Kritik Identitas Dalam Cerpen Bali Karya Putu Wijaya Dan Cerpen Majogjag Karya Djelantik Santha (Komang Wahyu Rustiani, I Gst Md Swastya Dharma Pradnyan)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Kritik Identitas Dalam Cerpen Bali Karya Putu Wijaya Dan Cerpen Majogjag Karya Djelantik Santha (Komang Wahyu Rustiani, I Gst Md Swastya Dharma Pradnyan) : 32 WIDYACARYA Jurnal Pendidikan,: Jurnal Agama DanPendidikan, Budaya Agama Dan Budaya Vol 5, No 1, Maret 2021, pp 32-38 Volume 5, Nomor 1, Maret 2021, pp 32-38 p-ISSN : 2580-7544 e-ISSN : 2721-2394 Open Access: http://jurnal.stahnmpukuturan.ac.id/index.php/widyacarya/index KRITIK IDENTITAS DALAMp-ISSN CERPEN : 2580-7544 e -BALIISSN : 2721 KARYA-2394 PUTU WIJAYA DAN CERPEN MAJOGJAGOpen Access: KARYA http://jurnal.stahnmpukuturan.ac.id/index.php/widyacarya/index DJELANTIK SANTHA Komang Wahyu Rustiani1*, I Gst Md Swastya Dharma Pradnyan 2 1 2 Universitas Universitas Halu Oleo , Universitas Teknologi Indonesia Artikel Info Abstrak Cerpen merupakan salah satu wahana untuk menyampaikan Received: 2021-01-25 apresiasi bahkan kritikan oleh pengarang terhadap situasi sosial Revised : 2021-03-08 yang terjadi. Walaupun karya tersebut dalam teknik penceritaannya Accepted: 2021-03-10 menggunakan lintas bahasa namun, embrio latar belakang kehidupan pengarang tetap hadir membungkus makna bahasa disetiap skema alur yang membangun karya tersebut. Aspek Kata kunci: sosiologis memainkan perannya terhadap keadaan psikis pengarang Identitas, Bali, Majogjag, melalui sistem tanda bahasa dalam melahirkan sebuah cerpen. Hipersemiotika Terdapat dua orang tokoh sastrawan yakni Putu Wijaya dan Djelantik Santha dengan karyanya yaitu "Bali" dan "Majogjag". Aspek psikologis pengarang sangat lekat tercermin serta tertuang Keywords: pada kedua karya itu. Masing-masing pengarang memiliki style identity, Bali, Majogjag, berbeda sebagai kritikus mengenai keadaan Bali. Satu sisi Putu Hyper semiotic Wijaya seorang putra Bali berbicara Bali dari luar Pulau Bali, sementara Djelantik Santha juga seorang putra Bali mengangkat kasus sosial Bali dari dalam Pulau Bali. Tentunya, penelitian ini sangat menarik untuk dibahas karena menghadirkan tokoh sastra dengan paradigma multi interpretasi terhadap masyarakat Bali. Akhir-akhir ini perbincangan mengenai identitas merupakan salah satu tema sentral dalam kaitannya dengan arus globalisasi. Hal tersebut juga menjadi suatu wacana dalam cerpen "Bali" dan "Majogjag, terdapat perumusan kembali terkait degradasi identitas tokoh Bali terhadap identitas budaya lokal mereka. Adanya rekonstruksi ulang berdasarkan atas modifikasi beserta perubahan identitas yang dialami. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Bahasa bukan menjadi pembatas dalam berkarya, begitupula aspek sosiologis lahiriah pengarang dalam proses modifikasi identitas sosial, melainkan upaya perumusan kembali terkait identitas tokoh dalam cerpen perspektif Hipersemiotika Abstract Short story is a medium of writers to articulate appreciation even critique toward social problems happen. Even though the story used narrative style of cross languages, the writer’s background still appeared inside the language meaning in every scheme plot of the story. Sociological aspect plays the role toward writers’ psychology through the language sign system in creating the short story. There are two Balinese writers, both are Putu Wijaya and Djelantik Santha with their short stories “Bali” and “Majogjag”. Both writers’ Psychology aspect was noticeably in their stories. Each writer has different style as critic about Bali condition. Putu Wijaya as a man of Bali talks about Bali condition from the outside of Bali Island. Djelantik Santha, on the other side, as a man of Bali talks about social problems from the inside of Bali Island. This paper, certainly, is interesting to discuss since present two Balinese writers with multiinterpretation paradigm toward Balinese people. * Kritik Corresponding Identitas dalam author: Cerpen Bali Karya Putu Wijaya dan Cerpen Majogjag Karya Djelantik Santha (Komang Wahyu Rustiani, I Gst Md Swastya Dharma Pradnyan) E-mail : [email protected] (Komang Wahyu Rustiani) Penerbit: STAHN Mpu Kuturan Singaraja : Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya 33 Vol 5, No 1, Maret 2021, pp 32-38 I. PENDAHULUAN Istilah di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung, memberikan asumsi bahwa seseorang kurang berhak lagi terhadap segala bentuk kearifan yang diwarisinya sejak lahir. Berbagai penyesuaian harus dilakukan demi bertahan hidup. Akan tetapi, di tengah semangat juang yang berkobar dalam benak orang tersebut sesekali pasti bertanya-tanya, apakah revolusi budaya di tempat baru tidak melunturkan budaya nenek moyang ditanah kelahiran, atau masihkah dirinya dianggap sebagai putra asli tanah kelahiranya, fenomena di atas menjadi momok sehingga, kerap kali menghadirkan mimik negatif bagi masyarakat rantauan ketika kembali pulang untuk menjawab kerinduan tempat asalnya. Salah seorang sastrawan Bali bernama Putu Wijaya mengisyaratkan mengenai keadaan psikis seorang rantauan dalam sebuah cerpen yang berjudul Bali. Bagi pembaca, karya beliau merupakan sebuah "mirror On the Lamp" atau lebih dikenal dengan bayangan kehidupan yang dialami pengarang. Sosok sastrawan Bali kelahiran 1944 lebih dikenal di luar pulau Bali terutama di Jakarta (Wijaya, 2004: 211). karya beliau banyak menginspirasi seniman-seniman muda, serta sanggar-sanggar teater di Jawa mengakui kredibilitas beliau dibidang seni pertunjukan, bahkan beliau dianggap sebagai bapak drama di Indonesia. Selain sebagai tokoh seniman teater beraliran realis, tulisan-tulisan beliau juga sering diadopsi oleh beberapa sanggar, karena sebagian besar menggambarkan ikhwal konflik kehidupan. Kepiawaian dalam menulis mengantarkan beliau pada berbagai penghargaan. Namun, uniknya sebagian besar karya beliau berbahasa Indonesia padahal secara implisit dari segi tema menandakan ulasan ceritanya mengisahkan tentang adat, tradisi dan budaya kehidupan di Bali. Berbeda halnya dengan seorang pengarang sastra modern yang lahir dan besar di Bali, tepatnya desa Selat Kabupaten Karangasem tahun 1941. Adapun sosok pengarang senior yang bernama Djelantik Santha. Karya-karya beliau sebagian besar mencerminkan kehidupan pulau kelahirannya dalam Bahasa Bali secara spesifik. Beberapa karyanya juga mendapat penghargaan terutama tulisan dengan judul "Tresnane Lebur Ajur Satonden Kembang" bergendre Novel termuat dalam Majalah Suara Saking Bali. Pada era 70-an ide dan gagasan beliau sangat kental perihal identitas pernikahan beda kasta. Masa itu status sosial masih sangat sensitif untuk diperdebatkan serta pernikahan lintas kasta sangat tabu untuk dilanggar. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya penanda tokoh-tokoh yang terlibat selalu digugurkan saat adanya konflik percintaan beda kasta. Cerpen Bali mencerminkan sebuah teror mental bagi pembaca, karena pertanyaan- pertanyaan yang dihadirkan memberikan ruang penafsiran terhadap identitas ke-Bali-an seseorang, akibat dari memudarnya interaksi bahkan melampaui batas-batas sosial kemasyarakatan. Menurut Piliang, (2011:109) lenyapnya batas-batas sosial dikarenakan era globalisasi dan abad virtual menjadikan konsep-konsep sosial seperti integerasi, kesatuan, persatuan, nasionalisme dan solidaritas, tampak semakin kehilangan realitas sosialnya dan akhirnya menjadi mitos. Selain faktor perkembangan teknologi menjelang abad ke-21, masyarakat juga secara tidak langsung diarahkan lebih intens melakukan komunikasi melalui virtual, karena dunia sedang dilanda pandemi. Pemerintah berupaya memutus mata rantai penyebaran virus dengan jalan memberikan himbauan sosial distancing demi keselamatan warga. Demi eksistensi interaksi sosial, masyarakat harus siap mengadakan penyesuaian budaya virtual dengan merumuskan kembali tatanan nilai-nilai dan norma-norma sosial, sehingga degradasi budaya lokal tidak terjadi secara ekstrim dan setidaknya marwah dari identitas budaya lokal masih melekat dalam proses interaksi virtual. Bahkan, Pemerintah Bali melalui Majelis Desa Adat menghimbau warganya agar melakukan upacara keagamaan secara sederhana. Kemudian timbul pertanyaan apakah masyarakat pada era new normal masih berhak untuk menyandang identitas budayanya di masa lampau, hal tersebut menjadi perdebatan dalam sebuah cerpen Karya Putu Wijaya yang berjudul "Bali". Selanjutnya cerpen "Majogjag" belum jauh mengalami transformasi dari Hipogram karya- karya Djelantik Santha terdahulu. Beliau masih sarat mempertontonkan adegan perbedaan identitas Kritik Identitas dalam Cerpen Bali Karya Putu Wijaya dan Cerpen Majogjag Karya Djelantik Santha (Komang Wahyu Rustiani, I Gst Md Swastya Dharma Pradnyan) : Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya 34 Vol 5, No 1, Maret 2021, pp 32-38 kasta dan ras. Akan tetapi, awal cerita mengalami perluasan konflik dari perbedaan penggunaan komunikasi antar generasi yang mengindikasikan lunturnya identitas ke-Bali-an hingga mencangkup perbedaan Agama. Menurut Jonathan Rutherford, Identitas merupakan satu mata rantai masa lalu dengan hubungan-hungan sosial kultural, dan ekonomi di dalam ruang dan waktu satu masyarakat, sesekali identitas tersebut mengkristal atau mengalami kebuntuan maka saat itu ia akan dipelihara dan dimodifikasi atau bahkan diubah melalui hubungan-hubungan sosial dimasa sekarang, dengan demikian akan sangat ditentukan oleh perubahan pola sosial (Piliang, 2011:367), sehingga dapat diinterpretasikan bahwa identitas merupakan ikhtisar dari masa lalu yang disesuaikan berdasarkan semangat jiwa zaman. Berdasarkan uraian di atas, maka akan dilakukan analisis dua buah cerpen dengan bahasa dan latar belakang pengarang berbeda walaupun asalnya sama berasal dari pulau Bali, akan tetapi dalam karyanya mengangkat isu tentang konflik identitas perspektif Hipersemiotika. II PEMBAHASAN Hipersemiotika merupakan sebuah paradigma tentang tanda ketika kehadiran makna melampaui batas interpretasi yang mewakili
Recommended publications
  • Dari Kartini Hingga Ayu Utami: Memposisikan Penulis Perempuan Dalam Sejarah Sastra Indonesia
    1 DARI KARTINI HINGGA AYU UTAMI: MEMPOSISIKAN PENULIS PEREMPUAN DALAM SEJARAH SASTRA INDONESIA Oleh Nurhadi Abstract There is an interesting phenomenon in the end of 20-th century and in the beginning of 21-th century in Indonesian literature history. That’s phenomenon are so many women writer whose productive in writing poetry or fiction. Is this a suddenly phenomenon? There is a series moment that couldn’t ignored, because there were some women writers in the beginning of Indonesian literary history, especially in 1920- ies, a milestone in modern Indonesian literary history. The modern Indonesian literary history itself is impact of acculturation by western culture. This acculturation appears in Kartini herself, a woman writer who never mention in history about her literature activity. Limitation to women writers in the past often interrelated by the edge of their role, for example, they were: never categorized as qualified literature writer, or as a popular writer, or just a peripheral writer, not as a prominent writer in their generation of writer. Is installation of Ayu Utami as a pioneer in novel genre in Indonesian 2000 Generation of Literature as one strategy of contrary to what happen recently? Apparently, the emergent of women writers weren’t automatically had relation by feminism movement. The writer who had struggle for Kartini’s history is Pramoedya Ananta Toer, a man writer. Key words: women writers, feminism, Indonesia literary history, the role of historical writing. A. PENDAHULUAN Memasuki tahun 2000 terjadi fenomena menarik dalam sejarah sastra Indonesia, khususnya ditinjau dari feminisme. Ayu Utami menerbitkan novel Saman pada 1998.
    [Show full text]
  • Mistikisme Dalam Dua Fiksi Indonesia Putri Karya Putu Wijaya Dan Rangda Karya Sunaryono Basuki Ks: Sensibilitas Lokal Terhadap Budaya Bali
    MISTIKISME DALAM DUA FIKSI INDONESIA PUTRI KARYA PUTU WIJAYA DAN RANGDA KARYA SUNARYONO BASUKI KS: SENSIBILITAS LOKAL TERHADAP BUDAYA BALI Gde Artawan Universitas Pendidikan Ganesha, Bali [email protected] Abstrak Makalah ini bertujuan secara umum mengetahui bagaimana representasi mistikisme dua sastrawan Bali dalam fiksi (novel) dan mengetahui bagaimanakah sensibilas lokalnya,khususnya nilai kultural Bali. Dalam makalah ini dikemukakan dua karya novel para sastrawan terkemuka Bali, yaitu novel Putri karya Putu Wijaya dan novel Rangda karya Sunaryono Basuki Ks. Dua pengarang ini dalam novelnya merepresentasikan interaksi masyarakat Bali dengan berbagai persoalannya.Dalam represeentasinya ada muatan sosiokultural yang muncul khususnya menyangkut ranah dalam konteks pembicaraan tentang mistikisme. Hal ini tentu tidak muncul sedemikian rupa karena sastra lahir bukan dari kekosongan budaya.Baik Putu Wijaya, maupun Sunaryono Basuki,Ks, yang nota bene meliliki latar sosiokultural berbeda, mampu mengungkap segi mistik dalam novelnya dengan sensibilitas yang memadai. Makalah ini diharapkan mampu memberi gambaran salah satu kehidupan sosiokultural Bali dalam novel sebagai rerferensi tekstual bahwa pada karya fiksi pun entitas kultural dapat dirunut. Dua fiksi (novel) Indonesia, Putri karya Putu Wijaya dan Rangda karya Sunaryono Bauki Ks secara alegoris menuturkan tentang adanya kepercayaan terhadap kekuatan supranatural yang melekat pada sebagian masyarakat Bali.Sensibilitas kedua pengarang terhadap sosiokultural Bali cukup memadai. Kata kunci
    [Show full text]
  • Nilai Moral Dalam Naskah Drama Cipoa Karya Putu Wijaya Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia Di Sma
    NILAI MORAL DALAM NASKAH DRAMA CIPOA KARYA PUTU WIJAYA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh : Shidqi Dhaifan Riadhi 1111013000099 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI NILAI MORAL DALAM NASKAH DRAMA CIPOA KARYA PUTU WIJAYA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh Shidqi Dhaifan Riadhi 1111013000099 Mengetahui Dosen Pembimbing Rosida Erowati, M. Hum NIP. 19771030 200801 2 009 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 ABSTRAK Shidqi Dhaifan Riadhi (NIM:1111013000099). “Nilai Moral dalam Naskah Drama Cipoa Karya Putu Wijaya dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Rosida Erowati, M.Hum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai moral yang terdapat dalam naskah drama Cipoa karya Putu Wijaya yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran di sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan mimetik yang menitikberatkan kajiannya pada hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Berdasarkan temuan dan hasil analisis yang dilakukan terhadap naskah drama ini, diketahui bahwa naskah drama Cipoa memuat nilai moral melalui interaksi maupun tingkah laku dari setiap tokoh yang ada.
    [Show full text]
  • Kritik Sosial Dalam Naskah Drama Operasi Karya Putu Wijaya: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di Sma
    KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA OPERASI KARYA PUTU WIJAYA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Oleh: GALIH ENGGAR WICAKSONO A 310 100 228 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018 HALAMAN PERSETUJUAN KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA OPERASI KARYA PUTU WIJAYA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA PUBLIKASI ILMIAH Oleh: GALIH ENGGAR WICAKSONO A310100228 Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh: Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ali Imron Al-Ma'ruf, M.Hum. NIDN. 0030085701 i HALAMAN PENGESAHAN KRITIK SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA OPERASI KARYA PUTU WIJAYA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA OLEH GALIH ENGGAR WICAKSONO A310100116 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Rabu, 21 November 2018 dan dinyatakan telah memenuhi syarat. Dewan Penguji: 1. Prof. Dr. Ali Imron Al-Ma’ruf, M.Hum. (………………..) 2. Drs. Adyana Sunanda, M.Pd. (………………..) 3. Drs. Zainal Arifin, M.Hum. (………………..) Dekan, Prof. Dr. Harun Joko Prayitno, M.Hum. NIDN. 0028046501 ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
    [Show full text]
  • Contemporary Art’: Propositions of Critical Artistic Practice in Seni Rupa Kontemporer in Indonesia
    CONTEXTUALIZING ‘CONTEMPORARY ART’: PROPOSITIONS OF CRITICAL ARTISTIC PRACTICE IN SENI RUPA KONTEMPORER IN INDONESIA A Dissertation Presented to the Faculty of the Graduate School of Cornell University in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Doctor of Philosophy by Amanda Katherine Rath January 2011 © 2011 Amanda Katherine Rath CONTEXTUALIZING ‘CONTEMPORARY ART’: PROPOSITIONS OF CRITICAL ARTISTIC PRACTICE IN SENI RUPA KONTEMPORER IN INDONESIA, 1973-1994 Amanda Katherine Rath, Ph. D. Cornell University 2011 This dissertation contends with the development of seni rupa kontemporer (contemporary art) between 1973 and 1993, with certain case studies extending to the late 1990s. I offer a history and genealogy of concepts of critical artistic practice, examining to what purpose strategies of a contemporary art have been put and from what conditions they emerged. I examine how these have been interpreted to possess criticality in Indonesia. Taking the controversial curatorial essay published for the 9th Jakarta Biennale of Art (1993) as a catalyst rather than as a point of reference, I rethink the possibility and value of a construct of an avant-garde and postmodern in seni rupa kontemporer.I propose a kind of avant-garde without modernism’s tradition of transgressive poetics. The mode of marginality I have in mind is a critical position possible only on this side of the political sea change and depoliticization of the cultural field in Indonesia after 1965. This entails tracing shifting notions of art’s and artistic autonomy, which were largely dependent upon the relation art had with politics and the spheres in which artistic practice was seen to reside.
    [Show full text]
  • Capaian Estetik Prosa Fiksi Indonesia Abad Ke-21
    CAPAIAN ESTETIK PROSA FIKSI INDONESIA ABAD KE-21 Oleh Sunaryono Basuki Ks Pensiunan Guru Besar Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Negeri Singaraja, sekarang UNDIKSHA Aesthetical Achievement of The 21st Century Indonesian Fiction Prose ABSTRACT The birth of modern Indonesian novel can be represented by Belongs, followed by the works of PRIMEDIA Ananta Toer and Mochtar Lubis. New style of writing has been practiced by Iwan Si- matupang, Budi Darma, Danarto, and Putu Wijaya. Other authors writing in the mainstream style are Umar Khayam, YB Mangunwijaya, Nh Dini, Subagio Sastrowardoyo, and many others. The 21st century is marked by the works of young writers, writing more intensely based on seri- ous research, using various materials and settings. There have been trans-gender, trans-locale, and various points of view. The young potential writers are Nukila Amal, Ayu Utami, Oka Rusmini, Dewi Lestari, Cok Sawitri, Andrea Hirata, E.S. Ito, Eka Kurniawan, Triyanto Triwikromo and many others. Their works, supported by research and serious treatment to their materials are surprisingly promising. Key words: modern Indonesian novel, mainstream style, young writers PENDAHULUAN Wijaya. Banyak nama yang dapat diunggulkan seperti YB Mangunwijaya, Umar Khayam, Ram- adhan KH, AA Navis, NH Dini, Ahmad Tohari dll, Prosa Fiksi Indonesia mengalami kemajuan yang semuanya telah dikukuhkan sebagai tokoh pesat sejak munculnya Belenggu, yang kemu- dunia prosa fiksi Indonesia abad lalu. Gunung Kembar dian disusul oleh karya Pramoedya Ananta Toer, Karya Vidia (5 tahun 6 bulan) Mochtar Lubis pada tahun lima puluhan. Kita Denyut nafas karya mereka berlanjut, kecuali 2008 juga mengenal nama-nama terkenal tahun 50-an yang sudah almarhum, ke abad ini, sebagaimana dan 60-an seperti Motinggo Busye, Kirdjomulyo, nanti kita lihat dalam pembahasan.
    [Show full text]
  • Tradition in the Novels of Anwar Ridhwan and Putu Wijaya
    MAWAR SHAFEI TRADITION IN THE NOVELS OF ANWAR RIDHWAN AND PUTU WIJAYA By Mawar Shafei ([email protected]) Faculty Social Sciences and Humanities Universiti Kebangsaan Malaysia Abstract This paper is the result of a comparative study carried out on the novels of Anwar Ridhwan and Putu Wijaya, writers who represent Malaysian and Indonesian authorship respectively. This study focuses on the inclination of both writers to dignify “tradition” in their work. What is meant by the framework of “tradition” is that both writers source their materials mainly from traditional texts in order to construct the structure of the novels which is the object of our attention. Specifically, the novel Hari-hari Terakhir Seorang Seniman (Anwar Ridhwan) makes references to the romance Si Gembang or Teluk Bidung Kota Lama while the novel Perang (Putu Wijaya), to the classical text the Mahabharata. Aside that, “tradition” as is presented by the writers in the novels under study, has been identified to take account of the concept of tradition which is the authorship ideology of both writers – Anwar Ridhwan with his concept kampung halaman Melayu (Malay hometown), Putu Wijaya with his concept desa-kala-patra (found in the Balinese tradition). These “traditions” are anchored in their experimental works which apear to be defying convention; a predilection that 29 2.Mawar Shafei.indd 29 6/2/11 3:45:40 PM MALAY LITERATURE clearly is in line with the authorial rhythm of these outstanding writers. The study conducted employs the intertextual framework as well as dialogism advanced by Mikhail Bakhtin and Julia Kristeva; a framework for observing authorship processes that is directed towards the effectiveness of creation theory.
    [Show full text]
  • Teater Sebagai Media Komunikasi Pendidikan
    TEATER SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PENDIDIKAN Jaeni Program Studi Teater, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Budaya Indonesia Bandung. Jl. Buah Batu No.212, Cijagra, Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat Email: [email protected] Abstract Theater performances in Indonesian society today are enjoyed by the audience only as “performances” in general, but have not been interpreted as knowledge space, learning space, self-maturing space or as an educational medium. This study aims to show that theater is a medium of educational communication that can be held through the earliest levels of education to higher education and become a space for education for the wider community. The method used in this study is a qualitative research method. In collecting data using observation and in-depth interviews and continued with interactive analysis. The research subjects that were observed and made the speakers were kindergarten (TK) teachers in Cirebon and Bandung, junior / senior high schools in Cirebon and Bandung, and instructors (students) theater in art colleges (ISBI Bandung), as well as communities in Cirebon and Bandung that use theater media in the learning process. The results of this research show that theater as a performing art is essentially a medium of communication. The conclusions of the results of this study indicate that theater must be understood as an institution, media, and part of the communication process in exploring knowledge, exchanging knowledge, and utilizing the knowledge gained Key Word: Theater, Communication Media, Education, Artistic Value Abstrak Pertunjukan teater pada masyarakat Indonesia dewasa ini dinikmati oleh penonton hanya sebagai “pertunjukan” pada umumnya, namun belum diartikan sebagai ruang pengetahuan, ruang belajar, ruang mendewasakan diri atau sebagai media pendidikan.
    [Show full text]
  • “Lautan Bernyanyi” Karya Putu Wijaya
    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NASKAH DRAMA “LAUTAN BERNYANYI” KARYA PUTU WIJAYA SKRIPSI Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh: Yulius Steven Balubun NIM: 131224067 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NASKAH DRAMA “LAUTAN BERNYANYI” KARYA PUTU WIJAYA SKRIPSI Oleh: YULIUS STEVEN BALUBUN NIM: 131224067 Telah disetujui oleh: Tanggal, 15 Juni 2020 ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI SKRIPSI ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NASKAH DRAMA “LAUTAN BERNYANYI” KARYA PUTU WIJAYA Dipersiapkan dan disusun oleh: Yulius Steven Balubun 131224067 iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Karya yang kurang sempurna ini, penulis persembahkan pada: 1. Yesus Kristus, Bunda Maria Sang Pemberi Kehidupan Serta Kekuatan. 2. Orang tua yang terkasih bapak Ferdinand Balubun dan ibu Selvia Renyaan, berkat Curahan Cinta Kasih, Dukungan, Doa Serta Kasih Sayang yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. 3. Kakak dan adik (Nola, Arina, Ricko, Theis) yang telah membantu dan memberi semangat bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO "Tiada langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan" "R. A Kartini" "Ketika mengalami situasi sulit dalam menggapai kesuksesan. maka kesuksesan terasa semakin dekat mudah untuk diraih" "Valentino Rossi" v PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
    [Show full text]
  • Penyutradaraan Naskah Lakon Blong Karya Putu Wijaya
    PENYUTRADARAAN NASKAH LAKON BLONG KARYA PUTU WIJAYA Skripsi untuk memenuhi salah satu syarat Mencapai derajat Sarjana Strata Satu Program Studi Teater Jurusan Teater oleh Muhammad Faozi Yunanda NIM. 1010593014 FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2015 i UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA PENYUTRADARAAN NASKAH LAKON BLONG KARYA PUTU WIJAYA Oleh : Muhammad Faozi Yunanda NIM: 1010593014 Telah diuji di depan tim penguji pada tanggal 29 Mei 2015 Dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan tim penguji : Ketua Tim Penguji Penguji Ahli J. Catur Wibono, M. Sn. Drs. Suharjoso, SK, M. Sn. Pembimbing 1 Pembimbing 2 Prof. Dr. Hj. Yudiaryani, M. A. Wahid Nurcahyono, M. Sn. Yogyakarta,________________________ Mengetahui Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Prof. Dr. Hj. Yudiaryani, M. A. NIP. 1956063 019870 3 2001 ii UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT hanya karena kehendakNyalah tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Atas berkahNya, setiap tantangan dan hambatan dalam proses dapat sikapi dengan baik dan benar dengan harapan agar proses ini dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Segala bentuk tantangan dan hambatan tersebut telah memberi pengalaman baik spiritual maupun intelektual. Proses penciptaan ini memberikan pengalaman yang dapat digunakan untuk mengasah piker, rasa dan laku yang akan terus didedikasikan dalam proses teater kedepannya.. Proses panjang tetapi terasa sangatlah singkat, itu yang dirasakan dalam proses penulisan ini. Yang akhirnya tulisan laporan pertanggungjawaban ini bisa terselesaikan. Meskipun tulisan ini masih jauh dari sempurna, demikian juga penggarapan teater yang dipentaskan sebagai syarat kelulusan sarjana strata satu di Jurusan Teater Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia. Semua ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
    [Show full text]
  • Tinjauan Tema Dan Amanat Atas Kumpulan Cerpen Klop Karya Putu Wijaya
    1 TINJAUAN TEMA DAN AMANAT ATAS KUMPULAN CERPEN KLOP KARYA PUTU WIJAYA Anita Boru Hutapea, Chairil Effendy, A. Totok Priyadi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan, Pontianak Email: [email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang tema dan amanat di dalam kumpulan cerpen tersebut dan menyajikan materi hasil penelitian untuk bahan pembelajaran di sekolah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dalam bentuk kualitatif dengan pendekatan struktural. Data dalam penelitian ini adalah teks sastra yang mencakup tentang tema dan amanat di dalam kumpulan cerpen Klop. Teknik pengumpulan data dengan teknik studi dokumenter dengan cara menelaah karya sastra menjadi sumber data penelitian. Berdasarkan analisis data, kumpulan cerpen Klop membahas persoalan kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kultural, dan struktural yang menjadi cerminan sebagian besar masyarakat Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi perkembangan penelitian berikutnya yang hendak mengkaji cerpen-cerpen karya Putu Wijaya dengan teori yang lain. Alangkah lebih baiknya pembaca karya- karya Putu Wijaya memahami konteks yang ada dalam karya tersebut, sehingga memunculkan makna yang disampaikan pengarang. Kata Kunci: Tema, amanat, kumpulan cerpen Klop Abstract: This study aims to gain an understanding of the theme and the message in the short story collection, and present the results of research material for learning materials in schools. The method used in this study is in the form of qualitative descriptive method by structural approach. The data in this study is a literary text that includes the theme and the message in the short story collection Fit. Techniques of data collection techniques by means of documentary studies examining literary work into a source of research data.
    [Show full text]
  • Modenisasi Dan Postmodenisasi Dalam Sastera Indonesia Moderniism and Postmodernism in Indonesia Literature
    View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by RUMPUN (E-Journal) Jurnal Antarabangsa Persuratan Melayu (RUMPUN) International Journal of Malay Letters Jilid 2/Jan/2014, 84-95 Persatuan Penulis Budiman Malaysia ISSN:2289-5000 Budiman Writers Association of Malaysia MODENISASI DAN POSTMODENISASI DALAM SASTERA INDONESIA MODERNIISM AND POSTMODERNISM IN INDONESIA LITERATURE Ikhwanuddin Nasution University of Sumatra Utara Medan, Indonesia. [email protected] ABSTRAK Modenisasi dalam dunia sastra diertikan sebagai perubahan dan kemajuan baik dalam bentuk maupun isi. Tema-tema atau ide-ide dalam sastra Indonesia khususnya Angkatan Pujangga Baru dan Angkatan ’45 telah mencerminkan adanya modernisasi. Modenisasi dikaitkan dengan tematema yang universal dan kebudayaan nasional. Sementara angkatan sebelumnya, iaitu Angkatan Balai Pustaka masih mengutarakan tema-tema yang bersifat kedaerahan. Modenisasi itu masih terlihat pada Angkatan ’66. Postmodenisasi dalam sastera Indonesia telah tercermin pada Angkatan ’70an dan ’80-an, yang biasa juga disebut dengan Angkatan Kontemporer atau Angkatan Kontekstual. Tema-tema makin individual dan absurd. Postmodenisasi ini semakin tercermin pada Angkatan 2000 dengan munculnya sastera-sastera feminis. Hal ini memunculkan estetika postmodenisme dan estetika feminisme. Kata Kunci: Modenisasi, Postmodenisasi, Sosial-budaya, Keuniversalan, Keberagaman ABSTRACT Modernism in literature represents changes and transformation in textual contents as well as in themes and ideas. In Indonesian literature this is especially the case for The New Literary Writers or 68 the 45 Literary Movement. Modernism, for this group, displays the universal themes and national cultures whereas the previous literary movement, known ass The Balai Pustaka movement, still clung to themes that were parochial in nature.
    [Show full text]