KOMUNIKASI POLITIK DAN PEMILIH PEMULA Studi atas Retorika Politik dalam Menarik Pemilih Pemula di Pilkada DKI 2017

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: Albizar Ghiffary NIM: 11151120000083

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji dan menjelaskan tentang komunikasi politik yang berfokus pada retorika politik dengan menekankan pada ethos, pathos, dan logos yang digunakan untuk menarik pemilih pemula di pilkada DKI Jakarta 2017. Penelitian ini mengacu dari adanya keberhasilan Anies Baswedan dalam menarik pemilih pemula, dengan data yang dirilis dan dipublikasikan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dan Lingkar Survei (LSI). Dengan pola komunikasi yang dilakukan kepada pemilih pemula, dengan melibatkan penyampaian pesan-pesan politik yang santun dan menyejukkan, Anies Baswedan berhasil melakukan pendekatan dengan melibatkan emosionalitas yang kuat kepada pemilih pemula. Dengan perbedaan pola komunikasi yang disampaikan oleh lawannya, yaitu . Anies Baswedan mendapatkan keuntungan dengan pola komunikasi yang diucapkannya dan menjadi kekhasan bagi dirinya. Penelitian ini menggunakan teori retorika politik dari Aristoteles, serta konseptualisasi komunikasi politik yang menekankan pada pola-pola komunikasi dengan penyampaian pesan-pesan politik yang disampaikan kepada khalayak umum, maupun konseptualisasi pemilih pemula. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui analisis serta pemahaman mendalam. Dengan menggunakan sumber data dalam penelitian ini, terbagi menjadi dua bagian, yaitu data primer seperti wawancara dengan dua narasumber dan delapan pemilih pemula serta data sekunder melalui tiga dokumentasi gambar. Penelitian ini menemukan bahwa salah satu kunci kemenangan Anies Baswedan di Pilkada DKI Jakarta ialah melalui pola komunikasi politik yang menitikberatkan pada penggunaan ethos, pathos, dan logos melalui penyampaian pesan-pesan politik kepada pemilih di Jakarta. Salah satu segmentasi yang terpengaruh oleh pola komunikasi Anies Baswedan adalah kelompok pemilih pemula. Di sisi lain, terdapat empat kunci kemenangan lainnya, antara lain: Turbulensi politik di pihak lawan, pola komunikasi Basuki Tjahaja Purnama yang dynamic style, manajemen isu dan manajemen opini publik yang buruk dari lawannya, dan isu-isu strategis yang diangkat dan menjadi permasalahan bersama. Didukung oleh sosok Anies Baswedan yang terkenal dengan pola komunikasi yang santun, pilihan diksi yang tepat, maupun komunikasi yang menyejukkan sehingga terbangun pola komunikasi yang resiprokal dengan pemilih di Jakarta, yang salah satunya pemilih pemula. Ditambah jenis retorika politik yang digunakan Anies Baswedan berhasil mempengaruhi publik Jakarta secara masif terhadap kebijakan pemerintahan di masa petahana.

Kata kunci: Anies Baswedan, Retorika Politik, Pemilih Pemula, Pilkada DKI Jakarta 2017

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat merampungkan skripsi dengan judul: Komunikasi Politik dan Pemilih Pemula: Studi atas Retorika Politik Anies Baswedan dalam Menarik Pemilih Pemula di Pilkada DKI Jakarta. Untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Strata Satu pada Program Studi Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunannya, tentu banyak melibatkan pihak yang sangat membantu dalam penyusunan argumentasi dan analisis sehingga sangat untuk terselesaikannya skripsi ini. Oleh karenanya, peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ali Munhanif, M.A., Ph. D., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Iding Rosyidin. M. Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Dosen Pembimbing pada penelitian ini. Kiranya tanpa nasihat, pembelajaran, kesediaan waktu hingga kesabaran dalam menyempatkan waktu di tengah kesibukan, sudah pasti penelitian ini sulit untuk terselesaikan. Semoga Allah SWT yang membalas kebaikan beliau. 4. Suryani M. Si, sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 5. Dr. A. Bakir Ihsan, M. Si, sebagai Pembimbing Akademik Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. 6. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak saya bisa sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas semuanya. 7. Kedua orang tua peneliti Alm. Suprapto/Dedi Setiadi dan Kartini yang tanpa lelah memberi masukan, nasihat dan cinta serta kasih sayangnya untuk anakmu. Doa untuk kesehatan dan keselamatan mereka, ya Rabb. 8. Kepada Mas Yudha Permana dan Mas Gun Gun Heryanto, terimakasih atas kesempatan dan waktu yang diluangkan sehingga dapat berkomunikasi secara langsung, dan menjadi narasumber dari penelitian ini. 9. Teruntuk Firsty Nabila, yang selalu hadir dalam setiap perjuangan peneliti, menancapkan semangat yang luar biasa untuk menyelesaikan misi ini. You’re amazing.

ii

10. Adikku tercinta, Adeeva Qidny Rafanda, yang memberikan canda dan tawa di dalam kegelisahan yang peneliti rasakan. 11. Keluarga dan sepupu yang selalu menyemangati dalam setiap momen perjuangan peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-teman Prodi Ilmu Politik Irfan, Adha, Reza. M, Irul, Icat, Hanif, Kiting, Aditya, Syauqi, Ade, Firjie, Yono, Naufal, Egi, Fauzan, Reza. S, Hafiz, Ricky, Mahessa, Hasya, Edy, Lutfi, Afif, Ican, Zizah, Fira, Neng, Diana, Febi, Nahdah, Astri, Indah, Nofika, dll. 13. Keluraga Besar HMI KomFISIP, Para senior HMI KomFISIP, dan senior kebanggaan, Fajar Fachrian, terimakasih atas rangkulannya selama menjadi mahasiswa di FISIP. 14. Angkatan Alaska-Finier 2015 Sultan, Redi, Alry, Kevin, Dodi, Hasan, Fadly, Nurul, Fajar, Oka, Azub, Fadly, Firman, dll. Serta Mikail, Adib, Akbar. Mohon maaf jikalau tidak disebutkan namanya, tidak mengurangi kecintaan saya kepada kalian semua. 15. Dan, teruntuk Robby, Galih, dan Om Revi kalian menjadi teman dan cerita terbaik dalam membangun visi mengenai kehidupan saya sebagai peneliti.

Tanpa adanya mereka, penelitian ini mustahil dapat terselesaikan. Semoga Allah SWT yang membalas kebaikan mereka semua. Akhir kata, peneliti mengucapkan terimakasih kepada para pembaca yang memberikan kritik dan saran, akan sangat peneliti tampung dengan seksama. Terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.,

Jakarta, 24 September 2019

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i KATA PENGANTAR ...... ii DAFTAR ISI ...... iv DAFTAR INFOGRAFIK ...... vi DAFTAR TABEL ...... vii DAFTAR GAMBAR ...... viii BAB I ...... 1 PENDAHULUAN ...... 1 A. Pernyataan Masalah ...... 1 B. Pertanyaan Penelitian ...... 11 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 11 D. Tinjauan Pustaka ...... 12 E. Metode Penelitian ...... 15 1. Jenis Penelitian ...... 15 2. Teknik Pengumpulan Data ...... 16 3. Teknik Analisis Data ...... 17 F. Sistematika Penulisan...... 18 BAB II KERANGKA TEORETIS...... 20 A. Retorika Politik ...... 20 B. Konseptualisasi Komunikasi Politik ...... 24 C. Pemilih Pemula ...... 26 BAB III GAMBARAN UMUM PILKADA DKI JAKARTA 2017 DAN PROFIL ANIES RASYID BASWEDAN ...... 31 A. Sejarah Pilkada di Indonesia ...... 31 1. Dinamika Pilkada DKI Jakarta 2017 ...... 32 2. Gambaran Putaran Pertama ...... 33 3. Gambaran Putaran Kedua ...... 36 B. Profil Anies Rasyid Baswedan ...... 36 BAB IV RETORIKA POLITIK ANIES BASWEDAN DALAM MENARIK PEMILIH PEMULA DI PILKADA DKI JAKARTA 2017 ...... 39 A. Retorika Politik Anies Baswedan dalam Menarik Pemilih Pemula di Pilkada DKI Jakarta 2017 ...... 39 1. Analisis Ethos Anies Baswedan ...... 40 2. Analisis Pathos Anies Baswedan ...... 49

iv

3. Analisis Logos Anies Baswedan ...... 54 B. Anies Baswedan Sebagai Orator Handal ...... 57 C. Jenis Retorika Yang Sering Digunakan Anies Baswedan...... 60 D. Pembahasan ...... 64 BAB V PENUTUP ...... 65 A. Kesimpulan ...... 65 B. Saran ...... 68 1. Saran Akademik ...... 68 2. Saran Praktis ...... 68 Daftar Pustaka ...... ix

v

DAFTAR INFOGRAFIK

Infografik. I.A.1 suara pemilih pemula di putaran pertama pada Pilkada DKI Jakarta 2017 ...... 7

vi

DAFTAR TABEL

Tabel III.A.1.1.1 Rekapitulasi Pemilih di Putaran Pertama ...... 34

Tabel III.A.1.1.2 Hasil Rekapitulasi Suara di Putaran Pertama ...... 35

Tabel III.1.1.2.1 Hasil Penghitungan Putaran Kedua...... 36

Tabel IV.A.1.2 Hasil Rekapitulasi Pemilih Pemula Yang Memilih Anies-Sandi di Putaran Kedua ...... 44

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar IV.A.1.1 Kegiatan “Rabu Bersama” Anies Baswedan dan Sandiaga Uno di Hadapan Pemilih Muda ...... 42 Gambar IV.A.1.2 Salah satu scene “Anies Bacakan Tweet Jahat” ...... 47 Gambar IV.A.2 Kebersamaan Anies Baswedan bersama Komunitas Vespa di Jakarta dalam Acara Sunmori ...... 52

viii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Penjelasan mengenai pemilih pemula memunculkan berbagai diskursus. Ada harapan dan juga kekhawatiran. Penelitian ini akan mengkaji dan menjelaskan secara menyeluruh mengenai potensi yang dihasilkan dari kelompok pemilih pemula.

Melalui relasi retorika politik dari elit-elit politik di pilkada DKI 2017 untuk menarik suara dari orientasi kelompok pemilih pemula ini. Dengan sosialisasi dan diiringi edukasi, segmentasi pemilih pemula dapat menghasilkan kelompok pemilih yang cerdas dan berwawasan.

Jalaluddin Rakhmat mengungkapkan definisi retorika sebagai kemampuan terbaik dalam mengeksplorasi bakat-keahlian diri manusia mengenai rasio dan perasaan, melalui kecakapan komunikasi dengan melibatkan perspektif pemikirannya.

Namun, sebagian orang menggangap retorika sebagai hal negatif atau buruk, karena mempergunakan seni propaganda semata lewat penyampaian yang elegan, konstuktif, dan mengikat emosionalitas dengan menyangsikan kebenaran yang sebenarnya terjadi.1 Namun, dalam konsep berpolitik hal tersebut menjadi wajar dan lumrah.

Sebagai bagian dari ilmu komunikasi politik, teori retorika memainkan peran penting dalam berpolitik. Di sisi lain, pemilih pemula mulai populer pada tahun 2014.

1 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 3

1

Pada saat yang bersamaan akan diadakannya pemilu tahun 2014, pemilih pemula menampilkan orientasi pemilih yang lebih melek teknologi dan memperoleh banyak akses informasi tentang politik, tetapi minim pengalaman dalam partisipasi politik.

Namun, bukan menjadi persoalan untuk tetap menentukan pilihan politiknya.

Sebenarnya, pamor kehadiran pemilih pemula sudah ada di pilkada DKI Jakarta 2012, dan menjadi harapan dan semangat baru di pemilu tahun 2014.2

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2008 tentang pemilihan umum mengenai pemilih pemula dalam bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 maupun pasal 20 menyebutkan:

Pemilih pemula merupakan warga negara Indonesia yang sudah berusia 17 tahun dan atau lebih, sudah/pernah menikah yang mempunyai hak pilih, dan baru pertama kali memilih karena ketentuan UU Pemilu.3 Adapun menurut Rumah Pintar Pemilu dari

KPU RI, menjelaskan bahwa pemilih pemula merupakan mereka yang memasuki usia memilih dan yang akan menggunakan hak pilihnya untuk pertama kali dalam pemilu/pemilukada, dan rataan usia pemilih pemula berkisar 17-21 tahun serta rata- rata kelompok pemilih ini mereka yang sedang menempuh pendidikan tinggi, pekerja muda, ataupun lulusan sekolah menengah atas (SMA).4

Menurut H. Basuki Rahmat dan Esther dalam penelitiannya mengenai pemilih pemula, menjelaskan bahwa pemilih pemula di Indonesia terbagi menjadi tiga kategori: Pertama, pemilih rasional, yang menentukan pilihan politiknya baik itu

2 Laksono Hari Wibowo, “Antusiasme Pemilih Muda”, https://nasional.kompas.com/, pada 8 April 2018 3 UU No. 10 Tahun 2008, tentang Pemilihan Umum mengenai Pemilih Pemula 4 Tim Penyusun, Rumah Pintar Pemilu (Jakarta: KPU RI, 2015), h. 16 2

calon/paslon melalui analisis dan penilaian mendalam. Kedua, pemilih kritis emosional, karakteristik pemilih yang idealis dan tidak suka kompromi. Ketiga, pemilih pemula baru (first time voter) karena usia yang sudah memasuki ketentuan pemilih sesuai UU Pemilu yang berlaku.5

Bagi sebagian kalangan, pemilih pemula dianggap penting untuk diperbincangkan karena pengetahuan dan wawasan politiknya tidak memadai dan belum luas dibandingkan dengan para pemilih muda atau pemilih tetap. Tentu harapannya bagi kelompok ini menjadi pemilih yang cerdas, memahami berdemokrasi, kritis terhadap praktek berdemokrasi serta terampil mengusahakan dan memperjuangkan kepentingan politik publik. 6 Dapat dikatakan bahwa pemilih pemula menjadi corak kelompok pemilih visual. Dengan artian, teks yang terlalu kuno dan tidak efektif umumnya tidak terlalu menarik bagi mereka. Orientasi kelompok ini mengekspresikan terhadap pilihan politiknya ditunjukkan dengan sangat beragam. Umumnya, pemilih pemula ini cukup jarang secara ekspresif menunjukkan pilihan politiknya. Namun, jika ada kekecewaan terhadap satu fenomena politik tertentu, mereka akan turut memproduksi atau bahkan menyebarkan keresahan melalui opini ataupun konten yang menunjukkan sikap partisipatif.7

5 H. Basuki Rahmat dan Esther, "Perilaku Pemilih Pemula dalam Pilkada Serentak di Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang TAHUN 2015", Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jurnal llmu Pemerintahan Widyapraja, Vol. XLII No. 2, Tahun 2016 6 Bandung Kiwari, “Pemilih Pemula Siapakah Mereka?”, https://www.kumparan.com/, pada 28 Juni 2018 7 Tim Penyusun, Anak Muda Cerdas Berdemokrasi (Jakarta: KPU RI, 2013), h. 1 3

Perkembangan pemilih pemula juga menjadi magnet bagi para kontestan politik yang ingin mendulang suara. Karena baru pertama kalinya mengikuti proses pemilihan, orientasi kelompok ini tentu menjadi sasaran untuk mendapatkan suara.

Jika pada tahun 2012 total pemilih pemula ada diangka 15 persen dari 6.996.951 pemilih, di tahun 2017 totalnya 199.840 suara dari total 7.335.473 pemilih di pilkada

DKI Jakarta tahun 2017, atau sekitar 7-8 persen.8 Tentu data tersebut menunjukkan potensialnya suara pemilih pemula di Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.

Karena itu, penelitian ini menjadi pembahasan yang menarik dengan berbagai macam alasan yang disebutkan, misalnya: perubahan pemilih pemula di setiap pemilu/pilkada, posisi kelompok pemilih pemula yang memiliki porsi yang cukup signifikan dalam perolehan suara, dan dampak retorika yang dihasilkan untuk menarik pemilih pemula.

Selain data yang disebutkan, alasan pemilih pemula menjadi sasaran dan rebutan untuk mendulang suara antara lain: Pertama, jumlah pemilih pemula mempunyai porsi yang cukup tinggi baik dalam pilkada bahkan pemilu. Kedua, sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru pertama kali mengikuti proses pemilihan, tentunya harus diberi akses informasi dan pengetahuan supaya mempunyai pemahaman yang baik mengenai demokrasi. Ketiga, meski pemahaman politiknya belum luas, akses informasi dan pengetahuan dari kemajuan teknologi membuat kelompok ini dapat melek politik dan sadar akan kondisi bangsa, dengan begitu

8 Tim Penyusun, Data dan Infografik Pilkada DKI Jakarta 2017 (Jakarta: KPU Provinsi DKI Jakarta, 2017), h. 44 4

kesadaran politiknya akan terbentuk. Keempat, sebagai calon pemimpin bangsa, arahan dan bimbingan yang baik dari lembaga-lembaga terkait seperti KPU dibutuhkan untuk memberikan konsep ideal dan pandangan demokrasi bagi pemilih pemula untuk masa depan Indonesia.9 Alasan lain pun mengemuka, karena jumlahnya yang tidak tetap, dan selalu mengalami perubahan angka, pemilih pemula menjadi semacam pertaruhan yang menarik bagi paslon yang ingin menarik hati dan merebut suara dari hati pemilih pemula.

Tentu Anies Baswedan menyadari kenyataan itu, dia mengatakan: "Jangan menganggap anak muda (pemilih pemula) sebagai pemilih yang tidak tahu apa-apa.

Dan, inisiatifnya dengan merangkul mereka demi Jakarta di masa depan. Untuk menghadirkan prestasi di bidang kreatif seni dan budaya, serta olahraga. Selain itu, diksi yang digunakan Anies Baswedan dapat menyentuh kepada segmen pemilih pemula. Selayaknya seorang Ayah, dia mempergunakan kalimat yang merangkul, mensejajarkan, dan tidak memarjinalkan kelompok pemilih pemula. Sebagaimana yang diucapkannya: "Tanpa ada pembedaan, menghargai pemilih pemula (first time voters) dan menjadi sasaran. Dengan pemberian informasi yang komprehensif masing-masing calon, bukan sekedar gimmick agar terlihat baik di depan mereka.10

Menurut Pandji Pragiwaksono, sebagai seorang Juru Bicara dari Anies-Sandi, mengungkapkan kelemahan yang tersedia di pihak petahana karena cara penyampaian komunikasinya ke publik. “Terdapat tingkat kepuasan kinerja yang tingi, namun

9 Tim Penyusun, Rumah Pintar Pemilu, h. 17 10 Tim Redaksi, “Ini Cara Anies Rangkul Pemilih Pemula“, https://www.pilkada.tempo.co/, pada 2 November 2016 5

tingkat elektabilitasnya jauh lebih rendah”. 11 Hal ini kemungkinan menjadi dasar bagaimana segmentasi kelompok pemilih pemula punya penilaian berbeda dalam memilih Anies Baswedan.

Lalu, ditambah dengan karakter lawannya yaitu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menggebu-gebu, keras, dan tersangkut dengan kasus dugaan penodaan agama yang melibatkannya. Pengamat politik Universitas Indonesia, Cecep Hidayat dalam penyampainnya kepada CNN Indonesia, mengatakan: "Pemilih di Jakarta itu banyak, jika dapat menggerakkan tentu bisa menentukan. Dengan menggenjot terus-menerus secara politik dan adanya momentum politik". Tentu saja segmentasi pemilih di

Jakarta terdapat golongan pemilih pemula ini.12

11 Pandji Pragiwaksono, “Strategis”, http://pandji.com/, pada 24 September 2016 12 Raja Eben Lumbanarau, “Sifat Pemilih Jakarta Berubah-ubah dan Rasional” https://m.cnnindonesia.com/, pada 27 September 2016 6

Gambar I.A.1 Infografik Suara Pemilih Pemula di Putaran Pertama Pada

Pilkada DKI Jakarta 201713

Sebagaimana laporan yang dimuat Tirto.id, dihimpun dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 15 Februari 2017, mempublikasikan bahwa: 49 persen suara pemilih pemula (<21 tahun) memilih Anies-Sandi, diikuti Ahok-Djarot 35 persen, dan pasangan AHY-Sylvi dengan 17 persen suara. Sementara, Lingkar Survei

Indonesia (LSI) merilis survei pasca Pilkada DKI Jakarta Putaran ke-II, menyebutkan bahwa rata-rata pemilih pemula memilih Anies-Sandi sebesar 59,3 persen dan memilih kepada Ahok-Djarot sebesar 33,9 persen.14

13 Dinda Purnama Sari, “Anies Disukai Pemilih Pemula, Massa PDIP dan PKS Paling Setia” https:tirto.id/, pada 21 Februari 2017 14 LSI, “Publikasi Hasil Putaran Kedua Pilkada DKI Jakarta 2017”, http://www.lsi.or.id/, pada 20 Juni 2017 7

Narasi persuasif yang disampaikan Anies Baswedan seperti menunjukkan keberpihakannya kepada kaum miskin, isu-isu penggusuran, penolakannya terhadap reklamasi serta merangkul semua kalangan dengan tangan terbuka, acapkali menjadi salah satu pertimbangan kaum pemilih pemula untuk menjatuhkan pilihannya kepada sosok Anies Baswedan.

Lalu terdapat Ilhan Omar yang terpilih sebagai legislator di Negara Bagian

Minessota, Amerika Serikat (AS) pada 2016, dan menjadi muslimah keturunan

Somalia pertama yang menjadi anggota dewan. Alasan terpilihnya memang didasari atas party-ID (berasal dari partai Demokrat), kisah hidupnya, hingga kemampuan komunikasi kepada khalayak yang disampaikannya saat berkampanye. Saat kampanye terakhirnya, sebagai anak yang lahir dalam keadaan perang, yang mengharuskannya melarikan diri ke Amerika Serikat (AS), ia paham betul mengenai traumatik seperti itu. Lalu, dengan menuturkan kalimat “Saya akan mengubah citra

Amerika Serikat dengan lebih toleran, dengan tidak menuruti sebagaimana keinginan

Donald Trump untuk menciptakan homogenitas dalam tubuh pemerintahannya”. Saat itu isu yang dibawa oleh Trump salah satunya adalah supremasi kulit putih dan konservatisme. Pemilih pemula di Minessota pun tergugah, kelompok pemilih yang sebagian pelajar di daerah tersebut berbondong-bondong memilih Omar, dan memastikan tidak akan melewatkan hak pilihnya. Hal ini menunjukkan bagaimana

8

retorika dilakukan dengan sangat efektif dengan menyentuh emosionalitas dan perasaan khalayak.15

Penyampaian komunikasi juga menjadi nilai tambah bagi seorang Anies

Baswedan, diksi dan susunan kalimat yang diutarakannya di setiap kesempatan guna menarik perhatian dan simpati warga Jakarta, didapat karena pengalaman di pemerintahan, sebagai akademisi dan faktor pendidikan yang dirasakannya. Berbeda dengan Basuki Tjahaja Purnama yang spontan dan meledak-ledak, tetapi cenderung ke pokok persoalan.16

Menurut Agusly Irawan Aritonang melalui jurnal penelitiannya, menggambarkan sosok Anies Baswedan dengan personal branding citra dirinya dan tentang apa yang dicita-citakan. Dengan membawa isu penggusuran, reklamasi, ataupun pengalamannya dalam bidang pendidikan sebagai mantan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), menempatkan Anies Baswedan dalam persepsi moral dan berperilaku selayaknya pemimpin yang dapat membawa kota

Jakarta sebagaimana jargon politiknya, "Maju kotanya, Bahagia warganya".17

Selain itu, sebagai seorang yang mempunyai background baik tanpa catatan hitam, Anies Baswedan memang dikenal sebagai seseorang yang peduli dengan sistem pendidikan di Indonesia. Inisiasinya untuk mendirikan Gerakan Mengajar

15 Tim Redaksi, “Sejarah Baru Pelajar AS Berbondong-Bondong Ke Bilik Suara”, https://m.jpnn.com/, pada 7 November 2018 16 Jessi Carina, “Membandingkan Gaya Komunikasi Agus, Ahok, dan Anies”, https://megapolitan.kompas.com/, pada 2 November 2016 17 Agusly Irawan Aritonang, "Gaya Retorika Pasangan Kandidat Cagub & Cawagub DKI Jakarta dalam Debat Politik", Universitas Kristen Petra Surabaya, Jurnal Komunikatif Vol. 7 No. 2 Desember 2018 9

Indonesia pada 2010, dengan tujuan mengirimkan anak-anak muda terbaik bangsa untuk mengajar serta mengisi kekurangan tenaga guru berkualitas yang telah disediakan pemerintah. 18 Pendekatan semacam inilah yang memudahkan seorang

Anies Baswedan dalam menemukan kolaborasi dengan pemilih muda. Dengan segmentasi pemilih pemula yang tentunya mempunyai penilaian berbeda tentang pendidikan di mana Anies Baswedan memiliki catatan yang baik di dalamnnya.

Karena hal itu, Anies Baswedan menunjukkan keahliannya dan kejeniusannya.

Sifat adaptifnya ini yang memperlihatkan kemampuannya dalam menarik hati pemilih.

Dengan karakteristik seperti itu dan dipadu-padankan retorika yang menarik hati sekaligus perhatian warga Jakarta, maka memperlihatkan keahlian emosionalitas seorang Anies Baswedan yang berhasil menarik massa dengan salah satu di dalamnya yakni segmentasi pemilih pemula.

Karena berbagai ulasan dan alasan tersebut, penelitian ini penting untuk diteliti dan dikaji secara komprehensif dengan menitikberatkan pada persoalan penggunaan retorika politik dengan efektif sehingga mampu menarik segmentasi pemilih, yaitu pemilih pemula.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti menyadari urgensinya mendalami retorika politik dalam menarik pemilih pemula di sebuah kontestasi pesta demokrasi, khususnya di pemlihan kepala daerah (pilkada). Tentunya, pada penelitian ini, peneliti menentukan tema dengan judul, yaitu "Komunikasi Politik dan Pemilih

18 Gun-Gun Heryanto dan Iding Rosyidin, 10 Tokoh Transformatif Indonesia, (Jakarta, Penerbit Erlangga, 2015), h. 3 10

Pemula, Studi atas Retorika Politik Anies Baswedan dalam Menarik Pemilih Pemula di Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017".

B. Pertanyaan Penelitian

Agar penelitian fokus dan terarah, peneliti memfokuskan permasalahan penelitian ini melalui pertanyaan berikut, yaitu:

1. Bagaimana retorika politik Anies Baswedan dalam menarik pemilih pemula di

Pilkada DKI Jakarta 2017?

2. Jenis retorika politik apa yang sering digunakan Anies Baswedan sehingga menjadi alasan pemilih pemula memilihnya di Pilkada DKI Jakarta 2017?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menjelaskan bagaimana retorika politik dapat menarik suara

pemilih pemula di Pilkada DKI Jakarta 2017.

b. Untuk mengetahui jenis retorika politik yang sering digunakan Anies

Baswedan sehingga menjadi alasan pemilih pemula memilihnya di

Pilkada DKI Jakarta 2017.

2. Manfaat Penelitian

Sebagai sebuah penelitian yang berpedoman atas asas manfaat, peneliti

membagi manfaat penelitian ke dalam dua aspek:

11

a. Secara Akademis

Peneliti berharap penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan Ilmu

Politik khususnya dalam memperluas kajian tentang retorika politik.

b. Secara Praktis

Peneliti mengharapkan hasil dari penelitian yang diteliti memberikan

informasi kepada masyarakat tentang retorika politik dan menjadi sumbangan

pemikiran dalam khazanah pengetahuan dan keilmuan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Terdapatnya penelitian yang sebelumnya dilakukan, membantu peneliti untuk menjelaskan secara lebih luas dan menyeluruh mengenai pembahasan retorika politik.

Berikut beberapa hasil penelitian, jurnal, skripsi, serta tesis yang bisa digunakan sebagai acuan dari tinjauan pustaka. Pertama, tesis yang ditulis oleh Herma Retno

Prabayanti. 19 Penelitiannya membahas mengenai pidato politik yang disampaikan oleh Surya Paloh saat apel siaga perubahan demi merebut hati rakyat saat momentum jelang pemilihan umum 2014. Dan, diulang secara massif selama satu minggu di stasiun televisi Metro Tv. Dengan menggunakan diksi denotasi dan retorika, dibungkus dengan majas sehingga dapat memberikan efek penyampaian pesan kepada khalayak. Temuan pada penelitian ini adalah bahwa Surya Paloh berideologi

19 Herma Retno Prabayanti, "Retorika Politik Surya Paloh", (Tesis Ilmu Politik, Program Studi Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, 2015

12

nasionalis, demokrasi, dan sosialis. Dan, penelitiannya menggunakan metode penelitian kualitatif. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan ialah tentang retorika

Anies Baswedan dalam menarik pemilih pemula di pilkada DKI Jakarta tahun 2017.

Kedua, jurnal yang ditulis oleh Irfariati 20 Penelitian ini menjelaskan sosok

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai mantan prajurit TNI yang mencalonkan sebagai calon gubernur DKI Jakarta tahun 2017 yang pandai beretorika dan luas kosakatanya. Penggunanaan kata dan kalimat yang tepat, tegas, efektif dan santun serta bermakna konotasi diutarakan melalui penyampaian visi-misi dan program- program unggulan sebagai calon gubernur DKI Jakarta tahun 2017. Penelitian dalam jurnal ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun, penelitian yang dilakukan peneliti yaitu mengenai retorika politik Anies Baswedan dalam menarik pemilih pemula di pilkada DKI Jakarta tahun 2017.

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Herdina Rosidi. 21 Penelitiannya membahas perbandingan retorika politik yang digunakan oleh dan karena keunikan diri dari masing-masing pasangan calon. Dengan tipe orator yang dijelaskan, Joko Widodo bertipe rethorically sensitive dan Fauzi Bowo bertipe noble selve. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.

Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan adalah tentang retorika politik Anies

Baswedan dalam menarik pemilih pemula di pilkada DKI Jakarta tahun 2017.

20 Irfariati, “Diksi dalam Retorika Agus Harimurti Yudhoyono Sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta”, Metalingua, Vol. 15, No. 1, Juni 2017, h. 41-52 21 Herdina Rosidi, "Retorika Politik Kandidat Pemilukada DKI Jakarta: Analisis Komparatif Fauzi Bowo dan Joko Widodo", (Skripsi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam NegerI Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013 13

Keempat, jurnal yang ditulis oleh Nani Nurani Muksin. 22 Penelitian ini menguraikan gaya komunikasi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mempengaruhi kredibilitasnya sebagai gubernur di DKI Jakarta, dengan ciri khasnya yang tidak mau mendengar pendapat orang lain atau “noble selve”, bicaranya tegas dan keras, sikap dan reaksinya secara keseluruhan yang meledak-ledak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun penelitian yang peneliti lakukan adalah mengenai retorika politik Anies Baswedan dalam menarik pemilih pemula di pilkada

DKI Jakarta tahun 2017.

Kelima, tesis yang disusun oleh Gita Savitri. 23 Penelitiannya menjelaskan strategi komunikasi untuk menanggapi tuduhan kesalahan dengan membersihkan dirinya dari citra negatif ini. Di kasus ini tertera nama Boediono yang merestorasi citranya di tengah krisis kehancuran krediblitasnya, ia menggunakan konstruksi retorika melalui pernyataan pers, dengan penggunaan teknik restorasi citra ini menyebabkan opini publik yang terbentuk menjadi positif menjadi positif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Lalu, penelitian yang peneliti lakukan mengenai retorika politik Anies Baswedan dalam menarik pemilih pemula di pilkada

DKI Jakarta tahun 2017.

22 Nani Nurani Muksin, “Kredibilitas Komunikator Politik Basuki Tjahaya Purnama “Ahok” Sebagai Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta”, Jurnal Perspektif Komunikasi UMJ, Vol. I, No. 2, Juli-Desember 2017 23 Gita Savitri, "Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis Boediono dalam Kasus Bank Century", (Tesis Program Studi Magister Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2014

14

Adapun perbedaan penelitian yang peneliti lakukan dengan tinjauan pustaka di atas adalah mengenai penggunaan retorika politik yang efektif dalam menarik pemilih pemula di pilkada DKI Jakarta 2017. Dengan beberapa tinjauan pustaka yang dilakukan, peneliti berharap dapat menjelaskan penelitian yang peneliti lakukan dengan secara kredibel dan menyeluruh.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan penulis, metode kualitatif

merupakan metode yang akan digunakan. Penelitian kualitatif adalah tata cara

atau prosedural dalam penelitian sehingga menghasilkan dan mendapati data

dalam bentuk deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari pola perilaku

dan tingkah manusia, yang dapat diamati, diobservasi, dan dapat diarahkan atau

ditujukan pada individu secara utuh. 24 Jenis penelitian ini menjelaskan

penelitian secara deskriptif, yaitu mendeskripsikan dan menggambarkan fakta-

fakta yang berkaitan dengan tema, kemudian menganalisanya untuk menjawab

pertanyaan. Terkait penggunaan metode penelitian kualitatif yang dipakai

penelitian ini, peneliti berharap dapat mengkaji, mengeksplorasi, dan meneliti

permasalahan penelitian yang peneliti lakukan.

24 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 82 15

2. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti menyimpulkan untuk menggunakan dua teknik pengumpulan data, antara lain:

a. Dokumentasi

Dokumentasi yang peneliti digunakan untuk memudahkan penelitian

ini dapat berupa buku, jurnal, serta data-data yang terkait dengan

penelitian ini, maupun surat kabar, gambar, yang dapat memberikan

keterangan dan menjelaskan secara spesifik yang bersifat tertulis ataupun

tidak. Penggunaan dokumetasi ini dalam teknik pengumpulan data

diperuntukkan untuk mempermudah peneliti menemukan jawaban dari

permasalahan yang terdapat di penelitian ini, dan menjabarkan secara

detail terkait dengan judul penelitian yang akan diteliti.

b. Wawancara

Wawancara merupakan prosedur yang peneliti gunakan untuk

mempermudah mendapatkan data melalui metode pengumpulan data.

Dengan wawancara, peneliti mendapatkan data mentah dari narasumber

yaitu Yudha Permana, Gun Gun Heryanto, dan delapan pemilih pemula

untuk diajukan beberapa pertanyaan secara lisan kepada pihak

narasumber yang berkompeten.25 Tujuan wawancara ialah pada dasarnya

untuk mendapatkan jawaban berupa informasi, data, ataupun fakta dari

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan atau menguji hipotesis yang peneliti

25 Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik , (Jakarta: Kencana, 2007), h. 104 16

miliki.26 Peneliti akan melakukan beberapa wawacara kepada pihak-pihak

atau narasumber yang relevan dan kredibel yang berhubungan dengan

penelitian ini.

3. Teknik Analisis Data

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan, peneliti membutuhkan analisis

data sebagai sebuah proses mengorganisasikan hingga mengurutkan data ke

dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Analisis data dapat dimulai

dengan prosedur bekerja secara mendalam dan menyeluruh sehingga dapat

mengumpulkan data-data terkait dari teknik pengumpulan data yang dilakukan

oleh peneliti. Setelah data terkumpul dan dihimpun, maka tahapan selanjutnya

kepada tahap reduksi data, yaitu proses mentransformasi dari data yang didapat

dari proses pengumpulan data, seperti mentranskripkan hasil dari wawancara-

wawancara yang telah dilakukan dengan narasumber terkait, maupun

dokumentasi yang dihimpun, lalu dilanjutkan dengan pengolahan data. 27

Pengolahan data inilah yang akan dilakukan cara-cara mengorganisasikan data-

data ke dalam beberapa kategori, untuk selanjutnya menjabarkan ke dalam unit-

unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola memilih yang penting untuk

dipelajari, dan terakhir adalah membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami

26 Nanang Martono, Metode Penelitian Sosial: Konsep-Konsep Kunci, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), h. 362 27 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, (Yogyakarta: Erlangga, 2009), h. 147 17

oleh diri sendiri maupun orang lain.28 Selain itu, data-data yang telah didapat

akan dianalisis oleh teori komunikasi politik yang terdapat dalam kerangka

teoretis.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini membutuhkan sktruktur penulisan, maka peneliti membagi sistematika penulisan ke dalam lima bab, sebagai berikut:

Pada bab I diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yaitu pernyataan masalah yang menjelaskan pemilih pemula yang memilih

Anies Baswedan karena pengaruh retorika politiknya, pembatasan dan fokus pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoretis, dan metode penelitian terkait retorika politik Anies Baswedan.

Pada bab II berisi tentang teori retorika politik yang didefinisikan sebagai seni berbicara untuk mempengaruhi khalayak yang digunakan sebagai pisau analisis untuk menjelaskan dan menguraikan jawaban dalam menjawab pertanyaan penelitian.

Pada Bab III menyediakan gambaran umum pada putaran pertama dan putaran kedua di Pilkada DKI Jakarta 2017 yang terdapat dua putaran di Pilkada Jakarta yang berkaitan pada penelitian yang peneliti lakukan dan memuat profil lengkap Anies

Baswedan.

Pada bab IV berisi hasil temuan penelitian terkait pemilih pemula yang memilih

Anies Baswedan karena terpengaruh retorika politik yang digunakannya, dengan

28 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta Bandung, 2006), h. 275 18

penggunaan retorika politik berdasarkan ethos, pathos, dan logos serta pengaplikasian retorika deliberatif yang digunakannya di Pilkada DKI Jakarta 2017.

Pada Bab V menyediakan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang berkaitan dengan pemilih pemula yang terpengaruh retorika politik Anies Baswedan yang didasari atas penggunaan ethos, pathos, dan logos. Serta penggunaan retorika deliberatif yang digunakan Anies Baswedan dapat mempengaruhi pemilih pemula.

Dan, saran-saran yang dianggap perlu seperti saran akademik dan saran praktis untuk mendapatkan hasil terbaik dari penelitian ini.

19

BAB II

KERANGKA TEORETIS

Komunikasi menjadi sangat penting dalam menyampaikan pesan dan maksud yang ingin disampaikan. Pola komunikasi politik yang baik dapat memberikan pengaruh terhadap orang lain dalam menilai karakter dan kredibilitas terhadap pribadi.

Dan, penyampaian pola komunikasi politik lazimnya juga digunakan dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada). Dan, dalam komunikasi politik terdapat retorika politik di dalamnya sebagai bagian dari komunikasi politik dengan memfokuskan dalam menarik pemilih pemula.

A. Retorika Politik

Retorika berasal dari bahasa Latin yaitu "rhetorica" atau "rhetoric" yang bermakna ilmu atau seni berbicara.1 Hendrikus menjelaskan, retorika adalah cara berkesenian untuk berbicara dengan baik, yang disampaikan dan dilakukan dalam proses komunikasi antar manusia.2

Dalam penelitiannya, Rajiyem mengatakan retorika sebagai sebuah ilmu, yang mempunyai sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif.3 Penggunaan retorika sudah sangat akrab bahkan di abad ke-5 sebelum masehi (SM) masa Yunani/Romawi

Kuno, Sokrates sebagai salah seorang filsuf yang mempopulerkan metode retorika ini,

1 Gun-Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik; Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 100 2 Dori Wuwur Hendrikus, Retorika terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Berorganisasi, (Yogyakarta: Kanisinus, 1991), h. 14 3 Rajiyem, “Sejarah dan Perkembangan Retorika”, Humaniora, Vol. 17 No. 2 Juni 2005), h. 142 20

selain tentunya kaum Sofis, Plato, hingga Aristoteles. Dengan ungkapan, retorika secara sempit dimaknai sebagai seni penggunaan bahasa yang efektif dengan dilengkapi tinjauan filosofis dan ilmu komunikasi yang terkandung nilai-nilai di dalamnya.4

Berkembangnya seni berbicara ini, diiringi karena keberadaan kaum sofis di

Yunani yang mengajarkan tentang pengetahuan politik dan pemerintahan, dengan mengedepankan kemampuan diri melalui pidato. Kekhawatiran akan gagalnya mempertahankan kekuasaan, atau mempunyai tujuan yang lain, menjadikan retorika dipelajari, didayagunakan, dan eskploratif di negara demokrasi untuk menarik perhatian khalayak supaya tertarik dan terbujuk, demi tercapainya kepentingan dan tujuannya.5

Menurut Jalaluddin Rakhmat pengertian retorika sebenarnya dianggap hal yang buruk ataupun negatif. Karena hanya menggunakan seni propaganda semata, dengan pelafalan dan penyampaian yang aduhai dengan menyangsikan kebenaran yang sebenarnya. Sejatinya, retorika jauh lebih mendalam mengenai eksplorasi bakat- keahlian terbaik dari diri manusia tentang rasio dan perasaan, lewat kemampuan komunikasi yang dilakukan oleh manusia melalui perspektif pemikirannya.6

Sebagai bagian dari ilmu komunikasi politik, secara definisi retorika merupakan seni berbicara atau disebut “art of speech”, yang mendefinisikan suatu bentuk

4 Ibid, h. 143 5 Djoenaesih S. Sunarjo, Komunikasi Persuasi dan Retorika, (Yogyakarta: Liberty, 1983), h. 55 6 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern: Pendekatan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), h. 3 21

komunikasi yang diarahkan pada penyampaian pesan dengan maksud mempengaruhi khalayak supaya memperhatikan pesan yang disampaikan secara baik dan seksama.7

Pada dasarnya, retorika dipahami sebagai penggabungan antara argumentasi pesan, cara penyampaian yang menarik, adaptif, berkualitas, dan mempunyai kredibilitas dari diri pembicara, sehingga dapat, melahirkan impresi tertentu bagi khalayak.

Dengan kata lain, retorika politik adalah seni berbicara kepada khalayak politik, dengan mengupayakan terpengaruhnya khalayak yang menjadi audien penyampai supaya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator politik.8

Sebagai filsuf sekaligus pencetus buku Rhetorica, yang memperkenalkan retorika kepada dunia, Aristoteles membagi tiga dasar utama dalam beretorika, yaitu:

Pertama, ethos merupakan faktor personal berkaitan dengan masalah karakter.

Keutamaannya menempatkan kredibilitas kepribadian pembicara sebagai komunikator dibandingkan pesan yang akan disampaikannya. Kedua, pathos, ialah dimensi yang mengungkapkan atau mengikat emosionalitas dalam beretorika. Ketiga, logos adalah penggunaan dimensi yang erat kaitannya dengan nalar argumentasi yang masuk akal (logis) dan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Aristoteles juga menjelaskan pembagian retorika politik ke dalam tiga jenis, antara lain: Pertama, retorika deliberatif yaitu retorika yang diupayakan dan disampaikan pemerintah dalam hal kebijakan guna mempengaruhi khalayak. Kedua, retorika forensic adalah retorika yang erat kaitannya dengan pengadilan, dengan menitikberatkan pada masa

7 Gun-Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik; Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 99 8 Ibid, h. 99 22

lalu yang berkaitan pada keputusan pengadilan. Ketiga, retorika demonstrantive adalah retorika yang diupayakan dan dikembangkan dengan wacana-wacana yang dapat menghujat dan memuji. Dan, retorika demonstrative merupakan komponen jenis retorika yang sering digunakan guna mempengaruhi khalayak ramai.

Sebagaimana menurut Gun-Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, pada komunikasi politik terdapat teknik-teknik retorika dalam politik, antara lain:9

Pertama, inventio (penemuan) adalah tahap ketika pembicara menggali topik dan meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Kedua, dispositio (penyusunan) adalah tahap ketika pembicara mengoraganisasikan pesan. Aristoteles menyebutnya taxis, yakni pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang berkaitan secara logis. Ketiga, elucatio (gaya) adalah bagian pembicara untuk memilih kata-kata dan menggunakan bahasa yang tepat untuk „mengemas‟ pesannya. Keempat, memoria (memori) adalah tahapan pembicara yang mesti diingat apa yang ingin disampaikannya dengan mengatur bahan-bahan pembicaraannya. Kelima, pronuntatio (penyampaian) adalah teknik pembicara menyampaikan pesannya secara lisan.

Adapun tipe-tipe orator dalam retorika politik, yaitu: Pertama, noble selves merupakan klaim bahwa dirinya yang terbaik, menganggap dirinya paling benar, dan anti-kritik. Kedua, rhetorically reflector ialah orator yang tidak punya pendirian teguh, dan hanya menjadi pengikut orang lain. Ketiga, rhetorically sensitive adalah tipe orator yang adaptif, dan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.10

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seorang Anies Baswedan dengan apa yang dilakukannya dalam setiap momen di pilkada DKI Jakarta 2017 melalui segala kemampuan, bakat, dan ilmu yang dimilikinya mengenai seni retorika ini membuat

9 Heryanto dan Rumaru, Komunikasi Politik, h. 101 10 Ibid, h. 102 23

khalayak terpengaruh. Dan, bagian dari dirinya yang membuat pemilih ataupun khalayak memilihnya karena didasarkan atas tiga faktor penting, yaitu karena memiliki kemampuan ethos, logos, dan pathos.

B. Konseptualisasi Komunikasi Politik

Secara etimologi, makna dari komunikasi (communication) berasal dari bahasa

Latin yaitu "communis" yang artinya "sama" atau dapat dimaknai pula sebagai

"communicare" yang berarti "membuat sama" (to make common). Dengan demikian, secara sederhana komunikasi memiliki definisi soal pengalihan informasi untuk memperoleh tanggapan atau saling berbagi informasi, gagasan, dan sikap. Jika dilihat dari sisi terminologi, komunikasi dapat dikatakan sebagai proses yang dilalui komunikator ketika menyampaikan pesan atau kalimat-kalimat stimulus yang bertujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain yang berbeda pendapat. Di sisi lain, politik dalam bahasa Latin yaitu "politicus" dan bahasa Yunani (Greek) yakni "politicos" merupakan kaitannya dengan warga negara. Dengan kedua kata tersebut berasal dari kata "polis" yang berarti city (kota).

Komunikasi politik (political communication) adalah penyampaian mengenai pesan-pesan politik atau konsep yang berkaitan dengan perbincangan dan obrolan tentang politik.11 Jika merujuk di dua konsep yaitu mengenai komunikasi dan politik, dapat diambil pengertian yakni; Komunikasi ialah penyampaian, sedangkan politik adalah melibatkan kekuasaan, power, dsb. Singkatnya yaitu mengenai peran

11 Ibid, h. 2 24

komunikasi dalam hal proses politik. Karenanya, bisa dikatakan proses penyampaian tersebut yang bercirikan pesan politik sebagai sebuah proses politik yang melibatkan komunikasi.12

Menurut Gabriel Almond mengenai komunikasi politik adalah sebagai salah satu fungsi dan selalu hadir dalam setiap sistem politik, dan fungsinya saling berkaitan satu sama lain dengan enam fungsi lainnya yang terdiri dari sosialisasi, rekrutmen, artikulasi, agregasi, pembuatan aturan, pelaksanaan aturan hingga penghakiman aturan.13

Pandangan Harold Laswell mengenai definisi komunikasi pun sangat tepat, dia menjelaskan: "Komunikasi sebagai who says what in which channel to whom with what effect?". Dengan begitu, secara mendasar komunikasi juga pula berarti proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh komunikator kepada komunikan/khalayak.14

Selain itu, dalam decision making (pengambilan keputusan) yang bisa berdampak melalui komunikasi, Laswell juga mengungkapkan: "who gets what, when, and how".15 Lalu, komunikasi politik merupakan bagian dari kegiatan politik yang bermaksud menyampaikan pesan-pesan bercirikan politik oleh aktor-aktor politik kepada pihak lain, yang intinya bertujuan untuk menarik perhatian, sehingga

12 Ibid, h. 4 13 Gabriel Almond & James S. Coleman, The Politics of The Development Areas, (New Jersey: Princeton University Press, 1960), h. 67 14 Harold Laswell, Politics: Who Gets What, When, How, (New York: Whittlesey House, 1936), h. 36 15 Ibid, h. 39 25

komunikasi tersebut dapat tersampaikan dan mengikat khalayak ramai.16 Dengan kata lain, dapat dikatakan pula komunikasi politik yaitu upaya dan usaha sekelompok manusia yang mempunyai orientasi dan tujuan maupun pemikiran politik atau ideologi politik tertentu dengan maksud menguasai atau memperoleh kekuasan.17

Dengan demikian, pola penyampaian komunikator dalam hal ini seorang Anies

Baswedan memiliki ikatan emosionalitas yang kuat, dan diiringi dengan pesan-pesan politik yang masuk akal, serta dapat mempengaruhi khalayak untuk menjatuhkan pilihan politiknya kepada dirinya dan wakilnya, Sandiaga Uno. Tentunya, pola-pola komunikasi politiknya yang disampaikannya kepada publik atau khalayak merupakan bagian dari retorika politik yang memiliki keterkaitan dan bagian dari konsep komunikasi politik.

C. Pemilih Pemula

Pemilih pemula adalah orientasi pemilih di mana mereka memasuki usia memilih dan yang akan menggunakan hak pilihnya untuk pertama kali dalam pemilu/pilkada. Dengan masa pemilihan di Indonesia yang digelar setiap lima tahun sekali maka kisaran usia pemilih pemula adalah 17-21 tahun. Rata-rata kelompok pemilih ini adalah mereka yang sedang menempuh pendidikan tinggi dan pekerja muda, atau dengan kata lain lulusan sekolah menengah atas (SMA).18 Secara umum,

16 Heryanto dan Rumaru, Komunikasi Politik; Sebuah Pengantar, h. 3 17 Ibid, h. 4 18 Tim Penyusun, Rumah Pintar Pemilu, (Jakarta: KPU RI, 2015), h. 17 26

pemilih pemula merupakan kelompok pemilih strategis, dikarenakan bahwa besaran kelompok pemilih ini ataupun porsi dalam pemilih dalam posisi yang strategis.19

Sebagaimana yang tercantum di dalam UU No. 10 Tahun 2008 dalam bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 maupun pasal 20, menjelaskan bahwa: Pemilih pemula merupakan warga negara Indonesia yang sudah berusia 17 tahun dan atau lebih, sudah/pernah menikah yang mempunyai hak pilih, dan baru pertama kali memilih karena ketentuan UU Pemilu.20 Sebagai sasaran kelompok yang strategis, pemilih pemula harus diimbangi dengan pengetahuan dan edukasi yang baik mengenai politik sehingga cakupan politiknya berwawasan luas dan paham berdemokrasi dalam memperjuangkan kepentingan publik.21

Menurut Adi Soeprapto, dkk., dalam penelitiannya, menjelaskan pandangan pengetahuan dari jenis kelompok pemilih pemula ini, sebagai berikut:

Pertama, sejatinya pemilih pemula mengetahui persyaratan secara global (garis besar) menjadi seorang pemilih. Faktor usia, sebagai warganegara, tidak sedang menjalani hukuman atas putusan pengadilan, dan status perkawinan merupakan persoalan-persoalan pokok yang mereka ketahui sebagai persyaratan umum.

Kedua, sebagian pemilih pemula sebagai narasumber dari penelitiannya mengungkapkan tidak mengetahui secara menyeluruh partai politik yang ikut berkontestasi dalam pesta demokrasi. Hanya mengetahui sebagian besar partai politik yang sudah mapan dan lama saja.

19 Tim Penyusun, Rumah Pintar Pemilu, h. 16 20 UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum mengenai Pemilih Pemula 21 Tim Penyusun, Anak Muda Cerdas Berdemokrasi, (Jakarta, KPU RI, 2013), h. 2 27

Ketiga, sebagian pemilih pemula tidak mengetahui secara persis apa yang telah dilakukan KPU dalam menyiapkan penyelenggaraan pemilu 2014. Ketidaktahuan ini juga mencakup pengetahuan mereka tentang sistem pemilu yang diterapkan.

Bagaimana tahap-tahap pemilu disosialisasikan kepada masyarakat dan bentuk partisipasi politik seperti apa yang diharapkan, tidak sampai kepada mereka secara memadai.22

Karenanya, pentingnya edukasi dan pengetahuan secara menyeluruh tentang politik dan berdemokrasi yang taat dan benar, serta sesuai aturan menjadi alasan mengapa orientasi kelompok pemilih ini harus terus dibimbing dan diarahkan sehingga bisa menciptakan pemilih cerdas yang dapat meningkatkan kualitas demokrasi di negara ini.

Kemudian, ada berbagai macam alasan mengapa pemilih pemula menjadi sasaran yang potensial dan strategis. Pertama, jumlah pemilih pemula dalam setiap pemilu cukup besar. Kedua, mereka adalah warga negara Indonesia (WNI) yang baru pertama kalinya memberikan suara dalam Pemilu sehingga perlu diberi arahan yang baik agar memiliki pemahaman yang baik pula terhadap demokrasi. Ketiga, mereka adalah calon pemimpin masa depan sehingga dengan menggali dan mengetahui padangan mereka tentang demokrasi, kita dapat memberikan apa yang mereka butuhkan sebagai bekal di masa depan.23

22 Adi Soeprapto, Susilasti DN, dan Basuki Agus Suparno, “Komunikasi dalam Proses Pendidikan Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 di DIY”, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 12, No. 1, Januari-April 2014, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, h. 49 23 Tim Penyusun, Anak Muda Cerdas Berdemokrasi, (Jakarta: KPU RI, 2013), h. 3 28

Selain itu, harapan baik selalu tersemat kepada kelompok pemilih ini, melihat besarnya potensi dan signifikansinya dalam berdemokrasi, juga sebagai generasi bangsa, menciptakan pemilih pemula yang cerdas menjadi harapan seluruh bangsa

Indonesia. Adapun hal lainnya, menciptakan pemilih pemula yang cerdas dalam berdemokrasi tentunya menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas pemilu/pilkada maupun hal-hal berdemokrasi lainnya di suatu negara. Sejalan dengan itu, menciptakan pemilih lama maupun pemilih pemula yang cerdas bertujuan agar pemilih bisa memahami berdemokrasi, kritis dan cakap dalam praktek berdemokrasi, serta terampil dan teguh dalam membela narasi kepentingan publik.24

Sebagai kelompok potensial, sisi unik yang terdapat dalam pemilih pemula juga menjadi penilaian lain dalam memperlakukan kelompok pemilih ini, seperti lahirnya antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan perubahan hingga tipis akan kadar polusi pragmatisme.25

Dengan keunikannya ini, dapat dipahami walaupun pengalaman politiknya yang minim dalam partisipasi politik, tetapi dapat pula menentukan pilihan politik melalui kanal-kanal yang berhubungan dengan perkembangan politik sekitar, baik lokal maupun nasional. Adapun, karena kelompok ini merupakan orientasi kelompok yang melek teknologi, dapat membuat segmentasi kelompok ini mengetahui

24 Tim Penyusun, Anak Muda Cerdas Berdemokrasi, h. 4 25 Sekretariat Jenderal KPU Biro Teknis dan Humas, “Modul: Pemilu untuk Pemula, (Jakarta: Penerbit Komisi Pemilihan Umum, 2010), h. 4

29

perkembangan politik secara cepat dan up-to-date, namun harus diiringi dengan edukasi politik yang benar dan sesuai fakta.

30

BAB III

GAMBARAN PILKADA DKI JAKARTA 2017 DAN

PROFIL ANIES RASYID BASWEDAN

Pilkada DKI Jakarta 2017 menjadi pertarungan para elit politik nasional.

Pilkada DKI Jakarta menjadi perhatian di seantero negeri. Gambaran mengenai pilkada DKI Jakarta menjadi peristiwa yang teramat berharga untuk dilewatkan.

Jakarta dengan segala dinamikanya, dan keberhasilan melahirkan sosok pemenang dalam diri seorang Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Sebelum membahas hal tersebut, peneliti akan menjelaskan mengenai gambaran umum pilkada DKI Jakarta

2017 hingga profil seorang Anies Baswedan yang bisa menarik minat pemilih pemula untuk memilihnya di pilkada DKI Jakarta 2017.

A. Sejarah Pilkada di Indonesia

Dalam perkembangannya, istilah pemilihan kepala daerah (pilkada) lahir melalui Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, di mana pada saat itu pemilihan kepala daerah dipilih oleh lembaga legislasi di daerah yang dikenal yaitu Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD).1 Namun, hal itu memunculkan pertanyaan di saat fungsi

DPRD sebagai legislasi, anggaran, dan pengawasan, bukan untuk menjalankan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Perdebatan berlanjut, berkembangnya wacana demokrasi langsung, lalu munculnya UU No. 32 Tahun 2004

1 Evi Juliansyah, Pilkada; Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2007), h. 2 31

mengenai penyelenggaran Pilkada sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 1999, membentuk diskursus baru tentang Pilkada sebagai bagian utuh dari otonomi daerah

(otda). Kemudian, dalam UU No. 23 Tahun 2014 dalam bab VII pasal 57 tentang

Pemerintahan Daerah mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah.2

Selanjutnya, UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2015 dan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjelaskan bahwa dalam pasal 7, yang berbunyi: Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon walikota dan calon wakil walikota.3

1. Dinamika Pilkada DKI Jakarta 2017

Pilkada DKI 2017 merupakan salah satu dari 101 pilkada yang akan diakan secara serentak di Indonesia. Dengan estimasi jumlah pemilih yang terdaftar lebih dari 7 juta pemilih yang tersebar dalam 5 Kota dan 1 Kabupaten, dan berlangsung selama 2 putaran serta diikuti dan mempertarungkan 3 kandidat calon gubernur dan calon wakil gubernur, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Basuki

Tjahja Purnama-Dajrot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Tentunya, sebagai ibukota, Jakarta akan menjadi perhatian di seluruh penjuru Indonesia, bahkan dunia. Sebagai wilayah yang memiliki keistimewaan dibandingkan dengan wilayah

2 UU No. 23 Tahun 2014, tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 3 Lihat salinan UU No. 10 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota 32

lainnya, DKI Jakarta mempunyai kekhususan dan keistimewaan diantara peserta pilkada serentak lainnya, yaitu mengenai penyelenggaraan dua putaran pada Pilkada

Jakarta 2017.

Sebagaiamana tercantum dalam UU Kekhususan No. 29 Tahun 2007 yang mengatur Kekhususan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Keistimewaan tersebut berdasarkan ketentuan dengan keterpilihan gubernur dan wakil gubernur sebesar di atas 50% (persen).4 Adapun, UU Kekhususan ini juga berlaku bagi provinsi Aceh dan Papua. Di Aceh, calon gubernur dan wakil gubernur harus lulus dan memenuhi syarat dalam ujian membaca, menulis, dan mengaji Al-qur‟an, sedangkan di Papua syarat untuk menjadi calon gubernur dan wakil gubernur harus mendapat persetujuan dari Majelis Rakyat Papua.5

1.1 Gambaran Putaran Pertama

Putaran pertama di Pilkada DKI Jakarta yang dilaksanakan pada 15 Februari

2017, terdapat total pemilih sebesar 7.356.426 pemilih; Laki-laki (L) =

3.676.453 pemilih, sedangkan Perempuan (P) = 3.679.973 pemilih. Dengan

total persentase pengguna hak pilih sebesar 5.564.313 yang menggunakan hak

pilihnya; Dengan Laki-laki (L) = 2.698.089 pengguna hak pilih, sedangkan

Perempuan (P) = 2.866.224 pengguna hak pilihnya. Adapun untuk data pemilih

dengan disabilitas sebesar 7.740, dengan pengguna yang menggunakan hak

4 UU No. 29 Tahun 2007, tentang Kekhususan DKI Jakarta sebaagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia 5 Ruhaeni Intan Hasanah, “KPU DKI Hanya Jakarta Yang Bisa Pilkada Dua Putaran” https://tirto.id/, pada tanggal 9 Februari 2017 33

pilihnya sejumlah 5.451 suara. Berdasarkan data tersebut, dapat diperoleh

kesimpulan yaitu partisipasi pemilih di Pilkada DKI Jakarta 2017 pada putaran

pertama cukup tinggi. Dengan persentase sebesar 73,50 persen untuk Laki-laki

(L), sedangkan untuk Perempuan (P) sebesar 78,00 persen. Lalu, untuk pemilih

disabilitas menyentuh angka 70,43 persen. Kemudian, konklusi dari data yang

dihimpun tentang suara yang sah dan tidak sah, dapat diperoleh data yaitu

5.465.392 suara yang sah, dan suara tidak sah sebesar 68.644, dengan total

suara secara keseluruhan yaitu 5.525.649 suara.

Tabel III.A.1.1.1 Rekapitulasi Pemilih di Putaran Pertama6

KOTA PEMILIH KOTAK PEMILIH PEMILIH SUARA PEMULA DISABILITAS JAKBAR 1.652.051 2.934 44.383 2.103 JAKPUS 747.152 1.237 22.048 582 JAKSEL 1.593.700 2.973 43.154 890 JAKTIM 2.006.397 3.690 58.035 1.434 JAKUT 1.091.874 2.150 31.590 326 KEP. 17.415 39 630 36 SERIBU

6 Tim Penyusun, Data dan Infografik Pilkada DKI Jakarta 2017, (Jakarta: KPU Provinsi DKI Jakarta, 2017), h. 36 34

Data yang diperoleh dari KPU Provinsi DKI Jakarta, yaitu:

Tabel III.A.1.1.2 Hasil Rekapitulasi Suara di Putaran Pertama7

KOTA Hasil Rekapitulasi Suara di Putaran Pertama AHY-Sylvi Ahok-Djarot Anies-Sandi JAKBAR 203.107 613,194 444,743 (16,11%) (48,63%) (35,27%) JAKPUS 101.744 244.727 222.814 (17,87%) (42,99%) (39,14%) JAKSEL 177.363 465.524 557.767 (14,77%) (38,77%) (46,46%) JAKTIM 309.708 618.880 665.902 (19,42%) (38,81%) (41,76%) JAKUT 142.142 416.720 301.256 (16,53%) (48,45%) (35,02%) KEP. 3.891 5.532 4.851 SERIBU (27,26%) (38,76%) (38,76%)

1.2 Gambaran Putaran Kedua

Faktanya, dengan segala dinamika yang terjadi pada putaran kedua, Anies-

Sandi berhasil menjadi pemenang di Jakarta mengungguli petahana yaitu Ahok-

Djarot. Hasil perolehan suaranya, yakni sebagai berikut.

7 Ibid, h. 40 35

Tabel III.1.1.2.1 Hasil Penghitungan Putaran Kedua8

CALON TOTAL PEMILIH PEMILIH TOTAL GUBERNUR SUARA PEMULA DISABILITAS PEMILIH AHOK- 2.350.366 DJAROT (42,04%) 199.840 5.891 7.335.473 ANIES- 3.240.987 Suara Suara Pemilih SANDI (57,96%)

B. Profil Anies Rasyid Baswedan

Faktanya, Anies Baswedan adalah pimpinan DKI Jakarta. Selaku gubernur,

Anies Baswedan telah dipilih sebagai pemenang di Jakarta bersama Sandiaga

Salahuddin Uno di pilkada DKI Jakarta 2017. Anies Rasyid Baswedan adalah seorang pria yang berasal dari daerah kuningan, Jawa Barat. Dia lahir tepatnya pada

7 Mei 1969 di kuningan, Jawa Barat. Putra dari pasanagan Rasyid Baswedan (mantan

Wakil Rektor Universitas Islam Indonesia) dan Aliyah (Guru Besar Universitas

Negeri Yogyakarta).9 Dia terlahir sebagai seorang cucu dari pejuang kemerdekaan bagi republik ini, yaitu Abdurrahman Baswedan. Tentunya, Anies Baswedan terikat akan perjuangan sang Kakek dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Setelah menjadi Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di sekolahnya, dan mengetuai OSIS se-Indonesia, dia terpilih menjadi bagian pertukaran pelajar dan melanjutkan pendidikan di Wisconsin, Amerika Serikat selama 1 tahun. Pada akhirnya, ia menciptakan dan menginisiasi lahirnya gerakan "Indonesia Mengajar".

8 Ibid, h. 100-101 9 Gun-Gun Heryanto dan Iding Rosyidin, 10 Tokoh Transformatif Indonesia, (Jakarta, Penerbit Erlangga, 2015), h. 1 36

Satu harapannya, menciptakan pemuda-pemudi Indonesia yang cakap dalam berpengetahuan dan luas wawasannya.

Secara akademis, Anies Baswedan berpendidikan dengan baik. Di perguruan tinggi, Anies Baswedan merupakan lulusan sarjana di Fakultas Ekonomi di

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada tingkatan selanjutnya, Anies Baswedan mendapatkan gelar Master-nya dari Universitas Maryland, College Park (School of

Public Affairs). Pada program doktoral, Anies Baswedan melakukan penuntasannya di Universitas Illinois (Departemen Ilmu Politik) dan mendapatkan gelar doctor of philosophy (Ph. D) dalam karirnya sebagai seorang akademisi. Pada 2008, majalah

Foreign Policy memasukkan namanya ke daftar 100 intelektual dunia. Dan satu- satunya yang berasal dari Indonesia dan Asia Tenggara.10

Adapun catatan lainnya yaitu Anies Baswedan merupakan rektor termuda yang pernah dilantik oleh sebuah universitas di saat usianya 38 tahun pada tahun 2007, saat menjabat sebagai rektor di Universitas Paramadina. Secara akademis, Anies

Baswedan memang merupakan teladan bagi setiap anak muda di Indonesia.

Dalam karir politiknya, Anies Baswedan mempunyai catatan yang baik dan cemerlang dalam karirnya. Terbaru, ia adalah seorang gubernur DKI Jakarta. Dia pun pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) di masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, yang merupakan bagian dari Tim

Pemenangannya pada saat itu. Selain itu, ia juga pernah didapuk sebagai bagian Tim

10 Ibid, h. 3 37

Pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai Juru Bicara pada pemilu 2014.

Adapun disaat yang sama, ia juga diamanatkan sebagai Deputi Kantor Transisi

Jokowi-JK yang merupakan bagian dari tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla saat itu. Kemudian, ia juga menjadi peserta konvensi capres partai Demokrat yang diadakan secara ekslusif dengan berbagai tamu kehormatan dan elit politik di dalamnya.

Di samping itu, sebagai kepeduliannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan literasi di Indonesia, Anies Baswedan pernah menjabat sebagai

Peneliti Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi Universitas Gajah Mada dan bagian dari Riset Indonesian Institute Centre, yang mendapuknya sebagai seorang direktur.

Secara birokrasi, memang baru menjabat sebagai pimpinan DKI Jakarta.

Namun, di sisi lain, ia mempunyai pengalaman di bidang kerjasama dalam program

"Kemitraan Untuk Reformasi Tata Kelola Pemerintahan".11 Dengan pengalaman tersebut, menjadi modal bagus bagi Anies Baswedan sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan-pesan politiknya sehingga dapat diterima oleh khalayak.

11 Tim Penyusun, Data dan Infografik Pilkada DKI Jakarta 2017, h. 12 38

BAB IV

RETORIKA POLITIK ANIES BASWEDAN

DALAM MENARIK PEMILIH PEMULA DI PILKADA DKI JAKARTA 2017

Karena bersinerginya dasar-dasar retorika politik yang diciptakan oleh

Aristoteles dengan apa yang dilakukan Anies Baswedan di pilkada DKI Jakarta 2017, menunjukkan pola komunikasi yang diperbuat Anies Baswedan dalam menarik minat pemilih pemula untuk memberikan suaranya kepada dirinya dan Sandiaga Uno, sehingga dapat dikonklusikan sebagai keberhasilan bersama. Hal ini secara langsung menghidupkan partisipasi dan keikutsertaan pemilih pemula dalam menentukan pilihan politiknya kepada Anies Baswedan.

Berikut peneliti jelaskan mengenai retorika poliitik Anies Baswedan yang meliputi ethos, pathos, dan logos dalam menarik pemilih pemula di pilkada DKI

Jakarta 2017. Dan, jenis retorika politik yang sering digunakan oleh Anies Baswedan di pilkada DKI Jakarta 2017.

A. Retorika Politik Anies Baswedan dalam Menarik Pemilih Pemula di

Pilkada DKI Jakarta 2017

Kemenangan Anies Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno di pilkada DKI

Jakarta 2017 tentu dipengaruhi karena efisiensi dan efektifnya komunikasi politik yang dijalankan oleh pasangan ini. Terutama Anies Baswedan, sebagai komunikator

39

handal yang dapat mempengaruhi pemilih secara masif dengan penyampaian pesan- pesan politik yang ditanamkan kepada khalayak ramai membuat dirinya seperti pujangga. Dipuji dan dibenci menjadi hal lumrah bagi seorang Anies Baswedan sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2017. Tetapi publik Jakarta telah menentukan pilihannya. Anies Baswedan berhasil membangun komunikasi politik yang menyenangkan dan menenangkan bagi pemilih, terlepas dari isu-isu dan kontroversi yang mendera lawannya, yaitu Basuki Tjahaja Purnama. Namun, keberhasilan membangun komunikasi politik yang fun, menghibur, dan tidak kaku menjadikannya sebagai Gubernur DKI Jakarta terpilih. Adapun retorika yang termasuk konsep dari komunikasi politik yang dijalankan oleh Anies Baswedan dalam merebut pemilih, salah satunya kelompok pemilih pemula, membuatnya merebut kemenagan di Jakarta.

Melalui wawancara dan pengamatan yang peneliti lakukan dengan beberapa narasumber, terdapat orientasi yang menekankan kemenangan Anies Baswedan dan

Salahuddin Uno berdasarkan penggunaan konsep retorika yang berfokus pada ethos, pathos, dan logos.

1. Analisis Ethos Anies Baswedan

Ethos secara definisi merupakan karakter personal dari seorang komunikator.

Dapat juga diartikan sebagai kredibilitas komunikator, yaitu komunikator yang dalam

40

penyamapain pesan politiknya dapat dipercaya publik atau khalayak.1 West dan

Turner memadang ethos sebagai karakter komunikator untuk meyakinkan khalayak.2

Anies Baswedan mempunyai sisi ethos melalui karakter, intelegensi, dan good will untuk membangun Jakarta. Sebagaimana diketahui, sebagai intelektual otonom seorang Anies Baswedan mengupayakan dalam setiap kampanye di Jakarta, ia menekankan pentingnya edukasi dan pengetahuan politik bagi setiap pemilih, termasuk pemilih pemula. Sebagai mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia (Mendikbud) hingga pernah menjabat rektor di Universitas, penyampaian pola komunikasi Anies Baswedan tentu sangat diperhatikan dan dinilai pemilih, publik serta media massa. Dalam setiap kampanye yang dilaksanakannya, kalimat-kalimat yang berisikan pesan politik untuk menarik perhatian dan animo bagi pemilih pemula sangat besar efek bagi elektabilitas dihadapan pemilih.

1 Gun-Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik; Sebuah Pengantar, Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 101 2 Richard West dan H. Turner Lynn, Introducing Communication Theory and Application. Second Edition. (USA: McGraw Hill, 2004), h. 320 41

Gambar IV.A.1.1 Kegiatan "Rabu Bersama" Anies Baswedan dan Sandiaga

Uno di Hadapan Pemilih Muda3

Selain itu, sebagai intelektual dengan latar belakang yang meng-educated, membuat Anies Baswedan lebih memiliki daya tarik dan daya tawar yang lebih menjanjikan dari pada Basuki Tjahaja Purnama. Sebagai akademisi, Anies Baswedan mempunyai catatan yang mengesankan dengan prestasi yang diperoleh ketika menjalani masa-masa sukses sebagai seorang akademisi. Sebagai birokrat, Anies

Baswedan pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) walaupun dalam masa jabatan yang tidak terlalu lama. Tentu, sebagai pribadi yang mempunyai latar belakang yang cerdas dan pola komunikasi yang mumpuni, membuat seorang Anies Baswedan mempunyai pesona dan daya tarik untuk memikat pemilih, khususnya pemilih pemula.

3 Sumber gambar jpnn.com 42

Peneliti juga meyakini apa yang dikatakan Yudha Permana yang menjelaskan untuk merekrut dan memenangkan hati pemilih pemula yang notabene sebagai kelompok yang punya porsi suara yang cukup besar, tentunya membutuhkan pola- pola komunikasi yang dapat membuat mereka tertarik terhadap pilihan politik yang tersedia. Sebagai tim pemenangan Anies-Sandi yang berfokus pada kampanye kreatif, pemilih muda, dan pemilih pemula, merupakan tanggung jawab bersama untuk mendesain seorang Anies Baswedan sehingga menampilkan wajah anak muda dan keberpihakannya kepada kaum muda.4 Menurut peneliti, Anies Baswedan menawarkan daya tawar yang membuat dirinya dapat diterima sebagai representasi anak muda, dan tentunya pemilih pemula.

Pemilih pemula di pilkada DKI Jakarta ada sekitar 7-8 persen. Skala prioritas yang dibangun adalah menampilkan wajah milenial. Desain yang merepresentasikan dan menampilkan karakter yang yang dapat diidentikan dengan kaum muda menjadi narasi yang terus diperjuangkan, sehingga narasi kemenangan dapat menjadi kenyataan. Anies Baswedan memiliki pola komunikasi yang tidak perlu diragukan kapabilitasnya, tentunya hal tersebut sangat menguntungkan dan melegakan kami sebagai tim pemenangan, contohnya: adaptif terhadap lokal isu saat kampanye. Anies

Baswedan telah siap secara mental dan materi.

4 Wawancara Pribadi dengan Yudha Permana, Anggota DPRD DKI Jakarta 2019-2024, Ketua DPC Gerindra Jakarta Barat, Tim Pemenangan Anies-Sandi, Jakarta, 6 Agustus 2019 43

Pola komunikasi yang Anies Baswedan lakukan dengan diiringi dengan humor, misalnya canda-tawanya saat sedang berkampanye dengan mengangkat isu sesuai lokasi agenda kampanye, politik yang fun, serta tidak kaku membuat pemilih pemula tertarik kepada gaya komunikasi politik yang diterapkannya. Membuat semangat anak muda Jakarta untuk sama-sama membangun Jakarta dengan pesan-pesan politik menyejukkan dan menenangkan, dan mengajak keterlibatan politik secara masif bagi kaum milenial dengan memberi kesan bahwa politik itu bukan "barang kotor". Tetapi, politik itu harus berguna bagi masyarakat, karena keputusan politik adalah kebijakan bagi keberlangsungan hidup masyarakat luas.

Tabel IV.A.1.2 Hasil Rekapitulasi Pemilih Pemula Yang Memilih Anies-

Sandi di Putaran Kedua5

Hasil Rekapitulasi Pemilih Pemula Memilih Anies-Sandi di Pilkada Putaran Kedua Pilkada DKI Jakarta 2017 DKI Jakbar Jakpus Jaktim Jaksel Jakut Kep. Seribu Jakarta 30.569 20.545 20.645 36.365 11.634 478 2017 Suara Suara Suara Suara Suara Suara Total suara 119.840 Suara pemilih

Usahanya tersebut membuahkan hasil yaitu sebesar 60 persen dari total yang ditargetkan 100 persen untuk menggaet pemilih pemula di Pilkada DKI Jakarta 2017.

Tentunya, harapan untuk mempunyai pemimpin yang cerdas, berwibawa, serta

5 Wawancara Pribadi dengan Yudha Permana 44

komunikasi yang disampaikannya kepada publik dapat menenangkan dan tidak menyinggung perasaan warganya merupakan paket yang sudah tersedia dan miliki oleh Anies Baswedan.

Selain itu, memanfaatkan multi-platform; seperti sosial media, di mana Anies

Baswedan dan Sandiaga Uno membuat konten yang berisikan "Anies-Sandi Bacakan

Tweet Jahat" ataupun program "Santai sore Raffi Ahmad bersama Anies Baswedan dan Sandiaga Uno" yang menurut peneliti sebagai kampanye kreatif dan modern dari komunikasi politik. Lebih lanjut, mengenai penyampaian program OK-OCE dan

Rumah DP 0 persen yang selalu digaungkan oleh Anies-Sandi ke seantero Jakarta tentunya masih mengisahkan perdebatan. Secara komunikasi politik, kemampuan

Anies untuk mengkampanyekan program OK-OCE dan Rumah DP 0 persen memberikan perhatiannya kepada pemilih muda.

Dengan kata lain, narasi yang dibangun selama kampanye untuk mempublisitaskan dan memperkenalkan program tersebut berhasil, dan nyatanya sekarang berjalan meski belum menyeluruh. Untuk Rumah DP 0 persen memang terlihat progresnya, namun tidak menjangkau masyarakat miskin Jakarta seluruhnya.6

Menurut peneliti, karakteristik Anies Baswedan merupakan komunikator gaya structuring style yang mempunyai arti sebagai komunikator politik yang mempunyai pola komunikasi dengan mengedepankan struktur pemikiran yang runut, sistematis,

6 Febriyan, "Selain Harga Ini Keluhan Masyarakat Soal Rumah DP 0 Rupiah", https://metro.tempo.co/, pada 27 Agustus 2019 45

dan terstruktur. Berbeda dengan lawannya, yaitu Basuki Tjahaja Purnama, yang dapat identifikasikan sebagai komunikator yang memilik gaya dynamic style yang di definisikan sebagai pribadi yang melekat dengan isu-isu kontroversial yang mengakibatkan menjadi kontroversi.7

7 Wawancara Pribadi dengan Gun Gun Heryanto, Analis Komunikasi Politik, Jakarta, 23 Agustus 2019 46

Gambar IV.A.1.2 Salah satu scene "Anies-Sandi Bacakan Tweet Jahat"8

Adapun mengingat Anies Baswedan tentunya teringat akan upaya yang dilakukannya untuk pendidikan di Indonesia. Misalnya, sebagaimana diketahui, sebagai penggagas "Gerakan Indonesia Mengajar", sosok Anies Baswedan memfokuskan dan mengajak anak muda untuk ikut secara aktif menjadi guru di berbagai daerah di Indonesia, dilanjutkan dengan gagasan inisiasi lainnya yaitu

"Gerakan Indonesia Menyala" karena kurangnya karena kurangnya bacaan-bacaan

8 Sumber gambar www.youtube.com 47

yang bermutu di seluruh penjuru daerah di Indonesia dengan tujuan menerangi negeri dengan ilmu pemgetahuan.9

Anies Baswedan menampilkan sisi lain dari politisi, dia menampilkan sosoknya dengan atraktif. Pola resiprokal dalam komunikasi yang dilakukannya kepada khalayak sehinga tidak linier, melahirkan timbal-balik yang meningkatkan efek elektabilitas bagi dirinya. Diiringi dengan penggunaan pilihan diksi yang baik, dengan segala kelebihan sisi komunikasi yang dimilikinya, Anies Baswedan berhasil menciptakan suasana yang baik dan menyejukkan bagi atmosphere pemilih di Jakarta.

2. Analisis Pathos Anies Baswedan

Pathos termasuk bagian dalam tiga keutamaan beretorika. Pathos adalah dimensi yang berkaitan dengan sentuhan emosi. Dengan kata lain, pathos adalah kemampuan komunikator untuk menyentuh perasaan atau emosionalitas kepada khalayak dalam beretorika.10 West dan Turner memaknai pathos dengan

“kemampuan untuk menarik emosi pendengar/khalayak”.11 Dalam pelaksanaannya,

Anies Baswedan berhasil menarik perhatian bagi para pemilih di Jakarta dengan membawa narasi reklamasi dan penggusuran. Komunikasi politik yang dibangun dengan narasi penolakan reklamasi Jakarta dan isu penggusuran membuat sebagian

9 Gun-Gun Heryanto dan Iding Rosyidin, 10 Tokoh Transformatif Indonesia, (Jakarta, Penerbit Erlangga, 2015), h. 2 10 Gun-Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik; Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 101 11 Richard West dan H. Turner Lynn, Introducing Communication Theory and Application. Second Edition, (USA: McGraw Hill, 2004), h. 320 48

masyarakat Jakarta beralih memilih dirinya dibanding bertahan dengan pilihan untuk memilih Basuki Tjahaja Purnama sebagai gubernur selanjutnya. Isu tersebut menjadi keuntungan yang dimanfaatkan bagi pasangan Anies-Sandi untuk mendulang suara di

Jakarta. Bagi pemilih pemula, pola komunikasi yang dilakukan Anies Baswedan dalam menanggapi dan memanfaatkan isu tersebut sebagai bagian dari "lokal isu" yang terjadi di masyarakat Jakarta menuai persepsi positif.12

Pro-kontra untuk tidak tergiring dalam opini isu reklamasi memang berseliweran di masa kampanye pada pilkada Jakarta lalu. Namun, keberpihakan

Anies Baswedan terhadap isu-isu ini membuat elektabilitasnya meningkat, dan menyentuh emosionalitas sebagian pemilih yang terkena dampak dari masalah yang dihadapi saat itu. Dengan niat baik, Anies Baswedan mengantarkan persepsi masyarakat bawah untuk bersama-sama dengan dirinya menolak isu "reklamasi utara

Jakarta" sebagai penolakan bersama.

Peneliti menemukan faktor lain mengenai kemenanangan Anies Baswedan di

Jakarta dari narasumber bahwa terdapat empat faktor sebagai kunci kemenangan

Anies-Sandi di pilkada DKI Jakarta 2017. Selain komunikasi politik yang mempesona dari Anies Baswedan dibandingkan Basuki Tjahaja Purnama, ada faktor kunci lainnya yang berhasil membawa Anies-Sandi menjadi pemenang di Jakarta.

Pertama, turbulensi politik yang terjadi di pihak lawan. Kedua, gaya komunikasi

12 Windu Jusuf, "Mayoritas Warga Miskin Jakarta Memilih Anies-Sandiaga", https://tirto.id/, pada 28 Agustus 2019 49

politik Basuki Tjahaja Purnama (dynamic style). Ketiga, kegagalan mengontrol manajemen isu dan manajamen opini publik di masyarakat Jakarta. Keempat, isu-isu strategis yang diangkat dan dimanfaatkan Anies-Sandi.13

Hal ini membuktikan, bagaimana pengangkatan isu-isu reklamasi dan penggusuran untuk menarik perhatian dan mengkritisi kebijakan yang dilaksanakan

Basuki Tjahaja Purnama, berhasil menunjukkan niat dan keberpihakan Anies

Baswedan untuk menolak bersama-sama, serta mempublikasikan bahwa dirinya menjadi bagian dari penolakan tersebut. Tentu, hal ini menyentuh hati warga Jakarta dan meyakinkan masyarakat Jakarta untuk memilih dirinya sebagai gubernur DKI

Jakarta. Secara tidak langsung, memanfaatkan isu kesalahan kebijakan yang dilakukan petahana untuk merebut suara di Jakarta menjadi sangat peluangnya. Hal ini tentu disadari oleh Anies Baswedan sendiri, maupun tim pemenangannya.

Peneliti juga menyadari beberapa kesalahan dan blunder yang dibuat oleh

Basuki Tjahaja Purnama. Salah satu narasumber pun menjelaskan: “Ahok beberapa kali melakukan kesalahan, salah satunya mengenai reklamasi. Selain itu, kasus penodaan agama yang menjeratnya saat itu memang menjadi salah satu benefit buat kita, tetapi kami (sebagai tim pemenangan) tidak terlalu mengambil pusing, karena kami tidak mau membangun opini buruk di masyarakat, biar warga Jakarta saja yang menilai.”14 Dan persoalan penggusuran yang tidak didapatinya ganti rugi atas lahan

13 Wawancara Pribadi dengan Gun Gun Heryanto 14 Wawancara Pribadi dengan Yudha Permana 50

warga tersebut. Ini menjadi persoalan bersama tentang keadilan di masyarakat Jakarta.

Dan, ini menjadi polemik di beberapa sebagian pemilih. Tentu hal itu dapat kita maanfaatkan. Namun, untuk segementasi pemilih muda, Anies Baswedan mempunyai kedekatan emosionalitas yang kuat kepada kelompok ini. Bagaimana cara-cara dirinya memperkenalkan diri di komunitas anak muda, ataupun saat menghadiri event anak muda baik yang diselenggarakan relawan, ataupun saat ada undangan dari komunitas-komunitas di Jakarta lainnya. Bagi peneliti, hal semacam inilah yang menguatkan persepsi masyarakat bahwa apa yang dilakukan Anies

Baswedan dengan mendatangi komunitas di berbagai wilayah Jakarta sebagai niat baik dirinya, apalagi untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, khususnya di Jakarta.

Selain itu, ada satu momen di mana Anies Baswedan mempunyai hobi semasa kuliah di Yogyakarta. Sebagai seorang yang pernah merasa muda, Anies tentu memiliki hobi salah satunya yaitu naik Vespa. Sebagaimana Yudha Permana sampaikan, dia mengungkapkan: “Saya bilang, Mas Anies punya hobi? Saya pas muda suka naik Vespa, jawabnya Anies. Bawa Vespa Mas Anies ke Jakarta, kita

Sunmori (Sunday Morning Ride) bareng komunitas Vespa Jakarta”.15 Bagi peneliti, dengan pola komunikasi yang dilakukannya di dalam komunitas yang baru disambanginya, Anies Baswedan menunjukkan bahwa dirinya sangat adaptif di lingkungannya yang baru. Apalagi salah satu penikmat Vespa adalah bagian dari anak

15 Ibid, 6 Agustus 2019 51

muda, yang menjadi kelompok pemilih di Jakarta. Dan, membuat Anies Baswedan dapat menampilkan sisi dan representasi dari anak muda.

Gambar IV.A.2 Kebersamaan Anies Baswedan Bersama Komunitas Vespa di

Jakarta dalam Acara Sunmori16

Menurut peneliti, dengan pendekatan seperti yang Anies Baswedan lakukan tentunya pemilih pemula merasa dekat dan menjadi bagian dalam pembangunan baik secara politik, kultur, dan budaya di Jakarta. Dan, secara efek elektoral tentunya semakin meningkatkan elektabilitasnya dan mendapat perhatian dari seluruh warga

Jakarta.

16 Sumber gambar liputan6.com 52

3. Analisis Logos Anies Baswedan

Logos secara definisi adalah dimensi yang memfokuskan pada nalar argumentasi yang masuk akal (logis), dan tentunya sesuai kenyataan yang sebenarnya.17 Dengan kata lain, logos adalah pemanfaatan untuk meyakinkan audiens/khalayak dengan menggunakan wacana yang mengedepankan pengetahuan dan rasionalitas (reasoned discourse). West dan Turner mengungkapkan bahwa logos merupakan pembuktian kepada khalayak berdasarkan alasan yang masuk di akal.

Berdasarkan bukti yang sebenarnya dengan argumentasi yang yang masuk akal

(logis).18 Penggunaan komunikasi politik dengan retorika yang memfokuskan pada logos dari seorang Anies Baswedan mungkin tidak terlalu besar dimaanfatkan.

Faktanya, menurut peneliti program-program yang dikampanyekan seperti salah satu programnya yaitu Rumah DP 0 persen masih mengambang dan belum jelas serta tidak terperinci. Secara tidak langsung, hal ini tentu menjadi pertimbangan bagi pemilih, apakah memilih program-program yang belum teruji atau bertahan menjadi pemilih loyal dengan gubernur yang sudah terbukti program dan janji politiknya.

Tentu bila perbandingannya secara kinerja, Anies Baswedan jauh dengan Basuki

Tjahaja Purnama dengan segala kinerja yang sudah dibuktikannya di Jakarta selama memerintah sebagai gubernur. Namun, dalam penyampaian porgram dan janji politik

17 Gun-Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik; Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 101 18 Richard West dan H. Turner Lynn, Introducing Communication Theory and Application. Second Edition, (USA: McGraw Hill, 2004), h. 320 53

selama kampanye, pemilih (pemilih pemula) tertarik dengan penyampaian yang atraktif dan tidak kaku saat masa kampanye dan mendapati kenyataan bahwa Anies

Baswedan berhasil menciptakan kemenangan bagi dirinya dan pasangannya yaitu

Sandiaga Uno.19

Peneliti dapat menjelaskan dari salah satu narasumber, bahwa dari sekian janji- janji politik yang disampaikannya, Anies menekankan pada aspek pembangunan, lingkungan, isu-isu lokal masyarakat, dan pemberdayaan kualitas manusianya.

Dengan fokus intensitasnya pada penolakan reklamasi teluk Jakarta, OK-OCE,

Rumah DP 0 persen, KJP dan KJS, serta peningkatan program lainnya yang sudah dijalankan oleh gubernur sebelumnya, akan diperbaharui secara berkala dan dipastikan akan lebih tepat sasaran dampak dan manfaatnya bagi seluruh masyarakat

Jakarta, terutama masyarakat miskin di Jakarta. Lalu, penyampaian pesan-pesan politiknya dengan diksi yang tepat, membuat penilaian pemilih terhadap Anies

Baswedan mengenai program dan visi-misi yang akan dijalankannya berbuah positif.20

Bagi peneliti, membuat penilaian berdasarkan argumentasi yang disampaikan

Anies Baswedan mengenai program-program dan visi-misinya selama kampanye sangat tidak adil jikalau dibandingkan dengan kinerja yang sudah dibuat Basuki

Tjahaja Purnama. Sama tidak adilnya jika membandingkan komunikasi politik Anies

19 Wawancara Pribadi dengan Gun Gun Heryanto 20 Wawancara Pribadi dengan Yudha Permana 54

dengan Basuki Tjahaja Purnama. Namun, masyarakat yang telah memilih. Itu pilihan yang tersedia, masyarakat Jakarta yang pada akhirnya menentukan pimpinan kepala daerahnya sendiri. Dan, warga Jakarta telah memilih Anies Baswedan sebagai gubernur untuk memimpin Jakarta selama lima tahun mendatang.

Dengan terlibatnya salah satu narasumber di debat putaran pertama yang menunjukkan Anies-Sandi masih menggunakan narasi yang mereka yakini, bukan berdasarkan realitas yang ada. Berbeda di putaran kedua, Anies-Sandi berhasil memuaskan panelis dengan berbagai jawaban-jawaban yang mengantarkan pada kenyataan, dan sesuai data dan fakta yang sebenarnya terjadi serta faktual. Ini jelas perubahan yang signifikan. Namun, untuk pemilih yang menyaksikan debat tentu kaitannya dengan pemilih rasional, dan memprediksi hanya sekitar 30 persen pemilih yang menyaksikan debat tersebut.21

Karenanya, sesuai wawancara yang peneliti laksanakan dengan beberapa narasumber mendapati fakta bahwa logos yang digunakan dan dimanfaatkan Anies

Baswedan tidak terlalu besar dan signifikan. Tetapi, secara komunikasi dengan konsep retorika politik dengan menekankan pada ethos, pathos dan logos, menguatkan sisi ethos dan pathos dari seorang Anies Baswedan yang membuat dirinya bersama Sandiaga Uno dapat meraih kemenangan di Jakarta dan menjadi pemimpin kepala daerah di wilayah DKI Jakarta.

21 Wawancara Pribadi dengan Gun Gun Heryanto 55

B. Anies Baswedan Sebagai Orator Handal

Kemampuan seseorang terlihat dari bagaimana dirinya dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan barunya. Dengan cepat beradaptasi, seseorang akan lebih mudah memahami keadaan sekitarnya. Dalam komunikasi, sosiologi mempelajari sifat, interaksi sosial, perilaku, stuktur sosial dan perkembangan masyarakat serta perubahannya. Sebagaimana psikologi komunikasi cirikan, terdapat peran sosiologi dan filsafat yang melihat bahwa komunikasi dapat sebagai integrator sosial (sosiologi) dan dapat sebagai hubungan timbal-balik antara manusia dan alam semesta.22 Dengan keterkaitan semacam ini, dapat pula dikonklusikan, komunikasi menjadi keistimewaan bagi seseorang yang memiliki kemampuan baik dalam proses berkomunikasi yang dilakukannya. Dalam proses komunikasi yang disampaikannya kepada khalayak, Anies Baswedan memiliki pola komunikasi yang dinamis.

Mengedepankan intelektualitasnya, wibawa, serta kemampuannya dalam beradaptasi secara cepat di lingkungan baru yang didatanginya.

Menurut peneliti, terdapat keuntungan yang besar dan sangat efektif jika melihat pola komunikasi yang terjadi dengan Basuki Tjahaja Purnama. Ketika melihat sosok Basuki Tjahaja Purnama, yang tergambar jelas yakni keras, susah diberi masukan, dan yang pasti mudah meledak-ledak (emosi). Dan, sifat yang tergambar dan tertanam dalam diri Basuki Tjahaja Purnama seperti yang

22 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, (Bandung: Penerbit PT Remaja Rosadakarya, 1991), h. 6-7 56

digambarkan dapat diketahui dari Yudha Permana yang pernah menjabat staff khusus

Basuki Tjahaja Purnama selama menjabat sebagai wakil gubernur dan menjadi bagian dari tim kampanye Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama di pilkada DKI 2012. Dan, jelas dia tahu bagaimana karakternya.23 Ketika seseorang merasa sudah di atas angin, menjadi gubernur, ataupun orang penting/jabatan penting lainnya akan susah menerima masukan dari pada orang lain, apalagi ini tim pemenangannya sendiri. Dan, benar saja, dia meyakini akan susah untuk mengubah karakter seperti dirinya. Yang frontal dan mudah tersulut.

Berbeda dengan Anies Baswedan, kerendahan hati dan mau menerima masukan dari tim pemenangan yang diterapkan pada dirinya, begitu pun dengan Sandiaga Uno.

Dapat selalu memberi masukan dan pendapat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kampanyenya, misalnya lokal isunya apa, apakah keadaan ini tepat Anies-

Sandi, dan tentunya kelompok pemilih apa yang dituju. Tentunya ini merupakan karakter yang baik sebagai pemimpin yang dapat menerima masukan dari orang lain.24

Dengan memahami persoalan dan lokal isu yang terjadi, hal ini dapat menumbuhkan sikap yang interaktif dengan pemilih. Untuk turun ke masyarakat tentunya menjadi kondisi yang baru bagi Anies Baswedan sebagai calon pemimpin daerah pada saat itu. Memang mempunyai pengalaman sebagai menteri, namun hal

23 Wawancara Pribadi dengan Yudha Permana 24 Ibid. 57

tersebut berbeda dengan kampanye yang dilakukan saat menjadi calon pemimpin kepala daerah. Dengan kemampuan adaptasi yang dilakukan seperti siap dalam kondisi apapun, atau dapat memahami kondisi dan situasi yang sifatnya situasional memberikan kesan yang menarik dari sosok Anies Baswedan ini.

Dalam bukunya, Gun Gun Heryanto menjelaskan tipe orator dalam proses retorika politik, yaitu: Pertama, noble selves yang menganggap dirinya sebagai yang paling benar. Anti-kritik dan klaim atas dirinya yang lebih hebat dan superior. Kedua, rhetorically reflector, sebagai pribadi yang tidak punya pendirian teguh, dan hanya berperan bayangan atau cerminan bagi orang lain. Ketiga, rhetorically sensitive adalah pribadi adaptif, serta cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.25

Menurut peneliti yang dikuatkan dengan wawancara bersama salah satu narasumber bahwa pribadi seperti Anies Baswedan memang dikarunia kemampuan yang dapat mempengaruhi orang lain. Komunikasi yang disampaikannya membuat pemilih beralih menjatuhkan pilihan politiknya. Karakteristik seperti Anies Baswedan memang membutuhkan panggung. Ketika sudah di atas pannggung dengan skenario yang telah disiapkan, semua akan terpanah oleh superioritas pola komunikasi yang diutarakannya. Kemampuan adaptasinya juga istimewa. Anies Baswedan memang mempunyai pengalaman sebagai menteri, namun dia harus membuktikan kesejarahan dirinya yang hanya sebagai menteri, dan sebaliknya mampu memimpin daerah

25 Gun-Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik; Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 102 58

sebagai pimpinan kepala daerah yaitu gubernur. Dan, itu telah terbukti. Selama masa kampanye, yang menganalogikan sekelas kampanye pilpres, tentu pola-pola komunikasi yang fun, tidak kaku, dan menghibur sangat mudah diterima masyarakat

Jakarta.26

Dengan sikap adapatifnya tersebut, wajar saja Anies Baswedan berhasil menjadi pemenang dan membentuk persepsi pemilih untuk memilih dirinya dibandingkan menjadi loyalis petahana.

C. Jenis Retorika Yang Sering Digunakan Anies Baswedan

Sebagaimana menurut Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru mengenai jenis retorika politik yang terbagi menjadi tiga, yaitu: Pertama, retorika deliberatif yang mendefinisikan konsep yang dirancang untuk mempengaruhi khalayak dalam kebijakan pemerintah. Kedua, retorika forensic, yakni retorika yang kaitannya dengan pengadilan, ataupun fokus pembicaraan pada masa lalu yang berkaitan dengan keputusan pengadilan. Ketiga, retorika demonstrative, yaitu retorika yang menekankan wacana yang berkembang, tujuannya bisa menghujat dan memuji.27

Dalam konteks pilkada Jakarta, apa yang dilakukan oleh Anies Baswedan dan

Sandiaga Uno adalah dengan memanfaatkan fungsi retorika deliberatif. Dalam pertarungan yang melibatkan petahana dan calon lawannya yang belum memiliki

26 Wawancara Pribadi dengan Gun Gun Heryanto 27 Gun-Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik; Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 101 59

catatan dalam memimpin ataupun catatan kinerja tentunya bisa menjadi abu-abu. Bisa menjadi keuntungan, atau bisa berbuah malapetaka. Pemilih tentu memiliki preferensi yang dapat dijadikan pandangan awal dalam menentukan pilihan politiknya, misalnya dalam pemilihan gubernur. Anies Baswedan berhasil menemukan celah untuk menghantam dan melakukan kritik terhadap program dan kinerja yang sudah berjalan di pemerintahan Joko Widodo-Basuki Tajahaja Purnama dan Basuki Tjahaja

Purnama-Djarot Saiful.

Pandangan peneliti juga diucapkan oleh narasumber yang mengungkapkan:

“Basuki Tjahaja Purnama memang memiliki elektabilitas yang cukup tinggi, dan bagaimana cara mengalahkan elektabilitasnya, yaitu dengan membuat narasi yang berbeda dari yang sudah dilakukan petahana.”28 Orang meyakini kinerja Basuki

Tjahaja Purnama bagus, tapi tidak semua orang menilai bagus dan sependapat dengan opini tersebut. Banyak kebijakan dan kebijaksaanannya bagi masyarakat Jakarta tidak mendapatkan respon positif dan menuai kritik, salah satunya penolakan reklamasi teluk Jakarta. Lagi-lagi hal ditentukan atas pola komunikasi yang digunakan dan dipraktekan. Penyampaian komunikasi yang mengisyaratkan bahwa penolakan reklamasi teluk Jakarta adalah masalah bersama, dan Anies Baswedan berhasil membangun narasi tersebut.29

28 Wawancara Pribadi dengan Yudha Permana 29 Ibid. 60

Dengan perspektif berbeda, Anies Baswedan mencoba membangun kepercayaan publik dengan mengupayakan membuktikan ucapannya dengan melakukan penyegelan di beberapa pulau yang akan dijadikan reklamasi teluk Jakarta, yaitu pulau C, D, dan G. Dan, hal tersebut terbukti ketika dirinya sudah menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.30

Namun, bagi sebagian pemilih Jakarta hal tersebut selama kampanyenya saat itu seperti mengais isu-isu yang sejatinya tidak berkaitan dan berhubungan dengan program-program kerja yang akan Anies-Sandi laksanakan nantinya. Bagi pelajar, yang menjadi pemilih, mengetahui Anies Baswedan melalui pandangan bahwa dirinya baik dan sopan.31 Tetapi, bagi pekerja muda yang menyiratkan bahwa menjatuhkan pilihan kepada Anies Baswedan karena janji politik yang disampaikan dapat tersampaikan dengan baik melalui komunikasi yang baik dan tepat serta komunikasi yang Anies Baswedan sampaikan yang menyiratkan bahwa keluhan dan problematika masyarakat Jakarta akan diperjuangkan dan diupayakan bersama, agar terciptanya konsep "Maju Kotanya, Bahagia Warganya" menarik pekerja muda karena konsep yang dijalankan.32

Peneliti juga meyakini pola komunikasi politik dengan mengedepankan retorika deliberative sangat disukai oleh pemilih di Indonesia, Jakarta termasuk ke dalam

30 Ryana Aryadita Umasugi, “Cerita Anies Soal Penyegelan Bangunan Reklamasi Yang Sempat Tak Dihiraukan Pengembang”, /amp.kompas.com/, pada 5 Juli 2019 31 Wawancara Pribadi dengan Daffa dan Dea, sebagai Pemilih Pemula, 20 Oktober 2019 32 Wawancara Pribadi dengan Robby, sebagai Pemilih Pemula, 21 Oktober 2019 61

kategori ini. Lebih jauh, konsep retorika deliberatif yang dipergunakan dan dimaanfatkan Anies Baswedan dalam kemenangannya di Jakarta mempunyai efek yang tidak terlalu signifikan dalam hal progres kinerja nantinya, jikalau terpilih sebagai gubernur. Namun, kemampuan Anies Baswedan dalam mengelaborasi dan menempatkan posisi dirinya yang mengidentikan dengan kaum muda Jakarta yang memilih dirinya karena komunikasinya yang sejuk dan santun menjadi keuntungan yang sangat signifikan bagi dirinya. Dengan kata lain, kemampuan retorika deliberative Anies Baswedan yang diterapkannya di Jakarta dengan membebaskan kekakuan politik di Indonesia saat itu, membuat perspektif pemilih berubah.33

Karenanya, bagi sebagian mahasiswa di segmentasi pemilih pemula dengan

Anies Baswedan menampilkan wajah sebagai representasi anak muda, dan pola komunikasi yang resiprokal dengan membangun narasi isu-isu lokal yang menghiasi

Jakarta selama masa kampanye, dan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang petahana laksanakan tentu saja menjadi bahan pertimbangan pemilih Jakarta, salah satunya pemilih pemula dapat menjatuhkan pilihan politiknya kepada dirinya dan

Sandiaga Uno, dan pada akhirnya kemenagan di Jakarta akan mengubah kesejarahan

Anies Baswedan, dari yang tidak diunggulkan karena pengalaman birokrasinya

33 Wawancara Pribadi dengan Gun Gun Heryanto 62

(menjabat kepala daerah) menjadi protagonis melalui retorika politiknya dalam kemenangan dirinya di pilkada DKI Jakarta.34

Dengan berbagai penjelasan di atas, maka dapat dikonklusikan bahwa kemenangan Anies Baswedan (bersama Sandiaga Uno) di pilkada DKI Jakarta salah satu kunci kemenangannya melalui pola komunikasi yang disampaikannya. Fokus membangun narasi kepada publik dengan retorika politik yang menitikberatkan pada ethos, pathos, dan logos membuat pemilih, salah satunya segmentasi pemilih pemula menjatuhkan pilihan politiknya kepada Anies Baswedan. Yang menurut pemilih pemula yang mengenal dan mengetahui Anies Baswedan karena sejuk ketika berbicara dan sosok yang dikenal karena pernah menjabat sebagai menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Di samping faktor lainnya karena ketidaksukaan kepada Basuki

Tjahaja Purnama dikarenakan nada bicaranya. Ditambah kemampuan tim pemenangan dalam mengolah isu-isu publik di Jakarta, menjadikan Anies Baswedan mempunyai cara lain untuk meraih kemenangan di Jakarta dengan beberapa kunci kemenangan. Selain itu, kuatnya karakteristik Anies Baswedan sebagai orator handal yang melekat dengan dirinya, menjadikan konsep orator rhetorically sensitive sangat cocok dengan label dirinya. Di samping itu, kemampuan penyampainnya kepada publik sangat memfokuskan pada penyampaian pesan-pesan politiknya melalui jenis retorika deliberatif dengan memanfaatkan isu-isu di Jakarta untuk membangun narasi

34 Wawancara Pribadi dengan Renanda, Syafira dan Bryan, sebagai Pemilih Pemula, 20-21 Oktober 2019 63

politiknya dan mempengaruhi khalayak atau publik secara masif terhadap kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah.

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pola komunikasi politik yang menekankan pada konsep retorika politik yang dilakukan Anies Baswedan berhasil membuat hasil kinerja Basuki Tjahaja Purnama-

Djarot Saifuk seakan sia-sia dan tidak ada artinya. Dengan keberhasilannya dalam menyampaikan program kerja, visi-misi, gagasan serta ide yang disampaikan kepada pemilih termasuk di dalamnya pemilih pemula, membuat mereka menjatuhkan pilihan politiknya dan memilih Anies Baswedan sebagai gubernur DKI Jakarta.

Karenanya, penelitian yang peneliti lakukan ini dapat menarik kesimpulan dengan menyatakan kemenangan Anies Baswedan di pilkada DKI Jakarta 2017 karena kemampuan komunikasi politik dengan konsep retorika politiknya yang diterapkannya secara baik, efektif, dan efisien, dengan menitikberatkan pada aspek, sebagai berikut:

Pertama, ethos seorang Anies Baswedan, kemampuan retorika yang baik dan pilihan diksi yang tepat akan sangat ditentukan oleh faktor komunikator. Anies

Baswedan berhasil menyampaikan pesan-pesan politik karena krediblitas dirinya sebagai seorang komunikator. Tentunya, hal tersebut dalam mempengaruhi perspektif pemilih pemula dan pola perilaku memilih pemilih pemula yang memilih dirinya karena mereka mengetahui sosok Anies Baswedan didasarkan atas sejuknya

65

komunikasi yang dibangun sehingga merasa dekat sosok pilihannya serta dirinya yang dikenal sebagai mantan menteri. Secara historis, Anies Baswedan menjadi tokoh lahirnya “Gerakan Indonesia Menagajar” dan “Gerakan Indonesia Menyala”, ataupun dengan berbagai prestasi di bidang akademik, berhasil menarik minat anak-anak muda untuk menjadi simpatisan bagi dirinya. Dengan kemampuan retorika politiknya yang baik dan terstruktur, pilihan diksi yang tepat dan sesuai sasaran, serta kemampuannya dalam menyampaikan ekslusifitas dirinya sebagai representatif anak muda, menjadi tidak heran pemilih menentukan pilihan politiknya kepada dirinya, ketimbang menjadi loyalis petahana.

Kedua, pathos seorang Anies Baswedan, didefinisikan sebagai kemampuan komunikator dalam retorika politik untuk terlibat secara perasaan, dan terikat secara emosionlitas dengan pemilih. Anies Baswedan secara otonom sangat terikat emosionalitasnya dengan kaum muda ataupun pemilih muda. Dalam kampanyenya,

Anies Baswedan membangun narasi yang mengikat emosionalitas dengan para pemilih yang terkena dampak kebijakan yang merugikan warga Jakarta, yaitu mengenai penolakan reklamasi teluk Jakarta dan isu penggusuran. Mobilitasnya dalam mengunjungi dan bersilahturahmi dengan berbagai komunitas-komunitas anak muda di Jakarta berhasil menarik perhatian pemilih muda dan pemilih pemula, contohnya komunitas Vespa di Jakarta.

Ketiga, logos seorang Anies Baswedan, dikategorikan sebagai kemampuan argumentasi yang rasional berdasarkan nalar yang masuk di akal. Secara logos, Anies 66

Baswedan memang terdapat kelemahan yang menaungi dirinya dan pasangannya.

Perihal program kerja yang ditawarkan, salah satu tentang “Rumah DP 0 persen” yang masih menjadi perdebatan dan pembicaraan di berbagai diskursus dan media massa. Namun, progres dan kemajuan mengenai pembangunan “Rumah DP 0 persen” dapat terlihat, namun tidak sepenuhnya dirasakan masyarakat miskin Jakarta secara menyeluruh.

Tetapi, menurut peneliti aspek yang paling dominan dan menjadi kekuatan

Anies Baswedan di pilkada DKI Jakarta 2017 adalah karena kemampuan memanfaatkan ethos dan pathos dari dirinya yang lebih baik dari pada lawannya.

Secara kemampuan retorika yang dimilikinya, Anies Baswedan termasuk dalam kategori orator rhetorically sensitive dengan menekankan pada sikap adaptifnya.

Anies Baswedan secara baik dan terampil mampu beradaptasi secara cepat dalam lingkungannya mengenai kontestasi pilkada.

Dan, secara jenis retorika politik yang diterapkan dan didayagunakan, seorang

Anies Baswedan termasuk ke dalam jenis retorika deliberatif, dengan mendefinisikan kemampuan dirinya yang dapat mempengaruhi khalayak atau pemilih secara masif dengan penyampaian pola komunikasi yang baik kepada masyarakat dengan tujuan mengkritik kebijakan pemerintah (petahana) dan menjadi bagaian dalam narasi kebijakan yang merugikan warga, khususnya warga Jakarta yang terkena dampak kebijakan reklamasi dan penggusuran.

67

B. Saran

1. Saran Akademik

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang memfokuskan pada analisis data dan mengkualifikasikan data-data dan materi dari narasumber terkait. Dengan harapan, semoga di masa yang akan datang terdapat penelitian lain yang mengangkat dan menyajikan perisitiwa dan fenomena yang berkaitan dengan retorika politik, namun dilihat melalui pendeketan, jenis, dan metode yang berbeda.

Dengan kemampuan mendapatkan sumber data melalui wawancara dari insan-insan yang terkait langsung dengan judul penelitian. Terlebih, semoga hasil penelitan ini dapat memberikan kontribusi yang positif dan kritis bagi pengembangan ilmu politik khususnya dalam bidang kajian retorika politik.

2. Saran Praktis

Peristiwa pilkada DKI Jakarta 2017 sebagai contoh penting bagi setiap calon pemimpin kepala daerah. Kemampuan komunikasi yang baik memang menjadi nilai tambah bagi setiap pasangan calon kepala daerah, namun tentu harus memiliki kapabilitas untuk menarik simpati publik. Terlebih, akan sangat ideal jika retorika politik yang disampaikannya kepada publik melalui janji-janji politik dan narasi pembangunan yang diucapkan, berbanding lurus dengan bukti dan kinerja yang sesuai dengan program-kerja dan visi-misi yang telah ditetapkan. Bagaimana pun, komunikasi politik yang menitikberatkan pada retorika politik menjadi sah-sah saja dan wajar, selama tidak melanggar batas sesuai ketentuan undang-undang yang

68

berlaku untuk digunakan secara elektoral. Satu yang pasti, kemampuan retorika yang baik diperuntukkan untuk orang terbaik, tidak semua orang mampu beretorika secara baik. Tentunya, peneliti menyarankan supaya partai politik mampu mempersiapkan kandidat terbaik dari setiap partai politik sehingga masyarkat mendapati pilihan yang terbaik dari yang baik. Dan, dapat mendayagunakan konsep retorika untuk kepentingan publik, bukan kepentingan kelompok ataupun partai politik semata.

69

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Almond, Gabriel & James S. Coleman. The Politics of The Development Areas. New Jersey: Princeton University Press. 1960. Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013.

Harrison, Lisa. “Metodologi Penelitian Politik. Jakarta: Kencana, 2007.

Heryanto, Gun-Gun dan Iding Rosyidin, 10 Tokoh Transformatif Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2015.

Heryanto, Gun-Gun dan Shulhan Rumaru. Komunikasi Politik; Sebuah Pengantar. Bogor: Bogor: Ghalia Indonesia, 2013. Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Erlangga, 2009.

Juliansyah, Evi. Pilkada; Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2007.

Laswell, Harold. Politics: Who Gets What, When, How. New York: Whittlesey House. 1936. Martono, Nanang. Metode Penelitian Sosial: Konsep-Konsep Kunci. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015. Penyusun, Tim. Anak Muda Cerdas Berdemokrasi. Jakarta: KPU RI, 2013.

Penyusun, Tim. Data dan Infografik Pilkada DKI Jakarta 2017. Jakarta: KPU Provinsi DKI Jakarta, 2017. Penyusun, Tim. Rumah Pintar Pemilu. Jakarta: KPU RI, 2015.

Rakhmat, Jalaluddin. Retorika Modern: Pendekatan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994. S. Sunarjo, Djoenaesih . Komunikasi Persuasi dan Retorika. Yogyakarta: Liberty, 1983. Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Bandung, 2006.

ix

West, Richard dan H. Turner Lynn. Introducing Communication Theory and Application. Second Edition. USA: McGraw Hill, 2004. Wuwur Hendrikus, Dori. Retorika terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Berorganisasi. Yogyakarta: Kanisinus, 1991.

JURNAL Irawan Aritonang, Agusly. "Gaya Retorika Pasangan Kandidat Cagub & Cawagub DKI Jakarta dalam Debat Politik". Jurnal Komunikatif, Universitas Kristen Petra Surabaya. Vol. 7 No. 2 Desember 2018. Irfariati. “Diksi dalam Retorika Agus Harimurti Yudhoyono Sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta”. Metalingua, Vol. 15, No. 1. Juni 2017. Nurani Muksin, Nani. “Kredibilitas Komunikator Politik Basuki Tjahaya Purnama “Ahok” Sebagai Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta”. Jurnal Perspektif Komunikasi UMJ, Vol. I, No. 2, Juli-Desember 2017. Rahmat, H. Basuki dan Esther. "Perilaku Pemilih Pemula dalam Pilkada Serentak di Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang TAHUN 2015". Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jurnal llmu Pemerintahan Widyapraja, Vol. XLII No. 2, Tahun 2016. Rajiyem. “Sejarah dan Perkembangan Retorika”. Humaniora, Vol. 17 No. 2 Juni

2005.

Soeprapto, Adi, Susilasti DN, dan Basuki Agus Suparno. “Komunikasi dalam Proses Pendidikan Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 di DIY”. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 12, No. 1, Januari-April 2014. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

SKRIPSI

Rosidi, Herdina. "Retorika Politik Kandidat Pemilukada DKI Jakarta: Analisis Komparati Fauzi Bowo dan Joko Widodo". (Skripsi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013.

x

TESIS

Retno Prabayanti, Herma. "Retorika Politik Surya Paloh". Tesis Ilmu Politik. Program Studi Magister Ilmu Politik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Airlangga, 2015 Savitri, Gita. "Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis Boediono dalam Kasus Bank Century". Tesis Program Studi Magister Manajemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2014.

DOKUMEN ELEKTRONIK

Aryadita Umasugi, Ryana. “Cerita Anies Soal Penyegelan Bangunan Reklamasi Yang Sempat Tak Dihiraukan Pengembang”, /amp.kompas.com/, 5 Juli 2019. Carina, Jessi. “Membandingkan Gaya Komunikasi Agus, Ahok, dan Anies”, https://megapolitan.kompas.com/, 2 November 2016. Eben Lumbanarau, Raja. “Sifat Pemilih Jakarta Berubah-ubah dan Rasional”, https://m.cnnindonesia.com/, 27 September 2016.

Febriyan. "Selain Harga Ini Keluhan Masyarakat Soal Rumah DP 0 Rupiah", https://metro.tempo.co/, 27 Agustus 2019. Hari Wibowo, Laksono. “Antusiasme Pemilih Muda”, https://nasional.kompas.com/, 8 April 2018.

Intan Hasanah, Ruhaeni. “KPU DKI Hanya Jakarta Yang Bisa Pilkada Dua Putaran” https://tirto.id/, 9 Februari 2017 Jusuf, Windu. "Mayoritas Warga Miskin Jakarta Memilih Anies-Sandiaga", https://tirto.id/, 28 Agustus 2018 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Milenial adalah berkaitan dengan generasi yang lahir di antara tahun 1980-an dan 2000-an; kehidupan generasi yang tidak dapat dilepaskan dari teknologi informasi. Kiwari, Bandung. “Pemilih Pemula Siapakah Mereka?”, https:/amp/s/kumparan.com/, 28 Juni 2018.

Lihat salinan UU No. 10 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 1 Tahun 2015 mengenai pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

xi

LSI, “Publikasi Hasil Putaran Kedua Pilkada DKI Jakarta 2017”, http://www.lsi.or.id/, 20 Juni 2017. Pragiwaksono, Pandji. “Strategis”, http://pandji.com/, 24 September 2016. Purnama Sari, Dinda. “Anies disukai massa pemilih pemula massa pdip pks paling setia”, https:tirto.id/, 21 Februari 2017.

Redaksi, Tim. “Sejarah Baru Pelajar AS Berbondong-Bondong Ke Bilik Suara”, https://m.jpnn.com/, 7 November 2018. Redaksi, Tim. “Ini Cara Anies Rangkul Pemilih Pemula”, https://www.pilkada.tempo.co/, 2 November 2016.

Sekretariat Jenderal KPU Biro Teknis dan Humas. “Modul: Pemilu untuk Pemula”. Jakarta: Penerbit Komisi Pemilihan Umum, 2010. UU No. 10 Tahun 2008, tentang pemilihan umum mengenai pemilih pemula

UU No. 23 Tahun 2014, tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah UU No. 29 Tahun 2007, tentang Kekhususan DKI Jakarta sebaagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

WAWANCARA Wawancara dengan Yudha Permana (Tim Pemenangan Anies-Sandi, DPC Gerimdra Jakarta Barat, Anggota DPRD DKI Jakarta 2019-2024), 6 Agustus 2019 Wawancara dengan Gun Gun Heryanto (Analis Komunikasi Politik), 23 Agustus 2019. Wawancara dengan pemilih pemula: Galih Permana (pekerja muda – 21 tahun), 20 Oktober 2019 Renanda Quentasari (mahasiswa – 20 tahun), 20 Oktober 2019 Balqista Adealyra (pelajar – 17 tahun), 20 Oktober 2019 Daffa Amar Naufal (pelajar – 17 tahun), 20 Oktober 2019 Robby Dharmawan (pekerja muda – 21 tahun), 21 Oktober 2019 Wanda Sulistio (pekerja muda – 21 tahun), 21 Oktober 2019 Bryan Kharisma (mahasiswa – 20 tahun), 21 Oktober 2019 Syafira Wiranti (mahasiswa – 20 tahun), 21 Oktober 2019

xii