Tari Kulu-Kulu Dalam Kesenian Jae' Grup Turonggo Budoyo

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Tari Kulu-Kulu Dalam Kesenian Jae' Grup Turonggo Budoyo TARI KULU-KULU DALAM KESENIAN JAE’ GRUP TURONGGO BUDOYO Oleh: Reza Anastasya Putri dan Euis Suhaenah Jurusan Seni Tari, Fakultas Pertunjukan Seni, ISBI Bandung Jln. Buah Batu No. 212 Bandung 40265 e-mail: [email protected] ABSTRAK Tari Kulu-Kulu merupakan salah satu tarian yang disajikan dalam kesenian Jae’ (Kuda Lumping) grup Turonggo Seni Budayo, Desa Sidomulya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, menggambarkan para prajurit berkuda Pangeran Diponogoro dari persiapan hingga bertempur di medan perang. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode deskriptif analisis, pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan pengamatan di lapangan. Hasil dari penelitian menun- jukkan, bahwa struktur tari Kulu-Kulu terbagi menjadi dua yaitu: Pertama Struktur luar yang terdiri dari pola gerak, desain lantai, musik, properti, rias, busana yang sederhana dan bentuk pertunjukan yang lebih merakyat. Kedua yaitu struktur dalam, kesenian ini merupakan manifestasi dari masyarakat Desa Sidamulya yang merupakan masyarakat campuran (Jawa-Sunda), dengan tiga nilai hidup yang harus seimbang, yaitu; nilai agama, budaya dan pemerintah. Kata Kunci: Kesenian Jae’, Tari Kulu-Kulu, Struktur Penyajian. ABSTRACT Kulu-Kulu Dance Feel In Jae Arts Turonggo Budoyo Group, June 2018. The Kulu-Kulu dance is one of the dances presented in the art of the Jae (Kuda Lumping) Turonggo Seni Budayo group, Sidomulya Village, Ciemas Subdistrict, Sukabumi District, depicting Prince Diponogoro's horsemen from preparation to fighting on the battlefield. This qualitative research uses descriptive analysis method, data collection is done through literature study and observations in the field. The results of the study show that the structure of the Kulu-Kulu dance is divided into two, namely: First, the outer structure consisting of movement patterns, floor designs, music, property, make-up, simple clothing and more popular forms of performance. Second, the internal structure, this art is a manifestation of Sidamulya Village community which is a mixed society (Javanese-Sundanese), with three values of life that must be balanced, namely; religious, cultural and government values. Keywords: Jae’ Art, Kulu-Kulu Dance, Presentation Structure. PENDAHULUAN Tari Kulu-Kulu merupakan salah satu tari- Sidomulya Kecamatan Ciemas Kabupaten Su- an yang disajikan dalam kesenian Jae’/Kuda kabumi. Kesenian tersebut merupakan bentuk Lumping grup Turonggo Seni Budayo Desa alkulturasi dari kebudayaan masyarakat Jawa Naskah diterima pada 1 Februari, revisi akhir 4 Maret 2018| 77 (pendatang) dengan masyarakat Sunda (pri- Istilah mengembangkan lebih mempunyai ko- bumi). Kesenian Jae’ berfungsi sebagai hiburan notasi kuantitatif dari pada kualitatif, artinya membesarkan, meluaskan. Dalam pengertian- yang di dalamnya kental akan hal-hal mistik nya yang kuantitatif itu, mengembangkan seni /gaib. Ada empat tarian yang disajikan dalam pertunjukan tradisional Indonesia berarti mem- pertunjukan Jae’ yaitu: (1) Solo, (2) Rincik- besarkan volume penyajiannya, meluaskan wi- Rincik, (3) Dawet Ayu/Siji Lima, (4) Kulu-Kulu layah pengenalannya. yang diakhiri oleh proses trance pada lagu Adapun istilah Jaè merupakan akronim Solasi. Keempat tarian tersebut menggambar- dari “Jawa Edan” istilah yang diambil dari kan para prajurit berkuda Pangeran Dipono- olokkan atau senggakan para nayaga saat para goro dari persiapan hingga bertempur di penari Kuda Lumping baru memasuki arena medan perang. Adegan paripurna perang di- pertunjukan. Pendapat lain mengatakan pe- gambarkan pada tarian Kulu-Kulu sehingga nonton mengistilahkan Jawa Edan karena ke- gerak, musik, dan pola lantai. banyakan para pelaku seni Kuda Lumping di Jampang merupakan salah satu daerah daerah Jampang ini berasal dari Jawa, dengan dengan potensi kesenian yang perlu digali adanya unsur mistis di dalamnya seperti yang kembali. Beberapa kesenian yang terdapat di dikemukakan oleh Sumardjo (2000: 325-326), daerah tersebut di antaranya seperti Gondang, bahwa: Sawer, Wayang Golek, Janèng, Buncis, Cèpèt, dan Dalam menyaksikan tarian kuda lumping, mi- Kuda Lumping/Jaè. Kuda Lumping adalah salnya secara estetik sebenarnya merupakan salah satu kesenian yang masih hidup dan gerakan itu-itu saja. Kita sudah lebih dari se- puluh kali menyaksikan tarian kuda lumping berkembang hingga sekarang, khususnya yang para pemainnya mencapai kondisi ke- untuk Kecamatan Ciracap dan Ciemas. surupan alias trance, tetapi selalu saja kita ter- Menurut Mahmud (1991: 108), bahwa seni pesona oleh daya transendental yang menyer- tradisi sebagai salah satu unsur kebudayaan tainya. Selama kesurupan itulah, tarian, musik dan semua peristiwa seni terstruktur begitu suatu masyarakat akan ikut bertahan atau ikut rupa sehingga kita meleburkan diri dalam pe- berubah mengikuti gerak kebudayaan induk- ngalaman estetik dan pengalaman magis pe- nya. Hal tersebut sesuai dengan kesenian ini nari kuda lumping atau kuda kepang tersebut. yang sangat digemari oleh masyarakat setem- Begitu juga dengan yang diungkapkan pat hingga luar daerahnya, karena berbagai Enoch Atmadibrata (2006: 41), bahwa: bentuk adaptif penyajian dari setiap grupnya. Sampai sekarang, kesenian kuda lumping ma- Kuda Lumping di daerah Jampang lebih sih digemari oleh masyarakat. Penonton ter- dikenal sebagai kesenian Cèpèt atau Jaè. Me- tarik pada kesenian ini karena unsur magis nurut Takhsinul (2016: 38), Secara harfiah, atau keterlibatan hal gaib yang dilakukan para Cèpèt artinya sama dengan “kedok” atau pemain kuda lumping tersebut. Pendeknya pe- nonton merasa terbetot rasa ingin tahunya oleh “topeng”. Istilah Cèpèt diambil dari tari Cèpèt perbuatan pemain kuda lumping yang berada (topeng) yang disajikan setelah pertunjukan dalam keadaan kesurupan itu. Kuda Lumping sebagai bentuk pertunjukan baru dalam kesenian tersebut. Pemunculan Penari Kuda Lumping dapat mengalami tari Cèpèt ini merupakan pengembangan yang trance melalui seorang pawang. Kemampuan adaptif para senimannya dalam upaya me- membuat penari dari keadaan sadar menjadi lestarikan kesenian Kuda Lumping. Sedyawati mabok (trance) kemudian disadarkan kembali (2000: 50), menyebutkan: itulah yang disebut edan atau hebat, maka Makalangan Vol. 5, No. 1, Edisi Juni 2018| 78 lahirlah istilah Jaè atau Jawa Edan. Menurut Menurut Jaèni (2007: 93), bahwa mas- Takhsinul (2016: 39), disimpulkan mengenai yarakat penyangga adalah masyarakat yang kedua istilah tersebut: turut memelihara keberadaan seni pertunju- Lepas dari benar-salahnya suatu nama, Cèpèt kan yang terdiri dari; pelaku seni, penikmat dan Jaè adalah dua istilah yang sama-sama seni dan pendukung seni. Dengan demikian, populernya dipakai untuk menyebut kesenian kuda lumping di Pajampangan, yang hingga kini dalam berbagai aspek penyajian Kuda Lum- merupakan salah satu jenis pertunjukan paling ping merupakan kolaborasi antar dua budaya popular. Bedanya, dari kedua istilah ini adalah yaitu Jawa dan Sunda, selain itu aspek mistis Jaè hanya berarti pada nama jenis kesenian dan magis yang terdapat dalam pertunjukan (dan pertunjukannya), sedangkan Cèpèt me- miliki dua arti. Pertama, Cèpèt berarti “jenis ke- ini sangat menarik dan unik untuk dikaji senian” seperti halnya Jaè, dan yang kedua ber- mengingat fungsi kesenian ini yang hidup arti “topeng” (kedok). sebagai seni hiburan. Seperti yang dijelaskan Takhsinul (2016: 38), bahwa: Kuda Lumping mempunyai berbagai de- Pertemuan dua budaya, antara Jawa dan Sun- finisi di antaranya menurut Enoch Atmadi- da, yang diwujudkan melalui kesenian kuda brata (2006: 40), bahwa: lumping, telah menghadirkan keunikan tersen- Kesenian kuda lumping hampir sama dengan diri. Dua “rasa” dan dua “warna” budaya le- kuda kepang atau ebeg yang membedakannya bur menjadi satu, sehingga pertunjukan itu ka- adalah perlengkapan yang digunakannya yaitu dang-kadang terasa kejawen, tetapi juga terka- “kuda”, dalam hal ini kuda-kudaan, dan “lum- dang terasa kesundalan. ping”. “Lumping” artinya kulit, jadi bahan pembuatan kuda lumping adalah kulit, yaitu Kesenian ini biasanya ditampilkan pada kulit sapi atau kerbau. Akan halnya kuda ke- acara hari-hari besar, festival, hajatan, dan pang atau ebeg, kepang maupun ebeg arti-nya sama, yaitu anyaman bambu yang diiris tipis syukuran pada malam syura‘an. Biasanya di- dan dianyam seperti kipas. Jadi kuda kepang tampilkan di arena atau lapangan terbuka. maupun ebeg terbuat dari bambu tipis yang Bentuk penyajiannya ada dua yaitu tari Kuda diiris tipis dan dianyam seperti kipas. Lumping dan tari Topeng (Cèpèt) dengan Dalam buku Tradisional Masyarakat Seni durasi dari siang dilanjutkan pada malam hari, Pertunjukan Indonesia (MSPI) oleh Direktorat biasanya penampilan Kuda Lumping di siang Seni Pertunjukan (1998: 37), bahwa: hari dan tari topengnya di malam hari. Jaran Kepang adalah tari yang menggunakan Tari Kuda Lumping pada grup Turonggo properti kuda-kudaan dari anyaman bambu Seni Budoyo terdiri atas empat tarian yang (kepang) sebagai media utama penari dalam masing-masing nama tarian tersebut disesuai- mengekspresikan makna simbolik tari. Tari kan dengan judul lagu pengiringnya. Lagu yang dikenal juga dengan sebutan jatilan ini dibawakan oleh penari laki-laki dan dipimpin pengiring tersebut terdiri dari lagu Jawa oleh seorang pawang. (Banyumasan) yaitu Solo, Rincik-Rincik, Dawet Ayu atau Siji Lima, dan Kulu-Kulu naik ke Endang Caturwati (2007: 90), bahwa: Solasi. Empat tarian tersebut menggambarkan Kuda Lumping ini merupakan kesenian rakyat cerita perjalanan pasukan Diponegoro menuju yang dibawa oleh para penduduk Jawa ke Sunda khususnya ke daerah Jampang. Tari
Recommended publications
  • Analysis on Symbolism of Malang Mask Dance in Javanese Culture
    ANALYSIS ON SYMBOLISM OF MALANG MASK DANCE IN JAVANESE CULTURE Dwi Malinda (Corresponing Author) Departement of Language and Letters, Kanjuruhan University of Malang Jl. S Supriyadi 48 Malang, East Java, Indonesia Phone: (+62) 813 365 182 51 E-mail: [email protected] Sujito Departement of Language and Letters, Kanjuruhan University of Malang Jl. S Supriyadi 48 Malang, East Java, Indonesia Phone: (+62) 817 965 77 89 E-mail: [email protected] Maria Cholifa English Educational Department, Kanjuruhan University of Malang Jl. S Supriyadi 48 Malang, East Java, Indonesia Phone: (+62) 813 345 040 04 E-mail: [email protected] ABSTRACT Malang Mask dance is an example of traditions in Java specially in Malang. It is interesting even to participate. This study has two significances for readers and students of language and literature faculty. Theoretically, the result of the study will give description about the meaning of symbols used in Malang Mask dance and useful information about cultural understanding, especially in Javanese culture. Key Terms: Study, Symbol, Term, Javanese, Malang Mask 82 In our every day life, we make a contact with culture. According to Soekanto (1990:188), culture is complex which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society. Culture are formed based on the local society and become a custom and tradition in the future. Culture is always related to language. This research is conducted in order to answer the following questions: What are the symbols of Malang Mask dance? What are meannings of those symbolism of Malang Mask dance? What causes of those symbolism used? What functions of those symbolism? REVIEW OF RELATED LITERATURE Language Language is defined as a means of communication in social life.
    [Show full text]
  • The Islamic Traditions of Cirebon
    the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims A. G. Muhaimin Department of Anthropology Division of Society and Environment Research School of Pacific and Asian Studies July 1995 Published by ANU E Press The Australian National University Canberra ACT 0200, Australia Email: [email protected] Web: http://epress.anu.edu.au National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Muhaimin, Abdul Ghoffir. The Islamic traditions of Cirebon : ibadat and adat among Javanese muslims. Bibliography. ISBN 1 920942 30 0 (pbk.) ISBN 1 920942 31 9 (online) 1. Islam - Indonesia - Cirebon - Rituals. 2. Muslims - Indonesia - Cirebon. 3. Rites and ceremonies - Indonesia - Cirebon. I. Title. 297.5095982 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Cover design by Teresa Prowse Printed by University Printing Services, ANU This edition © 2006 ANU E Press the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims Islam in Southeast Asia Series Theses at The Australian National University are assessed by external examiners and students are expected to take into account the advice of their examiners before they submit to the University Library the final versions of their theses. For this series, this final version of the thesis has been used as the basis for publication, taking into account other changes that the author may have decided to undertake. In some cases, a few minor editorial revisions have made to the work. The acknowledgements in each of these publications provide information on the supervisors of the thesis and those who contributed to its development.
    [Show full text]
  • Falidasi Data Lingkung Seni Se-Kecamatan Ujungberung Tahun 2014
    FALIDASI DATA LINGKUNG SENI SE-KECAMATAN UJUNGBERUNG TAHUN 2014 Tahun Tempat NO Nama Lingkung Seni Jenis Kesenian Pimpinan Alamat Perangkat Kesenian Anggota Legalisasi Berdiri Latihan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pasar Kaler RT.01 1 Pas Nada Elektone Ibu. Heny Organ, Kibord,Gitar, Kendang, Suling, 5 Orang Tidak Ada 2010 Rumah RW.01 Cigending RT.03 Gendang, Bedug, Goong, Terompet, Toa Ampli. 2 Sancang Pusaka Benjang Agus Sulaeman RW.03 Mixer, Badut, Kecrek, Kuda Lumping, Gendang, Goong, Bedug, Terompet, Kepang, 3 LS Benjang Kalimasada Benjang Gugun Gunawan Cipicung RT.04 RW.04 25 Orang Dalam Proses 2004 Rumah Lumping, Toa, Ampli,MixerBadut 4 Karinding Nukula Upit Supriatna Cipicung RT.01 RW.04 Karinding,Celempung,Toleot, Kecrex 15 Orang Tidak Ada 2011 Rumah Gendang, bedug, Goong, Terompet, Toa Ampli, Rumah ketua 5 Pusaka Gelar Putra Benjang Asep Dede Cinangka RT.02 RW.05 25 Orang Tidak Ada 2007 Barong, Badut, Kecrek RT Rumah ketua 6 Pusaka Wirahman Putra Penca Silat Enay Darso Cinangka RT.01 RW.05 Gendang Besar/Kecil, Golok (untuk atraksi) 25 Orang Tidak Ada 2010 RT Gendang, Rabab, Bonang, Goong, Kecrek, 7 Arum Gumelar Jaipongan I n d r a Cinangka RT.02 RW.05 30 Orang Tidak Ada 2006 Rumah Terompet 8 R e o g E m u l Cinangka RT.03 RW.05 Dog-dog, Goong, Gendang 9 Elektone Dangdut E m u l Cinangka RT.03 RW.05 Organ, Gendang Suling Gitar, Kecrex 7 Orang Tidak Ada 2010 Rumah Sakeburuy RT.01 RW 10 Dwi Shinta Rock Dangdut Dede Dadan Kibord, Gitar, Gendang, Suling, Kecrex 9 Orang Ada 1993 Gedung 06 Gendang, Goong, Bedug, Terompet, Toa, Ampli, 11 Pusaka Wargi Benjang Didi / Ono Ranca RT.01 RW.06 25 Orang Ada 1930 Hal.
    [Show full text]
  • Eksistensi Kesenian Masyarakat Transmigran Di Kabupaten Pringsewu Lampung Studi Kasus Kesenian Kuda Kepang Turonggo Mudo Putro Wijoyo
    Volume 10 No 2 Oktober 2017 ISSN: 1858-3989 P565-576 EKSISTENSI KESENIAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI KABUPATEN PRINGSEWU LAMPUNG STUDI KASUS KESENIAN KUDA KEPANG TURONGGO MUDO PUTRO WIJOYO Oleh: Mutiara Dini Primastri (Pembimbing Tugas Akhir: Dra. Budi Astuti M.Hum dan Indah Nuraini, S.S.T., M.Sn) Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indoonesia Yogyakarta Alamat Email: [email protected] RINGKASAN Penelitian ini merupakan sebuah analisis deskriptif yang menggunakan pendekatan sosiologi dan antropologi untuk membedah tentang eksistensi kesenian masyarakat transmigran berupa kesenian kuda kepang di Kabupaten Pringsewu Lampung. Kesenian kuda kepang yang eksis di Kabupaten Pringsewu yaitu komunitas seni Turonggo Mudo Putro Wijoyo (TMPW). Eksistensi adalah adanya sebuah keberadaan yang tidak hanya sebagai sesuatu yang “diam” akan tetapi menjadi sesuatu yang aktif dan memiliki peran di dalam lingkungannya. Melalui kajian sinkronik, kesenian kuda kepang TMPW tetap eksis saat ini karena memiliki fungsi sebagai seni pertunjukan yang menghibur (presentasi estetis), memuat nilai-nilai budaya, serta dapat menjadi identitas orang Jawa di Pringsewu. Kajian sinkronik didukung oleh kajian diakronik, yaitu kemunculan kesenian kuda kepang TMPW merupakan hasil dari rangkaian sejarah berupa eksistensi orang-orang yang bertransmigrasi di Pringsewu, melalui tahap eksistensi yaitu eksistensi estetis, etis dan religius. Eksistensi kesenian kuda kepang TMPW tidak lepas dari faktor-faktor pendukungnya. Komunitas TMPW terus menunjukkan eksistensinya
    [Show full text]
  • Television, Nation, and Culture in Indonesia
    Philip Kitley Political Science/Media Studies Kitley “T in Indonesia is that of a country invent- T elevision, Nation, and Culture in Indonesia ing itself by promoting a national cultural identity. Philip Kitley, who is not only a media scholar but has also worked as a diplomat in Indonesia, shows how important television has been to both the official and popular imagination since its beginnings in the early s. It’s a fascinating tale, with implications going well beyond re- gional specialists, since the use of popular media to promote nation, citizenship, and identity is common to many countries, new and old. “As Indonesia attracts increasing international attention in the post-Soeharto era, it is important to understand the cultural as well as political issues that have led to the current turbulent situation. Kitley’s book is a well-researched, wise, and elegantly written ac- count of the forces, dreams, and policies that link public and private life in and after ‘New Order’ Indonesia.” —John Hartley, Dean of Arts, Queensland University of Technology Philip Kitley is Senior Lecturer in the Department of Humanities and International Studies, University of Southern Queensland. Research in International Studies Southeast Asia Series No. elevision, Nation, and Culture in Indonesia ISBN 0-89680-212-4 T ,!7IA8J6-iacbce! Television, Nation, and Culture in Indonesia This series of publications on Africa, Latin America, and Southeast Asia is designed to present significant research, translation, and opinion to area specialists and to a wide community of persons interested in world affairs. The editor seeks manu- scripts of quality on any subject and can generally make a decision regarding publi- cation within three months of receipt of the original work.
    [Show full text]
  • A Study of Minangkabau Tradisional Dance in Tanah Datar)
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 301 Seventh International Conference on Languages and Arts (ICLA 2018) MINANGKABAU DANCE MOVEMENT BASED ON ABS-SBK VALUE (A Study of Minangkabau Tradisional Dance in Tanah Datar) Afifah Asriati1 and Desfiarni2 1 Universitas Negeri Padang, Padang, Indonesia, [email protected] 2Universitas Negeri Padang, Padang, Indonesia, [email protected] Abstract Minangkabau dance is now increasingly existing. It is used and functions in many formal and informal events, both government and traditional events in various forms of tradition, as well as creations. It is also performed by both men and women, either in acrobatic motion using magic or not. On the other hand, the alim ulama and cerdik pandai are active in implementing the Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). This philosophy means culture should be based on religion and religion should be based on Al-Quran. This article aims to inventory the appropriate movements of the Minangkabau dance based on the ABS- SBK value. This research is a qualitative study using documentation and interviews as techniques for collecting data. It is concluded that some dances still use the element of magic which is contrary to the ABS-SBK value. Keywords: Minangkabau Dance, movement based, ABS-SBK value. Introduction Basically, a dance communicates cultural values that are espoused by its supporters and functions as cultural expressions (Asriati: 2000). Philosophically, cultural values are included in the traditional philosophy known as Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (culture should be based on religion and religion should be based on Qoran). This is commonly called ABS-SBK in Minangkabau.
    [Show full text]
  • Bandem, I Made Dada Mauraxa Danandjaja, James Durverger
    DAFTAR PUSTAKA Bandem, I Made 1996 Etnologi Tari Bali. Yogyakarta; Kanisius Dada Mauraxa 1973 Sejarah Kebudayaan Suku-suku Di Sumatera Utara. Medan; t.p Danandjaja, James 1986 Folklor Indonesia.Jakarta: Graviti Press Durverger, Maurice 1985 Sosiologi Politik. Terj. Naniel Dhakidae. Jakarta; C.V. Rajawali Erikson, Erik H 1989 Identitas Dan Siklus Hidup Manusia. Terj. Agus Cremers. Jakarta; Gramedia Geertz, Clifford 1983 Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Terj. Aswab Mahasin. Jakarta; Pustaka Jaya Hadiningrat, K 1982 Kesenian Tradisional Debus. Jakarta; Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Hamengku Buwono XII 1994 Konsep Nusantara Dalam Fialsafah Jawa Kaitannya Dengan Transmigrasi. Budaya Kepeloporan Dalam Mobilitas Penduduk (1997). Rofiq Ahmad (ed). Jakarta; Peneba Swadaya Haviland, William A 1985 Antropologijilid 2. Terj. R.G. Soekadijo. Jakarta; Erlangga Haviland, William A 1975 Cultural Anthropology. New York: Holt Rinehart and Winston, Inc 100 Heristina Dewi 1992 "Jaran Kepang Pada Masyarakat Desa Cengkeh Turi, Sumatera Utara: Suatu Studi Kasus Musik dan Trance dalam Konteks Sosio Budaya". Skripsi untuk mendapat kan gelar satjana sastra (SS) Universitas Sumatera Utara Herusatoto, Budiono 2000 Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Y ogyakarta; Hanindita Holt, Claire 1967 Art In Indonesia: Contiuties and Change. Ithaca, New York; Cornell University Press Kayam, Umar ( ed) 1987 Kebudayaan dan Pembangunan: Sebuah Pendekatan terhadap Antropologi Terapandi Indonesia. Jakarta; Yayasan Obor Indonesia Lincoln, Yvonna & Egon G Guba 1985 Naturalistik Inquiry. Beverly Hills; Sage Publications Lull, James 1998 Media, Komunikasi, Kebudayaan. Suatu Pendekatan Global. Jakarta; Yayasan Obor Indonesia Moleong, Lexy J 1994 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung; Remaja Rosdakarya Murgiyanto, Sal 1970 Ketika Cahaya Memudar. Jakarta; Deviri Ganan Pamungkas, Ragil 2006 Lelaku dan Tirakat. Cara Orang Jawa Menggapai Kesempumaan Hidup.
    [Show full text]
  • The Invention of Martial Arts About the Journal
    ISSUE EDITORS Spring 2016 Paul Bowman ISSN 2057-5696 Benjamin N. Judkins MARTIAL ARTS STUDIES THEME THE INVENTION OF MARTIAL ARTS ABOUT THE JOURNAL Martial Arts Studies is an open access journal, which means that all content is available without charge to the user or his/her institution. You are allowed to read, download, copy, distribute, print, search, or link to the full texts of the articles in this journal without asking prior permission from either the publisher or the author. C b n d The journal is licensed under a Creative Commons Attribution- NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International License. Original copyright remains with the contributing author and a citation should be made when the article is quoted, used or referred to in another work. Martial Arts Studies is an imprint of Cardiff University Press, an innovative open-access publisher of academic research, where ‘open-access’ means free for both readers and writers. cardiffuniversitypress.org Journal DOI 10.18573/ISSN.2057-5696 Issue DOI 10.18573/n.2016.10060 Martial Arts Studies Journal design by Hugh Griffiths MARTIAL issue 2 ARTS STUDIES SPRING 2016 1 Editorial Paul Bowman and Benjamin N. Judkins 6 The Seven Forms of Lightsaber Combat ARTICLES Hyper-reality and the Invention of the Martial Arts Benjamin N. Judkins 23 The Fifty-Two Hand Blocks Re-Framed Rehabilitation of a Vernacular Martial Art Thomas A. Green 34 The @UFC and Third Wave Feminism? Who Woulda Thought? Gender, Fighters, and Framing on Twitter Allyson Quinney 59 Ancient Wisdom, Modern Warriors The (Re)Invention of a Mesoamerican Warrior Tradition in Xilam George Jennings 71 Fight-Dancing and the Festival Tabuik in Pariaman, Indonesia and lemanjá in Salvador da Bahia, Brazil Paul H.
    [Show full text]
  • Religiusitas Tari Lengger Desa Gerduren Kecamatan
    JURNAL MEDIA APLIKOM ISSN : 2086 – 972X Vol 1 No.2 Mei 2010 RELIGIUSITAS TARI LENGGER DESA GERDUREN KECAMATAN PURWOJATI BANYUMAS Robertus Suraji Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Yos Sudarso ABSTRACT Dance of lengger is folk dance that thrives in the region of ex-Karesidenan Banyumas, especially in the agricultural area or in villages. This dance represents traces of the previous Hindu culture. A sect of Hinduism that is Cakta Tantrayana belived in Goddess of Durga as the vertility goddess. In worship ceremonies, the dance like lengger were used to request fertility. When the Hindu teaching reached Java there was transformation of meaning in this dance, caused by syncretism with Javanese belief. In Java, Goddess of Sri was believed goddess. Long ago in the area of Banyumas, dance of lengger became social the tool of society to be grateful to all Deities after harvest. In its growth later on dance of lengger naturally had meaning differentiation, of religious meaning to secular meaning. This dance today in some ways exploits the erotic. Village societies of Gerduren that till now still take care of this dance of lengger, feel that dance is the part of society life of Gerduren village. Till now they do certain rituals to take care of dance community. Rituals run by lengger community of Gerduren village relate their belief of existence of spirit as protector of dance of lengger. The spirit which is ordinarily referred to as the indang so called Kastinem. Attendance of Kastinem indang in an show of lengger is believe to give supernatural strength to the dancer of lengger.
    [Show full text]
  • ISI LAPORAN Rev 14022020
    LAPORAN KINERJA 2019 Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME & Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Kata Penganta Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tantangan gelombang perubahan Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas berkat teknologi yang arusnya semakin deras dalam rahmatnya, kami mampu menyelesaikan era Revolusi Industri 4.0 telah menyebabkan Laporan Kinerja tahun 2019 ini dengan tepat adanya perubahan dalam gaya hidup serta waktu Berdasarkan amanat Peraturan pandangan hidup generasi muda penghayat Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang kepercayaan dan masyarakat adat selaku Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi pelestari tradisi. Kedepannya, terpaan Pemerintah serta Peraturan Presiden Nomor 29 gelombang tersebut akan semakin kuat Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas membawa perubahan sosial-budaya dan sulit Kinerja Instansi Pemerintah mewajibkan bagi rasanya untuk menghindar dari proses instansi pemerintah untuk menyusun laporan perubahan tersebut. Berbagai kegiatan kinerja seLap tahun. Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan YME Laporan kinerja yang telah kami susun dan Tradisi sampai saat ini belum mencoba ini menyajikan capaian kinerja Direktorat menggunakan pendekatan inovaf dalam Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi bidang teknologi informasi dan komunikasi dengan merefleksikan rencana target kinerja Melalui laporan kinerja ini diharapkan yang telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja. dapat memberikan gambaran objekLf tentang Perlu kami sampaikan bahwa pada tahun ini kinerja yang dihasilkan Direktorat kami telah menetapkan 4 (empat) sasaran Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi kegiatan dengan 10 (sepuluh) indikator kinerja pada tahun 2019. Semoga laporan kinerja ini kegiatan dalam Perjanjian Kinerja Direktur dapat dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi Kepercayaan terhadap Tuhan YME dan Tradisi perencanaan program/kegiatan dan anggaran, tahun 2019.
    [Show full text]
  • 3201 Analisis Struktur Gerak Tari Zapin Siak
    ANALISIS STRUKTUR GERAK TARI ZAPIN SIAK DI KECAMATAN SIAK KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU Tiya Melinda Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Padang e-mail: [email protected] Afifah Asriati Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Padang e-mail: [email protected] Abstract Zapin Siak dance is a traditional Malay dance which has been cultured, lived, and developed in line with human life from time to time. Zapin Siak dance is danced by two male dancers taking parallel position in a form of motion which generally uses a lot of footwork. This is a qualitative research using a content analysis method, known as content analysis. The object of research was Zapin Siak Dance in Kampung Dalam Subdistrict, Siak District, Siak Regency, Riau Province. The data used were primary and secondary data. The data were collected through literature study, observation, interview, and documentation. The research instrument used was the researcher itself and was assisted by writing instruments, cameras, and flash drives. The data analysis was done by describing and interpreting various movements of the Zapin Siak dance. It refers to the elements of motion: the head, body, hands, and feet. The results show that the movement structure of Zapin Siak Dance in Siak District, Siak Regency, Riau Province, consists of 22 kinem elements, 22 morphokinem elements, 7 motif elements, and one overall dance form, namely Zapin Siak dance. Zapin Siak dance has a syntagmatic relationsip between the motif level and a paradigmatic relationship in overall dance. Keywords: Analysis, Motion Structure, Zapin Siak Dance A. Pendahuluan Negara Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan suatu gugusan terpanjang dan terbesar di dunia yang senantiasa kaya dengan budaya dan berbagai suku bangsa.
    [Show full text]
  • Women on the Margins : an Alternative to Kodrat?
    WOMEN ON THE MARGINS AN ALTERNATIVE TO KODRAT? by Heather M. Curnow Submitted in fulfilment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy. University of Tasmania, Hobart School of Asian Languages and Studies October 2007 STATEMENTS OF OrtiONALITY / AUTHORITY TO ACCESS Declaration of otiginahtY: ibis thesis contains no material which has been acep ted for a degree or diploma by the University or any other institutions, except by way of hackground information and duly acknowledged in the thesis, and to the best of the candidate's knowledge and belief, no material previously published or written by another person, except- uthere due actabowledgement has been made in the text of the thesis. Statement of Authority of access: This thesis may be made available for loan and limited copying in accordance with the Copyright Act 1968. ,C70 11leather Cuniow Date: A,5 hit tibigki ittool ABSTRACT: WOMEN ON THE MARGINS During New Order Indonesia (1966 — 1998) women's roles were officially defined by the Panca Darma Wanita (The Five Duties of Women). Based on traditional notions of womanhood, these duties were used by the Indonesian State to restrict women's activities to the private sphere, that is, the family and domesticity. Linked with the Five Duties was kodrat wanita (women's destiny), an unofficial code of conduct, loosely based on biological determinism. Kodrat wanita became a benchmark by which women were measured during this period, and to a large extent this code is still valid today. In this thesis, I have analyzed female characters in Indonesian literature with specific identities that are on the periphery of this dominant discourse.
    [Show full text]