PEMBERONTAKAN RAKYAT SASAK TERHADAP KERAJAAN DI LOMBOK TAHUN 1891-1894

Oleh:

Mohammad Tanwir NIM : 100022018535

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 HI 2001 M PEMBERONTAKAN RAKYAT SASAK TERHADAP KERAJAAN

BALI DI LOMBOK TAHUN 1891-1894

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar

Sarjana Sh·ata Satu (Sl)

Oleh:

Mohammad Tanwir NIM: 100022018535

Jurusan Sejarah dan Peradaban IsXan1

Fakultas Adah dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

1426 H/2006 M PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Skripsi yang berjudul Pcmbcrontakan Rakyat Sasak Terhadap Kcra,jaan

Bali di Lombok Tahun 1891-1894, telah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin 12

Maret 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar smjana program strata (SI) pada Jurusai1 Sejarah dm1 Peradaban Islam.

Jakarta, 13 Maret 2007

Sidang Munaqasyah

Ketua Sekretaris

Dr. H. Abdul Chair Uscp Abdul Matin, S.Ag., MA., MA NIP.150 216 746 NIP.150 288 304

Penguji

Dr. H. Abdul Chair NIP. 150 216 746 KATA PENGANTAR

Segenap potensi rasa, fikir dan gerakku bersimpuh di haribaan Allah

SWT, seraya berucap syukur kepada-Nya. Dia telah mewahyukan teks knrmiyah dan tanziliynh untuk seluruh alam, sehingga pena sejarah telah mengabadikan hibriditas interpretasi untuk menggali al-hikmah, makna yang tersimpan di dalamnya.

Rangkaian shalawat dan salam terhatur ke panutan Nabi Muhammad saw. Serpihan teks semiolisnya terus mengalir, menembus kontekstualitas zaman. Sehingga, seluruh lokus geo-intelektual mengakuinya sebagai the grent individual di pagelaran sejarah.

Penulis persembahkan, seutuhnya jiwa raga ini, kepada kedua orang tua penulis (ayahanda Amaq Harni dan bundaku, Mar'ah), di Lombok yang tak pernah lelah, tanpa bat~s, senantiasa mengemanasikan cinta dan kasih sayangnya di tengah keresahan ekspresi hidup yang digandrungi putera mereka ini. Kebanggaan pun penulis haturkan kepada saudara/i tercinta:

Kak Harni, Kak Mahidin, Kak Tiwi, Kak Manshur, Kak Danian, dan Ahmad

Yani (jadilah insan lebih bijaksana dari kakak). Juga semua ini penulis persembahkan kepada Khairuddin dan Ahmad Zakky Riyan (bentuk masa depan kalian sendiri). Kehadiran semua jiwa ini, senantiasa menjadi energi pembakar semangat bagi penulis, dan makna keberadaannya adalah jawaban atas masa depan yang semakin multi-konteks.

Ucapan terima kasih pun penulis sampaikan kepada:

1. Dr. H. Abdul Chair, MA selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam (Drs. H.M.

Ma'ruf Misbah, MA dan Usep Abdul Matin, S.Ag, MA) yang selalu

memberikan ruang bagi penulis meskipun selalu merasa "terganggu"

karena keteledoran penulis dalam menyelesaikan akhir kuliah ini.

3. Dr. Uka Tjandrasasmita, yang tidak hanya menjadi dosen pembimbing

dalam skripsi ini, tetapi perkenalan dan perbincangan singkat dengan

beliau telah membuai penulis ke horizon intelektual unlimited.

4. Drs. H. M. Ma'ruf Misbah, MA, sebagai dosen Pembimbing Akademik

(PA) yang telah memotivasi penulis untuk secepatnya meninggalkan

kampus.

5. Ketua Perpustakaan Daerah dan Museum Daerah NTB, yang telah

mernberikan ruang seluas-luasnya kepada penulis untuk rnelakukan

penelitian kepustakaan skripsi ini. 6. Salam ta'dzim kepada dosen-dosenku, di kampus multi pemikiran-UIN

Syahid Jakarta, beliau semua telah memberikan pembelajaran cara

berfikir yang bijaksana pada penulis.

7. Salam ta'dzim untuk guru-guruku, di Ponpes Uswatun Hasanah Cempaka

Putih, Batukliang, Lombok Tengah. Beliau semua adalah yang menjadi

panutan dalam setiap cielik langkah penulis, meskipun kadang harus

berbeda arah.

8. Kawan-kawan Ikatan Mahasiswa Sasak (IMSAK) Jakarta, SPI 'millenium'

2000, serta kawan-kawan seperjuangan (basis Ciputat) yang tidak

mungkin ditulis namanya satu persatu. Bergumul dengan kalian menjadi

catatan sejarah tersendiri untuk penulis, ideologi dan keyakinan kita yang

berbeda tidak menjadikan tembok besar untuk menyuarakan rintihan

orang-orang yang tertindas di burni ini. Masih tertanarn kuat

dalam ingatanku, apa yang dikhutbahkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib:

"Diam terhadap penindasan adalah lebih tidak berrnoral dari penindasan

ilu sendiri. Janganlah engkau menjadi budak untuk siapapun, karena

Tuhan telah rnenciptakan engkau sebagai manusia rnerdeka!".

Ciputat, November 2006

Penulis DAFTARISI

KATA PENGANTAR ...... i

DAFI'AR ISI ...... iv

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

A. Latar Belakang Masalah ...... 1

B. Pembatasan Masalah ...... 9

C. Metode Penelitian ...... :...... 10

D. Tujuan Penelitian ...... 12

E. Sistematika Penulisan ...... 13

BAB II KEKUASAAN KERAJAAN BALI DI LOl\1BOK (1838-1894)

...... 16

A. Masuk dan Berkembangnya Kekuasaan Kerajaan Bali ...... 16

B. Rakyat Sasak Dibawah Kekuasaan Raja-raja Bali: ...... 28

1. Kondisi Ekonomi ...... 28

2. Kond isi Poli tik ...... 32

3. Kondisi Sosial ...... 40 BAB III PEMBERONTAKAN RAKYAT SASAK TERHADAP

KEKUASAAN KERAJAAN BALI TAHUN 1891-1894 ...... 44

A. Latar Belakang Meletusnya Pemberontakan ...... 44

B. Tokoh Utama Penggerak Pemberontakan ...... 79

BAB IV KONDISI RAKYAT SASAK PASCA-PEl\1BERONTAKAN

...... 84

A. Dalam Bidang Ekonomi ...... :...... 84

B. Dalam Bidang Politik ...... 87

C. Dalam Bidang Sosial ...... 92

BABV PENUTUP ...... 96

A. Penutup ...... 96

B. Saran-saran ...... 98

DAFTAR PUSTAKA ...... 100

LAMPIRAN BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lombok, secara geografis merupakan salah satu pulau yang berada dalam wilayah Pemerintahan Daerah Propinsi Niwa Tenggara Barat (NTB).

Propinsi ini terletak di sebelah timur pulau Bali, dan bagian timur berbatasan dengan Plores (NTT), di selatan Samudra Hindia dan di utara laut Plores. Di wilayah propinsi ini, pulau Lombok merupakan pulau terbesar setelah pulau

Sumbawa, dengan jumlah penduduk sekitar 2.609.826 jiwa. Sekitar Iebih dari dua pertiga dari jumlah jiwa pulau Sumbawa (3.821.794 jiwa), berdasarkan sensus tahun 20001.

Sasak adalah penduduk asli yang merupakan kelompok etnik mayoritas, suku ini meliputi Iebih dari 90% dari keseluruhan penduduk

Lombok. Kelompok-kelompok etnik Iain seperti Bali, Sumbawa, Jawa, Arab,

dan Cina adalah para pendatang. Masing-masing suku bertempat tinggal, berbahasa, dan beragama berdasarkan kelompok masing-masing.

Suku Sasak, sebagai etnik mayoritas berada di seluruh belahan

wilayah Lombok dan beragama Islam. Orang Bali Iebih banyak menempati

1 Pemerintah Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat," Profil Daemil Propi11si Nusa Te11ggara Bara/", Depdikbud, Mata;·am, 2000. 2

wilayah Lombok Barat dan sebagiannya Lombok Tengah, mayoritas dari mereka memeluk agama Hindu. Bali merupakan kelompok etnik terbesar setelah penduduk asli (orang Sasak), yang meliputi 3 % dari keseluruhan penduduk Lombok. Mereka pada umumnya telah memiliki tanah sendiri, kepemilikan ini bermula ketika orang Bali menganeksasi Lombok pada abad

17.2 Orang-orang Bali yang datang ke Lombok ini adalah keturunan dari

Kerajaan Karangasem, yang kemudian sebagai penguasa di Lombok

Orang-orang Jawa, banyak memilih tempat tinggal di Lombok

Tengah, bahkan sampai ada yang dikenal dengan Kampong ]awa (pemukiman

orang Jawa3) di Praya (Praye) Lombok Tengah. Sedangkan orang-orang Arab4

lebih banyak menempati wilayah Ampenan Lombok Barat dan dikenal

dengan Kampong Arab Ampenan. Mayoritas dari mereka menganut Islam

sebagai agamanya. Begitupun dengan orang-orang Sumbawa, adalah

penganut Islam dan banyak berdomisili di Lombok Timur. Orang Cina,

mayoritas adalah pedagang yang tinggal di pusat-pusat pasar

2 Capt. R. P. Suyono,"Peperangan Kcrnjaan Di Nusantara: Penelusuran Kepustakaan Sejarah", PT. Grasindo, Jakarta, 2003. 3 Belum bisa dipastikan secara final, kapan orang Jawa mulai menetap di Lombok. Dilihat dari sumber yang ada sekitar 1334 M, kerajaan-kerjaan kecil (Pematan, Lombok, Perigi, Selampang, dan Pejanggik) ditaklukkan oleh kerajaan . Dan sekitar permulaan abad XVI putra Sunan Prapen yang membawa sejumlah pengiring dan ulama­ ulan1a dari Jawa, datang ke Lon1bok untuk n1isi penyebaran Islam. Dari dua peristiwa penting ini, bisa dijadikan indikasi penting kedatangan orang-orang Jawa ke Lombok. Lihat. Syamsu As,"Ulmna Pe111bawa Isla111 di Indonesia dan Sekitamya", Penerbit Lentera, Jakarta, 1999. ha!. 114. Cet. II. ' Syamsu As, U/ama Pcmbawa Isla111, h. 115. 3

(perekonomian) seperti Ampenan dan Cakra (Cakre), mereka pada umumnya beragama Kristen.

Datangnya pengaruh dari luar, mempunyai andil besar dalam membentuk sikap orang Sasak dalam menyerap dan mengimbangi pengaruh-pengaruh dari luar tersebut. Sebelum datangnya pengaruh asing,

Sasak memiliki kepercayaannya sendiri, yaitu Boda (baca: Bode). Ketika itu, orang-orang Sasak yang menganut kepercayaan ini biasa disebut Sasak-Bode.

Kendati dernikian tidaklah sama dengan Budhisme, sebab rnereka tidak rneyakini Sidharta Gautama atau sang Budha sebagai figur utama pernujaan maupun terhadap ajaran pencerahannya.s Islam masuk di Lombok diperkirakan sekitar abad ke XVI6, yang oleh H. J. de Graaf diperkirakan antara tahun 1506-1545 M, melalui Jawa. Pada tahap kedua penyebaran Islam ke Lombok dilakukan oleh orang-orang Makasar, juga pada abad yang sama.

Masyarakat yang semula merniliki kepercayaan asli, dalam menyikapi agarna

Islam terpecah kepada dua kelompok yang dikenal sebagai Islam Wetu Telu dan Islam Waktu Linza.

5 Erni Budiwanti,"/sln1J1 Sasnk Wet11 Teh1 Versus Wnkt11 Lima", LKiS, Yogyakarta, 2000, h. 8. 6 Syamsu As, Uln/Jln Pe111bnwn Is/n111, h. 114 4

Kedatangan kerajaan Hindu-Majapahit dari Jawa Timur sekitar tahun

1334 M7, dan memperkenalkan Hindhu-Budhisme ke kalangan orang Sasak juga meninggalkan pengaruh pada fase selanjutnya dalam pemahaman dan

perilaku keagamaan orang Sasak. Setelah jatuhnya kekuasaan Majapahit,

agama Islam dibawa untuk pertama kalinya, juga oleh raja Jawa Muslim,

Islam segera menyatu dengan ajaran sufisme Jawa yang penuh mistikisme.

Dalam babad Lombok disebutkan, bahwa Sunan Ratu Giri

memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan

Islam ke Indonesia bagian utara. Lemboe Mangkurat dengan pasukannya

dikirim ke Banjar, Datu Bandan dikirim ke Makasar, Tidore, Seram, Selayar,

sedangkan anak laki-laki raja Pangeran Prapen dikirim ke Bali, Lombok, dan

Sumbawa. Pangeran Prapen melakukan pelayarannya dan mendarat di

Labuan Lombok yang pada waktu itu telah menjadi pelabuhan dagang.

Setelah melakukan pendaratan maka Datu (raja) Lombok Deneq Mas Putra

Pengendeng Segara Katon Rembitans, dengan sukarela memeluk Islam.

'Syamsu As, U/mua Pembawa Jsla111, h. 114 8 Islam yang masuk ke Lombok ini adalah Islam dari "jenis" thariqat (sufisme), yang cenderung n1eninggalkan ke1newahan keduniawian, n1enyebabkan beliau n1engasingkan diri (keluar dari dunia politik dan kerajaan) dan selanjutnya digantikan oleh putra mahkota Deneq Mas Kamala Jagat. Oleh masyarakatnya, hingga sekarang, Deneq Mas Putra Pengendeng Segara Katon Rembitan dikenal dengan sebutan Wali Nyatoq. (lihat: Djelenga,

Keris di Lo11!l1ok, Yayasan Pusaka Selaparang1 Mataran1, h. 20. 5

Tetapi sebagian rakyatnya menolak sehingga menyebabkan terjadinya peperangan dengan kemenangan dipihak orang-orang Islam.9

Dalam versi lain dari babad Lombok disebutkan Datu Lombok menolak dengan menyiapkan per!awanan terhadap Pangeran Prapen, namun setelah mendapatkan penjelasan dari Pangeran Prapen untuk menyampaikan misi suci dengan damai beliaupun diterima dengan baik.

Atas hasutan dari rakyatnya Datu Lombok ingkar janji dan menyebabkan meletusnya peperangan, dalam peperangan tersebut Datu Lombok terdesak dan melarikan diri dan dikejar oleh Jayalengkara dan dibawa untuk menghadap kepada Pangeran Prapen. Beliau diampuni dan mengucapkan dua kalimat syahadatlO Penduduk yang melarikan diri ke gunung dan ke hutan ini yang kemudian dikenal dengan sebutan Sasak-Boda, yang takluk dan memeluk Islam dikenal sebagai penganut Islam Waktu Lima, sedangkan yang takluk saja dikenal sebagai Islam Wetu TeJun

Pada tahun 1740, hegemoni raja-raja Islam mulai terusik dengan datangnya kekuasaan kerajaan Bali dibawah koordinasi kerajaan

Karangasem dengan mulai menduduki daerah Lombok Barat sekitar abad-

9 Faille, 1918: 135-140; dalam: Tawalinuddin Haris, MS.," Masuk dnn Berke111b1mgnya Isln111 di Lo111bok: Kajinn Dain Arkeologi dan Sejnrah", Jurnal KANJIAN, No: 01/Th. 1/Februari­ Maret/2002, h. 16. IDLalu Wacana, 1979: 17-18; dalam: Tawalinuddin, Masnk dan Berke111bang /sln111, h. 16. 11 Van der Kraan, 1975: 93; dalam: Tawalinuddin, Mnsuk dnn Berke111bn11gnya /sln111, h. 17. 6

17. Kekalahan kerajaan Gowa di Makasar oleh Belanda, telah menyebabkan kekuatan pertahanan kedatuan Selaparang (yang dianggap sebagai induk kedatuan-kedatuan kecil Lombok) semakin melemah, karena dari kerajaan

Gowa-lah Selaparang dan Sumbawa mendapat perlindungan12.

Disamping itu, strategi politik yang hebat dari pihak kerajaan Bali, juga menjadi kemungkinan kuat mengapa Selaparang takluk. Sedangkan kedatuan (kerajaan) Sasak yang masih tersisa adalah kedatuan-kedatuan kecil, yaitu kedatuan Sakra (baca: Sakre) dibawah pimpinan Mamiq Nursasih dan kedatuan Banjar Getas dengan wilayah Batu Kliang, Puyung, dan

Praya13.

Pada masa awal kekuasaannya, kerajaan Bali mendirikan dua kerajaan besar yaitu Singasari (1740-1838), yang bertindak sebagai ketua dalam sebuah pemerintahan federasi, dan kekuasaan ini lebih terlihat bersikap toleran terhadap heterogenitas masyarakat Lombok. Misalnya saja, terhadap agama yang telah dianut oleh masyarakat, mereka membiarkannya untuk mengikuti

Islam. Yang kedua, adalah Mataram (1740-1894). Berbeda dengan Singasari,

Mataram menerapkan pendekatan yang senh·alistik dalam kekuasaannya.

Kerajaan Mataram yang pagan, telah menyebabkan kalangan bangsawan

12 Lalu Djelenga," Me11tertazvai Diri Sendiri: Orang Sasak Dalanz Perjalanan Sejarah Lo111bok", Jurnal KANJIAN, No: 01/Th. 1/Februari-Maret/2002, h. 6. 13 Capt. R. P. Suyono, Peperangmz Kerajamz di Nusantara, h. 6-7. 7

(perwangse-menak) Sasak yang telah memeluk Islam dan para pemimpin agama lainnya seperti Tuan Guru, merasa tertekan dan bergabung bersama untuk memimpin perlawanan-perlawanan kecil, dan tidak pernah membuahkan hasil. Karena pada dasarnya, orang-orang Sasak pada waktu itu tidak pernah bersatu secara penuh, justru ironisnya banyak dari mereka dijadikan sebagai tameng atau barisan terdepan di medan perang oleh raja turunan Bali ini. Perlawanan-perlawanan tersebut langsung dipimpin oleh para bangsawan (perwangse) dan tokoh-tokoh yang dianggap sebagai Tuan

Guru.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 189114, orang-orang

Sasak kembali melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan kerajaan Bali.

Pemberontakan ini memang bukan yang pertama, tetapi yang paling dahsyat. Pemberontakan kali ini tidak dapat dipadamkan, dan menyebabkan berakhirnya satu setengah abad kekuasaan Bali di Pulau Lombok, tepatnya pada tahun 1894. Pada periode pemberontakan ini pula, Belanda dengan nyata memperlihatkan ketertarikannya menguasai Lombok dengan melakukan campur tangan dalam konflik antara orang Sasak dan Bali.

Artinya, pemberontakan yang berlansung kurang lebih empat tahun ini mampu menghentikan hegemoni kerajaan Bali yang sudah mengakar,

J.J Martin van Bruinessen, "Tarekat Naqsyaba11diyah di Indonesia: Suroei Historis, Gcogmfis, daa Sasiologis", (edisi revisi), Mizan, Bandung, 1996, h. 215. Cet. IV. 8

terhitung mulai dari 1740 M, raja Bali mampu mengkonsolidasikan kekuasaannya terhadap hampir seluruh Lombok,15 dan berakhir pada tahun

1894.

Kekuasaan kerajaan Bali di Lombok secara kronologis, adalah kekuasaan yang tidak dalam jangka waktu sebentar. Kemampuan berkuasa dalam waktu yang sangat lama, tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit, begitupun dengan pengorbanan pihak yang dikuasai. Dalam sejarah perkembangan masyarakat, tidak ada yang sudi kebebasan bangsanya di ambil oleh bangsa lain. Tetapi juga tidak cukup dengan bermodal semangat itu, ketika ingin membebaskan bangsanya dari bangsa lain. Lalu, modal atau faktor apa yang dipunyai oleh rakyat Sasak, yang mendorong gerakan perlawannya sehingga mampu mendobrak kekuatan yang sudah mengakar baik secara ekonomi, politik maupun sosial tersebut.

Disamping karena sedikit alasan yang telah penulis deskripsikan di atas, peristiwa sejarah ini adalah peristiwa sejarah yang mungkin tergolong masih langka ditemukan dalam literatur-literatur kesejarahan di Indonesia.

Memang, bahwa peristiwa ini adalah peristiwa yang terjadi pada lokasi yang kecil, tapi kenapa ini menjadi menarik untuk dibahas sebab dalam peristiwa

is Ida Anak Agung Gde Agung,"Bali Pnda Abad XIX", Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1989, h. 103; dalam: Jamaludin,"lslam Sasak: Sejaralt Sosial Keaga111aa11 di Lombok", (Tesis Master Humaniora), U!N Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2004, h. 7, t.d. 9

ini menyimpan soal-soal kemanusiaan secara khusus, terdapat pola-pola

kelakuan tertentu misalnya kalau dipandang dari sudut sosiologisnya.

Oleh karenanya, penulis memutuskan untuk memilih peristiwa

sejarah ini sebagai objek kajian dengan judul, "Pemberontakan Rakyat Sasak

Terhadap Kerajaan Bali di Lombok Tahun 1891-1894".

B. Pembatasan Masalah

Pada dasarnya, dengan menentukan judul "Pemberontakan Rakyat Sasak

Terhadap Kerajaan Bali di Lombok Ta/um 1891-1894", pembatasan kajian sejarah sudah ditentukan. Dalam kajian sejarah, pembatasan masalah minimal terdiri

dari pembatasan waktu, rua11g, pelaku, dan objek penelitian. "Pemberontakan"

adalah objek penelitian, "Rakyat Sasak" adal ah pelaku, "Lombok" sebagai

pembatasan ruang, dan "Ta/nm 1891-1894" merupakan pembatasan waktu.

Latar belakang historis dan atau faktor-faktor apa yang paling

berpengaruh sebagai penyebab terjadinya pemberontakan Rakyat Sasak atas

kekuasaan kerajaan Bali, sebagai masalah utama yang ingin dianalisis penulis

dalam penelitian ini. 10

C. Metode Penelitian

Oleh karena tulisan ini mencoba untuk menganalisis peristiwa masa lampau, maka metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah metode penelitian sejarah. Metode sejarah ini malalui empat tahapan, sebagai berikut:

1. Heuristik: proses pencarian dan pengumpulan sumber, yaitu sumber

tulisan dan sumber lisan. Sumber-sumber sejarah terdiri atas sumber

primer dan sumber sekunder. Sumber primer dalam penelitian sejarahini

adalah sumber yang disampaikan o!eh saksi mata. Hal ini dalam bentuk

babad. Babad yang didapat penulis merupakan ko!eksi pribadi, yakni

babad Praya. Babad ini secara klmsus menggambarkan tentang

pemberontakan rakyat Sasak yang terjadi antara tahun 1891 sampai 1894

tersebut, sebagai peristiwa sejarah yang diteliti oleh penulis, dan telah

diterjemahkan ke dalam bahasa Sasak. Selain babad Praya ini, penulis

juga mendapat arsip atau dokumen surat perjanjian (yang dijadikan

sebagai sumber primer) antara raja turunan Karangasem-Bali di Lombok

dengan pihak Belanda yang ditulis pada tahun 1843. Selain itu juga,

penulis memperoleh surat Iaporan pemimpin-pemimpin rakyat Sasak

kepada pemerintah Hindia Belanda yang ditulis pada tahun 1892. Surat

ini berisi tentang laporan sekitar kondisi rakyat Sasak saat itu di bawah 11

kekuasaan Anak Agung Gde Ngurah Karangasem (menjadi raja dari

tahun 1872-1894), yang dihasilkan dari konsensus pemimpin-pemimpin

Sasak pada masa itu. Juga telah disesuaikan dengan ejaan yang baru,

seperti juga surat perjanjian tanggal 7 Juni tahun 1843 tersebut.

Adapun sebagai sumber sekunder adalah tulisan-tulisan

interpretator (sejarahwan) yang melakukan rekonstruksi atau analisis

terhadap peristiwa pemberontakan tersebut baik dalam bentuk buku,

jurnal, laporan-laporan hasil penelitian, dan sebagainya. Sedangkan

dalam sumber lisan tidak ada yang dapat disebut sebagai sumber primer,

karena mereka yang diwawancarai tidak pernah menyaksikan kejadian

yang terjadi pada abad XIX, apalagi sebelumnya, sudah tidak ada lagi

yang masih hidup. Teknik pengumpulan sumber-sumber, baik primer

maupun sekunder, dikumpulkan dengan cara menyalin atau

menggandakannya dari perpustakaan, arsip nasional, koleksi-koleksi

pribadi, atau organisasi, dan lain-lain.

2. Kritik sumber: dilakukan setelah sumber sejarah terkumpul. Hal ini

dilakukan untuk memperoleh keabsahan sumber. Dalam ha! ini yang

diuji adalah keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) yang

dilakukan melalui kritii< ekstern. Melalui kritik intern akan diuji

keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas), apakah isinya sebuah 12

pernyataan; fakta-fakta; dan apakah ceritanya dapat dipercaya. Untuk itu,

perlu diidentifikasi penulisnya, beserta sifat dan wataknya, daya

ingatannya, jaraknya dari peristiwa dalam waktu, dan sebagainya. Pada

tahap ini dilakukan penilaian terhadap sumber-sumber yang

dikumpulkan, baik lisan maupun tulisan.

3. Interpretasi atau penafsiran sejarah atau disebut juga analisis sejarah.

Analisis sejarah ini bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang

diperoleh dari sumber-sumber sejarah. Adapun pendekatan yang

digunakan dalam menganalisis sejarah ini, adalah pendekatan ilmu sosial.

Hal ini dilakukan karena studi sejarah tidak terbatas pada pengkajian

informatif tentang apa, siapa, kapan, di mana, dan bagaimana tetapi juga

ingin mencan pelbagai struktur masyarakat, pola kelakuan,

kecenderungan proses dalam pelbagai bidang, dan sebagainya16• Hal ini

membutuhkan alat atau teori-teori ilmu sosial, yaitu menganalisis

berbagai data sejarah dari berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu politik

untuk menyoroti struktur kekuasaan; jenis kepemimpinan, hierarki sosial;

pertentangan kekuasaan, dan sebagainya. Sosiologi, membantu

mengungkap golongan sosial mana yang berperan, serta nilai-nilainya,

hubungan dengan golongan lain, konflik berdasarkan kepentingan,

16 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, h. 120. cet. II. 13

ideologi, dan lain-lain. Sedang antropologi, diharapkan membantu dalam

menganalisa nilai-nilai yang mendasari perilaku tokoh sejarah, status dan

gaya hidup, sistem kepercayaan yang mendasari pola hidup, dan lain

sebagainya.17 Dan berbagai disiplin ilmu sosial ]ainnya sesuai dengan

masalah yang diana!isis.

4. Historiografi: merupakan fase terakhir dalam metode sejarah, yang

meliputi cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitin sejarah

yang telah dilakukan.

D. Tujuan Penelitian

Ada beberapa ha! yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, yaitu:

I. Sebagai tujuan utama, adalah menganalisis latar belakang apa yang

paling berpengaruh sebagi penyebab terjadinya pemberontakan rakyat

Sasak terhadap kerajaan Bali pada tahun 1891-1894, itu.

2. Menambah khazanah intelektual penulis tentang sejarah perjuangan

rakyat Sasak, sehingga sarnpai saat ini rnarnpu bertahan dengan h·adisi

lokalnya rneskipun telah banyak dirnasuki oleh tradisi-tradisi dari budaya

luar.

17 Sartono, Pendekatan Ihuu Sosial, h. 4. 14

3. Hasil penelitian ini, selain memberikan sumbangan bagi khazanah

intelektual secara umum, juga diharapkan dapat memberikan sumbangan

bagi pengembangan sejarah lokal. Sebab harus diakui bahwa rekonstruksi

(penelusuran kembali) tentang sejarah Lombok sendiri masih sangat

kurang.

E. Sistematika Penulisan

Untuk menjaga terfokusnya penelitian ini, diperlukan satu sistematika agar tidak terjadi kerancuan atau over /aping dalam penguraian. Karenanya peneliti membaginya menjadi lima bab. Bab pertama, didahului dengan akar persoalan yang melatar belakangi peneliti mengangkat tema ini, permasalahan yang ingin dijawab dan dijelaskan tertuang dalam pembatasan masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan kegunaan penelitian yang mencakup orientasi dan arah penelitian ini. Berikutnya sebagai pedoman dan arahan yang akan menjadi parameter dan sekaligus acuan dalam penelitian ini diperlukan satu tinjauan metodologis dan pendekatan yang digunakan.

Pada bab kedua, diuraikan sekitar proses dan latar belakang masuknya kekuasaan raja-raja Bali di Lombok serta kondisi masyarakat pada masa itu atau ketika sebelum terjadi pemberontakan (kebijakan raja Bali), sejak kekuasaan Singasari hingga kekuasaan kerajaan Mataram. Analisa ini 15

diharapkan akan membantu memberikan gambaran secara tepat keadaan perekonomian, perkembangan politik, dan kondisi sosial yang ada. Dengan demikian akan sangat membantu pula dalam mangana!isis serta mengukur faktor yang paling bisa dikatakan sebagai pengaruh pemberontakan, yang akan dibahas pada bab III.

Untuk bab ketiga, diuraikan secara khusus (inti pembahasan) periode ketika terjadinya pemberontakan, setelah pada bab sebelumnya dilakukan analisis berbagai aspek kehidupan rakyat Sasak. Apa saja yang melatar belakangi pemberontakan serta tokoh utama sebagai penggerak pemberontakan, adalah sebagai bahasan inti yang akan dianalisis pada bab ini.

Dalam bab empat, mencoba menguraikan kondisi rakyat Sasak setelah periode pemberontakan baik kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Untuk membantu penulis dalam menganalisis sejauh mana dampak pemberontakan tersebut terhadap kondisi kehidupan masyarakat pasca-pemberontakan.

Sebagai penutup dalam penulisan ini, yang merupakan jawaban eksplisit atas apa yang dipersoalkan dalam pembatasan (perumusan) masalah, dan sekaligus menyampaikan beberapa harapan pene!iti dengan tulisan (Iaporan dalam wujud skripsi ini), tertuang dalam bab V; yaitu kesimpulan dan saran-saran. BAB II

KEKUASAAN KERAJAAN BALI DI LOMBOK (1838-1894)

A. Masuk dau Berkembauguya Kekuasaan Kerajaau Bali

Runtuhnya kerajaan Majapahit pada 1478 dengan berdirinya kerajaan

Dernak, rnenyebabkan kerajaan Geigel di· Keluugkung, Bali, mengklaim wilayah yang terletak di sebelah tirnurnya sebagai daerah kekuasaan kerajaan ini.17 Pengakuan sepihak ini dilakukan sebagai upaya untuk rnelegitimasi politik ekspansif (perluasan wilayah kekuasaau) yang dilakukannya terhadap kerajaan-kerajaan Lornbok, sehingga dengan dernikian tidak ada pihak lain yang dapat rnengganggu upaya tersebut.

Bali, merupakan basis terkuat dari sisa-sisa Majapahit setelah datangnya kekuasaan Islam di Jawa. Pada level ini, Islam kernudian tidak tersentralisasi pada satu wilayah (Jawa) tetapi juga perkernbangannya merambah sampai ke wilayah-wilayah tirnur Jawa, terrnasuk dalam ha! ini

Pulau Lombok. Indikasi ini pula yang menyebabkan keinginan pihak Bali untuk menguasai Lombok, selain juga karena faktor kepentingan politik dan ekonorni.

Untuk dapat rneraih keinginannya, Geigel terus rnelakukan

17 Gelp;el tidak hanya mengklaim Lombok sebagai wilayah kekuasaan mereka, tetapi juga wilayah-\.vilayah lain yaitu dari Puger Lu1najang-Pasuruan, Bali, Lon1bok, Sumbawa, bahkan sampai Manggarai (Plores). Djelenga, Keris di Lombok, h. 17. 17

penyerangan lewat laut sejak tahun 15201 8• Tindak tanduk Geigel ini membuat kerajaan Kayangan Lornbok merasa terganggu dan tidak nyaman, karena itu Deneq Mas Kerta Jagat (adik Deneq Mas Kamala Jagat) memindahkan pusat pemerintahannya ke wilayah yang lebih dalam, mengambil tempat dilereng Rinjani (pertengahan awal abad XVI).

Selanjutnya, kerajaannya lebih dikenal sebagai Selaparang, yang diteruskan oleh putranya Deneq Mas Kerta Bumi (diperkirakan menjelang abad XVII).19

Akan tetapi beberapa penyerangan awal ini tidak pernah mendapatkan hasil yang diinginkan, karena selalu bisa dipatahkan oleh

Selaparang yang merupakan kerajaan induk dari kerajaan-kerajaan di

Lombok. Se!ain karena Selaparang, faktor pertahanan rakyat Sasak adalah karena adanya bantuan dari pihak kerajaan Gowa di Makasar.20 Hal ini mernbuat Geigel melakukan strategi penyerangan lain, yailu dengan rnengirirnkan rakyatnya rnenuju Lombok sebelah barat dan yang ini

18 Djelenga, Mentertawai Diri Sendiri: Orang Sasak Dalam Perjalanan Sejarah Lombok, Lombok, Jurnal Kanjian No: 01/Th. 1/Februari-Maret/2002, h. 6. 19 Djr'lenga, Keris di Lombok, h. 22. 20 Kelerkaitan antara kerajaan Gowa di Makasar dan Selaparang di Lombok mungkin saja dikarenakan oleh faktor kesamaan keyakinan, sebab kalau dilihat penyebaran Islam di Lombok juga tidak terlepas dari perm1 penyebar Islam dari Makasar yang datang melalui jalur timur, meski dibalik missi ini juga ada maksud-maksud politis yakni menjalin hubungan bilateral unluk memperkuat posisi politiknya di wilayah timur serta memperluas jaringan ekonomi. Terlepas maksud politis ilu, Makasar memang dianggap lebil1 berhasil dalam mendakwahkan Islam Sunni. Mereka berhasil mengkonversikan hampir seluruh orang Sasnk ke dalau1 lsla111, n1eskipun kebanyakan dari orang-orang Sasak iili n1asil1 mencampurkan Islam dengan kepercayaan lokal. (Li11at. Erni Budiwanti, Islam Sasak Wetu Telu Versus Waktu Lima, LkiS, Yogyakarta, 2000, h. 9). 18

kemudian menjadi cikal bakal dari kerajaan Kediri, Kuripan, dan Sekongo.

Kemenangan Belanda dan sekutu-sekutu Bugisnya atas Gowa21 berpengaruh besar terhadap pertahanan Selaparang, sejak itu Geigel yang sudah sejak lama berambisi untuk menguasai Lombok semakin mendapat kesempatan mudah untuk melakukan ekspansinya. Dengan sesegera mungkin memanfaatkan momentum ini, Geigel mengirim pasukannya yang jauh lebih kuat dari sebelumnya. Pada era ini pula kerajaan Karangasem di

Bali dinyatakan berdiri secara resmi, tepah1ya pada tahun 1660. Mereka membuat pangkalan di Pagutan dan Pagesangan, pada tahun 169022, yaitu di bawah koordinasi kerajaan Karangasem. Ekspedisi itu kemudian dilanjutkan dengan utusan berupa pasukan pendahulu yang beragama Islam, yaitu patih

Arya Sudarsana yang menyusup langsung ke pusat kerajaan Selaparang di

21 Abad ini, Gowa yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin itu, merupakan kerajaan yang dijadikan musuh utama VOe (Belanda). Atas kekalahan Gowa oleh Belanda dan sekutu-sekutu Bugisnya, maka Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Per;anjian Bungaya (18 November 1667), sebagai pengakuan terhadap kekuasaan Hindia Belanda. Dan pada tahun 1669, Gowa dinyatakan tunduk (kalah) terhadap voe atas bantuan seorang keturunan Bugis berpengaruh, yakni Arung Palakka (1634-96) dengan nama asli: La Tenritatta te Unru', dialah kemudian (pada: 1672) yang dinyatakan sebagai penguasa terkuat Sulawesi Selatan. (Lihat; Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, PT. Serambi, Jakarta, 2005, h. 144-146). 12 Djelcnga, Mentertawai Diri Sendiri: Orang Sasak Dalam Pe11alanan Sejarah Lombok, Lombok, Jurnal Kanjian No: 01/Th. 1/Fcbruari-Maret/2002. Tetapi, versi lain mengatakan bahwa periode ini adalah masa dimana bubarnya Bali di bawah kesatuan kerajaan Geigel. Bahkan, menurut sebuah sumber bahwa terbelalu1ya Bali di bawah kesatuan kerajaan Geigel terhitung sejak tahun 1590. Artinya, pada tahun 1690 ini Geigel sudah tidak lagi memegang kendali kekuasaan. Pada periode ini, ketrunan dari raja Karangasemlah sebagai pemegang kendali kekuasaan atas Bali. (Lihat; I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik di Nusa Tenggara 1815-1819, Djambatan, Jakarta, 2002, h, 140; dan M. C. Rickleffs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, PT. Serambi llnrn Semesta, Jakarta, 2005) · 19

timur.

Selaparang ternyata tidak mudah percaya untuk mengambil langkah kooperatif terhadap pasukan yang diutus oleh Karangasem. Alih-alih dengan mengutus orang yang secara agama sekeyakinan (sama-sama Islam), akan dengan mud ah rnendapat sirnpati, tetapi justeru konflik antara pasukan Arya

Sudarsana dengan pihak Selaparang tak dapat dihindarkan. Konflik itu rnengarah rnenjadi peperangan, yang akhirnya atas bantuan dari Surnbawa di bawah pirnpinan Arnasa Sarnawa (1723-1725), pasukan Arya Sudarsana terdesak keluar dari wilayah Selaparang. Tidak cukup dengan itu, pasukan

Sumbawa rnengejar sarnpai Suradadi (wilayah bagian tirnur Lombok barat sekarang) yaitu di Reban Talat, akan tetapi Arya Suclarsana ticlak berhasil ditangkap.23

Bekas prajurit dari Surnbawa ini sebagiannya rnernilih rnenetap di

Lombok dan rnerupakan nenek rnoyang clari penduduk clesa Rempung,

Jantuk, Seren Rumbuk, Kernbang Kerang Daye, Kuang Berore, Moyot, clan yang lainnya rnerupakan pencluduk yang berbahasa Taliwang dan hingga sekarang rnasuk ke dalarn wilayah pemerintahan daerah Lombok Timur.

Dikejar clari Selaparang, Arya Suclarsana menyingkir clan bergabung

3 2 Djelenp,a, Mentertawai Diri Sendiri, h. 6 20

dengan Pejanggik. Hal ini menyebabkan hubungan yang sebelumnya harmonis antara Pejanggik dan Selaparang (kerajaan induk), menjadi terputus. Hubungan yang tidak harmonis antara Pejanggik dan Selaparang, tentu memberikan keuntungan pihak Karangasem (Bali) secara politik.

Pejanggik, dalam ha! ini sebagai kerajaan utama di Lombok Tengah, dianggap sebagai pihak yang membela/melindungi pasukan Karangasem yang jelas-jelas merupakan co111111011 enemy (musuh bersama) yang ingin menguasai dan menjajah rakyat Sasak.

Untuk mengantisipasi keadaan politik yang tidak harmonis antar dua kerajaan besar Lombok itu, pada tahun 1692 Karangasem kembali mengirim pasukannya ke Lombok di bawah pimpinan I Gusti Anglurah Ktut

Karangasem24. Sebab, pasukan sebelumnya yang dikirim bersama patih Arya

Sudarsana tidak lagi memiliki kekuatan penuh akibat pecahnya konflik antara mereka dengan pihak Selaparang.

Sejak awal abad-19, merupakan saat-saat dimana kekuasaan politik dan ekonomi Eropa mulai merambah wilayah-wilayah potensial Nusantara.

Imperialisme, tidak lagi berkembang secara tersembunyi melainkan telah menjadi manifest dalam bentuk penjelajahan serta penjajahan fisik oleh

24 A.A. Ktut Agun1;, Kupu-kupu Kuning di Selat Lombok, h. 81-82. Fakta ini, bisa sebagai bukti tambahan bahwa pada periode (1.600-an) adaiah masa-masa sulit bagi kekuasaan kerajaan Geigel, seiaku simboi kesatuan raja-raja Bali, hingga tercatat pada 1650 Geigel bubar. 21

pemegang modal seperli Belanda, Inggris, Porlugis, dan sebagainya.

Perlombaan penguasaan wilayah demi kepentingan ekonomi antara Belanda dan Inggris, juga sebelum dan sesudahnya terjadi antara Portugis dan

Belanda.2s

Lombok, merupakan surplus atau pengekspor beras terbesar, pada masa ini, sampai ke daratan China. Bahkan sejak abad 18, beras dari Lombok sudah mulai diekspor ke Mauritius, Australia, Bourbon, Manila dan Cina.26

Artinya, wilayah ini juga merupakan bagian dari target ekspansi ekonomi kaum pemodal Eropa dan secara politik akan sangat mempengaruhi konstelasi politik lokal. Berangkat dari asumsi ini, bahwa raja Pejanggik sampai mengambil pilihan untuk melindungi patih Arya Sudarsana (utusan

Karangasem), mungkin tidak lain demi untuk mendapat perlindungan dari kekuatan kerajaan yang lebih besar.

Dalam versi lain, dianggap sebagai versi terkuat tentang Arya

Sudarsana dan keterkaitannya dengan proses penguasaan Bali terhadap

Lombok, menyebutkan bahwa karena dia dan para pengikutnya pindah ke agama Islam, melalui kontaknya dengan pelaut Madura dan lain-lain yang

25 I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik di Nusa Tenggara 1815-1819, Djambatan, Jakarta, 2002, h, 159. 26 Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat, Penerbit: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Direktoral Jendernl Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.l, 1977, h. 28. Jilid. 1. 22

muslim di Bali Utara. Atas dasar perpindahan keyakinan tersebut, maka

Arya Sudarsana dan para pengikutnya diusir dari Bali dan lari ke Lombok melalui utara. Ternyata raja Selaparang lidak mampu menundukkan Arya

Sudarsana meskipun telah dibantu oleh keluarga Selaparang dari Bayan,

Sokong, Buluran, Kedinding hingga datangnya bantuan dari Sumbawa.

Setelah itu, barulah Arya Sudarsana terdesak dan meminta perlindungan

pad a raja Pejanggik. 27

Arya Sudarsana kemudian diangkat menjadi kepala pemerintahan

dengan gelar Arya Banjar Getas, sekaligus sebagai penanggung jawab masalah pertahanan dan keamanan dengan diberi gelar Dipali Palinglaga.

Akan tetapi hubungan baik antara raja Pejanggik, Pemban Mas Meraja

Kusuma28 dengan palihnya Arya Banjar Getas hanya berlangsung sekitar 15

" Djelenga, Keris di Lombok, h. 24. 28 Ketika Deneq Mas Putra Pengendeng Segara Katon, raja Kayangan, mengasingkan diri ke Rembitan dia diiring oleh putranya, Deneq Mas Kamala Dewa Sempopo. Kamala Dewa Sempopo di Rembitan memiliki dua orang pulra, yang sulung Dewa Mas Kamala Jagat dan adiknya Deneq Mas Kamala Sari. Komala Sari, kemudian yang dinyatakan sebagai cikal bakal Pejanggik yang lebih besar, sebagai vazal Selaparang. Ia mempunyai liga orang putra yaitu Deneq Mas Suna (kembali menyambung keluarga ke Bayan), Deneq Mas Gunadam Putih (melengkapi cikal bakal keluarga yang tetap bermukim di Lombak Selatan/pesisir) dan yang sulung Deneq Mas Unda Putih sebagai penerus dinasti Pejanggik melalui putranya Deneq Mas Bekem Bula Inten Kamala Sari. Dari keturunannya pula lahir raja Pejanggik yang dianggap paling dihormali karena berhasil membawa Pejanggik ke pucak keemasan, yailu Pemban Mas Meraja Sakti didampingi adilrnya Pemban Aji Kamala Jagat. Pemban Mas Meraja Sakti menurunkan tiga orang putra yakni Pemban Mas Meraja Pait, Pemban Mas Laki Gunung, dan putera sulungnya Pemban Mas Kamala Kusuma bertindak sebagai penerus tahta Pejanggik. Tetapi belum sampai meninggal, Pemban Mas Kamala Kusuma, menyerahkan tampok kepemimpinan kerajaan Pejanggik kepada putera tunggalnya Pemban Mas Meraja Kusuma, sebelumnya sebagai raja muda di Purwadadi. Pada masa perang dengan Banjar Getas-Karangasem, beliau diperintahkan oleh ayahnya 23

tahun dan diakhiri dengan turut campurnya bala tentara Karangasem dibawah pimpinan I Gusti Ktut Karangasem.29

Arya Banjar Getas, di bawah bantuan kerajaan Karangasem di Bali, berbalik melakukan pengambilan kekuasaan dari Pejanggik dan Selaparang.

Selama 15 tahun Banjar Getas menjadi pelaku politik dalam wilayah kekuasaan Pejanggik, paling tidak dia faham betul kondisi internal maupun eksternal kerajaan. Maka menjadi wajar kalau proses pengalihan paksa kekuasaan tidak terlalu mendapat kesulitan yang berarti, ditambah dengan pasukan bantuan dari Karangasem. Dengan demikian, berpindahlah tampuk kepemimpinan dua kerajaan besar Lombok tersebut ke tangan raja-raja Bali.

Selain karena faktor di atas, jatuhnya Pejanggik karena rapuhnya legitimasi serta kharisma kerajaan dimata rakyat. Pengangkatan Arya

Sudarsana sebagai patih menimbulkan kekecewaan pada beberapa orang patih, terutama saat itu patih Ranggatapon30 yang mernegang wilayah

Medayin. Banjar Getas adalah orang yang tidak punya keringat dalarn membangun Pejanggik, berbeda dengan para patih notabene merupakan

untuk menyingkir ke Sumbawa. lnilah yang menjadi cikal baka! adanya imigrasi ke Sumbawa, dan membentuk pemukiman Desa Jelenga, wilayah selatan Jereweh. Sebagian dari sisa-sisa prajurit Pejanggik, n1enga1nankan diri clan 1ne111buka pen1ukin1an baru di Pengkaliq Tanaq, wilayah ini kemudian

orang-orang yang memi!iki kontribusi besar terhadap besarnya pengaruh serta kekuatan Pejanggik.

Untuk terkoordinirnya daerah kekuasaan, Arya Banjar Getas kernudian rnembentuk pusat pemerintahan dengan rnenguasai wilayah

Praya, Batukliang, dan Puyung (sekarang rnasuk ke dalarn wi!ayah Lombok tengah). Sedangkan Karangasern, di Lornbok bagian barat rnernbentuk kerajaan sebagai pusat pemerintahan yaitu kerajaan Singasari (1740-1838) yang diperintah berturut-turut oleh tiga raja dengan gelar yang sama yaitu I

Gusti Made Karang Asem (I, II, dan III). Singasari, bertindak sebagai ketua di dalam sebuah pemerintahan "federasi" tersebut. Dan Matararn (1740-1894), adalah penguasa tunggal setelah terjadinya perang saudara (1838) antara kedua kerajaan ini (Singasari-Matararn)31.

Sedang kerajaan Sasak yang tersisa hanya Sakra, dan kerajaan­ kerajaan lainnya telah terpecah rnenjadi desa-desa kecil yang berdiri sendiri dan berada langsung di bawah kendali kerajaan-kerajaan Bali. Sakra, dengan kekuatan yang tidak sebegitu besar dari sisa-sisa kekuatan rakyat Sasak, kemudian mengadakan perlawanan dan perlawanan ini merupakan perlawanan pertarna rakyat Sasak terhadap raja-raja Bali, setelah tersusunnya

31 Djelenga, Mentertawai Diri Sendiri, h. 7. 25

kekuasaan Bali secara sistematis.32

Menghadapi perlawanan (Congah) Sakra, pada tahun 1824-1828, kerajaan Singasari melakukan pengepungan dari segala penjuru untuk mematahkan pertahanan Sakra. Hal lain yang cukup rnengejutkan pihak

Sakra adalah bahwa prajurit (barisan) terdepan Singasari adalah orang-orang

Sasak sendiri, sedangkan prajurit Bali berada dilapisan ke dua setelah mereka

(orang-orang Sasak). Strategi, yang menjadikan orang Sasak sendiri sebagai tmueng, memberikan hasil tidak mengecewakan bagi pihak Singasari, terbukti bahwa akhirnya Sakra tunduk menyerah kalah, tepatnya pada tahun 182833.

Maka, setelah ini representasi kekuasaan kerajaan Lombok bisa terlihat di Praya. Setelah beralihnya tampuk kepemimpinan kerajaan semula

Pemban Mas Meraja Kusuma dengan pusat pemerintahan di Pejanggik, namun setelah Banjar Getas pusat pemerintahan dipindah ke Praya. Dan sejak pemerintahan Belanda hingga sekarang, sebagai ibu kota Lombok

Tengah.

Setahun kemudian, yakni pada tahun 1838 atau setelah peperangan antara Sakra dan Singasari, kali ini yang terjadi justeru perang saudara antara

32 Perlawanan ini yang kemudian dikenal atau akrab dalam sebutan masyarakat sebagai Congah Sakra, istilah ini sama halnya seperti yang diberikan terhadap Praya yang mclakukan pemberontakan pada tahun berikutnya dengan sebutan Pagalt Praya yang berarti: keras kepala (jiwa pemberontak). 33 Djelenga, Mentertazuai Diri Sendiri, h. 7. 26

Singasari dan Mataram. Perebutan pengaruh antar kedua kerajaan ini menyebabkan rapuhnya persatuan antar raja-raja dari keturunan Bali yang lain. Diantaranya raja Pagesangan, yang biasanya berposisi sebagai salah seorang Patih, berpihak terhadap Singasari. Sedang Mataram berada dalam keadaan kritis dengan meninggalnya raja sepuh I Gusti Ketut Karangasem III di Rumak.34

Melihat kondisi politik yang sedang terjadi saat itu, Sakra kembali am bi! bagian dengan bergabung bersama Kuripan (sebagai wilayah yang terpencilkan di bawah kekuasaan Singasari) untuk membantu Mataram menggempur Singasari. Dengan prosentase kekuatan yang tidak seimbang, dua berbanding satu, ini maka seluruh penghuni puri Singasari melakukan di Sweta, Singasari akhirnya menyerah kalah. Dari sudut ini, mungkin akan lebih bijaksana kalau dilihat bahwa sebetulnya orang-orang

Sasak !ah yang memaksa Singasari menyerah di bawah Mataram. Bagaimana tidak, rakyat Sasak memeberikan bantuan dari dua blok berbeda, yakni Sakra mewakili blok timur dan Kuripan dari blok barat-selatan. Karena itu, sebelulnya orang Sasak sendiri pantas menikmati lebih banyak ketimbang yang didapati pihak Mataram, tetapi kenyataan poliliknya memang tidak bisa dipungkiri.

3-1 Djl'lenga, Mentcrtawai Diri Sendiri, h. 8. 27

Sejak itu, kerajaan Mataram merupakan penguasa tunggal di Lombok, masing-masing dengan pergantian kepemimpinan: pertama, Anak Agung

Ktut Karangasem IV (1838-1850), yang mengkonsolidasikan Mataram sebagai kerajaan tunggal yang sentralistik dan represif. Kedua, Anak Agung Made

Karangasem (1850-1872), pada masa pemerintahannya dilakukan renovasi atas Taman Kelepung menjadi Tanrnn Mayura, Pura Meru, Taman Suranadi,

Lingsar, dan dirintisnya pembangunan Taman Narmada. Selain itu juga dibangun istana Ukir Kawi yang selesai pada 1866, sedang Cakranegara

(yang berarti Negara sudah bulat bersatu) ditata sebagai pusat pemerintahan.

Raja yang terakhir adalah Anak Agung Gde Ngurah Karangasem (1872-

1894).35

Demikian tampak bahwa dasar-dasar kekuasaan terletak pada kekuatan senjata (represij), bersarna-sarna dengan dukungan ekonomi yang besar. Penaklukan raja-raja Lombok oleh raja Karangasem dengan suatu serangan bersenjata (sekitar akhir-akhir abad ke-17 ini) di bawah pimpinan

Dane Poleng, menunjukkan kekuatannya kembali. Dengan kata lain, bahwa tahun ini kekuasaan Karangasem atas Lombok telah dinyatakan aman, setelah sejak 1680-an memerangi tentara Sumbawa dan Sulawesi demi

35 Djelenga, Me11tertawai Diri Sendiri, h. 7-8. 28

menguasai Lombok.36

B. Kondisi Rakyat Sasak di Bawah Kekuasaan Kerajaan Bali

1. Kondisi Ekonomi

Secara umum, lingkungan kepulauan yang berada di Nusa Tenggara dikenal sebagai wilayah kering. Namun jika diperhatikan dari aspek ekonomi (khususnya perdagangan), nampak tidak sepi dari bahan-bahan yang diperoleh dari Nusa Tenggara. Pulau Timor terutama menghasilkan kayu Cendana yang banyak dicari oleh pedagang Cina, pulau Sumbawa menghasilkan kayu sapan (yang diperlukan dipasar Eropa), dan banyak ternak kuda, sedangkan Lombok daerah penghasil beras yang banyak diekspor sampai ke Cina. Munculnya bahan perdagangan baru (beras) di

Lombok tahun 1830-an membawa Nusa Tenggara semakin dikenal dalam perdagangan d unia.37

Lombok, sebagai bagian dari wilayah Nusa Tenggara, merupakan daerah bagian barat kepulauan dengan keadaan tanah yang lebih subur, cukup air, terlihat menyebabkan sistem bertani dengan cara mengolah sawah

36 Lil1at: M. C. Rickleffs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2005 dan Djelenga, Mentertawai Diri Sendiri: Orang Sasak Dalam Perjalanan Sejarah Lombok, Lombok, Jurnal Kanjian No: 01/Th. 1/Februari-Marel/2002. 37 l Gde Parirnartha, Perdagangan dan Politik di Nusa Tenggara 1815-1819, Djambatan, Jakarta, 2002, h. 4. 29

(pertanian basah) lebih menonjol. Penduduk di daerah ini sedikit lebih mengerti mengerjakan tanah dengan menggunakan bajak atau garu (gawu) untuk menggemburkan dan meratakan pertanian. Maka menjadi wajar ketika daerah ini dinyatakan sebagai pengekspor beras yang cukup besar. J.

W. Boers,± 1820 mentaksir ekspor beras dari Lombok sekitar 12.000 ton per­ tahun, lebih besar dari jumlah ekspor awal abad ini sekitar 2.000 ton atau I

(satu) koyong. ( C. Lekkerkerker, 1926: 126)

Dalam pandangan J. van Eerde (1904), datangnya orang-orang Bali di abad ke-18 membawa pengaruh pada sistem pengolahan tanah sawah bagi penduduk di Lombok, pengaturan tanah-tanah untuk irigasi dilakukan di bawah kekuasaan Bali, sementara kepala-kepala Sasak tetap menguasai bagian tanahnya sendiri.3s

Dengan semakin dikuasainya wilayah-wilayah Lombok, secara langsung penguasaan ekonomi oleh Karangasem juga menjadi kuat. Para pembantu raja di tingkat pusat dari raja akan menerima imbalan berupa tanah yang disebut pecatu, padi, serta tunjangan-tunjangan tidak tetap yang biasanya terjadi pada saat penjualan-penjualan hasil-hasil milik raja. Pejabat

tingkat desa akan mendapat pecatu rata-rata 1 (satu) tenah per-orang, dan

38 I Gde Parimarlha, Perdagangan dan Politik, h. 49. 30

seorang pembekel pekasih (yang mengurus masalah irigasi) mendapatkan pecatu lebih dari satu tenah.

Ditaksir tanah-tanah sawah yang menjadi milik raja (druwe dnlem) pada masa kerajaan itu berjumlah sekitar: 50.000 bau tanah sawah irigasi, dan

25.000 bau tanah sawah hujan (1 bau = 7. 096, 50 meter persegi). Dari pengukuran yang dilakukan tahun 1899 tanah di Lombok Barat saja, yang merupakan pusat politik kerajaan Bali, tanah-tanah sawah berjumlah 23. 406 tenah (1 tenah = 7. 200 meter persegi). Dan jumlah itu terbagi ke dalam: 8. 072 tenah (± 34, 5 %) menjadi milik individu orang Bali, 828, 5 tenah (± 4 %) milik raja, dan 14, 505 tenah (± 61,5 %) adalah milik bukan orang Bali. Tetapi Van der Kraan (1980) memberikan keterangan agak berbeda dengan menulis, pada waktu itu tanah sawah di Lombok Barat berjumlah 16. 852 hektar (1 tenah = ± % hektar). Dari jumlah itu sebanyak 5. 812 hektar (34,5 %) adalah milik dari bangsawan (aristocrats) Bali, sedangkan selebihnya tanah milik

Druwe Dale111. Meskipun demikian, dapat dimengerti bahwa dengan perbandingan penduduk Sasak dan Bali yang jauh berbeda (orang Bali hanya

8 % tahun 1880-an), maka kekayaan raja dan para pembantunya adalah cukup besar.39

Dalam mengontrol proses perdagangan, kerajaan dibantu oleh

39 I Gde Parimarlha, Perdagangan dan Politik, h. 83-84. 31

seorang yang disebut Subandar dan berasal dari pedagang luar menjadi kepala di pelabuhan, membuat hubungan ke luar, membawa dinamika baik dalam perdagangan maupun politik. Secara umum, para pedagang luar disebut sebagai Wong Dagang S1mnntnra. 40 Mereka juga memiliki hak istimewa untuk membeli beras, atau barang lain dari penduduk. Setiap penjualan beras dipelabuhan harus dengan seizin raja, adanya pungutan­ pungutan cukai perdagangan yang harus diserahkan kepada raja. Maka, subandar inilah sebagai tangan kanan raja untuk mengurus ha! itu.

Kerajaan mengambil pedagang luar sebagai bandar (subandar), rnungkin saja karena beranggapan lebih rnengetahui seluk beluk perdagangan, dan mereka juga lebih mengerti bahasa dengan pedagang luar yang dapat memperlancar urusan perdagangan melalui pelabuhan. Raja, rnempunyai konh·ol yang ketat terhadap jalannya proses perdagangan.

Artinya, relasi ini jelas menunjukkan keterkaitan antara kekuasaan dan pengusaha sangat rnempengaruhi sehingga kebijakan-kebijakannya pun akan sangat dipengaruhi oleh-oleh faktor tersebut. Ekonomi dan politik adalah dua faktor penentu baik buruknya kebijakan dalam sebuah pemerintahan.

4o I Gde Parimartha, Perdagangan dan Po/itik, h. 170 32

2. Kondisi Politik

Pada konteks sistem politik, penguasa tertinggi bergelar raja atau sultan a tau bahkan ada sebutan-sebutan/ gelar lain sesuai dengan wilayah politik masing-masing. Di samping itu terdapat pula pejabat-pejabat tinggi kerajaan yang berfungsi sebagai pembantu atau perpanjangan tangan dari kekuasaan pusat, selain juga semacam dewan kerajaan untuk mempertimbangkan berbagai kepentingan politik kerajaan.

Di Lombok, sebelum masuknya pengaruh Bali, nampak telah ada bentuk kekuasaan yang disebut Kedatuan. Rajanya bergelar Datu. Tetapi dengan munculnya kekuasaan kerajaan Karangasem, terjadi percampuran pada sistem politik atau kekuasaannya. Dengan penguasa keturunan Bali, maka rajanya mulai menggunakan gelar/titel Gusti. Di bawah raja terdapat

Kepala-kepala Desa yang setelah masuknya kekuasaan Bali bergelar Pembekel.

Desa di sini merupakan organisasi yang teritorial, dan juga bersifat hukum.

Oleh karenanya, desa juga memiliki kekayaan yang mencakup wilayah dan tanah pertanian. Wilayah kepemimpinan politik yang berada di bawahnya

(cabang desa) di sebut Dasnn yang dipimpin oleh seorang Kliang dan di samping itu terdapat juga seorang Penghulu, Kiyai yang mengurus bidang 33

keagamaan.41

Syarat sebagai seorang kepala desa adalah pilihan dari anggota desa bersangkutan, meskipun terkadang sering berdasarkan keturunan namun pilihan rakyat adalah penting, selain juga berdasarkan pada ukuran umur

(ke-tua-an). Hanya kemudian dengan turut campurnya kekuasaan yang lebih tinggi (raja/sultan), maka kepemimpinan desa ini juga harus mendapat persetujuan a tau legilimasi raja. Dalam kaitan ini, maka tingkat organisasi di desa telah berhubungan dengan kekuasaan pada tingkat yang lebih tinggi, atau supra desa, lebih-lebih setelah masuknya kekuasaan raja-raja Bali di

Lombok. Karena relasi politik seperti ini akan berdampak pada baik buruknya hubungan serta kontrol pemerintah pusat atas wilayah-wilayah kekuasaannya di tingkat yang lebih rendah.

Setelah berkuasanya raja-raja Bali, penduduk dipimpin oleh kepalanya

masing-masing di bawah pengawasan punggawa-punggawa orang Bali.

Karena semakin berkembangnya kekuasaan Bali di Lombok, membuat

semakin luas pula slruktur politiknya. Pada sekitar pertengahan abad-19,

muncul struktur kekuasaan yang semakin banyak menempatkan bangsawan

Bali di dalamnya. Kini muncul pembantu-pembanlu raja yang disebut

Puuggmun yang ditugaskan untuk mengurus daerah tertentu di bawah pusat,

41 Erni Budiwanti, Islam Sasak Wet11 Telu Versus Waktu Lima, LkiS, Yogyakarta, 2000, h.110. 34

dan pembekel menjadi bawahan dari punggawa. Sementara itu di pusat

kekuasaan (istana) terdapat fungsionaris (semacam menteri) yang dikenal

dengan Bahudanda (oleh orang Lombok disebut: Pedande), yang memiliki

fungsi sebagai pemberi nasihat kepada raja dalam menjalankan

kekuasaanya.42 Dalam hubungan perdagangan raja didampingi oleh petugas

(umumnya pedagang luar) disebut subandar, seperti telah diungkapkan

sebelumnya.

Dapat disebut, raja-raja dan para pembantu turunan Bali di Lombok

tidak hanya menguasai faktor-faktor ekonomi yang penting seperti tanah

yang luas, melakukan kontrol atas perdagangan di pelabuhan, pemungutan

pajak, tetapi juga melakukan kontrol dan memiliki hak-hak istimewa atas

penggunaan tenaga penduduk. Tidak pelak lagi, bahwa pejabat-pejabat

turunan Bali memiliki tanah yang luas dan kontrol politik yang luas pula.

Dalam artian, apapun bisa dilakukan atas nama otoritas pemerintah pusat.

Pada masa ini dikenal apa yang disebut seba.gai tanah druwe dale111,

dan tanah Druwe faba, artinya tanah-tanah milik raja, dan milik luar kerajaan.

Terhadap tanah-tanah milik pihak luar, raja mernungut pajak (pajeg) baik dari

tanah sawah, rnaupun tanah kering. Dalarn hubungan ini, raja dan para

pembesar sampai dengan petugas di tingkat desa mendapatkan keuntungan-

42 I Gdt> Parinrnrtha, Perda11ga11 dan Politik, h. 63. (Lihat juga, I Gde Parimartha, Politik, Perdagangan dan Konflik di Lombok, 1831-1891, Thesis Pascasarjana UI, Jakarta, h.67-68). 35

keuntungan karena kedudukan mereka dalam str11ktur kekuasaan. Mereka akan mendapatkan imbalan dari raja sesuai dengan tingkat kedudukan

mereka pada struktur kekuasaan, mulai dari tanah, atau sejumlah padi, dan sebagainya seperti telah disinggung sebelumnya.

Selain itu, untuk mempertahankan kekuasaan dan membuat kekuatan

di tingkat desa, maka pembinaan pasukan bersenjata terus dilakukan, ada

seksi sebagai pemegang senapan (juru bedil), pemegang tombak (juru tombak),

juga para kepala desa mendapat imbalan (semacam tanah jabatan) yang

disebut Pecntu.43

Ternyata dengan cara ini, kekuasaan raja telah mampu menembus

sampai ketingkat desa, dan meningkatkan hubungan dengan kekuatan­

kekuatan di desa yang me1tunjang kekuasaan r(lja sampai bertahan lama.

Meskipun demikian, masih ada kekuatan-kekuatan yang nampak merdeka

seperli Praya, Batukliang, dan sebagainya sebagai wilayah kekuasaan A1ya

Banjar Getas. Namun untuk sementara mereka tidak dapat berbuat banyak

menghadapi kekuatan Karangasern, baik yang berada di Lombok atau

apalagi di Bali sendiri.

Setelah Mataram terlegitimasi sebagai pemegang kekuasaan utama di

Lombok, semakin banyak ha! juga berubah mengikuti. pola kebijakan politik

43 I Gde Parimartha, Perdngangan dnn Politik, h. 64. 36

yang berlaku pada masa itu. Wilayah-wilayah yang sebelumnya berada di bawah kendali Singasari, diambil alih oleh Mataram. Berbeda dengan

Singasari, pada masa-masa awal kekuasaan Mataram menerapkan pendekatan politik sentralistik.

Pada tahun 1839, Pagutan yang sebelumnya merupakan wilayah

Singasari dan peleburan dari wilayah Kediri, Sekonga, termasuk Pagutan sendiri, ditaklukkan oleh Mataram yang saat itu di bawah pimpinan I Gusti

Ktut Karangasem N dengan gelar Anak Agung Ketut Karangasem sebagai raja pertama setelah runtuhnya Singasari. Selanjutnya Kuripan, yang sebelumnya merupakan wilayah semi otonom, ditaklukkan kembali pada tahun 1840. Dan pada tahun 1841, giliran Praya sebagai sasaran. Dalam penyerangan terhadap Praya ini, lagi-lagi orang·-orang Sasak dijadikan sebagai tameng (barisan terdepan), dan terlebih menghentak orang Sasak adalah bahwa Raden Gde Wirachandra (pemimpin pasukan Praya) dibunuh oleh sikep dari Sakra, Kopang, dan Rarang.44

Maka, sejak takluknya Praya itu seluruh wilayah Lombok berada di bawah kendali kekuasaan Mataram . Sebab, setelah itu tidak ada yang dapat dikatakan sebagai wilayah pemerintahan administratif-sistematis. Seperti yang terlihat sebelumnya ketika Praya masih eksis secara politk. Tetapi

'' Djelengan, Mentertawai Diri Sendiri, h. 9. 37

memang, tidak dapat dibandingkan dengan pengertian wilayah kekuasaan atau sistem politik yang berkembang sekarang dengan didasarkan pada teori-teori politik modern.

Kekuasaan Mataram ini sernakin diperkuat posisinya dengan adanya perjanjian antara Mataram dan Belanda yang terjadi pada tanggal 7 Juni 1843, antara lain:45

1. Mataram mengakui kedaulatan Belanda atas Lombok. Menurut sumber

lain, bahwa raja Mataram Lombok mengakui kedaulatan Belanda atas

Hindia Belanda; karena itu, raja tidak akan menyerahkan atau mengakui

kedaulatan bangsa kulit putih lain, selain Belanda.46

2. Mataram tidak lagi melakukan hak adat Tawan Karang47 bila ada perahu

a tau kapal dapat kecelakaan diperairan dilaut.

3. Mataram akan melindungi kepentingan perdagangan Belanda

4. Mataram akan membuat laporan secara berkala

5. Tidak akan melakukan kontak atau melakukan perjanjian dengan bangsa

kulit putih lainnya, dan

45 Djelenga, Mentertawai Diri Sendiri, h. 11. 4' Anak Agung Ktut Agung, Kupu-Kupu Kuning, h, 196. 47 Kata tawan, sinonim dengan kata taban (Bali), yang berarti tahan, atau ditahan karena telah melakukan salah satu pelanggaran. Kata karang berarti daerah, wilayah atau territorial. Maka Ta1va11 Karang berarti tertawan, atau ditahan karena 111elakukan suatu pelanggaran alas suatu wiJayah territorial baik di laut atau di darat. Dala1n hubungan ini, hokum tawan karang menunjuk pada wujudnya sebagai hukum adat yang berlaku alas dasar petjanjian (pasobaya) antara raja-raja di Bali dan Lombok. (Li11at. I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik, h. 234). 38

6. Sebagai imbalan, Mataram diberi hak otonomi penuh oleh Belanda dalam

melaksanakan pemerintahan di Lombok atau tidak akan turut campur

urusan pemerintahan.

Surat perjanjian atau kesepakatan ini merupakan ha! yang sangat penting dan menentukan bagi Mataram, karenanya orang-orang yang langsung turun tangan adalah orang-orang penting kerajaan. Dari pihak

Mataram, perjanjian ini ditandatangani oleh Ratu I Gusti Anglurah Ktut

Karangasem (raja), Ratu I Gusti Anom, Gusti Gde Rai, Gusti Nengah

Peguyangan dan Gusti Nyoman Tangkeban. Sedang pihak Belanda ditandatangani oleh H.I. Huskus Koopman, Komisaris Hindia Belanda.48

Belanda, memang sejak sekitar tahun 1619, V.O.C (Vereenigde Oost

Indische Compagnie) menciptakan pasar baru yang besar untuk perbudakan.

Perdagangan manusia, yang berasal dari tahanan politk, mempermudah disintegrasi politik Bali dengan menyediakan sumber daya ekonomi untuk

perang dan mengkonsumsi tawanan perangnya.49 Pada masa-masa inilah

kontak dagang antara Bali dan Belanda semakin terjalin kuat. Namun, tetap

sebagai pondasi ekonomi semua kerajaan Bali masih bertumpu terutama

pada sistem cocok tanam di sawah, bertani.

48 Anak Av,ung Ktut Av,ung, Kupu-Kupu Kuning, h. 196. 4' M. C. Rickleffs, Sejarah Indonesia Modmz 1200-2004, PT. Serambi llmu Semesta, Jakarta, 2005, h. 150. 39

Hubungan ekonomi ini kemudian berlanjut hingga sekitar tahun 1620, dan untuk pertama kalinya Belanda membuka kantor dagang di Bali. Akan tetapi hanya berumur satu tahun. Kemudahan mendirikan kantor ini mungkin saja didukung oleh persentuhan awal antara Belanda dan Bali sejak

1597, di bawah pimpinan Cornelis Houtman, yang cukup memberikan kesan

baik untuk Bali atas Belanda.5o

Pada tahun 1826, kembali utusan Belanda dikirim ke Bali untuk rnendekati raja-raja dengan rnaksud rnelakukan kontrak perdagangan,

khususnya untuk mendapatkan tenaga budak.51 Di Lornbok, pada masa

kekuasaan Bali terdapat juga apa yang disebut budak (atau oleh orang

Lornbok disebut panjak), kelornpok yang dapat diperjual belikan, dan ini

yang lebih rnerupakan budak, sebab ia tidak mempunyai kebebasan di depan

tuannya. Dan mereka-mereka itulah yang dijadikan sebagai komoditi

dagang.

Pada periode sekitar 1840-an, ada dua faktor meyakinkan pihak

Belanda bahwa Bali harus diternpatkan di bawah pengaruhnya, dan dengan

demikian wilayah-wilayah yang berada di bawah kendali raja-raja Bali pun

secara otomatis menjadi kekuasaannya: Perta111a, perampokan dan

perampasan yang dilakukan oleh orang-orang Bali terhadap kapal-!

50 Djelenga, Mentertawai Diri Sendiri, h. 11. 51 I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik, h. 161. 28

menguasai Lombok.36

B. Kondisi Rakyat Sasak di Bawah Kekuasaau Kerajaan Bali

1. Kondisi Ekonomi

Secara umum, Iingkungan kepulauan yang berada di Nusa Tenggara dikenal sebagai wilayah kering. Namun jika diperhatikan dari aspek ekonomi (khususnya perdagangan), nampak tidak sepi dari bahan-bahan yang diperoleh dari Nusa Tenggara. Pulau Timor terutama menghasilkan kayu cendana yang banyak dicari oleh pedagang Cina, pulau Sumbawa menghasilkan kayu sapan (yang diperlukan dipasar Eropa), dan banyak

ternak kuda, sedangkan Lombok daerah penghasil beras yang banyak

diekspor sampai ke Cina. Munculnya bahan perdagangan baru (beras) di

Lombok tahun 1830-an membawa Nusa Tenggara semakin dikenal dalam

perdagangan dunia.37

Lombok, sebagai bagian dari wilayah Nusa Tenggara, merupakan

daerah bagian barat kepulauan dengan keadaan tanah yang lebih 29

(pertanian basah) !ebih menonjol. Penduduk di daerah ini sedikit lebih mengerti mengerjakan tanah dengan menggunakan bajak atau garu (gawu) untuk menggemburkan dan meratakan pertanian. Maka menjadi wajar ketika daerah ini dinyatakan sebagai pengekspor beras yang cukup besar. J.

W. Boers, ± 1820 mentaksir ekspor beras dari Lombok sekitar 12.000 ton per­ tahun, lebih besar dari jumlah ekspor awal abad ini sekitar 2.000 ton atau 1

(satu) koyong. ( C. Lekkerkerker, 1926: 126)

Dalam pandangan J. van Eerde (1904), datangnya orang-orang Bali di abad ke-18 membawa pengaruh pada sistem pengolahan tanah sawah bagi penduduk di Lombok, pengaturan tanah-tanah untuk irigasi di!akukan di bawah kekuasaan Bali, sementara kepala-kepala Sasak tetap menguasai bagian tanahnya sendiri.38

Dengan semakin dikuasainya wilayah-wilayah Lombok, secara langsung penguasaan ekonomi oleh Karangasem juga menjadi kuat. Para pembantu raja di tingkat pusat dari raja akan menerima imba!an berupa tanah yang disebut pecatu, padi, serta tunjangan-tunjangan tidak tetap yang biasanya terjadi pada saat penjualan-penjualan hasil-hasil milik raja. Pejabat

tingkat desa akan mendapat pecatu rata-rata 1 (satu) tenah per-orang, dan

" I Gde Parimarlha, Perdagangan dan Politik, h. 49. 30

seorang pembekel pekasih (yang mengurus masalah irigasi) mendapatkan pecatu lebih dari salu tenah.

Ditaksir tanah-tanah sawah yang menjadi milik raja (druwe dalem) pada masa kerajaan itu berjumlah sekitar: 50.000 bau tanah sawah irigasi, dan

25.000 bau tanah sawah hujan (1 bau = 7. 096, 50 meter persegi). Dari pengukuran yang dilakukan tahun 1899 tanah di Lombok Barat saja, yang merupakan pusat politik kerajaan Bali, tanah-tanah sawah berjumlah 23. 406 tenah (1 tenah = 7. 200 meter persegi). Dan jumlah itu terbagi ke dalam: 8. 072 tenah (± 34, 5 %) menjadi milik individ u orang Bali, 828, 5 tenah (± 4 %) milik raja, dan 14, 505 tenah (± 61,5 %) adalah milik bukan orang Bali. Tetapi Van der Kraan (1980) memberikan keterangan agak berbeda dengan menulis, pada waktu itu tanah sawah di Lombok Barat berjumlah 16. 852 hektar (1 tenah = ± % hektar). Dari jumlah itu sebanyak 5. 812 hektar (34,5 %) adalah milik dari bangsawan (aristocrats) Bali, sedangkan selebihnya tanah milik

Druwe On/em. Meskipun demikian, dapat dimengerti bahwa dengan perbandingan penduduk Sasak dan Bali yang jauh berbeda (orang Bali hanya

8 % tahun 1880-an), maka kekayaan raja dan para pembantunya adalah cukup besar.39

Dalam mengontrol proses perdagangan, kerajaan dibantu oleh

39 I Gde Parimarlha, Pcrdagangan dan Politik, h. 83-84. 31

seorang yang disebut Subandar dan berasal dari pedagang Iuar menjadi kepala di pelabuhan, membuat hubungan ke Iuar, membawa dinamika baik dalam perdagangan maupun politik. Secara umum, para pedagang luar disebut sebagai Wong Dagaug Sunantara. 40 Mereka juga memiliki hak istimewa untuk membeli beras, atau barang lain dari penduduk. Setiap penjualan beras dipelabuhan harus dengan seizin raja, adanya pungutan­ pungutan cukai perdagangan yang harus diserahkan kepada raja. Maka, subandar inilah sebagai tangan kanan raja untuk mengurus hal itu.

Kerajaan mengambil pedagang luar sebagai bandar (subandar), mungkin saja karena beranggapan lebih mengetahui seluk beluk perdagangan, dan mereka juga lebih mengerti bahasa dengan pedagang Iuar yang dapat memperlancar urusan perdagangan melalui pelabuhan. Raja, mempunyai kontrol yang ketat terhadap jalannya proses perdagangan.

Artinya, relasi ini jelas menunjukkan keterkaitan antara kekuasaan dan

pengusaha sangat mempengaruhi sehingga kebijakan-kebijakannya pun akan sangat dipengaruhi oleh-oleh faktor tersebut. Ekonomi dan politik adalah

dua faktor penentu baik buruknya kebijakan dalam sebuah pemerintahan.

"'I Gd" Parimarlha, Pcrdaga11ga11 da11 Po/itik, h. 170 32

2. Kondisi Polilik

Pada konteks sistem politik, penguasa tertinggi bergelar raja atau sultan a tau bahkan ada sebutan-sebutan/ gelar lain sesuai dengan wilayah politik masing-masing. Di samping itu terdapat pula pejabat-pejabat tinggi kerajaan yang berfungsi sebagai pembantu atau perpanjangan tangan dari kekuasaan pusat, selain juga semacam dewan kerajaan untuk mempertimbangkan berbagai kepentingan politik kerajaan.

Di Lombok, sebelum masuknya pengaruh Bali, nampak telah ada bentuk kekuasaan yang disebut Kedatunn. Rajanya bergelar Datu. Tetapi dengan munculnya kekuasaan kerajaan Karangasem, terjadi percampuran pada sistem politik atau kekuasaannya. Dengan penguasa keturunan Bali, maka rajanya mulai menggunakan gelar/titel Gusti. Di bawah raja terdapat

Kepala-kepala Desa yang setelah masuknya kekuasaan Bali bergelar Pembekel.

Desa di sini merupakan organisasi yang teritorial, dan juga bersifat hukum.

Oleh karenanya, desa juga memiliki kekayaan yang mencakup wilayah dan tanah pertanian. Wilayah kepemimpinan politik yang berada di bawahnya

(cabang desa) di sebut Dnsan yang dipimpin oleh seorang Kliang dan di samping itu terdapat juga seorang Peng/lulu, Kiyni yang mengurus bidang 33

keagamaan.41

Syarat sebagai seorang kepala desa adalah pilihan dari anggota desa bersangkutan, meskipun terkadang sering berdasarkan keturunan namun pilihan rakyat adalah penting, selain juga berdasarkan pada ukuran umur

(ke-tua-an). Hanya kemudian dengan turut campurnya kekuasaan yang lebih tinggi (raja/sultan), maka kepemimpinan desa ini juga harus mendapat persetujuan atau legilimasi raja. Dalam kaitan ini, maka tingkat organisasi di desa telah berhubungan dengan kekuasaan pada tingkat yang lebih tinggi, atau supra desa, lebih-lebih setelah masuknya kekuasaan raja-raja Bali di

Lombok. Karena relasi politik seperti ini akan berdampak pada baik buruknya hubungan serta kontrol pemerintah pusat atas wilayah-wilayah kekuasaannya di tingkat yang lebih rendah.

Setelah berkuasanya raja-raja Bali, penduduk dipimpin oleh kepalanya masing-masing di bawah pengawasan punggawa-punggawa orang Bali.

Karena semakin berkembangnya kekuasaan Bali di Lombok, membuat semakin luas pula sh·uktur politiknya. Pada sekitar pertengahan abad-19, muncul struktur kekuasaan yang semakin banyak menempatkan bangsawan

Bali di dalamnya. Kini muncul pembantu-pembantu raja yang disebut

P1111ggawa yang ditugaskan untuk mengurus daerah tertenlu di bawah pusat,

41 Erni Budiwanli, Islam Sc.:;ak Wetu Telu Versus Waktu Lima, LkiS, Yogyakarta, 2000, h. 110. 34

dan pembekel menjadi bawahan dari punggawa. Sementara itu di pusat kekuasaan (istana) terdapat fungsionaris (semacam menteri) yang dikenal dengan Bahudanda (oleh orang Lombok disebut: Pedande), yang memiliki fungsi sebagai pemberi nasihat kepada raja dalam menjalankan kekuasaanya.42 Dalam hubungan perdagangan raja didampingi oleh petugas

(umumnya pedagang luar) disebut subandar, seperli telah diungkapkan sebelumnya.

Dapat disebut, raja-raja dan para pembantu lurunan Bali di Lombok tidak hanya menguasai faktor-faktor ekonomi yang penting seperti tanah yang luas, melakukan kontrol atas perdagangan di pelabuhan, pemungutan pajak, tetapi juga melakukan kontrol dan memiliki hak-hak istimewa atas penggunaan tenaga penduduk. Tidak pelak lagi, bahwa pejabat-pejabat

turunan Bali memiliki tanah yang luas dan kontrol politik yang luas pula.

Dalam artian, apapun bisa dilakukan atas nama otoritas pemerintah pusat.

Pada masa ini dikenal apa yang disebut sebagai tanah druwe dalem,

dan tanah Druwe faba, artinya tanah-tanah milik raja, dan milik luar kerajaan.

Terhadap tanah-tanah milik pihak luar, raja memungut pajak (pajeg) baik dari

tanah sawah, maupun tanah kering. Dalam hubungan ini, raja dan para

pembesar sampai dengan petugas di tingkat desa mendapatkan keuntungan-

42 I Gde Parimarlha, Perdangan dan Politik, h. 63. (Lihat juga, I Gde Parimartha, Politik, Pcrdagangan dan Konjlik di Lombok, 1831-1891, Thesis Pascasarjana Ul, Jakarta, h.67-68). 35

keuntungan karena kedudukan mereka dalam struktur kekuasaan. Mereka akan mendapatkan imbalan dari raja sesuai dengan tingkat kedudukan mereka pada struktur kekuasaan, mulai dari tanah, atau sejumlah padi, dan sebagainya seperti telah disinggung sebelumnya.

Selain itu, untuk mempertahankan kekuasaan dan membuat kekuatan di tingkat desa, maka pembinaan pasukan bersenjata terus dilakukan, ada seksi sebagai pemegang senapan (juru bedil), pemegang tombak (juru tombak), juga para kepala desa mendapat imbalan (semacam tanah jabatan) yang disebut Pecntu.43

Ternyata dengan cara ini, kekuasaan raja telah mampu menembus sampai ketingkat desa, dan meningkatkan hubungan dengan kekuatan­ kekuatan di desa yang menunjang kekuasaan raja sampai bertahan Jama.

Meskipun demikian, masih ada kekuatan-kekuatan yang nampak merdeka seperti Praya, Batukliang, dan sebagainya sebagai wilayah kekuasaan Arya

Banjar Getas. Namun untuk sementara mereka tidak dapat berbuat banyak menghadapi kekuatan I

Setelah Mataram terlegitimasi sebagai pemegang kekuasaan utama di

Lombok, semakin banyak hal juga berubah mengikuti pola kebijakan politik

43 I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik, h. 64. 36

yang berlaku pada masa itu. Wilayah-wilayah yang sebelumnya berada di bawah kendali Singasari, diambil alih oleh Mataram. Berbeda dengan

Singasari, pada rnasa-rnasa awal kekuasaan Matararn rnenerapkan pendekatan politik sentralistik.

Pada tahun 1839, Pagutan yang sebelumnya merupakan wilayah

Singasari dan peleburan dari wilayah Kediri, Sekonga, termasuk Pagutan sendiri, ditaklukkan oleh Mataram yang saat itu di bawah pimpinan I Gusti

Ktut Karangasem N dengan gelar Anak Agung Ketut Karangasem sebagai raja pertama setelah runtuhnya Singasari. Selanjutnya Kuripan, yang sebelurnnya merupakan wilayah semi otonorn, ditaklukkan kernbali pada tahun 1840. Dan pada tahun 1841, giliran Praya sebagai sasaran. Dalarn penyerangan terhadap Praya ini, lagi-lagi orang-orang Sasak dijadikan sebagai tameng (barisan terdepan), dan terlebih menghentak orang Sasak adalah bahwa Raden Gde Wirachandra (pemimpin pasukan Praya) dibunuh oleh sikep dari Sakra, Kopang, dan Rarang.44

Maka, sejak takluknya Praya itu seluruh wilayah Lombok berada di bawah kendali kekuasaan Mataram . Sebab, setelah itu tidak ada yang dapat dikatakan sebagai wilayah pemerintahan administratif-sistematis. Seperti yang terlihat sebelumnya ketika Praya masih eksis secara politk. Tetapi

44 Djelengan, Mentertawai Diri Sendiri, h. 9. 37

memang, tidak dapat dibandingkan dengan pengertian wilayah kekuasaan atau sistem politik yang berkembang sekarang dengan didasarkan pada teori-teori politik modern.

Kekuasaan Mataram ini semakin diperkuat posisinya dengan adanya perjanjian antara Mataram dan Belanda yang te1jadi pada tanggal 7 Juni 1843, antara Iain:45

1. Mataram mengakui kedaulatan Belanda atas Lombok. Menurut sumber

lain, bahwa raja Mataram Lombok mengakui kedaulatan Belanda atas

Hindia Belanda; karena itu, raja tidak akan menyerahkan atau mengakui

kedaulatan bangsa kulit putih lain, selain Belanda.46

2. Mataram tidak lagi melakukan hak adat Tawan Karang47 bila ada perahu

atau kapal dapat kecelakaan diperairan dilaut.

3. Mataram akan melindungi kepentingan perdagangan Belanda

4. Mataram akan membuat laporan secara berkala

5. Tidak akan melakukan k,mtak atau melakukan perjanjian dengan bangsa

kulit putih Iainnya, dan

•s Djelenga, Mentertawni Diri Sendiri, h. 11. 46 Anak Agung Ktut Agung, Kupu-Kupu Kuning, h, 196. 47 Kata tawan, sinonim dengan kata taban (Bali), yang berarli tahan, atau ditahan karena telah melakukan salah satu pelanggaran. Kata karang berarti daerah, wilayah atau territorial. Maka Tawan Karang berarti tertawan, atau ditahan karena melakukan suatu pelanggaran atas sualu wilayah territorial baik di laut atati di darat. Dalan1 hubungan ini, hokum tawan karm1g menunjuk pada wujudnya sebagai hukum adat yang berlaku alas dasar perjanjian (pasobaya) anlara raja-raja di Bali dan Lombok. (Lihal. I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik, h. 234). 38

6. Sebagai imbalan, Matararn diberi hak otonomi penuh oleh Belanda dalam

melaksanakan pemerintahan di Lombok atau lidak akan turut campur

urusan pemerintahan.

Surat perjanjian atau kesepakatan ini merupakan ha! yang sangat penting dan menentukan bagi Mataram, karenanya orang-orang yang langsung turun tangan adalah orang-orang penting kerajaan. Dari pihak

Mataram, perjanjian ini ditandatangani oleh Ratu I Gusti Anglurah Ktut

I

Peguyangan dan Gusti Nyoman Tangkeban. Sedang pihak Belanda ditandatangani oleh H.I. Huskus Koopman, I

Belanda, memang sejak sekitar tahun 1619, V.O.C (Vereenigde Oost

Indische Compagnie) menciptakan pasar baru yang besar untuk perbudakan.

Perdagangan manusia, yang berasal dari tahanan politk, mempermudah disintegrasi politik Bali dengan menyediakan sumber daya ekonomi untuk

perang dan mengkonsumsi tawanan perangnya.49 Pada masa-masa inilah kontak dagang antara Bali dan Belanda semakin teijalin kuat. Namun, tetap sebagai pondasi ekonomi semua kerajaan Bali masih bertumpu terutama

pada sistem cocok tanam di sawah, bertani.

"Anak Agung Ktut Agung, Kupu-Kupu Kuning, h. 196. 49 M. C. Rickleffs, Sejara/1 Indonesia Modern 1200-2004, PT. Serambi llmu Semesta, Jakarta, 2005, h. 150. 39

Hubungan ekonomi ini kemudian berlanjut hingga sekitar tahun 1620, dan untuk pertama kalinya Belanda membuka kantor dagang di Bali. Akan tetapi hanya berumur satu tahun. Kemudahan mendirikan kantor ini mungkin saja didukung oleh persentuhan awal antara Belanda dan Bali sejak

1597, di bawah pimpinan Cornelis Houhnan, yang cukup memberikan kesan baik untuk Bali atas Belanda.so

Pada tahun 1826, kembali utusan Belanda dikirim ke Bali untuk

mendekati raja-raja dengan maksud melakukan kontrak perdagangan,

khususnya untuk mendapatkan tenaga budak.51 Di Lombok, pada masa

kekuasaan Bali terdapat juga apa yang disebut budak (atau oleh orang

Lombok disebut prllljak), kelompok yang dapat diperjual belikan, dan ini

yang lebih merupakan budak, sebab ia tidak mempunyai kebebasan di depan

tuannya. Dan mereka-mereka itulah yang dijadikan sebagai komoditi

dagang.

Pada periode sekitar 1840-an, ada dua faktor meyakinkan pihak

Belanda bahwa Bali harus ditempatkan di bawah pengaruhnya, dan dengan

demikian wilayah-wilayah yang berada di bawah kendali raja-raja Bali pun

secara otomatis menjadi kekuasaannya: Pe:rtama, perampokan dan

perampasan yang dilakukan oleh orang-orang Bali terhadap kapal-kapal

so Djek~nga, Me11tertazvai Diri Sendiri, h. 11. " I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik, h. 161. 40

yang terdampar, dan kedua adalah adanya kemungkinan kekuatan Eropa lainnya akan ikut campur tangan terhadap Bali.

Ambisi Belanda untuk mengkondisikan kekuasaannya di Bali tidak hanya sebatas kata. Untuk mempercepat hasrat itu, seorang duta Belanda mernbujuk raja-raja Badung, Klungkung, Buleleng, dan tak ketinggalan

Karangasern (yang rnerupakan penguasa tunggal di Lornbok) untuk menandatangani perjanjian-perjanjian yang rnengakui kedaulatan pemerintahan kolonial Belanda, yakni pada tahun 1841.52

3. Kondisi Sosial

Orang Sasak, dikenal sebagai penduduk asli Lombok dan rnenganut agarna Islam. Narnun rnasih ada kelornpok kecil penduduk Sasak yang disebut sebagai orang Bodha, rnereka ini tinggal lebih terisolasi di desa-desa

bagian utara dan sebagian di selatan. Penduduk Lornbok bercarnpur dengan

orang-orang yang datang dari luar pulau, atau terutarna berhubungan

dengan orang Bali sekurang-kurangnya sejak abad ke-17.

Dari Iaporan tahun 1838, disebutkan bahwa di Lornbok terdapat

sekitar 400.000 orang Sasak, dan 20.000 orang Bali. Sementara itu laporan

tahun 1846 rnenyebutkan, penduduk Lornbok berjurnlah sekitar: 380.000

s2 Ricklefs, Sejar11/i Jndo111:sin, h. 289. 41

orang Sasak, 20.000 orang Bali, 5.000 orang Bugis, 10-12 orang Cina, dan 4 orm1g Eropas3.

Berdasarkan pada laporan di atas, rnaka pada tahun 1840-an ini penduduk Lornbok rnengalarni pengurangan. Tercatat antara tahun 1838-

1839 terjadi banyak peperangan antar kerajaan di Lornbok, kernungkinan besar peristiwa inilah yang rnenyebabkan berkurangnya populasi penduduk

Lombok. Populasi itu rnengalami peningkatan kernbali setelah situasi yang labil itu dapat terdamaikan dan dapat dipertahankan hingga tahun 1880-an, karena sesudah tahun ini peperangan demi peperangan kembali berkecamuk antara orang Sasak dan Bali sampai tahun 1891-1894.

Laporan dari tahun 1884 menyebutkan, penduduk Lornbok bertambah menjadi 600.000 orang Sasak, 50.000 orang Bali, dan 6.000 lain-lain. Yang termasuk lain-lain adalah: Bugis, Melayu, Arab, Mandar, Cina tinggal terutama di sekitar pantai. Terdapat juga orang Jawa, Sumatera, Timar di pusat kota yang umurnnya berfungsi sebagai pegawai pemerintah.54

Dari segi kebudayaan, terdapat juga tanda-tanda pengaruh dari

Majapahit abad ke-14, seperti juga Bali. Adanya hubungan dengan Makasar sekitar abad ke-17, narnpak rnernbawa pengaruh agarna Islam yang kuat di dalarnnya, setelah sebelurnnya dibawa oleh penyebar Islam dari Jawa.

53 I Gde Parin1artha, Perdnganga11 da11 Politik, h. 37. 51 I Gde Parimartha, Perdagangan dan Po/itik, h. 37. 42

Kontak dengan Makasar juga membawa serta hubungan Lombok dan

Sumbawa menjadi dekat melalui ikatan-ikatan politik dan perkawinan.

Dengan pengaruh tradisi yang kuat serta pola penyikapan terhadap masuknya pengaruh-pengaruh dari luar, penduduk Sasak memahami agama

Islam terpecah ke dalam dua kelompok yang dikenal sebagai Islam Wetu

Telu dan Islan1 Waktu Lima.55 Mereka, kelompok Wetu Telu, seperti juga

Waktu Lima percaya terhadap kenabian Nabi Muhammad saw sebagai nabi ummat Islam, tetapi mereka tetap melakukan pemujaan terhadap dewa-dewa dan patung-patung suci sejak nenek moyangnya serta terhadap roh-roh nenek moyang yang telah meninggal di tempat pemujaan mereka yang disebut Langgar. Namun, tidak bisa dipastikan secara kuantitatif perbedaan jumlah masing kelompok Islam tersebut, hanya secara prosentase Waktu

Lima adalah mayoritas.

Mengenai struktur sosial masyarakat di daerah ini, R. Krulfeld (1972) antara lain menyebutkan, penduduk orang Sasak dalam ha! kekerabatannya meskipun dapat dilihat sebagai menganut sistem bilateral, tetapi cenderung lebih menekankan pada sifatnya yang patrilinial. Persoalan hak dan kewajiban terutama dibatasi oleh konsep-konsep kekerabatan yang dikenal sebagai 1uim11g lmdnng, yang terdiri dari unsur-unsur: ayah, kakek, saudara

55 Erni Budiwanti, /slnn1 Snsnk Wet11 Tc/11 Versus Wnktu Lima, LkiS, Yogyakarta, 2000; dan I Gde Paritnartha, Perdagangan d1111 Politik, h. 38. 43

laki-laki ayah, anak laki-laki saudara ayah, dan anak-anak mereka. Warga yang termasuk ke dalam wirang kadang dilihat sebagai orang-orang yang

bertangggung jawab atas berbagai ha! yang bersifat memberi dukungan,

bantuan kepada keluarga, juga soal-soal penting seperti tenaga yang

diperlukan untuk upacara pengantin.

Begitu pula dengan masalah harta warisan, akan lebih ditekankan

pada anggota dari wirang kadang. Harta warisan yang utama di sini adalah

pustakn (hnrte pusake), yaitu pewarisan yang dipanclang memiliki nilai luhur

seperti tanah, rumah, dan benda-benda yang dianggap keramat (seperti:

pakaian, keris, permata, dan sebagainya).

Dari sistem politik di atas, struktur sosial masyarakat nampaknya

berkembang dengan membentuk lapisan-lapisan yang kemudian disebut

sebagai golongan atas (bangsawan), penduduk biasa, atau budak (pnnjak).

Untuk mereka yang merupakan keturunan raja (bangsawan) disebut

perwrmgse, dan kawule untuk mereka yang berasal dari turunan penduduk

biasa. Di tempat-tempat tertentu, hingga sekarang budaya tersebut masih

berlaku. BAB III

PEMBERONTAKAN RAKYAT SASAK TERHADAP

KERAJAAN BALI TAHUN 1891-1894

A. Latar Belakang Melelusnya Pemberontakan

Setelah jatuhnya kerajaan Selaparang dan Pejanggik sejak tahun 169256 hingga 1740, maka daerah-daerah di Lombok itu terkecuali wilayah yang dikuasai Arya Banjar Getas di bagian timur praktis menjadi vassal dari kerajaan Karangasem di Bali. Saat itu, belum lagi tersusun suatu pemerintahan tertentu melainkan segala sesuatunya mengikuti tata-krama dan perintah-perintah dari Karangasem-Bali, hingga kira-kira menjelang pecahnya perang saudara (Singasari-Mataram) tahun 1838.

Kekalahan Singasari. dalam perang saudara dengan Mataram pada tahun 1838, membawa pengaruh langsung terhadap retaknya hubungan antara Mataram dan kerajaan-kerajaan di Bali. Raja Buleleng yang waktu itu I

Gusti Made Karang Asem (Dewata di Bale Punduk), maupun raja

Karangasem I Gusti Gde Karangasem (Dewata di Sesana), masing-masing menginginkan agar kerajaan Singasari di Lombok dapat dibangkitkan

kembali dengan mengangkat raja baru dari Sub Dinasti Anglurah Made

56 Anak Agung Ketut Agung, Kupu Kupu Kuning Yang Terbang di Selat Lombok: Lintasan Sejarah Kerajaan Karangasem (1661-1950), Upada Sastra, Denpasar, 1992, h. 92. I 45 / WN '\ ,. !.,._____ I --.....~.._...__ I ·------~----..... _,J Karangasem. Dalam ha! ini Klungkung, yang dianggap oleh kedua kerajaan tersebut sebagai pelindung, juga menghawatirkan kalau kerajaan Mataram menjadi besar sendiri di Lombok, sebab dirasakan justeru Mataram lebih sebagai tandingan.s7

Peta politik ditubuh Bali akhirnya menjadi berubah, ada semacam perpecahan menjadi front Klungkung-Karangasem-Buleleng di satu pihak, menghadapi Mataram Lombok di lain pihak. Dalam hubungan ini, disebut

bahwa Klungkung hendak mengadakan perjanjian dengan Belanda pada

tahun 1841, pernah mengusulkan kepada Huskus Koopman agar Belanda

membantu Klungkung menyerang Mataram di Lombok. Secara tersembunyi

wakil Belanda ini memang telah dapat membaca perimbangan kekuatan

antara Klungkung-Karangasem-Buleleng disatu sisi dan Mataram yang sedang bangkit. Tetapi demi melancarkan misi mengikat janji dengan

Klungkung maupun Karangasem dan Buleleng tahun 1841 itu, ia (Belanda)

hanya dapat memahami keinginan Klungkung untuk mencantumkan raja

Klungkung sebagai Sri Paduka Ratu Dewa Agung Putera sesuhunan di atas

pulau Bali dan Lombok, meski diapun mengetahui bahwa kekuasaan

57 A. A. Ketut Ap;un1;, Kupu-Kupu Kuning, h. 171. 46

tertinggi Dewa Agung Klungkung atas Lombok sudah lama hanya fisik saja.58

Akan tetapi, bagaimanapun juga Belanda tetap khawatir atas perkembangan kerajaan Mataram di Lombok, sebab dengan meyakinkan kerajaan ini muncul penuh kharisma sebagai negara merdeka dan berdaulat.

Sebelum Belanda, sejak perang saudara 1838 itu, sudah terdapat pula orang-orang asing Iain berperan pada bidang ekonomi seperti Mads Lange seorang Denmark, dan George P. King yang merupakan penghubung antara

Mataram dengan kekuasaan Inggris di Singapura. Melalui George P. King ini, Mataram kemudian dapat membeli 2 (dua) kapal yang diberi nama Sri

Metrmun dan Sri Cakra dari Inggris, dengan instrukturnya seorang Inggris pula.59 Dengan demikian, semakin nampak bukti bahwa Mataram mendapat cukup dukungan dari Iuar raja-raja Bali dan Belanda, Mataram pun memanfaatkan situasi tersebut untuk semakin meluaskan wilayah kekuasaannya di Lombok.

Adanya indikasi hubungan ekonorni antara Kerajaan Mataram dan kekuasaan Inggris di Singapura (pembelian kapal Sri Cakra, Sri Mataram dan senjata), juga merupakan alasan tepat Belanda untuk berperang dengan

58 A.A Ketut Agung, Kupu-Kupu K11ning, h. 171. 59 A. A. Ketut Agung, Kup11-K11p11 Kuning, h. 172; dan Monoivafi Daerah NTB, h. 26. 47

Kerajaan Mataram-Lombok, nantinya. Selain semakin memberikan peluang besar terhadap pemerintah Belanda untuk menguasai Lombok.

Pada pihak Iain, karena raja sudah sepuh maka kontrol pemerintahan lebih banyak diserahkan kepada putranya, Anak Agung Made Karangasern.

Beliau dikatakan lebih dapat rnewarisi sifat ayahnya (AA Gde Ngurah

Karangasern) baik kecerdasan, keberanian, rnaupun kekerasan sifat ayahnya akan tetapi tidak rnewarisi sifat ayahnya yang bijaksana. A.A. Made dinyatakan lebih keras dan kejam, ambisius bahkan dinilai cenderung tamak serta sewenang-wenang. Dalarn rnenjalankan kebijakan-kebijakan pemerintahan, secara sosial-politis, sangat Bali sentris. Hal ini sernakin rnernperburuk keadaan, karena merajalelanya kesewenang-wenangan oleh para punggawa di lapangan. Ketidakpuasan rakyat atas sikap Mataram ini rneletus menjadi sebuah pemeberontakan. Pun dengan Belanda, rnelihat tekanan-tekanan yang dilakukan oleh A.A Made Karangasem ini sudah berlebihan.60

Mataram dan Pagutau: Peraug Saudara Demi Kekuasaau (1840-1842)

Tahun 1840, terjadi persengketaan antara Pagutan dan Matararn yang disebabkan masalah harga diri dan kharisrna politik I Gusti Anglurah Ketut

60 Djelanga, Keris di Lombok, h. 113. 48

Karangasem (Mataram). Ia meminang puteri Pagutan yang bernama I Gusti

Ayu Bulan, sebagai utusan dikirimlah Gusti Gde Wanasari ke Pagutan bersama dengan Dewa Bona dan Nyoman Padang. Pinangan ini sudah disetujui oleh Pagutan, tetapi kemudian persetujuan itu dibatalkan.

Pasalnya, Dene Laki Batu61 dari Kuripan menghasut pihak Pagutan unluk tidak menerima pinangan karena lidak pantas bagi Pagutan keturunan

Dewa Agung Klungkung diambil oleh Mataram dan dengan menjanjikan akan membantu Pagutan untuk menghadapi Mataram. Merasa harga dirinya dilecehkan, raja Mataram melakukan penyerangan terhadap Pagutan.

Peperangan ini terjadi di Taker sebelah timur Pagutan, dan bantuan yang dijanjikan dari Kuripan untuk Pagutan tidak kunjung tiba. Dalam pertempuran ini raja Pagutan I Gusti Ketut Karang dan I Gusti Nengah

Intaran beserta palihnya, Ktut Patra tewas. Dengan ini, I Gusti Ayu Bulan

(adiknya raja Pagutan) di boyong ke Mataram.62

61 Sejak perjanjian Bongaya (Bl~landa dan Kerajaan Gowa), V.O.C semakin berkuasa kecuali Bali sulit untuk dimasuki. Untuk mengacau Bali, V.O.C mengirim Karaeng Walan1pone ke Klungkung dan ke111udian n1f~nikah denga11 Ran1but Dewi, salal1 seorang puteri istana. Melihat pengaruh Karaeng Watampone yang semaki.n kuat, membuat raja-raja Bali iri dan menimbulkan huru hara. Karaeng Watampone dan keluarganya serta Dewa Agung Klungkung melarikan diri ke Lombok dan berlindung kepada Pejanggik, oleh raja Pejanggik D. A. Klungkung ditunjuk untuk mendirikan desa yang kemudian diberi nama Kuripan (). D. A. Klungkung mempunyai dua orang anak laki, yakni Dene' Laki Batu dan Dene' Laki Galiran, keduanya memeluk agama Islam tetapi D. A. Klungkung sendiri sampai akhir hidupnya letap bm«1gama Hindu. (Lihat, Monografi Daerah NTB, h. 23). 62 Monografi Daerah NTB, h. 24 dan A. A. Ketut Agung, Kupu-Kupu Kuning, h. 173 49

Politik adu domba terus berlanjut untuk memecah persatuan antar raja-raja turunan Bali, dan ha! ini cukup mengganggu stabilitas politik di

Lombok. Atas dasar itu, Mataram menganggap para pemimpin Sasak telah mengingkari kebijakan politik Mataram yang berpangkal pada perjanjian dahulu antara Karangasem dan Arya Banjar Getas yang kini tersebar di desa­ desa Praya, Pujut, Kopang, Mantang, Kuripan, Sakra, Rarang dan sebagainya.

Dengan sikapnya yang demikian, Dene' Laki Batu dan saudaranya

Dene' Laid Galiran telah dianggap sebagai pihak pemberontak. Maka raja kemudian memanggil Dene' Laki Batu dan Dene' Laki Galiran, dengan pengakuan mereka atas tuduhan itu, kedua kakak beradik ini dieksekusi dengan serta merta. Sejak itu pula Kuripan dan Pagutan langsung berada di bawah kekuasaan pusat Mataram.

Perang Praya I: Pencaplokan Seluruh Wilayah Lombok Oleh Raja Mataram

Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan pemimpin dan rakyat

Praya semakin gusar dengan Mataram, diantaranya karena wilayah-wilayah yang berada di bawah pengaruh Banjar Getas digerogoti pula oleh Mataram

dengan mendirikan desa-desa otonom seperti Batukliang, Kopang, Rarang,

Suradadi, Sakra, Selaparang (Pringgabaya), Korleko, Mamben, Kalijaga dan 50

ada juga yang didudukinya secara langsung63• Artinya, wilayah-wilayah otonom ini didirikan dimaksudkan sebagai bertih-benih kekuasaan yang lebih besar, karena dengan adanya wilayah-wilayah otonom seperti ini secara langsung maupun tidak persatuan antara penduduk dan pemimpin sebuah

Negara atau wilayah akan bisa terpecah. Dan dengan demikian, akan semakin mudah untuk mengambil alih wilayah tersebut dari yang menaunginya.

Maka tidak lama setelah masalah Kuripan dan Pagutan; dalam babad

Sakra dinyatakan, bahwa terjadi kembali persengketaan persahabatan antara sesama Sasak yaitu Batukliang dan Kopang terhadap Praya. Raden

Wiracandra yang ketika itu sebagai pemimpin Praya direbut oleh Batukliang dan Kopang, sebab Praya melakukan penyerangan tiba-tiba terhadap kedua wilayah tersebut, karena mereka dianggap sebagai biang keladi dengan diam-diam melakukan kerjasama bersama Mataram. Batukliang dan Kopang ternyata mendapat bantuan dari Batujai, Suradadi, Penujak, Puyung, Rarang,

Jonggat dan Salera. Konflik ini berkelanjutan hingga sekitar satu tahun dan mengakibatkan rakyat Praya banyak mati kelaparan. Akhirnya Raden

63 Monografi Daerah NTB, h. 24. 51

Wiracandra berhadapan dengan pasukan Rarang dan Sakra, dan tewas ditangan Raden Winawang bersama dengan Raden Surangsa dari Sakra.64

Nampak pada peristiwa ini, mungkin sebagai indikasi atas tuduhan

Praya terhadap Batukliang dan Kopang, telah melakukan kesepakatan- kesepakatan politik dengan pihak Mataram untuk mengambil alih kekuasaan

Praya. Dengan dalih agar rakyat yang tidak bersalah rnenjadi korban, rnaka

Mataram mengirim pasukannya dibawah pirnpinan Ratu Gde Wanasara didarnpingi oleh Ida Made Rai dan Gusti Made Kaler dan raja Matararn

(Anak Agung Gde Ngurah Karangasern) memerintahkan agar pasukan Praya ditahan di antara perbatasan Praya-Batukliang, untuk rnelindungi rnereka.

Dan terbukti setelah pertempuran usai dengan kernenangan dipihak pasukan koalisi, Jro Wirasari (Kopang) dan Raden Sumintang (Batukliang) rnendapat hadiah dari raja karena dianggap telah turut menyelamatkan kerajaan dari serangan Praya.65

Kekalahan Praya mengakibatkan wilayah ini dengan seluruh kekuasaannya ditempatkan langsung di bawah pemerintahan kerajaan

Mataram dan menempatkan Marni' Sapian (Lalu Sapian), masih ketu1unan dari Banjar Getas, sebagai pernirnpin Praya.

64 A. A. Kelut A!',Ul1!',, Kupu-Kupu Kuning, h. 174-175. " Monografi Daerah NTB, h. 24-5. 52

Perang Praya II: Puncak Kekuasaan Matarani-Bali Atas Lombok dan

Kepentiugan Belanda Untuk Meududuki Lombok

Pada peristiwa ini, belajar dari pengalaman sebelumnya, orang-orang

Sasak bisa bersatu. Sebab, melalui sumber-sumber lisan diketahui bahwa, dalam sejarahnya orang-orang Sasak tidak pernah bisa bersatu, tidak ada yang mau untuk tidak menjadi nomor satu, melakukan intrik politik terhadap sesama tokoh Sasak untuk mendapat kekuasaan dan simpati massa rakyat. Hingga sekarang, do.lam kancah politik (!tau bahkan dalam hal-hal lain misalnya, kebiasaan tersebut tak pernah hilang. Ada juga indikasi dari sebagian sumber, bahwa perseteruan antar mereka terjadi tidak lain karena

politik ad11-do111ba yang dilakukan raja Mataram.

Kekalahan Praya, pada peperangan sebelumnya, semakin menambah

martabat Kopang dan Batukliang, yang dibantu pihak Mataram, dihadapan

rakyatnya. Hal ini tentu saja tidak menyenangkan perasaan pemerintah

Mataram. Sebab, cita-citanya bagaimana agar seluruh Lombok dapat

diletakkan dibawah kekuasaannya lambat laun akan semakin memudar.

Karena itu, tidak lain yang harus dilakukan adalah memecah persatuan

diantara tokoh-tokoh atau penguasa yang ada.

Akan tetapi, pada peristiwa 1891 itu, terukir sejarah bahwa orang

Sasak bersatu melakukan pengambilan kembali hak rnereka yang telah 53

diambil oleh raja-raja turunan Bali di Lombok. Tidak lagi ada pembedaan orang Sakra, Batukliang, Kopang, Puyung, Praya, dan sebagainya semuanya bersatu dalam prinsip ingin lepas dari ketertindasan oleh rezim penguasa dan mengambil kembali hak-hak mereka yang telah dirampas.

Melihat semakin kuatnya pengaruh serta persatuan orang-orang

Sasak, satu persatu kemudian diruntuhkan. Jro Wirasari, pemimpin Kopang yang sebelumnya dianggap paling berjasa dalam menghancurkan Praya, dituduh melakukan gerakan makkar ingin memberontak terhadap Mataram.

Begitu juga Reden Sumintang, pemimpin Batukliang dituduhkan dengan tuduhan sama, ingin berontak. Setelah kedua pemimpin ilu tiada, wilayahnya pun langsung berada dibawah pemerintahan pusat Mataram.

Setahun setelahnya, giliran Raden Amir (Mamben), Raden Kordiyu

(Korleko), serta Raden Meraja (Kalijaga) dijatuhkan dengan tuduhan yang tidak berbeda.66

Kehendak Mataram untuk mencaplok desa demi desa semakin menjadi-jadi, sehingga karer:a obsesi itu tidak dihiraukan lagi mana kawan dan lawan. Pemimpin-pemimpin yang menjadi tertuduh memberontak sebelumnya adalah sekutu, tetapi benarlah bahwa dalam politik tidak ada kawan atau lawan sejati yang ada hanyalah kepentingan abadi.

66 Monografi Daerah NTB, h. 26. 54

Melihat semakin menjadinya kekerasan oleh raja, maka Guru Bangkol

(Lalu Isma'il) dengan didampingi oleh Mami' Sapian, H. Yasin dan Mami'

Serinata merencanakan pemberontakan. Utusan untuk menyebarkan keinginan tersebut, dikirim ke Darmaji, Puyung, Penujak, Batujai dan

Jonggat. Dengan waktu penyerangan ditetapkan pada tahun 1891, dalam

Babad Praya dikatakan bertepatan dengan tanggal 1 Muharram 1810 H:67

"Tuting peng11g11m d11S11u, bu/an Muh11rm111 t11nggal sai' (s11'), jelo fum'at manis kocap, wuku w11rig11 Ian malik, rah telu teg11k sai', hisak11 sia bangsit sepulu, telu 11111/ik tauggurw, sedek sino Guru Sema'il, besuru' mete kadang beroyti'

"Sampai kepada pemuka dusun, bulan Muharram tanggal satu, pada hari juma't manis, juga wuku wariganya, rah tiga tegak satu, hisaka seribu delapan ratus sepuluh, tiga lagi tambahannya, waktu itu Guru Sema'il, memerintahkan untuk mencari kadang warga"

Semua perangkat dipersiapkan, Datu Pengeran di Cakranegara dan

Tuan Serip (Syarif) dan Sayyid Abdullah di Ampenan telah sepakat melakukan peyerangan serentak. Tuan Serip dan Sayyid Abdullah akan menyerbu Mataram, Datu Pangeran dari dalam kota Cakranegara, dan Praya akan menyerang Cakranegara dari Selatan. Tetapi pada hari yang telah

67 Babad Praya, Tembang Sinom (24), h. 7; dan Monografi Daerah NTB, h. 27. 55

ditetapkan, Puyung berkhianat dengan mengirirn utusan ke Cakranegara untuk memberitahukan kepada raja Mataram perihal pemberontakan yang akan dilakukan rakyat Sasak. Mendengar berita tersebut, Matararn segera memberangkatkan pasukan ke Praya dibawah pimpinan Anak Agung Made

Jelantik dan mendirikan markas pasukan di wilayah Puyung.68

Dalam kondisi perang seperti itu, perekonomian rakyat mengalami krisis. Sebagian penduduk memilih untuk bersembunyi sejauh-sejauhnya, sebagian lagi ikut membantu pasukan perang. Tidak ada Iagi pelaku ekonomi, sebagai yang bisa menunjang jalannya roda perekonomian.

Sebagian rakyat yang memiliki militansi serta pada nasib negerinya sendiri, tetap memilih perang terhadap raja Mataram. Tetapi mereka yang tidak tahan dengan kesulitan kondisi saat itu, atau rnungkin karena sifat pengecut, memilih untuk berperang melawan saudara sebangsanya. Kenyataan ini pun membuat orang Sasak merasa kesulitan. Satu sisi, rakyat memang harus merebut kembali hak mereka yang telah diambil. Akan tetapi pada pihak lain, rnereka berhadapan langsung dan saling membunuh dengan sesarna orang Sasak yang dijadikan barisan terdepan pasukan raja Mataram.

Dilematis memang.

68 Monografi Daerah NTB, h. 27. 56

Untuk dapat mengenali orang Sasak atau Bali, pemimpin Sasak menggunakan simbol-simbol agama (Islam), dengan dikotomi Islam adalah berarti orang Sasak dan jika tidak, berarti kafir atau pasukan Mataram.69

Terlepas, seberapa kuat Islam tertanam dijiwa manusianya. Maka karena ini, tidak sedikit juga yang menganalisis pemberontakan ini dari sudut pandang agama, mereka menyimpulkan bahwa ummat Islam semakin terasa terganggu dalam menjalankan agamanya oleh raja Mataram (Hindu-Bali) yang berkuasa di Lombok. Aneksasi yang dilakukan oleh Bali terhadap

Lombok tidak murni politik atau ekonomi, tetapi lebih dari itu karena keresahan mereka terhadap perkembangan Islam yang semakin cepat di

Lombok.

Martin Van Bruinessen, misalnya, secara lebih spesifik mengatakan bahwa pemebrontakan ini digerakkan serta sangat dipengaruhi ajaran-ajaran yang didoktrinkan oleh para pemimpin Tariqat kepada pengikut­ pengikutnya. Menurutnya, pemimpin utama pemberontakan itu adalah seorang tokoh masyarakat Sasak yang saleh dan terkenal dengan sebutan

Guru Bangkol (Marni' Isma'il) dari Praya Lombok Tengah, sumber-sumber lain menyebutnya sebagai murid H. Mohammad Ali (oleh orang-orang

Lombok dikenal dengan, H. Ali Batu) seorang guru tariqat Naqsyabandiyah

69 Bahad Praya, Dunna (155), h. 27. 57

terkemuka dari Sakra Lombok Timur. Bahkan, menurut Syekh Abdat

(seorang pedagang Arab) sebagai mata-mata Belanda, menuduh bahwa Haji

Ali yang sebenarnya mencetuskan pemberontakan tetapi Haji Ali tewas dalam sebuah pemberontakan melawan Bali pada awal pemberontakan itu dan kabarnya semua pemimpin pemberontakan l:ersebut adalah anggota

Naqsyabandiyah.70

Adapun Mami' Isma'il atau lebih dikenal dengan Guru Bangkol, tetap bertahan di Praya hingga setelah kedatangan pasukan Belanda secara besar- besaran pada tahun 1894, dan dialah yang dipercaya sebagai pengganti Haji

Ali oleh para pengikutnya. Konb·o!ir Belanda Engelenberg, sebelumnya pernah bertugas di Banten ketika terjadi pemeberontakan besar pada tahun

1888 dan karena pengalamannya inilah ia dianggap sangat peka terhadap potensi politik dari thariqat. Dalam laporan panjangnya, mengenai situasi ketika itu, berpendapat bahwa Guru Bangkol berusaha mendirikan sebuah

Negara Islam di Lombok dan bermaksud tetap merdeka baik dari cengkeraman kekuasaan kolonial Belanda maupun dari orang Bali.71 Meski

70 Marlin van Bruinessen, Tnriqat Naqsyabandiyah di Indonesia, h. 215; dan Ricklefs, Sejamh Indonesia Modern, h. 291. 71 Laporan-laporan mingguan dari bulan-bulan terakhir 1894 oleh kontrolir Rijksarchief Engelenberg terlampir dalam KV 28-11-1896, V19, h. 26-8; dalam Martin van Bruinessen, Tariqat Naqsyabandiyah di Indonesia, h. 215-216. 58

sampai pada akhirnya, gerakan-gerakan perlawanan rakyat tidak nampak terarah kepada indikasi pendirian Negara Islam tersebut.

Keadaan politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya yang tidak stabil tersebut membuat orang-orang sasak tersadarkan bahwa mereka tidak cukup lcuat untuk menghadapi raja Mataram, sendirian. Karena sudah merasa terdesak, maka orang Sasak kemudian meminta bantuan dari Belanda.

Belanda, memang sejak lama sudah berhubungan dengan orang-orang Bali yang lemah lembut daripada orang-orang Sasak, yang menurutnya, lebih berperangai kasar dan fanatik, sebab mereka pun telah berpengalaman dengan keberanian orang-orang Bali dalam berperang. Dan tentu saja, orang

Bali juga kaya.

Keadaan tersebut cukup membuat Belanda lebih berpikir, antara memberikan bantuan kepada orang-orang Sasak atau raja Mataram-Bali.

Sebab, Raja Lombok juga memiliki banyak kelebihan. Rakyatnya banyak, bila perlu dalam beberapa hari saja Lombok dapat mengerahkan 60.000 tenaga kerja tanpa dibayar. Pemimpin Lombok juga kaya, ditaksir penghasilannya mencapai 65.000 ringgit dalam satu tahun. Pemasukan ini didapat dari pajak padi, sebagian lagi dari biaya impor dan ekspor barang-barang dari antara

Lom bok, Australia dan Singapura. Lombok juga, saat itu, dijadikan sebagai 59

tempat persinggahan kapal-kapal pedangang yang berlayar diantara kedua negara tersebut.72

Sesungguhnya raja-raja Lombok juga merupakan rekan setia Belanda, asumsi ini didasari oleh konb·ak yang dibuat tahun 1843 dan 1849, ketika raja terdahulu mengakui kekuasaan Belanda di Lombok. Akan tetapi pada tahun

1886, seorang pejabat pemerintah dalam negeri, kontrolir Liefrinck melaporkan bahwa akan lebih menguntungkan bila Lombok dapat diduduki.

Karena, disamping produk-produk agraris seperti kopi, Lombok juga menyimpan potensi pertambangan timah dan besi.73 Untuk itu, Belanda harus mencari alasan agar dapat berperang dengan raja Lombok yang berkuasa ketika itu, yaitu kerajaan Mataram-Bali. Tentu saja kemudian menguasainya secara penuh.

Faktor lain yang mungkin menjadi alasan, kenapa Belanda nantinya membantu orang-orang Sasak menghadapi Bali. Karena, sesuai dengan perjanjian antara Mataram dan Belanda yang dibuat pada tanggal 7 Juni 1843 itu, salah satu isinya menandaskan bahwa Mataram akan membuat laporan secara berkala dan tidak akan melakukan kontak dengan bangsa kulit putih

n Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara, h. 255. 73 Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajan Di Nusantara, h. 257. 60

yang lain.74 Tetapi Mataram kurang mengindahkan komitmen tersebut.

Kapa! Sri Cakra dan Mataram, adalah kapal yang mereka beli dari Singapura atas bantuan orang Inggris, ha! ini tentu saja mebuat Belanda merasa dihianati.

Versi lain menjelaskan, bahwa ketika pemberontak dapat menguasai beberapa wilayah kekuasaan Mataram di Timur, diantara para penvangsa

Sasak itu terjadi perebutan tanah rampasan. Perseteruan ini menyebabkan persatuan rakyat tidak terkoordinir dan tidak terarah. Diantara mereka yang turut dalam perebutan ini adalah Mami' Bangkol da11 Marni' Sapian di Praya,

Marni' Mustiaji di Kopang, Mami' Nursasih di Sakra, Marni' Gunawang di

Batukliang, Raden Wiranom di Pringgabaya, Raden Melayu Kusuma di

Masbagik, serta Raden Ratmawa dan Raden Sri Banon di Rarang. Para pemimpin ini tidak dapat menahan diri, bahkan tidak dapat menguasai rakyatnya masing-masing membawa sentimen wilayah mereka. Maka mereka bersepakat untuk menyerahkan Selaparang (kerajaan induk dari kerajaan-kerajaan kecil orang Sasak) itu kepada Belanda. Dalam surat mereka tertanggal 30 Oktober 1892, yang ditandatangani oleh Jro Gde, Raden

Ratmawa dan Marni' Bangkol. Mereka akan senang hati tunduk pada

Beland a, bila orang Bali sudah tidak ada disini. "Dan, ternyata kita tidak ada

74 Lihat. Djelenga, Mentertawai Diri Sendiri, h. 11 dan Anak Agung Ktut Agung, Kupu­ Kupu Kuning, h. 196. 61

yang mau kerjasama; setiap arang berkeinginan menjadi raja", demikian tulis pemimpin Sasak itu. 75

Terkait dengan persoalan di atas, beberapa bulan sebelumnya para pemimpin Sasak juga telah berkirim surat (tertanggal 19 Februari 1892). kepada pemerintah Belanda sebagai laporan dan sekaligus permintaan bantuan, atas perilaku Kerajaan Mataram terhadap rakyat Sasak. Demikian surat itu:

"... Bermula2 ini hambanya mengasih tahu tuan besar yang ini tanah Selaparang semuanya memang hambanya ini orang Islam yang punya negeri dari dahulu hamba punya datuk turun menurun yang ini orang Bali orang menumpang, tetapi dengan kekuatannya dia menjadi raja didalam ini gumi dan memegang perentah segala negeri menjadi hambanya itu saya ini ta terima kerajaan dia dan menjadi hambanya dan menurut sekelian perentahnya dia dengan sesungguhnya ta terima dengan segala hormatan dari dulu sampe sekarang apa yang dia perentah dengan hambanya ini menurut tetapi ini raja dia punya siksa sampe dia makan hamba punya tulang dan ham ban ya sekelian Islam kasihkan bean ya tanah dengan kebon2 bagimana dia punya perentah, hambanya mengasih padi dan kepeng dan beras dengan cukup tiada boleh kurang atawa tempo sekali2 hambanya ini menerima juga segala perentah clan mikut sebab menjadi rakyat dan menjadi hamba dia menjadi raja kuasa diatas ini gumi, dan hambanya ini mengasih sama dia percuma jikalau dia ada punya kerjaan membikin rumah atawa kantoran atawa kebon atawc:. jalan atawa apa2 dia punya kerjaan hamba ini mengiring saja, dan didalem ilu pekerjaan saya membawa saya punya makan dari rumah musti jauh saya punya rumah saya tinggal lapar sampe dateng saya punya makan dari rumah, ini saya mengasih sama raja, lain yang hamba mengayah sama punggawa2 begitu juga siksa bagaimana yang tersebut ... "76

75 A. A. Ketut Agung, Kupu-Kupu Kuning, h. 210. " Koleksi Arsip Nasional, dan Lelah disadur dengan ejaan baru. 62

Seperti pucuk dicinta ulam pun tiba, kesempatan yang itupun datang, ketika orang-orang Sasak meminta bantuan dari mereka karena sudah merasa terdesak oleh Bali. Dengan alasan, tidak ingin menimbulkan persoalan internasional Belanda melarang Ratu Agung Agung Gde Ngurah menyewa kapal berebendera Inggris, yang rencananya akan digunakan untuk mengangkut pasukan dari Bali ke daerah-daerah orang Sasak yang sedang memberontak. Bibit onar lain yang dilakukan Belanda adalah dengan menahan kapal asing dari Singapura yang sedang mengangkut senjata ke

Lombok dengan perahu-perahu layar. Kedua halangan ini telah cukup membuat raja Mataram murka dan mendatangkan pasukan-pasukan Bali sebanyak 2.100 orang.77

Pada waktu bersamaan, Belanda kemudian mulai mendirikan KPM

(Koninklijke Paketvaart Maatschappij), sebagai sarana penghubung berbagai tempat di Nusantara. Untuk kepentingan rnonopoli dibidang pelayaran ini,

Belanda menunjuk keagenannya yang pertarna di Lombok kepada Sayyid

Abdullah, seorang warga keturunan Arab yang sebelurnnya telah menjadi syahbandar di Arnpenan.78 Ternyata, turunan Arab ini juga berusaha rnencari

77 Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantam, h. 257. " Sayyid Abdullah, adalah juga salah seorang yang dianggap sebagai salah seorang Lokoh yang tnenggerakkan pen1beronlakan orang Sasak Lerhadap Bali. Dala1n babad praya, diapun disitir sebagai orang yang hanya n1enga1nbiJ keuntungan dari kondisi perang tersebut. (Babad Praya, tembang: Sinom (21), h. 6). 63

kekuatan dan keuntungan dari Belanda dan orang-orang Sasak yang sedang memberontak. Akhirnya, dia dibunuh oleh orang-orang BaJi.79

Pada bulan Februari 1892, terjadi perundingan antara residen

Dannenbargh dengan putera pangeran Anak Agung Made. Perundingan antara mereka ini guna membicarakan agar Belanda dapat menghentikan

blokade pantai Lombok oleh kapal-kapal perangnya. Tetapi karena Belanda mernang bersikeras atas ambisinya, untuk itu mereka tidak dapat memenuhi

permintaan Anak Agung Made dari pihak Mataram. Beberapa bulan

berikutnya, Mei 1892, Belanda kembali menyita kapal Sri Mataram yang telah mernbawa 600 pasukan Bali yang akan dikirim ke Lombok. Pasukan ini lalu

ditahan oleh kapal perang Belanda. Lagi-lagi, alasan Belanda adalah untuk

menghindari konflik internasional diperairan Nusantara. Dua bulan setelah

itu, berikutnya kapal Sri Cakra yang ditahan kedua kapal itupun dibawa ke

Surabaya.so

Sementara itu, karena berita ini sudah tidak lagi menjadi rahasia

publik, baik Hindia Belanda hingga ke Belanda sudah terdengar santer

desakan untuk menyerang dan menduduki kerajaan Lombok. Alasannya,

adalah orang-orang Sasak harus ditolong, karena mereka tengah

79 Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara, h. 256-257. 8° Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara, h. 258. 64

diperlakukan secara tidak adil oleh orang-orang Bali yang berkuasa. Tetapi tidak pernah dipresentasikan, oleh residen, secara jelas dan terbuka keuntungan dari penjualan candu serta terancamnya pelayaran KPM.

Mungkin untuk menutupi obsesi politiknya dengan dalih kemanusiaan.

Pada 15 Juni 1893, residen Dannenbargh dan kontrolir J. H. Liefrinck mencoba rnenempuh jalan diplomasi dengan menuntut agar para pangeran

Bali rnenyerahkan kekuasaannya kepada Belanda, tetapi mereka selalu ditolak. Gubernur Jenderal Van der Wijck justeru lebih menonjolkan ambisi tersebut, menurutnya bahkan seluruh dinasti Ralu Agung Agung Gde

Ngurah harus lenyap dari permukaan Nusantara. Sebab, selama mereka ada

KPM akan selalu terancam. Barulah, pada tanggal 13 Juni 1894, dengan berbagai kelengkapannya Belanda melakukan ekspedisinya hingga 26

Agustus 1894. Total jumlah pasukan adalah 4.400 orang dibawah pimpinan

Mayor Jenderal J.A. Vetter, selaku pemimpin umum dan Mayor Jenderal

P.P.H. van Ham bertindak sebagai wakilnya. Diikutsertakan juga Residen

Dannenbargh, Kontrolir J. H. Liefrinck dan kakaknya Inspektur F. A.

Liefrinck, sebagai para ahli masalah Bali.81

Beberapa bulan sebelumnya, antara 3-19 Juni 1894, residen

Dannenbergh bersama kontrolir F. A. Liefrinck telah terlebih dahulu

81 Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara, h. 259-260. 65

mengadakan pertemuan bersama pemimpin Sasak di Lombok Timur.

Pertemuan ini dilakukan untuk memastikan bahwa orang Sasak akan melakukan koalisi dengan Belanda, sesuai dengan perintah Gubernur Van

Der Wijck, di Batavia. Dibantu oleh Raden Wiranorn, pemimpin Sasak di

Pringgabaya, Liefrinck kemudian rnenentukan tempat pertemuan di Desa

Dasan Lekong pada tanggal 24 Juni itu. Hadir dalarn pertemuan tersebut

Raden Melayu Kusuma dari Masbagik, Raden Ratmawa dan Raden Sri

Banom dari Rarang, Marni' Mustiaji dari Kopang, Marni' Ginawang dari

Batukliang, Raden Wiranom dari Pringgabaya, Marni' Nursasih dari Sakra,

Guru Bangkol dan Marni' Sapian dari Praya.82

Pertemuan ini sepertinya ditanggapi dengan sangat serius oleh orang­ orang Sasak, ha! ini tentu bisa dibuktikan dengan hadirnya seluruh pemimpin Sasak dalam pertemuan ilu. Dalam perternuan tersebut, Liefrinck menjelaskan kembali bahwa Belanda akan membantu rakyat Sasak dari penderitaannya serta rnenegaskan kepada para pemimpin Sasak tersebut untuk menjaga wilayah agar lidak dirnasuki oleh orang-orang Bali.

Dalam kebiasaanya, Belanda akan rnerninta ganti rugi dan ongkos perang kepada raja dimana terjadi peperangan. Alasannya untuk rnengganli kerugian yang ditimbulkan oleh perang tersebut, jumlah yang harus

82 A. A. Ketut Agung, Kupu-Kupu Kuning, h. 233-234. 66

dibayarkan akan ditentukan sesuai dengan taksiran Belanda. Biasanya para raja di Nusantara akan membayar dalam bentuk sejumlah uang atau emas, atau juga luas daerah kekuasaannya. Demikianlah yang dilakukan Belanda selama masa-masa penjajahannya.83 Setelah mendarat di Lombok dan melakukan negosiasi dengan pihak Mataram, permintaan pembayaran ganti rugi dan ongkos perang yang selama ini terjadi, dilakukan oleh Belanda terhadap Mataram.

Pimpinan pasukan Belanda, Vetter tetap tinggal di Anipenan. Van

Ham, wakilnya berdiam di Cakranegara dengan 250 orang pasukan ditenda- tenda yang didirikan berseberangan dengan puri Cakranegara. Di Mataram,

450 pasukan Belanda juga mendirikan perkemahan. Keberadaan mereka hanya untuk menghitung ongkos perang dan kerugian yang timbul akibat perang. Ternyata, setelah ditentukan jumlahnya oleh mereka, raja harus membayar sebesar satu juta gulden. Dapat dibayar dalam bentuk uang, perhiasan atau emas. Setelah beberapa hari, raja pun membayar.84

Pada tanggal 25 Agustus 1894, orang Bali yang sudah menyadari bahwa mereka telah dipecundangi oleh Belanda, mulai mengadakan serangan terhadap Belanda. Ketika pasukan mereka sedang tidak dalam kondisi siaga dan terlalu berfikir bagaimana mendapatkan harta rampasan

"Lihal: Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, PT. Serambi, Jakarta, 2005. 84 Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara, h. 263. 67

perang yang berlimpah, pasukan Bali melakukan penyerangan dengan sekaligus merampas meriam-meriam milik pasukan Belanda. Pada 26

Agustus, pasukan Belanda melarikan diri dari Cakranegara dan kembali ke

Mataram. Tetapi Mataram tidak lebih aman dari Cakranegara, dengan sudah tidak terkoordinirnya pasukan mereka maka untuk sementara Belanda telah kalah. Menurut ca ta tan resmi Belanda, akibat peperangan tersebut meninggal

97 orang, diantaranya 9 orang perwira. Anggota yang terluka 272 orang, sebagian besar kemudian meninggal dunia. Terdapat 26 orang yang hilang dan tidak diketahui keberadaannya.85

Pada tanggal 25 Agustus 1894 ini juga raja memerintahkan putera mahkota, Anak Agung Ketut Karangasem, untuk memberi bantuan prajurit

Mataram yang ada di Praya di bawah pimpinan Anak Agung Made. Pasukan tambahan tersebut sebanyak 8.000 orang, sehingga dari pihak pemberontak

(orang Sasak) banyak yang terbunuh.86 Dari sisi ini, seperti telah diatur bahwa orang-orang Sasak melakukan penyerangan dari timur-selatan dan

Belanda menusuk kekuatan kerajaan dari barat, Ampenan.

Setelah beberapa bulan kemudian, Belanda melakukan ekspedisi untuk yang ke dua kalinya yakni antara 2 September hingga 24 Desember

1894, itu juga. Sebagai pengganti van Ham, yang telah terbunuh pada

ss Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara, h. 265. ''A. A. Kelut Agung, Kupi1-Kupt1 Kilning, h. 207. 68

pertempuran sebelumnya, selaku wakil pimpinan ditunjuklah Mayor

Jenderal M. Segov. Pasukan infanteri ditambah dengan 600 orang, melengkapi 500 orang pasukan Belanda yang masih ada di Lombok dan membawa meriam sebanyak 20 pucuk bersama 194 pekerja paksa sebagai penariknya.87

Sejauh analisa penulis, bahwa kemungkinan perkerja paksa yang dimaksud berasal dari pulau Jawa. Karena pada abad ini Belanda sedang memberlakukan kebijakan tanam paksa terhadap rakyat Jawa, untuk memproduksi komoditas ekonomi Eropa seperti teh, kopi, gula dan indigo.

Dan nantinya akan diekspor ke Eropa, sehingga ha! ini telah mengakibatkan merosotnya peroduksi beras dari Pulau Jawa yang sebelumnya sebagai pengekspor beras terbesar ke luar wilayah ini, seperti Cina yang sedang banyak melakukan impor beras.ss

Mataram yang akan diserang, secara fisik bukanlah seperti sebagaimana pedesaan Bali pada umumnya. Disini banyak terdapat pura, sebagai tempat ibadah, di sini mereka melakukan pemujaan terhadap dewa­ dewa dan arwah para leluhurnya. Dan puri, didirikan sebagai tempat tinggal raja dan para bangsawan kerajaan, serta banyak pula gedung-gedung megah.

87 Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara, h. 266.

88 Lihat; I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik, h. 257-258. 69

Berbeda dengan tern pat tinggal orang Bali yang biasanya terdiri dari berbagai gang dan jalanan, serta bilik-bilik kecil sebagai ternpat untuk rnenaruh sesajen untuk dipersernbahkan kepada dewa dan arwah para leluhurnya.

Karena rnerasa telah diperrnalukan, bangunan ini nantinya dirobohkan o!eh

Belanda tanpa peduli betapa harganya bangunan tersebut beserta isinya.

Vetter rnendatangkan 2.000 orang kuli Madura, tenaga sebanyak ini rnungkin dirnaksudkan untuk kepentingan rneratakan bangunan dengan luas total rnencapai em pat juta meter persegi itu. Manalah para buruh dan prajurit rnengetahui, akan nilai seni dan sejarahnya. Sernasa berlangsungnya pertempuran itu, para buruh pekerja dan para prajurit Belanda rnalah rnencuri segala yang berbentuk emas. Karena itu berpindah tanganlah semua jenis keris, perhiasan, dan berbagai benda bersejarah lainnya. Tidak sedikit pula diantaranya dilebur. Barulah setelah sebagian besarnya luluh lantah,

Belanda mengirim ahli sejarah dan ilmuan dalam ekspedisi kedua ini. Tetapi harta-harta bersejarah dan juga tulisan kuno di daun lontar, umumnya telah musnah sudah. Seorang budayawan Belanda, J. Brandes, yang juga diikutkan dalam rombongan akhirnya dapat menyelamatkan tulisan daun lontar berupa naskah Negara Kertagama.89

s9 Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara, h. 266-267. 70

Peperangan yang terjadi ini memang bukan perang kecil, dengan melibatkan ribuan orang Bali berhadapan dengan ribuan orang Sasak dan

Belanda, tentu adalah peperangan besar. Dan bagaimanapun juga, pasti akan tercium oleh pihak-pihak lain diluar yang sedang bertikai. Pemberontakan yang dilakukan petani Banten pada tahun 1888, misalnya, adalah pemberontakan yang terjadi pada sebuah desa pedalaman dan kecil akan tetapi peristiwa ini telah melibatkan berbagai pihak, dengan berbagai variannya, diluar mereka yang sedang berada dalam konflik tersebut.

Praya, sebagai tempat awal te1jadinya pemberontakan, setelah kepemimpinan Banjar Getas adalah sebuah wilayah yang tidak lebih seperti negara boneka bagi Mataram. Pemimpin dan segala perangkatnya serta arah kebijakan dikontrol secara ketat oleh pemerintahan pusat Mataram, seperti juga halnya daerah-daerah Lombok bagian lain yang ditaklukkan Mataram.

Tetapi secara serentak, wilayah lain hingga seluruh Lombok Timur bergerak membantu Praya melakukan perlawanan terhadap Mataram.

Perang Lombok ini juga ternyata telah mengundang perhatian raja­ raia lain di Nusantara. Mereka terhasut dan tergerak untuk membantu

Belanda. Uluran bantuan datang dari raja Gowa, Sidenreng, Waju dan

Tanette di Sulawesi Selatan. Mereka menyatakan sanggup dan bersedia menghimpun 5.000 orang pasukan di Makasar, para pasukan tersebut terdiri 71

dari 3.000 orang Bugis dan 2.000 orang Gowa. Narnun, entah karena apa, ternyata Belanda rnernutuskan dan hanya rnenggunakan orang-orang

Madura yang terdiri dari 14 orang perwira dan 437 bawahan. Barisan orang

Madura ini tiba di Arnpenan pada tanggal 15 Septernber.9o

Unluk rnelengkapi serbuan dengan rneriarn, yang dilakukan terhadap

Matararn, Belanda kemudia menyerang Pagesangan dengan 2.000 pasukan infanteri. Setelah mendapat perlawanan yang hebat, tercatat sekitar 19 opsir

Belanda rnati dalam pertempuran itu. Jenderal Vetter yang taktiknya senantiasa menghendaki dirobohkan dahulu setiap ada ternbok yang berdiri maupun pepohonan, setelah itu menyusullah tembakan meriarn makin diintensipkan. Dernikianlah mereka tertahan di Pagesangan sejak tanggal 13 sampai 16 Sepetember. Disarnping ilu, mereka juga menyuruh orang-orang

Sasak menghancurkan tembok-tembok yang masih berdiri, dirnana tiap jengkal orang Sasak berdiri mendapat perlawanan dari pihak Bali.91

Demikianlah seterusnya, sehingga Belanda dapat merampungkan penyerangannya terhadap Mataram pada 30 September. Sekalipun telah rnelawan dengan gigih, apa boleh buat Mataram harus mengaku jatuh ditangan pasukan sekutu (Sasak dan Belanda), maka puri Mataram dapat diduduki secara langusng oleh Belanda. Tetapi dengan jatuhnya Mataram

90 Capt. R. P. Suyono, Peperangan Kerajaan Di Nusantara, h. 268. ' 1 A. A. Ketut Agung, Kup11-K11p11 Kuning, h. 253-254. 72

belum berarti Belanda sudah menjadi penguasa hmggal di Lombok, karena masih ada puri Cakranegara (sebelumnya puri ini merupakan pusat kekuasaan kerajaan Singasari) yang juga merupakan pusat kekuasaan raja turunan Bali setelah Mataram. Pada 11 September, giliran puri Cakranegara menjadi sasaran penyerangan pasukan sekutu Belanda-Sasak dan lebih hebat dari yang dilakukannya terhadap Mataram.

Merenungi peristiwa penyerangan di Mataram, Vetter dalam laporannya menyatakan pessimis dapat menduduki Cakra dengan mudah melalui jalur militer. Menurutnya, untuk menduduki puri Calera bukanlah suatu usaha ringan, disini rakyat dilengkapi dengan persenjataan yang baik dan tidak jumpai ditempat lain menurut standar Eropa. Apabila pola penyerangannya sama dengan yang dilakukan terhadap Mataram, yaitu melalui penghancuran kotanya dahulu, akan membutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan mungkin berbulan-bulan.

Atas dasar itu, Vetter mungusulkan untuk melakukan perang tidak dengan jalur militer tetapi dengan jalan diplomasi. Ia menyatakan:

"Menghadapi kenyataan ini, Residen dan Kami sendiri berpendapat, bahwa adalah lebih baik sekarang kita sodori raja Lombok dan para Punggawanya suatu syarat yang kita sendiri tetapkan. Residen dan Kami sendiri yakin, bila raja maupun kerabatnya yang dekat serta para Punggawanya harus disuruh menyerah, mereka pasti akan bertahan sampai titik darah penghabisannya. Tuntutan ini pasti tidak akan diterima mereka. Akan tetapi bila raja dan para Punggawanya dijanjikan pemerintahan 73

bersama atas rakyat di Lombok Barat, mereka akan bisa merubah pendiriannya" .92

Oleh Gubernur Jenderal Van der Wijck, usulan itu tidak langsung disampaikan kepada Dewan Hindia Belanda. Karena, dia memang ingin segera mendapat kemenangan melalui jalur militer tidak negosiasi. Dia kemudian memerintahkan menambah kelangkapan ekspedisi militer ke

Lombok secara bersamaan diberangkatkan dari Tanjung Periok dan

Semarang, pada tanggal 13 November 1894. Sehingga penyempurnaan pasukan Belanda berjumlah kurang lebih 8.200 orang. Baru setelah itu, yaitu tanggal 14 November, usulan Vetter dikemukakan kepada Dewan Hindia.

Sidang darurat Dewan Hindia menerima usulan Vetter tersebut, meskipun

Wijck sendiri tetap menolak keputusan itu dan mengajukan penolakannya kepada Menteri Urusan Koloni di Negeri Belanda. Adapun beberapa butir rekomendasi penting yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut, diantaranya:93

1. Agar raja Lombok minta maaf pada Vetter atas tindakannya

2. agar raja berjanji menerima perubahan dalam dinasti kerajaan

92 A. A. Ketul Ap,ung, K11p11-Kup11 Kuning, h. 256. 93 A. A. Ketut Agunp,, Kupu-Kupu Kuning, h. 255-256. 74

3. dijaminnya hak pemerintah Hindia Belanda untuk tetap tinggal di

Karangasem (Bali), di Lombok Timur bagian orang Sasak, dan tempat­

tempat orang Bugis disepanjang pantai

4. Ampenan dan sekitarnya menjadi wilayah Belanda

5. Raja harus berjanji agar dia dan penggantinya mentaati dan tunduk atas

aturan-aturan yang ditentukan Gupermen.

Dengan tetap berpegang teguh pada pe1janjian 1843, raja Bali-Lombok menolak permintaan tersebut. Sebab menurut mereka, kita memang akan tetap ingin menenmpuh jalan damai tetapi dengan tetap menjiwai perjanjian

1843. seperti telah disinggung sebelumnya, pada perjanjian 1843 itu memang

Belanda sendiri telah bersepakat untuk tidak mencampuri urusan C:alam negeri raja-raja Lombok turunan Bali, dan raja tetap mengakui kedaulatan pemerintahan Hindia Belanda. Sebab itulah raja Lombok tetap menolak usulan tersebut, yang sepertinya lebih merugikan pemerintahan raja-raja turunan Bali di Lombok.

Sementara itu, melihat sikap raja seperti demikian, maka Jenderal

Vetter telah memberikan tanda pada pasukannya untuk bersiap memulai penyerangan terhadap Cakranegara. Hari itu adalah tanggal 18 November

1894, 3.600 prajurit dengan dibantu 1.500 narapidana dan beberapa ribu bantuan dari orang-orang Sasak, telah dibagi menjadi empat pusat 75

penyerangan. Puri Cakra yang berukuran 500 x 250 m, terdiri dari enam belas pelebahan yang masing-masing dikitari tembok tebal setinggi hampir 4 meter dan dipertahankan secara mantap oleh pasukan-pasukan kerajaan, terutama pelebahan yang bernama Ukir Kawi karena disana raja Anak Agung Ngurah menanti, diiring oleh 11 pembesar kerajaan, para pendeta dan punggawa serta 250 orang perajurit pilihan "ke111it tuwuh". Mereka dipersiapkan untuk menghadapi pasukan Belanda. Juga tidak ketinggalan, putera sang raja Anak

Agung Made Jelantik Barayangwangsa dan Anak Agung Ktut Oka.94

Pada malam tanggal 18 November itu, Belanda melakukan penyerangan pertamanya ke Cakranegara, dengan terlebih dahulu menghancurkan tembok-tembok yang mengelilingi puri melalui dua penjuru, dari arah Selatan dan Barat. Pasukan Belanda berhadapan dengan pasukan yang telah dipersiapkan raja dan dengan mengetahui keadaan itu raja beserta keluarga, punggawa dan pembesar kerajaan meninggalkan puri menuju Saksari. Sebuah desa yang terletak disebelah Timur laut dari

Cakranegara, dan berkumpul disana disertai juga para Brahmana purohita laki dan perempuan. Setelah keesokan harinya, tanggal 19 November,

Jenderal mengetahui puri telah kosong dan ia mengira raja telah siap menyerah. Gedung-gedung yang terkunci dibuka paksa, dan tidak

94 A. A. Ketut Agung, Kupu-Kupu Kuning, h. 258 76

sepotongpun barang-barang raja luput dari perampasan oleh serdadu

Belanda dan orang-orang Sasak. Tercatat, Belanda pada tanggal 19 November itu mengirim uang dan perhiasan sekitar 230 Kg emas dan 3.810 Kg perak, dengan kapal menuju ke Jakarta (Batavia).95

Dengan menganggap raja akan siap menyerah kepada Belanda,

karena itu Residen Dannenbargh berkirim surat agar raja menyerahkan diri

ke Ampenan. Namun, seperti sebelumnya, raja tetap tidak berkenan

menyerah begitu saja dan masih tetap berpegang teguh pada semangat

perdamaian pada perjanjian 1843. Dan justeru, raja mengajukan

keberatannya atas sikap Jenderal Vetter itu kepada Sri Ratu di Negeri

Belanda. Lantas, Sri Ratu pun merasa tidak menerima perlakuan Jenderal

Belanda ini yang dianggap telah mencampakkan maksud baik yang

terkandung dalam perjanjian tahun 1843. Bahkan, kalau kembali ke awal

bahwa secara resmi ada peraturan dari Batavia sendiri yang menghindari

atau melarang perluasan kekuasaan. Tetapi apa hendak dikata, nasi sudah

menjadi bubur, akibat sikap Gubernur Jenderal Van der Wijck dan Jenderal

Vetter, semua peraturan itu secara tidak disadari telah terabaikan.96

Mendengar jawaban ini, Jenderal Vetter langsung memerintahkan

pasukannya menyerang Saksari dengan kekuatan penuh di bawah pimpinan

9s A. A. Ketut Agung, Kupu-Kupu Kuning, h. 258-259. 96 M.C. Ricklefs, Sejarah Inuonesia Modern, h. 284. 77

Kolonel Swart.97 Ternyata, oleh raja dan seluruh· pasukannya, serangan ini dihadapi dengan semangat puputan.98 Dengan bersenjatakan keris dan semacamnya, mereka menghadapi pasukan Belanda yang menggunakan senjata-senjata perang modern. Terjadilah perang tanding antara bayonet dan keris, tombak, dan kelewang itu.

Ditengah-tengah pertempuran dahsyat ini seorang utusan 3 orang

Sasak berhasil mendekati raja, membawa surat dari Residen Dannenbargh yang menjanjikan raja untuk dapat bertemu dengan Gubernur Jenderal di

Jakarta, untuk mengadukan segala apa yang dirasa perlu. Untuk itu raja diundang datang ke Ampenan, merundingkan dengan Residen dan Kontrolir

Liefrinck hal-hal yang perlu diadukan nanti. Dengan surat ini, maka raja bersedia datang ke Ampenan dengan diiring oleh dua orang putera beliau

Anak Agung Made Jelantik dan Anak Agung Ktut Oka bersama punggawanya, Ida Ktut Geigel. Demikianlah, pada tanggal 22 November

1894 itu, kira pukul 17.00 beliau sudah berada di Ampenan.99

97 Capl. R.P. Suyono, Peperangan Kerajaan di Nusantara, h. 271. 98 Puputan merupakan salah satu upacara adat raja-raja Bali untuk melakukan kemalian (bunuh diri) massal dalam sebuah pertempuran, ha! ini dimaksudkan sebagai penebus segala dosa yang telah diperbuat. Pada upacara ini, mereka yang hendak melakukan puputan mengenakan pakaian serba putih dilengkapi dengan segala macam perhiasan dan keharuman wewangian. Puputan ini juga dikatakan sebagai bentuk perlawanan lerakhir yang lebih terhormat, dengan hanya bersenjalakan tombak, keris, k<~levvang, dan se111aca1nnya. 99 A. A. Ketut Agung, Kupu-Kupu Kuning, h. 260. 78

Dengan diterimanya, tawaran dari Dannenbargh tersebut, maka secara tidak langsung raja telah mengaku kalah terhadap Belanda.

Bagaimanapun juga, keputusan pahit itu setuju atau tidak memang harus diambil. Sebab, secara pertahanan politik, ekonomi, dan militer sudah tidak sebanding lagi antara raja Lombok turunan Bali ini dengan Belanda yang pada abad ilu telah hampir menguasai seluruh wilayah Nusantara. Belanda, disamping mendapat sokongan dari orang-orang Sasak juga masih memiliki memiliki banyak dukungan baik secara politik maupun yang lainnya dari

Hindia Belanda. Bagai sebuah perjudian dalam peperangan, Belanda tidak akan takut untuk mengorbankan apa saja untuk mendapat keuntungan lebih yaitu menjadi penguasa tunggal atas seluruh Lombok.

Pada 23 November, raja disusul oleh para punggawanya yang masih tersisa dan menyerah ke Ampenan. Diantaranya I Gusti Wayan Jelantik

Gewar, Dewa Nyoman Rentang, Gusti Bagus Kaler, Ida Wayan Pidada

Togog, I Gusti Gde Jelantik, I Gusti Nengah Jelantik, Ida Ktut Wanasari, Ida

Wayan Jelantik dan I Gusti Nyoman Pengsong (kepala pasukan "kemit tuwuh"). Sementara itu, raja (Anak Agung Gde Ngurah Karangasem), diikuti putranya Anak Agung Made Jelanlik dan Anak Agung Ktut Oka diundang ke kapal H. M. S. S. Prins Hendrik untuk mengadakan pembicaraan dengan 79

residen. Sampai di kapal menjelang pagi tanggal 23 November 1894 itu, kapal

Ialu berlayar secara perlahan menuju Jakarta.100

Di pihak Bali, terdapat empat puteri raja dan dua orang cucunya tewas dalam pertempuran itu. Bersama mereka, juga tewas 50 wanita dan 12 pria kaum bangsawan terkemuka.101 Dalam Iaporan Belanda, disebut bahwa pihak menderita 115 orang serdadu tewas, diantaranya seorang komandan yang memimpin penyerbuan itu.102 Demikianlah, setelah Anak Agung Gde

Ngurah Karangasem diasingkan ke Jakarta, maka kekuasaan berada langsung di bawah pemerintahan Belanda dan berakhir pulalah kekuasaan satu dinasti kerajaan turunan Bali di Lombok. Kini, rakyat Sasak berada di bawah kekuasaan Belanda, sesuai dengan apa yang telah mereka janjikan kepada Belanda. Tetapi, selayaknyalah Belanda lidak berbangga hati dengan kemenangan demikian.

B. Tokoh Utama Penggerak Pemberontakan

Menurut Van der Kraan (1980), yang menganalisis peristiwa ini dari perspektif politik, bahwa perlawanan tokoh-tokoh Sasak menentang kekuasaan Mataram terjadi karena merosotnya kekuasaan mereka,

100 A. A. Ketut Agung, Kupu-Kupu Kuning, h. 261. 101 Capt. R.P. Suyono, Peperangan Kerajaan di Nusantara, h. 272. 102 A. A. Ketut Agung, Kupu-Kupu Kuning, h. 259. 80

kekuasaan Bali yang menindas (oppressive), dan berhasilnya tokoh-tokoh tersebut menggerakkan penduduk menentang kekuasaan raja.

Unluk sebagian ha! ini dapat dimengerti, sebab sebelum masuknya kekuasaan Bali (pertengahan abad ke-18) para bangsawan Sasak memegang kedudukan tertinggi, tetapi kemudia kedudukan mereka menurun di bawah pengaruh orang-orang Bali. Namun perlawanan hebat muncul jauh setelah raja Mataram semakin membatasi hak-hak ekonomi mereka (1890-an), dan perkembangan Islam yang makin kuat ikut mewarnai perlawanan orang­ orang Sasak.1 03

Dengan ini nampak bahwa tesa Van der Kraan, adalah munculnya perlawanan karena tekanan politik. Disamping, karena dia juga menilai bahwa kekuasaan kerajaan Mataram memiliki status sebagai kekuasaan Bali yang sedang dalarn proses rnenuju ketundukan kepada pemerintahan

Belanda.

Pada dasarnya setiap kekuasaan rnerniliki pola berbeda, dalam rnernpertahankan kekuasaannya, sejalan dengan posisi dan sistem yang diberlakukan serta adanya bahan-bahan yang dianggap penting dari satu lingkungan. Di Lombok, rnisalnya, raja-raja dan para pernbantu turunan Bali tidak hanya rnenguasai surnber-surnber ekonorni yang penting seperti

103 I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik, h. 11. 81

memiliki tanah yang luas, melakukan kontrol atas perdagangan di pelabuhan, pemungutan pajak juga memiliki kontrol dan mempunyai hak­ hak istimewa atas penggunaan tenaga penduduk.

Raja-raja turunan Bali, melakukan monopoli atas sumber perekonomian saat itu. Hal ini merupakan kebijakan yang dianggap telah keluar dari komitmen awal antara Banjar Getas (Lombok) dan Karang Asem

(Bali) untuk tidak saling mengganggu kepemilikan hak atas penguasaan ekonomi dan politik (semisal, batas-batas wilayah pemerintahan). Tetapi justeru yang terjadi, Bali tidak hanya mengambil alih kontrol perekonomian melainkan juga melampaui wilayah-wilayah di luar kekuasaannya sehingga orang-orang Sasak tetap berusaha keras mempertahankan hak-hak mereka.

Sebagai bentuk protes, mereka menolak secara tegas pemungutan pajak yang dilakukan oleh pembantu-pembantu (punggawa) kerajaan. Sebab, mereka tidak lagi mendapatkan perlakuan adil melainkan pemerasan atas hasil produksi petani.

Dalam babad Pray« disebutkan, bahwa mereka-mereka yang bertindak sebagai barisan terdepan atau pelopor pemeberontakan terhadap

Mataram adalah kebanyakan dari kalangan bangsawan (perwangse) Sasak. 82

" ... Jari si' kesuka' Allah, le' Praye tao' na lahir, isi' Kudrat-Iradat,

Napsu arnarah wah lahir, Kocap aran Guru Bangkol, Perrnenak tur na jari guru, Guru Serna' ii aran na, Bangkol jejale' na rnalik, Serta karep ia le' hukurn sareat ... " (ternbang Sinorn: 19, h. 6)

"... Maka karena takdir Allah, lahirlah di Praya, dengan kudrat iradat

Allah, napsu arnarah sudah lahir, seorang bernarna Guru Bangkol, seorang bangsawan yang rnenjadi guru, bernarna asli Guru Serna'il (Isrna'il), Bangkol narna panggilannya, dia juga terkernuka dalarn hukurn Syari'at ... "

Selain Guru Serna'il atau yang lebih dikenal dengan Guru Bangkol, didalarn babad Praya juga disebutkan seperti Marni' Serinata, Marni' Sapian

(Jero Sapian, ia rnerupakan kesayangan dari pernuka Bali, juga rnerupakan keturunan dari Banjar Getas), juga seorang yang rnengaku bangsa Syarif dari keturunan rnaghribi bernarna Said Abdullah bin Abdoerahirn Alkadri

Djaelani (selanjulnya ditulis Sayyid Abdullah), sebagai pirnpinan di

Arnpenan. 104

104 Kehadiran oranp,-orang Arab ke Lombok telah dimulai sejak terjadinya penyebaran Islam, dan kedatangan mereka pun adalah sebagai da'i-da'i penyebar Islam di Lombok. Ada dua orang ulama Arab yang dikenal sebagai penyebar Islam di Lombok, yaitu Habib Husin bin Umar al-Masyhur Marzaq. Ia seorang ulama Arab yang berasal. dari Tarim, Hadramaut. Kedatangannya diperkirakan pada abad ke-17, melalui India lelu ke Aceh dan akhirnya tiba di Ampenan. Hingga sekarang, makamnya di Bintaro (Lombok Baral) ramai diziarahi oleh ununat Islam Lombok. Kedua, yaitu Habib Abdullah Syahab adalah juga herasal dari Tarim Hadramaul. Ia, oleh raja Mataram (A.A. Made Jelantik) diai1gkat sebagai 83

Adapun dari antara mereka yang berasal dari daerah-daerah lain, dan sekarang banyak merupakan wilayah administratif Lombok Timur yaitu:

Raden Melayu Kusuma dari Masbagik, Raden Ratmawa dan Raden Sri

Banom dari Rarang, Marni' Mustiaji dari Kopang (Lombok Tengah), Marni'

Ginawang dari Balukliang (Lombok Tengah), Raden Wiranom dari

Pringgabaya, Marni' Nursasih dan Tuan Guru Haji Ali105 dari Sakra. Mereka- mereka ini sekaligus merupakan sebagai pemimpin rakyat yang ada di daerah masing-masing, karena itu apapun yang diperintahkan rakyat akan taat terhadap titahnya. Seperti juga telah diakui oleh Belanda, bagaiman kesetiaan rakyatSasak terhactap fatwa pemimpin mereka.

penasihat raja dan diperkirakan pada tahun 1845 M. Demikian juga dengan Sayyid Abdullah, yang diperkirakan dalung sejak tahun 1860-an, adalah seorang turunan bangsa Arab yang datang sebagai pedagang. Pada sekitar tahun 1870, karena kecerdasan dalam bidanp, bahasa dan komunikasi politik serta karena dia cukup dekat dengan orang-orang Sasak, dia diangkal sebagai Sahbanda (subandar) oleh raja Mataram Anak Agung Gde Ngurah Karangasem. Menurut ]. Van Coor (1982), dia bukan termasuk keturunan Arab Hadramaut yang merupakan kelompok Arab terbesar di kepulauan Indonesia. Ayahnya berasal dari Mosul (kekaisaran Ottoman, Turki). (Lihat: Syamsu As, Ulama Pembawa Islam, h. 115; dan I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik, h. 236-238). 105 Babad Praya, tembang: Pangkur (453), h. 67. BAB IV

KONDISI RAKYAT SASAK PASCA-PEMBERONTAKAN

Kernenangan orang-orang Sasak atas Bah di Lombok tidak berarti kebebasan mereka dari cengkeraman penjajah, tetapi justeru membuat rakyat Sasak jatuh pada kondisi penjajahan baru yaitu kolonial Belanda.

Bahkan mungkin, pada keadaan yang lebih kejam. Tetapi memang hams diakui, bahwa Belanda juga sisi-sisi tertentu membawa perubahan signifikan bagi Lombok clan rakyah1ya. Ibarat kata "keluar dari m11l11t

/1unya, 111as11k ke zmtlut singa", memang tidak ada penderitaan yang lebih pedih selain menjadi orang-orang yang te1jajah dan menjadi kuli di

N egeri sendiri.

A. Dalam Bidang Ekonomi

Lombok, sejak tahun 1830-an memberikan arti penting bagi berkembangnya perdagangan di Nusa Tenggara atau mungkin sampai ke luar wilayah ini mela!ui proses ekspor impor dan perh1karan barang, khususnya komoditi beras. Keadaan ini sangat didukung oleh semakin berkurangnya ekspor beras dari daerah-daerah lain di Asia Tenggara, yang sebelumnya mengisi kebutuhan beras dalam dunia perdagangan.

Pulau Jawa, antara tahun 1820 dan 1854, memiliki hasil panen sangat rendah akibat cliserang hama clan berpengaruh pada rendahnya 85

ekspor beras ke luar Pulau Jawa. Sementara itu dengan diterapkannya

Si.stem Tanam Paksa di Jaw a, oleh Belanda, untuk menanam bahan-bahan perdagangan ekspor ke Eropa (teh, kopi, gula, dan indigo), juga menyebabkan merosol11ya produk beras pendw;luk Jawa. Dengan kondisi i.ni. Lombok sangat diuntungkan, sementara kebutuhan beras di Cina terns berlansung, hasil-hasil beras di Lombok berkembang sehi.ngga dapat mengi.si kekurangan beras yang sebelumnya diimpor dari Jawa.106

Menurut Kontroluer Heyligers yang pernah berkunjung ke

Lombok, bahwa hingga tahm 1880-an, perkembangan perdagangan beras di Lombok masih nampak.1°7 Namun, kemajuan ini mungkin bisa dipastikan masih terjadi ketika sebelum timbulnya masa-masa pemberontakan atau peperangan di si.ni.. Perke1i1bangan ini. mungki.n juga terjadi karena raja sedang meningkatkan penghasilaru1ya untuk menghadapi. tantangan yang semaki.n meningkat. Akan tetapi pada tahun

1890-an, keadaannya kembali merosot karena si.tuasi. politik yang sangat genting. Tahun 1891, orang-orang Sasak melancarkan pemberontakannya terhadap raja dan pada tahun 1894 peperangan menghadapi. pasukan sekutu, Belanda-Sasak.

Setelah Lombok berada langsung di bawah pemerintahan Belanda, pembangunan irigasi. diperbaiki untuk memulihkan kembali keaclaan

IOh I Gde Parin1artha, Perd11g11J1ga11 da11 Po/ilik, h. 257-258. io7 I Gde Pari111artha, Perd11g1111ga11 d1111 Polilik, h. 265. 86

ekonomi. 0. Horst (1939), menyebutkan bahwa pada tahun 1895 ekspor beras bahkan tidak terjadi sama sekali dan barn sesudah beberapa tahun muncul lagi berita mengenai perdagangan beras di Lombok, empat tahun kemudian, yakni sekitar tahun 1899. Adanya kemunculan kembali ekspor ini disebabkan karena pemerintah Belanda, setelah berkuasa di Lombok, berusaha mengembangkan tanah-tanah sawah irigasi. Hingga tahun 1900- an, jumlah saw ah menjadi 72.000 hektar (terdiri dari: 22. 920 sawah irigasi dan 46.080 hektar sawah tadah hujan.108

Keterangan di atas seprti memberikan pembenaran terhadap pandangan Van der Kraan (1976), bahwa setelah Belancla mengkondisikan masalah-masalah yang berkaitan dengan politik maka sedikit demi seclikit

Belanda mengambil alih tanah-tanah penduduk, yang sebelumnya dikuasai oleh pemerintahan kerajaan Bali, serta dengan member!akukan pajak tanah yang linggi terhadap penduduk. Atau dengan kata lain, melakukan modernisasi hanya unh1k kepentingan dan keunhmgan pemerintah,. tetapi bukan semata-mata untuk keunlungan rakyat. Justeru, rakyat semakin merasa tersisihkan dan hanya segelintir tokoh Sasak yang menikmati keuntungannya.

Pelabuhan-pelabuhan Lombok, seperti Ampenan (Lombok Baral) dan Labuhan Haji, Piju dan Lombok (Lombok Timur), menjadi pusat­ pusat ekonomi di bawah pengawasan ketat Belanda. Untuk kepentingan

100 I Gde Pari1nartha, Perrfnga11ga11 dn11 Politik, h. 266. 87

itu, pemerintah Belanda melarang kapal-kapal asing masuk. Di pelabuhan

pemerintah membangun kantor-kantor pajak, dan menempatkan petugas

pemungut pajak di pelabuhan-pelabuhan penting itu.109

Berdasar pada penjelasan-penjelasan di atas, dapat kiranya di

polakan, bahwa pemerintahan yang dijalankan oleh Belanda atas rakyat

Sasak sesungguhnya dibangun di atas semangat 111onopolisti/c. Kebijakan­

kebijakan ekonomi pemerintahan Belanda tidak lebih baik dari apa yang

terjadi sebelunmya, atau bahkan rakyat lebih ter-marginal-kan, yakni

adanya usaha-usaha penguasa untuk mengendalikan sumber-sumber

ekonomi (perdagangan, hasil bumi) guna memperkuat struktur politik

dan militer. Atau dapat disebut "modernisasi" sebagai strategi.

B. Da!am Bidang Politik

Dengan berpindahnya tampok kekuasaan ke tangan Belanda, ada

perubahan penting yang terjadi pada sistem politik di Lombok. Masa­

masa awal, pemerintah Belanda sendiri memang masih terlihat ragu-ragu

dengan sistem pemerintahan yang mereka inginkan. Jika akan

dikembalikan seperti semula, sebagai sebuah kerajaan, dan diberikan

mandat kepada Bali tentu sernua ini akan kembali dan selalu

menimbulkan pertentangan antara orang Bali dan orang-orang Sasak.

Dari hasii perdebatan panjang, Par!emen · (tweede lcnmer) Belanda

io9 l Gde Pari1narta, P('rdag1111g1111 dau Politik, h. 346. 88

memutuskan Lombok sebagai wilayah yang berada di bawah pemerintahan langsung (Onder Rechstreeks Bestuur), dipersatukan dalam

Keresidenan Bali dan Lombok.

Seperti inilah langkah-langkah awal yang dilakukan Belanda dalam menjalankan rencananya untuk sampai tujuannya menduduki langsung seluruh Lombok, kontrol sepenuhnya oleh Belanda. Serupa dengan yang terjadi dalam kancah politik negara-negara Eropa, bahwa terjadinya perlornbaan unh1k mernrerluas wilayah koloni masing-masing antara

Inggris, Jerman, Prancis dan Belanda. Tak pelak lagi, Belanda juga sernakin rnerasa risih (khawatir) akan tersaingi oleh pengaruh Inggris yang semakin hari sernakin berjaya. Inggris, mernang terlihat Iebih ber­ etika dibanding Belanda dalarn menerapkan kebijakannya di negara koloninya. lnggris, sernisal dalam ha! hak pendidikan, mereka cukup kornpromi pada masalah 1111 dengan memberikan hak untuk mendapatkan pendidikan terhaclap rakayat jajahannya. Wilayah bekasa jajahan (persemakmuran) Inggris, dari segi kemajuan ilmu pengetahuan, jauh lebih baik clibancling dengan wilayah bekas jajahan Belancla.

Iclealnya, sejauh pemaharnan penulis, koloni atau pencludukan terhadap suatu wilayah adalah membantu kebangkitan (ekonorni, politik, clan lain­

]ain), pada wilayah tersebut ke taraf yang lebih baik clan bukan semata­ mata untuk melakukan penindasan, atau Iebih dilujukan pada upaya kemanusiaan. 1-Ial-hal inilah yang mungkin membuat Inggris lebih 89

mendapat simpati, dibanding Belanda yang Iebih mempertontonkan sikap ambisisu dan oportunis mereka.

Untuk lujuan perubahan sistem politik itu, Belanda kemudian membagi Lombok menjadi liga wilayah pemerintahan:IJO

1. Onderafdeling West Lombok (Lombok Barat), dengan Ibu Kota

Matara111

2. Onderafdeling Midden Lombok (Lombok Tengah), dengan Ibu Kota

Praya, dan

3. Onderafdeling Oost Lombok (Lombok Timur), dengan Ibu Kota

Selong.

Dimasing-masing Onderafdeling tersebut, ditempatkan seorang

Kontrolir yang berlindak sebagai kepala pemerintahan. Pada lingkat birokrasi ke bawah lagi, masing-masing Onderafdeling dibagi menjadi

Kedistrikan:

Lombok Barat, membawahi Kedistrikan:

1. Kedistrikan Ampenan

2. Kedistrikan Gerung

3. Kedistrikan Tanjung

4. Kedistrikan Bayan

Lombok Tengah, membawahi Kedistrikan:

1. Kedist1·ikan Praya

110 Monografi Daerah NTB, h. 36; dan Sabad Praya, h. 82. 90

2. KedislTikan Kopang

3. Kedish'ikan Batukliang

4. Kedistri!,an Jonggat

Lombok Timur, membawahi Kedistrikan:

1. Kedistrikan Masbagik

2. Kedish·ikan Sakra

3. Kedish·ikan Rarang, da!1

4. Kedish·ikan Pringgabaya.

Tidak berbeda dengan slTuktur yang terdapat disetiap

Onderafdeling. Disetiap Kedistrikan juga dipimpin oleh seorang Kepala

Distrik, dan dari antara mereka juga ada yang merangkap sebagai Kepala

Adat, sebab mereka yang ditunjuk sebagai Kepala Dish·ik juga dari pemimpin-pemimpi:n Sasak yang ikut berjuang mengha:ncurkan kerajaan

Mataram. Kepala Dish·ik ini juga diberikan surat pengangkatan resmi

(/Jeslit), oleh Gubernur Jenderal dan masing-masing memperoleh bintang

Wilhelrnus van Oranje.

Demikian perubahan yang terjadi dalam bidang politik di Lombok, setelah sebelumnya lebih dari satu abad menggunakan sistem kerajaan.

Dari sisi ini, Belanda telah membawa perubahan besar bagi sistem

perpolitikan di Lombok menuju ke arah pemikiran clan sistem politik modern, seperti sekarang.

Lebih dari ih1, pemberontakan tersebut berimplikasi terhadap 91

retaknya hubungan antara sesama orang Sasak. Antara Perwangse

(menak/bangsawan) Sasak dan Tuan Guru. Munculnya kelompok elit agama (Tuan Guru), membuat kedudukan Perwangse lambat laun semakin memburuk di hadapan rakyat. Tuan Guru, bersama semakin simpatiknya orang-orang Sasak terhadap Islam, menggunakan pendekatan-pendekatan agama cukup berhasil memobilisir massa rakyat dalam melalrnkan pemberontakan.

Berbeda dengan Tuan Guru, para Perwangse Sasak dalam menggerakkan pemberontakan rakyat dari awal memang dengan pendekatan-pendekatan polilik-kultural. Dalam arti, menggunakan warisan atau otoritas tradisional mereka sebagai keturunan raja-raja

Lombok sebelunmya, yang memimpin rakyat selama beratus-ratus tahun lamanya secara turun temurun. Pada fase awal hingga berakhirnya kekuasaan raja-raja turunan I

Setelah pada fase berikutnya, sesudah masuknya kekuasaan Belanda, kelompok elite agama muncul sebagai orang-orang yang memimpin pemberontakan-pemberontakan rakyat.

Pacla pihak lain, dengan berhasilnya rakyat Sasak, merebut wilayah

Lo111bok ya11g 111erupaka11 kek11asaa11 raja-raja Bali, di bawal1 _pi1npii1a11

Perwangse; rakyat terpecah ke dalam kelompok-kelompok yang satu 92

sama lain membentuk serta mendukung wilayah kepemimpinan mereka masing-rnasing. Seperti sudah disinggung sebelurnnya (BAB III), setelah i:nereka dapat rnerebut wilayah kekuasaan Anak Agung Karangasem jush·u terjadi perebutan wilayah antara para Perwangse (Mami' Bangkol dan Marni' Sapian di Praya, Mami' Mustiaji di Kopang, Mami' Nursasih di

Sakra, Marni' Gunawang cti Bah1kliang, Raden Wiranom di Pringgabaya,

Raden Melayu Kusuma di Masbagik, serta Raden Rahnawa dan Raden Sri

Banon di Rarang), yang kernudian memaksa mereka harus meminta banhian Belanda sebagai penengah dan sekaligus untuk membantu melawan Karangasem, dengan kornpensasi menyediakan wilayah kekuasaan bagi Belanda. Mungkin juga alasan ini menjadi penyebab lain sehingga Tuan Guru, pada masa-masa akhir pemberontakan tersebut, rnendapat lebih banyak sirnpati rakyat.111

C. Dalam Bidang Sosial

Jika pada masa sebelurnnya, ketika Lombok berada di bawah hegemoni Karangasem-Bali masyarakat terbagi ke dalam slTatifikasi sosial yang disebut Perwnngse (bangsawan keturunan raja) dan golongan Knwule

(turunan penduduk biasa). Maka setelah itu, pengklasifikasian

masyarakat lebih dipertajam oleh tingkat otoritas keberagamaan, tidak

111 Lihat Erni Budiwanti, lsfa111 S11s11k, h. 10 93

lagi didasarkan atas otoritas mereka pada warisan lokal (atau berdasar garis keturunan, genenologi). Tetapi lidak serta merta warisan lokal tersebut terkikis habis, bahkan hingga sekarang disebagian daerah di

Lombok oleh masyarakah1ya masih dipertahankan. Hanya saja lidak sefanalik masa-masa sebeiurrmya.

Dibawah kekuasaan Beianda, rakyat Sasak menjalani kontrol dan penindasan lebih keji dari penguasa sebelunmya. Para pemimpin Sasak, terutama dari kaiangan agamawan atau golongan Tuan Gurul12 yang sebelunmya telah mendakwahkan Islam dikaiangan masyarakat, akhirnya menjadikan Islam sebagai dasar perjuangan ideoiogis mereka untuk melawan penjajah Beianda yang dianggap kafir (kufr)1!3. Sepanjang

112 Dalan1 bahasa Sasak-Lon1bok, secara harfiah, 1'uan berarti Haji. Sedang Guru berarti orang yang 1nengajarkan/n1endakwahkan agan1a. Jadi, Tuan Guru adalah seorang yang n1engkaji dan n1engajarkan ihnu agan1a kepada 1nasyarakat serta telah 1nenunaikan ibadah haji. Sedang inereka yang belu1n n1enunaikan ibadah haji, tetapi rnengkaji dan 1nengajarkan iln1u-iln1u keaga1naan, disebut Ustadz. Nan1un pada kenyataannya, kadang jauh dari pengertian ideal ini. Pen1berian gelar Tuan Guru, dalan1 h·adisi keislan1an n1asyarakat Lon1bok, 1ne111ang tidak 1nen1iliki aturan atau kriteria baku yang bisa n1elegitimasi bahwa seseorang layak atau tidak disebut sebagai Tuan Guru. Gelar Tuan GUru, diberikan kepada seseorang oleh 1nasyaraka_t berdasar pada konvensi tidak langsung atau penilaian dari n1asing-1nasing orang l)1enjadi un1un1.-seseorang yang 1nenguasai ihnu agan1a, n1isah1ya, tetapi oleh n1asyarakat dianggap kurang berakhlak belun1 tentu akan n1endapat gelar Tuan Guru. Tetapi ada orang, rneskipun iln1u keagan1aannya pas-pasan, nan1un n1enutut 1nasyarakat 1nen1iliki akhlak n1ulia justeru lebfh berkese1npatan untuk digelari Tuan Guru. A tau ada juga sebagian penilaian, pantas .tidaknya seseorang disebut Tuan Guru, atas dasar usia seseorang. Nah, untuk yang terakhir ini tidak sedikit n1asil1 berlaku san1pai sekarang. 1 11 :\ Kata Kafir (atau dalan1 bahasa al-Qur annya, K11fr), secara etin1ologi berarti Menutupi. Dala1n al-Qur'an, tenninologi ini (kufr) diulang sebanyak 525 kali, sen1uanya dirujukkan kepada arti 11 Manut1:pi". Yaitu tnenutup-nutupi nikn1at dan kebenaran, baik kebenaran dalan1 arti Tuhan (sebagai sun1ber Kebenaran) n1aupun kebenaran dala1n arti ajaran-ajaran Tuhan yang disan1paikan inelalui rasul-rasul-Nya. (lihat: I--Iarifuddin Ca\vidu, Ko11scp K11fr Daln111 Al-Qur 1a11, Bulan Bintang, Jakarta, 1991, h. 31). Mereka juga sering diidentikkan dengan sebutan Ahli Kitab. Ahli Kitab, dapat diartikan kelon1pok 94

pernerintahan Belanda, Tuan Guru rnengalihkan gerakan dakwahnya rnenjadi pernberontakan-pernberontakan lokal ·dengan nuansa ideologis

Islam. Gerakan pernberontakan yang dipirnpin Tuan Guru ini rnernperoleh pengikut kian hari sernakin meningkat, dan larnbat laun rnengurangi pengaruh bangsawan-bangsawan Sasak yang sebagian besar mendasarkan otoritas mereka pada warisan-warisan lokal-tradisionaJ.114

Dengan ini, setidaknya masyarakat bisa diklasifikasikan kepada golongan Tuan Gum (kalangan agamawan), Perwangse (bangsawan tunman raja) dan golongan rnasyarakat yang rnenjadi pengikut-pengikut rnereka. Pengaruh Tuan Gum rnulai tertanarn sejak awal-awal abad-19, ketika Belanda memperkenalkan pelayaran kapal uap mereka. Faktor ini

memungkinkan kalangan Muslim Nusantara, termasuk Lombok, untuk

non-n1uslin1 yang percaya kepada nabi dan kitab suci yang diwahyukan Tuhan rnelalui nabi-Nya kepada n1ereka. Secara un1un1, Islan1 n1engenal ada dua kelornpok non-n1uslin1 yaitu yang disebut ahl al-dziinn1i dan ahl al-harbi. Dzinurd, adalah golongan non-n1usli1n (kafir) yang harus dilindungi atau dibela dan I-Iarbi n1erupakan kelon1bok kafir yang bisa diperangai. Rasul s.a.w sendiri, dalan1 sebuah haditsnya 1ne1nperlihatkan sikap toleran beliau kepada kelo1npok perta1na, dengan n1enyatakan: 11 Bara11g sinpa 111e11ynldti seor1111g dzi111111i, 11111k11 saya (1111bi) rut11/11li 1u11suh11ya. 01111 b11ra11g siapa ya11g 111e11jndi 111usuhku (1111bi), 111ak11 riku 11ka11 111e11111su!1inya di /lari ki1111u1l". Un1n1at Isla1n, 111elalui ulan1a-ulan1a figih terbagi ke dctla111 dua pendapat terkait dengan sikap ntereka terhadap ahl al-dzin1n1i: 11crt1111111, 1nenon1or duakan atau diskritninatif terhadap 1nereka, kelon1pok ini diwakili oleh inazhab Sayafi'iyah. Ulan1a-ulan1a konte1nporer seperti Abu al-A'la al-Maudndi, MCtjid l

menunaikan ibadah haji ke Makkah. Sekembalinya dari sana, mereka secara tidak Iangsung menarik simpali masyarakat dengan segenap kharisma dan ilmu agama yang mereka miliki. Sebab, mereka ke Makkah tidak hanya sebatas tujmm menunaikan haji tetapi juga ada menetap hingga beberapa tahun larnanya unluk menuntut ilmu-ilmu agarna.

Sehingga sepulang dari Makkah, mereka-mereka yang disebut Tuan Guru ini, mendapat pengaruh cukup besar ditengah-tengah situasi rnasyarakat yang rnasih haus dengan ilnm agama dan seiring juga dengan semakin merosoh1ya pengaruh atau stah1s Perwangse (bangsawan). BABV

KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

A. Penutup

Tersiratlah bahwa munculnya pemberontakan atas raja turunan Bali

(raja Mataram-Lombok, Anak Agung Gde Ngurah Karangasem), di Lombok didasari oleh kekecewaanckekecewaan politik yang berimplikasi pada wilayah ekonomi massa rakyat yang kian tergeser oleh kekuasaan asing. Dari sudut pandang politik, sebelum datangnya raja-raja Karangasem-Bali, rakyat diatur oleh pemimpin-pemimpin yang mereka sepakati tanpa penekanan­ penekanan secara politis untuk memberikan dukungan atas kepemimpinan yang berlaku. Berbeda dengan kondisi setelahnya, setuju atau tidak bahwa secara pasti rakyat harus mendukung dan berpartisipasi dalam menjalankan kebijakan kerajaan yang totaliter. Meskipun '.idak bisa juga dipastikan, bahwa dalam pemerintahan sebelumnya tanpa ada penekanan yang dilakukan oleh raja. Namun, psikologi politiknyalah yang juga sangat membedakan.

Pada periode awal, tahun 1740, telah ada kesepekatan bersama antara

Arya Banjar Getas (raja Lombok) dan I Gusti Made Karangasem dan Anak

Agung Gde N gurah Karangasem (pihak Bali), untuk tidak saling mencampuri pernerintahan rnasing-masing serta tidak rnelakukan 97

pencaplokan wilayah satu sama lain. Tetapi setelah Anak Agung Gde

Ngurah Karangasem, sebagai penguasa tunggal Karangasem di Lombok perluasan wilayah te1jadi hingga yang sebelumnya menjadi hak orang-orang

Sasak pun diambil alih oleh pemerintahan pusat (kerajaan Matararn). Sampai terjadinya konf!ik antara Karangasem dan kerajaan Geigel di Bali, rakyat

Sasak dikirim ke Bali untuk dijadikan pasukan perang. Penolakan-penolakan untuk tidak mengikuti kehendak raja oleh pemimpin-pemimpin Sasak, rnembuat raja semakin oppressive terhadap rakyat Sasak. Atas dasar sikap raja ini, pemimpin-pernimpin Sasak semakin antipati terhadap raja-raja turunan Bali, yang cenderung hanya mengambil keuntungan kelompoknya sendiri dari rakyat.

Kekecewaan-kekecewaan rakyat Sasak atas penindasan dan ketidakadilan serta diskriminasi yang dilakukan oleh raja-raja turunan Bali inilah yang ter-manifest dalam sebuah pemberontakan rakyat. Adapaun faktor-faktor lain seperti agama, sejauh itu tidak terlalu nampak, dalam artian secara langsung, seperti halnya faktor ekonomi dan politik. Karena terdapat pula indikasi, bahwa lebih banyak orang Bali yang masuk Islam daripada orang Sasak yang rnasuk ke agama Hindu, kecuali akibat perkawinan. 98

Akhirnya, penentuan kesimpulan ini tidak dilandasi oleh maksud pembenaran terhadap salah satu mainstream atau teori tertentu tetapi merupakan bagian dari tahapan-tahapan analisis yang lebih maju nanti ke depannya. Sebagai penegasa.n, bahwa faktor-faktor pemberontakan tersebut

tidak bisa dijelaskan secara tum pang tindih (dalam artian, satu faktor menegasikan faktor lain), tetapi satu sama lain saling mempengaruhi; antara faktor primer dan sekundernya. Faktor primer dalam ha! ini adalah ekonorni­ politik, sedangkan yang penulis sebut sebagai faktor sekunder ialah sosial­ agarna. Economic society dan politic society berhadapan dengan masyarakat yang terrnarginalkan, yakni orang-orang Sasak.

B. Saran-saran

1. Reinterpretasi sejarah, juga harus dilihat sebagai salah satu faktor penting

dalarn upaya menghadirkan pola kehidupan masyarakat yang lebih baik

dari sebelumnya.

2. Studi wacana kesejarahan hams selalu didasarkan pada kesadaran ilmiah

yang secara otomatis terhindar dari sentirnen-sentimen ideologis dan atau

politis. Sehingga "kesucian" atau objektivitas sejarah tidak ternodai oleh

kepentingan-kepentingan individu, kelornpok, atau kelas sosial tertentu. 99

3. Pembacaan terhadap realitas masyarakat dewasa mr, dengan

menggunakan pendekatan historis, juga sebuah keniscayaan. Karena

struktur sosial masyarakat kini adalah hasil bangunan dari struktur

sejarah masyarakat sebelumnya.

4. Pengkajian fakta-fakta sejarah tidak lagi terhenti pada metode-metode

konvensional yang lebih bersifat naratif-deskriptif, tetapi seiring dengan

semakin berkernbangnya ilmu pengetahuan pengkajian sejarah juga

dituntut untuk membuka diri terhadap metocle yang lebih analitis.

Dengan menggunakan penclekatan ilmu-ilmu sosial (sosiological nppronch)

lain seperti ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, clan sebagainya

adalah keharusan. DAFTAR PUSTAI(/\

Agung, Anak Agung Ktut, Kupu-Kupu Kuning yang Terbang di Se/at Lombok:

Lintasa11 Sejarali Kerajaan Kara11gasem (J660-I950), Upada Sastra,

Denpasar, 1992, Cet. 1

Babad Praya. (t.t)

Budiawanti, Erni, Islam Sasak: Wetu Tetu Versus Waktu Lima, LkiS:

Y ogyakarta, 2000

Bruincssen, Ma.rtin van, Tarekat Naqsyabandiyalr di Indonesia: Survei Historis,

Geograjis, dan Sosiologis, Penerbit Mizan: Bandung, 1996, Cet. IV

Cawidu, Harifuddin, I(o11sep K1tfr Dalam Al-Qur'an, Bulan Bintang, Jakarta,

1991

Djelenga, Lain, Me11ertawai Diri Sendiri: Orang Sasak Dafam Perjala11an Sejara!i

Lombok, Jurnal KANJIAN (Jurnal Pemikiran Sosial Ekonomi

Daerah NTB), Yayasan Lentera Utama (Nomoi·. Ol/Th.I/Feb­

Maret/2002)

------, Keris di Lombok, Yayasan Pusaka Selaparang, Mataram, 2000

Gdc Agung, Anak Agung, Ida, Bali Pada Abad XIX, Gajah Mada University

Press: Yogyakarta, 1989

Haris, Tawalinuddin, MS., Masuk dan Berkembangnya Islam di Lombok: Kajian

Data Arkeo/ogi dau Sejarali, Jurnal KANJIAN (Jurnal Pemikiran I 0 I

Sosial Ekonomi Daerah NTB), Yayasan Lentera Utama: Nomor.

01/Th.I/Feb-Maret/2002

Jamaludin, Islam Sasak: Sejaralz Sosial Keaga111aa11 di Lombok, (Tesis Master

Humaniora), UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta, 2004, t.d.

Kartadarmadja, Soenyata, M dan Kutoyo, Sntrisno (cd)., Sejaralt Keba11gkita11

Nasio11al Daeralt Nusa Teuggara Barat, Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya (Proyek

Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, 1978/1979

Kartodirdjo, Sartono, Pe11dekata11 J/11111 Sosial dalam Metodologi Sejaralt, PT.

Gramedia Pustkana Utama: Jakarta, f993, Cet. II

Madjid, Nnrcholis, dkk., Fiqilt Lintas Agama: Me111ba11g1111 Masyarakat I11k/11sif­

P/11ralis, Paramadina, Jakarta, 2004, Cet. 3

Parimartha, I Gde, Perdaga11gan dan Politik di Nusa Tenggara 1815-1915,

Djambatan, Jakarta, 2002

Ricklefs, C, M., Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, PT. Serambi, Jakarta,

2005

Suyono, Capt. R. P., Pepera11ga11 Kerajaan di Nusantara: Pe11elusura11

Kepustakaan Sejaralt, PT. Grasindo: Jakarta, 2003

Suwondo, Bambang, dkk., Sejaralt Daeralt Nusa Te11ggara Baral, Dcpartemeu

Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan

Pencatatan Kebudayaan Daerah, 1977/1978 102

Syamsu, M., As, Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan Sekitamya, Lentera:

Jakarta, 1999

Santoso, Thomas, Kekerasan Agama Tanpa Agama, PT. Pustaka Utan Kayu:

Jakarta, 2002, Cet. I

Tim Penyusun Monografi Daerah NTB, Monograji Daeralz Nusa Tenggara

Baral, Diterbitkan oleh: Proyek Pengmbangan Media Kebudayaan

Direktorat Jenderal Kebudayaan DEPDIKBUD R.I, Jakarta 1977,

Jilid I

Turner, Bryan S., Religion and Social Theory, SAGE Publication Ltd., London,

1991; diterjemhkan oleh: Inyiak Ridwan Muzir, Agama dan Teori

Sosial, IRCiSoD: Y ogyakarta, 2003, Cet. I

Zalrnria, Fath, Geger Gerakan 30 September 1965 Rakyat NTB Melawan Bahaya

Meralz, Sumurmas: Mataram, 2001 PERJANJIAN ANTARA KERAJAAN MATARAM LOMAOK ) OENGAN GUBERNEMEN PAOA­ TANGGAL 7 JUNI 1843,

Potikan dmri SEJARAll HlJKUM I NTEf!NASIONAL Ol - BALI OAN LOMROK. Tulisah dari or. E. UTRECHT SH, Guru oesar Unlversitas Tauang Alun Jember, terbitan Sumur Bsndung, 1962. Sesuml dengan petikan dari ~RSIP NASIONAL· ( Telah disesuaikan dengen Ejaon Beru ),

Bahua inilah Surat Perjanjian antara Tuan Hendrik Jacub Huskus Koopman yang PUnY• kuiiu. manjadi Komi5aris Gubernement Nederland baserta Sri Paduka Gusti Ngurah Ketut Karang Asem, raja daripada nogeri Mata.nm yang .stikarang lni sondirian sahaja berkuasa diseantero puhu Se_hpanng serta. ketaklukannya.

PERKARA YANG PERTAMA. Bahua kit a, Gusti Ngurah Katut Karang Asem, raja daripada ·nogeri Mataram yang s.ekarang sendirian sahaja momBgang kuasa antoro pulau Sehparang, serta ket3klukannya baik pada diri sondiri soperti juga pada kita puny• turun menurun, ada mangaku ini pulau ada Guparnemen Hindi• Nodarland - juga yang punya adanya,

PERKARA YANG KEDUA.

Sebab itu, kit• raja ada berj~nji maka pulau itu at~u sobahagian d•ri .itu kita senantiasa tlada nanti diserahkan kop1da bangsa - bangs• kulit putih yan9 lain meski siapa juga namanya dsn ligl tiada akin berjanji dongan mereka itu adanya. ·

PEil KAR A KETI GA, Pada sosuJtu tiga tahun maka kita raja n•ntl berkirim utusan di-Betaul ·kohadapan Majalis Sri Paduka Gubornur Jondral ypng beruakil baginda - raja Wolanda supaya mongunjuk hormat padanyu adanya. · Adapun utusan yang demikian pada partama kali akan diklrim' pada tahun 1843 artiny; .tahun orang Islam 1259 yang ak•ra datang; · Maka utusan itu ~kan dipelihara diat•s belanja Gupernsment solama w•ktu mereka itu Jda diatas pulau Java d•n logi Gupernoment akan malindungkan mereka itu dongan sesungguh h•ti Jdanya. ·

PERK AR A KEEMPAT. Jikalau Gupernoment barangkali scb1b apa juga ingot b•ik, akan kirim satu chadom di - Solaparang maka chadam itu disitu ok•n monerima koba jlkan saupam> soporti yang torsebut didalam-perkara y•ng tadi adonya. PERKARA YANG KELIMA. Komisaris oerta raja yang tersebut lagi sudah pikir bahua uajiblah akan borhemtikan adat yang tiada patut kapada mJnusia bernama tauan karang yang biasa dipulau Selaparang olah karena mana kapal-kapal serta pBr•hu dengan i5inya kandaa ditepi-tepi pulau itu tlada lag! empunya kepada - oranQ-orangnya, orang - orang m.rna lain duripada itu lagi mendapat ke - ru5akan dan kususahan yang besar maka sudahlag ditetapkan pada hal itu b-rang apa yang tartulis dibauah ini adanya. ALIF" : B~hua raja· Gusti Ngur.ah Ketut Karang Ase11 yang tersilbut sebab ke sukaan Gupernement yang fersebut juga maka dengan surat ini pada selamalamanya dan dengan tiada boleh berubah lagi ada melepaskan 3dat tauan karang seperti itu dimongerti diatas syarat itu adanya BA Sebab !tu kita raja berjanji yang sekarang ini pada masa - masa yang akan dahng jikalati ada kapal - knpal atnu pernhu - perahu yong mandapat celaka menjodi kindas diatas tep! - tcpi negeri • negeri yang dibavah perinhh kitamaka ·kih. seboleh. - boleh akan monolong padanya sorta kopada orang - orang isinya sepertl itu dibuat didalam seknlian tanah - tanah yang ada dibauah perentah Gupernoment Hindh Nederl'and adanya. TA Akan mangupnhkan ONng - orang yang manyampnngkan bnrang-barang maka nanti dibari podanya sekurang - kurang llm~ belae don ter - lobihlabih lima puluh dari sosuntu ratus harganya birang-barang itu adanya, · Harga llma ·bolae dan seratus sahaja diterima jikahu h•l oemping barang sudah jadi dengan sadikit susDh adany1, Akan tetapi jikalau dlsela~ dari tanah didilam •ir dan itu jadi dangan banyak bersahaja atau dengan banyak belanja - bulanjanya mesti diupahkan lima puluh didalam.neratu~ adanya. P»da apa lain uang upah itu pada sesuatu koli nanti ditetapkan oleh seperhimpunan penimb~ngan dengan pikir apa yang dlsabut - diatas inl serta dengnn timbang terleblh otau sekurang-kurang susnh d;n berbohaya don bolanja - bel;nja dengan apa orang sudah sampano barang - barnng adanya, . Perhimpunan ponimbangan itu nanti ada yakni seorang dari pada - pihak Guparnemen Hindia Nederland oan seorang dari p1da pihak - raje Mataram dlatas pulau Lombok dan seorang dari pada plhak - kapal yang kandas adanya. . Maka dengan surat in! mud1h - mudohan dipilih akan· menjadi ang - gota dari pado pihak Gupernemeht Hindia Hedarland Tuan Jaros - Pikok King saudagar yang pada m~sa ini ada diam di - Ampenan - adanya,

'ERKARA YANG KE - ENAM • . agi raja berjanji dangan aman akan melindungi hal ihval perniagaan - lengan sesungguh h1ti adanya. PERKARA YANG KETU~UH, Bahua Gupernomont HindiJ Nedorl•nd ada monyatakan make selama juga - raja - raja diatns pulau Sclaparang •d• borikot pcrj~njien torsobut diatas syarat lni makar.upernement itu tiada sekali akan coba menga - dakan dirinya' dillt'3s pul~u itu ;k3npeduli dengan perkara h~l ini - memerintahkan ta'nah itu mehlnkan itumelepaskan sokallan ktipada raja · raj a itu. adanya,

0 Demikianlah dibuat didalam ist3na negeri Mat.ram pads ini hari - sembilan hari bulan Jumadil Aual t~rich 12§9. '

GUSTI NGURAH KETUT KARANG ASEM. H. J, HUSKUS KOOPMAN GUSTI GEDE UANASARI DEUA ANOM GUSTI GEDE RA! GUSTI NENGAH ·PAGUYANGAN GUSTI NYOMAN TANGKEBAN

Ik ondergeterokende verkla~r bij sluiting van dit contract tegenuoordig geuaest te zijn do m!j daarbij opgedregen betrekking van lid der - commissie van arbitrage eorbiedig ta 3anvaarden. Dag en plaats. als bovan, · G. P. King, ·" Bahua surat perjanjian ini sudah dimerkkin pada dua hari bulan Syakban tarich 1259 tetopi sahaja jikalau dia punya perkara yahg keenam dlma - ngerti bagaimana ada tersebut dibauah sarat ini yakni janji jikalau - barangkali ada orang Uol'3nda hondak duduk dipulou' Selaparang akan ber­ ni aga maka r3ja akan mongijinkan padanya serta meredakan yang moreka - i tu mene.t apk an di rl nya di situ dong an bendera Yolanda serb mombuat ru­ mahnya domlkian rupa yJng meroka ltu pikir dirinya dnngan sentosa di - situ adanya,

Gubornur Jondral diotns tanah Hindia Nederland P, MARKUS Atas titoh perintah Paduka yang torsobut. 5ocrotaris. c. Vischer.

'iI TRANS KR IP, Koleksi Arsip Nasional, 19 februari 1892. ( Telah disosuaikan dongan ojaan baru ).-

TRANSCRI PTIE VAN EEN BRIEF VAN EENIGE VAN OOSTKUST VAN LOMBOK - GEVEST[OE HOOtOEN GlHi~Hf AR~ ~LN rit~!ULNI VNN oALI LN LUnou~.- . ,. ·... ·' Bahua inilah surat daripada hamba yang miskin dan bodo iya itu saya bornama Jore Mami Mustfiaji yang torhenti dan momorontah nogeri - Kopang dan saya bernama Radon Ratmaua yong terhenti dan memorontah - nogeri'Rarang 1 dan aaya bernama Marni Bangkul yang terhenti dan memo - rentah negeri Poraya, dan saya bornama Raden W!ranom yang terhonti - dan memorentah negeri Pringgabaya, dan saya bernama Mami Nu~sasi yang terhemti. dan memerentah bageri Sakra, dan saya bernama Ra.den l'lelaya yang terhanti dan memerentah negeri Mas Sage, dan saya barnama Jere - Ginauang yang terhenti dan m~merentah nageri Batu Klian, ini dengan - mufakat orang semuanya sekelian yang tersabut namanya inJ. negeri yang besar murakat dengan negeri yang kecil sekelian perkataan ini msnjadi · perkataan ·sekelian semuanya, dateng menyembahkan tabe dan hormat ka - hadepan .yang muiiya Sri Paduka Kangjang Tuan besar Resident yang ter­ /. henti dengan krajaan dari istirachat dan momegang perentah didalom - negori Buleleng, Iya itu tiada lain ini saya parluken ini surat kepada tuan be11ar yang sudah saya kirim surat kepada tuan saya harep sudah. - sampa dan terima itu surat, dan bersama - sama ini caya mengchabarken tuan besar daripada chal hambnnya ini orang Islam sama orang Bali.

Bermula2 ini hambanya mengasih tahu tuan besar yang ini tana~·· - Selaparang semuanya memang hambanya ini orang Islam yang punya nogeri dari dahulu hamba puny a datuk tu run menurun ya no i ni orang Bali orang menumpang, tatapi dengan kokuatannya dia menjadi raja didalem ini gumi dan mamegang porentah segaln negeri menjadi hambanya itu saya ilii ta - torima kerajaan dia dan menjadf hambanya dan · menurut sekelian perentah nya dia de,ngan sesungouhnya taterima deJ>gan segala hormatan darl tlullJ:· sampo sekarano apa yang dia porontah dengan hambanya ini menurut totapi ini raja dia punya siksa sampa dia makan hamba punya tulang dan hamba­ nya sokelian Islam kasihkon beanya tanah dengan kebon2 bagimana dia - punya perentah, hambanya monoasih padl dan kapono dan beras denoan cu­ kup tiada boleh kurano atawa tonipo sokali2 hambanya tni menerima juoa segala porentah dan mikut sobbb monjadl rakyat dan menjadi hamba dia - monjadi raja kuasa diatas ini gumi, dan hambanya ini mengasih sama din percuma jikalau dia ada punya kerjaan mombikin rumah ataua kantoran - .ataua kebon ataua jalan ataua apa2 dia punya kerjaan hamba ini mengi - ring saja, dan didalem itu pekerjaan saya mombaua saya punya makan dari rumah musti jauh saya punya rumah saya tinggal lap~r sampe datong saya punya makan dari r.umah, ini saya mengasin sama raj a, lain ·YaHg 11amua - ma11gnyah ••ma·pungyawa2 beyiLu juga liksa baoimana yang tersebut. ;. Dan legi perkara mombunuh orang gampang sqkali tiada ada sampe - perikaa: yang betul dan membuang dilaut, begitu juga asal dia benci - dengan orang dibikin salah aupaya dapet jalan hambanya tiada berani - melauan, dan lagi hambanya ini jikalau ada punya savah atawa kobon - ataua kerbau ataua sampi punya pusaka sendiri dia ambil parcuma tiada diganti tiada dibayar kepeng, padahal aaya mengeluarkan baa bagimana •aya sebutken diataa dan lagi dlambil hamba punya anak2 laki2 jadi - Dudak, dan,lagi perompuan yang ada namanya apalagi yang sobarang di - ambil paksa, aeparo dipako pereuma, separo dibikin budak sampe tiada

Dan laol sabon tahun dlnaok porknra boanya h?sil.ini nogori - liuat dart mustl, dan hambnnya ini piara pokok kopi, jikalau sudah - jadl .buahnya itu kopl sudah.boleh ham~a kuwpul ua•eng uid ~~nya •u~u 11 an monjaga, uia amb~l •omuanyn sampe nambanya tidak dapot voor makan mi-num itu kopi dan jikalau dapet dua tiga kati didalem rumah, dirampas dan didenda, monjadi kopinya hamba yano dateng darl Buleleno dan Sumbaua dan apa2 yang dllihat samn hambanya ini, itu raja ataua punggauanya asal boleh pake apa2, manunia ataua kuda ataua pakoan - diambil percuma dan momarentah didalem ini negori gooekan mengadu ayam must! boleh bilang saben bulan dimana2 negui dimana2 desa nama bebotoh jadi siapa yang punya harta habie, mana yang tiada punya makanan - uangnya orang ataua moncuri, dan i tu gocokan di bi kin dan disuruh supaya dapet ciudukan, sebab, itu dudukan pulang sama dia, menjadi sakit orang kecil ltu dengan musti jikalau tiada berdirl gocekan dapet bi'nasa yang menjadi kepala didalem itu negeri. Dan lagi perentahnya dipante kopada orang dagang sampe sakit orang mencari didalom ini negori dari' beanya barang yang keluur dan barang - yang masuk, dan dipak barang yang masuk, dan dipak barang yang tiadn - boleh dipak, dan dinaek baa dan dinaek dudukan liuat anggaran aaal ada orang dapet. · Raja tiada din pikir negeri boleh ramo, tlada dia pikir· orang kecil, di sebelah timur apalagi ·di sobolah bar at, Labuan Amponan dan satu perkara hamba tanya yang mendengar molainkan di-Ampenan yang ada, ada orang yang jadi raja dipak kepeng dikeluar - baa, jikalau ada orang mombayar utang ataua orang menerima utang keluar boa didalam soratus satu poku, ataua orang gunung dateng sama orang - dagang mau bell barang misti bayar sama raja dldalam soratus aatu peku dan itu perkara kepeno dipak dengan orang Molayu namanya Encik Umar, barangkali tuan bosar sudah dapot chabar juga borsama2 ini yang sobut ini somuanya hambanya ini orang antero sogqla gumi ini dan· sekelian - hambanya mengikut dan mengiring dan tiada hamba perduli apa2 'sebab dia monjadi raja nogori hambanya haru" ikut porentahnya ala dongan sosung - guhnya tetapi diatas ini sampo ialim terlalu sekali boleh tuan bosar timbang saya punya sakitan ini, Dan lagi saya monghabarkan tuan bosar uaktu ada perano di-Bali Karang Asam melauan Kolur.gkung menjadi ini raja panggil hamba ini yang tersebut dan katanya ini raja sekarang ada perang di - Karang Asam melauan Kelungkung saya musti tulung Karang Asam suruhnya hamba sedia mlkanan dan ssnjata2 hamba manerima perkataannya raja, jadi bormula dikeluarnya po1·ontahdeng11n dua tioa negeri suruh pigi mana yang di - .suruh pigiZ juga momaua ongkos makanan dari rumahnya sendiri, mana yang punya mana yang tidak punya sampe di - Karang Asem tidak karuan dilihat hambanya jadi mana yang ada inasih punya bolanja pulang lari, mana yang tidak punya masih juga disitu tiada hamba ini mondapat chabar, ataua dia mati ataua hiuup, sobagitu masih namba mong1r1ng,

uan lag1 hamba menoasih tdtlU jLk~luu au~ bdtu orang ~aL~ Udri - homba 1ni orang Islam jikalau ada punya uang ~an tidak punya anak2 - laki2 punya anak2 porompuan diambil sama raja dia punya rumah dengan ieinya diluar didnlam, dongon di~ puny~ aaua~-dan din punya kebon dan dia punya kuda, karbau, sampi somuanya diambil, dan dia punya anak - perempuan diambil dibikin tiada karuan2 sampai menjadi pendayang, jika lau ada punya saudara itu orang yang rnati, tiada dikaoih apa2 sokali2 dan jikalau ada orang buangan dari Karang Asom datong komari dikasih seuah, yan9 dapot dari ini orang monjadi mau orang Oali lni supayn orang Islam monjadi mati payah, totapi barangkali tuan beear sudah dapet - kabar perkaranya orang Cina bandar Kecu yang mati di - Ampenan itulah menjadi contonya yang tidak punya anak laki2, cuma ada 3Udara dan istri, Dan lagl jikalau ad• tanah yano b2ik, yang rate y

Term•~~ub dintguri Kopang tanggal 7 bulan Jumadilawal 1309.

[ni tanda t;~gan hamba : Ini tanda ~angan hamba JERO MUSTIA:! - Kopang. ·RADEN RATMAWA - Rarang

:ni tanda t•~gan hamba Ini tanda,tangan hamba IAMI BANGKUL - Puraya, RADEN WIRANOM - Poringgabaya,

ni tanda tangan hamba Ini tanda tangan hamba :

AMI NURSAS! H • Sak r;i, RADEN MELAYA KUSUMA - M

nl tanda tangan hamb•

ADEN GINAWANG - Batu Kelipn9 1