Ruang Sakral Dan Profan Dalam Arsitektur Masjid Agung Demak, Jawa Tengah
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) RUANG SAKRAL DAN PROFAN DALAM ARSITEKTUR MASJID AGUNG DEMAK, JAWA TENGAH Dwindi Ramadhana1, Atyanto Dharoko2 1,2 Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan FT UGM Email: [email protected] ABSTRACT Demak Great Mosque is a mosque of historical heritage during the Islamic kingdoms in the 14th century. Until now, this mosque still has an important share for the community as a place of religious worship and considered sacred. Against this background and the social conditions of society have developed, there is an indication that the Great Mosque of Demak has its own meaning on the spaces within the mosque-related to sacred and profane. The purpose of this research is to identify the sacred and profane space in the architecture of the Grand Mosque of Demak and identify the factors that influence the formation of the properties of the space. This research uses rationalistic approach and deductive qualitative method. The result of this study reveals that in its use, the spaces at the Great Mosque of Demak are divided into a room that is not worldly (sacred) and the room that is worldly (profane). Space that is (not worldly) is liwan and pawestren. While the worldly room is pawestren and porch. Factors affecting the sanctity of space are physical barriers and holiness of worship space. While sanctity becomes a legitimate requirement of worship activities, so it becomes the main requirement of the sacred or not a place. Keywords: Demak, Mosque, Profane, Sacred ABSTRAK Masjid Agung Demak adalah masjid warisan sejarah selama kerajaan Islam di abad ke-14. Hingga saat ini, masjid ini masih memiliki andil penting bagi masyarakat sebagai tempat ibadah dan dianggap sakral. Dengan latar belakang ini dan kondisi sosial masyarakat telah berkembang, ada indikasi bahwa Masjid Agung Demak memiliki maknanya sendiri di ruang-ruang di dalam masjid yang berkaitan dengan sakral dan profan. Tujuan dari Kajian ini adalah untuk mengidentifikasi ruang sakral dan profan dalam arsitektur Masjidil Haram dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sifat ruang. Kajian ini menggunakan pendekatan rasionalistik dan metode kualitatif deduktif. Hasil Kajian ini mengungkapkan bahwa dalam penggunaannya, ruang di Masjid Agung Demak terbagi menjadi ruangan yang tidak bersifat duniawi (sakral) dan ruangan yang bersifat duniawi (profan). Ruang yang (bukan duniawi) adalah liwan dan pawestren. Sedangkan ruang duniawi adalah pawestren dan serambi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesucian ruang adalah penghalang fisik dan kesucian ruang ibadah. Sedangkan kesucian menjadi kebutuhan ibadah yang sah, sehingga menjadi kebutuhan utama yang sakral atau bukan tempat. Kata kunci: Demak, Masjid, Profane, Sakral PENDAHULUAN pusat kota dan berfungsi sebagai masjid Jami’, masjid negara kesultanan Demak Masjid Agung Demak adalah peninggalan pada zaman dahulu. sejarah Islam yang sampai saat ini masih ada di kota Demak. Masjid Agung Demak Purwanto (2014) berpendapat, sampai saat diyakini sebagai pusaka bagi tanah Jawa ini keberadaan citra Masjid Agung Demak dari masa awal kedatangan Islam, masih tinggi terbukti suasana religius dan khususnya bagi kerajaan-kerajaan Islam bangunan yang dianggap suci. Terlihat dari yang mengikutinya. Purwanto (2014) pengunjung yang datang berbondong- mengatakan bahwa Masjid Agung Demak bondong untuk beribadah dan berziarah ke merupakan salah satu artefak peninggalan makam-makam para sunan yang ada kebudayaan Kerajaan Demak yang masih disekitar Masjid Agung Demak. Mereka lengkap dan utuh. Artefak ini selesai yang datang ingin merasakan kesakralan dibangun pada tahun 1403 Caka atau 1481 suasana yang ada didalamnya dan Masehi. Masjid ini berdiri di atas tanah mengharapkan pahala serta keberkahan seluas kurang lebih 1,5 hektar di kawasan hidup. INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 13 Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) gagasan dapat dianggap sebagai kudus. Bangunan ibadah yang memiliki nilai Sedangkan profan adalah sesuatu yang kesakralan ditentukan dari nilai agama, biasa, umum, tidak dikuduskan, dan latar budaya, simbolisasi dan tujuan bersifat sementara. Sementara itu, Ustadz spiritualnya, karena bangunan yang Abu Ayub mengungkapkan bahwa memiliki nilai-nilai sakral akan terpancarkan mengingat salah satu makna sakral adalah pada tempat yang terbangun untuk keramat, terutama bagi masyarakat Jawa, menghasilkan makna dari simbol dan Islam lebih mengenal istilah suci atau akomodasi ritual pada sistem kepercayaan berkah. Suci adalah sesuatu yang terpisah yang dianut oleh masyarakat setempat dari sikap orang yang ingin menghormati (Marwoto, et.all, 2014). Fenomena ruang yang dilakukan karena ada manfaat pada Masjid Agung Demak memunculkan terhadap kehidupan sehari-hari. Jadi rasa keingintahuan dan ketertarikan sebenarnya anggapan itu hanya terletak mengenai bagaimana penggunaan ruang pada pemeluknya saja yang menyebabkan pada arsitektur Masjid Agung Demak yang timbulnya perbedaan pandangan. Tentang telah terjadi dan apa faktor-faktor yang wujud yang gaib disucikan, oleh karena menyebabkan ruang sakral dan profan mereka tidak dapat melihatnya, maka arsitektur bangunan masjid. realitasnya tidak dapat ditunjukkan, yang bagi orang lain adalah suatu yang tidak Schoggen dalam Sarwono (2002) ada. Namun bagi penganutnya, berpendapat, pengertian setting diartikan penghormatan itu benar-benar merupakan sebagai tatanan suatu lingkungan yang suatu yang suci, yang memungkinkan dapat mempengaruhi perilaku manusia, wujud yang disucikan itu terdapat di dalam artinya ditempat yang sama, perilaku diri para pemeluknya. Lebih jauh dari pada manusia dapat berbeda jika setingnya itu, wujud suci itu merupakan wujud yang (tatanannya) berbeda. Menurut Gobel dapat diselidiki secara empiris (Muhammad (2012 dalam Malangjudo, 2015) setting 2013). Sedangkan tempat suci adalah dapat terbagi menjadi dua bagian, yaitu tempat keilahian kekudusan, berbeda dari komponen bangunan dan properti. Properti tempat profan, karena inilah tempat tinggal adalah karakter atau kualitas dari yang ilahi. Tingkah laku di tempat yang komponen. Sedangkan komponen terdiri seperti ini diperhatikan menyangkut atas tiga kategori, yaitu komponen fixed, kemurnian dan hormatnya yang khusus, komponen semi fixed dan komponen non tidak seperti di tempat profan (Muhammad, fixed. Rapoport (1991) dalam Setiawan 2013). (2005), mengungkapkan bahwa ruang adalah ( َم ْس ِج دٌ) yang menjadi wadah dari aktivitas Secara bahasa, kata masjid diupayakan untuk memenuhi kemungkinan tempat yang dipakai untuk bersujud. kebutuhan yang diperlukan manusia, yang Kemudian maknanya meluas menjadi artinya menyediakan ruang yang bangunan khusus yang dijadikan orang- memberikan kepuasan bagi pemakainya. orang untuk tempat berkumpul menunaikan Setting terkait langsung dengan aktivitas shalat berjama’ah. Hal tersebut juga manusia sehingga dengan mengidentifikasi diperkuat dengan pernyataan Sumalyo sistem aktivitas atau perilaku yang terjadi (2006) mengungkapkan bahwa pada dalam suatu ruang ajan teridentifikasi pula hakekatnya, masjid adalah tempat untuk sistem settingnya yang terkait dengan melakukan segala aktivitas berkaitan keberadaan elemen dalam ruang. dengan kepatuhan kepada Allah semata. Oleh karena itu, masjid dapat diartikan Dhavamony (1995: 87) mengungkapkan lebih jauh, bukan hanya sekedar tempat bahwa yang sakral (kudus) adalah sesuatu bersujud, pensucian, tempat shalat dan yang terlindung dari pelanggaran, bertayamum, namun juga sebagai tempat pengacauan dan pencemaran. Yang sakral melaksanakan segala aktivitas kaum adalah sesuatu yang dihormati, dimuliakan, muslim berkaitan dengan kepatuhan dan tidak dapat dinodai. Dalam hal ini kepada Tuhan. pengertian tentang yang kudus tidak hanya terbatas pada agama, maka banyak objek, Fungsi masjid secara umum adalah untuk baik yang bersifat keagamaan maupun tempat umat Islam beribadah kepada Allah bukan, tindakan-tindakan, tempat-tempat, SWT. Ayub dkk (1996:7) mengatakan kebiasaan-kebiasaan dan gagasan- 14 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) bahwa selain untuk bersujud, masjid juga sakral dan profan di bangunan Masjid digunakan untuk : a) tempat kaum Agung Demak. Selain bertujuan untuk muslimin beribadat dan mendekatkan diri menemukan ruang sakral dan profan, kepada Allah SWT, b) tempat kaum Kajian ini juga bertujuan untuk menemukan muslimin beri’tikaf, membersihkan diri, faktor yang mempengaruhi terbentuknya menggembleng batin untuk membina ruang sakraldan profan tersebut. kesadaran dan mendapatkan pengalaman Lokasi Kajian yaitu Masjid Agung Demak batin/ keagamaan sehingga selalu yang terletak di sebelah barat alun-alun terpelihara keseimbangan jiwa dan raga kota Demak, Desa Kauman, Kecamatan serta keutuhan kepribadian, c) tempat Demak, Kabupaten Demak Provinsi Jawa musyawarah kaum muslimin guna Tengah. memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat, d) tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan kesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan. METODE Kajian ini menggunakan Kajian rasionalistik Gambar 1. Masjid Agung Demak pada saat ini dengan metode deduktif kualitatif. Kajian ini (sumber: http://www.idsejarah.net (diakses 30 menggunakan teori setting ruang sebagai November 2017) teori yang mendasari terbentuknya ruang Gambar 1. Lokasi Masjid Agung Demak (sumber: analisis penulis, 2017) Teknik pengumpulan data yang digunakan dan ruang yang nyaman untuk bersantai. adalah observasi (dilakukan dengan Observasi dilakukan untuk mendapatkan melakukan dokumentasi, pengukuran dan data