Issn 0853- 2265
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265 BUDAYA DAN BAHASA MELAYU: BUDAYA PEREKAT BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA Oleh Lies Widyawati Abstrak Sejarah kebudayaan Melayu mencakup dimensi dan wilayah geografis yang luas, dengan rentang masa yang panjang. Secara geografis, kawasan tersebut mencakup Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina dan Thailand Selatan. Pada abad ke-7 M, orang Melayu bermigrasi dalam jumlah besar ke Madagaskar, sebuah pulau di benua Afrika. Sejak saat itu, kebudayaan Melayu juga berkembang di Madagaskar. Bahasa orang-orang keturunan Melayu di pulau ini banyak memiliki persamaan dengan bahasa Dayak Maanyan di Kalimantan. Ketika Syeikh Yusuf Tajul Khalwati diasingkan kolonial Belanda ke Tanjung Harapan (Afrika Selatan), ia bersama pengikutnya mengembangkan agama Islam dan budaya Melayu. Sejak saat itu, kebudayaan Melayu berkembang pula di Afrika Selatan. Kata Kunci: Budaya Melayu, Bahasa Melayu Pendahuluan Sepanjang perjalanan sejarahnya, banyak kerajaan yang telah berdiri di kawasan Melayu ini, yang tertua adalah Koying di Jambi (abad ke-3 M) dan Kutai di Kalimantan (abad ke-4 M). Tidak menutup kemungkinan, masih ada kerajaan yang berdiri lebih awal, namun belum ditemukan data sejarahnya. Setelah Koying dan Kutai, kerajaan Melayu lainnya muncul dan tenggelam silih berganti. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut, ada yang hanya seluas kampung atau distrik kecil, namun ada pula yang berhasil menjadi imperium, seperti Sriwijaya di Sumatera, Indonesia. Secara kronologis, sebagian kerajaan tersebut adalah: Melayu Kuno (abad ke-6 M), Sriwijaya (abad ke-7 M) dan Minangkabau (abad ke-7 M), semuanya di Indonesia; Brunei di Brunei Darussalam (abad ke-7 M); Pattani di Thailand (abad ke-11 M); Ternate (abad ke-13 M), Pasai (abad ke-13 M) dan Indragiri (abad ke-13 M), semuanya di Indonesia; Tumasik di Singapura (abad ke-14 M); Malaka di Malaysia (abad ke-14 M); Pelalawan di Indonesia (abad ke-14 M); Riau-Johor di Semenanjung Melayu (abad ke-16 M); Merina di Madagaskar (abad ke-17 M); Siak Sri Indrapura (abad ke-18 M), Riau-Lingga (abad ke-18 M) dan Serdang (abad ke-18 M), ketiganya di Indonesia. Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 455 ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265 Kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di kawasan Melayu ini selalu menjalin relasi dengan kerajaan lain yang berdiri saat itu, terutama dengan dua kekuatan besar Asia: Cina dan India. Oleh sebab itu, kerajaan-kerajaan tersebut banyak terdapat dalam catatan Cina, seperti catatan K‘ang-tai dan Wan-chen dari dinasti Wu (222-280 M) yang menceritakan tentang keberadaan kerajaan Koying di Sumatera. Selain Koying, keberadaan Sriwijaya juga banyak terdapat dalam catatan Cina. Selain Cina dan India, orang-orang Melayu juga memiliki relasi dagang yang baik dengan para pedagang Arab. Dengan perdagangan yang semakin intens, maka akhirnya Islam juga masuk dan menyebar di kawasan Melayu. Seiring dengan itu, huruf dan bahasa Arab juga berkembang. Berkat kreativitas orang Melayu, mereka kemudian memodifikasi huruf Arab menjadi huruf Arab Melayu (Jawi). Manuskrip- manuskrip Melayu yang ada saat ini sebagian besar ditulis dalam huruf dan bahasa Arab ini, namun banyak juga yang berbahasa Melayu lokal. Saat ini, pengaruh dari berbagai kekuatan budaya yang pernah menjalin relasi dengan kerajaan Melayu tampak jelas dalam kebudayaan Melayu, terutama dalam bahasa. Pada abad ke-16 M, kolonial Eropa (Inggris, Spanyol, Portugis, Perancis dan Belanda) masuk ke kawasan Melayu. Dalam perkembangannya, hampir seluruh kawasan ini tunduk pada kekuatan kolonial tersebut, bahkan banyak yang runtuh, seperti Malaka di Malaysia. Singkat kata, Kerajaan Melayu memang telah runtuh, namun kebudayaannya tidak akan musnah (sebagaimana dikatakan Hang Tuah, “Tak kan Melayu hilang di dunia”). Kebudayaan Melayu selalu ada dan ruhnya akan bangkit kembali, baik di daerah asalnya ataupun di kawasan lain. Minat dan perhatian kita terhadap budaya ini, sebenarnya refleksi dan bukti dari masih kuatnya ruh budaya Melayu tersebut dalam jiwa para pendukungya. Pembahasan Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dengan belajar (Koentjaraningrat). JJ Honigman dalam bukunya "the world of man" (1959) membedakan gejala kebudayaan yang bisa ditemui kedalam tiga tahap yaitu Ide, Aktivitas, dan yang terakhir adalah Artifak atau totalitas dari hasil fisik yang berupa perbuatan, karya yang bersifat konkret. Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 456 ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265 Orang Melayu memiliki identitas kepribadian pada umumnya yaitu adat- istiadat Melayu, bahasa Melayu, dan agama Islam. Dengan demikian, seseorang yang mengaku dirinya orang Melayu harus beradat-istiadat Melayu, berbahasa Melayu, dan beragama Islam. Maka dari itu jika diperhatikan adat budaya melayu maka tidak lepas dari ajaran agama Islam seperti dalam ungkapan pepatah, perumpamaan, pantun, syair, dan sebagainya menyiratkan norma sopan-santun dan tata pergaulan orang Melayu. Adat Aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah yang terbentuk di Indonesia sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah-laku anggota masyarakatnya. Di Indonesia, aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia itu menjadi aturan hukum yang mengikat dan disebut hukum adat (Yayasan Kanisius, 1973). di melayu terdapat tiga jenis adat yaitu adat sebenar adat atau adat yang memang tidak bisa diubah lagi karena merupakan ketentuan agama , adat yang diadatkan adalah adat yang dibuat oleh penguasa pada suatu kurun waktu dan adat itu terus berlaku selama tidak diubah oleh penguasa berikutnya, dan adat yang teradat adalah konsensus bersama yang dirasakan baik, sebagai pedoman dalam menentuhan sikap dan tindakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Adat-istiadat yang merupakan pola sopan-santun dalam pergaulan orang Melayu di Riau sebenarnya sudah lama menjadi pola pergaulan nasional sesama warga negara. Bahasa Melayu yang telah menjadi bahasa nasional Indonesia mengikutsertakan pepatah, ungkapan, peribahasa, pantun, seloka, dan sebagainya, sehingga tidak mudah untuk mengidentifikasi pepatah dan peribahasa yang berasal dari Melayu dan yang bukan dari Melayu. Karakteristik Orang Melayu sangat identik dengan kesopanan dalam pergaulan dimana bisa kita lihat dalam sebuah karya sastra melayu : Hidup sekandang Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 457 ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265 sehalaman, tidak boleh tengking-menengking, tidak boleh tindih-menindih, tidak boleh dendam kesumat. Yang patut dipatutkan, Yang tua dituakan, Yang berbangsa dibangsakan, Yang berbahasa dibahasakan, dan Orang Melayu sangat identik dengan sikap gotong royong yang dapat dilihat pada : Lapang sama berlegar, Sempit sama berhimpit, Lebih beri-memberi, Kalau berjalan beriringan Ciri Khas Budaya Melayu • Ada Upacara Lingkaran Hidup mulai dari proses pernikahan, kelahiran di 7 bulan awal yang dikenal dengan nama Lenggang perut, hingga kelahiran bayi dimana ada pemotongan rambut bayi (aqiqah), kemudian upacara kematian dari 40 hari hingga 100 hari • Memiliki tari zapin dan rentak sembilan yang sangat umum dikenal orang Indonesia • Seni tenun yang khas dimana dikenal kain songket • Orang melayu sangat mahir dalam kegiatan berbalas pantun. Fakta Melayu Orang melayu umumnya di idenditaskan sebagai orang yang tinggal di tanah melayu, beragama islam, dan melaksanakan adat istiadat melayu, namun sebenarnya melayu sendiri ibarat rumah yang di isi oleh berbagai macam penghuni dengan berbagai macam jenis pandangan hidup pula dan tidak harus orang yang mendiami daerah melayu. dikarenakan dalam perkembangan zaman melayu memiliki berbagai macam versi. Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 458 ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265 Identitas dan Perubahan Budaya Melayu Anggota-anggota masyarakat dipupuk nilai dan norma sosial melalui proses sosial atau proses sosialisasi. Melaluinya identiti masyarakat dan budaya dapat dipertahankan. Individu sebagai anggota masyarakat menyedari identiti masyarakat dan budayanya yang berbeza daripada masyarakat dan budaya lain. Dalam masyarakat itu terdapat pula kelompok-kelompok sosial yang membina image dan identiti tersendiri. Sebagai anggota kepada kelompok sosial itu, dalam membina kesedaran rasa kekitaan, maka ia berusaha mempertahankan image atau identiti kelompoknya. Berbagai kelompok sosial dalam sesuatu masyarakat itu membina sub budaya yang membina kesatuan di peringkat masyarakat dan budaya yang lebih luas. Sub budaya yang berbagai dalam masyarakat Melayu itu merupakan khazanah yang menyatakan kekayaan budaya Melayu itu. Masyarakat berusaha mempertahankan identitinya yang menyatakan dengan jelas kekuatan masyarakat itu. Identiti itu mahu dipertahankan selama-lamanya. Di samping itu, anggota-anggota masyarakat mahukan perubahan. Perubahan yang berlaku itu menyatakan dengan jelas tentang budaya itu dinamis. Tetapi perubahan yang berlaku itu tidak pula menghilangkan identiti yang diwarisi sejak sekian lama. Dalam perubahan yang berlaku masih boleh diteliti identiti yang dipertahankan.