NORMALISASI KONSTITUSIONAL

II

. s Or a t -su r a t

1. 58 Tokoh Masyarakat kepada Pimpinan dan Anggota MPR/DPR. Anggota MPR/DPR. 2. MASHURI (Sesepuh ) kepada Ketua Umum D.P. Golongan Karya. 3. PROF. DR. IR. R. ROOSSENO kepada H.M. Sanusi Hardjadinata M. Natsir dan A.H. Nasution.

Penerbit: YAYASAN KESADARAN BERKONSTITUSI

PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. wb. Yayasan Kesadaran Berkonstitusi (YLKB) beberapa waktu yang lalu telah menerbitkan buku berisi pemikiran tiga tokoh masyarakat , H.M. Sanusi Hardjadinata, M. Natsir, A.H. Nasution bersama-sama mengutarakan per­ lunya normalisasi kehidupan konstitusional. Agar udara segar normalisasi kehidupan konstitusional sehari-hari secara nyata dapat terhirup, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Di antaranya ialah: 1. Diakhiri selekasnya kewenangan darurat ekstra kons­ titusional (TAP MPR No.: VI/MPR/1988.) dan beserta semua unsur-unsur terkaitnya yang masih tertinggal, sehingga dapatlah tertegakkan normalisasi konstitusio­ nal dengan sepenuhnya (Pelaksanaan dan UUD Proklamasi secara mumi penuh dan konsekwen penuh). 2. Semua lembaga permusyawaratan/perwakilan hanya di­ susun dengan cara pemilu belaka (luber); dan harus di- berfungsikan menurut kemurnian pelaksanaan UUD Proklamasi. Khusus MPR supaya terbentuk sesuai keten­ tuan dalam Penjelasan UUD Proklamasi: ’’Supaya selu­ ruh rakyat, seluruh golongan dan daerah mempunyai wakil dalam Majelis, sehingga Majelis ini dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat”.

3. Dirubah dan disesuaikan perundang-undangan dan per­ aturan yang bersangkutan secara konstitusional, di mana perlu secara bertahap, dan dengan masa peralihan, na­ mun hendaklah dalam tempo sesingkatnya. Ditekankan pula oleh tiga tokoh masyarakat tersebut, bahwa dalam mengisi kemerdekaan dengan pembangunan

f ekonomi seyogianyalah secara demokratis mulai dari peren­ canaan ke penyusunannya; dan dari penetapan ke pelaksana­ annya. Seiring sejalan dengan itu pembangunan politik yang juga harus demokratis tidak boleh diabaikan hingga terting­ gal.: Adalah suatu kepantasan dalam kehidupan manusia dan kemanusiaan, bahwa pembangunan ekonomi dan pemba­ ngunan politik harus beijalan seiring dan sama-sama secara demokratik. Hanya dalam situasi dan kondisi demokratis dimungkinkan hukum tegak (rule of law), partisipasi penuh ofeh seluruh rakyat terwujud, dan pengawasan dari rakyat (sosial controle) dapat terlaksana. Pengawasan, untuk me­ ningkatkan berbagai hasil pembangunan dan kwalitasnya. Pengawasan untuk meningkatkan produktivitas mekanisme pembangunan; dan pengawasan untuk meningkatkan effisiensi management pembangunan. .. Hendaklah dipahami secara tepat, bahwa jika kita me­ nyebut kata Pancasila dan UUD Proklamasi 1945, ia adalah dalam semangat, jiwa dan maknanya seperti tersebut dalam Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan UUD Proklamasi yang substansi dan essensialianya sebagai berikut: • ” ...... maka disusunlah KEMERDEKAAN KEBANG- « SAAN INDONESIA itu dalam suatu UNDANG-UN­ DANG DASAR NEGARA INDONESIA, yang terben­ tuk dalam suatu susunan NEGARA REPUBLIK INDO­ NESIA YANG BERKEDAULATAN RAKYAT dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusia­ an yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan ke­ rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan -dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan me­ wujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”. Karena tanggapan dari berbagai tokoh masyarakat dari berbagai kalangan/lapisan terus mengalir terhadap pemikir­ an tiga tokoh tersebut, maka buku kecil ini diterbitkan

2 berisi beberapa tanggapan yang dimaksud itu, agar dapat kita tela’ah bersama. Kami berniat menerbitkan seluruh tanggapan-tanggapan tersebut pada waktunya. Insya Allah dapat dikembangkan dan diperjuangkan sebagai amal bakti bersama. Demikianlah.

Jakarta, 28 Oktober 1990 YAYASAN KESADARAN BERKONSTITUSI A.n. Pengurus;

M. RADJAB RANGGASOLI KETUA

3

Jakarta, 14 Agustus 1990

Kepada Yth. Pimpinan dan para anggota MPR/DPR di Jakarta

Dengari hormat. Memenuhi himbauan pimpinan MPR kepada masyarakat sebagaimana dimuat oleh media massa pada tanggal 22 Ja­ nuari 1990, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai beri­ kut: 1. Setelah memantau dengan seksama pemikiran-pemikiran yang hidup dalam masyarakat, antara lain dengan meng­ adakan percakapan-percakapan dengan tiga sesepuh/to­ koh masyarakat, yakni Bapak Moh. Natsir, Bapak Moh. Sanusi Hardjadinata, dan Bapak Jenderal (Pum) A.H. Nasution, maka kepada kami telah disampaikan pemikir* an beliau-beliau itu, tertuang dalam surat terlampir, yang ditujukan kepada saudara-saudara sepeijuangan di mana­ pun mereka berada, termasuk yang berada dalam lemba­ ga-lembaga permusyawaratan/perwakilan. 2. Isi surat tersebut adalah suatu penilaian atas penyeleng­ garaan kehidupan berbangsa dan bernegara, yang menu­ rut ketiga tokoh masyarakat tersebut, telah tidak sejalan dengan tekad mengamalkan Pancasila secara murni dan melaksanakan UUD 1945 secara konsekuen. Ketiga to­ koh masyarakat tersebut selanjutnya mengemukakan langkah-langkah yang bersifat kenegarawanan yang perlu dilakukan guna meluruskan kembali peijalanan bangsa dan negara RI pada jalur Pancasila dan UUD 1945. 3. Setelah kami mempelajari secara seksama isi surat tiga tokoh masyarakat tersebut di atas, kami berkesimpulan bahwa hal-hal yang telah dikemukakan oleh ketiga tokoh

5 masyarakat tersebut adalah benar. Oleh karena itu kami bertanda tangan di bawah ini menyatakan dukungan sepe­ nuhnya atas hal-hal yang telah dikemukakan oleh ketiga tokoh masyarakat tersebut, dengan harapan semoga pim­ pinan dan para anggota MPR/DPR dapat pula memahami dan menerimanya dengan penuh kearifan. 4. Jika selama ini timbul suara-suara bahwa MPR/DPR ku­ rang berfungsi sebagaimana layaknya lembaga permusya­ waratan/perwakilan rakyat, maka hal itu tidak dapat di­ pertanggungjawabkan kepada anggota-anggotanya semata- mata, melainkan pada sistemnya, yakni sistem penataan kehidupan politik secara keseluruhan. 5. Sistem seperti itu terwujud dan diberlakukan karena ada­ nya kewenangan-kewenangan darurat ekstra konstitusio­ nal yang dijalankan oleh Presiden Soeharto selama ham­ pir seperempat abad, sejak tahun 1967; kewenangan- kewenangan darurat itu setiap sidang MPR senantiasa di­ perbaharui, dan terakhir dengan TAP MPR No. VI/MPR/ 1988, sedangkan UUD 1945 pada dasarnya mengatur keadaan damai dengan tidak mengabaikan pengaturan keadaan darurat. 6. Kehidupan berbangsa dan bernegara seperti itu telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan-kesenj angan sosial politik dan sosial ekonomi yang makin lama makin mele­ bar, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak- gejolak sosial. . 7. Hanya dengan kebersamaanlah semuanya itu dapat diatasi sebaik-baiknya menuju normalisasi kehidupan konstitu­ sional. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, kami menyetujui pendapat ketiga tokoh masyarakat tersebut, bahwa harus­ lah: 1. Diakhiri selekasnya kewenangan-kewenangan darurat ekstra konstitusional. 2. Semua lembaga permusyawaratan/perwakilan disusun de­ ngan Pemilu belaka dan difungsikan menurut kemurnian pelaksanaan UUD 1945. Untuk itu, diperlukan usaha-usaha pembaruan dalam ke­ hidupan berbangsa dan bernegara, antara lain sebagai beri­ kut: 1. Memasyarakatkan kehidupan kebangsaan yang bebas dengan antara lain, menumbuhkan keberanian untuk me­ nilai secara terbuka pengamalan Pancasila dan pelaksana­ an UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh penguasa dan lembaga kenegaraan lainnya. 2. Meninjau kembali sebelum Pemilu 1992 berbagai Kete­ tapan/Keputusan MPR, Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya serta tata tertib MPR/DPR/DPRD yang tidak selaras dengan hakekat dan jiwa kedaulatan rakyat, supaya hak-hak demokratis dan hak-hak asasi rakyat dipulihkan kembali secara wajar sesuai dengan UUD 1945. 3. Mengadakan pergeseran dalam strategi pembangunan se­ hingga benar-benar mengarah pada keinginan luhur rak­ yat, dengan lebih banyak mendengar pendapat umum, berorientasi kepada kepentingan rakyat kecil dan keadil­ an sosial, serta menunjukkan kepercayaan kepada potensi nasional. 4. Mewajibkan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pertama-tama dalam arti mengikis jiwa budak dan menumbuhkan kehidupan kejiwaan yang merdeka guna meniadakan rasa takut serta kemudian menumbuhkan harga diri bangsa dan warga negara. 5. Karena Presiden Soeharto sudah memangku jabatannya selama lima kali masa jabatan berturut-turut sehingga akan seperempat abad pada tahun 1993, maka untuk me­ mungkinkan usaha-usaha pembaruan, seharusnya diang­ gap sudah lebih dari cukup, dan selanjutnya ditetapkan

7 bagi presiden-presiden berikutnya pembatasan masa ja­ batan hanya untuk dua kali masa jabatan saja. 6. Agar usaha-usaha pembaruan itu dihayati sebagai suatu kesungguhan dan tanggungjawab bersama. Dan karena merasa terpanggil dalam usaha-usaha pemba­ ruan seperti yang dikemukakan di atas, kami mengambil prakarsa menumbuhkan Solidaritas untuk menghidupkan kembali demokrasi (kedaulatan rakyat) dalam suasana ke­ terbukaan. Semoga atas dorongan niat luhur untuk membela bangsa dan negara proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 1945, kita semua — segenap bangsa — ikut tergugah tanpa kecuali, untuk mengadakan pembaruan secara konstitusio­ nal. Tembusan surat ini disampaikan juga kepada : 1. Presiden dan Wakil Presiden RI 2. Pimpinan Lembaga Tinggi Negara lainnya. 3. Para Menteri Kabinet Pembangunan V. 4. Pimpinan Parpol/Golkar. 5. Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan. 6. Pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat. 7. Media Massa.

Kami yang menandatangani:

D 2)

Prof. DR. Deliar Noer Abdul Madjid

3) 4)

Dr. Marsillam Simanjuntak H.J.C. Princen 8 5) 6)

Drs. Hoegeng . H. . Jenderal Pol. (Purn) Letjen Mar. (Pur)

7) 8)

Dr. Azis Saleh Suyitno Sukirno Mayjen TNI (Purn) Marsekal Muda (Pur) 9) 10)

H.M. Ch. Ibrahim Ir. Slamet Bratanata.,

11) 12)

Drs. Wachdiat Sukardi Drs. Chris Siner Key Timu

13) 14)

M. Rajab Ranggasoli Bangun Yudhi

15) 16)

DR. Anwar Haijono, SH Ny. Fati Saleh

17) 18)

H. Didi Rubidy Tisnasenjaya Ir. S. Indro Tjahjono

9 19) 20)

Sudjana Oyó BcHK Agus Edy Santoso

21) 22)

K.H. Sujai K.H. Rusli Abdulwahid

23) 24)

SahidiAdi M. Junus

25) 26)

Asikin Dr s. Achmadi S.

27) 28)

dr. D. Ch. Suriadiredja Iskandar Marzuki

29) 30)

Darsjaf Rahman St. Kalifah Wem Kaunang

31) 32)

Drs. Zakaria Raib Djukardi S.M.

10 33) 34)

Abdulrahmari Sy. Hamid Husein S.H.

35) 36)

Rinda Desianti Solichin

37) 38)

Dyah D. Iskandar Wulioadi

39) 40)

A. Rachman Madrais S. Enas

41) 42)

A. Maksum S.H. Sy. M. Madiaras

43) 44)

A. Zainuddin M. Abbas

45) 46)

A. Khalad Malisi Erik Pattinama

11 47) 48)

H.S. Syadali D.N. Syahrir

49) 50)

S. Süparman M. Hasib Sa’rani

51) 52)

N. Mastur Sutisna D.

53) 54)

G. Daman H. T.B. Bunyamin M.N.

55) 56)

S. Sapei Muhamad C. Anas

57) 58)

Hendardi Drs. Paulus Baut

12 SU RAT SESEPUH GOLKAR kepada KETUA UMUM D.P. GOLONGAN KARYA

Tanggal 10 Agustus 1990

Mashuri Jakarta, 25 September 1990. Jl. H. Agus Salim 96 Jakarta Pusat 10310 Kepada Yth. Jakarta Para Sesepuh Golkar.

Dengan hormat, Bersama ini kami kirimkan salinan surat yang kami tujukan kepada Sdr. Ketua Golkar tertanggal 10 Agustus 1990, untuk mendapatkan tanggapan semestinya Salinan surat ini kami sampaikan kepada Saudara-saudara, dalam menelaah keadaan sekarang ini mungkin bermanfaat untuk bahan pemikiran dan renungan. Demikianlah semoga menjadi perhatian, terima kasih.

Tindasan: Hormat kami, 1. Para Pecinta Bangsa dan Tanah Air. 2. Arsip. ( Mashuri )

15

Jakarta, 10 Agustus 1990

Kepada Yth.: Sdr. Ketua Umum D.P. Golongan Karya Di Jakarta

Dengan hormat, Sebagaimana sesepuh Golkar, kami berusaha melakukan pengamatan dan telaahan tentang perkembangan di negara kita, dengan harapan dapat menjadi rtiasukan dalam meru­ muskan pikiran, kebijakan dan strategi pengembangan di hari depan. 1. Perkembangan sekarang ini telah memasuki abad ke-XXI, suatu era baru dalam sejarah kehidupan manusia, dengan perubahan-perubahan yang kompleks dan cepat, dengan tantangan-tantangan baru yang sulit untuk diramalkan dan ditanggapi. Dewasa ini pembangunan kita sedang berada diambang tahap ke-II, 25 tahun, dibarengi dengan masa peralihan generasi kepemimpinan. ’’Diantara hasil kemajuan-kemajuan pembangunan yang dicapai, tidak terlepas pula adanya kekurangan-kekurang­ an dan kelemahan-kelemahan” seperti dinyatakan oleh Kepala Negara didepan Munas ke-VIII PWRI, baru-baru ini. Kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan terse­ but antara lain adalah: Bidang media massa, dalam menjalankan tugas dan peran untuk menyalurkan aspirasi rakyat melakukan kritik so­ sial, sering menghadapi peristiwa-peristiwa yang tidak me­ nentu dan tidak ada kepastian sehingga mendudukkan

17 para penyelenggaranya dalam posisi sulit; menjadikan sa­ luran aspirasi rakyat ini tersendat dan akhirnya macet. Lembaga-lembaga pendidikan sebagai wahana untuk menggalang generasi muda, tidak menciptakan iklim dan suasana yang memungkinkan dikembangkannya potensi sumber daya manusia, untuk siap dan mampu menang­ gapi tantangan-tantangan era baru abad XXI. Dalam masyarakat umum, kelompok-kelompok perse­ orangan maupun organisasi independen, dicekam rasa ti­ dak menentu dan rasa was-was untuk melakukan sesuatu maupun menyatakan sikap, untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Karena tidak tahu dan tidak jelas apa yang akan ditemui di depan. Adanya suasana dan kondisi demikian itu mengakibatkan penyaluran aspirasi rakyat tersendat dan macet. Dapat dikatakan keadaan tidak menentu, lazim dikatakan tidak ada kepastian hukum. 2. Lembaga-lembaga perwakilan MPR/DPR yang ada, di- bentuk dan disusun agar bersama Eksekutif merupakan suatu team, untuk dapat mengatasi dan keluar dari krisis- krisis nasional. Oleh karena itu pembentukannya tidak sepenuhnya ber­ sumber dari kedaulatan rakyat melalui Pemilu, tetapi juga dari rekayasa konsensus. Karenanya, lembaga-lembaga perwakilan tidak sepenuh­ nya dapat menyerap banyak-banyak aspirasi rakyat, dan dirasakan bahwa lembaga-lembaga perwakilan tersebut kurang berfungsi. Legislatif dibandingkan dengan Eksekutif adalah tidak se­ imbang, dilihat dari kelengkapan tenaga dan sarana-sara­ nanya. Mekanisme dan prosedur keijanya, memang di­ arahkan agar berperan untuk dapat membuka peluang se­ luas-luasnya bagi Eksekutif, agar dapat kiprah sepenuh­ nya.

18 Untuk dapat lebih menjamin interaksi Eksekutif dan Le­ gislatif melaksanakan misi-nya, yaitu keluar dan meng­ atasi krisis-krisis Nasional, Orpol dibatasi eksistensinya sampai ibukota kabupaten, Ormas yang secara vertikal dapat menjangkau pedesaan, disusun berdasar suatu pro­ fesi hingga ruang geraknya terbatas dalam suatu bidang tertentu saja. Dalam bergerak di masyarakat, Ormas independen ber­ temu dengan aparat birokrasi, yang di daerah disusun — Kepala Daerah merupakan penguasa tunggal, sebagai kepanjangan dari adanya konsentrasi kekuasaan di ting­ kat Pusat. (UU No. 5 - 1974. Tap MPR No. VI/MPR/1988). Aparat birokrasi yang berpresepsi, bahwa mereka sendiri yang mempunyai legitimasi untuk melakukan pemba­ ngunan. Ini didasari suatu pandangan, bahwa rakyat da­ lam Pemilu telah melimpahkan kedaulatan pada wakil­ nya di Legislatif, dan para wakil ini telah melimpahkan pada Mandataris. Oleh karenanya organisasi yang timbul dari masyarakat, tidak mempunyai legitimasi, untuk menentukan sikap maupun melakukan sesuatu. Ditambah lagi dengan bakal bagi aparat birokrasi, harus menjamin stabilitas, dari se­ tiap sumber friksi dan konflik yang timbul harus dire­ dam. Semua itu membuat orang-orang dan Ormas-ormas inde­ penden menjadi kelompok masyarakat yang tidak mem­ punyai ruang gerak lagi; apalagi mengajukan tuntutan untuk membela kepentingannya hingga menjadi ’’arus bawah” yang semakin berkembang luas. Baik jalur masyarakat umum, maupun jalur formal Legis­ latif, tidak lagi efektif dapat melakukan kontrol sosial ter­ hadap jalannya pemerintahan dan pembangunan. Penyimpangan administrasi yang menggerogoti aparat bi­ rokrasi, merupakan kenyataan pahit, justru dalam masa

19 pembangunan ini. Pembangunan yang sangat membutuh­ kan partisipasi rakyat, akhirnya dilakukan dengan mobi­ lisasi rakyat. Akibatnya banyak teijadi distorsi sosial, (kesenjangan, kemiskinan, ketimpangan, pengangguran, masalah ganti-rugi, pungli dlsb.). 3. Kelemahan lain adalah masih adanya kesenjangan. Kemis­ kinan selain merupakan masalah tersendiri, tedapat ma­ salah adanya jurang antara miskin dan kaya yang berkem­ bang. Kemiskinan bukanlah nasib, tetapi masalah kesem­ patan. Jika ada kelompok kekuatan ekonomi yang sangat kaya raya seperti konglomerat, tidak lain karena mereka mendapatkan kesempatan-kesempatan yang umumnya dengan kolaborasi pemegang wewenang yang kebanyakan dengan cara menyimpang dari aturan permainan, (fasili­ tas, prioritas, dana, tender, order dsb.). Teijadinya kesenjangan antara warganegara yang mendapat previ- lese dan yang tidak. Konglomerat, nepotisme, monopoli, merupakan faktor destruktif terhadap solidaritas sosial. Pengangguran merupakan masalah yang merisaukan ka­ rena adanya ketimpangan antara pertumbuhan tenaga kerja dengan kesempatan kerja. Sedangkan sektor yang dapat banyak menyerap tenaga keija seperti sektor infor­ mal belum mendapatkan perhatian semestinya untuk di­ tingkatkan. Kesenjangan ’’arus atas” dengan ’’arus bawah” sulit dita­ ngani dalam sistim politik dengan strategi yang digaris­ kan, dan kondisi yang ada sekarang ini, selain membuat keroposnya aparat birokrasi, juga melemahkan meka­ nisme politik, belum lagi masalah-masalah yang bersum­ ber dari primordialisme. Adanya kesenjangan-kesenjangan ini menumbuhkan fak­ tor. desintegratif, merusak solidaritas sosial yang pada gi­ lirannya akan menjadi bahan eksplosif dalam masyarakat. Dituntut perlunya iklim untuk dapat dilakukan dialog

20 yang luas untuk menciptakan rasa kebersamaan, guna mengatasinya. 4. Perkembangan dunia luas yang cepat yang berintikan peri kemanusiaan, yaitu tumbuhnya kesadaran manusia yang mendalam akan jatidirinya sebagai manusia, me­ ngembangkan gerak pembaharuan. Penataan kehidupan bermasyarakat yang menempatkan manusia dengan men­ junjung tinggi martabat dan harkatnya. Sistim demokra­ silah yang diyakini, karena- terbukti telah dapat mendu­ dukkan manusia tetap'memiliki hak-hak dasarnya dengan wajar dan terhormat. Gerak ke arah sosialisme pasaran bebas, globalisasi eko­ nomi, globalisasi gaya hidup, semakin tumbuhnya kesa­ daran religius, pengaruhnya merambah ke seluruh dunia dengan cepat dan deras, termasuk Indonesia. Semua itu menimbulkan tantangan-tantangan baru yang belum pernah kita hadapi. Menanggapi semua itu menun­ tut dikembangkannya manusia-manusia Indonesia yang baru, dan ini hanya dimungkinkan dalam suasana dan iklim yang ada kebebasan. Penaitaan kembali kehidupan masyarakat yang demokra­ tis nierupakan tuntutan mutlak yang tidak dapat ditawar- tawar lagi, jika kita tidak mau terperosok mengulangi pengalaman-pengalaman pahit kurang lebih selama 400 tahun yang lalu, saat awal-awal kita dijajah. 5. Baru-baru ini kami telah menerima sepucuk surat (ter­ lampir) yang ditanda tangani oleh tokoh sesepuh pe- joang, yakni Bp. M. Sanusi Hardjadinata, Bp. Mohammad Natsir dan Bp. Jenderal (Purn) A.H. Nasution. Tokoh- tokoh sesepuh yang menurut hemat kami tidak diragukan lagi integritasnya. Membaca surat tersebut yang berintikan perlunya demok­ ratisasi sesuai dengan ketentuan konstitusi seperti diatur dalam UUD ’45 dengan landasan Pancasila, membuat

21 kami tercenung karena merupakan pandangan yang dalam pokok-pokoknya paralel dengan pandangan kami sendiri. Pertimbangan yang serius dari DPP Golkar terhadap isi surat tersebut sangat perlu untuk dimanfaatkan dalam menanggapi tantangan-tantangan di hari depan. 6. Dengan mengetahui dan mengalami hal-hal sebagaimana kami paparkan di atas, sampailah kami pada kesimpulan dan pendapat, sebagai berikut:

6.1. Bahwa kita telah berada dalam Era baru dengan tan- tantangan-tantangan baru, dan telah meninggalkan kondisi negara dalam keadaan darurat, memasuki negara dalam keadaan damai sejak 1988. Sistim politik yang ada sekarang ini yang dibangun dan di­ kembangkan dari kancah krisis nasional dengan stra­ tegi menciptakan stabilitas nasional dengan pende­ katan security, adalah tidak relevan lagi, karena ti­ dak akan mampu menanggapi tantangan-tantangan baru tersebut.

6.2. Sistim politik baru yang mengakui dan menempat­ kan manusia Indonesia, dalam kedudukan terhormat sesuai dengan martabat dan harkatnya, dalam kehi­ dupan bermasyarakat, negara dan berbangsa. Periode 25 tahun mendatang, adalah masa generasi baru hidup dan menanggapi tantangan-tantangannya, per­ lu digariskan strategi baru yang mampu mendu­ kung sistem baru mengantar seluruh bangsa dan negara mewujudkan tujuan pembangunannya, mem­ bangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masyarakat yang adil dan sejahtera. Suatu sistim dan strategi yang dapat mewujudkan manusia yang beradab, bermoral, etis, mandiri yang mampu ber­ tanggung jawab pada lingkungan sosial maupun na­ tural, dinamis, kritis dan kreatif.

22 6.3. Sudah tiba waktunya untuk membangun kehidupan masyarakat negara yang demokratis, yang membuka peluang untuk berdialog warganya secara bebas. Memberi tempat pada pikiran-pikiran alternatif, hingga warga masyarakat dapat mengekspresikan pendapat dan mewujudkan jatidirinya, tanpa menda­ pat hambatan-hambatan. Media massa sebagai saluran aspirasi rakyat, perlu dibebaskan dari segala hambatan-hambatan, antara lain sensor, presensor dan lain-lain, hingga informasi yang benar dapat mencapai rakyat banyak dan kon­ trol sosial beijalan dengan wajar dan aman. Perguruan Tinggi wahana untuk menggalang generasi muda, perlu mengembangkan iklim dan suasana ada­ nya kebebasan ilmiah dan kebebasan mimbar. Hanya dalam suasana demikian dimungkinkan mereka menemukan dan menghayati tantangan-tantangan yang dihadapi serta mendapat kesempatan untuk memberikan tanggapannya. Dalam masyarakat umum, mendapatkan kebebasan untuk berkumpul dan menghimpun diri dalam orga­ nisasi sebagaimana layaknya warga dari sebuah ne­ gara merdeka. Adalah sangat penting di samping saluran-saluran as­ pirasi rakyat non-formal tersebut, saluran formal seperti lembaga-lembaga perwakilan, dibentuk dan disusun untuk lebih menjamin tersalurnya aspirasi rakyat. Ketentuan-ketentuan penyelenggaraan Pemi­ lu, untuk membentuk lembaga-lembaga perwakilan tersebut, perlu dilandasi ketentuan-ketentuan dari UUD ’45. 6.4. Untuk memungkinkan hal-hal tersebut di atas dilak­ sanakan semua ketentuan seperti ketetapan MPR- Tap. No. VI/MPR/1988, per-Undang-Undangan yang merupakan satu pàket politik dan lain-lain ketentu-

23 an yang mendukung, perlu dengan sungguh-sungguh dipertimbangkan untuk dirubah, dihapus, agar tidak menghalang-halangi Indonesia memakai Era baru. 6.5. Golkar sebagai organisasi masyarakat terbesar, mem­ punyai tanggung jawab moral yang besar untuk me­ nyelenggarakan pembaruan-pembaruan yang menja­ min keselamatan Indonesia dalam menanggapi tan­ tangan-tantangan baru. Tradisi Golkar selama ini untuk menjamin dinamika organisasi dengan melakukan penyegaran-penyegar- an dan fungsionaris-fungsionarisnya yang sudah cukup lanjut usia dan cukup waktu mengabdi men­ jadi sesepuh Golkar. Akan sangat arif bijaksana tradisi Golkar ini secara konsekuen dan berlanjut, mutatis-mutandis, dite­ rapkan kejajaran organisasi resmi kenegaraan pada anggota-anggota/fungsionaris Golkar. 7. Dengan segala uraian, pendapat dan kesimpulan-kesim- pulan tersebut di atas dengan ini saya sampaikan saran, sebagai berikut: 7.1. Agar Golkar secepatnya menyusun sistim politik baru dengan pengarahan strategi baru untuk me­ nanggapi tantangan-tantangan dalam Era baru. Sistim politik baru yang menjamin manusia Indone­ sia mendapatkan tempat terhormat sesuai dengan martabat dan harkatnya dalam masyarakat. Manu­ sia warga negara Indonesia yang tetap memiliki ke­ daulatannya dan hak-hak azasinya, hak-hak dasar yang tidak dapat dihapus dengan cara apapun. Sistim politik baru yang mampu menyusun kehi­ dupan bermasyarakat, negara dan berbangsa yang demokratis yang menjamin kebebasan warganya untuk menyelenggarakan dialog dan menjamin pikir­ an-pikiran alternatif, sesuai ketentuan-ketentuan da­ lam UUD ’45. 24 Sarana-sarana, wahana dan perilaku yang menjamin dan menyemarakkan kehidupan demokrasi, perlu di­ jamin seperti kebebasan media massa, kebebasan menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul, kebebasan ilmiah-mimbar. Sistim politik baru dengan arahan strategi baru yang mampu mewujudkan tujuan pembangunan Indone­ sia, ialah membangun manusia Indonesia seutuhnya dan- seluruh kehidupan masyarakat yang adil dan makmur. 7.2. Menghapus semua hambatan, diwujudkannya sistem dan strategi baru seperti Ketetapan MPR No. VI/ MPR/1988, paket per-Undang-Undangan politik dan lain-lain ketentuan serta lembaga-lembaganya. De­ ngan demikian terbuka kesempatan yang luas untuk menanggapi tantangan-tantangan Era baru. 7.3. Menerapkan tradisi penyegaran Golkar, selain de­ ngan menjadikan sesepuh Golkar para fungsionaris yang cukup mencapai usia lanjut dan cukup waktu pengabdian dalam tubuh organisasi sendiri, juga se­ cara konsekuen dan berlanjut, menerapkan tradisi tersebut kepada jajaran Golkar yang menjadi fung­ sionaris di lembaga-lembaga formal kenegaraan. Semua itu mengingat tanggung jawab moral Golkar yang besar terhadap kehidupan bernegara dan ber­ bangsa. Demikian sumbangan pikiran kami dan terima kasih atas perhatian saudara-saudara.

Hormat kami, Sesepuh Golkar

(MASHURI) 25 íúrnRrmni jjmi'jf utfi;lh>n n..‘i antilcv.' ,ftntíic/- nri-xb?. ■>L iíIiv j . u .u \/lyníolj nnqjiojrtaji nub ti.vi.cl.'¡'»A üvmu i;it‘ni ru»:C(J'yHo>í iíivp.- 'urni.i nrh icvirju-nar) ,íi¡f|i;lirrv'i fiolMfi'/rivfr: .ir,'Irri. ¡i-rlniurli í i «; j. j . . . i ' inf' ntnU cuítmi. ini,d /Ü1ikhft! uiíunr.m i)iijjiißdrn*»m rií.Ini » r/ irnb ULr am. íf.jluu,<¿ccfi :Iui:íI^¿ nr.ij nm¡ h ü: i - u.ii'i , |Jj ;<•!. : .;*{• , •|.*r»‘iV . tK|i ' vtií ■\ t ' l' ‘AfW I I. |‘ VíJjA flr'J i : UK.-fl 'u;j. •ififj ■<4ii..bri,J - i , &:jl' f ' H ’ l U -•’U '.viiE^;i1n«vt-i;aü*1i luí is *'or rr, ui.y.f. m nail-mat áuuíii ¿Ei/i ^fia< oX'lcJfji ir :<.lr¡y.i¡j <>, .ine»! in'f >* iwi;* * i --nafrjin

■ 'i -i ul ‘j/ ti.ifoD aúir.íjVi 'j . t, . ,i i . ítrí.uoiíjinul Kl.>7 v dt* J -'rA,'.‘.¡r, „■, ... , LJj^UW IIä 'i JtJliTr.l l.in i '',<76 in 'i': ' a •/* ¿»-l.'iibi f( r ,ii in c >

•'j« m l .bLtfiCffi iii/tfv iiirfifn) nutif.i >:btí",’ i t ' I v i ' j i ■lít.Linífi.r^ IkíhioI catt'ffjl-avsdn -I n I t ’ftdi dcWitj ao«»a*|iir.J - t. k.jíii^! ' ir.l' >• ij.v'»niflfj (ii.nuhirf )iAjU'Iv,¡ itivl '/u.1

1 1 v ' f: ’ *i*i!’ ¡im.j' nt.ic,»¡

i i>.ík«it''-Mbbt.(ca iT u !i;ii r¿c|

■ ni y 11. ■ 'Uji i •' íi'. • M;r(

■ k'\ vA < SURAT PROF. DR. IR. R. ROOSSENO kepada H.M.SANUSI HARDJADINATA M. NATSIR dan A.H. NASUTION

Tanggal 27 Agustus 1990

Jakarta, 27 Agusus 1990 PROF. DR. IR: R. ROOSSENO Jl. Himosa II, Blok D/6 Buncit Indah Jakarta-Selatan 12510 Telp. Mobil: 082126050

Kepada Yth. Saudara-saudara H.M. SANUSI HARDJADINATA M. NATSIR dan A.H. NASUTION ^ Tempat.

Dengan Jhormat, Setelah membaca isi tulisan;yang ditanda tangani oleh Sau­ dara-saudara H.M. Sanusi Hardjadinata, . M; Natsir dan A.H. Nasution, saya ingin memberi comment saya. Pada 1 Juni. 1945 sebelum Jepang menyerah pada Sekutu, saya sebagai anggauta Panitia Persiapan Kemerdekaan pada waktu itu ada di Pejambon. Pada saat itu Bung Kamo menjelaskan hal-hal mengenai Pan­ casila, baru pada tanggal 17 Agusus 1945 Proklamasi diucap­ kan. Gambaran Negara kita pada saat itu sangat berlainan dengan keadaan sekarang dan ini menimbulkan kekhawatiran saya, bahwa ada hal-hal yang menyimpang dari cita-cita kita. Apa yang Saudara jelaskan dalam tulisan-tulisan Saudara, bahwa Rakyat hanya 40% diwakili oleh DPR adalah betul, tetapi sampai sekarang DPR sendiri tutup mulut. Menghadapi Pemilihan Umum 1992, kita semua harus ber­ usaha bahwa dasar Pemilihan Umum seyogyanya dirubah. Tentu ini akan mengakibatkan friction antara Golkar, PPP dan PDI. Harus dicari cara bagaimana perubahan ini dengan ’’smooth” bisa dilaksanakan.

29 Lepas dari itu perubahan global dari masyarakat kita yang sekarang, praktis hanya memusatkan pada ekonomi (uang). Cara berpikir pada umumnya adalah berlainan, yang pen­ ting adalah cari uang. Di dalam mencari uang ini, justru bangsa Indonesia asli, kita banyak ketinggalan dan ini me­ nimbulkan perbedaan antara kaya dan miskin. Pemerintah mencoba mengadakan pemerataan dengan pe­ nyerahan sebagian saham orang kaya dan Koperasi/KUD, tetapi ini menurut saya bukan obat yang jitu. Juga saya melihat bahwa akibat dari inflasi uang kita yang sukar dibendung, pegawai tetap tidak tertolong dengan kon- sekwensi bahwa korupsi timbul di mana-mana, apalagi dili­ hat adanya tender-tender di mana pegawai-pegawai (birok­ rasi) menuntut bagiannya. Justru pada Perguruan Tinggi Swasta dibandingkan dengan Perguruan Tinggi Negeri, mengenai uang kuliah ada perbe­ daan yang sangat tinggi. Kebanyakan pegawai antara lain Dosen-dosen mencari pe- keijaan tambahan dan menjadi saingan untuk para profe­ sional. Jika tidak ada kerja sama serentak sukar untuk memberan­ tas ini. Kami sebagai observer merasakan ini betul. Saya menyokong usaha Saudara-saudara untuk mempenga­ ruhi public opinion. Sekian, Tindasan kepada Y.t.h. Pimpinan dan Ang- gauta D.P.R./M.P.R.

30

Untuk Kalangan Sendiri