Strategi Grup Gagak Rimang dalam Melestarian Seni Kuda Lumping di Temanggung (Hamidulloh Ibda dan Intan Nasution)

STRATEGI GRUP GAGAK RIMANG DALAM MELESTARIAN SENI KUDA LUMPING DI TEMANGGUNG

Hamidulloh Ibda dan Intan Nasution STAINU Temanggung, Jawa Tengah Jl. Suwandi-Suwardi Km. 01 Temanggung Email: [email protected]

Naskah masuk: 25-09-2019 Revisi akhir: 20-10-2019 Disetujui terbit: 15-11-2019

THE STRATEGY OF GAGAK RIMANG GROUP IN PRESERVING KUDA LUMPING DANCE IN TEMANGGUNG

Abstract

Kuda Lumping is a Javanese traditional dance commonly called Jaran Kepang, Jathilan, Jaran Eblek, and others. Accompanied by gamelan music, the dance involves a group of dancers who “ride” on colourful flat horses made of bamboo. The data of this descriptive qualitative research were drawn from interviews and observation. The aim of this research describes how the Gagak Rimang group was established, its form of performance, and its strategies to preserve Kuda Lumping dance. The problems faced by the Gagak Rimang group are among others finance, rehearsals, personnel, lack of female dancers. However, there are circumstances which profit the group, such as, competition among groups of Kuda Lumping, support from the local government, the synergy that has developed between the group and mass organizations, societies, as well as free promotion on social media by its spectators. Keywords: preservation, Kuda Lumping, Gagak Rimang.

Abstrak

Kuda lumping merupakan kesenian tradisional khas Jawa yang biasa disebut jaran kepang, jathilan, jaran eblek, dan lainnya. Kuda lumping disebut juga sebagai tarian menggunakan alat peraga utama kuda-kudaan yang diiringi musik gamelan. Tantangan era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 adalah adanya ketercerabutan masyarakat dari seni dan budaya lokal salah satunya kuda lumping. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang berusaha mengungkap realitas sosial secara benar, sesuai kenyataan, dan didasarkan pada pengumpulan data-data yang dianalisis secara relevan. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan sejarah berdiri, pertunjukan, strategi melestarikan, hambatan dan peluang Gagak Rimang dalam melestarikan seni kuda lumping. Hasil penelitian, menunjukkan upaya Gagak Rimang melestarikan seni kuda lumping dilakukan dengan enam cara. Hambatan Gagak Rimang melestarikan kuda lumping adalah masalah dana, latihan, personil, kurangnya penari rampak putri, dan lainnya. Peluangnya meliputi persaingan antargrup, dukungan dan sinergi dengan pemerintah, ormas, dan masyarakat, serta publikasi gratis di media sosial dari penonton.

Kata kunci: Pelestarian Seni, Kuda Lumping, Gagak Rimang.

159 Jantra Vol. 14, No. 2, Desember 2019 E.ISSN: 1907 - 9605

I. PENDAHULUAN pada diri sendiri maupun orang lain. Seni berasal dari bahasa Sanskerta yaitu sani yang berarti sebuah Sebagai satu dari sekian khazanah budaya pemujaan, persembahan dan pelayanan yang erat di Nusantara atau local genius, kuda lumping dengan upacara keagamaan yang biasa dinamakan harus dilestarikan. Pasalnya, tantangan era kesenian. Seni erat kaitannya dengan identitas Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 tidak hanya lokal dari sebuah daerah yang dapat menunjang ketercerabutan di dunia teknologi, namun juga perkembangan masyarakat dari berbagai bidang. seni dan budaya termasuk seni pertunjukan seperti Sebagai salah satu identitas yang menunjukkan kuda lumping. Pasalnya, sebagai bangsa yang sebagaimana daerah tersebut dipandang oleh kaya akan seni dan budaya, tantangan kita saat masyarakat daerah lain.3 ini adalah banyaknya faham transnasional yang Satu di antara jenis kesenian daerah khususnya mempertentangkan kebenaran agama dengan di Jawa adalah kuda lumping. Kesenian ini telah negara. melekat dan menyatu dalam kehidupan masyarakat Satu di antara bentuk munculnya organisasi yang berkaitan dengan upacara-upacara adat atau dan ideologi radikal yang cenderung puritan, kaku, acara hajatan lainnya dan sebagai pertunjukan dan mereka hanya berpegang pada satu pemahaman hiburan dan tontonan. Dalam kesenian ini terdapat dengan menolak Pancasila sebagai dasar negara uba rampe atau sesaji dan masing-masing uba yang sah serta mempertantangkan nasionalisme, rampe memiliki makna di dalamnya.4 budaya dengan agama Islam. Cirinya mereka Kuda lumping biasa disebut kuda kepang, cenderung mengafirkan takrifi ( ), membidahkan jaran kepang, jathilan, jaran eblek, atau ebeg. (tabdi’), dan menyirikkan (tasyri’) pada budaya Kuda lumping adalah salah satu seni pertunjukan atau kesenian lokal yang dilestarikan umat Islam di masyarakat Jawa. Berdasarkan cerita rakyat Jawa, 1 Jawa. Selain tantangan ini, banyak klaim terhadap kesenian kuda kepang adalah bentuk apresiasi seni pertunjukan atau kesenian lain yang dimiliki dan dukungan rakyat jelata pada pasukan berkuda . Seperti contoh negara Malaysia yang Pangeran dalam menghadapi penjajah beberapa waktu lalu telah mengklaim 10 budaya Belanda, dalam Perang Diponegoro tahun 1825- Indonesia sebagai seni khas Malaysia. Sebanyak 1830 masehi. Pendapat lain, menyebut seni berkuda 10 budaya Indonesia tersebut dibajak, mulai dari adalah menggambarkan kisah perjuangan Raden batik, tari pendet, wayang kulit, , Patah yang dibantu Sunan Kalijaga dalam melawan Ponorogo, kuda lumping, lagu rasa sayange, bunga penjajah Belanda. Versi lain juga menyatakan 2 raflesia arnoldi, keris, dan rendang padang. Jika seni jaran kepang merupakan kesenian yang kuda lumping saja sudah diklaim bangsa lain, dan mengisahkan latihan perang pasukan ketika masyarakat maupun pemerintah diam, maka yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja hilangnya kesenian warisan leluhur ini. Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda. Seni merupakan segala sesuatu yang diciptakan Ketiga versi cerita rakyat itu berkaitan erat dengan manusia yang mengandung unsur keindahan dan perang rakyat Jawa menentang penjajah Belanda di dapat membangkitkan perasaan atau kesenangan masa Mataram Islam. Terlepas dari asal-usulnya,

11. Achmad Zainal Arifin, “Defending Traditions, Countering Intolerant Ideologies Re-Energizing The Role Of Modin In Modern ,” Al-Jami’ah Journal2 of Islamic Studiesmi‘ah: Journal of Islamic Studies 55 (2017), hlm. 288, http3 ://www. aljamiah.or.id/index.php/AJIS/article/view/55202. 2. Auliya Burhanuddin, “Plagiat, Batik Dan Perkembangannya,” Siedoo.Com4 , October 2017, https://siedoo.com/berita-2205-plagiat-batik-dan- perkembangannya/. 3. Ana Irhandayaningsih, “Pelestarian Kesenian Tradisional Sebagai Upaya Dalam Menumbuhkan Kecintaan Budaya Lokal Di Masyarakat Jurang Blimbing Tembalang,” ANUVA 2 (2018), hlm. 22–23, https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/anuva/article/view/2733. 4. Fransiskus Indra Udhi Prabowo, “Pelestarian Kesenian Kuda Lumping Oleh Paguyuban Sumber Sari Di Desa Pandansari Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen,” ADITYA - Pendidikan Bahasa Dan Sastra Jawa 6 (2015), hlm. 105, http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/aditya/article/ view/2080.

160 Strategi Grup Gagak Rimang dalam Melestarian Seni Kuda Lumping di Temanggung (Hamidulloh Ibda dan Intan Nasution) kuda lumping merefleksikan spirit kepahlawanan, salah satu unsur kebudayaan peninggalan nenek heroisme, dan aspek kemiliteran sebuah pasukan moyang yang diwariskan dari generasi ke generasi. berkuda atau kavaleri. Hal ini tampak dari gerakan- Kesenian ini disebut juga tarian tradisional Jawa gerakan ritmik, dinamis, dan agresif, melalui yang dilakukan dengan memakai kuda-kudaan yang kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan terbuat dari anyaman bambu sehingga menyerupai laiknya seekor kuda di tengah peperangan.5 kuda yang kemudian ditunggangi oleh pelaku kuda Kesenian ini merupakan seni Jawa populer lumping.9 yang biasa disebut jaran kepang atau jathilan. Di setiap daerah di Jawa memiliki kesenian Jaran kepang merupakan sebuah tarian tradisional kuda lumping yang beragam. Secara umum, kuda Jawa dengan memperlihatkan sekelompok pejuang lumping ini dipentaskan saat kegiatan bersih desa menunggang kuda yang kuda-kudanya terbuat dari (merti dusun), selamatan, sedhekah bumi, sedhekah kulit kerbau kering atau dari anyaman bambu yang laut, dan lainnya. Banyak upacara ritual di Jawa kemudian diberi motif atau ornamen dan didesain menghadirkan kuda lumping sebagai bentuk seperti kuda.6 budaya lokal. Kesenian dengan menggunakan kuda tersebut Pertunjukan kesenian jaran kepang merupakan kesenian daerah yang biasa disebut dalam upacara lokal menjadi pelengkap dalam jaran kepang, yaitu salah satu unsur kebudayaan keselamatan. Pertunjukan itu memiliki tujuan Jawa dan Indonesia yang mengandung nilai untuk membersihkan desa dari segala mara bahaya etis dan estetis yang berharga untuk dipelajari. yang akan menimpa. Biasanya, bersih desa selalu Kesenian tradisional kuda lumping memiliki diadakan pada bulan Sela, bulan ini merupakan kontribusi banyak bagi pendidikan masyarakat, bulan kesebelas dalam penanggalan Jawa, pasalnya di dalam setiap pementasan kuda lumping sedangkan dalam penanggalan hijriyah dikenal menyampaikan nilai-nilai pesan normatif yang dengan nama Dzulqo’dah. Kata sela diartikan dapat mengedukasi masyarakat (penonton) karena sebagai seselan ala atau kesesel barang ala, memuat nilai-nilai kehidupan.7 selanjutnya bulan selo memiliki makna bulan yang Seni berkuda yang disebut dengan kuda berkaitan dengan barang ala (kejelekan /keburukan) lumping berasal dari bahasa Jawa yang terdiri dari sehingga masyarakat terutama Jawa mempercayai dua kata yaitu, kuda yang berarti kuda, dan kepang bahwa bulan Sela yakni bulan terlarang untuk untuk yang berarti ayaman dari bambu yang dikepang menggelar acara hajatan besar baik pernikahan sehingga menyerupai bentuk kuda. Secara istilah, atau khitanan. Pada umumnya masyarakat kesenian kuda kepang merupakan anyaman dari menggunakan bulan ini untuk melakukan bersih bambu yang dikepang sehingga menyerupai bentuk desa lengkap dengan sedhekah bumi dan upacara kuda yang di dalamnya mengandung unsur seni adat lainnya, tetapi masing-masing desa berbeda musik, tarian, upacara, kesurupan dan berfungsi dalam mengambil harinya, yang ingin dibersihkan sebagai hiburan.8 Kesenian kuda lumping adalah dari desa ini adalah roh yang membahayakan desa. kesenian rakyat tradisional Jawa yang merupakan Upaya ini diawali dengan selamatan pada pagi hari dimakam pendiri desa, kemudian dilanjutkan 5.5 Dika Rustiawan, “Analisis Visual Properti Kesenian Kuda Lumping Di Kampung Kebon Waru Desa Gunung Batu Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi”6 (Universitas Pendidikan Indonesia, 2015), hlm. 2, http://repository.upi.edu/182029 /. 6.7 Erna Anggraini; Agus Cahyono, “Forms of Show Kuda Lumping Ronggo Budoyo in The Village of Lematang Jaya, Lahat, South Sumatera,” Catharsis8 7 (2018), hlm. 11, https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/catharsis/article/view/21886. 7. Indra Yunita Setyorini, “Kesenian Kuda Lumping Ditinjau Dari Perspektif Norma-Norma Masyarakat,” Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang 1 (2012): 2, http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel3E729291C48DF587768D2F44DD87AF69.pdf. 8. Irini Dewi Wanti Ratna, Seni dalam Dimensi Sejarah di Sumatera Utara, 1st ed. (Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh, 2008), hlm. 31–32. 9. Annisa Dwi Cahya, “Seni Kuda Lumping di Desa Perkebunan Maryke Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat (Studi Q.S. Al-an’am: 100 Menurut Tafsir Al-Azhar)” (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2017), 3, http://repository.uinsu.ac.id/4954/1/Yang Baru pdf.pdf.

161 Jantra Vol. 14, No. 2, Desember 2019 E.ISSN: 1907 - 9605 dengan pembacaan doa-doa bagi arwah leluhur terkadang menimbulkan kejadian yang dinamakan serta membawa hidangan dan sesajen. Pada malam kesurupan.12 hari diadakan seni pertunjukan jaran kepang yang Jaran kepang yang ada di Dusun Tarukan, menarik banyak penonton sehingga menambah Desa Candisari, Kecamatan Bansari dikenal dengan semaraknya pertunjukan.10 nama Gagak Rimang. Gagak Rimang merupakan Perkembangan seni berkuda tidak hanya di seni berkuda yang memiliki anggota sebanyak 28 Nusantara, namun juga di luar negeri. Seperti yang orang. Pemain laki-laki berjumlah 10 orang, penari dilakukan imigran Jawa di Singapura, mereka berjumlah 5 orang dan 13 penabuh musik iringan. melestarikan kuda kepang sebagai salah satu tarian Gagak Rimang ini berbeda dengan seni kuda trans hobi yang diperkenalkan dan dilokalkan oleh kepang lainnya, rata-rata seni yang ada di Dusun para praktisi Melayu Singapura, serta telah menjadi Tarukan lebih ke Tari Leak , akan ekspresi unik dari identitas Melayu Singapura. Kuda tetapi Gagak Rimang dominan ke tari prajuritan kepang di Singapura mencerminkan pemahamannya yang memiliki karakter berbeda dengan grup lain. yang berubah tentang identitas etnis, sosial, dan Berdasarkan latar belakang dan kajian literatur agama mereka di Singapura.11 Jika para imigran di di atas maka dapat dirumuskan masalah dalam luar negeri saja melestarikan kuda lumping, maka penelitian ini ke dalam beberapa poin. Pertama, menjadi keniscayaan bagi masyarakat di negeri bagaimana sejarah berdirinya grup Gagak Rimang? sendiri untuk melestarikan kuda lumping, baik Kedua, bagaimana pertunjukan seni kuda lumping secara individual atau terorganisasi. yang dilakukan Gagak Rimang? Ketiga, bagaimana Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan strategi Gagak Rimang dalam melestarikan seni bahwa kuda lumping merupakan suatu kesenian kuda lumping? Keempat, bagaimana hambatan dan tradisional Jawa berupa tarian dengan menggunakan peluang Gagak Rimang dalam melestarikan seni alat peraga yakni kuda-kudaan dengan diiringi kuda lumping? musik gamelan. Kuda lumping dalam bahasa jawa Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif disebut dengan jaran kepang, jathilan, jaran eblek, deskriptif. Penulis mengambil jenis penelitian ini karena kuda yang digunakan dibuat dari kulit karena berusaha mengungkap realitas sosial secara bambu yang dianyam sedemikian rupa sehingga benar atau sesuai dengan kenyataan, dan didasarkan berbentuk kuda-kudaan. pada pengumpulan data-data yang akan dianalisis Istilah Kuda Lumping tidak asing bagi semua secara relevan. Dalam penulisan data selain merujuk masyarakat Jawa Tengah, seperti di Kabupaten pada literatur, penulis menjadikan Dusun Tarukan Temanggung. Masyarakat Temanggung khususnya sebagai objek penelitian. Data penelitian ini terbagi di Dusun Tarukan, Desa Candisari Kecamatan atas data primer dan sekunder. Data primer digali Bansari, menganggap kuda lumping merupakan dari pengurus Gagak Rimang, dan perangkat desa. suatu kesenian yang sudah mendarah daging di hati Sedangkan data sekunder diambil dari anggota dan mereka, salah satunya grup Gagak Rimang. Kuda tokoh masyarakat setempat. Metode pengumpulan kepang bukan hanya menari di atas kuda dengan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara diiringi musik gamelan saja, melainkan ada rasa dan observasi. Wawancara yang dilakukan peneliti atau sawan yang tidak biasa, jika kita menyaksikan didasarkan pada penyelenggara seni kuda lumping. kuda lumping dengan penuh penghayatan kita Sedangkan observasi dilakukan pada beberapa pasti akan larut dalam musik gamelan tadi, dan kegiatan Gagak Rimang.

101.0. Setyorini, “Kesenian Kuda Lumping Ditinjau dari Perspektif Norma-Norma Masyarakat,” hlm. 3. 1111. Patricia A. Hardwick, “Horsing Around Melayu: Kuda Kepang, Islamic Piety,12 and Identity Politics at Play in ’s Malay Community,” Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society 87 (2014): 1, https://muse.jhu.edu/ article/544057. 12. Wawancara dengan Sarmesdi, 20 Mei 2019.

162 Strategi Grup Gagak Rimang dalam Melestarian Seni Kuda Lumping di Temanggung (Hamidulloh Ibda dan Intan Nasution)

II. GRUP GAGAK RIMANG banyak yang tidak tahu akan arti dari Turonggo Seto. Usulan tersebut akhirnya dibantah penggagas 1. Profil Grup Gagak Rimang Gagak Rimang Sarmen Supodo. Ia menjelaskan Dusun Tarukan, Desa Candisari, Kecamatan bahwa Turonggo Seto artinya kuda dengan seluruh Bansari, merupakan daerah yang terletak di bawah elemen warnanya putih bahkan nama Turonggo kaki gunung Sindoro yang berada di Kabupaten Seto tersebut sudah dipakai oleh salah satu Temanggung, Jawa Tengah. Daerah ini memiliki desa yang ada di bawah kaki Gunung Sumbing, beberapa kesenian yang sampai saat ini masih sehingga Sarmen Supodo tidak menginginkan tetap berjalan, kesenian kuda lumping, kubro siswo, adanya kesamaan dalam hal nama, karena kesenian lenggeran, wayang kulit, topeng ireng. yang ada di Dusun Tarukan berbeda nuansa dengan Di Temanggung sendiri hampir seluruh Desa kesenian lainnya. Kemudian nama itu pun tidak yang ada di kota maupun yang benar-benar ada di dijadikan sebagai nama kuda lumping.13 daerah pelosok mempunyai kesenian kuda lumping. Mengambil nama Gagak Rimang, berawal Akan tetapi, lain halnya dengan desa tersebut, dari ajakan kakeknya menonton Indrajaya Dusun Tarukan merupakan dusun yang memiliki dengan lakon Aryo Penangsang. Dalam cerita kesenian kuda lumping dengan ciri khas tersendiri itu ada perang yang dilakukan Aryo Penangsang dan beda dari yang lain. Salah satunya grup atau dengan menggunakan kuda yang bernama Gagak kelompok seni kuda lumping Gagak Rimang. Rimang melawan Danang Sutowijoyo sehingga Gagak Rimang merupakan grup kesenian kemenangan berhasil direbut oleh Danang kuda lumping yang memiliki anggota sebanyak 28 Sutowijoyo dengan kemenangan tersebut akhirnya orang. Pemain laki-laki berjumlah 10 orang, penari menjadi Panembahan Senopati Raja Mataram 1. berjumlah 5 orang dan 13 penabuh musik iringan. Berawal dari ketoprak tadi, Supodo Seni berkuda ini berbeda pada seni pada umumnya, mendapatkan inspirasi dari nama kuda titisan dikarenakan Gagak Rimang lebih ke tari prajuritan Aryo Penangsang yaitu Gagak Rimang. Meskipun bukan pada tari leak pada umumnya. Kesenian kuda Gagak Rimang diartikan sebagai pemberontak lumping di Dusun Tarukan yang bernama Gagak namun Sarmen Supodo meyakini bahwa kuda Rimang yang lahir atau berdiri pada tanggal 26 Juni yang bernama Gagak Rimang mempunyai arti 1975 yang tahun 2019 ini genap berusia 44 tahun. keras, kuat serta mampu mengalahkan siapa saja Berdirinya Gagak Rimang ini berawal dari yang ingin menghancurkannya. Dengan demikian permintaan Pemerintah Kabupaten Temanggung. harapan Supodo bahwasannya Gagak Rimang akan Pada tahun 1974, Kabupaten Temanggung diminta menjadi seni kuda kepang yang keras, kuat serta untuk mengirim pasukan kuda lumping untuk mampu mengalahkan serta menandingi seni kuda dipentaskan di Taman Mini Indonesia Indah kepang lainnya. (TMII) yang dipimpin petinggi Temanggung, Setelah itu Bapak Supodo mengadakan Raden Subagyo, sendiri yang berjumlah 1000 musyawarah kembali dengan tujuan mengajukan personil. Setelah adanya event tersebut akhirnya nama Gagak Rimang dan berhasil diterima dengan seluruh masyarakat Dusun Tarukan kembali baik oleh masyarakat sampai sekarang ini. Pemilihan bermusyawarah untuk menghidupkan kembali nama Gagak Rimang memiliki alasan logis dengan kuda lumping pada waktu itu. mengambil spirit ketegasan, kekompakan, dan Setelah ditelusuri, beberapa masyarakat keterampilan berjoget (menunggang kuda). Tepat menginginkan nama kuda lumping ini diberi nama pada tanggal 26 Juni 1975 hari Rabu Kliwon, Gagak Turonggo Seto. Sebab, pada waktu itu masyarakat

13. Wawancara dengan Sarmen Supodo, 16 Mei 2019. 13

163 Jantra Vol. 14, No. 2, Desember 2019 E.ISSN: 1907 - 9605

Rimang di Dusun Tarukan, Candisari, Bansari, Jawa yang menceritakan semangat prajurit untuk Temanggung resmi berdiri sampai saat ini. maju ke medan perang yang dipadupadankan dengan tabuhan gendang sebagai alat musik utama. Masih banyak beberapa inovasi Gagak Rimang dalam memadukan tari modern dan tradisional yang dikembangkan para anggota grup. Sampai saat ini, grup ini masih eksis di tengah kemajuan zaman.

2. Pertunjukan Seni Kuda Lumping Gagak Rimang Dari berbagai pendapat informan, mereka

Gambar 1: Grup Gagak Rimang. (Dok-pribadi). mayoritas menyatakan seni kuda lumping Gagak Rimang yang ada di Dusun Tarukan ini merupakan seni yang dimainkan oleh penunggang kuda Sejak berdirinya tahun 1975, Gagak Rimang yang diringi dengan musik gamelan. Seni kuda telah banyak melahirkan prestasi dan inovasi. lumping ini merupakan seni tradisional rakyat Meski umurnya berkisar antara 44 tahun tidak yang diwariskan oleh nenek moyang terdahulu dari membuat Gagak Rimang patah semangat, bahkan generasi ke generasi. dari generasi ke generasi semakin terlihat jiwa Pendiri Gagak Rimang sekaligus anggota seni yang menempel pada hati mereka. Hal ini Badan Perwakilan Desa (BPD) yang menyatakan membuktikan bahwa Gagak Rimang dari setiap bahwa seni kuda lumping merupakan tarian dengan tahunnya memiliki generasi yang kental akan seni, menggunakan alat peraga yaitu kuda-kudaan yang dan diyakini membuat Gagak Rimang ke depannya diringi dengan musik gamelan. Kuda lumping sangat bisa lebih baik lagi. Gagak Rimang sendiri terdiri identik dengan suatu kejadian yang dinamakan atas beberapa pasukan penunggang kuda yang kesurupan.14 Sedangkan menurut Bendahara Dusun terdiri atas laki-laki dan penari putri dari kalangan Tarukan menjelaskan seni kuda lumping merupakan pemuda, remaja, dan orangtua. tarian yang dimainkan dengan menunggang kuda kemudian berjoget dengan musik gamelan. Pertunjukan seni kuda lumping Gagak Rimang yang ada di Dusun Tarukan ini diadakan setiap ada kegiatan desa, namun yang rutin adalah setiap satu tahun sekali dan bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW, hal ini dilakukan karena permintaan masyarakat yang memiliki kendala dalam faktor ekonomi jika diadakan beberapa bulan sekali, selain itu jika diadakan satu tahun sekali akan Gambar 2: Salah satu tarian Gagak Rimang. (Dok- menghemat biaya dalam menggelar acara tersebut. pribadi). Pada dasarnya dalam menggelar acara seperti itu, masyarakat Dusun Tarukan tidak pernah meminta Seiring berkembangnya zaman, banyak tari- bantuan sama sekali kepada pemerintah ataupun tarian yang dihasilkan Gagak Rimang. Satu di pariwisata, sehingga murni dari hasil kerukunan antaranya Tari Rampak yang merupakan tari kreasi masyarakat Dusun Tarukan. Adapun pelengkap

14. Wawancara dengan Sarmen Supodo, 16 Mei 2019. 14

164 Strategi Grup Gagak Rimang dalam Melestarian Seni Kuda Lumping di Temanggung (Hamidulloh Ibda dan Intan Nasution) dalam acara seni pertunjukkan kuda lumping yaitu Sebab, pada dasarnya seni pertunjukkan kuda rutin dilaksanakannya pengajian akbar.15 lumping kental akan hal-hal yang berbau gaib.16 Meskipun Gagak Rimang diadakan di desa Pendapat tokoh agama Temanggung, hanya satu tahun sekali, tetapi Gagak Rimang tidak mengatakan kesurupan dalam pandangan agama pernah sepi job artinya banyak yang mempercayai tidak dapat dilihat secara kasat mata. Pasalnya, letak adanya Gagak Rimang, sehingga sering diundang syirik tidak pada kesurupan atau “berperilaku aneh” dalam acara kesenian di desa orang ataupun festival para seniman kuda lumping, melainkan pada hati kesenian. dan pikiran seniman tersebut. Semua orang tidak Gagak Rimang dalam perjalananya sudah tahu isi hati dan pikiran seniman saat kesurupan. melalui pahit manisnya kehidupan. Gagak Rimang Maka tidak bisa secara sepihak orang mengatakan pernah mengikuti ajang kompetisi 6 kali, yaitu di hal itu sebagai syirik atau menyekutukan Allah. festival Temanggung, Keraton , Taman Apalagi dalam pentas kuda lumping selalu diawali Air Minum Parakan, festival desa di Tanubayan dan diakhiri dengan doa dan tata cara Islam dan Bansari, UTY Yogyakarta, serta ajang kompetisi di tujuannya jelas untuk menyeimbangkan hubungan Gandu Tembarak Temanggung. dengan Allah (hablumminallah), hubungan dengan Dalam perjalanannya Gagak Rimang tidak manusia (hablumminnas), dan hubungan dengan selalu ada diatas, dari sekian ajang kompetisi yang alam (hablumminalalam).17 pernah dilaluinya, Gagak Rimang mendapat juara Setiap bangsa memiliki budaya, bahasa, dan yakni diajang kompetisi kesenian Gandu Tembarak tradisi tersendiri yang menjadi jatidiri dan keunikan mendapat juara tiga, dan langsung berangkat ke dari bangsa lain. Islam sebagai agama rahmatal Candi Borobudur Magelang dalam acara Dwi lillalamin sangat menjunjung tinggi kesejukan, Windu Ruwa Rawat Borobudur dan meraih juara dan menerima segala hal sesuai prinsip kondisi harapan 1 dari dari 170 peserta. di masing-masing negara. Salah satu bentuknya Demikian Gagak Rimang tidak pernah melestarikan tradisi-tradisi yang murni dari budaya mendapat juara satu bukan karena segi kulitas tidak maupun yang sudah dimasuki nilai-nilai agama. bagus, melainkan dari segi kekompakan dalam Tradisi-tradisi Islam dan budaya di Nusantara menari kurang tegas, sigrak, serta terkadang Gagak bukan sekadar tradisi, melainkan menjadi salah satu Rimang latihan hanya satu minggu sebelum hari-H, kekayaan bangsa ini yang tidak dimiliki bangsa lain. sehingga timbul adanya kurang kompak dan Teori kebenaran yang dimiliki Nahdliyin cukup menyebabkan kekalahan. Namun Gagak Rimang ilmiah, yaitu memiliki kebenaran beragama dengan tidak pernah berkecil hati justru dari kekalahan prinsip rahmatal lillalamin, dan teori kebenaran menjadi kunci kesuksesan. bernegara dengan spirit nasionalisme dan hubbul Dalam seni pertunjukkan kuda lumping wathan minal iman yang termanifestasikan juga tidak lepas dengan adanya seni kesurupan. dalam tradisi-tradisi Islami tersebut. Seperti Sebenarnya kesurupan bukanlah fenomena nyadran, tahlilan, berjanzen, manaqiban, kenduri, kerasukan makhluk gaib, namun hanya bagian selawatan, ziarah kubur, kuda lumping, kubro dari seni untuk menunjukkan bahwa kuda lumping siswo, dan lainnya, semua itu merupakan wahana adalah sakral. Kesurupan identik dengan segala mendekatkan diri pada Allah, tidak ada maksud sesuatu yang berkaitan dengan makhluk tidak kasat lain.18 mata. Dengan adanya kesurupan ini membuat suasana kuda lumping menjadi terlihat nyata. 15 Wawancara dengan Parjono, 18 Mei 2019. 1516. Wawancara dengan Parjono, 18 Mei 2019. 16 17. Wawancara dengan Khamim Saifuddin, 30 Mei 2019. 17 18. Puji Rahayu dkk., Tradisi-Tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat18 dan Ilmu Pengetahuan, ed. Hamidulloh Ibda, 1st ed. (Semarang: Formaci, 2019), hlm. v–vi.

165 Jantra Vol. 14, No. 2, Desember 2019 E.ISSN: 1907 - 9605

Dari dasar itu, maka sangat ilmiah, jika Indonesia sampai hari ini tetap religius, jaya, maju, berkarakter, berbudaya, karena tidak mempertentangkan antara spirit nasionalisme dengan religiositas dengan menghargai tradisi dan budaya lokal. Semua ini tidak lain hanya ada di Indonesia, meski di belahan dunia ada, namun saya yakin masih unggul dan unik di negeri ini. Warga Dusun Tarukan juga meyakini tidak ada hal-hal syirik (menyekutukan Tuhan) dalam Gambar 3: Pertunjukan Kuda Lumping Gagak Rimang di pertunjukan kuda lumping. Pasalnya, dari awal Candi Pawon. sampai akhir pertunjukan, semua anggota juga mengawalinya dengan doa dan cara-cara Islam 3. Strategi Gagak Rimang dalam seperti membaca basmalah, Surat Al-fatihah, Melestarikan Seni Kuda Lumping selawat, dan doa-doa lain untuk melancarkan pentas seni tersebut. Dalam rangka mempertahankan kesenian lokal Meskipun kesenian kuda lumping dianggap ini, banyak sekali upaya yang sudah dilakukan kuno, akan tetapi sampai sekarang di Dusun pemerintah, dewan kesenian, pegiat seni atau Tarukan masih tetap berjalan dan berkembang seniman, akademisi, maupun yang dilakukan grup dengan baik dan digemari masyarakat. Hal ini atau kelompok seni itu sendiri. dibuktikan dukungan seluruh elemen masyarakat Upaya melestarikan kuda lumping yang ada yang ikut berpatisipasi dalam melestarikan kuda di Dusun Tarukan, Candisari, Bansari antara lain lumping, seperti pemuda yang ikut sebagai pemain dengan beberapa tindakan. Pertama, mengadakan penunggang kuda dan pemudi sebagai penari pentas kuda lumping setiap tahun sekali yang ditengah-tengah pertunjukan kuda lumping. Selain bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. itu tokoh masyarakat juga sangat mendukung Dengan begitu akan mengundang rasa penasaran adanya kesenian kuda lumping ini. warga sekitar Dusun Tarukan, Candisari, Bansari, Masyarakat dalam dan luar sangat Temanggung. Warga di Dusun Tarukan dan di luar antusias jika ada pertunjukkan kuda lumping. Kecamatan Bansari selalu hadir dan memenuhi Bahkan seperti pertunjukkan di Dusun Tarukan pertunjukan tersebut. Terbukti setiap tahunnya tidak pernah sepi pengunjung atau penonton. antusias masyarakat baik dalam maupun luar Mereka beramai-ramai dan berbondong-bondong semakin meningkat. Bahkan setiap ada pertunjukan menyaksikan kesenian kuda lumping. Hal ini seni kuda lumping baik itu di panggung, pinggir menunjukkan bahwa kuda lumping sampai panggung, bahkan di tepi jalan sekitar panggung sekarang masih tetap diterima oleh semua dipenuhi ratusan penonton. kalangan masyarakat baik itu di Dusun Tarukan Kedua, Gagak Rimang mengikuti event-event maupun di Desa dan Dusun lainnya. yang diadakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Temanggung ataupun penggiat seni. Seperti tahun 2019 ini, Gagak Rimang telah mengikuti lomba tiap daerah yang dilaksanakan di Gandu, Kecamatan Tembarak, Temanggung dan berhasil mendapatkan juara 3. Kemudian berlanjut di acara Dwi Windu Ruwat Rawat Borobudur dan berhasil mendapatkan juara harapan 1 dari 170 peserta yang

166 Strategi Grup Gagak Rimang dalam Melestarian Seni Kuda Lumping di Temanggung (Hamidulloh Ibda dan Intan Nasution) ikut meramaikan acara ini. Meskipun demikian hal sudah sesuai dengan teori fungsionalisme struktural itu merupakan prestasi yang luar biasa bagi Gagak yang dikembangkan Talcott Parsons. Alasannya, Rimang sendiri. dikarenakan teori Talcott Parsons ini diawali Ketiga, grup Gagak Rimang dalam dengan empat skema pokok tentang fungsi untuk menjalankan pentasnya, lebih mengutamakan khas semua sistem tindakan dalam konteks budaya dan Temanggungan atas dasar ingin menunjukkan jati sosial. Teori atau skema itu dikenal dengan sebutan diri dan tidak plagiasi. Karena pada dasarnya ciri skema adaptation, goalattainment, integration, khas Temanggungan ialah seni dengan nuansa latent-patern-maintenance (AGIL) yang dapat keprajuritan berperang yang berbeda dengan dilakukan untuk melestarian sebuah kebudayaan nuansa tari yang pada umumnya. Misalnya tari leak atau kesenian tertentu di suatu daerah.19 Keempat atau yang identik dengan ciri khas kesenian skema AGIL ini sudah diimplementasikan oleh di Bali. Sehingga sudah sepantasnya seniman grup Gagak Rimang dalam melestarikan dan dan warga Temanggung nguri-uri kabudayane menjaga keberadaan kuda lumping di tengah- wong Temanggung (menjaga/melestarikan budaya tengah masyarakat dan gelombang perkembangan Temanggung). Mereka juga berpedoman jangan zaman. sampai orang Temanggung melupakan Khas dari Pertama, adaptation (adaptasi). Grup Temanggung sendiri. Gagak Rimang ini sudah beradaptasi dalam Keempat, Gagak Rimang telah menggandeng mempertahankan seni kuda lumping. Kedua, salah satu pelatih seni profesional yang ada di goal (tujuan). Setelah beradaptasi dengan sistem Yogyakarta yaitu Ibu Paramita Suryani. Beliau sosial, grup Gagak Rimang merumuskan tujuan merupakan pemain sekaligus pelatih seni yang sosial untuk melestarikan kuda lumping. Ketiga, terkenal di Yogyakarta. Dengan adanya kerjasama integration (integrasi). Bentuknya, grup Gagak tersebut Gagak Rimang sendiri berharap ke Rimang telah mengatur hubungan di antara depannya bisa lebih maju dan pastinya dapat personel, seniman, pelatih, perangkat desa, ormas, dikenal oleh seluruh dunia. tokoh masyarakat dan agama untuk melestarikan Kelima, kerjasama dengan perangkat desa, kuda lumping. Keempat, latensy atau pemilihan organisasi pemuda, dan beberapa tokoh masyarakat pola-pola yang sudah ada (pattern maintance). dan ketua kuda lumping lain untuk sharing atau Hal ini terwujud grup Gagak Rimang telah bergantian pentas saat ada kegiatan desa. Seperti mempertahankan, memperbaiki, baik motivasi merti dusun, nyadran, sedhekah bumi, panen individu maupun pola budaya yang menciptakan tembakau, dan lainnya. Hal ini bermanfaat bagi dan mempertahankan kesenian kuda lumping di kedua belah pihak karena sama-sama mendapatkan Dusun Tarukan. Kebutuhan dasar pemuda maupun keuntungan materiil dan non materiil seperti anak-anak di Temanggung tidak hanya melihat pengenalan grup kuda lumping dan tari-tariannya. atau menonton kuda lumping dalam pentas secara Keenam, pentas Gagak Rimang berkonversi langsung, namun juga membutuhkan pentas kuda dari manual menuju digital, baik disebar melalui lumping dalam bentuk audio-visual di Youtube Youtube, dan media sosial lainnya. Hal ini bertujuan maupun media sosial. agar semua masyarakat utamanya generasi muda Konsep AGIL ini lebih menekankan adanya menonton dan akrab dengan seni kuda lumping, fungsi sosial, yaitu sebuah aktivitas yang diarahkan baik di wilayah Temanggung atau di luar daerah. untuk memenuhi satu atau beberapa kebutuhan Strategi yang telah dilakukan Gagak Rimang sistem. Perkembangan masyarakat berkaitan erat dalam melestarikan kesenian kuda lumping ini dengan perkembangan keempat unsur subsistem

19. George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, 1st ed. (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), hlm. 102–105. 19

167 Jantra Vol. 14, No. 2, Desember 2019 E.ISSN: 1907 - 9605 utama yaitu kultural (pendidikan), kehakiman studi pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi (integrasi), pemerintahan (pencapaian tujuan) dan dan harus keluar dari Dusun Tarukan, personil baik ekonomi (adaptasi).20 untuk penunggang kuda maupun penari rampak Apa yang dilakukan Gagak Rimang ini, putri sering mengalami kekurangan. Selain itu mampu mengintegrasikan sistem kultural, integrasi, tidak sedikit dari mereka yang pergi merantau pemerintahan dan ekonomi warga Tarukan. Tidak untuk mencari kerja. Hal itu tidak dapat dipungkiri, hanya berorientasi pada pelestarian budaya, akan karena setiap orang tentunya mempunyai kegiatan tetapi anggota grup juga didorong untuk mandiri atau keinginan dalam melakukan perjalanan hidup dan mendapat materi dari pertunjukan mereka. ini. Melalui sinergi dengan perangkat desa, pemerintah Dalam menghadapi hambatan yang ada, daerah, ormas, tokoh masyarakat dan agama, Gagak Rimang baru-baru ini mencoba mengajukan kesenian akan selalu ada karena masyarakat selalu proposal dana kepada Dinas Pariwisata agar supaya membutuhkan kegiatan hiburan atau pentas seni. mendukung terlaksananya Gagak Rimang menjadi Dari sini, selain mendapatkan pundi-pundi rupiah, lebih baik dan lebih dikenal oleh masyarakat luas. secara otomatis juga promosi kuda lumping di Selanjutnya dalam menghadapi hambatan tengah-tengah masyarakat. personil yang semakin mengikis, ialah dengan cara melatih anak-anak generasi kita belajar menari 4. Hambatan dan Peluang agar, mereka dapat menggantikan serta dapat Kendala atau hambatan yang dihadapi setiap menyalurkan apa yang mereka kuasai ke generasi grup seni sangat memengaruhi seberapa baik hasil selanjutnya. perubahan yang diupayakan oleh grup tersebut. Adapun peluang seni kuda lumping Gagak Begitu juga dengan kendala yang dialami oleh Rimang dalam menghadapi persaingan di pasar masyarakat Dusun Tarukan, Candisari, Bansari, yang semakin meningkat. Peluang tersebut sangat Temanggung dalam upaya pelestarian seni kuda ditentukan beberapa aspek, di antaranya bagaimana lumping Gagak Rimang. tingkat kemampuan sumber daya alam dan manusia, Kendala yang dialami oleh Gagak Rimang kesempatan mengikuti perkembangan yang ada dalam melestarikan kuda lumping yang paling di pasar, dan bagaimana memenuhi kebutuhan utama adalah masalah dana. Pendanaan tentunya dipasar sebagai penunjang eksistensi dari seni kuda menjadi kebutuhan dasar bagi setiap organisasi lumping itu sendiri. atau grup apapun. Dana yang dibutuhkan dalam Dalam kaitan ini peran seluruh elemen yang biaya operasional untuk perawatan peralatan dan tergabung dalam seni kuda lumping Gagak Rimang perlengkapan tentunya tidak sedikit. Terlebih sangatlah besar dalam upaya untuk memberikan beberapa alat gamelan atau perangkat penunggang sajian yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. kuda yang setiap tahun harus diganti agar Gagak Kemudian aspek kreativitas sangat diperlukan, Rimang tetap memiliki kharisma tersendiri dan sehingga penyajian lebih terkesan menarik tidak membosankan bagi masyarakat yang melihat dan indah. Oleh karena itu diperlukan garapan langsung seni pertunjukkan kuda lumping. seni tradisional yang menarik dan apik agar Selain itu pembinaan dan pelatian dari pelatih menghasilkan kemasan yang memiliki ciri khas tari yang tentunya membutuhkan dana. Selanjutnya tersendiri. kendala dalam masalah personil. Berhubung Dukungan dari perangkat desa, pemerintah masyarakat Dusun Tarukan, Candisari, Bansari, daerah, penggiat seni, ormas pemuda, dan tokoh setelah lulus SMA rata-rata mereka melanjutkan masyarakat/agama dalam melestarikan kesenian kuda lumping. Wujudnya berbentuk dukungan 2020. J. Dwi Narwoko; Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. 1st ed. (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 350.

168 Strategi Grup Gagak Rimang dalam Melestarian Seni Kuda Lumping di Temanggung (Hamidulloh Ibda dan Intan Nasution) moril, materiil, atau kontrak kerja ketika ada Nabi Muhammad SAW. Kedua, Gagak Rimang sedhekah bumi, merti dusun, dan lainnya. Hal ini mengikuti event-event yang diadakan Dinas menjadikan grup Gagak Rimang selalu tampil di Kebudayaan dan Pariwisata Temanggung ataupun event-event tersebut. penggiat seni. Peluang selanjutnya, banyaknya media sosial Ketiga, grup Gagak Rimang dalam seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan layanan menjalankan pentasnya, lebih mengutamakan khas pesan seperti WhatsApp yang mempromosikan Temanggungan atas dasar ingin menunjukkan secara gratis pada saat pentas kuda lumping. Meski jati diri dan tidak plagiasi. Keempat, Gagak yang mengunggah di Youtube masih sedikit, akan Rimang telah menggandeng salah satu pelatih tetapi ketika pentas, banyak warga (penonton) seni profesional yang ada di Yogyakarta yaitu yang mengunggah secara masif meskipun tidak ada Ibu Paramita Suryani. Kelima, kerjasama dengan dorongan/anjuran dari grup Gagak Rimang. Hal ini perangkat desa, organisasi pemuda, dan beberapa menjadi publikasi gratis atau promosi gratis dalam tokoh masyarakat dan ketua kuda lumping lain mengenalkan Gagak Rimang bagi generasi muda untuk sharing atau bergantian pentas saat ada yang didominasi pengguna gawai. kegiatan desa. Keenam, pentas Gagak Rimang berkonversi dari manual menuju digital, baik III. PENUTUP disebar melalui Youtube, dan media sosial lainnya. Dalam rangka menjaga kesenian kuda Sebagai kesenian tradisional Jawa, local lumping, ada hambatan dan peluang yang genius, berupa tarian dengan menggunakan ditemukan grup Gagak Rimang. Hambatannya, alat peraga kuda-kudaan dengan diiringi musik masalah dana, latihan, masalah personil, kurangnya gamelan, kuda lumping perlu dilestarikan. Dalam penari rampak putri, dan lainnya. Sedangkan bahasa Jawa, kuda lumping disebut dengan jaran peluangnya, persaingan antargrup yang semakin kepang, jathilan, jaran eblek, dan lainnya. Kuda ketat, dukungan dan sinergi dengan pemerintah, yang digunakan dibuat dari kulit bambu yang ormas, dan masyarakat, serta adanya publikasi dianyam sedemikian rupa sehingga berbentuk gratis di media sosial dari penonton saat kuda kuda-kudaan. lumping pentas. Sebagai warisan budaya dan local genius, Kuda lumping perlu dilestarikan sebagai salah grup Gagak Rimang sebagai salah satu kelompok satu khazanah budaya Nusantara. Tidak hanya seni kuda lumping telah melakukan beberapa di Temanggung, semua daerah yang memiliki strategi dalam melestarikan seni kuda lumping. kesenian ini perlu melestarikannya dengan berbagai Pertama, mengadakan pentas kuda lumping setiap strategi yang berangkat dari kelompok atau grup tahun sekali yang bertepatan dengan Maulid kuda lumping di masing-masing daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Achmad Zainal, 2017. “Defending Traditions, Countering Intolerant Ideologies Re-Energizing The Role Of Modin In Modern Java.” Al-Jami’ah Journal of Islamic Studiesmi‘ah: Journal of Islamic Studies 55 (2017), hlm. 265-292. http://www.aljamiah.or.id/index.php/AJIS/article/view/55202. Burhanuddin, Auliya, 2017. “Plagiat, Batik Dan Perkembangannya.” Siedoo.Com. October 2017. https:// siedoo.com/berita-2205-plagiat-batik-dan-perkembangannya/.

169 Jantra Vol. 14, No. 2, Desember 2019 E.ISSN: 1907 - 9605

Cahya, Annisa Dwi, 2017. “Seni Kuda Lumping Di Desa Perkebunan Maryke Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat (Studi Q.S. Al-an’am : 100 Menurut Tafsir Al-Azhar).” Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2017. http://repository.uinsu.ac.id/4954/1/Yang Baru pdf.pdf. Cahyono, Agus; Anggraini, Erna, 2018. “Forms of Show Kuda Lumping Ronggo Budoyo in The Village of Lematang Jaya, Lahat, South Sumatera.” Catharsis 7 (2018), hlm. 11–22. https://journal.unnes. ac.id/sju/index.php/catharsis/article/view/21886. Hardwick, Patricia A., 2014. “Horsing Around Melayu: Kuda Kepang, Islamic Piety, and Identity Politics at Play in Singapore’s Malay Community.” Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society 87 (2014), hlm. 1–19. https://muse.jhu.edu/ article/544057. Irhandayaningsih, Ana, 2018. “Pelestarian Kesenian Tradisional Sebagai Upaya dalam Menumbuhkan Kecintaan Budaya Lokal di Masyarakat Jurang Blimbing Tembalang.” ANUVA 2 (2018), hlm. 19–27. https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/anuva/article/view/2733. Prabowo, Fransiskus Indra Udhi, 2015. “Pelestarian Kesenian Kuda Lumping oleh Paguyuban Sumber Sari Di Desa Pandansari Kecamatan Sruweng Kabupaten Kebumen.” ADITYA - Pendidikan Bahasa Dan Sastra Jawa 6 (2015): 104–12. http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/aditya/article/view/2080. Rahayu, Puji, dkk., 2019. Tradisi-Tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat Dan Ilmu Pengetahuan. Edited by Hamidulloh Ibda. 1st ed. Semarang: Formaci, 2019. Ratna, Irini Dewi Wanti, 2008. Seni dalam Dimensi Sejarah di Sumatera Utara. 1st ed. Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh, 2008. Ritzer, George, 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. 1st ed. Jakarta: Rajawali Pers, 1992. Rustiawan, Dika, 2015. “Analisis Visual Properti Kesenian Kuda Lumping Di Kampung Kebon Waru Desa Gunung Batu Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi.” Universitas Pendidikan Indonesia, 2015. http://repository.upi.edu/18202/. Setyorini, Indra Yunita, 2012. “Kesenian Kuda Lumping Ditinjau Dari Perspektif Norma- Norma Masyarakat.” Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang 1 (2012): 1–17. http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel3E729291C48DF 587768D2F44DD87AF69.pdf Suyanto, Bagong; Narwoko, J. Dwi, 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. 1st ed. Jakarta: Prenada Media, 2004. Daftar Informan

No Nama Umur Pekerjaan 1. Sarmen Supodo 58 Pendiri Gagak Rimang, anggota Badan Perwakilan Desa (BPD) 2. Parjono 45 Bendahara Dusun Tarukan 3. Sarmesdi 51 Ketua Grup Gagak Rimang 4. Khamim Saifuddin 40 Dosen

170