Modifikasi Lauk Hewani Dan Lauk Nabati Pada Makan Siang Terhadap Daya Terima Pasien Gastritis Rawat Inap Di Rsu Kelas D Kota Palangkaraya
MODIFIKASI LAUK HEWANI DAN LAUK NABATI PADA MAKAN SIANG TERHADAP DAYA TERIMA PASIEN GASTRITIS RAWAT INAP DI RSU KELAS D KOTA PALANGKARAYA
SKRIPSI
OLEH Antung Rahmaniwati NIM. PO.62.24.2.18.375
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA PROGRAM STUDI ALIH JENJANG D IV GIZI 2019 ABSTRAK
Latar Belakang: Lauk hewani dan lauk nabati sering tidak dihabiskan oleh pasien, untuk itu perlu dilakukan sejumlah perubahan pada hidangan lauk hewani dan lauk nabati salah satu caranya dengan melakukan modifikasi menu, resep terhadap bahan, ukuran, bumbu, atau cara pengolahan tanpa mengurangi nilai gizinya, dengan tujuan untuk meningkatkan penampilan serta meningkatkan rasa hidangan yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat penerimaan makanan pasien. Dengan meningkatnya daya terima pasien terhadap makanan maka asupan gizi yang masuk kepada pasien akan lebih baik. Tujuan : Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana perbedaan modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada makan siang terhadap daya terima pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka Raya. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan rancangan one grup pretest posttes design terdiri dari dua tahap yaitu penelitian terhadap panelis dan dilanjutkan dengan pasien. Subjek penelitian ini adalah pasien rawat inap kelas III RSU Kelas D Kota Palangka Raya dengan jumlah sampel 30 responden dengan kriteria tertentu. Analisis data menggunakan uji Anova dan Indipendent Sample T Test. Hasil: Memodifikasi lauk hewani dan lauk nabati dengan tidak merubah bahan dasar dari menu awal. Diketahui pasien yang suka menu lauk hewani ada 28 pasien dan lauk nabati 24 pasien.Hasil uji anova tidak ada perbedaan daya terima terhadap menu modifikasi p>0,05 sedangkan indipendent sample t test diperoleh p<0,05. Hal ini diartikan terdapat perbedaan daya terima (lauk hewani dan lauk nabati) modifikasi dan (lauk hewani dan lauk nabati) rumah sakit pada pasien gastritis. Kesimpulan : Ada perbedaan daya terima lauk hewani modifikasi dan daya terima lauk hewani rumah sakit pada pasien gastritis dan ada perbedaan daya terima lauk nabati modifikasi dan daya terima lauk nabati rumah sakit pada pasien gastritis. x + 90 hlm; 12 Gambar 7 Tabel Daftar Pustaka : 61 (1998-2017) Kata Kunci : Modifikasi, Lauk Hewani Lauk Nabati, Daya Terima
i
Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Kepada Allah SWT atas bimbingan dan perlindungan yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul “ Modifikasi Lauk Hewani dan Lauk Nabati pada Makan
Siang Terhadap Daya Terima Pasien Gastritis Rawat Inap Di RSU Kelas D Kota
Palangka Raya “.
Saya menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini tidak lepas dari bantuan, doa, dan dukungan dari semua pihak secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dhini, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka
Raya, dan Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melakukan penelitian serta memberikan bimbingan dalam penyusunan
skripsi ini.
2. Ibu Nila Susanti, SKM. MPH selaku Kepala Jurusan Gizi Politeknik
Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
3. Ibu Resna Maulia, S.Si,M.KL selaku pembimbing II yang telah banyak
membimbing, memberi masukan, dan mengoreksi kesalahan dalam penulisan
dalam skripsi ini
4. Bapak Sugiyanto, S.Gz, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
selalu memberikan bimbingan, dorongan dan semangat kepada saya sebagai
penulis
iv
5. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes
Palangka Raya yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan
bimbingan kepada saya selama mengikuti perkuliahan.
6. Kepala Instalasi Gizi RSU Kelas D Kota Palangka Raya yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan.
7. Teman-teman di Instalasi Gizi RSU Kelas D Kota Palangka Raya yang telah
memberikan semangat dan dukungan.
8. Teman-teman dari Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka
Raya yang telah memberikan semangat dan dukungan.
9. Abah, mama, suami ,anak-anakku tercinta (cantika dan alika) yang telah
memberikan dukungan baik moril maupun materil, dan keluarga yang
memberikan saya semangat serta mendoakan yang terbaik bagi saya.
10. Serta teman-teman dan sahabat di manapun berada yang telah memberikan
semangat dan dukungan kepada saya.
Akhir kata semoga Skripsi ini nantinya dapat dilaksanakan sesuai dengan yang telah di buat dan diberikan kelancaran, serta dapat bermanfaat, serta digunakan sebagai mana mestinya.
Palangka Raya, Mei 2019
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ABSTRAK LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... i LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ...... ii LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………. iii KATA PENGANTAR ...... iv DAFTAR ISI ...... vi DAFTAR GAMBAR ...... viii DAFTAR TABEL ...... ix DAFTAR LAMPIRAN ...... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 6 C. Tujuan Penelitian ...... 6 D. Manfaat Penelitian ...... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ...... 9 1. Gambaran Rumah Sakit ...... 9 2. Gambaran Umum Instalasi Gizi ...... 10 3. Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit ...... 12 4. Gastritis ...... 21 5. Modifikasi Menu ...... 40 6. Daya Terima ...... 44 B. Kerangka Konsep ...... 55 C. Definisi Operasional ...... 55 D. Hipotesis...... 57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ...... 58 B. Rancangan Penelitian…………………………………………... 58 C. Populasi dan Sampel ...... 58 D. Lokasi dan Waktu ...... 60 E. Variabel Penelitian ...... 60 F. Pengumpulan Data ...... 61 G. Prosedur Penelitian ...... 62 H. Etika Penelitian ...... 63 I. Pengolahan Data ...... 63 J. Analisis Data ...... 64
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...... 66 B. Pembahasan …………………………………………...... 66
vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………………..…………………………………… 88 B. Saran ...... 90
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Hlm Gambar 2.1 Struktur Organisasi Instalasi Gizi ...... 11 Gambar 2.2 Alur Penyelenggaraan Makanan ...... 13 Gambar 2.3 Kerangka Konsep ...... 55 Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ...... 62 Gambar 4.1 Tingkat Kesukaan Panelis Pada Modifikasi Lauk hewani ...... 70 Gambar 4.2 Tingkat Kesukaan Panelis Pada Modifikasi Lauk Nabati ...... 72 Gambar 4.3 Tingkat Kesukaan Responden Pada Modifikasi Lauk Hewani .. 73 Gambar 4.4 Tingkat Kesukaan Responden Pada Modifikasi Lauk Nabati ..... 75 Gambar 4.5 Daya Terima Lauk Hewani Modifikasi …...... 77 Gambar 4.6 Daya Terima Lauk Nabati Modifikasi…… ...... 79 Gambar 4.7 Perbedaan Daya Terima Lauk Hewani Modifikasi dan Lauk Hewani Rumah Sakit……...... 82 Gambar 4.8 Perbedaan Daya Terima Lauk Hewani Modifikasi dan Lauk Hewani Rumah Sakit……...... 85
viii
DAFTAR TABEL
Hlm Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Ruang Rawat, Pekerjaan Dan Pendidikan Terakhir ...... 67 Tabel 4.2 Siklus Menu 10 hari RSU Kelas D Kota Palangka Raya dan Modifikasi Lauk Hewani ...... 68 Tabel 4.3 Siklus Menu 10 hari RSU Kelas D Kota Palangka Raya dan Modifikasi Lauk Nabati ...... 70 Tabel 4.4 Uji Anova Beda Menu Lauk Hewani Modifikasi ...... 79 Tabel 4.5 Uji Anova Beda Menu Lauk Nabati Modifikasi ...... 81 Tabel 4.6 Uji Perbedaan Indipendent Sample T Test Lauk Hewani ...... 83 Tabel 4.7 Uji Perbedaan Indipendent Sample T Test Lauk Nabati ……...... 87
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Kesediaan Sampel Lampiran 2. Lembar Formulir Karakterisrik Sampel Lampiran 3. Formulir Uji Cita Rasa Lampiran 4. Lembar Formulir Kuesioner Penimbangan Lampiran 5. Siklus Menu 10 Hari Rumah Sakit Lampiran 6. Resep Lampiran 7. Dokumentasi Lampiran 8.Uji Anova dan Indipendent Simple T Test Lampiran 9. Surat Ijin Penelitian Badan penelitian Dan Pengembangan Lampiran 10 Ijin Penelitian Dinas Kesehatan Palangka Raya Lampiran 11 Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan Lampiran 12 Riwayat Hidup
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan bagian yang sangat vital dari
sistem pelayanan paripurna terhadap pasien di rumah sakit. Pelayanan gizi
rumah sakit adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada pasien untuk
mencapai kondisi yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang yang
sakit untuk keperluan metabolisme tubuhnya, peningkatan kesehatan ataupun
mekoreksi kelainan metabolisme dalam rangka meningkatkan upaya
penyembuhan pasien rawat inap dan rawat jalan. Mengingat pentingnya hal
tersebut perlu disadari dengan sepenuhnya bahwa peranan dan fungsi dari
pelayanan gizi di dalam rumah sakit sangatlah penting, baik dalam segi
pelaksanaan rujukan maupun dalam melaksanakan intervensi gizi secara
paripurna atau general terhadap pasien di dalam sebuah rumah sakit (Depkes,
2013).
Berdasarkan pedoman pelayanan gizi rumah sakit atau disingkat PGRS
tahun 2013, pelayanan gizi rumah sakit meliputi 4 bagian yaitu asuhan gizi
pasien rawat jalan, asuhan gizi pasien rawat inap, penyelenggaraan makanan,
penelitian dan pengembangan gizi. Keempat kegiatan tersebut mencerminkan
mutu pelayanan kesehatan pada rumah sakit. Kesuksesan dari pelayanan gizi
yang dilaksanakan tesebut tidak terlepas dari berbagai faktor salah satunya
adalah faktor petugas gizi dalam memberikan pelayanan (Depkes RI, 2013).
1
2
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan yang di mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diit yang tepat
(Depkes RI, 2003). Penyelenggaraan makanan rumah sakit dilaksanakan agar penderita yang dirawat dapat memperoleh makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizinya dan dapat mempercepat penyembuhan penyakit
(Moehyi, 2002).
Penyelenggaraan makanan sebagai salah satu sarana penunjang dalam pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pasien terhadap gizi seimbang. Keberhasilan suatu penyelenggaraan makanan dapat digunakan sebagai indikator untuk mengevaluasi kegiatan penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Proses penyelenggaraan makanan harus memperhatikan berbagai aspek antara lain perencanaan menu, pengorganisasian pelayanan makanan, higienitas makanan dan peralatan sebagai satu kesatuan bentuk pelayanan sehingga menghasilkan produk yang berkualitas (Depkes, 2013).
Daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan sesuai dengan kebutuhan (kurniah,
2010). Tolak ukur keberhasilan penyelenggaraan makanan adalah makanan yang disajikan dapat diterima dan makanan tersebut habis termakan tanpa meninggalkan sisa makanan. Daya terima sendiri sebagai tolak ukur kepuasan pasien (Agustina F, 2016).
3
Hasil penelitian yang dilakukan oleh bagian penelitian dan pengembangan Gizi RSUP H. Adam Malik Medan pada pasien rawat inap pada bulan Desember 2012 menunjukkan daya terima terhadap variasi menu yaitu aroma makanan 43,3%, rasa makanan 51,2%, tekstur makanan
57,7%, suhu makanan 64,9%, dan kebersihan makanan sebesar 68,6%.
Rata-rata hanya 61,4% pasien rawat yang menghabiskan makanan rumah sakit. Hasil penelitian Iswidhani (1996) di RS Cibinong menunjukkan bahwa sisa makanan pasien, yaitu nasi sebesar 37,75%, protein nabati 39%, dan sajian sayuran 51%. Sedangkan hasil penelitian Djamaludin (2002) di RS Dr.
Sardjito tentang sisa makanan menunjukkan persentase sisa makanan dalam sehari terbanyak pada sayuran (22,93%) dan lauk nabati (21,86%).
Berdasarkan hasil penelitian (Rijadi C, 2002) di Rumah Sakit Islam
Samarinda dari 35 responden 30,4% tidak dapat menerima makanan biasa yang disajikan, sedangkan hasil penelitian di Rumah Sakit Sardjito
Yogyakarta diperoleh sisa makanan banyak dijumpai pada waktu makan pagi dengan rata-rata 23,41%, terdapat pada sayuran sebesar 25,33%, nasi
23,1% dan lauk nabati 21,8% (Djamaluddin, 2002).
Berdasarkan survei sisa makanan pasien yang dilakukan Instalasi
Gizi RSUD Sunan Kalijaga Demak pada tahun 2012 menunjukkan bahwa pada menu standar terdapat rata-rata sisa makanan 26,6 % yang terdiri dari sisa sayur sebesar 32 %, nasi 28,3 %, lauk nabati 27,8 %, dan lauk hewani 18,3%. Daya terima makanan pasien baru berkisar
78,25 %.(Uyami, 2012).
4
Sisa makanan yang tinggi menandakan kurang maksimalnya daya terima pasien. Sisa makanan pasien adalah makanan yang disisakan oleh pasien. Apabila daya terima pasien terhadap makanan kurang memuaskan maka berpengaruh terhadap asupan gizi pasien dan apabila berlangsung lama maka akan menyebabkan pasien tersebut mengalami defisiensi zat gizi.
Apabila sisa makanan pasien masih banyak maka asupan zat gizi akan defisit.
Oleh karena itu, pasien harus diupayakan untuk menghabiskan makanan sesuai kebutuhannya. Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan selera makan pasien (Renaningtyas, 2004).
Penyakit gastritis yang terjadi di negara berkembang banyak terjadi pada usia dini, usia muda dan dewasa termasuk dalam kategori usia produktif, dimana usia produktif lebih berisiko terkena gastritis. Dimana pada usia tersebut merupakan usia dengan berbagai kesibukan karena pekerjaan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Sehingga lebih cenderung untuk terpapar faktor-faktor yang meningkatkan risiko untuk terkena gastritis, terkait dengan pola makan yang tidak teratur dan stress di tempat kerja serta pola hidup yang tidak sehat (Gustin, 2011).
Rumah Sakit Umum Kelas D Kota Palangka Raya merupakan Rumah
Sakit Pemerintah Kota Palangka Raya didalamnya terdapat pelayanan unit gawat darurat, rawat inap, perawatan intensif, fasilitas bedah, ruang bersalin , laboratorium dan Intalasi Gizi dan sarana prsarana lain. Penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi dalam melaksanakan tugas melibatkan 5 orang
5
pekerja yang terdiri dari 1 orang lulusan D IV Gizi, 2 orang lulusan D3 Gizi dan 2 orang lulusan SMA.(Rekam Medik, 2018).
Berdasarkan data rekam medik RSU Kelas D Kota Palangka Raya dari bulan Januari sampai dengan November 2018 jumlah pasien yang dirawat inap di RSU Kota meningkat berturut turut yaitu dari 1-3 pasien/hari, menjadi
1-5 pasien /hari dan meningkat 1-15 pasien/hari pada bulan november.
Jumlah pasien gastritis pada tahun 2018 sebanyak 33 orang. Pasien gastritis menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak dilihat dari data rekam medik di RSU Kelas D kota Palangka Raya.
Penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSU Kelas D Kota
Palangka Raya meliputi penyelenggaraan makanan biasa dan penyelenggaraan makanan diet. Pemberian makanan dilakukan 3 kali dalam sehari untuk pasien yang di rawat inap dengan menggunakan siklus menu 10 hari.
Masalah penyajian makanan untuk orang sakit lebih kompleks daripada penyajian makanan untuk orang sehat. Lauk hewani dan lauk nabati sering tidak dihabiskan oleh pasien, oleh karena itu perlu dilakukan sejumlah perubahan pada hidangan lauk hewani dan lauk nabati salah satu caranya dengan melakukan modifikasi menu/resep terhadap bahan, ukuran, bumbu, atau cara pengolahan tanpa mengurangi nilai gizinya. Modifikasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan penampilan serta meningkatkan rasa hidangan yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat penerimaan
6
makanan pasien. Daya terima pasien yang meningkat terhadap makanan
menyebabkan asupan gizi yang masuk kepada pasien akan lebih baik.
Data asuhan nutrisi pasien tahun 2018 dirumah sakit RSU Kelas D kota
Palangka Raya menunjukkan bahwa pasien yang menderita penyakit gastritis
nafsu makannya berkurang sehingga menyebabkan daya terima pasien
terhadap makanan menjadi berkurang. Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan dari tanggal 3 September sampai 22 September 2018 menunjukkan
bahwa sisa makanan yang diberikan pada waktu makan siang adalah lauk
hewani sebesar 40,4%, dan lauk nabati sebesar 39,25% Berdasarkan hasil
observasi ini maka perlu dilakukan modifikasi lauk hewani dan lauk nabati
pada makan siang pada pasien gastritis rawat inap di RSU Kelas D Kota
Palangka Raya agar daya terima pasien gastritis dapat meningkat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana modifikasi
lauk hewani dan lauk nabati pada makan siang terhadap daya terima pasien
gastritis di RSU kelas D Kota Palangka Raya?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Menganalisis modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada makan siang
terhadap daya terima pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka
Raya.
7
2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui gambaran umum Instalasi Gizi RSU Kelas D Kota
Palangka Raya
b. Mengetahui karakteristik responden penelitian.
c. Modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada pasien gastritis di RSU
Kelas D Kota Palangka Raya.
d. Menganalisis perbedaan daya terima pasien gastritis terhadap lauk
hewani modifikasi pada makan siang di RSU Kelas D Kota Palangka
Raya.
e. Menganalisis perbedaan daya terima pasien gastritis terhadap lauk
nabati modifikasi pada makan siang di RSU Kelas D Kota Palangka
Raya.
f. Menganalisis Perbedaan daya terima lauk hewani modifikasi dan
lauk hewani rumah sakit pada makan siang pasien gastritis di RSU
Kelas D Kota Palangka Raya.
g. Menganalisis Perbedaan daya terima lauk nabati modifikasi dan lauk
nabati rumah sakit pada makan siang pasien gastritis di RSU Kelas D
Kota Palangka Raya.
8
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan pengetahuan
mengenai modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada makan siang
terhadap daya terima pasien di rumah Sakit.
2. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan data dan usulan untuk
memperbaiki kualitas pelayanan gizi di ruang rawat inap dan juga
sebagai bahan evaluasi Instalasi Gizi dalam memberikan pelayanan gizi
khususnya penyediaan makanan pasien.
3. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat menambah bacaan pada perpustakaan
sehingga dapat memberikan pengetahuan kepada mahasiswa yang
membutuhkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Gambaran Umum Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum ( RSU) Kelas D Kota Palangka Raya terletak
di Jalan Mahir Mahar KM. 18,5 Kelurahan Kalampangan Kecamatan
Sabangau Kota Palangka Raya sebelumnya merupakan UPTD Puskesmas
Kalampangan dan pada hari Senin tanggal 19 Januari 2015 dicanangkan
oleh Bapak Walikota menjadi RSU Kelas D Kota Palangka Raya dengan
jumlah penduduk di wilayah kerja sekitar RSU Kelas D Kota Palangka
Raya yaitu 5.527 Jiwa.
RSU Kelas D Kota Palangka Raya berada di wilayah Kelurahan
Kalampangan, Kecamatan Sabangau dengan luas wilayah 165 km2.
Dengan batas wilayah kerja yaitu :
Utara : Berbatasan dengan Kab. Pulang Pisau.
Timur : Berbatasan dengan Kel. Sabaru dan Kel. Kereng Bangkirai.
Selatan : Berbatasan dengan Kab. Pulang Pisau dan Kab. Kapuas.
Barat : Berbatasan dengan Kel. Pahandut dan Kel. Langkai.
RSU Kelas D Kota Palangka Raya melayani segala jenis penyakit
umum, memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (Ruang
gawat darurat). Untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepat-cepatnya
dan memberikan pertolongan pertama. Di dalamnya juga terdapat
9
10
layanan rawat inap dan perawatan intensif, fasilitas bedah, ruang
bersalin, laboratorium, dan sarana-prasarana lain.
RSU Kelas D Kota Paalangka Raya merupakan rumah sakit
pemerintah kota Palangka Raya mempunyai tenaga kesehatan berjumlah
103 tenaga kesehatan yang terdiri dari Dokter Spesialis 4 orang, Dokter
Umum 7 orang, Perawat 32 orang, Bidan 26 orang, Nutrisionis 3 orang,
Apoteker dan Asisten Apoteker 5 orang, Kesling 1 orang, Pranata lab
analis 6 orang, Fisiotrafi 2 orang dan Struktural 14 orang.
Penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSU Kelas D Kota
Palangka Raya meliputi penyelenggaraan makanan biasa dan
penyelenggaraan makanan diet. Pemberian makanan dilakukan 3 kali
dalam sehari untuk pasien yang di rawat inap.
2. Gambaran Umum Instalasi Gizi
a. Instalasi Gizi
Instalasi gizi adalah suatu unit kerja yang bergerak dibidang gizi
rumah sakit yang melaksanakan pengadaan makanan bagi orang sakit
dan petugas asuhan gizi rawat inap dan rawat jalan serta tempat
pendidikan dan pelatihan gizi yang digariskan secara umum oleh
Departemen Kesehatan RI.
11
Struktur Organisasi Instalasi Gizi RSU Kelas D Kota sebagai berikut :
Direktur RSU Kelas D Kota Palangka raya Dr.ABRAM SIDI WINASIS Penata /IIId NIP.19760824 200801 1 022
Kepala Seksi Pelayanan dan Penunjang Medis DIDIK PURWANTO,Amd.Kep Penata Muda Tk I/IIIb NIP. 19790803 199903 1 003
Kepala Instalasi Gizi NORMAYANTI,SST Penata Muda Tk.I/IIIb NIP.19860616 200903 2 003
Pelaksanaan Penyelenggaraan Makanan Pelaksana Penyelenggaraan Makanan MARFU’ATHIN,AMG ANTUNG RAHMANIWATI,Amd.Gizi Penata Muda /IIIa Penata Muda /IIIa NIP.19860616 200903 2 003 NIP.19851129 200904 2 001
b. Sumber Daya Manusia
Instalasi Gizi RSU Kota Palangka Raya dalam melaksanankan
tugas melibatkan 5 orang pekerja yang terdiri dari 1 orang lulusan
DIV Gizi, 2 orang lulusan D3 dan 2 orang lulusan SMA.
c. Standar Makanan Rumah Sakit
Berdasarkan bentuk makanan, standar rumah sakit terdiri
makanan biasa, makanan saring dan makanan cair. Makanan biasa
adalah makanan yang diberikan kepada pasien yang tidak memerlukan
makanan khusus yang berhubungan dengan penyakitnya dengan
susunan makanan yang sama dengan makanan orang sehat, hanya 12
tidak diperbolehkan makanan yang terlalu merangsang atau yang
dapat menimbulkan gangguan pencernaan. Makanan yang diberikan
oleh Instalasi Gizi RSU Kelas D kota Palangka Raya harus
mengandung nilai gizi dan mencukupi jumlah kalori yang dibutuhkan
oleh pasien. Nilai gizi standar makanan biasa yang diberikan kepada
pasien rawat inap kelas III adalah energi 1950 kalori, protein 53 gram,
lemak 50 gram dan karbohidrat 320 gram. Standar porsi nasi yang
diberikan 100 gram, lauk hewani ikan 50 gram, lauk hewani daging
ayam 50 gram, lauk nabati tahu 40 gram, lauk nabati tempe 35 gram
dan untuk sayur tidak berkuah 100 gram sedangkan untuk sayur
berkuah 150 gram.
Standar menu rumah sakit disusun secara periodik 6 bulan sekali
yang siklus menunya 10 hari + menu 31. Standar menu tersebut
berpedoman pada pola menu seimbang, berdasarkan kelas perawat,
serta indeks makanannya yang ditetapkan pihak RS (Aritonang, 2014).
3. Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit
a. Pengertian Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian
kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian
makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status
kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat. Dalam hal 13
ini termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan dan evaluasi (Kemenkes
RI, 2013).
b. Tujuan
Menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi,
biaya, aman dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status
gizi yang optimal (Kemenkes RI, 2013).
c. Alur Penyelenggaraan Makanan
Penerimaan Pelayanan &Penyimpan makanan Perencanaan Pengadaan menu Bahan an Bahan pasien
Penyajian Distribusi makanan Persiapan& makanan di Pengolahan ruang
Sumber : Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (Kemenkes RI, 2013)
d. Bentuk Penyelenggaraan Makanan
Institusi menyiapkan dan memasak sendiri makanan yang
diperlukan dan sekaligus melayani distribusi makanan kepada
konsumen. Dengan cara institusi menyiapkan seluruh fasilitas yang
diperlukan, seperti ruangan untuk mengolah dan menyajikan makanan,
peralatan untuk mengolah dan memasak makanan, peralatan untuk
menyajikan makanan, tenaga pelaksanaan dan biaya yang diperlukan
(PGRS, 2013).
14
e. Kegiatan Penyelenggaraan Makanan
Secara terinci rangkaian kegiatan penyelenggaraan makanan
adalah sebagai berikut:
a) Perencanaan Menu
Perencanaan menu berarti merencanakan makanan apa
yang akan disajikan, berapa banyak makanan yang harus
disediakan, bahan makanan apa saja dan berapa banyak bahan
makanan itu diperlukan, bagaimana memasak makanan itu,
bagaimana menyajikan makanan tersebut. Keseluruhan
pertanyaan itu harus dapat dijawab agar menghasilkan makanan
yang sesuai dalam hal jenis makanan, jumlah makanan, citarasa
makanan, dan sebagainya (PGRS, 2013).
b) Pengadaan bahan makanan
Pengadaan bahan makanan dapat dilakukan melalui
pemesanan atau pembelian sendiri. Pengadaan bahan makanan
melalui pemasok biasanya dilakukan oleh penyelenggaraan
makanan institusi (PGRS, 2013).
c) Penerimaan Bahan Makanan
Penerimaan bahan makanan dilakukan setelah pemasok
menandatangani kontrak pengadaan bahan makanan, maka
pemasok berkewajiban menyerahkan pesanan bahan makanan
yang diperlukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam
kontrak. 15
Institusi membuat daftar pesanan bahan makanan sesuai
dengan menu yang akan disajikan. Untuk memeriksa apakah
bahan makanan yang diserahkan sesuai dengan pesanan serta
mutunya sesuai dengan kontrak, maka penerimaan pesanan bahan
makanan biasanya dilakukan oleh tim penerimaan bahan makanan
yang ditunjuk khusus oleh pimpinan institusi (PGRS, 2013). d) Penyimpanan Bahan Makanan
Bahan makanan yang telah diterima dari pemasok
sebagian langsung digunakan dan yang sebagian lagi mungkin
masih harus disimpan, terutama bahan makanan kering seperti
beras dan gula (PGRS, 2013). e) Persiapan Bahan Makanan Untuk Diolah
Bahan makanan yang akan dimasak harus dipersiapkan
terlebih dahulu. Kegiatan dalam penyiapan bahan makanan
adalah kegiatan membersihkan, mengupas, atau membuang
bagian yang tidak dimakan, memotong, mengiris, atau memberi
bentuk, atau melakukan berbagai hal lainnya yang diperlukan
sebelum dimasak (PGRS, 2013). f) Mengolah Dan Memasak Bahan Makanan
Kegiatan mengolah dan memasak makanan merupakan
kegiatan yang terpenting dalam proses penyelenggaraan makanan
karena citarasa makanan yang dihasilkan dapat ditentukan oleh
proses pemasakan makanan. Semakin banyak jumlah proses 16
makanan yang harus dimasak, semakin sukar untuk
mempertahakan citarasa makanan seperti yang diinginkan.
Penggunaan alat yang modern seperti presssured cooker akan
sangat membantu mempermudah proses pemasakan makanan
(PGRS, 2013).
g) Pembagian Makanan
Makanan yang telah dimasak harus segera dibagikan
kepada konsumen. Hal yang perlu diperhatikan dalam
pembagiaan makanan baik di institusi rumah sakit maupun
institusi bukan rumah sakit, adalah makanan yang diterima oleh
konsumen dalam keadaan temperatur yang sesuai. Jadi, makanan
yang dimakan dalam keadaan hangat, seperti sop dan soto harus
diterima konsumen dalam keadaan hangat. Kantin atau cafetaria
yang melayani makanan karyawan atau mahasiswa biasanya
dilengkapi dengan peralatan yang dapat memanaskan atau
mendinginkan makanan sehingga waktu konsumen menerima
makanan itu betul-betul dalam keadaan suhu yang sesuai (PGRS,
2013). f. Bentuk Makanan Standar Rumah Sakit
Adapun bentuk-bentuk standar makanan umum rumah sakit, meliputi :
a) Makanan Biasa
Makanan biasa sama dengan makanan sehari-hari yang
beraneka ragam, bervariasi dengan bentuk, tekstur dan aroma 17
yang normal. Susunan makanan mengacu pada Pola Menu
Seimbang (PMS) dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
dianjurkan bagi orang dewasa sehat. Makanan biasa diberikan
kepada pasien yang berdasarkan penyakitnya tidak memerlukan
makanan khusus (diet). Walau tidak ada pantangan secara khusus,
makanan sebaiknya diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna
dan tidak merangsang pada salura cerna. Tujuan diet makanan
biasa adalah memberikan makanan sesuai kebutuhan untuk
mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh (Almatsier,
2013). b) Makanan Lunak
Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang
mudah dikunyah, ditelan, dan dicerna dibandingkan makanan
biasa. Makanan ini mengandung cukup zat-zat gizi, asalkan
pasien mampu mengkonsumsi makanan dalam jumlah cukup.
Menurut keadaan penyakit, makanan lunak dapat diberikan
langsung kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan
saring ke makanan biasa. Tujuan diet makanan lunak adalah
memberikan makanan dalam bentuk lunak yang mudah ditelan
dan dicerna sesuai kebutuhan gizi dan keadaan penyakit
(Almatsier, 2013).
Syarat-syarat diet makanan lunak adalah energi, protein,
dan zat gizi lain cukup, makanan diberikan dalam bentuk cincang 18
atau lunak, sesuai dengan keadaan penyakit dan kemampuan
makan pasien, makanan diberikan dalam porsi sedang, makanan
mudah dicerna dan tidak mengandung bumbu yang merangsang.
Makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu,
pasien dengan penyakit infeksi dengan kenaikan suhu tubuh tidak
terlalu tinggi, pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan,
serta sebagai perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa
(Almatsier, 2013). c) Makanan Saring
Makanan saring adalah makanan semi padat yang
mempunyai tekstur lebih halus daripada makanan lunak, sehingga
lebih mudah ditelan dan dicerna. Menurut keadaan penyakit,
makanan saring dapat diberikan langsung kepada pasien atau
merupakan perpindahan dari makanan cair kental ke makanan
lunak. Tujuan diet untuk makanan saring adalah memberikan
makanan dalam bentuk semi padat sejumlah yang mendekati
kebutuhan gizi pasien untuk jangka waktu pendek sebagai proses
adaptasi terhadap bentuk makanan yang lebih padat. Makanan
saring sebaiknya diberikan untuk jangka waktu yang pendek,
yaitu selama 1-3 hari saja, karena makanan ini kurang serat dan
vitamin C (Almatsier, 2013).
19
d) Makanan Cair
Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi
cair hingga kental. Makanan ini diberikan kepada pasien yang
mengalami gangguan mengunyah, menelan, dan mencernakan
makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu
tinggi, rasa mual, muntah, pasca bedah. Makanan dapat diberikan
secara oral ataupun parenteral. Menurut konsistensi makanan,
makanan cair terdiri atas tiga jenis, yaitu makanan cair jernih,
makanan cair penuh, dan makanan cair kental. Makanan cair
jernih adalah makanan yang disajikan dalam bentuk cairan jernih
pada suhu ruang dengan kandungan sisa (residu) minimal dan
tembus pandang bila diletakkan dalam wadah bening. Jenis cairan
yang diberikan tergantung pada keadaan penyakit atau jenis
operasi yang dijalani (Almatsier, 2013).
Penyelenggaraan makanan rumah sakit di Instalasi Gizi RSU
Kelas D Kota Palangka Raya dengan sistem swakelola, Instalasi
Gizi/unit gizi bertanggungjawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan makanan. Dalam sistem swakelola ini, seluruh sumber daya yang diperlukan (tenaga, dana, metode, sarana, dan prasarana) disediakan oleh pihak rumah sakit. Pada pelaksanaannya Instalasi Gizi/Unit Gizi mengelola kegiatan gizi sesuai fungsi manajemen yang dianut dan mengacu pada Pedoman 20
Pelayanan Gizi Rumah Sakit yang berlaku dan menerapkan
standar prosedur yang ditetapkan.
Pelayanan gizi rawat inap yang paling umum yaitu
penyelenggaraan makanan bagi pasien yang dirawat (Almatsier,
2010). Penyelenggaraan makanan di rumah sakit dilaksanakan dengan
tujuan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik, jumlah
sesuai kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi pasien
yang membutuhkan. Keberhasilan suatu pelayanan gizi antara lain
dikaitkan dengan daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan
(PGRS, 2013) g. Siklus Menu 10 hari
Siklus menu adalah perputaran menu atau hidangan yang
disajikan dengan adanya penetapan periode siklus menu, yaitu
lamanya siklus menu berlaku.Penetapan pola menu dimaksudkan agar
dalam siklus menu dipastikan penggunaan bahan makanan sebagai
sumber zat gizi yang dibutuhkan konsumen. Penetapan pola menu
artinya dapat dikendalikan bahan makanan sebagai sumber zat gizi
yang diperlukan (Aritonang, 2014).
21
4. Gastritis
a. Definisi Gastritis
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa
lambung. Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan
mukosa lambung samapai terlepasnya epitel mukosa superfisial yang
menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran pencernaan.
Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya proses inflamasi pada
lambung (Sukarmin, 2012).
Menurut Hirlan (2009), gastritis adalah proses inflamasi pada
lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila
mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan
iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya
infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Surantum (2010), gastritis
adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit
maag atau sakit ulu hati ialah suatu peradangan mukosa lambung
paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan
terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu
atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks
empedu atau terapi radiasi (Yuliarti, 2009).
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis
adalah suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang 22
disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola
makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan
makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat
menyebabkan terjadinya gastritis. b. Klasifikasi Gastritis
Menurut Mustakim (2009), gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan
dan dapat disembuhkan atau sembuh sendiri merupakan respon
mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin,
bakteri , alkohol, kafein dan aspirin merupakan agen-agen
penyebab yang sering, obat-obatan lain seperti NSAID juga
terlibat. Beberapa makanan berbumbu termasuk cuka, lada, atau
mustard dapat menyebabkan gejala yang mengarah pada gastritis.
2) Gastritis Kronik
Gastritis kronik ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar
disertai dengan kehilangan sel pametel dan cref cell. Gastritis
kronis diduga merupakan predisposisi timbulnya tukak lambung
akut karsinoma. Insiden kanker lambung khususnya tinggi pada
anemia pernisiosa. Gejala gastritis kronis umumnya bervariasi
dan tidak jelas antara lain perasaan perut penuh, anoreksia, dan
distress epigastrik yang tidak nyata.
23
c. Penyebab Gastritis
1) Pola Makan
Menurut Potter (2008), terjadinya gastritis dapat disebabkan
oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi
makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung menjadi
sensitif bila asam lambung meningkat.
2) Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari.
Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat
pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan
dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata,
umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan
ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani,
2011).
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah
terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi
dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan
mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri
(Okviani, 2011).
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam
lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam
sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak
terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan 24
pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang
telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi
semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa
lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium
(Okviani, 2011).
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung
sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi
asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi
dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak
peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual.
Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan
rasa panas terbakar (Okviani, 2011).
3) Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau
dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit
susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan
bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan
gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Sitorus,
2009).
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan
merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk
berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di
ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut 25
membuat penderita makin berkurang nafsu makannya.Bila
kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali
dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus
dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan
gastritis (Sitorus, 2009).
Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit
gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah, kari,
dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega.
Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena
lambung membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencerna
makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus.
Akibatnya isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam
lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam
duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas
di ulu hati dan dapat mengiritasi (Smelter, 2008).
4) Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran
makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap orang
harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar
untuk semua kebutuhan tubuh (Santoso, 2008). Jika konsumsi
makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh
dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan
dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang 26
pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun.
Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada
lambung.
5) Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang
terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk
lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan
fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang lambung
untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan
lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung.
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang
yang sering minum kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan
lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan pencernaan
dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disarankan
untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya
tidak bertambah parah (Warianto, 2011).
6) Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya. MD, dalam buku “The
Miracle of Enzyme” menemukan bahwa orang-orang Jepang yang
meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara teratur,
sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh
teh hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh
bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang 27
mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak.
Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Warianto, 2011).
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus (Warianto, 2011).
Selain itu apabila tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah menjadi asam tanat.Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung (Warianto, 2011).
28
7) Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau
cacah. Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia
berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang
disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas
karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol,
perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen,
benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin,
nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan
hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut
bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap
kesehatan (Yanti, 2008).
Efek rokok pada saluran gastrointestinal antara lain
melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks,
mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi
bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung,
dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung
meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin.
Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine
(obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam
menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut
memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan
pada mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif 29
lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di
mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan
komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga
dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan
risiko kekambuhan tukak peptik (Yanti, 2008).
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang
mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit lambung
(gastritis) sampai tukak lambung (Dermawan, 2010).
8) Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh
terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan,
membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang.
Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan
ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik,
emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat
mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2008).
9) Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup,
terutama dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida.
Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran
sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan
menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol
dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam 30
minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat
dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Yulianti, 2009).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme
alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena itu efek dari
kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak
hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan
lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi
asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual,
sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi
mukosa lambung dan duodenum (Yulianti, 2009).
10) Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid.
Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin,
asam mefenamat, aspilets dalam jumlah besar dapat memicu
kenaikan produksi asam lambung yang berlebihan sehingga
mengiritasi asam lambung karena terjadinya difusi balik ion
hidrogen ke epitel lambung. Selain itu obat ini juga dapat
mengakibatkan kerusakan langsung pada epitel mukosa karena
dapat bersifat iritatif dan sifatnya yang asam dapat menambah
derajat keasaman pada lambung (Sukarmin, 2012).
11) Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita
gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan
bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster 31
cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki
infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada
orang yang lebih muda. Sebaliknya jika mengenai usia muda
biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat
(Gustin, 2011). d. Manifestasi Klinik
Gejala penyakit gastritis yang biasa terjadi adalah : 1) Mual dan muntah
2) Nyeri epigastrum yang timbul tidak lama setelah makan dan
minum unsur - unsur yang dapat merangsang lambung ( alkohol,
salisilat, makanan tercemar toksin stafilokokus )
3) Pucat
4) Lemah
5) Keringat dingin
6) Nadi cepat
7) Nafsu makan menurun secara drastis
8) Suhu badan meningkat
9) Sering bersendawa terutama dalam keadaan lapar
10) Rasa seperti terbakar di dalam perut
11) Diare
12) Perasaan kenyang atau „begah”
13) Kelelahan yang teramat sangat dan tidak wajar (Mustakim,
2009). 32
Sedangkan beberapa gejala yang tidak terlalu sering ditemui pada gastritis adalah: 1) Adanya darah pada muntahan anda
2) Ditemukannya darah pada feses atau tinja
3) Feses/tinja yang berwarna hitam (Mustakim, 2009). e. Diet pada Gastritis
Diet pada penderita gastritis adalah diet lambung. Prinsip diet
pada penyakit lambung bersifat libitum, yang artinya bahwa diet
lambung dilaksanakan berdasarkan kehendak pasien. f. Prinsip Diet
Prinsip diet yang dianjurkan untuk pasien gastritis yaitu :
1) Pasien dianjurkan untuk makan secara teratur, tidak terlalu
kenyang dan tidak boleh berpuasa.
2) Makanan yang dikonsumsi harus mengandung cukup kalori dan
protein namun kandungan lemak/minyak, khususnya yang jenuh
harus dikurangi.
3) Makanan pada diet lambung harus mudah cerna dan mengandung
serat makanan yang halus (soluble dietary fiber).
4) Makanan tidak boleh mengandung bahan yang merangsang,
menimbulkan gas, bersifat asam, mengandung minyak/ lemak
secara berlebihan dan yang bersifat melekat.
5) Selain itu, makanan tidak boleh terlalu panas atau dingin.
Tujuan diet ini adalah untuk menghilangkan gejala penyakit,
menetralisir asam lambung, mengurangi gerakan peristaltik 33
lambung serta memperbaiki kebiasaan makan penderita. Dengan
cara itu diharapkan luka di dinding lambung perlahan-lahan akan
sembuh (Vera uripi, 2001). g. Syarat Diet
Syarat diet penderita gastritis yaitu:
1) Makanan yang disajikan harus mudah dicerna, tidak merangsang
tetapi dapat memenuhi kebutuhan energi dan gizi, jumlah
energipun harus disesuaikan dengan kebutuhan penderita.
2) Asupan protein harus cukup tinggi (sekitar 20-25% dari total
jumlah energi yang biasa diberikan), sedangkan lemak perlu
dibatasi. Protein berperan dalam menetralisir asam lambung. Bila
terpaksa menggunakan lemak, pilih jenis lemak yang
mengandung jenis asam lemak tak jenuh. Pemberian lemak atau
minyak perlu dipertimbangkan dengan teliti. Lemak yang
berlebihan dapat menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak di ulu
hati dan muntah karena tekanan dari dalam lambung meningkat.
3) Mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung asam lemak tak
jenuh secukupnya merupakan pilihan tepat, sebab lemak jenis ini
lebih mudah di cerna.
4) Porsi makanan yang diberikan dalam porsi kecil tapi sering.
5) Kebutuhan zat gizi, jenis energi yang dikonsumsi harus
disesuaikan dengan berat badan dan umur penderita.
34
h. Jenis dan bentuk makanan
Sebaiknya penderita gastritis menghindari makanan yang
bersifat merangsang, diantaranya makanan berserat dan penghasil gas
maupun mengandung banyak bumbu-bumbu yang merangsang. Selain
itu perlu memperhatikan tehnik memasaknya, direbus, dikukus, atau
dipanggang adalah tehnik masak yang dianjurkan. Sebaliknya,
menggoreng bahan makanan tidak dianjurkan. Menurut Persagi (1999)
dikenal jenis diet untuk penderita penyakit gastritis. Diet ini
disesuaikan dengan berat ringannya penyakit.
1) Jenis Diet
a) Diet Lambung I diberikan pada penderita gastritis berat yang
disertai pendarahan. Jenis makanan yang diberikan, meliputi
susu dan bubur susu yang diberikan setiap 3 jam sekali.
b) Diet Lambung II Untuk penderita gastritis akut yang sudah
dalam perawatan. Makanan yang diberikan merupakan
makanan saring atau cincang pemberiannya sama 3 jam
sekali.
c) Diet Lambung III Untuk penderita gastritis yang tidak begitu
berat atau ringan. Bentuk makanan harus lunak dan diberikan
enam kali sehari.
d) Diet Lambung IV ini diberikan pada penderita gastritis
ringan, makanan dapat berbentuk lunak atau biasa.
35
2) Jenis makanan yang boleh diberikan pada penderita gastritis :
a) Sumber hidrat arang (nasi atau penggantinya) yaitu meliputi ;
beras, dibubur atau ditim, kentang direbus atau dipure,
makaroni, mi bihun direbus, roti, biskuit, marie, dan tepung-
tepungan dibuat bubur atau puding.
b) Sumber protein hewani (daging atau penggantinya) ikan, hati,
daging sapi empuk, ayam digiling atau dicincang dan direbus,
disemur, ditim, atau dipanggang, telur ayam direbus, didadar,
diceplok air, atau dicampurkan dalam makanan, susu.
Sumber protein nabati tahu, tempe, direbus, ditim atau
ditumis, kacang hijau direbus dan dihaluskan.
c) Lemak margarin, minyak (tidak untuk menggoreng) dan
santan encer.
d) Sayuran - sayuran yang tidak banyak serat dan tidak
menimbulkan gas, misalnya bayam, labu siam, wortel, tomat
direbus atau ditumis.
e) Buah-buahan pepaya, pisang rebus, sawo, jeruk garut, sari
buah (sebaiknya dimakan bersama nasi).
f) Bumbu-bumbu gula, garam, vetsin, kunyit, kunci, sereh,
salam, lengkuas, sedikit jahe, dan bawang.
3) Jenis-jenis makanan yang tidak boleh diberikan pada penderita
gastritis: 36
a) Sumber hidrat arang meliputi; beras ketan atau wajik, bulgur,
ubi singkong, kentang goreng, cake, dodol, dan kue yang
terlalu manis.
b) Sumber protein hewani; daging, ikan, ayam yang
dikalengkan, digoreng, dikeringkan (dendeng), telur ceplok
atau goreng. Sumber protein nabati; tahu, tempe digoreng,
kacang merah, kacang tanah digoreng.
c) Lemak; lemak hewani, santan kental.
d) Sayuran- sayuran yang menimbulkan gas, sayuran mentah.
e) Buah yang menimbulkan gas, misalnya jambu biji, nanas,
kedondong, durian, nangka, dan buah yang dikeringkan (sale
pisang, manisan pala, dan sebagainya).
f) Bumbu-bumbu, lombok atau cabai, merica, cuka dan bumbu-
bumbuan yang merangsang
4) Tips diet yang penting untuk penderita gastritis yaitu:
a) Makan dalam porsi kecil tapi sering lebih baik dibandingkan
makan dalam jumlah besar sekaligus.
b) Jangan terburu-buru ketika mengkonsumsi makanan.
c) Kunyahlah makanan secara sepenuhnya.
d) Makanlah makanan yang kaya serat.
e) Makanan mengandung flavonoid, seperti apel, seledri,
bawang, dan teh dapat meng-hambat pertumbuhan bakteri H.
pylori. 37
f) Konsumsi makanan yang mengandung tinggi vitamin dan
kalsium, seperti (kacang almon, sayuran hijau misalnya
bayam).
g) Hindari makanan yang terlalu panas ataupun dingin.
h) Hindari makanan yang tinggi kadar lemak. Pada penelitian,
makanan tinggi kadar lemak meningkatkan inflamasi pada
permukaan lambung.
i) Hindari minuman yang bersifat asam, termasuk kopi dan jus
buah yang mengandung asam.
j) Minum 6-8 gelas air setiap harinya.
k) Berolahraga setidaknya 30 menit setiap hari , 5 kali dalam
seminggu i. Penatalaksanaan Gastritis
1) Gastritis akut diatasi dengan mengintruksikan pasien untuk
menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila
pasien mampu makan melalui mulut diet mengandung gizi
dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara
parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah
serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran
gastrointestinal atas.
2) Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien,
meningkatkan istirahat dan mengurangi stress. 38
Beberapa makanan yang berpotensi menyebabkan gastritis
antara lain garam, alkohol, rokok, kafein yang dapat ditemukan dalam
kopi, teh hitam, teh hijau, beberapa minuman ringan (soft drinks), dan
coklat. Beberapa macam jenis obat juga dapat memicu terjadinya
gastritis. Garam dapat mengiritasi lapisan lambung. Beberapa
penelitian menduga bahwa makanan bergaram meningkatkan resiko
pertumbuhan infeksi Helicobacter pylori. Gastritis juga biasa terjadi
pada alkoholik. Perokok berat dan mengkonsumsi alkohol berlebihan
diketahui menyebabkan gastritis akut. Makanan yang diketahui
sebagai iritan, korosif, makanan yang bersifat asam dan kopi juga
dapat mengiritasi mukosa lambung. j. Pengobatan
Pengobatan umum terhadap gastritis adalah menghentikan atau
menghindari faktor penyebab iritasi, pemberian antasid dan
simptomatik lain, dan pada gastritis atrofik dengan anemia pernisiosa
diobati dengan B12 intramuskuler (hydroxycobalamin atau
cyanocobalamin).
Jika penyebabnya adalah infeksi oleh Helicobacter pylori, maka
diberikan bismuth, antibiotik (misalnya amoksisilin dan klaritromisin)
dan obat anti-tukak (omeprazol). Penderita gastritis karena stres akut
banyak yang mengalami penyembuhan setelah penyebabnya (penyakit
berat, cedera atau perdarahan) berhasil diatasi. Tetapi sekitar 2% 39
penderita gastritis karena stres akut mengalami perdarahan yang sering berakibat fatal.
Karena itu dilakukan pencegahan dengan memberikan antasid
(untuk menetralkan asam lambung) dan obat anti-ulkus yang kuat
(untuk mengurangi atau menghentikan pembentukan asam lambung).
Perdarahan hebat karena gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan menutup sumber perdarahan pada tindakan endoskopi. Jika perdarahan berlanjut, mungkin seluruh lambung harus diangkat.
Eradikasi Helicobacter pylori merupakan cara pengobatan yang dianjurkan untuk gastritis kronis yang ada hubungannya dengan infeksi oleh kuman tersebut. eradikasi dapat mengembalikan gambaran histopatologi menjadi normal kembali. Eradikasi dapat dicapai dengan pemberian kombinasi penghambat pompa proton dan antibiotik. Antibiotik dapat berupa tetrasiklin, metronidasol, klaritromisin, dan amoksisilin. Kadang-kadang diperlukan lebih dari satu macam antibiotik untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik.
Gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antasid. Penderita sebaiknya menghindari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti peradangan non-steroid) dan makanan yang menyebabkan iritasi lambung. Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko terbentuknya ulkus karena obat anti peradangan non-steroid. Untuk meringankan penyumbatan di saluran keluar lambung pada gastritis eosinofilik, bisa diberikan kortikosteroid atau dilakukan pembedahan. 40
5. Modifikasi Menu
a. Menyusun Menu
Menu berarti hidangan makanan yang disajikan dalam suatu
acara makan, baik makan siang maupun makan malam. Namun
menu dapat juga disusun untuk lebih dari satu kali makan.misalnya
untuk satu hari yang terdiri dari menu makan pagi, makan siang, dan
makan malam, serta makanan selingan jika ada. Dalam
penyelenggaraan makanan institusi, menu dapat disusun untuk
jangka waktu yang cukup lama, misalkan untuk selama tujuh atau
sepuluh hari. Menu yang disusun seperti itu disebut menu induk
(master menu) (Moehyi, 2002).
Menurut (Aritonang,2014) menyusun menu dengan kesesuaian
siklus menu yang digunakan adalah siklus menu 10 hari yang
berlaku selama 1 tahun yang meliputi :
1) Mengumpulkan dan mengelompokkan berdasarkan jenis
makanan.
2) Menyusun pola menu dan master menu sebagai siklus menu
yang berlaku.
3) Memasukkan hidangan hewani yang serasi warna , komposisi,
konsistensi bentuk dan variasinya kemudian lauk nabati, sayur,
buah dan snack.
4) Membuat perbaikan menu dan selanjutnya menu siap untuk
diusulkan kepada pengambilan keputusan ( Instalasi Gizi). 41
b. Modifikasi Menu
Modifikasi menu adalah sebagai salah satu cara untuk
meningkatkan citarasa masakan. Menu yang telah dimodifikasi,
sehingga dapat mengurangi rasa bosan/ jenuh pasien terhadap
masakan sering disajikan. Demikian pula, pengembangan resep
untuk meningkatkan nilai gizi masakan, sekaligus meningkatkan
daya terima pasien. Modifikasi bentuk, atau cara pengolahannya.
Dengan demikian modifikasi resep dimaksudkan untuk
meningkatkan keanekaragaman masakan bagi pasien, meningkatkan
nilai gizi pada masakan, dan meningkatkan daya terima pasien
terhadap masakan terutama masakan pasien anak-anak (Aritonang,
2012).
Modifikasi menu adalah mengubah resep dasar menjadi resep
baru untuk meningkatkan nilai gizi sebuah makanan modifikasi
resep dapat dilakukan dengan cara menambah atau mengurangi
bumbu pada sebuah masakan. Penambahan ukuran atau takaran
bumbu juga merupakan salah satu kunci yang akan menentukan
variasi rasa dan jenis masakan.
1) Lauk Hewani
Lauk hewani merupakan salah satu bagian dari susunan
menu sehari. Lauk hewani yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat yang berasal dari daging ayam, daging sapi, ikan
dan telur. Biasanya daging ayam digunakan untuk lauk hewani 42
hanya dimasak menjadi ayam goreng, kare ayam, opor ayam, dsb. Untuk keanekaragaman lauk hewani maka diperlukan pengembangan lauk hewani yang berasal dari bahan dasar yang sama salah satunya yaitu ayam santan, sehingga diharapkan dari hasil pengembangan resep nantinya dapat mengurangi kebosanan pasien.
Protein hewani merupakan protein yang sempurna yang mengandung semua asam amino esensial yang mutunya tinggi yang fungsinya untuk menggantikan sel sel yang telah rusak dengan sel yang baru sehingga proses penyembuhan dapat berjalan dengan lancar.
Berdasarkan pertimbangan yang mendasar bahwa pasien harus menghabiskan makanan yang sesuai dengan kebutuhannya agar mendapatkan tingkat penyembuhan yang optimal, maka diperlukan standar resep makanan yang variatif dan baku untuk menghasilkan standar mutu makanan (menu) yang baik dan dapat diterima oleh orang sakit maupun orang sehat. Seni mengolah bahan makanan yang dapat menghasilkan suatu hidangan siap santap dan lezat, bergizi serta menarik dan dapat membangkitkan selera makan (Tarwotjo,1998).
Daging ayam menjadi salah satu sumber bahan pangan protein hewani yang paling familiar untuk di konsumsi. Selain lebih terjangkau, daging ayam juga mudah sekali diolah. 43
Memastikan kesegaran daging ayam, sama dengan daging sapi.
Yakni dari warna, aroma dan juga daging yang lembut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi ikan sebagai lauk hewani sebagai suatu hidangan kurang diterima oleh sebagian orang untuk dikonsumsi. Menurut Hadiwiyoto S (1993), cita rasa ikan dikaitkan dengan kesegaran dan kerusakan ikan, mutu citarasa ikan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang menyebabkan ikan tidak disukai diantaranya disebabkan oleh kesalahan dalam penanganan pasca tangkap hasil perikanan, seperti peralatan yang digunakan, penggunaan bahan pendingin, cara penyimpanan, cara pengangkutan, cara pengolahan, suhu pengolahan dan bumbu yang digunakan.
Standar resep untuk makanan lauk hewani ikan yang berlaku dirumah sakit daerah Prof Sitiawan Kartosoedarjo dari hasil penelitian sebelumnya masih belum dapat menjamin baiknya daya terima pasien. Dengan adanya modifikasi resep yang terfokus pada standar mutu/kualitas, antara lain dengan mengubah rasa makanan lebih variasi dan penampilan makanan lebih menarik, dengan tetap mempertahankan nilai gizi ikan, diharapkan selain meningkatkan intake protein juga dapat meningkatkan daya terima pasien atau menekan terjadinya sisa makanan yang disajikan.
44
2) Lauk Nabati
Lauk nabati/ protein berasal dari konsumsi pangan atau
berbagai jenis olahannya. Tahu dan tempe makanan ini bisa di
sajikan sebagai sumber protein setiap hari karena harganya yang
terjangkau. Namun ternyata, kandungan protein dari makanan
yang bersumber dari kedelai ini tak semurah harganya. Dalam
takaran 100 gram, tempe memiliki kandungan protein sebesar
20,8 gram. Sedangkan tahu memiliki kandungan protein
sebanyak 10,9 gram per 100 gramnya. Selain mudah untuk
didapatkan, tempe dan tahu juga sangat mudah untuk diolah
menjadi berbagai kreasi hidangan yang pasti disukai seluruh
anggota keluarga.
6. Daya Terima
a. Pengertian Daya Terima Makanan
Daya terima makan adalah kesanggupan seseorang untuk
menghabiskan makanan yang disajikan sesuai dengan kebutuhannya
(Kurnia, 2010). Daya terima makanan secara umum dapat dilihat
dari jumlah makanan yang dikonsumsi dan daya terima makanan
juga dapat dinilai dari jawaban terhadap pertanyaan yang
berhubungan dengan makanan yang dikonsumsi (Chalida N, 2012).
45
1) Cara Penentuan Daya Terima
a) Uji Hedonik
Metode pengujian hedonik didasarkan atas kesukaan
konsumen terhadap suatu produk. Metode penilaiannya
yang mudah dan sederhana karena didasarkan atas nama
suka atau tidaknya panelis terhadap suatu produk yang
diujikan ini membuat metode pengujian hedonik banyak
digunakan di masyarakat terutama ketika ingin
memperkenalkan produk baru (Kartika,1998)
Uji hedonik merupakan suatu kegiatan pengujian yang
dilakukan oleh seorang atau beberapa orang panelis yang
mana memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan
atau ketidaksukaan konsumen tersebut terhadap suatu
produk tertentu. Panelis diminta tanggapan pribadinya
tentang kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat kesukaan ini
disebut skala hedonik contoh tingkat tersebut adalah :
1) Sangat suka
2) Suka
3) Agak suka
4) Tidak suka
5) Sangat tidak suka
Uji hedonik paling sering digunakan untuk menilai
komoditi sejenis atau produk pengembangan secara 46
organoleptik. Jenis panelis yang bisa digunakan untuk
melakukan uji hedonic adalah panelis yang tidak terlatih
(Kartika, 1988). b) Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik disebut penilaian indera atau
penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian dengan
memanfaatkan panca indera manusia untuk mengamati
tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk makanan
(Ayustaningwarno F, .2014). c) Sisa Makanan
Sisa makanan merupakan makanan yang tidak
habis termakan dan dibuang sebagai sampah . Sisa
makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak
dimakan. Ada 2 jenis sisa makanan, yaitu :
1) kehilangan bahan makanan pada waktu proses
persiapan dan pengolahan bahan makanan;
2) makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah
makanan disajikan (Hirch, 1979).
Sisa makanan diukur dengan menimbang sisa
makanan untuk setiap jenis hidangan. Penimbangan
makanan merupakan salah satu metode yang di gunakan
untuk menggali informasi konsumsi pangan secara
kuantitatif. (Nida K. 2011) menyatakan bahwa metode 47
penimbangan ini mempunyai tingkat akurasi yang paling
tinggi dibandingkan dengan metode lainnya.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Terima Makanan
Faktor yang mempengaruhi daya terima makanan dibagi
menjadi dua yaitu
1) Faktor Internal
Faktor yang berasal dari diri individu yang meliputi :
a) Nafsu Makan
Nafsu makan biasanya dipengaruhi oleh keadaan
kondisi seseorang. Pada umumya bagi seseorang yang
sedang dalam keadaan sakit, maka nafsu makannya akan
menurun. Demikian pula sebaliknya, bagi seseorang dalam
keadaan sehat, maka nafsu makannya akan baik.
b) Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan konsumen dapat mempengaruhi
konsumen dalam menghabiskan makanan yang disajikan.
Bila makanan yang disajikan sesuai dengan kebiasaaan
makan konsumen, baik dalam susunan menu maupun besar
porsi, maka pasien cenderung dapat menghabiskan makanan
yang disajikan. Sebaliknya bila tidak sesuai dengan
kebiasaan makan individu maka akan dibutuhkan waktu
untuk penyesuaian (Mukrie, 1990). 48
c) Rasa Bosan
Rasa bosan biasanya timbul bila konsumen
mengkonsumsi makanan yang sama secara terus menerus
atau mengkonsumsi makanan yang sama dalam jangka
waktu yang pendek, sehingga sudah hafal dengan jenis
makanan yang disajikan. Rasa bosan juga dapat timbul bila
suasana lingkungan pada saat makan tidak berubah. Untuk
mengurangi rasa bosan tersebut selain meningkatkan variasi
menu juga perlu adanya perubahan suasana lingkungan
pada saat makan (Moehyi, 2002).
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal yaitu faktor makanan yang disajikan
terutama yang menyangkut dengan kualitas makanan yang
terdiri dari cita rasa makanan.
Cita rasa terjadi karena adanya rangsangan terhadap
berbagai indra penglihatan, indra penciuman dan indra
pengecapan. Makanan yang mempunyai cita rasa tinggi adalah
makanan yang disajikan dengan tampilan menarik, mempunyai
bau yang sedap dan mempunyai rasa yang lezat (Winarno,
1992).
Cita rasa makanan terdiri dari penampilan makanan saat
dihidangkan, rasa makanan saat dimakan, cara penyajian
(Moehyi, 2002). 49
a) Penampilan
Penampilan makanan terdiri dari :
1. Warna
Warna makanan memegang peranan utama dalam
penampilan makanan, warna makanan yang menarik
dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa pada
makanan. Oleh sebab itu dalam penyelenggaraan
makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk
mempertahankan warna makanan yang alami, baik
dalam bentuk tehnik memasak maupun dalam
penanganan makanan yang dapat mempengaruhi warna
makanan ( Arifianti, 2000).
2. Bentuk
Untuk membuat makanan menjadi lebih menarik
biasanya disajikan dalam bentuk-bentuk tertentu.
Bentuk makanan yang menarik akan memberikan daya
tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan
(Ellizabet A, 2011)
Bentuk makanan tertentu yang disajikan dapat
membuat makanan menjadi lebih menarik saat
disajikan (Moehyi, 2002) Beberapa macam bentuk
makanan yang disajikan seperti : 50
1) Bentuk yang sesuai dengan bentuk asli bahan
makanan, seperti ikan yang sering disajikan
lengkap dengan bentuk aslinya.
2) Bentuk yang menyerupai bentuk asli, tetapi bukan
bahan makanan yang utuh seperti ayam kodok
yang dibuat menyerupai ayam.
3) Bentuk yang diperoleh dengan cara memotong
bahan makanan dengan teknik tertentu atau
mengiris bahan makanan dengan cara tertentu.
4) Bentuk yang disajikan khusus seperti bentuk nasi
tumpeng atau bentuk lainnya yang khas.
3. Tekstur atau Konsistensi Makanan
Tekstur atau konsistensi makanan berkaitan dengan
struktur makanan yang dirasakan saat didalam mulut.
Tekstur makanan meliputi rasa daging, keempukan dan
tingkat kekerasan makanan yang dapat dirasakan oleh
indra pengecapan (Puji, 2008).
Tekstur makanan mempengaruhi penampilan
makanan yang dihidangkan. Tekstur dan konsistensi
suatu bahan makanan dapat mempengaruhi penampilan
makanan yang akan dihidangkan (Kurniah, 2010).
51
4. Porsi Makanany
Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang
disajikan sesuai kebutuhan setiap individu berbeda
sesuai dengan kebiasaan makan. Porsi makanan yang
terlalu besar atau terlalu kecil dapat mempengaruhi
penampilan makanan (Tatik, 2004)
b) Rasa Makanan
Rasa makanan ditimbulkan oleh adanya
rangsangan terhadap berbagai indra manusia,
terutama indra penglihatan, indra penciuman dan
indra pengecapan (Puji, 2008).
Beberapa komponen yang berperan dalam
penentuan rasa makanan adalah aroma, bumbu,
tingkat kematangan dan suhu makanan.
1) Aroma
Aroma makanan adalah aroma yang
disebarkan oleh makanan yang mempunyai daya
tarik yang kuat dan merangsang indra
penciuman sehingga dapat membangkitkan
selera (Nida, 2011).
2) Bumbu Masakan
Bumbu masakan adalah bahan yang
ditambahkan dengan maksud untuk 52
mendapatkan rasa yang enak dan khas dalam
setiap pemasakan (Nida, 2011). Berbagai
macam rempah-rempah dapat digunakan
sebagai bumbu makanan untuk memberikan
rasa pada makanan, seperti cabai, bawang
merah, bawang putih dan sebagainya.
3) Tingkat Kematangan
Tingkat kematangan mempengaruhi cita
rasa makanan yang empuk dapat dikunyah
dengan sempurna dan akan menghasilan
senyawa yang lebih banyak yang berarti
intensitas rangsangan menjadi lebih tinggi.
Kematangan makanan selain ditentukan oleh
mutu bahan makanan juga ditentukan oleh cara
memasak (Moehyi, 2002).
4) Suhu Makanan
Suhu makanan adalah tingkat panas dari
hidangan yang disajikan (Kurniah, 2010).
Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu
dibawah 20° C atau diatas 30 °C. Makanan yang
terlalu panas dapat membakar lidah dan
merusak kepekaan pengecapan, sedangkan
makanan yang dingin dapat membius 53
pengecapan sehingga tidak peka lagi (Winarno,
2004). c) Penyajian makanan
Penyajian makanan merupakan faktor
penentu dalam penampilan hidangan yang
disajikan. Ada tiga pokok penting yang harus
diperhatikan dalam penyajian makanan yaitu
pemilihan alat yang digunakan, cara penyusunan
makanan dan penghias hidangan garnish
(Lumbantoruan, 2012).
Hal ini harus diperhatikan karena
penampilan makanan yang menarik waktu
disajikan akan merangsang indra terutama indra
penglihatan yang berhubungan dengan cita rasa
makanan (Moehyi, 1992).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam penyajian makanan yaitu
a. Pemilihan alat yang digunakan untuk
menyajikan makanan, seperti piring mangkuk
atau tempat penyajian makanan khusus lain.
Alat yang digunakan harus sesuai dengan
volume makanan yang disajikan. 54
b. Cara menyusun makanan dalam tempat
penyajian makanan. c. Penghiasan hidangan, memilih hiasan untuk
hidangan agar lebih menarik memerlukan
keahlian dan seni tersendiri
55
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
B. Kerangka Konsep
MODIFIKASI LAUK Menu lauk hewani HEWANI Rumah sakit a. Ayam a. Ayam b. Ikan b. ikan
DAYA TERIMA c. daging PASIEN GASTRITIS Menu Lauk Nabati MODIFIKASI LAUK Rumah sakit NABATI a. Tempe a. Tempe b. Tahu b. Tahu
C. Definisi Operasional
1. Modifikasi menu lauk hewani
Mengubah resep dasar ayam dan ikan menjadi menu baru yang
lebih menarik tanpa mengurangi nilai gizinya juga dapat dilihat dari
(Rasa.penampilan,tekstur dan aroma):
Skala : Nominal
2. Modifikasi menu lauk nabati
Mengubah resep dasar tahu dan tempe menjadi menu baru yang
lebih menarik tanpa mengurangi nilai gizinya juga dapat dilihat dari
(Rasa.penampilan,tekstur dan aroma):
Skala : Nominal
56
3. Tingkat kesukaan
Tingkat kesukaan adalah penilaian dari panelis terhadap hasil
modifikasi lauk hewani dan lauk nabati menjadi resep baru, yang
dilakukan dengan cara uji kesukaan. Dengan kategori tingkat kesukaan
setiap komponen penilaian (Rasa, penampilan, tekstur, aroma) sebagai
berikut :
a. Sangat suka
b. Suka
c. Cukup suka
d. Tidak suka
e. Sangat tidak suka
Alat ukur : Kuesioner tingkat kesukaan
Skala ukur : ordinal
4. Daya Terima
Daya terima adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan
makanan yang disajikan sesuai dengan kebutuhannya. Metode yang
digunakan adalah metode penimbangan yaitu dengan cara mengukur
secara langsung berat dari setiap jenis makanan yang dikonsumsi dan
selanjutnya dapat dihitung persentase sisa makanan dengan rumus :
Daya terima dilihat dari sisa makanan yang dikonsumsi.
Skala : Rasio
57
D. Hipotesis
H1 : Ada perbedaan modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada makan
siang terhadap daya terima pasien gastritis di RSU Kelas D Kota
Palangka Raya.
Ho : Tidak ada perbedaan modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada
makan siang terhadap daya terima pasien gastritis di RSU Kelas D
Kota Palangka Raya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasy eksperimen,
Terdiri dari 2 Tahap yaitu penelitian terhadap panelis kemudian dilanjutkan
dengan pasien.
B. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah one grup pretest posttes
design yaitu melihat bagaimana perbedaan modifikasi menu lauk hewani dan
lauk nabati pada makan siang terhadap daya terima pasien gastritis rawat inap
di RSU Kelas D Palangka Raya.
C. Populasi dan Sampel
Pada tahap pendahuluan yaitu uji kesukaan yang dilakukan oleh panelis
populasinya adalah mahasiswa jurusan gizi Poltekkes Kemenkes Palangka
Raya. Dari seluruh populasi diambil sebanyak 30 panelis.
Populasi yang digunakan pada tahap selanjutnya yaitu tahap untuk
melihat daya terima pasien gastritis terhadap makanan modifikasi pasien
gastritis yang di rawat diruang rawat inap kelas II dan III RSU Kelas D Kota
Palangka Raya.
58
59
1. Besar sampel dan cara pengambilan sampel :
Tahap I
Penelitian menggunakan kriteria responden dengan kriteria panelis
tidak terlatih. Soekarno (1990) Panelis tidak terlatih yaitu sekelompok
orang yang berkemampuan membedakan dan mengkomunikasikan reaksi
dari penilaian organoleptik. Jumlah anggota panelis berkisar antara 25-100
orang panelis. oleh karena itu peneliti mengambil sampel berjumlah 30
orang berkaitan dengan jumlah rata-rata kelas adalah 40 orang Panelis
pada tahap ini adalah Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Palangka Raya.
Tahap II
Sampel yang digunakan yaitu seluruh pasien gastritis yang di rawat
inap di kelas II dan III RSU kelas D Kota Palangka Raya.
2. Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusi
Tahap I untuk panelis
a) Orang/panelis yang tergolong dalam panelis adalah tidak terlatih
b) Berusia 18-22 tahun
c) Bersedia menjadi panelis
Tahap II untuk pasien gastritis
a) Usia dari 6 tahun sampai 85 tahun
b. Kriteria Ekslusi
Tahap 1 untuk panelis
60
a) Tidak bersedia jadi responden
b) Sedang dalam keadaan sakit
c. Tahap II pada pasien gastritis
a) Tidak bersedia jadi responden
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tahap I Uji Kesukaan Panelis
Di Ruang Lab Uji Cita Rasa Poltekkes Kemenkes Palangka Raya.
Tahap II Daya Terima Pasien Gastritis
Ruang rawat inap kelas III RSU kelas D Kota Palangka Raya.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan maret, april dan mei dan 2019
(3 bulan)
E. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel dependen
Variabel dependen (bebas) adalah variabel yang diduga sebagai
faktor yang dipengaruhi variabel independen (Nursalam, 2005). Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah:
a. Modifikasi menu lauk hewani
b. Modifikasi menu lauk nabati
61
2. Variabel Independen (terikat) yaitu daya terima responden terhadap sisa
makanan responden.
F. Pengumpulan data
1. Jenis Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data Primer dan data
sekunder
a. Data Primer
- Data diri responden
- Data tingkat kesukaan responden
- Data daya terima pasien gastritis dengan metode penimbangan
b. Data Sekunder
- Data pasien gastritis
- Data siklus menu rumah sakit
2. Teknik pengumpulan data
Untuk mendapatkan data primer peneliti menggunakan
kuesioner kemudian untuk data pasien gastritis dari rekam medik dan
siklus menu 10 hari di Instalasi Gizi di RSU Kelas D Kota Palangka
Raya.
62
G. Prosedur Penelitian
Berikut langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian : Tahap persiapan
Peneliti meminta surat ijin untuk melakukan survey penelitian di RSU Kelas D Kota Palangka Raya
Peneliti membuat standar resep modifikasi lauk hewani dan lauk nabati
Peneliti menyiapkan 30 panelis yang sesuai kriteria inklusi dan bersedia menjadi panelis selama 10 hari
Tahap pelaksanaan uji kesukaan panelis
Hari 1 (satu) panelis mencicipi resep modifikasi lauk hewani dan lauk nabati
Peneliti memperbaiki modifikasi lauk hewani dan lauk nabati berdasarkan penilaian panelis
Hari 2 (dua) panelis mencicipi resep modifikasi lauk hewani dan lauk nabati
Peneliti memperbaiki modifikasi lauk hewani dan lauk nabati berdasarkan penilaian panelis
Hari 3 s/d hari ke 10 penelis mencicipi resep modifikasi lauk hewani dan lauk nabati
Peneliti memperbaiki modifikasi lauk hewani dan nabati berdasarkan penilaian panelis
Tahap Pelaksanaan Uji Daya Terima Pasien gastritis
Kemudian membawa menu modifikasi lauk hewani dan lauk nabati dan diuji selama
3 bulan pada pasien gastritis peneliti mengambil gambar kemudian menimbang sisa makanan
63
H. Etika Penelitian
Menurut Milton, 1999 dalam Notoatmojo (2010) ada 4 prinsip yaitu :
1. Peneliti memberikan informasi tentang tujuan, manfaat dan resiko yang
memungkinkan ditimbulkan dari penelitian kepada panelis dan responden..
2. Peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subjek ( informed concent)
untuk di isi oleh panelis dan responden, panelis dan responden berhak
menolak memberikan informasi.
3. Menghormati privasi dan kerahasian subject penelitian (respek for privacy
dan confidentialy)
4. Menjaga prinsip keterbukaan dan adil (respect for justice an inclusiveness)
Penelitian ini telah mendapat ethical clerence dari Komote Etik Penelitian
Komisi Politeknik dengan nomor 030/ B/ I/ KE.PE/ 2019 tanggal 18 Januari
2019.
I. Pengolahan Data
1. Pengolahan Data
a. Tingkat kesukaan
Setiap hasil dari penilaian yang dilakukan oleh panelis dan
responden terhadap komponen ( Rasa, penampilan, tekstur, aroma)
digolongkan dalam karegori sebagai berikut :
1) Sangat Suka (SS)
2) Suka (S)
3) Cukup Suka (CS)
64
4) Tidak Suka ( TS)
5) Sangat Tidak Suka (STS)
Kemudian data diolah, ditarik kesimpulan dan analisis.
b. Daya Terima
Peneliti menimbang sisa makanan pasien, kemudian mengukur
secara langsung berat dari setiap jenis makanan yang dikonsumsi dan
selanjutnya dapat dihitung persentase sisa makanan dengan rumus :
Jumlah makanan yang tersisa (gram)
Jumlah makanan yang disajikan (gram)
Daya terima dilihat dari sisa makanan yang dikonsumsi pasien
gastritis. Kemudian data diolah menggunakan aplikasi uji statistik
komputer dan ditarik kesimpulan dari analisis tersebut.
J. Analisis Data
Data akan dianalisis statistik dengan menggunakagn dua cara yaitu:
1. Analisis Univariat
Data univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik responden
dan nilai pre test dan post test. Data yang di analisis kemudian disajikan
ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada makan siang
terhadap daya terima pasien gastritis rawat inap di RSU Kelas D Kota
65
Palangka Raya dengan menggunakan uji Anova dan uji Indipendent
Sample T Test.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Instalasi Gizi
Instalasi Gizi adalah suatu unit kerja yang bergerak dibidang gizi rumah
sakit yang melaksanakan pengadaan makanan bagi orang sakit dan petugas
asuhan gizi rawat inap dan rawat jalan serta tempat pendidikan dan pelatihan
gizi yang digariskan secara umum oleh Departemen Kesehatan RI.
Instalasi gizi di bawah seksi pelayanan dan penunjang medik. Instalasi
Gizi di pimpin oleh kepala ruangan yang bertanggung jawab mengkoordinir
kegiatan di instalasi. Instalasi Gizi RSU Kota Palangka Raya dalam
melaksanankan tugas melibatkan 5 orang pekerja yang terdiri dari 1 orang
lulusan DIV Gizi, 2 orang lulusan D3 Gizi dan 2 orang lulusan SMA.
Penyelenggaraan makanan rumah sakit di Instalasi Gizi RSU Kelas D
Kota Palangka Raya dengan sistem swakelola, instalasi gizi/unit gizi
bertanggungjawab terhadap pelaksaan kegiatan kegiatan penyelenggaraan
makanan. Dalam sistem swakelola ini, seluruh sumber daya yang
diperlukan (tenaga, dana, metode, sarana, dan prasarana) disediakan oleh
pihak rumah sakit. Siklus menu yang digunakan di RSU Kelas D Kota
Palangka Raya adalah siklus menu 10 hari.
66
67
B. Karakteristik Sampel
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin,
umur, ruang rawat, pekerjaan dan pendidikan terakhir yang dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Ruang Rawat, Pekerjaan Dan Pendidikan Terakhir
Variabel N % Jenis Kelamin Laki-laki 13 43,33 Perempuan 17 56,67 Jumlah 30 100 Umur(Tahun) 13-15 16-18 2 6,67 19-29 5 16,67 30-49 10 33,33 50-64 8 26,66 65-80 5 16,67 Jumlah 30 100 Ruang Rawat Ranap I 17 56,67 Ranap II 13 43,33 Jumlah 30 100 Pekerjaan Bekerja 19 63,33 Tidak Bekerja 11 36,67 Jumlah 30 100 Pendidikan Tidak sekolah 3 10 Pendidikan dasar 4 13,33 Pendidikan Menengah 20 66,67 Perguruan Tinggi 3 10 Jumlah 30 100
Tabel 4.1. Menunjukkan karakteristik responden meliputi jenis kelamin,
umur, pekerjaan, pendidikan, dan ruang rawat inap. Pada penelitian ini jenis
kelamin responden yang paling banyak adalah perempuan sebesar 56,67%, 68
sedangkan untuk umur responden berkisar antara 30-49 tahun sebanyak
33,33%. Responden yang bekerja sebanyak 63,33% sedangkan latar belakang
pendidikan responden yang paling banyak adalah responden berlatar belakang
pendidikan menengah sebanyak 66,67%. Adapun dari ruang rawat inap
responden paling banyak menginap pasien ruang inap I yaitu 17 orang
(56,33%).
C. Modifikasi Lauk Hewani dan Lauk Nabati Pada Pasien Gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka Raya.
Modifikasi Lauk Hewani pada pasien gastritis di RSU Kelas D Kota
Palangka Raya dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2.Siklus Menu 10 hari ( Lauk Hewani ) RSU Tipe D Kota Palangka Raya dan Modifikasi Lauk Hewani
No Nama Lauk Hewani Rumah Sakit Nama Lauk Nabati Modifikasi
1 Ikan patin goreng tepung Patin bakar dimadu 2 Kare ayam Tumis Ayam Bertabur Wijen 3 Ikan peda bumbu kuning pepes peda berbalur bumbu 4 Ayam goreng tepung Ayam panggang menarik perhatian 5 Sop ikan nila Tim nila golput 6 Ikan gabus masak asam Ikan gabus Nusantara 7 Ayam rica-rica Ayam cantik berbumbu 8 Patin goreng tepung Sate patin ceria 9 Sop bola-bola ayam Bakso ayam global 10 Ikan patin panggang Patin mentari bersinar
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSU Kelas D Kota
Palangka Raya menunjukkan bahwa sisa makanan pada menu makan siang
lauk hewani sebesar 40,4 % dan lauk nabati sebesar 39,25% maka perlu 69
dilakukan modifikasi terhadap lauk hewani dan lauk nabati agar daya terima pasien gastritis dapat meningkat.
Berdasarkan tabel 4.2. dapat dilihat perbandingan antara lauk hewani rumah sakit dengan lauk hewani modifikasi. Modifikasi lauk hewani tidak merubah bahan dasar dari menu awal dan penggunaan bumbu serta rempah tidak merangsang pencernaan untuk diberikan kepada pasien gastritis.
Sebelum modifikasi lauk hewani diberikan ke responden maka terlebih dahulu dilakukan uji kesukaan oleh panelis dilihat dari segi rasa, penampilan, tekstur dan aroma agar dapat diterima oleh responden.
Modifikasi menu adalah meningkatkan keanekaragaman masakan bagi pasien, meningkatkan nilai gizi pada masakan dan meningkatkan daya terima pasien terhadap masakan terutama masakan pasien anak-anak (Aritonang,
2012).
Standar resep untuk makanan lauk hewani yang berlaku di Rumah Sakit
Daerah Sitiawan Kartosoedarjo dari hasil penelitian dari sebelumnya masih belum menjamin baiknya daya terima pasien. Dengan adanya modifikasi menu yang terfokus pada standar mutu, kualitas, antara lain dengan mengubah rasa makanan lebih bervariasi dan penampilan makanan lebih menarik, dengan tetap mempertahankan nilai gizi dari lauk hewani diharapkan meningkatkan intake protein dan daya terima pasien atau menekan sisa makanan yang disajikan.
Modifikasi lauk nabati pada pasien gastritis di RSU Kelas D Kota
Palangka Raya dapat dilihat pada tabel 4.3 70
Tabel 4.3.Siklus Menu 10 hari (Lauk Nabati) RSU Kelas D Kota Palangka Raya dan Modifikasi Lauk Nabati
No Nama Lauk Nabati Rumah Sakit Nama lauk Nabati Modifikasi
1 Tahu goreng Tahu variasi 2 Perkedel tempe Bola-bola tempe 3 Perkedel tahu Tahu isi bayam 4 Tempe kecap Tempe berbungkus daun 5 Tahu goreng Tahu bacem menggoda 6 Perkedel tempe Steak nugget tempe 7 Tahu goreng Rolade tahu 8 Kering tempe Schotel tempe 9 Perkedel tahu Tahu steamed 10 Tempe bacem Sate tempe
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat perbandingan antara lauk nabati rumah sakit dengan lauk nabati modifikasi, bahwa modifikasi lauk nabati tidak merubah bahan dasar dari menu awal. Sebelum modifikasi lauk nabati diberikan ke responden maka terlebih dahulu dilakukan uji kesukaan oleh panelis dilihat dari segi rasa, penampilan, tekstur dan aroma agar dapat diterima oleh responden.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSU Kelas D Kota
Palangka Raya menunjukkan bahwa sisa makanan pada menu makan siang lauk hewani sebesar 40,4 % dan lauk nabati sebesar 39,25% maka perlu dilakukan modifikasi terhadap lauk hewani dan lauk nabati agar daya terima pasien gastritis dapat meningkat. 71
Menurut Sukmawati K (2017) rasa makanan dapat mempengaruhi selera makan konsumen. Selera makan ini akan berpengaruh terhadap daya terima makanan konsumen. Penggunaan bumbu yang tepat dapat mempengaruhi rasa makanan.
Penampilan makanan adalah faktor mutu yang sangat mempengaruhi penampakan suatu produk pangan. Penampilan makanan yang baik ketika disajikan akan mempengaruhi indera penglihatan. Indera penglihat sangat peka terhadap warna makanan serta besarnya porsi makanan yang disajikan.
Kombinasi warna yang menarik, serta konsistensi yang baik dari makanan dan besar porsi makanan yang disajikan sangat mempengaruhi selera makan pasien dan mampu membuat pasien menikmati makanan yang disajikan
(Agustina,2016).
Tingkat kesukaan panelis terhadap modifikasi mauk hewani dapat dilihat pada gambar 4.1
35 29 29 28 27 28 27 28 28 30 25 24 25 20 15 10
JumlahPanelis 5 0 Suka Tidak Suka
Menu Modifikasi Lauk Hewani
Gambar 4.1 Tingkat Kesukaan Panelis Pada Modifikasi Lauk Hewani 72
Berdasarkan gambar 4.1 tingkat kesukaan panelis terhadap 10 menu modifikasi lauk hewani menunjukkan bahwa lauk hewani modifikasi yang disukai panelis 29 orang (96,7%) adalah tumis ayam bertabur wijen dan bakso ayam global. Tingkat kesukaan ini dilihat dari rasa, penampilan, tekstur dan aroma.
Hasil ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan dan indera penglihatan, penciuman, pencicip dan pendengaran. Penilaian cita rasa makanan atau sering dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Faktor utama yang dinilai dari cita rasa diantaranya ialah rupa yang meliputi warna, bentuk, ukuran, aroma, tekstur dan rasa. Daya terima terhadap makanan dapat diketahui melalui uji penerimaan, salah satu uji penerimaan yang dilakukan yaitu uji hedonik skala verbal. Uji hedonic tersebut mengemukakan tanggapan seseorang tentang senang atau tidaknya terhadap kualitas makanan yang dinilai (Hardiansyah, 1989).
Menurut Moehyi (2002) bahwa makanan yang mempunyai cita rasa tinggi adalah makanan yang apabila disajikan akan menyebarkan aroma lezat, penampilannya menarik dan mempunyai rasa yang enak, sedangkan penampilan makanan merupakan penentu cita rasa makanan yang meliputi warna makanan, besar porsi, tekstur dan bentuk makanan yang disajikan.
Berdasarkan penelitian Suradi, K (2007) menyatakan bahwa rasa, bau dan kekenyalan dari daging sapi dan domba lebih disukai panelis kemudian diikuti bakso dari daging ayam dan kelinci. 73
Menurut penelitian Trisia, N (2014) menyatakan menu daging merupakan menu dengan daya terima yang paling baik, berbeda dengan menu lainnya khususnya pada ikan dan telur. Daging memiliki cita rasa bawaan yang lebih gurih dibanding jenis lauk hewani lainnya, sehingga meski dengan penambahan bumbu yang sedikit tetap membuat rasa menu daging ini terasa lezat.
Tingkat kesukaan panelis terhadap modifikasi lauk nabati dapat dilihat pada gambar 4. 2
30 24 24 25 24 24 23 25 22 20 20 22 20 15 8 10 10 8 10 6 6 5 6 6 7
5 JumlahPanelis 0 Suka Tidak Suka
Menu Modifikasi Lauk Nabati
Gambar 4.2 Tingkat Kesukaan Panelis pada Modifikasi Lauk Nabati
Berdasarkan gambar 4.2, tingkat kesukaan panelis terhadap 10 modifikasi lauk nabati menunjukkan bahwa modifikasi lauk nabati yang disukai oleh panelis 25 orang (83,3%) adalah tahu bacem menggoda. Tingkat kesukaan ini dilihat dari rasa, penampilan, tekstur dan aroma.
Hasil ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan dan indera penglihatan, penciuman, pencicip dan pendengaran. Penilaian cita rasa makanan atau 74
sering dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Faktor utama yang
dinilai dari cita rasa diantaranya ialah rupa yang meliputi warna, bentuk,
ukuran, aroma, tekstur dan rasa. Daya terima terhadap makanan dapat
diketahui melalui uji penerimaan, salah satu uji penerimaan yang dilakukan
yaitu uji hedonik skala verbal. Uji hedonic tersebut mengemukakan
tanggapan seseorang tentang senang atau tidaknya terhadap kualitas makanan
yang dinilai (Hardiansyah, 1989).
Menurut Sukmawati K (2017) rasa makanan dapat mempengaruhi
selera makan konsumen. Selera makan ini akan berpengaruh terhadap daya
terima makanan konsumen. Penggunaan bumbu yang tepat dapat
mempengaruhi rasa makanan.
Tingkat kesukaan responden terhadap modifikasi lauk hewani dapat
dilihat pada Gambar 4.3
3.5 3 3 3 3 3 3 3 3
3
2.5 2 2 2 1.5 1 1
Responden 1 0.5 0 Suka Tidak Suka
Menu Modifikasi Lauk Hewani
Gambar 4.3 Tingkat Kesukaan Responden pada Modifikasi Lauk Hewani
75
Berdasarkan gambar 4.3, tingkat kesukaan responden terhadap 10 modifikasi lauk hewani menunjukkan bahwa responden menyatakan suka terhadap modifikasi lauk hewani yaitu patin bakar madu (100%), tumis ayam bertabur wijen (100 %), pepes berbalur bumbu (100%), ayam panggang menarik perhatian (100%), ayam cantik berbumbu (100%), sate patin ceria
(100%), bakso ayam global (100%) dan patin mentari bersinar (100%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Renangningtyas (2003) 99 0rang
(75%) dinyatakan berpersepsi baik terhadap modifikasi standar resep.
Responden tidak menyukai tim nila golput karena responden tidak menyukai ikan sehingga lauk hewani yang diberikan tidak diterima oleh responden sedangkan pada menu ikan gabus nusantara responden tidak menyukai karena merasa masih mual dan muntah sehingga menyebabkan tidak nafsu makan.
Suryawati, et al (2006) mengungkapkan sisa makanan dipengaruhi oleh
3 faktor yaitu faktor internal berkaitan dengan nafsu makan, kebiasaan/kesukaan makan, rasa bosan serta adanya peraturan diet atau non diet yang sedang dijalani. Faktor eksternal yaitu cita rasa makanan yang meliputi penampilan dan rasa.
Menurut penelitian Irfanny et al. (2012), menyatakan bahwa alasan responden tidak menghabiskan makanan adalah porsi terlalu banyak, kenyang, malas makan, tidak suka dan rasa kurang enak.
Menurut penelitian Ayumi (2014), menyatakan bahwa munculnya sisa makanan dipengaruhi oleh faktor kesenangan dan ketidaksenangan, 76
kebiasaan, daya beli serta ketersediaan makanan, kepercayaan, aktualisasi diri, faktor agama serta psikologis dan yang paling tidak dianggap penting, pertimbangan gizi serta kesehatan.
Penelitian Ama et al. (2012), tentang analisis persepsi contoh terhadap karakteristik lauk hewani menunjukkan terdapat contoh menyatakan tidak suka terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa dari ikan telur dan ayam.
Penelitian Trisia N (2016), nafsu makan memegang peranan penting yang mempengaruhi asupan pasien. Pasien tidak memiliki nafsu makan baik akan cenderung tidak mau mengkonsumsi jenis hidangan apapun meski mereka dalam keadaan lapar.
Menurut penelitian Nurhayati (2008) di RS Bhakti Wira Tamtama
Semarang yaitu dari 35 pasien, sebagian besar berpendapat rasa makanan yang disajikan enak. Rasa makanan adalah aspek penilaian makanan yang suka untuk dinilai secara akurat jika dibandingkan dengan tekstur dan warna makanan. Rasa makanan sangat bersifat subjektif, tergantung selera pasien yang mengkonsumsinya.
Menurut Winarno (2002), faktor penting yang menjadikan penilaian terhadap rasa makanan itu baik atau tidak adalah aroma makanan itu sendiri, dari aroma inilah akan timbul selera makan. Selera makan akan semakin bertambah apabila terdapat variasi aroma makanan.
77
Tingkat kesukaan responden terhadap modifikasi lauk nabati dapat
dilihat pada gambar 4. 4
3.5 3 3 3 3 3 3
3 2.5 2 2 2 2 2 1.5 1 1 1 1 1 Responden 0.5 0 0 Suka Tidak Suka
Menu Modifikasi Lauk Nabati
Gambar 4.4 Tingkat Kesukaan Responden Pada Modifikasi Lauk Nabati
Berdasarkan gambar 4.4, tingkat kesukaan responden terhadap 10
modifikasi lauk nabati menunjukkan bahwa responden menyatakan suka
terhadap menu modifikasi yaitu tahu variasi (100%), bola-bola tempe
(100%), tahu bacem menggoda (100%), rolade tahu (100%), schotel tahu
(100%) dan sate tempe 3 (100%).
Menu yang tidak disukai responden yaitu tahu bayam, tempe
berbungkus daun, steak nugget tempe dan tahu steamed. Ketidaksukaan
responden dikarenakan responden masih tidak ada nafsu makan, tidak suka
terhadap menu tempe dan ada juga responden yang tidak suka dengan
penampilan menu.
Menurut penelitian Alzubaidy (2008) menyatakan bahwa penampilan
makanan yang buruk dapat berdampak pada banyaknya sisa makanan
seseorang. 78
Menurut penelitian Yuristrianti (2003) menunjukkan penampilan
makanan yang menarik akan meningkatkan selera makan pasien dalam
mengkonsumsi makanan yang dihidangkan oleh rumah sakit.
Penelitian Trisia N (2016), nafsu makan memegang peranan penting
yang mempengaruhi asupan pasien. Pasien tidak memiliki nafsu makan baik
akan cenderung tidak mau mengkonsumsi jenis hidangan apapun meski
mereka dalam keadaan lapar.
D. Analisis Perbedaan Daya Terima Pasien Gastritis Terhadap Modifikasi Lauk Hewani pada Makan Siang di Rsu Kelas D Kota Palangka Raya
Analisis modifikasi lauk hewani terhadap daya terima dari 10 menu
modifikasi dapat dilihat pada gambar 4.5
120 100 100 83.81 84 80 71.61 72.44 76.74 80 60.3463.75 60 49.68 40 20 0 Daya Terima
Menu Modifikasi Lauk Hewani
Gambar 4.5 Daya Terima Lauk Hewani Modifikasi 79
Berdasarkan Gambar 4.5 Hasil penilaian daya terima dari 10 menu modifikasi lauk hewani diketahui bahwa persentase daya terima terbanyak ada pada menu bakso ayam global ( 100%).
Menurut Djamaluddin (2002) Baik daya terima maupun sisa makanan pasien merupakan salah satu indikator untuk mengetahui asupan makanan pasien dirumah sakit.
Hasil uji Anova dilakukan untuk mengetahui perbedaan daya terima responden terhadap menu yang modifikasi adapun hasil uji Anova dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Uji Anova Beda Lauk Hewani Modifikasi
Kategori Lauk nabati Modifikasi N Mean Std P Deviation Value Patin Bakar Madu 3 16.39 28.394 0.665 Tumis Ayam Bertabur Wijen 3 15.97 14.794 Pepes Peda Berbalur Bumbu 3 50.31 9.334 Ayam Panggang Menarik Perhatian 3 27.56 19.451 Tim Nila Golput 3 39.87 52.991 Ikan Gabus Nusantara 3 36.25 48.162 Ayam Cantik Berbumbu 3 23.27 25.180 Sate patin Ceria 3 16.00 27.713 Bakso Ayam Global 3 .00 .000 Patin Mentari Bersinar 3 20.00 20.000 Total 30 24.56 27.847
Hasil pengujian Anova diperoleh p = 0,665 signifikasi α = 5% yang di artikan p < 0,05, sehingga dapat diartikan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara menu modifikasi lauk hewani terhadap daya terima responden. 80
Dari hasil uji tidak ada perbedaan yang signifikan dari 10 menu
modifikasi dikarenakan daya terima pasien tidak jauh berbeda dari menu
modifikasi 1 dengan modifikasi lainnya.Dapat dilihat pada Gambar 4.5
E. Analisis Perbedaan Daya Terima Pasien Gastritis Terhadap Modifikasi Lauk Nabati Pada Makan Siang di RSU Kelas D Kota Palangka Raya
Analisa menu lauk nabati modifikasi terhadap daya terima dari 10 menu
modifikasi dapat dilihat pada gambar 4.6
120 100 100 100 100 72.74 80 68.26 63.4 69.25 66.5366.07 60 47.63 40 20 0 Daya terima
Modifikasi Menu Lauk Nabati
Gambar 4.6 Daya Terima Lauk Nabati Modifikasi
Berdasarkan Gambar 4.6 , hasil penilaian daya terima dari 10 menu
modifikasi lauk nabati diketahui bahwa persentase daya terima terbanyak ada
pada 3 menu yaitu tahu bacem menggoda ( 100%), schotel tahu (100%) dan
sate tempe (100%).
Menurut Djamaluddin (2002) baik daya terima maupun sisa makanan
pasien merupakan salah satu indikator untuk mengetahui asupan makanan
pasien dirumah sakit. 81
Menurut Yanti, D (2017) menunjukkan bahwa semua rata- rata sisa lauk nabati tempe dengan pemberian modifikasi resep terjadi penurunan terhadap sisa makanan.
Hasil uji Anova dilakukan untuk mengetahui perbedaan daya terima responden terhadap lauk nabati modifikasi adapun hasil uji Anova dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Uji Anova Beda Lauk Nabati Modifikasi
Kategori Lauk Nabati Modifikasi N Mean Std. P Deviation Value Tahu Variasi 3 23.81 21.819 0.392 Bola-Bola Tempe 3 31.74 8.772 Tahu Isi Bayam 3 36.60 32.073 Tempe Berbungkus Daun 3 30.76 17.105 Tahu Bacem Menggoda 3 .00 .000 Steak Nugget Tempe 3 33.47 35.338 Rolade Tahu 3 33.96 31.668 Schotel Tempe 3 .00 .000 Tahu Steamed 3 .00 .000 Sate Tempe 3 27.28 47.245 Total 30 21.76 25.692
Hasil pengujian Anova diperoleh p = 0,392 signifikasi α = 5% yang di artikan p (0,391) > 0,05, sehingga dapat diartikan tidak terdapat perbedaan daya terima responden terhadap lauk nabati modifikasi.
Hasil uji tidak ada perbedaan yang signifikan bila dilihat dari uji beda lauk nabati modifikasi terhadap daya terima responden. Dikarenakan penerimaan responden hampir sama % daya terimanya. Dapat dilihat pada gambar 4.6
82
F. Analisis Perbedaan Daya Terima Lauk Hewani Modifikasi Dan Lauk Hewani Rumah Sakit Pada Makan Siang Pasien Gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka Raya
Analisa perbedaan daya terima lauk hewani modifikasi dan lauk hewani
rumah sakit pada makan siang pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka
Raya. Dapat dilihat pada gambar 4.7
120 100 100 83.81 84 76.74 80 80 71.61 72.44 63.75 60.34 75 60 49.68
40 50 44.5 43.34 41.77 41.7 40 20 Lauk Hewani Modifikasi 23.4 23.4 5.4 Lauk Hewani Rumah Sakit
0
Ikan patin goreng tepung goreng patin Ikan Wijen Bertabur Ayam Tumis Bumbu Berbalur Peda Pepes Menarik… Panggang Ayam Golput Nila Tim asam masak gabus ikan Berbumbu cantik Ayam tepung goreng patin ayam bola-bola sop Bersinar Mentari Patin
Bakso Ayam Global Ayam Bakso
Ikan Gabus Nusantara Gabus Ikan
ikan patin panggang patin ikan
Sop ikan nila ikan Sop
ikan peda bumbu kuning bumbu peda ikan
Ayam goreng tepung goreng Ayam
Sate Ceria Patin Sate
Patin Bakar Madu Bakar Patin
ayam rica-rica ayam Kare ayam Kare
Gambar 4.7 Perbedaan Daya Terima Lauk Hewani Modifikasi dan Lauk Hewani Rumah Sakit
Berdasarkan Gambar 4.8 hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan
terlihat perbedaan daya terima lauk hewani modifikasi dan lauk hewani
rumah sakit pada makan siang pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka
Raya tahun 2019.
Hasil penilaian daya terima dari 10 menu modifikasi lauk hewani
diketahui bahwa persentase daya terima terbanyak ada pada menu bakso 83
ayam global ( 100%). Menurut Djamaluddin (2002) Baik daya terima maupun sisa makanan pasien merupakan salah satu indikator untuk mengetahui asupan makanan pasien dirumah sakit.
Hasil penilaian daya terima dari 10 menu lauk hewani rumah sakit diketahui bahwa persentase daya terima terbanyak ada pada menu ikan patin panggang ( 100%). Menurut Uyami, et al (2010) menyatakan rendahnya daya terima makanan pasien akan berdampak buruk bagi status gizi dan kesembuhan pasien. Oleh karena itu daya terima lauk hewani menjadi hal yang penting untuk diperhatikan sebagai upaya kesembuhan pasien.
Hasil ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan dan indera penglihatan, penciuman, pencicip dan pendengaran. Penilaian cita rasa makanan atau sering dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Faktor utama yang dinilai dari cita rasa diantaranya ialah rupa yang meliputi warna, bentuk, ukuran, aroma, tekstur dan rasa. Daya terima terhadap makanan dapat diketahui melalui uji penerimaan, salah satu uji penerimaan yang dilakukan yaitu uji hedonik skala verbal. Uji hedonik tersebut mengemukakan tanggapan seseorang tentang senang atau tidaknya terhadap kualitas makanan yang dinilai (Hardiansyah, 1989).
Tabel 4.6 Uji Perbedaan Indipendent Sampel Test Lauk Hewani
Lauk Hewani N Mean(%) Std. P value Deviation Modifikasi 30 24.3667 27.75817 0.000 Rumah Sakit 30 55.6333 19.15541 84
Uji perbedaan Indipendent Sample T Test dilakukan untuk mengetahui perbedaan daya terima responden terhadap menu lauk hewani modifikasi dengan menu lauk hewani rumah sakit. Hasil uji Indipendent
Sample Test dapat dilihat pada tabel 4.6
Hasil analisis terkait uji perbedaan daya terima responden terhadap lauk hewani rumah sakit dan lauk hewani modifikasi menunjukkan nilai p
(sig 2-Tailed) = 0.000. Adapun nilai p (sig 2- Tailed ) < 0,05 maka dapat di artikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan daya terima pasien antara menu lauk hewani rumah sakit dengan menu lauk hewani modifikasi.
Menurut penelitian Ayumi (2014), menyatakan bahwa hanya pada variabel variasi makanan yang memiliki perbedaan daya terima antara kelompok menu pilihan dengan kelompok menu standar dengan p value 0,050 sedangkan hasil lainnya tidak terdapat perbedaan daya terima dengan hasil pada variabel aroma (p value:0,264), rasa (p value : 0,710), suhu (p value :
0,717), kematangan (p value : 0,472), warna (p value : 1,000) dan porsi (p value : 0,143).
85
G. Analisis Perbedaan Daya Terima Lauk Nabati Modifikasi Dan Lauk Nabati Rumah Sakit Pada Makan Siang Pasien Gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka Raya
Analisa perbedaan daya terima lauk nabati modifikasi dan lauk nabati
rumah sakit pada makan siang pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka
Raya dapat dilihat pada gambar 4.8
120 100 100 100 100
80 72.74 68.26 69.25 66.53 66.07 63.4 76.67 76.67 60 47.63 63.34 59.5 58.34 56.67 40 41.67 40 33.34 Lauk Nabati Modifikasi 20 20 Lauk Nabati Rumah Sakit
0
Tahu goreng Tahu Tempe Bola-Bola bayam Isi Tahu Daun Berbungkus Tempe Menggoda Bacem Tahu Tempe Nugget Steak goreng Tahu tempe Kering steamed Jagung bacem Tempe
Rolade Tahu Rolade
Tahu Variasi Tahu
Schotel Tahu Schotel
Perkedel tahu Perkedel
Perkedel tempe Perkedel
Perkedel tahu Perkedel
Sate Tempe Sate
Perkedel tempe Perkedel
Tahu goreng Tahu Tempe kecap Tempe
Gambar 4.8 Perbedaan Daya Terima Lauk Nabati Modifikasi dan Lauk Nabati Rumah Sakit
Berdasarkan Gambar 4.8, hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan
terlihat perbedaan daya terima lauk nabati modifikasi dan lauk nabati rumah
sakit pada makan siang pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka Raya
tahun 2019.
Hasil penilaian daya terima dari 10 menu modifikasi lauk nabati
diketahui bahwa persentase daya terima terbanyak ada pada 3 menu yaitu 86
tahu bacem menggoda ( 100%), schotel tahu (100%) dan sate tempe (100%).
Menurut Djamaluddin (2002) baik daya terima maupun sisa makanan pasien merupakan salah satu indikator untuk mengetahui asupan makanan pasien dirumah sakit. Menurut Yanti, D (2017) menunjukkan bahwa semua rata- rata sisa lauk nabati tempe dengan pemberian modifikasi resep terjadi penurunan terhadap sisa makanan.
Hasil penilaian daya terima dari 10 menu lauk nabati rumah sakit diketahui bahwa persentase daya terima terbanyak ada pada 2 menu yaitu kering tempe (76,67%) dan tempe bacem (76,67), sedangkan rata-rata sisa lauk nabati di bawah 40 %. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu
Iswidhani tentang RS cibinong menunjukkan bahwa rata –rata sisa lauk nabati sebesar 39 %. Sedangkan hasil penelitian Djamaludin di RS Dr.
Sardjito yang menunjukkan rata-rata sisa lauk nabati sebesar 21,86 %.
Hasil ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan dan indera penglihatan, penciuman, pencicip dan pendengaran. Penilaian cita rasa makanan atau sering dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Faktor utama yang dinilai dari cita rasa diantaranya ialah rupa yang meliputi warna, bentuk, ukuran, aroma, tekstur dan rasa. Daya terima terhadap makanan dapat diketahui melalui uji penerimaan, salah satu uji penerimaan yang dilakukan yaitu uji hedonic skala verbal. Uji hedonik tersebut mengemukakan tanggapan seseorang tentang senang atau tidaknya terhadap kualitas makanan yang dinilai (Hardiansyah, 1989). 87
Tabel 4.7. Uji Perbedaan Indipendent Sampel Test Lauk Nabati
Menu N Mean(%) Std. P value Deviation Modifikasi 30 21.5333 25.44329 0.001 Rumah Sakit 30 47.1333 32.12662
Uji perbedaan Indipendent Sample Test dilakukan untuk mengetahui perbedaan daya terima responden terhadap lauk nabati modifikasi dengan lauk nabati rumah sakit. Hasil uji Indipendent Sample T Test dapat dilihat pada tabel 4.7.
Hasil analisis terkait uji perbedaan daya terima responden terhadap lauk nabati rumah sakit dan lauk nabati modifikasi menunjukkan nilai p (sig
2-Tailed) = 0.001. Adapun nilai p (sig 2- Tailed ) < 0,05 maka dapat di artikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan daya terima pasien antara lauk nabati rumah sakit dengan lauk nabati modifikasi.
Hal ini sejalan dengn penelitian Renaningtyas, et al ( 2003), menyatakan adanya perbedaan persepsi terhadap lauk tempe menggunakan standar resep dengan lauk tempe modifikasi secara signifikan ( p=0,003).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penyelenggaraan makanan rumah sakit di Instalasi Gizi RSU Kelas D
Kota Palangka Raya dengan sistem swakelola, instalasi gizi/unit gizi
bertanggung jawab terhadap pelaksaan kegiatan kegiatan
penyelenggaraan makanan. Dalam sistem swakelola ini, seluruh
sumber daya yang diperlukan (tenaga, dana, metode, sarana, dan
prasarana) disediakan oleh pihak rumah sakit. Siklus menu yang
digunakan di RSU Kelas D Kota Palangka Raya adalah siklus menu 10
hari.
2. Karakteristik responden meliputi jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, dan ruang rawat inap. Pada penelitian ini jenis kelamin
responden yang paling banyak adalah perempuan sebesar 56,67%,
sedangkan untuk umur responden berkisar antara 30-49 tahun sebanyak
33,33%. Responden yang bekerja sebanyak 67,33% sedangkan latar
belakang pendidikan responden yang paling banyak adalah responden
berlatar belakang pendidikan menengah sebanyak 66,67%. Adapun dari
ruang rawat inap responden paling banyak menginap pasien ruang inap I
yaitu 17 orang (56,67%).
3. Modifikasi lauk hewani dan lauk nabati. Modifikasi lauk hewani yaitu
menu patin bakar madu, tumis ayam bertabur wijen , pepes berbalur
88
89
bumbu , ayam panggang menarik perhatian , ayam cantik berbumbu,
sate patin ceria , bakso ayam global, patin mentari bersinar tim nila
golput dan ikan gabus nusantara. Modifikasi lauk nabati yaitu tahu
variasi, bola-bola tempe, tahu isi bayam, tempe berbungkus daun, tahu
bacem menggoda, steak nugget tempe, rolade tahu, schotel tempe, tahu
steamed dan sate tempe.
4. Tingkat kesukaan dari seluruh responden (30 orang) terhadap 10 menu
modifikasi lauk hewani ada (28 orang ) responden menyukai modifikasi
lauk hewani dan 2( orang) responden yang tidak menyukai modifikasi
lauk hewani yaitu menu tim nila golput dan ikan gabus nusantara
5. Tingkat kesukaan dari seluruh responden (30 orang) terhadap 10 menu
modifikasi lauk nabati sebanyak 26 responden menyukai modifikasi
lauk nabati dan ada 4 (orang) responden yang tidak menyukai modifikasi
lauk nabati yaitu menu tahu isi bayam, tempe berbungkus daun, steak
nugget tempe dan tahu steamed.
6. Tidak ada perbedaan daya terima responden terhadap modifikasi lauk
hewani dengan nilai p = 0,665 yang artinya p < 0,05
7. Tidak ada perbedaan daya terima responden terhadap modifikasi lauk
nabati 0,392 yang artinya p < 0,05
8. Ada perbedaan yang signifikan daya terima responden antara lauk
hewani rumah sakit dengan lauk hewani modifikasi, p (sig 2-Tailed) =
0.000. Adapun nilai p (sig 2- Tailed ) < 0,05 90
9. Ada perbedaan yang signifikan daya terima responden antara lauk nabati
rumah sakit dengan lauk nabati modifikasi, p (sig 2-Tailed) = 0.001.
Adapun nilai p (sig 2- Tailed ) < 0,05.
B. Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian dari 10 menu modifikasi lauk hewani dan 10
modifikasi lauk nabati dapat dijadikan salah satu alternatif hidangan yang
disajikan pada pasien rawat inap di RSU Kelas D Kota Palangka Raya.
2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar lebih mendalam cakupan
penelitian tentang penelitian modifikasi sayuran pada makan siang
terhadap daya terima di RSU Kelas D Kota Palangka Raya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina,F. 2016. Hubungan Antara Daya Terima Makanan Dengan Tingkat Kepuasan Pelayanan Gizi Pasien Hipertensi Rawat Inap di RSUP dr. Soeradji Tirtonegora Klaten. Skripsi. FIK-UMS.Surakarta.
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Ilmu.Jakarta.
Almatsier, S. 2013.Penuntun Diet. PT Gramedia Pustaka Utama .Jakarta.
Alzubaidy, A. 2008. Hubungan Tingkat Kepuasan denganSisa Makanan Biasa pada Pasien rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Fakfak. Skripsi. UGM. Yogyakarta.
Ama, Al Yasir Nene. 2012. Persepsi, Konsumsi Dan Kontribusi Lauk Hewani Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Cibinong. Dalam Gizi Indonesia 31(5):78-91.
Aritonang, I. 2014. Penyelenggaraan makanan. PT. Leutika. Yogyakarta
Arjuna Pratama Waruwu1, Noor Tifauzah2, Idi Setiyobroto.201. Pengaruh Modifikasi Resep lauk Nabati Tempe Terhadap Tingkat Kesukaan dan Sisa Makanan Paisen Rawat Inap Kelas III RSUD Wonosari . Yogyakarta . Bagian Penelitian dan Pengembangan Gizi. 2012. Hubungan Tingkat Kepuasan Pasien dengan Mutu Makanan di Ruang Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Medan. RSUP. H. Adam Malik. Medan.
Chalida.N, Sudaryati E & Nasution E. (2012). Daya Terima Pasien Rawat Inap Penyakit KardiovaskularTerhadap Makanan yang Disajikan RSUP H. Medan. Adam Malki Medan.Jurusanmedan Fakultas kesehtan masyarakat USU.
Depkes RI. 2007. Pedoman Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Jakarta
DepKes RI.2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan. Jakarta.
Dermawan, 2010. Keperawatan medikal bedah (Sistem Pencernaan). Goysen publishing .Yogyakarta.
Djamaluddin M. 2002 Analisis zat gizi dan biaya sisa makanan pada pasien dengan makanan biasa di RS Dr.Sardjito [thesis]. Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Jakarta. Elizabet Aula, Lisa. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Sisa Makanana Pada pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Haji Jakarta. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.Fakultas Kedokteran Ilmu dan kesehatan. Jakarta.
Fauziyah, Sufi. 2011. Pengaruh Modifikasi Resep Lauk Nabati Terhadap Tingkat Penerimaan Makanan Pasien Rawat Inap di RS Grhasia Propinsi DIY. Skripsi. Poltekkes Kemenkes Jurusan Gizi. Yogyakarta.
Gustin RK. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Kota Bukittinggi tahun 2011 .skripsi. Padang: Universitas Andalas. 2011;1–12.
Hardinsyah et.al. 1989. Aspek Gizi dan Daya Terima Penyelenggaran Konsumsi Pangan. Laboratorium Gizi Masyarakat, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Gizi. Bogor.
Hirlan, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Gastritis. Dalam Sudoyo AW.
Irfanny A,Herianandita E & Rusita I. 2007. Evaluasi Sistem Penyelenggaraan makanan Lunak dan Analis Sisa Makanan Lunak di Beberapa Rumah Sakit di DKI Jakarta. Jurnal Gizi Indinesia, 35(2): 97-108.
Iswidhani.1996. Describing Relationship between Patients’ Perception of Hospital Foodservice with Plate Waste in Cibinong General Hospital. Quality Improvement Project. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.
Kurniah, I.2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Daya Terima Makan Saing Karyawan Di RSBrawijaya Women and Children Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2009. Jurnal FKM UIN Vol.4 No.1.
Lumbantoruan,D. 2011. Hubungan Penampilan Makanan dan Faktor Lainnya dengan Sisa Makanan Biasa Pasien Kelas 3 Seruni RS Cinere Depok Bulan April-Mei
Moehyi, S. 2002. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Penerbit Bharata. Jakarta.
Moehyi, S. 2002. Pengaturan Makanan dan Diit Untuk Penyembuhan Penyakit. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.
Moehyi, S. 2013. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Penerbit Bharata. Jakarta. Moh.Syaiful Bahri. 2007. Pengaruh Modifikasi Standar Resep Hidangan Lauk Hewani Berbasis Ikan Terhadap Daya terima dan Sisa Makanan Pasien rawat Inap. Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat. Surabaya
Mustakim. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna, Pustaka Populer Obor. Jakarta
Muttaqin, Arif & Sari Kumala. 2011.Gangguan Gastroinstetinal Aplikasi Keperawatan Medical Bedah.Jakarta: Salemba Medika.
Nida, K. 2011. Faktor – Faktor Yang berhubungan Dengan Sisa makanan Pasien Rawat Inap DI Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum. Jurnal Gizi Indonesia. Banjarbaru.
Trisia N, Sitoayu L & Pakpahan T.H. 2016. Perbedaan Daya Terima Lauk Hewani Berdasarkan Cita Rasa,Kebiasaan Makan dan Nafsu Makan di Berbagai Kelas Rawat Inap Pasien Bedah di RSUD Cengkareng. Fakultas Ilmu Kesehatan. Jakarta
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta.
Nurhayati.2008. Hubungan Antara Waktu Penyajian, Penampilan dan Rasa Makannan dengan Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di RS Mohamad Ridwan Meuraksa Kesdam Jaya (Skripsi). FKM Universitas Muhammadiyah. Semarang.
Nursallam,2011.Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medik. Jakarta.
Okviani, W. (2011) . Pola Makan Gastritis. http://www.library.upnvj.ac.id/-. Diakses tanggal 11 Maret 2013
Potter, Patricia A. (2008). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktek: EGC. Jakarta
Prawirohartono. 2009. Peningkatan Daya Terima Makanan di Rumah Sakit.Gizi Indonesia. Edisi X.
Profil RSU Kelas D Kota Palangka Raya. 2015. Palangka raya.
Rekam Medis Rumah Sakit Umum Kelas D Kota Palangka Raya. Kasus Gastritis pada Januari-November 2018.Diperoleh pada tanggal 15 September 2018
Renaningtyas D, Prawirohartono E & Susetyowati S. 2004.Pengaruh Penggunaan Modifikasi Standar Resep Lauk Nabati Tempe Terhadap Daya Terima dan Persepsi Pasien Rawat Inap.Jurnal Gizi Klinik Indinesia.Vo 1 no. 1 Rijadi,C. 2002. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Sisa Makanan Pasien Rawat Inap. http://www.fkm-undip.or.id diakses 27 juni 2013.
Santoso,S..2008.Kesehatan dan gizi. RinekaCipta.Jakarta.
Sitorus, R. 2009. Makanan Sehat dan Bergizi. CV.Yrama Widya, Bandung
Smelter,S.C.2008. Keperawatan medikal bedah.:EGC. Jakarta.
Soekarto. 1990. Penilaian Oerganoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Aksara. Jakarta.
Sugiyono 2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung
Sukarmin. 2012 ; Keperawatan pada sistem pencernaan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Surantum, 2010 : Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Trans Info Medika, Jakarta.
Sunatrio et al ., 2009. Pedoman Penyelenggaraan Tim Terapi Gizi di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Suwedo, H. 1999. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Suradi, K. 2007.Tingkat Kesukaan Bakso Dari berbagai Jenis Daging Melalui Beberapa Pendekatan Statistik. Fakultas Peternakan Panjajaran.
Suryawati C, Dharminto & Shaluhiyah Z. 2006. Penyusunan Indikator kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan,09(04) : 177-184
Tarwotjo,S.1998. Dasar-Dasar Kuliner.Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Uyami, Hendriyani H & WijaningsihW. 2014. Perbedaan Daya Terima, Sisa dan Asupan Makanan Pada Pasien Dengan Menu Pilihan Dan Menu Standar Di RSUD Sunan Kalijaga Demak. Jurnal Gizi Indonesia, 25(6) : 98-110 Vera uripi, 2001. Menu Untuk Penderita Hepatitis Dan Gangguan Saluran Pencernaan. Cetakan 1 Puspa Swara. Jakarta.
Wahyu D, Tina L & Jufri N.N. 2015.Pola Makan sehari-hari Penderita Gastritis. Poltekkes Kemenkes. Malang. Winarno, F.G. 2002. Flavor Bagi Industri Pangan. M-Biro Press.Bogor.
Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Warianto, Chaidar. 2011. Minum Kopi Bisa Berakibat Gangguan Pencernaan.
Yanti, R. (2008). Pengaruh Kebiasaan Merokok, Konsumsi Non Steroid Anti Unflamatory Drugs (NSAID) dan Kopi terhadap Kejadian Gastritis di Puskesmas Mulyorejo .Surabaya.
Yuliarti 2009. .Maag : Kenali, Hindari dan Obati. Andi. Yogyakarta
Yustrianti, N. 2003. Pengaruh Pelatihan Tenaga Penjamah Tentang system Pengolahan dan Penyajian Makanan Terhadap Mutu Makanan Pasien di RSUD Prof. Margono Purwokerto. Tesis. Program Studi pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.
LAMPIRAN FORMULIR 1. LEMBAR KESEDIAAN SAMPEL PERNYATAAN KESEDIAAN SAMPEL MODIFIKASI LAUK HEWANI DAN LAUK NABATI PADA MAKAN SIANG TERHADAP DAYA TERIMA PASIEN GASTRITIS RAWAT INAP DI RSU KELAS D KOTA PALANGKARAYA
HARI / TANGGAL : NO. SAMPEL :
1. Pernyataan ini dimaksudkan untuk menyusun penelitian tentang Daya Terima Modifikasi Lauk hewani dan lauk nabati pada pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka Raya 2. Kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi sampel dalam penelitian ini. 3. Kesediaan Bapak/Ibu sangat besar manfaatnya untuk kelancaraan penelitian ini. 4. Atas bantuan dan dukungan Bapak/Ibu, saya selaku peneliti mengucapkan terima kasih.
Palangka Raya,
Responden Peneliti
( ) ( )
FORMULIR 2. Karakteristik Sampel MODIFIKASI MENU LAUK HEWANI DAN LAUK NABATI PADA MAKAN SIANG TERHADAP DAYA TERIMA PASIEN GASTRITIS RAWAT INAP DI RSU TIPE D KOTA PALANGKARAYA
1. No. Sampel :
2. Nama Pasien :
3. TTL :
4. Jenis Kelamin :
5. Pendiddikan :
6. Pekerjaan :
7. Ruang Rawat :
8. No. RM : :
9. Diagnosa Medis :
10. Jenis Diet :
Lampiran .3 FORMULIR UJI CITA RASA Nama Pasien : Berilah tanda cheklis (V) pada tabel sesuai penilaian anda terhadap menu makanan di bawah ini : A. Menu : Penilaian 1 2 3 4 5 (SS) (S) (CS) (TS) (STS) Rasa Penampilan Tekstur Aroma
B. Menu : Penilaian 1 2 3 4 5 (SS) (S) (CS) (TS) (STS) Rasa Penampilan Tekstur Aroma
1. Sangat Suka 2. Suka 3. Cukup Suka 4. Tidak Suka 5. Sangat Tidak Suka FORMULIR UJI CITA RASA Nama Panelis : Berilah tanda cheklis (V) pada tabel sesuai penilaian anda terhadap menu makanan di bawah ini : A. Menu : Penilaian 1 2 3 4 5 (SS) (S) (CS) (TS) (STS) Rasa Penampilan Tekstur Aroma
B. Menu : Penilaian 1 2 3 4 5 (SS) (S) (CS) (TS) (STS) Rasa Penampilan Tekstur Aroma
1. Sangat Suka 2. Suka 3. Cukup Suka 4. Tidak Suka 5. Sangat Tidak Suka Lampiran 4 FORM SISA MAKANAN DENGAN PENIMBANGAN MAKANAN
Nama Pasien :
RM :
Ruangan :
Makan Siang :
Berat Berat % Sisa makanan NO Menu Rumah Sakit awal akhir (gr) ( gr )
FORM SISA MAKANAN DENGAN PENIMBAGAN MAKANAN
Nama Pasien :
RM :
Ruangan :
Makan Siang :
Berat Berat % Sisa makanan NO Menu Modifikasi awal akhir (gr) ( gr )
Lampiran 5 MENU 10 HARI KLINIK RAWAT INAP RSU KELAS D KOTA PALANGKA RAYA MENU PAGI SIANG SORE I NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Opor Telur - Ikan Patin Goreng - Ayam Panggang Kecap - Tempe Tumis Sayuran Tepung - Tempe Bacem (kac. Panjang, wortel, - Tahu Goreng - Sop Sayur ( tauge) - Sayur Bening (Bayam, Wortel,kentang, kol) TKTP Oyong, Kac. Panjang, - Pisang + Telur rebus dan Susu Labu Kuning) TKTP - Semangka + Telur rebus dan Susu TKTP + Telur rebus dan Susu II NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Ikan Nila Goreng - Kare ayam - Rolade telur + tahu - Sop Tahu Sayuran - Perkedel Tempe - Setup Sayuran (buncis, (wortel, buncis,jamur - Cah kangkung + jagung wortel, kembang kol) kuping) muda - Semangka TKTP - Melon TKTP + Telur rebus dan Susu TKTP + Telur rebus dan susu + Telur rebus dan Susu III NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Sambal Goreng Hati + - Ikan Peda bumbu kuning - Sop ayam + sayuran Tempe - Perkedel Tahu (wortel, kentang, kol, - Capcay kuah (sawi - Oseng Bayam, tauge, bihun) putih, sawi hijau, kac. Panjang - Tempe goreng tepung kembang kol, wortel) - Jeruk - Pepaya TKTP TKTP TKTP + Telur rebus dan susu + Telur rebus dan susu + Telur rebus dan susu
IV NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Orak arik telur - Ayam Goreng Tepung - Pepes Ikan Patin - Oseng tahu + sayuran - Tempe kecap - Tahu Bulat (Tauge, sawi hijau) - Sayur Bening (Bayam, - Sayur Asam Jakarta TKTP Kac. Panjang, Labu (Jagung kuning, Kac. + Telur rebus dan susu Kuning, Oyong) Panjang, Kac. Tanah, - Pisang labu siam) TKTP - Melon + Telur rebus dan susu + Telur rebus dan susu V NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Opor Telur Ayam dan - Sop Ikan Nila + Sayuran - Ikan patin asam manis Tempe (wortel, kentang, sawi) - Perkedel Tempe - Tumis Sayuran (wortel, - Tahu Goreng - Oseng bayam + tauge buncis, jagung muda) - Semangka - Pepaya TKTP TKTP TKTP + Telur Rebus dan susu + Telur Rebus dan susu + Telur Rebus dan susu VI NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Ayam Goreng Mentega - Ikan Gabus Masak Asam - Ayam Goreng Lengkuas - Cah Tauge + jamur tahu - Perkedel Tempe - Sayur Kare Tahu ( Tahu, putih - Tumis sayuran (pakis, kentang, Kac. Panjang) TKTP jagung muda, kac. - Jeruk + Telur Rebus dan susu Panjang) TKTP - Pisang + Telur Rebus dan susu TKTP + Telur Rebus dan susu
VII NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Acar Telur - Ayam Rica-Rica - Ikan Tongkol Bumbu Bali - Oseng tempe kemangi - Tahu Goreng - Tempe Goreng Tepung TKTP - Sayur Bening katuk - Oseng Terong + Telur Rebus dan susu (Katuk, kac. Panjang, - Semangka labu kuning, jagung TKTP muda) + Telur Rebus dan susu - Pepaya TKTP + Telur Rebus dan susu VIII NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Semur Ayam + Tahu - Patin Goreng tepung - Ayam bakar kecap - Setup Sayuran (wortel - Kering Tempe - Nugget Tahu dan buncis) - Sop Sayuran (wortel, - Oseng kac. Panjang, TKTP bihun, oyong) wortel, tauge, jagung + Telur Rebus dan susu - Pisang kuning TKTP - Pepaya + Telur Rebus dan susu TKTP + Telur Rebus dan susu IX NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Telur Gulung Sosis - Sop Bola-Bola Ayam - Ikan nila asam manis - Oseng Tempe kecap jagung - Tempe mendoan - Sop Sayuran Makaroni - Perkedel Tahu - Cah kangkung + tauge TKTP - Semangka - Pisang + Telur Rebus dan susu TKTP TKTP + Telur Rebus dan susu + Telur Rebus dan susu X NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Ayam goreng - Ikan patin panggang - Nugget Ayam - Opor Tahu Kentang + - Tempe bacem - Tahu Goreng Terong - Sayur Bening Bayam - Capcay Kuah + Hati TKTP - Pepaya - Pisang + Telur Rebus dan susu TKTP TKTP + Telur Rebus dan susu + Telur Rebus dan susu
KETERANGAN :
- NB = Nasi Biasa - NL = Nasi Lunak - BB = Bubur - BS = Bubur Saring - MC = Makanan Cair - F = Formula (Modisco dll) - TKTP = Tinggi Kalori Tinggi Protein (ditambahkan makanan yang tercantum jika pada diet pasien tertulis TKTP) - Susu = RL untuk pasien lansia, LLM untuk pasien anak dengan Diare MENU DAN RESEP UNTUK PENDERITA GASTRITIS
+ contoh menu selama 10 hari + 10 resep lauk hewani dan 10 resep lauk nabati lengkap dengan informasi gizi
ANTUNG RAHMANIWATI DAFTAR ISI CONTOH MENU HARI X
DAFTAR ISI...... Menu Hari IX : PRAKATA...... Patin Masak Kuning SEKILAS TENTANG GASTRITIS ...... 1. Pengertian Gastritis ...... Tahu Steammed 2. Tanda dan Gejala ...... 3. Dit pada Gastritis ...... Sayur Bening Bayam 4. Tips Diet yang penting untuk penderita Gastritis...... Pepaya ANEKA RESEP MAKANAN UNTUK PENDERITA GASTRITIS...... 1. Patin Bakar Madu...... 2. Tahu Variasi ...... 3. Tumis Ayam Wijen ...... 4. Bola - Bola Tempe ...... 5. Pepes Peda Berbalur Bumbu...... 6. Tahu isi Bayam ...... 7. Ayam Panggang Menarik Perhatian...... 8. Tempe Berbungkus Daun...... 9. Tim Nila Golput...... 10. Tahu Bacem Menggoda...... 11. Ikan Gabus Nusantara...... 12. Steak Nugget Tempe...... 13. Ayam Cantik Berbumbu ...... 14. Rolade Tahu...... 15. Sate Patin Ceria...... 16. Schotel Tahu ...... 17. Bakso Ayam...... 18. Sate Tempe ...... 19. Patin Mentari Bersinar...... 20. Tahu Steanmed......
i 26
1. Pengertian Gastritis 3. Diet Pada Gastritis
Gastritis adalah suatu iritasi atau peradangan pada dinding mukosa Diet pada penderita gastritis adalah diet lambung.Prinsip diet pada penyakit lambung sehingga menjadi merah, bengkak berdarah dan luka. Ada dua lambung bersifat libitum, yang artinya bahwa diet lambung dilaksanakan macam Gastritis yaitu Gastrtis Akut dan Kronis : berdasarkan kehendak pasien. Prinsip diet yang dianjurkan untuk pasien gastritis yaitu : a. Gastritis Akut yang sering diderita adalah gastrtis akut erosif yang merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan a.Pasien dianjurkan untuk makan secara teratur, tidak terlalu kenyang kerusakan-kerusakan yang terjadi lebih dalam daripada mukosa muskularis dan tidak boleh berpuasa. b.Gastritis kronis adalah peradangan bagian permukaan mukosa lambung b.M akanan yang dikonsumsi harus mengandung cukup kalori dan protein (TKTP) namun kandungan lemak/minyak, khususnya yang jenuh yang berkepanjangan yang diebabkan oleh ulkus lambung jinak maupun harus dikurangi. ganas oleh bakteri helicobacter pylori (Brunner dan Suddart 2000). c.M akanan pada diet lambung harus mudah dicernakan dan mengandung 2. Tanda dan Gejala serat makanan yang halus (soluble dietary fiber). d.M akanan tidak boleh mengandung bahan yang merangsang, menimbulkan gas, bersifat asam, mengandung minyak/ lemak secara Gejalanya bermacam-macam, tergantung kepada jenis gastritisnya. berlebihan, dan yang bersifat melekat. Biasanya penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti) e.S elain itu, makanan tidak boleh terlalu panas atau dingin. dan rasa tidak nyaman di perut sebelah atas.Pada gastritis karena stres akut, Tujuan diet ini adalah untuk menghilangkan gejala penyakit, menetralisir penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera) asam lambung, mengurangi gerakan paristaltik lambung serta memperbaiki biasanya menutupi gejala-gejala lambung; tetapi perut sebelah atas kebiasaan makan penderita. Dengan cara itu diharapkan luka di dinding terasa tidak enak. lambung perlahan-lahan akan sembuh. Gejala klinis gastritis pada umumnya yaitu : a. Rasa tidak nyaman pada perut dan nye¬ri e. Hilangnya nafsu ma¬kan b. Perut terasa kem¬bung f. Mual c. Rasa nyeri pada hati g. Muntah dan BAB berwarna hitam. d. Ce¬gukan
1 2 TAHU STEANMED PRAKATA
Bahan : SEKILAS TENTANG GASTRITIS Tahu 250 gram GASTRITIS Jagung 25 gram Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit maag Telur 1 biji atau sakit ulu hati ialah suatu perdagangan mukosa lambung Bawang putih 2 siung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet dalam pola Garam secukupnya makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, Gula secukupnya makan - makanan yang terlalu banyak bumbu diet pedas. Cara Membuatnya : Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya Gastrtis. 1.T ahu di haluskan tambahkan telur, bawang putih yang sudah di haluskan. 2.P ipil jagung kemudian blender sampai halus. Menu yang disajikan adalah contoh menu dalam menu 10 hari. Akan 3.C ampurkan semua bahan menjadi satu aduk sampai rata tambahkan garam tetapi hanya resep untuk lauk hewani dan lauk nabati yang dibuat dan gula secukupnya. lengkap bahan, cara membuat dan nilai gizinya. resep pada buku ini 4.Masukkan adonan ke dalam cetakan yang sudah diolesi margarin lalu kukus sudah di uji cobakan. Salam sehat hingga matang dan siap di sajikan.
Untuk 5 Porsi
Nilai Gizi perporsi : Mei 2019 Energi : 53,1Kalori Protein : 4,1 gram Protein : 2,5 gram Penulis Karbohidrat :4,5 gram
25 ii
SATE TEMPE CONTOH MENU HARI IX
Bahan : Menu Hari IX : Tempe 250 gram Bakso Ayam Sayuran Bawang putih 2 siung Sate Tempe Kecap manis 2 sdm Semangka Garam secukupnya PATIN MENTARI BERSINAR
Cara Membuatnya : 1.T empe dipotong bentuk kotak-kotak. Bahan : Cara Membuatnya : Daging Patin tanpa tulang ½ kg 1.Potong daging patin buang tulangnya, 2.H aluskan bawang putih beri garam secukupnya. Bumbu : kemudian cuci bersih. 3.M asak tempe tambahkan bumbu yang sudah di haluskan dan beri sedikit air Bawang merah 3 siung 2.H aluskan bumbu sampai halus. aduk rata. Angkat dan dinginkan Bawang putih 2 siung 3.P anaskan wajan masukkan margarin Kunyit ¼ ruas ibu jari kemudian tumis bumbu sampai harum 4.T usuk sate kemudian bakar sate sambil di olesi kecap manis. Kemiri 2 biji tambahkan air secukupnya masak sampai Masak sampai matang. Jahe ½ ruas ibu jari air mendidih. Garam secukupnya 4.M asukkan ikan patin masak sampai matang, Gula secukupnya tambahkan garam dan gula secukupnya. Margarin ½ sdm 5.S etelah matang angkat dan sajikan. Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi Nilai Gizi perporsi : Energi : 72,6Kalori Nilai Gizi perporsi : Protein : 6,9 gram Energi : 66 Kalori Protein : 2,7 gram Protein : 9,5 gram Karbohidrat :0,6 gram Protein : 1,4 gram Karbohidrat : 3,9 gram
23 24 Syarat diet penderita gastritis yaitu: CONTOH MENU HARI VIII a.Makanan yang disajikan harus mudah dicerna, tidak merangsang tetapi dapat memenuhi kebutuhan energi dan gizi, jumlah energipun Menu Hari VIII : harus disesuaikan dengan kebutuhan penderita. Sate Patin Ceria b.A supan protein harus cukup tinggi (sekitar 20-25% dari total jumlah Schotel Tempe energi yang biasa diberikan), sedangkan lemak perlu dibatasi. Protein Sop Sayuran (wotel, bihun, oyong) berperan dalam menetralisir asam lambung. Bila terpaksa menggunakan Pisang lemak, pilih jenis lemak yang mengandung jenis asam lemak tak jenuh. Pemberian lemak atau minyak perlu dipertimbangka dengan teliti. BAKSO AYAM GLOBAL Lemak yang berlebihan dapat menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak di ulu hati dan muntah karena tekanan dari dalam lambung meningkat. Bahan : Cara Membuatnya : c.M engkonsumsi jenis makanan yang mengandung asam lemak tak jenuh Daging ayam 1. Cuci bersih daging ayam tanpa tulang 500 gr 2.B lender daging ayam dan bawang putih secukupnya merupakan pilihan tepat, sebab lemak jenis ini lebih sampai halus. Telur 1 biji mudah di cerna. 3. Aduk adonan daging tambahkan, telur, Tepung tapioca 3 sdm tepung tapioka sedikit demi sedikit lalu d.P orsi makanan yang diberikan dalam porsi kecil tapi sering. Bawang putih 3 siung aduk sampai rata. e.K ebutuhan zat gizi, jenis energi yang dikonsumsi harus disesuaikan Garam secukupnya 4.R ebus air sampai mendidih, bentuk dengan berat badan dan umur penderita. adonan bulat-bulat masukkan ke dalam air rebusan masak sampai baso ayam naik ke atas. Jenis dan Bentuk Makanan 5.Angkat dan sajikan Sebaiknya penderita gastritis menghindari makanan yang bersifat merangsang, diantaranya makanan berserat dan penghasil gas maupun mengandung banyak Untuk 5 Porsi bumbu-bumbu rendah.Selain itu perlu memperhatikan tehnik memasaknya, direbus, dikukus, atau dipanggang adalah tehnik masak yang dianjurkan. Sebaliknya, menggoreng bahan makanan tidak dianjurkan. Menurut Persagi Nilai Gizi perporsi : (1999) dikenal jenis diet untuk penderita penyakit gastritis. Diet ini disesuaikan Energi : 161,8Kalori Protein : 13,7gram dengan berat ringannya penyakit. Protein : 9,7 gram Karbohidrat :4,1 gram
3 22
e.Buah-buahan pepaya, pisang rebus, sawo, jeruk garut, sari buah 4. Tips Diet untuk Penderita Gastritis (sebaiknya dimakan bersama nasi). f.Bumbu-bumbu Gula, garam, vetsin, kunyit, kunci, sereh, salam, lengkuas, sedikit jahe, dan bawang. Tips Diet yang Penting untuk Penderita Gastritis Jenis Makanan yang tidak boleh diberikan pada penderita Gastritis a.Makan dalam porsi kecil tapi sering lebih baik dibandingkan a.Sumber hidrat arang meliputi; beras ketan atau wajik, bulgur, jagung, makan dalam jumlah besar sekaligus.
ubi singkong, kentang goreng, cake, dodol, dan kue yang terlalu manis. b.J angan terburu-buru ketika mengkonsumsi makanan. b. Sumber protein hewani; Daging, ikan, ayam yang dikalengkan, c.K unyahlah makanan secara sepenuhnya. digoreng, dikeringkan (dendeng), telur ceplok atau goreng. Sumber d.M akanlah makanan yang kaya serat. protein nabati; Tahu, tempe digoreng, kacang merah, kacang tanah digoreng. e.M akanan mengandung flavonoid, seperti apel, seledri, bawang, c.Lemak; Lemak hewan, santan kental. dan teh dapat meng-hambat pertumbuhan bakteri H. pylori. d. Sayuran Sayuran yang banyak serat dan menimbulkan gas, f.K onsumsi makanan yang me¬ngandung tinggi vitamin dan kalsium, sayuran mentah. seperti kacang almon, sayuran hijau (misalnya bayam). e.Buah yang banyak serat dan menimbulkan gas, misalnya jambu biji, g.H indari makanan yang terlalu panas ataupun dingin. nanas, kedondong, durian, nangka, dan buah yang dikeringkan (sale pisang, manisan pala, dan sebagainya). h.H indari makanan yang tinggi kadar lemak. Pada penelitian, makanan f.Bumbu-bumbu; Lombok atau cabai, merica, cuka tinggi kadar lemak meningkatkan inflamasi pada permukaan lambung. dan bumbu-bumbuan yang merangsang. i.H indari minuman yang bersifat asam, termasuk kopi dan jus buah yang mengandung asam.
j.M inum 6-8 gelas air setiap harinya.
k.B erolahraga setidaknya 30 menit setiap hari, 5 hari dalam seminggu.
5 6 SCHOTEL TEMPE a.Diet Lambung I diberikan pada penderita gastritis berat yang disertai pendarahan. Jenis makanan yang diberikan, meliputi susu dan bubur susu yang diberikan setiap 3 jam sekali. Bahan : Tempe 250 gr b. Diet Lambung II Untuk penderita gastritis akut yang sudah dalam Telur 1 Biji perawatan. Makanan yang diberikan merupakan makanan saring atau Wortel 25 gr cincang pemberiannya sama 3 jam sekali. Bawang Putih 2 Siung c.Diet Lambung III Untuk penderita gastritis yang tidak begitu berat atau Garam Secukupnya ringan. Bentuk makanan harus lunak dan diberikan enam kali sehari. Gula Secukupnya d. Diet Lambung IV Orst ini diberikan pada penderita gastritis ringan, Cara Membuatnya : makanan dapat berbentuk lunak atau biasa. 1.T empe di hancurkan sampai halus. Jenis Makanan yang boleh diberikan pada penderita Gastritis 2.B ersihkan wortel kemudian potong kecil-kecil a.Sumber hidrat arang (nasi atau penggantinya) yaitu meliputi ; 3.C ampurkan semua bahan yang sudah di haluskan tambahkan telur, gula beras, dibubur atau ditim, kentang direbus atau dipures, makaroni, dan garam secukupnya. Aduk sampai rata. mi bihun direbus, roti, biskuit, marie, dan tepung-tepungan dibuat 4.M asukan ke dalam cetakan lalu kukus selama 30 menit atau sampai matang. bubur atau puding. 5.A ngkat dan sajikan b. Sumber protein hewani (daging atau penggantinya) Ikan, hati, daging sapi empuk, ayam digiling atau dicincang dan direbus, disemur, ditim, atau dipanggang, telur ayam direbus, didadar, diceplok air, atau Untuk 5 Porsi dicampurkan dalam makanan, susu. Sumber protein nabati tahu, tempe, direbus, ditim atau ditumis, kacang hijau direbus dan dihaluskan. Nilai Gizi perporsi : c.Lemak margarin, minyak (tidak untuk menggoreng) dan santan encer. Energi : 49,8 Kalori d. Sayuran - sayuran yang tidak banyak serat dan tidak menimbulkan gas, Protein : 4 gram misalnya : bayam, labu siam, wortel, tomat direbus atau ditumis. Protein : 2,5 gram Karbohidrat : 3,7 gram
21 4
ROLADE TAHU CONTOH MENU HARI VII
Bahan : Menu Hari VII : Tahu 250 gram Ayam Cantik Berbumbu Telur 1 biji Rolade Tahu Wortel 25 gram Sayur Bening Katuk (katuk, kacang panjang, Bumbu : labu kuning, jagung muda) Bawang putih2 siung Pepaya Garam secukupnya SATE PATIN CERIA Gula secukupnya Cara Membuatnya : 1.Haluskan tahu, potong wortel kecil-keci campurkan ke dua bahan menjadi satu. Bahan : Cara Membuatnya : Daging ikan patin 500 g 1.Potong dadu daging ikan pati, cuci 2.H aluskan bawang putih campurkan kedalam tahu dan wortel aduk rata. tanpa tulang sampai bersih 3.S iapkan aluminium atau daun pisang lalu bungkus berbentuk lonjong. Tusuk sate 2.C ampurkan bumbu yang sudah dihaluskan dengan potongan daging 4.K ukus selama 30 menit sampai matang. Bumbu : ikan patin, aduk sampai tercampur rata Bawang Merah 3 siung 5.A ngkat rolade tahu yang sudah matang dan dinginkan. diamkan selama 15 menit agar Bawang putih 2 siung 6.P otong rolade tahu lalu Sajikan. bumbu meresap. Garam secukupnya 3.P anggang sate patin sampai masak, Kecap secukupnya angkat dan sajikan. Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi Nilai Gizi perporsi : Energi : 48,9Kalori Nilai Gizi perporsi : Protein :4gram Energi : 54,4Kalori Protein : 2,5gram Protein : 9,7 gram Karbohidrat :3,5 gram Protein : 0,9 gram Karbohidrat :0,1 gram
20 21 PATIN BAKAR MADU CONTOH MENU HARI VI
Bahan : Menu Hari VI : Ikan Patin Segar 500 gr Ikan Gabus Masak Kecap Bumbu : Steak Nugget Tempe Tumis Sayuran (Pakis, jagung muda, Bawang Putih 3 Siung kacang panjang) Jahe 1 Ruas ibu jari Pisang Garam 1 sdt AYAM CANTIK BERBUMBU Kecap 2 sdm
Madu 1/2 sdm Bahan : Cara Membuatnya : Cara Membuatnya : 500 g daging ayam 1.Cuci daging ayam sampai bersih kemudia 1.Ikan patin dipotong-potong lalu dicuci sampai bersih. tanpa tulang potong menjadi beberapa bagian 2.S emua bahan bumbu dihaluskan lalu dicampur Bumbu : 2.H aluskan bumbu, aduk dengan potongan dengan ikan tersebut. Bawang merah 3 siung ayam sampai rata 3.Diamkan ± 15 menit lalu panggang ikan menggunakan teplon Bawang putih 2 siung 3.K ukus ayam sampai matang, angkat sambil diolesi dengan kecap sampai ikan matang. Jahe 1 ruas kecil dan sajikan. Garam secukupnya Gula secukupnya Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi Nilai Gizi perporsi : Energi : 58,3 Kalori Protein : 9,3 gram Nilai Gizi perporsi : Energi : 153,5Kalori Protein : 1,2 gram Protein : 13,6gram Karbohidrat : 2,3 gram Protein : 9,5 gram Karbohidrat :2,8 gram
7 19
CONTOH MENU HARI I CONTOH MENU HARI V
Menu Hari I : Menu Hari V : Bubur Sayur Bening Tim Nila Patin Madu Semangka Tahu Bacem Menggoda Tahu Variasi Sop Sayuran (wortel kentang, sawi) Semangka TUMIS AYAM WIJEN IKAN GABUS NUSANTARA
Bahan : Cara Membuatnya : Bahan : Cara Membuatnya : 500 gram dada ayam ambil 1. Cuci bersih daging ayam Ikan gabus 500 gr 1.Bersihkan ikan gabus dan potong. dagingnya saja 2.B awang merah,bawang putih, Bawang putih 3 siung 2.H aluskan bumbu bawang merah, bawang Wijen secukupnya dan jahe digerus sampai halus lalu Bawang merah 2 siung putih dan jahe. 3.P anaskan wajan tambahkan minya sedikit Bawang merah 3 siung ditumis sampai harum. Jahe ½ ruas ibu jari kemudian tumis bumbu sampai harum. Bawang putih 2 siung 3.M asukkan daging ayam,kecap manis Garam 1 sdt 4.T ambahkan air secukupnya masak sampai Kecap manis 2 sdm Jahe 1 ruas ibu jari dan garam. mendidih, masukkan ikan dan kecap Kecap manis 2 sdm 4.L alu masukkan wijen dsampai manis masak sampai matang. Minyak goreng 1 sdm daging matang Siap dihidangkan. 5.A ngkat dan sajikan Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi
Nilai Gizi perporsi : Nilai Gizi perporsi : Energi : 151,3Kalori Energi : 46,4 Kalori Protein : 13,8 gram Protein : 9,4gram Protein : 10gram Protein : 0,4 gram Karbohidrat : 0,9 gram Karbohidrat :0,9 gram
9 17 STEAK NUGGET TEMPE TAHU VARIASI
Bahan : Bahan : Tempe 250 gram Tahu 4 Buah Telur 1 butir Wortel 25 gr Wortel 25 gram Telor 1 Butir Bawang putih 2 siung Garam ½ sdt Bawang Putih 3 Siung Gula ½ sdt dihaluskan Garam 1 sdt Cara Membuatnya : 1. Kukus Tempe sampai matang kemudian haluskan, Gula 1 sdt 2.M asukkan bumbu yang sudah dihaluskan, tambahkan telur , garam, Cara Membuatnya : gula secukupnya ke dalam adonan dan wortel yang sudah di potong 1.T ahu dihancurkan sampai halus,wortel dipotong-potong kecil kecil-kecil aduk sampai rata. lalu campur dengan bumbu yang sudah dihaluskan. 3.T uang adonan ke dalam Loyang yang sudah di siapkan, kukus 2.K emudan dicampur dengan telor, gula dan garam aduk sampai rata sampai matang. 3.M asukkun kedalam cetakan 4.A ngkat biarkan sampai dingin, kemudian potong sesuai selera dan sajikan. 4.D ikukus sampai matang Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi
Nilai Gizi perporsi : Nilai Gizi perporsi : Energi : 83,6Kalori Energi : 48,9Kalori Protein : 7 gram Protein : 4gram Protein : 2,9 gram Protein : 2,5 gram Karbohidrat :8,6 gram Karbohidrat :3,5 gram
18 8
TAHU BACEM MENGGODA BOLA-BOLA TEMPE
Bahan : Bahan : Tahu 250 Tempe 250 gr Bawang putih 2 biji Telur Ayam 1 Butir Gula jawa ½ 0ns Garam sdt Garam ½ sdt Gula sdt Daun salam 1 lembar Lengkuas ½ ruas ibu jari
Cara Membuatnya : 1. Rebus air sampai mendidih masukkan bawang putih yang sudah di gerus sampai halus. 2.T ambahkan gula jawa, daun salam, lengkuas dan garam Cara Membuatnya : secukupnya aduk rata. 1. Tempe dikukus setelah dikukus tempe dihancurkan sampai lembut 3.K emudian masukkan tahu ke dalam air rebusan bumbu yang 2. Masukkan telur ayam,garam dan gula. sudah mendidih. 4.U ngkep tahu sampai berwarna kecoklatan dan bumbu meresap 3. Bentuk seperti bola-bola Kukus ke tahu. 5.Angkat dan sajikan tahu bacem yang sudah matang. Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi Nilai Gizi perporsi : Nilai Gizi perporsi : Energi : 47,3 Kalori Energi : 85,2Kalori Protein : 3,3 gram Protein : 7,3gram Protein : 1,9 gram Protein : 3,2 gram Karbohidrat : 5,1gram Karbohidrat :8gram
16 10 CONTOH MENU HARI II CONTOH MENU HARI IV
Menu Hari II : Menu Hari IV : Nasi Cah Kangkung dan jagung Ayam panggang menarik perhatian Ayam Tumis Wijen Melon Tampe berbungkus daun Sayur bening (bayam,kacang panjang, Bola-bola Tempe labu kuning) Jeruk PEPES PEDA BERBALUR BUMBU TIM NILA GOLPUT
Bahan : Cara Membuatnya : Bahan : Cara Membuatnya : Ikan peda 500 gr 1. Cuci bersih ikan Ikan nila 500 kg 1.Cuci bersih ikan nila sampai bersih Daun pisang secukupnya 2.C amput ikan dengan bumbu yang Bawang merah 3 siung haluskan 2.Rebus air sampai mendidih lalu Bawang putih 3 siung sudah dihaluskan Bawang putih 2 siung haluskan masukkan ikan dan bumbu yang sudah Bawang merah 2 siung Jahe ½ ruas ibu jari dihaluskan beri garam gula Jahe 1 ruas ibu jari 3.A mbil daun pisang,masukkan ikan Kunyit ½ ruas ibu jari 4.K ukus ±30 menit Garam 1 sdt secukupnya sampai masak Gula sdt Kemiri 2 butir Setelah dikukus panggang diteplon. Garam 1 sdt Air secukupnya Gula 1sdt Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi
Nilai Gizi perporsi : Nilai Gizi perporsi : Energi : 73,1 Kalori Energi : 60 Kalori Protein : 11,2 gram Protein : 9,2 gram Protein : 1,3gram Protein : 1,2gram Karbohidrat :3,9 gram Karbohidrat :2,8 gram
11 15
CONTOH MENU HARI III TAHU ISI BAYAM
Menu Hari III : Bahan : Pepes Peda berbalur Bumbu Tahu 4 Buah Tahu isi bayam Bayam 25 gr Oseng tauge,kacang panjang Telur Ayam 1 Butir Pisang Bawang Putih 2 Siung AYAM PANGGANG MENARIK PERHATIAN
Bahan : Cara Membuatnya : Daging ayam 500 gram 1. Cuci daging ayamyang sudah Cara Membuatnya : Kecap 2 sdm dipotong-potong 1.T ahu dihancurkan sampai lembut 2.L alu aduk dengan bumbu yang sudah Madu ½ sdm 2.D aun bayam dipotong kecil-kecil dicampur menjadi satu dengan telur dihaluskan, masak sebentar Bawang putih 3 siung dan di aduk bersama bumbu yang sudah dihaluskan. 3.Setelah masak daging ayam dipanggang Jahe ½ ruas ibu jari 3.T ambahkan gula dan garam secukupnya diteplon sambil di olesin dengan kecap Kukus sampai masak dan madu sampai masak. Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi Nilai Gizi perporsi : Energi : 49,5Kalori Nilai Gizi perporsi : Protein : 4,1gram Energi : 146,7Kalori Protein : 13,7 gram Protein : 2,5gram Protein : 9,5 gram Karbohidrat :3,6 gram Karbohidrat :0,9 gram
13 12 TEMPE BERBUNGKUS DAUN
Bahan : Tempe Berbungkus Daun Tempe 250 gram Telur 1 biji Bawang putih 2 siung Daun pisang secukupnya
Cara Membuatnya : 1. Hancurkan tempe sampai halus 2. Setelah halus aduk dengan bumbu yang sudah dihaluskan campur dengan telor,garam dan gula samapi rata dan bugkus dengan daun pisang. 3. Kukus sampai masak 4.Lalu panggang diteplon Untuk 5 Porsi Nilai Gizi perporsi : Energi : 78,3Kalori Protein : 7,3 gram Protein : 3,2gram Karbohidrat :6,2 gram
14 DOKUMENTASI
Lauk Nabati
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk kelompok daya terima Statistic df Sig. Statistic df Sig. nilai daya terima modifikasi .301 30 .000 .811 30 .000
Rumah Sakit .095 30 .200* .937 30 .075
Test of Homogeneity of Variances nilai daya terima
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.074 1 58 .304
ANOVA nilai daya terima
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 9830.400 1 9830.400 11.706 .001
Within Groups 48704.933 58 839.740
Total 58535.333 59
Group Statistics
kelompok daya terima N Mean Std. Deviation Std. Error Mean nilai daya terima modifikasi 30 21.5333 25.44329 4.64529
Rumah Sakit 30 47.1333 32.12662 5.86549
Independent Sample T Test
Levene’s Test For Equality Of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.(2-tailed) nilai daya terima Equal Variences 1.074 .304 -3.421 58 .001 Assumed
Equal variances -3.421 55.108 .001 assumed
Independent Sample T Test
Levene’s Test For Equality Of Variances t-test for Equality of Means
Mean Difference Std. Error Difference nilai daya terima Equal Variences -25.60000 7.48216 -40.57717 -10.62283 Assumed
Equal variances -25.60000 7.48216 -40.59392 -10.60608 assumed
Lauk Hewani
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk kelompok daya terima Statistic df Sig. Statistic df Sig. nilai daya terima modifikasi .210 30 .002 .827 30 .000
Rumah Sakit .226 30 .000 .900 30 .009
Test of Homogeneity of Variances
Daya Terima
Levene Statistic df1 df2 Sig.
5.330 1 58 .025
ANOVA
Daya Terima
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 14664.067 1 14664.067 25.784 .000
Within Groups 32985.933 58 568.723
Total 47650.000 59
Group Statistics
kelompok daya terima N Mean Std. Deviation Std. Error Mean nilai daya terima modifikasi 30 24.3667 27.75817 5.06793
Rumah Sakit 30 55.6333 19.15541 3.49728
Independent Sample T Test
Levene’s Test For Equality Of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.(2-tailed) nilai daya terima Equal Variences 5. 330 .025 -5.078 58 .000 Assumed
Equal variances -5.078 51.515 .000 assumed
Independent Sample T Test
Levene’s Test For Equality Of Variances t-test for Equality of Means
Mean Difference Std. Error Difference nilai daya terima Equal Variences -31.26667 6.15750 -43.59225 -18.94108 Assumed
Equal variances -31.26667 6.15750 -43.62538 -18.90796 assumed
Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner RIWAYAT HIDUP
Nama : ANTUNG RAHMANIWATI
Tempat/Tanggal Lahir : BANJARMASIN, 29 November 1985
Alamat : JL. TINGANG KOMPLEK PERUMAHAN TINGANG
BHAKTI SAMPING SMU 5/ PLUS BALAI BAHASA NO 2
Email : [email protected]
Alamat Instansi : RSU KELAS D KOTA PALANGKA RAYA
Riwayat Pendidikan :
1. SD PAHANDUT 13 PALANGKA RAYA, lulus tahun 1997
2. SMP NEGERI 1 PALANGKA RAYA, lulus tahun 2000
3. SMU NEGERI 3 PALANGKA RAYA, lulus tahun 2003
4. DIII GIZI POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA, lulus tahun 2006