Domestic Case Study 2018 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo

Pesona Candi Cetho sebagai Salah Satu daya Tarik Wisata di Karanganyar jawa Tengah

Tri Joko Setyanto 1702813

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Abstract : Makalah ini merupakan hasil laporan Domestic Case Study untuk syarat publikasi ilmiah di Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta dengan Judul Pesona Candi Cetho sebagai Salah Satu daya Tarik Wisata di Karanganyar jawa Tengah.

1. Pendahuluan Domestic Case Study (DCS) adalah program wajib yang harus diikuti oleh mahasiswa Semester VIII Program Studi Hospitality Sekolah Tingi Pariwisata Ambarrukmo (STiPRAM). Adapun tujuan dari DCS adalah agar mahasiswa mampu menganalisa kondisi pariwisata dalam negeri yang ada pada saat ini [1]. Pada tanggal 12 - 14 januari 2018 penulis mengikuti kegiatan Jambore Nasional yang diadakan di Bumi Perkemahan Karang Pramuka Kaliurang, Kabupaten Sleman dengan tema “Seminar Alam.” Jambore Nasional tersebut diikuti sekitar 350 mahasiswa pariwisata yang berasal dari Yogyakarta, Bali, Bandung dan Semarang. Adapun pembicara pada acara Jambore Nasional tersebut antara lain [2] : 1. Prof Dr. M Baiquni, M.A. (Guru Besar Geografi Regional UGM) dengan materi Community Based Tourism. 2. Prof Azril Azahari, P.Hd. (Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Pariwisata ) dengan materi Responsible Tourism. 3. AKBP Sinungwati, SH, M.IP (Kasubdit Bintibluh Ditbinmas Polda DIY) dengan materi Tourism Security. Penulis mengambil judul “Pesona Candi Cetho Sebagai Salah Satu Daya Tarik Wisata Di Karanganyar Jawa Tengah” karena potensi Candi Cetho sangat besar dan harus tetap terjaga sehingga perlu diterapkan responsible tourism. Responsible tourism atau pariwisata bertanggung jawab adalah pendekatan pengelolaan pariwisata yang meminimalisir dampak lingkungan dari kegiatan pariwisata [7]. Tanggung jawab memelihara lingkungan bukan hanya terbatas pada pemerintah, para penyelenggara atau pengelola tempat liburan itu saja, tetapi juga masyarakat setempat dan wisatawan [8]. Dengan responsible tourism diharapkan kegiatan pariwisata akan bertahan terus (suistainable) bagi masyarakat. Penulis berharap dengan adanya jurnal ilmiah ini, masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke Candi Cetho juga mengetahui arti pentingnya responsible tourism.

2. Pembahasan

A. Gambaran Umum Indonesia banyak menyimpan peninggalan sejarah tentang agama Hindu, salah satunya adalah candi [3]. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), candi adalah bangunan kuno yang dibuat dari batu (sebagai tempat pemujaan, penyimpanan abu jenazah raja-raja, pendeta-

1 pendeta Hindu atau Buddha pada zaman dulu). Candi-candi tersebut tersebar di Pulau Jawa dan dibangun pada zaman Kerajaan Mataram, Kediri, Majapahit dan Singosari [5]. Pembangunan candi hindu pada umumnya ditujukan untuk beribadah, upacara ritual dan pemujaan terhadap dewa karena pada zaman tersebut agama yang dianut mayoritas adalah agama hindu. Candi Hindu tersebut semuanya memiliki dasar kesamaan arsitektur, yakni adanya tiga dewa, Dewa Brahma (Pencipta) Dewa Wisnu (Pemelihara) dan Dewa Siwa (Pelebur) [4,6]. Salah satu contoh candi Hindu di Indonesia adalah Candi Cetho. Candi ini terletak di ketinggian 1.497 meter di atas permukaan laut (mdpl), tepatnya di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Kabupaten Karanganyar berada di Provinsi Jawa Tengah bagian selatan dan merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Jawa Timur sehingga dapat dikatakan sebagai lokasi yang strategis. Kabupaten Karanganyar terletak sekitar 14 km dari sebelah timur Kota Surakarta. Luas wilayah Kabupaten Karanganyar secara keseluruhan mencapai 77.378,64 Ha yang terbagi menjadi 17 Kecamatan dan 177 desa/kelurahan. Secara administratif, batas wilayah Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Sragen. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ngawi. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Sukoharjo. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan Kota Surakarta. B. Potensi Pariwisata Kabupaten Karanganyar terletak di lereng Gunung Lawu dan rata–rata wilayahnya berada pada ketinggian 511 mdpl. Nama Karanganyar berasal dari pedukuhan yang berada di Kabupaten Karanganyar yang diberikan oleh Raden Mas Said / Mangkunegaran I (pendiri Praja Mangkunegaran, sebuah kadipaten agung di Jawa bagian selatan) karena di tempat tersebut beliau menemukan kemantapan akan perjanjian baru (jawa: anyar) untuk menjadi penguasa. Wilayah terendah Kabupaten Karanganyar berada di Kecamatan Kebakkramat pada ketinggian 80 mdpl dan wilayah tertinggi berada di Kecamatan Tawangmangu pada ketinggian 2.000 mdpl. Secara geologi Kabupaten Karanganyar terdiri atas wilayah dataran tinggi dan dataran rendah dengan pemandangan alam yang indah. Dengan kondisi alamnya yang sangat beragam, Kabupatem Karanganyar sangat cocok untuk wisata alam minat khusus seperti outbound, arung jeram, tracking, hiking, terbang layang dan banyak lainnya. Lokasinya yang berdekatan dengan kerajaan Mataram Islam di Surakarta dan Yogyakarta dan juga dipercaya sebagai tempat tinggal Raja Majapahit terakhir, Brawijaya V, Kabupatem Karanganyar juga mempunyai banyak obyek wisata sejarah dan ziarah. Kebanyakan obyek wisata itu sudah berumur ratusan tahun, bahkan ada situs-situs purba dan prasejarah yang diperkirkan telah berumur ribuan tahun. Dengan semua potensi yang dimilikinya, Kabupaten Karanganyar menjadi salah satu tujuan wisata unggulan di Provinsi Jawa Tengah. Salah satu wisata sejarah yang ada di Kabupaten Karanganyar adalah Candi Cetho. Candi ini terletak di Lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1.497 mdpl, tepatnya di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Nama Candi Cetho diambil dari nama dusun tempat candi ini dibangun yakni Dusun Cetho. Dalam bahasa Jawa, cetho memiliki arti jelas. Dinamakan cetho karena dari Dusun Cetho, kita bisa dengan jelas melihat pemandangan pegunungan di sekitar dusun. Pegunungan tersebut antara lain Gunung Merbabu, Gunung Lawu dan Gunung Merapi ditambah puncak Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Selain pemandangan pegunungan, dari Dusun Cetho kita juga bisa melihat dengan jelas pemandangan Kota Surakarta dan Kota Karanganyar di bawahnya. Candi Cetho dibangun pada tahun 1397 Saka (1475 Masehi) atau pada zaman Kerajaan Majapahit, hal tersebut terlihat dari pahatan prasasti yang ditemukan pada dinding gapura tingkat tujuh. Prasasti tersebut bertuliskan “Pelling padamel irikang buku tirtasunya hawakira ya hilang saka kalanya wiku goh anaut iku 1397 saka” yang ditafsirkan sebagai peringatan pendirian tempat peruwatan atau tempat untuk membebaskan diri dari kutukan pada tahun 1397 saka. Keterangan tersebut sekaligus memberikan penjelasan tentang fungsi dibangunnya candi.

2 Keberadaan Candi Cetho pertama kali diungkapkan oleh sejarawan Belanda bernama Van der Vlies pada tahun 1842. Hasil penelitian selanjutnya dilakukan oleh W.F Stutterheim, K.C Crucq, A.J Bernet Kempers, NJ Krom dan Riboet Darmosoetopo. Pada saat ditemukan, Candi Cetho hanya berupa reruntuhan batu dengan 14 teras/punden berundak, bentuknya memanjang dari barat ke timur. Setelah penemuan pertama dan penelitian dari para ahli, di tahun 1928 Candi Cetho kembali digali. Dari penggalian ini, diketahui bahwa Candi Cetho ini dibangun di masa akhir Majapahit yakni di sekitar abad ke-15. Candi Cetho dibangun dengan material batu andesit dengan memakai relief yang sederhana, tidak seperti Candi Hindu lain yang memiliki relief yang cukup kompleks. Candi Cetho memiliki arsitektur yang mirip dengan candi Suku Maya di Meksiko dan Suku Inca di Peru. Patung yang terdapat di candi ini pun apabila dilihat tidak mirip dengan orang Jawa melainkan lebih mirip dengan orang Sumeria atau Romawi. Keunikan arsitektur ini membuat perdebatan diantara para ahli sejarah tentang tahun dibuatnya Candi Cetho. Melihat arsitekturnya, bisa jadi Candi Cetho telah dibuat jauh sebelum masa Kerajaan Majapahit. Bahan andesit yang digunakan di Candi Cetho berbeda dengan candi Hindu di masa kerajaan Majapahit yang pada saat itu dibangun menggunakan bata merah. Sementara itu, relief yang ada di candi di zaman Kerajaan Majapahit juga lebih kompleks dan detail, berbeda dengan relief yang ditemukan di Candi Cetho yang cenderung lebih sederhana dan sangat mudah dikenali. Pada akhir tahun 1970 dilakukan pemugaran oleh Sudjono Humardani, asisten pribadi Presiden . Pemugaran tersebut mengubah banyak struktur asli candi, meskipun pemugaran hanya dilakukan pada sembilan teras saja dan konsep punden berundak tetap dipertahankan. Pemugaran ini banyak dikritik oleh pakar arkeologi mengingat pemugaran situs purbakala tidak dapat dilakukan tanpa studi yang mendalam. Beberapa objek baru hasil pemugaran yang dianggap tidak original adalah gapura di bagian depan komplek candi, bangunan-bangunan dari kayu tempat pertapaan, patung-patung dan bangunan kubus pada bagian puncak punden. Pada tahun 1982 Dinas Purbakala (sekarang Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala) melakukan penelitian dalam rangka rekonstruksi. Pada awalnya Candi Cetho memiliki 14 buah teras berundak, namun hanya tersisa 13 teras setelah penemuan kembalinya. Bahkan kini setelah pemugaran hanya tersisa 9 teras. Deskripsi arsitektur teras Candi Cetho adalah sebagai berikut : a. Teras 1 Candi Cetho Teras 1 Candi Cetho merupakan sebuah halaman dan gapura yang cukup besar dengan bentuk seperti (dua bangunan serupa dan sebangun tetapi merupakan simetri cermin yang membatasi sisi kiri dan kanan pintu masuk). Di teras 1 terdapat 2 arca penjaga yang disebut Nyai Gemang Arun dan bangunan setinggi 2 meter seperti pendopo tanpa dinding di bagian selatan teras. Di bagian atas pendopo terdapat alas batu yang sering digunakan untuk meletakkan sesaji. b. Teras 2 Candi Cetho Sebelum mencapai teras 2, terdapat gapura dan tangga yang terbuat dari batu. Tepat disamping tangga terdapat dua arca yang disebut Nyai Agni. Seperti halnya teras 1, teras 2 juga memiliki bentuk seperti halaman. Bedanya di bagian belakang teras 2 terdapat hamparan batuan yang disusun membentuk gambar burung garuda yang sedang membetangkan sayapnya. Dalam agama Hindu, burung garuda merupakan kendaraan Dewa Wisnu yang juga melambangkan dunia atas. Di ujung kedua sayap dan kepala garuda terbentuk sinar matahari. Di bagian punggungnya, terdapat batu yang disusun dengan bentuk kura-kura. Kura-kura ini melambangkan titisan Dewa Wisnu yang merepresentasikan penciptaan alam semesta. Di depan batu kura-kura terdapat phallus (alat kelamin laki laki) sepanjang 2 meter sebagai simbol penciptaan manusia. Karena gambar tersebut, Candi Cetho sering disebut dengan Candi Lanang atau Candi Laki-laki. Di dalam relief candi juga terdapat bentuk hewan lainnya seperti ketam, mimi dan katak. Lambang-lambang ini kemungkinan merupakan sengkala angka di tahun Saka 1373 atau tahun 1451 Masehi.

3 c. Teras 3 Candi Cetho Teras 3 Candi Cetho berbentuk seperti halaman yang disertai dengan bangunan tanpa dinding sejenis pendopo. Di dalam pendopo terdapat meja batu yang digunakan sebagai sesaji. Di meja batu ini terdapat relief orang dan binatang yang cukup sederhana. Selain pendopo terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Cetho. d. Teras 4 Candi Cetho Di teras 4 terdapat susunan tangga yang kemungkinan besar merupakan hasil pemugaran candi sehingga bentuknya sangat rapih apabila dibandingkan dengan bangunan lain di Candi Cetho. e. Teras 5 & 6 Candi Cetho Di teras 5 Candi Cetho terdapat dua buah Arca Bima yang berfungsi sebagai penjaga pintu masuk. Sama seperti teras lainnya, teras 5 ini merupakan halaman yang memilki dua buah bangunan serupa pendopo yang dibangun tanpa dinding. Sementara di teras 6, terdapat bangunan berupa halaman kecil. f. Teras 7 Candi Cetho Di depan teras 7 Candi Cetho terdapat sebuah gapura dengan dua arca, yakni Ganesha dan Kalacakra. Di teras 7 Candi Cetho ini juga terdapat 2 buah bangunan serupa pendopo dengan tanpa dinding. g. Teras 8 Candi Cetho Di teras 8 Candi Cetho terdapat tangga yang diapit oleh dua buah arca dengan relief. Relief yang tertulis dalam arca ini adalah tulisan jawa berupa angka tahun pembangunan candi. Dari sinilah diketahui umur dari Candi Cetho ini. Di teras 8 ini juga terdapat jajaran batu pada dua dataran bersebelahan yang memuat relief cuplikan kisah Sudamala, kisah yang populer di kalangan masyarakat Jawa sebagai dasar upacara ruwatan. h. Teras 9 Candi Cetho Di teras 9 Candi Cetho terdapat dua buah bangunan yang dipakai sebagai sarana penyimpanan benda-benda kuno. Di depan kedua bangunan tersebut terdapat Arca Sabdapalon di sisi kiri bangunan dan Arca Nayagenggong di sisi kanan bangunan. Kedua arca dalam bangunan ini merupakan tokoh Punakawan yang ada di cerita pewayangan. i. Teras 10 Candi Cetho Di teras 10 Candi Cetho terdapat 6 bangunan dengan susunan tiga bangunan di kanan dan tiga bangunan di kiri yang saling berhadapan. Di sebelah kiri bangunan terdapat Arca Prabu Brawijaya, sementara di sebelah kanan bangunan terdapat Arca Kalacakra. Bangunan sisi kanan yang paling ujung digunakan sebagai sarana penyimpanan pusaka Empu Supa. Empu Supa adalah seorang pembuat pusaka yang cukup terkenal pada masa itu. j. Teras 11 Candi Cetho Di teras 11 Candi Cetho terdapat dinding batu setinggi 1,6 meter yang menyekat teras. Di teras 11 juga terdapat satu bangunan utama berupa ruangan tanpa atap dengan dinding batu. Bangunan ini memiliki tinggi sekitar 2 meter dan luas luas sekitar 5 meter². Teras paling atas ini merupakan tempat ibadah umat Hindu. Dengan alasan untuk menyemarakkan gairah keberagamaan di sekitar candi, Bupati Karanganyar periode 2003-2008 (Rina Iriani) menempatkan arca Dewi Saraswati di timur kompleks candi. Selain Candi Cetho, terdapat daya tarik lain yaitu Sendang Saraswati, Candi Kethek dan Air Terjun Serendeng. C. Fasilitas Pariwisata Kabupaten Karanganyar saat ini mengembangkan pariwisata sebagai sektor unggulan yang disusun berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP) Kabupaten Karanganyar. Pada RIPP tersebut Pemerintah Kabupaten Karanganyar membagi pembangunan pariwisata menjadi empat zona pembangunan, yaitu zona A, zona B, zona C dan zona D. Kawasan Wisata Candi Cetho yang berada di Kecamatan Jenawi masuk dalam zona D. Kawasan wisata zona D merupakan kawasan wisata alam, sejarah dan ziarah yang berpotensi sebagai salah satu daya tarik wisata di Kabupaten Karanganyar.

4 5 Untuk mendukung pengembangan Kawasan Wisata Candi Cetho sebagai salah satu destinasi pariwisata di Kabupaten Karanganyar, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar melalui Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga bersama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah terus melengkapi Kawasan Wisata Candi Cetho dengan fasilitas pariwisata. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025, “fasilitas pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke Destinasi Pariwisata” [9,10] Adapun fasilitas pariwisata yang ada di Kawasan Wisata Candi Cetho antara lain: 1. Fasilitas Akomodasi Sejumlah investor sudah menyatakan minatnya membangun fasilitas penginapan mewah di sekitar Kawasan Wisata Candi Cetho yang menyatu dengan perkebunan teh Kemuning, namun Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar melarang pembangunan hotel, resort maupun villa di sekitar Kawasan Wisata Candi Cetho. Larangan pembangunan hotel, resort dan villa tersebut dikarenakan bangunan mewah tersebut akan mengganggu kelestarian kawasan situs cagar budaya itu. Kalau pun ada penginapan di sekitar Candi Cetho, wujudnya harus homestay, pondok wisata atau losmen dengan corak tradisional. Saat ini terdapat beberapa penginapan di sekitar Kawasan Wisata Candi Cetho, antara lain: 1. Sukuh Cottage 2. Bali Sukuh Abadi 3. Losmen Wukirsari 4. Sukuh Bumi Dewata 5. Pondok Kusuma Ryu 6. Pondok Wisata Lestari 7. Pondok Wisata Sri Widodo 8. Pondok Wisata Ceto Indah 9. Pondok Wisata Adem Ayem 10. Pondok Wisata Kusuma Ayu 11. Samara Homestay Tawangmangu Harga penginapan di sekitar Kawasan Wisata Candi Cetho berkisar antara Rp.200.000 s.d. Rp.300.000. 2. Fasilitas Makan dan Minum Pengunjung yang datang ke Kawasan Wisata Candi Cetho tidak perlu kawatir untuk mendapatkan makanan dan minuman karena di destinasi wisata ini terdapat beberapa warung makan yang berada di samping kiri kompleks candi. Bagi pengunjung yang ingin menikmati kuliner sambil melihat hamparan kebun teh Kemuning, bisa berkunjung ke resto yang berada di bawah Kawasan Wisata Candi Cetho. Beberapa tempat makan di sekitar Kawasan Wisata Candi Cetho antara lain : 1. Dono Resto 2. Bali Ndeso Resto 3. Resto Kemuning Indah 4. Rumah Makan Mbak Ning 5. Rumah Makan Nova Resto 6. Rumah Makan Bale Branti 7. Omah Kodok Teh dan Resto 3. Fasilitas Informasi dan Pelayanan Pariwisata Kawasan Wisata Candi Cetho sebagai wisata budaya dilengkapi dengan fasilitas informasi dan pelayanan pariwisata yang letaknya tidak jauh dari pintu masuk candi. Pengunjung bisa mendapatkan informasi tentang sejarah dan seluk beluk Candi Cetho di tempat tersebut.

6 7 4. Polisi Pariwisata dan Satuan Tugas Wisata Saat ini Candi Cetho masih digunakan sebagai tempat ibadah, sehingga saat berkunjung kesini diwajibkan memakai kain kampuh, yakni kain hitam putih yang diikatkan di pinggang seperti sarung. Untuk menjaga dan menciptakan suasana tetap kondusif, Kawasan Wisata Candi Cetho dijaga oleh beberapa Polisi Pariwisata, petugas keamanan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah dan Persatuan Pemuda Hindu (Peradah) Jenawi. 5. Toko Oleh-oleh Pengunjung Kawasan Wisata Candi Cetho yang ingin membeli oleh-oleh khas Lereng Gunung Lawu yaitu teh hitam dan teh hijau bisa mengunjungi toko oleh-oleh yang berada di dengan warung makan. 6. Penunjuk Arah/Papan Informasi Wisata (Tourism Sign and Posting) Untuk menuju lokasi Kawasan Wisata Candi Cetho tidaklah sulit karena sudah terdapat penunjuk arah atau papan informasi wisata. Candi Cetho bisa dicapai dengan kendaraan umum maupun kendaraan pribadi. Penulis lebih menyarankan untuk menggunakan kendaraan pribadi, karena selain jaraknya yang lumayan jauh, kondisi jalannya juga menanjak dan berkelok-kelok. Menggunakan kendaraan pribadi bisa lebih murah daripada menggunakan kendaraan umum. Rute untuk menuju Candi Cetho dari Kota Solo adalah : 1. Kendaraan Umum  Naik bus dari Terminal Tirtonadi Solo jurusan Solo – Tawang Mangu, lalu turun di Terminal Karang Pandan.  Dari terminal Karang Pandan naik bus kecil jurusan Kemuning dan turun di Pertigaan Nglorog.  Dari pertigaan Nglorog dilanjutkan naik ojek sekitar 12 km menanjak ke Candi Cetho.  Perjalanan ke Candi Cetho dengan menggunakan kendaraan umum ditempuh selama 2 - 3 jam perjalanan. 2. Kendaraan Pribadi Dari pusat Kota Solo arahkan kendaraan menuju Kabupaten Karanganyar dan ikuti papan petunjuk yang ada. Di pertigaan jalan tepat sebelum Grojogan Sewu terdapat papan arah menuju ke Candi Cetho, ikuti petunjuk yang ada sampai menuju ke Candi Cetho. Perjalanan ke Candi Cetho dengan menggunakan kendaraan pribadi ditempuh selama 1,5 - 2 jam perjalanan. 7. Pintu Gerbang Utama (Main Gate) Sebuah Gapura Selamat Datang menjadi Pintu Gerbang Utama (Main Gate). Terdapat dua buah pintu gerbang sebagai pertanda memasuki Kawasan Wisata Candi Cetho. 8. Pintu Masuk dan Pintu Keluar (Entry & Exit Gate) Pintu Masuk dan Keluar (Entry & Exit Gate) Kawasan Wisata Candi Cetho hanya berupa loket retribusi tiket masuk, belum ada pintu khusus. 9. Klinik/P3K/Fasilitas Kesehatan Kawasan Wisata Candi Cetho belum dilengkapi klinik kesehatan secara khusus. Klinik kesehatan terletak 7 kilometer dari Kawasan Wisata Candi Cetho berupa Puskesmas di Ngargoyoso. 10. Tempat Ibadah Kawasan Wisata Candi Cetho merupakan tempat ibadah umat Hindu, sehingga tidak ada masjid/mushola di kawasan tersebut. Masjid berada di perkampungan di bawah Kawasan Wisata Candi Cetho. D. Harga Tiket Masuk  Pengunjung lokal Rp. 7.000  Wisatawan asing (mancanegara) Rp. 25.000  Parkir motor: Rp 2.000  Parkir mobil: Rp 5.000

8 E. Aktivitas Yang Bisa Dilakukan a. Wisata Budaya, Sejarah dan Religi Candi Cetho saat ini masih digunakan sebagai tempat sembahyang para umat Hindu Jawa. Saat berkunjung ke Candi wisatawan bisa melihat aktivtas keagamaan dan kisah- kisah leluhur nusantara yang tergambar pada patung berperawakan Sumeria di komplek Candi. Jika ingin mendapatkan kisah menarik seputar Candi Cetho, wisatawan bisa bertanya langsung kepada penggelola candi. b. Menikmati Sunset Wisatawan yang sekaligus “penikmat senja” wajib menikmati sunset dari atas Kawasan Wisata Candi Cetho. Sinar mentari yang turun menyelip dari celah gerbang Candi Cetho menjadikan pemandangan yang indah. c. Hunting Foto Bagi pecinta fotografi, keindahan Candi Cetho dan indahnya panorama perbukitan Lereng Gunung Lawu sayang jika tidak diabadikan dengan foto. Berfoto dengan latar belakang hamparan kebun teh juga akan menjadi momen dan pengalaman tersendiri. d. Memetik Pucuk Teh Komplek Kawasan Candi Cetho berada di sekitar perkebunan teh Lereng Gunung Lawu. Setelah puas menikmati kisah-kisah menarik dari relief candi, wisatawan bisa berbaur bersama para petani perkebunan teh Ngargoyoso. Kamu juga bisa merasakan teh Kemuning di Rumah Teh Ndoro Dongker, menikmati sejuknya udara perkebunan sambil menyeruput hangatnya teh. F. Paket Wisata Terdapat beberapa paket wisata yang dijual oleh tour & travel agent, antara lain : 1. Paket Tour Solo 1 Harga Rp.600.000,- Obyek wisata yang dikunjungi antara lain Keraton Solo, Candi Cheto, Pasar Klewer, Oleh-oleh Solo 2. Paket Lawu 2 Harga Rp. 450.000,- s.d. Rp. 700.000,- tergantung mobil yang dipakai. Obyek wisata yang dikunjungi antara lain Candi Cetho, Candi Sukuh, Air Terjun Jumok, Kebun The. 3. Paket Wisata Jogja Solo 1 Hari/Klasik 2 Harga Rp. 235.000,- Obyek wisata yang dikunjungi antara lain Tawang Mangu, Candi Sukuh, Candi Cetho 4. Paket Wisata Klasik 1 2D1N Harga Rp. 675.000,- Obyek wisata yang dikunjungi : Hari 1 : Kraton Mangkunegaran, pasar antik Dwi Windu, Museum Sangiran Hari 2 : Candi Sukuh, Candi Cetho, Tawang Mangu.

3. Penutup

A. Simpulan Kabupaten Karanganyar kaya akan destinasi wisata, baik wisata alam maupun wisata budaya. Salah satu contoh destinasi wisata budaya yang ada di Kabupaten Karanganyar adalah Candi Cetho. Candi yang dibangun pada tahun 1475 M ini terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar.

9 B. Saran Untuk mengembangkan Kawasan Wisata Candi Cetho, Pemerintah Kabupaten Karanganyar menyusun Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP). Selain itu Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar melalui Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga bersama dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah melengkapi Kawasan Wisata Candi Cetho dengan berbagai fasilitas pariwisata.

References

[1]. Data Domestic Case Study, 9 September 2017 di Karanganyar, Jawa Tengah [2]. Data Seminar Jambore Nasional, 12 - 14 Januari 2017 di Kaliurang, Kabupaten Sleman, DIY [3]. Sugiarto, E., & Arch, M. (2014). KAJIAN DAYA TARIK DAN POTENSI DAYA TARIK CANDI SELOGRIYO DAN KAWASANNYA (Doctoral dissertation, [Yogyakarta]: Universitas Gadjah Mada). [4]. Nugraha, B. S., & Putri, L. P. (2016). Analisis Dampak Lingkungan Dalam Kebijakan Perlindungan Situs Menuju Pengembangan Pariwisata yang Berkelanjutan. Jurnal Kepariwisataan, 10(2), 7-14. [5]. Sigarete, B. G., & Ahmad, H. (2017). Candi Ijo Dalam Perspektif Wisatawan Mancanegara. Jurnal Inovasi Bisnis (Inovbiz), 5(1), 59-66. [6]. Atiqah, A. N., & Slindri, Y. A. (2018). Prinsip Kesantunan Berbahasa antara Pemandu Wisata dan Wisatawan Jepang di Candi . Jurnal Kepariwisataan, 12(1), 65-78. [7]. Prakoso, A. A. (2016). Dampak Multiganda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPPARDA) terhadap Kepariwisataan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Kepariwisataan, 10(1), 1-26. [8]. Isdarmanto, I. (2016). Analysis Strategy of Tourism Development at Kalibiru, Kulon Progo as A Leading Tourist Attracction in Yogyakarta Special Region. Jurnal Kepariwisataan, 10(3), 1-12. [9]. Wibisono, H. K. (2013). PARIWISATA DALAM PERSPEKTIF ILMU FILSAFAT (Sumbangannya bagi Pengembangan Ilmu Pariwisata di Indonesia) (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). [10]. Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2014). Strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam menghadapi globalisasi pariwisata: Kasus Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA Kota Yogyakarta, 4, 3-11.

10 LAMPIRAN

Penunjuk Arah/Papan Informasi Wisata

Gerbang Masuk Kawasan Wisata Candi Cetho

Pemandangan Candi Cetho dari teras tertinggi

11 Pintu masuk Candi Cetho

Halaman Candi Cetho

Foto siluet di Candi Cetho

12