Quick viewing(Text Mode)

Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Uin Syarif Hidayatullah Jakarta 1429 H/2008 M

Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Uin Syarif Hidayatullah Jakarta 1429 H/2008 M

KIPRAH CHAERUL UMAM DALAM PENGEMBANGAN FILM-FILM RELIGI DI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh AGUNG SUPRIYADI NIM 103051028605

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH 1429 H/2008 M

KIPRAH CHAERUL UMAM DALAM PENGEMBANGAN DAKWAH MELALUI FILM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh

AGUNG SUPRIYADI NIM 103051028605

Di bawah bimbingan

Drs. Jumroni. M.Si NIP 150 254 959

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1428 H/2008 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul KIPRAH CHAERUL UMAM DALAM PENGEMBANGAN FILM-FILM RELIGI DI INDONESIA telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Senin, 23 Juni 2008 pada pukul 09.30 s.d. 10.30 WIB di ruang sidang Fakultas Dakwah dan Komunikasi lantai 7. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.

Jakarta, 24 Juni 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. Murodi, MA Umi Musyarofah, MA NIP. 150254102 NIP. 150281980

Penguji 1 Penguji 2

Drs. Hasanuddin, MA Drs. Wahidin Saputra, MA. NIP. 150270815 NIP. 150276299

Di bawah bimbingan

Drs. Jumroni, M.Si. NIP. 150254959

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamin, sembah sujud dan Puji-pujian rasa syukur senantiasa terpanjatkan kepada Allah SWT yang telah banyak memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Sholawat teriring salam semoga Allah SWT curahkan kepada Kekasih-Nya

Yang Mulia, Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, tabi’it tabi’in, dan kepada seluruh pengikutnya yang senantiasa ikhlas menjalankan segala ajarannya hingga hari pembalasan.

Skripsi ini tidak akan selesai tanpa jasa dari berbagai pihak. Karenanya dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat.

2. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Dr. Murodi, MA., beserta jajaran

pengurus fakultas. Termasuk diantaranya, Drs. Wahidin Saputra, MA., dan Umi

Musyarofah, MA., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan KPI.

3. Pembimbing Akademik KPI E angkatan 2003, Dr. Umaimah Wahid, M.Si., dan

pembimbing skripsiku Drs. Jumroni, M.Si., terima kasih atas segala perhatian,

saran, motivasi, kesabaran, dan pengayomannya selama ini.

4. Narasumber penulisan skripsiku ini, bapak Chaerul “Mamang” Umam. Seorang

sutradara yang dedikasinya diperfilman nasional sangat besar. (Ustadz, Indonesia

butuh banyak sutradara seperti antum. Tetap berkarya stadz!!)

5. Rumahku Surgaku. a. Kedua orangtua. Bapak dan emakku tercinta, Suparman dan Enoh Suparti.

(Semoga Allah selalu memberiku kesempatan untuk tetap berbuat yang terbaik

dalam membahagiakan bapak dan emak. Amiiin...!)

b. My Beloved Brothers and their wifes. Mas Eko & Mbak Tia (Terima kasih

atas segala spirit yang diberikan, Insya Allah aku akan m’buktikannya). Mas

Agus & Mbak Ipung (Alhamdulillah, berkat bantuan mas dan mba skripsi ini

dapat dibuat, Jazakumulloh! Maaf jika selalu merepotkan).

c. The Other Brothers. Mas Anto (Semangat terus mas!!! Buah yang manis itu

telah terlihat, Insya Allah mas akan segera menikmatinya! Sungguh,

kesabaran mas menjadi inspirasi bagiku). Hardi (Kata orang bijak, sabar dan

taat adalah kunci kesuksesan. Maka jangan berhenti bersabar!)

d. Pamanku. Le’ Kabul (Makasih Le’ atas diskusi panjangnya) dan

Keponakanku. Ranu Ramadhan Pitatharki dan Litany Humaira Pitathanin.

6. Guruku, Ustadz Saifurrahman, S.Ag., (Alhamdulillah pak, terima kasih atas

perhatian, nasehat, bimbingan, dan doanya).

7. Sahabat-sahabat seperjuangan.

a. Di lingkungan rumah. Abidin al-Fatah (Mujahid!! Terus bergerak, umat

menanti bunga-bunga sosial antum), Tubagus Hadi, dan Saiful.

b. KAMMI Komisariat UIN Syahid angkatan Ruhul Jadid. Imam Hadi, Nabil

AF, Yayat Riatna, Yadi Fahmi, dll. (Kenangan bersama antum tak akan

mudah terlupakan. Antumurruhul jadid fii jasadil ummah...!!!).

c. Punggawa DPP PIM 2004-2005. Mas Solihin (matur suwun telah mengajariku

banyak hal), Mas Anwar, Mba Ririt, Mba Novi, dan Teh Kiki.

d. Sekjenku di KMU 2005-2006, Ahmad Syahril, Fraksi IM, dan para Ketua

UKM (Syukron katsir atas kesediaannya menemaniku di saat-saat kritis). e. Yayasan Nurul Haq Indonesia, Lembaga Tarbiyah Center, dan Tahfidz Lil

Aulaad TC. Mas Solihin (Pak Mudir, terima kasih atas segala saran serta

motivasinya, Alhamdulillah, berkat bantuan antum ane bisa menyelesaikan

skripsi ini), Mas Wahono & Mba Novita (Terima kasih atas segala

kritikannya), Hidayat, Adi, Mas Aning, Ust Al-Jufri dan untuk seluruh

keluarga besar YNHI (Bersama antum, hidupku penuh warna dan indah!).

8. Teman-temanku di KPI E 2003. Annisa Novalianidita, Siti Shobariyatul Irfani,

Komalasari (Terima kasih banyak atas segala kebaikan yang telah kamu berikan),

Imam Muslim, Siti Rahmawati, Aini NH, Mba Sus, Erika KR, Enny NF, Fera,

Yudi, Lola, Juam, Yosep, Edi, Moko, Ayi, Untung, Ade, Husna, Firman, Iwan, Iis,

Ama dan Danang. (Kebersamaan yang indah. Ke Cipeteuy yuk..???).

9. Kepada seluruh pihak yang telah membantu dan berperan terhadap pembuatan

skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas

segala bantuan dan dukungannya kepada penulis. Semoga Allah SWT Yang Maha

Rahman berkenan menjadikan kita hamba-Nya yang muttaqin.

Jakarta, 10 Juni 2008

Agung Supriyadi Penulis

DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR…………………………………………………………………....i

DAFTAR

ISI…………………………………………………………………………….iii

ABSTRAK……………………………………………………………………………

…..v

BAB 1

PENDAHULUAN……………………………………………………

…. 1

A. Latar Belakang

Masalah……………………………………………... 1

B. Pembatasan dan Perumusan

Masalah………………………………... 4

C. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian…………………………………….. 5

D. Metodologi

Penelitian………………………………………………... 6

E. Sistematika

Penulisan………………………………………………..11

BAB II TINJAUAN

TEORITIS………………………………………………..13 A. Pengertian

Kiprah……………………………………………………13

B. Pengertian

Sutradara…………………………………………………13

C. Pengertian

Film………………………………………………………14

a. Jenis

Film………………………………………………………...16

b. Film Sebagai Media

Dakwah….………………………………...18

D. Film

Religi…………………………………………………………...19

BAB III PROFIL CHAERUL

UMAM………………………………………….23

A. Riwayat Hidup Chaerul

Umam………………………………………23

B. Chaerul Umam dan Karya-

karyanya………………………………...25

C. Penjabaran Singkat Film Karya Chaerul

Umam……………………..30

BAB IV KIPRAH CHAERUL UMAM DALAM PEMBUATAN

FILM

RELIGI...... 40 A. Kondisi Perfilman Saat

Ini……..……………………………….……40

B. Latar Belakang Chaerul Umam Dalam Pembuatan Film Islam

..…...44

C. Kiprah Yang Dilakukan Chaerul Umam Dalam Film Islam.

...……..52

BAB V

PENUTUP……………………………………………………………...

..64

A. Kesimpulan………………………………………………………….

.64

B. Saran………………………………………………………………...

.65

DAFTAR

PUSTAKA…………………………………………………………………...67

LAMPIRAN……………………………………………………………………………

..70

.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan teknologi di era perdagangan bebas kali ini, agaknya sudah menjalar kepada perkembangan teknologi komunikasi. Karena saat ini masyarakat dengan mudah memanfaatkkan teknologi komunikasi. Mudahnya komunikasi saat ini, sejalan dengan mudahnya pula mengakses informasi. Informasi tentang apapun bisa didapat melalui media yang saat ini dikenal dengan nama internet. Itu belum ditambah dengan informasi yang disuguhkan secara gratis ke rumah-rumah masyarakat melalui media televisi dan atau radio. Koran, Majalah, Tabloid, Buletin, dan buku menyusul kemudian dengan kategori media cetaknya. Kesemuanya menjadi tantangan terbesar bagi dunia dakwah dalam menebarkan kalimat-kalimat kebajikan kepada masyarakat, karena arus keunggulan teknologi komunikasi dan informasi yang dikonsumsi masyarakat cenderung memiliki unsur destruktif atau membuat ketimpangan perilaku dan moral.

Seiring dengan tantangan tersebut, agaknya setiap insan yang menjadikan seni sebagai ranah perjuangan perbaikan moral, harus memodifikasi kemasannya agar masyarakat dapat menikmatinya dan unsur dakwah dapat dengan mudah masuk kedalam masyarakat. Khususnya bagi mereka yang berkecimpung dalam perfilman.

Karenanya kini masyarakat perfilman mulai memahami fungsinya sebagai salah satu bagian dari kontrol sosial masyarakat. Maka tak heran jika kini telah terdapat beberapa juru dakwah yang mencoba memasukkan pesan dakwah melalui tayangan- tayangan film. Pesan dakwah tersebut bisa dilakukan secara efektif dan efisien apabila ditunjang dengan konsep dakwah yang baik, dan masyarakat pun mendapatkan obat penghilang dahaga dari keringnya film yang menyejukkan jiwa.

Film yang ditayangkan dikemas secara menarik agar pesan dapat diterima dengan baik dan mendapat tempat dihati pemirsa. Disamping pemain film

(aktor/aktris) dan para crew film, peran sutradara sangat menentukan hasil dari sebuah film religi yang bisa menarik hati pemirsa tanpa harus memasukkan unsur mistik yang justru akan membuat bodoh masyarakat dan menghantarkan masyarakat pada perilaku musyrik.

Imam Setyantoro Chaerul Umam merupakan nama yang sudah tidak asing lagi bagi dunia perfilman Indonesia. Beliau adalah seorang sutradara senior yang telah menghasilkan banyak film.

Chaerul Umam dilahirkan di Tegal, 4 April 1943. Dia telah berhasil menggarap empat film religi dari dua puluh dua film yang telah dibuatnya. Satu film religi fenomenal yang digarapnya, yaitu film Al-Kautsar yang meraih penghargaan dalam Festival Film Asia (FFA) di Bangkok pada tahun 1977.

Mamang (demikian panggilan akrab Chaerul Umam), diidentikkan dengan sutradara yang senantiasa concern terhadap film dan sinetron yang menyuarakan komitmen terhadap perbaikan moral dan pesan-pesan keagamaan. Harun Yahya menyatakan bahwa apa yang dimaksud dengan nilai moral adalah konsep yang diperkenalkan oleh agama sehingga membuat hidup ini indah dan berguna. Kapan pun terjadi penyimpangan atas nilai ini, kita menghadapi gambaran masyarakat yang benar-benar buruk.1

1 Harun Yahya, Kedangakalan Pemahaman Orang-Orang Kafir, (: Risalah Gusti, 2003), cet. Ke 1, h. 67. Ia menekankan betapa Islam saat ini harus memiliki Sumber Daya Manusia yang peduli dan concern terhadap penebaran nilai-nilai kebenaran yang tercakup dalam Islam melalui film. “Kita perlu mempersiapkan sumber daya seniman-seniman muslim yang peduli dengan kemuslimannya. Saat ini sumber daya itu masih sangat kurang. Kini penekanannya pada sumber daya dibidang audio-visual. Ada 10 broadcating, namun tidak bisa ngapa-ngapain, karena kita tidak punya sumber daya.

Karenanya kedepan, perlu didirikan Akademi-akademi kesenian, workshop-workshop bagi anak-anak Islam yang punya bakat dan kepedulian” jelasnya.2

Film religi yang ditangani Mamang sangat bersih dari unsur-unsur mistik dan syirik yang menyesatkan, seperti, Titian Serambut Dibelah Tujuh, Alkautsar, Nada dan Dakwah, dan Fatahillah. Film garapan Mamang tersebut bahkan mampu menarik hati pemirsa televisi. Hal itu karena banyak cerita dari film dan sinetron yang dibuatnya berdasarkan kepada kehidupan nyata yang ada disekeliling kita, sekaligus mengandung hikmah yang bisa menambah keimanan dan kualitas keislaman seseorang.

Maka berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik dan merasa perlu kiranya sosok da’i yang satu ini diangkat dalam objek kajian penelitian skripsi penulis. Sehingga penulis mengambil judul “Kiprah Chaerul Umam Dalam

Pengembangan Film-Film Religi di Indonesia”.

Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis telah melakukan tinjauan judul di perpustakaan yang terdapat di Fakultas Dakwah maupun di perpustakaan utama

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta. Menurut pengamatan penulis dari hasil observasi yang dilakukan sampai dengan saat ini, menemukan beberapa judul yang menggunakan metode yang sama dengan penulis gunakan,

2 Majalah Islam Tarbawi edisi 31, Kolom Nasehat Muharram, (Jakarta: PT Media Amal Tarbawi, 2002), h. 43 dengan mensoroti objek kajian penelitiannya tentang kiprah seseorang, antara lain;

Kiprah Dakwah KH. Nasehuddin Tahun 1974-1990 di Tanjung Pura, Karawang oleh

Mohammad Baharuddin pada tahun 2007, Kiprah KH. Ahmad Ismail Ibrahim Dalam

Dakwah Bil Hal di Kelurahan Ciracas, Jakarta Timur oleh Nur Sofian Chotib pada tahun 2007, Kiprah Prof. Dr. Nasaruddin Umar Dalam Sosialisasi Kesetaraan

Gender oleh Henny Latifah Sari pada tahun 2002, Pemikiran dan Kiprah Dakwah

Baharuddin Jusuf Habibie di ICMI oleh Hadi Saeful Rizal pada tahun 2006, Kiprah

NU Dalam Perpolitikan Nasional Pasca Orde Baru oleh Bakar Kartadinata pada tahun 2004. Selain itu, berdasarkan hasil penelusuran penulis pada dua perpustakaan menunjukkan ada beberapa judul yang mengambil objek penelitiannya tantang film yakni, Film Sebagai Media Dakwah; Analisis Wacana Film Rindu Kami Padamu

Karya oleh Amelia Istiana pada tahun 2006, dan Film Sebagai Media

Dakwah; Analisis Pesan Dakwah Pada Film Kiamat Sudah Dekat oleh Ipat Patimah pada tahun 2004. Sementara itu tidak ditemui objek kajian yang sama dengan penulis, yang mengangkat sosok Chaerul Umam, baik dalam kapasitasnya sebagai sutradara atau meneliti karya-karyanya.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis membatasi masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah pada kiprah pembuatan film religi Chaerul

Umam dalam kapasitasnya sebagai sutradara, dalam hal ini film Islam.

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah tersebut, maka penelitian ini merumuskan rincian masalah sebagai berikut; a. Bagaimana kiprah Chaerul Umam dalam pembuatan film-film religi?

b. Apa latar belakang Chaerul Umam dalam menyutradarai film religi?

c. Bagaimana penanaman nilai-nilai keagamaan pada proses pembuatan film-

film religi?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan diatas, maka ada beberapa tujuan yang

hendak dicapai, yaitu:

a. Untuk mengetahui kiprah yang telah dilakukan Chaerul Umam dalam film

Islam.

b. Untuk mengetahui lebih dalam motivasi Chaerul Umam dalam membuat

film Islam.

c. Untuk menjelaskan penanaman nilai-nilai keagamaan pada proses

pembuatan film-film religi yang dilakukan oleh Chaerul Umam.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut

a. Segi Akademis

Memberikan kontribusi positif dalam studi tentang dakwah. Khususnya

tentang kiprah Chaerul Umam sebagai sutradara yang berdakwah melalui

film.

b. Segi Praktis

Menambah wawasan bagi pengemban dakwah, khususnya tentang dakwah

melalui dunia sinematografi yakni film. Selain itu, penelitian ini

diharapkan dapat membangkitkan motivasi untuk lebih kreatif dan berani mengembangkan dakwah melalui media-media lainnya guna diperoleh

sebuah kemasan dakwah yang mampu keluar dari frame konvensional.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan jenis penelitian

lapangan (field research) dengan menggunakan metode penelitian analisis

deskriptif.3 Penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena beberapa

pertimbangan yaitu, bersifat luwes, tidak lazim mendefinisikan suatu konsep,

serta memberi kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan

fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik dilapangan.4 Dalam pembuatan

laporan penelitian ini, penulis mencoba mencari berbagai sumber yang

berhubungan dengan objek penelitian penulis, dalam hal ini adalah Chaerul

Umam. Sebelumnya penulis berupaya mengumpulkan berbagai sumber

sebagai data primer dan data sekunder yang akan membantu penulis dalam

proses pembuatan laporan penelitian. Data primer adalah mencari dan

mengkaji pemikiran Chaerul Umam melalui wawancara secara langsung. Dan

data sekunder adalah mencari dan mengkaji beberapa tulisan yang memuat

profil pribadi Chaerul Umam berserta karyanya.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah kiprah

Chaerul Umam sebagai sutradara. Dan yang menjadi objek penelitian adalah

bagaimana Chaerul Umam menjadikan film sebagai ranah media untuk

3 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Materi Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: FISIP UI, 2001), h. 34 4 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 39. memperbaiki moral bangsa dan juga penanaman nilai-nilai agama.

Didalamnya juga ditambahkan tentang rencana pembuatan film religi terbaru

yang sedang dalam proses penggarapan yakni, film Ketika Cinta Bertasbih.

Latar belakang cerita dari film ini diangkat dari sebuah novel dengan judul

yang sama karya penulis novel muslim kenamaan Habiburrahman el-Shirazy

yang juga sukses menggetarkan simpati masyarakat Indonesia melalui

novelnya yang lain, Ayat-Ayat Cinta.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang

dihasilkan adalah sebagai berikut;

a. Wawancara.

Dalam penelitian ini penulis telah melakukan wawancara kepada

narasumber sekaligus objek penelitian penulis, yakni Chaerul Umam.

Sebagai orang yang memiliki jadwal yang padat, penulis harus mengatur

waktu bertemu dengan Chaerul Umam dengan menghubunginya melalui

telepon selular. Meskipun begitu, penulis menangkap sebuah profil

bersahaja dan bijaksana yang terdapat dari dalam diri Chaerul Umam

karena dengan kooperatifnya beliau menanggapi permintaan penulis

dengan tanggapan yang positif.

Tercatat telah tiga kali penulis menghubungi Chaerul Umam untuk

mengkonfirmasi perihal tugas penulis. Yang pertama adalah selepas

diterimanya proposal skripsi penulis dalam sidang penentuan judul di

pertengahan bulan April, pada saat itu Chaerul Umam sedang melakukan

hunting lokasi ke Mesir guna pembuatan film Ketika Cinta Bertasbih

dengan beberapa pihak termasuk diantaranya adalah penulis novelnya, Habiburrahman el-Shirazy. Yang kedua adalah di akhir April. Chaerul

Umam menyatakan bersedia diwawancarai pada hari Selasa, 28 April.

Namun karena permasalahan administrasi penulis yang belum selesai,

maka wawancara pun ditunda. Ketika tanggal 20 Mei dikonfirmasi

kembali, maka baru disepakati wawancara dilaksanakan pada tanggal 22

Mei 2008 selepas dzuhur.

Wawancara pun akhirnya dilakukan di kantornya yang berada di Gedung

Perintis Kemerdekaan lantai 5 ruang 5.05 dibilangan Jalan Proklamasi,

Jakarta Pusat pada pukul 14.00 WIB. Wawancara dilakukan dengan

nuansa penuh kekeluargaan. Tercatat sekitar 15 pertanyaan penulis

ajukan kepada Chaerul Umam tentang perjalanannya didunia perfilman,

motivasi beliau memilih film dengan tema religi, pandangan-

pandangannya tentang dunia perfilman secara umum, dan persiapannya

dalam pembuatan film Ketika Cinta Bertasbih. Wawancara dilaksanakan

selama 45 menit. Setelah melaksanakan wawancara dengan penulis,

Chaerul Umam akan mengadakan pertemuan guna mematangkan konsep

naskah untuk film Ketika Cinta Bertasbih dengan penulis novelnya,

Habiburrahman el-Shirazy. b. Dokumentasi.

Dokumentasi dilakukan dengan cara penulis mengumpulkan, membaca

dan mempelajari berbagai macam bentuk data tertulis yang ada

dilapangan serta data-data lain diperpustakaan yang dapat dijadikan

bahan analisa dalam penelitian ini. Selain itu, pengumpulan data ini juga

dilakukan melalui internet, film, buku-buku, dan media cetak lainnya.

Tercatat sekitar lebih dari 20 judul buku menjadi rujukan penulis untuk memperkuat konsep dan teori yang penulis gunakan dalam pembuatan

tugas ini. Selain itu terdapat beberapa rujukan teori juga yang diambil

dari majalah, serta karya tulis ilmiah lain.

Dan penulis juga memiliki tiga buah sumber media cetak nasional yang

memuat profil dari Chaerul Umam seperti “Kolom Tatap Muka;

Wawancara Bersama Chaerul Umam”. Majalah Islam Tarbawi. edisi

173 (Februari 2008), “Kolom Tokoh; Profil Chaerul Umam”. Harian

Seputar Indonesia. edisi Jum’at, 11 April 2008, dan “Kolom Wawasan;

Profil Chaerul Umam”, Harian Republika, Nomor 85/Tahun Ke-16

(Rabu, 2 April 2008). Selain sumber tersebut, penulis juga menemukan

sumber yang memuat profil Chaerul Umam melalui internet pada situs

http://www.ruangfilm.com.

Dalam proses wawancara, penulis memiliki kaset hasil wawancara yang

dapat dijadikan sebagai dokumentasi. Penulis juga melampirkan bukti

Surat Keterangan hasil wawancara yang telah ditandatangani Chaerul

Umam. Selain itu penulis juga melampirkan foto kegiatan wawancara

penulis dengan Chaerul Umam di ruang kerjanya c. Pencatatan data.

Dalam pencatatan data, peneliti menggunakan catatan lapangan (data

lapangan). Catatan atau data lapangan dibuat langsung oleh peneliti

sewaktu mengadakan pengamatan, wawancara atau menyaksikan

aktifitas Chaerul Umam selama dilapangan dengan menggunakan bahasa

objektif. Alat bantu yang digunakan peneliti dalam proses pencatatan

data berupa alat tulis, tape recorder, dan kekuatan daya ingat. Pencatatan

data tersebut dinamakan dengan transkip wawancara. Kemudian dari hasil wawancara tersebut dicatat, dan direkam untuk kemudian diolah

dan disempurnakan ketika peneliti telah berada ditempat tinggal.

d. Pedoman Penelitian

Teknik penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang

disusun oleh tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: UIN Jakata Press,

2007.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini dibagi kedalam lima bab yang terdiri

dari beberapa sub bab, dengan susunan sebagai berikut:

BAB I Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah,

pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan

penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Pada bab ini menjelaskan secara umum mengenai kajian teoritis

yang terbagi atas pengertian kiprah, pengertian sutradara dan

film, unsur-unsur dakwah dan pemaparan lebih mendalam

mengenai film religi yang menjadi dasar pijakan teori dalam

laporan penelitian ini.

BAB III Bab yang judul utamanya adalah Profil Chaerul Umam ini

membahas mengenai riwayat hidup, Curricullum Vitae Chaerul

Umam, dan karya-karya Chaerul Umam.

BAB IV Bab ini membahas mengenai kondisi perfilman Indonesia saat

ini, kiprah yang telah dilakukan Chaerul Umam dalam film

Islam, latar belakang Chaerul Umam menyutradarai film Islam, dan pemikiran dakwah Chaerul Umam dalam film Islam. Judul

utama pada bab ini adalah Kiprah Chaerul Umam dalam

Dakwah Melalui Film.

BAB V Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan jawaban dari

permasalahan yang dibahas. Selain itu penulis juga

memberikan saran-saran dari permasalahan yang dibahas.

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Pengertian Kiprah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kiprah berarti derap kegiatan.5

Sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dengan semangat tinggi atau bergerak, berusaha disebuah bidang. Beraktifitas dan berkiprah memiliki makna yang hampir sama, bedanya berkiprah itu melakukan kegiatan atau ikut berpartisipasi dalam suatu kegiatan dengan semangat tinggi. Jadi, kiprah dakwah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dalam suatu kegiatan dakwah

(menyeru, mengajak, untuk mengikuti ajaran Islam) dengan semangat tinggi.

B. Pengertian Sutradara

Sutradara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang memberi pengarahan dan bertanggungjawab atas masalah artistik dan teknis dalam pementasan drama, pembuatan film, dan lain sebagainya.6 Maka pengertian sutradara adalah orang yang memberikan pengarahan dan bertanggungjawab dalam pembuatan film. Untuk menghasilkan film yang dapat menarik hati pemirsa, seorang sutradara harus bisa mengarahkan para pemainnya dengan baik.

Sutradara adalah orang yang memberi pengarahan dalam pembuatan atau pementasan drama, film, sinetron, dan lain sebagainya, memikul tanggungjawab yang sangat luas, dari masalah artistik hingga masalah teknisi. Sutradara dalam teater atau film adalah orang yang mengatur laku pemeran didalamnya. Dibantu oleh produser

5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: , 1999), h. 442. 6 Ibid, h. 1112 dan artis pendukung yang dipilihnya, ia menentukan naskah akhir yang dipakai, menentukan tempat, serta merencanakan jadwal kerja dan pengambilan gambar. Peran dan fungsinya sama halnya dengan manager pada sebuah bank. Ia merupakan pengatur dan pengarah segala unsur yang terlibat. Secara berurutan, tugas dan tanggungjawab seorang sutradara adalah mengatur semua unsur yang terlibat. Tugas sutradara, tanpa membendung kreatifitas para pekerja lainnya, meliputi semua bidang, termasuk meneliti, mempelajari, dan memilih makalah yang akan dipakai, tema yang akan diketengahkan, kehendak penulis naskah, serta latar belakang cerita, menginterpretasikan naskah dan menuangkan penggarapan sesuai dengan kreasinya, memilih pemain, menerima ide dari perancang dekorasi, pakaian, ilustrasi musik, tata rias, tata cahaya, setting dan perlengkapan. Karenanya, terkadang untuk menangani tugasnya yang sedemikian banyak, sutradara memiliki beberapa asisten.7

C. Pengertian Film

Film adalah sebuah cerita yang disampaikan melalui medium visual dan audio visual yang berisi tentang kisah kehidupan sehari-hari ataupun kisah yang lainnya.

Terserah apakah itu film drama atau film tentang realisme.8 Dalam kamus, istilah film berarti selaput tipis yang terbuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat positif (yang akan dimainkan dalam bioskop).9

Sementara itu, menurut Onong Uchjana Effendy, film adalah merupakan medium komunikasi yang ampuh, bukan hanya untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan. Bahkan Jacob Soemardjo dari pusat pendidikan film dan televisi

7 E. Nugraha, et.al., Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT Delta Pamungkas, 2004), cet ke-4, Jilid 15, h. 462. 8 Alex Shobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003). 9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Balai Pustaka, 1990), cet ke-3, h. 242. menyatakan film berperan sebagai pengalaman dan nilai.10 Undang-Undang perfilman No. 8 tahun 1992 menyebutkan definisi film secara jelas, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, dan/atau bahan-bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, elektronik atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi, mekanik, elektronik, dan yang lainnya.11 Sinematografi adalah teknik perfilman dan/atau teknik pembuatan film.12

Film dapat memberikan pengaruh bagi jiwa manusia, karena dalam suatu proses menonton film terjadi suatu gejala yang disebut dalam ilmu jiwa sosial sebagai identifikasi psikologi.13 Hal senada diungkapkan oleh Achmad Mubarok, film dapat memberikan pengalaman-pengalaman baru bagi para penontonnya, pengalaman itu menyampaikan berbagai nuansa perasaan (afektif) dan pemikiran (kognitif) kepada para penontonnya, tetapi efek yang paling signifikan dari film adalah efek terhadap kognitifnya dibandingkan dengan afektifnya.14 Seorang pakar dari Amerika, Griffith ditahun 1920-an mengatakan, film adalah sekumpulan ingatan. Artinya adalah, film merupakan nuansa-nuansa yang tidak begitu jelas tirai batasnya antara nyata dan khayal. Artinya pula bahwa film merupakan media yang bisa membentuk penonton terhadap hal yang khayal menjadi seolah-olah nyata.15 Selain itu, pesan-pesan yang

10 Aep Kusnawan, et. Al., Komunikasi dan Penyiaran Islam, (Bandung: Benang Merah Press, 2004) cet ke-1, h. 94. 11 Muhammad Jufri, “Penggunaan Media dan Penelitian Isi Pesan Film Oleh Khalayak Penonton; Studi Tentang Apresiasi Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Terhadap Film Indonesia dan Film Amerika”, Tesis Program Studi Ilmu Komunikasi; Pasca Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia, (Jakarta: Perpustakaan FISIP UI, 1997), h.1 12 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988, h. 843. 13 Aep., Komunikasi dan Penyiaran Islam, h. 95 14 Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), cet ke-1, h. 158. 15 M. Saries Arief. “Mencari Formula Film Dakwah Islam”, Harian Pelita, (edisi 30 Maret 1996), h. 4. ingin disampaikan dalam sebuah film akan membekas dibenak orang yang menontonnya dan bahkan lebih dari itu, pengaruh dari film itu akan membentuk karakter penonton.

a. Jenis-Jenis Film

Dilihat dari jenisnya film terbagi menjadi beberapa bagian seperti berikut,16

Film Drama Adalah film yang menceritakan tentang kejadian atau peristiwa hidup yang hebat, mengandung konflik serta pergolakan, clash atau benturan antara dua orang atau lebih. (Sifat drama : romansa, tragedi dan komedi).

Film Realisme Adalah film yang mengandung relevansi dengan kehidupan keseharian.

Film Biografi Adalah film yang melukiskan tokoh tersohor dan peristiwa yang mengiringi tokoh tersebut.

Film Perang Adalah film yang menggambarkan peperangan atau situasi didalamnya atau setelahnya.

Film Futuristik Adalah film yang menggambarkan masa depan secara khayali.

Film Anak Adalah film yang mengupas kehidupan anak. Film Kartun Adalah film yang awalnya bermula dari cerita bergambar dimedia cetak, kemudian diolah sehingga menjadi gambar yang sanggup bergerak dengan teknik animasi tinggi.

Film Adventure Adalah film petualangan, biasanya tentang perjalanan mengarungi alam.

Crime Story Adalah film yang mengkisahkan dunia kriminal.

Film Misteri/Horor Adalah film yang mengupas terjadinya fenomena supranatural yang menimbulkan rasa takut.

Film Porno Adalah film yang menampilkan dan mengeksploitasi sisi erotisme.

16 Aep, Komunikasi Penyiaran Islam, h. 100-101. Film Religi Adalah film yang menitikberatkan pada muatan moral dan penanaman nilai-nilai agama.

Namun dalam buku Ensiklopedi Nasional Indonesia disebutkan beberapa jenis film yang lainnya,17 yaitu;

Film Instruktif Adalah film yang dibuat dengan isi berupa pengarahan yang bekaitan dengan sebuah pekerjaan atau tugas.

Film Penerangan Adalah film yang memberikan kejelasan terhadap suatu hal. Misalnya film yang mengisahkan pentingnya program KB.

Film Jurnal Adalah film yang dibuat untuk mendukung sebuah berita.

Film Boneka Adalah film yang menampilkan boneka. Terkadang beberapa boneka dimainkan langsung oleh seorang dalang sekaligus di atas panggung.

Film Iklan Adalah film yang berisikan tantang kegiatan propaganda terhadap produk-produk tertentu.

Film Dokumenter Adalah film yang berisikan rekaman tentang segala sesuatu sesuai dengan apa yang dilihat dan peristiwa penting yang tak akan terulang lagi.

Film Kartun Adalah film yang awalnya bermula dari cerita bergambar dimedia cetak, kemudian diolah sehingga menjadi gambar yang sanggup bergerak dengan teknik animasi tinggi.

Film Cerita Adalah film yang berisikan tentang kisah manusia (roman) yang dari awal hingga akhir merupakan suatu keutuhan cerita dan dapat memberikan kepuasan emosi bagi penontonnya.

Sementara itu, Chaerul Umam menyebutkan bahwa sebuah film bisa disebut sebagai film bagus atau film berkualitas jika ditunjang oleh beberapa faktor.

Diantaranya adalah kekuatan skenario, pemain (aktor dan aktris) yang memiliki karakter bagus pada setiap perannya, gaya acting atau penghayatan peran pada aktor

17 E. Nugraha, et.al., Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 5, h. 305-306. dan aktris, alur masalah cerita yang terskema dengan baik, pengambilan gambar yang tepat, komposisi warna dan cahaya yang baik, serta pemilihan lokasi pembuatan film yang tepat.18

b. Film Sebagai Media Dakwah

Media berasal dari bahasa latin yaitu median yang berarti alat perantara.

Sedangkan kata media merupakan kata jamak dari kata median.19 Dengan demikian media dakwah adalah alat perantara atau sarana untuk menunjang suatu hal agar hal tersebut dapat tercapai sesuai dengan tujuan dakwah tertentu. Media dakwah dapat berupa material atau barang, orang, kondisi tertentu, tempat, dan lain sebagainya.20

Terdapat tiga jenis media dakwah21, yaitu:

1. Spoken Words, yaitu media dakwah yang berbentuk ucapan atau bunyi

yang dapat ditangkap dengan indera telinga seperti radio, telepon, dan lain-

lain.

2. Printed Writing, yaitu media dakwah yang berbentuk tulisan, gambar,

lukisan, dan lain sebagainya yang dapat ditangkap oleh indera mata.

3. The Audio Visual, yaitu media dakwah yang berbentuk gambar hidup,

yang dapat didengar dan juga dilihat.

Maka film menjadi media yang efektif bagi dakwah. Pesan-pesannya akan menjadi lebih baik bila unsur-unsur dalam pesan dakwah dapat tersampaikan secara baik kepada objek dakwah melalui kemasan yang baik dalam film. Sehingga kerja da’i menjadi lebih terbantukan dengan media tersebut.

D. Film Agama (Film Religi)

18 “Definisi Sebuah Film Islami; Profil Chaerul Umam” , Kolom Wawasan Harian Republika, Nomor 85/Tahun Ke-16 (Rabu, 2 April 2008), h. 9. 19 Syukir, Dasar-Dasar, h. 163 20 Ibid, h. 149 21 Mohammad Ali Aziz, llmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), cet ke-1, h. 149 Seiring dengan perkembangan zaman, media dakwah Islam kini sudah mulai merambah pada pemanfaatan ranah Audio Visual sejurus dengan besarnya antusias masyarakat dalam mengkonsumsi penyerapan informasi melalui media tersebut.

Karena sejauh ini media Audio Visual dapat memberikan pengaruh yang besar bagi terbentuknya opini dan cara berfikir masyarakat. Film sejak lama telah menjadi media propaganda dalam menyebarkan suatu pemahaman kepada masyarakat. Dengan caranya yang halus (audio visual tadi) film mampu membentuk opini publik tanpa disadari oleh khalayak. Tidak aneh kemudian film yang pada mulanya dianggap sebagai tontonan berubah menjadi tuntunan.22

Maka para da’i (baik perseorangan ataupun secara lembaga dan kelompok), kini lebih variatif dalam menyuguhkan kemasan dakwahnya. Mulai dari kemasan talk show, penyampaian materi di alam terbuka dalam durasi singkat, sampai dakwah melalui film. Untuk yang terakhir agaknya tidak banyak yang mampu mengaplikasikannya.

Film kini lebih didominasi oleh unsur mistik atau horor yang lebih mengajak masyarakat pada kemusyrikan dan juga film yang bertemakan remaja serta komedi yang biasanya tidak jauh dari unsur seksualitas pengumbar syahwat.

Selain itu film import dari Hollywood sungguh telah memperburuk kondisi perfilman Islam sebagai sarana penyebar nilai-nilai kebaikan. Kebanyakan film

Hollywood justru menjadi penebar pemahaman-pemahaman yang salah tentang Islam, meskipun Amerika melalui pabrik film Hollywood-nya membuat film bertemakan

Islam. Tercatat bila dikelompokkan, film Hollywood yang bercerita tentang Islam terbagi kepada tiga jenis. Pertama, film yang menggambarkan citra buruk Islam, misalnya film Alladin (1992). Dalam film ini Islam dicitrakan sebagai budaya

22 Uwes Fatoni, “Menanti Film Dakwah Berkualitas”, Artikel dari http://www.republika.co.id, (Jum’at, 22 Februari 2008) diakses pada Senin, 26 Mei 2008. terbelakang yang memberlakukan hukuman, menurut orang Barat, tidak manusiawi, yaitu potong tangan. Film True Lies (1994) dan The Siege (1998) tidak kalah buruknya. Keduanya mencitrakan orang Arab dan Islam sebagai teroris. Kedua, film yang memperlihatkan Islam secara positif. Beberapa di antaranya The Messenger

(1976), Lion of the Dessert (1981), Robin Hood: Prince of Thieves (1991), dan

Kingdom of Heaven (2005). Film-film tersebut menggambarkan tokoh Muslim yang memiliki jiwa mulia. Ketiga, film yang bersifat netral, tidak menjelek-jelekkan tapi juga tidak memuji Islam. Ini seperti Malcolm X (1992) dan Ali (2001) yang bercerita tentang biografi dua tokoh black Muslim Amerika. Dari tiga jenis film Hollywood di atas, jenis pertama saat ini semakin gencar diproduksi dan disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia. Hal ini tentunya membawa implikasi serius bagi umat berupa citra buruk di mata masyarakat internasional. Apalagi, kemudian terorisme dan berbagai bentuk kekerasan kerap muncul di negara-negara Islam. Citra tersebut pun semakin tertancap kuat.23

Amat sedikit rasanya para sineas atau para pembuat sinema atau film, yang mencoba memberikan kontribusi berarti bagi dakwah Islam melalui film-film yang bernafaskan Islam. Dalam aspek lain, film dakwah juga menuntut sineas-sineas

Muslim yang berkualitas. Film dakwah selain mengusung idealisme nilai-nilai Islam juga dituntut memiliki nilai jual di masyarakat. Ini menjadi tanggung jawab para sineas Muslim.24

Berbicara mengenai film religi atau film agama, tercatat paling tidak tiga pola bagaimana sebuah film agama mampu dibuat;

Pertama adalah film Agama yang murni berisikan dakwah. Pola ini amat kental dengan usaha semata-mata mengimplementasikan ajaran al-Qur’an.

23 Ibid. 24 Ibid. Kedua adalah pola yang mencoba mengetengahkan permasalahan yang ada dan nyata pada saat ini dan mencoba menarik garis persesuaian dengan ajaran-ajaran Islam.

Ketiga adalah pola yang mencari imbas historis permasalahan kini dengan masa lalu dan mencoba mencari kesepadanannya dalam ajaran Islam.25

Chaerul Umam menyebutkan, definisi film Islami adalah film yang pengadegannya juga Islam. Bukan juga diartikan bahwa alur cerita dalam film yang didominasi oleh tindakan jahili diawalnya lalu terakhirnya ditutup dengan insyaf disebut film Islami. Jadi Islam bukan hanya dijadikan sebagai solusi konflik dalam film tersebut. Kemudian, adab dalam memainkan peran dan akhlak personal dari masing-masing pemain dan crew pada film tersebut juga harus sesuai dengan kerangka ajaran Islam.26

Senada dengan Chaerul Umam, pengamat perfilman sekaligus Dosen Fakultas

Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung, Uwes Fathoni, menyatakan bahwa Film

Islam itu selain tujuan dan isi pesannya harus Islami, para pemain filmnya pun dituntut konsisten dalam berperilaku Islami. Hal itu tentu sangat berat, terutama tatkala dunia artis identik dengan dunia glamor. Tentu tidak ringan bagi mereka untuk berperilaku Islami dalam kehidupan keseharian sebagaimana pesan mereka dalam film dakwah. Bila perilaku mereka bertentangan dalam film dengan kenyataan, pesan dakwah film akan menemui kegagalan. Masyarakat senantiasa menuntut konsistensi antara perilaku dan pesan dakwah.27

Kita menanti film-film dakwah berkualitas lainnya yang mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat di tengah gencarnya arus globalisasi. Film-film tersebut juga diharapkan bisa menandingi film-film Barat yang sering menciptakan

37 M. Saries Arief. “Mencari Formula”, Ibid. 25 “Definisi Sebuah Film Islam”, Kolom Wawasan Harian Republika, Ibid. 26 Uwes Fatoni, “Menanti Film Dakwah Berkualitas”, Ibid. 27 Ibid citra buruk Islam.

BAB III

PROFIL CHAERUL UMAM

A. Riwayat Hidup Chaerul Umam

Chaerul Umam dilahirkan di Tegal Jawa Tengah pada tanggal 4 April 1943.

Pria yang bernama lengkap Imam Setyantono Chaerul Umam ini menghabiskan masa kecilnya di tempat kelahirannya, Tegal, Jawa Tengah. Chaerul Umam kecil memulai karir pendidikan tingkat dasarnya di SDN 18 Tegal, Jawa Tengah pada tahun 1955.

Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Negeri 2 Tegal, Jawa Tangah pada tahun 1958. Baru pada tahun 1964, dia pindah ke

Yogyakarta dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) disana. Mamang demikian panggilan akrabnya, sempat kuliah di fakultas psikologi Universitas Gadjah

Mada (UGM) , namun perkuliahannya terhenti ditengah jalan setelah merasakan duduk dibangku perkuliahan hingga tingkat tiga.28

Anak ini di didik dalam ketaatan beragama oleh ibunya, yang seorang muballighah. Ustadzah Arifiyah demikian ibunya kerap dipanggil oleh masyarakat yang merupakan seorang da’iyah aktif dalam organisasi Aisyiyah. Dan mendapatkan pendidikan kedisiplinan dari ayahnya yang bernama M. Chaeri. Terkadang ia senantiasa ikut bersama ibunya ketika mengisi pengajian ke berbagai tempat. Maka tak heran jika karakter Islam telah tertanam dalam dirinya.29. Walaupun bercita-cita menjadi polisi, Mamang kecil gemar berteater di desa kelahirannya. Lewat grup

Ababalu yang dibentuknya, ia merekrut para tetangganya, tukang kerupuk, tukang

28 “Tema Islami Selamanya Akan Laku; Wawancara Eksklusif Bersama Chaerul Umam”, Kolom Tokoh Harian Seputar Indonesia, (edisi Jum’at, 11 April 2008), h. 35. 29 Chaerul Umam, Wawancara ekslusif bersama penulis, (Kamis, 22 Mei 2008). obat, pembatik, untuk main sandiwara. Pindah ke Yogyakarta, ia membentuk grup pentas Cuwiri, bersama Syu’bah Asa dan bergabung dengan Teater HMI. Kemudian tiga tahun mengikuti Bengkel Teater pimpinan WS Rendra.30

Prosesi keilmuan formal yang dijalaninya sejalan beriringan dengan keilmuan religius yang ia terima. Sejak kecil, Mamang memang sudah lekat dengan tradisi- tradisi keislaman yang kental. Terkadang ia senantiasa ikut bersama ibunya ketika mengisi pengajian ke berbagai tempat. Maka tak heran jika karakter Islam telah tertanam dalam dirinya.

Demikian halnya juga dengan dunia dakwah yang dijalaninya kini.

Menurutnya, dakwah itu mengajak orang untuk maju dari tingkat yang paling rendah menuju tingkat yang paling baik, dan itu kewajiban setiap muslim. Dengan merendah dia mengatakan bahwa dia tidak bermaksud melakukan dakwah melalui film. Sebab dakwah dalam arti khusus adalah monopoli para muballigh. Adapun dalam arti luas, semua orang terlepas dari apapun profesinya, juga punya kewajiban menyampaikan yang benar.31

Dedikasi Chaerul Umam dalam memajukan perfilman Indonesia tak perlu diragukan lagi, disaat sutradara-sutradara yang satu angkatan dengannya banyak yang menghilang, ia justru semakin menaikkan intensitas keterlibatannya. Alasannya tidak lain dan tidak bukan adalah demi kepeduliannya terhadap dunia perfilman Indonesia yang saat ini tayangannya semakin didominasi oleh tayangan berbau seks, sadisme, dan mistik. Selanjutnya ia juga tak merasa lelah untuk memunculkan sineas-sineias muda yang meyakini nilai-nilai moral demi terpeliharanya akhlak dan moral masyarakat Indonesia32.

30 http://www.tamanismailmarzuki.com, Profil Chaerul Umam, (Senin, 26 Mei 2008). 31 “Tema Islami Selamanya”, Kolom Tokoh Harian Seputar Indonesia, Ibid. 32 “Susahnya Mencetak Sutradara Unggul; Wawancara Bersama Chaerul Umam”, Kolom Tatap Muka Majalah Tarbawi, edisi 173 tahun ke-9, (Februari 2008), h. 21.

B. Chaerul Umam dan Karya-Karyanya

Imam Setyantono Chaerul Umam adalah satu dari sedikit sutradara handal yang memiliki dedikasi kuat terhadap komitmen perbaikan moral dan penebaran nilai- nilai kebajikan melalui ranah sinematografi atau film. Harun Yahya menyatakan bahwa apa yang dimaksud dengan nilai moral adalah konsep yang diperkenalkan oleh agama sehingga membuat hidup ini indah dan berguna. Kapan pun terjadi penyimpangan atas nilai ini, kita menghadapi gambaran masyarakat yang benar-benar buruk.33

Chaerul Umam memiliki sejarah yang cukup panjang dalam meretas kariernya sebagai sutradara. Tercatat bahwa Mamang memulai karier di dunia perfilman nasional adalah pada tahun 1973. Pada saat itu posisi Mamang adalah sebagai dubber

(pengisi suara dalam film). Kemudian dipercaya sebagai asisten sutradara. Sutradara kala itu adalah Moetinggo Busye disusul kemudian kesempatan untuk menjadi asisten dari Asrul Sani. Empat kali Mamang menjadi asisten sutradara.34 Promosinya sebagai sutradara juga lahir tanpa disengaja. Pada tahun 1975, Asrul Sani menangani film

Tiga Sekawan, produksi Kwartet Jaya pimpinan Eddy Sud. Dua minggu sebelum shooting, Asrul mendadak mengundurkan diri. Tiga sutradara yakni, Misbach Jusa

Biran, Wahju Sihombing dan Nya’ Abbas Acub diminta menggantikannya. Semua menolak. Acub malah mengusulkan Chaerul Umam, yang memang melamar sebagai sutradara pengganti Asrul Sani.35 Pengagum sutradara Jepang Akira Kurosawa ini mengaku belajar film dari , Motinggo Boesje, , dan buku- buku. Dalam menerima order, ia mensyaratkan skenario yang yang baik, misi yang

33 Harun Yahya, Kedangakalan Pemahaman Orang-Orang Kafir, (Surabaya: Risalah Gusti, 2003), cet. Ke 1, h. 67. 34 Chaerul Umam. Wawancara eksklusif bersama penulis, (Kamis, 22 Mei 2008) 35 http://www.tamanismailmarzuki.com diakses pada hari Senin, 26 Mei 2008. jelas, dan tidak mau didikte. Ia pernah menolak membikin film komedi seks.36

Chaerul Umam memang dikenal sebagai sutradara yang religius. Ia menuturkan bahwa akhlak orang film harus baik, ketika di depan layar kamera ataupun tidak, tingkah laku mereka harus mencerminkan Islam. Begitu pula dengan film Islami. Menurutnya film Islami adalah film yang pengadegannya Islam. Jadi

Islam bukan hanya dijadikan sebagai solusi konflik dalm film, jangan 99 persen pengadegan film itu jahili kemudian diakhiri dengan adegan insyaf. Chaerul Umam juga merasa tidak cocok jika dalam film yang bertemakan Islam, terdapat aktor atau aktris yang bukan beragama Islam. Ketidakcocokan Chaerul Umam berpulang pada kekhawatirannya jika dalam film tersebut terdapat adegan seperti sholat yang dimainkan aktor atau aktris yang bukan muslim.37

Chaerul Umam memang terkenal memegang teguh ajaran Islam secara baik.

Pada waktu mayoritas sineas muda yang tergabung dalam Masyarakat Perfilman

Indonesia (MFI) mewakili elemen liberal menuntut pembubaran Lembaga Sensor

Film (LSF) dengan alasan yang klasik, bahwa keberadaan Lembaga Sensor Film menghambat kreatifitas. Mereka menuntut liberalisme yang ekstrem. Chaerul Umam akhirnya berperan besar dalam menuntaskan permasalahan ini, dia menyarankan kepada LSF untuk mengundang satu ormas yang kerap memaki-maki LSF dan meminta pembubaran terhadap LSF. Saran itupun diikuti oleh LSF. Akhirnya LSF mengundang ormas tersebut untuk melihat potongan-potongan film yang ada di LSF.

Setelah melihat potongan-potongan film yang telah disensor, akhirnya ormas tersebut justru berbalik arah mendukung LSF.38

Curricullum Vitae Chaerul Umam

36 http://www.tamanismailmarzuki.com, Ibid 37 “Definisi Sebuah Film Islami; Profil Chaerul Umam” , Kolom Wawasan Harian Republika, Nomor 85/Tahun Ke-16 (Rabu, 2 April 2008), h. 9. 38 “Susahnya Mencetak Sutradara Handal”, Kolom Tatap Muka Majalah Tarbawi, Ibid, h. 24 Nama Lengkap : Imam Setyantoro Chaerul Umam

Nama Panggilan : Mamang atau Chaerul Umam

Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 4 April 1943

Nama Orang Tua : 1. M. Chaeri (bapak)

2. Arifiyah (ibu)

Anak ke : 3 dari 4 bersaudara

Agama : Islam

Pekerjaan/Profesi : Sutradara

Karier : Direktur Utama PT. Prasidi Teta Film

Jabatan Lain : Ketua Lembaga Seni dan Budaya PP Muhammadiyah

Status Marital : Menikah dengan dikaruniai 3 orang anak

Nama Istri : Siti Chadisah

Nama Anak : 1. Putri Emma ZK

2. Putra Chaerul Al-Hadits

3. Aulia Akbar

Hobby : Membaca Cerita Pendek

Alamat : Kav. Pengadilan Blok G No. 4 Klender, Jakarta Timur

Pendidikan Formal : 1. SDN 18, Tegal, Jawa Tengah (1955)

2. SMPN 2, Tegal, Jawa Tengah (1958)

3. SMA, Yogyakarta (1964)

4. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM),

Yogyakarta. (sampai tingkat III)

Motto Hidup : Mencari Ridho Allah

Karya-Karyanya :

1. Film : a. Bing Slamet Dukun Palsu (1973) b. Si Rano, Sayangilah Daku Sebelum Usia 17 (1974)

c. Tiga Sekawan (1975)

d. Al-Kautsar (1977)

e. Bidan Aminah/Cinta Putih (1977)

f. Sepasang Merpati (1979)

g. Betapa Damai Hati Kami (1981)

h. Gadis Marathon (1981)

i. Titian Serambut Di Belah Tujuh (1982)

j. Hati Yang Perawan (1984)

k. Perceraian (1985)

l. Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985)

m. Sama Juga Bohong (1986)

n. Bintang Kejora (1986)

o. Keluarga Markum (1986)

p. Terang Bulan Ditengah Hari (1988)

q. Malioboro (1989)

r. Joe Turun Ke Desa (1989)

s. Jangan Bilang Siapa-Siapa (1990)

t. Oom Pasikom/Perodi Ibukota (1990)

u. Boss Carmad (1990)

v. Nada dan Dakwah (1991)

w. Ramadhan dan Ramona (1992)

x. Fatahillah (1997)

2. FTV : a. Gerobak Itu Berhenti Depan Rumah

b. Sulam c. Ziarah

d. Jejak Sang Guru

e. Blokeng, dll.

3. Seinetron : a. Rumah Tuhan Rumah Kehidupan

b. Jalan Lain Ke Sana

c. Raja Pelit

d. Maha Kasih

e. Bang Jagur

f. Jalan Takwa

g. Matahari Cinta

h. Astaghfirullah

i. Bengkel Bang Jun, dll.

Prestasi-Prestasi :

1. Nominasi Sutradara Terbaik dalam film,

a. Titian Serambut Di Belah Tujuh pada Festival Film Indonesia (FFI)

tahun 1984

b. Joe Turun Ke Desa pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986

c. Kejar Daku Kau Kutangkap pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun

1987

d. Nada dan Dakwah pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1992.

2. Sutradara Terbaik dalam Film Terbaik pada Festival Film Indonesia (FFI)

tahun 1992 melalui film Ramadhan dan Ramona.

3. Skenario Terbaik dalam film Nada dan Dakwah pada Piala Citra. 4. The Best Sound Recording dan The Best Social Cultural Film pada Festifal

Film Asia-Pasifik yang diselenggarakan di Bangkok, Thailand pada tahun 1977

melalui film Al-Kautsar.

C. Beberapa Penjabaran Singkat Film Karya Sutradara Chaerul Umam.39

1. Tiga Sekawan (1975)

Genre : Komedi

Penulis skenario : Asrul Sani

Produser : Eddy Sud

Penata gambar : F.E.S. Tarigan

Penata suara dan musik : Gatot Sudarto

Produksi : PT Kwartet Jaya Film

Pemain : Eddy Sud, Ateng, Iskak, Kris Biantoro, Adi Bing

Slamet.

2. Al Kautsar (1977)

Genre : Drama

Penata Gambar : Kasiyo

Penata suara dan musik : Thoifur Syairozi

Durasi : 106 menit

Produksi : PT. Sippang Jaya Film

Pemain : WS. Rendra, Sunarti Rendra, Soultan Saladin, Bagong

Kusudiardjo, Komala Dewi, dan Wahab Abdi.

39 Seluruh sumber data dari http://www.citwf.com. Diakses pada Minggu, 25 Mei 2008. Catatan Tambahan : 1. Memperoleh penghargaan The Best Sound

Recording dan The Best Social Cultural Film

pada Festifal Film Asia-Pasifik yang

diselenggarakan di Bangkok, Thailand pada tahun

1977.40

3. Bidan Aminah/Cinta Putih (1977)

Genre : Drama

Produser : Yudin Bilandatu

Penata gambar : Kasiyo

Penata suara dan musik : Ireng Maulana

Produksi : PT. Sinufat Film

Pemain : Yati Octavia, Awang Darmawan, Amoroso Katamsi,

Dhalia, Rustam Yusuf, dan Syamsuri Kaempuan.

4. Sepasang Merpati (1979)

Genre : Drama

Penata gambar : Soetomo GS

Penata suara dan musik : Ireng Maulana

Durasi : 106 menit

Produksi : PT. Gramedia Film

Pemain : Gito Rollies, Mutia Datau, Roy Nelwan, Ratno Timoer,

Aminah Candrakasih, Amak Baldjun, dan Afrizal

Anoda.

40 “Tema Islami Selamanya”, Kolom Tokoh Harian Seputar Indonesia, Ibid.

5. Betapa Damai Hati Kami (1981)

Genre : Drama

Penulis Skenario : Piet Burnama

Produser : Tommy Indra

Penata gambar : Bambang Trimakno

Penata suara dan musik : Junaedy Salat

Durasi : 97 menit

Produksi : PT. Sinar Tiga Mutiara Film

Pemain : Gina Adriana, Pong Hardjatmo, Mieke Widjaya,

Rachmat Hidayat, Komalasari, Sys NS, Chris Steven,

dan Yayuk S.

6. Gadis Marathon (1981)

Genre : Drama

Penulis skenario : Sjuman Djaya

Produser : Ferry Angriwan

Penata gambar : Akin

Penata suara dan musik : Franki Raden

Durasi : 106 menit

Produksi : PT. Sinar Tiga Mutiara Film

Pemain : Yanny Rahman, , Rachmad Hidayat, Yetty

Octavia.

7. Titian Serambut Di Belah Tujuh (1982) Genre : Drama

Penata gambar : M. Soleh Ruslani

Penata suara dan musik : Franki Raden

Produksi : PT. Kafina

Pemain : Dewi Irawan, , Sultan Saladin, Soekarno M.

Noer, Ida Leman, Marlia Hardi, Menzana, dan Chaidar

Djafar.

Catatan tambahan : 1. Iman Emmanuel Ginting Manik atau El Manik

mendapatkan nominasi pemeran utama terbaik FFI

1983 pada film ini.41

8. Hati Yang Perawan (1984)

Genre : Drama

Penata gambar : M. Soleh Ruslani

Penata suara dan musik : Franki Raden

Durasi : 101 menit

Pemain : , Sitoresmi P, El Manik, Minati

Atmanegara, Netty Herawati, Soekarno M. Noor, dan

TB Maulana Husni

9. Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985)

Genre : Drama Komedi

Penata gambar : Wagimin A. Tjokrowardojo

Penata suara dan musik : Franki Raden

41 http://www.kabarindonesia.com diakses pada hari Senin, 26 Mei 2008. Durasi : 109 menit

Produksi : PT. Pradisi Teta Film

Pemain : Lydia Kandou, Deddy Mizwar, Ully Artha, Lina

Budiarti, Henky Solaiman, Darussalam, TB Maulana

Husni, Nyoman Ayu Lenara, dan A. Kholid Noor

Nasution.

10. Sama Juga Bohong (1986)

Genre : Komedi

Penata gambar : Suryo Santoso

Penata suara dan musik : Franki Raden

Durasi : 98 menit

Produksi : PT. Garuda Film

Pemain : Dono, Kasino, Indro, Rina Hasyim, Chintami

Atmanegara dan Nia Zulkarnaen.

11. Keluarga Markum (1986)

Genre : Drama Komedi

Penata gambar : Tantri Surjadi

Penata suara dan musik : Franki Raden

Durasi : 93 menit

Produksi : PT. Aryo Saka Nusa Film

Pemain : Lydia Kandou, Ully Artha, Dwi Yan, Ami Prijono,

Usbanda, Teddy Mala, Rosyid, Paul Polii, dan Nanang

D.

12. Malioboro (1989)

Genre : Drama

Penata gambar : M. Soleh Ruslani

Penata suara dan musik : Areng Widodo

Durasi : 111 menit

Produksi : PT. Rembulan Semesta Film

Pemain : Ira Wibowo, Nungky Kusumastuti, Sigit Hardadi,

Moortri Purnomo, Rasyid, dan Ade Ashar.

13. Joe Turun Ke Desa (1989)

Genre : Drama Komedi

Produser : Putu Wijaya

Penata gambar : M. Soleh Ruslani

Penata suara dan musik : Areng Widodo

Durasi : 94 menit

Produksi : PT. Virgo Putra Film

Pemain : , , Linda Leman, Dessy

Ratnasari, Donny Damara, dan Sylvana Herman.

14. Oom Pasikom/Parodi Ibukota (1990)

Genre : Drama Komedi

Penata gambar : Tantra Surjadi

Penata suara dan musik : Harry Roesli

Durasi : 84 menit

Produksi : PT.Sepakat Bahagia Film Pemain : Lenny Marlina, Didi Petet, Ferry Iskandar, Dessy

Ratnasari, Rachmad Hidayat, Ida Kusumah, dan Ami P.

15. Boss Carmad (1990)

Penata gambar : Bambang Trimakno

Penata suara dan musik : Areng Widodo

Genre : Drama

Durasi : 95 menit

Produksi : PT. Virgo Putra Film

Pemain : Paramitha Rusady, Deddy Mizwar, Jef EK., Rachmad

Hidayat, Kang Ibing, Donny Damara, dan Ida Kusumah.

16. Nada dan Dakwah (1991)

Genre : Drama

Penulis skenario : Asrul Sani

Produser : Hasrat Djoeir

Penata gambar : Harry Susanto

Penata suara dan musik : Didi AGP

Durasi : 94 menit

Produksi : PT. Bola Dunia Film

Pemain : Rhoma Irama, Ida Aisha, KH. Zainuddin MZ, Deddy

Mizwar, Nani Widjaya, dan Zainal Abidin.

Catatan tambahan : 1. Mendapatkan 12 nominasi Piala Citra yang

diantaranya menempatkan KH Zainuddin MZ

sebagai nominator pemeran pembantu terbaik dan Rhoma Irama sebagai nominator pemeran utama

terbaik.42

17. Ramadhan dan Ramona (1992)

Genre : Drama Komedi

Penata gambar : Suryo Santoso

Penata suara dan musik : Dian AGP

Durasi : 87 menit

Produksi : PT. Citra Wiwitan Film

Pemain : Djamal Mirdad, Lydia Kandou, Amak Baldjun, Leroy

Usmani, Vini Alvionita, dan Henky Solaiman.

Catatan tambahan : 1. Mendapatkan penghargaan sebagai Film Terbaik

dan Chaerul Umam terpilih sebagai Sutradara

Terbaik pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun

1992.

18. Fatahillah (1997)

Genre : Drama Kolosal

Penulis skenario :

Produser : Johan Tjasmadi

Penata gambar : Soleh Ruslani

Durasi : 120 menit

Produksi : PT. Sinema Abad 21 Film

42 “Tema Islami Selamanya”, Kolom Tokoh Harian Seputar Indonesia, Ibid. Pemain : Igo Ilham, Linda Djatmika, Abdi Wiyono, Aspar

Paturusi, dan Amak Baldjun.

Catatan tambahan : 1. Pembuatan film ini menghabiskan dana sebesar Rp.

2,5 Miliar.43

2. Proses mixing film ini dilakukan di Singapura.44

43 http://www.hamline.edu diakses pada hari Senin, 26 Mei 2008. 44 http://www.indomedia.com diakses pada hari Senin, 26 Mei 2008.

BAB IV

KIPRAH CHAERUL UMAM DALAM PENGEMBANGAN FILM RELIGI

A. Kondisi Perfilman Indonesia Saat Ini

Film Indonesia agaknya sudah mulai menjadi tuan rumah di negara sendiri.

Hal tersebut terlihat dari betapa menggeliatnya produksi film hasil karya anak bangsa yang banyak diputar di bioskop-bioskop sudut kota. Geliat yang terlihat dari maraknya persaingan pembuatan film pada masing-masing Production House (rumah produksi) dengan varian judul dan jenis film berbeda. Persaingan bertambah menarik manakala apresiasi masyarakat untuk menonton film yang berjudul dan berbahasa

Indonesia tidak kalah banyaknya dengan jumlah penonton film produksi Hollywood, yang notebene menjadi kawah candra dimukanya industri film internasional, serta film impor dari Bollywood India yang menyuguhkan film drama dengan perpaduan seni musik serta tari yang kental dalam setiap adegannya, dan film mandarin dengan segala bentuk keindahan seni bela diri yang ditonjolkannya.

Apakah kondisi film Indonesia tersebut menjadi pertanda kesuksesan dunia perfilman produksi anak negeri? Kalau ukurannya adalah pada tingginya tingkat produktifitas dan persaingan rumah produksi, serta respon masyarakat terhadap film

Indonesia, meskipun hanya didominasi kaum muda, maka dapat dikatakan demikian, bahwa film Indonesia kini telah sukses.

Namun jika pertanyaannya dilihat dari seberapa besar peran film Indonesia dalam membawa pesan moral dan perbaikan gaya hidup ditengah badai dekadensi moral yang menghantui budaya masyarakat Indonesia saat ini? Agaknya sangat jauh dari yang diharapkan.

Suatu waktu, penulis melewati beberapa bioskop dalam perjalanan penulis menuju Depok. Penulis melihat billboard yang mengiklankan judul film yang akan ditayangkan pada bioskop-bioskop tersebut. Pada saat yang bersamaan penulis juga melihat judul-judul film tadi, kembali disiarkan di sebuah harian yang baru penulis beli. Pada harian ini, nampaknya iklan terhadap film yang akan diputar di bioskop- bioskop jauh lebih jelas dan rinci mengingat terdapat beberapa sinopsis dari cerita film yang akan diputar. Dari kesemua iklan film yang sedang diputar di bioskop- bioskop ibukota tersebut, didapat sebuah kesimpulan bahwa mayoritas film yang sedang diputar adalah film yang bertemakan mistik dan film komedi yang dikhususkan untuk kalangan dewasa dengan tayangan erotis sebagai bumbunya.

Artinya adalah bahwa film yang bertemakan mistik erotis dan komedi erotis tadi sangat tidak bisa diharapkan bagi perbaikan moral bangsa. Justru sangat besar peran dari film-film tersebut bagi kemerosotan moral bangsa. Saat ini banyak dari kalangan muda, generasi harapan dan penerus bangsa, memandang seks adalah bukan sebagai suatu hal yang tabu lagi. Banyak dari kalangan muda yang telah melakukan hubungan seks dengan jumlah yang tidak sedikit. Bahkan yang lebih mengagetkan adalah, budaya tersebut sudah menyentuh kalangan pelajar SMP. Bagi penulis, hal demikian adalah bukti bahwa tayangan dalam film sangat berpengaruh bagi proses pembentukan karakter sekelompok orang.

Maka menjadi pekerjaan besar bagi segenap elemen bangsa yang peduli terhadap dunia seni Indonesia untuk mengembalikan citra bangsa dan menemukan kembali bangsa melalui karya seni yang berpulang pada nilai-nilai keluhuran moral. Dari sedikit sutradara yang memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap komitmen perbaikan moral bangsa melalui film, Chaerul Umam merupakan nama besar yang tidak bisa dipisahkan dari unsur tersebut. Sebagai seorang sineas, kecakapan karya seni yang dihasilkan tentu menjadi prioritas. Tapi Chaerul Umam punya lebih dari sekadar mempertunjukkan kecakapan karya, dia lebih mengembalikan hasil karyanya dengan menitikberatkan karyanya pada sisi edukasi, sosial dan kemanusiaan. Terlebih sebagai seorang muslim yang taat, ia menjadikan film sebagai sarana menyampaikan nilai-nilai kebenaran yang ada dalam Islam.

Bagi Chaerul Umam, gerakan pembaruan dalam film Indonesia itu harusnya dimulai dari orang yang terlibat dalam pembuatan film. Kalau unsur pembuat filmnya sama, maka akan memunculkan film dengan tema yang sama juga dengan film yang selama ini ada. Tetapi jika orang-orang film berubah maka tema-temanya pun akan berubah. Karena dari dahulu moral dan tingkah laku para pembuat film dikenal tidak baik. Minuman keras, perempuan, dan judi menjadi kebiasaan yang dilakukan para pembuat film. Bagaimana bisa membuat film yang baik kalau pembuat filmnya cacat moral? Karena selama ini yang menjadi jargon bagi film adalah bahwa film sebagai sarana edukasi dan hiburan serta juga sebagai sarana bisnis. Namun pada realitasnya, hanya unsur hiburan dan bisnis yang akhirnya paling mendominasi dan yang muncul kepermukaan, sementara unsur edukasinya jarang atau bahkan tidak ada.45

Sementara itu, Chaerul Umam menyoroti perkembangan perfilman saat ini.

Menurutnya, film-film yang ada sekarang seperti mengalami keterputusan dengan generasi film sebelumnya. Film Indonesia mati kemudian muncul secara tiba-tiba.

Sutradara-sutradara muda yang saat ini ada, kebanyakan memiliki latar belakang akademis dengan bersekolah film atau teater di luar negeri, kemudian pulang ke

45 “Susahnya Mencetak Sutradara Unggul; Wawancara Bersama Chaerul Umam”, Kolom Tatap Muka Majalah Tarbawi, edisi 173 tahun ke-9, (Februari 2008), h. 21. Indonesia dan langsung membuat film dengan metode baru yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Chaerul Umam mengkisahkan pengalamannya menjadi sutradara, bahwa dia memulai dengan menjadi asisten sutradara dari Motinggo

Boesye dan Asrul Sani, bahkan dirinya pernah menjadi dubber atau pengisi suara di beberapa judul film. Jadi terdapat regenerasi dalam karier pada film, kalau merunut pada sutradara muda saat ini, ilmu perfilman yang mereka praktekkan akhirnya cenderung bebas seiring dengan ilmu yang mereka dapat dari luar negeri.46

Secara umum jika dipandang melalui sudut pandang tema, perfilman

Indonesia dari dahulu hingga saat ini memang tidak mengalami perbedaan tema yang cukup signifikan. Chaerul Umam menambahkan bahwa tema-tema film yang ada saat ini tidak jauh berbeda dengan tema-tema film terdahulu. Tema-tema tersebut berkisar antara tema percintaan dan tema misteri. Dahulu ada judul Gita Cinta Dari SMA,

Galih dan Ratna, dan Puspa Indah Taman Hati yang diperankan oleh atau film Pengantin Remaja yang diperankan Sophan Sopiaan dengan .

Kemudian judul film era sekarang tidak jauh berbeda dengan dahulu seperti film Ada

Apa Dengan Cinta, Heart, Love Is Cinta, Eiffel I’m In Love dan lain sebagainya.

Kemudian tema yang sama lainnya dengan tema pada era terdahulu adalah tema mengenai horor atau mistik. Di era terdahulu terdapat film horor dengan judul

Beranak Dalam Kubur, Pembalasan Dendam Nyi Blorong, Nyi Roro Kidul, dan lain sebagainya. Sekarang pun film semacam itu ada, misalnya Hantu Terowongan

Casablanca, Pocong, Suster Ngesot, Bangku Kosong dan lain sebagainya. Jadi tidak ada tema yang terlalu berbeda secara spesifik dengan era dahulu. Justru sosok seperti

Deddy Mizwar muncul dengan membawa jenis film dengan tema sosial yang kental di dalamnya melalui film . Meskipun di dalamnya juga gak terlalu jauh dari

46 Ibid tema-tema yang lama semisal percintaan, namun nuansa sosial dan edukasinya lebih besar daripada percintaannya.47

Tema percintaan menjadi tema yang senantiasa digarap oleh hampir seluruh sineas di sepanjang waktu. Chaerul Umam berpendapat, bahwa memang masalah cinta adalah masalah yang universal, masalah semua orang dan masalah semua waktu. Tema cinta itu sudah ada sejak zaman dahulu. Kita tahu kisah Romeo and

Juliet yang tenar di dataran Eropa atau di Indonesia ada kisah Roro Mendut dan

Pronocitro misalkan. Dimana-mana tema cinta memang universal, hanya saja penggarapannya bisa kreatif atau tidak? Bisa dihubungkan atau tidak? Dengan nilai- nilai religius misalnya?48

B. Latar Belakang Chaerul Umam Dalam Menyutradarai Film Islam

Chaerul Umam, sebagai sutradara film nasional, di tahun 2002 pernah menyatakan rasa heran dalam sebuah kesempatan. Sebab, selama ini ia dianggap sebagai sutradara film-film Islami. Padahal, dari 22 film garapannya, hanya empat yang masuk kategori film islami, yaitu Al Kautsar, Titian Serambut Dibelah Tujuh,

Nada dan Dakwah, serta Fatahillah. Mengapa Chaerul Umam sering disebut sebagai sutradara film Islam, kendati hanya empat film Islami yang ia besut? Apakah mungkin karena sangat minimnya sutradara yang menggarap film-film Islami? Atau Mungkin juga karena keempat film tersebut masuk daftar film-film terlaris pada masanya.

Sedangkan film besutan Mamang yang lain, terbilang kurang sukses di pasaran, kecuali Kejarlah Daku, Kau Kutangkap dan Si Joe Turun ke Desa. Dua film tersebut bercorak komedi. ''Herannya saya dicap sebagai sutradara film Muslim dan komedi.

Berarti film-film itu laku. Titian Serambut Dibelah Tujuh itu masuk box office. Al

47 Chaerul Umam, Wawancara Eksklusif Penulis, (Kamis, 22 Mei 2008) 48 Ibid Kautsar juga laku walau saat film itu beredar belum ada ukuran box office. Sebab, saat itu belum ada Perfin yang membuat ukuran box office. Tetapi waktu Al Kautsar diputar, saya survei ke bioskop-bioskop, animo masyarakat cukup bagus. Di Bioskop

Menteng, misalnya. Waktu itu, semua film Indonesia paling top hanya bertahan dua hari di bioskop itu. Al Kautsar, waktu itu, menembus dua belas hari!'' kata Mamang.49

Segala pekerjaan tergantung pada niat. Bila dalam bekerja niatnya untuk ibadah, maka pekerjaan yang dilakukan pun akan bernilai ibadah. Itu yang menjadi tekad dari Chaerul Umam, dalam setiap pekerjaan yang ia lakoni. Tidak heran, kalau karya-karyanya memang banyak yang bernafaskan agama atau banyak menyisipkan ajaran-ajaran agama, khususnya Islam. Menurutnya berkesenian adalah upaya untuk menerjemahkan salah satu sifat Allah, Yang Maha Indah. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Allah itu indah dan menyukai keindahan". Dan, menurutnya, menghayati sifat Indah Allah adalah ibadah. Keindahan yang dimaksud disini tentu bukan sekadar keindahan fisik atau hanya artifisial. Ia bisa berupa nilai, berupa visi dan misi, atau bahkan sikap. Bagi Chaerul Umam, membuat sesuatu yang baik itu sudah ibadah, sudah berarti dakwah. Bahkan membuang duri pun sudah ibadah, dan semua orang

Islam sebenarnya bisa melakukan hal itu. 50

Seorang pengamat perfilman yang juga adalah dosen Fakultas Dakwah dan

Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung dalam artikelnya yang berjudul

“Menanti Film Dakwah Berkualitas” mengatakan bahwa kita memang memiliki

Chaerul Umam yang berhasil mengangkat tema-tema keislaman dalam filmnya sampai meraih nominasi Piala Citra. Ada juga Deddy Mizwar, spesialis sinetron

49 Yogi W. Utomo, “Madu dan Racun Film Tontonan Ghaib”, Artikel pada http://www.sirojimandiri.net, (Jum’at, 18 November 2005). 50 http://www.inilah.com Ibid dakwah. Namun, itu belum cukup dibandingkan dengan perkembangan film-film yang mengusung kemungkaran.51

Artinya, peran Chaerul Umam dalam pembuatan film dakwah memang sudah sangat diakui. Meskipun dengan merendah Chaerul Umam mengatakan bahwa pada dasarnya dia tidak bermaksud melakukan dakwah melalui film. Sebab dakwah dalam artian luas, semua orang, terlepas dari apapun profesinya, juga memiliki kewajiban untuk menyampaikan kebenaran (dalam hal ini berdakwah).52 Chaerul Umam tidak ingin film yang digarapnya dibuat dengan sesuatu yang dipaksakan. Misalnya, ketika menggarap film Islami seperti Ketika Cinta Bertasbih yang sedang digarapnya,

Chaerul Umam tidak ingin agar film buatannya laku, maka dibuat adegan-adegan yang diluar dari kaidah norma agama dan budaya atau dibintangi oleh artis-artis yang terkenal mapan dalam acting agar mendongkrak penjualan film yang dibuatnya.

Baginya, yang namanya dakwah memang harus ada contoh yang sempurna. Mungkin tidak ada orang yang sangat sempurna, paling tidak mendekatinya. Hal itu terlihat dari perilaku dan ketaatannya. Ini bukan film sosial atau psikologis. Ini adalah film dakwah karenanya harus mencari aktor yang ideal. Kalau menyimpang sedikit, maka akan mengurangi maknanya dan menyimpang dari misi awalnya53

Chaerul Umam juga menjadi orang yang berada pada garis terdepan dalam usahanya mempertahankan keberadaan Lembaga Sensor Film (LSF). Banyak kalangan sineas yang umumnya berfahamkan liberal sangat bersemangat dalam menyuarakan pembubaran terhadap LSF, Chaerul Umam memiliki peran yang cukup signifikan terhadap penyelesaian permasalahan tersebut. Dia kerap melakukan upaya dialog dengan para penolak keberadaan LSF. Kejadian lucu terjadi ketika ia

51 Uwes Fatoni, “Menanti Film Dakwah Berkualitas”, Artikel dari http://www.republika.co.id, (Jum’at, 22 Februari 2008) diakses pada Senin, 26 Mei 2008. 52 “Tema Islami Selamanya”, Kolom Tokoh, Ibid 53 “Definisi Sebuah Film Islami”, Kolom Wawasan, Ibid. melakukan dialog dengan sineas yang mengusung pembubaran LSF. Ketika mengkaji sebuah film yang berjudul Berbagi Suami, dimana digambarkan adegan senggama di malam pertama yang dilakukan sambil berdiri, kemudian oleh LSF adegan dalam film itupun akhirnya digunting. Lantas ditanyakan mengapa adegan tersebut digunting?

Kemudian ia menambahkan “Saya hanya ingin menunjukkan bagaimana gambaran seorang gadis yang ketakutan ketika malam pertama”. Padahal adegan film tersebut memang telah diluar batas.54 Terdapat masih banyak lagi film Indonesia yang menyuguhkan tayangan vulgar yang di bungkus dalam film komedi seperti dalam film

Buruan Cium Gue, Kawin Kontrak, Maaf Saya Menghamili Istri Anda, XL, dan yang terbaru ML.

Hal tersebut artinya bahwa liberalisasi sudah mulai termanifes dalam lingkungan kebudayaan kita. Banyak kegiatan-kegiatan yang mengusung gerakan liberal dalam wilayah apapun yang tujuannya adalah menyerang eksistensi agama, khususnya Islam. Bahkan dalam gerakan itu, mereka juga dibiayai oleh lembaga- lembaga luar negeri yang memang memiliki maksud-maksud tertentu. Jika gerakan kaum liberal tersebut sekarang sudah mempunyai radio, mungkin berikutnya mereka akan memiliki televisi.55

Karenanya perlu dipersiapkan berbagai sarana penunjang dari setiap elemen masyarakat Islam dalam mengupayakan sosialisasi secara massif mengenai seni, dalam hal ini film, yang menjadi sarana dalam pengembangan dakwah atau penanaman nilai-nilai kebajikan dan perbaikan moral bagi masyarakat.

Chaerul Umam juga melihat bahwa organisasi-organisasi Islam di Indonesia sangat kurang merespons masalah ini. Banyaknya lembaga pendidikan yang dibuat oleh masing-masing organisasi Islam juga masih belum yang menyentuh pada upaya

54 “Susahnya Mencetak Sutradara Handal”, Kolom Tatap Muka Majalah Tarbawi, Ibid, h.24 55 Ibid mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang bergerak dalam ranah sinematografi. Ia menekankan betapa Islam saat ini harus memiliki Sumber Daya Manusia yang peduli dan concern terhadap penebaran nilai-nilai kebenaran yang tercakup dalam Islam melalui film. “Kita perlu mempersiapkan sumber daya seniman-seniman muslim yang peduli dengan kemuslimannya. Saat ini sumber daya itu masih sangat kurang. Kini penekanannya pada sumber daya di bidang audio-visual. Ada 10 broadcating, namun tidak bisa ngapa-ngapain, karena kita tidak punya sumber daya. Karenanya kedepan, perlu didirikan Akademi-akademi kesenian, workshop-workshop bagi anak-anak

Islam yang punya bakat dan kepedulian” jelasnya.56

Sulitnya berkontribusi aktif dalam dakwah melalui film dinyatakan sendiri oleh Chaerul Umam selaku Ketua Lembaga Seni dan Budaya Pimpinan Pusat

Muhammadiyah. Dia menyatakan bahwa Muhammadiyah adalah sebuah organisasi

Islam yang sampai dengan saat ini concern dalam berkontribusi pada dunia kesehatan dan pendidikan. Rumah Sakit yang didirikan Muhammadiyah sangat banyak di pelosok negeri, begitu juga dengan lembaga pendidikannya. Sekolah formal yang didirikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Universitas yang juga tersebar di seluruh pelosok negeri. Hanya saja, dari sekian banyak lembaga pendidikan yang didirikan, tidak ada yang menyentuh secara spesifik mengenai lembaga pendidikan dalam bidang sinematografi.57 Sehingga Chaerul Umam melihat bahwa sangat sulit untuk melahirkan sineas muslim yang peduli dengan Islam dan menjadikan film sebagai sarana dakwah.

Namun Chaerul Umam adalah tokoh yang tidak hanya bisa mengkritik tanpa memberikan solusi. Dia kerap melakukan inovasi dalam setiap pembuatan film yang dia buat. Terlebih ketika Chaerul Umam aktif di Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

56 Majalah Islam Tarbawi edisi 31, Kolom Nasehat Muharram, (Jakarta: PT Media Amal Tarbawi, 2002), h. 43 57 Chaerul Umam, wawancara eksklusif, Ibid. Chaerul Umam senantiasa melakukan diskusi dengan para mahasiswa yang baru tumbuh di IKJ, dia dekati dan mencoba untuk membentuk komunitas yang kondusif bagi mereka agar mereka bisa berkreasi berbeda secara moral dengan pendahulu mereka.58 Kesempatan itu semakin besar ketika ia diamanahkan untuk menjadi koordinator masjid di IKJ. Awalnya Chaerul Umam mencari Mahasiswa IKJ yang rajin sholat, di dalamnya diadakan pengajian dan diskusi. Mahasiswa IKJ yang ikut awalnya berjumlah lima orang, berkembang menjadi sepuluh, dan sekarang sudah berkelas-kelas. Jadi kalau mau mengubah film menurutnya harus diubah dari orangnya.59

Upaya menanamkan nilai-nilai agama kepada para pelaku film tidak hanya dilakukan dalam lingkup mahasiswa saja. Chaerul Umam juga dikenal senantiasa melaksanakan terobosan dalam kegiatan dakwah kepada pelaku film dalam kegiatan pembuatan filmnya. Hal itu dimulai semenjak menjadi asisten Sjuman Djaya. Dia membuat sebuah pengajian silaturrahim untuk para pekerja film.60 Kegiatan itu senantiasa dilakukan hingga saat ini. Berdasarkan keterangannya, bahwa setiap kali dia melaksanakan syuting di luar daerah dan memakan waktu berhari-hari, maka

Chaerul Umam selalu mengadakan ta’lim dan memanggil ustadz untuk berceramah kepada aktor, sutradara, produser, dan seluruh crew di tempat syuting.61 Hingga saat ini juga masih dilangsungkan pengajian bulanan para aktor dan aktris yang diadakan di Gedung Wisma Laena Manggarai Jakarta.62 Selain itu, dalam proses pembuatan film, Chaerul Umam juga selalu mem-break (mengistirahatkan) kegiatan syutingnya

58 “Susahnya Mencetak”, Kolom Tatap Muka, Ibid. 59 “Definisi Sebuah Film Islam”, Kolom Wawasan, Ibid. 60 Ibid. 61 Chaerul Umam, Wawancara Eksklusif, Ibid 62 Ibid. sementara, jika kumandang adzan tanda masuk waktu sholat sudah terdengar dan diteruskan dengan melaksanakan sholat berjama’ah.63

Selain itu, bukti bahwa Chaerul Umam memiliki kepeduliaan yang tinggi terhadap pembentukan sineas muda muslim adalah dengan dibentuknya komunitas yang dengan rutin melakukan diskusi dan mencoba berkreasi di dalamnya. Nama- nama semisal Zak Sorga, Syaiful G. Waton, Febriyono dan masih banyak yang lainnya, adalah nama-nama sineas muda yang memiliki komitmen tinggi bagi perbaikan moral melalui wadah film. Hanya saja kesempatan bagi mereka belum ada.

Syaiful G. Waton misalnya, dia adalah sutradara muda yang cukup baik melalui filmnya Ketika Mas Gagah Pergi. Hanya saja produser belum melirik film buatan suami dari aktris Anneke Putri ini yang sebenarnya sangat baik.64

Chaerul Umam telah membuktikan kepada kita bahwa Islam adalah agama yang indah. Maka dalam kiprahnya di dunia film, ia mencoba mensejajarkan dengan upaya dakwah melalui media film. Hal itu ia katakan, bahwa terhitung pada tahun

1997, ia bertekad hanya akan menerima tawaran membuat film yang jika di dalamnya memiliki muatan Islam.65

Sedikit memang sosok seperti Chaerul Umam dalam dunia perfilman

Indonesia. Ia memiliki sebuah komitmen tulus bagi perbaikan moral bangsa, dan ia juga adalah sutradara yang memiliki jiwa keislaman yang tinggi di tengah dunia glamour yang lekat dengan orang yang seprofesi dengannya. Karenanya dia berpesan kepada seluruh masyarakat, mulai saat ini sedapat mungkin agar masyarakat itu mulai berkontribusi melalui workshop-workshop untuk membuat film atau sinetron religius, khususnya oleh mahasiswa-mahasiswa yang muslim karena SDM sineas muslim itu sangat kurang sekali. Makanya ia sangat berharap bagi para generasi muda Islam

63 Ibid. 64 Ibid. 65 Ibid. untuk turut kedalam proses pembuatan film. Tetapi kalau pada akhirnya pun belum sanggup, maka paling tidak berkontribusi untuk menonton filmnya. Karena bagi produser, yang dilihat itu adalah banyak atau tidaknya penonton yang menyaksikan film itu. Kalau ternyata banyak, maka prospek film-film religius kedepannya akan sangat bagus. Nantinya akan sangat banyak produser yang akan membiayai pembuatan film yang bertemakan religi. Dan itu akan sangat membantu masa depan film religius.66

C. Kiprah Yang Dilakukan Chaerul Umam Dalam Film Islam

Menjadi sutradara film-film religius, memang tidak terlepas dari latarbelakang

Mamang. Ia berasal dari sebuah keluarga Muslim yang taat dalam memegang teguh prinsip keagamaan di Tegal, Jawa Tengah. Ibunya seorang muballighah. Ibunya bernama Arifiyah biasa dipanggil masyarakat dengan sebutan ustadzah. Ibunya memang aktif sebagai muballighah dalam wadah Aisyiyah. Mamang kecil sering dibawa serta ibunya berceramah agama di daerahnya. Menurut pengakuannya, ia seringkali melihat gerak-gerik ibunya ketika berada di atas podium menyampaikan ceramah agama. Inilah mungkin yang memberikan inspirasi kepada Mamang ketika ia kemudian menjadi sutradara film.67

Mamang, panggilan akrab Chaerul Umam, memang dikenal sebagai sutradara yang lekat dengan tema-tema Islami. Sekitar 22 film yang lahir dari tangannya, empat yang populer justru datang dari corak Islami. Antara lain Al-Kautsar pada tahun 1977,

Titian Rambut Dibelah Tujuh pada tahun 1988, Nada dan Dakwah pada tahun 1991,

66 Ibid. 67 http://www.inilah.com, Profil Chaerul Umam, (Senin, 26 Mei 2008). dan Fatahillah pada tahun 1997. Karena film tersebut, Mamang diidentikkan dengan sutradara Islami.68

Menurutnya untuk membuat film Islami di negeri ini memang tidak mudah.

Misalnya ketika Mamang berbicara tentang kewajiban berbusana Muslimah, yang realitasnya di masyarakat belum membumi. Maka jarang yang meresponsnya. Contoh lainnya, kadang-kadang kita ngomong tentang Islam, tapi kelakuan dan tindak tanduk kita belum sesuai ajaran Islam. Untuk ditampilkan dalam sebuah cerita film, kenyataan itu menjadi susah. Kalau di Iran atau Arab Saudi mungkin bisa karena di sana semua muslimah berjilbab. Namun demikian, Chaerul Umam selalu meminta komentar atau masukan dari teman-teman yang keahlian agamanya cukup matang.

Karenanya menurut Chaerul Umam, film Islam itu secara sederhananya adalah harus mampu mengajarkan sesuatu yang baik kepada pemirsa atau penontonnya.69

Beberapa Sinopsis Mengenai Film Islam yang Digarap Chaerul Umam

1. Al Kautsar

Al-Kautsar, adalah film kedua yang dipimpinnya sejak merintis sebagai sutradara, dan berhasil memperoleh dua penghargaan dalam ajang Festival Film se-

Asia Pasifik. Film yang dirilis atau diperkenalkan kepada publik tahun 1975 itu memperoleh penghargaan juara untuk kategori sosial budaya terbaik dan ketegori rekaman suara terbaik. Padahal tiga orang sutradara senior Indonesia pada waktu itu turut berkompetisi pada festifal film tersebut, seperti Turino Junaidi, Syumandjaya, dan . Sutradara Wim Umboh bahkan membawa dua film besutannya sekaligus, namun tidak mendapatkan penghargaan apa-apa.70 Kesuksesan Al-Kautsar

68 “Tema Islami Selamanya Akan Laku; Wawancara Eksklusif Bersama Chaerul Umam”, Kolom Tokoh Harian Seputar Indonesia, (edisi Jum’at, 11 April 2008), h. 35. 69 http://www.inilah.com Ibid. 70 http://www.ruangfilm.com, Profil Chaerul Umam, (Kamis, 17 April 2008). pada waktu itu membuat nama Chaerul Umam melambung sebagai seorang sutradara pendatang baru. Ketenaran itu malah membuatnya takut dan khawatir, maka ia sempat

‘bersembunyi’ dari dunia film. “Popularitas itu berbahaya bagi orang baru. Saya menyadari beban popularitas itu berat. Apalagi saya dapat penghargaan karena tidak sengaja”, ujar pria yang tidak menyukai kesombongan ini.71

Dalam pembuatannya, Al-Kautsar menjadi film yang Box Office. Box-Office menurut kamus bahasa inggris adalah tempat menjual karcis di teater atau bioskop.72

Sementara film lainnya kala itu menyuguhkan tayangan yang berbau seks, seperti film

Akibat Pergaulan Bebas dan Binalnya Anak Muda. Film Al-Kautsar saat itu berhasil bertahan hingga 12 hari penayangan di bioskop Menteng, yang pada saat itu menjadi barometer bioskop dengan standard kualitas tinggi di Jakarta, sementara film

Indonesia lainnya paling sanggup bertahan selam 2 hari, itu pun sudah dinilai bagus dan menjadi buah bibir dimasyarakat.73

Film Al-Kautsar bercerita tentang seorang laki-laki lulusan pesantren di daerah

Jawa yang memilih profesi sebagai seorang guru. Layaknya film yang lain, film ini pun memiliki bumbu percintaan dalam alurnya. Guru dan seorang santriwati terlibat romansa dalam gaya pesantren. Kisah pun berlanjut hingga akhirnya sang guru dipindahkan mengajar ke daerah Sumatera Barat, tempat dimana sang santriwati dilahirkan. Sesampainya disana ia bertemu dengan orang-orang yang berada dikampung sana dan bertemu dengan tokoh masyarakat. Suatu ketika dia bertemu pula dengan seorang bapak yang sangat berpengaruh di daerah itu. Kedatangannya ke daerah Sumatera Barat itu ternyata ditentang oleh orang tua ini, yang ternyata adalah orang tua dari santrinya yang juga menjadi kekasihnya di pesantren itu. Melalui

71 Ibid 72 Hornby, AS, et.al. Kamus Inggris-Indonesia. (Jakarta: PT Pustaka Ilmu, 1992). Cet. Ke-6. 73 “Definisi Sebuah Film Islami; Profil Chaerul Umam” , Kolom Wawasan Harian Republika, Nomor 85/Tahun Ke-16 (Rabu, 2 April 2008), h. 9. pendekatan, akhirnya orang tua ini pun berbalik menaruh simpati dengan perjuangan sang guru. Konflik sosial dalam film ini terjadi manakala sang guru harus berhadapan dengan orang-orang yang tidak suka dengan keberadaannya. Melawan terhadap para pemeras dan lain sebagainya. Secara keseluruhan, bumbu percintaan dalam film ini sangat kecil sekali, hanya saja konflik sosial mendapatkan porsi yang sangat besar agar pesannya sampai kepada masyarakat. WS Rendra menjadi pemain utama dalam film ini.74

Film Al-Kautsar ini adalah film yang judul aslinya adalah Telaga Kenikmatan.

Chaerul Umam berpendapat bahwa definisi Al-Kautsar hakikatnya adalah telaga yang berada di Surga yang airnya itu nikmat. Namun judul itu tidak diperkenankan oleh

Lembaga Sensor Film, yang mengasosiasikan judul film ini dengan tayangan seks.

Maka diambillah dengan menggunakan judul Al-Kautsar.75

Menurut pandangan penulis, film Al-Kautsar ini merupakan film yang mengandung unsur dakwah karena didalamnya terdapat muatan penyampaian nilai- nilai keislaman melalui kegiatan dakwah yang coba dilakukan oleh seorang ustadz

(yang diperankan oleh WS Rendra) di daerah Sumatera Barat.

2. Titian Serambut Di Belah Tujuh

Film selanjutnya adalah Titian Serambut Dibelah Tujuh yang disutradarai

Chaerul Umam dan skenarionya digarap Asrul Sani. Film ini bercerita tentang seorang guru mengaji bernama Ibrahim (diperankan El Manik) yang menjadi korban fitnah, diserbu seluruh warga desa. Ia bersembunyi di dalam rumahnya sambil berdoa dan berzikir memohon bantuan Allah SWT. Terlihat ekspresi wajahnya yang sangat takut dan keringat membanjir. Warga desa yang marah menggedor-gedor pintu dan dinding kayu rumah Pak Guru. Di tangan mereka masing-masing tergenggam senjata

74 Chaerul Umam, wawancara eksklusif, Ibid. 75 “Definisi Sebuah Film Islam”, Kolom Wawasan Harian Republika, Ibid. tajam. Sebagian bahkan sudah dapat membuka pintu dan jendela kayu dengan tebasan parang. Karena takut dan putus asa, Pak Guru Ibrahim meninggalkan tasbihnya dan berlari ke luar rumah. Tentu saja ia tertangkap kepungan massa. Saat akan dihakimi dengan parang, muncul seorang tokoh tua (diperankan H Darussalam) yang dapat membuktikan bahwa Ibrahim tidak bersalah. Ia pun dibebaskan. Di hari lain, Ibrahim ditanya oleh tokoh tua itu mengapa lari saat dikepung warga desa, padahal ia tidak bersalah. Ibrahim menjawab singkat, ''Saya takut, pak”. Ini sangat manusiawi dan secara logika dapat diterima. Namun benang merahnya tetap ada: Kebenaran tetap dapat ditegakkan serta pihak yang salah dan zalim pun dapat dikalahkan. Titian

Serambut Dibelah Tujuh, sebuah interpretasi atas novel Hamka, yang bercerita tentang pertentangan generasi muda dan tua Islam.76

3. Nada dan Dakwah

Dari sekian film yang pernah dibuatnya, film Nada dan Dakwah adalah film yang telah membuatnya berkesan. Film yang mendapatkan 12 nominasi Piala Citra itu membuatnya bangga karena dapat mengangkat tokoh yang bukan orang film untuk dapat menggapai nominasi, yaitu KH. Zainuddin MZ sebagai nominator pemeran pembantu terbaik dan Rhoma Irama sebagai nominator pemeran utama terbaik, keduanya memerankan pribadinya masing-masing. “Film itu yang membanggakan buat saya. Juga, yang menandai keberhasilan saya sebagai sutradara” kenangnya tentang film yang memperoleh gelar skenario terbaik Piala Citra tersebut.77 Secara garis besar film tersebut bercerita tentang keresahan secara mendadak sekelompok masyarakat dari desa yang bernama desa Pandanwangi, karena mendengar kabar bahwa tanah tempat mereka bermukim akan dibeli oleh seorang konglomerat. Konflik antarpenduduk dan para kaki-tangan konglomerat mulai muncul. Konflik pun

76 http://www.sirojimandiri.com, Profil Chaerul Umam, (Senin, 26 Mei 2008). 77 “Tema Islami Selamanya”, Kolom Tokoh Harian Seputar Indonesia, Ibid. akhirnya meluas bukan hanya terbatas pada masalah tanah, tapi juga menimbulkan masalah moral baru dengan berdirinya tempat hiburan dan billiard. Pimpinan dari pondok pesantren di desa Pandanwangi, H. Murad yang dibantu Rhoma, berusaha menyadarkan penduduk agar tidak menjual tanahnya. Tampilnya tokoh kharismatik

KH. Zainuddin MZ berhasil menjernihkan konflik tersebut, bahkan berhasil menyadarkan sang konglomerat Bustan.78

Pada film Nada dan Dakwah ini, Chaerul Umam ingin memberikan pandangannya tentang kemasan dakwah pada sisi yang berbeda. Selain karena memang sosok Rhoma Irama memiliki pengaruh cukup kuat terhadap karakter dirinya pada film tersebut, kehadiran KH Zainuddin MZ menjadi pemanis dari pembuatan film ini. Rhoma Irama memang terkenal sebagai seorang seniman musik yang dedikasinya dalam bermusik sangat dipengaruhi oleh muatan Islam dalam setiap karyanya. Sehingga penggunaan judul Nada dan Dakwah dalam film ini sangat sesuai.

4. Fatahillah

Film serupa yang terakhir dibuatnya bersama sutradara adalah film Fatahillah pada tahun 1997. Film kolosal yang mengkisahkan tentang tokoh ulama yang berjuang mengusir bangsa Portugis dan kemudian mendirikan kota

Jayakarta yang sekarang menjadi Jakarta.79 Film Fatahillah ini bercerita tentang penjajahan Portugis yang semakin merajalela, ingin mendirikan benteng di Sunda

Kelapa lewat persekutuannya dengan Raja Padjadjaran. Kesultanan Demak terpanggil dan melakukan perang terhadap Portugis. Fatahillah (diperankan oleh Igo Ilham) terpilih sebagai panglima perang. Fatahillah atau Falatehan berasal dari kerajaan

Samudera Pasai Ia baru saja selesai menuntut Ilmu di Tanah Suci dan kecewa melihat kerajaannya hancur oleh Portugis. Karenanya ia bergabung dengan Sultan Trenggano

78 http://www.rajadangdut.com, Website resmi Rhoma Irama, (Senin, 26 Mei 2008) 79 http://www.ruangfilm.com, ibid (diperankan oleh Abdi Wiyono) yang memerintah kerajaan Demak untuk berperang melawan Portugis. Dalam perjalanannya, Fatahillah dinikahkan dengan adik Sultan

Trenggano yang bernama Ratu Pembayun (diperankan oleh Linda Jatmika). Fatahillah juga menikahi Ratu Ayu (diperankan oleh Yuni Sulitiyowati) yang merupakan Janda dari Adipati Unus (diperankan oleh Aspar Paturusi) yang gugur dalam perang melawan Portugis di Malaka. Pada peperangan melawan Portugis untuk merebut

Sunda Kelapa, Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa dan Sunda Kelapa pun diganti namanya menjadi Jayakarta yang kemudian menjadi Jakarta.80

Karena eratnya hubungan dengan sejarah kota Jakarta itulah, Gubernur DKI

Jakarta pada saat itu, Soerjadi Soedirdja, bersedia mengucurkan dana sejumlah hampir tiga miliar rupiah untuk mewujudkan film kolosal tersebut ke layar kaca. Jumlah dana yang sangat besar pada saat itu. Film Fatahillah tersebut langsung masuk box office.81

Menurut gubernur, ada nilai-nilai luhur dalam film Fatahillah yang cukup menonjol yakni nilai patriotisme dan nilai keimanan serta ketakwaan. Nilai-nilai tersebut dapat dijadikan pegangan terutama bagi generasi muda.82

Sayangnya ketika baru seminggu film Fatahilah tersebut diputar, tiba-tiba ada instruksi dari pemerintah untuk menghentikan peredarannya. Kabarnya terdapat surat kaleng yang ditujukan kepada Wakil Presiden Try Sutrisno pada waktu itu, yang menyebutkan bahwa film ini bisa menimbulkan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan

Antargolongan). “Bagian mana yang dianggap menimbulkan SARA? Saya tidak tahu” ujar sutradara yang akrab disapa Mamang ini. Instruksi itulah yang membuat film

Fatahillah ini menjadi kurang sukses di pasar. Padahal, masih banyak yang ingin menonton dan menanyakan kenapa tidak diputar lagi. Ia juga menyayangkan filmnya

80 Ibid, Profil Chaerul Umam, (Senin, 26 Mei 2008). 81 “Tema Islami Selamanya”, Kolom Tokoh Harian Seputar Indonesia, Ibid. 82 http://www.hamline.edu, Film Fatahillah Dibuat Dengan Dana 2,5 M, (Senin, 26 Mei 2008) belum sempat diedarkan di beberapa kota penting. Sebagai orang yang berkarya, tapi karyanya harus dihentikan, Chaerul mengaku amat kecewa saat itu.83

Ramainya pembicaraan tentang film Fatahillah tersebut membuat namanya dikenal sebagai pembuat film sejarah. Namun dia mengelak disebut sebagai pembuat film sejarah. Meskipun mengelak dikatakan sebagai pembuat film sejarah, tawaran justru datang kepadanya terhadap permintaan pembuatan film sejarah. Belakangan ini, ia kembali diminta untuk membuat film sejarah yang hampir serupa, yaitu film tentang perjuangan seorang ulama dari Sumatera. Beberapa waktu lalu, Bupati

Pariaman Sumatera Barat bersama Sultan Saladin menghubunginya untuk mengerjakan sebuah film tentang tokoh ulama bernama Syeh Burhanuddin. Tokoh penyebar Islam di abad pertengahan ini kurang terdengar kisahnya, karena itu akan dicoba diangkat ke layar lebar agar dikenal. “Tapi sampai sekarang belum ada pembicaraan lebih lanjut tentang rencana ini,” katanya.84 Selain itu, Mamang juga dipercaya oleh panitia ulang tahun satu abad Muhammad Natsir untuk membuat satu film dokumenter tentang sosok pahlawan pergerakan kemerdekaan Republik

Indonesia ini.

5. Rencana Pembuatan Film Ketika Cinta Bertasbih.

Ketenaran Chaerul Umam akan sikap dan komitmennya terhadap pembuatan film religi dalam hal ini film Islami, membawanya untuk kembali dipercaya

SinemArt, sebuah rumah produksi film, untuk memimpin pembuatan film yang berjudul Ketika Cinta Bertasbih. Film bergenre drama religi ini kisahnya diangkat secara penuh dari novel dwilogi karya penulis muslim kenamaan Habiburrahman el-

Shirazy. Film ini ditayangkan kelayar lebar karena produser melihat kesuksesan film

Ayat-Ayat Cinta sebelumnya yang juga diangkat dari novel Habiburrahman el-

83 http://www.ruangfilm.com, ibid 84 Ibid Shirazy.

Ayat-Ayat Cinta mendapat apresiasi sangat besar dari masyarakat Indonesia, hingga keberadaannya sebagai film Islam cukup menggetarkan jagat perfilman

Indonesia. Tercatat sekitar 3,5 juta masyarakat Indonesia telah menyaksikan film ini secara langsung melalui bioskop, belum termasuk yang telah menggandakan film ini secara ilegal untuk keluar sebelum waktunya serta dijual dengan harga murah di pinggir jalan dan ternyata sangat laku. Atau tradisi menyimpan file film ini kedalam komputer yang juga kerap dilakukan masyarakat. Pemutaran film ini pun di bioskop sekelas Blitz Megaplex, bioskop dengan spesifikasi kelas tinggi di Jakarta, ditayangkan hampir di semua ruang pemutaran film yang ada pada bioskop ini.

Sementara animo masyarakat untuk menyaksikan film ini di bioskop juga besar.

Antrean orang yang akan membeli tiket untuk menyaksikan film ini di bioskop juga bisa sangat panjang, kejadian yang mengingatkan kita pada tradisi mudik lebaran. Ada orang yang mengantre sejak pukul 10.00 WIB dan mendapatkan kepastian tiket untuk menyaksikan film pada pukul 22.00 WIB.85

Berdasarkan antusiasme masyarakat tersebut, SinemArt sebagai Production

House (Rumah Produksi) tidak ingin kehilangan momentum untuk menggarap film bergenre sama. Karenanya dengan sigap Leo Lumanto sebagai produser meminta

Chaerul Umam untuk meyutradari film yang telah mendapatkan izin dari

Habiburrahman el-Shirazy atas pengangkatan karya novelnya kedalam layar lebar.

Penunjukkan Chaerul Umam pun atas rekomendasi Habiburrahman el-Shirazy sebagai syarat dari diperbolehkannya karya Habiburrahaman el-Shirazy tersebut diangkat menjadi film. Habiburrahman el-Shirazy melihat Chaerul Umam adalah sosok yang tepat untuk memimpin pembuatan film ini, karena pada diri Chaerul

85 Agung Supriyadi, “Ayat-Ayat Cinta dan Fitna; Sebuah Kontradiksi Apresiasi”. Kolom Dunia Islam Majalah Islam Tatsqif, edisi 31 (April 2008), h. 68. Umam terdapat jiwa keislaman dan komitmen yang sefaham dengan Habiburrahman el-Shirazy. Mereka berdua menjadikan seni sebagai media dalam menyampaikan nilai moral dan juga sebagai syiar dakwah Islam. Karenanya, Habiburrahman tidak ingin karyanya didominasi oleh unsur untuk mengeruk keuntungan atau berorientasi pada bisnis semata, sementara kandungan syiar Islam yang sesungguhnya menjadi setting utama pada karyanya tidak ditampilkan secara lugas. Hal ini terjadi pada film Ayat-

Ayat Cinta yang sempat disesalkan Habiburrahman.

Banyak yang berpendapat, bahwa kekuatan yang mendominasi kesuksesan film Ayat-Ayat Cinta adalah terdapat pada kecakapan Abik, panggilan akrab

Habiburrahman el-Shirazy untuk membuat cerita yang apik pada karya novelnya tersebut.

Untuk itu Chaerul Umam menyatakan akan membuat alur cerita yang ada pada setiap adegan diupayakan sesuai dengan yang ada pada novel. Chaerul Umam ingin menafsirkan film Ketika Cinta Bertasbih nantinya sesuai dengan apa yang divisualisasikan oleh pembaca novelnya. Baik itu dari adegan, pengadegan, tokoh maupun kakaternya. Produser memilih adegan, pengarang menentukan adegan yang perlu, dan penulis skenario melihat adegan yang pantas dan relevan. Mamang yang kemudian mengkoordinasikan output dari mereka.86 Selain itu memang karena membaca novel Abik sama juga seperti menonton film, alurnya mudah diikuti.87

Dalam film ini Chaerul Umam juga akan membawa serta Habiburrahman el-

Shirazy sebagai supervisi film garapannya, terutama dalam hal penulisan skenario.

Abik akan berduet dengan Imam Tantowi, penulis skenario yang sukses dengan film

Fatahillah yang dibuat bersama Chaerul Umam pada tahun 1997. El Badrun yang sukses dalam film kolosal Saur Sepuh juga akan terlibat dalam film ini. Dia akan

86 “Tema Islami Selamanya”, Kolom Tokoh, Ibid 87 Ibid berperan sebagai penata seni.88

Ketika Cinta Bertasbih adalah cerita yang terdiri atas dua buku (dwilogi) memakai dua setting latar, Mesir dan Indonesia. Episode pertama mengenai pengembaraan Khairul Azzam untuk menuntut ilmu di Al-Azhar, Kairo, dan perjuangannya selama sembilan tahun untuk menyelesaikan studi S1 di Al-Azhar

Mesir sambil mencari biaya pendidikan adik-adiknya di tanah air dengan berjualan bakso dan tempe pada para mahasiswa maupun warga Indonesia di Kairo. Untuk episode dua mengenai pencarian cinta Khairul Azzam di tanah kelahirannya (Pulau

Jawa). Episode dua akan membuat kita berlinang air mata saat Azzam kehilangan orang yang sangat dicintainya dan kenangan Husna (Adik Azzam) ketika Ayah mereka dipanggil oleh Sang Khalik.89

Film ini akan dibuat dengan melibatkan pemain-pemain yang belum tenar bahkan belum pernah merasakan bermain film sebelumnya, karena pada bulan juli akan diadakan audisi untuk pencarian lima tokoh utama yakni Azzam, Furqon,

Ellyana, Anna, dan Husna. Audisi akan dilaksankan roadshow ke sembilan kota di tanah air. Hal itu dilakukan karena Chaerul Umam ingin membuat film yang bukan didasarkan pada ketenaran nama sang aktor atau aktris, melainkan karena kecakapan cerita, pengadegan, skenario, dan yang lainnya. Dalam audisi ini diutamakan bagi mereka yang memang telah menguasai isi dari novel Ketika Cinta Bertasbih, bisa membaca al-Qur’an secara baik dan benar apalagi jika ditunjang dengan penguasaan bahasa arab. Diharapkan bahwa keshalehan tokoh Azzam dalam film ini dapat benar- benar tersampaikan kepada orang yang tepat.

88 http://www.ruangfilm.com, Profil Chaerul Umam, (Rabu, 26 Maret 2008). 89 Ibid.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penjelasan dalam skripsi ini, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Chaerul Umam adalah sutradara yang sudah memiliki banyak pengalaman

dalam proses pembuatan film. Tercatat sekitar 20 film telah ia buat, belum

ditambah dengan Sinetron dan FTV. Kiprahnya yang banyak dalam dunia film

membuat ia tergetar melihat kondisi perfilman Indonesia saat ini. Dominasi

seks dan mistis yang ada dalam film dapat menghancurkan kondisi moral

bangsa yang sedang terpuruk. Karenanya sebagai seorang sineas yang

memiliki kepedulian, Chaerul Umam menjadikan film sebagai jembatan

penghubung untuk memperbaiki kondisi moral melalui filmnya yang

bertemakan religi dan penuh dengan unsur edukasi.

2. Kepeduliaannya terhadap perbaikan moral sejalan dengan tingginya semangat

untuk melakukan kegiatan dakwah pada dunia film. Chaerul Umam kerap

menjadi penggerak pengajian-pengajian para aktor dan aktris. Chaerul Umam

menjadikan suasana pembuatan film yang digarapnya dengan Islami, ia akan

mengistirahatkan kegiatan syuting jika adzan telah berkumandang dilanjutkan

dengan melaksanakan sholat berjama’ah. Ia juga kerap menyisipkan acara

ta’lim disela-sela kegiatan syutingnya jika dilaksanakan di luar daerah.

Chaerul Umam juga membentuk sebuah komunitas untuk menampung dan mencetak kader-kader sineas muda muslim yang memiliki kesefahaman visi

dengannya dalam membangun bangsa dan agama melalui film.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis memberikan saran-saran yang bertujuan untuk bersama-sama membangun perfilman bangsa melalui film religi, yaitu:

1. Motivasi dalam pembuatan film religi adalah hendaknya untuk

mengembangkan nilai-nilai dakwah. Menjadikan film religi sebagai film yang

dapat memberikan solusi dari permasalahan bangsa, khususnya terkait dengan

dekadensi moral yang melanda negeri.

2. Menjadikan Islam sebagai sumber utama dalam interaksi pada proses

pembuatan film religi. Jadi, Islam bukan hanya dijadikan objek dalam

pembuatan alur filmnya, melainkan menjadikan Islami juga proses pembuatan

bagi para pembuatnya.

3. Perlunya sebuah lembaga pendidikan khusus sinematografi yang didirikan

oleh ormas-ormas besar Islam, agar dapat melahirkan sineas-sineas muslim

yang peduli terhadap keislamannya.

4. Pengusaha muslim hendaknya dapat membantu pembuatan film religi,

terutama masalah pendanaan. Karena selama ini yang membuat terhambatnya

produksi film religi adalah karena tidak adanya orang yang mau mendanai

produksi film tersebut.

5. Perlunya apresiasi yang besar dari masyarakat dalam turut serta pada proses

membuat film religi dengan mengikuti workshop-workshop pembuatan film,

terutama bagi para mahasiswa, atau memberikan penghargaan yang tinggi kepada film religi dengan menonotonnya secara langsung ke bisokop. Karena jika film tersebut banyak disaksikan orang di bioskop, maka akan berimbas pada banyaknya produser yang akan mendanai pembuatan film religi. Artinya adalah kita telah menyelamatkan kelangsungan dan masa depan film religi di

Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Aziz, Mohammad Ali. llmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2004.

Bungin, Burhan. Analisa Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988, 1990, dan 1999.

Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994.

Gymnastiar, Abdullah, dkk. Menimbang Perkataan Muslim; Kumpulan Artikel “Hikmah” Republika. Jakarta: Insida Lantabora, 2007.

Hornby, AS, et.al. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Ilmu, 1992.

JB, Wahyudi. Teknologi, Informasi, dan Produksi Citra Bergerak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Kusnawan, Aep, dkk. Komunikasi dan Penyiaran Islam. Bandung: Benang Merah Press. 2004.

Malaikah, Musthafa. Manhaj Dakwah Yusuf Qardhawi: Harmoni Antara Kelembutan dan Ketegasan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.

Mubarok, Achmad. Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999.

Muhalhil, Syaikh Jasim. Ikhwanul Muslimin; Deskripsi, Jawaban Tuduhan dan Harapan. (e-book)

Nugraha, E, et.al. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT Delta Pamungkas, 2004. Jilid 5 & Jilid 15.

Rafi’udin. Prinsip dan Strategi Dakwah. Bandung: Pustaka Setia.

Shobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003.

Syukir, Asmuni. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas, 1983.

Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.

Yahya, Harun. Kedangakalan Pemahaman Orang-Orang Kafir. Surabaya: Risalah Gusti, 2003.

Yakan, Fathi. Isti’ab; Meningkatkan Kapasitas Dakwah. Jakarta: Robbani Press, 2005.

Zaidallah, Alwisral Imam. Strategi Dakwah: Dalam Membentuk Khotib dan Da’i Profesional. Jakarta: Kalam Mulia, 2002.

2. Makalah, Skripsi, dan Karya Ilmiah Lainnya

Jufri, Muhammad. “Penggunaan Media dan Penelitian Isi Pesan Film Oleh Khalayak Penonton; Studi Tentang Apresiasi Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Terhadap Film Indonesia dan Film Amerika”. Tesis Program Studi Ilmu Komunikasi; Pasca Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia. Jakarta: Perpustakaan FISIP UI, 1997.

3. Majalah

“Kolom Nasehat Muharram”. Majalah Islam Tarbawi. edisi 31 (Maret 2002).

“Susahnya Mencetak Sutradara Unggul; Wawancara Bersama Chaerul Umam”.

Kolom Tatap Muka Majalah Tarbawi. edisi 173 tahun ke-9. (Februari 2008).

Supriyadi, Agung. “Film Ayat-Ayat Cinta dan Fitna; Sebuah Kontradiksi Apresiasi”. Kolom Dunia Islam Majalah Islam Tatsqif. Edisi 68 (April 2008).

Fath, Amir Faishol. “Semangat Dakwah Tidak Kenal Lelah”, Majalah Islam Tatsqif edisi 31 (Mei 2008)

4. Koran

“Definisi Sebuah Film Islami; Profil Chaerul Umam”. Kolom Wawasan Harian Republika. Nomor 85/Tahun Ke-16. (Rabu, 2 April 2008)

“Tema Islami Selamanya Akan Laku; Profil Chaerul Umam”. Kolom Tokoh Harian Seputar Indonesia. (edisi Jum’at, 11 April 2008).

Arief,. M. Saries. “Mencari Formula Film Dakwah Islam”. Harian Pelita. Edisi 30 Maret 1996.

5. Website

Fatoni, Uwes. “Menanti Film Dakwah Berkualitas”. Artikel dari http://www.republika.co.id. (Jum’at, 22 Februari 2008). http://www.citwf.com diakses pada hari Minggu, 25 Mei 2008. http://www.hamline.edu diakses pada hari Senin, 26 Mei 2008. http://www.indomedia.com diakses pada hari Senin, 26 Mei 2008. http://www.inilah.com diakses pada hari Senin, 26 Mei 2008. http://www.kabarindonesia.com diakses pada hari Senin, 26 Mei 2008. http://www.ruangfilm.com diakses pada hari Jum’at, 25 April 2008. http://www.sirojimandiri.com, diakses pada hari Senin, 26 Mei 2008. http://www.tamanismailmarzuki.com diakses pada hari Senin, 26 Mei 2008.

Utomo, Yogi W. “Madu dan Racun Film Tontonan Ghaib”. Artikel pada http://www.sirojimandiri.net. (Jum’at, 18 November 2005).

6. Wawancara Wawancara eksklusif dengan Chaerul Umam. Jakarta, 22 Mei 2008.

Penulis dalam proses wawancara dengan Chaerul Umam

Chaerul Umam sedang menandatangani surat keterangan Wawanacara dengan penulis

Wawancara penulis dengan Chaerul Umam dilaksanakan diruang kerjanya di gedung Perintis Kemerdekaan Lantai 5, Jalan Proklamasi Jakarta Pusat. Hari Kamis, 22 Mei 2008 pada pukul 14.00 WIB.

1. Pertanyaan : Bisa diceritakan bagaimana awal mula bapak terjun kedalam dunia perfilman nasional? Jawab : Saya memulai karier didunia perfilman nasional adalah pada tahun 1973. Pada saat itu posisi saya sebagai dubber (pengisi suara dalam film). Kemudian dipercaya sebagai asisten sutradara. Sutradara kala itu adalah Motinggo Busye. Empat kali saya menjadi asisten sutradara. Baru pada tahun 1975 saya menyutradarai sendiri film saya yang pertama berjudul 3 Sekawan, sebuah film komedi yang diperankan oleh Ateng, Eddy Sud, dan Iskak.

2. Pertanyaan : Kemudian, bagaimana bapak melihat perkembangan perfilman saat ini? Jawab : Pada saat ini sineas muda sudah mulai bermunculan. Terhitung sejak tahun 1992 kan perfilman Indonesia boleh dikatakan mati, tidak ada produksi pada saat itu. Nah mulai tahun 2000 sineas muda itu bermunculan. Dengan tidak adanya kesinambungan oleh periode sebelumnya, produksi itupun lahir. Produksi awalnya misalnya film yang berjudul Serena. Tetapi kemudian tidak adanya perkembangan tema, artinya tema-tema pada filmnya berulang dari tema pada tahun 1970-an. Dahulu ada judul Gita Cinta Dari SMA, Puspa Indah Taman Hati yang diperankan oleh Rano Karno, kemudian Binalnya Anak Muda. Nah, judul film era sekarang hampir sama, dimulai dengan film Ada Apa Dengan Cinta, Jomblo, terus Heart dengan mengambil tema yang sama yakni tentang percintaan. Kemudian tema yang sama lainnya dengan tema pada era terdahulu adalah tema mengenai horor atau mistik. Hanya sineasnya saja yang berbeda. Judul film horor zaman dahulu misalnya Beranak Dalam Kubur. Sekarang pun film semacam itu ada, misalnya Hantu Terowongan Casablanca, Pocong, Suster Ngesot, Bangku Kosong dan lain sebagainya. Jadi tidak ada tema yang terlalu berbeda secara spesifik dengan era dahulu. Justru sosok Deddy Mizwar muncul dengan membawa jenis film dengan tema sosial yang kental melalui film Nagabonar. Dan didalamnya juga gak terlalu jauh dari tema-tema yang lama- lama juga semisal percintaan.

3. Pertanyaan : Dan memang sepertinya film Indonesia tidak akan jauh dari tema-tema yang lama itu ya pak (percintaan dan horor)? Jawab : Mungkin masalah cinta adalah masalah yang universal, masalah semua orang dan masalah semua waktu. Tema cinta itu sudah ada sejak zaman dahulu. Kita tahu kisah Romeo and Juliet atau di Indonesia ada kisah Roro Mendut dan Pronocitro misalkan. Dimana-mana tema cinta memang universal, hanya saja penggarapannya bisa kreatif atau tidak? Bisa dihubungkan atau tidak dengan nilai-nilai religius misalnya?

4. Pertanyaan : Itu makanya, tidak banyak sutradara yang memiliki pandangan berbeda seperti itu. Nah, bapak agaknya memilikinya, terbukti misalnya melalui sinetron Maha Kasih yang mendapat sambutan baik oleh masyarakat. Tapi kemudian mengapa para pembuat film enggan menggarap tema yang seperti itu? Jawab : Menurut saya mungkin karena yang membuatnya tidak dekat dengan religius. Nah kebetulan saya memiliki latarbelakang yang dekat dengan masalah-masalah religius. Ibu saya sendiri adalah seorang muballighah. Dari kecil saya sering diajak ibu saya kalau pergi mengaji kemana-mana. Ketika sekolah juga saya berkumpul dengan organisasi-organisasi Islam seperti di Muhammadiyah (Ikatan Remaja Muhammadiyah-pen) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Ketika masuk teater, saya masuk teater yang Islam. Saya ikut teater HMI. Ketika terjun kedunia film, meskipun belum punya pegangan karena baru berkecimpung waktu itu, tapi saya sadari bahwa saya ingin membuat film yang dekat dengan dunia saya, yakni dunia Islam. Menurut pendapat saya, segala sesuatu atau semua karya itu akan bisa dikatakan komunikatif apabila digarap oleh orang yang tahu masalahnya atau dekat dengan dunianya. Kalau sesuatu dikerjakan oleh orang yang tidak tahu masalahnya maka hasilnya akan tidak komunikatif. Orang ingin menggarap film religius, tetapi tidak mengerti dunia religi, tidak mengerti masalah syar’i, maka hasilnya akan tidak komunikatif atau tidak nyambung.

5. Pertanyaan : Melalui penjelasan tadi, bahwa sepertinya bapak memang memiliki dedikasi besar untuk membuat film religius, apakah bapak setuju kalau bapak disebut sebagai seorang da’i ? Jawab : Tidak berani saya kalau saya dipanggil da’i, karena bagi saya pemaknaan da’i itu adalah sesuatu yang luar biasa. Orang setelah melalui tahapan Jihad baru melangkah ketahapan da’i untuk berdakwah. Saya cukup dikatakan sebagai sutradara sajalah (he...he...he...). Bahwa kalau hasil karya saya nantinya dipandang ada nilai dakwahnya ya syukur, alhamdulillah. Saya cukup membuat sesuatu yang saya ketahui. Kalau akhirnya saya dikatakan sebagai da’i atau karya saya mengandung unsur dakwah ya syukur. Tetapi kalau mengatakan diri saya sebagai da’i, saya masih minder (tidak percaya diri-pen).

6. Pertanyaan : Kemudian apa sebenarnya motivasi bapak dalam membuat film religius? Jawab : Motivasi saya adalah saya hanya ingin membuat film yang dekat dengan dunia saya tadi. Kalau saya membuat film dengan tema kemewahan, glamour, maka film itu tidak akan berhasil karena saya tidak dekat dengan dunia itu, saya besar dalam tradisi kampung. Kalau saya disuruh membuat film tentang percintaan, maka saya pun sangat tidak memahami dan mengalami kisah percintaan semacam pacaran, jadinya sulit. Makanya saya membuat film yang sesuai dengan dunia saya. Membuat film dengan latarbelakang kehidupan pesantren misalnya, itu baru dunia saya dan saya sangat asyik membuatnya. Namun orang-orang menganggap saya da’i. Padahal disetiap film religius yang saya buat, saya pasti selalu menyertakan seorang ustadz sebagai supervisi dari film saya tersebut. Jadi ustadz akan menegur saya jika saya salah dan lain sebagainya.

7. Pertanyaan : Kemudian menurut bapak bagaimana caranya menyaingi atau meng-counter film-film buatan sineas yang selalu didominasi oleh unsur seks dan horor? Jawab : Awalnya saya menganggap ya sudahlah buat yang biasa-biasa saja. Dari tahun 1975 saya membuat film yang biasa saja. Hanya film al-Kautsar saja yang bertemakan religi. Ya inginnya sih membuat film yang lebih dekat dengan dunia saya, dalam hal ini dunia Islam, tetapi kan kesempatan itu tidak mudah saya dapatkan. Baru pada film ketujuh, saya diberi kesempatan membuat film dengan judul Titian Serambut Dibelah Tujuh yang sesuai dengan dunia saya. Kemudian kesempatan itupun tidak kembali didapat dalam jangka waktu yang cukup lama dan baru pada tahun 1992 didapat kembali melalui film Nada dan Dakwah. Nah selama waktu tidak datangnya kesempatan untuk menuangkan sebuah film yang sesuai dengan dunia saya yang cukup lama itu, selama kurun waktu itu saya isi dengan pembuatan film yang biasa-biasa saja, agar jiwa kreatifitas saya tidak mati. Akhirnya pada tahun 1997 saya tetapkan untuk tidak menerima tawaran membuat film dengan tema-tema yang lain selain tema religius. Jadi niatnya bukan untuk menandingi atau meng-counter film-film yang merusak itu. Percuma! Saya sendirian sementara mereka jumlahnya ribuan, bagaimana bisa dikatakan meng-counter??? Tetapi niat saya ingin membuat film yang komunikatif, agar orang lain mengerti apa yang saya inginkan melalui film saya.

8. Pertanyaan : Apa saja hambatan yang bapak temukan didalam pembuatan film religius yang bapak kerjakan? Jawab : Pertama adalah, produser yang akan membiayai pembuatan film itu mayoritas adalah tidak seiman (maksudnya adalah tidak beragama Islam). Produser yang seiman itu hanya Deddy Mizwar, yang lainnya tidak seiman dengan kita. Karena produsernya tidak seiman, maka permasalahan yang sering terjadi adalah tidak bertemunya kesepahaman antara keinginan sutradara dengan keinginan produser. Misalnya adegan bertemunya seorang ibu dengan anak laki-lakinya yang telah sekian lama berpisah, maka harus disertai dengan berpelukan dong! Dan saya katakan tidak bisa! Didalam dialog dia memang anaknya, tetapi kan dikehidupan nyata dia itu bukan muhrim! Lalu produsernya pun bertanya kembali, “apa itu muhrim??” Nah, jadinya kan gak ketemu. Atau tokoh suami-istri yang tidur berpelukan, seharusnya tidak mengapa dong! Kan adegannya mereka adalah suami-istri?? Maka saya jawab “Iya suami-istri disini, tetapi diluar kan dia punya istri sendiri dan si perempuan punya suami sendiri!”. Akhirnya didiskusikan bahwa terdapat perbedaan cara pandang antara hukum didalam film dan hukum didalam agama. Ketika pertanyaannya dimanakah letak hukum yang paling tinggi, apakah hukum film atau hukum agama? Maka jawab saya, “saya berpegang pada hukum agama pak...!!”. Artinya terdapat ketidaksepahaman yang didasarkan pada perbedaan cara pandang. Saya menggunakan pandangan agama (Islam) sementara kebanyakan produser menggunakan pandangan bisnis. Tetapi kebanyakan pada akhirnya banyak juga produser yang mau mengerti karena mereka memiliki basic intelektual yang bagus juga kan. Dan seterusnya, setiap produser akhirnya sudah harus siap jika akan meminta saya untuk menangani sebuah film maka kebanyakan mereka sudah faham, termasuk pak Leo Lumanto (produser dari PH Sinemart, yang sedang bekerja sama dalam pembuatan film Ketika Cinta Bertasbih) dia sudah mengerti dengan prinsip saya. Selain itu adalah masalah pendanaan dan ini yang paling penting. Sutradara itu kan seperti halnya karyawan pada sebuah perusahaan, kalau ada yang meminta mengerjakan, ya baru di kerjakan. Saya kan bukan seorang pengusaha yang memiliki modal sendiri untuk film-film yang akan saya buat nantinya. Untuk memproduksi satu buah sinetron serial, membutuhkan dana paling tidak sebesar Rp. 250 juta. Sementara sinetron kan gak mungkin hanya satu kali tayang, paling tidak itu sebanyak 13 episode. Kalau 13 episode dikali Rp. 250 juta maka butuh dana berapa??? Dan siapa yang punya dana sebesar itu kalau bukan mereka (maksudnya adalah produser- produser yang kebanyakan adalah nonmuslim-pen)??? Sebenarnya orang-orang Islam yang kaya dan bisa mendanai film juga ada, tetapi kebanyakan mereka juga tidak berani, mungkin tidak yakin dengan film religi. Justru kalau menurut saya tema Islam itu sangat laku, dari 20 lebih film saya, yang laku di pasaran hingga menjadi buah bibir dimasyarakat itu cuma empat yakni Al-Kautsar, Titian Serambut Dibelah Tujuh, Nada dan Dakwah, dan Fatahillah. Dan keempatnya bertemakan Islam.

9. Pertanyaan : Bagaimana pandangan bapak terhadap prospek film-film religius yang ada saat ini? Termasuk didalamnya, bagaimana dengan film religius yang dibintangi oleh aktor atau aktris yang tidak satu agama dengan tujuan film tersebut? Jawab : Sebenarnya film religius itu sangat menjanjikan lho! Dahulu di Jakarta terdapat bioskop nomor satu didaerah Menteng. Film Indonesia disana hanya bertahan selama 1 hari. Keesokan harinya sudah tidak ada. Sementara film saya, Al- Kautsar itu berhasil diputar di bisokop Menteng selama 12 hari. Mungkin kalau mau dibandingkan dengan sekarang ya..mirip dengan film Ayat-Ayat Cinta lah! Kalau masalah pemain dalam film religius tersebut yang tidak satu agama sich, ya sah-sah saja jika memang dia bersedia. Tapi kalau ditanya kepada saya dari sudut pandang saya sebagai sutradara, saya sich berusaha untuk tidak menggunakan aktor atau aktris yang tidak beragama Islam untuk memainkan perannya sebagai seorang muslim. Saya sich merasa gak enak saja jika menyuruh orang yang bukan seorang muslim kemudian disuruh untuk melakukan adegan-adegan keislaman seperti mengucapkan syahadat atau sholat dan memasuki masjid. Saya sich gak enak hati saja jika saya menyuruh orang tersebut. Pertanyaannya coba saya timpakan kepada saya sendiri, bagaimana jika saya disuruh melakukan perbuatan yang ada dalam agama mereka? Kalaupun mereka mau pasti atas unsur terpaksa, karenanya saya tidak sampai hati untuk melakukan hal tersebut. Makanya sedapat mungkin tidak akan saya lakukan. Kalau bagi saya pembuatan film yang Islami bukan hanya dalam adegan dan naskah saja. Adegan Islami tapi para crew- nya suka godain perempuan disekitar lokasi syuting, itu bukan Islami. Bagi saya, pembuatan film Islam harus juga ditunjukkan dengan cara yang Islami juga. Kalau saya, waktunya adzan tanda masuk waktu sholat, maka syuting saya break untuk sholat! Jadi membuat film religius, suasana pembuatannya pun harus religius juga. Selain itu, kalau saya, setiap kita syuting diluar daerah yang memakan waktu berhari-hari, maka biasanya saya akan adakan pengajian (ta’lim) dan memanggil ustadz untuk berceramah kepada aktor, sutradara, produser dan seluruh crew di tempat syuting.

10. Pertanyaan : Apabila SDM sutradara muslim yang komitmen terhadap perbaikan moral melalui film dinilai sedikit. Maka apa sumbangsih bapak selaku sutradara senior yang memiliki semangat tersebut untuk menelurkan bakat pada calon sineas muda muslim yang peduli? Jawab : Saya memang sudah memiliki sebuah komunitas dan telah mencetak kader-kader sineas muda muslim yang peduli dan memiliki komitmen yang kuat dalam upaya perbaikan moral melalui film, sebut diantaranya adalah nama-nama seperti Zak Sorga, Syaiful G. Waton, Febriyono dan lain sebagainya yang merupakan nama-nama yang tergabung dalam komunitas kami. Memang masih belum banyak. Dan kebanyakan dari mereka pun bukan sebagai sutradara, hanya satu-dua orang yang berprofesi sebagai sutradara, mayoritas adalah cameraman, editor. Dan sebenarnya karena mereka belum mendapatkan kesempatan, coba saja diberi kesempatan, maka akan sangat produktif.

11. Pertanyaan : Bagaimana perkembangan rencana pembuatan film Ketika Cinta Bertasbih yang kabarnya akan menyaingi kesuksesan film Ayat-Ayat Cinta yang diangkat dari novel karya penulis muslim kenamaan Habiburrahman el- Shirazy ini? Jawab : Akhir bulan lalu kami baru saja selesai mensurvey lokasi syuting ke Mesir selama 10 hari. Turut dalam rombongan adalah saya, Imam Tantowi (Sutradara II merangkap penulis naskah), Habiburrahman el-Shirazy (penulis novel), perwakilan dari SinemaArt selaku rumah produksi. Selain itu kami telah melaksanakan pematangan konsep naskah yang dibicarakan bersama elemen-elemen diatas dan telah kami lakukan selama 4 tahap pembicaraan. Dan sore ini (sehabis wawancara dengan penulis, tepatnya pukul 16.00 ditempat yang sama) akan kembali diadakan pertemuan untuk membicarakan pematangan konsep naskah. Dan kami rencananya akan mengadakan audisi di bulan Juni yang dilaksanakan roadshow ke sembilan kota untuk mencari lima tokoh utama yakni Azzam, Furqon, Ellyana, Anna, dan Husna.

12. Pertanyaan : Adakah pesan-pesan dari bapak bagi mereka pelaku kesenian dan penikmat kesenian Islam? Jawab : Mulai saat ini, sedapat mungkin agar masyarakat itu mulai berkontribusi melalui workshop-workshop untuk membuat film atau sinetron religius, khususnya oleh mahasiswa- mahasiswa yang muslim karena SDM sineas muslim itu sangat kurang sekali. Makanya saya sangat berharap bagi para generasi muda Islam untuk turut kedalam proses pembuatan film. Tetapi kalau pada akhirnya pun belum sanggup, maka paling tidak berkontribusi untuk menonton filmnya. Karena bagi produser yang dilihat itu adalah banyak atau tidaknya penonton yang menyaksikan film itu. Kalau ternyata banyak, maka prospek film-film religius kedepannya akan sangat bagus. Nantinya akan sangat banyak produser yang akan membiayai pembuatan film yang bertemakan religi. Gak peduli itu adalah film Islam. Makanya saya sangat berharap jika memang tidak bisa berkontribusi melalui pembuatan secara langsung film-film Islami maka cukup dengan mengapresiasinya melalui menonton. Dan itu akan sangat membantu masa depan film religius.