PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG UBI KAYU, TEPUNG SUKUN, DAN TEPUNG MODIFIKASINYA TERHADAP KARAKTERISTIK BERAS ANALOG BERBAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG DAN PATI SAGU

SKRIPSI

Oleh :

KANSARI RIZKI WARDIAH 140305020 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG UBI KAYU, TEPUNG SUKUN, DAN TEPUNG MODIFIKASINYA TERHADAP KARAKTERISTIK BERAS ANALOG BERBAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG DAN PATI SAGU

SKRIPSI

Oleh :

KANSARI RIZKI WARDIAH 140305020 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Tepung Ubi Kayu, Tepung Sukun, dan Tepung Modifikasinya terhadap Karakteristik Beras Analog Berbahan Baku Tepung Jagung dan Pati Sagu Nama : Kansari Rizki Wardiah NIM : 140305020 Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ridwansyah STP, M.Si Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil. Ph.D Ketua Anggota

Tanggal Lulus : 07 Februari 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK

KANSARI RIZKI WARDIAH : “Pengaruh Penambahan Tepung Ubi Kayu, Tepung Sukun, dan Tepung Modifikasinya terhadap Karakteristik Beras Analog Berbahan Baku Tepung Jagung dan Pati Sagu”, dibimbing oleh RIDWANSYAH dan HOTNIDA SINAGA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis tepung terhadap karakteristik beras analog. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan faktor tunggal jenis tepung (tepung ubi kayu, ubi kayu modifikasi, sukun, dan sukun modifikasi). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin, indeks warna (oHue, L*, a*, dan b*), densitas kamba, berat 1000 butir, uji hedonik (warna, aroma, rasa, tekstur, dan penerimaan umum), daya cerna pati , dan indeks glikemik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung ubi kayu, ubi kayu modifikasi, sukun, dan sukun modifikasi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, kadar pati, kadar amilosa, kadar amilopektin, indeks warna (oHue, L*, a*, dan b*), dan nilai hedonik (warna, aroma, dan penerimaan umum), memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai hedonik rasa, tetapi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar air, densitas kamba, berat 1000 butir, dan nilai hedonik tekstur. Jenis tepung yang ditambahkan menghasilkan beras analog dengan nilai daya cerna pati dan indeks glikemik yang tergolong sedang.

Kata kunci : beras analog, tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, fermentasi.

ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRACT

KANSARI RIZKI WARDIAH : “Effect of Addition of Cassava Flour, Breadfruit Flour, and Flour Modifications for Characteristics of Analog Made from Corn Flour and Starch” supervised by RIDWANSYAH and HOTNIDA SINAGA. This research was conducted to determine the effect of flour types on the characteristics of analog rice. This study uses a completely randomized design method (CRD) with a single factor types of flour (cassava flour, modified cassava flour, breadfruit, and modified cassava flour). The parameters analyzed were moisture content, ash content, protein content, fat content, carbohydrate content, crude fiber content, starch content, amylose content, amylopectin content, color index (oHue, L*, a*, and b*), bulk density, weight of 1000 grains, hedonic value (color, aroma, taste, texture, and general acceptance), starch digestibility, and glycemic index. The results showed that types of flour gave a very significant different effect on ash content, protein content, fat content, carbohydrate content, crude fiber content, starch content, amylose content, amylopectin content, color index (oHue, L*, a*, and b*), and hedonic value (color, aroma, and general reception). Furthermore, the treatment gave a significant different effect on the hedonic value of taste, but gave no significant effect on water content, bulk density, weight of 1000 grains, and hedonic value of texture. In general, the type of flours used in this experiment produces analog rice with a moderate starch digestibility and glycemic index.

Keywords: analog rice, cassava flour, modified cassava flour, breadfruit flour, modofied breadfruit flour, fermentation.

iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RIWAYAT HIDUP

Kansari Rizki Wardiah dilahirkan di Parau Sorat, pada tanggal 05

September 1996, putri dari Bapak Samsul Bahri dan ibu Masniari Hutasuhut.

Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SDN 104130 Silaangge, SMP Negeri 1 Sipirok, dan SMA Negeri 2

Plus YPMhb Sipirok. Penulis lulus SMA pada tahun 2014 dan berhasil masuk di

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten di

Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan dan anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP). Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja

Lapangan (PKL) di Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan

Hasil Perikanan Kelas 1 Medan II di Jalan Kompleks Pelabuhan Perikanan

Samudera, Deli, Medan Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara tanggal 17

Juli sampai 17 Agustus 2017.

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana

Teknologi Pertanian di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan dengan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tepung Ubi Kayu,

Tepung Sukun, dan Tepung Modifikasinya terhadap Karakteristik Beras Analog

Berbahan Baku Tepung Jagung dan Pati Sagu”. Penelitian ini dilakukan bulan

Maret 2018 sampai Desember 2018 di Laboratorium Analisa Kimia Bahan

Pangan, Fakultas Pertanian USU.

iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur atas segala rahmat dan karunia yang telah Allah SWT berikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tepung Ubi Kayu, Tepung Sukun, dan Tepung

Modifikasinya terhadap Karakteristik Beras Analog Berbahan Baku Tepung

Jagung dan Pati Sagu”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Kedua orang tua penulis Bapak Samsul Bahri dan Ibu Masniari Hutasuhut

begitu juga adik Nurul Hidayah, terima kasih atas cinta, semangat, kasih

sayang, dan doa yang sellau diberikan kepada penulis. Semoga selalu dalam

lindungan Allah SWT.

2. Bapak Ridwansyah, STP, M.Si selaku ketua komisi dosen pembimbing

skripsi dan Sekretaris Program Studi yang telah memberikan bimbingan,

motivasi, koreksi, masukan dan saran yang sangat membangun selama

penyusunan skripsi.

3. Ibu Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil. Ph.D selaku anggota komisi dosen

pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi, koreksi,

masukan dan saran yang sangat membangun selama penyusunan skripsi.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku ketua Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan serta seluruh staff pengajar dan pegawai Program Studi

Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan motivasi, masukan dan

saran yang sangat membangun selama penyusunan skripsi.

v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Asisten Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Nursarah, Sonia, Bobby,

Pretty, Nazhifah, Adiba, Tasbita, Jasmine, Anita, Stefani, Abram, Yerika, dan

Aurora terima kasih atas bantuan, kerjasama, dan kebersamaannya selama ini.

6. Sahabat-sahabat terbaik Icha Tb, Erlinda, Rozi, Sumardi, Gadih, dan Evi

terima kasih atas perhatian, doa, dukungan, dan semangat yang telah kalian

diberikan, semoga kalian selalu dalam lindungan Allah SWT. Sahabat

seperjuangan Shafira, Nursarah, Enti, Fenny, Asri, Dianty, Nisa, Nia, Lerisa,

Nurul, Nazhifah, dan Ira terima kasih atas bantuan, semangat, kerjasama, dan

kebersamaannya yang telah kalian berikan selama penelitian.

7. Teman-teman seperjuangan 2014, adik-adik 2015-2018 di Program Studi

Ilmu dan Teknologi Pangan, terima kasih atas kebersamaannya selama ini dan

semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.

Medan, Januari 2019

Penulis

vi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

Hal LEMBAR PERNYATAAN ...... i

ABSTRAK ...... ii

ABSTRACT ...... iii

RIWAYAT HIDUP ...... iv

KATA PENGANTAR ...... v

DAFTAR ISI ...... vii

DAFTAR TABEL ...... x

DAFTAR GAMBAR ...... xi

DAFTAR LAMPIRAN ...... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ...... 1 Tujuan Penelitian ...... 4 Kegunaan Penelitian...... 4 Hipotesis Penelitian ...... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tepung Ubi Kayu ...... 5 Tepung Ubi Kayu Fermentasi ...... 7 Tepung Sukun ...... 8 Tepung Sukun Fermentasi ...... 10 Tepung Jagung ...... 11 Pati Sagu ...... 12 Beras Analog ...... 13 Gliserol Monostearat ...... 14

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ...... 15 Bahan dan Alat Penelitian ...... 15 Metode Penelitian ...... 16 Model Rancangan ...... 16 Pelaksanaan Penelitian...... 17 Pengamatan dan Metode Pengukuran Data Karakteristik Fisik Tepung Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu Modifikasi, Tepung Sukun, dan Tepung Sukun Modifikasi

vii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Warna...... 24 Browning index ...... 25 Karakteristik Kimia Tepung Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu Modifikasi, Tepung Sukun, Tepung Sukun Modifikasi, Tepung Jagung, dan Pati Sagu Kadar Air ...... 25 Kadar Abu ...... 26 Kadar Lemak ...... 26 Kadar Protein ...... 27 Kadar Karbohidrat ...... 28 Kadar Serat Kasar ...... 28 Kadar Pati ...... 29 Kadar Amilosa dan Amilopektin ...... 30 Karakteristik Fungsional Tepung Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu Modifikasi, Tepung Sukun, dan Tepung Sukun Modifikasi Daya Serap Air ...... 31 Swelling Power ...... 31 Kelarutan ...... 32 Baking Expansion ...... 32 Karakteristik Fisik Beras Analog Warna...... 33 Densitas Kamba ...... 33 Berat 1000 butir ...... 33 Karakteristik Kimia Beras Analog Kadar Air ...... 33 Kadar Abu ...... 34 Kadar Lemak ...... 34 Kadar Protein ...... 34 Kadar Karbohidrat ...... 34 Kadar Serat Kasar ...... 35 Kadar Pati ...... 35 Kadar Amilosa dan Amilopektin ...... 35 Karakteristik Sensori Beras Analog Uji Sensori ...... 35 Karakteristik Fungsional Beras Analog Daya Cerna ...... 36 Indeks Glikemik pada Mencit Percobaan ...... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik dari Tepung Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu Fermentasi, Tepung Sukun, dan Tepung Sukun Fermentasi ...... 39 Karaketristik Kimia dari Tepung Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu Fermentasi, Tepung Sukun, Tepung Sukun Fermentasi, Tepung Jagung, dan Pati Sagu ...... 42 Karakteristik Fungsional dari Tepung Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu Fermentasi, Tepung Sukun, dan Tepung Sukun Fermentasi ...... 45 Pengaruh Jenis Tepung Terhadap Karakteristik Fisik Beras Analog Warna (oHue) ...... 47 Nilai L* ...... 49

viii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nilai a* ...... 50 Nilai b* ...... 52 Densitas Kamba ...... 53 Berat 1000 butir ...... 53 Pengaruh Jenis Tepung Terhadap Karakteristik Kimia Beras Analog Kadar Air ...... 54 Kadar Abu ...... 54 Kadar Lemak ...... 56 Kadar Protein ...... 57 Kadar Karbohidrat ...... 59 Kadar Serat Kasar ...... 60 Kadar Pati ...... 62 Kadar Amilosa ...... 63 Kadar Amilopektin ...... 64 Pengaruh Jenis Tepung Terhadap Karakteristik Sensori Nasi Analog Hedonik Warna ...... 66 Hedonik Aroma ...... 67 Hedonik Rasa ...... 68 Hedonik Tekstur ...... 69 Penerimaan Umum ...... 70 Pengaruh Jenis Tepung Terhadap Karakteristik Daya Cerna dan Indeks Glikemik Beras Analog Daya Cerna ...... 71 Indeks Glikemik pada Mencit Percobaan ...... 72

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...... 74 Saran ...... 74

DAFTAR PUSTAKA ...... 75

ix UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL

No. Hal 1. Perbedaan sifat organoleptik ubi kayu modifikasi dan tepung ubi kayu ...... 8

2. Perbedaan kandungan gizi/100 g dari buah sukun dan tepung sukun...... 10

3. Syarat mutu pati sagu ...... 12

4. Skala uji hedonik warna, aroma, rasa, tesktur, dan penerimaan umum ...... 36

5. Karakteristik fisik dari tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, dan tepung sukun modifikasi ...... 39

6. Karakteristik kimia dari tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, dan tepung sukun ...... 42

7. Karakteristik kimia dari tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu ...... 42

8. Karakteristik fungsional dari tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, dan tepung sukun modifikasi ...... 45

9. Pengaruh jenis tepung terhadap karakteritik fisik beras analog ...... 47

10. Pengaruh jenis tepung terhadap karakteristik kimia beras analog ...... 54

11. Pengaruh jenis tepung terhadap karakteristik sensori nasi analog ...... 66

12. Pengaruh jenis tepung terhadap daya cerna dan indeks glikemik beras analog ...... 71

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

No. Hal 1. Pembuatan tepung sukun ...... 17

2. Pembuatan tepung sukun modifikasi ...... 19

3. Pembuatan tepung ubi kayu ...... 20

4. Proses pembuatan tepung ubi kayu modifikasi ...... 21

5. Pembuatan tepung jagung ...... 22

6. Pembuatan beras analog ...... 23

7. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai oHue beras analog ...... 48

8. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai L beras analog ...... 49

9. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai a* beras analog ...... 51

10. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai b* beras analog ...... 52

11. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar abu beras analog ...... 55

12. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar lemak beras analog ...... 56

13. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar protein beras analog ...... 58

14. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar karbohidrat beras analog ...... 59

15. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar serat kasar beras analog . 61

16. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar pati beras analog...... 63

17. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar amilosa beras analog ..... 64

18. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar amilopektin beras analog ...... 65

19. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai hedonik warna beras analog ...... 67

20. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai hedonik aroma beras analog ...... 68

xi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 21. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai nilai hedonik rasa beras analog ...... 69

22. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai penerimaan umum beras analog ...... 70

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal 1. Format Uji Sensori terhadap Nasi Analog ...... 82

2. Kurva standar amilosa, kadar pati, dan daya cerna ...... 83

3. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai oHue beras analog ...... 86

4. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai L* beras analog ...... 87

5. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai a* beras analog ...... 88

6. Daftar sidik ragam, dan uji LSR nilai b* beras analog ...... 89

7. Daftar sidik ragam, dan uji LSR densitas kamba beras analog ...... 90

8. Daftar sidik ragam dan uji LSR bobot 1000 butir beras analog ...... 91

9. Data sidik ragam dan uji LSR nilai kadar air beras analog ...... 92

10. Daftar sidikdan uji LSR nilai kadar abu beras analog ...... 93

11. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar lemak beras analog ...... 94

12. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar protein beras analog...... 95

13. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar karbohidrat beras analog ...... 96

14. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar serat kasar beras analog ...... 97

15. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar pati beras analog ...... 98

16. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar amilosa beras analog ...... 99

17. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar amilopektin beras analog ...... 100

18. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai hedonik warna beras analog ...... 101

19. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai hedonik aroma beras analog ...... 102

20. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai hedonik rasa beras analog ...... 103

21. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai hedonik tekstur beras analog ...... 104

22. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai penerimaan umum beras analog ...... 105

xiii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 23. Data nilai daya cerna beras analog ...... 106

24. Hasil uji indeks glikemik beras analog ...... 107

25. Gambar beras analog ...... 114

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah 1.905 juta km2 dengan jumlah penduduk lebih dari 264 juta jiwa pada tahun 2017. Indonesia terletak di garis khatulistiwa sehingga memiliki iklim tropis dan dianugerahi dengan tanah yang subur yang menjadikan penduduk Indonesia sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Indonesia mengonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok dengan angka konsumsi tertinggi ke 4 di dunia setelah ,

Vietnam, dan Bangladesh. Konsumsi beras perkapita Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya hingga mencapai 150 kg pada tahun 2017, sementara hal ini tidak diikuti dengan peningkatan produksi beras. Hal ini menyebabkan

Indonesia mengimpor beras untuk menjaga tingkat cadangan beras yang tentunya merugikan petani lokal (Yusuf, dkk., 2018).

Tahun 2015 kementerian pertanian menerbitkan peraturan tentang swasembada pangan strategis berbasis padi, jagung, dan kedelai yang dikenal dengan sebutan upsus pajale. Kebijakan Ini menyebabkan perhatian terhadap pangan lokal semakin rendah dan fokus ke padi sesuai dengan peraturan. Menurut

Kompas (2018) selain impor beras, pemerintah juga sedang berusaha meningkatkan produksi beras per tahun dengan berbagai kebijakan pangan seperti pembukaan lahan untuk persawahan di kawasan timur Indonesia misalnya

Maluku, Papua, Kalimantan, dan Nusa Tenggara. Padahal daerah timur Indonesia tidak menggunakan beras sebagai makanan pokok. Kebijakan pangan yang bias beras ini menyebabkan terpinggirkannya kekayaan pangan lokal yang beragam.

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2

Potensi pangan lokal non beras di beberapa wilayah sangatlah berlimpah, namun terlupakan dan dijadikan sebagai sampingan saja karena terdesak untuk meningkatkan produksi beras.

Salah satu solusi dari ketidakseimbangan produksi beras dan konsumsi masyarakat adalah dengan diversifikasi pangan. Beberapa tahun terakhir para ahli mengenalkan dan mengembangkan beras analog yang terbuat dari pangan lokal sumber karbohidrat seperti ubi kayu, jagung, dan sagu.

Ubi kayu merupakan salah satu pangan lokal sumber karbohidrat yang memiliki potensial tinggi untuk dikembangkan. Indonesia merupakan negara yang termasuk tinggi produksi ubi kayunya setiap tahun. Menurut badan Pusat Statistik produksi ubi kayu tahun 2016 produksi nasional yaitu sekitar 27 juta ton per tahun. Ubi kayu merupakan komoditas pertanian yang dapat mudah tumbuh di daerah Indonesia. Akan tetapi ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak sehingga harus segera diolah setelah dipanen (Haloho, 2015). Ubi kayu sudah banyak digunakan dalam pembuatan beras analog dikarenakan ketersediaanya yang mencukupi dan memiliki nilai indeks glikemik yang tergolong sedang.

Sukun (Artocarpus artilis) merupakan salah satu tanaman yang tumbuh dengan subur di daerah tropis, termasuk Indonesia. Sukun tersebar di seluruh

Indonesia dengan panen raya dua kali dalam setahun tergantung daerah yaitu rata- rata Januari sampai Februari dan Juli ampai Agustus. Kandungan karbohidrat, vitamin dan mineral serta proteinnya yang cukup tinggi menjadikan sukun sebagai bahan pangan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Akan tetapi, bagi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3

masyarakat Indonesia konsumsi sukun masih terbatas pada makanan sekunder misalnya goreng, keripik, dan sayur saja (Widowati, 2009).

Jagung merupakan salah satu biji-bijian yang mulai meningkat penggunaannya di berbagai aspek industri mulai dari bahan baku pakan ternak, minyak, maizena, dekstrin, gliserol, perekat tekstil hingga produk pangan lainnya.

Jagung memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi dengan indeks glikemik sedang yaitu rentang nilai 55-70 mg/dl dan juga mengandung β-karoten yang cukup tinggi (Koswara, 2009). Menurut Badan Pusat Statistik (2015) jagung merupakan salah satu pangan yang persediannya cukup banyak dimana produksi jagung pipil pada tahun 2013 yaitu 18,51 juta ton dan meningkat pada tahun 2014 hingga produksinya mencapai 19,03 juta ton. Menurut Diniyah, dkk. (2016) dalam pembutaan beras analog tepung jagung dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membentuk kerangka dan struktur yang kokoh sehingga beras analog yang dihasilkan tidak mudah patah.

Tanaman sagu (Metroxylon sp) merupakan komoditi pangan yang banyak mengandung karbohidrat dan dijadikan sebagai bahan pangan pokok dibeberapa wilayah Indonesia khususnya Indonesia bagian timur seperti Maluku dan Papua.

Selain sebagai bahan pangan pokok, sagu banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan seperti mutiara sagu, mie, berbagai jenis olahan kue basah, olahan kue kering, kerupuk, , dan lain-lain (Koswara, 2006). Menurut Direktorat

Jenderal Perkebuan budidaya sagu tahun 2017 paling banyak dilakukan di pulau

Sumatera dengan luas lahan 106.179 Ha dan di daerah Maluku Papua dengan luas lahan 87.264 Ha. Produksi tertinggi tanaman sagu adalah di daerah Riau dengan produksi 418.802 ton per tahunnya. Kandungan karbohidrat yang tinggi dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4 ketersediaan yang mencukupi serta memiliki nilai indeks glikemik yang rendah menjadikan sagu sebagai salah satu bahan yang cocok dikembangkan menjadi beras analog.

Beras analog adalah beras yang terbuat dari tepung non beras dengan kandungan karbohidrat mendekati atau melebihi karbohidrat beras. Beras analog dibentuk sedemikian rupa sehingga bentuknya mirip dengan beras padi dan berasal dari kombinasi tepung pangan lokal seperti sagu, ubi kayu, dan jagung

(Loebis, dkk., 2015). Salah satu beras analog yang telah dikembangkan adalah beras niger yang terbuat dari tepung ubi kayu. Kelemahan dari beras niger ini adalah memiliki aroma ubi yang kuat.

Tepung ubi kayu kurang diminati oleh masyarakat dikarenakan memiliki aroma ubi yang kuat, warna tepung putih kekuningan, dan memiliki rasa ubi kayu yang kuat (Yuniati dan Purawisastra, 2004). Sukun dikenal dengan buah dengan getah yang menyebabkan rasa getir pada tepung yang dihasilkan apabila tidak diatasi dengan perendaman atau fermentasi pada saat pembuatan tepung. Untuk mengatasi hal ini dilakukan modifikasi tepung dengan cara fermentasi untuk memperbaiki warna, aroma, rasa, dan karakteristik lainnya dari tepung (Balai

Besar Pascapanen Pertanian, 2009).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis berkeinginan melakukan penelitian tentang “Pengaruh Penambahan Tepung Ubi Kayu, Tepung Sukun, dan

Tepung Modifikasinya terhadap Karakteristik Beras Analog Berbahan Baku

Tepung Jagung dan Pati Sagu”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan bahan pangan lokal sebagai bentuk diversifikasi pangan dan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung ubi kayu, tepung sukun, dan tepung modifikasinya terhadap karakteristik dari beras analog berbahan baku tepung jagung dan pati sagu.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mengembangkan keanekaragaman pangan

Indonesia dan untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah syarat untuk mendapatkan gelas sarjana Teknologi Pangan di Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan Fakultas Pertanan Universitas Sumatera Utara, Medan serta dapat berguna sebagai informasi.

Hipotesa Penelitian

Diduga pengaruh jenis tepung terhadap mutu beras analog.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Ubi Kayu

Ubi kayu termasuk tanaman pangan yang sudah lama dikenal luas di masyarakat dan sudah lama dibudidayakan secara tradisional di Indonesia. Ubi kayu (Mannihot esculenta Crantz) memiliki beberapa kegunaan, antara lain sebagai bahan pangan juga dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak. Ubi kayu mengandung fosfor, karbohidrat, kalsium, vitamin C, protein, zat besi, lemak dan vitamin B1. Di dalam ubi kayu juga terdapat skopoletin yang merupakan salah satu komponen bioaktif yang dapat mempunyai fungsi fisiologis bagi kesehatan diantaranya sebagai antihipertensi, antioksidan, antialergi, antidepresi, antikanker serta anti inflamasi (Herlina dan Nuraeni, 2014).

Taksonomi dari ubi kayu menurut Rukmana (1997) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euporbiales

Family : Euporbiasea

Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculenta Crantz

Ubi kayu juga mengandung sianogenik glukosida linamarin dan lotaustralin yang akan menghasilkan asam sianida yang bersifat racun, jika terjadi kerusakan sel tanaman. Tinggi rendahnya asam sianida tergantung pada varietas

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7

tanaman, genetik tanaman, dan kesuburan tanah. Kadar asam sianida tiap varietas ubi kayu berbeda dan dapat mempengaruhi rasa, sehingga masalah penurunan kadar asam sianida menjadi perhatian utama dalam pemanfaatan ubi kayu

(Ariani, dkk., 2017). Salah satu cara untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan kadar sianida di dalam ubi kayu adalah dengan fermentasi dan perendaman dalam larutan NaHCO3 (Hutami, 2013).

Ubi Kayu Modifikasi

Ubi kayu modifikasi atau sering disebut juga mocaf (modified cassava flour) adalah komoditas ubi kayu yang dimodifikasi dengan menggunakan teknik fermentasi sehingga produk yang dihasilkan memiliki karakteristik mirip seperti terigu yaitu putih, lembut, dan tidak berbau singkong. Dengan karakterisrik yang mirip dengan terigu, tepung ubi kayu fermentasi dapat menjadi komoditas subtitusi tepung terigu (Kurniati, dkk., 2012).

Modifikasi tepung ubi kayu dengan fermentasi menggunakan bantuan dari mikrobia. Mikrobia yang tumbuh tersebut menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sehingga terjadi perubahan granula pati.

Mikrobia tersebut juga dapat menghasilkan enzim-enzim yang menghidrolisis pati menjadi gula dan selanjutnya mengubahnya menjadi asam-asam organik, terutama asam laktat. Hal tersebutlah yang mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi pada tepung singkong yang telah dimodifikasi (Nusa, dkk., 2012).

Menurut Subagio, dkk. (2008) tepung ubi kayu modifikasi memiliki karakteristik organoleptik yang lebih spesifik dibandingkan dengan tepung ubi kayu. Warna tepung ubi kayu modifikasi lebih putih jika dibandingkan dengan tepung ubi kayu. Selain warna, perbedaan spesifik ubi kayu modifikasi dengan ubi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8 kayu terletak di aroma dan citarasa produk olahan yang dihasilkan. Aroma dan citarasa ubi kayu modifikasi cenderung lebih netral dan tidak berbau ubi lagi.

Perbedaan sifat organoleptik ubi kayu modifikasi dan tepung ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan sifat organoleptik mocaf dan tepung ubi kayu Parameter Tepung ubi kayu modifikasi Tepung ubi kayu Warna Putih Putih agak kecokelatan Aroma Aroma fermentasi Aroma ubi kayu Rasa Tidak berasa ubi kayu Rasa ubi kayu Sumber : Subagio, dkk. (2008) Penggunaan tepung ubi kayu modifikasi masih sangat jarang dilakukan sebagai bahan baku oleh para produsen makanan di Indonesia. Akan tetapi penelitian tentang substitusi tepung ubi kayu modifikasi dalam pembuatan makanan sudah banyak dilakukan. Produksi tepung ubi kayu modifikasi oleh para petani lokal masih dalam skala kecil dan dengan alat teknologi yang masih sederhana. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kualitas tepung ubi kayu modifikasi yang dihasilkan (Helmi, dkk., 2015).

Tepung Sukun

Sukun merupakan salah satu tanaman dengan hasil buah yang paling banyak dari keluarga Moraceae, tanaman ini berasal dari daerah New Guinea,

Pasifik yang kemudian berkembang ke hingga ke Indonesia. Buah sukun dapat dijadikan menjadi tepung dan mempunyai kandungan mineral dan vitamin yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tepung beras (Suyanti, dkk., 2003)

Sukun merupakan salah satu hasil hutan non kayu yang memiliki kandungan karbohidrat yang banyak sehingga sangat berpotensi sebagai subtitusi konsumsi beras di Indonesia. Salah satu olahan sukun adalah menjadi tepung sukun. Kandungan karbohidrat dari 100 gram beras setara dengan 100 gram

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9

tepung sukun yaitu sekitar 78,9%. Berarti 1 kg beras setara dengan 1 kg tepung sukun atau apabila konsumsi beras 130 kg per kapita per tahun berarti setara dengan 130 kg tepung sukun per kapita per tahun (Supriati, 2010).

Pengolahan sukun menjadi tepung merupakan alternatif cara pengolahan yang memiliki beberapa keunggulan yaitu meningkatkan daya simpan buah sukun yang cenderung mudah mengalami pembusukan dan memudahkan pengolahan bahan bakunya. Tepung sukun selain mudah diolah menjadi produk lain juga memiliki kandungan gizi relatif tak berubah (Balai Besar Pascapanen Pertanian,

2009). Sementara Maaruf, dkk. (2017) menambahkan bahwa keunggulan dari pengolahan buah sukun menjadi tepung sukun yaitu lebih mudah diolah menjadi produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi, lebih mudah dicampur dengan bahan-bahan lainnya terutama jika dicampur dengan bahan berupa tepung- tepungan lainnya, lebih praktis dan lebih mudah didistribusikan, meningkatkan daya guna, hasil guna, dan nilai guna dari buah sukun.

Kendala dalam pembuatan tepung sukun ialah terjadinya pencokelatan saat proses pengolahan menjadi tepung. Untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada tepung yang dihasilkan dilakukan dengan merendam buah yang telah dikupas dalam air bersih atau larutan garam 1%. Tingkat ketuaan buah juga sangat berperan terhadap warna tepung yang dihasilkan. Buah yang muda menghasilkan tepung sukun berwarna putih kecoklatan. Semakin tua buah semakin putih warna tepungnya. Buah sukun yang baik untuk diolah menjadi tepung adalah buah mengkal (Widowati dan Damardjati, 2001).

Pemilihan tepung sukun sebagai tepung komposit (campuran) dalam pembuatan produk pangan dikarenakan tepung sukun memiliki keistimewaan dibandingkan dengan tepung lainnya. Tepung sukun memiliki kadar protein yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 10

lebih tinggi yaitu sebesar 3,64% dibandingkan dengan tepung ubi kayu, tepung ubi jalar, dan tepung pisang. Tepung sukun memiliki nilai kalori rendah sehingga dapat digunakan sebagai makanan diet (Lubis, dkk., 2012). Perbedaan kandungan gizi tepung sukun, buah sukun tua dan beras dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan kandungan gizi/100 g dari buah sukun dan tepung sukun Parameter Buah sukun tua Tepung sukun dari buah tua Energi (kkal) 108 302 Karbohidrat (g) 28,2 78,9 Protein (g) 1,3 3,6 Lemak (g) 0,3 0,8 Kadar air 68,5 15 Sumber : Supriati (2010)

Tepung Sukun Modifikasi

Dalam pembuatan tepung dapat dilakukan proses modifikasi. Proses modifikasi dimaksudkan sifat fungsional pangan tepung mendekati atau menyamai karakteristik fungsional pangan beras (Santosa, dkk., 2018).

Modifikasi sifat pati secara kimia melalui hidrolisis asam atau basa, secara fisik berupa perlakuan suhu dan tekanan atau secara biologi melaui proses fermentasi dapat dilakukan untuk memperbaiki karakteristik tepung dan pati. Dalam pengolahan ubi kayu teknik fermentasi merupakan teknik yang telah biasa dilakukan di berbagai negara (Yulifianti, dkk., 2012).

Pembuatan tepung sukun modifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan fermentasi. Proses fermentasi dimulai dengan melakukan pengupasan dan perendaman sukun di dalam air untuk mencegah pencokelatan enzimatis. Buah sukun kemudian diiris dan dikeringkan. Irisan sukun kering kemudian dihaluskan dan diayak dengan mesh 80. Tepung sukun kemudian difermentasi dengan Lactobacillus plantarum selama 24 jam pada suhu 37 oC.

Tepung sukun yang mengalami modifikasi dengan menggunakan Lactobacillus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 11

plantarum mengakibatkan terjadinya kenaikan protein dan lemak

(Rahma, dkk., 2017).

Tepung Jagung

Jagung dapat digolongkan sebagai bahan makanan penyedia energi yang dapat memenuhi kebutuhan energi manusia, akan tetapi jagung memiliki kekurangan dalam hal penyedia kelengkapan asam amino yang juga diperlukan oleh tubuh manusia. Jagung kekurangan lisin dan sedikit mengandung triptofan dimana triptofan merupakan asam amino esensial yang dapat dikonversi tubuh menjadi niasin dalam jumlah yang sedikit. Jagung juga mengandung niasin namun terikat pada hemiselulosa dan tidak terolah tubuh ketika dimakan (Lean, 2013).

Jagung mengandung serat pangan (dietary fiber) yang diperlukan tubuh dengan indeks glikemik sedang. Indeks glikemik jagung adalah berkisar 50-90, sedangkan indeks glikemik beras dari padi berkisar 50-120. Jagung memiliki indeks glikemik yang lebih rendah jika dibandingkan dengan beras sehingga jagung baik dikonsumsi oleh masyarakat penderita penyakit gula, kelainan jantung, dan penderita penyakit lainnya yang dianjurkan tidak mengkonsumsi bahan pangan dengan indeks glikemik tinggi (Suarni dan Yasin, 2011).

Tepung jagung dibuat dengan cara menggiling jagung yang telah dikeringkan dan kemudian diayak. Tepung jagung memiliki kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung terigu, tetapi memiliki kandungan serat yang lebih tinggi. Rendahnya lemak pada tepung jagung dapat membuat tepung jagung menjadi lebih awet karena tidak mudah tengik akibat oksidasi lemak. Namun tingginya serat pada jagung menyebabkan tepung jagung memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan tepung terigu (Koswara, 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12

Pati Sagu

Sagu memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai bahan makanan pengganti beras. Kandungan kalori di dalam pati sagu juga tidak kalah banyak jika dibandingkan dengan sumber kalori bahan pangan lainnya. Sebagai sumber pati, sagu mempunyai peranan yang penting sebagai bahan pangan.

Pemanfaatan pati sagu sudah dikenal sejak lama oleh masyarakat di daerah penghasil sagu misalnya Papua dan Maluku. Namun pengolahan sagu masih terbatas (Anonim, 2006).

Menurut Auliah (2012) pati sagu merupakan salah satu sumber karbohidrat dan mengandung beberapa komponen lain seperti mineral dan fosfor. Adapun

Sayarat mutu pati sagu dapat dilihat Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu pati sagu Kriteria Uji Satuan Persyaratan Keadaan - Warna - Normal* - Aroma - Normal* - Rasa - Normal* - Kehalusan (lolos ayakan mesh 100) %bb Min 95* Benda asing - Tidak boleh ada* Jenis pati lain selain pati sagu - Tidak boleh ada* Serangga - Tidak boleh ada* Serat kasar %bb 0,1* SO2 1 N/100 g Maks 30* Kalori Kkal 355** Karbohidrat G 94** Protein G 0,2** Lemak G 0,2** Kadar Air %bk 13*- 14** Kadar Pati %bb Min 65* Kadar abu %bb Max 0,1* Kadar asam ml NaOH Max 4* Fosfor mg 130** Kalsium mg 10** Vitamin B1 mg 0,01** Sumber : *Badan Standar Nasional (2008), **Auliah (2012) Selain karakteristik mutu diatas, kualitas dari pati sagu juga dipengaruhi oleh warna dari pati. Warna pati dipengaruhi oleh faktor genetik yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13

mempengaruhi warna empulur sagu dan peralatan saat ekstraksi sagu. Kandungan pati yang ada di dalam empulur dipengaruhi oleh umur batang dari sagu saat dipanen (Badan Standarisasi Nasional, 2008).

Beras Analog

Beras analog merupakan tiruan dari beras yang terbuat bahan-bahan seperti umbi-umbian dan serealia yang bentuk maupun komposisi gizinya mirip seperti beras (Slamet, 2012). Beras analog dapat dijadikan sebagai produk diversifikasi pangan yang dapat dikonsumsi seperti layaknya mengonsumsi nasi dari beras padi. Pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber karbohidrat dapat menghasilkan beras analog dengan kandungan gizi yang lebih baik, tidak kalah dengan beras yang berasal dari padi (Budijanto dan Yulianti, 2012).

Pembuatan beras analog dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode granulasi dan metode ekstuksi. Perbedaan dari kedua metode ini terletak pada tahapan gelatinisasi adonan dan tahap pencetakannya. Pada metode granulasi hasil cetakan masih berupa butiran, sedangkan pada metode ekstruksi hasil cetakan sudah berbentuk bulat lonjong yang mirip dengan beras padi

(Ismail, dkk., 2017).

Pembuatan beras analog dilakukan dalam beberapa tahap yaitu penyiapan bahan sesuai dengan formulasi, pengadukan semua bahan baku selama 5 menit, pengadukan dengan penambahan air dilakukan selama 5 menit, pemasukan ke dalam mesin ekstruder panas dengan kecepatan auger, screw, dan cutting yang telah disesuaikan, kemudian dilakukan pengeringan pada butiran beras di suhu

60 oC sampai kering (Diniyah, dkk., 2016).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mutu beras analog menurut

Adicandra, dkk. (2016) yaitu perbandingan amilosa dan amilopektin.

Perbandingan amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur, pera atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14 lengketnya nasi serta cepat atau tidaknya nasi tersebut mengeras. Semakin tinggi kadar amilosa pada beras analog maka semakin keras atau pera nasi yang dihasilkan sehingga cenderung kurang disukai. Sementara menurut

Septianingrum, dkk. (2016) apabila kadar amilosa semakin rendah maka semakin pulen nasi yang dihasilkan dan semakin lunak juga teksturnya.

Gliserol Monostearat

Gliserol monostearat (GMS) merupakan monogliserida yang digunakan sebagai pengemulsi makanan. GMS merupakan ester gliserol dari asam stearat.

GMS yang digunakan dalam makanan berbentuk serpihan putih, tidak berbau, dan rasanya manis yang higroskopis (Wikipedia, 2019). GMS adalah surfaktan non- ionik yang banyak digunakan sebagai stabilizer dan emulsifier. Molekulnya terdiri dari dua bagian yaitu hidrofil dan lipofil.

Penggunaan GMS dalam pembuatan beras analog adalah sebagai pelumas saat proses sehingga dapat mengurangi panas proses ekstrusi, membuat ekstrudat tidak lengket satu sama lain, dan mengurangi expansion (pengembangan produk) tetapi meningkatkan daya serap air. Jumlah yang ditambahkan sebayak 2%

(Noviasari, dkk., 2017). Jumlah tersebut sesuai dengan Kurachi (1995) yang menyatakan jumlah bahan pengikat yang ditambahkan berkisar 0,1-10% dari jumlah tepung dan pati.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret - Desember 2018 di

Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan dan Laboratorium Teknologi Pangan,

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu varietas Adira 4 yang diperoleh dari UKM Lutvi di Tuntungan II, sukun (Artocarpus altilis) yang diperoleh di Jalan Kenanga Raya Medan, jagung umur 4 bulan yang diperoleh dari Namorambe Deli Serdang, dan pati sagu yang diperoleh dari Siak,

Riau.

Reagensia yang digunakan dalam penelitian adalah akuades, asam borat 4%,

HCL 1 N, etanol 80%, etanol 96%, hexan, tablet Kjeldahl, H2SO4 pekat, NaOH

0.325 N, H2SO4 0.125 N, etanol 95%, NaOH 1 N, asam asetat 1 N, iod, asam asetat 1 N, gliserol monostearat, HCL 25%, NaOH 0,1 N, NaOH 10%, NaOH

40%, NaOH 45%, DNS, Na K-Tartarat, phenol, dan enzim α-amilase.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan analitik digital (Sartorius, 4 digit), desikator, penangas air, termometer, magnetic stirrer, tube plastik, pompa vakum, tanur, oven, soxhlet, erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, cawan aluminium, cawan porselin, corong, labu tera, tabung reaksi, pipet tetes, pipet volume, spatula, hand refraktometer, dan hot plate.

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 16

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL) dengan faktor tunggal berupa perbandingan 20% tepung jagung, 30% pati sagu, dan 50% tepung dengan 4 perlakuan jenis tepung yaitu

T1 = 50% tepung ubi kayu

T2 = 50% tepung ubi kayu modifikasi

T3 = 50% tepung sukun

T4 = 50% tepung sukun modifikasi

Untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 6 kali sehingga jumlah perlakuan dalam penelitian ini adalah 24.

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan model rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan model sebagai berikut

Yij = μ + Ti + εij

Dimana :

Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = Rataan umum

Ti = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata antar perlakuan,maka dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least

Significant Range (LSR).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 17

Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 2 tahapan.

Tahap 1 = Pembuatan bahan baku

Tahap 2 = Pembuatan beras analog

Tahap 1. Pembuatan Bahan Baku

Pembuatan bahan baku ini terdiri dari pembuatan tepung sukun, tepung

sukun modifikasi, tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung jagung,

dan persiapan pati sagu

Pembuatan Tepung Sukun

Pembuatan tepung sukun dimulai dengan sukun dibersihkan dari kulit dan

bagian yang tak diinginkan. Diiris tipis sukun kemudian dikeringkan dengan

menggunakan sinar matahari. Sukun yang kering kemudian dihaluskan dan diayak

dengan ayakan mesh 60. Diagram alir pembuatan dapat di lihat pada Gambar 1.

Sukun dibersihkan dari kulit

Dicuci dengan bersih

Dikeringkan dengan pengeringan matahari

- Analisa proksimat (Kadar Dihaluskan dan diayak air, abu, protein, lemak, karbohidrat) Analisa mutu fisik Tepung - Kadar serat kasar - Uji warna sukun - Browning index - Kadar pati

- Kadar amilosa Analisa mutu fungsional - Kadar amilopektin - Daya serap air - Swelling power - Kelarutan

Gambar 1. Pembuatan tepung sukun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 18

Pembuatan Tepung Sukun Modifikasi

Pembuatan tepung sukun modifikasi dilakukan dengan metode fermentasi, yang dimulai dengan sukun dibersihkan dari kulit dan bagian yang tak diinginkan.

Kemudian diiris tipis menggunakan slicer. Chips yang dihasilkan kemudian direndam pada tahap perendaman I yaitu direndam dengan air yang sudah ditambahkan senyawa aktif A dengan ketentuan 1000 liter air sumur dilakukan penambahan senyawa aktif A sebanyak 1 sendok teh. Senyawa aktif A merupakan senyawa yang mengandung enzim pektinolitik atau selulotik yang berfungsi untuk memecahkan dinding sel sukun sehingga granula pati keluar. Lalu setelah dipastikan bahan terendam semua, dilakukan penambahan Senyawa aktif B yang sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu. Senyawa aktif B dibuat dengan cara merendam tepung sukun kering sebanyak 100 g dalam air yang telah dicampur oleh enzim amilase 1 sendok teh dan kultur mikroba (bakteri asam laktat) sebanyak 1 sendok makan, perendaman dilakukan selama 24 jam untuk menghasilkan senyawa aktif B yang diinginkan. Senyawa aktif B yang dihasilkan dapat dipergunakan semua untuk air sumur sebanyak 1000 liter. Perendaman I dilakukan selama 22 jam.

Selanjutnya pada perendaman II, bahan direndam pada larutan Senyawa aktif C 1 sendok makan dalam 1000 liter air sumur selama 10 menit. Senyawa aktif C adalah senyawa yang mengandung enzim protease. Tujuan dari proses perendaman ini adalah untuk mencuci scum dari sukun yang dapat menyebabkan warna coklat ketika proses pengeringan. Dan juga akan menghentikan pertumbuhan lebih lanjut dari mikrobia. Setelah tahap perendaman selesai, masuk ketahap pengeringan chips. Setelah chips kering dilakukan penghalusan chips dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 19

kemudian pengayakan dengan ayakan mesh 60. Diagram alir pembuatan dapat

dilihat pada Gambar 2.

Sukun segar Tepung sukun (100 gram) Pengupasan Kulit Air Limbah Enzim Air Pencucian cair Kultur mikroba Perendaman Pengecilan ukuran (t = 24 jam) (tebal chips = 1-1,5) mm) Air

Perendaman I Senyawa Limbah (t = 22 jam) aktif A cair

Senyawa aktif B

Perendaman II Limbah Senyawa (t = 10 menit) cair aktif C

Pressing dan pengeringan

Chips kering

Penyimpanan Penepungan

- Analisa proksimat (Kadar Pengayakan Analisa mutu fisik air, abu, protein, lemak, - Uji warna karbohidrat) - Browning index

- Kadar serat kasar Tepung sukun Analisa mutu - Kadar pati modifikasi fungsional - Kadar amilosa - Daya serap air - Kadar amilopektin - Swelling power - Kelarutan

Gambar 2. Pembuatan tepung sukun modifikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 20

Pembuatan Tepung Ubi Kayu

Pembuatan tepung ubi kayu dimulai dengan ubi kayu dikupas kemudian di

cuci bersih, selanjutnya ubi kayu diiris tipis menggunakan alat slicer dengan

ketebalan 1-1,5 mm. Chips yang dihasilkan kemudian dikeringkan dengan

pengeringan matahari. Chips yang kering kemudian dihaluskan dan diayak dengan

menggunakan ayakan mesh 60. Diagram alir pembuatan tepung ubi kayu dapat

dilihat pada Gambar 3.

Ubi kayu dibersihkan dari kulit

Dicuci dengan bersih

Diiris tipis dengan slicer

Chips ubi kayu

Dikeringkan dengan pengeringan matahari

Dihaluskan dan diayak - A nalisa proksimat (Kadar Analisa mutu fisik air, abu, protein, lemak, - Uji warna karbohidrat) Tepung ubi - Browning index - Kadar serat kasar kayu Analisa mutu fungsional - Kadar pati - Daya serap air - Kadar amilosa - Swelling power - Kadar amilopektin - Kelarutan

Gambar 3. Pembuatan tepung ubi kayu

Pembuatan Tepung Ubi Kayu Modifikasi

Pembuatan tepung ubi kayu modifikasi dilakukan dengan cara yang sama

dengan pembuatan tepung sukun modifikasi. Diagram alir pembuatan tepung ubi

kayu modifikasi dapat dilihat pada Gambar 4.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 21

Ubi kayu segar

Penerimaan ubi kayu

Tepung ubi kayu (± 100 gram) Pengupasan Kulit Air Limbah Air Pencucian Enzim cair

Perendaman Pengecilan ukuran (t = 24 jam) (tebal chips = 1-1,5) mm) Air

Perendaman I Senyawa Limbah aktif A (t = 22 jam) cair

Senyawa aktif B

Perendaman II Limbah Senyawa (t = 10 menit) aktif C cair

Pressing dan pengeringan

Penyimpanan Chips kering

Penepungan - Analisa proksimat (Kadar air, abu, protein, lemak, Pengayakan Analisa mutu fisik karbohidrat) - Uji warna - Kadar serat kasar - Browning index - Kadar pati Tepung ubi - Kadar amilosa kayu Analisa mutu - Kadar amilopektin modifikasi fungsional - Daya serap air

- Swelling power - Kelarutan

Gambar 4. Proses pembuatan tepung ubi kayu modifikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 22

Pembuatan Tepung Jagung

Jagung tua dibersihkan dari kulitnya dan dipipil. Kemudian jagung dikeringkan dengan matahari sampai kering. Biji jagung dihaluskan setelah itu tepung yang dihasilkan di ayak menggunakan ayakan mesh 40. Diagram alir pembuatan tepung jagung dapat dilihat pada Gambar 5.

Dibersihkan/dipisahkan jagung dari kulit

Dipipil jagung dari bonggolnya

Dikeringkan jagung dengan sinar matahari

Dihaluskan dan diayak - Analisa proksimat (Kadar air, abu,

protein, lemak, karbohidrat) Tepung jagung - Kadar pati - Kadar amilosa

- Kadar amilopektin

Gambar 5. Pembuatan tepung jagung

Persiapan Pati Sagu

Pati sagu komersil diayak dengan menggunakan ayakan mesh 80.

Tahap 2. Pembuatan Beras Analog

Pembuatan beras analog diawali dengan penimbangan bahan baku sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Setiap perlakuan dibuat dalam 2 kg. Pada setiap perlakuan ditambahkan 2% gliseril monostearat (GMS) dan dihomogenkan menggunakan mixer selama 5 menit. Setelah semua bahan tercampur rata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 23

dilakukan pembuatan adonan dengan menambahkan 50% air dan dihomogenkan

menggunakan mixer selama 5 menit. Adonan kemudian dimasukkan ke dalam

o o mesin extruder (Berto Industry BEX-DS-2256) dengan T1 = 78 C, T2 = 76 C ,

o T3 = 74 C, kecepatan Auger 18 Hz, Screw 15,5 Hz, Cutter 59,8 Hz. Beras analog

yang sudah tercetak dikeringkan pada suhu 65 oC selama 2 jam. Beras yang sudah

kering kemudian dimasukkan ke dalam plastik polyprophylen untuk selanjutnya

diuji karakteristik fisik, kimia, sensori, dan fungsionalnya. Diagram alir

pembuatan beras analog dapat dilihat pada Gambar 6.

Penimbangan bahan sesuai dengan perlakuan

Ditambahkan 2% GMS dan dihomogenkan dengan mixer selama 5 menit

Ditambahkan air 50% dan dihomogenkan denegan mixer selama 5 menit

Dimasukan adonan ke dalam mesin extruder

Analisa mutu kimia: o Analisa sifat fisik - Kadar Air Pengeringan (T= 65 C) - Densitas kamba - Kadar Abu selama 2 jam - Berat 1000 butir - Kadar Lemak - L (kecerahan) - Kadar Protein - a (merah-hijau) - Karbohidrat Beras analog - b (kuning-biru) Serat Kasar - Kadar Pati

- Kadar Amilosa Beras analog masak Analisa Sensori: - Kadar Amilopektin - Warna

Analisa fungsional - Aroma - uji daya cerna - Rasa

- indeks glikemik - Tekstur - Penerimaan umum Gambar 6. Pembuatan beras analog

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 24

Pengamatan dan Metode Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter karakteristik fisik, kimia dan fungsional dari tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu.

Karakteristik Fisik Tepung Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu Modifikasi, Tepung Sukun, dan Tepung Sukun Modifikasi

Warna

Penentuan warna dengan metode Hunter mengacu pada prosedur

Hutchings (1999). Warna diukur menggunakan alat kromameter Minolta (tipe CR

400, Jepang). Sampel diletakkan pada wadah yang telah tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L*, a*, dan b* dari sampel dengan kisaran 0 (hitam) sampai ± 100 (putih). Notasi a* menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a* (positif) dari 0 sampai + 100 untuk warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna hijau. Notasi b* menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai nilai +b* (positif) dari 0 sampai + 70 untuk warna kuning dan nilai –b* (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna biru. Sedangkan L* menyatakan ketajaman warna. Semakin tinggi ketajaman warna, semakin tinggi nilai L*. Selanjutnya dari nilai a* dan b* dapat dihitung oHue dengan rumus : oHue = tan-1 .

Jika hasil yang diperoleh:

18o – 54o maka produk berwarna red (R)

54o – 90o maka produk berwarna yellow red (YR)

90o – 126o maka produk berwarna yellow (Y)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 25

126o – 162o maka produk berwarna yellow green (YG)

162o – 198o maka produk berwarna green (G)

198o – 234o maka produk berwarna blue green (BG)

234o – 270o maka produk berwarna blue (B)

270o – 306o maka produk berwarna blue purple (BP)

306o – 342o maka produk berwarna purple (P)

342o – 18o maka produk berwarna red purple (RP)

Browning index

Penentuan browning index atau disebut juga dengan indeks pencokelatan dengan menggunakan prsedur Youn dan Choi (1966). Sampel sebanyak 1 g diekstraksi dengan 40 ml akuades dan 10 ml latutan asam trikloroasetat 10% dalam sebuah beaker glass. Ekstrak disaring dengan corong buncher yang telah dilapisi dengan kertas Whatman no. 2. Kemudian filtrar dibiarkan selama 2 jam pada suhu ruang. Konsentrasinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 mm. Nilai absorbansi yang tinggi menyatakan nilai indeks pencokelatan yang tinggi.

Karakteristik Kimia Tepung Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu Modifikasi, Tepung Sukun, Tepung Sukun Modifikasi, Tepung Jagung, dan Pati Sagu

Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan berdasarkan metode AOAC (1995). Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 60°. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 105°C selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 26 ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat konstan dengan selisih berat 0,01 g.

Berat sampel awal (g) - berat sampel akhir (g) Kadar air (%bb)  x 100% Berat sampel awal (g)

Kadar Abu

Pengujian kadar abu mengacu pada SNI-01-3451-1994. Sampel sejumlah

5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah diketahui beratnya

(yang terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator).

Kemudian sampel dipijarkan diatas pembakar mecker kira-kira 1 jam, diawali dengan api kecil dan selanjutnya api dibesarkan secara perlahan-lahan sampai terjadi perubahan contoh menjadi arang. Arang dimasukkan ke dalam tanur dengan suhunya 500 oC sampai terbentuk abu. Kemudian cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan selanjutnya ditimbang beratnya. Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Berat abu (g) Kadar abu (%)  x 100% Berat sampel (g)

Kadar Lemak

Penentuan kadar lemak menggunakan metode soxhlet yang mengacu pada

AOAC (1995). Sampel sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama ±6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

27 dipanaskan dalam oven pada suhu 70 oC hingga mencapai berat yang konstan, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang.

Berat lemak (g) Kadar lemak (%)  x 100 % Berat sampel (g)

Kadar Protein

Pengujian kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl yang mengacu pada AOAC (2005). Sampel sebanyak 1 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tabung kjehdhal selanjutnya ditambahkan dengan 15 ml H2SO4 pekat.

Letakkan tabung kjehdhal di rak tabung kjehdhal pada alat dekstruksi. Dengan adanya bahan kimia yang dipasangkan dialat dekstruksi berupa larutan NaOH

10% dan akuades. Kemudian alat dekstruksi dihidupkan pada suhu ruang hingga mencapai suhu 300 oC hingga sampel dipanaskan selama ±4 jam atau sampai cairan sampel berwarna jernih dan semua asap di dalam tabung dekstruksi hilang.

Tabung kjehdhal didinginkan lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Pada alat destilasi telah dipasang alat pengukur suhu atau pH dan dengan bahan kimia berupa HCL 0.1 N, NaOH 40%, asam borat 4% dan akuades. Alat destilasi dihidupkan serta diatur menu alatnya dengan cara pertama dititrasi dinonaktifkan, kemudian pilih mode excetution berupa asam borat maka akan dimasukkan sebanyak 60 ml asam borat ke dalam alat destilasi. Selanjutnya diaktifkan titrasi.

Kemudian dipilih metode excetution tepung sehingga keluarlah NaOH sebanyak

30 ml dan H2O sebanyak 40 ml. Selanjutnya secara otomatis terjadi reaksi antara

NaOH dan sampel hasil desktruksi selama 60 detik. Kemudian air mengalir dipasangkan ke dalam alat destilasi dan terjadi destilasi pada sampel selama 5 menit 20 detik. Setelah destilasi selesai, maka secara otomatis dilakukan titrasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 28 sehingga mengeluarkan hasil data N sampel. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama, namun tanpa sampel.

Pengujian kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.

(A - B) x N HCl x 1,4007) % N  Berat sampel (g)

% Protein = %N x 5,70

Keterangan :

A = ml titrasi sampel

B = ml titrasi blanko

14 = berat atom nitrogen

5,70 = faktor konversi

Kadar Karbohidrat

Pengujain kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by difference dengan perhitungan sebagai berikut.

Kadar karbohidrat = 100% - (kadar abu + kadar protein + kadar lemak)

Kadar Serat Kasar

Pengujian kadar serat kasar mengacu pada AOAC (1995). Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian ditambahkan 50 ml H2SO4 0,325 N, dihidrolisis selama 30 menit pada suhu

100 oC. Setelah itu didinginkan dan ditambahkan kembali NaOH 1,25 N sebanyak

50 ml dan dihidrolisis kembali selama 30 menit. Sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya.

Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan akuades mendidih, 25 ml

H2SO4 0,325 N, kemudian akuades mendidih, dan terkahir dicuci dengan etanol

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

29

96%. Kertas saring yang telah dicuci selanjutnya dikeringkan dengan oven bersuhu 105 oC selama satu jam, pengeringan dilakukan hingga berat konstan.

Kadar serat kasar dihitung dengan rumus berikut.

Berat kertas akhir (g) - berat kertas awal (g) Kadar serat kasar (%)  x 100% Berat sampel (g)

Kadar Pati

Pengujian kadar pati dilakukan dengan metode hidrolisis asam yang mengacu pada Apriyantono, dkk. (1989). Sampel sebanyak 2 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, selanjutnya ditambahkan

50 ml alkohol 80% dan diaduk selama 1 jam. Suspensi tersebut disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air sampai volume filtrat 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer ditambahkan dengan 200 ml air dan 20 ml HCl 25%. Kemudian ditutup dengan penangas balik dan dipanaskan diatas penangas air sampai mendidih selama 2,5 jam pada suhu 100 oC. Dibiarkan dingin dan kemudian dinetralkan dengan larutan NaOH 45% sampai pH ±7.

Kemudian dimasukkan ke dalam labu tera 500 ml dan ditambahkan dengan akuades sampai tanda tera. Disaring kembali campuran diatas menggunakan kertas saring, setelah itu ditentukan kadar gula menggunakan DNS yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh.

Pembuatan larutan DNS untuk analisa kadar pati dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5 dinitrosalisilat, 19,8 g NaOH, 306 g Na-K-Tartarat, dan 7,6 g fenol (dicairkan pada suhu 50 oC dan 8,3 g Na metabisulfit dalam 1416 ml akuades (pH netral).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 30

Pengujian gula pereduksi dengan menggunakan kurva standar DNS adalah

1 ml sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit dan dibiarkan sampai dingin pada suhu ruang. Blanko dipersiapkan dengan mengganti sampel dengan akuades. Kurva standar dengan konsentrasi larutan glukosa dan standar 0,05 – 0,25 mg/ml dilakukan dengan cara yang sama seperti sampel. Kadar gula pereduksi diukur dengan absorbansi pada panjang gelombang

550 nm.

0,9 x Konsentrasi sampel (mg/ml) x faktor pengencer Kadar pati (%)  x 100% Berat sampel (mg)

Kadar Amilosa dan Kadar Amilopektin

Pengujian kadar amilosa dan amilopektin mengacu pada Apriyantono, dkk.

(1989). Pengujian kadar amilosa diawali dengan pembuatan kurva standar amilosa dengan cara sebanyak 40 mg amilosa murni ( starch) ditambah 1 ml etanol

95% dan 9 ml NaOH 1 N. Campuran tersebut dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Setelah didinginkan larutan diencerkan dengan akuades sampai volume 100 ml, ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml larutan tersebut masing-masing dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Ditambahkan masing-masing asam asetat 1 N sebanyak 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml, kemudian ditambahkan juga 2 ml larutan iod. Diencerkan dengan akuades sampai volume tepat 100 ml, dibiarkan selama 20 menit. Intensitas warna biru terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.

Untuk penentuan sampel ditimbang 100 mg bahan dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

31 campuran dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit. Setelah dingin diencerkan dengan akuades sampai volume labu takar 100 ml, ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod selanjutnya ditambahkan air destilata sampai volume tepat 100 ml, dikocok, dan didiamkan selama 20 menit. Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.

Konsentrasi (mg/ml) x fp x v Kadar amilosa (%)  x 100% Berat sampel (g)

Kadar amilopektin (%) = Kadar pati - kadar amilosa

Keterangan : fp = faktor pengenceran v = volume awal

Karakteristik Fungsional dari Tepung Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu Modifikasi, Tepung Sukun, dan Tepung Sukun Modifikasi

Daya Serap Air

Pengujian daya serap air mengacu pada prosedur Sathe dan Salunkhe

(1981). Sebanyak 1 g tepung dilautkan dalam 10 ml air. Disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 30 menit. Kemudian ditimbang berat akhir. Daya serap air dihitung dengan rumus.

Berat akhir (g) Daya serap air  Berat sampel (g)

Swelling Power

Pengujian swelling power mwngacu pada prosedur Leach, dkk. (1959).

Sebanyak 1 g tepung dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan ditambahkan 10 ml akuades. Kemudian dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 90 oC selama 30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 32 menit dan disentrifugasi dengan kecepatan 2200 rpm selama 30 menit. Dipisahkan antara supernatan dan . Ditimbang berat pasta. Swelling power dihitung dengan rumus.

Berat pasta (g) Swelling power  Berat sampel (g)

Kelarutan

Pengujian kelarutan mengacu pada prosedur Anderson (1982). Sebanyak

1 g tepung dimasukkan ke dalam tabung sentrigus dan ditambahkan 10 ml akuades. Campuran dipanaskan dalam waterbath dengan suhu 90 oC selama 30 menit dan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2200 rpm selama 30 menit.

Dipisahkan antara supernatan dan pasta. Supernatan dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan pada oven dengan suhu 105 oC sampai berat konstan. Kelaruran dihitung dengan rumus:

Berat supernatan kering (g) Kelarutan  x 100% Berat sampel (g)

Baking expansion

Pengujian baking expansion mengacu pada Demiate, dkk. (2000).

Sebanyak 12 g tepung dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian ditambahkan

10 ml akuades dan digelatinisasikan. Adonan lalu dioven pada suhu 200 oC selama 25 menit. Hasil panggangan didinginkan kemudian dicelupkan ke dalam parafin. Volume hasil panggangan ditentukan dengan mencelupkan sampel yang telah dilapisi parafin ke dalam gelas ukur 250 ml yang berisi air.

Peningkatan volume (ml) Baking expansion  Berat hasil panggangan (g)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

33

Karakteristik Fisik Beras Analog

Warna

Penentuan warna dari beras analog dilakukan sama halnya dengan penentuan warna pada tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, dan tepung sukun modifikasi yang mengacu pada prosedur Hutching

(1999).

Densitas kamba

Penentuan densitas kamba mengacu pada prosedur Khalil (1999). Densitas kamba diukur dengan cara masukan sampel kedalam gelas ukur sampai volume tertentu dan dipadatkan, kemudian berat sampel ditimbang. Densitas kamba dihitung sebagai berikut.

Berat sampel (g) Densitas kamba (g/ml)  Volume alat ukur (ml)

Bobot seribu butir beras

Dihitung beras hingga seribu butir kemudian ditimbang. Untuk mengetahui berat seribu butir beras.

Karakteristik Kimia Beras Analog

Kadar Air

Penentuan kadar air dari beras analog dilakukan sama halnya dengan penentuan kadar air pada tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu yang mengacu pada prosedur AOAC (1995).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 34

Kadar Abu

Penentuan kadar abu dari beras analog dilakukan sama halnya dengan penentuan kadar abu pada tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu yang mengacu pada prosedur SNI-01-3451-1994.

Kadar Lemak

Penentuan kadar lemak dari beras analog dilakukan sama halnya dengan penentuan kadar lemak pada tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu yang mengacu pada prosedur AOAC (1995).

Kadar Protein

Penentuan kadar protein dari beras analog dilakukan sama halnya dengan penentuan kadar preotein pada tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu yang mengacu pada prosedur AOAC (2005).

Kadar Karbohidrat

Penentuan kadar karbohidrat dari beras analog dilakukan sama halnya dengan penentuan kadar karbohidrat pada tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu yang mengacu pada metode by difference.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

35

Kadar Serat Kasar

Penentuan kadar serat kasar dari beras analog dilakukan sama halnya dengan penentuan kadar serat kasar pada tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu yang mengacu pada prosedur AOAC (1995).

Kadar Pati

Penentuan kadar pati dari beras analog dilakukan sama halnya dengan penentuan kadar pati pada tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu yang mengacu pada prosedur Apriyantono, dkk. (1989).

Kadar Amilosa dan Kadar Amilopektin

Penentuan kadar amilosa dan kadar amilopektin dari beras analog dilakukan sama halnya dengan penentuan kadar amilosa dan kadar amilopektin pada tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu yang mengacu pada prosedur

Apriyantono, dkk. (1989).

Karakteristik Sensori Beras Analog

Uji Sensori

Organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, tesktur, dan penerimaan umum ditentukan dengan hedonik warna, aroma, rasa, tesktur, dan penerimaan umum mengacu pada Soekarto (1985). Pengujian dilakukan dengan cara contoh yang diberi kode diuji secara acak oleh 30 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 36

(organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk hedonik warna, aroma, rasa, tesktur, dan penerimaan umum seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Skala uji hedonik warna, aroma, rasa, tesktur, dan penerimaan umum Skala hedonik Skala numerik Sangat suka 5 Suka 4 Agak suka 3 Tidak suka 2 Sangat tidak suka 1

Karakteristik Fungsional Beras Analog

Daya Cerna

Penentuan daya cerna pati berdasarkan metode Muchtadi, dkk., (1992).

Sebanyak 1 g sampel ditambahkan dengan 100 ml akuades. Wadah ditutup dengan aluminium foil dan dipanaskan hingga mencapai suhu 90 oC sambil diaduk. Sampel segera diangkat dan didinginkan. Larutan tersebut dipipet 2 ml ke dalam tabung reaksi bertutup dan ditambahkan 3 ml akuades dan 5 ml buffer fosfat 0,1 M pH 7. Masing-masing sampel dibuat dua kali, salah satunya sebagai blanko. Tabung ditutup dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 15 menit di dalam inkubator. Larutan diangkat dan ditambahkan 5 ml enzim α-amilase (1 mg/ml dalam buffer fosfat pH 7) untuk sampel dan 5 ml buffer fosfat 0,1 M pH 7 untuk blanko sampel. Inkubasi dilanjutkan selama 30 menit. Sebanyak 1 ml campuran hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung reaksi bertutup berisi 2 ml larutan

DNS. Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 12 menit, lalu segera didinginkan dengan air mangalir. Ke dalam larutan ditambahkan 10 ml akuades dan dihomogenkan. Larutan tersebut kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Kurva standar diperoleh dari perlakuan DNS terhadap 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 ml larutan maltosa standard 0,5 mg/ml yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 37

ditepatkan menjadi 1 ml dengan akuades. Daya cerna pati dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

Kadar glukosa sampel Daya cerna pati (%)  x 100% Kadar glukosa pati murni

Indeks Glikemik pada Mencit Percobaan

- Pemilihan dan penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan

(Mus musculus) yang sehat dengan bobot badan 20-30 g sebanyak 18 ekor dan dibagi dalam 6 kelompok, tiap kelompok terdiri atas 3 ekor.

- Pembuatan sampel nasi analog

Beras analog ditimbang 0,2-0,3 g. Kemudian beras di haluskan dan ditambahkan air 0,7-0,8 ml.

- Perlakuan terhadap hewan uji

Sebelum diberi perlakuan, mencit diadaptasi terlebih dahulu selama seminggu serta di beri makan dan minum secara oral, kemudian mencit dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok I diberi makan beras analog perlakuan T1, kelompok II diberi makan beras analog perlakuan T2, kelompok III diberi makan beras analog perlakuan T3, kelompok IV diberi makan beras analog perlakuan T4, kelompok V diberi makan beras biasa, dan kelompok VI diberi makan glukosa murni.

- Penentuan indeks glikemik

Pada pengujian indeks glikemik digunakan 18 ekor mencit yang dibagi dalam 6 kelompok. Sebelum di beri perlakuan mencit di puasakan terlebih dahalu selama 8 jam kemudian dilakukan pengukuran kadar glukosa puasa. Selanjutnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 38 mencit jantan diberi pangan setara dengan 50 g karbohidrat. Kemudian diukur kadar glukosa darah pada jam ke-0, 45 menit, 90 menit, dan 135 menit. Kadar glukosa darah (setiap waktu sampling) diplot pada dua sumbu yaitu sumbu waktu

(X) dan sumbu kadar glikosa darah (Y). Nilai indeks glikemik ditentukan dengan membandingkan luas daerah kurva antara pangan yang diukur IG-nya dengan pangan acuan dikalikan 100.

- Penentuan kadar glukosa darah mencit

Glukometer dikalibrasi dengan menggunakan kunci kode strip kemudian strip dipasang pada alat tersebut. Darah diambil melalui pembuluh darah vena pada ujung ekor mencit kemudian diteteskan pada strip glukometer dan kadar glukosa darah mencit akan terukur dan hasilnya dapat dibaca pada monitor glukometer.

- Pengolahan data dan analisis data

Analisis dilakukan antara lain pengukuran kadar glukosa darah dan pengolahan data dilakukan dengan analisis korelasi (grafik) dengan metode AUC

(Area Under Curve).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik dari Tepung Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu Modifikasi, Tepung Sukun, dan Tepung Sukun Modifikasi

Data hasil pengujian diperoleh karakteristik fisik dari tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, dan tepung sukun modifikasi yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik fisik dari tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu. Parameter Tepung ubi Tepung ubi Tepung Tepung sukun kayu kayu sukun modifikasi modifikasi oHue 74,24±0,15 69,13±0,07 74,26±0,16 71,15±0,15 L* 86,74±0,15 88,29±0,04 85,17±0,05 87,16±0,03 a* 3,02±0,04 2,80±0,02 3,09±0,03 3,03±0,02 b* 10,68±0,02 7,35±0,02 10,98±0,04 8,88±0,03 Browning index 0,105±0,004 0,061±0,002 0,113±0,002 0,086±0,001 Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan + standar deviasi

Tabel 5 menunjukkan bahwa tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, dan tepung sukun modifikasi memiliki karakteristik fisik yang berbeda-beda dari nilai oHue, nilai L*, nilai a*, nilai b*, dan browning index.

Nilai oHue menunjukkan posisi warna sampel dalam diagram warna. Nilai oHue yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan diagram warna sehingga diperoleh kisaran warna yang mendekati warna sampel yang sebenarnya.

Penelitian yang dilakukan menghasilkan nilai oHue tepung berkisar pada 69o-74o sehingga tepung termasuk golongan nilai 54o-90o yang memiliki warna merah- kuning. Nilai oHue tepung tergantung jenis bahan baku dan perlakuan pendahuluan yang dilakukan pada tepung. Nilai oHue tepung yang mengalami proses modifikasi menurun dibandingkan tepung yang tidak dimodifikasi. Hal ini dikarenakan saat fermentasi terjadi pencucian dan perendaman yang

39 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 40 menyebabkan warna berkurang. Pada penelitian ini nilai oHue tepung sukun lebih tinggi dibandingkan dengan tepung ubi kayu. Hal inilah yang menyebabkan nilai oHue tepung sukun modifikasi lebih tinggi dibandingkan tepung ubi kayu modifikasi. Pada tepung nilai oHue yang semakin tinggi menunjukkan bahwa tepung semakin kuning, semakin rendah oHue maka warna semakin pucat atau lebih putih (Mella, 2016).

Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan dari suatu bahan. Nilai L* berkisar antara 0-100, dimana semakin mendekati angka 100 maka ketajaman warna pun semakin tinggi. Nilai L* tepung berbeda-beda tergantung bahan baku yang digunakan. Nilai L* yang paling tinggi ada pada tepung ubi kayu modifikasi dan yang paling rendah adalah tepung sukun. Tepung sukun memiliki nilai L* yang lebih rendah karena adanya kandungan tanin dan terjadinya pencokelatan selama penjemuran. Nilai L* pada tepung yang dimodifikasi lebih tinggi dibandingkan nilai L* tepung yang tidak dimodifikasi. Hal ini dikarenakan pada saat fermentasi, digunakan senyawa aktif C yang berfungsi untuk mencuci bahan sehingga mengurangi pencokelatan saat penjemuran (Subagio dkk., 2008).

Nilai a* menunjukkan tingkat warna hijau-merah. Nilai a* positif menunjukkan bahwa bahan memiliki warna merah dan nilai a* negatif menunjukkan warna hijau. Nilai a* pada tepung adalah positif yang menunjukkan bahwa tepung termasuk dalam warna merah. Nilai a* yang terdapat di dalam bahan berbeda-beda tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Nilai a* pada tepung yang dimodifikasi memiliki penurunan jika dibandingkan dengan tepung yang tidak dimodifikasi. Penurunan nilai a* ini terjadi karena adanya proses perendaman dengan senyawa aktif C yang berfungsi untuk mencuci bahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

41 sehingga pencokelatan pada saat penjemuran berkurang. Tepung sukun memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan tepung ubi kayu dikarenakan tingginya browning index pada tepung sukun.

Nilai b* menujukan tingkat warna biru-kuning. Nilai b* yang positif menunjukkan tepung yang berwarna kuning sedangkan nilai b* yang negatif menunjukkan warna yang biru. Nilai b* pada tepung adalah positif sehingga warnanya adalah kuning. nilai b* yang paling tinggi ada pada tepung sukun dan yang paling rendah adalah pada tepung ubi kayu modifikasi. Tingginya nilai b* menunjukkan bahwa tepung memiliki warna yang kuning dan semakin rendah nilai b* maka semakin putih warna tepung. Nilai b* pada tepung yang dimodifikasi lebih rendah dari tepung yang tidak dimodifikasi. Penurunan nilai b* pada tepung ini disebabkan tepung modifikasi mengalami proses perendaman dan pencucian dengan senyawa aktif C yang menyebabkan tepung menjadi lebih putih

(Subagio, dkk., 2008).

Browning index adalah nilai yang menunjukkan tingkat pencokelatan dari tepung. Browning index yang paling tinggi ada pada tepung sukun dan yang paling rendah adalah tepung ubi kayu modifikasi. Browning index pada tepung yang dimodifikasi lebih rendah jika dibandingkan dengan tepung tanpa modifikasi. Lebih rendahnya nilai browning index dikarenakan tepung mengalami proses pencucian dengan senyawa C yang mengurangi pencokelatan pada saat penjemuran (Subagio, dkk., 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 42

Karakteristik Kimia dari Tepung Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu Modifikasi, Tepung Sukun, Tepung Sukun Modifikasi, Tepung Jagung, dan Pati Sagu

Dari pengujian yang dilakukan diperoleh karakrteristik kimia dari tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu yang dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Karakteristik kimia dari tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, dan tepung sukun Parameter pengujian Bahan baku Tepung ubi Tepung ubi Tepung sukun kayu kayu modifikasi Kadar air (%bb) 10,55±0,03 10,95±0,78 12,14±1,00 Kadar abu (%bk) 1,16±0,01 0,45±0,02 2,90±0,16 Kadar lemak (%bk) 0,39±0,02 0,83±0,02 0,98±0,02 Kadar protein (%bk) 2,00±0,00 2,96±0,02 6,45±0,39 Kadar karbohidrat (%bk) 96,47±0,02 95,76±0,04 89,67±0,20 Kadar serat kasar (%bk) 2,74±0,05 2,13±0,08 6,43±0,06 Kadar pati (%bk) 84,93±0,93 89,72±0,81 81,37±0,93 Kadar amilosa (%bk) 25,19±0,71 38,66±0,62 25,30±0,86 Kadar amilopektin (%bk) 59 ,74±1,59 51,05±0,85 56,83±1,47 Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan + standar deviasi

Tabel 7. Karakteristik kimia dari tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu Parameter pengujian Bahan baku Tepung sukun Tepung jagung Pati sagu modifikasi Kadar air (%bb) 13,10±0,75 13,73±0,11 14,79±0,22 Kadar abu (%bk) 1,40±0,10 1,58±0,02 0,08±0,00 Kadar lemak (%bk) 1,17±0,00 3,44±0,04 0,27±0,02 Kadar protein (%bk) 7,36±0,08 8,05±0,08 0,73±0,04 Kadar karbohidrat (%bk) 90,07±0,07 86,94±0,14 98,93±0,06 Kadar serat kasar (%bk) 4,28±0,22 1,48±0,03 2,64±0,12 Kadar pati (%bk) 87,24±1,57 73,08±0,39 95,01±0,35 Kadar amilosa (%bk) 32,48±0,59 23,73±0,27 32,41±0,59 Kadar amilopektin (%bk) 54,76±1,57 49,35±0,25 62,60±0,34 Keterangan: Data terdiri dari 3 ulangan + standar deviasi

Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukkan bahwa tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, tepung sukun modifikasi, tepung jagung, dan pati sagu memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik dari kadar air, kadar abu,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

43

kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, kadar pati, kadar amilosa, dan kadar amilopektin.

Kadar abu merupakan banyaknya zat anorganik pada bahan yang tidak hancur oleh pembakaran. Nilai kadar abu yang paling tinggi ada pada tepung sukun dan yang paling rendah ada pati sagu. Menurut Widowati (2009) sukun memiliki mineral dan vitamin yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi kayu, jagung, sagu, dan beras.

Kadar lemak dan protein yang paling tinggi terdapat pada tepung sukun modifikasi dan yang paling rendah ada pada pati sagu. Kadar lemak yang terdapat di dalam bahan berbeda-beda tergantung bahan yang digunakan. Menurut

Widowati (2009) tepung sukun memiliki lemak dan protein yang lebih tinggi dibandingkan ubi kayu, jagung, dan sagu. Hasil analisa menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar lemak dan protein pada bahan yang dimodifikasi jika dibandingkan dengan yang tidak dimodifikasi. Kenaikan kadar lemak dan kadar protein ini diduga karena adanya aktivitas dari mikrobia yang memodifikasi

(Iswara, dkk., 2014).

Pada penelitian ini, kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan metoe by difference. Menurut metode ini kadar karbohidrat (%bk) adalah selisih dari 100 dengan kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein. Berdasarkan perhitungan metode ini maka tepung dengan nilai kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein yang paling rendah akan memiliki kadar karbohidrat yang paling tinggi. Pada penelitian ini, kadar karbohidrat yang paling tinggi adalah pati sagu, sementara yang paling rendah adalah tepung sukun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 44

Kadar serat kasar yang paling tinggi ada pada tepung sukun dan yang paling rendah adalah tepung jagung. Tepung jagung dalam peneltiian ini memiliki kadar serat yang paling rendah dikarenakan jagung yang digunakan adalah jagung tua, dimana pada umur panen tua maka jagung akan mengandung sedikit serat kasar dan banyak mengandung pati (Koswara, 2009). Menurut Adinugraha dan

Susilawati (2014) sukun memiliki kadar serat 6,55%. Kadar serat kasar dari sukun ini lebih tinggi dibandingkan dengan ubi kayu, jagung, dan sagu. Jika dibandingkan antara tepung yang dimodifikasi dan yang tidak dimodifikasi maka akan terjadi penurunan kadar serat kasar. Tepung yang diberikan perlakuan modifikasi mengalami penurunan kadar serat kasar dikarenakan pada saat perendaman digunakan senyawa aktif A yang mengandung enzim pektinolitik dan digunakan senyawa aktif B yang mengandung bakteri asam laktat. Dalam proses modifikasi bakteri asam laktat akan menggunakan serat kasar sehingga serat kasar menurun (Safitri dan Hartini, 2014).

Kadar pati yang paling tinggi adalah pada pati sagu dan yang paling rendah adalah pada tepung jagung. Kandungan pati di dalam bahan berbeda-beda tergantung bahan yang digunakan. Jika dibandingkan dengan tepung tanpa modifikasi dengan tepung yang dimodifikasi maka pada tepung yang dimodifikasi terjadi peningkatan kadar pati. Peningkatan kadar pati ini disebabkan aktivitas mikroba yang menggunakan serat kasar yang mengelilingi granula pati sehingga terjadi liberasi pati (Julianti, 2017).

Kadar amilosa yang paling tinggi terdapat pada tepung ubi kayu modifikasi dan yang paling rendah ada pada tepung jagung. Pada tepung yang mengalami modifikasi terjadi peningkatan kadar amilosa jika dibandingkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

45 dengan tepung tanpa modifikasi. Peningkatan kadar amilosa pada tepung terjadi karena bakteri asam laktat yang digunakan dalam proses fermentasi menghasilkan enzim pullulanase yang mampu memotong rantai cabang amilopektin menjadi yang lebih sederhana yaitu amilosa (Julianti, 2017). Kadar amilopektin yang paling rendah adalah pada tepung ubi kayu modifikasi. Penurunan kadar amilopektin ini dikarenakan adanya enzim pullulanase yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat.

Karakteristik Fungsional dari Tepung Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu Modifikasi, Tepung Sukun, dan Tepung Sukun Modifikasi

Hasil analisa karakteristik fungsional dari tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, dan tepung sukun modifikasi dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8. Karakteristik fungsional dari tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, dan tepung sukun modifikasi Parameter pengujian Bahan baku Tepung Tepung ubi Tepung Tepung ubi kayu kayu sukun sukun modifikasi modifikasi Daya serap air (%bk) 1,55±0,02 1,77±0,03 3,25±0,04 3,87±0,06 Swelling power (%bk) 12,90±0,38 13,62±0,13 10,34±0,05 11,72±0,27 Kelarutan (%bk) 7,93±0,10 8,74±0,34 10,65±0,27 10,89±0,46 Baking expansion 0,51±0,01 0,62±0,04 0,49±0,01 0,62±0,01 Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 3 ulangan ± standar deviasi

Tabel 8 menunjukkan bahwa tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, dan tepung sukun modifikasi memiliki karakteristik fungsional yang berbeda-beda dari nilai daya serap air, kelarutan, dan swelling power.

Daya serap air merupakan kemampuan suatu produk dalam menyerap air secara maksimal. Semakin besar persentase daya serap air maka semakin besar pula air yang diserap (Jamiko dan Estiasih, 2014). Jika dibandingkan antara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 46 tepung yang dimodifikasi dan yang tidak dimodifikasi maka akan terjadi kenaikan daya serap air. Modifikasi tepung yang dilakukan dengan metode fermentasi dapat meningkatkan daya serap air, karena fermentasi dapat meningkatkan partikel yang berongga sehingga bahan akan lebih banyak menyerap air (Wardhani, dkk., 2015).

Swelling power adalah kemampuan tepung untuk berinteraksi dengan air, adanya pemanasan menyebabkan granula pati cepat mengembang dan ikatan intermolekuler hidrogen terlepas dan air akan berikatan dengan molekul pati.

Bahan yang mengalami modifikasi memiliki nilai swelling power yang lebih tinggi dibandingkan bahan yang tidak dimodifikasi. Hal ini dikarenakan proses fermentasi pada tepung modifikasi menyebabkan terjadinya liberasi granula pati

(Hersoelistyorini, dkk., 2015).

Kelarutan adalah kemampuan bahan untuk terabsorbsi dalam air sehingga tidak terbentuk emulsi. Tepung yang dimodifikasi memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan tepung tanpa modifikasi dikarenakan selama proses fermentasi terjadi leberasi granula pati yang menyebabkan naiknya swelling power. Kenaikan swelling power akan menyebabkan kenaikan kelarutan, dikarenakan swelling power berbanding lurus dengan kelarutan (Leach, 1995).

Baking expansion adalah kemampuan tepung untuk mengembang selama proses gelatinisasi. Tepung yang dimodifikasi memiliki nilai baking expansion yang lebih tinggi dibandingkan tepung tanpa proses modifikasi. Kadar amilosa berhubungan erat dengan baking expansion. Hal ini disebabkan tepung dengan kadar amilosa lebih tinggi akan menyerap air lebih awal dan mengembang ketika dipanaskan (Julianti, 2017).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 47

Pengaruh Jenis Tepung Terhadap Karakteristik Fisik Beras Analog

Hasil analisa menunjukkan bahwa jenis tepung memberikan pengaruh terhadap karakteristik fisik beras analog yang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh jenis tepung terhadap karakteristik fisik beras analog Karakteristik Jenis tepung T1 T2 T3 T4 Warna (oHue) 70,96±0,73 73,54±0,70 69,00,±0,61 72,86±0,60 L* 55,59±1,39 60,23±2,18 54,83±0,61 58,69±0,74 a* 4,31±0,11 4,21±0,20 4,63±0,24 4,37±0,07 b* 12,50±0,46 14,23±0,06 12,05±0,51 14,20±0,48 Densitas kamba (g/ml) 0,61±0,01 0,61±0,01 0,61±0,01 0,61±0,01 Berat 1000 butir beras (g) 10,86±0,88 11,38±0,91 10,32±0,64 10,19±0,65 Keterangan: Angka dalam tabel merupakan rataan dari 6 ulangan ± standar deviasi. T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Warna (oHue)

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai oHue beras analog. Hasil pengujian LSR pengaruh jenis tepung terhadap nilai oHue beras analog dapat dilihat pada Gambar 7.

Nilai oHue menunjukkan posisi warna sampel dalam diagram warna. Nilai oHue yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan diagram warna sehingga diperoleh kisaran warna yang mendekati warna sampel yang sebenarnya.

Penelitian yang dilakukan menghasilkan nilai oHue yang ada pada beras analog berkisar pada 68o-75o sehingga beras analog termasuk golongan nilai 54o-90o yang memiliki warna merah-kuning. Menurut Hutchings (1999) bahwa nilai oHue yang mendekati nilai 54o maka produk yang dihasilkan semakin merah dan semakin mendekati nilai 90o maka produk akan semakin kuning. Berdasarkan klasifikasi

Hutchings ini maka perlakuan tertinggi yaitu T4 dan T2 berwarna lebih kuning

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 48

dibandingkan perlakuan T1 dan T3, dimana perlakuan T1 dan T3 ini lebih banyak warna merah sehingga warnanya lebih cokelat.

80 aA aA bB 73,54 72,86 70,96 69,00cC 70

60 Hue)

o 50 40 30

Nilai Warna ( Warna Nilai 20 10 0 T1 T2 T3 T4 Jenis Tepung Keterangan : T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 7. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap oHue beras analog

Beras analog perlakuan T1 dan T2 menggunakan ubi kayu sedangkan perlakuan T3 dan T4 merupakan beras yang menggunakan bahan baku sukun.

Gambar 7 menunjukkan bahwa beras analog T2 yang merupakan beras analog dengan tepung ubi kayu modifikasi memiliki nilai oHue lebih tinggi dibandingkan

T1 dan juga pada perlakuan T4 yang menggunakan tepung sukun modifikasi

o memiliki nilai Hue yang lebih tinggi daripada T3. Menurut Amanu dan Wahono

(2014) fermentasi yang dilakukan pada tepung modifikasi dapat meningkatkan nilai warna karena terjadi pencucian pigmen penyebab warna cokelat yang ada di dalam bahan sehingga warna bahan menjadi semakin cerah. Dalam penelitian ini beras analog dengan menggunakan bahan yang mengalami proses modifikasi memiliki warna yang lebih kuning dibandingkan yang tidak dimodifikasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 49

Subagio, dkk. (2008) menambahkan bahwa penggunaan senyawa C dalam proses fermentasi adalah untuk mencuci scum dari bahan yang bertujuan untuk mengurangi penyebab pigmen pencokelatan pada saat penjemuran bahan, sehingga bahan yang mengalami perlakuan fermentasi memiliki warna yang lebih cerah dibanding yang tidak mengalami fermentasi.

Nilai L*

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai L* beras analog. Hasil pengujian LSR pengaruh jenis tepung terhadap nilai L* beras analog dapat dilihat pada Gambar 8.

70 60,23aA aA bB 58,69 60 55,59 54,83bB 50

40

30

Nilai L* 20

10 0 T1 T2 T3 T4 Jenis Tepung Keterangan : T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 8. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai L* beras analog

Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan dari suatu bahan. Nilai L* berkisar antara 0-100, dimana semakin mendekati angka 100 maka ketajaman warna pun semakin tinggi. Perbedaan tingkat ketajaman warna tergantung dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 50 bahan yang digunakan. Bahan yang digunakan memiliki tingkat warna yang berbeda-beda. Gambar 8 menunjukkan bahwa beras analog yang menggunakan tepung modifikasi memiliki nilai L* yang lebih tinggi dibandingkan beras analog yang menggunakan tepung tanpa modifikasi. Yulifianti dan Ginting (2011) mengatakan bahwa kadar abu yang terkandung di dalam suatu bahan akan mempengaruhi cerah atau tidaknya warna produk yang dihasilkan, semakin tinggi kadar abu semakin kusam atau gelap warna produk. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, T2 dan T4 memiliki kadar abu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan T1 dan T3 sehingga perlakuan T2 dan T4 memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan dengan perlakuan T1 dan T3. Perbedaan kadar abu disebabkan adanya proses fermentasi pada bahan baku perlakuan T2 dan T4.

Pernyatan ini sesuai dengan Hutchings (1999) yang menyatakan bahwa fermentasi yang dilakukan terhadap bahan mempengaruhi tingkat kecerahan dari beras analog. Semakin tinggi kecerahan warna maka nilai L* akan semakin tinggi.

Nilai a*

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 5 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai a* beras analog. Hasil pengujian LSR pengaruh jenis tepung terhadap nilai a* beras analog dapat dilihat pada Gambar 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 51

6

aA 5 4,63 4,31bB 4,21bB 4,37bAB 4

3

2 Nilai a* 1

0 T1 T2 T3 T4 Jenis Tepung Keterangan : T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 9. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai a* beras analog

Nilai a positif menunjukkan bahwa beras analog memiliki warna kemerahan. Nilai a* dari beras analog tergantung bahan yang digunakan dan ada tidaknya perlakuan pendahuluan yang dilakukan pada bahan baku beras analog tersebut. Beras analog perlakuan T1 dan T2 menggunakan bahan baku berupa tepung ubi kayu dimana T2 menggunakan tepung ubi kayu modifikasi sedangkan

T1 menggunakan tepung ubi kayu tanpa modifikasi. Perlakuan T3 dan T4 berbahan baku tepung sukun dimana T4 menggunakan tepung sukun modifikasi sedangkan

T3 menggunakan tepung sukun tanpa modifikasi. Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai a* beras analog perlakuan T4 lebih rendah dari perlakuan T3. Beras analog perlakuan T3 memiliki nilai a* yang tinggi dikarenakan terjadi pencokelatan selama proses penjemuran sukun dengan nilai yang lebih tinggi dibandingkan tepung jenis lainnya yaitu 0,1127 (dapat dilihat pada Tabel 5) . Selain itu menurut

Yulifianti dan Ginting (2011) kadar abu yang terkandung di dalam bahan akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 52 memepengaruhi cerah atau tidaknya suatu bahan. Nilai a* yang rendah pada perlakuan T4 disebabkan adanya proses perendaman dalam fermentasi bahan baku. Selama proses perendaman dilakukan, pigmen penyebab warna cokelat yang ada di dalam bahan baku larut di dalam air rendaman, sehingga warna berkurang (Anggraeni dan Yuwono, 2014). Selain itu, penggunaan senyawa aktif

C dalam proses fermentasi juga memperngaruhi nilai a* dimana senyawa aktif ini bertujuan untuk mencuci scum dari bahan untuk mencegah terjadinya pencokelatan juga menyebabkan terjadinya penurunan nilai a* (Subagio, dkk.,

2008).

Nilai b*

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 6 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,05) terhadap nilai b* beras analog. Hasil pengujian LSR pengaruh jenis tepung terhadap nilai b* beras analog dapat dilihat pada Gambar 10 .

16 14,23aA 14,20aA 12,50bB 14 12,05bB 12 10

8 6 Nilai b* 4 2 0 T1 T2 T3 T4 Jenis Tepung Keterangan : T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 10. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai b* beras analog

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 53

Nilai b* adalah nilai yang menunjukkan warna biru-kuning. Nilai yang bernilai positif menunjukkan warna kekuningan, semakin tinggi nilai b* maka warna beras analog akan berwarna semakin kekuningan. Warna kekuningan pada beras analog dipengaruhi oleh jagung dan pati sagu. Menurut Sede, dkk, (2015) warna pada beras analog pati sagu disebabkan karena perbandingan amilosa dan amilopektin. Pati sagu mengandung amilopektin yang tinggi sehingga warna dari beras analog tidak transparan atau cenderung kearah kuning kecoklatan. Selain itu, berdasarkan hasil uji bahan baku (dapat dilihat pada Tabel 5) diketahui bahwa warna tepung ubi kayu dan tepung sukun yang dihasilkan memiliki indeks pencokelatan (browning index) yang tinggi dibandingkan dengan tepung ubi kayu modifikasi dan tepung sukun modifikasi sehingga beras analog dengan bahan baku tepung ubi kayu dan tepung sukun memiliki warna yang lebih gelap sehingga nilai b* nya lebih rendah.

Densitas kamba

Berdasarkan data sidik ragam pada Lampiran 7 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05), sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Bobot Seribu Butir

Berdasarkan data sidik ragam pada Lampiran 8 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05), sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 54

Pengaruh Jenis Tepung Terhadap Karakteristik Kimia Beras Analog

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tepung memberikan pengaruh terhadap karakteristik kimia beras analog yang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengaruh jenis tepung terhadap karakteristik kimia beras analog Pengaruh jenis tepung Karakteristik T1 T2 T3 T4 Kadar air (%bb) 6,02±0,14 6,10±0,34 6,09±0,14 5,80±0,12 Kadar abu (%bk) 0,91±0,06 0,51±0,03 1,95±0,11 1,01±0,02 Kadar lemak (%bk) 1,82±0,05 2,09±0,02 1,46±0,02 1,68±0,04 Kada protein (%bk) 2,59±0,06 3,15±0,09 4,72±0,10 5,67±0,09 Kadar karbohidrat (%bk) 94,67±0,10 94,16±0,11 91,88±0,17 91,61±0,05 Kadar serat (%bk) 3,15±0,20 2,49±0,08 5,07±0,06 4,46±0,04 Kadar pati (%bk) 75,09±0,73 80,86±1,50 71,67±0,79 74,39±0,57 Kadar amilosa (%bk) 28,43±1,40 39,96±1,01 29,68±1,17 37,55±1,53 Kadar amilopektin (%bk) 46,65±1,91 40,89±1,66 41,99±0,91 39,84±1,60 Keterangan : Angka dalam tabel merupakan rataan dari 6 ulangan, ± standar deviasi. T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Kadar Air

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 9 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air beras analog sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Abu

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 10 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu beras analog. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh jenis tepung terhadap kadar abu beras analog dapat dilihat pada Gambar 11.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 55

2.5 1,96aA 2.0

1.5 1,01bB 0,91cB 1.0 0,59dC

Kadar Abu (%bk) Kadar 0.5

0.0 T1 T2 T3 T4 Jenis Tepung Keterangan : T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 11. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar abu beras analog

Menurut Winarno (2008) mengatakan bahwa besarnya kadar abu di dalam suatu bahan menunjukkan besarnya kandungan mineral yang dikandung bahan tersebut. Kadar abu merupakan zat anorganik yang tidak mengalami proses pembakaran.

Kandungan abu di dalam bahan berbeda tergantung bahan baku yang digunakan. Perlakuan T1 dan T2 merupakan beras analog dengan bahan baku tepung ubi kayu sedangkan T3 dan T4 merupakan beras analog berbahan baku tepung sukun. Perbedaan jenis bahan baku akan mempengaruhi kadar abu beras analog. Gambar 11 menunjukkan bahwa modifikasi yang dilakukan pada bahan baku beras analog mampu menurunkan kadar abu. Hal ini sesuai dengan

Yulifianti dan Ginting (2011) yang menyatakan bahwa pada bahan yang dimodifikasi dengan metode fermentasi menyebabkan terjadi penurunan kadar abu dikarenakan selama proses fermentasi mineral yang ada di dalam bahan baku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 56 larut ke dalam air rendaman, sehingga kadar abu relatif rendah dibandingkan dengan tepung tanpa fermentasi.

Kadar Lemak

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 11 dapat dilihat bahwa jenis tepung yang digunakan dalam pembuatan beras analog memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak beras analog. Hasil pengujian LSR pengaruh jenis tepung terhadap kadar lemak beras analog dapat dilihat pada Gambar 12.

3.0

2.5 2,09aA

2.0 1,82bB 1,70cC 1,44dD 1.5

1.0

Kadar Lemak Lemak (%bk) Kadar 0.5

0.0 T1 T2 T3 T4 Jenis Tepung

Keterangan : T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 12. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar lemak beras analog

Kadar lemak yang terdapat di dalam beras analog tergantung pada bahan baku yang digunakan. Perlakuan T1 dan T2 merupakan beras analog yang menggunakan bahan baku terpung ubi kayu, sedangkan perlakuan T3 dan T4 merupakan beras analog yang menggunakan bahan baku tepung sukun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 57

Gambar 12 menunjukkan bahwa proses modifikasi bahan baku yang digunakan pada beras analog perlakuan T2 dan T4 memberikan pengaruh terhadap kadar lemak. Beras analog yang menggunakan tepung modifikasi memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan beras analog yang menggunakan tepung tanpa modifikasi. Naiknya kadar lemak pada beras diduga karena adanya peningkatan lemak yang dihasilkan dari perombakkan asam lemak pada bahan yang disebabkan oleh sekresi mikroba yang digunakan pada saat fermentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iswara, dkk. (2014) yang menyatakan bahwa dalam proses fermentasi ubi kayu, kadar lemak mengalami kenaikan seiring dengan lamanya proses fermentasi yang diduga karena adanya perombakan asam lemak pada ubi yang terjadi akibat aktivitas sekresi mikroba.

Berdasarkan uji bahan baku yang telah dilakukan (dapat dilihat pada Tabel

6 dan Tabel 7) diketahui bahwa tepung ubi kayu modifikasi memiliki nilai kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung sukun modifikasi. Hal inilah yang menyebabkan mengapa T2 dan T4 memiliki kadar lemak yang berbeda meskipun pada kedua perlakuan ini terjadi proses modifikasi.

Kadar Protein

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 12 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein beras analog. Hasil pengujian LSR pengaruh jenis tepung terhadap kadar protein beras analog dapat dilihat pada Gambar 13.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 58

7

6 5,67aA 4,72bB

5

4 3,15cC 3 2,59dD

2

1 Kadar (%bk) Protein Kadar

0 T1 T2 T3 T4 Jenis Tepung

Keterangan : T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 13. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar protein beras analog

Kadar protein yang terdapat di dalam beras analog tergantung pada bahan baku yang digunakan. Gambar 13 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar protein pada beras analog yang menggunakan tepung modifikasi. Peningkatan kadar protein dalam beras analog disebabkan oleh modifikasi pada bahan baku beras analog perlakuan T2 dan T4 meningkatkan kadar protein pada beras analog.

Menurut Iswari, dkk. (2014) peningkatan protein pada bahan yang dimodifikasi dengan metode fermentasi dikarenakan adanya aktivitas dari mikrobia yang memfermentasi. Kadar protein akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya massa sel mikroorganisme. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan

Ojokoh, dkk. (2013) yang menyatakan bahwa meningkatnya kadar protein di dalam bahan yang mengalami fermentasi adalah akibat dari aktivitas mikrobia yang digunakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 59

Berdasarkan uji bahan baku yang dilakukan (dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7) diketahui bahwa tepung sukun mengandung protein yang lebih tinggi dibandingkan tepung ubi kayu. Hal inilah yang menyebabkan T4 memiliki nilai protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan T2 meskipun kedua perlakuan ini mengalami proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widowati (2009) yang menyatakan bahwa sukun merupakan pangan dengan kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubi kayu, ubi jalar, kentang, dan pisang.

Kadar Karbohidrat

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 13 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar karbohidrat beras analog. Hasil pengujian LSR pengaruh jenis tepung terhadap kadar karbohidrat beras analog dapat dilihat pada Gambar 14.

100 94,67aA 94,16bB 91,88cC dD

91,61 90 80 70 60 50 40 30

Kadar Karbohidrat (%bk) Karbohidrat Kadar 20 10 0 T1 T2 T3 T4 Jenis Tepung Keterangan : T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 14. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar karbohidrat beras analog

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 60

Menurut Winarno (2008) perhitungan kadar karbohidrat dapat dilakukan dengan menggunakan metode by difference dimana karbohidrat adalah hasil pengurangan 100 dengan nilai kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu dari beras analog. Perlakuan T1 dan T2 menggunakan bahan tepung ubi kayu dimana

T2 menggunakan tepung ubi kayu fermentasi sedangkan T1 menggunakan ubi kayu tanpa fermentasi. Perlakuan T3 dan T4 menggunakan bahan baku tepung sukun dimana T4 menggunakan tepung sukun fermentasi dan T3 menggunakan tepung sukun tanpa fermentasi. Gambar 14 perlakuan T1 memiliki nilai kadar karbohidrat tertinggi. Berdasarkan hasil pengujian bahan baku (dapat dilihat pada

Tabel 5 dan Tabel 7) diketahui bahwa tepung ubi kayu modifikasi memiliki nilai karbohidrat yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung ubi kayu. Sama halnya dengan tepung sukun modifikasi memiliki nilai karbohidrat yang lebih rendah dari tepung sukun. Modifikasi yang dilakukan pada memberikan penurunan kadar karbohidrat dikarenakan kadar lemak dan kadar protein mengalami peningkatan.

Kadar Serat Kasar

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 14 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat beras analog. Hasil pengujian LSR pengaruh jenis tepung terhadap kadar protein beras analog dapat dilihat pada Gambar 15.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 61

6 5,07aA 5 bB

4,47

4 3,15cC

3 2,49dD

2

1 Kadar Serat Serat (%bk) Kasar Kadar

0 T1 T2 T3 T4

Jenis Tepung Keterangan : T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 15. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar serat kasar beras analog

Serat kasar merupakan senyawa yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam dan basa. Kadar serat kasar yang terdapat di dalam beras analog tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Pada perlakuan T3 dan T4 bahan baku yang digunakan adalah sukun dimana T4 menggunakan tepung sukun modifikasi dan T3 menggunakan tepung sukun tanpa modifikasi. Perlakuan T1 dan T2 bahan baku yang digunakan adalah ubi kayu dimana T2 menggunakan tepung ubi kayu modifikasi sedangkan T1 menggunakan tepung ubi kayu tanpa modifikasi.

Gambar 15 menunjukkan bahwa bahan yang ada penurunan kadar serat kasar pada beras analog perlakuan T4 dari T3 dan juga perlakuan T2 dibandingkan

T1. Penurunan kadar serat kasar pada beras analog yang menggunakan tepung modifikasi disebabkan proses perendaman saat fermentasi dapat menurunkan kadar serat kasar (Midlanda, dkk., 2014). Dalam proses perendaman digunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 62

senyawa aktif A yang mengandung enzim pektinolitik dan senyawa aktif B yang mengandung bakteri asam laktat pada fermentasi yang menghidrolisis serat kasar sehingga menyebabkan kadar serat kasar larut dan tertinggal di air rendaman sehingga kadar serat kasar mengalami penurunan (Safitri dan Hartini, 2014).

Berdasarkan uji bahan baku yang dilakukan (dapat dilihat pada Tabel 5) diketahui bahwa tepung sukun memiliki kadar serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan dari ubi kayu. Perbedaan kandungan serat kasar menyebabkan perlakuan T4 memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan T1, meskipun pada perlakuan T4 dilakukan proses fermentasi dan pada perlakuan T1 tidak dilakukan fermentasi.

Kadar Pati

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 15 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar pati beras analog. Hasil pengujian LSR pengaruh jenis tepung terhadap kadar pati beras analog dapat dilihat pada Gambar 16.

Kadar pati yang terdapat di dalam beras analog tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Gambar 16 menunjukkan bahwa perlakuan modifikasi yang dilakukan pada bahan baku beras analog T2 menghasilkan kadar pati yang lebih tinggi dibandingkan dengan T1 dan T4 memiliki kadar pati yang lebih tinggi dibandingkan T3. Hal ini dikarenakan pada saat proses fermentasi, bakteri yang ditumbuhkan mampu merombak serat kasar yang mengelilingi granula pati sehingga terjadi liberasi granula pati yang mana hal ini menyebabkan meningkatnya kadar pati pada bahan baku yang mengalami proses modifikasi dengan metode fermentasi (Julianti, dkk., 2017).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 63

90 80,84aA cC 77,57bB 80 75,08 71,67dD 70

60 50 40 30 20 Kadar Pati (%bk) Kadar 10 0 T1 T2 T3 T4 Jenis tepung

Keterangan : T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 16. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar pati beras analog.

Kadar Amilosa

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 16 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar amilosa beras analog. Hasil pengujian LSR pengaruh jenis tepung terhadap kadar pati beras analog dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 menunjukkan bahwa beras analog yang menggunakan tepung modifikasi memiliki kadar pati yag lebih tinggi dibandingkan dengan beras analog dengan tepung tanpa modifikasi. Perlakuan modifikasi dengan metode fermentasi yang dilakukan pada bahan baku beras analog meningkatkan kadar amilosa beras analog. Pada proses fermentasi, bakteri asam laktat akan menghasilkan enzim pullulanase. Menurut Setiarto, dkk. (2015) enzim pullulanase merupakan enzim yang mampu memotong rantai amilopektin pada pati sehingga dihasilkan polisakarida dengan rantai pendek. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arifin, dkk.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 64

(2014) yang menyatakan bahwa pada saat terjadi proses fermentasi hingga ke 48 jam, maka akan terjadi pemotongan rantai pada amilopektin yang menyebabkan naiknya kadar amilosa pada bahan.

45 aA 39,96 bB 40 37,55 35 28,43cC 29,68cC 30 25 20 15 10 Kadar Amilosa (%bk) Kadar 5 0 T1 T2 T3 T4 Jenis Tepung Keterangan: T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 17. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar amilosa beras analog

Kadar Amilopektin

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 17 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar amilopektin beras analog. Hasil pengujian LSR pengaruh jenis tepung terhadap kadar amilopektin beras analog dapat dilihat pada Gambar 18.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 65

55 50 46,65aA bcB bB 45 40,89 41,99 39,84cB 40 35 30 25 20 15 10

Kadar Amilopektin (%bk) Amilopektin Kadar 5 0 T1 T2 T3 T4 Jenis Tepung Keterangan : T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 18. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap kadar amilopektin beras analog

Perbedaan jenis bahan baku yang digunakan akan mempengaruhi kadar amilopektin. Gambar 18 menunjukkan bahwa beras analog dengan tepung modifikasi memiliki kadar amilopektin lebih rendah dibandingkan dengan beras analog dengan tepung tanpa modifikasi. Menurut Arifin, dkk. (2014) kadar amilopektin pada bahan yang dimodifikasi dengan fermentasi akan mengalami penurunan dibandingkan dengan bahan yang tidak difermentasi diakibatkan adanya aktivitas dari enzim pullulanase dari bakteri asam laktat yang memotong rantai cabang amilopektin.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 66

Pengaruh Jenis Tepung Terhadap Kajian Karakteristik Sensori Nasi Analog

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tepung memberikan pengaruh terhadap karakteristik sensori nasi analog yang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Pengaruh jenis tepung terhadap karakteristik sensori nasi analog Nilai Hedonik Karakteristik T1 T2 T3 T4 Nasi padi Warna 2,55±0,14 3,20±0,11 2,08±0,17 2,86±0,10 4,57±0,07 Aroma 3,01±0,22 3,08±0,13 2,67±0,15 2,79±0,18 4,33±0,22 Rasa 2,73±0,10 2,81±0,12 2,50±0,16 2,69±0,06 4,31±0,14 Terstur 2,41±0,09 2,64±0,10 2,46±0,14 2,57±0,08 4,34±0,14 Penerimaan umum 2,75±0,09 3,07±0,09 2,37±0,07 2,86±0,10 4,54±0,09 Keterangan : Angka dalam tabel merupakan rataan dari 6 ulangan, ± standar deviasi. T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Hedonik Warna

Hasil analisis sidik ragam hedonik warna nasi analog pada Lampiran 18 menunjukkan bahwa nasi analog memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik warna nasi analog yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh jenis tepung terhadap hedonik warna nasi analog dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 menunjukkan bahwa perlakuan T2 memiliki nilai hedonik tertinggi sebesar 3,20 dan perlakuan T3 memiliki nilai hedonik terendah sebesar

2,08. Pengaruh jenis tepung terhadap nilai hedonik warna bahwa beras analog T2 dan T4 agak disukai panelis. Hal ini disebabkan adanya fermentasi menyebabkan

T2 dan T4 memiliki warna yang lebih cerah dibandingkan dengan T1 ataupun T3.

Dilihat dari hasil uji bahan baku (dapat dilihat pada Tabel 5) beras dengan perlakuan T1 dan T3, memiliki nilai indeks pencokelatan yang lebih tinggi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 67

dibandingkan dengan perlakuan yang mengalami proses fermentasi sebelumnya yaitu perlakuan T2 dan T4. Hal inilah yang menyebabkan beras dengan perlakuan

T1 dan T3 berwarna lebih gelap dibandingkan dengan beras T2 dan T4.

Nilai hedonik warna yang diberikan panelis terhadap beras analog masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai hedonik warna beras padi. Untuk itu perlu dilakukan adanya perlakuan awal untuk memperbaiki warna beras.

4.0 3.5 3,20aA 2,86bB 3.0 2,55cC 2.5 2,08dD

2.0 1.5 1.0

HedonikWarna 0.5 0.0 T1 T2 T3 T4 Jenis tepung

Keterangan: T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 19. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai hedonik warna beras analog

Hedonik Aroma

Hasil analisis sidik ragam hedonik aroma nasi analog pada Lampiran 19 menunjukkan bahwa nasi analog memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik aroma nasi analog yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh jenis tepung terhadap hedonik aroma nasi analog dapat dilihat pada Gambar 20.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 68

Gambar 20 menunjukkan bahwa perlakuan T2 dan T1 memiliki nilai hedonik aroma tertinggi sebesar 3,0778 dan 3,0111. Panelis agak menyukai nasi perlakuan T2 dan T4. Sedangkan perlakuan T3 dan T4 memiliki nilai hedonik aroma terendah sebesar 2,6722 dan 2,7944. Pada perlakuan beras analog T3 dan T4 panelis cenderung tidak menyukai nasi analog ini dikarenakan adanya aroma sukun yang kuat.

4.0

3.5 3,01aA 3,07aA bAB 3.0 2,67bB 2,79 2.5

2.0 1.5 1.0

Hedonik Aroma Hedonik 0.5 0.0 T1 T2 T3 T4 Jenis tepung Keterangan: T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 20. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai hedonik aroma beras analog

Hedonik Rasa

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 20 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap hedonik rasa nasi analog. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh jenis tepung terhadap hedonik aroma nasi analog dapat dilihat pada Gambar 21.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 69

Gambar 21 menunjukkan bahwa perlakuan T1, T2, dan T4 memiliki nilai hedonik rasa tertinggi dari perlakuan T3. Nilai yang rendah pada perlakuan T3 dikarenakan perlakuan T3 menggunakan tepung sukun. Panelis tidak menyukai nasi analog ini, mungkin karena tepung sukun memiliki rasa yang langu dan sedikit pahit. Beberapa senyawa yang diduga sebagai penyebab rasa pahit atau getir pada buah adalah tannin dan saponin (Sukandar, dkk., 2014). Fermentasi yang digunakan pada perlakuan T4 menyebabkan perlakuan ini masih dapat diterima panelis karena rasa langu dan pahit sukun sedikit berkurang.

4.0 3.5 2,81a 3.0 2,73a a 2,50b 2,69

2.5 2.0 1.5

Hedonik Rasa Hedonik 1.0 0.5 0.0 T1 T2 T3 T4 Jenis Tepung

Keterangan: T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 21. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai hedonik rasa nasi analog

Hedonik Tekstur

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 21 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap hedonik tekstur nasi analog sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 70

Penerimaan Umum

Berdasarkan daftar sidik ragam Lampiran 22 dapat dilihat bahwa jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap hedonik penerimaan umum nasi analog. Hasil pengujian dengan LSR pengaruh jenis tepung terhadap hedonik penerimaan umum nasi analog dapat dilihat pada

Gambar 22.

4.0 3.5 3,07aA 2,75bB bB 3.0 2,86 2,37cC 2.5 2.0 1.5 1.0 Penerimaan Umum Penerimaan 0.5 0.0 T1 T2 T3 T4 Jenis tepung Keterangan: T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Gambar 22. Hubungan pengaruh jenis tepung terhadap nilai hedonik penerimaan umum nasi analog

Gambar 22 menunjukkan bahwa perlakuan T2 memiliki nilai hedonik penerimaan umum tertinggi sebesar 3,06 dan perlakuan T3 memiliki nilai hedonik penerimaan umum terendah sebesar 2,37. Panelis agak menyukai nasi analog T2.

Perlakuan T1 dan T4 berbeda tidak nyata. Perlakuan T3 menggunakan tepung sukun, panelis cenderung tidak menyukai nasi analog ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 71

Pengujian Mutu Beras Analog Terhadap Daya Cerna dan Indeks Glikemik

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tepung memberikan pengaruh terhadap indeks glikemik dan indeks daya cerna beras analog yang dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengujian daya cerna dan indeks glikemik beras analog Parameter Perlakuan Hasil Kategori

Daya cerna (%) Beras Analog T1 51,3094 Sedang Beras Analog T2 63,2934 Sedang Beras Analog T3 61,5624 Sedang Beras Analog T4 62,5081 Sedang Indeks glikemik (mg/dl) Nasi Analog T1 61.9745 Sedang Nasi Analog T2 64.3270 Sedang Nasi Analog T3 62.9772 Sedang Nasi Analog T4 63.0929 Sedang Nasi Biasa 63.7486 Sedang Glukosa Murni 100 Tinggi Keterangan : Angka dalam tabel merupakan hasil rata-rata dari 3 ulangan. T1 = tepung ubi kayu T2 = tepung ubi kayu modifikasi T3 = tepung sukun T4 = tepung sukun modifikasi

Daya Cerna

Berdasarkan Lampiran 24 diketahui bahwa beras analog perlakuan T2, T4, dan T3 memiliki nilai daya cerna tertinggi yaitu 63,2934%, 62,5081%, dan

61,5624% sedangkan T1 memiliki daya cerna dengan nilai terendah yaitu

51,3094%. Pada perlakuan T2 modifikasi dengan metode fermentasi dapat meningkatkan daya cerna. Menurut Wahyuningsih (2009) fermentasi yang dilakukan pada bahan dapat meningkatkan viskositas, kemampuan gelasi, daya cerna, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut. Damayanti dan Rimbawan (2008) menambahkan bahwa daya cerna pati dipengaruhi oleh proses pengolahan, kandungan amilosa dan amilopektin, kandungan zat antigizi yang memperlambat atau menurunkan daya cerna pati.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 72

Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) ukuran partikel bahan dapat mempercepat enzim untuk mencerna pati. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar luar permukaan total pangan. Selama pemasakan, air dan panas dapat memperbesar ukuran granula pati. Granula pati yang mengembang akan sangat mudah dicerna oleh enzim pencernaan pati di dalam usus halus.

Indeks Glikemik pada Mencit Percobaan

Indeks glikemik adalah tingkatan makanan yang berpengaruh terhadap kadar gula darah dengan kisaran 0-100. Indeks glikemik ini merupakan ukuran seberapa banyak kenaikan gula darah seseorang dalam dua jam atau tiga jam sesudah makan (Rusilanti, 2010). Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) nilai indeks glikemik dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu pangan indeks glikemik rendah dengan rentang nilai IG <55, pangan indeks glikemik sedang dengan rentang nilai IG 55-70, dan pangan dengan indeks glikemik tinggi dengan rentang nilai IG >70. Berdasarkan kategori ini, maka nasi analog dan nasi padi yang telah diuji memiliki indeks glikemik sedang. Nilai indeks glikemik pada perlakuan T2 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan beras padi dan beras analog

T1, T3, dan T4. Perbedaan ini dikarenakan T2 memiliki daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras analog yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arif dkk. (2013) menyatakan bahwa ukuran granula pati berkaitan dengan daya cerna pati. Semakin kecil ukuran granula pati, semakin besar luas permukaan total granula pati tersebut. Dengan luas permukaan yang lebih besar, enzim pemecah pati memiliki area yang lebih luas untuk menghidrolisis pati menjadi glukosa. Semakin mudah enzim bekerja, semakin cepat pencernaan, dan penyerapannya. Jufri (2006) menambahkan bahwa fermentasi mengakibatkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 73

jaringan sel dari bahan yang difermentasi menjadi rusak dan menyebabkan liberasi granula pati sehingga tepung yang dihasilkan memiliki bentuk partikel yang lebih kecil. Oleh karena itu, jika ukuran granula pati kecil, maka pati tersebut memiliki daya cerna yang lebih tinggi yang diduga akan memberikan nilai indeks glikemik tinggi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian dari pengaruh jenis tepung terhadap karakteristik fisikokimia dan fungsional beras analog, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Jenis tepung memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap

kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar serat kasar,

pati, kadar amilosa, kadar amilopektin, nilai warna (oHue), nilai L*, nilai a*,

nilai b*, nilai hedonik warna, nilai hedonik aroma, dan nilai penerimaan

umum. Jenis tepung juga memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05)

terhadap nilai hedonik rasa. Jenis tepung juga memberikan pengaruh berbeda

tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air, densitas kamba, berat 1000 butir, dan

nilai hedonik tekstur.

2. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa beras analog terbuat dari tepung

ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, dan tepung sukun

modifikasi memiliki daya cerna pati yang tergolong ke dalam kategori sedang

dengan indeks glikemik yang tergolong ke dalam kategori sedang.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap perlakuan pendahuluan dalam

pembuatan tepung sukun untuk memperbaiki warna dari beras analog dengan

bahan baku tepung sukun.

2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui lama pemasakan beras analog.

74 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

Adicandra, R. M. dan T. Estiasih. 2016. Beras analog dari ubi kelapa putih (Discorea alata L.): kajian pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 4(1) : 383-390.

Adinugraha, H. A. dan S. Susilawati. 2014. Variasi kandungan kimia tanaman sukun dari beberapa populasi di Indonesia sebagai sumber pangan dan obat. Jurnal Hutan Tropis. 2(3): 226-232.

Amanu, F. N. dan W. H. Susanto. 2014. Pembuatan tepung mocaf di Madura (kajian varietas dan lokasi penanaman) terhadap mutu dan rendemen. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(3) : 161-169.

Anderson, R. A. (1982). Water absorption and solubility and amylograph characteristics on roll-cooked small grain products. Cereal Chemistry. 59(1): 265-269.

Anggraeni, Y. P. dan S. S. Yuwono. 2014. Pengaruh fermentasi alami pada chips ubi jalar (Ipomoea batatas) terhadap sifat fisik tepung ubi jalar terfermentasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(2): 59-69.

Anonim. 2006. Sagu Sebagai Bahan Pangan. Ebookpangan.com. Diakses tanggal 28 Februari 2018.

AOAC. Association of Analytical Chemist Publisher. 1995. Official Methods of Analysis. AOAC Publisher, Washington DC.

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemists. Benjamin Franklin Station, Washington.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarwati, dan S. Budiyantono. 1989. Analisis Pangan (Petunjuk Laboratorium). PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ariani, L. N., T. Estiasih, dan E. Martati. 2017. Karakteristik sifat fisiko kimia ubi kayu berbasis kadar sianida. Jurnal Teknologi Pertanian. 18(2): 119-128.

Arif, A. B., A. Budiyanto, dan Hoerudin. 2013. Nilai indeks glikemik produk pangan dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Jurnal Litbang Pertanian. 32(3): 91-99.

Arifin, R., R. D. Hariyadi, P. Hariyadi, dan D. Fardiaz. 2014. Profile of microorganisms and amylose content of white corn flours of two local varieties as affected by fermentation process. IPCBEE. 77(13): 60-65.

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 76

Auliah, A. 2012. Formulasi kombinasi tepung sagu dan jagung pada pembuatan mie. Jurnal Chemica. 13(2): 33-38.

Badan Pusat Statistik. 2015. Distribusi Perdagangan Komoditi Jagung Pipilan di Indonesia. https://www.bps.go.id/publication/2015/11/27/6bd0bd97b5c53 dc4513a8fa1/distribusi-perdagangan-komoditi-jagung-pipilandi-indonesia- 2015.html. Diakses tanggal 12 Desember 2018.

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia 3729:2008 Tepung sagu. Departemen Perindustrian. Jakarta : 1-34.

Balai Besar Pascapanen Pertanian. 2009. Teknologi Pengolahan Tepung Sukun dan Pemanfaatannya untuk Berbagai Produk Makanan Olahan.

Budijanto, S. dan Yuliyanti. 2012. Studi persiapan tepung sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) dan aplikasinya pada pembuatan beras analog. Jurnal Teknologi Pertanian. 13(3): 177-186.

Damayanti, E. dan Rimbawan. 2008. Penuntun Praktikum Evaluasi Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Demiate, I. M., N. Dupuy, J. P. Huvenne, M. P. Cereda, dan G. Wosiacki. 2000. Relationship between baking behavior of modified cassava starches and starch chemical structure determinded by FTIR spectroscopy. Carbohydrate Polymer. 42(1) : 149-158.

Diniyah, N., A. Puspitasari, A. Nafi, dan A. Subagio. 2016. Karakteristik beras analog menggunakan hot extruder twin screw. Jurnal Penelian Pascapanen Pertanian. 13(1): 36-42.

Haloho, J. D. 2015. Pengolahan ubi kayu dalam upaya percepatan diversifikasi pangan di Kalimantan Barat. Prosiding seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 1(1): 775-786.

Helmi, R. S., Ridwansyah, dan H. Rusmarilin. 2015. Karakteristik kimia dan fungsional tepung komposit dari jenis tepung kasava termodifikasi pada berbagai metoda pengeringan dan tepung terigu. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 3(4): 489-495.

Herlina, E. dan F. Nuraeni. 2014. Pengembangan produk pangan fungsional berbasis ubi kayu (Manihot esculenta) dalam menunjang ketahanan pangan. Jurnal Sains Dasar. 3(2): 142-148.

Hersoelistyorini, W., S. S. Dewi, dan A. C. Kumoro. 2015. Sifat fisikokimia dan organoleptik tepung mocaf (modified cassava flour) dengan fermentasi menggunakan ekstrak kubis. The 2nd University Research Coloquium. 1(1): 10-17.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 77

Hutami, F. D. 2013. Pengaruh penggantian larutan dan konsentrasi NaHCO3 terhadap penurunan kadar sianida pada pengolahan tepung ubi kayu. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4): 220-230.

Hutchings, J. B. 1999. Color and Appearance. Aspen Publisher Inc Gaithersburg, Maryland.

Ismail, E. W., L. Kurniawati, dan N. Suhartatik. 2017. Formulasi beras analog dari singkong (Manihot utilissima) dengan variasi penambahan ubi jalar (Ipomoea batatas l) (putih, kuning, dan ungu). Jurnal JITIPARI. 4(1): 112-118.

Iswari, K., H. F. Astuti, dan Srimaryati. 2014. Pengaruh lama fermentasi terhadap mutu tepung cassava termodifikasi. Prosiding. 1(1): 1251-1491.

Jatmiko G. P. dan T. Estiasih. 2014. Mie dari umbi kimpul (Xanthosoma sagittifolium): Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(2):1-10.

Julianti, E., M. Nurminah, dan G. A. Syahputri. 2017. Pengaruh metode dan lama fermentasi terhadap karakteristik kimia dan fungsional tepung ubi jalar oranye. Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI. 97-107.

Jufri, M. 2006. Studi kemampuan pati biji sebagai bahan pengikat dalam ketoprofen secara granulasi basah. Jurnal Ilmu Kefarmasian. 3(2): 1693-9883.

Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan perilaku fisik bahan pangan lokal: sudut tumpukan, daya ambang dan faktor higroskopis. Media Peternakan. 22(1) : 1-11.

Kompas. 2018. Antisipasi kebijakan beras. Koran Harian Kompas Senin 05 Februari 2018

Koswara, S. 2006. Sagu sebagai Bahan Pangan. http://eBookPangan.com. Diakses tanggal 25 Februari 2018.

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Jagung (Teori dan Praktek). http://eBookPangan.com. Diakses tanggal 25 Februari 2018.

Kurachi, H. 1995. Process For Producing Artifical Rice. USA. 5403606.

Kurniati, L. I., N. Aida, S. Gunawan, dan T. Widjaja. 2012. Pembuatan mocaf (modified cassava flour) dengan proses fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, dan Rhizopus oryzae. Jurnal Teknik Pomits. 1(1): 1-6.

Leach, H. W., L. D. Cowen, dan T. J. Schoch. 1959. Structure of the starch granules. Cereal Chem. 36(1): 534-544.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 78

Lean, M. E. J. 2013. Ilmu Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Loebis, E. H., L. Junaidi, dan I. Susanti. 2015. Karakteristik mutu dan nilai nasi mocaf dari beras analog. Biopolar Industri. 8(1): 33-46.

Lubis, Y. M., S. Rohaya, dan H. A. Dewi. 2012. Pembuatan menggunakan tepung komposit dari suku (Artocarpus altilis) dan terigu serta penambahan nenas (Ananas comosus L.). Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. 4(2): 7-14.

Maaruf, F. H., A. Mustofa, dan N. Suhartatik. 2017. Pemanfaatan tepung sukun (Artocarpus communis) dalam pembuatan tortilla dengan variasi penambahan jagung (Zea mays) dan kacang hijau (Vigna radiata). Jurnal JITIPARI. 4(1): 119-126.

Mella, L. M. 2016. Pengukuran warna selama pencoklatan enzimatis ubi jalar dengan kamera handphone pintar (hp-p). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Intitut Pertanian Bogor.

Midlanda, H. M., L. M. Lubis, dan Z. Lubis. 2014. Pengaruh metode pembuatan tepung jagung dan perbandingan tepung jagung dan tepung beras terhadap mutu cookies. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 2(4): 56-67.

Muchtadi, D., N. R. Palupi, dan M. Astawan. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Noviasari, S., F. Kusnandar, A. Setiyono, dan S. Budijanto. 2017. Karakteristik fisik, kimia, dan sensori beras analog berbasis bahan pangan non beras. Jurnal Pangan. 26(1): 1-12.

Nusa, M. I., B. Suarti, dan Alfiah. 2012. Pembuatan tepung mocaf melalui penambahan starter dan lama fermentasi (modified cassava flour). Jurnal Agrium. 17(3): 210-217.

Ojokoh, A. O., M. K. Daramola, dan O. J. Oluoti. 2013. Effect of fermentation on nutrient and anti-nutrient composition of breadfruit (Treculia africana) and cowpea (Vigna unguiculata) blend flours. African Journal of Agricultural Research. 8(27): 3566-3570.

Rahma, I. N., R. H. Pratama, Alfiyanti, D. R. Alwi, W. I. S. T. Astuti, dan D. H. Wardhani. 2017. Swelling power and solubility of modified breadfruit flour using Lactobacillus plantarum. Journal of Physics. 909(1): 1-7.

Rimbawan dan A. Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memiliki Pangan Yang Menyehatkan. Penebar Swadaya, Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 79

Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu, Budidaya, dan Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta.

Rusilanti. 2016. Menu Sehat untuk Pengidap Diabetes Melitus. Kawan Pustaka, Jakarta.

Safitri, F. dan S. Hartini. 2014. Substitusi buah Sukun (Artocarpus altilis Fosrt) dalam pembutaan mie basah berbahan dasar tepung gaplek berprotein. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Kristen Satya Wacana.

Samad, M. Y. 2003. Pembuatan beras tiruan (artificial rice) dengan bahan baku ubi kayu dan sagu. Jurnal Sains dan Teknologi BPPT. VII.IB.02

Santosa, H., N. A. Handayani, A. D. Fauzi, dan A. Trisanto. 2018. Pembuatan beras analog berbahan dasar tepung sukun termodifikasi heat moisture treatment. Jurnal Inovasi Teknik Kimia. 3(1): 37-45. Sathe, S. K., dan D. K. Salunkhe. 1981. Functional properties of great northern bean (Phaseolus vulgaris) proteins: Emulsion, foaming, viscosity and gelation properties. J. Food Sci. 46: 71-75.

Sede, V. J., C. F. Mamuja, dan G. S. S. Djarkasi. 2015. Kajian sifat fisik kimia beras analog pati sagu baruk modifikasi HMT (heat moisture treatment) dengan penambahan tepung komposit. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 3(2): 24-30.

Setiarto, R. H. B., B. S. L. Jenie, D. N. Faridah, I. Saskiawan, dan Sulistiani. 2015. Seleksi bakteri asam laktat penghasil amilase dan pululanase dan aplikasinya pada fermentasi talas. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 26(1): 80-89.

Septianingrum, E., Liyanan, dan B. Kusbiantoro. 2016. Review indeks glikemik beras: Faktor-faktor yang mempengaruhi dan keterkaitannya terhadap kesehatan tubuh. Jurnal Kesehatan. 1(1): 1-9.

Slamet, B. 2012. IPB Kembangkan Beras dari Tepung Nonpadi. http://indonesianic.wordpress.com/2012/04/14/ipbkembangkan-beras-dari- tepung-nonpadi. Diakses tanggal 27 Februari 2018

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1994. Kadar Abu. http:www.Pdfsearchengine.com. Diakses 27 Februari 2018.

Suarni dan M. Yasin. 2011. Jagung sebagai sumber pangan fungsional. Iptek Tanaman Pangan. 6(1) : 41-56.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 80

Subagio, A., W. Siti, Y. Witono, dan F. Fahmi. 2008. Prosedur Operasi Standar Produksi MOCAL berbasis Klaster. Southeast Asian Foodand Agriculture Science and Technology (SEAFAST) Center Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sukandar, A. Muawanah, E. R. Amelia, dan W. Basalamah. 2014. Karakteristik cookies berbahan dasar tepung sukun (Artocarpus communis) bagi anak penderita autis. Valensi. 4(1): 1978-8193.

Supriati, Y. 2010. Sukun sebagai sumber pangan alternatif substitusi beras. Iptek Tanaman Pangan. 5(2): 219-231.

Suyanti, S., Widowati, dan Suismono. 2003. Teknologi pengolahan tepung sukun dan pemanfaatannya untuk berbagai produk makanan olahan. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 25(2): 12-13.

Wahyuningsih, S. B., B. Kunarto, dan A. Sampuno. 2009. Kajian mutu tepung mocal (modified cassava flour) yang dibuat dengan berbagai metode, aplikasinya untuk mie kering, dan analisis ekonominya. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Universitas Semarang.

Wardhani, D. H., F. Irfandy dan W. T. Meiliana. 2015. Karakteristik fisik makanan pendamping asi terfortifikasi prebiotik dari tepung umbi porang (Amorphophallus oncophyllus) terfermentasi. METANA. 1(1): 1-12.

Widowati. S. dan D. S. Damardjati. 2001. Menggali Sumberdaya Pangan Lokal dalam Rangka Ketahanan Pangan. Majalah PANGAN No 36/X/Jan /2001. BULOG, Jakarta.

Widowati, S. 2009. Prospek sukun (Artocarpus communis) sebagai pangan sumber karbohidrat dalam mendukung diversifikasi konsumsi pangan. Jurnal Pangan. 18(56): 67-75.

Wikipedia. Glycerol monostearate. 2019. https://en.wikipedia.org/wiki/Glycerol_ monostearate. Diakses tanggal 08 Februsri 2019.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan Dan Gizi. Edisi Terbaru Cetakan 1. M Brio Press, Bogor.

Youn, K. S. dan Y. H. Choi. 1996. Drying characteristics of osmotically pre- treated carrot. Korean Journal of Food Science and Technology. 28: 11-28.

Yulifianti, R. dan E. Ginting. 2011. Karakteristik tepung mocaf dari beberapa varietas/klon ubikayu. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 1(1): 621-629.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 81

Yulifianti, R., E. Ginting, dan J. S. Utomo. 2012. Tepung kasava modifikasi sebagai bahan substitusi terigu mendukung diversifikasi pangan. Jurnal Buletin Palawija. 1(23): 1-12.

Yuniati, H dan S. Purawisastra. 2004. Penurunan Kadar Sianida Singkong Pahit pada Proses Fermentasi Cair Bakteri Brevibancterium Lactofermentium BL-1M76. Jurnal PGM. 27(1) : 17-23.

Yusuf, Y., A. Amrullah, dan A. N. Tentriawaru. 2018. Perilaku konsumen pada pembelian beras di Kota Makassar. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. 14(2): 105-120.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Format Uji Sensori terhadap Nasi Analog

Format Uji Sensori terhadap Nasi Analog

Nama Panelis : NIM : Tanggal Pengujian :

Dihadapan Anda adalah beras analog yang terbuat dari tepung jagung dan pati sagu dengan perlakuan penambahan tepung ubi kayu, tepung ubi kayu modifikasi, tepung sukun, dan tepung sukun modifikasi. Amati dan cicip contoh, berilah tanda √ pada kolom yang sesuai dengan penilaian Anda. Minumlah air putih setiap kali habis mencicipi satu sampel.

Kode Warna Aroma Rasa Tekstur Sampel 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 865 123 498 150 062 018 960 059 367 723

Kode Penerimaan Umum 723 Sampel 5 4 3 2 1 865 123 Keterangan 498 5 = Sangat Suka 150 4 = Suka 062 3 = Netral 018 2 = Tidak Suka 960 1 = Sangat Tidak Suka 059 367

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 83

Lampiran 2. Kurva standar pengujian kadar amilosa, kadar pati, dan daya cerna pati

Kurva Standar Pengujiaan Kadar Amilosa

Tabel kurva standar amilosa Konsentrasi (mg/ml) Absorbansi

0 0

0,004 0,084

0,008 0,134

0,012 0,192

0,016 0,227

0,02 0,27

0.30 0.25

0.20 0.15 Absorbansi

0.10 Linear Absorbansi y = 11.625x + 0.0419 (Absorbansi) 0.05 R² = 0.993 0.00 0 0.004 0.008 0.012 0.016 0.02 Konsentrasi amilosa standar (mg/ml)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 84

Kurva Standar Pengujian Kadar Pati

Tabel kurva standar Konsentrasi (mg/ml) Absorbansi

0 0

0,05 0,127

0,10 0,325

0,15 0,451

0,20 0,711

0,25 0,912

1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 Absorbansi 0.4 y = 3.912x - 0.0816 Linear (Absorbansi) Absorbansi 0.3 R² = 0.9904 0.2 0.1 0 0.00 0.10 0.20 0.30 Konsentrasi glukosa (mg/ml)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 85

Kurva Standar Pengujian Daya Cerna Pati

Tabel kurva standar daya cerna pati Konsentrasi maltosa (mg/ml) Absorbansi

0 0

0,2 0,18

0,4 0,34

0,6 0,49

0,8 0,61

1 0,79

1 0.9 0.8 0.7

0.6 0.5 Absrobansi 0.4 Linear

Absorbansi 0.3 (Absrobansi) 0.2 y = 0.745x + 0.035 0.1 R² = 0.997 0 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Konsentrasi glukosa (mg/ml)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 86

Lampiran 3. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai oHue beras analog

Daftar sidik ragam nilai warna (oHue) beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F.Hitung Sig. Perlakuan 74,944 3 24,981 56,865 0,000 Galat 8,786 20 0,439 Total 83,731 23

Keterangan: KK= 1,5990 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR jenis tepung terhadap nilai oHue beras analog Jarak Sig 5% Sig 1% Perlakuan N 1 2 3 T3 6 69,0027 c C T1 6 70,9609 b B T4 6 72,8611 a A T2 6 73,5355 a A Sig. 1,000 1,000 0,093

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 87

Lampiran 4. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai L* beras analog

Daftar sidik ragam nilai L* beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F.Hitung Sig. Perlakuan 117,392 3 39,131 23,090 0,000 Galat 33,894 20 1,695 Total 151,286 23

Keterangan: KK= 3,5077 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR jenis tepung terhadap nilai L* beras analog Jarak Sig 5% Sig 1 % Perlakuan N 1 2

T3 6 54,8267 b B T1 6 55,5883 b B T4 6 58,6850 a A

T2 6 60,2333 a A Sig. 0,323 0,053

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 88

Lampiran 5. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai a* beras analog

Daftar sidik ragam nilai a* beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F.Hitung Sig. Perlakuan 0,575 3 0,192 6,555 0,003 Galat 0,585 20 0,029 Total 1,160 23

Keterangan: KK= 1.6710 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR jenis tepung terhadap nilai a* beras analog Jarak Sig 5% Sig 1 % Perlakuan N 1 2

T2 6 4,2050 b B T1 6 4,3083 b B T4 6 4,3733 b AB

T3 6 4,6250 a A Sig. 0,121 1,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 89

Lampiran 6. Daftar sidik ragam, dan uji LSR nilai b* beras analog

Daftar sidik ragam nilai b* beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F.Hitung Sig. Perlakuan 23,158 3 7,719 43,647 0,000 Galat 3,537 20 0,177 Total 26,695 23

Keterangan: KK= 2,3584 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR jenis tepung terhadap nilai b* beras analog Jarak Sig 5% Sig 1% Perlakuan N 1 2

T3 6 12,0500 b B T1 6 12,5017 b B T4 6 14,1983 a A

T2 6 14,2300 a A Sig. 0,078 0,898

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 90

Lampiran 7. Daftar sidik ragam, dan uji LSR densitas kamba beras analog

Daftar sidik ragam nilai densitas kamba beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F.Hitung Sig. Perlakuan 0,00027 3 0.000091 1,773 0,185 Galat 0,001 20 0.000052 Total 0,001 23

Keterangan: KK= 0,1870 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 91

Lampiran 8. Daftar sidik ragam dan uji LSR bobot 1000 butir beras analog

Daftar sidik ragam nilai berat 1000 butir beras analog Jumlah Derajat Kuadrat Sumber Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F.hitung Sig. Perlakuan 5,315 3 1,772 2,864 0,062 Galat 1,237 20 6,186 Total 1,769 23

Keterangan: KK= 4,8876 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 92

Lampiran 9. Data sidik ragam dan uji LSR nilai kadar air beras analog

Daftar sidik ragam nilai kadar air beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F. hitung Sig. Perlakuan 0,363 3 0,121 2,923 0,059 Galat 0,827 20 0,041 Total 1,190 23

Keterangan: KK= 1,6936 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 93

Lampiran 10. Daftar sidikdan uji LSR nilai kadar abu beras analog

Daftar sidik ragam nilai kadar abu beras analog Sumber Derajat Kuadrat Keragaman Jumlah Kuadrat Bebas Tengah F.hitung Sig. Perlakuan 6,202 3 2,067 470,446 0,000 Galat 0,088 20 0,004 Total 6,290 23

Keterangan: KK=5,6035 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR pengaruh jenis tepung terhadap kadar abu beras analog Jarak Sig 5% Sig 1% Perlakuan N 1 2 3 4 1 2 3

T2 6 0,59 d 0,59 C

T1 6 0,91 c 0,91 B

T4 6 1,01 b 1,01 B

T3 6 1,96 a 1,96 A Sig. 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 0,02 1,00

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 94

Lampiran 11. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar lemak beras analog

Daftar sidik ragam nilai kadar lemak beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F.hitung Sig. Perlakuan 1,335 3 0,445 286,157 0,000 Galat 0,031 20 0,002 Total 1,366 23

Keterangan: KK= 0,606 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR jenis tepung terhadap kadar lemak beras analog Jarak Sig 5% Sig 1% Perlakuan N 1 2 3 4 T3 6 1,44 d D T4 6 1,70 c C T1 6 1,82 b B T2 6 2,09 a A Sig. 1.00 1.00 1.00 1.00

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 95

Lampiran 12. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar protein beras analog

Daftar sidik ragam nilai kadar protein beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F.hitung Sig. Perlakuan 36,040 3 12,013 1674,186 0,000 Galat 0,144 20 0,007 Total 36,184 23

Keterangan: KK= 0,8607 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR jenis tepung terhadap kadar protein beras analog Jarak Sig 5% Sig 1% Perlakuan N 1 2 3 4 T1 6 2,59 d D T2 6 3,15 c C T3 6 4,72 b B T4 6 5,67 a A Sig. 1,00 1,00 1,00 1,00

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 96

Lampiran 13. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar karbohidrat beras analog

Daftar sidik ragam kadar karbohidrat beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F.hitung Sig. Perlakuan 43,642 3 4,262 1103,608 0,000 Galat 0,264 20 0,015 Total 43,906 23

Keterangan: KK= 0,2429 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR jenis tepung terhadap kadar karbohidrat beras analog Jarak Sig 5% Sig 1% Perlakuan N 1 2 3 T4 6 91,6140 d D T3 6 91,8808 c C T2 6 94,1603 b B T1 6 94,6672 a A Sig. 0,826 1,000 1,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 97

Lampiran 14. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar serat kasar beras analog

Daftar sidik ragam nilai kadar serat kasar beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F.hitung Sig. Perlakuan 25,172 3 8,391 661,061 0,000 Galat 0,254 20 0,013 Total 25,425 23

Keterangan: KK= 1,1804 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR jenis tepung terhadap kadar serat kasar beras analog Jarak Sig 5% Sig Perlakuan N 1 2 3 4 1% T2 6 2,4924 d D T1 6 3,1502 c C T4 6 4,4684 b B T3 6 5,0714 a A Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 98

Lampiran 15. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar pati beras analog

Daftar sidik ragam nilai kadar pati beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F. hitung Sig. Perlakuan 269,960 3 89,987 87,989 0,000 Galat 20,454 20 1,023 Total 290,414 23

Keterangan: KK= 2,760 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR jenis tepung terhadap kadar pati beras analog Jarak Sig 5% Sig 1% Perlakuan N 1 2 3 T3 6 71,6670 c C T4 6 74,3119 b B T1 6 75,0843 b B T2 6 80,8590 a A Sig. 1,000 0,201 1,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 99

Lampiran 16. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar amilosa beras analog

Daftar sidik ragam nilai kadar amilosa beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F. hitung Sig, Perlakuan 586,677 3 195,559 106,227 0,000 Galat 36,819 20 1,841 Total 623,496 23

Keterangan: KK= 4,7565 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR pengaruh jenis tepung terhadap kadar amilosa beras analog Jarak Sig 5% Sig 1% Perlakuan N 1 2 3

T1 6 28,4317 c C T3 6 29,6765 b B T4 6 37,5511 a A

T2 6 39,9578 a A Sig. 0,127 1,000 1,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 100

Lampiran 17. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai kadar amilopektin beras analog

Daftar sidik ragam nilai kadar amilopektin beras analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F.Hitung Sig, Perlakuan 162,655 3 54,218 19,923 0,000 Galat 54,428 20 2,721 Total 217,083 23

Keterangan: KK= 5,1749 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR pengaruh jenis tepung terhadap kadar amilopektin beras analog Jarak sig 5% Sig 1 % Perlakuan N 1 2

T4 6 39,8371 b B T2 6 40,8857 b B T3 6 41,9905 b B

T1 6 46,6537 a A Sig. 0,044 1,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 101

Lampiran 18. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai hedonik warna beras analog

Daftar sidik ragam nilai hedonik warna nasi analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F.hitung Sig. Perlakuan 4,056 3 1,352 78,036 0,000 Galat 0,346 20 0,017 Total 4,402 23

Keterangan: KK= 1,6134 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR pengaruh jenis tepung terhadap nilai hedonik warna nasi analog Perlakuan Jarak Sig 5% Sig 1% N 1 2 3 4 T3 6 2,0833 d D T1 6 2,5500 c C T4 6 2,8611 b B T2 6 3,2000 a A Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 102

Lampiran 19. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai hedonik aroma beras analog

Daftar sidik ragam nilai hedonik aroma nasi analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F. hitung Sig. Perlakuan 0,639 3 0,213 7,122 0,002 Galat 0,598 20 0,030 Total 1,237 23

Keterangan: KK= 2,0769 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR pengaruh jenis tepung terhadap nilai hedonik aroma nasi analog Jarak Sig 5% Jarak Sig 1% Perlakuan N 1 2 1 2 T3 6 2,67 b 2,67 B T4 6 2,79 b 2,79 2,79 AB T1 6 3,01 a 3,01 A T2 6 3,08 a 3,08 A Sig. 0,235 0,512 0,235 0,013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 103

Lampiran 20. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai hedonik rasa beras analog

Daftar sidik ragam nilai hedonik rasa nasi analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F. hitung Sig. Perlakuan 0,307 3 0,102 4,411 0,015 Galat 0,464 20 0,023 Total 0,771 23

Keterangan: KK= 1,8982 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR pengaruh jenis tepung terhadap nilai hedonik rasa nasi analog Jarak Sig 5% Perlakuan N 1 2 T3 6 2,5000 b T4 6 2,6944 a T1 6 2,7333 a T2 6 2,8055 a Sig. 1,000 0,246

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 104

Lampiran 21. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai hedonik tekstur beras analog

Daftar sidik ragam nilai hedonik tekstur nasi analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F. Hitung Sig. Perlakuan 0,201 3 0,067 3,076 0,051 Galat 0,435 20 0,022 Total 0,635 23

Keterangan: KK= 1,8962 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

105

Lampiran 22. Daftar sidik ragam dan uji LSR nilai penerimaan umum beras analog

Daftar sidik ragam nilai penerimaan umum nasi analog Sumber Jumlah Derajat Kuadrat Keragaman Kuadrat Bebas Tengah F. hitung Sig. Perlakuan 1,522 3 0,507 28,039 0,000 Galat 0,362 20 0,018 Total 1,884 23

Keterangan: KK= 1,6524 Sig < 0,01 = ** Sig < 0,05 = * Sig > 0,05 = tn

Uji LSR pengaruh jenis tepung terhadap nilai penerimaan umum nasi analog Jarak Sig Jarak Sig Perlakuan N 1 2 3 5% 1 2 3 1% T3 6 2,37 c 2,37 C T1 6 2,75 b 2,75 B T4 6 2,86 b 2,86 2,86 AB T2 6 3,07 a 3,07 A Sig. 1,00 ,189 1,00 1,00 ,189 ,013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

106

Lampiran 23. Data nilai daya cerna beras analog

Data Kurva Standar Daya Cerna Kosentrasi Absorbansi 0,2 0,18 0,4 0,34 0,6 0,49 0,8 0,61 1 0,79

Data Daya Cerna Perlakuan Ulangan Absorbansi Kadar Daya Cerna Rata- Stdev Maltosa (%) rata T1 1 0,433 0.5342 52.9960 51.3094 1.6053 2 0,409 0.5020 49.8003 3 0,419 0.5154 51.1318 T2 1 0,51 0.6376 63.2490 63.2934 0.8664 2 0,517 0.6470 64.1811 3 0,504 0.6295 62.4501 T3 1 0,498 0.6215 61.6511 61.5624 1.2009 2 0,488 0.6081 60.3196 3 0,506 0.6322 62.7164 T4 1 0,504 0.6295 62.4501 62.8051 1.1087 2 0,516 0.6456 64.0479 3 0,500 0.6242 61.9174 Pati murni 0,786 1.0081 100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 107

Lampiran 24. Hasil uji indeks glikemik beras analog

Perhitungan dosis mencit

Jumlah nasi = 50 g x 100 Karbohidrat-serat

= 50 g x 100 86,82-2,55

= 59,33 g

Jumlah dosis mencit = Porsi manusia x FK mencit

= 59,33 x 0,0026

= 0,15 g/20 g bb mencit

Tabel data berat badan mencit dan dosis makan Bahan Ulangan Berat mencit (g) Porsi nasi (g)

T1 1 26,1 0,196 2 26,9 0,202 3 28,4 0,213 T2 1 24,7 0,185 2 26,1 0,196 3 27,8 0,209 T3 1 25,2 0,189 2 28,1 0,211 3 25,3 0,190 T4 1 26,0 0,195 2 27,1 0,203 3 25,1 0,188 Beras biasa 1 27,2 0,204 2 25,6 0,192 3 25,8 0,194 Glukosa 1 22,1 0,166 2 21,8 0,164 3 24,6 0,185

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 108

Tabel data kenaikan glukosa darah mencit kadar glukosa darah mencit (mg/dl) Bahan Ulangan 0 menit 45 menit 90 menit 135 menit

T1 1 83 87 90 85 2 85 89 93 87 3 87 92 95 88 Rata-rata 85,0000 89,3333 92,6667 86,6667 T2 1 83 90 98 85 2 85 93 98 89 3 89 95 99 91 Rata-rata 85,6667 92,6667 98,3333 88,3333 T3 1 84 87 93 85 2 89 93 97 90 3 87 90 95 88 Rata-rata 86,6667 90,0000 95,0000 87,6667 T4 1 84 89 95 87 2 88 92 98 90 3 84 88 96 87 Rata-rata 85,3333 89,6667 96,3333 88,0000 Beras biasa 1 85 90 98 92 2 83 88 95 90 3 87 92 98 94 Rata-rata 85 90 97,0000 92,0000 Glukosa 1 83 106 174 215 2 85 109 167 200 3 87 110 185 221 Rata-rata 85,0000 108,3333 175,3333 212,0000

Tabel data indeks glikemik mencit Kenaikan Kadar Glukosa Darah (mg/dl) Indeks Perlakuan glikemik 0 menit 45 menit 90 menit 135 menit (mg/dl)

T1 85,0000 89,3333 92,6667 86,6667 61,9745 T2 85,6667 92,6667 98,3333 88,3333 64,3270 T3 86,6667 90,0000 95,0000 87,6667 62,9772 T4 85,3333 89,6667 96,3333 88,0000 63,0929 Nasi biasa 85,0000 90,0000 97,0000 92,0000 63,7486 Glukosa Murni 85,0000 108,3333 175,3333 212,0000 100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 109

250 Kenaikan Kadar Glukosa

200

T1 150 T2

100 T3

T4 50 Kaar glkosa darah (mg/dl) darah glkosa Kaar 0 0 menit 45 menit 90 menit 135 menit Waktu 100 Kenaikan Kadar Glukosa Nasi Analog T1 98

96 94 92 90 88 86 84 82

kadar glukosa kadar glukosa darah (mg/dl) 80 78 0 menit 45 menit 90 menit 135 menit Waktu L1 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 85,0000 + 89,3333 x 45 = 3922,5 2 L2 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 89,3333 + 92,6667 x 45 = 4095,0 2 L3 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 92,6667 + 86,6667 x 45 = 4035,0 2 AUAC Beras analog T1 = L1 + L2 + L3 = 3922,5 + 4095,0 + 4035,0 = 12052,50

Indeks glikemik = AUC beras analog T1 = 12052,50 = 61,9745 mg/dl AUC glukosa murni 19447,50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 110

Kenaikan Kadar Glukosa Nasi Analog T2 100 98 96 94 92 90 88 86 84 82

kadar glukosa kadar glukosa darah (mg/dl 80 78 0 menit 45 menit 90 menit 135 menit Waktu

L1 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 85,6667 + 92,6667 = 4012,5 2 L2 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 92,6667 + 98,3333 = 4297,5 2 L3 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 98,3333 + 88,3333 = 4200,0 2

AUAC Beras analog T2 = L1 + L2 + L3 = 4012,5 + 4297,5 + 4200,0 = 12510,00

Indeks glikemik = AUC beras analog T2 = 12510,00 = 64,3270 mg/dl AUC glukosa murni 19447,50

100 Kenaikan Kadar Glukosa Nasi Analog T3

98 96 94 92 90 88 86 84 82

kadar glukosa kadar glukosa darah (mg/dl) 80 78 0 menit 45 menit 90 menit 135 menit Waktu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 111

L1 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 86,6667 + 90,0000 = 3975,0 2 L2 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 90,0000+ 95,0000 = 4162,5 2 L3 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 95,0000+ 87,6667 = 4110,0 2 AUAC Beras analog T3 = L1 + L2 + L3 = 12247,50

Indeks glikemik = AUC beras analog T3 = 12247,50 = 62,9772 mg/dl AUC glukosa murni 19447,50

100 Kenaikan Kadar Glukosa Nasi Analog T4 98 96 94 92 90 88 86 84 82

kadar glukosa kadar glukosa darah (mg/dl) 80 78 0 menit 45 menit 90 menit 135 menit Waktu L1 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 85,3333 + 89,6667 = 3937,5 2 L2 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 89,6667 + 96,3333 = 4185,0 2 L3 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 96,3333+ 88,0000 = 4147,5 2 AUAC Beras analog T4 = L1 + L2 + L3 = 3937,5 + 4185,0 + 4147,5 = 12270,00

Indeks glikemik = AUC beras analog T4 = 12270,00 = 63,0929 mg/dl AUC glukosa murni 19447,50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 112

100 Kenaikan Kadar Glukosa Nasi biasa 98 96 94 92 90 88 86 84 82 80

kadar glukosa kadar glukosa darah (mg/dl) 78 0 menit 45 menit 90 menit 135 menit Waktu

L1 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 85,0000 + 90,0000 = 3937,5 2 L2 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 90,0000 + 97,0000 = 4207,5 2 L3 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 97,0000 + 92,0000 = 4252,5 2 AUAC Nasi Biasa = L1 + L2 + L3

= 3937,5 + 4207,5 + 4252,5 = 12397,50

Indeks glikemik = AUC Nasi biasa = 12397,50 = 63,7486 mg/dl AUC glukosa murni 19447,50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 113

250 Kenaikan Kadar Glukosa Glukosa Murni

200

150

100

50 kadar glukosa kadar glukosa darah (mg/dl) 0 0 menit 45 menit 90 menit 135 menit Waktu

L1 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 85,0000 + 108,3333 = 4350,0 2 L2 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 108,3333 + 175,3333 = 6382,5 2 L3 = sisi sejajar 1 + sisi sejajar 2 x tinggi (interval waktu) 2 = 175,3333 + 212,0000 = 8715,0 2 AUAC Glukosa murni = L1 + L2 + L3

= 4350,0 + 6382,5 + 8715,0 = 19447,50

Indeks glikemik = AUC Glukosa murni = 19447,50= 100 mg/dl AUC glukosa murni 19447,50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 114

Lampiran 26. Gambar beras analog

T1 T2 T3 T4

Ulangan 1

Ulangan 2

Ulangan 3

Ulangan 4

Ulangan 5

Ulangan 6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA