POLA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI CUKANG TANEUH
DESA KERTAYASA KECAMATAN CIJULANG KABUPATEN
PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT
PROYEK AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menempuh studi pada
Program Diploma IV
Oleh :
SISKA SRI PEBRIANTI
Nomor Induk : 201117344
JURUSAN KEPARIWISATAAN
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN DESTINASI PARIWISATA
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA
BANDUNG
2016
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Bandung, Bandung,
Pembimbing II Pembimbing I
Tatan Suhendar, S.Sos., MAP Drs. Asep Rosadi
NIP. 19620912 198903 1 004 NIP. 19630717 199903 1 001
Bandung,
Menyetujui :
Kepala Bagian Administrasi Akademik
dan Kemahasiswaan
Drs. Alexander Reyaan, MM.
NIP. 19630915 198603 1 001
Bandung,
Mengesahkan,
Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung
Drs. Anang Sutono, MM. Par., CHE
NIP. 19650911 199203 1 001
PERNYATAAN MAHASISWA
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Siska Sri Pebrianti
Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 22 Februari1993
N.I.M. : 201117344
Jurusan : Kepariwisataan
Program Studi : Manajemen Destinasi Pariwisata
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Proyek Akhir yang berjudul :
“Pola Pemberdayaan Masyarakat di Cukang Taneuh Desa Kertayasa
Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat”
ini adalah merupakan hasil karya dan hasil penelitian saya sendiri, bukan
merupakan hasil penjiplakan, pengutipan, penyusunan oleh orang atau
pihak lain atau cara-cara lain yang tidak sesuai dengan ketentuan
akademik yang berlaku di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung dan etika
yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali arahan dari Tim
Pembimbing. 2. Dalam Proyek Akhir ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah
ditulis atau dipublikasikan orang atau pihak lain kecuali secara tertulis
dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan
sumber, nama pengarang, dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
3. Surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, apabila dalam
naskah Proyek Akhir ini ditemukan adanya pelanggaran atas apa yang
saya nyatakan di atas, atau pelanggaran atas etika keilmuan, dan/atau ada
klaim terhadap keaslian naskah ini, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis
ini dan sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Sekolah
Tinggi Pariwisata Bandung ini serta peraturan-peraturan terkait lainnya.
4. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bandung, ...... 2016
Yang membuat pernyataan,
Siska Sri Pebrianti
NIM. 201117344
ABSTRAK
Melihat sektor pariwisata yang merupakan lintas sektor ini sudah memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi dengan melibatkan seluruh masyarakat lokal. Namun pada kasus yang sudah terjadi adanya kegiatan pemberdayaan masyarakat tetapi masyarakat merasa kurang diberdayakan.
Sebagai potret pemberdayaan masyarakat yang dinilai sudah memberdayakan masyarakat terdapat di Cukang Taneuh sebagai lokasi penelitian. Cukang
Taneuh yang terletak di Kabupaten Pangandaran merupakan salah satu contoh bagaimana masyarakat dapat terlibat secara nyata. Hal ini terkait dengan pemberdayaan masyarakat Cukang Taneuh yang memiliki tingkat partisipasi aktif (masyarakat ikut terlibat secara langsung) dengan peran-peran yang berbeda. Namun masih ditemukan permasalahan seperti pembagian manfaat yang belum optimal untuk setiap kelompok yang ada di Cukang Taneuh.
Tujuan dari penelitian ini melihat bagaimana proses pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan agar masyarakat berpartisipasi aktif.
Dilihat dari perspektif tersebut pendekatan yang digunakan yaitu empowerment dikemukakan oleh Isbandi (2007) keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat.
Dari pendekatan tersebut didapatkan karakteristik sukses empowerment menurut Goodwin dan Santili (2009) menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat yang sukses dapat dilihat dari segi manfaat yang didapatkan oleh masyarakat lokal.
Metode yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif dengan teknik penarikan sampel yaitu snowball sampling saat dilapangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberdayaan masyarakat di Cukang Taneuh sudah
terjadi, dilihat dari aspek karakteristik empowerment yang akan
menghasilkan contoh pemberdayaan masyarakat dibidang pariwisata untuk
daerah lainnya.
Kata Kunci: Pemberdayaan Masyarakat
ABSTRACT
Seeing the tourism sector which is a cross sector has an impact on economic growth by involving all the local communities. However, in cases that have occurred for community development activities but the community feel less of the empowered. As a portrait of society empowerment that is considered to be empowering the community located in Cukang Taneuh as a research location.
Cukang Taneuh located in Pangandaran district is one of example that people can get involved in practice. This is related to Cukang Taneuh community empowerment who’s active in participation (community involved directly) with different character. But still found a problems such as the partition of benefits that haven’t been optimized for every group in Cukang Taneuh . The purpose of this research to see how the community empowerment process that has been done so that community participate actively.
Viewed from the perspective of the approach that used is empowerment proposed by Isbandi (2007) community participation in the process of identifying the problem and the potential that exists in society . The approach characteristic of successful empowerment obtained by Goodwin and Santili
(2009 ) explains that a successful community empowerment can be seen in terms of the benefits obtained by local communities.
The method used descriptive qualitative with sampling techniques is snowball sampling at the field . The results showed that the empowerment of communities in Cukang Taneuh already occurred, seen from the characteristic aspects of empowerment that will produce examples of community
empowerment in tourism to other areas.
Keyword: Participation, Community Empowerment
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, puji syukur panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, karunianya, sehingga penulis dapat
menuntaskan Proyek Akhir dengan judul “Pola Pengembangan
Pemberdayaan Masyarakat di Cukang Taneuh Desa Kertayasa
Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran Jawa Barat”
Proyek Akhir ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan Proyek Akhir program Diploma IV Kepariwisataan, Jurusan
Manajemen Destinasi Pariwisata, Sekolah Tinggi Pariwisata
Bandung.Terselesaikannya Proyek Akhir ini, penulis sadari merupakan
bantuan dari banyak pihak, sehingga pantas bagi penulis untuk
menyampaikan ucapan terimakasi kepada:
1. Kedua orangtua tercinta dan kedua adik tersayang yang telah mencurahkan
doa, kasih sayang, nasihat, cinta dan dorongan moril materil serta semangat
yang tiada hentinya kepada penulis.
2. Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Bapak Drs. Anang Sutono
MM.Par., CHE.
3. Ibu Dr. Beta Budhisetyorini, M. Sc selaku Ketua Jurusan Kepariwisataan.
4. Ketua Program Studi Manajemen Destinasi Pariwisata (MDP) Bapak Sugeng
Hermanto, S.Sos, MM.Par
5. Bapak Drs. Asep Rosadi . selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu,
memberikan arahan dan masukan kepada penulis. 6. Bapak Tatan Suhendar S.Sos, MAP selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan kepada penulis
7. Seluruh dosen dan para staf jurusan kepariwisataan atas bantuan dan ilmu
yang telah diberikan selama perkuliahan.
8. Kang Baban, Kang Gunawan serta seluruh pengurus di Desa Kertayasa.
9. Keluarga di Pangandaran (Uwa dan A firman) dan para narasumber yang
telah membantu penulis pada saat melakukan penelitian dengan banyaknya
dukungan dan bantuannya.
10. Seluruh masyarakat Cukang Taneuh Desa Kertayasa yang telah membantu
baik secara langsung maupun tidak langsung.
11. Riata dan Merdiana yang telah membantu dalam penyusunan
12. Teman-teman yang telah membantu dan memberi motivasi dalam
penyusunan Proyek Akhir khususnya teman-teman MDP 2011.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunsan Proyek Akhir ini
membutuhkan kritik dan saran agar penulis dapat memperbaiki dalam hal
penulisan ataupun substansI
Bandung,...... 2016
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...... …………………………………………… i
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI ………....…………………..……………..………. v
DAFTAR GAMBAR ….…………………………….……………...……. vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………..….... viii
DAFTAR DIAGRAM……………………………………………..……... xi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………… x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan …………..……….. 1
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah …………..…..…… 5
C. Identifikasi Masalah …………………………………… 8
D. Tujuan Penelitian …….……………..………….…... 8
E. Metode Penelitian …………………………….…….. 9
F. Sistematika Penulisan ………………………………….. 15
G. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………….. 17
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Community Based Tourism ...... 18
B. Konsep Empowerment ...... 20
C. Konsep Karakteristik Sukses Empowerment ...... 22
BAB III TINJAUAN OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kepariwisataan Kabupaten Pangandaran
...... ………………….. 25 B. Gambaran Umum Objek Wisata Cukang Taneuh
Desa Kertayasa ...... 30
1. Profil Desa Kertayasa ...... 30
2. Gambaran Pariwisata Cukang Taneuh ...... ….. . 35
C. Partisipasi Keempat Desa dalam Pariwisata Cukang Taneuh
...... ……….. 41
D. Pemberdayaan Masyarakat Desa Kertayasa ...... 48
E. Manfaat yang Dirasakan Masyarakat ...... 56
BAB IV ANALISIS PERMASALAHAN
A. Analisi Partisipasi Empat Desa ...... …………... 61
B. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Desa Kertayasa
…………………...... 65
C. Analisis Manfaat yang dirasakan Masyarakat Lokal
………………………………………………………… 66
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan …………………………………………. 70
B. Rekomendasi …………………………………………. 73
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………. 81
LAMPIRAN …………………………………………………………. 83
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pola Pembagian Kerja...... ……………...... 6
Gambar 2 Komponen dalam Analisis Data...... …. 13
Gambar 3 Peta Kabupaten Pangandaran ...... 25
Gambar 4 Tourism Information Center & Kantor KOMPEPar ..... 38
Gambar 5 Aktivitas Wisatawan di Cukang Taneuh……………………40
Gambar 6 Dermaga Hasil dari BUMDes...... …………………… 45
Gambar 7 Pertemuan dengan Tokoh Masyarakat Desa …………... 48
Gambar 8 Kelompok Perahu di Cukang Taneuh ...... 52
Gambar 9 Kelompok Pedagang di Cukang Taneuh...... 53
Gambar 10 Gedung Serba Guna ...... 59
Gambar 11 Pemberdayaan Masyarkat melalui tenaga kerja...... 74
Gambar 12 Proses Pemberdayaan Masyarakat...... 75
Gambar 13 Partisipasi KOMPEPar...... 76
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Waktu Penelitian...... ……………...... 17
Tabel 2 Sarana dan Prasarana Desa Kerttayasa...... 31
Tabel 3 Jumlah Penduduk Desa Kertayasa...... 32
Tabel 4 Mata Pencaharian Desa Kertayasa 2014………………… 34
Tabel 5 Hasil Rekomendasi Pemberdayaan Masyarakat……….... 78
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 Objek Wisata Favorit Kab Pangandaran...... 29
Diagram 2 Tingkatan Pendidikan Desa Kertayasa………………… 33
Diagram 3 Keterlibatan Masyarakat...... ………………… 47
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara
Lampiran 2 Surat Pernyataan telah Melakukan Penelitian
Lampiran 3 Formulir Bimbingan
Lampiran 3 Biodata Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan sektor pariwisata Indonesia saat ini telah menjadi bagian
industri yang memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi dengan
menciptakan lapangan pekerjaan, mensejahterakan masyarakat melalui
kegiatan pariwisata dengan terlibatnya sektor-sektor lain yang terkait
(multiplier effect). Pada dasarnya pariwisata merupakan lintas wilayah, tidak
hanya melibatkan satu sektor saja tetapi melibatkan seluruh peran
stakeholder. Selain peran pemerintah dan investor, pelaku usaha pariwisata,
diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat lokal untuk pembangunan
pariwisata.
Secara umum definisi dari pariwisata berbasis masyarakat “where the
local community has substantial control over,and involvement in, its
development and management, and a major proportion of the benefits remain
within the community” (WWF dalam Goodwin et.al 2009:11) Bahwa salah
satu bentuk pariwisata yang dikelola oleh masyarakat dan memiliki kendali
lebih besar dan keterlibatan pengembangan pariwisata dan sebagian besar
manfaatnya dirasakan oleh masyarakat lokal.
Salah satu yang menunjukkan pentingnya pariwisata berbasis masyarakat
terlampir pada RPJP Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2025 Provinsi
Jawa Barat memiliki arahan pengembangan yang berkaitan dengan penelitian
ini yaitu pengembangan pariwisata berbasis masyarakat (Community Based
Development). Dengan demikian salah satu unsur penting dalam pemberdayaan masyarakat adalah partisipasi. Daldeniz & Hampton mengatakan bahwa tingkatan dari partisipasi masyarakat terdiri dari empat, dimana tingkat 4 tidak ada partisipasi. Pada tingkatan berikutnya (tingkat 3) partisipasi masyarakat masih bersifat manipulatif dan pasif. Pada tingkat II atau disebut dengan induced participation dimana partisipasi masyarakat masih bersifat top-down, namun sudah mulai adanya interaksi timbal balik, masyarakat belum dapat melakukan pengambilan keputusan. Tingkat I Spontaneous participation merupakan tingkat yang paling ideal digunakan ketika masyarakat sudah mampu terlibat secara aktif, garis koordinasi bersifat bottom-up, masyarakat sudah mampu untuk menentukan langkah, mengambil keputusan dan menentukan perencanaannya sendiri. (Daldeniz dalam
Pradono, 2014)
Adapun beberapa contoh dari kawasan dengan berbeda tingkatan khususnya di Jawa Barat seperti Kawasan Puncak Bogor seperti Desa
Megamendung yang memiliki program pemberdayaan masyarakat namun belum terlihat dengan baik dalam penerapannya namun bersifat manipulatif dan pasif (tingkat 3). Lalu, di Kawasan Citumang yang berada di Kabupaten
Pangandaran merupakan contoh partisipasi dimana telah adanya interaksi timbal balik namun masyarakat belum dapat melakukan pengambilan keputusan (tingkat 2)
Dari beberapa kasus tersebut merupakan pemberdayaan masyarakat yang sudah terjadi dalam pelaksanaannya tetapi belum terlihat adanya masyarakat yang sudah berdaya. Menurut Hardina, Middleton et.al (2007: 18) mengatakan bahwa:
“Empowerment: is a state in which a person is able to change his or her personal circumstances or the environmental factors that contribute to difficulties in obtaining adequate goods, services, status, or life opportunities
(Solomon, 1976). People become empowered when they gain confidence in their ability to take action on their own behalf or to influence social change.
(Hardina, 2007:18)
Dijelaskan bahwa , masyarakat yang sudah berdaya dilihat dari bagaimana masyarakat tersebut mengubah keadaan individu masyarakat dan lingkungan tersebut. Dalam konteks ini juga masyarakat berkontribusi langsung dalam mengatasi kesulitan untuk memperoleh manfaat yang mereka inginkan.
Masyarakat yang diberdayakan juga ketika mereka mendapatkan kepercayaan diri dalam kemampuan mereka untuk mengambil keputusan.
Sebagai potret dari karakteristik tersebut penulis mengambil Kawasan
Cukang Taneuh atau dikenal dengan Green Canyon. Cukang Taneuh merupakan salah satu kawasan yang kondisinya hampir mendekati karakteristik sukses pemberdayaan masyarakat yang dikawasan lain kondisi seperti ini jarang ditemui sehingga diperlukan kajian yang komprehensif dari
Cukang Taneuh ini untuk mengetahui proses-proses yang telah dilalui sampai dapat dikatakan Cukang Taneuh merupakan tingkat spontaneous participation ketika masyarakat sudah mampu terlibat aktif, bersifat bottom- up dan masyarakat sudah dapat mengambil keputusan dengan cara bermusyawarah. Cukang Taneuh yang terletak di Desa Kertayasa Kecamatan Cijulang
Kabupaten Pangandaran ini merupakan objek wisata unggulan karena keunikannya terletak di daya tarik dan aktivitas yang dilakukan oleh wisatawan. Menurut ketua KOMPEPar tahun 2015, bentuk dari keterlibatan masyarakat di Cukang Taneuh mulai dari usaha jasa perjalanan perahu pesiar, menjadi juru mudi ABK, berdagang serta aktivitas wisata adventure body rafting.
Kepengelolaan Cukang Taneuh tidak hanya dikelola oleh KOMPEPar
(Kelompok Penggerak Pariwisata), pengelolaan objek wisata dikelola juga oleh UPTD Budpar Cijulang. Lembaga lain yang ikut terlibat dalam kegiatan pariwisata ini yaitu Badan Usaha Milik Desa (BUM DES) yang hanya mengelola paket wisata body rafting Potensi yang ada telah dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat lokal hal ini menunjukkan adanya partisipasi masyarakat yang sangat aktif.
Cukang Taneuh yang dirasa menjadi salah satu contoh pemberdayaan mayarakat yang hampir memenuhi kriteria pemberdayaan masyarakat, tetapi masih ada hambatan atau masalah yang ditemui. Masalah-masalah yang ditemui seperti pengaturan pembagian manfaat yang dikuatkan oleh hasil wawancara dengan beberapa informan seperti manfaat kolektif ataupun manfaat bagi individu dan Ungkap Ketua Kompepar dibandingkan hari kemarin, pengunjung hari ini memang turun drastis. Kemarin ada 60 perahu yang kebagian penumpang. Tapi hari ini hanya 40 perahu yang mengangkut pengunjung ke Green Canyon.
(https://greencijulang.wordpress.com/category/green-canyon/) Dari kutipan tersebut, diasumsikan bahwa adanya dampak sosial seperti pembagian hasil
atau manfaat yang dirasakan yang kurang merata. Lalu, masyarakat luar desa
yang mendominasi dalam pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan data,
persentase keterlibatan masyarakat dari Desa Kertayasa hanya 30 % dimana
yang seharusnya masyarakat Desa Kertayasa lah yang mendominasi dalam
pariwisata di Cukang Taneuh, 40% masyarakat Desa Batukaras bentuk
keterlibatan langsung maupun tidak langsung, 10% Desa Cimerak dan 20%
Desa Cijulang.
Berangkat dari indikator permasalahan yang dipaparkan, kawasan ini
perlu adanya penelitian untuk mengetahui pola yang digunakan dan proses
hingga dapat mendekati tingkatan yang paling baik. Maka, penulis
mengambil judul “Pola Pemberdayaan Masyarakat di Cukang Taneuh
Desa Kertayasa Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran Jawa
Barat”
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Wilayah KOMPEPar Cukang Taneuh meliputi empat desa diantaranya Desa
Kertayasa, Desa Batukaras, Desa Cijulang dan Desa Cimerak. Keempat desa
tersebut memiliki peranan yang berbeda dalam mengelola Cukang Taneuh.
Berikut sekilas merupakan pola pembagian kerja dari setiap desa :
Gambar 1
Pola Pembagian Kerja
Desa Batukaras Desa Cijulang (Penyalur (Pelopor Modal) Pengemb
Desa Cimerak Desa
(SDM) Keratayas a (SDM)
Sumber : Data Olahan, 2015
Pada gambar diatas menjelaskan bahwa dari keempat desa yang mengelola memiliki bentuk keterlibatan yang berbeda. Desa Cijulang merupakan desa pelopor pengembangan kegiatan pariwisata di Cukang Taneuh. Kemudian,
Desa Batukaras yang memiliki peran sebagai penyalur modal terbesar dalam kegiatan pariwisata di Cukang Taneuh. Sedangkan, Desa Kertayasa yang merupakan wilayah administratif Cukang Taneuh memiliki peran sebagai sebagian besar masyarakat lokal menjadi pengurus KOMPEPar, dan masyarakat lokal Desa Kertayasa lebih dominan terlibat langsung dalam operasional kegiatan pariwisata Cukang Taneuh. Serta diikuti oleh Desa Cimerak berperan dalam operasional kegiatan pariwisata.
Berdasarkan pola pembagian kerja diatas terlihat proses keterlibatan masing-masing desa dalam pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pariwisata di Cukang Taneuh. Maka perumusan dari penelitian ini yaitu bagaimana proses yang telah terjadi pada pemberdayaan masyarakat sampai dimana tahapan yang diimplementasikan di Cukang Taneuh.
Proses tersebut dapat dilihat dari karakteristik pemberdayaan masyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Goodwin & Santili (2009;5) : a. benefits going to individuals or households in the community b. collective benefits – creation of assets which are used by the community as a
whole, roads, schools, clinics etc c. community benefits where there is a distribution of benefit to all households
in the community d. joint ventures with community and collective benefit, including an
anticipated transfer of management e. community owned and managed enterprises f. community enterprise within a broader co-operative
Dari poin-poin diatas dua point yang tidak disertakan dalam penelitian ini, karena adanya ketidak sesuaian pada penelitian ini seperti, community owned dan community enterprise.
C. Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini identifikasi atau analisis dalam bentuk pertanyaan yang
akan menjawab pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana partisipasi masyarakat terhadap kawasan pariwisata Cukang
Taneuh?
2. Sejauh mana masyarakat Desa Kertayasa memiliki peran dalam
pengelolaan pariwisata Cukang Taneuh?
3. Bagaimana manfaat yang dirasakan oleh masyarakat lokal dari keberadaan
Objek Wisata Cukang Taneuh?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Formal
Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menuntaskan mata kuliah di
semester akhir pada Program Diploma IV Program Studi (Prodi)
Manajemen Destinasi Pariwisata (MDP) Jurusan Kepariwisataan di
Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.
2. Tujuan Operasional
Tujuan operasional dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana proses pemberdayaan masyarakat di Kawasan Cukang Taneuh terjadi. Sebagai masukan dan pertimbangan bagi para
stakeholder sektor pariwisata di Cukang Taneuh.
E. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Abdurrahman
dan Muhidin 2001;85, penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui gambaran suatu variabel, baik satu variabel atau lebih,
tanpa membuat perbandingan atau menghubungkannya dengan variabel
yang lain. Adapun tujuan dari penggunaan metode ini yaitu untuk
menggambarkan secara tepat bagaimana keadaaan dari kondisi aktual yang
ada untuk menentukan suatu proses yang baik dari pemberdayaan
masyarakat di Kawasan Cukang Taneuh Desa Kertayasa.
2. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Adapun dalam penelitian ini teknik yang telah digunakan saat
penelitian,diantaranya observasi, wawancara mendalam dan studi
dokumentasi. Berikut uraian dari setiap teknik pengumpulan data:
1) Observasi
salah satu satu teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
objek yang diteliti dengan tujuan mengumpulkan data primer di
Cukang Taneuh. Dalam penelitian ini membutuhkan data kondisi aktual yang diperoleh menggunakan cara observasi atau pengamatan terhadap masyarakat-masyarakat yang terlibat secara langsung atau tidak langsung agar peneliti mengamati kegiatan pariwisata di Cukang
Taneuh dan kegiatan masyarakat yang ada di Desa Kertayasa.
2) Wawancara Mendalam
Teknik wawancara yang digunakan pada penelitian ini dengan dua
cara yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.
Keduanya yang menjadi pembeda yaitu dimana wawancara
terstruktur menggunakan instrumen yaitu pedoman wawancara
sedangkan untuk wawancara tidak terstruktur hanya menanyakan
hal-hal yang menjadi permasalahannya saja.
Dalam wawancara ini informan yang penulis temui diantaranya
informan pangkal sebagai informan pertama yang ditemui di
Cukang Taneuh yaitu Ketua KOMPEPar Cukang Taneuh (Bapak
Baban) beliau yang menjadi penerima aspirasi dari masyarakat
khususnya Desa Kertayasa. Alasan informan tersebut yang pertama
kali ditemui karena beliau yang mengetahui bagaimana dan harus
kepada siapa penulis melanjutkan pencarian data dengan metode
wawancara.
Pada saat di lapangan wawancara yang telah dilakukan tidak ada batas dalam jumlah informan, karena penulis ingin mendapatkan data secara detail dan penelitian kualitatif biasanya pencarian data sampai penulis telah merasakan titik jenuh (data yang diinginkan sudah didapat).
Informan lain sebagai informan juru mudi perahu, ABK, kelompok pedagang, komunitas body rafting, pengusaha perahu dan tokoh
masyarakat Desa Ketayasa ini diantaranya Bapak Kepala Desa
Kertayasa.
3) Studi Dokumentasi
Teknik yang ketiga ini yaitu dokumentasi, teknik pengumpulan ini
salah satu pencarian data dalam bentuk rekaman suara, fot atau video,
ataupun pendapat-pendapat yang terkait dengan masalah dalam
penelitian. Hasil dari data yang didapat hasil observasi dapat dikuatkan
melalui dokumentasi berupa foto-foto ataupun data-data.
b. Alat Pengumpulan Data
Sedangkan beberapa alat yang digunakan untuk menunjang penelitian
yang akan dilakukan, meliputi: pedoman wawancara yang akan
digunakan pada saat melakukan wawancara terstruktur kepada
informan pangkal dan informan kunci. dan camera untuk mencari data
primer berupa foto-foto kondisi aktual, serta alat perekam suara
sebagai alat penunjang pada saat melakukan wawancara.
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Untuk kebutuhan data penelitian ini memerlukan populasi. Populasi
sendiri menurut Sugiyono (2012;80) merupakan wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Pada penelitian yang telah dilakukan penulis mengambil populasi masyarakat lokal yang terlibat dalam
kegiatan pariwisata dari keempat desa yang ada didalam KOMPEPar
Cukang Taneuh. Keempat desa tersebut sudah diuraikan diatas yaitu
Desa Kertayasa, Desa Batukaras, Desa Cimerak dan Desa Cijulang. b. Sampel dan Teknik Sampling
Selain populasi yang dibutuhkan, penulis membutuhkan sampel karena
jumlah populasi yang besar membuat penulis membutuhkan sampel.
Menurut Sugiyono (2012;81), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel dalam
penelitian kualitatif lebih dikenal dengan narasumber atau partisipan,
informan, teman dan guru dalam penelitian.(Sugiyono, 2012;216)
Dengan teknik penarikan sampling yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Non-Probability Sampling dengan Snowball Sampling yaitu
teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian
membesar. (Sugiyono, 2013:85)
Dengan penarikan Snowball Sampling saat dilapangan sampel yang
berawal dari yaitu Desa Batukaras 17 orang dari total 40% meliputi
pengusaha perahu beserta juru mudi perahu, pemandu lokal, dan
pedagang souvenir. Sampel kedua dari masyarakat Desa Kertayasa
dimana sampel ini lebih banyak diambil oleh peneliti dan sebagai
informan ± 15% dari total 30% meliputi pengurus KOMPEPar, tokoh
masyarakat yang tidak terlibat secara langsung pariwisata dan tokoh
masyarakat yang terlibat secara langsung misalnya pedagang, penyedia
body rafting, juru mudi perahu dan ABK. Untuk Desa Cimerak dan Desa Cijulang sampel yang diambil yaitu kelompok pedagang atau
pemilik warung yang disewakan kepada masyarakat, juru mudi perahu,
ABK, pemandu lokal.
c. Unit Analisis
Dalam penelitian yang akan akan dilakukan oleh penulis, unit analisis
dari penelitian ini adalah masyarakat lokal yang berada dan
berpartisipasi dalam kegiatan pariwisata di Kawasan Cukang Taneuh.
4. Teknik Analisis
Teknik analisis data yang digunakan merupakan analisis data kualitatif.
Data kualitatif biasa disebut juga dengan penelitian naturalistik karena
penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting).
Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2012;246), mengemukakan bahwa
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
Gambar 2
Komponen dalam Analisis Data
Data Collection Data
Display
Data Conclusion: Reducti drawing Sumber : Sugiyono (2012; 247)
Sumber :Sugiyono, 2012 Berikut penjelasan sekilas mengenai komponen dalam analisis data:
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Definisi dari reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Dengan cara mereduksi data, beberapa data yang didapat
tidak sesuai dengan apa yang dicari atau data yang didapat
dilapangan lebih dari apa yang kita cari.
b. Data Display (Penyajian Data)
Langkah kedua yaitu penyajian data, penyajian data dalam
penelitian kualitatif dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Penyajian data
ini berfungsi memudahkan apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
c. Conclusion Drawing/ Verification
Langkah selanjutnya yaitu, penarik kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun jika
data yang didapat valid kesimpulan tersebt berarti kesimpulan yang
kredibel.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari proyek akhir ini terdiri dari lima (5) bab dan
beberapa sub bagian beserta penjelasannya diantaranya :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, metode
penelitian, lokasi dan waktu penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Uraian dari bab ini yaitu konsep-konsep yang relevan
dengan penelitian ini. Landasan teori yangakan digunakan
dari berbagai referensi mengenai penelitian Community
Based Tourism (CBT).
BAB III : TINJAUAN OBJEK PENELITIAN
Merupakan bab yang berisi profil objek penelitian atau
gambaran umum objek penelitian dan data hasil penelitian
lapangan dari beberapa aspek yang penulis teliti sesuai
dengan identifikasi masalah.
BAB IV : ANALISIS PERMASALAHAN
Bab ini membahas mengenai analisis permasalahan yang
diteliti dengan menggunakan konsep yang relevan dari data
yang didapat BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berisikan kesimpulan akhir dari penelitian ini disertai
rekomendasi mengenai pola pemberdayaan masyarakat
yang digunakan di lokasi penelitian ini.
G. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pada penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian di Kawasan
Cukang Taneuh atau dikenal dengan Green Canyon Desa Kertayasa
Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat.
Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh penulis pada Mei 2015
sampai dengan Oktober 2015. Berikut tabel rincian waku penelitian dan
kegiatan penelitian:
TABEL 1
Waktu Penelitian
Bulan Kegiatan No Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des Jan
Pengumpulan
1 Data Proyek
Akhir
Proses
2 Bimbingan
Proyek Akhir
Sidang 3 Proyek Akhir
Sumber : Data Olahan Penulis, 2015
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam pemaparan latar belakang diatas, berdasarkan alur penelitian
untuk menganalisa pola atau model pemberdayaan masyarakat Cukang
Taneuh menggunakan Community Based Tourism dan karakteristik
pemberdayaan masyarakat yang sudah berdaya sebagai landasan teori yang
akan digunakan. Pada kegiatan pariwisata aspek masyarakat pun penting
sebagai salah satu stakeholder. Definisi Masyarakat itu sendiri merupakan
menunjukan pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah
(dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu, dimana yang menjadi
dasarnya adalah interaksi yang lebih besar dari anggota-anggotanya,
dibandingkan dengan penduduk di luar batas wilayahnya. (Soekanto dalam
Effendy, 1998:89)
A. Konsep Community Based Tourism
Community Based Tourism (CBT) merupakan salah satu bentuk
pariwisata yang dikelola oleh masyarakat dan memiliki kendali lebih besar
dan keterlibatan pengembangan pariwisata sebagian besar manfaatnya
dirasakan oleh masyarakat lokal. (WWF, 2001) Pembangunan pariwisata
berbasis masyarakat ini sebaiknya menekankan pada pembangunan pariwisata
yang memiliki prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat, untuk masyarakat.
Definisi lain menurut REST 1977“tourism that takes environmental, social
and cultural sustainabability in account. It is managed and owned by the
community, for the coomunity, with the purpose of enabling visitors to
increase their awarness and learn about community and local ways of life” Dijelaskan bahwa salah satu bentuk pariwisata dengan keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya. Hal ini dikelola dan dimiliki oleh masyarakat, untuk masyarakat, bertujuan kepada wisatawan agar dapat meningkatkan kesadaran dan belajar cara hidup dari masyarakat lokal. Dalam konsep CBT ini terdapat elemen kunci dari CBT terdiri dari empat (4) aspek, diantaranya:
(REST, tanpa tahun; 15)
1. Natural and Cultural Resources
Dilihat dari sumber daya yang lebih mendominasi pada alam dan budaya
dengan tiga poin utama yaitu sumber daya alam terjaga dengan baik,
ekonomi masyarakat lokal tergantung pada pemanfaatan berkelanjutan
dan budaya unik merupakan tujuan destinasi.
2. Community Organizations
Dalam konteks ini masyarakat mempunyai kesadaran norma dan
ideologi, dalam lingkupnya terdapat orang yang dianggap memiliki
pengetahuan tradisional didalam lingkungan dengan memiliki aturan-
aturan, serta kepemilikan usaha-usaha yang ada dari komunitas lokal
dengan rasa ingin bepartisipasi didalamnya.
3. Management
Poin-poin utama dalam management atau pengelolaan ini yaitu:
a. Masyarakat yang memiliki aturan dan peraturan untuk lingkungan,
budaya, dan manajemen pariwisata.
b. Sebuah organisasi lokal untuk mengelola pariwisata dengan
kemampuan menghubungkan pengembangan pariwisata dan
masyarakat. c. Manfaat yang diberikan untuk seluruh masyarakat lokal
d. Persentase keuntungan dari pariwisata memberikan kontribusi untuk
pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat.
Keempat poin tersebut merupakan hal yang harus diperhatikan
dalam pengembangan CBT yang berfungsi mengontrol pengelolaan
dari masyarakat itu sendiri.
4. Learning
Kegiatan pariwisata dan pelayanan ditujukan untuk:
a. Membina proses belajar bersama antara host community dengan
wisatawan
b. Mendidik dan membangun pemahaman tentang budaya yang
beragam
c. Meningkatkan kesadaran konservasi alam dan budaya di
kalangan wisatawan dan masyarakat setempat.
B. Konsep Empowerment
Empowerment mulai tumbuh sebagai sebuah gerakan sosial pada
tahun 1970-an dengan tujuan untuk memberikan perhatian terhadap
kebutuhan layanan kesejahteraan bagi orang-orang yang lemah (disvantage).
Dari hal tersebut banyak yang mengemukakan definisi-definisi mengenai
empowerment seperti yang diungkapkan oleh Suprapto Eko, empowerment
sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan,
memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap
kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan.
Sedangkan menurut Kartasasmita (2014;16) empowerment mengandung dua kecenderungan: pertama, kemampuan kepada masyarakat atau individu
tersebut lebih berdaya dan kedua menekankan pada proses untuk memberikan
stimulasi, dorongan atau motivasi agar memberikan kemampuan atau
keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya.
Empowerment yang dikemukakan oleh Isbandi (2007) keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di
masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi
untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan
keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Dari ketiga definisi diatas, keduanya menekankan pada proses yang
dilakukan melalui kegiatan dari masyarakat bertujuan untuk memperkuat
keberdayaan masyarakat yang masih dalam tahap pemberdayaan untuk
mencapai tujuan yang lebih baik.
Adapun usaha yang dilakukan untuk melakukan suatu pemberdayaan
masyarakat diperlukan beberapa komponen sebagai berikut (Pitana; 2011;6):
1. Enabling, yaitu menciptakan suasana agar masyarakat lokal semakin
berdaya.
2. Motivating, yaitu memotivasi masyarakat agar tergerak untuk
berpartisipasi.
3. Educating, yaitu membangkitkan kesadaran masyarakat untuk mengetahui
apa yang terjadi dan menyadari pentingnya sebuah program pembangunan.
4. Encouraging, yaitu mendorong supaya masyarakat tergerak untuk
berpartisipasi dalam setiap proses pembangunan. 5. Protecting, yaitu melindungi masyarakat yang lemah dengan berbagai
kebijakan dan strategi proteksi, tidak membiarkannya bersaing di pasar
bebas.
6. Empowering, yaitu meningkatkan potensi dan kapabilitas masyarakat
untuk bisa berperan dalam pembangunan.
7. Oportuning, yaitu mengembangkan peluang/kesempatan agar masyarakat
bisa berpartisipasi.
8. Devoluting, menyerahkan sebagian kewenangan kepada masyarakat
sehingga mereka bisa mengambil keputusan
C. Konsep Karakteristik Empowerment
Dalam pengembangan suatu kawasan wisata membutuhkan peran
masyarakat yang berpartisipasi. Selain komponen yang diperlukan dapat
dilihat juga karakteristik sukses bagi pemberdayaan masyarakat. Menurut
Goodwin dan Santili (2009;5) karakteristik dari empowerment diantaranya:
1. benefits going to individuals or households in the community, yaitu
manfaat bagi individu didalam komunitas lokal.
2. collective benefits – creation of assets which are used by the community
as a whole, roads, schools, clinics etc, merupakan manfaat yang
dirasakan bersama oleh setiap individual masyarakat. Departement of
Work and of Pensions mendefinisikan kategori collective benefit di mana
anggota masyarakat berbagi dalam kaitannya dengan pendapatan atau
kesejahteraan masyarakat. 3. community benefits where there is a distribution of benefit to all
households in the community, merupakan pembagian manfaat bagi
seluruh individu.
4. joint ventures with community and/or collective benefits, including an
anticipated transfer of management, sebuah asosiasi dari dua orang atau
lebih berdasarkan kontrak yang menggabungkan mereka dari sisi uang,
properti, pengetahuan, keterampilan, pengalaman, waktu atau sumber
daya lainnya sebagai kelanjutan dari suatu proyek tertentu atau usaha.
(http://jointventures.uslegal.com/ Miss. 2001)
5. community owned and managed enterprises , perusahaan yang dimiliki
dan dikelola oleh anggota komunitas tersebut. Beberapa usaha
masyarakat melangkah lebih jauh dan mengembangkan berbagai usaha
untuk memenuhi berbagai kebutuhan sosial, ekonomi dan lingkungan
yang berbeda dalam komunitas mereka. (locality.org)
6. community enterprise within a broader co-operative, Ministry tourism
and entertainment, (2014; 16) yang mendefinisikan Community tourism
enterprise yaitu:
a. usaha mikro yang mengejar pariwisata berkelanjutan dan
mengembalikan keuntungan ekonomi, budaya, sosial dan lingkungan
untuk masyarakat di mana mereka beroperasi menengah
b. Masyarakat di mana beroperasi harus mampu mempengaruhi proses
pengambilan keputusan dalam pengelolaan
c. Idealnya, dimiliki dan dioperasikan oleh masyarakat satu atau lebih,
baik secara keseluruhan atau melalui usaha patungan. d. Mereka mempromosikan nilai pariwisata setempat melalui pertanian,
seni dan kerajinan jasa makanan dan usaha kecil terkait dengan kegiatan
masyarakat
BAB III
TINJAUAN OBJEK PENELITIAN
Pada bab ini akan menguraikan hasil data yang diperoleh dari lokasi penelitian yang menyangkut pariwisata di Kabupaten Pangandaran secara sekilas dan pariwisata Cukang Taneuh sebagai lokasi penelitian ini. Selain itu, hasil data yang ditemukan mengenai partisipasi dari setiap desa dan manfaat yang dirasakan.
A. Gambaran Umum Kepariwisataan Kabupaten Pangandaran
Kabupaten Pangandaran yang terletak di Provinsi Jawa Barat dan
ditetapkan sebagai kawasan wisata jalur selatan. Secara Administratif
Pemerintah Kabupaten Pangandaran yang merupakan pemekaran dari
Kabupaten Ciamis yang terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan, yaitu Kecamatan
Parigi, Kecamatan Cijulang, Kecamatan Cimerak, Kecamatan Cigugur,
Kecamatan Langkaplancar, Kecamatan Mangunjaya, Kecamatan Padaherang,
Kecamatan Kalipucang, Kecamatan Pangandaran dan Kecamatan Sidamulih.
Berikut merupakan peta Kabupaten Pangandaran dan letak kecamatan-
kecamatan.
Gambar 3 Peta Kabupaten Pangandaran
Sumber : http://pangandarankab.go.id, 2015
Kabupaten Pangandaran secara geografis berada pada koordinat 108º
41-109⁰ Bujur Timur dan 07 ⁰ 41- 07⁰ 50 Lintang Selatan memiliki luas wilayah mencapai 61 km² dengan luas laut dan pantai. Berdasarkan UU No.
21/2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran, batas administrasi sebagai berikut :
1. Utara : Kabupaten Ciamis
2. Barat : Kabupaten Tasikmalaya
3. Selatan : Samudera Hindia
4. Timur : Kabupaten Cilacap
Luas wilayah Kabupaten Pangandaran yaitu 168.509 Ha dengan luas
laut 67.340 Ha. Kabupaten Pangandaran memiliki panjang pantai 91 Km.
Dengan luas wilayah tersebut Kabupaten Pangandaran memiliki potensi dari
berbagai sektor diantaranya pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan dan
pariwisata. Potensi terbesar dimiliki kabupaten tersebut adalah sektor
pariwisata dengan berbagai macam daya tarik wisata alam, budaya yang
ditawarkan bagi wisatawan.
Dengan potensi yang besar dibidang pariwisata maka misi Kabupaten
Pangandaran yaitu “Kabupaten Pangandaran Pada tahun 2025 menjadi
kabupaten pariwisata yang mendunia, tempat tinggal yang aman dan
nyaman berlandaskan norma agama”.
Sumber daya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Pangandaran
membuat para wisatawan tertarik untuk mengunjungi Kabupaten Pangandaran, baik wisatawan mancanegara ataupun wisatawan domestik.
Berdasarkan Perda No 22 2010 tentang RTRWP Jawa Barat Kawasan
Pangandaran merupakan kawasan wisata yang terletak di jalur Selatan sebagai Kawasan Wisata Rekreasi Pangandaran. Berikut penjelasan sekilas mengenai daya tarik wisata baik alam, budaya dan buatan di Kabupaten
Pangandaran:
1) Kesenian Badud
Kesenian yang tahun 2015 ini dijadikan salah satu daya tarik wisata di
Kabupaten Pangandaran khususnya di Desa Margacinta. Kesenian yang
memiliki makna mistis ini yang dimainkan oleh beberapa pemain musik
dan empat orang sebagai orang yang dijadikan sebagai binatang yang
ada didalam hutan. Di karenakan kesenian ini terbilang baru di
Kabupaten Pangandaran diharapkan pemerintah daerah akan peduli
dengan kesenian ini dalam hal promosi dan pengembangan seni budaya
di Kabupaten Pangandaran.
2) Pangandaran Kite Festival
Kegiatan ini dilangsungkan satutahun sekali yang diadakan rutin pada
bulan Juli dengan skala International oleh Perlap (Persatuan Layang –
Layang Pangandaran) yang juga didukung oleh Pemerintah setempat .
Pangandaran Kite Festival yang diadakan di Ketapang Doyong dapat
menarik wisatawan mancanegara dan domestik juga.
3) Pantai Pangandaran Pangandaran salah satu destinasi wisata yang paling menarik perhatian
wisatawan domestik dan mancanegara. Terletak di Semenanjung Pantai
Selatan Jawa Barat. Aksesibilitas menuju pantai ini 223 km dari
Bandung dan 400 km dari Jakarta, dan terletak dipertangahan Bandung
dan Yogyakarta. Aktivitas yang dilakukan di kawasan ini diantaranya
water sport, surfing dan biasanya event-event yang ada seperti Festival
Layang-layang dilakukan di pantai ini.
4) Pantai Batu Hiu & Citumang
Pantai Batu Hiu berjarak 14 km dari Pangandaran ke arah selatan,
Pantai Batu Hiu memberikan panorama pemandangan melihat laut dari
perbukitan dan juga terdapat penangkaran penyu-penyu. Tidak jauh dari
pantai tersebut terdapat wisata sungai Citumang. Objek wisata
Citumang merupakan salah satu sungai yang menyediakan body rafting
di Kabupaten Pangandaran. Berbeda dengan objek wisata sungai
lainnya, Citumang memiliki goa didalamnya yang merupakan daya
tarik bagi wisatawan.
5) Pantai Batu Karas
Pantai yang berlokasi di Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang, ± 34 km
dari Pangandaran. Pantai Batu Karas pantai yang dikenal dengan
gelombang ombak yang cocok bagi peselancar baik wisatawan
domestik maupun wisatawan mancanegara.
6) Cagar Alam Cagar Alam merupakan hutan konservasi yang terletak di area Pantai
Pangandaran Pananjung. Cagar Alam seluas 530 hektar yang
diantaranya termasuk wisata seluas 37,70 hektar berada dalam
pengelolaan BBKSDA Jawa Barat. Selain banyaknya flora dan fauna
langka, terdapat pula goa-goa alam dan goa buatan.
7) Green Canyon atau Cukang Taneuh
Green Canyon merupakan objek wisata unggulan di Kabupaten
Pangandaran. Objek wisata yang berada 31 km arah selatan
Pangandaran yang memiliki keunikan aktivitas wisata dari objek wisata
lainnya. Aktivitas yang dilakukan selain berperahu menyusuri sungai
disini menyediakan paket body rafting dengan tantangan yang lebih
tinggi.
Dari banyaknya objek wisata yang ada di Kabupaten Pangandaran berikut diagram objek wisata yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan.
Diagram 1
Diagram Objek Wisata Favorit Kabupaten Pangandaran
Objek Wisata Favorit di Kabupaten Pangandaran
25, 15% 19, 11% Citumang Green Canyon 19, 11% Surfing Pantai Pangandaran 13, 8% 88, 52% Pantai Batu Karas 6, 3% Cagar Alam
Sumber : Pengelola KOMPEPAR Cukang Taneuh, 2015
Berdasarkan data yang didapat objek wisata Green Canyon atau
Cukang Taneuh posisi pertama yang paling diminati oleh wisatawan di Tahun
2015 ini. Selain itu, Cukang Taneuh merupakan lokasi penelitian bagi penulis yang akan membahas mengenai keterlibatan masyarakat di lokasi tersebut.
B. Gambaran Umum Objek Wisata Cukang Taneuh Desa Kertayasa
1. Profil Desa Kertayasa
Desa Kertayasa berada dalam wilayah Kecamatan Cijulang
Kabupaten Pangandaran. Adapun jarak 4 km dari ibu kota kecamatan
dan 12 km dari Ibu Kota Kabupaten Pangandaran. Desa Kertayasa
memiliki luas wilayah 1.3556,610 Ha berbatasan dengan beberapa
desa lainnya, diantaranya :
a. Sebelah Utara : Desa Margacinta
b. Sebelah Barat : Desa Cibanten
c. Sebelah Selatan : kecamatan Cimerak
d. Sebelah Timur : Desa Cijulang
Desa Kertayasa terdiri dari 7 Dusun yaitu Dusun Bugel, Dusun
Margaluyu, Dusun Cibuluh, Dusun Bantarkawung, Dusun
Karangpaci, Dusun Tenjolaya dan Dusun Merjan. Dalam
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat, Desa Kertayasa
dipimpin oleh seorang Kepala Desa dan dibantu oleh Staf Desa, Kepala Dusun, RT dan RW. di Desa Kertayasa terdapat 37 RT dan 14
RW.
Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Ketayasa yang biasanya digunakan oleh warga setempat, pada tahun 2015 beberapa sarana dan prasarana sudah cukup meningkat dari tahun sebelumnya.
Menurut Kepala Desa Kertayasa, sarana dan prasarana yang ada merupakan dampak dari adanya kegiatan pariwisata juga karena retribusi yang masuk ke desa seperti dari retribusi warung yang masuk ke Desa Kertayasa sebesar Rp. 500.000/ tahun dan dari tiket Cukang
Taneuh sebesar 20% yang dibagi juga untuk empat desa, sedangkan retribusi lainnya dari penjualan tiket masuk body rafting Goa Bau yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDES).
Tabel 2
Sarana dan Prasarana Desa Kertayasa
1. Balai Desa : 1 buah
2. Balai Dusun : 7 buah
3. Sekolah Dasar : 3 buah
4. SMP & MTs : -
5. SMA & Aliyah : -
6. Masjid : 8 buah
7. Mushola : 33 buah
8. Madrasah Diniyah : 8 buah
9. Pondok Pesantren : 4 buah
10. Majelis Ta’lim : 12 buah
Sumber : Data Monografi Desa Kertayasa, 2015
Dari 7 dusun tersebut penduduk Desa Kertayasa pada tahun 2014 sebanyak 4.041 jiwa dengan penyebaran penduduk tiap dusun sebagai berikut:
Tabel 3
Jumlah Penduduk Desa Kertayasa
No. Nama Dusun Jml. KK Penduduk Jumlah
Laki- Perempuan
laki
1. Bugel 327 356 391 747
2. Margaluyu 129 145 159 304
3. Cibuluh 112 132 143 275
4. Bantarkawung 254 298 313 611
5. Karangpaci 333 409 506 915
6. Tenjolaya 384 425 440 865
7. Merjan 136 154 170 324
Jumlah 1.675 1.919 2.122 4.041
Sumber : Data Monografi Desa Kertayasa, 2015
Dilihat dari tabel di atas jumlah penduduk paling besar terdapat di
Dusun Karangpaci sebesar 915 jiwa, dusun ini merupakan dusun terpadat diantara ketujuh dusun yang ada di Desa Ketayasa. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa Kertayasa Abdul Rohman, Dusun
Karangpaci selain jumlah penduduk yang padat masyarakat dusun tersebut memiliki mata pencaharian sebagai buruh tani dan petani. Masyarakat yang ada merupakan masyarakat yang memang sudah tinggal menetap sejak lama dan hampir keseluruhan sudah didata sebagai masyarakat lokal.
Lalu diikuti oleh Dusun Tenjolaya dengan jumlah 865 dan jumlah Kk terbesar dibanding dengan dusun lainnya sebesar 384KK.
Untuk kondisi pendidikan di Desa Kertayasa dapat dikatakan belum merata, tingkat kondisi ekonomi pun mempengaruhi pendidikan masyarakat desa ini. Secara umum, tingkat pendidikan penduduk Desa
Kertayasa dapat digambarakan pada diagram berikut:
Diagram 2
Tingkat Pendidikan Desa Kertayasa
Tingkat Pendidikan
317, 9% 73, 2%
430, 12% Tidak Tamat SD 587, 16% Sekolah Dasar (SD) SLTP 2201, 61% SLTA Perguruan Tinggi
Sumber : Data Monografi Desa Kertayasa, 2015
Diagram tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di desa tersebut tergolong masih rendah. Sebagian besar masyarakat Desa
Kertayasa yang tidak melanjutkan pendidikan hingga SLTA mereka memilih bekerja dengan kemampuan yang dimilikinya. Berikut tabel mata pencaharian penduduk Desa Kertayasa
Tabel 4
Mata Pencaharian Desa Kertayasa 2014
Profesi Jumlah
Petani 1280
Buruh Tani 350
Pedagang 105
Pegawai Negeri Sipil 53
TNI/POLRI 17
Pensiunan 19
Nelayan -
Sumber: Data Monografi Desa Kertayasa, 2015
Persentase mata pencaharian penduduk Desa Kertayasa tidak sebanding dengan jumlah penduduk di Desa Kertayasa. Terlihat jelas bahwa mayoritas penduduk Desa Kertayasa bahwa jumlah terbesar 1280 orang berprofesi sebagai petani dan untuk jumlah paling rendah yaitu pensiunan sebesar 19 orang dari jumlah penduduk yang ada. Sebagian masyarakat Desa Kertayasa yang tidak terdaftar mata pencahariannya seperti menjadi pemandu wisata ataupun yang terlibat dalam kegiatan pariwisata. Mata pencaharian tersebut merupakan profesi yang dijadikan
sebagai profesi utama ataupun hanya sampingan, seperti yang penulis
temui Bapak Wahidin salah satu warga yang bekerja sebagai pemandu
wisata di Goa Bau.
2. Gambaran Pariwisata Cukang Taneuh
Lokasi yang menjadi objek penelitian penulis adalah Cukang
Taneuh. Cukang Taneuh merupakan sungai yang saat ini dijadikan salah
satu objek wisata di Kabupaten Pangandaran terletak 31 km arah selatan
Pangandaran tepat di sebuah Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang,
Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat.
Cukang Taneuh sudah mulai dirintis sebagai tempat wisata pada era
pemerintahan Soeharto sekitar tahun 1990an ditandai dengan
pembangunan dermaga yang terletak di Kampung Ciseureuh Dusun
Karangpaci Desa Kertayasa. Pada tahun 1993 pertama kali Cukang Taneuh
dikunjungi oleh wisatawan, pada saat itu wisatawan pertama berasal dari
Perancis. Salah satu masyarakat Desa Cijulang membawa wisatawan dari
sungai yang berada di Desa Cijulang ke tempat dimana saat ini menjadi
objek wisata unggulan yaitu Cukang Taneuh dengan menggunakan perahu
kecil karena pada saat itu adanya keterbatasan perahu. Wisatawan Perancis
mempopulerkan Cukang Taneuh dengan sebutan Green Canyon.
Sedangkan Cukang Taneuh memiliki arti sendiri yaitu jembatan tanah. Hal
itu dikarenakan di atas lembah dan jurang Cukang Taneuh terdapat jembatan dari tanah yang digunakan oleh para petani di sekitar untuk menuju kebun mereka.
Menurut Bapak Muchtar sebagai tokoh masyarakat Desa Kertayasa, awal mula Cukang Taneuh ini memiliki 12 dermaga dengan pengelolaan dari setiap Karang Taruna dari 4 desa yaitu Desa Cijulang, Desa
Kertayasa, Desa Batukaras dan Desa Cimerak. Permasalahan yang timbul saat itu dari banyaknya dermaga misalnya pembagian atau pengambilan wisatawan tidak adanya pengaturan, pembayaran tiket yang dibayar saat di dermaga dan di perbatasan desa Cijulang dan Kertayasa yang saat ini menjadi pintu utama Cukang Taneuh. Hal ini membuat pemerintah setempat yaitu Dinas Pariwisata yang berkoordinasi dengan stakeholder lainnya membuat suatu kelompok yang diesebut dengan Kelompok
Penggerak Pariwisata atau biasa disebut dengan KOMPEPAR Cukang
Taneuh sebagai wadah bagi masyarakat lokal dengan begitu masyarakat lokal dapat merasakan manfaatnya bersama. Pemerintah pun membuat kelompok tersebut karena melihat adanya potensi yang dimiliki Cukang
Taneuh dan melihat akan adanya kunjungan wisatawan meningkat menurut informan yang penulis temui (Bapak Baban selaku ketua
KOMPEPAR)
Pemerintah daerah setempat telah mengupayakan pengembangan objek wisata Cukang Taneuh dengan optimal. Adapun kebijakan yang tertulis berkaitan dengan Cukang Taneuh salah satunya mengacu pada
Renstra pada tahun 2009-2014 : a. Melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana di obyek wisata
Green Canyon; b. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana untuk pengembangan
dan pengelolaan obyek wisata Green Canyon dengan penataan dan
perencanaan yang terarah; c. Menyusun strategi promosi pariwisata yang berorientasi kepada
efektivitas, efisiensi, informatif dan tepat sasaran; d. Memberikan jaminan keamanan berusaha atau kepastian hukum bagi
para investor yang akan menanamkan modalnya; e. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sember daya manusia (SDM)
pelaku kepariwisataan di obyek wisata Green Canyon; f. Memberikan bimbingan dan fasilitasi bagi para pelaku kepariwisataan
di obyek wisata Green Canyon; g. Mengikutsertakan masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan
obyek wisata Green Canyon; h. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat meningkatkan
pendapatan asli daerah dengan menjaring minat wisatawan untuk
datang ke obyek wisata Green Canyon; i. Menyediakan berbagai fasilitas dan bauran produk-produk pariwisata
seperti cinderamata khas obyek wisata Green Canyon yang mampu
menarik wisatawan untuk lebih lama tinggal. Berkaitan dengan kebijakan yang tertulis diatas, pada hasil temuan
data untuk pengembangan pariwisata beberapa telah dan ada beberapa
yang baru akan diimplementasikan seperti peningkatan atau pembangunan
sarana dan prasarana di objek wisata Cukang Taneuh sudah melakukan
pembangunan sarana dan prasarana itu baik untuk umum ataupun kegiatan
wisata salah satunya yaitu fasilitas ibadah, fasilitas keamanan berupa pos
keamanan, pengadaan panggung yang berfungsi untuk hiburan pada saat-
saat tertentu, sarana interpretasi berupa brosur, papan info, dan pengadaan
dua dermaga dan di tahun 2016 direncanakan akan membuat dan menata
lebih baik seperti gazebo untuk tempat menunggu antrian bagi wisatawan
yang lebih luas. Sarana lainnya yaitu pembuatan kantor pengelola
KOMPEPAR Cukang Taneuh, Visitor Center (TIC) oleh Dinas
Pariwisata.
Gambar 4
Tourism Information Center dan Kantor KOMPEPAR Cukang Taneuh
Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015 Setelah pemekaran Kabupaten Pangandaran masyarakat merasa diperhatikan dalam sarana dan prasarana ataupun koordinasi dengan pemerintah daerah lebih dekat dan cepat ditangani menurut pendapat beberapa masyarakat yang bekerja di Cukang Taneuh. Selain sarana dan prasarana yang sudah diperhatikan, pengelolaan objek wisata Cukang
Taneuh ini memang banyak mengikutsertakan masyarakat lokal dengan berupaya memberikan pelatihan, pembinaan dan pemahaman apa itu pariwisata karena tidak sedikit masyarakat lokal ini belum memahami pariwisata seperti apa. Tugas KOMPEPAR dan stakeholder lainnya yang memberikan pelatihan dan pembinaan.Peningkatan kualitas SDM dalam bentuk memberikan pelatihan yaitu pelatihan mengenai sapta pesona agar diterapkan, pelatihan rescure ini diprioitaskan untuk pemandu, pelatihan peningkatan Bahasa Inggris yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata
Kabupaten Pangandaran namun untuk pelatihan ini ditemukan adanya kendala pelatihan yang sudah ada jadwalnya atau rutin ini tidak berjalan sesuai waktunya membuat masyarakat tidak antusias untuk mengikutinya, dan masyarakat lebih memilih untuk belajar sendiri untuk keperluan bahasa.
Kondisi aktual pengembangan objek wisata Cukang Taneuh ini telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari banyaknya kunjungan wisatawan yang datang. Dilihat dari data kunjungan yang semakin meningkat dari tahun 2012 sebanyak 121,200 jumlah wisman dan wisnus, tahun berikutnya 2013 sebanyak 126,381 dan tahun 2014 sebanyak
161,080 jiwa (Dinas Pariwisata Kab Pangandaran, 2015) Pada poin-poin beberapa diatas adanya keterkaitan dengan pemberdayaan masyarakat
dengan bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat lokal atau pengelola
Cukang Taneuh yang sebagian besar adalah masyarakat lokal.
Daya tarik Cukang Taneuh itu sendiri terdapat pada aliran sungai yang berwarna hijau dan jembatan dari tanah yang terbentuk secara alami.
Pada daya tarik ini, wisatawan akan diajak menyusuri aliran sungai menggunakan perahu yang telah disediakan oleh pengelola objek wisata mulai dari dermaga hingga lokasi Cukang Taneuh. Hal tersebut membuat wisatawan baik wisatawan mancanegara ataupun wisatawan domestik berkunjung ke objek wisata Cukang Taneuh. Selain itu, aktivitas yang dapat dilakukan selain menyusuri sungai menggunakan perahu, berenang, dan body rafting.
Gambar 5
Aktivitas Wisatawan di Cukang Taneuh
Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015
Fasilitas yang terdapat di Cukang Taneuh seperti penginapan ataupun homestay, Tourism Information Centre (TIC), fasilitas makan dan minum (warung makan dan minum). Aksesibilitas menuju Cukang Taneuh
cukup mudah karena Cukang Taneuh berada di jalur perlintasan menuju
beberapa objek wisata lainnya seperti Pantai Batukaras. Beberapa cara
untuk menuju Cukang Taneuh, diataranya dengan menggunakan
kendaraan pribadi, ataupun dapat menggunakan transportasi umum.
Adapun menggunakan kendaraan pribadi akan menghabiskan waktu
tempuh sekitar 45 menit dari Pangandaran, namun untuk transportasi
umum wisatawan dapat menggunakan minibus dari terminal utama
Pangandaran sampai terminal Cijulang dan melanjutkan dengan naik ojek
karena tidak ada angkutan umum ataupun transportasi lain menuju Cukang
Taneuh.
C. Partisipasi Keempat Desa dalam Pariwisata di Cukang Taneuh
Pariwisata Cukang Taneuh dikelola oleh KOMPEPAR yang
membawahi empat desa. Kelompok Penggerak Pariwisata atau dikenal
dengan KOMPEPAR ini dibentuk pada 11 Januari 1994. Awal mula
dibentuknya untuk mengatur dan memfasilitasi antara pengusaha perahu, juru
mudi, ABK, para pedagang dan masyarakat dalam memberikan pelayanan
kepada para wisatawan yang mengunjungi Cukang Taneuh, dan juga
memiliki fungsi sebagai:
1. Mitra kerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
2. Motivator dan komunikator kepariwisataan terhadap masyarakat sekitar
Sedangkan tujuan dibentuknya KOMPEPAR Cukang Taneuh, adalah :
1. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pariwisata 2. Menggalakan usaha-usaha pencegahan pengaruh buruk yang mungkin
timbul, yang akan menghambat terhadap pengembangan pariwisata
3. Menjaga ketertiban, kebersihan lingkungan menuju peningkatan
pelayanan kepada para wisatawan yang dtaang ke Cukang Taneuh
4. Meningkatkan pemerataan pembangunan dan pendapatan masyarakat
serta memperluas kesempatan kerja di bidang pariwisata
Adapun empat (4) desa yang berada dibawah naungan KOMPEPAR
Cukang Taneuh meliputi Desa Cijulang, Desa Batukaras, Desa Kertayasa dan
Desa Cimerak. Kegiatan pembangunan pariwisata Cukang Taneuh yang melibatkan masyarakat keempat desa memiliki peran-peran atau partisipasi yang berbeda-beda meskipun pada kondisi aktual keempat desa tersebut memiliki porsinya masing-masing dalam berpartisipasi. Berikut hasil temuan bagaimana partisipasi dari keempat desa.
1. Desa Cijulang
Desa Cijulang salah satu desa yang mengelola Cukang Taneuh dan
dibawah naungan KOMPEPAR. Desa ini merupakan desa yang menjadi
pelopor pengembangan pariwisata Cukang Taneuh, dimaksudkan bahwa
awal mula yang melihat adanya potensi yang saat itu masih bernama
dalam Karang Taruna desa Cijulang. Setelah itu, salah satu masyarakat
yang berasal dari Desa Cijulang membawa wisatawan asal Perancis yang
asal mula bertujuan ke Pantai Batukaras dengan menyusuri sungai,
namun pada satu tempat dimana wisatawan dan pemandu lokal ini
melihat adanya potensi pariwisata. Dari sinilah, wisatawan dan pemandu wisata ini melihat adanya potensi pariwisata mulai sejak itu muncullah wisatawan yang berkunjung ke Cukang Taneuh. Dikatakan Desa
Cijulang ini merupakan desa pembuka jalan adanya kegiatan pariwisata dan awal mula tersedia dermaga.
Selain itu, partisipasi dari Desa Cijulang ini mampu memberikan bantuan dalam bentuk fisik misalnya memberikan bantuan penyewaan perahu. Perahu yang digunakan oleh wisatawan beberapa dimiliki oleh masyarakat Desa Cijulang. Menurut salah satu warga menjelaskan bahwa perahu yang dimiliki oleh Desa Cijulang dahulu dimiliki oleh Desa
Kertayasa, namun sejak kejadian tsunami Pangandaran pihak Desa
Kertayasa menjual seluruh perahunya ke Desa Cijulang dan desa-desa lainnya.
Adapun Desa Cijulang juga memiliki persentase 20 % dari jumlah keseluruhan empat desa yang terlibat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat. Dari persentase 20% ini bentuk keterlibatan masyarakat hanya menjadi juru mudi ABK dan sebagian kecil menjadi pengurus
KOMPEPAR. Walaupun desa ini memberikan peran yang sangat berpengaruh namun untuk pemberdayaan masyarakat dari desa ini dirasa masih kurang menurut pengakuan dari seorang juru mudi perahu yang berasal dari Cijulang. Menurut Bapak Baban, menjelaskan mengapa Desa
Cijulang masih masuk kedalam KOMPEPAR padahal jika dilihat dari lokasi wilayah Desa Cijulang ini sudah tidak masuk kedalam
KOMPEPAR dikarenakan kesepakatan awal dari karang taruna desa ini agar dimasukan karena mereka merasa mereka yang membuka potensi
yang ada.
2. Desa Batukaras
Desa berikutnya yang berpartisipasi dalam kegiatan pariwisata di
Cukang Taneuh yaitu Desa Batukaras. Dalam partisipasi masyarakat
sebagai penyalur modal, dalam artian penyalur modal disini dalam
bentuk berinvestasi perahu guna mendukung kegiatan pariwisata.
Penyalur modal di desa ini lebih besar dibandingkan dengan desa-desa
lainnya, masyarakat yang menjadi pengusaha perahu mereka
menyalurkan kemampuan mereka dalam bentuk modal barang. Jika
dilihat dari daftar kepemilikan perahu Desa Batukaras memiliki perahu
berjumlah 45 unit dari total keseluruhan sebanyak 81 unit perahu.
Jumlah tersebut dimiliki oleh masing-masing pribadi ataupun milik Desa
Batukaras, dari 45 unit perahu hanya 1 unit perahu milik Desa Batukaras
dan sisanya milik pribadi masyarakat desa. Kepemilikan perahu ini setiap
orangnya maximal memiliki dua perahu tidak boleh lebih karena sudah
kesepakatan bersama dan sudah aturan yang berlaku. Masyarakat Desa
Batukaras yang sebagian besar pendapatannya tidak bergantung pada
kegiatan pariwisata di Cukang Taneuh karena dimana masyarakat desa
tersebut terlibat juga dalam kegiatan pariwisata di objek wisata lainnya
dan bukan sebagai profesi utama.
Adapun keterlibatan pemberdayaan masyarakat yang telah terjadi
di Desa Batukaras berkisar 40% selain dari hal modal berdasarkan data
yang didapat dari Ketua KOMPEPAR. Dari 40% tersebut masyarakat Desa Batukaras selain sebagai pengusaha perahu, juru mudi perahu dan
pedagang cinderamata seperti baju yang produknya diambil dari salah
satu distributor di Kab Pangandaran. Keterlibatan inilah sebagai bentuk
masyarakat lokal yang berperan penting dalam kegiatan pariwisata.
3. Desa Kertayasa
Desa Kertayasa merupakan desa dimana sebagai lokasi Cukang
Taneuh berada yang memiliki sumber daya berpotensi untuk dijadikan
pariwisata. Di dalam desa inilah banyak masyarakat yang ikut terlibat
dalam pembangunan pariwisata Cukang Taneuh. Menurut Bapak
Gunawan sebagai warga Desa Kertayasa sekaligus Bendahara
KOMPEPAR menyebutkan bahwa Desa Kertayasa memberikan
partisipasi dalam hal tenaga, masyarakat yang berpartisipasi hampir
seluruh warga Desa Kertayasa menggantungkan harapannya terhadap
pariwisata. Namun, kendala yang masih dihadapi yaitu kurang adanya
kesadaran dari masyarakat ini untuk menjaga lingkungannya sendiri
penilaian tersebut yang disampaikan oleh Bapak Gunawan dengan
melihat kurang terlihat peningkatan bagaimana masyarakat memiliki rasa
memiliki dan bagaimana masyarakat ini kurang adanya pemahaman
persepsi tentang apa itu pariwisata berkelanjutan.
Salah satu desa yang diberikan PNPM Pariwisata pada tahun 2009
sebesar Rp. 115 juta yang diberikan secara berkala. Desa ini memiliki
lembaga lain yaitu Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) yang dikelola
oleh masyarakat Desa Kertayasa. Saat ini manfaat yang terasa adanya
BUMDES ini dapat menambah penghasilan bagi masyarakat desa, ataupun tidak secara langsung membangun Desa Kertayasa semakin baik.
Pemanfaatan dana tersebut juga dibuat dermaga kedua yang dijadikan juga tempat berjualan untuk masyarakat. Selain dermaga, pembuatan wisata body rafting yaitu Goa Bau yang dikelola oleh BUMDES.
Gambar 6
Dermaga Hasil dari BUMDES
Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015
Untuk persentase keterlibatan masyarakat yaitu 30 % , angka ini masih dibawah Desa Batukaras yang lebih tinggi. Bentuk keterlibatan masyarakat ini selain pengurus KOMPEPAR, pemilik usaha makanan dan minuman, pedagang souvenir, juru mudi perahu yang memang sebagian besar dari Desa Kertayasa dan juga pemandu wisata. Bapak
Abdul Rohman selaku kepala desa membenarkan bahwa sebagian besar warganya bekerja di Cukang Taneuh.
4. Desa Cimerak
Desa keempat yaitu Cimerak desa terakhir yang ikut serta dalam
pengembangan Cukang Taneuh yang masuk kedalam cakupan
KOMPEPAR. Desa Cimerak merupakan desa yang diberikan PNPM
Pariwisata, tidak jauh berbeda dengan Desa Kertayasa dana yang
diberikan digunakan untuk membuat operator body rafting seperti
BUMDES Kertayasa. Body rafting Janggala ini operator yang
menyediakan aktivitas wisata body rafting yang bekerjasama dengan
pengelola Cukang Taneuh untuk penyedia perahu wisatanya. Hal ini
membuat masyarakat Desa Cimerak tergerak hatinya untuk membangun
bersama, karena awal pembentukan operator body rafting ini masyarakat
tidak terlalu setuju dengan alasan ada rasa kekhawatiran untuk dampak
sosial bagi masyarakat namun dengan berjalannya waktu masyarakat pun
menerima dengan adanya kegiatan tersebut.
Hal ini membuat masyarakat khususnya Desa Cimerak memiliki
keterlibatan sebagai pemandu lokal, penyedia warung makan dan minum,
dan juga sebagai juru mudi perahu. Dari data yang ada jumlah warga
yang terlibat hanya 10% dan ini jumlah terendah dibandingkan dengan
ketiga desa lainnya. Menurut pegakuan warga yaitu Bapak Unang
mengatakan bahwa masyarakat yang terlibat mereka yang memang dari
dahulu sudah berada di kawasan Cukang Taneuh dan mereka rata-rata
sudah berpindah ke Desa Cimerak, sebetulnya untuk masyarakat Desa
Cimeraknya pun tidak secara langsung terlibat. Berikut gambar lebih jelas keterlibatan masyarakat dari setiap desa
sebagai kelompok pedagang, kelomok pengusaha perahu, kelompok juru
mudi perahu, kelompok pemandu wisata dan pengurus KOMPEPAR.
Diagram 3
Keterlibatan Masyarakat
Tingkat Keterlibatan Masyarakat
10% 20% Desa Cijulang Desa Batukaras 30% Desa Kertayasa
40% Desa Cimerak
Sumber : Hasil Wawancara KOMPEPAR dan dokumen KOMPEPAR , 2015
Dapat dilihat dari keempat desa tersebut adanya keterkaitan antara
desa satu dengan desa lainnya seperti yang digambarkan pada gambar 1. Oleh
karena itu, setiap kespakatan yang dibuat pengelola KOMPEPAR Cukang
Taneuh selalu melibatkan seluruh masyarakat yang memiliki peran penting.
Kegiatan rutin yang selalu diadakan setiap tiga bulan sekali mengundang
tokoh masyarakat dari seluruh desa tersebut untuk berkumpul membahas
pengembangan Cukang Taneuh. Biasanya dalam pertemuan ini membahas
masalah-masalah yang ada sampai menemukan solusinya, membuat
kesepakatan bersama. Sampai saat ini yang lebih dominan partisipasi dalam
bentuk usulan atau pendapat yaitu Desa Kertayasa Gambar 7
Pertemuan dengan Tokoh Masyarakat Desa
Sumber : Dokumen Penelitian, 2015
D. Pemberdayaan Masyarakat Desa Kertayasa dalam Pariwisata Cukang
Taneuh
Kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan sebagian
besar masyarakat yang ada di tujuh dusun di Desa Kertayasa, dengan tujuan
setiap masyarakat memiliki kemampuan untuk merubah keadaan dengan
berkontribusi pada kegiatan pariwisata. Berdasarkan hasil data dilapangan,
masyarakat Desa Kertayasa memiliki kemauan atau kesadaran akan adanya
pariwisata didaerahnya. Menurut ketua KOMPEPAR Cukang Taneuh
mengatakan bahwa karakteristik masyarakat Desa Kertayasa mudah untuk
diikutsertakan dalam kegiatan yang positif seperti kegiatan pengembangan
pariwisata, ada keinginan untuk merubah daerahnya dengan selalu berupaya
terlibat langsung dan juga secara tidak langsung.
Beberapa dari masyarakat Desa Kertayasa berperan penting dalam
kepengurusan KOMPEPAR, seperti yang dikatakan oleh para warga yang ditemui untuk beberapa periode kepengurusan tersebut ketua yang dipilih berasal dari warga Desa Kertayasa. Bapak Gunawan menyebutkan dari 18 orang kepengurusan KOMPEPAR 60% yang merupakan masyarakat asli
Desa Kertayasa. Bentuk dari pelibatan masyarakat bermacam-macam yang juga bisa dalam bentuk tenaga, modal, atau dalam bentuk pendapat yang disampaikan oleh masyarakat. Bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat
Desa Kertayasa meliputi kelompok armada perahu, kelompok pedagang, kelompok pemandu wisata, kelompok body rafting, pengelola parkir, pengelola toilet umum di kawasan Cukang Taneuh dan penyedia makanan dan minuman untuk wisatawan body rafting. Beberapa lainnya yang tidak secara langsung masyarakat Desa Kertayasa pun ikut terlibat dalam kegiatan pariwisata di Cukang Taneuh.
1. Kelompok Armada Perahu
Kelompok armada perahu merupakan kelompok terbanyak
dibandingkan dengan kelompok-kelompok lainnya. Kelompok armada
perahu ini melibatkan seluruh masyarakat lokal yang memiliki cakupan
KOMPEPAR Cukang Taneuh, namun sudah dibahas pada pembahasan
sebelumnya bahwa Desa Batukaras sangat membantu dalam pengadaan
perahu untuk kegiatan pariwisata. Untuk Desa Kertayasa sendiri pada
kelompok armada perahu wisata ini, berperan pada pembagian giliran
untuk membawa wisatawan dengan hasil kesepakatan dan keputusan
bersama dari awalnya.
Hasil temuan lapangan untuk jumlah kelompok armada perahu
berjumlah 81 unit untuk tahun 2015. Jumlah tersebut berawal dari tahun 1993 yang hanya memiliki 10 unit perahu wisata, peningkatan jumlah tersebut didasari oleh banyaknya tingkat kunjungan yang setiap tahun meningkat. Oleh karena itu, demi kenyamanan wisatawan dan pemilik perahu saat ini KOMPEPAR memiliki kebijakan yaitu adanya pembatasan jumlah perahu wisata. Dengan melihat dermaga yang sudah tidak dapat menampung perahu wisata dalam jumlah yang cukup besar, karena pada musim-musim tertentu high season biasanya seluruh perahu wisata diturunkan agar wisatawan dapat tertampung dengan jumlah perahu yang ada.
Sedangkan untuk prosedur perizinan bagi kelompok perahu setiap anggota memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) yang dibuat saat awal mendaftar, kartu tersebut berlaku satu tahun dan tahun berikutnya dibuat kembali dengan anggota yang sama terkecuali adanya pemindahan kepemilikan.
Pembagian hasil untuk kelompok armada perahu ini dari harga tiket masuk Rp. 150.000/ perahu, 20% untuk desa (seluruh desa yang terlibat di KOMPEPAR Cukang Taneuh), 10% sebagai retribusi kepada
UPTD Cijulang, 60% untuk pengusaha perahu dan juru mudi perahu.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Een selaku juru mudi perahu dan
ABK ini menyebutkan penghasilan yang didapatkan saat low season sebesar Rp. 80.000/hari dan untuk high season bisa mencapai Rp.
300.000/hari.
Sistem yang digunakan saat ini yaitu sistem tem setiap harinya.
Jika hari ini perahu yang tem dari nomor urut 1-10 hari berikutnya perahu nomor selanjutnya. Sistem tem ini dibuat agar tidak ada masalah untuk pengambilan wisatawan agar lebih tertib. Pembagian hasil ini dilakukan sesuai tiket dari wisatawan yang diberikan kepada juru mudi perahu sore harinya ditukarkan dengan penghasilan sesuai tiket yang didapatkan. Berikut rincian dari 81 unit perahu terdiri dari 47 unit dariDesa Batukaras yang dimiliki oleh pribadi ataupun desa, 24 armada dari Desa Cijulang, 8 untuk Desa Kertayasa dan 2 untuk Desa Cijulang.
Dari total keseluruhan armada perahu termasuk 50 orang pengusaha perahu dengan 102 juru mudi perahu dan 25 orang menjadi Anak Buah
Kapal (ABK). Satu perahu sudah dengan juru mudi perahu yang sudah ditentukan dari awal oleh pengusaha perahunya atau KOMPEPAR.
Peraturan-peraturan yang dibuat untuk kelompok ini seperti tiga kali tidak datang tanpa memberi kabar akan diberikan sanksi oleh pihak pengelola dan sanksi tersebut berlaku pada seluruh kelompok penggiat pariwisata, biasanya akan digantikan dengan yang lain.
Gambar 8
Kelompok Perahu di Cukang Taneuh
Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015 2. Kelompok Pedagang
Kelompok yang kedua yaitu kelompok pedagang yang berasal dari
warga Desa Kertayasa 70%. Total dari kelompok pedagang sebanyak 30
unit usaha yang memiliki izin resmi dari pengelola Cukang Taneuh dan
13 unit usaha yang masih dalam proses perizinan resmi biasa disebut
dengan Pedagang Kaki Lima (PKL). Dari jumlah yang ada meliputi
pedagang makanan dan minuman, pedagang souvenir yang berada di
halaman parkir Cukang Taneuh. Untuk penjual makanan dan minuman
memiliki aturan yang sudah disepakati diawal oleh seluruh para
pedagang seperti menjual makanan yang cepat saji dan tidak banyak
mengeluarkan limbah. Namun pada kondisi aktual aturan tersebut
semakin dilupakan oleh para pedagang karena saat ini rumah makan
menjual menu yang tidak hanya makanan cepat saji saja dan limbah yang
dihasilkan semakin banyak tetapi belum adanya pembuatan
pembuangaan limbah yang baik dan benar.
Sedangkan untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) berjumlah 13 orang
yang terdaftar namun belum mendapatkan izin resmi untuk berjualan di
area Cukang Taneuh. Para PKL yang rata-rata berasal dari warga Desa
Kertayasa mereka bekerjasama juga dengan warga Desa Cimerak. Seperti
contoh penjual makanan yang setiap harinya rutin berjualan mengambil
bahan makanan dari warga Desa Cimerak dia hanya menjual saja.
Adapun permasalahan perizinan ini diakui oleh pengurus Cukang
Taneuh, alasan tidak memberikan izin dikarenakan akan terjadinya penumpukan PKL yang ikut berjualan juga menurut hasil wawancara
dengan Bapak Baban.
Persyaratan untuk awal mula pedagang ini yaitu mengisi formulitr
yang sudah disediakan oleh pengelola, lalu membayar uang sewa kios
tersebut Rp. 500.000/tahun yang diambil setiap akhir tahun atau
pedagang dapat menyicil setiap harinya ataupun setiap tiga bulan sekali.
Beberapa dari pedagang ini sebagian besar mereka menyewa namun ada
beberapa yang memang dimiliki oleh pribadi. Sedangkan untuk para PKL
tetap ada retribusi dari pengelola kebersihan sebesar Rp. 2.000/hari.
Gambar 9
Pedagang Kios di Cukang Taneuh
Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2015
Selanjutnya untuk penghasilan yang diperoleh para pedagang saat
diwawancarai mereka rata-rata menyebut minimal Rp. 300.000/hari dan
penghasilan maksimal sebesar Rp. 1.500.000/hari. Untuk jumlah tenaga
kerja para pedagang biasanya hanya 1-3 orang dan jumlah tersebut
merupakan jumlah tenaga kerja tambahan saat high season.
3. Kelompok Pemandu Wisata Kelompok Pemandu Wisata ini belum diketahui untuk jumlah
keseluruhannya, karena untuk pemandu wisata ini dapat dilakukan oleh
juru mudi ABK juga. Kegiatan pelatihan pemberdayaan masyarakat
untuk pemandu wisata sudah pernah dilakukan diantaranya pelatihan
rescure, pelatihan peningkatan kemampuan bahasa Inggris, pelatihan-
pelatihan tersebut biasanya diadakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten
Pangandaran.
Berdasarkan hasil di lapangan kelompok Pemandu wisata Cukang
Taneuh belum bekerjasama dengan Himpunan Pramuwisata Indonesia
(HPI) yang memang memiliki izin dan memiliki kemampuan untuk
menjadi pemandu wisata. Saat wawancara dengan Humas HPI
membenarkan pernyataan tersebut, biasanya pemandu wisata yang ada di
Cukang Taneuh menyebutnya mereka anggota dari HPI tetapi untuk di
lapangan mereka belum masuk kedalam anggota HPI. Permasalahan
yang sering terjadi saat wisatawan akan memasuki area Cukang Taneuh
masyarakat menawarkan diri dengan cara tidak sesuai prosedur baik itu
untuk harga yang tidak sesuai dengan harga asli tiket masuk. Oleh karena
itu, KOMPEPAR akan merencanakan adanya kerjasama dengan HPI agar
lebih terorganisir dan akan adanya pendaaan ulang bagi pemandu wisata.
4. Kelompok Body Rafting
Bentuk pemberdayaan masyarakat selanjutnya yaitu kelompok body
rafting yang memiliki 5 operator kelompok diantaranya:
a) body rafting Goa Bau
b) body rafting Baraja c) body rafting Janggala d) body rafting Xali-Xali e) body rafting Kisunda
Dari kelima operator body rafting dengan kepemilikan yang berbeda seperti body rafting Goa Bau dan Janggala yang sama-sama dimiliki oleh masing-masing Desa Kertayasa dan Desa Cimerak. Lain hal dengan yang lain kepemilikan operator ini dimiliki oleh masing-masing pribadi.
Dengan harga tiket masuk Rp. 1.250.000/paket utuk 5 orang dengan fasilitas sudah termasuk perahu Cukang Taneuh, makan satu kali, transportasi menggunakan mobil terbuka (pick up) dan asuransi keselamatan. Setiap operator memiliki persamaan dan perbedaan dari segi harga tiket masuk, sistem penawaran yang diberikan, dan rute body rafting yang berkisar 2-4 jam dalam satu perjalanan.
Wisatawan diwajibkan untuk menggunakan pemandu wisata yang telah disediakan untuk 1 kelompok biasanya membawa maksimal 10 orang dengan 2 orang pemandu wisata. Peraturan-peraturan seperti waktu perjalanan maksimal dilakukan pada pukul 13.30 WIB lebih dari jam tersebut tidak diperbolehkan untuk membawa wisatawan atau menerima wisatawan untuk body rafting. Sistem dari pembagian hasil dibagi untuk penyewaan perahu yang menyewa dari Cukang Taneuh, pembayaran untuk makan, penyewaan alat body rafting, serta bagi pemandu wisata yang diberikan penghasilan sebesar Rp. 70.000/perjalanan.
E. Manfaat yang Dirasakan Masyarakat Lokal
Keberadaan pariwisata memberikan manfaat pada masyarakat lokal
khususnya pada kegiatan pariwisata di Cukang Taneuh. Adapun manfaat
yang dirasakan oleh masyarakat dibagi menjadi dua bagian yaitu manfaat
individu (Individual benefit) dan manfaat bersama (Collective benefits).
1. Manfaat Individu
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi mengenai manfaat
baik diberikan secara langsung ataupun manfaat secara tidak langsung
khususnya yang terlibat dalam kegiatan pariwisata di Cukang Taneuh.
Hasil temuan dilapangan ada beberapa manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat bermacam-macam tidak hanya manfaat untuk mendapatkan
pendapatan atau manfaat yang dinilai dari segi ekonomi saja.
Dilihat dari sisi ekonomi manfaat yang diharapkan dan dirasakan
oleh masyarakat lokal, manfaat ekonomi berpengaruh pada kesejahteraan
masyarakat lokal. Diperkuat dengan hasil wawancara kepada masyarakat
lokal yang sejak awal ikut serta dalam pengembangan pariwisata Cukang
Taneuh, seperti berikut ini:
“Alhamdulillah kalau dari segi pendapatan lumayan, kami
sebagai masyarakat yang ikut bekerja disini juga (Cukang
Taneuh) mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, ada juga rekan-rekan saya yang menggantungkan
kehidupannya ditempat ini yaa mereka memiliki penghasilan
lebih meskipun sebagian besar juga ada yang hanya sampingan saja di tempat ini.” (Bapak Sahilin, salah satu pengemudi
perahu)
Perbandingan penghasilan yang diperoleh sebagai juru mudi perahu dengan penghasilan minimal sebesar Rp. 80.000/hari dan Rp. 300.000/hari saat libur tahun baru atau hari raya lebaran. Berbeda dengan menjadi seorang petani yang mendapatkan Rp. 60.000/hari itupun tidak setiap hari diperolehnya. Oleh karena itu, beberapa dari masyarakat lokal sangat menggantungkan kehidupanya terhadap pariwisata. Menurut beberapa informan lainnya, penghasilan yang mereka dapatkan tidak tentu karena tergantung pada tingkat kunjungan wisatawan. Pendapatan yang mereka hasilkan biasanya didapatkan dari pembagian retribusi tiket masuk, penjualan makanan dan minuman, penyewaan perahu, serta berkaitan dengan pariwisata.
Untuk manfaat lainnya adanya kesempatan untuk bekerja karena terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Masih berkaitan dengan sisi ekonomi, usaha masyarakat yang semakin maju dan berkembang akan meningkatkan pula ekonomi masyarakat. Namun pada kondisi aktual peluang membuka usaha saat ini memiliki kendala pada perizinan, sulitnya untuk membuka usaha khususnya usaha membuka warung makan dan minum dengan alasan kurang tersedianya lahan dan kapasitas yang tersedia sudah penuh. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu
Imas pemilik warung makan di halaman parkir Cukang Taneuh, sebagai masyarakat lokal beliau merasa beruntung dengan adanya kegiatan pariwisata. Sedangkan informan lainnya menjawab ingin mengembangkan usahanya tersebut agar lebih berkembang banyak yang memberi
kemudahan agar bisa tetap berjualan dengan cara meminjam modal kepada
pihak-pihak tertentu agar usahanya tetap berjalan. Hal tersebut dirasa
belum memudahkan para pelaku usaha karena peminjaman modal yang
diberikan pun dengan bunga yang cukup besar.
Adapun usaha yang tersedia diantaranya usaha makanan dan
minuman, serta usaha souvenir. Digerakannya pariwisata diharapkan dapat
membuka lapangan pekerjaan agar masyarakat yang tidak memiliki
pekerjaan dapat bekerja pada bidang yang berkaitan dengan pariwisata.
Sedangkan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung masyarakat
tidak sadar bahwa semakin banyak wisatawan mancanegara mengunjungi
Cukang Taneuh semakin memotivasi masyarakat agar dapat menguasai
bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Menurut informan
dalam wawancara saat itu mengungkapkan bahwa:
“Saya sebagai pemandu lokal kalau nge-guide tamu asing
lama-kelamaan seengaknya ngerti apa yang mereka omongin,
kalau nunggu ada pelatihan bahasa inggris tidak setiap waktu
ada” (Bang Blek, Pemandu Wisata Goa Bahu dan Cukang
Taneuh)
Dari beberapa manfaat tersebut dirasa masyarakat lokal sudah
mendapatkan manfaat secara merata. Berkembanganya pariwisata di
Cukang Taneuh juga akan meningkatkan kesejateraan masyarakat lokal.
2. Manfaat Bersama Adapun beberapa manfaat bersama dalam pengembangan objek wisata Cukang Taneuh diantaranya pembangunan sarana dan prasarana di setiap desa yang digunakan oleh masyarakat juga. Pembangunan gedung serba guna yang berada di Desa Kertayasa merupakan hasil dari kegiatan pariwisata. Retribusi yang masuk ke dalam uang kas desa dijadikan pembangunan tersebut, gedung tersebut biasanya digunakan untuk melakukan pertemuan ataupun disewakan untuk masyarakat yang ingin melakukan kegiatan. Selain itu, melakukan perbaikan atau renovasi masjid, perbaikan jalan di desa.
Gambar 10
Gedung Serba Guna
Sumber : Dokumentasi peneliti, 2015
Gambar diatas menunjukan adanya manfaat bersama berupa gedung serba guna. Menurut pengelola gedung serba guna ini dibuat memang dari hasil kegiatan pariwisata yang sudah terjadi cukup lama, namun pembuatan gedung serba guna ini dibangun sejak tahun 2000.
Saat melakukan wawancara kepada tokoh masyarakat dan bendahara Desa Kertayasa manfaat lainnya secara tidak langsung masyarakat juga sudah tidak dibebani untuk kewajiban membayar iuran desa setiap bulan. Hasil dari kegiatan pariwisata ini sebetulnya masyarakat sudah tidak perlu membayar uang iuran kepada desa lagi.
BAB IV
ANALISIS PERMASALAHAN
A. Analisis Partisipasi Masyarakat Kawasan Pariwisata Cukang Taneuh
Dalam konteks disini kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah
terjadi dengan proses yang sulit untuk menyatukan pemikiran dari seluruh
masyarakat lokal. Dari beberapa objek wisata lain yang mencoba adanya
kegiatan pemberdayaan masyarakat ini namun yang terjadi masyarakat lokal
tidak merasakan sudah diberdayakan. Beberapa menyebutkan indikator dari
masyarakat sudah berdaya salah satunya yaitu menurut Hardina, Middleton
et.al (2007:18) masyarakat akan mengubah keadaannya itu sendiri dan
lingkungan, berkontribusi untuk mengatasi kesulitan atau hambatan agar
mendapatkan manfaat yang mereka inginkan. Masyarakat yang diberdayakan
juga ketika mereka mendapatkan kepercayaan diri dalam kemampuan mereka
untuk mengambil keputusan.
Jika dilihat dari definisi tersebut masyarakat Desa Kertayasa berkontribusi
besar untuk mendapatkan manfaat. Selain itu, masyarakat Desa Kertayasa pun
memiliki kemauan agar merubah dirinya lebih baik dengan kemampuan
yangmereka miliki. Terbukti dengan adanya beberapa kelompok yang
berpengaruh untuk kegiatan pariwisata masyarakat mengoptimalkan
kemampuan yang dimiliki, diantaranya ;
1. Kelompok Armada Perahu
Salah satu kelompok yang lebih banyak membutuhkan keterlibatan
masyarakat. Kelompok armada perahu yang terdiri dari pengusaha perahu, juru mudi perahu dan ABK. Dengan jumlah 81 unit perahu dimiliki oleh
masyarakat yang berasal dari keempat desa KOMPEPar Cukang Taneuh.
Sistem yang digunakan di Cukang Taneuh yaitu sistem tem dengan
penomoran perahu. Berbeda dengan objek wisata lainnya yang ada di
Kabupaten Pangandaran yang belum memiliki sistem yang baik seperti di
Cukang Taneuh. Sistem tersebut juga akan diterapkan di beberapa objek
wisata lainnya menurut Ketua KOMPEPar Cukang Taneuh. Dengan sistem
ini semua kelompok armada perahu sudah merasakan hal yang sama
dengan manfaat yang sama juga karena tidak ada lagi permasalahan yang
pernah terjadi di Cukang Taneuh. Pembagian hasil bagi kelompok armada
perahu ini 60% bagi pengusaha perahu, juru mudi perahu dan ABK.
Dengan jumlah 60% tersebut biasanya juru mudi perahu mendapatkan
minimal Rp. 80.000/ hari untuk satu kali perjalanan membawa wisatawan.
Berdasarkan hasil saat dilapangan hasil tersebut didapatkan saat wisatwan
sepi jika saat liburan penghasilan tersebut akan bertambah. Beberapa dari
anggota kelompok tersebut masih mengharapkan penghasilan mereka
bertambah atau menaikan harga tiket masuk dan pengurangan hasil
kepada pengusaha.
2. Kelompok Pedagang
Selain kelompok armada perahu, di desa ini juga terdapat
kelompok pedagang. Salah satu kelompok yang memang akan selalu ada
pada kegiatan pariwisata di setiap objek wisata seperti di Cukang Taneuh.
Masyarakat yang menjadi pedagang berasal dari masyarakat Desa
Kertayasa dari jumlah 30 unit usaha pedagang resmi ini 70% berasal dari Desa Kertayasa. Berdasarkan Ministry Tourism and Entertainment (2014)
membahas mengenai kepemilikan usaha yang dimiliki oleh masyarakat
sebaiknya dimiliki oleh masyarakat atau dimiliki ol`eh sekumpulan
masyarakat elalui usaha patungan. Di Cukang Taneuh sendiri untuk
kepemilikan usaha tersebut dari desa Cimerak jadi masyarakat Desa
Kertayasa beberapa hanya menyewa kepada pemilik kios tersebut. Alasan
masyarakat Desa Cimerak hanya menyewa dikarenakan harga tanah dan
bangunan saat ini di Cukang Taneuh sudah cukup mahal jadi mereka
memilih menyewa dengan sistem sewa biasanya langsung bertahun-tahun.
Rata-rata masyarakat menyewa maksimal 4 tahun. Menurut ketua dari
kelompok ini aturan tidak ada penambahan bangunan untuk berjualan, jadi
biasanya masyarakat jika ingin berjualan hanya berpindah nama pemilik
atau menyewa.
3. Kelompok Pemandu Wisata
Pemandu wisata yang memang menjadi penilaian awal dari
wisatawan bagaimana wsatawan akan merasa nyaman dan aman saat
dipandu oleh pemandu. Beberapa masyarakat lokal berfikir dengan
kemampuan yang mereka terbatas yang dapat dilakukan hanya sebagai
pemandu wisata karena merea mengetahui kondisi objek wisata yang ada.
Salah satu keterlibatan yang mudah menurut masyarakat lokal karena jika
ingin menjadi pemandu wisata cukup memiliki kemampuan berenang dan
mengetahui kondisi Cukang Taneuh. Namun hal tersebut sebetulnya bukan
menjadi alasan sebagai pemandu wisata. Pada umumnya sebagai pemandu
wisata harus memiliki pemahaman mengenai pariwisata ataupun sebelumnya mengikuti pelatihan-pelatihan bagi pemandu lokal. Hal ini menyebabkan masyarakat yang berbondong-bondong untuk menjadi pemandu wisata dengan tingkat kemampuan mengenai pariwisata kurang.
Berdasarkan Ibu Gina yang biasa membawa wisatawan mancanegara mengeluhkan kualitas SDM di Cukang Taneuh masih kurang untuk menagani wisatawan khususnya wisatawan mancanegara. Keluhan dari beberapa wisatawan mancanegara seperti terlalu cepat dalam menjelaskan mengenai objek wisata, bahasa yang digunakan tidak semua kelompok pemandu wisata memahami yang dimaksud dengan wisatawan.
Menurut pemandu wisata Kang Iin kelompok pemandu wisata ini merangkap sebagai juru mudi perahu atau ABK. Kegiatan pelatihan memang pernah diadakan dan diikuti oleh para pemandu wisata namun tidak berjalan dengan efektif dan efisien hal ini membuat masyarakat tidak antusias untuk mengikuti pelaihan tersebut, karena mereka sudah kecewa jika ada pelatihan tidak sesuai dengan harapan yang mereka inginkan. Kelompok pemandu wisata yang berasal dari Desa Kertayasa ini tidak hanya bekerja di Cukang Taneuh saja mereka pun sebagai calo untuk penjualan tiket bodyrafting. Rencana KOMPEPar ini akan bekerjasama dengan HPI Kabupaten Pangandaran agar para pemandu wisata di Cukang
Taneuh memiliki kualitas yang baik dan dengan kemampuan yang mereka miliki bisa lebih optimal.
4. Kelompok Bodyrafting
Sumber daya alam yang memiliki potensi untuk dikembangkan maka
masyarakat pun dapat memanfaatkan potensi alam tersebut. Dengan
potensi tersebut beberapa karang taruna membuat wisata sungai yang
pengelola tersebut melibatkan masyarakat lokal. Kelompok ini bukan saja
dimiliki oleh masyarakat Desa Kertayasa saja karena dimiliki oleh
beberapa BUMDes Cimerak dan dimiliki oleh pribadi.
B. Analisis Peran dalam Pengelolaan Pariwisata di Cukang Taneuh
Pada tahun 1994 dibentuk Kelompok Penggiat Pariwisata (KOMPEPar)
bertujuan sebagai wadah Cukang Taneuh merupakan objek wisata unggulan
yang dikelola oleh KOMPEPar dengan melibatkan empat desa yang ada di
Kecamatan Cijulang. Empat desa tersebut diantaranya Desa Cijulang, Desa
Batukaras, Desa Cimerak dan Desa Kertayasa. Dari keempat desa yang ada
sudah terlihat nyata partisipasi masyarakat tanpa adanya paksaan dalam
melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata. Kondisi di lapangan
masyarakat lokal yang ikut berpartisipasi beberapa menyebutkan alasan
seperti ada kemauan untuk memajukan daerahnya sendiri. Dari keempat desa
ini memiliki peran yang berbeda, pada konsisi aktual peran tersebut tidak
semua berjalan di masing-masing masyarakat lokal. Menurut Bapak Baban
selaku ketua dari KOMPEPar menyatakan bahwa peran-peran tersebut
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyatukan masyarakat yang
memiliki berbeda karakteristik. Partisipasi yang dijalankan oleh masyarakat
mulai dari modal yang diberikan, tenaga ataupun pendapat sudah merata
dijalankan oleh masyarakat desa. C. Analisis Manfaat yang dirasakan Masyarakat Lokal
Analisis selanjutnya yaitu analisis manfaat yang dirasakan masyarakat dari
pembangunan pariwisata. Desa Kertayasa sendiri banyak melibatkan
masyarakat, hal ini dikuatkan dengan konsep WWF (2001) masyarakat
sebaiknya memiliki kendali lebih besar dalam keterlibatan dan merasakan
manfaat dari suatu pengembangan pariwisata. Dapat dilihat dari keterlibatan
yang sudah dipaparkan dalam pembahasan sebelumnya bagaimana
masyarakat dapat terlibat langsung khususnya masyarakat Desa Kertayasa
dengan merasakan manfaat dan dampak poistif dari pariwisata. Menurut
pengamatan dan saat wawancara kepada masyarakat desa Kertayasa memiliki
tingkat keterlibatan tinggi dengan merasakan manfaat secara nyata didapatkan
oleh masyarakat lokal. Pembagian manfaat saat dinilai sudah cukup merata
karena dilihat dari beberapa masyarakat yang memang tidak ikut terlibat atau
tidak bekerja dalam pariwisata Cukang Taneuh tetapin mereka mendapatkan
manfaat yang nyata.
Menurut Goodwin dan Santili (2009) manfaat digolongkan menjadi dua
diantaranya individual benefit manfaat bagi individu dan collective benefit
manfaat bersama. Aplikasi pada penelitian ini yang dikatakan dengan manfaat
bagi individu (individual benefit) dapat dilihat dari segi ekonomi terkait pada
terbukanya lapangan pekerjaan dan penghasilan. Bagi beberapa masyarakat
bergantung pada kegiatan pariwisata ini dengan alasan sebelumnya memang
mereka tidak memiliki pekerjaan meskipun saat ini pekerjaan yang mereka
jalani tidak bersifat tetap namun penghasilan yang mereka dapatkan dari
kegiatan pariwisata di Cukang Taneuh bisa menghidupi kebutuhan untuk keluarganya. Pekerjaan yang dimaksud seperti menjadi pemandu lokal, menjadi juru mudi perahu lain hal dengan masyarakat yang ingin berjualan di kawasan Cukang Taneuh merasa belum diperhatikan oleh pengelola dan pemerintah dengan alasan prosedur perizinan yang sulit. Pihak KOMPEPar sendiri sudah tidak memiliki hak memberi izin masyarakat lokal yang ingin berjualan karena kapasitas lahan untuk berjualan sudah tidak cukup dan memang sudah dibatasi. Walaupun sudah diberi sosialisasi dan diberikan solusi lain agar masyarakat tetap ikut terlibat seperti menjadi pengrajin atau untuk para ibu-ibu dianjurkan ikut terlibat membuat makanan tradisional bagi wisatawan body rafting. Solusi tersebut menjadi pilihan bagi beberapa masyarakt namun untuk 40% masyarakat lokal tidak menyetujui.
Disamping sudah terbuka lapangan pekerjaan yang berakibat pada penghasilan seseorang sebagai manfaat bagi masyarakat. Pembagian manfaat atau bagi hasil dengan pihak pengelola dan masyarakat sudah disepakati oleh bersama. Beberapa kelompok yang ada di Cukang Taneuh ini sudah memiliki aturan setiap kelompok untuk pembagian hasil. Seperti kelompokjuru mudi perahu berpendapat tidak berhenti pada pemerataan manfaat saja harapan masyarakat mereka menginginkan pembagian penghasilan meningkat, mereka menginkan harga tiket masuk meningkat karena hal tersebut dapat berpengaruh pada penghasilan mereka. Berbeda dengan kelompok pedagang penghasilan yang mereka dapatkan ini memang tidak dibagi rata kepada pedagang lainnya karena tidak ada sistem pembagian hasil yang dibuat untuk pedagang lainnya kecuali untuk pihak pengelola Cukang Taneuh sebagai retribusi. Selanjutnya, collective benefit kaitannya dengan sarana prasana daerah tersebut. Collective benefit yang sudah dirasakan oleh masyarakat yaitu seluruh masyarakat lokal merasakan perubahan dari kegiatan pariwisata misalnya jalan menuju Desa Kertayasa semakin diperbaiki dari pendapatan retribusi yang masuk ke desa. Contoh nyata lainnya jika di Desa Keratayasa yang awal mula setiap masyarakat harus membayar iuran wajib setiap bulan untuk penyelenggaraan acara yang diadakan setiap bulan di desa saat ini masyarakat lokal tidak membayar iuran tersebut. Tidak semua masyarakat mengetahui tentang iuran tersebut karena pihak pengelola Cukang Taneuh dan instansi desa tersebut belum mensosialisasikan dan tidak adanya komunikasi dari pengelola Cukang Taneuh kepada instansi desa dan juga kepada masyarakat. Pembangunan gedung serba guna merupakan manfaat yang telah diberikan oleh adanya kegiata pariwisata. Gedung serba guna yang bisa digunakan oleh masyarakat lokal ini biasanya digunakan untuk pertemuan dan acara-acara untuk desa. Selain dari retribusi pembangunan sarana dan prasarana dari PNPM Pariwisata. Retribusi yang masuk dari tiket masuk sebesar 20% itu menjadi manfaat untuk seluruh masyarakat lokal yang dijadikan beberapa pembangunan fasilitas di Desa Kertayasa.
Berdasarkan Work and of Pensions mengatakan manfaat bersama juga dapat dilihat dari rata-rata kesejahteraan masyarakat yang tinggal di desa tersebut. Untuk kesejahteraan masyarakat di Desa Kertayasa sudah cukup baik dan merata untuk ukuran dari sebuah desa yang tingkat penduduknya tinggi. Sistem pembagian manfaat disini sudah dirasakan dengan baik oleh masyarakat Desa Kertayasa. BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab V yang berisi mengenai kesimpulan dari hasil yang telah diteliti dan rekomendasi yang sesuai dengan permasalahan yang ada. Berkikut paparan dari kesimpulan dan rekomendasi.
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Kawasan Cukang
Taneuh yang terletak di Desa Kertayasa merupakan objek wisata
unggulan saat ini di Kabupaten Pangandaran. Cukang Taneuh yang
memiliki potensi pariwisata ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
lokal itu sendiri terbukti dengan adanya partisipasi masyarakat yang
cukup tinggi di kawasan Cukang Taneuh. Bentuk partisipasi
masyarakat baik dalam bentuk modal (dana), tenaga ataupun pemikiran
dari masyarakat lokal sudah secara merata.
Saat ditetapkan menjadi objek wisata Cukang Taneuh memiliki
permasalahan dengan pengelola karena dikelola oleh beberapa desa
karang taruna dengan 12 dermaga. Melihat kondisi tersebut pemerintah
yang mengorganisasikan untuk membuat wadah bagi maskayarakat
lokal yaitu KOMPEPar Cukang Taneuh. Kelompok Penggiat
Pariwisata (KOMPEPar) yang membawahi empat desa diantaranya
Desa Cijulang, Desa Batukaras, Desa Cimerak dan Desa Cijulang. Dari
keempat desa tersebut memiliki peran yang berbeda dalam keterlibatan
masyarakat dengan pembagian yang rata dalam tugasnya masing-
masing. Dari hasil penelitian bahwa keempat desa tersebut sudah terlihat adanya partisipasi, bagaimana masyarakat yang terlibat dalam pariwisata disini dengan memanfaatkan kemampuan yang mereka kuasai. Dari semua desa ini terlihat hanya Desa Batukaras saja yang berpartisipasi dalam bentuk modal yang mendominasi padahal untuk desa lainnya pun ikut berpartisipasi dalam bentuk modal hanya tidak mendominasi seperti Desa Batukaras. Dengan dikelola oleh
KOMPEPar yang membawahi empat desa ini tidak mudah untuk menyatukan pemikiran yang berbeda dengan karakteristik yang berbeda-beda. Namun dengan usaha Bapak Baban sebagi ketua
KOMPEPar dan pendekatan kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan waktu yang cukup panjang dan berhasil dalam menyatukan masyarakat lokal. Empat desa ini memiiki keterkaitan satu dengan lainnya karena jika satu desa tidak bergerak maka untuk desa lainnya pun tidak akan bergerak secara optimal. Pembagian kerja yang selalu berkaitan ini masih diperlukan secara lebih jelas setiap masyarakat yang ikut berpartisipasi karena meminimalisir adanya tugas yang tidak merata ataupun adanya saling mendominasi dari setiap desa dalam bentuk yang sama.
Dengan adanya kegiatan pemberdayaan masyarakat ini khususnya di
Desa Kertayasa masyarakat menyambut dengan baik karena mereka berfikir akan mendapatkan manfaat yang berasal dari kegiatan pariwisata. Hal ini memang sudah dirasakan oleh seluruh masyarakat secaramerata baik yang terlibat secara langsung ataupu tidak langsung. Pembagian manfaat yang idealnya digolongkan menjadi dua yaitu untuk manfaat individu disuatu kelompok dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat secara bersamaan seperti yang dikatakan oleh
Goodwin dan Santili (2009). Saat ini masyarakat sudah merasakan manfaat tersebut khususnya dari segi ekonomi bertambahnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing masyarakat, meskipun masyarakat tidak seluruhnya bergantung pada kegiatan pariwisata tetapi penghasilan tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Pembagian manfaat di Cukang Taneuh dibagi menjadi rata sudah ada aturan untuk pembagian seperti di kelompok armada perahu dari 60% dibagi untuk juru mudi perahu, pengusaha perahu dan ABK.
Biasanya penghasilan yang mereka dapatkan sekitar Rp. 80.000 – Rp.
300.000/ hari. Dengan penghasilan tersebut mereka mengakui adanya tambahan bagi kebutuhan masyarakat.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat di Cukang Taneuh memiliki tingkat partisipasi yang tinggi seluruh masyarakat lokal dari keempat desa ini memiliki peran yang berbeda. Dari kegiatan pariwisata yang mendatangkan manfaat ini dirasa sudah memberdayakan masyarakat, namun mereka berharap untuk pembagian manfaat dibagi rata untuk seluruh kelompok yang ada.
B. Rekomendasi
Melihat dari kesimpulan diatas memerlukan sebuah arahan atau
pola yang digunakan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut.
Dari arahan tersebut penulis akan mengeluarkan rekomendasi agar
dijadikan contoh bagi kawasan objek wisata lainnya. Maka rekomendasi
dalam penelitian ini diantaranya:
1. Proses Pemberdayaan Masyarakat Cukang Taneuh Desa
Kertayasa
Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa pada dasarnya
masyarakat telah terlibat dalam kegiatan pariwisata di Cukang Taneuh
Desa Kertayasa. Pada umumnya masyarakat terlibat sebagai tenaga
kerja pada usaha pariwisata dan sebagai pedagang untuk jenis usaha
kuliner dan cinderamata. Peningkatan dalam pemberdayaan masyarakat
di Cukang Taneuh khususnya bagi masyarakat lokal Desa Kertayasa,
maka dari itu penulis memberi rekomendasi bagi program yang akan
diterapkan bagi kelompok-kelompok yang terlibat.
Dari kesimpulan diatas masyarakat lebih banyak berkontribusi
sebagai tenaga kerja dari berbagai usaha pariwisata yang ada di Cukang
Taneuh meliputi karyawan di rumah makan, sebagai pengelola Cukang
Taneuh (objek wisata), dan juga sebagai juru mudi perahu. Model yang
pertama model pemberdayaan masyarakat sebagai tenaga kerja. Melalui
model ini, masyarakat berkesempatan sebagai tenaga kerja dengan
kualitas yang lebih baik. Pemberdayaan masyarakat dalam bentuk
tenaga kerja ini lebih mendominasi dari setiap masyarakat lokal khususnya Desa Kertayasa. Dapat dilihat gambar dibawah ini model
yang digunakan terkait dengan tenaga kerja
Gambar 11
Pemberdayaan Masyarakat melalui tenaga kerja
Rekrutmen Individu Usaha
Maysra Oleh Pengurus Pariwis kat Kompepar ata
Cukang Taneuh
Sumber : Olahan Peneliti, 2015
Idealnya adanya persyaratan khusus yang ditetapkan oleh pengelola Cukang Taneuh dalam proses rekrutmen seperti itu tanpa diketahui masyarakat lokal pun turut memotivasi untuk meningkatkan kemampuan mereka.Berdasarkan hasil survey masyarakat tidak pernah ada seleksi saat ikut terlibat. Maka dari itu, seleksi setiap masyarakat dibutuhkan dalam pemberdayaan masyarakat di Desa Kertayasa. Seleksi yang dilakukan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM lebih baik. Model ini dapat dilakukan oleh para kelompok pemandu wisata dan kelompok body rafting karena demi keamanan wisatawan.
Dari terbentuknya KOMPEPar Cukang Taneuh ini pihak pengelola membutuhan proses yang cukup lama. Sebagai contoh bagaiamana proses yang terjadi, diberikan sebuah arahan bahwa sebaiknya dimulai dari tahap awal yaitu tahap perencanaan. Tahap awal ini sebaiknya seluruh pemegang kunci dari setiap masyarakat
Selain itu tingkat partisipasi yang ada di Cukang Taneuh dengan empat desa yang terlibat sudah memasuki partisipasi aktif dimana masyarakat lokal ikut serta dari awal mula Cukang Taneuh berkembang.
Bermula dari perencanaan yang masyarakat terlibat didalamnya memberikan kontribusi dalam bentuk pendapat, modal ataupun tenaga.
Lalu, tahap pelaksanaan yang seluruh masyarakat terlibat dan yang terakhir tahap evaluasi. Pola tersebut yang dijalankan oleh masyarakat
Cukang Taneuh.
Gambar 12
Proses Pemberdayaan Masyarakat
Perencanaan
Penambahan Penanaman Aktivitas Modal
Sosialisasi/ Pendekatan Pelaksanaan terhadap masyarakat
Sumber :Hasil Olahan Peneliti, 2015
Dalam hal ini partisipasi masyarakat di Cukang Taneuh terdapat
dua jenis yang yaitu partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Sebagian besar
masyarakat memang sudah masuk kedalam partisipasi aktif, tetapi untuk
masyarakat yang berpartisipasi pasif hanya menerima manfaat dari
kegiatan pariwisata ini sebaiknya diberikan penjelasan dan didorong oleh
masyarakat lain agar ikut berpartisipasi. Jika dilihat dari keterlibatan
masyarakat, peluang untuk ikut terlibat masih cukup besar dapat dilihat
pada gambar 13 dibawah ini bagaimana masyarakat dapat terlibat.
Gambar 13
Partisipasi KOMPEPar Cukang Taneuh
Masyarakat Masyarakat
sebagai sebagai pemasok pemandu
kebutuhan
Masyarakat Desa Batukaras Masyarakat Desa Cijulang sebagai Desa Kertyasa sebagai Desa Cimerak penjual pemberi
kuliner dan
Masyarakat sebagai Masyarakat sebagai Masyarakat sebagai
pemilik usaha/ tenaga kerja pengurus pengusaha KOMPEPar
Sumber : Olahan Peneliti, 2015
Program yang akan dilakukan untuk mendorong masyarakat pasif diantaranya :
a. mendorong masyarakat tersebut dengan cara memberikan pemahaman
persepsi bahwa pariwisata tidak hanya mendatangkan dampak negatif saja
b. Diikutsertakan dalam pertemuan-pertemuan KOMPEPar Cukang Taneuh
c. Karena didominasi oleh pengusaha armada perahu masyarakat ini dapat
diusulkan untuk membuka usaha seperti bengkel untuk perbaikan mesin
perahu. Dilihat dari kebutuhan para pengusaha perahu ini agar menjadi
penambahan keuntungan bagi masyarakat pasif.
d. Adanya masyarakat lokal yang memiliki power bertujuan agar masyarakat
mau menerima masukan dari juru kunci tersebut.
Tabel 5
Hasil Rekomendasi Pemberdayaan Masyarakat
No. Program Pihak yang terlibat Tujuan
1. Pelatihan dan Seluruh masyarakat Untuk meningkatkan pemahaman
memberi edukasi lokal dari empat desa dari pariwisata dan mengetahui
pemahaman ideal pada pelayanan bagi
mengenai wisatawan
2. Kerjasama dengan Seluruh kelompk Untuk meminimalisir permasalahan
Himpunan pemandu wisata pada kelompok pemandu wisata
Pramuwisata Cukang Taneuh dan
Kabupaten HPI Kab
Pangandaran Pangandaran (Bapak
Jajang)
3. Pelatihan mengenai Kelompok Pemandu Untuk memberikan pengetahuan
keamanan bagi wisata dan Kelompok tentang keamanan bagi wisatawan
wisatawan dalam bodyrafting dengan aktivitas wisata sungai
aktivitas di Cukang
Taneuh ataupun
bodyrafting
4. Koordinasi dengan Agar masyarakat yang terlibat dari
seluruh desa yang setiap desa tidak memungkiri
terlibat dalam adanya manfaat yang diberikan
KOMPEPar melalui kegiatan pariwisata Cukang
Taneuh dan tidak ada kecemburuan sosial dari setiap masyarakat desa
5. Pelatihan Pemandu Untuk memberikan ketrampilan
Wisata yang melibatkan pemandu wisata
dalam mengani wisatawan
6. Pelatihan Memberikan ketrampilan dengan
memberikan kemampuan yang dimiliki oleh
keterampilan lebih masyarakat khususnya para wanita
seperti kerajinan yang tidak terlibat langsug agar
tangan dan meningkatan taraf hidup
memasak makanan masyarakat melalui pariwisata
tradisional
7 Pertemuan dengan Untuk sharing dengan
komponen yang kepengurusan KOMPEPar dan
terlibat secara adanya keterbukaan mengenai
langsung pendapatan di Cukang Taneuh agar
masyarakat dengan pihak pengelola
memiliki keterbukaan masalah
pendapatan
8 Diversifikasi usaha, Bagi masyarakat Bertujuan untuk memiliki
usaha yang lokal yang sudah keanakeragaman usaha dan
dijalankan berupa lama terlibat dalam mendapatkan keuntungan ekonomi
usaha pendukung kegiatan pariwisata yang lebih tidak hanya
seperti membuka mengandalkan dari armada perahu
usaha yang atauun kelompok pedagang saja. berlokasi di setiap
desa KOMPEPar
Cukang Taneuh
9 Sosialiasai Mengetahui manfaat bersama yang
pemberian akan dijadikan dalam bentuk
manfaatkepada gedung ataupun digunakan untuk
seluruh masyarakat kebutuhan bersama
yang diwakilkan
oleh Kepala
Keluarga.
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, dkk. 2001, Panduan Praktis Memahami Penelitian. Bandung:
Pustaka
Amrulloh, Zaenudin. 2014, Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pariwisata Pada
Dusun Tradisional Sasak Sde Lombok NTB. Yogyakarta: Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga
Andreeyan, Rizal. 2014. Studi Tentang Partisipasi Masyarakat dalam
Pelakasanaan Pembangunan di Kelurahan Sambutan Kecamatan Sambutan Kota
Samarinda. eJournal Administrasi Negara, 2014, 2 (4): 1938-1951. {31 Maret
2015}
CBT Handbook Priciples and Meaning. Thailand
Minstry Of Tourism and Entertainment Green Paper No. 2/ 14, Toward A national
Community Tourism Policy & strategy 2014
Daldinz dalam Pradono, Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, 2014
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-dasar Kkeperawatan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Kedokteran EGC
Goodwin, dkk. 2009, Community Based Tourism: a success?. German: German
Development Aagency (GTZ)
Greencanyon (2010) “Body Rafting Green Canyon” tersedia:
https://greencijulang.wordpress.com/category/green-canyon/ {4 Maret
2015}
Hardina, dkk. 2007, An Empowering Approach To Managing Social Service
Organizations. . London: Springer Publishing Company, LL.C Koentjaraningrat. 1973, Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia
Moleong. Tanpa tahun, Metodologi Penelitain Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
P-P2Par ITB. Materplan Percepatan dan Perluasan Pembanguan Ekonomi
Indonesia
2011-2025: Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui
Pariwisata .
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah Provinsi Jawa Barat 2005-
2025
Sugiyono. 2012, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung:
Alfabeta.
Uslegal.com (2010) “Join Ventures” tersedia: http://jointventures.uslegal.com/
{17 Maret 2015}. locality.org
Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting daalam Pengembangan Pedesaan dan
Pertanian. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwisata
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA ORGANISASI PERANGKAT DAERAH(OPD)
Tanggal Wawancara : Waktu Wawancara :
1. Sumber Informasi : 2. Nama Informan : 3. Jabatan : 4. Alamat :
Daftar Pertanyaan :
1. Apa saja kebijakan yang menjadi dasar pemberdayaan masyarakat di Kab
Pangandaran?
2. Rencana atau kebijakan kepariwisataan terkait pemberdayaan masyarakat
yang sudah pernah disusun dan dijalankan di Cukang Taneuh?
3. Bagaimana keterlibatan masyarakat di daya tarik-daya tarik wisata
tersebut? Sejauh apa? Dalam bentuk apa saja? Siapa saja masyarakat yang
terlibat?
4. Siapa saja stakeholder yang berpengaruh dalam pariwisata Cukang
Taneuh? Berasal dari mana? Apa saja perannya? Apa pengaruh
keberadaan stakeholder tersebut terhadap pemberdayaan/keterlibatan
masyarakat?
5. Langkah-langkah untuk mendorong pemberdayaan masyarakat yang
sudah pernah dilakukan? Sudah efektif atau belum? Apa saja kendala dan
permasalahannya? Bagaimana cara mengatasi kendala dan permasalahan
tersebut? 6. Isu utama terkait pemberdayaan masyarakat dalam pariwisata Cukang
Taneuh?
7. Harapan-harapan terkait pemberdayaan masyarakat dalam pariwisata di
Kab. Pangandaran khususnya Cukang Taneuh?
PEDOMAN WAWANCARA Tokoh Penggerak Pariwisata Tanggal wawancara :
Waktu wawancara :
1. Nama informan :
3. Jabatan :
4. Alamat :
5. Telp./Fax./HP :
DAFTAR PERTANYAAN :
1. Kegiatan pemberdayaan apa yang sudah berhasil dilakukan di Cukang
Taneuh Desa Kertayasa?
2. Bagaimana proses pemberdayaan yang dilakukan (tahapan)?
3. Manfaat yang diperoleh dan pembagian manfaat kepada masyarakat luas?
4. Bentuk dari usaha ekonomi masyarakat seperti Koperasi atau lainnya?
5. Kegiatan pemberdayaan yang dianggap tidak berhasil? Mengapa?
6. Permasalahan yang dihadapi dalam pemberdayaan masyarakat
7. Harapan terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam pariwisata
PEDOMAN WAWANCARA Masyarakat Lokal Tanggal wawancara :
Waktu wawancara :
1. Sumber informasi :
2. Nama informan :
3. Jabatan :
4. Alamat :
5. Telp./Fax./HP :
DAFTAR PERTANYAAN :
1. Usaha apa yang dijalankan oleh Ibu/ Bapak (tahun berdiri, sejarah)
2. Bagaimana proses pelibatan masyarakat dalam pengelolaan usaha
pariwisata
3. Seberapa banyak masyarakat yang terlibat langsung? Berapa yang terlibat
tidak langsung?
4. Bagaimana sistem pengelolaan usahanya? (kelembagaan, pembiayaan,
operasionalisasi, pembagian manfaat/keuntungan, pembagian resiko)
5. Manfaat yang diperoleh dan pembagian manfaat kepada masyarakat luas?
(peningkatan pendapatan? Penyediaan lapangan kerja?
6. Permasalahan yang dihadapi dalam pemberdayaan masyarakat?
BIODATA PENULIS
A. DATA PRIBADI
Nama : Siska Sri Pebrianti
Tempat, Tanggal lahir : Bandung, 22 Februari 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Email : [email protected]
Alamat : Jalan Cipedes Atas No 42 RT02/RW07 Kel.
Gegerkalong Kec. Sukasari Bandung 40153
B. DATA ORANGTUA
Nama Ayah : Endang Suryanto
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Nama Ibu : Eros Rosita Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Cipedes Atas No 42 RT02/RW07 Kel.
Gegerkalong Kec. Sukasari Bandung 40153
C. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
1999 - 2005 : SDN Cipedes II Bandung
2005 - 2008 : SMP Laboratorium Percontohan (Lab School) UPI Bandung
2008 - 2011 : SMK Insan Cinta Wisata Bandung
2011 – 2015 : Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Jurusan Kepariwisataan,
Progaram Manajemen Destinasi Pariwisata
D. PENGALAMAN BEKERJA
Agustus 2014 - : Assistant Project Manager pada Praktek Kerja Nyata
Januari 2015 (PKN) di Pusat Perencanaan dan Pengembangan
Kepariwisataan (P-P2PAR) ITB
September 2015 : Surveyor Project RIPPARKAB Pangandaran di CV
SINARO , Bandung