PENERAPAN METODE TALAQQI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA DAN MEMAHAMI KITAB KUNING DI PONDOK AL-BAQIYATUSH SHALIHAT KUALA TUNGKAL PROVINSI JAMBI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Islam dalam Konsentrasi Pendidikan Agama Islam

Oleh : NUR HALIMAH NIM: MPA.172668

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

MOTTO

              

            Artinya :

1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam 5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.1

1 Anonim. 2010. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : Hilal. hlm. 597. PERSEMBAHAN

Tesis ini kupersembahkan kepada : Ayahku terhormat Efendi Ibundaku Tercinta Nuriyah Adikku tersayang M. Rasyid Sidik Sahabat dan rekan seperjuangan di Pascasarjana UIN STS JAMBI

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN (TURABIAN)

A. Konsunan1 Huruf Arab Huruf Latin Ket.

Tidak dilambangkan ا b ب t ت th ث j ج h{ (h{ (dengan titik di bawah ح kh خ d د .dh ذ r ر z ز s س sh ش .s} (s} (dengan titik di bawah ص d} (d} (dengan titik di bawah ض

1 Muktar, H. Buku Panduan Penulisan Tesis Dan Disetasi, Jambi : pascasarjana UIN Sts Jambi, 2017 t} (t (dengan titik di bawah ط z} (Z} (dengan titik kebawah ظ ‘ Koma terbalik keatas ع gh غ f ف q ق k ك l ل m م n ن w و h ﻫ la ﻻ Apostrof ’ ء y ي

ABSTRAK

Nur Halimah, Penerapan Metode Talaqqi Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal Provinsi Jambi, Tesis, pendidikan Islam, pascasarjana Universitas Islam Negri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pembelajaran kitab kuning Di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat dengan metode Talaqqi. Metode ini memang dianggap tradisional padahal metode ini termasuk metode pembelajaran paling awal yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Walaupun dianggap efektif, dalam penerpan masih banyak permasalahan yang dihadapi pondok pesantren. Pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif deskriftif dengan teknik Snowball Sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis dengan cara mereduksi data, memaparkan data dan penarikan kesimpulan. Pengecekan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Proses pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat dengan metode Talaqqi yang diterapkan beberapa ustadz dan ustadzah pada waktu, tempat dan kitab yang berbeda serta menggunakan sistem pembelajaran yang berbeda pula. Penerapan metode Talaqqi ini di dukung oleh beberapa faktor seperti para ustadz dan ustadzah (tenaga pengajar) yang sudah menguasai materi, pintar, telaten, sabar dalam kegiatan belajar mengajar kitab kuning. Apresiasi (reward) pondok pesantren terhadap berprestasi dalam membaca dan memahami kitab kuning. Kendala dalam penerapan pembelajaran kitab kuning dengan metode Talaqqi antara lain : kurangnya minat santri dalam mempelajari kitab kuning, kurangnya waktu belajar, rasa malas, perasaan takut salah ketika membaca kitab di depan ustadz maupun ustadzah, kurang menguasai ilmu Nahwu, Sharof dan bahasa Arab. Upaya yang di lakukan adalah : Meningkatkan minat belajar santri, menambah jam pelajaran, meningkatkan aturan dan kedisiplinan, hilangkan rasa takut dan belajar lebih giat dan memberi motivasi untuk lebih giat belajar hingga bisa menguasai kitab kuning.

Kata kunci : Metode Talaqqi, Keterampilan membaca, Memahami Kitab Kuning.

vii

ABSTRACT

Nur Halimah, Application of the Talaqqi Method to Improve Reading Skills and Understanding the Yellow Book at Al-Baqiyatush Shalihat Islamic Boarding School in Kuala Tungkal Jambi Province, Thesis, Islamic education, postgraduate of the Islamic State University of Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. This study aims to determine how the application of the learning of the yellow book at Al-Baqiyatush Shalihat Islamic Boarding School using the Talaqqi method. This method is indeed considered traditional even though this method is among the earliest learning methods mentioned in the Qur'an. Although considered effective, in response there are still many problems faced by Islamic boarding schools. The approach used in this research is to use a descriptive qualitative approach with the Snowball Sampling technique. Data collection techniques used were observation, interviews and documentation. Data were analyzed by reducing data, describing data and drawing conclusions. Checking the validity of the data uses data triangulation techniques. The results of this study indicate that the process of learning the yellow book at Al-Baqiyatush Shalihat Islamic Boarding School with the Talaqqi method applied by several clerics and clerics at different times, places and books and using different learning systems. The application of the Talaqqi method is supported by several factors such as the clerics and clerics who have mastered the material, are smart, painstaking, and patient in teaching and learning of the yellow book. Appreciation (reward) for Islamic boarding school students with achievements in reading and understanding the yellow book. Constraints in the application of learning the yellow book by the Talaqqi method include: lack of students' interest in learning the yellow book, lack of time to study, feeling lazy, feeling afraid of being wrong when reading the book in front of the cleric or cleric, lacking the knowledge of Nahwu, Sharof and . Efforts to do are: adding teachers who master the yellow book, adding hours of study for books outside the mandatory hours, giving sanctions for students who do not participate in these activities for those who are required, always giving motivation to be more active in learning, giving appreciation to students to take part in the yellow book reading competition, and submit scholarships for high achieving students in reading the yellow book.

Keywords: Talaqqi Method, Reading Skills, Understanding The Holy Yellow Book.

viii

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT. tuhan yang mengatur sekalian alam, yang telah melimpahkan karunia dan rahmat- Nya, serta telah memberikan kekuatan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Sholawat beriringkan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. yang selalu kita nantikan syafa’atnya di akhirat kelak. Karya tulis dalam bentuk tesis ini ditulis dengan maksud dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar magister (S2) Konsentrasi Pendidikan Agama Islam (PAI) Program Studi Pendidikan Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari kata sempurna, baik secara metodologi maupun secara analisis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran konstruktif dari pembaca yang budiman. Selama penyelesaian tesis ini, banyak sekali yang telah memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karenanya pada kesempatan ini penulis haturkan ucapan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu demi kelancaran dalam penyelesaian tesis ini, terutama penulis khususkan kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi Asy’ari, MA, Ph. D sebagai Rektor UIN STS Jambi. 2. Bapak Prof. Dr. H. A. Husein Ritonga, MA selaku Direktur Pascasarjana UIN STS Jambi. 3. Bapak Prof. Dr. H.Kasful Anwar US, M.Pd selaku Pembimbing I 4. Bapak Dr. M. Ied Al Munir, M.Ag.M. Hum. selaku Pembimbing II 5. Bapak H. Abdul Hakim, S. Ag. selaku pimpinan dan pengasuh pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat beserta jajarannya yang telah

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ...... i LEMBAR LOGO ...... ii HALAMAN NOTA DINAS ...... iii HALAMAN PERNYATAAN ORSINALITAS TESIS ...... iv HALAMAN MOTTO ...... v HALAMAN PERSEMBAHAN ...... vi ABSTRAK ...... vii ABSTRACT ...... viii KATA PENGANTAR ...... ix DAFTAR ISI ...... x DAFTAR TABEL ...... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 10 C. Fokus Penelitian ...... 10 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...... 11

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori ...... 12 1. Metode Talaqqi ...... 18 2. Kitab kuning...... 31 3. Pondok pesantren ...... 41 B. Penelitian Yang Relevan ...... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian...... 53 B. Situasi Sosial Dan Subjek Penelitian ...... 55 C. Jenis Dan Sumber Data ...... 56 D. Teknik Pengumpulan Data ...... 57 E. Teknik analisis Data ...... 60 F. Uji Keterpercayaan Data (Trushworthines) ...... 62 G. Jadwal Penelitian ...... 67

xii

BAB IV DESKRIPSI LOKASI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ...... 69 1. Sejarah Dan Letak Geografis Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal ...... 69 2. Keadaan Tenaga Pengajar Dan Santriawan Santri Wati Pondk Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal ...... 79 3. Keadaan Sarana Dan Prasarana ...... 89 B. Hasil Penelitian ...... 91 1. Penerapan Metode Talaqqi Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal ...... 91 2. Faktor Pendukung, Dan Kendala Yang Dihadapi Bagi Santri Pada Penerapan Metode Talaqqi Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal . 104 3. Upaya yang dilakukan untuk memperkuat faktor pendukung, dan mengatasi kendala pada penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning ...... 112 C. Analisis Hasil Penelitian ...... 117 4. Penerapan Metode Talaqqi Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal ...... 118 5. Faktor Pendukung, Dan Kendala Yang Dihadapi Bagi Santri Pada Penerapan Metode Talaqqi Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal . 122 6. Upaya yang dilakukan untuk memperkuat faktor pendukung, dan mengatasi kendala pada penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca Dan Memahami Kitab Kuning ...... 124

xiii

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...... 128 B. Implikasi ...... 129 C. Rekomendasi ...... 131 D. Kata Penutup ...... 132

DAFTAR PUSTAKA ...... 133 LAMPIRAN-LAMPIRAN CURRICULUM VITAE

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 0.1 Jadwal Penelitian ...... 68 Tabel 0.2 Struktur Pengurusan Pondok Pesantren ...... 77 Tabel 0.3 Struktur Organisasi Santriwati ...... 78 Tabel 0.4 Keadaan Guru Pondok Pesantren ...... 79 Tabel 0.5 Keadaan Sarana Prasarana Pondok Pesantren ...... 90

xiv

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pesantren yang merupakan “Bapak” dari lembaga pendidikan Islam di , didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman.1 karena di antara sekian banyak lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tertua. Pondok Pesantren di Indonesia mulai tercatat keberadaan dan perkembangan mulai abad ke-16.2

Pondok Pesantren bisa dianggap sebagai lembaga yang khas di Indonesia. Meskipun ia merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional, namun dalam beberapa aspek, berbeda dengan sekolah tradisional di dunia Islam manapun. Di sisi lain pada saat yang sama, ia berorientasi internasional, dengan Makkah sebagai pusat orientasinya, bukan Indonesia.3 Akar historis-kultural pesantren tidak terlepas dari masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia yang bercorak sufistik dan mistik.4 Pada dasarnya fungsi utama pesantren adalah sebagai lembaga yang bertujuan mencetak muslim agar memiliki dan menguasai ilmu-ilmu agama secara mendalam serta menghayati dan mengamalkannya dengan ikhlas semata-mata ditujukan untuk pengabdiannya kepada Allah SWT dalam hidup dan kehidupannya.5 Sedangkan visi pendidikan Islam adalah mewujudkan sistem pendidikan agama dan pendidikan keagamaan Islam

1 Amin Haedari, M.Ishom El-Saha. Pesantren Dan Madrasah Diniyah, (jakarta : Diva Pustaka, 2008), Cet.III, hlm. 1 2 Depertemen Agama RI. Profil Pondok Pesantren Mu’adalah, (Jakarta : Dipekapontren Ditjen Kelambangan Agama Islam Depertemen Agama Proyek Peningkatan Pondok Pesantren, 2004), hlm. 3 3 Martin Van Bruinessen. Kitab Kuning, Pesantren Dan Terekat, (Yogyakarta : Gading Publishing, 2015), Cet. II, hlm. 89-90 4 Amin Haedari, M.Ishom El-Saha. Loc. Cit 5 Depertemen Agama RI. Pola Pembelajaran Di Pesantren, (Jakarta : Ditpekapontren Ditjen Kelambangan Agama Islam Depertemen Agama, 2003), hlm. 20.

2

menjadi sistem pendidikan Islam tafaqquh fiddien dan pendidikan tafaqquh fiddunya terpadu secara fungsional untuk pencerdasan, pembudayaan, dan peradaban bangsa.6 Meskipun Pondok Pesantren identik dengan sistem kegiatan pendidikan tradisional, wawasan berfikir masyarakat Pondok Pesantren dikenal cukup luas. Hal ini dapat di duga sebagai hasil luasnya bacaan-bacaan dan referensi teks-teks kuno.7 Sebuah institusi dapat disebut Pondok Pesantren apabila memiliki sekurang-kurangnya tiga unsur pokok, yaitu : (1). Adanya kiai8 yang memberikan pengajian. (2). Para santri yang belajar dan tinggal di Pondok. (3). Adanya masjid sebagai tempat ibadah dan tempat mengaji.9 Sebagai sebuah lembaga pendidikan, Pondok Pesantren walaupun dikatagorikan sebagai lembaga pendidikan tradisional mempunyai sistem pengajaran tersendiri.10 Namun demikian, pesantren di pihak lain secara optimistik bertindak sebagai subyek di antara sekian bentuk dan sistem pendidikan modern.11 Pandangan positif terhadap laju pembangunan di bidang pendidikan dan gencarnya pengaruh globalisasi telah memberikan pelajaran yang berarti bagi dunia pesantren. Penerimaan terhadap modernitas dengan segala produknya dalam hal ini dipandang sebagai jalan tengah, tidak saja untuk mempertahankan eksistensi kelembagaannya tetapi juga dimaknai sebagai model pergeseran pendidikan Islam yang lebih aplikabel dan fungsional. Dalam

6 Depertemen Agama RI. Journal Pondok Pesantren Mihrab, (Jakarta : Direktorat Pendidikan Diniyah Dan Pondok Pesantren Kerta Sama Institute For Study Of Religion And Democracy, 2008), Vol. II, hlm. 52 7 Mu Yappi. Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren, (Jakarta : Media Nusantara, 2008), Cet. I, hlm, 83 8 Peneliti Menggunakan Bentuk Penulisan Berdasarkan KBBI online http : //kbbi. Web. id/kiai akses 12 Mei 2018 9 Depertemen Agama RI. Pola Pembelajaran Di Pesantren, Loc. cit 10 Rohadi Abdul Fatah, M. Taha Taufik, Abdul Mukti Bisri. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan, (Jakarta : PT. Listafariska Putra, 2008), Cet. II, hlm. 48 11 Nijar, Ali, Ibi Syatibi. Manajemen Pendidikan Islam, (Bekasi : Pustaka Isfahan, 2009), Cet. I, 233

3

kondisi seperti inilah, pesantren terus eksis dan mencari pola dalam mengikuti perkembangan pendidikan nasional.12 Dalam penyelenggaraannya, pesantren membentuk sebuah komunitas yang di pimpin oleh kiai dan di bantu para ustadz yang hidup bersama ditengah para santri, dengan bangunan masjid sebagai pusat kegiatan, asrama sebagai tempat tinggal, serta kitab kuning sebagai kurikulum pendidikannya.13 Untuk mencapai tujuan pembelajaran, pesantren mengajarkan Al- Qur’an,14 dan Ilmu Tafsir, Hadits beserta Ilmu Hadits, Fiqih dan Ushul Fiqh, Tauhid, Tarikh, Akhlak dan Tashawwuf, Nahwu, Syaraf, Ilmu Ma’ani, Ilmu Badi’ Bayan serta ilmu mantiq kepada para santrinya.15 Penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pengajaran untuk para santri dengan berbagai macam materi tersebut disampaikan dengan berbagai macam metode pembelajaran. Sebagai sumber materi, kalangan pesantren menggunakan kitab- kitab wajib yang dikenal dengan nama kitab kuning sebagai buku teks utamanya.16 Menurt Affandi Mochtar, pengertian umum yang beredar di kalangan pemerhatian pesantren, kitab kuning adalah kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab atau berhuruf Arab, sebagai produk pemikiran ulama’ masa lampau yang ditulis dengan formal khas pra- modern, sebelum abad ke-17-an M.17 Lebih lanjut, beliau menjelaskan kandungan kitab kuning yang beredar di kalangan pesantren hingga sekarang memang lebih banyak di dominasi bidang Fiqih.

12 Ibid hlm. 83 13 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren : Suatu Kajian Tentang Unsur Dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta : INIS, 1994), hlm. 6 (ketersediaan buku ini tidak ada yang baru) 14 Peneliti Menggunakan Bentuk Penulisan Alqur’an Berdasarkan KBBI online http : //kbbi. Web. id/Alqur’an akses 12 Mei 2018 15 Amin Haedari, M.Ishom El-Saha. OP. Cit, hlm. 21 16 Ibid 17 M. Masyhuri Mochtar. Dinamika Kajian Kitab Kuning Di Pesantren, (Sidogiri : Pustaka Sidogiri, 2015), Cet. I, hlm. 21

4

Akan tetapi, kenyataan ini tidak berarti bahwa tradisi keilmuan yang berkembang di pesantren terbatas pada disiplin Fiqih saja, karena ternyata, dari sekitar sembilan ratus judul kitab kuning yang beredar di kalangan pesantren hanya sekitar 20% saja yang bersubstansikan Fiqih. Sisanya menyangkut disiplin-disiplin ilmu lain, seperti berjumlah 17% bahasa Arab berjumlah 12% Hadits berjumlah 8% Tashawwuf berjumlah 7% Akhlak berjumlah 6%.18 Kitab kuning sering juga disebut ,( ﹷ)kitab gundul karena tidak memiliki harakat atau syakal, seperti fathah Juga, karena tidak ada torehan ( ﹿ) dan sukun ( ﹹ) dhammah , ( ﹻ) kasrah arti di bawah setiap lafalnya, sehingga kitab kuning di sebut tak berjanggut, kebalikan dari kitab janggut, yakni kitab yang beharakat dan terdapat makna ala jawa atau bahasa lain dibawah setiap kalimat. Karena tidak memiliki syakl, untuk bisa membaca kitab kuning dan mengartikannya kata perkata secara menyeluruh dibutuhkan keterampilan dan waktu yang cukup lama. Tak heran jika kemudian kemampuan dalam membaca kitab kuning menjadi salah satu indikator keberhasilan belajar santri di pesantren, santri dinilai belum berhasil jika tidak bisa baca kitab kuning berikut mengartikannya dengan baik dan benar.19 Metode secara etimologi, metode berasal dari kata method yang berarti suatu cara kerja yang sistematis untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan.20 Adapun Talaqqi dari segi bahasa diambil dari perkataan yaitu pelajar bersemuka atau berhadapan dengan guru. Musyafahah pula bermakna dari mulut ke mulut. Selain itu, metode pembelajaran ini termasuk metode pembelajaran yang sangat bermakna, karena santri akan merasakan hubungan yang khusus ketika berlangsung kegiatan pembacaan kitab oleh dirinya dihadapan ustadz/kiainya.

18 H. Affandi Mochtar. Kitab Kuning & Tradisi Akademik Pesantren, (Bekasi : Pustaka Isfahan, 2009), cet. I, hlm. 58. 19 M. Mansyhuri Mochtar. Op. Cit, hlm. 22 20 Ahmad Munjin Nasih Dan Lilik Nur Kholidah. 2009. Metode Dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung : PT Refika Aditama. hal. 29.

5

Mereka tidak saja senantiasa dapat dibimbing dan diarahkan cara pembacaannya tetapi juga dapat dievaluasi dan diketahui perkembangan kemampuannya. Dalam situasi demikian tercipta pula komunikasi yang baik antara santri dan kiai atau ustadznya sehingga menimbulkan kesan yang mendalam pada jiwa santri maupun kiai atau ustadz sendiri. Adapun cara memulai belajar metode Talaqqi, yaitu belajar antara guru dan murid, belajar secara langsung face to face berhadapan di depan guru secara langsung. Dalam prakteknya, santri membaca kitab secara bergantian dihadapan kiai atau ustadz, dan kalau terjadi kekeliruan, kiai atau ustadz akan menegurnya dan membetulkannya. Selain itu, ada yang unik dari metode ini adalah tidak boleh membawa mushaf atau membaca ketika proses talaqqi berlangsung. Jadi, kita memang harus konsentrasi mendengarkan pelajaran yang ustadz sampaikan. Oleh karena itu, pentingnya meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning, maka seorang guru harus memiliki kecakapan teknis dan kompetensi yang memadai agar seorang guru dapat meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning untuk mengajarkan kepada santri. Guru dituntut untuk lebih profesional dalam segala hal dalam mendidik peserta didik serta memiliki kepribadian yang baik (Alim), sehingga tidak heran kalau baik buruknya pendidikan bukan hanya terletak dari kurikulum, tetapi juga pada profesionalisme guru (Ustadz). Guru adalah pendidikan profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya dan memikul sebagai tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua. Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya kesekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan pula bahwa oarang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada

6

sembarangan guru/sekolah karena tidak sembarangan orang dapat menjabat sebagai guru.21 Sebagaimana grandtour awal di Pondok Pesantren Al-Baqiyatus Shalihat. Kuala Tungkal, peneliti menemukan beberapa problematika dalam meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning, di antaranya sebagai berikut : 1. Kesulitan santri dalam memahami kitab kuning. Hal ini terlihat ketika dalam proses belajar, santri banyak yg tidak mengerti, karena orang yang bisa (pandai) belajar kitab kuning itu harus memahami tiga hal; yaitu : harus bisa Nahwu, Shoraf dan bahasa Arab. Menurut pendapat salah seorang pengajar di Pondok pesanten Al-Baqiyatush Shalihat ini. Beliau mengatakan apabila seseorang hanya bisa memahami kitab kuning dengan bahasa Arab saja, dia bisa di katakan dengan kata Sakin tasliman. Maksudnya Sakin salim di sini ialah Sukun kanlah maka akan selamat. (Hasil wawancara yang di lakukan pada tanggal 21 Desember 2018 dengan M. Rasyid Sidik salah satu Santri yang masih belajar di Pondok Pesantren) 2. Rendahnya motivasi belajar kitab kuning. Hal ini bisa dikatakan karena di Pondok pesntren Al-Baqiyatush Shalihat ini banyak mempelajari kitab-kitab antara lain ; Hadits, Fiqih, Tajwid, Balagah, Nahwu, Shorof, Bahasa arab dan kitab-kitab lain. Jadi diantara kitab-kitab tersebut santri tidak di fokuskan kepada kitab Nahwu, Shoraf dan Bahasa arab saja, sehingga santri belum begitu pandai dalam meningkatkan keterampilan membaca serta memahami kitab kuning tersebut, karena apabila seorang santri ingin pandai membaca dan memahami kitab kuning, santri harus lebih terfokus kepada Nahwu, Shoraf, dan Bahasa Arab. Sedangkan di Pondok Pesantren ini belajar Nahwu, Shoraf, dan bahasa arab hanya 2 jam dalam 1 minggu

21 Zakiah Daradjat, Dkk. (2009). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara. hlm. 39.

7

di tambah lagi kesulitan dalam mempelajari kitab kuning itu sendiri sehingga semangat santri dalam mempelajari kitab kuning masih tergolong rendah. 3. Jenuh dan bosan bagi santri dalam mempelajari kitab kuning. Hal ini terlihat ketika dalam proses belajar mengajar, ada beberapa orang santri sering terlambat masuk kelas, serta tidak membawa kitab yang hendak di pelajari, ada juga yang tertidur di saat jam pelajaran, dan terkadang keluar kelas atau membolos ketika proses pembelajaran di kelas berlangsung. Melihat permasalahan di atas, maka pihak pesantren harus aktif melakukan pendekatan dan pembinaan kepada seluruh santri yang sering melakukan kesalah-kesalahan ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung, supaya santri terhindar dari perilaku-perilaku yang salah sehingga menyinggung perasaan ustadz dalam proses belajar mengajar dan tidak bisa tercapainya tujuan pembelajaran yang di kehendaki.

Dalam hal ini merupakan tanggung jawab seluruh pihak pesantren, termasuk di dalamnya para ustadz-ustadz yang mengajarkan pelajaran Nahwu, Shoraf dan bahasa Arab, demi tercapainya tujuan pendidikan di Pondok Pesantren. Oleh karena itu, Atas dasar penerapan dan uraian- uraian di atas tersebut, dan alasan lain yaitu : (a). Menyadari akan pentingnya metode Talaqqi untuk mencapai tujuan pembelajaran kitab kuning. (b). Berdasarkan pengalaman peneliti selama belajar di pesantren. (c). Untuk lebih mendalami metode Talaqqi agar bisa menerapkan ketika mengajar. Maka dari itu, peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang penerapan metode Talaqqi. Menyinggung sedikit tentang Talaqqi secara sederhana dapat di artikan dengan menerima ilmu secara langsung melalui pertemuan. Di dalam Al-qur’an Allah swt menyebutkan bahwa ;

8

   

Artinya ;Kami akan membacakan (Al ) kepadamu (Muhammad) Maka kamu tidak akan lupa, (Qs Al-a’la : 6)22 Setelah Allah Subhanahu wa Ta'aala menyebutkan beberapa kenikmatan dunia, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan asal dan sumber kenikmatan, yaitu Al Qurân. Yakni Kami akan menjaga wahyu yang Kami wahyukan kepadamu dan menyimpannya dalam hatimu sehingga engkau tidak akan lupa sedikit pun darinya. Ini merupakan kabar gembira yang besar dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala kepada hamba dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan mengajarkan ilmu kepadanya yang tidak akan Beliau lupakan

Allah swt memberitahu kepada Rasulullah bahwa ayat Al-Quran itu akan dibacakan oleh Jibril as kepada Rasulullah sehingga beliau tidak lupa. Dan inilah diantara rahasia mengapa seseorang itu perlu mengambil ilmu dari mulut guru itu sendiri, yang disebut Talaqqi. (Agar tidak lupa). Adapun didalam Talaqqi ada tatap muka dan komunikasi, antara lain ;

1) Talaqqi Pemahaman. Maksud dari Talaqqi pemahaman disini ialah, ketika kita membaca atau mendengarkan sendiri, pemahaman kita akan sangat terpengaruh oleh pra anggapan dan ragam pengetahuan yang ada dalam pikiran kita. Akibatnya bisa-bisa kesimpulan yang kita dapat jauh dari yang dimaksud oleh pengarang. Di sinilah pentingnya kita bertatap muka dengan orang yang memiliki pengetahuan tersebut bersanad hingga pengarang, sehingga ada interaksi. Penjelasan yang tak termaktub bisa diperoleh, upaya untuk meminta penjelasan juga terbuka lebar.

22 Anonyim. 2010. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung : Hilal. hlm. 59.

9

2) Talaqqi cara memahami. Menurut saya ini lebih penting dari pada Talaqqi pertama. Talaqqi pemahaman akan berbuah paham teks namun hanya seperti hardisk atau penyimpanan awan, tak lebih. Pengetahuan tersebut akan bernilai kecil bila tak dibarengi cara mengolah pemahaman tersebut. Kalau dalam karya-karya klasik kita akan dikenalkan dengan metode pengembangan, fa’ tafri’, iqtidha’, ad-dhahir, mafhum dan semisalnya. Nah, untuk bisa memperlakukan teks dengan benar, cara pengolahan ini butuh Talaqqi biar tak terlalu jauh dari maksud pengarang.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Talaqqi pemahaman merupakan proses pembelajaran secara otodidak sehingga apa yang kita pahami terkadang tidak sesuai dengan maksud yang sesungguhnya dari pengarang tersebut. Sedangkan Talaqqi cara memahami merupakan proses pembelajaran yang menghadirkan seorang guru yang memang benar-benar menguasai bidang ilmu tersebut, sehingga kita bisa memahami teks dengan benar yang sesuai dengan maksud pengarang. Memahami teks berarti kita berusaha menyelami alam pikiran pengarang seutuhnya serta membawa cara berpikirnya dalam memahami realita. Agar hasil ini mendekati sempurna perlu bertalaqqi dari orang- orang yang memperoleh langsung gaya berpikir dengan bersanad hingga pengarang. Jadi, disini peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning. Penelitian ini di lakukan di lokasi Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal.

10

B. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang diajukan dalam penelitian tersebut, maka pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah : Bagaimana penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? Oleh karena itu peneliti mengajukan beberapa sub-sub rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses penerapan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? 2. Apa faktor pendukung, dan kendala pada penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? 3. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk memperkuat faktor pendukung, dan mengatasi kendala pada penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning?

C. Fokus Masalah Penelitian yang ideal adalah penelitian yang dapat menghasilkan data dan informasi yang faktual sesuai dengan data dan bukti dari lapangan penelitian, sehingga kemudian penelitian harus difokuskan pada pembelajaran tertentu dengan harapan bahwa kajian dan analisis yang dilakukan dapat dilakukan secara terinci dan tidak menghasilkan penelitian yang semu dan ambigu. Untuk menghindari kesimpang siuran dalam penelitian ini, maka peneliti memfokuskan masalah penelitian ini, yakni peneliti ingin mengetahui bagaimana teknis penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal.

11

Penulis memfokuskan penelitian ini pada santri wati Madrasah Tsanawiyah Al-Baqiyatush Shalihat.

D. Tujuan dan kegunaan penelitian 1. Tujuan Penelitian a) Untuk menjelaskan proses penerapan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal b) Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan kendala yang dihadapi para santri dalam penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal c) Untuk menjelaskan upaya yang dilakukan untuk memperkuat faktor pendukung, dan mengatasi kendala pada penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilann membaca dan memahami kitab kuning.

2. Kegunaan penelitian a) Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi terhadap Pondok Pesantren lainnya dalam belajaran sehingga dapat meningkatkan hasil pembelajaran. b) Penelitian ini diharapkan memberikan dampak positif terhadap Pondok Pesantren lainnya dalam peningkatan kemampuan membaca kitab kuning dengan baik dan benar. c) Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister (S-2) Dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam di UIN STS JAMBI.

12

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

A. Landasan Teori 1. Penerapan Penerapan berarti proses, cara, perbuatan menerapkan, pemasangan, pemanfaatan, perihal memperhatikan.23 Jadi, penerapan adalah sebuah perbuatan dan tindakan yang dilakukan, baik secara individu-individu maupun kelompok-kelompok untuk menerapkan atau sesuatu yang dilaksanakan atau dipraktekkan baik teori maupun metode yang telah direncanakan dalam mencapai suatu tujuan yang telah dirumuskan berdasarkan teori. Oleh karena itu, untuk mempelajari dan memahami kitab kuning sangatlah sulit, perlu sebuah alat untuk mempermudah mempelajari dan memahaminya. Belajar kitab kuning tidak sama dengan belajar Al-qur’an yang sudah dilengkapi harakat/baris. Butuh waktu yang lama kita ingin menguasai kitab kuning. Pada tahap awal, sebelum melangkah pada pemahaman teks didalamnya, seseorang harus memahami seluk beluk ilmu Nahwu dan Shorof.24 Untuk tahap selanjutnya, yaitu pemahaman isi kitab kuning, dikalangan pesantren dikenal metode-metode untuk memperdalam dan memahami isi kitab kuning, Yaitu : 1) Metode Bandongan Metode ini lebih banyak di gunakan dibeberapa pesantren dibanding metode lainnya. Prosesnya, seorang guru atau ustadz membacakan kitab berikut maknanya dengan metode Utawi-iku, sedangkan santri secara kolektif menyimak dan mencatat makna atau keterangan dari sang guru.25 Pendapat lain mengatakan bahwa istilah Bandongan seringkali juga

23 Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), hlm. 1180 24 M. Masyhuri Mochtar. Dinamika Kajian Kitab Kuning Di Pesantren, (Sidogiri : Pustaka Sidogiri, 2015), Cet. I, hlm. 168 25 Ibid, hlm. 178

13

disebut wetonan. Istilah wetonan ini berasal dari kata wektu (bahasa Jawa) yang berarti waktu,sebab pembelajaran tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu. Yaitu sebelum atau sesudah melakukan shalat fardu. Metode wetonan ini merupakan metode kuliah, dimana para siswa mengikuti pelajaran dengan duduk dihadapan ustadz yang menerangkan pelajaran secara kuliah, siswa menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Huruf yang digunakan untuk memberi catatan adalah huruf Arab.26

Metode belajar mengajar wetonan dalam pandangan penulis pada dasarnya sama dengan metode belajar mengajar yang di kenal di awal pertumbuhan dan perkembangan Islam pada masa Rasulullah SAW yang sering disebut dengan istilah halaqah. Model pembelajaran ini merupakan kegiatan belajar mengajar tidak formal dimana metode mengajar digunakan adalah ceramah dan diskusi. Model belajar wetonan dalam bentuk santri mengelilingi kyai atau ustadz. Kyai kemudian menjelaskan kitab yang menjadi pegangan guru dan santri, sementara itu, santri dengan cermat memberikan catatan penting pada kitab mereka masing- masing terkait dengan penjelasan dan keterangan dari kyai atau ustadz. Metode belajar mengajar wetonan pada dasarnya tidak menjadikan santri bersikap pasif dalam proses pembelajaran tersebut, tetapi kyai atau ustadz tetap memberikan ruang dan waktu kepada santri untuk melakukan tanya jawab dan diskusi terkait dengan topik pelajaran yang di sampaikan.

Sedangkan metode bandongan menurut penulis, metode bandongan ini pada dasarnya hampir sama dengan metode wetonan, dari aspek proses dan prosedur belajar mengajar. Hanya saja santri diposisikan sebagai mustami’ (pendengar) saja, sehingga terkadang mereka dalam posisi ini tampak pasif. Kyayi atau ustadz secara aktif menyampaikan materi pelajaran di depan para santri.

26 Abdul Munip, Transmisi Pengantar Timur Tengah Ke Indonesia ; Studi Tentang Penerjemahan Buku Bahasa Arab Di Indonesia 1950-2004, (Yogyakarta : Bidang akademik UIN , 2008), hal. 140-141.

14

2) Metode pengajian pasaran Pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian (kitab) tertentu pada seseorang kyai/ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus (marathon) selama tenggang waktu tertentu dan pada umumnya sering dilakukan di bulan ramadhan. Metode ini lebih mirip dengan metode bandongan, tetapi pada metode ini target utamanya adalah selesainya kitab yang dipelajari. Titik beratnya pada pembacaan bukan pada pemahaman sebagaimana pada metode bandongan.27 Metode belajar pasaran menurut penulis lebih menekankan pada target penyelesaian belajar pada satu kitab, sehingga seluruh kegiatan belar mengajar diarahkan pada bagaimana ketuntasan satu kitab sebelum pindah kekitab yang lain yang sifatnya lebih tinggi. Metode ini seperti nya tidak terlalu memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat membantu kegiatan belajar mengajar tersebut seperti pendekatan, penggunaan media belajar yang cocok dengan materi yang disampaikan dan beberapa media pendukung lainnya. 3) Metode Sorogan Sorongan/sorogan berasal dari kata sorong (Bahasa Jawa), yang berarti menyodorkan. Disebut demikian karena setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan ustadz atau pembantunya. (Badal, Asesten ustadz). Sistem sorongan ini termasuk belajar individual, dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru dan terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya.28 Metode sorongan atau layanan individual (individual learning proses) ini mempunyai banyak kelebihan, diantaranya santri merasa lebih termotivasi untuk belajar/muthala’ah sendiri sebelum nantinya dia harus membaca di hadapan gurunya, dengan metode ini guru dapat langsung memantau kemampuan santri tersebut. Jadi, dapat di simpulkan Sorogan

27 Tim Penterjemah Depertemen Agama RI, Ibid, hlm. 26 28 Anonim, Profil Pondok Pesantren Muadalah (Depag RI 2004) hlm.19

15

dan Talaqqi di dalamnya ada kesamaan dengan proses santri/murid bertemu dengan guru. 4) Metode Syawir Metode ini sering diistilahkan dengan mudzakarah dan munazharah. Metode ini sering digunakan dalam kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan ilmiah untuk memahami kitab kuning.29 5) Metode Bahtsul Masa’il Metode ini merupakan pertemuan ilmiah, yang membahas masalah diniyah, seperti ibadah, aqidah dan masalah agama pada umumnya.30 Secara khusus, metode ini membahas cara menyikapi persoalan- persoalan aktual yang terjadi di masyarakat. 6) Metode Mudzakarah Metode mudzakarah ialah suatu cara yang digunakan dalam menyampaikan bahan pelajaran dengan mengadakan suatu pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas persoalan-persoalan yang bersifat keagamaan. Mudzakarah dapat dibedakan atas dua tingkatan kegiatan sebagai berikut : 1) Mudzakarah yang diselenggarakan oleh sesama santri untuk membahas suatu masalah, dengan tujuan agar santri terlatih di dalam memecahkan suatu masalah dengan menggunakan kitab- kitab yang tersedia. Disini seorang kiai menunjuk salah seorang santri yang dijadikan sebagai juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan dari masalah yang di diskusikan. 2) Mudzakarah yang dipimpin oleh seorang kiai,31 diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam suatu seminar, biasanya lebih banyak berisi tanya jawab.

29 Loc.cit, hlm. 180 30 Rohadi Abdul Fatah, M. Taha Taufik, Abdul Mukti Bisri. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan, (Jakarta : PT. Listafariska Putra, 2008), Cet. II, hlm. 69 31 Armai,Arief(2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press. hlm.155

16

Dalam hal ini santri dituntut kemampuannya baik dari segi kebahasaan maupun keterampilan dalam mengutip sumber-sumber argumentasi yang digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan. Bagi para santri yang dianggap kompeten oleh seorang kiai, maka santri tersebut dapat dijadikan sebagai pengajar untuk kitab-kitab Islam klasik.

7) Metode hapalan (Muhafadzah)

Para santri diberi tugas menghapal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hapalan yang dimiliki oleh santri ini kemudian dihapalkan dihadapan Kyai/ustadz secara periodik/incidental tergantung pada petunjuk kyai/ustadz yang bersangkutan. Materi pembelajaran dengan metode hapalan umunya berkena’an dengan Al-Qur’an, Nazham-nazham untuk nahwu, sharaf, tajwid ataupun untuk teks-teks Nahwu, sharaf dan fiqih.

Dalam pembelajaran metode ini, seorang santri ditugaskan oleh kyai/ustadz untuk menghapal satu bagian tertentu atau keseluruhan dari suatu kitab. Titik letak metode ini santri mampu mengucapkan, menghapalkan kalimat-kalimat tertentu secara lancar tanpa teks. Pengucapan tersebut dapat dilakukan secara perorangan ataupun kelompok. Metode ini dapat juga digunakan dengan metode bandongan atau sorogan/Talaqqi.

Untuk mengevaluasi kegiatan belajar dengan metode hafalan ini dilakukan dua macam evaluasi. Pertama dilakukan pada setiap tatap muka, yang kedua pada waktu telah dirampungkan/diselesaikan seluruh hapalan yang ditugaskan kepada santri.32 Metode hafalan ini cukup digalakkan di pondok pesantren Al-baqiyatush shalihat terutama yang menyangkut ilmu alat, mulai dari hafalan kitab matan Al-jurumiah, kitab kecil ilmu nahwu yang sangat terkenal sekali didunia pesantren, yang ditulis oleh imam Assunhaji, kitab Sullamul Mubtadiin yang ditulis oleh

32 Anonyim, Profil Pondok Pesantren Mu’adalah (Depag RI 2004), Op Cit. hlm.28.

17

salah seorang guru pondok pesantren Al-Baqiyatush shalihat guru senior dalam ilmu alat H. Hasan Azhari. Kitab berbentuk Nazhaman berbahasa Indonesia dengan tulisan Arab Melayu, kitab imrithi, dan yang terakhir kitab Al-fiyah kitab yang berbentuk Nazhman berjumlah seribu Bait. Kitab inipun dihapalkan sifatnya wajib untuk bisa lulus pondok pesantren. Hal itu terungkap dalam wawancara penulis dengan muhammad Rasid Sidik selaku santri yang hafal Alfiyyah seribu bait. Iya mengatakn bahwa :

“Untuk menghafal kitab Alfiyyah itu tidaklah gampang, butuh ketekunan, dan mesti istiqamah/kuntinyu. Dan ditambah usaha yang keras untuk dapat memahami isi kandungan-nya, tetapi bak kata pepatah tak ada yang tak sulit tetapi, tak ada yang tidak mungkin, dengan prinsip itulah akhirnya saya bisa selesai menghafalkan kitab Alfiyyah.”

Berdasarkan hasil wawancara tersebut memang benar adanya bahwa penulis menyaksikan ketika pondok pesantren Al-Baqiyatush shalihat menyelenggarakan Haul Sekh Abdul Qadir Al-Jailani, diakhir acara di umumkan santri yang sudah menyelesaikan hafalan Imriti, Alfiyyah, dan Al-qur’an bisa dikatakan sedikit sekali yang benar-benar sudah tuntas. Hal ini dikarenakan menghafal Nadhazam-nadhazam tersebut bisa dikatakan cukup sulit. Dengan demikian dapat dilihat dari tujuh metode tersebut penulis memilih salah satu metode yang dianggap penulis cukup membantu. Adapun metode yang penulis pilih yaitu metode Talaqqi yang mana metode ini merupakan salah satu metode tradisonal yang mampu membantu santri untuk membaca dan memahami literatur-literatur berbahasa Arab yang baik dan masih relevan diterapkan sampai sekarang terutama di Pondok Pesantren. Adapun lebih jelasnya akan di paparkan pengertian metode Talaqqi terlebih dahulu.

18

2. Metode Talaqqi a. Pengertian Metode Talaqqi Metode secara etimologi, istilah ini berasal dari bahasa Yunani”metodos” kata ini berasal dari dua suku kata yaitu: ”metha” yang berarti melalui atau melewati dan ”hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan yang di lalui untuk mencapai tujuan.33 Dalam kamus bahasa Indonesia ”metode” adalah cara yang teratur dan berfikir baik untuk mencapai maksud.34

Pandangan yang sama istilah metode/strategi sering dimaknai, sebagai garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha yang telah ditentukan. Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer yang dimaknai sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Dari dua pengertian tersebut, maka dapat dipahami bahwa strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan.35

Sehingga dapat di pahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar mencapai tujuan pelajaran.36Metode adalah strategi yang tidak bisa ditinggalkan dalam proses belajar mengajar. Setiap kali mengajar guru pasti menggunakan metode. Metode yang di gunakan itu pasti tidak sembarangan, melainkan sesuai dengan tujuan pembelajaran37

Pandangan yang sama meurut Arifin dalam buku Ahmad Munjin Nasih & Lilik Nur Kholidah di katakan bahwa metode ialah suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa arab metode disebut

33 Muhammad Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara 2014), hlm. 61 34 Suharso, dan Dra. Ana Retnoningsih, kamus besar bahasa indonesia (Semarang : CV.Widya Karya , 2014), hlm. 321 35 Heri Gunawan. (2017).Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi. Bandung : Alfabeta. hlm. 184. 36 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka1995), hlm. 52 37 Saipul Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2002), hlm. 178

19

thariqoh yang berarti langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Sehingga dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar mencapai tujuan pelajaran.38

Adapun kata Talaqqi berasal dari kata laqia, yang berarti berjumpa

39 huruf Ta’ ialah ت + لقي asal kata dari تلّقى langsung bertemu guru) . Kata) huruf tambahan yang masuk kepada Tsulatsi mujarrod dan Ruba’i. Sedangkan dalam kitab kata di sebutkan dari wazan تَ َفعَّ َل تلق ّى جمموعةاألنظمة tasrif 10 yang berbunyi :40/ اآلمثلةالتصريفيّة yang mana bunyi di dalam buku

تَ لَقى- ي َتَ لَق َّى - تَ لَِّقيا - َوُمتَ لًَّقى- فَ ُهَوُمتَ لَ ق - َوذَاك ُمتَ لَ ًّق – تَ لَ َّق – الَتَ تَ لَ َّق - ُمتَ لََّقى- ُمتَ لًَّقى . Kosa kata : Telah menemui sesuatu yang ditemui : َوذَاك ُمتَ لَ ًّق : تَ لَقى

akan/sedang menemui temuilah : تَ لَ َّق : ي َتَ لَق َّى jangan menemui : الَتَ تَ لَ َّق pertemuan : تَ لَِّقيا pertemuan tempat/waktu pertemuan : ُمتَ لََّقى : َوُمتَ لًَّقى orang yang menemui : فَ ُهَوُمتَ لَ ق

Jadi apabila kata metode disandingkan dengan kata Talaqqi, maka berarti suatu cara pembelajaran yang efektif karena, Metode Talaqqi ini dilakukan dengan cara guru menyampaikan bacaan kepada anak secara berhadapan atau bertatap muka dalam posisi duduk dengan tenang dan nyaman, kemudian guru membimbing anak untuk membaca sampai anak benar-benar bisa.

38 Ahmad Munjin Nasih & Lilik Nur Kholidah. (2009). Metode Dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung : PT Refika Aditama. hlm. 29. 39 Majid Sa’ud Al-Ausyan, Adab & Akhlak Islam Berdasarkan Al-Qur’an Dan As-Sunnah. Jakarta: Darul Haq, 2015. hlm.17 .Kawaron jombang Jatim. Surabaya اآلمثلةالتصريفية .Syeikh Muhammad Ma’shum ibn ‘Ali 40 hal.63.

20

Konsep model pembelajaran Talaqqi berbeda dengan konsep pembelajaran jarak jauh, konsep pembelajaran jarak jauh ini lebih dikenal dengan istilah distance learning atau distance education, yaitu suatu sistem pendidikan dimana terdapat pemisahan antara pengajar dan siswa baik secara ruang atau waktu. Salah satu contoh pembelajaran jarak jauh yang saat ini berkembang adalah pembelajaran jarak jauh berbasis web, sistem pembelajaran jarak jauh berbasis web adalah suatu pertemuan antara tiga perkembangan teknologi dan tradisi, yaitu : distance learning, computer-conveyed education, dan teknologi internet (internet technology).”distance learning” dikembangkan pertama kali di Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Dan Inggris pada pertengahan tahun 1800. Istilah Talaqqi disebut juga dengan intruksi langsug, intruksi langsung telah digunakan oleh beberapa peneliti untuk merujuk pada suatu model pengajaran yang terdiri dari penjelasan guru mengenai konsep atau keterampilan baru terhadap siswa. Penjelasan ini dilanjutkan dengan meminta siswa menguji pemahaman mereka dengan melakukan praktek yang terkontrol di bawah bimbingan guru.41

Dilihat dari sistem pembelajaran berlangsung, terdapat dua macam katagori mengajar dengan model Talaqqi. Pertama, seorang guru membaca atau menyampaikan ilmunya di depan muridnya, sedangkan murid menyimaknya. Kedua, murid membaca di hadapan guru lalu guru membenarkan jika terdapat kesalahan.42 Selain itu, metode ini sudah dianggap tradisional padahal metode ini termasuk metode pembelajaran paling awal yang disebut dalam Al-qur’an, yakni ketika Allah Swt mengumumkan bahwa Allah Swt telah mengangkat manusia sebagai khalifah di bumi, malaikat meragukan kemampuan manusia yaitu Nabi Adam AS. Untuk membuktikan kemampuan pengetahuan manusia, Allah

41 Bruce Joyce, Models of Teaching (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2016), hlm.551 42 Rima Nurkarima, Analisis Pengelolaan Pembelajaran Tahsin Dan Tahfidz Al-Qur’an Dengan Metode Talaqqi (jurnal, 2011),hlm.166

21

Swt pun menyuruh malaikat untuk memberitahukan kepada-Nya tentang nama-nama benda yang ada. Sebagimana firman Allah Swt :

    .     أَنبىُؤِن   

   Artinya : Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar" (Q.S. 2/Al- Baqarah : 31)43 Menurut Tafsir Al-Muayassar kata dalam ayat ini berarti44 أَنبىُؤِن artinya beritahukanlah kepadaku. Hal ini mengindikasikan اخربوين penggunaan metode Talaqqi dalam proses belajar kepada malaikat.

Talaqqi adalah salah satu metode mengajar peninggalan Nabi Muhammad SAW yang terus menerus dilakukan oleh orang-orang setelah Nabi SAW, Para sahabat, tabi’in, hingga para ulama’ bahkan pada zaman sekarang terutama untuk daerah Arab seperti Mekah, Madinah dan Mesir. Talaqqi dari segi bahasa diambil dari perkataan, yaitu belajar secara berhadap-hadapan dengan guru. Talaqqi artinya belajar ilmu agama secara langsug kepada guru yang mempunyai kompetensi ilmu, sering pula disebut Musyafahah, yang bermakna dari mulut kemulut dengan memperhatikan gerak bibir guru untuk mendapatkan pengucapan Makhraj yang benar. Sudah menjadi hal yang masyhur di kalangan mahasiswa Al-Azhar Mesir terutama tentang cara belajar denga cara Talaqqi, yaitu cara pertemuan guru dan murid secara face to face, dari situ para mahasiswa mengambil pelajaran di samping belajar di universitas masing-masing. Di sini kita tidak membahas lebih dalam tentang apa itu Talaqqi tetapi kita

43 Anonyim. 2010. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung : Hilal. hlm. 6. 44 I’dad Nukhbah Minal Ulama. Tafsir al-Muyassar, (Al-Madinah Al-Munawwarah : Majma’ Malik Fahdli Thiba’ah Al-Mushaf Al-Sharif, 2012). hlm.6.

22

akan sejenak memutar ulang tentang sejarah pengajaran Rasulullah kepada sahabat yang banyak beliau melalui metode Talaqqi. Metode pembelajaran Talaqqi dapat menjadi contoh bagi kita semua dalam menuntut ilmu yaitu model Talaqqinya Nabi Muhammad SAW kepada malaikat Jibril, ayat demi ayat dibacakan dengan tartil kemudian Rasulullah mengikutinya sebagaimana bacaan yang disampaikan oleh malaikat Jibril, salah satu ayat yang menjelaskan tentang hal ini adalah :45

     

Artinya: Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.(Qs Al-Qiyamah [75]:18)46

Bahkan model ini Allah ceritakan didalam Al-Qur’an ketika Allah SWT sedikit memperingatkan Nabi Muhammad SAW untuk tidak terlalu cepat mengikuti bacaannya Malaikat Jibril ketika ayat dibacakan kepadanya karena dengan harapan lebih cepat menguasai dan menghafalnya, padahal terekamnya bacaan yang disampaikan malaikat Jibril kedalam dada Nabi Muhammad SAW itu adalah semata-mata tanggungan Allah SWT. Dan begitu juga halnya pada hari ini dalam proses pembelajaran kitab kuning salah satunya. Di pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat ini proses pengajaran-nya guru membacakan kitab yang diajarkan sedangkan santri mendengarkan dan mengartikannya. Dan apabila santri di suruh mengulang untuk membaca kitab yang sudah di bacakan ataupun dijelaskan tadi, maka santri mengulang di hadapan guru dan kemudian dikoreksi berkaitan dengan kesalahan-kesalahan yang ada ketika kita membacanya.

45 Muhammad Amin Suma. Ulumul Qur’an. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hlm. 20- 21 46 Anonyim. 2010. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung : Hilal. hlm. 577.

23

Kita juga bisa belajar bagaimana bisa membaca yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada, bagaimana makhraj, sifat huruf dan lain-lainnya. Kaedah tradisi ini merupakan kaidah Talaqqi yaitu cara mempelajari kitab dengan cara mendengar bacaan guru terlebih dahulu sebelum membacakan ulang kepada guru.47

b. Dasar Metode Talaqqi Metode Talaqqi di dasari firman Allah SWT. Dalam Al-Qur’an surah Al-‘Alaq ayat 1-5, yang berbunyi :

              

            Artinya :

1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam 5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.48

Dari ayat di atas jelas menunjukkan kepada umat Islam untuk belajar. Membaca yang ditujukan dalam ayat di atas tidak hanya terbatas pada membaca satu hal saja, tetapi ayat tersebut ditujukan kepada umat Islam agar dapat membaca berbagai fenomena yang terjadi di alam ini serta anjuran untuk menuntut dan mempelajari berbagai dimensi ilmu pengetahuan.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang sebelumnya belum pernah membaca dan menulis, ketika Allah Subhaanahu wa Ta'ala ingin berbicara dengannya Dia Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengutus

47 Norasikin Fabil dkk, Al-bayan Journal of Al-Qur’an dan Al-Hadits, 2008, hlm.86 48 Anonyim. 2010. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung : Hilal. hlm. 597.

24

Kepadanya Jibril 'alaihissalam, dan ketika itu Rasulullah sedang berada di gua hiro menyendiri, Jibril kemudian datang menghampirinya dengan wujud seorang laki-laki, dan berkata kepada Rasulullah : " ' " bacalah, kemudian Rasulullah menjawab : Aku tidak dapat membaca, Rasulullah belum pernah belajar dan belum mengetahui bagaimana beliau membaca, kemudian Jibril benuntunya kembali dan berkata : Bacalah, kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab kembali : Aku tidak dapat membaca, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan kepada Jibril bahwasanya beliau tidak mampu membaca, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam saat itu belum mengetahui bahwasanya yang datang kepadnya adalah Jibril 'Alaihissalam, beliau mengira yang datang kepadanya hanya manusia biasa, maka Jibril pun menutupi badan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian membukanya kembali dan berkata : "bacalah", kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab kembali : "aku tidak dapat membaca" , kemudian Jibril menutupi RAsulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang ketiga kalinya dan berkata : -Bacalah dengan menyebut nama tuhanmu ) [ Al ) { اقرأ باسم ربك الذي خلق }

'Alaq : 1 ] dan ketika itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mulai menghafalkan apa yang di bacakan Jibril kepdanya.49 Dan itulah wahyu yang pertama kali dibaca oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melalui perantara Malaikat Jibril 'alaihissalam, kemudian setelah itu wahyu terus diturunkan kepadanya secara bertahap, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun selalu konsentrasi ketika Jibril membacakan kepadanya wahyu dari Allah dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga menghafalkannya, dan takut jika apa yang dihafalnya itu akan hilang, ِ }maka dari itu Allah Subhaanahu wa Ta'aala melalui ayat ini َسنُ ْقرئُ َك فَََل تَ نْ َس ى } menjamin bahwasanya apa yang dibacakan kepada RAsul-Nya tidak

49 Abdurrahman, asy Syaikh bin Nashir as-Sa'di, 2006, Taisir al-Karimir Rahman Fi Tafsiri Kalamil Mannan,(Beirut: Mu'asasah ar-Risalah).

25

akan terlupakan, ayat ini menjadi penenang bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang yang khawatir jika hafalan beliau akan hilang, sebagaimana yang dikatakan di ayat lain : 50

             

    .    

Artinya : “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya , Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya , Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu , Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya ) [ Al- Qiyamah : 16 - 19 ] Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah memberi jaminan kepada Rasul- Nya bahwa dia tidak akan lupa yang telah beliau hafalkan dari wahyu Allah Subhaanahu wa Ta'aala . { ِ } Inilah persiapan untuk َسنُ ْقرئُ َك فَََل تَ نْ َس ى Rasulullah, agar membawa wahyu ini dan menyampaikannya kepada ummatnya, agar mengajak ummat manusia kepada syari'at yang ditetapkan oleh wahyu ini, dan siapapun yang berjuang untuk dakwah islam harus memiliki kesiapan dan keilmuan yang mapan sebelum mengajak manusia kepada dakwah islam yang benar, begitulah yang pernah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lakukan. Setelah manusia menemukan ilmu melalui pendidikan, dalam ajaran Islam diperintahkan agar semua orang yang berilmu wajib mengamalkannya. Orang yang mengingkari ilmunya dinyatakan berdosa, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT.

50 Anonyim. 2010. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung : Hilal. hlm.

26

Al-Qur’an Surat Ash-Shaff yang berbunyi sebagai berikut :

         

Artinya : Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (Q.S. Ash-Shaff:3)51

Dalam hadits Rasulullah SAW. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah SAW. bersabda : ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِِ َّ ِِ َع ْن ُمَعاويَةَرض َي اهللُ َعنْهُ َعن النَّ ِِّب َصلَى اهلل َعلَيْه َو َسل َم قَاَل َم ْن يُرداللهُ به ِ َخيْ راي َُفِّقْههُ ِِف الّديْ ِن … )رواه البخارى ومسلم( Artinya : Dari Muawiyah r.a., dari Nabi Saw sabdanya : barang siapa Allah menghendaki kebaikan baginya, maka ia akan memahamkan atau mencerdaskan kepadanya tentang agama. (H.R. Bukhari dan Muslim).52 Hadits diatas merupakan pernyataan Nabi Saw tentang kehendak Allah yang mengandung perintah bahwa siapapun dari manusia yang ingin memperoleh kebaikan, hendaknya ia mencari ilmu agama, meningkatkan pemahamannya tentang Islam, mengkaji, Al-Qur’an dan As- Sunnah dengan berbagai metode dan pendekatan yang benar. Islam maju karena umatnya kuat dalam ilmu pendidikan.53 Karena dalam perspektif Islam, pendidikan bertujuan untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah anak didik melalui ajaran Islam menuju ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini berarti pendidikan Islam bertujuan menyiapkan anak didik agar menjadi generasi yang memiliki kepribadian dengan pola iman dan taqwa kepada Allah SWT. Peristiwa ini menjadi inspirasi metode pengajaran yang diterapkan oleh Rasullullah

51 Ibid. hlm. 551. 52 HSR al-Bukhari (no. 2948) dan Muslim (no. 1037). 53 Hasan Basri. (2009). Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : Pustaka Setia. hlm. 133.

27

SAW kepada para sahabat dan berlanjut kepada santri Pondok Pesantren di Indonesia yang disebut dengan istilah Talaqqi.

c. Pentingnya Metode Talaqqi Metode Talaqqi ini masih diterapkan di Pondok Pesantren Al- Baqiyatusshalihat Kuala Tungkal karena dianggap efektif dalam mendidik para santri untuk lebih aktif, sebab dalam metode ini murid menghadap kepada kiai atau gurunya satu persatu sehingga seorang guru bisa mengetahui sampai dimana kefahaman seorang murid terhadap materi yang telah di sampaikan. Sementara itu Hazim mengatakan bahwa Talaqqi melihat cara kerja dari permulaan dan jangka waktu yang di tempuh.54 Dengan Metode Talaqqi ini bisa diketahui pemahaman murid dari berbagai aspek pembelajarannya. Metode ini memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang santri dalam menguasai materi pembelajaran.

d. Keunggulan dan Kelemahan Metode Talaqqi 1. Keunggulan Metode Talaqqi a) Kemajuan individu lebih terjamin karena setiap santri dapat menyelesaikan program belajarnya sesuai dengan kemampuan individu masing-masing. b) Memungkinkan perbedaan kecepatan belajar para santri, sehingga ada kompetisi sehat antar santri. c) Memungkinkan seorang guru mengawasi dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai pelajarannya. d) Memiliki ciri penekanan yang sangat kuat pada pemahaman tekstual atau literal

التلقي لدى حازم القرطاجني من خالل منهاج البلغاء وسرأج .(Muhammad Bin Hassan Bin Tijani. (2013 54 .Mosliem Book. hlm. 2: األدباء

28

e) Terbukti sangat efektif sebagai salah satu metode belajar bagi santri untuk belajar ilmu Agama. Landasan filosofis pola pengajaran dengan pendekatan ini adalah sistem pengajaran menemukan. Artinya membiarkan peserta didik mengekplorasi diri, alam dan lingkungannya.55

2. Kelemahan Metode Talaqqi a) Bila dipandang dari segi waktu dan tenaga mengajar kurang efektif, karena membutuhkan waktu yang relative lama apalagi bila santri yang belajar sangat banyak. b) Banyak menuntut kesabaran, kerajinan, ketekunan, keuletan, dan kedisiplinan pribadi seorang kiyai/ustadz. c) Sistem Talaqqi dalam pengajaran ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan sistem pendidikan Islam tradisional.56

e. Tekhnik Pembelajaran Talaqqi Secara teknis, Dipekapontren Agama RI menguraikan teknik pembelajaran dengan metode Talaqqi sebagai berikut : 1) Seorang santri yang mendapat giliran menyodorkan kitabnya menghadap langsung secara tatap muka kepada ustadz/kiai pengampu kitab tersebut. Kitab yang menjadi Media Talaqqi diletakkan di atas meja atau bangku kecil yang ada di antara mereka berdua. 2) Ustadz/kiai tersebut membacakan teks dalam kitab dengan huruf Arab yang dipelajari baik sambil melihat maupun secara hafalan,

55 Ainurrafieq Dawam, Ahmad Ta’arifi, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren, (Jakarta :PT. Listafarika Putra, 2008), Cet. III, hlm. 125 56 Rochman sulistiyo, Efektivitas Metode Sorogan Terhadap Peningkatan Motivasi Belajar Santri Dalam Pembelajaran Al-Qur’an di TPQ bustamul mua’allimin dusun seseh ngadisepi gemanggang temanggung, (UIN Sunan Kalijaga, 2012), hlm. 12

29

kemudian memberikan arti/makna kata perkata dengan bahasa yang mudah dipahami. 3) Santri dengan tekun mendengarkan apa yang dibacakan ustadz/kiainya dan mencocokkannya dengan kitab yang dibawanya. Selain mendengarkan dan menyimak, santri terkadang juga melakukan catatan-catatan seperlunya. 4) Setelah selesai pembacaannya ustadz/kiai, santri kemudian menirukan kembali apa yang telah di sampaikan di depan, bisa juga pengulangan ini dilaksanakan pada pertemuan selanjutnya sebelum memulai pelajaran baru. Dalam peristiwa ini, ustadz/kiai melakukan monitoring dan koreksi seperlunya kesalahan atau bacaan santri.

f. Faedah Metode Talaqqi Metode Talaqqi merupakan kegiatan pembelajaran bagi santri yang lebih menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perseorangan, di bawah bimbingan ustadz/kiai.57 Metode pembelajaran ini termasuk metode pembelajaran yang sangat bermakna, karena santri akan merasakan hubungan yang khusus ketika berlangsung kegiatan pembacaan kitab oleh dirinya dihadapan ustadz/kiainya. Mereka tidak saja senantiasa dapat dibimbing dan diarahkan cara pembacaannya tetapi juga dapat dievaluasi dan diketahui perkembangan kemampuannya. Dalam situasi demikian tercipta pula komunikasi yang baik antara santri dan kiai atau ustadznya sehingga menimbulkan kesan yang mendalam pada jiwa santri maupun kiai atau ustadz sendiri. Hal ini membawa pengaruh yang baik karena kiai semakin tumbuh kharismanya dan santri semakin simpati sehingga ia berusaha untuk selalu mencontoh gurunya.58

57 Rohadi Abdul Fatah, M. Taha Taufik, Abdul Mukti Bisri. Op. Cit, hlm.77 58Depertemen Agama RI. Pola Pembelajaran Di Pesantren, Op. Cit, hlm.77

30

Dengan demikian jelaslah bahwa Guru /ustadz sebagai pengganti orang tua disekolah atau institusi pendidikan/pesantren. Segala tugas yang seharusnya dilakukan oleh orangtua didalam rumah tangga akan digantikan oleh guru/ustadz selama mereka (anak-anak/santri) berada dilingkungan sekolah/pesantren. Karena itu seorang murid/santri bagaimana bersikap terhadap guru sama seperti ketika dia berada dirumah. Menghargai guru juga hampir sama dengan menghargai orang tua.59 g. Pelaksanaan Pembelajaran Metode Talaqqi Santri berkumpul di tempat pengajian sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan masing-masing membawa kitab yang hendak dikaji. Seorang santri yang mendapat giliran menghadap langsung secara tatap muka kepada kiai. Kemudiai ia membuka bagian yang akan dikaji dan meletakkannya diatas meja yang telah tersedia di hadapan kiai. Kiai atau ustadz membacakan teks dalam kitab itu baik sambil melihat ataupun secara hafalan. Kemudian memberikan artinya dengan bahasa melayu atau daerahnya. Panjang atau pendeknya yang dibaca sangat bervariasi tergantung kemampuan santri. Santri dengan tekun mendengarkan apa yang di baca kiai atau ustadz dan mengartikan kitab yang dibawanya. Salain mendengar santri juga melakukan pencatatan atas ; Pertama, bunyi ucapan teks Arab dengan memberikan harokat terhadap kata-kata Arab yang dalam kitab. Pensyakalan ini juga sering disebut “pendhabitan”, yang meliputi semua huruf yanga ada dengan bahasa Indonesia atau bahasa daerah langsung di bawah setiap kata Arab, dengan menggunakan huruf “Arab pegon”. Kemudian santri menirukan kembali apa yang dibacakan kiai sebagaimana yang diucapkan kiai sebelumnya. Kegiatan ini biasanya di tugaskan kiai untuk diulang pada pengajian berikutnya sebelum

59 Muhammad Abdurrahman. (2016). Akhlak Menjadi Orang Muslim Berakhlak Mulia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. hlm. 192-193.

31

dipindahkan pada pelajaran selanjutnya. Kiai atau ustadz mendengarkan dengan tekun pula yang dibaca santrinya sambil melakukan koreksi- koreksi seperlunya. Setelah tampilan santri dapat diterima, tidak jarang juga kiai memberikan tambahan penjelasan agar apa yang dibaca oleh santri dapat dipahami.60 Adapun pada saat pendhabitan harakat kata, dan makna, serta untuk ( خ) ’untuk Mubtada, Kha ( م) pemberian kode tarkib seperti Mim untuk Naibul Fail dst, langsung ( ﻨﻑ) ,untuk maf’ul bih ( ﻤﻑ) ,Khabar dibawah kata yang dimaksud agar dapat membantu memahami isi teks tersebut pendhabitan makna tarkib ini juga berguna sebagai pembantu ingatan, sewaktu-waktu akan muthalaah kitab tersebut lagi, maka tak perlu menguras pikiran untuk mengingat makna dan tarkibnya karena catatan makna dan tarkibnya sudah ada tertera pada teks kitab tersebut, pencatatan tersebut untuk membantu agar tidak lupa terhadap kitab-kitab yang telah dipelajari.

3. Kitab kuning a. Pengertian Kitab Kuning Secara umum, istilah kitab kuning yang dikenal dikalangan pesantren adalah kitab-kitab tradisional berisis ajaran-ajaran Islam berbahasa Arab yang ditulis intelektual muslim masa lampau yang populer dengan sebutan imam, ustadz atau syekh.61 Kitab kuning adalah kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab menggunakan Aksara Arab yang ditulis ulama’ Timur Tengah juga di tulis ulama’ Indonesia sendiri.62 Dinamakan kitab kuning karena kebanyakan buku-buku tersebut kertasnya berwarna kuning, di samping istilah kitab kuning dikalangan umum juga beredar istilah penyebutan kitab kuning dengan istilah kitab

60 Depertemen Agama RI. Profil Pondok Pesantren Mu’adalah, Op. Cit, hlm. 22 61 M. Masyhuri Mochtar. Op, Cit. hlm. 20 62 Mardani. Pelaksanaan Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al- Baqiyatusshalihat Kuala Tungkal, (Skripsi, Fakultas Tarbiyah Stai An-Nadwah Kuala Tungkal, 2010), hlm. 9

32

klasik.63 Hal senada juga diungkapkan oleh Madar F. Mas’udi yang menyatakan kitab kuning adalah karya tulis Arab yang ditulis oleh para sarjana Islam pada abad pertengahan, dan sering juga disebut dengan kitab kuno.64 Karena rentan waktu sejarah yang sangat jauh sejak disusun atau diterbitkan sampai sekarang. Tidak ada alasan yang paling jelas, mengapa kitab-kitab klasik itu di sebut “Kitab Kuning”. Di Timur Tengah sendiri, selaku pencetak dan pemasok kitab kuning kebeberapa negara, seperti Indonesia, istilah kitab kuning tidak dikenal, walaupun buku-buku serupa disana juga hampir seluruhnya dicetak dengan kertas kuning. Mungkin istilah “Kitab Kuning” ini hanya di kenal di Indonesia, khususnya dikalangan pesantren. Sebab, di beberapa naskah kitab kuning sendiri tidak menyebutnya dengan istilah al-Kutub-al-Shafra’ yang artinya kitab-kitab kuning. Akan tetapi, justru menyebutnya dengan istilah al-kutub al-Qadimah yang menunjuk pada kitab-kitab klasik dan al-Kutub al-Mu’ashirah menunjuk pada kitab-kitab kontemporer. Ada pula yang menyebutnya al- Kutub al-Turats. Maksudnya, buku-buku warisan atau peninggalan ulama’- ulama’ terdahulu.65 Kitab kuning juga sering disebut kitab gundul karena tidak memiliki harkat atau syakal, seperti Fathah, Kasrah, dhammah, dan sukun.66 Bahkan karena tidak ada torehan arti dibawah setiap lafalnya, sehingga kitab kuning disebut tak berjanggut, kebalikan dari kitab janggut, yakni kitab yang berharakat dan terdapat makna ala jawa atau bahasa lain dibawah setiap kalimat.67 Kitab kuning juga di sebut al-kutub al-Qadimah yang artinya kitab-kitab lama. Di sebut demikian karena kitab-kitab tersebut di karang lebih dari seratus tahun yang lalu.68 Al-Kutub al- Qadimah itu jumlahnya sangat banyak. Akan tetapi, yang banyak dimiliki

63 Martin Van Bruinessen. Op. Cit, hlm. 73 64 M Dawan Raharjo. Pergaulan Dunia Pesantren, (Jakarta : P3M,1985), hal.55 65 M. Masyhuri Mochtar. Op, Cit. hlm. 22 66 Ibid, hlm. 21 67 Ibid, hlm. 20 68 Rohadi Abdul Fatah, M. Taha Taufik, Abdul Mukti Bisri. Op. Cit, hlm.22

33

para kiai dan diajarkan di pesantren Indonesia adalah kitab-kitab yang umumnya karya ulama-ulama mazhab Syafi’i. Menurut Martin Van Bruinessen, seorang peneliti dari belanda, pada akhir abad ke-20 ini judul kitab kuning yang beredar dikalangan kiai di pesantren-pesantren Jawa dan Madura jumlahnya mencapai 900 judul. Padahal L.W.C Van dan Berg dalam penelitian sebelumnya, pada akhir abad ke-19, hanya menemukan 54 judul saja.69 Seiring dengan kemajuan teknologi percetakan, kitab kuning tidak harus selalu dicetak dengan kertas kuning akan tetapi dicetak pula diatas kertas putih. Begitu pula dengan bacaannya, banyak dari kitab-kitab tersebut yang dilengkapi dengan tanda baca atau syakal dengan tujuan untuk mempermudah orang-orang yang mempelajarinya walaupun mereka tidak begitu memahami nahwu dan shorof yang diklim sebagai dasar untuk memahami kandungan dari sebuah kitab.

Kitab kuning difungsikan oleh kalangan pesantren sebagai referensi yang kandungannya sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Kenyataan bahwa kitab kuning yang ditulis sejak lama dan terus dipakai dari masa ke masa menunjukkan bahwa kitab kuning sudah teruji kebenarannya dalam sejarah yang panjang. Kitab kuning dipandang sebagai pemasok teori dan ajaran yang sudah sedemikian rupa dirumuskan oleh ulama-ulama dengan bersandar pada Al-Quran dan Hadits Nabi.

Menjadikan kitab kuning sebagai referensi tidak berarti mengabaikan kedua sumber itu, melainkan justru pada hakikatnya mengamalkan ajaran keduanya. Kepercayaan bahwa kedua kitab itu merupakan wahyu Allah menimbulkan kesan bahwa Al-Quran dan Hadits tidak boleh diperlakukan dan dipahami sembarangan. Cara paling aman untuk memahami kedua sumber utama itu agar tidak terjerumus dalam kesalahan dan kekeliruan adalah mempelajari dan mengikuti kitab kuning. Sebab, kandungan kitab kuning merupakan penjelasan yang siap pakai dan rumusan ketentuan

69 Ibid, hlm. 23

34

hukum yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits yang dipersiapkan oleh para mujtahid di segala bidang.70

Kitab kuning sangatlah penting bagi pesantren untuk memfasilitasi proses pemahaman keagamaan yang mendalam sehingga mampu merumuskan penjelasan yang segar tetapi tidak historis mengenai ajaran Islam, Al-Quran, dan Hadits Nabi. Kitab kuning mencerminkan pemikiran keagamaan yang lahir dan berkembang sepanjang sejarah peradaban Islam.71 Penggunaan kitab kuning sebagai referensi di pesantren telah diatur dalam peraturan pemerintah.

“Peraturan 4 Pemerintah Republik Indonesia nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pasal 21 menyebutkan Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya.72

Mempelajari atau membaca kitab kuning, seperti kitab-kitab hadits ataupun kitab-kitab tafsir Al-Quran bukanlah pekerjaan yang mudah. Perlu ketekunan dan dibutuhkan ilmu-ilmu lain seperti ilmu Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, dan lain sebagainya.73 Seseorang dikatakan mampu membaca kitab kuning apabila ia mampu menerapkan ketentuan- ketentuan dalam ilmu nahwu dan sharaf. Ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas tentang perubahan akhir kalimat, sedangkan ilmu sharaf adalah ilmu yang membahas tentang perubahan-perubahan bentuk kalimat.

70 Said Aqiel Siradj, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung:Pustaka Hidayah,1999), hlm. 236. 71 Ibid 72 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. 73 Ali Hasan Al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,1994) cet II, hlm. 4-5.

35

Menurut pandangan Kyai Zarkasyi, pendiri PP Gontor yang dikutip oleh H.M. Amin Haedari, metode pembelajaran di pesantren merupakan hal yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan penemuan metode yang lebih efektif dan efisien untuk mengajarkan masing-masing cabang ilmu pengetahuan.74 Untuk menghadapi perkembangan metode yang diterapkan dalam lembaga pendidikan pada umumnya, berbagai metode pendidikan pesantren yang bersifat tradisional dipandang perlu disempurnakan. Artinya, perlu diadakan penelitian yang seksama terhadap efektivitas, efisiensi, dan relevansi metode-metode tersebut untuk menemukan kelemahan dan keunggulannya. Segi kelemahannya diperbaiki sedangkan segi keunggulannya dipertahankan.

Seruan yang sama disampaikan yang diungkapkan kembali oleh Bruinessen.75 Kyai dan ustadz perlu melakukan pengembangan dan pembenahan ke dalam secara kontinyu, baik metodologi, teknologi dan aktivitas pendidikan agar mampu berkompetisi atau paling tidak mampu mengejar ketertinggalan dengan berpedoman memegang yang lama dan yang masih tetap layak serta mengambil yang baru tetapi lebih baik.76

Metode yang diterapkan pesantren pada prinsipnya mengikuti selera kyai, yang dituangkan dalam kebijakan-kebijakan pendidikannya. Dari perspektif metodik, pesantren terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok pesantren yang hanya menggunakan metode yang bersifat tradisional dalam mengajarkan kitab-kitab Islam klasik. Kelompok kedua adalah pesantren yang hanya menggunakan metode- metode hasil penyesuaian dengan metode yang dikembangkan

74 H.M. Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta:IRD PRESS, 2004), hlm.40. 75 Martin Van Bruinessen, NU Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru, terj. LKiS, (Yogyakarta: LKiS, 1994), hlm. 185. 76 A. Wahid Zaeni, Dunia Pemikiran Kaum Santri, (Yoyakarta: LKPSM NU DIY, 1995), hlm. 105.

36

pendidikan formal. Kelompok ketiga adalah kelompok pesantren yang bersifat tradisional dan mengadakan penyesuaian dengan metode pendidikan yang dipakai yang dipakai dalam lembaga pendidikan formal.77

b. Sejarah Perkembangan Kitab Kuning Akar sejarah kitab kuning yang banyak dipelajari dipesantren tidak lepas dari sejarah keilmuan Islam itu sendiri, karena teks-teks didalamnya menggambarkan pemikiran dan keilmuan dalam Islam. Kitab merupakan bukti sejarah atas kemajuan budaya keilmuan Islam pada masa lampau, yang kemudian membentuk peradaban luar biasa yang masih bisa kita rasakan hingga saat ini. Sejarah kitab kuning ini dimulai dari lahirnya agama Islam sekitar abad ke-6 M karena pada masa lahir dua perundangan dalam Islam yaitu Al-qur’an dan as-sunnah. Kemudian umat Islam mulai menggambarkan pemikirannya pada abad ke-3 H dan ulama’ mulai menulis beberapa disiplin Ilmu seperti Ilmu Fikh dan Ushul Fikh dan dilanjutkan dengan ilmu- ilmu lain yang ditulis ulama’ yang sesuai dengan bidang keilmuannya. Bahkan kitab kuning menjadi gudang sains dan ilmu pengetahuaan pada abad kejayaannya. Hancurnya kekuasaan Abbasiyah di Baghdad dan direbutnya Andalusia oleh Orang Eropa menjadikan kitab kuning barada dalam kemundurang dan memulai babak baru hingga Islam menyebar ke Nusantara dan kitab kuning pun mulai dipelajari di Nusantara.78

77 Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi menuju Demokrasi Institusi,(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2006), hlm. 150.

78 M. Masyhuri Mochtar. Op, Cit. hlm. 42-43

37

c. Pentingnya Pembelajaran Kitab Kuning Kitab kuning merupakan karya ilmiyah para ulama’ terdahulu yang dibukukan dan memuat berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan. Keberadaan kitab kuning sebagai khasanah keilmuan Islam sangat penting untuk di kaji karena : (1) Sebagai pengantar bagi langkah ijtihad dan pembinaan hukum Islam kontemporer. (2) Sebagai materi pokok dalam memahami, menafsirkan, dan menerapkan bagian hukum positif yang masih menempatkan hukum Islam atau madzhab fiqih tertentu sebagai sumber hukum, baik secara historis maupun secara resmi. (3) Sebagai upaya memenuhi kebutuhan umat manusia secara universal dengan memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu hukum sendiri melalui studi perbandingan hukum.79

Kitab yang dipelajari di Universitas Al-Azhar pada abad ke-18 dan ke-19 menunjukkan adanya hubungan yang dekat dengan kurikulum pesantren abad ke-19 di bandingkan kurikulum madrasah Utsmani dan Moghal zaman dahulu. Hampir semua kitab yang dicatat van den berg juga terdapat dalam kurikulum Al-Azhar seperti yang diteliti Heyworth- Dunne dari sumber-sumber Mesir. Kepentingan penemuan ini sebaiknya tidak dinilai terlalu tinggi, sebab kitab-kitab yang sama juga di baca di halaqah Makkah.

Namun, paling sedikit hal itu menunjukkan kemungkinan adanya pengaruh Al-Azhar terhadap pesantren dulu. Jumlah muris Indonesia di Al-Azhar mungkin berkurang pada paruh kedua abad ke-19 karena relatif merosotnya status Mesir yang terberatkan di banding Makkah. Namun,

79 Mas’udi, Direktori Pesantren, (Jakarta : P3M, 1986),hal. 75

38

sampai saat itu, Mesir telah lama dikenal sebagai pusat utama keilmuan mazhab Syafi’i.80

d. Ruang Lingkup Pembahasan Kitab Kuning Adapun ruang lingkup pembahasan kitab kuning dapat ditinjau dari beberapa segi di antaranya : 1) Kandungan makna, dilihat dari kandungan makna kitab kuning dapat dikelompokkan menjadi dua macam : a) Kitab kuning yang berbentuk penawaran atau menyajikan ilmu secara polos seperti sejarah, hadits dan tafsir. b) Kitab kuning yang menyajikan materi yang berbentuk kaidah keilmuan, seperti nahwu, ushul fiqih dan musthalah al-hadits. 2) Kadar penyajian, dari segi penyajian kitab kuning dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu: a) Mukhtasar, yaitu kitab yang tersusun secara ringkas dan menyajikan pokok masalah, baik yang muncul dalam bentuk nadzam atau syi’ir maupun dalam bentuk nash. b) Syarah, yaitu kitab kuning yang memberikan urain panjang lebar, menyajikan argumentasi ilmiah secara komperatif, dan banyak mengutip alasan ulama’ dengan masing-masing argumentasinya. c) Kitab kuning yang penyajiannya tidak terlalu ringkas, tetapi juga tidak terlalu panjang. 3) Kreatifitas penulis, kitab kuning dapat di kelompokkan menjadi enam macam yaitu : a) Kitab kuning yang menampilkan gagasan baru, seperti kitab Ar-Risalah dan al-Arud karya Imam Qowafi81, atau teori ilmu kalam yang dimunculkan oleh washil bin Ata’, Abu Hasan Al- Asy’ari dan sebagainya.

80 Martin Van Bruinessen. Op. Cit, hlm. 104 81 Kaidah penyusunan syair karya imam Kholil bin Ahmad Al-Farhidi

39

b) Kitab kuning yang berisi komentar terhadap kitab yang telah ada, seperti : kitab Hadits karya Imam Ibnu Hajar Al- Asyqolani yang memberikan komentar terhadap kitab Shohih Al-Buchori. c) Kitab kuning yang meringkas kitab yang panjang lebar, seperti kitab Alfiyah Ibnu Malik82/Alfiyyah Syarah Ibnu ‘Aqil. karya Imam Ibnu Malik dan Lubb Al-usul tentang Ushul Fiqih karya Zakariya Al-Anshori sebagai ringkasan dari jam’al jawamik karangan Al-Subki. Adapun kitab Alfiyah ini termasuk dari kitab Nahwu yang mana kitab Nahwu ini di susun pertama kali oleh Abu Aswad al-Duwali.83 d) Kitab kuning yang berupa kutipan dari kitab kuning yang lain seperti : Ulumul Qur’an,84 karya Al-Aufi. e) Kitab kuning yang telah memperbaharui sistem kitab yang lain, seperti kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghozali.

e. Pengajaran Kitab Kuning

Pada masa lalu, pengajaran kitab Islam klasik, terutama karangan- karangaan ulama’ yang menganut paham Syafi’I, merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren. Tujuan utamanya ialah untuk mendidik calon-calon ulama.85Dalam pengajian biasanya kyai duduk ditempat yang sedikit lebih tinggi dari para santri. Kyai tersebut duduk diatas kursi yang dilandasi bantal dan para santri duduk mengelilinginya. Dari sini terlihat bahwa para santri diharapkan bersikaphormat dan sopan ketika mendengar uraian-uraian yang didengar

82 Buku tentang Nahwu yang disusun dalam bentu syair sebanyak seribu bait 83 Adrianus, Chatib. 2018. Sunrise And Sunset. hlm. 161. 84 Buku tentang imu-ilmu Al-Qur’an 85 Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren, hlm. 85.

40

kyainya.86 Yang menarik adalah metode yang digunakan oleh para kyai dalam pengajian.

Sebagaimana kita ketahui kitab-kitab yang biasa diajarkan di pesantren adalah berbahasa Arab, sehingga yang namanya ngaji adalah kegiatan mempelajari kitab-kitab berbahasa Arab itu, yang sering didengar dengan ungkapan “ngaji kitab”. Di pesantren ini hanya buku-buku yang berbahasa Arab yang disebut “kitab”, sedangkan yang berbahasa selain Arab disebut “buku”87 Pengajian adalah kegiatan penyampaian materi pengajaran oleh seorang kyai kepada para santrinya.

Terdapat dua macam pengajian yang berkembang di pesantren pada waktu itu, yaitu weton dan sorongan/Talaqqi.Weton adalah pengajian yang inisiatifnya berasal dari kyai sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu maupun lebih-lebih lagi kitabnya. Sedangkan sorongan/Talaqqi adalah pengajian yangmerupakan permintaan dari seorang atau beberapa orang santri kepada kyainya untuk diajari kitab-kitab tertentu. Pengajian sorongan/Talaqqi biasanya hanya diberikan kepada santri-santri yang cukup maju, khususnya yang berminat hendak menjadi kyai.88

Sekarang, kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok jenis pengetahuan: 1. Nahwu (syntax) dan shorof (morfologi); 2. Fiqh; 3. Ushul fiqh; 4. Hadits; 5. Tafsir; 6. Tauhid; 7. Tasawuf dan etika; 8.Cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.89 Kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai teks yang terdiri dari berjilid-jilid tebal mengenai hadits, tafsir, fiqh, usul fiqh dan tasawwuf.

86 ,Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Pejalanan, hlm. 22. 87 Ibid, 22 88 Ibid, hlm.28 89 Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren, hlm. 87

41

Kesemuanya dapat pula dikelompokkan dalam tiga kelompok tingkatan, yaitu Kitab dasar, Kitab tingkat menengah, dan Kitab tingkat tinggi.90 Perluh ditekankan di sini bahwa sistem pendidikan pesantren yang tradisional ini, yang biasanya dianggap sangat “statis” dalam mengikuti sistem sorongan/Talaqqi dan bendongan dalam menerjemahkan kitab-kitab Islam klasik ke dalam bahasa Jawa, dalam kenyataaannya tidak hanya sekedar membicarakan bentuk (form) dengan melupakan isi (content) ajaran yang tertuang dalam kitab-kitab tersebut.

Para kyai sebagai pembaca dan penerjemah kitab-kitab tersebut, bukanlah sekedar membaca teks tetapi juga memberikan pandangan- pandangan (interpretasi) pribadi,baik mngenai isi maupun bahasa teks. Dengan kata lain, para kyai juga memberikan komentar atas teks sebagai pandangan pribadinya. Oleh karena itu, para penerjemah haruslah menguasai tata bahasa Arab, literatur dan cabang-cabang pengetahuan agama Islam yang lain.

4. Pondok Pesantren Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya Indonesia, dan juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfa’atkan dalam penyebaran Islam.91 Ini membuktikan Islam sangat menghargai budaya setempat selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai islam.92 Pendapat yang sama dikatakan di dalam buku Drs. Khairunnas dan Dr. Kasful Anwar di kutif dari Nurcholish Madjid di katakan bahwa pesantren atau Pondok adalah lembaga yang merupakan wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional. Sebagai bagian lembaga pendidikan nasional, kemunculan pesantren dalam sejarahnya telah berusia puluhan tahun, atau bahkan

90 Ibid, hlm 87 91 Tim Dosen PAI Universitas Jambi. (2015). Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter. Jambi. Gaung Persada Press Group. hlm.193. 92 Tim Dosen PAI Universitas Jambi. (2011). Pendidikan Agama Islam. Jambi. Gaung Persada Press Jakarta. hlm.200.

42

ratusan tahun, dan disinyalir sebagai lembaga yang memiliki kekhasan, keaslian (indegeneous) Indonesia.93 Selain itu, di dalam buku A. Halim, Rr. Suhartini, M. Choirul Arif, dan A. sunarto As. Mengemukakan bahwa pesantren akan berubah, sedang memulai perubahan, dan telah berubah. Dalam hal ini, pesantren-pesantren yang sudah lama memahami arti penting suatu perubahan, ia telah mengalami perubahan. Pesantren-pesantren yang baru menyadari pentingnya arti perubahan, ia sedang memulai perubahan. Sedangkan pesantren- pesantren yang masih mencoba memahami arti penting perubahan, ia akan berubah.94 Maknanya adalah : pesantren di zaman dulu semata berkecimpung dengan kitab-kitab kuning. Pengelolaannya pun di tangan satu sosok kharismatik sang kiai. Akan tetapi pesantren di zaman kini harus melakukan pembaharuan memanaj dirinya soal informasi, SDM, ekonomi, sanitasi, dan seterusnya. Konteks zaman yang berubah membuat pesantren harus berani melakukan pembaruan cara pengelolaan pesantren. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia di sebutkan bahwa kata Pondok berarti” Sebagai asrama atau tempat tinggal para santri belajar mengaji”.95 Pengertian lain ialah asrama-asrama para santri yang disebut Pondok atau tempat tinggal tersebut dari bambu, dalam istilah Arab di sebut Funduq artinya asrama tempat tinggal, seperti yang dikatakan Luis Ma’luf dalam kamus Al-Munjid :

ِ ٍ ٍِ ِ ِ ِِ .96 اَلُْفْن ُد ُق ج فَ نَاد ُق ُك ُّل ن ُُزل َكربُمعَ د لنُ ُزْول ال ِّسيَاِح َوالْ ُم َسافريْ َن Artinya : Hotel-hotel, tiap tempat singgah yang di sediakan untuk persinggahan para turis dan para pesiar/orang-orang yang bepergian. Jadi, maksud-nya disini ialah Pondok merupakan

93 Khairunnas Dan Kasful Anwar. (2018). Pendidikan Islam (Perkembangan Sosial, Politik Dan Kebudayaan). Jambi : Putaka Ma’rif Press. hlm. 114. 94 A. Halim, Rr. Suhartini, M. Choirul Arif, dan A. sunarto As. 2005. Manajemen Pesantren. Yogyakarta : PT Lkis Pelangi Aksara. hlm. 5. 95 Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional. Op. Cit, hlm. 866 Bairut Lebanon : Darul Masyriq, 2017, hlm. 597). َا ْل ُم ْن ِجدْْ ,Loeis Ma’luf 96

43

tempat tinggal orang jauh. Dengan arti tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa, Pesantren itu merupakan wadah bagi setiap orang yang datang untuk tinggal dan menuntut ilmu.

Sedangkan pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh perguruan Taman Siswa dalam system asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedangkan C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama hindu.97 Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata Saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.98 Pesantren adalah tempat para santri belajar ilmu agama islam. Pengertian ini diambil dari asal kata pesantren, yaitu kata “santri”, artinya murid yang belajar ilmu agama Islam.99 Hal ini sama dengan pendapat Ifrosin beliau berpendapat bahwa kata Santri adalah sebutan bagi orang- orang yang ada di Pondok Pesantren, sebutan ini entah dari mana asal usulnya dan dari siapa yang pertama kali menyebut nama santri, apa dari wali songo atau dari yang lain, sebab belum ditemukan sejarah yang menjelaskan, orang pertama kali yang membuat nama santri. Lain halnya kalau ma’na gandul ada sejarah yang menjelaskan bahwa pertama kali yang membuatnya yaitu .100

Istilah santri seringkali digunakan untuk menunjuk pada komunitas yang bermukim di pesantren. Dari asal-usulnya, menurut Nurcholis Madjid, perkataan santri itu ada dua pendapat, yaitu 1) santri berasal dari

97 Rohadi Abdul Fatah, M. Taha Taufik, Abdul Mukti Bisri. Op. Cit, hlm.11 98 Tim Penulis Ar-Rahman, Rangkuman Pengetahuan Islam Lengkap (RPIL) untuk pelajar dan umum, (Jakarta : Erlangga, 2014), hal.309-3010 99 Tatang, S. (2012). Ilmu Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia. hlm. 161. 100 Ifrosin. Kisah-kisah santri (mengandung hikmah). 2009. hlm. 3

44

perkataan “sastri”, sebuah kata dari bahasa Sansekerta, yang artinya melek huruf, dan 2) perkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa, persisnya dari kata cantrik, yang artinya orang yang selalu mengikuti guru ke mana guru itu pergi. Tentunya dengan tujuan agar dapat belajar darinya mengenai suatu ilmu.101 Dari asal usul tersebut,bisa disimpulkan bahwa santri orang yang belajar kepada guru, sering disebut Kyai, yang pandai dalam bidang agama.

Pendapat lain mengatakan bahwa, kata “Santri” mengandung arti yang mana arti dari santri itu sendiri banyak pendapat, ada yang mengatakan bahwa artinya yaitu “tiga matahari”, arti ini diambil dari kata San dan Tri. San adalah bahasa inggris yang sudah di-bahasa Indonesiakan yang mana asalnya Sun (Matahari). Sedangkan Tri juga bahasa inggris yang berarti tiga, maka kalau kita susun, Santri mengandung arti tiga matahari, adapun yang di kehendaki dari tiga matahari tersebut adalah Iman, Islam, dan Ihsan. Oleh karena itu, santri di pesantren di didik untuk hidup sederhana, berakhlaq mulia dan siap berjuang menegakkan agama Islam di masyarakat masing-masing.102 Elemen-elemen sebuah pesantren yaitu : Pondok, Masjid, Santri, Pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kyai merupakan lima elemen dasar tradisi pesantren. Ini berarti bahwa suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki kelima elemen tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren. Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih dikenal dengan sebutan “Kyai”. Asrama untuk para siswa tersebut berada dalam lingkungan komplek pesantren dimana Kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar dan

101Nurcholis, Madjid, Bilik-Bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hal. 19-20 102 Ibid., hlm.5.

45

kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain. Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi dengan tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.103

5. Pembelajaran santri

Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan ini akan mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan efektif dan efisien.104 Maka pembelajaran santri merupakan kegiatan belajar yang dilakukan oleh santri. Pembelajaran santri tidak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan pesantren.Terkadang, pembelajaran santri disebut juga pembelajaran kitab kuning. Kegiatan pembelajaran pendidikan adalah sebagai proses yang merupakan suatu system yang tidak bisa terlepas dari komponen komponen lainnya dari pembelajaran. Diantara komponen dalam proses tersebut adalah metode pembelajaran.105 Metode yang dilakukan dalam pembelajaran santri sangat bervariatif, diantaranya yaitu, metode bandongan, sorogan/Talaqqi,musyawarah, pengajian pasaran, hafalan, dan demonstrasi.

B. PENELITIAN YANG RELEVAN Beberapa hasil penelitian menurut penulis mempunyai relevensi dengan penelitian yang penulis lakukan, meskipun secara substansi masih dapat banyak perbedaan. Hasil-hasil penelitian yang dianggap mempunya relevensi tersebut yaitu :

103 Zamakhsyari, Dhofier. 1994. Tradisi Pesantren (Studi tentang pandangan hidup kyai). hlm. 44 104 Muhaimin, dkk,Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan PendidikanAgama Islam Di Sekolah, (Bandung : Rosdakarya, 2001),hal. 99 105 Ibid, hal. 145

46

1. Basir, tesis berudul “Pelaksanaan Pembelajaran Kitab Kuning Pada Pondok Pesantren Nurul Jalal Kabupaten Tebo”. Penelitian ini menemukan bahwa (1) pembelajaran kitab kuning di pesantren Nurul Jalal kabupaten Tebo yakni : pertama dalam perencanaan, dimana perencanaan dalam proses pembelajaran kitab kuning berorientasi pada tujuan pesantren, kedua pelaksanaan pembelajaran, dan dilanjutkan dengan tahap pengevaluasian, dari seluruh tahapan tersebut terlihat belum berjalan sebagaimana eksternal pesantren. (2) faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di pesantren Nurul Jalal kabupaten Tebo meliputi : motovasi, sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan pengalaman belajar santri, dimana seluruh faktor tersebut terlihat dari proses perencanaan dan evaluasi dalam pembelajaran kurikulum kitab kuning tersebut. (3) upaya yang dilakukan oleh kiai selaku pimpinan pesantren dalam mengatasi permasalahan tersebut meliputi : memasukkan program pelajaran kitab kuning dalam proses belajar mengajar, mewajibkan santri menetap atau mondok di asrama Pondok Pesantren Nurul Jalal, menambah jam pelajaran dalam mengkaji kitab kuning dan membuat kelompok pengajian kitab-kitab kuning, mengadakan lomba baca kitab kuning pada setiap acara hari-hari besar Islam menumbuhkan minat santri untuk gemar mengkaji kitab kuning.106 Penelitian ini membahas tentang pelaksanan pembelajaran kitab kuning tetapi tidak menetapkan apa metode yang di pakai untuk mengajarkan kitab kuning, oleh karenanya penelitian Basir ini hampir sama penelitian yang peneliti teliti, hanya saja di dalam penelitian peneliti menetapkan metode peneliti yaitu; metode Talaqqi.

106 Basir, “Pelaksanaan Pembelajaran Kitab Kuning Pada Pondok Pesantren Nurul Jalal Kabupaten Tebo”. Tesis: INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SULTAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI 2010

47

2. M Julfikar Amrulloh, tesis berjudul “Strategi Pembelajaran Kitab Kuning Di Sekolah Tinggi Ilmu Kitab Kuning An-Nur 2 Bululawang Malang”. Penelitian ini menemukan bahwa dalam Tahap-tahap pembelajaran Kitab kuning di STIKK An-Nur 2 Bululawang, yaitu: Pertama, adanya persiapan masuk STIKK dengan berbagai kriteria diantaranya santri di pantau oleh tim khusus yang dibentuk untuk mengamati perilaku dan keaktifan mengikuti kegiatan yang diselenggarakan di Pondok Pesantren an-nur 2, baik itu berupa akhlak kepada ustadz dan kyai, keaktifan berjama‟ah serta kegiatan-kegiatan Pondok Pesantren yang bersifat positif. Kedua, santri di tuntut untuk menghafal nadhom alfiayah 250-300 bait diluar kepala, hal ini termasuk modal untuk bisa membaca kitab klasik sebagaimana mestinya, disamping nadhol ilmu nahwu santri juga dituntut untuk memahami ilmu alat lainnya. Ketiga,setelah masuk di STIKK santri ditahun pertama diberi pendalaman materi ilmu nahwu yang mana bertujuan untuk memotifasi santri untuk lebih menguasai tatacara membaca dan memahami kitab kuning, sedangkan ditahun kedua santri diharapkan sudah mampu membaca kitab kuning dengan benar serta santri diajarkan ilmu fiqih yang mana memakai kitab fathul mu’in. Ke empat, setelah melalui berbagai tahap diatas, santri diterjunkan dimasyarakat atau praktek lapangan selama 2 minggu, hal ini bertujuan untuk mengenalkan santri di lingkungan masyarakat yang notabennya tidak sama.107 Penelitian ini hampir menyamai penelitian yang peneliti teliti, hanya saja penelitian peneliti lebih menjuru kepada metode Talaqqi.

107 M Julfikar Amrulloh, “Strategi Pembelajaran Kitab Kuning Di Sekolah Tinggi Ilmu Kitab Kuning An-Nur 2 Bululawang Malang”. Tesis : PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALANG 2015

48

3. Rahmawati, tesis berjudul “Manajemen Pembelajaran Kitab Kuning Di SMA It Pada Pondok Pesantren (Studi Kasus di SMA IT pada PondokPesantren Putri Babussalam Kuala Kapuas)”. Penelitian ini menemukan bahwa, Pertama, Setiap tahun pelajaran para ustadz/ustadzah menyusun perencanaan kegiatan pendidikan Pondok Pesantren khususnya pembelajaran kitab kuning secara makro, kemudian disosialisasikan kepada seluruh warga Pondok Pesantren. Perencanaan diterapkan dengan prinsip fleksibilitas, praktis, kontinyuitas, dan konsisten serta mandiri dengan kontrol dan revisi terus menerus untuk penyempurnaan rencana berikutnya. Kedua, Pengorganisasian pembelajaran yaitu pengorganisasian kelas sebagai suatu upaya untuk mendesain kelas dengan merangsang keterlibatan para santri dalam pembelajaran kitab kuning. Dalam pembelajaran kitab kuning sering menggunakan setting kelas tradisional. Ketiga, Pelaksanaan pembelajaran kitab kuning dilakukan dalam semua kegiatan santri di Pondok Pesantren dengan metode bervariasi dengan prinsip pemahaman dan pembiasaan serta keteladanan, sehingga tercipta lingkungan Pondok Pesantren yang kondusif, akademis, dan religius berlandaskan keikhlasan dan pengabdian pada ilmu. Semua kegiatan terlaksana secara rutin dan konsisten yang melibatkan semua warga Pondok Pesantren dengan sistem komunikasi yang intensif. Keempat,Evaluasi dan penilaian sebagai tolak ukur keberhasilan dilakukan secara vii komprehensif, beragam, rutin,dan berkesinambungan dengan prinsip kejujuran, obyektif dan konsisten, tegas dan proporsional dalam pemberian serta melibatkan semua unsur dan dilaporkan secara periodik.108Berdesarkan relevansi dari penelitan di atas bahwa

108 Rahmawati, “Manajemen Pembelajaran Kitab Kuning Di SMA It Pada Pondok Pesantren (Studi Kasus di SMA IT pada Pondok Pesantren Putri Babussalam Kuala Kapuas)” . Tesis : UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ANTASARI PASCASARJANA BANJARMASIN 2017

49

penelitian dari saudara Rahmawati meneliti tentang bagaimana menejemen dalam pembelajaran kitab kuning, sedangkan di dalam penelitian peneliti meneliti tentang bagaimana penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning. 4. Amrijal, tesis berjudul “Eksistensi Tradisi Kajian Kitab Kuning Dalam Lingkup Perubahan Sosial (Studi Kasus Di Pesantren Darun Nahdhah, Darel Hikmah, Dan Babussalam)”. Penelitian ini ingin menemukan jawaban tentang bagaimana keberadaan buku kuning buku di pesantren Darun Nahdhah, Darel Hikmah, dan Babussalam dalam ruang lingkup perubahan sosial. Secara umum, ketiga pesantren tersebut telah merespon positif perubahan sosial, untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap sistem pendidikan, termasuk untuk menjaga tradisi studi buku kuning tersebut. Dengan kata lain, identitas pesantren dengan buku kuning masih menempel di sekolah masing-masing. Namun, keberadaannya berbeda. Diantaranya, ada yang membuat studi tentang buku kuning sebagai curriculer, bersama dengan kurikulum lainnya, maka ada juga yang membuatnya hanya melakukan aktivitas ekstra atau ekstra kurikuler tambahan.109Berdasarkan studi relavan yang dikemukakan di atas, bahwa Penelitian ini ingin menemukan jawaban tentang bagaimana keberadaan buku kuning buku di pesantren Darun Nahdhah, Darel Hikmah, dan Babussalam dalam ruang lingkup perubahan sosial. Sedang penelitian peneliti terhadap penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning. 5. Muhammad sapuan, tesis berjudul “Menejemen Pimpinan Dalam Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Isti’dadul Mual’limien Kabupaten Tanjung Jabung Barat”. Di dalam penelitian

109 Amrijal, “Eksistensi Tradisi Kajian Kitab Kuning Dalam Lingkup Perubahan Sosial (Studi Kasus Di Pesantren Darun Nahdhah, Darel Hikmah, Dan Babussalam)”. Tesis : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2016

50

ini di temukan bahwa program pembelajaran guru: sistim pembinaan guru dalam pembelajaran kitab kuning tetap mengacu pada perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian, evaluasi dan pengembangan berkelanjutan bagi guru, pengelolaan kelas, dan perencanaan kegiatan media dan sumber pengajaran. Pelaksanaan pembelajaran kitab kuning guru yang profesionalitas mencakup pendistribusian mata pelajaran sesuai dengan latar belakang pendidikan guru, memberikan kebebasan guru dalam mengembangkan lembaga dan mengkreasi metode pengajaran kitab kuning. Evaluasi mencakup ; tanggung jawab, hasil belajar siswa, disiplin, status fungsional guru. Adapun faktor-faktor pendukung yang mencakup; payung hukum, dukungan pemerintah dan masyarakat, keikhlasan dan pengabdian guru, kurikulum. Adapun faktor-faktor penghambat yang mencakup; penerapan prinsip penghargaan dan hukum, sarana dan prasarana, pembiayaan, tingkat kemampuan santri/siswanya yang beragam, metode lama, latar belakang pendidikan guru/ustazd dan jumlah guru yang terbatas. Adapun kebijakan strategis mencakup; kebijakan peningkatan kualitas guru, kebijakan percepatan sertifikasi guru, pembenahan kompetensi guru; kebijakan dan pemberian penghargaan kepada guru berprestasi, pertemuan secara berkala, dan memperluas jaringan profesi guru.110 Dari penelitian Muhammad sapuan ini lebih mengacu kepada Menejemen Pimpinan Dalam Pembelajaran Kitab Kuning, sedangkan penelitian peneliti mencari tahu bagaimana metode Talaqqi di ajarkan dalam pembelajaran kitab kuning. 6. Jurnal yang ditulis oleh Moh. Tasi’ul Jabar, dkk. Pada tahun 2017, dengan judul : Upaya Kiai Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Kitab Kuning. Dalam jurnalnya beliau mengatakan

110 Muhammad Sapuan, “Menejemen Pimpinan Dalam Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Isti’dadul Mual’limien Kabupaten Tanjung Jabung Barat”. Tesis : INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SULTAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI 2015

51

bahwa Kiai pada hakikatnya adalah gelar yang diberikan kepada seseorang yang mempunyai ilmu dibidang agama dalam hal ini agama Islam. Dan juga di pesantren ini diajarkan berbagai metode yaitu metode praktek, Menyelenggarakan metode muhafadhah, Mengadakan syawir, Membaca kitab sebelum dan sesudah pelajaran dimulai, Tanya jawab pada waku madrasah, Sorogan. Persamaan penelitian yang ditulis oleh Moh. Tasi’ul Jabar, DKK dengan yang dilakukan penulis adalah membahas tentang pembelajaran kitab kuning. Sedangkan letak perbedaannya adalah beliau tidak memfokuskan metode yang di pakai, sedangkan penulis membahas tentang penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. 7. Jurnal yang ditulis oleh Mulyani Mudis Taruna dengan judul : Standardisasi Penguasaan Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Nurul Hakim Nusa Tenggara Barat. Dalam penelitiannya, beliau mengembangkan pembelajaran kitab kuning, salah satunya dengan dikembangkan evaluasi mid semester dan semesteran. Evaluasi lain adalah evaluasi setiap bab dalam setiap kajian pada kitab kuning dengan model sorogan sebagaimana yang dilaksanakan pada santri Pondok Pesantren salafiyah. Persamaan penelitian yang di tulis oleh Mulyani Mudis Taruna dengan yang dilakukan penulis adalah sama-sama memakai metode Talaqqi. 8. Jurnal yang ditulis oleh Rani Rakhmawati. Pada tahun 2016, dengan judul : Syawir Pesantren Sebagai Metode Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Manbaul Hikam Desa Putat, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo- Jawa Timur. Dalam penelitiannya, beliau mengupas mengenai deskripsi tentang pelaksanaan tradisi syawir sebagai kegiatan ekstrakurikuer penunjang pendalaman kitab kuning pesantren. Persamaan penelitian yang ditulis oleh Rani Rakhmawati dengan yang

52

dilakukan penulis adalah membahas tentang pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren. Adapun letak perbedaannya adalah beliau lebih berfokus ke metode Syawir, sedangkan penulis lebih memfokuskan tentang penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal Provinsi Jambi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna dibalik yang terlihat dan terucap tersebut.107 Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dan subjek yang diteliti.108

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.109 Menggungkapkan bahwa penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin mengeksplor fenomena-fenomena yang yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti proses suatu langkah kerja, formula suatu resep, pengertian-pengertian tentang suatu konsep yang beragam, karakteristik suatu barang dan jasa, gambar-gambar, gaya-gaya, tata cara suatu budaya, model fisik suatu artifak dan lain sebagainya.

Selain itu, sugiono juga mengemukakan penelitian kualitatif sebagai metode penelitian yang berlandasan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen

107 Sugiyono. ( 2015). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta, hlm.2 108 Juliansyah Noor. (2013). Metodologi Penelitian. Jakarta : Kencana Prenada Mediagroup. hlm. 33-34. 109 Aan Komariah, Djam’an Satori. (2011) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. hlm. 23.

53

kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada genelarasi.110

Penelitian kualitatif menggunakan metode penalaran induktif dan sangat percaya bahwa terdapat banyak perspektif yang akan dapat diungkapkan. Penelitian kualitatif berfokus pada fenomena sosial dan pada pemberian suara pada perasaan dan persepsi dari partisipan dibawah studi. Hal ini didasarkan pada kepercayaan bahwa pengetahuan dihasilkan dari seting sosial dan bahwa pemahaman pengetahuan sosial adalah suatu proses ilmiah yang sah. Adapun karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Biklen di dalam buku Dr. Emzir terdapat lima ciri utama penelitian kualitatif, yaitu :111

1. Naturalistik 2. Data Deskriptif 3. Berurusan dengan proses 4. Induktif.

Pendekatan kualitatif berasumsi bahwa manusia adalah makhluk yang aktif yang mempunyai kebebasan berkemanusiaan dan berkehendak, yang perilakunya hanya dapat dipahami dalam konteks budayanya, dan perilakunya yang sering kali tidak didasarkan oleh hukum sebab akibat, seperti yang terdapat pada hukum-hukum alam.112

Data lunak yang bersifat kualitatif diperoleh melalui riset yang menggunakan pendekatan kualitatif, atau riset kualitatif. Data lunak atau data kualitatif ini sebagaimana dijelaskan diatas berbentuk kata-kata, yang

110 Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta. hlm. 15. 111 Emzir. (2014). Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, hlm.2-3. 112 Gunawan, Imam. (2014). Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktis. Jakarta :Bumi Aksara, hlm.89

54

diperoleh dari dokumen, wawancar atau observasi, yang biasanya dituangkan dalam catatan lapangan.113

Penelitian ini di adakan di Podok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Jalan Sri Soedewi Parit Gompong Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan meneliti penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning dalam pembelajaran keseharian santri.

B. Situasi Sosial Dan Subjek Penelitian 1. Situasi sosial

Situasi sosial adalah lokasi penelitian yang terdapat aktivitas. Bertempat di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal, nama pemimpin pesantren KH. Abdul Hakim S. Ag, Pesantren ini berada di Jalan Sri Soedewi Parit Gompong Kuala Tungkal sebagai sekolah yang berlokasi di tengah masyarakat Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi tersebut, karena Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat ini lokasinya mudah di jangkau oleh peneliti dan juga peneliti sendiri adalah seorang alumni dari Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat tersebut. Maka dari itu peneliti ingin mengungkapkan bagaimana model pembelajaran yang diterapkan oleh guru/ustazah dalam meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning.

2. Subjek penelitian

Penelitian kualitatif tidak dikenal konsep “keterwakilan contoh/sample dalam rangka generalisasi yang berlaku bagi populasi.114Atas berbagai

113 Asrori, Muhammad. (2014). Metodologi&Aplikasi Riset Pendidikan. Jakarta :Bumi Aksara, hlm.287 114 Sanafiah, Faisal. (2001). Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar Aplikasi Malang. Yayasan Asah, Asih asuh.hlm,38

55

pertimbangan sebagaimana dikemukakan di atas maka yang akan dijadikan sebagai informan (Subjek penelitian) ini adalah: a) Pengasuh Pondok b) Ustaz dan ustazah podok c) Santri yang berada dilingkungan Pondok d) Alumni Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan snowball sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlah sedikit, lama-lama menjadi besar.

C. Jenis Dan Sumber Data 1. Jenis data a) Data primer Data primer adalah data yang diperoleh atau data yang dikumpulkan langsung dilapangan oleh orang yang melakukan tanpa adanya perantara.115Data ini merupakan informasi-informasi atau keterangan yang berkenaan dan langsung berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini, atau berupa informasi tentang penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. b) Data sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumbernya secara tidak langsung seperti data dokomentasi dan lain sebagainya (Amirul, 1998:125). Data sekunder yang penulis maksud disini adalah data yang diperoleh dari data yang sudah terdokomentasi yang berkaitan dengan tujuan peneliti. Adapun data sekunder adalah sebagai berikut: (1) Historis dan geografis Pondok Pesantren (2) Struktur organisasi (3) Sarana pendidikan dan jenjang pendidikan.

115 Amirul Hadi dan Haryono. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia.hlm.125

56

(4) Keadaan santri dan kesehariannya (5) Sejarah berdirinya pondok pesantren Al-Baqiyatush shalihat, dan harapan-harapan yang ingin di capai (6) Dan data lainnya yang erat hubungannya dengan para santri- santri 2. Sumber data Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah dimana data diperoleh.116Menyangkut dengan tindakan, kata-kata, serta dokumen- dokumen yang berhubang dengan penelitian ini. Sumber data dalam penelitian ini meliputi: a) Sumber data berupa manusia, yakni pimpinan pesantren, guru, santri dan Alumni Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal b) Sumber data berupa dokumen, yaitu berupa arsip, dokumen resmi, brosur, profil, jurnal, buku panduan, struktur organisasi dan lain-lain. Dengan adanya dokumen-dokumen tersebut diharapkan akan mendapatkan data yang berkaitan tentang penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal.

D. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, jenis data yang akan dikumpulkan yaitu data kualitatif. Data yang akan dikumpulkan nanti bersumber dari data primer yang didapatkan setelah penelitian serta data sekunder sebagai penunjang dalam hal ini beberapa sumber referensi (buku-buku dan lain sebagainya yang relevan). Pengumpulan data berdasarkan data primer dan sekunder yang ada diperoleh dengan berbagai cara. Data yang baik dalam suatu penelitian

116Suharsimi, Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, hlm.172

57

adalah data yang dapat dipercaya kebenarannya ( reliable), tepat waktu, mencakup ruang yang luas sertadapat memberikan gambaran yang jelas untuk menarik kesimpulan.117 Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik :

a) Field research Field research adalah penelitian lapangan yang bertujuan langsung melakukan kontak dengan objek penelitian dengan terlibat langsung kelokasi penelitian. Mencari informasi langsung melalui objek penelitian. Dalam studi lapangan ini penulis akan melakukan penelitian di Pesantren Al-Baqiyatush shalihat Kuala Tungkal. Penelitian didasari untuk mendapatkan data lapangan dalam hal ini terkait penerapan metode talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di pesantren tersebut dengan melakukan wawancara dan pengumpulan data. Beberapa teknik field research antara lain: 1. Observasi Di dalam penelitian jenis teknik observasi yang lazim digunakan untuk alat pengumpulan data ialah : (1). Observasi Pastisipan. (2).Observasi Sistematik dan, (3). Observasi eksperimental. Dan alat yang digunakan untuk observasi yaitu : Anecdotal record, Catatan berkala, Check lists, Rating scale, dan Mechanical devices.118 Jadi panduan observasi disini digunakan untuk mendapat data hasil pengamatan. Pengamatan bisa dilakukan terhadap sesuatu benda, keadaan, kondisi, situasi, kegiatan, proses, atau penampilan tingkah laku seseorang.119 Metode observasi cukup berperan dalam penelitian ini sebab melalui observasi dapat dilakukan pengamatan secara langsung dalam keseharian santri, lebih jauh dari itu, peneliti dapat bertatap muka dengan

117 J. Suprapto,Metode Riset, Aplikasinya dalam Pemasaran( Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, thn.), hlm.47. 118 Narbuko Cholid, Abu Achmadi. (2016). Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara. hlm. 72. 119 Sanapiah, Faisal. (2010). Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta : Rajawali Pers.hlm. 135

58

objek yang bersangkutan dan dapat meneliti keadaan yang sebenarnya terjadi di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. Metode ini digunakan untuk melihat langsung lokasi penelitian, pengamatan tentang penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. Adapun data-data yang dikumpulkan melalui metode observasi adalah: a) Kondisi lingkungan Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. b) Kondisi keseharian santri 2. Interview Interview adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab langsung kepada objek yang diteliti.120 Interview digunakan oleh peneliti untuk menilai keadaan santri, metode ini digunakan untuk mengetahui secara langsung bentuk penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur atau terpimpin. Adapun data-data yang dikumpulkan melalui metode interview adalah: a) Bagaimana keseharian santri dalam membaca kitab kuning b) Apa saja yang dilakukan santri dalam penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning c) Bagaimana kondisi belajar membaca kitab kuning berlangsung 3. Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu, mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.121 Teknis

120 Margono. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. hlm. 129. 121 Suharsimi, Arikunto. (2014). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. hlm. 274.

59

pengumpulan data dengan metode dokomentasi, penulis gunakan untuk mendapatkan informasi non manusia, sumber informasi (data) non manusia ini berupa catatan-catatan, pengumuman, instruksi, aturan- aturan, laporan, keputusan atau surat-surat lainnya, catatan-catatan dan arsip-arsip yang ada kaitannya dengan fokus penelitian. Data yang dikumpulkan mengenai teknik tersebut berupa kata-kata, tindakan dan dokumen tertulis lainnya, dicatat dengan menggunakan catatan-catatan. Dokumentasi penulis gunakan sebagai instrument utama untuk memperoleh semua data-data yang berhubungan dengan gambaran umum lokasi. Data yang diperoleh melalui dokumentasi adalah data-data yang diambil di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. Tentang : historis dan geografis, struktur organisasi, profil guru, staf, siswa, sarana dan prasana.

E. Teknik analisis Data Dalam penelitian kualitatif data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam, dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Melakukan analisis berarti melakukan kajian untuk memahami struktur suatu fenomena-fenomena yang berlaku di lapangan. Analisis dilaksanakan dengan melakukan telaah terhadap fenomena atau peristiwa secara keseluruhan, maupun tehadap bagian-bagian yang membentuk fenomena-fenomena tersebut serta hubungan keterkaitannya.122 Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis data model Miles dan Huberman. Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

122Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009), hal. 220-221.

60

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sampai data yang diperoleh sudah jenuh atau tidak ditemukan data baru kegiatan analisis data sudah dimulai sejak peneliti mengambil data sampai data penelitian selesai dikumpulkan.123 Adapun analisis datanya melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Reduksi Data Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti yang telah dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.124 Masalah masalah yang ditemukan baik melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi dalam implementasi amaliyyah yaumiyyah dalam membangun karakter disiplin dan tanggung jawab santri di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal dianalisis dengan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, dan membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data tersebut sehingga bisa disajikan. 2. Melaksanakan Display Data atau Penyajian Data Langkah selanjutnya yaitu penyajian data kepada yang telah diperoleh kedalam sejumlah matriks atau daftar kategori setiap data yang didapat, penyajian data biasanya digunakan berbentuk teks naratif. Biasanya dalam penelitian, kita mendapat data yang banyak. Data yang kita dapat tidak mungkin kita paparkan secara keseluruhan. Untuk itu,

123 Endang, Mulyatiningsih. (2013). Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung : Alfabeta . hlm. 45. 124Sugiyono,. Op.cit hlm. 247

61

dalam penyajian data dapat di analisis oleh peneliti untuk disusun secara sistematis sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti.125 Kegiatan inipun untuk mempermudah evaluator dalam melihat gambaran unsur-unsur yang dievaluasi secara menyeluruh. Display data disajikan dalam berbagai macam tampilan seperti matrik, grafik, chart, bagan alur, gambar dan sebagainya.126 Penyajian data mengenai penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. yang telah direduksi melalui bab-bab yang sudah tersedia. 3. Mengambil Kesimpulan/Verifikasi Mengambil kesimpulan merupakan analisis lanjutan dari reduksi data, dan display data sehingga data dapat disimpulkan, dan peneliti masih berpeluang untuk menerima masukan. Penarikan kesimpulan sementara, masih dapat diuji kembali dengan data di lapangan, dengan cara merefleksikan kembali, peneliti dapat bertukar pikiran dengan teman sejawat, trianggulasi, sehingga kebenaran ilmiah dapat tercapai. Kesimpulan sementara dapat dibuat terhadap setiap data yang ditemukan pada saat penelitian sedang berlangsung, dan kesimpulan akhir dapat dibuat setelah seluruh data dianalisis mengenai masalah penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Podok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.

F. Uji Keterpercayaan Data (Trushworthines) Penelitian kualitatif menjadikan peneliti sebagai instrumen utama pengumpulan data. Karena itu sangat tidak mungkin memeriksa keabsahan instrumen seperti yang dilakukan dalam penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif mengembangkan berbagai jenis instrumen, yaitu

125 Iskandar, Loc.;Cit hlm. 223. 126 Djudju Sudjana. (2008). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. hlm.2015.

62

wawancara, pengamatan, tes, angket, dan berbagai skala. Tes, angket, dan berbagai skala biasanya diuji coba dan diperiksa keabsahannya. Data yang sahih dan handal hanya dapat dihasilkan oleh instrumen yang telah teruji keabsahannya. Karena itu untuk wawancara dan observasi pun dibuat protokol atau pedomannya. Dalam penelitian kualitatif, keadaannya sama sekali berbeda. Instrumen utamanya ialah manusia, karena itu yang diperiksa adalah keabsahan datanya. Untuk keperluan pemeriksaan keabsahan data dikembangkan empat indikator yaitu: 1. Kredibilitas uji data diperiksa dengan teknik-teknik : perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan pengamatan, trianggulasi, pengecekan teman sejawat, pengecekan anggota, anilisis kasus negatif dan kecukupan referensial. 2. Keteralihan atau trasferability. Dilakukan dengan cara menggunakan hasil penelitian pada tempat atau lokasi lain. tentu saja pemamfaatan itu mesti memenuhi persyaratan, yaitu adanya kesamaan atau kemiripan konteks sosialnya. 3. Ketergantungan atau dependability adalah pemeriksaan yang rinci atau audit lengkap terhadap proses penelitian. 4. Kepastian atau comfirmability adalah suatu cara untuk memastikan, apakah telah terjadi kesepakatan antara yang diteliti dengan peneliti. Ini perlu diperiksa. Karena dalam penelitian kualitatif tidak dikenal istilah objektivitas. Yang ada ialah intersubjektivitas, yaitu kesepakatan antar subjek yang terlibat dalam penelitian. 127 Dalam penelitian kualitatif, seorang peneliti menggunakan tekhnik untuk menguji keabsahan/keterpercayaan data dengan cara perpanjangan

127Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 330-334

63

keikutsertaan, diskusi dengan teman sejawat. dan trianggulasi, untuk lebih jelas adalah sebagai berikut:

a) Perpanjangan Keikutsertaan. Sebagiamana sudah dikemukakan, peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keiukutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal dilapangan sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.

Dengan demikian, penting sekali arti perpanjangan keikutsertaan peneliti guna berorientasi dengan situasi, juga guna memastikan apakah konteks itu dipahami dan dihayati. Kedua, perpanjangan keikutsertaan juga dimaksudkan untuk membangun kepercayaan para subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri. Perpanjangan keikutsertaan juga menuntut peneliti agar terjun ke lokasi dan dalam waktu yang cukup panjang guna mendeteksi dan memperhitungkan distori yang mungkin mengotori data. 128 b) Pemeriksaan Teman Sejawat melalui diskusi Tehnik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Tehnik ini mengandung beberapa maksud sebagai salah satu tehnik pemeriksaan keabsahan data. Pertama, untuk membuat agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran. Dalam diskusi analitik tersebut kemelencengan peneliti disingkap dan pengertian mendalam ditelaah yang nantinya menjadi dasar bagi klarifikasi penafsiran. Kedua, diskusi dengan sejawat ini memberikan suatu kesempatan awal yang baik untuk memulai menjajaki dan menguji hipotesis yang muncul dari pemekiran

128 Lexy J. Meleong, Ibid., hlm. 327-328.

64

peneliti. Ada kemungkinan hipotesis yang muncul dalam benak peneliti sudah dapat dikonfirmasikan, tetapi dalam diskusi analitik ini mungkin sekali dapat terungkap segi-segi lainnya yang justru membongkar pemikiran peneliti.129 c) Trianggulasi Uji keabsahan data melalui trianggulasi adalah pemeriksaan data yang sangat sering dan banyak digunakan dalam penelitian kualitatif. Ini terjadi karena trianggulasi memberi peluang paling besar untuk mendapatkan data sesuai dengan realitas sesungguhnya. Trianggulasi adalah pengecekan data dengan cara pengecekan atau pemeriksaan ulang. Dalam bahasa sehari-hari trianggulasi ini sama dengan cek dan ricek. Tekniknya adalah pemeriksaan kembali data dengan tiga cara, yaitu: (1) Trianggulasi sumber, (2) Trianggulasi metode, (3) Trianggulasi waktu. Triangulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memafaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Tehnik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lain.130 Untuk teknik pengumpulan data, triangulasi dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomenal, tetapi lebih pada

129Ibid., hal. 332-333. 130 Lexy J. Meleong, Op., Cit hal. 330.

65

peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan. Nilai dari teknik pengumpulan data dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh compergent (meluas),tidak konsisten dan kontradiksi. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek kernbali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Dengan demikian, triangulasi dengan sumber ini dapat dilakukan dengan cara: (a) Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara, (b) Membandingkan apa yang dikatakan subjek penelitian di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, (c) Membandingkan apa yang dikatakan subjek penelitian tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, (d) Membandingkan keadaan dan perspektif subjek penelitian dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, dan (e) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu yang berkaitan.131

Dalam hal ini jangan sampai banyak mengharapkan bahwa hasil pembandingan tersebut merupakan kesamaan pandangan, pendapat, atau pemikiran. Yang penting disini ialah bisa mengetahui adanya alasan- alasan terjadinya perbedaan-perbedaan tersebut.132

Berdasarkan teknik triangulasi tersebut di atas, maka yang dimaksud untuk mengecek kebenaran dan keabsahan data-data yang diperoleh di lapangan mengenai penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat

131Kunandar, Langkah Mudah Penelian Tindakan Kelas, (Jakarta: Rajawali Press), hal.124 132 Lexy J. Meleong, Op., Cit hal. 331.

66

Provinsi Jambi dari hasil wawancara, lalu dicek dengan observasi maupun melalui dokumentasi, atau melalui beberapa sumber yaitu pengelola, guru serta teman kerja sehingga dapat dipertanggung jawab seluruh data yang diperoleh di lapangan dalam penelitian tersebut.

G. Rencana dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan. Penelitian diawali dengan pembuatan proposal penelitian, kemudian seminar proposal, dilanjutkan dengan perbaikan hasil seminar, izin penelitian, pengumpulan data, pengolahan data yang dikumpulkan. Untuk lebih rincinya dijelaskan pada tabel di bawah ini.

67

Tabel 0.1 Jadwal dan Waktu Penelitian

No Kegiatan Bulan Oktober Februari Maret April Mei Juni 2018 2019 2019 2019 2019 2019 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1. Pembuatan √ √ Proposal 2. Perbaikan     Hasil Seminar 3. Pengumpulan Data 4. Verifikasi dan Analisa Data 5. Konsultasi pembimbing 6. Perbaikan tesis 7. Penggandaan Laporan

68

69

BAB IV DESKRIPSI LOKASI, TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Sejarah singkat

Bermula Dari Pengajian Agama Yang Dipimpin Oleh K.H.M Ali Abdul Wahhab Yang Bertempat Di Rumah Beliau Sejak Tahun 1957 M. Pengajian Tersebut Terus Berjalan, Pada Tahun 1979 K.H.M Ali Abdul Wahhab Mengundang SYEKH MUHAMMAD NAWAWI yang Bermukim Di Berjan Porworejo Jawa Tengah Untuk Melakukan Bai’at Thoriqah Qadiriyyah Naqsyabandiyyah di antara yang ikut Bai’at Pada Saat Itu Adalah: K.H.M Ali Abdul Wahhab, K.H.M Subli Bin H.Ismail Dan Tuan Guru H.Ahmad Bukhari dll. Kurang lebih 28 tahun berjalan pengikut pengajian yang dilaksanakan di rumah beliau ini, dari masa kemasa terus bertambah, dan puncaknya pada tahun 1985 rumah beliau yang lumayan luas, tidak tertampung lagi untuk jama’ah pengajian. Dan akhirnya di putusakan untuk pindah ke Mesjid Agung Al Istiqamah yang tempatnya di depan rumah beliau.

a) Bermula Dari Haul Sekh Abdul Qadir Al Jailani

Pengikut Tariqah Qadariyyah Naqsabandiyyah yang telah di bai’at biasanya mengadakan Haul hari wafatnya Syekh Abdu Qadir Al Jailani, yaitu pada tiap-tiap tanggal 11 Rabi’ust Tsani,133 begitu pula lah yang dilaksanakan oleh : KH. M Ali Abdul Wahhab bersama sama masyarakat yang terhimpun dalam pengajian beliau. Setiap tahun memperingati Haul Sekh Abdul Qadir Al Jailani di Mesjid Agung Al Istiqamah Kuala Tungkal.

133 Tradisi tahunan untuk mengingat orang yang telah meninggal dunia.

70

Tahun demi tahun, para hadirin yang mengikuti Peringatan haul Syekh Abdul Qadir Al Jailani yang dilaksanakan di Mesjid Agung Al Istiqamh ini bertambah banyak, hingga di mesjid Agung pun tak tertampung lagi karena banyaknya hadirin yang mengikuti acara ini. Hingga timbul keinginan untuk membangun tempat khusus untuk peringatan haul ini. Ide ini diajukan kepada dewan pengurus pengajian Majlis Ta’lim Al Hidayah yang telah di bentuk kepengurusannya sejak pengambilan Tariqah Qodiriyah Naqsabandiyyah. Ide itu pun disepakati dengan Lokasi pembangunan gedung di parit Gompong Kelurahan Tungkal Harapan Kuala Tungkal.

b) Pembangunan Cikal Bakal Gedung Pesantren

Dengan membaca Basmallah pada tanggal 30 Sya’ban 1413 H. Bertepatan tanggal 22 Pebruari 1993 M, penancapan tiang pertama untuk pembangunan gedung yang sedianya untuk tempat peringatan haul inipun dimulai. Dengan penyandang dana awal Hm Syahruddin Zen. Bangunan gedung pertama ini diberi nama “MAJLISUL ‘ILMI WADZIKRI“ berukuran 26 x 16 M2. Dengan kapasitas + 1.000 (seribu) jama’ah.

c) Dari Majlis Ta’lim ke Pondok Pesantren.

Ditengah tengah pembangunan Majlis ‘ilmi Wadzikri ini terpikir Oleh panitia bahwa tempat ini hanya akan digunakan setahun sekali, yaitu pada peringatan Haul Syekh Abdul Qadir Al Jailani Saja, dan hal itu dirasa kurang banyak manfaatnya. Lalu timbullah pemikiran baru untuk memanfaatkan gedung ini sebagai wadah lembaga pendidikan berupa pondok pesantren. Kemudian dibentuklah kepengurusan pondok pesantren ini, dengan nama Pondok Pesantren “ Al-Baqiyatush Shalihat “Majlis Ta’lim Al Hidayah Kuala Tungkal. Dengan terbangunnya gedung utama ini dan

71

ditambah beberapa buah asrama santri dan sarana dan prasarana lainnya, maka kemudian mulailah untuk difungsikan sebagai pondok pesantren. Pesantren adalah “Asrama dan tempat tinggal murid-murid belajar mengaji”.134 Dari pengertian tersebut, jelaslah sejak awal berdirinya Al- Baqiyatus Shalihat telah memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai lembaga pendidikan yang bernama pondok pesantren. Tepatnya pada tanggal 13 April 1994 M. Bersamaan dengan 2 Zulqa’dah, pondok pesantren Al Baqiyatush Shalihat ini diresmikan dan diiringi dangan pelajaran perdana yang diberikan oleh Al Mukarram K.H.M Ali Abdul Wahhab yang juga sebagai pengasuh pondok pesantren. Pondok pesantren Al-Baqiyatus Shalihat didirikan oleh almarhum KH. M. Ali bin Syekh H. Abdul Wahab. Tepatnya tanggal 22 februari 1993 beliau merintis pondok pesantren Al-Baqiyatus Shalihat Jalan Sri Soedewi Parit Gompong Kuala Tungkal.

d) Pendidikan Kepesantrenan

Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat sejak awal berdirinya menyelenggarakan pendidikan kepesantrenan yang merupakan tujuan utama dalam pendidikan Pondok pesantren ini. Pendidikan kepesantrenan yang di selengarakan dibagi dalam tiga jenjang:

(1) Tingkat I’dadiyah 1 Tahun (2) Tingkat Wustha 3 Tahun (3) Tingkal Aliyah 3 Tahun

134 Hasin alwi dkk, kamus besar bahasa indonesia. Edisi ketiga. Jakrata:balai pustaka, 2005 hlm. 866

72

Sedangkan Kitab yang di gunakan di antaranya adalah : Fiqih : Mabadi fiqh, Sullamut taufiq,Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Mahally, Bajuri. Tauhid : Jawahirul kalamiyah, Aqidatul Awam, Kifayatul Awam, Khusnul Hamidiyah. Tasawwuf/Akhlak : Taisirul kholaq, Ta’limul Mutalim, Kifayatul Atqiya, Minhajul Abidin, Serta Syarahnya Sirojuth Tholibin. Nahwu : Al-AJurumiyah, kailani, Muhtasor Jidan, Mutamimah, Usulun Nahwiyah, Dan Syarah Alfiyah. Shorof : A.Tashrifiyah, al-Qowa’id Shorfiyah, Sabailuzharf. Hadist : Arbai’n, Nawawi, At-targhib, Bulughul Marom, Riyadush Shalihin, dan Adzkar Nawawi.

e) Pendidikan Formal

pendidikan sekolah yang diselenggarakan di pondok pesantren Al Baqiyatush Shalihat sejak tahun pelajaran 2001 menyelenggarakan :

1. Madrasah Tsanawiyah (MTs) 2. Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) yang dibuka sejak tahun ajaran 2002. 3. Majelis Tahsini wa Tahfizhil Qur’an.

Kurikulum yang dipergunakan adalah kurikulum Kementerian Agama, karena sekolah ini ikut KKM (Kelompok Kerja Madrasah) MTs Negeri dan MA Negeri II Kuala Tungkal.

73

f) Kegiatan Extrakurikuler

Kegiatan extrakurikuler adalah untuk mengembangkan bakat dan minat santri/wati, adapun kegiatan yang dilaksanakan adalah : 1. Muhadarah (Latihan pidato). 2. Seni baca Al Qur’an. 3. Pembacaan/pengamalan Maulid Al Habsyi dll. 4. Seni Qasidah/hadrah 5. Kaligrafi l Qur’an

g) Ciri Khas Pondok Pesantren

Materi yang menjadi kajian utama atau unggulan di Pondok Pesantren Al Baqiyatush Shalihat ini adalah kitab-kitab salafi yang meliputi; Fiqih, Nahwu, Sharaf, Tauhid, Dan Bahasa Arab.

2. Letak Geografis Pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat

Pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat merupakan salah satu lembaga pendidikan agama Islam, yang berlokasi di Jalan Prof. Dr. Sri Soedewi Maschun Sofyan SH, RT. 14 Kelurahan Tungkal Harapan Kecamatan Tungkal Ilir Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Secara administratif Wilayah Tungkal Harapan Kecamatan Tungkal Ilir dapat dilihat dengan mengetahui batas-batas sebagai berikut :

a) Sebelah utara berbatasan dengan sungai Pengabuan. b) Sebelah timur berbatasan dengan Tungkal IV Kota c) Sebelah selatan berbatasan dengan desa teluk sialang. d) Sebelah Barat berbatasan dengan desa pembengis.

Jarak dari pondok pesantren ke kota Kuala Tungkal lebih kurang 1 KM.

74

3. Tujuan Dan Harapan Yang Ingin Di Capai Pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat, sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran juga ikut memajukan pembangunan nasional yang bertujuan antara lain : a. Mencetak pribadi muslim dan muslimat yang tafaqquh fi-addin (memperdalam ajaran agama dari kitab-kitab Salafush Shaleh). b. Mencetak pribadi muslim dan muslimat berilmu, beriman dan bertaqwa. c. Mencetak pribadi muslim berakhlak mulia, ikhlas beramal, sederhana dan mampu hidup mandiri. d. Mencetak pribadi muslim dan muslimat yang terampil dalam bidang agama. Dengan demikian, kehadiran Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Sangat berperan dalam meningkatkan pemahaman dan pengalaman keagamaan dikalangan masyarakat Kuala Tungkal dan daerah-daerah sekitar-nya.

4. Jadwal kegiatan santri a. Kegiatan harian : 04.30-06.00 bangun subuh/sholat subuh berjama’ah 06.00-06.30 ngaji Al-Qur’an (putra) 06.30-07.30 persiapan (sarapan pagi, mandi, dan berpakaian) 07.30-11.45 kegiatan belajar di kelas (sekoah salafy) 12.00-01.00 sholat zuhur berjama’ah 01.00-01.30 istirahat (makan siang) 01.30-04.00 kegiatan belajar di kelas (sekoah negri) 04.00-04.45 sholat ashar berjama’ah 04.45-05.45 ngaji (baca Al-Qur’an) (putri) 04.45-05.30 istirahat (main bola dll)(putra) 05.45-06.00 persiapan (mandi, dan berpakaian)

75

06.00-08.00 sholat magrib (baca wirid)-sholat isya’ 08.30-09.30 belajar tambahan (kitab nahu, Shoraf,) 3 malam ) muhadorah, (1 malam) habsyi (1 malam) dan kaligrafi)(1 malam). 09.30-10.00 istirhat (makan malam) 10.00 wajib tidur

b. Kegiatan Mingguan Minggu 05.00-05.30 gotong royong Jum’at 06.00-07.30 kali grafi (putra) Jum’at 07.30-11.00 latihan bela diri (silat)(putra) Malam selasa ba’da isya’ Muhadaroh Malam rabu ba’da isya’ Habsyi Malam jum’at ba’da magrib Manakib Malam sabtu ba’da magrib Burdah Rabu 06.00-07.15 pengajian (kitab Mihajul Qoim) Rabu 02.30-03.30 pengajian pengasuh (kitab Risalah Muawanah)

5. Struktur Organisasi 1. Pimpinan

Sejak berdiri pada tahun 1993 sampai saat ini pimpinan pondok pesantren Al-Baqiyatus Shalihat di jabat oleh KH. M. Ali bin Syekh Abdul Wahab. Beliau sebagai pendiri sekaligus pengelola pondok pesantren. Sedangkan wakil pengasuh ialah KH. Abdul Hamid Kurnaen yang selalu aktif mengawasi perkembangan kemajuan pendidikan maupun pembangunan sarana prasarana. Pada tanggal 15 Mei 2011 pendiri pondok pesantren Al-Baqiyatus Shalihat berpulang kerahmatullah. Pada tanggal 25 juni 2011 terpilihlah Al-ustadz KH. Abdul Hamid Kurnain sebagai pengasuh menggantikan Al-Marhum KH. M. Ali bin Syekh Abdul

76

Wahab. Adapun Al-ustadz KH. Abdul Hamid Kurnaen menjabat sebagai pengasuh dari tahun 2011-2018, dan pada tanggal 02 Mei 2018 Al-ustadz KH. Abdul Hamid Kurnaen berpulang kerahmatullah, dan dilanjutkan ke pemimpinan pondok pesantren Al-Baqiyatus Shalihat sekarang di jabat oleh KH. ABDUL HAKIM, S. Ag (Pengasuh).

2. Pengurus Untuk memperlancar kegiatan pondok pesantren, pengasuh beserta majlis guru membentuk kepengurusan. Pembentukan susunan pengurus ini ditetapkan berdasarkan hasil rapat pengasuh dan ketua yayasan. Susunan kepengurusan tersebut adalah sebagai berikut :

77

Tabel 0.2 Struktur Pengurusan Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat.135

Tabel 0.2 Struktur Pengurusan Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat.1

135 Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat 2019

78

Setiap pengurusan bertugas sesuai dengan bidangnya masing- masing. Pengasuh bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap terselenggaranya pendidikan di pondok pesantren bersama-sama guru lainnya memperhatikan kesejahtaraan para pendidik dan memberikan pengawasan terhadap santri, demi tercapainya harapan mereka. Untuk memudahkan tugas guru dalam pelaksanaan pendidikan dan pengawasan, maka dibentuk pula Organisasi Santri Intra Ma’had.(OSIMA) dengan struktur organisasi seperti di lembar berikut ini ; Tabel 0.3 Struktur Organisasi Santriwati Al-Baqiyatush Shalihat 2018/2019.136

KETUA NUR Vaizah

WAKIL KETUA Lailatu Najmiah

PERBAIKAN PERIZINAN KESEHATAN PERIBADATAN KEAMANAN HP KEBERSIHAN Dila Ualia Nur Vaizah Jumaida Nabila liani, S Maya Sari Nisa husna

Hasanah Aulia Maha,R Sukmawati Nadila indriani Tri wulan Mutiara

Hafsoh Siti Khadijah Sulastri Tuti Alawiyah

136 Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat.

79

6. Keadaan Guru, Santri dan Alumni 1. Guru Guru yang menjadi tenaga pengajar disini ada dua macam: a) Guru bidang Agama rata-rata lulusan dari Pondok Pesantren diantaranya dari Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Pondok Pesantren Fathul Ulum Pare Kediri, Pondok Pesantren Al-Masyhad Pekalongan, Dan Pondok Pesantren Darul Lughah Wadda’wah Bangil Pasuruan dan lain-lain. b) Guru umum Rata-rata Sarjana dari berbagai Alumni perguruan tinggi terutama dari UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) AN-NADWAH Kuala Tungkal dan perguruan tinggi lainnya.

Adapun mengenai keadaan guru Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat terlihat pada tabel berikut :

Tabel 0.4 Keadaan Guru Pondok Pesantren Al-Baqiyatus Shalihat. Nama-Nama Majlis Guru Pp Al-Baqiyatusshalihat.137

NO NAMA MAJLIS GURU TEMPAT/TANGGAL LAHIR JABATAN

1 H. Abdul Hakim S. Ag Kuala Tungkal 03 Agustus 1969 M Pengasuh Wakil 2 Nasrul Helmi P. Pudin, 02 Januari 1980 M Pengasuh 3 DRS. H. Abdul Latif M. Ag kuala Tungkal, 12 Desember 1963 M Kepala MA 4 DRS. H. Anwar Sadat, M. Ag kuala tungakal, 21 Januari 1966 M Kepala MTS 5 KH. Hasan Basri Amuntai 05 Juni 1954 M Guru 6 Abu Amar Addani, S.Pd.I B.I Kanan 20 Mei 1967 M Waka MA 7 H. Fakhruddin P. Selamat 12 April 1969 Kepala MI 9 Nasrul Anam Senyerang 12 September 1971 M Waka MTS 10 A. Makki, S.Pd.I, M.Sy Mekkah 18 Januari 1976 Guru

137 Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Baqiyatus Shalihat.

80

11 Abdul Hamid Ahmad Kuala Tungkal 06 Desember 1938 M Guru 12 Drs. H. Ahmad Syubli kuala Tungkal, Guru 13 H. Anwar Ardabili Enok, 5 Juli 1979 M Guru 14 H. M. Harun, S.Pd.I P. Arman 10 Januari 1973 M Guru 15 Sa'durrahman Pembengis, 03 April 1970 M Guru 16 Ahmad Quzwen Pembengis, 01 Juni 1979 M Guru 17 Fakhrullah Samuda, 1 Agustus 1982 M Guru 18 Nurfirman Kuala Tungkal, 12 Maret 1983 M Guru 19 M. Yusuf S.Pd.I, SQ Sei Rawai, 11 Februari 1988 M Guru 20 Husnaini, S.Pd.I Pembengis 09 September 1981 M Guru 21 H. Muslim Hasyim P. Pudin, 11 Juli 1977 M Guru 22 H. Nandang Setiawan, SE Kuala Tungkal, 25 Februari 1974 M Guru 23 Nanang Maulana , SE Kuala Tungkal, 25 Januari 1980 M Guru 24 Jumhur P. Pudin, 12 Mei 1979 M Guru 25 Abdurrahman Pembengis, 01 Oktober 1979 M Guru 26 Muhammad Amin Sei Gebar 07 Juli 1979 M Guru 27 Ahmad Barkati Kuala Tungkal, 20 Juli 1979 M Guru 28 Syahriani Teluk Sialang 12 Agustus 1977 M Guru 29 Muhammad Hanif Pembengis, 01 Januari 1977 M Guru Rantau Kaminting, 12 November 1981 30 Tajudin M Guru 31 H. Aulia Rahman, S.Pd.I Kuala Tungkal, 25 Juni 1984 M Guru 32 M. Zaki Sei. Saren, 17 November 1985 M Guru 33 Hj. Romlah Sei. Saren, 28 Mei 1958 M Guru 34 Hj. Arafah Teluk Nilau, 15 Februari 1973 M Guru 35 Hj. Mismahah Al Hafizhoh P. Lapis, 27 Juli 1976 M Guru 36 Hj Ummi Kulsum Tungkal V, 22 Februari 1980 M Guru 37 M. Yamin, S.Pd.I Kuala Tungkal, 03 November 1983 M Guru 38 M. Iriansyah, S.Pd.I Kuala Tungkal, 07 Januari 1983 M Guru 39 Sabariyah, S.Pd.I Kuala Tungkal, 09 Februari 1980 M Guru 40 Amrina Rasyada, S.Pd.Aud Jambi, 11 Agustus 1984 M Guru 41 Ummi Kultsum S.Pd.I Kuala Tungkal, 20 Oktober 1982 M Guru 42 Siti Maimunah, S.Pd.I Kuala tungkal, 22 Desember 1982 M Guru 43 Amrina M, S.Pd.I Kuala Tungkal, 25 Desember 1985 M Guru 44 Fatimah Zuhrah Kuala Tungkal, 12 Februari 1983 M Guru 45 Nurmala S.Pd.I Kuala Tungkal, 18 Desember 1983 M Guru 46 Hikmaturrasyidah, SE Kuala Tungkal, 09 Maret 1987 M Guru 47 Hj. Lathifah Kuala Tungkal, 29 Agustus 1981 M Guru 49 Nuriyah P. Pudin, 04 Januari 1980 M Guru 50 Fadhilah Kuala Tungkal, 08 Desember 1981 M Guru 51 Mursyidah Pembengis, 06 November 1980 M Guru

81

52 Najma (Siti Sajarah) Sei. Limau, 10 Agustus 1984 M Guru 53 Nehlah, S.Pd.I Kuala Tungkal, 12 Mei 1985 M Guru 54 Nurbayah Pembengis, 11 Juli 1983 M Guru 55 Ulia Muzana, S.Pd Batubah, 01 Februari 1982 M Guru 56 Siti Hadijah, SH Kuala Tungkal, 21 Oktober 1989 M Guru 57 Khotimatussa'adah, S.s Kuala Tungkal, 13 Oktober 1985 M Guru 58 Akrom Sofwan Teluk Ketapang, 05 Mei 1987 M Guru 59 M. Khairullah Dzikri, S.Kom Kuala Tungkal, 14 April 1990 M Guru 60 Ramat Dwi Susanto, S.Pd.I Kuala Tungkal, 15 Agustus 1981 M Guru 61 Ahmad Hanif, S.Sy Kuala Tungkal, 07 Februari 1993 M Guru 62 Ainur Rofiqoh, S.Pd.I Pemalang, 26 Agustus 1984 M Guru 63 Emaliani, S.Pd Jambi, 19 Juni 1979 M Guru 64 Isnaini Widyawati, S.Pd Klaten, 27 September 1982 M Guru 65 Rukmini Okvianti, S.pd Jambi, 11 Oktober 1988 M Guru 66 Ahmad Fauzan, S.Pd Kuala Tungkal, 15 Oktober 1989 M Guru 67 M. Taufiq Nurdin Kuala Tungkal, 23 Desember 1981 M Guru 68 Suhaimi Guru 69 Helmi Faridho Sei. Gebar, 09 Maret 1983 M Guru 70 Imam Gozali, S.Kom.I,S.If Kuala Tungkal, 16 Mei 1990 M Guru 71 Marwinsyah Hamdani Pematang Siantar, 15 September Guru pardede, S.Sy,S.If 1988 M 72 Ahmad Syaukani, S. Sy, S.If Teluk Nilau, 27 Juni 1988 M Guru 73 Helna Padilah, S.Pd P. Gompong Guru 74 Fizoh Sei. Gebar Guru 75 Aulia Kuala Tungkal Guru 76 Nur Hidayati Tungkal V,27 Oktober 1992 Guru

Masing-masing guru di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat mempunyai tugas yang berbeda-beda seperti wali kelas, tugas pembinaan santri dan sebagainya. Adapun tugas mengkoordinir kegiatan ekstrakurekuler diemban oleh santri yang kelasnya lebih tinggi dengan maksud agar mereka banyak mendapat pengalaman dalam mengajar.

82

2. Santri

Santri Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat berasal dari berbagai daerah dalam dan luar provinsi Jambi. Daerah tersebut di antaranya dari kota Kuala Tungkal sendiri, Tungkal Ulu, Kota Jambi, Kuala Enok, Kota Baru Riau, Guntung dan Kabupaten Tembilahan. Perkembangan jumlah santri dari tahun ketahun terus meningkat, berdasarkan data keadaan siswa Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat. Dapat di lihat pada tabel berikut :

Data Santri Pondok Pesantren Al Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal TP 1439 - 1440 H / 2017-2018 M. No. Jenjang pendidikan Jumlah santri Jumlah Putra Putri 1. Isti’dad 184 146 330 2. Madrasah Diniyah 406 459 865 Wustho (MDW) 3. Madrasah Aliyah (MA) 138 196 334

Jumlah total 1.529

Data Santri Pondok Pesantren Al Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal TP 1439 - 1440 H / 2018-2019 M.138 No. Jenjang pendidikan Jumlah santri Jumlah Putra Putri 4. Isti’dad 209 166 375 5. Madrasah Diniyah 427 484 911 Wustho (MDW) 6. Madrasah Aliyah (MA) 156 216 372

Jumlah total 1.658

138 Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat

83

Dari keseluruhan data santri tersebut, disini penulis mengambil sample kelas madrasah diniyah wustho (MDW), adapun jumlah khusus MDW bisa di lihat di tabel di bawah ini :139

JUMLAH SANTRI MDW PPS AL BAQIYATUSH SHALIHAT KUALA TUNGKAL

TAHUN

2018/2019

JUMLAH NO KELAS SANTRI/WATI WALI KELAS SMTR I SMTR

II PUTRA

1 I A Putra 36 36 Ust. Syahriani

2 I B Putra 30 29 Ust. M. Fakhrullah 126 3 I C Putra 38 37 Ust. Abdurrahman Basri

4 I D Putra 26 24 Ust. Ahmad Syahrizal, Spd I, ME

5 II A Putra 36 36 Ust. Ahmad Arrifa'I ( AT )

6 II B Putra 31 31 Ust. Muhammad Hanif 124 7 II C Putra 34 33 Ust. Abdul Lathif Anshori

8 II D Putra 27 24 Ust. Syaukani, S. Sy. S. If

9 III A Putra 31 31 Ust. Achmad Quzwen

10 III B Putra 34 33 95 Ust. M. Amin

11 III C Putra 31 31 Ust. Tajuddin

12 I Unggul 30 30 Ust. Moh. Adib Mubarok

13 II Unggul 30 30 82 Ust. M. Abror

14 III Unggul 22 22 Ust. Nasrul Anam Jumlah 436 427 427

PUTRI

43 43 185 Ustz. Hj. Mursyidah 1 I A Putri

139 Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat

84

45 45 Ustz. Hj. Fadhilah 2 I B Putri 48 48 Ust. H. Sulaiman 3 I C Putri 50 49 Ustz. Nurbayah, S. Pd I 4 I D Putri 32 32 Ustz. Nuriah 5 II A Putri 37 35 Ustz. Hj. Lathifah 6 II B Putri 148 41 40 Ustz. Hj. Romlah 7 II C Putri 41 41 Ust. Hj. Arafah 8 II D Putri 37 37 Ustz. Hj. Mismahah Al Hafidzoh 9 III A Putri 40 40 Ustz. Hj. Ummi Kultsum 10 III B Putri 151 37 36 Ust. Fachrurrozi, S. Pd I 11 III C Putri 38 38 Ust. Drs. H. Anwar Sadat, M. Ag 12 III D Putri Jumlah 489 484 484

Jumlah Santri/wati 925 911 911 Rp.31.650.000,- (633 org x 50.000,-/org) Rekapitulasi : Kuala Tungkal, Maret 2019 Kelas I 341 Orang Kepala Madrasah 302 Orang Kelas II 268 Orang Kelas III Jumlah Santri/wati 911 Orang

Drs. H. Anwar Sadat, M. Ag

3. Alumni

Adapun data alumni yang berhasil peneliti kumpulkan adalah sebagai berikut :

ANGKATAN NO NAMA ASAL

1. Wahyu Febrian Jambi 2012 2. Sya’wana Al-Abidah Merlung 2012 3. Asmawati Pargabs Tungkal V 2013 4. Rosdiana Sei Perak 2013 6. Sulas minarsih Tebing Tinggi 2013 7. Wiwit hariyani Bram Itam Kanan 2013

85

8. Siti dahlia Parit Lapis 2013 9. Happy farida riyani Kuala Tungkal 2015 10. Aulia purnama Pembengis 2017 11 Mardiah Tembilahan 2018

Adapun nama Ustadz dan nama-nama santri peserta pembelajaran metode Talaqqi ialah :

. Ustadz pebimbing ialah ustadz Nur Firman, Ustadz Zaki,Ustadz Imam Ghazali, Ustadzah Hj. Ummi Kulsum, Ustadzah Hj. Romlah, Ustazah Mursyidah, Ustazah Fadilah, Ustazah Hj Arafah, Ustazah Sabariyah S. Pd. . Kitab yang digunakan dalam pembelajaran Talaqqi adalah sulamu taufiq,Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Jawahirul Kalamiah, Taisirul Khalak dan Kifayatul ‘Awam. . Santri dan santriwati yang belajar dengan Metode Talaqqi.

Prestasi dalam lomba No Nama Alamat Kelas kitab kuning. 1. M.azlan mubarak Jambi Juara II 3 MDW 2. Syakirullah Tembilahan Juara II 2 MDW 3. Syarifin N.A Tembilahan Juara II 2 MDW 4. Ahmad Fauzan Pembengis Juara I 2 MDW 5. Zainal Arifin Sei Guntung Juara III 2 MDW 6. Ahmad Muhasin Senyerang Juara I 3 MDW 7. Sobriy Sei Guntung Juara II 3 MDW 8. Ahmad Barkati P. Duri Juara II 3 MDW 9. Amar Azzikri P. Kahar Juara III 2 MDW 10. Andi Muhammad Kritang Juara II 2 MDW Laupil 11. Khadizah Sei Guntung Juara I 3 MDW 12. Khairunnisa Lagan Tengah Juara I 3 MDW 13. Ni’matul Uzdma P. Gompong Juara I 3 MDW 14. Dilva Asfin Tembelihan Juara I 3 MDW Rusian 15. Nur Mutmainnah Tembilahan Juara I 3 MDW

86

Di antara santri yang belajar diatas, terdapat santri yang memiliki prestasi dalam lomba kitab kuning di tingkat provinsi Jambi.140

7. Sumber dana Sumber dana Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat antara lain : 1. Iuran wajib santri perbulan sebesar Rp. 60.000,-. 2. Sumbangan atau bantuan dermawan yang menginfakkan sebagai hartanya untuk membantu santri kurang mampu. 3. Penjualan buku/kitab-kitab dan barang lain yang dikelola koperasi. 4. Sumbangan pemerintah berupa dana hibah dan bantuan lainnya.

8. Tata tertib/peraturan Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal.

Adapun tata tertib yang berlaku di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat adalah rancangan berdasarkan musyawarah antara pengasuh pondok, pengurus, ustadz, dan wali santri. Adapun tata tertib yang disusun tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Islam, bersifat mendidik dan bermanfa’at terutama bagi santri itu sendiri. Adapun tata tertib yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut : 1. Kewajiban a. Mendaftarkan diri di kantor pondok pesantren selambat- lambatnya tiga hari setelah berada di pondok pesantren. b. Mentaati dan melaksanakan semua peraturan pondok pesantren c. Menjaga nama baik pondok pesantren d. Mengikuti semua kegiatan yang diselenggarakan pondok pesantren seperti :

140 Dokumentasi kegiatan ekstrakurikuler kitab kuning 2019.

87

1) Pengajian Al-Qur’an 2) Sekolah pagi dan sore 3) Pengajian umum dan Mukhadarah 4) Pengajian kitab kuning 5) Membayar iuran-iuran, seperti : a) Pendaftaran b) SPP/ Ianah Syahriah bagi seluruh santri c) Sumbangan pembangunan 6) Memiliki kartu tanda anggota santri 7) Menjaga barang-barang milik anggota pesantren 8) Mengikuti sholat berjama’ah di mesjid 9) Mengikuti kegiatan kebersihan setiap hari jum’at dan kegiatan lainnya 10) Melaksanakan tugas yang diberikan seperti; piket dan lainnya 11) Memakai sarung di lingkungan pondok pesantren 12) Meminta izin pulang dan melapor setelah kembali kepondok 13) Menjaga kebersihan kamar, halaman serta lingkungan pondok. 2. Larangan a. Melanggar hukum Syara’ seperti : Berzina, mencuri, ghasab, dan berkelahi. b. Merusak hak milik pondok pesantren dan orang lain. c. Keluar dari lingkungan pondok tanpa izin d. Membuang sampah tidak pada tempatnya e. Membuat gaduh sehingga mengganggu ketenangan, terutama pada waktu belajar dan sholat berjama’ah. f. Merokok, main kartu dan lain-lain. g. Berambut panjang bagi laki-laki dan berkuku panjang h. Keluar dari gedung/mesjid sebelum selesai wiridan

88

i. Memakai perhiasan emas dan perhiasan beharga lainnya. j. Membawa senjata tajam.

3. Kriteria pelanggaran dan sanksi a. Kriteria pelanggaran 1) Termasuk pelanggaran ringan a) Tidak mengikuti sembahyang berjama’ah, dan pulang selesai wiridan. b) Tidak mengikuti jam-jam wajib belajar yang telah ditentukan. c) Tidak berada di kamar pada jam 22.30 WIB dan mengeluarkan suara gaduh yang sampai mengganggu santri lain yang akan/sedang tidur. d) Tidak mengikuti atau terlambat dalam menghadiri kegiatan pondok. e) Tidak menjaga kebersihan kamar dan lingkungan f) Menggunakan bak air minum untuk mandi atau mencuci pakaian g) Berambut panjang (laki-laki), berkuku panjang, dan merokok (laki-laki) 2) Termasuk pelanggaran sedang a) Tidak memakai jilbab keluar kepondok b) Membawa tipe recorder, radio, alat permainan dan HP. c) Membawa buku komik dan sejenisnya. d) Keluar pondok tanpa seizin guru yang berwenang. e) Keluar pada jam belajar tanpa izin 3) Termasuk pelanggaran berat a) Mencuri b) Berhubungan dengan perempuan yang bukan mahramnya

89

c) Merubah aliran listrik tanpa izin d) Berkelahi atau membuat keributan e) Membawa senjata tajam b. Sanksi yang diberikan 1) Untuk pelanggaran ringan a) Peringatan b) Dikenakan denda c) Membaca Al-Qur’an d) Membersihkan lingkungan pondok 2) Untuk pelanggaran sedang a) Setelah menjalani sanksi di atas b) Di gundul rambutnya (laki-laki) sedangkan untuk perempuan di kutal (di potong pendek macam rambut laki-laki c) Di ambil/disita barangnya d) Dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku 3) Untuk pelanggaran berat a) Setelah menjalani sanksi di atas b) Diajukan kemajlis guru c) Diskor d) Di berhentikan.141

9. Keadaan sarana dan prasarana Untuk menunjang kegiatan proses belajar mengajar di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat pengurus di bawah pimpinan KH. ABDUL HAKIM, S.Ag berusaha keras membenahi dan melengkapi sarana prasarana seperti ruang belajar baru, renovasi bangunan yang ada, pembangunan pompa Air sedalam + 250 M, serta pembangunan Rusunawa untuk santri putri, serta pembangunan WC permanen bantuan

141 Dokumentasi pondok pesantren Al-baqiyatush shalihat

90

pemda Kabupaten Tanjung Jabung Barat untuk pembangunan pondok pesantren.

Sarana prasarana yang telah dimiliki Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat dapat di lihat pada tabel berikut ini : Tabel 0.5 Sarana prasarana yang di miliki Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat. 142

NO SARANA PRASARANA JUMLAH 1 Mesjid 1 buah 2 Aula serba guna 2 buah 3 Ruang belajar/ruang kelas 30 buah 4 Gedung menghafal Al-qur’an 1 buah 5 Asrama guru 12 buah 6 Asrama santri putri 40 buah 7 Asrama santri putra 45 buah 8 Rusunawa Putri PIV 1 buah 9 Sumur/kolam 8 buah 10 Sumur bor dangkal 4 buah 12 Sumur bor dalam 1 buah 13 Kolam ikan 2 buah 14 WC 26 buah 15 Lapangan bola kaki 1 buah 16 Lapangan bola voly 1 buah 17 Lapangan badminton 2 buah 18 Lapangan tenis meja 1 buah

142 Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat.

91

B. Hasil Penelitian 1. Penerepan Metode Talaqqi Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal.

Pondok pesantren Al-Baqiyatus shalihat sebagaimana pondok pesantren yang lain, menerapkan dasar kurikulum pembelajaran yang dilakukan bagi seluruh santri, dan terus melakukan proses pembanahan kurikulum yang lebih baik dari tahun ketahun. a) Adapun kurikulum maknanya adalah “Sejumlah mata pelajaran yang harus di tempuh dan di pelajari oleh siswa, namun bukan hanya sekedar rencana pelajaran, tetapi semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. b) Sementara itu kurikulum di sebutkan juga pengertiannya : “Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah.

Jadi dapatlah ditarik benang merah bahwa kurikulum adalah rangkaian, sejumlah mata pelajaran yang telah ditetapkan menjadi program pengajaran disamping semua berkaitan dengan proses pendidikan di sekolah.

Pondok pesantren Al-Baqiyatush shalihat memuat dua kurikulum pembelajaran yakni :

(a) Kurikulum Negri yang beracuan pada ketentuan depertemen agama baik mengenai mata pelajaran, jadwal ujian, dan lain-lain. Semua di atur dan disesuaikan dengan program pemerintahan melalui Depertemen Agama. Untuk memudahkan proses pelaksanaan bergabung dengan kelompok kerja madrasah (KKM) yang berinduk di madrasah Negri. Namun pondok Pesantren Al-Baqiyatush shalihat tidak hanya memuat pelajaran Negri seperti Bahasa Indonesia,

92

Bahasa Inggris, Ipa,Ips, Matemateka, Akidah Akhlak, Qur’an Hadits, Bahasa Arab, Fiqih, dan lain-lain. (b) Kurikulum khas pondok pesantren salafi mulai Ibtidaiyah, Mts Dan Aliyah, Akhlak Tajwid, Tauhid, Balaqhoh, Mantik, Bayan, yang menggunakan tulisan arab melayu untuk ibtidaiyah, dan kitab berbahasa arab tanpa harakat atau baris (kitab gundul/kitab kuning) untuk tingkat mts dan aliyah. Sedangkan pelaksanaan pembelajarannya pada pagi hari.

Hal ini dimaksudkan agar ciri khas Pondok Pesantren Salafiyah tetap terjaga. Dan karena-nya untuk menciptakan generasi berkualitas dibidang ilmu keagamaan, terutama kemampuan untuk membaca dan memahami kitab kuning. Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat mengadakan beberapa kegiatan pembelajaran, terutama pembelajaran kitab kuning. Salah satu metode pembelajaran kitab kuning yang terkenal didunia pondok pesantren adalah metode Talaqqi.143 Setelah melakukan observasi dan wawancara dengan ustadz/ustadzah yang mengajar kitab kuning dengan metode Talaqqi di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat dari tanggal 13 februari sampai tanggal 13 mei 2019, peneliti mendapat informasi bahwa penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning merupakan ciri khas dalam pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal dan cara pengaplikasian- nya dengan cara : (1) Bertemu / berhadap-hadapan. Dalam pelaksanaan pembelajaran bisa di katakan bertalaqqi apabila murid/santri bertemu atau berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal di antara keduanya. (2) Ustadz/ustadzah membacakan kitab (3) Ustadz/ustadzah menerangkan materi

143 Observasi tanggal 18 Februari 2019

93

(4) Santri membaca dan menjelaskan kembali materi yang di sampaikan ustadz/ustadzah. (5) Mengadakan sesi tanya jawab. Adapun proses yang lima diatas dapat di lihat dari observasi maupun wawancara penulis dengan ustadz/ustadzah pengajar Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal yang mana wawancara dan observasi-nya sebagai berikut : Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ustadz Husnaini S.Pd.I, beliau mengatakan sebagai berikut : “Memang benar setau saya sudah dari awal didirikan pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat ini cara penerapan pembelajaran-nya bisa di katakan dengan menggunakan metode Talaqqi kayaknya dalam bahasa Arab dan kalau di daerah jawa di kenal dengan metode sorogan/ metode Jibril, sebab dalam pengaplikasian-nya dengan cara murid membaca dan guru mendengarkan atau sebaliknya guru membaca dan murid mendengarkan.144

Berdasarkan observasi memang benar bahwa penulis melihat dalam proses penerapan pembelajaran di pondok pesantren ini sistem pembelajaran-nya dengan cara guru membacakan dan murid mendengarkan atau sebaliknya murid membaca dan guru mendengarkan. Hal yang senada di katakan ustadz zaki, beliau mengatakan bahwa :

“Pengajian kitab kuning di pesantren dibedakan pada dua tingkat, yaitu tingkat Tsanawiyah dan Aliyah. Untuk tingkat Tsanawiyah biasanya ustadz/ah membacakan, kemudian menerjemahkan serta menjelaskan isi kandungan dari teks kitab yang dibacakan, sementara santri menyimak dan ada yang menulis apa yang telah dijelaskan oleh ustadz/ahnya. Kemudian untuk timgkat Aliyah, santri diminta membacakan kitab di depan kelas secara bergantian tentang

144 Wawancara dengan Ustadz Husnaini tanggal 18 Februari 2019

94

materi yang ditentukan, selanjutnya ustadz/ah dan santri lainnya menyimak dan mengoreksi bacaaan santri tersebut. Pada tahapan berikutnya ustadz/ah menjelaskannya kepada santri agar santri memahami materi pelajaran dari pengajian kitab tersebut” (Wawancara dengan ustadz M. Zaki, pengajar/Guru pondok Pesantren pada tanggal 18 Februari 2019)

Dari wawancara tersebut, maka dapat diketahui bahwa metode pembelajaran kitab kuning di pesantren Al-Baqiyatush shalihat dapat dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu untuk tingkat Tsanawiyah dan Aliyah. Pada tingkat Tsanawiyah, ustadz/ah membacakan kitab di depan santri kalimat per kalimat, sedang santri menyimak apa yang telah dibacakan ustadz/ah-nya. Sedangkan untuk tingkat Aliyah, santri diminta membacakan kitab di depan kelas secara bergantian tentang materi yang ditentukan, dan santri lainnya menyimak. Setelah santri selesai membacakannya, ustadz/ah meluruskan bacaan santri tersebut, dan selanjutnya menerangkannya. Dari hasil wawancara dengan ustadzah Aisyah menyebutkan bahwa:

“Metode yang dipakai di pesantren ini adalah metode yang sudah lazim dipakai di kalangan pesantren, yakni ustadz/ah membaca, menerjemahkan, dan menjelaskan isi kitab, sedangkan santri menyimak, apa yang telah dibacakan dan dijelaskan oleh ustadz/ah- nya. Metode ini biasanya lebih dominan dipakai pada materi pelajaran nahwu, shoraf, tafsir, hadits, mushthalah hadits, fiqh, usuhul fiqh, tauhid, akhlak dan tarekh. Biasanya penyampaian menggunakan bahasa Indonesia, agar santri mudah mengerti”. (Wawancara dengan ustadzah Aisyah Guru pondok Pesantren pada tanggal 19 Februari 2019)

Dari wawancara tersebut, maka dapat diketahui bahwa metode pembelajaran kitab kuning yang digunakan di pesantren Al-Baqiyatush

95

shalihat adalah ustadz/ah menyampaikan materi kepada santri dengan cara membacakan kalimat demi kalimat, kemudian menterjemahkan dan menerangkannya isi dari teks kitab kuning tersebut. Sedang santri mendengarkan sambil memberi arti pada kitabnya, sehingga mereka mampu membaca di depan kelas bila disuruh ustadz/ah membacakannya.

Hal senada juga diperoleh informasi dari ustadzah lain, yang menyebutkan bahwa:

“Pengajian kitab kuning yang diterapkan di pesantren adalah ustadz/ah membacakan sedangkan santri menirukan sesuai dengan apa yang dibacakan oleh ustadz/ah, kemudian menerjemahkan serta menjelaskan kandungan bacaan dari kitab tersebut. Setelah itu, ustadz menunjuk salah seorang dari santri untuk mengulangi bacaan yang sudah dibacakan bersama tersebut, dan lainnya menyimak dan mengoreksi pengulangan bacaan tersebut”. (Wawancara dengan ustadzah Nurbayah pengajar/Guru pondok Pesantren pada tanggal 19 Februari 2019)

Dari wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa metode pembelajaran kitab kuning yang digunakan di pesantren adalah ustadz/ah membacakan kalimat demi kalimat, kemudian santri menirukannya, selanjutnya ustadz/ah menterjemahkan dan menerangkannya. Setelah itu, ustadz/ah menunjuk salah seorang dari santri membacakannya kembali depan kelas, sedang santri lain menyimak sambil mengoreksinya. Kemudian dari hasil wawancara dan obsevasi yang dilakukan baik terhadap ustadz/ah maupun santri Pondok Pesantren Al-Baqiyatush shalihat, diperoleh informasi bahwa:

“Selain kegiatan kurikuler, pesantren menerapkan pula kegiatan berupa extra kurikuler, yaitu pengajian asrama dalam bentuk muzakarah (diskusi) secara berkelompok. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membantu dan memperlancar santri dalam pengkajian kitab

96

kuning, mulai dari cara membaca, menterjemah dan memahaminya, terutama bagi santri yang kurang lancar membaca kitab kuning atau rendahnya pengetahuan ilmu i’robi/qawa’id dan menterjemah. Pengajian kelompok (muzakarah) ini dilaksanakan mulai dari pukul 20.30 – 21.30 tiga malam dalam 1 minggu dibawah bimbingan dan pengawasan santri senior dan ustadz subly, ustadzah Mursyidah, ustadzah Nur Hidayati. ” (Wawancara dengan ustadzah Mismahah selaku pengajar pondok Pesantren pada tanggal 19 Februari 2019)

Jadi, wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa selain kegiatan kurikuler pihak pondok pesantren juga mengadakan extra kurikuler salah satunya adalah kegiatan muzakarah (diskusi) secara berkelompok. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membantu dan memperlancar santri dalam pengkajian kitab kuning, mulai dari cara membaca, menterjemah dan memahaminya, terutama bagi santri yang kurang lancar membaca kitab kuning atau rendahnya pengetahuan ilmu i’robi/qawa’id dan menterjemah.

Pondok pesantren Al-Baqiyatush shalihat tidak berbeda jauh dengan pondok pesantren lainnya dalam hal pembelajaran kitab kuning. Untuk menunjang proses pembelajaran kitab kuning pihak pondok pesantren menyediakan beberapa macam kitab yang wajib di pelajari. Selain itu pihak pondok pesantren juga mengadakan berbagai macam kegiatan- kegiatan bagi para santri agar proses belajar mengajar berjalan dengan baik.

1. Kitab-Kitab Yang Digunakan Di Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat Dengan Metode Talaqqi.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ustazah Aisyah beliau mengatakan sebagai berikut :

97

Adapun kitab-kitab yang digunakan atau di pelajari dalam pembelajaran kitab kuning dengan metode Talaqqi ialah :145 a. Fathul Qarib untuk Fiqih dibimbing ustadz M. Taufiq, ustadz Muhammad Abrar. b. Sulamu taufiq untuk Fiqh ustadzah Arafah. c. Jawahirul kalamiah untuk tauhid ustadzah Hj. Ummi Kulsum, Ustadzah Nuriyah. d. Taisirul khalak untuk tashauf Ustadzah Hj. Romlah.

2. Kegiatan Pembelajaran Di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat

Data berdasarkan hasil penelitian mengenai kegiatan di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat, dapat diperoleh informasi bahwa :”Ada banyak kegiatan di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat, di antaranya sholat berjama’ah, mengaji Al-Qur’an bersama, belajar kitab kuning di luar jam wajib belajar, muhadharah atau latihan berpidato, pembacaan maulid Al-Habsyi, membersihkan lingkungan pondok pesantren, olahraga, gotong royong, musyawarah bersama untuk menghadapi masalah yang ada.146 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ustazah Mursyidah beliau mengatakan sebagai berikut : ”Kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat menekankan pada mengaji Al-Qur’an dan kitab kuning. Pengajian Al- Qur’an dilaksanakan setelah Ashar dan subuh dengan menggunakan metode Talaqqi. Dinamakan demikian, karena santri menyodorkan Al-Qur’an kepada ustazah, sedangkan pembelajaran kitab kuning setelah sholat ‘Isya. Dan ini dilakukan secara terus-menerus”.147

145 Wawancara dengan Ustazah Aisyah tanggal 19 Februari 2019 146 Observasi tanggal 19 Februari 2019 147 Wawancara dengan Ustazah Mursyidah tanggal 20 Februari 2019

98

Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa kegiatan yang ada di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat lebih menekankan pada mengaji Al-Qur’an bagi yang belum mahir membacanya dan pembelajaran kitab kuning agar para santri memiliki keterampilan untuk membaca kitab kuning dan bisa memahami teks kitab kuning yang mereka pelajari. Kegiatan pembelajaran kitab kuning ini banyak dilakukan diluar jam belajar wajib di pondok yaitu jam 07.30 sampai 11.45 WIB untuk program pondok salafiyah dan pukul 13.30 sampai 16.00 WIB untuk program sekolah formal. Sebagaimana keterangan seorang santri putri barnama Mahda memberikan penjelasan sebagai berikut : “Setelah kami mengikuti kegiatan wajib dari pagi hingga sore hari, lalu kami mencari kegiatan pengajian yang diadakan oleh beberapa ustadz dan utadzah yang mana ustadz Subli Mengajarkan Muraqil Ubudiyah Sesudah magrib dan Ustadzah Mursyidah Mengajarkan Sharof dan Nahu selepas sholat Isya’ yang mana waktunya dari Jam 08;30 sampai 09;30 WIB. Dalam pengajian ini sistem pembelajarannya ustadz atau ustadzah membacakan dulu, sedangkan murid mendhabid, dan selesai ustadz atau utadzah membacakan santri disuruh membaca kedepan, kemudian ustadz atau ustadzah mengoreksi dan membenarkan kekeliruan bacaan santri yang membaca secara bergiliran.148

3. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat

Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan penulis dari Istri pengasuh pondok pesantren bahwa : ”Pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren ini sudah dilaksanakan sejak awal berdirinya pondok pesantren ini. Karena

148 Wawancara dengan Mahda tanggal 20 februari 2019

99

memang pondok ini didirikan untuk mencetak kader-kader ulama’ yang menguasai ilmu ke-Islaman yang bersumber dari kitab kuning. Oleh karena itu, santri dibimbing untuk bisa membaca dan memahami kitab kuning melalui proses pembelajaran yang diadakan para ustadz dan utadzah yang dilaksanakan pada jam wajib belajar yakni pada pagi hari sampai siang, dan ada juga pada waktu lain diluar jam wajib seperti subuh, sore dan malam”.149

Senada dengan apa yang di sampaikan salah satu ustadz pengajar kitab kuning, yang mengatakan bahwa : ”Sebagai salah satu pengajar Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat ini, saya menekankan kepada santriwan satriwati untuk lebih giat belajar terutama dalam belajar kitab kuning dan mengingatkan kepada mereka agar tidak hanya mengikuti pelajaran diwaktu jam pelajaran formal dan non formal saja, tetapi juga menganjurkan untuk mengikuti pelajaran-pelajaran kitab tambahan. Waktu malam saya mengajar kitab kuning dengan menggunakan metode Talaqqi untuk mengetahui dan melatih kemampuan santriwan dan santriwati dalam membaca kitab kuning”.150

Hal ini di perkuat oleh keterangan Fatul, salah seorang santri yang belajar kitab kuning, ia mengatakan bahwa : ”Pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat terutama dengan metode Talaqqi dilakukan pada jam pelajaran wajib dipagi hari hingga siang. Namu ada juga sebagian guru yang tidak menggunakan metode ini pada waktu tersebut karena terbentur dengan durasi waktu belajar yang cukup singkat dan kurang memadai untuk menggunakan metode Talaqqi. Adapun pada waktu sore atau malam hari, kebanyakan guru menggunakan

149 Wawancara dengan Hj. Ummi Kulsum tanggal 21 Februari 2019 150 Wawancara dengan Ustadz Drs. H. Ahmad Syubli tanggal 25 Februari 2019

100

metode Talaqqi dalam pembelajaran kitab kuning karena waktu relatif lama, sehingga sangat mendukung untuk menggunakan metode Talaqqi ini”.151

Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat dilaksanakan pada jam belajar dengan berbagai kitab yang dipelajari dan juga dilaksanakan pada jam belajar lain, yakni sore atau malam hari. Pada pagi hingga siang, hanya sebagian guru yang menggunakan metode Talaqqi karena terbentur singkatnya waktu belajar. Sedangkan pada waktu sore atau malam hari pelaksanaan pembelajaran kitab kuning dengan metode Talaqqi lebih efektif dan efisien karena waktu belajar relatif lebih lama.

4. Metode Pendukung Lain Dalam Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat.

Penerapan metode Talaqqi dalam pembelajaran kitab kuning memang sudah terbukti efektif menambah kemampuan santriwan dan santriwati dalam membaca dan memahami kitab kuning, namun seorang ustadz atau ustadzah tentu dituntut untuk menggunakan metode lain sebagai pendukung metode Talaqqi agar lebih efektif. Hal ini telah diterapkan pada proses pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren al-baqiyatush shalihat, dimana ustadz dan ustadzah yang mengajar kitab kuning terlebih dahulu menjelaskan cara membaca kitab yang benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku dipesantren. Kemudian beliau mendemonstrasikan sedikit cara membaca kitab kuning yang benar. Selanjutnya, beliau menunjuk salah seorang santri untuk membaca kitab tersebut seperti cara yang diperagakan. Uatadz atau ustadzah dan santri lain mendengar bacaan santri pembaca kitab. Kemudian dalam praktek

151 Wawancara dengan fatul tanggal 25 februari 2019

101

pembacaan kitab kuning, apabila terdapat permasalahan tersebut kepada santri pembaca. Bila pembaca tidak bisa menjawab, maka didiskusikan dengan santri-santri lain.152 Jadi peneliti dapat memahami bahwa dalam proses pembelajaran kitab kuning Pondok Pesantren Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat, ustadz atau ustadzah yang mengajar kitab kuning tidak hanya menggunakan metode Talaqqi. Tapi ustadz atau ustadzah juga menggunakan metode lain seperti metode Ceramah, Demonstrasi, Penugasan Dan Diskusi.

5. Proses Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat Dengan Metode Talaqqi

Melalu pengamatan langsung penulis melihat proses pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat dengan metode Talaqqi yang diterapkan beberapa ustadz atau ustadzah pada waktu, tempat dan kitab yang berbeda. Peneliti melihat bahwa terdapat kesamaan diantara ustadz dan ustadzah yang menerapkan metode Talaqqi tersebut. Uatdaz atau ustadzah menyuruh salah seorang santri untuk maju berdiri didepan untuk membaca serta memahami kitab yang dibaca, sementara santri-santri lain memperhatikan. Kemudian apabila ada masalah, ustadz atau ustadzah akan menanyakan kepada santri yang berdiri di depan itu. Apabila santri itu tidak bisa menjawab, maka ustadz atau ustadzah akan mendiskusikan masalah maslah tersebut dengan santri-santri lain. Namun penulis juga melihat perbedaan dalam penerapan metode Talaqqi dalam pembelajaran kitab kuning. Ustadz Ghazali misalnya, beliau menggunakan metode ceramah dengan menjelaskan cara dan pentingnya membaca kitab kuning yang benar agar dapat memahami maksud kitab dengan benar pula. Ketika mendiskusikan masalah beliau lebih menitik

152 Observasi tanggal 18 Februari 2019

102

beratkan pada persoalan gramatik atau nahwu. Beliau juga membagi santri menjadi beberapa kelompok untuk muthala’ah atau membahas bersama-sama tema yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya. Hal ini tidak penulis lihat pada ustaz dan ustadzah lain, seperti ustaz Nurfirman. Beliau lebih menitik beratkan pada diskusi tentang masalah gramatika dan memberikan kesempatan kepada santri lain untuk mengkritis bacaan santri pembaca di depan dengan argumen yang bisa di pertanggung jawabkan. Berbeda halnya dengan ustadz Marwinsyah yang lebih memfokuskan pada diskusi tentang pemahaman konten yang dibaca, beliau lebih menekankan untuk mengupas apa yang dibicarakan dalam kitab secara mendalam tanpa memperhatikan kaedah-kaedah gramatik dari apa yang di baca tersebut.153

6. Tujuan Dan Manfaat Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Dengan Metode Talaqqi

Tujuan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat menggunakan metode talaqqi tentunya ingin mencetak santriwan dan santriwati yang mahir dan terampil dalam membaca dan memahami kitab kuning. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan ustadz Nurfirman, beliau mengatakan sebagai berikut : ”Pembelajaran menggunakan metode Talaqqi sangatlah membantu santri dalam hal menghafal, memahami Nahwu Shoraf, cepat dalam memahami isi kitab dan guru lebih dekat dengan santri.154

153 Observasi pelaksanaan pembelajaran kitab kuning 4 Maret 2019 154 Wawancara dengan ustadz Nurfirman tanggal 13 Maret 2019

103

Hal ini juga Senada dengan apa yang disampaikan oleh ustadz Zaki. Beliau mengatakan : ”Metode Talaqqi ini sangatlah membantu, karena terjalinnya hubungan yang harmonis antar guru dan santri, menambah kosa kata bahasa Arab, membuat santri lebih aktif, dan melatih kesabaran dalam membimbing para santri dalam belajar.155

Sebagaimana dikatakan oleh santri yang bernama M. Rasyid Sidik, ia mengatakan bahwa : “Metode Talaqqi ini cukup efektif membantu kami para santri agar bisa membaca dan memahami kitab kuning lebih cepat, karena kami lebih dituntut untuk bisa menguasai cara pembacaan dan terjemah secara tepat, disiplin dan rajin belajar untuk menampilkan hasil belajar terbaik dihadapan guru.156

Hal yang sama juga di sampaikan oleh Aliya, ia mengatakan sebagai berikut: ”Metode Talaqqi ini sangat bagus di terapkan di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat karena dengan metode Talaqqi kita dapat mengetahui batas kemampuan kita dalam membaca dan memahami kitab kuning. Selain itu, kita juga bisa mengembangkan pemahaman kita yang sedikit menjadi banyak.157

Hal ini diperkuat oleh alumni angkatan 2017/2018 yang bernama Aulia purnama, ia mengatakan bahwa : “Saya sebagai alumni sangat merasakan bahwa pembalajaran yang diajarkan ustadz maupun ustadzah ketika di pondok dulu sangatlah membantu saya pas saya berada di tengah-tengah masyarakat begitupun ketika saya berada di pondok dulu.”

155 Wawancara dengan ustadz Zaki tanggal 14 Maret 2019 156 Wawancara dengan M. Rasyid Sidik tanggal 16 Maret 2019 157 Wawancara dengan Aliya tanggal 16 Maret 2019

104

Dari beberapa informasi diatas, dapat penulis simpulkan bahwa tujuan dan manfa’at metode Talaqqi antara lain: “Membantu santri memahami ilmu Nahwu dan Shoraf, Membantu santri lebih cepat paham isi kitab, Menambah kosa kata bahasa Arab, Membuat santri lebih aktif dalam belajar, Melatih santri lebih rajin dan disiplin, Guru dapat mengukur kemampuan santri dalam membaca dan memahami kitab kuning, Menjadikan guru lebih dekat kepada murid, dan Melatih kesabaran guru dalam mengajar santri.

2. Faktor Pendukung, Dan Kendala Yang Dihadapi Bagi Santri Pada Penerapan Metode Talaqqi Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal.

1. Faktor pendukung Dalam hal pembelajaran faktor pendukung sangat ikut handil dalam proses pada penerapan metode talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning. Hal ini bisa di lihat berdasarkan hasil wawancara penulis dengan ustadzah Hj. Mismahah Al-Hafizhoh beliau mengatakan : “Kalau faktor pendukung sendiri bisa dikatakan semua santri disini mukim, selain itu kemampuan para ustadz dan ustadzahnya mah. Alhamdulillah mayoritas ustadz dan ustadzah-nya disini berlatar belakangkan dari pesantren. Sehingga mereka mudah dan mahir dalam menggunakan metode sorogan/Talaqqi. Selain itu kelengkapan dari sarana dan prasarana yang ada di Pondok Pesantren juga merupakan salah satu faktor pendukung dari pelaksanaan metode Talaqqi.

105

Selain ungkapan di atas, penulis juga melakukan wawancara dengan ustadzah Hj. Arafah sebagai pengajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat, beliau mengatakan sebagai berikut, : ”Faktor yang membuat santri semangat dalam mempelajari kitab kuning terutama dengan metode talaqqi ialah kecintaan besar terhadap ilmu, keinginan yang kuat untuk bisa membaca dan memahami kitab kuning dengan baik dan benar, keseriusan dan keikhlasan guru dalam mengajar dan memimbing santri untuk bisa membaca dan memahami kitab kuning dan apresiasi pondok pesantren terhadap santri yang memiliki kemampuan dalam membaca kitab kuning.158

Hal senada dengan apa yang disampaikan santriwati bernama Maya al-banjari, ia mengatakan bahwa : “Kalau menurut saya yang membuat saya semangat dalam belajar ialah ingin mendapatkan berkah dari Ustadz maupun Ustadzah sehingga saya bertekat jangan sampai saya terlambat masuk kelas ataupun mengantuk pada saat pelajaran berlangsung agar saya tidak terlewatkan dengan apa-apa yang telah di sampaikan ustadz maupun ustadzah, sebab saya sangat membutuhkan ilmu-ilmu dari beliau untuk kehidupan didalam sehari-hari hingga akhirat kelak.

Sedangkan menurut santriwati bernama Akmal Amelia, ia mengatakan bahwa : “Metode Talaqqi ini membuat saya lebih semangat belajar, terutama belajar dengan kelompok karena menyenangkan belajar dalam kebersamaan. Dan juga, Ustadz pengajar terkenal pintar, berprestasi dan sabar dalam mendidik kami.159

158 Wawancara dengan Ustadzah Arafah tanggal 18 Maret 2019 159 Wawancara dengan Akmal Amelia tanggal 18 Maret 2019

106

Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal antara lain : a. Santri yang bermukim. Hal ini dapat dilihat dari wawancara penulis dengan ustadz H. Muslim Hasyim, ia mengatakan bahwa : “Ia memang benar santri yang mondok disini di wajibkan untuk menetap, selain merupakan peraturan kewajiban ini bertujuan untuk memperlancar proses pembelajaran dan meminimalisir pengaruh buruk dari luar”. b. Kecintaan yang besar terhadap ilmu Sudah menjadi keharusan bagi penuntut ilmu, jika ingin mendapatkan sesuatu yang kita inginkan maka kita harus menyukai sesuatu tersebut. Contoh : seorang santri menginginkan bisa membaca kitab kuning dengan baik dan benar, sedangkan di latar belakang santri tersebut jangankan bisa membaca kitab kuning, membaca Al-Qur’an saja masih ada santri yang belum secara maksimal dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan lancar sehingga sulit mengikuti pengkajian kitab kuning yang rata-rata kitabnya tanpa harakat/baris. Jadi, menurut penulis jikalau santri ingin bisa membaca kitab kuning dengan baik dan benar santri harus menanamkan tekad yang kuat kecintaan yang besar terhadap ilmu agar proses belajarnya mudah di dapatkan. c. Kesabaran guru dan santri Dalam proses belajar-mengajar kesabaran para ustadz pengajar dalam mengatasi tingkah laku santri sangat lah penting agar proses belajar-mengajar berjalan lancar tanpa hambatan suatu apapun. d. Kebersamaan dalam belajar Ciri has daripada pembelajaran menggunakan metode Talaqqi adalah dengan sistem kebersamaan dimana seorang guru di kelilingi oleh beberapa oring santri/murid.

107

e. Ustadz dan ustadzah yang pintar, telaten, sabar istiqomah untuk masuk mengajar dan rajin. f. Apresiasi pondok pesantren terhadap santri yang berfrestasi dalam membaca dan memahami kitab kuning. Sebagaiman wawancara dengan ustadz Ahmad Quzwen ia mengatakan bahwa : “Di pondok pesantren ini sangat mengapresiasi santri yang berprestasi misalnya : bagi santri yang dapat menghafal salah satu kitab kuning (contoh; Alfiyah) akan dibebaskan SPP dan di berikan uang transport bagi mereka yang berprestasi.”

Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pesantren tidak mengalami kendala dalam mempertahankan tradisi kitab kuningnya, baik pada persoalan Bahasa, metode, materi sampai kepada persoalan minat santri sendiri. Demikian ketika penulis melihat kelapangan bahwa santri Al- Baqiyatush shalihat bisa di katakan cuman sebahagian santri yang mempunyai semangat yang tinggi. Hal ini penulis melihat ketika pelajaran berlangsung santri ada yang mengantuk, ngobrol, berbuat gaduh/ ramai, bolos, pemalas, dan tidur.160 Faktor yang mendasar tersebut bisa menjadi penghambat dalam pembelajaran berlangsung.

2. Kendala-Kendala Yang Di Hadapi Segala sesuatu yang direncanakan tentu tidak semuanya dapat terlaksana dengan baik dan lancar, namun ternyata terdapat kendala bukanlah sekedar penghalang, namun juga sebagai pemacu untuk di carikan pemecahan dari kendala tersebut dan lebih untuk memotivasi agar lebih maju dan berhasil di masa-masa akan datang. Adapun faktor penghambat dalam pembelajaran metode Talaqqi kitab kuning menurut ustadz Husnaini sebagai berikut : “Kalau kendala biasanya datangnya waktu sorogan/Talaqqi itu sering terlambat,apabila belum belajar ketika sorogan/Talaqqi tidak lancar

160 Observasi tanggal

108

membaca dan ketika dikasih pertanyaan kebingungan,kemudian kalau belum belajar santri tersebut terkadang tidak berani hadir (mebolos),biasanya ijin dengan alasan menjaga orang sakit, atau pura-pura pusing, dan ada yang tidur, namun saya paham dengan alasanya tersebut,dan itu akan menghambat pada proses pembelajaran, kemudian sorogan/ Talaqqi itu perlu pesiapan yang lama sedangkan santri juga memepersiapkan hafalan-hafalan.

Hal yang lain juga diungkapkan oleh ustadz Ghazali, beliau mengatakan bahwa : ”Kendala yang kami hadapi ketika menerapkan metode Talaqqi dalam pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren ini yaitu adanya sebagian santri yang kurang berminat untuk memperdalam kitab kuning dan kurangnya waktu belajar.161

Hal senada juga diungkapkan ustadz muhammad abrar, beliau mengatakan bahwa :

“Keterbatasan waktu belajar artinya sedikitnya waktu karena juga harus diisi dengan kegiatan lain seperti mukhadarah yang diadakan seminggu satu kali, kagiatan pelatihan kader imam, khotib dan bilal serta yasin dan tahlil, pembacaan maulid habsy dll, untuk mengulanginya diperlukan waktu yang khusus. Rasa keinginan tahuan santri dalam penguasaan kitab kuning masih dirasakan kurang, sulitnya menyerap pelajaran dari pengkajian kitab kuning tersebut karena kurangnya kegigihan sebagai santri, meskipun dorongan/ motivasi dari guru-guru di rasa lebih dari cukup”.

161 Wawanca dengan Ustadz Imam Ghazali tanggal 10 April 2019

109

Hal senada dengan apa yang disampaikan Ustadz Suhendri, beliau mengatakan bahwa : “Kami sudah berusaha semampu kami sebagai guru untuk mengajari santri agar dia bisa menjadi orang di tengah-tengah masyarakat kelak, ya memang benar kalau menurut saya kendala yang di hadapi para Ustadz maupun Ustadzah disini ialah harus banyak-banyak bersabar karena mengajarkan kitab kuning ini membutuhkan waktu yang lama, sedangkan waktu yang di gunukan pada saat jam pelajaran kalau menurut saya kurang karena jam-nya harus di bagi- bagi dengan pelajaran lain.

Lain hal-nya dengan apa yang disampaikan santriwati bernama Santi Helmida, ia mengatakan bahwa : ”Menurut saya kendala paling utama dalam kegiatan belajar kitab kuning dengan metode Talaqqi yaitu rasa malas dan rasa bosan yang sulit saya lawan ketika belajar karena lama waktunya. Lebih membosankan lagi ketika menunggu giliran untuk membaca di depan ustadz atau ustadzah. Disamping itu, ada juga perasaan takut maju karena takut salah dan perasaan tidak percaya diri karena belum menguasai Nahwu sharof.162

Hal yang hampir sama di katakan oleh Sovi ia mengatakan sebagai berikut : “Kalau saya dalam pembelajaran kitab kuning saya tergantung guru yang mengajarnya, pada saat guru membacakan kitab yang di pelajari terus santri yang mendhobit tidak di selengi cerita ataupun motivasi yang membuat suasana seru tidak hening saja saya sangatlah bosan tambah ngantuk, tapi kalau guru yang mengajar di tengah-tengah pelajaran guru bercerita ataupun menambahkan motivasi sehingga saya tidak merasakan ngantuk sehingga suasana

162 Wawancara dengan Santi Helmida tanggal 10 April 2019

110

belajar sangatlah nyaman. Oleh karena itu, kalau saya menyukai guru yang homoris agar pelajaran yang di ajarkan berjalan dengan baik sehingga tidak terasa waktu jam pelajaran sudah habis.163

Hal yang sama juga penulis temukan di lapangan bahwa di dalam belajar ada beberapa santri malas dalam mendhobit, hal ini terlihat saat pelajaran berlangsung, santri ada yang bercerita dengan teman sebelahnya dan juga tidur, di sebabkan santri bosan dalam mendhobit karena monoton.164 Selain itu pula terjadi keterbatasan dalam mengambil referensi khususnya kajian kitab kuning, pada umumnya pada teknologi. Sebab penggunaan teknologi di pesantren masih dilarang untuk penggunaan yang berlebihan. Keterbatasan referensi kitab kuning artinya bukan berarti pesantren Al-Baqiyatush shalihat tak memiliki koleksi kitab kuning, namun kemampuan untuk membaca, memahami isi kandung kitab sangatlah lemah.

Hal itu semua di karenakan bahwa kebanyakan santri belum bisa membaca kitab kuning dengan baik meskipun mereka rata-rata bisa membaca al-qur’an dengan baik kondisi demikian disebabkan karena pada sekolah sebelumnya mereka belum pernah mendapat pelajaran kitab kuning tersebut. Lebih-lebih lagi kebanyakan dari mereka tamat dari pendidikan tingkat dasar (SD).

Dari wawancara dan observasi di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kendala dalam menerapkan pembelajaran kitab kuning dengan metode Talaqqi antara lain : a. Minat santri dalam mempelajari kitab kuning masih rendah Hal ini terlihat pada saat proses pembelajaran berlangsung ada sebahagian santri yang tidak masuk kekelas untuk mengikuti pelajaran, ini menandakan santri kurang berminat dalam pembelajaran, sebagaimana yang peneliti temui di lapangan :

163 Wawancara dengan Sovi tanggal 09 April 2019 164 Observasi 09 April 2019

111

“Dalam proses pembelajaran kitab kuning santri terlihat kurang berminat hal tersebut ditandai dengan adanya santri yang tidak masuk kelas ada juga santri yang mengantuk ketika belajar dan tidak adanya feed back dalam pembelajaran.” b. Waktu belajar singkat Di dalam pembelajaran kitab kuning menggunakan metode Talaqqi sangat membutuhkan waktu yang lama, sedangkan proses pembelajaran di pondok ini waktunya bisa terbilang singkat. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan salah satu santri yang bernama Nur asiah, ia mengatakan bahwa : “Keterbatasan waktu belajar artinya sedikitnya waktu karena juga harus diisi dengan kegiatan lain seperti Mukhadarah yang diadakan seminggu 1 kali, yasin dan tahlil, pembacaan maulid Habsy dll, untuk mengulanginya diperlukan waktu yang khusus. Rasa keingi tahuan santri dalam penguasaan kitab kuning masih dirasakan kurang, sulitnya menyerap pelajaran dari pengkajian kitab kuning tersebut karena kurangnya kegigihan sebagai santri, meskipun dorongan/motivasi dari guru-guru dirasa lebih dari cukup.” Hal tersebut senada dengan wawancara penulis dengan santri yang bernama heni, ia mengatakan bahwa : “Memang benar ka’ di pondok ini kami banyak kegiatan tambahan sehingga kami tidak bisa terlalu fokus kepada mengulang pembelajaran kitab kuning saja.” Dari hasil wawancara tersebut memang benar bahwa penulis melihat di lapangan dengan adanya kegiatan tambahan tersebut membuat santri tidak bisa memfokuskan kedalam mengulang pembelajaran kitab kuning saja, dan santri juga harus pandai membagi waktu untuk mengikuti pembelajaran tambahan tersebut. c. Malas Sebagaimana wawancara dengan ustadzah Hj. Romlah, beliau mengatakan bahwa :

112

“Yaa.. namanya juga anak-anak beragam sifat ataupun kadang terpengaruh sesama teman-nya kadang yang awalnya rajin jadi malas. Memang tidak semua malas hanya beberapa orang saja yang tidak benar-benar mengikuti pembelajaran berlangsung.” d. Perasaan takut salah ketika membaca kitab di depan ustadz atau ustadzah. Sebagaimana wawancara dengan salah satu santri yang bernama Dona, ia mengatakan bahwa : “Kadang saya merasa takut ketika disuruh membaca takut kalau dimarah ustadzah. Apalagi kalau melihat teman-teman yang sudah pintar membacanya. e. Kurang menguasai ilmu Nahwu dan Sharof. Sebagaiman dengan wawancara ustadz pengajar yang bernama Sa’durrahman, beliau mengatakan bahwa : “santri disini ini banyak yang belum memahami kaidah-kaidah Nahwu dan Sharof. Sehingga sulit bagi mereka untuk membaca kitab kuning apalagi yang kitab-kitab gundul (tidak berbaris) mungkin itulah jadi penyebab anak itu takut disuruh membaca.”

3. Upaya Yang Dilakukan Untuk Memperkuat Faktor Pendukung, dan Mengatasi Kendala Pada Penerapan Metode Talaqqi Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning.

Setiap usaha untuk melakukan kebaikan dan meningkatkan kualitas pasti memiliki kendala. Begitu juga usaha yang di lakukan pondok pesantren untuk meningkatkan keterampilan santri membaca kitab kuning. Untuk mengatasi kendala tersebut harus ada upaya-upaya yang di lakukan oleh pihak pondok pesantren terutama dari pengasuh atau wakilnya agar kendala-kendala bisa teratasi.

113

a) Meningkatkan minat belajar santri

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan wakil pengasuh ia mengatakan bahwa :

“Kami memberikan apresiasi, berupa penghargaan kepada santri aktif dan memiliki kemampuan dalam membaca, memahami kitab kuning dengan mengikut sertakan mereka pada perlombaan membaca kitab kuning dari tingkat pondok, Kabupaten, Provinsi hingga nasional. kami juga mengajukan beasiswa bagi mereka yang berprestasi untuk masuk perguruan tinggi.165

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ustadz Ghazali ia mengatakan bahwa :

“Kami juga menganekaragamkan cara mengajar tidak hanya menggunakan metode unjuk kerja tapi juga terkadang saya berceramah, bercerita pengalaman ketika saya belajar di pondok dan juga berdiskusi dengan mereka.166

Sebagaimana yang peneliti lihat dilapangan bahwa ada pihak pondok memberikan apresiasi bagi santri berupa penghargaan kepada santri aktif dan memiliki kemampuan dalam membaca, memahami kitab kuning dengan mengikut sertakan mereka pada perlombaan membaca kitab kuning dari tingkat pondok, Kabupaten, Provinsi hingga nasional. kami juga mengajukan beasiswa bagi mereka yang berprestasi untuk masuk perguruan tinggi.

165 Wawancara wakil pengasuh ustadz Nasrul Helmi, tanggal 15 April 2019 166 Wawancara dengan ustadz ghazali tanggal 15 April 2019

114

b) Menambah Jam pembelajaran

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ustadz Unai, ia mengatakan bahwa :

“Kami juga menambah jadwal untuk belajar kitab kuning dengan metode Talaqqi di luar jam wajib sekolah di pagi hari, kami mewajibkan santri senior untuk mengikuti kegiatan belajar dengan metode Talaqqi di luar waktu jam wajib belajar dan memberi sanksi apabila mereka tidak mengikuti kegiatan tersebut.167 Hasil observasi di lapangan, ustadz/ustadzah menambah jam pelajaran kitab kuning supaya santri bisa lebih memahami dan membaca kitab kuning. Terutama, bagi santri yang memang betul-betul belum memahami sama sekali. c) Menegakkan aturan dan kedisiplinan

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ustadz Syubli, ia mengatakan bahwa :

“Untuk mengatasi santri yang malas dalam belajar terutama dalam pembelajaran kitab kuning ada beberapa kebijakan yang kami lakukan; pertama, kami memberikan teguran serta nasehat supaya santri bisa melawan rasa malas agar lebih giat lagi dalam belajar. Kedua, apabila dengan teguran tersebut santri masih malas maka akan kami berikan sanksi berupa hapalan kitab kuning dan tugas- tugas lainnya sesuai dengan kebijakan ustadz/ustadzah.168

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ustadzah Nur Bayah, ia mengatakan bahwa :

“Yaa... kalau disini ini santri yang malas belajar akan di tegur baik sama ustadz maupun pembina asrama (OSIMA). Kalau teguran

167 Wawancara dengan Ustadz Unai tanggal 16 April 2019 168 Wawancara dengan Ustadz Syubli, tanggal 24 April 2019

115

tersebut tidak mempan bagi mereka yaa kami selaku ustadz atau guru yang mengajar akan memberikan hukuman. Hukuman apa yang akan di berikan itu tergantung dengan ustadz atau ustadzah yang mengajar. Kebanyakan sih di berikan hafalan. Supaya santri bisa lebih disiplin dan giat dalam belajar.169

Sebagaimana yang peneliti lihat dilapangan bahwa pihak pondok pesantren mengambil sikap tegas dengan memberikan sanksi bagi santri yang bermalas-malasan dalam belajar. Peneliti melihat ada santri yang disuruh berdiri di depan kelas, disuruh menghafal, dan diberikan tugas- tugas lain.

d) Hilangkan rasa takut dan belajar lebih giat

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ustadz Akhmad Syaukani, ia mengatakan bahwa :

“Kami juga memperhatikan masih banyak santri yang malas dan bosan dalam belajar kitab kuning terutama dengan metode Talaqqi. Kami berfikir hal ini terjadi mungkin karena rasa bosan mereka belajar. Kami juga melihat ada santri takut maju kedepan karena khawatir salah dalam membaca. Karena itu, kami memotivasi mereka bahwa dalam belajar itu tidak perlu ada rasa taku apalagi dalam belajar.170

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ustadzah Nur Bayah, ia mengatakan bahwa :

“Kita harus bisa melawan rasa takut itu agar menjadi orang sukses, mulia dunia dan akhirat dengan menuntut ilmu agama, mengingatkan mereka bahwa orang yang belajar itu pasti pernah salah dan tidak salah lagi tidak perlu belajar lagi.

169 Wawancara dengan Ustadzah Nur Bayah, tanggal 25 April 2019 170 Wawancara dengan Ustadz Akhmad Syaukani, tanggal 25 April 2019

116

Hasil observasi di lapangan, peneliti melihat bahwa dalam proses belajar mengajar santri ada saja santri yang takut dan tidak mau ketika disuruh membaca kembali, sehingga ustadz/ustadzah lebih memperhatikan terhadap santri yang takut tersebut. Mereka lebih seting disuruh membaca dari pada santri yang sudah terbiasa. Hal tersebut di lakukan supaya santri bisa terbiasa membaca kitab kuning dan tidak takut salah ketika disuruh membaca. Disamping itu ustadz/ustadzah juga memberikan motivasi supaya santri menjadi lebih aktif dan kreatif.

e) memberi motivasi untuk lebih giat belajar hingga bisa menguasai kitab kuning.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ustadz Nasrul Anam, ia mengatakan bahwa :

“Upaya yang dilakukan pondok pesantren untuk mengatasi kendala- kendala dalam pembelajaran kitab kuning dengan metode Talaqqi ialah mendorong dan memotivasi santri untuk mempelajari dan menguasai kitab kuning. Maka hal tersebut kami usahakan dengan menambah guru yang berkualitas dan ahli dalam membaca kitab kuning, mereka adalah alumni pondok pesantren ini sehingga tergerak untuk mendidik santri disini.171 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ustadzah Aulia, ia mengatakan bahwa : ”Dalam mengajara santri dengan metode Talaqqi ini kami selalu memberikan motivasi kepada santriwan dan santriwati untuk menguasai kitab kuning agar mereka dapat menguasai ilmu ke- Islaman.172

171 Wawancara dengan ustadz Nasrul Anam, tanggal 26 April 2019 172 Wawancara dengan ustadzah Aulia, tanggal 26April 2019

117

Hal yang senada di sampaikan oleh Ustadzah Nur Bayah beliau mengatakan bahwa : “Kalau saya dalam mengajar Santriwati, di tengah-tengah pembelajaran saya selingi cerita yang memotivasi santri agar mereka tidak bosan dan jenuh dengan apa yang mereka pelajari. Karena saya juga pernah merasakan bahwa belajar yang monoton tidak diselingingi cerita ataupun motivasi yang membuat bangkit semangat santri sangatlah membosankan. Oleh karena itu di tengah-tengah pelajaran itu sangatlah penting untuk mengangkat semangat santri agar dalam pembelajaran berlangsung santri tidak ngantuk, jenuh ataupun bosan.173

Berdasarkan observasi peneliti di lapangan, ustadz/ustadzah selalu memberikan nasehat dan motivasi agar mereka tetap semangat dan tidak bosan dalam mempelajari kitab kuning. Bukan hanya ketika proses pembelajaran saja, tetapi setiap ada pengarahan-pengarahan ustadz/ustadzah selalu mengingatkan santri akan pentingnya membaca, mempelajari, dan memahami kitab kuning serta manfa’atnya ketika kita benar-benar menguasai kitab kuning.

C. Analisis Hasil Penelitian Keberadaan pondok pesantren ditengah-tengah masyarakat berupaya untuk ikut dalam usaha pengembangan sumber ajaran Islam yang semurni-murninya melalui kegiatan pengkajian kitab-kitab kuning. Dari hasil pembinaan ini diharapkan pengkaderan penguasaan kitab-kitab kuning dapat terus dipertahankan keberadaan-nya dari masa kemasa plus dari generasi kegenerasi sehingga kekhawatiran terkikis-nya tradisi pengkajian kitab kuning ini dapat diantisipasi.

173 Wawancara dengan Ustadzah Nur Bayah tanggal 25 April 2019

118

1. Penerepan Metode Talaqqi Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal.

Berdasarkan data-data dari hasil observasi dan penemuan di lapangan maka menurut hasil analisis bahwa Penerepan Metode Talaqqi Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning di pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat terdapat kesamaan di antara ustadz dan ustadzah yang mana beliau menyuruh salah seorang santri untuk maju berdiri didepan untuk membaca serta memahami kitab yang dibaca, sementara santri-santri lain memperhatikan. Kemudian apabila ada masalah, ustadz atau ustadzah akan menanyakan kepada santri yang berdiri di depan itu. Apabila santri itu tidak bisa menjawab, maka ustadz atau ustadzah akan mendiskusikan masalah masalah tersebut dengan santri-santri lain. Untuk itu pondok pesantren sebagai basis sumber pemahaman ajaran Islam perlu dikembangkan dan didukung didalam mewujudkan tujuan cita-cita luhurnya. Untuk mendalami ajaran Islam, disebutkan Allah SWT dalam firman-nya : Surah At Taubah Ayat :122 yang berbunyi :

 ...            ...

Artinya : ... “mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama ... “174

Dari firman Allah SWT diatas, dapat dipahami bahwa mendalami ajaran Islam merupakan suatu bentuk perintah yang wajib dilaksanakan sebagai bekal pengalaman ajaran agama secara konsisten, sebaliknya melaksanakan mengamalan tanpa mengetahui secara persis sumber asli

174 Anonyim. 2010. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung : Hilal. hlm.206

119

perintahnya merupakan amalan yang buta yang terkatung-katung sifatnya. Bahkan dikhawatirkan bentuk amalan bisa saja menyimpang atau menyesatkan orang yang mengamalkan itu sendiri. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, sebagai berikut :

ِ ِ ِ َّ ِ ِ َوَع ْن عاَ ئ َشةََرض َى اهللُ َعنْ َها : قَا َل َر ُسوُل اهلل َصل َّى اهلل عَلَيْه َو َسلم َم ْن َعم َل َعَمالً لَيْ َس عَلَيْه أَْمُرنَا فَ ُهَو َرد )رواه مسلم( Artinya : Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)175

Di katakana oleh Abu Yusuf Murid Abu Hanifah :

ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ قَاَل اَب ُْوي ُْو ُسف م ْن اَ ْص َحا ب اَبى َحنيْ َفةَالَيَح ُّل آل َحد اَ ْن يَ ُقْوَل َمَقال َتَ نَا َحتَّى يَ ْعلَ َم م ْن اَيْ َن قُ لْنَا

Artinya : “Tidak halal bagi seseorang mengucapkan kata-kata kami, sehingga dia mengetahui dari mana dasar perkataan kami itu.176

Untuk menghindari salah paham terhadap Islam dan supaya dapat memahami Islam secara baik dan benar, hal yang perlu di perhatikan diantara-nya mempelajari Islam dari sumber-nya yang asli, dan Islam tidak dipelajari secara partial tetapi integral, artinya Islam tidak di pelajari sepotong-potong tetapi menyeluruh, dan dipadukan dalam kesatuan yang bulat”.

175 M. Abd Rauf Al-Manawi, Faidhul Qadir, Bairut : Darul Kutub, Juz 6 hlm.237 176 Hakim, Abd Hamid, Al-Bayan, Jakarta : Sa’diyah Putra, hlm.179

120

Dengan demikian, jelas lebih baik bila mengetahui secara pasti dalil- dalil-nya agar tidak terjadi hal-hal yang di sebutkan di atas. Sebagaimana di sebutkan dalam sebuah kitab :

ِ كان ) الحبيب أحمد بن حسن العطا س ( رضي اهلل عنه يقول : َم ْن أََراَدالتَّ َق َّد ْم فَ َعلَيْه ِ ِ ِ ِ ِ ِ ب ُك ت ُ ِب الْ ُمتَ َق ِّد ميْ َن , َوَم ْن أََراَدا لتَأَ َّخ ْ رفَ عَلَيْه بكتَ ِب الْ ُمتَأَخِر يْ َن . ۱ﻫ Artinya : Habib ahmad bin Atthas berkata “Siapa yang ingin menjadi terkemuka hendaklah dia memahami kitab-kitab Ulama’-ulama’ terdahulu, Siapa yang ingin terkebelakang cukuplah dia mempelajari kitab-kitab Mutaahhiri”.177

ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ يَ نْبَغي قَرأَةُ ُك ت ُ ِب ال َّسلَف لَما فيْ َها م ْن ذْك ِرال َّدليِْل َوالتَ ْعليِْل َو َشْر ِح اْالَ َحاديْث , فَ يَ ُكْوُن َعا لًما ِ ِ ِ ِ ِ ف ْي أَقْ َرب الَْوقْت , َوألنْ ُه ْم يَْدعُْوَن لَم ْن قَ َرأََﻫا , أَْوَما َﻫ َذا َمْعنَاهُ . Artinya : Seyogyanyalah mempelajari kitab-kitab Salafi, karena didalam- nya menerangkan dalil-dalil yang lengkap serta penjelasan maksud hadits-hadits, dan diharapkan pembacanya lebih mudah faham, karena Ulama’-ulama’ terdahulu itu selalu mendo’akan setiap orang yang membaca kitab mereka tersebut.178

ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ تَ َصانيْ ُف الَْعاِرفيْن باهلل تَ َعلَى م َن النِّ َعِم الَع ظيَْمة َعلَى أَْﻫِل الَّزَمان , أل َّن تلْ َك التَ َصا نيْ َف ِ ِ ِ ِ َِّ ِ ِ ُخَال َصة َُما ف ي الْكتَا ب َوال ُسنَّة اَل ذيْ َن الَي َُف ِّه ُمُهَما م َن النَّا ِس ُخ ُصْو ًص ا الَعَ وام , أَْوَما َﻫ َذا َمْعنَاه ُ. Artinya : Kitab-kitab karangan Ulama’ ‘Arfin Billah itu merupakan ‘Nikmat yang besar terhadap orang-orang zaman sekarang ini, karena kitab mereka itu merupakan kesimpulan dari kitab Qur’an dan

177 Ali Bin Hasan Baharun, Habib. Al Fawaidul Mukhtarah, Bangil : Ma’had Darullughah Wadda’wah, thn.hlm.61 178 Ibid,hlm.61

121

Hadits, yang mana tak semua orang bisa memahami kandungan-nya tersebut, terlebih lagi orang awam.179

“Nur Cholis Majid yang terkenal sebagai pemikiran Modernis, ternyata penguasa-an kitab kuning-nya luar biasa, melebihi para santri, Ustadz, bahkan para Kiyai pengasuh pondok pesantren. Dan Cak Nur, sekali lagi mengatakan, kitab kuning-lah yang membuat-nya seperti itu”.180

Salah satu ciri pembelajaran yang ada dipondok pesantren menggunakan bahasa Arab, dan dari bahasa Arab ada empat kemahiran yaitu kemahiran mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Dari ke empat tersebut penelitian ini mengambil satu kemahiran yaitu kemahiran membaca karena salah satu ciri keberhasilan santri yang ada dipondok pesantren khususnya pondok pesantren salaf adalah bisa membaca kitab kuning. Namun pada kenyataannya banyak santri yang tidak demikian, banyak kriteria yang ada didalamnya antara lain: Santri yang banyak membaca (Arab) cenderung faham dengan apa yang dibaca dan bisa menerangkannya. Namun sebagian Santri tidak seperti demikian malah sebaliknya. Kadang juga ada lancar membaca namun tidak tahu apa maksudnya.

Metode pembelajaran merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam rangka keberhasilan program pengajaran dipesantren. Karena tanpa adanya metode sistem pembelajaran yang baik maka kegiatan pembelajaran dipesantren pun tidak akan berhasil. Untuk itulah maka sistem pembelajaran dipesantren harus dipilih cara yang terbaik dan cocok untuk santri. Hal ini disebabkan banyak santri yang prestasinya buruk disebabkan karena metode yang digunakan kurang begitu baik.

179 Ibid,hlm.61 180 Asmuni, Jamal Ma’ruf, Fiqh Sosial Kiyai Sahal, Surabaya : Khalista, hlm.229

122

Maka, dalam hal ini metode memainkan peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Bahkan, pepatah Arab yang sangat populer didalam pendidikan mengatakan bahwa ”metode itu lebih penting daripada materi”. Hal ini cukup rasional karena secara tidak langsung cara yang dilakukan akan sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran. metode tidak hanya berfungsi untuk menarik minat belajar dan mengurangi kebosanan santri, melainkan juga untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran.

2. Faktor pendukung, dan upaya mengatasi kendala dalam mempelajari kitab kuning. Berdasarkan hasil lapangan pada halaman sebelumnya, dimana faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksana’an pembelajaran kitab kuning di pesantren Al-Baqiyatush shalihat kuala tungkal sebagai berikut : a. Faktor pendukung metode Talaqqi di pondok pesantren Al- Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal 1) Santri bermukim di pondok pesantren sehingga memudahkan dalam kegiatan pembelajaran-nya Di dalam proses belajar mengajar di lingkungan pondok pesantren, ada dua tipologi santri, sebagaimana ditulis oleh Bahri Ghazali, dalam bukunya yang berjudul “pesantren berwawasan lingkungan” santri di bagi menjadi 2 tipe :181 (a) Santri mukim Santri mukim yaitu santri yang menetap, tinggal bersama kiyai dan secara efektif menuntut ilmu kepada seorang kiyai. Ada dua motif seorang santri menetap sebagai santri mukim : 1) Motif menuntut ilmu, artinya santri itu datang dengan maksud menuntut ilmu dari kiyainya

181 Bahri Ghazali, MA, pesantren berwawasan lingkungan (Jakarta, CV Prasasti : 2002), hal.23

123

2) Motif menjunjung tinggi akhlak, artinya santri itu belajar secara tidak langsung agar ia setelah di pesantren akan memiliki akhlak yang terpuji sesuai dengan akhlak kiyainya. (b) Santri kalong Santri kalong pada dasarnya adalah seorang murid yang berasal dari desa sekitar pondok pesantren yang pola belajarnya tidak dengan jalan menetap di dalam pondok pesantren, melainkan semata-mata belajar dan secara langsung pulang kerumah setelah selesai belajar di pesantren.

Adapun di pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat ini, santri yang sudah terdaftar di wajibkan menetap di asrama pondok ini. Hal ini bertujuan agar santri dapat secara penuh mengikuti seluruh rangkaian kegiatan program pondok termasuk mempelajari kitab kuning bagi seluruh santri.

(c) Kemampuan yang dimiliki oleh para Ustadz dan Ustadzah (d) Sarana dan prasarana yang ada di pondok pesantren Al- Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal (e) Keinginan dari santri untuk mempelajari dan mengkaji kitab kuning.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung yang lebih utama adalah santri yang mukim lebih mudah untuk dikendalikanya sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran sangat efektif, kesadaran yang muncul dan tertananam dari diri santri karena sudah besar-besar, sehingga santri tersebut dalam melaksanakan pembelajaran kitab kuning yang menggunakan metode sorogan/Talaqqi, lebih mudah karena tidak ada unsur paksaan melainkan rasa ingin bisa mendalami kitab tersebut.

124

b. Upaya mengatasi kendala metode Talaqqi di pondok pesantren Al-Baqiyatushs Shalihat Kuala Tungkal 1) Membutuhkan waktu yang lama untuk mampu membaca kitab kuning dengan mahir 2) Materi yang diajarkan kepada santri apabila memasuki pada bab yang sulit, maka akan membuat santri menjadi malas belajar sehingga tidak cukup apabila dipelajari dalam waktu yang cepat 3) Pengaruh dari teman yang dimana santri akan terpengaruh apabila diajak temannya untuk tidak mengikuti kegiatan pembelajaran

Berdasarkan penelitian, maka analisis penulis yang didapatkan dalam penelitian ini bahwa faktor penghambat yang menghambat pelaksanaan metode Talaqqi di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal diantaranya adalah membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajarinya, materi yang memasuki bab yang sulit akan menjadikan santri menjadi malas untuk belajar, serta adanya pengaruh dari temannya, yaitu apabila ada teman yang mengajak untuk tidak mengikuti pembelajaran, tidak jarang ada santri yang juga ikut terpengaruh.

3. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Kendala Pada Penerapan Metode Talaqqi Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning.

Kitab kuning merupakan salah satu program pokok dalam suatu pondok pesantren yang bertujuan untuk meningkatkan wawasan para santri dalam menggali ilmu pengetahuan yang bersumber dari periwayatan para ahli ilmuan Islam dan merupakan suatu tolak ukur akan keberadaan pondok pesantren. Dengan demikian ustadz dan ustadzah pondok pesantren berupaya dalam hal mengatasi masalah-masalah yang di hadapi pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat yang berhubungan

125

dengan penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning telah dilakukan beberapa upaya sebagai jalan (solusi) dalam memecahkan masalah-masalah tersebut antara lain : a. Pengurus pondok menambah guru yang menguasai kitab kuning. b. Pengurus menambah jam belajar untuk kitab di luar jam wajib, misalnya di sore atau malam hari. c. Pengurus memberi sanksi santri yang tidak mengikuti kegiatan tersebut bagi yang sudah diwajibkan. d. Ustadz dan ustadzah selalu memberi motivasi untuk lebih giat belajar hingga bisa menguasai kitab kuning.

Motivasi dalam proses pembelajaran merupakan faktor yang utama dalam proses pembelajaran, keinginan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Al-qur’an merupakan sumber inpirasi dan motivasi dalam diri seseorang, dimana dalam Al-qur’an telah menerangkan bahwa surah Al- Juma’ah ayat 10 sebagai berikut :182

             

   Artiny : Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. Menurut psikologi Islam, motivasi hidup seseorang tidak terlepas dari tahapan kehidupan manusia, secara garis besar, kehidupan manusia terbagi atas tiga tahap, pertama, tahap pra-kehidupan dunia, yang disebut dengan alam perjanjian, (‘alam al-abd, ‘alam-mistaq) atau alam alastu, kedua, tahapan kehidupan dunia, yang disebut dengan hari penghabisan

182 Anonyim. 2010. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung : Hilal.hlm.554

126

(yaumu al-akhirah) atau hari pembalasan (yaum al-din) atau hari penegakkan keadilan (yaum al-qiyamah)183 e. Pengurus pondok memberikan apresiasi kepada para santri untuk mengikuti perlombaan membaca kitab kuning.

Salah satu usaha yang dilakukan pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat dalam pembelajaran kitab kuning adalah memberikan dorongan santri untuk lebih giat belajar mendalami kitab kuning tersebut dengan mengikuti berbagai pengajian ekstrakulir yang diadakan di pondok dengan berbagai metode, hasil belajar tersebut disamping diadakan evaluasi setiap awal dan di akhir tahun juga diadakan pada setiap hari besar Islam, kemahiran membaca kitab kuning.

Tujuan dari lomba ini adalah mencari bibit yang berprestasi baik, menguasai dalam hal bacaan dan pemahaman kitab kuning. Biasanya acara ini rutin di lakukan dan sudah menjadi tradisi pesantren. Hasil dari lomba dalam arti santri terbaik di berikan pengharga’an sekaligus berpeluang untuk dapat mengikuti undangan diluar pesantren lain-nya.

Lomba baca kitab kuning ini merupakan even penting bagi santri, dimana setiap santri dituntut berkompetesi menunjukkan kemampuan baca kitab kuning tersebut, sekaligus pemahaman-nya. Kegiatan ini telah pula memberikan dampak positif bagi santri, untuk dapat mengembangkan diri pada penguasaan kitab kuning juga merupakan bekal kemampuan yang benar-benar teruji untuk dapat dipraktekkan dalam amaliah-nya. f. Pengurus pondok mengajukan beasiswa bagi santri berprestasi dalam membaca kitab kuning.

Selain point-point bahasan di atas penulis menambahkan hasil akhir yang di capai pondok pesantren Al-Baqiyatush shalihat dalam proses

183 Mujib, Psikologi Islam ; Tinjauan Tematik Al-Qur’an, Yogyakarta, UIN kalijaga, 2001. hlm.247

127

pelaksanaan penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning telah membawa manfa’at yaitu sebagai berikut.

 Setiap angkatan yang telah menamatkan belajar di pondok ini selalu terdapat beberapa orang santri yang telah bisa membaca kitab kuning, yang cukup memberikan bekal bagi santri tersebut mengembangkan di kampung masing-masing, meskipun diakui jumlah santri yang bisa membaca kitab kuning dengan lancar dibawah 20% tapi setidaknya untuk kesemua santri telah punya bekal pemahaman agama untuk dirinya sendiri.

128

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Setelah penulis memaparkan pokok-pokok permasalahan yang berkaitan dengan penelitian dilakukan dan penjelasan dari beberapa nara sumber, seperti : Wakil Pengasuh, Ustadz dan ustdzah yang mengajarkan kitab kuning dengan metode Talaqqi, dan para santriawan dan santriwati, serta beberapa teori yang berkaitan, maka dapat penulis kemukakan beberapa kesimpulan tentang Penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. Adapun beberapa kesimpulan tersebut sebagai berikut : 1. Proses pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat dengan metode Talaqqi yang diterapkan beberapa ustadz dan ustadzah pada waktu, tempat dan kitab yang berbeda serta menggunakan sistem pembelajaran yang berbeda pula. Ustadz/ ustadzah menyuruh salah satu santri untuk maju berdiri di depan untuk membaca serta memahami kitab yang di baca, sementara santri-santri lain memperhatikan. Selain itu ada juga ustadz/ ustadzah yang menggunakan metode ceramah, demonstrasi, penugasan dan diskusi. 2. Faktor pendukung pada penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning adalah para ustadz dan ustadzah (tenaga pengajar) yang sudah menguasai materi, pintar, telaten, sabar, dalam kegiatan belajar mengajar kitab kuning. Apresiasi (reward) pondok pesantren terhadap santri berprestasi dalam membaca dan memahami kitab kuning. Sehingga dengan adanya faktor pendukung tersebut jiwa santri dalam belajar menjadi termotivasi. Selain faktor pendukung santri juga menghadapi kendala dalam penerapan pembelajaran

129

kitab kuning dengan metode Talaqqi antara lain : kurangnya minat santri dalam mempelajari kitab kuning, kurangnya waktu belajar, rasa malas, perasaan takut salah ketika membaca kitab di depan ustadz maupun ustadzah, kurang menguasai ilmu Nahwu, Sharof dan bahasa Arab. 3. Upaya yang di lakukan pengasuh ataupun Kepala Sekolah dan para Ustadz dan ustadzah dalam pembelajaran kitab kuning ini diantara- nya dengan cara : “Meningkatkan minat belajar santri, menambah jam pelajaran, meningkatkan aturan dan kedisiplinan, hilangkan rasa takut dan belajar lebih giat dan memberi motivasi untuk lebih giat belajar hingga bisa menguasai kitab kuning.

B. Implikasi Agar tercapainya peranan pendidikan Islam, dalam membentuk pribadi muslim yang beriman, bertakwa, bermoral dan berprilaku Islami serta paham akan hukum-hukum Islam, dirasakan perlunya fungsionalisasi lembaga pendidikan Islam, terutama pesantren yang nota bene bertujuan mentransmisikan nilai-nilai kitab kuning yang di dalamnya mengandung visi moral dan visi intelektual. Kendatipun demikian, tidak berarti bahwa pesantren tidak mengalami persoalan dalam mempertahankan tradisi kitab kuningnya, baik pada persoalan metode yang diterapkan, materi yang disajikan maupun bahasa yang digunakan dan sebagainya. Oleh karena aitu, langkah-langkah atau strategi yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas pembelajaran kitab kuning, yaitu; 1) Penggunaan metode sorongan/ Talaqqi, diskusi, maupun penulisan karyailmiah di samping bandongan/ wetonan-hendaknya diberi posisi yang besar untuk mengetahui tingkat pemahaman santri terhadap kitab-kitab yang dipelajarinya.

130

2) Meningkatkan bimbingan bahasa Arab bagi santri, yang dikonsentrasikan pada bidang qawa’id dan qira’ah yang menjadi kompetensi pendukung untuk menelaah kitab kuning. 3) Untuk menutupi kekurangan tenaga pengajar, maka pesantren perlu merintis kaderisasi khususnya bagi santri-santri yang dianggap potensial dan memiliki kecakapan dalam mengajarkan kitab kuning. Dengan kata lain, kini saatnya pesantren mempertimbangkan sistemasistensi dalam pengajaran kitab kuning, sehingga ketergantungan terhadap satu figur kyai dapat dikurangi. 4) Untuk “membumikan” kandungan kitab kuning, maka diperlukan pendekatan-pendekatan kontekstual dalam memahami teks kitab kuning sehingga bisa berdialog dengan realitas sosial. Tradisi pemikiran kritis perlu di perkenalkan untuk mengurangi kesan sakral kitab kuning dan sebaliknya santri terbiasa sejak awal dengan prinsip-prinsip ilmiah. Dengan begitu, iklim ilmiah dalam lingkungan pesantren diharapkan dapat tercipta. 5) Penggunaan literatur-literatur disiplin ilmu fiqh dituntut untuk lebih dikembangkan penggarapannya, sebab disiplin ilmu ini sangat potensial untuk memupuk tingginya tingkat pemahaman hukum Islam bagi santri Untuk menempuh langkah-langkah tersebut, agaknya tidak terlalu sulit bagi pesantren Al-Baqiyatush Shalihat, karena saat ini pesantren Al- Baqiyatush Shalihat telah mengirimkan sejumlah alumninya kebeberapa Universitas-Universitas. Mereka inilah yang nantinya–setelah kembali ketanah air–diharapkan dapat membawa semangat baru bagi pesantren dengan pengalaman-pengalaman selama masa studi mereka.

131

C. Rekomendasi Merujuk pada temuan penelitian ini, mengenai penerapan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal, maka rekomendasi penulis kepada : 1. Pemerintah Provinsi Jambi agar meningkatkan kualitas pendidikan terutama pondok pesantren, karena pondok pesantren itu ladang agama tempat mencetak-nya kader-kader generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia. Pondok pesantren juga tempat pendalaman kitab kuning dan efektifnya pembelajaran kitab kuning melalui metode Talaqqi. 2. Kepala Kementrian Agama Kabupaten Tanjung Jabung Barat untuk mensosialisasikan penerapan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning santri secara lebih baik lagu khusus-nya yang ada dipondok pesantren, dan mengadakan diklat/penataran atau pelatihan tentang kompetensi pendidik, dan sekaligus memberikan pembina’an dan pengawasan secara berkesinambungan kepada setiap pendidik. Kemudian berupaya secara maksimal dalam memberikan penjelasan dan sosialisasi seputar penerapan pembelajaran secara komprehensif melalui berbagai kebijakan yang ada untuk mendongkrak kemajuan dunia pendidikan. 3. Pengasuh pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat sebagai pemimpin harus mampu : a) Mengutamakan pendalaman pembelajaran kitab kuning guna penambahan pengetahuan ilmu agama pada santri-santri pondok pesantren Al-Baqiyatush Shalihat. b) Meningkatkan Pembelajaran kitab kuning melalui Talaqqi, karena metode pembelajaran ini sangat bermakna, selain itu, sangat memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai, dan

132

memimbing secara maksimal kemampuan seorang santri dalam menguasai materi pembelajaran. c) Menumbuhkan kesadaran akan kewajibannya sebagai santri 4. Ustadz dan ustadzah (tenaga pengajar) pondok pesantren Al- Baqiyatush Shalihat harus mampu : a) Memahami makna dari pembelajaran kitab kuning b) selalu memupuk santri agar kecinta’an yang mendalam terhadap kitab kuning tidak pernah pudar c) memahami manfa’at dari menggunakan metode Talaqqi agar pembelajaran lebih efektif dan efesien. 5. Orang tua hendaknya bekerja sama dengan pihak pesantren untuk membina dan mengawasi anak-anaknya ketika anaknya berada di luar lingkungan pondok pesantren.

D. Kata Penutup Demikian yang dapat kami paparkan mengenai Tesis ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca sekalian, untuk memberikan saran yang sifat-nya membangun kepada penulis demi sempurna-nya penulisan Tesis ini, sehingga tesis ini bisa berguna bagi penulis pada khusus-nya dan juga para pembaca pada umum-nya. Semoga tesis ini bermanfa’at dan menambah wawasan bagi orang yang membaca dan penulis mohon ma’af apabila ada kesalahan dalam penulisan kata dan susunan kalimat yang kurang jelas, penulis juga sangat mengharapkan semoga yang membaca Tesis ini bertambah Motivasi-nya dan bisa menggapai cita-cita yang diinginkan. Semoga ALLAH SWT selalu memberikan petunjuk dan bimbingan-nya kepada kita semua. Aamiiin... Jambi,21 November 2019 Penulis

Nur Halimah NIM : MPA.172668

133

DAFTAR PUSTAKA

Anonyim. 2010. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung : Hilal. Abdul Fatah, Rohadi, M. Taha Taufik, Abdul Mukti Bisri. 2010. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan. Jakarta : PT. Listafariska Putra. Abdurrahman, asy Syaikh bin Nashir as-Sa'di, 2012, Taisir al-Karimir Rahman Fi Tafsiri Kalamil Mannan,(Beirut: Mu'asasah ar-Risalah). Abdurrahman, Muhammad. 2016. Akhlak Menjadi Orang Muslim Berakhlak Mulia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Ali Bin Hasan Baharun, Habib. Al Fawaidul Mukhtarah, Bangil : Ma’had Darullughah Wadda’wah, thn. Ali Hasan Al-‘Aridl. 2010. Sejarah dan Metodologi Tafsir, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,) Arifin, Muhammad. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Armai, Arief(2011). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press Asmuni, Jamal Ma’ruf, Fiqh Sosial Kiyai Sahal, Surabaya : Khalista. Asrori, Muhammad. 2014. Metodologi&Aplikasi Riset Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Basri, Hasan. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : Pustaka Setia. Bruce Joyce. 2016. Models of Teaching. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Bruinessen, Martin Van. 2015. Kitab Kuning, Pesantren Dan Terekat. Yogyakarta : Gading Publishing. Chatib, Adrianus. 2018. Sunrise And Sunset. Jambi : Sultan Thaha Press IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi. Daradjat, Zakiah, Dkk. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Depertemen Agama RI. 2011. Profil Pondok Pesantren Mu’adalah. Jakarta : Dipekapontren Ditjen Kelambangan Agama Islam Depertemen Agama Proyek Peningkatan Pondok Pesantren. 2012. Pola Pembelajaran Di Pesantren. Jakarta : Ditpekapontren Ditjen Kelambangan Agama Islam Depertemen Agama. Dhofier, Zamakhsyari. 1994. Tradisi Pesantren (Studi tentang pandangan hidup kyai). Jakarta : LP3ES. (ketersediaan buku ini tidak ada yang baru) Din Bahaud, Abdullah Ibnu ‘Aqil. 2010. Alfiyyah Syarah Ibnu ‘Aqil. Bandung : Sinar Baru Algensindo. Emzir. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta : PT RajaGrapindo persada. Gunawan, Heri. 2017. Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi. Bandung : Alfabeta. Gunawan, Imam. 2014. Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktis. Jakarta :Bumi Aksara. H.M. Amin Haedari, Masa Depan Pesantren dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta:IRD PRESS, 2012) Haedari, Amin, DKK. 2011. Pesantren Dan Madrasah Diniyah. Jakarta : Diva Pustaka. Hakim, Abd Hamid, Al-Bayan, Jakarta : Sa’diyah Putra. Halim, A. Rr. Suhartini, M. Choirul Arif, dan A. sunarto As. 2010. Manajemen Pesantren. Yogyakarta : PT Lkis Pelangi Aksara. I’dad Nukhbah Minal Ulama. 2012. Tafsir al-Muyassar, (Al-Madinah Al- Munawwarah : Majma’ Malik Fahdli Thiba’ah Al-Mushaf Al-Sharif,). Ifrosin. 2014. Kisah-kisah santri (mengandung hikmah). Kediri : Mu’jizat Group. M. Abd Rauf Al-Manawi, Faidhul Qadir, Bairut : Darul Kutub, Juz 6. .Bairut Lebanon : Darul Masyriq) َا ْل ُم ْن ِجد .Ma’luf, Loeis. 2017 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren : Suatu Kajian Tentang Unsur Dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta : INIS, 1994)

(ketersediaan buku ini tidak ada yang baru) Majid Sa’ud Al-Ausyan. 2015. Adab & Akhlak Islam Berdasarkan Al- Qur’an Dan As-Sunnah. Jakarta: Darul Haq. Martin Van Bruinessen. 1994. NU Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru, terj. LKiS, (Yogyakarta: LKiS) (ketersediaan buku ini tidak ada yang baru) Mas’udi. 2011. Direktori Pesantren. Jakarta : P3M. M Dawan Raharjo. 2010. Pergaulan Dunia Pesantren. Jakarta : P3M. Mochtar, M. Masyhuri. 2015. Dinamika Kajian Kitab Kuning Di Pesantren. Sidogiri : Pustaka Sidogiri. Mu Yappi. 2010. Manajemen Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta : Media Nusantara. Muhammad Abdurrahman. (2016). Akhlak Menjadi Orang Muslim Berakhlak Mulia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Muhammad amin suma. Ulumul Qur’an. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

التلقي لدى حازم القرطاجين من خالل منهاج البلغاء .(Muhammad Bin Hassan Bin Tijani. (2013

.Mosliem Book : جوسر ا األدباء

Mujamil Qomar. 2011. Pesantren dari Transformasi Metodologi menuju Demokrasi Institusi,(Jakarta: Penerbit Erlangga) Mulyatiningsih, Endang. 2013. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Munjin Nasih, Ahmad & Lilik Nur Kholidah. (2010). Metode Dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung : PT Refika Aditama. Narbuko Cholid, Abu Achmadi. 2016. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara. Nijar, Ali, Ibi Syatibi. 2012. Manajemen Pendidikan Islam. Bekasi : Pustaka Isfahan. Noor, Juliansyah. 2013. Metodologi Penelitian. Jakarta : Kencana Prenada Mediagroup. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka. R, Khairunnas Dan Kasful Anwar. 2018. Pendidikan Islam (Perkembangan Sosial, Politik Dan Kebudayaan). Jambi : Putaka Ma’rif Press. Rima Nurkarima, Analisis Pengelolaan Pembelajaran Tahsin Dan Tahfidz Al-Qur’an Dengan Metode Talaqqi (jurnal, 2011) Said Aqiel Siradj, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung:Pustaka Hidayah,2010) Saipul Bahri Djamarah. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Sudjana, Djudju. 2011. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta 2015. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. .Kawaron jombang jatim اآلمثلةالتصريفية .Syeikh Muhammad Ma’shum ibn ‘Ali Surabaya. Tatang, S. 2012. Ilmu Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia. Tim Dosen PAI Universitas Jambi. 2015. Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter. Jambi. Gaung Persada Press Group. 2011. Pendidikan Agama Islam. Jambi. Gaung Persada Press Jakarta. Wahid Zaeni, Dunia Pemikiran Kaum Santri, (Yoyakarta: LKPSM NU DIY, 2011) Zamakhsyari, dhofier. 1994. Tradisi Pesantren (Studi tentang pandangan hidup kyai). (ketersediaan buku ini tidak ada yang baru) Depertemen Agama RI. 2008. Journal Pondok Pesantren Mihrab. Jakarta : Direktorat Pendidikan Diniyah Dan Pondok Pesantren Kerta Sama Institute For Study Of Religion And Democracy. (ketersediaan buku ini tidak ada yang baru) Mudis, Mulyani Taruna. Standardization of Mastery Kitab Kuning in Nurul Hakim Islamic Boarding School West Nusa Tenggara. Jurnal “Analisa” Volume 19 Nomor 01 Januari - Juni 2012.

Rakhmawati, Rani. Syawir Pesantren Sebagai Metode Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Manbaul Hikam Desa Putat, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo- Jawa Timur. Jurnal AntroUnairdotNet, Vol.V/No.2/Juli 2016.

Tasi’ul Moh, Jabar, dkk. Upaya Kiai Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Kitab Kuning. Jurnal Edudeena : Vol. 1 No. 1 Februari 2017 I 43-45. Peneliti Menggunakan Bentuk Penulisan Alqur’an Berdasarkan KBBI online http : //kbbi. Web. id/Alqur’an akses 12 Mei 2018 Peneliti Menggunakan Bentuk Penulisan Kiai Berdasarkan KBBI online http : //kbbi. Web. id/kiai akses 12 Mei 2018

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)

Judul Proposal Tesis : Penerapan Metode Talaqqi Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Dan Memahami Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal Provinsi Jambi.

A. PEDOMAN WAWANCARA 1. Pimpinan pondok pesantren 1. Bagaimana proses penerapan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? 2. Bagaimana mengidenfikasi pelaksanaan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning tersebut? 3. Bagaimana memonitor pelaksaan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning tersebut? 4. Bagaiman ketersediyaan sarana dan prasarana sebagai pendukung pelaksanaan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning tersebut? 5. Bagaimana pengaturan jadwal pelaksanaan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning tersebut? 6. Apa saja kendala bagi santri dalam penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? 7. Mengapa ada kendala tersebut? 8. Bagaimana upaya yang dilakukan sebagai pimpinan Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal dalam mengatasi kendala pada penerapan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning?

2. GURU PENGAJAR KITAB KUNING a) Metode apa yang digunakan pada proses penerapan pembelajaran dalam meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? b) Apa kelebihan metode Talaqqi dalam meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? c) Bagaimana proses penerapan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? d) Bagaimana merencanakan aktivitas pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? e) Bagaimana membimbing aktivitas pelaksanaan pembelajaran santri di pondok pesantren al-baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? f) Langkah apa yang dilakukan sebagai guru untuk mengukur kemampuan siswa dalam menerapkan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? g) Bagaimana memberikan bimbingan dan arahan serta pelatihan kepada santri dalam mengembangkan metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? h) Bagaiman mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? i) Bagaiman ketersediyaan sarana dan prasarana sebagai pendukung pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? j) Apa saja yang menjadikan kendala dalam pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal?

3. PARA SANTRI a) Apakah dengan diterapkan model talaqqi dalam pembelajaran kitab kuning menyenangkan bagi anda? b) Apa kelebihan model talaqqi dalam pembelajaran kitab kuning menurut anda? c) Upaya apa saja yang dilakukan pihak pesantren dalam proses penerapan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? d) Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh pihak pesantren dalam mengevaluasi pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal?

B. Pedoman observasi 1. Perencanaan aktivitas proses penerapan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. 2. Pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. 3. Sikap disiplin siswa dalam mengembangkan pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. 4. Etika dan akhlak santri dalam pembelajaran metode Talaqqi untuk meningkatkan keterampilan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. 5. Bimbingan dan arahan serta pelatihan kepada santri dalam mengembangkan kemampuan membaca dan memahami kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? 6. Mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran metode Talaqqi untuk mengembangkan kemampuan membaca kitab kuning pada santri di pondok pesantren al-baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal. 7. Ketersediyaan sarana dan prasarana sebagai pendukung pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal? 8. Pengaturan jadwal pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal?

C. Pedoman dukumentasi 1. Sejarah pondok pesantren al-baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. 2. Letak geografis Pondok Pesantren al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. 3. Struktur organisasi Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. 4. Keadaan guru, tenaga administrasi dan santri Pondok Pesantren Al-Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. 5. Keadaan sarana dan prasarana Pondok Pesantren Al- Baqiyatush Shalihat Kuala Tungkal Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.

CURRICULUM VITAE

Informasi diri Nur Halimah dilahirkan di BRAM ITAM KANAN, pada tanggal 16 Oktober 1994. Putri pertama dari Bapak Efendi dan Ibu Nuriyah. Memiliki satu orang adik kandung yaitu M. Rasid Sidik. Riwayat Pendidikan Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam dari Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi pada tahun 2017, ijazah Madrasah Aliyah (MA) diperolehnya pada tahun 2012, ijazah Madrasah Tsanawiyah (MTS) diperolehnya pada tahun 2009, dan memperoleh ijazah Sekolah Dasar pada tahun 2006.

Pengalaman Organisasi Pengalaman Organisasi, yaitu sebagai anggota devisi agama Lembaga Dakwah Kampus (LDK) periode tahun 2015-2016.