<<

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora FENOMENA TERBANGUNNYA INDIKASI LOKAL TERNATE DALAM KASUS PERAHU KORA-KORA

Geggy Gamal Surya Fakultas Desain dan Industri Kreatif Universitas Esa Unggul Jl. Arjuna Utara No. 9, Kebon Jeruk Jakarta Barat 11510 [email protected]

Abstrak Maluku Utara yang beribu kota Ternate merupakan provinsi kepulauan dan memiliki daya tarik tersendiri dalam sistem kebudayaannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengangkat kisah dan asal-usul perahu tradisional Ternate, yaitu perahu kora-kora, yang terbentuk sampai saat ini, khususnya dalam aspek desainnya. Manfaatnya adalah untuk mengembangkan bentuk ciri khas perahu kora-kora, menjadi perahu yang dapat dikembangkan kedepannya dan menjadi perahu yang dapat menonjolkan sisi dari kebudayaan Ternate. Penelitian ini bertujuan untuk mengangkat asal- usul perahu Kora-kora dan agar perahu kora-kora dapat menjadi sebuah inspirasi dalam merancang perahu dan kapal di khususnya di Maluku Utara.

Kata kunci: kora-kora, cora-cora,

Pendahuluan milik Portugis di Ambon dan mengusirnya dari Indonesia merupakan negara kesatuan yang pulau-pulau yang ada di Maluku dan Maluku Utara. terdiri atas beragam suku, adat, ras, budaya, Disinilah perahu kora-kora terbentuk asal- kerajinan dan agama. Secara geografis letak negara usulnya karena peristiwa kejadian penjajahan pada Indonesia terdiri atas pulau besar dan pulau kecil abad ke-13 dan abad ke-14. Sejak saat itu, jejak yang terhampar luas dan saling berdekatan, sehingga perahu kora-kora sudah hampir hilang dan belum menjadikan negara ini sebagai negara kepulauan ditemui mengangkat cerita tersebut. Perahu kora- yang terbesar di dunia. kora saat ini fungsi dan kapasitasnya berbeda sejak Ternate yang merupakan ibukota dari zaman berdirinya perahu tersebut. provinsi Maluku Utara, adalah salah satu kota tertua Maka dari itu, penelitian ini lebih di Indonesia. Kota Ternate dalam perkembangannya memfokuskan asal-usul perahu kora-kora terbentuk, ditingkatkan statusnya menjadi sebuah Kota Otonom karena perahu kora-kora dikenal sebagai perahu (kotamadya) sejak tanggal 27 April 1999. Dalam tradisional Ternate. sejarahnya, Ternate dan pulau sekitarnya dijajah oleh Portugis. Karena pulau yang dibilang Moluccas Masalah oleh portugis itu, memiliki kekayaan sumber daya Perahu Kora-Kora memiliki nilai historis alam yang tinggi. Pada zamannya sumber rempah- yang cukup kuat. Unsur-unsur yang memandu rempah selalu dicari dari dunia Internasional. Salah terwujudnya perahu Kora-kora adalah dimulainya satu rempah-rempah yang dihasilkan Pulau Ternate zaman penjajahan Portugis di Indonesia sejak tahun adalah cengkeh dan pala. Bangsa Portugis, Spanyol, 1200. Portugis (beserta menyusulnya penjajah- VOC, dll ingin memperebutkan dan menguasai penjajah lainnya) menilai bahwa provinsi Maluku Pulau Ternate dalam maksud menguasai komoditi (Moluccas) adalah pulau yang memiliki kekayaan dan perdagangannya untuk mencapai sektor akan rempah-rempah. Salah satunya adalah seperti ekonomi negaranya. cengkeh dan pala. Sebab, rempah-rempah tersebut Dari fenomena tersebut, terciptalah genjatan memajukan perekonomian bangsa Eropa. Akibatnya, senjata rakyat Ternate dengan bangsa Portugis yang penjajah berbondong-bondong memperebutkan area menjajahnya. Penyebabnya adalah bangsa Portugis kekuasaan di Maluku guna untuk menguasai lahan yang membunuh Sultan Khairun dan Sultan rempah-rempah tersebut dan menciptakan medan Baabullah karena melanggar perjanjian damai antara perang di laut antara penjajah dan rakyat Maluku. rakyat Maluku Utara dengan orang Portugis yang Perahu Kora-kora memiliki nilai menetap di Pulau Ternate. Karena Maluku adalah kebudayaan dan estetika yang begitu indah. Peranan, provinsi kepulauan, maka aktivitas dan genjata fungsi, ukuran, kapasitas, fasilitas dan bentuk desain senjata banyak dilakukan di laut. Salah satunya perahu kora-kora zaman penjajahan dan zaman adalah penyerangan besar-besaran armada perahu sekarang sangat berbeda. Pengetahuan dan kajian Kora-kora untuk berperang melawan kapal-kapal dalam perahu kora-kora belum terdokumentasi

Inosains Volume 9 Nomor 1, Februari 2014 1

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora secara tertulis dan hanya masih diketahui oleh Manfaat Penelitian masyarakat Ternate pesisir pantai. Kemajuan dan Berdasarkan latar belakang diatas maka perkembangan teknologi akan dapat mempengaruhi disimpulkan manfaat penelitian sebagai berikut : bahkan akan merubah pola pikir masyarakat Ternate. 1. Bagi Ilmu Pengetahuan (Desain) Akibat lebih lanjut dapat menyebabkan semakin a. Meningkatkan kajian desain tentang perahu berkurangnya minat para generasi muda untuk dan perkapalan, transportasi laut dan ilmu mempelajari pengetahuan dan kajian estetika dari yang berhubungan dengan kemaritiman. perahu Kora-kora yang memiliki nilai historis cukup b. Mendorong mahasiswa magister desain, tinggi. peneliti dan dosen yang ingin melakukan Maka dari itu, sebagai provinsi maritim penelitian tentang perahu nusantara di Maluku Utara dan sebagai negara maritim Indonesia, Indonesia. perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji c. Mengembangkan ilmu pengetahuan budaya pengetahuan tentang perahu Kora-kora agar perahu dan desain transportasi laut pada program tersebut dapat dikembangkan kedepannya melalui pasca sarjana Magister Desain. ilmu bidang desain transportasi laut atau desain 2. Bagi Masyarakat maritim. a. Hasil dari penelitian ini dapat meningkatkan peluang usaha industri kapal/perahu yang ada Batasan Masalah di Indonesia, Menumbuhkan perekonomian Berdasarkan masalah-masalah diatas, negara. dirumuskan masalah sesuai dengan bidang kajian b. Penelitian ini dapat memberikan inovasi dan dan obyek penelitiannya, yaitu sebagai berikut : inspirasi kepada desainer kapal dan perahu 1. Apa yang menyebabkan perahu Kora-kora Indonesia. berubah bentuk, fungsi, peranan, ukuran, 3. Bagi Pihak Terkait fasilitas,dan kapasitas dari waktu ke waktu? a. Hasil penelitian ini merupakan informasi yang 2. Indikasi apa yang menjadikan perahu Kora-kora dapat digunakan untuk suatu perusahaan atau sebagai perahu kebudayaan Maluku yang sampai organisasi yang berhubungan dengan saat ini masih digunakan oleh masyarakatnya? pengembangan desain perahu. 3. Apa saja nilai budaya dan estetika yang terkandung pada perahu Kora-kora yang tercipta Tinjauan Umum Tentang Perahu dari fenomena sejarah perjuangan rakyat Maluku Soekarsono N.A (1995) menjelaskan bahwa melawan penjajahan? perahu adalah kendaraan air (biasanya tidak bergeladak) yang lancip pada kedua ujungnya dan Rumusan Masalah lebar di tengahnya. Sedangkan kapal adalah Berdasarkan indentifikasi permasalahan diatas, kendaraan pengangkut penumpang dan barang di maka batasan permasalahan dapat disimpulkan laut. Jika istilah itu digabung, perahu atau kapal sebagai berikut : adalah suatu bentuk konstruksi yang dapat terapung 1. Belum terdokumentasikannya kajian tentang (floating) di air dan mempunyai sifat muat berupa asal-usul tentang fenomena terbangunnya penumpang atau barang. Yang sifat geraknya bisa perahu kora-kora. dengan dayung, angin atau mesin. 2. Belum adanya kajian tentang perubahan bentuk Dimensi utama kapal dan perahu terdiri dari desain perahu kora-kora. panjang (Length/L), lebar (Breadth/B) dan 3. Belum adanya data mengenai perubahan fungsi, dalam/tinggi (Depth/D). Kendaraan laut ini memiliki peranan, ukuran, fasilitas, kapasitas, bentuk, istilah asing, diantaranya adalah : dan desain perahu kora-kora. 1. : untuk kapal yang berukuran besar 2. Boat : untuk kapal yang berukuran kecil Tujuan Penelitian 3. Vessel : untuk kapal yang berukuran besar atau Berdasarkan latar belakang diatas maka kecil disimpulkan tujuan penelitian sebagai berikut: 4. Craft : untuk kapal yang berukuran kecil saja 1. Mengetahui sejarah dan asal-usul dari perahu 5. Carrier : untuk kapal yang mengangkut barang Kora-kora. curah (bulk carrier) dan kayu (log & timber 2. Mengetahui indikasi kebudayaan yang carrier) terkandung di perahu Kora-kora. Beberapa bentuk badan kapal/perahu di bawah garis 3. Untuk mengembangkan perahu kora-kora air (WL) terdiri dari : kedepannya melalui generasi muda.

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 2

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

(Sumber : Dohri, 1983, Fyson 1985, dan Traung 1960, Rouf 2004) Gambar 1 Bentuk-bentuk Kaki Perahu

Berabad-abad kapal dan perahu digunakan oleh digunakan bangsa mesir kuno kemudian digunakan manusia untuk mengarungi sungai atau lautan yang bahan bahan logam seperti besi/baja karena diawali oleh penemuan perahu. Biasanya manusia kebutuhan manusia akan kapal yang kuat. Untuk pada masa lampau menggunakan perahu kano, penggeraknya manusia pada awalnya menggunakan ataupun rakit, semakin besar kebutuhan dayung kemudian angin dengan bantuan layar, akan daya muat maka dibuatlah perahu atau rakit mesin uap setelah muncul revolusi Industri dan yang berukkuran lebih besar yang dinamakan kapal. mesin diesel serta Nuklir (Wikipedia.org). Gambar Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan dibawah ini adalah bagian dari perahu atau kapal pada masa lampau menggunakan kayu, bambu merupakan tubuh dari perahu : ataupun batang-batang papirus seperti yang

(Sumber : Amazing boats, 1992) Gambar 2 Tubuh perahu

Tubuh perahu disebut lambung. Bagian depan Kehidupan pelayaran yang berawal dari kegiatan disebut haluan. Bagian belakang disebut buritan. Sisi sekelompok orang atau masyarakat, selanjutnya kanan disebut starboard side (sisi kanan), dan sisi berkembang menjadi kegiatan antar pulau, antar kiri disebut port side (sisi kiri). negara bahkan antar benua. Perkembangan kapal Penduduk yang berada di tepi pantai atau di diawali dari sejarah kuno yaitu orang-orang pinggir sunggai mempunyai kegiatan sebagai nelayan Mesopotamia di lembah sungai Eufrat dan Tigris di samping bercocok tanam. Kegiatan sebagai membuat perahu dengan bahan papirus, yaitu sejenis nelayan terus berkembang sementara usaha jasa rumput ilalang yang tumbuh di rawa. transportasi berkembang menjadi kebutuhan.

(sumber : google) Gambar 3 Perahu Firaun

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 3

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

Gambar di atas adalah gambar perahu yang dilakukan untuk memperpanjang masa pakai perahu. ditemukan di sekitar piramida Giza di Mesir. Perahu Pada dasarnya masyarakat menyadari bahwa perahu tersebut dipergunakan oleh Raja Khufu (King yang dimilikinya akan cepat rusak jika tidak Cheops) yaitu dinasti Fir'aun yang ke dua dari dipelihara dengan baik (Aji, 2000:8). kerajaan Mesir Kuno. Diperkirakan dipakai 2.500 Gultom (1995) menyatakan bahwa biasanya tahun sebelum Masehi. Sedangkan orang-orang masyarakat memberikan perlakuan khusus untuk Nusantara membuat perahu dengan menggunakan memperpanjang masa pakai perahu. Perlakuan yang buluh bambu. Dengan perahu yang sederhana diberikan antara lainnya yaitu : tersebut mereka mampu mengarungi samudera yang 1. Dengan cara mengarangkan (membakar) luas sehingga menempati pulau-pulau seluruh sebagian dari perahu pada bagian dalam dan Nusantara. Perlu diketahui bahwa menurut bagian luar perahu, dengan maksud untuk penelitian nenek moyang bangsa Indonesia berasal menjaga kayu dari serangan cacing laut. dari Cina bagian Selatan tepatnya di propinsi 2. Mengecat bagian perahu (baik bagian dalam Yunnan (Ugeng, 2009). maupun bagian luar), dengan maksud agar air tidak mudah masuk ke dalam pori-pori kayu. Perahu Nusantara 3. Pemeliharaan perahu yang sudah jadi, dimana Perahu tradisional banyak sekali jumlah dan perahu tidak boleh terlalu lama terendam dalam macamnya sesuai dengan daerah setempat, antara air dan tidak boleh terlalu lama terkena sinar lain : matahari, ini dilakukan untuk mencegah agar 1. Perahu Belongkang : adalah perahu yang perahu tidak mudah pecah. terbuat dari sebatang pohon yang dilobangi. Nama-nama dari daerah lain misalnya : Karakteristik Perahu Tradisional Sampan, Konthing (Jawa), Perahu Lading, Perahu tradisional merupakan salah satu alat Jolong-jolong, Perahu Seludang atau Perahu transportasi laut yang terbuat dari kayu, dibuat oleh Mancung. Dinamakan perahu Mancung tenaga-tenaga trampil yang tidak memiliki bentuknya seperti kelopak bunga kelapa.Di pendidikan atau pelatihan khusus dibidang antara itu ada perahu Compreng yang pembuatan perahu dengan menggunakan peralatan digunakan untuk ppenyeberangan di sungai- yang sederhana tanpa menggunakan desain gambar. sungai. Dikatakan sebagai perahu tradisional, karena 2. Perahu Bagong adalah perahu yang besar. dalam penggunaannya tidak menggunakan sistem 3. Perahu Balang adalah perahu layar bertiang mekanik atau mesin, dan umumnya menggunakan dua. Di Riau orang menamakan Perahu dayung sebgai alat untuk menggerakkan perahu. Gubang. Perahu tradisional mempunyai daya angkut yang 4. Perahu adalah perahu yang digunakan terbatas karena pada umumnya perahu tradisional untuk menangkap ikan atau juga dinamakan memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan perahu Pukat, karena perahu tersebut digunakan dengan kapal-kapal yang sudah modern (Aji, untuk menangkap ikan dengan menggunakan 2000:9). pukat. Gultom (1995) menyatakan bahwa ciri-ciri 5. Perahu Mandar adalah perahu dari daerah umum penampilan perahu tradisional yang dapat Mandar, Sulawesi. Gambar di bawah adalah dilihat seperti : perahu Mandar dari daerah Sulawesi 1. Badan perahu dibentuk dari log kayu yang utuh 6. Perahu Phinisi adalah perahu yang terkenal dari 2. Menggunakan dayung untuk menggerakkan daerah Bugis, Sulawesi Selatan. gambar di perahu bawah adalah bentuk perahu Phinisi. 3. Biasanya dilengkapi dengan semang yang 7. Perahu Sasak adalah kendaraan air yang dibuat letaknya disisi kiri atau kanan perahu namun dari batang pisang, buluh bambu atau kayu biasanya juga terdapat dikedua sisi. Semang ini yang dirangkai (rakit). berfungsi untuk member keseimbangan pada 8. Perahu Gubang adalah perahu layar di daerah perahu agar perahu tidak mudah terbalik. Riau (Orang Laut). 4. Perahu tersebut bisa juga dilengkapi dengan 9. Perahu Pukat adalah perahu yang digunakan layar. Layar ini terbuat dari kain yang letaknya untuk menangkap ikan di laut. Jenis perahu ini berdiri tegak lurus ditengah-tengah perahu. Layar nama-nama lainnya perahu Mayang. ini berfungsi sebagai alat bantu untuk

menggerakkan perahu dengan bantuan tenaga Pemeliharaan Perahu Secara Tradisional angin. Untuk menjaga agar perahu yang dimilikinya tetap awet dan lebih tahan lama, masyarakat mempunyai cara tersendiri yang biasa Inosains Volume 9 Nomor 1, Februari 2014 4

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

Ternate atau aturan yang disebut hokum adat dan adat Pulau Ternate merupakan salah satu pulau istiadat. Sebagai kota tua yang terletak di daerah dari Kepulauan Maluku Utara, suatu kepulauan yang pesisir disesuaikan dengan alasan geografis, strategi, terletak antara Pulau Irian di sebelah Timur, Pulau dan ekonomi dan keamanan. Sulawesi di sebelah Barat, Lautan Teduh di sebelah Kota Ternate adalah kota pesisir / dekat Utara meliputi pulau-pulau Morotai, Halmahera, pantai karena peran transportasi saat itu adalah Ternate, Tidore, Moti, Makian, Bacan, Obi dan transportasi laut untuk kemudahan distribusi barang pulau-pulau Sula. dan jasa memiliki bandar atau tempat berlabuh Sejak abad XIII di kepulauan Maluku sudah kapal-kapal dagang dan lain-lain. Suatu kota bisa terdapat beberapa kerajaan, yaitu Ternate, Tidore, terbangun dengan berbagai pertimbangan rasionil Bacan dan Jailolo. Pulau Ternate sebagai salah satu berdasarkan perencanaan seperti kota modern, ada pulau dari kepulauan Maluku sangat tersohor dengan pula kota yang terbangun tanpa direncanakan tapi rempah-rempah cengkih yang telahmenarik bangsa- karena letaknya yang strategis dan menjadi pusat bangsa Timur maupun barat untuk memperoleh hasil distribusi barang dan jasa kemudian berkembang itu. Bandar Ternate merupakan pusat perniagaan menjadi kota yang berfungsi sebagai sentra ekonomi rempah-rempah cengkih. Kemajuan perniagaan di di suatu kawasan tertentu. Ternate terutama disebabkan oleh letak Ternate sebagai kota tua yang telah ada pelabuhannya yang strategis dan indah. Kedudukan sebelum abad pertengahan berfungsi sebagai pusat sebagai kota pelabuhan dan niaga berlangsung pemerintahan, perdagangan dan budaya dan terus hingga saat ini. Pelabuhan Ternate dengan mengalami proses perkembangan dalam beberapa dermaganya sering dikunjungi oleh kapal-kapal dari periodesasi serta terus mengalami perpindahan berbagai jenis perusahaan pelayaran guna lokasi dari suatu tempat ke tempat lain dalam mengangkut hasil-hasil dari dan ke Maluku utara. wilayah pulau Ternate itu sendiri (Dinsie dan Taib, Penduduk pulau Ternate umumnya tinggal 2008:1-3). di pesisir pantai adalah campuran dari penduduk asli Umumnya, sumber sejarah Ternate dari dan orang-orang pendatang berasal dari berbagai kalangan pribumi hanyalah berdasarkan cerita rakyat pulau. Penduduk asli Ternate sebagai suatu golongan yang berlangsung secara turun temurun. Oleh penduduk mempunyai bahasa sendiri, adat istiadat karenanya merupakan sejarah lisan yang terkadang sendiri dan beragama Islam (Atjo, 2001:1-5). dinilai hanyalah sebuah mitos belaka yang dinilai tidak memiliki basis akademis yang tunduk pada Ternate Awal kerangka berpikir / hokum rasionalitas;objektif, Kata “Ternate” dalam sebuah kamus Bahasa ilmiah. Sumber pribumi juga tidak menjelaskan Ternate yang disusun oleh Drs. Rusli Andi Atjo secara tepat atas kronologis peristiwa sejarah (1997) disebutkan sebagai tara no ate, berarti turun terutama menyangkut kepastian waktu yakni tentang ke bawa dan pikatlah dia, maksudnya turun dari tanggal, bulan dan tahun termasuk dalam Hikayat tempat yang tinggi untuk memikat para pendatang ternate dan Hikayat Tanah Hitu. Dari sudut pandang supaya mau menetap di pantai (negeri ini). Kata tara akademis, Kota secara umum dapat didefinisikan juga berarti kebawa (arah selatan); ini berarti bahwa sebagai suatu kawasan strategis yang ditempati oleh letak/posisi Kota Ternate pertama adalah dibagian keragaman komunitas manusia dan berfungsi selatan pulau Gapi. Dalam Ensiklopedi Nasional sebagai pusat pemerintahan atau sentra ekonomi dan Indonesia (1994) disebutkan bahwa sebelum agara memiliki fasilitas publik yang lebih baik untuk Islam masuk ke pulau ini, orang Ternate terbagi atas pelayanan warganya. Kota modern merupakan setra empat kelompok, yaitu : ekonomi sekaligus tempat bagi para warganya 1. Tubo – mendiami puncak gunung Gamalama, mengandalkan pendapatan dari sektor jasa dan 2. Tobona – mendiami daratan tinggi Faramadiyahi, perdagangan (Dinsie dan Taib, 2008:5). 3. Tabanga – Mendiami daerah hutan, dan Dalam perencanaan kota modern dipisahkan 4. Toboleu – mendiami daerah pesisir pantai. antara kota yang berfungsi sebagai kota pemerintahan dan kota yang berfungsi sebagai sentra Kota Ternate termasuk salah satu kota tertua perdagangan dan jasa, seperti kota Canberra dan di dunia, karena kota ini telah ada sebelum abad Melbourne di Australia dan Washington D.C dan pertengahan dan menjadi pusat imperium Islam Kota New York di Amerika Serikat. Seperti terbesar Indonesia Timur “Al Mulukiah” dan peradaban kota-kota tua lainnya, Ternate adalah berperan sebagai kota perdagangan dan pusat miniature klasik perpaduan tiga peradaban dunia pemerintahan. Kota Ternate juga menjadi yang pernah eksis secara global yakni Islam Persia, konsentrasi komunitas urban dan terjadi segala Tionghoa, dan Eropa Barat (melalui kolonialisme). kegiatan dalam suatu kesatuan sosial dengan sistem Ketika Samel P. Huntungton lewat The Clash of

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 5

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

Civilization, memprediksikan tiga ideologi besar kemudian di tahun 2000 dimekarkan menjadi 4 dunia akan memimpin masa depan peradaban kecamatan yakni Kecamatan Moti. manusia millennium ke-3, justru Ternate, interaksi Sebelum agama Islam masuk ke Ternate, antar budaya telah berlangsung sejak abad ke-14 suku ini terbagi dalam kelompok-kelompok silam. Hadirnya ketiga peradaban besar dunia, Islam masyarakat. Masing-masing kelompok kerabat suku Persia dan Tionghoa serta Eropa Barat di Ternate Ternate dipimpin oleh mamole. Seiring dengan tidak terlepas dari peran masing-masing komunitas masuknya Islam. mamole ini bergabung menjadi yang menggunakan kontak jalur laut dan jalur darat satu konfederasi yang dipimpin oleh kolano. dalam penyebaran agama dan perdagangan rempah- Kemudian, setelah Islam menjadi lebih mantap, rempah sebagai komoditas ekonomi saat itu (Dinsie struktur kepemimpinan kolano berubah menjadi dan Taib, 2008:6-7). kesultanan. Dalam struktur kolano, ikatan genealogis Dalam konteks ini kami secara tegas dan teritorial berperan sebagai faktor pemersatu, menarik diri dari fokus pemikiran akan hal ini sedangkan dalam kesultanan agama Islamlah yang sembari berpaling mengkaji dialog antara peradaban menjadi faktor pemersatu. Dalam struktur Islam, Barat, Tionghoa, dan Ternate sebagai kesultanan, selain lembaga tradisional yang sudah simbiosis tradisi dan modernitas. Dengan ada, dibentuk pula lembaga keagamaan. Kesultanan mengangkat proses interaksi sosial sebagai sebuah Ternate masih ada sampai saat ini meskipun hanya bentuk dialog yang terjalin pada beberapa kurun dalam arti simbolik. Namun belakangan ini waktu tertentu. Dan tentu pula pembahasan akan hal kesultanan Ternate tampak bangkit kembali. ini tidak terlepas dari peran Ternate sebagai kota Umumnya orang Ternate beragama Islam. perdagangan dan kota budaya. Ternate adalah kota Di masa lalu kesultanan merupakan salah satu pusat perdagangan yang mnarik minat dan kedatangan penyebaran agama Islam di wilayah Indonesia bangsa Asia seperti Arab, Gujarat dan Cina serta bagian Timur. Saat ini masyarakat Ternate bangsa Eropa seperti Belanda, Inggris dan Spanyol membutuhkan bantuan penanam modal untuk (pada abad 16). menggali dan mengelola hasil-hasil kekayaan alam Kronologis rentetan perjalanan sejarah atas daerah ini yang berlimpah. Bidang kehutanan, Ternate masa lalu yang diuraikan diatas kelautan dan pertanian merupakan tiga bidang utama menunjukkan bahwa dialog antara peradaban bagi orang Ternate. Selama ini, dari tiga kekuatan Ternate dengan bangsa asing merupakan sebuah utama tersebut, hanya sektor kehutanan yang telah simbiosis tradisi dan modernitas yang dikonstruksi digarap besar-besaran. Daerah Ternate juga dalam ruang-ruang sosial dan meliputi aspek memiliki kekayaan wisata alam dan wisata budaya ideologi politik dan kekuasaan, ekonomi, sosial dan seperti bangunan bekas benteng Portugis, istana budaya sebagai sebuah identitas lokal dalam Kesultanan Ternate, dan lain-lain. percaturan politik dunia, dialektika dan dialog antara umat manusia. Dari perspektif itu, secara substansif Perumusan Sejarah Jadinya Kota Ternate Ternate bisa disebut telah memiliki karanter-karakter Dalam perspektif sosiologi perkotaan, maka budaya yang serba kosmopolit, sehingga mampu dengan sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah menghadirkan berbagai artefak budaya, keragaman lahirnya sebuah kota merupakan sejarah peradaban suku dan bangsa yang hadir di abad pertengahan umat manusia kota itu sendiri, dan sejalan dengan (Dinsie dan Taib, 2008:9-13). peradaban itu pula maka kota mengalami pertumbuhan dan perkembangan, mekar menjadi Sejarah Lahirnya Kota Ternate kota besar dan bahkan menjadi hilang begitu saja Ternate merupakan salah satu kota tertua di seiring berjalannya waktu dan dinamika perubahan Indonesia. Ia tercatat dalam sejarah, sebelum sosial politik kota tersebut. Kota Ternate yang kita Majapahit berkuasa di Nusantara. Namanya tercatat kenal sekarang ini adalah merupakan sebuah hasil dalam Kitab Negarakertagama yang di tulis Mpu daripada suatu proses perkembangan sejarah Tantular. Sampai saat ini Ternate masih menyimpan “dialektika historis” yang telah berlangsung melalui cerita sejarah dan budaya yang menjadi bukti kurun waktu yang cukup lama, yang diawali dari kejayaan masa lalu . Kota Ternate dalam sebuah kota kecil sebagai cikal bakal dari Kota perkembanganya kemudian ditingkatkan statusnya Ternate yang sekarang (Dinsie dan Taib, 2008:23- mejadi sebuah Kota Otonom (Kotamadya) tanggal 25). 27 April 1999 berdasarkan Undang Undang Nomor Leiriza mengemukakan bahwa : “Sejarah 11 Tahun 1999 .membawahi 3 kecamatan yaitu bukan saja merupakan sebuah realitas tetapi juga Kecamatan Kota Ternate utara, Kecamatan Kota interpretasi terhadap peristiwa atau realitas itu Ternate Selatan, Kecamatan Pulau Ternate yang sendiri”. Itu berarti tandanya sejarah Ternate berawal dari sebuah fenomena dimana letak

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 6

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora kejadiannya sudah merupakan takdir dari realitas Hairun. Gubernur Henricus de Sa di Ternate yang ada seiring dengan berjalannya dari waktu ke mengutus wakilnya ke Ambon untuk mencegah waktu. Usaha untuk menelusuri kelahiran sebuah pendirian benteng itu. kota setua Ternate mungkin merupakan sebuah Dalam tahun 1564 Paez meninggal dunia, pekerjaan yang cukup rumit karena harus melalui seranganterhadap Portugis dilancarkan lagi. Kali ini suatu proses penelitian sejarah, kajian dan analisa Portugis mengalami kekalahan besar. Pemerintah sejarah yang matang dengan mendasarkan pada Kolonial Portugis di Goa, India menempuh argumentasi yang rasional, kritik dan penafsiran kebijaksanaan mengangkat seorang panglima sejarah (historical hermeneutic), dengan tidak Portugis yang baru, PereiraMaramaque, dan mengabaikan sisi moralitas itu sendiri. ditugaskan ke Ambon dengan suatu armada besar berkekuatan 1000 orang. Orang Jawa dan Hitu Awal Perkembangan Kerajaan Ternate berkekuatan 2000 orang bertahan di teluk Ambon. Pada abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan di Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan Ternate terletak pihak Portugis. Perdamaian pun diadakan. di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate, di Maluku juga telah berdiri kerajaan lain, Letak Geografis seperti Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi. Di antara Secara geografis provinsi Maluku Utara o o o kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate yang paling terletak pada 124 -129 Bujur Timur dan 30 Lintang o maju. Kerajaan Ternate banyak dikunjungi oleh Utara sampai dengan 30 Lintang Selatan, terbentang pedagang, baik dari Nusantara maupun pedagang dari utara ke selatan sepanjang 770 km dan dari asing (arisandi.com). barat ke timur sejauh 660 km. Provinsi ini dikelilingi oleh lautan. Di sebelah utara berbatasan dengan Pengiriman Armada Kora-kora ke Ambon Samudera Pasifik, di sebelah Timur dengan laut Perlawanan terhadap portugis di Ternate Halmahera, di sebelah selatan dengan laut Seram berpengaruh juga di Ambon. Dalam tahun 1558 dan si sebelah barat bersebelahan dengan Laut Sultan Hairun mengirim suatu armada kora-kora di Maluku. 2 bawah pimpinan Laulata berangkat ke Ambon untuk Luas wilayahnya mencapai 145.801,12 km , 2 mengusir Portugis yang mencoba bertahan disana. terdiri atas 100.731,44 km lautan (69,09 %) dan 2 Perlawanan rakyat menentangusaha orang-orang 45.069,66 km daratan (30,91 %) yang tersebar pada Portugis dirasakan sangat merugikan kekuasaan 397 pulau besar dan kecil. Dari 397 pulau tersebut, Portugis di Ambon. Oleh karena itu tahun 1562 64 pulau telah dihuni dan 333 sisanya tidak dihuni. Pemerintah Kolonial Portugis di Goa, India, Topografi wilayah daratan Maluku Utara mengambil suatu tindakan yang penting guna sebagian besar terdiri atas tanah perbukitan dan memperkuat kedudukan dan kekuasaan mereka di pegunungan yang berada pada ketinggian antara 100 Ambon yakni dengan diangkatnya seorang pimpinan m – 1.000 m di atas permukaan laut. Portugis yang khusus di Ambon yang bernama Iklimnya termasuk tropis basah yang Antonio Paez. Kedatangannya di Ambon dalam dipengaruhi angin muson sehingga curah hujan tahun 1563 bertepatan pada saat Sultan Hairun cukup merata setiap tahunnya, yaitu sekitar 232,33 o mengirim Kapita Laut (Laksamana) Baabullah mm per bulan. Suhu udara rata-rata 27 Celcius dengan suatu armada kora-kora yang cukup kuat ke dengan tingkat kelembaban udara mencapai 82,5 %. Ambon. Dengan dibantunya oleh rakyat Hitu dan 13 Di daerah ini terdapat sejumlah gunung berapi dari kapal dari Jawa, yang berkekuatan 4000 orang, berbagai tipe yang masih aktif, antara lain gunung Nusaniwe diserang. Serangan tersebut dipukul Gamalama, Kie Besi, Dukono, dan Gamkonora. mundur oleh Portugis. Hanya 3 kapal Jawa yang Wilayah Maluku Utara mempunyai berhasil masuk ke Teluk Ambon, sedangkan beberapa kawasan yang rawan terhadap bencana sebagiannya mendapat kecelakaan karena angin karena gempabumi (dasar latu), letusan gunung taufan. Armada kora-kora dan pasukan Baabullah merapi, longsor, banjir, serta bencana akibat pusaran mundur ke Hitu. Dalam upaya untuk memperkuat arus dan ombak besar. pertahanan Portugis di Ambon, maka Paez ditugaskan oleh Pemerintahan Kolonial Portugis di Demografi India supaya mendirikan sebuah benteng di sana. Maluku utara dihuni 881.867 penduduk Pendirian benteng di Ambon dimaksudkan agar pada 2005, terdiri atas 452.127 laki-laki dan 429.740 garis perhubungan Ternate-Ambon tetap dapat perempuan dengan sex ratio sebesar 105. Ini berarti saling membantu sehingga tidak akan terlalu banyak setiap 105 orang perempuan berbanding 105 orang bergantung dari bantuan Malaka. Rencana pendirian laki-laki. Dilihat dari jumlah penduduk, Maluku benteng tersebut mendapat protes keras dari Sultan utara adalah provinsi dengan jumlah populasi kecil

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 7

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora dibandingkan provinsi lain di Indonesia yaitu 0,41% Sementara itu, ikatan kekerabatan dan dari penduduk Indonesia dengan kepadatan integrasi sosial masyarakat secara umum cukup kuat penduduk 20 jiwa per km2. sebelum terjadinya konflik horizontal bernuansa Laju pertumbuhan penduduk (LPP) relative SARA. Ikatan pertalian darah dan keturunan antara meningkat, dari 1,06% pada periode 1990-2000 sesama anggota keluarga didalam satu komunitas di menjadi 2,6% pada periode 2000-2005, dengan daerah tertentu sangat erat dan familiar, walaupun tingkat rata-rata usia harapan hidup 63,3 tahun. keyakinan keagamaan berbeda seperti masyarakat di Mayoritas penduduknya Muslim yakni kawasan Halmahera bagian utara dan timur. 661.724 orang (75,04%), sisanya menganut Kristen Hubungan ini telah menumbuhkan harmonisasi dan Protestan 212.186 orang (24,06%), katolik 6.074 integrasi sosial yang sangat kuat. Dalam konteks orang (0,69%), hindu 132 orang (0,01%) dan hubungan Islam dan Kristen, nuansa interaksi sosial Buddha 178 orang (0,02%), Khonghuchu 114 orang tersebut lebih didasarkan bukan pada pertimbangan (0,01%), lainnya 1.459 orang (0,17%). teologis melainkan pada pertimbangan cultural dan Angkatan kerja pada bulan agustus 2006 hubungan kekeluargaan. mencapai 418,12 ribu, meningkat disbanding 2005 Di kalangan masyarakat Maluku utara, yang mencapai 406 ribu. Mereka yang bekerja semboyan yang sekarang menjadi motto pemerintah menurun dari 53,14 ribu pada November 2005 Provinsi Maluku Utara, yakni Marimoi Ngone menjadi 28,84 ribu pada agustus 2006. Tingkat Futuru Masidika Ngone Foruru adalah ajakan kea pengangguran terbuka menurun dari 13,1% pada rah solidaritas dan partisipasi. Potensi cultural ini November 2005 menjadi 6,9& pada Agustus 2006. merupakan modal pembangunan yang paling Penduduk merupakan asset pembangunan berharga untuk dikembangkan. bila mereka dapat diberdayakan secara optimal. Namun demikian, mereka juga bisa menjadi beban Masyarakat Ternate dalam Modernitas pembangunan jika pemberdayaannya tidak dibarengi Potensi kekayaan daerah Ternate, seperti dengan sumber daya manusia yang handal. Masalah sumber daya alam dan budaya merupakan faktor ketenagakerjaan masih merupakan fenomena pelik. yang amat penting bagi pembangunan daerah. Sikap Berdasarkan data yang bersumber dari Badan Pusat mental masyarakat sebagai unsure penggerak Statistik dan BAPPEDA Provinsi Maluku Utara, pembangunan memegang peranan yang menentukan. jumlah angaktan kerja sebanyak 406.002 orang dan Sikap mental masyarakat Ternate terpengaruh oleh jumlah angka pengangguran mencapai 53.146 orang tradisi kuno maupun feudal, khususnya masyarakat (13,09%). yang berada pada basis-basis kerajaan (Atjo, 2009:53). Sosial Budaya Upaya menghilangkan sifat-sifat yang Dengan kondisi daerah kepulauan yang menghambat pembangunan di segala bidang menyebar, masyarakat Maluku Utara tumbuh dan kehidupan dan memupuk sikap mental yang cocok berkembang dengan segala keragaman budayanya. untuk pembangunan adalah melalui jalur Berdasarkan catatan di daerah Maluku utara terdapat pendidikan. Ini sejalan dengan pandangan Edward 28 sub etnis (suku) dengan 29 bahasa lokal. (2003:186) menyatakan bahwa kaum elite Corak kehidupan sosial budaya masyarakat intelektual modern mendapat posisi utama dalam di provinsi Maluku Utara secara umum sangat melakukan pembaharuan gaya hidup dari tradisional tipikal yaitu perkawinan antara ciri budaya lokal ke gaya hidup modern. Maluku Utara dan budaya Islam yang dianut empat Dalam perkembangannya, masyarakat telah kesultanan Islam di Maluku Utara pada masa lalu. memasuki suatu fase baru, yaitu fase pergerakan dan Asimilasi dari dua kebudayaan ini melahirkan pembaharuan ide-ide tradisional menuju ide budaya Moloku Kie Raha. Sedangkan corak modernitas. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh kehidupan masyarakatnya dipengaruhi oleh kondisi bagu (1994:41) sebagai sinkritisme sistem sosial dan wilayah Maluku Utara yang terdiri dari laut dan budaya antara tradisional dan modern sehingga tidak kepulauan, perbukitan dan hutan-hutan tropis. Desa- lagi jelas batas-batas di antara keduanya. desa di Maluku Utara umumnya (kurang lebih 85%) Modernitas masyarakat Ternate ditandai terletak di pesisir pantar dan sebagian besar lainnya dengan pendidikan dan organisasi sosial politik berada di pulau-pulau kecil. modern antara lain : Budi Mulia, Syarekat Islam dan Oleh sebab itu, pola kehidupan seperti Indische Party, serta organisasi sosial menangkap ikan, berburu, bercocok-tanam dan kemasyarakatan, seperti Muhammadiyah, Akhairat, berdagang masih sangat mewarnai dinamika dan lain-lain (Kontambunan, 2004:2-3). Fenomena kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Maluku Utara dan dinamika budaya masyarakat yang beragam (sekitar 79%). harus dikaji dari aspek strukturnya. Struktur oleh

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 8

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

Levi-Straus adalah model yang dirumuskan ahli membedakan masyarakat satu dengan yang lainnya. antropologi dalam memahami atau menjelaskan Nilai yang merupakan gagasan tersebut akhirnya gejala kebudayaan itu sendiri. Model ini merupakan menjadi kekuatan dominan dari suatu kelompok relasi-relasi yang berhubungan dengan satu sama masyarakat yang membedakan keberadaannya lain dan saling mempengaruhi. Dengan demikian dengan masyarakat lain (Salim, 2002: 61-63). struktur adalah sistem relasi dari suatu kebudayaan. Masyarakat Ternate mengalami dinamika Masyarakat Ternate seta budayanya budaya sehingga mengalami perubahan budaya pula. mengalami gerakan pembaharuan sesuai dengan Masyarakat yang sadar akan pentingnya dinamika masyarakat. Modernitas tersalurkan mempertahankan kepribadiannya akan cenderung melalui jalur pendidikan, dan pendidikan membuka berusaha melaksanakan proses perubahan ini secara pintu kesadaran, khususnya kaum elite lokal yang selektif adaptif. Betapa pentingnya upaya pelestatian memperoleh pendidikan secara memadai. Para elite warisan sosial budaya yang tidak lain dari warisan lokal ini mulai menunjukkan pemikiran sejarah suatu kelompok masyarakat. pembaharuan dalam berbagai segi kehidupan. Akan tetapi dari elite lokal ini, masih terpelihara Peranan Bangsawan Ternate Melestarikan Nilai- pandangan-pandangan lama yang dipandang turut Nilai Tradisional mempengaruhi sikap dan respons terhadap Secara teoritis dan dukungan beberapa hasil modernitas. Hal ini sejalan dengan pendapat Edward penelitian telah menunjukkan bahwa bangsawan dan (2003:188) bahwa di setiap negara, terdapat budaya perangkat-perangkatnya, seperti agama, tradisi dan pribumi yang mendominasi kehidupan budayanya memiliki peran penting dalam penduduknya. Budaya pribumi inilah, turut juga masyarakat. Richard (2003:276) menyatakan bahwa mewarnai sikap dan mental pribumi dalam kaum bangsawan intelektual lebih memunculkan merespons modernitas. aspirasi untuk mendorong modernitas. Dorongan ini lebih bersifat dualistis, dalam arti bahwa para Tarikan Tradisi dan Modernitas di Kalangan bangsawan memposisikan agama, tradisi dan budaya Masyarakat Ternate lokal sebagai identitas dirinya. Pada sisi lain mereka Manusia memiliki kecenderungan untuk menerima dan merespon nilai-nilai budaya baru menentukan pilihan dalam bersikap dan bertindak. sebagai upaya menghadapi globalisasi dan Namun, manusia dalam menentukan sikap dan modernisasi. tindakannya ditentukan pula oleh orientasinya Di antara para ahli teori sosial sejak zaman terhadap terhadap nilai, khususnya nilai yang klasik hingga modern banyak yang mencurahkan berguna dan bermanfaat bagi dirinya. Johnson perhatiannya pada masalah peranan kaum (1986:219-222) menyatakan Tradisional Rationality bangsawan dan sikap mental. Comte (Coser, dan Value Oriented Rationality. Tradisional 1971:Johnson, 1994), misalnya, dengan gagasan Rationality adalah perjuangan nilai yang berasal dari agama humanist menjelaskan bahwa dari lintasan tradisi kehidupan masyarakat. Pada setiap kehidupan sejarah telah diketahui bahwa agama yang masyarakat seringkali dikenal adanya aplikasi nilai diperankan oleh kaum bangsawan di masa lampau setiap kegiatan selalu berhubungan dengan orientasi sudah menjadi satu tonggak keteraturan sosial yang nilai kehidupan. Norma hidup bersama tampak lebih utama. Karena itu, agama merupakan dasar untuk kokoh berkembang. Adapun Value Oriented consensus universal dalam masyarakat, dan juga Rationality adalah suatu kondisi dimana masyarakat mendorong identifikasi emosional individu dan melihat nilai sebagai potensi hidup. Sekalipun tidak meningkatkan altruism. Dengan gagasan dan peran actual dalam kehidupan seharian. Kebiasaan itu agama humanis yang melekat pada bangsawan ini, didukung oleh perilaku kehidupan agama (nilai Comte mengajukan suatu pemikiran untuk agama) serta budaya masyarakat yang berurat- meningkatkan kestabilan sosial dalam masyarakat. berakar dalam kehidupan (tradisi). Dengan dasar yang mengacu pada peran bangsawan Marx menyatakan bahwa perubahan sosial dalam konteks agama yang humanis ini, Comte dipicu dengan penggunaan ilmu pengtahuan dan sesungguhnya mengajukan satu gagasan baru untuk teknologi sehingga dapat terjadi sangat cepat. menstimulus masyarakat baru yang memperoleh Sebagai akibatnya means of production masyarakat keseimbangan sehingga mereka menciptakan mengalami perubahan sangat cepat dan mendasar. keteraturan sosial sebagai hasil pemikiran ilmiah Weber berpendapat bahwa sebelum terjadinya para ilmuwan sosial yang dilandasi oleh perasaan, perubahan teknologi lebih dahulu telah terjadi cinta, dan sistem moral. perubahan gagasan baru dengan pola pemikiran Akibat kemajuan di bidang pendidikan masyarakat. Pada setiap masyarakat ada suatu sistem muncul golongan bangsawan intelektual Ternate nilai yang hidup dan tumbuh secara khusus, yang yang berorientasi pada achievement. Sejalan dengan

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 9

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora itu, para bangsawan intelektual Ternate, perahu Kora-kora sangat erat kaitannya, yaitu sama- memposisikan fungsi dan perannya di masyarakat sama dikaitkan dengan makna “perang”. Hal ini sebagai pelaku dan agen pembaharuan masyarakat. disebabkan Ternate memiliki sejarah perang dalam Peranan bangsawan itu sendiri, berperan di memerangi penjajahnya, sehingga banyak aspek masyarakat sesuai dengan tingkat pendidikan dan sejarah yang terjadi di Ternate yang menimbulkan pengalaman hidupnya. Sejumlah pengetahuan dan sisi tradisi dan budaya di kota tersebut. pengalaman yang diperoleh bangsawan dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai kegigihan para Sosial Budaya masyarakat Pesisir dan Pulau bangsawan berjuang untuk kepentingan masyarakat. Kehidupan sosial budaya masyarakat pesisir Sejalan dengan ini, Fedyani (2005:70) menyatakan dan pulau di Indonesia sangatlah beragam. bahwa khusus kaum bangsawan intelektual dengan Perkembangan sosial budaya ini secara langsung dan pengalamannya yang cukup dapat diberi kesempatan tidak langsung dipengaruhi oleh faktor alam di untuk melakukan usaha-usaha pembaharuan sekitarnya. Perilaku sosial budaya ini memiliki pemikiran masyarakat yang masih bersifat kaitan erat dengan perilaku masyarakat dalam tradisional menuju pemikirannya yang modern. memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya. Masyarakat pesisir pantai dan pulau yang Tarian Budaya Ternate memanfaatkan laut sebagai lahan mata pencaharian Ada beberapa jenis tarian perang di Maluku utama, menunjukkan pola dan karakter yang berbeda Utara, misalnya cakalele, soya-soya dan dadansa. dari kawasan perairan satu ke kawasan lain memiliki Dua tarian terakhir yang disebut berhubungan pola yang berbeda. Adat istiadat suku yang dengan Portugis. Sedangkan cakalele adalah tarian bermukim di wilayah pesisir dan pulau sangatlah perang asli rakyat Maluku Utara, yang sekarang ada beragam pula. Di beberapa tempat sering dijumpai dan menyebar di Sulawesi Utara, Tanimbar, dan adanya budaya pengaturan lahan laut atau sering Kei. Hal ini amat wajar, karena daerah-daerah disebut hak ulayat laut. Aturan-aturan semacam ini tersebut pernah berada di bawah kekuasaan kerajaan merupakan satu kearifan lokal yang perlu dihargai ternate. sesuai dengan UUD 1945 pasal 18B ayat 2 yang Soya-soya adalah salah satu tarian perang menyebutkan bahwa : yang ada hubungannya dengan portugis. Tarian ini ”Negara mengakui dan menghormati berlatar belakang peristiwa historis dalam sejarah kesatuan-kesatuan masyarakat hokum adat beserta Ternate, semasa pemerintahan Sultan Baabullah hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan (1570-1583), yaitu tatkala Sultan Baabullah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan menyerbu benteng Portugis, Norsa Senhora del prinsip Negara Kesatuan republik Indonesia, yang Rosasrio, untuk mengambil jenazah ayahnya, Sultan diatur dengan undang-undang”. Khairun, yang dibunuh secara kejam oleh tentara Selanjutnya, kondisi demografi menyangkut Portugis di dalam benteng itu. Tarian yang masalah perkembangan penduduk, taraf pendidikan, bertemakan patriotisme ini diciptakan oleh para suku bangsa, agama serta tingkat arus informasi seniman Kesultanan Ternate untuk mengabadikan yang dapat diterima, merupakan faktor-faktor terkait peristiwa bersejarah tersebut. Tarian ini aslinya dalam mengkaji permasalahan sosial budaya dibawakan oleh 18 orang pria yang melambangkan masyarakat pesisir untuk perumusan kebijakan ke-18 soa dalam kesultanan Ternate. Orkes penataan laut (Sulistiyo dkk, 2004). pengiringnya sangat sederhana, yaitu tifa, gong, dan sebuah triangle. Para penari membawa sebuah Metode Penelitian perisai di tangan kiri, sedang tangan kanan Metode yang digunakan dalam penelitian ini memegang seruas bambu yang diberi biji-biji adalah metode survey, yaitu studi pengamatan jagung, sehingga bila digoyang-goyangkan akan langsung dilapangan dan studi literatur berdasarkan berbunyi ritmis. Di ujung ruas bambu diberi hiasan hasil-hasil penelitian sebelumnya guna pengumpulan daun-daun woka yang sudah dikeringkan yang telah data dan informasi untuk menjawab permasalahan- diberi warna-warna merah, kuning dan hijau. permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Metode Dalam perkembangannya, tari soya-soya yang digunakan adalah mengarah kepada penelitian dikembangkan hingga menjadi salah satu kesenian asal usul perahu tradisional Ternate, perahu kora- rakyat yang popular, mulai dari Ternate sampai kora, yang akan dikembangkan menjadi inspirasi dengan Kepulauan Aru, Tanimbar, yang terletak di untuk kajian desain dalam konsep perahu kora-kora. Maluku Tenggara. Pada masa kini Soya-soya dijadikan sebuah tarian masal dan diajarkan kepada Objek Penelitian generasi muda mulai dari tingkat sekolah dasar Dalam melakukan penelitian ini, objek yang (Djafaar, 2006:162-163). Tari Soya-soya dengan diteliti tidak hanya perahu kora-kora, melainkan

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 10

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora secara keseluruhan mulai dari aspek sosial budaya Lokasi Penelitian masyarakat Ternate, aspek lingkungan, aspek adat, Penelitian akan dilakukan di Jakarta dan di aspek simbolik dan aspek etnik. Hal yang menjadi Ternate yang berlokasi di Manggadua Parton, objek penelitian utama adalah kajian desain tentang Ternate Selatan. Lokasi tersebut merupakan daerah perahu kora-kora. Lalu hasilnya akan dikaitkan pesisir pantai, dermaga dan industri pengrajin perahu dengan rencana desain perahu pariwisata dengan ciri dan kapal Ternate. khas kebudayaan Ternate yang diambil dari aspek estetika budaya dan estetika perahu kora-kora.

Metode dan Pendekatan Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, dikarenakan peneliti ingin mendapatkan data yang mendalam serta mengetahui secara lebih jelas mengenai objek yang diteliti. Peneliti melakukan penelitian secara langsung dan terlibat sebagai instrumen penelitian. Menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur (sumber : data pribadi, google map, 2012) penelitian yng menghasilkan data deskriptif berupa Gambar 4 ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang Peta lokasi penelitian di Ternate Selatan diamati. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasil kan uraian yang mendalam tentang Analisis Perahu di Ternate Secara umum, peranan perahu di Ternate ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati adalah untuk kendaraan transportasi laut masyarakat dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau Ternate. Biasanya untuk nelayan, sebagian lagi organisasi tertentu dalam suatu setting konteks untuk transportasi antar pulau (Ternate, Tidore, Hiri, tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, Maitara, dan sekitarnya). Jenis perahu di Ternate komprehensif, dan holistik (Bogdan dkk, 1992:21). beragam dan memiliki ciri khas tersendiri. Seperti perahu sema-sema, yang identik dengan cadik dan bentuknya.

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 5 Perahu mesin untuk Nelayan

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 6 Perahu mesin model sema-sema

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 11

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 7 Perahu Feri Ternate

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 8 Perahu Nelayan dengan mesin temple

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 9 Perahu Sema-sema

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 10 Perahu Sema-sema saat di tengah laut

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 12

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 11 Perahu panjang

Gambar 12 Perahu penyeberangan dan perahu patroli Ternate

Kora-kora digunakan sebagai perahu dagang Perahu Kora-Kora maupun sebagai perahu armada perang pada masa Kora-kora adalah sejenis perahu besar penjajahan, Kora-kora yang lebih besar digunakan bercadik kembar berganda dan bertiang tiga yang sebagai perahu armada perang. Penggunaan sebagai digerakkan dengan dayung atau layar. Di dalam kapal perang misalnya yang merupakan armada perahu ini terdapat tempat duduk para pendayung perang rakyat Banda. Di bagian dalam belang dan dapat menampung 40-100 orang; kata ini berasal dipancangkan bendera-bendera adat dari kampung dari bahasa Spanyol, Carraca, 2 anak dari ikan toni adat belang tersebut berasal. Selain itu juga, pada (ikan terbang) atau nama ilmiahnya Cypsilurus bagian depan dan belakang belang, dihias pula Poecilopterus (Atjo, 1997:79). dengan bendera. Kora-kora pernah digunakan dalam Yang dimaksud dengan Atjo (1997) dalam peperangan dengan Belanda di Kepulauan Banda perahu Kora-kora yang mampu menampung 40-100 pada abad ke 17. Jumlah pendayung kora-kora yaitu orang adalah perahu yang bernama Juanga. 30 - 40 orang, ditambah dengan seorang juru mudi Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari dan seorang natu (navigator). Di bawah masing- kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya masing bendera yang terpancang berdiri satu orang, membuat perahu, seperti perahu kora-kora. Kora- yaitu ketua adat dan kapitan. Kora-kora atau Belang kora atau coracora disebut juga Belang (perahu sekarang digunakan untuk menyambut para tamu muatan), adalah perahu tradisional Kepulauan yang berkunjung ke Kepulauan Banda. Selain itu Maluku dari kerajaan Ternate. Bentuknya seperti juga, sering di adakan perlombaan Belang antar sampan dengan panjang kira-kira 8-9 meter dan kampung adat (Ugeng, 2009). sangat sempit mirip dengan perahu Naga Cina.

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 13

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

(Sumber : F. Valentine, 1726) Gambar 13 Lukisan Cora-Cora pertengahan abad 14

(Sumber : ramaibhyistyle.blogspot.com) Gambar 14 Perahu Kora-kora menggunakan Cadik

(sumber : Spain and the Moluccas : Around the World, 1992) Gambar 15 Perahu Kora-kora tahun 1990-an

(Sumber : Foto Pribadi, 2012) Gambar 16 Miniatur perahu Kora-kora di Museum Bahari

Inosains Volume 9 Nomor 1, Februari 2014 14

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 17 Perahu Kora-kora saat ini

Fungsi dan Peranan Perahu Kora-kora karena dulunya perahu ini merupakan perahu Perahu ini fungsi dulu dan fungsi sekarang armada perang yang memperjuangkan nasib rakyat sudah lain. Fungsi pada zaman penjajahan, perahu Maluku yang dipimpin oleh era Sultan Khairun dan Kora-kora merupakan perahu armada perang untuk Sultan Baabullah sejak 7 abad silam. memerangi Portugis dan Spanyol. Perahu Kora-kora Nilai budaya yang terkandung pada perahu juga dijadikan sebagai perahu komoditi atau sebagai Kora-kora adalah sistem kekerabatan dan kegotong- perahu yang digunakan untuk perdagangan antar royongannya. Masyarakat Ternate merupakan pulau. masyarakat yang tergolong rajin dan suka Saat ini, perahu ini digunakan untuk bergotong-royong. Kaitannya adalah aspek gaya kegiatan ritual dan kegiatan festival lomba adu mendayungnya yang seirama (mendayung bersama- dayung. Adu dayung ini dilaksanakan untuk sebagai sama) dan selaras. atraksi wisata kepada masyarakat lokal, domestik Dalam kegiatan ritual, perahu Kora-kora maupun internasional dengan maksud menunjukkan biasa digunakan untuk upacara mengelilingi gunung perahu Kora-kora adalah perahu tradisi mereka. Gamalama atau pulau Ternate, agar dihindarkannya Karena perahu Kora-kora memiliki nilai historis dari bencana-bencana alam. Upacara ini disebut tersendiri dalam fenomena yang terjadi. upacara adat Kololi Kie. Indikasi yang menyebabkan perahu Kora- kora sebagai perahu tradisional Ternate adalah

(Sumber : Geggy Gamal, 2012) Gambar 18 Fungsi dan peranan perahu kora-kora

Upacara Adat Kololi Kie untuk menghormati keberadaan gunung Gamalama, Dalam terminologinya, Kololi berarti upacara adat ini juga menjadi ritual pihak kesultanan keliling atau mengelilingi. Sedangkan Kie adalah dalam menghormati leluhur-leluhur mereka. gunung atau pulau. Jika istilah ini digabung dalam bahasa setempat, Kololi Kie memiliki arti “keliling Menurut Leonard Andaya (1993: 28-29), ancaman gunung”. Jadi, Upacara adat ini merupakan ritual yang ditimbulkan oleh sebuah gunung terkadang mengelilingi sebuah gunung di pulau Ternate, yaitu dapat melahirkan satu tradisi yang khas. Di beberapa gunung Gamalama. Gunung Gamalama merupakan kawasan di Asia Tenggara, termasuk Maluku Utara, gunung aktif dengan ketinggian 1.715 meter di atas gunung dianggap sebagai representasi penguasa permukaan laut yang menjadi ikon pulau penghasil alam. Oleh sebab itu, keberadaan gunung selalu cengkeh ini. Upacara adat Kololi Kie biasanya dihormati dengan cara melakukan ritual tertentu. diadakan apabila terdapat gejala alam yang Upacara Kololi Kie merupakan upaya untuk menandai bakal meletusnya gunung Gamalama, menjauhkan masyarakat Ternate dari berbagai yang dapat mengganggu ketenangan masyarakat ancaman bencana. Ternate. Namun pada perkembangannya, selain

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 15

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

(Sumber : google) Gambar 19 Perahu Kora-Kora dengan mesin

Tradisi ini dilakukan dalam 2 jalur, yaitu jalur laut mendayung dengan tangan. Jalur darat biasanya dan jalur darat. Jalur laut kendaraan yang digunakan dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan adalah perahu atau kapal ukuran sedang. Saat ini menggunakan kendaraan (mobil atau motor) dan biasanya menggunakan perahu atau kapal bermotor, dengan berjalan kaki, tapi yang terakhir ini sudah sedangkan pada jaman dahulu hal itu dilakukan jarang dilakukan lagi. dengan menggunakan perahu tanpa mesin, yakni

Gambar 20 Perahu kora-kora yang menggunakan speedboat

Gambar 21 Kegiatan ritual yang mengelilingi Pulau Ternate

Gambar 22 Perahu kora-kora yang dihiasi oleh bendera

Inosains Volume 9 Nomor 1, Februari 2014 16

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

Gambar 23 Perahu kora-kora model speedboat

Gambar 24 Kegiatan ritual dengan perahu kora-kora bermesin

Keistimewaan penyambutan rombongan ini diiringi oleh alunan Upacara Adat Kololi Kie dimulai dari berbagai alat music pukul dan gesek tradisional. jembatan kesultanan (semacam pelabuhan) yang Suguhan ini menggambarkan pengakuan masyarakat dikenal dengan nama jembatan Dodoku Ali. Ternate terhadap kebesaran sultan dan kerajaannya. Sebelum rombongan sultan dan para pembesar Setelah menikmati hidangan yang ada, kerajaan menaiki perahu masing-masing, Imam sultan dan permaisuri beserta rombongan lainnya Masjid Sultan Ternate yang bergelar Jou Kalem melanjutkan pelayaran mengelilingi gunung akan membacakan doa keselamatan di jembatan ini. Gamalama. Selama perjalanan, peserta Kololie Kie Usai berdoa, Sultan diikuti para pembesar kerajaan akan memperoleh sambutan meriah dari masyarakat serta para pemimpin kampung menaiki perahu yang menyaksikan iring-iringan perahu dari tepi masing-masing. Perahu sultan dan para pembesar pantai. Tak hanya itu, pemandangan indah laut kerajaan memiliki ukuran yang lebih besar dengan Ternate yang tenang, pulau-pulau kecil di sekitar bentuk menyerupai naga dan dihiasi kertas serta Ternate, serta keanggunan gunung Gamalama tak bendera kebesaran kesultanan. Sementara perahu- akan mudah dilupakan oleh mereka yang mengikuti perahu yang lebih kecil (kora-kora) dinaiki oleh para pelayaran sacral ini. Perjalanan selama kurang lebih kepala soa dan masyarakat umum. 4 jam ini kemudian berakhir dan kembali ke Pelayaran perahu dimulai dengan jembatan Dodoku Ali. mengelilingi perahu sultan sebanyak 3 (tiga) kali. Kololi Kie dilaksanakan dalam rangkaian Setelah itu, dipimpin oleh perahu naga yang acara festival Legu Gam Moloku Kie Raha. Dalam ditumpangi sultan, iring-iringan tersebut mulai festival ini, selain dapat mengikuti pelayaran Kololi mengelilingi pulau ternate melalui arah utara. Untuk Kie, wisatawan juga dapat menyaksikan berbagai meramaikan suasana, tiap perahu dilengkapi dengan pertunjukan kesenian, karnaval budaya, pameran berbagai alat music, seperti tifa, gong, dan fiol (alat kerajinan, serta berbagai perlombaan tradisional musik gesek). Dalam perjalanan mengelilingi khas Maluku Utara. gunung Gamalama, rombongan perahu akan berhenti di 3 (tiga) tempat untuk melakukan tabor Ukuran & Kapasitas Perahu Kora-kora bunga dan memanjatkan doa. Ritual ini merupakan Dari data teknis Dinas Kebudayaan dan bentuk penghormatan terhadap para leluhur Pariwisata Kota Ternate, ukuran panjang perahu kesultanan. Kora-kora saat ini adalah antara 8,5 meter, dengan Selain berhenti di tiga tempat, sultan juga lebar 1 meter dan tinggi 0,8 meter. Total kapasitas akan dijamu dalam upacara Joko Kaha. Setelah perahu ini adalah untuk 12 orang. 10 orang perahu-perahu merapat di tepi pantai, sultan dan pendayung (lima di kiri, lima di kanan), 1 orang permaisuri akan turun untuk mencuci kaki, lalu komando, dan 1 orang untuk menggendang alat disambut secara adat oleh para tetua desa dan musik Tifa. disuguhi berbagai hidangan lezat. Upacara Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 17

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

(sumber : Dinas kebudayaan dan pariwisata kota Ternate, 2012) Gambar 25 Perahu kora-kora tampak samping

(sumber : Dinas kebudayaan dan pariwisata kota Ternate, 2012) Gambar 26 Gambar potongan perahu kora-kora dari samping

(sumber : Dinas kebudayaan dan pariwisata kota Ternate, 2012) Gambar 27 Perahu kora-kora tampak atas

(sumber : Dinas kebudayaan dan pariwisata kota Ternate, 2012) Gambar 28 Perahu kora-kora tampak depan

Inosains Volume 9 Nomor 1, Februari 2014 18

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

Tabel 1 Tabel ukuran No Uraian Spesifikasi Kora-Kora Umum - Lenght Over All 8.50 Meter 1 - Lenght Water level 7.40 Meter - Breath 1.00 meter - Tinggi 0.80 meter Lunas 2 - Lebar Lajur Lunas B = 120 Meter - Tebal Lajur Lunas ta = 90 Meter Dinding Body - Tebal Dinding Body Ts = 30 mm 3 - Tebal Dinding Body Les Tb = 30 mm - Tebal Dinding Sisi di Ujung Tsf = 40 mm - Tebal Dinding Atas di Ujung Tbf = 40 mm Geladak Tebal Lapisan Geladak di Tengah Kapal 4 - Geladak Akomodasi Td = 20 mm - Geladak Cuaca Di Belakang Ujung Haluan Td = 20 mm - Geladak Cuaca Sisa Td = 20 mm Gading Tengah Modulus Penampang - Wacc = 15.20 cm³ Face B = 60 mm Tb = 30 mm Web H = 60 mm 5 Th = 30 mm - Wo. 15l Face B = 60 mm Tb = 30 mm Web H = 60 mm Th = 30 mm Gading Ujung Depan Modulus Penampang W =17.8125 cm³ Face 6 B = 120 mm Web Tb = 60 mm H = 120 mm Th = 60 mm

kemerah-merahan muda. Tekstrunya cukup halus Material Perahu Kora-kora dan merata, seratnya pun lurus. Bahan ini Perahu kora-kora 90 persen memakai jenis digunakan untuk perahu kora-kora karena cukup kayu Gofasa, 10 persen memakai jenis kayu marfala keras dan pori-pori pada kayu ini sangat padat untuk dinding bodi. Untuk bagian dinding dek dan sehingga tidak memudahkan air memasukinya. rumah di tengah menggunakan tripleks biasa. Kayu ini selain fungsi sebagai untuk perahu • Gofasa digunakan juga untuk bangunan dan moulding. Kayu ini tumbuh di daerah Sulawesi, Maluku dan Irian. Nama botanis dari kayu ini adalah Vitex Berikut adalah tabel material perahu kora-kora : cofassus Reinw. Warnanya berupa kuning Tabel 2 Tabel material

No Uraian Spesifikasi Kora-kora

1 Material Structural - Item Material - Lunas Gofasa - Gading Gofasa - Ekor Geladak Gofasa - Stewe Gofasa - Dinding Body Marfala Kls. 1 - Ban Gofasa Gofasa - Bordo/Les Gofasa - Deck - - Dinding Deck - - Rumah Gofaasa - Dayung

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 19

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 29 Bahan baku dari kayu Gofasa

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 30 Pembuatan perahu kora-kora oleh pengrajin

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 31 Proses pembuatan

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 32 Pembuatan perahu Kora-kora model Juanga

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 20

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 33 Memasuki proses pewarnaan

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 34 Juanga

Fasilitas Perahu Kora-kora • Kora-kora Juanga Fasilitas yang diberikan kora-kora adalah Juanga adalah perahu kora-kora yang dinaiki oleh memiliki dayung besar yang disebut oars, rumah Sultan Ternate karena memiliki rumah mini di kecil untuk Sultan dan gendang tifa. tengah perahu tersebut. Juanga selalu dilindungi dan dikelilingi oleh perahu Kora-kora original Jenis Perahu Kora-kora lainnya agar Sultan selalu senantiasa dilindungi Setelah diteliti, perahu kora-kora memiliki 3 oleh pasukan armada perangnya. jenis model, diantaranya adalah kora-kora biasa, • Kora-kora Kangunga Juanga, dan Kangunga. Sebenarnya perahu jenis ini tidak jauh berbeda • Kora-kora original dari Juanga. Kangunga adalah perahu kora--kora ini biasanya untuk mengawal perahu milik Sultan Tidore. Kangunga merupakan kata kora-kora Juanga, Kora-kora original jumlahnya lain dari Juanga, hal ini disebabkan peri bahasa lebih banyak jika melakukan sebuah perjalanan. Ternate dan Tidore juga memiliki ciri khas Dari sejarahnya pun kora-kora model ini untuk tersendiri. pasukan yang akan berperang melawan Portugis dan sekutunya.

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 35 Perahu Kora-kora (original) Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 21

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 36 Perahu Juanga / Kangunga

(sumber : foto pribadi, 2012) Gambar 37 Miniatur perahu kora-kora Juanga

Kesimpulan Atjo, R.A. 1997a. Kamus Ternate Indonesia. Cikoro Perahu Kora-kora merupakan perahu Trisuandar. Jakarta. kebudayaan Ternate yang melambangkan kesultanan yang dilihat dari sisi analisis sejarahnya. Kendaraan _____1997b. Pergolakan di Maluku Pada Abad ini adalah sebagai simbol kebudayaan Ternate di XVI. Cikoro Trirasuandar. Jakarta. Maluku Utara yang memiliki peranan penting sejak berdirinya fenomena terjadinya sejarah Maluku. _____2001. Orang Ternate dan Kebudayaannya. Perahu ini memiliki peran ganda. Yang pertama Cikoro Trirasuandar. Jakarta. adalah sebagai fungsi ritual (sakral) yang selalu dipakai untuk kegiatan masyarakat Ternate dan Bogdan, Robert C., dan Steven J. Taylor. 1992. Sultannya, dan yang kedua adalah sebagai fungsi Introduction to Qualitative Research kendaraan laut yang dijadikan untuk kegiatan Methotds: A Phenomenological Approach in festival wisata untuk masyarakat yang menontonnya the Social Sciences. Usaha Nasional, (aktivitas laut). Perahu Kora-kora pada model Surabaya. sebelumnya, sudah hampir tidak ada dan tidak ditemukan, hanya ditemukan melalui bukti visual Danesi, M., dan Perron, P. 1999. Analyzing saja (foto). Karena sudah tidak ada bukti fisik, maka Cultures: an Introduction and Handbook. dinas kebudayaan dan pariwisata Kota ternate Indiana University Press, Bloomington. mengadakan kembali perahu Kora-kora – walaupun bentuknya sudah tidak seperti dulu - supaya Dinsie, Amas., dan Taib, R. 2008. Ternate : Sejarah, masyarakat disana bisa melihat bahwa inilah sejarah Kebudayaan & Pembangunan Perdamaian dari berjayanya perahu Kora-kora saat zaman Maluku Utara. Lembaga Kebudayaan penjajahan. Rakyat Mololu Kie Raha, Ternate.

Daftar Pustaka Djafaar, I. Arnyta., dan Ibrahim, G.A. (Ed.) 2007. Aji, C. A. 2000. Pengetahuan Lokal Pembuatan Jejak Portugis di Maluku Utara. Ombak, Perahu Tradisional Oleh Suku Biak di Yogyakarta. Kecamatan Warsa kabupaten Biak Numfor. Skripsi. Program Studi Kehutanan. Garcia, D. A., Porras, D. J. L., dan Tombe, S. D. Manokwari. 1992. Spain and the Moluccas: Galleons Around the World.

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 22

Fenomena Terbangunnya Indikasi Lokal Ternate dalam Kasus Perahu Kora-Kora

Gultom, F.J.H., 1995. Jenis-jenis kayu yang digunakan dan kesesuainnya sebagai bahan baku pembuatan perahu tradisional di kabupaten Manokwari. Skripsi.Sarjanan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Cendrawasih, Manokwari.

Hoed, B. H. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Depok.

Irsan, Abdul. 2002. VOC di Kepulauan Indonesia: Berdagang dan Menjajah. PT Balai Pustaka, Jakarta.

Kusumohadjojo, Budiono. 2009. Filsafat Kebudayaan: Proses Realisasi Manusia. Jalasutra, Yogyakarta dan Bandung.

Lincoln, Margarette. 1992. Amazing Worlds: Amazing Boats. Dorling Kindersley, London.

Sunardi. 1974. Ilmu kayu. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta.

Yuliansyah, Kadir, K., dan Suwarno. 1994. Penggunaan Beberapa Jenis Kayu Untuk Bahan Pembuatan Kapal di Kalimantan Selatan. Balai Penelitian Kehutanan, Samarinda.

Inosains Volume 9 Nomor 1, April 2014 23