Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

RUANG SAKRAL DAN PROFAN DALAM ARSITEKTUR MASJID AGUNG DEMAK, JAWA TENGAH

Dwindi Ramadhana1, Atyanto Dharoko2 1,2 Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan FT UGM Email: [email protected]

ABSTRACT

Demak Great is a mosque of historical heritage during the Islamic kingdoms in the 14th century. Until now, this mosque still has an important share for the community as a place of religious worship and considered sacred. Against this background and the social conditions of society have developed, there is an indication that the Great Mosque of Demak has its own meaning on the spaces within the mosque-related to sacred and profane. The purpose of this research is to identify the sacred and profane space in the architecture of the Grand Mosque of Demak and identify the factors that influence the formation of the properties of the space. This research uses rationalistic approach and deductive qualitative method. The result of this study reveals that in its use, the spaces at the Great Mosque of Demak are divided into a room that is not worldly (sacred) and the room that is worldly (profane). Space that is (not worldly) is liwan and pawestren. While the worldly room is pawestren and porch. Factors affecting the sanctity of space are physical barriers and holiness of worship space. While sanctity becomes a legitimate requirement of worship activities, so it becomes the main requirement of the sacred or not a place.

Keywords: Demak, Mosque, Profane, Sacred

ABSTRAK

Masjid Agung Demak adalah masjid warisan sejarah selama kerajaan di abad ke-14. Hingga saat ini, masjid ini masih memiliki andil penting bagi masyarakat sebagai tempat ibadah dan dianggap sakral. Dengan latar belakang ini dan kondisi sosial masyarakat telah berkembang, ada indikasi bahwa Masjid Agung Demak memiliki maknanya sendiri di ruang-ruang di dalam masjid yang berkaitan dengan sakral dan profan. Tujuan dari Kajian ini adalah untuk mengidentifikasi ruang sakral dan profan dalam arsitektur Masjidil Haram dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sifat ruang. Kajian ini menggunakan pendekatan rasionalistik dan metode kualitatif deduktif. Hasil Kajian ini mengungkapkan bahwa dalam penggunaannya, ruang di Masjid Agung Demak terbagi menjadi ruangan yang tidak bersifat duniawi (sakral) dan ruangan yang bersifat duniawi (profan). Ruang yang (bukan duniawi) adalah liwan dan pawestren. Sedangkan ruang duniawi adalah pawestren dan serambi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesucian ruang adalah penghalang fisik dan kesucian ruang ibadah. Sedangkan kesucian menjadi kebutuhan ibadah yang sah, sehingga menjadi kebutuhan utama yang sakral atau bukan tempat.

Kata kunci: Demak, Masjid, Profane, Sakral

PENDAHULUAN pusat kota dan berfungsi sebagai masjid Jami’, masjid negara kesultanan Demak Masjid Agung Demak adalah peninggalan pada zaman dahulu. sejarah Islam yang sampai saat ini masih ada di kota Demak. Masjid Agung Demak Purwanto (2014) berpendapat, sampai saat diyakini sebagai pusaka bagi tanah Jawa ini keberadaan citra Masjid Agung Demak dari masa awal kedatangan Islam, masih tinggi terbukti suasana religius dan khususnya bagi kerajaan-kerajaan Islam bangunan yang dianggap suci. Terlihat dari yang mengikutinya. Purwanto (2014) pengunjung yang datang berbondong- mengatakan bahwa Masjid Agung Demak bondong untuk beribadah dan berziarah ke merupakan salah satu artefak peninggalan makam-makam para sunan yang ada kebudayaan Kerajaan Demak yang masih disekitar Masjid Agung Demak. Mereka lengkap dan utuh. Artefak ini selesai yang datang ingin merasakan kesakralan dibangun pada tahun 1403 Caka atau 1481 suasana yang ada didalamnya dan Masehi. Masjid ini berdiri di atas tanah mengharapkan pahala serta keberkahan seluas kurang lebih 1,5 hektar di kawasan hidup.

INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 13

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

gagasan dapat dianggap sebagai kudus. Bangunan ibadah yang memiliki nilai Sedangkan profan adalah sesuatu yang kesakralan ditentukan dari nilai agama, biasa, umum, tidak dikuduskan, dan latar budaya, simbolisasi dan tujuan bersifat sementara. Sementara itu, Ustadz spiritualnya, karena bangunan yang Abu Ayub mengungkapkan bahwa memiliki nilai-nilai sakral akan terpancarkan mengingat salah satu makna sakral adalah pada tempat yang terbangun untuk keramat, terutama bagi masyarakat Jawa, menghasilkan makna dari simbol dan Islam lebih mengenal istilah suci atau akomodasi ritual pada sistem kepercayaan berkah. Suci adalah sesuatu yang terpisah yang dianut oleh masyarakat setempat dari sikap orang yang ingin menghormati (Marwoto, et.all, 2014). Fenomena ruang yang dilakukan karena ada manfaat pada Masjid Agung Demak memunculkan terhadap kehidupan sehari-hari. Jadi rasa keingintahuan dan ketertarikan sebenarnya anggapan itu hanya terletak mengenai bagaimana penggunaan ruang pada pemeluknya saja yang menyebabkan pada arsitektur Masjid Agung Demak yang timbulnya perbedaan pandangan. Tentang telah terjadi dan apa faktor-faktor yang wujud yang gaib disucikan, oleh karena menyebabkan ruang sakral dan profan mereka tidak dapat melihatnya, maka arsitektur bangunan masjid. realitasnya tidak dapat ditunjukkan, yang bagi orang lain adalah suatu yang tidak Schoggen dalam Sarwono (2002) ada. Namun bagi penganutnya, berpendapat, pengertian setting diartikan penghormatan itu benar-benar merupakan sebagai tatanan suatu lingkungan yang suatu yang suci, yang memungkinkan dapat mempengaruhi perilaku manusia, wujud yang disucikan itu terdapat di dalam artinya ditempat yang sama, perilaku diri para pemeluknya. Lebih jauh dari pada manusia dapat berbeda jika setingnya itu, wujud suci itu merupakan wujud yang (tatanannya) berbeda. Menurut Gobel dapat diselidiki secara empiris (Muhammad (2012 dalam Malangjudo, 2015) setting 2013). Sedangkan tempat suci adalah dapat terbagi menjadi dua bagian, yaitu tempat keilahian kekudusan, berbeda dari komponen bangunan dan properti. Properti tempat profan, karena inilah tempat tinggal adalah karakter atau kualitas dari yang ilahi. Tingkah laku di tempat yang komponen. Sedangkan komponen terdiri seperti ini diperhatikan menyangkut atas tiga kategori, yaitu komponen fixed, kemurnian dan hormatnya yang khusus, komponen semi fixed dan komponen non tidak seperti di tempat profan (Muhammad, fixed. Rapoport (1991) dalam Setiawan 2013). (2005), mengungkapkan bahwa ruang adalah ( َم ْس ِج دٌ) yang menjadi wadah dari aktivitas Secara bahasa, kata masjid diupayakan untuk memenuhi kemungkinan tempat yang dipakai untuk bersujud. kebutuhan yang diperlukan manusia, yang Kemudian maknanya meluas menjadi artinya menyediakan ruang yang bangunan khusus yang dijadikan orang- memberikan kepuasan bagi pemakainya. orang untuk tempat berkumpul menunaikan Setting terkait langsung dengan aktivitas shalat berjama’ah. Hal tersebut juga manusia sehingga dengan mengidentifikasi diperkuat dengan pernyataan Sumalyo sistem aktivitas atau perilaku yang terjadi (2006) mengungkapkan bahwa pada dalam suatu ruang ajan teridentifikasi pula hakekatnya, masjid adalah tempat untuk sistem settingnya yang terkait dengan melakukan segala aktivitas berkaitan keberadaan elemen dalam ruang. dengan kepatuhan kepada Allah semata. Oleh karena itu, masjid dapat diartikan Dhavamony (1995: 87) mengungkapkan lebih jauh, bukan hanya sekedar tempat bahwa yang sakral (kudus) adalah sesuatu bersujud, pensucian, tempat shalat dan yang terlindung dari pelanggaran, bertayamum, namun juga sebagai tempat pengacauan dan pencemaran. Yang sakral melaksanakan segala aktivitas kaum adalah sesuatu yang dihormati, dimuliakan, muslim berkaitan dengan kepatuhan dan tidak dapat dinodai. Dalam hal ini kepada Tuhan. pengertian tentang yang kudus tidak hanya terbatas pada agama, maka banyak objek, Fungsi masjid secara umum adalah untuk baik yang bersifat keagamaan maupun tempat umat Islam beribadah kepada Allah bukan, tindakan-tindakan, tempat-tempat, SWT. Ayub dkk (1996:7) mengatakan kebiasaan-kebiasaan dan gagasan-

14 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) bahwa selain untuk bersujud, masjid juga sakral dan profan di bangunan Masjid digunakan untuk : a) tempat kaum Agung Demak. Selain bertujuan untuk muslimin beribadat dan mendekatkan diri menemukan ruang sakral dan profan, kepada Allah SWT, b) tempat kaum Kajian ini juga bertujuan untuk menemukan muslimin beri’tikaf, membersihkan diri, faktor yang mempengaruhi terbentuknya menggembleng batin untuk membina ruang sakraldan profan tersebut. kesadaran dan mendapatkan pengalaman Lokasi Kajian yaitu Masjid Agung Demak batin/ keagamaan sehingga selalu yang terletak di sebelah barat alun-alun terpelihara keseimbangan jiwa dan raga kota Demak, Desa Kauman, Kecamatan serta keutuhan kepribadian, c) tempat Demak, Kabupaten Demak Provinsi Jawa musyawarah kaum muslimin guna Tengah. memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat, d) tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan kesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan.

METODE

Kajian ini menggunakan Kajian rasionalistik Gambar 1. Masjid Agung Demak pada saat ini dengan metode deduktif kualitatif. Kajian ini (sumber: http://www.idsejarah.net (diakses 30 menggunakan teori setting ruang sebagai November 2017) teori yang mendasari terbentuknya ruang

Gambar 1. Lokasi Masjid Agung Demak (sumber: analisis penulis, 2017)

Teknik pengumpulan data yang digunakan dan ruang yang nyaman untuk bersantai. adalah observasi (dilakukan dengan Observasi dilakukan untuk mendapatkan melakukan dokumentasi, pengukuran dan data per hari dari Senin sampai Ahad pada pengamtan). Observasi di sini adalah setiap jeda waktu shalat. Cara mencari dat pengamatan terhadap aktifitas ayang kedua adalah dengan literatur. Studi pengunjung, observasi penggunaan literatur dilakukan pada tinjauan pustaka, ruang-ruang untuk mengidentifikasi ruang- teori-teori dan konsep yang berkaitan ruang yang dianggap suci untuk beribadah dengan Kajian ini, studi literatur ini

INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 15

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) dilakukan sebgai bacground knowledge dalam Kajian ini. Literatur yang digunakan antara lain buku, jurnal, foto, sketsa, sumber internet, dan e-book. HASIL DAN PEMBAHASAN Selanjutnya melakukan penyebaran kuesioner, daftar pertanyaan yang dibuat Identifikasi ruang sakral dan profan terbagi secara terstruktur dengan bentuk menjadi tiga bagian, yaitu berdasarkan pertanyaan terbuka (open question). alur kegiatan pengunjung, berdasarkan Metode ini digunakan untuk memperoleh jenis kegiatan yang dilakukan di Masjid data tentang aktifitas yang dilakukan oleh Agung Demak dan berdasarkan hasil pengunjung selama berada di masjid, kuesioner. Identifikasi ruang berdasarkan ruang-ruang mana saja yang kegiatan pengunjung Masjid Agung Demak dipergunakan dan persepsi pengunjung menghasilkan ruang-ruang yang mengenai sakral dan profan ruang di dipergunakan oleh pengunjung untuk Masjid Agung Demak. Dan cara terakhir melakukan aktifitasnya di masjid. adalah dengan melakukan wawancara yang dilakukan kepada takmir masjid untuk mengetahui data mengenai sejarah bentukan fisik bangunan masjid dan penggunaan ruang-ruang di dalam masjid pada masa itu, aktifitas keseharian dari pengunjung masjid, penggunaan ruang- ruang di masjid pada hari biasa maupun hari-hari besar.

Metode analisis yang dilakukan dalam Gambar 3. Pemetaan berdasarkan Alur Kegiatan Kajian ini dilakukan dalam beberapa (sumber: analisis penulis, 2017) langkah, di antaranya sebagai berikut: 1) Ruang yang masuk kategori sakral adalah Menggali secara luas tentang Liwan, Pawestren, Paseban, Tajuk, perkembangan arsitektur pada masjid di Cungkup Makam Sultan Trengono, Makam bangunan Masjid Agung Demak dan Makam Maolana Al- berdasarkan obyek Kajian yang Maghribi, karena ruangan ini menjadi ditetapkan, 2) Mengelompokkan hasil tujuan utama para jama’ah Shalat maupun pengamatan pengunjung berdasarkan peziarah datang ke Masjid Agung Demak. kegiatan yang dilakukan di Majid Agung Liwan dan pawestren merupakan ruang Demak, kemudian membuat alur kegiatan ibadah yang terletak di dalam bangunan pengunjung secara spesifik, 3) Mengolah masjid. Makna sakral yang dimaksudkan (menganalisis) data kegiatan pengunjung untuk masjid adalah suci, karena masjid dengan perhitungan teori sakral dan merupakan rumah Allah dan banyak profan yang dijadikan dasar untuk keberkahan yang disebutkan dalam Al- mengetahui dominasi kegiatan Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan pengunjung masjid 4) Mengolah masjid. Serambi, sebagai ruang yang (menganalisis) data kegiatan pengunjung masih menyatu dengan masjid, memiliki berdasarkan persepsi responden dari hasil status suci yang sama dengan liwan dan kuesioner, 5) Membahas hasil temuan pawestren. Namun, berdasarkan hasil antara hasil pengamatan dan hasil pengamatan alur kegiatan, serambi di persepsi penggunaan ruang oleh Masjid Agung Demak digunakan sebagai pengunjung dengan teori perkembangan tempat singgah dan tempat lewat oleh sakral dan profan. Dalam tahapan ini para jamaah, tanpa bersuci (wudhu) mencari hubungan konsep-konsep yang terlebih dahulu, sehingga serambi di diperoleh dari konsep kesakralan Masjid Agung Demak masuk dalam ruang,sehingga diperoleh deskripsi kategori profan. Sedangkan Museum dan analisis dan perbandingan kerangka Halaman Masjid yang melingkupi Menara konseptual menjadi hasil temuan dan Kolam Wudhu juga masuk kategori mengenai konsep sakral profan bangunan profan karena para jamaah dan peziarah Masjid Agung Demak.

16 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) tidak perlu bersuci untuk memasukinya adalah keramat. Sedangkan ruang-ruang dan tidak ada kegiatan ritual khusus yang lainnya masuk dalam kategori profan dilakukan di ruangan-ruangan ini. karena kegiatan profan yang mendominasinya. Identifikasi ruang sakral dan profan berdasarkan analisis jenis kegiatan Hasil identifikasi ruang sakral dan profan menghasilkan grafik sebagai berikut: berdasarkan hasil kuesioner menghasilkan Liwan dan pawestren dianggap sakral lebih dari dua puluh orang, maka keduanya layak dimasukkan dalam kategori sakral. Tempat wudhu, paseban, tajuk, cungkup makam Sultan Trenggono, serta makam-makam memiliki lebih dari sepuluh dan kurang dari atau sama dengan dua puluh orang, maka dimasukkan dalam kategori transisi atau semi sakral. Serambi, museum dan Gambar 4. Grafik Penggunaan Ruang halaman masjid yang melingkupi menara (sumber: analisis penulis, 2017) dan kolam wudhu dianggap sakral oleh kurang dari atau sama dengan sepuluh Dari tabel dan grafik di atas, maka dapat orang, maka ruang-ruang ini masuk dalam dipetakan ruang sakral dan ruang profan kategori profan. di Masjid Agung Demak berdasarkan pengamatan jenis kegiatan yang dilakukan oleh para pengguna ruang.

Gambar 6. Pemetaan berdasarkan Kuesioner (sumber: analisis penulis, 2017) Gambar 5. Pemetaan berdasarkan Jenis Kegiatan (sumber: analisis penulis, 2017) Secara normatif, ruang sakral digunakan untuk kegiatan sakral. Sebagaimana yang Pemetaan tersebut menunjukkan bahwa disebut oleh Dhavamony (1995:100) Liwan, Tempat Wudhu Pria, Tajuk dan bahwa yang kudus (suci atau sakral) Cungkup Makam Sultan Trenggono masuk terdapat rasa takut dan hormat, hening dalam kategori sakral karena jenis dan menggetarkan jiwa serta penggunaan kegiatan sakral yang mendominasi ruang- kata-kata suci. Dengan adanya ruang tersebut. Liwan didominasi dengan penghormatan yang agung terhadap kegiatan shalat, tilawah (membaca Al- masjid sebagai Baitullah (rumah Allah), Qur’an) dan i’tikaf, sehingga makna maka ruang-ruang sakral (suci) sakralnya adalah suci. Tempat wudhu pria, selayaknya digunakan untuk kegiatan- sebagai tempat bersuci dan melakukan kegiatan suci seperti ibadah utama kegiatan bersuci, maka tempat ini sakral (Shalat, I’tikaf, tilawah, dll). Begitu juga dengan makna suci. Tajuk dan Cungkup dengan ruang yang terletak di luar Makam Sultan Trenggono sebagai tempat bangunan masjid, ruang sakral (keramat) ziarah dan tak jarang peziarah yang tidak seperti makam wali yang dihormati menghentikan kegiatannya ketika masuk seharusnya diisi dengan kegiatan-kegiatan waktu shalat, memprioritaskan kegiatan yang sakral pula. Baik kegiatan suci atau ziarah di atas shalat, dan tidak ada dalil keramat, namun ada batasan-batasan yang membolehkan hal ini dilakukan maka yang menunjukkan adanya penghormatan makna sakral untuk kedua ruang ini yang mengagungkan keduanya. Dari tiga

INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 17

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) puluh responden, 27 di antaranya tidak setuju bila ada kegiatan profan di ruang yang sakral.

Ruang transisi memiliki kedua jenis yaitu sakral dan juga profan. Ruang transisi merupakan ruang yang kebersihan dan kesuciannya juga diperhatikan oleh para pengurus masjid dan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai tempat ibadah utama (kegiatan suci) dan juga ritual-ritual lain yang menurut kepercayaan pelakunya. Ruang transisi diperbolehkan pula digunakan untuk kegiatan yang profan, dengan syarat tidak mengganggu kegiatan sakral yang sedang berlangsung. Gambar 7. Layering pemetaan Alur Kegiatan Maka tidak ada masalah bila terdapat dengan Kuesioner kegiatan baik sakral maupun profan di (Sumber: Analisis penulis) ruang transisi. Dari hasil layering antara pemetaan alur Ruang profan, sebagaimana Dhavamony kegiatan dan hasil kuesioner, ditemukan (1995:87) mendefinisikannya sebagai perbedaan warna di beberapa ruang, yaitu sesuatu yang biasa, umum dan tidak makam-makam, paseban, tajuk dan dikuduskan, maka kegiatan-kegiatan yang cungkup. Perbedaan warna tersebut terdapat dalam ruang-ruang profan adalah menunjukkan bahwa kegiatanyang kegiatan-kegiatan biasa yang tidak ada terdapat pada ruang-ruang tersebut kaitannya dengan riutual keagamaan atau adalah kegiatan sakral yang dilakukan di ibadah.Ruang profan di Masjid Agung ruang-ruang yang dianggap semi sakral Demak sering menjadi perluasan ruang (transisi). Sedangkan ruagn transisi lain, sakral (baik suci maupun keramat) ketika yaitu tempat wudhu, digunakan untuk ruang sakral tidak mampu mewadahi kegiatan peralihan (transisi/semi sakral) jama’ah dalam acara atau kegiatan dari tidak suci menjadi suci. Liwan dan keagamaan tertentu. 26 dari 30 responden pawestren sebagai ruang yang dianggap setuju bila kegiatan sakral dilakukan di sakral (suci) juga terlihat digunakan untuk ruang profan, dengan syarat menyucikan kegiatan yang sakral (suci) sebagai ruang atau membersihkan ruang tersebut untuk yang menjadi tujuan utama para jama’ah kelayakan yang sesuai dengan syari’at Shalat. Sedangkan ruang-ruang profan, atau syarat sah suatu ibadah. Seperti yaitu serambi, museum, dan halaman contoh kegiatan shalat, bila jama’ah harus yang melingkupi menara dan kolam ekspansi ke ruang profan karena ruang wudhu tidak terdapat konflik dengan alur sakral (suci_ telah penuh, maka upaya kegiatan. yang dapat dilakukan adalah memastikan lantai di ruang profan telah bersih atau Berdasarkan definisi yang telah menggelar alas berupa koran, tikar atau dipaparkan, ruang transisi layak digunakan sajadah. sebagai tempat berkegiatan sakral (baik suci maupun keramat), karena kebersihan Data yang telah diperoleh yaitu pemetaan dan kesucian di ruang transisi juga ruang sakral dan ruang profan yang dibuat mendapat perhatian khusus dari para berdasarkan tiga sumber data. Untuk pengurus masjid. Oleh karena itu, maka mendeteksi adanya atau tidaknya secara keseluruhan tidak ditemukan kontradiksi antara jenis kegiatan dan kontradiktif ruang antara pemetaan alur kesucian/ kekeramatan ruang, maka data kegiatan dan pemetaan hasil kuesioner. pemetaan ruang tersebut dikomunikasikan dengan cara layering.

18 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

akan dibahas tentang kesakralan (kesucian) ruangnya lebih detail.

Liwan merupakan ruang paling utama dalam sebuah masjid. Ruang tersebut dijelaskan oleh Rasdi (1998) sebagai area suci, yang melarang wanita haid dan muslim yang junub/kotor untuk datang, masuk dan tinggal untuk beberapa saat. Area ini ditandai dengan penggunaan ruang untuk ber-tahiyyah (Shalat) dan I’tikaf.

Gambar 8. Layering Pemetaan Jenis Kegiatan dengan Kuesioner (Sumber: Analisis penulis)

Layering antara hasil pengamatan jenis kegiatan dan hasil dari kuesioner menunjukkan banyak konflik. Tempat wudhu wanita, paseban dan makam- makam yang dianggap sebagai ruang semi sakral (transisi) didominasi oleh Gambar 9. Liwan kegiatan profane, namun tempat wudhu (Sumber: Analisis penulis) pria, tajuk, dan cungkup yang juga dianggap sebagai ruang semi sakral Terutama di masjid tipe Jami’, liwan terdiri (transisi) didominasi oleh kegiatan sakral. dari mihrab (pengimaman), shaf-shaf Dengan pembahasan pada layering shalat berupa sajadah panjang atau garis- sebelumnya, hal ini tidak menjadikan garis penanda, dan juga mimbar untuk keduanya sebagai konflik ruang. Liwan khatib mengisi cerama. Rasdi (1998) yang dianggap sebagai ruang sakral (suci) menyatakan bahwa ruang ini dapat didominasi oleh kegiatan sakral (suci), digunakan untuk berbagai aktivitas apa sebagaimana kondisi yang seharusnya pun oleh jama’ah, kecuali kegiatan- terjadi sesuai syari’at dan definisi kegiatan yang bersifat pencemaran. kudus/sakral dari Dhavamony (1995). Ruang pawestren yang juga dianggap Liwan di Masjid Agung Demak memiliki sebagai ruang sakral (suci), menunjukkan beberapa titik yang diyakini lebih berkah, adanya kontradiktif. yaitu di shaf-shaf terdepan dengan alasan syari’at yang memang menyebutkan ada Berdasarkan hasil pengamatan dan jenis keberkahan yang lebih bila Shalat kegiatan, ruang yang dianggap sakral berjama’ah dan menempatkan diri di shaf (suci) ini didominasi oleh kegiatan profane. terdepan. Maka pawestren butuh analisis dan bersabda: “Seandainya ﷺ pembahasan yang lebih detail. Sedangkan Rasulullah ruang-ruang profane yang terdiri dari manusia mengetahui pahala yang terdapat serambi, museum dan halaman masjid dalam panggilan adzan dan shaf pertama, termasuk menara dan kolam wudhu tidak kemudian mereka tidak mendapatkan ditemukan adanya kontradiksi karena kecuali dengan diundi, niscaya mereka ruang-ruang profan ini didominasi oleh melakukannya.” (HR. Bukhari dari Abu kegiatan profan. Hurairah radiyallahu ‘anhu) Yakin dengan adanya keberkahan atau keutamaan di Bangunan Masjid Agung Demak terdiri shaf terdepan ketika Shalat, hal ini dari tiga ruang utama, yaitu Liwan, diterapkan oleh orang-orang yang Pawestren, dan Serambi yang kemudian beri’tikaf, yaitu berdiam diri di masjid dengan melakukan Shalat malam, dzikir

INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 19

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) atau pun membaca Al-Qur’an. Secara menerima tamu dan berfoto. Kegiatan ini umum, shaf terdepan (A) memiliki terjadi ketika Masjid Agung Demak kesakralan yang lebih tinggi. Gus dikunjungi oleh Imam Besar dari Turki, Faturrahman menjelaskan adanya yaitu Mawlana Syaikh Muhammad Adil Ar- keistimewaan yang spesifik di bagian Rabbani. Beliau disambut pengurus di selatan dan bagian utara shaf terdepan Liwan. dalam liwan. Bagian selatan (A1) digunakan bila akan berdoa meminta hal Ustadz Abdullah Imam ketika yang berkaitan dengan keduaan seperti membicarakan “kesalahan-kesalahan kelulusan, kesuksesan, jabatan dan ketika di masjid” menyatakan: “…Pada sejenisnya. Sedangkan bagian utara (A2) dasarnya tidak mengapa berbicara atau digunakan bila akan berdoa untuk berbincang tentang urusan dunia di masjid meminta hal yang berkaitan dengan ghaib, dengan syarat pembicaraannya ringan, seperti meminta ampunan dosa dan tidak meluas, tidak rebut dan tidak sejenisnya. mengganggu orang lain yang sedang beribadah di masjid tersebut. Jika tidak Kamar khalwat (B), yaitu ruangan kecil terpenuhi syarat-syarat tersebut maka yang memutus shaf pertama hingga shaf hukumnya makruh…” ketiga yang konon digunakan sebagai tempat ber-khalwat para wali dan Maka, bukan suatu pelanggaran bila digunakan sebagai tempat Shalat berkumpul dan membicarakan tentang pangeran, kini digunakan sebagai ruang kepentingan dunia selama hal tersebut persiapan bagi imam sebelum memimpin tidak berlarut-larut, sehingga tidak Shalat. Tidak ada ayat maupun Hadits mengusik kesakralan, baik suci maupun yang menerangkan tentang hal tersebut, keramat. maka makna sakralnya adalah keramat. Pawestren merupakan ruagn yang I’tikaf di antara empat © juga disediakan khusus untuk wanita, sehingga diyakini dapat memberikan banyak tidak ada pria yang diperkenankan masuk kemuliaan dan keutamaan amalan. Konon, atau bergabung dalam ruang ini sekalipun menurut cerita Gus Faturrahman, area di ia bertindak sebagai imam atau memimpin antara saka guru ini digunakan oleh para Shalat berjama’ah. Pawestren menjadi wali untuk berdiskusi tentang strategi tempat yang paling aman untuk wanita dakwah dan beribadah. Soko guru membuka hijabnya demi berbagai merupakan emen khas bangunan Jawa. kepentingan. Hal ini terbentuk karena Tidak ada dalil Al-Qur’an dan Hadits yang aturan syari’at yang mewajibkan wanita membahasnya, maka kesakralan yang untuk menutup seluruh tubuhnya kecuali disebut bermakna keramat. wajah dan telapak tangan, dan hal ini diketahui oleh setiap Muslim (pria) dan Muslimah (wanita) di seluruh penjuru dunia, sehingga sikap menjaga diri dengan menutup baik dengan pakaian yang tertutup maupun beraktivitas di ruangan tertutup dari pandangan pria adalah suatu sikap ketaatan terhadap perintah Allah.

Ruang khusus wanita ini dianggap Gambar 10. Grafik Kegiatan Sakral Profan di sebagai ruang sakral karena fungsinya Liwan yang terbatas hanya untuk wanita dan (Sumber: Analisis Penulis) untuk melaksanakan ibadah. Maka makna sakral di ruang pawestren ini adalah suci, Dilihat dari grafiknya, setiap hari liwan Hal ini dapat dilihat ketika waktu Shalat, selalu didominasi secara signifikan oleh pawestren dipenuhi oleh jama’ah wanita kegiatan sakral (suci), yaitu Shalat, I’tikaf yang melaksanakan Shalat. Namun, ketika dan tilawah. Namun ada sedikit kegiatan pelaksanaan Shalat usai, hasil profan (warna biru) yaitu kegiatan pengamanan jenis kegiatan menunjukkan banyaknya kegiatan profan di ruang

20 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) pawestren ini, sehingga jenis kegiatan Serambi, sebagia bagian dari masjid, yang mendominasi ruang pawestren merupakan ruang suci multifungsi. adalah kegiatan profan secara signifikan. Serambi Masjid Agung Demak mengakomodasi hampir seluruh kegiatan masjid. Secara kasat mata, ruang serambi digunakan untuk singgah dan berlalu- lalang walaupun tidak dalam keadaan suci, karena serambi banyak dilewati oleh jama’ah atau peziarah yang belum bersuci kemudian melewati serambi menuju tempat wudhu baik wanita maupun pria.

Keadaan tidak suci (berhadas kecil), Gambar 11. Grafik Kegiatan Sakral Profan di bahkan haid atau junub (berhadas besar) Pawestren diperbolehkan melewati masjid secara (Sumber: Analisis Penulis) umum. Namun Masjid Agung Demak hanya membiarkan bagian serambi yang Berdasarkan grafik, sangat jelas kegiatan menjadi tempat lalu-lalang jama’ah, yang mendominasi adalah kegiatan sedangkan liwan dan pawestren dijaga profan. Untuk dapat lebih mengidentifikasi dari jama’ah yang masih dalam keadaan konflik yang terjadi di ruang pawestren ini, belum suci (berhadas). maka pengamatan dilakukan lebih detail.

Gambar 13. Grafik Kegiatan di Serambi (Sumber: Analisis Penulis)

Serambi digunakan sebagai ruang Shalat bagi para peziarah yang datang setelah jam Shalat dan tertinggal oleh jama’ah kloter pertama yang diimami oleh imam Gambar 12. Pola Kegiatan di Pawestren pilihan takmir. Seringnya peziarah (Sumber: Analisis Penulis) melaksanakan Shalat berjama’ah bersama rombongannya baik pria maupun wanita Pawestren didominasi oleh kegiatan sakral dan dilaksanakan di serambi. Shalat juga hanya ketika masuk waktu Shalat saja. dilaksanakan oleh pengunjung yang datang Setelah rentang waktu pelaksanaan setelah jam 8 malam, karena liwan ditutup dari Shalat tersebut, kegiatan mulai beragam. jam 8 hingga jam 12 malam dengan alasan Di area paling barat atau paling mendekati keamanan, kebersihan dan perawatan. kiblat (A) tetap digunakan untuk beribadah Kecenderungan tempat yang dipilih adalah Shalat bagi jama’ah yang datang bagian tengah serambi. terlambat. Bagian tengah (B) mulai terlihat wanita-wanita yang duduk-duduk santai dan bicara dengan suara pelan, cenderung berbisik. Sedangkan bagian paling timur atau paling jauh dari kiblat (C) digunakan untuk berbagai kegiatan seperti berbaring, berdandan, berfoto, bercengkrama dan lainnya.

INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 21

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

Bagian pinggir serambi, baik sisi selatan, timur maupun utara digunakan untuk kegiatan profane. Di bagian ini pengguna ruang merasa sangat nyaman untuk beristirahat, berbaring, berfoto bahkan para pedagang tidak sungkan untuk menjajakan barang dagangannya kepada pengguna ruang yang sedang duduk santai di pinggiran serambi ini. Pinggiran serambi di sisi utara adalah bagian favorit bagi para jama’ah pria untuk merokok.

Secara menyeluruh, serambi digunakan untuk berbaring bahkan tidur, baik oleh pria maupun wanita, pada malam hari Gambar 14. Pola Kegiatan Sakral Profan di sambil menunggu waktu Shubuh datang. Serambi (Sumber: Analisis Penulis) Pembatas ruang memiliki peran besar dalam membentuk persepsi pengguna Kegiatan suci lainnya yang dilaksanakan ruang dalam menggunakan ruang yang di serambi yaitu membaca Al-Qur’an yang sedang dimasukinya. Bangunan Masjid dipimpin oleh seorang Hafidz (penghapal Agung Demak memiliki keunikan fungsi Al-Qur’an) setiap hari antara waktu pembatas ruang yang menarik untuk maghrib dan isya. Hafidz dan jama’ah pria dibahas. Dengan pembatas yang serupa, duduk di tengah serambi, sedangkan fungsi pembatas ruang di liwan dan jama’ah wanita duduk di shaf depan pawestren memiliki perbedaan yang serambi di bagian selatan (mendekati pawestren) dengan ditutupi kain hijab (pembatas).

Selain itu, bagian tengah serambi juga dipilih sebagai tempat melaksanakan akad nikah. Pernikahan adalah kegiatan sakral (suci), namun tidak dilaksanakan di lliwan sebagai ruang paling sakral (suci) dengan alasan menjaga kesucian. Dikhawatirkan ada peserta acara pernikahan baik keluarga maupun kerabat mempelai yang sedang haid ketika menghadiri acara. Serambi juga diperbolehkan untuk kontradiktif. pemasangan segala perlengkapan dokumentasi untuk mengabadikan momen Gambar 15. Pembatas Ruang pada Liwan pernikahan. (Sumber: data penulis)

Kegiatan profan mulai terlihat di bagian Dinding yang mengelilingi liwan berfungsi tengah selatan dan utara yang dipilih oleh untuk memisahkan dan mengeluarkan pengguna ruang untuk duduk-duduk kegiatan-kegiatan profan ke luar liwan dan santai atau sekadar bercengkrama dialokasikan ke serambi. Salah satu upaya dengan suara yang tidak keras. Menjaga yang sangat tampak adalah jadwal suara dilakukan agar tidak mengganggu konsentrasi atau kekhusu’an para jama’ah menutup seluruh akses untuk memasuki yang Shalat di dekatnya. Di bagian ini pula liwan setiap jam 20.00 hingga 24.00 setiap pengguna ruang juga merasa nyaman harinya. Sekalipun dalil Qur’an Surat An- untuk mengeluarkan bekal berupa Nisa ayat 43 menunjukkan bahwa masjid makanan atau minuman yang mereka boleh dilewati atau sebagai tempat lalu- bawa sendiri. lalang oleh orang yang sedang dalam keadaan tidak suci, ta’mir masjid menjaga liwan agar terhindar dari hal-hal yang tidak

22 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25) suci. setiap ritual ibadah. Kriteria suci dalam Islam berarti tidak terkena najis. Segala Selain itu, dinding tersebut mengurangi sesuatunya dalam Islam berhukum asal cahaya matahari yang masuk ke dalam suci. Bila ada sesuatu yang diklaim liwan, sehingga liwan cenderung lebih sebagai najis, maka harus ada dalil yang gelap dibandingkan dengan serambi. Bagi mendasarinya. Kesucian pakaian dan sebagian banyak orang, beribadah tempat menjadi prioritas pertama yang ditempat yang lebih gelap dapat harus diperhatikan sebelum beribadah. mendukung kekhusuan ibadah. Contohnya, ketika pintu liwan dibuka Ketika menempati liwan maupun kembali pukul 24.00, lampu liwan tidak pawestren, atau bahkan serambi sebagai dinyalakan semua dengan tujuan agar tempat shalat, kesucian tempat bisa orang-orang yang sedang ber-i’tikaf dapat dipercayakan pada perawatan yang mencapai kekhusuan yang optimal. Tidak dilakukan oleh ta’mir. Namun bila terjadi ada dalil yang menganjurkan secara pembengkakan jumlah jama’ah sehingga khusus untuk Shalat di tempat yang gelap, liwan, pawestren dan serambi tidak sehingga para ulama berpendapat bahwa mampu menampung, mengakibatkan hukumnya mubah (diperbolehkan). jama’ah akan menggunakan ruang-ruang lain sebagai tempat ibadah. Salah satu contoh kasusnya adalah Shalat Jum’at.

Bagan 16. Pembatas Ruang pada Pawestren (Sumber: data penulis)

Bertolak belakang dengan Pawestren. Bagan 17. Penggunaan ruang di Masjid Agung Dengan memiliki dinding yang masif, Demak saat Shalat Jumat pawestren justru mengakomodasi seluruh (Sumber: data penulis) kegiatan wanita, dari kegiatan suci hingga kegiatan profan. Hal ini terjadi karena Shalat Jum’at di Masjid Agung Demak dinding tersebut dianggap mampu dihadiri oleh jama’ah pria dan juga wanita, menghalangi akses masuk bagi pria, meskipun tetap didominasi oleh jama’ah walaupun hanya sekadar pandangan atau pria. Jama’ah wanita tetap menempati visual saja, sehingga wanita yang menjaga pawestren. Liwan dan serambi tidak cukup aurat sesuai syari’at merasa lebih bebas untuk menampung semua jama’ah pria untuk beraktivitas seperti yang ada di yang hadir, sehingga harus menggunakan serambi, yaitu duduk santai, ruangan lain. Jama’ah pria yang datang bercengkrama hingga berbaring. Larangan lebih awal akan mendapat tempat di liwan di pintu masuk pawestren bahwa wanita dan serambi, sedangkan bagi yang yang sedang haid dilarang masuk terlambat akan mendapat tempat di menunjukkan ada upaya ta’mir menjaga halaman, koridor tempat wudhu, tajuk, pawestren dari hal-hal tidak suci yang paseban, koridor makam, dan juga ruang dapat mengotori atau mencemarkan transit. Mereka yang menempati ruang kesucian ruang. selain liwan dan serambi membawa sajadah sendiri dan menggelarnya di Kesucian merupakan syarat utama dalam ruang-ruang tersebut. INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 23

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

Masjid Agung Demak dianggap dan diperlakukan sebagai ruang suci, walaupun ditemukan adanya kegiatan profan pada pawestren.

Selain sebagai ruang sakral, pawestren juga berfungsi sebagai ruang profan bagi para wanita karena wanita dapat bebas melakukan berbagai hal dengan nyaman. Pawestren didominasi oleh kegiatan Bagan 18. Penggunaan ruang di Masjid Agung profan. Sebagian wanita yang memegang Demak saat Tabligh Akbar syari’at dalam bertingkah laku tentu (Sumber: data penulis) menjaga agar auratnya tidak tampak sama sekali oleh sembarang pria. Serambi, Hal serupa terjadi ketika Masjid Agung menjadi ruang untuk jama’ah berlalu- Demak mengadakan Tabligh Akbar untuk lalang dan beristirahat dengan berbagai memperingati Hari Santri pada tanggal 20 kegiatan profan, baik saat sampai di Oktober 2017. Sebagai syarat sah dalam kompleks Masjid Agung Demak maupun setiap ritual ibadah, suci atau bersih dari setelah melaksanakan ibadah. segala kotoran baik yang terlihat maupun tidak harus diperhatikan sebelum Faktor-faktor yang mempengaruhi menggunakan tempat terutama di ruang- kesakralan ruang adalah pembatas fisik ruang profan. Ketika ruang profan harus dan kesucian ruang ibadah. Pembatas digunakan sebagai perluasan ruang fisik yang masif di pawestren membuat sakral, baik pengurus maupun jama’ah ruang tersebut suci hanya untuk wanita, harus berupaya agar ibadah yang sedang tapi didominasi dengan kegiatan profan karena kebebasan wanita beraktivitas di dilakukan memenuhi syarat sah tersebut. dalamnya tanpa terlihat oleh sembarang Maka ruang profan dapat menjadi layak pria. Bertolak belakang dengan liwan yang sebagai tempat beribadah bila didalamnya sangat didominasi dengan dibersihkan, atau dialas dengan tikar atau kegiatan sakral (suci) karena dibatasi sajadah. dinding, dan juga serambi yang menjadi profan karena tidak memiliki batas fisik yang masif. Sedangkan kesucian menjadi SIMPULAN syarat sah kegiatan ibadah, sehingga menjadi syarat utama sakral atau tidaknya Berdasarakan kesakralan di Kompleks sebuah tempat. Menjaga kesucian diri, Agung Demak, ruang yang disakralkan pakaian maupun tempat/ruang merupakan adalah liwan dan pawestren sebagai ruang cara menghormati kesakralan ruang. utama untuk Shalat dan makam sebagai Ruang sakral sangat dijaga kesucian tempat berziarah. Istilah sakral untuk tempatnya. Ketika ruang profan harus Shalat dan ruang yang digunakan untuk berubah fungsi untuk mendukung ruang Shalat adalah suci, sesuai dengan dalil Al- sakral, maka perlu diperhatikan Qur’an dan Hadits yang mengatur tentang bagaimana kesucian tempat tersebut syarat sah Shalat. Sedangkan istilah dengan berbagai upaya seperti sakral untuk ziarah dan makam-makam membersihkan tempat atau mengalas adalah keramat, karena kegiatan ziarah tempat ibadah dengan menggunakan tikar yang dilakukan di Masjid Agung Demak atau sajadah. tidak didasari oleh dalil, melainkan keyakinan bahwa berziarah di makam- DAFTAR RUJUKAN makam tersebut dapat mendatangkan berkah. Bila dilihat lebih dalam lagi, pada Ayub, Moh. E. 1996. Manajemen Masjid. setiap ruang-ruang di masjid Agung : Gema Insani.Fabrian. Demak kesakralan terbagi menjadi dua makna, yaitu sakral karena kesucian atau kebersihannya sebagai ruang untuk Dhavamony, Mariasusai. 1995. beribadah dan sakral karena Fenomenologi Agama. Sleman: PT dikeramatkan. Liwan dan Pawestren di

24 INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018

Ruang Sakral dan … (Dwindi/ hal 13-25)

Kanisius. Pranowo, Labdo. 2014. Kelurahan Bintor Kecamatan Demak Kabupaten Demak. Jurnal Ilmiah Malangjudo, et. all. 2015. Pola Sistem Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Setting Natah di Rumah Tinggal Semarang Vol. 02. No.1, Nopember Orang pada Lahan Terbatas di 2014. . Jurnal Arsitektur dan Perencanaan. Edisi April 2015. Rasdi, Mohamad Tjuddin Haji Mohamad. Jurusan Tekni Arsitektur dan 1998. Masjid: Pusat Ibadat dan Perencanaan Fakultas Teknik Kebudayaan Islam Edisi 3. Jakarta : Universitas Gadjah Mada, Pustaka Antara. Yogyakarta. Sarwono, S. 2002. Psikologi Lingkungan. Marwoto, dkk. 2014. Masjid Agung Yogyakarta: Gadjah Mada University Demak sebagai Pencitraan Kawasan Press. Kota. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2014 Setiawan, Haryadi B. 1995. Arsitektur Lingkungan dan Perilaku. Muhammad, Nurdinah. 2013. Memahami Yogyakarta: Direktorat Jenderal Konsep Sakral Dan Profan Dalam Pendidikan. Agama-Agama. Jurnal Substantia Vol. 15, No.2, Oktober 2013, hal. Sumalyo, Yulianto. 2006. Arsitektur Masjid 268-280. dan Monumen Sejarah Muslim Yogyakarta: Gadjah Mada University Purwanto. 2014. Peranan Keberadaan Press. Masjid Agung Demak Dalam Perkembangan Kehidupan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

INERSIA, Vol. XIV No. 1, Mei 2018 25