PERKEMBANGAN MORFOLOGI KOTA DARI MASA KERAJAAN HINGGA AKHIR MASA KOLONIAL

Eko Punto Hendro Jurusan Sejarah Universitas Diponegoro, [email protected]

ABSTRACT ABSTRAK

This research analyze development of Cirebon Penelitian ini menguraikan perkembangan mor- morphology. Morphology of the city, it is a ex- folgi kota di Cirebon. Morfologi kota adalah sua- planation model that relationship with expres- tu model penjelasan yang berhubungan dengan sion and existence of space at the city. which can ekspresi dan eksistensi tata ruang kota. Cirebon be observed from appearance physically. Cirebon adalah suatu pemukiman yang terencana pada was a planned settlement at the early growth awal pertumbuhannya dengan konsep kota kos- with concept of the cosmic city. And then at mis. Namun demikian setelah VOC datang ke VOC period, Cirebon was called the fort city and Cirebon berangsur-angsur orientasi pusat kota as unplanned settlement. At Colonial period the Cirebon berpindah dari keraton ke pelabuhan. XIX Century, Cirebon had great harbor which Perkembangan pelabuhan Cirebon dan kota Cire- influenced to development of the city. At early bon banyak dipengaruhi oleh potensi daerah hin- the XX Century, Cirebon was called gemeente terland-nya yang luas dan subur termasuk yang which had more of autonomy with a planned ada di daerah Priangan. Pada tahun 1926 kota settlement Cirebon ditetapkan sebagai stadgemeente. Aki- batnya, pembangunan-pembangunan sarana Key Word : morphology, city, colonial prasanana kota semakin gencar, dan mulai ada pengembangan kota dengan desain perencanaan yang lebih matang

Kata kunci: morfologi, kota, kolonial

PENDAHULUAN da pola jalan yang sejajar dengan garis pantai, pola pemukiman yang erat Cirebon, sebagai sebuah kota, ten- dengan budaya lokal. tu tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi Cirebon bukanlah kota seperti Ja- melalui sebuah proses yang panjang. karta, Semarang ataupun Surabaya, Oleh karena itu sangat mungkin banyak yang tumbuh besar yang sebagian besar faktor yang mempengaruhi, dan me- bagiannya dirancang pada zaman nyebabkan Cirebon muncul sebagai ko- pemerintahan kolonial Belanda. Jauh ta dengan ciri-ciri khasnya. Secara fisik, sebelum orang-orang Belanda datang ke tampak sekali bahwa pertumbuhan Ko- , kota ini sudah ada, sebagai ta Cirebon sangat alamiah, artinya bah- pusat kerajaan Cirebon dan istana- wa kondisi lingkungan dan budaya san- istananya masih ada sampai sekarang, gat berpengaruh pada morfologi kota. yaitu Kasepuhan, Kraton Ka- Hal ini dapat dilihat misalnya pada pa- noman dan Kraton Kacirebonan. Oleh

Paramita Vol. 24 No. 1 - Januari 2014 [ISSN: 0854-0039] 17 Hlm. 17—30

Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014 karena itu sistem perencanaan kota Semua data yang telah dikumpul- yang dikembangkan oleh pemerintah kan melalui berbagai pendekatan di atas kolonial harus mengakomodasi unsur- selanjutnya akan diklasifikasikan, di- unsur lokal-tradisional tersebut, dan hal hubung-hubungkan atau diakumu- inilah yang sangat menarik untuk dia- lasikan antara data satu dengan yang mati dan diteliti. lainnya, dikaitkan dengan sumber- sumber pustaka atau sumber sekunder, METODE PENELITIAN sebagai suatu bentuk interpretasi dan Studi pustaka merupakan langkah ditulis untuk disajikan secara deskriptif yang paling awal dalam penelitian, un- sebagai laporan hasil penelitian. Seperti tuk menperoleh konsep, teori ataupun telah dijelaskan di atas tentang model data awal yang sangat diperlukan da- pendekatan masalah, hasil penelitian lam penelitian. Konsep ataupun teori ataupun penjelasan-penjelasan yang perancangan kota (urban design) misal- disajikan berfokus pada interpretasi atas nya, merupakan teori yang sangat di- makna-makna terhadap data yang perlukan dalam penelitian. Pencarian dapat dijaring. data seperti arsip, naskah dan peta-peta kuno, juga merupakan bagian dari studi pustaka. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahapan pengumpulan data yang dilakukan meliputi pengumpulan data Kota Kosmis Masa Kerajaan arkeologis (sisa peninggalan) melalui observasi dan pengukuran (bila diper- Semenjak berdirinya sebuah kera- lukan) terhadap bangunan, artefak, ton di Cirebon, yaitu keraton toponim, lingkungan, ataupun elemen Pakungwati yang didirikan oleh Sunan kota lainnya, untuk mengetahui pola Gunung Jati, maka sejak saat itu berang- tata ruang, bentuk dan karakteristik tata sur-angsur Cirebon berkembang men- ruang maupun arsitektur bangunan. jadi sebuah kota, tentu saja merupakan Wawancara juga dilakukan terhadap sebuah kota awal atau kota praindustri. tokoh-tokoh masyarakat yang menge- Apapun namanya sebuah kota, maka tahui dan memahami fenomena- kompleksitasnya cukup tinggi diban- fenomena tertentu yang diperlukan se- ding desa. Menurut Sjoberg (1960), hal bagai data, misalnya untuk mengetahui ini didorong oleh teknologi yang cukup sejarahnya, fungsi teknis, fungsi sosial maju, serta ditunjang oleh stuktur ataupun arti simbolik suatu benda atau kekuasaan yang berkembang dan ling- bangunan. kungan yang menunjang. Kekuatan Data sejarah yang berupa doku- politik yang ditunjang oleh agama dan men-dokumen (arsip-arsip surat, peta- hirarki kekuasaan yang sangat lebar pa- peta, gambar, peraturan, dan se- da kota pra industri, hal ini sangat ber- bagainya) dan berita surat kabar, kronik pengaruh terhadap perkembangan kota, atau naskah-naskah juga diperlukan se- yang kemudian kota juga menjadi ber- bagai data pendukung. Sumber-sumber bentuk hirarkhis-konsentris. tersebut diteliti secara kritis kondisi, Keraton atau istana raja yang keaslian maupun kredibilitasnya, dilengkapi dengan alun-alun dan kemudian diinterpretasikan dan dikait- bangunan suci merupakan pusat kota kan dengan sumber-sumber pustaka yang dikelilingi oleh pemukiman (sekunder), untuk disintesakan. penduduk yang cenderung juga ter- susun secara hirarkis, semakin ke pusat

18 Perkembangan Morfologi Kota Cirebon … —Eko Punto Hendro

(dekat keraton) ditempati oleh pejabat- terkenal itu. Kota pada masa ancient pejabat tinggi kerajaan, sedangkan se- world tersebut juga berada dalam kon- makin ke pinggiran kota ditempati oleh sep kosmologi, kesatuan antara pemukim yang jabatan ataupun kekuatan alam (kosmos) dan Tuhannya kedudukannya semakin rendah. dengan kehidupan manusia yang Susunan kota seperti ini memang tam- dilambangkan dalam bentuk tata ruang, pak bermuatan politis, dan di masa lam- bangunan dan bentuk-bentuk morfologi pau aspek politis ini sangat kuat kota. pengaruhnya di berbagai bidang di ko- Pada era Renaissance di Eropa, ta, termasuk bidang tata kota. kekuatan raja telah menggeser kekuatan Struktur kota kuno Cirebon seper- gereja, maka desain lingkungan mencip- ti di atas dikaitkan dengan pemikiran takan taman-taman yang dilakukan oleh Kostof (1991) kota tersebut termasuk kaum borjuis hingga skala kota dan dalam jenis cosmic city, yaitu kota yang alam seperti istana raja Louis 14 Cha- bersifat hirarkis-konsentris, dan terma- teau de Versailles. Aspek lambang, es- suk pula planned settlement atau kota tetika, kesehatan lingkungan, sustaina- yang direncanakan, walaupun tidak ber- bilitas dan monumental menjadi kesatu- bentuk geometris. Dalam sejarah an ide dalam kota taman yang perkotaan, kota-kota di masa awal per- menyatukan peradaban manusia dan tumbuhannya biasanya direncanakan alam (Soetomo, 2009: 190-217). dengan baik, yaitu sebagai suatu upaya Di Cirebon manusia untuk menata lingkungan tem- terdapat bangunan yang bernama pat tinggalnya menjadi lebih baik. Di Balekambang, yang berdiri di tengah Eropa dikenal dengan konsep garden city kolam, dan sebuah bukit yang bernama dengan pola geometris atau grid, dan di bukit Indrakila. Hal ini tentu saja mem- kawasan Asia dikenal dengan konsep pertegas adanya konsep kota yang di- cosmic city dengan pola konsentris. rencanakan (planned settlement) dengan Kota pada jaman keemasan suatu konsep cosmic city di kota Cirebon terse- masyarakat pada jaman dahulu but, yang melukiskan adanya gunung dirancang untuk menciptakan suatu sebagai pusat alam semesta dalam ben- “ideal world” dengan tatanan taman tuk mikrokosmos. Dalam kesempatan yang indah. Oleh karena itu istilah gar- ini Sultan akan menuntut rakyatnya den berasal dari kata garde of eden, yang agar mentaati konsep cosmic city secara artinya suatu taman eden (surga) yang ketat, dan rakyat sering menganggap berpagar atau dijaga. Kota-kota pertama rajanya sebagai wakil Tuhan yang harus pada jaman dahulu banyak muncul di dipatuhi semua perintahnya. wilayah tropis kering, maka untuk men- Di Indonesia konsep kota kosmis ciptakan ruang yang sejuk, sehat dan (cosmic city) ini diperkirakan sudah indah serta aman merupakan dambaan berkembang sejak masa Indonesia Hin- raja-raja. Kota Babilonia dibangun di du, namun demikian memang sangat atas bukit dikelilingi sungai yang sedikit kota-kota yang ditemukan kem- dikembangkan mengelilingi kota untuk dari periode ini, sehingga cukup fungsi keamanan, transportasi, air mi- sulit untuk melihat konsep-konsep kota num dan kesejukan. Bukit-bukit dibuat dari masa itu. Negarakertagama me- berteras yang dipenuhi taman-taman lukiskan konsep kota kosmis pada kota dalam pot karena tanahnya keras dan Majapahit yang berpusat pada keraton berbatu, maka jadilah taman gantung Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih “the hanging garden of Babylon” yang Gajah Mada bagaikan matahari dan bu-

19 Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014 lan (Pigeaud, 1960). Robert Von Heine Bukit Indrakila di dalam keraton Geldern dapat menerapkan konsep cos- Kasepuhan di Cirebon melukiskan kera- mic city di beberapa tempat di kawasan ton sebagai pusat dari cosmic city Kota Asia Tenggara yang dikaitkannya Cirebon. Keraton Kasepuhan ini dengan konsepsi kesejajaran mikro dan dibangun di antara dua sungai di Cire- makrokosmos. Perwujudan konsep cos- bon, yaitu Sungai Sipadu di depan kera- mic city pada beberapa kota dan kera- ton dan Sungai Kasunean di belakang jaan di kawasan Asia Tenggara di an- keraton. Berbagai perhitungan tentunya taranya dapat dilihat pada kota Angkor dilakukan baik yang bersifat rasional Thom di Kamboja, Sri Khsetra dan Man- maupun spiritual untuk memilih lokasi dalay di Myanmar (Burma). keraton. Pada masa perkembangan Islam Pemilihan lokasi keraton Kase- di Indonesia sekitar abad ke-15 hingga puhan di antara dua sungai merupakan abad ke-18, citra pikiran kosmis ini pilihan yang cukup strategis baik secara masih berkembang untuk melegitimasi- ekonomis maupun politik. Sungai ini kan kondisi sosial budaya masyarakat. prasarana untuk memenuhi kebutuhan Di Demak misalnya, di situs bekas pusat akan air di keraton, prasarana transpor- kerajaan Demak masih dijumpai gam- tasi air dan prasarana politik pertahan- baran cosmic city, yaitu pada Masjid an. Namun demikian sungai ini juga Agung Demak yang arsitekturnya ber- dapat dilihat secara spiritual atap tumpang dan dikelilingi parit transedental, yaitu dihubungkan (sekarang sudah hilang), serta di bagian dengan unsur-unsur kosmomagis, se- belakang situs bekas keraton Demak bagai gambaran dari lautan yang masih dijumpai toponimi balekambang. mengelilingi Gunung Meru. Semua ini menggambarkan adanya Dalam cosmic city Kota Cirebon, gunung Meru yang dikelilingi oleh laut permukiman penduduk cenderung dalam konsep kosmologi Hindu. Ada- mengelompok secara konsentris dalam pun gambaran yang lebih jelas lagi tam- klaster-klaster toponimik di Kota Cire- pak di situs bekas keraton Kartosuro, bon kuno atas dasar jabatan, etnik, juga keraton Surakarta dan keraton Yog- profesi dan agama, yang terwujud da- yakarta. Nama balekambang selalu ada di lam pola perkampungan. Tatanan seper- keraton-keraton ini, berbentuk kolam ti ini juga mencerminkan sebuah kota dengan bangunan pendopo di tengah- pra-industri sebagai berikut: (1) Klaster nya, untuk melegitimasikan keraton dan atas dasar jabatan antara lain, Keprabo- raja secara kosmis. Di keraton Yogya- nan, Kademangan, Kejaksan, Sarabau, karta di jumpai Benteng Baluwarti yang Pulasaren, Jagabayan, Ketandan, Kri- berdenah segi empat dikelilingi oleh yan, Kemangunan, Jagasatru; (2) Klaster parit yang disebut jagang. Di dalam ke- atas dasar etnik, seperti Kejawaan raton sebagai pusatnya terdapat (orang Mataram), Pecinan, Bugisan; (3) bangunan yang bernama Gedong In- Klaster atas dasar agama misalnya Kau- drakila dan Ngendrasana yang melukis- man dan Pekalipan; (4) Klaster atas da- kan bahwa keraton merupakan istana sar profesi, seperti Pajunan (gerabah), Dewa Indra, raja para dewa yang ber- Pesayangan (kuningan, emas), Pe- ada di Gunung Meru, gunung kalangan (tukang bangunan) Pagongan, yang dikelilingi oleh samudera itu Panderesan, Kolektoran dan Pekawatan; (Hendro, 2001). (5) Klaster berkenaan dengan sesuatu, Dari gambaran di atas, maka seperti Pegajahan, Perujakan, Pasu- jelaslah bahwa adanya balekambang dan ketan, Kebumen, Lemahwungkuk,

20 Perkembangan Morfologi Kota Cirebon … —Eko Punto Hendro

Gambar 1. Peta Kota Cirebon sekitar Abad ke 16-17 (Sumber : Lombard, 2005)

Peklutukan, Pegambiran, Lawanggoda. mang sering terjadi pada kota-kota pra- Kemlatenan, Pertateyan, Kedrunan, industri, dan setelah terjadinya industri- Pasindangan, Pamitran, dan Pekiringan. alisasi pada kota-kota di Indonesia, Pengelompokan atas klaster- maka institusi perkampungan tersebut klaster tersebut juga merupakan suatu berangsur-angsur hilang tinggal nama, bentuk segregasi sosial yang akan selalu sebab kebutuhan akan barang dan jasa terjadi di lingkungan sosial perkotaan telah dipenuhi oleh pabrik-pabrik dan lama. Konsep konsentris-kosmis sering industri layanan masyarakat. mewarnai bentuk segregasi sosial pada Klaster atau perkampungan terse- kota-kota lama, maka hierarki sosial but di atas mencerminkan suatu tatanan akan tampak jelas, yaitu raja dan ista- simbolis-struktural, namun juga bersifat nanya akan cenderung menjadi pusat fungsional untuk mendukung ke- pada struktur kota, dikitari oleh pem- hidupan kota. Di sini tampak aspek ukiman para pejabat di bawahnya dan struktural dan fungsional dalam proses- penduduk lainnya yang semakin jauh proses sosial masyarakat kota Cirebon lokasinya akan semakin rendah pada masa itu. Aspek struktural tampak kedudukannya dalam hirarki sosial ter- pada kecenderungan tatanan kota bersi- sebut. Adanya pengelompokan sosial fat konsentris, sedangkan aspek dalam institusi perkampungan di kota- fungsionalnya tampak pada masing- kota kuno ini, khususnya bagi para masing elemen kota khususnya perkam- pengrajin, kelompok etnik ataupun pungan-perkampungan tersebut ber- pemegang profesi, agar mereka dapat peran dalam memenuhi segala kebu- lebih intens dalam berinteraksi dan tuhan kota, baik yang bernuansa sosial, berkomunikasi antar anggota kelompok ekonomi, politik maupun budaya. Oleh untuk memproduksi dan memenuhi karena itu, terciptanya klaster-klaster kebutuhan barang dan jasa di kota yang perkampungan di kota itu secara cukup tinggi. Keadaan seperti ini me-

21 Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014

Gambar 2 Lokasi Benteng De Beschertmigh dan pusat kegiatan VOC di tepi muara Kali Sukalila Cirebon awal abad ke-18. Sumber: Atlas of Mutual Heritage koleksi Universiteit Bibliotheek Leiden ekonomis untuk efektifitas pemenuhan 1931: 9). kebutuhan barang dan jasa di kota. Seiring dengan semakin memudarnya pengaruh politik keraton terhadap rakyatnya sebagai akibat dari Kota Benteng Masa VOC tekanan politik sejak pemerintah VOC hingga pemerintah kolonial Belanda, Pada akhir abad ke-17 VOC mem- maka berangsur-angsur pula terjadi per- bangun benteng di kawasan pelabuhan ubahan di Kota Cirebon dari planned Cirebon yang diberi nama De Besch- settlement yang berbentuk cosmic city ke ertmigh. Sebagaimana di kota-kota arah unplanned settlement. Hal ini terjadi pelabuhan lainnya pada periode ini, seiring dengan bergesernya kekuasaan pusat aktivitas orang-orang Belanda di politik di Kota Cirebon, juga karena Cirebon berada dalam benteng tersebut. VOC tidak membuat perencanaan atas Hingga pertengahan abad ke-19 di da- kota Cirebon dengan baik, sehingga ko- lam benteng ini Residen Cirebon, ta ini berkembang tidak terencana dan sekretaris dan para pegawai lainnya, terjadi perubahan struktur kota mengi- para perwira dan prajurit Belanda ber- kuti pergerakan arah kegiatan ekonomi tempat tinggal, sebelum mereka dan perdagangan yang dikembangkan kemudian terpaksa harus tinggal di luar oleh VOC pada waktu itu. Dalam kondi- benteng karena benteng terbakar pada si seperti ini diperkirakan berangsur- tahun 1835. Di dekat benteng yang angsur orientasi pusat kota Cirebon ber- dikelilingi parit dan dilengkapi dengan pindah dari keraton ke kawasan kanon ini didirikan gudang dan penjara pelabuhan sebagai pusat kegiatan (Gedenkboek der Gemeente Cheribon 1906-

22 Perkembangan Morfologi Kota Cirebon … —Eko Punto Hendro

perdagangan (ekspor-impor) yang Pada tahun 1793 hanya ada tujuh dikembangkan oleh VOC. penduduk Belanda di pusat kota Cire- Muara Kali Baru atau Kali Sukalila bon, serta kurang lebih 100 pegawai dan ini sejak lama sudah digunakan oleh tentara Belanda yang semuanya ada di VOC sebagai pelabuhan ekspor seperti dalam benteng (Gedenkboek der Gemeente tampak pada gambar di atas, dan Cheribon 1906-1931: 24). kemudian semakin membesar menjadi Dari peta di atas dapat diprediksi pelabuhan ekspor dan impor sejak adanya perubahan pusat orientasi kota jaman kolonial pertengahan abad ke-19 dari kawasan keraton-keraton ke kawas- hingga abad ke-20. Demikian pula an benteng VOC yang dimulai sejak gudang-gudang semakin banyak abad ke-18, sebab di samping sebagai dibangun di kawasan pelabuhan, teruta- pusat kegiatan politik dan militer, di ma di bekas lokasi benteng VOC yang sekitar benteng juga dibangun gudang- terbakar, dan akhirnya pelabuhan ini gudang untuk kegiatan perdagangan. menjadi pusat perekonomian kota. Dari peta awal abad ke-18 tersebut tam- Munculnya pusat perdagangan pak sungai masih memegang peran se- baru di sekitar pelabuhan Cirebon di bagai prasarana transportasi kota dan dekat benteng De Beschertmigh, maka jalan-jalan kota juga sudah mulai tam- kota Cirebon lama yang berpusat di ker- pak sebagai prasarana transportasi kota. aton semakin jauh dari aktivitas Dari peta tersebut juga tampak bahwa ekonomi perdagangan yang mulai pola grid dan radial sebenarnya juga bergeser ke arah daerah pelabuhan tem- sudah mulai muncul di Kota Cirebon pat VOC memusatkan aktivitasnya. sejak awal abad ke-18. Selama kondisi Demikian, pula karena faktor sanitasi di dan kontur kawasan memungkinkan, kota yang dipandang kurang sehat, pola ini sebenarnya memang sangat ala- maka orang-orang Belanda enggan ber- miah, sebab ruas-ruas jalan menjadi tempat tinggal menetap di luar benteng. pendek memudahkan dan efisien untuk mobilitas. Saat itu peran benteng sangat penting, tentu saja kemudian menjadi landmark kota pada saat itu. Di Eropa pada tahun 500-600 masehi perancangan sistem kisi sudah meluas, dan bentuk ini sering dikenal dengan “bastides cities” (kota benteng). Bagian-bagian kotanya dibagi sedemikian rupa menjadi blok-blok segi empat dengan jalan-jalan yang pararel longitudinal dan transversal memben- tuk sudut siku-siku (Yunus, 2000: 150). Di kota Cirebon pada akhir abad ke-17 VOC sudah membuat blok-blok segi empat untuk berbagai fungsi kawasan serta jalan-jalan yang membentuk pola grid a la kota benteng di Eropa, yang Gambar 3. Peta Kota Cirebon awal abad tentu saja akan merubah pola cosmic city ke-18 (Sumber: Atlas of Mutual Heritage yang sudah ada sebelumnya yang ber- koleksi Universiteit Bibliotheek Leiden.) pusat di keraton Kasepuhan dan Ka- noman.

23 Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014

Kota Kolonial Abad Ke-19 dan rel kereta api merupakan wujud pembangunan sarana transportasi un- Modernisasi khususnya terhadap tuk mengangkut barang-barang ekspor kota-kota di Indonesia sangat di- utamanya antar kota ataupun dari pengaruhi oleh kedatangan orang-orang pedalaman ke suatu pelabuhan, di asing Eropa ke Indonesia di masa lam- samping sarana transportasi sungai pau, di awali dengan kedatangan VOC yang tetap berperan aktif. yang membawa kebudayaan modern Dengan berkembangnya sistem hingga jaman pemerintah kolonial Be- transportasi massal, maka jarak tidak landa. Secara konseptual, modernisasi lagi menjadi masalah untuk pendistri- berkaitan dengan revolusi industri di busian barang, dan justru kelimpahan Eropa, yaitu terjadinya industrialisasi barang harus cepat didistribusikan. terhadap perekonomian di Eropa Barat. Masyarakat juga tampak membangun Dampak dari revolusi industri adalah perkantoran maupun rumahnya di kelimpahan barang dan jasa yang pinggir jalan raya dari pusat ke luar ko- kemudian mendorong munculnya ta sebagaimana halnya kompleks per- kegiatan perdagangan dan pasar bebas mukiman maupun perkantoran yang di Eropa. Kegiatan perdagangan antar terdapat di sekitar jalan raya dari Cire- negara dan antar benua juga menjadi bon menunju ke Indramayu. Bahkan semakin intensif, dan dampak beri- pada tahun 1835 Belanda sendiri mulai kutnya adalah eksploitasi lingkungan mempelopori pembangunan pe- dan tenaga kerja. Kegiatan tanam paksa rumahan yang terletak di desa Tangkil yang muncul pada awal abad ke-19 di di pinggir utara kota Cirebon. Pada kawasan hinterland Cirebon, adalah se- waktu itu perkembangan Kota Cirebon buah model dari eksploitasi lingkungan sudah tidak mengarah ke keraton, tetapi dan tenaga kerja itu. mengarah ke pelabuhan dan ke utara Adapun dampak dari melim- atau ke arah Indramayu (Gedenkboek der pahnya barang dan jasa di era industri- Gemeente Cheribon 1906-1931: 51). alisasi ini adalah penyediaan sarana dan Dari zaman kerajaan, infrastruktur prasarana transportasi baik di darat jalan di Cirebon yang utama adalah dari maupun di laut, untuk menyalurkan daerah pedalaman ke kota, sebab infra- barang-barang dan jasa tersebut. struktur jalan merupakan jalur suplai Berkembangnya sarana-prasarana trans- dari daerah hinterland ke kota dan portasi di Cirebon sejak awal abad ke-19 pelabuhan. Sungai memang merupakan untuk menunjang kegiatan jalur utama sistem transportasi, namun perdagangan dan industralisasi, hal ini sungai tidak dapat menjangkau seluruh telah mendorong berkembangnya Cire- daerah pedalaman yang potensial, maka bon sebagai kota modern. Oleh karena dibuatlah jalan darat dari pedalaman itu, sejalan dengan adanya modernisasi hingga ke pelabuhan. Hingga jaman kota Cirebon, maka berangsur-angsur VOC berkuasa atas Kota Cirebon, maka peran perkampungan sebagai tempat- jalur-jalur jalan utama di kota ini masih tempat pemukiman penduduk kota kian mengarah ke pedalaman, sebab fungsi menyurut, dan sebalik-nya elemen jalan utama infrastruktur jalan adalah untuk (raya) menjadi semakin penting peranan menyalurkan hasil-hasil perkebunan dan kedudukannya di kota. Modernisasi dari pedalaman (hinterland) untuk di- yang dijalankan oleh pemerintah koloni- ekspor melalui pelabuhan. Pada saat itu, al sangat kuat pengaruhnya terhadap karena kasultanan Cirebon masih me- perkembangan transportasi. Jalan raya megang penuh kontrol pemerintahan,

24 Perkembangan Morfologi Kota Cirebon … —Eko Punto Hendro maka pola pemukiman penduduk juga pengaruhnya terhadap perkembangan masih mengikuti pola lama yang ber- kota-kota. Dengan adanya jalan Daen- pusat secara konsentris ke keraton. dels, maka perkembangan kota tidak Setelah VOC menyerahkan lagi hanya bertumpu pada kawasan hin- kekuasaannya kepada pemerintah ko- terland-nya saja, tetapi juga didorong lonial Belanda pada akhir abad ke-18, oleh adanya jaringan dengan kota-kota maka kekuasaan asing bertambah kuat lainnya. di Kota Cirebon. Sejak Daendels Bersamaan dengan bergesernya berkuasa sebagai Gubernur Jenderal pa- pusat perkembangan kota Cirebon dari da awal abad ke-19, kota-kota di Jawa pinggiran, yaitu komplek benteng, mulai berubah sebagai titik-titik simpul menuju pedalaman khususnya kantor jaringan transportasi dan komunikasi residen dan kemudian fungsi benteng yang sangat efektif untuk kepentingan itu juga semakin berkurang. Potensinya militer dan ekonomi. Dibangunnya jalan sebagai kekuatan militer mulai raya oleh Daendels yang dikenal se- menurun seiring dengan bergesernya bagai Grote Postweg dari Anyer ke strategi pertahanan dari pertahanan Panarukan sepanjang tidak kurang dari maritim ke pertahanan teritorial. 1000 kilometer, merupakan salah satu Setelah perang Daendels berkuasa infrastruktur penting perkembangan di Hindia Belanda, sistem pertahanan kota-kota modern di Jawa. Karena jalan kolonial tidak lagi terpusat di benteng- Daendels ini ada yang menyusur pantai benteng tetapi bergeser di barak-barak utara Jawa, maka kota-kota di pesisir militer. Sistem ini dianggap lebih efektif utara Jawa terhubung semakin intensif, untuk melakukan ekspedisi militer ter- dan tentu saja juga sangat signifikan hadap raja-raja pribumi yang tidak

Gambar 4. Jaringan Jalur Laut P. Jawa Abad ke 17-18 (atas) dan Jaringan jalan Grote Post Weg Daendels dari Anyer sampai ke Panarukan 1811 (Sumber: Lombard, 2005: 136) 25 Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014 patuh terhadap pemerintah kolonial. tai. Sampai sekarang pola grid (grid pat- Hal ini disebabkan oleh strategi ofensif tren) masih terlihat di kota Cirebon, wa- yang diterapkan pemerintah Belanda laupun pada awal kemunculannya di daripada strategi defensif seperti yang masa lampau tidak melalui proses digunakan oleh raja-raja pribumi. perencanaan dengan baik. Dengan strategi ofensif pasukan lapang- Walaupun jalur jalan tumbuh an, fungsi benteng VOC yang masih dengan baik hingga membentuk grid berdiri hingga awal abad ke-19 semakin pattern namun pada pertengahan abad berkurang. ke-19 diberitakan bahwa kota Cirebon Hingga akhir abad ke-19 hampir merupakan kota yang kotor dan berbau. semua kota-kota di Jawa sudah dihu- Pada saat itu orang-orang asing bungkan oleh jaringan lalu lintas kereta (Belanda) lebih suka tinggal di kawasan api dan jalan raya. Pelabuhan- pelabuhan, karena kota Cirebon tidak pelabuhan yang ada di kota-kota pantai sehat untuk ditinggali. Walaupun pada pulau Jawa merupakan ujung jaringan masa itu ada pula bangunan-bangunan transportasi baik kereta api maupun kolonial yang didirikan, termasuk kan- jalan raya, sebab pada dasarnya produk- tor residen, namun kondisi kota tetap produk perkebunan yang dikelola oleh belum tertata dengan baik. Baru pada orang-orang Belanda tersebut akhir abad ke-19 mulai dilakukan pem- disalurkan untuk diekspor terutama ke benahan dan penataan kota secara lebih negeri Belanda melalui pelabuhan- baik, dan pada awal abad ke-20 seiring pelabuhan. Dengan hadirnya dengan berubahnya status kota Cirebon pelabuhan-pelabuhan besar di kota, menjadi kota praja (gemeente) maka maka kemudian jaringan komunikasi dibuat perencanaan kota secara lebih dan transportasi kota tidak hanya professional oleh para arsitek perencana dengan desa dan kota-kota lainnya, teta- kota. pi juga antar negara, dan kota itu sendiri Adanya permasalahan sanitasi, akan berkembang pesat menjadi kota kebersihan, sampah, wabah penyakit modern (Wiryomartono, 1995: 142-145). dan drainase di kota Cirebon pada akhir Selama politik culturstelsel (tanam abad ke-19, akhirnya juga mendorong paksa) dijalankan oleh pemerintah ko- upaya-upaya awal penataan kota yang lonial Belanda antara tahun 1830-1870, dilakukan oleh pemerintah kolonial pelabuhan Cirebon memang berkem- Belan-da untuk mengatasi persoalan- bang pesat, sebab hampir semua hasil persoalan kota tersebut. Pembangunan perkebunan di daerah hinterland Cire- saluran kali Bacin, sungai Sipadu dan bon yang cukup bagus, diekspor me- sungai Silayar pada akhir abad ke-19, lalui pelabuhan Cirebon. Oleh karena adalah untuk mengatasi adanya rawa- itu pula diperkirakan dengan sendirinya rawa, genangan air dan banjir di kota terbentuklah jalur transportasi jalan un- Cirebon. tuk menyalurkan hasil perkebunan dari kawasan hinterland di pedalaman ke ka- wasan pelabuhan Cirebon yang memo- Kota Praja (Gemeente) tong kawasan perkotaan. Sebelumnya jalan Daendels sudah dibangun sebagai Pembangunan saluran air ini ter- jalur militer yang menyusur kawasan nyata berlanjut hingga awal abad ke-20 pantai kota Cirebon, maka terjadilah dan hal ini sangat wajar karena kota ini perpotongan jalan dari pedalaman termasuk kota pantai yang landai, se- dengan jalur jalan yang menyusur pan- hingga memerlukan penataan saluran

26 Perkembangan Morfologi Kota Cirebon … —Eko Punto Hendro air (drainase) yang baik, utamanya un- Pada abad ke-19 para pedagang pribumi tuk mencegah banjir dan menanggulan- masih menguasai pasar, tetapi lambat gi genangan air kotor yang erat kai- laun sejak awal abad ke-20 pasar tannya dengan aspek sanitasi dan dikuasai oleh para pedagang Cina. Pada kebersihan kota. Dengan adanya pena- tahun 1930 para pedagang Cina di Cire- taan saluran air (air bersih maupun air bon telah menguasai perdagangan ka- kotor) berangsur-angsur kota menjadi cang tanah, bawang merah dan , bersih, dan akhirnya orang-orang asing yang semula dikuasai oleh pedagang (Eropa) yang semula bermukim di ka- pribumi (Sulistiyono, 1994: 163). Hal ini wasan pelabuhan mau pindah ke kota. semua tentu saja telah mendorong tum- Sejak saat itu pula berangsur-angsur buh kembangnya kota Cirebon manjadi kota Cirebon tumbuh menjadi kota be- kota modern, yang didukung oleh sar, dan pada tahun 1906 ditetapkan kegiatan perdagangan serta tumbuhnya menjadi gemeente, yaitu kota praja atau industri jasa dan barang. kota otonom. Dengan status yang baru Seiring dengan tumbuhnya kota ini kota Cirebon semakin berupaya ber- Cirebon menjadi kota modern dimulai benah diri, antara lain terhadap masalah sejak awal abad ke-20, industri trans- sanitasi, kebersihan kota dan pembe- portasi dan berbagai kegiatan layanan rantasan wabah penyakit. Sejak akhir publik juga tumbuh dengan pesatnya. abad ke-19 hingga awal abad ke-20 ge- Pada saat itu semua kota di pulau Jawa dung-gedung besar berciri kolonial sudah terhubung dengan jalan raya dan milik pemerintah maupun swasta ber- rel kereta api, dan kota Cirebon dengan munculan di kota Cirebon, yang menun- pelabuhannya pada saat itu termasuk jukkan Cirebon tumbuh menjadi kota kota besar yang turut mendorong per- besar modern dengan ciri keeropaan- tumbuhan kota-kota lainnya di pulau nya. Jawa. Sekolah-sekolah dan rumah sakit Pembangunan besar–besaran umum juga dibangun di kota ini, terma- pelabuhan Cirebon dilaksanakan pada suk pula lermbaga pemasyarakatan, tahun 1919 bersamaan waktunya yang semuanya merupakan fasilitas- dengan meningkatnya nilai ekspor dan fasilitas kota modern. impor baik untuk pelabuhan Cirebon Pada tahun 1926 kota Cirebon sendiri maupun pelabuhan–pelabuhan ditetapkan sebagai stadgemeente, yang lainnya. Sejak dicanangkannya artinya kota besar dengan otonomi yang pelabuhan Cirebon menjadi pelabuhan lebih luas. Pada masa itu tentu saja pem- ekspor dan impor pada pertengahan bangunan-pembangunan sarana abad ke-19, sampai awal abad ke-20 prasanana kota semakin baik, dan yang banyak perusahaan-perusahaan dagang cukup penting adalah adanya pengem- dan jasa yang berdiri di kota Cirebon. Di bangan kota dengan disain perencanaan samping itu pemerintah Gemeente Cheri- yang lebih matang, yang ditangani oleh bon juga mengelola 10 pasar, antara lain arsitek/planolog profesional. Seorang pasar Kanoman, pasar Kasepuhan, arsitek yang diangkat sebagai penasehat pasar Balong, pasar Kejaksan, pasar Pe- perencanaan atas kota Cirebon pada kiringan, pasar Pagi, pasar Talang, pasar waktu itu adalah Herman Thomas ikan Kesambi, pasar Kanggraksan, dan Karsten. Dia adalah seorang arsitek/ pasar Lawanggada. Di pasar-pasar planolog yang diangkat oleh inilah ada pedagang grosir (wholesaler), pemerintah kolonial Belanda untuk pedagang perantara (large-scale trader), membuat perencanaan kota-kota di In- dan pedagang kecil (peddler dan vendor). donesia (Hindia Belanda) pada waktu

27 Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014 itu, termasuk kota Cirebon. keruangan kenampakan kota (Zaidulfar, Di kota Cirebon, sungai dan alun- 2002 : 21; Yunus, 2000: 130-132). alun tetap dipertahankan di tengah kota Perkembangan kota Cirebon dapat sebagai ruang publik, dipadukan dimasukkan ke dalam bentuk linear ber- dengan jalan raya yang sudah ada di- simpul multi, walaupun di masa kera- perlebar. Di samping itu pemukiman jaan mungkin berbentuk konsentris ber- eksklusif yang memisahkan penduduk simpul multi atau konsentris terserak. atas dasar kelompok etnik (ras) tidak Potensialnya daerah hinterland Cirebon ada lagi, tetapi pemukiman penduduk dan banyaknya sungai yang mengalir dikelompokkan atas dasar kelas (status dari daerah pedalaman telah menarik sosial) ekonomi. Pada sekitar tahun 1930 perkembangan kota Cirebon di masa -an, Karsten juga merancang kompleks awal memanjang ke arah daerah peda- perumahan kota taman modern (modern laman. Namun perkembangannya pada garden city) yang dipadukan dengan masa kemudian, seiring dengan mun- perkampungan di belakang Pasar Pagi culnya jalan-jalan raya dari kota-kota Cirebon seperti di kompleks perumahan lain, maka kota Cirebon juga tertarik Candi Baru Semarang. memanjang linear dengan jalan-jalan Morfologi sebagai suatu pendekat- tersebut, maka sungai dan jalan raya an berkaitan langsung dengan ekspresi telah membentuk kota Cirebon seperti ruang kota, yang diamati dari penampi- di gambar 5. lan kota secara fisik. Eksprersi keru- Peta-peta di bawah merupakan angan kota dapat digolongkan menjadi peta perkiraan ekspresi perkembangan empat macam kenampakan utama dan kota Cirebon dari masa awal kemuncu- enam kenampakan kombinasi, yaitu lannya hingga akhir masa kolonial. Di bentuk konsentris (uni nodal concentric), masa awal (stadium 1) sungai dan jalan bentuk simpul multi (constellstion multy), dari pedalaman ke kawasan pantai me- bentuk memanjang (linear), bentuk megang peranan penting hingga masa terserak (dispersed), bentuk konsentris VOC akhir abad ke-18 (stadium 2). bersimpul multi, bentuk konsentris me- manjang, bentuk konsentris terserak, bentuk memanjang bersimpul multi, bentuk bersimpul multi terserak, dan bentuk linear terserak. Hal ini sebagian terjadi melalui proses tertentu yang di- pengaruhi oleh faktor fisik dan nonfisik. Faktor fisik berkaitan dengan keadaan topografi, geomorfologi, perairan, dan tanah. Faktor nonfisik antara lain berkaitan dengan penduduk kota, yaitu jumlahnya, kegiatannya (politik, ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi), tingkat urbanisasi, perencanaan tata ru- ang, zoning dan peraturan pemerintah. Selain itu, sirkulasi sarana trans-portasi, pusat-pusat perrtumbuhan dengan fungsi khusus (industri dan perumah- Gambar 5. Peta-peta Prakiraan Perkem- an) mempunyai peranan yang besar pu- bangan Kota Cirebon la dalam membentuk variasi ekspresi

28 Perkembangan Morfologi Kota Cirebon … —Eko Punto Hendro

Kemudian pada awal abad ke-19 kolonial Belanda untuk mengatasi per- dibangun jalan Daendels yang me- soalan-persoalan kota tersebut. Pada nyusur pantai berpotongan dengan tahun 1926 kota Cirebon ditetapkan se- jalan dan sungai dari pedalaman bagai stadgemeente, yang artinya kota (stadium 3). Sejak saat itu pula baik jalur besar dengan otonomi yang lebih luas. dari pedalaman maupun yang me- Pada masa itu pembangunan- nyusur pantai kuat sekali pengaruhnya pembangunan sarana prasanana kota terhadap perkembangan kota (stadium semakin gencar, dan yang cukup pent- 4), dan proses ini juga telah memperte- ing adalah adanya pengembangan kota gas pola grid pada jalan-jalan yang dengan disain perencanaan yang lebih berkembang di kota. Kalau dari ekspresi matang, yang ditangani oleh arsitek/ keruangan bentuk perkembangan kota planolog profesional. Cirebon termasuk jenis linear bersimpul multi. Pusat-pusat simpulnya seperti keraton-keraton, benteng, rumah bupati DAFTAR PUSTAKA dan rumah-rumah pejabat Belanda, yang dikitari oleh kawasan perkampun- Abdurahman, Paramita R. 1982. Cerbon. Ja- gan penduduk kota. karta: Yayasan Mitra Budaya dan Si- nar Harapan. Hadinoto. 1996. Perkembangan Kota dan Arsi-

tektur Kolonial Belanda di Surabaya 1870 SIMPULAN -1940. : LPM Universitas Kristen PETRA Surabaya dan Pen- Pada masa awal pertumbuhannya erbit Andi. kota Cirebon berbentuk kota kosmis Koztof, Spiro. 1991. The City Shape. London : (cosmis city), yaitu suatu kota yang Thames Hudson Ltd. disusun secara konsentris. Pusatnya Lynch, Kevin. 1990. City Sense City Design. adalah istana raja atau keraton London : MIT Press. (Kasepuhan), masjid dan alun-alun yang Nas, Peter J.M. 1995. “The Image of Den dikelilingi oleh perkampungan Pasar: About Urban Symbolism be- penduduk secara berkelompok (klaster) tween Tradition and Tourism”, dalam Peter J.M. Nas (ed). Issues in Urban menurut jabatan, profesi, etnik dan aga- Development: Case Studies From Indone- ma. Namun demikian setelah VOC da- sia. Leiden: CNWS. tang ke Cirebon, maka dengan Rapoport. 1977. Human Aspect of Urban Form. kekuatannya berhasil merebut Oxford : Perganon Press. hegemoni politik kota Cirebon, sehing- Sidiq, Sharon. 1977. Relics of the Past? A Soci- ga berangsur-angsur orientasi pusat ko- ological Study of the Sultanates of Cire- ta Cirebon juga berpindah dari keraton bon, West . ke pelabuhan, sebab VOC membangun Sjoberg, Gideon. 1960. The Pre-industrial City: benteng dan pusat kegiatan Past and Present. New York-London: The Free Press perdagangan di kawasan pelabuhan Tjahjono, Gunawan. 1989. “Cosmos, Center Cirebon. Perkembangan kota dan and Duality in Javanese Architecture pelabuhan Cirebon yang pesat pada Tradition: The Symbolic Dimension of akhir abad ke-19 telah menyebabkan House Shape in Kota Gede and Sur- munculnya masalah sanitasi, kebersi- roundings”. Dissertation. Doctor of han, sampah, wabah penyakit dan Philosophy in Architecture in The drainase di kota Cirebon, yang akhirnya Graduate Division of The University mendorong upaya-upaya awal penataan of California at Berkeley. kota yang dilakukan oleh pemerintah Tjandrasasmita, Uka. 1985. “Kota Pem- ukiman Masa Pertumbuhan Kerajaan-

29 Paramita Vol. 24, No. 1 - Januari 2014

kerajaan Pengaruh Islam di Indonesia Bandar Jalur Sutra. : Dep. Pen- (Penerapan Arkeologi dan Konsep- didikan & Kebudayaan. konsep Ilmu Sosial)”. Proceeding Per- Wiryomartono, A Bagoes P. 1995. Seni temuan Ilmiah Arkeologi III, Jakarta Bangunan dan Seni Binakota di Indone- Puslit Arkenas, hlm. 760 – 775. sia: Kajian Mengenai Konsep, Struktur Trisulistiyono, Singgih. 1996, “Dari Lemah- dan Elemen Fisik Kota sejak Peradaban wungkuk hingga Cheribon : Pasang Hindu-Buddha, Islam hingga Sekarang. Surut Perkembangan Kota Cirebon Jakarta : Gramedia. Sampai Awal Abad XX”. Kumpulan Makalah Diskusi Ilmiah, Cirebon Sebagai

30