hal diatas menunjukkan adanya peran Al-Jazeera yang tidak hanya sebagai media pelapor, namun juga pembentuk sebuah berita. Dengan meningkatkan kesadaran serta pengetahuan masyarakat tentang apa yang sedang terjadi, secara tidak langsung Al-Jazeera telah memotivasi mereka untuk ikut berjuang melakukan perubahan. Menjadikan peran Al-Jazeera bukan hanya sebagai media pelapor berita, melainkan sebagai media yang telah membuka jalan bagi perubahan melalui peningkatan kesadaran dan membentuk opini publik. Al-

Jazeera juga telah membantu dalam membangun narasi dengan menghubungkan bersama setiap peristiwa yang terpisah dan memberi makna serta orientasi ke dalamnya. Narasi yang sudah dibangun dan dibentuk tersebut kemudian ditampilkan di layar Al-Jazeera, dimana pemirsa dapat mendapatkan berita secara menyeluruh meliputi latar belakang sejarah, konteks politik, serta kerangka

144 Lawrence Pintak, “The Al-Jazeera Revolution: The satellite television station is seizing the message away from the bland propaganda of Arab autocrats”, (2 Februari 2011), dalam http://foreignpolicy.com/2011/02/02/the-al-jazeera-revolution/, akses 5 Oktober 2015, 11:30

85

analisisnya. Peran yang dimainkan oleh Al-Jazeera tersebut tampak sangat jelas pada peristiwa Arab Spring di Tunisia145.

Dalam konteks Arab Spring di Tunisia, peristiwa menyebarnya aksi protes dari satu wilayah ke wilayah lainnya, disebabkan oleh 3 faktor utama, yaitu pengunggahan video aksi unjuk rasa pertama di Sidi Bouzid pada tanggal 17

Desember 2010 di situs jejaring sosial facebook, adanya rasa solidaritas masyarakat dari berbagai kalangan untuk berpartisipasi pada aksi protes tersebut, serta penyiaran berita oleh media massa internasional khususnya Al-Jazeera, yang menjadi solusi dapat dijangkaunya informasi serta berita tersebut bagi mereka yang bukan pengguna internet146. Dari ketiga faktor utama tersebut, peran Al-

Jazeera sebagai penyalur informasi sekaligus pembentuk opini masyarakat menjadi faktor yang paling penting dalam terjadinya revolusi tersebut.

Al-Jazeera memainkan perannya dengan cara menyiarkan berita tentang apa yang sedang terjadi di Tunisia. Dengan mengandalkan sumber-sumber berupa video yang diunggah di facebook dan twitter oleh para demonstran, telah memungkinkan berita dapat tersebar dan diketahui oleh masyarakat luas.

Menyebarnya informasi tersebut kepada seluruh masyarakat, membuat mereka menjadi sadar akan apa yang sedang terjadi, serta kondisi seperti apa yang sedang mereka alami147. Kenyataan bahwa selama bertahun-tahun mereka hidup dibawah pemerintahan Ben Ali dengan kondisi ekonomi yang buruk serta tekanan politik, membuat mereka merasa jengah dan menuntut adanya perubahan. Adanya aksi

145 Ezzeddine Abdelmoula, Al-Jazeera‟s Democtratizing Role and the Rise of Arab Public Sphere, h. 242 - 246 146 Subkhan, Revolusi Melati di Tunisia Januari 2011, h.71 147 Sami Al-Khazendar dan Yahya Ali, “Professionalism and Objectivity of Al-Jazeera Satellite Channel”, American International Journal of Contemporary Research, Vol.3, No.9, 2013, h.69, tersedia di http://www.aijcrnet.com/journals/Vol_3_No_9_September_2013/9.pdf, akses 11 April 2015, 13:55

86

protes yang dilakukan oleh Bouazizi pun akhirnya memotivasi mereka untuk melakukan protes menuntut adanya perubahan yang lebih baik, yang menjadikan mereka dari sebelumnya hanyalah sebuah objek menjadi subjek yang berperan aktif mewujudkan keinginan mereka.

Meskipun Al-Jazeera telah menjadi faktor penting, namun kenyataan adanya peran media sosial seperti facebook dan twitter yang menjadi faktor pertama penyebab munculnya revolusi di Tunisia tidak dapat diabaikan. Namun

Al-Jazeeralah yang pertama kali menaruh perhatian pada peristiwa tersebut bahkan sebelum media lokal mulai menaruh perhatian, sampai akhirnya berhasil menarik perhatian masyarakat luas dan terus menayangkannya secara berulang- ulang. Al-Jazeera bersama stasiun televisi lainnya secara umum adalah faktor yang memudahkan serta mempercepat terjadinya perubahan. Sebelumnya pemerintah di Tunisia sempat meningkatkan kontrolnya terhadap penggunaan internet dan media sosial seperti facebook dan twitter, namun secara teknis pemerintah tidak dapat mengontrol satelit televisi. Sehingga Al-Jazeera mampu memberikan informasi secara terbuka melalui satelit yang sangat sulit dicegah oleh pihak berwenang Tunisia. Untuk itulah akhirnya pemerintah menutup markas

Al-Jazeera yang ada di Tunisia148.

Berbeda dengan kebanyakan negara di dunia Arab, Tunisia saat itu adalah satu-satunya negara yang melarang Al-Jazeera memasuki wilayah tersebut sampai lengsernya kekuasaan Ben Ali. Sehingga sampai sebelum lengsernya Ben Ali dari kekuasaannya – yaitu pada tanggal 15 Januari 2011, informasi dari para

148 Ben Wagner, “I Have Understood You: The Co-evolution of expression and Control on the Internet, Television and Mobile Phones During the Jasmine Revolution in Tunisia”, The Arab Spring – The Role of ICTs‟s Journal, International Journal of Communication 5, 2011, h. 3. Diunduh dari http://ijoc.org/index.php/ijoc/article/viewFile/1174/606&embedded=true, akses 11 April 2015, 12:20

87

masyarakat sipil serta para aktivis yang melaporkan peristiwa revolusi dari berbagai wilayah di Tunisia lah yang membantu Al-Jazeera dalam meliput berita tersebut149.

“… activist in different parts of the country got together and organized themselves into groups with well-defined task for each member. Some were assigned the task of taking pictures and videos with their cellphones, others had to write up and edit the news while other members contacted news networks to get their stories out150”

(… aktivis di berbagai negara berkumpul dan mengorganisir diri dalam kelompok-kelompok dengan tugas yang terdefinisi dengan baik untuk setiap anggotanya. Beberapa anggota ditugaskan untuk mengambil gambar dan video dengan ponsel mereka, yang lainnya menulis dan mengedit berita, sementara anggota lain menghubungi saluran berita untuk menyerahkan cerita / berita mereka)

Hal tersebut merupakan sesuatu yang unik dan membedakannya dari revolusi yang terjadi di beberapa negara lain. Meskipun Al-Jazeera tidak dapat meliput secara langsung pada awa-awal peristiwa revolusi di Tunisia, antusias masyarakat dalam mengikuti perkembangan berita Al-Jazeera sama sekali tidak berkurang. Kurangnya kepercayaan masyarakat serta kredibilitas dan kebebasan media lokal yang ada, membuat masyarakat tetap menjadikan Al-Jazeera sebagai sumber utama dalam mendapatkan berita dan informasi.

Ditengah kondisi para reporter ahli yang tidak memungkinkan untuk meliput secara langsung, kehadiran serta partisipasi masyarakat dalam meliput peristiwa yang terjadi telah memiliki makna tersendiri dalam peristiwa revolusi tersebut. Dalam hal ini, tidak hanya Al-Jazeera yang berhasil menjangkau mereka untuk mendapatkan materi beritanya, namun mereka juga berhasil menjangkau

Al-Jazeera agar berita mereka dapat dimuat. Kondisi tersebut merupakan operasi

149 Ezzeddine Abdelmoula, Al-Jazeera‟s Democtratizing Role and the Rise of Arab Public Sphere, h. 250 - 252 150 Ezzeddine Abdelmoula, Al-Jazeera‟s Democtratizing Role and the Rise of Arab Public Sphere, h. 252

88

timbal balik dimana media sosial seperti facebook dan twitter, bersama dengan media televisi seperti Al-Jazeera saling melengkapi dalam menyajikan sebuah liputan berita yang terkoordinasi151.

Lebih lanjut, Wadah Khanfar – mantan direktur utama Al-Jazeera yang menjabat dari tahun 2003-2011, menambahkan bahwa pada awalnya Al-Jazeera telah dibuat kaget dengan peristiwa munculnya revolusi di Tunisia. Mereka sendiri tidak menyangka bahwa peristiwa tersebut akan menjadi sesuatu yang besar bahkan sampai menyebar ke negara-negara lain. Dengan kondisi dimana Al-

Jazeera tidak mempunyai akses untuk meliput langsung keadaan di Tunisia, dan juga di beberapa negara lain yang kemudian ikut menutup markas Al-Jazeera di negara mereka, keberadaan sosial media sebagai media baru memainkan perannya yang besar di awal peristiwa protes terjadi. Foto-foto serta video yang menyebar di youtube, facebook, twitter, serta blog-blog telah memberikan Al-Jazeera tidak hanya sebuah materi/bahan yang cukup, namun sebuah bahan jenis baru, yaitu bahan yang terlihat lebih nyata. Bahan tersebut tentu tidak mempunyai kualitas yang baik seperti yang didapat oleh jurnalis/ wartawan ahli, namun justru bahan tersebut lebih bisa dihayati dan dicerna dimata pemirsanya152.

Meskipun Al-Jazeera tidak mempunyai hubungan yang harmonis dengan pemerintah Tunisia, namun hubungannya dengan masyarakat Tunisia sangatlah erat. Terbukti dengan banyaknya masyarakat yang ikut membantu sebagai jurnalis

„dadakan‟ saat Al-Jazeera tidak mampu meliput secara langsung. Hubungan yang erat antara Al-Jazeera dengan masyarakat Tunisia tersebut selain karena tidak

151 Ezzeddine Abdelmoula, Al-Jazeera‟s Democtratizing Role and the Rise of Arab Public Sphere, h. 252 - 253 152 Wadah Khanfar, “Al-Jazeera and the Arab Spring (transcript”, (19 Januari 2012), dalam www.chathamhouse.org, akses 5 Oktober 2015, 11:45

89

adanya media lokal yang dapat mereka percaya. Disisi lain Al-Jazeera memberi kesempatan pemirsanya untuk memiliki kepercayaan kepada Al-Jazeera berdasarkan pemikiran mereka masing-masing. Pada saat revolusi di Tunisia semakin memanas, Al-Jazeera memutuskan untuk menghentikan beberapa program regularnya agar terus dapat memberi informasi serta perkembangan terbaru kepada masyarakat. Sehingga selama revolusi berlangsung sampai akhirnya berhasil menuai kesuksesan, masyarakat sangat memuji kinerja Al-

Jazeera. Bagi masyarakat Tunisia, Al-Jazeera adalah cermin dimana mereka melihat diri mereka tercermin. Hal tersebut membantu mereka untuk percaya pada revolusi yang telah dimulai di negara mereka153.

Terlepas dari hal tersebut, kembali pada peran Al-Jazeera sebagai media yang mampu mempengaruhi opini serta sikap masyarakat, liputan berita yang disajikannya mampu menyampaikan sebuah ide tentang sesuatu yang hebat sedang terjadi. Al-Jazeera mampu menjadikan para pemrotes sebagai seorang pahlawan, menjadikan mereka merasa sebagai bagian penting dalam pencapaian kehidupan yang jauh lebih baik lagi. Hal ini pun memotivasi masyarakat yang melihat berita tersebut untuk ikut ambil bagian dalam proses perubahan yang ada.

Rasa simpati serta solidaritas masyarakat yang melakukan protes akhirnya dapat ditularkan kepada pemirsa yang melihatnya. Sehingga masyarakat dari berbagai kalangan dan usia pun ikut ambil bagian dalam peristiwa bersejarah tersebut.

Melihat dari fakta-fakta tersebut, pada akhirnya peran satelit televisi Al-Jazeera

153 Aref Hijjawi, the Role of Al-Jazeera (Arabic) in the Arab Revolts of 2011, h. 69-70. Diunduh dari https://www.boell.de/sites/default/files/assets/boell.de/images/download_de/Perspectives_02- 10_Aref_Hijjawi.pdf, akses 5 Oktober 2015, 11:50

90

dalam peristiwa Arab Spring di Tunisia tersebut merupakan sesuatu yang nyata dan tidak dapat terpisahkan.

C. Arab Spring = Revolusi Al-Jazeera?

Al-Jazeera yang merupakan salah satu media massa Arab yang berasal dari

Qatar, telah memainkan peran pentingnya dalam munculnya Arab Spring di beberapa negara MENA. Dengan kemampuannya dalam menggerakkan serta membawa masyarakat dalam suatu aksi proses menuntut perubahan dibawah kekuasaan rezim yang telah berkuasa selama bertahun-tahun, yang akhirnya berhasil menjatuhkan kekuasaan otoriter tersebut, banyak yang menganggap Al-

Jazeera sebagai kunci utama terjadinya peristiwa tersebut. Sehingga tak heran jika banyak yang menganggap bahwa peristiwa Arab Spring tersebut sebagai sebuah

Revolusi Al-Jazeera atau Al-Jazeera‟s revolution, mengingat perannya yang cukup besar dibanding dengan media massa lainnya.

Pada kasus Al-Jazeera , sebagai media yang mempunyai banyak prestasi dan telah berhasil meliput peristiwa-peristiwa penting termasuk Arab Spring, kemampuannya dalam menggerakkan massa untuk berpartisipasi dalam revolusi tersebut tidak dapat diragukan lagi. Nyatanya Al-Jazeera mampu mempengaruhi opini masyarakat tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi. Namun meskipun mempunyai peran yang besar di dalamnya, mengatakan Arab Spring sebagai

Revolusi Al-Jazeera rasanya kurang begitu tepat.

Revolusi yang terjadi saat peristiwa Arab Spring mungkin memang bukan

Revolusi Al-Jazeera, namun generasi yang memimpin revolusi serta yang berpartisipasi di dalamnya adalah generasi Al-Jazeera. Wadah Khanfar, mantan direktur utama Al-Jazeera juga sependapat dengan hal tersebut. Ia mengatakan

91

bahwa Al-Jazeera bukanlah alat revolusi. Al-Jazeera tidak menciptakan revolusi, namun ketika suatu peristiwa besar terjadi, Al-Jazeera akan menjadi pusat dari peristiwa tersebut. Hal yang sama juga diungkapkan oleh M. Souag – Kepala bagian berita Al-Jazeera, ia mengatakan bahwa Al-Jazeera memainkan perannya sebagai media yang meliput berita tentang apa yang sedang terjadi, bukan membuat atau menciptakan revolusi tersebut. Masyarakat sendirilah yang melakukan revolusi tersebut154. Adapun faktor yang akhirnya membuat aksi revolusi di Tunisia tersebut berhasil adalah adanya persatuan dari berbagai kalangan, meliputi para profesional, kelompok kelas menengah, pelajar, semuanya dengan berani ikut turun ke jalanan untuk melakukan aksi demo bersama155.

Sejak awal Al-Jazeera sebagai sebuah media massa hanya menjalankan tugasnya dalam memberi informasi, mendidik, menghibur, dan berkaitan dengan pembahasan ini adalah untuk mempengaruhi. Ketika masyarakat sadar bahwa aksi yang mereka lakukan diliput oleh Al-Jazeera, timbul semacam efek psikologis dalam diri mereka yang mendorong untuk terus melakukannya.

“They feel that what they did was so important that Al-Jazeera reported it. Those who participated in the protests and saw themselves on television would certainly go back to the street. Those who did not participate but saw others participate would ask themselves: why not us?156”

(Mereka merasa apa yang telah mereka lakukan sangatlah penting sampai Al-Jazeera memberitakannya. Bagi mereka yang berpartisipasi dalam protes dan melihat diri mereka di televisi secara otomatis akan kembali turun ke jalan. Bagi mereka yang tidak berpartisipasi tapi melihat yang lain berpartisipasi akan bertanya kepada diri mereka sendiri: mengapa bukan kita?)

154 Ezzeddine Abdelmoula, Al-Jazeera‟s Democtratizing Role and the Rise of Arab Public Sphere, h. 261-262 155 Empire. Tunisia – A Revolutionary model. Pada 03:34 – 03:50, (https://www.youtube.com/watch?v=wa577mvb6mu), Akses 25 Oktober 2015 156Ezzeddine Abdelmoula, Al-Jazeera‟s Democtratizing Role and the Rise of Arab Public Sphere, h. 263

92

Dengan kata lain, Al-Jazeera tidak bisa disebut sebagai pihak yang menciptakan adanya revolusi, namun perannya dalam meliput berita tersebutlah yang perlu lebih ditekankan. Al-Jazeera perlu dilihat sebagai salah satu faktor penting yang mendukung keberhasilan revolusi tersebut. Melalui perannya, pada akhirnya revolusi dapat menyebar dan memberi inspirasi kepada masyarakat lainnya untuk melakukan hal yang sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anggapan mengenai Arab Spring merupakan sebuah revolusi Al-Jazeera tidaklah tepat.

93

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari seluruh pemaparan pada bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan 3 poin penting, antara lain:

1. Sejak kemunculannya pertama kali di tahun 1996, Al-Jazeera sebagai

sebuah media yang berbasis di Doha – Qatar telah membuktikan

kemampuannya sebagai media bertaraf internasional yang mampu

bersaing dengan media-media lainnya khususnya media Barat. Sebagai

media yang menganggap dirinya the voice of voiceless, Al-Jazeera mampu

memberikan berita-berita eksklusif yang berbeda dengan media Barat

lainnya. Selain itu Al-Jazeera juga telah melakukan apa yang sebelumnya

belum mampu dilakukan oleh media lain, yaitu membawa semua Arab

bersatu, di bawah satu payung, bersama-sama mengemukakan pikiran

mereka. Sehingga kehadiran Al-Jazeera tidak hanya sebagai media

pemberi berita namun juga sebagai media yang telah membuka ruang

debat di kalangan masyarakat khususnya masyarakat Arab. Dengan kata

lain kehadiran serta pengaruh Al-Jazeera di Timur Tengah dan bahkan di

dunia internasional sangat kuat dan telah menjadi fenomena tersendiri

hingga saat ini.

2. Mulai tahun 2011 terdapat serangkaian gelombang protes menuntut

adanya pemerintahan di beberapa negara di Timur Tengah. Peristiwa yang

lebih di kenal dengan sebutan Arab Spring tersebut telah menarik banyak

perhatian masyarakat dunia, dimana protes pertama kali terjadi di Tunisia

94

sebelum kemudian menyebar ke negara-negara MENA. Banyak faktor

yang mempengaruhi kemunculan aksi protes besar-besaran tersebut,

namun salah satu faktor utamanya dikarenakan rezim pemerintahan Ben

Ali yang telah berkuasa selama 23 tahun telah gagal membawa Tunisia ke

dalam kehidupan yang lebih baik. Adapun dengan kemampuannya dalam

menangkap makna inti dari revolusi tersebut, Al-Jazeera kemudian mampu

meyajikan liputan berita yang pada akhirnya dapat menggerakkan

masyarakat untuk ikut berpartisipasi memperjuangkan keinginan mereka.

3. Peran Al-Jazeera sendiri dalam transformasi politik Tunisia pada peristiwa

Arab Spring sangatlah penting. Adapun peran Al-Jazeera tersebut yaitu

telah menginspirasi dan menggerakkan masyarakat Tunisia melalui berita-

berita yang disiarkannya sehingga mampu mempengaruhi masyarakat

untuk melakukan aksi tersebut. Perannya yang lain yaitu Al-Jazeera telah

menghasilkan sesuatu yang disebut diseminasi berita. Yaitu suatu kegiatan

yang ditujukan kepada kelompok atau individu agar mereka memperoleh

informasi, timbul kesadaran, menerima, dan akhirnya memanfaatkan

informasi tersebut. Dimana dengan adanya diseminasi berita yang dibawa

oleh Al-Jazeera tersebut mampu melahirkan pristiwa Arab Spring di

Tunisia.

Selain ketiga poin di atas, melalui studi ini penulis juga menemukan bahwa melalui liputan beritanya tentang apa yang terjadi Tunisia, Al-Jazeera telah menginspirasi masyarakat di negara-negara MENA untuk melakukan hal yang sama. Jika bukan karena Al-Jazeera, maka masyarakat tidak akan pernah tahu dan

Arab Spring pun tidak akan terjadi. Selain itu, dibanding dengan negara-negara

95

MENA lainnya, Arab Spring yang terjadi di Tunisia dapat dikatakan cukup berhasil. Hal tersebut dikarenakan adanya dukungan serta partisipasi dari semua kalangan dan profesi, yang meliputi para buruh, intelek, aktivis, dan masyarakat biasa dari berbagai usia untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu, sikap masyarakat Tunisia yang lebih terbuka dan menerima dengan adanya perubahan telah menjadikan transformasi politik yang ada berjalan dengan damai dan lancar.

B. Saran

Berdasarkan hasil studi terdapat beberapa saran dan rekomendasi yang dapat dipertimbangkan mengenai masalah Al-Jazeera dan peristiwa Arab Spring khususnya di Tunisia. Studi ini diharapkan dapat menjadi pelengkap tentang pembahasan mengenai kedua topik tersebut, mengingat topik tersebut merupakan topik kontemporer yang masih perlu dikaji lebih dalam. Adapun tema mengenai

Al-Jazeera dan Arab Spring ini merupakan tema yang menarik. Kajian tentang

Arab Spring di beberapa negara MENA lainnya masih jarang ada yang membahas. Maka dari itu penulis menyarankan kepada penulis selanjutnya untuk menoba membahas dan mengembangkannya lebih lanjut.

96

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Ensiklopedi

Abdurrahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media,2007.

Al-Jauhari, Yusri. Ifriqiyya Al-Isamiyah.______:_____, 1980.

Alterman, Jon B. New Media New Politics? From Satellite Television to the

Internet in the Arab World. US: Washington Institute for Near East Policy,

1998.

C. Naylor, Philip. North Africa: a History from Antiquity to the Present. US:

University of Texas Press, 2009.

Caughey M, MC, dan Ayers MD. Cyberactivicm: Online Activism in Theory and

Practice. London: Rotledge, 2003.

El-Nawawy, Mohammed, dan Shawn Powers. Mediating Conflict: Al-Jazeera

English and the Possibility of a Conciliatory Media. US: Figueroa Press,

2008.

Ensiklopedi Islam jilid 5. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1999.

Ensiklopedia Pemerintahan dan Kewarganegaraan: Sistem dan Bentuk

Pemerintahan di Dunia. (judul asli: How Government Work – The Inside

Guide to the Politics of the World). Jakarta: PT Lentera Abadi, 2010.

Fiska de Gouveia, Philip. An African Al-Jazeera? Mass Media and the African

Renaissance. UK: The Foreign Policy Centre, 2005.

Foreign Affairs. The New Arab Revolts: What Happened, What it Means, and

What Comes Next. US: Council on Foreign Relations, 2011.

97

Hodgson, Marshall. The Venture of Islam, vol.1: The Classical Age of Islam.

Chicago: Chicago Press Book, 1974.

Jumroni. Metode-metode Penelitian Komunikasi. Jakarta Selatan: UIN Jakarta

Press, 2006.

McKenna, Amy. The History of Northern Africa. New York: Britannica

Educational Publishing, 2010.

Mulyana, Deddy. Nuansa – nuansa Komunikasi: Meneropong Politik dan Budaya

Komunikasi Masyarakat Kontemporer. Bandung: Remaja Rosdakarya,

2001.

Nelson, Harold D. Tunisia: a Country Study. US: Foreign Area Studies, 1986

Nuruddin. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Rajawali Press, 2007.

Pintak, Lawrence. Reflections in a Blodshoot Lens: America, Islam and the War

of Ideas. Ann Arbor: Pluto, 2006.

Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remadja Karya

CV, 1989.

Ramsay, F. Jeffress, dan Edge, Wayne. Global Studies: Africa. McGraw – Hill,

2004.

Rivers, William L. Media Massa dan Masyarakat Modern (Mass Media and

Modern Society). Jakarta: Kencana, 2003.

Rugh, William. Arab Mass Media: Newspaper, Radio, and Television in Arab

Politics. Westport Conn: Praeger, 2004.

Sakr, Naomi. Arab Media and Political Renewal: Community, Legitimacy, and

Public Life. London: I.B.Tauris & Co.Ltd, 2007.

98

Shoelhi, Mohammad. Propaganda dalam Komunikasi Internasional. Bandung:

Simbiosa Rekatama Media, 2012.

Tamburaka, Apriadi. Revolusi Timur Tengah. Yogyakarta: Narasi, 2011

Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi.

Jakarta: CeQDA, 2013/2014.

Zayani, Mohamed. The Al-Jazeera Phenomenon: Critical Perspectives on New

Arab Media. UK: Pluto Press, 2005.

Zoubir, Yahia H, dan Amirah, Haizam. North Africa: Politics, Region, and the

Limits of Transformation. New York: Routledge, 2008.

Skripsi, Thesis, Koran dan Artikel dalam Jurnal

Abdelmoula, Ezzeddine. Al-Jazeera‟s Democratizing Role and the Rise of Arab

Public Sphere. (Thesis for the degree of Doctor of Philosophy in Politics,

University of Exeter, 2012)

Abdul Mageed, Muhammad M, dan Herring, Susan C. Arabic and English News

Coverage on Al-Jazeera.net. Proceedings of Cultural Attitudes Towards

Technology and Communication 2008: 1-16

Al-Khazendar, Sami, dan Ali, Yahya. Professionalism and Objectivity of Al-

Jazeera Satellite Channel. American International Journal of

Contemporary Research, 2013: 68-78

Amanda, Winona. Beberapa Judul Berita dalam Situs Al-Jazeera.net Berbahasa

Arab: Sebuah Analisis Sintaksis. (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya Universitas Indonesia, 2014)

99

Auter, Philip J. Meeting the Needs of Multiple Audience: An Examination of the

Aljazeera and English Aljazeera Websites from the Public Relations

Perspective. Global Media Journal, 2004: 1-24

Eliades, Nicolas. The Rise of Al-Jazeera. University or peace: Peace & Conflict

Monitor Journal: 1-20

El-Nawawy,Mohammed, dan Powers, Shawn. Al-Jazeera English and Global

News Network: Clash of Civilizations or Cross-cultural dialogue?. Media

War and Conflict Journal, 2009: 263-284

Geara, Dabielle, dan Staugaard J, Johanne. Al-Jazeera: a Middle Eastern Enfant

Terrible Goes Global. INSEAD, 2009: 1-18

Hafez, Kai. The Role of Media in the Arab World‟s Transformation Process: 321-

339

Hopmann, Terrence, dan Zartman, William. Tunisia: Understanding Conflict

2012. John Hopkins University – School for Advanced International

Studies

Jakobsen, Mette-Stine Folkmar, dll. Al Jazeera English, BBC and CNN: Can Al

Jazeera English preserve its identity when competing in a global news

market?. Communication Studies Spring 2013.

Kinner, Kelly. Al-Jazeera.net and BBC.CO.UK: Media Framing of the Darfur

Humanitarian Crisis. University of Colrado at Boulder, 8 Mei 2005

KOMPAS. Sosok: Kuartlet Dialog Nasional – Pembawa Transisi Demokrasi

Tunisia, 15 Oktober 2015

Lutterbeck, Derek. Tunisia after Ben Ali: Retooling the Tools of Opression?.

Policy Brief, Mei 2013: 1-4

100

Oliver, Joseph, dkk. Al-Jazeera, Phoenix Satellite Television and Return of the

State: Case studies in market liberalization, public sphere and media

imperialism, dalam International Journal of Communication, 2008.

Petersson, Catherine. Freedom of Expression and the Downfall of a Regime: The

Tunisian Revolution and the Transition to Democracy. Lund University,

2011.

Poti, Jamhur. Demokratisasi Media Massa dalam Prinsip Kebebasan. Jurnal Ilmu

politik dan Ilmu Pemerintahan, Vol.1, NO.1, 2001: 17-29

Powers, Shawn. The Origins of Al-Jazeera English. International Media

Education Department of Communication George State University, 2011:

1-20

Promises and Challenges: The Tunisian Revolution of 2010 – 2011. (The report of

the March 2011 Delegation of Attorneys to Tunisia from National Lawyers

Guild – US, Haldane Society of Socialist Lawyers – UK, and Mazlumder –

Turkey), Juni 2011.

Salvatore, Armando. Before (and After) the Arab Spring: From connectedness to

Mobilization in the Public Sphere. The Social Web In The Middle East

(2011): 5-12

Subkhan. Revolusi Melati di Tunisia Januari 2011. (Skripsi s1 Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia), 2011.

Tunisia in Perspective: An Oriental Guide. Defense Language Institute Foreign

Language Cnter, 2012.

Wagner, Ben. “I Have Understood You”: The Co-evolution of expression of

expression and Control on the Internet, television and Mobile Phones

101

during the Jasmine Revution in Tunisia. ( The Arab Spring – The Role of

ICTs‟s Journal, International Journal of Communication 5), 2011: 1295-

1302

Wangke, Humphrey. Masyarakat Sipil dan Transisi Demokrasi di Timur Tengah,

Vol. VI, No.03/2014: 5-8

Zingarelli, Megan E. Thesis: The CNN Effect and the Al-Jazeera Effect in Global

Politics and Society. Georgetown University Washington D.C, 2010.

Internet

Al-Jazeera Englsih: Connecting the World, akses 1 Juni 2015

http://www.aljazeera.com/mritems/Documents/2012/4/23/2012423115058

508734MediaBrochure_2012_007.pdf

Al-Jazeera Satellite Channel – Company Profile, Information,

BusinessDescription, History, Background Information on Al-Jazeera

Satellite Channel, akses 1 Juni 2015

(http://www.referenceforbusiness.com/history2/15/aljazeera-satellite-

channel.html)

Arab Uprising: Country by country – Tunisia. Artikel akses 23 Oktober 2015

(http://www.bbc.com/news/world-12482315)

BBC. Tunisia Country Profile – Overview, akses 22 Oktober 2015

(http://www.bbc.com/news/world-africa-14107241)

Black. Bahrain‟s Arab Spring chapter is still being written two years on, akses 24

Maret 2015 (http://www.guardian.co.uk/world/on-the-

middleeast/2013/feb/13/middleeast-bahrain-saudi-gulf)

102

Carrington, Damian. The Middle East is Running dry – and into the perfect

storm?, akses 23 Oktober 2015

(http://www.theguardian.com/environment/damian-carrington-

blog/2011/may/19/water-climate-change)

CIA. The World Factbook – Africa: Tunisia, akses 5 November 2015

(https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ts.html)

Dreisbach, Tristan, dan Joyce, Robert. Revealing Tunisia‟s corruption under Ben

Ali: New World Bank report shows how Tunisia‟s ousted Ben Ali regime

tailored laws to enrich cronies at the public‟s expense, akses 9 Maret 2015

(http://www.aljazeera.com/indepth/features/2014/03/revealing-tunisia-

corruption-under-ben-ali-201432785825560542.html)

E. Souaiaia, Ahmad. Qatar, Al-Jazeera, and The Arab Spring, akses 11 April

2015 (http://mrzine.monthlyreview.org/2011/souaiaia171111.html)

Hijacking the Tunisian Revolution: It was driven by disenfranchised young

people, but are professional politicians now trying to take over?, akses 24

Oktober 2015

(http://www.aljazeera.com/programmes/insidestory/2011/01/20111211659

38708665.html)

Hijjawi, Aref. The Role of Al-Jazeera (Arabic) in the Arab Revolts of 2011, akses

5 Oktober 2015

(https://www.boell.de/sites/default/files/assets/boell.de/images/download_

de/Perspectives_02-10_Aref_Hijjawi.pdf)

103

Joseph, Massed. The Arab Spring and Other American Seasons, akses 24 Maret

2015(http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2012/08/2012829725391538

65.html)

Khanfar, Wadah. Al-Jazeera and the Arab Spring (transcript), akses 5 Oktober

2015 (www.chathamhouse.org)

Man Set Himself Ablaze in Tunisia, akses 9 Maret 2015

(http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2013/03/20133127575275965)

Manfreda, Primoz. The Reasons for the Arab Spring: The Root Causes of the Arab

Awakening in 2011, akses 9 Maret 2015

(http://middleeast.about.com/od/humanrightsdemocracy/tp/The-Reason-

for-The-Arab-Spring.htm)

Moncef Marzouki : The price of revolution – Tunisia‟s president warns of forces

that are intent on disrupting the country‟s peaceful movement to

democracy, akses 24 Oktober 2015 dari

(http://www.aljazeera.com/programmes/talktojazeera/2013/02/2013291281

235102.html)

Moncef Marzouki : Tunisia at the crossroads – The Tunisian president says he

has „nightmares‟ of yet another revolution as a result of discontent and

impatience, akses 24 Oktober 2015 dari

(http://www.aljazeera.com/programmes/talktojazeera/2012/05/2012512828

33168287.html)

Paolo S, Giulia. The Arab Spring and “Al-Jazeera Factor”, akses 11 April 2015

(http://russiancouncil.ru/en/blogs/giuliapaola-spreafico/?id_4=969)

104

Pintak, Lawrence. The Al-Jazeera Revolution: The Satellite television station is

seizing the message away from the bland propaganda of Arab autocrats,

akses 5 Oktober 2015 (http://foreignpolicy.com/2011/02/02/the-al-jazeera-

revolution/)

Profile: Zine al-Abidine Ben Ali, akses 9 Maret 2015

(http://www.bbc.com/news/world-africa-12196679)

Profile: Zine El Abidine Ben Ali – Tunisian President fless amid a wafe of deadly

social protest in a dramatic end to his 23 years in power, akses 9 Maret

2015

(http://www.aljazeera.com/indepth/spotlight/tunisia/2011/01/20111150264

8916419.html)

Protester dies in Tunisia clash: Several wounded in Sidi Bouzid as

demonstrations against unemployment turn violent, akses 9 Maret 2015

(http://www.aljazeera.com/news/africa/2010/12/20101224235824708885.h

tml)

Rifai, Ryan. Timeline: Tunisia‟s Uprising – Chronicle of nationwide

demonstrations over the country‟s unemployment crisis, akses 9 Maret

2015(http://www.aljazeera.com/indepth/spotlight/tunisia/2011/01/2011141

42223827361.html)

Ryan, Yasmine. How Tunisia‟s Revolution Began: From day one, the people of

Sidi Bouzid broke through the media blackout to spread word of their

uprising, akses 9 Maret 2015

(http://www.aljazeera.com/indepth/features/2011/01/20111261218159854

83.html)

105

Ryan, Yasmine. The Trafic Life of a Street Vendor – Al-Jazeera Travels to the

Birthplace of Tunisia‟s Uprising and Speaks to Mohamed Bouazizi‟s

Family, akses 9 Maret 2015

(http://www.aljazeera.com/indepth/features/2011/01/20111168424251883

9.html)

Ryan, Yasmine. Tunisia president not to run again: In bid to placate protesters,

Zine El Abidine Ben Ali vows to broaden political freedoms and allow

freedom of speech, akses 9 Maret 2015

(http://www.aljazeera.com/news/africa/2011/01/2011113192110570350.ht

ml)

Ryan, Yasmine. Tunisia: The Uprising that started it all – Tunisians overthrew

government, inspired uprisings across the region and launched their

country on track to democracy, akses 9 Maret 2015

(http://www.aljazeera.com/indepth/spotlight/aljazeeratop102011/2011/12/

20111226205027882603.html)

Tristam, Pierre. Revolutionizing Middle Eastern Media and Perception, akses 1

Juni 2015

(http://middleeast.about.com/od/mediacultureandthearts/a/me0080313.htm)

Timeline: Tunisian Election – A Look back at the nine months since massive

protests toppled Tunisian ruler Ben Ali. Akses 23 Oktober 2015

(http://www.aljazeera.com/indepth/features/2011/10/20111091448142691

25.html)

Tunisia PM forms „unity government‟: Mohamed Ghannouchi has announced the

new “national unity government”, with several key posts kept by the old

106

guard. Akses 24 Oktober 2015

(http://www.aljazeera.com/news/africa/2011/01/201111715545105403.ht

ml)

Tunisia country profile – Overview. Akses 22 Oktober 2015

(http://www.bbc.com/news/world-africa-14107241)

Torture in Tunisia: We investigate allegations that despite its new democratic

institutions, police torture continues in Tunisia. Akses 24 Oktober 2015

(http://www.aljazeera.com/programmes/peopleandpower/2015/09/torture-

tunisia-150902130506308.html)

Two Tunisian minister quit – Remaining ministers who served under ousted

President Zine al-Abidine Ben Ali quit after protesters demand they resign.

Akses 24 Oktober 2015

(http://www.aljazeera.com/news/africa/2011/02/2011228183611459253.ht

ml)

Tunisia struggles to end protests: Demonstrations over unemployment and poor

living conditions continue despite president‟s warning of reprisals, akses

9 Maret 2015

(http://www.aljazeera.com/news/africa/2010/12/20101229122733122341.h

tml)

Tunisian Protester Dies of Burns: Mohamed Bouazizi, the 26-year-old

unemployed man whose self-immolation sparked nationwide unrest, dies of

severe burns, akses 9 Maret 2015

(http://www.aljazeera.com/news/africa/2011/01/201115101926215588.ht

ml)

107

Ungaro, Cosima, dan Vale, Paul. The Huffington Post: Arab Spring Timeline: 17

December 2010 to 17 December 2011. Akses 28 Maret 2015

(http://www.huffingtonpost.co.uk/2011/12/16/arab-spring-timeline-

_n_1153909.html)

Youtube: Al-Jazeera English Channel

Empire. Tunisia – A Revolutionary model. Akses 25 Oktober 2015

(https://www.youtube.com/watch?v=wa577mvb6mu)

Inside Story. Are Politicians hijacking the Tunisian Revolution. Akses 22 Oktober

2015 (https://www.youtube.com/watch?v=XhOgPPNG2Ag)

Inside Story. Tunisia‟s Unemployement Crisis. Akses 22 Oktober 2015

(https://www.youtube.com/watch?v=fJ5wa61jhDY)

Talk to Al-Jazeera. Moncef Marzouki – The Price of a Revolution. Akses 25

Oktober 2015 (https://www.youtube.com/watch?v=y-TNd5_MHmg)

Talk to Al-Jazeera. Moncef Marzouki – Tunisia at the Crossroads. Akses 25

Oktober 2015 (https://www.youtube.com/watch?v=svm9vsowqle)

The Café. Tunisia – The Arab Spring‟s success story. Akses 22 Oktober 2015

(https://www.youtube.com/watch?v=gtAG-eTri8E)

108

2. KORAN KOMPAS158

158 Kompas, Sosok: Kuartet Dialog Nasional – Pembawa Transisi Demokrasi Tunisia, (15 Oktober 2015)

110

3. Profil Negara Tunisia159

\

Africa :: Tunisia Introduction :: Tunisia Background: Rivalry between French and Italian interests in Tunisia culminated in a French invasion in 1881 and the creation of a protectorate. Agitation for independence in the decades following World War I was finally successful in getting the French to recognize Tunisia as an independent state in 1956. The country's first president, Habib BOURGUIBA, established a strict one-party state. He dominated the country for 31 years, repressing Islamic fundamentalism and establishing rights for women unmatched by any other Arab nation. In November 1987, BOURGUIBA was removed from office and replaced by Zine el Abidine BEN ALI in a bloodless coup. Street protests that began in Tunis in December 2010 over high unemployment, corruption, widespread poverty, and high food prices escalated in January 2011, culminating in rioting that led to hundreds of deaths. On 14 January 2011, the same day BEN ALI dismissed the government, he fled the country, and by late January 2011, a "national unity government" was formed. Elections for the new Constituent Assembly were held in late October 2011, and in December, it elected human rights activist Moncef MARZOUKI as interim president. The Assembly began drafting a new constitution in February 2012 and, after several iterations and a months-long political crisis that stalled the transition, ratified the document in January 2014. Presidential and parliamentary elections for a permanent government could be held by the end of 2014. was elected as the first president under the country‟s new constitution.

Geography :: Tunisia Location: Northern Africa, bordering the Mediterranean Sea, between Algeria and Libya Geographic coordinates: 34 00 N, 9 00 E Map references: Africa Area: total: 163,610 sq km; land: 155,360 sq km; water: 8,250 sq km country comparison to the world: 93 Area - comparative: slightly larger than Georgia Land boundaries:

159 “Africa: Tunisia”, The World Factbook, (terakhir diperbaharui: 2 November 2015), dalam https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ts.html, akses 5 November 2015, 15:21

111

total: 1,495 km border countries: Algeria 1,034 km, Libya 461 km Coastline: 1,148 km Maritime claims: territorial sea: 12 nm contiguous zone: 24 nm exclusive economic zone: 12 nm Climate: temperate in north with mild, rainy winters and hot, dry summers; desert in south Terrain: mountains in north; hot, dry central plain; semiarid south merges into the Sahara Elevation extremes: lowest point: Shatt al Gharsah -17 m; highest point: Jebel ech Chambi 1,544 m Natural resources: petroleum, phosphates, iron ore, lead, zinc, salt Land use: Agricultural land: 64.8% arable land: 18.3%; permanent crops: 15.4%; permanent pasture 31.1% forest: 6.6% other: 28.6% (2011) Irrigated land: 3,970 sq km (2003) Total renewable water resources: 4.6 cu km (2011) Freshwater withdrawal (domestic/industrial/agricultural): total: 2.85 cu km/yr (14%/4%/82%) per capita: 295.8 cu m/yr (2001) Natural hazards: NA Environment - current issues: toxic and hazardous waste disposal is ineffective and poses health risks; water pollution from raw sewage; limited natural freshwater resources; deforestation; overgrazing; soil erosion; desertification Environment - international agreements: party to: Biodiversity, Climate Change, Climate Change-Kyoto Protocol, Desertification, Endangered Species, Environmental Modification, Hazardous Wastes, Law of the Sea, Marine Dumping, Ozone Layer Protection, Ship Pollution, Wetlands signed, but not ratified: Marine Life Conservation Geography - note: strategic location in central Mediterranean; Malta and Tunisia are discussing the commercial exploitation of the continental shelf between their countries, particularly for oil exploration

People and Society :: Tunisia Nationality: noun: Tunisian(s) adjective: Tunisian Ethnic groups: Arab 98%, European 1%, Jewish and other 1% Languages: Arabic (official, one of the languages of commerce), French (commerce), Berber (Tamazight) Note: despite having no official status, French plays a major role in the country and is spoken by about two-thirds of the population Religions: Muslim (official; Sunni) 99.1%, other (includes Christian, Jewish, Shia Muslim, and Baha'i) 1% Population: 11,037,225 (July 2015 est.) country comparison to the world: 79

112

Age structure: 0-14 years: 23.3% (male 1,309,910/female 1,232,149) 15-24 years: 15.53% (male 860,967/female 853,502) 25-54 years: 44.58% (male 2,388,056/female 2,532,035) 55-64 years: 8.82% (male 494,054/female 479,469) 65 years and over: 8.04% (male 435,737/female 451,346) (2015 est.) Dependency ratios: total dependency ratio: 44.8 % youth dependency ratio: 33.8 % elderly dependency ratio: 11 % potential support ratio: 9.1 (2015) Median age: total: 31.9 years male: 31.5 years female: 32.3 years (2015 est.) Population growth rate: 0.89% (2015 est.) country comparison to the world: 126 Birth rate: 16.64 births/1,000 population (2015 est.) country comparison to the world: 113 Death rate: 5.98 deaths/1,000 population (2015 est.) country comparison to the world: 166 Net migration rate: -1.73 migrant(s)/1,000 population (2015 est.) country comparison to the world: 161 Urbanization: urban population: 66.8% of total population (2015) rate of urbanization: 1.38% annual rate of change (2010-15 est.) Major urban areas - population: TUNIS (capital) 1.993 million (2015) Sex ratio: at birth: 1.07 male(s)/female 0-14 years: 1.06 male(s)/female 15-24 years: 1.01 male(s)/female 25-54 years: 0.94 male(s)/female 55-64 years: 1.03 male(s)/female 65 years and over: 0.97 male(s)/female total population: 0.97 male(s)/female (2015 est.) Infant mortality rate: total: 22.35 deaths/1,000 live births male: 25.71 deaths/1,000 live births female: 18.76 deaths/1,000 live births (2015 est.) country comparison to the world: 79 Life expectancy at birth: total population: 75.89 years male: 73.79 years female: 78.14 years (2015 est.) country comparison to the world: 93 Total fertility rate: 1.99 children born/woman (2015 est.) country comparison to the world: 122 Contraceptive prevalence rate: 62.5% (2011/12) Health expenditures: 7.1% of GDP (2013) country comparison to the world: 80

113

Physicians density: 1.22 physicians/1,000 population (2010) Hospital bed density: 2.1 beds/1,000 population (2012) Drinking water source: improved: urban: 100% of population rural: 93.2% of population total: 97.7% of population unimproved: urban: 0% of population rural: 6.8% of population total: 2.3% of population (2015 est.) Sanitation facility access: improved: urban: 97.4% of population rural: 79.8% of population total: 91.6% of population unimproved: urban: 2.6% of population rural: 20.2% of population total: 8.4% of population (2015 est.) HIV/AIDS - adult prevalence rate: 0.4% (2014 est.) country comparison to the world: 123 HIV/AIDS - people living with HIV/AIDS: 2,700 (2014 est.) country comparison to the world: 116 HIV/AIDS - deaths: 100 (2014 est.) country comparison to the world: 104 Obesity - adult prevalence rate: 27.1% (2014) country comparison to the world: 80 Children under the age of 5 years underweight: 2.3% (2012) country comparison to the world: 118 Education expenditures: 6.2% of GDP (2012) country comparison to the world: 38 Literacy: definition: age 15 and over can read and write total population: 81.8% male: 89.6% female: 74.2% (2015 est.) School life expectancy (primary to tertiary education): total: 15 years male: 14 years female: 15 years (2010) Unemployment, youth ages 15-24: total: 42.3% (2011) country comparison to the world: 10

Government :: Tunisia Country name: conventional long form: Republic of Tunisia conventional short form: Tunisia local long form: Al Jumhuriyah at Tunisiyah

114

local short form: Tunis Government type: republic Capital: name: Tunis geographic coordinates: 36 48 N, 10 11 E time difference: UTC+1 (6 hours ahead of Washington, DC during Standard Time) Administrative divisions: 24 governorates (wilayat, singular - wilayah); Beja (Bajah), (Bin 'Arus), (Banzart), Gabes (Qabis), Gafsa (Qafsah), (Jundubah), Kairouan (Al Qayrawan), (Al Qasrayn), (Qibili), Kef (Al Kaf), L'Ariana (Aryanah), (Al Mahdiyah), (Manubah), Medenine (Madanin), Monastir (Al Munastir), (Nabul), Sfax (Safaqis), Sidi Bouzid (Sidi Bu Zayd), (Silyanah), Sousse (Susah), (Tatawin), (Tawzar), Tunis, (Zaghwan) Independence: 20 March 1956 (from France) National holiday: Independence Day, 20 March (1956); Revolution and Youth Day, 14 January (2011) Constitution: several previous; latest approved by Constituent Assembly 26 January 2014, signed by president on 27 January 2014 (2014) Legal system: mixed legal system of civil law, based on the French civil code, and Islamic law; some judicial review of legislative acts in the Supreme Court in joint session International law organization participation: has not submitted an ICJ jurisdiction declaration; accepts ICCt jurisdiction Suffrage: 18 years of age; universal except for active government security forces (including the police and the military), people with mental disabilities, people who have served more than three months in prison (criminal cases only), and people given a suspended sentence of more than six months Executive branch: chief of state: President Beji CAID ESSEBSI (since 31 December 2014) head of government: Prime Minister Habib ESSID (since 6 February 2015) cabinet: selected by the prime minister and approved by the Constituent Assembly elections: president directly elected by absolute majority popular vote in 2 rounds if needed for 5- year term (eligible for a second term); election last held on 23 November and 21 December 2014 (next to be held in 2019); following legislative elections, the prime minister is selected by the majority party or majority coalition and appointed by the president election results: Beji CAID ESSEBSI elected president; percent of vote in runoff – Beji CAID ESSEBSI (Tunisia‟s Call) 55.7%, Moncef MARZOUKI (CPR) 44.3% Legislative branch: Description: unicameral Chamber of the People‟s Deputies (217 seats; members directly elected in multi-seat constituencies by proportional representation vote; members serve 5-year terms) elections: initial election held on 26 October 2014 (next to be held in 2019) election results: percent of vote by party – Tunisia‟s Call 39.6%, al-Nahda 31.8%, UPL 7.4%, Popular Front 6.9%, Afek Tounes 3.7%, CPR 1.8%, other 8.8%, al-Nahda 69, UPL 16, Popular Front 15, Afek Tounes 8, CPR 4, other 17, independent 2 Judicial branch: highest court(s): Court of Cassation or Cour de Cassation (organized into civil and criminal chambers and consists of NA judges) judge selection and term of office: judges nominated by the Higher Magistracy Council (also called the Superior Council of the Judiciary), a 7-member body of judges and prosecutors; judges appointed by presidential decree; judge tenure NA subordinate courts: Administrative Court; Courts of Appeal; Housing Court; courts of first instance; lower district courts; military courts Political parties and leaders: Afek Tounes [Emna MINF] Congress for the Republic or CPR [Imed DAIMI]

115

Current of Love [Mohamed HAMDI] (formerly the Popular Petition party) Democratic Alliance Party [Mohamed HAMDI] Democratic Current [Mohamed ABBOU] Ennahda Movement (The Renaissance) [Rachid GHANNOUCHI] Free Patriotic Union or UPL (Union patriotique libre) [Slim RIAHI] Movement of Socialist Democrats or MDS [Ahmed KHASKHOUSSI] National Destourian Initiative or El Moubadra [] People‟s Movement [Zouheir MAGHZAOUI] Popular Front (a coalition of 9 parties including Democratic Patriots‟ Movement, Workers‟ Party, Green Tunisia, Tunisian Ba‟ath Movement, and Party of the Democratic Arab Vanguard) Popular Petition )Aridha Chaabia) [Hachemi HAMDI] Republican Party [Maya JRIBI] The Initiative [Kamel MORJANE] (formerly the Constitutional Democratic Rally or RCD) Tunisia‟s Call (Nidaa Tounes) [Beji CAID ESSEBSI] Tunisian Worker‟s Communist Party or PCOT [Hamma HAMMAMI] Political pressure groups and leaders: 18 October Group [collective leadership]; Tunisian League for Human Rights or LTDH [Mokhtar TRIFI]; Tunisian General Labor Union or UGTT [Hassine ABASSI] International organization participation: ABEDA, AfDB, AFESD, AMF, AMU, AU, BSEC (observer), CD, EBRD, FAO, G-11, G-77, IAEA, IBRD, ICAO, ICC (national committees), ICRM, IDA, IDB, IFAD, IFC, IFRCS, IHO, ILO, IMF, IMO, IMSO, Interpol, IOC, IOM, IPU, ISO, ITSO, ITU, ITUC (NGOs), LAS, MIGA, MONUSCO, NAM, OAPEC, OAS (observer), OIC, OIF, OPCW, OSCE (partner), UN, UNCTAD, UNESCO, UNHCR, UNIDO, UNOCI, UNWTO, UPU, WCO, WFTU (NGOs), WHO, WIPO, WMO, WTO Diplomatic representation in the US: chief of mission: Ambassador Faycal GOUIA (since 18 May 2015) chancery: 1515 Massachusetts Avenue NW, Washington, DC 20005 telephone: [1] (202) 862-1850 FAX: [1] (202) 862-1858 Diplomatic representation from the US: chief of mission: Ambassador Jake WALLES (since 24 July 2012) embassy: Zone Nord-Est des Berges du Lac Nord de Tunis 1053 mailing address: use embassy street address telephone: [216] 71 107-000 FAX: [216] 71 963-263 Flag description: red with a white disk in the center bearing a red crescent nearly encircling a red five-pointed star; resembles the Ottoman flag (red banner with white crescent and star) and recalls Tunisia's history as part of the Ottoman Empire; red represents the blood shed by martyrs in the struggle against oppression, white stands for peace; the crescent and star are traditional symbols of Islam note: the flag is based on that of Turkey, itself a successor state to the Ottoman Empire National symbol(s): encircled red star and crescent; national colors: red, white National anthem: name: "Humat Al Hima" (Defenders of the Homeland) lyrics/music: Mustafa Sadik AL-RAFII and Aboul-Qacem ECHEBBI/Mohamad Abdel WAHAB note: adopted 1957, replaced 1958, restored 1987; Mohamad Abdel WAHAB also composed the music for the anthem of the United Arab Emirates

Economy :: Tunisia Economy - overview: Tunisia's diverse, market-oriented economy has long been cited as a success story in Africa and the Middle East, but it faces an array of challenges during the country's ongoing political transition. Following an ill-fated experiment with socialist economic policies in the 1960s, Tunisia embarked on a successful strategy focused on bolstering exports, foreign investment, and tourism, all of which have become central to the country's economy. Key exports now include textiles and apparel, food products, petroleum products, chemicals, and phosphates, with about 80% of exports

116

bound for Tunisia's main economic partner, the European Union. Tunisia's liberal strategy, coupled with investments in education and infrastructure, fueled decades of 4-5% annual GDP growth and improving living standards. Former President (1987-2011) Zine el Abidine BEN ALI continued these policies, but as his reign wore on cronyism and corruption stymied economic performance and unemployment rose among the country's growing ranks of university graduates. These grievances contributed to the January 2011 overthrow of BEN ALI, sending Tunisia's economy into a tailspin as tourism and investment declined sharply. During 2012 and 2013, the Tunisian Government‟s focus on the political transition led to a neglect of the economy that resulted in several downgrades of Tunisia‟s credit rating. As the economy recovers, Tunisia's government faces challenges reassuring businesses and investors, bringing budget and current account deficits under control, shoring up the country's financial system, bringing down high unemployment, and reducing economic disparities between the more developed coastal region and the impoverished interior. GDP (purchasing power parity): $124.3 billion (2014 est.) $121.5 billion (2013 est.) $118.8 billion (2012 est.) note: data are in 2014 US dollars country comparison to the world: 77 GDP (official exchange rate): $48.55 billion (2014 est.) GDP - real growth rate: 2.3% (2014 est.) 2.3% (2013 est.) 3.7% (2012 est.) country comparison to the world: 117 GDP - per capita (PPP): $11,300 (2014 est.) $11,000 (2013 est.) $10,800 (2012 est.) note: data are in 2014 US dollars country comparison to the world: 122 Gross national saving: 11.7% of GDP (2014 est.) 13.7% of GDP (2013 est.) 16.1% of GDP (2012 est.) country comparison to the world: 129 GDP - composition, by end use: household consumption: 64.8% government consumption: 18.5% investment in fixed capital: 22.2% investment in inventories: 3.5% exports of goods and services: 45.6% imports of goods and services: -55.6% (2014 est.) GDP - composition, by sector of origin: agriculture: 8.7% industry: 29% services: 62.3% (2014 est.) Agriculture - products: olives, olive oil, grain, tomatoes, citrus fruit, sugar beets, dates, almonds; beef, dairy products Industries: petroleum, mining (particularly phosphate and iron ore), tourism, textiles, footwear, agribusiness, beverages Industrial production growth rate: 1% (2014 est.) country comparison to the world: 150 Labor force: 3.95 million (2014 est.)

117

country comparison to the world: 92 Labor force - by occupation: agriculture: 14.8% industry: 33.2% services: 51.7% (2014 est.) Unemployment rate: 15.3% (2014 est.) 15.8% (2013 est.) country comparison to the world: 146 Population below poverty line: 3.8% (2005 est.) Household income or consumption by percentage share: lowest 10%: 2.3% highest 10%: 31.5% (2000) Distribution of family income - Gini index: 40 (2005 est.) 41.7 (1995 est.) country comparison to the world: 59 Budget: revenues: $12.43 billion expenditures: $15.53 billion (2014 est.) Taxes and other revenues: 25.3% of GDP (2014 est.) country comparison to the world: 117 Budget surplus (+) or deficit (-): -6.4% of GDP (2014 est.) country comparison to the world: 186 Public debt: 49.9% of GDP (2014 est.) 46.2% of GDP (2013 est.) country comparison to the world: 70 Fiscal year: calendar year Inflation rate (consumer prices): 4.9% (2014 est.) 6.1% (2013 est.) country comparison to the world: 168 Central bank discount rate: 5.75% (31 December 2010 est.) Country comparison to the world: 63 Commercial bank prime lending rate: 7.31% (31 December 2014 est.) 6.76% (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 120 Stock of narrow money: $13.22 billion (31 December 2014 est.) $13.21 billion (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 73 Stock of broad money: $31.32 billion (31 December 2014 est.) $30.9 billion (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 76 Stock of domestic credit: $38 billion (31 December 2014 est.) $36.94 billion (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 69 Market value of publicly traded shares: $8.887 billion (31 December 2012 est.) $9.662 billion (31 December 2011)

118

$10.68 billion (31 December 2010 est.) country comparison to the world: 78 Current account balance: -$4.332 billion (2014 est.) -$3.861 billion (2013 est.) country comparison to the world: 166 Exports: $16.61 billion (2014 est.) $17.03 billion (2013 est.) country comparison to the world: 78 Exports - commodities: clothing, semi-finished goods and textiles, agricultural products, mechanical goods, phosphates and chemicals, hydrocarbons, electrical equipment Exports - partners: France 29.7%, Italy 17.1%, Germany 11.5%, Libya 5.4% (2014) Imports: $23.4 billion (2014 est.) $22.87 billion (2013 est.) country comparison to the world: 74 Imports - commodities: textiles, machinery and equipment, hydrocarbons, chemicals, foodstuffs Imports - partners: France 19.9%, Italy 19.5%, Germany 7.6%, China 5.5%, Spain 5.4%, Turkey 4.1% (2014) Reserves of foreign exchange and gold: $7.198 billion (31 December 2014 est.) $7.447 billion (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 85 Debt - external: $27.66 billion (31 December 2014 est.) $26.83 billion (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 74 Stock of direct foreign investment - at home: $35.47 billion (31 December 2014 est.) $34.49 billion (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 62 Stock of direct foreign investment - abroad: $310 million (31 December 2014 est.) $295 million (31 December 2013 est.) country comparison to the world: 87 Exchange rates: Tunisian dinars (TND) per US dollar - 1.704 (2014 est.) 1.624 (2013 est.) 1.56 (2012 est.) 1.4078 (2011 est.) 1.4314 (2010 est.)

Energy :: Tunisia Electricity - production: 16.09 billion kWh (2012 est.) country comparison to the world: 82 Electricity - consumption: 13.31 billion kWh (2012 est.) country comparison to the world: 82 Electricity - exports: 426 million kWh (2012 est.) country comparison to the world: 79 Electricity - imports:

119

384 million kWh (2012 est.) country comparison to the world: 90 Electricity - installed generating capacity: 4.203 million kW (2012 est.) country comparison to the world: 81 Electricity - from fossil fuels: 95.9% of total installed capacity (2012 est.) country comparison to the world: 62 Electricity - from nuclear fuels: 0% of total installed capacity (2012 est.) country comparison to the world: 191 Electricity - from hydroelectric plants: 1.6% of total installed capacity (2012 est.) country comparison to the world: 140 Electricity - from other renewable sources: 2.6% of total installed capacity (2012 est.) country comparison to the world: 86 Crude oil - production: 55,060 bbl/day (2012 est.) country comparison to the world: 54 Crude oil - exports: 56,060 bbl/day (2012 est.) country comparison to the world: 41 Crude oil - imports: 22,120 bbl/day (2012 est.) country comparison to the world: 79 Crude oil - proved reserves: 425 million bbl (1 January 2015 es) country comparison to the world: 52 Refined petroleum products - production: 35,860 bbl/day (2012 est.) country comparison to the world: 104 Refined petroleum products - consumption: 86,000 bbl/day (2013 est.) country comparison to the world: 82 Refined petroleum products - exports: 18,740 bbl/day (2012 est.) country comparison to the world: 96 Refined petroleum products - imports: 65,450 bbl/day (2012 est.) country comparison to the world: 56 Natural gas - production: 1.879 billion cu m (2013 est.) country comparison to the world: 58 Natural gas - consumption: 4.079 billion cu m (2013 est.) country comparison to the world: 67 Natural gas - exports: 0 cu m (2013 est.) country comparison to the world: 193 Natural gas - imports: 2.2 billion cu m (2013 est.) country comparison to the world: 52 Natural gas - proved reserves: 65.13 billion cu m (1 January 2014 es) country comparison to the world: 58 Carbon dioxide emissions from consumption of energy: 20.27 million Mt (2012 est.)

120

country comparison to the world: 83 Communications :: Tunisia Telephones – fixed lines: Total subscriptions: 950.000 Subscriptions pepr 100 inhabitants: 9 (2014 est.) country comparison to the world: 78 Telephones - mobile cellular: Total: 14.3 million Subscriptions per 100 inhabitants: 131 (2014 est.) country comparison to the world: 68 Telephone system: general assessment: above the African average and continuing to be upgraded; key centers are Sfax, Sousse, Bizerte, and Tunis; telephone network is completely digitized; Internet access available throughout the country domestic: in an effort to jumpstart expansion of the fixed-line network, the government has awarded a concession to build and operate a VSAT network with international connectivity; rural areas are served by wireless local loops; competition between the two mobile-cellular service providers has resulted in lower activation and usage charges and a strong surge in subscribership; a third mobile, fixed, and ISP operator was licensed in 2009 and began offering services in 2010; expansion of mobile-cellular services to include multimedia messaging and e-mail and Internet to mobile phone services also leading to a surge in subscribership; overall fixed-line and mobile- cellular teledensity has reached about 125 telephones per 100 persons international: country code - 216; a landing point for the SEA-ME-WE-4 submarine cable system that provides links to Europe, Middle East, and Asia; satellite earth stations - 1 Intelsat (Atlantic Ocean) and 1 Arabsat; coaxial cable and microwave radio relay to Algeria and Libya; participant in Medarabtel; 2 international gateway digital switches (2011) Broadcast media: broadcast media is mainly government-controlled; the state-run Tunisian Radio and Television Establishment (ERTT) operates 2 national TV networks, several national radio networks, and a number of regional radio stations; 1 TV and 3 radio stations are privately owned and report domestic news stories directly from the official Tunisian news agency; the state retains control of broadcast facilities and transmitters through L'Office National de la Telediffusion; Tunisians also have access to Egyptian, pan-Arab, and European satellite TV channels (2007) Radio broadcast stations: AM 7, FM 38, shortwave 2 (2007) Television broadcast stations: 26 (plus 76 repeaters) (1995) Internet country code: . t n Internet users: Total: 5 million Percent of population: 45.5% (2014 est.) country comparison to the world: 65

Transportation :: Tunisia Airports: 29 (2013) country comparison to the world: 118 Airports - with paved runways: total: 15 over 3,047 m: 4 2,438 to 3,047 m: 6 1,524 to 2,437 m: 2 914 to 1,523 m: 3 (2013) Airports - with unpaved runways: total: 14 1,524 to 2,437 m: 1

121

914 to 1,523 m: 5 under 914 m: 8 (2013) Pipelines: condensate 68 km; gas 3,111 km; oil 1,381 km; refined products 453 km (2013) Railways: total: 2,165 km (1,991 in use) standard gauge: 471 km 1.435-m gauge dual gauge: 8 km 1.435-1.000-m gauge narrow gauge: 1,694 km 1.000-m gauge (65 km electrified) (2014) country comparison to the world: 69 Roadways: total: 19,418 km country comparison to the world: 112 paved: 14,756 km (includes 357 km of expressways) unpaved: 4,662 km (2010) country comparison to the world: 112 Merchant marine: total: 9 by type: bulk carrier 1, cargo 2, passenger/cargo 4, roll on/roll off 2 (2010) country comparison to the world: 116 Ports and terminals: major seaport(s): Bizerte, Gabes, Rades, Sfax,

Military :: Tunisia Military branches: Tunisian Armed Forces (Forces Armees Tunisiens, FAT): Tunisian Army (includes Tunisian Air Defense Force), Tunisian Navy, Republic of Tunisia Air Force (Al-Quwwat al-Jawwiya al- Jamahiriyah At'Tunisia) (2012) Military service age and obligation: 20-23 years of age for compulsory service, one year service obligation; 18-23 years of age for voluntary service; Tunisian nationality required (2012) Manpower available for military service: males age 16-49: 2,846,572 females age 16-49: 2,952,180 (2010 est.) Manpower fit for military service: males age 16-49: 2,397,716 females age 16-49: 2,484,097 (2010 est.) Manpower reaching militarily significant age annually: male: 90,436 female: 87,346 (2010 est.) Military expenditures: 1.55% of GDP (2012) 1.34% of GDP (2011) 1.55% of GDP (2010) country comparison to the world: 57

Transnational Issues :: Tunisia Disputes - international: none Trafficking in persons: current situation: Tunisia is a source, destination, and possible transit country for men, women, and children subjected to forced labor and sex trafficking; Tunisia's increased number of street children, children working to support their families, and migrants who have fled unrest in neighboring countries are vulnerable to human trafficking; Tunisian women have been forced into prostitution domestically and elsewhere in the region under false promises of legitimate work; East and West African women may be subjected to forced labor as domestic servants

122

tier rating: Tier 2 Watch List - Tunisia does not fully comply with the minimum standards for the elimination of trafficking; however, it is making significant efforts to do so; prior commitments to enact draft anti-trafficking legislation have not been fulfilled, but a slightly increased number of trafficking offenders were prosecuted and convicted in 2013 under existing trafficking-related laws; the government instituted victim identification procedures and developed a victim referral mechanism, although it was not utilized during the reporting period; anti-trafficking awareness campaigns continued to be implemented, and the government worked with an international organization to produce a baseline study on human trafficking in Tunisia (2014)

123