TEATER SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PENDIDIKAN

Jaeni

Program Studi Teater, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Budaya Bandung. Jl. Buah Batu No.212, Cijagra, Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat Email: [email protected]

Abstract Theater performances in Indonesian society today are enjoyed by the audience only as “performances” in general, but have not been interpreted as knowledge space, learning space, self-maturing space or as an educational medium. This study aims to show that theater is a medium of educational communication that can be held through the earliest levels of education to higher education and become a space for education for the wider community. The method used in this study is a qualitative research method. In collecting data using observation and in-depth interviews and continued with interactive analysis. The research subjects that were observed and made the speakers were kindergarten (TK) teachers in Cirebon and Bandung, junior / senior high schools in Cirebon and Bandung, and instructors (students) theater in art colleges (ISBI Bandung), as well as communities in Cirebon and Bandung that use theater media in the learning process. The results of this research show that theater as a performing art is essentially a medium of communication. The conclusions of the results of this study indicate that theater must be understood as an institution, media, and part of the communication process in exploring knowledge, exchanging knowledge, and utilizing the knowledge gained

Key Word: Theater, Communication Media, Education, Artistic Value

Abstrak Pertunjukan teater pada masyarakat Indonesia dewasa ini dinikmati oleh penonton hanya sebagai “pertunjukan” pada umumnya, namun belum diartikan sebagai ruang pengetahuan, ruang belajar, ruang mendewasakan diri atau sebagai media pendidikan. Penelitian ini bertujuan ingin menunjukkan bahwa teater adalah media komunikasi pendidikan yang dapat diselenggarakan melalui jenjang pendidikan paling dini hingga pendidikan tinggi dan menjadi ruang pendidikan bagi masyarkat luas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Dalam pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan wawancara mendalam dan dilanjutkan dengan analisis secara interaktif. Subjek penelitian yang diamati dan dijadikan narasumber adalah para pengajar Taman Kanak-kanak (TK) di Cirebon dan Bandung, SMP/SMA di Cirebon dan Bandung, dan para instruktur (mahasiswa) teater di perguruan tinggi seni (ISBI Bandung), serta masyarakat di Cirebon dan Bandung yang memakai media teater dalam proses belajar. Hasil penelitan ini menunjukkan bahwa teater sebagai seni pertunjukan secara hakiki adalah media komunikasi. Simpulan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teater harus dipahami sebagai sebuah institusi, media, dan bagian dari proses komunikasi dalam mengekplorasi pengetahuan, bertukar pengetahuan, dan memanfaatkan pengetahuan yang didapatkan.

Kata Kunci: Teater, Media Komunikasi, Pendidikan, Nilai Seni

Pendahuluan yang lainnya, juga menyangkut pengajarnya Di Jawa Barat, beberapa sekolah tidak yang kurang. Merujuk pada artikel tentang memungkiri bahwa seni teater merupakan “Pendidikan Seni Teater; Sekolah, Teater kesenian yang paling kurang diminati untuk Dan Pendidiknya”, Prusdianto (2016: diajarkan kepada siswa. Hal ini disebabkan 27- 35) menuturkan bahwa, “Seni teater dengan durasi waktu pengajaran seni teater begitu kompleks permasalahannya dalam relatif lebih lama dibandingkan dengan seni pendidikan, belum lagi dengan masalah

1124 Jaeni. Teater sebagai Media... 1125 anggaran dana, kompleksitas seni dan Hampir sebagian besar siswa SD, SMP, totalitas dari teater itu sendiri menyebab SMA menyukai belajar seni budaya, namun guru seni budaya lebih memilih untuk dengan seni pilihan seperti musik, tari, seni mengajarkan seni yang lainnya dibanding rupa (menggambar), dan teater. Bahkan di seni teater. Meskipun pada akhirnya beberapa Taman Kanak-kanak sudah sangat lazim sekolah mengajarkan seni teater tetapi masih belajar dengan cara bermain melalui muatan bisa dikatakan jauh dari kesempurnaan akan seni budaya. Untuk hal itu, para pengajar/ sebuah pertunjukan teater karena sarana dan guru meyakini bahwa pendidikan seni secara fasilitas sekolah yang kurang memadai”. historis telah ada sejak dulu di belahan bumi Pelajaran seni budaya di sekolah-sekolah ini (Respati, 2015: 7 - 15). yang digariskan oleh kurikulum 2013 dan Beberapa literatur yang peneliti sajikan direvisi pada tahun 2016 masih menjadi di atas, menunjukkan bagaimana simpulan- bagian dari proses belajar. Kurikulum simpulan penelitian tentang pembelajaran tersebut menyajikan materi tematik yang seni budaya di sekolah begitu mengesankan semuanya bisa didekati dengan seni budaya. bagi para siswa. Namun demikian Karena kurangnya pengajar teater, pelajaran sangat jarang dari materi seni budaya itu seni budaya cenderung memilih bidang seni mengungkap pendidikan melalui seni teater. selain teater, misalnya musik, tari, atau seni Harus diakui, untuk dapat menjalankan rupa. Seni budaya dengan memilih bidang menyelenggarakan pembelajaran teater ajar musik, misalnya, dapat memberikan dan dibutuhkan instruktur atau guru. Guru atau menyampaikan pesan atau isi terkait dengan instruktur seni teater setidaknya memiliki tema-tema pelajaran tersebut (Wadiyo dan keterampilan tari, musik, dan menggambar Udi Utomo, 2018: 87-97). karena teater adalah seni yang menyatukan Pembelajaran pada siswa melalui seni seluruh unsur-unsur tersebut. Dari studi musik ini ternyata lebih sederhana dan literatur, peneliti menangkap ada masalah sangat mungkin dilaksanakan. Artinya, dengan teater yang jarang diajarkan oleh berbeda dengan pembelajaran seni teater guru-guru, baik TK, SD, SMP, maupun yang membutuhkan tempat tersendiri, SMA. penataan artistik, lampu, dan lain sebagainya. Peneliti mencoba mengadakan pe­ Hal demikian, tidak heran jika di SMA lacakan (tracer study) kepada guru-guru TK sekalipun, seni budaya diajarkan dengan (taman kanak-kanak) di kota/kabupaten di mata ajar seni musik. Penelitian tentang Jawa Barat, terutama Bandung dan Cirebon. pembelajaran komposisi musik sekolah Kegiatan ini dilakukan karena melihat gejala melalui pemanfatan perkakas tangan di sosial budaya masyarakat yang semakin SMKN 12 oleh Yudi Sukmayadi (2016: 158- menjauh dari seni tradisinya. Selama studi 169) menunjukkan ketuntasan belajar siswa pelacakan, peneliti menanyakan pada setiap dengan nilai baik dan menambah semangat guru TK mengenai keberadaan pengajaran dalam belajar mata pelajaran lainnya. seni bagi anak-anak prasekolah tersebut. 1126 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139

Mereka memberikan jawaban yang sama, tinggi seni tersebut. Dari pengamatan yang bahwa di TK diajarkan kesenian. Lebih dilakukan, muncul pertanyaan dalam diri lanjut, peneliti menanyakan juga tentang penulis, “apa yang menyebabkan para siswa seni apa saja yang diajarkan pada anak- itu bersemangat dan merasa senang ketika anak. Jawaban para guru tersebut sama, datang di kampus perguruan tinggi seni dan bahwa semua jenis kesenian diajarkan, berlatih teater?” Apakah semangat dan rasa mulai dari tari, musik, menggambar, senang para siswa berlatih teater sebagai dan seni peran (teater). Peneliti semakin sebuah alienasi dari rutinitas belajar di penasaran untuk menanyakan lebih lanjut, sekolah yang formal? Atau mereka memiliki “mengapa semua jenis seni itu diajarkan di harapan dengan berlatih teater untuk dirinya TK?” Mereka menjawabnya dengan esensi kelak? Pertanyaan-pertanyaan penulis yang sama. Kurikulum TK lebih banyak tersebut mungkin saja tidak tepat untuk diajarkan permainan, anak-anak prasekolah menjustifikasi para pelajar yang bersemangat belajar dengan cara bermain-main, maka untuk berlatih teater. dengan kesenian anak-anak dirangsang daya Pengamatan-pengamatan dan wawan­ kreatifnya. cara yang dilakukan memunculkan ba­ Sistem pendidikan melalui seni mem­ nyak pertanyaan bagi penulis terhadap butuhkan model dan pengembangan pem­ keberadaan seni peran (teater). Bidang teater belajaran yang menyenangkan. Cara ini yang selama ini dikesankan oleh masyarakat dijawab oleh Denis Atkinson melalui sebagai aktivitas “main-main”, bahkan tidak bukunya, Art In Education: Identity and pernah menjadi prioritas dalam pendidikan, Practice, bahwa pengajar seni harus tetapi muncul dalam ruang-ruang pendidikan melihat cara peserta didik mengeksplorasi dan kehidupan generasi muda. Teater ada di dan mewakili pengalaman mereka melalui sekolah-sekolah, sejak prasekolah hingga beragam praktik seni. Penilaian terhadap SMA, dan bahkan memiliki tempat tersendiri praktik-praktik seni yang dilakukan peserta di perguruan tinggi dengan adanya jurusan didik harus didasarkan pada representasi teater seperti di perguruan tinggi seni di (signifikasi) dan maknanya dalam konteks Indonesia. pendidikan seni (Atkinson, 2002: 3). Untuk menjaga pendidikan teater ter­ Berdasarkan pengamatan peneliti, bebe­ hadap kalangan muda (usia 14-25 tahun), rapa pelajar sekolah berlatih teater di ruang- maka teater sebagai media komunikasi ruang kosong kampus tempat penulis bekerja. pendidikan harus menjaga keterbacaan Mereka datang berkelompok, dari sore (literasi), kepercayaan, dan etika berteater. hari setelah mereka pulang sekolah hingga Hal ini diyakini bahwa teater sebagai menjelang malam dengan ekspresi yang peristiwa komunikasi yang terjadi di dalam gembira. Mereka terlihat sangat menikmati benak para penonton termasuk peristiwa untuk berlatih teater dengan bimbingan komunikasi bagi pelakunya. Artinya, seorang mahasiswa yang ada di perguruan teater sebagai studi budaya adalah ruang Jaeni. Teater sebagai Media... 1127 pendidikan komprehensif tentang sikap teatrikal, kehidupan membutuhkan adanya dan kebiasaan khalayak, baik anak-anak seorang aktor, sebuah adegan, beberapa maupun kalangan muda usia. Meminjam alat untuk terjadi adegan itu, dan sebuah catatan John O’Toole, et.all (2014) bahwa tujuan. Dengan demikian, pendidikan seni teater sebaiknya menawarkan wawasan budaya, khususnya teater merupakan media unik oleh dan untuk para pembuat teater dan komunikasi antarsesama dalam kelompok administrator, pendidik teater dan peneliti, kehidupan sebagai sebuah pengalaman yang sekolah, orang tua, guru, siswa, anggota memberi kesempatan bagi peserta didik penonton dari segala usia. untuk menampilkan kualitas kepemimpinan Peneliti meyakini teater sebagai sebuah budaya. instrumen dalam kehidupan manusia, Kurikulum sekolah di Indonesia, bahkan oleh Jaques, sorang tokoh dalam As salah satunya menggarisbawahi seni You Like It karya Shakespeare mengatakan (termasuk seni teater) sebagai sebuah pertunjukan teater adalah kehidupan dan ‘ilmu’ yang dipelajari di jenjang pendidikan kehidupan adalah pertunjukan teater itu dasar sampai perguruan tinggi. Hal ini sendiri (Leach, 2008: 11). Jika teater itu menjadikan seni harus diperlakukan adalah kehidupan, maka dalam ranah sebagai sebuah objek yang dipikirkan, pendidikan, teater bisa jadi merupakan didiskusikan, dan dikupas melalui analisis sebuah media sumber pengetahuan untuk berbagai perspektif. Ia tidak lagi memiliki kehidupan yang lebih baik bagi manusianya. kebebasan yang utuh untuk bersama- Disinilah teater sebagai media komunikasi sama mendefinisikan dirinya sendiri dan pendidikan sangat membutuhkan penge­ memberi makna terhadap segala fenomena tahuan.­ Meminjam ungkapan Doris bersama-sama dengan keutuhan fisik dan B. Wallace dalam Education, Art, and psikis alami manusia (Surtantini, 2015: Morality, pengetahuan yang dimaksud 70). Pada posisi demikian teater sebagai adalah pengetahuan tentang mensintesis media komunikasi yang dalam perspektif literatur penelitian yang ada, pengetahuan komunikasi berfungsi sebagai instrumental untuk membantu menentukan masa lalu dan penting untuk dikaji dan dipahami. Dengan berkontribusi untuk membentuk masa depan. demikian, tujuan dari penulisan ini adalah Tidak kalah penting, dalam pendidikan teater menunjukkan kaitan teater dengan dunia adalah menjaga antara bidang teori dan pendidikan, proses komunikasi seni teater sebagai media komunikasi, dan manfaat praktik seni teater sebagai bentuk hubungan nilai seni teater sebagai media pendidikan pendidikan yang hidup (Wallace, 2004). di sekolah. Meminjam catatan Latifah Novitasari dkk. (Novitasari, dkk., 2015: 225-226) Metode yang mengemukakan teori dramatism Metode yang digunakan adalah kuali­ Kenneth Burke, sebagai perbandingan tatif dengan pendekatan fenomenologi. kehidupan dengan sebuah pertunjukan Fenomenologi bukanlah suatu aliran atau 1128 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139 doktrin, namun lebih tepat disebut sebagai melakukan reduksi eidistis dan reduksi metode yang berangkat dari suatu gerakan fenomenologis terhadap objek penelitian mencakup berbagai doktrin yang memiliki tentang teater sebagai media pendidikan di inti umum sebagai pemersatu berbagai sekolah. Penelitian ini dilakukan dengan sistem dan pembenar atas fenomenologi. memaksimalkan observasi pada peristiwa Secara umum, penelitian ini menggunakan teater yang dilakukan oleh siswa dan tiga pendekatan secara metodologis dalam wawancara untuk mengungkap kesadaran fenomenologi Husserl. Pertama, reduksi subjekt tentang pengalaman hidup berteater eidetis, yaitu suatu tindak reduksional yang dalam ruang pendidikan. bertujuan mengungkap struktur dasar esensial Bentuk pengumpulan data melalui (eidos) atau hakikat dari suatu fenomena observasi dan wawancara tersebut menjadi asli. Kedua, reduksi fenomenologis, yaitu bagian dari cara penulis untuk memahami kelanjutan reduksi pertama yang ditujukan tindakan, ucapan, dan interaksi dalam ruang pada kesadaran subjek sebagai lapangan teater sebagai media pendidikan. Melalui penghayatan (lived experience), yang meliputi metode demikian, penulis mendapatkan pe­ esensi tradisi, kepercayaan, asumsi, aksioma, nge­­tahuan tentang terbentuknya dunia ke­ atau hukum, norma-norma dan lain-lain. seharian para siswa berteater lewat kesa­ Ketiga, reduksi transendental, yaitu upaya daran intersubjektif. Kesadaran demikian,­ pemberian makna atas subjek transendental me­­rupakan konteks realitas yang dianggap sebagai sumber makna atas kesadaran kita sebagai intersubjektif, berbagi, dan sendiri (Calhoun, dkk., 2007: 32-42). bernegosiasi dalam interaksi sosial sebagai Melalui fenomenologi Husserl, proses komunikasi dengan aktor komunikasi penelitian ini dipandu dengan fenomenologi lainnya (dalam teater) melalui penyesuaian Alfred Schultz. Husserl sebagai pendahulu diri dengan tindakan orang lain (Sulaeman, Schultz memberikan pikiran filosofis, 2018: 665 Vol 3, No 4). selanjutnya oleh Schultz diberikan Penelitian dilakukan di beberapa arah metode untuk mendapatkan sekolah dari TK, SD, SMP, dan SMA yang genuinity (keaslian) nilai dan makna atas memiliki pembelajaran seni pertunjukan. fenomenologi yang terjadi pada masyarakat. Lokasi penelitian di sekolah-sekolah di Jawa Dalam peristiwa seni pertunjukan (teater), Barat dengan mengambil dua daerah, yaitu fenomenologi Schultz mengajak untuk Cirebon dan Bandung. Informan penelitian menemukan kembali local wisdom (kearifan ini adalah guru-guru pembimbing teater di lokal) pada suatu masyarakat yang menjadi sekolah dan beberapa siswa yang secara subjek atas aktivitas-aktivitas kesadarannya, purposive sampling dipilih oleh penulis. baik sosial, seni, dan budaya (Jaeni, 2015: Sementara analisis data dilakukan 74-75). melalui reduksi eidetis dan fenomenologis. Berangkat dari metode penelitian Analisis melalui reduksi eidistis, yaitu fenomenologi yang telah disebutkan, penulis peneliti mereduksi setiap kegiatan Jaeni. Teater sebagai Media... 1129 pembelajaran teater para siswa guna Sebelum abad ke 20, Di Indonesia sudah mengenal drama-drama rakyat yang dituturkan mengungkap hakikat dari pembelajaran atau dipentaskan di tempat-tempat terbuka teater tersebut sebagai fenomena asli. seperti sawah, ladang, pekarangan rumah, tepi pantai, perempatan jalan, di tanah lapang, dan Sementara analisis reduksi fenomenologis di halaman rumah. Cerita-cerita rakyat, legenda- dilakukan penulis dengan mencocokkan legenda dan bahkan mitologi-mitologi adalah bagian yang tak terpisahkan dari pertunjukan data observasi dan wawancara untuk saat itu. Melalui pertunjukan yang membawakan mendapatkan kesadaran terhadap seni cerita rakyat, legenda atau mitos setempat itulah, pengetahuan disebarkan kepada masyarakat teater sebagai lapangan penghayatan lingkungannya. Di Sumatera Barat, masyarakat setempat menikmati cerita Malim Kundang, batu bagi para pelakunya. Seluruh kegiatan putri menangis, siti nurbaya, danau maninjau, yang dilakukan penulis dituangkan dalam dll. Di Jawa Tengah, masyarakat menikmati cerita tentang roro jonggrang, rawa pening, jaka simpulan-simpulan sebagai rangkaian data tarub, dll. Di Jawa Timur masyarakat menikmati yang orisinal dan dituliskan sebagai hasil cerita tentang sawunggaling, cindelaras, gunung kelud, gunung bromo, dll. Di Nusa Tenggara kajian fenomenologi. Selanjutnya peneliti Barat, masyarakat bisa menikmati batu golog harus mengakhiri proses penelitian tersebut dan putri mandalika, dan masyarakat di Papua menikmati cerita tentang buaya ajaib, batu dengan menyimpulkan hasil melalui keramat, asal cendrawasih dll. (Sumardjo, 1991: 178). beberapa kategori teater sebagai media pendidikan bagi siswa-siswi sekolah. Bentuk-bentuk teater awal yang dituturkan Hasil dan Pembahasan tersebut dipraktikkan oleh guru-guru TK dan Hasil dan pembahasan mengenai teater SD dalam proses pembelajarannya dengan sebagai media pendidikan di sekolah yang sebuah dongeng. akan penulis uraikan sebagai tujuan dari “Saya mengajarkan anak-anak dengan mendongeng, sebab anak-anak TK ini paling tulisan ini. Pertama, penelitian menunjukkan senang jika kami, guru-guru, mendongeng dan bagaimana keterkaitan teater dengan dunia mengkisahkan cerita daerah ini” (Wawancara dengan AN, guru TK Cirebon, 17 April 2018). pendidikan. Kedua, mengungkapkan ten­ tang proses komunikasi seni teater sebagai­ Dongeng merupakan transformasi teks media komunikasi pendidikan. Ketiga, cerita yang dikembangkan dan diaplikasikan menganalisis bagaimana nilai seni teater secara ekspresif hingga mampu meningkatkan sebagai media pendidikan di sekolah bagi kemampuan membaca apresiatif siswa para pelakunya. (Setiartin R, 2016: 389-401). Dengan model Teater dan Pendidikan pembelajaran transformasi teks cerita ter­ Perjalanan teater dan dunia pendidikan sebut terdapat ruang pendidikan, tentang seperti kelengkapan sosok manusia lahir. etika dan norma yang berlaku di lingkungan Seni teater dan pendidikan selalu beriringan budaya masyarakat setempat. Model sekalipun masyarakat belum mengenalnya demikian menjadi pembelajaran kooperatif bahwa teater bagian dari cara masyarakat dan kolaboratif menggali informasi, menye­ dulu mendidik generasi penerusnya. Yakob lesaikan masalah, berpikir kritis, dan me­ Sumardjo menjelaskan, bahwa: ngembangkan­­ kreativitas (Slavin, 2011: 25). 1130 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139

Pasca kemerdekaan Indonesia, teater (Teater Saja), Danarto (Teater Tanpa semakin melembaga untuk membentuk Penonton), Adi Kurdi (Teater Hitam Putih). institusi pendidikan tersendiri. Lembaga Arifin C. Noor (Teater Kecil), Putu Wijaya pendidikan teater dibentuk oleh orang-orang (teater Mandiri), N. Riantiarno (Teater Koma). yang sebelumnya telah berkecimpung di Mereka adalah tokoh-tokoh yang menjadikan dunia teater, sebut saja di pada tahun teater sebagai media pendidikan di ruang-ruang 1955 muncul Akademi Teater Nasional kelompoknya. Gerakan ini terus berkembang Indonesia (ATNI) yang dimotori oleh Usmar sejak tahun 80-an dengan mempertahankan Ismail dan Asrul Sani dan dilanjutkan aktor ekspresi estetik dan artistiknya sebagai dan sutradara lulusan akademi tersebut, kemandirian gaya berteater sampai saat ini. seperti Teguh Karya, Wahyu Sihombing, Konsep dan gaya baru saling bermunculan. Tatiek Malyati, Pramana Padmadarmaya, Meksipun seni teater konvensional tidak Galib Husein, dan Kasim Achmad. Sementara pernah mati tetapi teater eksperimental terus di pada tahun itu juga muncul juga tumbuh. Semangat kolaboratif yang institusi yang mempelajari teater seperti terkandung dalam seni teater dimanfaatkan Akedemi Seni Drama dan Film (ASDRAFI) secara optimal dengan menggandeng beragam yang dipelopori oleh Harymawan dan Sri unsur pertunjukan lain. Murtono, dan di Solo pun didirikan pula Mengingat perjalanan teater yang telah institusi yang mengajarkan teater dengan diuraikan sebelumnya, teater dan pendidikan membentuk Himpunan Seni Budaya begitu erat kaitannya terutama dilakukan oleh (HBS). guru-guru atau pembimbing-pembimbing Teater sebagai media pendidikan masya­ teater di sekolah yang kreatif memberikan rakat lingkungannya terus berkembang ruang belajar lain. Melalui penelitian ini sejak era teater penggemar maya tahun terdapat kesepakatan para informan (guru- 1950-an. Warisan gerakan teater pada tahun guru) yang menyatakan bahwa pendidikan 50-an tersebut berkembang hingga saat ini melalui proses teater hingga pertunjukannya yang dijadikan sebagai media komunikasi sangat penting bagi ruang di luar rutinitas mahasiswa dalam berekspresi di pendidikan belajar siswa. tinggi dengan berdirinya unit-unit kegiatan “Adanya latihan teater, apalagi sampai pertunjukan membuat anak didik menjadi lebih teater mahasiswa di universitas-universitas bersemangat ke sekolah” (wawancara dengan di Indonesia. guru SD AB, Cirebon, 3 Februari 2018). Selanjutnya, sejak munculnya eksponen Teater memang jarang dikenal oleh 70 dalam seni teater, yang sebelumnya ada beberapa sekolah, paling tidak istilah Jim Lim dan Suyatna Anirun (STB), Akhudiat “drama” lebih dikenal oleh guru-guru yang (surabaya), dan WS. Rendra (Bengkel Teater), ada di daerah bukan perkotaan. Berbeda disusul oleh Teguh Karya (Teater Populer), D. dengan sekolah-sekolah yang ada di kota Djajakusuma, Wahyu Sihombing, Pramana kabupaten atau kecamatan, istilah teater Padmodarmaya (Teater Lembaga), Ikranegara mereka dapat kenali. Jaeni. Teater sebagai Media... 1131

Gambar 1. Latihan seni gerak anak-anak SDN Cupang Cirebon Sumber : Data peneliti 2018

“Kenal dengan teater atau drama, tapi belum menyanyi, karena dengan latihan seperti itu paham betul perbedaannya. Namun kami di sini ada kelas untuk mengajarkan siswa pada drama mereka mencoba memahami, mengenali, dan dengan berlatih bermain peran ketika ada mata menafsirkan secara sederhana gerak-gerak pelajaran bahasa Indonesia” (Wawancara dengan Guru SMPN Gempol Cirebon, 14 maret 2018). simbol yang mereka praktikkan. Pada prinsipnya, para pengajar setuju Mereka membuka ruang pratik bermain bahwa teater dan pendidikan merupakan drama yang juga mereka pahami sebagai kegiatan yang sinergis. Bahkan guru-guru yang bermain teater. Pendidikan melalui bermain mampu berteater atau bermain peran sebagai peran ini dapat mengidentifikasi keberanian pendidik akan lebih dikenal dan disukai oleh siswa untuk tampil di depan publik. Mereka siswa. Cara mengajar dengan bermain peran berekspresi, mengemukakan imajinasinya, atau berteater pun dipakai dalam mengajar dan mencoba untuk mengeksplorasi gagasan bidang studi atau mata pelajaran sejarah (IPS) lugu yang mereka pahami. dan mata pelajaran lainnya. Wilayah jelajah ekspresi teater abad Teater Sebagai Media Komunikasi Pendidikan ke-21 saat ini menjadi semakin luas untuk menunjukkan bahwa teater adalah bagian Pengetahuan lokal atau biasa disebut dari cara orang berkomunikasi, termasuk di kearifan lokal telah ada dalam kehidupan dalamya teater menjadi bagian dari media masyarakat sejak jaman dahulu mulai dari komunikasi untuk pendidikan. Teater sebagai prasejarah hingga sekarang ini. Pengajaran media komunikasi pendidikan dapat dijadikan kearifan lokal tersebut bisa melalui literasi dalam memahami, mengenali, dan pendidikan formal dan non formal. Catatan menafsirkan simbol-simbol teatrikal di ini merupakan awal bagaimana seni teater berbagai tingkatan intelektual (Reason, 2010: menjadi media komunikasi pendidikan 86). Beberapa siswa begitu ceria melakukan tentang pengetahuan lokal, seperti yang latihan-latihan teater melalui menari dan tertulis berikut. 1132 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139

Kearifan lokal dalam ranah pendidikan sebagai teks yang dikomposisikan dalam merupakan perilaku positif manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan pertunjukan (composition in performance). sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai Gagasan para guru pembimbing teater agama, adat istiadat, petuah leluhur atau nilai-nilai budaya setempat yang terbangun tersebut dilatihkan kepada para siswa dalam secara alamiah dalam suatu komunitas untuk beberapa bulan hingga menjadi pertunjukan beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya (Jaeni dalam MUDRA, 2017: 3). sebagai bagian dari pendidikan siswanya. Model teater sebagai media pendidikan ini Komunikasi seni pertunjukan teater dicontohkan oleh SMA yang ada di Bandung memiliki pola sebagai media komunikasi dengan menampilkan teater di hadapan pendidikan budaya dan lingkungannya. publik mereka. Pola komunikasi pertunjukan teater Melalui pertunjukan teater demikian, demikian pada dasarnya memiliki pola para siswa dirangsang kreativitasnya untuk interaktif dengan masyarakat lingkungan mengekspresikan diri melalui aturan-aturan yang ingin melibatkan diri dengan cara main pertunjukan. Ada kebanggaan siswa menonton, mengapresiasi, mengamati, dapat ditonton kerabat dan keluarganya, menginterpretasi, dan mengkritisi. Interaksi sekaligus menjadi pembuktian diri tampil dalam pertunjukan teater lebih dipandang dengan penuh percaya diri di hadapan sebagai interaksi simbolik, yaitu sebagai publik. suatu aktivitas yang merupakan ciri khas Sebagai media komunikasi, teater yang manusia dengan cara berkomunikasi atau ditampilkan para siswa menjadi bagian dari proses pertukaran simbol yang diberi makna cara berkomunikasi secara verbal maupun (Mulyana, 2002:68). non verbal. Bentuk-bentuk komunikasi Guru-guru SMA di Jawa Barat seperti dalam pertunjukan teater tersebut yang memberikan ekstrakurikuler oleh Koster diartikan sebagai komposisi teater mengajarkan simbol-simbol yang komunikasi dengan model komunikasi teks berinteraksi dalam pertunjukan teater tradisi lisan sebagai berikut (Gambar 3).

Gambar 2. Pertunjukan teater lakon “Si Jalak Harupat”. sutradara Tatang Sabyan. Dimainkan oleh beberapa siswa SMA di Bandung 2018 (sumber: toneel Bandung, 2018. Doc, Giri Mustika) Jaeni. Teater sebagai Media... 1133

Dunia Nyata

Teks atau Pertunjukan

Pencipta/Seniman Penonton/ Pelaku Seni Penikmat Seni

Gambar 3. Model Komunikasi dalam Pertunjukan (tradisiLisan) Gambar 3. ModelSumber: Komunikasi Koster dalam dala Pudentiam Pertunjukan (1998) (tradisiLisan) Sumber: Koster dalam Pudentia (1998) Penelusuran lebih lanjut tentang teater Nilai kualitas adalah nilai yang sebagai media komunikasi pendidikan dimiliki peserta komunikasi seni dalam menunjukkan bahwa prinsip dasar per­ hal ini adalah guru, siswa, dan publiknya. tunjukan teater adalah komunikasi sim­ Mereka berkomunikasi yang dimediasi oleh bolik. Teater merupakan lingkungan sim­ pertunjukan teater berdasarkan pengalaman bolik (Kuntowijoyo, 1987: 66) yang dan perasaan peserta komunikasi seni (pelaku merepresentasikan makna dan nilai dalam dan publik seni). Nilai ideal dalam komunikasi kehidupan sehari-hari seperti kata, bahasa, seni adalah nilai yang berkaitan dengan simbol- mite, nyanyian, seni, upacara, tingkah laku, simbol keseharian dan bersinggungan dengan benda-benda, konsep-konsep dan sebagainya masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, (Mursito, 1997). Beberapa guru dan siswa politik, hukum, budaya, lingkungan, sosial, di TK, SD, SMP, dan SMA di Jawa Barat keagamaan, dan sebagainya. Berikut adalah memakai bentuk “teater” sebagai media model komunikasi seni teater yang dapat komunikasi pendidikan yang syarat dengan mewakili arah untuk mendapat pemahaman atmosfir akademik positif. Hubungan antara terhadap teater sebagai media komunikasi guru dan siswa atau siswa dengan siswa men­ pendidikan. jadi akrab sebagai bagian dari komunikasi Terkaitan dengan penelitian yang insan di sekolah mereka. penulis lakukan, yaitu teater sebagai media Para guru dan siswa yang terlibat dalam komunikasi pendidikan (melingkupi proses proses teater lebih membaca komunikasi seni perwujudan dan pertunjukannya) dapat teater sebagai peningkatan kualitas hubungan dipahami sebagai sebuah lingkaran relasi antara peserta yang terlibat. Penekanan adanya nilai, kecocokan nilai, yang dipahami makna dan nilai pada suatu pesan berteater, bersama oleh peserta komunikasi yang dari proses hingga pertunjukan menunjukkan terdiri atas pelaku dan publik seni (Jaeni, nilai-nilai seni yang membuat sebuah relasi, 2016:31). Relasi nilai-nilai dimaksud adalah yaitu relasi nilai-nilai. Teater sebagai media nilai sosial budaya yang di dalamnya terdapat komunikasi terdapat dua nilai, yaitu nilai nilai-nilai dengan simbol keseharian seperti kualitas dan nilai ideal. pendidikan. 1134 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139

Gambar 4. Model komunikasi seni teater Sumber: Jaeni (2012)

Berbekal model komunikasi teater peserta komunikasi seni tersebut. Seperti seperti di atas, pendidikan melalui teater pengalaman Ade Syarif dan Ujang siswa akan menilai sebuah kehidupan secara SMA Negeri 1 Baleendah, Bandung, lebih bijak. Tidak ada justifikasi “salah- menuturkan pengalamannya, bahwa : benar” dari para siswa dan guru, namun “Berteater itu mengubah pandangan intrapersonal lebih pada “baik-buruk” tentang nilai- dan interpersonal” (wawancara di Bandung, 28 April 2018). nilai yang direlasikannya dalam konteks pendidikan untuk menunjukkan adanya Teater seperti laboratorium untuk meng­ makna (pertukaran makna). Artinya, siswa ubah aktor individual dan ansambel menjadi diajarkan oleh proses berteater untuk tidak pengamat kehidupan yang tajam. Siswa mudah menyatakan salah dan benar. yang terbiasa dengan dunia peran seperti “Siswa lebih baik melihat dan menyatakan berteater akan memiliki akses terhadap apa yang terjadi dihadapannya dengan baik imajinasi kreatif, gerakan, perasaan, penga­ atau buruk” (Wawancara dengan guru ABI, Bandung, 7 April 2018). laman masa lalu, dan proyeksi masa depan. Sebagaimana Stefhani Woodson Tidak menjadi hakim bagi para siswa mengatakan bahwa ada fungsi teater dalam terhadap fenomena yang ada dihadapannya pendidikan yang secara filosofis dan praktis akan lebih baik sebagai bagian dari bagi remaja untuk membuka ruang ketiga dari pengetahuan lokal para leluhur yang oleh teater itu sendiri dalam hal pengembangan media teater ajarkan. aset, teknik dialog deliberatif, dan kerangka Nilai Komunikasi Seni Teater dalam Pendi- untuk membangun hubungan masyarakat dikan yang kuat dalam pengembangan budaya Teater sebagai media komunikasi masyarakat terkini (Woodson, 2015). Oleh pendidikan berisikan nilai yang dapat karena pengalaman berteater bagi anak-anak diambil oleh para siswa sekolah di Jawa usia SMA begitu menyenangkan, maka tidak Barat (Cirebon dan Bandung) sebagai mengherankan jika siswa menjadi senang Jaeni. Teater sebagai Media... 1135 bergaul dengan sesamanya membentuk sebuah media komunikasi pendidikan untuk organisasi hingga lintas sekolah mereka. mendapatkan pengetahuan yang menyeluruh Pentingnya teater dalam ranah (http://www.btac.nsw.edu.au/2016/10). pendidikan, kiranya dapat mengambil intisari Teater sebagai media komunikasi dari sebuah tulisan tentang Contemporary pendidikan penting untuk menstimulasi Theatre in Education (Wooster, 2007:2) nilai kreativitas dalam mencari solusi menyatakan bahwa posisi teater dalam permasalahan. Eksplorasi dramatis dalam pendidikan yang dikembangkan sebagai teater dapat memberi para siswa jalan hibrida dari arus informasi teatrikal dan keluar bagi emosi, pikiran, dan impian pendidikan baru harus diciptakan melalui yang mungkin tidak mereka inginkan untuk pendekatan anak-anak untuk belajar dalam diungkapkan. Pengalaman seorang siswa konteks teatrikal. Kekhasan teater dalam yang belajar teater dapat menjadi sosok lain, pendidikan adalah pembelajaran yang mengeksplorasi peran baru, mencoba dan berpusat pada anak, penggunaan permainan, bereksperimen dengan berbagai pilihan dan dan belajar sambil berbuat. Hal demikian, solusi pribadi untuk masalah yang sangat dapat dilihat dari ekspresi anak-anak ketika nyata - masalah dari kehidupan mereka ia menjadi bagian dari proses berteater. sendiri, atau masalah yang dihadapi oleh Mengingat hal-hal tentang teater karakter dalam sastra atau tokoh sejarah. dalam ranah pendidikan seperti yang Teater sebagai media komunikasi telah disampaikan sebelumnya, maka dalam pendidikan mendorong siswa/ pelajar teater sebagai media komunikasi dalam untuk berkomunikasi dan memahami pendidikan menjadi sebuah instrumen orang lain dengan cara baru. Pada sisi lain, untuk mempertajam kreativitas otak dan teater memberikan pelatihan aspek-aspek memberikan keseimbangan ideal dalam pola komunikasi praktis yang sangat penting di belajar. Di Bishop Tyrrell, sebuah lembaga dunia yang semakin berpusat pada informasi pendidikan para uskup, teater menjadi ini, seperti bicara di depan publik atau

Gambar 5. Ekspresi anak dalam teater cerita fabel, siswa TK Islam Al Ikhlas, Gempol, Cirebpn, Januari 2018 (sumber: TK Islam Al-Ikhlas, Doc. Sri Ani) 1136 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139 lebih persuasif berkomunikasi, baik tertulis dan pendidikan seni akting. Nilai manfaat maupun lisan. Dari penelitian ini, siswa pembelajaran seni teater meliputi tiga yang mengikuti ekstrakurikuler teater lebih unsur, yaitu fisik, sosial, dan emosional. mampu menempatkan diri mereka pada Manfaat pendidikan seni teater dari unsur kelompok orang lain, belajar tentang kontrol fisik yang pasti adalah kesehatan fisik anak diri dan disiplin, bekerjasama, dan mampu didik itu sendiri. Kesehatan fisik ini dapat mendengarkan dan menerima sudut pandang dilihat ketika proses teater dilakukan dan dan kontribusi orang lain. pada saat pertunjukan. Para guru merasakan Pendidikan yang dimediasi melalui teater betul ketika kegiatan ekstrakurikuler akan membantu siswa mengembangkan teater dilakukan dengan berbagai latihan toleransi dan empati. Agar bisa memainkan seni pertunjukan maka ada peningkatan peran secara kompeten, aktor harus bisa fleksibilitas, koordinasi, keseimbangan, dan sepenuhnya menghuni jiwa orang lain. kontrol dari siswa yang terlibat. Seorang aktor harus bisa benar-benar Sementara manfaat unsur sosial mengerti bagaimana dunia melihat melalui meliputi percaya diri, kerjasama, dan mata orang lain. Ini tidak berarti para kemampuan berkomunikasi. Aspek percaya siswa harus setuju dengan setiap karakter. diri pada pendidikan seni teater terutama Seorang siswa yang dalam pelajaran IPS pada bagaimana siswa dapat berimprovisasi. memainkan tokoh PKI, ia bisa memainkan Mereka akan dapat menilai situasi, berpikir Muso atau Aidit tanpa menjadi seorang keluar dan lebih percaya diri dalam situasi Komunis. Tapi dia tidak bisa memainkan yang tidak biasa. Siswa belajar mempercayai Muso atau Aidit tanpa memahami sudut gagasan dan kemampuan mereka. Keyakinan pandangnya, tanpa empati. Dalam budaya yang diperoleh dari belajar keterampilan yang semakin terpolarisasi dan tidak toleran seni teater berlaku tidak hanya untuk siswa saat ini, kemampuan untuk memahami sekolah saja, tetapi para guru yang melatih motif dan pilihan orang lain sangat penting. pun dapat pijakan untuk berkarir dan Teater dapat membantu membangun warga kehidupannya. global yang bertanggung jawab dengan Pada aspek kerjasama, seni teater menjunjung tinggi toleransi. Hal demikian yang diajarkan membutuhkan kolaborasi sangat memungkin bagi teater sebagai media dari berbagai pemain dan dalam banyak komunikasi pendidikan, yang menurut kasus kualitas ketergantungan kinerja pada Landy (1982: 136-137) : kinerja ensemble. Menggabungkan gagasan “Memiliki basis teori yang berkisar pada kreatif dan kemampuan semua peserta perspektif psikoanalisis hingga antropologis, didik diperlukan untuk hasil terbaik. Ini behavioris, dan kognitif.” mengharuskan semua pihak untuk terlibat Teater di sekolah-sekolah di Jawa dalam diskusi, umpan balik, latihan, dan Barat merupakan kegiatan ekstrakurikulir pertunjukan. Selanjutnya, pada aspek yang dilakukan melalui cara-cara pelatihan kemampuan berkomunikasi, tampaknya Jaeni. Teater sebagai Media... 1137 jelas bahwa seni teater meningkatkan Teater yang mendidik dalam perspektif komunikasi verbal dan nonverbal, namun komunikasi seni adalah teater yang perlu dikatakan bahwa ini memberi manfaat dihasilkan oleh kreator yang berusaha bagi para siswa sekolah melalui kehidupan mendidik melalui indera, perasaan, intuisi, mereka dengan meningkatnya proyeksi dan intelektualnya. Untuk hal demikian, para vokal, artikulasi, nada bicara, ekspresi, dan pembimbing teater di sekolah-sekolah di mengembangkan keterampilan mendengar Jawa Barat berkomitmen untuk menciptakan dan observasi. teater yang menginstruksikan melalui Nilai manfaat dari unsur emosional hiburan atau hiburan melalui pengajaran dalam pembelajaran seni teater sebagai bagi para siswanya. Teater bagi para guru dan media pendidikan meliputi aspek imajinasi, siswanya yang terlibat merupakan dialektika empati, konsentrasi, menyenangkan, outlet instruksional, meminjam interpretasi puitis emosional, ingatan, apresiasi untuk seni dan Jonathan Levy (Landy, 1982: 220) dikatakan budaya. Para siswa menjadi kreatif dan belajar bahwa: untuk membuat pilihan kreatif membantu “Ketika teater itu baik, ia akan mengajar, dengan siswa untuk lebih baik dalam memikirkan cara yang mendalam. Teater akan mengajarkan cara King Lear mengajar, atau The Cherry gagasan baru, yang memungkinkan mereka Orchard mengajarkan, hanya dengan menjadi; yang tentunya adalah apa yang pantas bagi anak melihat dunia di sekitar mereka dengan kita - penyajian kembali pengalaman manusia cara baru. Nilai empati menjadikan siswa yang kuat, diklarifikasi dan diintensifkan, seperti sinar matahari melalui kaca yang menyala.” memahami karakter, peran dan subteks drama dan musikal yang memungkinkan Simpulan siswa untuk berhubungan lebih baik dengan Teater sebagai seni pertunjukan secara situasi, latar belakang, dan budaya yang hakiki adalah media komunikasi. Sejak awal berbeda. munculnya teater menjadi bagian dari sebuah Nilai konsentrasi dapat mengembangkan media yang mengkomunikasikan berbagai kemampuan dan keterampilan siswa hal dalam sebuah kehidupan melalui nilai- untuk bisa memusatkan pikiran, tubuh, nilai seni yang pada derajat tertentu tidak dan suara. Berlatih teater juga dapat dapat diukur dengan “salah dan benar”, tetapi menyenangkan dan dapat mengurangi diukur dengan baik dan buruk sebagai sebuah stress para pelajar. Sementara sebagai outlet nilai dalam konteks sosial budaya tertentu. emosional, permainan akting dan dramatis Pada derajat yang lain, teater dapat menjadi memungkinkan siswa mengekspresikan media komunikasi dalam pendidikan yang berbagai emosi dan mendorong mereka memiliki fungsi secara instrumental, baik untuk memahami dan menangani perasaan bagi pelaku maupun publik teater sebagai serupa yang mungkin mereka alami. Pada oasis pengetahuan. Teater menjadi sebuah sisi lain, berteater juga akan melatih dan instrumen untuk mempertajam kreativitas otak meningkatkan daya ingat karena ada gerak dan memberikan keseimbangan ideal dalam dan olah seni. pola belajar, untuk mendapatkan pengetahuan 1138 Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 6, Januari 2019, hlm 1124-1139 yang menyeluruh, dan dapat mengembangkan Jaeni. (2016). Komunikasi Seni: Konstruksi kepercayaan diri, kreativitas dan kemampuan Sosial Budaya Melalui Teater Modern Indonesia, Bandung: Sunan Ambu Pres. berkomunikasi mereka. Substansi penelitian ini adalah ingin Jaeni. (2017). “Nilai-Nilai Pengetahuan Lo­ kal Pembentuk Karakter Bangsa Da­ mengajak pembaca dan seluruh pihak yang lam Sandiwara Cirebon, Jawa Barat”. Jur­nal berkepentingan dalam bidang pendidikan seni Budaya MUDRA. LP2M ISI Denpasar – (dinas dan guru) seyogyanya dapat . Volume. 32, No. 1 hal. 332 memahami teater sebagai sebuah institusi. Kuntowijoyo. (1987) Budaya Dan Teater merupakan media dan bagian dari Masyarakat, Yogyakarta: Tiara Wacana. proses komunikasi dalam mengekplorasi Landy, Robert J. (1982). Handbook of pengetahuan, bertukar pengetahuan, educational drama and theatre, dan memanfaatkan pengetahuan yang Westport, Connecticut, London, didapatkannya. Keahlian teater bagi guru England: Greenwood Press dapat memberikan cara mendidik yang lebih Leach, Robert. (2008). Theater studies, The berempati. Basic. Routledge: Madison Ave, NewYork MPSS, Pudentia (ed). (1998). Metodologi Daftar Pustaka Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Yayasan Atkinson, Dennis.(2002). Art In Education: Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Identity and Practice, Kluwer Academic Tradisi Lisan. Publishers Department of Educational Mulyana, Deddy (2002). Metodologi Studies, Goldmiths University of Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru London, U.K. Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Mursito, BM. 1997. Budaya Televisi dan Lainnya. Bandung: Rosdakarya. Determinisme Simbolik. Jurnal ISKI. Novitasari, Latifah, dkk. (2015) “Pentad Analisis Volume 8.1. Pada Film Legend Of The Guardians”, Bishop Tyrrell, (2016). The impotance of Jurnal Komunikasi ASPIKOM, Volume 2 drama and performing art, http://www. Nomor 4, Januari 2015, hlm 224-234 btac.nsw.edu.au/2016/10/ O’Toole, John. (2014). Young Audience, Calhoun, Craig, et.al (ed). 2007. Contemporary Theatre in cultural conversation, Sociological Theory. Second Edition. USA: Dordrecht Heidelberg New York Blackwell Publishing Ltd. London: Springer Jaeni. (2012). “ Komunikasi Estetik dalam Prusdianto (2016). “Pendidikan Seni Teater; Seni Pertunjukan Teater Rakyat Sekolah, Teater Dan Pendidiknya”, Tanra, Sandiwara Cirebon”. Jurnal Seni Budaya Jurnal desain komunikasi visual Fakultas PANGGUNG. Vol. 22 no 2. 2012, p. Seni dan Desain, Universitas Negeri 160. Bandung: Lembaga Penelitian dan Makasar. volume 3, nomor 3 – p. 27- 35. Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Reason, Matthew. (2010). The Young STSI Bandung. Audience: Exploring and Enhancing Jaeni. (2015). Metode Penelitian Seni: Subjektif Children’s Experiences of Theatre, – Interpretif Pengkajian dan Kekaryaan Sterling, USA: Trentham Books Stoke Seni. Bandung: Sunan Ambu STSI Press on Trent. Jaeni. Teater sebagai Media... 1139

Respati, Resa (2015) “Esensi Pendidikan Surtantini, Rin (2015). “Pembelajaran Seni Seni Musik Untuk Anak”, Jurnal Saung Bahasa dalam Konteks Lintas Kurikulum Guru. Vol VII No. 2 Agustus 2015, hal. melalui Drama”, Jurnal Kajian Seni, 1 – 17 VOLUME 02, No. 01, November 2015, Slavin, Robert E. (2011). Psikologi Pendidikan hal. 68-77 Teori dan Praktik. Jilid 2. Terjemahan. Wallace, Doris B. (Ed). (2004). Education, Jakarta: PT Indeks. Arts, And Morality: Creative Journeys, Setiartin R., Titin. (2016). “Transformasi Teks Cooperation With Publications For The Cerita Rakyat Ke Dalam Bentuk Cerita Advancement Of Theory And History Bergambar Sebagai Model Pembelajaran In Psychology (Path)New York: Kluwer Membaca Apresiatif”. Jurnal Litera. Academic Publishers. Volume 15, Nomor 2, Oktober 2016, P. Woodson, Stephani Etheridge. (2015).Theatre 389-401. for Youth Third Space Performance, Demo­ Sukmayadi, Yudi (2016) “Pembelajaran cracy, and Community Cultural Deve­lop­ Komposisi Musik Sekolah Melalui ment, UK / Chicago, USA: intellect Bristol. Pemanfaatan Perkakas Tangan” Jurnal Wooster,Roger. (2007). Contemporary Resital, Fakultas seni pertunjukan ISI Theatre in Education, Chicago USA: Yogyakarta Vol. 17 No. 3, Desember Intellect Bristol. 2016. Hal: 158-169 Wadiyo dan Udi Utomo, (2018). “Pengem­ Sulaeman. (2017). “Dramaturgi Penyandang bangan Materi Ajar Seni Budaya Sub Oligodaktili” Jurnal ASPIKOM, Volume Materi Musik pada Sekolah Umum Jen­ 3 Nomor 4, Januari 2018, hlm 662-674 jang Pendidikan Dasar”. Jurnal Resi­ Sumardjo, Yakob (1992). Perkembangan Teater tal, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Modern dan Sastra Drama Indonesia, Yogyakarta Vol. 17, No. 2, Agustus cetakan 1, Bandung: Citra Aditya Bakti. 2018, hal. 87-97