KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN ISSN : 0215 - 3092

KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA HM. Fajar Shodiq, S.Ag,.M.Ag IAIN Surakarta Abstrak Awal mulanya Laweyan merupakan perkampungan masyarakat yang kental dengan agama Hindu Jawa. Ki Ageng Beluk, seorang tokoh masyarakat Laweyan saat itu yang sangat disegani yang menganut agama Hindu yang taat. Ki Ageng Beluk bersahabat erat dengan Ki Ageng Henis yang merupakan salah satu murid , penyebar agama Islam di tanah Jawa. Dakwah yang berkesan, membuat Ki Ageng Beluk dengan suka rela masuk Islam dan menyerahkan bangunan pura hindu miliknya pada Kyai Ageng Henis agar diperuntukkan keperluan dakwah Islam. Akhirnya pura tersebut ia ubah menjadi bangunan Masjid Laweyan, Tak heran, akulturasi budaya dari segi arsitektur, maupun cita rasa yang memenuhi masjid itu terdiri dari 3 unsur, yakni Hindu, Jawa dan Islam. Kyai Ageng Henis adalah tokoh negarawan sekaligus ulama yang mempunyai integritas tinggi yang mempunyai pemikiran maju kedepan. Ia tidak hanya berpikir mengenai akherat saja, namun diseimbangkan dengan kehidupan dunia. Para santri yang jumlahnya semakin banyak tidak hanya melulu diajarkan mengenai ilmu agama, namun juga kegiatan yang akan akhirnya akan memberikan kemapanan dari segi ekonomi keluarganya. Hingga memunculkan sebuah pertanyaan besar adakah kontribusi Ki Ageng Henis dalam perindustrian batik di kampung Laweyan Surakarta yang jarang terekspose public. Laweyan mengalami kemajuan signifikan ketika perubahan status administratif pada tahun 1918. KawasanLaweyan masuk dalam wilayah administrasi kotamadya Surakarta, dan Batik Laweyan mengalami masa kejayaan dimana hampir seluruh penduduknya atau sekitar 90 persen menjadi pengusaha batik. Kemakmuran dan kekayaan orang-orang Laweyan dicatat dengan baik sebagai karakteristik perkampungan saudagar Jawa yang sukses. Ada satu gelar yang akhirnya disematkan pada orang-orang sukses saudagar batik laweyan, yakni —mbok mase“. Gelar itu semacam menunjukkan strata sosial, sekelas bangsawan. Bila dibandingkan dengan kategori gelar yang ada dalam lingkungan abdi dalem istana kerajaan, maka status sosial “mbok mase“ di Laweyan itu sejajar dengan kedudukan para abdi dalem kriya pembatik dalam dinas istana.

Kata Kunci : Kyai Ageng Henis, Industri Batik Laweyan Surakarta

A. Latar Belakang Masalah warisan kemanusia untuk budaya Batik, selain menjadi icon lisan non bendawi pada tanggal 2 warisan budaya di Indonesia yang Oktober 2009,saat ini telah telah diakui UNESCO, sebagai merangkak menjadi sebuah industri

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2517 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

yang menghasilkan keuntungan heran, akulturasi budaya dari segi yang cukup signifikan, bagi para arsitektur, maupun cita rasa yang pelaku bisnis di Indonesia dan tak memenuhi masjid itu terdiri dari 3 pelak lagi berimbas pada unsur, yakni Hindu, Jawa dan Islam. pemasukan negara. Seni batik, menurut Ridho Nama Laweyan, sebagai Maruli S dan Muhammad Mukti Ali sebuah kampung pastilah tidak (2012:199), telah berkembang sejak lepas dari pembahasan mengenai daerah ini mulai terbentuk pada batik, karena nyata kampung ini tahun 1546 hingga sekarang ini sejak tahun 1546 sebagai sentra memunculkan pertanyaan besar, kerajinan batik, dan akhirnya siapa sebenarnya yang menjadi sebuah industry. memperkenalkan batik pada Perkumpulan Sarikat Dagang Islam masyarakat Surakarta, yang (SDI) muncul seolah melegitimasi akhirnya mendunia, khususnya Laweyan sebagai kampung batik kampung Laweyan yang saat itu unggulan yang sampai kini masih sedang gencar-gencarnya sebagai bertahan. sentral dakwah? Mulanya, Laweyan Kyai Ageng Henis adalah merupakan perkampungan tokoh negarawan sekaligus ulama masyarakat yang kental dengan yang mempunyai integritas tinggi agama Hindu Jawa. Ki Ageng yang mempunyai pemikiran maju Beluk, seorang tokoh masyarakat kedepan. Ia tidak hanya berpikir Laweyan saat itu yang sangat mengenai akherat saja, namun disegani yang menganut agama diseimbangkan dengan kehidupan Hindu yang taat. Ki Ageng Beluk dunia. Para santri yang jumlahnya bersahabat erat dengan Ki Ageng semakin banyak tidak hanya melulu Henis yang merupakan salah satu diajarkan mengenai ilmu agama, murid Sunan Kalijaga, penyebar namun juga kegiatan yang akan agama Islam di tanah Jawa. Dakwah akhirnya akan memberikan yang berkesan, membuat Ki Ageng kemapanan dari segi ekonomi Beluk dengan suka rela masuk keluarganya. Hingga memunculkan Islam dan menyerahkan bangunan sebuah pertanyaan besar adakah pura hindu miliknya pada Kyai kontribusi Ki Ageng Henis dalam Ageng Henis agar diperuntukkan perindustrian batik di kampung keperluan dakwah Islam. Akhirnya Laweyan Surakarta yang jarang pura tersebut ia ubah menjadi terekspose public. bangunan Masjid Laweyan, Tak

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2518 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

Berdasarkan latarbelakang Aktivitas yang dilakukan diatas penelitian ini akan oleh penulis dalam penelitian ini mengangkat awal mula penyebaran adalah penelusuran sejarah yang Islam diwilayah Surakarta sekaligus berkaitan dengan Kyai Ageng Henis ingin mengetahui cikal bakal dan kampung Laweyan dibidang enterprenuer industry batik di dakwah dan perbatikan dengan Laweyan serta kontribusi Kyai menggunakan cara mencari literatur Ageng Henis dalam industry batik (library reasearch), buku-buku, Laweyan, serta menangkap benang artikel maupun jurnal yang merah antara penyebaran dakwah di berkaitan dengan itu, wawancara Surakarta dengan industri batik dengan para tokoh setempat yang yang ada di kampung Laweyan berkaitan dengan Kyai Ageng Surakarta. Henis, dakwah dan kampung Penelitian ini diharapkan Laweyan. Metode wawancara dan Dapat memberikan sumbangan bagi observasi serta penelusuran secara penelitian sejarah terutama dalam langsung atau tidak mengenai hal Sejarah Kebudayaan Islam, yang akan di lakukan penelitian. pengetahuan dan perkembangan B. Metodologi batik serta mengetahui benang Metode penelitian kali ini merah antara dakwah Islam dan menggunakan pendekatan perkembangan batik. Heuristik, dengan pemilihan subyek Penelitian yang digali oleh yang mengacu dengan empat penulis, ditemukan ada sebuah judul pertanyaan pokok, yakni: dimana? penelitian dari Tugas Tri Wahyono (Aspek geografis), siapa (aspek dkk, —Perempuan Laweyan dalam biografis), kapan (aspek kronologis) Industri Batik di Surakarta“ yang dan bagaimana (aspek fungsional diterbitkan oleh Balai Pelestarian dan okupasional). Informasi subyek Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta, didapat dari sumber majemuk, 2014, dimana secara khusus ingin seperti arsip, rekaman stenogragfis, mengkaji tentang permasalahan apa laporan tahunan, warta surat kabar, dan bagaimana perempuan surat-surat pribadi, jurnal, brosur, Laweyan itu saat menghadapi memoar, otobiografi dan lain tantangan dan hambatan untuk sebagainya. mewariskan serta meneruskan Juga menggunakan kritik kemahirannya melakukan proses yang bersifat esternal maupun regenerasi dalam industry batik. internal untuk mengetahui keabsahan sumber dan juga

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2519 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

kelayakan sumber. Hal-hal yang menemukan suatu bukti baru yang berupa interpretasi, Historiografi selama ini jarang sekali diungkap dalam penulisan sejarah dilakuan oleh peneliti lainnya. Sebelumnya agar fakta-fakta sejarah bisa saling penulis membaca referensi berhubungan dan yang terpisah bisa mengenai hal yang berhubungan disatukan. Penelitian ini juga dengan tokoh Kyai Ageng Henis mengambil seting penelitian pada dan sejarah perbatikan di Laweyan, wilayah Laweyan yang berjarak 4 kemudian dari sinilah akan KM dari pusat kota Surakarta. aditemukan suatu fakta-fakta Teknik pengumpulan khusus menjadi suatu pemecah yang data akan membantu proses bersifat umum yang penerapannya penelitian dan menentukan kualitas diperoleh dari data yang bersifat hasil penelitian salah satunya khusus atau sebaliknya. diperoleh melalui dokumen. Menganalisa terhadap Dokumen bisa berbentuk tulisan, fakta-fakta, kemudian menarik gambar atau karya-karya kesimpulan. Kegiatan berikutnya monumental dari seseorang adalah mengklasifikasikan (Sugiyono, 2009:240). Dalam berdasarkan teori untuk menemukan penelitian kali ini juga gunakan benang merah atau kesamaan teknik keabsahan data dengan pandang yang akhirnya akan di menggunakan teknik Triangulasi interprestasikan, yakni menafsirkan teori berdasarkan pada asumsi jika data-data primer dan sekunder. fakta tertentu tidak bisa diperiksa C. Hasil Penelitian kepercayaannya hanya dengan satu a. Sejarah Kampung Laweyan teori. Teknik analisis data akan Kampung Laweyan sudah digunakan dengan menggunakan ada sejak tahun 1500 masehi. meode analisis isi (content analysis) Daerah Laweyan dulu banyak yakni jenis metode atau teknik untuk ditumbuhi pohon kapas dan membuat hasil penelitian dengan merupakan sentra industri benang mengidentifikasikan karakteristik yang kemudian berkembang khusus secara objektif dan menjadi sentra industri kain tenun sistematis. dan bahan pakaian. Kain-kain hasil Dalam menganalisa tenun dan bahan pakaian ini sering peran Kyai Ageng Henis dalam disebut dengan Lawe, sehingga sejarah industri batik di Laweyan daerah ini kemudian disebut dengan Surakarta, penulis menggunakan Laweyan. Industri dan perdagangan lima pendekatan diatas untuk di Laweyan semakin berkembang

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2520 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

semenjak digunakannya Kali sansekerta kata laway artinya jadi Kabangan sebagai jalur transportasi menyeramkan, yakni jenazah tanpa dari dan menuju Kerajaan Pajang. kepala. Kata Laweyan menunjuk Sejak masa Dinasti tempat nglawe yakni tempat Mataram, kawasan ini memang menghukum orang dengan lawe. sudah dikenal sebagai daerah para Ada beberapa versi asal pengrajin batik. Dikawasan ini pula muasal kampung Laweyan. pertama lahir Panembahan Senapati anak nama Lawiyan terjadi lebih awal, dari Ki Ageng Pemanahan yang disinyalir pada masa kerajaan masa mudanya mempunyai julukan Pajang, pemerintahan Sultan Ngabehi Lor ing Pasar, yang banyak Hadiwijaya (1568-1582). menandai artefak-artefak atau situs Kemudian, nama Laweyan sendiri kawasan sejarah yang ada dalam masa pemerintahan ditinggalkannya. Laweyan mulai Mangkurat III (1703-1704). Desa diperhitungkan ketika Kyai Ageng Laweyan sendiri sudah ada jauh Henis (keturunan Brawijaya V) dan sebelum munculnya kerajaan cucunya yaitu Raden Ngabehi Lor Pajang, namun baru berarti setelah Ing Pasar (Sutawijaya) yang kelak Kyai Ageng Henis bermukim dan menjadi raja pertama Mataram membenahi desa tersebut. Artefak bermukim di Laweyan tahun 1546 yang penting dari kehadiran Kyai M. Kyai Ageng Henis dulunya Henis terlihat dari peninggalan beragama Hindu Jawa, namun Masjid yang diubah dari bentuk semenjak singgahnya Sunan Pura sebelumnya, kemudian Kalijaga di daerah ini ketika hendak keberadaan makam di Astana menuju Kerajaan Pajang, Kyai Laweyan yang juga merupakan Ageng Henis pun kemudian masuk makam Kyai Ageng Henis. Dua Islam. (Wawasan, Minggu 8 bangunan yang cukup megah pada Agustus 2004). masanya ini merupakan indikasi Sumber lain mengatakan kuat jika Laweyan pada masa awal jika disebut Laweyan, karena nama Kerajaan Pajang sudah menjadi tersebut tertulis pada makam Sunan pusat kekuasaan (Siti Rahayu Nglawiyan (Paku Buwana II) yang Binarsih dkk:2013: 103). tertulis dengan nama Astana Dan adanya bukti sejarah Laweyan (Laweyan, Surakarta; jika ada hal lain yang penting tt:2). Secara etimologis kata menyangkut nama Laweyan yakni, Laweyan berasal dari kata Lawe jika Sungai Laweyan pernah (benang bahan kain). Dalam bahasa digunakan membuang mayat Jaka

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2521 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

Pabelan (dalam cerita Ki Gede Sala bersentuhan dengan budaya India, alias Kyai Bathang) yang bersalah batik telah menjadi kekayaan karena bermain asmara dengan putri budaya Indonesia di masa lalu. bungsu Sultan (Raden Ayu Sekar Laweyan sebagai penghasil Kedaton). batik pernah mengalami masa-masa Nama Laweyan juga kejayaan pada awal tahun 1900-an disebut-sebut dalam geger Pacinan sampai dengan tahun 1960. Dalam dimana Sunan Paku Buwana II Monografi Kelurahan Laweyan ketika melarikan diri ke Ponorogo, (2012:4) disebutkan jika Kampung terlebih dahulu memutuskan untuk Laweyan mengalami perkembangan bersembunyi di Astana laweyan dalam seni batik sejak abad 19, pada tempat Kyai Henis dimakamkan, abad ini Laweyan menjadi sangat karena merasa aman dari serangan hidup dengan kain, canting, lilin musuh saat persembunyian itulah batik (malam) yang kebanyakan maka ia memutuskan saat wafatnya dimotori oleh kaum perempuan. juga dimakamkan ditempat itu Membuat harkat dan martabat (Sumarno dkk; 2003:39). perempuan yang saat itu menjadi kaum pinggiran dibeberapa tempat, b. Sejarah Batik Laweyan tidak lagi di kampung Laweyan. Secara Etimologi batik Hal ini dapat dibuktikan berasal dari fase Jawa —amba titik“ dengan luarbiasa oleh perempuan yang berarti —menggambar titik“. Laweyan yang kala itu persepsi Hal ini karena dalam proses tradisional mereka yang sering pembuatan batik melalui tahapan dianggap sudah menjadi kodratnya penetesan lilin ke kain putih jika kaum perempuan hanya berbunyi tik-tik sehingga lahirlah mengurus rumah tangga atau hanya istilah kata batik, dan batik itu sebatas wilayah domestik dan sendiri dalam sejarah perbatikan di terlibat sektor ekonomi hanya Indonesia disinyalir berkaitan sebagai sampingan saja (Atik Catur dengan perkembangan kerajaan Buriati; 2010:55). Majapahit dan kerajaan sesudahnya Asal mula batik di Laweyan (Sarmini; 2009:674-675). Lain lagi itu sendiri asalnya dari kraton dengan pendapat Berdes dan dengan rajanya Pakubuwono II. Haryono T. (2008) menyatakan jika Mula-mula batik di dalam batik itu karya budaya masyarakat kerajaan/kraton hanya merupakan Indonesia, hal ini karena jauh kerja sambilan bagi putri kraton sebelum kebudayaan Indonesia yang nantinya akan dipersembahkan

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2522 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

untuk kekasihnya, juga untuk dengan cara tulis (menggunakan kepentingan (pakaian) raja dan para tangan saja, dan motif-motifnya pun kerabat kraton, raja hanya memilih masih meniru motif dari kraton, orang-orang pandai membatik yang berupa motif Ceplok, Limar, Semen, dikhususkan berdiam di kraton Parang, Lunglungan), juga cara untuk membuat kain batik. mewarnainya masih memakai soga Oleh karena raja dan seluruh Jawa (pewarna dari bahan tumbuh- kerabat kraton sampai ke hulu tumbuhan) yang otomatis balang memerlukan kain batik, memerlukan waktu yang lama (Bejo maka raja mengutus para lurah Haryono, 2004: 45-60). mencari daerah penghasil batik. Sedangkan munculnya Melalui lurah didapat daerah pedagang batik di Laweyan Laweyan. Surakarta pada awal abad ke-20 Pada pemerintahan SISKS menunjukkan adanya dinamika PB III dikeluarkan pernyataan sosial ekonomi yang penting di Kota bahwa ada beberapa jenis kain batik Surakarta. Kegiatan perdagangan yang menjadi larangan jika dipakai yang dikendalikan oleh Mbok Mase kawula, yakni batik Lar, parang (sebutan saudagar batik perempuan) yang berujung seperti paruh podang, juga menunjukkan bahwa peran bangun tulak lenga teleng berwujud perempuan dalam kegiatan ekonomi tumpal dan batik cemukiran perkotaan cukup menonjol. berbentuk ujung daun yang Komunitas Laweyan dapat merembet ditanah. dipandang sebagai “counter-elite“ Daerah Laweyan juga terhadap kekuasaan yang berpusat punya sebutan unik yakni di karaton maupun terhadap Galgendu. Tempat keberadaan hegemoni kekuasaan asing. Etos orang-orang kaya. Pada masa itu kerja dan jiwa enterpreunership yang menjadi ciri khas adalah para yang tumbuh di Laweyan bertumpu saudagar batik dalam teknik pada nilai-nilai tradisi Jawa dan pengerjaannya masih dengan teknik Islam. Sejarah lokal Laweyan tulis tangan langsung memakai lilin menunjukkan bahwa kegiatan atau Malam di atas kain mori perdagangan bukanlah kultur asing memakai media canting. Mereka di tengah-tengah budaya Jawa yang telah terbiasa dengan batik gagrak seringkali hanya diidentikan dengan atau gaya Surakarta. budaya agraris (Soedarmono, 2006: Pada mulanya penduduk 40). Laweyan membuat batik masih Motif batik dari Surakarta

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2523 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

memiliki perbedaan dengan motif untuk konsumsi dilingkungan batik Yogya meskipun sama-sama keraton saja. daerah kerajaan/Vorstenlanden. 2. Batik Sudagaran, diciptakan Perbedaan yang menyolok antara oleh para saudagar sebagai batik kedua daerah tersebut antara reaksi terhadap motif-motif lain: keraton yang dilarang 1. Yang paling utama adalah dipergunakan oleh masyarakat dalam hal perpaduan tata ragam biasa atau luas. hias Ragam hias batik Yogya 3. Batik Petani, batik jenis ini pada umumnya condong pada dibuat hanya sebagai selingan perpaduan berbagai ragam hias ibu rumahtangga dirumah geometris, dan umumnya untuk mengisi waktu luang berukuran besar. Sedangkan disela-sela tidak pergi bertani. ragam hias batik Surakarta Batik jenis ini tentu lebih condong pada perpaduan ragam sederhana, mempunyai motif hias geometris-non geometris- yang tidak pakem karena geometris dengan ukuran yang pengerjaannya tidaklah serius. lebih kecil. 4. Batik Belanda, tercipta dari 2. Warna putih batik Yogya lebih pencampuran budaya Jawa terang dan bersih, sedangkan dengan budaya Belanda saat batik Surakarta warna putihnya masa penjajahan VOC agak kecoklatan (ecru). Warna berlangsung. Batik ciri Belanda hitam pada batik Yogya agak ini juga bisa disebut Batik Jonas kebiruan sedangkan batik dengan salah satu motif yang Surakarta kecoklatan. terkenal adalah motif Perang 3. Umumnya warna babaran serta Diponegoro dan Cerita Jubah sogan antara batik dari kedua Merah. daerah tersebut agak berbeda. 5. Batik Cina/Pecinan, adalah Babaran adalah proses jenis batik yang merupakan pencelupan terakhir dengan hasil akulturasi budaya Cina sogan (Nian. S. Djoemena, dengan budaya Indonesia. 1986: 22). Motif yang dihasilkanpun Ragam Batik berdasarkan sejarah berbeda yakni memiliki warna penciptaannya sebagai berikut: cerah lebih dari dua warna, dan 1. Batik Keraton, dibuat oleh para banyak mengadaptasi abdi dalem keraton dan hanya kebudayaan Cina.

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2524 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

6. Batik Jawa Hokokai, yang mekanis yang baru. Ragam hias tercipta saat penjajahan Jepang batik Laweyan, Surakarta pada terhadap Indonesia. Motifnya mulanya mengikuti ragam hias batik banyak mengadptasi dari dari kerajaan/kraton. Ragam hias kebudayaan Jepang tersebut merupakan ragam hias yang yakniseperti bunga sakura. telah baku atau istilah jawanya Ragam hias pada suatu kain —dipakemkan“. Sebagai contoh batikan terdapat corak dan motif. ragam hias yang telah baku, antara Corak sendiri adalah bentuk yang lain: ragam hias Kawung, Sawat, paling dominan, seperti warna, tema dan Parang. Ragam hias tersebut babaran dan simbol keseluruhan, memiliki ciri khas batik pedalaman, seperti bang biru, sidoluhur, semen, dari segi motif maupun warnanya. dan sebagainya. Sedangkan motif adalah bentuk yang menjadi c. Peran Kyai Ageng Henis dalam komponen ragam hias. Jadi, ragam Sejarah Batik Laweyan hias, motif, dan corak merupakan 1). Biografi Kyai Ageng Henis satu kesatuan yang sangat penting Kyai Ageng Henis, atau pada unsur kain batik (Hasanudin, terkadang disebut juga Ki Ageng 2001: 197). Enis (ada pula yang menyebutnya Daerah Laweyan, Surakarta Kyai Ngenis), adalah keturunan dari sendiri termasuk daerah pedalaman/ Ki Ageng Sela (keturunan kraton. Batik di Laweyan ini Brawijaya V, Raja Majapahit) merupakan batik yang tumbuh di dengan Nyai Bicak yang atas dasar-fasar filsafat Jawa yang merupakan putri Ki Ageng Ngerang mengacu pada pemurnian nilai-nilai (Sunan Ngerang I, keturunan dari spiritual dengan memandang Maulana Maghribi II). manusia yang tertib, serasi, dan Kyai Ageng Ngenis mempunyai seimbang. Ragam hias batik putra Ki Ageng Pemanahan yang pedalaman cenderung memiliki berputra Sutawijaya atau disebut corak dengan warna coklat kehitam- Mas Ngabehi Loring Pasar yang hitaman, hal ini sesuai dengan akhirnya menjadi Panembahan daerahnya yang banyak terdapat Senapati, yakni Raja atau pendiri hutan sehingga untuk pewarnaannya Kerajaan Mataram Islam. Ketika Ki mengambil dari tumbuhan. Ageng Pemanahan dianugerahi Alas Laweyan mengikuti kemajuan Mentaok (Mataram), KI Ageng zaman, sesuai dengan kemajuan Henis dianugerahi tanah perdikan ilmu pengetahuan dan teknik-teknik Laweyan, hingga ia dianggap

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2525 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

sebagai cikal bakal masyarakat diantaranya: Sunan Prabu Laweyan. Penduduk setempat Amangkurat Agung atau disebut menganggap Kyai Ageng Henis Amangkurat I atau Raden Mas adalah orang sakti (linuwih), karena Sayidin, Ia merupakan Sultan ia keturunan Ki Ageng Selo yang mataram ke 4, Sunan Prabu terkenal bisa ”menangkap‘ petir Mangkurat II alias Sunan Amral hingga tempat tinggal orang sakti atau disebut juga Raden Mas (orang linuwih) ini disebut Lawiyan Rahmat (Sunan Kartasura I), Sunan (Sumarno; 2013;38-39). Prabu Amangkurat III (Sunan Kyai Ageng Henis ini juga Kartasura ke 2), Susuhanan mempunyai julukan Kyai Ageng Pakubuwono I alias Pangeran Puger Laweyan atau Manggala atau disebut juga Raden Mas Drajat `Pinituwaning semasa Jaka Tingkir ini merupakan Sunan Kartasura ke berkuasa ia menjadi Adipati Pajang. 3, Prabu Amangkurat IV alias Setelah beliau meninggal, ia Mangkurat Jawi, Kanjeng Pangeran dimakamkan di pasarean Laweyan, Arya Mangkunegaran atau dan akhirnya cucunya, Sutawijaya merupakan Mangkunegara I, Sri atau yang biasa di sebut Raden Susuhunan Pakubuwono II atau Ngabehi Loring Pasar menempati Raden Mas Prabasuyasa atau rumahnya (FPKBL, 2004). Cucu merupakan Sunan Surakarta I, inilah yang akhirnya menjadi Raja Pangeran Hario Mangkubumi pertama di kerajaan Mataram. Hamangku Buwono atau Sultan Kyai Ageng Henis yang tahun Yogyakarta I, dan putra kedua lahirnya tidak diketahui tepatnya, beliau bernama Ki Ageng meninggal pada tahun 1503, Karatongan. mempunyai dua orang putra yakni Kerajaan Mataram Islam, Ki Ageng Pemanahan (Kyai Gede memang tidak bisa dipungkiri telah Mataram) yang menikah dengan dirintis oleh keturunan Raden Nyai Sabinah (putri Ki Ageng Saba) Bondan Kejawen, putra Bhre dan memiliki putra-putri sebanyak Kertabhumi, yang menjadi tokoh 26 orang. Ki Ageng Pemanahan ini utamanya adalah Ki Ageng membuka Kota Gede mataram pada Pemanahan, anak dari Kyai Ageng tahun 1558 sebagai hadiah dari raja Henis. Selain dari Ki Ageng Pajang. Beliau wafat pada tahun Pemanahan, ada Ki Juru Martani 1584. Ki Ageng Pemanahan ini dan Ki Panjawi. Ketiganya sering selanjutnya menurunkan raja-raja mendapat julukan —Tiga serangkai mataram kelak, yang terkenal Mataram“.

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2526 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

Ki Ageng Henis, memang Masjid yang akhirnya menjadi dianggap sebagai salah seorang sentra dakwah dan seiring leluhur Raja-raja Mataram yang berjalannya waktu masjid merupakan keturunan Brawijaya tersebutlah berdirilah pesantren Majapahit, yang tentu memperoleh yang mempunyai santri lumayan gelar kehormatan nama —Ki, Ki banyak. Masuknya Islam di wilayah Gede, KI Ageng, Nyai Gede, Nyai Surakarta dan sekitarnya, memang Ageng“karena memiliki arti sebagai tidak dipungkiri tidak pernah lepas tokoh besar keagamaan dan dari nama Laweyan dengan Masjid pemerintahan yang dihormati dan —Laweyan“ yang memiliki sejarah memiliki kelebihan, kemampuan panjang 4 kerajaan, yakni dan sifat-sifat kepemimpinan Majapahit, Demak, Pajang, dan masyarakat. Surakarta. Perjuangan bangsa 2). Peran Kyai Ageng Henis Indonesia menggapai kemerdekaan dalam Dakwah Islam di Laweyan dan sebagai pioneer dakwah di wilayah Surakarta juga tidak lepas Kontribusi Kyai Ageng Henis dari peran serta Laweyan. dalam bidang dakwah, tentu tak Masjid yang sepintas terbantahkan lagi. Ia dianggap merupakan masjid kecil dan sebagai pioneer dalam penyebar terkesan sangat kuno, seluas 162 Islam pertama di wilayah Surakarta meter persegi itu dibangun tahun dan sekitarnya. Tidak diragukan 1546 saat Sultan Hadiwijaya (Jaka lagi, karena beliau adalah murid dari Tingkir) berkuasa di kerajaan Sunan Kalijaga dan tentu saja selain Pajang, hampir dua abad lebih ia keturunan Maulana Maghribi II dahulu dari pada keraton Surakarta yang tentu keilmuan mengenai yang berdiri tepatnya pada tahun agama Islam sudah sangat 1745. Eksistensi Masjid Laweyan mumpuni. Surakarta, sejak berdirinya hingga Persahabatannya dengan Ki kini tetap menunjukkan sesuatu Ageng Beluk, Tokoh masyarakat yang bersifat penting untuk Laweyan yang merupakan penganut perkembangan heritage, cagar Hindu taat membuahkan hasil yang budaya yang nyatanya merupakan tidak disangka-sangka. Dengan suka akulturasi tiga kebudayaan, yakni rela Ki Ageng Beluk, akhirnya Hindu, Jawa juga Islam. menyerahkan pura miliknya untuk Masjid ini bukan sembarang dialihfungsi menjadi sebuah masjid masjid, meski terkesan kecil, namun pada Kyai Ageng Henis. menurut informasi dari H. Ahmad

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2527 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

Sulaiman, masjid ini merupakan Ageng Henis, Paku Buwono II, salah satu Masjid Negara dengan SK Permaisuri Paku Buwono V, Bung Karno, karena melihat sejarah Pangeran Widjil I Kadilangu yang begitu panjang dari masjid ini (pujangga Keraton Surakarta ), Nyai ikut mewarnai dakwah dan Ageng Pati, Nyai Pandanaran, perjuangan negara, dan konon Prabuwinoto anak bungsu dari Paku masjid ini juga berpaku emas. Buwono IX, Kyai Ageng Sebelum bernama Laweyan, Proboyekso. kampung yang ditinggali Kyai Peninggalan Kyai Ageng Henis Ageng Henis ini bernama Kampung berupa dakwah yang terus menerus Belukan, dimana nama kampung diturunkan oleh para santrinya, juga diambil dari kata ”beluk‘ atau masjid yang masih berdiri kokoh ”peluk‘ yang berarti asap. Hal ini hingga kini, dan tentu warisan batik dikarenakan konon, begitu yang akhirnya menjadi industri yang banyaknya santri dikampung membuat masyarakat Laweyan tersebut yang akhirnya tak henti sejahtera. menanak nasi untuk keperluan Kyai Ageng Henis memang makan para santrinya, hingga menerapkan dakwah seperti menimbulkan ”beluk‘ atau asap dari pendahulunya, sekaligus gurunya, dapur pesantren, karena kampung Sunan Kalijaga yang membumi, ini dinamakan Belukan. Dari sini tanpa kesan menggurui, dengan pulalah Kyai Ageng Beluk tinggal damai, masuk akal dan penuh welas dan menasbihkan diri masuk Islam, asih sangat mengena di hati dan menyerahkan pura miliknya masyarakat yang pada saat itu pada Kyai Ageng Henis untuk banyak memeluk Hindu. Hingga diubah menjadi sebuah masjid tidak heran dalam waktu singkat Laweyan. Kyai Ageng Beluk adalah masjid Laweyan sangat makmur dan tokoh yang berpengaruh di sana mempunyai peranan multifungsi, yang sebelumnya penganut Hindu selain dakwah akhirnya juga taat. merembet dalam bidang politik dan Akhirnya Kyai Beluk, perjuangan. dimakamkan di belakang Masjid, Pada masa perjuangan melawan dimana ada kompleks makam Belanda, Masjid Laweyan kerabat Keraton Pajang, yang memberikan peranan yang cukup beberapa tokoh dan petinggi signifikan selain sebagai tempat kerajaan dimakamkan disana. ibadah, juga tempat berkumpulnya diantaranya terdapat makam Kyai para pejuang untuk menyiasati

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2528 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

perlawanan pada para penjajah. agar ruang gerak lebih luas, tidak Bahkan ada salah seorang pejuang hanya berkutat dalam bidang yang mati syahid karena melawan ekonomi saja namun juga penjajah Belanda diwilayah merambah pada politik yang lebih Surakarta yang merupakan jamaah intens. Masjid Laweyan, yang bernama Pada akhirnya rintisan dakwah Ahmad Hanani. Kyai Ageng Henis, jejaknya terlihat Masjid ini pulalah menjadi basis begitu nyata. Tidak hanya berhenti organisasi Hizbullah divisi Sunan pada masanya, namun diteruskan Bonang, sebuah pejuang laskar pada generasi berikutnya dan Islam yang gagah berani. Dan salah semakin bertambah fungsinya satu tokoh besar pejuang Islam yang dalam masyarakat luas. Sampai identik dengan Masjid Laweyan kinipun, kegiatan dakwah di Masjid adalah Kyai haji Samanhudi. Beliau Laweyan tidak pernah meredup, berperan dalam pendirian Sarekat terus bersyiar tiada henti, seperti Dagang Islam (SDI). Hingga awal warisan pendirinya yang tak pernah tahun 1900-an, Laweyan benar- lekang oleh waktu. benar menjadi sorotan regional, nasional, bahkan internasional, 3). Kontribusi Kyai Ageng Henis karena bukan hanya soal dakwah pada batik di Laweyan Islamnya yang menyolok, namun Batik sendiri diperkenalkan sudah masuk ranah politik dan pertama kali oleh Kyai Ageng Henis akhirnya ditopang oleh industri yang pada dasarnya menyukai batik yang mulai menggeliat. kesenian, seperti ajaran gurunya, Seiring berjalanannya waktu, Sunan kalijaga. Selain menyebarkan selain memupuk jiwa dagang pada dakwah, Kyai Henis mulai aktif para anggotanya, SDI begitu aktif mengajarkan bagaimana acara berdakwah, memahamkan umat membuat batik. Jadilah Laweyan Islam dalam lebih bisa menggalang yang dulunya hanya memproduksi persatuan umat Islam yang kain tenun, kemudian berubah menyelaraskan dengan Al Qur‘an menjadi produsen batik. dan Sunnah Rasulullah SAW. Awalnya, sejarah pembuatan SDI akhirnya berganti nama batik secara keseluruhan mulai dari dengan SI (Sarikat Islam) dengan penciptaan ragam hias hingga pimpinan yang diambil alih oleh pencelupan akhir, dikerjakan dan HOS Cokroaminoto. Tujuan dibuat dalam keraton, karena pada penggantian nama tersebut adalah dasarnya busana batik, hanya

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2529 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

diperuntukkan oleh warga keraton untuk berbagai keperluan busana juga sebagai keperluan ritual raja adat, maupun ritual warga keraton. dan pengikutnya. Untuk mengatasi hal tersebut, maka Motifnya pada awalnya pembuatannya mau tidak mau harus berdasarkan atas perbedaan kasta, dibantu oleh orang lain diluar kelas dan golongan yang terdapat tembok keraton, dengan cara para dalam keraton atau yang dikenakan abdi dalem dan kerabat keraton yang oleh para penguasa tersebut. bertempat tinggal diluar keraton Pembuatan batik pada awalnya tidak bisa ditugaskan untuk mengajari mudah karena memang batik harus orang luar keraton untuk membuat dikerjakan dengan pakem-pakem batik itu. Maka kesempatan emas tertentu. yang bisa memungkinkan Kegiatan membatik ini tidak memperkenalkan seni batik diluar gampang tetapi memerlukan tembok keraton, tidak disia-siakan pemusatan pikiran, kebersihan jiwa, oleh beberapa kerabat dan abdi kesabaran, ketelitian juga dalem yang tinggal diluar keraton. ketelatenan. Oleh karenanya Kyai Ageng Henis, yang kala pekerjaan ini banyak dilakukan oleh itu sebagai salah satu petinggi puteri dilingkungan keraton. Ragam kerajaan dan pengikut Raja juga hias juga motif apalagi diharuskan menggunakan busana pewarnaannya tidak dikerjakan batik pada berbagai kesempatan, dengan asal-asalan namun termasuk acara ritual kerajaan. mengandung nilai perlambang, Beliau dengan segera menangkap pandangan hidup bahkan mantra kesempatan emas itu sebagai hal sampai permohonan. Dengan yang bisa mengembangkan potensi demikian tidaklah mengherankan berkeseniannya. Untuk keperluan jika hasilnya merupakan perpaduan tersebut, ia mengerjakan batiknya yang mengagumkan antara seni, dirumahnya di Laweyan sebagai adat, pandangan hidup dan tanah perdikannya. Pekerjaan batik kepribadian lingkungan yang yang sebelumnya dikerjakan pleh melahirkan. (Lono, 2013:25). putra-putri dan abdi dalem Tak dipungkiri lagi, seni batik dilingkungan keraton, dalam yang begitu adiluhung itu tidak lagi perkembangan selanjutnya seni tercukupi kebutuhannya jika dibuat batik kemudian diperkenalkan dan oleh putri pada lingkungan keraton. diajarkan kepada para santrinya Hal tersebut dikarenakan yang berguru kepadanya kebutuhannya semakin meningkat (FPKBL;2012:4).

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2530 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

Dalam lingkup pesantren, menghasilkan keuntungan finansial seperti biasa santri membantu segala yang luarbiasa. macam pekerjaan yang ada ditempat Kesuksesan dalam bidang gurunya. Begitu juga para santri- ekonomi ternyata memberikan santri yang berguru kepada Kyai dampak terhadap predikat yang Ageng Henis, termasuk dalam disandang. Oleh karena itu kampung urusan pekerjaan membatik. Laweyan identik dengan kampung Dengan segala dedikasi, semangat para saudagar batik. Akibatnya, dan kesabaran Kyai Henis corak kehidupan serta orientasi nilai mengajarkan pada para santrinya masyarakat Laweyan berbeda terhadap seni batik, maka akhirnya dengan masyarakat Surakarta pada semuanya itu berbuah hasil yang umumnya (Mulyono dan Sutrisno manis. Kutoyo,1980: 54). Kepandaian membatik dari para Dalam perkembangannya santrinyapun kemudian bukan Laweyan pun kemudian muncul hanya sekedar untuk membantu sebagai sebuah pusat bisnis yang pesanan dari keraton saja, karena sangat berpengaruh. Tidak hanya hasilnya bagus dan memuaskan, bagi kerajaan Mataram, tapi juga terlebih banyak masyarakat umum sampai ke luar kerajaan. Batik-batik mulai suka akan corak batik, gaya Surakarta pun secara umum daripada pakaian sehari-hari yang mulai merajai ke berbagai pelosok mereka pakai sebelumnya, maka tanah air. Diantaranya ragam hias akhirnya batik memiliki nilai jual Sawat, Slobog, Sido Mukti, Sido yang tinggi. Luhur, Ratu Ratih, Truntum, Satrio Hingga pada akhirnya para Manah, Pamiluto. Sementara untuk santri menularkan kebisaan mereka motif batik dalem kraton sendiri pada sanak saudara, kerabat dan terdapat diantaranya motif Semen keturunannya, bahkan para Rama yang dibuat pada masa PB IV tetangganya, yang menyebabkan tahun 1787 sampai tahun 1816. kebisaan membatik tidak lagi Motif Indrabrata, Bayubrata, didominasi kaum santri, setelah Agnibrata, Babon Angrem, Semen batik keluar dari dinding keraton. Sida Raja, Naga Raja, Semen Saat itulah batik mulai menjadi Candra, Semen Prabu, Parang Ku industri rumahan yang maju pesat, suma, Wirasat dan lain-lain. Dari yang dikelola secara sungguh- kesemua desain motif itu, rata-rata sungguh oleh para saudagar dan mempunyai makna filosofi yang secara profesional hingga cukup tinggi (Wawasan, Minggu 8

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2531 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

Agustus 2004). batik yang dulunya sebagai kerajian Sesuai dengan perjalanan yang tidak boleh keluar dari keraton, waktu, maka para pengusaha batik akhirnya menjadi produksi masal Laweyan ikut berproses dari yang berimbas pada industri batik di pertumbuhannya pada awal abad laweyan Surakarta. XX sampai masa kemerdekaan Indonesia, bahkan sampai sekarang. d. Perkembangan Batik Laweyan Sebagai kampung yang memiliki sebagai suatu Industri karakteristik berbeda dengan Munculnya saudagar batik di kampung lain di sekitarnya, tentu laweyan membawa dampak yang saja memiliki proses perkembangan cukup besar bagi kampung laweyan. yang berbeda dengan kampung lain Tidak hanya dalam bidang ekonomi, di sekitarnya (Mitsuo Nakamura, tapi juga dalam bidang politik. Pada 1983: 44). sebelum kemerdekaan kampung Kehidupan masyarakat di Laweyan memegang peranan yang Laweyan ini pada akhirnya menjadi sangat penting dalam perjuangan orang kaya baru, imbas dari lakunya kemerdekaan Indonesia,di Laweyan batik dipasaran. Hal ini dapat kita ini pada tahun 1911 muncul organisasi lihat dari bentuk-bentuk bangunan politik yang bernama Sarekat Dagang yang ada. Setiap rumah saudagar Islam ( SDI ) yang didirikan oleh KH. biasanya dikelilingi oleh tembok- Samanhudi,dalam bidang ekonomi tembok tinggi. Tujuannya adalah para pedagang batik di laweyan juga saat itu demi alasan keamanan. memelopori pergerakan koperasi Namun walau setiap rumah dibatasi dengan mendirikan Persatoean dengan tembok, antar rumah Peroesahaan Batik Boemiputra terdapat pintu yang Soerakarta ( PPBBS ) pada tahun 1935 menghubungkan rumah satu dengan (Mulyono dan Sutrisno Kutoyo,1980: yang lainnya sehingga silaturahmi 21). tetap terjaga. Konon di beberapa Tujuan SDI yang didirikan tahun rumah juga terdapat lorong bawah 1911, yang semula merupakan tanah dan bunker yang berfungsi perkumpulan Pedagang Bumi Putera di untuk mengungsi bila terjadi Surakarta Reksa Rumeksa adalah serangan (Soedarmono, 2006: 21) menandingi organisasi Cina di Solo Dari rentetan peristiwa yang yang menguasai bahan baku batik. menyertai perjalanan industri batik Orang Cina memasuki industri batik di Laweyan, nyatalah peran Kyai sejak pengrajin batik beralih dari bahan Ageng Henis dalam mengangkat pewarna alami ke cat kimiawi. Industri

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2532 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

batik berjaya setelah menemukan Belanda (Soedarmono, 2006 metode cap, karena hal ini :48). memungkinkan batik bisa diproduksi Pertumbuhan ekonomi lokal scara masal dalam skala besar. Industri di Laweyan menimbulkan asumsi batik sudah menuju pabrikan, tidak dasar bahwa sejak awal abad ini memusat pada industri canting di Laweyan sedang berubah dari rumahan. sistem ekonomi pasar (perdagangan Haji Samanhudi saat itu sebagai lawe), menuju pada suatu sistem pengusaha batik besar di Surakarta juga ekonomi firma. Dimana membuka cabang di dan perdagangan dan industri batik Bandung. Para pengusaha ini sering dilakukan lewat serangkaian pranata kekurangan bahan baku batik, dan sosial yang tak bersifat pribadi menduga jika para pedagang Cina yang melainkan berlaku sistem organisasi membuat ulah. Dari Organisasi Reksa dari berbagai pekerjaan yang Rumeksa inilah kemudian lahir Sarekat bertalian dengan tujuan produksi Dagang Islam (SDI), dan pada tahun dan distribusi batik (Geerts, 1973: 1912 menjadi Sarekat Islam 29). (Monografi;2014:8) Hasil wawancara dengan para Perubahan nilai kekayaan disana tokoh setempat menyatakan jika berubah sejak para pengrajin batik kawasan batik Laweyan mengalami laweyan memperoleh kebebasan kemajuan signifikan ketika memproduksi motif batik halus dengan perubahan status administratif pada menggunakan metode —cap“. tahun 1918. saat itu sebagian Setidaknya-tidaknya penemuan alat ini kawasan Laweyan masuk dalam mempengaruhi tiga proses yang wilayah administrasi kotamadya mempunyai arti sangat penting bagi Surakarta, dan Batik Laweyan pertumbuhan ekonomi lokal laweyan : mengalami masa kejayaan dimana 1. Jatuhnya batik tulis halus produk hampir seluruh penduduknya atau istana yang di kerjakan oleh para sekitar 90 persen menjadi abdi dalem kriya pengrajin batik. pengusaha batik. Menurut data, 2. Penetrasi yang lebih dalam tahun 1930-an jumlah industri batik produk batik —sandang“ dan di kota Surakarta ada 230 buah yang —tejo“ menggantikan batik klasik sebagian besarnya berada 3. Mengikatnya jumlah kain katun dikampung Laweyan (Rani sebagai barang komoditi import, Hannida:2009:6), dan hingga tahun yang memberikan keuntungan 1960-an usaha batik di kampung besar bagi pemerintah Kolonial Laweyan mengalami masa

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2533 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

kejayaan. Laweyan. Misalnya sikap hidup Kemakmuran dan kekayaan foya-foya, gila hormat dan poligami orang-orang Laweyan dicatat yang mencerminkan kondidi umum dengan baik sebagai karakteristik gaya hidup priyayi istana adalah perkampungan saudagar Jawa yang masalah yang dipandang negatif sukses. Sejarah ekonomi Laweyan dimata saudagar Laweyan antara tahun 1910 sampai tahun (Soedarmono,2006: 30) 1930 nampaknya terus menerus Mereka hidup dalam mengembangkan identitasnya ke kemandiriannya yang senantiasa di dalam golongan masyarakat kelilingi oleh kepentingan uang saudagar (De Kat Angelino, 1930). (harta) dan harga diri (persaingan). Ada satu gelar yang akhirnya Sikap entrepreneur para pengusaha disematkan pada orang-orang telah mempengaruhi sikap hidup sukses saudagar batik laweyan, yang ekonomis bagi saudagar- yakni —mbok mase“. Gelar itu saudagar Laweyan. Sehingga dalam semacam menunjukkan strata sosial, kehidupan mereka yang eksklusif, sekelas bangsawan. Bila diperoleh kesan sebagai orang yang dibandingkan dengan kategori gelar pelit, hanya mengutamakan yang ada dalam lingkungan abdi kepentingan mereka sendiri. dalem istana kerajaan, maka status Muncullah teknik printing sosial “mbok mase“ di Laweyan itu dalam industri tekstil pada tahun sejajar dengan kedudukan para abdi 1970 yang akhirnya menyebabkan dalem kriya pembatik dalam dinas kebangkrutan industri usaha batik, istana. namun dibalik itu malah Gaya hidup orang-orang memunculkan pengusaha- Laweyan adalah persepsi kekayaan pengusaha baru yang bermodal kuat. kebudayaan mereka kelihatan Teknik printing ini disinyalir menonjol menyejajarkan diri sebagai cara baru untuk dengan para abdi dalem istana itu. meningkatkan produksi batik yang Kala itu, mereka mampu mulai lesu kala itu. karena dengan membangun rumah gaya Eropa teknik ini biaya produksi lebih dengan tembok menjulang tinggi. murah dan waktu yang dibutuhkan Akan tetapi dari segi yang lain para lebih singkat, dibanding dengan saudagar Laweyan justru teknik cap atau tangan. mengkounter gaya hidup para Teknik baru ini membuat para priyayi istana itu yang dirasa tidak pengusaha batik tradisional yang cocok dengan lingkungan sosial sudah mapan, tiba-tiba gulung tikar,

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2534 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

karena mereka tidak siap dengan menjadi icon dakwah dan pintu kondisonal ini dan gagap gerbang masuknya Islam di menyiapkan planning dan Surakarta serta yang paling menarik management yang baik dan dan jarang diulas banyak peneliti profesional saat menghadapi adalah satu peran yang tidak bisa perubahan ini. Kurang dipandang sebelah mata. mempersiapkan anak keturunan Sebagai murid Sunan mereka pada medio tahun 1970- Kalijaga, Kyai Ageng Henis intens 1980, serta memanjakan mereka dan mendakwahi masyarakat, sampai berfoya-foya di sinyalir akhirnya mendirikan pesantren memperparah kebangkrutan Batik dengan Masjid Laweyan sebagai Laweyan. Pionernya dakwah Islam di Dengan lesunya usaha batik, Surakarta atas hibah bangunan pura maka tahun 2000-an wajah milik sahabatnya, Kyai Ageng kampung Laweyan terlihat ada Beluk seorang Mualaf dari tokoh perubahan dalam bentuk Hindu setempat. kawasannya. Perusahaan batik Kyai Ageng Henis dikenal tinggal 18 saja yang aktif, atau senang mengembangkan potensi hanya sekitar 20 persen dari jumlah berkeseniannya. Untuk keperluan masa jayanya. tahun 2004 berdiri memenuhi kebutuhan batik keraton forum Pengembangan Kampung itu ia mengerjakan batiknya Batik Laweyan (FPKBL), menandai dirumahnya di Laweyan sebagai kebangkitan kembali batik Laweyan tanah perdikannya. Pekerjaan batik yang sekarang berjumlah sekitar 50 yang sebelumnya dikerjakan 0leh pengusaha (Sumarno; 2013:40) putra-putri dan abdi dalem Mereka mulai berbenah, karena dilingkungan keraton, dalam akhirnya medio sekarang ini batik perkembangan selanjutnya seni mulai mempunyai tempat kembali batik kemudian diperkenalkan dan di mata masyarakat dan dunia, diajarkan kepada para santrinya akhirnya sekarang ini ada sekitar yang berguru kepadanya 170 unit. (FPKBL;2012:4). Akhirnya, Kontribusi Kyai Kepandaian membatik dari para Ageng Henis dalam bidang dakwah, santrinyapun kemudian bukan dan seni batik pada kampung hanya sekedar untuk membantu Laweyan terjawab sudah. Dari pesanan dari keraton saja, karena kampung yang kurang hasilnya bagus dan memuaskan, diperhitungkan oleh masyarakat, terlebih banyak masyarakat umum

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2535 KYAI AGENG HENIS DALAM SEJARAH INDUSTRI BATIK LAWEYAN SURAKARTA ISSN : 0215 - 3092

mulai suka akan corak batik, Studi Sejarah Sosial Ekonomi“, daripada pakaian sehari-hari yang dalam BAHASA DAN SENI, 2006, tahun 34, Nomor 2, mereka pakai sebelumnya, maka Agustus, Malang: Fakultas akhirnya batik memiliki nilai jual Sastra Universitas Negeri yang tinggi. Malang. Binarsih, Siti Rahayu, dkk, 2013, Hingga pada akhirnya para —Bisnis Internasional Bagi santri menularkan kebisaan mereka Pengusaha di Kampung Batik pada sanak saudara, kerabat dan Laweyan "Prosiding Seminar keturunannya, bahkan para Nasional 2013: Menuju Masyarakat Madani dan tetangganya, yang menyebabkan Lestari, ISBN: 978-979-98438-8-3, kebisaan membatik tidak lagi Surakarta: Program didominasi kaum santri, setelah Pascasarjana UNIBA Kuntowijoyo, 2006, Raja Priyayi dan batik keluar dari dinding keraton. Kawula, Surakarta 1900-1915, Yang pada akhirnya batik menjadi Pen Ombak, Yogyakarta suatu industri batik yang berjaya Kusumawardani, Fajar, 2001, Sejarah Perkembangan Industri Batik masa lalu, dan berkembang hingga Tradisional di Laweyan kini. Surakarta, SKRIPSI, :FIS UNNES Daftar Pustaka Putri, An Nur r Sakhaa, Hazmitha, 2011 Saudagar Laweyan Abad XX Bachri, Solichul H.A., 2003, Potensi (Peran dan Eksistensinya dalam Industri Perbatikan di membangun Perekonomian Kampung Batik Laweyan, Muslim), Surakarta:FKIP Surakarta: Universitas Islam Universitas Sebelas Maret. Batik. Baidi, Pertumbuhan Pengusaha Batik Laweyan Surakarta, Suatu

GEMA,THN XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 | 2536