Geriten Karo Sebagai Pembentuk Identitas Tempat
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Temu Ilmiah Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 7, H 094-101 https://doi.org/10.32315/ti.7.h094 Geriten Karo Sebagai Pembentuk Identitas Tempat Harisdani, D.D.1 , Lindarto, D.2 1 Lab. Sejarah, Teori dan Kritik Arsitektur, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara 2 Lab. Perancangan Arsitektur, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Korespondensi: [email protected] ; [email protected] Abstrak Perkembangan arsitektur dunia diwarnai usaha memunculkan kekhususan ciri lokalitas. Penggiat arsitektur Nusantara tengah berupaya mengabadikan dalam bentuk kertas kerja dengan semangat pengungkapan kecerdasan arsitektur Nusantara yang setara dengan pengetahuan arsitektur dunia. Penelitian ini bertujuan mengungkap potensi Geriten sebagai salah satu dari kecerdasan Nusantara yang dapat menjadi modal kekayaan lokalitas. Pengungkapan karakter pembentuk identitas tempat Geriten dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif melingkupi transformasi Geriten, modifikasi unsur rancang bangunnya untuk beragam fungsi di masa kini. Temuan menunjukkan bahwa Arsitektur Geriten Karo dalam pemanfaatannya sebagai elemen tampang arsitektural bagi kreasi desain arsitektur meng-kini menunjukkan kecenderungan sebagai unsur pembentukan landmark (penanda tempat) melalui olahan tatanan rhythm perulangan, vista, vertikalitas, ungkapan focal point. Bentuk ayo dengan tampang empat muka mampu tampil sebagai pembentuk identitas Karo dalam transformasi bentuk dan proporsi yang beragam. Unsur bentuk atap Geriten patut dilestarikan dan dikuatkan sebagai unsur arsitektur pembentuk identitas tempat yang berjati diri. Kata-kunci: Geriten Karo, Transformasi Arsitektur, Kearifan Lokal, Identitas Tempat Pendahuluan pengetahuan arsitektur nusantara mempunyai ke-cerdas-an sebagai kemampuan otak/nalar; Perkembangan arsitektur dunia masa kini tapi juga mempunyai ke-cerdik-an sebagai diwarnai oleh usaha untuk memunculkan kemampuan intuisi/perasaan manusia Nusantara. kembali kekhususan ciri lokalitas yang kemudian Tuntutan pengungkapan regionalisme arsitektur dilafalkan menjadi regionalisme dengan Nusantara dalam upaya berarsitektur kiwari tampilan keunikan jati diri tempat. Kehendak menjadi halal dilakukan penghadiran kembali untuk memperlihatkan identitas lokal dan segenap ungkapan dan komponen arsitektur potensi olah rancang bangun yang berbeda klasik atau daerah atau tradisional guna antar tempat dianggap menjadi suatu keharusan melihatkan identitas atau jatidiri bangsa dan populer sebagai pokok bahasan narasi (arsitektur klasik = arsitektur nusantara) maupun praksis di era abad XII. Fenomena (Prijotomo, 2004). Metode olah pikir yang demikian berlangsung juga di Indonesia melalui ditawarkan antara lain dengan menempatkan diskusi panjang atas nama arsitektur Nusantara. arsitektur tradisional sebagai rekaman Sejauh ini para penggiat arsitektur Nusantara pengetahuan arsitektur Nusantara, kemudian telah menghasilkan banyak kertas kerja dalam membangun arsitektur Nusantara sebagai rangka mengungkap kecerdasan arsitektur pengetahuan arsitektur yang dapat digunakan Nusantara ditengah ironi kemusnahan artefak untuk membuat arsitektur yang me-nusantara arsitektur Nusantara itu sendiri. Semangat yang disatu pihak dan menjadikan arsitektur melandasi adalah pemahaman bahwa Nusantara sebagai warga arsitektur dunia di Fakultas Arsitektur & Desain, Unika Soegijapranata, Semarang Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018 | H 094 ISBN 978-602-51605-7-8 E-ISBN 978-602-51605-5-4 Geriten Karo Sebagai Pembentuk Identitas Tempat pihak yang lain. Penelitian ini ibarat dalam konstruksi konsepsual dan menggunakan pengungkapan selubung demi selubung lipatan peneliti sebagai instrumen utama penelitian pengetahuan arsitektur yang akan mengkayakan (Creswell, 2017). khasanah arsitektur di Nusantara dalam upaya perwujudan arsitektur di Indonesia yang berjati Perolehan data dilakukan dengan cara observasi diri. langsung di lapangan berupa rekaman foto objek arsitektur Geriten Karo dalam fungsinya Di pulau Sumatera utamanya di Sumatera Utara sebagai penanda tempat. Dengan tujuan setidaknya terdapat tujuh etnis mengemuka mengungkap unsur mengungkap unsur kreasi yaitu Nias, Pak-Pak Dairi, Melayu, Mandailing, Geriten sebagai penanda / identitas tempat Toba, Simalungun dan Karo. Suku Karo tinggal (place identity) maka digunakan metode mixed- di dataran tinggi 1300 m dpl di lereng gunung method dengan strategi eksplanatoris sekuensial Sinabung dan Sibayak Kabupaten Tanah Karo. (Creswell, 2017). Peneliti melakukan observasi Masyarakat Karo sebagian masih penganut langsung terhadap atribut daya ungkit Pemena atau Pabegu selain pemeluk agama pembentuk identitas pada objek Geriten Islam atau Kristen. Masa kini permukiman Karo arsitektur Karo yaitu Vertikalitas, Setting, yang masih cukup terawat ada di desa Lingga Distinctiveness, Occasion, Boundary, Orientation Kabupaten Karo sejauh 4,5 km dari ibu kota dan Rhythm di lapangan (Lindarto, 2018) Kabanjahe. Perolehan data awal dilanjutkan dengan konsepsual bentuk untuk menemukan karakter Suatu pemukiman rumah Karo yang disebut khas lain sebagai sebagai suatu genius loci Kuta terdiri atas beberapa rumah Si Waluh Jabu (Schultz, 1980). Konsepsual objek ini akan (rumah tinggal), Sapo Page (lumbung padi), menjadi tipologi arsitektur yang akan dilanjutkan Jambur (balai berkumpul), Jambur Lesung dalam analisis elemen transformasi dan (tempat menumbuk padi) dan Geriten (tempat transformasi bentuk lanjutan diluar atribut yang tulang moyang). Eksistensi Geriten terlihat di sudah ada, sehingga dalam penelitian ini akan tengah kemusnahan type rumah Karo (tercatat dihasilkan sebuah model transformasi arsitektur tahun 2017 desa Lingga menyisakan hanya 3 Geriten Karo (Dunham, 2008). Hal ini sejalan bangunan Si Waluh Jabu, Jambur Lesung dan dengan penelitian model perubahan arsitektur Geriten). Arsitektur yang disebut Geriten oleh vernakular (Sulistijowati, 2017). masyarakat kini hanya menunjuk kepada hiasan tugu, gerbang desa jauh dari kesan sakral Model transformasi ini akan menjadi tipologi sumber keteladanan nenek moyang. Khasanah model perencanaan berbasis kearifan lokal kecerdasan arsitektur Nusantara Karo sendiri (genius loci). Penelitian ini merupakan bagian telah banyak ditelaah dari sisi keberadaan dari penelitian model transformasi tujuh etnis Geriten, Dengan memperhatikan kebertahanan arsitektur vernakular Sumatera Utara yang arsitektur Geriten maka menarik untuk meng-kini. diungkapkan unsur yang meneguhkan Geriten sehingga bentukannya tetap diminati dalam Hasil dan Pembahasan berbagai kreasi arsitektur Karo masa kini. Survey fisik dan aktivitas dilakukan pada Metode beberapa objek di desa Lingga Karo, Kantor Bupati Kabupaten Karo, Kantor DPRD Kabupaten Rancangan penelitian pada tahap awal untuk Karo, Simalem Resort Merek, Kota Kabanjahe menganalisis perubahan arsitektur Geriten Karo dan Berastagi, Kota Medan. adalah menggunakan metode kualitatif naturalistik inquiry, menarik kesimpulan Di desa Lingga terdapat gapura yang penelitian secara induktif dari tema-tema menggunakan bentuk Geriten menjadi pilihan temuan lapangan, mengabstraksikan realitas ke penataan oleh Pemerintah Kabupaten Karo, H 095 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018 Harisdani, D.D dengan tujuan sebagai pembentuk citra Elastisitas dan simplifikasi Geriten juga terjadi kawasan desa wisata ini. Bentukan Geriten pada pada beberapa objek di Kota Kabanjahe sebagai gapura ini memiliki ekspresi yang mengarah ibukota Kabupaten Karo. Bentuk Geriten kepada kualitas landmark kawasan, dengan terdapat pada bagian atap dari halte dan penggunaan unsur ketinggian/vertikalitas beberapa kantor di kawasan kota ini. Pergeseran sebagai unsur pembentuk identitas tempat. fungsi Geriten yang sakral menjadi Geriten dengan fungsi kekinian terjadi dengan mengalami penyederhanaan bentukan namun miskin makna sebagaimana pendapat bahwa dalam masyarakat modern, sebagaimana ungkapan oleh Rapoport (1969). Pada Kantor Bupati Karo dan Kantor DPRD Kabupaten Karo, perulangan (rhythm) penggunaan bentukan Geriten dilakukan pada bagian atap. Dilengkapi pula dengan Gambar 1. Gapura Desa Lingga, Kabupaten penggunaan ornamentase yang berulang dapat Karo dikaitkan dengan potensi pembentuk landmark bagi Kota Karo. Geriten di puncak gapura merupakan penanda identitas yang mempunyai kemampuan membentuk (imageability) citra district / setting sebagai suatu virtual boundary penanda teritorial desa tersebut. Gapura ini merupakan batas awal pintu masuk ke kawasan yang mempersepsi batas teritorial kawasan dengan penempatan Geriten sebagai focal point membentuk enclosure wilayah, dalam pendapat Schulz (1980). Gapura dengan tancapan Geriten Gambar 3. Bentukan Geriten dan ornamen pada ini merupakan ungkapan sentralitas atap Kantor Bupati Kabupaten Karo memperkuat pembentukan virtual boundary. Pada kawasan rumah adat Desa Lingga, terdapat sebuah Geriten-ladang, Geriten ini difungsikan sebagai bentukan ‗penjagaan‘ dan pembentuk citra dengan kreasinya sebagai penanda jalur arah menuju rumah Si Waluh Jabu. Gambar 4. Bentukan Geriten dan ornamen pada atap Kantor DPRD Kabupaten Karo Elastisitas bentukan Geriten ini juga terjadi dalam fungsi sebagai penanda tempat kantor pemerintahan lainnya di Kabupaten Karo. Pada Kantor Dinas setempat terdapat penggunaan Gambar 2. Geriten ladang Desa Lingga, bentukan Geriten pada atap dalam orientasinya Kabupaten Karo ke empat sisi, namun menggunakan bentukan Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018| H 096 Geriten Karo Sebagai Pembentuk Identitas Tempat atap rumah Si Waluh