Sejarah Kejuangan Dan Kepahlawanan Sultan Mahmud Riayat Syah Yang Dipertuan Besar Kerajaan Riau-Lingga-Hohor-Pahang (1761—1812)
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
SEJARAH KEJUANGAN DAN KEPAHLAWANAN SULTAN MAHMUD RIAYAT SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KERAJAAN RIAU-LINGGA-HOHOR-PAHANG (1761—1812) PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA DAN PEMERINRAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2012 SEJARAH KEJUANGAN DAN KEPAHLAWANAN SULTAN MAHMUD RI’AYAT SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KERAJAAN RIAU-LINGGA-JOHOR-PAHANG (1761—1812) 1 Sanksi pelanggaran pasal 44: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. 1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyebarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelaggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). 2 SEJARAH KEJUANGAN DAN KEPAHLAWANAN SULTAN MAHMUD RI’AYAT SYAH YANG DIPERTUAN BESAR KERAJAAN RIAU-LINGGA-JOHOR-PAHANG (1761—1812) Tim Penulis dan Penyelaras Ketua: Drs. Haji Abdul Malik, M.Pd. Wakil Ketua: Drs. Haji Abdul Kadir Ibrahim, M.T. Anggota: Haji Rida K Liamsi Dr. Haji Azam Awang, M.Si. Drs. Al Azhar, M.Si. Dra. Anastasia Wiwik Swastiwi, M.A. Drs. Suarman Raja Malik Hafrizal Tengku Moh. Fuad PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA DAN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU DAIK-LINGGA 2012 3 Tim Perumus dan Penyusun: Keputusan Bupati Lingga, Nomor: 179/ KPTS/ 2012, 4 Mei 2012 Pelindung: H. Daria (Bupati Lingga) Penasehat: Drs. Abu Hasyim (Wakil Bupati Lingga) Drs. Kamaruddin (Sekretaris Daerah Lingga) Penanggungjawab: Drs. Junaidi (Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lingga) Ketua: Drs. Haji Abdul Malik, M.Pd. Wakil Ketua: Drs. Haji Abdul Kadir Ibrahim, M.T. Drs. Suarman Sekretaris: Ir. Muhammad Ishak, M.M. Wakil Sekretaris: Kamarulzaman, S.Pd.I Anggota: Haji Rida K Liamsi Drs. Al Azhar, M.Si. Dr. Haji Azam Awang, M.Si. Raja Malik Hafrizal Tengku Muhammad Fuad Tengku Husein Aswandi, S.S. Said Adnan Dra. Anastasia Wiwik Swastiwi, M.A. 4 SEKAPUR SIRIH BUPATI KABUPATEN LINGGA Bismillahir rahmaanirrahiim. Assalamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh. Pertama-tama kita mengucapkan segala puji bagi Allah s.w.t., Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga kita semua dapat memberikan darmabakti kepada bangsa dan negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas dan tanggung jawab kita masing- masing. Alhamdu lillaahi rabbil’alamin. Selawat dan salam senantiasa pula kita ucapkan untuk junjungan alam Nabi Muhammad s.a.w., Allahumma shalli’ala saiyidina Muhammad wa’ala ‘ali saiyidina Muhammad. Semoga kita semua tetap dalam keadaan sehat, dimurahkan rezeki, dipanjangkan umur, dan dapat berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara sehingga Negara Indonesia tercinta mencapai kemajuannya dan tetap jaya. Mengawali kata sambutan saya ini, marilah kita mengingat kembali sebuah ungkapan sakral yang mengatakan, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa-jasa pahlawannya”. Kita niscayalah sebagai bangsa yang besar, berbudaya, beradab, beradat-istiadat, dan bersatu-padu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kita adalah bangsa yang berkeyainan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kita niscayalah tidak sudi dikatakan oleh siapa pun sebagai orang yang tidak dapat mengenang dan menghargai jasa-jasa pahlawannya. Kita niscayalah pula sebagai bangsa yang dapat menghargai, mengenang, meneruskan, dan menauladani jasa-jasa pahlawan bangsa. Kita adalah bangsa yang berbudi-bahasa, yang tahu, sadar, dan dapat membalas budi pahlawan bangsa dengan cara, peluang, dan kesempatan kita masing-masing dengan pantas dan patut sebagai anak bangsa Indonesia tercinta. Saya selaku Bupati Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, atas nama pemerintah dan rakyat Kabupaten Lingga, sudah sejak lama mengikhtiarkan dengan cara-cara terhormat untuk menyiasati dan selanjutnya berbuat nyata bagi mengenang dan menghargai jasa-jasa anak bangsa yang terbaik pada masanya, yang darmabaktinya dan perjuangannya melampauwi masa hidupnya bagi bangsa dan negara Indonesia untuk disiapkan berkas riwayat kejuangan, keperintisan, dan kepahlawanannya dalam segala aspek hidup dan kehidupan, baik di tengah masyarakat maupun sebagai kepala negara dan pemerintahan. Anak bangsa terbaik yang kita maksudkan di sini adalah yang semasa kanak-kanak (kecilnya) dinamakan Raja Mahmud bin Sultan Abdul Jalil Mu’azam Syah bin Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah bin Sultan Abdul Jalil Ri’ayat Syah. Sejak kecil pula dalam usia lebih kurang dua tahun, sudah yatim-piatu, dan dilantik menjadi Yang Dipertuan Besar atau Sultan Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang dengan gelar Sultan Mahmud Ri’ayat Syah atau dipanggil juga Sultan Mahmud Syah III, yang memikul 5 amanah sebagai Raja/Sultan (Yang Dipertuan Besar) lebih kurang 51 tahun sejak 1671 s.d. 12 Januari 1812 M. Berdasarkan cacatan-catatan sumber-sumber sejarah dan percakapan-percakapan di tengah masyarakat, baik di Kepulauan Riau, Malaysia, maupun beberapa daerah yang dulu termasuk dalam kawasan Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang, dapat dipercayai dan diyakini secara ilmiah bahwa Baginda Sultan Mahmud Ri’ayat Syah begitu hebat dan berhasil menjayakan bangsa dan negeri dalam berbagai-bagai sendi hidup dan kehidupan bagi bangsa dan negara. Beliau adalah pejuang sejati bagi bangsa dan negara. Tentu perjuangan yang dimaksudkan adalah perjuangan mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan, dan marwah Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang dari kemiskinan, keterbelakangan, dan penjajahan, yang pada akhirnya termasuk secara nyata dan terbukti sebagai perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Dengan kata lain, Baginda telah berjuang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia dan kebebasan dari segala bentuk penjajahan sehingga tercipta tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis, adil, makmur, dan sejahtera. Bagi kita dewasa ini mesti dan tentunya dapat memahami bahwatokoh kita di masa lampau telah melakukan perjuangan dalam beragam strategi yang ditempuh untuk mencapai kemerdekaan, ada yang melalui perjuangan fisik sehingga mengakibatkan jatuhnya korban nyawa atau hilangnya harta-benda dan juga melalui jalan diplomatik sehingga mengorbankan diri dalam pengasingan atau penjara. Strategi lainnya yang tentu tak kalah penting, sama saja besar dan luar biasanya bagi bangsa dan negara, adalah perjuangan nonfisik, misalnya dalam pemerintahan, politik, ekonomi, kebudayaan, peradaban, atau lainnya yang serupa itu. Di samping itu juga ada strategi yang dilakukan oleh pimpinan-pimpinan kerajaan kita di masa lampau, yakni memindahkan pusat ibukota (pemerintahan) kerajaan (kesultanan) dari daerah satu ke daerah lainnya atau ke suatu tempat yang strategis sehingga penjajah, dalam hal ini Belanda, tidak dapat menjangkau apatah lagi hendak melumpuhkan kerajaan yang merdeka dan berdaulat. Tiga strategi inilah yang dipergunakan oleh bangsa Indonesia demi mempertahankan kekuasaannya, dan sebenarnya strategi ini telah dipergunakan oleh sultan-sultan Melayu tempo dulu dalam menghadapi penjajah. Salah satu sultan Melayu yang sangat berjasa bagi masyarakat yang berada di bawah kekuasaan kesultanan Melayu saat itu (Riau-Lingga-Johor-Pahang serta wilayah pantai timur Sumatera bagian tengah dan pulau-pulau sekitarnya serta Sukadana- Kalimantan) adalah Sultan Mahmud Ri’ayat Syah (1761—1812) yang makamnya berada di halaman bagian belakang Masjid Jami’ Sultan Lingga di Daik, Kabupaten Lingga. Sejarah perjuangannya bisa kita baca melalui buku-buku sejarah Melayu (sumber-sumber primer) baik yang ditulis oleh sejarawan atau pengarang dalam negeri, maupun luar negeri misalnya Malaysia, Singapura, ataupun beberapa negara di dunia, khususnya Belanda. Juga kita dapati dari kisah-kisah atau cerita-cerita, hikayat, syair, puisi, cerpen, dan novel serta bukti-bukti otentik berupa tinggalan bersejarah (benda cagar budaya atau situs) sebagai monumen dari jasa- 6 jasanya yang masih dapat kita saksikan sehingga dewasa ini di Hulu Sungai Carang (Riau)— Kota Tanjungpinang (Pulau Bintan), di Pulau Penyengat, dan tentu juga di beberapa kawasan di Indonesia lainnya, antara lain, di Mempawah dan Sukadana (Kalimantan), Singapura, dan Malaysia. Sejarah mencatat itulah kebijakan monumental antara lain yang dilakukan oleh Yang Dipertuan Besar Sultan Mahmud Ri’ayat Syah (Sultan Mahmud Syah III) yakni setelah berkedudukan di Pulau Galang Besar—Pulau Biram Dewa, Hulu Sungai Riau (Carang), Pulau Bintan (Kota Tanjungpinang sekarang) selama lebih kurang 26 tahun (1761—1787)—selepas mengalahkan Belanda di Tanjungpinang dan sekitarnya—segera memindahkan pusat Kerajaan Riau-Lingga-Johor-Pahang ke Lingga. Di Lingga beliau memimpin negeri selama lebih kurang 25 tahun (1787—1812). Baginda selama menerajui Kerajaan sebagai Yang Dipertuan Besar/ Sultan (setara Kepala Negara dan Pemerintahan dewasa ini) selama 51 tahun, yang wujud membangun kemajuan dan kejayaan kerajaan di Hulu Riau-Sungai Carang, Lingga, dan Pulau Penyengat. Alhasil, ketika masa pemerintahan Baginda-lah Hulu Riau dicatat penuh dengan kemajuan dikenal sebagai “Kota Raja” dan “Istana Kota Piring”, dan di Daik-Lingga dikenal sebagai “Bunda Tanah Melayu” dan Pulau Penyengat (Mars) sebagai “Pulau Mas Kawin” atau “Pulau Indera Sakti” yang maju dalam kebudayaan dan tamadun Melayu. Sebagaimana dijelas di atas Sultan Mahmud Syah sudah berjasa luar biasa bagi bangsa dan negara Indonesia. Dapat kita tambahkan lagi bahwa juga jasa-jasanya melakukan