Tinjauan Historis Tentang Kerajaan Pajang Pada Masa Pemerintahan Jaka Tingkir Tahun 1549-1582 Di Pulau Jawa

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Tinjauan Historis Tentang Kerajaan Pajang Pada Masa Pemerintahan Jaka Tingkir Tahun 1549-1582 Di Pulau Jawa TINJAUAN HISTORIS TENTANG KERAJAAN PAJANG PADA MASA PEMERINTAHAN JAKA TINGKIR TAHUN 1549-1582 DI PULAU JAWA Muhammad Dani Dzulfikar1, Ozi Hendra Tama2 12 STKIP PGRI Bandar Lampung [email protected], [email protected] Abstrak: Kerajaan Pajang merupakan sebuah kerajaan yang berpusat di Kertasura (Solo) Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kerajaan Demak. Pada awal berdirinya tahun 1549, bahwa wilayah Pajang yang terkait eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya meliputi sebagian Jawa Tengah. Dengan raja pertamanya adalah Jaka Tingkir bergelar Sultan Hadiwijaya. Tujuanpenelitianiniadalahuntukmengetahuidan mendeskripsikantentang kerajaan pajang pada masa pemerintahan Jaka Tingkir tahun 1549-1582 di pulau jawa.Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian historis atau metode sejarah. Metode historis merupakan suatu usaha untuk memberikan interpretasi dari bagian trend yang naik turun dari status keadaan di masa yang lampau, memperoleh suatu generalisasi yang berguna dalam memahami kenyataan sejarah, serta membandingkan dengan keadaan sekarang dan dapat meramalkan keadaan yang akan datang.Pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan, dan dokumentasi sebagai metode pelengkap. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses analisis data adalah reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Kata Kunci: Kerajaan, Pemerintahan, Jaka Tingkir Abstract: Pajang Kingdom is a kingdom based in Kertasura (Solo) in Central Java as a continuation of the Demak Kingdom. At the beginning of its establishment in 1549, the Pajang region which was related to the existence of Demak in the previous period, only covered a portion of Central Java. With his first king, Jaka Tingkir was titled Sultan Hadiwijaya. The purpose of this research is to find out and describe the Pajang kingdom in the reign of Jaka Tingkir in 1549-1582 on the Java. The method used in this research used historical research methods or historical methods. The historical method is an attempt to provide an interpretation of the up and down trend parts of the state of the past, obtaining a useful generalization in understanding historical reality, and comparing it with the present situation and can predict future conditions. Data collection used the literature method, and documentation as a complementary method. The stages carried out in the data analysis process are data reduction, data presentation, and data verification. Keywords: Kingdom, Government, Jaka Tingkir 17 PENDAHULUAN Ditinjau dari segi geografis, Kerajaan Pajang merupakan sebuah Kerajaan Pajang terletak di daerah kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah Kartasura, dekat Surakarta (Solo), Jawa sebagai kelanjutan Kerajaan Demak.Pada Tengah. Sejarah berdirinya kerajaan pajang awal berdirinya tahun 1549, bahwa wilayah bermula sejak wafatnya Sultan Trenggana, Pajang yang terkait eksistensi Demak pada timbul perebutan kekuasaan di kalangan masa sebelumnya, hanya meliputi sebagian keluarga, Sultan Trenggana mempunyai Jawa Tengah.Hal ini disebabkan karena enam putra dan putri, yaitu Pangeran negeri-negeri Jawa Timur banyak yang Mukmin yang diangkat menjadi wali oleh melepaskan diri sejak kematian Sultan Sunan Giri dengan gelar Sunan Prawata. Trenggana pada tahun 1546.Sepeninggal Putri yang menikah dengan Pangeran trenggana, Sunan Prawoto naik tahta, Langgar, putra Kii Gede Sampang di kemudian ia tewas dibunuh sepupunya yaitu Madura, putri yang menikah dengan Arya Penangsang bupati Jipang Pangeran Hadiri, Bupati Kalinyamat. Putri (Bojonegoro). Setelah itu, Arya Penangsang yang menikah dengan Bupati Pajang juga berusaha membunuh Hadiwijaya Hadiwijaya (Jaka Tingkir), putri yang namun gagal.Dengan dukungan Ratu menikah dengan Panembahan Pasarean Kalinyamat (Bupati Jepara dan Puteri putra Sunan Gunungjati, Pangeran Timur Trenggana), Hadiwijaya (Jaka Tingkir) dan yang kemudian menjadi bupati di Madiun. para pengikutnya berhasil mengalahkan Akibat perebutan kekuasaan di kalangan Arya Penangsang.Iapun menjadi pewaris keluarga dan kerabat tersebut, menjadi tahta Demak yang ibu kotanya dipindah ke perselisihan politik Wali Sanga yang Pajang. masing-masing menjadi pendukung untuk Jaka Tingkir adalah menantu dari pengangkatan penguasa-penguasa. Setelah Sultan Trenggana.Penyerangan terhadap Sultan Trenggana diganti oleh Sunan Arya Penangsang itu, Jaka Tingkir dibantu Prawoto, ia dibunuh oleh Arya Penangsang oleh Ki Ageng Pemanahan.Atas jasa Ki dari Jipang pada tahun 1549.Sekarang Ageng tersebut, Jaka Tingkir memberi hutan giliran Arya Penangsang, ia pun dibunuh kepada Ki Ageng Pemanahan tepatnya di oleh ipar Sunan Prawoto yaitu Jaka Tingkir. hutan Mentoak yang kelak menjadi Kejadian tersebut bermula saat Mataram.Pengesahan Jaka Tingkir sebagai AryaPenangsang mengirim utusan untuk Sultan Kerajaan Pajang (Boyolali) disahkan membunuh Hadiwijaya di Pajang, tapi oleh Sunan Giri dan segera mendapat gagal.Justru Hadiwijaya menjamu para pengakuan dari seluruh kadipaten Jawa pembunuh itu dengan baik,serta memberi Tengah dan Jawa Timur. mereka hadiah untuk mempermalukan Arya Kerajaan Pajang, meskipun tidak Penangsang. sebesar dan sekuat pendahulunya Sepeninggalan suaminya, Ratu (Majapahit, Singasari, atau Demak), Kalinyamat (adik Sunan Prawoto) mendesak merupakan kerajaan yang eksistensinya Hadiwijaya agar menumpas Arya cukup penting dalam sejarah kerajaan- Penangsang karena hanya ia yang setara kerajaan di tengah Jawa. Betapa tidak, kesaktiannya dengan adipati Jipang tersebut. Kerajaan Pajang merupakan kelanjutan dari Hadiwijaya segan memerangi Arya Kerajaan Demak.Raja pertama Pajang dan Penangsang secara langsung karena sama- sekaligus pendiri kerajaan bernama Jaka sama anggota keluarga Demak dan Tingkir.Sementara itu, Kerajaan Mataram merupakan saudara seperguruan sama-sama (Islam) yang merupakan kerajaan besar di murid Sunan Kudus.Maka Hadiwijaya pun Jawa pada zamannya, secara tidak langsung, mengadakan sayembara. Barang siapa dapat memiliki hubungan dengan Pajang.Itulah membunuh Arya Penangsang akan gambaran singkat tentang awal berdirinya mendapatkan tanah Pati Mataram sebagai Kerajaan Pajang. (Soedjipto Abimanyu, hadiah. Sayembara diikuti kedua cucu Ki 2014:332). Ageng Sela, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Dalam perang itu, Ki Juru KAJIAN TEORI Martani (Kakak ipar Ki Ageng Pemanahan) Sejarah Berdirinya Kerajaan Pajang berhasil menyusun siasat cerdik sehingga Sutawijaya (Anak Ki Ageng Pemanahan) 18 dapat menewaskan Arya Penangsang setelah pemakaman kaum bangsawan Kerajaan menusukkan tombak Kyai Plered ketika Pajang. Kompleks pemakaman itu terdapat Arya Penangsang menyeberangi Bengawan 20 makam dan salah satunya merupakan Sore dengan mengendarai Kuda Jantan makam Ki Ageng Henis, beliau adalah Gagak Rimang.Setelah peristiwa tersebut penasihat spiritual Kerajaan Pajang. tahun 1549, pusat kerajaan tersebut Makam-makam tersebut sering di hampiri kemudian dipindah ke Pajang dengan oleh para wisatawan dan orang yang Hadiwijaya sebagai raja pertama. berkunjung ke Masjid Laweyan sesudah Jaka Tingkir merupakan murid Ki menunaikan ibadah. Ki Ageng Henis pula Ageng Pengging yang semula menjadi yang mengajarkan teknik membatik kepada tamtama di Kerajaan Demak di bawah masyarakat Pajang, sehingga kelak Laweyan pemerintahan Sultan Trenggana, karena dikenal sebagai pusat produksi batik.Makam keahliannya ia dijadikan menantu oleh Ki Ageng Henis, letaknya dibangunkan agak Sultan Demak. Setelah berhasil membunuh tinggi dibanding makam-makam lain yang Arya Penangsang ia menobatkan dirinya ada di kompleks pemakaman tersebut. sebagai Sultan Pajang dengan Gelar Sultan Meskipun demikian, terdapat dua makam Hadiwijaya. Sultan Pajang mulai melakukan lain yang letaknya mengapit makam Ki perluasan kekuasaan sehingga beberapa Ageng Henis, yakni makam Nyai Ageng daerah sekitarnya antara lain Jipang dan Pati dan Nyai Ageng Pandanaran. Demak sendiri mengakui kekuasaan Kerajaan Pajang. Demikian pula ia Makam Jaka Tingkir meluaskan pengaruhnya ke daerah pesisir Tidak banyak yang mengetahui utara, seperti Jepara, Pati, bahkan ke arah lokasi Makam Jaka Tingkir atau Sultan barat sampai Banyumas.(Marwati Djoened Hadiwijaya, raja pertama sekaligus pendiri Poesponegoro, Nugroho Kerajaan Pajang. Tidak seperti makam raja- Notosusanto.2008:54). raja Solo dan Yogyakarta yang dikenal banyak orang dan selalu ramai dikunjungi Bentuk Peninggalan Kerajaan Pajang peziarah, makam Jaka Tingkir jauh berada Masjid Laweyan di pelosok perkampungan warga. Masjid Laweyan sering dikenal Komplek pemakaman Jaka Tingkir dengan Masjid Ki Ageng Henis di Solo dinamakan Makam Butuh yang ditandai menjadi saksi bisu keragaman sejarah dengan bangunan masjid. Masjid Butuh ini penyebaran agama islam di Jawa.Meski dulunya adalah langgar atau mushala yang beberapa kali mengalami pemugaran, didirikan oleh Ki Ageng Butuh, cikal bakal namun masih tampak di beberapa sudut keberadaan Dusun Butuh. masjid menyiratkan peninggalan bangunan Sekitan tahun 1930, Paku Buwono pura, tempat ibadah umat Hindu. Pada tahun X melakukan pemugaran makam dengan 1549 saat pemerintahan Sultan Hadiwijaya membangun tembok di sekeliling makam diKerajaan Pajang berdirilah sebuah Pura dan meninggikan nisan karena waktu itu umat Hindu di Pajang laweyan. Salah satu masih sering banjir tahunan yang penasihat spiritual Kerajaan Pajang Ki menggenangi makam. Lokasi makam ini Ageng Henis, bersahabat dengan pemuka tidak jauh dari Sungai Bengawan Solo yang agama Hindu bernama Ki Ageng Belukan hampir setiap tahun airnya meluap. yang juga pemilik pura tersebut. Kedekatan Nama Butuh diambil dari Ki Ageng
Recommended publications
  • $Tuilia I$Lailiii(A Volume 16, Number 1,2009 INDONESIAN Rcunxn- Ron Tslamlc Studres
    $TUilIA I$LAilIII(A Volume 16, Number 1,2009 INDONESIAN rcunxn- ron tsLAMlc sTUDrEs DtsuNIt"y, DlsrnNcr, DISREGARo' THE POLITICAL FAILURE OF ISMVTSU IN LATE CoI-oNnr INooNnsrn Robert E. Elson THB Tno oF IsIAM: CneNc Ho nNo THE LEGACY OF CHINESE MUSLIMS IN PRE-MODERNJAVA Sumanto Al QurtubY THnAucuENTATIoN oF RADICAL lonRs eNo THE ROLE OF ISI-AMIC EOUCNTIONAL SYSTEM IN MALAYSIA Mohd Kamarulnizam Abdullah ISSN 0215-0492 STI]ilIA ISTAilIIKA lndonesian Joumd for lslamic Studies Vol.16. no.1,2009 EDITORIALBOARD: M. Quraish Shihab (UlN lakarta) Taufik Abdullah (LIPI lakarta) Nur A. Fadhil Lubis (IAIN Sumatra Utara) M.C. Ricklefs (Melbourne Uniaersity ) Martin aan Bruinessen (Utrecht Uniztersity) John R. Bowen (Washington Uniuersity, St. Louis) M. Atho Mudzhar (IAIN logyaknrta) M. Kamal Hasan (International lslamic lJniaersity, Kuala Lumpur) M. Bary Hooker (Australian National Uniaersity, Australi.tt) Virginia Matheson Hooker (Australian National Uniaersity, Australin) EDITOR-IN-CHIEF Azyrmardi Azra EDITORS lajat Burhanuddin Saiful Muiani lamhari Fu'ad labali Oman Fathurahma ASSISTANT TO THE EDITORS Ady Setiadi Sulaiman Teslriono ENGLISH LANGUAGE ADVISOR Dickaan der Meij ARABIC LANGUAGE ADVISOR Masri el-MahsyarBidin COVER DESICNER S. Prinkn STUDIA ISLAMIKA (ISSN 021 5-0492) is a journal published by the Center for the study of Islam and society QPIM) lIlN Syarif Hidayatullah, lakarta (sTT DEPPEN No. 129/SK/ bnlfN5ppC/sTi/1976). It specinlizes in Indonesian lslamic studies in particular, and South- east Asian Islamic Studies in general, and is intended to communicate original researches and. current issues on the subject. This journal watmly welcomes contributions from scholars of related disciplines. AII articles published do not necessarily represent the aiews of the journal, or other institutions to which it is affitinted.
    [Show full text]
  • Dinamika Kehidupan Religius Era Kasunanan Surakarta
    DINAMIKA KEHIDUPAN RELIGIUS ERA KASUNANAN SURAKARTA Drs. Supariadi, M.Hum, dkk. LITBANGDIKLAT PRESS i DINAMIKA KEHIDUPAN RELIGIUS ERA KASUNANAN SURAKARTA Hak cipta dilindungi Undang-Undang All Rights Reserved Penulis: Drs. Supariadi, M.Hum, dkk Editor : Fakhriati Lukmanul Hakim Desain Cover & Layout : BataviArt Diterbitkan oleh: LITBANGDIKLAT PRESS Jl. M. H. Thamrin No. 6 Lantai 2 Jakarta Pusat Telepon: 021-3920688 Fax: 021-3920688 Website: balitbangdiklat.kemenag.go.id Anggota IKAPI No. 545/Anggota Luar Biasa/DKI/2017 Cetakan : Pertama November 2017 ISBN : 978-602-51270-1-4 ii KATA PENGANTAR PENERBIT Selamat, Litbangdiklat Press, disingkat LD Press, sebuah sebuah lembaga penerbitan di lingkungan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama telah hadir secara resmi masuk dalam keanggotaan Ikatan Penerbit Indonesia/IKAPI pada 1 Juni 2017. Patut disyukuri, karena keinginan ini sudah lama terpendam, dan baru bisa terwujud pada tahun 2017 ini. Kehadiran lembaga penerbitan di lingkungan lembaga pe- nelitian yang “diakui” oleh IKAPI sangatlah penting, sebagai wadah publikasi hasil-hasil kelitbangan. Publikasi menyasar pada dua hal, pertama memberikan informasi terbaru terkait sebuah isu yang menjadi objek studi. Dengan demikian ha- sil studi yang terpublikasikan dapat berkontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Kedua, hasil penelitian yang dipublikasikan dapat mem- pengaruhi atau memberi kontribusi pada proses pembuatan kebijakan publik. Caroll Weiss (1979), misalnya, membeda- kan penggunaan hasil penelitian ke dalam tiga jenis, yakni penggunaan instrumental, penggunaan konseptual, dan peng- gunaan simbolik. Penggunaan ‘instrumental’ mengacu pada pengaruh penelitian yang bersifat langsung dan dapat diukur (measurable) terhadap proses pembuatan kebijakan publik. iii Penggunaan ‘konseptual’ mengacu pada kondisi di mana ha- sil riset hanyalah salah satu jenis informasi yang dipertim- bangkan para pembuat kebijakan ketika hendak membuat atau mengambil keputusan kebijakan.
    [Show full text]
  • Kultus Panembahan Senopati Di Lingkungan Masjid Besar Mataram Kotagede
    KULTUS PANEMBAHAN SENOPATI DI LINGKUNGAN MASJID BESAR MATARAM KOTAGEDE SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I) Oleh Untung Supramono NIM : 05510004 JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2009 1 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga FM-UINSK-BM-05-03 / RO SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI / TUGAS AKHIR Hal : Skripsi Lamp : - Kepada Yth. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Di Yogyakarta Assalamu’alaikum wr. wb Setelah membaca, meneliti, memberikan petunjuk dan mengoreksi serta mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudara : Nama : Untung Supramono NIM : 05510004 Judul Skripsi : KULTUS PANEMBAHAN SENOPATI DI LINGKUNGAN MASJID BESAR MATARAM KOTAGEDE Sudah dapat diajukan kembali kepada Fakultas Ushuluddin Jurusan / Program Studi Aqidah dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Strata Satu dalam Filsafat Islam. Dengan ini kami mengharap agar skripsi / tugas akhir saudara tersebut diatas dapat segera dimunaqasyahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Yogyakarta, 17 Februari 2009 Pembimbing I Pembimbing II Drs. Sudin, M. Hum Drs. Moh. Damami, M. Ag NIP.150239744 NIP.15022822 2 3 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga FM-UINSK-BM-05-07 / RO PENGESAHAN Nomor : UIN.02/DU/PP.00.9/487/2009 Skripsi / Tugas Akhir dengan judul : Kultus Panembahan Senopati di Lingkungan Masjid Besar Mataram Kotagede Yang dipersiapkan dan disusun oleh : Nama : Untung Supramono NIM : 05510004 Telah dimunaqasyahkan pada : Senin, tanggal : 02 Maret 2009 dengan nilai : 89 / A/B dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga PANITIA UJIAN MUNAQOSYAH : Ketua Sidang Drs.
    [Show full text]
  • Kyai Ageng Henis Dalam Sejarah Industri Batik Laweyan Surakarta Issn : 0215 - 3092
    KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA HM. Fajar Shodiq, S.Ag,.M.Ag IAIN Surakarta Abstrak Awal mulanya Laweyan merupakan perkampungan masyarakat yang kental dengan agama Hindu Jawa. Ki Ageng Beluk, seorang tokoh masyarakat Laweyan saat itu yang sangat disegani yang menganut agama Hindu yang taat. Ki Ageng Beluk bersahabat erat dengan Ki Ageng Henis yang merupakan salah satu murid Sunan Kalijaga, penyebar agama Islam di tanah Jawa. Dakwah yang berkesan, membuat Ki Ageng Beluk dengan suka rela masuk Islam dan menyerahkan bangunan pura hindu miliknya pada Kyai Ageng Henis agar diperuntukkan keperluan dakwah Islam. Akhirnya pura tersebut ia ubah menjadi bangunan Masjid Laweyan, Tak heran, akulturasi budaya dari segi arsitektur, maupun cita rasa yang memenuhi masjid itu terdiri dari 3 unsur, yakni Hindu, Jawa dan Islam. Kyai Ageng Henis adalah tokoh negarawan sekaligus ulama yang mempunyai integritas tinggi yang mempunyai pemikiran maju kedepan. Ia tidak hanya berpikir mengenai akherat saja, namun diseimbangkan dengan kehidupan dunia. Para santri yang jumlahnya semakin banyak tidak hanya melulu diajarkan mengenai ilmu agama, namun juga kegiatan yang akan akhirnya akan memberikan kemapanan dari segi ekonomi keluarganya. Hingga memunculkan sebuah pertanyaan besar adakah kontribusi Ki Ageng Henis dalam perindustrian batik di kampung Laweyan Surakarta yang jarang terekspose public. Laweyan mengalami kemajuan signifikan ketika perubahan status administratif pada tahun 1918. KawasanLaweyan masuk dalam wilayah administrasi kotamadya Surakarta, dan Batik Laweyan mengalami masa kejayaan dimana hampir seluruh penduduknya atau sekitar 90 persen menjadi pengusaha batik. Kemakmuran dan kekayaan orang-orang Laweyan dicatat dengan baik sebagai karakteristik perkampungan saudagar Jawa yang sukses.
    [Show full text]
  • State and the Statecract of the Centrals of Government Mataram Islam Kingdom in Java
    IJSS.Vol.12, No.2, September 2016 STATE AND THE STATECRACT OF THE CENTRALS OF GOVERNMENT MATARAM ISLAM KINGDOM IN JAVA HY. Agus Murdiyastomo3 Abstract This study is aimed to examine the dynamic of Islamic Mataram kingdom, focusing more on administrative system in Islam Mataram. This research used the five stages historical research method according to Kuntowijoyo, which are topic selection, heuristic, verification, interpretation and writing. Panembahan Senopati defeated Pajang and built a palace in Kotagede which later was used by Mataram kings until their peak of glory under Sultan AgungHanyakrakusuma. However the defeat of Mataram from VOC caused them to lose their ground, moreover after Sultan AgungHanyakrakusuma deceased. His successor, Amangkurat I think that Kotagede as the central of economic activities considered to be no longer suitable for the central of government. Therefore he ordered to move the palace from Kotagede to Pleret. Raden Mas Rahmat, as ‘Amangkurat II’, didn’t want to go back to Pleret because it had been taken by Puger Prince, and then built new palace in Kartasura. Amangkurat III escaped to the east when Kartasura was taken. But this palace would also be abandoned later, and moved to Surakarta when Pakubuwono II ruled the place. Mataram moved its government four times, from Kotagede, Plered, Kartasura, and lastly, Surakarta. Keywords: government, Islamic Mataram. 3 Yogyakarta State University. Email: [email protected] 31 HY. Agus Murdiyastomo:State and The Statecrac of the Centrals.... Introduction During the Islam period in Indonesia, many Initially Islam Mataram Kingdom had cities used territories in coastal area, such as the capital city in Kota Gede, 6 km far to the Samudra Pasai, Demak, Banten, and Makassar.
    [Show full text]
  • Site Conservation Assessment
    © Global Heritage Fund 2011 Site Conservation Assessment 1. General Information Date June 15, 2011 Site Name Kotagede Country Indonesia Site Status National Heritage Assessor Name Punto Wijayanto Institution Centre for Heritage Conservation Department of Architecture and Planning, Faculty of Engineering, Gadjah Mada University Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta Profession Architect/Planner/Heritage expert Affiliations Badan Pelestarian Pusaka Indonesia/BPPI (Indonesian Heritage Trust) Jl. Veteran I No. 24, Jakarta Date of site visit May-June 2011 Previous history • Project “Damaged Heritage Rapid Assessment”, 2006 with the site • Project “CSRPP-JRF”, 2009-2011 Site Description • Kotagede Heritage District is situated some 5 kilometers southeast off the center of Yogyakarta City in Yogyakarta Special Region (DIY) (250 words or less) Province, Indonesia. (see App.1) • It was the center of Mataram Kingdom in 16th C, but lost its role when the center of power was shifted to Kerta/Plered (1613). Following the Giyanti Treaty (1755), Mataram Kingdom, including Kotagede, was split between Yogyakarta and Surakarta Sultanate, which later becomes modern Yogyakarta City and Surakarta City, Central Java. After independence of Indonesia, Kota Gede was absorbed into Yogyakarta City and Bantul Regency. • Administratively, it covers three villages: Kelurahan Prenggan and Purbayan (Yogyakarta City) and Desa Jagalan (Bantul Regency). • It covers an area on the east bank of Gajah Wong river: 83 ha (Prenggan), 99 ha (Purbayan) and 27 ha (Jagalan). • According to the Statistics Indonesia/Badan Pusat Statistik (BPS), the population of Kotagede in 2007: 11.370 (Prenggan), 9.704 (Purbayan) and 3.446 (Jagalan). • It’s still today center for commerce and local industries, such as silver handycraft which make Kotagede known as silver city.
    [Show full text]
  • Conflict Resolution of Ratu Kalinyamat
    CHAPTER III RATU KALINYAMAT IN HISTORY A. Ratu Kalinyamat in History 1. The Biography of Ratu Kalinyamat Ratu kalinyamat was the daughter of King Trenggana grandson of Raden Patah, the first Sultan of Demak. Her real name was still in debate, sometime call her with Ratu Arya Kencana, Ratu of Jepara, and Raden Ayu Wuryani. Her lineage can be drawn from Raden Patah that married with daughter China. They have six sons, among others: Prince Sabrang Lor (Pati Unus), Prince of Sedo Ing Lepen, Prince of Trenggono, Prince Kaduruwan and Prince Pamekas.1 Ratu Kalinyamat was the daughter of King Trenggana, the third Sultan of Demak Sultanate. Sultan Trenggana had six sons. The eldest son was a daughter in marriage by Prince Langgar, the son of Ki Ageng from Sampang Madura. The second son of a man named Prince Prawata who later succeeded his father to become the third Sultan of Demak. The third son of a princess who was married to Prince Kalinyamat. The fourth son was also a daughter who married a Prince of the Sultanate of Cirebon. The fifth son was also married to the daughter of Raden Jaka Tingkir became Sultan Pajang was styled Sultan Hadiwijaya. There was also the youngest son was Prince Timur, who was very young when his father died.2 Ratu Kalinyamat married Sultan Hadliri, who later became Duke of Jepara. In carrying out the government, the central government's rule was in Kalinyamatan, while the place to rest in the village of Mantingan that always visited by the Sultan and Ratu kalinyamat and Sunan Kalijaga if they got a problem or interest.
    [Show full text]
  • PROCEEDINGS Arts in History, Culture, Philosophy, Education, And
    PROCEEDINGS Arts in History, Culture, Philosophy, Education, and Heritage Penerbit: ISI Press nd The 2 International and Interdisciplinary Conference on Arts Creation and Studies (IICACS) 2017 Indonesia Institute of the Arts Surakarta th th October14 – 15 , 2017 ARTS IN HISTORY, CULTURE, PHILOSOPHY, EDUCATION, AND HERITAGE nd Proceedings of the 2 International and Interdisciplinary Conference on Arts Creation and Studies IICACS 2017 th th Surakarta, October14 – 15 , 2017 Page : IV +171 Size: 21 x 29,7 cm Steering Committee : Dr Bambang Sunarto, S.Sen., M.Sn Organizing Committee : Student Affairs Association of the Indonesia Institute of the Arts Surakarta Reviewer Prof. Dr. Santosa, S.Kar., MA., M.Hum Editor Donie Fadjar Kurniawan, SS, M.Si., M.Hum Experts on Arts in History, Culture, Philosophy, Education, and Heritage Phakamas Jirajarupat, Ph.D(Suan Sunandha Rajabhat University) Prof. Jose S. Buenconsejo, Ph.D (University of The Philippines) Administrator Novasari Widyaningsih Published by ISI Press Jalan Ki Hajar Dewantara No. 19, Kentingan, Jebres, Surakarta 57126 Telp.(0271) 647658 Fax.(0271) 646175 http://iicacs.isi-ska.ac.id ISBN 978-602-61933-7-7 @2017 Indonesia Institute of the Arts Surakarta All rights reserved. No part of this publication may be reproduced without the prior written permission of the Student Affairs Association of the Indonesia Institute of the Arts Surakarta Printed in Surakarta ii FOREWORD Ladies and Gentlemen, It is a great pleasure to welcome all of you to the beautiful city of Surakarta. Surakarta is a historic city with two great palaces located at the north and south of the city. It is a place for the International and Interdisciplinary Conference on Arts Creation and Studies (IICACS) since 2016.
    [Show full text]
  • New Paradigm of Social Studies”
    ISBN 978-623-6815-02-1 International Proceeding “New Paradigm of Social Studies” NEW PARADIGM OF SOCIAL STUDIES NASUTION (Editor) Pramudita Press Magister Pendidikan IPS, Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya Online International Conference on Social Studies 2020 i ISBN 978-623-6815-02-1 International Proceeding “New Paradigm of Social Studies” Editor: Nasution Cover & Layout Design: Nasution Published: CV. Pramudita Press Goresan Rt.2 Rw.8 Demakan, Mojolaban, Sukoharjo www.pramudita.wordpress.com email: [email protected] October 2020 ISBN: 978-623-6815-02-1 Page: 252 + x Copyright protected by law Reproduction of this work in any form and by any means is prohibited without the permission of the publisher @ All right reserved Sanctions for Violation of Article 72 Law Number 19 of 2002 Amendments to Law Number 7 Year 1987 Amendment to Law Number 6 Year 1982 Concerning Copyright 1. Anyone who deliberately and without right commits the act as referred to in Article 2 paragraph (1) or Article 49 paragraph (1) and paragraph (2) shall be punished with imprisonment for at least 1 (one) month and / or a fine. at least Rp. 1,000,000.00 (one million rupiah), or a maximum imprisonment of 7 (seven) years and / or a maximum fine of Rp. 5,000,000,000.00 (five billion rupiah). 2. Anyone who deliberately broadcasts, displays, circulates or sells to the public a work or goods resulting from a violation of Copyright or Related Rights as referred to in paragraph (1), shall be punished with imprisonment of 5 (five) years and / or a maximum fine.
    [Show full text]
  • Sultan Agung's Thought of Javanis Islamic Calender and Its Implementation for Javanis Moslem 1. Background
    International Journal of Emerging Trends in Social Sciences ISSN: 2521-3539 Vol. 4, No. 1, pp. 9-14, 2018 DOI: 10.20448/2001.41.9.14 Sultan Agung’s Thought of Javanis Islamic Calender and its Implementation for Javanis Moslem Muhammad Roy Purwanto1 Chusnul Chotimah2 Imam Mustofa3 1Postgraduate Program of Islamic Studies Faculty, Universitas Islam Indonesia. 2IAIN Tulungagung. 3Institut Agama Islam Negeri Metro Lampung. Abstract This article aims to elaborate Sultan Agung’s Thought of Javanis Keywords: Islamic Calender and Its Implementation for Javanis Moslem as Calender guidelines in conducting daily activities. Sultan Agung was the third Javanis Hijriyah Sultan of Mataram in Central Java ruling from 1613-1645. A skilled Saka soldier he conquered neighbouring states and expanded and Islam. consolidated his kingdom to its greatest territorial and military power. He was the greatest Sultan of Mataram. He sought to rationalize and improve the internal government of his kingdom. He Licensed: This work is licensed under a reformed the tax-code and brought the courts and judicial system Creative Commons Attribution more in line with Qurʾānic precepts. He commissioned the building 4.0 License. of the Karta Palace in 1614, the Royal Graveyard of Imogiri, as well as other social and civic structures within the kingdom. One of Publisher: Sultan Agung’s conceptual contribution was Islamic Javanese Scientific Publishing Institute calendar. It is a blend of Saka calender system with the Hijriyah calender. Saka year system itself is a mix of original acculturation Javanese Hindu-Buddhist. In the culture of Java, Javanis Islamic calendar not only serves as a marker of an event but also serves as a predicted survival and happiness of an arranged marriage or a particular event.
    [Show full text]
  • Peralihan Kesultanan Pajang Ke Mataram: Konfrontasi Antara Sultan Hadiwijaya Dengan Senopati Ing Alaga (1549-1586 M)
    PERALIHAN KESULTANAN PAJANG KE MATARAM: KONFRONTASI ANTARA SULTAN HADIWIJAYA DENGAN SENOPATI ING ALAGA (1549-1586 M) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusuan Sejarah Peradaban Islam (SPI) Oleh : SABIH FAHMI A92216149 FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2019 ii PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan dibawah ini saya: Nama : Sabih Fahmi NIM : A92216149 Jurusan : Sejarah Peradaban Islam (SPI) Fakultas : Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa SKRIPSI ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian- bagian yang dirujuk sumbernya. Jika ternyata di kemudian hari skripsi ini terbukti bukan hasil karya saya sendiri, saya bersedia mendapatkan sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh. Surabaya, 23 November 2019 Saya yang menyatakan, Sabih Fahmi NIM. A92216149 iii iv PENGESAHAN TIM PENGUJI Skripsi atas nama Sabih Fahmi (A92216149) ini telah diuji oleh Tim Penguji dan dinyatakan Lulus pada tanggal 19 Desember 2019. Ketua/Pembimbing Prof. Dr. H. Ahwan Mukarrom, MA. NIP. 195212061981031002 Penguji I Dr. H. Achmad Zuhdi, DH, M.Fil.I NIP. 196110111991031001 Penguji II Dr. Wasid, S.S. M.Fil.I NIP. 2005196 Sekretaris Dwi Susanto, S.Hum, MA NIP. 197712212005011003 Mengetahui, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya v vi ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Peralihan Kesultanan Pajang ke Mataram: Konfrontasi Antara Sultan Hadiwijaya Dengan Senopati Ing Alaga (1549-1586 M)”. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini meliputi; 1) Bagaimana Genealogi Sultan Hadiwijya dan Senopati Ing Alaga? 2) Bagaimana Keruntuhan Kesultanan Pajang? 3) Bagaimana Peralihan Kesultanan Pajang ke Mataram? Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian sejarah yang terdiri dari tahap heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi.
    [Show full text]
  • The Preservation of Various Joko Tingkir Stories As the Strategy of Developing Folklore-Based Tourism
    THE PRESERVATION OF VARIOUS JOKO TINGKIR STORIES AS THE STRATEGY OF DEVELOPING FOLKLORE-BASED TOURISM Elen Inderasari IAIN Surakarta E-mail: [email protected] Dwi Kurniasih Universitas Sebelas Maret E-mail: [email protected] ABSTRACT Tourism recently becomes a priority in which the Indonesian government has strived to develop to increase domestic income. One of the interesting types of tourism is cultural tourism which has developed widely in the form of literary tourism. This paper aims to discuss how the preservation of the variation of Jaka Tingkir’s story can be a strategy in developing folklore- based literary tourism. In the practical effect, this paper tries to contribute ideas to the local government especially in Surakarta to find a proper strategy in developing a folklore-based as well as historical-based tourism. The results of the research show that in the preservation of folklore in a society, it is necessary to tell folklore with various emphasis contained in the story. This paper finds that Jaka Tingkir folklore needs to be preserved by maintaining its various versions of the story, such as the story of Jaka Tingkir and the crocodile, Jaka Tingkir and Kebondanu, the story of Jaka Tingkir and the heirloom of Kiai Bajugiling, Jaka Tingkir and Javanese philosophy, and the tomb of Jaka Tingkir as an imprint of the king of Pajang. These various stories about Jaka Tingkir contain some religious, historical, moral, heroic, faith, and worship values which are very important to comprehend in the society living with the story. The strategies used in developing literary tourism in Bengawan Solo which bases on Jaka Tingkir folklore include the tradition of larung gethek of Jaka Tingkir, Jaka Tingkir haul at his tomb in Pajang, Surakarta, and religious and literary tourism.
    [Show full text]