Potret Gerakan Sosial Keagamaan Negara Islam Indonesia Fillah Di Kabupaten Garut

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Potret Gerakan Sosial Keagamaan Negara Islam Indonesia Fillah Di Kabupaten Garut Volume 4, Nomor 1 Januari-Juni 2021 Potret Gerakan Sosial Keagamaan Negara Islam Indonesia Fillah Di Kabupaten Garut Budi Rahayu Diningrat UNISA Kuningan [email protected] Suggested Citation: Diningrat, Budi Rahayu. (2021). Potret Gerakan Sosial Keagamaan Negara Islam Indonesia Fillah Di Kabupaten Garut. Temali: Jurnal Pembangunan Sosial, Volume 4, Nomor 1: 42–58. 10.15575/jt.v4i1.11536 Article’s History: Received November 2020; Revised January 2021; Accepted April 2021. 2021. journal.uinsgd.ac.id ã. All rights reserved. Abstract: The establishment of the Islamic State of Indonesia (NII) led by SM. Kartosoewiryo at the beginning of the independence period. In historical references, NII was declared a rebel movement, so the Government eradicated it with a military operation (posse operation), and its leader was executed on September 5, 1962. However, NII's struggle did not end just like that. After Kartosoewiryo, NII was divided into several factions, namely NII Fillah in Garut, led by Sensen Komara, whose existence until now. This study uses a descriptive qualitative approach, from written or oral information, people's behavior, and interpretations of the world around them. The purpose of this research is to understand the world of meaning symbolized in people's behavior. Using sociological analysis and historical analysis, the study found that NII Fillah, led by Sensen Komara, was a continuation of NII Kartosoewiryo after experiencing several leadership changes from Jaja Sudjadi Bakar Misbah. NII Fillah argues that the Islamic State is a political force to enforce Islamic law and is the only tariqah in implementing the system and regulation in the nation's life and state. The relationship between religion and state is an inseparable concept, that religion needs a state or a political entity so that religion can be perfectly applied. Fillah NII religious movements in Garut include; rejection of the election, raising the red and white flag of the star and moon, and converting from RI to NII without changing the existing structure. Keywords: social movement, religion and politics, Islamic state, DI/TII Abstrak: Berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) yang dipimpinan SM. Kartosoewiryo di awal masa kemerdekaan. Dalam referensi sejarah, NII dinyatakan sebagai gerakan pemberontak, maka Pemerintah memberantasnya dengan operasi militer (operasi pagar betis) dan pimpinannya di eksekusi mati pada 5 September 1962. Namun perjuangan NII tidak berakhir begitu saja, karena pasca Kartosoewiryo, NII terpecah menjadi beberapa faksi, yakni NII Fillah di Garut dipimpinan Sensen Komara yang eksistensinya hingga sekarang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriftif, dari informasi tertulis atau lisan, perilaku orang-orang serta tafsiran tentang dunia sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dunia makna yang disimbolkan dalam perilaku masyarakat. Menggunakan analisis sosiologis dan analisis historis. Dari hasil penelitian ini bahwa NII Fillah pimpinan Sensen Komara merupakan kelanjutan dari NII Kartosoewiryo setelah mengalami beberapa pergantian kepemimpinan, dari Jaja Sudjadi, Bakar Misbah, kemudian kepada Sensen Komara sebagai pimpinan NII Fillah hingga sekarang. NII Fillah berpendapat bahwa negara Islam merupakan kekuatan politik untuk memberlakukan hukum Islam dan satu-satunya tariqah dalam menerapkan sistem dan hukum secara menyeluruh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Relasi agama dan negara merupakan konsep yang tidak dapat dipisahkan, bahwa agama membutuhkan negara agar agama dapat diterapkan secara sempurna. Gerakan keagamaan NII Fillah di Garut meliputi; penolakan pemilu, pengibaran bendera merah putih bulan bintang dan konversi/ perpindahan dari RI ke NII dengan tidak merubah struktur yang ada. Kata Kunci: gerakan sosial, agama dan politik, negara Islam, DI/TII PENDAHULUAN Salah satu peristiwa penting yang meninggalkan bekas dalam catatan sejarah negeri ini adalah berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di awal masa kemerdekaan. Topik ini memang selalu dan akan tetap menarik untuk diperbincangkan, lengkap dengan segala pendapat para ahli maupun saksi-saksi sejarah. NII adalah kependekan dari Negara Islam Indonesia, sebuah journal.uinsgd.ac.id/index.php/temali/index. © Diningrat 42 Temali: Jurnal Pembangunan Sosial eISSN: 2615-5028, Vol 4, No 1, 2021, pp 42-58 http://dx.doi.org/10.15575/jt.v4i1.11536 gerakan keislaman atau Harakah Islamiyyah (Sonjaya, 2019) yang bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia. Gerakan ini pernah memproklamasikan berdirinya NKA-NII pada 07 Agustus 1949. NKA-NII disebut juga Darul Islam atau yang disingkat DI (Diningrat, 2019), komandan tertinggi sekaligus pendiri gerakan ini bernama Sekarmadji Maridjan Kartosoewiryo (Dengel, 1995), biasa disingkat S.M. Kartosoewiryo; salah seorang tokoh Masyumi Jawa Barat dan juga pernah menjadi murid dari pahlawan Islam Indonesia, HOS. Cokroaminoto. Dalam berbagai publikasi pemerintah dan militer yang terbit sejak 1950-an, DI/TII dinyatakan sebagai gerakan pengacau keamanan (Dengel, 1995). Bahkan di dalam arsip nasional maupun buku-buku sejarah nasional Indonesia yang resmi digunakan di SD, SMP dan SMA/SMK di seluruh Indonesia, Darul Islam mendapat stigma sebagai pemberontak yang mengganggu stabilitas negara, gerakan berbahaya yang perlu ditumpas habis sampai ke akar-akarnya. Pemerintah menghabisi gerakan ini dengan berbagai macam dalih dan cara, baik operasi intelejen, penyusupan, adu domba, perusakan nama maupun operasi militer. Melalui operasi militer inilah akhirnya S.M. Kartosoewiryo tertangkap pada 4 Juni 1962, kemudian ia dieksekusi mati pada tanggal 5 September 1962 disebuah pulau di teluk Jakarta. Beliau meninggalkan seorang istri Siti Dewi kulsum dan 12 orang anak (Dengel, 1995). Meskipun pemberontakan DI/TII dapat ditumpas secara militer, namun ide tentang NII tidak berakhir begitu saja. Apalagi dalam kenyataannya banyak tokoh-tokoh DI/TII yang telah diampuni oleh pemerintah RI, kemudian dipergunakan oleh pemerintah Orde Baru untuk tujuan-tujuan politik tertentu, terutama dalam membatasi ruang gerak politik Islam. Keterlibatan mereka dalam politik secara tidak langsung membawa kesadaran lain bagi para pengikut DI/TII yang tersisa untuk menghidupkan kembali gagasan NII. Hal ini terbukti setelah Kartosoewiryo wafat, NII terpecah menjadi beberapa faksi, karena terjadi perselisihan paham dan pendapat tentang siapa yang lebih berhak menggantikan posisi Imam NII: Pertama, Kubu Mujahidin dalam wadah Sabilillah di bawah komando Adah Djaelani Tirtapradja. Kubu Sabilillah ini pecah lagi menjadi beberapa faksi, yaitu Faksi Abdullah Sungkar(Hamid, 2009), yang meliputi wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta, faksi Atjeng Kurnia yang meliputi wilayah Bogor, Serang, Purwakarta, dan Subang, faksi Ajengan Masduki yang meliputi wilayah Purwokerto, Subang, Cianjur, Jakarta dan Lampung, faksi Abdul Fatah Wiranagapati yang meliputi wilayah Garut, Bandung, Surabaya dan Kalimantan, dan faksi Gaos Taufik yang meliputi wilayah Pulau Sumatera. Kedua, Kubu Mujahidin dalam wadah Fillah di bawah komando Djaja Sujadi. Ia adalah Menteri Keuangan pada masa Kartosoewiryo dan diangkat oleh para elite NII menjadi Penanggungjawab DI Fillah pasca Kartosoewiryo (Hasil wawancara dengan Bapak Abbas selaku anggota DI Fillah). Namun, ia tidak banyak berkiprah karena setelah beberapa bulan diangkat, ia dibunuh oleh salah seorang elite NII (Al-Chaidar, 1999). Kemudian tampuk kepemimpinan diserahkan ke Bakar Misbah sebagai Bakar Misbah adalah Bupati Sumedang NII pada masa Kartosoewiryo sebagai Penanggungjawab DI Fillah ke dua, ia menjalani sisa hidup di Kampung Babakan Cipari bersama kelima anaknya. Sama halnya dengan Jaja Sudjadi, DI Fillah yang dipimpin Bakar Misbah pun tidak begitu massif dalam gerakannya, karena kondisi pada saat itu berada pada dominasi militer yang sangat refresif. Setelah Bakar Misbah meninggal, kepemimpinan DI Fillah diteruskan oleh anaknya yang bernama Sensen Komara. Sepeninggal sang ayah, Sensen bergabung dengan keturunan pengikut Darul Islam yang lain dan diangkat menjadi Penanggungjawab ke tiga atas hasil munajat dari para anggota DI Fillah tersebut, ia mengaku telah menghidupkan kembali NII di kabupaten Garut. Awalnya keberadaan NII Fillah ini tertutup dan tidak banyak diketahui oleh khalayak umum, bahkan oleh sebagian besar eks anggota NII sendiri. Sebagian besar dari mereka berkeyakinan bahwa NII sudah mati. Salah seorang diantaranya adalah Abdul Fatah Wirananggapati (mantan kuasa usaha DI). Ia menyatakan bahwa saat ini NII sudah tidak ada lagi karena NII sudah mati (Ausop, 2011). Masyarakat pun berkeyakinan bahwa paham dan gerakkan DI atau NII hanya tinggal sejarah. Namun beberapa tahun ke belakang, tepatnya ketika tahun 1999 masyarakat bahkan pemerintah dibuat heboh, ketika Sensen bersama anggotanya secara terang-terangan menolak terhadap Pemilu pada waktu itu, dengan alasan bahwa Pemilu yang diadakan pada tahun 1999 itu inkonstitusional dan mengkhianati terhadap Undang-undang 1945. Kemudian pada tahun 2008, lagi-lagi Sensen dan anggotanya membuat gehger khalayak umum setelah diangkat disebuah media koran atas pengibaran bendera Merah Putih bergambar Bulan Bintang, di Kampung Babakan Cipari Kecamatan Pangatikan Kabupaten Garut. Akibat insiden pengibaran bendera tersebut, Sensen bersama kedua menterinya ditangkap kepolisian. Tapi Sensen dilepas karena jiwanya dianggap "terganggu". Sebaliknya, dua menterinya divonis Pengadilan Negeri Garut tiga tahun enam bulan penjara pada 15 Oktober 2008. Dari sinilah informasi tentang NII Fillah
Recommended publications
  • Peran Teungku Muhammad Daud Beureueh Dalam Pemberontakan Di Aceh 1953-1962
    PERAN TEUNGKU MUHAMMAD DAUD BEUREUEH DALAM PEMBERONTAKAN DI ACEH 1953-1962 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum.) Disusun Oleh: Muhammad Illham NIM: 1111022000012 K O N S E N T R A S I A S I A T E N G G A R A JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2016 M ABSTRAK Muhammad Illham Peran Teungku Muhammad Daud Beureueh Dalam Pemberontakan di Aceh 1953-1962. Masa awal kemerdekaan di Aceh tahun 1953-1962 menjadi awal meletusnya peristiwa berdarah yang dipimpin oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh dalam menegakkan Syariat Islam di Aceh. Perjuangan yang dianggap suatu pemberontakan timbul akibat kekecewaan rakyat Aceh terhadap Pemerintah Pusat akibat dari janji-janji semu yang di ucapkan oleh Soekarno yang menjabat Presiden saat itu tidak kunjung terwujud. Rakyat Aceh yang sebelumnya berjuang mempertahankan kedaulatan RI dengan seluruh jiwa raganya, sangat geram karena salah satu keinginan untuk mendirikan negara yang berlandaskan Syariat Islam tidak kunjung tercapai, dan berujung pada pemberontakan rakyat Aceh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasca kemerdekaan, konflik terjadi antar kedua belah pihak yaitu pemerintah pusat dan rakyat aceh dibawah pimpinan Daud Beureueh bertikai mempertahankan ideologinya untuk dijadikan sebuah landasan suatu negara. Sesuatu hal yang sangat menarik, dan dalam kajian ini penulis ingin mengetahui bagaimana latar belakang pemberontakan serta usaha dan upaya yang dilakukan pihak Daud Beureueh dalam memperjuangkan dan mempertahankan ideologi Islam yang menjadi cita-cita rakyat Aceh. i KATA PENGANTAR Alhamdulilahi robbi al‟alamin, segala puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagaimana mestinya.
    [Show full text]
  • Muhammadiyah Cosmopolitan from Teo- Anthropocentris Toward World Citizenship
    JOURNAL OF CRITICAL REVIEWS ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 05, 2020 Muhammadiyah Cosmopolitan From Teo- Anthropocentris Toward World Citizenship Isa Anshori, Muhammad, Arfan Mu’ammar Universita Muhammadiyah Surabaya, Indonesia Corresponding email: [email protected] Received: 28 February 2020 Revised and Accepted: 06 March 2020 Abstract Muhammadiyah as a social-religious movement in Indonesia has been was over century and has many faces like Nakamura saids. A lot of activities that have been carried out by Muhammadiyah as a socio- religious movement based on tauhid ( aqidah Islamiyah) through Islamic purification (tajrid) and in the other sides through modernity (tajdid) that’s puts forward enjoining whats is right and forbidding whats is wrong (amar ma’ruf nahi mungkar) as a theological bases (teologi al-ma’un). Have a lot of evidences shown in Muhammadiyah socio- religious movement in Indonesia, but the biggest challages is the ability to maintain the existence of and answered a range of challenges that are local and global (relations between islam and democration), pluralism, human rights and the marginals. Through tajdid Muhammadiyah has proven ability in respond of Islamic problems in Indonesia since before the independence of up to the twenty-first century.in a way to do interpretation of his base theologious through a shift paradigm in theologies and socio- religious movement (Thomas Kuhn). In fact, Muhammadiyah move forward with transformation of theological bases from theocentris to antrophocentris (Hasan Hanafi).Thus various issues on religious movement,political like nation-state wich is local or global had answered by Muhammadiyah with his theological bases and the charity efforts like educations, hospitals and the orphanage.
    [Show full text]
  • AKAL DAN WAHYU DALAM PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB Yuhaswita*
    AKAL DAN WAHYU DALAM PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB Yuhaswita* Abstract Reason according to M. Quraish Shihab sense is the thinking power contained in man and is a manipation of the human soul. Reason is not understood materially but reason is understood in the abstract so that sense is interpreted a thinking power contained in the human soul, with this power man is able to gain knowledge and be able to distinguish between good and evil. Revelation according to M. Quraish Shihab, is the delivery of God’s Word to His chosen people to be passed on to human beings to be the guidance of life. God’s revelation contains issues of aqidah, law, morals, and history. Furthermore, M. Quraish Shihab reveals that human reason is very limited in understanding the content of Allah’s revelation, because in Allah’s revelation there are things unseen like doomsday problems, death and so forth. The function of revelation provides information to the sense that God is not only reachable by reason but also heart. Kata Kunci: problematika, nikah siri, rumah tangga Pendahuluan M. Quraish Shihab adalah seorang yang tidak baik untuk dikerjakan oleh ulama dan juga pemikir dalam ilmu al Qur’an manusia. dan tafsir, M. Quraish Shihab termasuk Ketika M. Quraish Shihab seorang pemikir yang aktif melahirkan karya- membahas tentang wahyu, sebagai seorang karya yang bernuansa religious, disamping itu mufasir tentunya tidak sembarangan M. Quraish Shihab juga aktif berkarya di memberikan menafsirkan ayat-ayat al berbagai media massa baik media cetak Qur’an yang dibacanya, Wahyu adalah kalam maupun elektronik, M.Quraish Shihab sering Allah yang berisikan anjuran dan larangan tampil di televise Metro TV memberikan yang harus dipatuhi oleh hamba-hamba-Nya.
    [Show full text]
  • The Formation of Liberal and Anti-Liberal Islamic Legal Thinking in Indonesia Akh
    Akh. Muzakki IS EDUCATION DETERMINANT? The Formation of Liberal and Anti-liberal Islamic Legal Thinking in Indonesia Akh. Muzakki The University of Queensland, Australia Abstract: Liberalism and anti-liberalism are two increasing- ly prominent but staunchly opposing streams of Islamic legal thinking in Indonesia. This article analyses the formation of each of the two through an examination of the role of formal education. It focuses on organic intellectuals during two periods, the New Order and the reformasi. Challenging the strongly-held thesis of the determinant role of education, this article argues that both liberal and anti-liberal Islamic legal thinking in Indonesia is a result of not only the intellectual formation in the sense of academic training and access to education and knowledge, but also the sociological background and exposure in building a new epistemic community in an urban context. As a theoretical understanding of sociolo- gical background and exposure, the concept of epistemic community deserves to be taken as an analytical framework in addition to education for the analysis of the formation of the two contesting bents of Islamic legal thinking in Indonesia. Keywords: Liberalism, anti-liberalism, Islamic legal think- ing, education, epistemic community. Introduction In his controversial speech entitled “The Necessity of Islamic Renewal Thinking and the Problem of the Integration of the Ummah” on 2 January 1970, Madjid argued for a dynamic approach to Islam which requires reinterpretation of Islamic teachings in context with place and time. In more elaborate ways, he further argued that Islamic values move in line with the spirit of humanitarianism which promotes 280 JOURNAL OF INDONESIAN ISLAM Volume 01, Number 02, December 2007 Is Education Determinant? the dignity of Mankind.
    [Show full text]
  • Surat Pencatatan Ciptaan
    REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SURAT PENCATATAN CIPTAAN Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu Undang-Undang tentang pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra (tidak melindungi hak kekayaan intelektual lainnya), dengan ini menerangkan bahwa hal-hal tersebut di bawah ini telah tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan: I. Nomor dan tanggal permohonan : EC00201706504, 12 Desember 2017 II. Pencipta Nama : Dr. Katarina Indah Sulastuti, S.Sn., M.Sn Alamat : Menggeh Anyar RT. 002 RW. 013, Lalung, Karanganyar, Jawa Tengah, Karanganyar, Jawa Tengah, 57751 Kewarganegaraan : Indonesia III. Pemegang Hak Cipta Nama : Dr. Katarina Indah Sulastuti, S.Sn., M.Sn Alamat : Menggeh Anyar RT. 002 RW. 013, Lalung, Karanganyar, Jawa Tengah, Karanganyar, Jawa Tengah, 57751 Kewarganegaraan : Indonesia IV. Jenis Ciptaan : Karya Tulis (Disertasi) V. Judul Ciptaan : Tari Bedhaya Ela-Ela Karya Agus Tasman: Representasi Rasa Dalam Budaya Jawa VI. Tanggal dan tempat diumumkan : 26 Mei 2017, di Yogyakarta untuk pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia VII. Jangka waktu pelindungan : Berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. VIII. Nomor pencatatan : 05782 Pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait dalam Daftar Umum Ciptaan bukan merupakan pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dicatat. Menteri tidak bertanggung jawab atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang terdaftar. (Pasal 72 dan Penjelasan Pasal 72 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta) a.n.
    [Show full text]
  • Download Article
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 302 2nd International Conference on Culture and Language in Southeast Asia (ICCLAS 2018) The Social History of Intellectual Struggle among Syarif Hidayatullah State Islamic University Community Post-Reformation Parlindungan Siregar Amrizal Siagian Muhammad Dwi Fajri Islmamic History and Civilization Universitas Pamulang The University of Muhammadiyah Syarif Hidayatullah State Islamic University Tengerang Selatan, Indonesia Prof. Dr. Hamka Jakarta, Indonesia [email protected] Jakarta, Indonesia [email protected] [email protected] Abstract— This research was aimed at exploring the influence various lines. The period brought about figures at the national of intellectual communities in the development of intellectuals in a level and even at the level international. Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. To get the historical data of the student’s involvement on intellectual The intellectual community that was previously built by the activities inside and outside the campus, we collected the premier previous generation generated a new spirit, which made Syarif and secondary data from the library and conducted informal Hidayatullah State Islamic University of Jakarta an international interview with some influential figures. The study reveals that the campus. In addition, many intellectuals graduated from this intellectuals’ influence flows from generation to generation alma mater after the reformation occupied political positions. evidenced by the growth of discussion activities handled by the For example, the chairman of the House of Representatives, the internal and external organizations in the campus of Syarif Minister of Religion, and the chairpersons of the national and Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. In the 1970s the international non-governmental organizations.
    [Show full text]
  • Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945
    Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945 R. E. Elson* On the morning of August 18, 1945, three days after the Japanese surrender and just a day after Indonesia's proclamation of independence, Mohammad Hatta, soon to be elected as vice-president of the infant republic, prevailed upon delegates at the first meeting of the Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI, Committee for the Preparation of Indonesian Independence) to adjust key aspects of the republic's draft constitution, notably its preamble. The changes enjoined by Hatta on members of the Preparation Committee, charged with finalizing and promulgating the constitution, were made quickly and with little dispute. Their effect, however, particularly the removal of seven words stipulating that all Muslims should observe Islamic law, was significantly to reduce the proposed formal role of Islam in Indonesian political and social life. Episodically thereafter, the actions of the PPKI that day came to be castigated by some Muslims as catastrophic for Islam in Indonesia—indeed, as an act of treason* 1—and efforts were put in train to restore the seven words to the constitution.2 In retracing the history of the drafting of the Jakarta Charter in June 1945, * This research was supported under the Australian Research Council's Discovery Projects funding scheme. I am grateful for the helpful comments on and assistance with an earlier draft of this article that I received from John Butcher, Ananda B. Kusuma, Gerry van Klinken, Tomoko Aoyama, Akh Muzakki, and especially an anonymous reviewer. 1 Anonymous, "Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945: Pengkhianatan Pertama terhadap Piagam Jakarta?," Suara Hidayatullah 13,5 (2000): 13-14.
    [Show full text]
  • Pemikiran Abdurrahman Wahid Tentang Islam Dan Pluralitas
    PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG ISLAM DAN PLURALITAS Zainal Abidin Jurusan Psikologi, Faculty of Humanities, BINUS University Jln. Kemanggisan Ilir III No. 45, Kemanggisan - Palmerah, Jakarta Barat 11480 ABSTRACT This article clarifies a research that concerned with Wahid’s thoughts and actions that saw Islam from its basic value, not merely as a symbol. Therefore, Wahid presented Islam from democratic and cultural sides. To present the phylosophical analysis of Wahid’s thoughts, the research applies hermeneutics approach and library research, especially reading Wahid’s books as the primary sources, and others’ books related to Wahid’s thoughts as the secondary sources. It can be concluded that Islam presented by Wahid is the Islam that relates to softness, adoring loves, defending the weakness and minority, sustaining to lead the justice, having faith and honesty, tolerance, inclusive, and showing plualities. Keywords: Islam, Islam basic value, plurality ABSTRAK Artikel ini menjelaskan penelitian tentang pemikiran dan tindakan Wahid yang lebih menekankan keislaman pada nilai dasar Islam, bukan pada simbol belaka. Karena itu, Wahid menampilkan Islam pada wajah demokrasi dan kebudayaan. Sebagai suatu analisis filosofis terhadap pemikiran Wahid, secara metodologis, penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutik (hermeneutics approach) dan dalam pencarian data menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dengan cara membaca buku karya Wahid sebagai data primer, dan buku karya pengarang lain yang berhubungan dengan telaah ini sebagai data sekunder. Disimpulkan bahwa Islam yang ditampilkan oleh Wahid adalah Islam yang penuh dengan kelembutan, Islam yang diliputi oleh cinta-kasih, Islam yang membela kaum yang lemah dan minoritas, Islam yang senantiasa menegakan keadilan, Islam yang setia pada kejujuran, dan Islam yang toleran, inklusif dan pluralis.
    [Show full text]
  • Sejarah Munculnya Pemikiran Islam Liberal Di Indonesia 1970-2015 the Birth of Liberal Islamic Thought in Indonesia 1970 - 2015
    Sejarah Munculnya Pemikiran Islam Liberal…(Samsudin dan Nina Herlina Lubis) 483 SEJARAH MUNCULNYA PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL DI INDONESIA 1970-2015 THE BIRTH OF LIBERAL ISLAMIC THOUGHT IN INDONESIA 1970 - 2015 Samsudin dan Nina Herlina Lubis Universitas Padjajaran, Indonesia E-mail: [email protected], [email protected] Naskah Diterima: 15 April 2019 Naskah Direvisi: 20 September 2019 Naskah Disetujui : 28 September 2019 DOI: 10.30959/patanjala.v11i3.522 Abstrak Kemajuan yang dicapai oleh negara Barat dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi, berakar pada trilogi liberalisme, pluralisme, dan sekularisme. Atas dasar itulah, beberapa tokoh Islam Indonesia ingin memajukan umatnya dengan trilogi tersebut. Dalam perjalanannya, tokoh Islam seperti Nurcholish Madjid dan Ulil Abshar menuai kritik dari Rasjidi dan Atiyan Ali. Puncaknya adalah ketika MUI mengeluarkan fatwa mengharamkan Islam liberal. Bagaimana gambaran sejarah masuk Islam liberal di Indonesia? Mengapa terjadi polemik Islam liberal di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, metode yang digunakan adalah metode sejarah, meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian, sejarah Islam liberal di Indonesia terbagi ke dalam empat tahap, yaitu: Tahap awal ketika masih menyatu dengan pemikiran neo-modernisme. Kedua, pembentukan enam paradigma Islam liberal. Ketiga adanya kritik dan evaluasi pemikiran Islam liberal. Kemudian sebab terjadinya polemk pemikiran Islam liberal disebabkan oleh perbedaan paradigma berfikir dan metodologi memahami ajaran Islam dalam melihat realitas yang terjadi di masyarakat pada masa kontemporer. Kata kunci: Islam liberal, sejarah, tokoh liberal, polemik. Abstract The progress achieved by Western countries in the fields of science, technology and economics is rooted in liberalism, pluralism and secularism. For this reason, some Indonesian Muslim intellectuals want to reform their people accordingly.
    [Show full text]
  • I AKAL DAN WAHYU DALAM ISLAM (Perbandingan Pemikiran Antara Muhammad Abduh Dan Harun Nasution) SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sa
    View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by Walisongo Institutional Repository AKAL DAN WAHYU DALAM ISLAM (Perbandingan Pemikiran Antara Muhammad Abduh dan Harun Nasution) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-I) dalam Ilmu Ushuluddin Disusun oleh: MARIA ULFAH NIM. 4105011 FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2009 i AKAL DAN WAHYU DALAM ISLAM (Perbandingan Pemikiran Antara Muhammad Abduh dan Harun Nasution) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-I) dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat (AF) oleh: MARIA ULFAH NIM. 4105011 Semarang, 01 Oktober 2009 Disetujui oleh Pembimbing I Pembimbing II Dr,H.Yusuf Suyono, M. A Zainul Adzfar, M. Ag. NIP : 195303131981031005 NIP : 197308262002121002 ii PENGESAHAN Skripsi saudara Maria Ulfah Nomor Induk Mahasiswa 4105011 telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Skripsi Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, pada tanggal: 15 Desember 2009 Dan telah diterima serta disyahkan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S I) dalam ilmu Ushuluddin jurusan Aqidah dan Filsafat (AF). Ketua Sidang Dr,H.Yusuf Suyono, M. A NIP : 195303131981031005 Pembimbing I Penguji I Dr,H.Yusuf Suyono, M. A Drs. Nasihun Amin, M. Ag NIP : 195303131981031005 NIP : 196807011993031003 Pembimbing II Penguji II Zainul Adzfar, M. Ag. Machrus, M.Ag NIP : 197308262002121002 NIP : 196301051990011002 Sekretaris Sidang Machrus, M.Ag NIP : 196301051990011002 iii MOTTO ⎯Ï&Î#ôÒsù ⎯ÏΒ (#θäótGö;tGÏ9uρ ⎯ÍνÌøΒr'Î/ ϵ‹Ïù à7ù=àø9$# y“ÌôftGÏ9 tóst7ø9$# â/ä3s9 t¤‚y™ “Ï%©!$# ª!$# 4 çµ÷ΖÏiΒ $Yè‹ÏΗsd ÇÚö‘F{$# ’Îû $tΒuρ ÏN≡uθ≈yϑ¡ 9$# ’Îû $¨Β /ä3s9 t¤‚y™uρ ∩⊇⊄∪ tβρãä3ô±s? ö/ä3¯=yès9uρ ∩⊇⊂∪ šχρã©3xtGtƒ 5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ šÏ9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) “Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur.
    [Show full text]
  • Peranan Kiai Haji Mas Mansur Dalam Muhammadiyah Tahun 1921-1946
    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANAN KIAI HAJI MAS MANSUR DALAM MUHAMMADIYAH TAHUN 1921-1946 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh: ALPIAN NIM: 051314015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANAN KIAI HAJI MAS MANSUR DALAM MUHAMMADIYAH TAHUN 1921-1946 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh: ALPIAN NIM: 051314015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO “Quod libentissime accepi, libentissisme et dabo” (apa yang dengan gembira saya terima, dengan gembira pula saya bagikan). Janganlah cemas dan gelisah memikirkan masa yang akan datang, burung-burung di udara, tak menabur tak menuai namun diberi makan, apalagi kita manusia. Kejeniusan adalah hasil dari 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Aku mengenalmu agar kamu dikenal, aku menulismu agar kamu tertulis, aku mengenangmu agar kamu dikenang, aku mengingatmu agar kamu diingat, aku mencintaimu agar kamu dicintai. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEMBAHAN Skripsi ini aku persembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus yang selalu membimbing langkahku, menuntun, memberi kekuatan dan ketabahan padaku dalam menghadapi berbagai hal yang aku hadapi. Buat papa ( Bernad) dan mama ( Tikuk), adikku Hermanus Sompet, Trisno Tutuh, Rusdy Alok, Yanto B, dan abangku Petrus Awet, Udak Karno, Donatus Denggeng, Nani Lestari, SE. yang aku sayangi dan banggakan.
    [Show full text]
  • Dimensi Tasawuf Dalam Ke-Es-Ha-An
    Dr. H. Sutoyo, M.Ag Dimensi Tasawuf Dalam Ke-Es-Ha-An Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Editor: Mukhibat Syaufa Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan KDT Dimensi Tasawuf Dalam Ke-Es-Ha-An Persaudaraan + hlm; 15,5 Setia x Hati23 cm Terate (PSHT) ISBN iv 146 978-623-6540-08-4 CetakanJudul Pertama, September 2020 Dimensi Tasawuf Dalam Ke-Es-Ha-An Penulis: Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) CopyrightDr.H. © 20 Sutoyo, M.Ag Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved20 Editor: Penata Isi:Mukhibat Syaufa Tim Kreatif Publica Institute Desain sampul: Tim Kreatif Publica Institute Diterbitkan oleh: Publica Institute Jakarta, Anggota IKAPI Jakarta JL. S. Citandui No. 977 Semper Barat Jakarta Utara Jl. Wisma Mas Blok C1 No. 12 Pondok Cabe, Sawangan, Kota Depok, Telephon: 0815 | email: [email protected] 78626131 Kata Pengantar Bismillahirrohmanirrohim Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan buku ini. Tanpa pertolongan- Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan penulisan buku ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad Saw yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat. Buku yang berjudul “Dimensi Tasawuf dalam Ke-Es-Ha-An Persaudaraan Setia Hati Terate Pusat Madiun Jawa Timur” yang ada dihadapan bapak/ibu/saudara yang budiman ini merupakan hasil penelitian yang panjang dan memakan energi yang luar biasa mengingat PSHT merupakan organisasi pencak silat yang tergabung dan salah satu yang turut mendirikan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) pada tanggal 18 Mei 1948. Saat ini PSHT diikuti puluhan juta anggota, memiliki cabang di berbagai kabupaten/ kota di Indonesia, beberapa komisariat di perguruan tinggi dan 10 komisariat luar negeri yakni Malaysia, Belanda, Rusia, Timor Leste, Korea Selatan, Jepang, Belgia, dan Perancis.
    [Show full text]