Volume 10 No 2 Oktober 2017 ISSN: 1858-3989 P565-576

EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO

Oleh: Mutiara Dini Primastri (Pembimbing Tugas Akhir: Dra. Budi Astuti M.Hum dan Indah Nuraini, S.S.T., M.Sn)

Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indoonesia Alamat Email: [email protected]

RINGKASAN

Penelitian ini merupakan sebuah analisis deskriptif yang menggunakan pendekatan sosiologi dan antropologi untuk membedah tentang eksistensi kesenian masyarakat transmigran berupa kesenian kuda kepang di Kabupaten Pringsewu Lampung. Kesenian kuda kepang yang eksis di Kabupaten Pringsewu yaitu komunitas seni Turonggo Mudo Putro Wijoyo (TMPW). Eksistensi adalah adanya sebuah keberadaan yang tidak hanya sebagai sesuatu yang “diam” akan tetapi menjadi sesuatu yang aktif dan memiliki peran di dalam lingkungannya. Melalui kajian sinkronik, kesenian kuda kepang TMPW tetap eksis saat ini karena memiliki fungsi sebagai seni pertunjukan yang menghibur (presentasi estetis), memuat nilai-nilai budaya, serta dapat menjadi identitas orang Jawa di Pringsewu. Kajian sinkronik didukung oleh kajian diakronik, yaitu kemunculan kesenian kuda kepang TMPW merupakan hasil dari rangkaian sejarah berupa eksistensi orang-orang yang bertransmigrasi di Pringsewu, melalui tahap eksistensi yaitu eksistensi estetis, etis dan religius. Eksistensi kesenian kuda kepang TMPW tidak lepas dari faktor-faktor pendukungnya. Komunitas TMPW terus menunjukkan eksistensinya dengan melakukan inovasi pada segala aspek- aspek penunjang koreografi dengan menjaga otentisitas agar tidak hilang dan menjadi ciri khas. Sebuah seni pertunjukan bersifat stimulus bagi masyarakat tentu mendapatkan respons, berupa respons positif dan respons negative.

Kata kunci: eksistensi, kuda kepang, transmigran.

563 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO) ISSN: 1858-3989

ABSTRACT

This research is a descriptive analysis using sociology approach to analysed about art existence of transmigrant society, that is kuda kepang in Pringsewu Regency of Lampung. Kuda kepang that exist in Pringsewu is Turonggo Mudo Putro Wijoyo (TMPW) community. Existence is the existence is not only as something "silent" but becomes something active and has a role in the environment. Synchronic studies, kuda kepang TMPW still exists because it has a function as an entertaining performing art (aesthetic presentation), contains cultural values, and can be a Javanese identity in Pringsewu. Synchronic studies are supported by diachronic studies, that is the emergence of kuda kepang TMPW is the result of a series of histories of the existence of people who transmigrated in Pringsewu, through the stage of existence of aesthetic, ethical and religious existence. The existence of kuda kepang TMPW is not separated from the supporting factors. The TMPW community continues to show its existence by innovating on all aspects of choreography support and to be kept authenticity not lost and become characteristic. The performing arts have the character of stimulus for the society of course get the response, that is positive response and negative response.

Keywords : existence, kuda kepang, transmigrant.

I. PENDAHULUAN bagian dalam yang disebut dengan jeroan Kuda kepang adalah kesenian (Soedarsono, 1998:10). Tari sama kerakyatan yang populer di Pulau Jawa, dan dengan seni kerakyatan kuda kepang yang ada dianggap peninggalan masa pra sejarah. Pada di Pulau Jawa dan terdapat di berbagai daerah. masa itu orang-orang masih mempercayai Namun nilai-nilai ritual yang terkandung di bahwa menghadirkan kekuatan roh binatang dalamnya hampir tidak tampak jelas seperti di totem yaitu kuda dapat mengusir roh-roh jahat karena pengaruh Islam yang begitu besar. yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggal Kesenian kuda kepang memiliki beberapa ciri mereka. Masyarakat Bali masih melestarikan khas yaitu, dipentaskan di tempat lapang, seni pertunjukan dari masa pra-Hindu yaitu terbagi dalam beberapa babak pertunjukan, tari Sanghyang yang dipentaskan di pura properti tari yang digunakan berupa pecut dan

564 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN ISSN: 1858-3989 PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO) kuda kepang, dan yang menjadi primadona kepang yang berada di Jawa agak berbeda adalah ada adegan intrance (ndadi) yang karena adanya sebuah proses perubahan dan membuat pertunjukan kuda kepang menjadi perkembangan kebudayaan secara geografis menarik. yang diakibatkan adanya perpindahan Kesenian kerakyatan ini sudah sangat manusianya yang disebut dengan difusi serta populer di kalangan masyarakat desa maupun berlakunya inovasi yaitu aturan-aturan baru perkotaan. Kata “rakyat” merujuk pada sifat yang dibuat untuk menyesuaikan selera pasar kesederhanaan dan tidak begitu rumit (Hadi, (Sumaryono: 2011). 2005:55) maka kesenian ini menjadi sebuah Tercatat ada 131 grup kesenian kuda pertunjukan seni yang ringan, menghibur, dan kepang/ di Kabupaten Pringsewu mudah dikenal oleh masyarakat luas. Kesenian hingga tahun 2016 pada data rekapitulasi kuda kepang tidak hanya populer di Pulau organisasi seni budaya. Salah satunya yaitu Jawa saja, tetapi tersebar di seluruh daerah di komunitas Turonggo Mudo Putro Wijoyo yang . Hal tersebut berkaitan dengan arus berada di Desa Pandansari, Kecamatan transmigrasi orang-orang Jawa ke berbagai Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Lampung. daerah di luar Pulau Jawa. Pada tahun 1905 Adanya komunitas yang semakin banyak pemerintah Belanda melakukan migrasi orang- bermunculan menunjukkan bahwa semakin orang Jawa untuk ditempatkan di daerah Way banyak orang yang tertarik dan terhibur, Semah, Gedong Tataan, Sukoharjo, Pringsewu termasuk masyarakat pribumi sebagai hingga Wonosobo dan meningkat pesat masyarakat penonton yang ikut merespon sehingga setiap tahun terdapat 15.000 orang- kesenian tersebut dengan baik, seperti dalam orang Jawa pindah ke Lampung (Sabaruddin, buku Y. Sumandiyo Hadi yang berjudul Seni 2012:83). Kesenian kuda kepang di Kabupaten Pertunjukan dan Masyarakat Penonton Pringsewu merupakan sebuah fenomena memaparkan bahwa seni pertunjukan dan bersejarah karena kemunculannya di tanah masyarakat penonton adalah sebagai suatu perantauan juga melalui peristiwa bersejarah tindakan interaksionisme simbolik yang yaitu dampak dari arus transmigrasi. terletak pada pemahaman stimulus dan respon. Tidak ada gaya baru yang diciptakan Suatu tradisi dikatakan hidup atau eksis oleh komunitas maupun Kabupaten Pringsewu oleh karena mampu disiasati dan beradaptasi sendiri yang akan menjadi hak milik dengan perubahan-perubahan sesuai dengan Pringsewu, tetapi tetap melestarikan yang ada. dinamika kehidupan sosial masyarakatnya Walaupun jika dibandingkan dengan kuda (Sumaryono, 2011:22). Eksis atau eksistensi

565 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO) ISSN: 1858-3989 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) transmigran asal Pulau Jawa di Kabupaten memiliki arti hal berada atau keberadaan yang Pringsewu. Pada dasarnya transmigrasi adalah tidak hanya ada, tetapi memiliki pengaruh peristiwa perpindahan penduduk dari suatu terhadap lingkungannya. Sebuah tinjauan daerah yang padat penduduk ke daerah yang sosio-historis dengan kajian sinkronik dan jarang penduduknya. Transmigrasi tersebut diakronik dapat mengungkap keberadaan atau dilakukan oleh pemerintah Belanda yang eksistensi kesenian kuda kepang di Kabupaten dilakukan secara besar-besaran. Pringsewu, Lampung. Menurut Eko Sunu Sutrisno, masyarakat Fenomena kesenian transmigran tersebut transmigran menghadirkan keseniannya di menjadi sebuah masalah yang menarik untuk tempat tinggal barunya untuk mengobati rasa diteliti. Mengingat bahwa keberadaan kesenian rindu dan menekan rasa sepi, selain itu kuda kepang di tengah-tengah masyarakat memperkenalkan kesenian Jawa kepada yang bukan daerah asli kesenian ini lahir. penduduk pribumi (wawancara Eko Sunu Bahkan kesenian kuda kepang menjadi eksis Sutrisno tanggal 18 Agustus 2016). Muncullah dan berkembang di kalangan masyarakat ide untuk menghadirkan kesenian-kesenian Kabupaten Pringsewu. Oleh karena itu dapat asal daerah mereka ke tempat pemukiman baru ditarik rumusan masalah yaitu, bagaimana yang mereka tempati. Fenomena munculnya eksistensi kesenian masyarakat transmigran di kesenian masyarakat transmigran menjadikan Kabupaten Pringsewu Lampung dengan studi bukti bahwa seseorang tidak bisa terlepas dari kasus kesenian kuda kepang Turonggo Mudo kebudayaan asalnya. Sejarah tentang Putro Wijoyo. masuknya kesenian masyarakat transmigran di Penelitian ini menggunakan pendekatan daerah Pringsewu tidak begitu diketahui secara sosiologi. Ilmu sosiologi adalah ilmu yang jelas dan tidak ada data-data maupun catatan membahas tentang gejala masyarakat, dan yang dibuat mengenai masuknya kesenian ilmu tersebut dapat mengupas sebuah transmigran ini, hanya diketahui bahwa keberadaan kesenian pada masyarakat masyarakat transmigran berpindah tempat ke penyangganya. Lampung membawa kesenian dari daerah asal mereka (wawancara Eko Sunu Sutrisno II. PEMBAHASAN tanggal 18 Agustus 2016). A. Kesenian Masyarakat Transmigran Pringsewu adalah daerah yang memiliki Kesenian masyarakat transmigran adalah kondisi sosial yang unik, yaitu ditinggali oleh kesenian yang dibawa oleh penduduk dua budaya yang berbeda namun keduanya

566 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN ISSN: 1858-3989 PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO)

Tabel 1. Data Organisasi Seni Dan Budaya Kabupaten Pringsewu

N Jenis Kesenian Jumlah Keterangan

o. (Grup)

1 Seni Tari Lampung 24 Data organisasi seni budaya

2 Orgen Tunggal 104 sampai dengan Desember 2016.

3 Musik Band 10

4 Campursari/Karawitan 9

5 Kulit 13

6 4

7 Orkes Keroncong 4

8 Qasidah/Pengajian/Janeng 35

9 Kuda Lumping/Kuda 131

Kepang/Ebeg/

1 Beladiri/Pencak Silat 29

0

Jumlah 363 berdiri sama-sama kuat, yaitu Jawa dan Kesenian transmigran tersebut hidup Lampung. Budaya Jawa di Pringsewu menjadi cukup subur di wilayah Pringsewu. Terbukti kuat karena mayoritas penduduknya adalah jumlah organisasi yang tercatat termasuk orang-orang suku Jawa, sedangkan budaya dalam jumlah angka yang tidak sedikit, hal Lampung di Pringsewu juga menjadi kuat tersebut membuktikan bahwa kesenian- karena budaya Lampung adalah budaya asli kesenian transmigran itu mampu bertahan dan pribumi. bersaing di tengah-tengah kebudayaan Berikut ini adalah data rekapitulasi Lampung. organisasi seni dan budaya Kabupaten Pada tabel di atas, terdapat 131 grup Pringsewu Lampung. kesenian kuda kepang, sehingga menjadi Pada kolom 4 sampai 10 adalah kesenian jumlah grup kesenian terbanyak yang ada di pendatang (transmigran) dan bukan berasal Kabupaten Pringsewu. Gaya kesenian kuda dari kebudayaan Lampung itu sendiri. kepang di Pringsewu terdapat 2 macam, yaitu

567 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO) ISSN: 1858-3989 gaya Jawa Timur-an yang disebut dengan menyembuhkan penari-penari yang mengalami pegon dan gaya Banyumas-an yang disebut intrance. dengan ebeg atau banyumasan. Kedua gaya Penyajian kesenian kuda kepang tersebut memiliki ke khasan masing-masing. TMPW dibagi dalam 3 babak. Babak pertama Kesenian kuda kepang pegon bagian disebut dengan pembuka atau disebut dengan jogedan cenderung monoton, kostum yang truntungan. Adegan ini menggambarkan digunakanpun sangat sederhana, namun permohonan izin penari untuk dapat menari di mereka memiliki keunggulan pada saat adegan area pertunjukan tersebut. Hal itu terwujud intrance, penari terlihat lebih agresif sehingga dalam gerak sembahan oleh seluruh penari nampak lebih greget (wawancara dengan dengan 4 arah hadap yang dilakukan secara Wiwin Elawati tanggal 25 Maret 2017). Aksi rampak simultan. Babak kedua atau bagian isi, penari yang mengalami intrance terlihat sangat dipecah lagi dalam 3 bagian, bagian pertama “liar” dan menjadi terlihat lebih menarik. disebut kapatan yang menggambarkan Penari melakukan gerak-gerak atraksi, seperti kesiapan prajurit menghadapi peperangan. makan beling, berguling-guling dan bertindak Bagian kedua disebut rowo kidul yang semaunya untuk menunjukkan bahwa dirinya menceritakan tentang kisah seorang raja yang sedang mengalami intrance. sedang jatuh cinta, yang dalam bahasa Jawa Kesenian kuda kepang gaya disebut dengan . Bagian ketiga Banyumas-an justru sebaliknya, salah satunya disebut puspowarno (perangan) yang yaitu komunitas seni kuda kepang Turonggo menggambarkan peperangan yang dilakukan Mudo Putro Wijoyo. Komunitas ini oleh 2 orang laki-laki yang sama-sama kuat merupakan komunitas yang eksis dan akan mengalami intrance. Babak penutup dibandingkan kesenian lainnya berdasarkan disebut dengan kapatan jantur yang frekuensi pertunjukan, pengakuan masyarakat merupakan bagian puncak dari pertunjukan dan jumlah penonton. Pak Tugino adalah kesenian kuda kepang yang dinanti-nanti oleh pemimpin komunitas tersebut dan di samping penonton yaitu terjadi adegan intrance oleh itu pekerjaan keseharian beliau adalah seorang seluruh penari. juru kunci di makam Dusun Pandansari. Oleh B. Eksistensi Kesenian Kuda Kepang karena itu beliau dipercaya sebagai pawang Turonggo Mudo Putro Wijoyo yang dapat berhubungan magis dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia makhluk-makhluk halus, seperti memasukkan mengartikan eksistensi sebagai sebuah kata roh dalam jiwa penari dan dapat yang berarti keberadaan. Eksis tidak hanya

568 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN ISSN: 1858-3989 PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO) sebagai sesuatu yang ada dan hanya dilihat masyarakat kaum transmigran, serta saja, tetapi berperan aktif sehingga memiliki mengandung nilai-nilai budaya di dalamnya. daya guna terhadap kehidupan di sekitarnya. R.M. Soedarsono mengelompokkan seni Benda-benda dapat bereksistensi apabila pertunjukkan ke dalam 2 bagian besar yaitu manusia bereksistensi, yaitu berbuat langsung fungsi primer dan fungsi sekunder terhadap objek yang diam. Pengertian tersebut (Soedarsono, 1998:57). Fungsi primer meliputi mengungkap bahwa eksistensi menyangkut kesenian sebagai sarana ritual, sebagai hiburan pengalaman langsung, bersikap aktif (Dagun, pribadi, dan sebagai presentasi estetis. Fungsi 1990:16-17). primer ini merupakan fungsi kesenian yang Eksistensi kesenian kuda kepang kebanyakan lahir dari negara-negara Turonggo Mudo Putro Wijoyo dapat dianalisis berkembang yang mengacu pada daur hidup dengan tinjauan sosio-historis sinkronik manusia serta mengacu pada peristiwa diakronik, karena kesenian merupakan suatu kesuburan (Soedarsono, 1998:57). Fungsi proses simbolis untuk memahami kausalitas sekunder meliputi seni pertunjukan sebagai historis yang menyangkut komoditi industri pariwisata. pertanggungjawaban akibat konkrit dari sebab- Pada awal kemunculan kesenian kuda sebab yang konkrit pula (Hadi, 2005:39). kepang di daerah asal, fungsinya adalah sebagai pertunjukan ritual, namun mengalami 1. Sinkronik pergeseran fungsi yaitu menjadi pertunjukan Kajian sinkronik adalah sebuah analisis sebagai presentasi estetis. Seni pertunjukan yang menyangkut dengan peristiwa yang dari presentasi estetis menjadi sebuah hiburan terjadi dalam suatu waktu yang terbatas, yang dapat menimbulkan kesenangan bagi artinya adalah ketika kesenian itu hadir dalam masyarakat penontonnya atau penciptanya masyarakat saat itu, ada dampak-dampak yang sendiri, karena seni diciptakan sebagai ditimbulkan dalam kurun waktu tertentu. kesenangan (Hadi, 2016:100). Selain itu, seni Kesenian masyarakat transmigran dapat tetap pertunjukan khususnya tari merupakan sebuah menunjukkan eksistensinya manakala masih komunikasi, baik komunikasi yang terjalin berfungsi dan dibutuhkan oleh masyarakat antara penonton dengan maksud dari pencipta komunalnya (Sumaryono, 2011:135). Selain (koreografer), penonton dengan penonton, memiliki fungsi, kesenian kuda kepang maupun sesama penari (pendukung). Fungsi TMPW juga menjadi sebuah identitas bagi komunikasi antar masyarakat lingkungannya

569 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO) ISSN: 1858-3989 tersebut juga dapat disebut sebagai perekat penting yang berhubungan dengan kehidupan sosial. bermasyarakat dan muncul dari masyarakat Kesenian kuda kepang TMPW juga penyangganya, diantaranya nilai universal, merupakan kesenian yang menjadi sebuah gotong royong, disiplin, ketekunan, sosial, dan identitas masyarakat transmigran. Pada Kamus estetik. Pada jurnal yang ditulis oleh Pratiwi Besar Bahasa Indonesia, identitas memiliki arti Wulan Gustianingrum dan Idrus Affandi pada ciri-ciri, keadaan khusus seseorang, dan jati tahun 2016, nilai-nilai budaya tersebut diri. Inti dari ketiga uraian tersebut merupakan nilai yang terkandung dalam menjelaskan bahwa identitas adalah sesuatu budaya daerah itu sendiri (Pratiwi Wulan yang bersifat milik pribadi yang dapat Gustianingrum dan Idrus Affandi, 2016:27- mewakilkan gambaran dirinya. Identitas selalu 33). Nilai universal diartikan bahwa kuda (ciri berhubungan dengan objek yang khas kesenian kuda kepang) menjadi simbol mengikutinya, pada pembahasan kali ini objek kekuatan, kejantanan, kewibawaan, dan yang akan diteliti adalah kesenian kuda kepang kepahwalanan yang diketahui oleh seluruh Turonggo Mudo Putro Wijoyo. Keberadaan manusia di mana pun dan diketahui sejak kesenian kuda kepang di Pringsewu zaman dahulu hingga saat ini. Nilai gotong memberikan pengetahuan tentang kehidupan royong dapat dilihat dengan adanya sebuah masyarakat Jawa (transmigran) bagi bentuk kerjasama yang dibangun masyarakat masyarakat pribumi, yaitu orang-orang Jawa untuk bersama-sama melestarikan kesenian memiliki tradisi kejawen, yaitu terlihat pada kuda kepang TMPW. Nilai disiplin terwujud pertunjukan kesenian kuda kepang TMPW dalam pertunjukan kuda kepang yang tetap terdapat sesaji yang kaya akan simbol seni tertib meskipun terjadi kegaduhan akibat yang bersifat ekspresif dan membutuhkan penari yang intrance, penonton telah bersikap sentuhan penataan artistik (Hadi, 2005:87). disiplin, maka pertunjukan berlangsung aman Pada penjelasan fungsi kesenian kuda dan lancar. Nilai ketekunan terlihat pada sikap kepang TMPW di atas telah dijelaskan bahwa penari yang rajin berlatih untuk dapat kesenian tersebut merupakan sebagai media melakukan gerak tari. Nilai sosial jelas terlihat komunikasi antar penonton maupun seniman ketika pertunjukan berlangsung untuk dapat dengan penonton hingga menjadi perekat saling membantu demi tercapainya sosial diantara kedua hubungan tersebut. Perlu pertunjukan di tempat mereka. Nilai estetik diketahui bahwa kesenian kuda kepang terwujud pada aspek-aspek penunjang TMPW juga mengandung beberapa nilai koreografi yang dibungkus dengan menarik.

570 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN ISSN: 1858-3989 PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO)

Nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang tahap, yaitu estetis, etis, dan religius. Ketiga diserap dalam kehidupan sehari-hari. bentuk tersebut merupakan tindakan manusia dalam mengambil keputusan agar tetap 2. Diakronik bereksistensi di kehidupannya. Berikut Kajian diakronik adalah sebuah penjelasan mengenai ketiga tahapan eksistensi pendekatan yang bersifat historis. Kesenian menurut Kierkegaard. kuda kepang adalah bentuk kesenian kerakyatan yang awalnya muncul pada masa 1. Eksistensi Estetis pra sejarah ketika masyarakat masih menganut Kehidupan sehari-hari manusia selalu keyakinan animism dan dinamisme. Pada ditekan untuk terus mencapai target dengan zaman dahulu orang-orang mempercayai kegiatan yang terjadwal dan dilakukan secara bahwa roh binatang totem kuda dapat terus menerus. Mereka kurang melakukan melindungi seluruh masyarakat desa. penghiburan dalam diri sendiri. Eksistensi Keberadaan kesenian kuda kepang TMPW di estetis menyangkut kesenian dan keindahan daerah Pringsewu bukan sebuah kesenian yang (Dagun, 1990:51) sangat diperlukan dalam tiba-tiba ada lalu eksis dikenal masyarakat, kehidupan manusia karena dapat namun ada serangkaian cerita dibelakangnya, mendatangkan kesenangan dan penghiburan yaitu mengenai asal-usul keberadaan kesenian bagi keadaan batin setiap manusia. Ia bebas kuda kepang di Pringsewu. melakukan semua kehendak yang Kesenian kuda kepang adalah seni diinginkannya, termasuk memperoleh pertunjukan yang populer di hampir seluruh kenikmatan pengalaman emosi dan nafsu serta desa di Pulau Jawa dan Bali, bahkan para tidak ada batasnya dan kesenangan yang tidak transmigran dari Jawa di Sumatera, terbatas pula (Dagun, 1990:51). Kalimantan, Sulawesi juga banyak yang mengembangkan kesenian jenis ini 2. Eksistensi Etis (Sumaryono, 2011:142), termasuk di Eksistensi etis adalah sebuah Kabupaten Pringsewu, Lampung. Kemunculan pengendalian yang diperlukan bagi kesenian kuda kepang di Pringsewu adalah keseimbangan hidup manuisa, yaitu norma berkat eksistensi manusia (transmigran) itu atau aturan yang sesuai dengan asas perilaku sendiri. Menurut Kierkegaard dalam buku yang disepakati secara umum. Oleh karena itu Filsafat Eksistensialisme yang ditulis oleh perilaku manusia yang bersifat bebas dalam Save M. Dagun, eksistensi terikat dalam tiga memenuhi hasrat duniawinya perlu dibatasi

571 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO) ISSN: 1858-3989 dengan norma-norma yang berlaku dalam Pemuda-pemudi yang ikut di dalamnya masyarakat sehingga keadaan manusia tidak menjadi lebih produktif dan dapat bertanggung menjadi “liar”. jawab atas keleluasannya dalam menikmati sesuatu. Pemenuhan hasrat kenikmatannya 3. Eksistensi Religius telah melangkah ke tahap yang lebih baik yaitu Eksistensi religius merupakan tahap mendapatkan pekerjaan di bidang yang mereka paling tinggi dan bergerak menuju kepada gemari hingga dapat mendatangkan sesuatu yang absolut yaitu Tuhan (Dagun, penghasilan bagi orang-orang tersebut untuk 1990:52). Dua tahap eksistensi di atas dapat mencukupi kebutuhan hidupnya walaupun beralih ke tahap eksistensi religius dengan penghasilan yang didapat tidak terlalu banyak dijembatani oleh agama yang dianut manusia dan cenderung pas-pasan. Keadaan tersebut sesuai keyakinannya masing-masing. dapat dianggap sebagai sebuah eksistensi, yaitu menyangkut keberadaan manusia yang Kesenian kuda kepang tergolong dalam ada tidak sebatas ada, tetapi menunjukkan ekistensi dalam tahap estetis yang dibatasi oleh aktifitasnya dalam lingkungan bermasyarakat, eksistensi etis. Menurut Pujiyanto, dahulu saat karena eksistensi tidak hanya menyangkut awal pertama munculnya kesenian kuda sebuah wujud atau keberadaan saja, tetapi juga kepang, masyarakat hanya sekedar memenuhi mengenai proses dari kemungkinan menuju hasrat kenikmatan batinnya dengan kenyataan (Dagun, 1990:50). Kesenian kuda mengadakan latihan tari kuda kepang oleh kepang dapat mencapai tahap akhir yaitu pemuda-pemudi desa yang diselenggarakan di eksistensi religius yaitu sebuah pencapaian balai desa (wawancara dengan Pujiyanto kepada Tuhan. Melalui serangkaian peristiwa tanggal 16 Agustus 2016). Jika diperhatikan, diadakannya pertunjukan kesenian kuda orang-orang tersebut hanya menghabiskan kepang tersebut tidak dapat dipungkiri adalah waktunya secara sia-sia tanpa mendapatkan di mana sebuah proses manusia menuju sesuatu apapun dan hanya mendapatkan kepada hal yang mutlak yaitu kepada Tuhan. kesenangan sesaat. Akan tetapi eksistensi Oleh karena itu kesenian kuda kepang yang estetis tetap harus dibatasi oleh eksistensi etis. melalui peristiwa sejarah adalah sebuah Batasan itu dilakukan dengan membentuk kesenian yang melalui tahap eksistensi estetis, sebuah komunitas dan membangun secara etis dan religius. bersama-sama komunitas kesenian kuda kepang Turonggo Mudo Putro Wijoyo.

572 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN ISSN: 1858-3989 PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO)

C. Faktor Pendukung Kesenian Kuda Kepang membantu organisasi seni pertunjukan untuk Turonggo Mudo Putro Wijoyo Tetap Eksis dapat mencapai tujuan dengan efektif dan hingga saat ini efisien (Permas, 2003:19). Kelompok kesenian ini lebih 2. Bentuk Penyajian mengedepankan inovasi dari segala aspek- Bentuk penyajian adalah wujud dari aspek penunjang koreografi, maka terkesan seluruh pertunjukan yang dipentaskan pada selalu baru, tidak terlalu monoton serta dapat saat itu. Seni pertunjukan termasuk kesenian dinikmati unsur keindahannya. Faktor-faktor kuda kepang TMPW senantiasa dipahami pendukung yang menyebabkan komunitas ini dalam pengertian teks dalam konteks, artinya masih eksis hingga saat ini, yaitu dari segi bahwa setiap kehadiran bentuk seni manajemen organisasi, bentuk penyajian pertunjukan (surface structure) senantiasa maupun aspek-aspek penunjang koreografi. implisit membawa serta konteks isinya (deep Faktor-faktor pendukung tersebut perlu structure) (Hadi, 2016:6). Bentuk keseluruhan dibahas untuk lebih mempertajam isi kesenian pertunjukan kesenian kuda kepang Turonggo kuda kepang TMPW sehingga dapat menarik Mudo Putro Wijoyo tidak hanya menyangkut bagi masyarakat. masalah bentuknya saja, namun mengandung 1. Manajemen Organisasi isi yang ingin disampaikan penciptanya Komunitas ini dikelola dengan baik oleh kepada penonton. Ada makna-makna yang organisasi di dalamnya, terlihat pada struktur terkandung yang tertuang dalam setiap babak organisasi pada komunitas ini jelas dan pertunjukannya. menjalankan tugas sesuai job descriptionnya, 3. Aspek-Aspek Penunjang Koreografi sehingga segala pekerjaan-pekerjaan yang Kesenian kuda kepang sebagai kesenian menyangkut keperluan untuk kepentingan masyarakat transmigran di Pringsewu kemajuan organisasi, terlaksana dengan baik mengalami perkembangan dan perubahan oleh para pengurus organisasi. Misalnya kebudayaan yang disebut dengan proses difusi bendahara hanya mengatur keluar masuk dana (diffusion). Oleh karena itu beberapa bentuk organisasi, tidak ikut campur dalam bidang aspek-aspek penunjangnya mengalami humas, sehingga tidak terjadi kekeliruan pada perubahan dari bentuk aslinya dari daerah penyampaian info. Oleh karena itu manajemen asalnya, namun tetap menjunjung tinggi dalam sebuah seni pertunjukan harus berjalan keorisinalitas dan pakem yang digunakan oleh maksimal agar dapat mendukung pertunjukan kesenian kuda kepang. Berikut adalah yang akan dipentaskan. Manajemen akan penjelasan mengenai stimulus yang dilakukan

573 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO) ISSN: 1858-3989 oleh komunitas kesenian kuda kepang TMPW rias wajah yang seperti itu dapat menjadi ciri dan telah mengalami proses difusi. khas tersendiri sebagai seni kerakyatan Gerak adalah dasar ekspresi dari semua (wawancara dengan Sri tanggal 31 Maret pengalaman emosional yang dibentuk menjadi 2017). Kostum yang digunakan dari satu pola-pola gerak dinamis dan kontinyu (Hadi, tempat pertunjukan satu dengan tempat 2012:10-11). Gerak-gerak yang dilakukan para pertunjukan lainnya menggunakan kostum penari TMPW lebih variatif, yaitu lebih yang berbeda. Selain ada banyak variasi, banyak motif geraknya seperti tayungan, terdapat inovasi berupa tambahan aksesoris muryani busana, dolanan sampur dan trisik berupa tapis Lampung yang dijadikan gelang yang tidak terdapat di komunitas kesenian penari. Keadaan tersebut menunjukkan adanya kuda kepang lainnya. inovasi atau pembaharuan yang disesuaikan Kesenian kuda kepang TMPW adalah dengan “tempat tinggal” kesenian itu sekarang. jenis kuda kepang gaya banyumasan yang Hal tersebut menjadi nilai estetik kesenian memiliki ciri khas tersendiri yaitu iringannya kuda kepang TMPW bertambah dan menjadi berupa gending ricik-ricik dan eling-eling daya tarik penonton. krido. Hal tersebut menjadi keunggulan Penari merupakan “alat” ekspresi kesenian kuda kepang TMPW dan menjadi menggunakan tubuhnya sendiri dengan daya tarik bagi masyarakat penontonnya. Ada menghasilkan gerak. Gerak-gerak yang bentuk kesenian kuda kepang lainnya yang dilakukan oleh penari adalah hasil proses hanya menggunakan alat musik pencarian dan penjelajahan dalam berupa kenong, dan . Bentuk menciptakan sebuah ekspresi atas dasar iringan tersebut berbeda jauh dengan bentuk rencana pencipta tari (Hadi, 2012:113). Pada iringan kesenian kuda kepang yang sudah kesenian kuda kepang, para penari dianggap memiliki iringan ciri khas. berhasil mewujudkan konsep penata tari yang Aspek penunjang koreografi berupa rias memiliki keinginan menciptakan tarian yang dan busana juga dapat menambah estetika indah. kesenian kuda kepang. Eyeshadow dan blush Di dalam komunitas kesenian kuda on pada rias wajah yang digunakan adalah kepang TMPW terdapat seorang penari yang warna-warna yang mencolok seperti pink dan memiliki teknik dan penguasaan komposisi hijau, sebenarnya jika melihat rias wajah tari yang lebih baik dibanding dengan penari seperti itu terlihat menor atau berlebihan, lainnya. Penari tersebut bernama Rizky, tetapi menurut Sri sebagai penata rias, dengan seorang berjenis kelamin laki-laki berusia 20

574 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN ISSN: 1858-3989 PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO) tahun. Rizky merupakan penari yang dianggap III. PENUTUP sudah mencapai ketiga konsep pedoman tari Kesenian kuda kepang adalah salah satu Jawa yaitu wiraga, wirama, wirasa, dampak dan bukti adanya peristiwa dibandingkan dengan penari lainnya. Seorang transmigrasi secara besar-besaran yang penonton bernama Catur Kurniasih dilakukan pemerintah Belanda pada tahun mengatakan, jika Rizky belum keluar untuk 1905 ke Lampung. Kesenian kuda kepang menari, berarti belum sah dalam menonton merupakan kesenian yang eksis di antara pertunjukan kesenian kuda kepang tersebut kesenian lainnya yang ada di Kabupaten (wawancara dengan Catur Kurniasih tanggal Pringsewu. Hal tersebut terbukti dengan 31 Maret 2017). adanya data rekapitulasi seni budaya hingga 4. Peran Pemerintah tahun 2016 Kabupaten Pringsewu yang Kabupaten Pringsewu adalah kabupaten menunjukkan bahwa kesenian kuda kepang yang masih sangat baru namun telah memiliki jumlah komunitas yang paling menunjukkan kemajuannya di berbagai banyak yaitu 131 grup. Kesenian kuda kepang bidang, salah satunya bidang seni dan budaya. di Kabupaten Pringsewu dibawa oleh Pemerintah Kabupaten Pringsewu menaruh masyarakat transmigran bukan lagi sebagai perhatian lebih kepada bidang seni budaya sebuah ritual, tetapi sebuah seni pertunjukan yaitu dengan melakukan berbagai kegiatan sebagai presentasi estetis. Salah satu bentuk seperti lomba-lomba, festival, pembinaan kesenian kuda kepang banyumasan/ebeg yang maupun pendanaan terhadap kelangsungan eksis di Kabupaten Pringsewu adalah kesenian hidup kesenian tersebut. Walaupun kesenian kuda kepang Turonggo Mudo Putro Wijoyo. yang ada di Pringsewu merupakan kesenian Pada KBBI, eksis atau eksistensi yang muncul dari dua kebudayaan yang sangat memiliki arti sebuah keberadaan. Keberadaan kuat di Pringsewu yaitu Jawa dan Lampung sesuatu tersebut tidak hanya sebagai sesuatu (pendatang dan pribumi), akan tetapi yang “diam” akan tetapi menjadi sesuatu yang pemerintah setempat memberlakukan adil atas aktif dan memiliki peran di dalam kehidupan kesenian tersebut. Keduanya sama- lingkungannya. Sebuah keberadaan kesenian sama dibina dengan sebaik-baiknya, maka kuda kepang TMPW dapat dikaji melalui kehidupan antar kedua budaya tersebut tetap pendekatan sosio-historis berupa kajian harmonis walaupun hidup dalam satu sinkronik dan diakronik. Kajian sinkronik lingkungan masyarakat. adalah sebuah pendekatan yang melihat dari peristiwa saat ini saja, yaitu fungsi dalam

575 Mutiara Dini Primastri (EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO) ISSN: 1858-3989 kehidupan bermasyarakat yaitu sebagai seni ______. Cetakan II 2016. Seni Pertunjukan Dan Masyarakat Penonton. pertunjukan yang menghibur dan sebagai Cipta Media. Yogyakarta. media komunikasi antar penonton, selain itu Permas, Achsan, dkk. 2003. Manajemen Seni menjadi identitas bagi masyarakat suku Jawa Pertunjukan. PPM. . di Pringsewu serta mengandung nilai-nilai Pratiwi Wulan Gustianingrum dan Idrus budaya. Kajian sinkronik didukung oleh kajian Affandi. 2016. “Memaknai Nilai diakronik, yaitu berasal dari suatu rangkaian Kesenian Kuda Renggong Dalam Upaya Melestarikan Budaya Daerah di peristiwa panjang, yaitu sebagai hasil dari Kabupaten Sumedang”. Journal Of eksistensi orang-orang yang bertransmigrasi di Urban Society’s Art.Volume 3 Nomor 1. Pringsewu, menurut Kierkegaard, eksistensi manusia tersebut dibagi menjadi tahap 3 yaitu Rekapitulasi Organisasi Seni Dan Budaya Tahun 2015 oleh Kepala Bidang eksistensi estetis, etis dan religius. Kebudayaan Dinas Pendidikan Eksistensi kesenian kuda kepang TMPW Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Pringsewu Lampung. tidak lepas dari faktor-faktor pendukungnya yaitu menejemen organisasi yang baik, bentuk Sa, Sabaruddin. 2012. Sai Bumi Ruwa Jurai Lampung Pepadun dan Sai Batin. penyajian yang urut dan tersusun, peran Buletin Way Lima Manjau. Jakarta. pemerintah serta dengan melakukan beberapa Soedarsono, R.M. 1998. Seni Pertunjukan di inovasi pada segala aspek-aspek penunjang Era Globalisasi. Direktorat Jendral koreografi yang meliputi gerak, rias dan Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. busana, iringan dan penari, akan tetapi bentuk keutuhan asli atau pakem tetap dijaga agar Sumaryono. 2011. Antropologi Tari Dalam Perspektif Indonesia. Badan Penerbit tidak hilang dan menjadi ciri khas. ISI Yogyakarta. Yogyakarta.

B. Nara Sumber DAFTAR SUMBER ACUAN Eko Sunu Sutrisno, 55 tahun, kepala bidang A. Sumber Tercetak pelayanan masyarakat Museum. Dagun, Save M. 1990. Filsafat Eksistensialisme. Rineka Cipta. Jakarta. Wiwin Elawati, 33 tahun, perias tari.

Pujiyanto, 46 tahun, pelaku aktif kesenian Hadi, Y. Sumandiyo. 2005. Sosiologi Tari. Pustaka. Yogyakarta. kuda kepang Krida Budaya.

Catur Kurniasih, 37 tahun, guru. ______. Cetakan II 2012. Koreografi Bentuk-Teknik-Isi.Cipta Media.Yogyakarta.

576