Quick viewing(Text Mode)

Modifikasi Lauk Hewani Dan Lauk Nabati Pada Makan Siang Terhadap Daya Terima Pasien Gastritis Rawat Inap Di Rsu Kelas D Kota Palangkaraya

Modifikasi Lauk Hewani Dan Lauk Nabati Pada Makan Siang Terhadap Daya Terima Pasien Gastritis Rawat Inap Di Rsu Kelas D Kota Palangkaraya

MODIFIKASI LAUK HEWANI DAN LAUK NABATI PADA MAKAN SIANG TERHADAP DAYA TERIMA PASIEN GASTRITIS RAWAT INAP DI RSU KELAS D KOTA PALANGKARAYA

SKRIPSI

OLEH Antung Rahmaniwati NIM. PO.62.24.2.18.375

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA PROGRAM STUDI ALIH JENJANG D IV GIZI 2019 ABSTRAK

Latar Belakang: Lauk hewani dan lauk nabati sering tidak dihabiskan oleh pasien, untuk itu perlu dilakukan sejumlah perubahan pada hidangan lauk hewani dan lauk nabati salah satu caranya dengan melakukan modifikasi menu, resep terhadap bahan, ukuran, , atau cara pengolahan tanpa mengurangi nilai gizinya, dengan tujuan untuk meningkatkan penampilan serta meningkatkan rasa hidangan yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat penerimaan makanan pasien. Dengan meningkatnya daya terima pasien terhadap makanan maka asupan gizi yang masuk kepada pasien akan lebih baik. Tujuan : Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana perbedaan modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada makan siang terhadap daya terima pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka Raya. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan rancangan one grup pretest posttes design terdiri dari dua tahap yaitu penelitian terhadap panelis dan dilanjutkan dengan pasien. Subjek penelitian ini adalah pasien rawat inap kelas III RSU Kelas D Kota Palangka Raya dengan jumlah sampel 30 responden dengan kriteria tertentu. Analisis data menggunakan uji Anova dan Indipendent Sample T Test. Hasil: Memodifikasi lauk hewani dan lauk nabati dengan tidak merubah bahan dasar dari menu awal. Diketahui pasien yang suka menu lauk hewani ada 28 pasien dan lauk nabati 24 pasien.Hasil uji anova tidak ada perbedaan daya terima terhadap menu modifikasi p>0,05 sedangkan indipendent sample t test diperoleh p<0,05. Hal ini diartikan terdapat perbedaan daya terima (lauk hewani dan lauk nabati) modifikasi dan (lauk hewani dan lauk nabati) rumah sakit pada pasien gastritis. Kesimpulan : Ada perbedaan daya terima lauk hewani modifikasi dan daya terima lauk hewani rumah sakit pada pasien gastritis dan ada perbedaan daya terima lauk nabati modifikasi dan daya terima lauk nabati rumah sakit pada pasien gastritis. x + 90 hlm; 12 Gambar 7 Tabel Daftar Pustaka : 61 (1998-2017) Kata Kunci : Modifikasi, Lauk Hewani Lauk Nabati, Daya Terima

i

Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kepada Allah SWT atas bimbingan dan perlindungan yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan

Skripsi yang berjudul “ Modifikasi Lauk Hewani dan Lauk Nabati pada Makan

Siang Terhadap Daya Terima Pasien Gastritis Rawat Inap Di RSU Kelas D Kota

Palangka Raya “.

Saya menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini tidak lepas dari bantuan, doa, dan dukungan dari semua pihak secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dhini, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka

Raya, dan Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk melakukan penelitian serta memberikan bimbingan dalam penyusunan

skripsi ini.

2. Ibu Nila Susanti, SKM. MPH selaku Kepala Jurusan Gizi Politeknik

Kesehatan Kemenkes Palangka Raya

3. Ibu Resna Maulia, S.Si,M.KL selaku pembimbing II yang telah banyak

membimbing, memberi masukan, dan mengoreksi kesalahan dalam penulisan

dalam skripsi ini

4. Bapak Sugiyanto, S.Gz, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

selalu memberikan bimbingan, dorongan dan semangat kepada saya sebagai

penulis

iv

5. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes

Palangka Raya yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan

bimbingan kepada saya selama mengikuti perkuliahan.

6. Kepala Instalasi Gizi RSU Kelas D Kota Palangka Raya yang telah

memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan.

7. Teman-teman di Instalasi Gizi RSU Kelas D Kota Palangka Raya yang telah

memberikan semangat dan dukungan.

8. Teman-teman dari Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka

Raya yang telah memberikan semangat dan dukungan.

9. Abah, mama, suami ,anak-anakku tercinta (cantika dan alika) yang telah

memberikan dukungan baik moril maupun materil, dan keluarga yang

memberikan saya semangat serta mendoakan yang terbaik bagi saya.

10. Serta teman-teman dan sahabat di manapun berada yang telah memberikan

semangat dan dukungan kepada saya.

Akhir kata semoga Skripsi ini nantinya dapat dilaksanakan sesuai dengan yang telah di buat dan diberikan kelancaran, serta dapat bermanfaat, serta digunakan sebagai mana mestinya.

Palangka Raya, Mei 2019

Penulis

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ABSTRAK LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... i LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ...... ii LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………. iii KATA PENGANTAR ...... iv DAFTAR ISI ...... vi DAFTAR GAMBAR ...... viii DAFTAR TABEL ...... ix DAFTAR LAMPIRAN ...... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 6 C. Tujuan Penelitian ...... 6 D. Manfaat Penelitian ...... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ...... 9 1. Gambaran Rumah Sakit ...... 9 2. Gambaran Umum Instalasi Gizi ...... 10 3. Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit ...... 12 4. Gastritis ...... 21 5. Modifikasi Menu ...... 40 6. Daya Terima ...... 44 B. Kerangka Konsep ...... 55 C. Definisi Operasional ...... 55 D. Hipotesis...... 57

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ...... 58 B. Rancangan Penelitian…………………………………………... 58 C. Populasi dan Sampel ...... 58 D. Lokasi dan Waktu ...... 60 E. Variabel Penelitian ...... 60 F. Pengumpulan Data ...... 61 G. Prosedur Penelitian ...... 62 H. Etika Penelitian ...... 63 I. Pengolahan Data ...... 63 J. Analisis Data ...... 64

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...... 66 B. Pembahasan …………………………………………...... 66

vi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………………..…………………………………… 88 B. Saran ...... 90

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

vii

DAFTAR GAMBAR

Hlm Gambar 2.1 Struktur Organisasi Instalasi Gizi ...... 11 Gambar 2.2 Alur Penyelenggaraan Makanan ...... 13 Gambar 2.3 Kerangka Konsep ...... 55 Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ...... 62 Gambar 4.1 Tingkat Kesukaan Panelis Pada Modifikasi Lauk hewani ...... 70 Gambar 4.2 Tingkat Kesukaan Panelis Pada Modifikasi Lauk Nabati ...... 72 Gambar 4.3 Tingkat Kesukaan Responden Pada Modifikasi Lauk Hewani .. 73 Gambar 4.4 Tingkat Kesukaan Responden Pada Modifikasi Lauk Nabati ..... 75 Gambar 4.5 Daya Terima Lauk Hewani Modifikasi …...... 77 Gambar 4.6 Daya Terima Lauk Nabati Modifikasi…… ...... 79 Gambar 4.7 Perbedaan Daya Terima Lauk Hewani Modifikasi dan Lauk Hewani Rumah Sakit……...... 82 Gambar 4.8 Perbedaan Daya Terima Lauk Hewani Modifikasi dan Lauk Hewani Rumah Sakit……...... 85

viii

DAFTAR TABEL

Hlm Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Ruang Rawat, Pekerjaan Dan Pendidikan Terakhir ...... 67 Tabel 4.2 Siklus Menu 10 hari RSU Kelas D Kota Palangka Raya dan Modifikasi Lauk Hewani ...... 68 Tabel 4.3 Siklus Menu 10 hari RSU Kelas D Kota Palangka Raya dan Modifikasi Lauk Nabati ...... 70 Tabel 4.4 Uji Anova Beda Menu Lauk Hewani Modifikasi ...... 79 Tabel 4.5 Uji Anova Beda Menu Lauk Nabati Modifikasi ...... 81 Tabel 4.6 Uji Perbedaan Indipendent Sample T Test Lauk Hewani ...... 83 Tabel 4.7 Uji Perbedaan Indipendent Sample T Test Lauk Nabati ……...... 87

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Kesediaan Sampel Lampiran 2. Lembar Formulir Karakterisrik Sampel Lampiran 3. Formulir Uji Cita Rasa Lampiran 4. Lembar Formulir Kuesioner Penimbangan Lampiran 5. Siklus Menu 10 Hari Rumah Sakit Lampiran 6. Resep Lampiran 7. Dokumentasi Lampiran 8.Uji Anova dan Indipendent Simple T Test Lampiran 9. Surat Ijin Penelitian Badan penelitian Dan Pengembangan Lampiran 10 Ijin Penelitian Dinas Kesehatan Palangka Raya Lampiran 11 Persetujuan Etik Penelitian Kesehatan Lampiran 12 Riwayat Hidup

x

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan gizi rumah sakit merupakan bagian yang sangat vital dari

sistem pelayanan paripurna terhadap pasien di rumah sakit. Pelayanan gizi

rumah sakit adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada pasien untuk

mencapai kondisi yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang yang

sakit untuk keperluan metabolisme tubuhnya, peningkatan kesehatan ataupun

mekoreksi kelainan metabolisme dalam rangka meningkatkan upaya

penyembuhan pasien rawat inap dan rawat jalan. Mengingat pentingnya hal

tersebut perlu disadari dengan sepenuhnya bahwa peranan dan fungsi dari

pelayanan gizi di dalam rumah sakit sangatlah penting, baik dalam segi

pelaksanaan rujukan maupun dalam melaksanakan intervensi gizi secara

paripurna atau general terhadap pasien di dalam sebuah rumah sakit (Depkes,

2013).

Berdasarkan pedoman pelayanan gizi rumah sakit atau disingkat PGRS

tahun 2013, pelayanan gizi rumah sakit meliputi 4 bagian yaitu asuhan gizi

pasien rawat jalan, asuhan gizi pasien rawat inap, penyelenggaraan makanan,

penelitian dan pengembangan gizi. Keempat kegiatan tersebut mencerminkan

mutu pelayanan kesehatan pada rumah sakit. Kesuksesan dari pelayanan gizi

yang dilaksanakan tesebut tidak terlepas dari berbagai faktor salah satunya

adalah faktor petugas gizi dalam memberikan pelayanan (Depkes RI, 2013).

1

2

Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan yang di mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diit yang tepat

(Depkes RI, 2003). Penyelenggaraan makanan rumah sakit dilaksanakan penderita yang dirawat dapat memperoleh makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizinya dan dapat mempercepat penyembuhan penyakit

(Moehyi, 2002).

Penyelenggaraan makanan sebagai salah satu sarana penunjang dalam pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pasien terhadap gizi seimbang. Keberhasilan suatu penyelenggaraan makanan dapat digunakan sebagai indikator untuk mengevaluasi kegiatan penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Proses penyelenggaraan makanan harus memperhatikan berbagai aspek antara lain perencanaan menu, pengorganisasian pelayanan makanan, higienitas makanan dan peralatan sebagai satu kesatuan bentuk pelayanan sehingga menghasilkan produk yang berkualitas (Depkes, 2013).

Daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan sesuai dengan kebutuhan (kurniah,

2010). Tolak ukur keberhasilan penyelenggaraan makanan adalah makanan yang disajikan dapat diterima dan makanan tersebut habis termakan tanpa meninggalkan sisa makanan. Daya terima sendiri sebagai tolak ukur kepuasan pasien (Agustina F, 2016).

3

Hasil penelitian yang dilakukan oleh bagian penelitian dan pengembangan Gizi RSUP H. Adam Malik Medan pada pasien rawat inap pada bulan Desember 2012 menunjukkan daya terima terhadap variasi menu yaitu aroma makanan 43,3%, rasa makanan 51,2%, tekstur makanan

57,7%, suhu makanan 64,9%, dan kebersihan makanan sebesar 68,6%.

Rata-rata hanya 61,4% pasien rawat yang menghabiskan makanan rumah sakit. Hasil penelitian Iswidhani (1996) di RS Cibinong menunjukkan bahwa sisa makanan pasien, yaitu nasi sebesar 37,75%, protein nabati 39%, dan sajian sayuran 51%. Sedangkan hasil penelitian Djamaludin (2002) di RS Dr.

Sardjito tentang sisa makanan menunjukkan persentase sisa makanan dalam sehari terbanyak pada sayuran (22,93%) dan lauk nabati (21,86%).

Berdasarkan hasil penelitian (Rijadi C, 2002) di Rumah Sakit Islam

Samarinda dari 35 responden 30,4% tidak dapat menerima makanan biasa yang disajikan, sedangkan hasil penelitian di Rumah Sakit Sardjito

Yogyakarta diperoleh sisa makanan banyak dijumpai pada waktu makan pagi dengan rata-rata 23,41%, terdapat pada sayuran sebesar 25,33%, nasi

23,1% dan lauk nabati 21,8% (Djamaluddin, 2002).

Berdasarkan survei sisa makanan pasien yang dilakukan Instalasi

Gizi RSUD Sunan Kalijaga Demak pada tahun 2012 menunjukkan bahwa pada menu standar terdapat rata-rata sisa makanan 26,6 % yang terdiri dari sisa sayur sebesar 32 %, nasi 28,3 %, lauk nabati 27,8 %, dan lauk hewani 18,3%. Daya terima makanan pasien baru berkisar

78,25 %.(Uyami, 2012).

4

Sisa makanan yang tinggi menandakan kurang maksimalnya daya terima pasien. Sisa makanan pasien adalah makanan yang disisakan oleh pasien. Apabila daya terima pasien terhadap makanan kurang memuaskan maka berpengaruh terhadap asupan gizi pasien dan apabila berlangsung lama maka akan menyebabkan pasien tersebut mengalami defisiensi zat gizi.

Apabila sisa makanan pasien masih banyak maka asupan zat gizi akan defisit.

Oleh karena itu, pasien harus diupayakan untuk menghabiskan makanan sesuai kebutuhannya. Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan selera makan pasien (Renaningtyas, 2004).

Penyakit gastritis yang terjadi di negara berkembang banyak terjadi pada usia dini, usia muda dan dewasa termasuk dalam kategori usia produktif, dimana usia produktif lebih berisiko terkena gastritis. Dimana pada usia tersebut merupakan usia dengan berbagai kesibukan karena pekerjaan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Sehingga lebih cenderung untuk terpapar faktor-faktor yang meningkatkan risiko untuk terkena gastritis, terkait dengan pola makan yang tidak teratur dan stress di tempat kerja serta pola hidup yang tidak sehat (Gustin, 2011).

Rumah Sakit Umum Kelas D Kota Palangka Raya merupakan Rumah

Sakit Pemerintah Kota Palangka Raya didalamnya terdapat pelayanan unit gawat darurat, rawat inap, perawatan intensif, fasilitas bedah, ruang bersalin , laboratorium dan Intalasi Gizi dan sarana prsarana lain. Penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi dalam melaksanakan tugas melibatkan 5 orang

5

pekerja yang terdiri dari 1 orang lulusan D IV Gizi, 2 orang lulusan D3 Gizi dan 2 orang lulusan SMA.(Rekam Medik, 2018).

Berdasarkan data rekam medik RSU Kelas D Kota Palangka Raya dari bulan Januari sampai dengan November 2018 jumlah pasien yang dirawat inap di RSU Kota meningkat berturut turut yaitu dari 1-3 pasien/hari, menjadi

1-5 pasien /hari dan meningkat 1-15 pasien/hari pada bulan november.

Jumlah pasien gastritis pada tahun 2018 sebanyak 33 orang. Pasien gastritis menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak dilihat dari data rekam medik di RSU Kelas D kota Palangka Raya.

Penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSU Kelas D Kota

Palangka Raya meliputi penyelenggaraan makanan biasa dan penyelenggaraan makanan diet. Pemberian makanan dilakukan 3 kali dalam sehari untuk pasien yang di rawat inap dengan menggunakan siklus menu 10 hari.

Masalah penyajian makanan untuk orang sakit lebih kompleks daripada penyajian makanan untuk orang sehat. Lauk hewani dan lauk nabati sering tidak dihabiskan oleh pasien, oleh karena itu perlu dilakukan sejumlah perubahan pada hidangan lauk hewani dan lauk nabati salah satu caranya dengan melakukan modifikasi menu/resep terhadap bahan, ukuran, bumbu, atau cara pengolahan tanpa mengurangi nilai gizinya. Modifikasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan penampilan serta meningkatkan rasa hidangan yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat penerimaan

6

makanan pasien. Daya terima pasien yang meningkat terhadap makanan

menyebabkan asupan gizi yang masuk kepada pasien akan lebih baik.

Data asuhan nutrisi pasien tahun 2018 dirumah sakit RSU Kelas D kota

Palangka Raya menunjukkan bahwa pasien yang menderita penyakit gastritis

nafsu makannya berkurang sehingga menyebabkan daya terima pasien

terhadap makanan menjadi berkurang. Berdasarkan hasil observasi yang

dilakukan dari tanggal 3 September sampai 22 September 2018 menunjukkan

bahwa sisa makanan yang diberikan pada waktu makan siang adalah lauk

hewani sebesar 40,4%, dan lauk nabati sebesar 39,25% Berdasarkan hasil

observasi ini maka perlu dilakukan modifikasi lauk hewani dan lauk nabati

pada makan siang pada pasien gastritis rawat inap di RSU Kelas D Kota

Palangka Raya agar daya terima pasien gastritis dapat meningkat.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana modifikasi

lauk hewani dan lauk nabati pada makan siang terhadap daya terima pasien

gastritis di RSU kelas D Kota Palangka Raya?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :

Menganalisis modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada makan siang

terhadap daya terima pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka

Raya.

7

2. Tujuan Khusus:

a. Mengetahui gambaran umum Instalasi Gizi RSU Kelas D Kota

Palangka Raya

b. Mengetahui karakteristik responden penelitian.

c. Modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada pasien gastritis di RSU

Kelas D Kota Palangka Raya.

d. Menganalisis perbedaan daya terima pasien gastritis terhadap lauk

hewani modifikasi pada makan siang di RSU Kelas D Kota Palangka

Raya.

e. Menganalisis perbedaan daya terima pasien gastritis terhadap lauk

nabati modifikasi pada makan siang di RSU Kelas D Kota Palangka

Raya.

f. Menganalisis Perbedaan daya terima lauk hewani modifikasi dan

lauk hewani rumah sakit pada makan siang pasien gastritis di RSU

Kelas D Kota Palangka Raya.

g. Menganalisis Perbedaan daya terima lauk nabati modifikasi dan lauk

nabati rumah sakit pada makan siang pasien gastritis di RSU Kelas D

Kota Palangka Raya.

8

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan pengetahuan

mengenai modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada makan siang

terhadap daya terima pasien di rumah Sakit.

2. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan data dan usulan untuk

memperbaiki kualitas pelayanan gizi di ruang rawat inap dan juga

sebagai bahan evaluasi Instalasi Gizi dalam memberikan pelayanan gizi

khususnya penyediaan makanan pasien.

3. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat menambah bacaan pada perpustakaan

sehingga dapat memberikan pengetahuan kepada mahasiswa yang

membutuhkan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Gambaran Umum Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum ( RSU) Kelas D Kota Palangka Raya terletak

di Jalan Mahir Mahar KM. 18,5 Kelurahan Kalampangan Kecamatan

Sabangau Kota Palangka Raya sebelumnya merupakan UPTD Puskesmas

Kalampangan dan pada hari Senin tanggal 19 Januari 2015 dicanangkan

oleh Bapak Walikota menjadi RSU Kelas D Kota Palangka Raya dengan

jumlah penduduk di wilayah kerja sekitar RSU Kelas D Kota Palangka

Raya yaitu 5.527 Jiwa.

RSU Kelas D Kota Palangka Raya berada di wilayah Kelurahan

Kalampangan, Kecamatan Sabangau dengan luas wilayah 165 km2.

Dengan batas wilayah kerja yaitu :

Utara : Berbatasan dengan Kab. Pulang Pisau.

Timur : Berbatasan dengan Kel. Sabaru dan Kel. Kereng Bangkirai.

Selatan : Berbatasan dengan Kab. Pulang Pisau dan Kab. Kapuas.

Barat : Berbatasan dengan Kel. Pahandut dan Kel. Langkai.

RSU Kelas D Kota Palangka Raya melayani segala jenis penyakit

umum, memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (Ruang

gawat darurat). Untuk mengatasi bahaya dalam waktu secepat-cepatnya

dan memberikan pertolongan pertama. Di dalamnya juga terdapat

9

10

layanan rawat inap dan perawatan intensif, fasilitas bedah, ruang

bersalin, laboratorium, dan sarana-prasarana lain.

RSU Kelas D Kota Paalangka Raya merupakan rumah sakit

pemerintah kota Palangka Raya mempunyai tenaga kesehatan berjumlah

103 tenaga kesehatan yang terdiri dari Dokter Spesialis 4 orang, Dokter

Umum 7 orang, Perawat 32 orang, Bidan 26 orang, Nutrisionis 3 orang,

Apoteker dan Asisten Apoteker 5 orang, Kesling 1 orang, Pranata lab

analis 6 orang, Fisiotrafi 2 orang dan Struktural 14 orang.

Penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSU Kelas D Kota

Palangka Raya meliputi penyelenggaraan makanan biasa dan

penyelenggaraan makanan diet. Pemberian makanan dilakukan 3 kali

dalam sehari untuk pasien yang di rawat inap.

2. Gambaran Umum Instalasi Gizi

a. Instalasi Gizi

Instalasi gizi adalah suatu unit kerja yang bergerak dibidang gizi

rumah sakit yang melaksanakan pengadaan makanan bagi orang sakit

dan petugas asuhan gizi rawat inap dan rawat jalan serta tempat

pendidikan dan pelatihan gizi yang digariskan secara umum oleh

Departemen Kesehatan RI.

11

Struktur Organisasi Instalasi Gizi RSU Kelas D Kota sebagai berikut :

Direktur RSU Kelas D Kota Palangka raya Dr.ABRAM SIDI WINASIS Penata /IIId NIP.19760824 200801 1 022

Kepala Seksi Pelayanan dan Penunjang Medis DIDIK PURWANTO,Amd.Kep Penata Muda Tk I/IIIb NIP. 19790803 199903 1 003

Kepala Instalasi Gizi NORMAYANTI,SST Penata Muda Tk.I/IIIb NIP.19860616 200903 2 003

Pelaksanaan Penyelenggaraan Makanan Pelaksana Penyelenggaraan Makanan MARFU’ATHIN,AMG ANTUNG RAHMANIWATI,Amd.Gizi Penata Muda /IIIa Penata Muda /IIIa NIP.19860616 200903 2 003 NIP.19851129 200904 2 001

b. Sumber Daya Manusia

Instalasi Gizi RSU Kota Palangka Raya dalam melaksanankan

tugas melibatkan 5 orang pekerja yang terdiri dari 1 orang lulusan

DIV Gizi, 2 orang lulusan D3 dan 2 orang lulusan SMA.

c. Standar Makanan Rumah Sakit

Berdasarkan bentuk makanan, standar rumah sakit terdiri

makanan biasa, makanan saring dan makanan cair. Makanan biasa

adalah makanan yang diberikan kepada pasien yang tidak memerlukan

makanan khusus yang berhubungan dengan penyakitnya dengan

susunan makanan yang sama dengan makanan orang sehat, hanya 12

tidak diperbolehkan makanan yang terlalu merangsang atau yang

dapat menimbulkan gangguan pencernaan. Makanan yang diberikan

oleh Instalasi Gizi RSU Kelas D kota Palangka Raya harus

mengandung nilai gizi dan mencukupi jumlah kalori yang dibutuhkan

oleh pasien. Nilai gizi standar makanan biasa yang diberikan kepada

pasien rawat inap kelas III adalah energi 1950 kalori, protein 53 gram,

lemak 50 gram dan karbohidrat 320 gram. Standar porsi nasi yang

diberikan 100 gram, lauk hewani ikan 50 gram, lauk hewani daging

ayam 50 gram, lauk nabati tahu 40 gram, lauk nabati tempe 35 gram

dan untuk sayur tidak berkuah 100 gram sedangkan untuk sayur

berkuah 150 gram.

Standar menu rumah sakit disusun secara periodik 6 bulan sekali

yang siklus menunya 10 hari + menu 31. Standar menu tersebut

berpedoman pada pola menu seimbang, berdasarkan kelas perawat,

serta indeks makanannya yang ditetapkan pihak RS (Aritonang, 2014).

3. Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit

a. Pengertian Penyelenggaraan Makanan

Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian

kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian

makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status

kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat. Dalam hal 13

ini termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan dan evaluasi (Kemenkes

RI, 2013).

b. Tujuan

Menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi,

biaya, aman dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status

gizi yang optimal (Kemenkes RI, 2013).

c. Alur Penyelenggaraan Makanan

Penerimaan Pelayanan &Penyimpan makanan Perencanaan Pengadaan menu Bahan an Bahan pasien

Penyajian Distribusi makanan Persiapan& makanan di Pengolahan ruang

Sumber : Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (Kemenkes RI, 2013)

d. Bentuk Penyelenggaraan Makanan

Institusi menyiapkan dan memasak sendiri makanan yang

diperlukan dan sekaligus melayani distribusi makanan kepada

konsumen. Dengan cara institusi menyiapkan seluruh fasilitas yang

diperlukan, seperti ruangan untuk mengolah dan menyajikan makanan,

peralatan untuk mengolah dan memasak makanan, peralatan untuk

menyajikan makanan, tenaga pelaksanaan dan biaya yang diperlukan

(PGRS, 2013).

14

e. Kegiatan Penyelenggaraan Makanan

Secara terinci rangkaian kegiatan penyelenggaraan makanan

adalah sebagai berikut:

a) Perencanaan Menu

Perencanaan menu berarti merencanakan makanan apa

yang akan disajikan, berapa banyak makanan yang harus

disediakan, bahan makanan apa saja dan berapa banyak bahan

makanan itu diperlukan, bagaimana memasak makanan itu,

bagaimana menyajikan makanan tersebut. Keseluruhan

pertanyaan itu harus dapat dijawab agar menghasilkan makanan

yang sesuai dalam hal jenis makanan, jumlah makanan, citarasa

makanan, dan sebagainya (PGRS, 2013).

b) Pengadaan bahan makanan

Pengadaan bahan makanan dapat dilakukan melalui

pemesanan atau pembelian sendiri. Pengadaan bahan makanan

melalui pemasok biasanya dilakukan oleh penyelenggaraan

makanan institusi (PGRS, 2013).

c) Penerimaan Bahan Makanan

Penerimaan bahan makanan dilakukan setelah pemasok

menandatangani kontrak pengadaan bahan makanan, maka

pemasok berkewajiban menyerahkan pesanan bahan makanan

yang diperlukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam

kontrak. 15

Institusi membuat daftar pesanan bahan makanan sesuai

dengan menu yang akan disajikan. Untuk memeriksa apakah

bahan makanan yang diserahkan sesuai dengan pesanan serta

mutunya sesuai dengan kontrak, maka penerimaan pesanan bahan

makanan biasanya dilakukan oleh tim penerimaan bahan makanan

yang ditunjuk khusus oleh pimpinan institusi (PGRS, 2013). d) Penyimpanan Bahan Makanan

Bahan makanan yang telah diterima dari pemasok

sebagian langsung digunakan dan yang sebagian lagi mungkin

masih harus disimpan, terutama bahan makanan kering seperti

beras dan gula (PGRS, 2013). e) Persiapan Bahan Makanan Untuk Diolah

Bahan makanan yang akan dimasak harus dipersiapkan

terlebih dahulu. Kegiatan dalam penyiapan bahan makanan

adalah kegiatan membersihkan, mengupas, atau membuang

bagian yang tidak dimakan, memotong, mengiris, atau memberi

bentuk, atau melakukan berbagai hal lainnya yang diperlukan

sebelum dimasak (PGRS, 2013). f) Mengolah Dan Memasak Bahan Makanan

Kegiatan mengolah dan memasak makanan merupakan

kegiatan yang terpenting dalam proses penyelenggaraan makanan

karena citarasa makanan yang dihasilkan dapat ditentukan oleh

proses pemasakan makanan. Semakin banyak jumlah proses 16

makanan yang harus dimasak, semakin sukar untuk

mempertahakan citarasa makanan seperti yang diinginkan.

Penggunaan alat yang modern seperti presssured cooker akan

sangat membantu mempermudah proses pemasakan makanan

(PGRS, 2013).

g) Pembagian Makanan

Makanan yang telah dimasak harus segera dibagikan

kepada konsumen. Hal yang perlu diperhatikan dalam

pembagiaan makanan baik di institusi rumah sakit maupun

institusi bukan rumah sakit, adalah makanan yang diterima oleh

konsumen dalam keadaan temperatur yang sesuai. Jadi, makanan

yang dimakan dalam keadaan hangat, seperti sop dan harus

diterima konsumen dalam keadaan hangat. Kantin atau cafetaria

yang melayani makanan karyawan atau mahasiswa biasanya

dilengkapi dengan peralatan yang dapat memanaskan atau

mendinginkan makanan sehingga waktu konsumen menerima

makanan itu betul-betul dalam keadaan suhu yang sesuai (PGRS,

2013). f. Bentuk Makanan Standar Rumah Sakit

Adapun bentuk-bentuk standar makanan umum rumah sakit, meliputi :

a) Makanan Biasa

Makanan biasa sama dengan makanan sehari-hari yang

beraneka ragam, bervariasi dengan bentuk, tekstur dan aroma 17

yang normal. Susunan makanan mengacu pada Pola Menu

Seimbang (PMS) dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang

dianjurkan bagi orang dewasa sehat. Makanan biasa diberikan

kepada pasien yang berdasarkan penyakitnya tidak memerlukan

makanan khusus (diet). Walau tidak ada pantangan secara khusus,

makanan sebaiknya diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna

dan tidak merangsang pada salura cerna. Tujuan diet makanan

biasa adalah memberikan makanan sesuai kebutuhan untuk

mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh (Almatsier,

2013). b) Makanan Lunak

Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang

mudah dikunyah, ditelan, dan dicerna dibandingkan makanan

biasa. Makanan ini mengandung cukup zat-zat gizi, asalkan

pasien mampu mengkonsumsi makanan dalam jumlah cukup.

Menurut keadaan penyakit, makanan lunak dapat diberikan

langsung kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan

saring ke makanan biasa. Tujuan diet makanan lunak adalah

memberikan makanan dalam bentuk lunak yang mudah ditelan

dan dicerna sesuai kebutuhan gizi dan keadaan penyakit

(Almatsier, 2013).

Syarat-syarat diet makanan lunak adalah energi, protein,

dan zat gizi lain cukup, makanan diberikan dalam bentuk cincang 18

atau lunak, sesuai dengan keadaan penyakit dan kemampuan

makan pasien, makanan diberikan dalam porsi sedang, makanan

mudah dicerna dan tidak mengandung bumbu yang merangsang.

Makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu,

pasien dengan penyakit infeksi dengan kenaikan suhu tubuh tidak

terlalu tinggi, pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan,

serta sebagai perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa

(Almatsier, 2013). c) Makanan Saring

Makanan saring adalah makanan semi padat yang

mempunyai tekstur lebih halus daripada makanan lunak, sehingga

lebih mudah ditelan dan dicerna. Menurut keadaan penyakit,

makanan saring dapat diberikan langsung kepada pasien atau

merupakan perpindahan dari makanan cair kental ke makanan

lunak. Tujuan diet untuk makanan saring adalah memberikan

makanan dalam bentuk semi padat sejumlah yang mendekati

kebutuhan gizi pasien untuk jangka waktu pendek sebagai proses

adaptasi terhadap bentuk makanan yang lebih padat. Makanan

saring sebaiknya diberikan untuk jangka waktu yang pendek,

yaitu selama 1-3 hari saja, karena makanan ini kurang serat dan

vitamin C (Almatsier, 2013).

19

d) Makanan Cair

Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi

cair hingga kental. Makanan ini diberikan kepada pasien yang

mengalami gangguan mengunyah, menelan, dan mencernakan

makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu

tinggi, rasa mual, muntah, pasca bedah. Makanan dapat diberikan

secara oral ataupun parenteral. Menurut konsistensi makanan,

makanan cair terdiri atas tiga jenis, yaitu makanan cair jernih,

makanan cair penuh, dan makanan cair kental. Makanan cair

jernih adalah makanan yang disajikan dalam bentuk cairan jernih

pada suhu ruang dengan kandungan sisa (residu) minimal dan

tembus pandang bila diletakkan dalam wadah bening. Jenis cairan

yang diberikan tergantung pada keadaan penyakit atau jenis

operasi yang dijalani (Almatsier, 2013).

Penyelenggaraan makanan rumah sakit di Instalasi Gizi RSU

Kelas D Kota Palangka Raya dengan sistem swakelola, Instalasi

Gizi/unit gizi bertanggungjawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan makanan. Dalam sistem swakelola ini, seluruh sumber daya yang diperlukan (tenaga, dana, metode, sarana, dan prasarana) disediakan oleh pihak rumah sakit. Pada pelaksanaannya Instalasi Gizi/Unit Gizi mengelola kegiatan gizi sesuai fungsi manajemen yang dianut dan mengacu pada Pedoman 20

Pelayanan Gizi Rumah Sakit yang berlaku dan menerapkan

standar prosedur yang ditetapkan.

Pelayanan gizi rawat inap yang paling umum yaitu

penyelenggaraan makanan bagi pasien yang dirawat (Almatsier,

2010). Penyelenggaraan makanan di rumah sakit dilaksanakan dengan

tujuan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik, jumlah

sesuai kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi pasien

yang membutuhkan. Keberhasilan suatu pelayanan gizi antara lain

dikaitkan dengan daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan

(PGRS, 2013) g. Siklus Menu 10 hari

Siklus menu adalah perputaran menu atau hidangan yang

disajikan dengan adanya penetapan periode siklus menu, yaitu

lamanya siklus menu berlaku.Penetapan pola menu dimaksudkan agar

dalam siklus menu dipastikan penggunaan bahan makanan sebagai

sumber zat gizi yang dibutuhkan konsumen. Penetapan pola menu

artinya dapat dikendalikan bahan makanan sebagai sumber zat gizi

yang diperlukan (Aritonang, 2014).

21

4. Gastritis

a. Definisi Gastritis

Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa

lambung. Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan

mukosa lambung samapai terlepasnya epitel mukosa superfisial yang

menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran pencernaan.

Pelepasan epitel akan merangsang timbulnya proses inflamasi pada

lambung (Sukarmin, 2012).

Menurut Hirlan (2009), gastritis adalah proses inflamasi pada

lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila

mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan

iritan lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya

infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Surantum (2010), gastritis

adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung

yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit

maag atau sakit ulu hati ialah suatu peradangan mukosa lambung

paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan

terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu

atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks

empedu atau terapi radiasi (Yuliarti, 2009).

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis

adalah suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang 22

disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola

makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan

makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat

menyebabkan terjadinya gastritis. b. Klasifikasi Gastritis

Menurut Mustakim (2009), gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :

1) Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan

dan dapat disembuhkan atau sembuh sendiri merupakan respon

mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin,

bakteri , alkohol, kafein dan aspirin merupakan agen-agen

penyebab yang sering, obat-obatan lain seperti NSAID juga

terlibat. Beberapa makanan berbumbu termasuk cuka, lada, atau

dapat menyebabkan gejala yang mengarah pada gastritis.

2) Gastritis Kronik

Gastritis kronik ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar

disertai dengan kehilangan sel pametel dan cref cell. Gastritis

kronis diduga merupakan predisposisi timbulnya tukak lambung

akut karsinoma. Insiden kanker lambung khususnya tinggi pada

anemia pernisiosa. Gejala gastritis kronis umumnya bervariasi

dan tidak jelas antara lain perasaan perut penuh, anoreksia, dan

distress epigastrik yang tidak nyata.

23

c. Penyebab Gastritis

1) Pola Makan

Menurut Potter (2008), terjadinya gastritis dapat disebabkan

oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi

makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung menjadi

sensitif bila asam lambung meningkat.

2) Frekuensi Makan

Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari.

Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat

pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan

dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata,

umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan

ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani,

2011).

Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah

terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi

dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan

mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri

(Okviani, 2011).

Secara alami lambung akan terus memproduksi asam

lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam

sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak

terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan 24

pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang

telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi

semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa

lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium

(Okviani, 2011).

Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung

sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi

asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi

dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak

peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual.

Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan

rasa panas terbakar (Okviani, 2011).

3) Jenis Makanan

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau

dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit

susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan

bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan

gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Sitorus,

2009).

Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan

merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk

berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di

ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut 25

membuat penderita makin berkurang nafsu makannya.Bila

kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali

dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus

dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan

gastritis (Sitorus, 2009).

Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit

gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah, kari,

dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega.

Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena

lambung membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencerna

makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus.

Akibatnya isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam

lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam

duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas

di ulu hati dan dapat mengiritasi (Smelter, 2008).

4) Porsi Makan

Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran

makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap orang

harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar

untuk semua kebutuhan tubuh (Santoso, 2008). Jika konsumsi

makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh

dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan

dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang 26

pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun.

Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada

lambung.

5)

Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang

terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk

lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan

fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang lambung

untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan

lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung.

Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang

yang sering minum kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan

lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan pencernaan

dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disarankan

untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya

tidak bertambah parah (Warianto, 2011).

6) Teh

Hasil penelitian Hiromi Shinya. MD, dalam buku “The

Miracle of Enzyme” menemukan bahwa orang-orang Jepang yang

meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara teratur,

sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh

teh hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh

bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang 27

mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak.

Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Warianto, 2011).

Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus (Warianto, 2011).

Selain itu apabila tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah menjadi asam tanat.Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung (Warianto, 2011).

28

7) Rokok

Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau

cacah. Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia

berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang

disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas

karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol,

perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen,

benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin,

nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan

hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut

bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap

kesehatan (Yanti, 2008).

Efek rokok pada saluran gastrointestinal antara lain

melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks,

mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi

bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung,

dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung

meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin.

Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine

(obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam

menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut

memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan

pada mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif 29

lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di

mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan

komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga

dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan

risiko kekambuhan tukak peptik (Yanti, 2008).

Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang

mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit lambung

(gastritis) sampai tukak lambung (Dermawan, 2010).

8) Stress

Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh

terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan,

membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang.

Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan

ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik,

emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat

mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2008).

9) Alkohol

Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup,

terutama dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida.

Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran

sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan

menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol

dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam 30

minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat

dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Yulianti, 2009).

Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme

alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena itu efek dari

kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak

hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan

lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi

asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual,

sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi

mukosa lambung dan duodenum (Yulianti, 2009).

10) Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid.

Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin,

asam mefenamat, aspilets dalam jumlah besar dapat memicu

kenaikan produksi asam lambung yang berlebihan sehingga

mengiritasi asam lambung karena terjadinya difusi balik ion

hidrogen ke epitel lambung. Selain itu obat ini juga dapat

mengakibatkan kerusakan langsung pada epitel mukosa karena

dapat bersifat iritatif dan sifatnya yang asam dapat menambah

derajat keasaman pada lambung (Sukarmin, 2012).

11) Usia

Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita

gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan

bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster 31

cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki

infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada

orang yang lebih muda. Sebaliknya jika mengenai usia muda

biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat

(Gustin, 2011). d. Manifestasi Klinik

Gejala penyakit gastritis yang biasa terjadi adalah : 1) Mual dan muntah

2) Nyeri epigastrum yang timbul tidak lama setelah makan dan

minum unsur - unsur yang dapat merangsang lambung ( alkohol,

salisilat, makanan tercemar toksin stafilokokus )

3) Pucat

4) Lemah

5) Keringat dingin

6) Nadi cepat

7) Nafsu makan menurun secara drastis

8) Suhu badan meningkat

9) Sering bersendawa terutama dalam keadaan lapar

10) Rasa seperti terbakar di dalam perut

11) Diare

12) Perasaan kenyang atau „begah”

13) Kelelahan yang teramat sangat dan tidak wajar (Mustakim,

2009). 32

Sedangkan beberapa gejala yang tidak terlalu sering ditemui pada gastritis adalah: 1) Adanya darah pada muntahan anda

2) Ditemukannya darah pada feses atau tinja

3) Feses/tinja yang berwarna hitam (Mustakim, 2009). e. Diet pada Gastritis

Diet pada penderita gastritis adalah diet lambung. Prinsip diet

pada penyakit lambung bersifat libitum, yang artinya bahwa diet

lambung dilaksanakan berdasarkan kehendak pasien. f. Prinsip Diet

Prinsip diet yang dianjurkan untuk pasien gastritis yaitu :

1) Pasien dianjurkan untuk makan secara teratur, tidak terlalu

kenyang dan tidak boleh berpuasa.

2) Makanan yang dikonsumsi harus mengandung cukup kalori dan

protein namun kandungan lemak/minyak, khususnya yang jenuh

harus dikurangi.

3) Makanan pada diet lambung harus mudah cerna dan mengandung

serat makanan yang halus (soluble dietary fiber).

4) Makanan tidak boleh mengandung bahan yang merangsang,

menimbulkan gas, bersifat asam, mengandung minyak/ lemak

secara berlebihan dan yang bersifat melekat.

5) Selain itu, makanan tidak boleh terlalu panas atau dingin.

Tujuan diet ini adalah untuk menghilangkan gejala penyakit,

menetralisir asam lambung, mengurangi gerakan peristaltik 33

lambung serta memperbaiki kebiasaan makan penderita. Dengan

cara itu diharapkan luka di dinding lambung perlahan-lahan akan

sembuh (Vera uripi, 2001). g. Syarat Diet

Syarat diet penderita gastritis yaitu:

1) Makanan yang disajikan harus mudah dicerna, tidak merangsang

tetapi dapat memenuhi kebutuhan energi dan gizi, jumlah

energipun harus disesuaikan dengan kebutuhan penderita.

2) Asupan protein harus cukup tinggi (sekitar 20-25% dari total

jumlah energi yang biasa diberikan), sedangkan lemak perlu

dibatasi. Protein berperan dalam menetralisir asam lambung. Bila

terpaksa menggunakan lemak, pilih jenis lemak yang

mengandung jenis asam lemak tak jenuh. Pemberian lemak atau

minyak perlu dipertimbangkan dengan teliti. Lemak yang

berlebihan dapat menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak di ulu

hati dan muntah karena tekanan dari dalam lambung meningkat.

3) Mengkonsumsi jenis makanan yang mengandung asam lemak tak

jenuh secukupnya merupakan pilihan tepat, sebab lemak jenis ini

lebih mudah di cerna.

4) Porsi makanan yang diberikan dalam porsi kecil tapi sering.

5) Kebutuhan zat gizi, jenis energi yang dikonsumsi harus

disesuaikan dengan berat badan dan umur penderita.

34

h. Jenis dan bentuk makanan

Sebaiknya penderita gastritis menghindari makanan yang

bersifat merangsang, diantaranya makanan berserat dan penghasil gas

maupun mengandung banyak bumbu-bumbu yang merangsang. Selain

itu perlu memperhatikan tehnik memasaknya, direbus, dikukus, atau

dipanggang adalah tehnik masak yang dianjurkan. Sebaliknya,

menggoreng bahan makanan tidak dianjurkan. Menurut Persagi (1999)

dikenal jenis diet untuk penderita penyakit gastritis. Diet ini

disesuaikan dengan berat ringannya penyakit.

1) Jenis Diet

a) Diet Lambung I diberikan pada penderita gastritis berat yang

disertai pendarahan. Jenis makanan yang diberikan, meliputi

susu dan bubur susu yang diberikan setiap 3 jam sekali.

b) Diet Lambung II Untuk penderita gastritis akut yang sudah

dalam perawatan. Makanan yang diberikan merupakan

makanan saring atau cincang pemberiannya sama 3 jam

sekali.

c) Diet Lambung III Untuk penderita gastritis yang tidak begitu

berat atau ringan. Bentuk makanan harus lunak dan diberikan

enam kali sehari.

d) Diet Lambung IV ini diberikan pada penderita gastritis

ringan, makanan dapat berbentuk lunak atau biasa.

35

2) Jenis makanan yang boleh diberikan pada penderita gastritis :

a) Sumber hidrat arang (nasi atau penggantinya) yaitu meliputi ;

beras, dibubur atau ditim, kentang direbus atau dipure,

makaroni, mi bihun direbus, roti, biskuit, marie, dan tepung-

tepungan dibuat bubur atau puding.

b) Sumber protein hewani (daging atau penggantinya) ikan, hati,

daging sapi empuk, ayam digiling atau dicincang dan direbus,

disemur, ditim, atau dipanggang, telur ayam direbus, didadar,

diceplok air, atau dicampurkan dalam makanan, susu.

Sumber protein nabati tahu, tempe, direbus, ditim atau

ditumis, kacang hijau direbus dan dihaluskan.

c) Lemak margarin, minyak (tidak untuk menggoreng) dan

santan encer.

d) Sayuran - sayuran yang tidak banyak serat dan tidak

menimbulkan gas, misalnya bayam, labu siam, wortel, tomat

direbus atau ditumis.

e) Buah-buahan pepaya, pisang rebus, sawo, jeruk garut, sari

buah (sebaiknya dimakan bersama nasi).

f) Bumbu-bumbu gula, garam, vetsin, kunyit, kunci, sereh,

salam, lengkuas, sedikit jahe, dan bawang.

3) Jenis-jenis makanan yang tidak boleh diberikan pada penderita

gastritis: 36

a) Sumber hidrat arang meliputi; beras ketan atau , bulgur,

ubi singkong, kentang goreng, , , dan yang

terlalu manis.

b) Sumber protein hewani; daging, ikan, ayam yang

dikalengkan, digoreng, dikeringkan (), telur ceplok

atau goreng. Sumber protein nabati; tahu, tempe digoreng,

kacang merah, kacang tanah digoreng.

c) Lemak; lemak hewani, santan kental.

d) Sayuran- sayuran yang menimbulkan gas, sayuran mentah.

e) Buah yang menimbulkan gas, misalnya jambu biji, nanas,

kedondong, , nangka, dan buah yang dikeringkan (sale

pisang, manisan pala, dan sebagainya).

f) Bumbu-bumbu, lombok atau cabai, merica, cuka dan bumbu-

bumbuan yang merangsang

4) Tips diet yang penting untuk penderita gastritis yaitu:

a) Makan dalam porsi kecil tapi sering lebih baik dibandingkan

makan dalam jumlah besar sekaligus.

b) Jangan terburu-buru ketika mengkonsumsi makanan.

c) Kunyahlah makanan secara sepenuhnya.

d) Makanlah makanan yang kaya serat.

e) Makanan mengandung flavonoid, seperti apel, seledri,

bawang, dan teh dapat meng-hambat pertumbuhan bakteri H.

pylori. 37

f) Konsumsi makanan yang mengandung tinggi vitamin dan

kalsium, seperti (kacang almon, sayuran hijau misalnya

bayam).

g) Hindari makanan yang terlalu panas ataupun dingin.

h) Hindari makanan yang tinggi kadar lemak. Pada penelitian,

makanan tinggi kadar lemak meningkatkan inflamasi pada

permukaan lambung.

i) Hindari minuman yang bersifat asam, termasuk kopi dan jus

buah yang mengandung asam.

j) Minum 6-8 gelas air setiap harinya.

k) Berolahraga setidaknya 30 menit setiap hari , 5 kali dalam

seminggu i. Penatalaksanaan Gastritis

1) Gastritis akut diatasi dengan mengintruksikan pasien untuk

menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila

pasien mampu makan melalui mulut diet mengandung gizi

dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara

parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah

serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran

gastrointestinal atas.

2) Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien,

meningkatkan istirahat dan mengurangi stress. 38

Beberapa makanan yang berpotensi menyebabkan gastritis

antara lain garam, alkohol, rokok, kafein yang dapat ditemukan dalam

kopi, teh hitam, teh hijau, beberapa minuman ringan (soft ), dan

coklat. Beberapa macam jenis obat juga dapat memicu terjadinya

gastritis. Garam dapat mengiritasi lapisan lambung. Beberapa

penelitian menduga bahwa makanan bergaram meningkatkan resiko

pertumbuhan infeksi Helicobacter pylori. Gastritis juga biasa terjadi

pada alkoholik. Perokok berat dan mengkonsumsi alkohol berlebihan

diketahui menyebabkan gastritis akut. Makanan yang diketahui

sebagai iritan, korosif, makanan yang bersifat asam dan kopi juga

dapat mengiritasi mukosa lambung. j. Pengobatan

Pengobatan umum terhadap gastritis adalah menghentikan atau

menghindari faktor penyebab iritasi, pemberian antasid dan

simptomatik lain, dan pada gastritis atrofik dengan anemia pernisiosa

diobati dengan B12 intramuskuler (hydroxycobalamin atau

cyanocobalamin).

Jika penyebabnya adalah infeksi oleh Helicobacter pylori, maka

diberikan bismuth, antibiotik (misalnya amoksisilin dan klaritromisin)

dan obat anti-tukak (omeprazol). Penderita gastritis karena stres akut

banyak yang mengalami penyembuhan setelah penyebabnya (penyakit

berat, cedera atau perdarahan) berhasil diatasi. Tetapi sekitar 2% 39

penderita gastritis karena stres akut mengalami perdarahan yang sering berakibat fatal.

Karena itu dilakukan pencegahan dengan memberikan antasid

(untuk menetralkan asam lambung) dan obat anti-ulkus yang kuat

(untuk mengurangi atau menghentikan pembentukan asam lambung).

Perdarahan hebat karena gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan menutup sumber perdarahan pada tindakan endoskopi. Jika perdarahan berlanjut, mungkin seluruh lambung harus diangkat.

Eradikasi Helicobacter pylori merupakan cara pengobatan yang dianjurkan untuk gastritis kronis yang ada hubungannya dengan infeksi oleh kuman tersebut. eradikasi dapat mengembalikan gambaran histopatologi menjadi normal kembali. Eradikasi dapat dicapai dengan pemberian kombinasi penghambat pompa proton dan antibiotik. Antibiotik dapat berupa tetrasiklin, metronidasol, klaritromisin, dan amoksisilin. Kadang-kadang diperlukan lebih dari satu macam antibiotik untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik.

Gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antasid. Penderita sebaiknya menghindari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti peradangan non-steroid) dan makanan yang menyebabkan iritasi lambung. Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko terbentuknya ulkus karena obat anti peradangan non-steroid. Untuk meringankan penyumbatan di saluran keluar lambung pada gastritis eosinofilik, bisa diberikan kortikosteroid atau dilakukan pembedahan. 40

5. Modifikasi Menu

a. Menyusun Menu

Menu berarti hidangan makanan yang disajikan dalam suatu

acara makan, baik makan siang maupun makan malam. Namun

menu dapat juga disusun untuk lebih dari satu kali makan.misalnya

untuk satu hari yang terdiri dari menu makan pagi, makan siang, dan

makan malam, serta makanan selingan jika ada. Dalam

penyelenggaraan makanan institusi, menu dapat disusun untuk

jangka waktu yang cukup lama, misalkan untuk selama tujuh atau

sepuluh hari. Menu yang disusun seperti itu disebut menu induk

(master menu) (Moehyi, 2002).

Menurut (Aritonang,2014) menyusun menu dengan kesesuaian

siklus menu yang digunakan adalah siklus menu 10 hari yang

berlaku selama 1 tahun yang meliputi :

1) Mengumpulkan dan mengelompokkan berdasarkan jenis

makanan.

2) Menyusun pola menu dan master menu sebagai siklus menu

yang berlaku.

3) Memasukkan hidangan hewani yang serasi warna , komposisi,

konsistensi bentuk dan variasinya kemudian lauk nabati, sayur,

buah dan .

4) Membuat perbaikan menu dan selanjutnya menu siap untuk

diusulkan kepada pengambilan keputusan ( Instalasi Gizi). 41

b. Modifikasi Menu

Modifikasi menu adalah sebagai salah satu cara untuk

meningkatkan citarasa masakan. Menu yang telah dimodifikasi,

sehingga dapat mengurangi rasa bosan/ jenuh pasien terhadap

masakan sering disajikan. Demikian pula, pengembangan resep

untuk meningkatkan nilai gizi masakan, sekaligus meningkatkan

daya terima pasien. Modifikasi bentuk, atau cara pengolahannya.

Dengan demikian modifikasi resep dimaksudkan untuk

meningkatkan keanekaragaman masakan bagi pasien, meningkatkan

nilai gizi pada masakan, dan meningkatkan daya terima pasien

terhadap masakan terutama masakan pasien anak-anak (Aritonang,

2012).

Modifikasi menu adalah mengubah resep dasar menjadi resep

baru untuk meningkatkan nilai gizi sebuah makanan modifikasi

resep dapat dilakukan dengan cara menambah atau mengurangi

bumbu pada sebuah masakan. Penambahan ukuran atau takaran

bumbu juga merupakan salah satu kunci yang akan menentukan

variasi rasa dan jenis masakan.

1) Lauk Hewani

Lauk hewani merupakan salah satu bagian dari susunan

menu sehari. Lauk hewani yang biasa dikonsumsi oleh

masyarakat yang berasal dari daging ayam, daging sapi, ikan

dan telur. Biasanya daging ayam digunakan untuk lauk hewani 42

hanya dimasak menjadi , kare ayam, ayam, dsb. Untuk keanekaragaman lauk hewani maka diperlukan pengembangan lauk hewani yang berasal dari bahan dasar yang sama salah satunya yaitu ayam santan, sehingga diharapkan dari hasil pengembangan resep nantinya dapat mengurangi kebosanan pasien.

Protein hewani merupakan protein yang sempurna yang mengandung semua asam amino esensial yang mutunya tinggi yang fungsinya untuk menggantikan sel sel yang telah rusak dengan sel yang baru sehingga proses penyembuhan dapat berjalan dengan lancar.

Berdasarkan pertimbangan yang mendasar bahwa pasien harus menghabiskan makanan yang sesuai dengan kebutuhannya agar mendapatkan tingkat penyembuhan yang optimal, maka diperlukan standar resep makanan yang variatif dan baku untuk menghasilkan standar mutu makanan (menu) yang baik dan dapat diterima oleh orang sakit maupun orang sehat. Seni mengolah bahan makanan yang dapat menghasilkan suatu hidangan siap santap dan lezat, bergizi serta menarik dan dapat membangkitkan selera makan (Tarwotjo,1998).

Daging ayam menjadi salah satu sumber bahan pangan protein hewani yang paling familiar untuk di konsumsi. Selain lebih terjangkau, daging ayam juga mudah sekali diolah. 43

Memastikan kesegaran daging ayam, sama dengan daging sapi.

Yakni dari warna, aroma dan juga daging yang lembut.

Beberapa faktor yang mempengaruhi ikan sebagai lauk hewani sebagai suatu hidangan kurang diterima oleh sebagian orang untuk dikonsumsi. Menurut Hadiwiyoto S (1993), cita rasa ikan dikaitkan dengan kesegaran dan kerusakan ikan, mutu citarasa ikan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang menyebabkan ikan tidak disukai diantaranya disebabkan oleh kesalahan dalam penanganan pasca tangkap hasil perikanan, seperti peralatan yang digunakan, penggunaan bahan pendingin, cara penyimpanan, cara pengangkutan, cara pengolahan, suhu pengolahan dan bumbu yang digunakan.

Standar resep untuk makanan lauk hewani ikan yang berlaku dirumah sakit daerah Prof Sitiawan Kartosoedarjo dari hasil penelitian sebelumnya masih belum dapat menjamin baiknya daya terima pasien. Dengan adanya modifikasi resep yang terfokus pada standar mutu/kualitas, antara lain dengan mengubah rasa makanan lebih variasi dan penampilan makanan lebih menarik, dengan tetap mempertahankan nilai gizi ikan, diharapkan selain meningkatkan intake protein juga dapat meningkatkan daya terima pasien atau menekan terjadinya sisa makanan yang disajikan.

44

2) Lauk Nabati

Lauk nabati/ protein berasal dari konsumsi pangan atau

berbagai jenis olahannya. Tahu dan tempe makanan ini bisa di

sajikan sebagai sumber protein setiap hari karena harganya yang

terjangkau. Namun ternyata, kandungan protein dari makanan

yang bersumber dari kedelai ini tak semurah harganya. Dalam

takaran 100 gram, tempe memiliki kandungan protein sebesar

20,8 gram. Sedangkan tahu memiliki kandungan protein

sebanyak 10,9 gram per 100 gramnya. Selain mudah untuk

didapatkan, tempe dan tahu juga sangat mudah untuk diolah

menjadi berbagai kreasi hidangan yang pasti disukai seluruh

anggota keluarga.

6. Daya Terima

a. Pengertian Daya Terima Makanan

Daya terima makan adalah kesanggupan seseorang untuk

menghabiskan makanan yang disajikan sesuai dengan kebutuhannya

(Kurnia, 2010). Daya terima makanan secara umum dapat dilihat

dari jumlah makanan yang dikonsumsi dan daya terima makanan

juga dapat dinilai dari jawaban terhadap pertanyaan yang

berhubungan dengan makanan yang dikonsumsi (Chalida N, 2012).

45

1) Cara Penentuan Daya Terima

a) Uji Hedonik

Metode pengujian hedonik didasarkan atas kesukaan

konsumen terhadap suatu produk. Metode penilaiannya

yang mudah dan sederhana karena didasarkan atas nama

suka atau tidaknya panelis terhadap suatu produk yang

diujikan ini membuat metode pengujian hedonik banyak

digunakan di masyarakat terutama ketika ingin

memperkenalkan produk baru (Kartika,1998)

Uji hedonik merupakan suatu kegiatan pengujian yang

dilakukan oleh seorang atau beberapa orang panelis yang

mana memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan

atau ketidaksukaan konsumen tersebut terhadap suatu

produk tertentu. Panelis diminta tanggapan pribadinya

tentang kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat kesukaan ini

disebut skala hedonik contoh tingkat tersebut adalah :

1) Sangat suka

2) Suka

3) Agak suka

4) Tidak suka

5) Sangat tidak suka

Uji hedonik paling sering digunakan untuk menilai

komoditi sejenis atau produk pengembangan secara 46

organoleptik. Jenis panelis yang bisa digunakan untuk

melakukan uji hedonic adalah panelis yang tidak terlatih

(Kartika, 1988). b) Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik disebut penilaian indera atau

penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian dengan

memanfaatkan panca indera manusia untuk mengamati

tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk makanan

(Ayustaningwarno F, .2014). c) Sisa Makanan

Sisa makanan merupakan makanan yang tidak

habis termakan dan dibuang sebagai sampah . Sisa

makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak

dimakan. Ada 2 jenis sisa makanan, yaitu :

1) kehilangan bahan makanan pada waktu proses

persiapan dan pengolahan bahan makanan;

2) makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah

makanan disajikan (Hirch, 1979).

Sisa makanan diukur dengan menimbang sisa

makanan untuk setiap jenis hidangan. Penimbangan

makanan merupakan salah satu metode yang di gunakan

untuk menggali informasi konsumsi pangan secara

kuantitatif. (Nida K. 2011) menyatakan bahwa metode 47

penimbangan ini mempunyai tingkat akurasi yang paling

tinggi dibandingkan dengan metode lainnya.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Terima Makanan

Faktor yang mempengaruhi daya terima makanan dibagi

menjadi dua yaitu

1) Faktor Internal

Faktor yang berasal dari diri individu yang meliputi :

a) Nafsu Makan

Nafsu makan biasanya dipengaruhi oleh keadaan

kondisi seseorang. Pada umumya bagi seseorang yang

sedang dalam keadaan sakit, maka nafsu makannya akan

menurun. Demikian pula sebaliknya, bagi seseorang dalam

keadaan sehat, maka nafsu makannya akan baik.

b) Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan konsumen dapat mempengaruhi

konsumen dalam menghabiskan makanan yang disajikan.

Bila makanan yang disajikan sesuai dengan kebiasaaan

makan konsumen, baik dalam susunan menu maupun besar

porsi, maka pasien cenderung dapat menghabiskan makanan

yang disajikan. Sebaliknya bila tidak sesuai dengan

kebiasaan makan individu maka akan dibutuhkan waktu

untuk penyesuaian (Mukrie, 1990). 48

c) Rasa Bosan

Rasa bosan biasanya timbul bila konsumen

mengkonsumsi makanan yang sama secara terus menerus

atau mengkonsumsi makanan yang sama dalam jangka

waktu yang pendek, sehingga sudah hafal dengan jenis

makanan yang disajikan. Rasa bosan juga dapat timbul bila

suasana lingkungan pada saat makan tidak berubah. Untuk

mengurangi rasa bosan tersebut selain meningkatkan variasi

menu juga perlu adanya perubahan suasana lingkungan

pada saat makan (Moehyi, 2002).

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor makanan yang disajikan

terutama yang menyangkut dengan kualitas makanan yang

terdiri dari cita rasa makanan.

Cita rasa terjadi karena adanya rangsangan terhadap

berbagai indra penglihatan, indra penciuman dan indra

pengecapan. Makanan yang mempunyai cita rasa tinggi adalah

makanan yang disajikan dengan tampilan menarik, mempunyai

bau yang sedap dan mempunyai rasa yang lezat (Winarno,

1992).

Cita rasa makanan terdiri dari penampilan makanan saat

dihidangkan, rasa makanan saat dimakan, cara penyajian

(Moehyi, 2002). 49

a) Penampilan

Penampilan makanan terdiri dari :

1. Warna

Warna makanan memegang peranan utama dalam

penampilan makanan, warna makanan yang menarik

dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa pada

makanan. Oleh sebab itu dalam penyelenggaraan

makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk

mempertahankan warna makanan yang alami, baik

dalam bentuk tehnik memasak maupun dalam

penanganan makanan yang dapat mempengaruhi warna

makanan ( Arifianti, 2000).

2. Bentuk

Untuk membuat makanan menjadi lebih menarik

biasanya disajikan dalam bentuk-bentuk tertentu.

Bentuk makanan yang menarik akan memberikan daya

tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan

(Ellizabet A, 2011)

Bentuk makanan tertentu yang disajikan dapat

membuat makanan menjadi lebih menarik saat

disajikan (Moehyi, 2002) Beberapa macam bentuk

makanan yang disajikan seperti : 50

1) Bentuk yang sesuai dengan bentuk asli bahan

makanan, seperti ikan yang sering disajikan

lengkap dengan bentuk aslinya.

2) Bentuk yang menyerupai bentuk asli, tetapi bukan

bahan makanan yang utuh seperti

yang dibuat menyerupai ayam.

3) Bentuk yang diperoleh dengan cara memotong

bahan makanan dengan teknik tertentu atau

mengiris bahan makanan dengan cara tertentu.

4) Bentuk yang disajikan khusus seperti bentuk nasi

atau bentuk lainnya yang khas.

3. Tekstur atau Konsistensi Makanan

Tekstur atau konsistensi makanan berkaitan dengan

struktur makanan yang dirasakan saat didalam mulut.

Tekstur makanan meliputi rasa daging, keempukan dan

tingkat kekerasan makanan yang dapat dirasakan oleh

indra pengecapan (Puji, 2008).

Tekstur makanan mempengaruhi penampilan

makanan yang dihidangkan. Tekstur dan konsistensi

suatu bahan makanan dapat mempengaruhi penampilan

makanan yang akan dihidangkan (Kurniah, 2010).

51

4. Porsi Makanany

Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang

disajikan sesuai kebutuhan setiap individu berbeda

sesuai dengan kebiasaan makan. Porsi makanan yang

terlalu besar atau terlalu kecil dapat mempengaruhi

penampilan makanan (Tatik, 2004)

b) Rasa Makanan

Rasa makanan ditimbulkan oleh adanya

rangsangan terhadap berbagai indra manusia,

terutama indra penglihatan, indra penciuman dan

indra pengecapan (Puji, 2008).

Beberapa komponen yang berperan dalam

penentuan rasa makanan adalah aroma, bumbu,

tingkat kematangan dan suhu makanan.

1) Aroma

Aroma makanan adalah aroma yang

disebarkan oleh makanan yang mempunyai daya

tarik yang kuat dan merangsang indra

penciuman sehingga dapat membangkitkan

selera (Nida, 2011).

2) Bumbu Masakan

Bumbu masakan adalah bahan yang

ditambahkan dengan maksud untuk 52

mendapatkan rasa yang enak dan khas dalam

setiap pemasakan (Nida, 2011). Berbagai

macam rempah-rempah dapat digunakan

sebagai bumbu makanan untuk memberikan

rasa pada makanan, seperti cabai, bawang

merah, bawang putih dan sebagainya.

3) Tingkat Kematangan

Tingkat kematangan mempengaruhi cita

rasa makanan yang empuk dapat dikunyah

dengan sempurna dan akan menghasilan

senyawa yang lebih banyak yang berarti

intensitas rangsangan menjadi lebih tinggi.

Kematangan makanan selain ditentukan oleh

mutu bahan makanan juga ditentukan oleh cara

memasak (Moehyi, 2002).

4) Suhu Makanan

Suhu makanan adalah tingkat panas dari

hidangan yang disajikan (Kurniah, 2010).

Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu

dibawah 20° C atau diatas 30 °C. Makanan yang

terlalu panas dapat membakar dan

merusak kepekaan pengecapan, sedangkan

makanan yang dingin dapat membius 53

pengecapan sehingga tidak peka lagi (Winarno,

2004). c) Penyajian makanan

Penyajian makanan merupakan faktor

penentu dalam penampilan hidangan yang

disajikan. Ada tiga pokok penting yang harus

diperhatikan dalam penyajian makanan yaitu

pemilihan alat yang digunakan, cara penyusunan

makanan dan penghias hidangan garnish

(Lumbantoruan, 2012).

Hal ini harus diperhatikan karena

penampilan makanan yang menarik waktu

disajikan akan merangsang indra terutama indra

penglihatan yang berhubungan dengan cita rasa

makanan (Moehyi, 1992).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan

dalam penyajian makanan yaitu

a. Pemilihan alat yang digunakan untuk

menyajikan makanan, seperti piring mangkuk

atau tempat penyajian makanan khusus lain.

Alat yang digunakan harus sesuai dengan

volume makanan yang disajikan. 54

b. Cara menyusun makanan dalam tempat

penyajian makanan. c. Penghiasan hidangan, memilih hiasan untuk

hidangan agar lebih menarik memerlukan

keahlian dan seni tersendiri

55

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

B. Kerangka Konsep

MODIFIKASI LAUK Menu lauk hewani HEWANI Rumah sakit a. Ayam a. Ayam b. Ikan b. ikan

DAYA TERIMA c. daging PASIEN GASTRITIS Menu Lauk Nabati MODIFIKASI LAUK Rumah sakit NABATI a. Tempe a. Tempe b. Tahu b. Tahu

C. Definisi Operasional

1. Modifikasi menu lauk hewani

Mengubah resep dasar ayam dan ikan menjadi menu baru yang

lebih menarik tanpa mengurangi nilai gizinya juga dapat dilihat dari

(Rasa.penampilan,tekstur dan aroma):

Skala : Nominal

2. Modifikasi menu lauk nabati

Mengubah resep dasar tahu dan tempe menjadi menu baru yang

lebih menarik tanpa mengurangi nilai gizinya juga dapat dilihat dari

(Rasa.penampilan,tekstur dan aroma):

Skala : Nominal

56

3. Tingkat kesukaan

Tingkat kesukaan adalah penilaian dari panelis terhadap hasil

modifikasi lauk hewani dan lauk nabati menjadi resep baru, yang

dilakukan dengan cara uji kesukaan. Dengan kategori tingkat kesukaan

setiap komponen penilaian (Rasa, penampilan, tekstur, aroma) sebagai

berikut :

a. Sangat suka

b. Suka

c. Cukup suka

d. Tidak suka

e. Sangat tidak suka

Alat ukur : Kuesioner tingkat kesukaan

Skala ukur : ordinal

4. Daya Terima

Daya terima adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan

makanan yang disajikan sesuai dengan kebutuhannya. Metode yang

digunakan adalah metode penimbangan yaitu dengan cara mengukur

secara langsung berat dari setiap jenis makanan yang dikonsumsi dan

selanjutnya dapat dihitung persentase sisa makanan dengan rumus :

Daya terima dilihat dari sisa makanan yang dikonsumsi.

Skala : Rasio

57

D. Hipotesis

H1 : Ada perbedaan modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada makan

siang terhadap daya terima pasien gastritis di RSU Kelas D Kota

Palangka Raya.

Ho : Tidak ada perbedaan modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada

makan siang terhadap daya terima pasien gastritis di RSU Kelas D

Kota Palangka Raya.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasy eksperimen,

Terdiri dari 2 Tahap yaitu penelitian terhadap panelis kemudian dilanjutkan

dengan pasien.

B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah one grup pretest posttes

design yaitu melihat bagaimana perbedaan modifikasi menu lauk hewani dan

lauk nabati pada makan siang terhadap daya terima pasien gastritis rawat inap

di RSU Kelas D Palangka Raya.

C. Populasi dan Sampel

Pada tahap pendahuluan yaitu uji kesukaan yang dilakukan oleh panelis

populasinya adalah mahasiswa jurusan gizi Poltekkes Kemenkes Palangka

Raya. Dari seluruh populasi diambil sebanyak 30 panelis.

Populasi yang digunakan pada tahap selanjutnya yaitu tahap untuk

melihat daya terima pasien gastritis terhadap makanan modifikasi pasien

gastritis yang di rawat diruang rawat inap kelas II dan III RSU Kelas D Kota

Palangka Raya.

58

59

1. Besar sampel dan cara pengambilan sampel :

Tahap I

Penelitian menggunakan kriteria responden dengan kriteria panelis

tidak terlatih. Soekarno (1990) Panelis tidak terlatih yaitu sekelompok

orang yang berkemampuan membedakan dan mengkomunikasikan reaksi

dari penilaian organoleptik. Jumlah anggota panelis berkisar antara 25-100

orang panelis. oleh karena itu peneliti mengambil sampel berjumlah 30

orang berkaitan dengan jumlah rata-rata kelas adalah 40 orang Panelis

pada tahap ini adalah Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes

Palangka Raya.

Tahap II

Sampel yang digunakan yaitu seluruh pasien gastritis yang di rawat

inap di kelas II dan III RSU kelas D Kota Palangka Raya.

2. Kriteria Sampel

a. Kriteria Inklusi

Tahap I untuk panelis

a) Orang/panelis yang tergolong dalam panelis adalah tidak terlatih

b) Berusia 18-22 tahun

c) Bersedia menjadi panelis

Tahap II untuk pasien gastritis

a) Usia dari 6 tahun sampai 85 tahun

b. Kriteria Ekslusi

Tahap 1 untuk panelis

60

a) Tidak bersedia jadi responden

b) Sedang dalam keadaan sakit

c. Tahap II pada pasien gastritis

a) Tidak bersedia jadi responden

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tahap I Uji Kesukaan Panelis

Di Ruang Lab Uji Cita Rasa Poltekkes Kemenkes Palangka Raya.

Tahap II Daya Terima Pasien Gastritis

Ruang rawat inap kelas III RSU kelas D Kota Palangka Raya.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan maret, april dan mei dan 2019

(3 bulan)

E. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel dependen

Variabel dependen (bebas) adalah variabel yang diduga sebagai

faktor yang dipengaruhi variabel independen (Nursalam, 2005). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah:

a. Modifikasi menu lauk hewani

b. Modifikasi menu lauk nabati

61

2. Variabel Independen (terikat) yaitu daya terima responden terhadap sisa

makanan responden.

F. Pengumpulan data

1. Jenis Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data Primer dan data

sekunder

a. Data Primer

- Data diri responden

- Data tingkat kesukaan responden

- Data daya terima pasien gastritis dengan metode penimbangan

b. Data Sekunder

- Data pasien gastritis

- Data siklus menu rumah sakit

2. Teknik pengumpulan data

Untuk mendapatkan data primer peneliti menggunakan

kuesioner kemudian untuk data pasien gastritis dari rekam medik dan

siklus menu 10 hari di Instalasi Gizi di RSU Kelas D Kota Palangka

Raya.

62

G. Prosedur Penelitian

Berikut langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian : Tahap persiapan

Peneliti meminta surat ijin untuk melakukan survey penelitian di RSU Kelas D Kota Palangka Raya

Peneliti membuat standar resep modifikasi lauk hewani dan lauk nabati

Peneliti menyiapkan 30 panelis yang sesuai kriteria inklusi dan bersedia menjadi panelis selama 10 hari

Tahap pelaksanaan uji kesukaan panelis

Hari 1 (satu) panelis mencicipi resep modifikasi lauk hewani dan lauk nabati

Peneliti memperbaiki modifikasi lauk hewani dan lauk nabati berdasarkan penilaian panelis

Hari 2 (dua) panelis mencicipi resep modifikasi lauk hewani dan lauk nabati

Peneliti memperbaiki modifikasi lauk hewani dan lauk nabati berdasarkan penilaian panelis

Hari 3 s/d hari ke 10 penelis mencicipi resep modifikasi lauk hewani dan lauk nabati

Peneliti memperbaiki modifikasi lauk hewani dan nabati berdasarkan penilaian panelis

Tahap Pelaksanaan Uji Daya Terima Pasien gastritis

Kemudian membawa menu modifikasi lauk hewani dan lauk nabati dan diuji selama

3 bulan pada pasien gastritis peneliti mengambil gambar kemudian menimbang sisa makanan

63

H. Etika Penelitian

Menurut Milton, 1999 dalam Notoatmojo (2010) ada 4 prinsip yaitu :

1. Peneliti memberikan informasi tentang tujuan, manfaat dan resiko yang

memungkinkan ditimbulkan dari penelitian kepada panelis dan responden..

2. Peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subjek ( informed concent)

untuk di isi oleh panelis dan responden, panelis dan responden berhak

menolak memberikan informasi.

3. Menghormati privasi dan kerahasian subject penelitian (respek for privacy

dan confidentialy)

4. Menjaga prinsip keterbukaan dan adil (respect for justice an inclusiveness)

Penelitian ini telah mendapat ethical clerence dari Komote Etik Penelitian

Komisi Politeknik dengan nomor 030/ B/ I/ KE.PE/ 2019 tanggal 18 Januari

2019.

I. Pengolahan Data

1. Pengolahan Data

a. Tingkat kesukaan

Setiap hasil dari penilaian yang dilakukan oleh panelis dan

responden terhadap komponen ( Rasa, penampilan, tekstur, aroma)

digolongkan dalam karegori sebagai berikut :

1) Sangat Suka (SS)

2) Suka (S)

3) Cukup Suka (CS)

64

4) Tidak Suka ( TS)

5) Sangat Tidak Suka (STS)

Kemudian data diolah, ditarik kesimpulan dan analisis.

b. Daya Terima

Peneliti menimbang sisa makanan pasien, kemudian mengukur

secara langsung berat dari setiap jenis makanan yang dikonsumsi dan

selanjutnya dapat dihitung persentase sisa makanan dengan rumus :

Jumlah makanan yang tersisa (gram)

Jumlah makanan yang disajikan (gram)

Daya terima dilihat dari sisa makanan yang dikonsumsi pasien

gastritis. Kemudian data diolah menggunakan aplikasi uji statistik

komputer dan ditarik kesimpulan dari analisis tersebut.

J. Analisis Data

Data akan dianalisis statistik dengan menggunakagn dua cara yaitu:

1. Analisis Univariat

Data univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik responden

dan nilai pre test dan post test. Data yang di analisis kemudian disajikan

ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan modifikasi lauk hewani dan lauk nabati pada makan siang

terhadap daya terima pasien gastritis rawat inap di RSU Kelas D Kota

65

Palangka Raya dengan menggunakan uji Anova dan uji Indipendent

Sample T Test.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Instalasi Gizi

Instalasi Gizi adalah suatu unit kerja yang bergerak dibidang gizi rumah

sakit yang melaksanakan pengadaan makanan bagi orang sakit dan petugas

asuhan gizi rawat inap dan rawat jalan serta tempat pendidikan dan pelatihan

gizi yang digariskan secara umum oleh Departemen Kesehatan RI.

Instalasi gizi di bawah seksi pelayanan dan penunjang medik. Instalasi

Gizi di pimpin oleh kepala ruangan yang bertanggung jawab mengkoordinir

kegiatan di instalasi. Instalasi Gizi RSU Kota Palangka Raya dalam

melaksanankan tugas melibatkan 5 orang pekerja yang terdiri dari 1 orang

lulusan DIV Gizi, 2 orang lulusan D3 Gizi dan 2 orang lulusan SMA.

Penyelenggaraan makanan rumah sakit di Instalasi Gizi RSU Kelas D

Kota Palangka Raya dengan sistem swakelola, instalasi gizi/unit gizi

bertanggungjawab terhadap pelaksaan kegiatan kegiatan penyelenggaraan

makanan. Dalam sistem swakelola ini, seluruh sumber daya yang

diperlukan (tenaga, dana, metode, sarana, dan prasarana) disediakan oleh

pihak rumah sakit. Siklus menu yang digunakan di RSU Kelas D Kota

Palangka Raya adalah siklus menu 10 hari.

66

67

B. Karakteristik Sampel

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin,

umur, ruang rawat, pekerjaan dan pendidikan terakhir yang dapat dilihat pada

tabel 1.

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Ruang Rawat, Pekerjaan Dan Pendidikan Terakhir

Variabel N % Jenis Kelamin Laki-laki 13 43,33 Perempuan 17 56,67 Jumlah 30 100 Umur(Tahun) 13-15 16-18 2 6,67 19-29 5 16,67 30-49 10 33,33 50-64 8 26,66 65-80 5 16,67 Jumlah 30 100 Ruang Rawat Ranap I 17 56,67 Ranap II 13 43,33 Jumlah 30 100 Pekerjaan Bekerja 19 63,33 Tidak Bekerja 11 36,67 Jumlah 30 100 Pendidikan Tidak sekolah 3 10 Pendidikan dasar 4 13,33 Pendidikan Menengah 20 66,67 Perguruan Tinggi 3 10 Jumlah 30 100

Tabel 4.1. Menunjukkan karakteristik responden meliputi jenis kelamin,

umur, pekerjaan, pendidikan, dan ruang rawat inap. Pada penelitian ini jenis

kelamin responden yang paling banyak adalah perempuan sebesar 56,67%, 68

sedangkan untuk umur responden berkisar antara 30-49 tahun sebanyak

33,33%. Responden yang bekerja sebanyak 63,33% sedangkan latar belakang

pendidikan responden yang paling banyak adalah responden berlatar belakang

pendidikan menengah sebanyak 66,67%. Adapun dari ruang rawat inap

responden paling banyak menginap pasien ruang inap I yaitu 17 orang

(56,33%).

C. Modifikasi Lauk Hewani dan Lauk Nabati Pada Pasien Gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka Raya.

Modifikasi Lauk Hewani pada pasien gastritis di RSU Kelas D Kota

Palangka Raya dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2.Siklus Menu 10 hari ( Lauk Hewani ) RSU Tipe D Kota Palangka Raya dan Modifikasi Lauk Hewani

No Nama Lauk Hewani Rumah Sakit Nama Lauk Nabati Modifikasi

1 Ikan patin goreng tepung Patin bakar dimadu 2 Kare ayam Tumis Ayam Bertabur Wijen 3 Ikan peda bumbu kuning peda berbalur bumbu 4 Ayam goreng tepung Ayam panggang menarik perhatian 5 Sop ikan nila Tim nila golput 6 Ikan gabus masak asam Ikan gabus Nusantara 7 Ayam rica-rica Ayam cantik berbumbu 8 Patin goreng tepung Sate patin ceria 9 Sop bola-bola ayam ayam global 10 Ikan patin panggang Patin mentari bersinar

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSU Kelas D Kota

Palangka Raya menunjukkan bahwa sisa makanan pada menu makan siang

lauk hewani sebesar 40,4 % dan lauk nabati sebesar 39,25% maka perlu 69

dilakukan modifikasi terhadap lauk hewani dan lauk nabati agar daya terima pasien gastritis dapat meningkat.

Berdasarkan tabel 4.2. dapat dilihat perbandingan antara lauk hewani rumah sakit dengan lauk hewani modifikasi. Modifikasi lauk hewani tidak merubah bahan dasar dari menu awal dan penggunaan bumbu serta rempah tidak merangsang pencernaan untuk diberikan kepada pasien gastritis.

Sebelum modifikasi lauk hewani diberikan ke responden maka terlebih dahulu dilakukan uji kesukaan oleh panelis dilihat dari segi rasa, penampilan, tekstur dan aroma agar dapat diterima oleh responden.

Modifikasi menu adalah meningkatkan keanekaragaman masakan bagi pasien, meningkatkan nilai gizi pada masakan dan meningkatkan daya terima pasien terhadap masakan terutama masakan pasien anak-anak (Aritonang,

2012).

Standar resep untuk makanan lauk hewani yang berlaku di Rumah Sakit

Daerah Sitiawan Kartosoedarjo dari hasil penelitian dari sebelumnya masih belum menjamin baiknya daya terima pasien. Dengan adanya modifikasi menu yang terfokus pada standar mutu, kualitas, antara lain dengan mengubah rasa makanan lebih bervariasi dan penampilan makanan lebih menarik, dengan tetap mempertahankan nilai gizi dari lauk hewani diharapkan meningkatkan intake protein dan daya terima pasien atau menekan sisa makanan yang disajikan.

Modifikasi lauk nabati pada pasien gastritis di RSU Kelas D Kota

Palangka Raya dapat dilihat pada tabel 4.3 70

Tabel 4.3.Siklus Menu 10 hari (Lauk Nabati) RSU Kelas D Kota Palangka Raya dan Modifikasi Lauk Nabati

No Nama Lauk Nabati Rumah Sakit Nama lauk Nabati Modifikasi

1 Tahu variasi 2 tempe Bola-bola tempe 3 Perkedel tahu Tahu isi bayam 4 Tempe kecap Tempe berbungkus daun 5 Tahu goreng Tahu bacem menggoda 6 Perkedel tempe Steak nugget tempe 7 Tahu goreng Rolade tahu 8 Kering tempe Schotel tempe 9 Perkedel tahu Tahu steamed 10 Tempe bacem Sate tempe

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat perbandingan antara lauk nabati rumah sakit dengan lauk nabati modifikasi, bahwa modifikasi lauk nabati tidak merubah bahan dasar dari menu awal. Sebelum modifikasi lauk nabati diberikan ke responden maka terlebih dahulu dilakukan uji kesukaan oleh panelis dilihat dari segi rasa, penampilan, tekstur dan aroma agar dapat diterima oleh responden.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSU Kelas D Kota

Palangka Raya menunjukkan bahwa sisa makanan pada menu makan siang lauk hewani sebesar 40,4 % dan lauk nabati sebesar 39,25% maka perlu dilakukan modifikasi terhadap lauk hewani dan lauk nabati agar daya terima pasien gastritis dapat meningkat. 71

Menurut Sukmawati K (2017) rasa makanan dapat mempengaruhi selera makan konsumen. Selera makan ini akan berpengaruh terhadap daya terima makanan konsumen. Penggunaan bumbu yang tepat dapat mempengaruhi rasa makanan.

Penampilan makanan adalah faktor mutu yang sangat mempengaruhi penampakan suatu produk pangan. Penampilan makanan yang baik ketika disajikan akan mempengaruhi indera penglihatan. Indera penglihat sangat peka terhadap warna makanan serta besarnya porsi makanan yang disajikan.

Kombinasi warna yang menarik, serta konsistensi yang baik dari makanan dan besar porsi makanan yang disajikan sangat mempengaruhi selera makan pasien dan mampu membuat pasien menikmati makanan yang disajikan

(Agustina,2016).

Tingkat kesukaan panelis terhadap modifikasi mauk hewani dapat dilihat pada gambar 4.1

35 29 29 28 27 28 27 28 28 30 25 24 25 20 15 10

JumlahPanelis 5 0 Suka Tidak Suka

Menu Modifikasi Lauk Hewani

Gambar 4.1 Tingkat Kesukaan Panelis Pada Modifikasi Lauk Hewani 72

Berdasarkan gambar 4.1 tingkat kesukaan panelis terhadap 10 menu modifikasi lauk hewani menunjukkan bahwa lauk hewani modifikasi yang disukai panelis 29 orang (96,7%) adalah tumis ayam bertabur wijen dan bakso ayam global. Tingkat kesukaan ini dilihat dari rasa, penampilan, tekstur dan aroma.

Hasil ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan dan indera penglihatan, penciuman, pencicip dan pendengaran. Penilaian cita rasa makanan atau sering dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Faktor utama yang dinilai dari cita rasa diantaranya ialah rupa yang meliputi warna, bentuk, ukuran, aroma, tekstur dan rasa. Daya terima terhadap makanan dapat diketahui melalui uji penerimaan, salah satu uji penerimaan yang dilakukan yaitu uji hedonik skala verbal. Uji hedonic tersebut mengemukakan tanggapan seseorang tentang senang atau tidaknya terhadap kualitas makanan yang dinilai (Hardiansyah, 1989).

Menurut Moehyi (2002) bahwa makanan yang mempunyai cita rasa tinggi adalah makanan yang apabila disajikan akan menyebarkan aroma lezat, penampilannya menarik dan mempunyai rasa yang enak, sedangkan penampilan makanan merupakan penentu cita rasa makanan yang meliputi warna makanan, besar porsi, tekstur dan bentuk makanan yang disajikan.

Berdasarkan penelitian Suradi, K (2007) menyatakan bahwa rasa, bau dan kekenyalan dari daging sapi dan domba lebih disukai panelis kemudian diikuti bakso dari daging ayam dan kelinci. 73

Menurut penelitian Trisia, N (2014) menyatakan menu daging merupakan menu dengan daya terima yang paling baik, berbeda dengan menu lainnya khususnya pada ikan dan telur. Daging memiliki cita rasa bawaan yang lebih gurih dibanding jenis lauk hewani lainnya, sehingga meski dengan penambahan bumbu yang sedikit tetap membuat rasa menu daging ini terasa lezat.

Tingkat kesukaan panelis terhadap modifikasi lauk nabati dapat dilihat pada gambar 4. 2

30 24 24 25 24 24 23 25 22 20 20 22 20 15 8 10 10 8 10 6 6 5 6 6 7

5 JumlahPanelis 0 Suka Tidak Suka

Menu Modifikasi Lauk Nabati

Gambar 4.2 Tingkat Kesukaan Panelis pada Modifikasi Lauk Nabati

Berdasarkan gambar 4.2, tingkat kesukaan panelis terhadap 10 modifikasi lauk nabati menunjukkan bahwa modifikasi lauk nabati yang disukai oleh panelis 25 orang (83,3%) adalah tahu bacem menggoda. Tingkat kesukaan ini dilihat dari rasa, penampilan, tekstur dan aroma.

Hasil ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan dan indera penglihatan, penciuman, pencicip dan pendengaran. Penilaian cita rasa makanan atau 74

sering dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Faktor utama yang

dinilai dari cita rasa diantaranya ialah rupa yang meliputi warna, bentuk,

ukuran, aroma, tekstur dan rasa. Daya terima terhadap makanan dapat

diketahui melalui uji penerimaan, salah satu uji penerimaan yang dilakukan

yaitu uji hedonik skala verbal. Uji hedonic tersebut mengemukakan

tanggapan seseorang tentang senang atau tidaknya terhadap kualitas makanan

yang dinilai (Hardiansyah, 1989).

Menurut Sukmawati K (2017) rasa makanan dapat mempengaruhi

selera makan konsumen. Selera makan ini akan berpengaruh terhadap daya

terima makanan konsumen. Penggunaan bumbu yang tepat dapat

mempengaruhi rasa makanan.

Tingkat kesukaan responden terhadap modifikasi lauk hewani dapat

dilihat pada Gambar 4.3

3.5 3 3 3 3 3 3 3 3

3

2.5 2 2 2 1.5 1 1

Responden 1 0.5 0 Suka Tidak Suka

Menu Modifikasi Lauk Hewani

Gambar 4.3 Tingkat Kesukaan Responden pada Modifikasi Lauk Hewani

75

Berdasarkan gambar 4.3, tingkat kesukaan responden terhadap 10 modifikasi lauk hewani menunjukkan bahwa responden menyatakan suka terhadap modifikasi lauk hewani yaitu patin bakar madu (100%), tumis ayam bertabur wijen (100 %), pepes berbalur bumbu (100%), ayam panggang menarik perhatian (100%), ayam cantik berbumbu (100%), sate patin ceria

(100%), bakso ayam global (100%) dan patin mentari bersinar (100%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Renangningtyas (2003) 99 0rang

(75%) dinyatakan berpersepsi baik terhadap modifikasi standar resep.

Responden tidak menyukai tim nila golput karena responden tidak menyukai ikan sehingga lauk hewani yang diberikan tidak diterima oleh responden sedangkan pada menu ikan gabus nusantara responden tidak menyukai karena merasa masih mual dan muntah sehingga menyebabkan tidak nafsu makan.

Suryawati, et al (2006) mengungkapkan sisa makanan dipengaruhi oleh

3 faktor yaitu faktor internal berkaitan dengan nafsu makan, kebiasaan/kesukaan makan, rasa bosan serta adanya peraturan diet atau non diet yang sedang dijalani. Faktor eksternal yaitu cita rasa makanan yang meliputi penampilan dan rasa.

Menurut penelitian Irfanny et al. (2012), menyatakan bahwa alasan responden tidak menghabiskan makanan adalah porsi terlalu banyak, kenyang, malas makan, tidak suka dan rasa kurang enak.

Menurut penelitian Ayumi (2014), menyatakan bahwa munculnya sisa makanan dipengaruhi oleh faktor kesenangan dan ketidaksenangan, 76

kebiasaan, daya beli serta ketersediaan makanan, kepercayaan, aktualisasi diri, faktor agama serta psikologis dan yang paling tidak dianggap penting, pertimbangan gizi serta kesehatan.

Penelitian Ama et al. (2012), tentang analisis persepsi contoh terhadap karakteristik lauk hewani menunjukkan terdapat contoh menyatakan tidak suka terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa dari ikan telur dan ayam.

Penelitian Trisia N (2016), nafsu makan memegang peranan penting yang mempengaruhi asupan pasien. Pasien tidak memiliki nafsu makan baik akan cenderung tidak mau mengkonsumsi jenis hidangan apapun meski mereka dalam keadaan lapar.

Menurut penelitian Nurhayati (2008) di RS Bhakti Wira Tamtama

Semarang yaitu dari 35 pasien, sebagian besar berpendapat rasa makanan yang disajikan enak. Rasa makanan adalah aspek penilaian makanan yang suka untuk dinilai secara akurat jika dibandingkan dengan tekstur dan warna makanan. Rasa makanan sangat bersifat subjektif, tergantung selera pasien yang mengkonsumsinya.

Menurut Winarno (2002), faktor penting yang menjadikan penilaian terhadap rasa makanan itu baik atau tidak adalah aroma makanan itu sendiri, dari aroma inilah akan timbul selera makan. Selera makan akan semakin bertambah apabila terdapat variasi aroma makanan.

77

Tingkat kesukaan responden terhadap modifikasi lauk nabati dapat

dilihat pada gambar 4. 4

3.5 3 3 3 3 3 3

3 2.5 2 2 2 2 2 1.5 1 1 1 1 1 Responden 0.5 0 0 Suka Tidak Suka

Menu Modifikasi Lauk Nabati

Gambar 4.4 Tingkat Kesukaan Responden Pada Modifikasi Lauk Nabati

Berdasarkan gambar 4.4, tingkat kesukaan responden terhadap 10

modifikasi lauk nabati menunjukkan bahwa responden menyatakan suka

terhadap menu modifikasi yaitu tahu variasi (100%), bola-bola tempe

(100%), tahu bacem menggoda (100%), rolade tahu (100%), schotel tahu

(100%) dan sate tempe 3 (100%).

Menu yang tidak disukai responden yaitu tahu bayam, tempe

berbungkus daun, steak nugget tempe dan tahu steamed. Ketidaksukaan

responden dikarenakan responden masih tidak ada nafsu makan, tidak suka

terhadap menu tempe dan ada juga responden yang tidak suka dengan

penampilan menu.

Menurut penelitian Alzubaidy (2008) menyatakan bahwa penampilan

makanan yang buruk dapat berdampak pada banyaknya sisa makanan

seseorang. 78

Menurut penelitian Yuristrianti (2003) menunjukkan penampilan

makanan yang menarik akan meningkatkan selera makan pasien dalam

mengkonsumsi makanan yang dihidangkan oleh rumah sakit.

Penelitian Trisia N (2016), nafsu makan memegang peranan penting

yang mempengaruhi asupan pasien. Pasien tidak memiliki nafsu makan baik

akan cenderung tidak mau mengkonsumsi jenis hidangan apapun meski

mereka dalam keadaan lapar.

D. Analisis Perbedaan Daya Terima Pasien Gastritis Terhadap Modifikasi Lauk Hewani pada Makan Siang di Rsu Kelas D Kota Palangka Raya

Analisis modifikasi lauk hewani terhadap daya terima dari 10 menu

modifikasi dapat dilihat pada gambar 4.5

120 100 100 83.81 84 80 71.61 72.44 76.74 80 60.3463.75 60 49.68 40 20 0 Daya Terima

Menu Modifikasi Lauk Hewani

Gambar 4.5 Daya Terima Lauk Hewani Modifikasi 79

Berdasarkan Gambar 4.5 Hasil penilaian daya terima dari 10 menu modifikasi lauk hewani diketahui bahwa persentase daya terima terbanyak ada pada menu bakso ayam global ( 100%).

Menurut Djamaluddin (2002) Baik daya terima maupun sisa makanan pasien merupakan salah satu indikator untuk mengetahui asupan makanan pasien dirumah sakit.

Hasil uji Anova dilakukan untuk mengetahui perbedaan daya terima responden terhadap menu yang modifikasi adapun hasil uji Anova dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Uji Anova Beda Lauk Hewani Modifikasi

Kategori Lauk nabati Modifikasi N Mean Std P Deviation Value Patin Bakar Madu 3 16.39 28.394 0.665 Tumis Ayam Bertabur Wijen 3 15.97 14.794 Pepes Peda Berbalur Bumbu 3 50.31 9.334 Ayam Panggang Menarik Perhatian 3 27.56 19.451 Tim Nila Golput 3 39.87 52.991 Ikan Gabus Nusantara 3 36.25 48.162 Ayam Cantik Berbumbu 3 23.27 25.180 Sate patin Ceria 3 16.00 27.713 Bakso Ayam Global 3 .00 .000 Patin Mentari Bersinar 3 20.00 20.000 Total 30 24.56 27.847

Hasil pengujian Anova diperoleh p = 0,665 signifikasi α = 5% yang di artikan p < 0,05, sehingga dapat diartikan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara menu modifikasi lauk hewani terhadap daya terima responden. 80

Dari hasil uji tidak ada perbedaan yang signifikan dari 10 menu

modifikasi dikarenakan daya terima pasien tidak jauh berbeda dari menu

modifikasi 1 dengan modifikasi lainnya.Dapat dilihat pada Gambar 4.5

E. Analisis Perbedaan Daya Terima Pasien Gastritis Terhadap Modifikasi Lauk Nabati Pada Makan Siang di RSU Kelas D Kota Palangka Raya

Analisa menu lauk nabati modifikasi terhadap daya terima dari 10 menu

modifikasi dapat dilihat pada gambar 4.6

120 100 100 100 100 72.74 80 68.26 63.4 69.25 66.5366.07 60 47.63 40 20 0 Daya terima

Modifikasi Menu Lauk Nabati

Gambar 4.6 Daya Terima Lauk Nabati Modifikasi

Berdasarkan Gambar 4.6 , hasil penilaian daya terima dari 10 menu

modifikasi lauk nabati diketahui bahwa persentase daya terima terbanyak ada

pada 3 menu yaitu tahu bacem menggoda ( 100%), schotel tahu (100%) dan

sate tempe (100%).

Menurut Djamaluddin (2002) baik daya terima maupun sisa makanan

pasien merupakan salah satu indikator untuk mengetahui asupan makanan

pasien dirumah sakit. 81

Menurut Yanti, D (2017) menunjukkan bahwa semua rata- rata sisa lauk nabati tempe dengan pemberian modifikasi resep terjadi penurunan terhadap sisa makanan.

Hasil uji Anova dilakukan untuk mengetahui perbedaan daya terima responden terhadap lauk nabati modifikasi adapun hasil uji Anova dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5 Uji Anova Beda Lauk Nabati Modifikasi

Kategori Lauk Nabati Modifikasi N Mean Std. P Deviation Value Tahu Variasi 3 23.81 21.819 0.392 Bola-Bola Tempe 3 31.74 8.772 Tahu Isi Bayam 3 36.60 32.073 Tempe Berbungkus Daun 3 30.76 17.105 Tahu Bacem Menggoda 3 .00 .000 Steak Nugget Tempe 3 33.47 35.338 Rolade Tahu 3 33.96 31.668 Schotel Tempe 3 .00 .000 Tahu Steamed 3 .00 .000 Sate Tempe 3 27.28 47.245 Total 30 21.76 25.692

Hasil pengujian Anova diperoleh p = 0,392 signifikasi α = 5% yang di artikan p (0,391) > 0,05, sehingga dapat diartikan tidak terdapat perbedaan daya terima responden terhadap lauk nabati modifikasi.

Hasil uji tidak ada perbedaan yang signifikan bila dilihat dari uji beda lauk nabati modifikasi terhadap daya terima responden. Dikarenakan penerimaan responden hampir sama % daya terimanya. Dapat dilihat pada gambar 4.6

82

F. Analisis Perbedaan Daya Terima Lauk Hewani Modifikasi Dan Lauk Hewani Rumah Sakit Pada Makan Siang Pasien Gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka Raya

Analisa perbedaan daya terima lauk hewani modifikasi dan lauk hewani

rumah sakit pada makan siang pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka

Raya. Dapat dilihat pada gambar 4.7

120 100 100 83.81 84 76.74 80 80 71.61 72.44 63.75 60.34 75 60 49.68

40 50 44.5 43.34 41.77 41.7 40 20 Lauk Hewani Modifikasi 23.4 23.4 5.4 Lauk Hewani Rumah Sakit

0

Ikan patin goreng tepung goreng patin Ikan Wijen Bertabur Ayam Tumis Bumbu Berbalur Peda Pepes Menarik… Panggang Ayam Golput Nila Tim asam masak gabus ikan Berbumbu cantik Ayam tepung goreng patin ayam bola-bola sop Bersinar Mentari Patin

Bakso Ayam Global Ayam Bakso

Ikan Gabus Nusantara Gabus Ikan

ikan patin panggang patin ikan

Sop ikan nila ikan Sop

ikan peda bumbu kuning bumbu peda ikan

Ayam goreng tepung goreng Ayam

Sate Ceria Patin Sate

Patin Bakar Madu Bakar Patin

ayam rica-rica ayam Kare ayam Kare

Gambar 4.7 Perbedaan Daya Terima Lauk Hewani Modifikasi dan Lauk Hewani Rumah Sakit

Berdasarkan Gambar 4.8 hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan

terlihat perbedaan daya terima lauk hewani modifikasi dan lauk hewani

rumah sakit pada makan siang pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka

Raya tahun 2019.

Hasil penilaian daya terima dari 10 menu modifikasi lauk hewani

diketahui bahwa persentase daya terima terbanyak ada pada menu bakso 83

ayam global ( 100%). Menurut Djamaluddin (2002) Baik daya terima maupun sisa makanan pasien merupakan salah satu indikator untuk mengetahui asupan makanan pasien dirumah sakit.

Hasil penilaian daya terima dari 10 menu lauk hewani rumah sakit diketahui bahwa persentase daya terima terbanyak ada pada menu ikan patin panggang ( 100%). Menurut Uyami, et al (2010) menyatakan rendahnya daya terima makanan pasien akan berdampak buruk bagi status gizi dan kesembuhan pasien. Oleh karena itu daya terima lauk hewani menjadi hal yang penting untuk diperhatikan sebagai upaya kesembuhan pasien.

Hasil ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan dan indera penglihatan, penciuman, pencicip dan pendengaran. Penilaian cita rasa makanan atau sering dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Faktor utama yang dinilai dari cita rasa diantaranya ialah rupa yang meliputi warna, bentuk, ukuran, aroma, tekstur dan rasa. Daya terima terhadap makanan dapat diketahui melalui uji penerimaan, salah satu uji penerimaan yang dilakukan yaitu uji hedonik skala verbal. Uji hedonik tersebut mengemukakan tanggapan seseorang tentang senang atau tidaknya terhadap kualitas makanan yang dinilai (Hardiansyah, 1989).

Tabel 4.6 Uji Perbedaan Indipendent Sampel Test Lauk Hewani

Lauk Hewani N Mean(%) Std. P value Deviation Modifikasi 30 24.3667 27.75817 0.000 Rumah Sakit 30 55.6333 19.15541 84

Uji perbedaan Indipendent Sample T Test dilakukan untuk mengetahui perbedaan daya terima responden terhadap menu lauk hewani modifikasi dengan menu lauk hewani rumah sakit. Hasil uji Indipendent

Sample Test dapat dilihat pada tabel 4.6

Hasil analisis terkait uji perbedaan daya terima responden terhadap lauk hewani rumah sakit dan lauk hewani modifikasi menunjukkan nilai p

(sig 2-Tailed) = 0.000. Adapun nilai p (sig 2- Tailed ) < 0,05 maka dapat di artikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan daya terima pasien antara menu lauk hewani rumah sakit dengan menu lauk hewani modifikasi.

Menurut penelitian Ayumi (2014), menyatakan bahwa hanya pada variabel variasi makanan yang memiliki perbedaan daya terima antara kelompok menu pilihan dengan kelompok menu standar dengan p value 0,050 sedangkan hasil lainnya tidak terdapat perbedaan daya terima dengan hasil pada variabel aroma (p value:0,264), rasa (p value : 0,710), suhu (p value :

0,717), kematangan (p value : 0,472), warna (p value : 1,000) dan porsi (p value : 0,143).

85

G. Analisis Perbedaan Daya Terima Lauk Nabati Modifikasi Dan Lauk Nabati Rumah Sakit Pada Makan Siang Pasien Gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka Raya

Analisa perbedaan daya terima lauk nabati modifikasi dan lauk nabati

rumah sakit pada makan siang pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka

Raya dapat dilihat pada gambar 4.8

120 100 100 100 100

80 72.74 68.26 69.25 66.53 66.07 63.4 76.67 76.67 60 47.63 63.34 59.5 58.34 56.67 40 41.67 40 33.34 Lauk Nabati Modifikasi 20 20 Lauk Nabati Rumah Sakit

0

Tahu goreng Tahu Tempe Bola-Bola bayam Isi Tahu Daun Berbungkus Tempe Menggoda Bacem Tahu Tempe Nugget Steak goreng Tahu tempe Kering steamed Jagung bacem Tempe

Rolade Tahu Rolade

Tahu Variasi Tahu

Schotel Tahu Schotel

Perkedel tahu Perkedel

Perkedel tempe Perkedel

Perkedel tahu Perkedel

Sate Tempe Sate

Perkedel tempe Perkedel

Tahu goreng Tahu Tempe kecap Tempe

Gambar 4.8 Perbedaan Daya Terima Lauk Nabati Modifikasi dan Lauk Nabati Rumah Sakit

Berdasarkan Gambar 4.8, hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan

terlihat perbedaan daya terima lauk nabati modifikasi dan lauk nabati rumah

sakit pada makan siang pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka Raya

tahun 2019.

Hasil penilaian daya terima dari 10 menu modifikasi lauk nabati

diketahui bahwa persentase daya terima terbanyak ada pada 3 menu yaitu 86

tahu bacem menggoda ( 100%), schotel tahu (100%) dan sate tempe (100%).

Menurut Djamaluddin (2002) baik daya terima maupun sisa makanan pasien merupakan salah satu indikator untuk mengetahui asupan makanan pasien dirumah sakit. Menurut Yanti, D (2017) menunjukkan bahwa semua rata- rata sisa lauk nabati tempe dengan pemberian modifikasi resep terjadi penurunan terhadap sisa makanan.

Hasil penilaian daya terima dari 10 menu lauk nabati rumah sakit diketahui bahwa persentase daya terima terbanyak ada pada 2 menu yaitu kering tempe (76,67%) dan tempe bacem (76,67), sedangkan rata-rata sisa lauk nabati di bawah 40 %. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu

Iswidhani tentang RS cibinong menunjukkan bahwa rata –rata sisa lauk nabati sebesar 39 %. Sedangkan hasil penelitian Djamaludin di RS Dr.

Sardjito yang menunjukkan rata-rata sisa lauk nabati sebesar 21,86 %.

Hasil ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan dan indera penglihatan, penciuman, pencicip dan pendengaran. Penilaian cita rasa makanan atau sering dikenal dengan istilah penilaian organoleptik. Faktor utama yang dinilai dari cita rasa diantaranya ialah rupa yang meliputi warna, bentuk, ukuran, aroma, tekstur dan rasa. Daya terima terhadap makanan dapat diketahui melalui uji penerimaan, salah satu uji penerimaan yang dilakukan yaitu uji hedonic skala verbal. Uji hedonik tersebut mengemukakan tanggapan seseorang tentang senang atau tidaknya terhadap kualitas makanan yang dinilai (Hardiansyah, 1989). 87

Tabel 4.7. Uji Perbedaan Indipendent Sampel Test Lauk Nabati

Menu N Mean(%) Std. P value Deviation Modifikasi 30 21.5333 25.44329 0.001 Rumah Sakit 30 47.1333 32.12662

Uji perbedaan Indipendent Sample Test dilakukan untuk mengetahui perbedaan daya terima responden terhadap lauk nabati modifikasi dengan lauk nabati rumah sakit. Hasil uji Indipendent Sample T Test dapat dilihat pada tabel 4.7.

Hasil analisis terkait uji perbedaan daya terima responden terhadap lauk nabati rumah sakit dan lauk nabati modifikasi menunjukkan nilai p (sig

2-Tailed) = 0.001. Adapun nilai p (sig 2- Tailed ) < 0,05 maka dapat di artikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan daya terima pasien antara lauk nabati rumah sakit dengan lauk nabati modifikasi.

Hal ini sejalan dengn penelitian Renaningtyas, et al ( 2003), menyatakan adanya perbedaan persepsi terhadap lauk tempe menggunakan standar resep dengan lauk tempe modifikasi secara signifikan ( p=0,003).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penyelenggaraan makanan rumah sakit di Instalasi Gizi RSU Kelas D

Kota Palangka Raya dengan sistem swakelola, instalasi gizi/unit gizi

bertanggung jawab terhadap pelaksaan kegiatan kegiatan

penyelenggaraan makanan. Dalam sistem swakelola ini, seluruh

sumber daya yang diperlukan (tenaga, dana, metode, sarana, dan

prasarana) disediakan oleh pihak rumah sakit. Siklus menu yang

digunakan di RSU Kelas D Kota Palangka Raya adalah siklus menu 10

hari.

2. Karakteristik responden meliputi jenis kelamin, umur, pekerjaan,

pendidikan, dan ruang rawat inap. Pada penelitian ini jenis kelamin

responden yang paling banyak adalah perempuan sebesar 56,67%,

sedangkan untuk umur responden berkisar antara 30-49 tahun sebanyak

33,33%. Responden yang bekerja sebanyak 67,33% sedangkan latar

belakang pendidikan responden yang paling banyak adalah responden

berlatar belakang pendidikan menengah sebanyak 66,67%. Adapun dari

ruang rawat inap responden paling banyak menginap pasien ruang inap I

yaitu 17 orang (56,67%).

3. Modifikasi lauk hewani dan lauk nabati. Modifikasi lauk hewani yaitu

menu patin bakar madu, tumis ayam bertabur wijen , pepes berbalur

88

89

bumbu , ayam panggang menarik perhatian , ayam cantik berbumbu,

sate patin ceria , bakso ayam global, patin mentari bersinar tim nila

golput dan ikan gabus nusantara. Modifikasi lauk nabati yaitu tahu

variasi, bola-bola tempe, tahu isi bayam, tempe berbungkus daun, tahu

bacem menggoda, steak nugget tempe, rolade tahu, schotel tempe, tahu

steamed dan sate tempe.

4. Tingkat kesukaan dari seluruh responden (30 orang) terhadap 10 menu

modifikasi lauk hewani ada (28 orang ) responden menyukai modifikasi

lauk hewani dan 2( orang) responden yang tidak menyukai modifikasi

lauk hewani yaitu menu tim nila golput dan ikan gabus nusantara

5. Tingkat kesukaan dari seluruh responden (30 orang) terhadap 10 menu

modifikasi lauk nabati sebanyak 26 responden menyukai modifikasi

lauk nabati dan ada 4 (orang) responden yang tidak menyukai modifikasi

lauk nabati yaitu menu tahu isi bayam, tempe berbungkus daun, steak

nugget tempe dan tahu steamed.

6. Tidak ada perbedaan daya terima responden terhadap modifikasi lauk

hewani dengan nilai p = 0,665 yang artinya p < 0,05

7. Tidak ada perbedaan daya terima responden terhadap modifikasi lauk

nabati 0,392 yang artinya p < 0,05

8. Ada perbedaan yang signifikan daya terima responden antara lauk

hewani rumah sakit dengan lauk hewani modifikasi, p (sig 2-Tailed) =

0.000. Adapun nilai p (sig 2- Tailed ) < 0,05 90

9. Ada perbedaan yang signifikan daya terima responden antara lauk nabati

rumah sakit dengan lauk nabati modifikasi, p (sig 2-Tailed) = 0.001.

Adapun nilai p (sig 2- Tailed ) < 0,05.

B. Saran

1. Berdasarkan hasil penelitian dari 10 menu modifikasi lauk hewani dan 10

modifikasi lauk nabati dapat dijadikan salah satu alternatif hidangan yang

disajikan pada pasien rawat inap di RSU Kelas D Kota Palangka Raya.

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar lebih mendalam cakupan

penelitian tentang penelitian modifikasi sayuran pada makan siang

terhadap daya terima di RSU Kelas D Kota Palangka Raya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina,F. 2016. Hubungan Antara Daya Terima Makanan Dengan Tingkat Kepuasan Pelayanan Gizi Pasien Hipertensi Rawat Inap di RSUP dr. Soeradji Tirtonegora Klaten. Skripsi. FIK-UMS.Surakarta.

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Ilmu..

Almatsier, S. 2013.Penuntun Diet. PT Gramedia Pustaka Utama .Jakarta.

Alzubaidy, A. 2008. Hubungan Tingkat Kepuasan denganSisa Makanan Biasa pada Pasien rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Fakfak. Skripsi. UGM. .

Ama, Al Yasir Nene. 2012. Persepsi, Konsumsi Dan Kontribusi Lauk Hewani Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Cibinong. Dalam Gizi Indonesia 31(5):78-91.

Aritonang, I. 2014. Penyelenggaraan makanan. PT. Leutika. Yogyakarta

Arjuna Pratama Waruwu1, Noor Tifauzah2, Idi Setiyobroto.201. Pengaruh Modifikasi Resep lauk Nabati Tempe Terhadap Tingkat Kesukaan dan Sisa Makanan Paisen Rawat Inap Kelas III RSUD Wonosari . Yogyakarta . Bagian Penelitian dan Pengembangan Gizi. 2012. Hubungan Tingkat Kepuasan Pasien dengan Mutu Makanan di Ruang Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Medan. RSUP. H. Adam Malik. Medan.

Chalida.N, Sudaryati E & Nasution E. (2012). Daya Terima Pasien Rawat Inap Penyakit KardiovaskularTerhadap Makanan yang Disajikan RSUP H. Medan. Adam Malki Medan.Jurusanmedan Fakultas kesehtan masyarakat USU.

Depkes RI. 2007. Pedoman Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. Jakarta

DepKes RI.2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan. Jakarta.

Dermawan, 2010. Keperawatan medikal bedah (Sistem Pencernaan). Goysen publishing .Yogyakarta.

Djamaluddin M. 2002 Analisis zat gizi dan biaya sisa makanan pada pasien dengan makanan biasa di RS Dr.Sardjito [thesis]. Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Jakarta. Elizabet Aula, Lisa. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Sisa Makanana Pada pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Haji Jakarta. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.Fakultas Kedokteran Ilmu dan kesehatan. Jakarta.

Fauziyah, Sufi. 2011. Pengaruh Modifikasi Resep Lauk Nabati Terhadap Tingkat Penerimaan Makanan Pasien Rawat Inap di RS Grhasia Propinsi DIY. Skripsi. Poltekkes Kemenkes Jurusan Gizi. Yogyakarta.

Gustin RK. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Kota Bukittinggi tahun 2011 .skripsi. Padang: Universitas Andalas. 2011;1–12.

Hardinsyah et.al. 1989. Aspek Gizi dan Daya Terima Penyelenggaran Konsumsi Pangan. Laboratorium Gizi Masyarakat, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Gizi. Bogor.

Hirlan, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Gastritis. Dalam Sudoyo AW.

Irfanny A,Herianandita E & Rusita I. 2007. Evaluasi Sistem Penyelenggaraan makanan Lunak dan Analis Sisa Makanan Lunak di Beberapa Rumah Sakit di DKI Jakarta. Jurnal Gizi Indinesia, 35(2): 97-108.

Iswidhani.1996. Describing Relationship between Patients’ Perception of Hospital Foodservice with Plate Waste in Cibinong General Hospital. Quality Improvement Project. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta.

Kurniah, I.2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Daya Terima Makan Saing Karyawan Di RSBrawijaya Women and Children Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2009. Jurnal FKM UIN Vol.4 No.1.

Lumbantoruan,D. 2011. Hubungan Penampilan Makanan dan Faktor Lainnya dengan Sisa Makanan Biasa Pasien Kelas 3 Seruni RS Cinere Depok Bulan April-Mei

Moehyi, S. 2002. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Penerbit Bharata. Jakarta.

Moehyi, S. 2002. Pengaturan Makanan dan Diit Untuk Penyembuhan Penyakit. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.

Moehyi, S. 2013. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Penerbit Bharata. Jakarta. Moh.Syaiful Bahri. 2007. Pengaruh Modifikasi Standar Resep Hidangan Lauk Hewani Berbasis Ikan Terhadap Daya terima dan Sisa Makanan Pasien rawat Inap. Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat. Surabaya

Mustakim. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna, Pustaka Populer Obor. Jakarta

Muttaqin, Arif & Sari Kumala. 2011.Gangguan Gastroinstetinal Aplikasi Keperawatan Medical Bedah.Jakarta: Salemba Medika.

Nida, K. 2011. Faktor – Faktor Yang berhubungan Dengan Sisa makanan Pasien Rawat Inap DI Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum. Jurnal Gizi Indonesia. Banjarbaru.

Trisia N, Sitoayu L & Pakpahan T.H. 2016. Perbedaan Daya Terima Lauk Hewani Berdasarkan Cita Rasa,Kebiasaan Makan dan Nafsu Makan di Berbagai Kelas Rawat Inap Pasien Bedah di RSUD Cengkareng. Fakultas Ilmu Kesehatan. Jakarta

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta.

Nurhayati.2008. Hubungan Antara Waktu Penyajian, Penampilan dan Rasa Makannan dengan Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di RS Mohamad Ridwan Meuraksa Kesdam Jaya (Skripsi). FKM Universitas Muhammadiyah. Semarang.

Nursallam,2011.Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medik. Jakarta.

Okviani, W. (2011) . Pola Makan Gastritis. http://www.library.upnvj.ac.id/-. Diakses tanggal 11 Maret 2013

Potter, Patricia A. (2008). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktek: EGC. Jakarta

Prawirohartono. 2009. Peningkatan Daya Terima Makanan di Rumah Sakit.Gizi Indonesia. Edisi X.

Profil RSU Kelas D Kota Palangka Raya. 2015. Palangka raya.

Rekam Medis Rumah Sakit Umum Kelas D Kota Palangka Raya. Kasus Gastritis pada Januari-November 2018.Diperoleh pada tanggal 15 September 2018

Renaningtyas D, Prawirohartono E & Susetyowati S. 2004.Pengaruh Penggunaan Modifikasi Standar Resep Lauk Nabati Tempe Terhadap Daya Terima dan Persepsi Pasien Rawat Inap.Jurnal Gizi Klinik Indinesia.Vo 1 no. 1 Rijadi,C. 2002. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Sisa Makanan Pasien Rawat Inap. http://www.fkm-undip.or.id diakses 27 juni 2013.

Santoso,S..2008.Kesehatan dan gizi. RinekaCipta.Jakarta.

Sitorus, R. 2009. Makanan Sehat dan Bergizi. CV.Yrama Widya,

Smelter,S.C.2008. Keperawatan medikal bedah.:EGC. Jakarta.

Soekarto. 1990. Penilaian Oerganoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhatara Aksara. Jakarta.

Sugiyono 2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung

Sukarmin. 2012 ; Keperawatan pada sistem pencernaan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Surantum, 2010 : Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Trans Info Medika, Jakarta.

Sunatrio et al ., 2009. Pedoman Penyelenggaraan Tim Terapi Gizi di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Suwedo, H. 1999. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Suradi, K. 2007.Tingkat Kesukaan Bakso Dari berbagai Jenis Daging Melalui Beberapa Pendekatan Statistik. Fakultas Peternakan Panjajaran.

Suryawati C, Dharminto & Shaluhiyah Z. 2006. Penyusunan Indikator kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan,09(04) : 177-184

Tarwotjo,S.1998. Dasar-Dasar Kuliner.Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Uyami, Hendriyani H & WijaningsihW. 2014. Perbedaan Daya Terima, Sisa dan Asupan Makanan Pada Pasien Dengan Menu Pilihan Dan Menu Standar Di RSUD Sunan Kalijaga Demak. Jurnal Gizi Indonesia, 25(6) : 98-110 Vera uripi, 2001. Menu Untuk Penderita Hepatitis Dan Gangguan Saluran Pencernaan. Cetakan 1 Puspa Swara. Jakarta.

Wahyu D, Tina L & Jufri N.N. 2015.Pola Makan sehari-hari Penderita Gastritis. Poltekkes Kemenkes. Malang. Winarno, F.G. 2002. Flavor Bagi Industri Pangan. M-Biro Press.Bogor.

Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Warianto, Chaidar. 2011. Minum Kopi Bisa Berakibat Gangguan Pencernaan.

Yanti, R. (2008). Pengaruh Kebiasaan Merokok, Konsumsi Non Steroid Anti Unflamatory Drugs (NSAID) dan Kopi terhadap Kejadian Gastritis di Puskesmas Mulyorejo .Surabaya.

Yuliarti 2009. .Maag : Kenali, Hindari dan Obati. Andi. Yogyakarta

Yustrianti, N. 2003. Pengaruh Pelatihan Tenaga Penjamah Tentang system Pengolahan dan Penyajian Makanan Terhadap Mutu Makanan Pasien di RSUD Prof. Margono Purwokerto. Tesis. Program Studi pasca Sarjana UGM. Yogyakarta.

LAMPIRAN FORMULIR 1. LEMBAR KESEDIAAN SAMPEL PERNYATAAN KESEDIAAN SAMPEL MODIFIKASI LAUK HEWANI DAN LAUK NABATI PADA MAKAN SIANG TERHADAP DAYA TERIMA PASIEN GASTRITIS RAWAT INAP DI RSU KELAS D KOTA PALANGKARAYA

HARI / TANGGAL : NO. SAMPEL :

1. Pernyataan ini dimaksudkan untuk menyusun penelitian tentang Daya Terima Modifikasi Lauk hewani dan lauk nabati pada pasien gastritis di RSU Kelas D Kota Palangka Raya 2. Kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi sampel dalam penelitian ini. 3. Kesediaan Bapak/Ibu sangat besar manfaatnya untuk kelancaraan penelitian ini. 4. Atas bantuan dan dukungan Bapak/Ibu, saya selaku peneliti mengucapkan terima kasih.

Palangka Raya,

Responden Peneliti

( ) ( )

FORMULIR 2. Karakteristik Sampel MODIFIKASI MENU LAUK HEWANI DAN LAUK NABATI PADA MAKAN SIANG TERHADAP DAYA TERIMA PASIEN GASTRITIS RAWAT INAP DI RSU TIPE D KOTA PALANGKARAYA

1. No. Sampel :

2. Nama Pasien :

3. TTL :

4. Jenis Kelamin :

5. Pendiddikan :

6. Pekerjaan :

7. Ruang Rawat :

8. No. RM : :

9. Diagnosa Medis :

10. Jenis Diet :

Lampiran .3 FORMULIR UJI CITA RASA Nama Pasien : Berilah tanda cheklis (V) pada tabel sesuai penilaian anda terhadap menu makanan di bawah ini : A. Menu : Penilaian 1 2 3 4 5 (SS) (S) (CS) (TS) (STS) Rasa Penampilan Tekstur Aroma

B. Menu : Penilaian 1 2 3 4 5 (SS) (S) (CS) (TS) (STS) Rasa Penampilan Tekstur Aroma

1. Sangat Suka 2. Suka 3. Cukup Suka 4. Tidak Suka 5. Sangat Tidak Suka FORMULIR UJI CITA RASA Nama Panelis : Berilah tanda cheklis (V) pada tabel sesuai penilaian anda terhadap menu makanan di bawah ini : A. Menu : Penilaian 1 2 3 4 5 (SS) (S) (CS) (TS) (STS) Rasa Penampilan Tekstur Aroma

B. Menu : Penilaian 1 2 3 4 5 (SS) (S) (CS) (TS) (STS) Rasa Penampilan Tekstur Aroma

1. Sangat Suka 2. Suka 3. Cukup Suka 4. Tidak Suka 5. Sangat Tidak Suka Lampiran 4 FORM SISA MAKANAN DENGAN PENIMBANGAN MAKANAN

Nama Pasien :

RM :

Ruangan :

Makan Siang :

Berat Berat % Sisa makanan NO Menu Rumah Sakit awal akhir (gr) ( gr )

FORM SISA MAKANAN DENGAN PENIMBAGAN MAKANAN

Nama Pasien :

RM :

Ruangan :

Makan Siang :

Berat Berat % Sisa makanan NO Menu Modifikasi awal akhir (gr) ( gr )

Lampiran 5 MENU 10 HARI KLINIK RAWAT INAP RSU KELAS D KOTA PALANGKA RAYA MENU PAGI SIANG SORE I NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Opor Telur - Ikan Patin Goreng - Ayam Panggang Kecap - Tempe Tumis Sayuran Tepung - Tempe Bacem (kac. Panjang, wortel, - Tahu Goreng - Sop Sayur ( tauge) - Sayur Bening (Bayam, Wortel,kentang, kol) TKTP Oyong, Kac. Panjang, - Pisang + Telur rebus dan Susu Labu Kuning) TKTP - Semangka + Telur rebus dan Susu TKTP + Telur rebus dan Susu II NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Ikan Nila Goreng - Kare ayam - Rolade telur + tahu - Sop Tahu Sayuran - Perkedel Tempe - Setup Sayuran (buncis, (wortel, buncis,jamur - Cah kangkung + jagung wortel, kembang kol) kuping) muda - Semangka TKTP - Melon TKTP + Telur rebus dan Susu TKTP + Telur rebus dan susu + Telur rebus dan Susu III NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Goreng Hati + - Ikan Peda bumbu kuning - Sop ayam + sayuran Tempe - Perkedel Tahu (wortel, kentang, kol, - Capcay kuah (sawi - Oseng Bayam, tauge, bihun) putih, sawi hijau, kac. Panjang - Tempe goreng tepung kembang kol, wortel) - Jeruk - Pepaya TKTP TKTP TKTP + Telur rebus dan susu + Telur rebus dan susu + Telur rebus dan susu

IV NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Orak arik telur - Ayam Goreng Tepung - Pepes Ikan Patin - Oseng tahu + sayuran - Tempe kecap - Tahu Bulat (Tauge, sawi hijau) - Sayur Bening (Bayam, - Sayur Asam Jakarta TKTP Kac. Panjang, Labu (Jagung kuning, Kac. + Telur rebus dan susu Kuning, Oyong) Panjang, Kac. Tanah, - Pisang labu siam) TKTP - Melon + Telur rebus dan susu + Telur rebus dan susu V NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Opor Telur Ayam dan - Sop Ikan Nila + Sayuran - Ikan patin asam manis Tempe (wortel, kentang, sawi) - Perkedel Tempe - Tumis Sayuran (wortel, - Tahu Goreng - Oseng bayam + tauge buncis, jagung muda) - Semangka - Pepaya TKTP TKTP TKTP + Telur Rebus dan susu + Telur Rebus dan susu + Telur Rebus dan susu VI NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Ayam Goreng Mentega - Ikan Gabus Masak Asam - Ayam Goreng Lengkuas - Cah Tauge + jamur tahu - Perkedel Tempe - Sayur Kare Tahu ( Tahu, putih - Tumis sayuran (pakis, kentang, Kac. Panjang) TKTP jagung muda, kac. - Jeruk + Telur Rebus dan susu Panjang) TKTP - Pisang + Telur Rebus dan susu TKTP + Telur Rebus dan susu

VII NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Telur - Ayam Rica-Rica - Ikan Tongkol Bumbu Bali - Oseng tempe kemangi - Tahu Goreng - Tempe Goreng Tepung TKTP - Sayur Bening katuk - Oseng Terong + Telur Rebus dan susu (Katuk, kac. Panjang, - Semangka labu kuning, jagung TKTP muda) + Telur Rebus dan susu - Pepaya TKTP + Telur Rebus dan susu VIII NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Ayam + Tahu - Patin Goreng tepung - kecap - Setup Sayuran (wortel - Kering Tempe - Nugget Tahu dan buncis) - Sop Sayuran (wortel, - Oseng kac. Panjang, TKTP bihun, oyong) wortel, tauge, jagung + Telur Rebus dan susu - Pisang kuning TKTP - Pepaya + Telur Rebus dan susu TKTP + Telur Rebus dan susu IX NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Telur Gulung Sosis - Sop Bola-Bola Ayam - Ikan nila asam manis - Oseng Tempe kecap jagung - Tempe - Sop Sayuran Makaroni - Perkedel Tahu - Cah kangkung + tauge TKTP - Semangka - Pisang + Telur Rebus dan susu TKTP TKTP + Telur Rebus dan susu + Telur Rebus dan susu X NB/NL/BB NB/NL/BB NB/NL/BB - Ayam goreng - Ikan patin panggang - Nugget Ayam - Opor Tahu Kentang + - Tempe bacem - Tahu Goreng Terong - Sayur Bening Bayam - Capcay Kuah + Hati TKTP - Pepaya - Pisang + Telur Rebus dan susu TKTP TKTP + Telur Rebus dan susu + Telur Rebus dan susu

KETERANGAN :

- NB = Nasi Biasa - NL = Nasi Lunak - BB = Bubur - BS = Bubur Saring - MC = Makanan Cair - F = Formula (Modisco dll) - TKTP = Tinggi Kalori Tinggi Protein (ditambahkan makanan yang tercantum jika pada diet pasien tertulis TKTP) - Susu = RL untuk pasien lansia, LLM untuk pasien anak dengan Diare MENU DAN RESEP UNTUK PENDERITA GASTRITIS

+ contoh menu selama 10 hari + 10 resep lauk hewani dan 10 resep lauk nabati lengkap dengan informasi gizi

ANTUNG RAHMANIWATI DAFTAR ISI CONTOH MENU HARI X

DAFTAR ISI...... Menu Hari IX : PRAKATA...... Patin Masak Kuning SEKILAS TENTANG GASTRITIS ...... 1. Pengertian Gastritis ...... Tahu Steammed 2. Tanda dan Gejala ...... 3. Dit pada Gastritis ...... Sayur Bening Bayam 4. Tips Diet yang penting untuk penderita Gastritis...... Pepaya ANEKA RESEP MAKANAN UNTUK PENDERITA GASTRITIS...... 1. Patin Bakar Madu...... 2. Tahu Variasi ...... 3. Tumis Ayam Wijen ...... 4. Bola - Bola Tempe ...... 5. Pepes Peda Berbalur Bumbu...... 6. Tahu isi Bayam ...... 7. Ayam Panggang Menarik Perhatian...... 8. Tempe Berbungkus Daun...... 9. Tim Nila Golput...... 10. Tahu Bacem Menggoda...... 11. Ikan Gabus Nusantara...... 12. Steak Nugget Tempe...... 13. Ayam Cantik Berbumbu ...... 14. Rolade Tahu...... 15. Sate Patin Ceria...... 16. Schotel Tahu ...... 17. Bakso Ayam...... 18. Sate Tempe ...... 19. Patin Mentari Bersinar...... 20. Tahu Steanmed......

i 26

1. Pengertian Gastritis 3. Diet Pada Gastritis

Gastritis adalah suatu iritasi atau peradangan pada dinding mukosa Diet pada penderita gastritis adalah diet lambung.Prinsip diet pada penyakit lambung sehingga menjadi merah, bengkak berdarah dan luka. Ada dua lambung bersifat libitum, yang artinya bahwa diet lambung dilaksanakan macam Gastritis yaitu Gastrtis Akut dan Kronis : berdasarkan kehendak pasien. Prinsip diet yang dianjurkan untuk pasien gastritis yaitu : a. Gastritis Akut yang sering diderita adalah gastrtis akut erosif yang merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan a.Pasien dianjurkan untuk makan secara teratur, tidak terlalu kenyang kerusakan-kerusakan yang terjadi lebih dalam daripada mukosa muskularis dan tidak boleh berpuasa. b.Gastritis kronis adalah peradangan bagian permukaan mukosa lambung b.M akanan yang dikonsumsi harus mengandung cukup kalori dan protein (TKTP) namun kandungan lemak/minyak, khususnya yang jenuh yang berkepanjangan yang diebabkan oleh ulkus lambung jinak maupun harus dikurangi. ganas oleh bakteri helicobacter pylori (Brunner dan Suddart 2000). c.M akanan pada diet lambung harus mudah dicernakan dan mengandung 2. Tanda dan Gejala serat makanan yang halus (soluble dietary fiber). d.M akanan tidak boleh mengandung bahan yang merangsang, menimbulkan gas, bersifat asam, mengandung minyak/ lemak secara Gejalanya bermacam-macam, tergantung kepada jenis gastritisnya. berlebihan, dan yang bersifat melekat. Biasanya penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti) e.S elain itu, makanan tidak boleh terlalu panas atau dingin. dan rasa tidak nyaman di perut sebelah atas.Pada gastritis karena stres akut, Tujuan diet ini adalah untuk menghilangkan gejala penyakit, menetralisir penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera) asam lambung, mengurangi gerakan paristaltik lambung serta memperbaiki biasanya menutupi gejala-gejala lambung; tetapi perut sebelah atas kebiasaan makan penderita. Dengan cara itu diharapkan luka di dinding terasa tidak enak. lambung perlahan-lahan akan sembuh. Gejala klinis gastritis pada umumnya yaitu : a. Rasa tidak nyaman pada perut dan nye¬ri e. Hilangnya nafsu ma¬kan b. Perut terasa kem¬bung f. Mual c. Rasa nyeri pada hati g. Muntah dan BAB berwarna hitam. d. Ce¬gukan

1 2 TAHU STEANMED PRAKATA

Bahan : SEKILAS TENTANG GASTRITIS Tahu 250 gram GASTRITIS Jagung 25 gram Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit maag Telur 1 biji atau sakit ulu hati ialah suatu perdagangan mukosa lambung Bawang putih 2 siung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet dalam pola Garam secukupnya makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, Gula secukupnya makan - makanan yang terlalu banyak bumbu diet pedas. Cara Membuatnya : Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya Gastrtis. 1.T ahu di haluskan tambahkan telur, bawang putih yang sudah di haluskan. 2.P ipil jagung kemudian blender sampai halus. Menu yang disajikan adalah contoh menu dalam menu 10 hari. Akan 3.C ampurkan semua bahan menjadi satu aduk sampai rata tambahkan garam tetapi hanya resep untuk lauk hewani dan lauk nabati yang dibuat dan gula secukupnya. lengkap bahan, cara membuat dan nilai gizinya. resep pada buku ini 4.Masukkan adonan ke dalam cetakan yang sudah diolesi margarin lalu kukus sudah di uji cobakan. Salam sehat hingga matang dan siap di sajikan.

Untuk 5 Porsi

Nilai Gizi perporsi : Mei 2019 Energi : 53,1Kalori Protein : 4,1 gram Protein : 2,5 gram Penulis Karbohidrat :4,5 gram

25 ii

SATE TEMPE CONTOH MENU HARI IX

Bahan : Menu Hari IX : Tempe 250 gram Bakso Ayam Sayuran Bawang putih 2 siung Sate Tempe Kecap manis 2 sdm Semangka Garam secukupnya PATIN MENTARI BERSINAR

Cara Membuatnya : 1.T empe dipotong bentuk kotak-kotak. Bahan : Cara Membuatnya : Daging Patin tanpa tulang ½ kg 1.Potong daging patin buang tulangnya, 2.H aluskan bawang putih beri garam secukupnya. Bumbu : kemudian cuci bersih. 3.M asak tempe tambahkan bumbu yang sudah di haluskan dan beri sedikit air Bawang merah 3 siung 2.H aluskan bumbu sampai halus. aduk rata. Angkat dan dinginkan Bawang putih 2 siung 3.P anaskan wajan masukkan margarin Kunyit ¼ ruas ibu jari kemudian tumis bumbu sampai harum 4.T usuk sate kemudian bakar sate sambil di olesi kecap manis. Kemiri 2 biji tambahkan air secukupnya masak sampai Masak sampai matang. Jahe ½ ruas ibu jari air mendidih. Garam secukupnya 4.M asukkan ikan patin masak sampai matang, Gula secukupnya tambahkan garam dan gula secukupnya. Margarin ½ sdm 5.S etelah matang angkat dan sajikan. Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi Nilai Gizi perporsi : Energi : 72,6Kalori Nilai Gizi perporsi : Protein : 6,9 gram Energi : 66 Kalori Protein : 2,7 gram Protein : 9,5 gram Karbohidrat :0,6 gram Protein : 1,4 gram Karbohidrat : 3,9 gram

23 24 Syarat diet penderita gastritis yaitu: CONTOH MENU HARI VIII a.Makanan yang disajikan harus mudah dicerna, tidak merangsang tetapi dapat memenuhi kebutuhan energi dan gizi, jumlah energipun Menu Hari VIII : harus disesuaikan dengan kebutuhan penderita. Sate Patin Ceria b.A supan protein harus cukup tinggi (sekitar 20-25% dari total jumlah Schotel Tempe energi yang biasa diberikan), sedangkan lemak perlu dibatasi. Protein Sop Sayuran (wotel, bihun, oyong) berperan dalam menetralisir asam lambung. Bila terpaksa menggunakan Pisang lemak, pilih jenis lemak yang mengandung jenis asam lemak tak jenuh. Pemberian lemak atau minyak perlu dipertimbangka dengan teliti. BAKSO AYAM GLOBAL Lemak yang berlebihan dapat menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak di ulu hati dan muntah karena tekanan dari dalam lambung meningkat. Bahan : Cara Membuatnya : c.M engkonsumsi jenis makanan yang mengandung asam lemak tak jenuh Daging ayam 1. Cuci bersih daging ayam tanpa tulang 500 gr 2.B lender daging ayam dan bawang putih secukupnya merupakan pilihan tepat, sebab lemak jenis ini lebih sampai halus. Telur 1 biji mudah di cerna. 3. Aduk adonan daging tambahkan, telur, Tepung tapioca 3 sdm tepung tapioka sedikit demi sedikit lalu d.P orsi makanan yang diberikan dalam porsi kecil tapi sering. Bawang putih 3 siung aduk sampai rata. e.K ebutuhan zat gizi, jenis energi yang dikonsumsi harus disesuaikan Garam secukupnya 4.R ebus air sampai mendidih, bentuk dengan berat badan dan umur penderita. adonan bulat-bulat masukkan ke dalam air rebusan masak sampai baso ayam naik ke atas. Jenis dan Bentuk Makanan 5.Angkat dan sajikan Sebaiknya penderita gastritis menghindari makanan yang bersifat merangsang, diantaranya makanan berserat dan penghasil gas maupun mengandung banyak Untuk 5 Porsi bumbu-bumbu rendah.Selain itu perlu memperhatikan tehnik memasaknya, direbus, dikukus, atau dipanggang adalah tehnik masak yang dianjurkan. Sebaliknya, menggoreng bahan makanan tidak dianjurkan. Menurut Persagi Nilai Gizi perporsi : (1999) dikenal jenis diet untuk penderita penyakit gastritis. Diet ini disesuaikan Energi : 161,8Kalori Protein : 13,7gram dengan berat ringannya penyakit. Protein : 9,7 gram Karbohidrat :4,1 gram

3 22

e.Buah-buahan pepaya, pisang rebus, sawo, jeruk garut, sari buah 4. Tips Diet untuk Penderita Gastritis (sebaiknya dimakan bersama nasi). f.Bumbu-bumbu Gula, garam, vetsin, kunyit, kunci, sereh, salam, lengkuas, sedikit jahe, dan bawang. Tips Diet yang Penting untuk Penderita Gastritis Jenis Makanan yang tidak boleh diberikan pada penderita Gastritis a.Makan dalam porsi kecil tapi sering lebih baik dibandingkan a.Sumber hidrat arang meliputi; beras ketan atau wajik, bulgur, jagung, makan dalam jumlah besar sekaligus.

ubi singkong, kentang goreng, cake, dodol, dan kue yang terlalu manis. b.J angan terburu-buru ketika mengkonsumsi makanan. b. Sumber protein hewani; Daging, ikan, ayam yang dikalengkan, c.K unyahlah makanan secara sepenuhnya. digoreng, dikeringkan (dendeng), telur ceplok atau goreng. Sumber d.M akanlah makanan yang kaya serat. protein nabati; Tahu, tempe digoreng, kacang merah, kacang tanah digoreng. e.M akanan mengandung flavonoid, seperti apel, seledri, bawang, c.Lemak; Lemak hewan, santan kental. dan teh dapat meng-hambat pertumbuhan bakteri H. pylori. d. Sayuran Sayuran yang banyak serat dan menimbulkan gas, f.K onsumsi makanan yang me¬ngandung tinggi vitamin dan kalsium, sayuran mentah. seperti kacang almon, sayuran hijau (misalnya bayam). e.Buah yang banyak serat dan menimbulkan gas, misalnya jambu biji, g.H indari makanan yang terlalu panas ataupun dingin. nanas, kedondong, durian, nangka, dan buah yang dikeringkan (sale pisang, manisan pala, dan sebagainya). h.H indari makanan yang tinggi kadar lemak. Pada penelitian, makanan f.Bumbu-bumbu; Lombok atau cabai, merica, cuka tinggi kadar lemak meningkatkan inflamasi pada permukaan lambung. dan bumbu-bumbuan yang merangsang. i.H indari minuman yang bersifat asam, termasuk kopi dan jus buah yang mengandung asam.

j.M inum 6-8 gelas air setiap harinya.

k.B erolahraga setidaknya 30 menit setiap hari, 5 hari dalam seminggu.

5 6 SCHOTEL TEMPE a.Diet Lambung I diberikan pada penderita gastritis berat yang disertai pendarahan. Jenis makanan yang diberikan, meliputi susu dan bubur susu yang diberikan setiap 3 jam sekali. Bahan : Tempe 250 gr b. Diet Lambung II Untuk penderita gastritis akut yang sudah dalam Telur 1 Biji perawatan. Makanan yang diberikan merupakan makanan saring atau Wortel 25 gr cincang pemberiannya sama 3 jam sekali. Bawang Putih 2 Siung c.Diet Lambung III Untuk penderita gastritis yang tidak begitu berat atau Garam Secukupnya ringan. Bentuk makanan harus lunak dan diberikan enam kali sehari. Gula Secukupnya d. Diet Lambung IV Orst ini diberikan pada penderita gastritis ringan, Cara Membuatnya : makanan dapat berbentuk lunak atau biasa. 1.T empe di hancurkan sampai halus. Jenis Makanan yang boleh diberikan pada penderita Gastritis 2.B ersihkan wortel kemudian potong kecil-kecil a.Sumber hidrat arang (nasi atau penggantinya) yaitu meliputi ; 3.C ampurkan semua bahan yang sudah di haluskan tambahkan telur, gula beras, dibubur atau ditim, kentang direbus atau dipures, makaroni, dan garam secukupnya. Aduk sampai rata. mi bihun direbus, roti, biskuit, marie, dan tepung-tepungan dibuat 4.M asukan ke dalam cetakan lalu kukus selama 30 menit atau sampai matang. bubur atau puding. 5.A ngkat dan sajikan b. Sumber protein hewani (daging atau penggantinya) Ikan, hati, daging sapi empuk, ayam digiling atau dicincang dan direbus, disemur, ditim, atau dipanggang, telur ayam direbus, didadar, diceplok air, atau Untuk 5 Porsi dicampurkan dalam makanan, susu. Sumber protein nabati tahu, tempe, direbus, ditim atau ditumis, kacang hijau direbus dan dihaluskan. Nilai Gizi perporsi : c.Lemak margarin, minyak (tidak untuk menggoreng) dan santan encer. Energi : 49,8 Kalori d. Sayuran - sayuran yang tidak banyak serat dan tidak menimbulkan gas, Protein : 4 gram misalnya : bayam, labu siam, wortel, tomat direbus atau ditumis. Protein : 2,5 gram Karbohidrat : 3,7 gram

21 4

ROLADE TAHU CONTOH MENU HARI VII

Bahan : Menu Hari VII : Tahu 250 gram Ayam Cantik Berbumbu Telur 1 biji Rolade Tahu Wortel 25 gram Sayur Bening Katuk (katuk, kacang panjang, Bumbu : labu kuning, jagung muda) Bawang putih2 siung Pepaya Garam secukupnya SATE PATIN CERIA Gula secukupnya Cara Membuatnya : 1.Haluskan tahu, potong wortel kecil-keci campurkan ke dua bahan menjadi satu. Bahan : Cara Membuatnya : Daging ikan patin 500 g 1.Potong dadu daging ikan pati, cuci 2.H aluskan bawang putih campurkan kedalam tahu dan wortel aduk rata. tanpa tulang sampai bersih 3.S iapkan aluminium atau daun pisang lalu bungkus berbentuk lonjong. Tusuk sate 2.C ampurkan bumbu yang sudah dihaluskan dengan potongan daging 4.K ukus selama 30 menit sampai matang. Bumbu : ikan patin, aduk sampai tercampur rata Bawang Merah 3 siung 5.A ngkat rolade tahu yang sudah matang dan dinginkan. diamkan selama 15 menit agar Bawang putih 2 siung 6.P otong rolade tahu lalu Sajikan. bumbu meresap. Garam secukupnya 3.P anggang sate patin sampai masak, Kecap secukupnya angkat dan sajikan. Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi Nilai Gizi perporsi : Energi : 48,9Kalori Nilai Gizi perporsi : Protein :4gram Energi : 54,4Kalori Protein : 2,5gram Protein : 9,7 gram Karbohidrat :3,5 gram Protein : 0,9 gram Karbohidrat :0,1 gram

20 21 PATIN BAKAR MADU CONTOH MENU HARI VI

Bahan : Menu Hari VI : Ikan Patin Segar 500 gr Ikan Gabus Masak Kecap Bumbu : Steak Nugget Tempe Tumis Sayuran (Pakis, jagung muda, Bawang Putih 3 Siung kacang panjang) Jahe 1 Ruas ibu jari Pisang Garam 1 sdt AYAM CANTIK BERBUMBU Kecap 2 sdm

Madu 1/2 sdm Bahan : Cara Membuatnya : Cara Membuatnya : 500 g daging ayam 1.Cuci daging ayam sampai bersih kemudia 1.Ikan patin dipotong-potong lalu dicuci sampai bersih. tanpa tulang potong menjadi beberapa bagian 2.S emua bahan bumbu dihaluskan lalu dicampur Bumbu : 2.H aluskan bumbu, aduk dengan potongan dengan ikan tersebut. Bawang merah 3 siung ayam sampai rata 3.Diamkan ± 15 menit lalu panggang ikan menggunakan teplon Bawang putih 2 siung 3.K ukus ayam sampai matang, angkat sambil diolesi dengan kecap sampai ikan matang. Jahe 1 ruas kecil dan sajikan. Garam secukupnya Gula secukupnya Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi Nilai Gizi perporsi : Energi : 58,3 Kalori Protein : 9,3 gram Nilai Gizi perporsi : Energi : 153,5Kalori Protein : 1,2 gram Protein : 13,6gram Karbohidrat : 2,3 gram Protein : 9,5 gram Karbohidrat :2,8 gram

7 19

CONTOH MENU HARI I CONTOH MENU HARI V

Menu Hari I : Menu Hari V : Bubur Sayur Bening Tim Nila Patin Madu Semangka Tahu Bacem Menggoda Tahu Variasi Sop Sayuran (wortel kentang, sawi) Semangka TUMIS AYAM WIJEN IKAN GABUS NUSANTARA

Bahan : Cara Membuatnya : Bahan : Cara Membuatnya : 500 gram dada ayam ambil 1. Cuci bersih daging ayam Ikan gabus 500 gr 1.Bersihkan ikan gabus dan potong. dagingnya saja 2.B awang merah,bawang putih, Bawang putih 3 siung 2.H aluskan bumbu bawang merah, bawang Wijen secukupnya dan jahe digerus sampai halus lalu Bawang merah 2 siung putih dan jahe. 3.P anaskan wajan tambahkan minya sedikit Bawang merah 3 siung ditumis sampai harum. Jahe ½ ruas ibu jari kemudian tumis bumbu sampai harum. Bawang putih 2 siung 3.M asukkan daging ayam,kecap manis Garam 1 sdt 4.T ambahkan air secukupnya masak sampai Kecap manis 2 sdm Jahe 1 ruas ibu jari dan garam. mendidih, masukkan ikan dan kecap Kecap manis 2 sdm 4.L alu masukkan wijen dsampai manis masak sampai matang. Minyak goreng 1 sdm daging matang Siap dihidangkan. 5.A ngkat dan sajikan Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi

Nilai Gizi perporsi : Nilai Gizi perporsi : Energi : 151,3Kalori Energi : 46,4 Kalori Protein : 13,8 gram Protein : 9,4gram Protein : 10gram Protein : 0,4 gram Karbohidrat : 0,9 gram Karbohidrat :0,9 gram

9 17 STEAK NUGGET TEMPE TAHU VARIASI

Bahan : Bahan : Tempe 250 gram Tahu 4 Buah Telur 1 butir Wortel 25 gr Wortel 25 gram Telor 1 Butir Bawang putih 2 siung Garam ½ sdt Bawang Putih 3 Siung Gula ½ sdt dihaluskan Garam 1 sdt Cara Membuatnya : 1. Kukus Tempe sampai matang kemudian haluskan, Gula 1 sdt 2.M asukkan bumbu yang sudah dihaluskan, tambahkan telur , garam, Cara Membuatnya : gula secukupnya ke dalam adonan dan wortel yang sudah di potong 1.T ahu dihancurkan sampai halus,wortel dipotong-potong kecil kecil-kecil aduk sampai rata. lalu campur dengan bumbu yang sudah dihaluskan. 3.T uang adonan ke dalam Loyang yang sudah di siapkan, kukus 2.K emudan dicampur dengan telor, gula dan garam aduk sampai rata sampai matang. 3.M asukkun kedalam cetakan 4.A ngkat biarkan sampai dingin, kemudian potong sesuai selera dan sajikan. 4.D ikukus sampai matang Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi

Nilai Gizi perporsi : Nilai Gizi perporsi : Energi : 83,6Kalori Energi : 48,9Kalori Protein : 7 gram Protein : 4gram Protein : 2,9 gram Protein : 2,5 gram Karbohidrat :8,6 gram Karbohidrat :3,5 gram

18 8

TAHU BACEM MENGGODA BOLA-BOLA TEMPE

Bahan : Bahan : Tahu 250 Tempe 250 gr Bawang putih 2 biji Telur Ayam 1 Butir Gula jawa ½ 0ns Garam sdt Garam ½ sdt Gula sdt Daun salam 1 lembar Lengkuas ½ ruas ibu jari

Cara Membuatnya : 1. Rebus air sampai mendidih masukkan bawang putih yang sudah di gerus sampai halus. 2.T ambahkan gula jawa, daun salam, lengkuas dan garam Cara Membuatnya : secukupnya aduk rata. 1. Tempe dikukus setelah dikukus tempe dihancurkan sampai lembut 3.K emudian masukkan tahu ke dalam air rebusan bumbu yang 2. Masukkan telur ayam,garam dan gula. sudah mendidih. 4.U ngkep tahu sampai berwarna kecoklatan dan bumbu meresap 3. Bentuk seperti bola-bola Kukus ke tahu. 5.Angkat dan sajikan tahu bacem yang sudah matang. Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi Nilai Gizi perporsi : Nilai Gizi perporsi : Energi : 47,3 Kalori Energi : 85,2Kalori Protein : 3,3 gram Protein : 7,3gram Protein : 1,9 gram Protein : 3,2 gram Karbohidrat : 5,1gram Karbohidrat :8gram

16 10 CONTOH MENU HARI II CONTOH MENU HARI IV

Menu Hari II : Menu Hari IV : Nasi Cah Kangkung dan jagung Ayam panggang menarik perhatian Ayam Tumis Wijen Melon Tampe berbungkus daun Sayur bening (bayam,kacang panjang, Bola-bola Tempe labu kuning) Jeruk PEPES PEDA BERBALUR BUMBU TIM NILA GOLPUT

Bahan : Cara Membuatnya : Bahan : Cara Membuatnya : Ikan peda 500 gr 1. Cuci bersih ikan Ikan nila 500 kg 1.Cuci bersih ikan nila sampai bersih Daun pisang secukupnya 2.C amput ikan dengan bumbu yang Bawang merah 3 siung haluskan 2.Rebus air sampai mendidih lalu Bawang putih 3 siung sudah dihaluskan Bawang putih 2 siung haluskan masukkan ikan dan bumbu yang sudah Bawang merah 2 siung Jahe ½ ruas ibu jari dihaluskan beri garam gula Jahe 1 ruas ibu jari 3.A mbil daun pisang,masukkan ikan Kunyit ½ ruas ibu jari 4.K ukus ±30 menit Garam 1 sdt secukupnya sampai masak Gula sdt Kemiri 2 butir Setelah dikukus panggang diteplon. Garam 1 sdt Air secukupnya Gula 1sdt Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi

Nilai Gizi perporsi : Nilai Gizi perporsi : Energi : 73,1 Kalori Energi : 60 Kalori Protein : 11,2 gram Protein : 9,2 gram Protein : 1,3gram Protein : 1,2gram Karbohidrat :3,9 gram Karbohidrat :2,8 gram

11 15

CONTOH MENU HARI III TAHU ISI BAYAM

Menu Hari III : Bahan : Pepes Peda berbalur Bumbu Tahu 4 Buah Tahu isi bayam Bayam 25 gr Oseng tauge,kacang panjang Telur Ayam 1 Butir Pisang Bawang Putih 2 Siung AYAM PANGGANG MENARIK PERHATIAN

Bahan : Cara Membuatnya : Daging ayam 500 gram 1. Cuci daging ayamyang sudah Cara Membuatnya : Kecap 2 sdm dipotong-potong 1.T ahu dihancurkan sampai lembut 2.L alu aduk dengan bumbu yang sudah Madu ½ sdm 2.D aun bayam dipotong kecil-kecil dicampur menjadi satu dengan telur dihaluskan, masak sebentar Bawang putih 3 siung dan di aduk bersama bumbu yang sudah dihaluskan. 3.Setelah masak daging ayam dipanggang Jahe ½ ruas ibu jari 3.T ambahkan gula dan garam secukupnya diteplon sambil di olesin dengan kecap Kukus sampai masak dan madu sampai masak. Untuk 5 Porsi Untuk 5 Porsi Nilai Gizi perporsi : Energi : 49,5Kalori Nilai Gizi perporsi : Protein : 4,1gram Energi : 146,7Kalori Protein : 13,7 gram Protein : 2,5gram Protein : 9,5 gram Karbohidrat :3,6 gram Karbohidrat :0,9 gram

13 12 TEMPE BERBUNGKUS DAUN

Bahan : Tempe Berbungkus Daun Tempe 250 gram Telur 1 biji Bawang putih 2 siung Daun pisang secukupnya

Cara Membuatnya : 1. Hancurkan tempe sampai halus 2. Setelah halus aduk dengan bumbu yang sudah dihaluskan campur dengan telor,garam dan gula samapi rata dan bugkus dengan daun pisang. 3. Kukus sampai masak 4.Lalu panggang diteplon Untuk 5 Porsi Nilai Gizi perporsi : Energi : 78,3Kalori Protein : 7,3 gram Protein : 3,2gram Karbohidrat :6,2 gram

14 DOKUMENTASI

Lauk Nabati

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk kelompok daya terima Statistic df Sig. Statistic df Sig. nilai daya terima modifikasi .301 30 .000 .811 30 .000

Rumah Sakit .095 30 .200* .937 30 .075

Test of Homogeneity of Variances nilai daya terima

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.074 1 58 .304

ANOVA nilai daya terima

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 9830.400 1 9830.400 11.706 .001

Within Groups 48704.933 58 839.740

Total 58535.333 59

Group Statistics

kelompok daya terima N Mean Std. Deviation Std. Error Mean nilai daya terima modifikasi 30 21.5333 25.44329 4.64529

Rumah Sakit 30 47.1333 32.12662 5.86549

Independent Sample T Test

Levene’s Test For Equality Of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig.(2-tailed) nilai daya terima Equal Variences 1.074 .304 -3.421 58 .001 Assumed

Equal variances -3.421 55.108 .001 assumed

Independent Sample T Test

Levene’s Test For Equality Of Variances t-test for Equality of Means

Mean Difference Std. Error Difference nilai daya terima Equal Variences -25.60000 7.48216 -40.57717 -10.62283 Assumed

Equal variances -25.60000 7.48216 -40.59392 -10.60608 assumed

Lauk Hewani

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk kelompok daya terima Statistic df Sig. Statistic df Sig. nilai daya terima modifikasi .210 30 .002 .827 30 .000

Rumah Sakit .226 30 .000 .900 30 .009

Test of Homogeneity of Variances

Daya Terima

Levene Statistic df1 df2 Sig.

5.330 1 58 .025

ANOVA

Daya Terima

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 14664.067 1 14664.067 25.784 .000

Within Groups 32985.933 58 568.723

Total 47650.000 59

Group Statistics

kelompok daya terima N Mean Std. Deviation Std. Error Mean nilai daya terima modifikasi 30 24.3667 27.75817 5.06793

Rumah Sakit 30 55.6333 19.15541 3.49728

Independent Sample T Test

Levene’s Test For Equality Of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig.(2-tailed) nilai daya terima Equal Variences 5. 330 .025 -5.078 58 .000 Assumed

Equal variances -5.078 51.515 .000 assumed

Independent Sample T Test

Levene’s Test For Equality Of Variances t-test for Equality of Means

Mean Difference Std. Error Difference nilai daya terima Equal Variences -31.26667 6.15750 -43.59225 -18.94108 Assumed

Equal variances -31.26667 6.15750 -43.62538 -18.90796 assumed

Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner Scanned by CamScanner RIWAYAT HIDUP

Nama : ANTUNG RAHMANIWATI

Tempat/Tanggal Lahir : , 29 November 1985

Alamat : JL. TINGANG KOMPLEK PERUMAHAN TINGANG

BHAKTI SAMPING SMU 5/ PLUS BALAI BAHASA NO 2

Email : [email protected]

Alamat Instansi : RSU KELAS D KOTA PALANGKA RAYA

Riwayat Pendidikan :

1. SD PAHANDUT 13 PALANGKA RAYA, lulus tahun 1997

2. SMP NEGERI 1 PALANGKA RAYA, lulus tahun 2000

3. SMU NEGERI 3 PALANGKA RAYA, lulus tahun 2003

4. DIII GIZI POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA, lulus tahun 2006