Normalisasi Konstitusional
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
NORMALISASI KONSTITUSIONAL II . s Or a t -su r a t 1. 58 Tokoh Masyarakat kepada Pimpinan dan Anggota MPR/DPR. Anggota MPR/DPR. 2. MASHURI (Sesepuh GOLKAR) kepada Ketua Umum D.P. Golongan Karya. 3. PROF. DR. IR. R. ROOSSENO kepada H.M. Sanusi Hardjadinata M. Natsir dan A.H. Nasution. Penerbit: YAYASAN KESADARAN BERKONSTITUSI PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. wb. Yayasan Kesadaran Berkonstitusi (YLKB) beberapa waktu yang lalu telah menerbitkan buku berisi pemikiran tiga tokoh masyarakat Indonesia, H.M. Sanusi Hardjadinata, M. Natsir, A.H. Nasution bersama-sama mengutarakan per lunya normalisasi kehidupan konstitusional. Agar udara segar normalisasi kehidupan konstitusional sehari-hari secara nyata dapat terhirup, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Di antaranya ialah: 1. Diakhiri selekasnya kewenangan darurat ekstra kons titusional (TAP MPR No.: VI/MPR/1988.) dan beserta semua unsur-unsur terkaitnya yang masih tertinggal, sehingga dapatlah tertegakkan normalisasi konstitusio nal dengan sepenuhnya (Pelaksanaan Pancasila dan UUD Proklamasi secara mumi penuh dan konsekwen penuh). 2. Semua lembaga permusyawaratan/perwakilan hanya di susun dengan cara pemilu belaka (luber); dan harus di- berfungsikan menurut kemurnian pelaksanaan UUD Proklamasi. Khusus MPR supaya terbentuk sesuai keten tuan dalam Penjelasan UUD Proklamasi: ’’Supaya selu ruh rakyat, seluruh golongan dan daerah mempunyai wakil dalam Majelis, sehingga Majelis ini dapat dianggap sebagai penjelmaan rakyat”. 3. Dirubah dan disesuaikan perundang-undangan dan per aturan yang bersangkutan secara konstitusional, di mana perlu secara bertahap, dan dengan masa peralihan, na mun hendaklah dalam tempo sesingkatnya. Ditekankan pula oleh tiga tokoh masyarakat tersebut, bahwa dalam mengisi kemerdekaan dengan pembangunan f ekonomi seyogianyalah secara demokratis mulai dari peren canaan ke penyusunannya; dan dari penetapan ke pelaksana annya. Seiring sejalan dengan itu pembangunan politik yang juga harus demokratis tidak boleh diabaikan hingga terting gal.: Adalah suatu kepantasan dalam kehidupan manusia dan kemanusiaan, bahwa pembangunan ekonomi dan pemba ngunan politik harus beijalan seiring dan sama-sama secara demokratik. Hanya dalam situasi dan kondisi demokratis dimungkinkan hukum tegak (rule of law), partisipasi penuh ofeh seluruh rakyat terwujud, dan pengawasan dari rakyat (sosial controle) dapat terlaksana. Pengawasan, untuk me ningkatkan berbagai hasil pembangunan dan kwalitasnya. Pengawasan untuk meningkatkan produktivitas mekanisme pembangunan; dan pengawasan untuk meningkatkan effisiensi management pembangunan. .. Hendaklah dipahami secara tepat, bahwa jika kita me nyebut kata Pancasila dan UUD Proklamasi 1945, ia adalah dalam semangat, jiwa dan maknanya seperti tersebut dalam Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan UUD Proklamasi yang substansi dan essensialianya sebagai berikut: • ” ...........maka disusunlah KEMERDEKAAN KEBANG- « SAAN INDONESIA itu dalam suatu UNDANG-UN DANG DASAR NEGARA INDONESIA, yang terben tuk dalam suatu susunan NEGARA REPUBLIK INDO NESIA YANG BERKEDAULATAN RAKYAT dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusia an yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan ke rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan -dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan me wujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”. Karena tanggapan dari berbagai tokoh masyarakat dari berbagai kalangan/lapisan terus mengalir terhadap pemikir an tiga tokoh tersebut, maka buku kecil ini diterbitkan 2 berisi beberapa tanggapan yang dimaksud itu, agar dapat kita tela’ah bersama. Kami berniat menerbitkan seluruh tanggapan-tanggapan tersebut pada waktunya. Insya Allah dapat dikembangkan dan diperjuangkan sebagai amal bakti bersama. Demikianlah. Jakarta, 28 Oktober 1990 YAYASAN KESADARAN BERKONSTITUSI A.n. Pengurus; M. RADJAB RANGGASOLI KETUA 3 Jakarta, 14 Agustus 1990 Kepada Yth. Pimpinan dan para anggota MPR/DPR di Jakarta Dengari hormat. Memenuhi himbauan pimpinan MPR kepada masyarakat sebagaimana dimuat oleh media massa pada tanggal 22 Ja nuari 1990, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai beri kut: 1. Setelah memantau dengan seksama pemikiran-pemikiran yang hidup dalam masyarakat, antara lain dengan meng adakan percakapan-percakapan dengan tiga sesepuh/to koh masyarakat, yakni Bapak Moh. Natsir, Bapak Moh. Sanusi Hardjadinata, dan Bapak Jenderal (Pum) A.H. Nasution, maka kepada kami telah disampaikan pemikir* an beliau-beliau itu, tertuang dalam surat terlampir, yang ditujukan kepada saudara-saudara sepeijuangan di mana pun mereka berada, termasuk yang berada dalam lemba ga-lembaga permusyawaratan/perwakilan. 2. Isi surat tersebut adalah suatu penilaian atas penyeleng garaan kehidupan berbangsa dan bernegara, yang menu rut ketiga tokoh masyarakat tersebut, telah tidak sejalan dengan tekad mengamalkan Pancasila secara murni dan melaksanakan UUD 1945 secara konsekuen. Ketiga to koh masyarakat tersebut selanjutnya mengemukakan langkah-langkah yang bersifat kenegarawanan yang perlu dilakukan guna meluruskan kembali peijalanan bangsa dan negara RI pada jalur Pancasila dan UUD 1945. 3. Setelah kami mempelajari secara seksama isi surat tiga tokoh masyarakat tersebut di atas, kami berkesimpulan bahwa hal-hal yang telah dikemukakan oleh ketiga tokoh 5 masyarakat tersebut adalah benar. Oleh karena itu kami bertanda tangan di bawah ini menyatakan dukungan sepe nuhnya atas hal-hal yang telah dikemukakan oleh ketiga tokoh masyarakat tersebut, dengan harapan semoga pim pinan dan para anggota MPR/DPR dapat pula memahami dan menerimanya dengan penuh kearifan. 4. Jika selama ini timbul suara-suara bahwa MPR/DPR ku rang berfungsi sebagaimana layaknya lembaga permusya waratan/perwakilan rakyat, maka hal itu tidak dapat di pertanggungjawabkan kepada anggota-anggotanya semata- mata, melainkan pada sistemnya, yakni sistem penataan kehidupan politik secara keseluruhan. 5. Sistem seperti itu terwujud dan diberlakukan karena ada nya kewenangan-kewenangan darurat ekstra konstitusio nal yang dijalankan oleh Presiden Soeharto selama ham pir seperempat abad, sejak tahun 1967; kewenangan- kewenangan darurat itu setiap sidang MPR senantiasa di perbaharui, dan terakhir dengan TAP MPR No. VI/MPR/ 1988, sedangkan UUD 1945 pada dasarnya mengatur keadaan damai dengan tidak mengabaikan pengaturan keadaan darurat. 6. Kehidupan berbangsa dan bernegara seperti itu telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan-kesenj angan sosial politik dan sosial ekonomi yang makin lama makin mele bar, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan gejolak- gejolak sosial. 7. Hanya dengan kebersamaanlah semuanya itu dapat diatasi sebaik-baiknya menuju normalisasi kehidupan konstitu sional. Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, kami menyetujui pendapat ketiga tokoh masyarakat tersebut, bahwa harus lah: 1. Diakhiri selekasnya kewenangan-kewenangan darurat ekstra konstitusional. 2. Semua lembaga permusyawaratan/perwakilan disusun de ngan Pemilu belaka dan difungsikan menurut kemurnian pelaksanaan UUD 1945. Untuk itu, diperlukan usaha-usaha pembaruan dalam ke hidupan berbangsa dan bernegara, antara lain sebagai beri kut: 1. Memasyarakatkan kehidupan kebangsaan yang bebas dengan antara lain, menumbuhkan keberanian untuk me nilai secara terbuka pengamalan Pancasila dan pelaksana an UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh penguasa dan lembaga kenegaraan lainnya. 2. Meninjau kembali sebelum Pemilu 1992 berbagai Kete tapan/Keputusan MPR, Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya serta tata tertib MPR/DPR/DPRD yang tidak selaras dengan hakekat dan jiwa kedaulatan rakyat, supaya hak-hak demokratis dan hak-hak asasi rakyat dipulihkan kembali secara wajar sesuai dengan UUD 1945. 3. Mengadakan pergeseran dalam strategi pembangunan se hingga benar-benar mengarah pada keinginan luhur rak yat, dengan lebih banyak mendengar pendapat umum, berorientasi kepada kepentingan rakyat kecil dan keadil an sosial, serta menunjukkan kepercayaan kepada potensi nasional. 4. Mewajibkan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pertama-tama dalam arti mengikis jiwa budak dan menumbuhkan kehidupan kejiwaan yang merdeka guna meniadakan rasa takut serta kemudian menumbuhkan harga diri bangsa dan warga negara. 5. Karena Presiden Soeharto sudah memangku jabatannya selama lima kali masa jabatan berturut-turut sehingga akan seperempat abad pada tahun 1993, maka untuk me mungkinkan usaha-usaha pembaruan, seharusnya diang gap sudah lebih dari cukup, dan selanjutnya ditetapkan 7 bagi presiden-presiden berikutnya pembatasan masa ja batan hanya untuk dua kali masa jabatan saja. 6. Agar usaha-usaha pembaruan itu dihayati sebagai suatu kesungguhan dan tanggungjawab bersama. Dan karena merasa terpanggil dalam usaha-usaha pemba ruan seperti yang dikemukakan di atas, kami mengambil prakarsa menumbuhkan Solidaritas untuk menghidupkan kembali demokrasi (kedaulatan rakyat) dalam suasana ke terbukaan. Semoga atas dorongan niat luhur untuk membela bangsa dan negara proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 1945, kita semua — segenap bangsa — ikut tergugah tanpa kecuali, untuk mengadakan pembaruan secara konstitusio nal. Tembusan surat ini disampaikan juga kepada : 1. Presiden dan Wakil Presiden RI 2. Pimpinan Lembaga Tinggi Negara lainnya. 3. Para Menteri Kabinet Pembangunan V. 4. Pimpinan Parpol/Golkar. 5. Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan. 6. Pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat. 7. Media Massa. Kami yang menandatangani: D 2) Prof. DR. Deliar Noer Abdul Madjid 3) 4) Dr. Marsillam