531 ABSTRACT NII (The Indonesian Islamic State) Called DI (Dar Al-Islam)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

531 ABSTRACT NII (The Indonesian Islamic State) Called DI (Dar Al-Islam) Gerakan Nii KW IX GERAKAN NII KARTOSOEWIRJO (KW IX) Asep Zaenal Ausop ABSTRACT NII (The Indonesian Islamic State) called DI (Dar al-Islam) is an Islamic movement organization (Harakah Islámiyyah) is led by Maridjan Sekarmadji Kartosoewirjo (MSK), a prominent of Masyumi from West Java. This organization has its own soldiers called TII or The Islamic Indonesian Soldiers. They proclaimed "The Indonesian Islamic State ± The Blessing State of Allah (NKA- NII) on August 7th 1949. DI / TII had been destroyed by TNI (The National Military) with the various ways. MSK has been caught on June 4th 1962 and executed on September 5th in the same year. Most of Indonesian people believe that NII was dead. But in 1999, Indonesian people were surprised by encouragence of the new NII identified as NII Commandemant Area IX or called NII KW IX, by the Highest Commander named Abu Toto Abdussalam. This research proved that, after the death of MSK, NII had been separated into many factions including the faction of Abu Toto Abdussalam. Refering to David Krech and Zanden's theory about the factors which influence conflict of human groups, is that one of causes of separation, is the different norms and values of the beliefs. This cause also happened in NII. However, as de facto and de jure, NII KW IX was the development of NII MSK. Although the two organizations ( NII) have the same objective to establish the Indonesian Islamic State, they have many differences in doctrines and movement strategies. keywords : NII, KW IX, Bai‘ah, Al-Kahfi. 1. Pendahuluan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (selanjutnya disingkat SM), salah NII adalah singkatan dari Negara seorang tokoh Masyumi Jawa Barat Islam Indonesia yang merupakan nama 1 (Dengel, 1995 dan Chaidar, 2000:vii). sebuah gerakan keislaman dengan DI memiliki tentara sendiri yang disebut tujuan mendirikan Negara Islam TII (Tentara Islam Indonesia) yang me- Indonesia. Gerakan ini pernah rupakan bentukan dari lasykar Hizbullah memproklamasikan berdirinya NKA - (Hizb Alláh = tentara Allah) dan NII (Negara Karunia Allah Negara Islam Sabilillah (Sabil Alláh = Jalan Allah). Indonesia) pada tanggal 7 Agustus Menurut Kartosoewirjo selaku 1949. NKA NII disebut juga sebagai Komandan Tertinggi TII dan para Darul Islam (Dár al-Islám = rumah, pengikutnya, bahwa NII yang wilayah, negara Islam) atau lebih 2 diproklamasikan melalui revolusi Islam dikenal dengan sebutan DI . Komandan itu merupakan implementasi pesan- Tertinggi gerakan ini bernama pesan Islam yang kaffah (totalitas). KK Ilmu Kemanusian FSRD ITB Jurnal Sosioteknologi Edisi 16 Tahun 8, April 2009 531 Gerakan Nii KW IX Dari pendekatan sejarah, per- Tujuan penelitian ini untuk kembangan NII dibagi menjadi tiga mengetahui data dan fakta-fakta ilmiah periode. Periode pertama adalah periode seputar latar belakang, asas, sifat, tujuan gerakan bersenjata (1947-1962). gerakan NII KW IX, serta perbedaannya Periode ini dimulai pasukan Siliwangi dengan gerakan NII Kartosoewirjo. hijrah ke Yogyakarta serta penguasaan Rumusan masalah yang akan penulis DI-TII terhadap Jawa Barat yang kemukakan adalah apa asas, sifat, ruang dianggapnya sebagai wilayah tanpa lingkup, tujuan, dan strategi gerakan NII kekuasaan (vacuum of Power). Periode KW IX serta apa perbedaannya dengan ini berakhir dengan eksekusi mati MS. gerakan NII Kartosoewirjo? Penelitian Kartosoewirjo oleh pemerintah pada ini menggunakan metode deskriptif eks- tanggal 5 September 1962. Periode planatoris dengan multipendekatan kedua sekitar tahun 1963-1996 . yakni pendekatan historis, pendekatan Pimpinan NII pada waktu itu bersifat teologis, pendekatan sosiologis, dan kolegial, kemudian NII dipimpin oleh pendekatan politis. Daud Beureuh. Periode ini berakhir Ada dua teori utama yang dengan penyerahan tongkat imamah dari dijadikan landasan penelitian ini, yakni, Adah Djaelani kepada Abu Toto Abdus pertama teori tentang perubahan peri- Salam. Pada operiode ini, NII ter-pecah laku dari John F. Longres dan pem- pecah menjadi beberapa faksi. Periode bentukan kelompok manusia (human ketiga adalah periode Al-Kahfi (Gerakan groups) dari James W. Vander Zanden. bawah tanah) yakni ketika NII di bawah Menurut Longres, perubahan perilaku kepemimpinan Abu Toto Abdus Salam manusia merupakan akibat dari banyak sampai sekarang. Karena Abu Toto faktor yang mempengaruhinya, baik merupakan komandan NII faktor internal maupun eksternal Komandemen Wilayah IX, NII yang (Longres, tanpa tahun:16). Berkaitan sekarang lebih dikenal dengan sebutan dengan faktor internal, perilaku manusia NII KW IX. NII KW IX ini ditengarai dipengaruhi antara lain oleh norma dan telah melakukan penyimpangan dalam nilai yang dianut atau yang diyakini menafsirkan ayat Al-Quran dengan seseorang. Bahkan menurut Zanden tujuan untuk menjustifikasi pendapat- (1983:357-358), pembentukan kelompok pendapat mereka dalam kerangka manusia (human groups) pun, di mendirikan Negara Islam. Selain itu, antaranya dipe-ngaruhi kesamaan norma mereka pun melakukan gerakan bawah dan nilai yang dianut yang sekaligus tanah, bersifat ekslusif, dan dinilai mem-bedakannya dari karakteristik memeras anggotanya dengan infaq kelompok yang lainnya. Kedua, teori dalam jumlah yang sangat besar. Isu ini tentang dikotomi corak pemikiran tokoh telah meresahkan masyarakat sehingga Islam dari Harun Nasution serorang guru memaksa MUI, Depag, dan kepolisian besar dari IAIN Jakarta yang memilah turun tangan. Dalam hal ini, penulis pemikir Islam menjadi dua kelompok terpanggil untuk melakukan penelitian besar yakni pemikir Islam tradisional vs akademis untuk meneliti masalah NII pemikir Islam rasional, serta pemikir KW IX ini. Islam mo-dernis vs pemikir Islam funda- mentalis. Jurnal Sosioteknologi Edisi 16 Tahun 8, April 2009 532 Gerakan Nii KW IX Pemikir Islam trasional adalah (kooperatif) ikut terlibat dalam sistem pemikir yang terikat dengan teks al- demokrasi; Perjuangan menegakkan Quran dan hadits-hadits Ahad serta kedaulatan itu berproses dimulai dengan kurang menggunakan rasio dalam iqra (bacalah) dan diakhiri dengan al- penetapan hukum, sedangkan pemikir yauma (mencapai kesempurnaan). Islam rasional adalah mereka yang tidak Perjuangannya dimulai dengan gerakan terlalu terikat dengan teks ayat Al- al-Kahfi (rahasia) kemudian disusul Quran, tidak terikat dengan hadits Ahad, dengan proklamasi secara terang- dan tidak terikat dengan pendapat ulama terangan berdirinya negara Madinah, terdahulu yang sedemikian banyak sebuah negara yang dipenuhi perasaan jumlahnya. Pemikir Islam modernis kasih dan sayang atau rahmatan lil mempertimbangkan perkembangan ”Alamin; Pedoman mewujudkan sosial budaya, sedangkan pemikir Islam kedaulatan Allah adalah Al-Quran yang fundamentalis menghendaki segala se- turun berangsur-angsur selama 23 tahun. suatu termasuk dalam soal bernegara Ini menandakan pembangunan barisan ingin apa adanya seperti pada zaman jundullah (Jund Alláh = tentara Allah) nabi. harus bertahap dari pembinaan Imán, melakukan hijrah kemudian Jihád fi 2. Pembahasan sabililláh; Negara Lembaga Kerasulan A. Asas, Tujuan , dan Prinsip diwujudkan dalam dua periode, yakni Gerakan NII KW IX. periode Mekah dan periode Madinah. Pada periode Mekah Legislatifnya Asas atau landasan per-juangan adalah Allah dan Rasulnya sedangkan NII KW IX dalam mewujudkan cita- eksekutifnya adalah kaum muslimin. cita gerakannya adalah sejarah Yudikatif (lembaga hukum) baru perjuangan Rasulullah SAW selama di muncul di Madinah sebab ayat-ayat Mekah dan di Madinah. Dalam hal ini hukum baru diturunkan dan baru perjuangan nabi diarahkan kepada berlaku di Madinah; Peristiwa futuh terbentuknya negara Madinah yakni Mekah (jatuhnya Mekah dari tangan sebuah negara yang berkonstitusi Al- Jahiliyah kepada kaum Muslimim), Quran. Mereka berpendapat sebagai membuktikan bahwa Rasulullah mampu berikut. mengkonsolidasikan kekuatan sipil ± Dalam ajaran Islam hanya ada militer secara terpadu, serta satu kedaulatan yakni kedaulatan Allah membuktikan pula bahwa prototipe SWT; mengaku dan menaati pemerin- negara Madinah sanggup mengalahkan tahan di luar kedaulatan Allah adalah negara yang berdasarkan falsafah kufur; Madinah merupakan prototipe produk akal dan nafsu manusia. negara Islam atau disebut Lembaga Berdasarkan pemikiran itu, Kerasulan (LK), sebuah negara yang semua gerakan NII KW IX diarahkan berkonstitusi Al-Quran; Tujuan untuk mendirikan Negara Islam, yakni perjuangan setiap muslim harus menjadikan Indonesia sebagai negara bermuara pada pendirian Negara Islam; yang berlandaskan Al-Quran. Strategi Satu-satunya cara memperjuangkan pendirian Negara Islam itu adalah ber- berdirinya Negara Islam adalah melalui pola hijrah atau nonkoope-ratif seba- pola hijrah, bukan dengan bekerja sama Jurnal Sosioteknologi Edisi 16 Tahun 8, April 2009 533 Gerakan Nii KW IX gaimana dilaksanakan oleh nabi dan sebenarnya. Dengan doktrin itu pula, telah diprarktikkan pula pada masa segala macam pembinaan yang mereka perjuangan Kartosoewirjo yang telah lakukan, mencukupkan diri dengan memproklamasikan Negara Karunia materi pembinaan yang diambil dari Alah Negara Islam Indonesia (NKA- silabus dan pendapat NII KW IX karena NII) pada tanggal 7 Agustus 1949. hanya itulah yang dianggap haq. Mengapa harus berpola hijrah? Karena Prinsip ,ttiEiµ (mengikuti) yakni Islam harus dengan tegas memisahkan mewujudkan jemaah/ anggota NII yang antara hak dan batil. Menurut NII KW benar-benar patuh kepada pemimpin IX ada beberapa prinsip yang harus dengan sikap sami‘ná wa atha‘na (kami dipegang dalam mewujudkan Negara dengar dan kami taati). Kalimat sami‘ni Islam yakni berikut ini. wa
Recommended publications
  • Perjuangan Politik Mohamad Roem
    PERJUANGAN POLITIK MOHAMAD ROEM Oleh: LUSIANA NIM: 0033218845 JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2007 M / 1428 H PERJUANGAN POLITIK MOHAMAD ROEM SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Sosial Oleh: LUSIANA NIM: 0033218845 Di Bawah Bimbingan: Dra. Gefarina Djohan, M.A. Drs. Agus Nugraha, M.Si. NIP: 150 295 488 NIP: 150 299 478 JURUSAN PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2007 M / 1428 H LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “Perjuangan Politik Mohamad Roem” telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah pada tanggal 04 Juni 2007, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.) pada Jurusan Pemikiran Politik Islam. Jakarta, 04 Juni 2007 Dewan Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Dra. Hj. Hermawati, M.A. Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.A. NIP. 150 227 408 NIP. 150 270 808 Anggota Penguji I Penguji II A. Bakir Ihsan, M.Si. Zaki Mubarok, M.A. NIP. 150 326 915 NIP. 150 371 093 Pembimbing I Pembimbing II Dra. Gefarina Djohan, M.A. Drs. Agus Nugraha, M.Si. NIP. 150 295 488 NIP. 150 299 478 KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, berkat taufik dan hidayahNya. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya walaupun masih dalam bentuk yang sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, dan segenap sahabatnya yang telah membawa umatnya kearah kemuliaan dan kebahagiaan didunia dan diakhirat nanti, serta telah membimbing kita kepada jalan yang diridhai Allah SWT.
    [Show full text]
  • Peran Teungku Muhammad Daud Beureueh Dalam Pemberontakan Di Aceh 1953-1962
    PERAN TEUNGKU MUHAMMAD DAUD BEUREUEH DALAM PEMBERONTAKAN DI ACEH 1953-1962 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum.) Disusun Oleh: Muhammad Illham NIM: 1111022000012 K O N S E N T R A S I A S I A T E N G G A R A JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2016 M ABSTRAK Muhammad Illham Peran Teungku Muhammad Daud Beureueh Dalam Pemberontakan di Aceh 1953-1962. Masa awal kemerdekaan di Aceh tahun 1953-1962 menjadi awal meletusnya peristiwa berdarah yang dipimpin oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh dalam menegakkan Syariat Islam di Aceh. Perjuangan yang dianggap suatu pemberontakan timbul akibat kekecewaan rakyat Aceh terhadap Pemerintah Pusat akibat dari janji-janji semu yang di ucapkan oleh Soekarno yang menjabat Presiden saat itu tidak kunjung terwujud. Rakyat Aceh yang sebelumnya berjuang mempertahankan kedaulatan RI dengan seluruh jiwa raganya, sangat geram karena salah satu keinginan untuk mendirikan negara yang berlandaskan Syariat Islam tidak kunjung tercapai, dan berujung pada pemberontakan rakyat Aceh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasca kemerdekaan, konflik terjadi antar kedua belah pihak yaitu pemerintah pusat dan rakyat aceh dibawah pimpinan Daud Beureueh bertikai mempertahankan ideologinya untuk dijadikan sebuah landasan suatu negara. Sesuatu hal yang sangat menarik, dan dalam kajian ini penulis ingin mengetahui bagaimana latar belakang pemberontakan serta usaha dan upaya yang dilakukan pihak Daud Beureueh dalam memperjuangkan dan mempertahankan ideologi Islam yang menjadi cita-cita rakyat Aceh. i KATA PENGANTAR Alhamdulilahi robbi al‟alamin, segala puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagaimana mestinya.
    [Show full text]
  • Muhammadiyah Cosmopolitan from Teo- Anthropocentris Toward World Citizenship
    JOURNAL OF CRITICAL REVIEWS ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 05, 2020 Muhammadiyah Cosmopolitan From Teo- Anthropocentris Toward World Citizenship Isa Anshori, Muhammad, Arfan Mu’ammar Universita Muhammadiyah Surabaya, Indonesia Corresponding email: [email protected] Received: 28 February 2020 Revised and Accepted: 06 March 2020 Abstract Muhammadiyah as a social-religious movement in Indonesia has been was over century and has many faces like Nakamura saids. A lot of activities that have been carried out by Muhammadiyah as a socio- religious movement based on tauhid ( aqidah Islamiyah) through Islamic purification (tajrid) and in the other sides through modernity (tajdid) that’s puts forward enjoining whats is right and forbidding whats is wrong (amar ma’ruf nahi mungkar) as a theological bases (teologi al-ma’un). Have a lot of evidences shown in Muhammadiyah socio- religious movement in Indonesia, but the biggest challages is the ability to maintain the existence of and answered a range of challenges that are local and global (relations between islam and democration), pluralism, human rights and the marginals. Through tajdid Muhammadiyah has proven ability in respond of Islamic problems in Indonesia since before the independence of up to the twenty-first century.in a way to do interpretation of his base theologious through a shift paradigm in theologies and socio- religious movement (Thomas Kuhn). In fact, Muhammadiyah move forward with transformation of theological bases from theocentris to antrophocentris (Hasan Hanafi).Thus various issues on religious movement,political like nation-state wich is local or global had answered by Muhammadiyah with his theological bases and the charity efforts like educations, hospitals and the orphanage.
    [Show full text]
  • AKAL DAN WAHYU DALAM PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB Yuhaswita*
    AKAL DAN WAHYU DALAM PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB Yuhaswita* Abstract Reason according to M. Quraish Shihab sense is the thinking power contained in man and is a manipation of the human soul. Reason is not understood materially but reason is understood in the abstract so that sense is interpreted a thinking power contained in the human soul, with this power man is able to gain knowledge and be able to distinguish between good and evil. Revelation according to M. Quraish Shihab, is the delivery of God’s Word to His chosen people to be passed on to human beings to be the guidance of life. God’s revelation contains issues of aqidah, law, morals, and history. Furthermore, M. Quraish Shihab reveals that human reason is very limited in understanding the content of Allah’s revelation, because in Allah’s revelation there are things unseen like doomsday problems, death and so forth. The function of revelation provides information to the sense that God is not only reachable by reason but also heart. Kata Kunci: problematika, nikah siri, rumah tangga Pendahuluan M. Quraish Shihab adalah seorang yang tidak baik untuk dikerjakan oleh ulama dan juga pemikir dalam ilmu al Qur’an manusia. dan tafsir, M. Quraish Shihab termasuk Ketika M. Quraish Shihab seorang pemikir yang aktif melahirkan karya- membahas tentang wahyu, sebagai seorang karya yang bernuansa religious, disamping itu mufasir tentunya tidak sembarangan M. Quraish Shihab juga aktif berkarya di memberikan menafsirkan ayat-ayat al berbagai media massa baik media cetak Qur’an yang dibacanya, Wahyu adalah kalam maupun elektronik, M.Quraish Shihab sering Allah yang berisikan anjuran dan larangan tampil di televise Metro TV memberikan yang harus dipatuhi oleh hamba-hamba-Nya.
    [Show full text]
  • THE INDIGENISATION of a TRANSNATIONAL ISLAMIC MOVEMENT in CONTEMPORARY INDONESIA a Study of Hizbut Tahrir Indonesia
    THE INDIGENISATION OF A TRANSNATIONAL ISLAMIC MOVEMENT IN CONTEMPORARY INDONESIA A Study of Hizbut Tahrir Indonesia DIMAS OKY NUGROHO A Thesis in fulfilment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy School of Humanities and Languages Faculty of Arts and Social Sciences March 2016 ORIGINALITY STATEMENT ‘I hereby declare that this submission is my own work and to the best of my knowledge it contains no materials previously published or written by another person, or substantial proportions of material which have been accepted for the award of any other degree or diploma at UNSW or any other educational institution, except where due acknowledgement is made in the thesis. Any contribution made to the research by others, with whom I have worked at UNSW or elsewhere, is explicitly acknowledged in the thesis. I also declare that the intellectual content of this thesis is the product of my own work, except to the extent that assistance from others in the project's design and conception or in style, presentation and linguistic expression is acknowledged.’ Signed …………………………………………….............. Date …………………………………………….............. COPYRIGHT STATEMENT ‘I hereby grant the University of New South Wales or its agents the right to archive and to make available my thesis or dissertation in whole or part in the University libraries in all forms of media, now or here after known, subject to the provisions of the Copyright Act 1968. I retain all proprietary rights, such as patent rights. I also retain the right to use in future works (such as articles or books) all or part of this thesis or dissertation.
    [Show full text]
  • The Formation of Liberal and Anti-Liberal Islamic Legal Thinking in Indonesia Akh
    Akh. Muzakki IS EDUCATION DETERMINANT? The Formation of Liberal and Anti-liberal Islamic Legal Thinking in Indonesia Akh. Muzakki The University of Queensland, Australia Abstract: Liberalism and anti-liberalism are two increasing- ly prominent but staunchly opposing streams of Islamic legal thinking in Indonesia. This article analyses the formation of each of the two through an examination of the role of formal education. It focuses on organic intellectuals during two periods, the New Order and the reformasi. Challenging the strongly-held thesis of the determinant role of education, this article argues that both liberal and anti-liberal Islamic legal thinking in Indonesia is a result of not only the intellectual formation in the sense of academic training and access to education and knowledge, but also the sociological background and exposure in building a new epistemic community in an urban context. As a theoretical understanding of sociolo- gical background and exposure, the concept of epistemic community deserves to be taken as an analytical framework in addition to education for the analysis of the formation of the two contesting bents of Islamic legal thinking in Indonesia. Keywords: Liberalism, anti-liberalism, Islamic legal think- ing, education, epistemic community. Introduction In his controversial speech entitled “The Necessity of Islamic Renewal Thinking and the Problem of the Integration of the Ummah” on 2 January 1970, Madjid argued for a dynamic approach to Islam which requires reinterpretation of Islamic teachings in context with place and time. In more elaborate ways, he further argued that Islamic values move in line with the spirit of humanitarianism which promotes 280 JOURNAL OF INDONESIAN ISLAM Volume 01, Number 02, December 2007 Is Education Determinant? the dignity of Mankind.
    [Show full text]
  • Under the Direction of ALAN GODLAS)
    ABSTRACT A DECONSTRUCTIVE READING OF NURCHOLISH MADJID’S THOUGHT ON RELIGIOUS REFORM by MOHAMMAD HANAFI (Under the Direction of ALAN GODLAS) Nurcholish Madjid (1939-2005) is an icon for reform of Islamic thought. He is the champion of the so-called, Islamic neo-modernism thought. His claim that the universality and transcendency of his thought inclines to negate the understanding of the “other” and puts his own on a higher level. Thus, his religious discourse becomes totalitarian and hegemonic leading to a one dimension understanding. It functions as a rule to justify the legitimacy of the other. Many attempts have been made to overide his authority but they have not shaken it; on the contrary, those criticisms have been considered immature and amature as well. Based on this concern, this study seeks to use Nurcholish’s own work to dethrone his authority from its ivory tower by employing deconstructive criticism because of its assumption that a text is heterograph. This study focuses on Nurcholish’s three major themes: secularization, masyarakat madani (Islamic civil society), and pluralism. INDEX WORDS: Islam, Neomodernism, Nurcholish Madjid, Indonesia, Deconstruction, Logocentrism, Secularization, Masyarakat Madani, Islamic Civil Society, Religious Pluralism. A DECONSTRUCTIVE READING OF NURCHOLISH MADJID’S THOUGHT ON RELIGIOUS REFORM by MOHAMMAD HANAFI MAg., The State Institute for Islamic Studies Sunan Ampel Surabaya Indonesia, 1999 A Thesis Submitted the Graduate Faculty of the University of Georgia in Particular Requirements for the Degree MASTER OF ARTS ATHENS, GEORGIA 2006 A DECONSTRUCTIVE READING OF NURCHOLISH MADJID’S THOUGHT ON RELIGIOUS REFORM by MOHAMMAD HANAFI Major Professor: Alan Godlas Committee: Kenneth Lee Honerkamp Carolyn Jones Medine Electronic Vision Approved: Maureen Grasso Dean of the Graduate School The University of Georgia December 2006 @ 2006 Mohammad Hanafi All Rights Reserved iv DEDICATION To The Other v ACKNOWLEDGEMENTS I know that my praise to all my professors is not for their sake.
    [Show full text]
  • Surat Pencatatan Ciptaan
    REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SURAT PENCATATAN CIPTAAN Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yaitu Undang-Undang tentang pelindungan ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra (tidak melindungi hak kekayaan intelektual lainnya), dengan ini menerangkan bahwa hal-hal tersebut di bawah ini telah tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan: I. Nomor dan tanggal permohonan : EC00201706504, 12 Desember 2017 II. Pencipta Nama : Dr. Katarina Indah Sulastuti, S.Sn., M.Sn Alamat : Menggeh Anyar RT. 002 RW. 013, Lalung, Karanganyar, Jawa Tengah, Karanganyar, Jawa Tengah, 57751 Kewarganegaraan : Indonesia III. Pemegang Hak Cipta Nama : Dr. Katarina Indah Sulastuti, S.Sn., M.Sn Alamat : Menggeh Anyar RT. 002 RW. 013, Lalung, Karanganyar, Jawa Tengah, Karanganyar, Jawa Tengah, 57751 Kewarganegaraan : Indonesia IV. Jenis Ciptaan : Karya Tulis (Disertasi) V. Judul Ciptaan : Tari Bedhaya Ela-Ela Karya Agus Tasman: Representasi Rasa Dalam Budaya Jawa VI. Tanggal dan tempat diumumkan : 26 Mei 2017, di Yogyakarta untuk pertama kali di wilayah Indonesia atau di luar wilayah Indonesia VII. Jangka waktu pelindungan : Berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. VIII. Nomor pencatatan : 05782 Pencatatan Ciptaan atau produk Hak Terkait dalam Daftar Umum Ciptaan bukan merupakan pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang dicatat. Menteri tidak bertanggung jawab atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan atau produk Hak Terkait yang terdaftar. (Pasal 72 dan Penjelasan Pasal 72 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta) a.n.
    [Show full text]
  • Friend - Wahid
    Foreign Policy Research Institute E-Notes A Catalyst for Ideas Distributed via Email and Posted at www.fpri.org January 2010 ABDURRAHMAN WAHID, THE INDONESIAN REPUBLIC, AND DYNAMICS IN ISLAM By Theodore Friend Abdurrahman Wahid, known as Gus Dur, died on 30 December 2009 at the age of sixty-nine. The genial complexity of his character, which drew millions to him, was not adequate to the pressures of the presidency. But his life, career, and elements of caprice contain abundant clues for anyone who would understand modern Sufism, global Islam, and the Republic of Indonesia. Premises of a Republic Wahid was five years old in 1945 at the time of Indonesia’s revolutionary founding as a multi-confessional republic. Sukarno, in shaping its birth, supplied the five principles of its ideology: nationalism, international humanity, consensus democracy, social justice, and monotheism. Hatta, his major partner, helped ensure freedom of worship not only for Muslims but for Catholics and Protestants, Hindus and Buddhists, with Confucians much later protected under Wahid as president. The only thing you could not be as an Indonesian citizen was an atheist. Especially during and after the killings of 1965-66, atheism suggested that one was a communist. In this atmosphere, greatly more tolerant than intolerant, Wahid grew up, the son of the Minister of Religious Affairs under Sukarno, and grandson of a founder of Nahdlatul Ulama (NU) in 1926—a traditionalistic and largely peasant-oriented organization of Muslims, which now claims 40 million members. Wahid himself was elected NU’s chairman, 1984-1999, before becoming, by parliamentary election, President of the Republic, 1999-2001.
    [Show full text]
  • 14357 Adan 2020 E.Docx
    International Journal of Innovation, Creativity and Change. www.ijicc.net Volume 14, Issue 3, 2020 Integral Motion of Mohammad Natsir: Unity Efforts of People and Nation in the Republic of Indonesia Hasanuddin Yusuf Adana, Husni Abdul Jalilb, Azmil Umur Hamdanic, Ida Friatna Muhammad Junedd, Muhammad Siddiq Armiae, a,b,c,d,eFaculty of Sharia and Law, State Islamic University (UIN) Ar-Raniry, Indonesia, Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], emsiddiq@ar- raniry.ac.id This article has originally contributed to knowledge as the topic of integral motion of Mohammad Natsir has not published earlier. The Integral Motion of Mohammad Natsir was his attempt to invite several factional leaders in the Indonesian parliament in 1950 to leave the Republic of the United States of Indonesia (RIS). RIS was formed by the Dutch and the head to the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI) based on the results of the Indonesian’s proclamation on 17 August, 1945. There were several objectives of the Mohammad Natsir’s Integral Motion. Firstly, the national goal was to strengthen and improve the quality of national integration and unity. Secondly, the state's goal was that to re-establish and strengthen the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI), and thirdly, the religious objectives were that to strengthen and improve the quality of the integrity and unity of Muslims Indonesia. The Islamic ummah and the Indonesian people have lack of knowledge and information about Mohammad Natsir's Integral Motion because of several factors: the Government of Indonesia during the old and new order often linked the pioneers of Mohammad Natsir's Integral Motion with the revolt of the Revolutionary Government of the Republic of Indonesia (PRRI), the exclusion of Mohammad Natsir's Integral Motion material in national history lessons, such as the lack of books on Mohammad Natsir's Integral Motion, and the lack of public awareness and interest in reading the history of Mohammad Natsir's Integral Motion.
    [Show full text]
  • Download Article
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 302 2nd International Conference on Culture and Language in Southeast Asia (ICCLAS 2018) The Social History of Intellectual Struggle among Syarif Hidayatullah State Islamic University Community Post-Reformation Parlindungan Siregar Amrizal Siagian Muhammad Dwi Fajri Islmamic History and Civilization Universitas Pamulang The University of Muhammadiyah Syarif Hidayatullah State Islamic University Tengerang Selatan, Indonesia Prof. Dr. Hamka Jakarta, Indonesia [email protected] Jakarta, Indonesia [email protected] [email protected] Abstract— This research was aimed at exploring the influence various lines. The period brought about figures at the national of intellectual communities in the development of intellectuals in a level and even at the level international. Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. To get the historical data of the student’s involvement on intellectual The intellectual community that was previously built by the activities inside and outside the campus, we collected the premier previous generation generated a new spirit, which made Syarif and secondary data from the library and conducted informal Hidayatullah State Islamic University of Jakarta an international interview with some influential figures. The study reveals that the campus. In addition, many intellectuals graduated from this intellectuals’ influence flows from generation to generation alma mater after the reformation occupied political positions. evidenced by the growth of discussion activities handled by the For example, the chairman of the House of Representatives, the internal and external organizations in the campus of Syarif Minister of Religion, and the chairpersons of the national and Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. In the 1970s the international non-governmental organizations.
    [Show full text]
  • Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945
    Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945 R. E. Elson* On the morning of August 18, 1945, three days after the Japanese surrender and just a day after Indonesia's proclamation of independence, Mohammad Hatta, soon to be elected as vice-president of the infant republic, prevailed upon delegates at the first meeting of the Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI, Committee for the Preparation of Indonesian Independence) to adjust key aspects of the republic's draft constitution, notably its preamble. The changes enjoined by Hatta on members of the Preparation Committee, charged with finalizing and promulgating the constitution, were made quickly and with little dispute. Their effect, however, particularly the removal of seven words stipulating that all Muslims should observe Islamic law, was significantly to reduce the proposed formal role of Islam in Indonesian political and social life. Episodically thereafter, the actions of the PPKI that day came to be castigated by some Muslims as catastrophic for Islam in Indonesia—indeed, as an act of treason* 1—and efforts were put in train to restore the seven words to the constitution.2 In retracing the history of the drafting of the Jakarta Charter in June 1945, * This research was supported under the Australian Research Council's Discovery Projects funding scheme. I am grateful for the helpful comments on and assistance with an earlier draft of this article that I received from John Butcher, Ananda B. Kusuma, Gerry van Klinken, Tomoko Aoyama, Akh Muzakki, and especially an anonymous reviewer. 1 Anonymous, "Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945: Pengkhianatan Pertama terhadap Piagam Jakarta?," Suara Hidayatullah 13,5 (2000): 13-14.
    [Show full text]