Strategi Pelestarian Di Pura Taman Ayun
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur (SENADA) Vol.2, Februari 2019 STRATEGI PELESTARIAN DI PURA TAMAN AYUN Kadek Risna Puspita Giri 1) dan I Dewa Gede Putra 2) 1) Sekolah Tinggi Desain Bali [email protected] 2) Sekolah Tinggi Desain Bali [email protected] ABSTRACT Culture is the result of the relationship between humans and nature. His birth was motivated by religious norms, and based on local customs. In conjunction with forms of architectural manifestation, cultural backgrounds provide features of logic, ethics and aesthetics that harden into the forms of space, elements and their decoration. Cultivation of humans which gives birth to and enlivens culture also gives features of its architectural identity. One of the cultures inherited in Bali is Taman Ayun Temple, located in Mengwi Village, Badung Regency, which has its own uniqueness because it is the only temple complex that has a typical Balinese building structure that is meru-shaped or a roof which is surrounded by lake, which was built in the 17th century. Located in a tropical country, the condition of Taman Ayun Temple is affected by damage caused by the environment and the weather. So the need to evaluate the type of damage that occurs and plan conservation efforts to minimize the damage that will be caused later. Keywords : architecture, temple, preservation, sustainable ABSTRAK Kebudayaan adalah hasil hubungan antara manusia dengan alamnya. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat kebiasaan setempat. Dalam hubungannya dengan bentuk-bentuk perwujudan arsitektur, latar belakang kebudayaan memberikan corak-corak logika, etika dan estetika yang mengeras ke dalam bentuk-bentuk ruang, elemen dan ragam hiasnya. Budidaya manusia yang melahirkan dan menghidupkan kebudayaan memberikan pula corak-corak identitas arsitekturnya. Salah satu kebudayaan yang diwariskan di Bali yakni Pura Taman Ayun yang terletak di Desa Mengwi Kabupaten Badung, yang memiliki keunikan tersendiri sebab merupakan satu- satunya kompleks pura yang memiliki struktur bangunan khas Bali yaitu berbentuk meru atau atap yang bertingkat-tingkat dengan dikelilingi oleh telaga, yang dibangun pada abad ke-17. Berlokasi di negara tropis, membuat kondisi Pura Taman Ayun terkena dampak kerusakan yang diakibatkan oleh lingkungan dan cuaca. Sehingga perlunya mengevaluasi jenis kerusakan yang terjadi dan merencanakan upaya pelestarian untuk meminimalisir kerusakan yang akan ditimbulkan selanjutnya. Kata Kunci: arsitektur, pura, pelestarian, berkelanjutan PENDAHULUAN Pelestarian merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk menghambat dan melindungi suatu objek dari pengaruh faktor kerusakan lebih lanjut sehingga dapat memperpanjang keberadaannya, melalui: 1) Preservasi, 2) Konservasi, 3) Restorasi, 4) Rehabilitasi, 5) Renovasi, 6) Demolisi, 7) Addisi (Addition), 8) Adaptasi/Revitalisasi, 9) Rekonstruksi, 10) Revitalisasi, 11) Peremajaan (Urban Renewal), 12) Pembangunan kembali (peremajaan menyeluruh/redevelopment), dan 13) Gentrifikasi. Pura Taman Ayun telah terdaftar sebagai salah satu "The 631 Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur (SENADA) Vol.2, Februari 2019 World Heritage" atau Warisan Budaya Dunia pada tahun 2012, karena dinilai sebagai sebuah karya adiluhung dan memiliki nilai universal. Pura ini sempat hancur karena gempa bumi hebat yang terjadi pada tahun 1917, dan dipugar pada tahun 1937 untuk pertama kalinya. PROFIL PURA TAMAN AYUN Pura Taman Ayun dibangun pada abad ke-17, pada tahun 1632-1634 oleh raja kerajaan Mengwi yang pada saat itu bernama kerajaan "Mangapura", "Mangarajia", dan "Kawiyapura", yaitu I Gusti Agung Putu. Pura ini terletak di desa Mengwi, Kabupaten Badung, ±18 km barat laut kota Denpasar. Dalam pembangunannya, dibantu oleh seorang arsitek seorang Cina dari Banyuwangi bernama Ing Khang Ghoew (I Kaco), rekan dari Raja Mengwi. Kompleks pura dibagi menjadi 4 halaman yang berbeda, yang satu lebih tinggi dari yang lainnya: 3 Keterangan: 2 1. = Halaman Pertama/Jaba 2. = Halaman Kedua/Areal Ketiga 1 3. = Areal keempat/halaman terakhir tertinggi Gambar 1. Blok Plan Pura Taman Ayun Sumber: Sketsa Pribadi Halaman Pertama/Jaba , hanya bisa dicapai dengan melewati satu-satunya jembatan kolam dan pintu gerbang. Areal ini merupakan ruang terbuka yang didalamnya terdapat tugu kecil untuk menjaga pintu masuk. DI sisi kanan terdapat bangunan luas (wantilan), tempat diadakannya sabungan ayam saat ada upacara. Terdapat juga panggung kesenian dan tugu air mancur yang mengarah ke-9 arah mata angin. Sambil menuju ke halaman berikutnya, di sisi kanan terdapat sebuah komplek pura kecil dengan nama Pura Luhuring Purnama. Keterangan: 1. Pedestrian 6 2. Siluh Resi & Piyasan 3. Candi Air Mancur 3 4. Bale Bengong 1 5 4 2 5. Bale Wantilan 6. Pura Luhuring Purnama Gambar 2. Blok Plan Halaman Pertama Sumber: Sketsa Pribadi Halaman Kedua/Areal ketiga , posisinya lebih tinggi dari halaman pertama, dengan melewati pintu gerbang kedua. Bale Pelik/aling-aling Bale Pengubengan merupakan bangunan utama yang dihiasi dengan relief Dewata Nawa Sanga (9 Dewa penjaga arah mata angin). Di sebelah timur halaman ini ada satu pura kecil disebut Pura Dalem Bekak, dan di pojok barat terdapat sebuah Bale Kulkul. Keterangan: 3 4 1. Bale Pangubengan 7 2. Bale Kulkul 5 3. WC 6 4. Bale Loji 5. Pedestrian 1 6. Pura Dalem Bekak 2 7. Bale Panjang Saka 14 Gambar 3. Blok Plan Halaman Kedua Sumber: Sketsa Pribadi Halaman Terakhir/Areal keempat , merupakan areal dengan posisi tertinggi dan yang paling suci. Pintu gelung yang paling tengah hanya dibuka di saat ada upacara, tempat keluar masuknya arca dan peralatan upacara lainnya. Sedangkan Gerbang yang di kiri kanannya adalah untuk keluar masuk kegiatan sehari-hari di pura tersebut. Di halaman ini terdapat beberapa meru menjulang tinggi dengan 632 Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur (SENADA) Vol.2, Februari 2019 berbagai ukuran. Bentuk Tiga halaman dari Pura ini melambangkan tiga tingkat kosmologi dunia. Seperti dikisahkan dalam cerita kuno Adhiparwa, keseluruhan kompleks pura menggambarkan Gunung Mahameru yang mengapung di tengah lautan susu. 3 4 1 Keterangan: 2 1. Pura Utama 2. Pewaregan 3. Pedestrian Gambar 4. Blok Plan Halaman Ketiga Sumber: Sketsa Pribadi JENIS KERUSAKAN DI PURA TAMAN AYUN Dari segi prosesnya, kerusakan/pelapukan yang terjadi diklasifikasikan menjadi empat bagian, yaitu: Kerusakan Mekanis , berupa retakan, patahan, pecahan, dan gempil. Kerusakan ini berkaitan erat dengan kualitas bahan dasar yang digunakan, pada umumnya mudah terbelah karena fluktuasi cuaca. Kerusakan ini terlihat pada: material pedestrian, lantai wantilan dan pagar keliling pada Pura Luhuring Purnama. Pelapukan Fisis , disebabkan oleh faktor iklim setempat (mikro/makro). Besarnya amplitudo suhu dan kelembaban pada siang dan malam hari akan memacu proses ini. Gejala berupa retak mikro, keausan dan pengelupasan dapat dilihat pada: pedestrian, lantai pada wantilan dan pagar keliling pada pura Luhuring Purnama. Gambar 5. Contoh Pelapukan Mekanis dan Fisis Yang Terjadi Sumber: Dokumentasi Pribadi Pelapukan Khemis , disebabkan oleh air (kapiler atau air hujan), serta udara yang berpolusi dan unsur-unsur lemak di dalamnya. Gejalanya berupa adanya endapan kristal garam terlarut pada objek. Hal ini bisa dilihat pada: pintu masuk utama, patung sebelum pintu masuk utama, dan pagar pembatas kolam dengan wantilan. Gambar 6. Contoh Kerusakan Khemis Yang Terjadi Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2009 Pelapukan Secara Biotis , disebabkan oleh pertumbuhan mikrobia/jasad renik seperti adalah lichen, algae, dan moss pada permukaan batuan. Selain menimbulkan kerusakan bahan ataupun noda dari sekresi zat-zat organi, juga mengganggu secara estetis. Pelapukan ini bisa dilihat pada: bangunan di areal Pura Luhuring Purnama, anak-anak tangga, Bale kulkul, Candi Bentar. Gambar 7. Contoh Pelapukan Biotis Yang Terjadi Sumber: Dokumentasi Pribadi 633 Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur (SENADA) Vol.2, Februari 2019 DATA PELESTARIAN PURA TAMAN AYUN Areal Pertama/Pintu Masuk Pertama Gambar 8. Penambahan Paving dan Tangga Kayu pada Pedestrian Sumber: Dokumentasi Pribadi Gambar 9. Penambahan Pagar pada Sekeliling Kolam Sumber: Dokumentasi Pribadi Tabel 1. Strategi Pelestarian Yang Diterapkan Pada Pintu Masuk Pertama Strategi Pelestarian Implementasi Tujuan ° Adaptasi Penambahan paving, tangga Mendapatkan nilai tambah pada kawasan dan ° Peremajaan ( Renewal) serta pagar pembatas menghidupkan akitivitas kawasan Halaman Pertama/Jaba Gambar 10. Penambahan Pelinggih Tugu dan Loket di Dekat Pintu Masuk Sumber: Dokumentasi Pribadi Gambar 11. Penambahan Paving Sepanjang Pedestrian Halaman Pertama (Kiri) dan Perbaikan Pada Bale Bengong Segi Delapan (Kanan) Sumber: Dokumentasi Pribadi Gambar 12. Perbaikan Atap Bale Wantilan, Penambahan Bata Pada Lantai, dan Penambahan Cor Pada Pinggiran Lantai Yang Sekaligus Sebagai Tempat Duduk Seperti Tribun Sumber: Dokumentasi Pribadi 634 Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur (SENADA) Vol.2, Februari 2019 Gambar 13. Perbaikan Atap Dan Reservasi Dinding Serta Patung-Patung Di Pura Luhuring Purnama Sumber: Dokumentasi Pribadi Gambar 14. Penambahan Fasum Toilet Dan Gudang Peralatan Sumber: Dokumentasi Pribadi Pergantian material baru Material semula yang belum dengan bentuk dan corak rusak dan belum mengalami hampir sama pemugaran Gambar 15. Kondisi Pagar Di Sekeliling Wantilan Sumber: Dokumentasi Pribadi Tabel 2. Strategi Pelestarian Yang Diterapkan Pada Halaman Pertama Strategi Pelestarian Implementasi Tujuan