Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik Kira-Kira Sejarah Jawa Barat
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
ILMUIMAN.NET: Koleksi Cerita, Novel, & Cerpen Terbaik Cerita Kira-kira Sejarah (16+). 2017 (c) ilmuiman.net. All rights reserved. Berdiri sejak 2007, ilmuiman.net tempat berbagi kebahagiaan & kebaikan lewat novel- cerpen percintaan atau romance, dan cerita non fiksi.. Seru. Ergonomis, mudah, & enak dibaca. Karya kita semua. Peringatan: Pembaca yang sensi dengan seloroh ala internet, silakan stop di sini. Segala akibat menggunakan atau membaca, sepenuhnya tanggung jawab pembaca. Terima kasih & salam. *** Kira-kira Sejarah Jawa Barat Babak-1: Salakanagara Jawa bagian barat, adalah termasuk negeri besar tertua di nusantara. Peninggalannya diyakini sudah ada sejak abad ke-2 masehi atau sekitar tahun 130-an, yaitu negeri Salakanagara namanya. Sebagai kontrasnya, negeri-negeri kecil sporadis di nusantara ini, yang lain, baru ada jejaknya dalam catatan sejarah pada sekitaran abad ke-4M. *** Babak-2: Tarumanagara Salakanagara kemudian menjelma menjadi negeri besar Taruma atau Tarumanagara. Salah satu raja terkenalnya Purnawarman. Bentangan wilayahnya meliputi seluruh Jawa Barat masa kini, daerah Banyumasan terus sampai ke sungai Bogowonto, dan di bagian utara, ada yang bilang sampai batas tradisional sungai Cipamali, tapi bisa juga meliputi seluruh bagian utara yang bahasa Jawanya di masa kini bahasa ngapak (kecampur Sunda) seperti Tegal dan seperti itu. Tarumanagara yang jaya kemudian menelurkan kerajaan-kerajaan bawahan yang banyak, yang menonjol adalah Sunda dan Galuh. Sampai suatu ketika, saat sudah masanya agak mundur disebabkan melejitnya Sriwijaya, raja Tarumanagara tidak punya anak lelaki, sehingga putri mahkotanya terus dicarikan jodoh bangsawan Sunda (Jakarta sekarang). Maka, jadilah pasangan Tarumagara-Sunda menjadi pemimpin Jawa Barat. *** Babak-3: Sunda & Galuh Oleh sang raja Sunda (yang semula raja bawahan sebelum menyunting putri mahkota Tarumanagara), kemudian ibukota dipindahkan ke Sunda atau Sunda Kelapa masa kini. Jadi, sejak itu lantas disebut kerajaan Sunda, bukan Tarumanagara lagi. Galuh, merasa turunan Tarumanagara asli, tidak sudi menjadi bawahan Sunda yang rajanya sekedar menantu saja dari trah Tarumanagara. "Lah, elu cuma menantu, sedang uwing turunan asli, masak terus Galuh mesti menghamba ke Sunda? Gak aci, ah!" Begitu kurang lebihnya situasi menjadi serba canggung. Lalu Galuh pun memisahkan diri (secara relatif damai), dan berkembang sendiri untuk beberapa lama. Dan dibiarkan saja oleh Sunda, sehingga di Jawa Bagian barat kerajaan besar ada dua, yaitu Sunda di sisi barat (dan utara), beribukota di daerah Sunda Kelapa sekarang; dan Galuh di sisi timur (dan selatan), yang berpusat di daerah Ciamis masa kini. Keduanya bersaudara dan damai. Besar kemungkinan, pada masa ini Sunda dan Galuh itu keduanya teraliansi ke Sriwijaya. Disebabkan, karena selain putri sulungnya (Manasih Putri Linggawarman) dinikahkan dengan Tarusbawa (Raja Sunda), putri lainnya (Sobakancana putri kedua) dinikahkan dengan Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Sriwijaya. Dan Sriwijayanya itu satu trah dengan raja-raja Medang di Jawa Tengah (sama-sama Wangsa Syailendra). Kita kembali lagi ke Galuh & Sunda.... Sampai suatu ketika, raja Galuh yang turunan Tarumanagara dikudeta. Sunda tidak mau mengakui pemimpin baru hasil kudeta, dan mulai menjadi musuh Galuh (karena yang dikudeta itu kan saudara mereka notabene). Sunda lalu beraliansi dengan Jawa (Medang), yang waktu itu dipimpin raja besar Sanjaya, yang teraliansi dengan Sriwijaya juga. Galuh lalu dikepung oleh Jawa (Medang) dan Sunda, dan terus kalah. Setelah kekalahan ini, untuk beberapa waktu kemudian wilayah Galuh itu dicaplok oleh Medang, tetapi kemudian, sebagian besarnya yang berada di sisi jawa barat lantas diserahkan lagi oleh Medang kepada Sunda dan jadilah Galuh itu bawahan Sunda. Yaitu kecuali wilayah-wilayahnya yang di Jawa Tengah, berubah jadi bagian kerajaan Medang (Jawa). Jaman berganti, kerajaan Sunda-Galuh (yang kurang lebih sudah begabung lagi itu), sepertinya tidak punya kekuatan maritim yang mumpuni dibanding para jagoan nusantara; dan demi agar tetap eksis, aman, kemudian pusat kerajaannya dipindahkan ke pedalaman, dan sepertinya yang terus terpilih menjadi pusat pemerintahan adalah Galuh (Ciamis) itu untuk beberapa lama, sedang kota-kota di pesisir menjadi kota dagang. Sampai kedamaiannya digoncang oleh Majapahit dalam peristiwa Bubat. *** Babak-4: Pakuan Pajajaran Selepas peristiwa Bubat, kala raja dan putri Sunda-Galuh dilibas Gajah Mada, sepertinya para bangsawan Sunda-Galuh yang ketakutan lantas hijrah lagi, beriring- iringan, memindahkan ibukotanya jauh dari jangkauan Majapahit, yaitu ke Pakuan Pajajaran atau Bogor di masa kini. Galuhnya asli (sekitar Ciamis, Priangan Timur), mestinya terus dianeksasi Majapahit (kemungkinan besar, secara relatif damai,.. tapi gersang). Lalu diinstall di situ pemimpin yang masih berdarah Majapahit, yang lepas sama sekali dari Pakuan-Pajajaran yang sebenernya lebih punya legitimasi. Atau.. bisa juga, daerah Ciamis itu.. dipimpin oleh pemimpin lokal yang mengakui hegemoni Majapahit, dan rutin kirim upeti ke Majapahit. Sejak itu, maka kerajaan utama di Jawa Barat itu Pakuan Pajajaran. Tapi, wilayahnya mengecil di sisi timur. Belakangan, saat Majapahit melemah, bisa saja.. para pemimpin Galuh/Ciamis mempertuan Pakuan-Pajajaran sekalian, demi mendapat perlindungan atau tidak diserang, dan terus rutin kirim upeti ke Pakuan Pajajaran. Kiri tuan (Majapahit), kanan tuan (Pakuan-Pajajaran). Ciamis itu jadi buffer atau bemper yang mengantarai Pakuan Pajajaran dengan Majapahit, selama beberapa lama. Perlu dicatat, bahwa saat Majapahit melemah, Pakuan Pajajaran masih kokoh. Bisa jadi, Galuh Ciamis itu lalu melepaskan diri dari Majapahit, dan relatif independen. Kisruh-kisruh di Jawa Tengah-Timur menyebabkan pelabuhan-pelabuhan di Jawa Barat bersinar, utamanya Cirebon, Banten, Sunda Kelapa. Ketiganya berkembang menjadi pelabuhan dagang nusantara yang ramai. Orang asing pun berdatangan, kebanyakan dari Arab-Cina-India, atau Asia Tenggara, dan satu-dua datang dari Eropa. Mulailah, kota-kota dagang itu menjadi multi-etnis, dengan bahasa penghubung yang utama, meniru Malaka, yaitu pakai bahasa Melayu pasaran atau Melayu Riau kita bilang. Omong-omong soal Malaka, kota ini unik. Dia itu tidak punya sumber daya apa-apa, cuma menang lokasi dan diplomasi. Dia dibeking oleh raksasa Cina (Dinasti Ming), sehingga orang-orang Jawa dan Siam, yang punya kapabilitas untuk menyerangnya, ujungnya tidak berani macem-macem. Tahun 1405-1409, Malaka mulai jadi trading hub strategis di titik tengah jalur perdagangan maritim terbesar di dunia kala itu. Menurut ekspedisi Cina, sejak 1409-an itu, sudah banyak orang muslim di sana, tapi rajanya, baru pakai gelar 'sultan' tahun 1455. Dari keuntungan perdagangan, Malaka lalu membangun kekuatan maritim, dan cukup efektif mengontrol selat Malaka, yang nama selatnya itupun diambil dari nama Malaka sendiri (sejak itu?). Selama sekitar 56 tahun Malaka berjaya, sampai kemudian 1511 ditaklukkan Portugis. Selama adanya hub Malaka itu, dan dengan melemahnya Majapahit, Pakuan-Pajajaran berkesempatanlah lebih tampil di blantika perdagangan maritim. Kemudian, dengan jatuhnya Malaka 1511, perdagangan internasional menjadi kacau. Kerajaan-kerajaan islam nusantara yang mendendam pada Portugis, dan juga Cina, lalu mengucilkan Portugis, dan dampaknya, bermunculanlah 'pelabuhan' alternatif, yang menjelma menjadi kota-kota dagang baru. Ada Aceh, Johor, Samudra Pasai, dan seterusnya. Pakuan-Pajajaran sendiri, yang belum menjadi islam, kota-kota dagangnya, yaitu Cirebon, Banten, dan Sunda-Kelapa ujungnya dapat berkah juga, karena selain tetap bisa dagang lancar dengan orang Cina, India, Timur-Tengah,.. dan pedagang- pedagang Asia-Tenggara, dia juga terbuka untuk perdagangan dengan Portugis. Dari titik inilah, pantura Jawa Barat lantas pesat bertumbuh menguber, atau bahkan meninggalkan pelabuhan-pelabuhan lain di Jawa Tengah-Timur. *** Babak-5: Muncul Cirebon, Banten, Sumedang-Larang Islam (Yang Pro Jawa) Sampai kemudian, Demak berhasil merajai di Jawa Tengah-Timur, mengambil oper peran Majapahit yang melemah.... Cirebon yang terus jadi islam, kemudian melepaskan diri dari Pakuan-Pajajaran, dan berganti aliansi ke Demak yang tidaklah terlalu akrab dengan Pakuan Pajajaran. "Waduh, gimana neh? Cirebon sudah lepas. Bahaya kalau Banten dan Sunda Kelapa sekalian lepas!" Di benak pimpinan Pakuan-Pajajaran, isu ini menghantui, dan mereka lalu condong ke Portugis, yang secara kekuatan maritim, bisa jadi satu-satunya yang bisa mengimbangi kerajaan-kerajaan islam nusantara. Di pihak lain, orang-orang islam nusantara tidak diam... Selagi Demak mengkonsolidasi dan mengislamisasi Jawa Tengah-Timur, para bangsawan Cirebon melakukan hal yang sama di Jawa Barat (dan belakangan nanti: Lampung). Hasilnya, Banten terus jadi islam dan berontak terhadap Pakuan-Pajajaran, melepaskan diri mengikuti jejak Cirebon. Sumedang Larang (dan daerah Priangan pada umumnya) juga menjadi islam secara bertahap, tetapi karena persaudaraan yang erat dengan Pakuan-Pajajaran, dan juga posisinya yang di pedalaman, maka tidak terang-terangan melepaskan diri dari Pakuan-Pajajaran, tapi sepertinya coba bermain cantik, berbaik- baik dengan semua pihak, khususnya Cirebon dan Pakuan-Pajajaran. Pantura di antara Banten dan Cirebon, di situ ada Sunda-Kelapa dan Rajagaluh yang masih setia pada Pakuan-Pajajaran. Pakuan-Pajajaran yang tinggal punya Sunda-Kelapa lantas mengeratkan aliansi dengan Portugis selama beberapa lama, untuk membendung ekspansi islam; sampai kemudian Sunda-Kelapanya sekalian