Uniqbu Journal of Social Sciences (UJSS)

Volume 1 Nomor 2, Agustus 2020 Halaman 13–21

”DOKTER JAWA‘ DI PENGASINGAN BANDA: TELADAN NASIONALISME DAN HUMANISME TJIPTO MANGUNKUSUMO DI BANDA NAIRA

(”Dokter Jawa‘ in Exile of Banda: The Model of Nationalism and Humanism Tjipto Mangunkusumo in Banda Naira)

Muhammad Farid Dosen Sejarah Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP Hatta-Sjahrir, Banda Naira [email protected]

(Diterima: 07 Agustus; Direvisi 09 Agustus; Disetujui: Agustus 2020)

Abstract This study aims to reveal the thoughts of nationalism and humanism of Tjipto Mangunkusumo's in Banda Naira. He was one of the national figures who exiled in Banda Naira in 1928. Came after, Mr. Iwa Kusumasumantri, , and . The thoughts and examples of national figures are important to be revealed to answer the problems of national leadership with integrity today. This paper is based on modern historiographic research, which is an approach to reconstructing images of the past based on data for the purpose of explaining the present and designing the future. Modern historiography was chosen to test the 'validity' of historical facts by means of modern methodological measures. Focuses on tracing perceptions, interpretations and historical methods used by past historians to then contextualize for the present. This study shows that Tjipto's idea of nationalism is democratic-nationalism. This category is understood as a combination of revolutionary ideas on the one hand, and Tjipto's negotiating actions on the other. The character of Tjipto's humanism is political-humanism. This refers to the fact of Tjipto's struggle which aims to fight against the authority of human desire to colonize humans. His efforts to fight against the human colonial system, made his orientation of humanism only to uplift human dignity as a creature of God who deserves to be glorified. Keywords: Dokter Jawa, Nationalism, Humanism

Abstrak Studi ini bertujuan untuk mengungkap pemikiran nasionalisme dan teladan humanisme Tjipto Mangunkusumo di pengasingan Banda Naira. Dokter Tjipto adalah salah satu tokoh nasional yang diasingkan di Banda Naira pada tahun 1928. Setelah Tjipto, datang kemudian Mr. Iwa Kusumasumantri, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir. Pikiran dan keteladanan tokoh bangsa ini penting untuk diungkap untuk menjawab problematika kepemimpinan nasional yang berintegritas hari ini. Tulisan ini berdasarkan pada riset historiografi modern, yaitu sebuah pendekatan dalam merekontruksi gambaran masa lampau berdasarkan data untuk tujuan menjelaskan masa kini dan merancang masa depan. Historiografi Modern dipilih untuk menguji ”kesahihan‘ fakta-fakta historis melalui ukuran metodologis modern. Perhatiannya pada upaya melacak persepsi-persepsi, interpretasi-interpretasi dan metode sejarah yang dipergunakan oleh sejarawan masa lalu untuk kemudian mengkontekstualisasikan untuk masa kini. Studi ini menunjukkan bahwa gagasan nasionalisme Tjipto bersifat nasionalisme-demokratis. Kategori ini dipahami sebagai kombinasi antara gagasan revolusioner pada satu sisi, dan tindakan negosiatif Tjipto pada sisi lain. Adapun karakter humanisme Tjipto adalah humanism-politis. Hal ini mengacu pada fakta perjuangan Tjipto yang bertujuan untuk melawan otoritas nafsu manusia menjajah manusia. Upayanya melawan system penjajahan kemanusiaan, menjadikan orientasi humanisme Tjipto semata untuk mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai mahluk Tuhan yang pantas dimuliakan. Kata kunci: Dokter Jawa, Nasionalisme, Humanisme

13

(UJSS) Vol. 1, No 2, Agustus 2020: 13–21

PENDAHULUAN terlalu mengambil sikap moderat terhadap Tjipto Mangunkusumo lahir di desa pemerintahan kolonial. Dia lebih Ambarawa tahun 1883. Besar dalam berkeinginan agar organisasi itu lebih lingkungan keluarga kelas menengah. bersifat demokratis, kritis, dan terbuka bagi Ayahnya, Mangunkusumo adalah seorang semua rakyat (Kartodirdjo et.al, guru bahasa Melayu di sekolah pemerintah 1992:182-184). Perdebatannya dengan dr. untuk bumi putera. Ibunya adalah keturunan Radjiman yang tetap menginginkan BU tuan tanah di Mayong Jepara (Sulandjari, sebagai —organisasi Jawa“ yang moderat pun 2016:6). Beberapa sumber menyebutkan tak terhindarkan. Tjipto akhirnya resmi Tjipto bukan dari golongan priyayi, namun menyatakan mundur dari BU (R.N.J. menurut Soegeng Reksodihardjo (1992), Kamerling, 1980:158). Tjipto adalah seorang priyayi, yaitu cucu Sebagai dokter muda, Tjipto justru dari Mangundiwiryo, seorang demang di semakin aktif dalam perjuangan politiknya Ambarawa. Sementara ibunya adalah yang revolusioner. Kritisisme nya keturunan dari pangeran Widjil (pujanggan ditunjukkan baik melalui pena (sebagai Keraton Solo) yang memiliki anak RA. jurnalis) maupun sebagai aktivis di Retnodumilah X Pangeran Adipati Cendana lapangan. Pada tanggal 25 Desember 1912, (Reksodihardjo, 1992:26). Tjipto bersama Ernest Douwes Dekker dan Meskipun dari anak keturunan ningrat Soewardi Soeryaningrat atau yang lebih tapi Tjipto tidak pernah nyaman dengan dikenal Ki Hajar Dewantara membentuk status keningratannya. Tjipto bahkan sejak organisasi politik, Indische Partij (Partai muda mengklaim dirinya bukan priyayi. Indonesia) yang mencita-citakan Indonesia —Aku adalah anak dari rakyat, anak si merdeka. Kromo“, kata Tjipto di depan kawan- Tapi Tjipto bukan orang yang suka kawanya murid STOVIA. Kalimat itu kekerasan. Sikap anti colonial dan feudal diucapkannya dengan bangga hati, sambil yang dia tampakkan lebih kepada tindakan- mengenakan baju hitam berkain kasar tindakan satire; menyindir tapi sarat kritik. sebagai simbol rakyat jelata. Salah satunya saat dia pergi berkeliling kota Tjipto masuk ke —Sekolah Dokter mengendarai kereta kuda dengan kap Jawa“ di Batavia (), dikenal dengan terbuka, sambil duduk tegap layaknya nama STOVIA (School Ter Opleiding Van kebiasaan para penguasa Belanda dan Indische Artsen) dan berhasil menamatkan pejabat pribumi. Ini salah satu gaya khas studinya pada tahun 1905 (de Waart, 1995). Tjipto dalam mengkritik. Tindakannya itu Dari Stovia inilah pikiran dan kepedulian langsung mengundang simpati rakyat yang Tjipto terhadap tanah jajahan terbentuk. kemudian menjulukinya, —dokter Jawa Sekolah yang awalnya dibentuk Belanda berbendi— (Sulandjari, 2016). untuk tujuan mencetak —mantri-mantri Kritisisme Tjipto lebih banyak pemerintahan kolonial ini justru menjadi dituangkan dalam surat kabar De Express, wadah persemaian pikiran-pikiran kritis yang membuatnya dicap anti-Belanda. Tjipto (lihat Maziyah, t.th:8; v.de Waart, Bersama kedua kawannya yaitu Douwes 1995). Dekker dan Soewardi Soeryaningrat, Tjipto Tjipto dengan cepat menjelma menjadi kemudian ditangkap dan diasingkan ke sosok aktivis kritis. Dokter Jawa yang Belanda. Namun kehadiran mereka di lantang melawan tirani penjajah. Dia Belanda justru membakar api perjuangan kemudian bergabung dengan organisasi dari perkumpulan mahasiswa Hindia kultural Budi Utomo pada tahun 1908, yang Belanda, Indische Vereniging, yang bersifat kultural. Tapi dia tidak merasa puas memang sejak lama menghendaki —bebas“ dengan Budi Utomo yang dianggapnya dari Hindia Belanda.

14

”DOKTER JAWA‘ DI PENGASINGAN BANDA: TELADAN NASIONALISME DAN HUMANISME TJIPTO MANGUNKUSUMO DI BANDA NAIRA (Muhammad Farid) Pada tahun 1914, Tjipto terpaksa tidak sambat, akoe tidak mengadoeh, dipulangkan ke Hindia Belanda akibat akoepoen tidak akan menjelidiki, sampai kesehatannya yang memburuk. Namun tidak berapa djaoeh akoe mendapat siksa ini“ lama, Tjipto kembali ke panggung politik. (Abdoelgani, 1977). Dia bergabung dalam Insulinde, organisasi yang sebelumnya bernama Indische Partij, METODE PENELITIAN dan kemudian pada tahun 1919 berubah Tulisan ini menggunakan metode nama menjadi Nationaal Indische Partij historis dengan pendekatan historiografi (NIP). Di masa itu, Tjipto juga tercatat modern, yaitu sebuah pendekatan dalam bergabung dalam Volksraad, atau Dewan merekontruksi gambaran masa lampau Rakyat bentukan pemerintah Belanda. berdasarkan data (Hugiono, Purwantana, Maksud Tjipto bergabung dalam Volksraad 1992:25) untuk tujuan menjelaskan masa semata agar tetap dapat menyampaikan kini dan merancang masa depan aspirasi dan kritik tajamnya kepada (Kuntowijoyo, 1994). Pendekatan pemerintah. historiografi dilakukan dengan mempelajari Karena dianggap semakin berbahaya, karya-karya sejarah atau membaca apa yang Tjipto akhirnya diasingkan ke Bandung ditulis atau dikatakan oleh penulis-penulis dengan pengawasan ketat kolonial. Sebagai sejarah, siapa yang menulis atau mengapa orang buangan, Tjipto tidak banyak mereka mengatakan demikian tanpa perlu melakukan aktivias politiknya di Bandung. menguji ”kesahihan‘ fakta-fakta yang Tjipto justru kembali membuka praktik disajikan menurut ukuran-ukuran dokter. Namun tak disangka, disanalah metodologis yang dikenal sekarang. Pusat Tjipto berjumpa Soekarno yang pada tahun perhatian di sini adalah melacak tentang 1927 membentuk Algemeene Studie Club, persepsi-persepsi, interpretasi-interpretasi sebuah klub studi yang nantinya menjadi dan metode sejarah yang dipergunakan oleh cikal-bakal lahirnya Partai Nasional sejarawan sebagai anak zamannya atau wakil Indonesia (PNI). dari kebudayaan pada zamannya. Bagaimana Pada akhir tahun 1926 terjadi semua ini dapat berubah dari satu generasi pemberontakan di sejumlah wilayah di Jawa ke generasi berikutnya, dan kekuatan apa dan Sumatera. Pemberontakan itu diklaim yang mempengaruhinya (Zed, 1984:7) atas ulah kaum komunis. Namun beberapa catatan membuktikan pemberontakan pada PEMBAHASAN masa itu sesungguhnya dilakukan oleh Nasionalisme Tjipto Mangunkusumo hampir semua rakyat yang telah lama Istilah nasional dan nasionalisme bertahan dalam penderitaan akibat dalam bahasa Latin berarti —lahir di“. Dalam kolonialisme. Dalam sebuah peristiwa yang bahasa Yunani diartikan —etnik“ atau tak terduga, Tjipto ditangkap karena tuduhan —entitas“, yang merujuk kepada kultur, persengkongkolannya dengan aktivis bahasa, dan keturunan di luar konteks politik komunis yang pernah mengunjungi (Riff, 1995: 193 194). Istilah nasionalisme rumahnya pasca pemberontakan. Tjipto kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia difitnah komunis. Dia lalu dibuang di Banda yang memiliki dua pengertian: paham Naira. (ajaran) untuk mencintai bangsa dan Negara Dalam brosur yang ditulis Roeslan sendiri dan kesadaran keanggotaan dalam Abdoelgani, terungkap bait-bait awal surat suatu bangsa yang secara potensial atau Tjipto sebelum ia diasingkan. Surat itu aktual bersama-sama mencapai, bertanggal 19 Desember 1927. Tjipto mempertahankan, dan mengabadikan menulis: —Kepada kaum sefaham. Poetoesan identitas, integritas, kemakmuran, dan telah djatoeh : akoe mendapat Banda. Akoe kekuatan bangsa itu (KBBI, 2005). 15

(UJSS) Vol. 1, No 2, Agustus 2020: 13–21

Farid (2020) menyimpulkan bahwa upayanya mengkonstruksikan identitas baru nasionalisme adalah sebuah kecintaan bagi orang Jawa yang sebenarnya alamiah terhadap tanah air, yang dipicu oleh diadopsinya dari konteks India baru, dimana sebuah kesadaran yang mendorong kewarganegaraan India baru memiliki hak- sekelompok manusia untuk menyatu dan hak sipil yang berdaulat (Shiraishi, 1990, bertindak sesuai dengan kesatuan budayanya t.h). (Farid, 2020:147). Entitas kesadaran untuk Penulis sendiri melihat gagasan bersatu sangat mungkin bersumber dari nasionalisme Tjipto masuk kedalam kategori berbagai pandangan hidup, ideologi, juga nasionalisme-demokratis. Kategori ini agama. Sebagaimana Soekarno yang pernah dipahami sebagai kombinasi antara gagasan mengatakan dalam sebuah artikelnya; —Saya revolusioner pada satu sisi, dan tindakan tetap nasionalis, tetap Islam, tetap Marxis. negosiatif Tjipto pada sisi lain. Artinya, pada Sintese dari tiga hal inilah memenuhi saya tataran pemikiran, Tjipto dapat dikatakan punya dada. Satu sintese yang menurut sangat revolusioner dan radikal, dengan anggapan saya sendiri adalah sintese yang keinginannya untuk melakukan reformasi geweldig“ (Soekarno dalam Yatim, yang sangat mendasar dalam system 2001:155). Dari Soekarno, kita memahami pemerintahan colonial, yaitu kesederajatan bahwa Islam bukan saja dapat berpadu hak-hak–hal yang sangat mustahil diterima harmoni dengan nasionalisme, tetapi bahkan pemerintah Belanda saat itu. Namun pada Islam menjadi penebal rasa dan haluan tataran praksisnya, Tjipto tidak pernah nasionalisme. menghendaki gerakan kekerasan, aksi Nasionalisme Tjipto Mangunkusumo anarkis. Artinya, dia justru menolak bentuk- bersifat politis. Sulandjari (2016) bentuk perjuangan fisik revolusioner itu mengkategorikan hal itu berdasarkan sendiri. Berkaitan dengan ide Shiraishi aktivisme Tjipto di sejumlah organisasi yang (1990) yang membedakan antara komponen lebih diarahkan pada kritik terhadap "evolusioner" dan —revolusioner“, penulis kolonialisme (Sulandjari, 2016:4). Namun kurang sepakat jika keduanya dipisahkan, Kuijpers (2011) menyebut nasionalisme karena justru pada tataran gagasan Tjipto Tjipto jauh lebih rumit dari sekedar lebih revolusioner, namun tidak pada —memusuhi“ atau membenci kolonial. Justru praktiknya. Perjuangan fisik Tjipto lebih beberapa pikiran dan sikap Tjipto akomodatif, atau lebih memilih jalur-jalur mengisyaratkan masih menaruh harapan demokratis institusional. kepada pemerintah colonial agar berbuat adil Satu contoh sikap akomodatif Tjipto kepada warga pribumi (Kuipers, 2011:5-6). adalah pada masa pandemik Pes yang pernah Scherer (1975) bahkan melihat kritik-kritik terjadi di kota Malang tahun 1910, Tjipto bukanlah ancaman untuk pemerintah Belanda sangat kewalahan menghancurkan kolonial, melainkan sekedar karena dokter-dokter Eropa menolak ingin mereformasi (Scherer, 1975:4-13). membantu. Sementara wabah terus menjalar Namun, menurut Shirasi (1990), ke berbagai daerah sekitar. Kegagalan gagasan nasionalisme Tjipto adalah sesuatu penanganan pandemi pes oleh pemerintah yang mengancam pemerintah kolonial, kolonial itu sangat menyakiti hati Tjipto. namun dia membedakan gagasan Tjipto itu Kekesalan itu diungkapkan Tjipto dalam menjadi dua; evolusioner dan revolusioner. teks pidato nya pada sebuah sidang raya di Bentuk gagasan evolusioner Tjipto tampak Gravenhage Nederland tahun 1914, sebagai pada cita-citanya sebagai ilmuwan politik berikut: untuk merubah pemerintahan Hindia —Saya katakan suatu malapetaka, Belanda melalui jalur demokrasi. Adapun karena wabah tersebut tidak dapat tidak gagasan revolusioner nya tampak pada mesti meninggalkan goresan yang sangat

16

”DOKTER JAWA‘ DI PENGASINGAN BANDA: TELADAN NASIONALISME DAN HUMANISME TJIPTO MANGUNKUSUMO DI BANDA NAIRA (Muhammad Farid) dalam di dalam kehidupan suatu bangsa dan karena ditinggal orang tuanya wafat akibat sudah barang tentu sangat mempengaruhi pes. Dipungutlah bayi perempuan itu caranya berfikir dalam kehidupan moral menjadi anak. Tjipto berinama dia, Pestiati. suatu bangsa….. Saya sendiri menyaksikan Kesediaan Tjipto bekerja bersama bagaimana seorang penderita pes colonial dalam penanganan pandemic Pes diasingkan oleh kawan adalah bukti sikap akomodatif nya bersama sedesanya….menolak memberikan Belanda. Meski dirinya menentang keras penumpangan di rumah-rumah penjajahan, namun tanpa ragu siap mereka…membuat mereka akhirnya hanya bekerjasama dengan penjajah hanya demi dapat tidur di bawah sebatang pohon menyelamatkan warga masyarakatnya, Semboja, dan di sana pulalah ia penduduk pribumi. Orientasi menghembuskan nafasnya yang nasionalismenya tegas dan jelas, yaitu terakhir…..Kekurangan yang lain adalah kecintaannya yang besar kepada bangsanya, bahwa penduduklah yang harus membiayai kepada nasib warga Indonesia yang terjajah. sendiri perbaikan perumahan. Akh, memang Sama tegas dan jelas dengan sikap tidak terlalu sukar untuk memaksa penduduk perlawanannya kepada kolonial Belanda, melakukan gotong-royong dengan alasan yang sekalipun diberi penghargaan bintang bahwa hal itu adalah untuk kepentingan Oranje Nassau Orde pasca keberhasilannya mereka sendiri. Tetapi saya berpendapat membantu wabah Pes di Malang, namun bahwa pemberantasan penyakit pes adalah bintang jasa itu kelak dia kembalikan kepada kepentingan seluruh Indonesia dan oleh pemerintah colonial, akibat usulannya karena itu seluruh Indonesialah yang harus ditolak saat hendak membantu wabah Pes membiayainya“ (dalam bukunya, —De Pest susulan di kota Solo. Tjipto kecewa op Java en Hare Bestrijding“) bercampur emosi, konon katanya bintang Melihat situasi yang semakin jasa itu diletakkan —dipantatnya“ sebagai mengkhawatirkan itu, Tjipto segera bentuk protes. menawarkan diri menjadi relawan. Telegram dia layangkan secara resmi kepada Belanda Teladan Humanisme Tjipto di Pengasingan agar dapat masuk dinas pemerintah dan Banda ditempatkan di pusat wabah. Tawaran Secara etimologis, humanisme diterima pemerintah kolonial. Tjipto diartikan sebagai —tanah“ atau —bumi“. Dari akhirnya berangkat ke Malang dengan istilah itu muncul kata —homo“, yang berarti kondisi lahir-batin siap menerima resiko manusia, makhluk bumi. —Humanus“ lebih apapun, demi rakyatnya, demi mengurangi menunjukkan sifat —membumi“ dan penderitaan mereka yang tidak tahu apa-apa. —manusiawi“ (Samho, 2008:2). Dalam Di Malang, Tjipto tahu betul bahwa Kamus Besar Bahasa Indonesia, humanisme rumah-rumah gubuk bambu penduduk diartikan sebagai aliran paham yang adalah sumber tikus-tikus bersarang. Tikus berorientasi untuk menghidupkan rasa adalah penyebar wabah pes yang utama. perikemanusiaan dan mencita-citakan Ketidaktahuan rakyatnya akibat penjajah pergaulan hidup yang lebih baik (KBBI, yang membodohi mereka. Diceritakan pada 2005:412) masa itu, —Tjipto keluar-masuk pelosok desa Frans Magnis Suseno dalam di Malang tanpa memakai masker atau tutup artikelnya, Humanisme Religius vs hidung dan mulut“ (Reksodihardjo, 1992). Humanisme Sekuler, mengartikan Di tengah pandemi itulah Tjipto berjumpa —humanisme“ sebagai martabat (dignity) dan seorang bayi perempuan terbaring di sebuah nilai (value) dari setiap manusia, dan semua gubuk yang nyaris separuhnya terbakar. Dia upaya untuk meningkatkan kemampuan- berhasil menyelamatkan bayi yatim-piatu kemampuan alamiahnya (fisik atau non 17

(UJSS) Vol. 1, No 2, Agustus 2020: 13–21 fisik) secara penuh; suatu sikap spiritual Ragam defenisi humanisme di atas, yang diarahkan kepada humanitarianisme jika dihadapkan dengan karakter humanis (Suseno, t.th:209-210). Sejalan dengan itu, Tjipto Mangunkusumo, hemat penulis, Mangun Harjana (1997) dalam bukunya Tjipto menawarkan warna humanisme Isme-Isme dari A sampai Z, mengartikan tersendiri. Karakter Tjipto tentu saja humanisme sebagai pandangan yang mustahil dimasukkan kedalam garis menekankan martabat manusia dan humanis-sekular, tapi bukan juga dapat kemampuannya. Menurut Harjana, manusia dengan mudah digolongkan kedalam bermartabat luhur, mampu menentukan humanis-religious. Karena, garis perjuangan nasib sendiri dan dengan kekuatan sendiri Tjipto bukan pada ranah melawan otoritas mampu mengembangkan diri dan memenuhi wahyu atau lembaga agama yang menjajah kepatuhan sendiri mampu mengembangkan rasionalitas, melainkan justru melawan diri dan memenuhi kepenuhan eksistensinya otoritas nafsu kemanusiaan yang menjajah menjadi paripurna (Harjana, 1997:93). manusia. Melawan system penjajahan yang Awal mula —gerakan“ Humanisme mengungkung kemanusiaan manusia. muncul sebagai protes atas belenggu Orientasi humanisme Tjipto semata untuk kekuasaan lembaga-lembaga agama di Eropa mengangkat harkat dan martabat manusia Abad Pertengahan. Di masa itu, kebebasan sebagai mahluk Tuhan yang pantas manusia dan daya rasionalitas berpikirnya dimuliakan. Maka jenis humanisme ini jika berada pada situasi yang 'gelap'. Masa itu boleh disebut sebagai —humanism-politis“. disebut —Abad Kegelapan“ (dark age), Karena wujud perjuangan Tjipto berorientasi sebagai gambaran tentang situasi kematian pada perlawanan terhadap kebijakan politik nalar manusia yang ditandai munculnya kolonial, tujuan akhirnya adalah sekat-sekat pemisah antara ranah penghapusan kolonialisme itu sendiri. Istilah spiritualitas dan ranah duniawi (Hadi, —Humanisme-Politis“ atau —humanism- 2012:1). Konsep-konsep rasional saat itu perlawanan“ ini saya ajukan untuk dipandang sebagai plawanan terhadap membedakannya dengan jenis humanism tradisi-tradisi agama dan kekuatan Tuhan, lain, yaitu; humanism religious dan karenanya terlarang. humanism sekuler. Beberapa ahli membagi terminologi Salah satu bukti karakter humanisme humanisme kedalam beberapa istilah, Tjipto tergambar pada —surat perpisahan“ seperti; Humanisme-Posmo, atau juga nya kepada kawan-kawan seperjuangan disebut Humanisme-Spiritual, yang lebih persis sebelum dirinya dibuang. Tampak berorientasi pada kedalaman spiritual, benar dalam surat itu, Tjipto sangat siap metafisis (lih Ihsan, 1995:57), juga dengan segala resiko perjuangannya. Dia kedewasaan kultural, pluralistic, cenderung tidak emosi dan juga frustasi. Dia juga tidak adaptif dan akomodati terhadap keragaman mencoba mencari tahu sampai kapan masa budaya dan agama. Ada terminology pembuangan dirinya akan berakhir. Tapi Humanisme-Ateis, yang menempatkan satu hal yang pasti, Tjipto yakin betul bahwa kekuasaan manusia diatas kekuasaan Tuhan perlawanannya tidak akan ikut terbuang. (lihat Suseno, 2001:68). Dan juga ada istilah Karena akan dilanjutkan oleh kawan-kawan Humanisme-Kritis, atau sebentuk simbol sefaham. Perlawanan Tjipto berisiko besar dari superioritas akal (rasionalitas) atas bagi hidupnya. Tapi dia sadar dan ikhlas wahyu atau doktrin agama. Namun secara menerima konsekwensi itu. Kesadaran itulah umum, tipologi humanisme dibagi menjadi sejatinya kesadaran seorang humanis. dua macam saja; yaitu humanisme sekuler Jiwa humanisme Tjipto di pengasingan dan humanism religious (lih. Wisock dalam Banda juga tampak dalam sikapnya yang Bambang, 2008; Hanafi et.all, 2007: ix-x). sangat penolong bagi penduduk Banda yang

18

”DOKTER JAWA‘ DI PENGASINGAN BANDA: TELADAN NASIONALISME DAN HUMANISME TJIPTO MANGUNKUSUMO DI BANDA NAIRA (Muhammad Farid) membutuhkan perobatan. Tjipto bahkan perkenier kebun pala, Tjipto menghabiskan memberi layanan kesehatan gratis kepada hari-hari pengasingannya dengan membaca penduduk Banda, meski saat itu sudah ada dan menulis surat kepada kawan dan dokter dan rumah sakit Belanda (Alwi, kerabatnya di Jawa dan Belanda. Sambil 2002:37; 2007). Tjipto juga dikabarkan sesekali berlibur menikmati pasir putih di sempat mengobati beberapa orang buangan pantai kolarotan, dan memandang senja sore lain, yaitu pejuang-pejuang Sarekat Islam hari yang turun di atas kota Lonthoir. yang akhirnya menjadi kawan akrabnya. Tjipto menjadi lebih terhibur di PENUTUP pengasingan Banda terutama setelah Gagasan nasionalisme Tjipto adalah kehadiran tiga kawan lainnya, yaitu Iwa nasionalisme-demokratis. Kategori ini Kusumasumantri, Mohammad Hatta, dan dipahami sebagai kombinasi antara gagasan Sutan Sjahrir yang datang di tahun-tahun revolusioner pada satu sisi, dan tindakan berikutnya. Keempat tokoh saling negosiatif Tjipto pada sisi lain. Tjipto bisa berkunjung di akhir pekan. Tapi rumah sangat revolusioner dan radikal dalam Tjipto lah yang selalu menjadi tempat pemikiran, namun dirinya tidak pernah pertemuan. Sesekali keempatnya terlibat menghendaki kekerasan atau aksi anarkis diskusi hangat soal agama, pergerakan Islam dalam perjuangan. Perjuangan untuk Arab, atau juga peta politik luar negeri (lihat kemerdekaan yang dilakukan Tjipto lebih Farid, 2020:142). memilih jalur-jalur demokratis institusional. Meskipun tidak banyak aktivitas Humanisme Tjipto adalah humanism- politik yang dilakukan Tjipto di Banda politis. Hal ini dikarenakan garis perjuangan Naira, namun sikap kritis nya tidak pernah Tjipto adalah untuk melawan otoritas nafsu hilang. Pernah ada usulan dari pemerintah manusia menjajah manusia. Dalam upayanya agar Tjipto dapat dibebaskan dan pulang ke melawan system penjajahan kemanusiaan, Jawa asalkan meninggalkan semua aktivitas menjadikan orientasi humanisme Tjipto politiknya. Tapi Tjipto justru menjawab; semata untuk mengangkat harkat dan Geen denken aan (tidak pernah terlintas martabat manusia sebagai mahluk Tuhan dalam otak saya). Tjipto bahkan yang pantas dimuliakan. mengatakan; —Lebih baik mati di sini, dari Lebih dari itu, Tjipto Mangunkusumo pada melepaskan politik". Karena politik mengajarkan kita tentang arti integritasi diri adalah hidupnya. Dat kan niet, dat is mijn dan nasionalisme sejati. Integritas diri Tjipto levenstaak! (Pokoknya tidak bisa, ini adalah tampak dalam kepribadiannya, yang tugas hidupku!), begitu kisah Des Alwi meskipun berasal dari keluarga priyayi, tapi (2002) dalam bukunya, Bersama Tjipto tidak larut dalam tradisi feudal yang Mangunkusumo, Iwa Kusumasumantri, membodohi. Dia tidak turut ambil Hatta, dan Sjahrir di Banda Naira. Sekali keuntungan hanya karena garis keturunan. lagi, Tjipto menunjukkan integritas dirinya. Pun tidak merasa lebih unggul karena kelas Idealisme perjuangan untuk kemerdekaan sosial. Di saat yang sama, Tjipto ingin tak tergoyahkan. menunjukkan bahwa bangsa ini bisa lebih Di pembuangan Banda, Tjipto banyak beradab dan maju, bukan bangsa inferieur. menghabiskan waktu bersama keluarganya. Tidak mem-beo, dan membungkuk pada Dia membawa serta istrinya, Mien Tjipto, kepentingan penjajah. anak angkatnya Pestiati, dan keponakan Tjipto begitu mencintai tanah air dan istrinya, Louis dan Donald. Mereka tinggal rakyatnya sepenuh hati. Jiwa raganya berpindah-pindah karena ashmanya yang dikorbankan semata demi kesejahteraan sering kambuh dan membutuhkan sirkulasi rakyat. Sekalipun harus bersikap udara yang baik. Di rumah besar bekas —kooperatif“ dengan penjajah seperti di masa 19

(UJSS) Vol. 1, No 2, Agustus 2020: 13–21 pandemic tahun 1914, yang tentu saja KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia berlawanan dengan jiwa merdekanya. Tapi (KBBI).[Online] Available at: demi rakyat, apapun rintangan akan dia http://kbbi.web.id/pusat. Diakses 1 terjang. Persis seperti semboyannya yang Maret 2020 sangat terkenal; —Rawe-rawe rantas, Kuntowijoyo. 1994. Metodologi Sejarah, malang-malang putung!“ . Kerjasama Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada DAFTAR PUSTAKA dengan PT. Tiara Wacana Yogya. 1994 Alwi, Des. 2002. Bersama Tjipto ______. 2013. Pengantar Ilmu Mangunkusumo, Iwa Kusumasumantri, Sejarah.Yogyakarta. Tiara Wacana. Hatta, Sjahrir di Banda Naira. Dian 2013 Rakyat Kuipers, 2011. De Eerste Verbanning van Alwi, Des. 2006. Sejarah Banda Naira. Tjipto Mangoenkosoemo: Javaans Arts, Pustaka Bayan. Malang Insdich Politicus, Zoon Van Een Abdoelgani, Roeslan. 1977. Persatuan Dan Getergd Volk 1908-1914. Mastersciptie Kesatuan Dalam Hubungan Dengan Internationale Betrekkingen in Semangat Dan Jiwa Kepahlawanan. Historisch Perspectief. Faculteit Makalah/Brosur prasaran untuk rapat Geesteswetenschappen. Universiteit pengarahan Proyek Biografi Pahlawan Utrecht. 2011 Nasional, Cibogo-Bogor, 22 - - 26 Juni Maziyah, Siti. 2019. Peranan Stovia dalam 1977. Pergerakan Nasional di Indonesia. Farid, Muhammad. 2020. Traces of The Diakses dari eprints.undip.ac.id, pada Socialist in Exile: Mohammad Hatta tanggal 7 bulan Agustus 2020 and Sutan Sjahrir. The Journal of Reksodihardjo, Soegeng. 1992. DR. Cipto Society and Media. Universitas Negeri Mangunkusumo. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Hanafi, Hasan dkk.2007. Islam dan Sejarah dan Nilai Tradisional. Jakarta Humanisme.Yogyakarta. Pustaka 1992 Pelajar. Riff, M. (1982.) Kamus Ideologi Politik Harjana, Mangun. 1997. Isme-Isme dari A Modern. Terjemahan oleh M.Suleman, sampai Z. Yogyakarta. Kanisius Samho, Bartolomeus. 2008. Humanisme Hadi, Sumasno. 2012. Konsep Humanisme Yunani Klasik dan Abad Pertengahan, Yunani Yunani Kuno dan dalam Sugiharto. 2008. Humanisme dan Perkembangannya dalam Sejarah Humaniora: Relevansinya Bagi Pemikiran Filsafat. Jurnal Filsafat Pendidikan. Jalansutra. Yogyakarta Vol.22, Nomor 2, Agustus 2012 Suseno, Franzs Magnis. 2003. Islam dan Hugiono dan P.K Poerwantana. 1992. Humanisme, Aktualisasi Humanisme Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta. PT Islam Di Tengah Krisis Humanisme Rineka Cipta, 1992, Spiritual.Yogyakarta. Pustaka Pelajar Ihsan, Muh Musoffa. 1995. Humanisme Sugiharto, Bambang (Ed.). 2008. Spiritual: Antagonisme atau Humanisme dan Humaniora: Integralisme Sejarah. Jurnal Filsafat Relevansinya bagi Pendidikan. Pebruari 1996 Jalasutra. Yogyakarta. Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Sulandjari. 2016. Pembentukan Kesadaran Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah Nasionalisme Indonesia: Kilas Balik . Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama Ide-Ide Pemikiran dr. Tjipto Kamerling, R.N.J. 1980. Indonesie toen en Mangunkusumo. Diakses dari nu. Amsterdam : Intermediari

20

”DOKTER JAWA‘ DI PENGASINGAN BANDA: TELADAN NASIONALISME DAN HUMANISME TJIPTO MANGUNKUSUMO DI BANDA NAIRA (Muhammad Farid) simdos.unud.ac.id, pada tanggal 23 Weltevreden 1851-1926, (Terjemahan). bulan Juli 2020 Bintari Rukmono, dkk. Jakarta. Scherer, Savitri Prastiti. 1975. Harmony and Perpustakaan Nasional RI, 1995. Dissonance: Early Nationalist Thought Yatim, B. ( 2001). Soekarno, Islam, Dan in Java 1912-1918. Ithaca 1975 Nasionalisme. Bandung: Nuansa Shiraishi, Takashi. 1990. An Age in Motion: Zed, Mestika. 1984. Pengantar Studi Popular Radicalism in Java 1912-1926. Historiografi. Padang. Proyek Ithaca. London Peningkatan Pengembangan PT. Van de Waart. 1995. Tujuh Puluh Lima Universitas Andalas, 1984. Tahun Pendidikan Kedokteran di

21