PERDAGANGAN LADA DI ABAD XVI-XVIII

PEPPER TRADING IN JAMBI FROM THE 16TH TO THE 18TH CENTURY

Dedi Arman Balai Pelestarian Nilai Budaya Kepulauan Riau Jln. Pramuka No. 7, [email protected]

Diterima tanggal 8 Januari 2018 Disetujui tanggal 28 Juni 2018

Abstract This paper discusses the trade of Jambi pepper covering production, production, transportation, marketing from upstream to downstream and involved actors of the whole trade. Trade route is divided into two. First, from upstream production area brought downstream (Port of Jambi). Secondly, from upstream through alternative path to Muaro Tebo to Strait of Malacca through Indragiri and Kuala Tungkal. The traders involved the main producer of pepper in Jambi. Producers of pepper, Minangkabau farmers living along the Batanghari River, and traders are Portuguese, Chinese, Dutch, and English, as well as the sultan and nobles of Jambi. The heyday of Jambi pepper trade did not last long as pepper farmers moved to plant other commodities, such as rice and cotton especially when the price of pepper fell in the world market.

Keywords: trading, pepper, and Jambi Sultanate.

Abstrak Naskah ini membahas tentang perdagangan lada Jambi yang meliputi wilayah produksi, produksi, transportasi, pemasaran dari hulu ke hilir dan aktor-aktor yang terlibat dari keseluruhan perdagangan. Jalur perdagangan dibagi dua, Pertama, dari daerah produksi di hulu dibawa ke hilir (Pelabuhan Jambi). Kedua, dari hulu melalui jalur alternatif ke Muaro Tebo menuju Selat Malaka melalui Indragiri dan Kuala Tungkal. Adapun pelaku perdagangan melibatkan produsen utama lada di Jambi. Produsen lada, petani Minangkabau yang tinggal di sepanjang Sungai Batanghari, dan pedagang adalah Portugis, Cina, Belanda, dan Inggris, maupun sultan dan bangsawan Jambi. Masa kejayaan perdagangan lada Jambi tidak bertahan lama karena petani lada beralih menanam komoditas lain, seperti padi dan kapas terlebih ketika harga lada anjlok di pasaran dunia.

Kata kunci: perdagangan, lada, dan Kesultanan Jambi.

81 82 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106 A. PENDAHULUAN Para penguasa Jambi memanfaatkan Pelayaran dan perdagangan rempah pertumbuhan perdagangan di Perairan adalah aspek historis yang Malaka pada 1550-an hingga akhir abad relatif terabaikan oleh sejarawan. ke-17, Kesultanan Jambi melakukan Belum ada sebuah kajian khusus yang perdagangan lada yang menguntung- membincangkan fenomena historis itu kan. Pada awalnya dengan Portugis dan (Gusti Asnan, 2017: 1). Kalau pun ada, sejak 1615 dengan dengan perusahaan pembahasan aspek rempah hanya dagang Inggris dan Hindia Timur menjadi bagian dari aspek dan fokus Belanda. Dalam perdagangan lada ini kajian lain. Menurut Gusti Asnan, tidak juga terlibat orang-orang Cina, Melayu, diragukan lagi, pelayaran dan Makassar dan Jawa (Scholten, perdagangan rempah pernah menjadi 2008:43). bagian penting dari sejarah Sumatra. Scholten mengutip Barbara Watson Tidak hanya itu, pelayaran dan Andaya menulis, pada tahun 1616, ibu perdagangan rempah Sumatra kota Jambi sudah dipandang sebagai berpengaruh besar dalam jaringan pelabuhan terkaya kedua di Sumatra pelayaran dan perdagangan Nusantara setelah Aceh. Menurut perkiraan dan jaringan global. Kompeni Hindia Timur Belanda Lada adalah salah satu komoditas (Vereenigde Oost Indische Compagnie perdagangan unggulan dari wilayah atau VOC), kesultanan meraih Nusantara, khususnya Sumatra. keuntungan 30-35 persen dari lada yang Permintaan akan lada di pasar Eropa terjual. Jambi berperan aktif dalam dan Timur Tengah begitu tinggi percaturan politik internasional daerah membuat daerah-daerah penghasil lada itu. Tahun 1670-an keperkasaannya dapat menaikkan harga jual dan wilayah sebanding dengan tetangga sekaligus produksinya meluas. Pencarian rempah musuhnya, dan Johor membuat para penjelajah Eropa (Scholten, 2008: 44). mengarungi lautan pada abad ke-16. Di Jambi, lada dihasilkan oleh Lada memiliki banyak fungsi, seperti daerah hulu Jambi seperti Tanjung, bumbu masakan, pengawet, obat- Kuamang, Sumai, Muara Tembesi, dan obatan dan diambil minyaknya untuk daerah lainnya di VII Koto. Daerah- wewangian serta dapat digunakan daerah ini secara politik lebih dikuasai sebagai alat tukar layaknya uang. Pada Minangkabau ketimbang Jambi. Jalur saat ini lada banyak digunakan sebagai perdagangan lada di Jambi tidak hanya bumbu masakan. Peningkatan dari hulu ke hilir Jambi, tapi juga permintaan lada berkaitan dengan memiliki jalur alternatif. Lada dari hulu munculnya kebiasaan hidup sehat dan Minangkabau dikirim ke Selat (Masroh, 2014: 64). Malaka melalui Muaro Ketalo yang Salah satu daerah penghasil lada di sering disebut dengan Malaka Kecil. Sumatra pada abad ke-16 adalah Jambi. Lada kemudian dibawa lewat sungai ke Perdagangan Lada di Jambi (Dedi Arman) 83 Sungai Indragiri dan menyeberang ke Andaya (2016), Hidup Bersaudara, pantai timur Sumatra (Lindayanti, et al., Sumatra Tenggara Pada Abad XVII dan 2001: 67). XVIII. Buku ini jadi rujukan utama Topik ini menarik untuk diteliti penulis untuk mengambarkan tipe karena dari begitu banyaknya wilayah masyarakat Jambi yang terbagi atas penghasil lada di wilayah Sumatera, kelompok hulu dan hilir. Kondisi ini Jambi pernah menjadi pelabuhan juga berpengaruh pada perdagangan terbesar kedua di Sumatra setelah Aceh lada di Jambi. Lada ditanam di hulu dan dengan lada sebagai komoditas ekspor bandar dagangnya di hilir atau di utama. Aktivitas perdagangan lada di Pelabuhan Jambi. Jambi tersebut mengalami pasang surut M.A.P. Meilink Roelofsz (2016) dan persaingan monopoli perdagangan dalam bukunya Perdagangan Asia & yang menarik untuk dikaji. Apalagi, Pengaruh Eropa di Nusantara Antara Jambi hanya berfungsi sebagai bandar 1500 dan Sekitar 1630 juga dagang sebelum lada diekspor ke Cina, memaparkan adanya perdagangan lada Eropa, maupun dikirim ke Banten. di Jambi mulanya dikendalikan oleh Selain itu, perdagangan lada di Jambi Portugis ketimbang bangsa Eropa lain. yang mengalami kemunduran dan Portugis yang paling duluan masuk bahkan menghilang sehingga kejayaan- Jambi. Persaingan terjadi belakangan nya di masa lalu nyaris tidak ditemukan setelah Inggris dan Belanda datang. jejaknya hingga sekarang. Persaingan tersebut berakhir dengan Artikel —Perdagangan Lada di terusirnya Portugis dari Jambi. Jambi Abad ke-16 hingga 18“ ini adalah Buku Lindayanti, Junaidi T. Noor, pengembangan dari tulisan pendek yang dan Ujang Hariadi (2013), Jambi penulis tulis di laman kajanglako.com Dalam Sejarah 1500-1942 menulis tanggal 11 September 2017 dan tentang perubahan perekonomian diposting ulang di laman Jambi. Mulai dari Jambi sebagai kebudayaan.kemdikbud.go.id/ pelabuhan ekspor bagi produk daerah bpnbkepri 13 September 2017. pedalaman Minangkabau, seperti emas, Berbagai data yang didapatkan, lada, dan produk hutan Jambi sendiri ditampilkan, dan dibahas dalam artikel dan komoditas karet dan kelapa sawit ini lebih luas dan lengkap dari yang setelah Jambi berada di bawah ditampilkan di laman ini. kekuasaan pemerintahan kolonial Terkait pustaka, berdasarkan Belanda hingga belakangan ditemukan penelusuran penulis, belum ada buku minyak bumi. atau laporan penelitian yang mengkaji Tulisan A.B. Lapian ( 199 2 ) perdagangan lada di Jambi secara berjudul Jambi Dalam Jaringan spesifik. Meskipun demikian, Pelayaran dan Perdagangan Masa perdagangan lada di Jambi telah Awal telah mengupas perdagangan di disinggung dalam buku Barbara Watson Jambi pada masa zaman pra-sejarah, 84 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106 zaman Sriwijaya hingga munculnya terhadap imigrasi dari Minangkabau Belanda melalui VOC di Jambi. Dalam yang memberikan warna keaneka- tulisan ini adanya perdagangan lada di ragaman penduduk Jambi. Jambi yang mendorong kedatangan Pustaka lain yang khusus orang Makassar, Jawa dan daerah membahas kaitan perdagangan lada di lainnya ke Jambi untuk berdagang. Jambi dan perantau ke Jambi adalah Adanya perdagangan lada di Jambi Harmoni Kehidupan di Provinsi Multi pada abad XVI-XVII ditulis Anastasia Etnis: Studi Kasus Integrasi Antara Wiwik Swastiwi (2010) dalam bukunya Penduduk Pendatang dan Penduduk Jambi Dalam Lintasan Sejarah Melayu Asli di Jambi karya Lindayanti, (Abad I-XVII). Swastiwi menyebutkan, Witrianto dan Zulqayyim (2010). jauh sebelum kedatangan Belanda Mereka menyampaikan bahwa tahun 1615, Jambi sudah menjadi perdagangan lada merupakan salah satu penghasil utama lada, emas, pinang, faktor utama pendatang, diantaranya gaharu, getah alam merah, getah orang Minangkabau, Bugis, Arab, Cina, jernang, dan getah jelutung. Menginjak dan suku-suku lainnya di awal abad ke-17, Jambi ramai hijrah ke Jambi. dikunjungi pedagang dari Cina, India, William Marsden (2013) dalam Parsi, Arab, Portugis, Inggris dan buku Sejarah Sumatra juga menulis Belanda. Pedagang Inggris dan Portugis produksi flora Sumatra sebagai duluan datang, tapi tidak diizinkan komoditas perdagangan. Menurut membuka kantor dagangnya di Jambi. Marsden, komoditas yang paling Sama dengan buku yang lain, informasi penting dan berlimpah dari semua tentang perdagangan lada menjadi komoditas perdagangan di Sumatra bagian kecil dari keseluruhan buku. adalah lada. Namun, ia lebih banyak Tidak dijelaskan secara panjang lebar membahas soal teknis budidaya lada mengenai aktivitas perdagangan lada, dan beragam jenisnya. Selain itu, ia juga termasuk daerah-daerah penghasil lada membahas perdagangan yang dilakukan dan jalur perdagangan lada di Jambi. East India Company (EIC), kantor Dalam bukunya, Elsbeth Locher- dagang Inggris. Scholten (2008), Kesultanan Sumatra Tak hanya soal lada Jambi, sebagai dan Negara Kolonial: Hubungan perbandingan juga melihat perdagangan Jambiœ Batavia dan Bangkitnya lada di daerah lain. Perdagangan lada Imperialisme Belanda (1830-1907), di Lampung ditulis Iim Imadudin menjelaskan tentang hubungan antara berjudul Perdagangan Lada di Kesultanan Jambi dan Batavia. Buku ini Lampung Dalam Tiga Masa (1653- juga menerangkan wilayah Kesultanan 1930) (Imadudin, 2016: 349). Tulisan Jambi dan kehidupan sosial ekonomi ini mengungkap dinamika perdagangan pada masa kesultanan. Locher-Scholten lada di Lampung dalam tiga sistem juga menyinggung daya tarik emas politik. Perebutan pengaruh di kawasan Perdagangan Lada di Jambi (Dedi Arman) 85 tersebut tercipta dalam pola dominasi Berdasarkan uraian sebelumnya, dan subordinasi. Lampung sebagai penulis merumuskan beberapa penghasil lada berada dalam pengaruh permasalahan, yakni: 1) Bagaimana Banten, VOC, dan pemerintah Hindia jalur perdagangan lada di Jambi abad Belanda. Dengan demikian, tidak XVI-XVIII?; 2) Kelompok sosial dan terhindarkan berlangsungnya siapa saja yang berperan dalam eksploitasi ekonomi di dalam perdagangan lada?; 3) Bagaimana hubungan tersebut. Hasil penelitian perkembangan perdagangan lada di memperlihatkan bahwa dinamika Jambi dalam kurun waktu tersebut?; 4) perdagangan lada di Lampung tidak Faktor- faktor apa yang menyebabkan terlepas dari berbagai pihak yang perdagangan lada mengalami bersaing. Para pemainnya adalah kemunduran? Kesultanan Banten, VOC, dan Penelitian ini menggunakan pemerintah Hindia Belanda. Namun, metode penelitian sejarah yang meliputi tidak dapat dikesampingkan peranan heuristik, kritik internal dan eksternal, elite lokal Lampung. Memudarnya interpretasi, dan historiografi. Pada perdagangan lada, selain karena faktor tahap heuristik atau pengumpulan data, internal, seperti tidak optimalnya peneliti terlebih dahulu menentukan pemeliharaan kebun lada, juga topik yang akan dibahas yaitu disebabkan menurunnya permintaan perdagangan lada. Pengumpulan data dari pasar internasional. Faktor berupa studi kepustakaan dilakukan di monopoli perdagangan lada oleh Arsip Nasional Republik Indonesia, kekuatan asing turut menghancurkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sistem perdagangan lada yang telah Jambi, Badan Perpustakaan, dan Arsip berlangsung cukup lama. Provinsi Jambi. Tulisan ini berbeda dengan tulisan- Tahap selanjutnya yaitu kritik tulisan sebelumnya karena fokus internal dan eksternal, untuk melihat memaparkan aktivitas perdagangan keaslian dan reliabilitas sumber yang lada di Jambi pada abad ke-16 hingga didapatkan. Kritik eksternal yang 18. Ini berbeda dengan tulisan dilakukan oleh peneliti dilakukan sebelumnya yang sedikit menyinggung dengan melihat latar belakang dari tentang aktivitas perdagangan lada. penulis, kertas yang digunakan, jenis Misalnya Barbara Watson Andaya juga huruf, bahasa, ejaan, dan penerbit dari membahas tentang perdagangan merica sumber buku. Kritik internal dilakukan (lada) di Jambi, tapi hanya sebagian dengan melihat isi dari buku itu, apakah kecil. Namun, bukunya memfokuskan isinya relevan dengan fakta sejarah dan pada kehidupan dua bersaudara dan sesuai dengan topik yang akan dibahas. persaingan antara Jambi dan Tahap selanjutnya interpretasi, Palembang. dilakukan berdasarkan fakta dan juga data yang diperoleh sehingga tidak 86 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106 hanya imajinasi semata untuk itu dalam literatur Belanda (Asnan, 2017: peneliti mencantumkan sumber data 4). yang digunakan. Lada liar yang belum diolah dari Pada tahap interpretasi sumber- Sumatra dan Jawa telah sejak lama sumber primer yang telah didapatkan dijual ke Cina sebelum kedatangan dibandingkan sumber-sumber lain baik bangsa Eropa di abad XVI. Salah satu sekunder ataupun tersier. Hal ini jenis lada, yaitu kemukus telah dikenal dilakukan agar tidak ada kesalahan sebagai barang ekspor dari Palembang pemaknaan. Pada tahap ini peneliti dan Jambi dan jadi primadona di pasar berupaya untuk mengaitkan antara fakta Cina dan Nusantara pada abad ke-8 yang satu dengan fakta lainnya, (Andaya, 2016: 80). Lada spesies Pipe sehingga diperoleh sebuah gambaran nigrum bukan berasal dari Nusantara, peristiwa secara utuh dan kronologi melainkan dari barat daya India. Lada serta saling berkaitan. Tahap terakhir jenis ini tidak tumbuh alami melainkan historiografi yaitu penulisan sejarah. dibudidayakan. Penulisan sejarah disusun secara Lada merupakan salah satu jenis kronologis. rempah yang sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Kegunaan lada pada zaman B. HASIL DAN BAHASAN dulu tidak hanya untuk perasa dan 1. Asal Muasal Lada di Nusantara penambah rasa pada makanan tetapi Komoditas yang paling penting juga untuk menunjukkan status sosial dan berlimpah dari semua komoditas seseorang. Di Eropa pada abad perdagangan di Sumatra adalah lada pertengahan, jamuan makan yang (Marsden, 2008: 151). Tanaman lada disajikan dengan taburan lada ditemukan hampir di seluruh pelosok menunjukkan status sosial orang yang Sumatra. Ada tiga kawasan penghasil menyantapnya. Sementara di Mesir lada di Sumatra pada awal kedatangan Kuno, lada hitam digunakan sebagai bangsa Eropa awal abad XVI-XVIII. salah satu bahan dalam proses Pertama, kawasan pesisir sebelah utara pembalseman atau pengawetan mayat pantai barat Sumatra (Barus, Singkil (http://jalurrempah.com, diakses pada dan Meulaboh). Kedua, kawasan bagian 14 September 2017). selatan pesisir barat Sumatra meliputi Menurut Andaya, budidaya lada di Indrapura, Bengkulu, dan Lampung. Sumatra dimulai abad XV. Pedagang Ketiga, kawasan bagian tengah dan India yang memperkenalkan lada saat selatan bagian timur Pulau Sumatra. bertemu pedagang Sumatra di Malaka. Adapun Jambi, Aceh, Pedir, dan Kedatangannya begitu lambat, tapi lada Palembang masuk kelompok bagian berkembang pesat dalam waktu tidak ketiga. Wilayah penghasil lada tersebut begitu lama. Lada hitam begitu menarik disebut dengan istilah pepergebied dan karena salah satu faktornya tidak pelabuhannya dinamakan peperhaven memerlukan lahan yang subur dan Perdagangan Lada di Jambi (Dedi Arman) 87 curah hujan lebih dari 2500 milimeter per tahun. Dengan demikian, lada sangat cocok dengan iklim pedalaman Sumatra. Tanaman lada dapat tumbuh subur di daerah dataran rendah dan berada di dekat sungai atau mata air (Andaya, 2016:80). Pada abad ke-17, lada tumbuh sebagai komoditas perdagangan paling menguntungkan yang didatangkan Kepulauan Nusantara (Banten dan Sumatra) ke Cina. Memasuki abad ke- Gambar 1. Daerah perkebunan Lada di Sumatra dan Jawa 16, perdagangan lada di Cina bergeser Sumber: www.wacana.co/2015/07/kerajaan- lada-sunda-dan-sumatra, diakses pada ke Pelabuhan Banten (Soedewo, Januari 2018 2007:18). Dalam tulisannya itu, Soedewo menyebutkan, pada masa itu, Di Sumatra bermunculan varietas- Banten menjadi pusat perdagangan varietas lada yang menunjukkan nama- Asia. Setiap tahun sekitar 1.500 ton lada nama tempat, seperti Aceh, Kerinci, diekspor dari Banten ke Cina. Selain ke Jambi. Varietas-varietas ini juga bisa Cina, negara-negara Eropa secara rutin ditemukan di Bangka, juga mengimpor lada dari Banten rata- Barat, hingga Sarawak di Malaysia. rata 3.000 ton per tahun. Lada pertama Meski berkembang pesat di Sumatra kali dibawa para pedagang Arab dan dan beberapa daerah lain, sisa kejayaan Persia dan kemudian ditanam di sekitar perkebunan lada di Banten nyaris sirna. Banten. Dari Banten, tumbuhan itu lalu Hal yang sama juga berlaku di Jambi. dikembangkan di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, karena 2. Lada Jambi hasilnya kurang bagus, lada kemudian Jambi adalah salah satu dibawa ke seberang pulau di Sumatra. kesultanan terkecil di Sumatra hingga Di sana, lada tumbuh subur dan bisa abad ke-19. Wilayahnya membentang dikembangbiakkan menjadi berbagai 350 kilometer dari timur ke barat, 220 macam varietas baru. kilometer dari utara ke selatan.Wilayah Jambi berbatasan dengan Keresidenan Palembang di sebelah selatan, Kesultanan Indragiri dan sejumlah kerajaan merdeka Minangkabau, seperti Siguntur dan Lima Kota di sebelah utara, dan sebelah barat pegunungan Bukit Barisan, Jambi berbatasan dengan dataran tinggi Minangkabau 88 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106 (Locher-Scholten, 2008: 39). Jambi lada pada abad XV sampai XVIII tidak berkembang di cekungan sebuah sungai menentu. Hal ini mungkin disebabkan yang memiliki banyak anak sungai. oleh periode monsun (iklim yang Batanghari adalah sungai terpanjang di dipengaruhi oleh pergantian arah Sumatra berkelok-kelok sepanjang 800 angin). Meskipun demikian, panen lada kilometer menjadi tulang punggung umumnya terjadi dua kali dalam wilayah itu. Anakœanak sungainya ada setahun. Periode pertama disebut pupul Tembesi (dengan anak sungainya agung antara bulan Oktober sampai Merangin) dan makin ke hulu ada Maret, sedangkan kedua disebut buah Sungai Tabir, Tebo, serta Jujuhan. selo antara April hingga September. Lada Jambi adalah salah satu jenis Kadang di beberapa tempat, hasil panen atau varian lada di Sumatra pada abad akan dikumpulkan sedikit-sedikit XVI sampai XVIII. Varian lainnya sepanjang tahun. Ada juga keseluruhan adalah lada manna dan lada kkawur. hasil produksi didapat dalam sekali Penamaan lada itu berdasarkan asal usul panen (Marsden dalam Arman, 2017). lada. Lada kkawur itu dikenal sebagai Di Jambi, lada dihasilkan oleh lada Lampung. Jenis lada terkuat atau daerah hulu Jambi seperti Tanjung, lada yang memiliki ketahanan terhadap Kuamang, Sumai, Muara Tembesi, dan cuaca memiliki buah dan daun yang daerah lainnya di VII Koto. Produsen paling besar. Pertumbuhannya lebih utama lada di Jambi adalah orang- lambat dari lada manna tapi berdaya orang Minangkabau yang tinggal di tahan lebih lama. Daun dan buah lada sepanjang Sungai Batanghari, manna lebih kecil dan unik. Lada khususnya di dua distrik yaitu Tanjung manna lebih cepat panen tetapi tidak dan Kuamang, federasi Kota Tujuh bertahan lama. Adapun lada Jambi (VII Koto) dan Sembilan Kota (IX reputasinya paling jelek. Daun dan Koto). Tom Pires menyebutkan sejak buahnya pun berukuran paling kecil, awal abad XVI, Jambi dikenal sebagai berumur paling pendek dan sulit penghasil emas dan mungkin hal inilah dipasang tiang penyangga dalam yang mendorong orang Minangkabau penanamannya (Marsden dalam Arman, datang ke VII Koto dan IX Koto. Lada 2017). juga ditanam di aliran sungai Muaro Di beberapa tempat lain di Sumatra Ketalo dan sepanjang aliran sungai hanya dikenal 2 jenis lada, yakni lada Tembesi (Andaya, 2016: 89). sulur dan lada anggur. Sebutan lada sulur dan lada anggur bukanlah berdasarkan spesiesnya melainkan dari cara penanamannya. Lada sulur ditanam dari potongan-potongan rambat, sedangkan lada anggur ditanam secara berlapis. Musim panen tanaman Perdagangan Lada di Jambi (Dedi Arman) 89

3. Perdagangan Lada: Jalur dan Sebelum kedatangan bangsa Perkembangannya Eropa, jaringan hubungan ekonomi 3.1 Jalur dan Pola Utama antara para petani lada di hulu dan Perdagangan pelabuhan di hilir hubungannya tidak Lada di Jambi dihasilkan oleh kuat. Keadaan geografis membuat daerah hulu. Menurut Barbara Watson pemaksaan kontrol kekuasaan oleh hilir Andaya, konotasi ulu (hulu) tidak tidak bisa berjalan. Para penduduk hanya mengacu pada hulu sungai, tapi pedalaman akan berbondong-bondong juga pada masyarakat dan gaya hidup datang ke hilir untuk menjual hasil yang berbeda dengan penghuni ilir dagangannya jika yakin akan mendapat (hilir). Lebih luas lagi, perbedaan ini perlakukan yang adil. dapat merujuk pada perbedaan Pada awal abad XVI, petani lada lingkungan fisik dan ekonomi. Hulu di hulu Jambi menjual ladanya ke hilir. dicirikan dengan jumlah titik-titik Dari sana, pedagang besar lada perdagangan yang berkembang mengangkut lada ke pelabuhan yang dipersimpangan sungai-sungai lebih besar dari Jambi, yakni penting, seperti Muaro Tebo. Pusat- Palembang, Banten, Gresik, dan juga pusat perdagangan ini dihubungkan Pattani di semenanjung Malaya. Selama oleh jalur-jalur darat ke Minangkabau 60 tahun lebih, sebagian besar lada dan pesisir barat. Sementara, daerah produksi Jambi tidak dijual ke hilir hilir yang merupakan pusat kesultanan Jambi melainkan dijual ke pelabuhan adalah pusat aktivitas perdagangan. yang populer di mata pedagang Cina. Lokasi perdagangan berada tidak jauh Dampaknya adalah aktivitas dari Istana Kota Pilih yaitu di perdagangan di Jambi masih kurang pelabuhan ekspor di mana terletak ramai dibandingkan tetangganya yaitu sungai kecil menuju Sungai Palembang (Andaya, 2016: 82). Batanghari. Pada akhir abad XVI, Pola perdagangan lada di Jambi daerah hulu Sungai Batanghari umumnya berupa petani lada yang dinyatakan sebagai daerah rantau berlayar ke hilir menjual lada mereka. (daerah migrasi) orang Minangkabau. Namun, pedagang Inggris, Belanda Dalam berpuluh-puluh tahun ataupun pihak Kesultanan Jambi yang setelahnya, arus rantau orang tidak mau menunggu begitu saja Minangkabau ke hulu Sungai kedatangan petani lada telah Batanghari semakin intensif. Para membentuk pola perdagangan lain. perantau Minangkabau ini Mereka mengirimkan agen ke hulu melangsungkan kawin campur dengan untuk membeli lada langsung dari penduduk asli. Di daerah tertentu, petani. Agen itu lebih banyak orang dominasi kebudayaan mereka terlihat Cina ketimbang orang Eropa langsung. hingga abad ke XIX (Andaya, 2016: Orang Cina lebih bisa membaur dengan 37). 90 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106 masyarakat hulu sebagai penghasil kondisi ini karena hasil perdagangan lada. yang minim. Orang Cina yang jadi agen ke hulu Pada abad XVI hingga abad XVIII, membawa bekal tekstil, seperti kain kebergantungan pada alam berupa arus untuk dijual di hulu. Kadang lada laut dan angin monsun sangat tinggi. dibarter dengan tekstil tersebut. Tidak Aktivitas pelayaran sangat ditentukan jarang juga, agen itu meminjamkan kondisi alam. Hal ini disebabkan uang kepada petani lada. Pola sarana transportasi masih berupa kapal perdagangan ini diikuti para pemain dan perahu yang masih menggunakan lada, termasuk bangsawan Jambi yang layar dan bentuknya masih sederhana. juga pemain lada di Jambi (Lindayanti, Beberapa sumber menyebut bahwa ada et al., 2013: 68). beberapa model dan bentuk kapal dan Kira-kira 60 perahu kecil pergi ke perahu yang ada di Sumatra, termasuk hulu untuk mengumpulkan lada dalam Jambi pada zaman itu. Ada 25 jenis setiap tahunnya. Mereka datang antara kapal atau perahu. Sebagian memiliki akhir Maret dan awal April setelah bentuk dan model yang sangat musim penghujan berakhir. Mereka sederhana dan ukurannya kecil (Asnan, juga datang setelah menghadiri panen 2017: 3). raya yang dilaksanakan bulan Oktober. Lada umumnya dibawa dengan Para petani lada dari hulu muncul di menggunakan rakit yang kadang dibuat Pelabuhan Jambi antara November dan dari kayu gelondongan. Namun, paling Desember. Mereka membawa rakit. sering dibuat dengan bambu. Untuk Setiap rakit berisi 150 pikul. Setiap menjaga agar muatan kering dibuat tahunnya diperkirakan 40.000 sampai dudukan khusus dari potongan bambu. 50.000 karung lada dari hulu Jambi Rakit dikayuh dari bagian depan dan dibawa ke hilir Jambi dan ada juga belakang dengan dayung di sungai- melalui Sungai Indragiri (Andaya, sungai yang beraliran kencang. Para 2016: 89). pengayuh rakit harus menggunakan Pengiriman lada sering terganggu tenaga ekstra pada kondisi air yang karena kesulitan akses geografis antara meluncur deras. Banyak pula tantangan hulu dan hilir. Penundaaan sering dalam mengangkut lada dengan rakit ke berbulan-bulan karena rakit hanya bisa hilir, seperti banyaknya pepohonan di melewati sungai dalam kondisi air sungai (Marsden, 2013: 167). sungai tinggi. Saat kondisi sungai Ada perahu yang terbuat dari dangkal, pelayaran dari hulu berhenti sebatang kayu yang dilubangi setelah melewati Sungai Tembesi. Pada berukuran panjang tiga atau empat kondisi normal, petani lada di hulu yang meter yang digunakan di sungai. Hanya membawa hasil ladanya ke hilir Jambi. bisa membawa satu atau dua Bangsa Eropa tidak sabar dengan penumpang dengan beberapa kilogram barang. Beberapa jenis kapal yang Perdagangan Lada di Jambi (Dedi Arman) 91 sangat populer di Sumatra zaman itu meliputi dua bentuk utama. Pertama, adalah lanchara (lancing), kapal layar, sebagaimana yang telah dijelaskan wangkang, perahu, sampan, jung, sebelumnya, jaringan hulu (pedalaman) sekuner, top, dan cunia (Asnan, 2017: dengan hilir (ibu kota kerajaan). Daerah 7). pedalaman yang dimaksud adalah William Marsden menyebut di daerah yang berada di hulu Sungai sungai yang sempit, lada umumnya Batanghari. Kedua, lada dari hulu tidak dibawa dengan menggunakan rakit dibawa ke hilir melainkan dibawa yang kadang dibuat dari kayu melalui jalur alternatif, yaitu dari hulu gelondongan. Namun, paling sering ke Muaro Tebo kemudian dibawa ke dibuat dari bambu. Untuk menjaga agar Selat Malaka melalui Indragiri dan muatan kering dibuat dudukan khusus Kuala Tungkal. dari potongan bambu. Rakit dikayuh Gusti Asnan dalam bukunya dari bagian depan dan belakang dengan Sejarah Sumatra menjelaskan, petani dayung di sungai-sungai yang beraliran lada di hulu memilih pasar Muaro Tebo kencang. Para pengayuh rakit harus yang saat itu juga pusat perdagangan menggunakan tenaga ekstra pada penting di daerah hulu. Muaro Tebo kondisi air yang meluncur deras. memiliki akses jaringan transportasi ke Banyak pula tantangan dalam Indragiri dan Kuala Tungkal melalui mengangkut lada dengan rakit ke hilir, Sungai Sumai dan dilanjutkan dengan seperti banyaknya pepohonan di sungai. jalan setapak menembus hutan. Cara ini Banyak juga bebatuan besar yang bisa merupakan bentuk ketidakpatuhan dari megahancurkan rakit (Marsden, 2013: masyarakat hulu sungai terhadap pusat 167). pemerintahan di bagian hilir. Lada yang dikirim ke hilir sampai Ketidakpatuhan dilakukan dengan tidak di tujuan disimpan di gudang melakukan kontak langsung dengan penyimpanan. Ada juga langsung pusat pemerintahan. Tegasnya, dinaikkan ke kapal-kapal orang Eropa penghindaran dilakukan dengan tidak atau kapal pembeli yang telah melintasi perairan yang melewati ibu menunggu. Syahbandar lah paling kota kerajaan. Tindakan menghindar berkuasa di Pelabuhan Jambi dalam dari kontrol penguasa adalah dengan proses ekspor atau pengiriman lada ke cara pindah sungai. Sebagai contoh, luar Jambi. Pada eranya Portugis, Cina, penduduk atau saudagar yang berasal Belanda dan Inggris, syahbandar dari hulu sungai Batang Hari pelabuhan dipercayakan pada orang menghindari pusat Kesultanan Jambi Tionghoa (Lindayanti, 2013: 66). dengan menggunakan jalan setapak untuk pindah ke sungai lain untuk 3.2 Jalur Perdagangan Alternatif menghindari hegemoni penguasa Jaringan pelayaran dan perdagang- (Asnan, 2016: 87). Perlawanan melalui an rempah di Jambi pada era awal pindah sungai adalah sebuah gambaran 92 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106 realitas yang mengisi lembaran sejarah mencapai 80 persen lebih (Lindayanti, masyarakat Sungai Batang Hari. et al., 2013: 76). Perlawanan seperti itu menjadi pola Meningkatnya perdagangan, tersendiri dalam sejarah sosial dan sebagaimana yang telah disebutkan politik daerah bagian tengah dan sebelumnya, membuat lada juga sebagian kawasan selatan Pantai Timur berfungsi sebagai alat tukar sekitar abad Sumatra. XVI hingga awal XVII. Pada musim kemarau saat Penggunaan lada sebagai alat tukar perdagangan dengan Pelabuhan Jambi membuat transaksi perdagangan lada di terhenti, Muaro Tebo berperan menjadi Jambi berkembang dalam dua bentuk, pelabuhan transit bagi produk lada dari yakni sistem barter dan sistem tunai. daerah Minangkabau dan dari daerah Adapun salah satu kelompok yang Tanjung, Kuamang, dan Sumai. Muaro menjadikan lada sebagai alat tukar Tebo begitu ramai karena barang- adalah pedagang Portugis. Mereka yang barang dagangan berupa tekstil dan aktif berdagang di Pelabuhan Jambi garam dibawa orang Melayu dari Kuala pada akhir abad XVI dan awal abad Tungkal. Kedekatannya dengan XVII membawa kain-kain ke Jambi jaringan perdagangan Melayu di Selat tidak saja untuk dijual tetapi juga untuk Melaka maka kadang-kadang Muaro ditukar dengan lada. Tebo disebut Melaka Kecil (Lindayanti, Pedagang Portugis diuntungkan et al., 2013: 73). karena kain yang dibawanya menjadi Selain itu, lada dari daerah Jambi, barang dagang populer sehingga laku Palembang, Indragiri, Siak, Kampar dan ditukar dengan lada. Saking diminati, Rokan yang pernah menjadi daerah syahbandar Jambi tidak menarik cukai koloni Malaka juga dibawa dan impor kain di Jambi. Meskipun diperdagangkan di Malaka. Oleh karena demikian, mereka akan tetap dikenakan itu, terciptalah jaringan perdagangan cukai sebesar 10 persen dari harga lada antara daerah-daerah itu dengan yang diekspor (Lindayanti, et al., 2013: Malaka, termasuk halnya Jambi 72). (Lindayanti, et al., 2013: 79). Para pedagang Portugis me- manfaatkan masa panen lada di Jambi, 3.3 Perkembangan Perdagangan termasuk pada akhir abad XVI-XVII Lada yang mencapai 40.000 sampai 50.000 Perdagangan lada di Jambi karung per tahun dengan bobot 50 pon berkembang bersama komoditas per karung. Mereka mengejar ekspor-impor lainnya. Tahun 1710, keuntungan dari momen tersebut ekspor Jambi masih sepenuhnya terdiri hingga mendatangi daerah hulu atas lada. Tahun 1730, lebih dari menggunakan kapal-kapal kecil untuk setengah produk ekspor terdiri atas membeli lada (Roelofsz, 2016: 226). emas. Tahun 1750, ekspor lada Perdagangan lada dengan sistem barter Perdagangan Lada di Jambi (Dedi Arman) 93 memang terjadi di daerah hulu Jambi. harga lada dan dilakukan di sejumlah Dengan demikian, pedagang Portugis pelabuhan. Pedagang Belanda dan memeroleh lada, sementara petani lada Inggris menetapkan harga sesuai mendapatkan garam, tekstil atau barang kemauan mereka sendiri. Pedagang dagangan lain (Lindayanti, et al., 2013: Cina berupaya menerobos kebijakan itu 72). dan mendapat perlawanan dari Belanda Selain pedagang Portugis, dan Inggris (Roelofsz, 2016: 404). pedagang Cina juga memiliki cara yang sama. Agen-agen atau pedagang Cina Tahun Satuan Harga datang ke hulu membawa tekstil dan 1599 Karung 3 real 1600 Karung 4-6 real melakukan barter dengan petani lada. 1608 Karung 21 real Petani lada juga senang memeroleh 1612 Per 10 Karung 121 real tekstil karena bisa kembali menjualnya 1614 Per 10 karung 15 real di kampungnya (Lindayanti, et al., 1616 Per 10 karung 17 real 2013: 72). 1617 Per 10 karung 31 real Transaksi tunai di Jambi 1618 Per 2 karung 10 real tampaknya menggunakan uang picis 1619 Per karung 2 real Jambi yang beredar di Jambi abad XVII. 1620 Per 10 karung 5 sampai 7,5 Nilainya fluktuaktif dengan mata uang Real real yang digunakan dalam perdagang- an internasional. Tahun 1619, nilai satu Tabel 1. Tabel Harga Lada Sumber: Roelofsz, 2016: 402. real sama dengan 8.500 picis. Tahun 1636, satu real nilainya 6.900 uang picis Tahun 1640, Kesultanan Jambi (Lindayanti, et al., 2013: 72). Menurut mengirim 100.000 picis ke daerah hulu Lindayanti, situasi ini tidak untuk memperkenalkan uang tersebut. menguntungkan petani. Lada dibeli Tahun 1642, dicetak picis yang lebih dengan uang picis, namun harga lada berat dan menghapus picis berukuran ditentukan berdasarkan nilai real. Pada ringan. Permasalahan timbul pada tahun awalnya picis dibawa para pedagang 1645 saat muncul uang perak dari Cina. Namun, untuk mengatasi Batavia yang banyak kandungan fluktuasi nilai picis, Kesultanan Jambi tembaganya. Bentuk mata uang yang mencetak sendiri uang picis tersebut. berubah-ubah pada abad XVII Harga lada dalam beberapa tahun, berdampak menimbulkan ketidak- tahun 1599 hingga 1621 awalnya terjadi percayaan petani di hulu terhadap kenaikan harga yang luar biasa. Namun, pedagang yang datang dari hilir setelah tahun 1603 terjadi penurunan (Lindayanti, et al, 2013: 72). harga. Penurunan harga terjadi karena Perkembangan perdagangan lada di pedagang Eropa berupaya menurunkan Jambi pada abad ke-17 telah memberi harga. Pedagang Eropa seperti Belanda pengaruh sosial-ekonomi terhadap dan Inggris kompak dalam menurunkan penduduk Jambi dan sekitarnya. 94 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106 Pertama, meningkatkan jumlah petani diperluas (Andaya, 2016: 89). Lada lada.Banyak masyarakat berlomba- kemudian ditanam di daerah Muaro lomba menanam lada ini. Kedua, Ketalo hingga Muara Tembesi. terciptanya jaringan perdagangan lada Petani Minangkabau berkontribusi di sekitar Jambi. Sejumlah lada dalam penanaman lada yang diekspor ke pantai timur dari membutuhkan tenaga kerja yang Minangkabau melalui Jambi tahun banyak. Tenaga kerja juga dibutuhkan 1623 sebesar 2.000 ton lada (50 ribu untuk perawatan intensif pertanian lada karung). Daerah rantau timur, seperti agar hasil panennya bagus. Di hilir, lada Kuamang, Tembesi dan Tanjung di ditanam tidak terlalu dekat dengan sebelah utara Jambi pun menjadi daerah sungai karena bisa terdampak banjir. penghasil lada dalam jumlah besar. Lada dalam waktu empat tahun sejak Ketiga, mendorong mobilitas penduduk ditanam sudah bisa dipanen dan bisa dari berbagai daerah. Orang Laut yang bertahan sampai umur 30 tahun datang dari Timur (kelompok orang (Lindayanti, 2013: 70). Bugis), Orang Melayu Timur yang Tidak hanya menjadi petani, petani berasal dari Luzon, orang Jawa, orang lada termasuk orang Minangkabau juga Cina, dan orang Minangkabau. terlibat langsung dalam perdagangan Kedatangan orang Jawa yang terutama lada. Ada di antara mereka yang bekerja sebagai pedagang lada di Jambi langsung menjual ladanya ke hilir, yakni ditempatkan seorang gubernur wakil Pelabuhan Jambi. Ada juga dari mereka dari penguasa Jawa (Lindayanti, et al., yang menunggu pembeli datang, baik 2009: 7). itu pedagang Portugis, Cina atau pedagang lain. Para petani lada dari 4. Pemain Lada di Jambi hulu muncul di Pelabuhan Jambi sekitar Para peserta perdagangan lada di akhir Maret dan awal April. Mereka Jambi dapat dibagi dalam beberapa kembali muncul di hilir Jambi antara kelompok. Kelompok pertama adalah bulan November dan Desember. Para penghasil lada atau petani. Kelompok petani membawa lada ke hilir kedua adalah para pedagang lada yang menggunakan rakit dengan kapasitas terdiri atas orang asing dan juga pihak muatan sebesar 150 pikul setiap rakit. kesultanan dan bangsawan Jambi. Setiap tahunnya pada periode sekitar 40.000-50.000 karung lada dari dataran 4.1 Petani Lada Minangkabau tinggi atau hulu Jambi dibawa oleh para Produsen utama lada yang petani ke Pelabuhan Jambi di hilir diperdagangkan di Jambi adalah orang (Andaya, 2016: 89). Minangkabau yang tinggal di sepanjang hulu Sungai Batanghari, terutama di dua 4.2 Portugis distrik, yakni Tanjung dan Kuamang. Pada abad XVI, impor lada Eropa Saat harga lada bagus, penanaman lada meningkat pesat. Pada tahun 1500, Perdagangan Lada di Jambi (Dedi Arman) 95 impor mencapai kira-kira 1200 ton per penghasil lada sejak tahun 1545. Pada tahun. Keinginan untuk mendominasi 1568, Portugis menyebutkan daerah ini pasar menjadi pemicu Portugis untuk dalam instruksi untuk gagasan baru ekspansi ke Asia. Sebagian besar lada guna meningkatkan akses Portugis yang dimiliki Portugis pada abad XVI terhadap persediaan lada. Pada paruh berasal dari arah barat daya India, akhir abad XVI, Jambi mulai banyak namun Portugis tetap mendekati daerah dipikirkan oleh Portugis karena penghasil lada di Sumatra dan Jawa. permusuhan dengan Belanda di Banten Portugis bisa mengendalikan jumlah semakin kuat. Gagasan tersebut sempat pasokan lada ke Eropa agar tetap berada diragukan karena Portugis menilai lebih rendah dari tingkat permintaan bahwa lada di Jambi masih (Andaya, 2016: 83). membutuhkan beberapa waktu untuk Tahun 1509 sebelum mengambil berkembang. Keraguan tersebut dipicu alih Malaka, Portugis sudah masuk ke oleh volume hasil lada Jambi. daerah Pedir dan Pasai di Aceh. Di sana, Meskipun demikian, memasuki awal Portugis mendirikan padrao, sebuah abad XVII, pedagang Portugis dari salib marmer yang berfungsi untuk Malaka lebih sering mengunjungi menunjukkan penemuan dan Jambi. Sejak itu, mereka berupaya kepemilikan. Namun, penetrasi membangun langsung hubungan Portugis di Aceh tidak bisa bertahan dagang ke pusat Jambi. Pasalnya, Jambi lama. Tahun 1524, Portugis diusir dari saat itu tidak dikuasai Aceh maupun Aceh. Dengan kondisi ini, Portugis Banten (Andaya, 2016: 85). sangat bergantung pada pasokan lada Untuk dapat menguasai dari Jambi. Selain dari Jambi, Portugis perdagangan lada di Jambi, Portugis juga bergantung pada pasokan lada dari enggan membeberkan mengenai Jambi Sunda. Sepanjang abad XVI, kebijakan sebagai salah satu daerah pusat monopoli Portugis mampu harga lada perdagangan lada ke bangsa Eropa tetap tinggi di Eropa. Sepanjang 1592, lainnya. Tertutupnya informasi harga lada 14 persen lebih tinggi dari mengenai potensi perdagangan lada di seabad sebelumnya (Andaya, 2016: 83). Jambi ini didukung dengan kondisi Sebagaimana yang telah disampai- alam. Kondisi Selat Malaka bagian kan sebelumnya,akhir abad XVI hingga selatan yang merupakan akses menuju awal abad XVII, Portugis membeli lada Jambi adalah kuburan bagi kapal-kapal menggunakan kapal-kapal kecil. bangsa Eropa. Mereka langsung ke daerah hulu kala petani lada mengalami masa panen 4.3 Orang Cina untuk ditukar dengan komoditas yang Pedagang Cina dapat dikatakan mereka bawa (Roelofsz, 2016: 226). merupakan pemain paling kuat dalam Andaya menulis, di mata orang perdagangan lada di Jambi. Kuatnya Portugis, Jambi telah dikenal sebagai posisi dagang mereka setidaknya dapat 96 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106 dilihat dari dua hal, yakni volume dan juga memiliki hubungan kerabat ekspor yang diangkut oleh para dengan Kapitan Cina pertama yang pedagang Cina dan relasi dagang yang ditunjuk bertugas di Batavia (Roelofsz, dibangun. 2016: 259). Selain itu, orang Cina yang Volume ekspor tergambar pada dipercaya sebagai syahbandar di sekitar tahun 1615, 2 atau 3 jung besar Pelabuhan Jambi juga beragama Islam dari Cina datang ke Jambi setiap tahun. (Andaya, 2016: 98). Pedagang Cina membeli 5.500 pikul Faktor tambahan, selain bertindak lada dan menukarkannya dengan barang sebagai agen di daerah hilir, orang Cina Cina, seperti kain sutra, kancing baju, juga membangun tempat tinggal di tembikar, dan obat-obatan (Lindayanti, daerah penghasil lada, seperti Kuamang et al., 2013: 67). Relasi para pedagang dan Tembesi. Pedagang ini diterima Cina di Jambi terjalin dengan berbagai masyarakat dan hidup berdampingan. kelompok etnik dan kelas sosial. Di hulu, mereka juga menjual kain yang Luasnya relasi yang mereka bangun bisa ditukar dengan lada. Pedagang disebabkan oleh perilaku dagang Cina itu juga memberikan dana sebagai (ekonomi) dan sosial. Relasi pedagang utang kepada petani lada. Setelah Cina dengan masyarakat dan Kerajaan panen, lada dijual kepada pedagang Jambi lebih diterima disebabkan oleh Cina itu. tiga faktor. Pertama, orang Cina dapat Relasi pedagang Cina juga dapat diterima oleh orang setempat karena dijalin dengan pedagang lada dari etnik mereka menikah dengan wanita lokal. lain di Nusantara dan pedagang asing Perkawinan ini menguntungkan kedua lain. Pedagang Cina dipilih oleh para belah pihak. Pedagang Cina suka kawin pedagang Jawa yang membeli lada di campur karena nantinya bisa lebih Jambi untuk kemudian dijual di meningkatkan kekuasaan dan diterima pelabuhan-pelabuhan di Jawa. masyarakat lokal. Di sisi lain, Pedagang Cina juga dipilih oleh perempuan lokal yang menikah dengan pedagang Portugis Saudagar Cina dan pedagang Cina dapat mengubah nasib Portugis meminta perlindungan kepada mereka secara ekonomi dan penguasa setempat untuk berdagang meningkatkan status sosial (Andaya, lada. Portugis juga membeli barang 2016: 97). dagang saudagar Cina. Cina dan Kedua, pedagang Cina terbuka Portugis di Jambi tidak bermusuhan. terhadap Islam dan banyak di antara Saat Belanda datang, Portugis dan Cina mereka yang mualaf. Beberapa menjadi lawan mereka. Sesepuh pedagang Cina yang datang ke Jambi penguasa Jambi dan bangsawan Jambi juga hasil peranakan Arab-Cina. Ada lebih memihak Portugis saat konflik pula penerjemah di Jambi yang lahir dengan Belanda. Kedatangan Inggris dari orang tua Cina dan perempuan menjadikan, pertarungan melawan lokal. Ia adalah saudara saudagar Jepara Perdagangan Lada di Jambi (Dedi Arman) 97 Portugis lebih sengit dalam monopoli pedagang Cina yang mampu menyaingi lada (Andaya, 2016: 102). penawaran harga lada pedagang Pedagang Cina bahkan sempat Belanda dan Inggris yang tinggi digunakan oleh Belanda dalam perdagangan lada di Jambi meski secara 4.4 Belanda dan Kontrak umum pedagang Belanda dan Cina Perdagangan Lada bermusuhan. Hal ini ditunjukkan oleh Upaya Portugis mengendalikan kiprah seorang pedagang perantara jalur perdagangan lada di Jambi jauh bernama Kecil Japon yang bergelar dari Belanda berakhir dengan Orang Kaya Sirre Lela menjadi kegagalan. Pada tahun 1615, Jan Pieter pedagang perantara antara sultan dan Zoon Coen, Direktur Kantor Dagang pedagang asing. Kecil Japon beragama Belanda (VOC) di Banten memerintah- Islam dan rambutnya dikuncir. Kecil kan ekspansi perdagangan ke Jambi Japon dihormati karena statusnya dengan mengirim satu kapal. Andries diangkat sebagai bangsawan Jambi oleh Soury ditugaskan untuk membuka jalur sultan (Lindayanti, et al., 2013: 68). perdagangan lada di Jambi. Mereka Faktor-faktor tersebutlah yang diterima dengan baik di istana Jambi menguatkan posisi pedagang Cina di dan Belanda membangun kantor Jambi sehingga berani melawan dagang di Jambi. Belanda dan Inggris. Mereka memiliki Tahun 1615, pedagang Belanda daya saing dalam menawar harga lada (VOC) baru menemukan jalan ke dengan harga yang diajukan pedagang Pelabuhan Jambi bernama Tanah Pilih Belanda dan Inggris Sebagai gambaran, melalui Sungai Niur. Kondisi sungai pada tahun 1636, 15 pedagang Cina di penuh rawa dan belukar menyulitkan Jambi mengekspor lada ke Cina yang pedagang Belanda masuk. Tidak hanya nilai harganya 1.257 real, nilai yang Belanda, pedagang Inggris melalui EIC lebih tinggi dari pedagang Belanda dan juga kesulitan menembus Pelabuhan Inggris. Kekuatan pedagang Cina Jambi. Perjalanan menemukan Jambi tersebut menyebabkan Belanda dan bukan hal mudah bagi pedagang Eropa. Inggris yang meski bersaing namun Kekalahan Portugis tahun 1630, kompak melawan mereka dalam menjadikan Belanda dan Inggris perdagangan lada di Jambi (Andaya, mendominasi perdagangan lada di 2016: 102). Jambi. Kapal-kapal VOC berupaya Walaupun orang Cina memainkan mencegat jung-jung Cina yang akan peranan begitu penting dalam berlayar ke Jambi. Tindakan ini untuk perdagangan lada di Jambi, namun memonopoli lada dan bisa membeli hanya sedikit individu yang memiliki dengan harga murah. Jambi pelabuhan modal besar dalam perdagangan lada di penting dalam perdagangan lada. Jung- Jambi. Kekuatan modal tersebut salah jung Cina dan kapal dari Siam, Pattani, satunya terlihat dari sedikitnya jumlah Jawa, Makkasar, dan Malaka bersandar 98 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106 di sana. Pada tahun 1613, tiga jung Cina tidak boleh lebih dari 4 real per karung. merapat di sana dan saat itu tidak Kedua belah pihak tidak selamanya bisa tersedia banyak lada sehingga hanya bekerjasama dan malah terlibat bisa mengangkut 11.000 karung lada. persaingan memonopoli lada. Pihak Lada-lada tersebut sudah termasuk lada Kesultanan Jambi tidak nyaman dengan dari daerah sekitar Jambi yang diekspor cara monopoli Belanda dan Inggris melalui Pelabuhan Jambi. Hal ini karena menyebabkan pedagang lain seperti yang terjadi pada tahun 1623, enggan datang ke Jambi. Tahun 1620, hasil lada dari Minangkabau diekspor tidak ada satu pun kapal Cina yang melalui Pelabuhan Jambi (Roelofsz, datang ke Pelabuhan Jambi. Belanda 2016: 422). memaksa kapal-kapal Cina berlayar ke Di Jambi, Belanda bersaing ketat Batavia (Andaya dalam Arman, 2017: dengan pedagang Cina walau sesekali 61). tidak bisa mengelak untuk tetap Belanda banyak melakukan bekerjasama.Pedagang Cina pandai kontrak dagang dengan penguasa menarik simpati Kesultanan Jambi Jambi. Tanggal Kontrak 6 Juli 1643 untuk lepas dari cukai ekspor lada antara Pangeran Anom dengan VOC karena mereka berencana akan datang yang diwakili oleh Pieter Soury dalam enam atau tujuh jung Cina untuk mengenai lada menyebutkan bahwa, membeli lada Cina menawarkan cara budak-budak kompeni boleh tinggal membuat senjata api untuk pihak dan berdangang di Jambi, demikian kerajaan dalam bisnis lada ini. Belanda pula rakyat Jambi boleh berdagang dan pun bahkan memanfaatkan kelihaian tinggal di Batavia. Ada juga kontrak pedagang Cina untuk memengaruhi tertanggal 12 Juli 1681 antara Sultan Kesultanan dengan menggunakan Jambi dengan VOC yang diwakili oleh pedagang perantara bernama Ketjil Adrian Wiland. Dalam kontrak ini, Japon, orang Cina mualaf. Belanda juga kompeni memberikan perlindungan memanfaatkan peminjaman jung dari kepada Kesultanan Jambi jika pedagang perantara untuk mengangkut mendapat ancaman dari Palembang. lada dari Jambi ke Batavia. Belanda dan Sebagai kontrak imbalannya, harga lada Inggris juga berhubungan dengan yang dijual kepada kompeni diturunkan beberapa pedagang perantara lain selain sama dengan harga lada yang dibeli Ketjil Japon yang juga etnis Tionghoa kompeni dari Palembang. Di samping muslim (Andaya dalam Arman, 2017: itu, kompeni mendapatkan monopoli 61). impor kain linen Dalam perdagangan lada di Jambi, Kontrak 11 Agustus 1683 antara Belanda juga bekerjasama dengan Sultan Ingalaga dengan VOC Inggris seperti halnya kesepakatan yang menyebutkan kompeni memeroleh dibuat pada tahun 1620. Mereka monopoli pembelian lada, impor kain, bersepakat menentukan harga lada dan opium (candu) di Jambi. Sultan Perdagangan Lada di Jambi (Dedi Arman) 99

Jambi dan para penggantinya, termasuk ada dalam arsip yang tersimpan di Arsip para pembesar kerajaan lainnya harus Nasional Republik Indonesia. melarang orang asing lainnya membawa dan menjual kain di wilayah Kerajaan Jambi, dan jika hal itu terjadi maka kapal dan barang bawaannya dirampas, sebahagian diserahkan kepada sultan dan sebahagian diserahkan kepada VOC. Kontrak 21 Agustus 1681 antara Sultan Anom dengan VOC berisi Gambar 4. Kontrak Perdagangan Lada Pangeran Dipati Anom dan Pieter Soury. keterangan tentang hak kompeni untuk Sumber: ANRI, Inventaris Arsip Riouw 68/7. memeroleh monopoli pembelian lada di Jambi. Setiap akhir tahun sultan Jambi Kontrak 21 Oktober 1721 antara diharuskan memasok 1000 pikul lada Sultan Astra Ingalaga dengan VOC dengan harga setiap pikul 4-5 real. Jika (isinya tidak dapat dibaca lagi karena ada orang Jambi menjual lada kepada arsipnya rusak). Akta perjanjian 12 Juni selain VOC, baik itu pejabat, pembesar 1756 antara Sultan Ingalaga dengan kerajaan atau rakyat biasa, bila ketahuan VOC berisi kebebasan kepada kompeni ladanya dirampas, separuh diserahkan untuk berdagang di Jambi. Sultan Jambi kepada sultan dan separohnya lagi juga harus menunjuk saudagar yang kepada kompeni (ANRI, 2006: 12). membeli barang-barang kompeni. Kontrak 16 Oktober 1763 berisi upaya memperkuat perjanjian-perjanjian yang dibuat sebelumnya yakni: (a) Jambi di bawah perlindungan kompeni; (b) Orang-orang Cina dan pedagang- pedagang yang diam dan menetap di Muara Jambi membantu pekerjaan kompeni; (c) Kebun lada yang rusak agar direhabilitasi dan ditanami kembali dan tidak boleh diberikan selain kepada Gambar 3. Perjanjian Gubernur Belanda dan Sultan Anom. kompeni. Isi kontrak di atas Sumber: ANRI, 2006: 12. menunjukkan bahwa kekuatan militer memberikan kekuasaan besar kepada Kontrak 20 Agustus 1683 antara VOC yang notabene hanya sebuah sultan Jambi dengan VOC tentang perusahaan untuk mengendalikan pembaharuan kontrak 6 Juli 1643 antara keputusan-keputusan kerajaan (Siagian, Pangeran Dipati Anom dengan 2008: 1). komisaris Pieter Soury mengenai perdagangan lada. Catatan kontrak ini 100 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106 Tidak hanya antara VOC dan monopoli perdagangan lada yang Kesultanan, juga ada perjanjian antara menyebabkan harga lada dibeli dengan kantor dagang Inggris (EIC) dan murah. Petani di hulu Jambi pembesar VOC Belanda tentang mengalihkan tanamannya dari lada ke penentuan harga lada. Ada surat tanaman lain, seperti kapas dan padi. persetujuan antara Deputi Inggris dan Selain itu memiliki mata pencaharian pembesar Belanda di Jambi tentang lain, yakni mencari emas dengan adanya harga terendah lada yang dibawa keluar pertambangan emas rakyat. Jambi tertanggal 25 Oktober 1621. Kondisi di Jambi berbeda dengan daerah penghasil lada lain di Sumatra, seperti Bangka Belitung, Lampung, dan Palembang. Di daerah Bangka Belitung tanaman lada dianggap tanaman kultural. Saat harga lada anjlok, petani lada membiarkan tanaman lada tidak terawat. Petani menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian lain. Saat harga lada harganya kembali bagus, petani kembali membersihkan tanaman Gambar 5. Surat persetujuan harga terendah ladanya dan kembali dikelola. Lada lada Inggris dan Belanda. Sumber: ANRI, 2006. berkali-kali menjadi penyeimbang perekonomian di Bangka saat krisis 5. Kemunduran Lada Jambi melanda. Lada menjaga perekonomian Kejayaan perdagangan lada di Bangka tetap bergerak saat krisis pada Jambi tidak lama. Akhir abad ke-17, awal abad XX yang dikenal sebagai keseganan untuk menanam lada sangat masa malaise. Begitu juga saat krisis jelas muncul dalam tulisan-tulisan 1997 lalu, perekonomian Bangka tetap Melayu. Hal ini menimbulkan hidup karena harga lada yang mahal kekhawatiran elite istana yang terancam (bangka.tribunnews.com, diakses pada oleh tidak stabilnya penanaman lada. 17 Juni 2012) Dalam sejumlah sumber, seperti Tahun 1680, Jambi kehilangan Andaya dan Lindayanti, ada sejumlah posisinya sebagai pelabuhan lada utama faktor yang menyebabkan perdagangan di pesisir timur Sumatra setelah bentrok lada di Jambi mengalami kemunduran. dengan Johor. Hal ini diperparah Yakni, turunnya harga lada di pasaran pergolakan internal. Dalam bidang Eropa menyebabkan penurunan perdagangan, terjadi ketegangan antara penanaman lada. Petani di daerah hulu hulu dan hilir yang fungsinya antara enggan menanam lada. Selain itu, produsen dan perantara. Inggris daerah hulu yang jauh dari pusat meninggalkan pos dagangnya di Jambi kekuasaan kesultanan enggan adanya tahun 1679. VOC bertahan agak lama Perdagangan Lada di Jambi (Dedi Arman) 101 meski kongsinya mendatangkan untung kan banyak hasil. Pada akhir abad yang kecil setelah tahun 1680. XVIII, lada Jambi dianggap bermutu Ketika terjadi permasalahan rendah. Pada abad XIX, pedagang perekonomian VOC melakukan campur Nusantara tidak lagi berlabuh di Jambi tangan lebih aktif. Sultan ditangkap dan (Scholten, 2008: 45). dibuang ke Batavia. Aksi ini menjadikan Jambi terbelah antara hulu dan hilir. Perekonomian Jambi semakin memburuk tahun 1720. Di dataran tinggi, masyarakatnya beralih menanam kapas dan padi. Petani meninggalkan penanaman lada karena harganya yang terus anjlok. Hal ini dampak membanjirnya pasokan lada ke Eropa yang berimbas terjadinya penurunan harga. Istana atau pihak Kesultanan Jambi sangat merasakan dampak penurunan Gambar 4. Lada ditanam di lahan kelapa sawit. perdagangan lada di Jambi. Selama ini Sumber: https://indonesiana.tempo.co sultan dan bangsawan Jambi terlibat 10 Januari 2017. dalam bisnis lada. Dalam permodalan, Perdagangan lada sendiri diyakini mereka banyak meminjam modal dari tidak membawa kemakmuran panjang Belanda. Saat pasokan lada terhenti, bagi masyarakat. Malahan tanaman lada kondisi ini menyebabkan mereka dianggap bisa menimbulkan konflik terlibat masalah yang besar. Tahun karena hawanya yang panas dan banyak 1700, pundi-pundi keuangan sultan kalangan yang ingin memonopoli. kosong dan pusaka istana dijadikan Anthony Reid mengutip Hikayat agunan. Pada akhir abad XVIII, Kerajaan Banjarmasin yang Kesultanan Jambi menjadi negara mengeluhkan kondisi dampak tanaman vassal dibawah Raja Minangkabau di lada. Pagaruyung (Scholten, 2008: 42). —Biarkan tidak seorang pun di Orang Minangkabau yang negeri menanam lada, sebagai- melakukan perpindahan besar-besaran mana hal itu tidak dilakukan di abad XVII menjadi berkuasa dan Jambi dan Palembang. Mungkin menguasai daerah dataran tinggi. Jambi negeri-negeri itu menanamnya hulu menjadi daerah Minangkabau. demi uang agar bisa merengkuh Tahun 1768, orang Jambi menyerang kekayaan. Tidak diragukan lagi pos dagang VOC. Akhirnya VOC bahwa mereka akan tiba pada saat menutup pos dagangnya di Jambi. keruntuhannya. Yang didapat Perdagangan Jambi tidak mendatang- hanya perseteruan dan bahan 102 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106 pangan akan menjadi mahal... diselusuri. Jalur transportasi sungai dari Peraturan peraturan akan berada hulu Sungai Batanghari ke hilir menarik dalam kekacauan karena orang di untuk daya tarik wisata (Wawancara kota raja tidak akan dihormati oleh Ujang Hariadi, Jambi, 15 Mei 2017). penduduk pedesaan; pengawal- pengawal raja tidak akan ditakuti C. PENUTUP oleh orang pedesaan. Jika lebih Jambi pernah mengalami masa banyak (lada ditanam melebihi kejayaan dalam perdagangan lada pada kebutuhan rumahtangga) ditanam, abad XVI hingga XVIII meski di akhir demi menggapai uang, bencanalah yang menyelemuti negeri. Perintah abad XVII mulai mengalami dari kerajaan akan diabaikan penurunan. Pelabuhan Jambi pernah karena orang-orang berani menjadi pelabuhan ekspor kedua menentang raja (Reid,1999: 347).“ terbesar setelah Aceh. Di Jambi, lada dihasilkan di daerah hulu, yakni daerah Setelah dua abad menghilang, Tanjung dan Kuamang, federasi Kota barulah tahun 2016 lalu, penanaman Tujuh (VII Koto) dan Sembilan Kota lada kembali dilakukan di Jambi. Petani (IX Koto). Ada dua pola perdagangan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat lada di Jambi. Pertama, pola membudidayakan lagi, tapi ditanaman perdagangan lada dari daerah produksi di lahan gambut (Kompas, 12 di hulu dibawa ke hilir (Pelabuhan September 2016). Kelompok Tani Jambi). Pola kedua, lada dari hulu tidak Senang Jaya di Sungai Beras, dibawa ke hilir melainkan dibawa Kecamatan Mendahara Hulu menanam melalui jalur alternatif. Dari hulu 1100 bibit lada. Sifatnya baru dibawa ke Muaro Tebo yang nantinya penanaman dan lada belum ada yang dibawa ke Selat Malaka melalui dipanen. Indragiri dan Kuala Tungkal. Penanaman lada pola tumpang sari Pihak asing banyak yang terlibat dilakukan petani di Kabupaten dalam perdagangan lada di Jambi, mulai Batanghari, Jambi. Petani menanam dari Portugis, Cina, Belanda dan lada di antara kelapa sawit. Lada Inggris. Tidak hanya orang asing, sultan merambat di batang kelapa sawit. dan bangsawan Jambi juga ikut Namun, penanaman juga masih sebatas berdagang lada. Masa kejayaan ujicoba dan belum skala besar. perdagangan lada Jambi tidak bertahan Instansi terkait di Jambi juga lama seiring melorotnya harga lada di menilai peluang menghidupkan pasaran Eropa. Dampaknya adalah kejayaan lada Jambi. Menurut Kepala petani lada di Jambi enggan menanam Dinas Pariwisata Kebudayaan Provinsi lada dan beralih menanam kapas dan Jambi, Ujang Hariadi tidak hanya sisi kapas. Akibat kemunduran perdagang- pertanian dan perkebunan, jalur rempah an lada berpengaruh besar pada di Jambi masa lampau menarik untuk perekonomian Jambi yang memburuk Perdagangan Lada di Jambi (Dedi Arman) 103 tahun 1720. Kesultanan Jambi membuka potensi wisata baru di Jambi mengalami kebangkrutan. Sultan Jambi yang harus diakui tidak banyak terlibat utang pada Belanda. Dalam memiliki potensi wisata dibandingkan perdagangan lada, sultan dan provinsi tetangga, seperti misalnya bangsawan Jambi meminjam modal Sumatra Barat. Pemerintah Provinsi berdagang dari Belanda. Kesultanan Jambi bisa menggerakkan masyarakat- Jambi akhir abad XVIII menjadi daerah nya yang sebenarnya telah memiliki vassal (taklukan) Minangkabau. pengetahuan dan keterampilan dari Sejak akhir abad XVIII hingga kini, leluhurnya untuk menanam lada. lada menghilang di Jambi. Hingga saat Kondisi tanah Jambi khususnya di ini jejak kebesaran perdagangan lada di daerah hulu sangat cocok untuk Jambi tidak ditemukan lagi. Barulah tanaman lada. Komoditas ini juga beberapa tahun terakhir ada upaya sangat menjanjikan karena harganya penanaman lada di daerah Tanjung relatif bagus dan tanaman ekspor yang Jabung Timur. Itu pun sifatnya lada dibutuhkan banyak negara. Dengan ditanam di lahan gambut dan dalam demikian, komoditas pertanian rakyat skala kecil. Pemerintah Provinsi Jambi ini dapat meningkatkan daya beli petani juga belum terlihat menggalakkan sebagaimana yang telah terbukti di kembali perdagangan lada yang pernah masa lampau yang mana petani lada jaya di masa lampau. mampu memiliki kain dan tekstil Ada sejumlah masukan dan saran impor. terkait penelitian perdagangan lada di Jambi. Penelitian perdagangan lada di DAFTAR SUMBER Jambi aspek yang belum disentuh. Belum ada kajian yang utuh membahas Andaya, Barbara Watson. 2016. sejarah perdagangan lada di Jambi. Hidup Bersaudara di Sumatra Kondisinya berbeda dengan Tenggara Abad XVII dan perdagangan lada di Bangka Belitung, XVIII. Yogyakarta: Penerbit Palembang dan Lampung yang cukup Ombak. banyak jadi perhatian dan diteliti. Terbuka sekali kesempatan untuk Arman, Dedi, Telisik Perdagangan menulis perdagangan lada di Jambi dari Lada di Jambi Abad XVI-XVIII, aspek arkeologi, antropologi selain diunduh dari http:/kajanglako.com/ aspek kesejarahan. id-235-post-telisik-perdagangan- Tidak hanya melakukan penelitian, lada-di- jambi-abad-xvixviii.html, Pemerintah Provinsi Jambi melalui pada September 2017. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jambi bisa melakukan napak tilas atau ______.2017. Dari Hulu ke Hilir menggelar ekspedisi jalur rempah Batanghari:Aktivitas Perdagangan Jambi. Ini sangat menarik karena akan Lada di Jambi Abad XVI-XVIII). 104 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106 Tanjungpinang:Balai Pelestarian Kompas. 2017. —Bonggol-Bonggol Tua Nilai Budaya Kepri. Penanda Sejarah,“ 19 Juli, hlm.12.

Arsip Nasional Republik Indonesia, Lindayanti, T. Noor, Junaidi, dan Ujang Inventaris Arsip Riouw No. 68/7. Hariadi. 2013. Jambi Dalam Sejarah 1500-1942. Jambi: Pusat Arsip Nasional Republik Indonesia. Kajian Pengembangan Sejarah dan 2006. Citra Jambi Dalam Arsip. Budaya Jambi. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia. Lindayanti, Witrianto, dan Ulqayyim. 2010. Harmoni Kehidupan di Asnan,Gusti 2016. Sungai& Provinsi Multi Etnis: Studi Kasus Sejarah Sumatra. Yogyakarta: Integrasi Antara Penduduk Ombak. Pendatang dan Penduduk Asli di Jambi. Padang: Laporan Penelitian ______. 2017. Jaringan Pelayaran Universitas Andalas. dan Perdagangan Rempah di Pulau Sumatera. Makassar: Locher-Scholten, Elsbeth. 2008. Makalah Seminar Digelar Balai Kesultanan Sumatra dan Negara Pelestarian Nilai Budaya Kolonial, Hubungan Jambi- Selatan tanggal 12 Agustus di Batavia (1830-1907) d a n Makassar. Bangkitnya Imperialisme Belanda. Jakarta: KITLV. http://bangka.tribunnews.com, diakses pada 17 Juni 2012. Marsden, William. 2013. Sejarah Sumatra. Jakarta: Komunitas http://jalurrempah.com, diakses pada 14 Bambu. September 2017. Masroh, Laelatul. 2017. Perkebunan https://indonesiana.tempo.co, diakses dan Perdagangan Lada di Lampung 10 Januari 2017. 1816-1942. Skripsi. Malang : Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Imadudin, Iim. 2016. Perdagangan Lada Sosial Universitas Negeri Malang. di Lampung Dalam Tiga Masa (1653-1930). Patanjala Vol. 8 No. Reid, Anthony. 1999. A s i a 3 September 2016, hlm. 349-364. Tenggara Dalam Kurun Niaga Kompas. 2016. —Budidaya Lada di 1450-1680. Jilid 2: Jaringan Jambi Kembali Dihidupkan,“ 24 Perdagangan Global. Jakarta: September 2016. Yayasan Obor. Perdagangan Lada di Jambi (Dedi Arman) 105

Roelofsz, Meilink M.A.P. 2016. Perdagangan Asia & Pengaruh Eropa di Nusantara Antara 1500 dan Sekitar 1630. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Siagian, Marahalim, Kontrak Dagang Kerajaan Melayu dengan VOC 1643-1763 diunduh dari http:// ugm.academia.edu/ MarahalimSiagian, pada tanggal 19 Mei 2018.

Soedewo, Ery. 2007. Lada Si Emas Panas: Dampaknya bagi Kesultanan Aceh dan Kesultanan Banten, Historisme, Edisi 23 Tahun XI, hlm. 18.

Wawancara. Ujang Hariadi. Jambi, 15 Mei 2017

Wiwik, Swastiwi Anastasia. 2010. Jambi Dalam Lintasan Sejarah Melayu (Abad I-XVII). Tanjungpinang: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang. 106 Handep, Vol. 1, No. 2, Juni 2018 : 81-106