IRMA INDRAYANI

PASANG SURUT INDUSTRI PESAWAT TERBANG DI

2017

 Dr. Irma Indrayani., M.Si.

PASANG SURUT INDUSTRI PESAWAT TERBANG DI INDONESIA

Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KDT) Copyright : Indrayani, Irma

Pasang Surut Industri Pesawat Terbang di Indoensia

ISBN : 978-602-0819-32-7

Editor dan Desain Sampul: Syarif Nur Bienardi

Penata Letak : LPU-UNAS

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk fotocopi, rekaman dan lain-lain tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Lembaga Penerbitan Universitas-Universitas Nasional (LPU-UNAS)

Alamat : Jl. Sawo Manila, No. 61. Pejaten, Pasar Minggu,

Jakarta Selatan.12520. Telphon : 021-78837310/ 021-7806700 (hunting) ext. 172. Fak : 021-7802718

Cetakan Pertama : 2017

Dicetak oleh LPU-UNAS,

BAB I

SEJARAH PENERBANGAN DAN PABRIK

PESAWAT TERBANG DI INDONESIA

Sejarah penerbangan dan pabrik pesawat terbang di Indonesia dimulai dengan sebuah bengkel di Maospati. Kisah ini dimulai ketika Tentara Republik Indonesia (TRI) Angkatan Udara yang menjadi cikal bakal TNI-AU dibentuk dan mulai berdiri sebagai sebuah kesatuan pada 9 April 1946. Setelah terbentuknya TRI-AU, pada tahun yang sama dibentuk pula Biro Perencanaan dan Konstruksi yang berlokasi di Maospati, sebuah kecamatan di Jawa Timur yang menjadi pertemuan jalur dari 3 kabupaten, yaitu Magetan, Madiun dan Ngawi. Tidak lama setelah Republik Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 dari bengkel itu dunia penerbangan serta produksi pesawat Indonesia. Sampai saat ini industri penerbangan dalam arti pabrik pesawat terbang mengalami pasang surut akibat pengaruh politik serta kemerosotan ekonomi. Kegiatan bengkel produksi pesawat tersebut dimotori oleh sejumlah opsir, terutama Opsir Muda Udara II (setara Letnan II) Nurtanio Pringgoadisurjo, Wiweko Supono dan Sumarsono.

Jauh sebelum kemerdekaan, ketiganya merupakan sosok yang mencintai dunia penerbangan. Bahkan, Nurtanio sempat mendirikan klub pecinta pesawat bernama Junior Aero Club (JAC) di masa pendudukan Jepang. Saat pertama ditempatkan di Maospati, mereka hanya diberi ruangan kerja sebuah gudang kapuk. Oleh ketiganya, tempat itu disulap menjadi sebuah bengkel kerja sederhana yang kemudian berhasil menorehkan prestasi di bidang rekayasa pesawat udara. Setahun kemudian bengkel bekas gudang kapuk itu berhasil memproduksi pesawat pertama hasil karya anak negeri. Tahun 1947 usaha mereka menghasilkan pesawat layang Zogling dengan kode NWG-1 (Nurtanio-Wiweko Glider). Nurtanio juga sukses mengujicoba pesawat tersebut.

Sebanyak 6 unit pesawat jenis itu telah dibuat dan digunakan untuk mengembangkan kepentingan penerbangan Indonesia dan pada saat yang sama memperkenalkan dunia penerbangan untuk calon pilot yang dipersiapkan untuk mengikuti pelatihan penerbangan di India.

Setahun kemudian dari bengkel bekas gudang kapuk itu, mereka menorehkan prestasi lagi saat berhasil membuat mesin pesawat pertama, yang merupakan modifikasi dari mesin Harley Davidson, WEL-X. Mesin ini dirancang oleh Wiweko Supono dan pesawat buatan mereka selanjutnya dikenal dengan nama RI-X.

Pemberontakan PKI di Madiun dan agresi Belanda menyebabkan untuk sementara kerja keras mereka harus terhenti, bengkel pesawat ditutup.Pada periode itu kegiatan penerbangan di Indonesia lebih ditekankan sebagai bagian dari revolusi fisik untuk pertahanan negara ketimbang

penciptaan. Namun, pada masa ini juga lahir pesawat-pesawat yang dimodifikasi untuk misi tempur.

Agustinus Adisutjipto adalah tokoh yang sangat berperan dalam periode ini. Dia telah merancang dan menguji sendiri pesawat terbang hasil rancangannya pada medan pertempuran udara yang sesungguhnya. Adisutjipto memodifikasi pesawat Cureng ke dalam versi serangan darat.

Sementara itu, usai ditutupnya bengkel di Maospati, sekitar Juli 1948 Nurtanio ditugaskan ke Manila, Filipina untuk melanjutkan studi kedirgantaraan di FEATI (Far Eastern Aero Technical Institute). Setelah agresi Belanda dan pemberontakan PKI Madiun berakhir, kegiatan produksi pesawat dilanjutkan pada 1950. Namun, lokasinya tak lagi di Maospati, melainkan di Lapangan Udara Andir (cikal bakal Bandar Udara Husein Sastranegara) di , Jawa Barat.

Pada saat bersamaan, setelah menggondol Bachelor in Aeronotical Science dari FEATI, Nurtanio kembali ke Tanah Air dan pindah tugas ke Djawatan Teknik Udara di Lapangan Udara Andir.Pada 1953 kegiatan di Djawatan Teknik Udara tersebut dilembagakan menjadi Seksi Percobaan yang memiliki 15 orang anggota. Seksi Percobaan berada di bawah pengawasan Komando Depot Perawatan Teknik Udara yang dipimpin Nurtanio dengan pangkat baru sebagai Mayor Udara.Berdasarkan desain Nurtanio, pada 1 Agustus 1954 seksi ini berhasil menerbangan prototipe pesawat dalam negeri pertama dengan nama Si Kumbang-01. Sebuah pesawat terbang yang keseluruhan konstruksinya sudah dibuat dari bahan logam dengan kapasitas 1 orang. Pesawat single seater ini dilengkapi dengan senjata otomatis untuk menembak dari udara ke darat. "Yang sangat membanggakan, walaupun masih dalam bentuknya yang sangat sederhana, Si Kumbang-01 ini sudah dapat digolongkan sebagai prototipe dari pesawat terbang jeniscounter insurgency seperti apa yang tertera dalam buku Jane’s of all the Worlds Aircraft," ujar mantan Kepala Staf TNI AU Chappy Hakim dalam laman pribadinya,chappyhakim.com.

Saking fenomenalnya penciptaan ini, selain tercantum dalam buku Jane’s of all the Worlds Aircraft, pesawat Si Kumbang-01 juga tertera dalam majalah Aviation di Amerika Serikat (AS), majalah Flight terbitan Inggris, serta majalah penerbangan di Jepang dan Filipina.

Pada 24 April 1957, berdasarkan keputusan Panglima Angkatan Udara Nomor 68, Seksi Percobaan ditambahkan ke dalam sebuah organisasi yang lebih besar yang disebut Sub Depot Penyelidikan, Percobaan dan Pembuatan.Setahun kemudian, Nurtanio menciptakan pesawat latih Belalang pada 1958 untuk pendidikan penerbangan. Dia menguji terbang pada 26 April 1958 dan memperbaiki kekurangan-kekurangannya sehingga kecepatannya mencapai 144 kilometer per jam. Belalang adalah pesawat produksi Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (LIPNUR).

Pesawat latih ini digunakan untuk mendidik para calon penerbang Angkatan Udara dan Pusat Penerbangan Angkatan Darat. Setelah itu, 3 Belalang diproduksi dan dikirim ke sekolah penerbangan AU di Yogyakarta dan Curug, Tangerang, dan sekolah penerbangan AD di Semarang. Di tahun yang sama, Nurtanio dan para asistennya berhasil membuat pesawat olahraga Kunang 25. Pesawat berbadan kayu ini menggunakan mesin Volkswagen 25HP berkapasitas 1190cc. Ia juga merintis membuat prototipe helikopter Kepik dan Manyang serta girokopter Kolentang.

Sejalan dengan prestasi yang telah diperoleh dan dalam rangka pengembangan, berdasarkan Surat Keputusan Panglima Angkatan Udara Indonesia No 488, didirikan Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP). Lembaga ini diresmikan pada 16 Desember 1961 dan bertugas untuk mempersiapkan pendirian industri penerbangan dengan kemampuan untuk mendukung kegiatan penerbangan nasional.Pada 1961 LAPIP menandatangani perjanjian kerja sama dengan CEKOP, industri pesawat terbang Polandia, untuk membangun industri pesawat terbang di Indonesia. Kontrak ini meliputi pembangunan fasilitas manufaktur pesawat terbang dan pelatihan SDM. Selanjutnya LAPIP berhasil memproduksi pesawat di bawah lisensi yang bernama PZL-104 Wilga yang kemudian diberi nama oleh Presiden Sukarno sebagai Gelatik.

Pesawat Gelatik yang diproduksi hingga 44 unit ini digunakan untuk mendukung kegiatan pertanian, transportasi ringan dan aero-club.Melalui Keputusan Presiden, Komando Pelaksana Industri Pesawat Terbang (Kopelapip) atau Eksekutif Komando Persiapan Industri Penerbangan dan PN Industri Pesawat Terbang Berdikari didirikan pada 1965. Peristiwa tragis terjadi ketika Nurtanio sebagai salah satu pionir dunia penerbangan Indonesia tak bisa melanjutkan karyanya. Pada 21 Maret 1966, dia dan kopilot Soepadio tewas dalam penerbangan berkeliling Kota Bandung. Baru 3 menit di udara, satu mesin tiba-tiba mati sehingga pesawat kehilangan tenaga. Pesawat menghantam bangunan toko dan pecah berkeping-keping di Lapangan Tegalega, Bandung. Untuk menghargai kontribusi Nurtanio terhadap pengembangan penerbangan di Tanah Air, Kopelapip dan PN Industri Pesawat Terbang Berdikari pada tahun itu juga digabungkan menjadi Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (Lipnur).

Dalam pengembangan selanjutnya Lipnur menghasilkan pesawat latih dasar yang disebut LT-200. Dan lembaga ini difungsikan untuk purna jual-jasa, pemeliharaan, serta perbaikan dan overhaul pesawat terbang.

Kendati penemuan terbaru agak meredup dengan meninggalnya Nurtanio, dunia penerbangan Indonesia kembali bersinar ketika Lipnur berganti nama menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN). Perusahaan baru ini diresmikan Presiden Soeharto pada 26 April 1976 dengan memunculkan nama baru di dunia penerbangan nasional, BJ Habibie, yang didapuk sebagai Direktur Utama IPTN. PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) kemudian muncul.Munculnya sosok BJ Habibie tidak terjadi dengan tiba-tiba. Jauh sebelumnya Presiden Soeharto sudah mengenal sosok Habibie dan punya mimpi untuk membangun industri pesawat terbang yang bisa membanggakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) khususnya di kawasan ASEAN.

Dipilihnya Habibie untuk mengelola proyek besar ini diharapkan dapat mempercepat industri pesawat terbang di Indonesia, khususnya terkait trtansportasi di walayah negara Indonesia yang secara geografis adalah begara kepulauan yang sangat luas. Habibie kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule, Jerman pada 1955. Dengan dibiayai ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen, Jerman. Setelah lulus, pria kelahiran Pare-pare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936 itu bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB) Hamburg (1965-1969) sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktur Pesawat Terbang. Habibie kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973).

Atas kinerja yang sangat bagus, 4 tahun kemudian ia dipercaya sebagai Wakil Presiden sekaligus Direktur Teknologi di MBB (1973-1978) serta menjadi Penasihat Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB. Dia menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor 2 di perusahaan pesawat terbang Jerman ini. Sebelum memasuki usia 40 tahun, karier Habibie sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi 'permata' di negeri Jerman dan ia mendapat kedudukan terhormat, baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang thermodinamika, konstruksi dan aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti Habibie Factor, Habibie Theorem dan Habibie Method. Habibie tidak pernah melupakan Indonesia.

Di tahun 1968, dia telah mengundang sejumlah insinyur asal Indonesia untuk bekerja di industri pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan pengalaman insinyur Indonesia sebelum kembali ke Indonesia. Pada awal Desember 1973, salah satu orang kepercayaan Soeharto, Ibnu Sutowo bertemu dengan Habibie di Dusseldorf, Jerman. Ibnu Sutowo memberikan penjelasan kepada Habibie tentang rencana Presiden Soeharto mendirikan industri pesawat terbang di Indonesia. Habibie menyatakan kesediaannya atas tawaran tersebut. Pada 26 Januari 1974, Habibie dipanggil Presiden Soeharto ke Jakarta. Dari apa yang disampaikan oleh mantan Panglima Kostrad ketika itu, terlihat bahwa dia tidak main-main dengan rencana untuk membuat pabrik pesawat terbang."Habibie, Anda boleh minta apa pun, asal bukan makar saja," ujar Presiden Soeharto ketika itu untuk meyakinkan Habibie akan keseriusannya. Saat itu juga, di usia 38 tahun, Habibie diangkat sebagai Penasihat Presiden di bidang teknologi.

Meskipun demikian, dalam kurun 1974-1978, Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Wakil Presiden dan Direktur Teknologi di MBB. Setelah melalui serangkaian persiapan, pada 26 April 1976, PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) secara resmi didirikan menggantikan Lipnur dengan BJ Habibie sebagai Direktur Utama. Ketika sarana fisik industri ini selesai, pada 23 Agustus 1976 Soeharto meresmikan industri pesawat terbang tersebut.

Lokasi IPTN tetap dipertahankan di area Lanud Husein Sastranegara, Bandung. Demikian pula dengan nama Marsekal Muda Nurtanio yang tetap dipertahankan. Saat didirikan, IPTN cuma didukung 5 sarjana teknik, termasuk Habibie. Total karyawannya sekitar 500 orang. Jumlah ini secara bertahap bertambah hingga mencapai angka 16.000 karyawan pada pertengahan dekade 1990-an, termasuk 300-an sarjana teknik.Sesuai dengan misi awal bahwa Indonesia harus bisa melakukan alih teknologi, Habibie menegaskan IPTN bakal bekerja sama dengan pabrik pesawat terbang ternama di dunia yang sudah memiliki produk pesawat terbang unggulan. IPTN diharapkan bisa memproduksi pesawat terbang produk unggulan tersebut secara lisensi. IPTN pada 1976 memulai program produksi pesawat terbang NC-212 AvioCar dan helikopter NBO-105 secara lisensi. Cara ini juga dilaksanakan melalui suatu tahapan produksi yang dinamakan PMP (Progressive Manufacturing Plan). Awalnya, 100% komponen pesawat terbang diimpor dari pabrik pembuatnya, yaitu CASA dan MBB. Untuk selanjutnya, dalam dua-tiga tahun berikut, IPTN secara bertahap mulai membuat sendiri komponen airframe (rangka pesawat terbang) sampai mencapai 100%.Tahun berikutnya, program produksi sistem lisensi ini ditambah dengan model helikopter NSA-330 Puma dan NAS-332 Super Puma dari pabrik Aerospatiale dan NBell-412 dari pabrik Bell

Technologies Inc. Selanjutnya, Habibie mulai membuat rancang bangun dan memproduksi model pesawat terbang baru. Ia memakai sistem teknologi teruji, yaitu bekerja sama dengan pabrik pesawat terbang di dunia yang memiliki pengalaman mendesain dan memproduksi pesawat terbang. Pilihan mitra kerja sama jatuh pada CASA.Sementara itu, Habibie mulai benar-benar fokus di IPTN setelah ia melepaskan jabatan di perusahaan pesawat Jerman MBB pada 1978. Sejak itu pula, dari 1978 hingga 1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Pada 1979, IPTN membuat perusahaan patungan bernama Airtech. Usaha ini pada 1983 menghasilkan desain pesawat CN-235, bermesin 2 turboprop CT-7 yang mampu membawa 35 penumpang. Perubahan terjadi pada 1983, ketika PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio berganti nama menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Dengan pergantian ini pula, nama Nurtanio sebagai salah satu pionir penerbangan nasional mulai terlupakan. Selanjutnya, CASA dan IPTN memproduksi CN-235 di pabrik masing-masing. Dua tahun kemudian, kerja sama ini membuahkan hasil dengan menerbangkan prototipe: P-1 Infanta Elena di CASA, dan P-2 Tetuko di IPTN. CN-235 kemudian memasuki era operasi komersial pada 1987 dengan dibentuknya PT Merpati Nusantara Airlines yang mengoperasikan pesawat CN-235-10 sebanyak 15 unit.

Pada tahapan selanjutnya, IPTN mulai membuat rancang bangun dan memproduksi sendiri model pesawat terbang baru dengan teknologi mutakhir. Untuk mencapai tahapan ini, Habibie pada 1989 mempersiapkan program N-230, yang akhirnya disempurnakan menjadi program N-250 pada tahun 1992. Inilah program yang menghasilkan pesawat terbang model N- 250 bermesin 2 turboprop GMA-2500 yang mampu mengangkut 50 penumpang. Prototipe PA-1 Gatotkaca diluncurkan keluar hangar pada 10 November 1994, persis di Hari Pahlawan. Selanjutnya, pada 10 Agustus 1995 atau jelang HUT ke-50 RI, IPTN mempersembahkan penerbangan perdana (first flight) N-250 dengan pilot Capt. Erwin Danuwinata. Desainnya berubah menjadi lebih cantik dan sempurna, seperti N-250-100 yang mampu mengangkut 64-68 penumpang. Istimewanya, pada penerbangan perdana N-250, Soeharto juga meresmikan program N-2130, yang akan menghasilkan desain pesawat jet bermesin ganda yang mampu mengangkut sampai 130 penumpang. Pesawat ini diharapkan akan membawa Indonesia sampai tahap kematangan teknologi dirgantara pada era milenium ketiga. Sayang, program ini tak bisa dilaksanakan karena krisis ekonomi menghantam pada 1997. Bahkan, pengembangan N-250 juga kandas. Tetapi, paling tidak desain N-2130 dapat diselesaikan sampai pada tahap preliminary design. Tak lama kemudian Habibie meninggalkan IPTN karena harus menjabat sebagai Wakil Presiden RI dan Presiden RI untuk periode yang singkat. IPTN makin tak terurus dan dilanda kemelut lantaran banyak faktor. Namun, produksi pesawat terbang nasional sejatinya tak pernah mati. Bahkan, Habibie kembali muncul setelah hampir 20 tahun seolah hilang dari dunia penerbangan Tanah Air. Krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada 1997 telah membuat banyak sektor kelimpungan. Termasuk sektor industri pesawat dan pengembangan teknologi kedirgantaraan. Bahkan, PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) harus menyerah pada takdir bahwa era mereka memang sudah berakhir.Berawal ketika pemerintah meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mengatasi krisis. Namun, pihak IMF memberi syarat bahwa IPTN harus ditutup atau menghentikan produksi. Kala itu IPTN sedang menggarap pesawat N-2130 yang terpaksa dihentikan karena krisis

finansial. Selain itu, produksi pesawat andalan N-250 di tahun 1998 juga terpaksa tidak dilanjutkan. Akibatnya banyak PHK terjadi di tubuh IPTN. Dari 16.000 karyawan dipangkas hingga hanya tinggal 4.000 karyawan saja. Produktivitas IPTN pun turun drastis. Utang yang terus menggurita hingga Rp 1,7 triliun serta perilaku korup membuat IPTN makin tenggelam. Perusahaan hanya memproduksi rata-rata 12 pesawat per tahun sampai akhirnya mengalami kesulitan keuangan yang kronis. Bahkan, perusahaan sempat tak mampu membayar gaji dan pesangon karyawan yang kena PHK. Habibie yang sudah keluar dari IPTN tak punya energi lagi untuk membantu karena disibukkan oleh tugas barunya sebagai Presiden RI. Setelah direstrukturisasi, IPTN kemudian berubah nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dan diresmikan Presiden yang menggantikan Habibie, pada 24 Agustus 2000 di Bandung, Jawa Barat. Bisnis utama PT DI adalah memproduksi pesawat terbang dan helikopter yang dihasilkan oleh Direktorat Aircraft Integration yang didukung oleh 3 direktorat usaha lainnya.

Direktorat Teknologi dan Pengembangan bertanggung jawab dalam mengembangkan produk perusahaan, Direktorat Aerostructure membuat komponen produk PT DI maupun komponen pesanan dan Direktorat Aircraft Services melakukan perawatan purna jual terhadap pesawat produksi PT DI maupun pesawat lainnya. Perusahaan pelat merah itu juga menjadi sub- kontraktor untuk industri-industri pesawat terbang besar di dunia seperti Boeing, , General Dynamic, Fokker dan lain sebagainya.Namun, karena dinilai tidak mampu membayar utang berupa kompensasi dan manfaat pensiun dan jaminan hari tua kepada mantan karyawannya, PT DI dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 4 September 2007. Total aset perusahaan tahun 2006-2010 terus mengalami penurunan dan ekuitas negatif. Hal ini disebabkan oleh kondisi bisnis yang belum membaik dan akumulasi kerugian perusahaan yang besar.

Dengan kinerja bisnis dan keuangan yang tidak bagus, tingkat kesehatan perusahaan pada periode tersebut masih berkisar antara tidak sehat dan kurang sehat. Namun, jumlah karyawan tetap dan kontrak mengalami sedikit peningkatan dari 3.869 orang pada 2006 menjadi 4.174 pada 2011.Tahun 2012 bisa dikatakan sebagai momen kebangkitan PT DI yang ditandai dengan mengirim 4 pesawat CN-235 pesanan Korea Selatan. Selain itu PT DI juga sudah menyelesaikan 3 pesawat CN-235 pesanan TNI AL dan 24 heli Super Puma dari Eurocopter.

Selain beberapa pesawat tersebut, PT DI juga sedang menjajaki untuk membangun pesawat C-295 (CN-235 versi jumbo) dan N-219, serta kerja sama dengan Korea Selatan dalam membangun pesawat tempur siluman KFX.Pesawat N-219 sebagai salah satu produk kebanggaan PT DI adalah pesawat multi fungsi bermesin 2 yang dirancang dengan tujuan untuk dioperasikan di daerah-daerah terpencil. Hingga kini N-219 sudah dipesan sebanyak 100 unit untuk digunakan di dalam negeri. Pembuatan pesawat berbadan kecil dan dapat mengudara dalam jarak pendek memang merupakan target PT DI. Hal ini difokuskan karena di Indonesia ada 715 bandara dan lapangan terbang perintis, namun 72% landasan pacunya hanya memiliki panjang di bawah 800 meter. Pesawat yang dibuat dengan memenuhi persyaratan FAR 23 ini dirancang memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan juga pintu fleksibel. Selain itu, pesawat ini terbuat dari logam dan dirancang untuk mengangkut penumpang maupun kargo.

Program pembuatan purwarupa sendiri memakan waktu selama 2 tahun dengan pengalokasian dana yang dibutuhkan sebesar Rp 300 miliar. N-219 melakukan uji terbang di laboratorium uji terowongan angin pada 2010 dan baru bisa diserahkan kepada pemesan pertamanya untuk diterbangkan sekitar 2014-2015.

Di tengah kebangkitan PT DI, pesaing kuat juga muncul yaitu PT Regio Aviasi Industri, produsen pesawat yang didirikan oleh BJ Habibie. Saat menghadiri National Innovation Forum (NIF) 2015 di Graha Widya Bakti Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten pekan lalu, Habibie sempat mempresentasikan salah satu produk pesawatnya yang diberi label R80. Pesawat tersebut merupakan pesawat penumpang berukuran sedang dengan kapasitas 80 hingga 90 penumpang. Keunggulan pesawat ini adalah waktu berputar yang singkat dan perawatannya yang terbilang lebih mudah dibanding pesawat-pesawat produksi pabrikan Amerika Serikat maupun Eropa.

Kehadiran R80 ternyata banyak menarik minat, termasuk dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang mengaku siap membantu dan mendukung produksi pesawat itu. "Ini seharusnya mendapat perhatian dan menjadi proyek nasional," ucap Jokowi. Ini jelas kabar baik bagi industri penerbangan Tanah Air. Setelah dilanda badai, akhirnya industri masa depan ini kembali berkibar. Apalagi dengan kehadiran PT Regio Aviasi Industri yang bisa menjadi kompetitor bagi PT DI, harusnya bisa memacu keduanya untuk membawa Indonesia menuju teknologi masa depan di bidang penerbangan seperti yang dicita-citakan Nurtanio 75 tahun silam.

Pemerintah dalam hal ini Kementrian Perindustrian (Kemenperin) tengah mengkaji rencana pembangunan kawasan industri khusus kedirgantaraan. Hal ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan industry pesawat terbang di dalam negeri. "Kemenperin sedang berupaya membuat kajian terhadap peluang terbentuknya kawasan industri kedirgantaraan yang diharapkan dapat diwujudkan di Kawasan Bandar Udara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati," ujar Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (26/1/2016).

Selain soal kawasan industri, saat ini Kemenperin juga tengah mengkaji pembentukan Aerospace Design Center di Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai sarana pusat desain pesawat udara dan komponennya.Putu mengatakan, kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan Kemenperin selama ini dalam upaya mendukung pengembangan industri pesawat udara nasional, di antaranya yaitu mengidentifikasi industri nasional yang memiliki potensi sebagai industri komponen pesawat udara serta melaksanakan bimbingan teknis kepada industri komponen agar memiliki kompetensi dan standar dalam pembuatan komponen-komponen pesawat. "Hingga saat ini, beberapa bimbingan teknis yang dilaksanakan antara lain bimtek rubber seal, interior, komponen metal, tools dan jig, standar mutu komponen pesawat, ban vulkanisir pesawat serta workshop pembuatan main dan nose landing gear untuk pesawat N219," kata dia.

Selanjutnya, Kemenperin telah memfasilitasi sinergi antara industri komponen nasional yang berpotensi membuat komponen pesawat udara dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dan PT Regio Aviasi Industri (RAI).Program ini mendorong industri nasional terlibat dalam pembuatan komponen pesawat N219, N245, N270, NC 212, CN 235, R-80, Helikopter dan lain-lain."Saat ini telah terfasilitasi konsorsium industri dalam pembuatan main dan nose landing gear serta

konsorsium pembuatan windshield pada Pesawat N219. Hal ini sebagai upaya dalam mewujudkan target TKDN pada pesawat N219 sebesar 60 persen," jelas dia.

Sementara dari sisi industri komponen, Kemenperin juga tengah memfasilitasi komponen pesawat udara nasional untuk mendapatkan sertifikasi baik dari dalam maupun luar negeri, melakukan monitoring konsorsium pengembangan komponen pesawat N219, melakukan sosialisasi keunggulan pesawat N219 ke pemerintah propinsi, serta membangun kerjasama luar negeri untuk mengembangkan kapasitas industri komponen pesawat udara nasional.Seperti diketahui, saat ini, pemerintah sedang membangun purwarupa pesawat N-219 yang pelaksanaan roll out-nya telah dilaksanakan pada 10 Desember 2015 dan pada Mei 2016 akan dilaksanakan first flight.Program pengembangan selanjutnya, pemerintah akan mengembangkan pesawat N245 dengan kapasitas 50 orang, N270 dengan kapasitas 70 orang, serta pesawat tempur Ifx."Pemerintah juga mendukung pengembangan Pesawat R-80 yang saat ini dikembangkan oleh PT Regio Aviasi Industri," kata Putu. Pengembangan pesawat-pesawat tersebut diharapkan akan menjadi sarana dalam membangun konektivitas antar daerah terutama pada daerah-daerah terpencil, dan yang lebih penting lagi adalah sebagai penggerak tumbuhnya industri komponen di dalam negeri, karena pesawat tersebut ditargetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dapat mencapai lebih dari 60 persen.Hal ini memberikan peluang yang sangat besar bagi tumbuhnya industri komponen atau pendukung pesawat udara nasional serta membuka peluang investasi dan penyerapan tenaga kerja."Selain itu, Kementerian Pertahanan bersama dengan PT Dirgantara Indonesia sedang mengembangkan pesawat tempur Ifx. Diharapkan pada 2026 sudah dapat diproduksi masal," tandas dia.

Perkembangan Industrialisasi

Perkembangan industri yang pesat dewasa ini memang tidak terlepas dari proses perjalanan panjang penemuan-penemuan baru dalam bidang industri . dimana selain penemuan- penemuan baru di bidang industri masih ada lagi factor yang menyebabkan terjadi industrialisasi, diantaranya yaitu pengaruh dari perkembangan revolusi hijau. Dimana revolusi hijau ini menyebabkan upaya untuk melakukan modernisasi yang berdampak pada perkembangan industrialisasi yang ditandai dengan adanya pemikiran ekonomi rasional. Pemikiran tersebut akan mengarah pada kapitalisme. Dengan industrialisasi juga merupakan proses budaya dimana dibagun masyarakat dari suatu pola hidup atau berbudaya agraris tradisional menuju masyarakat berpola hidup dan berbudaya masyarakat industri. Perkembangan industri tidak lepas dari proses perjalanan panjang penemuan di bidang teknologi yang mendorong berbagai perubahan dalam masyarakat. Industrialisasi ini juga berhasil menjerat Indonesia untuk masuk didalamnya, dimana Industrialisasi di Indonesia ditandai oleh:

a. Tercapainya efisiensi dan efektivitas kerja. b. Banyaknya tenaga kerja terserap ke dalam sektor-sektor industri. c. Terjadinya perubahan pola-pola perilaku yang lama menuju pola-pola perilaku yang baru yang bercirikan masyarakat industri modern diantaranya rasionalisasi.

d. Meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat di berbagai daerah khususnya di kawasan industri. e. Menigkatnya kebutuhan masyarakat yang memanfaatkan hasil-hasil industri baik pangan, sandang, maupun alat-alat untuk mendukung pertanian dan sebagainya.

Dari hal diatas, pemerintah Indonesia mulai tertarik akan perkembangan industrialisasi di Indonesia. Untuk itu pemerintah berupaya untuk meningkatkan industrialisasi di Indoensia, upaya yang dilakukan pemerintah diantaranya yaitu: a. Meningkatkan perkembangan jaringan informasi, komunikasi, transportasi untuk memperlancar arus komunikasi antarwilayah di Nusantara. b. Mengembangkan industri pertanian c. Mengembangkan industri non pertanian terutama minyak dan gas bumi yang mengalami kemajuan pesat. d. Perkembangan industri perkapalan dengan dibangun galangan kapal di Surabaya yang dikelola olrh PT.PAL Indonesia. e. Pembangunan Industri Pesawat Terbang Nusantara(IPTN) yang kemudian berubah menjadi PT. Dirgantara Indonesia. Pembangunan kawasan industri di daerah Jakarta, Cilacap, Surabaya, Medan, dan Batam.

Dengan adanya teknologi baru dan revolusi industri, masyarakat dunia sekarang ikut menikmati segala macam barang dan jasa yang bermutu dan jumlahnya pun semakin meningkat. Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang turut menikmati kemajuan dari perkembangan industri.

Industri Nonpertanian.

Industri nonpertanian adalah industri yang aktivitasnya di luar bidang pertanian, meliputi industri maritim, industri elektronika, industri pariwisata, industri pertambangan dan energi, industri semen, besi baja, perakitan kendaraan bermotor. Berbagai macam industri telah didirikan untuk meningkatkan produksinya. Pabrik semen di Gresik, Padang, Cibinong, dan Ujung Pandang. Untuk memperkuat struktur industri Indonesia yang masih lemah, mulai tahun 1984 pemerintah menyusun suatu langkah strategis yang disebut “Peta Rangka Landasan” bidang industri dengan sistem “Pusat Pertumbuhan Industri (Industrial GrowthCenter) “sebuah proyek percontohan di Lhok Seumawe sebagai suatu wilayah terpadu dari pusat industri petrokimia, pupuk Urea, semen, kertas, dan sebagainya. Upaya yang sama dilaksanakan di Palembang, Gresik, Kupang, dan Kalimantan Timur.

Industri Pertambangan dan Energi

Industri pertambangan dan industri diarahkan pada pemanfaatan danpenyediaan bahan baku bagi industri dalam negeri, dan meningkatkan ekspor. Contohnya adalah: industri tambang batu bara di Sawahlunto; industri tambang emas di Irian Jaya; industri tambang minyak bumi di Balikpapan, Palembang; industri tambang timah di Belitung; industri semen di Gresik, Padang, Cibinong, Ujung Pandang

Industri Elektronika.

Perkembangan elektronika di Indonesia semakin maju seiring bermunculan perusahaan elektronika Maspion, Polytron, LG, Panasonic (sekarang National dan Panasonic bergabung menjadi Panasonic).

Industri Pariwisata

Indonesia (Pulau Bali) termasuk peringkat 5 setelah Hawai pada pariwisata internasional. Wilayah Indonesia termasuk wisata alam, budaya, dan teknologi. Adapun keuntungan industri wisata adalah: mendatangkan devisa Negara, memperluas lapangan kerja, memacu pembangunan daerah, meningkatkan rasa cinta tanah air, mengembangkan kerajinan rakyat.

Menurut UU No. 5 Tahun 1984, Departemen Perindustrian secara nasional membagi industri menjadi 4 kelompok,yaitu: industri mesin dan logam dasar (industri hulu); industri kimia dasar (industri hulu); kelompok aneka industri (industri hilir); industri kecil termasuk industri rumah tangga. Perkembangan industri pertanian dan nonpertanian telah membawa hasil yang cukup menggembirakan. Hasil-hasilnya telah dapat dirasakan dan dinikmati saat itu oleh masyarakat Indonesia, antara lain sebagai berikut: Swasembada Beras, Kesejahteraan Penduduk, Perubahan Struktur Ekonomi, Perubahan Struktur Lapangan Kerja, Perkembangan Investasi

Perkembangan Tekhnologi Informasi dan Komunikasi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi menampakkan kemajuan sekitar abad ke-19, ketika para ilmuan berhasil menemukan berbagai penemuan penting. Misalnya penemuan di bidang keasehatan yang memungkinkan kesehatan manusia menjadi lebih baik. Perkembangan itu sampai sekarang masih berlangsung dan telah mengubah cara kehidupan manusia diseluruh dunia. Namun yang paling menakjubkan dalam penemuan itu adalah perkembangan di bidang tekhnologi informasi dan komunikasi.

Sistem Informasi dan Komunikasi.

Teknologi informasi merupakan gabungan antara teknologi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Pengembangan teknologi hardware cenderung menuju ukuran yang kecil dengan kemampuan serta kapasitas yang tinggi. Namun diupayakan harga yang relatif semakin murah. Perkembangan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja dan

memungkinkan berbagai kegiatan dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. Perkembangan teknologi informasi telah memunculkan berbagai jenis kegiatan yang berbasis pada teknologi, seperti : e-government, e- commerce, e-education, e-medicine, e-laboratory, dan lainnya, yang kesemuanya itu berbasiskan elektronika.

Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, meliputi : memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dengan berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas. Informasi yang dibutuhkan akan relevan, akurat, dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan yang strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan.

Dengan ditunjang teknologi informasi telekomunikasi data dapat disebar dan diakses secara global. Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi ini adalah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains, teknologi, perdagangan, berita bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran. Perkembangan teknologi informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan itu dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Sehingga sekarang sedang semarak dengan berbagai terminologi yang dimulai dengan awalan e seperti e-commerce, e-government, e-education, e- library, e-journal, e-medicine, e-laboratory, e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronika.

Ekonomi global juga mengikuti evoluasi dari agraris dengan ciri utama tanah merupakan faktor produksi yang paling dominan. Melalui penemuan mesin uap, ekonomi global ber-evolusi ke arah ekonomi industri dengan ciri utama modal sebagai faktor produksi yang paling penting. Abad sekarang, cenderung manusia menduduki tempat sentral dalam proses produksi berdasar pada pengetahuan (knowledge based) dan berfokus pada informasi (information focused). Telekomunikasi dan informatika memegang peranan sebagai teknologi kunci (enabler technology). Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, memungkinkan diterapkannya cara-cara yang lebih efisien untuk produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa. Proses inilah yang membawa manusia ke dalam masyarakat atau ekonomi informasi sering disebut sebagai masyarakat pasca industri. Pada era informasi ini, jarak fisik atau jarak geografis

tidak lagi menjadi faktor penentu dalam hubungan antar manusia atau antar lembaga usaha, sehingga dunia ini menjadi suatu kampung global atau Global Village.

Komunikasi massa dikenal di Indonesia sejak abad ke-18, tahun 1744 ketika sebuah surat kabar bernama Bataviasche Nouvelles diterbitkan oleh pengusahaan Belanda. Kemudian terbit Vendu Niews tahun 1776 yang mengutamakan diri pada berita pelelangan. Ketika memasuki abad ke-19, terbit berbagai surat kabar lainnya yang semuanya diusahakan oleh orang-orang Belanda untuk para pembaca Belanda dan segelintir kaum pribumi yang mengerti bahasa Belanda. Kemudian media massa yang dikelola oleh pribumi mulai dengan terbitnya majalah Bianglala tahun 1854 dan Bomartani 1885, keduanya di Weltevreden. Selain itu pada tahun 1856 terbit Soerat kabar Bahasa Melajoe di Surabaya. Umumnya media itu terbit di Jawa. Ini dikarenakan percetakan sebagai sarana yang sangat vital untuk menerbitkan media hanya ada di Jawa. Itu sebabnya pers di Sumatera dan pulau-pulau lainnya berkembang belakangan. Di Padang misalnya muncul terbit pertama kalinya Pelita Kecil tahun 1882 dan Partja Barat tahun 1892. Kaum pribumi kemudian mulai banyak menerbitkan media sendiri pada abad ke-20.

Setelah kemerdekaan, kehidupan pers ikut menikmati kemerdekaan dengan bebas dari berbagai tekanan. Media pun bermunculan seperti cendawan di musim hujan. Seperti di Jakarta terbit Merdeka pada 1 Oktober 1945, di Yogyakarta terbit Kedaulatan Rakya tahun 1945, di Surabaya terbit Jawa Pos tahun 1949 dan Surabaya Pos tahun 1953. Tetapi suasan bebas ini hanya berlangsung selama masa Demokrasi Liberal (1945-1959). Setelah itu muncul Demokrasi terpimpin (1959-1965), pada masa ini banyak pembatasan terhadap kehidupan pers, kerenanya pers Indonesia pada masa itu boleh disebut sebagai pers otoriter. Kemudian pers di Indonesia kembali sedikit menerima udara bebas pada masa Orde Baru lahir tahun 1966 dan keadaan ini berlangsung hingga tahun 1974. Hal ini terlihat dengan terbitnya kembali sejumlah surat kabar yang pada masa Demokrasi Terpimpin pernah di berdel, yaitu Merdeka (Juni 1966), Berita Indonesia (Mei 1966), Indonesia Observer (September 1966), Nusantara (Maret 1967), Indonesia Raya (Oktober 1968), Pedoman (November 1968) dan Abadi (Desember 1968).

Pada masa Orde Baru pers Indonesia disebut sebagai pers pancasila, cirinya adalah bebas dan bertanggungjawab. Di mana selanjutnya mendapat penegasan dari Tap MPR No.IV/1973 dan Tap MPR No.III/1983 agar pers di Indonesia dijadikan sebagai pers sehat, yaitu pers yang menjalankan fungsinya sebagai penyebar infomasi yang objektif, menyalukan aspirasi rakyat serta memperluas komunikasi dan partisipasi rakyat.

Aturan yang menindas pers itu terus dilestarikan pada era Soeharto, represi sudah dijalankan bahkan sejak pada awal era Orde Baru yang menjanjikan keterbukaan. Sejumlah Koran menjadi korban, antara lain majalah Sendi terjerat delik pers, pada 1972, karena memuat tulisan yang dianggap menghina Kepala Negara dan keluarga. Surat ijin terbit Sendi dicabut, pemimpin redaksi-nya dituntut di pengadilan. Setahun kemudian, 1973, Sinar Harapan, dilarang terbit seminggu karena dianggap membocorkan rahasia negara akibat menyiarkan Rencana Anggaran Belanja yang belum dibicarakan di parlemen.

Pengekangan terhadap pers kembali terjadi pada 1978, berkaitan dengan maraknya aksi mahasiswa menentang pencalonan Soeharto sebagai presiden. Sebanyak tujuh surat kabar di Jakarta (Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, Sinar Pagi dan Pos Sore) dibekukan penerbitannya untuk sementara waktu hanya melalui telepon, dan diijinkan terbit

kembali setelah masing-masing pemilik Koran tersebut meminta maaf kepada pemimpin nasional (Soeharto).

Pada era Soeharto terdapat tiga faktor utama penghambat kebebasan pers dan arus informasi: adanya sistem perizinan terhadap pers (SIUPP), adanya wadah tunggal organisasi pers dan wartawan, serta praktek intimidasi dan sensor terhadap pers. Faktor-faktor itulah yang telah berhasil menghambat arus informasi dan memandulkan potensi pers untuk menjadi lembaga kontrol.

Jatuhnya Soeharto ternyata tidak dengan sendirinya mengakhiri berbagai persoalan. Periode transisi, di era Presiden Habibie berlanjut ke Presiden Abdurrahman Wahid, suasana keterbukaan justru memunculkan berbagai persoalan baru yang lebih kompleks, tidak sekadar hitam-putih.

Rezim Habibie, tidak punya pilihan lain, selain harus melakukan liberalisasi dan itu pun bukan tanpa ancaman. Era Abdurrahman Wahid memperlihatkan kesungguhan untuk mengadopsi kebebasan pers, namun masih harus ditunggu sejauh mana keseriusan rezim Gus Dur-Megawati menegakkan kebebasan pers, mengingat basis pendukung dua pemimpin ini (Banser NU dan Satgas PDI Perjuangan) kini terbukti cenderung merongrong kebebasan pers melalui aksi-aksi intimidasi terhadap pers. Ancaman terhadap kebebasan pers yang semula datang dari pemerintah melalui berbagai aturan represif, beralih wujud melalui tekanan massa serta ancaman internal: tumbuhnya penerbitan pers yang sensational dan tidak mengindahkan etika.

Departemen Penerangan, lembaga kontrol yang dua dasawarsa lebih menjadi hantu pencabut nyawa bagi Pers, dibubarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid, pada Oktober 1999. Presiden Wahid yang baru terpilih itu menegaskan, informasi adalah urusan masyarakat, bukan lagi menjadi urusan pemerintah. Pembubaran Departemen Penerangan menandai hilangnya kontrol negara, selanjutnya siapa mengontrol pers? Babak baru perkembangan pers Indonesia sedang berlangsung, belum ketahuan ke mana arahnya, banyak catatan sejarah pers di Indonesia berada pada titik rekaman tekanan dan intimidasi. Pers Indonesia terperangkap dalam ranjau- ranjau peraturan dan sensor yang dipasang pemerintah. Pengalaman di Indonesia, kebebasan itu seakan-akan merupakan berkah atau hadiah dari penguasa baru yang muncul menggantikan penguasa otoriter sebelumnya. Kebebasan pers setelah masa reformasi membawa peluang besar bagi kelompok pengusaha.

Era reformasi telah membuka kesempatan bagi pers Indonesia untuk mengekplorasi kebebasan. Dampak yang kemudian terlihat, kebebasan itu untuk sebagian media, bukannya diekplorasi melainkan dieksploitasi. Sejumlah kebingungan dan kejengkelan terhadap kebebasan pers di era reformasi ini bisa dipahami. Kini media bebas untuk mengumbar sensasi, informasi yang diedarkan adalah yang bernilai jual tinggi, dikemas dengan gaya sensasi. Akibat ketiadaan otoritas yang memiliki kewenangan untuk menegur atau menindak pers, maka “publik” kemudian menjalankan aksi menghukum pers sesuai tolok ukur mereka sendiri.

Era reformasi kini telah memproduksi media massa berorientasi populis, mengangkat soal-soal yang digunjingkan masyarakat. Akibatnya seringkali media massa menyebarkan informasi yang sebenarnya berkualifikasi isu, rumor bahkan dugaan-dugaan (hingga cacian dan hujatan). Pada ekstrim yang lain terdapat pula pers yang diterbitkan untuk tujuan politis:

mempengaruhi dan membujuk pembacanya agar sepakat dan ikut dengan ideologi dan tujuan politisnya, atau bahkan menyerang dan membungkam pihak lawan.

Media massa sebagai penyalur informasi mengemas apapun yang bisa diinformasikan, asalkan itu menyenangkan dan sedang menjadi gunjingan publik. Gaya media semacam ini kemudian mendapat reaksi sepadan dari kelompok masyarakat tertentu yang cenderung radikal dan tertutup, atau kelompok-kelompok yang mengklaim kebenaran sebagai milik mereka. Jika pemberitaan media tidak menyenangkan pihaknya atau kelompoknya, maka jalan pintasnya adalah melabrak dan mengancam yang ternyata memang terbukti sangat efektif bahkan sampai pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono kondisi komunikasi massa di Indonesia tampak jauh lebih baik dari sisi penyajiannya, namun sampai saat ini banyak materi- materi yang disajikan, menyimpang dari apa yang dicita-citakan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya media cetak maupun elektronik hadir dikalangan masyarakat, yang orientasinya lebih kepada meraut keuntungan dunia usaha

Sistem Komunikasi Satelit Domestic (SKSD) Palapa.

Dalam pembangunan ilmu pengetahuan dan tekhnologi di Indonesia dilakukan pembangunan system komunikasi satelit domestic (SKSD) untuk keperluan komunikasi. Pembangunan satelit itu dimulai tahun 1975 dan selesai tahun 1976. Satelit itu diberi nama palapa yang diambil dari sumpah mahapatih gajah mada untuk menyatukan nusantara. SKSD Palapa merupakan suatu system satelit komunikasi yang dikendalikan oleh system pengendali yang ada di bumi, yang mempunyai fungsi sebagai sarana dalam berbagai aktivitas komunikasi.

Satelit komunikasi mempunyai masa kerja tertentu, satelit yang masa kerjanya sudah habis harus diganti dengan satelit generasi baru. Generasi pertama dari SKSD Palapa adalah Palapa A-1 yang diluncurkan pada tanggal 18 juli 1976. Berturut-turut dari generasi satelit yang diluncurkan adalah:

Palapa A-2 (10 Maret 1977).

Palapa B-1 (19 Juni 1983).

Palapa B-2 (6 February 1984).

Palapa B-2P ( 20 Maret 1987).

Palapa B-2R (20 Maret 1990).

Palapa B-4 (7 Mei 1992).

Palapa C-1 (February 1996).

Palapa C-2 yang diluncuran pada tanggal 16 mei 1966.

Sekarang ini, kita juga mengenal satelit komunikasi yang lain yakni telkomsel-1 dan garuda-1.

Jangkauan dari satelit palapa C-2 meliputi wilayah dari Irian sampai Vladiwostok (Rusia) dan dari Australia sampai selandia baru. Melalui SKSD Palapa, hubungan komunikasi antar daerah dan antarnegara menjadi lebih mudah. System komunikasi tersebut memungkinkan bangsa Indonesia mengetahui berbagai informasi yang disajikan melalui televise secara cepat.

Radio

Radio siaran pertama di Indonesia (waktu itu bernama Nederlands Indie-Hindia Belanda), ialah Bataviase radio siaran Vereniging (BRV) di Batavia (Jakarta tempo dulu) yang resminya didirikan pada tanggal 16 juni 1925 pada saat Indonesia masih dijajah Belanda dan berstatus swasta. Setelah BRV berdiri secara serempak berdiri pula badan-badan radio siaran lainnya di kota Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya dan yang paling terbesar dan terlengkap adalah radio NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij) di Jakarta, Bandung, dan Medan, karena mendapat bantuan dari pemerintah Hindia Belanda. Sebagai pelopor timbulnya radio siaran usaha bangsa Indonesia adalah Solosche Radio Vereniging (SRV) yang didirikan di kota Solo pada tanggal 1 April 1933 oleh Mangkuneoro VII dan Ir. Sarsito Mangunkusumo.

Ketika Belanda menyerah pada Jepang tanggal 8 Maret 1942, sebagai konsekuensinya, radio siaran yang tadinya berstatus perkumpulan swasta dinonaktifkan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanri Kyoku, merupakan pusat radio siaran yang berkedudukan di Jakarta, serta mempunyai cabang-cabang yang bernama Hoso Kyoku di Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan Malang. Rakyat Indonesia pada masa ini hanya boleh mendengarkan siaran Hoso Kyosu saja. Namun demikian di kalangan pemuda terdapat beberapa orang dengan risiko kehilangan jiwa, secara sembunyi-sembunyi mendengarkan siaran luar negeri, sehingga mereka dapat mengetahui bahwa pada 14 Agustus 1945 Jepang telah menyerah kepada sekutu.

Dengan demikian, ketika Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, tidak dapat disiarkan langsung melalui radio siaran karena radio siaran masih dikuasai oleh Jepang. Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia baru dapat disiarkan dalam bahasa Indonesia dan Inggris pukul 19.00 WIB namun hanya dapat didengaroleh penduduk disekitar Jakarta. Baru pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah bersejarah itu dapat dikumandangkan kelluar batas tanah air dengan risiko petugasnya diberondong senjata serdadu Jepang. Tak lama kemudian dibuat pemancar gelap dan berhasil berkumandang di udara radio siaran dengan station call”Radio Indonesia Merdeka”. Dari sinilah Wakil Presiden Mohammad Hatta dan pimpinan lainnya menyampaikan pidato melalui radio siaran yang ditujukan kepada rakyat Indonesia.

Pada tanggal 11 September 1945 diperoleh kesepakatan dari hasil pertemuan antara para pemimpin radio siaran untuk mendirikan sebuah organisasi radio siaran. Tanggal 11 September itu menjadi hari ulang tahun RRI (Radio Republik Indonesia).

Sampai akhir tahun 1966 RRI adalah satu-satunya radio siaran di Indonesia yang dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah. Peran dan fungsi radio siaran ditingkatkan. Selain berfungsi sebagai media informasi dan hiburan, pada masa orde baru, radio siaran melalui RRI menyajikan acara

pendidikan persuasi. Acara pendidikan yang berhasil adalah “Siaran Pedesaan” yang mulai diudarakan pada bulan September 1969 oleh stasiun RRI Regional.

Selanjutnya, stasiun RRI Regional juga membantu menginformasikan program-program pemerintah, seperti Keluarga Berencana, transmigrasi, kebersihan lingkungan, imunisasi ibu hamil dan balita. Sejalan dengan perkembangan social budaya serta teknologi, maka bermunculan beberapa radio siaran amatir yang diusahakan oleh perorangan. Keadaan ini tidak dapat dihindari, namun perlu ditertibkan. Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 1970 tentang Radio Siaran Non Pemerintah. Karena jumlah radio siaran swasta niaga semakin lama semakin banyak, serta fungsi dan kedudukannya penting bagi masyarakat, maka pada tahun 1974 stasiun-stasiun radio siaran swasta niaga berhimpun dalam wadah yang dinamakan Persatuan Radio siaran Swasta Niaga Indonesia (PRSSNI).

Televisi.

Kegiatan penyiaran televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan berlangsungnya pesta olahraga se- Asia IV atau Asean Games di Senayan. Sejak itu pula Televisi republik Indonesia (TVRI) dipergunakan sebagai panggilan stasiun (station call) sampai sekarang (Effendy, pada Komala, dalam Karlinah, dkk. 1999) Selama tahun 1962-1963 TVRI berada di udara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya.

Sejalan dengan kepentingan pemerintah dan keinginan rakyat Indonesia yang tersebar diberbagai wilayang agar dapat menerima siaran televise, maka pada tanggal 6 Agustus 1976, Presiden Soeharto meresmikan penggunaan satelit Palapa untuk telekomunikasi dan siaran televisi. Dalam perkembangannya satelit Palapa A selanjutnya Satelit Palapa B, Palapa B-2, Palapa B2P dan Palapa B-4 diluncurkan tahun 1992 (Effendy, pada Komala, dalam Karlinah, dkk. 1999).

TVRI yang berada di bawah, Departemen Penerangan, kini siarannya sudah dapat menjangkau hampir seluruh rakyat Indonesia yang berjumlah 200 juta jiwa. Sejak tahun 1989 TVRI mendapat saingan televise siaran lainnya, yakni RCTI yang bersifat komersial. Kemudian secara berturut-turut berdiri stasiun televise swasta lainnya seperti SCTV, TPI, ANTV , dll.

Meskipun lima stasiun televisi sudah beroperasi, televise siaran tidak akan pernah menggeser kedududkan siaran radio , karena radio siaran memiliki karakteristik tersendiri. Televisi siaran dan rasio siaran, serta media lainnya berperan saling mengisi. Televisi siaran menggeser radio siaran mungkin dalam hal porsi iklan.

Revolusi Hijau merupakan bagian dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem pertanian pada abad sekarang ini. Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional ke cara modern. Lahirnya Revolusi Hijau melalui proses panjang dan akhirnya meluas ke wilayah Asia dan Afrika. Revolusi Hijau mulai mendapat perhatian setelahThomas Robert Malthus (1766–1834) mulai melakukan penelitian dan memaparkan hasilnya Upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi pertanian

yaitu dengan caraIntensifikasi pertanian, Ekstensifikasi pertanian, Diversifikasi pertanian, dan Rehabilitasipertanian

Industrialisasi merupakan salah satu dampak dari adanya revolusi hijau, dimana ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu industi pertanian, dan industry nonpertanian. Tekhnologi informasi dan komunikasi berkembang pesat di Indonesia, ini dapat dilihat dari perkembangan media massa di Indonesia yang semakin pesat, bukan hanya itu tapi perkembangan radi, satelit domestic, dan juga radio pun berkembang pesat.

Dampak Orde Baru Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto diIndonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahanSoekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun1966 hingga 1998. Orde baru merupakan masa pemerintahan Soeharto yaitu berlangsung dari tahun 1966 sampai tahun 1998. Pada masa orde baru ini presiden Soeharto mengalami keruntuhan yaitu seiring jatuhnya Soeharto sebagai presiden yang telah memimpin Indonesia selama 32 tahun, setelah sebelumnya krisis ekonomi menghancurkan legitimasi pemerintahan Orde BaruPermasalahan-permasalahan banyak terjadi pada masa orde baru ini seperti kolusi, korupsi, nepotisme, krisis ekonomi. Itu semua tidak lepas dari kebijakan-kebijakan yang ditetapkan presiden Soeharto. Maka selama 32 tahun yang dijalankan oleh Soeharto memberikan dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dampak positifnya Masa pemerintahan yang begitu panjang menjadi arena membungkam demokrasi dan menenggelamkan partisipasi masyarakat luas dalam hampir semua sektor kehidupan, sampai untuk membangun gedung-gedung SD di seluruh Indonesia harus lewat Inpres (instruksi presiden). Maka dapat disaksikan menjelang akhir kekuasaan Orde Baru, ketika terjadi krisis moneter, ekonomi yang dibangun dengan stabilitas politik dan keamanan itu rontok seperti bangunan tanpa pondasi yang dilanda gempa bumi, rata dengan tanah. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Orde baru yang dijalankan oleh Presiden Soeharto yang berakhir dengan krisis moneter memberikan perubahan dalam pembangunan politik dan perekonomian

Dampak Positif Dari Kebijakan Pemerintah Pada Masa Orde Baru Yang Masih Dirasakan

Kebijakan Bidang Politik Dalam Negeri Membuat consensus nasional untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen: Penyederhanaan partai politik Pemasyarakatan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (P4) presiden Soeharto mengemukakan gagasan ekaprasetia pancakarsa pada tanggal 12 april 1976 dan gagasan tersebut ditetapkan sebagai ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 dan dalam sidang umum tahun 1978 dan sejak itu secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat melaksanakan penataran P4

Kebijakan Bidang Politik Luar Negeri Secara resmi indonesia kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966.Pemerintah Indonesia menyampaikan nota pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2 juni 966 kepada perdana menteri Lee Kuan Yeuw

Menjalin kembali hubungan baik dengan negara–negara tetangga seperti pemulihan hubungan Indonesia-Malayasia oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak di Jakarta pada tanggal 11 Agustus 1966.Indonesia menjadi pemprakarsa organisasi ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967.

Kebijakan di Bidang Ekonomi

Presiden Soeharto menangani masalah ekonomi dengan mencanangkan program pembangunan yang dilakukan secara bertahap yaitu jangka panjang 25-30 tahun dan jangka pendek 5 tahun atau disebut PELITA Pembangunan Lima Tahun). Pedoman pembangunan adalah TRILOGI pembangunan Lima Tahun.Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) Swasembada beras Menerapkan anggaran belanja berimbang (balanced budget). Fungsinya adalah untuk mengurangi salah satu penyebab terjadinya inflasi.Menerapkan kebijakan penundaan pembayaran utang luar negeri (re-scheduling), serta berusaha untuk mendapatkan pembiayaan atau kredit luar negeri baru.Menerapkan kebijakan untuk mengekang proses ekspansi kredit bagi usaha-usaha sektor produktif, seperti sector pangan, ekspor, prasarana dan industry.Menerapkan kebijakan penundaan pembayaran utang luar negeri (re-scheduling), serta berusaha untuk mendapatkan pembiayaan atau kredit luar negeri baru.Menerapkan kebijakan penanaman modal asing untuk membuka kesempatan bagi investor luar negeri untuk turut serta dalam pasar dan perekonomian Indonesia.Penerbitan anggaran pendapatan belanja Negara (APBN) yang dinilai sebagai salah satu sumber utama terjadinya hiperinflasi.Penjadwalan kembali kewajiban membayar hutang-hutang luar negeri (debt rescheduling) yang lewat batas waktunyadan mengusahakan penundaan pembayarannya ,diikuti dengan pencarian kredit baru dengan syarat-syarat lebih lunak untuk pembiayaan pembangunan

Kebijakan Bidang Pendidikan

Pembangunan Sekolah Dasar (SD Inpres)

Pembangunan SD sejak jaman Soeharto hingga kini masih terasa manfaatnya dan diikuti pula oleh peningkatan jumlah guru. Program wajib Belajar. Soeharto menyatakan bahwa seluruh anak Indonesia berusia 7-12 tahun wajib untuk mendapatkan pendidikan dasar 6 tahun (SD). Sehingga sampai sekarang kita telah merasakan wajib belajar 12 tahun (Sampai SLTA), kemudian kita juga mendapatkan manfaat dari program wajib belajar tersebut.Pembentukan Kelompok belajar (Kejar).Program Kejar merupakan program pengenalan huruf dan angka bagi kelompok masyarakat buta huruf yang berusia 10-45 tahun. Tutor atau pembimbing setiap kelompok adalah masyarakat yang telah dapat membaca, menulis dan berhitung dengan pendidikan minimal Sekolah Dasar

Kebijakan Bidang Kesehatan

Kebijakan bidang kesehatan yang masih terasa manfaatnya antara lain Program Keluarga Berencana. Pada masa orde baru dilaksanakan program untuk pengendalian pertumbuhan penduduk yang dikenal dengan Keluarga Berencana Pada tahun 1967 pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 2,6% dan pada tahun 1996 telah menurun drastis menjadi 1,6%. Sampai sekarang program KB di Indonesia sebagai salah satu program yang paling sukses di dunia, sehingga menarik perhatian dunia untuk mengikuti kesuksesan Indonesia.Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) Posyandu dengan 5 programnya yaitu, KIA, KB, Gizi, Penanggulangan Diare dan Imunisasi. Posyandu bukan saja untuk pelayanan balita tetapi juga untuk pelayanan ibu hamil. Bahkan pada waktu waktu tertentu untuk promosi dan distribusi Vit. A, FE, Garam Yodium, dan

suplemen gizi lainnya dan mobilisasi sosial seperti PIN, campak dan Vit. A. Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat

Kebijakan Bidang Industri

Mengembangkan jaringan informasi, komunikasi, dan transportasi untuk memperlancar arus komunikasi antar wilayah di nusantara, misalnya program satelit palapa.Mengembangkan industri pertanian.Mengembangkan industri minyak dan gas bumi

Perkembangan industri galangan kapal di surabaya yang dikelola oleh oleh PT PAL Indonesia.Pengembangan industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang kemudian berubah menjadi PT Dirgantara Indonesia.Pembangunan kawasan industri di daerah Jakarta, Cilacap, Surabaya, Medan dan Batam.Sejak tahun 1985 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di bidang industri dan investasi.Sejak tahun 1985 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di bidang industri dan investasi

Kebijakan Bidang Sosial Budaya dan Kemasyarakatan

Pemerintah mengontrol pelajaran sejarah untuk anak sekolah melalui buku dan film G 30 S/PKI diputar TVRI setiap tahun pada tanggal 30 September. Pemerintah menginginkan sebagai pengingat terhadap bahaya laten PKI dan memuja kepahlawanan Jenderal Soeharto dan film lain adalah Janur Kuning.Pemerintah mendukung kirap remaja indonesia yaitu : parade keliling pemuda indonesia yang diselenggarakan dua tahun sekali oleh Yayasan Tiara Indonesia pimpinan Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut) sejak tahun 1989.

Mereka menjelajah desa-desa di Indonesia dengan kegiatan seperti menyalurkan air bersih, memperbaiki rumah desa, membersihkan rumah ibadah, menanam pohon serta membersihkan makam serta mengadakan diskusi dan pertunjukan seni. Pemerintah menempatkan Departemen Penerangan dalam posisi yang sangat penting. Departemen Penerangan mengharuskan setiap media massa memiliki SIUPP dan mengendalikannya secara ketat melalui Undang-undang pokok pers no 12 tahun 1982 dan media yang melanggar akan dibatalkan SIUPP-nya.Untuk mengendalikan mahasiswa gerakan mahasiswa maka diberlakukan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) pada tahun 1978. Memperoleh pinjaman dari negara-negara barat dan lembaga keuangan seperti IGGI IMF dan Bank Dunia.Liberalisasi perdagangan dan investasi dibuka selebar-lebarnya. Inilah yang membuat indonesia terikat pada kekuatan modal asing.Sehingga jika disimpulkan memang banyak dampak positif yang dirasakan semasa pemerintahan orde baru diantaranya.Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekusaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran negara dalam masyarakat.Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan serta kesempatan kerja. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.Pemeratan kesempatan memperoleh keadilan.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya pun dapat dilihat secara konkrit.

Situasi keamanan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).

Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan rakyat.Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat. Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000

Sukses transmigrasi. Sukses KB. Sukses memerangi buta huruf. Sukses swasembada pangan. Pengangguran minimum. Sukses Gerakan Wajib Belajar Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh. Sukses keamanan dalam negeri Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri Revolusi hijau dan industrialisasi.

Revolusi Hijau merupakan revolusi biji-bijian dari hasil penemuan ilmiah berupa benih unggul dari berbagai varietas gandum, padi, dan jagung yang membuat hasil panen komoditas tersebut meningkat di begara-negara berkembang. Revolusi hijau lahir karena masalah pertambahan penduduk yang pesat. Pertambahan penduduk harus diimbangi dengan peningkatan produksi pertanian.

Upaya peningkatan produksi pertanian digalakkan melalui : a. Pembukaan lahan pertanian baru b. Mekanisasi pertanian c. Penggunaan pupuk baru d. Mencari metode yang tepat untuk pemberantasan hama

Perkembangan Industrialisasi a. Industri Pertanian Industri pengolahan hasil tanaman pangan termasuk hortikultura Industri pengolahan hasil perkebunan

Industri pengolahan hasil perikanan

Industri pengolahan hasil hutan

Industri pupuk

Industri Pestisida

Industri Mesin dan peralatan pertanian

b. Industri Non Pertanian Industri Semen Industri Besi baja Industri Perakitan kendaraan bermotor Industri elektronik Industri kapal laut Industri Kapal terbang

Bidang Politik

Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Organisasi masanya.

Membubarkan Partai Komunis Indonesia pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966.

Menyatakan Partai Komunis Indonesia sebagai organisasi terlarang di Indonesia :

Penyederhanaan Partai Politik

Pemilihan Umum

Penataan Politik Luar Negeri

Penyimpangan Kebijakan Pada Masa Orde Baru

Dalam hal konstitusi:

Perubahan kekuasaan yang statis

Perekrutan politik yang tertutup

Pemilihan umum yang kurang demokratis

Kurangnya jaminan hak asasi manusia

Dibidang politik antara lain:

Tidak berfungsinya kontrol dari lembaga kenegaraan politik dan sosial, karena didominasi kekuasaan presiden/eksekutif yang tertutup sehingga memicu budaya korupsi kolusi dan nepotisme

Dibidang hukum antara lain:

a) Tidak tegaknya supremasi hukum karena penegak hukum tidak konsisten, adanya mafia peradilan, dan banyaknya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini tidak menjamin rasa adil, pengayoman dan kepastian hukum bagi masyarakat b) Ada penyimpangan sekurang-kurangnya 79 Kepres (1993-1998) yangdijadikan alat kekuasaan sehingga penyelewengan terlindungi secara legal dan berlangsung lama (hasil kajian hukum masyarakat transparansi Indonesia).

Dibidang Ekonomi antara lain:

1) Keberhasilan pembangunan yang tidak merata menimbulkan kesenjangan antara yang kaya dan miskin

2) Bercampurnya institusi negara dan swasta

3) Perkembangan utang luar negeri dari tahun ke tahun cenderung meningkat

4) Terjadi pemusatan kekuasaan di tangan presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter

5) Terjadi monopol penafsiran Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk membenarkan tindakan – tindakannya

6) Pemerintah campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak merdeka

7) Terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme yang luar biasa parahnya sehingga merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multidimensi

8) Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua

9) Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya

10) Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel

11) Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “Penembakan Misterius” (petrus). Bercampurnya institusi negara dan swasta

Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam pengimbangan politik di dalam Negara dan masyarakat, sebelumya pada era Orde Lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada Orde Baru terjadi pergeseran pusat kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah beberapa sekelumit cerita tentang Orde Lama dan Orde Baru, tentang bagaimana kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya Pak Harto atas desakan para mahasiswa di depan gendung DPR

yang akhrinya pada saat itu titik tolak era Reformasi lahir. Dan pasca reformasilah demokrasi yang bisa dikatakan demokrasi yang di Inginkan pada saat itu perlahan-lahan mulai tumbuh hingga sekarang ini.

Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme berakar kuat hingga reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup semakin menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin buruknya mentalitas birokrasi secara institusional maupun individu

Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang efisien dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil maupun militer secara terang- terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk suksesi. Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan dengan catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.

Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset negara untuk dijadikan simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.

Industri Strategis Indonesia Industri strategis adalah industri pengolahan yang memproses output dari industri dasar menjadi barang bernilai tambah yang tinggi. Produk hasil industri ini biasanya adalah barang intermediate atau barang modal yang akan digunakan oleh industri hilir untuk memproduksi barang dan jasa. Industri strategis biasanya berupa kumpulan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terpilih yang bergerak dalam industri berbasis teknologi dan ditetapkan sebagai wahana transformasi industri melalui penguasaan teknologi. Menurut UU 3 no. 2014 tentang Perindustrian, Industri Strategis adalah Industri yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis, atau mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara dalam rangka pemenuhan tugas pemerintah negara.

Industri strategis dimasa lalu identik dengan industri dibidang pertahanan keamanan. Menurut UU no. 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, Industri Pertahanan adalah industri nasional yang terdiri atas badan usaha milik negara dan badan usaha milik swasta baik secara sendiri maupun berkelompok yang ditetapkan oleh pemerintah untuk sebagian atau seluruhnya menghasilkan alat peralatan pertahanan dan keamanan, jasa pemeliharaan untuk memenuhi

kepentingan strategis di bidang pertahanan dan keamanan yang berlokasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembinaan & Pengelolaan Industri Strategis di Indonesia pernah berpindah-pindah, dari Departemen Teknis, Tim Pengembangan Industri Hankam (1980-1983), Tim Pelaksana Pengembangan Industri Strategis (1983-1989), Kementerian Riset & Teknologi / Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) (1989-1998) PT Bahana Pakarya Industri Strategis (1998-2002), Kementerian BUMN (2002-Sekarang). Komite Kebijakan Industri Pertahanan.

Proses industrialisasi modern di Indonesia sendiri mulai berlangsung sejak dekade 1970- an. Tokoh sentralnya adalah B.J. Habibie. Tahun 1974 Habibie selaku Menteri Riset dan Teknologi mendirikan divisi Advanced Technology dan Teknologi Penerbangan di yang kemudian berkembang menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (cikal bakal PT IPTN dan PT DI) pada tahun 1976 dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tahun 1978. Perlahan tapi pasti, pemerintah menata strategi penguasaan teknologi dan pembangunan industri dengan membentuk Tim Pengembangan Industri Hankam tahun 1980 dan dilanjutkan dengan Tim Pelaksana Pengembangan Industri Strategis (TPPIS) tahun 1983. Hasil kajian TPPIS menghasilkan pembentukan BPIS tahun 1989. BPIS menjadi tonggak awal proses industrialisasi strategis yang modern di Indonesia.Sebelumnya, Pembinaan dan pengelolaan BUMN Industri Strategis berada pada Departemen teknis terkait sehingga pembinaan dan pengelolaannya belum terintegrasi dengan baik, kemudian pada tahun 1989 dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 44 tahun 1989 tentang Badan Pengelola Industri Strategis maka sepuluh industri dinamakan BUMN Industri Strategis dengan tujuan pemerintah ingin membangun dan mengembangkan industri pertahanan dan kemandirian Pertahanan dan Keamanan (HANKAM). Lembaga Pemerintah Non Departemen BPIS ini diketuai langsung oleh Menteri Riset dan Teknologi / Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yaitu B.J Habibie sendiri. BPIS ditugaskan untuk membina, mengelola dan mengembangkan sepuluh Industri Strategis tersebut.

10 BUMN Strategis tersebut diantaranya: 1. Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara; 2. Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. PAL Indonesia; 3. Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. PINDAD; 4. Perusahaan Umum (PERUM) Dahana; 5. Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. Krakatau Steel; 6. Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. BARATA INDONESIA; 7. Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. Boma Bisma Indra; 8. Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. Industri Kereta Api; 9. Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT. Industri Telekomunikasi Indonesia; 10. Unit Produksi Lembaga Elektronika Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Seiring dibentuknya BPIS, maka dikeluarkan Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1989 tentang Pembentukan Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS) yang merupakan lembaga pembina BPIS. Susunan DPIS sebagaimana Keppres 56 tahun 1989 terdiri dari:

Ketua : Presiden Wakil Ketua : Menneg Riset dan Teknologi/Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Anggota :

1. Menteri Perindustrian 2. Menteri Perhubungan 3. Menteri Pertahanan dan Keamanan 4. Menteri Keuangan 5. Menteri Perdagangan 6. Menneg Perencanaan Pembangunan/Ka BAPPENAS

PT PAL Indonesia

Sejak tahun 1989 hingga 1998, telah banyak dilakukan perencanaan program dan pembuatan road map pengembangan industri strategis sebagai ujung tombak industri pertahanan menuju kemandirian hankam dengan dua target atau sasaran utama yaitu menjadi "Industri Maritim dan Industri Dirgantara terkemuka pada tahun 2015". Untuk menunjang hal ini maka kesepuluh industri strategis dikembangkan menjadi Pusat Unggulan Teknologi sesuai dengan jenis industrinya yaitu: PT Industri Pesawat Terbang Nusantara Pusat Unggulan Industri Pesawat Terbang/Dirgantara

PT PAL Indonesia Pusat Unggulan Industri Maritim

Penunjang Industri PT Pindad Pusat Unggulan Industri Senjata/Pertahanan

PT Dahana Pusat Unggulan Industri Munisi

PT Krakatau Steel Pusat Unggulan Industri Baja

PT Barata Indonesia Pusat Unggulan Industri Alat Berat

PT Boma Bisma Indra Pusat Unggulan Industri Permesinan/Diesel

PT Industri Kereta Api Pusat Unggulan Industri Kereta Api

PT Industri Telekomunikasi Indonesia Pusat Unggulan Industri Telekomunikasi

PT LEN Industri Pusat Unggulan Industri Elektronika dan Komponen

Pada 10 Agustus 1995 terdapat hari bersejarah yaitu penerbangan perdana pesawat N- 250 PA-1 dengan sandi "Gatotkaca" buatan IPTN di Bandung Pesawat tersebut terbang selama 55 menit dengan 50 penumpang. Saat itu, event bersejarah tersebut (video) membanggakan masyarakat sebagai prestasi putera-puteri bangsa. Sehingga dalam rangka menumbuhkan sikap dan kehendak untuk mengembangkan dan menghargai pretasi yang lebih tinggi di bidang teknologi, Presiden Soeharto menerbitkan Keppres 71 1995 tanggal 6 Oktober 1995 yang menyatakan setiap tanggal 10 Agustus diperingati sebagai "Hari Kebangkitan Teknologi Nasional" Peringatan tersebut masih diperingati sampai saat ini. BPIS menjadi badan negara yang mengoordinasikan pengembangan sepuluh BUMN industri strategis (BUMNIS). Dalam perkembangannya, usaha komersil sepuluh BUMNIS tersebut memang tidak selalu berjalan mulus. Kondisi ini banyak dikritik oleh banyak pihak, termasuk kelompok elit di dalam pemerintah. Industri strategis dinilai hanya menjadi proyek mercusuar dan tidak efisien, misalnya proyek pesawat penumpang N-250 dari IPTN. Pemerintah dan masyarakat

merasa bangga dengan produk tersebut namun dilihat dari aspek ekonomis, proyek tersebut merugi karena banyak ongkos yang terbuang (sunk cost).

Bagaimanapun, pemerintah menyadari kelemahan tersebut. Lantas pada tahun 1997 pemerintah mendirikan PT Dua Satu Tiga Puluh Tbk (PT DTSP) sebagai perusahaan publik terbuka (Tbk.) yang akan menjadi investor bagi proyek pengembangan dan produksi N-2130, yaitu pesawat penumpang bermesin jet pertama buatan Indonesia yang dibangun IPTN. Saham yang dijual kepada publik diharapkan bisa menjadi sumber pembiayaan berkelanjutan dan tidak membebani anggaran belanja negara. Pemerintah bersikukuh dengan pengembangan industri strategis (dari pesawat N- 250 menuju N-2130) namun kali ini mesti dikelola lebih profesional dan profitable. Namun, pada akhirnya proyek ini kandas di tengah jalan karena terkena pengaruh krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998. Untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah menerima bantuan dari International Monetary Fund. Lembaga keuangan internasional tersebut memberikan syarat bantuan, yaitu salah satunya pemerintah mesti menghentikan pembiayaan atas proyek industri strategis berbiaya besar, termasuk subsidi bagi IPTN selaku pengembang N- 2130. Alhasil PT DSTP pun terkena imbasnya dan dibubarkan tahun 1999.Tanri Abeng, Menneg Pendayagunaan BUMN pertama .Pada tahun 1998 dengan PP No 35 Tahun 1998 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan (Persero) di bidang Industri, diresmikan PT Bahana Pakarya Industri Strategis merupakan holding company pertama dilingkungan Kementerian BUMN yang khusus menangangi Industri Strategis yang terdiri dari : 1. PT Dirgantara Indonesia (Industri Pesawat Terbang/Dirgantara) - Sebelumnya PT IPTN 2. PT PAL Indonesia (Industri Kapal) 3. PT Pindad (Industri Senjata/Pertahanan) 4. PT Dahana (Industri Bahan Peledak) 5. PT Krakatau Steel (Industri Baja) 6. PT Barata Indonesia (Industri Alat Berat) 7. PT Boma Bisma Indra (Industri Permesinan/Diesel) 8. PT Industri Kereta Api (Industri Kereta Api) 9. PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Industri Telekomunikasi) 10. PT LEN Industri (Industri Elektronika dan Komponen)

Kemudian diterbitkan Keputusan Presiden RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS) pada tanggal 17 Mei 1999. Susunan anggota DPIS ditambahkan Komut PT Pakarya Industri (Persero), Dirut PT Pakarya Industri (Persero) & Ketua KADIN. Keppres no. 40 tahun 1999 hingga saat ini belum dicabut, sehingga dengan demikian DPIS masih ada hanya hingga saat ini belum pernah melakukan rapat dan pertemuan, bahkan sekretariat DPIS yang seharusnya berada dikantor Menneg Ristek/BPPT belum pernah dibuat.

Konsep pengembangan industri unggulan dengan sasaran Pusat Unggulan Industri Maritim dan Industri Dirgantara menjadi terhenti sejak reformasi berjalan pada tahun 1998, yang kemudian diikuti pembubaran BPIS LPND. Walaupun kemudian mencoba bangkit kembali dengan pendirian PT Pakarya Industri/PT BPIS Persero, tidak banyak lagi program pengembangan teknologi menuju kemandirian hankam dilakukan, karena dalam waktu yang cukup pendek (1998- 2002) PT BPIS lebih banyak berkonsentrasi pada pembenahan masalah keuangan dan pendanaan yang dihadapi BUMN Industri Strategis.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 52 Tahun 2002 pada tanggal 23 September 2002, maka PT Bahana Pakarya Industri Strategis (BPIS) Persero, secara resmi dibubarkan. Sejak dikembalikannya pembinaan BUMN Industri Strategis dari BPIS ke Kementrian Negara BUMN pada tahun 2002, maka pembinaanya menjadi wewenang Deputi Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi (PISAT) dan Mentri Negara BUMN. Kementrian negara BUMN didirikan berdasarkan UU no 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU no. 19 tentang BUMN yang kemudian ditindaklanjuti dengan PP No 41 tahun 2003, PP No 35 tahun 2005, PP No 43, No.44, No. 45 tahun 2005.

Pembinaan dan arah pengelolaan BUMN Industri Strategis sejak 2002 hingga sekarang menjadi tidak fokus pada pengembangan industri hankam (maritim dan dirgantara) akan tetapi lebih banyak pada pengelolaan perusaaan BUMN persero yang menghasilkan keuntungan. Hal ini juga yang mengakibatkan banyak kegiatan pengembangan teknologi di BUMN Industri Strategis terhenti karena kurangnya pendanaan bantuan pemerintah dan tidak adanya road map pengembangan yang sinergi. Para BUMN Industri Strategis tersebut juga mengalami banyak masalah pendanaan seperti hutang yang menumpuk. Selain itu, timbul sentimen politik anti-Orde Baru dari kalangan proponen reformasi yang menghendaki penghentian segala proyek pembangunan yang melibatkan dan keluarganya. Sejak saat itu, industri strategis di Indonesia menjadi tercerai-berai dan mengalami kemunduran. Berbagai kebijakan pemerintah dianggap mematikan industri strategis, aturan baru pemerintah membuat keistimewaan perusahaan milik negara dipreteli satu per satu seperti hak monopoli bahan peledak. Namun sisi lain dari periode sulit tersebut, manajemen perusahaan belajar banyak dan tumbuh semangat untuk tak bergantung pada pemerintah.

Pembubaran Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) dan likuidasi PT Dua Satu Tiga Puluh Tbk (DSTP) merupakan contoh dari suatu keadaan di mana perubahan ekonomi-politik nasional memengaruhi kebijakan industri nasional. Sejauh menyangkut industri, program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat pun tak terelakkan akan turut terpengaruh, entah itu bergerak menuju kemajuan atau keterpurukan. F. Harry Sampurno-Kuffal, seorang mantan komisaris BUMN dan pemegang gelar doktor industri militer, dalam buku berjudul "Keruntuhan Industri Strategis Indonesia" berpendapat bahwa pembubaran BPIS dan PT DSTP merupakan langkah mundur dari perjalanan industri di Indonesia. Indonesia mundur ke fase industrialisasi sektor ekstraktif, yaitu Indonesia menjadi produsen bahan mentah tanpa nilai tambah, karena saat ini Indonesia lebih menggantungkan diri kepada ekspor sumber daya alam dibandingkan komoditas teknologi. Padahal jika mau maju, Indonesia mesti menyesuaikan diri dengan konstelasi kompetisi bisnis global yang memosisikan kapabilitas teknologi dan inovasi yang berorientasi kepada produk bernilai tambah sebagai keunggulan kompetitif suatu negara (competitive advantage).

Dari sisi kinerja perusahaan, hanya ada tiga perusahaan yang menunjukkan perkembangan kinerja yang cukup baik, yaitu; PT KS, PT LEN dan PT BARATA. Sedangkan ke-7 perusahaan lain menunjukkan penurunan kinerja selama lima tahun (2001 s/d 2005). PT INTI selama kurun waktu tersebut menunjukkan pertumbuhan kinerja yang tidak stabil, PT PINDAD mengalami peningkatan kinerja, tetapi pada tahun 2005 mengalami penurunan kinerja kembali, sedangkan PT. PAL peningkatan kinerja baru dimulai pada tahun 2005. Dari 10 Perusahaan

Industri Strategis dilihat dari kinerja perusahaan tidak stabil berfluktuasi, hanya terdapat dua perusahaan yang grafiknya selalu naik yaitu PT Krakatau Steel (KS) dan PT LEN Industri yang kinerja perusahaannya bagus dan kinerja yang selalu menurun yaitu PT Barata Indonesia dan PT INKA yang kinerja makin turun drastis sedangkan perusahaan lainnya bervariasi naik turun kinerja perusahaan yang tidak stabil, dikarenakan program perusahaan dan kinerja perusahaannya yang tidak mendapat dukungan atau kontribusi Pemegang Saham maupun Komisaris untuk mendapatkan proyek baik swasta maupun instansi Pemerintah berbeda dengan sebelumnya masih di bawah Departemen atau Menteri masing-masing pasti proyek tersebut diberikan atau dimonopoli sendiri dari induknya. Misalkan PT Industri Telekomunikasi Indonesia dengan PT TELKOM dan PT Industri Kereta Api dengan PT Kereta Api Indonesia. Bahkan sempat ada wacana merger antar perusahaan saat itu, yaitu rencana akan dimerger yaitu PT. INTI dengan PT. LEN, dan PT. PINDAD dengan PT. DAHANA, dan PT. Boma Bisma Indra dengan PT. Barata Indonesia, serta PT. PAL dengan PT. INKA. Embargo Militer yang dilakukan oleh Amerika Serikat (1999-2005) & Eropa (1999-2000) menambah keyakinan bahwa pentingnya pengusaan teknologi dan industri pertahanan dalam negeri agar mengurangi ketergantungan Indonesia akan senjata serta perawatan dari negara lain.

Panser buatan PINDAD untuk Misi Perdamaian Dunia PBB Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan mengeluarkan kebijakan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force). Pembaharuan alat utama sistem persenjataan terus diperbaharui setiap tahun dan membuat industri dalam negeri bekerja keras untuk memenuhinya. Pada tahun 2012, Pemerintah dan DPR mengesahkan UU 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. UU itu awalnya bernama RUU Pengembangan dan Pemanfaatan Industri Strategis untuk Pertahanan atau RUU Industri Strategis Pertahanan dan Keamanan yang dibahas selama 2 tahun sejak 2010-2012. UU tersebut mengamanatkan pembelian alutsista harus mendahulukan industri dalam negeri terlebih dahulu. Pemerintah juga dilarang membeli alutsista melalui rekanan, harus resmi G-to-G (antar pemerintah). UU tersebut mengamanatkan pembentukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan yang diketuai oleh Presiden langsung, untuk mengoordinasikan kebijakan nasional dalam perencanaan, perumusan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, dan evaluasi Industri Pertahanan. Pada tahun 2014, Pemerintah dan DPR mengesahkan UU 3 tahun 2014 tentang Perindustrian yang didalamnya diatur mengenai Industri Strategis. Industri strategis dikuasai negara dengan cara pengaturan kepemilikan; penetapan kebijakan; pengaturan perizinan; pengaturan produksi distribusi dan harga; dan pengawasan.

Kebijakan Pembangunan Ekonomi Indonesia Pada Masa Orde Baru

Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto dari segi ekonomi dapat dikatakan membangun perekonomian Indonesia pasca jatuhnya rezim Orde Lama yang juga dibarengi dengan turunnya perekonomian pada masa akhir pemerintahan Orde Lama. Seoharto pada masa Orde Baru yang menjadi presiden Republik Indonesia dijuluki sebagai “Bapak Pembangunan”. Pembangunan di segala bidang yang khususnya pembangunan dalam bidang perekonomian adalah salah satu kebijakan Soeharto yang paling menonjol.

Menurut T. Gilarso (1986: 212-214) Pelaksanaan pembangunan di bidang ekonomi ini bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan nasional atau pertumbuhan ekonomi saja, melainkan sekaligus juga harus menjamin pembagian pendapatan

yang lebih merata sesuai dengan rasa keadilan, dan tetap menjaga dan mempertahankan stabilitas nasional, baik di bidang politik maupun ekonomi.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Pada masa awal Orde Baru. Pembangunan ekonomi di Indonesia maju pesat. Mulai dari pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan infrastruktur, dll. Saat permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Dengan kata lain, Pemerintah Orde Baru mempunyai kebijakan ekonomi yang juga disebut ekonomi kerakyatan.

Perubahan besar masyarakat Indonesia karena keberhasilan dalam pembangunan ekonomi memberikan kesan adanya sumbangan luar biasa dari teknokrat ekonomi dan hampir- hampir melupakan kemungkinan adanya jasa kepakaran lain-lain di luar ekonomi. Jika ada profesi lain di luar ekonomi ia adalah militer yang telah berjasa menjaga kestabilan politik pemerintah Orde Baru, yang pada gilirannya memungkinkan terjadinya pembangunan ekonomi secara berkelanjutan (Mubyarto, 2003).

Dari paparan di atas, perlu kita kaji ketahui bagaimana kebijakan awal ekonomi Orde Baru, Ekonomi Kerakyatan, dan Program Pembangunan Nasional yang dilakukan oleh rezim Orde Baru.

Kebijakan Awal Ekonomi Orde Baru

Selama tahun 1964-1966, hiperinflasi melanda Indonesia dengan akibat lumpuhnya perekonomian. Pemerintah Orde Baru di bawah pimpinan Jenderal Soeharto yang mulai memegang kekuasaan pemerintahan pada bulan Maret 1966 memberikan prioritas utama bagi pemulihan roda perekonomian. Sejumlah ahli ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ditarik sebagai penasehat ekonomi pemerintah, dan bebarapa di antaranya kemudian menduduki jabatan penting dalam kabinet. Menjelang tahun 1969 stabilitas moneter sudah tercapai dengan cukup baik, dan pada bulan April tahun itu Repelita I dimulai. Dasawarsa setelah itu penuh dengan peristiwa-peristiwa penting bagi perkembangan ekonomi di Indonesia. Perekonomian tumbuh lebih cepat dan lebih mantap dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, pergeseran-pergeseran telah terjadi dalam struktur perekonomian dan komposisi output nasional (Anne Booth dan Peter McCawley, 1981: 1-2).

Menurut Katoppo (2000: 269) dalam Hariyono (2006: 310) menjelaskan bahwa tim ekonomi yang sering disebut sebagai staf pribadi untuk urusan ekonomi terdiri dari pakar ekonomi dari Universitas Indonesia. Mereka adalah Wijoyo Nitisastro (sebagai ketua), Dr. Mohamad Sadli, Dr. Emil Salim, Dr. Ali Wardana, Dr. Subroto dan Sumitro Joyohadikusumo. Mereka merupakan inti dari teknokrat Orde Baru yang banyak berpengaruh dalam kebijakan ekonomi Soeharto. Sebuah kebijakan yang berusaha melakukan stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Sebelum disampaikan ke Presiden, konsep dari tim ahli “digarap” oleh Sudharmono dan Wijoyo. Hal tersebut dilakukan agar dalam sidang kabinet tidak ada lagi perdebatan. Kabinet memberi laporan kemudian Presiden Soeharto memberi petunjuk dan pengarahan.

Proses transisi kekuasaan dari Demokrasi Terpimpin ke Orde Baru membawa pengaruh yang signifikan terhadap orientasi pembangunan ekonomi Indonesia. Krisis ekonomi yang salah satunya diindikasikan dengan timbulnya hiperinflasi hingga 635% mendorong pemerintah baru untuk segera menciptakan stabilisasi ekonomi. Salah satu kebijakan yang menyolok adalah mulai masuknya bantuan/hutang yang berasal dari negara-negara kapitalis (Hariyono, 2006: 306).

Presiden Soekarno dan pra pendukungnya masih terus berusaha menciptakan pembangunan politik dan ekonomi yang mandiri. Program Trisakti (berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi serta berkepribadian di lapangan kebudayaan) masih mempunyai pengaruh pada pendukung Soekarno. Dalam salah satu pidatonya, Presiden Soekarno mengecam tindakan faksi Soeharto yang menjalin hubungan dengan kekuatan asing untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi (Hariyono, 2006: 309).

Tanggal 11 Maret 1966 Presiden menerbitkan Surat Perintah (terkenal dengan istilah Super Semar) kepada Letnan Jenderal Suharto selaku Pangkostrad untuk mengambil langkah- langkah pengamanan untuk menyelamatkan negara. Tetapi ternyata Super Semar tersebut dimanfaatkan untuk mengambil alih kekuasaan Presiden dengan dukungan MPRS. Kemudian disusul dengan dibentuknya Pemerintahan Orde Baru dibawah pimipinan Jenderal Suharto yang menjanjikan untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Ternyata secara operasional sejak awal sudah menyimpang dari jiwa Pancasila dan UUD 1945, terbukti dengan terbitnya UU No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing[2] yang jelas-jelas bertujuan menciptakan iklim kondusif bagi berkembangnya sistem ekonomi[3] liberal kapitalistik serta diterapkannya sistem ekonomitrickle down effect yang menguntungkan fihak konglomerat dan tidak berpihak kepada kepentingan dan partisipasi rakyat yang nota bene adalah pemegang kedaulatan negara (Hariyono, 2003).

Setelah berhasil melakukan desakan terhadap Prasiden untuk memberi surat perintah Supersemar dan memanfaatkannya sebagai alat legitimasi transfer of souverigntydengan disahkan melalui Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966[4] Soeharto dan para pendukungnya disibukkan untuk melakukan konsolidasi politik dan ekonomi. Lembaga MPRS yang sudah didominasi oleh Soeharto dan para pendukungnya mengeluarkan TAP No. XXIII/MPRS/1966 tentang dasar pembangunan ekonomi yang cenderung kapitalistik (Hariyono, 2006: 309). Dapat dilihat dari TAP MPRS No.XXIII/MPRS/1966, BAB I Pasal 1 berbunyi “Sadar akan kenyataan bahwa hakekat dari proses kemerosotan yang cepat dari Ekonomi Indonesia selama beberapa tahun ini adalah penyelewengan dari pelaksanaan secara murni daripada Undang-Undang Dasar 1945, yang tercermin dalam tidak adanya pengawasan yang efektif dari lembaga-lembaga perwakilan rakyat terhadap kebijaksanaan ekonomi pemerintah dan senantiasa kurang diserasikannya kepentingan politik dengan kepentingan ekonomi serta dikesampingkannya prinsip-prinsip ekonomi yang rasional dalam menghadapi masalah-masalah ekonomi, maka jalan keluarnya adalah kembali kepelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen”.

Kebijakan rezim Orde Baru menggeser rezim Demokrasi Terpimpin semakin memberi peluang untuk melakukan perubahan kebijakan dalam bidang ekonomi. Pemerintah selain menghadapi infrastruktur ekonomi yang kurang kondusif juga beban hutang luar negeri yang lebih dari $ 2.400 juta. Kekuatan borjuasi lokal, pengusaha keturunan Cina serta kalangan militer yang telah lama terlibat dalam bidang ekonomi berkebutuhan untuk mendorong pembangunan

ekonomi yang kapitalistik. Sebuah program pembangunan yang memungkinkan terjadinya realisasi antara kekuatan ekonomi internasional dengan borjuasi nasional (Hariyono, 2006: 309).

Ketika Orde Baru semakin mengendalikan negara dan peluang bangkitnya pendukung Sukarno menyusut, prospek Soeharto memperoleh bantuan keuangan dalam jumlah besar dari dunia barat semakin meningkat pula. Salah satu masalah pertama Suharto adalah utang luar negeri yang begitu besar yang diwariskan pemerintahan demokrasi terpimpin. Pada akhir tahun 1965, jumlahnya mencapai US$ 2, 36 miliar, 59, 5% di antaranya merupakan utang kepada negara komunis (42% kepada Uni Soviet), 24,9% kepada negara barat, dan sisanya kepada negara-negara nonkomunis lainnya. Jepang adalah kreditor terbesar di luar negara-negara komunis (9,8% dari total uang). Walaupun utang ini sangat besar, harus dicatat bahwa jumlah ini jauh lebih kecil daripada utang yang kelak diperoleh Orde Baru. Para kreditor nonkomunis Indonesia setuju untuk bertindak bersama-sama dan akhirnya IGGI (Inter-Govermental Group on Indonesia) pada tahun 1967. Dari bulan Juli 1966, mereka mulai menjadwal ulang pembayaran utang Indonesia. Pada bulan Oktober, Adam Malik, yang telah memiliki hubungan baik dengan Uni Soviet, juga menjadwal ulang sebagian pembayaran utang Indonesia kepada Uni Soviet (M.C. Ricklefs, 2008: 602).

Revrisond Baswir menjelaskan bahwa Pemerintahan Orde Baru memandai bergesernya bandul perekonomian Indonesia ke sisi kanan. Hal itu antara lain ditandai dengan diundangkannya Undang-undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) No. 1/1967 dan UU Koperasi No. 12/1967. Memang, di awal Orde Baru ini gagasan ekonomi kerakyatan sempat mencoba muncul kembali. Tetapi dalam pergulatan pemikiran yang terjadi antara kubu ekonomi kerakyatan yang antara lain dimotori oleh Sarbini Sumawinata, dengan kubu ekonomi neoliberal yang dimotori oleh Widjojo Nitisastro, kubu ekonomi neoliberal muncul sebagai pemenang. Sarbini hanya sempat singgah sebentar di Bappenas pada beberapa tahun pertama Orde Baru.

Pada tahun-tahun permulaan Orde Baru, bank sentral bertindak sebagai perantara dalam tabungan yang diinvestasikan dalam bentuk mata uang. Sebagian dengan menyediakan kredit langsung (terutama untuk usaha-usaha produksi pangan) dan sebagian dengan pemberian modal kembali kredit bank negara untuk program-program yang diprioritaskan, misalnya rencana intensifikasi padi (Bimas) dan Program Investasi Jangka Menengah (H.W. Arndt, 1994: 178).

Struktur ekonomi juga bisa dimantapkan pada tahun 1968. Minyak merupakan fokus utama kebijakan ekonomi pemerintah, meskipun industri lain yang memerlukan modal intensif dan teknologi tinggi serta menghasilkan mineral dan karet juga berkembang pesat. Pengeboran lepas pantai dimulai pada tahun 1966 dan berkembang pesat pada tahun 1968. Pada bulan Agustus 1968, peran bisnis tentara semakin kokoh ketika perusahaan minyak Pertamin (didirikan pada tahun 1961) dan Permina digabung menjadi Pertamina (Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara). Pertamina dimanfaatkan sebagai kerajaan pribadi oleh Ibnu Suwoto, yang segera memperoleh reputasi internasional berkat manajemennya yang agresif dan penuh visi[5], reputasi yang kemudian runtuh pada tahun 1975[6]. Pertamina hanya sedikit melakukan pengeboran sendiri, selebihnya perusahaan ini (dan bukan pemerintah) mengadakan perjanjian pembagian produksi dengan perusahaan asing. Produksi minyak tumbuh sekitar 15% pada tahun 1968-9 dan hampir 20% pada tahun 1970 (M.C. Ricklefs, 2008: 612).

Kenaikan harga minyak antara bulan November 1973 dan Juni 1974 meningkatkan penerimaan devisa bagi Indonesia lebih dari dua kali lipat, karena sebagian besar peningkatan

tersebut (sesudah adanya negosiasi kembali pembagian keuntungan dengan perusahaan- perusahaan minyak) dengan sendirinya menambah penerimaan pemerintah Indonesia, sehingga penghasilan pemerintah juga naik hampir dua kali lipat (H.W. Arndt, 1994: 178).

Minyak merupakan segalanya dalam kehidupan ekonomi manusia. Dengan minyak kita mampu membangun, karena dengan sumbangan minyak, tabungan pemerintah dapat terbentuk. Melalui minyak pula stabilisasi ekonomi atau pengendalian inflasi dapat dilakukan baik langsung atau tidak langsung dari subsidi minyak. Dengan minyak sebagai sumber penerimaan utama, anggaran belanja berimbang dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya (Soeharsono Sagir, 1983: 97).

Ekonomi Kerakyatan

Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh- sungguh pada ekonomi rakyat. Pemihakan dan perlindungan ditujukan pada ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan sampai 57 tahun Indonesia merdeka selalu terpinggirkan. Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi nasional yang berkeadilan sosial adalah berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya (Mubyarto, 2002).

Ketika Bung Hatta memperjuangkan kaum pribumi dihadapan dominasi ekonomi kolonial, istilah yang dipakai adalah ekonomi rakyat. Dari sinilah muncul kesan diskriminatif terhadap istilah ekonomi rakyat. Yaitu, istilah yang hanya memperhatikan golongan tertentu (kalangan bawah), yang sekaligus menempatkan golongan lain (kalangan atas) seolah-olah sebagai musuh yang harus diperangi. Oleh karena itu, GBHN menggunakan istilah ekonomi kerakyatan. Sungguh pun begitu, dalam prakteknya, substansinya tetap ekonomi rakyat. Maksudnya, ketika ekonomi kerakyatan itu diaplikasikan, kususnya selama pemerintahan Orde Baru, hal itu dimanifestasikan ke dalam bentuk kebijakan yang secara khusus ditujukan pada ekonomi rakyat kecil, dan bukan kebijakan yang bersifat holistik (Munawar Ismail, 2011).

Perlu digarisbawahi bahwa ekonomi kerakyatan tidak bisa hanya sekedar komitmen politik untuk merubah kecenderungan dalam sistem ekonomi orde baru yang amat membela kaum pengusaha besar khususnya para konglomerat. Perubahan itu hendaknya dilaksanakan dengan benar-benar memberi perhatian utama kepada rakyat kecil lewat program-program operasional yang nyata dan mampu merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat sekaligus memupuk jiwa kewirausahaan. Tidak dapat disangkal bahwa membangun ekonomi kerakyatan membutuhkan adanya komitmen politik (political will), tetapi menyamakan ekonomi kerakyatan dengan praktek membagi-bagi uang kepada rakyat kecil (saya tidak membuat penilaian terhadap sistem JPS), adalah sesuatu kekeliruan besar dalam perspektif ekonomi kerakyatan yang benar (Fredrik Benu, 2002).

Pada awal pembangunan, janji yang dirumuskan dalam kebijakan pembangunan adalah pembangunan yang berbasis rakyat (Nugroho, 2001: 377). Mubyarto (1999: 19) menyatakan bahwa konsep pembangunan yang berdasarkan ekonomi kerakyatan ialah sistem ekonomi yang demokratis dan benar-benar sesuai dengan sistem nilai bangsa Indonesia (sistem ekonomi atau aturan main yang dibuat sendiri) tentuya memberikan peluang bahwa aturan main itu sesuai dan lebih tepat bagi bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia.

Pernyataan tersebut di atas mengandung arti bahwa hakikatnya ekonomi Indonesia yang bersumber pada ideologi Pancasila dengan mewujudkan amanat pasal 33 UUD 1945 adalah sistem ekonomi kerakyatan dan moralistik yang menjamin ketangguhan dan keandalan ekonomi nasional.

Walaupun negara memainkan peranan penting dalam penyelenggaraan sistem ekonomi kerakyatan, sama sekali tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan cenderung anti pasar dan mengabaikan efisiensi. Efisiensi dalam sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya dipahami dalam perspektif jangka pendek dan berdimensi keuangan, melainkan dipahami secara komprehensif dalam arti memperhatikan baik aspek kualitatif dan kuantitatif, keuangan dan non-keuangan, maupun aspek kelestarian lingkungan hidup. Politik ekonomi kerakyatan memang tidak didasarkan semata-mata atas pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, melainkan didasarkan atas keadilan, partisipasi, dan keberlanjutan perekonomian (Revrisond Baswir, 2008: 23).

Pada masa Orde Baru, kondisinya tidak jauh berbeda, yaitu rakyat kecil tetap terisolasi. Pemihakan kepada rakyat kecil baru muncul ketika kebijakan “delapan jalur pemerataan” ditetapkan. Kebijakan ini terpaksa diambil karena hasil pembangunan pada tahap sebelumnya banyak dinikmati oleh kelompok elit. Sungguh pun ada “delapan jalur pemerataan”, dalam perjalanan selanjutnya, pemisahan antara kelompok bawah dan atas semakin nyata. Bukannya berhenti, konglomerasi di semua sektor terus menggurita sampai runtuhnya rejim Orde Baru (Munawar Ismail, 2011).

Program Pembangunan Nasional

Menurut ketetapan GBHN, pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata, meteriil dan spiritual berdasarkan Pancasila; di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat; dalam suasana peri kehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis; serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai (T. Gilarso, 1986: 210).

Pembangunan nasional mencakup segala bidang secara terpadu, tetapi titik berat dalam pembangunan jangka panjang adalah pada bidang ekonomi, sedangkan bidang-bidang lainnya (Politik, Hankamnas, Agama dan Sosial Budaya) bersifat menunjang dan melengkapi bidang ekonomi. Sasaran utama pembangunan di bidang ekonomi yaitu untuk mencapai keseimbangan antara bidang pertanian dan bidang industri, terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. Jadi pembangunan harus mampu membawa perubahan yang cukup fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia: dari negara agraris dengan titik berat pada pertanian dan hanya sedikit industri harus berubah menjadi struktur ekonomi yang seimbang, yakni di mana industri sebagai tulang punggung ekonomi kita yang didukung oleh pertanian yang kuat dan tangguh (T. Gilarso, 1986: 212).

Kebijakan pembangunan nasional Indonesia selama masa orde baru, yang dirumuskan dalam program Pembangunan Jangka Panjang (PJP), telah berhasil mengangkat angka pertumbuhan ekonomi yang meyakinkan pada saat itu. Namun di sisi lain, keterlibatan masyarakat baik dalam proses maupun dalam pemanfaatan hasil, belum mencapai tingkatan yang

merata (adil). Sebaliknya, proses dan hasil pembangunan tersebut masih sangat terkonsentrasi pada sekelompok kecil masyarakat, terutama para pemilik modal. Kondisi tersebut sangat dimungkinkan, mengingat model pembangunan yang dilakukan lebih berorientasi pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, dengan konsekuensi menjadikan uang atau capital sebagai yang paling pokok. Dengan demikian, kelompok masyarakat yang terlibat dalam proses maupun pemanfaatan hasil, terbatas pada mereka yang kuat secara ekonomi. Pada gilirannya, kondisi ini menyebabkan keresahan sosial yang berujung pada krisis multidimensi dan ancaman disintegrasi nasional (Aris Munandar, 2002: 12).

Pembangunan yang berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai pembangunan yang memaksimumkan keuntungan pembangunan ekonomi dengan syarat menjaga pemasokan dan kwalitas sumber daya alam selamanya. Pembangunan ekonomi di sini bukan hanya menaikkan pendapatan riil kepita saja, tetapi juga meliputi perubahan struktural dalam ekonomi di masyarakat (Widjajano Partowi, 1992: 22).

Kebijakan dan program pembangunan yang disusun setiap lima tahun (Repelita) sekali dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai landasan operasionalnya telah “membius” dan menambah keyakinan masyarakat akan kehebatan pembangunan. Hal ini diperkuat dengan laporan-laporan, data statistik, dan dukungan dunia internasional yang menunjukkan kesuksesan pelaksanaan pembangunan -- menurunnya angka kemiskinan sampai 15% pada tahun 1990; angka pertumbuhan ekonomi (PNB) yang tinggi, mencapai 7,34% tahun 1993 dan pendapatan perkapita (PDB) mencapai 919 dolar per tahun; perkembangan teknologi dan industri (industri pesawat terbang dan mobil nasional); serta indikator-indikator sosial- ekonomi lainnya -- semakin menambah kepercayaan bangsa Indonesia akan keampuhan dan “kesaktian” kata pembangunan, meskipun dalam kenyataannya sebagian besar mereka hidup dalam kesulitan dan kebodohan karena kemiskinan (Aris Munandar, 2002: 13).

Peranan energi untuk pembangunan di Indonesia ada dua macam yaitu sebagai sumber dana pembangunan (penerimaan pemerintah) dan mata uang asing (ekspor) yang utama untuk memenuhi kebutuhan energi domestik (Widjajano Partowi, 1992: 22).

Menurut Anne Booth dalam Donald K. Emmerson (2001: 190) dalam rencana pembangunan lima tahun (Repelita) pertama, yang dimulai pada April 1969, pertanian diberi perhatian utama, dan pada pertengahan 1980-an Indonesia telah mampu mencapai tingkat berswasembada dalam persediaan beras, asal tidak terjadi kendala yang tak terduga. Ketimbang negara pengekspor minyak dan gas lainnya yang menganggap kenaikan harga energi dunia sebagai kesempatan yang enak untuk membayar harga impor makanan dengan penghasilan dari ekspor hidrokarbon—minyak dan gas—perhatian Indonesia terhadap pemeliharaan hasil pertanian dalam negeri benar-benar mengesankan.

Pembangunan ekonomi yang menekankan pertumbuhan dapat berjalan relatif efisien dengan adanya kebijakan politik yang otoriter. Arus modal asing yang berelasi dengan modal dalam negeri pada akhirnya dapat berkembang dengan pesat sehingga banyak mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara makro. Ternyata di tengah arus penanaman modal yang besar, kalangan pengusaha menengah ke bawah banyak yang tersisih. Sementara sistem pemerintahan yang otoriter memungkinkan proses dan kebijakan tidak berlangsung secara transparan akibat akuntabilitas yang rendah. Konsekuensi dari hal tersebut menyebabkan

kebijakan dan penanaman modal asing banyak diwarnai oleh nuansa kolusi dan korupsi yang potensial menghancurkan sistem politik ekonomi Orde Baru (Hariyono, 2006: 313).

Menurut Agus Purbathin Adi (2003: 1) menjelaskan bahwa desa memegang peranan yang strategis dalam proses pembangunan nasional, disamping karena sebagian besar rakyat Indonesia tinggal di perdesaan, juga karena pemerintahan desa merupakan lembaga pemerintahan otonom sejak sebelum berdirinya negara Republik Indonesia. Melalui pemerintahan desa, masyarakat desa mengatur dan mengurus rumah tangganya, sesuai kebutuhan dan budaya setempat. Akan tetapi, kebijakan pembangunan perdesaan yang dilaksanakan Pemerintah Orde Baru, mengakibatkan masyarakat desa dalam posisi marjinal, hanya menjadi pengikut dan obyek semata. Sebagian besar kebijakan Pemerintahbernuansa “top-down”, dominasi Pemerintah sangat tinggi, akibatnya antara lain banyak terjadi pembangunan yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat, tidak sesuai dengan potensi dan keunggulan desa, dan tidak banyak mempertimbangkan keunggulan dan kebutuhan lokal. Berbagai keputusan umumnya sudah diambil dari atas, dan sampai ke masyarakat dalam bentuk sosialisasi yang tidak bisa ditolak. Masyarakat hanya sekedar objek pembangunan yang harus memenuhi keinginan Pemerintah, belum menjadi subyek pembangunan, atau masyarakat belum ditempatkan pada posisi inisiator (sumber bertindak).

Kegagalan penerapan program-program pembangunan perdesaan di masa lalu adalah karena penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program-program pembangunan tidak melibatkan masyarakat. Proses perencanaan pembangunan lebih mengedepankan paradigma politik sentralisasi dan dominannya peranan negara pada arus utama kehidupan bermasyarakat. Partisipasi saat itu lebih diartikan pada bagimana upaya mendukung program pemerintah dan upaya-upaya yang pada awal dan konsep pelaksanaanya berasal dari pemerintah (Agus Purbathin Adi, 2003: 1-2).

Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto dari segi ekonomi dapat dikatakan membangun perekonomian Indonesia pasca jatuhnya rezim Orde Lama yang juga dibarengi dengan turunnya perekonomian pada masa akhir pemerintahan Orde Lama. Seoharto pada masa Orde Baru yang menjadi presiden Republik Indonesia dijuluki sebagai “Bapak Pembangunan”. Pembangunan di segala bidang yang khususnya pembangunan dalam bidang perekonomian adalah salah satu kebijakan Soeharto yang paling menonjol.

Selama tahun 1964-1966, hiperinflasi melanda Indonesia dengan akibat lumpuhnya perekonomian. Pemerintah Orde Baru di bawah pimpinan Jenderal Soeharto yang mulai memegang kekuasaan pemerintahan pada bulan Maret 1966 memberikan prioritas utama bagi pemulihan roda perekonomian. Sejumlah ahli ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ditarik sebagai penasehat ekonomi pemerintah, dan bebarapa di antaranya kemudian menduduki jabatan penting dalam kabinet. Menjelang tahun 1969 stabilitas moneter sudah tercapai dengan cukup baik, dan pada bulan April tahun itu Repelita I dimulai. Dasawarsa setelah itu penuh dengan peristiwa-peristiwa penting bagi perkembangan ekonomi di Indonesia. Perekonomian tumbuh lebih cepat dan lebih mantap dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, pergeseran-pergeseran telah terjadi dalam struktur perekonomian dan komposisi output nasional.

Pembangunan ekonomi yang menekankan pertumbuhan dapat berjalan relatif efisien dengan adanya kebijakan politik yang otoriter. Arus modal asing yang berelasi dengan modal

dalam negeri pada akhirnya dapat berkembang dengan pesat sehingga banyak mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara makro. Ternyata di tengah arus penanaman modal yang besar, kalangan pengusaha menengah ke bawah banyak yang tersisih. Sementara sistem pemerintahan yang otoriter memungkinkan proses dan kebijakan tidak berlangsung secara transparan akibat akuntabilitas yang rendah. Konsekuensi dari hal tersebut menyebabkan kebijakan dan penanaman modal asing banyak diwarnai oleh nuansa kolusi dan korupsi yang potensial menghancurkan sistem politik ekonomi Orde Baru.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia yang masih dikategorikan sebagai negara berkembang. Dalam perkembangannya, telah begitu banyak upaya yang dilakukan oleh rezim-rezim yang pernah berkuasa untuk melakukan sebuah perubahan terhadap negara ini tak terkecuali dalam sektor ekonomi. Memaksimalkan sektor– sektor usaha mikro, mendukung perkembangan industri–industri baru hingga membentuk idustri- industri strategis adalah gambaran dari beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa dimasanya.

Adapun industri strategis adalah industri pengolahan yang memproses output dari industri dasar menjadi barang bernilai tambah yang tinggi. Produk hasil industri ini biasanya adalah barang intermediate atau barang modal yang akan digunakan oleh industri hilir untuk memproduksi barang dan jasa.1 Industri strategis biasanya berupa kumpulan badan usaha milik negara (BUMN) terpilih yang bergerak dalam industri berbasis teknologi dan ditetapkan sebagai wahana transformasi industri melalui penguasaan teknologi.2

Pembentukan industri–industri strategis ini telah dilakukan sejak rezim orde baru dimasa pemerintahan presiden soeharto. Dimana industri–strategis ini Pembentukan industri–industri strategis diharapkan dapat menjaga ketahanan nasional terhadap sektor–sektor vital negara seperti pertahanan dan keamanan serta menjadi industri andalan yang dapat memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan berkontribusi dalam ketahanan nasional. Adapun Industri–industri strategis yang dibentuk seperti, PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) atau yang sekarang disebut dengan PT. Dirgantara Indonesia, PT. Barata Indonesia, PT. PINDAD, dan PT. Krakatau Steel.

PT. Dirgantara Indonesia merupakan satu–satunya industri strategis Indonesia yang bergerak dibidang kedirgantaraan. PT. Dirgantara Indonesia atau yang disingkat PT. DI ini dibentuk pada tanggal 5 April 1976 yang pada awal terbentuknya bernama Industri Penerbangan Nurtanio, yang kemudian pada 11 oktober 1985 berganti nama menjadi Industri Penerbangan Nusantara (IPTN) dan berganti nama lagi menjadi PT. Dirgantara Indonesia hingga saat ini. Adapun alasan pemerintah untuk membentuk PT. DI adalah kesadaran pemerintah tentang betapa pentingnya transportasi udara untuk keperluan pemerintah, perkembangan ekonomi dan pertahanan nasional sebagai akibat dari letak geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan. 3

PT. Dirgantara Indonesia memiliki visi untuk menjadi perusahaan yang berkelas dunia dalam industri dirgantara yang berbasis pada penguasaan teknologi tinggi dan mampu bersaing dalam pasar global, dengan mengandalkan keunggulan biaya. Untuk itu, guna mewujudkan visi

1Fajar Harry Sampurno, Keruntuhan Industri Strategis Indonesia,Jakarta : Khazanah Bahari, 2011, hal. 26. 2 Ibid, hal. 41 3 Sejarah PT. Dirgantara Indonesia. pdf. elib.unikom.ac.id/download.php?id=129957, diakses pada tanggal 4 februari 2014

tersebut, PT DI melaksanakan program pengembangan perusahaannya ke dalam duatahapan yaitu tahap alih tehnologiyaitu tahapan mendapatkan lisensi dari perusahaan dirgantara di luar negeri untuk merakit pesawat dan helicopter di Indonesia, dan tahapan integrasi teknologiyaitu tahap mengintegrasikan keahlian dan teknologi yang didapatkan dari luar negeri untuk mendesain dan memproduksi pesawat juga komponen pesawat buatan dalam negeri sebagai upaya menyerap keahlian dan teknologi dari luar. Adapun perusahaan–perusahaan yang pernah melakukan kerjasama baik lisensi maupun alih teknologi dengan PT. Dirgantara Indonesia antara lain yaitu, Messerschmit Bolkow Blohm (MBB) Jerman, Aerospatiale, Perancis, Bell Helicopter Textron, Amerika Serikat danConstrucciones Aeronauticas Sociedad Anónima (CASA), Spanyol.4 Kerjasama PT. Dirgantara Indonesia dengan CASA telah dimulai sejak tahun 1976. CASA merupakan salah satu perusahaan asal Spanyol yang merupakan salah satu produsen terbesar dalam industri pesawat dunia. Untuk perjanjian awal ini adalah tentang alih teknologi yaitu pemberian lisensi atas pesawat C-212 buatan CASA kepada PT. Dirgantara Indonesia atau yang saat itu disebut IPTN. Selanjutnya kerjasama kedua perusahaan ini kembali berlanjut pada tahun 1980 yaitu kerjasama tentang joint venture yaitu kerjasama untuk mendirikan perusahaan patungan bernama Aircraft Technology industry (AIRTECH) untuk merancang dan memproduksi pesawat angkut serba guna dengan kapasitas 35 orang yang diberi nama CN-235, yang kemudian pesawat ini sukses menarik perhatian negara–negara lain dan menjadi produk unggulan IPTN. Kemudian, karena banyaknya negara yang memesan, kedua perusahaan ini terus memproduksi kedua jenis pesawat hasil rancangannnya. 5

Kerjasama IPTN dengan CASA saat itu oleh beberapa pihak dikatakan sebagai sebuah kerjasama yang sangat baik bagi perkembangan IPTN sebagai sebuah industri penerbangan nasional baru. Perjanjian untuk mendapatkan lisensi sebagai sebuah bentuk alih teknologi dari salah satu perusahaan besar asing merupakan sebuah langkah strategis dengan melihat kondisi IPTN yang belum lama berdiri sehingga belum mampu untuk menghasilkan produk sendiri. Disamping itu juga, kondisi perekonomian indonesia saat itu yang masih belum stabil.Sehingga, menjadikan upaya untuk menarik investasi asing yang telah ditetapkan dalam Undang–undang Nomor 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing, baik berupa alih teknologi maupun integrasi teknologi (berupa joint venture) sangat tepat dilakukan dalam pengembangan industri penerbangan nasional.

Berbagai pencapaian dilakukan oleh IPTN sebagai hasil dari Kerjasama yang dibentuk dengan CASA. IPTN berhasil memproduksi 200 lebih pesawat tipe CN–235, hingga tahun 1990-an. IPTN juga sukses memproduksi pesawat C-212 setelah mendapatkan Lisensi dari CASA. Selain itu pula, IPTN menjadi salah satu pemasok beberapa komponen pesawat hasil produksi Industri Pesawat besar dunia seperti Boeing dan Airbus. IPTN pun sukses mendapatkan berbagai macam penghargaan dari beberapa badan penerbangan dunia.

Kerjasama IPTN dan CASA sempat vacum dalam beberapa tahun akibat krisis ekonomi yang menimpa indonesia yang memberikan dampak yang besar terhadap perkembangan IPTN. Saat krisis ekonomi terjadi pada tahun 1998, subsidi pemerintah untuk IPTN dicabut sehingga sejak saat itu perusahaan ini harus berdiri di atas kaki sendiri. Sebagai produsen pesawat yang baru merintis, tentunya belum banyak pesanan pesawat yang datang. Ditambah lagi, pasar Asia Tenggara mengalami kemunduran karena hampir semua negara di kawasan ini juga menderita

4Ibid, hal.1 5Ibid, hal. 3

krisis ekonomi. Salah satu yang membuat IPTN bertahan adalah pesanan tetap dari Kementerian Pertahanan, namun jumlah penjualannya tidak cukup untuk menutup biaya operasional perusahaan. Bisnis yang dijalankan oleh IPTN hanya seputar pembuatan komponen atau perawatan dan perbaikan pesawat. Akibatnya, IPTN mengalami kerugian hingga Rp 7,25 triliun dan harus menunggak utang sebesar Rp 3 triliun.6 .

Untuk merestrukturisasi IPTN, Presiden Abdurrahman Wahid mengutus Rizal Ramli, Kepala Bulog saat itu untuk membenahi manajemen perusahaan ini. Misi Rizal adalah untuk mengubah IPTN sebagai industri berbiaya tinggi menjadi industri yang kompetitif seperti di Cina, Brazil, atau India Sebagai simbol dari perubahan paradigma ini, Gus Dur mengubah nama perusahaan ini menjadi PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI). Pemberian nama baru ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 526/KMK.05/2000 Tanggal 20 Desember 2000 dan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 771/KMK.04/2001 Tanggal 1 Mei 2001, Rizal mengubah seluruh peralatan dan mesin produksi berbiaya tinggi menjadi lebih murah agar biaya produksi dapat ditekan dan PT. DI dapat kembali menghasilkan profit. Selain itu, manajemen puncak PT. DI pun diganti dengan orang-orang didikan Habibie yang menguasai aspek teknis pembuatan pesawat maupun yang memiliki jaringan luas di industri pesawat internasional. Restrukturisasi ini mendorong pemulihan kondisi finansial PT. DI dengan meningkatnya penjualan dari Rp 508 milyar pada tahun 1999 menjadi Rp 1,4 trilyun pada tahun 2001. Bahkan perusahaan ini dapat menghasilkan keuntungan sebesar Rp 11 milyar pada tahun 2001, setelah dua tahun sebelumnya mengalami kerugian sebesar Rp75 milyar.7

Pada tahun 2001, PT. DI kembali mengalami penurunan kinerja. Hal ini disebabkan oleh penggantian manajemen perusahaan ini yang sebelumnya sudah solid, dengan orang-orang baru yang tidak memiliki jaringan bisnis dengan pelaku usaha di industri pesawat terbang internasional. Akibatnya jumlah penjualan PT. DI kembali mengalami penurunan, bahkan perusahaan ini mengalami kerugian hingga 1,5 trilyun. Tahun 2004 keadaan makin memburuk. Untuk menyelamatkan perusahaan ini, perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 6.651 orang. Ini merupakan pengurangan pegawai terbesar yang pernah dilakukan oleh PT. DI. Terbebani utang yang besar, PT. DI tidak mampu membayar gaji pegawainya tepat waktu, juga tidak mampu membayar kompensasi bagi mantan-mantan pegawai yang dirumahkan. Banyak tenaga-tenaga ahli pesawat terbaik di negeri ini yang akhirnya mengundurkan diri dan direkrut oleh perusahaan pesawat luar negeri yang menjadi rekan kerja sama PT. DI, seperti Boeing, British Aerospace, dan CASA. 8

PT. DI mencapai kondisi terendah pada tahun 2007, ketika Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan putusan kepailitan pada PT. DI karena kompensasi dan dana pensiun mantan pegawai perusahaan ini belum juga dibayarkan. Permohonan pailit diajukan oleh tiga orang mantan karyawan PT. DI. Tetapi PT. DI mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan keputusan pailit ditolak karena sebagai perusahaan BUMN, permohonan pailit PT. DI hanya bisa diajukan oleh Menteri Keuangan.9 Kasus ini membuat Presiden Susilo Bambang

6 Kembangkitan Kembali Industri Peasawat Nasional:Perjalanan PT Dirgantara Indonesia. pdf. http://www.pappiptek.lipi.go.id, diakses pada tanggal 27 april 2014 7Ibid 8 Ibid 9 PT. DI dinyatakan pailit. On line. http://www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 20 Maret 2014.

Yudhoyono turun tangan untuk memperbaiki PT. DI. Pada tahun yang sama, manajemen perusahaan produsen pesawat ini kembali diganti dan Budi Santoso ditunjuk menjadi Direktur Utama.

Sejak dibentuknya manajemen baru dalam struktur organisasi PT. DI, dengan suntikan dana dari pemerintah, upaya revitalisasi perusahaan pun terus dilakukan. Upaya revitalisasi tersebut antara lain peremajaan dan pembelian fasilitas permesinan, perekrutan dan resdiposisi sumber daya manusia, modernisasi sistem informasi teknologi (IT), proses perampingan bisnis, serta pengembangan produk pesawat terbang agar tetap kompetitif di pasar. Selain itu, upaya untuk melakukan aliansi dengan perusahaan–perusahaan produsen pesawat dunia pun terus dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menjadikan PT. DI kembali kompetitif dalam persaingan pasar kedirgantaraan internasional.

Pada bulan juli tahun 2011, PT. Dirgantara Indonesia sepakat melakukan kerjasama dengan Airbus Military, Spanyol. Pada dasarnya kerjasama dua perusahaan ini telah lama berlangsung, karena Airbus Military merupakan bentuk transformasi dari CASA. Adapun kerjasama yang disebut sebagai Industrial Collaboration Agreement (ICA)ini akan berfokus pada proses pengembangan, manufacturing, komersial dan dukungan pelanggan.Penandatanganan Memorendum of understanding (MOU) kedua perusahaan ini sendiri dilaksanakan dua kali yaitu pada tanggal 17 Februari 2012 dan 8 November 2012.10

Dalam hal pengembangan, PT. Dirgantara Indonesia dengan Airbus Military sepakat untuk berkerjasama dalam membuat pesawat CN-295 sebagai bentuk baru dari pesawat CN-235 dan meningkatkan kemampuan dari pesawat NC-212. Pada hal manufacturing, kerjasama yang dilakukan adalah berupa perawatan atau perbaikan pesawat. Dan kerjasama dalam segi komersil dan dukungan pelanggan disepakati, bahwa kedua perusahaan akan saling memisahkan pasar, artinya tidak akan ada kompetisi lagi dalam hal persaingan pasar diantara kedua perusahaan tersebut. Airbus Military telah menetapkan pasarnya di benua Eropa, Amerika dan Afrika sedangkan PT. Dirgantara Indonesia akan memasarkan hasil produksinya di regional Asia–Pasifik. Dengan kerjasama yang telah disepakati oleh kedua perusahaan diharapkan dapat menjadikan PT. DI menjadi perusahaan dirgantara terdepan dalam produksi pesawat kecil dan menengah di regional Asia–Pasifik.

PT Dirgantara Indonesia berada pada titik terendahnya sebagai sebuah perusahaan ketika dinyatakan bangkrut oleh pengadilan niaga. Namun, sebuah harapan pun kembali setelah dilakukannya restrukturasi perusahaan serta upaya revitalisasi dalam berbagai hal yang salah satunya adalah upaya untuk kembali melakukan kerjasama dengan CASA yang saat ini disebut dengan Airbus Military. Sehingga dari penjelasan–penjelasan diatas penulis memutuskan untuk mengangkat judul penelitian tentang, Prospek kerjasama PT Dirgantara Indonesia dan Airbus Militarydalam pengembangan industri penerbangan di Indonesia .

10 PT Dirgantara Indonesia dan Airbus Military menandatangani kesepakatan untuk meluncurkan NC-212 versi upgrade. Online. http://www.indonesian aerospace.com/view.php?m=release&t=release-detil&id=58, diakses pada 6 Februari 2014

Dalam hal ini penulis akan menfokuskan penelitian pada rentan waktu Juli 2011 hingga Desember 2013. Penulis memilih rentan waktu tersebut, dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2011 merupakan waktu kesepakatan antara PT. Dirgantara Indonesia dan Airbus Military untuk membangun kerjasama kembali. Sementara itu, penulis memilih tahun 2013 sebagai batas waktu penelitian, karena penulis ingin melihat kontribusi dari pelaksanaan kerjasama ini, sehingga dapat memudahkan penulis dalam menjelaskan prospek kerjasama tersebut, dalam kaitannya terhadap pengembangan industri penerbangan di Indonesia. Penulis juga memfokuskan objek penelitian ini, hanya pada PT. Dirgantara Indonesia saja, khusunya terhadap produk-produknya yang digunakan untuk kepentingan militer dan juga sipil.Hal ini didasarkan pada pertimbangan penulis mengenai alasan pendirian PT Dirgantara Indonesia itu sendir

Hubungan Internasional adalah proses interaksi manusia yang terjadi antar bangsa untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hubungan internasional merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam kehidupan dunia, karena tidak ada satu negara pun di dunia yang bisa hidup sendiri tanpa adanya ketergantungan terhadap negara lain. Sehingga, hal inilah yang menjadikan setiap negara saling tergantung dengan negara lainnya.

Hubungan internasional saat ini semakin berkembang. Hal ini ditujukan dengan pelaku hubungan internasional saat ini, tidak hanya dilakukan oleh negara melainkan juga dilakukan oleh aktor–aktor internasional lainnya. Aktor–aktor selain negara tersebut antara lain, individu, kelompok, organisasi–organisasi internasional, dan perusahaan – perusahaan milik negara maupun swasta. Hal ini sejalan dengan konsep Liberalisme Sosiologis, yang beranggapan bahwa aktor hubungan internasional bukan hanya negara lagi melainkan seluruh elemen yang dimana dalam kondisi tertentu mengharuskan mereka untuk keluar melintasi wilayah kedaulatan negara mereka. Adapun liberalisme sosiologis itu sendiri merupakan paham liberalisme yang lebih menekankan hubungan transnasional diantara rakyat dari negara-negara yang berbeda membantu menciptakan bentuk baru masyarakat manusia yang hadir sepanjang atau bahkan dalam persaingan dengan negara-bangsa.11

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah isu ekonomi–politik sangat sering membicarakan tentang perusahaan multinasional (Multi Nasional Coorporation atau disebut juga perusahaan trans nasional (Trans National Coorporation). Gilpin secara sederhana mengartikan MNC yaitu “a firm of a particular nationality with partially or wholly owned subsidiaries within at least one other national economy”.12 MNC dalam menjalankan bisnisnya cenderung untuk terus memperluas pasar ke luar negeri. Salah satu bentuk perluasan pasar adalah melalui foreign direct investment (FDI).

FDI (Foreign Direct Investment) atau investasi langsung luar negeri adalah salah satu ciri penting dari sistem ekonomi yang kian mengglobal. Ia bermula saat sebuah perusahaan dari satu negara menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di negara lain.FDI bertujuan untuk mencapai kontrol sebagian atau penuh atas pemasaran, produksi, atau fasilitas lainnya pada ekonomi FDI sering dilakukan dengan dua cara yaitu membeli perusahaan yang sudah ada atau perusahaan membangun sendiri fasilitas baru. Bentuknya antara lain dengan

11 Robert Jackson, George Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional , Jogjakarta : Pustaka belajar, 2009, hal. 145 12 Robert Gilphin, The State and The Multinationals, dalam Global Political Economy: Understanding the International Economic Order, Pricenton : Pricenton University, 2001, hal.278

melakukan merger, takeovers, atau melalui aliansi antar perusahaan dengan perusahaan negara tujuan. FDI ini merupakan strategi MNC untuk mempermanenkan usahanya di negara lain, dengan begitu maka diharapkan akan memperoleh efisiensi yang lebih tinggi.

Dalam era ekonomi dewasa ini, aliansi strategis memungkinkan korporasi meningkatkan keunggulan bersaing bisnisnya melalui akses kepada sumber daya partner atau rekanan. Akses ini dapat mencakup pasar, teknologi, kapital dan sumber daya manusia. Pembentukan tim dengan korporasi lain akan menambahkan sumber daya dan kapabilitas yang saling melengkapi (komplementer), sehingga korporasi mampu untuk tumbuh dan memperluas secara lebih cepat dan efisien.

Khususnya pada korporasi yang tumbuh dengan pesat, relatif akan berat untuk memperluas sumber daya teknis dan operasional. Dalam proses, korporasi membutuhkan penghematan waktu dan peningkatan produktivitas dengan tanpa mengembangkan secara individual, hal ini agar korporasi dapat tetap fokus pada inovasi dan bisnis inti organisasi. Korporasi yang tumbuh pesat dipastikan harus melakukan strategi aliansi untuk memperoleh benefit dari saluran distribusi, pemasaran, reputasi merek dari para pemain bisnis yang lebih baik.

Dalam sebuah kerjasama, sering terjadi proses alih tekonologi antar perusahaan yang berkerjasama. Alih teknologi menurut United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) adalah pengalihan pengetahuan sistimatis untuk menghasilkan suatu produk, penerapan suatu proses atau menghasilkan suatu jasa, dan tidak mencakup penjualan atau leasing barang. Foreign Direct Investment (FDI) yang dilakukan oleh sebuah perusahaan multinasional pada perusahaan yang menjadi mitra aliansinya di negara tujuan bisa menjadi sebuah sarana bagi perusahaan tujuan untuk melakukan proses alih teknologi

Untuk menjadi sebuah Industri strategis atau Industri pertahanan yang kuat bisa dilakukan dengan cara melihat sistem yang dibangun beberapa negara maju dalam mengembangkan industri strategisnya. Salah satu contohnya adalah Military Industrial Complex di Amerika Serikat.Military Industrial Complex ini merupakan istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Dwight D. Eisenhower, Presiden Amerika Serikat pada saat pidatonya pada 17 Januari 1961. Pidatonya ditulis oleh Malcolm Moos, pidato ini ditujukan terhadap meningkatnya pengaruh industri pertahanan di Amerika Serikat :

The conjunction of an immense military establishment and a large arms industry is new in the American experience. The total influence—economic, political, even spiritual—is felt in every city, every statehouse, every office of the federal government. We recognize the imperative need for this development. Yet we must not fail to comprehend its grave implications. Our toil, resources, and livelihood are all involved; so is the very structure of our society.13

Berdasarkan pernyataan di atas, industri pertahanan di Amerika Serikat bukan hanya menjadi sebuah simbol kekuatan militer negara, tetapi juga menjadi sebuah kekuatan ekonomi yang menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Menurut konsep Military Industrial Complex

13Richard A Bitzinger, The Modern Defense Industry, California : Greenwood, 2009, hal. 39

Untuk menjadi sebuah Industri strategis yang kuat, dibutuhkan sinergitas antara beberapa objek yaitu angkatan bersenjata negara, pihak legislative dan eksekutif serta Perusahaan yang merupakan bentuk dari Industri strategis tersebut.

Metode Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah tipe deskriptif analitik. Salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk mendeskripsikan atau member gambaran terhadap suatu objek penelitian yang diteliti melalui sampel atau data yang telah terkumpul dan membuat kesimpulan yang berlaku umum.Sehingga dengan jenis penelitian deskriptif analitik, penulis akan menjelaskan dan menggambarkan tentang Industri Penerbangan di Indonesia, dan bagaimana kerjasama yang terjadi antara PT. Dirgantara Indonesia dengan Airbus Military serta bagaimana prospek industri penerbangan di Indonesia kedepannya.

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah dengan mengkombinasikan teknik pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Sedangkan, data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Pada teknik penelitian primer peneliti akan melakukan observasi dan wawancara langsung dengan kedua perusahaan serta instansi–instansi terkait. Sedangkan pada teknik pengumpulan data sekunder penulis akan mengumpulkan data dari literatur yang berhubungan denga permasalahan yang dibahas, dan kemudian menganalisanya. Literatur ini berupa buku–buku, dokumen, jurnal–jurnal, majalah, surat kabar dan situs–situs Internet ataupun laporan–laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan penulis teliti. Adapun penulis akan melakukan observasi langsung pada tempat–tempat yang relevan dan bisa memberikan informasi kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Tempat– tempat tersebut antara lain : 1. Kantor pusat PT. Dirgantara Indonesia, di Bandung 2. Kementerian BUMN RI, di Jakarta 3. Perwakilan Airbus Military, di Jakarta 4. Kementerian Luar Negeri RI, di Jakarta 5. Perpustakaan Universitas Indonesia, di Depok

Jenis Data Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis data sekunder, yang dikombinasikan dengan data primer dari hasil observasi dan wawancara langsung dengan pihak yang berkaitan dengan penelitian ini. Untuk data sekunder data didapatkan melalui teknik pengumpulan data melalui telaah pustaka, yakni penelusuran data kepustakaan dari berbagai terbitan resmi yang terdiri dari buku, dokumen, jurnal, majalah, dan surat kabar serta literatur lainnya yang dianggap relevan. Adapun data sekunder yang dibutuhkan adalah bagaimana peluang dan tantangan yang dihadapi kedua perusahaan selama kerjasama ini berlangsung, serta mengenai bagaimana strategi kerjasama yang dibentuk terhadap perkembangan PT. Dirgantara Indonesia itu sendiri.

Teknik analisis data . Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif. Dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif, penulis akan melakukan analisa terhadap berbagai fakta–fakta yang telah didapat tentang kerjasama kedua perusahaan, yang kemudian menghubungankan berbagai fakta yang ada yang nantinya diharapkan dapat menghasilkan sebuah argumen yang tepat. Sedangkan data kuantitatif memperkuat analisis kualitatif yang akan digunakan penulis.