Ruang Sakral Dan Profan Dalam Arsitektur Masjid Agung Demak, Jawa Tengah

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Ruang Sakral Dan Profan Dalam Arsitektur Masjid Agung Demak, Jawa Tengah Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) RUANG SAKRAL DAN PROFAN DALAM ARSITEKTUR MASJID AGUNG DEMAK, JAWA TENGAH Dwindi Ramadhana1, Atyanto Dharoko2 1,2 Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan FT UGM Email: [email protected] ABSTRACT Demak Great Mosque is a mosque of historical heritage during the Islamic kingdoms in the 14th century. Until now, this mosque still has an important share for the community as a place of religious worship and considered sacred. Against this background and the social conditions of society have developed, there is an indication that the Great Mosque of Demak has its own meaning on the spaces within the mosque-related to sacred and profane. The purpose of this research is to identify the sacred and profane space in the architecture of the Grand Mosque of Demak and identify the factors that influence the formation of the properties of the space. This research uses rationalistic approach and deductive qualitative method. The result of this study reveals that in its use, the spaces at the Great Mosque of Demak are divided into a room that is not worldly (sacred) and the room that is worldly (profane). Space that is (not worldly) is liwan and pawestren. While the worldly room is pawestren and porch. Factors affecting the sanctity of space are physical barriers and holiness of worship space. While sanctity becomes a legitimate requirement of worship activities, so it becomes the main requirement of the sacred or not a place. Keywords: Demak, Mosque, Profane, Sacred ABSTRAK Masjid Agung Demak adalah masjid warisan sejarah selama kerajaan Islam di abad ke-14. Hingga saat ini, masjid ini masih memiliki andil penting bagi masyarakat sebagai tempat ibadah dan dianggap sakral. Dengan latar belakang ini dan kondisi sosial masyarakat telah berkembang, ada indikasi bahwa Masjid Agung Demak memiliki maknanya sendiri di ruang-ruang di dalam masjid yang berkaitan dengan sakral dan profan. Tujuan dari Kajian ini adalah untuk mengidentifikasi ruang sakral dan profan dalam arsitektur Masjidil Haram dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sifat ruang. Kajian ini menggunakan pendekatan rasionalistik dan metode kualitatif deduktif. Hasil Kajian ini mengungkapkan bahwa dalam penggunaannya, ruang di Masjid Agung Demak terbagi menjadi ruangan yang tidak bersifat duniawi (sakral) dan ruangan yang bersifat duniawi (profan). Ruang yang (bukan duniawi) adalah liwan dan pawestren. Sedangkan ruang duniawi adalah pawestren dan serambi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesucian ruang adalah penghalang fisik dan kesucian ruang ibadah. Sedangkan kesucian menjadi kebutuhan ibadah yang sah, sehingga menjadi kebutuhan utama yang sakral atau bukan tempat. Kata kunci: Demak, Masjid, Profane, Sakral PENDAHULUAN pusat kota dan berfungsi sebagai masjid Jami’, masjid negara kesultanan Demak Masjid Agung Demak adalah peninggalan pada zaman dahulu. sejarah Islam yang sampai saat ini masih ada di kota Demak. Masjid Agung Demak Purwanto (2014) berpendapat, sampai saat diyakini sebagai pusaka bagi tanah Jawa ini keberadaan citra Masjid Agung Demak dari masa awal kedatangan Islam, masih tinggi terbukti suasana religius dan khususnya bagi kerajaan-kerajaan Islam bangunan yang dianggap suci. Terlihat dari yang mengikutinya. Purwanto (2014) pengunjung yang datang berbondong- mengatakan bahwa Masjid Agung Demak bondong untuk beribadah dan berziarah ke merupakan salah satu artefak peninggalan makam-makam para sunan yang ada kebudayaan Kerajaan Demak yang masih disekitar Masjid Agung Demak. Mereka lengkap dan utuh. Artefak ini selesai yang datang ingin merasakan kesakralan dibangun pada tahun 1403 Caka atau 1481 suasana yang ada didalamnya dan Masehi. Masjid ini berdiri di atas tanah mengharapkan pahala serta keberkahan seluas kurang lebih 1,5 hektar di kawasan hidup. INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 13 Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) gagasan dapat dianggap sebagai kudus. Bangunan ibadah yang memiliki nilai Sedangkan profan adalah sesuatu yang kesakralan ditentukan dari nilai agama, biasa, umum, tidak dikuduskan, dan latar budaya, simbolisasi dan tujuan bersifat sementara. Sementara itu, Ustadz spiritualnya, karena bangunan yang Abu Ayub mengungkapkan bahwa memiliki nilai-nilai sakral akan terpancarkan mengingat salah satu makna sakral adalah pada tempat yang terbangun untuk keramat, terutama bagi masyarakat Jawa, menghasilkan makna dari simbol dan Islam lebih mengenal istilah suci atau akomodasi ritual pada sistem kepercayaan berkah. Suci adalah sesuatu yang terpisah yang dianut oleh masyarakat setempat dari sikap orang yang ingin menghormati (Marwoto, et.all, 2014). Fenomena ruang yang dilakukan karena ada manfaat pada Masjid Agung Demak memunculkan terhadap kehidupan sehari-hari. Jadi rasa keingintahuan dan ketertarikan sebenarnya anggapan itu hanya terletak mengenai bagaimana penggunaan ruang pada pemeluknya saja yang menyebabkan pada arsitektur Masjid Agung Demak yang timbulnya perbedaan pandangan. Tentang telah terjadi dan apa faktor-faktor yang wujud yang gaib disucikan, oleh karena menyebabkan ruang sakral dan profan mereka tidak dapat melihatnya, maka arsitektur bangunan masjid. realitasnya tidak dapat ditunjukkan, yang bagi orang lain adalah suatu yang tidak Schoggen dalam Sarwono (2002) ada. Namun bagi penganutnya, berpendapat, pengertian setting diartikan penghormatan itu benar-benar merupakan sebagai tatanan suatu lingkungan yang suatu yang suci, yang memungkinkan dapat mempengaruhi perilaku manusia, wujud yang disucikan itu terdapat di dalam artinya ditempat yang sama, perilaku diri para pemeluknya. Lebih jauh dari pada manusia dapat berbeda jika setingnya itu, wujud suci itu merupakan wujud yang (tatanannya) berbeda. Menurut Gobel dapat diselidiki secara empiris (Muhammad (2012 dalam Malangjudo, 2015) setting 2013). Sedangkan tempat suci adalah dapat terbagi menjadi dua bagian, yaitu tempat keilahian kekudusan, berbeda dari komponen bangunan dan properti. Properti tempat profan, karena inilah tempat tinggal adalah karakter atau kualitas dari yang ilahi. Tingkah laku di tempat yang komponen. Sedangkan komponen terdiri seperti ini diperhatikan menyangkut atas tiga kategori, yaitu komponen fixed, kemurnian dan hormatnya yang khusus, komponen semi fixed dan komponen non tidak seperti di tempat profan (Muhammad, fixed. Rapoport (1991) dalam Setiawan 2013). (2005), mengungkapkan bahwa ruang adalah ( َم ْس ِج دٌ) yang menjadi wadah dari aktivitas Secara bahasa, kata masjid diupayakan untuk memenuhi kemungkinan tempat yang dipakai untuk bersujud. kebutuhan yang diperlukan manusia, yang Kemudian maknanya meluas menjadi artinya menyediakan ruang yang bangunan khusus yang dijadikan orang- memberikan kepuasan bagi pemakainya. orang untuk tempat berkumpul menunaikan Setting terkait langsung dengan aktivitas shalat berjama’ah. Hal tersebut juga manusia sehingga dengan mengidentifikasi diperkuat dengan pernyataan Sumalyo sistem aktivitas atau perilaku yang terjadi (2006) mengungkapkan bahwa pada dalam suatu ruang ajan teridentifikasi pula hakekatnya, masjid adalah tempat untuk sistem settingnya yang terkait dengan melakukan segala aktivitas berkaitan keberadaan elemen dalam ruang. dengan kepatuhan kepada Allah semata. Oleh karena itu, masjid dapat diartikan Dhavamony (1995: 87) mengungkapkan lebih jauh, bukan hanya sekedar tempat bahwa yang sakral (kudus) adalah sesuatu bersujud, pensucian, tempat shalat dan yang terlindung dari pelanggaran, bertayamum, namun juga sebagai tempat pengacauan dan pencemaran. Yang sakral melaksanakan segala aktivitas kaum adalah sesuatu yang dihormati, dimuliakan, muslim berkaitan dengan kepatuhan dan tidak dapat dinodai. Dalam hal ini kepada Tuhan. pengertian tentang yang kudus tidak hanya terbatas pada agama, maka banyak objek, Fungsi masjid secara umum adalah untuk baik yang bersifat keagamaan maupun tempat umat Islam beribadah kepada Allah bukan, tindakan-tindakan, tempat-tempat, SWT. Ayub dkk (1996:7) mengatakan kebiasaan-kebiasaan dan gagasan- 14 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) bahwa selain untuk bersujud, masjid juga sakral dan profan di bangunan Masjid digunakan untuk : a) tempat kaum Agung Demak. Selain bertujuan untuk muslimin beribadat dan mendekatkan diri menemukan ruang sakral dan profan, kepada Allah SWT, b) tempat kaum Kajian ini juga bertujuan untuk menemukan muslimin beri’tikaf, membersihkan diri, faktor yang mempengaruhi terbentuknya menggembleng batin untuk membina ruang sakraldan profan tersebut. kesadaran dan mendapatkan pengalaman Lokasi Kajian yaitu Masjid Agung Demak batin/ keagamaan sehingga selalu yang terletak di sebelah barat alun-alun terpelihara keseimbangan jiwa dan raga kota Demak, Desa Kauman, Kecamatan serta keutuhan kepribadian, c) tempat Demak, Kabupaten Demak Provinsi Jawa musyawarah kaum muslimin guna Tengah. memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat, d) tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan kesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan. METODE Kajian ini menggunakan Kajian rasionalistik Gambar 1. Masjid Agung Demak pada saat ini dengan metode deduktif kualitatif. Kajian ini (sumber: http://www.idsejarah.net (diakses 30 menggunakan teori setting ruang sebagai November 2017) teori yang mendasari terbentuknya ruang Gambar 1. Lokasi Masjid Agung Demak (sumber: analisis penulis, 2017) Teknik pengumpulan data yang digunakan dan ruang yang nyaman untuk bersantai. adalah observasi (dilakukan dengan Observasi dilakukan untuk mendapatkan melakukan dokumentasi, pengukuran dan data
Recommended publications
  • Book of Abstrak SIM#1
    KATA PENGANTAR Pendekatan multi disiplin dalam memecahkan persoalan keberlanjutan dan kelayakan ruang huni diperlukan sehingga capaian dapat ditinjau dari berbagai aspek. Oleh karena itu dibutuhkan forum yang memberi peluang semua pihak saling membagi pengetahuan dan gagasan. Seminar adalah sebuah wadah yang sesuai bagi para akademisi, professional, penentu kebijakan serta kelompok pemerhati lainnya untuk mempublikasikan hasil karya kreatif dan mengkomunikasikan gagasan inovatif, sebagai upaya bersama meningkatkan kualitas keberlanjutan dan kelayakan ruang huni melalui pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Seminar yang diselenggarakan adalah seminar nasional serial dengan penamaan Seminar Intelektual Muda. 11 April 2019 merupakan momen penting untuk mengawali penyelenggaraan Seminar Intelektual Muda #1 dengan tema : “Keberlanjutan Ruang Layak Huni Berbasis Kearifan Lokal: Inovasi Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Terbangun”. Tema tersebut terinspirasi dari kesadaran tentang perlunya kesiapan intelektualitas komunitas muda dalam menghadapi era globalisasi dan perkembangan IPTEKSEN dengan mempertimbangkan kearifan lokal sehingga bermanfaat untuk kepentingan rekayasa lingkungan terbangun. Komunitas intelektual muda adalah garda depan dan generasi penerus bangsa yang memiliki tanggung jawab besar untuk melahirkan inovasi-inovasi kreatif sehingga dapat memberlanjutkan dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat di masa datang. Berkarya dan terus berinovasi secara bersama, dari
    [Show full text]
  • The Influence of Hindu, Buddhist, and Chinese Culture on the Shapes of Gebyog of the Javenese Traditional Houses
    Arts and Design Studies www.iiste.org ISSN 2224-6061 (Paper) ISSN 2225-059X (Online) Vol.79, 2019 The Influence of Hindu, Buddhist, and Chinese Culture on the Shapes of Gebyog of the Javenese Traditional Houses Joko Budiwiyanto 1 Dharsono 2 Sri Hastanto 2 Titis S. Pitana 3 Abstract Gebyog is a traditional Javanese house wall made of wood with a particular pattern. The shape of Javanese houses and gebyog develop over periods of culture and government until today. The shapes of gebyog are greatly influenced by various culture, such as Hindu, Buddhist, Islamic, and Chinese. The Hindu and Buddhist influences of are evident in the shapes of the ornaments and their meanings. The Chinese influence through Islamic culture developing in the archipelago is strong, mainly in terms of the gebyog patterns, wood construction techniques, ornaments, and coloring techniques. The nuance has been felt in the era of Majapahit, Demak, Mataram and at present. The use of ganja mayangkara in Javanese houses of the Majapahit era, the use of Chinese-style gunungan ornaments at the entrance to the Sunan Giri tomb, the saka guru construction technique of Demak mosque, the Kudusnese and Jeparanese gebyog motifs, and the shape of the gebyog patangaring of the house. Keywords: Hindu-Buddhist influence, Chinese influence, the shape of gebyog , Javanese house. DOI : 10.7176/ADS/79-09 Publication date: December 31st 2019 I. INTRODUCTION Gebyog , according to the Javanese-Indonesian Dictionary, is generally construed as a wooden wall. In the context of this study, gebyog is a wooden wall in a Javanese house with a particular pattern.
    [Show full text]
  • Denis Micheal Rohan Ushering in the Apocalypse Contents
    Denis Micheal Rohan Ushering in the Apocalypse Contents 1 Denis Michael Rohan 1 1.1 Motives .................................................. 1 1.2 Response ................................................. 2 1.2.1 Israeli Chief Rabbinate response ................................. 2 1.2.2 Arab/Muslim reactions ...................................... 2 1.3 See also .................................................. 3 1.4 References ................................................. 3 1.5 External links ............................................... 3 2 Mosque 4 2.1 Etymology ................................................. 5 2.2 History .................................................. 5 2.2.1 Diffusion and evolution ...................................... 6 2.2.2 Conversion of places of worship ................................. 9 2.3 Religious functions ............................................ 10 2.3.1 Prayers .............................................. 11 2.3.2 Ramadan events .......................................... 11 2.3.3 Charity .............................................. 12 2.4 Contemporary political roles ....................................... 12 2.4.1 Advocacy ............................................. 13 2.4.2 Social conflict ........................................... 14 2.4.3 Saudi influence .......................................... 14 2.5 Architecture ................................................ 15 2.5.1 Styles ............................................... 15 2.5.2 Minarets .............................................
    [Show full text]
  • The Elements of Local and Non-Local Mosque Architecture for Analysis of Mosque Architecture Changes in Indonesia
    The International Journal of Engineering and Science (IJES) || Volume || 7 || Issue || 12 Ver.I || Pages || PP 08-16 || 2018 || ISSN (e): 2319 – 1813 ISSN (p): 23-19 – 1805 The Elements of Local and Non-Local Mosque Architecture for Analysis of Mosque Architecture Changes in Indonesia Budiono Sutarjo1, Endang Titi Sunarti Darjosanjoto2, Muhammad Faqih2 1Student of Doctoral Program, Department of Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia 2Senior Lecturer, Department of Architecture, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Indonesia Corresponding Author : Budiono Sutarjo --------------------------------------------------------ABSTRACT---------------------------------------------------------- The mosque architecture that deserves to use as a starting point in the analysis of architectural changes in Indonesian mosques is the Wali mosque as an early generation mosque in Indonesia. As a reference, the architectural element characteristic of Wali mosque (local mosque) needs to be known, so that this paper aims to find a description of a local mosque (Wali mosque), and also description of architectural elements of non- local mosques (mosques with foreign cultural context) because one of the causes of changes in mosque architecture is cultural factors. The findings of this paper are expected to be input for further studies on the details of physical changes in the architectural elements of mosques in Indonesia. The study subjects taken were 6 Wali mosques that were widely known by the Indonesian Muslim community as Wali mosques and 6 non-local mosques that were very well known and frequently visited by Indonesian Muslim communities. Data obtained from literature studies, interviews and observations. The analysis is done by sketching from visual data, critiquing data, making interpretations, making comparisons and compiling the chronology of the findings.
    [Show full text]
  • Claude Guillot
    B a n t e n in 1678 Claude Guillot Cities undergo a continual change under the action of men, especially when they grow into successful centers of trade and communication where new ideas flow as well as gold and silver. And the passing of time does not diminish this truth—which explains the precise date given in the title above. Banten in 1678 was no longer the town that the Company of Comelis de Houtman had discovered eighty years before, as modem Jakarta is no longer the ancient city that it was at the turn of this century. Though it may seem an arbitrary choice, the year 1676 meets four requirements: Banten was still independent; the 1670s defi­ nitely were the most prosperous period in the history of this kingdom which was able to adapt itself to a new political and economic situation, with the growing participation of Westerners in the Asian seaborne trade; Sultan Ageng—the old sultan, according to the accurate translation of his contemporaries—had not yet given full authority to his eldest son, who already was his heir and viceroy and would later be known as Sultan Haji, but was still called the young sultan—sultan anom—at this time; and this transfer of power would modify even the appearance of the town; furthermore, in 1678, the conflict with Batavia about Cirebon broke out, conflict that would end with the fall of the Javanese kingdom. Banten on a map looked the ideal port. The city was located on the confluence of two great international seaways, the Malacca and Sunda straits, which were kept under almost total control by Bantenese possessions in the south of Sumatra.
    [Show full text]
  • DAFTAR FUSTAKA Buku Dan Jurnal Aboebakar, H, 1955. Sedjarah
    204 DAFTAR FUSTAKA Buku dan Jurnal Aboebakar, H, 1955. Sedjarah Mesdjid dan Amal Ibadah Dalamnja, Toko Buku Fadil : DJakarta Daulima , Farha ,1971. Mengenal Situs/ Benda Cagar Budaya di Provinsi Gorontalo, Galeri Budaya Daerah “LSM MBU’I BUNGALE : provinsi Gorontalo Dorno, Jeksi , 2014. Bentuk dan Makna Simbolik Ornamen Ukir pada Interior Masjid Gedhe Yogyakarta, Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni : Universitas Negeri Yogyakarta Edy , Kartika Purnomo,2017. Bentuk dan Makna Simbolik Pada Mihrab Masjid Raya Al-muttaqun Prambanan Klaten, Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni :Universitas Negeri Yogyakarta Djalari, Yusuf Efendi , 1991. Arsitektur, Badan Pelaksana Festival Istiqlal, : Bandung Gazalba Sidi , 1975. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Pustaka Antara :Jakarta Gunawan, Tjahjono, 2002. Arsitektur ,Indonesian Heritagei, buku antar bangsa untuk Grolier international : jakarta Hidayatullah ,Syarif IAIN, 2002 . Ensiklopedi Islam Indonesia Jilid II, : Djambatan 205 Hoop, Van der A.N.J. Th. A Th, 1949. Indonesische Siermoiteven Ragam –ragam Perhiasan Indonesia, : Batavia Gennotscahp Israr, Chazanatul,1978 . Sejarah Kesenian Islam , Bulan bintang, Cetakan kedua: Jakarta Kaluku, Syamsuri. Sejarah Masjid Hunto Sultan Amay Gorontalo 886 H/ 1495 M : Yayasan Hunto Heriyanto Talib Ramadhan Bagus Panuntun, Imam, 2018. Bentuk dan Makna pada Ragam Hias masjid Jami’ Piti Muhammad Cheng Hoo Purbalingga, Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan Jurusan Pendidikan Seni rupa Fakultas Bahasa dan Seni : Universitas Negeri Yogyakarta Rochym, Abdul, 1983. Masjid Dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia , Angkasa : Bandung Rochym, Abdul,1983. Sejarah Arsitektur Islam , Angkasa : Bandung Rohidi ,Tjetjep Rohendi, 2011. Metodologi Penelitian Seni, Cipta Prima Nusantara Rony h. 2014. Kajian Ikonografi Arsitektur dan Interior Masjid Kristal Khadija ,Yayasan Budi Mulia dua , Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta: Yogyakarta Setiawan , Agus, 2009.
    [Show full text]
  • The Royal Mosques in Indonesia from 16Th to Early 20Th Centuries As a Power Representation
    I.P. Nasution, Int. J. of Herit. Archit., Vol. 1, No. 3 (2017) 494–502 THE ROYAL MOSQUES IN INDONESIA FROM 16TH TO EARLY 20TH CENTURIES AS A POWER REPRESENTATION ISMAN Pratama NASUTION Department of Archaeology, Faculty of Humanities, Universitas Indonesia, Indonesia. ABstract This study describes the characteristics of the royal mosques in Indonesia from the 16th century to the early 20th century through the architectural and archaeological study of the building’s components. Royal mosques are meaningful in the concept of building because they are the places for sultans and their people to pray, and these mosques are located in the capital cities of the Islamic empires that rep- resent the sultans and became the identity of the characters of the Islamic empires in the past. Through architectural and archaeological studies of several kingdom’s mosques in Java, Sumatra, Borneo, Sulawesi and North Maluku, this research observes the data with the context of space (spatial) with the central government (the palace), squares, markets, tombs and other buildings of a king. In addition, this paper studied the aspects of power relations with the palace mosque as the centre of power, to reveal the power of representation in the mosque, with attention to the style of the building and ritual. The results obtained show that the royal mosques in Indonesia have special characteristics displayed in the building form and the local ritual practices that are different from non-royal mosques and the mosques outside of Indonesia as a strategy and resistance against global Islamic power relations in the past. Keywords: identity and resistance, royal mosque, the representation of power.
    [Show full text]
  • The Role of Chinese in Coming of Islam to Indonesia: Teaching Materials Development Based on Multiculturalism
    Paramita:Paramita: Historical Historical Studies Studies Journal, Journal, 27 (2),27(2), 2017: 2017 238 -248 ISSN: 0854-0039, E-ISSN: 2407-5825 DOI: http://dx.doi.org/10.15294/paramita.v27i2.8660 THE ROLE OF CHINESE IN COMING OF ISLAM TO INDONESIA: TEACHING MATERIALS DEVELOPMENT BASED ON MULTICULTURALISM Hendra Kurniawan Department of History Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta ABSTRACT ABSTRAK The aim of this research was to describe the Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan role of Chinese in coming of Islam to Indone- peran Tionghoa dalam masuknya Islam ke sia in XV-XVI century and developed it into a Indonesia pada abad XV-XVI dan mengem- history teaching materials based on multicul- bangkannya menjadi bahan ajar sejarah ber- turalism. It was a library research with histori- basis multikulturalisme. Penelitian ini merupa- cal approach. Data that were obtained from kan penelitian kepustakaan dengan pendeka- various sources analyzed by qualitatively de- tan historis. Data yang diperoleh dari berbagai scriptive into teaching materials integrated sumber dianalisis secara kualitatif deskriptif into curriculum. The results showed that there menjadi bahan ajar untuk diintegrasikan ke were some historical facts, strengthen the role dalam kurikulum. Hasil penelitian menunjuk- of Chinese in the coming of Islam to Indonesia kan bahwa terdapat berbagai fakta sejarah in the XV-XVI centuries. The study compiled yang menguatkan peran Tionghoa dalam ma- into teaching materials that can be integrated suknya Islam ke Indonesia pada abad XV- into curriculum 2013 on Indonesian History XVI. Kajian tersebut disusun menjadi bahan subjects for high school class X. Developed ajar yang dapat diintegrasikan ke dalam Ku- teaching materials can disseminated multicul- rikulum 2013 pada mata pelajaran Sejarah turalism values in students to realize a harmo- Indonesia untuk SMA kelas X.
    [Show full text]
  • The Oldest Mosques in Malacca: History and Main Components of Mosques
    ` International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences Vol. 9 , No. 7, July, 2019, E-ISSN: 2222-6990 © 2019 HRMARS The Oldest Mosques in Malacca: History and Main Components of Mosques Nor Adina Abdul Kadir, Mohd Farhan Abd Rahman, S. Salahudin Suyurno To Link this Article: http://dx.doi.org/10.6007/IJARBSS/v9-i7/6131 DOI: 10.6007/IJARBSS/v9-i7/6131 Received: 22 May 2019, Revised: 11 June 2019, Accepted: 05 July 2019 Published Online: 27 July 2019 In-Text Citation: (Kadir, Rahman, & Suyurno, 2019) To Cite this Article: Kadir, N. A. A., Rahman, M. F. A., & Suyurno, S. S. (2019). The Oldest Mosques in Malacca: History and Main Components of Mosques. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 9(7), 386–397. Copyright: © 2019 The Author(s) Published by Human Resource Management Academic Research Society (www.hrmars.com) This article is published under the Creative Commons Attribution (CC BY 4.0) license. Anyone may reproduce, distribute, translate and create derivative works of this article (for both commercial and non-commercial purposes), subject to full attribution to the original publication and authors. The full terms of this license may be seen at: http://creativecommons.org/licences/by/4.0/legalcode Vol. 9, No. 7, 2019, Pg. 386 - 397 http://hrmars.com/index.php/pages/detail/IJARBSS JOURNAL HOMEPAGE Full Terms & Conditions of access and use can be found at http://hrmars.com/index.php/pages/detail/publication-ethics 386 International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences Vol. 9 , No. 7, July, 2019, E-ISSN: 2222-6990 © 2019 HRMARS The Oldest Mosques in Malacca: History and Main Components of Mosques Nor Adina Abdul Kadir1, Mohd Farhan Abd Rahman2, Assoc.
    [Show full text]
  • ASEAN Tourism Investment Guide
    ASEAN Tourism Investment Guide Design and Layout Sasyaz Kreatif Sdn. Bhd. (154747-K) Printer Sasyaz Holdings Sdn. Bhd. (219275-V) [email protected] Copyright © ASEAN National Tourism Organisations Published by : ASEAN National Tourism Organisations First published April 2008 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced or transmitted in any form or by any means, electronic or mechanical, including photography, recording or any other information storage and retrieval system, without prior permission in writing from the publishers. C o n t e n t s Page Preface 5 Asean Fast Fact 6 Brunei Darussalam 7 Cambodia 11 Indonesia 31 Lao PDR 67 Malaysia 81 Myanmar 115 Philippines 137 Singapore 199 Thailand 225 Viet Nam 241 P r e f a c e Tourism is one of the main priority sectors for ASEAN economic integration as envisaged in the Vientiane Action Programme (VAP). The ASEAN National Tourism Organizations (ASEAN NTOs) formulated a Plan of Action for ASEAN Co-operation in Tourism which includes the facilitation of investment within the region. Tourism has become a key industry and an important generator of income and employment for countries in the region. The rapid growth of tourism in recent years has attracted the interest of potential investors who are keen to be involved in this industry. One of the measures under the Implementation of Roadmap for Integration of Tourism Sector (Tourism Investment) is the Incentives for Development of Tourism Infrastructure (Measure no. 20). The objective of this measure is to provide incentives for the development of tourism infrastructure so as to encourage private investment in the ASEAN countries coming from investors within and outside the region.
    [Show full text]
  • Book of Proceeding
    BOOK OF PROCEEDING 1 Committee Persons in Charge Prof. Dr. Ir. Achmad Jazidie, M.Eng. (Rector of Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Prof. Dato’ Ts. Dr. Noor Azizi Bin Ismail (Vice Chancellor of Universiti Malaysia Kelantan) General Chair Dr. Ubaidillah Zuhdi (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Vice General Chair Prof. Madya Dr. Nik Yusri Bin Musa (Universiti Malaysia Kelantan) Secretaries Evi Ernawati, S.Kep., Ns. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Dr. Fairuz A’dilah Rusdi (Universiti Malaysia Kelantan) Treasurers Edza Aria Wikurendra, S.KL., M.KL. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Nur Hernani Binti Shamsuddin (Universiti Malaysia Kelantan) iii Organizing Committee Dr. Teguh Herlambang, S.Si., M.Si. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Muhammad Afwan Romdhoni, S.H.I., M.Ag. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Fifi Khoirul Fitriyah, S.Pd., M.Pd. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Rizqi Putri Nourma Budiarti, S.T., M.T. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Dr. Najihah Mahmud (Universiti Malaysia Kelantan) Dr. Azman Bidin (Universiti Malaysia Kelantan) Alia Nadhirah Binti Ahmad Kamal (Universiti Malaysia Kelantan) Ima Kurniastuti, S.T., M.T. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Ach. Fauzi, S.Kep., Ns. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Hendik Eko Saputro, S.Kep., Ns. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Mohammad Affiq Bin Kamarul Azlan (Universiti Malaysia Kelantan) Rukayani, S.E. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Rizki Amalia, S.ST., M.PH. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Akhwani, S.Pd., M.Pd. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Tri Atmoko, S.E. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Abdul Hakim Zakkiy Fasya, S.KM., M.KL. (Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya) Wan Mohd Healmie Bin Wan Jaafar (Universiti Malaysia Kelantan) Dr. Istas Pratomo, S.T., M.T.
    [Show full text]
  • Archaeological Remains of Banten Lama Archaeological Remains of Banfen Lama Archaeological Remains of Banten Lama
    archaeological remains of banten lama archaeological remains of banfen lama archaeological remains of banten lama Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Copyright Pusat Penelitian Arkeologi Nasional National Research Centre of Archaeology) 1998 Plan of Archaeological Site at Banten Lama 7 Introduction A. Historical background of Banten 1. Banten prior to the 14th Century Reports of historical sources on Banten from the period prior to the 16th Century are not to be found, but at least between the 12th to the 15th centu• ries Banten was already a harbour for the kingdom of Sunda. According to ten Dam, in the vicinity of Pajajaran, capital of the kingdom of Sunda, which was situated near the present town of Bogor, were found to land-routes connecting the coast with the capital (ten Dam, 1957 : 29). The rivers flowing from the Fortress and Royal Palace ot Surasowan interior down to the north coast of Java were already used as connecting routes between the interior and the coastal area. One of the land-routes was the road from Pajajaran via Jasinga, turning northwards at Rangkasbitung, ending at Banten Girang, about 3 kilometres south of the present town of Serang (some 13 kilometres from Banten Lama). Considering the name Banten Girang (up- streams Banten), we may assume the possibility of the existence of a Banten Hilir (downstreams Banten). But was there indeed such a town by that name, and if so, could it perhaps be identified with the present town of Banten Lama. 9 When Tome Pires visited Banten in 1513, it was still an insignificant har• bour, though already mentioned as being the second largest harbour of the kingdom of Sunda, after Sunda Kelapa.
    [Show full text]