Capaian Estetik Prosa Fiksi Indonesia Abad Ke-21
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
CAPAIAN ESTETIK PROSA FIKSI INDONESIA ABAD KE-21 Oleh Sunaryono Basuki Ks Pensiunan Guru Besar Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Negeri Singaraja, sekarang UNDIKSHA Aesthetical Achievement of The 21st Century Indonesian Fiction Prose ABSTRACT The birth of modern Indonesian novel can be represented by Belongs, followed by the works of PRIMEDIA Ananta Toer and Mochtar Lubis. New style of writing has been practiced by Iwan Si- matupang, Budi Darma, Danarto, and Putu Wijaya. Other authors writing in the mainstream style are Umar Khayam, YB Mangunwijaya, Nh Dini, Subagio Sastrowardoyo, and many others. The 21st century is marked by the works of young writers, writing more intensely based on seri- ous research, using various materials and settings. There have been trans-gender, trans-locale, and various points of view. The young potential writers are Nukila Amal, Ayu Utami, Oka Rusmini, Dewi Lestari, Cok Sawitri, Andrea Hirata, E.S. Ito, Eka Kurniawan, Triyanto Triwikromo and many others. Their works, supported by research and serious treatment to their materials are surprisingly promising. Key words: modern Indonesian novel, mainstream style, young writers PENDAHULUAN Wijaya. Banyak nama yang dapat diunggulkan seperti YB Mangunwijaya, Umar Khayam, Ram- adhan KH, AA Navis, NH Dini, Ahmad Tohari dll, Prosa Fiksi Indonesia mengalami kemajuan yang semuanya telah dikukuhkan sebagai tokoh pesat sejak munculnya Belenggu, yang kemu- dunia prosa fiksi Indonesia abad lalu. Gunung Kembar dian disusul oleh karya Pramoedya Ananta Toer, Karya Vidia (5 tahun 6 bulan) Mochtar Lubis pada tahun lima puluhan. Kita Denyut nafas karya mereka berlanjut, kecuali 2008 juga mengenal nama-nama terkenal tahun 50-an yang sudah almarhum, ke abad ini, sebagaimana dan 60-an seperti Motinggo Busye, Kirdjomulyo, nanti kita lihat dalam pembahasan. Tidak boleh Nasjah Djamin, Toha Mochtar, Trisnojuwono dll, tidak, para pendahulu itu telah meletakkan dasar disusul oleh pembaruan Iwan Simatupang yang bagi kemajuan karya prosa abad ini karena karya diramaikan oleh Budi Darma, Danarto dan Putu memang berkesinambungan seperti dikatakan 18 | PRASI | Vol. 6 | No. 11 | Januari - Juni 2010 | | PRASI | Vol. 6 | No. 11 | Januari - Juni 2010 | 19 oleh TS Eliot dalam salah satu eseinya. baiknya berjalan sendiri-sendiri tak usah saling hidupan Rangda. bentuk inilah gagasan itu kita hayati,,,” Memang memukul. Waktu akan membuktikan mana karya kita dihanyutkan kisah kemana saja, terseret tan- Walau banyak buku membahas estetika, teru- yang lebih unggul, bukan kekuatan argumentasi Nukila Amal menerapkan sudut pandang orang pa daya. tama estetika seni murni seperti dilakukan oleh dan saling menyalahkan. kedua dalam banyak bab novelnya, sebuah pili- Muji Sutrisno, Dr. A.A. Djelantik dan lain-lain han yang jarang dilakukan oleh pengarang lain Ayu Utami yang “mengejutkan “di akhir abad lalu dalam bahasa Indonesia, saya mengacu pada Selama delapan tahun terakhir abad ini, ratusan apalagi dalam sebuah novel. Kebanyakan pen- dan dipuji banyak orang, seperti Sapardi tetapi buku Estetika Sastra dan Budaya susunan Prof. karya sastra fiksi telah dilemparkan ke publik garang lebih menyukai sudut pandang orang tidak oleh Pramoedya, memang menulis hal Dr. Nyoman Kutha Ratna, SU yang lebih runut pembaca Indonesia, ada yang disambut dengan pertama, orang ketiga atau sudut pandang ser- yang baru pula. Bukan hanya hubungan manu- menyajikan pengertian , jenis dan sejarah este- gegap gempita sebagaimana “Ayat-ayat Cinta” batahu (Omniscience point of view, Abdul Rozak sia dengan mahkluk gaib (yang di Bali dipercayai tika. atau hilang ditelan waktu. Ciri utama karya sastra Zaidan dalam Kamus Istilah Sastra, 1991). Sudut memang ada dan dinamai “wong samar”), tetapi Indonesia abad ini adalah kebebasan berkreasi, pandang orang kedua mungkin paling sulit ditulis mengungkap kenyataan tentang keangkuhan Secara umum estetika didefinisikan sebagai sebagaimana dilancarkan oleh berbagai pihak, dan paling jarang dipakai. Latarnya pun di wilayah penguasa di perkebunan kelapa sawit, juga ten- “ilmu pengetahuan yang berfungsi untuk menilai terutama oleh golongan muda seperti Hudan Indonesia timur yang jarang dijamah.Paling ser- tang hubungan tokoh perempuan dan lelaki, masalah-masalah yang berkaitan dengan kein- Hidayat, Binhad Nurrochmad, atau yang lebih ing latar di seputar Jakarta atau tanah Jawa dan serta pula teknik bercerita lewat pertukaran dahan.” (Kutha Ratna, 2007). Dia juga menye- tua Fadjroel Rachman dkk. Sumatra, sedangkan wilayah lain termasuk Ka- sms yang sebetulnya bukan hal baru. Kita telah but tentang “estetika oposisi” yang merupakan limantan, Nusa Tenggara Barat dan Timur dan mengenal novel warakh ( epistolary novel) sep- aspek-aspek keindahan yang terkandung dalam Penulis mencoba mendokumentasi, memilah- wilayah timur Indonesia hampir merupakan ter- erti dalam karya Hamka Tenggelamnya Kapal van sastra Indonesia modern. Ciri-ciri keindahannya milah, dan kemudian memberi penilaian terha- ra incognita. Nukila Amal mengumbar imaginasi der Wijk. Kelebihan Ayu Utami bagi saya kemam- diperoleh melalui pertentangannya dengan kar- dap karya yang ada, dalam tulisan ini. dengan bebas,sampai-sampai menarik banyak puan deskripsinya tentang pekerjaan di atas oil ya sastra yang lain. pengamat sastra yang memuji gaya berceritanya, rig lepas pantai. Dapat dipahami kepiawaian itu Gebrakan Sastrawati sampai komentar Sapardi yang diembel-embeli lantaran dia juga seorang wartawati. Janjinya “kalau ditanya ceritanya apa, saya akan kela- bahwa novel ini disambung dengan kisah per- PEMBAHASAN Menarik mengamati gebrakan sastrawati semen- bakan.” temuan dengan Laila di New York ternyata di- jak Ayu Utami di akhir abad 20 mengejutkan den- sambung dengan novel Larung yang tidak sema- Nama-nama baru dan lama berkarya bersama gan karyanya Saman. Bukan diikuti, atau sekedar Apakah memang demikian, sebagaimana puisi, ta-mata menceritakan tentang Saman, Yasmin, menjadi epigon, tetapi secara bersama-sama pertama-tama bukan dipahami tetapi dinik- Laila dan juga Cok, tetapi tentang kematian sim- Kalau paruh akhir abad lalu sastrawan merasa kadang memang terasa berurutan tetapi bukan mati keindahan-kata-katanya? Mungkin tidak bah. Katrin Bandel sampai setuju bahwa “dalam diawasi penuh oleh penguasa, ada rasa takut un- karena dipengaruhi, sejumlah sastrawati menge- sepenuhnya benar sebab Nukila Amal memang ke-dua novel itu seksualitas direpresentasikan tuk disensor bahkan karyanya dilarang (kasus-ka- jutkan jagad sastra Indonesia. Di abad lalu kita bercerita tentang sesuatu. Paling tidak dia me- dengan cara yang provokatif.” (Katrin Bandel, sus pelarangan karya Pramudya, sejumlah karya memang mengenal sejumlah sastrawati seperti nantang penulis lain, baik lelaki maupun perem- 2006 h 101-102) Teater Koma, Wiji Thukul, Rendra, dan lain-lain), Marianne Katopo, Nh Dini ( terus menulis sam- puan, untuk mengeksplorasi berbagai kemungki- dengan jatuhnya Soeharto, sastrawan merasa pai sekarang), Titie Said, atau yang lebih dikenal nan dalam penciptaan fiksi. Komentar dari filsuf Larung bagi saya jauh lebih bagus dengan pema- mendapatkan kembali kebebasan penuhnya, berjalan di jalur “pop” tetapi tetap punya andil maupun sastrawan positif. Bambang Sugiarto haman yang lebih mendalam tentang masya- menulis tentang apa saja dan dengan gaya apa dalam perkembangan sastra Indonesia, seperti menulis : “Sebuah novel yang memperkarakan rakat dan budaya Jawa, juga lanjutan kisah Sa- saja, dan mencoba melepaskan diri dari aturan- Marga T dan V.Lestari. Awal abad ini selain Ayu hakikat nama, peristiwa dan cerita, maya dan man dengan gejolak politik, kehidupan seks aturan kesastraan yang dirasa “mengungkung” Utami yang kemudian menulis Larung, kita kenal nyata, diri dan ilusi, tetapi juga memperkarakan pelaku-pelakunya. Latar berpindah-pindah dari kreatifitas mereka. Tidak ada lagi ketakutan pula Nukila Amal yang menulis Cala Ibi; Oka Rus- kodrat kata dan bahasa….puncak sastra Indo- Jawa, Sumatera, dan AS, dan masalah-masalah pelarangan, berarti tak ada tentangan, misal- mini yang menulis Tarian Bumi, Sagra, Kenanga; nesia mutakhir.” Goenawan Mohamad menulis politik dari G30S sampai gejolak politik tahun nya soal debat tentang “sastra wangi” dari apa Djenar Maesa Ayu yang menghebohkan dengan “…sastra Indonesia kini terbangun dari bahasa 90-an sebelum Soeharto jatuh. Dalam Larung yang disebut oleh Taufiq Ismail sebagai Gerakan Jangan Main-main (Dengan Kelaminmu) dan yang bergairah menjelajah ke dalam alam benda kita juga membaca kisah Janda Jirah dari Bali, Syahwat Merdeka (dalam kumpulan kolom Gatra Nayla; Dee (Dewi Lestari) dengan Supernova: konkrit, dunia yang jauh maupun yang intim…” sekan pula membaca membaca ribuan kelelawar Gado-gado Kalibata, 2007), dengan kelompok Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh, serta Superno- sedangkan Nirwan Dewanto menulis: “.,….’Cala yang juga muncul di Candi Murca karya Langit yang mendukung kebebasan berkreasi. Apapun va :Akar yang cerdas; Fira Basuki dengan Astral Ibi’ adalah pelaksanaan semacam gagasan mate- Kresna Hariadi. Saya belum membaca karyanya alasannya, kebebasan tak boleh dikekang, dan Astria yang berani masuk ke dunia mistik; dan matis, misalnya saja pencerminan dan penggan- selanjutnya. barangkali memang jalur-jalur yang berbeda se- terakhir Cok Sawitri yang menguak rahasia ke- daaan ke dalam bentuk sastra, dan hanya dalam Oka Rusmini tak boleh dianggap enteng. Ida Ayu 20 | PRASI | Vol. 6 | No. 11 | Januari - Juni 2010 | | PRASI | Vol. 6 | No. 11 | Januari - Juni 2010 | 21 Oka Rusmini yang keluarga Brahmana