ANALISIS SEMIOTIKA DISKRIMINASI GENDER DALAM FILM “KARTINI” 2017 KARYA

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memeperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun Oleh :

Sandra Oktaviani 1113051000204

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2019M

ABSTRAK

Sandra oktaviani / 1113051000204 Analisis Semiotika Diskriminasi Gender Dalam Film Kartini 2017 Karya Hanung Bramantyo Film pada umumnya mengangkat isu atau realitas yang ada didalam masyarakat. Salah satu realitas sosial yang terjadi pada masyarakat saat ini adalah ketimpangan gender yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Isu ini berkembang sangat pesat hingga hari ini dan menuai berbagai macam reaksi dalam masyarakat . Masyarakat Indonesia yang notabene nya menjunjung tinggi adat istiadat serta budaya nenek moyang dalam kehidupan sehari-hari masihlah sangat bersifat patriarki dalam menafsirkan dan memposisikan kaum perempuan dalam kehidupan sosial. Film kartini 2017 masih menceritakan bagaimana sosok pahlawan perempuan berasal dari Jepara yang hidup pada abad ke-18. Film ini Mencerminkan bagaimana perempuan terdiskriminasi dan mengalami ketidakadilan gender karena tradisi dan budaya masyarakat jawa. Melalui film tersebut, sang sutradara berharap para penonton sadar akan diskriminasi gender yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan latar belakang diatas, pertanyaan dalam penelitian ini adalah Bagaimana makna denotasi diskriminasi gender yang terkandung dalam film Kartini 2017 ? Bagaimana makna konotasi diskriminasi gender yang terkandung dalam film Kartini 2017? dan Bagaimana mitos diskriminasi gender yang terkandung dalam film kartini 2017? Penelitian ini mengacu pada paradiga konstruksionis dimana kosentrasi analisisnya adalah menemukan bagaimana dan dengan cara apa realitas tersebut dibentuk. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif . Teknik pengumpulan data dengan menggunakan analisis semiotika Roland Bhartes. Penelitian ini menggunakan teori ketidakadilan gender Mansour fakih. Menurut Mansour fakih ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Teori yang dikembangkan Mansour fakih juga membagi bentuk-bentuk ketidak adilan gender menjadi 5 jenis yaitu marginalisasi, subbordinasi, stereotipe, kekerasan dan beban kerja ganda. Kata kunci : Semiotika, Diskriminasi, Gender, Film, Kartini

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahiim

Assalamu’alaikumWr.Wb

Alhamdulillahiroobil’alamin. Puji syukur atas segala kehendak dan kemudahan yang Allah S.W.T limpahkan, berkat izin-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Analisis Semiotika Diskriminasi Gender Dalam Film Kartini

2017 Karya Hanung Bramantyo”. Shalawat serta salam allah curahkan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa kami kepada jalan kebenaran.

Penulis secara khusus ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua penulis yaitu mamah Sri Mardiyah dan Ayah

Hendra Wijaya yang telah memberikan semangat dan doa yang tiada hentikepada penulis karena berkat doa mereka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga merkea selalu diberkahi oleh

Allah SWT dan akan selali dalam lindungan –Nya.

Selama masa penelitan, penyusunan, dan penulisan skripsi ini penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari segala pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Suparto, M.Ed., Ph.D. beserta jajarannya.

2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.si selaku dosen pembimbing

yang telah dengan sabar memberikan arahan kepada

penulis dan memberikan semangat untuk dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

3. Ketua Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam Drs.

Masran, MA serta Sekertaris Jurusan Komunikasi

Penyiaran Islam Fita Fathurokhmah, M.Si.

4. Seluruh Dosen Pengajar Dan Staf Akademik Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

menyediakan buku dan fasilitas lainnya untuk

mendapatkan refrensi dan memperkaya isi skripsi ini.

5. Seluruh keluarga besar penulis, Mbah Kakung, Mbah

Putri, Pakde, dan Bule, serta para sepupu yang selalu

memberikan support dan tekanan mental yang cukup

besar agar skripsi ini selesai. 6. Kawan-kawan penulis yang selalu menjadi semangat

untuk segera menyelesaikan skripsi ini Gita Purnama

Sendy, Hilda Anindiya Putri, Septia Putri, Haris Setiawan,

Mallory Sianturi, Taufiqqurahman, Rofi Ahmad Fauzi,

Tasya Octaviani, Faigha Arini dan Rizki Nurul Haq,

7. The special one Septian Prasetyo terimakasih telah

menjadi laki-laki yang hebat, kuat, tangguh, sabar dan

berjasa karena telah membantu penulis dalam melakukan

penelitian juga tak lupa memberikan saran bagi penulisan

skripsi ini.

8. Kawan-kawan RINGKAS (Riungan Kajian Sosial) Bung

Riski, Bung Riswan, Bung Aldi, Bung Agi, Bung Ikbal,

Bung Faskan serta adik-adik kesayangan yang selama ini

terus memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi

ini Hayatun Toyyibah, Neli Safitri, Nur Febbyanti, dan

Rahmawati Junia, yang selalu menjadi tempat menimba

ilmu dan berdiskusi mengenai kehidupan sosial.

9. Kawan-kawan JTV KPI Bang Asa, Bang Ridho, Bang

Reksa, Bang Tonet, Bang Tirai, Kak Bilqis, Intan, Elsa,

April, Eriana, Rofi, Rialdi, Dita, Humairah, Amira, Aul, Kindi, dan Adit serta yang lainnya yang tidak bisa saya

sebutkan satu-persatu terimakasih banyak telah

memberikan ilmu dan pengalaman yang banyak sejak

awal hingga akhir perkuliahan.

10. Teman-teman LITBANG KOMPAS Bang Heri, Ka Ade,

Bang Miftah, Bang Eco, dan Bang Ertedy yang selalu

memberikan inspirasi untuk penulis.

11. Kawan-kawan SMGI-RAYA di UIN Serang, STIMIK

Raharja, UNISTA, UIN Jakarta, yang selalu dan tetap

Bergerak, Beserikat, Maju dan menang bersama rakyat.

Terimakasih selalu mendidik penulis dalam berorganisasi

12. Kawan-kawan POSPERA DPD Banten. Terimakasih telah

memberikan pelajaran berpolitik yang mengasyikan.

13. Kawan-kawan JIM (JARINGAN INDONESIA MUDA)

Terimakasih telah memberikan pelajaran dan doa bagi

penulis.

14. Kawan-kawan KKN Renaissance Imah, Puspa, Juliawan,

Fajar, dan Ojan Tiga laki-laki hebat yang selalu

menampung keluh kesah saya sebagai penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.. 15. Warga Desa Jugala Jaya Kampung Kembang Kuning

Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor Barat Emak Onih,

Teh Yanti, Kang Wawan, Kang Ewok, Kang Roy, Kang

Beni, Kang Alan, Kang Adul, Kang Ocis, Kang Macau,

Mang Jatna, Kang Robet, dan Bapak Sibli, yang selalu

mendoakan penulis agar sukses dalam menjalani masa

studi di Jakarta.

16. Kawan-kawan KPI E 2013 yang sejak dari awal bersama-

sama menemani dalam proses mengarungi pahit getirnya

bangku kuliah. Khusus perempuan-perempuan hebat dan

tangguh Ipeh, Nita, Caca, Winda, Farah, April, Fira, Putri,

Gaby, Ismi, Inggi, Intan, Ayu, Nisa.

17. Kawan-kawan Klise Fotografi angkatan 4 terimakasih atas

ilmu dan pengalaman yang telah diberikan selama ini Uci,

Egha, Ical, Linda, dan Muna.

18. Kawan-kawan GPS (Gerakan Perempuan Smgi Raya)

Ninda, Fadillah, Caca, Eva, Sella, Teh Eni. Terimakasih

atas doa yang kalian panjatkan untuk penulis agar segera

lulus. 19. Kawan-kawan FAM TANGERANG (Forum Aksi

Mahasiswa Tangerang) Oci, Rosid, Tomi Onta, Riski,

Shandi. Terimakasih atas semua doa yang kalian

panjatkan untuk penulis agar segera lulus.

20. Terimakasih kepada seluruh orang-orang yang telah

berjasa didalam kehidupan penulis yang penulis tidak bisa

sebutkan satu persatu, semoga kalian mendapatkan

balasan kebaikan yang lebih banyak dari Allah SWT.

Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dan kekhilafan dalam menyusun skripsi ini karna itu penulis berharap adanya kritik dan saran dari semua pihak semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak tanpa terkecuali.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta,…..…………2019

Sandra Oktaviani

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ...... Error! Bookmark not defined.i

DAFTAR ISI ...... 1

DAFTAR TABEL ...... 4

DAFTAR GAMBAR ...... 5

BAB I PENDAHULUAN ...... Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang Masalah ...... Error! Bookmark not defined.

B. Batasan dan Rumusan Masalah ...... Error! Bookmark not

defined.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... Error! Bookmark not

defined.

1. Tujuan Penelitian .....Error! Bookmark not defined. 2. Manfaat Penelitian ...Error! Bookmark not defined. D. Tinjauan Pustaka ...... Error! Bookmark not defined.

E. Metodologi Penelitian ...... Error! Bookmark not defined.

1. Paradigma PenelitianError! Bookmark not defined. 2. Pendekatan PenelitianError! Bookmark not defined. 3. Subjek Ppenelitian ...Error! Bookmark not defined. 4. Objek Penelitian ...... Error! Bookmark not defined. 5. Teknik Pengumpulan Data...... 34 6. Teknik Analisis Data ...... 35 F. Sistematika Penulisan ...... 36

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...... 38

A. Landasan Teori ...... Error! Bookmark not defined.

1. Semiotika ...... 38 2. Gender ...... 44 3 Film ...... 63 B. Kerangka Berfiir ...... 78

BAB III GAMBARAN UMUM...... 79

A. Gambaran Umum Film Kartini ...... 79

B. Sinopsis Film Kartini ...... 86

C. Profil Sutradara dan pemain Film Kartini ...... 90

D. Tim Produksi Film Kartini ...... 104

BAB IVDATA DAN TEMUAN PENELITIAN ...... 116

A. Deskripsi dan Data Penelitian ...... 116

BAB V PEMBAHASAN ...... Error! Bookmark not defined. A. Marginalisasi ...... 203

B. Subbordinasi...... 205

C. Stereotype ...... 209

D. Kekerasan ...... 211

E. Beban Ganda...... 214

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...... 216

A. Kesimpulan ...... 216

B. Saran ...... 217

DAFTAR PUSTAKA ...... 218

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Semiotika Roland Bhartes ...... 43

Tabel 2. Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender ...... 47

Tabel 3. Penghargaan Festival Film Indonesia 2017 ...... 80

Tabel 4. Penghargaan Festival Film Bandung 2017 ...... 82

Tabel 5.Penhargaan Festival Film Tempo 2017 ...... 83

Tabel 6.Penghargaan Indonesia Movie Actor Awards 2018 ...... 84

Tabel 7.Penghargaan Piala Maya 2018 ...... 85

Tabel 8.Nama Tim Produksi ...... 104

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perempuan KDRT ...... 77

Gambar 2. Kerangka Berfikir ...... 78

Gambar 3. Sutrdara Hanung Bramantyo ...... 90

Gambar 4. Raden Ajeng Kartini...... 93

Gambar 5. Raden Ajeng Kardinah ...... 94

Gambar 6. Raden Ajeng Roekmini ...... 95

Gambar 7. Yu Ngasirah...... 96

Gambar 8. Yu Ngasirah Muda ...... 97

Gambar 9. Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat ...... 98

Gambar 10. Raden Ayu Moeryam ...... 99

Gambar 11. Raden Mas Sosrokartono ...... 100

Gambar 12. Aden Ayu Soelasri ...... 101

Gambar 13. Raden Mas Slamet ...... 102

Gambar 14. Raden Mas Joyoadiningrat ...... 103

Gambar 15. Kartini berjalan jongkok...... 117

Gambar 16. Ngasirah yang sedang meratapi Kartini ...... 120

Gambar 17. Kartini kecil menangis ...... 123

Gambar 18. Katini yang sedang dipingit...... 130

Gambar 19. Katini yang sedang meratapi nasibnya ...... 132 Gambar 20. Kartini yang sedang belajar berjalan jongkok ..... 135

Gambar 21. Katini dan Soelastri merawat tubuh ...... 138

Gambar 22. Soelastri mencuci kaki suami ...... 140

Gambar 23. Kardinah dan Roekmini masuk pingitan ...... 144

Gambar 24. Kartini, Kardinah dan Roekmini memasak ...... 146

Gambar 25. Moeryam melayani suami ...... 149

Gambar 26. Kartini Kardinah & Roekmini Memberi Hormat 152

Gambar 27. Pak Atmo melarang Kartini keluar rumah ...... 155

Gambar 28. Bangswan yang Sedang Menggunjing ...... 159

Gambar 29. Kartini dicaci oleh R.M Busono ...... 161

Gambar 30. Ngasirah terdiskriminasi oleh R.A Moeryam ..... 164

Gambar 31. Kardinah menangis ...... 169

Gambar 32. Roekmini menangis ...... 172

Gambar 33. Bangsawan Beraduargumentasi ...... 176

Gambar 34, Kartini Menerima Kekerasan ...... 181

Gambar 35.. Moeryam yang Sedang Menangis ...... 186

Gambar 36. Soelastri yang Menjadi Korban Poligami ...... 191

Gambar 37. Kyai Soleh Darat Mengajarkan agama Islam…...198

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Media pembelajaran memiliki peranan penting dalam menunjang kualitas proses belajar mengajar. Media juga dapat membuat pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan. Salah satu media pembelajaran yang sedang berkembang saat ini adalah media audiovisual.1 Melalui audiovisual proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan dapat menjembatani siswa memahami materi belajar dengan mudah. Salah satu media audiovisual yang dapat digunakan dalam proses belajar adalah film. Gambar bergerak yang dilengkapi dengan audio ini sejak dahulu diyakini mampu memberikan nilai pendidikan bagi anak- anak maupun semua kalangan usia. Baik itu film industri maupun film khusus yang dibuat untuk pengajaran.2 Dalam acara forum diskusi bertajuk Pendidikan Lewat Film yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Perfilman Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Aktor sekaligus sutradara Aditya Gumay mengatakan,

1 Joni Purwono,Sri Yutmini,Sri Anitah, “Penggunaan Media Audio- Visual Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pacitan”, Jurnal Teknologi Pendidikan Dan Pembelajaran Vol.2, No.2, Hal 127 – 144, Edisi April 2014. Ditulis Artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 16.00 WIB. 2 Ramddha Mawaddha. Film Sebagai Media Belajar Kreatif Bagi Anak. 2017. http://kabar24.bisnis.com/read/20171001/255/694595/film- sebagai-media-belajar-kreatif-bagi-anak- artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 16.51 WIB.

1 2

“Film tak hanya memiliki fungsi menghibur ataupun sebagai hasil budaya saja”. Namun, sutradara kelahiran 4 Oktober 1966 sangat sepakat jika film dianggap sebagai media pendidikan. Oleh karena itu, Aditya menekankan untuk tidak membuat film yang sia-sia."Film itu pengerjaannya minimal enam bulan. Jadi jangan bikin film yang sia-sia, Oleh karena itu Saya cukup berhati- hati dalam membuat film karena film saya harus menjadi amal jariyah," ujarnya dalam diskusi tersebut.3

Selain untuk pembelajaran, film adalah salah satu bentuk media komunikasi yang cukup efektif bagi masyarakat. Adapun media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan masyarakat lainnya melalui produk media massa yang dihasilkannya.4 Onong Uchyana memberikan definisi komunikasi massa sebagai komunkasi yang menggunakan media massa modern diantaranya adalah surat kabar, film, radio, internet dan televisi. Tidak mengherankan jika pembahasan tentang komunikasi massa selalu melibatkan media massa sebagai objek penelitian.5 Dari berbagai bentuk media komunikasi massa yang cukup banyak jumlahnya, salah satu bentuk dari media komunikasi yang akan penulis bahas dalam bentuk penelitian saat ini adalah film. Film merupakan sesuatu yang unik di bandingkan dengan media lainnya karena sifatnya bergerak secara bebas dan tetap.

3 Ramddha Mawaddha. Film Sebagai Media Belajar Kreatif Bagi Anak. 2017. http://kabar24.bisnis.com/read/20171001/255/694595/film-sebagai- media-belajar-kreatif-bagi-anak- artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 16.51 WIB. 4 Burton, Grame. Media Dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra, 2012. 5 Uchjana,Onong. Effendi, Ilmu Komunikasi : Teori Dan Praktek. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, cetakan XVI .2000.

3

Penerjemahannya melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya.6 Kelebihan film lainnya adalah dapat merangkul masyarakat dari berbagai golongan dari golongan bawah hingga golongan atas. Unsur inilah yang membuat film menjadi salah satu bentuk seni alternatif yang banyak diminati masyarakat. Dengan mengamati secara seksama apa yang memungkinkan ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada dibalik ceritanya, film juga merupakan ekspresi atau pernyataan dari sebuah kebudayaan serta mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang kadang-kadang kurang jelas terlihat dalam masyarakat.7 Pada awalnya film dinikmati sebagai selingan saat prime time saja atau waktu luang oleh masyarakat. Film yang dihadirkan pun beraneka ragam jenisnya. Ada tiga jenis utama film yaitu fitur, dokumentasi dan animasi atau lebih dikenal dengan film kartun. Namun yang lebih sering diminati masyarakat adalah film fitur, merupakan karya fiksi yang strukturnya selalu berupa narasi, yang dibuat melalui tiga tahap, yaitu tahap praproduksi merupakan masa berlangsungnya pembuatan skenario yang dapat diadaptasi dari sebuah novel atau karya cetakan yang lainnya. Kemudian, tahap produksi, dimana pada tahap ini merupakan tahap berlangsungnya pembuatan film berdasarkan skenario. Tahap terakhir pembuatan film adalah

6 Joseph, M. Boggs. The Art Of Watching Film, (Terj) Sani, Asrul. Jakarta: Yayasan Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1986. 7 Pranajaya, Adi. Film Dan Masyarakat : Sebuah Pengantar. Jakarta: BP SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail. 1999.

4

tahap post-produksi (editing) ketika semua bagian menjadi satu kisah yang menyatu.8 Begitulah setiap proses panjang dalam pembuatan film yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para penikmatnya. Para pembuat film dapat menyampaikan pesan-pesan tertentu dalam setiap produksi filmnya termasuk kritik-kritik sosial dan refleksi atas kenyataaan yang tejadi dalam masyarakat. Salah satu persoalan representasi dalam film dan juga produk media lainnya yang sampai saat ini banyak diperdebatkan adalah persoalan diskriminasi gender. Salah satu film yang pernah menjadi perdebatan dikalangan masyarakat luas adalah perempuan berkalung sorban yang dirilis pada tahun 2009, film yang dibintangi oleh Revalina S. Temat, Reza Rahardian, dan di sutradarai oleh Hanung Bramantyo ini menuai berbagai polemik di lingkungan masyarakat, karena film ini mengangkat isu perempuan yang terdiskriminasi di lingkungan pondok pesantren. Film ini banyak menuai kecaman dari berbagai pihak seperti Pengurus Besar Nadratul Ulama (PBNU). Sekjen PBNU Endang Turmudi menyatakan keprihatinannya atas penayangan film perempuan berkalung sorban yang dinilainya mendeskriditkan pesantren “pesantren dalam film tersebut digambarkan sangat tidak sesuai dengan realitas, sebagai institusi pendidikan agama yang kolot, anti perubahan, dan tertutup”.9

8 Danensi Marcel, Pengantar Memahami Semiotika Media. Yongyakarta: Jalasutra. 2010. 9 Makruf. PBNU Prihatin Film PBS (Perempuan Berkalung Sorban) Deskriditkan Pesantren. 2009. http://www.nu.or.id/post/read/15923/pbnu- prihatin-film-pbs-diskreditkan-pesantren dirulis oleh Makruf artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 16.51 WIB.

5

Selain film Perempuan Berkalung Sorban, film lain yang cukup mengguncang industri perfilman Indonesia adalah film Marlina Sang Pembunuh Empat Babak. Film yang menceritakan Marlina seorang janda yang mengalami kekerasan, pelecehan dan pemerkosaan. Tokoh Marlina menggambarkan realisme sosial seperti ketimpangan gender dan semangat feminisme seorang perempuan. Mouly Surya dan Rama Adi sebagai penulis naskah serta ide cerita oleh Garin Nugroho, menghadirkan budaya yang sangat patriarki, di mana perempuan hanya berurusan soal dapur dan kasur, perempuan harus tunduk kepada laki-laki.10 Hal ini mempresentasikan salah satu gambaran budaya bias gender dibeberapa suku di Indonesia yang masih menilai perempuan berbeda kedudukannya dengan laki-laki. Sama halnya dengan perfilman di Indonesia yang mulai menyampaikan gagasan kaum feminis, perfilman di dunia barat pun demikian bahkan gagasan-gagasan seperti itu sudah muncul jauh lebih dulu pada tahun 1980-an yaitu film the stepford wives yang cukup berbeda dengan realitas berbeda dengan realitas perfilman tahun 1960-an dimana cenderung menyampaikan perempuan sebagai objek laki-laki. Muenurut Mulvey (1974) dalam jurnal “Arus Baru Feminisme Islam Indonesia dalam Film Religi” yang ditulis oleh Lukman Hakim menyatakan bahwa

10 Agustina Rasyida. Marlina Semangat Feminisme Ditengah Budaya Patriarki. 2017. https://beritagar.id/artikel/seni-hiburan/marlina-semangat- feminisme-di-tengah-budaya-patriarki artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 19.41 WIB.

6

eksplorasi tubuh perempuan yang ada pada sinema Hollywood klasik merupakan objek dari keinginan maskulin dalam rangka untuk membangkitkan kesenangan dalam masyarakat phallocentric. Objek dan citra tubuh perempuan yang dihadirkan melalui film menjadi sumber untuk membangkitkan hasrat seksual melalui fantasi.11 Melalui fantasi penonton dianggap mampu memberi arti untuk objek serta untuk membangkitkan keinginan seksual. Secara teoritis Muvley menegaskan bahwa dalam sistem masyarakat patriarki cara laki-laki menonton bersifat aktif, sedangkan perempuan bersifat pasif namun pada tiga dekade belakangan juga dikenal sebagai gelombang ke tiga gerakan feminisme, film-film barat menampilkan wajah yang berbeda. Menurut Masment dalam jurnal “Arus Baru Feminisme Islam Indonesia dalam Fim Religi” yang ditulis oleh Lukman Hakim menyatakan bahwa akibat gerakan feminisme, televisi dan film bioskop akhirnya cenderung mengangkat isu-isu ketidakadilan gender secara serius. Beberapa film seperti the stepford wives yang di produksi pada 1974 dan kemudian di remake pada 2004. Film ini secara tegas melakukan kritik atas dominasi sistem patriarki yang mengakar di masyarakat barat saat itu.12 Perdebatan seputar representasi dalam film tidak hanya mengundang ketertarikan para pemikir dan peneliti media studies maupun cultural studies, tetapi juga melibatkan kontestasi

11 Lukman Hakim, “Arus Baru Feminisme Islam Indonesia dalam Film Religi”, Jurnal Komunikasi Islam Vol 3, no 02, Desember 2013. h.251. 12 Lukman Hakim “Arus Baru Feminisme Islam Indonesia dalam Film Religi”, Jurnal Komunikasi Islam Vol 3, no 02, Desember 2013. h.251.

7

dari para pemikir gender dan feminis. Film diposisikan sebagai medan yang di dalamnya terus berlangsung proses produksi makna melalui representasi stereotip tentang perempuan maupun laki-laki. Representasi tersebut tidak hanya berkutat dalam hal bagaimana tubuh dicitrakan, tetapi juga berkaitan dengan persoalan tematik yang divisualisasikan melalui citra-citra filmis. Representasi gender tersebut sangat erat kaitannya dengan relasi kuasa dan wacana ideologis yang berlangsung dalam peta budaya sebuah masyarakat dalam periode partikular.13 Representasi perempuan oleh media massa, senantiasa digambarkan sangat tipikal yaitu tempatnya ada di rumah, berperan sebagai ibu rumah tangga, dan pengasuh, tergantung kepada pria, tidak mau menggambil keputusan penting, menjalani profesi terbatas, selalu melihat pada dirinya sendiri, sebagai objek seksual/simbol seks, selalau disalahkan, bersikap pasif, serta menjalankan fungsi sebagai pengkonsumsi barang atau jasa dan sebagai alat pembujuk. Selain itu eksistensi wanita juga tidak terwakili secara proposional di media massa baik itu di media hiburan maupun media berita.14 Melalui penggambaran semacam itu, menurut Fry dalam buku Sunarto “Televisi, Kekerasan dan Perempuan” kaum perempuan juga mengalami kekerasan dan penindasan yang dilakukan oleh suatu jaringan kekuasaan, dalam berbagai bentuk,

13 Ikwan Setiawan. Representasi Perempuan Film Dan Hegemoni Patriarki. 2016. http://matatimoer.or.id/2016/03/22/representasi-perempuan- film-dan-hegemoni-patriarki-bagian-1/ artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 19.08 WIB. 14 Sunarto. Televisi, Kekerasan Dan Perempuan. Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara. 2009.

8

misalnya, berupa diskriminasi kerja, diskriminasi upah, pelecehan seksual, ketergantungan pada suami, pembatasan peran sosial, sebagai perempuan, ibu rumah tangga dan lain sebagainya.15 Dari berbagai macam pendapat yang telah dikemukakan diatas,dapat terlihat bagaimana peran gender dikonstruksi oleh media yang menjadi alat komunikasi paling efektif dalam mengkonstruksi pola pikiran masyarakat. Masalah ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan sudah ada sejak jaman nenek moyang kita. Hal ini dijelaskan pada buku “Sarinah” yang ditulis oleh Soekarno. Ketika perempuan tidak bisa berburu bersama para laki-laki karena ia mengandung dan menjaga anak-anaknya. “Dialah petani yang pertama, tetapi dia pulalah yang pertama sekali mulai terbuka ingatannya membuat rumah. Laki-laki masih banyak lari kian kemari di hutan, di tepi sungai, di pantai laut, di padang-padang rumput di rawa-rawa- tetapi dia perempuan karna menjaga hamilnya dan anak-anaknya yang kecil serta kebunnya yang sederhana tetapi tidak dapat ditinggalkan itu, dia mulai membuat tempat kediaman yang tetap.” Disinilah awal mula perempuan dianggap sebagai manusia nomer dua karna tidak bisa ikut berburu bersama laki-laki.16

Selain Soekarno, sejarahwan Reggie Bay juga menjelaskan penindasan perempuan yang terjadi pada masa kolonialisme Hindia Belanda dalam bukunya “nyai dan penggundikan di Hindia Belanda”. Pada buku tersebut terungkap sejarah penggundikan perempuan terjadi hampir sepanjang masa

15 Sunarto. Televisi, Kekerasan Dan Perempuan. Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara. 2009. 16 Soekarno, Sarinah. Bandung: Syabas Books. 2013.

9

kolonialisme Belanda di Indonesia, yaitu pada awal abad ke-16 sejak kedatangan sejumlah besar rombongan dagang Eropa ke Negara asia rombongan dagang tersebut di dominasi oleh laki- laki dan hanya sedikit perempuan yang ikut serta, defisit perempuan rupanya menjadi permasalahan tersendiri bagi banyak laki-laki Eropa. Defisit tersebut dapat diatasi dengan penggundikan dimana laki-laki kulit putih hidup bersama perempuan dari berbagai etnis di Indonesia Jawa, Sunda, Tionghoa dan Jepang. Hal ini membuktikan bahwa relasi antara laki-laki dengan perempuan yang mana menyangkut kedudukannya didalam rumah tangga ataupun kehidupan sosial merupakan sebuah isu yang sangat sensitif dan selalu menarik untuk diperbincangkan sampai sekarang, problematika tersebut masih belum menemukan titik terang serta pertemuan kesepahaman. Selain Reggie Bay dan Soekarno, seorang sastrawan terkemuka di Indonesia yaitu Pramodya Ananta Toer juga ikut merefleksikan kehidupan perempuan pada masa koloniliasme Belanda dan Jepang dalam beberapa novelnya.Bumi Manusia merupakan salah satu novel trilogy yang dibuat oleh Pram semasa menjadi tahanan politik dimasa orde baru dan diasingkan di pulau Buru. Dalam novel ini Pram menceritakan bagaimana realitas perempuan dari kelas menengah kebawah yang hidup dimasa kolonial yang dijual oleh orangtua nya agar menjadi seorang “Nyai” (sebutan untuk perempuan peliharaan/perempuan simpanan orang Belanda). Tokoh Nyai Ontosoroh yang hanya seorang gundik dari seorang tuan tanah Belanda yang berkuasa,

10

menggambarkan bagaimana citra perempuan yang bergelar “Nyai” mendapatkan berbagai macam diskriminasi dari pihak pemerintahan Belanda dimasa itu. Berbagai contoh diatas mengemukakan bagaimana konsep gender tersebut didalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia dari masa kolonialisme hingga sekarang. Konsep gender adalah satu sifat yang melekat pada laki-laki ataupun perempuan yang di konstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan.semantara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa.17 Konsep tersebut seperti seperangkat peran yang mempunyai kostum ataupun topeng dalam teater menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminis ataupun maskulin. Salah satu hal yang paling menarik dalam gender adalah peran- peran itu berubah seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dan kultur lainnya.18

Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan sifat ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi kaum laki-laki dan terutama bagi kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki- laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Untuk

17 Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yongyakarta: Insist Press. 2016. 18 Julia, Claves Mosse. Gender Dan Pembangunan. Yongyakarta: Pustaka Pelajar. 1996.

11

memahami bagaimana perbedaan gender menyebabkan ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui berbagai manifestasi ketidakadilan yang ada ketidakadilan gender termanifestasikan dalam bentuk ketidakadilan yakni, marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subbordinasi atau anggapan yang tidak penting bagi keputusan politik, pembentukan stereotype atau melalui pelabelan negatif kekerasan (violence), beban kerja lebih banyak (burden) serta sosialisasi ideologi nilai peran gender. Manifestasi ketidakadilan gender tidak bisa dipisah-pisahkan karena saling berkaitan dan berhubungan saling mempengaruhi secara dialektis.19 Untuk memahami secara mendalam konsep gender dalam agama islam, maka terlebih dahulu perlu difahami asal-usul dan subtansi kejadian manusia laki-laki dan perempuan baik itu dari segi subtansi maupun dari segi fungsi dan status. Dalam Al- Qur‟an asal-usul kejadian manusia dapat dilihat di dalam beberapa kategori yaitu asal-usul manusia sebagai makhluk biologis, asal-usul spesies manusia pertama yakni adam dan hawa, asal-usul reproduksi manusia dan subtansi manusia itu sendiri. 20 Pada dasarnya laki-laki dan perempuan adalah makhluk yang sejajar dihadapan tuhan. Beberapa ayat dalam Al-Qur‟an yang popular dijadikan rujukan tentang setaranya kedudukan laki-laki

19 Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yongyakarta: Insist Press. 2016. 20 Umar, Nazaruddin. Argument Kesetaraan Jender Prespektif Al-Qur’an. Jakarta: Paramadina. 2011.

12

dan perempuan terdapat di dalam firman Allah Q.s. al-Hujurat ayat 1321 yang berbunyi:

يَا أَيُّ َها الىَّ ُاس إِوَّا َخلَ ْق َى ُاك ْم ِم ْه َذ َك ٍر َوأُ ْوثَ ٰى َو َج َع ْل َى ُاك ْم ُش ُعىبًا َو َقبَائِ َل لِتَ َع َارفُىا ۚ إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم

ِع ْى َد ََّّللاِ أَ ْتقَ ُاك ْم ۚ إِ َّن ََّّللاَ َعلِ ٌيم َخبِ ٌير

Artinya :

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal- mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan sejak awal diciptakan oleh tuhan dalam kapasitasnya sebagai hamba. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam al-Qur‟an diistilahkan dengan orang-orang yang bertaqwa. Untuk mencapai derajat ketaqwaan ini tidak dikenal dengan adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa, atau kelompok etnis tertentu.22

Kehususan-kehususan yang diperuntukan kepada laki-laki seperti seorang suami setingkat lebih tinggi diatas istri, laki-laki

21 Umar, Nazaruddin. Argument Kesetaraan Jender Prespektif Al-Qur’an. Jakarta: Paramadina. 2011. 22 Umar, Nazaruddin. Argument Kesetaraan Jender Prespektif Al-Qur’an. Jakarta: Paramadina. 2011.

13

pelindung bagi perempuan, memperoleh warisan yang lebih banyak, menjadi saksi yang efektif, dan diperkenankan berpoligami bagi mereka yang memenuhi syarat, akan tetapi ini semua tidak menyebabkan laki-laki menjadi hamba yang utama. Kelebihan-kelebihan ini diberikan kepada laki-laki dalam kapasitasnya sebagai anggota masyarakat yang memiliki peran publik dan sosial lebih ketika ayat-ayat al-qur‟an diturunkan.23 Sedangkan masih banyak orang yang menganggap perbedaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan atau dikriminasi gender yang ada dalam kehidupan sosial adalah hal yang biasa terjadi dan dibenarkan oleh agama. Mereka tidak merasa di diskriminasi didalam kehidupan sehari-hari baik kaum perempuan ataupun laki-laki sudah menggap ini semua adalah kodrat dari tuhan.

Konstruksi sosial dan kebudayaan diatas adalah sedikit contoh adanya ideologi bias gender yang ada di dalam media massa dan lingkungan masyarakat. Hal ini mengakibatkan persoalan posisi perempuan yang sealalu berada dibawah laki- laki. Bias gender dan budaya patriarki tidak dapat dilepaskan dari berbagai pesan yang telah disampaikan oleh media. Hal ini dapat memperteguh bahwa media massa dikuasai oleh kelompok yang mengkonstruksi ketidakadilan gender dalam media massa.

Film-film Indonesia seiring dengan perkembangannya ikut juga mengangkat permasalahan diskriminasi gender yang ada

23 Umar, Nazaruddin. Argument Kesetaraan Jender Prespektif Al-Qur’an. Jakarta: Paramadina. 2011.

14

dalam kehidupan sehari-hari seperti yang telah penulis sebutkan diatas yaitu perempuan berkalung sorban, Marlina sang pembunuh empat babak dan ronggeng Dukuh Paruk. Film Kartini 2017 yang dibintangi oleh Dian Satro Wardoyo merupakan salah satu dari sekian banyaknya film yang mengangkat tema perempuan. Film Kartini hadir sebagai tolak ukur sosok perempuan Indonesia hingga hari ini. Film Kartini juga banyak mendapatkan simpatik dan pujian masyarakat Indonesia dan dunia internasional ini terbukti pada di putarnya film Kartini di PBB dalam acara memperingati hari perempuan internasional yang jatuh pada bulan Maret 2018 lalu. Film Kartini diputar di Markas PBB dalam rangka partisipasi Indonesia dalam pertemuan Commission on the Status of Women (CSW) yang bertema Challenges and opprtunities in achieving gender equality and the empowerment of rural women and girls (tantangan dan peluang dalam memperoleh kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan / gadis muda pedesaan). ke-62 atas rekomendasi Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI). Dalam kesempatan ini film Kartini diputar untuk menunjukkan kepada dunia bagaimana perjuangan perempuan Indonesia mendorong emansipasi dan pemberdayaan perempuan24.

Selain itu, di Indonesia sendiri film Kartini juga banyak mendapat apresiasi ini di buktikan dengan Puluhan penghargaan masuknya film ini di berbagai nominasi dalam festival film

24 Tri Susanto Setiawan. Kartini Di Putar Di Markas PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa). 2018. https://entertainment.kompas.com/read/2018/03/20/174336610/film-kartini- diputar-di-markas-pbb. artikel diakses pada Tanggal 02 April 2018 Pukul 16.53 WIB.

15

Indonesia 2017 yang diselenggarakan pada November ini di Manado Utara dari 16 kategori nominasi yang ada dalam FFI 2017, film Kartini masuk 13 nominasi. Sebagai, film yang paling banyak meraih nominasi di Festival Film Indonesia25. Berangkat dari berbagai permasalahan diatas tentang adanya anggapan kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin yang menyebabkan pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab perempuan. Sehigga perempuan harus bekerja keras untuk menjaga kebersihan dan kerapihan rumah tangganya mulai dari mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari air untuk mandi hingga memelihara anak.26 Pernyataan tersebut terwakilkan dalam film Kartini semiotika gender dalam film Kartini sangat menarik untuk penulis teliti lebih lanjut karena sosok Kartini adalah simbol dari emansipasi perempuan Indonesia. Selain itu yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang film Kartini, karena di era modern ini banyak perempuan masih belum mengetahui bentuk- bentuk diskriminasi gender yang ada dilingkungan sosialnya. Maka dari berbagai macam latar belakang permasalahan diatas penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS SEMIOTIKA DISKRIMINASI GENDER DALAM FILM KARTINI 2017 KARYA HANUNG BRAMANTYO”

25 Andi Muttya Kateng. Kartini Dan Pengabdi Setan Mendominasi FFI. 2017. http://entertainment.kompas.com/read/2017/10/05/233120210/kartini- dan-pengabdi-setan-mendominasi-ffi-2017 artikel di akses Pada Tanggal 21 November 2017 Pukul 22.37 WIB. 26 Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist Press. 2008.

16

B. Batasan dan Rumusan Masalah Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka untuk lebih memfokuskan dan mempermudah penyusunan skripsi ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada bentuk diskriminasi gender yang terdapat pada setiap scane film Kartini 2017 dari bagian awal hingga akhir film tersebut. Dengan menggunakan teori analisis gender Mansour Fakih yang membagi bentuk gender menjadi lima bagian yaitu, marginaalisasi, subbordinasi, stereotype, kekerasan dan beban ganda, penulis juga akan menggunakan teori penandaan semiotika Roland Bhartes yang membagi semiotika menjadi tiga unsur yaitu denotasi, konotasi, dan mitos.

Berdasarkan batasan diatas maka penulis merumuskan permasalahannya yaitu sebagai berikut : 1) Bagaimana makna denotasi diskriminasi gender yang terkandung dalam film Kartini 2017 ? 2) Bagaimana makna konotasi diskriminasi gender yang terkandung dalam film Kartini 2017 ? 3) Bagaimana makna mitos diskriminasi gender yang terkandung dalam film Kartini 2017 ? C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitain ini adalah : 1) Untuk mengetahui makna denotasi diskriminasi gender yang terkandung pada film Kartini 2017.

17

2) Untuk mengetahui makna konotasi diskriminasi gender yang terkandung pada film Kartini 2017. 3) Untuk mengetahui makna mitos diskriminasi gender yang terkandung pada film Kartini 2017. 2. Manfaat penelitian 1) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan kepada seluruh civitas akademika Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam yang mengkaji semiotika dalam sebuah film yang mana dalam penelitian ini menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes. 2) Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan secara akademik untuk pengembangan kurikulum di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam tentang bagaimana pentingnya kajian gender dalam sebuah media dan diharapkan dapat membuat bahan ajar untuk mata kuliah gender dan media massa. 3) Penelitian ini dapat digunakan oleh para praktisi film yaitu sutradara, produser, dan penulis skenario film sebagai salah satu evaluasi kelebihan kekurangan film yang telah dibuat sebelumnya, sehingga untuk kedepannya dapat membuat serta menghasilkan banyak film-film

18

yang lebih berkualitas dan mempuyai sensitivitas gender. D. Tinjauan Pustaka Ada beberapa penelitian yang sudah dilakukan terkait semiotika dan mengenai Raden Ajeng Kartini sehingga skripsi ini bisa menjadi pelengkap dari tulisan-tulisan sebelumnya. penelitian tersebut antara lain : 1) Skripsi :“Potret Wanita Jawa Dalam Film Kartini” Disusun oleh : Defti Rianti Fakultas Adab dan Ilmu Budaya (UIN Sunan Kalijaga Yongyakarta) Tahun : 2014  Isi : Dalam penelitian ini, peneliti meneliti film R.A Kartini yang dibuat oleh Sjuman Djaya pada tahun 1982 dan dibintangi oleh Yenni Rahman sebagai Raden Ajeng Kartini. Penelitian yang dilakukan oleh Defti ini menggunakan teori pengaruh budaya yang menjelaskan bahwa sesuatu yang mendukung budaya tercipta dan mampu bertahan sebagaimana budaya yang ada. Penelitian defti ini cenderung lebih melihat bagaimana budaya tercipta, tumbuh, berkembang dan mengakar pada kehidupan perempuan Jawa. karena Defti adalah seorang mahasiswi jurusan sejarah kebudayaan islam yang setiap penelitiannya lebih fokus kepada kebudayaan dan sejarah.

19

 Keterkaitan : Terdapat keterkaitan antara penelitian ini degan penelitian diatas yaitu sama- sama meneliti pahlawan perempuan yang lahir di bumi Jepara yaitu Kartini namun dalam penelitian terdahulu hanya menekankan pada nilai budaya para wanita Jawa dalam film Kartini di tahun 1983 yang lalu. Sedangkan dalam penelitian ini berobjektifkan film biopik terbaru Kartini yang tayang pada tahun 2017 dan di sutradarai oleh Hanung Bramantyo ini lebih menekankan pada penandaan nilai diskriminasi gender. Dengan menggunakan teori semiotika Roland Barthers.  Perbedaan : peneliti sebelumya menggunakan teori analisis budaya sedangkan peneletian kai ini, peneliti lebih fokus pada tataran ilmu komunikasi karena peneliti menggunakan teori semiotika komunikasi dalam melihat objek penelitian.  Kelebihan : peneliti memakai teori kebudayaan dalam menganalisis objek, dengan cara ini peneliti menggali lebih dalam bagaimana awal mula kebudayaan yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan.  Kekurangan : kekurangan dari penelitian ini, sang peneliti kurang menggali lebih jauh tentang sejarah Kartini sendiri. Peneliti tidak datang ke Jepara atau Rembang untuk menggali penelitian

20

sejarahnya lebih lanjut. Peneliti hanya berpedoman pada film yang peneliti tonton. 2) Skripsi tentang “Konsep Pendidikan Perempuan R.A Kartini Dalam Buku Habis Gelap Terbitlah Terang” Disusun oleh : Siti Kholisoh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (IAIN Salatiga ) Tahun : 2016  Isi : Dalam penelitian ini Siti sebagai peneliti, meneliti bagaimana konsep pendidikan bagi perempuan menurut R.A Kartini. Penelitian ini bersifat literature (kepustakaan) yang berfokus pada referensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian dilakukan dengan mencermati sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku- buku, artikel atau sumber lain yang berkaitan dengan R.A. Kartini. Adapun metode pengumpulan data menggunakan Library Research.  Keterkaitan : Terdapat keterkaitan yang sama yaitu meneliti tentang R.A Kartini akan tetapi pada penelitian ini lebih kepada relevansi konsep pendidikan perempuan yang dicetuskan oleh R.A Kartini dan pada skripsi ini lebih kepada objektifitas buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang ditulis oleh Kartini. Sedangkan dalam penelitian ini penulis lebih menekankan pada penandaan nilai diskriminasi gender yang

21

tercermin dalam film Kartini 2017. Dengan menggunakan teori semiotika Roland Barthers.  Perbedaan : pada penelitian sebelumnya peneliti lebih fokus kepada tataran ilmu pendidikan yang diusung oleh Kartini dan bagaimana konsep pendidikan yang di usung oleh Kartini. Kali ini penulis akan lebih fokus dalam tataran ilmu komunikasi dengan menggunakan teori semiotika.  Kelebihan : peneliti dapat mengaplikasikan konsep pendidikan perempuan dari Kartini dalam pendidikan formal dan menjalakan profesinya sebagai guru.  Kekurangan : menurut peneliti, kekurangan dari penelelitian ini adalah siti sebagai peneliti hanya melakukan metode pengumpulan data menggunakan Library Research. Seharusnya siti sebagai peneliti datang ke Jepara dan Rembang untuk melakukan wawancara lebih dalam kepadatim peneliti rumah Kartini. 3) Skripsi : “Analisis Semiotik Nilai-Nilai Nasionalisme Dalam Film Guru Bangsa Tjokroaminoto” Disusun oleh : Egy Giana Setyaningsih Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Tahun : 2016  Isi : dalam penelitian ini, film Guru bangsa Tjokroaminoto sebagai objek yang diteiti. Film

22

yang juga karya Hanung Bramatyo ini menjadi menarik karna film biopic dari salah satu pahlawan yang mungkin saat ini jejaknya hampir hilang tenggelam, yaitu Tjokroaminoto. Peneliti memakai memakai analisis teori semiotika Roland Brathers. Yang membagi teori semiotika menjadi 3 yaitu denotasi, konotasi dan mitos.  Keterkaitan : terdapat keterkaitan yang sama yaitu meneliti film bergenre Biopik yang bercerita tentang sosok salah satu pahlawan di negri ini yaitu Tjokroaminoto dan memakai analisis teori semiotika Roland Brathers. Sedangkan dalam penelitian ini penulis lebih menekankan pada film biopic pahlawan perempuan yaitu “Kartini” dan menekankan sikap diskriminasi gender dalam film tersebut.  Perbedaan : perbedaan dari penelitian ini adalah objek dari penelitian. Pada penelitian sebelumnya, peneliti menggambil objek film Tjokroaminito. Dan pada penelitian kali ini peneliti menggambil film Kartini 2017  Kelebihan : bahan refrensi yang penulis gunakan bukan hanya sekedar film, tapi buku-buku menggenai pemikiran Tjokroaminoto juga penlis cantumkan.  Kekurangan : peneliti hanya mengambil 10 scane saja untuk dianalisis menggunakan semiotika

23

Roland Bhartes. Sangat sedikit dan tidak mereprestasikan film secara keseluruhan. 4) Skripsi : “Analisis Semiotik Makna Emansipasi Wanita Dalam Islam Pada Film Dokumenter He Named Me Malala” Disusun oleh : Kiki Rifqi Nasrullah Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Tahun : 2016  Isi : penelitian ini lebih berfokus pada makna emasipasi wanita dalam islam. Dalam skripsi ini sang peneliti memakai teori semiotik Charles Sanders Pierce, yang membagi semiotika menjadi ikon, indeks, dan simbol.  Keterkaitan : penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya yaitu subjek dari penelitian nya adalah perempuan.  Perbedaan : perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tentang teori semotika yang penulis gunakan teori yang sebelumnya menggunakan Charles Sanders Pirce, dan penelitian kali ini penulis menggunakan teori semiotika Roland Bharthes.  Kelebihan : penulis merupakan seorang laki-laki yang meneliti emansipasi perempuan dan dalam hal ini penulis dapat mengaplikasikan emasipasi perempuan dalam kehidupan sehari-hari.

24

 Kekurangan : penelitian ini memakai teori Charles Sanders Pierce, yang kurang mendalam untuk menganalisis penelitian perempuan. Tinjauan pustaka lainnya juga penulis ambil dari beberapa jurnal ilmiah yang bersangkutan dengan penelitian diskriminasi gender tersebut diantaranya : 1) Jurnal :“Diskriminasi Gender Dalam Film Perempuan Berkalung Sorban” Oleh : Zinal Arifin Emka (Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya)  Isi : jurnal ini berisi analisis bagaimana diskriminasi gender ditampilkan dalam film perempuan berkalung sorban, karya Hanung Bramantyo. Jurnal ini menghitung berapa jumlah sikap dikriminasi yang ada dalam film tersebut. Penulis menganalisis sikap diskriminasi gender terbagi menjadi lima yaitu, marginalisasi, serotype, subordinasi, kekerasan, dan beban kerja ganda.  Keterkaitan : Dalam jurnal ini dibahas tanda-tanda diskriminasi yang terdapat dalam Film Perempuan Berkalung Sorban hal yang membedakan antara penelitian penulis adalah objek film yang menjadi penelitiannya yaitu penulis lebih memilih film yang bertema biopic dari seorang pahlawan perempuan yang mengalami diskriminasi gender.

25

 Kekurangan : Kekurangan jurnal ini adalah peneliti kurang mendalam dalam melakukan penelitian, data yang disajikan sangat sederhana dan tidak mendalam. Penelitian ini juga memakai metode analisis isi yang kurang menggali apa penyebab dari terjadinya diskriminasi gender.  Kelebihan : kelebihan dari jurnal ini penulis sangat detail scane, dan dialog dalam film 2) Jurnal : “Diskriminasi Gender Di Media Televisi” Oleh : Nursalim (Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Riau)  Isi : Dalam jurnal ini dibahas bagaimana perempuan dikonstruksi dalam sebuah media televisi dalam bentuk sintron dan iklan produk yang selalu mendeskriditkan sosok perempuan. Perempuan yang selalu dihadirkan sebagai sosok yang lemah, dan selalu menjadi pelengkap dalam sebuah sinetron dan iklan.  Keterkaitan : keterkaitan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama mengangkat tema diskriminasi gender dalam sebuah media massa, hanya saja perbedaannya penulis memilih film sebagai objek penelitian  Kekurangan : Kekurangan dari jurnal ini adalah peneliti kurang merasa sensitif terhadap gender, dikarenakan sang peneliti adalah seorang laki-laki.  Kelebihan : penelitian ini cukup lengkap dan mempunyai banyak refrensi.

26

3) Jurnal : “Al-Adl (VOL.08 No. 2 Juli 2015) Perempuan Dan Diskriminasi ; Studi Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo Dalam Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan” Oleh : Layyin Mahfiana (Dosen Jurusan Syari‟ah STAIN Ponorogo)  Isi : Dalam jurnal ini penulis tertarik untuk meneliti upaya dan peran yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Ponorogo dalam penghapusan diskriminasi perempuan dan mengetahui hambatan apasaja yang dialami oleh pemerintah dalam upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.  Keterkaitan : sama-sama mengangkat tema diskriminasi perempuan.  Kekurangan : kekurangan dari jurnal ini adalah peneliti cenderung melakukan penelitian tentang perempuan. Bukan penelitian perempuan yang lebih mendalam.  Kelebihan :penulis mempunyai banyak data spesifik dari pemerintahan kabupaten Ponorogo. 4) Jurnal : “THE MESSENGER, (VOL. 02 Edisi Juli 2010) Representasi Perempuan Dalam Media Massa Masa Kini” Oleh : Errika Dwi Setya Winatie  Isi : Dalam jurnal ini dibahas bagaimana representasi perempuan di media massa saat ini

27

tetunya media massa yang beredar di Indonesia yang akan mewakili wanita Indonesia hari ini dan hal ini akan menjadi awal untuk melihat representasi wanita di media secara keseluruhan. Representasi wanita di media banyak dijadikan acuan masyarakat umum, audience media, untuk melihat wanita. Bagaimana media menampilkan sosok wanita yang seringkali menjadikan acuan dan contoh yang digunakan untuk menilai wanita pada umumnya. Bukan hanya mereka yang berlainan gender terhadap wanita akan tetapi wanita sendiri yang melihat sesama wanita lain dan dirinya.  Keterkaitan : sama-sama mengangkat tema keperempuanan dalam penelitian kualitatif  Kekurangan : kekurangan dari jurnal ini adalah peneliti kurang spesifik dalam menentukan isi konten yang dijadikan bahan penelitian dalam media massa.  Kelebihan : penulis mempunyai banyak refrensi yang dapat dijadikan acuan. 5) Jurnal : “Studi Keislaman (VOL.15 No.1 Juni 2015) Subbordinasi Perempuan Dan Implikasinya Terhadap Rumah Tangga” Oleh : Imam Syafe‟I (Dosen IAIN Raden Intan Lampung)  Isi : Dalam jurnal ini dibahas tentang subbordinasi perempuan diartikan sebagai “penomer duaan”

28

perempuan bahwa perempuan lebih lemah dan rendah dibanding laki-laki sehingga kedudukan, fungsi dan peran perempuan menjadi lebih rendah dibanding laki-laki. Perbedaan gender inilah yang sering mengakibatkan ketidakadilan gender. Perbedaan fungsi laki-laki dan perempuan yang sebenarnya bentukan dari sosial budaya dan semua hal ini memberikan dampak yang buruk terhadap rumah tangga.  Keterkaitan : sama-sama mengangkat penelitian tentang perempuan yang terdiskriminasi  Kekurangan : kekurangan dari jurnal ini adalah peneliti tidak menyebutkan dimana penelitian ini terjadi dan berapa sample yang digunakan dalam penelitian ini.  Kelebihan : penulis sangat detail dalam memaparkan setiap objek yg dia teliti 6) Jurnal : “Sriptorium (VOL.1 No.3) Diskriminasi Perempuan Dalam Berita Harian Surya : Kajian Wacana Kritis” Oleh : Wieke Ayu Pratiwi  Isi : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kosakata dan gramatika yang digunakan untuk mempresentasikan diskriminasi terhadap perempuan pada berita harian surya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori analisis wacana kritis. Penelitian ini

29

dirancang dengan menggunakan penelitian kualitatif. Dari analisis data pembahasan dapat disimpulkan bahwa kosakata eksperiensial yang mengkonstruksi diskriminasi terhadap perempuan pada media harian surya berupa kosakata pola klasifikasi, ideology, relasi makna, dan metafora.  Kekurangan : kekurangan dari jurnal ini adalah peneliti kurang menggali lebih dalam, peneliti hanya mengkaji analisis isi konten pada pemberitaan dalam media massa tersebut.  Kelebihan : hasil penelitian peneliti cukup bagus dan tulisannya mudah dimengerti.  Keterkaitan : sama-sama mengangkat tema penelitian diskriminasi perempuan dalam media massa haya saja pada objek penelitiannya saya sebagi penulis lebih memilih film di bandingkan media massa lainnya. 7) Jurnal : “Studi Gender dan Anak : Diskriminasi Gender Terhadap Perempuan Dalam Sektor Pekerjaan” Oleh : Khusnul Khotimah (Penulis dan Dosen STAIN Purwokerto)  Isi : Dalam jurnal ini dibahas mengenai diskriminasi gender dalam sektor pekerjaan yang dialami oleh sebagian besar perempuan. Ini adalah dampak dari konstruksi sosial dalam masyarakat yang selalu bersikap tidak adil kepada setiap perempuan. Perempuan masih saja ditempatkan

30

dalam sektor informal dan perempuan lah yang selalu mejadi korban jika harus ada pembagian beban kerja.  Kekurangan : kekurangan dari jurnal ini adalah peneliti kurang spesifik menentukan objek penelitiannya.  Kelebihan : peneliti mencantumkan banyak sekali refrensi yang dapat digunakan oleh peneliti lain.  Keterkaitan : penelitian sama-sama mengusung tema diskriminasi perempuan. 8) Jurnal : “Jurnal Komunikasi Massa, Vol. 1, No. 1, Juli 2007 : Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender” Oleh : Tanti Hermawanti  Isi : Dalam jurnal ini dibahas mengenai sistem Patriarki dalam masyarakat di seluruh dunia berkembang, tak terkecuali di Jawa. Perlahan dari peran yang dikembangkan dalam kebudayaan. Pra modern di mana ukuran fisik dan seluruh sistem otot para lelaki yang lebih unggul, bersama dengan peran biologis wanita yang melahirkan anak menghasilkan suatu pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, yang masih berlaku hingga sekarang. Kaum lelaki menjadi penyedia kebutuhan hidup dan pelindung dalam menghadapi dunia di luar keluarga itu. Tanggung jawab yang mendalam sedemikian dapat memberikan otonomi dan kesempatan yang relative besar. Pembagian

31

kerja ini menyebabkan berkembangnya peran- peran sosial yang terbatas bagi kedua jenis kelamin, dan terciptanya perbedaan kekuasaan dalam beberapa hal lebih menguntungkan kaum lelaki.  Kekurangan : kekurangan dari jurnal ini adalah peneliti kurang menguraikan hasil penelitian kebudayaan Jawa dalam lingkup masyarakat dan hubungan dengan kesetaraan.  Kelebihan : kelebihan dari peneliti ini adalah peneliti menggunakanteori kebudayaan dalam mengalisis masalah sehingga dapat terlihat dari mana awal mula kebudayaan mendiskriminasi perempuan.  Keterkaitan : sama mengangkat tema perempuan yang terdiskriminasi akibat budaya. Dari berbagai macam tinjauan pustaka dalam bentuk jurnal ataupun skripsi yang telah ditulis sebelumnya, peneliti belum menemukan adannya penelitian yang sama dengan penelitian ini, maka dari itu peneliti memutuskan mengambil judul “Analisis Semiotika Diskriminasi Gender Dalam Film Kartini 2017 Karya Hanung Bramantyo”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah peneliti menggangkat isu diskriminasi gender dengan cara menganalisisnya menggunakan teori semiotika Roland Bhartes yang membagi makna menjadi denotasi, konotasi dan mitos untuk menggambarkan representasi sikap diskriminasi gender dalam penelitian ini.

32

E. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban. Dengan ungkapan lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Metodologi di pengaruhi atau berdaasarkan prespektif teoritis yang kita gunakan untuk melakukan penelitian, sementara prespektif teoritis itu sendiri adalah suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain.27 1. Paradigma Penelitian Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang penulis terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan penulis terhadap ilmu atau teori. Pardigma penelitian juga mejelaskan bagaimana penulis memahami suatu masalah serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab masalah penelitian28

Pada penelitian ini penulis menggunakan paradigma konstruktivis.Penelitian kualitatif berlandaskan paradigma konstruktivis ini lebih menekankan pada suatu realita dari yang paling umum hingga yang paling khusus. Paradigma ini

27 Mulyana, Dedy. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2006. 28 Mulyana, Dedy. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2006.

33

memandang komunikasi sebagai suatu proses produksi dan pertukaran makna. Dua hal yang menjadi karakteristik penting dari paradigma ini adalah politik pemaknaan dan proses seorang membuat gambaran tentang realitas dan komunikasi sebagai sebuah kegiatan yang dinamis.29

Alasan penulis memilih paradigma konstruktivis adalah karena realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, namun tidak juga, turun karena campur tangan Tuhan. Tapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan demikian, realitas yang sama bisa ditanggapi, dimaknai dan dikonstruksi secara berbeda-beda oleh semua orang. Setiap orang mempunyai pengalaman, prefrensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu, dimana kesemuanya itu suatu saat akan digunakan untuk menafsirkan realitas sosial yang ada disekelilingnya dengan konstruksinya masing-masing. Paradigma ini dipakai peneliti untuk menggali makna dan mengonstruksi pesan yang ingin di sampaikan kepada penonton tentang bagaimana bentuk diskriminasi gender dalam sebuah film.

2. Pendekatan Penelitian

Adapun dalam penelitian ini, pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, yang memiliki karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data

29 Eriyanto, Analisis Framing Ideologi Dan Politik Media. Yongyakarta: LKIS. 2005.

34

langsung, deskritif, proses lebih dipentingkan dari pada hasil.30 Adapun jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan alasan karena peneliti berusaha menuturkan dan menafsirkan lebih mendalam tentang analisis semiotika diskriminasi gender dalam film Kartini 2017 karena pada dasarnya penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.31 3. Subjek penelitian Subjek penelitian adalah orang, tempat, atau benda yang diamati dalam rangka menepati sasaran. Subjek dalam penelitian ini adalah Film “Kartini 2017” yang di sutradarai oleh Hanung Bramantyo. 4. Objek penelitian Objek penelitian adalah hal yang menjadi sasaran penelitian. Objek dalam penelitian ini adalah sikap diskriminasi gender dalam film “Kartini 2017” 5. Teknik Pengumpulan Data 1) Observasi Observasi adalah cara atau metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis dan langusung terhadap objek penelitian dengan cara menonton dan mengamati adegan demi adegan dalam film

30 Lexy, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 2002. 31 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2010.

35

Kartini 2017 kemudian memilih dan menganalisis sesuai dengan model penelitian yang digunakan. 2) Dokumentasi Teknik pengumpulan data secara sekunder dimana penulis menyelidiki benda-benda tertulis seperti melihat beberapa buku mengenai sosok Kartini yang kemudian menganalisis tiap scane- scane dalam film “Kartini”. Dalam penelitian ini data-data dikumpulkan dibagi menjadi dua bagian dan penulis mengamati langsung data-data yang sesuai dengan pertanyaan penelitian, adapun instrument penelitiannya adalah :32 a. Data primer (data yang diperoleh langsung dari sumbernya) berupa dokumen elektronik seperti softcopy film “Kartini” b. Data sekunder (data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya) berupa dokumen tertulis, yaitu seperti resensi film “Kartni” baik dari majalah artikel di internet jurnal komunikasi ataupun buku yang relavan dengan penelitian ini. 6. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotika. Dalam penelitian ini penulis memilih metode analisis data semiotika, karena film atau video merupakan objek yang penuh dengan tanda-tanda atau simbol baik dari segi gambar, suara,

32 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2010.

36

dialog, yang disampaikan. Semiotika Roland Bharthes mengembangkan semiotik menjadi denotasi, konotasi dan mitos. Roland Bharthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk menunjukan tingkatan makna. Signifikansi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content) didalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Itu yang disebut bhartes sebagai denotasi yaitu makna yang paling nyata dari tanda (sign). Konotasi adalah istilah yang digunakan bhathes untuk menunjukan signifikansi tahap kedua.Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Pada signifikansi tahap kedua yang berhubungan dengan isi tanda bekerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas gejala alam.33 F. Sistematika Penulisan Dalam skripsi ini penulis akan membaginya menjadi 6 (enam) dan masing-masing bab akan menjadi dibagi menjadi sub- sub bab yaitu sebagai berikut : BAB I Pendahuluan Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II Kajian Pustaka

33 Indrawan, Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media. 2013.

37

Terdiri dari definisi dan konsep semiotika penjelasan tentang teori Roland Brathers yang terdiri dari makna konotasi, denotasi dan mitos definisi dan konsep film serta unsur-unsur dasarnya, dan sikap diskriminasi gender. BAB III Gambaran Umum Latar Penelitian Bagian ini berisi tentang gambaran geografis, historis, sosial budaya dan lain sebagainya. Bab IV Data Dan Temuan Hasil Penelitian Bab ini berisi tentang uraian penyajian data dan temuan penelitian. BAB V Pembahasan Pada bab ini berisi uraian yang mengaitkan latar belakang, teori dan rumusan teori baru jadi penelitian. BAB VI Simpulan, Implikasi, dan Saran

38

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. LADASAN TEORI 1. SEMIOTIKA 1.1 Tinjauan Semoitika

Kata semiotika di samping kata semiologi sampai saat ini masih sering dipakai. Selain istilah semiotika dalam sejarah linguistik ada pula digunakan istilah lain seperti semasiologi, sememik, dan semik untuk merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang. Menurut Segers dalam (Sobur: 2003) dikatakan bahwa pembahasan yang luas tentang bidang studi yang disebut semiotika telah muncul di negara-negara Anglo-Saxon. Semiologi disebut juga berfikir tentang Saussurean. Dalam penerbitan-penerbitan Prancis, istilah-istilah semiologi kerap sekali dipakai. Sedangkan semiotik digunakan kaitannya dengan karya Charles Sanders Pirce dan Charles Morris. Baik semiotika maupun semiologi, keduanya kurang lebih dapat saling menggantikan karena sama-sama digunakan untuk mengacu kepada ilmu tentang tanda. 34 Dalam definisi Saussure (Sobur: 2003), semiologi merupakan “sebuah yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat” dan dengan demikian menjadi bagian dari

34 Yoyon Mudjiono, “Kajian Semiotika Dalam Film”, Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 1, No.1, 2011. diakses pada 12 Maret pukul 12.00 WIB.

38

39

disiplin psikologi sosial. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya. Para ahli semiotika Prancis tetap mempertahankan istilah semiologi yang Saussurean ini bagi bidang-bidang kajiannya. Dengan cara itu mereka ingin menegaskan mereka dengan karya-karya semiotika yang kini menonjol di Eropa Timur, Italia, Dan Amerika Serikat.35 Sejak pertengan abad ke 20 semiotika telah tumbuh menjadi bidang kajian yang sungguh besar diantara kajian bahasa tubuh, bentuk-bentuk seni, wacana retoris, komunikasi visual, media, mitos, naratif, bahasa, artefak, isyarat, kontak mata, pakaian, iklan, makanan, upacara dan singkatnya semua yang diadopsi, digunakan dan diciptakan oleh manusia untuk memproduksi makna. Sebenarnya istilah semiotik diperkenalkan oleh Hippocrates (460-377 SM) penemu ilmu barat seperti ilmu gejala-gejala. Gejala menurut Hippocrates merupakan semion bahasa Yunani untuk “petunjuk” (mark) atau tanda (sign) fisik.36 Semiotika yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda yang pada dasarnya merupakan suatu studi atas kode- kode yakni sistem apapun yang memungkinkan kita memandang entitas-entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna. Hingga kini ruang lingkup kajian semiotika sangat beragam mulai dari kajian prilaku komunikasi hewan (zoosemiotics) sampai dengan analisis atas sistem pemaknaan

35 Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosydakarya, 2003. 36 Birowo, Antonius. Metode Penelitian Komunikasi, Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali. 2004.

40

seperti komunikasi tubuh (kinesik dan proksemik) tanda bebauan, teori estetika, retorika dan sebagainya. Charles Morris memudahkan kita memahami ruang lingkup kajian semiotika yang menaruh perhatian atas ilmu tentang tanda-tanda. Menurut dia kajian semiotika pada dasarnya dapat dibedakan kedalam tiga cabang penyelidikan (brances of inquiry) yakni sintaktik, semantic dan pragmatik. 1. Sintaktik (syntactics) atau sintaksis (syntax) : suatu cabang penyelidikan semiotika yang mengkaji “hubungan formal diantara satu tanda dengan tanda yang lain”. Dengan begitu hubungan-hubungan formal ini merupakan kaidah-kaidah yang mengendalikan tuturan dan interpretasi, pengertian sintaktik kurang lebih adalah semacam gramatika. 2. Semantik (semantics) : suatu cabang penyelidikan semiotika yang mempelajari “hubungan di antara tanda- tanda dengan designate atau objek-objek yang diacunya”. Yang dimaksud designate adalah tanda-tanda sebelum digunakan didalam tuturan tertentu. 3. Pragmatik (pragmatics) : suatu cabang penyelidikan semiotika yang memperlajari “hubungan diantara tanda- tanda atau interprter-interpreter atau para pemakainya” pemakaian tanda-tanda pragmatic secara khusus berurusan dengan aspek-aspek komunikasi khususnya fungsi-fungsi situasional yang melatari tuturan.37

37 Indiwan, wahyu. Semiotika : Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Gitanyali. 2004.

41

1.2 Semiotik dalam sinematografi Kehidupan sosial seringkali digambarkan dalam tayangan film. Dengan demikian simbol yang tersirat dalam film dapat ditransfer oleh penonton ke dalam kehidupannya. Hal-hal yang memiliki arti simbolis tak terhitung jumlahnya. Dalam kebanyakan film setting, memiliki arti simbolik yang penting sekali, karena tokoh-tokoh sering dipergunakan secara simbolik. Dalam setiap bentuk cerita, sebuah simbol adalah sesuatu yang kongkret (sebuah obyek khusus, citra, pribadi, bunyi, kejadian atau tempat) yang mewakili atau melambangkan suatu kompleks, ide, sikap-sikap, atau rasa sehingga memperoleh arti yang lebih besar dari yang tersimpan dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu sebuah simbol adalah suatu macam satuan komunikasi yang memiliki beban yang khusus sifatnya.38 Pada awalnya film adalah hiburan bagi kelas bawah, dengan cepat film mampu menembus batas-batas kelas dan menjangkau kelas lebih luas. Kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial, kemudian menyadarkan para ahli komunikasi terutama, bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya maka dari itu mulailah banyak merebak studi mengenai dampak film terhadap masyarakat.39

38 Yoyon Mudjiono, “Kajian Semiotika Dalam Film”, Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 1, No.1, 2011. diakses pada 12 Maret pukul 12.00 WIB. 39 Yoyon Mudjiono, “Kajian Semiotika Dalam Film”, Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 1, No.1, 2011. diakses pada 12 Maret pukul 12.00 WIB.

42

1.3 Analisis Semiotika Roland Brathers Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir struktualis yang getol mempraktikan model linguistic dan semiologi Saussurean. Roland juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama. Eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah protestan di Cherbourg dan di besarkan di Bayonne kota kecil dekat pantai Atlantik di sebelah barat daya Prancis.

Semiotika dalam pandangan Brathers pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal- hal. Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikassikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system terstuktur dari tanda.40

40 Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosydakarya, 2003.

43

Tabel 1.Semiotika Roland Bhartes

1. 2. SIGNIFIER SIGNIFIED (PENANDA3. DENOTATIVE(PETANDA) SIGN ) (TANDA DENOTATIF) 4. CONNOTATIVE 5. CONNOTATIVE

SIGNFIER (PENANDA SIGNFIER (PETANDA KONOTATIF) KONOTATIF) 6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Dari peta diatas terlihat bahwa tanda denotative (3) terdiri atas penanda (1) dan pertanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4) dengan kata lain hal tersebut merupakan unsur material hanya jika anda mengenal kata “singa” barulah konotasi seperti harga diri kegarangan dan keberanian menjadi mungkin.41

Yang menarik dari semiotika Roland Bhartes adalah digunakannya istilah mitos (myth) yakni rujukan bersifat kultural (bersumber dari budaya yang ada) yang digunakan untuk menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang- lambang. Kata mitos berasal dari bahasa Yunani mythos yang memiliki arti “kata” atau “ujaran”.42 Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Dengan kata lain mitos berfungsi sebagai deformasi dari lambang yang kemudian menghadirkan

41 Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosydakarya, 2003. 42 Danensi, Marcel. Pesan, Tanda Dan ,Makna : Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika Dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra. 2010.

44

makna tertentu dengan berpijak pada nilai-nilai sejarah dan budaya masyarakat.43 Mitos merupakan produk kelas sosial yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitif misalnya mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa, dan alam sebagainya jika ada mitos massa kini misalnya mengenai feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan dan kesuksesan.

2. GENDER 2.1 Konseptualisasi Gender Sejak tahun 80an gender telah memasuki perbendaharaan dalam setiap diskusi dan tulisan sekitar perubahan sosial dan pembangunan di dunia ketiga. Demikian juga di Indonesia, hampir semua uraian tentang program pengembangan masyarakat maupun pembangunan di kalangan organisasi nonpemerintah memperbincangkan masalah gender. Sementara itu belum ada uraian yang mampu menjelaskan secara singkat dan jelas mengenai konsep gender dan mengapa konsep tersebut penting untuk memahami sistem ketidakadilan sosial.44 Untuk memahami konsep gender, kata gender haruslah dibedakan dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis laki-laki adalah

43 Parwito, Penelitiuan Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Lkis Yogyakarta.2008. 44 Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist Press. 2008.

45

manusia yang memiliki atau bersifat seperti : laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan adalah makhluk yang memiliki Rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur, memiliki vagina dan mempunyai alat menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis pada manusia jenis perempuan dan laki-laki selamanya. Artinya, secara biologis alat- alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia laki-laki dan manusia perempuan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan kesatuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan tuhan atau kodrat.45 Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan kaum perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artiya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut keibuan, sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat yang lain. Misalnya saja zaman dahulu disuatu suku tentu perempuan lebih kuat dari laki-laki tetapi pada zaman yang lain di tempat berbeda laki-laki yang lebih kuat. Juga perubahan bisa terjadi dari

45 Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist Press. 2008.

46

kelas ke kelas masyarakat yang berbeda. Pada suku tertentu perempuan kelas bawah di pedesaan lebih kuat di bandingkan kaum laki-laki. Semua hal yang dapat di pertukarkan antara sifat perempuan dan sifat laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari satu kelas ke kelas lainnya, itulah yang dikenal sebagi konsep gender.46 “Gender adalah sebuah istilah yang menunjukan pembagian peran sosial antara laki-laki dan perempuan dan hal ini mengacu kepada pemberian ciri emosional dan psikologis yang diharpakan oleh budaya tertentu yang disesuaikan dengan fisik laki- laki dan perempuan. Adapun istilah seks mengacu kepada perbedaan secara biologis dan anatomis antara laki-laki dan perempuan (Tuttle, 1987)”47 Dalam women’s studies encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distension) dalam hal peran, prilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat. Mosse mengemukakan bahwa konsep gender secara mendasar berbeda dari jenis kelamin biologis, laki-laki dan perempuan yang merupakan pemberian dari tuhan. Akan tetapi jalan yang menjadikan maskulin atau feminim adalah gabungan antara blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur sosial. Gender adalah seperangkat peran yang dimainkan laki-laki dan perempuan agar

46 Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist Press. 2008. 47 Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003.

47

tampak dari diri mereka dan dilihat oleh orang lain bahwa seseorang itu adalah feminim dan maskulin.48 Kosep gender dapat dikatakan netral dan fungsional apabila dilihat melalui sudut pandang kedua jenis kelamin yang saling membutuhkan dan melengkapi. Artinya keberadaan keduanya merupakan hal yang alami dalam masyarakat gender akan menjadi tidak netral apabila pemilahan fungsi dan peran tidak sesuai dengan kenyataan yang diharapkan oleh individu laki-laki dan perempuan dimasa kini. Untuk menyesuaikan antara kenyataan dan harapan makan peran genderlah yang harus berubah agar tidak menjadi beban gender.49 Berikut ini perbedaan utama antara jenis kelamin dan gender diantaranya :

Tabel 2.Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender JENIS KELAMIN GENDER

 Jenis kelamin bersifat  Gender bersifat sosial alamiah. budaya merupakan buatan manusia.

 Jenis kelamin bersifat  Gender bersifat sosial biologis. Merunjuk budaya dan menunjuk pada perbedaan yang kepada tanggung nyata dari alat kelamin jawab, peran, pola dan perbedaan terkait prilaku, kualitas- dalam fungsi kelahiran. kualitas dan lain-lain yang bersifat

48 Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003. 49 Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003.

48

maskulin dan feminim.

 Jenis kelamin bersifat  Gender bersifat tidak tetap ia akan sama tetap. Ia berubah-ubah dimana saja. dari waktu ke waktu dari suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya, bahkan dari satu keluarga ke keluarga lainnya.

 Jenis kelamin bersifat  Gender dapat di ubah. alamiah.  Jenis kelamin tidak bisa  Gender bersifat sosial diubah. budaya dan menunjuk kepada tanggung jawab, peran, pola prilaku, kualitas- kualitas, dan lain-lain yang bersifat maskulin dan feminim.

Sumber : Kamla Bhasin, Memahami Gender (Teplok Press) Ideologi gender yang muncul secara dominan dalam masyarakat mengakibatkan adanya fenomena dimana status perempuan dan kedudukan perempuan tidak pernah mengalami kemajuan yang berarti, akibat lebih jauhnya adalah mahalnya penghargaan dari masyarakat, pers, pemerintah terhadap prestasi

49

dan perjuangan perempuan.50 Hetty Siregar juga menjelaskan bagaimana media menyajikan deskripsi atau gambaran tentang perempuan yakni :51 1. Kebanyakan menyangkut soal berbusana makanan, kegemaran dan urusan rumah tangga pada umumnya. Bila seseorang perempuan tidak berhasil membina rumah maka ia adalah makhluk yang gagal. 2. Mengikut soal kiat menyenangkan laki-laki dan cara berprilaku atau berpakaian. 3. Iklan-iklan di media massa memperlakukan perempuan dengan simbol-simbol seksis. 4. Perempuan secara tradisional digambarkan sebagai dekorasi atau model untuk memperindah halaman- halaman media.

Setelah Kamla Bashin dan Hetty Siregar menjelaskan bagaimana pengertian gender dan bagaimana media mengkonstruksi perempuan, Mansour fakih dalam bukunya menjelaskan bagaimana bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Daiantara bentuknya yaitu :52

50 Hamid Arifin, “Representasi perempuan dalam pers”, Jurnal Komunikasi Massa Vol 1 No 1 Juli 2007 , h.14. diakses pada 13 Maret 2018. Pukul 23.00 WIB. 51 Hamid Arifin, “Representasi perempuan dalam pers”, Jurnal Komunikasi Massa Vol 1 No 1 Juli 2007 , h.14. diakses pada 13 Maret 2018. Pukul 23.00 WIB. 52 Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist Press. 2008.

50

1. Gender dan Marginalisasi Marginalisasi adalah sifat yang meminggirkan suatu kaum baik itu laki-laki ataupun perempuan yang menyebabkan ketidakdilan diantara kedua pihak. Bentuk marginalisasi gender ini dapat terjadi dimana saja dan berasal dari mana saja, Contoh marginalisasi perempuan yang berasal dari kebijakan pemerintah Arab Saudi yang melarang perempuan menyetir sendiri. Dikutip langsung dari media online Republika

51

Kutipan berita diatas menunjukan bahwa pemerintah Arab Saudi menerapkan kebijakan yang mendiskriminasi kaum perempuan. Dalam kebijakan ini dapat disimpulkan bahwa pemerintah Arab Saudi tidak mempertimbangkan aspek gender dalam membuat kebijakan.

Marginalissasi tidak hanya terdapat pada sektor kebijakan publik atau hukum disuatu negara

52

tertentu saja, namun juga dapat terjadi dalam lingkungan sosial, dan di perkuat kelanggengannya dalam sebuah kebudayan di masyarakat.

2. Gender dan Subbordinasi Subordinasi adalah bentuk diskriminasi yang dilandasi dari anggapan bahwa perempuan adalah makhluk yang emosional dan tidak bisa memimpin dan tidak layak mengambil keputusan. Akhirnya muncul anggapan bahwa perempuan adalah makhluk nomer dua setelah laki-laki. Berikut kutipan berita yang diambil dari media online yang sangat mencerminkan subbordinasi perempuan.

53

Pada artikel diatas menunjukan sikap subbordinasi dalam kehidupan rumah tangga yang ditunjukan dengan adanya keputusan dari seorang suami untuk mementukan jenis kontasepsi apa yang harus sang istri gunakan. Dalam hal ini istri tidak di berikan kesempatan untuk memilih alat kontrasepsinya sendiri karna posisi istri lebih rendah dibanding suami dalam kehidupan berumah tangga. 3. Gender dan Stereotype Stereotype gender adalah pelabelan suatu kaum atau kelompok yang sifatnya merugikan kelompok tersebut Berikut kutipan berita yang diambil dari media online yang mencerminkan stereotype gender pada perempuan.

54

dari artikel diatas dapat dikatakan bahwa stereotype perempuan yang lemah dalam bidang pekerjaan yang cukup berat seperti menjadi supir truk dapat dipatahkan. Hal ini adalah salah satu contoh kasus stereotype perempuan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Gender dan Kekerasan Kekerasan dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan dilakukan oleh siapa saja. Kekerasan dalam bentuk fisik maupun non fisik. Kekerasan karena jenis kelamin tentu disebabkan oleh anggapan gender. Berikut kutipan berita yang diambil dari media online yang sangat mencerminkan kasus kekerasan karena gender

55

Pada artikel diatas mengemukakan kasus Tuti adalah salah satu bentuk kekerasan yang dialami atas nama gender. 5. Beban kerja Beban kerja ganda merupakan efek dari nilai gender, seperti perempuan harus mengurus pekerjaan rumah tangga seperti mengepel, mencuci pakaian, mencuci piring dan lain-lain. Pekerjaan-pekerjaan ini sebeneranya juga dapat dilakukan oleh laki-laki karena munculnya berbagai macam anggapan bahwa perempuanlah yang harus mengerjakan pekerjaan itu semua, disinilah muncul diskriminasi gender dalam kehidupan. Berikut adalah contoh artikel yang mengangkat peran ganda seorang perempuan.

56

Dalam artikel diatas menunjukan perempuan dihadapkan pada dua pilihan yaitu bekerja sebagai wanita karir atau bekerja sebagai ibu rumah tangga. 2.2 Gender dalam Islam Islam merupakan agama yang diturunkan oleh allah SWT di tanah arab pada abad ke VII termasuk agama- agama semitik atau Abrahamic Religions (Yahudi, Kristen, dan Islam). Dalam tradisi semit, kaum lelaki selalu dianggap makhluk yang superior, bahkan tuhan

57

dibayangkan sebagai laki-laki, sehingga budaya patriarki sangatlah kuat.53 Imbasnya, ayat-ayat suci yang diturunkan oleh Allah SWT tidak sedikit yang ditafsirkan dengan nada patriarkis, namun banyak juga yang sebenarnya merupakan upaya penyadaran kepada masyarakat dari kungkungan budaya tersebut. Sehingga ketika nabi Muhammad SAW berkuasa aktifitas yang dilakukan kaum perempuan mulai beragam, bahkan keluarga dekat beliau banyak mengambil bagian dari hal ini. Istri beliau yang bernama Aisyah misalnya, adalah seorang ahli agama dan tempat bertanya bagi sahabat laki-laki maupun perempuan, seorang politikus, sekaligus pekerja social di masyarakat. Hanya saja dalam perjalanan sejarah islam yang harus bersentuhan dengan budaya perluasan yang masih patriakis (Persia, Syiria, dsb) sangat mepengaruhi penafsiran dan permukaan terhadap ayat-ayat suci yang telah ada sehingga kesan dominasi lelaki menjadi semakin kental. Celakanya umat islam banyak yang terjebak dengannya sehingga hasil ijtihad para ulama yang kemudian terjerumus dalam teologi islam, fiqih ataupun keilmuan yang lain tadi dianggap sebagai ajaran agama yang tak bisa diotak-atik. Padahal tidak demikian adanya 54

53 Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003 54 Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003

58

Maka dari itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk membongkar pemahaman terhadap teks agama yang selama ini dijadikan sebagai alat legitimasi bagi jalan pikir yang bersifat patriarkis tersebut yang masih jauh dari keadilan gender. Upaya- upaya yang dapat mengembalikan pemahaman guna menuju tercapainya relasi kesederajatan antara laki-laki dan perempuan sebagaimana yang dikehendaki oleh ajaran Al-Qur‟an dan Al- Hadis perlu digalakkan terutama dalam tataran ilmiah untuk selanjutnya bisa disosialisasikan kepada masyarakat.55 Perempuan dalam islam Al-Quran menyoroti perempuan sebagai individu dan anggota masyarakat. Dalam hal ini terdapat perbedaan antara perempuan dalam kedudukannya sebagai individu dengan perempuan sebagai anggota masyarakat. Al- Quran memperlakukan individu perempuan dan laki-laki sama.56 Pertanyaan-pernyataan Al-Qur‟an tentang posisi dan dan kedudukan perempuan dapat dilihat dalam beberapa ayat berikut : a. Perempuan adalah makhluk ciptaan allah yang mempunyai kewajiban sama untuk beribadah kepadanya sebagaimana termuat dalam Adz-Zariyat ayat 56 : َو َما َخلَ ْق ُت ْال ِج َّه َو ْ ِاْل ْو َش إِ ََّّل لِيَ ْعبُ ُد ِون

Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.

55Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003 56 Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist Press. 2008.

59

b. Sama halnya dengan kaum laki-laki mukmin para perempuan mukminat yang beramal soleh dijanjikan allah untuk dibahagiakan selama hidup di dunia dan abadi di surga sebagaimana termuat dalam An-Nahl ayat 97 :

َم ْه َع ِم َل َصالِ ًحا ِّمه َذ َك ٍر أَ ْو أُوثَى َو ُه َى ُم ْؤ ِم ٌه فَلَىُ ْحيِيَىَّهُ َحيَاةً َطيِّبَتً َولَىَ ْج ِزيَىَّ ُه ْم أَ ْج َر ُهم

بِأَ ْح َس ِه َما َكاوُ ْىا يَ ْع َملُ َىن

Artinya :“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Ayat-ayat tersebut tersebut mengisyaratkan konsep kesetaraan yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual baik dalam bidang spriritual maupun urusan karir professional tidak mesti dimonopoli oleh satu jenis kelamin.

Menurut Nasaruddin Umar islam memang mengakui adanya perbedaan (distincion) anatara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan pembedaan (discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik biologis saja. Perempuan ditakdirkan berbeda dengan laki-laki namun perbedaan tersebut

60

tidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan yang lainnya.57

Ajaran islam tidak secara skematais membedakan faktor- faktor perbedaan laki-laki dan perempuan tetapi lebih memandang kedua insan tersebut secara utuh. Antara satu dengan lainnya secara biologis dan sosio kultural saling memerlukan. Dengan demikian antara satu dengan yang lain mempunyai peran. Boleh jadi dalam satu peran dapat dilakukan oleh keduanya seperti pekerjaan kantoran, tetapi dalam peran tertentu hanya dapat dijalankan oleh satu jenis seperti hamil, melahirkan dan menyusui anak yang peran ini hanya dapat dilakukan oleh wanita. Dilain pihak ada peran tertentu yang secara manusiawi lebih tepat diperankan oleh kaum laki-laki seperti pekerjaan yang memerlukan tenaga dan otot yang lebih besar.58

Dengan demikian dalam prespektif normatifitas islam hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah setara. Tinggi rendahnya kualitas seseorang hanya terletak pada tinggi rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada manusia dengan tidak membedakan gender.

2.3 Gender dalam media massa

57 Umar, Nassarudin. Kodrat Perempuan Dalam Islam. Jakarta : Lembaga Kajian Agama Dan Gender. 1999. 58 Umar, Nassarudin. Kodrat Perempuan Dalam Islam. Jakarta : Lembaga Kajian Agama Dan Gender. 1999.

61

Konstruksi merupakan susunan realitas objektif yang telah menjadi kesepakatan umum, meskipun dalam prosesnya konstruksi itu tersirat dinamika social. Menurut Berger dan Luckman, konstruksi realitas secara social memusatkan perhatiannya pada proses ketika individu menanggapi kejadian di sekitarnya berdasarkan pengalaman mereka.59

Konstruksi gender berkembang dalam masyarakat sangat erat kaitannya dengan nilai “kepantasan” namun nilai kepantasan antara masyarakat satu dengan lainnya idak harus sama dan dapat berubah-ubah oleh waktu. Dalam budaya patriarki perempuan selalu dikonstruksikan sebagai kaum yang lemah dan berada di bawah kendali laki-laki.60

Dalam media massa perempuan selalu ditampilkan sebagai makhluk yang sangat tipikal yaitu tempatnya pada pekerjaan yang sifatnya domestik, bergantung pada laki-laki tidak mampu mengambil keputusan yang penting, menjalani profesi terbatas sebagai symbol seks, obyek peneguhan pola kerja patriarki, objek pelecehan dan kekerasan selalu disalahkan dan bersifat pasif. Selain itu eksistensi perempuan juga tidak terwakili secara

59 Helen, Diana Vida. “Konstruksi Perempuan Dalam Rubric Cc Single Di Majalah Cita-Cinta Edisi Januari-Desember 2009”, Journal Communication Spectrum, Vol.1 No.1 (Februari-Juli 2011). 60 Helen, Diana Vida. “Konstruksi Perempuan Dalam Rubric Cc Single Di Majalah Cita-Cinta Edisi Januari-Desember 2009”, Journal Communication Spectrum, Vol.1 No.1 (Februari-Juli 2011).

62

proposional di media massa baik dalam media hiburan maupun dalam media berita.61

Di media massa perempuan juga dikonstruksi sesuai dengan keinginan masing-masing media, menurut Armando :

“Menengok isi media massa kita akan menemukan gambaran perempuan dalam budaya popular kita adalah objek yang dinilai utamanya adalah daya tarik seksual. Perempuan memang tidak lagi digambarkan sebagai „hanya‟ ibu rumah tangga dan istri yang berkewajiban utamanya adalah menyenangkan hati suami, anak-anak, dan orang tua namun, posisi barunya tak bisa dipandang terhormat. Perempuan, sebagaimana tampil di media. Adalah pemanis, pelengkap atau bahkan pemuas fantasi seksual kaum laki-laki”.62 Hasil penelitian Ashandi siregar terhadap sepuluh majalah wanita dan tabloid wanita yang ada di Indonesia menunjukan bahwa :

“Media wanita itu lebih banyak mengulas perempuan dalam lingkup domestik atau berdimensi pribadi seperti kecantikan, hubungan suami istri resep makanan, serta tips untuk mendidik anak. Rendahnya reportase yang berkaitan dengan domain publik yang keras seperti ekonomi, politik, menunjukan bahwa media wanita tersebut belum menjadi dirirnya sebagai media untuk

61 Sunarto. Televisi, Kekerasan Dan Perempuan. Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara. 2009. 62 Helen, Diana Vida. “Konstruksi Perempuan Dalam Rubric Cc Single Di Majalah Cita-Cinta Edisi Januari-Desember 2009”, Journal Communication Spectrum, Vol.1 No.1 (Februari-Juli 2011).

63

mempresentasikan diri secara maksimal dalam struktur sosial”63 3 FILM 3.1 Pengertian film Undang-undang perfilman No.6 tahun 1992, bab 1 pasal 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita selluloid, pita video, piringan video dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam bentuk jenis, ukuran melalui kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya dalam bentuk, jenis, ukuran, melalui kimiawi proses elektronik atau proses lainnya atau tanpa suara yang dapat dipertunjukan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik elektronik dan atau lainnya. 64 Film merupakan salah satu media komunikasi massa. Dikatakkan sebagai media komunikasi karena merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran media dalam mengghubungkan komunikator dan komunikan secara massal dalam arti berjumlah banyak tersebar dimana-mana khalayaknya heterogen dan anonom dan menimbulkan efek tertentu.65

63 Hamid Arifin. “Representasi Perempuan Dalam Pers”, Jurnal Komunikasi Massa Vol 1 No 1 Juli 2007 , h.14. diakses pada 13 Maret 2018. Pukul 23.00 WIB. 64 Askurifai, Baksin. Membuat Film Indie Itu Gampang, Bandung: Katarsis, 2003. 65 Nawiroh, Vera, Semiotika Dalam Riset Komuniaksi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 1014

64

3.2 Jenis dan klasifikasi film a. Jenis-jenis film Jika dilihat dari isinya, film dibedakan menjadi jenis film fiksi dan non fiksi. Sebagai contoh, untuk film non fiksi adalah film dokumenter yang menjelaskan tentang dokumentasi sebuah kejadian alam, flora, fauna, maupun manusia. Adapun penjelasan dari jenis-jenis film itu sebagai berikut : 1) Film Dokumenter adalah film yang menyajikan fakta yang berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Film dokumenter dapat digunakan untuk berbagai macam maksud dan tujuan seperti informasi atau berita, biografi, pengetahuan pendidikan social, politiik (propaganda) dan lain sebagainya. 2) Film fiksi adalah film yang menggunakan cerita rekaan diluar kejadian nyata, terkait plot dan memiliki konsep pengadegaan yang di rancang sejak awal. Struktur cerita film juga terkait hukum dan kausalitas. Cerita fiksi juga seringkali diangkat dari kejadian nyata dengan menggunakan beberapa cuplikan rekaman gambar dari peristiwa aslinya (fiksi- dokumenter). 3) Film experimental merupakan film yang berstruktur namun tidak ber plot. Film ini tidak

65

bercerita tentang apapun (anti-naratif) adegannya menantang logika sebab akibat (anti-rasionalitas)66 b. Klasifikasi film Menurut Himawan Pratista dalam buku memahami film- nya metode yang paling mudah dan sering digunakan untuk mengklarifikasi film adalah berdasarkan genre yaitu klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola sama (khas) sebagai berikut67 : 1. Aksi , yaitu film yang berhubungan dengan adegan-adegan aksi fisik seru, menegangkan, berbahaya, dan nonstop dengan cerita yang cepat. 2. Drama, yaitu film yang kisahnya seringkali mengunggah emosi, dramatic dan mampu menguras air mata penontonnya. Tema umumnya mengangkat isu-isu sosial seperti kekerasan, ketidakadilan, masalah kejiwaan penyakit dan sebaginya. 3. Epic sejarah yaitu film dengan tema periode masa silam (sejarah) dengan latar belakang sebuah kerajaan, peristiwa atau tokoh besar yang menjadi mitos, legenda, atau kisah bliblical.

66 Pratista, Himawan Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008. 67 Pratista, Himawan Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008.

66

4. Fantasi yaitu film yang berhubungan dengan tempat peristiwa dan karakter yang tidak nyata dengan menggunakan unsur magis, mitos, imajinasi, halusional serta alam mimpi. 5. Fiksi ilmiah yaitu film yang berhubungan dengan teknologi dan kekuatan di luar jangkauan teknologi masa kini yang artificial. 6. Horror yaitu film yang berhubungan dengan dimensi spiritual atausisi gelap manusia. 7. Komedi yaitu jenis film yang tujuannya menghibur dan memancing tawa penonton. 8. Kriminal dan gangster yaitu film yang berhubungan dengan aksi-aksi kriminal dengan menggambil kisah kehidupan tokoh kriminal besar yang diinspirasi dari kisah nyata. 9. Musikal, yaitu film yang mengkombinasikan unsur musik, lagu, tari dansa, serta gerak koreografi. 10. Petualangan yaitu film yang berkisah tentang perjalanan, eksplorasi, ekspedisi, ke suatu wilayah asing yang belum pernah terjangkau dengan manusia. 11. Perang yaitu film, yang mengangkat tema ketakutan serta terror yang ditimbulkan oleh aksi perang dengan memperlihatkan kegigihan dan perjuangan.

67

12. Western yaitu film dengan tema seputar konflik antara pihak baik dan jahat berisi tembak-tembakan, aksi berkuda, dan aksi duel. Film ini masuk ke dalam kategori film documenter yang menyajikan fakta berhubungan dengan orang-orang tokoh peristiwa dan lokasi yang nyata. 3.3 Unsur-unsur pembentuk film Film secara umum dapat di bagi menjadi dua unsur pembentuk yaitu unsur naratif dan unsur sinematik.Kedua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu dengan lainnya. Unsur naratif adalah bahan materi yang akan diolah, berhubungan dengan aspek cerita atau tema film, terdiri dari unsur- unsur seperti : tokoh, massalah, lokasi dan waktu. Sedangkan unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya. Sementara unsur sinematik atau gaya sinematik merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film. Sinematik terdiri dari empat elemen pokok yaitu : a. Mise-en-scene, yaitu segala hal yang berada di depan kamera. b. Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya hubungan kamera dengan objek yang diambil. c. Editing, transisi sebuah gambar (shoot) ke gambar (shoot) lainnya.

68

d. Suara, yakni segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indra pendengaran.68

Film juga menggandung unsur dramatik. Unsur dramatik dalam istilah lain disebut dramaturgi yakni unsur-unsur yang dibutuhkan untuk melahirkan gerak dramatik pada cerita atau pada pikiran penontonnya antara lain: konflik, suspense, curiousity, dan surprise. Konflik merupakan suatu pertentangan yang terjadi dalam sebuah film misalnya, pertentangan antar tokoh. Suspense merupakan ketegangan yang dapat menggiring penonton ikut berdebar menantikan adegan selanjutnya. Couriosity merupakan rasa ingin tahu atau penasaran penoton terhadap jalannya cerita sehingga penonton terus mengikuti alur film sampai selesai. Surprise adalah kejutan. Kejutan ini biasanya digunakan pada alur film yang sulit ditebak.69

3.4 Teknik pengambilan gambar a. Sinematografi Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan film nya serta hubungan kamera dengan objek yang diambil. Berikut ini adalah salah satu aspek

68 Pratista, Himawan Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008. 69 Lutters, Elizabeth, Kunci Sukses Menulis scenario. Jakarta : Grasindo. 2004.

69

framing yang terdapat dalam sinematografi, yakni jarak kamera terhadap objek (type shoot) yaitu :70 1. Extream long shoot, merupakan jarak kamera yang paling jauh dari objeknya. Teknik ini umumnya untuk menggambarkan sebuah objek yang sangat jauh atau panorama yang luas. 2. Long shoot, pada jarak long shoot tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar belakang masih dominan. Long shoot sering kali digunakan sebagai establishing shoot, yakni shoot pembuka sebelum digunakan shoot-shoot yang berjarak lebih dekat. 3. Medium long shot, pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas. Tubuh fisik manusia dan lingkungan sekitar relative seimbang. 4. Medium shoot, pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas. Gesture serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia lebih dominan dalam frame. 5. Close up umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah objek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas serta gesture yang mendetail. Close up biasanya digunakan untuk

70 Pratista, Himawan Memahami Film. Yogyakarta: Homrtian Pustaka. 2008.

70

adegan dialog yang lebih intim. Close up juga memperlihatkan sangat mendetail sebuah benda atau objek. 6. Extreme close up pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih mendetail bagian wajah seperti, telinga, hidung, dan lainnya atau bagian dari sebuah objek. b. Pergerakan kamera Pergerakan kamera adalah istilah untuk memudahkan komunikasi dengan operator kamera, yakni istilah untuk menyebut arah gerak kamera yang dimaksudkan. Disebut pergerakan kamera posisi pengangkat kamera yang berubah dalam proses pengambilan gambar. Pergerakan kamera, secara teknis sebenarnya variasinya tidak terhitung namun secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut :71 1. Pan, merupakan singkatan dari kata panorama. Istilah panorama digunakan karena umumnya menggambarkan pemandangan secara luas. Pan adalah gerakan kamera secara horizontal kanan dan kiri secara horizontal dengan posisi kamera statis. 2. Tilting, merupakan pergerakan kamera secara vertical atauatas-bawah dengan posisi kamera

71 Pratista, Himawan Memahami Film. Yogyakarta: Homrtian Pustaka. 2008.

71

statis. Tilt sering digunakan untuk memperlihatkan objek yang tinggi atau raksasa di sepan seorang karakter, misalnya gedung bertingkat dan patung raksasa. 3. Tracking, atau dolly shoot merupakan pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera secara horizontal. Pergerakan dapat ke arah manapun sejauh masih menyentuh permukaan tanah. Pergerakan dapat bervariasi yakni, maju, melingkar, menyamping, dan sering kali menggunakan rel atau track. Tracking shot juga dapat dilakukan dengan menggunakan truk atau mobil. 4. Crane shoot, adalah pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera secara vertical, horizontal atau kemana saja selama masih diatas permukaan tanah (melayang) crane shoot umumnya menggunakan alat crane yang mampu membawa kamera bersama opratornya sekaligus dan dapat bergerak turun naik hingga beberapa meter.

B. KERANGKA BERFIKIR

Pengertian kerangka berpikir dalam Sugiyono 2009 mengemukakan bahwa kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan

72

berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir adalah hasil pemikiran peneliti berdasarkan teori/konsep yang ada tentang variabel yang diteliti dan dirumuskan dari masalah penelitian. Kerangka berpikir merupakan inti sari dari teori yang telah dikembangkan yang dapat mendasari perumusan hipotesis. Teori yang telah dikembangkan dalam rangka memberi jawaban terhadap pendekatan pemecahan masalah yang menyatakan hubungan antar variabel berdasarkan pembahasan teoritis.72

Gender adalah istilah yang sering diartikan salah di lingkungan masyarakat. Istilah gender sering diartikan sebagai jenis kelamin (seks) Kedua istilah tersebut mengacu pada perbedaan jenis kelamin, tetapi istilah seks terkait pada komponen biologis dari sebuah makhluk hidup. Artinya, masing- masing jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) secara biologis berbeda. Laki-laki dan perempuan mempunyai keterbatasan dan kelebihan tertentu berdasarkan fakta-fakta biologis masing- masing. Contohnya : seorang berjenis kelamin perempuan bisa mengandung, melahirkan dan mempunyai asi. Seorang yang biologis dilahirkan sebagai laki-laki mampu mempunyai sprema. Perbedaan biologis inilah yang dinamakan kodrat pemberian dari tuhan dan tidak mudah untuk diubah. Sedangkan gender adalah suatu proses sosialisasi dan enkulturasi seseorang Atau gender adalah hasil kontruksi sosial yang terdiri dari sifat, sikap, prilaku,

72 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2009.

73

seseorang yang ia pelajari. Yang dipelajari biasanya berbagai sifat dan prilaku yang dianggap pantas bagi dirinya karna berjenis kelamin perempuan atau laki-laki. Sifat-sifat feminitas dan maskulinitas ditentukan oleh lingkungan budayanya dan melalui apa yang diajarkan oleh orang-orang disekitar dirinya.

Dalam peran gender di kehidupan sosial hari ini akan membagi dua pekerjaan secara seksual. Bagaimana peran laki- laki dan bagaimana peran perempuan. Meskipun masyarakat mengenal dan membagi pembagian pekerjaan secara seksual yang tidak selalu sama, yang menjadi kenyataan adalah bahwa hampir setiap masyarakat di dunia ini ada suatu pembagian kerja secara seksual bagi perempuan dan laki-laki. Di Indonesia secara politis dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) peran seksual laki-laki sebagai kepala rumah tangga yang sah dimata hukum dan pencari nafkah utama dalam keluarga. Sedangkan, ibu rumah tangga yang menjadi tugas utamanya adalah mendidik dan merawat anaknya. Konsekuensi dari ketentuan pembagian peran seksual seperti diatas bahwa peran gender perempuan adalah ranah domestik, sedangkan peran gender laki-laki adalah di wilayah publik.

Kemunculan sifat “ketidakadilan gender” dalam kehidupan social hari inilah yang menjadi masalah. Hal ini tidak dianggap aneh karena telah terisolasi dalam diri perempuan dan laki-laki sehingga menjadi sulit untuk dipisahkan secara jelas apa yang telah menjadi kodrat dan apa yang dipelajari dalam masyarakat. Disinilah akan tercipta suatu sistem ketidakadilan gender yang

74

kemudian diterima, meluas dianggap sesuatu yang biasa, dan tidak lagi dirasakan sebagai sesuatu yang salah. Dalam hal ini gender haruslah diubah, dan perlu usaha yang cukup keras untuk mengubah hal tersebut karna sudah menjadi kebiasaan yang sudah diterima secara meluas di lingkungan masyarakat.

Dalam prespektif hak asasi manusia, diskriminasi adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sedangkan diskriminasi terhadap perempuan melangggar hak asasi perempuan. Sehingga pemberdayaan perempuan diperlukan agar perempuan dapat memperjuangkan hak-haknya yang dilanggar. Usaha-usaha untuk menegakan Hak Asasi Manusia (HAM) didunia termanisfestasikan dalam kesepakatan Deklarasi Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang diadopsi oleh perserikatan bangsa-bangsa setelah perang dunia ke-2 dan menjunjung tinggi hak asasi maanusia setiap individu. DUHAM pada intinya adalah tentang menghormati kemanusiaan setiap orang karena ia dilahirkan sebagai manusia. DUHAM terdiri dari 30 pasal komitmen untuk menjunjung tinggi dan melindungi hak setiap orang (perempuan dan laki-laki) secara jelas tercantum pada pasal 1 yang berbunyi

“semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat persaudaraan”

75

Sedangkan pernyataan bahwa DUHAM tidak membenarkan atau menolak diskriminasi dapat dibaca dalam pasal 2 :

“Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum didalam pernyataan ini dengan tak ada perkecualian apapun, seperti kebebasan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan hak milik kelahiran ataupun kedudukan lain. Selanjutnya tidak aka nada diadakan pembedaan atas dasar kedudukan politik, hukum, atau kedudukan internasional dari Negara atau daerah darimana seorang berasal baik dari Negara yang merdeka, yang bentuk wilayahnya perwalian, jajahan atau yang berada dibawah kedaulatan yang lain”

Pada kenyataannya konvensi DUAHAM yang menyatakan menjunjung tinggi hak asasi manusia secara global tidak dapat menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan yang terus terjadi di seluruh penjuru dunia, termasuk di Negara-negara yang telah menandatangani deklarasi hak asasi manusia tersebut di perserikatan bangsa-bangsa.

Kenyataan ini yang mendorong komisi status perempuan di PBB untuk menyerahkan draft pertamanya tentang deklarasi anti diskriminasi terhadap perempuan. Dalam tahun 1967 sidang umum PBB mengadopsi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang terdiri dari 16 pasal yang di lengkapi dengan 14 pasal tentang bagaimana menilai kemajuan dan implementasi konvensi perempuan yang telah meratifikasi konvensi perempuan dengan membentuk Commision on the Elimination of all types of discrimination yang disingkat CEDAW.

76

Indonesia sebagai anggota PBB telah meratifikasi konvensi perempuan dengan dilahirkanya UU No. 7 Tahun 1984, 5 tahun setelah diadopsi oleh PBB. Bagi Indonesia meratifikasi konvensi perempuan dari PBB adalah tindak lanjut untuk mengakui dalam hukum Negara bahwa dalam tataran kehidupan sehari-hari diakui prinsip-prinsip kesetaran antara perempuan dan laki-laki. Dengan tekad itulah asas-asas yang tercantum dalam konvensi perempuan untuk dapat menhapuskan diskriminasi dalam segala bentuk perwujudannya telah disepakati dinilai tentang diskriminasi terhadap perempuan yang dimuat dalam pasal 1 dan diartikan sebagai berikut

“setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin yang mempunyai pengaruh dan tujuan untuk mengurangi dan menghapuskan pengakuan, penikmatan, penggunaan, hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil ataupun lainnya oleh kaum perempuan terlepas dari status perkawinan mereka atas dasar persamaan antara perempuan dan laki-laki”.

Sedangkan pasal 3 memuat pernyataan tentang kewajiban Negara dalam menghapuskan segala bentuk diskriminasi dengan mengatakan antara lain “Negara-negara peserta membaut aturan yang tepat, termasuk pembuatan undang-undang disemua bidang untuk menjamin perkembangan dan kemajuan kaum perempuan sepenuhnya dan menikmati hak-hak asasi manusia dan kebebasan pokok atas dasar persamaan dengan laki-laki” Berbagai macam peraturan perundangan telah dibuat untuk melindungi perempuan dari diskriminasi yang ada di lingkungan sosial saat ini. Hal ini terbukti belum juga dapat menghapuskan diskriminasi perempuan dilingkungan sosialnya.

77

Berikut kutipan berita tentang dampak diskriminasi gender dalam kehidupan sosial : Setiap Jam, 6 Wanita Terbunuh Akibat KDRT

Gambar 1. Perempuan KDRT

78

Kerangka Berfikir

KONVENSI CEDAW PBB 1967 (PENGHPUSAN DISKRIMINASITERHADAP PEREMPUAN)

UNDANG-UNDANG N0.7 TAHUN 1984

ANALISIS SEMIOTIKA DISKRIMINASI GENDER DALAM FILM KARTINI 2017

BENTUK ANALISIS DISKRIMINASI SEMIOTIKA GENDR MENURUT ROLAND MANSOUR FAKIH BHARTES

1. MARGINALIS A. DENOTASI ASI B. KONOTASI 2. SUBBORDINA C. MITOS SI 3. STEREOTYPE 4. KEKERASAN 5. BEBAN KERJA

Gambar 2. Kerangka Berfikir

79

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. GAMBARAN UMUM FILM KARTINI Kartini adalah salah satu film karya anak bangsa yang ikut hadir meramaikan kancah perfilman indoenesia ditahun 2017.Film yang di sutadarai oleh Hanung Bramantyo ini banyak menuai pujian pada tingkat nasional maupun internasional. Film ini menjadi film ke 3 Kartini dilayar lebar setelah biografi R.A. Kartini (1984) yang di sutradarai oleh Sjuman Djaya Dan kisah fiksi asmara Kartini surat cinta untuk Kartini (2016) yang di sutradarai oleh Azhar Kinoi Lubis. Production house ternama yaitu Legancy pictures juga ikut andil dalam proses pembuatan dan pembiayaan film ini. Film yang beraliran biopic ini mengangkat kisah dari tokoh pahlawan perempuan yaitu Raden Ajeng Kartini yang tumbuh dan besar dalam keluarga bangsawan Jawa di tahun 1800-an yang diperankan oleh Dian Sastro Wardoyo. Selain Dian Sastro, film ini juga bertabur aktor dan aktris ternama seperti Ayu Shita sebagai adik kartini yang bernama Raden Ajeng Kardinah, dan Acha Septriasa sebagai Roekmini. Film yang berdurasi 119 menit ini banyak menggunakan bahasa Jawa dan Proses pengerjaan film ini cukup lama dan menyita banyak waktu. Film yang seharusnya dirilis pada tahun 2016 menjadi mundur satu

79

80

tahun menjadi tahun 2017. Rencana produksi film juga yang harusnya dilakukan pada tahun 2015, dengan berat hati diubah menjadi tahun 2016 karena proses penggodokan cerita yang masih belum matang. Penulis naskah sekaligus sutradara, Hanung ingin betul-betul menggambarkan sosok Kartini muda dan keluarganya secara jelas sehingga harus riset lebih dalam untuk naskah filmnya. Selain riset yang cukup lama, proses pengambilan gambar pada film ini juga dilakukan di beberapa tempat yang berbeda, seperti Yongyakarta, Jakarta dan Belanda. Proses syuting film ini juga cukup panjang yaitu satu bulan lamanya, dengan menghabiskan dana 12 miliar rupiah. Dengan lama waktu riset, pengerjaan film ini yang cukup panjang dan dana yang tidak murah rupanya tidak menjadi hal yang sia-sia film ini banyak mendapatkan penghargaan dari berbagai macam festival film nasional maupun internasional. Berikut berbagai nominasi dan penghargaan yang di dapatkan oleh film kartini :

Tabel 3. Penghargaan Festival Film Indonesia 2017 KATEGORI PENERIMA HASIL

Penata Busana Terbaik Retno Ratih Nominasi Damayanti

Penata Rias Terbaik Darto Unge Nominasi

81

Penata Artistik Allan Sebastian Nominasi Terbaik Film Terbaik Robet Rony Nominasi

Sutradara Terbaik Hanung Bramantyo Nominasi

Penulis Skenario Hanung Bramantyo Nominasi Terbaik Pengarah Faozan Rizal Nominasi Sinematografi Terbaik Penyuting Gambar Wawan Wibowo Nominasi Terbaik Penata Suara Terbaik Khimawan Santosa Nominasi Sutrisno Pemeran Utama Pria Deddy sutomo Nominasi Terbaik Pemeran Utama Dian Sastro Nominasi Wanita Terbaik Wardoyo Pemeran Anak Terbaik Neysa Chandra Nominasi Melisenda Pemeran Pendukung Cristine Hakim Menang Wanita Terbaik

82

Tabel 4. Penghargaan Festival Film Bandung 2017 KATEGORI PENERIMA HASIL

Penata Allan Sebastian Nominasi ArtistikTerpuji

Penulis Skenario Hanung Bramantyo Nominasi Terpuji

Pemeran Cristine Hakim Menang Pembantu Wanita Terpuji

Pemeran Utama Dian Sastro Wardoyo Nominasi Wanita Terpuji

Film Bioskop Legancy Picture & Nominasi Terpuji Screen Play

83

Tabel 5.Penghargaan Festival Film Tempo 2017 KATEGORI PENERIMA HASIL

Aktris Cristine Hakim Nominasi Pendukung Terbaik Pilihan Tempo

Aktor Utama Deddy Sutomo Nominasi Terbaik Pilihan Tempo

Aktris Utama Dian Sastro Wardoyo Nominasi Terbaik Pilihan Tempo

84

KATEGORI PENERIMA HASIL Film Bioskop Terpilih Legancy Pictures & Nominasi Screenplay Sutradara Terpilih Hanung Bramantyo Nominasi Skenario Asli Terpilih Hanung Bramantyo & Nominasi Agus Bramanti Tata Kamera Terpilih Faozan Rizal Nominasi Tata Artistik Allan Sebastian Nominasi Tata Musik Terpilih Andi Rianto Nominasi Penyuting Gambar Widati Wibowo Nominasi Terpilih Tata Kostum Terpilih Retno Ratih Damayanti Nominasi Tata Rias Wajah Darto “Unge” Nominasi Terpilih Desain Poster Terpilih Jonathan Oh Nominasi Aktris Utama Terpilih Dian Satrowardoyo Nominasi Aktor Pendukung Deddy Sutomo Nominasi Terpilih Akris Pendukung Cristine Hakim Menang Terpilih Aktris/Aktor Cilik Neysa Chandra Melisenda Nominasi Terpilih

85

Tabel 6.Penghargaan Indonesia Movie Actor Awards 2018 KATEGORI PENERIMA HASIL

Pemeran Pria Deddy Soetomo Nominasi Pendukung Favorit

Pemeran Wanita Cristine Hakim Nominasi Pendukung Favorit

Life Time Achivment Cristine Hakim Menang

Tabel 7.Penghargaan Piala Maya 2018

PENGAHRGAAN INTERNASIONAL

Film Kartini diputar di Markas Besar PBB New Yok pada tanggal 13-23 Maret 2018 dalam acara pertemuan Commission on the Status of Women (CSW) ke-62 "Film Kartini diputar di PBB untuk menunjukkan kepada berbagai negara di dunia mengenai perjuangan dan kemajuan perempuan Indonesia untuk mendorong emansipasi dan pemberdayaan perempuan," dipilihnya film Kartini karna film ini menggambarkan sejarah perjuangan emansipasi dan pemberdayaan perempuan Indonesia sejak abad ke-18. 73Hal ini berhubungan juga dengan tema CSW ke-62 yaitu “Challenges and opportunities in achieving gender equality

73https://seleb.tempo.co/read/1071456/film-kartini-hanung-bramantyo- diputar-di-markas-besar-pbb ditulis oleh Antara akrtikel diakses pada 28 Oktober 2018 pukul 14.05 WIB

86

and an empowerment of rural women and girl" atau Tantangan dan kesempatan dalam mencapai kesetaraan gender dan sebuah pemberdayaan perempuan dan perempuan pedesaan. Sekaligus untuk mempringati hari International Women's Day yang jatuh pada bulan Maret 2018.

B. SINOPSIS FILM KARTINI

Film ini adalah kisah nyata perjuangan Kartini, pahlawan wanita yang paling populer di Indonesia. Indonesia awal tahun 1900 Masehi, Wanita tidak diperbolehkan memperoleh pendidikan yang tinggi, bahkan untuk para kaum Ningrat sekalipun. Wanita Ningrat Jawa saat itu hanya diharapkan menjadi Raden Ayu dan menikah dengan seorang pria Ningrat Jawa. Perempuan ningrat juga harus siap menjadi istri kedua ataupun ketiga dalam sebuah pernikahan. Kartini kecil (Neysa Chandra Melisenda) tumbuh dengan melihat langsung bagaimana Ibu Kandungnya, Ngasirah (Nova Eliza) menjadi orang terbuang di rumahnya sendiri, diangggap pembantu hanya karena tidak mempunyai darah ningrat. Ngasirah sendiri adalah, putri dari NyaiHaji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

Sejak kecil Kartini sudah di pisahkan dari ibu kandungnya karena seorang anak Bupati haruslah menjadi Raden Ayu baik dari istri ningrat ataupun bukan keturunan nigrat dan hidup dalam pingitan sejak menstruasi hari pertama. Ayahnya, Raden

87

Sosroningrat (Deddy Sutomo) seorang patih yang diangkat menjadi Bupati Jepara segera setelah Kartini lahir. Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang Wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang Bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A.Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Wanita yang akan menjadi ibu kandung dari Raden Ayu Roekmini. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi Bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A.Woerjan, R.A.A.Tjitrowikromo. Raden Sosroningrat sangat mencintai Kartini dan keluarganya juga tidak berdaya melawan tradisi saat itu.

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat Bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu Bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS(Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

88

Dalam pingitan yang cukup lama Kartini sempat terpuruk cukup dalam.ia berfikir bahwa semua cita-citanya untuk bersekolah tinggi dan merubah nasib bangsanya akan pupus begitu saja. Kartini berfikir ia akan sama seperti perempuan- perempuan ningrat pada umumnya yang telah ditakdirkan menjadi Raden Ayu, dan tidak berdaya untuk melawan tradisi. Sosorokatono (Reza Rahardian) adalah salah seorang yang merubah pola pikirnya. Sosrokartono mendidik Kartini sedikit demi sedikit untuk rajin membaca buku dan menulis sekaligus untuk mengibur diri sendiri dalam masa pingitannya. Kartini yang bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini mulai tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Setelah ia semakin rajin membaca dan menulis surat, Semakin hari semakin kuat keinginannya untuk menciptakan trobosan baru dalam bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.

Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie.

89

Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang- kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat.

Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tetapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.

Kartini dijodohkan dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang.

90

C. PROFIL SUTRADARA FILM KARTINI

Gambar 3. Sutrdara Hanung Bramantyo

91

Nama Panggung : Hanung Ibu Kandung : Mulyani Bramantyo Istri : Zaskia Adya Mecca Nama Asli : Setiawan Anak : Barmastya Bhumi Hanung Bramantyo Brawijaya (hasil Nama Panggilan : Hanung pernikahannya dengan Bramantyo Yanesthi Hardini), dan Kana Tempat/ Tanggal Lahir : Sybilla Bramantyo, Kala Yogyakarta, 1 Oktober 1975 Madali Bramantyo, dan Bhai Pekerjaan : Sutradara, Aktor, Kaba Bramantyo (hasil Penulis Skernario pernikahannya dengan Zaskia Adya Mecca) Tinggi Badan : 172 cm Zodiak : Libra Agama : Islam Hobi : Menulis, Membaca, Ayah Kandung : Salim Nonton Film dan Membuat Purnomo Film

KARYA :

Topeng Kekasih (2000) RCTI (2005) Gelas-Gelas Jomblo (2006) Berdenting (2001) (2006) When… (2003) Kamulah Satu- Brownies (2004) Satunya (2007) Catatan Akhir Legenda Sundel Sekolah (2005) Bolong (2007) Sayekti dan Hanafi versi Get Married (2007)

92

Ayat-Ayat Cinta (2008) Perahu Kertas (2012) Doa Yang Cinta Tapi Beda (2012) Mengancam (2008) Perahu Kertas 2 (2013) Perempuan Berkalung Gending Sriwijaya (2013) Sorban (2009) Soekarno: Indonesia JK – film pendek (2009) Merdeka (2013) Get Married 2 (2009) Hijab (2015) Menebus Impian (2010) 2014 (2015) Tendangan dari Talak 3 (2016) Langit (2010) Rudy Habibie (2016) (2010) Kartini (2016) ? (2011) Gundala Putra Petir (2017) Pengejar Angin (2011) Terbaru : Sultan Agung Akan datang : Bumi (2018) Manusia

SEBAGAI PEMAIN

 Jomblo (2006) - sebagai koki

 Lentera Merah (2006) - sebagai Dewan Alumni 65

 Get Married 2 (2009) - sebagai pemarkir mobil

 Get Married 3 (2011) - sebagai orang buta

 Perahu Kertas (2012) - sebagai tamu di pameran lukisan Galeri Warsita

 Habibie & Ainun (2012) - sebagai Sumohadi

 Cinta Tapi Beda (2012) - sebagai Pelanggan Café.

 Youtubers (2015) - sebagai Sutradara

93

PROFIL PEMAIN FILM KARTINI

1. DIAN SASTROWARDOYO (RADEN AJENG KARTINI

Gambar 4.Raden Ajeng Kartini  Nama Panggung : Dian Sastrowardoyo  Nama Asli : Diandra Paramita Sastrowardoyo  Nama Panggilan : Dian  Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 16 Maret 1982  Pekerjaan : Aktris, Presenter, Model.  Agama : Islam  Ayah Kandung : ariawan rusdianto sastrowardoyo  Ibu Kandung : dewi parwati setyorini  Suami/Istri : Maulana Indraguna Sutowo  Anak : Syailendra Naryama Sastraguna Sutowo & Ishana Ariandra Nariratana Sutowo  Hobi : Baca buku

PENDIDIKAN

 TK, Don Bosco

94

 SD: SD Strada Van Lith II, Duren Sawit, Jakarta  SLTP: SMP Vincentius Otista, Jakarta.  SLTA: SMA Tarakanita 1, Pulo Raya, Kebayoran Baru - Jakarta Selatan.  S-1: Fakultas Hukum UI (tidak tamat)  S-1: Jurusan Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia  S-2: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (lulus cum laude Agustus 2014) 2. AYUSHITA NUGRAHA(RADEN AJENG KARDINAH)

Gambar 5.Raden Ajeng Kardinah  Nama Panggung : Ayushita  Nama Asli : Ayushita Widyartoeti Nugraha  Nama Panggilan : Ayu  Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 9 Juni 1989  Pekerjaan : Aktris, Model, Penyanyi, Presenter  Agama : Islam  Hobi : Menyanyi

PENDIDIKAN

 SMP St. Belarminus Jakarta

95

 SMA 3 Setiabudi Jakarta  Performing Arts, London School of Public Relations

3. ACHA SEPTRIASA(RADEN AJENG ROEKMINI)

Gambar 6.Raden Ajeng Roekmini  Nama Panggung :Acha Septriasa  Nama Asli : Jelita Septriasa  Nama Panggilan : Acha  Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 1 September 1989  Pekerjaan : Aktris, Penyanyi, Presenter  Agama : Islam  Ayah Kandung : Sagitta Ahimsha  Ibu Kandung : Rita Emza  Suami/Istri : Vicky Kharisma  Anak : Bridgia Kalina Kharisma  Hobi : Menyanyi

96

Pendidikan

 TK Ar Riadhus (1993–1995)  SD Muhammadiyah 6 Tebet (1995–2001)  SMP Negeri 73 Jakarta (2001–2004)  SMA Negeri 82 Jakarta (2004–2007)  Limkokwing University of Creative Technology, Cyberjaya, Malaysia (2007–2011)

4. CHISTINE HAKIM(YU NGASIRAH)

Gambar 7.Yu Ngasirah  Nama Panggung : Christine Hakim  Nama Asli : Herlina Christine Natalia Hakim  Nama Panggilan : Christine Hakim  Tempat Tanggal Lahir : Jambi 25 Desember 1956  Pekerjaan : Aktis, Produser, Aktivis  Agama : Islam  Ayah Kandung : Syarif Hakim Tahar  Ibu Kandung :  Suami/Istri : Jeroen Lezer

97

5. NOVA ELIZA(YU NGASIRAH MUDA)

Gambar 8.Yu Ngasirah Muda

 Nama Panggung :  Ibu Kandung : Cut Nova Eliza Rosminar  Nama Asli : Nova  Anak : Naima Eliza Malinka  Nama Panggilan : Nova  Tempat Tanggal Lahir : Aceh, 4 Juni 1980  Pekerjaan : Aktris, Model  Agama : Islam  Ayah Kandung :

Nurdin AR

98

6. DEDDY SUTOMO (Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat)

Gambar 9.Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat  Nama Panggung : Deddy Sutomo  Nama Asli : Deddy Sutomo  Nama Panggilan : Deddy Sutomo  Tempat Tanggal Lahir : Batavia, 26 Juni 1939  Pekerjaan : Aktor dan Politisi  Agama : Islam  Suami/Istri : Farida Widyawati

99

7. DJENAR MAHESA AYU (RADEN AYU MOERYAM)

Gambar 10.Raden Ayu Moeryam

 Nama Panggung :  Ibu Kandung : Tutie Djenar Maesa Ayu Kirana  Nama Asli : Djenar  Anak : : Banyu Maesa Ayu Bening dan Btari  Nama Panggilan : Maharani Djenar Maesa Ayu  Hobi : Menulis  Tempat Tanggal Lahir :  Pekerjaan : Penulis dan Aktris  Agama : Islam  Ayah Kandung : Syuman Djaya

100

8. REZA RAHARDIAN(RADEN MAS SOSROKARTONO)

Gambar 11.Raden Mas Sosrokartono  Nama Panggung :  Pekerjaan : Aktor, Model, Presenter,  Nama Asli : Reza Sutradara Rahadian Matulessy  Agama : Islam  Nama Panggilan :  Ayah Kandung : Reza Rahadian Rahim  Tempat Tanggal  Ibu Kandung : Lahir : Bogor, 5 Pratiwi Widantini Maret 1987 Matulessy

101

9. ARDINIA WIRASTI(RADEN AYU SOELASTRI)

Gambar 12. Aden Ayu Soelasri  Nama Panggung : Adinia Wirasti  Nama Asli : Adinia Wirasti  Nama Panggilan : Asti  Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 19 Januari 1987  Pekerjaan : Aktris  Agama : Islam 

102

10. DENNY SUMARGO(RADEN MAS SLAMET)

Gambar 13.Raden Mas Slamet  Nama Panggung  Pekerjaan : Aktor, :Denny Sumargo Atlit  Nama Asli : Denny  Agama : Kristen Sumargo  Ayah Kandung :  Nama Panggilan : Nazaruddin Densu Chaniago  Tempat Tanggal  Ibu Kandung : Lahir : Luwuk, 11 Meiske Oktober 1981

103

11. DWI SASONO(RADEN MAS JOYOADININGRAT )

Gambar 14.Raden Mas Joyoadiningrat

 Nama Panggung :Dwi Sasono  Nama Asli : Dwi Sasono  Nama Panggilan : Dwi Sasono  Tempat Tanggal Lahir : Surabaya 30 Maret 1980  Pekerjaan : Aktor  Agama : Islam  Suami/Istri : Widi Mulia  Anak : Dru Prawiro Sasono (2008)Widuri Putri Sasono (2010)Den Bagus Satrio Sasono (2015)

104

D. TIM PRODUKSI FILM KARTINI

Tabel 8.Nama Tim Produksi PRODUCER Robert Rony

EXECUTIVE Catherine Keng

PRODUCER Ickyv.Olindo

Ukhdev Singh

ASSOCIATE Wiwid Setya PRODUCER LINE PRODUCER Ajish Dibyo

SCEENPLAY & Bagus Bramanti STORY Hanung Bramantyo

CASTING Widhi Susila Utama DIRECTOR Ibnu Widodo

DIRECTOR OF Faozan Rizal PHOTOGRAPHY ART DIRECTOR Allan Sebastian

COSTUME Retno Ratih Damayanti DESIGNER MAKE UP ARTIST Darto “Unge”

105

SOUND Trisno RECORDIST MUSIC SCORE Andi Rianto Charlie Meliala

SOUND Khikmawan Santosa DESIGNER EDITOR W. Idati Wibowo

VISUAL EFFECT X. Djo Ery Kuntoro

PRODUCTION Koko Permana MANAGER PRODUCTION Sara Kessing ASSISTANTS Felisitas Ririen

PRODUCTION Dwike Samata Sukmasari ACCOUNTING LOCATION Agus Santoso MANAGER YONGYAKARTA LOCATION Hastungkara Sukardi MANAGER Frank Melur ASSISTANT Muh.Hafidz YONGYAKARTA LOCATION Beni Irawan MANAGER

106

JAKARTA LOCATION Ian Kuncung MANAGER ASSISTANT JAKARTA TALENT Jarwo CORDINATOR Subagio YOGYAKARTA TANLENT Harry Wibowo CORDINATOR Mutiara Tita JAKARTA ACTING COACH Agus Kencrot

DUTCH Hans De Kraker LENGUAGE COACH SCRIPT REPORT Pujiono & VHS PLAYBACK VISUAL Biandi Gagah CONTINITY CLAPPER Mervie

CAMERA Kasnan ASSISTANT & FOCUS PULLER CAMERA REPORT Diana

107

GAFFER Tarmizi Abka

LIGHTINGMANS Dede Permana, Nurhadi, Doel Kumbang, Adi Li, Rohmat, Heri, Kamila.

DRONE Yanuar OPRATORE DATA WRANGKER Dimas Adriene

JAKARTA ART TEAM

ASSISTANT ART 1 Dazenk

ASSISTANT ART 2 Ari, Anting, Delby, Wisnu, Enjang, Asep, Iden, Oppo, Uwa, Yosi, Doni

YONGYAKARTA ART TEAM

ASSISTANT ART 1 Edy Wibowo

ASSISTANT ART 2 Bro, Tejo, Fadil, Arif, Norton, Citra, Danu, Paijo

WARDROBE Ary Yandhi ASSISTANTS Abraham Sokarno Ruri Widiarto Anggit Tyaswari Agung Catur I Gusti Made Anom Abam Jufen

108

MAKE UP Nanda ASSISTANTS Anto Nur

SOUND RECORDIST Dimas Aditya ASSISTANT BOOM OPRATORS Nanda Syahril Pratama

DIALOG EDITOR Khikmawan Santosa

SOUND EDITOR Syamsurrijal

SOUND EFFECT Yordana EDITOR Satrio Abhinowo

ADR MIXER Jonet Sri Untoro

FOLEY ARTIST Joko Prawonto

FOLEY MIXER Moh.Zaki

RE-RECORDING Mohammad Ikhsan MASTER SOUND POST Diaz Vierdi PRODUCER COLORIST Arie Trisdianto

ONLINE EDITOR Indra Poetra

BEHIND THE SCANE Dwi Sujanti Nugroho

109

STILL PHOTO Umar Setyadi

POSTER DESIGNER Jonathan Oh

POSTER Frans Hambali POTHOGRAPHER POST PRODUCTION Luqman Thalib CORDINATOR EDITOR OFFLINE Ahyat Andrianto ASSISTANT EDITOR THAILER Teguh Raharjo Ganda Harta

OPENING & ENDING Heri Kuntoro GRAPHIC X-Jo

POST PRODUCTION Cita Pranala ACCOUNTING ORIGINAL MUSIC Andi Rianto COMPOSED ASSISTING Dita Permata ORCHESTRATOR I ASSISTING Chistopher Gunawan ORCHESTRATOR II SCORE EDITOR Surya Widodo

SCORE MIXED AND Tommy Putra Utomo ENGINEER BY

110

PRODUCTION TEAM AMSTERDAM

PRODUCTIONS Tiurlan Tobing COORDINATOR Ruben Westhoff

ASSISTANT CAMERA Delano Van Diest

DRIVER Hans The Frans De L‟orme

HEAD OF FINANCE Lisbeth Simarmata AND ACCOUNTING FIANCE AND Renata Irene Hutagalung ACCOUNTING STAFF ADMISTRATION Wulan Maylani AND FINANCE ADMISTRATION Sekarsanti AND FINANCE ASSISTANT OFFICEBOY Denny Lintang

ENGLISH SUBTITLE Tasha Sastranegara Robert Ronny

SENIOR Ibu Asri Mimingtyas RESEARCHER Dr. Joost Cote

111

Dr.Paul Bijil

TEAM RESEARCH Apeeep Qimo RUMAH KARTINI Rumail Abbas Daniel F.M

TRANSLATER Hans De Kraker DUTCH TO Jeroen Lezer INDONESIA TRANSLATERJAVA Agus TO INDONESIA PROMOTION Alderina Gracia Resti Ghina Ulfah Bagas Aditia

MARKETING & Emir Hakim PROMOTION Arnold Limasnax Edy Nugroho Ricky Ferdianshah Dwi Yani Putri Carla Estherina Arlianus Hidayat Beatrich Simadiputri Mimma Pratami Diana Astuti Anggie Prihanggi

PUBLICIST Ade Kusumaningrum

112

Michael Nauval Yazid Emira Kanneth Dwi Hesti Utami

DIGITAL Mahendra MARKETING Chandra Evie Sabrina Arna Ningsih Indra Kurniawan Dicky Wahyu Vidar Octara Faizal Zailani Nahar Hasyim Heru Suyandi Bandy Deep Ferdian Simens Soni Like Chairunisa Michael Katwani Jessica Imel Febriyanti Joe Palar Sony Duta Bayu Surya

113

RAIN MANS Feru Saldi

DIRECTOR CRAFT Aadi Bromo SERVICE CRAFT SERVICE Junet Andy Gebyar Heru Toyo

TRANSPORTATION Rony Gunawan MANAGER Dany Elias

DIRECTOR VAN Maman

1st PRODUCTION Raji VAN 2nd PRODUCTION Cepy VAN PRODUCER VAN Bambang

PENYUTRADARAAN Indra VAN DATA WRANGLER Anto VAN CREW VAN Budi

1st TALENT VAN Lasno

114

2nd TALENT VAN Warno

3rd TALENR VAN Samiji

4th TALENT VAN Yanto

DOP VAN Emra

LIGHTING VAN Nurhadi

1st LIGHTING VAN Misni

2nd LIGHTING VAN Samsul

PICK UP GRIP Jogja

WADROBE VAN Ony

1st WADROBE BOX Damadi

2nd WADROBE BOX Ahmad

MAKE UP VAN Jokowi

SCRIPT VAN Ari

SOUND VAN Eko

CAMERA TEAM VAN Ripto

CAMERA VAN Agung

CRAFT SERVICE Parno VAN

115

SUPPORT BOX Birin

1st ART VAN Danang

2st ART VAN Taryadi

1st ART PICKUP Yoyok

2nd ART PICKUP Tutung

1st ART BOX Faidzin

2nd ART BOX Darto

TRUCK Ipin

116

BAB IV

DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Deskripsi dan data penelitian Pada tahap ini, peneliti akan memaparkan data dan temuan penelitian. Batasan masalah penelitian berfokus pada adegan diskriminasi gender yang terjadi dalam setiap adegan film Kartini 2017 untuk kemudian dianalisis dengan konsep diskriminasi gender yang penulis pakai dalam penelitian ini. Konsep ketidakadilan menurut Mashur Faqih terbagi menjadi 5 bagian yaitu, marginalisasi, subbordinasi, streotipe, kekerasan, dan beban kerja ganda. Berikut 23 adegan yang menggambarkan diskriminasi gender dalam film Kartini 2017 karya Hanung Bramantyo .

1. Scane Kartini berjalan jongkok untuk menghadap sang ayah (Bupati Rembang)

Gambar : 1 /D/01/04/2019

Waktu : 00.01.28

116

117

Gambar 15.Kartini berjalan jongkok Pada gambar diatas Kartini yang menjadi anak perempuan dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (Bupati Jepara) yang sedang berada didalam kamar bersama adiknya Roekmini tiba- tiba dipanggil oleh sang Ayahanda untuk bertemu mendiskusikan pernikahannya dengan Bupati Rembang. Kartini diharuskan berjalan jongkok dari kamar pinggitan hingga singgasana ayahnya. Hal ini diwajibkan untuk semua anak perempuan keturunan nigrat Jawa yang bergelar Raden Ajeng. Peraturan berjalan jongkok ini berlaku sejak perempuan sudah menjejaki usia balig (dewasa) yang ditandai dengan keluarnya darah menstruasi hari pertama. Beberapa peraturan ini dibuat hanya untuk anak perempuan sedangkan anak laki-laki tidak dibebankan dengan peraturan-peraturan yang sama dengan anak perempuan.

Percakapan Roekmini: kamu sudah yakin dengan pilihanmu mbak ?

118

Kartini: apa aku boleh punya pilihan lain ?

a. Denotasi Pada gambar diatas Kartini yang dipanggil sang ayahanda sedang berjalan merunduk menuju tempat sang ayah. Kartini berjalan jongkok dari kamar hingga siggasana sang ayah. Sedangkan apabila anak laki-laki yang di panggil sang ayah mereka bebas berjalan normal dan tidak diwajibkan untuk berjalan jongkok. Pada tabel percakapan diatas menunjukan bagaimana perempuan menjadi makhluk nomer dua setelah laki-laki, perempuan tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Perempuan juga tidak bisa memilih sendiri jalan hidupnya karena perempuan yang belum menikah adalah milik ayahnya dan sesudah menikah ia adalah milik suaminya. Disini dapat terlihat bahwa bagaimana dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu terlihat dalam kutipan teks berikut :“apa kamu sudah yakin dengan pilihanmu mbak ? ” “apa aku boleh punya pilihan lain?” Penjelasan kata “apa aku boleh punya pilihan lain” hal ini merujuk pada sikap Kartini yang tidak bisa membantah keputusan dari ayahnya untuk menyuruhnya menikah dengan laki-laki yang bukan pilihan hatinya. b. Konotasi

119

Dalam adegan dan percakapan tersebut menunjukan bagaimana kuasa laki-laki terhadap perempuan dalam lingkungan keluarga. Beberapa peraturan dalam keluarga nigrat Jawa sangat mendiskriminasi perempuan. Hal ini menunjukan bagaimana perempuan mengalami marginalisasi dalam lingkungan keluarganya. Kemudian, pada scane ini juga terlihat manifestasi sikap subbordinasi pada perempuan salah satunya kewajiban untuk berjalan jongkok bagi perempuan Jawa. Disini terlihat bahwa kedudukan perempuan tidaklah sama, perempuan harus berjalan dengan pelan-pelan dan dalam keadaan jongkok, sedangkan laki- laki bebas berjalan normal tanpa ada aturan Kabupaten yang menyusahkan laki-laki. Perempuan dianggap tidak memiliki kedudukan yang penting dalam keluarga. Perempuan diciptakan hanya sebagai makhuk nomer dua setelah laki-laki. Manifestasi diskriminasi gender dalam bentuk violance atau kekerasan dapat terlihat dalam adegan satu scan ini. Hal ini muncul ketika seorang Kartini mengalami tekanan psikologis yang cukup tinggi karena dipaksa untuk menikah dengan pria yang tidak dicintainya, dan Kartini tidak memiliki pilihan lainnya. c. Mitos Dalam buku perempuan-perempuan perkasa di jawa abad XVIII-XIX yang ditulis oleh Peter Carey dan Vincent Houben menyatakan golongan priyai dan kaum perempuan Jawa sangat memiliki kebebasan, kesempatan dan dapat mengambil keputusan sendiri tanpa adanya pengaruh laki-laki seperti Ratu Kalinyamat.

120

Hal ini sangat berbeda dan bertolak belakang dengan perempuan yang lahir di abad ke 19 pada era Kartini yang mengkonstruksi citra Raden Ayu di Jawa sebagai “boneka yang tersenyum simpul dan meniadakan diri sendiri. Perempuan elok namun kepalanya kosong” seperti yang tersebar dalam banyak literatur (sastra) kolonial Belanda.74 2. Scane Ngasirah yang sedang meratapi nasib sang anak

Gambar :2/D/01/04/2019

Waktu :00.02.01

Gambar 16.Ngasirah yang sedang meratapi Kartini Pada gambar diatas, terlihat ibu kandung Kartini yang bernama Ngasirah sedang meratapi nasib sang anak dari balik jendela besi. Ngasirah tidak diajak berdiskusi dengan Raden Mas Ario Sosronigrat tentang pernikahan Kartini. Ngasirah tidak

74https://www.jurnalperempuan.org/wacana-feminis/perempuan-jawa- sebelum-kartini ditulis oleh M.Fauzi Sukri artikel diakses pada Selasa 23 Juni 2019 pukul 12.00 WIB dengan judul artikel “Perempuan Jawa Sebelum Kartini”

121

berdaya dan tidak mempunyai hak apapun terhadap anak kandungnya (Kartini) karena Ngasirah hanyalah seorang selir seorang Bupati dan bukanlah istri utama. Kedudukan Ngasirah tergantikan dengan Raden Ayu Moreyam istri ke-2 dari Bupati Jepara yang menurut strata sosialnya lebih tinggi dikarenakan Raden Ayu Moreyam keturunan bangsawan.

Percakapan Romo: Nduk, trinil berdirilah ..sini duduk dekat ayah.

Romo: hari ini saatnya kamu jadi raden ayu.

ayah dan ibumu (Raden Ayu Moeryam) sudah 16 tahun menanti. Bagaimana ?kamu sanggup kah ?

Kartini: (tidak menjawab)

a. Denotasi Ngasirah adalah ibu kandung Kartini. Disini ia terlihat sedih dari balik jendela berjeruji besi melihat Kartini yang dipanggil oleh sang ayah dengan cara berjalan jongkok dari kamar hingga singgasana sang ayah untuk membicarakan perihal pernikahannya dengan Bupati Rembang. Dari pergerakan dan angle kamera yang

122

dapat dilihat oleh kita bahwa adanya jendela berjeruji besi yang menandakan adanya batas Ngasirah dan Kartini. Batas-batas antara keduanya tidak dapat ditembus oleh apapun. b. Konotasi Dalam adegan gambar tersebut dapat terlihat bagaimana sikap manifestasi diskriminasi gender dalam bentuk marginalisasi pada peran ibu kandung Kartini yaitu Ngasirah. Ngasirah yang tidak mempunyai hak atas anaknya sendiri. Ngasirah tidak diberi ruang untuk berbicara bersama tentang pernikahan Kartini, karena Ngasirah bukanlah istri utama Raden Mas Ario Sosrodiningrat, posisi Ngasirah didalaam keluarga dikalahkan dengan istri kedua yaitu Raden Ayu Moeryam yang secara tingkaan kasta jauh lebih tinggi dibanding Ngasirah karena Moeryam berasal dari keluarga bangsawan yaitu Putri Raja Madura. Manifestasi diskriminasi gender selanjutnya dalam adegan ini adalah ketika perempuan tidak bisa mengutarakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan yang penting di ruang lingkup keluarga. Hanya seorang laki-laki lah yang berhak untuk mengambil keputusan, karena perempuan dainggap irrasional. Hal ini masuk kedalam kategori subbordinasi pada perempuan. c. Mitos Pemikiran Kartini semasa hidup dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya. Berawal dari melihat penderitaan sang ibu Ngasirah yang menjadi selir sang ayah. Kartini kecil yang hidup dalam lingkungan poligami sangat terbiasa melihat hal-hal yang

123

mendiskriminasi sang ibu kandung. Berawal dari sang ayah yang memutuskan untuk menjadi Bupati menggantikan sang kakek. Raden Mas Ario Sosrodiningrat haruslah menikahi perempuan ningrat Jawa untuk menjadi istri utama karena Ngasirah bukanlah perempuan berdarah ningrat maka dari itu ia memutuskan untuk beroligami dengan putri Raja Madura pada saat itu, ngasirah yang bukan bangsawan tidak boleh tinggal didalam pendoopo, dia pun tidak menjadi permainsuri sehingga statusnya hanyalah seorang selir dan pembantu didalam pendopo.75 3. Scane Kartini yang dilarang tidur dengan Ngasirah

Gambar :3/D/01/04/2019

Waktu :00.04.12

75https://jabar.tribunnews.com/2019/04/20/hari-kartini-2019-mengenang- perjuangan-ra-kartini-untuk-perempuan-bermula-dari-derita-sang-ibu ditulis oleh Resi Siti diakses pada Selasa 23 Juli 2019 pukul 13.00 WIB dengan judul artikel “Mengenang Perjuangan R.A.Kartini Untuk Perempuan Bermula Dari Derita Sang Ibu”

124

Gambar 17.Kartini kecil menangis Pada gambar diatas Kartni kecil yang sedang mendapat perlakuan kasar dari semua kakak laki-lakinya yaitu Raden Mas Slamet dan Raden Mas Busono hanya karena Kartini ingin tidur besama Ngasirah sang ibu kandung. Disini terlihat bahwa Kartini kecil tidak bisa melawan kedua kakak laki-lakinya yang tidak mengiizinkan seorang Raden Ajeng tidur bersama seorang perempuan yang berbeda kasta dengannya, walaupun ibu kandungnya sendiri. Hal ini kemudian menyulut emosi sang ayah kartini dan memberikan sedikit penekanan kepada Kartini kecil bahwa ia tidak boleh tidur dikamar ibu kandungnya yang memiliki strata lebih rendah dibanding dirinya. Sang ayah kandung pun mengingatkan kepada Ngasirah hal ini untuk terakhir kalinya Kartini tidur dengan sang ibu kandung yang strata sosialnya lebih rendah dibanding Kartini. Dalam hal ini seluruh anak bupati dari istri keturunan bangsawan ataupun istri yang bukan bangsawan memiliki derajat yang tinggi dan harus patuh terhadap aturan Kabupaten.

Percakapan Busono: Ayo!!! Ayo!!! Ayo!!!

Kartini: Tidak !!! Tidak!!! Tidak!!! (menjerit)

Busono: Jangan keras kepala!!

125

Kartini: Tidak mau!!!

Slamet: Jangan panggil ibu!! panggil Yu!!

Kartini: Tidak dia ibu kita!! Yu ngasirah bukan pembantu!!

Slamet: sekarang kamu adalah anak Bupati bukan Wedana lagi!!

Busono: ayo tidur di rumah utama!!

Kartini: tidak mau!!

Slamet: Busono, bawa dia pergi! Tarik!!

126

Romo: ada apa ini? (dengan nada marah)

Busono: dik, Kartini ingin tidur di kamar pembantu lagi romo.

Kartini: Yu Ngasirah bukan pembantu!! Dia ibu kita!!

Kartini: Ni, ingin tidur bersama ibu Ngasirah romo…

Romo: katakan pada Ni, ini yang terakhir kalinya.

Ngasirah: baik kanjeng Bupati.

Kartini: Ni, ingin bobo dengan ibu.

127

Ngasirah: iya, tuan putri.

Kartini: Ni, gak mau ibu panggil Ni, tuan putri.

Ngasirah: Ni, dengerin ibu ya, Ni harus panggil ibu Yu, dan ibu harus panggil Ni, Ndoro Ajeng (tuan putri) sama seperti Ndoro Ajeng Kardinah. Itu sudah aturan Kabupaten.

Kartini: tidak bu! Tidak! Ni ingin pulang ke Mayong.

Ngasirah: Ni ingin lihat ibu senang ?cuman ini cara nya yang ibu tau, supaya kamu dan adik-adik kamu itu jadi terhormat. Sama seperti Ndoro Ayu Moeryam.

128

Kartini: tidak bu, Ni tidak mau jadi Raden Ayu.

Ngasirah: kamu harus jadi Raden Ayu, biar kamu bisa sekolah.

Kartini: Ni, tidak mau sekolah bu, ni ingin belajar dengan ibu.

a. Denotasi Kartini kecil yang menangis karena dilarang tidur bersama Ngasirah sang ibu kandung. Ngasirah berbeda kasta dengan anak- anaknya yang sekarang menjadi anak-anak Bupati Jepara yang berdarah ningrat. Akan tetapi anak-anak dari Ngasirah tidak dilarang untuk tidur bersama Moeryam karena Moeryam adalah permainsuri utama dan mempunyai kasta yang setara. b. Konotasi Disini dapat terlihat manifestasi sikap diskriminasi gender dalam bentuk marginalisasi. Hal ini dapat terjadi pada siapa saja, dimana saja, termasuk didalam lingkungan keluarga. Dalam hal ini Ngasirah terlihat mendapatkan diskriminasi dari sang anak

129

laki-laki Raden Mas Slamet dan Raden Mas Busono yang melarang adik perempuannya tidur bersama perempuan yang kasta nya lebih rendah. Manifestasi berikutnya adalah violance atau kekerasan. Pada scane ini, Kartini mengalami kekerasan fisik dan kekerasan secara psikologis. Kekerasan fisik dalam bentuk penarikan tangan yang cukup kencang dan kasar dari kedua kakak laki-lakinya. Diatambah kekerasan dalam bentuk psikologis yang dialami karena peraturan Kabupaten yang melarang seorang Raden Ayu untuk tidur bersama selir Bupati. c. Mitos Sikap ayah terhadap rumah, keluarga, dan orang lain terekam dengan baik dalam memori anak. Dibanding anak perempuan, anak laki-laki lebih senang meniru prilaku ayah, Misalnya ayah yang kasar, dan keras dapat memberi jejak pada anak laki-laki untuk juga bersikap demikian. Sedangkan anak perempuan akan mucul pemahaman dalam dirinya dan membuat kesimpulan bahwa memang begitulah sifat laki-laki76 4. Scane Kartini dalam pingitan

Gambar :4/D/01/04/2019

Waktu :00.08.49

76https://www.ayahbunda.co.id/keluarga-psikologi/perilaku-ayah-ditiru- anak artikel ditulis oleh Jaka Prastya Diakses pada Selasa 23 Juli 2019 pukul 14.00 WIB dengan judul “Prilaku Ayah Ditiru Anak”

130

Gambar 18.Katini yang sedang dipingit Pada gambar diatas menggambarkan bahwa Kartini yang sedang menangis dan meratapi kehidupannya di dalam kamar pingitan. Putri-putri bangsawan Jawa haruslah menjalani tradisi pingitan sejak menstruasi hari pertama. Tradisi ini diwajibkan dengan alasan menjaga mereka dari dunia luar. Dunia Kartini menjadi sangat sempit, terbatas antara dinding-dinding gedung Kabupaten yang tebal dan kuat, serta halaman yang luas dilingkari tembok tebal dan tinggi, dengan pintu-pintu dan jendela yang selalu tertutup rapat. Tradisi piggitan ini juga berlangsung tahun menahun hingga ada laki-laki dari kelas bangsawan yang meminang sang perempuan untuk dijadikan istri pertama, kedua, ketiga ataupun keempat.

a. Denotasi Kartini yang sedang menjalani masa pinggitan, yaitu masa anak perempuan dikurung dalam satu kamar yang terkunci dari luar. Perempuan yang sedang dipingit juga dilarang keluar kamar

131

ataupun rumah sejak baligh dewasa yang ditandai dengan keluarnya darah menstruasi dihari hari pertama. Tradisi ini hanya diterapkan kepada kaum perempuan.

b. Konotasi Pada gambar tersebut terlihat manifestasi sikap violance kekerasan dalam bentuk psikologis yang dilakukan oleh lingkungan keluarga dan didukung oleh tradisi kepada anak perempuan. Karena tradisi pingitan ini dapat memarginalkan kaum perempuan itu sendiri. Akibat tradisi pingitan ini perempuan menjadi miskin pengetahuan, tidak bisa bergaul dengan lingkungan sekitar, dan tidak mendapatkan akses kebebasan. Manifestasi gender berikutnya adalah sikap stereotipe perempuan haruslah tunduk terhadap tradisi tidak boleh melawan hal-hal yang sudah digariskan dari nenek moyang mereka. Perempuan tidak perlu bersekolah tinggi karena tugas mereka hanyalah di rumah dan mengurus anak, dan hal itu tidak membutuhkan pengetahuan yang tinggi. c. Mitos Kartini kehilangan masa kecilnya ketika ia harus menjalani masa pingitan, sebagaimana anak perempuan Jawa di masa itu. Kala itu, sekitar awal 1892, Kartini yang baru saja lulus Europeesche Lagere School (sekolah dasar untuk orang Eropa) sedang galau. Di usianya yang belum genap 13 tahun, ia sudah diperintahkan ayahnya menjalani pingitan. "Berlalu sudah! Masa muda yang indah sudah berlalu!" tulis Kartini

132

menggambarkan nasibnya dalam salah satu suratnya kepada Rosa Manuela Abendanon-Mandri, istri kedua Jacques Henrij Abendanon, Direktur Departemen Pendidikan, Industri, dan Agama Hindia Belanda. Seketika dunia Kartini menyempit. Dia dilarang keluar dari kompleks rumahnya yang megah. Jangankan ke pendopo, serambi saja hanya sesekali diinjaknya. Itu pun sebentar. Hari-harinya yang menjemukan semakin sunyi tatkala Letsy Detmaar, kawan sekolahnya dulu yang beberapa kali datang ke rumahnya, pulang ke Belanda.77 5. Scene kartini merenung dalam kamar pingitan

Gambar :5/D/01/04/2019

Waktu :00.09.46

Gambar 19.Katini yang sedang meratapi nasibnya

77https://nasional.tempo.co/read/764528/hari-kartini-pingitan-yang- merenggut-masa-kecil/full&view=ok arrtikel ini ditulis oleh Ariandono diakses pada kamis 25 Juli 2019. dengan judul “Hari Kartini, Pingitan Yang Merenggut Masa Kecil”

133

Pada gambar diatas Kartini yang sedang berada di dalam kamar pingitan, melihat beberapa ekor burung perkutut yang dipelihara oleh pak Atmo seorang abdi (pembantu) di Kabupaten. Kartini merenung sambil memandangi burung-burung perkutut di balik jeruji jendela kamarnya, kemudian melihat dirinya sendiri dan berfikir bahwa dia sama saja dengan burung-burung yang dipelihara, hidup di dalam sangkar yang bagus, diberi makan dan minum akan tetapi kebebasan nya direnggut oleh tradisi dan budaya. Disini dapat terlihat bagamana perempuan dibatasi ruang geraknya. Dibatasi oleh budaya dan tradisi yang mendiskriminasi perempuan.

a. Denotasi Pada gambar diatas terlihat adegan Kartini yang sedang berada didalam kamar pingitan yang dibatasi oleh jendela besi sebagai pembatas dengan dunia luar. Kartini yang sedang memandang keluar kamar dan terlihat kandang-kandang burung perkutut yang di pelihara oleh pak Atmo sedang diberikan makan dan minum. b. Konotasi Konotasi yang dapat dijelaskan pada gambar tersebut adalah nasib Kartini yang dikurung didalam kamar pingitan sama halnya dengan burung-burung peliharaan pak Atmo yang dikurung dalam sangkar, tetap dipelihara dengan baik dengan cara diberikan makan dan minum setiap harinya akan tetapi direngggut kebebasannya untuk terbang tinggi dan terbang

134

kemana saja. Hal ini menunjukan manifestasi sikap marginalisasi pada scane diatas. Manifestasi selanjutnya adalah manifestasi sikap violance. Kekerasan psikologis yang daialami Kartini karena tradisi pingitan adalah salah satu bentuk diskrminasi gender pada scane tersebut. Karena tradisi inilah Kartini tidak menadapatkan kebebasannya, terkurung dalam sebuah kamar dengan satu jendela yang hanya cukup melihat kesatu arah. Manifestasi yang terakhir pada gambar ini adalah sikap streotipe karena perempuan terkonstruksi haruslah ia di pingit dan tidak ditampakan ke hadapan orang banyak, jika perempuan terlalu sering di tampakan ke orang banyak (berkeliaran ataupun bergaul dengan orang banyak), maka perempuan tersebut manjadi tidak berharga lagi di hadapan laki-laki ningrat. c. Mitos Dalam buku “Sarinah” yang ditulis oleh Bung Karno, ia menjelaskan tentang bagaimana seorang temannya yang merupakan modernis dan berpendidikan memperlakukan istrinya sendiri. Sang istri dikurung di dalam rumah diberikan makan dan minum serta dicukupkan kebutuhannya namun sang istri tetaplah protes kepada suaminya karena merasa dirinya terlalu terkurung. Bung Karno kemudian memberikan nasihat agar memberikan sedikit kemerdekaan untuk sang istri. Kemudian sang kawan berargumen dengan alasan ia terlalu mencintai sang istri. Profesor Havelock Ellis berkata bahwa “kebanyakan orang laki-laki memandang perempuan sebagai suatu blasteran antara seorang dewi dan seorang yang bodoh”. Dipuja-puja sebagai seorang

135

dewi tapi dianggap tak boleh lebih tinggi dibanding laki-laki kedudukannya.78 6. Scane Kartni belajar berjalan jongkok

Gambar :6/D/01/04/2019

Waktu :00.10.08

Gambar 20.Kartini yang sedang belajar berjalan jongkok Pada gambar diatas terlihat bagaimana ekspresi Kartini yang harus belajar berjalan jongkok pelan-pelan, sedikit demi sedikit dengan di dampingi oleh seorang gerwa ampil (abdi dalem). Dengan ekspresi tidak suka Kartini harus mengikuti tradisi. Hal ini di dukung oleh Raden Ayu Soelastri yang merupakan kakak perempuan tertua dari Kartini. Tradisi berjalan jongkok juga hanya diwajibkan untuk kaum perempuan saja, sedangkan kaum laki-laki terbebas dari kewajiban ini. Disini dapat terlihat menjadi seorang perempuan yang bergelar Raden Ajeng tidaklah mudah,

78 Soekarno, Sarinah, (Bandung : Syabas Books,2013) h.3-4

136

ia harus belajar berjalan jongkok setapak demi setapak dan mentaati semua peraturan bagi perempuan

Percakapan Abdi dalem: satu..dua… tiga.. empat..

Pelan-pelan, jangan terburu- buru.

Sulastri: ayo! Senyum ni, seyum. (mengawasi kartini belajar berjalan jongkok)

Abdi dalem: bersimpuh tuan putri. Tumpu nya di belakang semua untuk berhenti.

a. Denotasi Pada gambar diatas terlihat Kartini yang sedang belajar berjalan jongkok didampigi oleh abdi dalem dan diawasi oleh sang kakak perempuan Soelastri disini dapat terlihat bagaimana perempuan dibentuk dalam lingkungan keluarganya ia harus menuruti peraturan Kabupaten yang mewajibkan perempuan berjalan jongkok. Disini terlihat bagaimana Kartini yang sudah kelelahan dan telihat berkeringat akibat tradisi belajar berjalan jongkok.

137

b. Konotasi Pada konotasi gambar disini dapat terlihat manifestasi diskriminasi gender yang ada adalah bentuk stereotipe bahwa perempuan haruslah berjalan pelan-pelan, merunduk ketika berjalan, dan tersenyum kepada semua orang ketika berjalan. Ini berkaitan dengan stereotype atau labeling terhadap kaum perempuan itu sendiri. Perempuan di konstruksi dengan lebel harus lemah lembut, cantik dan anggun. Manfestasi berikutnya adalah subbordinat, disini dapat terlihat bagaimana perempuan diharuskan berjalan jongkok dan pelan-pelan , tidak seperti laki-laki yang bisa berjalan normal ataupun berlari. Perempuan haruslah terus merunduk, ini menunjukan bahwa perempuan tidak boleh unggul dibanding laki-laki. Perempuan dilarang menjadi pemimpin, karena dapat menyaingi laki-laki. c. Mitos

Budaya dan tradisi Jawa yang ditanamkan pada perempuan memuat nilai-nilai patriarki. "Perempuan itu kodratnya di rumah, melayani suami dan membesarkan anak," pernyataan tersebut harus dikritisi, karena kalimat tersebut merupakan pengaruh gender yang disebabkan oleh nilai-nilai rule of father. Hal di atas juga memengaruhi citra perempuan Jawa, yang didukung oleh budaya, tradisi, dan nilai-nilai Jawa. Perempuan Jawa dianggap memiliki sifat keibuan, lembut, dan penurut, dan mau ditata. Secara etimologi, istilah wanita berasal dari bahasa Jawa, yaitu “wani ditoto”(berani ditata), artinya perempuan tidak memiliki

138

kontrol atas dirinya sendiri dan harus tunduk kepada laki-laki. Sejak kecil perempuan Jawa diajarkan untuk menjadi penurut, pandai mengerjakan pekerjaan domestik (mencuci, menyapu, memasak, dll), tidak boleh keluar malam, dan harus menjaga sopan santun.79

7. Scane Katini dan Soelastri merawat tubuh Gambar : 7/D/04/2019 Waktu : 00.10.49

Gambar 21.Katini dan Soelastri merawat tubuh Pada gambar diatas Kartini dan Soelastri sedang melakukan perawatan tubuh dengan cara meratus bagian organ intimnya dan dilanjutkan dengan melulurkan kunyit ke seluruh bagian tubuhnya.

Percakapan Kartini: apa ini mbak ?

79http://rilis.id/Melawan-Citra-Perempuan-dalam-Budaya-Jawa Artikel dirulis oleh Djoko Santoso. Diakses pada Jumat 26 Juli 2019 pukul 12.00 WIB dengan judul artikel “Melawan Citra Perempuan Dalam Budaya Jawa”

139

Soelastri: tubuh perempuan itu harta yang paling berharga. Harus selalu dijaga. Tubuh kita sendiri ini ni, yang akan mengantarkan pada takdir kita (takdir untuk menjadi Raden Ayu)

a. Denotasi Pada gambar diatas terlihat Kartini yang sedang dinasehati dan diajarkan bagaimana cara merawat diri sebagai perempuan yang akan menjadi Raden Ayu. Soelastri mengajarkan bagaimana untuk meratus bagian organ intim dari seorang perampuan, bagaimana cara melulurkan tubuh perempuan. Soelastri juga berpendapat bahwa tubuh perempuan haruslah dijaga dan di rawat karena ini adalah aset terpenting bagi seorang perempuan. Disini terlihat bagaimana pergerakan kamera dalam teknik pengambilan gambar, angel gambar sengaja diambil dari balik jendela berjeruji besi yang menandakan batas-batas kaum perempuan dengan dunia luar. b. Konotasi Manifestasi sikap yang terdapat dalam scane ini adalah stereotipe. Hal ini dapat terlihat dalam adegan dan dialog diatas. Terlihat bagaimana Soelastri memberikan pelebelan bagi perempuan, bahwa perempuan haruslah berpenampilan yang baik, cantik serta menggoda untuk kaum laki-laki. Tidaklah

140

penting bagi perempuan untuk menjadi pintar dan bersekolah yang tinggi. c. Mitos Dalam kacamata awam, cantik dapat ditemukan dalam realitas kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Dalam kehidupan kita saat ini, cantik telah menjadi ikon-ikon kehidupan. Representasi cantik dibangun atas dasar “ketidaksadaran” masyarakat. Iklan sabun, kosmetik, dan skin-whitening telah menciptakan representasi cantik bagi masyarakat. Akhirnya cantik menjadi budaya, menjadi ikon gaya hidup seseorang untuk dapat mendapatkannya.80 8. Scane Soelastri mencuci kaki suami

Gambar :8/D/01/04/2019

Waktu :00.18.18

80Jurnal Studi Gender Dan Anak “Makna “Cantik” Dari Sebuah Barbie: Antara “Ikon” Gaya Hidup dan Komoditas” ditulis oleh Aris Saefullah dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Sultan Amai

141

Gambar 22.Soelastri mencuci kaki suami Pada gambar diatas terlihat kakak Kartini yaitu Raden Ajeng Soelastri yang di perankan oleh Ardinia Wirasti sedang melakukan upacara pernikahan adat Jawa yang disimbolkan mencuci kaki sang mempelai laki-laki. Raden Ajeng Soelastri terlihat sangat senang menjalaninya walaupun Soelastri menikah dengan pria yang bukan pilihan hatinya. Soelastri sangatlah senang karena ia berfikir ia akan segera menjadi Raden Ayu. Dari gambar tersebut dapat kita simpulkan, bahwa dalam tradisi Jawa perempuan haruslah menjadi pelayan bagi seorang laki-laki dalam kehidupan berkeluarga.

Percakapan Kartini: kepada kakak Sosrokartono tersayang, di Negara Belanda. Terimakasih banyak atas hadiah yang sangat berharga ini. kamu benar kang mas tidak ada yang lebih beharga selain membebaskan pikiran. Tubuh boleh terpasug. Tapi jiwa dan pikiran harus terbang sebebas-bebasnya. Sekali jiwa di serahkan tidak akan pernah kita miliki kembali. Ni, tidak akan menyerahkan jiwa ni kepada siapapun, dia harus menjadi

142

saksi atas kebahagiaan ni, dan kesengsaraan ni, dimasa depan.

Sosrokartono: adikku Trinil, tidak ada yang paling membahagiakan selain mendengar kabar baik darimu. Aku turut senang, akhirnya kamu menemukan kebebasanmu.

Kartini: Itu semua berkat kang mas.

a. Denotasi Pada gambar diatas terlihat Soelastri yang sedang mencuci kaki suaminya dengan air bunga yang kotor akibat menginjak telur. dalam upacara pernikahan adat Jawa. Hal ini harus dilakukan setiap perempuaan Jawa dalam pernikahan adat Jawa. b. Konotasi Pada gambar diatas dapat tercerminkan manifestasi gender dari sikap subbordinat. Posisi perempuan dan laki-laki di dalam rumah tangga yang kelak mereka bangun di kemudian hari itu tidak sama. Perempuan diposisikan untuk selalu dibawah laki-laki

143

sebagai pelayan yang baik dan penurut pada laki-laki hal ini juga menggambarkan superioritas laki-laki dalam kehidupan rumah tangga. Manifestasi berikutnya adalah stereotipe yang di bangun untuk menunjukan citra perempuan yang sesungguhnya. Citra perempuan disini terbentuk bahwa perempuan haruslah menurut keada suami, tidak boleh membantah, harus melayani suami dalam suka duka di dalam pernikahan. c. Mitos

Panggih merupakan prosesi yang disebut sebagai Dhaup atau Temu. Di dalam prosesi Panggih sendiri, ada banyak prosesi lain lagi di dalamnya yang salah satunya adalah Wijikan (istri mencuci kaki suami). Prosesi wijikan juga sering disebut sebagai ranupada. Ranu artinya air dan pada artinya membasuh kaki. Jadi ranupada bisa diartikan sebagai prosesi membasuh kaki dengan air. Dalam prosesi ini, mempelai perempuan mencuci kaki suami di dalam bokor atau wadah khusus berisi air kembang. Wijikan dilakukan sebagai simbolisasi bakti mempelai perempuan ke mempelai pria.Ini juga bermakna untuk menghilangkan sukreta atau halangan dalam diri kedua mempelai agar perjalanan menuju rumah tangga atau keluarga bahagia lebih mudah.81

81https://www.fimela.com/lifestyle-relationship/read/3884208/makna- prosesi-wijikan-mencuci-kaki-suami-dalam-pernikahan-adat-jawa ditulis oleh Mimi Romitryasih Diakses pada Jumat 26 Juli 2019 pukul 12.00 WIB Dengan judul artikel “Makna Prosesi Wijikan Mencuci Kaki Suami Dalam Pernikahan Adat Jawa”

144

9. Scane Kardinah dan Roekmini masuk pingitan

Gambar : 9/D/01/04/2019

Waktu : 00.20.18

Gambar 23.Kardinah dan Roekmini masuk pingitan Pada gambar diatas terihat Raden Ajeng Kardinah dan Raden Ajeng Roekmini mulai memasuki masa-masa pingitan, menyusul kakak tertuanya Kartini. Kardinah dan Roekmini tidak bisa melawan tradisi pingitan ketika masa-masa balig (dewasa)

Percakapan Moeryam: Sudah waktunya, adik-adikmu masuk pingitan.

Katini: siap bu.

Moeryam: ayo, masuk

145

(berkata kepada kardinah dan roekmini)

a. Denotasi Pada gambar diatas terlihat bahwa tidak hanya Kartini saja yang harus di pingit akan tetapi Kardinah dan Roekmini juga mengikuti jejak kakak perempuannya Kartini. Kardinah dan Roekmini tidak dapat melawan tradisi pingitan yang sudah mendarah daging pada masyarakat Jawa. b. Konotasi Manifestasi gender yang terbentuk pada adegan ini adalah subbordinat. KarenaPerempuan tidak dapat hidup bebas seperti laki-laki yang bisa hidup dengan bebas tanpa harus dipingit. Perbedaan inilah yang menjadi ketidakaadilan gender antar perempuan dan laki-laki. Perempuan masih dianggap makhluk nomer dua setelah laki-laki. Dari hal ini munculah manifestasi gender yang kedua yaitu marginalisasi ketka kita melihat dari sudut pandang yang menyatakan bahwa perempuan terkena dampak kebodohan karena tradisi pingitan melarang perempuan berkeliaran di luar rumah termasuk utuk sekolah. c. Mitos Sistem Patriarkal dalam institusi keluarga biasanya berhubungan dengan keturunan nenek moyang laki-laki. Keluarga patriarkal, merupakan unit politik kecil yang dikepalai oleh laki-laki tertua. Sistem budaya di mana sistem kehidupan

146

diatur oleh sistem “kebapakan”. Patriarkhi atau “Patriarkat merujuk pada susunan masyarakat menurut garis Bapak. Ini adalah istilah yang menunjukkan ciri-ciri tertentu pada keluarga atau kumpulan keluarga manusia, yang diatur, dipimpin, dan diperintah oleh kaum bapak atau laki-laki82 10. Scane Kartini, Kardinah dan Roekmini memasak

Gambar : 10/D/01/04/2019

Waktu : 00.25.10

Gambar 24.Kartini, Kardinah dan Roekmini memasak Pada gambar diatas terlihat Ngasirah yang sedang mengajar masak semua anaknya yaitu Kartini, Kardinah dan Roekmini. Ngasirah memberi nasihat kepada Kartini, Kardinah dan Roekmini. Bahwa perempuan itu haruslah pandai memasak agar suami betah di rumah, namun Kartini membantahnya dengan

82 Jurnal MUWÂZÂH Volume 6 “Patriarkhisme Dan Ketidakadilan Gender” Artikel Ini Ditulis Oleh Siti Rokhimah Diakses Pada Jumat 26 Juli 2019 Pukul 13.40 WIB

147

mengatakan Kartini hanya akan memasak untuk orang dicintainya saja. Ngasirah mejawab bahwa suami Kartini akan menjadi orang yang dicintai Kartini. Kartini pun menjawab jika dia masih bujang, belum mempunyai istri, dan mendukung cita- citanya pasti kan menjadi orang yang Kartini cintai. Bagi Kartini seseorang suami ialah orang yang tidak melarang cita-citanya, bisa ikut membantu dan mendukung cita-citanya untuk mencerdaskan kehidupan perempuan dan mensetarakan perempuan.

Percakapan Ngasirah: peremuan kalo pinter masak suami jadi betah di rumah.

Kartini: kalau ni masak, untk ni sendiri dan orang-orang Ni, cintai.

Ngasirah: kalau nanti tuan putri punya suami, yaa mesti harus yang tuan putri cintai.

Kartini: kalau pemuda nya masih bujangan, belum punya

148

istri, dan mendukung cita-cita ni, pasti ni cintai.

a. Denotasi Kartini dan kedua saudaranya yaitu Kardinah dan Roekmini dibantu dengan sang ibu kandung yaitu Ngasirah sedang memasak untuk nyonya Ovienk Soer di dapur. Ngasirah berpesan kepada anak-anaknya agar pandai memasak untuk suami mereka agar selalu betah di rumah. b. Konotasi Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah stereotipe karena Pesan Ngasirah kepada ketiga anaknya mencerminakan labeling kaum perempuan, perempuan haruslah menjadi pelayan yang baik bagi sang suami dengan cara menyiapkan makanan yang lezat dan tempat terbaik bagi perempuan adalah di dalam rumah tepatnya di dapur. c. Mitos Perempuan sebagai seorang istri berkewajiban untuk melayani dan mendampingi suami serta mengurus rumah tangga, baik dalam keadaan suka maupun duka (Kurniati, 2017). Sosok perempuan merupakan seseorang yang mendapat anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa untuk mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anak serta mengurus rumahtangganya. Perempuan mempunyai tanggungjawab yang besar dalam hal membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Hal tersebut menyangkut pola asuh anak yang lebih dititik beratkan pada seorang Ibu, dengan anggapan atau asumsi bahwa kaum laki-laki

149

sebagai seorang suami mempunyai tugas dan tanggung jawab mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya83. 11. Scane Moeryam melayani suami

Gambar :11/D/01/04/2019

Waktu :00.28.26

Gambar 25.Moeryam melayani suami Pada gambar diatas Raden Ayu Moeryam sedang melayani sang suami yaitu Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dengan cara merapihkan setiap pakaian dan memakaikan suaminya aksesoris. Raden Ayu Moeryam juga sedang merayu sang suami agar tidak terlalu kelewatan memberikan kebebasan oleh para anak-anak perempuannya yang sedang dipingit. Dengan wajah kesal, Raden Ayu Moeryam tidak berhasil membujuk suaminya agar tidak mengajak Kartini, Kardinah dan Roekmini keluar dari

83Jurnal Pemikiran Ilmiah Dan Pendidikan Administrasi Perkantoran Vol. 5, No. 1, Januari-Juni 2018, Hal 19-26 Universitas Negri Makasar Ditulis Oleh Djunaedi diakses pada Jumat 26 Juli 2019

150

Pendopo.Raden Ayu Moeryam berpandangan bahwa perempuan yang sedang dalam masa pinggitan tidak boleh berpergian keluar kamar ataupun keluar dari lingkungan rumahnya.

Percakapan Moeryam: mohon maaf kang mas, apa kang mas sudah yakin ?membawa anak-anak keluar dari pingitan ?

Romo: sebenarnya masih di pingit, tapi aku beri kelonggaran. Tak perlu khawatir.

a. Denotasi Pada gambar diatas terlihat Raden Ayu Moeryam yang sedang membantu melayani sang suami Raden Mas Ario sosroningrat menyiapkan pakaian yang ingin dibawa pergi keluar rumah. b. Konotasi Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah beban kerja ganda Terlihat bagaimana seorang istri haruslah sigap dalam melayani sang suami di setiap waktu, dan bagaimanapun keadaannya. Menyiapkan pakaiannya, membantu memakaikan dan melepaskan pakaiannya serta merapihkan baju yang digunakan oleh sang suami sedangkan suami tidaklah diwajibkan untuk membantu istri dalam menyiapkan pakaiannnya. Ini

151

merupakan tanda bahwa seorang perempuan haruslah menjadi pelayan yang baik bagi sang suaminya. c. Mitos Berbagai ungkapan keseharian dalam budaya Jawa, memang memperlihatkan posisi ketidakberdayaan perempuan. Merujuk dari asal kata wanita yang dalam konteks budaya Jawa, diartikan ”wani ditata” artinya berani ditata, terlihat posisi perempuan sebagai objek, yang ditata. Selain itu juga sebutan perempuan sebagai kanca wingking (teman di belakang), ini memperlihatkan posisi perempuan di sektor domestik yang tidak mempunyai akses untuk berperan di sektor publik. Perempuan yang sudah menikah dan menjadi istri, oleh suaminya akan disebut dengan ungkapan, suwarga nunut, neraka katut. Artinya seorang isteri pada akhirnya akan mendapatkan nunutan (tumpangan) ketika sang suami masuk atau mendapatkan surga, tetapi jika suami masuk neraka maka istri akan ikut masuk neraka.84 12. Scane Kartini, Kardinah Dan Roekmini Ketakutan

Gambar :12/D/01/04/2019

Waktu :00.36.47

84https://religidanbudaya.filsafat.ugm.ac.id/2017/10/26/nilai-nilai- kearifan-perempuan-jawa/ Jurnal religi dan budaya dengan judul artikel “Nilai- Nilai Kearifan Perempuan Jawa” ditulis oleh Hastanti Widy diakses pada tanggal 26 Juli 2019 pukul 14.00 WIB

152

Gambar 26.Kartini Kardinah dan Roekmini Memberi Hormat Pada gambar diatas terlihat bahwa Roekmini, Kartini dan Kardinah yang sedang berada di dapur memberikan salam sembah untuk para kakak laki-lakinya disini terlihat bagaimana perempuan diposisikan dengan pekerjaan domestik di dapur dan perempuan harus menjaga sopan santun dan tutur katanya kepada laki-laki.

Percakapan Slamet: untuk siapa makanan itu ?

Kartini dan Kardinah: Mas Slamet, Mas Busono (sambil memberi sembah)

Slamet: untuk siapa ???

153

Kartini: untuk nyonya Ovink- Soer Kakanda.

Busono: benar kan mas gujingan para bangsawan itu ?

Busono: sudah aku peringatkan!!

a. Denotasi Pada gambar diatas terlihat Kartini Kardinah dan Roekmini yang sedang memasak di dapur dan terkejut akan kehadiran Raden Mas Slamet dan Raden Mas Busono dan langsung memberi sembah hormat kepada keduanya. b. Konotasi Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah subbordinat Konotasi yang dapat ditangkap ketika seorang adik perempuan bertemu atau bertatap muka dengan kakak laki- lakinya wajiblah ia memberikan sembah hormat kepada sang kakak laki-laki tersebut. Sebaliknya jika kakak laki-laki tidak di wajibkan untuk memberikan sembah hormatnya kepada adik

154

perempuan.Ini menjadi satu relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan dalam lingkungan. c. Mitos Zaman dulu perempuan Jawa terkekang kebebasannya dalam mengaktualisasikan dirinya, baik di dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Perempuan Jawa terikat oleh nilai-nilai budaya yang melekat dalam masyarakat tradisional (nilai-nilai budaya Jawa). Perempuan dalam konsep budaya Jawa hingga memiliki sebutan dalam bahasa Jawa dan adagium atau pepatah. Sebutan dan adagium yang muncul justru membuat posisi perempuan tidak menguntungkan.Ia terjebak dalam kuasa (hegemoni) budaya Jawa yang lebih mengagungkan kekuasaan, kekuatan, dan kepemimpinan laki-laki dibanding perempuan.85 13. Scane Pak Atmo melarang Kartini keluar rumah

Gambar :13/D/01/04/2019

Waktu :00.37.53

85https://agusbermal.wordpress.com/2015/12/14/perempuan-jawa-yang- termarginalkan-dan-sarat-nilai-nilai-budaya-jawa/ artikel ini ditulis oleh agus setiawan diakses pada Jumat 26 Juli 2019 pukul 14.00 WIB dengan judul artikel “Perempuan Jawa Yang Termarginalkan Dan Sarat Nilai-Nilai Budaya Jawa”

155

Gambar 27.Pak Atmo melarang Kartini keluar rumah Pada gambar diatas Kartini, Kardinah dan Roekmini yang ingin keluar dari pendopo Kabupaten dilarang oleh kakak tertua mereka yaitu Raden Mas Slamet yang melarang mereka keluar dari pendopo Kabupaten, dengan alasan melanggar tradisi pingitan. Disini dapat terlihat Pak Atmo sebagai kepala abdi dalem lebih mendengarkan perintah dari Raden Mas Slamet dibanding mendengarkan perintah Kartini untuk membuka pintu pendopo Kabupaten. Sejak Raden Mas Slamet dan Raden Mas Busono ikut campur dalam mengurus adik-adiknya mereka lebih ketat menjaga dan mengekang gerak langkah para adik perempuannya yaitu Kartini, Kardinah dan Roekmini. Mereka para laki-laki berpandangan bahwa diri mereka lebih layak untuk mengatur kehidupan perempuan. Raden Mas Slamet dan Raden Mas Busono sangat tidak setuju dengan tindakan Kartini, Kardinah dan Roekmini mengantarkan artikel yang telah ditulis oleh mereka bersama artikel tersebut dibakar dengan alasan

156

mereka tidak ingin para putri Bupati Jepara dianggap liar pemikirannya oleh para bangsawan lain.

Percakapan Kartini: pak pintunya di buka!!

Pak Atmo: Tutup! Tutup! Tutup! Tunggu!!

Kartini: ada apa pak ?

Pak Atmo: mohon maaf tuan putri, saya di perintahkan oleh tuan Slamet tuan putri tidak boleh keluar Pendopo.

Kartini: aku mau mengantarkan tulisanku! Yang akan terbit besok! Ke rumah nyonya Ter- Horts.

Pak Atmo: biar saya yang mengatarnya.

157

Kardinah: yasudahlah …

Slamet: tolong dibakar (tulisan kartini) jangan sampai orang lain tahu putri keluarga Sosroningrat jadi gadis liar pemikirannya.

Pak Atmo: Siap

a. Denotasi Denotasi dalam scane ini adalah pak Atmo yang sedang melarang keluar Kartini Kardinah dan Roekmini karena mereka sedang dalam masa pingitan dan sedang diawasi langsung oleh sang kakak tertua yaitu Raden Mas Slamet. b. Konotasi Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah subbordinat. Ketika laki-laki merasa lebih berkuasa di banding perempuan dan merasa kedudukannya lebih tinggi di banding perempuan didalam keluarga, disitulah timbul sikap diskriminasi gender dalam keluarga. Sang pembantu juga akan lebih mendengarkan ucapan dari seorang anak laki-laki dibanding ucapan dari anak perempuan ini menandakan bahwa ucapan laki- laki lebih di dengar dalam ruang lingkup keluarga di banding

158

ucapan seorang perempuan dalam lingkungan keluarga yang sama, mereka mengkontruksi bahwa laki-laki lebih layak menjadi pemimpin di banding perempuan. c. Mitos Patriarki dalam masyarakat di seluruh dunia berkembang, tak terkecuali di Jawa. Perlahan dari peran yang dikembangkan dalam kebudayaan pramodern dimana ukuran fisik dan seluruh sistem otot para lelaki yang lebih unggul, bersama dengan peran biologis wanita yang melahirkan anak menghasilkan suatu pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, yang masih berlaku hingga sekarang. Kaum lelaki menjadi penyedia kebutuhan hidup dan pelindung dalam menghadapi dunia di luar keluarga itu. Tanggung jawab yang mendalam sedemikian dapat memberikan otonomi dan kesempatan yang relatif besar. Pembagian kerja ini menyebabkan berkembangnya peran-peran sosial yang terbatas bagi kedua jenis kelamin, dan terciptanya perbedaan kekuasaan dalam beberapa hal lebih menguntungkan kaum lelaki.86 14. Scane para bangsawan membicarakan Kartini

Gambar :14/D/01/04/2019

Waktu :00.45.04

86Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1, No. 1, Juli 2007, 18-24 Ditulis Oleh Tanti Hermawati Dengan Judul Artikel “Budaya Jawa Dan Kesetaraan Gender”.

159

Gambar 28. Bangswan yang Sedang Menggunjing Pada gambar diatas semua kaum bangsawan merasa kaget dengan kehadiran Kartini, Kadinah dan Roekmini mereka membicarakan “Het-Klaverblad” nama samaran yang dipakai oleh Kartini, Kadinah dan Roekmini dalam menerbitkan tulisan- tulisan mereka di media cetak. Mereka berpandangan bahwa “Het-Klaverblad” bagaikan cerutu yang bungkusnya sudah lama dibuka tidak berharga lagi untuk dihisap. Hal ini dapat diartikan bahwa perempuan yang sudah tidak lagi menjalankan tradisi pingitan dalam kebudayan jawa dikurung di dalam rumah atau perempuan yang diperlihatkan kepada orang banyak dan kenal dengan dunia luar sudah tidak layak dijadikan seorang istri idaman. Begitulah anggapan para laki-laki bangsawan di era tersebut. Mereka berpandangan perempuan yang layak dijadikan istri adalah perempuan yang pandai merawat diri, tidak sering keluar rumah, mengikuti tradisi Jawa, dan manut terhadap suami.

Percakapan A : Masih saja ada priyai yang

160

tidak sadar, cerutu itu kalau bungkus nya terlalu lama dibuka, sudah tidak berharga lagi untuk dihisap.

B: pasti salah satunya adalah het-klaverblad

a. Denotasi Dalam sebuah pertemuan para bangsawan Jawa dengan perwakilan pemerintah Belanda di Semarang. Ketika Kartini, Kardinah dan Roekmini memasuki ruang pertemuan terlihat beberapa bangsawan membicarkan hal-hal negatif tentang Kartini, Kardinah dan Roekmini akibat terlalu sering keluar rumah dan memiliki pemikiran liar disbanding perempuan seusianya. b. Konotasi Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah stereotipe. Konotasi dalam adegan tersebut menunjukan labeling perempuan yang mendiskriminasi bahwa jika perempuam terlalu banyak dibawa keluar rumah dan di perlihatkan kepada orang lain maka perempuan itu menjadi tidak berharga lagi dimata laki-laki. c. Mitos Perempuan masih dianggap the second class yang sering disebut sebagai “warga kelas dua” yang keberadaannya tidak begitu diperhitungkan. Implikasi dari konsep dan common sense tentang posisi yang tidak seimbang telah menjadi kekuatan di dalam pemisahan sektor kehidupan ke dalam sektor “domestik”

161

dan sektor “publik”, dimana perempuan dianggap orang yang berkiprah dalam sektor domestik sementara laki-laki ditempatkan dalam sektor publik.87 15. Scane Kartini dicaci oleh R.M Busono

Gambar :15/D/01/04/2019

Waktu :00.47.25

Gambar 29.Kartini dicaci oleh R.M Busono Pada gambar diatas terlihat bahwa Kartini memberikan konsep ukiran kayu khas Jepara yang ia buat sendiri kepada ayahnya untuk hadiah yang diberikan oleh Indonesia kepada kerajaan Belanda pada acara penobatan Ratu Wihelmina. Dalam kereta kecana yang ia tumpangi bersama ayahnya, ada pula Raden Mas Busono yang ikut mendampingi sang ayah. Kemudian Busono dengan sengaja menghina karya sang adik Disini terlihat bahwa sebuah karya dari tanggan seorang

87Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1, No. 1, Juli 2007, 18-24 Ditulis Oleh Tanti Hermawati Dengan Judul Artikel Budaya Jawa Dan Kesetaraan Gender.

162

perempuan tidak dihargai, dan dianggap tidak sebagus karya laki- laki.

Percakapan Romo: oh, ini ya nak, yang ingin di ukir ?

Kartini: ya, benar romo.

Busono: ukiran-ukiran seperti itu ingin dibawa ke Belanda? Apakah laku? Lebih baik, porselen, keramik Cina, jas Eropa, pengukir-pengukir itu kan orang bodoh, bahasa Belanda saja tidak bisa.

Kartini: tidak bisa bahasa Belanda itu bukan berarti bodoh kang mas.

Busono: ukiran itu kampungan, buat malu saja.

a. Denotasi

163

Pada gambar diatas terlihat Kartini yang sedang berada diatas kereta kuda bersama sang ayah, dan kakak laki-lakinya yaitu Raden Mas Sosrobusono. Kartini menujukan kosep ukiran kayu yang dibuat sendiri olehnya, dan konsep ini akan dibawa menuju pengarajin kayu ukir khas Jepara untuk dihadiahkan kepada Ratu Wihemina dari Belanda yang sedang berulang tahun. Dengan seenaknya Raden Mas Sosrobusono mencela hasil karya tangan Kartini dengan tutur kata dan bahasa yang tidak sopan. b. Konotasi Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah violence. Konotasi yang dapat ditangkap pada adegan tersebut adalah bahwa Kartini mendapatkan intimidasi secara psikologis dari sang kakak kandung yaitu Raden Mas Busono. Raden Mas Busono mengejek karya Kartini dan membandingkan dengan karya dari Negara-negara lain. Disini Kartini terlihat sedih dan diam merenung mendapat cacian dari sang kakak. c. Mitos

Bagi perempuan Jawa berbicara keras untuk mempertahakan argumentasi dan memaksakan kemauan dianggap sebagai tindakan yang tidak pantas. Hal ini terkait dengan strategi diplomasi masyarakat Jawa, yang mengadopsi huruf Jawa yaitu mati jika dipangku. Demikian juga dengan manusia, jika diemong, dihadapi dengan halus, tidak memberontak, diterima dengan pasrah, dipangku, maka pihak yang berseberangan pendapat akan menyerahkan tanpa sadar semua kepentingannya, Terdapat satu argumentasi yang dipegang oleh perempuan Jawa

164

bahwa untuk dapat “menundukkan” pendapat suami perempuan Jawa memilih untuk diam, karena terdapat ungkapan umum bahwa seseorang yang dilarang melakukan sesuatu, jusru penasaran dan akan melakukan perbuatan yang dilarang atau tidak disetujui tersebut, namun jika disuruh maka orang Jawa justru enggan melaksanakannya88 16. Scane Ngasirah terdiskriminasi oleh R.A Moeryam

Gambar :16/D/01/04/2019

Waktu :00.51.14

Gambar 30.Ngasirah terdiskriminasi oleh R.A Moeryam Pada gambar diatas Ngasirah di panggil oleh Raden Ayu Moeryam untuk mengahap dan berbicara empat mata mengai anak-anaknya terutama Kartini. Melihat Kartini terlalu diberi kebebasan oleh sang ayah dan tak kunjung dilamar oleh laki-laki bangsawan lainnya, selaku istri utama Raden Ayu Moeryam lebih

88 Jurnal Univesitas Gajah Mada “Nilai-Nilai Kearifan Perempuan Jawa” ditulis oleh Hastatnti Widy Nugroho diakses paada Selasa 31 Juli 2019

165

berhak mengatur kehidupan para anak-anak nya baik anak kandung dari dirinya ataupun anak kandung dari Ngasirah. Raden Ayu Moeryam memberitahu Ngasirah bahwa dia akan bertindak lebih keras kepada anak-anak Ngasirah. Ngasirah pun pasrah karna ia tidak mempunyai hak apapun terhadap anak-anaknya. Dalam hal ini dapat terlihat bahwa permpuan yang berkasta lebih rendah akan banyak medapatkan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sosialnya.

Percakapan Ngasirah: mohon maaf ada perlu apa tuan putri ?

Moeryam: kamu tau kan kenapa aku memanggilmu ke kamar ini ?

Ngasirah: saya hanya bisa menduga, hal ini ada hubungan nya dengan tuan putri Kartini dan Kardinah.

Moeryam: aku hanya ingin kamu tahu, bahwa mulai

166

sekarang aku akan bertindak tegas terhadap anak-anakmu.

Ngasirah: baik, kalau memang itu yang terbaik, saya setuju.

Ngasirah: sesungguhnya, ndoro Mas Slamet sudah bersikap keras terhadap adik-adiknya semuanya tidak akan terjadi jika romo nya tidak bersikap seperti apa yang selama ini dilakukannya.

Moeryam: alasanmu masuk akal. Tapi dibalik alasanmu itu aku bisa melihat bagaimana upayamu agar aku tidak bertndak keras terhadap anak- anakmu.

Ngasirah: setiap ibu, mesti ingin melindungi dan

167

memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Ngasirah: mohon maaf tuan putri, kalau saja anda mau bersabar sedikit saja, sesungguhnya kita mempunyai harapan yag sama.

a. Denotasi Pada gambar diatas terliahat bawa Ngasirah yang duduk dibawah dan sedang di intimidasi oleh sang Raden Ayu Moeryam karena ulah Kartini yang keras kepala dan susah diatur mengunakan aturan adat dan aturan Kabupaten. Posisi Ngasirah yang duduk dibawah sudah menandakan bagaimana mereka berbeda kasta secara adat dan budaya. b. Konotasi Manifestasi gender yang ada dalam scane ini adalah marginal tergambar karena, Perempuan yang kastanya tidak setara dengan sang suami akan termarginalkan dalam ligkungan keluarga. Perempuan tersebut hanya akan menjadi selir saja dan tidak akan menjadi istri utama ia pun tidak mempunyai hak atas semua anak-anak kandungnya. Manifestasi gender berikutnya adalah violance disini Ngasirah menadapatkan intimidasi dari sang ratu utama Raden Ayu Moeryam untuk tidak ikut campur dalam proses mendidik

168

anak-anak perempuannya yang keras kepala karena tidak mentaati setiap peraturan Kabupaten. Disini Ngasirah mendapatkan intimidasi secara verbal dari Moeryam, Ngasirah juga tidak dapat melawan karena ia bukanlah siapa-siapa di lingkungan keluarganya. c. Mitos Kartini tidak membesar-besarkan soal poligami ini, ia tidak berkhayal. Ia sendiri, dalam keluarganya, mengalami kepedihan yang diakibatkan oleh musuh besarnya yang utama itu. Ibu kandung Kartini bukan Raden Ayu. Sekalipun ia istri sah dari Bupati Sostroningrat, ibu kandung Kartini itu tidak berhak tinggal di rumah utama Kabupaten. Ngasirah melahirkan delapan orang anak, lima di antaranya lelaki. Ia mempunyai tiga orang anak perempuan. Sekalipun Kartini tidak pernah mengungkapkan secara terbuka penderitaan yang dialami ibu kandungnya, dapat dibayangkan betapa perasaannya melihat keanehan kehidupan di Kabupaten. Ngasirah tetap dalam martabatnya selaku perempuan, tetap harus merangkak-rangkak dan menunduk-nunduk karena ia adalah anak dari kalangan jelata. Sedangkan anak-anaknya, karena mereka merupakan benih dari seorang bangsawan, dihormati selaku para bangsawan. Oleh karena itu, Ngasirah tidak dianggap sebagai seorang ibu, melainkan sebagai seorang pembantu atau sekadar seseorang yang telah melahirkan.89 17. Scane Kardinah menolak menikah

89https://beritagar.id/artikel/telatah/kartini-dan-poligami artikel ini ditulis oleh Muhammad Iqbal diakses pada sabtu 17 Agustus 2019 dengan judul artikel “Kartini Dan Poligami”

169

Gambar :17/D/01/04/2019

Waktu :01.07.22

Gambar 31.Kardinah menangis Pada gambar diatas terlihat Kardinah yang sedang menangis dihadapan ayahnya Raden Mas Ario Sosroningrat, karena dijodohkan dengan laki-laki yang sudah ber-istri. Dengan berat hati Kardinah harus menerima permitaan ayahnya. Dengan berat hati ayahnya pun menjelaskan bahwa Kardinah sudah dijodohkan sejak kecil, sejak ia belum masuk masa pingitan oleh Bupati Pemalang. Sang ayah sudah terlanjur janji kepada ayah sang Bupati Pemalang untuk menjodohkan mereka berdua dan janji seorang bangsawan tidak bisa dilanggar begitu saja. Dalam hal ini sangat terlihat bagaimana perempuan tidak bisa memilih jalan hidupnya sendiri. Seorang perempuan didalam keluarga hanyalah milik ayahnya, ketika sang ayah sudah meninggal ia adalah tanggug jawab bagi kakak laki-lakinya. Perempuan selalu menjadi nomer dua dalam hal pengambilan keputusan dalam

170

keluarga, suara perempuan pun tak pernah didengar, ia tidak bisa menentukan nasibnya sendiri.

Percakapan Kardinah: mohon ampun romo (sambil menangis)

Romo: nduk, kardinah, calon jodohmu itu sebentar lagi jadi Bupati di Pemalang. Dia orang baik.

Kadinah: tapi dia sudah punya istri romo.. (sambil menangis)

Romo: iya, romo mengertitapi perjodohan ini sudah ditentukan sebelum kamu masuk pingitan. Romo sudah terlanjur janji. Romo sebagai bansawan tidak bisa menciderai janji.

a. Denotasi Pada gambar diatas terlihat kardinah yang sedang merunduk menangis dan memohon kepada sang ayahanda agar tidak

171

menikahkanya kepada Haryono (Bupati Pemalang) laki-laki yang telah mempunyai istri dan anak-anak. b. Konotasi Manifestasi gender yang pertama ada dalam scane ini adalah subbordinasi, karenapada gambar diatas tersirat konotasi bahwa perempuan tidak mempunyai hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Perempuan tidak diberi ruang untuk mengungkapkan pendapatnya karena yang berhak berpendapat hanyalah laki-laki. Manifestasi gender yang kedua ada dalam scane ini adalah violance kerena, pada gambar diatas terlihat bagaimana Kardinah yang menangis terus menerus hingga merasakan sesak di dadanya. Karena tidak bisa menolak keputusan sang ayah untuk menikahkannya pada Bupati Pemalang. Disini terlihat kekerasan dalam bentuk psikologis seorang anak yang tidak bisa melawan keputusan dari orang tuanya . c. Mitos Sejatinya perempuan harus meraih cita-citanya setinggi langit dan terbebas dari semangat kultur yang menempatkan perempuan di kelas kedua. Sudah saatnya kita tidak terjebak dengan berbagai angka statistik, namun secara kontekstual malah terjerumus pada nilai-nilai usang yang hanya diperbarui bungkusnya saja. Menjadi perempuan mandiri, memilih dan bersikap, satu-satunya cara melawan. Bukan hanya kekerasan terhadap perempuan yang membutuhkan perlawanan oleh semua, namun peran kultural yang telah usang pula harus dilawan.Bukan

172

hanya oleh perempuan, tapi oleh sistem, kebijakan yang setara dan dimulai dari pola pikir yang adil.90 18. Scane Roekmini tidak boleh sekolah

Gambar :18/D/01/04/2019

Waktu :01.17.14

Gambar 32.Roekmini menangis Pada gambar diatas Roekmini sedang menangis dan memohon kepada ibunya untuk diizinkan menerima beasiswa ke Belanda bersama Kartini sang ibu pun dengan keras melarangnya sekolah dengan alasan ia harus menjadi Raden Ayu dan mengikuti tradisi menikah dengan laki-laki yang tidak dicintai olehnya untuk menjaga martabat keluarga ningrat. Dalam hal ini terlihat bahwa perempuan dilarang mendapatkan pendidikan yang tinggi karena mereka berpandangan perempuan hanyalah

90Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1, No. 1, Juli 2007, 18-24 Ditulis Oleh Tanti Hermawati Dengan Judul Artikel “Budaya Jawa Dan Kesetaraan Gender”.

173

berfungsi sebagai ibu rumah tangga saja, bukan untuk menjadi wanita karir yang mempunyai pendidikan tinggi.

Percakapan Roekmini: ibu, tolong ibu (sambil sembah mohon)

Moeryam: tidak!

Roekmini: mini hanya ingin sekolah bu..

Moeryam: tidak !

Roekmini: ibu! Ibu! Ibu! Saya hanya ingin sekolah bu. Bukan hanya menikah! Saya tetap akan jadi Raden Ayu seperti yang ibu mau!

Saya hanya ingin sekolah seperti Mbak Yu Kartini.

Moeryam: dengarkan ibu mini,

174

ibu sudah menekan perasaan menikah dengan bapakmu tanpa cinta. Demi menjaga martabat keluarga jadi Raden Ayu. Apakah Belanda-Belanda itu bisa menggantikan pengorbanan ibu dengan cara menyekolahkanmu ?

a. Denotasi Pada gambar diatas terlihat Roekmini yang sedang menangis dan memohon kepada ibunya agar di izinkan melanjutkan sekolah ke Belanda bersama Kartini. Roekmini mempunyai cita-cita untuk bersekolah yang tinggi dan tidak untuk menikah saja. b. Konotasi Manifestasi gender yang yang pertama dalam scane ini adalah stereotipe Anggapan bahwa perempuan tidaklah harus bersekolah yang tinggi, dan yang pantas sekolah tinggi hanyalah anak laki-laki. Ini tercermin pada adegan diatas. Perempuan haruslah menjadi Raden Ayu, berbakti kepada keluarga dan suaminya. Berpendidikan tinggi bukanlah prioritas utama bagi perempuan. Manifestasi gender yang yang kedua dalam scane ini adalah marginalisasi karena ketika perempuan tidak mendapatkan hak nya untuk memperoleh pendidikan. Maka disitulah proses pemiskinan akan muali terjadi. Pemiskinan dalam bidang ilmu pengetahuan akan menjadi dampak dalam bidang ekonomi.

175

Manifestasi gender yang yang ketiga dalam scane ini adalah violance dalam hal ini kekerasan yang tergambar dalam scan kali ini adalah kekerasan dalam bentuk fisik dan non fisik atau verbal, kekerasan dalam bentuk fisik dapat kita lihat karena Moeryam yang merupakan sang ibu kandung Roekmini bersikap kasar kepada anaknya dalam menolak permintaan sang anak. Kekerasan selanjutnya yang terlihat dalam scane kali ini adalah kekerasan dalam bentuk verbal karena sang ibu mengecam dengan nada tinggi c. Mitos Era 1900-an, RA Kartini seolah berdiri kokoh sendirian melawan tradisi yang membatasi perempuan Jawa dalam mengakses pendidikan. Dalam perjuangannya, ia terus berbicara tentang keterlibatan perempuan dalam sektor publik. Baginya perempuan harus setara dengan laki-laki dalam kesempatan memperoleh akses pendidikan. Kartini yakin bahwa pendidikan mampu mengubah cara pandang masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup perempuan. Seperti yang disampaikan oleh tim penulis buku Gelap Terang Hidup Kartini, “Kartini memberontak terhadap feodalisme, poligami, dan adat istiadat yang mengukung perempuan. Dia yakin pemberian pendidikan yang lebih merata merupakan kunci kemajuan” 91

A 91https://www.jurnalperempuan.org/wacana-feminis/perempuan-dan- belenggu-peran-kultural ditulis oleh Angger Wiji Rahayu Diakses pada Sabtu 17 Agustus 2019 PUKUL 02.00 WIB

176

19. Scane para bangswan menentang keputusan R.M Ariososroningrat untuk mengizinkan Kartini bersekolah ke Belanda

Gambar :19/D/01/04/2019

Waktu :01.18.40

Gambar 33. Bangsawan Beraduargumentasi Pada gambar diatas terlihat beberapa kerabat sesama bangsawan dari Raden Mas Ario Sosronigrat sedang berkumpul diruang kerja sang Bupati Jepara tersebut karena mendengar proposal yang diajukan oleh Kartini disetujui oleh sang ayah kadung untuk melanjutkan sekolah ke Belanda. Beberapa kerabat yang merupakan paman dari Kartini, menentang keputusan sang ayah kandung karena mereka menaggap hal ini merupakan pelanggaran dari tradisi perempuan Jawa. Ayah Kartini tetap membela sang anak dan menentang semua kerabatnya karena ia berfikir pastilah perubahan tradisi perempuan Jawa berubah seiring berjalannya waktu. Pada gambar tersebut juga dapat

177

terlihat pada saat perundingan dan perdebatan terjadi tidak ada sang anak kandung (Kartini) yang merupakan sumber perdebatan mereka. Disini dapat terlihat bahwa Kartini tidak diajak diskusi bersama dengan sang paman dan ayah dikarenakan laki-laki tetaplah memegang kendali atas perempuan.

Percakapan Romo: Trinil,..

Kartini: iya romo..

Romo: saya restui proposal mu..

Kartini : terimakasih sekali romo..

Romo : hati-hati di Belanda ya nak…

Bagaimanapun kalau adinda memberikan restu kepada Kartini untuk berbuat seperti

178

itu (pergi melanjutkan sekolah ke negri Belanda)

Panjenengan berarti salah besar…

Loh apa karena Kartini anak perempuan ?

Bukan begitu kang mas, putri- putri panjenengan itu sudah merusak tradisi.. bersembunyi menggunakan nama “heet klaverbald” (sambil menujuk hasil tulisan Kartini, Kardinah dan Roekmini yang di terbitkan di salah satu media cetak Belanda)

Menjelek-jelekan nama baik nenek moyang..

Dimas, perubahan sudah pasti terjadi saya percaya itu..marilah kita semua mawas

179

diri.

Jujur, mari kita semua bebenah diri. Monggo kang mas dan dimas kita saling berbenah

Kalau adinda, menuruti permintaan anak perempuan untuk sekolah tinggi, nanti mereka minta jabatan tinggi jadi Bupati. Selanjutnya aka ditiru oleh orang-orang miskin. Dan kalau sudah seperti ini, semuanya bisa terjadi loh adinda. Jika nanti anak tukang kayu jadi raja bagaimana ?

Perubahan pasti akan terjadi. Tiggal siapa saja yang memulai. Kalau kang mas - kang mas dan dimas tidak mau memulainya ya jangan pakai nama anak saya sebagai tameng. Itu namanya pengecut.

180

Oh, sekarang semakin jelas, samakin jelas sekali kalau dimas ini sengaja menghunuskan pedang lepas dari sarungnya.

a. Denotasi Keluarga besar Raden Mas Ario Sosrodiningrat yang terdiri dari adik dan kakak nya (paman Kartini) tidak setuju dengan keputusannya dengan memberikan izin untuk Kartini melanjutkan pendidikan sekolanya ke Belanda Hal tersebut menetang adat dan tradisi budaya perempuan di masrayakat Jawa kuno. b. Konotasi Manifestasi gender yang yang pertama dalam scane ini adalah subbordinat, hal ini terlihat dalam adegan dan percakapan diatas. Dapat terlihat bagaimana perempuan di batasi ruang geraknya untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi dan mendapat anggapan bahwa perempuan tidak layak menjadi pemimpin jika sudah cerdas. c. Mitos Berbagai ungkapan keseharian dalam budaya Jawa, memang memperlihatkan posisi infeorior perempuan. Merujuk dari asal kata wanita yang dalam konteks budaya Jawa, diartikan ”wani ditata” artinya berani ditata, terlihat posisi perempuan sebagai objek, yang ditata. Selain itu juga sebutan perempuan sebagai kanca wingking (teman di belakang), ini memperlihatkan posisi

181

perempuan di sektor domestik yang tidak mempunyai akses untuk berperan di sektor publik. Berkaitan dengan hal tersebut maka peran perempuan dibatasi pada 3 area (dapur, kasur dan sumur), sementara itu tugas utama bagi perempuan antara lain :masak (memasak), macak (berhias diri), dan manak (melahirkan anak). Perempuan yang sudah menikah dan menjadi istri, oleh suaminya akan disebut dengan ungkapan, suwarga nunut, neraka katut. Artinya seorang isteri pada akhirnya akan mendapatkan nunutan (tumpangan) ketika sang suami masuk atau mendapatkan surga, tetapi jika suami masuk neraka maka isteri akan ikut masuk neraka.92 20. Scane perlakuan kasar R.A Moeryam terhadap Kartini

Gambar :20/D/01/04/2019

Waktu :01.24.57

92 Jurnal Univesitas Gajah Mada “Nilai-Nilai Kearifan Perempuan Jawa” ditulis oleh Hastatnti Widy Nugroho diakses paada Selasa 31 Juli 2019

182

Gambar 34, Kartini Menerima Kekerasan Pada gambar diatas menunjukan tindakan kasar dari Raden Ayu Moeryam kepada Kartini dengan cara menyeretnya dari ruang tamu hingga di kurung di dalam kamar. Hal ini dilakukannya dengan alasan untuk kebaikan keluarga dan kesembuhan Raden Mas Ario Sosroningrat yang sedang jatuh sakit. Sebelum Raden Ayu Moreyam mendiskriminasi Kartini, dia mencoba merayu Kartini untuk membatalkan proposal pengajuan beasiswa ke Belanda dan menerima pinangan dari Bupati Rembang. Disini Kartini menentang dengan keras lamaran tersebut dikarenakan ia tidak ingin menikah dengan laki-laki yang sudah mempunyai tiga orang istri. Hal ini membuat Raden Ayu Moeryam naik pitam dan langsung bertindak kasar pada Kartini. Disini terlihat bahwa bagaimana seorang Kartini tidak memiliki hak bersuara dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga. Kartini tidak mempunyai hak untuk menentukan masa depannya sendiri

Percakapan Kartini: apa yag harus saya syukuri dari laki-laki yang sudah memiliki 3 istri?

Moeryam: sudah bagus Bupati yang melamarmu bukan Wedana.

183

Kartini: saya akan tetap menunggu jawaban proposal dari negri Belanda.

Moeryam: proposal mu belum tentu di setujui. Bahkan mungkin ditolak. Lamaranmu ini harus kamu jawab dalam waktu 3 hari. Harusnya kamu itu……

Kartini: Saya tidak mau membuat kecewa romo... maaf ibu…

Moeryam: Kartini… Kartini….

Slamet: tunggu buk, permisi, ijinkan saya bicara dengan adik saya. (sambil menarik tangga Kartini menjauh)

184

Kamu bisa meminta ayah membatalkan proposal itu kan ?

Kartini: saya tidak mau mas.

Moeryam: Sekarang semua sudah jelas, kamu hanya memikirkan dirimu sendiri. (sambil menarik tangan Kartini dengan keras dan kasar dan menyeretnya masuk kedalam kamar serta mengurungnya)

Moeryam: kamu disini sampai Bupati Rembang itu membawamu.

a. Denotasi Pada gambar diatas terlihat bagaimana Moeryam bertindak kasar kepada Kartini.Memberikan tekanan terus menerus agar Kartini menuruti perintahnya untuk menerima pinangan dari Bupati Rembang dan mencabut proposal permohonan beasiswa ke Belanda. b. Konotasi

185

Pada gambar diatas terlihat bagaimana Kartini menerima kekerasan verbal dan non verbal yang dilakukan oleh sang ibu Moeryam. Manifestasi gender dalam scane ini adalah violance dan stereotipe. Kakak laki-laki Kartini yaitu Raden Mas Slamet meminta Kartini agar menuruti semua keinginan mereka agar Kartini menikah dan membatalkan niat untuk melanjutkan sekolah ke Belanda.Menurut mereka melanjutkan sekolah bagi anak perempuan tidaklah penting karena perempuan hanya bertugas di dapur, kasur dan sumur. c. Mitos Patriarkhi adalah sebuah sistemsosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentraldalam organisasi sosial. Dalam sistem ini, Ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda. Secara tersirat sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak istimewa laki- laki dan menuntut subordinasi perempuan.(Bressler, Charles E. 2007) Patriarkhi adalah konsep yang digunakan dalam ilmu-ilmu sosial, terutama dalam antropologi dan studi referensi feminis. Distribusi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan di mana laki-laki memiliki keunggulan dalam satu atau lebih aspek, seperti penentuan garis keturunan (keturunan patrilineal eksklusif dan membawa nama belakang), hak-hak anak sulung, otonomi pribadi dalam hubungan sosial, partisipasi dalam status publik, politik dan atribusi dari berbagai pekerjaan antara laki-laki dan perempuan yang ditentukan oleh pembagian kerja secara seksual. Sistem Patriarkal dalam institusi keluarga biasanya berhubungan

186

dengan keturunan nenek moyang laki-laki.Keluarga patriarkal, merupakan unit politik kecil yang dikepalai oleh –laki tertua.93 21. Scane R.A Moeryam mendapatkan diskriminasi dari suaminya

Gambar :21/D/01/04/2019:

Waktu :01.33.01

Gambar 35.. Moeryam yang Sedang Menangis Pada gambar diatas terlihat bahwa Raden Ayu Moeryam yang merupakan istri utama tidak bisa melawan suaminya Raden Mas Ario Sosroningrat yang lebih mengutamakan Ngasirah dibanding dirinya pada hal ini perempuan tidak bisa menentang laki-laki pada saat pengambilan keputusan. Laki-laki yang

93Jurnal MUWÂZÂH Volume 6 “Patriarkhisme Dan Ketidakadilan Gender” Artikel Ini Ditulis Oleh Siti Rokhimah Diakses Pada Jumat 26 Juli 2019 Pukul 13.40 WIB

187

menggap dirinya superior di dalam keluarga dibanding perempuan disinilah letak dari diskriminasi gender tersebut.

Percakapan Ayah R.M Sosronigrat: kalau bukan kamu Bupatinya anakku sendiri .nanti akan ada orang yang zalim mengambil alih. Akibatnya ayahmu ini yang akan menyesal.

R.M Sosronigrat: Mohon maaf yang sebesarya ayah, saya..

Ayah R.M Sosronigrat: nikahi Raden Adjeng Moeryam ini demi kebaikan orang banyak.

R.M Sosronigrat: mohon maaf ayahanda, saya tidak tega menyakiti perasaan Ngasirah.

Ngasirah : saya ikhlas kang

188

mas..

R.M Sosronigrat: Tidak! Tidak! Saya tidak ikhlas.

Ngasirah: ini semua demi masa depan anak-anak kita .

R.M Sosronigrat : tidak! Adinda tidak! Saya tidak bisa!

Ngasirah: ini jalan menjemput takdir. (sambil sembah memohon)

Sesudah menikah dengan raden adjeng moeryam ….

Ngasirah berjalan jongkok

189

menuju kamar sang Bupati….

Moeryam: ada urusan apan kamu kesini?

Ngasirah: saya dipanggil kanjeng Bupati.

R.M Sosronigrat: masuk !!malam mini saya ingin sama Ngasirah adinda…

Moeryam: (dengan muka marah dan sedih menutup pintu tanpa kata-kata)

a. Denotasi Pada gambar diatas terlihat Moeryam yang sedang bersedih dan menahan amarahnya dikarenakan sang suaminya lebih memilih meghabiskan malam dengan Ngasirah perempuan yang berkedudukan lebih rendah dibanding dirinya sendiri. b. Konotasi

190

Manifestasi gender yang yang ada dalam scane ini adalah subbordinasi, kemudian konotasi yang dapat ditangkap pada gambar diatas adalah laki-laki sebagai kepala keluarga yang mempunyai banyak selir bebas menentukan pilihan siapa yang akan menenmani tidurnya pada malam hari dan posisi perempuan didalamnya haruslah siap merima keputusan laki-laki tersebut dan tidak boleh membantah. Dari manifestasii gender yang melahirkan sikap subbordinasi terhadap perempuan akan timbul juga sikap Violace yang tanpa sadar laki-laki pelaku poligami kepada sang istri yang menjadi korbannya contohnya saja dalam pembagian hak nafkah lair batin, jika sala satu istri merasa tidak adil, akan tercipta kekerasan psikologis yang istri dapatkan. c. Mitos Kebiasaan dan adat-istiadat yang hidup di kalangan masyarakat -khususnya di kalangan priyayi Jawa yang berkedudukan tinggi memang menempatkan kedudukan perempuan tidak sama dengan kaum laki-laki. Perempuan tidak sepantasnya mengerjakan hal-hal yang dikerjakan oleh lelaki. Kedudukan yang dianggap cocok untuk perempuan adalah sebagai pemelihara kehidupan rumah tangga. Seorang lelaki Jawa dididik secara terpisah dan memiliki kesempatan yang jauh lebih besar dan lebih bebas. Dalam rangka itu, maka seorang lelaki Jawa melihat seorang perempuan Jawa tidak bisa lebih dari pada melihatnya dalam hubungan sebuah keluarga, atau keluarga-keluarga dengan seorang lelaki sebagai kepalanya tepatnya dalam hubungan perkawinan.

191

Perempuan hanya berharga apabila ia dikelikan dengan dunia perkawinan. Dan perkawinan itu sendiri sering kali merupakan puncak kesengsaraan kaum perempuan, karena meskipun menjadi istri sah dari suaminya, ia bukan satu-satunya istri, melainkan salah satu istri di samping istri-istri yang lain.94

22. Scane Soelastri menjadi korban poligami

Gambar : 22/D/01/04/2019

Waktu :01.40.19

Gambar 36.Soelastri yang Menjadi Korban Poligami Pada gambar diatas terlihat Raden Ayu Soelastri yang merupakan kakak perempuan tertua dari Kartini sedang menangis dan meratapi nasibnya karena sang suami yang merupakan Bupati Kendal memutuskan menikah dengan perempuan lain yang lebih

94https://beritagar.id/artikel/telatah/kartini-dan-poligami artikel ini ditulis oleh Muhammad Iqbal diakses pada sabtu 17 Agustus 2019 dengan judul artikel “Kartini Dan Poligami”

192

pintar disbanding dirinya. Kemudian Soelasri berkata apa yang dilakukan Kartini sudah benar. Kaum perempuuan haruslah memperoleh pendidikan yang tinggi agar menjadi cerdas. Karena laki-laki akan lebih menghargai dan memilih perempuan yang cerdas.

Percakapan Romo: bagaimana ?apa kamu sudah siap untuk menjadi Raden Ayu?

Kartini: saya sanggup (sambil menarik nafas)

Saya menerima pinangan pangeran Joyoadiningrat dari Rembang .

Tapi..ada syaratnya…

Moeryam: apalagi ? (dengan nada tinggi)

Romo: sudah… sudah…coba lanjutkan…

193

Katini: syarat yang pertama, saya tidak mau mencuci kaki Raden Mas Joyoadiningrat di pelaminan…

Syarat yang kedua saya tidak mau dibebani pranata sopan satun yang rumit dan saya ingin diperlakukan seperti orang bisa saja…

Syarat yang ketiga…

Moeryam: cukup Ni!!!! (dengan nada marah)

Kamu hanya memikirkan dirimu sendiri. Ibu tidak akan membierkan semua syaratmu terwujud!!!

Suara pintu di buka….

194

Moeryam: Lastri….

Soelastri: Ni, benar bu…

Suami saya menikah lagi bu…. (menangis da bersimpuh)

Lastri ngerti mas Cokro lebih mencintai istri mudanya yang lebih pintar..perempuan yang lebih terpelajar.. Lastri enggak kuat bu… (sambil menangis)

Kartini benar…..

Ni, teruskan….

Kakak mu ini mendukungmu….

Kartini: syarat yang ketiga, saya mengharuskan calon suami saya, untuk membantu aya mendirikan sekolah buat perempuan dan orang miskin.

Romo: sudah? Cuma itu saja?

195

Kartini: satu lagi romo, saya ingin Yu Ngasirah tidak lagi tinggal di rumah belakang, tetapi tinggal di rumah depan.

Dan saya ingin semua putra dan putri romo memanggil Yu Ngasirah dengan sebutan Mas Adjeng (sebutan lain untuk ibu) .

Bukan Yu lagi.

Romo: dah, ya sudah … kalau begitu cepat-cepat dituliskan syarat tersebut. Lalu dikirimkan ke Bupati Rembang.

Busono, cepat panggil Pak Atmo…

Busono: baik romo..

Slamet: mohon maaf romo,

196

ijinkan saya yang menulis semua syarat yang akan diajukan oleh Kartini untuk pernikahannya. Saya itu anak laki-laki pertama. Sudah menjadi bakti saya sebagai kakak untuk meindungi adik- adiknya.

a. Denotasi Pada gambar diatas terlihat Soelastri yang merupakan kakak kandung Kartini menangis kepada sang ibu Moeryam karena menjadi korban poligami oleh suaminnya. Soelastri ditinggal menikah suaminya dikarenakan Soelastri tidak lebih pintar dibanding dengan perempuan yang dinikahi oleh suaminya. b. Konotasi Manifestasi gender yang yang ada dalam scane ini adalah violance karena, Pada gambar ini terlihat bagaimana beban mental yang dialami oleh Soelastri sebagai perempuan yang menjadi korban poligami. Karena pada saat itu laki-laki tidak perlu meminta izin kepada sang istri untuk menikah lagi. Manifestasi gender yang kedua ada dalam scane ini adalah subbordinat karena sang suami dengan sewenang-wenag melakukan poligami tanpa ijin dari sang istri pertama. Hal ini dikarenakan seorang suami merasa bahwa dirinya adalah seorang pemimpin yang superior di dalam keluarganya sehingga berhak dalam mengambil keputusan tanpa berdiskusi dengan sang istri.

197

c. Mitos Dalam konteks keluarga, perempuan ditetapkan sebagai pihak yang dipimpin, sedangkan laki-laki adalah pemimpin.Akibatnya, perempuan tidak memiliki hak untuk memutuskan sesuatu dalam keluarga. Disinilah gejala kekerasan terhadap perempuan pada kasus poligami tampak. Meski demikian, berbagai kalangan yang pro poligami, membantah pengkategorian poligami sebagai praktik kekerasan terhadap perempuan. Mereka mengatakan poligami merupakan suatu bentuk perlindungan terhadap perempuan karena jumlah perempuan lebih banyak dari pada laki-laki, sehingga poligami membantu laki-laki dan perempuan untuk dapat menikmati seks dan memperoleh keturunan. Disamping itu poligami mencegah laki-laki dari penyelewengan dan tindak kekerasan akibat frustasi tidak memperoleh pemenuhan kebutuhan seksual, poligami sekaligus melindungi perempuan karena mereka dapat “berbagi tugas” dalam memuaskan kebutuhan seksual laki- laki.Argumentasi diatas sebenarnya hanya membuat stereotype ideologi patriarki terhadap perempuan semakin nyata.95 23. Scane Kartini belajar agama Gambar : 23/D/25/12/2019 Waktu :01.03.04

95 Jurnal Pogami Sebagai Tindak Kekerasan Pada Perempuan Ditulis Oleh Siti Hikmah, S.Pd., M.Si1 Dosen Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang Diakses Pada Sabtu 17 Agustus 2019 Pukul 19.00 WIB.

198

Gambar 37.Kyai Soleh Darat mengajarkan agama Islam Pada gambar ini terlihat bagaimana seluruh anggota keluarga dari Raden Mas Ario Sosroningrat sedang belajar agama bersama Kyai Soleh Darat yang merupakan salah satu ulama yang berjasa menyebarkan islam dia tanah Jawa pada abad ke-18.

Percakapan Kartini : pak kyiai…. permisi, apa yang tadi pak Kyai baca benar-benar arti dari surat Al- Fatihah?

Kyai Soleh Darat : kebenaran itu hanyalah milik gusti Allah, tuan putri.. saya hanyalah menyampaikan apa yang saya ketahui..

Kartini : Apakah ada ayat Al-

199

Quran yang menjelaskan tentang ilmu?

Kyai Soleh Darat : Iqro,bacalah atas nama tuhan mu yang menciptakan.. Itu ayat pertama yang turun ke bumi dan memerintahkan Kanjeng Nabi Muhammad SAW untuk membaca.

Kartini : Apakah dijelasakan dalam ayat itu membaca hanyalah untuk kaum laki-laki saja?

Kyai Soleh Darat : Semua manusia laki-laki ataupu perempuan diwajibkan untuk membaca

Kartini : Mengapa anda tidak menterjemahkan ayat-ayat al- quran dan menjadikannya sebuah buku ?

200

Kyai Soleh Darat : Saya sedang melakukan nya tuan putri, tapi sayang nya banyak umat Islam yang lebih puas hanya bisa membaca Bahasa Arab tanpa tau makna dan artinya.

Kartini : Saya mohon sangat untuk di selesaikan pak kyiai. Saya ingin tau banyak tentang isi Al-Quran

Kyai Soleh Darat : Insyallah saya mohon pamit tuan putri.. assalamualaikum

Kartini : Silahkan pak kyai.

a. Denotasi

Disini terlihat bagaimana proses belajar mengajar agama islam bersama kyai soleh darat. Semua keluarga Kartini berkumpul baik itu laki-laki dan perempuan, serta semua abdi dalem dan para pembantu lainnya sedang duduk bersama tidak ada perbedaan diantara mereka dalam proses belajar-mengajar.

b. Kontasi

201

Konotasi yang dapat diambil dalam proses belajar mengajar agama islam kali ini, laki-laki dan perempuan diwajibkan untuk mendapatkan pengetahuan yang setara serta sama tidak dibedakan. Perempuan hanya dibedakan dalam mendapatkan pendidikan di sektor formal, akan tetap dalam sektor informal seperti belajar agama islam perempuan di wajibkan belajar sama dengan laki-laki. Hal ini menunjukan bagaimana posisi perempuan ditempatkan perempuan tidak dilarang belajar hal-hal yang bersifat pengetahuan informal, akan tetapi dilarang belajar dalam sektor formal (bersekolah) dengan alas an jika perempuan bersekolah tinggi dan mendapatkan pendidikan formal yang bagus, perempuan akan mengungguli laki-laki, dan perempuan bisa menjadi pemimpin laki-laki di sector publik.

c. Mitos

Pertanyaan-pernyataan Al-Qur‟an tentang posisi dan dan kedudukan perempuan dapat dilihat dalam beberapa ayat berikut :

Perempuan adalah makhluk ciptaan allah yang mempunyai kewajiban sama untuk beribadah kepadanya sebagaimana termuat dalam Adz-Zariyat ayat 56 :

َو َما َخلَ ْق ُت ْال ِج َّه َو ْ ِاْل ْو َش إِ ََّّل لِيَ ْعبُ ُد ِون

Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.

202

Dalam ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai kewajiban yang sama untuk beribadah kepada Allah SWT. Dalam hal ini belajar agama islam merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah Swt.

203

BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menjabarkan bentuk-bentuk diskriminasi gender dalam film kartini 2017 karya Hanung Bramantyo. Bentuk-bentuk diskriminasi gender yang akan penulis jabarkan berikut berpatokan pada buku analisis “Gender Dan Transformasi Sosial” karya Mansour Fakih yang membagi gender dalam lima bentuk pembagian yaitu Marginalisasi, Subbordinasi, Stereotype, Kekerasan Dan Beban Ganda. Berikut analisisnya :

A. Marginalisasi Marginalisasi gender adalah proses pemiskinan yang menimpa kaum laki-laki ataupun perempuan akibat konstruksi gender yang ada di masyarakat. Pada pembahasan ini marginalisasi terdapat pada gambar ke 2, 3, 4, 5, 9, 16. Pada gambar ke 2 terlihat bagaimana Ngasirah termarginalkan oleh lingkungan dan suaminya sendiri. Ngasirah hidup sebagai pembantu di dalam keluarga Raden Mas Ariososroningrat. Ia mengalami proses pemiskinan hak karena ia berasal dar masyarakat kelas bawah, dan bukan keturunan ningrat. Ngasirah tidak mempunyai hak apapun atas anaknya sendiri yaitu Kartini. Ngasirah pun tidak dimintai pendapatnya tentang pernikahan sang anak kandung.

212

204

Pada gambar ke 3 terlihat juga bagaimana Ngasirah muda yang di perankan oleh nova eliza mendapatkan marginalisasi dari anak laki-lakinya yaitu Raden Mas Slemet dan Raden Mas Busono. Ngasirah dilarang untuk tidur bersama sang anak perempuan Kartini, karena dianggap sudah tidak pantas. Kartini sekarang sudah menjadi putri bangsawan Bupati Jepara maka dari itu, orang yang berkasta sudra dilarang tidur dengan sang Raden Ayu. Pada gambar ke 4 terlihat bagaimana budaya menempatan posisi perempuan. Perempuan termarginalkan saat sudah usia balig dewasa atau keluarnya haid di pertama, ia harus dipingit. Tidak sama halnya dengan laki-laki ketika mereka sudah menginjak usia balig dewasa tidak ada peraturan bahwa laki-laki harus di pingit seperti perempuan. Di kurung di dalam kamar, tidak boleh melakukan hal apapun termasuk tidak boleh bersekolah. Dalam posisi ini perempuan termargianlkan, jika perempuan tidak bersekolah atau mendapatkan pendidikan yang tinggi dan layak, ia akan kalah bersaing dengan laki-laki yang mendapatkan pendidikan yang tinngi. Pada gambar ke 5 terlihat bagaimana Kartini menjalani hari- harinya didalam kamar pingitan. Kartini merasakan bagaimana ia di perlakukan seperti burung yang hidup dalam sangkar di beri makan dan minum, serta hidup di sangkar yang bagus namun di renggut kebebasannya. Disini dapat terlihat bahwa perempuan termarginalkan oleh adat dan budaya dimana perempuan harus di rengut kebebasannya dalam berekspresi, dan dalam menentukan

205

arah dan tujuan hidupnya. Ini adalah salah satu proses pemiskinan gender yang dilakukan oleh budaya dan adat istiadat. Pada gambar ke 9 terlihat bagaimana adik-adik Kartini yaitu Kardinah dan Roekmini masuk kedalam kamar pingitan, diantar dengan sang ibu tiri Raden Ayu Moeryam yang merupakan permaisuri utama dalam keluarga mereka. Moeryam dengan tegas dan keras mendidik anak-anaknya agar menjadi Raden Ayu sesuai adat dan budaya di masa lampau. Ketika perempuan masuk kamar pingitan maka terputuslah semua akses pendidikannya. Akibat dari pemutusan akses ini dapat dikatakan bahwa pemarjinalan terhadap perempuan dimulai. Pada gambar ke 16 terlihat bagaimana Ngasirah termarginalkan oleh sang Raden Ayu Moeryam yang merupakan istri utama Bupati Rembang. Ngasirah dengan terpaksa harus menuruti setiap perkataan sang Raden Ayu dikarenaakan Ngasirah tidak mempunyai hak apapun di dalam keluarga. Ngasirah tidak memiliki hak apapun terhadap semua Anak-anak kandungnya. Posisi Ngasirah tergantkan oleh hadirnya Raden Ayu Moeryam yang lebih tinggi kasta kedudukannya di masyarakat. B. Subbordinasi Subbordinasi gender adalah konstruksi sosial masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan adalah makluk yang lemah, tidak rasional, tidak layak menjadi pemimpin, perempuan adalah makluk nomer dua setelah laki-laki, dan pada akhirnya perempuan ditempatkan pada posisi yang tidak penting dalam

206

semua aspek. Pada pembahasan ini subbordinasi terlihat pada gambar ke 1, 2, 6, 8, 9, 11, 12, 13, 17, 19, 21, 22. Pada gambar ke 1 terlihat Kartini yang sedang berjalan jongkok untuk memenuhi panggilan sang ayah. Sang ayah memanggilnya untuk membicarakan rencana pernikahan Kartini. Dalam diaalognya dengan Roekmini, Kartini mengungkapkan rasa kecewanya dikarenakan dia tidak bisa memilih jalan hidupnya sendiri sebagai perempuan jalan hidupnya ditentukan oleh sang ayah kandung selaku laki-laki yang bertanggung jawab terhadap kehidupannya sebelum menikah ini menunjukan kuasa laki-laki terhadap perempuan perempuan dilarang menjadi pemimpin dalam pengambilan keputusan penting dalam keluarga karena dianggap tidak rasional. Pada gambar ke 2 terlihat bagaimana Ngasirah sang ibu kandung sedang meratapi nasib anak kandungnya Kartini. karena Ngasirah yang tidak memiliki hak apapun atas semua anak kandungnya. Ngasirah hanya bisa meratapi nasib sang anak yang akan menikah dengan pria yang tidak dikehendaki tanpa bisa ia mengeluarkan pendapatnya meskipun ia seorang ibu kandung. Perempuan tidak pernah diajak berdiskusi untuk pengambilan keputusan dalam keluarga hanya laki-laki yang diajak diskusi dalam setiap pengambilan keputusan. Pada gambar ke 6 terlihat Kartini yang sedang belajar untuk berjalan jongkok yang di temani sang abdi dalem. Ia tampak murung dan tidak menyukai proses belajar berjalan jongkok tersebut. Pada bagian ini Nampak tindakan subordinasi karena kebudayaan, disini perempuan diwajibkan untuk belajar berjalan

207

jongkok, sedangkan laki-laki tidak di wajibkan untuk berjalan jongkok, laki-laki bisa leluasa berjalan normal. Pada gambar ke 8 Soelastri yang sedang mencuci kaki sang suami di hadapan semua tamu undangan yang datang ke dalam pesta pernikahannya. Dalam pernikahan adat jawa hal ini dinamakan "ngindak endog” pada prosesi ini mempelai perempuan diwajibkan untuk mencuci kaki sang suami. Makna semiotika tersebut bahwa sang istri haruslah melayani suami dalam kadaan apapun. Serta tingkatan seorang istri tidak boleh lebih tinggi dibanding suami. Pada gambar ke 9 Kardinah dan Roekmini masuk pingitan hal ini menggambarkan bahwa subbordinat perempuan bangsawan pada abad 18 sangatlah kental. Perempuan diwajibkan di pingit, sedangkan laki-laki tidak diwajibkan untuk di pinggit hal ini dapat menimbulkan proses pemiskinan pola pikir intelektualitas pada perempuan akibat miskinnya intelektualitas perempuan perempuan tidak bisa menjadi pemimpin seperti laki- laki. Pada gambar ke 12 terlihat bahwa Kartini, Kardinah dan Roekmini, yang sedang memasak di dapur kaget karena kehadiran sang kakak yaitu Raden Mas Slamet dan Raden Mas Sosrobusono. Mereka terlihat ketakutan sejak kedua kakaknya ikut mengawasi mereka bertiga dalam menjalani pingitan dan kehidupan sehari-hari dalam Kabupaten. Sejak kedua kakak mereka ikut campur mengawasi kehidupannya, mereka dijaga sangat ketat dan setiap gerak-geriknya selalu diawasi oleh sang kakak. Hal ini menunjukan bahwa laki-laki memegang penuh

208

kuasa atas perempuan, jika sang ayah sudah tidak sanggup mengurus sang perempuan, maka tanggung jawab sang ayah akan dipindahkan ke kakak laki-laki dari perempuan tersebut. Pada gambar ke 13 terlihat pak Atmo yang langsung menutup pintu gerbang pendopo ketika Kartini, Kardinah dan Roekmini ingin menyerahkan karya tulis mereka ke penerbit majalah Belanda. Disini terlihat bahwa sang abdi dalem lebih menurut ketika di perintah oleh majikan laki-laki di banding majikan perempuan. Pak Atmo lebih menurut peritah sang kakak Kartini yaitu Raden Mas Slamet untuk menutup pintunya di banding perintah kartini untuk membuka pintunya da melarang kartini keluar pendopo. Terlihat sekali bagaimana kuasa laki-laki atas perempuan di lingkungan keluarganya. Perempuan dianggap tidak pantas menjadi pemimpin di banding laki-laki. Pada gambar ke 17 terlihat Kardinah yang sedang menangis tersedu-sedu di hadapan sang ayah karena menolak menikah dengan sang Bupati Pemalalang. Kardinah tak kuasa menolak permintaan sang Bupati Pemalang karena penekanan dari sang ayah. Sang ayah yang sudah terlanjur berjanji untuk menikahkan Kardinah dengan Raden Mas Haryono ketika sudah besar. Hal ini menunjukan bahwa laki-laki berkuasa atas semua perempuan yang ada di lingkungan keluarganya, perempuan tidak diberi ruang untuk bernegoisasi dan untuk menentukan takdirnya sendiri karena dianggap irrasional dan tidak layak untuk menentukan sikap. Pada gambar ke 19 terlihat bahwa beberapa bangsawan sedang berkumpul di ruang kerja sang ayah yaitu pendopo

209

pemerintahan Jepara. Mereka terdiri dari paman-paman Kartini yang menjabat sebagai Bupati di Kabupaten berbeda sedang berdebat dan melarang Kartini untuk melanjutkan sekolah ke negri Belanda. mereka berpendapat bahwa jika perempuan mendapat pendidikan yang tinggi, mereka akan menjadi Bupati seperti laki-laki. Hal ini yang mereka tentang karena menurut mereka tak layak bagi perempuan menjadi pemimpin seperti laki- laki. Pada gambar ke 21 terlihat Moeryam muda yang sedang mengalami patah hati karena sang suami Raden Mas Ariososronigrat lebih memilih tidur bersama sang selir yaitu Ngasirah ini terlihat bagaimana perempuan yang menjadi korban poligami menjadi terpojokan karena sikap laki-laki yang tidak adil. Moeryam muda tidak bisa memprotes tidakan sang suami karena ia berfikir bahwa ia sebagai istri lebih rendah posisinya di banding suami. Pada gambar ke 22 terlihat bahwa Soelastri yang sudah menikah tiba-tiba pulang kerumah orang tuanya dan menangis tersedu-sedu, karena ia menjadi korban poligami sang suami. Disini terlihat bahwa kaum laki-laki yang mendominasi dalam kehidupan berumah tangga. Sang suami berpoligami dengan perempuan yang lain tanpa seizin Soelastri. C. Stereotype Stereotype gender adalah pelabelan terhadap kaum perempuan, perempuan haruslah penurut, lemah lembut, perempuan haruslah cantik, sexy, dan menggoda. Pelabelan ini dibenarkan dalam berbaggai aspek kehidupan masyarakat yaitu

210

ekonomi, sosial, budaya dan agama. Pada pembahasan ini stereotype terlihat pada gambar ke 4, 6, 7, 8, 10, 14, 17, 19, 21, 22. Pada gambar ke 4 terlihat bahwa Kartini yang sudah mulai tumbuh menjadi perempuan dewasa mulai di pingit sejak keluarnya menstruasi hari pertama. Kartini adalah korban stereotype gender masyarakat pada abad ke 18. Perempuan mempunyai stereotype bahwa mereka sebagai perempuan ningrat tidak boleh terlalu di ekpose di hadapan publik dan harus di pingit agar menjadi berharga, layaknya mutiara yang didasar lautan tidak pernah bertemu dengan orang. Pada gambar ke 6 terlihat Kartini yang sedang belajar berjalan jongkok dan diawasi sang kakak Soelsatri pada adegan ini digambarkan bagaimana perempuan dicitrakan mereka harus belajar berjalan jongkok, pelan-pelan, harus kemayu, dan tidak boleh cemberut. Disini stereotype ini dibuat sedemikian rupa oleh budaya Jawa. Pada gambar ke 7 terlihat Kartini dan Soelastri sedang merawat tubuh mereka dengan cara meratus, melulur dan mandi kembang. Disini Soelastri juga menciptakan stereotype bahwa perempuan haruslah pandai merawat tubuh mereka, karena tubuh mereka yang akan mengantarkan mereka ke takdir mereka yaitu menjadi Raden Ayu. Pendidikan tinggi bukanlah hal yang penting bagi seorang perempuan yang lebih penting bagi seorang perempuan adalah kecantikannya. Pada gambar ke 8 terlihat Soelastri yang sedang mencuci kaki sang suami dalam sebuah acara pernikahan adat Jawa. Disini

211

terbentuk stereotype bahwa perempuan haruslah siap mejadi pelayan bagi seorang laki-laki, siap tunduk dan menurut terhadap laki-laki yang menjadi kepala keluarga. Pada gambar ke 10 Ngasirah, Kartini, Kardinah dan Roekmini terlihat sedang memasak bersama di dapur. Kemudian Ngasirah memberikan nasihat kepada anak-anaknya bahwa perempuan haruslah pandai memasak agar suami betah di rumah. Ini adalah salah satu bentuk stereotype yang di berikan bagi seorang perempuan dewasa yang hendak menikah. Mereka haruslah pandai memasak bagi laki-laki. Pada gambar ke 14 terlihat para bangsawan yang sedang berkumpul dengan orang-orang Belanda di ruang makan mencibir ketiga putri Bupati Jepara Kartini, Kardinah dan Roekmini. Mereka beranggapan bahwa jika perempuan terlalu sering diajak keluar dan diperlihatkan kepada masyarakat, maka perempuan itu menjadi tidak berharga dimata laki-laki. Mereka beranggapan bahwa perempuan haruslah di dalam rumah di pingit. Tidak boleh bersekolah dan menulis dan bergaul keluar lingkungan. D. Kekerasan Kekerasan gender adalah serangan secara fisik ataupun non fisik (psikologis) seseorang. Kekerasan terhadap manusia pada dasarnya berasal dari beberapa sumber namun salah satu kekerasan atas nama jenis kelamin tertntu bisa diakibatkan karena bias gender ini bisa disebut gender related violence. Pada pembahasan ini kekerasan atas nama gender terdapat pada gambar ke 1, 3, 4, 5, 15, 16, 17, 18, 20, 21, 22.

212

Pada gambar ke 1 Kartini terlihat sedang berjalan jongkok satu hal yang menunjukan kekerasan terhadap Kartini bahwa dalam raut wajah, dan gesture tubuh Kartini menunjukan tekanan mental yang luar biasa, ia terkekang kerena budaya patriarki yang diwariskan dari sang nenek moyang. Pada gambar ke 3 Kartini kecil yang sedang menangis dan merengek agar diijinkan tidur bersama sang ibu kandung yaitu Ngasirah medapatkan perlakuan kasar dari kedua kakak laki- lakinya yaitu Raden Mas Slamet dan Raden Mas Busono. Mereka dengan kasar melarang Kartini kecil untuk tidur bersama Ngasirah dengan alasan Kartini sudah menjadi anak Bupati Jepara sehingga ia tidak boleh tidur bersama selir yang berbeda kasta dengannya. Pada gambar ke 4 saat Kartini di pinggit juga menunjukan kekerasan tekanan psikologis yang amat sangat luar biasa, ia menangis tiada henti, tidak mau makan karena di renggut kebebasannya oleh tradisi pingitan. Pada gambar ke 5 saat Kartini meratapi nasibnya di kamar ini juga menampakan tekanan batin yang luar biasa akibat tradisi pingitan. Ia berfikir seperti burung peliharaan yang hidup terkurung dalam sebuah sangkar hanya bisa makan dan minum tapi tida bisa terbang bebas. Pada gambar ke 15 Kartini yang sedang memperlihatkan hasil karyanya dengan sang ayah, Raden Mas Busono dengan kesal memaki dan menjelekan hasil karya Kartini dan membandingkan dengan hasil karya dari negri-negri tetangga seperti Cina. Kartini yang merasa tersinggung dengan perkataan

213

sang kakak hanya bisa diam dan merunduk. Ini menunjukan kekerasan verbal yang dilakukan oleh sang kakak berdampak terhadap psikologis adiknya. Pada gambar ke 16 memperlihatkan bagaimana Ngasirah terintimidasi oleh Moeryam. Ngasirah yang tidak bisa melawan Moeryam hanya bisa diam dan menangis mendengar semua intimidaasi Moeryam akibat ulah Kartini, Ngasirah tidak mempunyai hak apapun terhadap semua anak-anaknya karena ia hanyalah orang biasa yang tidak mempunyai gelar bangsawan. Pada gambar ke 17 terlihat Kardinah yang sedang menangis dihadapan sang ayah karena menolak menikah dengan laki-laki yang sudah mempunyai istri. Disini terjadi kekerasan dalam bentuk psikologis terhadap perempuan di dalam keluarganya. Kekerasan ini terjadi karena superioritas laki-laki di dalam keluarga. Pada gambar ke 18 Roekmini yang mengalami kekerasan oleh sang ibu karena ia bersikeras meminta ijin untuk melanjutkan sekolah ke Belanda. Namun sang ibu tidak membiarkannya dan bertindak kasar kepada sang anak, sang ibu berfikir bahwa perempuan tidaklah perlu bersekolah tinggi seperti laki-laki. Perempuan hanya wajib menjadi Raden Ayu Pada gambar ke 20 terlihat Kartini yang diseret dengan kasar kemudian dipenjara di dalam kamar oleh Moeryam karena menolak untuk meniikah. Kekerasan dalam bentuk fisik secara langsung dialami Kartini ia tidak bisa melawan, dan hanya bisa menangis di dalam penjara kamarnya. Perempuan saat itu tidak bisa menentukan arah hidupnya sendiri. Perempuan diperlakukan

214

hanya seperti boneka yang di rawat kemudian diperjual belikan kepada orang lain. Pada gambar 21 terlihat bagaimana kesedihan Moeryam selaku istri kedua dari sang Bupati Jepara Raden Mas Ario Sosroningrat, ia menerima kekerasan psikologis dari sang suami. Tanpa pikir panjang dan melalui proses diskusi sang suami dengan teganya melarang Raden Ayu Moeryam untuk tidur bersama di dalam kamar, sang suami lebih memilih untuk tidur bersama sang selir Ngasirah. Pada gambar 22 Soelastri yang pulang kerumah orang tuanya karena tak terima dimadu oleh sang suami. Soelastri menjadi korban poligami karena tak lebih pandai dari perempuan yang di persunting oleh sang suami. Disini terlihat Soelastri yang mengalami kekerasan secara psikologis. Ia menangung sakit hati dan malu karena ulah sang suami menikah lagi. E. Beban Ganda. Bias gender dapat mengakibatkan beban kerja ganda, istilah bahwa pekerjaan perempuan adalah pekerjaan rumah tangga (pekerjaan domestik) hal ini diangap nilainya lebih rendah dibanding pekerjaan laki-laki yang berada diluar rumah hal ini di perkuat dengan adanya anggapan bias geder bahwa perempuan bersifat pemelihara rajin dan mereka pantas ditempatkan di pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu, mengepel dan memasak adalah pekerjaan domestik perempuan. Pada kalangan keluarga miskin peran perempuan akan bertambah menjadi mesin penghasil uang ia harus bekerja diluar untuk menghasilkan uang, disinilah beban ganda gender tercipta. Pada kasus film Kartini

215

2017 ini ada satu scane yang menunjukan beban ganda pada gender. Pada gambar ke 11 terlihat bagaimana Moeryam bertindak sebagai pelayan bagi Raden Mas Ariososroningrat selain itu Moeryam haruslah mengemban tugas sebagai Raden Ayu dan ibu rumah tangga di kehidupan sehari-harinya.

216

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan mengenai makna denotasi, konotasi, dan mitos diskriminasi gender dalam film Kartini 2017 karya Hanung Bramantyo diantaranya adalah : 1. Makna denotasi merupakan makna yang paling nyata tergambarkan oleh tanda. Dalam penelitian ini makna denotasi diskriminasi gender tergambarkan melalui 22 scane yang memperlihatkan lima bentuk diiskriminasi gender yaitu, marginalisasi, stereotype, subbordinasi, kekerasan, dan beban kerja ganda. 2. Makna konotasi merupakan makna subjektif atau emosional. Dalam penelitiaan ini maka makna konotasi diskriminasi gender terhadap perempuan menggambarkan bahwa perempuan dianggap sebagi makhluk noemer dua setelah laki- laki dan laki-laki lebih berkuasa dibanding perempuan. 3. Makna mitos merupakan kostruksi kultural yang dipercayai dan dianut satu masyarakat. Dalam penelitian ini, makna diskriminasi gender adalah adanya budaya patriarki dalam konstruksi pola pikir masyarakat Indonesia.

Menurut Mansour Fakih dalam buku nya yang berjudul analisis gender dan transformasi sosial, Bentuk-bentuk dikriminasi yang terdapat dalam film kartini 2017 terdapat 5 bentuk dikriminasi : 226

217

 Marginalisasi : 6 bentuk  Subbordinasi : 11 bentuk  Stereotype : 6 bentuk  Kekerasan : 11 bentuk  Beban kerja ganda : 1 bentuk B. SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran mengenai diskriminasi gender dalam film Kartini 2017 karya Hanung Bramantyo 1. Untuk para penonton film dan pembaca skripsi ini, hendaknya meningkatkan rasa sensitivitas gender terhadap lingkungan sekitar. 2. Untuk para civitas akademika Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dan Jurnalistik hendaknya diadakan kurikulum tentang pentingnya kajian gender dan media massa sehingga dapat menciptakan lulusan calon wartawan yang mempunyai sensitivitas gender. 3. Untuk para produser, sutradara, penulis skenario film hendaknya lebih mengasah rasa sensitivitas gender didalam setiap karyanya.

218

DAFTAR PUSTAKA

Joni Purwono,Sri Yutmini,Sri Anitah, “Penggunaan Media Audio-Visual Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pacitan”, Jurnal Teknologi Pendidikan Dan Pembelajaran Vol.2, No.2, Hal 127 – 144, Edisi April 2014. Ditulis Artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 16.00 WIB.

Ramddha Mawaddha. Film Sebagai Media Belajar Kreatif Bagi Anak. 2017. http://kabar24.bisnis.com/read/20171001/255/694595/film-sebagai-media- belajar-kreatif-bagi-anak- artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 16.51 WIB.

Burton, Grame. Media Dan Budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra, 2012.

Uchjana,Onong. Effendi, Ilmu Komunikasi : Teori Dan Praktek. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, cetakan XVI .2000

Joseph, M. Boggs. The Art Of Watching Film, (Terj) Sani, Asrul. Jakarta: Yayasan Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1986.

Pranajaya, Adi. Film Dan Masyarakat : Sebuah Pengantar. Jakarta: BP SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail. 1999.

Danensi Marcel, Pengantar Memahami Semiotika Media. Yongyakarta: Jalasutra. 2010.

Makruf. PBNU Prihatin Film PBS (Perempuan Berkalung Sorban) Deskriditkan Pesantren. 2009. http://www.nu.or.id/post/read/15923/pbnu- prihatin-film-pbs-diskreditkan-pesantren dirulis oleh Makruf artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 16.51 WIB.

Agustina Rasyida. Marlina Semangat Feminisme Ditengah Budaya Patriarki. 2017. https://beritagar.id/artikel/seni-hiburan/marlina-semangat-feminisme-di- tengah-budaya-patriarki artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 19.41 WIB.

Lukman Hakim “Arus Baru Feminisme Islam Indonesia dalam Film Religi”, Jurnal Komunikasi Islam Vol 3, no 02, Desember 2013. h.251.

Ikwan Setiawan. Representasi Perempuan Film Dan Hegemoni Patriarki. 2016. http://matatimoer.or.id/2016/03/22/representasi-perempuan-film-dan- hegemoni-patriarki-bagian-1/ artikel diakses pada Selasa 27 Maret 2018 pukul 19.08 WIB.

219

Sunarto. Televisi, Kekerasan Dan Perempuan. Jakarta: PT.Kompas Media Nusantara. 2009.

Soekarno, Sarinah. Bandung: Syabas Books. 2013.

Julia, Claves Mosse. Gender Dan Pembangunan. Yongyakarta: Pustaka Pelajar. 1996.

Umar, Nazaruddin. Argument Kesetaraan Jender Prespektif Al-Qur’an. Jakarta: Paramadina. 2011.

Tri Susanto Setiawan. Kartini Di Putar Di Markas PBB (Persatuan Bangsa- Bangsa). 2018. https://entertainment.kompas.com/read/2018/03/20/174336610/film-kartini- diputar-di-markas-pbb. artikel diakses pada Tanggal 02 April 2018 Pukul 16.53 WIB.

Andi Muttya Kateng. Kartini Dan Pengabdi Setan Mendominasi FFI. 2017. http://entertainment.kompas.com/read/2017/10/05/233120210/kartini-dan- pengabdi-setan-mendominasi-ffi-2017 artikel di akses Pada Tanggal 21 November 2017 Pukul 22.37 WIB.

Mulyana, Dedy. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2006.

Eriyanto, Analisis Framing Ideologi Dan Politik Media. Yongyakarta: LKIS. 2005.

Lexy, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 2002.

Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2010.

Indrawan, Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media. 2013.

Yoyon Mudjiono, “Kajian Semiotika Dalam Film”, Jurnal Ilmu Komunikasi Vol. 1, No.1, 2011. diakses pada 12 Maret pukul 12.00 WIB.

Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosydakarya, 2003.

Birowo, Antonius. Metode Penelitian Komunikasi, Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali. 2004.

Danensi, Marcel. Pesan, Tanda Dan ,Makna : Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika Dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra. 2010.

220

Parwito, Penelitiuan Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Lkis Yogyakarta.2008.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotic, Dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosydakarya, 2009.

Fakih, Mansour. Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist Press. 2008.

Suralaga, Fadilah dkk.,Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi WanitaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2003.

Hamid Arifin, “Representasi perempuan dalam pers”, Jurnal Komunikasi Massa Vol 1 No 1 Juli 2007 , h.14. diakses pada 13 Maret 2018. Pukul 23.00 WIB.

Helen, Diana Vida. “Konstruksi Perempuan Dalam Rubric Cc Single Di Majalah Cita-Cinta Edisi Januari-Desember 2009”, Journal Communication Spectrum, Vol.1 No.1 (Februari-Juli 2011).

Lutters, Elizabeth, Kunci Sukses Menulis scenario. Jakarta : Grasindo. 2004.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2009.

LAMPIRAN - LAMPIRAN