Normalisasi Konstitusional

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Normalisasi Konstitusional NORMALISASI KONSTITUSIONAL II . s Or a t -su r a t 1. 58 Tokoh Masyarakat kepada Pimpinan dan Anggota MPR/DPR. Anggota MPR/DPR. 2. MASHURI (Sesepuh GOLKAR) kepada Ketua Umum D.P. Golongan Karya. 3. PROF. DR. IR. R. ROOSSENO kepada H.M. Sanusi Hardjadinata M. Natsir dan A.H. Nasution. Penerbit: YAYASAN KESADARAN BERKONSTITUSI PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. wb. Yayasan Kesadaran Berkonstitusi (YLKB) beberapa waktu yang lalu telah menerbitkan buku berisi pemikiran tiga tokoh masyarakat Indonesia, H.M. Sanusi Hardjadinata, M. Natsir, A.H. Nasution bersama-sama mengutarakan per­ lunya normalisasi kehidupan konstitusional. Agar udara segar normalisasi kehidupan konstitusional sehari-hari secara nyata dapat terhirup, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Di antaranya ialah: 1. Diakhiri selekasnya kewenangan darurat ekstra kons­ titusional (TAP MPR No.: VI/MPR/1988.) dan beserta semua unsur-unsur terkaitnya yang masih tertinggal, sehingga dapatlah tertegakkan normalisasi konstitusio­ nal dengan sepenuhnya (Pelaksanaan Pancasila dan UUD Proklamasi secara mumi penuh dan konsekwen penuh). 2. Semua lembaga permusyawaratan/perwakilan hanya di­ susun dengan cara pemilu belaka (luber); dan harus di- berfungsikan menurut kemurnian pelaksanaan UUD Proklamasi. Khusus MPR supaya terbentuk sesuai keten­ tuan dalam Penjelasan UUD Proklamasi: ’’Supaya selu­ ruh rakyat, seluruh golongan dan daerah mempunyai wakil dalam Majelis, sehingga Majelis ini dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat”. 3. Dirubah dan disesuaikan perundang-undangan dan per­ aturan yang bersangkutan secara konstitusional, di mana perlu secara bertahap, dan dengan masa peralihan, na­ mun hendaklah dalam tempo sesingkatnya. Ditekankan pula oleh tiga tokoh masyarakat tersebut, bahwa dalam mengisi kemerdekaan dengan pembangunan f ekonomi seyogianyalah secara demokratis mulai dari peren­ canaan ke penyusunannya; dan dari penetapan ke pelaksana­ annya. Seiring sejalan dengan itu pembangunan politik yang juga harus demokratis tidak boleh diabaikan hingga terting­ gal.: Adalah suatu kepantasan dalam kehidupan manusia dan kemanusiaan, bahwa pembangunan ekonomi dan pemba­ ngunan politik harus beijalan seiring dan sama-sama secara demokratik. Hanya dalam situasi dan kondisi demokratis dimungkinkan hukum tegak (rule of law), partisipasi penuh ofeh seluruh rakyat terwujud, dan pengawasan dari rakyat (sosial controle) dapat terlaksana. Pengawasan, untuk me­ ningkatkan berbagai hasil pembangunan dan kwalitasnya. Pengawasan untuk meningkatkan produktivitas mekanisme pembangunan; dan pengawasan untuk meningkatkan effisiensi management pembangunan. .. Hendaklah dipahami secara tepat, bahwa jika kita me­ nyebut kata Pancasila dan UUD Proklamasi 1945, ia adalah dalam semangat, jiwa dan maknanya seperti tersebut dalam Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan UUD Proklamasi yang substansi dan essensialianya sebagai berikut: • ” ...........maka disusunlah KEMERDEKAAN KEBANG- « SAAN INDONESIA itu dalam suatu UNDANG-UN­ DANG DASAR NEGARA INDONESIA, yang terben­ tuk dalam suatu susunan NEGARA REPUBLIK INDO­ NESIA YANG BERKEDAULATAN RAKYAT dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusia­ an yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan ke­ rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan -dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan me­ wujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”. Karena tanggapan dari berbagai tokoh masyarakat dari berbagai kalangan/lapisan terus mengalir terhadap pemikir­ an tiga tokoh tersebut, maka buku kecil ini diterbitkan 2 berisi beberapa tanggapan yang dimaksud itu, agar dapat kita tela’ah bersama. Kami berniat menerbitkan seluruh tanggapan-tanggapan tersebut pada waktunya. Insya Allah dapat dikembangkan dan diperjuangkan sebagai amal bakti bersama. Demikianlah. Jakarta, 28 Oktober 1990 YAYASAN KESADARAN BERKONSTITUSI A.n. Pengurus; M. RADJAB RANGGASOLI KETUA 3 Jakarta, 14 Agustus 1990 Kepada Yth. Pimpinan dan para anggota MPR/DPR di Jakarta Dengari hormat. Memenuhi himbauan pimpinan MPR kepada masyarakat sebagaimana dimuat oleh media massa pada tanggal 22 Ja­ nuari 1990, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai beri­ kut: 1. Setelah memantau dengan seksama pemikiran-pemikiran yang hidup dalam masyarakat, antara lain dengan meng­ adakan percakapan-percakapan dengan tiga sesepuh/to­ koh masyarakat, yakni Bapak Moh. Natsir, Bapak Moh. Sanusi Hardjadinata, dan Bapak Jenderal (Pum) A.H. Nasution, maka kepada kami telah disampaikan pemikir* an beliau-beliau itu, tertuang dalam surat terlampir, yang ditujukan kepada saudara-saudara sepeijuangan di mana­ pun mereka berada, termasuk yang berada dalam lemba­ ga-lembaga permusyawaratan/perwakilan. 2. Isi surat tersebut adalah suatu penilaian atas penyeleng­ garaan kehidupan berbangsa dan bernegara, yang menu­ rut ketiga tokoh masyarakat tersebut, telah tidak sejalan dengan tekad mengamalkan Pancasila secara murni dan melaksanakan UUD 1945 secara konsekuen. Ketiga to­ koh masyarakat tersebut selanjutnya mengemukakan langkah-langkah yang bersifat kenegarawanan yang perlu dilakukan guna meluruskan kembali peijalanan bangsa dan negara RI pada jalur Pancasila dan UUD 1945. 3. Setelah kami mempelajari secara seksama isi surat tiga tokoh masyarakat tersebut di atas, kami berkesimpulan bahwa hal-hal yang telah dikemukakan oleh ketiga tokoh 5 masyarakat tersebut adalah benar. Oleh karena itu kami bertanda tangan di bawah ini menyatakan dukungan sepe­ nuhnya atas hal-hal yang telah dikemukakan oleh ketiga tokoh masyarakat tersebut, dengan harapan semoga pim­ pinan dan para anggota MPR/DPR dapat pula memahami dan menerimanya dengan penuh kearifan. 4. Jika selama ini timbul suara-suara bahwa MPR/DPR ku­ rang berfungsi sebagaimana layaknya lembaga permusya­ waratan/perwakilan rakyat, maka hal itu tidak dapat di­ pertanggungjawabkan kepada anggota-anggotanya semata- mata, melainkan pada sistemnya, yakni sistem penataan kehidupan politik secara keseluruhan. 5. Sistem seperti itu terwujud dan diberlakukan karena ada­ nya kewenangan-kewenangan darurat ekstra konstitusio­ nal yang dijalankan oleh Presiden Soeharto selama ham­ pir seperempat abad, sejak tahun 1967; kewenangan- kewenangan darurat itu setiap sidang MPR senantiasa di­ perbaharui, dan terakhir dengan TAP MPR No. VI/MPR/ 1988, sedangkan UUD 1945 pada dasarnya mengatur keadaan damai dengan tidak mengabaikan pengaturan keadaan darurat. 6. Kehidupan berbangsa dan bernegara seperti itu telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan-kesenj angan sosial politik dan sosial ekonomi yang makin lama makin mele­ bar, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak- gejolak sosial. 7. Hanya dengan kebersamaanlah semuanya itu dapat diatasi sebaik-baiknya menuju normalisasi kehidupan konstitu­ sional. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, kami menyetujui pendapat ketiga tokoh masyarakat tersebut, bahwa harus­ lah: 1. Diakhiri selekasnya kewenangan-kewenangan darurat ekstra konstitusional. 2. Semua lembaga permusyawaratan/perwakilan disusun de­ ngan Pemilu belaka dan difungsikan menurut kemurnian pelaksanaan UUD 1945. Untuk itu, diperlukan usaha-usaha pembaruan dalam ke­ hidupan berbangsa dan bernegara, antara lain sebagai beri­ kut: 1. Memasyarakatkan kehidupan kebangsaan yang bebas dengan antara lain, menumbuhkan keberanian untuk me­ nilai secara terbuka pengamalan Pancasila dan pelaksana­ an UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh penguasa dan lembaga kenegaraan lainnya. 2. Meninjau kembali sebelum Pemilu 1992 berbagai Kete­ tapan/Keputusan MPR, Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya serta tata tertib MPR/DPR/DPRD yang tidak selaras dengan hakekat dan jiwa kedaulatan rakyat, supaya hak-hak demokratis dan hak-hak asasi rakyat dipulihkan kembali secara wajar sesuai dengan UUD 1945. 3. Mengadakan pergeseran dalam strategi pembangunan se­ hingga benar-benar mengarah pada keinginan luhur rak­ yat, dengan lebih banyak mendengar pendapat umum, berorientasi kepada kepentingan rakyat kecil dan keadil­ an sosial, serta menunjukkan kepercayaan kepada potensi nasional. 4. Mewajibkan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pertama-tama dalam arti mengikis jiwa budak dan menumbuhkan kehidupan kejiwaan yang merdeka guna meniadakan rasa takut serta kemudian menumbuhkan harga diri bangsa dan warga negara. 5. Karena Presiden Soeharto sudah memangku jabatannya selama lima kali masa jabatan berturut-turut sehingga akan seperempat abad pada tahun 1993, maka untuk me­ mungkinkan usaha-usaha pembaruan, seharusnya diang­ gap sudah lebih dari cukup, dan selanjutnya ditetapkan 7 bagi presiden-presiden berikutnya pembatasan masa ja­ batan hanya untuk dua kali masa jabatan saja. 6. Agar usaha-usaha pembaruan itu dihayati sebagai suatu kesungguhan dan tanggungjawab bersama. Dan karena merasa terpanggil dalam usaha-usaha pemba­ ruan seperti yang dikemukakan di atas, kami mengambil prakarsa menumbuhkan Solidaritas untuk menghidupkan kembali demokrasi (kedaulatan rakyat) dalam suasana ke­ terbukaan. Semoga atas dorongan niat luhur untuk membela bangsa dan negara proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 1945, kita semua — segenap bangsa — ikut tergugah tanpa kecuali, untuk mengadakan pembaruan secara konstitusio­ nal. Tembusan surat ini disampaikan juga kepada : 1. Presiden dan Wakil Presiden RI 2. Pimpinan Lembaga Tinggi Negara lainnya. 3. Para Menteri Kabinet Pembangunan V. 4. Pimpinan Parpol/Golkar. 5. Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan. 6. Pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat. 7. Media Massa. Kami yang menandatangani: D 2) Prof. DR. Deliar Noer Abdul Madjid 3) 4) Dr. Marsillam
Recommended publications
  • Dancing with Legitimacy Globalisation, Educational Decentralisation, and the State in Indonesia
    THE AUSTRALIAN NATIONAL UNIVERSITY Dancing with Legitimacy Globalisation, Educational Decentralisation, and the State in Indonesia Irsyad Zamjani 28 September 2016 A thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy of The Australian National University © Copyright by Irsyad Zamjani 2016 All Rights Reserved Acknowledgements First and foremost, I would like to express my deep sense of gratitude to my supervisor, Professor Lawrence James Saha, for the tremendous support throughout my candidacy. This thesis would not have been done in four years without his expertise, guidance, assistance and patience. I would also like to thank the rest of my thesis committee, Dr Joanna Sikora and Dr Adrian Hayes, most sincerely for their constructive feedback, which pushed me to solidify my analysis. Grateful thanks are also due to all of my informants in Jakarta, Surabaya, and Kupang who took the time to participate in my research. My thanks also go to all of the local people who made my fieldwork works, especially Joe, the motorcycle taxi driver who took me to almost all places I needed in Kupang fast and safe. My wife and I are also deeply indebted to Robin and Tieke Brown not only for Robin’s terrific job in editing the thesis, but also for their sincere friendship and care, especially during the last months of our chapter in Canberra. This doctoral study would never happen without the sponsorship of two important parties. I am extremely thankful for the scholarship awarded by the Indonesian Ministry of Education and Culture (MoEC) that landed me the ANU admission in the first place.
    [Show full text]
  • Many Shot Dead by Troops
    Tapol bulletin no, 65, September 1984 This is the Published version of the following publication UNSPECIFIED (1984) Tapol bulletin no, 65, September 1984. Tapol bulletin (65). pp. 1-20. ISSN 1356-1154 The publisher’s official version can be found at Note that access to this version may require subscription. Downloaded from VU Research Repository https://vuir.vu.edu.au/26281/ British Campaign for the Defence of Political Prisoners and Human Rights in Indonesia T APOL Bulletin No. 65. September 1984 Tanjung Priok incident Many shot dead by troops Well over two dozen people were shot dead and many more Tanjung Priok is Jakarta's dockland where economic and social wounded when troops fired on demonstrators in Tanjung Priok problems are serious: who were demanding that the police release four people. Tempo (22 September) put the number killed at 28, while the Petititon­ Economically, (it is) not the worst off but work is irregular and life of-50 group in a statement (see below) said forty people died. insecure. The country's imports have been down dramatically, re­ ducing port employment, and recently the government has suddenly The event which occurred on 12 September was the climax to banned much stevedoring activity . .. There is also an ecological a series of incidents provoked by local police and army security problem: fresh water is difficult and expensive to obtain in Tanjung officers. On 7 September, a mubalig (preacher) had made a Priok. (Far Eastern Economic Review, 27 September 1984.) sermon at the Rawa Badak mosque denouncing government policy, in particular, according to Tempo, land seizures, the Many dockworkers and seamen in the area are from devout family planning programme and the Societies Law (see page 2) .
    [Show full text]
  • Download (2MB)
    BAB I PENDAHULUAN POLITIK PERDA SYARIAT Dialektika Islam dan Pancasila di Indonesia Ma’mun Murod Al-Barbasy i POLITIK PERDA SYARIAT MA’MUN MUROD AL-BARBASY ii BAB I PENDAHULUAN POLITIK PERDA SYARIAT Dialektika Islam dan Pancasila di Indonesia Ma’mun Murod Al-Barbasy Kata Pengantar Prof. Dr. Din Syamsuddin, MA. iii POLITIK PERDA SYARIAT MA’MUN MUROD AL-BARBASY POLITIK PERDA SYARIAT Dialektika Islam dan Pancasila di Indonesia Penulis : Ma’mun Murod Al-Barbasy Penyunting : Ahmad Mu'arif, S. Ag., MA. Pemeriksa aksara : Mumsika Desain sampul : Amin Mubarok Tataletak isi : Dwi Agus M Diterbitkan pertama kali oleh: Penerbit Suara Muhammadiyah Jl. KHA Dahlan No. 43, Yogyakarta 55122 Telp. : (0274) 376955, Fax. (0274) 411306 SMS/WA : 0812 1738 0308 Facebook : Penerbit Suara Muhammadiyah E-mail : [email protected] (Redaksi) [email protected] (Admin) Homepage : www.suaramuhammadiyah.id Cetakan I : Desember 2017 Hak cipta edisi bahasa Indonesia © Penherbit Suara Muhammadiyah, 2017 Hak cipta dilindungi undang-undang ISBN: 000-000-0000-00-0 iv PENGANTAR PENULIS KATA PENGANTAR BUKU berjudul “Politik Perda Syariat: Dialektika Islam dan Pancasila di Indonesia” yang ada di tangan pembaca ini pada mu­ lanya merupakan karya Disertasi dengan judul: “Islam dan Negara: Studi Kasus Perumusan, Perdebatan, dan Kontroversi serta Peran Politik Muhammadiyah dan NU dalam Proses Pembuatan Perda 12 Tahun 2009 Kota Tasikmalaya.” Karena isinya dirasa penting untuk dipublikasikan, maka saya merasa perlu untuk menerbitkannya dalam bentuk buku, tentu setelah membuang beberapa isi Disertasi yang dirasa tidak perlu untuk terbitan sebuah buku. Buku ini mengangkat tema besar tentang Perda Syariat dan juga peran Muhammadiyah dan NU dalam proses pembuatan Perda Sya riat.
    [Show full text]
  • Majelis Wali Amanat Tetapkan Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E., M.Sie
    ISSN 2685-6697 OKTOBER 2019 UNIVERSITAS PADJADJARAN GENTRA NEWSLETTER MAJELIS WALI AMANAT TETAPKAN PROF. DR. RINA INDIASTUTI, S.E., M.SIE. SEBAGAI REKTOR UNPAD PERIODE 2019-2024 GENTRA | DAFTAR ISI Daftar Isi Majelis Wali Amanat Menristekdikti Resmikan Tetapkan Prof. Dr. Rina Kawasan Sains dan 4 Indiastuti, S.E., M.SIE., 6 Teknologi Padjadjaran Sebagai Rektor Unpad Periode 2019-2024 Unpad Miliki Enam Prodi Magister Pariwisata Guru Besar Baru Berkelanjutan Unpad Gelar 15 19 “Unpad Tourism Day 2019” Fedri Ruluwedrata Atlet Unpad Sumbang Rinawan, dr., M.Sc.PH, Medali di Pomnas 21 PhD, Sosok di Balik 24 Aplikasi “iPosyandu” Joker dan Kaitannya Rumpun Fakultas Dengan Kesehatan Kesehatan Unpad Gelar 30 Mental? 34 Konferensi Internasional World Clean up Day, Galeri Unpad Mahasiswa Unpad 40 Terjun Langsung 46 Bersihkan Sampah di Jatinangor 2 UNIVERSITAS PADJADJARAN REDAKSI | GENTRA Tim Redaksi Pelindung Rektor Universitas Padjadjaran Penasehat Para Wakil Rektor Universitas Padjadjaran Penanggung Jawab Direktur Tata Kelola, Komunikasi Publik, Kantor Internasional Pemimpin Umum Kepala Kantor Komunikasi Publik Pemimpin Redaksi Arief Maulana Redaktur Pelaksana Artanti Hendriyana Fotografer Atep Rustandi, Arief Maulana Layout Krisna Eka Pratama, Kansy Haikal Sekretariat Safa Annisaa, Derisa Ambar P, Marlia, Winda Eka Putri, Lilis Lisnawati Tim Kontributor Mahasiswa Unpad Alamat Redaksi Kantor Komunikasi Publik Direktorat Tata Kelola & Komunikasi Publik Universitas Padjadjaran Gedung Rektorat Lantai 1 Jln. Raya Bandung – Sumedang Km. 21 Jatinangor, Kab. Sumedang OKTOBER 2019 3 GENTRA | LAPORAN UTAMA Majelis Wali Amanat Tetapkan Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E., M.SIE., Sebagai Rektor Unpad Periode 2019-2024 roses Pemilihan Rektor Universitas Padjadjaran Periode 2019-2024 berakhir sudah. Majelis Wali Amanat (MWA) menetapkan PProf.
    [Show full text]
  • Perpustakaan.Uns.Ac.Id Digilib.Uns.Ac.Id Commit to User 88
    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 1. Profil partai Gambar 2.1 Lambang Partai PDIP Sumber : http://kpu-surakartakota.go.id a) Pengurus Pusat/ DPP : Ketua Umum : Megawati Soekarnoputri Sekretaris : Tjahjo Kumolo Bendahara :Olly Dondokambey b) Pengurus DPC Kota Surakarta : Ketua : FX. Hadi Rudyatmo Sekretaris : Drs. Teguh Prakosa Bendahara : Hartanti, SE Alamat kantor : Jl. Hasanudin No.26, Purwosari, Laweyan commit to user 88 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id89 2. Sejarah partai PDI Perjuangan adalah partai politik yang memiliki tali kesejarahan dengan partai politik masa orde lama. PDI Perjuangan merupakan kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia yang berdiri pada tanggal 10 Januari 1973. Partai Demokrasi Indonesia itu lahir dari hasil fusi 5 (lima) partai politik. Kelima partai politik tersebut yaitu; Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik Republik Indonesia, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), dan Murba (gabungan Partai Rakyat Jelata dan Partai Indonesia Buruh Merdeka). Pada saat Orde Baru ada gagasan agar supaya fusi (penggabungan) partai dilakukan, tepatnya 7 Januari tahun 1970. Soeharto melontarkan gagasan pengelompokan partai politik dengan maksud untuk menghasilkan sebuah masyarakat yang lebih tentram lebih damai bebas dari konflik agar pembangunan ekonomi bisa di jalankan. Tanggal 27 Februari 1970 Soeharto mengundang lima partai politik yang dikategorikan kelompok pertama yaitu PNI (Partai
    [Show full text]
  • H. Bachtiar Bureaucracy and Nation Formation in Indonesia In
    H. Bachtiar Bureaucracy and nation formation in Indonesia In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 128 (1972), no: 4, Leiden, 430-446 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com09/26/2021 09:13:37AM via free access BUREAUCRACY AND NATION FORMATION IN INDONESIA* ^^^tudents of society engaged in the study of the 'new states' in V J Asia and Africa have often observed, not infrequently with a note of dismay, tihe seeming omnipresence of the government bureau- cracy in these newly independent states. In Indonesia, for example, the range of activities of government functionaries, the pegawai negeri in local parlance, seems to be un- limited. There are, first of all and certainly most obvious, the large number of people occupying official positions in the various ministries located in the captital city of Djakarta, ranging in each ministry from the authoritative Secretary General to the nearly powerless floor sweepers. There are the territorial administrative authorities, all under the Minister of Interna! Affairs, from provincial Governors down to the village chiefs who are electecl by their fellow villagers but who after their election receive their official appointments from the Govern- ment through their superiors in the administrative hierarchy. These territorial administrative authorities constitute the civil service who are frequently idenitified as memibers of the government bureaucracy par excellence. There are, furthermore, as in many another country, the members of the judiciary, personnel of the medical service, diplomats and consular officials of the foreign service, taxation officials, technicians engaged in the construction and maintenance of public works, employees of state enterprises, research •scientists, and a great number of instruc- tors, ranging from teachers of Kindergarten schools to university professors at the innumerable institutions of education operated by the Government in the service of the youthful sectors of the population.
    [Show full text]
  • The Partai Nasional Indonesia, 1963
    THE PARTAI NASIONAL INDONESIA 1963-1965 J. Eliseo Rocamora Reputations once acquired are hard to shed. The stereotype of the Partai Nasional Indonesia (PNI) as an opportunist, conservative party composed of Javanese prijaji elements remains despite basic changes which occurred within the party in the later years of Guided Democracy. Tljis undifferentiated image of the PNI arose in the early 1950's and, for that time, it represented a fairly accurate, though limited, description. As the party began to change under the impetus of Guided Democracy politics and the push of internal party dynamics, Indonesian and foreign observers either disregarded the party alto­ gether or tended to seek explanations for these changes in outside factors." Thus, the PNI's "turn to the left," in the 1963 to 1965 period, was termed variously as: an opportunistic response to the increasingly leftist politics of Guided Democracy; the result of strong pressure from President Sukarno; or the work of PKI (Communist Party) infiltration of the party leadership. The fact that Djakarta's political cognoscenti-- journalists and intellectuals--continue to espouse and disseminate this interpreta­ tion reflects biases born of their own political attitudes and in­ volvement. A similarly-limited view of the PNI in Western academic literature is in part the result of the paucity of work on the Guided Democracy period and in part a consequence of an excessive concentra­ tion on a few actors at the center. The generally-accepted framework for analyzing Guided Democracy politics1--a three-sided triangle made up of Sukarno, the Army and the PKI--only explains certain facets of Indonesian politics, that is, the major battles for ideological and institutional predominance.
    [Show full text]
  • Mohammad Natsir (1948) in M E M O R Ia M : M O H a M M a D N a T S Ir (1907- 1993)
    Mohammad Natsir (1948) In M e m o r ia m : M o h a m m a d N a t s ir (1907- 1993) George McT. Kahin On February 6,1993 Mohammad Natsir died in Jakarta at the age of 84. Last of the giants among Indonesia's nationalist and revolutionary political leaders, he undoubtedly had more influence on the course of Islamic thought and politics in postwar Indonesia than any of his contemporaries. By nature extraordinarily modest and unpretentious, he had a well deserved reputation for personal integrity and political probity. He always lived sim­ ply with respect to house and attire, even in 1950 as prime minister. (When I first met him in 1948 and he was the Republic's minister of information, I found a man in what was surely the most mended shirt of any official in Yogyakarta; it was his only shirt, and the staff of his office a few weeks later pooled their resources to get him a new one in order, they told me, that their boss would look like "a real minister.") Bom of Minangkabau parents in the West Sumatran town of Alahan Panjang ( some 30 miles south of Solok) on July 17,1908, Natsir grew up in what he remembered to be a very religious area. It was also agriculturally prosperous—in contrast, he recalled, to the impov­ erished nearby Silungkung district which was a center of the Communist uprising of 1927. His father was a clerk in a government office in Alahan Panjang who had graduated from an Indonesian language primary school and did not know Dutch (HIS schools had not yet been established in the area).
    [Show full text]
  • PERGESERAN PERAN IDEOLOGI DALAM PARTAI POLITIK Imam
    PERGESERAN PERAN IDEOLOGI DALAM PARTAI POLITIK Imam Yudhi Prasetya1 Abstract Paost-political reformation was big change on the politic system in Indonesia, especialy political partys emerged. Changed of single principle on politic that is given political partys space for being except ideology of Pancasila. Then with maked direct general elections constituion on central or local government that is given colour an in self on politic. Be side it, participants of general elections than caused smallest chance to politic partys emerged to acquired absolute vote and thing will dificulty for politic partys to reach or hold of power. On reality coalition is not only inter party with the same ideology but is diferent ideology that is can be occure as long as advantage from power aspect. As temporariness writer conlcusion, figure become central politic activity be cause politic party trade on figure than trade on work program as fascination politic partys. Keyword: ideology, politic party Pasca reformasi gairah perpolitikan di Indonesia mulai berkembang lagi, partai politik yang dulu tidak berdaya ketika berhadapan dengan penguasa mulai saat itu mulai menampakkan kekuatanya sebagai pengontrol jalannya kekuasaan. Sebenarnya gairah seperti ini pernah muncul diawal kemerdekaan sebagai buah dari revolusi panjang sebuah negara dalam melawan penindasan kolonial. Euforia kebebasan politik waktu itu sangat tergambarkan oleh muncul banyak sekali partai politik dengan segala identitasnya. Banyak kalangan yang menilai bahwa pemilu pertama merupakan pemilu yang paling demokratis, dengan banyaknya peserta pemilu dan asas jurdil yang relatif bisa dipertanggung jawabkan karena penguasaa belum mempunyai kekuasaan dalam mempengaruhi jalannya pesta demokrasi dan hal seperti ini yang pada saat sekarang menjadi persoalan tersendiri dimana penguasa masih dapat mempengaruhi proses pemilu, baik melalui mobilisasi pemilih untuk memilih partai penguasa, politik uang, permainan data pemilih dan juga permainan dari penyelenggara pemilu sendiri dalam memenangkan kandidat (Pemilu Legislatif) tertentu.
    [Show full text]
  • Politik Nahdatul Ulama Dan Orde Baru Nahdatul Ulama Politics and the New Order Era
    The POLITICS: Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Volume 1, Number 1, January 2015 Politik Nahdatul Ulama dan Orde Baru Nahdatul Ulama Politics and the New Order Era Nurlira Goncing Abstract Magister Ilmu Politik Nahdlatul Ulama (NU) is a faith-based and community Universitas Hasanuddin organizations whose existence plays an important role for [email protected] the life of the nation. As one of the largest organization in the country, it is definitely social responsibility carried NU also great and take a position in the political sphere. This attitude is not only taken to protect the leaders and citizens of the process of degradation and demoralization of politics, but also to maintain the integrity of the state in the new order era. Keywords: Nahdatul Ulama Politics, New Order Era, Indonesia A. Pendahuluan Pada 31 Januari 1926, sebuah kelompok yang terdiri dari lima belas kiai terkemuka berkumpul di rumah Wahab Chasbullah (1888-1971) di kertopaten, Surabaya. Sebagian besar mereka datag dari Jawa Timur dan masing-masing adalah tokoh pesantren. Jarang terjadi, kiai senior berkumpul dalam jumlah sebanyak itu, namun dalam kesempatan ini mereka memikirkan langkah bersama untuk mempertahankan kepentingan mereka dan bentuk Islam tradisional yang mereka praktikkan. Setelah melalui diskusi, mereka memutuskan mendirikan NU untuk mewakili dan memperkokoh Islam tradisional di Hindia-Belanda. Keputusan itu merupakan langkah bersejarah. Sebelumnya, tokoh-tokoh tradisional telah membentuk berbagai organisasi kecil dan bersifat lokal yang bergerak di bidang pendidikan, ekonomi, atau keagamaan, namun baru setelah NU didirikan sebagian 61 JURNAL THE POLITICS The POLITICS: Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Volume 1, Number 1, January 2015 besar kiai mau melibatkan diri mereka dalam sebuah organisasi berskala nasional dengan program kegiatan yang luas.
    [Show full text]
  • Mutlak, Negara Kesejahteraan Rakyat Berdasarkanpancasila
    • Selasa 0 Rabu 0 Kamis 0 Jumat o Sabtu 0 Minggu 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 @ 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 OJan OPeb o Mar OApr OMei .Jun OJul 0 Ags OSep OOId ONov ODes Ade Komarudin Raih Doktor Mutlak, Negara Kesejahteraan Rakyat BerdasarkanPancasila [BANDUNG] Politisi Partai plementasinya di Indonesia an. Hal itu telah diatur secara paling tepat diterapkan di In- Golkar yang sering dijuluki Ditinjau dari Perspektif Teori tegas dalam Pasal 33 Ayat (1) donesia dalam rangka perlin- Koboi Senayan Ade Komaru- Negara Kesejahteraan Berda- UUD 1945 yang menjadi lan- dung an dan pengembangan ' din berhasil meraih gelar dok- sarkan Pancasila. Ade diuji dasan konstitusi pembangun- daya saing adalah politik hu- tor bidang hukum dengan nilai delapan guru besar hukum, an ekonomi nasional. kum integratif yang berdasar- cumlaude di Universitas Pad- yakni Deddy Mulyana, Huala Ditegaskan, adalah mut- kan sila kelima Pancasila, yai- jadjaran (Unpad) Bandung, Adolf, Ahmad S Ramli, Djuh- lak, Negara kesejahteraan rak- tu Keadilan sosial bagi selu- Senin (18/6). Ujian doktoral- aendah Hasan, H Lili Rasjidi, yat berdasarkan Pancasila. Se- ruh rakyat Indonesia dan ama- nya jadi ajang "rekonsiliasi Yudha Bhakti, Rukmana bab, ketentuan dalam Pembu- nat pembukaan UUD 1945, politik" karena dihadiri sede- Aman Winata, H Nen Amran kaan UUD 1945, Pancasila se- yaitu memajukan kesejahtera- ' ret politisi senior dan pejabat berikut dua doktor, yaitu Su- bagai cita hukum akan me- an umum. negara. braba Sekarwati dan H Ida nguasai hukum dasar baik ter- '''Negara Indonesia adalah Hadir antara lain Ketua Nurlinda.
    [Show full text]
  • Gentra Edisi 12 19/09/2017
    E- Newsletter Universitas Padjadjaran GENTRA Edisi 12, Sabtu, 16 September 2017 Online Newsletter Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo menerima penghargaan Anugerah Padjadjaran Utama dari Rektor Unpad usai PRESIDEN JOKO WIDODO: menyampaikan orasi pada acara Puncak Perayaan Dies Natalis ke-60 Universitas Padjadjaran di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, PERGURUAN TINGGI GARDA TERDEPAN Senin (11/09). (Foto: Tedi Yusup)* MENGANTISIPASI PERUBAHAN BANGSA residen Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo arus utama. Untuk itu, perguruan tinggi, termasuk Presiden menyebut, informasi menyimpang mengajak segenap elemen Universitas Unpad, didorong untuk menyiapkan program akan menyebabkan masyarakat mudah terpancing PPadjadjaran untuk ikut mengantisipasi berbagai keilmuan khusus terkait media sosial. emosi. “Masyarakat mudah tertipu berita bohong, hal yang berkaitan dengan perubahan global. Saat “Inilah peran universitas, harus menyiapkan hoax. Oleh sebab itu, universitas sebagai penjaga ini, dunia menghadapi tantangan perubahan global sumber daya manusia kita untuk bersaing dalam terdepan bisa ikut bersama-sama dengan yang begitu pesat. kompetisi. Kalau tidak akan sangat berbahaya,” pemerintah mengantisipasi berbagai hal yang “Perguruan tinggi adalah yang paling siap hadapi ujarnya. berkaitan dengan itu,” kata Presiden. perubahan,” ujar Presiden saat menyampaikan orasi Lebh lanjut Presiden mengungkapkan, Pemberian pendidikan karakter,integritas, dalam acara Puncak Perayaan Dies Natalis ke-60 pengelolaan media
    [Show full text]