Bab Ii Gambaran Umum Cirebon Sebelum Kedatangan Voc A

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bab Ii Gambaran Umum Cirebon Sebelum Kedatangan Voc A BAB II GAMBARAN UMUM CIREBON SEBELUM KEDATANGAN VOC A. Cirebon Sebelum Masa Sunan Gunung Jati Cirebon merupakan salah satu wilayah yang terletak di pesisir1 Pulau Jawa dengan kondisi geografis yang menguntungkan. Cirebon terletak di jalur pantai utara yang berbatasan langsung dengan wilayah yang sekarang disebut dengan Jawa Tengah dan Jawa Barat. Hal ini membuat terjadinya interaksi di antara dua kebudayaan yang ada di kedua wilayah tersebut yaitu Kebudayaan Jawa dengan Kebudayaan Sunda, sehingga lahirlah sebuah kebudayaan yang unik dan khas. Di sisi lain, Cirebon juga menjadi wilayah yang secara langsung dilewati jalur perdagangan antarpulau bahkan internasional pada abad ke-15 dan 16 dengan ditandai adanya pelabuhan sebagai tempat bersandarnya kapal-kapal baik untuk perdagangan ataupun pelayaran. Selain wilayah pesisir, Cirebon juga memiliki wilayah pedalaman yang subur untuk kegiatan pertanian yang hasilnya akan diperjualbelikan dalam perdagangan internasional. Jalur perdagangan internasional menggunakan jalan laut sangat membantu setiap bangsa dari berbagai belahan benua untuk bisa saling bertemu dan berinteraksi. Kepulauan Nusantara2 sudah dianggap penting bagi perdagangan antarbangsa sejak zaman purba. Hal ini dikarenakan pulau-pulaunya berada di sepanjang laut yang merupakan rute penghubung antara Cina dengan kekuasaan Kekaisaran Romawi. Banyak kapal dari berbagai negara singgah di Kepulauan Nusantara untuk mengisi perbekalan pelayaran atau membeli barang-barang dagangan yang dibutuhkan, seperti rempah-rempah, damar dan kayu berharga.3 Berbagai bangsa hadir di Kepulauan Nusantara mulai dari Cina, India, Persia, 1 Dalam Kamus Sejarah dan Budaya Indonesia, pesisir merupakan istilah yang umum dipakai ketika menyebut wilayah-wilayah pantai terutama di Pulau Jawa yang mempunyai perbedaan tradisi dengan wilayah yang ada di pedalaman. Lihat Putri Fitria, 2014, Kamus Sejarah & Budaya Indonesia, Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia, hlm. 159 2 Istilah Nusantara dipakai untuk menyebut wilayah-wilayah kepulauan yang kini dikenal dengan Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand selatan dan Filipina selatan. Lihat Didin Saefuddin Buchori, 2009, Sejarah Politik Islam, Jakarta: Pustaka Intermasa, hlm. 268 3 Dedi Supriyadi, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, hlm. 189 Arab, dan kemudian Bangsa Eropa. Dengan demikian unsur-unsur kebudayaan dari berbagai bangsa itu pun masuk dan berbaur bersama penduduk asli di Kepulauan Nusantara. Adat istiadat merupakan unsur kebudayaan yang dibawa para pelaut dan pedagang asing serta tidak dapat dihindari pengaruhnya di Kepulauan Nusantara. Orang-orang India dengan kebudayaan India di dalamnya memuat kepercayaan kepada kesaktian yang dimiliki oleh raja-raja yang membawa dampak bercampurnya kepercayaan tersebut dengan kepercayaan animisme yang semula dianut nenek moyang penduduk Nusantara, khususnya di wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Falsafah India Klasik tentang Raja Adikuasa memberi inspirasi para penguasa Nusantara yang berambisi dengan kekuasaan, pada saat itu para penguasa Nusantara setingkat dengan kepala suku agama Hindu dan Budha dari India. Kepercayaan ini tidak hanya bercampur, akan tetapi terkadang dapat menggantikan posisi kepercayaan yang dianut sebelumnya mulai dari penguasa hingga rakyatnya.4 Hal ini bisa dilihat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu dan Budha di Nusantara sejak awal abad masehi. Sejak awal abad masehi mulai tumbuh dan kemudian berkembang kerajaan-kerajaan bercorak Hindu serta Budha di Nusantara, contohnya Kerajaan Kutai di Pulau Kalimantan, Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat dan Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah. Cirebon yang berada di ujung timur pantai utara Jawa Barat masuk ke dalam wilayah kekuasaan raja-raja yang pernah memimpin di Jawa Barat. Menurut Kitab Negara Kertabumi karya Pangeran Wangsakerta5 sebagaimana dikutip oleh Unang Sunardjo dalam buku Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cirebon 1479-1809, dituliskan kerajaan-kerajaan yang pernah ada sebelum Islam datang dan berkembang di Jawa Barat yaitu Kerajaan Salakanagara, Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda, Kerajaan Kendam, Kerajaan Galuh, Kerajaan Pajajaran dan Kerajaan 4 Ibid., hlm. 189-190 5 Pangeran Wangsakerta merupakan salah satu putra dari Panembahan Ratu II (Panembahan Girilaya) yang naik tahta di Kerajaan Cirebon pada tahun 1649 M. Saunggalah.6 Dapat diketahui bahwa sebelum Islam berkembang di Jawa Barat melalui Cirebon pada abad ke-15 Masehi, dipastikan Cirebon merupakan wilayah yang berada di bawah kekuasaan raja-raja Hindu dan Budha.7 Prasasti Huludayeuh Menurut Kitab Carita Purwaka Caruban Nagari, awalnya istilah Cirebon berasal dari kata Caruban yang semakin lama penyebutannya semakin berubah 6 Kerajaan Salakanagara (130-358 M) dimulai oleh raja Dewawarman, Kerajaan Tarumanagara (358-669 M) dimulai oleh raja Jayasingawarman, Kerajaan Sunda (dimulai tahun 669 M) oleh raja Tarusbawa Wastika Manungga Manggalajaya Sunda Sembawa, Kerajaan Kendam (dimulai tahun 526 M) oleh Resi Guru Manikmaya di daerah Nagreg Cicalengka Jawa Barat, Kerajaan Galuh (612-1482 M) dimulai oleh Prabu Kandiawan, Kerajaan Pajajaran (1482- 1579 M) dimulai oleh Prabu Jayadewata bertahta di Pakuan Bogor, dan Kerajaan Saunggalah (dimulai tahun 732 M) oleh Prabu Demunawan di Kuningan Jawa Barat. Lihat Unang Sunardjo, 1983, Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cirebon 1479-1809, Bandung: Tarsito, hlm. 8 7 Bukti bahwa Cirebon pernah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Hindu-Budha adalah dengan ditemukannya sebuah prasasti yang dinamai Prasasti Huludayeuh di Desa Cikalahang Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon. Tulisan pada prasasti itu antara lain menyebut tentang “Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Sya Sang Ratu Dewata” (Sri Maharaja Raja Utama di Pakwan, dialah sang Ratu Dewata). Adanya kata “Haji” pada kalimat tersebut memiliki arti utama, bukan merupakan istilah yang ada di dalam Agama Islam yakni menunaikan ibadah haji ke Baitullah di Makkah. Keterangan dalam prasasti tersebut ditulis dengan huruf Jawa Kuna dalam Bahasa Sunda. Prasasti Huludayeuh menjadi salah satu bukti bahwa Cirebon dan daerah sekitarnya dahulu pernah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan raja Kerajaan Sunda. Lihat A.Sobana Hardjasaputra dkk, 2011, Cirebon dalam Lima Zaman (Abad ke-15 Hingga Pertengahan Abad ke- 20), Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, hlm. 32 menjadi Carbon, Cerbon dan kemudian Cirebon. Kata Caruban memiliki arti “campuran,”8 karena di tempat tersebut dijadikan tempat tinggal orang-orang dari berbagai bangsa dengan beragam perbedaan seperti bahasa, kepercayaan, tulisan, dan budaya. Mereka pun memiliki profesi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sedangkan menurut E.C. Godee Molsbergen (Sejarawan dan Arsiparis Belanda), bahwa Cirebon pada awalnya bernama Pakungwati setelah itu disebut dengan Tjairebon atau Tjirebon. Dalam dokumen VOC ditulis sebagai Tjeribon, Chirrebon, Sirrebon, dan orang-orang Portugis menyebutnya dengan Charabon.9 Istilah Cirebon pun secara kiratabasa (volks-etymology) terdiri dari dua kata yaitu “ci” dan “rebon”. Kata “ci” berasal dari Bahasa Sunda yang memiliki arti air. Sedangkan kata “rebon” memiliki arti sejenis udang yang kecil-kecil. Rebon ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan terasi. Sejak zaman dahulu Cirebon menjadi wilayah pembuat serta pengekspor terasi yang enak. Bahkan sampai sekarang pun wilayah Cirebon masih memproduksi terasi dan dijadikan sebagai salah satu oleh-oleh khas Cirebon. Di sisi lain, Cirebon juga disebut dengan “grage” yang merupakan singkatan dari Nagari Gede. Kata grage berasal dari kata glagi yakni nama udang kering yang juga dijadikan sebagai bahan pembuatan terasi. Pada tahap selanjutnya wilayah Caruban berubah menjadi sebuah nagari atau kerajaan atau sebuah negara yang besar. Oleh para walisanga Caruban ini disebut sebagai nagari Puser Bumi atau Pusering Jagat. Hal ini berarti bahwa Cirebon berada di tengah-tengah Pulau Jawa dalam pengertian sebagai pusat penyebaran agama Islam khususnya di wilayah Jawa Barat.10 Cirebon merupakan salah satu wilayah dengan kondisi geografis yang lengkap, yaitu dengan adanya wilayah pesisir yang disebut Cirebon Larang dan wilayah pedalaman (pegunungan) yang disebut dengan Cirebon Girang. Di 8 Kata Carub memiliki arti campur. Lihat T.D. Sudjana, dkk, 2015, Kamus Bahasa Cirebon, Bandung: Humaniora, hlm. 63 9 E.C. Godee Molsbergen, 2009, Uit Cheribon’s Geschiedenis, diterjemahkan oleh Iwan Satibi, hlm. 1 10 Atja, Op.Cit., hlm. 28. Lihat juga Ahmad Hamam Rochani, 2008, Babad Cirebon, Cirebon: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon, hlm. 26 wilayah pesisir terdapat nagari-nagari yang merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Hindu-Budha. Menurut P.S. Sulendraningrat yang dikutip oleh Unang Sunardjo bahwa pernah ada berita mengenai sebuah nagari besar bernama Nagari Wanagiri yang telah berdiri sejak abad ke-14 Masehi meliputi wilayah Kabupaten Cirebon sekarang. Akan tetapi karena sebab yang tidak jelas nagari besar tersebut pecah menjadi nagari-nagari kecil dengan hak otonomi yang diberikan oleh Kerajaan Galuh. Nagari-nagari tersebut dipimpin oleh para Ki Gedeng di setiap daerahnya, nagari-nagari kecil yang ada di wilayah Cirebon di antaranya Nagari Surantaka, Nagari Singapura, Nagari Japura, Nagari Wanagiri, Nagari Rajagaluh, dan Nagari Talaga.11 Nagari-nagari kecil yang ada di wilayah Cirebon merupakan wilayah yang berada dalam kekuasaan Raja Sunda. Para Ki Gedeng di Nagari Surantaka, Nagari Singapura, Nagari Japura, dan
Recommended publications
  • Southeast Asia: History, Modernity, and Religious Change
    AL ALBAB - Borneo Journal of Religious Studies (BJRS) Volume 2 Number 2 December 2013 SOUTHEAST ASIA: HISTORY, MODERNITY, AND RELIGIOUS CHANGE Sumanto Al Qurtuby University of Notre Dame’s Kroc Institute for International Peace Studies Abstract Southeast Asia or Southeastern Asia, with more than six hundred million pop- ulations, is home to millions of Buddhists, Muslims, Confucians, Protestants, Catholics, and now Pentecostals, as well as many followers of local religions and spiritual beliefs. Notwithstanding its great historical, political, cultural legacies, however, the region has long been neglected as a site for religious studies in the Western academia. Aiming at filling the gap in Asian and religious studies as well as exploring the richness of Southeast Asian cultures, this article discusses the dynamics, diversity, and complexity of Southeast Asian societies in their re- sponse to the region’s richly political, cultural, and religious traditions spanning from pre-modern era to modern one. The article also examines the “integrative revolutions” that shaped and reshaped warfare, state organization and econom- ics of Southeast Asia, particularly in the pre-European colonial era. In addition, the work discusses the wave of Islamization, particularly since the nineteenth century, as well as the upsurge of religious resurgence that shift the nature of religiosity and the formation of religious groupings in the area. The advent of Islam, with some interventions of political regimes, had been an important cause for the decline of Hindu-Buddhist traditions in some areas of Southeast Asia, especially Indonesia, the coming of Pentecostalism has challenged the well-estab- lished mainstream Protestantism and Catholicism, especially in Indonesia and the Philippines.
    [Show full text]
  • The Prospect of IORA Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA)
    The Prospect of IORA Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) 2017 Center for Policy Analysis and Development Asia Pacific and Africa Region Ministry of Foreign Affaris of The Republic of Indonesia Chief Editor Dr Siswo Pramono, LL.M, Policy Analysis and Development Agency (PADA), Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia 1 Published by Center of Policy Analysis and Development Agency on Asia Pacific and Africa Regions, Ministry of Foreign Affairs of the Republic of Indonesia on 2017 Central Jakarta 10110 Indonesia E-mail: [email protected] Printed by ©2017 Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan 2 Table Of Contents Section 1: Introduction ..................................................................................... 12 Introduction ....................................................................................... 12 Research Focus............................................................................... 13 Research Questions : ...................................................................... 13 Method Of Research : ..................................................................... 13 Section 2: ............................................................................................................ 14 Chapter II ........................................................................................ 14 Measuring Economic Cooperation In Indian Ocean Rim: ............... 14 An Illustrated Sketch About Regional Architecture ......................... 14 Iora Is To Promote A
    [Show full text]
  • Korrespondenzblatt Des Canisianums
    KORRESPONDENZBLATT DES CANISIANUMS Heft 1, Jahrgang 153 – Sommersemester 2020 INHALTSVERZEICHNIS GELEITWORT DES REKTORS GELEITWORT DES REKTORS ................................................................................................................ 1 Liebe Alt-Canisianer, Freunde und Wohltäter! 1. BEITRÄGE arbeiten beschäftigt. Es gab auch die erste KATHOLISCHE KIRCHE IN INDONESIEN .................................................................................... 2 „digitale Defensio“ in der Geschichte des DIE UKRAINISCHE GRIECHISCH-KATHOLISCHE KIRCHE ............................................................... 15 Canisianums, in der alle Beteiligten (Kan- didat, Professoren, Studiendekan) „online“ 2. AKADEMISCHES miteinander kommunizierten. Interessierte FAKULTÄTSKLAUSUR – EIN BLICK IN DIE ZUKUNFT ................................................................... 28 Zuhörer konnten über das Internet dabei AQUINAS LECTURE 2020 ................................................................................................. 28 sein. 3. AKTUELLES UND CHRONIK Auch die Ostertage waren neu und ganz CHRONIK VON DEZEMBER 2019 BIS JUNI 2020 .................................................................... 29 anders für die Hausgemeinschaft. Wir fei- NEOINGRESSI 2019/2020 ................................................................................................ 37 erten dieses Mal alle gemeinsam im Haus DIÖZESENLISTE STUDIENJAHR 2019/2020 ........................................................................... 39 - und
    [Show full text]
  • Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti
    KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 2017 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Pendidikan Buku pelajaran pendidikan Hindu untuk siswa-siswi tingkat Sekolah Dasar ini disusun sesuai dengan Kurikulum 2013 hasil revisi, agar siswa-siswi aktif. Buku Siswa ini dilengkapi kegiatan-kegiatan seperti pendapatku, kolom info, mari beraktitas, diskusi dengan orang tua, diskusi di kelas, uji kompetensi, mewarnai gambar, dan portofolio. Semua Agama Hindu kegiatan tersebut bertujuan membantu siswa-siswi memahami dan mengaplikasikan ajaran agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari. dan Budi Pekerti Buku siswa ini disertai glosarium, dan illustrasi gambar-gambar guna memotivasi Kelas IV SD siswa-siswi gemar membaca, mencintai budaya Hindu dengan materi hari suci agama • Hindu yang dirayakan oleh umat Hindu etnis India. Demikian juga tentang sejarah perkembangan agama Hindu di Indonesia yang disajikan sejak awal masehi. Dengan buku agama Hindu ini, kami berharap siswa-siswi dapat belajar dengan mudah materi-materi pelajaran Pendidikan Agama Hindu. Sehingga dapat menumbuhkan semangat dan kreatitas dalam meningkatkan Sraddha dan Bhakti. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Agama Pendidikan ZONA 1 ZONA 2 ZONA 3 ZONA 4 ZONA 5 HET Rp9,400 Rp9,800 Rp10,200 Rp10,900 Rp14,100 ISBN: SD 978-602-282-836-5 (jilid lengkap) 978-602-282-840-2 (jilid 4) KELAS IV EDISI REVISI 2017 Hak Cipta © 2017 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang Disklaimer: Buku ini merupakan buku siswa yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi Kurikulum 2013. Buku siswa ini disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan dipergunakan dalam tahap awal penerapan Kurikulum 2013.
    [Show full text]
  • Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik Kira-Kira Sejarah Jawa Barat
    ILMUIMAN.NET: Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik Cerita Kira-kira Sejarah (16+). 2017 (c) ilmuiman.net. All rights reserved. Berdiri sejak 2007, ilmuiman.net tempat berbagi kebahagiaan & kebaikan lewat novel- cerpen percintaan atau romance, dan cerita non fiksi.. Seru. Ergonomis, mudah, & enak dibaca. Karya kita semua. Peringatan: Pembaca yang sensi dengan seloroh ala internet, silakan stop di sini. Segala akibat menggunakan atau membaca, sepenuhnya tanggung jawab pembaca. Terima kasih & salam. *** Kira-kira Sejarah Jawa Barat Babak-1: Salakanagara Jawa bagian barat, adalah termasuk negeri besar tertua di nusantara. Peninggalannya diyakini sudah ada sejak abad ke-2 masehi atau sekitar tahun 130-an, yaitu negeri Salakanagara namanya. Sebagai kontrasnya, negeri-negeri kecil sporadis di nusantara ini, yang lain, baru ada jejaknya dalam catatan sejarah pada sekitaran abad ke-4M. *** Babak-2: Tarumanagara Salakanagara kemudian menjelma menjadi negeri besar Taruma atau Tarumanagara. Salah satu raja terkenalnya Purnawarman. Bentangan wilayahnya meliputi seluruh Jawa Barat masa kini, daerah Banyumasan terus sampai ke sungai Bogowonto, dan di bagian utara, ada yang bilang sampai batas tradisional sungai Cipamali, tapi bisa juga meliputi seluruh bagian utara yang bahasa Jawanya di masa kini bahasa ngapak (kecampur Sunda) seperti Tegal dan seperti itu. Tarumanagara yang jaya kemudian menelurkan kerajaan-kerajaan bawahan yang banyak, yang menonjol adalah Sunda dan Galuh. Sampai suatu ketika, saat sudah masanya agak mundur disebabkan melejitnya Sriwijaya, raja Tarumanagara tidak punya anak lelaki, sehingga putri mahkotanya terus dicarikan jodoh bangsawan Sunda (Jakarta sekarang). Maka, jadilah pasangan Tarumagara-Sunda menjadi pemimpin Jawa Barat. *** Babak-3: Sunda & Galuh Oleh sang raja Sunda (yang semula raja bawahan sebelum menyunting putri mahkota Tarumanagara), kemudian ibukota dipindahkan ke Sunda atau Sunda Kelapa masa kini.
    [Show full text]
  • Kanekes and Pajajaran in West Java Gardiens Du Sanctuaire De L’Esprit Du Royaume : Les Urang Kanekes Et L’Etat De Pajajaran À Java Ouest
    Moussons Recherche en sciences humaines sur l’Asie du Sud-Est 8 | 2005 Recherche en sciences humaines sur l'Asie du Sud-Est Tending the Spirit’s Shrine: Kanekes and Pajajaran in West Java Gardiens du sanctuaire de l’Esprit du royaume : les Urang Kanekes et l’Etat de Pajajaran à Java Ouest Robert Wessing and Bart Barendregt Electronic version URL: http://journals.openedition.org/moussons/2199 DOI: 10.4000/moussons.2199 ISSN: 2262-8363 Publisher Presses Universitaires de Provence Printed version Date of publication: 1 December 2005 Number of pages: 3-26 ISBN: 2-7449-0625-5 ISSN: 1620-3224 Electronic reference Robert Wessing and Bart Barendregt, « Tending the Spirit’s Shrine: Kanekes and Pajajaran in West Java », Moussons [Online], 8 | 2005, Online since 15 October 2013, connection on 02 May 2019. URL : http://journals.openedition.org/moussons/2199 ; DOI : 10.4000/moussons.2199 Les contenus de la revue Moussons sont mis à disposition selon les termes de la Licence Creative Commons Attribution - Pas d’Utilisation Commerciale - Pas de Modification 4.0 International. Articles / Articles Tending the Spirit’s Shrine: Kanekes and Pajajaran in West Java Robert WESSING*and Bart BARENDREGT** Although, or perhaps precisely because field research among the Urang Kanekes, the people of Kanekes1 of South Banten in West Java (Indonesia), is next to impossible, especially in their sacred inner hamlets, they have over the years been the subject of much speculation and, where possible, analysis. Indeed, as early as 1882, Veth (1875-84, III: 129) observed
    [Show full text]
  • Ethnomedicinal Study of the Sundanese People at the Bodogol Area, Gede Pangrango Mountain National Park, West Java
    Gardens’ Bulletin Singapore 63(1 & 2): 519–526. 2011 519 Ethnomedicinal study of the Sundanese people at the Bodogol area, Gede Pangrango Mountain National Park, West Java Vera Budi Lestari Sihotang Herbarium Bogoriense, Botany Division, Research Center for Biology, Indonesian Institute of Sciences, Cibinong Science Center (CSC), Jl. Raya Jakarta-Bogor Km 46, Cibinong, Bogor 16911, Indonesia [email protected], [email protected] ABSTRACT. Traditional medicine is often considered adequate even in present times, especially when modern medical treatment is diffficult to obtain. Indonesia, a country with rich biodiversity and a multicultural society, has a wealth of medicinal plant knowledge. Observations on the ethnomedicinal practices of the Sundanese people, conducted in several villages (Cipeucang, Ciwaluh, Lengkong Girang, Lengkong Hilir and Sungapan) around the Bodogol area in West Java, are summarised. Keywords. Bodogol, ethnomedicine, Gede Pangrango Mountain National Park, Indonesia, medicinal plants, Sundanese people, West Java Introduction In traditional societies worldwide, plants feature importantly in the treatment of many ailments, in particular infectious and parasitic diseases, diarrhoea, fever and colds, as well as in birth control and dental hygiene. According to the World Health Organisation (WHO), traditional medicine is a rather vague term for distinguishing any ancient or culturally based health-care system from orthodox scientific medicine, or allopathy. This includes systems that are currently regarded as indigenous or unorthodox, alternative, folk, fringe, and even “unofficial”. Both the major Asian systems (e.g., the Chinese, Ayurvedic, Unani, Unani Tibb medical systems), which are comparatively well documented since ancient times, as well as the less widespread, largely orally transmitted practices of other traditional communities, are included in this understanding of traditional medicine.
    [Show full text]
  • Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti
    Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti SD Kelas IV Hak Cipta © 2013 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Disklaimer: Buku ini merupakan buku siswa yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi Kurikulum 2013. Buku siswa ini disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan dipergunakan dalam tahap awal penerapan Kurikulum 2013. Buku ini merupakan “dokumen hidup” yang senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai dengan dinamika kebutuhan dan perubahan zaman. Masukan dari berbagai kalangan diharapkan dapat meningkatkan kualitas buku ini. Katalog Dalam Terbitan (KDT) Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. -- Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. iv, 92 hlm. : ilus. ; 29.7 cm. Untuk SD Kelas IV ISBN 978-979-1274-88-3 (jilid lengkap) ISBN 978-979-1274-92-0 (jilid 4) 1. Hindu - Studi dan Pengajaran I. Judul II. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 294.5 Kontributor Naskah : Duwijo dan Komang Susila. Penelaah : I Made Titib dan I Made Sujana. Penyelia Penerbitan : Politeknik Negeri Media Kreatif, Jakarta. Cetakan Ke-1, 2013 Disusun dengan huruf Myriad Pro, 14 pt ii Agama Hindu Kelas 4 SD ii Kelas IV SD ii Kelas IV SD Kata Pengantar Kurikulum 2013 dirancang agar peserta didik tidak hanya bertambah pengetahuannya, tetapi juga meningkat keterampilannya dan semakin mulia kepribadiannya. Dengan demikian, ada kesatuan utuh antara kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Keutuhan ini dicerminkan dalam pendidikan agama dan budi pekerti. Melalui pembelajaran agama diharapkan akan terbentuk keterampilan beragama dan terwujud sikap beragama peserta didik yang berimbang, mencakup hubungan manusia dengan Penciptanya, sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
    [Show full text]
  • Perancangan Media Action Figure Untuk Representasi Budaya Studi Kasus: Artefak Vernakular Sunda
    LAPORAN PENELITIAN PERANCANGAN MEDIA ACTION FIGURE UNTUK REPRESENTASI BUDAYA STUDI KASUS: ARTEFAK VERNAKULAR SUNDA BERDASARKAN SK. REKTOR ITENAS NOMOR: 0183/B.06.01/REKTORAT/I/ITENAS/IV.2008 OLEH EDI SETIADI PUTRA NPP: 00 08 04 LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL 2010 1 2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan ke khadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan ridhoNya, saya dapat menyampaikan laporan penelitian ini. Penelitian yang saya laksanakan, berjudul: Perancangan Media Action Figure untuk Representasi Artefak Vernakular Budaya Sunda. Dari judul tersebut, saya secara khusus bermaksud mengkaji secara lebih mendalam mengenai potensi dari artefak vernakular yang berlatar budaya Sunda untuk diperkenalkan kembali kepada masyarakat masa kini, melalui suatu konsep desain yang menggunakan media representasi populer yang disebut figurine atau action figures, berupa model dengan skala tertentu yang memuat karakteristik yang amat rinci tentang objek yang direpresentasikan. Pada masa kini, jenis action figure atau figurine buatan luar negeri yang membanjiri pasar domestik Indonesia, adalah yang memuat secara lengkap karakteristik budaya masing-masing pengekspor. Figurine asal Jepang dan China telah berhasil memasuki pasar kalangan anak-anak dan remaja Indonesia, padahal figurine produksi mereka yang dijual di Indonesia adalah sangat kuat memuat karakter budayanya, misalnya karakter pahlawan-pahlawan klasik Jepang dan China, yang tampaknya hadir mendampingi berbagai judul videogame yang memuat karakter yang sama. Pengenalan budaya Jepang dan China ini sangat berhasil, dimana anak-anak Indonesia menjadi sangat mengenal nama-nama tokoh bersejarah dari negara Jepang dan China. Ini mungkin sisi positifnya, sisi negatifnya adalah dikhawatirkan anak-anak Indonesia lebih mengenal budaya dan tokoh asing daripada bangsanya sendiri.
    [Show full text]
  • Pustaka Rājya-Rājya I Bhumi Nusāntara [07.33] Transliterasi Teks Dan Terjemahan
    Pustaka Rājya-Rājya i Bhumi Nusāntara [07.33] Transliterasi Teks dan Terjemahan Oleh: Mamat Ruhimat, S.S. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga 2009 Pustaka Rājya-Rājya i Bhumi Nusāntara [07.33] Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) Jawa Barat Ketua : Dr. H.I.Syarief Hidayat, M.S. Sekretaris : Tedi Permadi, S.S. M.Hum. Bendahara : Tien Wartini, M.Hum. Peneliti : Mamat Ruhimat, S.S. BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Naskah Naskah yang menjadi objek dalam penelitian ini berjudul Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara Parwwa Kedua Sargah Ketiga (PRRBN 2.3). Kata parwwa sebagaimana dijelaskan oleh Atja dan Edi S Ekadjati (1987:1) berarti bagian. Sedangkan sargah adalah buku. Jadi naskah PRRBN 2.3 yang menjadi objek dalam penelitian ini merupakan buku ketiga dari bagian kedua. Naskah PRRBN 2.3 ini merupakan koleksi Museum Negeri Jawa Barat “Sri Baduga” dengan kode koleksi 179.1490/07.33. Naskah ini berukuran 36 x 28 cm dengan ruang tulisan 32 x 22 cm. Jumlah halaman seluruhnya adalah 222 halaman. Bahan naskah dari kertas daluang buatan pabrik yang sangat baik dan licin dengan warna kecoklatan. Sampulnya dibuat dari karton tebal dan kain blacu. Kondisi naskah pada umumnya masih baik, meskipun kertasnya tampaka kusam dan berjamur tulisan masih dapat dibaca. Demikian pula teks masih utuh secara keseluruhan karena tidak ada lembaran yang hilang. Teks PRRBN 2.3 ditulis dengan aksara Jawa Kuna dan berbahasa Jawa Kuna karena masih mengenal vokal eu [ö] yang tidak terdapat pada Jawa Tengahan dan Modern. Tulisan pada umumnya ditulis dengan ukuran besar dengan tipe kuadrat.
    [Show full text]
  • Kementerian Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Materi Pengantar Soal Sejarah Indonesia
    KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA MATERI PENGANTAR SOAL SEJARAH INDONESIA KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya semata, maka materi pengantar soal Sejarah Indonesia ini dapat terselesaikan dengan baik. Materi ini disusun dengan tujuan untuk menjadi bahan ajar bagi para PNS yang hendak mengambil ujian dinas dalam rangka kenaikan jabatan yang dimilikinya. Berdasarkan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil, Pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan dengan memperhatikan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan tersebut. Promosi kenaikan pangkat didasarkan pada kemampuan, senioritas, ujian, wawancara, dan gabungan beberapa faktor. Promosi kenaikan pangkat dilakukan tidak saja untuk menjaga dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di masa depan, namun juga meningkatkan kinerja PNS. Materi pengantar soal ini disusun khusus untuk memfasilitasi terselenggaranya Ujian Dinas Tingkat I dan II dalam rangka kenaikan jabatan tersebut. Atas nama Kementerian Kelautan dan Perikanan, kami mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim penyusun yang telah bekerja keras menyusun materi pengantar soal ini. Begitu pula halnya dengan instansi dan narasumber yang telah memberikan review dan masukan, kami ucapkan terima kasih atas masukan dan informasi yang diberikan.Kami sangat menyadari bahwa materi pengantar soal ini masih jauh dari sempurna, sehingga setiap masukan dari semua pihak sangat kami harapkan guna penyempurnaan dalam pembuatan materi pengantar soal selanjutnya. ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB 1 PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 BAB 2 PENGERTIAN SEJARAH DAN KEHIDUPAN PRASEJARAH DI INDONESIA 2 A.
    [Show full text]
  • Case Study of Sundanese Ethnic Political Communication Regent Dedi Mulyadi in Political Development in Purwakarta Regency, West Java Province, Indonesia, 2008-2018
    University of Nebraska - Lincoln DigitalCommons@University of Nebraska - Lincoln Library Philosophy and Practice (e-journal) Libraries at University of Nebraska-Lincoln 12-22-2020 UTILIZATION OF SOCIAL MEDIA IN ETHNIC IDENTITY POLITICAL COMMUNICATION : Case Study of Sundanese Ethnic Political Communication Regent Dedi Mulyadi in Political Development in Purwakarta Regency, West Java Province, Indonesia, 2008-2018 Asep Gunawan Faculty of Communication Science Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia, [email protected] Siti Karlinah Abdurachman Faculty of Communication Science Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia, [email protected] Cece Sobarna Faculty of Cultural Science Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia, [email protected] Evie Ariadne Shinta Dewi Faculty of Communication Science Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia, [email protected] Follow this and additional works at: https://digitalcommons.unl.edu/libphilprac Part of the Gender, Race, Sexuality, and Ethnicity in Communication Commons, and the Social Media Commons Gunawan, Asep; Abdurachman, Siti Karlinah; Sobarna, Cece; and Shinta Dewi, Evie Ariadne, "UTILIZATION OF SOCIAL MEDIA IN ETHNIC IDENTITY POLITICAL COMMUNICATION : Case Study of Sundanese Ethnic Political Communication Regent Dedi Mulyadi in Political Development in Purwakarta Regency, West Java Province, Indonesia, 2008-2018" (2020). Library Philosophy and Practice (e-journal). 4826. https://digitalcommons.unl.edu/libphilprac/4826 Asep Gunawan_1309_Utilization of Social Media In
    [Show full text]