Volume 19 Nomor 2 November 2014 ISSN 0853-9030

Hubungan Perdagangan Antara Pantai Timur Sumatera Selatan Dengan Dunia Luar Budi Wiyana

Analisis Teknologi Laboratoris Tembikar Dari Situs Air Sugihan, Sektor Nusakarta, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan M. Fadhlan S. Intan

Situs Gua Batu Napal Licin Sigit Eko Prasetyo

Sebaran Tinggalan Megalitik di Situs Pagerdewa Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Sondang M.Siregar

Perubahan Gaya Arsitektur pada Rumah Tinggal di Situs Almunawar, Palembang Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Arkeologi Aryandini Novita

Situs Waduk Pacal Titet Fauzi Rachmawan

November ISSN Vol. 19 No. 2 Hal. 78-154 2014 0853-9030 ISSN 0853-9030 Volume 19 Nomor 2 November 2014

Jurnal Arkeologi

Pimpinan Redaksi Retno Purwanti

Dewan Redaksi Budi Wiyana (Arkeologi) Tri Marhaeni S. B. (Arkeologi) Kristantina Indriastuti (Arkeologi) Sondang Martini Siregar (Arkeologi) Sigit Eko Prasetyo (Arkeologi) Wahyu Rizky Andhifani(Arkeologi) Ade Oka Hendrata(Arkeologi) Muhamad Nofri Fahrozi (Antropologi) Dewi Patriana (Geografi)

Mitra Bestari Anggraeni (Arkeologi) Amilda Sani (Antropologi) Kresno Yulianto (Arkeologi ) Ninie Susanti (Arkeologi

Alamat Redaksi Balai Arkeologi Palembang, Jl. Kancil Putih, Lr Rusa, Demang Lebar Daun – Palembang, 30137. Telp: 0711-445247 Fax: 0711-445246, e-mail: [email protected]. Website: www.arkeologi.palembang.go.id

PENGANTAR REDAKSI

Jurnal Arkeologi Siddhayatra Volume 9 Nomor 2 November 2014 kembali menyajikan enam makalah kajian arkeologi, yang meliputi kajian maritim, permukiman, dan arsitektur. Kajian yang dilakukan oleh para penulis kali ini ada yang menggunakan pendekatan ilmu sosial dan ilmu pengetahun alam.

Adapun keenam tulisan tersebut adalah: Tulisan dengan judul “Hubungan Perdagangan Antara Pantai Timur Sumatera Selatan Dengan Dunia Luar” ditulis oleh Budi Wiyana, yang menguraikan tentang hubungan dagang kawasan pantai timur Sumatera Selatan dengan dunia luar sejak milenium pertama masehi berdasarkan bukti-bukti arkeologi. Temuan arkeologi berupa komoditi dagang dan alat transportasi air berupa perahu/kapal.

M. Fadlan S Intan memaparkan artikel dengan judul “Analisis Teknologi Laboratoris Tembikar Dari Situs Air Sugihan, Sektor Nusakarta, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan”. Artikel ini mengulas tentang hasil analisis teknologi laboratoris terhadap temuan tembikar sehingga dapat diketahui fungsinya, yaitu untuk menampung air, mengolah makanan, penyajian makanan dan minuman, selain itu juga untuk keperluan penyimpanan atau membawa bahan makanan, termasuk di dalamnya fungsi untuk menyimpan abu jenazah, tulang-tulang manusia maupun mayat.

“Situs Gua Batu Napal Licin” hasil penelitian di daerah Napal Licin merupakan hasil karya Sigit Eko Prasetyo yang mengulas tentang aktifitas manusia yang pernah dilakukan di dalam gua berdasarkan temuan alat-alat batu berupa serpih batu dari bahan rijang dan obsidian.

Aktifitas permukiman dalam bentuk perkampungan di Situs Pagerdewa berada di Desa Pagerdewa, Kecamatan Warkuk Selatan, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan yang ditandai deengan adanya temuan dolmen, batu datar, lesung batu, bilik batu dan punden berundak dipaparkan oleh Sondang M. Siregar. Selanjutnya dikemukakan, bahwa perkampungan tersebut awalnya berada di atas bukit, yang kemudian berpindah ke dataran rendah. Hasil kajian tentang permukiman ini mengambil judul “Sebaran Tinggalan Megalitik di Situs Pagerdewa Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan”.

”Perubahan Gaya Arsitektur pada Rumah Tinggal di Situs Almunawar, Palembang Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Arkeologi’ merupakan judul artikel yang ditulis oleh Aryandini Novita. Tulisan ini mengulas tentang perubahan bentuk arsitektur rumah kelompok etnis Arab di Situs Almunawar yang awalnya berupa rumah yang didirikan di atas tiang menjadi rumah yang didirikan tidak menggunakan tiang. Perubahan pada masyarakat kelompok etnis Arab di Situs Almunawar tidak sekedar terjadi pada penerapan gaya arsitektur bangunan rumah tinggal saja, tetapi juga pada cara hidup masyarakat tersebut yang awalnya mencirikan kehidupan di tepi sungai beralih ke kehidupan di ‘daratan’. Tulisan keenam ditulis oleh Titet Fauzi Rachmawan dengan judul “Situs Waduk Pacal”, yang membahas tentang tinggalan arkeologi masa kolonial yang masih terbilang langka diangkat sebagai karya tulis, yaitu waduk

i

.Daftar Isi

Pengantar Redaksi……………………………………………………………………………….i

Daftar Isi………………………………………………………………………………………….ii

Daftar Abstrak…………………………………………………………………………………..iii

Hubungan Perdagangan Antara Pantai Timur Sumatera Selatan Dengan Dunia Luar ……………………………………………………78 Budi Wiyana

Analisis Teknologi Laboratoris Tembikar Dari Situs Air Sugihan, Sektor Nusakarta, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan……………………………………………………………………..92 M. Fadhlan S. Intan

Situs Gua Batu Napal Licin …………………………………………………………………102 Sigit Eko Prasetyo

Sebaran Tinggalan Megalitik di Situs Pagerdewa Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan ...... 120 Sondang M.Siregar

Perubahan Gaya Arsitektur pada Rumah Tinggal di Situs Almunawar, Palembang Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Arkeologi …………………………………………………………………..132 Aryandini Novita

Situs Waduk Pacal ……………………………………………………………………………141 Titet Fauzi Rachmawan

ii

Jurnal Siddhayatra

Volume 19 Nomor 2 Nov 2014 ISSN 0853-9030 930.1 Wiyana, Budi Balai Arkeologi Palembang Hubungan Perdagangan

Antara Pantai Timur Sumatera Selatan Dengan Dunia Luar Jurnal Siddhayatra, 19 (2) 2014: 78 - 91

Kawasan pantai timur Sumatera Selatan sejak milenium pertama masehi telah mengadakan hubungan dagang dengan dunia luar. Hal itu ditandai dengan ditemukannya bukti-bukti arkeologi di kawasan tersebut berupa komoditi dagang dan alat transportasi air berupa perahu/kapal. Keramik Cina, Birma, Thailand, dan Vietnam berupa guci, tempayan, mangkuk, dan pasu banyak diketemukan di pantai timur Sumatera Selatan. Selain keramik, di kawasan tersebut juga terdapat temuan manik-manik, logam, damar, dan fragmen kaca berupa botol; gelas; dan vas dari Timur Tengah. Sebagai media transportasi yang menghubungkan antara kawasan pantai timur Sumatera Selatan dengan dunia luar tentunya diperlukan perahu atau kapal. Di kawasan ini banyak diketemukan sisa-sisa perahu kuna tradisi Asia Tenggara. Berdasarkan carbon dating, perahu tersebut berasal dari abad I-XIII M. (Budi Wiyana) Kata Kunci: Hubungan, perdagangan, pantai timur Sumsel, dunia luar

930.1 Intan, M. Fadlan S.

Pusat Arkeologi Nasional Analisis Teknologi Laboratoris Tembikar Dari Situs Air Sugihan, Sektor Nusakarta, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan Jurnal Siddhayatra, 19 (2) 2014: 92-101

Tembikar merupakan salah satu sisa benda budaya yang paling sering ditemukan dalam penelitian arkeologi, yang terbuat dari tanah liat dan dibakar. Tembikar memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat masa lampau, baik dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan religius. Berdasarkan hasil analisis teknologi laboratoris tembikar dari

Situs Air Sugihan, Sektor Nusakarta, tembikar-tembikar tersebut berfungsi untuk menampung air, mengolah makanan, penyajian makanan dan minuman, selain itu juga untuk keperluan penyimpanan atau membawa bahan makanan, mungkin juga untuk menyimpan abu jenazah, tulang-tulang manusia maupun mayat.

(M. Fadlan S. Intan) Kata Kunci: Tembikar, Analisis Teknologi Laboratoris

iii

930.1 Prasetyo, Sigit Eko Balai Arkeologi Palembang

Situs Gua Batu Napal Licin Jurnal Siddhayatra, 19 (2) 2014: 102-119

Penelitian di daerah Napal Licin masih dalam tahap penjajagan untuk mencari dan mengetahui tinggalan arkeologi di daerah tersebut. Penelitian ini diawali dengan survei yang menghasilkan beberapa tempat yang memiliki tinggalan arkeologis seperti batu silindrik dan Gua Batu. Gua Batu merupakan tempat yang awalnya dikenal sebagai salaha satu objek wisata di desa ini. Dari hasil survei gua ditemukan beberapa serpih batu dari bahan rijang dan obsidian yang merupakan indikasi adanya aktifitas manusia masa lalu. Dari bentuknya, gua ini juga sangat ideal sebagai gua hunian dimana terdapat sumber air yang dekat dengan gua, lantai gua yang landai serta kering, frekuensi cahaya matahari yang cukup, dan sirkulasi udara yang baik. Hasil ekskavasi yang dilakukan di gua ini berhasil mendapatkan artefak batu, gerabah/tembikar, fragmen tulang, dan gigi, namun jika dilihat dari frekuensi temuan masih sangat sedikit (Sigit Eko Prasetyo) Kata kunci: gua, ekaskavasi, artefak

930.1 Siregar, Sondang M. Balai Arkeologi Palembang Sebaran Tinggalan Megalitik di Situs Pagerdewa Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Jurnal Siddhayatra, 19 (2) 2014: 120-131

Situs Pagerdewa berada di Desa Pagerdewa, Kecamatan Warkuk Selatan, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1993 melakukan penelitian di kawasan Danau Ranau dan berhasil menemukan tinggalan megalitik yang tersebar sampai ke daerah . Tahun 2008 sampai tahun 2012 Balai Arkeologi Palembang melakukan penelitian kampung-kampung lama masa megalitik di kawasan

Danau Ranau. Di dalam kampung lama ditemukan dolmen, batu datar, lesung batu, bilik batu dan punden berundak. Umumnya lokasi hunian nenek moyang berdekatan dengan lokasi ritual. Di situs Pagerdewa juga ditemukan tinggalan megalitik, permasalahan yang muncul adalah bagaimana jenis tinggalan megalitik dan persebarannya di situs Pagerdewa. Tujuan dari penulisan adalah untuk mengetahui jenis tinggalan megalitik dan persebarannya di situs Pagerdewa dan juga untuk mengetahui kronologi situs Pagerdewa. Sasaran penelitian adalah teridentifikasikan tinggalan arkeologi dan persebarannya di situs Pagerdewa sehingga dapat menggambarkan aktivitas hunian di situs Pagerdewa. Keberadaan tinggalan megalitik dan keramik/tembikar kuno di situs Pagerdewa menunjukkan dahulu manusia memilih lokasi tempat tinggal di atas bukit (dataran tinggi) dikarenakan alasan keamanan dan tempat yang cocok untuk kegiatan ritual. Begitupula diatas bukit tersedia sumber mata air yang berguna untuk kebutuhan sehari-hari. Permukiman selanjutnya berpindah ke daerah lebih rendah yaitu daerah lembah dikarenakan mata air di atas bukit sudah kering dan adanya kemudahan komunikasi/transportasi ke daerah lain. (Sondang M. Siregar) Kata kunci: situs, sebaran, megalitik, bukit, daerah rendah

iv

930.1 Novita, Aryandini Balai Arkeologi Palembang Perubahan Gaya Arsitektur pada Rumah Tinggal di Situs Almunawar, Palembang Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Arkeologi Jurnal Siddhayatra, 19 (2) 2014: 132-140

Meskipun data sejarah menyebutkan bahwa kelompok etnis Arab telah ada di Palembang sejak abad VII M namun rumah-rumah di situs tersebut diperkirakan dibangun antara abad XIX – XX M. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang pada tahun 2006 tentang pemukiman kelompok etnis Arab di Kota Palembang Pasca Kerajaan Sriwijaya diketahui telah mengalami perubahan pada bentuk bangunan rumah tinggal kelompok etnis Arab di Situs Almunawar yang awalnya berupa rumah yang didirikan di atas tiang menjadi rumah yang didirikan tidak menggunakan tiang. Perubahan pada masyarakat kelompok etnis Arab di Situs Almunawar tidak sekedar terjadi pada penerapan gaya arsitektur bangunan rumah tinggal saja, tetapi juga pada cara hidup masyarakat tersebut yang awalnya mencirikan kehidupan di tepi sungai beralih ke kehidupan di ‘daratan’. (Aryandini Novita) Kata Kunci: perubahan sosial, Situs Almunawar, akulturasi

930.1 Rachmawan, Titet Fauzi Balai Arkeologi Palembang Situs Waduk Pacal Jurnal Siddhayatra, 19 (2) 2014: 141-154 Bojonegoro sebagai salah satu kota yang dibangun oleh Belanda banyak sekali memiliki potensi arkeologis. Salah satu tinggalan kolonial yang ada di kabupaten ini adalah bangunan Waduk Pacal yang terletak di Dusun Tretes, Desa Kedungsumber, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro. Waduk ini sekarang dikelola oleh unit pelaksana teknis (UPT) pengelola sumber daya air wilayah Bengawan Solo. Pengelolaan irigasinya dilakukan oleh departemen pekerjaan umum (PU).Waduk Pacal saat ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan air di areal pertanian seluas 16.696 ha di sejumlah desa di Kecamatan Temayang, Sukosewu, Kapas, Balen, Sumberejo, dan Kanor. (Titet Fauzi Rachmawan) Kata kunci : waduk, tinggalan kolonial, Bojonegoro

v Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

HUBUNGAN PERDAGANGAN ANTARA PANTAI TIMUR SUMATERA SELATAN DENGAN DUNIA LUAR Trade Relation Between South Sumatrans East Coast With International

Budi Wiyana Balai Arkeologi Palembang [email protected]

Naskah diterima tanggal 11/10/2014; dikembalikan untuk revisi tanggal 12/11/2014; disetujui tanggal 26/11/2014

Abstrak Kawasan pantai timur Sumatera Selatan sejak milenium pertama masehi telah mengadakan hubungan dagang dengan dunia luar. Hal itu ditandai dengan ditemukannya bukti-bukti arkeologi di kawasan tersebut berupa komoditi dagang dan alat transportasi air berupa perahu/kapal. Keramik Cina, Birma, Thailand, dan Vietnam berupa guci, tempayan, mangkuk, dan pasu banyak diketemukan di pantai timur Sumatera Selatan. Selain keramik, di kawasan tersebut juga terdapat temuan manik-manik, logam, damar, dan fragmen kaca berupa botol; gelas; dan vas dari Timur Tengah. Sebagai media transportasi yang menghubungkan antara kawasan pantai timur Sumatera Selatan dengan dunia luar tentunya diperlukan perahu atau kapal. Di kawasan ini banyak diketemukan sisa-sisa perahu kuna tradisi Asia Tenggara. Berdasarkan carbon dating, perahu tersebut berasal dari abad I-XIII M. Kata Kunci: Hubungan, perdagangan, pantai timur Sumsel, dunia luar

Abstract The east coast of South since the first millennium BC have entered trade relations with the outside world. It was marked by the discovery of archaeological evidence in the form of regional trade komoditi and water transport in the form of a boat / ship. Ceramic China, Burma , Thailand, and Vietnam in the form of jars, jars, bowls, and bowls found in many east coast of . In addition to ceramics, in the region there are also findings beads, metal, resin, and glass fragments in the form of a bottle; glass; and vases from the Middle East. As a transport medium that connects between the east coast of South Sumatra with the outside world certainly needed a boat or ship. In this area, many found the remains of the ancient tradition of Southeast Asian boat. Based on carbon dating, the boat came from the I-XIII century AD. Keywords: relations, trade, the eastern coast of South Sumatra, the outside world

Pada tahun 2010 di Desa A. Pendahuluan Margomulyo, Kecamatan Muara Sugihan, 1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Kabupaten Banyuasin diketemukan sekeping papan perahu kuna. Secara umum, lokasi temuan berada di Jalur 16. Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Papan sepanjang 10,7 m tersebut Selatan merupakan komoditi dagang dan mempunyai tambuku atau tonjolan pada alat transportasi (perahu, kapal). papan untuk menempatkan gading perahu. Berdasarkan latar belakang di atas, Selain papan perahu, di Desa Margomulyo permasalahan yang diangkat pada tulisan juga diketemukan gerabah, keramik, ini adalah bagaimana hubungan manik-manik, logam, kaca, kayu, tulang, perdagangan dengan dunia luar di pantai dll. timur Sumatera Selatan? Margomulyo adalah salah satu desa

yang terdapat di daerah Air Sugihan pada 2. Tujuan kawasan pantai timur Sumatera Selatan. Berdasarkan latar belakang dan Penelitian di Air Sugihan telah dimulai permasalahan di atas, maka tujuan sejak tahun 2001 sampai 2013, baik yang penulisan ini adalah mengetahui hubungan dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang perdagangan antara pantai timur maupun Pusat Arkeologi Nasional Sumatera Selatan dengan dunia luar. (Wiyana, 2001; 2003; 2013; Hardiati,

2007; 2008; 2009; 2010; Indradjaja, 3. Metode 2011; dan 2012). Penelitian selama ini Metode pengumpulan data lebih menekankan pada persebaran hubungan perdagangan antara pantai timur permukiman di kawasan tersebut. Sumatera Selatan dengan dunia luar Persebaran situs-situs di Air Sugihan dilakukan dengan survei dan ekskavasi. terkonsentrasi di kiri dan kanan sungai Survei permukaan dimaksudkan untuk lama/kuna. Hal ini sama dengan yang mengetahui keberadaan sungai lama, terdapat di daerah Karangagung Tengah, komoditi dagang yang berasal dari dalam Kabupaten Musi Banyuasin (Marhaeni, maupun luar pulau Sumatera serta 2005). komponen perahu yang tampak di Pemukiman kuna mengikuti pola permukaan tanah. Sedangkan ekskavasi aliran sungai lama. Di kiri-kanan sungai dilakukan untuk mendata lebih jauh terdapat tiang rumah dari kayu nibung tinggalan yang terdapat di dalam tanah. maupun kayu lainnya. Artefak berupa Setelah pengumpulan data gerabah, keramik, manik-manik, logam, dilakukan analisis tipologi dan konteks. kaca, damar, dan komponen perahu Analisis tipologi dimaksudkan untuk ditemukan tidak jauh dari pemukiman mengetahui bahan, teknik, dan ragam hias tersebut. Banyak artefak yang atau ciri-ciri khusus data. Sedangkan dari diketemukan di pantai timur Sumatera

79 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

analisis konteks diharapkan dapat perdagangan melalui jalur air tidak dapat diketahui hubungan antara data arkeologi dipisahkan dengan pelayaran sehingga dengan lokasi tempat data tersebut pelayaran dan perdagangan menjadi satu diketemukan. kesatuan. Pelayaran dan perdagangan Apabila diketemukan perahu sudah ada sejak ribuan tahun sebelum maupun komponennya, dilakukan analisis masehi. Di Asia Tenggara, pelayaran dan berdasarkan teknik maupun tradisi perdagangan sudah ada sejak 3.000 SM pembuatannya. Dengan diketahuinya dan mulai tampak jelas pada akhir masa teknik dan tradisi pembuatan perahu dapat neolitik sekitar 1.500 SM dan zaman diperkirakan umur relatif dan logam sekitar 1.000 SM (Utomo, 2007). berkembangnya. Untuk memperkuat Dalam sejarah pelayaran dan pertanggalan atau kronologi perahu, perdagangan internasional, kawasan dilakukan carbon dating terhadap bahan perairan Asia Tenggara menjadi salah satu (kayu) perahu dan tali ijuk. jalur pelayaran dan perdagangan yang

sangat ramai. Perairan Asia Tenggara 4. Kerangka Pikir dengan Selat Malakanya merupakan salah satu perairan tersibuk di dunia pada Perdagangan akan timbul apabila periode sejarah, antara abad III – IX terdapat dua pihak atau lebih yang saling Masehi (Utomo, 2007). Hal ini sesuai tukar menukar barang atau jasa untuk dengan yang disampaikan Wolters, memenuhi kebutuhannya. Perdagangan pelayaran dan perdagangan di Asia sudah ada sejak mulai adanya manusia. Tenggara (khususnya Sriwijaya) ramai Barter adalah salah satu bentuk sekitar abad III – VII M (Wolters, 2011). perdagangan yang paling sederhana. Kontak awal yang terjadi pada Berdasarkan sifat aktivitasnya, ada millenium pertama Masehi berkaitan perdagangan insuler dan interinsuler. dengan kegiatan perdagangan maritim. Perdagangan insuler artinya perdagangan Jaringan perdagangan regional di Asia dalam satu pulau, sedangkan perdagangan Tenggara, beberapa dari mereka telah intersuler adalah perdagangan antar pulau terlibat dalam perdagangan jarak jauh (Utomo, 2007). sebelum pengaruh India atau Tiongkok di Perdagangan dengan menggunakan awal millenium pertama. Beberapa temuan jalur air mulai timbul seiring dengan mulai nekara dan kapak Dongson adalah bukti dikenalnya alat transportsi air (perahu, adanya jaringan perdagangan jarak jauh kapal). Dalam perkembangannya, tersebut (Manguin, 1996).

80 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

data tulisan ini. Selain Margomulyo, di B. Analisis dan Pembahasan kawasan tersebut terdapat puluhan desa 1. Lokasi yang menyimpan cagar budaya. Cagar

Margomulyo adalah salah satu desa budaya itu tersebar di daerah Karangagung yang terdapat di kawasan pantai timur dan Air Sugihan yang meliputi Kabupaten Sumatera Selatan yang menjadi sampel Musi Banyuasin, Banyuasin, dan Ogan Komering Ilir (OKI).

Gambar 1. Kawasan pantai timur Sumatera Selatan di daerah Air Sugihan

2. Data dan Analisis melainkan desa-desa lain di daerah Air

Artefak atau tinggalan arkeologi Sugihan dan Karangagung dalam kawasan yang menjadi data adanya hubungan pantai timur Sumatera Selatan. perdagangan antara pantai timur Sumatera Pada penelitian tahun 2011 dan Selatan dengan dunia luar berupa keramik, 2013 banyak diketemukan fragmen manik-manik, kaca, logam, damar, dan keramik dan stoneware. Berdasarkan asal perahu. Data tersebut bukan hanya dan kronologinya, keramik dan stoneware diketemukan di desa Margomulyo saja, tersebut berasal dari Timur Tengah (VII –

81 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

VIII M), Cina (Tang, Tang Akhir, Song, (XIV-XV M) (Indradjaja, 2011: 107). Yuan, Qing), Birma (XII-XVI M), Fragmen tersebut merupakan bagian dari Thailand (XIV-XV M), dan Vietnam guci, tempayan, mangkuk, dan pasu.

Gambar 2. Mangkuk Tang dari Margomulyo

Sedangkan pada survei dan manik-manik, yaitu bentuk bulat, bulat ekskavasi tahun 2011 dan 2013 dempak, cincin, cakram, tong, silinder, diketemukan 130 buah manik-manik, beruas tiga, kerucut segi empat, dan terdiri dua buah manik-manik batu dan 128 piramida. buah manik-manik kaca (Indradjaja, 2011: Manik-manik kaca terdiri dari 77 dan Wiyana, 2013: 56). Diantara monokrom dan polikrom. Manik-manik manik-manik tersebut sebagian besar kaca monokrom termasuk manik-manik merupakan hasil dari temuan penduduk, Indo-Pasifik berwarna hijau kusam, biru bahkan masih banyak penduduk yang tua, biru transparan, biru muda, kuning, menyimpannya. Manik-manik hasil survei dan merah muda (mutisala). Termasuk mempunyai jumlah, bentuk, dan variasi dalam manik-manik monokrom adalah yang lebih beragam dibanding dari hasil manik-manik kaca berlapis emas dari ekskavasi. Terdapat sembilan bentuk Mesir atau Asia Barat.

82 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Gambar 3. Manik-manik Indo-Pasifik

Selain keramik dan manik-manik, cm. Salah satu fragmen tersebut memiliki fragmen kaca juga diketemukan pada jejak adanya sambungan (pegangan?). penelitian tahun 2011 dan 2013, baik pada Wadah-wadah kaca merupakan barang saat survei maupun ekskavasi. Fragmen impor yang biasanya berupa botol, gelas, kaca tersebut berwarna hijau transparan dan vas (Indradjaja, 2011: 81). dan hijau kobalt dengan ketebalan 0,1 - 0,3

Gambar 4. Fragmen kaca hijau muda

Adapun temuan logam yang diketemukan di kawasan Air Sugihan juga dijumpai di Margomulyo pada tahun 2011 di kawasan Karangagung Tengah, bahkan dan 2013 berupa wadah perunggu, rantai di Asia Tenggara Daratan (Oc Eo). Artefak logam (timah), kawat timah, dan bandul ini mempunyai persebaran yang luas dan (anting-anting?) perunggu. Logam diperkirakan merupakan salah satu berbentuk seperti anting-anting disamping

83 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

komoditi dagang atau paling tidak sebagai alat tukar.

Gambar 5. Salah satu bentuk logam dari Air Sugihan

Damar (Agathis dammara (Lamb.) Fragmen damar yang terdata adalah sejenis pohon anggota tumbuhan selama penelitian tahun 2013 terdapat di runjung (Gymnospermae) yang merupakan dalam kotak S24T16 sebanyak 2 buah, tumbuhan asli . Pohon ini banyak S23T19 sebuah, dan S18T19 sebanyak dua tumbuh di Sumatera, Sulawesi, Maluku buah. Kelima fragmen damar tersebut sampai Jawa. Bagian pohon damar yang dalam ukuran kecil dengan berat antara 5 - bernilai ekonomis adalah getahnya. Damar 10 gram. Damar yang diketemukan di (getah) telah lama menjadi komoditi Margomulyo bukan termasuk damar kelas dagang andalan dari Nusantara, termasuk satu. Selain damar dalam bentuk fragmen, Sumatera. juga diketemukan fragmen gerabah yang dilapisi getah damar (Wiyana, 2013: 64).

Gambar 6. Temuan damar

84 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Kayu adalah salah satu data yang S18T20, dan S18T21. Kayu pada ketiga banyak diketemukan di pantai timur kotak tersebut berupa kayu nibung Sumatera Selatan terutama pada waktu (Oncosperma filamentosum) yang berderet ekskavasi tahun 2013. Kayu tersebut ada di pinggir sungai kuna dan merupakan yang terpisah dengan temuan lainnya dan bagian dari tiang rumah. Deretan kayu ada yang masih in situ. Data kayu yang nibung tersebut sengaja ditancapkan masih in situ dan belum berubah dari karena pada bagian ujungnya terdapat konsteksnya terdapat pada kotak S18T19, bekas pengerjaan (lancipan).

Gambar 7. Kayu nibung sebagai tiang rumah di tepi sungai lama

Selain kayu nibung yang sama. Pada bagian badan terdapat tambuku merupakan bagian tiang rumah, juga dan lubang-lubang untuk pasak dan tali dketemukan beberapa kayu yang ijuk. Dengan ciri berupa bentuk haluan merupakan bagian dari alat transportasi yang simetris dan terdapat tambuku pada (papan perahu, kemudi, dan dayung). badan perahu, maka perahu tersebut Kayu yang merupakan bagian dari perahu merupakan perahu tradisi Asia Tenggara berupa bagian badan, haluan, pasak, dan dengan teknik papan ikat dan kupingan penguat gading (stringer). Bagian haluan pengikat (sewn-plank and lashed-lug berbentuk simetris, bagian kanan dan kiri technique).

85 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Gambar 8. Papan dengan tambuku dan bagian haluan perahu

Selain kayu, di Situs Margomulyo abad II M (Badan Tenaga Nuklir Nasional, banyak diketemukan ijuk (Arenga 2013). pinnata), baik yang berdiri sendiri maupun Selain sebagai pengikat atau bersatu dengan kayu. Hampir di setiap penyambung antar papan perahu, ijuk kotak ekskavasi diketemukan ijuk. Ijuk ada diduga kuat juga dimanfaatkan sebagai yang berupa rangkaian atau tidak. pengikat rumah. Di sepanjang sungai lama Rangkaian ijuk yang bersatu dengan kayu di Situs Margomulyo banyak dijumpai (perahu) berdasarkan carbon dating kayu nibung sebagai penyangga atau tiang menghasilkan angka 1804±25 BP atau rumah panggung yang banya terdapat di sepanjang atau pinggir sungai.

Gambar 9. Rangkaian tali ijuk

3. Pembahasan

86 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Situs Margomulyo-1 atau adanya artefak yang diduga merupakan Margomulyo secara keseluruhan yang komoditi dagang. Komoditi dagang berada di kiri-kanan aliran sungai tersebut berupa getah damar, lama/kuna mempunyai peran penting pada stoneware/keramik, manik-manik, wadah masanya. Arti penting peran tersebut dapat kaca, manik-manik, dan alat logam. dilihat dari banyaknya variasi data yang Getah damar diketemukan di kotak menunjukkan fungsi dan peran yang gali maupun permukaan tanah. Menurut berbeda. Terdapat data yang bisa informasi penduduk (Suroto), di daerah menggambarkan subsistensi pendukung Air Sugihan dahulu juga banyak terdapat Situs Margomulyo, komoditi dagang, alat pohon damar. Getah damar juga transportasi dan sebagainya. diketemukan bersama dengan gerabah Secara umum Situs Margomulyo sebagai pelapis gerabah. Adanya getah berada di aliran sungai lama yang damar pada gerabah terdapat beberapa bermuara ke sungai yang lebih besar yaitu dugaan. Pertama, getah damar disimpan Sungai Air Sugihan. Jarak antara lokasi dalam wadah gerabah. Kedua, wadah ekskavasi dengan Sungai Air Sugihan jika gerabah sengaja dilapisi damar untuk ditarik garis lurus berkitar delapan menutup pori-pori. Damar juga bisa kilometer. Di sepanjang sungai lama inilah digunakan untuk menutup/memperkuat banyak terdapat situs permukiman sambungan antar papan perahu/kapal. berdasarkan banyaknya tinggalan Hasil penelitian arkeologi di Barus arkeologi. Adanya permukiman kuna di (Sumatera Utara) diketahui bahwa pada sepanjang aliran sungai lama diperkuat sekitar abad X M Sumatera telah dengan temuan deretan kayu nibung mengadakan kontak dagang dengan (Oncosperma filamentosum) dan peralatan kawasan Timur Tengah (Persia dan jasirah rumah tangga dari gerabah, stoneware, dan Arab). Barang dari kaca didatangkan dari keramik. kawasan tersebut, sedangkan dari Berdasarkan banyaknya data Nusantara dibawa hasil hutan berupa kapur (perahu, kemudi, dayung, dan tungku barus, kemenyan, damar, gaharu, dan sepatu) yang terkumpul dari penelitian rempah-rempah (Utomo, 2010: 54). tahun 2011 dan 2013, Situs Margomulyo Pada penelitian tahun 2011 dan diduga merupakan pelabuhan atau tempat 2013 banyak ditemukan manik-manik pada memperbaiki perahu. Alasan yang waktu ekskavasi dan sebagian merupakan mendasari dugaan tersebut karena adanya koleksi penduduk. Manik-manik temuan komponen alat transportasi air dan Margomulyo berdasarkan bahannya

87 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

sebagian kecil berupa manik-manik batu transportasi (perahu, kapal) yang memadai. dan sebagian besar manik-manik kaca. Jika perdagangan dilakukan secara Sebagian besar manik-manik kaca langsung, tentunya diperlukan kapal yang Margomulyo merupakan manik-manik mempunyai daya jelajah atau jarak tempuh monokrom (hijau kusam, biru tua, biru yang jauh dengan tonase besar. Sedangkan muda, biru transparan, merah jika perdagangan tersebut tidak dilakukan bata/mutisala, dan kuning) dan termasuk secara langsung, tentunya terdapat sebuah manik-manik Indo-Pasifik (Indradjaja, atau beberapa pelabuhan yang 2011: 78). Manik-manik Indo-Pasifik menghubungkan antara kedua daerah yang mempunyai persebaran luas dan waktu saling berhubungan tersebut. yang lama. Manik-manik ini banyak Perahu atau kapal yang diketemukan di Indonesia, termasuk di mengadakan perjalanan jauh dilengkapi pantai timur Sumatera (Selatan). dengan peralatan untuk masak dan salah Dari beberapa artefak yang satu diantaranya adalah tungku. Tungku ini diketemukan di kawasan pantai timur bentuknya seperti sepatu sehingga disebut Sumatera Selatan (khususnya tungku sepatu. Tungku sepatu ada yang Margomulyo) mengindikasikan telah diketemukan bersamaan dengan temuan adanya hubungan dan perdagangan jarak perahu atau kapal kuna, seperti di perairan jauh antara pantai timur Sumatera Selatan Laut Jawa utara Cirebon (Utomo, 2008). dengan Asia Tenggara Daratan, Cina, dan Di Situs Margomulyo juga banyak Timur Tengah. Sifat aktivitas perdagangan diketemukan tungku sepatu, meskipun tersebut bukan hanya antar kawasan, antar tidak utuh lagi. Tungku sepatu tersebut pulau, melainkan antar negara. Untuk merupakan perlengkapan yang terdapat menghubungkan dan melakukan pada perahu atau kapal. perdagangan tersebut diperlukan alat

88 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Gambar 10. Rekonstruksi tungku sepatu yang biasa terdapat pada perahu/kapal dari Margomulyo

Di wilayah pantai timur Sumatera hasil penelitian tahun 2013 yang melekat (khususnya daerah Air Sugihan) terdapat pada papan kayu abad I menghasilkan temuan beberapa perahu atau kapal kuna. angka 1804±25 BP atau abad II M (Badan Alat transportasi air tersebut diketemukan Tenaga Nuklir Nasional, 2013). di Desa Banyubiru, Kertamukti, Dari data yang terdapat di pantai Sugihwaras, dan Margomulyo. Perahu timur Sumatera Selatan, khususnya Situs atau kapal tersebut dibuat dengan teknik Margomulyo, sudah terdapat hubungan papan ikat dan kupingan pengikat (sewn- (perdagangan) antara kawasan tersebut plank and lashed-lug technique). Teknik dengan dunia luar, baik langsung maupun ini berkembang luas di wilayah Asia tidak langsung. Hal ini dapat diketahui dari Tenggara sehingga sering disebut banyaknya komoditi dagang dari Asia teknologi Asia Tenggara. Kapal teknologi Tenggara, Cina, dan Timur Tengah yang Asia Tenggara berkembang sekitar abad I diketemukan di kawasan ini. Selain – XIII M. mengimpor komoditi dagang, kawasan ini Berdasarkan carbon dating diduga juga telah melakukan ekspor terhadap temuan papan perahu di komoditi dagang yang diperlukan oleh Margomulyo tahun 2011 dan 2013 didapat dunia luar, seperti damar. Jadi pada pertanggalan XII-XIV M dan I M. millenium pertama Masehi, kawasan Sedangkan berdasarkan pertanggalan pantai timur Sumatera Selatan telah absolut terhadap tali ajuk (Arenga pinnata) menjalin hubungan dengan duia luar.

89 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Tentunya telah terdapat pedagang yang dari luar yang nantinya akan melakukan transaksi bisnis (ekonomi) di menumbuhkan peradaban besar di bagian kawasan ini. barat Kepulauan Nusantara. Permukiman di daerah rawa C. Kesimpulan pasang-surut telah menjalin hubungan Pantai timur Sumatera Selatan dengan dunia luar (Cina, India, Timur (Margomulyo - Air Sugihan) merupakan Tengah, dan Asia Tenggara Daratan). Hal wilayah yang strategis lokasinya karena ini dapat dibuktikan dengan berhadapan dengan Selat Bangka. Selat ini diketemukannya tinggalan atau komoditas bersambung dengan Selat Malaka dagang dari daerah tersebut di kawasan Air merupakan jalur pelayaran dan Sugihan. Sebagai penghubung antara perdagangan penting yang kawasan pantai timur Sumatera Selatan menghubungkan India/Arab - Kepulauan dengan dunia luar tentunya diperlukan alat Nusantara - Cina. Posisinya yang berada di transportasi berupa perahu atau kapal. Di muara sungai di jalur pelayaran dan kawasan Air Sugihan banyak diketemukan perdagangan ini memungkinkan adanya perahu atau kapal tradisi Asia Tenggara komunikasi dengan daerah luar sejak awal dan sebagian kecil tradisi Laut Cina Masehi sehingga wilayah tersebut Selatan. merupakan pintu masuk pengaruh budaya

D. Daftar Pustaka ------. 2009. Peradaban Awal Masa Badan Tenaga Nuklir Nasional, 2013. Sejarah: Permukiman Awal Masa Certificate of Analysis. Sejarah (Pra-Sriwijaya) Di Panta Laboratorium Pengujian Pusat Timur Sumatera Selatan (Tahap Aplikasi Teknologi Isotop dan III). Laporan Penelitian. Puslitbang Radiasi, . Arkenas, Jakarta. Hardiati, Endang Sri. 2007. Peradaban ------. 2010. Peradaban Awal Masa Awal Masa Sejarah: Permukiman Sejarah: Permukiman Awal Masa Awal Masa Sejarah (Pra- Sejarah (Pra-Sriwijaya) Di Panta Sriwijaya) Di Panta Timur Timur Sumatera Selatan (Tahap Sumatera Selatan (Tahap I). IV). Laporan Penelitian. Puslitbang Laporan Penelitian. Puslitbang Arkenas, Jakarta. Arkenas, Jakarta. Indradjaja, Agustijanto. 2011. Peradaban ------. 2008. Peradaban Awal Masa Awal Masa Sejarah: Permukiman Sejarah: Permukiman Awal Masa Awal Masa Sejarah (Pra- Sejarah (Pra-Sriwijaya) Di Panta Sriwijaya) Di Panta Timur Timur Sumatera Selatan (Tahap Sumatera Selatan (Tahap V). II). Laporan Penelitian. Puslitbang Laporan Penelitian. Puslitbang Arkenas, Jakarta. Arkenas, Jakarta.

90 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

------. 2012. Peradaban Awal Masa Laporan Penelitian. Balai Sejarah: Permukiman Awal Masa Arkeologi Palembang, Palembang. Sejarah (Pra-Sriwijaya) Di Panta Wolters. 2011. Kemaharajaan Maritim Timur Sumatera Selatan (Tahap Sriwijaya dan Perniagaan Dunia VI). Laporan Penelitian. Puslitbang Abad III – Abad VII. Komunitas Arkenas, Jakarta. Bambu, Jakarta. Manguin, Pierre-Yes. 1996. Southeast Asia Shipping in the Indian Ocean During the First Millennium AD. Dalam Himamshu Prabha Ray dan Jean Francois Kates (Ed.). Tradition and Archaeology Early Maritime Contact in the Ocean. New Delhi. Marhaeni, Tri. 2005. Pemukiman Pra- Sriwijaya Di Pantai Timur Sumatera Kawasan Karangagung Tengah Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. BPA No 13. Balai Arkeologi Palembang, Palembang. Utomo, Bambang Budi. 2007. Pandanglah Laut Sebagai Pemersatu Nusantara. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta. ------. 2008. Kapal Karam Abad Ke-10 di Laut Jawa Utara Cirebon. PANNAS BMKT, Jakarta. ------. 2010. Budaya Teknologi Asia Tenggara pada Perahu Millenium Pertama Tarikh Masehi. Ekspedisi Sriwijaya Mecari Jalur yang Hilang. Balai Arkeologi Palembang, Palembang. Wiyana, Budi. 2001. Perdagangan Pada Kawasan Pantai Timur Sumatera Bagian Selatan Di Kecamatan Muarapadang, Kabupaten Musi Banyuasin. Laporan Penelitian. Balai Arkeologi Palembang, Palembang. ------. 2003. Permukiman Di Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Laporan Penelitian. Balai Arkeologi Palembang, Palembang. ------. 2013. Gambaran Perdagangan di Pantai Timur Sumatera Selatan.

91 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Analisis Teknologi Laboratoris Tembikar Dari Situs Air Sugihan, Sektor Nusakarta, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan

Analysis Technology Laboratory Pottery Sites Of Air Sugihan, Nusakarta Sector Ogan Komering Ilir District, South Sumatra Province

M. Fadhlan S. Intan Pusat Arkeologi Nasional [email protected]

Naskah diterima tanggal 11/10/2014; dikembalikan untuk revisi tanggal 12/11/2014; disetujui tanggal 26/11/2014

Abstrak

Tembikar merupakan salah satu sisa benda budaya yang paling sering ditemukan dalam penelitian arkeologi, yang terbuat dari tanah liat dan dibakar. Tembikar memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat masa lampau, baik dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan religius. Berdasarkan hasil analisis teknologi laboratoris tembikar dari Situs Air Sugihan, Sektor Nusakarta, tembikar-tembikar tersebut berfungsi untuk menampung air, mengolah makanan, penyajian makanan dan minuman, selain itu juga untuk keperluan penyimpanan atau membawa bahan makanan, mungkin juga untuk menyimpan abu jenazah, tulang-tulang manusia maupun mayat.

Kata Kunci: Tembikar, Analisis Teknologi Laboratoris

Abstract

Pottery is one of the remaining cultural objects are most often found in archaeological research, which is made of clay and baked. Pottery plays an important role in the public traditional life, both in social and religious life. Based on the analysis technology laboratoris pottery from the site of Air Sugihan , nusakarta sector, the pottery pottery well-functioned to accommodate the water , processing food , presentation of food and drink , in addition also for purposes of storage or carrying food , perhaps also to hold the ashes of the bodies , and the bodies of human bones

Keywords: Pottery, Laboratory Analysis Technology

1. PENDAHULUAN Pemukiman adalah tempat dimana manusia melakukan segala macam Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

kegiatannya. Untuk tetap dapat hidup Tembikar merupakan salah satu sisa melangsungkan kehidupannya, manusia benda budaya yang paling sering ditemukan secara langsung atau tidak, akan selalu dalam penelitian arkeologi. Kajian terhadap tergantung pada lingkungan alam dan fisik aspek teknologis dari tembikar belum tempatnya hidup. Akan tetapi pada banyak dilakukan, selama ini lebih banyak hakekatnya, hubungan manusia dengan dititikberatkan pada aspek bentuk aspek lingkungan alam dan fisiknya, tidaklah gaya (Soegondho, 1995). Melalui kajian semata-mata terwujud sebagai hubungan teknologis dapat digambarkan kualitas ketergantungan manusia terhadap tembikar yang dibuat oleh para pengrajin lingkungannya, tetapi juga terwujud sebagai pada masa lampau, atau dengan kata lain suatu hubungan dimana manusia analisis teknologi laboratoris, bertujuan mempengaruhi dan merubah lingkungannya. untuk memperoleh hasil yang akurat tentang Lingkungan alam dan fisik memberikan sifat fisik dari suatu tembikar. tantangan kepada manusia untuk dapat mempertahankan hidup. Sebagai jawaban 2. KERANGKA TEORI terhadap tantangan lingkungan, manusia Tembikar dibuat menurut cara-cara menciptakan kebudayaan (Yacob, 1983, tradisional dengan menggunakan tanah liat dalam Utomo B.B., 1988). Dengan sebagai bahan bakunya, kemudian dibakar kebudayaan tadi manusia beradaptasi pada temperatur tertentu hingga dianggap dengan lingkungannya. Dari lingkungan matang. Tembikar memegang peranan diperoleh makanan untuk dapat bertahan penting dalam kehidupan masyarakat masa hidup, dan dari lingkungan pula manusia lampau, baik dalam kehidupan sosial dapat membuat segala macam peralatan maupun dalam kehidupan religius untuk berbagai kebutuhannya. Olehnya itu, (Soegondho, 1995). dengan meningkatnya peradaban manusia, Dalam kehidupan sosial ekonomi, maka tingkat kehidupan dan kreativitas tembikar merupakan perlengkapan manusia dalam memenuhi kebutuhannya kehidupan sehari-hari, misalnya menyimpan akan meningkat pula. Hal ini terlihat pada air, atau makanan, serta memasak atau temuan-temuan dalam setiap penelitian mengawetkan bahan makanan. Dalam arkeologi, bahan bakunya terbuat dari batu, kehidupan religi, tembikar sering dipakai kayu, dan tanah. sebagai bekal kubur (buril gift) atau sebagai

93 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

wadah kubur yang disebut dengan kubur produksi adalah berupa wadah pelebur tempayan (jar burial) (Soegondho, 1995; logam, dan dan alat cetak (Wibisono, 2000). Soegondho, 2000). Penggunaan tembikar juga Tembikar yang ditemukan dalam digunakan untuk tujuan ritual keagamaan, penelitian arkeologi menunjukkan ragam yaitu stupika (terbuat dari tanah liat biasanya dan fungsinya, baik sebagai peralatan sehari- tidak dibakar), bagian dalam dari stupika hari maupun sebagai peralatan religi terdapat tablet (terbuat dari tanah liat) yang (Wibisono, 2000). ditulisi mantra budhis Selain stupika dan Jenis-jenis tembikar untuk kehidupan tablet, ternyata kendi (kundika atau sehari-hari adalah berupa unsur bangunan, kamandalu) juga dipergunakan dalam ritual perangkat rumah tangga, dan alat produksi. keagamaan (Wibisono, 2000). Unsur bangunan dari tembikar adalah bata Secara umum ada tiga kegiatan kuno, genteng, bubungan, momolo, tiang pokok yang dilaksanakan untuk semu, ubin, dan miniatur rumah, kolam air, mendapatkan gerabah siap pakai yaitu, tahap terowongan air, pipa saluran air dan dinding penyiapan bahan, tahap pembentukan, dan sumur (jobong). Perangkat rumah tangga tahap pembakaran (Astiti Komang Ayu, sehari-hari dari tembikar yang berfungsi 1999). untuk menampung air (tempayan, buyung, 3. LOKASI SITUS DAN KONDISI jambangan, pasu, bak air), untuk mengolah GEOLOGI makanan (periuk, kuali tutup, anglo, dan Ogan Komering Ilir merupakan salah tungku), untuk penyajian makanan dan satu kabupaten dalam wilayah Provinsi minuman (mangkuk, piring, teko dan kendi). Sumatera Selatan, dimana wilayahnya Tembikar juga berfungsi sebagai alat untuk dilalui oleh Sungai Air Sugihan. Situs-situs penerangan yaitu pelita (clupak), Selain itu, Air Sugihan termasuk dalam Satuan berbagai jenis figuratif dari tembikar seperti Morfologi Dataran dengan prosentase miniatur bangunan, manusia, dan binatang kemiringan lereng antara 0 - 2%, dengan dipakai sebagai hiasan dengan berbagai ketinggian wilayah situs secara umum ekspresi yang sangat dinamis. Misalnya adalah 5 hingga 10 meter dpl. Situs Air dalam hal berpakaian, menata rambut, Sugihan umumnya tersusun oleh aluvial, dan pemakaian perhiasan. Tembikar sebagai alat endapan rawa yang umumnya bersifat tufaan serta berumur Holosen (Intan, 2008). Sungai

94 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

terbesar yang mengalir di wilayah ini adalah pedangan, rumput mendongan, dan Sungai Air Sugihan yang disebut juga rumput kerisan, berarah barat laut- Sungai Buluran. Sungai Air Sugihan berhulu tenggara yang terletak di utara-timur di kawasan rawa dan bermuara di Selat situs. Bangka. Sungai Air Sugihan memiliki • Sektor Nusakarta-3 (NSK-3) yang sejumlah anak sungai, antara lain (dimulai terletak pada koordinat 2o34’12,6” LS – dari hilir) adalah Sungai Simpang, Sungai 105o 20’14,8” BT. Lokasinya terletak di Betet, Sungai Buluh, dan Sungai Raden lahan Dinas Pekerjaan Umum, yang (Intan, 2008). merupakan garapan Bapak Slamet blok Lokasi pengambilan sampel F2 no. 64. Bentang lahan situs tembikar di Desa Nusakarta dilakukan di merupakan dataran berupa sawah tadah beberapa tempat, yaitu hujan. Bekas sungai lama ditumbuhi • Sektor Nusakarta-1 (NSK-1) yang rumput pedangan, rumput mendongan, terletak pada koordinat 2o34’59,3” LS – dan rumput kerisan, berarah utara- 105o 18’43,5” BT. Lokasinya berada di selatan yang terletak di timur situs. ladang 1 blok F no. 9 milik Bapak • Sektor Nusakarta-4 (NSK-4) yang Suryadi. Bentang lahan situs merupakan terletak pada koordinat 2o35’17,2” LS – dataran berupa kebun kelapa sawit. 105o 18’32,7” BT. Lokasinya terletak di Bekas sungai lama ditumbuhi rumput lahan pekarangan rumah Ibu Bidan blok pedangan, rumput mendongan, dan F RT.05/RW.01. Bentang lahan situs rumput kerisan, berarah barat-timur yang merupakan dataran, dimana bekas sungai terletak di utara situs. Menurut Bapak lama berarah barat laut-tenggara yang Suryadi, di lokasi ini beliau pernah melintasi pekarangan rumah Ibu Bidan. menemukan manik-manik. • Sektor Nusakarta-2 (NSK-2) yang 4. HASIL DAN PEMBAHASAN terletak pada koordinat 2o34’40,7” LS – a. Analisi Laboratoris 105o 20’07,5” BT. Lokasinya berada di Hasil analisis teknologi laboratoris ladang 8 blok F no. 53 milik Bapak tembikar dari Situs Air Sugihan, Sektor Samudi. Bentang lahan situs merupakan Nusakarta dengan metode analisis fisik dataran berupa sawah tadah hujan. Bekas adalah sebagai berikut (Tabel-1): sungai lama ditumbuhi rumput

95 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

• Sektor Nusakarta-1 (NSK-2), berupa Komposisi mineral adalah kuarsa, fragmen tembikar, badan, polos, tebal, plagioklas, hornblende, biotit, piroksen, kasar. Berwarna coklat sangat muda dan lempung, sedangkan komposisi non (7/4-10YR), berat sampel 22,07 gram, mineral tidak ada. tebal 7,1-11,3 mm, dengan kekerasan 3 • Sektor Nusakarta-3 (NSK-3), berupa skala Mohs. Berat jenis 2,15 dengan fragmen tembikar, badan, polos, tebal, porositas 29,60% serta daya serap air kasar. Berwarna coklat muda (6/4- 15,28%. Komposisi bahan baku utama 7,5YR), berat sampel 13,11 gram, tebal (lempung) 36%, bahan baku tambahan 4,9-11,8 mm, dengan kekerasan 3 skala (pasir) 64%, dengan ukuran butir Mohs. Berat jenis 2,15 dengan porositas lempung 0,0039-0,0156 mm dan pasir 29,10% serta daya serap air 13,52%. berukuran butir 0,0625-0,1250 mm. Komposisi bahan baku utama (lempung) Tingkat pembakaran tembikar tersebut 35%, bahan baku tambahan (pasir) 65%, adalah 500° Celcius. Komposisi mineral dengan ukuran butir lempung 0,0039- adalah kuarsa, plagioklas, hornblende, 0,0156 mm dan pasir berukuran butir biotit, piroksen, dan lempung, sedangkan 0,0625-0,1250 mm. Tingkat pembakaran komposisi non mineral adalah fragmen tembikar tersebut adalah 500° Celcius. batuan. Komposisi mineral adalah kuarsa, • Sektor Nusakarta-2 (NSK-2), berupa plagioklas, hornblende, biotit, piroksen, fragmen tembikar, badan, polos, tipis, dan lempung, sedangkan komposisi non halus. Berwarna coklat muda (6/3- mineral adalah fragmen batuan. 10YR), berat sampel 7,20 gram, tebal • Sektor Nusakarta-4 (NSK-4), berupa 2,7-3,8 mm, dengan kekerasan 3 skala fragmen tembikar, badan, polos, tipis, Mohs. Berat jenis 2,70 dengan porositas halus. Berwarna coklat kemerahan (5/4- 22,65% serta daya serap air 10,85%. 5YR), berat sampel 10,85 gram, tebal Komposisi bahan baku utama (lempung) 2,5-3,8 mm, dengan kekerasan 3 skala 53%, bahan baku tambahan (pasir) 47%, Mohs. Berat jenis 2,70 dengan porositas dengan ukuran butir lempung 0,0012- 22,10% serta daya serap air 10,67%. 0,0024 mm dan pasir berukuran butir Komposisi bahan baku utama (lempung) 0,0312-0,0526 mm. Tingkat pembakaran 55%, bahan baku tambahan (pasir) 45%, tembikar tersebut adalah 600° Celcius. dengan ukuran butir lempung 0,0012-

96 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

0,0024 mm dan pasir berukuran butir sedangkan komposisi non mineral adalah 0,0312-0,0526 mm. Tingkat pembakaran fragmen batuan. Tingkat pembakaran tembikar tersebut adalah 600° Celcius. tembikar mencapai 500°-600° Celcius, yang Komposisi mineral adalah kuarsa, dibakar pada udara terbuka (open air plagioklas, hornblende, biotit, piroksen, baked). Warna dari tembikar-tembikar dan lempung, sedangkan komposisi non tersebut didominasi warna terang (light mineral tidak ada. colors) dibanding dengan warna gelap (dark colors). Warna terang pada tembikar Dari analisis fisik tembikar, didapatkan data- disebabkan oleh kandungan mineral kuarsa, data sebagai berikut, kekerasan (hardness) dan plagioklas bahan baku, sedangkan tembikar adalah 3 Skala Mohs, dengan berat warna gelap pada tembikar disebabkan oleh jenis 2,15-2,70 serta porositas 22,10%- kandungan mineral piroksen, hornblende, 29,60% dan daya serap air 10,67%-15,28%. dan biotit pada bahan baku (untuk lebih Perbandingan komposisi bahan baku jelasnya, dapat dilihat tabel 1 pada halaman tembikar, yaitu bahan baku utama (lempung) lampiran). 35%-55%, sedangkan bahan baku tambahan b. Kualitas Tembikar (pasir) 45%-65%. Lempung sebagai bahan Berdasarkan atas hasil analisis teknologi baku utama berukuran butir antara 0,0012 laboratoris tembikar dengan metode mm hingga 0,0156 mm, sedangkan pasir analisis fisik, maka dapat dijelaskan sebagai bahan baku tambahan berukuran tentang kualitas dari tembikar-tembikar butir antara 0,0312 mm - 0,1250 mm. yang ditemukan di Situs Air Sugihan, Komposisi mineral umumnya adalah Sektor Nusakarta, dengan menggunakan Komposisi mineral dari setiap fragmen acuan yang diajukan oleh Soegondho tembikar adalah kuarsa, plagioklas, (1993:337) (Tabel-2). hornblende, biotit, piroksen, dan lempung,

TABEL-2: ACUAN PENENTU KUALITAS TEMBIKAR No Pengukuran Buruk Sedang Baik 1 Berat Jenis 1 - 1,90 g/cm3 2 - 3,5 g/cm3 Diatas 3,5 g/cm3 2 Kekerasan Dibawah 3 Skala 3 - 3,5 Skala Diatas >3,5 Skala Mohs Mohs Mohs

97 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

3 Porositas Diatas 50% 40-50% Dibawah 40% Sumber: Soegondho, 1993:337

b.1 Sektor Nusakarta-1 (NSK-1) Fragmen tembikar badan, polos, Fragmen tembikar badan, polos, tebal, kasar. Tiga aspek dari sifat fisik tebal, kasar. Tiga aspek dari sifat fisik tembikar kasar yaitu kekerasan 3 skala tembikar kasar yaitu kekerasan 3 skala Mohs, berat jenis 2,15 dan porositas Mohs, berat jenis 2,15 dan porositas 29,10%, yang apabila dibandingkan dengan 29,60%, yang apabila dibandingkan dengan acuan dari Santoso (1993), maka kualitas acuan dari Santoso (1993), maka kualitas tembikar termasuk pada Kualitas sedang, tembikar termasuk pada Kualitas Sedang, didasarkan pada berat jenis (2,15 g/cm3). didasarkan pada berat jenis (2,18 g/cm3), Kualitas baik, berdasarkan pada porositas Kualitas Baik, berdasarkan pada porositas (29,10%). Kualitas sedang-baik, berdasarkan (29,60%), dan Kualitas Sedang, berdasarkan pada kekerasan (3 skala Mohs). pada kekerasan (3 skala Mohs). b.4 Sektor Nusakarta-3 (NSK-3) b.2 Sektor Nusakarta-2 (NSK-2) Fragmen tembikar badan, polos, Fragmen tembikar badan, polos, tipis, tipis, halus. Tiga aspek dari sifat fisik halus. Tiga aspek dari sifat fisik tembikar tembikar kasar yaitu kekerasan 3 skala kasar yaitu kekerasan 3 skala Mohs, berat Mohs, berat jenis 2,70 dan porositas jenis 2,70 dan porositas 22,65%, yang 22,10%, yang apabila dibandingkan dengan apabila dibandingkan dengan acuan dari acuan dari Santoso (1993), maka kualitas Santoso (1993), maka kualitas tembikar tembikar termasuk pada Kualitas sedang, termasuk pada Kualitas Sedang, didasarkan didasarkan pada berat jenis (2,70 g/cm3). pada berat jenis (2,70 g/cm3), Kualitas Baik, Kualitas baik, berdasarkan pada porositas berdasarkan pada porositas (22,65%), dan (22,10%). Kualitas sedang, berdasarkan Kualitas Sedang, berdasarkan pada pada kekerasan (3 skala Mohs). kekerasan (3 skala Mohs). 5. KESIMPULAN b.3 Sektor Nusakarta-3 (NSK-3) Dari hasil analisis teknologi laboratoris tembikar dari Situs Air Sugihan

98 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Sektor Nusakarta dengan menggunakan (NSK-1) dan Sektor Nusakarta-3 (NSK-3) metode analisis fisik, maka dapat termasuk dalam kategori peralatan yang disimpulkan bahwa tembikar dari Sektor tidak dipergunakan sebagai wadah barang Nusakarta-2 (NSK-2) dan Sektor Nusakarta- cair, misalnya wadah untuk keperluan 4 (NSK-4) termasuk dalam kategori penyimpanan atau membawa bahan peralatan sehari-hari yang berfungsi untuk makanan (misalnya padi, jagung, gandum, menampung air (tempayan, buyung, beras, dan lain-lain), mungkin juga sebagai jambangan, pasu, bak air), untuk mengolah wadah untuk menyimpan abu jenazah yang makanan (periuk, kuali tutup, anglo, dan telah dikremasi, atau juga untuk menyimpan tungku), untuk penyajian makanan dan (berfungsi sebagai kubur) tulang-tulang minuman (mangkuk, piring, teko dan kendi). manusia bahkan mayat manusia. Sedangkan tembikar dari Sektor Nusakarta-1

DAFTAR PUSTAKA Eriawati Yusmaini, Intan S. Fadhlan M., Adhyatman, Sumarah, 1987 Kendi: Wadah Lelono Harry, 2001 Studi Air Minum Tradisonal Etnoarkeologi: Pola Tata Kerja (Traditional Drinking water dan Tata Ruang Kerja Pengrajin Container). Jakarta: Himpunan Tembikar di Kec. Bayat, Kab. Keramik Indonesia. Klaten, Prov. Jawa Tengah. Laporan Penelitian Arkeologi Astiti Komang Ayu, 1999 Analisis Sifat- Bidang Program, Sub Bidang Sifat Fisik Dan Unsur-Unsur Arkeometri, Pusat Penelitian Kimia Beberapa Tembikar Situs Arkeologi. Jakarta. Gedungkarya, Muara , Sumatera Selatan. Laporan Intan S. Fadhlan M., 1996 Industri Tembikar Penelitian Arkeologi Bidang Di Kolo-Kolo, Selayar. Majalah Arkeometri, Pusat Penelitian Kebudayaan 6 (12): hal: 74-82. Arkeologi Nasional. Jakarta, Pusat Penelitian dan Intan S. Fadhlan M., 2008 Lingkungan Pengembangan Arkeologi Geologi Situs Air Sugihan, Kab. Nasional. Oki, Sumatera Selatan. Bagian Laporan Penelitian Arkeologi Eriawati Yusmaini dan Intan S. Fadhlan M., Peradaban Awal Masa Sejarah: 1998 Kendi Tembikar Situs Permukiman Awal Masa Sejarah Gedungkarya: Gambaran (Pra-Sriwijaya) Di Pantai Timur Tingkat Keterampilan Penganjun Sumatra Selatan, Puslitbang Lokal. Siddhayatra, Jurnal Arkenas. Jakarta Arkeologi 3 (2): hal. 1-14.

99 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Intan S. Fadhlan M., 2011 Analisis Prasejarah Hingga Masa Kini. Teknologi Laboratoris Tembikar Jakarta : P.T Dian Rakyat. Dari Situs Minanga Sipakko, Kec. Kalumpang, Kab. Mamuju, Soegondho Santoso, 2000 Terakota Masa Prov. Sulawesi Barat. Kalpataru, Prasejarah. dalam buku 3000 Majalah Arkeologi, Vol. 20 No. Tahun Terakota Indonesia: Jejak 1 – Maret 2011. Pusat Penelitian Tanah dan Api. Museum dan Pengembangan Arkeologi Nasional Indonesia, Jakarta, hal: Nasional, Kementerian 3-10. Kebudayaan Dan Pariwisata. Utomo, B. Budi, 1988 Permasalahan Umum Kraus, Hunt, Ramsdell, 1959 Mineralogy, Arkeologi Jambi. REHPA III, An Introduction to the Study of Pandeglang, 5-9 Desember 1986, Minerals and Crystals. McGraw- Puslit Arkenas, Depdikbud. Hill Book Company, Inc. New York, Toronto, London, Wibisono, S., 2000 Terakota Masa Kogakusha Company, Ltd. Klasik. dalam buku 3000 Tahun Tokyo. Terakota Indonesia: Jejak Tanah dan Api. Museum Nasional Indonesia, Ong, H.L. dkk, 1981 Mineralogi. Jakarta, hal: 13-18. Laboratorium Mineralogi, Departemen Teknik Geologi ITB, Bandung.

Pettijohn, P.J., 1975 Sedimentary Rocks. New York, Harper and Brothers.

Rangkuti N., dan Intan S. Fadhlan M., 1993 Tembikar Tradisi Sriwijaya Di Kayu Agung. SRIWIJAYA dalam perspektif arkeologi dan sejarah. Pemda Tk. I Sumatera Selatan, hal: C7 1-14.

Soegondho, Santoso, 1993 Wadah Keramik Tanah Liat Dari Gilimanuk dan Plawangan: Sebuah Kajian Teknologi dan Fungsi. Disertasi Bidang Ilmu Pengetahuan Budaya, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia.

Soegondho Santoso, 1995 Tradisi Tembikar Di Indonesia: Dari Masa

100 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Lampiran

TABEL-1: Hasil Analisis Laboratoris Tembikar Dari Situs Air Sugihan Sektor Nusakarta

No Sampel Warna Berat Tebal Keras Berat Porositas Daya Komposisi Bahan (%) Besar Butir (mm) Komposisi Tingkat Sampel Fragmen Gerabah (gram) (mm) Skala Jenis (%) Serap Bahan Bahan Bahan Dasar Bahan Mineral Non Pembakaran Mohs Air (%) Dasar Campuran (lempung) Campuran Mineral (°C) (lempung) (pasir) (pasir) 1 Badan, Coklat 22.07 7,1- 3 2,15 29,60 15,28 36 64 0,0039- 0,0625- Kuarsa, Fragmen 500 polos, sangat 11,3 0,0156 0,1250 plagioklas, batuan hornblende, tebal, muda biotit, kasar (7/4- piroksen, 10YR) lempung, 2 Badan, Coklat 7,20 2,7-3,8 3 2,70 22,65 10,85 53 47 0,0012- 0,0312- Kuarsa, Tidak ada 600 polos, muda 0,0024 0,0526 plagioklas, hornblende, tipis, (6/3- biotit, halus 10YR) piroksen, lempung 3 Badan, Coklat 13,11 4,9- 3 2,15 29,10 13,52 35 65 0,0039- 0,0625- Kuarsa, Fragmen 500 polos, muda 11,8 0,0156 0,1250 plagioklas, batuan hornblende, tebal, (6/4- biotit, kasar 7,5YR) piroksen, lempung 4 Badan, Coklat 10,85 2,5-3,8 3 2,70 22,10 10,67 55 45 0,0012- 0,0312- Kuarsa, Tidak ada 600 polos, kemerah 0,0024 0,0526 plagioklas, hornblende, tipis, an (5/4- biotit, halus 5YR) piroksen, lempung KETERANGAN: No. Sampel-1 : Sektor Nusakarta-1 (NSK-1) No. Sampel-3 : Sektor Nusakarta-3 (NSK-3)

No. Sampel-2 : Sektor Nusakarta-2 (NSK-2) No. Sampel-4 : Sektor Nusakarta-4 (NSK-4)

101

Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

SITUS GUA BATU NAPAL LICIN Stone Cave Site In Napal Licin Sigit Eko Prasetyo Balai Arkeologi Palembang [email protected]

Naskah diterima tanggal 11/10/2014; dikembalikan untuk revisi tanggal 12/11/2014; disetujui tanggal 26/11/2014

Abstrak Penelitian di daerah Napal Licin masih dalam tahap penjajagan untuk mencari dan mengetahui tinggalan arkeologi di daerah tersebut. Penelitian ini diawali dengan survei yang menghasilkan beberapa tempat yang memiliki [email protected] arkeologis seperti batu silindrik dan Gua Batu. Gua Batu merupakan tempat yang awalnya dikenal sebagai salaha satu objek wisata di desa ini. Dari hasil survei gua ditemukan beberapa serpih batu dari bahan rijang dan obsidian yang merupakan indikasi adanya aktifitas manusia masa lalu. Dari bentuknya, gua ini juga sangat ideal sebagai gua hunian dimana terdapat sumber air yang dekat dengan gua, lantai gua yang landai serta kering, frekuensi cahaya matahari yang cukup, dan sirkulasi udara yang baik. Hasil ekskavasi yang dilakukan di gua ini berhasil mendapatkan artefak batu, gerabah/tembikar, fragmen tulang, dan gigi, namun jika dilihat dari frekuensi temuan masih sangat sedikit Kata kunci: gua, ekaskavasi, artefak

Abstact Research in the area of Napal Licin still in exploratory phase to search and find out the archaeological remains in the area. This study begins with a survey that resulted in some place that has archaeological remains such as batu silindrik and Batu Caves. Batu Caves is a place originally known as one of the attractions in this village. From the results of the survey found a few flakes of chert and obsidian material which is indicative of past human activity. From its shape, this cave is also ideal as a cave dwelling where there is a water source close to the cave, the cave floor ramps and dry, the frequency of sufficient sunlight and good air circulation. The

results of the excavations carried out in this cave managed to get the stone artifacts, earthenware / pottery, bone fragments, and teeth, but when viewed from the frequency of the findings are still very few Keywords: cave, excavation, artifact

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang bumi kira-kira tiga juta tahun yang lalu (Butzer, 1971:29), bersamaan dengan Sejarah alam semesta jauh lebih panjang jika terjadinya berkali-kali glasiasi dalam zaman dibandingkan dengan sejarah umat manusia. yang disebut Plestosen. Dalam keseluruhan Manusia baru muncul pertama kali di muka Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

sejarah bumi, kala Plestosen merupakan lingkungan tentu saja berbeda-beda. Hal ini bagian masa geologi paling muda dan paling sejalan dengan tingkat evolusi manusia dari singkat, namun bagi sejarah umat manusia, masa ke masa. Keberadaan manusia dalam kala ini merupakan bagian yang paling tua. mengisi kehidupan sehari-hari sangat Bukti kehadiran manusia paling tua yang didukung oleh lingkungan di sekitarnya. Di ditemukan di muka bumi berasal dari masa dalam lingkungan tersebut terdapat tiga jenis Plestosen dengan umur 2,5 juta tahun yang kebutuhan pokok manusia, yaitu sandang lalu, melalui alat-alat batu yang ditemukan (pakaian), pangan (makanan), dan papan di daratan Afrika tepatnya di Lembah (tempat tinggal). Manusia pada awal-awal Olduvai oleh Mary Leakey (Leakey, 2007: kehadirannya di muka bumi masih 46). Batu merupakan bahan yang tersedia bergantung pada alam. Mereka oleh alam yang jumlahnya sangat banyak menggunakan semua sumberdaya alam dan mudah didapatkan, sehingga digunakan untuk pemenuhan hidup sehari-hari. Berburu oleh manusia sebagai alat. Pada awalnya, dan mengumpulkan makanan merupakan penggunaan alat dilakukan secara insidental mata pencarian yang paling awal yang dan terbatas pada batu-batu alam berbentuk dilakukan manusia. Manusia memanfaatkan tajam yang terdapat di sekitarnya. ceruk, atau gua sebagai tempat berlindung Kemudian, seiring dengan semakin dari panas dan hujan. Aktivitas manusia banyaknya kebutuhan hidup, timbul yang masih tinggal di dalam gua atau ceruk pemikiran untuk memecah batu dengan meninggalkan bekas-bekas kehidupan yang menggunakan batu lainnya untuk kemudian ditemukan oleh para peneliti. memperoleh batu dengan tajaman yang Penelitian arkeologi tentang hunian di dalam diinginkan, jika bentuk tajaman tersebut gua di Indonesia sudah banyak dilakukan tidak terdapat pada batu-batu alam sekitar. oleh para arkeolog, baik dari dalam negeri Hal ini kemudian memperkenalkan manusia maupun luar negeri. Dari hasil-hasil pada teknologi batu yang melahirkan penelitian tentang gua yang telah dilakukan, berbagai alat batu untuk pemenuhan diketahui bahwa gua-gua di Indonesia dan kebutuhan hidup (Oakley, 1950:13). Asia Tenggara umumnya telah dihuni Manusia dan lingkungan merupakan dua semenjak paruh kedua Plestosen Atas (Tim unsur yang tidak dapat dipisahkan. Tingkat Peneliti Padang Bindu, 2010:4). ketergantungan manusia terhadap Pertanggalan tertua sampai saat ini masih

103 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

dimiliki oleh gua Song Terus di Pacitan Kabupaten Musi Rawas. Survei ini dengan umur 45.000 tahun yang lalu. berdasarkan laporan masyarakat yang Beberapa gua hunian lain yang telah diteliti menyebutkan adanya tinggalan bata candi secara intensif adalah Gua Braholo, Song yeng terletak di tepi Sungai Rupit, Desa Keplek, dan Song Gupuh di wilayah Beringin Jaya, Kecamatan Rupit, Kabupaten Gunung Sewu, Leang Burung 2 dan Leang Musi Rawas, Sumatera Selatan. Lokasi ini Sakapao di Sulawesi Selatan, Leang Bua di tidak jauh dari situs Candi Tingkip, dan Flores. Di wilayah Sumatera Selatan, gua Lesung Batu. Pada saat kedatangan tim, bata yang masih intensif diteliti oleh Pusat candi tidak dapat terlihat karena air pasang Arkeologi Nasional adalah Gua Harimau dari Sungai Rupit menyebabkan bata candi yang terletak di Desa Padang Bindu, tersebut tenggelam. Survei kemudian Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera dilanjutkan ke Desa Napal Licin, Kecamatan Selatan. Gua ini begitu terkenal karena Ulu Rawas. Di desa ini ditemukan beberapa temuan rangka yang sangat banyak serta tinggalan arkeologi berupa batu silindrik terdapat lukisan gua di salah satu (batu larung) mirip yang ada di dataran dindingnya. Kehadiran lukisan gua di tinggi Jambi (Merangin dan Kerinci). Sumatera Selatan ini menggugurkan Ukuran panjang batu ini: 278 cm, lebar anggapan sebelumnya bahwa lukisan gua pangkal: 108 cm, lebar ujung: 75 cm, tebal hanya terdapat di Indonesia bagian timur. Di pangkal 65 cm, dan tebal ujung 58 cm. Batu wilayah tersebut juga telah dilakukan ini terletak di lahan Bapak Hamzah (80 penelitian beberapa gua antara lain Gua tahun) dengan orientasi timur laut-barat Silabe, Gua Putri, Gua Pandan, Gua karang daya. Orientasi ini mengarah ke Desa Napal Pelaluan, dan Gua Karang Beringin. Gua Licin dan Bukit Sabit. Letak batu ini juga Harimau sampai sekarang masih intensif menghadap ke sungai Kerali (anak sungai diteliti. Dari penelitian beberapa gua Rawas) dengan jarak ±50 meter. Temuan tersebut diperoleh gambaran hunian gua lainnya adalah batu megas (batu berbentuk sekitar 9.000 tahun yang lalu di Gua Pandan segi empat). Bahan batuan terbuat dari batu dan 5.000 tahun yang lalu pada Gua Selabe kali (andesit). Batu ini berbentuk balok (Tim Peneliti Padang Bindu, 2010:5). dengan ukuran batu ini adalah panjang: 192 cm, lebar: 97 cm, dan tebal 42,5 cm. Menjelang akhir tahun 2012, Balai Menurut cerita masyarakat, batu ini Arkeologi Palembang melakukan survei di

104 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

merupakan tempat beristirahat warga yang Pengamatan di dalam gua dilakukan dari sedang melakukan perjalanan pada zaman mulut gua hingga ke bagian dalam yang dahulu untuk makan nasi. Letak batu ini masih bisa ada sinar matahari. Temuan berjarak ±50 meter ke arah barat laut dari arkeologi yang terdapat di dalam gua berupa sungai Rawas. alat-alat batu berupa serpih dan serpih dari bahan obsidian. Temuan artefak batu Survei dilanjutkan ke Desa Napal Licin yang seluruhnya berjumlah 13 buah temuan. memiliki kawasan karst yang terdapat di Serpih obsidian berjumlah enam temuan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). dengan ukuran antara 1,5 – 3 sentimeter, Menurut informasi dari penduduk, desa ini sedangkan serpih berjumlah enam temuan memiliki gua yang telah menjadi objek yang berbahan batuan gamping serta andesit. wisata. Salah satu gua yang berhasil diamati Terdapat satu buah temuan alat masif berupa pada survei sebelumnya adalah Gua Batu. kapak perimbas (chopper) dengan bagian Gua ini terletak di tepi jalan dengan tajaman melintang. Temuan lainnya berupa ketinggian ±25 meter dari permukaan jalan. bekas-bekas botol, piring, pecahan gelas, Keletakaan gua ini sudah masuk ke dalam serta bekas perapian yang terdapat di ruang Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). dalam gua memperlihatkan bahwa gua ini Keletakkan gua berdekatan dengan Sungai masih sering dijadikan tempat beraktifitas Rawas yang berada di depan gua dengan bagi warga sekitar. jarak ±25 meter (jika ditarik garis lurus). Mulut gua menghadap ke arah barat. Keadaan di dalam gua cukup kering, dengan I.2. Permasalahan permukaan yang cukup datar. Tanah permukaan gua juga kering dengan jenis Permasalahan umum yang melatarbelakangi tanah lempung berpasir. Sebagian penelitian ini adalah masih sangat jarang permukaan tanah gua tertutup oleh kotoran penelitian yang berlokasi di Napal Licin, kelelawar (guano). Permukaan tanah gua sementara dari hasil survei yang dilakukan terlihat banyak berlubang karena aktivitas Balai Arkeologi Palembang menunjukkan masyarakat untuk mengambil guano ini adanya tinggalan arkeologi di wilayah sebagai pupuk. tersebut. Wilayah ini terletak di sebelah barat Kabupaten Musi Rawas dan berbatasan dengan Provinsi Jambi di sebelah

105 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

utara dan Provinsi Bengkulu di sebalah Gua-gua yang terdapat di Desa Napal Licin barat. Penelitian kali ini dilakukan saat ini dimanfaatkan masyarakat sebagai berdasarkan hasil survei yang dilakukan tempat untuk mencari pupuk yang berasal Balai Arkeologi Palembang pada tahun dari kotoran kelelawar. Sepengetahuan 2012. Penelitian ditekankan pada pencarian penulis, sampai saat ini belum ada penelitian data arkeologi di Desa Napal Licin dan yang dilaksanakan di gua-gua Desa Napal hunian gua di Napal Licin. Pertanyaan- Licin. Dengan demikian, penelitian ini pertanyaan yang ingin dijawab pada masih bisa dikatakan tahap awal yang penelitian awal kali ini adalah bagaimana memiliki tujuan potensi arkeologi Napal Licin, tinggalan apa 1. Mengumpulkan data arkeologi di saja yang ada di dalamnya, serta bagaimana Napal Licin termasuk dalamnya bentuk tinggalan tersebut? mengetahui potensi arkeologi di wilayah tersebut. 2. Mengumpulkan data hunian dalam I.3. Tujuan dan Sasaran gua-gua Napal Licin. Pada umumnya Desa Napal Licin merupakan salah satu desa hunian periode terakhir prasejarah terujung di Kabupaten Musi Rawas. dalam gua terdapat pada lapisan atas letaknya yang cukup jauh dari kota terdekat deposit gua tersebut. Hal ini (± 150 km dari kota Lubuk Linggau) serta dicirikan keberadaan pecahan- akses yang masih sulit untuk dicapai pecahan tembikar atau serpih-serpih mungkin menyebabkan desa ini luput dari batu baik yang diduga merupakan kalangan para peneliti. Desa ini pernah alat atau limbah bekas pemakaian menjadi salah satu tujuan wisata turis asing atau pembuatan alat batu. pada tahun 1992-1998 dan dilengkapi I.4. Kerangka Pikir dengan penginapan bernama Rawas River Lodge yang dikelola oleh pihak swata. Penilitian tentang gua-gua di Provinsi Namun adanya krisis ekonomi serta Sumatera Selatan mulai sering dilakukan reformasi dan terbakarnya penginapan secara intensif selama 13 tahun terakhir. tersebut pada tahun 1998, menyebabkan Adanya Gua Harimau di daerah Padang desa ini sudah jarang dikunjungi wisatawan Bindu, Baturaja, Sumatera Selatan telah lagi. menjadikan wilayah ini terkenal dengan

106 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

adanya temuan kubur manusia yang begitu Parameter morfologi lain yaitu dimensi banyak sejumlah 76 individu (Simanjuntak, mulut dan ruangan, intensitas cahaya dan 2013) serta keberadaan lukisan gua di sirkulasi udara di ruangan gua. Kondisi dalamnya. Dari fisik yang terlihat di wilayah lantai gua terutama posisi dan beda tinggi Baturaja, daerah ini merupakan daerah yang lantai terhadap mulut, kemiringan, banyak terdapat gugusan karst yang kelembaban, perkiraan tebal sedimen, materi menghasilkan banyaknya gua-gua di penyusun, kondisi asli atau terubah, wilayah tersebut. Banyaknya sungai yang merupakan faktor-faktor yang juga penting mengalir, menjadikan tempat ini merupakan sebagai parameter gua hunian. tempat yang ideal untuk kelangsungan hidup b. Parameter lingkungan manusia. Survey wilayah karst terus dilanjutkan untuk menambah data tentang Parameter ini menyangkut kondisi gua-gua hunian di Sumatera Selatan. Salah lingkungan fisik gua dalam konteks satu wilayah karst yang terdapat di Sumatera bentanglahan sekitarnya. Parameter ini Selatan terdapat di Kabupaten Musi Rawas. meliputi ketinggian relatif atau beda tinggi Informasi tentang adanya gua sudah ada mulut gua dengan dasar lembah, kemiringan sejak lama diketahui di Desa Napal Licin lereng di depan mulut gua, posisi mulut gua dari internet. Gua tersebut merupakan salah di bagian lereng, bentuk lembah dan satu objek wisata di kawasan TNKS. ketersediaan lahan datar di depan mulut gua, Keletakkan gua dan bentuk gua diketahui faktor jarak dan aksesibilitas gua terhadap memenuhi parameter tentang gua hunian. komponen-komponen bentang lahan lainnya Parameter tersebut menurut Yuwono seperti sumber air dan jaringan lembah (Yuwono 2007 dalam Sofian 2012: 3) kering. adalah sebagai berikut. c. Parameter kandungan a. Parameter morfologi dan ganesa Berupa indikasi adanya temuan-temuan Parameter morfologi mencakup bentuk, arkeologis di permukaan lantai gua beserta ukuran, serta aspek keruangan mikro gua kemungkinan perubahan konteks. Indikasi yang diamati. Pada umumnya, gua yang tersebut antara lain berupa fragmen tulang mengandung potensi arkeologis adalah gua hewan, sisa makanan (misalnya cangkang paying (rockshelter) dan gua horisontal. moluska dan biji-bijian yang mengeras),

107 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

tatal batu, fragmen tulang manusia, fragmen Datum Point) yang akan ditentukan pada gerabah atau keramik, peralatan dari batu, titik tertentu yang sifatnya permanen dalam tulang binatang, tanduk, logam, dan sisa abu situs. Perekaman dilakukan secara pembakaran di lantai gua. berkesinambungan pada masing-masing lapisan dan secara khusus dilakukan pada temuan-temuan penting. I.5. Metode Peralatan yang digunakan dalam proses Penelitian di Desa Napal Licin masih penggalian adalah alat gali berupa petel, tergolong dalam tahap awal, walaupun cetok, scrapper, alat ukur, alat ayakan. sebelumnya sudah dilakukan survei di Perekaman gambar dilakukan dengan wilayah ini. Untuk memperoleh gambaran pemotretan menggunakan kamera digital umum tentang potensi hunian situs, maka dan penggambaran peta situs. Penanganan penelitian ini akan diarahkan untuk temuan dilakukan dengan membersihkan melakukan ekskavasi untuk memperoleh temuan baik secara kering maupun basah data vertikal. Melalui ekskavasi ini dan dilanjutkan dengan pemberian identitas diharapkan dapat mencapai lapisan hunian terhadap artefak (pelabelan). Tahap akhir yang dalam untuk mengetahui potensi data adalah analisis terhadap temuan tersebut. hunian yang paling awal. Ekskavasi masih Kegiatan lainnya adalah pengambilan dibatasi pada beberapa kotak di beberapa sampel tanah atau arang yang terdapat di bagian gua, sementara pencarian data secara dalam kotak gali. horisontal tetap dilakukan untuk menjadi sasaran penelitian berikutnya. I. Keadaan dan Lingkungan Ekskavasi akan menggunakan teknik spit Situs dengan kedalaman 10 cm pada tiap spitnya. Teknik pengukuran kedalaman dilakukan Situs penelitian terdapat di Desa Napal Licin dengan sistem level dengan melihat dan Desa Kuto Tanjung yang terdapat di kesetaraan tinggi permukaan air yang diukur Kecamatan Ulu Rawas. Keletakkan kedua dari titik bantu kedalaman (SDP-Secondary desa tersebut terdapat di bagian paling barat Datum Point). Semua SDP kemudian akan sehingga lokasinya berbatasan dengan “diikat” pada titik pusat pengukuran (DP- Provinsi Jambi di sebelah utara dan Provinsi

108 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Bengkulu di sebelah barat. Sebelum batuan sedimen dari berbagai formasi pertengahan tahun 2013, wilayah ini masuk terutama dari Lajur Palembang, dan endapan dalam Kabupaten Musi Rawas, Provinsi permukaan, merupakan daerah pemukiman Sumatera Selatan, namun menjelang dan lahan pertanian penduduk. Pola aliran pertengahan 2013, wilayah kedua desa ini morfologi ini sub dendritik. dengan sungai masuk dalam pemekaran Kabupaten Musi utama adalah Sungai Lematang, Sungai Air Rawas Utara yang ditetapkan oleh Undang- Musi, Sungai Kikim, Sungai Lingsin, Undang Republik Indonesia Nomor 16 Sungai Endikat, Sungai Klingi, Lakitan, dan Tahun 2013 tentang Pembentukan Sungai Beliti yang mengalir dari selatan ke Kabupaten Musi Rawas Utara di Provinsi utara, dengan aliran yang berliku-liku, Sumatera Selatan. Kabupaten Musi Rawas lembah lebar merupakan sumber air Utara menaungi tujuh kecamatan, yaitu penduduk sekitarnya. Kecamatan Rupit, Karang Jaya, Ulu Rawas, Karang Dapo, Rawas Ulu, Nibung, dan Kecamatan Rawas Ilir. II. Hasil dan Pembahasan

Morfologi Kabupaten Musi Rawas Utara ini Pelaksanaan penelitian Gua-gua di Napal masih mengacu pada morfologi Kabupaten Licin secara operasional dilaksanakan Musi Rawas. Morfologi daerah Kabupaten selama 8 hari pada tanggal 18 Agustus Musi Rawas secara umum merupakan sampai 25 Agustus 2013. Tim penelitian perbukitan bergelombang terjal di bagian menginap di rumah penduduk di Desa Napal selatan termasuk jalur dari Bukit Barisan,. Licin (rumah kerabat dari Bapak Kades Daerah morfologi ini di bagian selatan Napal Licin : Gamal Abdul Nasir. Penelitian terutama disusun oleh batuan diawali dengan melakukan survei lapangan, gunungapi dari Lujur Barisan, merupakan yaitu mencari gua di wilayah Taman hutan dan semak belukar dan sebagian kecil Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Bukit merupakan ladang/kebun kopi penduduk Batu, Bukit Payung, Bukit Semambang, setempat, Pola aliran sungai morfologi ini Bukit Sabit, dan Bukit Krakatau. sebagian parallel dan sub dendritik. Penyebutan bukit tersebut berdasarkan Sedangkan bagian tengah, barat dan utara informasi dari warga Napal Licin. Dari hasil merupakan daerah perbukitan bergelombang survei, ditentukan lokasi ekskavasi di Gua rendah sampai landai, yang disusun oleh Batu yang terdapat di Bukit Batu.

109 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Bukit Batu terletak di kawasan TNKS lantai gua. Sedangkan lima kotak lainnya tepatnya di sisi sebalah timur jalan antara hanya dapat digali antara 20 cm – 50 cm Desa Napal Licin dan Desa Kuto Tanjung. dari permukaan lantai gua. Lapisan tanah di Survei yang dilakukan terhadap bukit ini dalam gua diawali dengan lapisan top soil, mendapatkan satu gua yang dinamakan atau yaitu lapisan tanah yang paling atas dengan dikenal penduduk sebagai Gua Batu. Pintu ketebalan rata-rata 0,5 cm hingga 2 cm. gua ini menghadap ke Sungai Rawas (barat) Lapisan kedua berupa lapisan guoano dengan ketinggian gua 178 meter (diukur (kotoran kelelawar) berwarna hitam yang dengan menggunakan GPS Garmin 76CSx). sudah mengeras, sehingga sangat sulit untuk Tinggi gua batu dari lantai sampai atap gua digali. Lapisan berikutnya berupa lapisan sekitar 8 meter, mulut gua memiliki lebar batuan gamping yang berwarna putih kusam. 18,30 meter. Lantai permukaan gua cukup Sama halnya dengan lapisan guoano, lapisan datar, dengan keadaan kering, serta inipun sangat keras, sehingga sulit untuk mendapat cahaya matahari yang cukup. Gua digali. Lapisan berikutnya berupa tanah batu ini memiliki beberapa pintu pada sisi pasiran bercampur lempung, dengan warna lainnya, namun untuk menuju pintu-pintu yang berbeda, tergantung kedaalaman kotak. lainnya harus ditempuh dengan menelusuri Warna lapisan ini umumnya coklat gua batu ke sisi timur dengan jalan yang kehitaman dan coklat kekuningan. agak sulit untuk ditempuh. Proses ekskavasi dilakukan dengan alat-alat Ekskavasi pada Gua Batu ini dilakukan di ekskavasi arkeologi, yaitu petel, cetok sekitar mulut gua hingga ke dalam (hingga (sendok semen), scrap. Untuk lapisan tanah 12 meter ke dalam gua) dengan membuka 6 keras, digunakan pahat (baji) untuk kotak ekskavasi. Pembukaan kotak menembus lapisan guano serta lapisan ekskavasi ini berdasarkan grid yang dibuat gamping. Pengukuran kedalaman dilakukan di dalam gua dengan interval tiap kotak dengan mengikat semua titik ukur menjadi adalah 1,5 x 1,5 meter, dengan titik nol satu, yaitu pada bagian dinding gua dan dari berada di pinggir mulut gua sisi selatan. permukaan kotak ekskavasi. Ekskavasi atau Keenam kotak itu adalah G1, H2, A’8, G2’, penggalian arkeologi ini dilaksanakan B6, dan E5. Dari keenam kotak tersebut, dengan menggunakan metode spit, yaitu hanya kotak H2 yang dapat digali hingga penggalian yang dilakukan dengan interval kedalaman akhir 1,7 meter dari permukaan kedalaman tertentu (dalam penelitian ini

110 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

menggunakan interval kedalaman 10 cm). masa lalu yang sudah mengalami modifikasi Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan oleh manusia itu sendiri. Temuan artefak perekaman data arkeologi di dalam lapisan batu ini terdiri dari batuan chert (gamping tanah gua. Setiap penggalian kedalaman 10 kersikan), andesit, serta obsidian. Temuan cm, maka keadaan kotak harus difoto, serta selama proses penggalian dari kelima kotak temuan-temuan yang ada harus dipisahkan cukup sedikit. Frekuensi temuan hanya antar spit yang satu dengan spit yang lain. terdapat pada permukaan hingga spit 5 (50 sentimeter dari permukaan kotak). Temuan Dari enam kotak ekskavasi di Gua Batu, tersebut berupa serpih, obsidian, batuan hanya kotak H2 yang memiliki kedalaman kerakal, gerabah, fragmen tulang, gigi, dan hingga 170 cm dari permukaan kotak, biji tumbuhan (lihat lampiran tabel). sedangkan empat kotak lainnya hanya mampu hingga kedalaman 50 cm dari Batuan kerakal dimasukkan dalam kategori permukaan kotak. Hal ini disebabkan karena temuan karena kemungkinan besar batuan kadaan tanah yang bercampur dengan ini diperoleh dari luar lingkungan gua yang batuan ataupun sudah terbentur pada lapisan biasanya digunakan sebagai perkutor (alat batuan, sehingga penggalian sangat sulit pemukul) untuk menghasilkan atau untuk diteruskan. Lapisan batuan ini memodifikasi alat batu pada situs gua. kemungkinan besar merupakan runtuhan Survei yang dilakukan di permukaan gua dari atap gua, jika melihat keadaan atap gua berhasil menemukan serpih batu yang yang memiliki bekas patahan. Hal yang terbuat dari batuan rijang, batu inti, sama juga dialami pada kota H2, namun obsidian, pecahan gerabah, beliung persegi, lapisan batu ini berhasil ditembus hingga dan kapak penetak (chopping tool). Perlu kedalaman 170 cm. Tujuan pendalaman diketahui sebelumnya bahwa keadaan lantai kotak ini untuk mendapatkan kembali gua sebelum dilakukan ekskavasi telah lapisan budaya. Namun hingga akhir mengalami penggalian yang dilakukan oleh penggalian (spit 17), tidak ditemukan penduduk dengan tujuan mencari kotoran artefak. kelelawar (guano) yang digunakan sebagai pupuk. Hal ini meninggalkan bekas lubang- Temuan selama penggalian di Gua Batu lubang galian di permukaan lantai gua. didominasi oleh temuan artefak batu. Temuan beliung persegi dan kapak penetak Artefak merupakan benda tinggalan manusia berada dalam satu lokasi yang sama, namun

111 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

besar kemungkinan bahwa sebelumnya dalam gua ini berupa beliung persegi. temuan ini berasal dari dalam tanah, karena Beliung ini sudah diupam sehingga memiliki kondisi artefak yang tertutup oleh tanah di permukaan yang halus dan berukuran seluruh bagiannya. Temuan ini didapat panjang 8 cm, lebar 3,6 cm dan tebal 1 cm. dipermukaan mungkin disebabkan oleh Bekas pemakaian beliung ini terlihat pada galian yang dilakukan oleh penduduk, bagian tajaman yang memperlihatkan retus sehingga artefak ini terangkat di permukaan. pemakaian. Artefak obsidian berjumlah 71 temuan yang terdiri batu inti, serpih dan Hasil temuan dari Gua Batu ini relatif bilah. Sangat menarik bila diperhatikan sedikit. Dari analisis yang dilakukan, jumlah temuan obsidian yang lebih banyak temuan batu berjumlah 143 temuan. Temuan dibandingkan dengan temuan batu non batu ini digongkan menjadi tiga jenis yaitu obsidian. Temuan artefak obsidian pada batu non obsidian, obsidian, dan kerakal umumnya berukuran kecil antara 2-5 cm. andesit. Ketiga jenis batuan ini merupakan Bahan batuan obsidian merupakan jarang batuan yang bukan berasal dari dalam gua, ditemukan pada formasi Karst yang artinya namun dibawa dari luar gua. Batuan non dibawa dari luar kawasan sekitar situs. obsidian berjumlah 61 temuan yang terdiri atas temuan serpih, batu inti, calon beliung, Temuan lainnya berupa fragmen tembikar, dan tatal, 11 temuan berupa kerakal andesit, tulang, dan gigi. Selama proses penggalian dan 71 temuan serpih obsidian. Dari hasil di Situs Gua Batu ini hanya ditemukan tiga pengamatan yang dilakukan, alat masif buah fragmen tembikar bagian badan dan hanya berupa kerakal andesit yang tidak berhias (polos). Hal ini cukup aneh, kemungkinan besar digunakan sebagai mengingat pada umumnya lapisan atas di perkutor dengan indikasi luka pukul (bekas gua-gua hunian banyak ditemukan tembikar penggunaan dengan membenturkan kerakal yang mewakili lapisan neolitik, namun pada andesit ke batu rijang sebagai kegiatan situs ini temuan tembikar ini sangat sedikit. penyerpihan) di ujung batu kerakal tersebut. Fragmen tulang dari situs ini jika dilihat dari Alat serpih yang dari situs ini tidak ukurannya merupakan tulang-tulang yang memperlihatkan adanya pola persiapan berasal dari hewan-hewan kecil di dalam dalam penyerpihan, sehingga morfologi gua, namun belum bisa diidentifikasi jenis serpih cenderung tidak beraturan. Alat masif spesies hewan tersebut. Temuan tulang ini dengan ciri neolitik berhasil ditemukan di terdapat pada lapisan topsoil lantai gua.

112 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

III. Penutup neolitik dengan adanya temuan beliung persegi dan tembikar walaupun hanya Gua Batu di Desa Napal Licin merupakan sedikit. Frekuensi temuan yang tidak banyak gua yang telah dijadikan objek wisata di ini mengindikasikan bahwa gua ini tidak Taman Nasional Kerinci Seblat. Dari hasil menjadi pilihan utama untuk hunian penggalian di gua ini diketahui bahwa manusia masa lalu. lapisan budaya gua ini tidak dalam. Hasil penggalian membuktikan bahwa temuan budaya hanya terdapat pada kedalaman 50 Daftar Pustaka cm dari lantai gua. Jika dilihat dari parameter gua yang disebutkan sebelumnya, B, Tri Marhaeni. 2012. Laporan Penelitian Arkeologi. Laporan Peninjauan dan gua ini sudah memenuhi ketiga parameter Eksplorasi Arkeologis di Kabupaten tersebut. Parameter morfologi yang terdapat Musi Rawas dan Kota Lubuk Linggau. Balai Arkeologi pada gua ini adalah bentuk gua yang Palembang: Palembang (tidak merupakan gua payung dan hosontal, diterbitkan) Butzer, Karl W. 1971. Environment and memiliki intensitas cahaya yang cukup Archaeology: An introduction to terang pada mulut gua serta sirkulasi udara Plestocene Geography. Aldine Publishing Company: Chicago yang baik karena ukuran mulut gua yang Leakey, Mary. 2007. Asal-Usul Manusia. cukup besar. Keadaan lantai gua pun cukup Gramedia: Jakarta Oakley, Keneth P. 1950. Man The Tool- landai, sehingga memudahkan untuk Maker. London: The Trustees of the British melakukan aktifitas di dalam gua. Parameter Museum lingkungan yang terdapat di gua ini berupa Poesponegoro, Marwati Djoened. 2010. ketinggian gua yang terjangkau serta Sejarah Nasional Indonesia I. Zaman Prasejarah di Indonesia. Edisi lokasinya yang dekat dengan sumber air Pemutakhiran. Balai Pustaka: Jakarta (Sungai Rawas), sedangkan parameter Prasetyo, Sigit Eko. 2013. Laporan kandungan gua sendiri terdapat temuan Penelitian Arkeologi. Penelitian serpih dan serpih obsidian yang cukup Gua-Gua Di Napal Licin Kabupaten Musi Rawas Utara. Balai Arkeologi banyak disertai dengan sejumlah kecil Palembang: Palembang (tidak fragmen gerabah. Namun dari hasil diterbitkan) Simanjuntak, H. Truman, Adhi Agus penggalian, frekuensi temuan di dalam kotak Oktaviana, Dyah Prastiningtyas (ed). cukup rendah. Situs Gua Batu Napal Licin 2013. Peradaban Di Lingkungan Karst Kabupaten OKU, OKU Timur, kemungkinan besar berada pada masa

113 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

dan OKU Selatan. Pusat Arkeologi Nasional: Jakarta (tidak diterbitkan) Tim Peneliti Padang Bindu. 2010. Laporan Penelitian Arkeologi. Penelitian Sofian, Harry Octavianus. 2012. Laporan Hunian Prasejarah Di Padang Penelitian Arkeologi. Survei Bindu, Baturaja Sumatera Selatan. Arkeologi Potensi Gua Di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Ogan Komering Ulu, Arkeologi Nasional: Jakarta (tidak Propinsi Sumatera Selatan. Balai diterbitkan) Arkeologi Palembang; Palembang (tidak diterbitkan)

114 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

LAMPIRAN

DAFTAR REKAPITULASI TEMUAN KOTAK GUA BATU NAPAL LICIN

NAMA KOTAK SPIT TEMUAN JUMLAH KETERANGAN A'8 1 obsidian 10 A'8 1 rijang 8 A'8 2 obsidian 19 A'8 2 rijang 13 A'8 2 kerakal 1 A'8 2 tulang 1 A'8 2 gigi 2 B6 5 obsidian 3 B6 5 tulang 1 B6 4 obsidian 1 B6 4 rijang 1 B6 4 kerakal 1 B6 3 kerakal 1 B6 3 obsidian 3 B6 3 arang − B6 3 rijang 1 B6 2 obsidian 8 B6 2 rijang 6 E5 1 arang − E5 1 rijang 4 E5 1 obsidian 5 E5 2 obsidian 4 E5 2 rijang 5 E5 2 kerakal 3

115 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

G2' 1 obsidian 1 G2' 2 obsidian 4 G2' 2 rijang 2 G2' 2 gerabah 2 G2' 2 tulang 18 fr tulang kecil G2' 2 arang − G2' 3 obsidian 5 G2' 3 rijang 6 basaltik G2' 3 arang − G2' 3 tulang 42 fr tulang kecil G2' 4 obsidian 5 G2' 4 rijang 10 G2' 4 kerakal 1 G2' 4 biji 1 G2' 4 arang − G2' 4 tulang 32 fr tulang kecil H2 1 rijang 3 H2 1 gerabah 1 H2 2 obsidian 1 H2 2 rijang 2 H2 3 obsidian 1 H2 4 pecahan gamping − H2 5 obsidian 1 H2 6 pecahan gamping − H2 7 pecahan gamping − H2 8 pecahan gamping − H2 9 pecahan gamping − H2 10 pecahan gamping − H2 11 pecahan gamping − H2 12 kerakal 2

116 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

H2 13 kerakal 2 H2 14 pecahan gamping − H2 15 pecahan gamping − H2 16 pecahan gamping − H2 17 pecahan gamping −

FREKUENSI JENIS TEMUAN GUA BATU

RIJANG OBSIDIAN KERAKAL GERABAH TULANG GIGI BIJI 61 71 11 3 94 2 1

117 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Gambar 1. Foto Bukit Batu Desa Napal Licin

Gambar 2. Keadaan Gua Batu Desa Napal Licin

118 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Gambar 3. Stratigrafi kotak H2

119 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Sebaran Tinggalan Megalitik di Situs Pagerdewa Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan

Megalithical Remains Distribution in Pagerdewa Ogan Komering Ulu District South Part Sondang M. Siregar Balai Arkeologi Palembang [email protected] Naskah diterima tanggal 11/10/2014; dikembalikan untuk revisi tanggal 12/11/2014; disetujui tanggal 26/11/2014

Abstrak

Situs Pagerdewa berada di Desa Pagerdewa, Kecamatan Warkuk Selatan, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1993 melakukan penelitian di kawasan Danau Ranau dan berhasil menemukan tinggalan megalitik yang tersebar sampai ke daerah Lampung. Tahun 2008 sampai tahun 2012 Balai Arkeologi Palembang melakukan penelitian kampung-kampung lama masa megalitik di kawasan Danau Ranau. Di dalam kampung lama ditemukan dolmen, batu datar, lesung batu, bilik batu dan punden berundak. Umumnya lokasi hunian nenek moyang berdekatan dengan lokasi ritual. Di situs Pagerdewa juga ditemukan tinggalan megalitik, permasalahan yang muncul adalah bagaimana jenis tinggalan megalitik dan persebarannya di situs Pagerdewa. Tujuan dari penulisan adalah untuk mengetahui jenis tinggalan megalitik dan persebarannya di situs Pagerdewa dan juga untuk mengetahui kronologi situs Pagerdewa. Sasaran penelitian adalah teridentifikasikan tinggalan arkeologi dan persebarannya di situs Pagerdewa sehingga dapat menggambarkan aktivitas hunian di situs Pagerdewa. Keberadaan tinggalan megalitik dan keramik/tembikar kuno di situs Pagerdewa menunjukkan dahulu manusia memilih lokasi tempat tinggal di atas bukit (dataran tinggi) dikarenakan alasan keamanan dan tempat yang cocok untuk kegiatan ritual. Begitupula diatas bukit tersedia sumber mata air yang berguna untuk kebutuhan sehari-hari. Permukiman selanjutnya berpindah ke daerah lebih rendah yaitu daerah lembah dikarenakan mata air di atas bukit sudah kering dan adanya kemudahan komunikasi/transportasi ke daerah lain. Kata kunci: situs, sebaran, megalitik, bukit, daerah rendah

Abstr act Pagerdewa site located in the village of Pagerdewa, the district of South Warkuk, the Regency of South Ogan Komering Ulu. The Center of Archaeological Research National

Jakarta researched in 1993 and found the distribution of megalithic remains in the region of Ranau Lake until Lampung area. The Center of Archaeological Research Palembang in 2008 until 2012 did research the old megalithic villages in the region of Ranau Lake. In the old village found dolmen, flat stone, mortar stone, chamber stone and punden berundak. Generally residential location near to ritual location.The problem in this paper is how the variety of megalithic remains and the distribution of megalithic remains in

Pagerdewa site. The paper purposed known the variety of megalithic remains and the distribution of megalithic remains in Pagerdewa site, and known the chronology Pagerdewa site. The target of research are identified the variety of megatlihic remains Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

and the distribution that described of residential activity in Pagerdewa site Megalithic remains and old ceramic/pottery were found on the hill. These are shown that people choosen the location of residence on the hill for security and a suitable place for ritual activity. Similarly on the hill provided a useful the source of water for their daily needs. Next the people moved to the lower area because water source was dry on the hill. Moreover people communicated more easily on the lower land. Keywords : sites, distribution, megalithic, hill, lowland.

A. Pengantar tahun 2008 diketahui kronologi keramik Vander Der Hoop melaporkan di tertua dari situs Jepara berasal dari abad dalam bukunya Megalitic Remains in ke-8 Masehi. Sout Sumatera bahwa di tepi Danau Situs-situs di kawasan Danau Ranau ditemukan tinggalan megalitik Ranau umumnya berada pada antara lain Subik, Jepara dan Pagerdewa ketinggian 500-900 meter di atas (Hoop 1932:57-58). Pusat Penelitian permukaan air laut, dan memiliki jarak arkeologi Nasional tahun 1993 mendata 200 meter sampai dengan satu tiga situs-situs di kawasan Danau Ranau. kilometer dari Danau Ranau. Situs-situs tersebut Jepara, Surabaya, Berdasarkan hasil penelitian diketahui Subik, Pagardewa, Kotabatu, Payah, situs-situs di kawasan Danau Ranau Tanjungraya, Haurkuning dan berkarakter situs pemukiman, Sukabanjar. Tinggalan arkeologi dari keagamaan dan perdagangan. masa Prasejarah antara lain batu Penempatan situs-situs di kawasan bersusun, batu lesung, batu tumpat, batu Danau Ranau berkaitan erat dengan kursi, beliung atap, belincung, makam si sumber daya lingkungannya sehingga pahit lidah, makam si mata empat, gua keberadaanya menggambarkan aktivitas Kubu Manuk, gua Kubu Rawong, pada masa lampau. Komunikasi dan kereweng. Sedangkan tinggalan perdagangan di kawasan Danau Ranau arkeologi dari masa Hindu/Buddha terjadi dengan menggunakan jalur darat yaitu reruntuhan candi, naskah kulit dan air. Situs-situs berada di perbukitan kayu, naskah kertas, lempeng tembaga berinteraksi dengan situs lainnya bertulis, batu bertulis, prasasti bawang, dengan menggunakan jalur darat tanduk bertulis, naskah kertas dan sedangkan, jalur air menghubungkan keramik Cina. Berdasarkan hasil kawasan Danau Ranau baik dari hulu penelitian Balai Arkeologi Palembang dan hilir. Di hilir Danau Ranau juga

121 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

ditemukan situs-situs arkeologi, arca dan dolmen. (Hoop 1932: 57). diantaranya situs Kota Batu, Pagerdewa Penduduk menginformasikan bahwa di dan Hanakau. Di Kota Batu terdapat lokasi Padangguci banyak ditemukan sumber air panas dan saat ini Kota Batu keramik kuno. Sampai sekarang menjadi pusat perdagangan di kawasan beberapa penduduk masih menyimpan Danau Ranau. Kegiatan perdagangan keramik kuno. Keberadaan tinggalan diperkirakan sudah berlangsung sejak arkeologi di Pagerdewa menunjukkan dahulu, yaitu tempat berkumpulnya para sisa-sisa aktivitas masa lampau. Oleh pedagang dari daerah pedalaman yang karena itu diduga sejak dahulu situs membawa hasil bumi untuk Pagerdewa telah dimukimi penduduk. diperdagangkan di Kota Batu. Berjarak Pemilihan lokasi situs tidak 10 km sebelah selatan Kota Batu dapat dilepaskan dari pertimbangan terdapat situs Pagerdewa. Di situs keberadaan sumber daya alam Pagerdewa ditemukan rumah tradisional sekitarnya, sehingga dalam dan keramik kuna. Sebelah selatan situs penempatannya akan memilih tempat Pagerdewa berjarak 120 km ditemukan yang sesuai dengan aturan yang berlaku situs Hanakau, Di dalam situs dan dapat memenuhi kebutuhan ditemukan prasasti Hujung Langit dari hidupnya. Penempatan situs-situs di paleografi prasasti berasal dari abad ke- daerah aliran sungai menunjukkan 11 Masehi. bahwa manusia memilih lokasi yang Daerah hilir Danau Ranau layak dan strategis untuk bermukim. Di merupakan daerah subur. Situs dalam lokasi hunian manusia Pagerdewa merupakan salah satu situs melakukan kegiatan sehari-hari dan yang berada di hilir Danau Ranau. kegiatan ritualnya. Secara administratif berada di Desa Permasalahan dalam penulisan Pagerdewa, Kecamatan Werkuk, ini adalah bagaimana jenis tinggalan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. megalitik dan persebarannya di situs Berdasarkan informasi penduduk bahwa Pagerdewa. Tujuan dari penulisan ini situs Pagerdewa merupakan kampung adalah untuk mengetahui jenis tinggalan lama di kawasan Danau Ranau. Van Der megalitik dan persebarannya di situs Hoop melaporkan bahwa di dalam situs Pagerdewa, dan juga untuk mengetahui ditemukan tinggalan megalitik seperti kronologi situs Pagerdewa. Sasaran

122 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

penelitian adalah teridentifikasikan tidak akan berperilaku acak, sehingga tinggalan arkeologi dan persebarannya persebaran situs-situsnya juga tidak yang menggambarkan aktivitas hunian terjadi acak melainkan berpola di situs Pagerdewa. mengikuti zona-zona tertentu (Parson Kerangka pikir adalah mengenai 1951: 130-133; Hodder 1976: 9). permukiman, bahwa permukiman Kajian yang dipakai adalah merupakan tempat dimana manusia ruang skala semi makro yaitu dengan melakukan segala kegiatannya. Untuk cara mempelajari sebaran dan hubungan tetap dapat melangsungkan lokasional antara benda-benda arkeologi kehidupannya, manusia secara langsung di dalam situs. Dengan analisis ini atau tidak langsung akan selalu diharapkan dapat diketahui pola sebaran bergantung pada lingkungan alam dan benda-benda arkeologi dalam situs dan fisiknya, tidaklah semata-mata terwujud kaitannnya dengan sumber daya sebagai hubungan ketergantungan lingkungan. manusia terhadap lingkungannya, tetapi Metode yang dipakai dalam juga terwujud sebagai suatu hubungan penelitian ini adalah deduksi-induksi, dimana manusia mempengaruhi dan yakni membuktikan teori dengan data merubah lingkungannya. (Yacob 1983: yang diperoleh dari lapangan. Langkah- 101, Utomo 1988: 160) langkah penelitian yang ditempuh Persebaran situs-situs arkeologi adalah pengumpulan, pengolahan dan jika dilihat aspek keruangannya penafsiran data. Pada mulanya diadakan menunjukkan adanya perbedaan survey situs-situs di daerah hilir Danau kawasan dan letak geografisnya. Ada Ranau Pengumpulan data dilakukan situs-situs yang berada di dataran baik data tertulis dan data di lapangan. rendah, tepi sungai, tepi pantai dan Pengamatan juga dilakukan terhadap perbukitan. Hal ini menunjukkan lingkungan sekitar situs. Selanjutnya adanya perilaku manusia yang selalu melakukan ekskavasi di situs mengikuti norma-norma dan aturan- Pagerdewa, yang menjadi salah satu aturan tertentu yang telah ditetapkan yang mewakili situs yang berada di masyarakatnya. Oleh karenanya dalam daerah hilir Danau Ranau. Ekskavasi menentukan lokasi untuk melakukan dilakukan dengan membuka kotak aktivitas dan tempat tinggalnya manusia galian ukuran dua kali dua meter

123 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

dengan titik pengukuran pada datum lagi rumahnya dibangun semi permanen point (DP). Khususnya keramik (kayu dan batu) tanpa tiang penyangga. dilakukan analisis khusus bentuk, hiasan Rumah penduduk nampak berjejer kronologi. Selanjutnya setelah analisis umumnya dengan arah hadap ke jalan. dilakukan penafsiran data yaitu diambil Di dalam pekarangan penduduk masih kesimpulan dari hasil penelitian. dijumpai pecahan-pecahan keramik dan ditemukan satu dolmen di salah satu b. Lingkungan pekarangan penduduk. Padang Guci Pagerdewa dahulu namanya berada di atas bukit, banyak ditemukan pagar dua, sekarang menjadi lokasi keramik, lokasi terletak di dalam kebun pemukiman penduduk yang padat. Desa Bapak Tjik Nam luas tanah sekitar satu Pagerdewa termasuk dalam Kecamatan hektar. Lokasi Padang Guci berada di Warkuk Ranau Selatan. Kecamatan ketinggian 500 dpl, tanahnya banyak Warkuk Ranau Selatan terdiri dari 16 mengandung batu cadas, sehingga kopi desa : 1) Desa Sukajaya, 2) Desa yang ditanam kurang baik. Oleh karena Kotabatu, 3) Pagerdewa, 4) Tanjung itu lokasi sekarang tidak dijadikan Jati, 5) Tanjung Baru, 6) Pilla, 7) kebun, dan tak terawat yaitu ditumbuhi Gunung Aji, 8) Bedeng Tiga, 9) Mekar semak belukar. Bukit Padang Guci Sari, 10) Gunung Raya, 11) Kiwis Raya, dikitari oleh parit Hambali yang 12) Segiguk Raya, 13) Remenam Jaya, bermuara ke anak Sungai Warkuk. 14) Bumi Agung, 15) Wai Wangi Anak Sungai Warkuk mengalir dari Seminung, 16) Gedung Ranau. Tim tenggara ke arah barat laut, selanjutnya melaksanakan survey yaitu Desa bermuara ke Sungai Warkuk. Pagerdewa, Tanjung Jati, Way Tani dan Pucuk berada di puncak bukit, Suka Banjar (Lampung Selatan). dari lokasi dapat memandang beberapa Desa Pagerdewa memiliki empat desa di Kecamatan Warkuk Selatan, dusun yaitu Tanjungjati, Kota Batu, ketinggian lokasi sekitar 600 meter dpl. Suka Jaya dan Pagerdewa. Desa Di atas bukit Pucuk ditemukan Pagerdewa dikitari oleh Sungai Warkuk tinggalan megalitik, sekarang berada di yang mengalir sampai ke Desa dalam kebun kopi milik Bapak Burlian. Sukajaya. Penduduk sekarang sebagian Tanah milik Bapak Burlian berbatasan bermukim di rumah tiang dan sebagian dengan tanah Bapak Alkap. Di atas

124 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

permukaan tanah milik Bapak Alkap untuk menaruh sesaji yang ditujukan banyak dijumpai sebaran pecahan kepada roh nenek moyang. Ukuran keramik dan tembikar. Sayangnya dolmen yang terpanjang adalah 178 dan lokasi tidak diijinkan untuk diekskavasi. lebar 170 cm, sedangkan ukuran yang terkecil adalah panjang 70 cm, lebar 50 c. Tinggalan Megalitik cm. Tinggalan megalitik ditemukan Tinggalan megalitik tua lainnya di Desa Pagerdewa, satu ditemukan di yang ditemukan di lokasi Pucuk adalah pekarangan rumah penduduk, satu batu punden berundak. Punden berundak datar lagi ditemukan di sawah merupakan susunan batu yang agak penduduk. Berbatasan dengan Desa melingkar terdiri dari 10 batu besar dan Pagerdewa yaitu Desa Tanjungjati di tengahnya terdapat tiga batu. Di ditemukan 2 batu datar, tepatnya bagian tengahnya terdapat lubang berlokasi di persawahan penduduk. Batu diameter sekitar satu meter. Ukuran datar terbuat dari bahan batu andesit. Di panjang dan lebar batu rata-rata adalah lokasi Pucuk termasuk dalam Desa 110 dan 98 cm, dengan tinggi 97 cm. Pagerdewa ditemukan dua dolmen dan di atas bukit yaitu di Pucuk ditemukan d. Keramik dan Tembikar Kuno 12 dolmen yang berjejer dari arah timur Hasil survey dan ekskavasi di ke barat. Arah hadap dolmen Gunung situs Pagerdewa, Padang Guci, Pucuk Raya, yang berada di sebelah timur. dan Way igkondisi ½ atau ¾ utuh. Dolmen termasuk dalam Bentuk yang paling banyak ditemukan peninggalan tradisi megalitik. adalah mangkuk (172 fragmen), piring, Berdasarkan bentuk peninggalannya, cepuk, guci, dan wadah. Keramik yang tradisi megalitik dapat dibedakan ditemukan terbuat dari bahan batuan menjadi dua yaitu megalitik tua dan dan porselein. Keramik porselein paling megalitik muda. Megalitik tua seperti banyak ditemukan, memiliki partikel menhir, dolmen, punden berundak dan halus dan tekstur halus serta partikel batu datar. Dolmen sering disebut meja kasar dan tekstur yang renggang. Warna batu terdiri dari sebuah batu yang keramik putih, putih keabuan, abu-abu ditopang oleh batu-batu kecil lainnya dan krem. Glasir yang digunakan putih sebagai kaki. Fungsi dolmen adalah keabuan, biru kehitaman, putih biru dan

125 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

warna polikrom merah,hijau dan hitam, perbedaan warnanya bagian luar lehitam Teknik yang digunkan adalah teknik daripada bagian dalam. Bahan yang oles dan teknik cetak. Sedangkan hiasan kekasarannya sedang berwarna abu-abu yang digunakan motif geometris, flora, kecoklatan, campuran antara tanah liat fauna, sulur-sulur, labuganda, motif dan pasir cukup baik sehingga relatif flora dan geometris di dalam panil- kedap air. Tanah liat putih dibuat halus, panil. namun ditemukan sangat sedikit. Hasil analisis menunjukkan Keramik ditemukan berjumlah 318 bahwa temuan keramik berasal dari fragmen, dengan benruk bervarisi, yang berbagai negara yaitu Cina, Thailand paling banyak ditemukan adalah bentuk dan Eropah, juga ditemukan jenis periuk (137 fragmen) selain itu adalah Swatow (sedikit). Keramik tertua kendi (79 fragmen), tempayan (22 berasal dari Cina yaitu dari dinasti Sung fragmen), pasu 16 (fragmen), dan (abad 12-14 Masehi ditemukan di lokasi jambangan (6 fragmen. Pucuk dan Padang Guci berjumlah 4 Pada wadah berukuran kecil fragmen, yang terbanyak adalah dari terlihat indikasi dengan menggunakan dinasti Qing (abad 18-19 M) : 197 tangan yaitu metode pijat dan tekan. fragmen, selain itu juga ditemukan Sedangkan pada wadah periuk dan keramik dari dinasti Ming (abad 16-17 tempayan menggunakan metode roda M) : 14 fragmen, keramik dari Thailand putar dan metode sambung. Metode (abad 14-16 M) : 73 fragmen dan sambung ini khususnya pada pembuatan keramik Eropah (abad 19-20 M) : 40 pegangan tempayan. Umunya tembikar fragmen. tidak memiliki hiasan (polos). Tembikar dari hasil survey dan ekskavasi dari situs Pagerdewa, Padang e. Pembahasan Guci, pucuk dan Way Tani sejumlah Masa megalitik adalah suatu 277 fragmen, dalam pembuatannya masa yang menghasilkan benda-benda menggunakan bahan kasar, sedang dan atau bangunan dari batu yang halus. Adapula ditemukan tanah liat berhubungan dengan upacara putih. Tanah liat kasar berwarna keagamaan. Bangunan-bangunan kehitaman didominasi campuran pasir monumental yang dihasilkan biasanya sebagai tempat memasak terbukti dari berkaitan dengan usaha-usaha para

126 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

pimpinan atau kepala desa, raja dan megalitik berada di perbukitan dengan ketua adat untuk menjaga harkat dan ketinggian sekitar 500-600 meter dpl. mertabat mereka. Pendukung tradisi Di lokasi tinggalan megalitik umumnya megalitik percaya bahwa arwah nenek merupakan bekas perkampungan yang moyang yang telah meninggal masih tidak dihuni lagi oleh penduduk. Bekas hidup terus di dunia arwah. Mereka juga kampung lama biasanya merupakan percaya bahwa kehidupan mereka daerah subur, yang memiliki humus sangat dipengaruhi oleh arwah nenek tebal. Di situs Jepara ditemukan moyang yang telah meninggal, kampung yang berlokasi di atas bukit khususnya kepercayaan akan adanya dikitari oleh parit yang bermuara ke pengaruh kuat dari yang telah mati Danau Ranau. Di Subik ditemukan dua terhadap kesejahteraan masyarakat dan batu tegak dengan empat lesung butu kesuburan tanah. Tradisi yang yang berada di atas bukit, di sekitar berhubungan dengan pendirian lokasi Subik terdapat beberapa mata air. bangunan megalitik ini sekarang Permukiman dari masa kemudian sebagian sudah musnah dan ada yang ditemukan di Subik Tuha, yang masih berkembang.Tradisi megalitik berdekatan pantai Danau Ranau. Diatas yang masih hidup hingga sekrang antara permukaan tanahnya banyak ditemukan lain di Indonesia adalah di Nias, Toraja, pecahan keramik. Flores dan Sumba. Bangunan megalitik Di situs Pagerdewa ditemukan memiliki bentuk bermacam-macam, ada bekas kampung lama yaitu di daerah yang bentuk berdiri sendiri maupun Pucuk dan Padang Guci. Di Pucuk beberapa bentuk merupakan suatu dengan luas ½ hektar ditemukan kelompok. kompleks permukiman dari masa Di kawasan Danau Ranau megalitik. Di pinggir kampung ditemukan tinggalan arkeologi dari berbatasan dengan jurang ditemukan masa Prasejarah sampai dengan masa- umpak-umpak batu dan di belakangnya masa kemudian. Berdasarkan hasil rumpun bambu diduga dahulu sebagai penelitian Balai Arkeologi Palembang pagar dari kampung.Di bagian ujung ditemukan tinggalan megalitik di situs lokasi terdapat lubang yang sekarang Jepara (2008), Subik (2009) dan kondisi sekarang kering, diameter Pagerdewa. Umumnya tinggalan lubang empat meter dengan kedalaman

127 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

satu meter, diduga dahulu adalah kolam, masuk ke lokasi, oleh karena itu diduga sebagai tempat penampungan air. lokasi pucuk dahulu merupakan Lokasi Pucuk memilki perkampungan dan terdapat tempat ketinggian berbeda, di tengah tanahnya untuk melaksanakan kegiatan upacara agak lebih tinggi yaitu 0,5 meter keagamaan, dengan sentralnya yaitu di daripada sekitarnya dengan punden punden berundak. Berdasarkan hasil berundak di bagian tengahnya. Temuan penggalian di lokasi ditemukan 183 punden berundak. Terlihat batu dalam pecahan tembikar, bentuk yang paling posisi berbaris berjarak 0,5 sampai 1 banyak adalah periuk, selain itu meter antar batu. Terlihat 12 dolmen ditemukan bentuk kendi, pasu, berbaris mengarah ke punden berundak. jambangan dan tempayan. Keramik Temuan punden berundak cukup ditemukan sejumlah 119 pecahan, yang menarik, karena di kawasan Danau paling banyak ditemukan adalah Ranau baru pertama kali ditemukan. Di keramik yang berbahan porselein dan Padang Guci, khususnya di kotak lima bentuk mangkuk. Keramik yang tertua diduga adalah bekas sisa teras berundak. adalah berasal dari Cina yaitu Di Desa Hanakau juga ditemukan duapecahan keramik Sung (abad ke-12- punden berundak, yatu batu disusun 14 Masehi) dan temuan yang terbanyak agak meninggi dengan diletakkan adalah 78 pecahan keramik Qing (abad prasasti di bagian atasnya. Di Lampung ke-18-19 M) selain itu juga ditemukan tengah juga ditemukan teras berundak pecahan keramik dari Thailand dan dari susunan batu-batu dan Eropah. Oleh karena itu lokasi diduga kecil di bagian atasnya terdapat pahatan dahulu digunakan sebbagai phallus. Di situs Pugung Raharjo juga perkampungan dari masa megalitik ditemukan teras berundak berbentuk sampai dengan masa-masa kemudian. empat persegi panjang. Tujuan Di kaki bukit, lokasinya agak rendah pembuatan punden berundak adalah dari Pucuk juga ditemukan banyak untuk sarana pemujaan kepada arwah pecahan keramik, yang sekarang nenek moyang. menjadi tanah milik Bapak Alkaf, Di kaki bukit lokasi Pucuk diduga dahulu lokasi ini juga digunakan ditemukan dua dolmen, sepertinya sebagai pemukiman penduduk, dahulu sengaja dibuat sebagai pintu

128 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

(sayangnya lokasi tidak diijinkan rendah (lembah). Hal ini dimungkinkan pemilik tanah untuk digali.). karena untuk kemudahan dalam Di Padang Guci juga ditemukan berkomunikasi dan transportasi lebih pecahan keramik berjumlah 114 cepat ke daerah lain. pecahan dan 56 pecahan tembikar. Dari Pagerdewa ke Way Tani Pecahan keramik yang paling banyak dapat ditempuh ¼ jam jikalau memakai bentuk mangkuk dan berbahan transportasi darat berhasil menemukan porselein.Di Padang Guci diduga adalah pecahan keramik (survey) namun bekas kampung lama, dan dahulu penggalian belum menemukan keramik. terdapat teras berundak. Hal ini Hasil analisis menujukkan pecahan berdasarka hasil penggalian di lokasi keramik dari Way Tani memiliki ditemukan sisa runtuhan teras berundak kronologi lebih muda dari situs khususnya di kotak lima. Pagerdewa. Oleh karena itu Di Desa Pagaerdewa dan permukiman penduduk di Way Tani Tanjungjati juga ditemukan empat batu berasal dari abad ke-16-17 Masehi datar, satu berada di pekarangan sampai dengan masa-masa kemudian. penduduk dan tiga berada di persawahan penduduk. Lokasi berada di f. Penutup daerah lembah berbeda dengan lokasi Tinggalan megalitik banyak Pucuk dan Padang Guci yang berada di ditemukan di atas bukit (dataran tinggi), atas bukit. Hal ini menunjukkan selain tinggalan megalitik juga permukiman dahulu memiliki dua jenis ditemukan keramik dan tembikar kuno yaitu permukiman di atas bukit dan di khususnya di lokasi Pucuk dan Padang daerah dataran rendah. Berdasarkan Guci. Pendukung tradisi megalitik tinggalan keramik, kronologinya dahulu mendirikan bangunan megalitik menunjukkan pertanggalan yang lebih seperti dolmen, batu datar dan punden muda khsusunya keramik yang berundak dengan tujuan untuk ditemukan di daerah dataran rendah. pemujaan kepada nenek moyang. Oleh karena diduga awalnya kampung Keberadaan tinggalan megalitik dan lama berada di atas bukit pada masa keramik/tembikar kuno menunjukkan selanjutnya penduduk lebih memilih dahulu manusia memilih lokasi tempat bertempat tinggal di daerah dataran tinggal adalah diatas bukit (dataran

129 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

tinggi). Hal ini dimungkinkan karena Penelitian di kawasan Danau alasan keamanan dan tempat yang Ranau tidak dapat dilaksanakan secara cocok untuk kegiatan ritual. Penduduk utuh, karena berbatasan dengan wilayah juga dapat bertahan hidup dikarenakan kerja Balai Arkeologi Bandung. Oleh di atas bukit ditemukanan sumber mata karena itu diharapkan di masa yang air yang berguna untuk kebutuhan akan datang terjalin kerjasama antar sehari-hari. Permukiman selanjutnya Balar Palembang dan Balar Bandung berpindah ke daerah lebih rendah yaitu dalam kegiatan penelitian di 2 wilayah daerah lembah dengan tujuan kerja masing-masing sehingga dikarenakan mata air di atas bukit sudah data/informasi dapat diperoleh kering dan kemudahan maksimal dan tujuan penelitian dapat komunikasi/transportasi ke daerah lain. tercapai.

R.R. Triwurjani, 1993. Survei Arkeologi DAFTAR PUSTAKA di Situs Danau Ranau Sumatera Selatan. Jakarta: Pusat Penelitian Damais, L.CH, 1952, “Old Javanese Arkeologi Nasional. Inscription Dated 997 A.D.” BEFEO. Siregar, Sondang M, 2008. Laporan Penelitian Situs Jepara, Dinas Purbakala, 1985. “Kisah Kecamatan Buay Pematang Ribu, Perjalanan ke Sumatera Selatan Kabupaten Ogan Komering Ulu dan Jambi” dalam Amerta, No. Selatan. Palembang: Balai 3, hlm. 1-36. Arkeologi Palembang

Hoop, Van Der, 1932. Megalitic Siregar, Sondang M, 2009. Laporan Remains in South Sumatra. Penelitian Situs Subik, Kecamatan Netherlands: W.J. Thieme & Cie Buay Pematang Ribu, Kabupaten Zutphen. Ogan Komering Ulu Selatan. Palembang: Balai Arkeologi Lembaga Purbakala dan Peninggalan Palembang Nasional, 1954. Laporan Penelitian Arkeologi di Sumatera Suhadi, Drs. Machi, dkk., 1984. 1973.ed. Bernet Bronson et. El. Laporan Penelitian Arkeologi Jakarta. Klasik di Situs Jepara, Sumatera Selatan. Jakarta: Pusat Marhaeni S.B, Tri, 1996. Situs-Situs Penelitian Arkeologi Nasional. Arkeologi di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Propinsi Widiatmoko, Agus. 1996. Laporan Sumatera Selatan. Palembang: Hasil Survei Situs-Situs di Balai Arkeologi Palembang. Kabupaten Ogan Komering Ulu, Propinsi Sumatera Selatan.

130 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Jambi: Suaka Peninggalan Jambi, Sumatera Selatan dan Sejarah dan Purbakala Propinsi Bengkulu.

131 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Perubahan Gaya Arsitektur pada Rumah Tinggal di Situs Almunawar, Palembang Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Arkeologi

Architecture style changes in Al-Munawar site dwelling places, Palembang Sociological approaches in archeological research Aryandini Novita Balai Arkeologi Palembang [email protected]

Naskah diterima tanggal 11/10/2014; dikembalikan untuk revisi tanggal 12/11/2014; disetujui tanggal 26/11/2014

Abstrak Meskipun data sejarah menyebutkan bahwa kelompok etnis Arab telah ada di Palembang sejak abad VII M namun rumah-rumah di situs tersebut diperkirakan dibangun antara abad XIX – XX M. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Palembang pada tahun 2006 tentang pemukiman kelompok etnis Arab di Kota Palembang Pasca Kerajaan Sriwijaya diketahui telah mengalami perubahan pada bentuk bangunan rumah tinggal kelompok etnis Arab di Situs Almunawar yang awalnya berupa rumah yang didirikan di atas tiang menjadi rumah yang didirikan tidak menggunakan tiang. Perubahan pada masyarakat kelompok etnis Arab di Situs Almunawar tidak sekedar terjadi pada penerapan gaya arsitektur bangunan rumah tinggal saja, tetapi juga pada cara hidup masyarakat tersebut yang awalnya mencirikan kehidupan di tepi sungai beralih ke kehidupan di ‘daratan’. Kata Kunci: perubahan sosial, Situs Almunawar, akulturasi

Abstract Although the historical data notes that the Arabian have existed in Palembang since the7th century, but the houses on the site was probably built between the19th-20th century. Results of research conducted Centre for Archaeology Palembang in 2006 on the settlement of Arabian in Palembang at Post Srivijaya Era known that there were a change in the form of houses in the Arabian at Almunawar Site that was originally a stick house into the house built on the ground. Changes in Arabian society at Almunawar Site does not just happen on the application of architectural style, but also the way of life of the communities that initially characterizes riverine culture turning to life on the 'mainland'. Keywords: social change, Almunawar Site, aculturation

Pendahuluan kelompok etnis ini singgah di Palembang sebelum melanjutkan perjalanannya ke Data sejarah menyebutkan bahwa Cina (Purwanti, tt: 4). Beberapa ahli kelompok etnis Arab telah ada di berpendapat bahwa umumnya kelompok Palembang sejak abad VII M. Dalam etnis Arab di Indonesia, termasuk sumber berita Arab disebutkan bahwa Palembang, berasal dari Hadramaut yang Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

terletak di daerah pesisir jazirah Arab kelompok etnis Arab telah ada di bagian selatan, yang sekarang merupakan Palembang sejak abad VII M namun wilayah negara Yaman. Kelompok etnis rumah limas dan gudang di Situs ini awalnya merupakan pedagang Almunawar diperkirakan berasal dari abad perantara, seiring dengan perjalanan waktu XIX M; sedangkan rumah Indies berasal mereka kemudian menetap dan menikah dari awal abad XX M.Hal ini dengan penduduk Palembang (Purwanti, tt: menunjukkan adanya perubahan yang 2; Mujib, 2000: 1). terjadi pada bentuk bangunan rumah tinggal kelompok etnis Arab di Situs Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Almunawar yang awalnya berupa rumah Balai Arkeologi Palembang pada tahun yang didirikan di atas tiang menjadi rumah 2006 tentang pemukiman kelompok etnis yang didirikan langsung di tanah. Arab di Kota Palembang Pasca Kerajaan Sriwijaya diketahui bahwa cara hidup Berdasarkan latar belakang tersebut maka kelompok etnis Arab di Situs permasalahan yang akan dikaji pada Almunawarmemiliki kemiripan dengan tulisan ini mengenai perubahan cara hidup cara hidup masyarakat Palembang yang masyarakat kelompok etnis Arab di Situs terlihat dari bentuk rumah tinggal dan Almunawar. Untuk menjawab pemilihan lokasi tempat tinggal. Bentuk permasalahan tersebut tulian ini bertolak bangunan hunian tersebut merupakan cara dari pertanyaan yaitu “bagaimana bentuk masyarakat kelompok etnis Arab ini dalam perubahan sosial yang terjadi pada menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat kelompok etnis Arab di Situs situs yang berupa dataran rendah yang Almunawar dan faktor-faktor apa saja selalu tergenang oleh pengaruh pasang yang menyebabkan perubahan tersebut surut Sungai Musi dan rawa-rawa. terjadi?”

Secara umum, bentuk rumah tinggal di Pembahasan mengenai perubahan cara pemukiman kelompok etnis Arab di Situs hidup ini bertujuan untuk mengetahui Almunawar memiliki tiga bentuk, yaitu gambaran tentang kehidupan masyarakat rumah limas, rumah gudang dan rumah kelompok etnis Arab sebagai masyarakat Indies. Secara kronologis bentuk rumah pendatang yang telah menetap di limas dan gudang memiliki usia yang lebih Palembang sejak masa lalu dan secara tua dibanding dengan Indies. Meskipun turun temurun menempati kawasan tepi data sejarah menyebutkan bahwa Sungai Musi.

133 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Haferkamp menyatakan bahwa perubahan Kerangka Pikir yang terjadi pada masyarakat dapat dikategorikan sebagai perubahan yang Pada dasarnya dalam suatu kelompok terjadi karena disengaja atau direncanakan masyarakat senantiasa terjadi proses di mana salah satu faktor penyebab perubahan sosial. Perubahan-perubahan perubahan adalah faktor eksternal yang tersebut dapat diketahui dengan cara dibawa dan dikomunikasikan melalui membandingkan keadaan suatu kelompok agen-agen perubahan dari luar masyarakat. masyarakat pada masa tertentu dengan Dalam perubahan sosial yang keadaan pada masa lampau. Menurut direncanakan terkandung ide-ide baru yang Panopio, Cordero dan Raymundo seperti disebarkan ditengah masyarakat yang akan yang dikutip oleh Ahmad Sihabudin, membawa pada perubahan baik yang perubahan sosial menunjuk kepada membawa pada hal-hal yang lebih baik pengubahan dalam pola organisasi sosial maupun yang dapat merugikan anggota dari bagian-bagian kelompok di dalam masyarakat itu sendiri (Sihabudin 2011: suatu masyarakat atau dari masyarakat 8). keseluruhan (2011: 8) Menurut Selo Sumarjan (1981) terdapat Menurut August Comte, masyarakat dua faktor yang menyebabkan terjadinya berkembang secara linier, yakni dari perubahan sosial dalam masyarakat, yaitu primitif ke arah masyarakat yang lebih faktor intern dan ekstern. Faktor intern maju. Proses berkembangnya masyarakat terdiri dari empat faktor penyebab, yaitu tersebut mengakibatkan perubahan- bertambah dan berkurangnya penduduk; perubahan yang berdampak terhadap adanya penemuan-penemuan baru yang perubahan nilai-nilai dan berbagai meliputi berbagai proses seperti discovery, anggapan yang dianut masyarakat tersebut. invention dan inovasi; konflik dalam Perubahan sosial yang terjadi dari masyarakat; pemberontakan dalam tubuh masyarakat sederhana ke arah masyarakat masyarakat. Faktor ekstern terdiri dari dua modern berlangsung lambat, tanpa faktor penyebab, yaitu faktor alam yang menghancurkan fondasi yang membangun ada di sekitar masyarakat seperti bencana masyarakat, sehingga memerlukan waktu alam dan pengaruh kebudayaan lain yang panjang (Sihabudin 2011: 5-6) dengan melalui adanya kontak kebudayaan antar dua kelompok masyarakat atau lebih

134 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

melalui proses akulturasi maupun Seberang Ulu II. Situs ini merupakan asimilasi. dataran rendah yang dibatasi oleh Sungai Musi di bagian selatan, Sungai Hasil Penelitian Temenggungan di bagian barat dan Sungai Kangkang di bagian timur dan batas utara Situs Almunawar termasuk dalam wilayah berupa rawa-rawa. administrasi Kelurahan 13 Ulu, Kecamatan

Keterangan : Situs Almunawar

Peta 1. Situasi Situs Almunawar, Kelurahan 13 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I

Secara umum jumlah rumah yang yaitu rumah limas, rumah gudang dan termasuk dalam obyek penelitian di Situs rumah Indies. Hasil pengamatan terhadap Almunawar sebanyak 10 buah dengan bentuk, ragam hias dan informasi yang jumlah penghuni sebesar 34 KK. didapat dalam wawancara diketahui secara Berdasarkan pengamatan terhadap bentuk- relatif kronologi rumah-rumah tersebut bentuk rumah yang terdapat di Situs berasal dari abad XIX M hingga awal abad Almunawar diketahui ada tiga jenis rumah, XX M.

135 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Foto 1. Rumah limas di Situs Almunawar, oleh masyarakat setempat disebut ‘rumah darat

Foto 2. Rumah gudang di Situs Almunawar, oleh masyarakat setempat disebut ‘rumah tinggi

Foto 3. Rumah indies di Situs Almunawar, oleh masyarakat setempat disebut ‘rumah batu’

Foto 4. Rumah Indies berlantai dua di Situs Almunawar, oleh masyarakat setempat disebut ‘rumah kembar darat’

Foto 5.Rumah Indies berlantai dua di Situs Almunawar, oleh masyarakat setempat disebut ‘rumah kaca’

136 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Foto 6. Rumah Indies berlantai dua di Situs Almunawar, oleh masyarakat setempat disebut ‘rumah kembar laut’

Foto 7.Rumah indies di Situs Almunawar yang diperkirakan dibangun pada pertengahan abad XX M

Foto 8.Rumah indies di Situs Almunawar yang diperkirakan dibangun pada pertengahan abad XX M

Ragam hias yang terdapat di rumah-rumah Tata ruang permukiman di Situs di Situs Almunawar bermotif flora, fauna Almunawar memiliki pola konsentris dan geometris. Rumah-rumah di situs ini dimana rumah-rumah yang dibangun di mempunyai kesamaan pola ruang, yaitu situs tersebut disusun mengelilingi sebuah adanya ruang terbuka, yang terdapat di lahan terbuka. Sebagai salah satu unsur bagian tengah dan belakang rumah. Pada dari sebuah permukiman adalah adanya rumah limas pembagian ruang dibuat bangunan religi. Bangunan religi yang dengan bentuk bertingkat-tingkat. Secara terdapat di Situs Almunawar berupa satu umum denah rumah-rumah di Situs buah masjid yang terletak di tepi Sungai Almunawar berupa persegi, huruf ‘U’, ‘U’ Musi, yang sampai saat ini masih terbalik dan ‘I’. digunakan tetapi bentuknya sudah mengalami perubahan.

137 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

R. TI N GGI R. KACA / MADRASAH 40 0 R. KEMBAR DARAT 2

460 80 18 4980 1660 O PEN SPACE TAMAN 480 8 14

460 40 0

R. L IMAS R. BA TU R. KEMBAR DARAT 1 J L. AL MUNAWAR

J ARAK ANTAR BANGUNAN AL- MUNAWAR

Foto 9. Pola konsentris pada permukiman di Situs Almunawar Pembahasan ragam-ragam hias yang bergaya Eropa yang berupa motif flora, fauna dan Secara umum bentuk dan bahan bangunan geometris yang diterapkan pada ventilasi rumah-rumah di permukiman kelompok dan pembatas ruangan. Sejalan dengan etnis Arab di Siitus Almunawar perkembangan jaman bentuk rumah merupakan refleksi adaptasi kelompok tinggal di Situs Almunawar yang didirikan masyarakat tersebut dengan lingkungan pada awal abad XX M mengikuti tren gaya setempat. Sebagai masyarakat pendatang, arsitektur yang sedang berkembang pada kelompok etnis Arab telah menyerap unsur masa itu yang dikenal dengan istilah ‘gaya budaya setempat dalam menerapkan Indies’ yang merupakan perpaduan gaya bentuk rumah tinggalnya yaitu rumah arsitektur lokal dan gaya arsitektur limas. Demikian juga dalam Eropa.Yang dimaksud gaya arsitektur perkembangan berikutnya kelompok etnis lokal adalah gaya arsitektur yang Arab juga menerapkan bentuk bangunan berkembang di suatu daerah sebelum yang sedang menjadi tren pada saat itu. bangsa Eropa datang ke daerah tersebut.

Perubahan bentuk rumah tinggal yang Perubahan pada masyarakat kelompok terjadi di Situs Almunawar cenderung etnis Arab di Situs Almunawar tidak lebih dikarenakan oleh gaya arsitektur sekedar terjadi pada penerapan gaya yang sedang berkembang pada masanya. arsitektur bangunan rumah tinggal saja, Abad XIX M merupakan masa peralihan tetapi juga pada cara hidup masyarakat dari pemerintahan Kesultanan Palembang tersebut. Seperti halnya masyarakat Darussalam ke pemerintahan Hindia Palembang, sungai bagi masyarakat Belanda. Keadaan ini tercermin pada kelompok etnis Arab di Situs Almunawar bangunan-bangunan rumah tinggal di Situs merupakan sumber kehidupan sebagai Almunawar yang masih berbentuk limas tempat mandi, mencuci, sebagai sarana dan panggung namun mulai digunakannya transportasi dan bahkan sebagai tempat

138 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

anak-anak bermain. Perubahan bentuk sehingga mereka sekarang sudah tidak lagi rumah secara tidak langsung juga memiliki kendaraan sungai secara pribadi. mempengaruhi perubahan makna sungai Masyarakat kelompok etnis Arab di Situs pada masyarakat kelompok etnis Arab di Almunawar umumnya menggunakan alat Situs Almunawar. Aktivitas mandi dan transportasi sungai dengan cara menyewa cuci yang dulunya dilakukan di sungai karena lebih praktis karena bebas dari juga beralih dengan bertambahnya satu biaya perawatan sehari-hari dan terjangkau ruangan di rumah mereka yang berfungsi karena keberadaan kendaraan sungai yang sebagai kamar mandi. Pada rumah limas disewakan cukup banyak dan harga sewa dan rumah gudang yang terbuat dari bahan yang tidak terlalu mahal. kayu, kamar mandi diletakkan di bagian Penutup kolong rumah, sedangkan pada rumah Indies terletak di bagian belakang rumah. Hasil penelitian Balai Arkeologi Palembang menunjukkan bahwa telah Pada masa kini dengan kondisi sungai terjadi perubahan cara hidup masyarakat yang semakin kotor makna sungai semakin kelompok etnis Arab di Situs Almunawar. tergeser dengan program pemerintah Perubahan tersebut dapat dilihat dari berupa pengadaan air bersih yang bentuk rumah tinggal mereka di mana pada disediakan oleh PDAM. Masyarakat awalnya mereka mendirikan rumahnya di kelompok etnis Arab di Situs Almunawa atas tiang kemudian berubah menjadi lebih memilih menggunakan air yang bangunan yang didirikan menempel disediakan oleh PDAM sebagai sarana langsung di tanah. Mengacu pada terhadap pemenuhan kebutuhan air sehari- pernyataan Haferkamp maka perubahan hari mereka. Semakin mudahnya akses yang terjadi di Situs Almunawar dapat transportasi darat juga semakin menggeser dikategorikan sebagai perubahan yang makna sungai pada masyarakat kelompok terjadi karena disengaja di mana telah etnis Arab di Situs Almunawaryng terjadi kontak budaya dengan kelompok merupakanjalur transportasi terutama etnis lainnya yaitu masyarakat Palembang dalam membawa berbagai jenis barang sendiri yang merupakan penduduk lokal dari dan ke daerah pedalaman atau dari maupun etnis Eropa yang merupakan dan ke wilayah-wilayah di luar Palembang. kelompok penguasa. Saat ini masyarakat kelompok etnis Arab di Situs Almunawar lebih memilih jalan Keadaan ini juga sesuai dengan pendapat darat sebagai akses utama perjalanan Selo Sumarjan yang menyatakan bahwa

139 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

salah satu faktor yang menyebabkan Daftar Pustaka adanya perubahan sosial adalah faktor ekstern berupa pengaruh kebudayaan lain Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Rajawali melalui proses akulturasi yang berlangsung Press antara masyarakat kelompok etnis Arab Mujib. 2000. Pemberdayaan “Masyarakat Asing” di Palembang Pada Masa dengan masyarakat Palembang maupun Kesultanan, makalah dalam EHPA, orang-orang Eropa. Akulturasi tersebut Bedugul 14 -18 Juli 2000. Novita, Aryandini. 2006. “Permukiman dapat dilihat pada bentuk rumah limas dan Kelompok Etnis Arab. Sejarah panggungyang merupakan unsur budaya Perkembangan Permukiman Kota Palembang Pasca Masa Sriwijaya” Palembang yang diserap oleh masyarakat dalam Berita Penelitian Arkeologi kelompok etnis Arab di Situs Almunawar, no 14. Palembang: Balai Arkeologi Palembang. demikian juga rumah Indies yang secara Purwanti, Retno. tt. Komunitas Arab umum merupakan bentuk rumah yang Palembang dalam Perspektif Arkeo- Historis (belum diterbitkan). menjadi tren pada awal abad XX M di Rahim, Husni. 1998. Sistem Otorasi dan nusantara. Selain itu baik di rumah gudang Administrasi Islam. Studi tentang Pejabat Agama Masa Kesultanan dan limas, ragam hias bergaya Eropa juga dan Kolonial di Palembang. Jakarta: digunakan di rumah-rumah masyarakat Logos. Sevenhoven, J.L. van. 1971, Lukisan kelompok etnis Arab di Situs Almunawar. Tentang Ibukota Palembang. Adapun perubahan bentuk rumah tersebut Jakarta: Bhratara. Sihabudin, Ahmad. 2011. “Strategi mengakibatkan berubahnya cara hidup Pemberdayaan Komunitas Adat masyarakat kelompok etnis Arab yang Terasing Baduy. Suatu Upaya Menuju Perubahan” dalam awalnya mencirikan kehidupan di tepi Perubahan Sosial Sebuah Bunga sungai beralih ke kehidupan di ‘daratan’. Rampai hal. 1 – 21. Serang: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tirtayasa.

140 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

SITUS WADUK PACAL Waduk Pacal Site

Titet Fauzi Rachmawan Balai Arkeologi Palembang

[email protected]

Naskah diterima tanggal 11/10/2014; dikembalikan untuk revisi tanggal 12/11/2014; disetujui tanggal 26/11/2014

Abstrak Bojonegoro sebagai salah satu kota yang dibangun oleh Belanda banyak sekali memiliki potensi arkeologis. Salah satu tinggalan kolonial yang ada di kabupaten ini adalah bangunan Waduk Pacal yang terletak di Dusun Tretes, Desa Kedungsumber, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro. Waduk ini sekarang dikelola oleh unit pelaksana teknis (UPT) pengelola sumber daya air wilayah Bengawan Solo. Pengelolaan irigasinya dilakukan oleh departemen pekerjaan umum (PU).Waduk Pacal saat ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan air di areal pertanian seluas 16.696 ha di sejumlah desa di Kecamatan Temayang, Sukosewu, Kapas, Balen, Sumberejo, dan Kanor. Kata kunci : waduk, tinggalan kolonial, Bojonegoro

Abstract Bojonegoro as one of the city built by the DutchAbstrak have a lot of archaeological potential. One of the colonial remains in this district is building Pacal Reservoir, located in the Dusun Tretes, Desa Kedungsumber, Kecamatan Temayang, Bojonegoro. This reservoir is now managed byUnit Pelaksana Terpadu (UPT) pengelola sumber daya air wilayah Bengawan Solo. Irrigation management is done by departeman Pekerjaan Umum (PU). Pacal reservoir is

currently used to meet the water needs in the area of 16 696 ha of agricultural area in a number of villages in Temayang, Sukosewu, Kapas, Balen, Sumberejo, and Kanor. Keywords: reservoir, colonial remains, Bojonegoro.

tersebut pemerintah mulai secara aktif PENDAHULUAN mengadakan pemeriksaan saluran-saluran Pemanfaatan dan pengelolaan air air untuk pengairan sawah.Pejabat pada masa pemerintahan Hindia Belanda memerintahkan perbaikan serta perluasan mulai ditingkatkan pada masa tanam paksa saluran air dengan teknologi sederhana yang (Cultuurstelsel) tahun 1830.Pada masa telah dikuasai sejak jaman dahulu. Perbaikan Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

tersebut akan meningkatkan produksi (Ethiesche Politiek). Kebijakan ini pangan dan pajak tanah bagi Negara diumumkan oleh Ratu Wilhelmina pada (Suroyo, 2000: 119-120). Tahun 1832 permulaan abad ke-XX di depan parlemen pemerintah mengirim Ir. van Thiel ke Belanda dalam upaya mengatasi kemiskinan Situbondo untuk membuat bendung di Kali dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat Sampean.Bendungan ini terbuat dari pribumi di Hindia Belanda (Pasandaran, kerangka kayu jati yang diisi batu kali 2005: 220). dengan panjang 45 m dan tinggi 8 m serta Setelah diumumkannya politik etis, menjadi bendungan pertama yang dibangun irigasi modern kemudian mengalami pemerintah Belanda (Angoedi, 1984: 60). perkembangan pesat.Pembangunan saluran Pada tahun 1848 dan 1849 terjadi irigasi untuk pertanian dan perkebunan musim kemarau panjang yang menyebabkan banyak dibangun di Pulau Jawa.Penemuan kegagalan tanaman rakyat dan kematian teknologi irigasi di dataran rendah juga ikut sekitar 200.000 orang penduduk di daerah membantu perkembangan sistem irigasi Demak, Jawa Tengah. Bencana kelaparan modern tersebut (Pasandaran, 1991: 5). ini menyebabkan dibangunnya Bendung Pada tahun 1893-1898, di Glagap di Kali Tuntang yang melewati Bojonegoro ada rencana pembangunan Demak.Bendung dan irigasi Glagap proyek irigasi Solovalleiwerken dengan dibangun tahun 1852 dan selesai tahun 1859 membuat aliran sungai baru sebagai (Angoedi, 1984: 67-68).Setelah 30 Tahun pemecahan Bengawan Solo.Proyek ini dilaksanakan tanam paksa di Hindia Belanda dirancang untuk mengatasi banjir yang rencana jaringan irigasi teknis di Indonesia mulai membahayakan Kota Bojonegoro baru terselenggara di irigasi Glagap di Kali sebagai akibat dari pendangkalan pada Tuntang ini (Angoedi, 1984: 71). daerah aliran Sungai Bengawan Solo.Aliran Pengalaman membangun irigasi sungai baru tersebut dinamakan Bengawan selama sekitar 50 tahun mulai dari Suwang yang direncanakan untuk pembangunan irigasi Glagap ini sudah mengendalikan banjir dan irigasi pada cukup memberikan pelajaran bagi musim kemarau (Panitia Penggali dan pemerintah Hindia Belanda.Hal tersebut Penyusun Sejarah Hari Jadi Kabupaten membuat irigasi dimasukkan sebagai salah Tingkat II Bojonegoro, 1988: 197).Proyek satu instrumen kebijakan dalam politik etis ini ternyata gagal diwujudkan sampai

142 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

sekarang dan meninggalkan hamparan tanah departemen pekerjaan umum (PU).Waduk luas yang panjangnya 72 km dengan lebar Pacal saat ini dipakai untuk memenuhi berkisar 200-300 m yang disebut tanah kebutuhan air di areal pertanian seluas Solovaleiwerken. 16.696 ha di sejumlah desa di Kecamatan Setelah munculnya politik etis tahun Temayang, Sukosewu, Kapas, Balen, 1901, di Hindia Belanda mulai terjadi Sumberejo, dan Kanor. pembangunan waduk dan irigasi secara besar-besaran termasuk di antaranyaWaduk DESKRIPSI DAN REKONSTRUKSI Pacal yang dibangun pada tahun 1927 DATA WADUK PACAL sampai 1933. Waduk ini dibangun dengan membendung Sungai Pacal dan terletak di Pada tahun 1900 Kabupaten tengah-tengah hutan jati Dukuh Tretes, Desa Bojonegoro masih merupakan bagian dari Kedungsumber, Kecamatan Temayang, Karesidenan Rembang dan Propinsi Jawa Kabupaten Bojonegoro, memiliki bendung Tengah.Kabupaten Bojonegoro dibagi dengan tinggi 41 m dan panjang tanggulnya menjadi distrik administrasi Baureno, 50 m, Waduk Pacal memiliki luas sekitar Pelem, dan Bojonegoro.Termasuk di 4.761 m2 dengan kedalaman 25 m. Pada dalamnya chief town Ngumpak, Padangan, awal dibangun waduk tersebut mampu dan Tambakrejo. Baru pada tanggal 1 Juli menampung air sebanyak 41.558.000 m3, 1928 Bojonegoro menjadi karesidenan tetapi semakin berkurang karena adanya sendiri dengan wilayah meliputi Kabupaten sedimentasi sehingga sekarang hanya Bojonegoro dan Kabupaten Tuban serta mampu menampung air sebesar 26.427.747 dimasukkan dalam wilayah Propinsi Jawa m3 (Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Timur, kemudian pada tahun 1931 Wilayah Bojonegoro: tanpa tahun, 11-12). Kabupaten Gresik juga dimasukkan ke Waduk Pacal berada 35 km sebelah dalam wilayah karesidenan baru ini selatan Kota Bojonegoro, waduk ini (Penders, 1984: 3). merupakan waduk terbesar yang ada di Pada saat Kabupaten Bojonegoro Kabupaten Bojonegoro dan saat ini dikelola masih termasuk dalam wilayah Karesidenan oleh unit pelaksana teknis (UPT) pengelola Rembang, residen Rembang saat itu, J. F. sumber daya air wilayah Bengawan Solo. Wildering melaporkan bahwa jika Pengelolaan irigasinya dilakukan oleh dibandingkan dengan panen di daerah lain di

143 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Jawa dan Madura kegagalan panen yang Dodol dan Kali Gondang.Sekitar waduk terjadi di daerah Rembang saat itu termasuk terdapat tanggul alam berbentuk bukit-bukit urutan ke dua setelah Surabaya. Hasilnya kecil yang ditumbuhi hutan jati. termasuk rendah bahkan lebih rendah Usaha dalam melakukan daripada Madura yang hasil panennya tidak pembangunan bendungan memiliki beberapa tinggi (Wildering, 1977: LV). tahap, yaitu: studi kelayakan pendahuluan Hasil pertanian penduduk yang (pre feasibility study), studi kelayakan rendah ini karena pertanian padi terlalu (feasibility study), perencanaan teknis banyak bergantung kepada hujan.Kegagalan (detailed design), dan pelaksanaan panen tanaman padi cukup luas. Kegagalan pembangunan (construction) (Sukardi, 1998: ini disebabkan oleh kurangnya air atau hama 8). Studi kelayakan pendahuluan dilakukan di daerah di luar Bengawan Solo dan di untuk menentukan lokasi pembangunan daerah sepanjang aliran Bengawan Solo bendungan.Studi kelayakan dilakukan karena banjir. Kondisi lingkungan di setelah ditentukan lokasi pembangunan Kabupaten Bojonegoro ini sangat dengan melakukan studi topografi, hidrologi mempengaruhi kehidupan penduduk yang dan geologi yang lebih lengkap pada lokasi menggantungkan hidupnya pada pertanian yang dipilih. Perencanaan teknis dilakukan padi. dengan membuat rancangan detail bangunan yang akan dibuat dan biaya pembuatan. A. KONDISI LINGKUNGAN DI Setelah semua perencanaan dilakukan SEKITAR WADUK PACAL barulah dilaksanakan pembangunan Secara administratif Waduk Pacal bendungan. terletak di Dukuh Tretes, Desa Hal ini menyebabkan pada tahun Kedungsumber, Kecamatan Temayang, 1915 pemerintah kolonial melakukan studi Kabupaten Bojonegoro Propinsi Jawa meteorologi dengan memasang alat Timur.Dilihat dari segi topografi Waduk pengukur curah hujan di sekitar lokasi Pacal terletak di kaki-kaki bukit yang waduk.Pengukuran ini menunjukan luas merupakan bagian dari gugusan Pegunungan potensi daerah tangkapan air 84 km2 dan Kendeng.Waduk ini dibangun dengan curah hujan dengan rata-rata sebesar 2100 membendung daerah pertemuan anak-anak mm pertahun. Dari pengukuran tersebut Kali Pacal yaitu Kali Sugihan atau Kali diprediksi akan didapati volume air sebesar

144 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

90.000.000 m3 (Balai Pengelolaan Sumber merupakan proyek untuk membuat sungai Daya Air Wilayah Bojonegoro, tanpa tahun: lain dari aliran Bengawan Solo. Proyek ini 2). mengalami kegagalan karena harus Data geologi tentang Waduk Pacal memindahkan jalan raya dan jalan kereta api diperoleh dari penelitian geologi oleh Ir. sehingga perkiraan dana yang dibutuhkan Hobgovald tahun 1917.Dalam penelitian di untuk mewujudkan proyek solovaleiwerken lokasi rencana Waduk Pacal ditemukan ini sangat besar. Padahal tanah untuk adanya formasi batu kapur dan tanah liat pelaksanaan proyek ini telah disediakan. (lempung/margalit) yang memungkinkan Setelah kegagalan proyek ini dilakukan pembangunan waduk.Formasi Kabupaten Bojonegoro menjadi salah satu batu kapur dan tanah liat merupakan daerah yang perkembangan ekonomi endapan campuran (mergel) antara tanah liat penduduknya paling tertinggal di seluruh dan kapur dalam perbandingan yang tidak Pulau Jawa.Perkembangan ekonomi yang tentu.Pada umumnya batuan endapan ini buruk ini disebabkan oleh pertanian yang berlapis-lapis karena pengendapan yang terlalu mengandalkan hujan, padahal terjadi dalam waktu lama dan tidak sebagian besar penduduk masih bersamaan (Sosroprawiro, 1957: 36- menggantungkan hidupnya pada pertanian. 37).Formasi kapur memiliki efek fisik yaitu Hasil pertanian di Kabupaten memiliki kecenderungan untuk bergabung Bojonegoro sebagian besar berupa padi pada dengan rapat.Keadaan semacam ini sangat musim penghujan dan palawija serta menghambat gerakan air dan udara tembakau pada musim kemarau.Pada (Buckman, 1982: 518). Sedangkan tanah tanaman tembakau Kabupaten Bojonegoro yang memiliki formasi lempung atau tanah termasuk salah satu penghasil terbesar liat cenderung lambat dalam melakukan setelah Deli dan Jember (Panitia Penggali penyerapan air (Kartasapoetra, 1991: 25). dan Penyusun Sejarah hari Jadi Kabupaten Tingkat II Bojonegoro, 1988: B. SEJARAH WADUK PACAL 172).Perkebunan tebu diusahakan di sekitar Pembangunan Waduk Pacal dimulai lembah Bengawan Solo tetapi setelah pemerintah kolonial membatalkan pengolahannya dilakukan di luar rencana pembangunan proyek Karesidenan Rembang karena di Solovaleiwerken.Solovaleiwerken awalnya

145 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Karesidenan Rembang tidak ada perusahaan dimanfaatkan untuk mengairi daerah gula (Wildering, 1977: LV). pertanian. Daftar nama bendungan- Pada awal abad ke 20 di Kabupaten bendungan tersebut terdapat pada tabel Bojonegoro sudah terdapat beberapa dibawah: bendungan-bendungan kecil yang Nama Waduk Area yang dialiri (dalam bau)

Pandjang 95 Tlogo Hadji 1950 Koedoer 475 Pasinan 150 Blongsong 154 Karangdinoyo 256 Metooenan 147

Keterangan: 1 Bau = 7000 meter daerah Kali Pacal, Kali Kerjo dan Kali

Tabel 2.1. Daftar nama waduk yang Cowak, Kali Tidu dan Kali Keduwang berada di kawasan Bojonegoro sebelum (Wildering, 1977: LVI). tahun 1923 (Penders, 1984: 33). Sebelum rekomendasi tempat itu diajukan, telah ada survei di daerah Klino, Dengan irigasi yang masih sedikit, Gondang, Klepek, Kapas dan Bojonegoro tingkat keberhasilan panen menjadi sangat untuk mencari tempat yang sesuai untuk tergantung pada hujan, dan bendungan yang pembuatan waduk yang dapat menggantikan ada masih kurang untuk mengairi seluruh fungsi dari proyek Solovalleiwerken, sebagai wilayah Kabupaten Bojonegoro. Kurangnya pengendali banjir dan pengairan pertanian. pasokan air untuk daerah-daerah pertanian Hasil survei di Dusun Tretes, Desa ini menyebabkan pemerintah merasa perlu Kedungsumber, Kecamatan Temayang untuk mengusahakan adanya bangunan- didapati pertemuan anak Kali Pacal dengan bangunan pengairan, terutama di lembah kondisi topografi yang memungkinkan bengawan solo, sehingga panen padi akan untuk dibangun sebuah bendungan dengan lebih terjamin. Untuk itu residen Rembang kapasitas air yang cukup besar (Balai saat itu J. F. Wildering mengusulkan agar Pengelolaan Sumber Daya Air, tanpa tahun: dibangun waduk untuk memperbaiki 2). pengairan di Kabupaten Bojonegoro di

146 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Setelah mendapat laporan dari dengan rencana anggarannya.Rencana residen Rembang pada tanggal 17 anggaran ini kemudian oleh Kepala November 1925, minister of colonies saat itu Pengairan Kali Solo Hilir Ir. Bogoman Welter memberikan sebuah rekomendasi ditetapkan sebagai rencana anggaran dan atas usul-usul dari J. F. Wildering, sehingga belanja pembangunan waduk. pada tanggal 30 Agustus 1927 pemerintah Antara tahun 1927-1933 merupakan Kolonial mengabulkan pembangunan masa pelaksanaan pembangunan Waduk Pacal sedangkan pembangunan waduk.Pada tahun 1931 biaya pembangunan waduk-waduk yang lain ditunda sampai keseluruhan waduk dan saluran irigasi naik proyek Waduk Pacal ini menunjukkan hasil menjadi 3 juta gulden (Penders, 1984: 36), (Penders, 1984: 35). kenaikan ini sebagian besar digunakan untuk Setelah rencana anggaran disetujui pembangunan saluran irigasi di hilir Kali oleh pemerintah kolonial yaitu anggaran Pacal. Pembangunan Waduk Pacal sendiri total 1,2 juta gulden dengan 37.000 gulden menelan biaya 2.567.210 Gulden (Balai di antaranya berupa bahan bangunan seperti Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah kayu dan batu (Penders, 1984: 35). Pada Bojonegoro, tanpa tahun: 2). tahun 1926 dilakukan desain lengkap

Foto 1 Waduk pacal pada saat pembangunannya tahun 1930 (dok. UPT wilayah sungai bengawan solo kabupaten Bojonegoro)

Waduk besar ini dapat menampung Bojonegoro.Sebuah bendungan distribusi 40 juta m3 air, digunakan untuk mengairi yang bernama Bendungan Sokosewu sawah di Kecamatan Pelem dan dibangun di bagian bawah aliran air dari

147 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

waduk yang berada di sekitar Desa Klepek, waduk ini juga dimanfaatkan sebagai objek di sini kemudian baru aliran airnya wisata. diarahkan menuju ke saluran-saluran irigasi. Waduk Pacal memiliki luas genangan air sekitar 4. 761 km2 yang C. DESKRIPSI WADUK PACAL dibatasi oleh bukit-bukit dengan hutan jati di

sekelilingnya Volumenya saat penuh (pada 1. Waduk (reservoir) +25 pp) sebesar 42 ribu m3 tetapi sekarang

telah menurun menjadi 26 ribu m3 saja. Kebanyakan pembangunan waduk di Penurunan ini karena adanya sedimentasi Pulau Jawa dilakukan karena sifat dari pada waduk akibat berkurangnya hutan jati sungai-sungai di Pulau Jawa yang memiliki di sekitar waduk.Saat ini Waduk Pacal air yang berlebihan di musim penghujan dan dipakai untuk mengairi 17 ribu ha sawah di debit air sungai menjadi sangat kecil di daerah Kecamatan Kapas, Kecamatan musim kemarau.Dengan adanya Temayang, Kecamatan Balen, dan pembangunan waduk diharapkan air yang Kecamatan Bojonegoro. berlebihan tidak menimbulkan banjir saat musim penghujan dan dapat dimanfaatkan 2. Bendungan (dam) pada musim kemarau (Broto, 2008: 220).

Berdasarkan fungsinya waduk dapat Dalam kawasan Waduk Pacal dibedakan menjadi 2 macam yaitu, waduk bangunan yang paling penting adalah eka guna (single purpose) dan waduk serba bangunan bendungan. Bendungan ini guna (multi purpose) (Sudjarwadi, 1987: 56- memiliki panjang 90 m, tinggi 41 m, dan 57).Waduk eka guna adalah waduk yang lebar 8 m. Konstruksi tubuh bangunan fungsinya hanya digunakan untuk satu terdiri dari susunan tumpukan batu yang keperluan saja, sedangkan waduk serba guna setiap batu diatur bergerigi sedangkan pada dapat digunakan untuk memenuhi beberapa bagian lereng di bagian bawah bendungan keperluan sekaligus secara berupa tumpukan batu yang disusun tegak bersamaan.Berdasarkan hal tersebut maka lurus. Pada bagian hilir bendungan Waduk Pacal dapat dimasukkan sebagai urugannya berupa susunan batu tegak lurus waduk eka guna, karena memiliki fungsi dengan elevasi puncak bendungan kurang sebagai pemasok air untuk irigasi. Dalam lebih 28,00 shvp, sedangkan dibagian perkembangannya sejak tahun 1990-an

148 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

lerengnya diberi lapisan bahan kedap air tinggi berupa beton lapis aspal

Foto 2. Bendungan

Berdasarkan konstruksinya Waduk ini yang dibangun untuk menahan terjunan Pacal merupakan waduk dengan tipe air yang deras. Bangunan terjun dan kolam bendungan urugan bersekat, karena tubuh ini dibuat dari bahan beton. bendungan terbuat dari timbunan batu kapur dengan penahan rembesan air lempengan- 3. Tower lempengan beton dibagian sisi yang Kontruksi bendungan dilengkapi menghadap ke air.Lempengan-lempengan dengan bangunan tower yang berfungsi beton ini bertumpu pada penahan dari beton sebagai tempat dan rumah pengaman pintu yang tertanam dalam pondasi (Angoedi, air.Pintu air yang terdapat di dalam tower ini 1984: 165). sebanyak 6 buah yang terdiri dari pintu Di dalam struktur bendungan ini eksploitasi sebanyak 2 buah dan pintu terdapat bangunan terjun (drop structure) penguras 4 buah. Pintu air ini terbuat dari yang memiliki tinggi sekitar 5 lembaran plat baja dan memiliki ukuran meter.Bangunan terjun ini digunakan karena 1,75x1,75 m. kemiringan saluran yang terlalu besar. Pada masa awal pembangunan Aliran air yang terlalu deras akan Waduk Pacal untuk membuka pintu-pintu menyebabkan dasar saluran air cepat rusak, air tersebut masih memakai tenaga manusia. dengan adanya bangunan terjun maka Kemudian pada awal tahun 1980-an sudah aterjun terdapat di bawah bangunan terjun dipakai mesin diesel untuk menggantikan

149 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

tenaga manusia, dan pada tahun 1997 telah atau saat dilakukan perbaikan tanggul dan dipasang actuator elektrik. pengerukan dasar waduk untuk mengurangi Pintu eksploitasi berfungsi sebagai pendangkalan.Dengan bangunan pelimpah penyalur air untuk keperluan irigasi.Pintu ini ini air yang menuju ke saluran primer bisa dibuka dengan menggunakan actuator dikurangi volumenya. elektrik yang berwarna hitam, sedangkan Pada bagian depan bangunan tower pintu penguras berfungsi untuk membuang terdapat jembatan yang dilengkapi dengan kelebihan air yang bisa membahayakan rel. Rel dipakai apabila peralatan yang kondisi waduk.Pintu ini dibuka dengan berada di dalam tower memerlukan menggunakan actuator elektrik yang perawatan atau memerlukan pergantian, berwarna biru.Pintu penguras dibangun peralatan yang dibawa melalui rel kemudian untuk menanggulangi keadaan yang diangkat menggunakan peralatan berbahaya, seperti jumlah air yang terlalu pengangkat barang yang berada di dalam banyak sehingga membahayakan tanggul tower.

150 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Gambar 1. Susunan Menara (tower) Waduk Pacal (UPT wilayah sungai bengawan solo kabupaten Bojonegoro)

Di samping sebagai tempat untuk melakukan penggantian pintu air yang penyimpanan pintu air, di dalam bangunan sudah rusak.Untuk melakukan penggantian tower juga tersimpan alat pengukur debit air pintu air ini maka lantai tower dirancang dan alat yang digunakan untuk melakukan untuk mudah dilepaskan oleh karena itu pergantian barang yang rusak Alat pengukur dibuat lantai berbahan jeruji-jeruji baja dan debit air ini dipakai untuk menentukan debit kayu yang tidak permanen tetapi kuat dan air dalam waduk. Alat pengangkat barang mudah dilepaskan ataupun dipasang dirancang untuk mengangkat peralatan berat kembali. yang ada di dalam tower.Alat ini dipakai

Foto. 3 Alat pengukur debit air

151 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Foto 4 Alat pengangkat barang

Pada tembok bagian dalam dan luar ketinggian permukaan air, apabila tower terdapat ukuran ketinggian air yang ketinggian permukaan air sudah mencapai dilukis menggunakan cat.Alat pengukur tingkatan yang dirasa membahayakan yang berada di luar tembok tower dilukis bendungan maka pintu penguras akan segera dengan cat hitam dan putih, sedangkan alat dibuka. ukur yang di dalam tower dilukis dengan cat hitam saja. Ukuran ini dipakai untuk melihat 4. Pintu outlet

Pada bagian hilir terdapat pintu lagi.Dahulu pintu ini terbuat dari baja tetapi outlet yang berfungsi sebagai jalan keluar air skot balok yang terbuat dari kayu rusak, dari pintu penguras dan pintu eksplorasi, sehingga sistem pintu ini tidak bisa dipakai pintu ini sekarang sudah tidak terpakai lagi.

152 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Foto 5. Pintu outlet tampak dari atas

5. Bangunan Pelimpah (overlaat/spillway) pelimpah ini memiliki tinggi + 25 pp, panjang 45 m dan memiliki debit 135 m per Selain bangunan-bangunan tersebut detik. Bangunan ini dibuat sebagai saluran juga terdapat sebuah bangunan pelimpah limpahan air supaya tekanan air tidak terlalu (overlaat) yang berlokasi di Dusun membebani tubuh bendungan Kedungjati Desa Sugihan. Bangunan

DAFTAR PUSTAKA Diperoleh dari www.geologi.ft.undip.ac.id/index.php/berita Angoedi, Abdoelah, 1984. Sejarah Irigasi di -lainnya/1257 2 Desember 2010. Indonesia I. Komite Nasional Indonesia International Commision on Irigation and Buckman, O. Harry dan Nyle C. Brandy, Drainage (ICID). 1982.Ilmu Tanah. Jakarta, Bharata Karya Aksara. Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSA) Kartasapoetra dan Mul Mulyani Sutedjo, Wilayah Bojonegoro.Gambaran Umum 1991. Teknologi Pengairan Pertanian Irigasi. Bendungan Waduk Pacal.Bojonegoro.Balai Jakarta. Bumi Aksara. Pengelolaan Sumber Daya Air. Pasandaran, Effendi, 1991. Irigasi Broto, Sudaryo dan Hadi Susanto, Indonesia, Strategi dan Pengembangan. 2008.“Perancangan Model Pendugaan Jakarta. Lembaga Penelitian, Pendidikan, Efektivitas Waduk Resapan di Kota dan Penerangan, Ekonomi dan Sosial. Bogor”.Jurnal Teknik 29 (3): 220-227.

153 Siddhayatra Vol.19 No 1 Mei 2014: 78-154

Pasandaran, Effendi 2005.“Reformasi Irigasi Waduk”.Makalah. Bandung, Jurusan Dalam Kerangka Pengelolaan Terpadu Pendidikan Teknik Bangunan, Fakultas Sumber Daya Air”.Analisis Kebijakan Pendidikan Teknologi dan Pendidikan, Pertanian 3 (3): 217-135. Diperoleh dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/A Diperoleh dari RT3-3a.pdf 2 Desember 2010. http://file.upi.edu/Direktori/E%20-% 20FPTK/JUR.%20PEND.TEKNIK%20SIPI Panitia Penggali dan Penyusun Sejarah Hari L/196409101991011%20-%20SUKADI/02- Jadi Kabupaten Tingkat II Bojonegoro, Penelitian/01-Perencanaan%20Bendungan- 1988.Sejarah Bojonegoro (Menyingkap Waduk.pdf.2 Desember 2010. Kehidupan dari masa ke masa), Bojonegoro, Pemerintah Kabupaten Tingkat II Suroyo, A M Djuliati, 2000. Eksploitasi Bojonegoro, Percetakan Monalisa. Kolonial Abad XIX, Kerja Wajib di Keresidenan Kedu 1800-1890. Yogyakarta. Penders, C. L. M., 1984.Bojonegoro 1900- Yayasan Untuk Indonesia 1942 “A Story of Endemic Poverty in North- East Java-Indonesia, Singapore.Chong Moh Sosroprawiro, R.S., 1957. Tanah.Djakarta, Offset Printing Pte.Ltd. Soeroengan.

Sudjarwadi, 1987.Teknik Sumber Daya Wildering, J. F., 1977. “Memori Residen Air.Yogyakarta.Biro Penerbit Keluarga Rembang, 6 Agustus 1924”. Dalam Memori Mahasiswa Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Serah Jabatan 1921-1930 Jawa Tengah. Universitas Gajah Mada. Jakarta, Arsip Nasional Republik Indonesia. Hal.LII-LXIV. Sukardi,1998.“Langkah-langkah Perencanaan dan Pembangunan Sebuah

`

154

PEDOMAN PENULISAN NASKAH SIDDHAYATRA

Pedoman penulisan artikel yang dapat dimuat di Siddhayatra, adalah sebagai berikut:

1. Tulisan dalam bentuk artikel hasil penelitian, kajian, telaahan mendalam yang didukung data referensi yang akurat. 2. Naskah tulisan harus asli, belum pernah diterbitkan media lain. 3. Naskah diketik diatas kertas A4, maksimum 25 halaman, huruf Times New Roman, naskah diserahkan berupa hardcopy atau softcop. 4. Tulisan menggunakan ejaan yang disempurnakan (EYD). Di luar kata dalam bahasa Indonesia harus dicetak miring. 5. Tulisan disajikam berdasarkan sistematika seperti: a. Judul artikel harus singkat, jelas, mencerminkan isi naskah b. Nama penulis dicantumkan di bawah judul c. Abstrak, merupakan ringkasan sigkat yang bersifat informatif dan menyeluruh, tidak lebih dari 250 kata, disaikan dalam bentuk bahasa Indonesia dan bahasa Inggris d. Jata kunci (keywords), merupakan konsepatau kata-kata penting dalam artikel dimana pemilihan kata harus tepat, memudahkan dalam memahami dan penelusuran naskah, berjumlah 2-4 kata yang tersaji dalam bahasa Inggris dan dicantumkan di bawah abstrak. 6. Bila dalam tulisan terdapat foto, table, grafik atau gambar maka harus dilengkapi dengan nomor, judul dan keterangan singkat dan jelas. 7. Editor sepenuhnya berhak mengedit, mengurangi, menambah (bila perlu) tanpa meninggalkan pengertian yang sebenarnya 8. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis artikel 9. Penulis akan menerima nskah artikel sebagai contoh hardcopy yang akan dicetak 10. Penulis akan menerima Jurnal Karya Ilmiah dalam bentuk cetak lepas. 11. Daftar pustaka disajikan sesuai dengan standar penulisan ilmiah, dlam hal ini abjad tanpa no. urut dengan urutan sebagai berikut: nama pengarang, tahun penerbitan, judul artikel, judul buku / nama dan nomor jurnal, penerbit dan kotanya.