Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018

KITAB KUNING SEBAGAI LITERATUR KEISLAMAN DALAM KONTEKS PERPUSTAKAAN

Mustofa Pustakawan Ahli Muda ISI Surakarta Email: [email protected]

ABSTRAK Sebagai Literatur Keislaman Dalam Konteks Pesantren. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah studi literatur. Kitab kuning menjadi salah satu sistem nilai dalam kehidupan pesantren. Karena itu, pembelajaran dan pengkajian kitab kuning menjadi nomor satu dan merupakan ciri khas pondok pesantren. Kitab kuning menjadi sesuatu yang substansial sebagai rujukan. Kitab Kuning merupakan literatur keislaman di lembaga pendidikan Islam khususnya pesantren. Metode yang digunakan dalam pengajaran Kitab Kuning yaitu dengan sorogan dan bandongan. Kritik terhadap kitab kuning perlu dilakukan agar pemahaman terhadap konteks kekinian atau kesesuiain masalah terhadap zamannya bisa diterapkan.

Kata Kunci : Kitab Kuning, Literatur Keislaman, Pesantren

1. PENDAHULUAN dan mengkaji secara mendalam sisi-sisi Pesantren merupakan lembaga kekhasanny, Bruisen (1995). Sebagai pendidikan tradisional Islam yang bisa lembaga pendidikan berbasis agama survive sampai hari ini. Dalam pandangan (educational institution-based religion), Azra (1999:95), hal ini berbeda dengan pesantren pada mulanya merupakan pusat lembaga pendidikan tradisional Islam di penggemblengan nilai-nilai dan kawasan dunia muslim lainnya, dimana penyebaran agama Islam. Namun dalam akibat gelombang pembaharuan dan perkembangannya, lembaga ini semakin modernisasi yang semakin kencang, telah memperlebar wilayah garapannya yang menimbulkan perubahan-perubahan tidak hanya mengakselerasikan mobilitas tradisional. vertikal, tetapi juga mobilitas horisontal, Majid mengatakan (1997:5) “dalam Sanusi (2013:61). tinjauan kelembagaan pendidikan, Karena watak utamanya adalah pesantren mempunyai sesuatu yang unik- lembaga pendidikan Islam, maka pesantren unik”. Keunikan dan kekhasan pesantren dengan sendirinya memiliki tradisi menarik sejumlah pakan dan tokoh keilmuan tersendiri. Tradisi ini mengalami “alumni” pesantren untuk terus membahas perkembangan dari masa ke masa dan

1

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018 menampilkan manifestasi yang berubah- ditempuh ialah dengan melaksanakan ubah dari waktu ke waktu. Walau penilaian atau evaluasi. demikian, masih dapat ditelusuri beberapa Dari latar belakang masalah di atas hal inti yang tetap merupakan tradisi yang menjadi rumusan masalahnya yaitu keilmuan pesantren, sejak datangnya Islam Bagaimana Kitab Kuning Menjadi ke hingga saat ini. Kesemuanya Literatur Keislaman Dalam Konteks itu menunjuk ke sebuah asal-usul yang Perpustakaan Pesantren? bersifat historis sekaligus merupakan pendorong utama bagi berkembangnya 2. PEMBAHASAN pesantren itu sendiri, Siswanto (2006:9). a. Pengertian Kitab Kuning Kitab kuning menjadi salah satu Kitab klasik yang lebih dikenal sistem nilai dalam kehidupan pesantren. dengan nama kitab kuning Karena itu, pembelajaran dan pengkajian mempunyai peranan yang sangat kitab kuning menjadi nomor satu dan penting dalam mengembangkan merupakan ciri khas pondok pesantren. ajaran agama Islam. Menurut Kitab kuning menjadi sesuatu yang , (2002 : 111) substansial sebagai rujukan. Oleh karena “Kitab Kuning mempunyai format itu, perkembangan pondok pesantren yang sendiri yang khas dan warna kertas semakin dinamis dan mengikuti “kekuning-kuningan”.1 Melihat perkembangan pendidikan secara nasional, dari warna kitab ini yang unik pondok pesantren tetap mempertahankan maka kitab ini lebih dikenal dengan kitab kuning sebagai bahan pembelajaran kitab kuning. Akan tetapi akhir- baik pada pesantren salafiyah maupun akhir ini ciri-ciri tersebut telah kholafiyah. Ketetapan pada kitab kuning mengalami perubahan. Kitab ini menjadikan pondok pesantren memiliki kuning cetakan baru sudah banyak kekhasan tersendiri, hal ini ditambah memakai kertas putih yang umum dengan 2 penekanan kitab kuning yang dipakai di dunia percetakan. Juga dipelajari oleh pesantren, seperti kajian sudah banyak yang tidak ”gundul” fiqih, kajian , kajian , dan lagi karena telah diberi syakl untuk kajian tasawuf. Dan untuk mengetahui memudahkan membacanya. keberhasilan atau tercapainya tujuan dalam Sebagian besar kitab kuning sudah program pembelajaran kitab kuning dijilid. tersebut salah satu cara yang dapat 2

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018

Imam Bawani (1990:134) menyatakan b. Pengertian Perpustakaan bahwa kitab kuning dikenal juga dengan Pesantren kitab gundul karena memang tidak Menurut Djamaluddin (1998:99) memiliki harakat (fathah, kasrah, pondok pesantren adalah suatu lembaga dhammah, sukun), tidak seperti kitab al- pendidikan agama Islam yang tumbuh pada umumnya. Oleh sebab itu, serta diakui oleh masyarakat sekitar, untuk bisa membaca kitab kuning berikut dengan sistem asrama (kampus) yang arti harfiah kalimat per kalimat agar bisa santri-santrinya menerima pendidikan dipahami secara menyeluruh, dibutuhkan agama melalui sistem pengajian atau waktu belajar yang relatif lama. Istilah madrasah yang sepenuhnya berada di kitab kuning sebenarnya diletakkan pada bawah kedaulatan dan kepemimpinan kitab warisan abad pertengahan Islam yang seorang atau beberapa orang dengan masih digunakan pesantren hingga saat ini. ciri-ciri khas yang bersifat kharismatis Dari pengertian di atas bisa serta independen dalam segala hal. disimpulkan bahwa kitab kuning adalah Basuki dalam Aulia (2008:11) kitab literatur dan referensi Islam dalam mendifinisikan bahwa perpustakaan bahasa Arab klasik meliputi berbagai pesantren adalah perpustakaan yang bidang studi Islam seperti Quran, Tafsir, terdapat di pesantren atau pondok yang Ilmu Tafsir, Hadits, Ilmu Hadits, Fiqih, digunakan untuk siswa pesantren dan Ushul Fiqih, Aqidah Fiqih, Tauhid, Ilmu (kadang-kadang) lingkungan sekitarnya. Kalam, Nahwu dan Sharaf atau ilmu Definisi ini tidak signifikan karena tidak lughah termasuk Ma’ani Bayan Badi’ dan membedakan pesantrean dan sekolah. Ilmu Mantik, Tarikh atau sejarah Islam, Maka sebetulnya tidak ada definisi yang Tasawuf, Tarekat, dan Akhlak, dan ilmu- baku tentang perpustakaan pesantren. Dan ilmu apapun yang ditulis dalam Bahasa karena pada dasarnya perpustakaan Arab tanpa harokat, mempunyai format pesantren adalah perpustakaan sekolah, sendiri yang khas dan warna kertas maka definisi atau batasan yang digunakan “kekuning-kuningan”, yang biasanya di sini untuk mendefinisikan perpustakaan dipelajari terutama di pesantren. pesantren adalah definisi perpustakaan sekolah. Di Indonesia pondok pesantren lebih dikenal dengan istilah Kutab merupakan suatu lembaga pendidikan 3

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018

Islam, yang di dalamnya terdapat seorang pesantren, masjid adalah bangunan kyai (pendidik) yang mengajar dan sentral sebuah pesantren, dibanding mendidik para santri (anak didik) dengan bangunan lain, masjidlah tempat sarana masjid yang digunakan untuk serbaguna yang selalu ramai atau menyelenggarakan pendidikan tersebut, paling banyak menjadi pusat serta didukung adanya pondok sebagai kegiatan pesantren. Masjid yang tempat tinggal para santri, Hasbullah mempunyai fungsi utama untuk (1996:24). tempat melaksanakan sholat c. Elemen Pondok Pesantren berjamaah, melakukan wirid Dhofier (1994:44) dando‟a, i‟tikaf dan tadarus Al- mengungkapkan bahwa lembaga Quran atau yang sejenisnya. pendidikan pesantren memiliki 3) Santri beberapa elemen dasar yang Istilah ”santri” mempunyai dua merupakan ciri khas dari pesantren konotasi atau pengertian, pertama; itu sendiri, elemen itu adalah: dikonotasikan dengan orang-orang 1) Pondok atau Asrama yang taat menjalankan dan Dalam tradisi pesantren, melaksanakan perintah agama pondok merupakan unsur penting Islam, atau dalam terminologi lain yang harus ada dalam pesantren. sering disebut sebagai ”muslim Pondok merupakan asrama di mana orotodoks”.Istilah ”santri” para santri tinggal bersama dan dibedakan secara kontras dengan belajar di bawah bimbingan kiai. kelompok , yakni orang- Pada umumnya pondok ini berupa orang yang lebih dipengaruhi oleh komplek yang dikelilingi oleh nilai-nilai budaya jawa pra Islam, pagar sebagai pembatas yang khususnya nilai-nilai yang berasal memisahkan dengan lingkungan dari mistisisme Hindu dan Budha. masyarakat sekitarnya. Namun ada Kedua; dikonotasikan dengan pula yang tidak terbatas bahkan orang-orang yang tengah menuntut kadang berbaur dengan lingkungan ilmu di lembaga pendidikan masyarakat. pesantren. Keduanya jelas berbeda, 2) Masjid tetapi jelas pula kesamaannya, Masjid merupakan elemen yakni sama-sama taat dalam yang tidak dapat dipisahkan dengan menjalankan syariat Islam. 4

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018

4) Pengajaran Kitab-Kitab Agama ada beberapa metode yang Salah satu ciri khusus yang biasa digunakan oleh kyai atau membedakan pesantren dengan ustadz dalam melakukan lembaga-lembaga pendidikan yang pengajaran kitan kuning lain adalah adanyapengajaran dengan arab pegon. Pengajaran kitab-kitab agama klasik yang kitab kuning terbagi dalam 2 berbahasa Arab, atau yang lebih jenis, yaitu : pertama secara populer disebut dengan kitab individual atau biasa disebut kuning dengan sistem sorogan, kedua 5) Kiai atau Ustadz secara berkelompok atau Keberadaan kiai dalam disebut dengan bandongan. lingkungan pesantren merupakan Selain kedua metode elemen yang cukup esensial. tersebut, sejalan dengan usaha Laksana jantung bagi kehidupan kontekstualisasi kajian kitab manusia begitu urgen dan kuning, di lingkungan pentingnya kedudukan kiai, karena pesantren dewasa ini telah dialah yang merintis, mendirikan, berkembang metode jalsah mengelola, mengasuh, memimpin "diskusi kelompok” dan dan terkadang pula sebagai pemilik halaqoh "seminar” Pada awalnya tunggal dari sebuah pesantren. metode ini lebih sering digunakan Oleh karena itu, pertumbuhan suatu pada tingkat kyai - ulama atau pesantren sangat bergantung pengasuh pesantren, namun kepada kemampuan pribadi pada masa sekarang sudah kiainya, sehingga menjadi wajar biasa dilakukan oleh santri. bila melihat adanya banyak Biasanya untuk membahas isu- pesantren yang bubar, lantaran isu kontemporer dengan bahan- ditinggal wafat kiainya, sementara bahan pemikiran yang bersumber dia tidak memiliki keturunan yang dari kitab kuning. dapat meneruskan a) Metode Sorogan kepemimpinannya. Sistem individual dalam 6) Cara Pengajaran Kitab Kuning sistem pendidikan Islam Menurut Alphandi tradisonal disebut dengan sistem (1984:71) dalam pesantren, sorogan yang diberikan dalam 5

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018

pengajian kepada murid-murid Setiap murid memperhatikan yang telah menguasai bukunya sendiri dan membuat pembacaan Qur’an. Santri catatan tentang kata-kata atau membacakan kitab kuning buah pikiran yang sulit berupa dihadapan kyai-ulama yang sakal atau makna mufrodat atau langsung menyaksikan penjelasan keterangan keabsahan bacaan santri baik tambahan. Kelompok kelas dari dalam konteks makna maupun sistem bandongan ini disebut bahasa (nahw dan Shorf). halaqoh yang arti bahasanya Sorogan artinya belajar secara lingkaran murid atau individu dimana seorang santri sekelompok siswa yang belajar berhadapan dengan seorang guru dibawah bimbingan seorang terjadi interaksi saling mengenal guru. diantara keduanya, Matushu 7) Kitab Kuning dan Pendidikan di (1994:6). Pesantren b) Metode Bandongan Menurut Susanti (2015) Winarmo mengatakan pendidikan pesantren dapat (1979:85) bahwa metode utama menjadi pendidikan unggul baik sistem pengajaran di lingkungan keilmuan maupun mentalitas dan pesantren yaitu sistem moralitas santri. Karena di bandongan atau seringkali pesantren santrinya belajar mulai disebut sistem weton. Secara ba’da shubuh hingga jam sebelas etimologi dalam kamus besar malam, artinya mereka belajar bahasa Indoensia, bandongan paling tidak selama 16 jam. Sangat diartikan dengan pengajaran logis santri pesantren banyak dalam bentuk kelas (pada seklek ilmunya.Begitu pula mereka agama). Dalam sistem ini unggul dalam moralitas karena sekelompok murid (antara 5 mereka senantiasa diberikan sampai 500) mendengarkan pelajaran ntuk berperilaku yang seorang guru yang membaca, baik, baik didalam kelas maupun menerjemahkan, menerangkan diluar kelas, contoh – contoh dan seringkali mengulas buku- perilaku baik itu langsung buku Islam dalam bahasa Arab. diberikan oleh kyai atau ustadz 6

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018

pengganti kyai. santri yang disebut pesantren Di pesantren, santri belajar khalafiyah atau ‘Asyriyah. membaca Al-Qur’an dengan 8) Kitab kuning yang diajarkan di tajwidnya. Juga mengkaji ilmu Pesantren agama melalui guru atau kyai dan Menurut Husein (2015), kajian mereka memiliki rujukan melalui dalam Kitab Kuning meliputi kitab kuning. Mulanya mereka berbagai cabang keilmuan Islam belajar masalah aqidah, ibadah & yang –menurut imam as-Suyûthî muamalah kemudian ditambah (w. 911 H)– berjumlah empat belas dengan pelajaran – pelajaran cabang ilmu dan pengetahuan. seperti mantiq, balaghah, faraidl Akan tetapi, sepanjang diketahui dan bidang lainnya. Belajar kitab secara populer di pesantren, dari kuning dalam pesantren ini melalui jumlah itu, hanya ada beberapa saja tingkatan – tingkatannya, mulai yang diajarkan, yakni : fiqih (fiqh), tingkat awal kemudian sampai akidah (‘aqîdah), tata-bahasa Arab tingkat lanjutan sesuai dengan (al-qawâ’id al-‘Arâbiyyah) –yang keberadaan lamanya mereka meliputi nahwu (nahw), Sharaf belajar di pondok itu. (sharf), dan balaghah– hadis Dari dinamikanya, pesantren (hadîst), tasawuf (tashawwuf), dan dapat dikelompokan menjadi tiga sejarah nabi (as-sirâh an- tipe yaitu pesantren salafiyah yaitu nabawiyah) hingga periode empat pesantren yang memfokuskan khalifah sesudah Nabi (al-khulafâ’ dirinya belajar agama melalui kitab ar–râsyidûn). Di samping itu, kuning. Ada pula pesantren diajarkan juga ilmu-ilmu disamping belajar kitab kuning pengetahuan lainya, yakni; tafsir tetapi siswanya belajar ilmu umum al-Quran (tafsîr), teologi (ilm al- di sekolah formal seperti SLTP / kalâm), usul fiqih (ushûl al fiqh), SMU atau madrasah yang disebut logika (manthiq), sejarah dengan pesantren kombinasi. Ada peradapan Islam hingga dunia pula pesantren yang hanya Islam kontemporer (hadhir al-‘âlam menekankan santrinya belajar ilmu al islâmî). Berbagai pengantar agama dan umum adapun kitab keilmuan mendapatkan perhatian kuning tidak dibebankan kepada yang sangat kecil dan bahkan ada 7

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018

yang tidak diajarkan sama sekali, Selanjutnya, kita juga dapat seperti filsafat. melihat bahwa Kitab Kuning yang Diantara Kitab Kuning yang diajarkan di pesantren lebih diajarkan secara intensif itu menitik beratkan aspek ternyata, ada banyak sesungguhnya pendalaman dan pengayaan materi yang berasal dari satu “gen”. “Gen” dan sangat sedikit diarahkan pada atau matan (matn) ini kemudian aspek pengembangan teori, dikembangkan menjadi komentar metodologi, dan wawasan. (syarh), catatan pinggir (hâsyiah), Padahal, semua yang disebut bahkan ada kalanya muncul dalam terakhir ini sesungguhnya justru bentuk ringkasan (mukhtashar) dan menjadi unsur-unsur keilmuan syair (nadzâm). Demikianlah, yang mendasar. Kitab Kuning dalam pesantren Dari sini, barang kali, orang dapat berjalan dalam siklus yang tetap: mengatakan bahwa masyarakat mengembang-menyempit, berputar pesantren memang lebih kaya dan berulang. Beberapa contoh materi, tetapi miskin teori untuk ini dapat dikemukakan, metodologi. Ini berbeda halnya dari misalnya, dalam fiqh: at-Taqrîb, masyarakat ”sekolahan”. Maka, Fath alQarîb, karya Al-Bâjûri, tidaklah mengherankan lagi bahwa, Qurrah al-‘Ayn, Fath al-Mu’in, ketika aspek teori dan metodologi I’ânah ath-Thâlibîn atau Nihayah terabaikan, kekayaan materi az-Zayn. Contoh dalam bidang menjadi sulit dikembangkan dan nahwu adalah; al-Ajurumiah, al- diekspreskan secara kontekstual ‘asymawi, ad-dahlan, al-karawi, al- dan mengesankan atau, apalagi, mutammimah,al-’imrithî hingga berambisi melakukan pembaruan alfiyyah ibn Malik dan Ibn aqil. pemikiran Islam. Yang lebih Sebuah cabang ilmu boleh jadi penting lagi adalah bahwa dikupas dan diringkas dalan kekayaan materi yang dimiliki puluhan Kitab Kuning. Semuanya pesantren lebih terpusat pada kajian diajarkan berulang-ulang dan fiqih sebagai produk pemikiran saja bertahun-tahun selama mengikuti dan bukan dipandang sebagai pendidikan di pesantren. proses pemikiran dinamis yang tengah merespon perkembangan di 8

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018

zamannya. Dalam kajian fiqih ini, pandang tradisional ke cara kapitasnya lebih menyempit lagi, pandang rasional. Ketika Kitab yakni dalam bidang (bab) ibadah Kuning diyakini sebagi sumber dan saja. Bab-bab lainnya seperti acuan paling baku untuk bisa mu’âmalah, jinâyah, murâfa’ah, menjawab berbagai persoalan dan al ‘alaqah ad-dawliyyah kurang kehidupan kapan dan dimanapun, serius dipelajari. dalam waktu yang sama Kitab 9) Kontekstualisasi Kitab Kuning Kuning ditantang oleh Husein menyatakan (2015) kecenderungan realitas sosial baru bahwa di hadapan perubahan– yang selalu berubah dan berwatak perubahan sosial yang semakin pluralistrik. gencar dan dahsyat dewasa ini, Maka tidaklah mengherankan pesantren dalam perkembangan ketika pemikiran-pemikiran baru paling akhir masih setia sebagai tuntutan modernitas itu memandang Kitab Kuning sebagai muncul dengan meminta jawaban khazanah intelektual dan referensi yang relevan. Kitab Kuning lalu keagamaan yang paling absah dan seolah-olah tidak diperhitungkan sakral. Konsekuensi cara pandang sebagai sumber jawaban yang ini adalah bahwa kritik-kritik atau efektif, bahkan disadari atau tidak “gugatan-gugatan” terhadap Kitab ditinggalkan oleh pemeluknya Kuning, baik secara metodologis sendiri. Kitab Kuning menjadi maupun secara substansi, isi, kehilangan daya tariknya justeru dianggap tidak etis, tidak sopan oleh sebagian produk pesantren sekaligus memunculkan stigma. sendiri. Adalah sikap apologia Tetapi, di sisi lain, disadari atau belaka jika semua persoalan social tidak, gempuran-gempuran kemasyarkatan telah termaktub modernisme secara sistematis dan jawabannya dalam Kitab Kuning. berjalan cepat, sesungguhnya telah Kenyataan sosial menunjukkan mengubah cara pandang bahwa keyakinan apologis itu masyarakat dari sakralisasi tradisi masih membutuhkan kajian yang menuju profinasi, dari hal-hal yang intens (ijtihâd) untuk bersifat keakhiratan ke hal-hal yang mengkontekstualisasikannya. bersifat keduniaan dan dari cara Kemudian, manakala hal ini 9

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018 dipandang riskan untuk dilakukan, Kuning untuk tetap setia pada maka jawaban yang muncul adalah Kitab Kuning tanpa mengabaikan mendiamkannya (tawaqquf). tuntutan-tuntutan modernitas. Dengan demikian, stagnasi Tulisan ini juga memaparkan ihwal pemikiran menjadi tak terelakan. bagaimana sesungguhnya Kitab Sementara itu, pemecahan atas Kuning harus dipahami dan apa kebuntuan semacam ini hanya bisa yang patut diberikan ketika diterobos melalui pendekatan non- mengajarkan Kitab Kuning agar kitab Kuning. Bila pun KK tetap relevan dengan kebutuhan menyediakan jawaban tekstualnya, kekinian. tetapi apakah ia bisa memberi jalan 10) Kitab Kuning Masih Relevan keluar yang efektif dan masalahat?. Untuk Dipelajarari Apa boleh buat, tradisi Menurut Haedari (2008) kitab menyelesaikan masalah melalui kuning berisi hasil pemikiran Kitab Kuning akhirnya tergugat ulama di masa lampau dalam dengan sendirinya. berbagai bidang. Paling banyak Adalah sangat mengesankan adalah bidang fikih. Selain itu, juga dan sekaligus menimbulkan bidang akidah, akhlak, tasawuf, optimisme baru di kalangan tafsir, dan hadis. Sebagian kecil pesantren bahwa, pada bulan lagi membahas ilmu kalam Desember 1988, untuk pertama (teologi) dan filsafat. Benarkah kalinya digelar sebuah Munâzharah kitab kuning sudah tidak relevan antar kiai-ulama di Pesantren dan ketinggalan zaman? ''Kitab Watucongol, Muntilan. kuning sampai saat ini masih cukup Munâzharah –selanjutnya halaqah– relevan karena itu bisa itu secara esensial dimaksudkan dikembangkan,'' Berikut ini sebagai upaya menerobos penjelaskan tentang kitab kuning kebuntuan pemikiran melalui dan relevansinya di masa sekarang pendekatan kontekstualisasi Kitab ini. Kuning. Kitab kuning hanya istilah saja Kajian ini mencoba mengulang tapi yang jelas artinya adalah kitab- kembali atau menegaskan kitab yang berbahasa Arab dan ada komitmen para penganut Kitab juga yang termasuk kitab-kitab 10

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018

yang termasuk modern seperti Al- waktu lalu diarahkan ke sana? Maraghi. Kitab kuning adalah Betul. Ulama-ulama Indonesia sebuah kitab tafsir. Sebetulnya dari yang sekelas Nawawi Al Bantani, kitab-kitab klasik tersebut bisa Syekh Yasin Padang, dan lainnya diangkat untuk hal-hal yang buku-bukunya menjadi referensi di modern juga. Yang terpenting, Timur Tengah. Begitu juga Mahfud adalah bagaimana para santri itu at-Tarmidzi, Abdurrauf Singkel, memahami tak hanya yang tekstual dan banyak sekali ulama-ulama saja, tetapi juga yang kontekstual. Indonesia yang go internasional di Jadi, di dalam membaca kitab itu masa lampau. Nanti, para santri ini tidak hanya bersifat tekstual tetapi kami dorong supaya juga menulis juga bagaimana analisis mereka dan menulis sehingga tahun ini terhadap teks itu. Kitab kuning kami akan mencoba menggerakkan sampai saat ini masih cukup dari karya-karya santri itu untuk relevan karena teori-teorinya bisa mendorong menulis. Kalau dikembangkan. tulisannya bagus kita siap untuk Spirit yang bisa diambil dari menerbitkannya. Sehingga nanti mempelajari kitab kuning : Kalau akan tumbuh budaya menulis, kita mengkaji kitab kuning, kita semangat untuk menulis. Saya kira melihat bagaimana semangat sangat jarang sekali sekarang yang belajar para ulama terdahulu. menulis di bidang ilmu sharaf, Semangat keilmuan mereka cukup fikih sudah ada tapi perlu tinggi. Karena itu, para santri dan difasilitasi supaya nanti menjadi ustadz harus kembali kepada tradisi besar. intelektual pesantren yang 11) Kritik Terhadap Kitab Kuning bersumber kepada kitab-kitab Kitab kuning selama ini kuning. Dulu kita mengenal ulama dikenal sebagai literatur (maraji’ asal KH Nawawi Al atau ma’khad) wajib bagi santri di Banteni yang kitabnya berbahasa pesantren-pesantren tradisional di Arab menjadi rujukan umat Islam seluruh pelosok tanah air. Dengan tak hanya di Indonesia tetapi juga membaca kitab kuning kalangan di Timur Tengah. Apakah kegiatan pesantren mencoba bersikap, semacam musabaqah beberapa memaknai dan menjawab ‘hampir’ 11

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018

seluruh persoalan yang muncul dan Yakni penuhanan pada metode berkembang. Persoalan muncul ambil comot teks alias tekstualis, kemudian, setelah ada dua kategori dan juga metode gampang percaya kitab kuning. Kitab mu’tabarah pada konon konon kata ulama’ (valid untuk di ruju’) dan kitab gair alias taqlid qaulan. mu’tabarah (tidak valid di ruju’) Akibatnya kitab kuning dibaca sebagian besar pesantren dan didekati sebagai korpus tradisional menggunakan pakem tertutup, yang ahistoris, dan anti keagamaan yang sama, yaitu nada kritik. Pembacaan dan pemahaman keberagaman dalam pakem kitab yang dilakukan pun cenderung kuning yang mu’tabarah. berulang-ulang. Masalah apa pun Lalu pembacaan tafsir-tafsir muncul, segera dicarikan ajaran agama dalam berbagai jawabannya dari kitab kuning disiplinnya, yang tadinya mu’tabarah begitu saja, tanpa menghargai berbagai pandangan membandingkan perbedaan yang berbeda, kemudian hanya konteks zamaninya, padahal kitab- menghargai dan akrab dengan kitab itu berisi pandangan ulama ajaran-ajaran versi kitab yang ditawarkan untuk mu’tabarah. Bila ada kyai atau menyelesaikan persoalan pada pesantren yang keluar dari pakem zaman dan tempat yang jauh ini, habislah sudah otoritasnya. berbeda dengan konteks kekinian Pembatasan rujukan hanya dan kedisinian. pada kitab-kitab mu’tabarah sejatinya lebih cenderung sebagai 3. PENUTUP upaya ideologisasi, dan tidak murni Dari uraian di atas bisa disimpulkan kerja-kerja ilmiah. Karena itu bahwa Kitab Kuning merupakan literatur kecenderungan demikian sungguh keislaman di lembaga pendidikan Islam layak dicurigai kecenderungan khususnya pesantren. Metode yang yang tidak kondusif bagi digunakan dalam pengajaran Kitab Kuning pengembangan keilmuwan yaitu dengan sorogan dan bandongan. Ciri pesantren tersebut. Realitas utama penggunaan sistem individual atau diperparah oleh penuhanan metode sorogan ini adalah : 1) Lebih pembacaan dan kajian keagamaan. mengutakaman proses belajar daripada 12

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018 mengajar. 2) Merumuskan tujuan yang 4. DAFTAR PUSTAKA jelas. 3) Mengusahakan partisipasi aktif Ahmad Haedari, Kitab Kuning Masih dari pihak murid 4) menggunakan banyak Relevan Dipelajari dlm feedback atau balikan dan evaluasi. 5) http://khazanah.republika.co.id/berit a/dunia-islam/islam- Memberi kesempatan kepada murid untuk nusantara/08/12/23/22166-amin- maju dengan kecepatan masing-masing. haedari-ma-kitab-kuning-masih- relevan-dipelajari diakses pada Pola pemikiran pertama dimaksudkan tanggal 2 Desember. sebagai cara dan kecenderungan dalam Aulia Agus Iswar, Manajemen mengkaji dan menyelesaikan suatu Perpustakaan Pesantren, dalam persoalan dengan lebih memperhatikan http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126 764-RB13I403m- aspek lahiriyah dan riwayat dari semua Manajemen%20perpustakaan- teks. Dasar perpektif ini adalah : “al-Isnad Literatur.pdf diakses pada tanggal 5 Desember 2018. min al-Din”. Sanad/transmisi adalah bagian dari agama). Jadi nara sumber Azumardi Azra, Pendidikan Islam : Tradisi dan modernisasi Menuju berita menjadi prinsip penting untuk Milenium Baru : Logos menilai benar atau tidak, sah atau tidaknya Waca ilmu, 1999. sebuah berita merupakan bagian dari ...... , Pendidikan Islam : Tradisi dan agama. modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta : Logos Waca ilmu, 2002). Kritik terhadap kitab kuning perlu dilakukan agar pemahaman terhadap Djamaluddin & Abdullah Aly , Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung konteks kekinian atau kesesuiain masalah : Pustaka Setia, 1998. terhadap zamannya bisa diterapkan. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Tentunya permasalah yang ada pada saat Indonesia, Jakarta: PT. Raja ini berbeda dengan masalah yang terjadi Grafindo, 1996. jaman dulu. Jangan sampai masalah apa Husein Muhammad , Kontekstualisasi pun yang muncul, hanya dicarikan Kitab Kuning, dalam http://huseinmuhammad.net/kontekst jawabannya dari kitab kuning mu’tabarah ualisasi-kitab-kuning/ diakses pada begitu saja, tanpa membandingkan tanggal 3 Desember 2015. perbedaan konteks zamaninya, walaupun Imam Bawani, Tradisionalisme dalam kitab-kitab itu berisi pandangan ulama pendidikan Islam, Surabaya : Al- Ikhlas, 1990. yang ditawarkan untuk menyelesaikan persoalan pada zaman dan tempat yang jauh berbeda dengan konteks kekinian. 4. 13

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Jurnal Tibanndaru Volume 2 Nomor 2, Oktober 2018

Irmansyah Alpandi, Didaktif Metodik https://garisbawahku.wordpress.com/ Pendidikan Umum, Surabaya: Usaha 2013/05/23/kitab-kuning-dan- Nasional, 1984. pesantren-menjawab-tantangan- globalisasi/ diakses pada tanggal 14 Matushu, Dinamika Pendidikan Desember 2015. Pesantren, Jakarta : INIS, 1994. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Jakarta: LP3ES, cet. 2. 1994. Jakarta: Paramadina, 1997.

Siswanto. “Praksis Model Studi Islam dalam Komunitas Pesantren (Menuju

Humanisasi Kitab Kuning)” dalam Jurnal KARSA, Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman edisi Vol. X, No.

2, Oktober 2006, hlm. 920.

Uci Sanusi, Transfer Ilmu di Pesantren :

Kajian Mengenai Sanad Ilmu, dalam Jurnal Pendidikan Islam – Ta’lim vol. 11, No. 1 Thn. 2013, hlm. 61-

70.

Winarno, Surahkmad, Metodologi

pengajaran nasional, Jakarta: jemmars, 1979.

Yayuk Susanti, Kitab kuning dan Pesantren Menjawab tantangan Globalisasi, dalam

14

Program Studi Perpustakaan dan Sains Informasi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya