ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

BUDAYA DAN BAHASA MELAYU: BUDAYA PEREKAT BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA Oleh Lies Widyawati

Abstrak Sejarah kebudayaan Melayu mencakup dimensi dan wilayah geografis yang luas, dengan rentang masa yang panjang. Secara geografis, kawasan tersebut mencakup Indonesia, Singapura, , Brunei, Filipina dan Thailand Selatan. Pada abad ke-7 M, orang Melayu bermigrasi dalam jumlah besar ke Madagaskar, sebuah pulau di benua Afrika. Sejak saat itu, kebudayaan Melayu juga berkembang di Madagaskar. Bahasa orang-orang keturunan Melayu di pulau ini banyak memiliki persamaan dengan bahasa Dayak Maanyan di Kalimantan. Ketika Syeikh Yusuf Tajul Khalwati diasingkan kolonial Belanda ke Tanjung Harapan (Afrika Selatan), ia bersama pengikutnya mengembangkan agama Islam dan budaya Melayu. Sejak saat itu, kebudayaan Melayu berkembang pula di Afrika Selatan. Kata Kunci: Budaya Melayu, Bahasa Melayu

Pendahuluan Sepanjang perjalanan sejarahnya, banyak kerajaan yang telah berdiri di kawasan Melayu ini, yang tertua adalah Koying di Jambi (abad ke-3 M) dan Kutai di Kalimantan (abad ke-4 M). Tidak menutup kemungkinan, masih ada kerajaan yang berdiri lebih awal, namun belum ditemukan data sejarahnya. Setelah Koying dan Kutai, kerajaan Melayu lainnya muncul dan tenggelam silih berganti. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut, ada yang hanya seluas kampung atau distrik kecil, namun ada pula yang berhasil menjadi imperium, seperti Sriwijaya di Sumatera, Indonesia. Secara kronologis, sebagian kerajaan tersebut adalah: Melayu Kuno (abad ke-6 M), Sriwijaya (abad ke-7 M) dan Minangkabau (abad ke-7 M), semuanya di Indonesia; Brunei di Brunei Darussalam (abad ke-7 M); Pattani di Thailand (abad ke-11 M); Ternate (abad ke-13 M), Pasai (abad ke-13 M) dan Indragiri (abad ke-13 M), semuanya di Indonesia; Tumasik di Singapura (abad ke-14 M); Malaka di Malaysia (abad ke-14 M); Pelalawan di Indonesia (abad ke-14 M); Riau-Johor di Semenanjung Melayu (abad ke-16 M); Merina di Madagaskar (abad ke-17 M); Siak Sri Indrapura (abad ke-18 M), Riau-Lingga (abad ke-18 M) dan Serdang (abad ke-18 M), ketiganya di Indonesia.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 455

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di kawasan Melayu ini selalu menjalin relasi dengan kerajaan lain yang berdiri saat itu, terutama dengan dua kekuatan besar Asia: Cina dan India. Oleh sebab itu, kerajaan-kerajaan tersebut banyak terdapat dalam catatan Cina, seperti catatan K‘ang-tai dan Wan-chen dari dinasti Wu (222-280 M) yang menceritakan tentang keberadaan kerajaan Koying di Sumatera. Selain Koying, keberadaan Sriwijaya juga banyak terdapat dalam catatan Cina. Selain Cina dan India, orang-orang Melayu juga memiliki relasi dagang yang baik dengan para pedagang Arab. Dengan perdagangan yang semakin intens, maka akhirnya Islam juga masuk dan menyebar di kawasan Melayu. Seiring dengan itu, huruf dan bahasa Arab juga berkembang. Berkat kreativitas orang Melayu, mereka kemudian memodifikasi huruf Arab menjadi huruf Arab Melayu (Jawi). Manuskrip- manuskrip Melayu yang ada saat ini sebagian besar ditulis dalam huruf dan bahasa Arab ini, namun banyak juga yang berbahasa Melayu lokal. Saat ini, pengaruh dari berbagai kekuatan budaya yang pernah menjalin relasi dengan kerajaan Melayu tampak jelas dalam kebudayaan Melayu, terutama dalam bahasa. Pada abad ke-16 M, kolonial Eropa (Inggris, Spanyol, Portugis, Perancis dan Belanda) masuk ke kawasan Melayu. Dalam perkembangannya, hampir seluruh kawasan ini tunduk pada kekuatan kolonial tersebut, bahkan banyak yang runtuh, seperti Malaka di Malaysia. Singkat kata, Kerajaan Melayu memang telah runtuh, namun kebudayaannya tidak akan musnah (sebagaimana dikatakan Hang Tuah, “Tak kan Melayu hilang di dunia”). Kebudayaan Melayu selalu ada dan ruhnya akan bangkit kembali, baik di daerah asalnya ataupun di kawasan lain. Minat dan perhatian kita terhadap budaya ini, sebenarnya refleksi dan bukti dari masih kuatnya ruh budaya Melayu tersebut dalam jiwa para pendukungya.

Pembahasan Manusia adalah makhluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk yang berbudaya, dimana kebudayaan memiliki pengertian sebagai seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dengan belajar (Koentjaraningrat). JJ Honigman dalam bukunya "the world of man" (1959) membedakan gejala kebudayaan yang bisa ditemui kedalam tiga tahap yaitu Ide, Aktivitas, dan yang terakhir adalah Artifak atau totalitas dari hasil fisik yang berupa perbuatan, karya yang bersifat konkret.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 456

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Orang Melayu memiliki identitas kepribadian pada umumnya yaitu adat- istiadat Melayu, bahasa Melayu, dan agama Islam. Dengan demikian, seseorang yang mengaku dirinya orang Melayu harus beradat-istiadat Melayu, berbahasa Melayu, dan beragama Islam. Maka dari itu jika diperhatikan adat budaya melayu maka tidak lepas dari ajaran agama Islam seperti dalam ungkapan pepatah, perumpamaan, pantun, syair, dan sebagainya menyiratkan norma sopan-santun dan tata pergaulan orang Melayu.

Adat Aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah yang terbentuk di Indonesia sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah-laku anggota masyarakatnya. Di Indonesia, aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia itu menjadi aturan hukum yang mengikat dan disebut hukum adat (Yayasan Kanisius, 1973). di melayu terdapat tiga jenis adat yaitu adat sebenar adat atau adat yang memang tidak bisa diubah lagi karena merupakan ketentuan agama , adat yang diadatkan adalah adat yang dibuat oleh penguasa pada suatu kurun waktu dan adat itu terus berlaku selama tidak diubah oleh penguasa berikutnya, dan adat yang teradat adalah konsensus bersama yang dirasakan baik, sebagai pedoman dalam menentuhan sikap dan tindakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Adat-istiadat yang merupakan pola sopan-santun dalam pergaulan orang Melayu di Riau sebenarnya sudah lama menjadi pola pergaulan nasional sesama warga negara. Bahasa Melayu yang telah menjadi bahasa nasional Indonesia mengikutsertakan pepatah, ungkapan, peribahasa, pantun, seloka, dan sebagainya, sehingga tidak mudah untuk mengidentifikasi pepatah dan peribahasa yang berasal dari Melayu dan yang bukan dari Melayu.

Karakteristik Orang Melayu sangat identik dengan kesopanan dalam pergaulan dimana bisa kita lihat dalam sebuah karya sastra melayu : Hidup sekandang

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 457

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

sehalaman, tidak boleh tengking-menengking, tidak boleh tindih-menindih, tidak boleh dendam kesumat. Yang patut dipatutkan, Yang tua dituakan, Yang berbangsa dibangsakan, Yang berbahasa dibahasakan, dan Orang Melayu sangat identik dengan sikap gotong royong yang dapat dilihat pada : Lapang sama berlegar, Sempit sama berhimpit, Lebih beri-memberi, Kalau berjalan beriringan

Ciri Khas Budaya Melayu

• Ada Upacara Lingkaran Hidup mulai dari proses pernikahan, kelahiran di 7 bulan awal yang dikenal dengan nama Lenggang perut, hingga kelahiran bayi dimana ada pemotongan rambut bayi (aqiqah), kemudian upacara kematian dari 40 hari hingga 100 hari

• Memiliki tari zapin dan rentak sembilan yang sangat umum dikenal orang Indonesia

• Seni tenun yang khas dimana dikenal kain songket

• Orang melayu sangat mahir dalam kegiatan berbalas pantun.

Fakta Melayu Orang melayu umumnya di idenditaskan sebagai orang yang tinggal di tanah melayu, beragama islam, dan melaksanakan adat istiadat melayu, namun sebenarnya melayu sendiri ibarat rumah yang di isi oleh berbagai macam penghuni dengan berbagai macam jenis pandangan hidup pula dan tidak harus orang yang mendiami daerah melayu. dikarenakan dalam perkembangan zaman melayu memiliki berbagai macam versi.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 458

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Identitas dan Perubahan Budaya Melayu Anggota-anggota masyarakat dipupuk nilai dan norma sosial melalui proses sosial atau proses sosialisasi. Melaluinya identiti masyarakat dan budaya dapat dipertahankan. Individu sebagai anggota masyarakat menyedari identiti masyarakat dan budayanya yang berbeza daripada masyarakat dan budaya lain. Dalam masyarakat itu terdapat pula kelompok-kelompok sosial yang membina image dan identiti tersendiri. Sebagai anggota kepada kelompok sosial itu, dalam membina kesedaran rasa kekitaan, maka ia berusaha mempertahankan image atau identiti kelompoknya. Berbagai kelompok sosial dalam sesuatu masyarakat itu membina sub budaya yang membina kesatuan di peringkat masyarakat dan budaya yang lebih luas. Sub budaya yang berbagai dalam masyarakat Melayu itu merupakan khazanah yang menyatakan kekayaan budaya Melayu itu. Masyarakat berusaha mempertahankan identitinya yang menyatakan dengan jelas kekuatan masyarakat itu. Identiti itu mahu dipertahankan selama-lamanya. Di samping itu, anggota-anggota masyarakat mahukan perubahan. Perubahan yang berlaku itu menyatakan dengan jelas tentang budaya itu dinamis. Tetapi perubahan yang berlaku itu tidak pula menghilangkan identiti yang diwarisi sejak sekian lama. Dalam perubahan yang berlaku masih boleh diteliti identiti yang dipertahankan. Budaya Melayu yang dinamiks, berkemampuan menerima dan menyesuaikan dengan perubahan, tetapi mempertahankan identiti Melayu sejak sekian lama. Dengan tu dapat dikatakan, tidak Melayu hilang di dunia. Identiti masyarakat dan budaya yang dibina itu diakui dan disedari anggota- anggota masyarakat. Mereka berbangga dengan identiti budaya yang mereka warisi dan mereka bina sekian lama. Malahan mereka berusaha menonjolnya, untuk dikenali sehingga ke peringkat global. Tradisi yang diwarisi itu mempunyai nilai-nilai yang tinggi yang ingin dipertahankan. Dalam membina identiti seperti di atas itu bermakna anggota-anggota masyarakat melihat dan menilai ke dalam masyarakat dan budaya sendiri yang sentiasa dipandang tinggi. Sebaliknya mereka juga melihat keluar, iaitu melihat masyarakat dan budaya lain. Dalam melihat keluar atau orang luar melihat budaya Melayu, kerapkali melibatkan prasangka, iaitu melihat identiti budaya lain berasaskan sentiman, misalnya memandang rendah masyarakat dan budaya lain dalam konteks mengagongkan budaya sendiri. Adakala prasangka itu tidak

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 459

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

berasaskan realiti, tetapi semata-mata timbul dari sentiman yang terbina dalam masyarakat. Adakala prasangka itu dibina berasaskan kepentingan tertentu. Orang luar yang melihat orang Melayu secara luaran, sebagaimana yang pernah ditulis oleh orang-orang barat masa lalu, adakala menggambarkan orang Melayu sangat buruk. Mereka tidak memahami masyarakat dan budaya Melayu. Pandangan mereka berasaskan budaya mereka, dan inilah yang dikatakan ethnocentric. Dalam masyarakat Melayu yang pesat mengalami proses perubahan, terutama tekanan daripada peradaban asing dan proses globalisasi, anggota- anggota masyarakat menghadapi masalah dalam mempertahankan tradisi. Mereka menghadapi krisis dalam mempertahankan tradisi sebagai menyatakan lambang identiti masyarakat dan budaya Melayu. Dalam menghadapi perubahan itu, selalunya unsur-unsur budaya tradisi diketepikan, dan gaya hidup moden menjadi pilihan. Dalam keadaan menghadapi krisis identiti itu, terdapat pula gerakan oleh kumpulan-kumpulan tertentu yang mempertahankan identiti, terutama unsur-unsur budaya tradisi yang diwarisi sekian lama. Krisis identiti juga turut dialami di peringkat individu. Dalam pesatnya perubahan yang melanda orang-orang Melayu, turut membawa kesan kepada individu, dalam menentukan bahawa perubahan yang berlaku itu tidak ketinggalan, maka ia juga menghadapi krisis dalam mengekalkan tradisi. Krisis identiti ini turut dialami individu yang ibu atau bapanya bukan Melayu. Ia menghadapi masalah dalam menentukan identiti, sebelah ibunya atau sebelah bapanya. Dalam keadaan ini selalunya identiti yang lebih dominan mempengaruhi seseorang itu.

Melayu Kelompok majoriti di Malaysia Kelompok majoriti, seperti orang Melayu di Malaysia mewarisi tradisi budaya dan berusaha mengekalkan identiti Melayu dalam berbagai lapangan. Tradisi budaya memainkan peranan penting dalam menyatakan lambang identiti yang diperturunkan dari satu generasi kepada generasi berikut. Kelompok majoriti itu menentukan identiti. Walaupun perubahan berlaku, tetapi kelompok itu berusaha mengekalkan identiti. Kelompok Melayu minoriti, terutama di luar alam Melayu ini didapati tidak mampu untuk mempertahankan identiti Melayu seperti kelompok majoriti itu.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 460

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Kelompok minoriti itu selalunya dipengaruhi masyarakat dan budaya majoriti sehingga kelompok itu tidak mampu untuk mengekalkan identiti. Apabila generasi baru mengambil tempat dalam kelompok minoriti itu, maka kaitan dengan identiti itu didapati semakin lemah dan dalam jangka masa yang lama identiti Melayu yang asal itu boleh hilang. Bandingkan dengan kelompok Melayu di Afrika Selatan, Sri Lanka dan lain-lain. Dalam membina identiti sebagaimana yang telah dinyatakan sebelum ini dapat dilakukan secara luaran, melalui rupa bentuk fisikal dan sesuatu yang dihasilkan dalam melambangkan identiti itu berasaskan kepada struktur luaran. Selain itu, identiti itu juga melibatkan secara dalaman, iaitu jiwa Melayu itu. Oleh itu dalam mengenali identiti itu perlu juga difahami aspek dalamannya, iaitu struktur dalaman sebagaimana yang dinyatakan oleh anggota-anggota masyarakat. Kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat itu adakala berusaha membina identiti sendiri sebagai melambangkan kekuatan kelompok sosial itu. Dalam membina identiti itu berbagai cara pernah dilakukan, misalnya melalui agama kelompok sosial itu menyatakan lambang-lambang tersendiri, di samping memupuk nilai-nilai sosial yang berkaitan. Ada kelompok pula amat terpengaruh dengan kemodenan barat dan menyatakan identiti berasaskan nilai-nilai itu. Walau bagaimanapun kelompok-kelompok sosial itu tidak terpisah daripada masyarakat dan budaya Melayu yang dianggap dominan. Masyarakat membina identiti berasaskan berbagai-bagai aspek kehidupan, termasuk aspek sosial dan budaya. Dengan berbagai-bagai aspek kehidupan itu secara keseluruhan dalam konteks yang lebih luas masyarakat itu membina identiti. Antara aspek atau sistem yang memberikan sumbangan kepada pembinaan identiti itu adalah seperti dinyatakan di bawah: 1. Kekeluargaan dan perkahwinan – termasuk dalam menyusur galur keturunan. 2. Sistem sosial – struktur sosial, meliputi aspek hiraki sosial, status sosial – tradisi dan moden. 3. Sistem kepimpinan dan politik – kedudukan pemimpin. 4. Agama dan kepercayaan – termasuk simbol/lambang yang berkaitan seperti masjid. 5. Sistem ekonomi – termasuk demografi. Kegiatan cari makan, budaya kerja dan sebagainya. Penempatan kampung – bandar. 6. Simbol status/kelas sosial. Kekayaan, kekuasaan.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 461

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

7. Pakaian, makanan.

Berasaskan identiti budaya pula termasuklah nilai dan norma sosial, adat, dan seumpamanya, atau dalam konteks visual dan bukan kebendaan. Melihat kepada perkara-perkara yang diterangkan di atas itu, identiti masyarakat dan budaya itu meliputi keseluruhan aspek kehidupan masyarakat.

Pandangan Orang Luar tentang Orang Melayu Isabella Bird, (The Golden Chersonese, Oxford University Press) seorang pengembara Inggeris telah menceritakan tentang orang Melayu Perak semasa beliau melawat negeri itu pada abad ke 19. Beliau menerangkan orang Melayu tinggal di kampung menumpukan kepada pekerjaan bertani dan menangkap ikan. Mereka tidak suka tinggal di bandar. Rumah dan perkampungan mereka di tepi hutan dan di tepi sungai. Mereka sukakan kebebasan untuk bergerak. Rumah mereka dibina agak berjauhan antara satu dengan yang lain. Rumah dibina di atas tiang, dinding rumah diperbuat dari kayu yang telah diketam, bumbung rumah dari daun nipah yang disirat. Bumbung rumah agak tinggi dan curam. Rumah orang miskin dan orang kaya tidak jauh berbeza, kecuali tangga rumah orang miskin dibina dari kayu dan rumah orang kaya dari batu. Rumah mereka tidak banyak ruang, didapati ruang tamu juga digunakan sebagai tempat tidur. Dalam rumah tidak banyak perabot. Tikar digunakan sebagai tempat duduk. Lantai rumah pula dipasang renggang supaya udara dapat beredar ke dalam rumah dan sampah dan sisa makanan boleh disapu ke bawah rumah tuntuk dimakan oleh ayam. Pada waktu malam nyamuk di keliling dapat dihalau dengan memasang unggun api di bawah rumah. Didapati rumah Melayu itu membela monyet yang digunakan untuk memetik kelapa. Seterusnya Bird juga menerangkan lelaki Melayu bersifat pendiam, cemburu, curiga dan pembelot. Perempuan pula berbadan kecil, pembersih dan bergiat dalam aktiviti ekonomi seperti menganyam tikar dan bakul. Pakaian mereka dari sutera atau kain kapas yang menutup bahagian lutut hingga leher. Rupa paras Melayu berkulit sawo matang, kening mereka rendah, tulang pipi tinggi, hidung leper, mulut lebar dengan bibir tebal. Rambut hitam berkilat dan rambut perempuan pula disiput.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 462

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Perempuan Melayu dikatakan malas bekerja, hasil jualan tikar dan buahan mereka membeli kain baju. Perempuan suka memakai sarung berwarna merah dan berjalur-jalur. Baju kebaya dikenakan kerongsang yang diperbuat dari perak, emas atau permata. Sanggul rambut atau siput rambut disematkan pin sanggul. Kain yang dipakai perempuan diikat dengan tali pinggang yang diperbuat dari perak atau emas bertatahkan permata. Bagi lelaki pula memakai sarung dan baju Melayu dan di kepala mereka memakai destar. Undang-undang mereka adalah berteraskan undang-undang Islam. Bird juga memetik pendapat seorang pegawai Inggeris yang bernama Capt. Shaw, yang menyatakan orang Melayu itu lembut, halus, lurus dan peramah, serta mementingkan harga diri. Mereka sensitif dan sanggup membunuh untuk menjaga dan mempertahankan harga diri dan keluarga. Mereka beragama Islam dan cita-cita utama mereka ialah untuk menunaikan haji ke Mekah. Ada di kalangan mereka yang telah ke Mekah beberapa kali. Di sekeliling rumah ditanam dengan pokok buahan seperti nangka, durian, sukun, mangga, pisang dan lain-lain. Mereka menghabiskan masa dengan mendengar muzik, cerita atau mengadakan ritual keagamaan. Setiap masjid ada kariahnya dan setiap kariah terdapat 44 buah rumah. Kalau ada kampung yang hendak membina masjidnya sendiri mesti ada 44 buah rumah. Hal- hal ugama diserahkan kepada Imam yang juga melaksanakan tugas-tugas berkaitan perkahwinan dan kematian. Kenduri sering diadakan seperti pada masa kelahiran, memotong jambul, perkhatanan dan perkahwinan. Dan pada waktu kenduri ini lazimnya disembelih kerbau. Dari segi kepercayaan, orang Melayu amat percaya kepda hantu, pawang, bomoh dan tanda-tanda baik-buruk. Sebagai contoh, orang Melayu percaya adanya hantu, harimau jadi-jadian dan sebagainya. Orang Melayu juga percaya kepada keujudan pelesit, polong dan lain-lain. Burung pungguk dikatakan burung hantu. Penanggalan pula dalam bentuk wanita, kepalanya boleh ditanggalkan dan meninggalkan badan untuk pergi mencari darah perempuan yang baru bersalin. Orang Melayu juga percaya kesan azimat yang dipakai pada badan mereka. Bagi Bird, yang paling penting untuk menjelaskan identiti orang Melayu ialah keris dan konsep amuk. Keris dilihat sebagai senjata dan simbol diri atau kejantanan lelaki Melayu. Amuk juga dikaitkan dengan hargadiri. Orang mengamuk sekiranya harga dirinya dicemuh atau diperendahkan, ataupun dirinya dan keluarganya diaibkan. Mereka mengamuk kerana pandangan mereka menjadi gelap dan tidak tahan menanggung malu dan celaan tersebut.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 463

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Orang Melayu mengikut F. Swettenham (“The Real Malay”) dalam Stories and Sketches by Sir F. Swettenham; selected and introduced by William Roff, Oxford University Press) adalah sebagaimana berikut ini: Untuk memahami orang Melayu dengan mendalam, Swettenham berpendapat, seseorang itu perlu tinggal di kalangan mereka, menghormati agama dan kepercayaan mereka, meminati kecenderungan mereka, perlu bersifat toleransi dan jangan memandang serong terhadap prejudis mereka, bersimpati dan membantu mereka ketika mereka dalam kesusahan dan kalau boleh bukan sahaja berkongsi keseronokan mereka tetapi juga risiko yang mereka hadapi. Hanya dengan cara ini sahaja seseorang itu boleh memperolehi kepercayaan dan keyakinan orang Melayu. Melalui keyakinan ini sahaja seseorang itu akhirnya boleh memahami hati budi orang Melayu, terutama bersifat batiniah itu. Orang Melayu yang sebenarnya, adalah pendek, berbadan tegap dan gempal. Rambutnya lurus hitam, kulit sawo matang, hidung dan bibirnya tebal dan matanya cerah dan nampak cerdik. Tingkahlakunya lemah lembut dan mudah untuk didampingi. Orang Melayu bersifat curiga terhadap orang luar tetapi tidak menunjukkan sikap tersebut secara terbuka. Orang Melayu berani dan boleh dipercayai menjalankan tanggungjawabnya dengan baik. Walau bagaimanapun dia bersifat boros dan suka meminjam wang tetapi lambat membayarnya balik. Dia petah dan bijak bercakap, pandai berkias (dan mungkin juga menyindir), sering memetik peribahasa dan kata-kata hikmah, pandai melawak dan berjenaka dan sukakan kepada jenaka yang baik. Orang Melayu suka ambil tahu hal orang lain, terutama jirannya. Oleh itu orang Melayu dikatakan kuat gosip atau suka menjaga tepi kain orang lain. Orang Melayu beragama Islam dan pada pendapat Swettenham ini menyebabkan mereka bersifat fatalistik, iaitu percaya kepada qada’ dan qadar (nasib dan rezeki ditentukan Allah). Tetapi pada masa yang sama mereka juga percaya kepada perkara-perkara karut dan tahyul yang bertentangan dengan Islam. Dia tidak minum arak dan jarang sekali menghisap candu tetapi dia amat minat berjudi, sama ada menyabung ayam ataupun permainan-permainan yang ada elemen pertaruhan. Secara semulajadi orang Melayu adalah ahli sukan. Mereka suka dan berminat menangkap dan menjinakkan gajah. Mereka juga merupakan seorang nelayan atau penangkap ikan yang cekap. Dari satu segi orang Melayu konservatif, bangga dan megah terhadap negerinya dan masyarakatnya. Mereka menyanjung

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 464

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

adat dan tradisi lama masyarakat Melayu. Mereka takut kepada Raja, hormat dan tunduk kepada kuasa. Orang Melayu memandang rendah kepada sebarang pembaharuan dan seboleh-bolehnya akan menolak sebarang pengenalan kepada perubahan secara mendadak. Sebaliknya, jika mereka diberi masa untuk memeriksa dan menelitinya dan perubahan tersebut tidak dipaksa ke atas mereka, mereka boleh diyakinkan tentang keuntungan dan faedah yang boleh dicapai melalui pembaharuan-pembaharuan tersebut. Orang Melayu cepat mempelajari ilmu yang diajar kepadanya. Bagi Swettenham, sekiranya orang Melayu ingin dan juga bercita-cita tinggi dia boleh menjadi seorang mekanik yang baik. Walau bagaimanapun orang Melayu malas. Dia tidak mempunyai sebarang perancangan yang teratur di dalam hidupnya. Dia tidak tahu tentang ketepatan masa termasuk juga waktu makannya. Padanya waktu itu tidak penting. Rumah orang Melayu tidak tersusun dan kotor tetapi dia dua kali sehari. Dia juga suka berhias dan memakai pakaian yang kemas. Orang Melayu tidak toleran kepada sebarang penghinaan. Baginya malu yang diterima hanya boleh dibersihkan dengan darah. Dia akan masam muka dan memendam rasa apabila kewibawaannya dan maruahnya tersentuh atau terguris sehingga dia dirasuk oleh perasaan hendak membalas dendam. Jika dia tidak dapat membalas pada orang berkenaan atau berkaitan dia akan mengancam orang pertama yang ditemuinya, tidak kira lelaki atau perempuan, tua atau muda. Inilah yang dikatakan amuk. Semangat kesukuan kuat di kalangan orang Melayu. Dia taat dan setia kepada Raja, Penghulu dan pemimpin. Pemberian kurnia oleh Raja kepada rakyat dan pemberian hadiah dari rakyat kepada Raja adalah satu amalan yang biasa. Walaupun orang Melayu beragama Islam dan sanggup dipaku hidup-hidup dari menolak agamanya, orang Melayu bukannya menganggap agama orang lain rendah. Dia juga bukan seorang hipokrit. Kehidupannya akan menghadapi kitaran hidup berikut: Pada masa kecil dia dijaga dengan baik, dia tidur bila dia suka dan makan apabila dia merasa lapar (elemen masa tidak penting). Dia jarang dipukul atau dirotan, oleh itu dia jarang menangis. Pada umur 15 atau 16 tahun dia rajin belajar dan dihantar mengaji Qoran walaupun mengaji dalam bahasa yang dia tidak faham. Pada umur di antara 16 hingga 25 tahun dia harus dielakkan kerana pada peringkat umur ini dia suka bersuka-sukaan, berfoya-foya, boros, pemurah, suka berjudi,

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 465

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

banyak terikat dengan hutang, sering terlibat dalam melarikan isteri jirannya dan suka menonjol-nonjolkan dirinya. Selepas itu jika dia tidak meneruskan dengan perangai buruknya, dia akan cuba, dengan bantuan orang-orang yang lebih tua darinya, berusaha memantapkan kedudukan sosialnya. Jadi, apabila dia mencecah umur 40 tahun dia akan menjadi seorang manusia yang bijak (dan berpengalaman). Anak perempuan pula dibiarkan hidup bebas sehingga umur 5 tahun dan kemudian diberi pakaian yang sempurna. Sejak itu dia dididik dan diasuh dalam membantu kerja-kerja rumah dan dapur. Dia juga diajar turun ke sawah. Tujuannya untuk menyediakan menjadi seorang isteri dan ibu yang baik. Pada peringkat umur 15/16 tahun dia sukakan pakaian yang cantik dan juga sudah tahu memakai barang-barang kemas. Gadis yang belum kahwin diasuh dan diajar bagi mengelakkan dari mengadakan hubungan dengan lelaki yang tidak ada tali persaudaraan dengannya. Selepas berkahwin orang perempuan Melayu mendapat kebebasan yang seluas-luasnya. Orang Melayu amat mementingkan bangsa dan keturunan. Lelaki Melayu boleh kahwin empat dan boleh menceraikan isteri/ isteri-isteri dan menggantikan mereka dengan isteri yang baru. Sekiranya dia mampu dia akan menggunakan kesempatan ini tetapi lelaki Melayu jarang-jarang mempunyai empat orang isteri pada satu masa.

Melayu Riau Melayu Riau atau Riau Raya adalah wilayah dan masyarakat Melayu yang tinggal di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Mereka menggunakan Bahasa, adat, dan budaya Melayu sehari-harinya. Riau Raya merupakan saujana peradaban Melayu yang luas, kaya, dan indah. Persebaran Masyarakat Melayu Riau terbagi atas : Masyarakat Melayu Riau Kepulauan, yaitu masyarakat Melayu Riau yang bermukim di kawasan Provinsi Kepulauan Riau , yang terdiri atas : Kabupaten Bintan Kabupaten Natuna Kabupaten Karimun Kota Batam Kabupaten Kepulauan Anambas Kota Tanjung Pinang kabupaten Lingga

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 466

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Masyarakat Melayu Riau daratan, yaitu masyarakat Melayu Riau yang bermukim di kawasan Provinsi Riau, terdiri atas Melayu Riau Pesisisr dan Melayu Pedalaman. Melayu Riau : Kabupaten Bengkalis Kabupaten Pelalawan Kabupaten Rokan Hilir Kabupaten Indragiri Hilir Kota Dumai Kabupaten Kampar Kabupaten Kepulauan Meranti Kabupaten Rokan Hulu Kabupaten Siak Kabupaten Kuantan Singingi

Kota Pekanbaru yang dulunya merupakan bahagian dari provinsi Kerajaan Siak berada ditengah-tengah Provinsi Riau, adat, budaya, dan bahasa yang digunakan merupakan adat melayu Siak yang berkembang pada saat itu. Sementara Kabupaten Indragiri Hulu juga menggunakan bahasa, budaya, dan adat Melayu yang sama dengan Melayu Riau Pesisir meski wilayahnya berada di pedalaman Riau. Adapun perkataan Melayu itu sendiri mempunyai kepada tiga pengertian, yaitu Melayu dalam pengertian “ras” di antara berbagai ras lainnya. Melayu dalam pengertian sukubangsa yang dikarenakan peristiwa dan perkembangna sejarah, juga dengan adanya perubahan politik menyebabkan terbagi-bagi kepada bentuk negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei dan Filipina. Melayu dalam pengertian suku, yaitu bahagian dari suku bangsa Melayu itu sendiri. Di Indonesia yang dimaksud dengan suku bangsa Melayu adalah yang mempunyai adat istiadat Melayu, yang bermukim terutamanya di sepanjang pantai timur Sumatera, di Kepulauan Riau, dan Kalimantan Barat. Pemusatan suku bangsa Melayu adalah di wilayah Kepulauan Riau. Tetapi jika kita menilik kepada yang lebih besar untuk kawasan Asia Tenggara, maka ianya terpusat di Semenanjung Malaya.*) Kemudiannya menurut orang Melayu, yang dimaksud orang Melayu bukanlah dilihat daripada tempat asalnya seseorang ataupun dari keturun darahnya saja. Seseorang itu dapat juga disebut Melayu apabila ia beragama Islam, berbahasa Melayu dan mempunyai adat-istiadat Melayu. Orang luar ataupun bangsa lain yang datang lama dan bermukim di daerah ini dipandang sebagai orang Melayu apabila ia beragama Islam, mempergunakan bahasa Melayu dan beradat istiadat Melayu.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 467

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Imperium Melayu Riau adalah penyambung warisan Sriwijaya. Kedatangan Sriwijaya yang mula-mula sejak tahun 517 s/d 683 dibawah kekuasaan Melayu, dengan meliputi daerah Sumatera tengah dan selatan. Sriwijaya-Sailendra bermula dari penghabisan abad ke 7 dan berakhir pada penghujung abad ke 12. Kemaharajaan Melayu yang dimulai dari - Kerajaan Bintan-Tumasik abad 12-13 M dan kemudian memasuki periode Melayu Riau yaitu - zaman Melaka abad 14-15 m, - zaman Johor-Kampar abad 16-17 m, - zaman Riau-Lingga abad 18-19 m. Paramesywara atau Iskandar Syah dikenal dengan gelar Sri Tri Buana, Maharaja Tiga Dunia (Bhuwana, Kw, Skt berarti dunia), seorang pangeran, keturunan raja besar. Ia sangat berpandangan luas, cerdik cendikia, mempunyai gagasan untuk menyatukan nusantara dan akhirnya beliaulah pula yang membukakan jalan bagi perkembangan islam di seluruh nusantara. Paramesywara adalah keturunan raja-raja Sriwijaya-Saildendra. Menurut M.Said (dalam bukunya Zelfbestuur Landchappen) Raja Suran adalah keturunan Raja Sultan Iskandar Zulkarnain di Hindustan yang melawat ke Melaka, beranak tidak orang laki-laki. Diantara putranya adalah Sang Si Purba, kawin dengan Ratu Riau. Dari puteranya menjadi turunan Raja Riau. Sang Si Purba sendiri pergi ke Bukit Sigantung Mahameru (Palembang) menjadi Raja dan kawin disana. Ia melawat ke Minangkabau dan menjadi Raja Pagarruyung. Memencar keturunannya menjadi Raja-Raja Aceh dan Siak Sri Indrapura. Menurut Sejarah Melayu tiga bersaudara dari Bukit Siguntang menjadi raja di Minangkabau, Tanjung Pura (Kalimantan Barat) dan yang ketiga memerintah di Palembang. Yang menjadi Raja di Palembang adalah Sang Nila Utama. Sang Nila Utama inilah yang menjadi Raja di Bintan dan Kemudian Singapura. Dalam hikayat Hang Tuah yang terkenal, ada disebutkan, raja di “Keindraan” bernama Sang Pertala Dewa. Adapula tersebut seorang raja. Istri baginda hamil dan beranak seorang perempuan yang diberi nama Puteri Kemala Ratna Pelinggam. Setelah dewasa diasingkan ke sebuah pulau bernama : Biram Dewa.. Sang Pertala Dewa berburu di pulau Biram Dewa tersebut. Akhirnya kawin dengan Putri Kemala Ratna PeLinggam. Lalu lahir anaknya yang dinamai Sang Purba. Setelah itu mereka naik “keindraan”. Kemudian turun ke Bukit Sigintang Mahameru. Sang purba dirajakan di bukit siguntang. Sang Purba kawin dengan puteri yang berasal dari muntah seekor lembu yang berdiri ditepi kolam dimana sang puteri sedang mandi. Lahir seorang putra dinamai Sang Maniaka dan kemudian lahir pula putera yang

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 468

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

kedua Sang Jaya Mantaka, yang ketiga Sang Saniaka dan yang keempat Sang Satiaka. Sang Maniaka dirajakan di Bintan dan singapura. Kerajaan Riau-Bintan dimulai dari Raja Asyar-Aya (1100-1150 m) Dan Ratu Wan Sri Beni (1150-1158M). Ratu kemudian digantikan oleh menantunya Sang Nila Utama, yang mendirikan Kerajaan Singapura dan memindahkan Kerajaan dari Bintan ke Singapura. Menurut para ahli sejarah, Sang Nila Utama dari Bintan menemukan Singapura pada tahun 1294 M. kemudian diberi gelar Tri Buana dan mengubah nama Temasek menjadi Singapura. Menurut sejarah Melayu karangan Tun Seri Lanang (1612 M), raja Melayu yang terakhir disingapura (Tumasik) adalah Raja Iskandar Syah yang membuka negeri Melaka. Dalam buku-buku sejarah karangan pelawat-pelawat Cina nama raja Melayu Melaka yang pertama itu ialah Pa-Li-Su-La dan Pai-li-mi-sul-la, dari sumber Portugis yang menyebutkan Paramesywara dengan sebutan Paramicura dan Permicuri. Ahli sejarah mengambil kesimpulan bahwa raja Melayu Melaka (Raja Singapura yang terakhir) adalah Permaisura (sebelum memeluk agama islam) kemudian raja itu menjadi Raja Melaka dengan memakai gelar Permaisuri Iskandar Syah (1394-1414 M). Keturunan raja ini yang memerintah di Melaka ialah : - Megat iskandar syah (1414-1424 M) - Sultan Muhammad Syah (1424-1444 M) - Sultan Abu Syahid (1445- 1446 M) - Sultan Muazaffar Syah (1446-1456 M) - Sultan Mansyur Syah (1456-1477 M) - Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1488 M) - Sultan Mahmud Syah I (1488- 1511 M). Selama abad 15 sampai permulaan abad ke 16 di antara Kerajaan-Kerajaan Melayu yang ada, hanya Kerajaan Melaka yang mencapai puncak kejayaan. Sebuah laporan portugis pada permulaan abad ke 16 telah menggambarkan Kerajaan Melaka. Pada masa itu dinyatakan bahwa kota Melaka adalah Bandar perdagangan yang terkaya dan mempunyai bahan-bahan perdagangan yang termahal, armada yang terbesar dan lalu lintas yang teramai di dunia. Melaka menjadi kota perdagangan yang terbesar didatangi pedagang-pedagang dari pulau-pulau nusantara dan dari benua asia lainyya seperti dari India, Arab, Parsi, Cina, Burma (Pegucampa, Kamboja dan lain-lain). Dalam tahun 1509 mulai pula berdatangan pedagang-pedagang dari eropa Melaka sebagai pusat imperium Melayu dan menjadi Bandar perdagangan yang ramai juga merupakan pusat penyebaran agama islam ke seluruh nusantara dan Asia Tenggara. Sultan Melaka Sultan Mansyur Syag Akbar yang memerintah pada tahun 1456-1477 M) telah berhasil mengantarkan

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 469

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Melaka ke puncak kebesaran sejarah Melayu dan beliau dapat mempersatukan Kerajaan-Kerajaan Melayu dalam imperium Melayu. Pada masa Sultan Mansyur inilah terkenalnya sembilan pemuda yang gagah berani sebagai hulubalang Kerajaan seperti : Hang Tuah, Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekiu, Hang Lekir, Hang ali, Hang Iskandar, Hang Hasan, dan Hang Hussin. Diantara kesembilannya Hang Tuahlah yang paling berani dan bijaksana sehingga Sultan mengangkatnya menjadi Laksmana. Pengganti Sultan Mansyur Syah ialah putranya Sultan Alauddin Riayat Syah (1477-1588 H). Raja ini diracuni oleh Raja Kampar dan Raja Indragiri yang ditawan di Melaka. Sewaktu beliau hendak berangkat ke Melaka. Sultan Alauddin berputrakan Raja Menawar Syah, Raja Kampar dan Raja Muhammad yang kemudian bergelar Sultan Mahmud Syah Raja Melaka. Sultan mahmud beristrikan putri sultan raja pahang. Yang menurunkan tiga orang anak. Yang tertua adalah laki- laki diberi nama Raja Ahmad, yang kedua dan ketiga adalah perempuan. Sultan mahmud berguru pada Maulana Yusuf, sultan munawar syah raja Kampar wafatm digantikan oleh anaknya yang bernama Raja Abdullah yang di nobatkan oleh Sultan Mahmud di Melaka dan diambil menjadi menantunya. Setelah dinobatkan di Melaka beliau kembali ke Kampar. Sebelum pusat Kerajaan imperium Melayu di pindahkan ke Johor, Sultan Mahmud Syah I telah mendirikan pusat pemerintahan di Kampar terletak ditepi Sungai Kampar. Tempat ini dijadikan sebagai pusat imperium Melayu dan basis perjuangan terakhir untuk melawan portugis. Sultan Mahmud Syah I ini sangat pemberani dalam menghadapi Portugis. Tapi sayang Melaka tetap berhasil di rebut Portugis. Pada tanggal 15 agustus 1511 terjadilah peperangan yang hebat di antara pejuang Melaka dengan angkatan portugis yang di pimpin oleh Affonso d’albuquerqe.Melaka berhasil dikalahkan. Sultan dan pengikut-pengikutnya akhirnya melarikan diri ke hulu sungai Muar, dan membuat Kerajaan Pagoh. Dalam bulan oktober 1511, Raja Abdullah (Sultan Kampar) mengadakan hubungan dengan affonso d’ Albuquerque dan pergi ke Melaka. Kemudian kembali lagi ke Kampar. affonso d’ Albuquerque merasa kalau Pagoh dan Bentayan (Kuala Muar) akan menjadi ancaman bagi mereka. Takut akan hal ini, affonso langsung mengerahkan pasukannya yang terdiri dari 400 orang lascar portugis, 600 orang jawa, dan 300 orang pegu (Burma) untuk menyerang Bentayan dan Pagoh. Akhirnya Sultan Mahmud Syah I dan pengikutnya meninggalkan Pagoh dan berpindah ke Pahang melalui Lubuk Batu dan Panarikan. Bulan Juli 1512 angkatan perang Sultan

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 470

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Mahmud Syah I di bawah pimpinan Laksmana Hang Nadim menyerang orang-orang Portugis di Melaka. Januari 1513 Sultan Mahmud Syah I dan para pengikutnya pindah ke Bintan, tepatnya di Kopak. Beliau menetap disini sampai tahun 1519. dari basis ini Sultan Mahmud beberapa kali menyerang Melaka dan mengadakan blockade di Kuala Muar sehingga Melaka kekuarangan makanan. Tahun 1521 Joerge d’ Albuquerque, panglima perang Portugis di Melaka menyerang bintan dengan membawa 18 buah kapal dan 600 orang prajurit. Tahun 1523 dibawah pimpinan Don Sancho Enriquez, portugis kembali menyerang Bintan. Namun dibawah komando Hang Nadim, Laskar Kerajaan Bintan mampu memberikan perlawanan yang sengit kepada Portugis. Tidak sedikit tentara Portugis yang mati dalam pertempuran ini dan juga kerugian materi yang tidak sedikit. Tahun 1526 portugis menghancurkan bandara Bengkalis, yang kemudian portugis kembali mengadakan penyerangan kepada Bintan dibawah pimpinan Pedro Maskarenhaas. Kali ini Portugis mendatangkan angkatan perang dari Goa (India) yang terdiri dari 25 buah kapal-kapal besar, 550 orang prajurit portugis dan 600 orang prajurit Melayu yang telah berhasil mereka bujuk untuk ikut dalam barisan mereka. Disaat itu pula Sultan Mahmud sudah bisa membaca keadaan bahwa Portugis akan kembali menyerang mereka. Dengan segera Sultan Mahmud langsung mengatur pertahanan yang kokoh di Kota Kara dan Kopak. Pertempuran hebat pun terjadi di Kota Kara, Laskar-laskar Melayu banyak yang berguguran, sedangkan Hang Nadim terluka, keadaan pun semakin tidak seimbang, akhirnya Bintan pun berhasil ditakhlukkan Portugis. Dalam catatan Sejarah Melayu, Sultan Mahmud Syah I adalah yang kedelapan dan juga merupakan Raja yang terakhir dari Kerajaan Melaka (1488- 1511). Dan juga beliau merupakan Raja Pertama Kerajaan Johor yang memerintah Johor dari tahun 1511 sampai dengan tahun 1528. Beliau adalah putra dari Sultan Alauddin Riayat Syah dengan Istrinya Saudara Bendahara Pemuka Raja Tun Perak yang bernama Raja Mahmud. Pada masa Sultan Mahmud Syah I ini, Sultan Munawar, saudara seayahnya yang menjadi Raja di Kampar telah mangkat. Yang digantikan oleh putra Sultan Munawar bernama Raja Abdullah. Setelah Raja Abdullah di nobatkan menjadi Raja Kampar, Sultan Mahmud Syah I langsung mengangkatnya menjadi menantu yang dikawinkan dengan putrinya Putri Mah.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 471

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Laksemana Hang Tuah juga meninggal pada masa Sultan Mahmud Syah I ini. Menurut sejarah Melayu, hang tuah di makamkan di Tanjung Keling Melaka. Setelah Melaka di kalahkan portugis, putra Sultan Mahmud Syah I, Sultan Ahmad Syah yang merupakan Raja Bintan di Riau, membuka Negeri Johor. Namun gagal. Akhirnya Sultan Mahmud Syah I wafat pada Tahun 1528 dan di beri gelar kemangkatan dengan gelar Marhum Kampar. Kedudukannya digantikan oleh putranya Alauddin Riayat Syah II. Tapi sayang Sultan Alauddin membuat kesalahan fatal. Dia memindahkan imperium Melayu dari Pekantua yang terletak di Sungai Kampar Riau Sumatera yang telah terjaga rapi, kuat dan tangguh ke bagian Johor Lama dan di beri nama Pekan Tua juga. Rancangan ayahnya yang kokoh dengan maksud supaya tetap menjaga hubungan dalam imperium Melayu jadi hancur. Pada waktu itu Kampar tidak lagi diurus Raja sendiri, melainkan diserahkan kepengurusannya kepada Adipati Kampar (Selaku Gubernur). Bahkan dikatakan dari sumber sejarah lain Sultan Alauddin Riayat Syah II ini malah mau berdamai dengan portugis dan sama-sama menghantam Aceh. Abangnya yang bernama Raja Muda Muzaffar Syah diusirnya atas desakan bendahara. Raja Muda Muzaffar Syah sekeluarga akhirnya pergi membawa nasib hingga ke Siam (Thailand). Kemudian dibawa rakyat di Kelang ke Perak dan dirajakan disana selaku Sultan Perak dan Selangor. September 1537, Aceh mengadakan penyerangan kepada Melaka yang telah berada di tangan Portugis. Dengan kekuatan 300 orang prajurit, Aceh mendaratkan dan berperang diMelaka selama 3 hari. Aceh juga menyerang Haru. Sultan Alauddin Riayat Syah II tiba-tiba menyerang armada Aceh (Deli) dalam pada tahun 1540. ia merebut haru masuk dalam lingkungan Melayu. Hal ini merupakan dendam aceh dengan imperium Melayu sampai abad ke 18. dan tentu saja hal ini sangat menguntungkan bagi Portugis. Aceh kemudian membalas serangan itu pada tahun 1564 ke Haru, dan berhasil mendudukinya. Armada aceh terus aju menduduki Johor-Lama dan Sultan Alauddin Riayat Syah II berhasil di tawan dan dibawa ke Aceh. Setelah itu berturut-turut menjadi raja Johor: Sultan Nuzaffar Syah 1564-1570 Sultan Abdul Jalil Syah 1570-1571 Sultan Ali Jalla Abdul Jalil Syah II 1571-1597 Sultan Alauddin Riayat Syah III 1597-1615 Sultan Abdul Muayat Syah 1615-1623 Sultan Abdul Jalil Syah III 1623-1677.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 472

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Pada masa Sultan Muzzafar Syah, lahirlah seorang Pujangga Melayu (1565) putra dari Tun Ahmad Paduka Raja yang terkenal dengan nama Tun Seri Lanang. Tun Sri Lanang merupakan penulis terbanyak tentang sejarah Melayu. Tulisannya menjadi sumber-sumber sejarah Melayu dewasa ini. Beliau pernah tinggal di aceh sambil menyusun dan menyempurnakan karyanya yang terbesar.yakni Tentang Sejarah Melayu. Dan berkenaan dengan penulis-penulis dan ulama yang termasyur seperti Syekh Nuruddin ar Raniri, Tun Aceh, Tun Burhat, Hamzah Fansuri, Syeikh Syamsuddin Sumatrani, dan sebagainya. Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Syah III. Johor mengadakan hubungan persahabatan dengan belanda. Dengan kekuatan yang berserikat, Johor berhasil merebut Melaka dari tangan Portugis pada tanggal 14 januari 1647. Tahun 1673 Batu Sawar diserang Jambi sehingga Sultan mundur ke Pahang. Dan mangkat pada Tahun 1677. kedudukannya digantikan oleh Sultan Ibrahim Syah yang memerintah dari tahun 1677 sampai dengan tahun 1685. Pada masa Sultan Ibrahim Syah memerintah, beliau memindahkan pusat Kerajaannya ke Bintan pada tahun 1678 tepatnya di Sungai Carang. Dari sini beliau menyusun kekuatan menyerang Jambi. Negeri itu menjadi “Bandar Riuh” yang pada akhirnya terkenal dengan nama RIAU. Masa pemerintahan Sultan Ibrahim Syah berakhir pada tahun 1685. Tetapi saya belum mengetahui secara pasti penyebab berakhirnya masa beliau memerintah, Karena saya sedang mencari data tentang Sultan Ibrahim Syah ini. Tapi sangat besar kemungkinan bahwa beliau berhenti memerintah dikarenakan wafat. Saat beliau wafat belum ada yang bisa menggantikan kedudukannya sebagai raja. Hal ini disebabkan karena cikal bakal pewaris tahta beliau, yakni putranya yang bernama Raja Mahmud masih kecil. Maka pemerintahan Kerajaan pada waktu itu dipegang oleh Datuk Seri Maharaja atau disebut juga Bendahara Paduka Raja Tun Habib. Pada masa ini diadakan perjanjian dagang dengan Belanda. Setelah Raja Mahmud dewasa, barulah Raja Mahmud dinobatkan menjadi Sultan dengan gelar Sultan Mahmud Syah II. Beliau memerintah dari tahun 1677 sampai dengan tahun 1699. Meninggal pada usia 42 tahun setelah di bunuh Laksemana Megat Sri Rama. Sultan Mahmud Syah II meninggal ketika sedang berangkat untuk menunaikan shalat Jum’at. Beliau pergi shalat jum’at dengan di julang oleh pengawalnya. Dijulang dalam bahasa Melayu berarti di dudukkan di atas tengkuk. Di tengah perjalanan Sultan Mahmud Syah II dibunuh oleh Megat Sri Rama. Tapi menurut

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 473

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

keterangan Raja Ali Haji, Laksemana Megat Sri Rama juga mati disebabkan oleh sikin nya Sultan sesuai dengan keterangannya yang tertulis dalam Tuhfatu’n Nafis : “maka adalah ketika baginda itu diatas julang hendak pergi Shalat Jum’at, lalu diparangnya hulu hati baginda hingga mangkat, dan Megat (Sri Rama) itupun mati juga karena dilontar oleh baginda dengan sikinnya¹” Dengan berita kematian Sultan yang telah sampai keistana membuat Istri Sultan Mahmud Syah II, Encik Pong yang sedang hamil tua diselamatkan oleh Nahkoda Malim, salah satu hulubalangnya yang setia. Encik Pong di larikan kedalam hutan dengan beberapa orang pengawalnya. Sejak itu putuslah zuriat keturunan Raja-Raja Melaka di Johor. Dan bertukar alih ke tangan Raja-Raja keturunan dari Bendahara. Setelah Encik Pong melahirkan seorang anak lelaki yang diberi nama Raja Kecil, Encik Pong dibawa keluar Johor dan dibawa ke Jambi. Kemudian dilarikan lagi ke Indragiri, hingga akhirnya sampai ke Pagarruyung. Dipagarruyung Encik Pong dan Raja Kecil mendapatkan Suaka Politik. Bahkan Raja Kecil dianggap sebagai anak angkat istana oleh Kerajaan pagarruyung. Encik Pong pun wafat di pagarruyung. Raja Kecil kemudian betul-betul dididik oleh keluarga Istana Pagaruyyung. Mulai dari ilmu agama, ilmu pemerintahan, ilmu silat dan sebagainya. Raja Kecil tumbuh menjadi remaja. Sampai akhirnya Keluarga Kerajaan Pagarruyung menceritakan asal usul dirinya. Setelah mengetahui, maka Raja Kecil ingin menuntut balas atas kejadian yang menimpa keluarganya. Pada saat itu ia telah di bekali dukungan dari Pagarruyung. Dalam satu Riwayat sejarah Melayu lain dikatakan mengenai Raja Kecil ini. Raja Beraleh (Tun Bujang) seorang anak raja yang datang dari Minangkabau telah menghambakan diri kepada Sultan Lembayung (seorang Raja dari hulu palembang sebagai pembawa tempat sirih sultan. Kemudian setelah membawa Raja Jambi dalam suatu peperangan, Raja Beraleh kembali ke Minangkabau. Oleh keluarga Raja Pagarruyung, nama Raja Beraleh ditukar menjadi Raja Kecil. Namun cerita ini tidak popular di Riau. Pengganti Sultan Mahmud Syah II diangkat Bendahara Paduka sebagai Sultan dengan gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV (1619-1718). Adindanya Tun Mahmud diangkat menjadi Yam Tuan Muda (Raja Muda)/ sejak itu anak-anaknya dipanggil Tengku. Rakyat berontak. Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV pindah ke Riau pada tahun 1709 dan minta bantuan VOC Belanda tahun 1713. kemudian ia disingkirkan oleh Raja Kecil yang telah diberi gelar Yang Dipertuan Cantik pada

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 474

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

tanggal 21 Maret 1717. ia naik tahta dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah (1718-1722). Ditahun 1818, Inggris mengembalikan Melaka kepada Belanda. Tengku Long ditabalkan menjadi Sultan Riau-Johor tanggal 6 Februari 1819. dengan acara adapt disaksikan oleh Raffles dan Mayor Farquhar. Dengan peristiwa ini terpecahlan Imperium Riau Johor menjadi dua yaitu Kerajaan Johor Singapura di bawah pimpinan Tengku Husin (T.Long) tahun 1824, Singapura jadi Crown Colony Inggris. Dan Kerajaan Riau dibawah Sultan Tengku Abdul Rahman Muazzamsyah II yang didukung oleh Belanda. Namun akhirnya pada tanggal 3 Februari 1911 Kesultanan Riau dihapuskan Pemerintahan langsung ditangan Gubernur Hindia Belanda diwakili oleh seorang residen yang berkedudukan di Tanjung Pinang sampai awal masuknya Jepang. Dalam Bataviaasche Novelles lebih lanjut diberitakan dari Jambi tertanggal 28 Maret 1711 bahwa seorang Minangkabau atau dari Pealaman, menyebut dirinya sebagai Raja Ibrahim, memperkenalkan diri sebagai keturunan Yang Dipertuan yang terkenal dengan pengikut enam atau tujuh orang, telah sampai dihulu Jambi, membawa lempengan perak dengan tulisan, persahabatan dengan Pangeran Pringga Raja serta saudaranya Kyai Gedee, Sultan Jambi. Sangatlah mungkin ap yang disebut Yang Dipertuan disitu adalah Raja Kecil. Menurut cerita sederhana dari orang-orang bumi putera, bahwa Raja Kecil mengunjungi bajak laut Bugis di sekitar Bangka, untuk meminta bantuan menyerang Johor dan hal itu kelihatannya lebih sesuai dengan umumnya. Jika dalam Tahun 1648 sweaktu ia mengunjungi Jambi ia berumur 20 tahun, maka sewaktu merebut Johor dalam tahun 1717, umurnya telah mencapai umur 53 tahun, dan dalam tahun 1745 ia telah berumur 81 tahun (ia wafat tahun berikutnya), barulah sesuai jika ia dikatakan “telah berusia sangat lanjut”. Kebenaran masalah ini tetap menimbulkan keraguan, tetapi perlu mendapat perhatian, bahwa pemerintah Melaka dalam tahun 1745, jadi 25 tahun setelah terjadi berbagai peristiwa, menurut pelukis Melayu adalah Raja Kecil, bukanlah Raja Sulaiman yang menjadi Raja Melayu. Orang-orang bugis dibawah pimpinan tiga bersaudara, Daeng Marewah atau Kelana Jaya Putera, Daeng Perani dan Daeng Pali atau Daeng Celak, dalam tahun 1134 (bersamaan 22 oktober 1721) membantu Raja Sulaiman menaiki tahta Johor, Riau dan Pahang. Pusat Kerajaan waktu itu berada di Riau, sebelah kedalam teluk. Pemimpin-pemimpin bugis tersebut mendapat imbalas atas jasa-jasanya, mungkin karena sultan merasa terima kasih

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 475

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

atau oleh karena takut. Daeng Marewah, atau Kelana Jaya Putera menjadi Raja Muda dari Kerajaan Johor dengan gelar Sultan Alau’ddin Syah, sedangkan Daeng Manompo, juga seorang yang terkemuka di antara bajak laut bugis itu, diangkat dengan Raja Tuwah dengan gelar Sultan Ibrahim, ia merupakan raja kedua setelah Raja Muda. Keterikatan Istana Johor dengan Bugis semakin erat setelah diadakannya perkawinan-perkawinan silang yang berlangsung. Daeng Marewah dikawinkan dengan Encik Ayu, janda Sultan Mahmud, tetapi tidak pernah hidup rukun akibat pengaruh masa remajanya. Daeng Manompo mengambil istri Tun Tepati, saudara ibu Sultan Sulaiman. Daeng Sasuru dan Daeng Mengato kawin dengan saudara sepupu sultan, dan orang-orang bugis yang kurang terkemuka kawin dengan putrid- putri pejabat-pejabat dan kepala-kepala orang Melayu.

Melayu Malaysia Orang Melayu Malaysia, terdiri daripada 55% jumlah penduduk di Malaysia, ditakrifkan secara umum sebagai "bangsa Melayu" berbanding lebih spesifik sebagai "kumpulan etnik Melayu". Masyarakat Melayu di Malaysia wujud hasil dari percampuran di antara tiga rumpun bangsa yang berbeza, iaitu Negrito, Austro- Asiatic dan Austronesia dengan pengaruh dari bangsa-bangsa dari luar Asia Tenggara. Masyarakat Melayu di Malaysia boleh dibahagikan kepada tiga kumpulan yang berbeza: 1. ANAK JATI. Anak Jati ialah satu istilah yang merujuk kepada sekumpulan orang Melayu yang merupakan penduduk pribumi Malaysia. Mereka adalah salah satu dari tiga kumpulan yang membentuk masyarakat Melayu di Malaysia. 2. ANAK DAGANG. Anak Dagang ialah satu istilah yang merujuk kepada orang Melayu di Malaysia yang mana nenek-moyang mereka berasal dari Kepulauan Indonesia, Kemboja, Vietnam, Thailand dan Pulau Hainan (China). Mereka terdiri daripada rumpun bangsa Austronesia dan terdiri daripada berpuluh- puluh suku yang berbeza. 3. PERANAKAN. Peranakan ialah satu istilah yang merujuk kepada sekumpulan orang Melayu di Malaysia yang wujud hasil dari perkahwinan campur di antara orang Melayu (Anak Jati atau Anak Dagang) dengan bangsa-bangsa asing dari luar Asia Tenggara. Masyarakat Melayu di Malaysia mempunyai pelbagai jenis pakaian tradisional yang telah pun dipakai sebelum zaman Kesultanan Melayu Melaka. Semua pakaian

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 476

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

ini masih lagi mengekalkan ciri-ciri keasliannya seperti mana ia mula dipakai pada zaman dahulu. Ada di antara pakaian tersebut mendapat pengaruh daripada budaya bangsa asing seperti Arab, Cina, India dan juga dari Kepulauan Indonesia. Berikut adalah senarai pakaian tradisional Melayu di Malaysia:

Baju Kurung Pakaian Kehormatan Pakaian Zarith Gangga Barat Baju Takwa Pakaian Putera Perak Pakaian Cik Siti Wan Kembang Baju Sikap Pakaian Puteri Perak Baju Riau Pahang

Antara alat muzik tradisional bagi masyarakat Melayu di Malaysia adalah seperti Serunai, Geduk, Gedumbak, Canang, Kesi, Tetawak, Kecerek, Gendang Sembilan seruling dan sebagainya. Makanan tradisi masyarakat Melayu di Malaysia adalah seperti , , , Nasi Kandar, Nasi Tumpang, Nasi Berlauk, Nasi , Nasi Tomato, Keropok , Keropok Gote, Keropok Keping, , , , Otak-otak, Sate, , , Pecal, Burasak, , , , , Belacan dan sebagainya. Kesenian teater tradisional merupakan sebahagian daripada budaya masyarakat Melayu di Malaysia. Wayang Kulit Siam merupakan sejenis wayang kulit yang berasal dari negeri Kelantan. Kesenian ini dahulunya sangat terkenal di negeri Kelantan, Terengganu, Pahang, Kedah, Perak dan Patani. Ia juga merupakan jenis wayang kulit yang paling terkenal di Malaysia sejak dahulu hingga ke hari ini. Makyong adalah sejenis teater tradisional yang dipercayai berasal dari daerah Besut, Terengganu. Dari daerah tersebut, kesenian ini telah berkembang ke negeri Kelantan, Patani, Kedah dan Perlis. Makyong adalah diantara teater tradisional tertua di Malaysia dan sering dikaitkan dengan kepercayaan animisme Melayu. Mek Mulung adalah sejenis teater tradisional yang berasal dari Kampung Wang Tepus di Jitra, Kedah. Kesenian ini dikatakan dicipta oleh seorang puteri kepada Raja Ligor yang telah buang negeri oleh ayahandanya. Kesenian ini hanya boleh ditemui di negeri Kedah sahaja dan kini diancam kepupusan.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 477

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Melayu Singapura Orang Melayu Singapura, sementara menjadi penduduk asli pada Singapura, kini mendirikan hanya 13.4% dari penduduk negara ini, seperti diasaskan pada takrifan lebih luas "bangsa Melayu" daripada yang lebih khusus "kumpulan etnik Melayu". Ini oleh kerana kemasukan ramai-ramai pendatang Cina, yang datang ke Singapura di sepanjang 200 tahun yang lalu. Keputusan adalah bahawa orang Cina kini adalah kumpulan etnik majoriti di Singapura, terdiri lebih kurang 74.1% dari penduduk Negara. Raja-Raja Melayu Singapura (1299 -1396 AD) Sri Tri Buana (Sang Nila Utama) (1299– Paduka Seri Maharaja (Damia Raja) 1347) (1375–1386) Raja Kecil Besar (Paduka Seri Pikrama Raja Iskandar Shah (Parameswara) Wira) (1348–1362) (1388 or 1390 –1397) Raja Muda (Rakna Pikrama) (1363– 1374)

Raja-Raja Melayu Singapura (1699 -1835 AD) Bendahara Sultan Abdul Jalil Riayat Sultan Mahmud Riayat Shah III (Sultan Shah IV (Sultan Riau-Lingga-Pahang) Johor-Pahang) (1761–1812) (1699–1718) Abdul Jalil Rahmat Shah (Raja Kecil) Sultan Abdul Rahman (Sultan Lingga) (Sultan Riau-Lingga-Pahang) (1718– (1812–1832) (Dilantik untuk menduduki 1722) takhta sebagai ganti abangnya Hussein, disokong oleh Bugis) Sultan Sulaiman Badrul Al-Alam Shah Sultan Hussein Shah (Sultan Johor) (Sultan Johor-Riau-Lingga-Pahang) (1819–1835) (Diiktiraf oleh British (1722–1760) sebagai Sultan Johor yang sah)

Menurut Sopher (1977), Orang Kallang, Orang Seletar, Orang Selat dan Orang Gelam adalah merupakan Orang Laut yang menetap di Singapura. Orang Kallang (juga dipanggil Orang Biduanda Kallang) tinggal di kawasan berpaya di Sungai Kallang. Mereka tinggal di dalam perahu dan menyara hidup dengan

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 478

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

menangkap ikan dan mengutip pelbagai hasil dari hutan. Selepas tahun 1819, mereka telah ditempatkan semula di utara Selat Singapura di Sungai Pulau oleh Temenggong Abdul Rahman. Tragically in 1848, the Orang Kallang were wiped out by a smallpox epidemic. Orang Seletar tinggal di kawasan paya sungai dan pulau-pulau kecil di sekitar tanah besar Singapura. They would often gather on the coastal areas, especially on the estuary of the Seletar River. Mereka hidup secara nomad sehingga sekitar 1850- an apabila mereka mula hidup di daratan dan mengikut cara hidup orang lain yang tinggal di Singapura.

Orang Melayu Thai Orang Melayu Thai adalah sebuah istilah digunakan untuk rujukan pada etnik Melayu di Thailand. Thailand didiami oleh penduduk etnik Melayu yang ketiga besar selepas Malaysia dan Indonesia. Kebanyakan orang Melayu tertumpu di provinsi- provinsi Narathiwat, Pattani, Yala, Songkhla dan Satun. Etnik Melayu di Narathiwat, Pattani, Yala dan Songkhla oleh kerana perbezaan budaya dari orang Thai dan juga pengalaman masa dahulu dalam cubaan secara paksa untuk mengasimilasikan mereka ke dalam budaya arus perdana Thai selepas penambahan Kerajaan Pattani oleh Kerajaan Sukhothai. Pada tangan yang lain, etnik Melayu di Satun adalah kurang mencondong terhadap faham pemisahan. Etnik Melayu di Satun adalah lebih fasih dalam bahasa Thai dibandingkan dengan orang Melayu dari negeri-negeri lain, dan loghat mereka mempunyai daya tarik yang kuat dengan yang dari Perlis. Orang yang berketurunan campuran Thai dan Melayu digelar Samsam, yang membentuk sebahagian besar daripada penduduk Satun tetapi juga mempunyai suatu minoriti besar di Phatthalung, Trang, Krabi, Phang Nga dan Songkhla dan juga negeri Kedah, Perak dan Perlis di Malaysia. Orang Samsam pada umumnya penganut agama Islam tetapi secara budaya Thai, walaupun pengaruh Melayu adalah berpengaruh sama Phuket dan Ranong, rumah pada penduduk Muslim yang agak banyak, juga mempunyai banyak orang yang berketurunan Melayu. Sebuah masyarakat yang agak banyak juga muncul di Bangkok sendiri, dengan yang berketurunan dari pendatang atau banduan yang diletakkan semula dari selatan dari abad ke-13 maju ke hadapan.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 479

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Melayu Brunai Budaya Brunei seakan sama dengan budaya Melayu, dengan pengaruh kuat dari Hindu dan Islam, tetapi kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia. Penjualan dan penggunaan alkohol diharamkan, dengan orang luar dan non-Muslim dibenarkan membawa dalam 12 bir dan dua botol miras setiap kali mereka masuk negara ini. Setelah pemberlakuan larangan pada awal 1990-an, semua pub dan kelab malam dipaksa tutup. Budaya yang menyulami tatacara hidup masyarakat sehari-hari di sini memperkukuhkan lagi pegangan agama yang dianuti. Selain daripada ketelitian berpakaian untuk menunaikan solat, kepentingan keluarga dalam kehidupan tidak pernah dipandang remeh oleh warga Brunei. Bagi mereka yang pertama kali tiba di Brunei, mungkin akan terkejut tatkala melihat saiz rumah di sini yang besar-besar serta jumlah kenderaan yang bersusun di kediaman masyarakat Brunei. Menjadi kebiasaan bagi warga Brunei untuk tinggal bersama ibu bapa setelah dewasa, walaupun selepas berkahwin. Sesetengah pihak mungkin bersikap prejudis terhadap amalan sedemikian. Tiada kebebasan, tidak mahu berdikari, terlalu bergantung kepada ibu bapa - telahan yang biasa dikaitkan dengan amalan tinggal dengan ibu bapa setelah berkahwin. Namun, dari segi kesan positif, budaya yang telah wujud sejak sekian lama ini telah berjaya membantu individu dari segi ekonomi, material dan keperluan sesama manusia.

Melayu Kamboja Menurut kajian antropologi terkini,Kamboja adalah suku kaum Ksyatria dari Zaman Besi di India, selalu disebut dalam kesusasteraan Sanskrit dan Pali, tampil kali pertama di dalam Mahabharata dan kesusasteraan Vedanga semasa (secara kasar dari abad ke 7 Masehi). Kerajaan Kemboja terletak berdekatan Gandhara di barat laut India di Asia Tengah (ingat Teori Kapak Tua). Sesetengah sarjana menerangkan Kamboja Kuno adalah sebahagian dari Indo-Aryan, sebahagian kecil yang lain kemungkinan dari Indo-Iranian, ketika yang lainnya menurut Vedic Index of Keith and Macdonnel, mengiktiraf mereka sebagai mempunyai kedua-dua keturunan India dan Iran. Walaupun begitu kebanyakan komuniti sarjana kini bersetuju yang Kamboja adalah dari Iran yang sama dengan Indo-Scynthian. Kamboja juga dikenali oleh sarjana sejarah sebagai sukukaum diraja bagi Scynthian.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 480

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Ketika penaklukan ke atas India ketika era Pra-Kushana, suku Kemboja telah bergerak ke Gujerat, Selatan India, Sri Lanka dan kemudian ke Bengal dan seterusnya ke Cambodia. Berdasarkan manuskrip purba, kaum Kamboja adalah kaum terhormat dari bangsa Aryan dan dikelaskan setaraf dengan Vasishtas-hero dalam budaya India Kuno, dan diperkirakan di antara 6 golongan sarjana dalam Kesusasteraan Vedic India. Pakaian dan tahap sosial Kamboja adalah sama dengan Vasishthas. Selain muncul dalam Mahabharata, Kamboja juga muncul dalam Kshatria-Dharama sebagai pahlawan dan pemerintah dan juga disebut sebagai pakar dalam Vedas. Dari suku kaum Kamboja inilah munculnya kerajaan Champa dan Funan dan juga mewariskan kerajaan Khmer. Cambodia adalah nama Perancis merujuk kepada suku kaum Kemboja.

Melayu Di Myanmar dan Filipina Secara kenegaraan dalam bentukan kontemporer seperti sekarang ini, dunia Melayu mencakup lima negara di Asia Tenggara ini: Thailand, Malaysia, Berunai, Indonesia dan Filipina. Tan Malaka dari Indonesia, Jose Rizal dari Filipina dan Tuanku Burhanuddin dari Semenanjung Melayu, bahkan masih sebelum Perang Dunia Kedua, sudah mengimpikan sebuah negara Melayu Raya yang mencakup seluruh kawasan Melayu itu. Dan impian ini bukan tidak bermakna ke masa depan, sekurangnya dalam bentuk konfederasi atau Negara Persemakmuran (commonwealth) Melayu. Munculnya belakangan ini gagasan Dunia Melayu Bersatu, atau Melayu Sedunia Bersatu, adalah simptomatis yang denyutnya makin menuju ke arah terealisasinya impian itu ke masa depan. Secara kultural, suku-suku Melayu yang tali pengikatnya adalah adat dan agama Islam, karenanya juga terbagi ke dalam yang berorientasi sinkretik dan yang sintetik itu. Uraian makalah ini lebih terfokus kepada dikotomi atau bahkan polarisasi dari orang Melayu yang sesama Islam tetapi berbeda orientasi budayanya, yakni di mana yang satu berorientasi sinkretik dan yang satu lagi berorientasi sintetik. Kecuali itu, ada gerak isyarat yang makin dirasakan ke arah pan-Melayu masa depan yang menjadikan Selat Melaka bukan lagi garis pemisah, tetapi justeru jembatan penghubung antara kedua rumpun Melayu yang selama ini dipisahkan oleh sejarah politik yang berbeda.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 481

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Secara ideal-konsepsional tidak mungkin terjadi konflik maupun kontroversi antara adat dan agama, karena adat secara a priori telah menyatakan tunduk dan menyesuaikan diri kepada agama. Dan ini dibuhul dalam adagium di atas: ABS-SBK – Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah. Bahwa dalam praktek terjadi konflik dan kontroversi antara adat dan agama, tentu saja ranahnya bukan lagi ranah ideologis-filosofis “das Sollen,” tetapi adalah ranah sosiologis-empiris “das Sein,” yang wajar terjadi karena proses perpaduan yang belum selesai antara dua konsep yang datang dari dua filosofi dan dua pandangan hidup yang berbeda, kemudian berakulturasi dan bersenyawa dalam masa yang relatif juga panjang ke belakang. Konsep ABS-SBK inilah yang mempertemukan seluruh dunia Melayu utara Laut Jawa (Luar Jawa) di mana juga termasuk kawasan dunia Melayu di Pattani (Thailand Selatan), Malaysia dan Filipina. Inti dan sekaligus pusat-jala dari budaya Melayu itu adalah adagium ABS-SBK ini yang sifatnya adalah sintetik itu. Karenanya juga, tidaklah diharapkan orang Melayu dalam artian sintetik ini menganut berbagai macam agama selain Islam, seperti yang biasa terjadi dalam masyarakat Jawa yang sinkretik dan pluralistik tadi. Bagi orang Melayu, alternatif yang tersedia hanyalah: Islam atau bukan-Islam, dan tidak: Islam dan bukan-Islam. Alternatifnya bukan this and that, tetapi either this or that. Ini sejalan dengan ajaran Islam sendiri, yang kalau sudah sampai kepada masalah aqidah, pilihannya adalah pilihan alternatif either-or: “Bagi kamu agama kamu, dan bagi kami agama kami.” (Al Kāfirūn 6). “Bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu” (Al Baqarah 139). Budaya Melayu yang sintetik kebetulan memilih submissi adat kepada syarak, sehingga yang diikuti adalah petunjuk syarak atau Islam itu. Orang Melayu, karenanya, adalah orang Islam. Dia berhenti menjadi orang Melayu ketika atau kalau dia keluar dari Islam, untuk sebab apapun. Namun, dalam pergaulan kemanusiaan yang sifatnya pluralistis antar-agama dan antar-bangsa, yang dikedepankan adalah tasāmuh (toleransi) dan saling mengenal (ta’āruf) erta s saling kerjasama secara multilateral, bahkan global, bagi kebaikan dan kedamaian sesama umat manusia (Al Ĥujurāt 13). Karenanya, Islam menekankan, “tidak ada paksaan dalam agama” (Al Baqarah 256)[1]. Raja Alaungpaya dari dinasti Konbaung memulihkan seluruh daerah untuk orang-orang myanmar pada tahun 1758. Kebanyakan orang melayu yang meetap di Myanmar adalah melayu Kedahan, karena Kedah pernah menjadi penguasa yang sangat kuat di Asia Tenggara. Melayu Burma berbicara dialek Kedah-Perlis, etnis

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 482

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

melayu memiliki budaya muslim sejak abad ke 15. Di Kawthaung kota selatan Myanmar banyak ditemukan mesjid, termasuk mesjid Pashu. Melayu Burma adalah muslim Sunni, tetapi karena berasal dari mashab Syafi’i, sedikit berbeda dari mashab hanafi.

Asal-Usul Bahasa Melayu Apabila kita ingin mengetahui asal usul sesuatu bahasa, kita perlu mengetahui asal bangsa yang menjadi penutur utama bahasa tersebut. Hal ini demikian adalah kerana bahasa itu dilahirkan oleh sesuatu masyarakat penggunanya dan pengguna bahasa itu membawa bahasanya ke mana pun ia pergi. Demikianlah juga halnya dengan bahasa Melayu. Apabila kita ingin mengetahui asal usul bahasa Melayu, maka kita perlu menyusurgaluri asal usul bangsa Melayu. Walaupun sudah ada beberapa kajian dilakukan terhadap asal usul bangsa Melayu, tetapi kata sepakat para ahli belum dicapai. Setakat ini ada dua pandangan yang dikemukakan. Pandangan yang pertama menyatakan bahawa bangsa Melayu berasal dari utara (Asia Tengah) dan pandangan yang kedua menyatakan bahwa bangsa Melayu memang sudah ada di Kepulauan Melayu atau Nusantara ini. Sebagai perbandingan, kedua-dua pandangan tersebut diperlihatkan seperti yang berikut ini.

Berasal dari Asia Tengah R.H. Geldern ialah seorang ahli prasejarah dan menjadi guru besar di Iranian Institute and School for Asiatic Studies telah membuat kajian tentang asal usul bangsa Melayu. Sarjana yang berasal dari Wien, Austria ini telah membuat kajian terhadap kapak tua (beliung batu). Beliau menemui kapak yang diperbuat daripada batu itu di sekitar hulu Sungai Brahmaputra, Irrawaddy, Salween, Yangtze, dan Hwang. Bentuk dan jenis kapak yang sama, beliau temui juga di beberapa tempat di kawasan Nusantara. Geldern berkesimpulan, tentulah kapak tua tersebut dibawa oleh orang Asia Tengah ke Kepulauan Melayu ini (lihat peta pada Lampiran 1). J.H.C. Kern ialah seorang ahli filologi Belanda yang pakar dalam bahasa Sanskrit dan pelbagai bahasa Austronesia yang lain telah membuat kajian berdasarkan beberapa perkataan yang digunakan sehari-hari terutama nama

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 483

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

tumbuh-tumbuhan, haiwan, dan nama perahu. Beliau mendapati bahawa perkataan yang terdapat di Kepulauan Nusantara ini terdapat juga di Madagaskar, Filipina, Taiwan, dan beberapa buah pulau di Lautan Pasifik (lihat peta pada Lampiran 1). Perkataan tersebut di antara lain ialah: padi, buluh, rotan, nyiur, pisang, pandan, dan ubi. Berdasarkan senarai perkataan yang dikajinya itu Kern berkesimpulan bahawa bahasa Melayu ini berasal daripada satu induk yang ada di Asia. W. Marsden pula dalam kajiannya mendapati bahawa bahasa Melayu dan bahasa Polinesia (bahasa yang digunakan di beberapa buah pulau yang terdapat di Lautan Pasifik) merupakan bahasa yang serumpun. E. Aymonier dan A. Cabaton pula mendapati bahawa bahasa Campa serumpun dengan bahasa Polinesia, manakala Hamy berpendapat bahawa bahasa Melayu dan bahasa Campa merupakan warisan daripada bahasa Melayu Kontinental. Di samping keserumpunan bahasa, W. Humboldt dalam kajiannya mendapati bahawa bahasa Melayu (terutama bahasa Jawa) telah banyak menyerap bahasa Sanskrit yang berasal dari India. J.R. Foster yang membuat kajiannya berdasarkan pembentukan kata berpendapat bahawa terdapat kesamaan pembentukan kata dalam bahasa Melayu dan bahasa Polinesia. Beliau berpendapat bahawa kedua-dua bahasa ini berasal daripada bahasa yang lebih tua yang dinamainya Melayu Polinesia Purba. Seorang ahli filologi bernama A.H. Keane pula berkesimpulan bahawa struktur bahasa Melayu serupa dengan bahasa yang terdapat di Kampuchea. J.R. Logan yang membuat kajiannya berdasarkan adat resam suku bangsa mendapati bahawa ada persamaan adat resam kaum Melayu dengan adat resam suku Naga di Assam (di daerah Burma dan Tibet). Persamaan adat resam ini berkait rapat dengan bahasa yang mereka gunakan. Beliau mengambil kesimpulan bahawa bahasa Melayu tentulah berasal dari Asia. G.K. Nieman dan R.M. Clark yang juga membuat kajian mereka berdasarkan adat resam dan bahasa mendapati bahawa daratan Asia merupakan tanah asal nenek moyang bangsa Melayu. Dua orang sarjana Melayu, iaitu Slametmuljana dan Asmah Haji Omar juga menyokong pendapat di atas. Slametmuljana yang membuat penyelidikannya berdasarkan perbandingan bahasa, sampai pada suatu kesimpulan bahawa bahasa Austronesia yang dalamnya termasuk bahasa Melayu, berasal dari Asia. Asmah Haji Omar membuat huraian yang lebih terperinci lagi. Beliau berpendapat bahawa perpindahan orang Melayu dari daratan Asia ke Nusantara ini tidaklah sekaligus dan

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 484

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

juga tidak melalui satu laluan. Ada yang melalui daratan, iaitu Tanah Semenanjung, melalui Lautan Hindi dan ada pula yang melalui Lautan China. Namun, beliau menolak pendapat yang mengatakan bahawa pada mulanya asal bahasa mereka satu dan perbezaan yang berlaku kemudian adalah kerana faktor geografi dan komunikasi. Dengan demikian, anggapan bahawa bahasa Melayu Moden merupakan perkembangan daripada bahasa Melayu Klasik, bahasa Melayu Klasik berasal daripada bahasa Melayu Kuno dan bahasa Melayu Kuno itu asalnya daripada bahasa Melayu Purba merupakan anggapan yang keliru. Bahasa Melayu Moden berasal daripada bahasa Melayu Klasik dan bahasa Melayu Klasik berasal daripada bahasa Melayu Induk. Bahasa Melayu Induk berasal daripada bahasa Melayu Purba yang juga merupakan asal daripada bahasa Melayu Kuno. Skema ini juga memperlihatkan bahawa bahasa Melayu Moden bukanlah merupakan pengembangan daripada dialek Johor-Riau dan bahasa Melayu Moden tidak begitu rapat hubungannya dengan dialek yang lain (Da, Db, dan Dn). Dialek yang lain berasal daripada Melayu Induk manakala dialek Johor-Riau berasal daripada Melayu Klasik. Berikut ini akan diperlihatkan cara perpindahan orang Melayu dari Asia Tengah tersebut. (a) Orang Negrito Menurut pendapat Asmah Haji Omar sebelum perpindahan penduduk dari Asia berlaku, Kepulauan Melayu (Nusantara) ini telah ada penghuninya yang kemudian dinamai sebagai penduduk asli. Ada ahli sejarah yang mengatakan bahawa mereka yang tinggal di Semenanjung Tanah Melayu ini dikenali sebagai orang Negrito. Orang Negrito ini diperkirakan telah ada sejak tahun 8000 SM (Sebelum Masihi). Mereka tinggal di dalam gua dan mata pencarian mereka memburu binatang. Alat perburuan mereka diperbuat daripada batu dan zaman ini disebut sebagai Zaman Batu Pertengahan. Di Kedah sebagai contoh, pada tahun 5000 SM, iaitu pada Zaman Paleolit dan Mesolit, telah didiami oleh orang Austronesia yang menurunkan orang Negrito, Sakai, Semai, dan sebagainya. (b) Melayu-Proto Berdasarkan pendapat yang mengatakan bahawa orang Melayu ini berasal dari Asia Tengah, perpindahan tersebut (yang pertama) diperkirakan pada tahun 2500 SM. Mereka ini kemudian dinamai sebagai Melayu-Proto. Peradaban orang Melayu-Proto ini lebih maju sedikit daripada orang Negrito. Orang Melayu-Proto

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 485

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

telah pandai membuat alat bercucuk tanam, membuat barang pecah belah, dan alat perhiasan. Kehidupan mereka berpindah-randah. Zaman mereka ini dinamai Zaman Neolitik atau Zaman Batu Baru. (c) Melayu-Deutro Perpindahan penduduk yang kedua dari Asia yang dikatakan dari daerah Yunan diperkirakan berlaku pada tahun 1500 SM. Mereka dinamai Melayu-Deutro dan telah mempunyai peradaban yang lebih maju daripada Melayu-Proto. Melayu- Deutro telah mengenal kebudayaan logam. Mereka telah menggunakan alat perburuan dan pertanian daripada besi. Zaman mereka ini dinamai Zaman Logam. Mereka hidup di tepi pantai dan menyebar hampir di seluruh Kepulauan Melayu ini. Kedatangan orang Melayu-Deutro ini dengan sendirinya telah mengakibatkan perpindahan orang Melayu-Proto ke pedalaman sesuai dengan cara hidup mereka yang berpindah-randah. Berlainan dengan Melayu-Proto, Melayu-Deutro ini hidup secara berkelompok dan tinggal menetap di sesuatu tempat. Mereka yang tinggal di tepi pantai hidup sebagai nelayan dan sebahagian lagi mendirikan kampung berhampiran sungai dan lembah yang subur. Hidup mereka sebagai petani dan berburu binatang. Orang Melayu-Deutro ini telah pandai bermasyarakat. Mereka biasanya memilih seorang ketua yang tugasnya sebagai ketua pemerintahan dan sekaligus ketua agama. Agama yang mereka anuti ketika itu ialah animisme.

Berasal dari Nusantara Seorang sarjana Inggeris bernama J. Crawfurd telah membuat kajian perbandingan bahasa yang ada di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan kawasan Polinesia. Beliau berpendapat bahawa asal bahasa yang tersebar di Nusantara ini berasal daripada bahasa di Pulau Jawa (bahasa Jawa) dan bahasa yang berasal dari Pulau Sumatera (bahasa Melayu). Bahasa Jawa dan bahasa Melayulah yang merupakan induk bagi bahasa serumpun yang terdapat di Nusantara ini. J. Crawfurd menambah hujahnya dengan bukti bahawa bangsa Melayu dan bangsa Jawa telah memiliki taraf kebudayaan yang tinggi dalam abad kesembilan belas. Taraf ini hanya dapat dicapai setelah mengalami perkembangan budaya beberapa abad lamanya. Beliau sampai pada satu kesimpulan bahawa: a. Orang Melayu itu tidak berasal dari mana-mana, tetapi malah merupakan induk yang menyebar ke tempat lain.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 486

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

b. Bahasa Jawa ialah bahasa tertua dan bahasa induk daripada bahasa yang lain.

K. Himly, yang mendasarkan kajiannya terhadap perbandingan bunyi dan bentuk kata bahasa Campa dan pelbagai bahasa di Asia Tenggara menyangkal pendapat yang mengatakan bahawa bahasa Melayu Polinesia serumpun dengan bahasa Campa. Pendapat ini disokong oleh P.W. Schmidt yang membuat kajiannya berdasarkan struktur ayat dan perbendaharaan kata bahasa Campa dan Mon- Khmer. Beliau mendapati bahawa bahasa Melayu yang terdapat dalam kedua-dua bahasa di atas merupakan bahasa ambilan sahaja. Sutan Takdir Alisjahbana, ketika menyampaikan Syarahan Umum di Universiti Sains Malaysia (Julai 1987) menggelar bangsa yang berkulit coklat yang hidup di Asia Tenggara, iaitu Thailand Selatan, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei, dan Filipina Selatan sebagai bangsa Melayu yang berasal daripada rumpun bangsa yang satu. Mereka bukan sahaja mempunyai persamaan kulit bahkan persamaan bentuk dan anggota badan yang berbeza daripada bangsa Cina di sebelah timur dan bangsa India di sebelah barat. Gorys Keraf di dalam bukunya Linguistik bandingan historis (1984) mengemukakan teori Leksikostatistik dan teori Migrasi bagi mengkaji asal usul bangsa dan bahasa Melayu. Setelah mengemukakan hujah tentang kelemahan pendapat terdahulu seperti: Reinhold Foster (1776), William Marsden (1843), John Crawfurd (1848), J.R. Logan (1848), A.H. Keane (1880), H.K. Kern (1889), Slametmuljana (1964), dan Dyen (1965) beliau mengambil kesimpulan bahawa "...negeri asal (tanahair, homeland) nenek moyang bangsa Austronesia haruslah daerah Indonesia dan Filipina (termasuk daerah-daerah yang sekarang merupakan laut dan selat), yang dulunya merupakan kesatuan geografis". Pendapat lain yang tidak mengakui bahawa orang Melayu ini berasal dari daratan Asia mengatakan bahawa pada Zaman Kuarter atau Kala Wurn bermula dengan Zaman Ais Besar sekitar dua juta sehingga lima ratus ribu tahun yang lalu. Zaman ini berakhir dengan mencairnya ais secara perlahan-lahan dan air laut menggenangi dataran rendah. Dataran tinggi menjadi pulau. Ada pulau yang besar dan ada pulau yang kecil. Pemisahan di antara satu daratan dengan daratan yang lain berlaku juga kerana berlakunya letusan gunung berapi atau gempa bumi. Pada masa inilah Semenanjung Tanah Melayu berpisah dengan yang lain sehingga

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 487

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

kemudian dikenali sebagai Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, dan pulau lain di Indonesia. Proto homonoid yang dianggap sebagai pramanusia dianggarkan sudah ada sejak satu juta tahun yang lalu dan ia berkembang secara evolusi. Namun, manusia yang sesungguhnya baru bermula sejak 44,000 tahun yang lalu dan manusia moden (Homo sapiens sapiens) muncul sekitar 11,000 tahun yang lalu. Pada masa pramanusia dan manusia yang sesungguhnya di Asia Tenggara, Asia Timur, dan Australia telah ada manusia. Hal ini dibuktikan dengan ditemuinya Homo soloinensis dan Homo wajakensis (Manusia Jawa = "Java Man") yang diperkirakan berusia satu juta tahun. Pada masa ini wilayah tersebut didiami oleh tiga kelompok Homo sapiens sapiens, iaitu orang Negrito di sekitar Irian dan Melanesia, orang Kaukasus di Indonesia Timur, Sulawesi, dan Filipina, serta orang Mongoloid di sebelah utara dan barat laut Asia. Masing-masing bangsa ini berpisah dengan berlakunya pemisahan daratan. Mereka berpindah dengan cara yang perlahan. Orang Kaukasus ada yang berpindah ke sebelah barat dan ada pula yang ke sebelah timur. Yang berpindah ke arah timur seperti ke Maluku, Flores, dan Sumba bercampur dengan orang Negrito. Yang berpindah ke arah barat mendiami Kalimantan, Aceh, Tapanuli, Nias, Riau, dan Lampung. Yang berpindah ke arah utara menjadi bangsa Khmer, Campa, Jarai, Palaung, dan Wa. Hukum Bunyi yang diperkenalkan oleh H.N. van der Tuuk dan diperluas oleh J.L.A. Brandes yang menghasilkan Hukum R-G-H dan Hukum R-D-L dikatakan oleh C.A. Mees bahawa "Segala bahasa Austronesia itu, walaupun berbeza kerana pelbagai pengaruh dan sebab yang telah disebut, memperlihatkan titik kesamaan yang banyak sekali, baik pada kata-kata yang sama, seperti mata, lima, talinga, dan sebagainya, mahupun pada sistem imbuhan, dan susunan tatabahasanya. Perbezaan yang besar seperti dalam bahasa Indo-Eropah, misalnya: antara bahasa Perancis dan Jerman, antara Sanskrit dan Inggeris, tidak ada pada bahasa-bahasa Austronesia. Apalagi Kata Dasar (terutama bahasa Melayu) tidak berubah dalam morfologi" juga menunjukkan bahawa bahasa yang terdapat di Asia Selatan dan Tenggara berbeza dengan bahasa yang terdapat di Asia Tengah. Pendapat Geldern tentang kapak tua masih boleh diperdebatkan. Budaya kapak tua yang diperbuat daripada batu sebenarnya bukan hanya terdapat di Asia

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 488

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Tengah dan Nusantara. Budaya yang sama akan ditemui pada semua masyarakat primitif sama ada di Amerika dan juga di Eropah pada zaman tersebut. Lagi pula, secara kebetulan Geldern membuat kajiannya bermula dari Asia kemudian ke Nusantara. Kesimpulan beliau tersebut mungkin akan lain sekiranya kajian itu bermula dari Nusantara, kemudian ke Asia Tengah. Kajian Kern berdasarkan bukti Etnolinguistik memperlihatkan bahawa persamaan perkataan tersebut hanya terdapat di alam Nusantara dengan pengertian yang lebih luas dan perkataan tersebut tidak pula ditemui di daratan Asia Tengah. Ini menunjukkan bahawa penutur bahasa ini tentulah berpusat di tepi pantai yang strategik yang membuat mereka mudah membawa bahasa tersebut ke barat, iaitu Madagaskar dan ke timur hingga ke Pulau Easter di Lautan Pasifik. Secara khusus, penyebaran bahasa Melayu itu dapat dilihat di sepanjang pantai timur Pulau Sumatera, di sepanjang pantai barat Semenanjung Tanah Melayu; di Pulau Jawa terdapat dialek Jakarta (Melayu-Betawi), bahasa Melayu Kampung di Bali, bahasa Melayu di Kalimantan Barat, bahasa Melayu Banjar di Kalimantan Barat dan Selatan, Sabah, Sarawak, dan bahasa Melayu di Pulau Seram. Pendapat Marsden bahawa bahasa Melayu yang termasuk rumpun bahasa Nusantara serumpun dengan rumpun bahasa Mikronesia, Melanesia, dan Polinesia dengan induknya bahasa Austronesia secara tidak langsung memperlihatkan adanya kekerabatan dua bahasa tersebut yang tidak ditemui di Asia Tengah. Penyebaran bahasa Austronesia juga terlihat hanya bahagian pesisir pantai timur (Lautan Pasifik), pantai barat (Lautan Hindi), dan Selatan Asia (kawasan Nusantara) sahaja dan ia tidak masuk ke wilayah Asia Tengah. Kesamaan pembentukan kata di antara bahasa Melayu dengan bahasa Polinesia yang dinyatakan oleh J.R. Foster dan kesamaan struktur bahasa Melayu dengan struktur bahasa Kampuchea juga memperlihatkan bahawa bahasa yang berada di Asia Selatan dan Asia Timur berbeza dengan bahasa yang berada di Asia Tengah. Jika kita lihat rajah kekeluargaan bahasa akan lebih nyata lagi bahawa bahasa di Asia Tengah berasal dari keluarga Sino-Tibet yang melahirkan bahasa Cina, Siam, Tibet, Miao, Yiu, dan Burma. Berdekatan dengannya agak ke selatan sedikit ialah keluarga Dravida, iaitu: Telugu, Tamil, Malayalam, dan lain-lain. Kedua- dua keluarga bahasa ini berbeza dengan bahasa di bahagian Timur, Tenggara, dan

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 489

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Selatan Asia, iaitu keluarga Austronesia yang menurunkan empat kelompok besar, iaitu Nusantara, Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia. Jika ditinjau dari sudut ilmu kaji purba pula, penemuan tengkorak yang terdapat di Nusantara ini memberi petunjuk bahawa manusia telah lama ada di sini. Penemuan tersebut di antara lain ialah: 1. Pithecanthropus Mojokerto (Jawa), yang kini berusia kira-kira 670,000 tahun. 2. Pithecanthropus Trinil (Jawa), kira-kira 600,000 tahun. 3. Manusia Wajak (Jawa), kira-kira 210,000 tahun.

Jika tiga fosil tersebut dibandingkan dengan fosil Manusia Peking atau Sinanthropus Pekinensis (China) yang hanya berusia kira-kira 550,000 tahun terlihat bahawa manusia purba lebih selesa hidup dan beranak-pinak berdekatan dengan Khatulistiwa. Hal ini diperkuat lagi dengan penemuan fosil tengkorak manusia yang terdapat di Afrika yang dinamai Zinjanthropus yang berusia 1,750,000 tahun. Beberapa hujah ini menambah kukuh kesimpulan Gorys Keraf di atas yang menyatakan bahawa nenek moyang bangsa Melayu ini tentulah sudah sedia ada di Kepulauan Melayu yang menggunakan bahasa keluarga Nusantara. Masih ada soalan yang belum terjawab, iaitu jika betul bangsa Melayu ini sememangnya berasal dari Alam Melayu ini, sebelum itu dari manakah asal mereka? Pendapat orang Minangkabau di Sumatera Barat bahawa keturunan mereka ada hubungan dengan pengikut Nabi Nuh, iaitu bangsa Ark yang mendarat di muara Sungai Jambi dan Palembang semasa berlakunya banjir besar seperti yang diungkapkan oleh W. Marsden (1812) masih boleh dipertikaikan. Yang agak berkemungkinan disusurgaluri ialah dari salasilah Nabi Nuh daripada tiga anaknya, iaitu Ham, Yafit, dan Sam. Dikatakan bahawa Ham berpindah ke Afrika yang keturunannya kemudian disebut Negro berkulit hitam, Yafit berpindah ke Eropah yang kemudian dikenali sebagai bangsa kulit putih, dan Sam tinggal di Asia menurunkan bangsa kulit langsat. Putera kepada Sam ialah Nabi Hud yang tinggal di negeri Ahqaf yang terletak di antara Yaman dan Oman. Mungkinkah keturunan Nabi Hud yang tinggal di tepi laut, yang sudah sedia jadi pelaut, menyebar ke Pulau Madagaskar di Lautan Hindi hingga ke Hawaii di Lautan Pasifik lebih mempunyai kemungkinan menurunkan bangsa Melayu?

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 490

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Berkurun lamanya orang yang tinggal di alam Melayu ini hidup berkelompok tanpa berhubungan dengan kelompok yang lain. Mereka dipisahkan oleh gunung- ganang dan lautan yang luas. Walaupun pada mulanya mereka satu asal tetapi kerana terputusnya hubungan di antara satu kelompok dengan kelompok yang lain dalam masa yang sangat lama, maka setiap kelompok mengatur cara hidup dan menggunakan pertuturan mereka sendiri sesuai dengan keadaan alam dan keperluan hidup mereka masing-masing. Akibat keadaan inilah timbulnya suku bangsa dan bahasa yang terdapat di Indonesia dan pelbagai loghat/dialek bahasa Melayu di Tanah Semenanjung. Sebelum ditemui bukti sejarah berupa tulisan pada batu bersurat tentulah bahasa Melayu telah digunakan untuk masa yang panjang kerana didapati bahasa yang ada pada batu bersurat kemudiannya sudah agak tersusun pembinaan kata dan pembinaan ayatnya dan juga sudah kuat pengaruhnya sehingga orang India yang menulis perkataan pada batu bersurat tersebut yang menggunakan aksara Sanskrit memasukkan juga beberapa perkataan Melayu. Untuk memberi nama pada bahasa yang tidak mempunyai bukti sejarah tersebut (sebelum bahasa orang India masuk ke Nusantara), ia diberi nama bahasa Melayu Purba.

Bahasa Melayu Kuno Berabad-abad sebelum Masihi, Selat Melaka telah digunakan oleh pedagang Arab sebagai laluan pelayarannya membawa barang perniagaan dari Tiongkok, Sumatera, dan India ke Pelabuhan Yaman. Dari Sumatera hasil yang paling utama mereka beli ialah rempah kerana rempah ini merupakan keperluan yang penting bagi orang Arab di Saba' (Kerajaan Saba' wujud di antara 115-950 SM). Pelabuhan di Sumatera pula mendapat bekalan rempah ini dari Pulau Maluku di samping Aceh yang sudah terkenal hasil rempahnya ke dunia Arab. Pedagang Arab yang dimaksudkan di sini tidak semestinya beragama Islam kerana hubungan di antara Arab dan alam Melayu telah wujud sejak zaman sebelum munculnya Islam. Penggunaan kapur barus untuk mengawetkan mayat (mummi) yang disimpan di dalam piramid pada Zaman Mesir Kuno dikatakan diambil dari Barus (nama tempat) di Pulau Sumatera. Pada abad pertama, barulah pedagang dari India belayar ke timur menuju Tiongkok dan pedagang Tiongkok pula belayar ke barat menuju India. Pelayaran dua hala ini mengharuskan mereka melalui Selat Melaka. Lama-kelamaan

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 491

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

pelabuhan yang ada di Kepulauan Melayu ini bukan sahaja sebagai tempat persinggahan tetapi menjadi tempat perdagangan pedagang India dan Tiongkok seperti yang telah dirintis lebih awal oleh pedagang Arab. Di samping itu juga para mubaligh terutama mubaligh India turut datang ke Kepulauan Melayu ini untuk menyebarkan agama Hindu. Kedatangan para pedagang dan penyebar agama ini mengakibatkan bahasa Melayu Purba mendapat pengaruh baru. Bahasa Melayu Purba ini kemudian dinamai sebagai bahasa Melayu Kuno.

Batu Bersurat Bukti bertulis yang tertua tentang bahasa Melayu Kuno ini terdapat di beberapa buah prasasti (batu bersurat). Yang terpenting di antara batu bersurat tersebut ialah: a. Batu Bersurat Kedukan Bukit (Palembang), bertarikh 605 Tahun Saka, bersamaan dengan 683 M (Masihi). Tulisan yang terdapat pada Batu Bersurat ini menggunakan huruf Palava. b. Batu Bersurat Talang Tuwo (Palembang), bertarikh 606 Tahun Saka, bersamaan dengan 684 M. Batu Bersurat ini ditemui oleh Residen Westenenk, 17 November 1920 di sebuah kawasan bernama Talang Tuwo, di sebelah barat daya Bukit Siguntang, iaitu lebih kurang 8 km dari Palembang. c. Batu Bersurat Kota Kapur (Bangka), bertarikh 608 Tahun Saka, bersamaan dengan 686 M. d. Batu Bersurat Karang Brahi (Jambi), bertarikh 614 Tahun Saka, bersamaan dengan 692 M.

Batu Bersurat Kedukan Bukit. Bahasa yang terdapat pada Batu Bersurat Kedukan Bukit tersebut ditulis dengan menggunakan huruf Palava, iaitu sejenis tulisan India Selatan Purba bagi penyebaran agama Hindu. Setelah ditransliterasikan ke huruf rumi tulisan tersebut adalah seperti yang berikut ini (dengan sedikit pengubahsuaian susunan dan bentuk, seperti c dibaca sy): Svasti cri cakavarsatita 605 ekadaci cuklapaksa vulan vaicakha daputa hyang nayik di samvau mangalap

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 492

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

siddhayatra di saptami cuklapaksa vulan jyestha dapunta hyang marlapas dari minana Tamvar (Kamvar) mamava yang vala dua ko dua ratus cara di samvau dangan jalan sarivu tlu ratus sapulu dua vanakna datang di matada (nau) sukhacitta di pancami cuklapaksa vulan asada laghu mudita datang marvuat vanua ... Crivijaya jaya siddhayatra subhika ...

Daripada transliterasi ini jelas terlihat walaupun pernyataan yang ingin disampaikan itu berkenaan dengan Raja Sriwijaya yang menganuti fahaman Hindu tetapi pengaruh bahasa Melayu terhadap bahasa Sanskrit sudah demikian meluas. Jika kita bandingkan bahasa Melayu Kuno di atas dengan bahasa Melayu kini, kita akan mendapati perubahan pembentukan bunyi dan perkataan seperti yang berikut ini: vulan = bulan nayik = naik samvau = sampau = sampan (maksudnya perahu yang besar) mangalap = mengambil (maksudnya mencari) marlapas = berlepas mamava = membawa vala = bala = balatentera laksa = (menyatakan jumlah yang tidak terkira banyaknya) dangan = dengan sarivu = seribu tlu = telu = tiga sapuluh dua = sepuluh dua = dua belas vanakna = banyaknya sukhacitta = sukacita marvuat = berbuat

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 493

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

vanua = benua = negeri ko = ke

Jika dialihbahasakan ke dalam bahasa Melayu isi Batu Bersurat Kedukan Bukit ini lebih kurang seperti yang berikut ini: Selamat bahagia pada tahun saka 605 hari kesebelas dari bulan terang bulan waisaka daputa baginda naik perahu mencari rezeki pada hari ketujuh bulan terang bulan jyesta dapunta baginda berlepas dari muara Kampar membawa askar dua laksa dua ratus orang di perahu yang berjalan seribu tiga ratus dua belas banyaknya datang di matada dengan suka cita pada hari kelima bulan terang bulan asada dengan lega datang membuat negeri ... Seriwijaya yang berjaya, yang bahagia, yang makmur

Batu Bersurat Kota Kapur. Pada Batu Bersurat Kota Kapur perkataan/bahasa Melayu telah lebih banyak ditemui dan unsur bahasa Sanskrit semakin berkurang. Beberapa perkataan bahasa Melayu Kuno sebahagian telah memperlihatkan irasnya dan sebahagian lagi kekal digunakan hingga kini, seperti: abai, aku, batu, banyak, benua, beri, buat, bulan, bunuh, datu, dengan, di dalam, dosanya, durhaka, gelar, hamba, jahat, jangan, kait, kasihan, kedatuan, keliwat, kita, lawan, maka, mati, merdeka, mula, orang, pahat, persumpahan, pulang, roga, sakit, suruh, tapik, tambal, tatkalanya, tetapi, tida, tuba, ujar, ulang, ulu, dan yang. Imbuhan awalan ialah: ni-, di-, mar-, par-, ka-. Imbuhan akhiran pula ialah: -i dan -an.

Batu Bersurat Karang Brahi.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 494

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Bukti bertulis yang terdapat pada batu bersurat ini merupakan salah satu batu bersurat terpenting, namun tidak banyak maklumat yang diketahui dengan pasti tentang bahasa Melayu Kuno pada batu bersurat ini. Di samping batu bersurat yang telah dinyatakan di atas sebenarnya ada lagi batu bersurat yang agak penting diketahui, iaitu Batu Bersurat Pagar Ruyung (1356 M) di Sumatera Barat. Pada batu bersurat ini tertulis beberapa sajak Sanskrit dengan sedikit prosa Melayu Kuno dengan menggunakan huruf India dan satu lagi di Aceh yang dinamai Batu Nisan Minye Tujuh. Batu nisan ini bertarikh 1380 M dan ditulis dengan tulisan India, menggunakan bahasa Melayu, Sanskrit, dan Arab.

Perkataan Melayu Tidak diketahui secara pasti bilakah perkataan Melayu mulai digunakan. Dalam tulisan Cina (dahulu Tiongkok) ada didapati berita yang menyatakan bahawa suatu masa ada utusan yang mempersembahkan hasil bumi kepada Kaisar Tiongkok yang datangnya dari Kerajaan Mo-lo-yeu. Berita Cina ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 644 (Masihi). Kerajaan Mo-lo-yeu ini dipercayai di daerah Jambi (di Pulau Sumatera bahagian Selatan) yang ada sekarang ini. Perkataan yang hampir sama ditemui daripada keterangan seorang rahib Budha bernama I Tsing. I Tsing pernah singgah dan mendalami agama di Sriwijaya sebelum ia sampai di Benggala (India) untuk mempelajari agama Budha di Universiti Nalanda (675 - 685 M). Dalam salah satu catatannya ditemui perkataan Malayu. Terjemahan catatannya itu ialah: "Apabila I Tsing melawat Sumatera, dia menemui dua kerajaan yang besar, iaitu Malayu berpangkalan di Sungai Batang dan Sriwijaya berhampiran dengan Palembang. Buku Cina lain yang ada mencatat perkataan yang hampir sama ialah buku Ta Dang Si Yi Chiu Fia Kao Cheng Zhuan. Di dalam buku ini terdapat perkataan Mo Lou Yu. Buku Hai Nan Chi Guai Nun Fa Zhuan terdapat perkataan Mo Lou YŸ (u terdapat dua titik). Perkataan Wu Lai Yu terdapat di dalam buku Hai Lu Chu dan buku Zheng He Hang Hai Tu. Chen Chung Shin yang menulis buku Tong Nan Ya Lien Guo Zhi (Negeri-negeri di Asia Tenggara) menyatakan bahawa orang Melayu di Semenanjung Tanah Melayu mendapat namanya daripada perkataan Mo Lo Yu, tetapi orang Cina pada masa itu ada yang menyebutnya sebagai Ma Li Yi Er, Wu Lai Yu, dan Ma La Yu.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 495

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Perkataan Malayu juga tertulis di bahagian belakang sebuah patung yang ditemui di Padang Rocore di kawasan Sungai Batanghari (Sumatera Selatan) bertarikh 1286 M. Dan di dalam buku Sejarah Melayu perkataan Melayu dihubungkan dengan nama sebatang sungai, iaitu Sungai Melayu. Perhatikan petikan yang berikut ini: "Kata sahibul hikayat ada sebuah negeri di tanah Andelas (sekarang disebut Sumatera), Palembang namanya: Demang Lebar Daun nama rajanya, asalnya daripada anak cucu Raja Suran, Muara Tatang nama sungainya. Adapun nama Perlembang itu, Palembang yang ada sekarang inilah. Maka di hulu Muara Tatang itu ada sebuah sungai, Melayu namanya". Harun Aminurrashid mengatakan bahawa "...bangsa yang bernama Melayu itu diam di sebuah kawasan anak sungai yang bernama Sungai Melayu di hulu Sungai Batanghari (kini Sungai Jambi). Di kawasan hulu Sungai Jambi itulah dahulu pada kira-kira seribu lima ratus tahun lebih, telah ada sebuah Kerajaan Melayu sebelum (ada dan) semasa terkenal Kerajaan Sriwijaya atau Palembang Tua .... Kerajaan Sriwijaya telah mengalahkan Kerajaan Melayu sekitar abad ke-7 M. Walaupun dari segi pemerintahan Kerajaan Melayu kalah, tetapi bahasa Melayu terus berkembang dan digunakan bersama semasa menggunakan bahasa Sanskrit, iaitu bahasa rasmi pemerintahan Sriwijaya. Malahan pada Batu Bersurat Kartanegara yang dijumpai di Sungai Langsat bertarikh 1208 Tahun Saka, ditemui perkataan Malayapura yang artinya Kerajaan Melayu". Bahasa Melayu ternyata tidak terkongkong di daerahnya sendiri (di sekitar Palembang). Sebuah batu bersurat yang ditemui di Gandasuli di Jawa Tengah bertarikh 832 M juga menggunakan beberapa perkataan/bahasa Melayu. Padahal Batu Bersurat Gandasuli ini ditulis dengan huruf Dewanagari, iaitu sejenis tulisan purba India Utara bagi penyebaran agama Budha. Demikian juga batu yang telah ditemui di Kedu (Jawa Timur) yang walaupun tarikhnya tidak diketahui dengan pasti namun bahasanya menyerupai bahasa Melayu Kuno ataupun sekurang-kurangnya dipengaruhi oleh bahasa Melayu. Walaupun penemuan Batu Bersurat Kedukan Bukit (683 M) memperlihatkan tulisan yang digunakan ialah huruf Palava, ia tidak bermakna bahawa tidak ada tradisi tulisan sebelum itu. Sebelum orang India datang ke alam Melayu, di kawasan Nusantara ini telah dikenali tulisan atau aksara Lontara di Sulawesi Selatan, aksara Batak di Sumatera Utara, dan aksara Rencong di Sumatera Selatan. Pada masa itu aksara Rencong ini digunakan untuk merakam cerita, pantun, atau yang sejenisnya.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 496

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Setakat ini, aksara Renconglah yang dianggap sebagai huruf asli bahasa Melayu. Oleh kerana ia ditulis pada daun dan kulit kayu maka dengan sendirinya tulisan ini tidak dapat bertahan lama. Walau bagaimanapun, aksara Rencong ini kini masih dapat disaksikan di Perpustakaan School of Oriental and African Studies, London. Perhatikan pantun yang ditulis menggunakan aksara Rencong. Walaupun asal usul bangsa Melayu (dalam pengertian yang khusus) yang paling asal belum diketahui secara pasti tetapi pertumbuhan bahasa Melayu dapatlah dikatakan berasal dari Sumatera Selatan di sekitar Jambi dan Palembang. Kesimpulan ini dikemukakan berdasarkan beberapa alasan, yaitu: Bahasa Melayu tidak mungkin pecahan dari bahasa Jawa kerana sifatnya berbeda. Perbedaan itu di antara lain ialah bahasa Jawa mempunyai tingkatan penggunaan bahasa manakala bahasa Melayu, tidak. Jadi, tentulah bahasa Melayu bukan berasal daripada bahasa Jawa. Aksara Rencong ialah huruf Melayu Tua yang lebih tua daripada aksara Jawa Kuno (tulisan Kawi). Masyarakat yang telah memiliki kemahiran bertulis dianggap sebagai masyarakat yang telah tinggi peradabannya dan tentu telah mempunyai masyarakat yang berkurun-kurun lamanya. Bahasa Melayu Tua dan Bahasa Batak juga tidak sama. Hal ini terbukti tulisannya tidak sama. Jadi, bahasa Melayu tentulah bukan berasal daripada bahasa Batak, walaupun pada masa yang sama mungkin kedua-dua bahasa ini telah wujud.

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 497

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan yang besar. Tidak mungkin sebuah kerajaan didirikan jika di daerah itu tidak ada penduduk asal yang ramai. Kerajaan Melayu pada waktu itu tentulah bukan seperti yang dimaksudkan seperti raja Melayu yang terdapat di Pasai atau di Melaka. Pengertian raja pada waktu itu ialah Ketua Kampung dan kerajaan itu bermaksud kawasan kampung. Tetapi tentulah kawasan kampung ketika itu sangat luas dan juga terdapat beberapa kampung lain di sekitarnya. Sehingga saat ini belum ditemui bukti sejarah yang lebih awal daripada Batu Bersurat Kedukan Bukit (di Palembang) yang telah menggunakan bahasa Melayu dalam persuratannya. Dan juga, belum ada huruf Melayu Kuno yang lain ditemui selain daripada aksara Rencong (di daerah Sumatera Selatan, aksara Rencong ini masih digunakan hingga abad ke-18). Bahasa Minangkabau ialah salah satu bahasa yang paling mirip dengan bahasa Melayu dibandingkan dengan dialek Melayu yang lain kerana sejak dahulu kala lagi daerah Jambi berdekatan dengan daerah Minangkabau. Oleh yang demikian, kedua-dua bahasa ini tentulah ada pertaliannya. Walaupun bahasa Melayu tidak sama dengan bahasa Jawa dan bahasa Batak (secara khusus) namun secara umum bahasa ini pada asalnya satu rumpun yang disebut rumpun bahasa Austronesia Barat atau bahasa Nusantara.

Penutup Bahasa melayu mulai dipakai dikawasan Asia Tenggara sejak Abad ke-7. Bukti-bukti yang menyatakan itu adalah dengan ditemukannya prasasti di kedukan bukit karangka tahun 683 M (palembang), talang tuwo berangka tahun 684 M (palembang), kota kapur berangka tahun 686 M (bukit barat), Karang Birahi berangka tahun 688 M (Jambi) prasasti-prasasti itu bertuliskan huruf pranagari berbahasa melayu kuno. Bahasa melayu kuno itu hanya dipakai pada zaman sriwijaya saja karena di jawa tengah (Banda Suli) juga ditemuka prasasti berangka tahun 832 M dan dibogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa melayu kuno. Pada zaman Sriwijaya, bahasa melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa melayu dipakai sebagai bahasa perhubungan antar suku di Nusantara. Bahasa melayu dipakai sebagai bahasa

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 498

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

perdagangan, baik sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar nusantara. Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon ,dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abadke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa. Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus eka bahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional di masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas. Sehingga akan menarik apabila ada pikiran-pikiran yang akan mewujudkan bahasa Melayu menjadi bahasa resmi di Asia Tenggara, sebab penutur bahasa Melayu cakupan sangat luas dan hamper ada di setiap Negara Asia Tenggara.

Daftar Bacaan 1. Darwis Harahap. 1992. Sejarah Pertumbuhan Bahasa Melayu. Pulau Pinang: Universiti Sains Malaysia. 2. Zuber Usman. 1976. Bahasa Melayu sebelum dan sesudah menjadi lingua franca. 3. Ismail Hamid. 1983. Kesusasteraan Melayu lama dari warisan peradaban Islam. 4. Harun Aminurrashid. 1966. Kajian sejarah perkembangan bahasa Melayu. 5. Ismail Hussein. 1984. Sejarah pertumbuhan bahasa kebangsaan kita. 6. Obaidellah Haji Mohamad. Catatan-catatan dalam sejarah China mengenai negeri-negeri Melayu. Kertas kerja dibentangkan pada Persidangan

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 499

ISSN 0853- JURNAL ONLINE WESTPHALIA, VOL.12, NO.2 (JULI-DESEMBER 2013) 2265

Antarabangsa mengenai Tamadun Melayu, 11-13 Nov. 1986, Kuala Lumpur, 1986. 7. William M. Carpenter, James R. Lilley, David G. Wiencek, Henry Stephen Albinski. Asian Security Handbook: An Assessment of Political-Security Issues in the Asia-Pacific Region. M.E. Sharpe. m/s. 240-6. ISBN 1563248131. 8. Moshe Yegar. Between Integration and Secession: The Muslim Communities of the Southern Philippines, Southern Thailand and Western Burma/Myanmar. Lexington Books. m/s. 79-80. ISBN 0739103563. 9. Thomas M. Fraser. Rusembilan: A Malay Fishing Village in Southern Thailand. 10. Mohamed Taher. Encyclopaedic Survey of Islamic Culture. Anmol Publications. m/s. 228-9. ISBN 8126104031. 11. Dr Syed Farid Alatas, Keadaan Sosiologi Masyarakat Melayu, Occasional Paper Series Paper No.5-97, Association of Muslim Professionals Singapore, 1997 12. Dr Syed Hussein Alatas, Prof Khoo Kay Kim & Kwa Chong Guan, Malays/Muslims and the History of Singapore, Occasional Paper Series Paper No.1-98, Centre for Research on Islamic & Malay Affairs, Association of Muslim Professionals Singapore, 1997

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 500